Pencarian

Bloon Cari Jodoh 7

Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong Bagian 7


keluar wisma. Tiba di halaman dia heran, "Eh, kemanakah orang2 yang
bertempur tadi " Mana Wan-ong-ko " Mana Tong lopeh ?"
katanya seorang diri. Dia hendak berteriak tetapi dia kuatir
akan mengganggu In Hong. Kalau dia berteriak, dara itu
tentu lari keluar. "Tidak, In Hong tak boleh terganggu ketenangan
pikirannya. Biar kucari mereka sendiri," dia terus mencari
ke sekeliling tempat itu tetapi tetap tak menemukan Wanong
Kui, Tong Kui Tik maupun kedua lawan mereka.
"Aneh," pikirnya, "kalau ada yang rubuh, tentu terdapat
tubuh mereka. Kalau terluka, pun tentu ada bekas2 ceceran
darah. Tetapi mengapa sama sekali tak kulihat jejak suatu
apa-apa?" Akhinya ia terpaksa kembali ke wisma.
Saat itu sudah makin malam. Rembulan menyembul
diantara sela2 gumpalan awan. Tiba2 Han Bi Ing melihat
sesosok tubuh melesat masuk ke dalam ruang. Ia terkejut
sekali dan cepatkan langkah, "Ah, sayang tenagaku masih
belum pulih," gumamnya menyesali langkahnya yang terasa
kurang cepat. "Hai, siapa engkau !" tiba2 Han Bi Ing mendengar
teriakan ln Hong dan pada lain saat ia mendengar suara
senjata menyambar-nyambar.
Dan ketika ia melangkahkan kaki ke pintu ruang,
kejutnya makin menjadi. In Hong sedang menyerang
seorang lelaki muda yang bertubuh tegap. Pemuda itu
hanya menghindar kian kemari seraya berseru, "Sabar,
nona. Aku bukan orang jahat. Mari kita bicara dulu . . . ."
"Jangan banyak mulut !'' bentak In Hong seraya
menyerang dengan, sepasang pedangnya," aku bukan anak
kecil yang gambang engkau bohongi. Engkau tentu
konconya kawanan kuku garuda itu!"
Kuku garuda adalah istilah untuk menyebut orang yang
menjadi kaki tangan pemerintah yang hendak menjajah
negara Tiong-goan, misalnya kerajaan Goan. kerajaan Kim,
kerajaan Ceng. Pemuda itu terkejut ketika dirinya dimaki sebagai kuku
garuda. "Tidak, aku bukan kuku garuda !" serunya.
"Hai, mana pencuri mau mengaku pencuri?" dengus In
Hong seraya makin gencarkan serangannya.
Pemuda itu benar2 kewalahan untuk membeIa diri.
Terpaksa dia hanya berlincahan menghindar kesana kemari.
"Adik Hong," tiba2 Ilan Bi Ing berseru, "siapakah orang
ini ?" "Siapa lagi kalau bukan konco mereka !" In Hong
melengking. "kalau kita dapat menangkap yang ini, tentu
tahu sarang mereka !"
"Nona," teriak orang itu. "aku bukan konco mereka "
Aku tak tahu siapakah 'mereka' yang engkau maksudkan itu
?" "Diam!" bentak Ia Hong, "kau mau menyerah atau tidak.
.Mumpung belum terlanjur aku mengamuk, lebih baik
engkau serahkan diri saja. Asa! engkau mau memberi
keterangan yang jujur, akupun takkan membunuhmu."
Pemuda itu tercengang, "Apakah salahku ?" serunya sesaat kemudian.
Diam2 Hari Bi Ing yang memperhatian pemuda itu
mendapat kesan baik. Pertama wajah pemuda itu tampan
dan tak mengunjuk sifat2 jahat. Dan selama diserang habishabisan
dia tak mau membalas dan hanya menghindar saja.
Dari gerakan tubuhnya, jelas dia tentu memiliki kepandaian
yang tinggi. Kalau mau, rasanya pemuda itu tentu sudah
dapat mengalahkan In Hong.
"Adik Hong. berhentilah dulu. Rasanya ada....."
"Tidak, cici Ing, kalau sampai lolos sukar untuk
menangkap gerombolan yang tadi," seru In Hong seraya
menyerang makin gencar. Namun tetap ia tak mampu
melukai pemuda itu. Sekonyong-konyong terdengar derap langkah orang dan
pada lain saat muncullah tiga orang lelaki mengenakan
serangan prajurit. Yang satu seoang lelaki brewok dan yang
dua adalah perwira prajurit Ceng.
"Hai, berhenti kalian !" benta'k lelaki brewok itu dengan
suara menggeledek sehingga In Hong tertegun. Kesempatan
itu digunakan oleh pemuda lawannya untuk menyurut
mundur. "Jawab, dimana pangeran Barbak ?" teriak lelaki brewok
itu pula. Tetapi tak ada yang menjawab.
"Hai. anak perempuan, apa engkau tuli bentaknya
kepada In Hong. Namun In Hong tetap diam dan hanya memandang
geram. "'Gila, apa engkau tuli!" kembali lelaki brewok itu
menuding In Hong, melangkah maju dan terus menampar.
Uh.... tiba2 ia tarik pula tangannya karena disambut dengan
tabasan pedang oleh In Hong.
"Kurang ajar, engkau budak hina !" lelaki brewok itu
deliki mata. "Siapa yang engkau maki, monyet!" In Hong balas
melengking. "Budak hina, engkau berani memaki aku monyet!" lelaki
brewok itu hendak memukul tetapi dicegah oleh salah
seorang perwira, "Pa-heng, jangan turun tangan dulu
sebelum kita mendapat keterangan tentang pangeran
Barbak." "Nona," perwira itu tampil kemuka dan berkata kepada
In Hong, "aku hendak minta keterangan kepadamu."
"Aku " "Ya." "Baik," kata In Hong, "begitu dong kalau mau bertanya
pada orang. Masakan pecicilan main tuding orang, seperti
tuan besar saja lagaknya.''
Lelaki brewok hendak menjawab tetapi didahului
perwira itu, "Harap nona jangan salah faham. Pertama,
memang begitu perangai Pa-heng kawan kami itu. Dan
kedua, kami memang perlu sekali hendak mencari pangeran
Barbak." '"Siapa Barbak itu?"
"Dia adalah adik dari panglima besar Torgun yang
mengepalai pasukan Ceng."
"'O, si Barbak yang engkau maksudkan?"
"Benar, nona. Apakah engkau tahu beliau berada
dimana"'' perwira itu mulai tegang.
"Si Barbak orang Boan itu to?"
" Walaupun telinga gatal mendengar berulang kali In
Hong menyebut pangeran Barbak dengan embel2 si yang
berarti memandang rendah, namun karena perlu mendapat
keterangan, terpaksa perwira itu bersabar dan mengiakan.
"Mengapa engkau mencarinya?" masih In Hong tak mau
menyahut tetapi balas bertanya.
"Dia adakah adik dari panglima kami."
"Dan engkau ini perwira dari balatentara kerajaan
Ceng?" "Ya." "Apa engkau orang Boan?"
Perwira itu gelengkan kepala.
"Lho kok aneh," teriak In Hong, "kalau bukan orang
Boan mengapa mau menjadi prajurit kerajaan Ceng.
"Tidak semua prajurit pasukan Ceng itu adalah orang
Boan tetapi terdiri dari berbagai suku termasuk suku Han
juga." "Kerajaan Beng itu adilah negara orang Han, mengapa
engkau membantu orang Boan untuk memerangi orang
Han sendiri?" "Budak hina, jangan banyak mulut!" bentak lelaki
brewok yang tak sabar melihat tingkah In Hong yang centil
dan bicaranya yang sinis.
"Monyet, engkau bertanya keterangan, sekarang engkau
melarang aku tak boleh banyak mulut, apa maumu"'' In
Hong tak takut dan bahkan mendamprat.
Perwira memberi isyarat agar lelaki brewok bersabar,
kemudian dia bertanya kepada In Hong lagi, "Soal itu
adalah urusanku. Jawablah, apa engkau tahu pangeran
Barbak?" Perwira itu berpaling kearah pemuda yang menjadi
lawan In Hong tadi dan menegur, "Siapa kah anda ini?"
"Aku . . . aku juga tetamu."
"Bohong!" bentak lelaki brewok, "engkau tentu kawan
dari budak liar itu!"
Sebelum pemuda itu menyahut, In Hong sudah
melengking, "Eh, monyet, jangan pura2 tak tahu. Dia kan
kawanmu sendiri!" "Apa" Dia kawanku?" teriak si. brewok, ''aku tak kenal . .
. . " Baru dia berkata begitu, si perwira membisiki beberapa
patah kata dan lelaki brewok itupun mengangguk.
"Mungkin anda juga sedang mengemban tugas seperti
kami," kata perwira itu kepada pemuda gagah, "tetapi entah
dibawah pimpinan jenderal siapakah anda ini tergabung?"
"Aku tak tahu apa yang anda maksudkan," kata pemuda
itu, "aku datang kemari karena hendak mencari Kim Blo'on.
"O, Kim Blo'on putera dari Kim Thian Cong itu?" seru
lelaki brewok dengan nada agak cerah-
"Ya." "Apakah engkau ketemu?"
Pemuda tegap itu gelengkan kepala.
"Apakah engkau melihat pangeran Barbak"
Pemuda tegap itu kembali menggeleng.
"Dulu mana yang datang kemari, engkau atau budak liar
itu?" "Dia." "Hm," dengus lelaki brewok lalu menuding In Hong,
"Budak liar, kalau engkau tak mau memberi keterangan
yang sesungguhnya, terpaksa akan kuhajar!"
"Uh, uh, garang benar engkau, monyet. Datang2 terus
mau menghajar orang," seru In Hong. Baik, aku mau
memberi keterangan. Aku tak tahu kemana orang Boan
yang menjadi tuanmu itu. Pun andaikata tahu, aku juga tak
sudi memberi tahu kepadamu. Malah kalau engkau ketemu,
suruh dia kemari biar kuhajarnya sampai tele2!"
"Budak liar, engkau berani menghina pangeran Barbak!"
lelaki brewok tak dapat mengenidalikan diri lagi dan terus
menyerang In Hong. In Hong tak gentar. Dia mainkan ilmu pedang Song-outiap
dengan gencar sehingga lelaki brewok itu agak
kewalahan. Sret .... uh, lelaki brewok itu berteriak tertahan
dan loncat mundur selangkah seraya memeriksa lengan
bajunya. Ia kejut karena ujung lengan bajunya telah
terbabat kutung. Lelaki brewok itu maju lagi. Tetapi karena agak
kewalahan menghadapi permainan pedang In Hong,
akhirnya perwira tadipun maju.
"Jangan menghina anak perempuan !" diluar dugaan
tiba2 pemuda tegap itu menghadang si perwira.
"Ho, engkau hendak membantu budak perempuan liar
itu ?" bentak si perwira.
"Aku muak melihat orang yang menghina anak
perempuan !" seru pemuda itu.
Perwira itu cepat mencabut pedang dan terus menyabat,
uh.....hanya dalam satu gebrak dimana pemuda itu
mengayunkan tangan untuk menyambar pergelangan
tangan si perwira, tahu2 perwira itu sudah menjerit tertahan
karena tangannya sudah dltelikung ke belakang punggung
dan pedangnyapun terlepas jatuh.
"Lepaskan!" teriak perwira yang seorang seraya loncat
menghantam pemuda itu dari belakang, duk,
aduh.....perwira yang kedua itu kesima ketika tinjunya,
yang kuat bukan mcngenai punggung si pemuda, tetapi
menghantam dada perwira kawannya sendiri. Perwira yang
pertama itu menjerit dan terjungkal ke belakang.
Plak .... pemuda itu mengirim sebuah tendangan ke perut
orang dan perwira yang kedua itupun menjerit, tubuhnya
terlempar keluar ke halaman.
Melihat kedua kawannya dalam satu gebrakan saja
sudah, rubuh lelaki brewok yang bernama Pa Kim itu
terkejut bukan kepalang. Dia adalah orang bawahan
pangeran Barbak yang hendak mencari pangeran itu. Waktu
di tengah jalan kebetulan dia berpapasan dengan dua orang
perwira yang diuttus panglima Torgun untuk memanggi
Barbak Mereka bertiga segera menuju ke Lou-hu-san.
Pa Kim cepat dapat melihat gelagat yang tak
menguntungkan. Kalau ia nekad menyerang si dara,
tentulah pemuda tegap itu akan membantu si dara dan
celakalah dia. Dalam 72 cara untuk menghadapi lawan, lari
adalah satu-satunya jalan. yang paling selamat.
Setelah mengirim sebuah tendangan yang memaksa In
Hong harus loncat mundur, Pa Kim ayunkan tangan kearah
si pemuda, "Sambutlah !"
Sebuah benda putih melayang kearah pemuda itu. Cepat
dia menampar, bum .... benda putih i;u meletus dan
seketika berhamburan asap tebal yang bertebaran
memenuhi ruang. "Tutup pernapasanmu, nona," seru pemuda itu kepada
In Hong, "mari kita keluar."
Tiba di halaman, pemuda itu bertanya. "Bagaimana,
nona kan tidak menderita luka, bukan?"
"Tidak," sahut In Hong yang masih menggandeng tangan
Han Bi Ing, "kemana bangsat itu?"
"Dia lari membawa kedua perwira kawannya," sahut si
pemuda, "ah. untung Pik-lui-tan yang ditaburkan itu tidak
mengandung racun." "O, apa nama senjata yang ditaburkan itu?"
"Pik-lui-tan atau Peluru-geledek, semacam obat dari
bahan peledak yang dapat meletus dan menghamburkan
asap. Untuk mengaburkan pandang mata orang agar dia
dapat melarikan diri."
"Kongcu, siapakah engkau ini ?" tiba2 Han Bi Ing


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanya. "Mari kita bicara didalam rumah," kata pemuda itu.
"Rumah mana ?" In Hong terkejut.
"Ikuilih aku," pemuda itu terus ayunkan langkah menuju
ke belakang wisma. Ternyata disitu terdapat sebuah
bangunan gedung yang cukup besar.
"Hai, rumah siapa ini ?" tanya In Hong pula.
"Dulu disinilah Kim tayhiap menetap sejak beliau
mengasingkan diri ditempat sunyi."
Mereka masuk kedalam dan beristirahat di ruang depan.
Pemuda itu masuk kedalam dan tak lama keluar lagi
dengan membawa hidangan teh.
"Untung masih tersedia the hangat, "katanya.
Mengapa engkau sudah biasa dengan rumah ini"
S'apakah engkau ?"'tanya In Hong keheran-heranan.
Sebelum menjawab pemuda itu mempersilakan kedua
gadis itu untuk minum dulu. Setelah itu dia baru berkata
dengan tertawa, '"Benar, ini memang rumah ayahku."
"Apa " Ini rumah ayahmu ?" In Hong melonjak dari kursi
karena terkejut. Pemuda itu tertawa, "Benar, ini memang rumah
ayahku." "Bukankah ini rumah paman Kim Thian Cong ?" Han Bi
Ing ikut menegas. Pemuda itu mengangguk. Namun ia agak tertegun ketika
memandang wajah nona itu. Sepasang mata beradu dan
Han Bi Ingpun tersipu sipu merah mukanya.
"Mengapa engkau menyebut Kim tayhiap sebagai ayah "
Siapakah engkau ini sesungguhnya ?" tegur In Hong.
"Aku puteranya."
"Apa katamu In Hong merentang mata lebar. Sementara
Han Bi Ingpun terbeliak. 'Aku putera dari mendiang Kim Thian Cong."
'"Bohong .'" teriak dara itu pula.
''Bohong"'" pemuda ini terbeliak, "o, engkau anggap
keteranganku tadi itu bohong?"
"Konpcu," melihat pemuda itu agak ngotot, Han Bi Ing
segera menyela, "kami benar2 tak mengerti persoalannya.
Harap kongcu suka memberi tahu, siapakah kongcu ini dan
apakah hubungan kongcu dengan paman Kim Thian Cong
?" "Aku memang benar puteranya," sahut pemuda itu.
"Tetapi kongcu, tadi . . . tadi kami juga berjumpah
dengan putera paman Kim . . . . "
"O, dimana dia sekarang "'"
"Tetapi bukankah putera paman Kim itu-hanya seorang "
Mengapa kongcu juga putera paman Kim ?"
"Jelas dia tentu bohong cici Ing," In Hong menyelutuk.
Pemuda itu terkesiap tetapi pada lain saat dia segera
menyadari apa yang telah terjadi, katanya, "Nona,
benarkah tadi engkau berjumpah dengan putera Kim Thian
Cong ?" Han Bi Ing mengiakan. "Siapa namanya ?"
"Entah," Han Bi Ing mengangkat bahu, "tetapi ada
beberapa tamu yang datang dan mengatakan kalau putera
paman Kim itu bernama Kim Blo'on.
"Kim Blo"on "'' pemuda itu terbeliak.
"Ya, kepalanya gundul tetapi memakai dua batang
kuncir. Mukanya berlumuran bedak tebal dan
menggunakan pedang."
"Aneh !" teriak pemuda itu, ''memang agak mirip tentang
kepalanya yang gundul tetapi pakai dua kuncir. Tetapi dia
seorang anak laki mengapa pakai bedak" Dan. . . dan lagi
dia tak pernah pakai pedang."
"Ah, bohong," In Hong melengking lagi "masakan anak
seorang pendekar besar tak mampu bermain pedang! Itu
yang putera dari Kim tayhiap aseli dan engkaulah yang
mengaku-aku" sebagai putera Kim tayhiap!"
"Eh, nona yang itu," seru pemuda itu, "kalau bukan
puteranya perlu apa aku harus mengaku puteranya?"
kemudian dia berpaling kepada Han Bi Ing, "nona, maukah
engkau menceritakan apa yang engkau alami tadi?"
Han Bi Ing setuju tetapi waktu hendak bercerita, In Hong
sudah menyelutak lagi, "Jangan cici Ing, jangan
menceritakan diri kita kepadanya. Kita kan belum kenal,
siapa tahu dia . . . dia . . . "
"Adik Hong, jangan menuduh orang," sela Han Bi Ing
kemudian berkata kepada pemuda itu, "maaf, kongcu,
memang adikku itu kasar tetapi dia juga hati2. Kita belum
kenal dan karena sejak datang kemari telah mengalami
bermacam-macam peristiwa maka adikku berlaku hati2.
Maukah engkau mengatakan dulu siapa sesungguhnya
dirimu itu?" Pemuda itu menduga bahwa kedua gadis ini tentu
mengalami peristiwa yang aneh sehingga mereka bingung
dan curiga. "Baik, nona," katanya setelah menduga-duga apa yang
terjadi pada kedua nona itu, "aku memang putera dari Kim
Thian Gong, namaku Kim Yu Ci."
"Lalu siapakah Kim Blo'on itu?"
"Kim Blo'on adalah adikku."
"Ah," Han Bi Ing menghela napas.
"Tidak!" teriak In Hong, "tidak mungkin engkau ini
kakak dari si Blo'on itu. Jauuuuh . . ."
Pemuda yang mengaku bernama Kim Yu Ci itu
terperangah, "Apanya yang jauh itu sih?"
"Jauh bedanya," kata In Hong, "dia seperti orang blo'on
dan engkau . . . . " sebenarnya dia hendak mengatakan
kalau Kim Yu Ci itu cakap dan gagah tetapi tiba2 ia teringat
dirinya seorang anak dara. Tak lavak kalau seorang gadis
memuji seorang pemuda. Maka dia tak dapat melanjutkan
kata-katanya dan mukanyapun merah.
"Apakah Kim kongcu benar engkoh dari Kim Blo'on
tadi?" Han Bi Ing ikut menegas.
"Percayalah nona." kata Kim Yu Ci, "aku memang
engkoh pemuda yang engkau jumpahi tadi."
"Tetapi mengapa kongcu lain sekali dengan adik kongcu
tadi?" Km Yu Ci tertawa, "O. ya, aku lupa memberitahu. Aku
dan adikku Kim Blo'on itu tunggal ayah tetapi lain ibu!"
"Oh," Han Bi Ing menghembus napas longgar, "kalau
begitu memang dapat diterima. Dan apakah kongcu tidak
tinggal disini ?" "Tidak," sahut Kim Yu Gi, "aku tinggal di. gunung
Hong-san dan kali ini aku hendak menjenguk keadaan
adikku, sekalian hendak berziarah ke makam ayah.
Sungguh aku tak mengerti mengapa keadaan di puncak ,
Giok-li-nia sini menjadi begini kacau balau."
Siapa Kim Yu Ci yang menjadi engkoh dan B'o'on yang
lahir dari lain mama. silakan baca PENDEKAR BLO'ON.
"Nona," kata Kim Yu Ci pula," engkau tadi mengatakan
kalau bertemu dengan seorang pemuda yang nyentrik dan
bernama Kim Bio"on. Lalu dimanakah dia sekarang?"
Han Bi Ing menceritakan pengalaman yang di deritanya
ketika tiba di Wisma Damai. Waktu terjadi salah faham
sehingga bertempur dengan Kim Blo'on tiba2 muncul
seorang Boan bersama tiga orang pengikutnya dan terus
menyerang. "Tiba2 orang Boan itu berteriak, suruh Kim Blo'on
memeriksa makam ayahnya karena kuatir makam itu akan
dibongkar orang. Dan Kim Blo"on terus lari keluar. Tetapi
sampai saat ini dia tak muncul lagi. Begitu juga dengan
orang Boan itu. "Apakah orang Boan, itu bukan yang disebui pangeran
Barbak?" tanya Kim Ya -Ci:
"Kemungkinan begitu," kata Han Bi Ing, karena dia
mengenakan pakaian yang mewah.
"Aneh," kata Kim Yu C., "mengapa dia kenal dengan
adikku dan mengapa dia suruh anak itu memeriksa makam
ayah." "Bio'on jelas bersekutu dengan orang Boan," kembali In
Hong menyelutuk, "karena begitu datang dia terus
membantu Blo'on yang saat itu bertempur dengan Wanong-
ko." "Tidak mungkin!" bantah Kim Yu Ci, "walaupun blo'on
tetapi adikku takkan sudi berhamba pada kerajaan Ceng."
"Eh, bagaimana engkau begitu yakin?"
'"Tentu saja," sahut Kim Yu Ci, "karena adikku itu dulu
paling gigih menentang kejahatan."'
'Itu belum merupakan bukti kalau dia tak mau bekerja
pada orang Boan. Bukankah hati manusia itu setiap waktu
dapat berobah?" "Ho, mana engkau tahu?"
'"Tahu apa sih?" In Hong melengking.
"Adikku itu pernah dipungut menantu oleh raja In Lok
dari kerajaan Beng . ..."
"Hai!" In Hong melonjak kaget. Juga Han Bi Ing
terbeliak, "Apa katamu?" teriak In Hong pula.
Kim Yu Ci tertegun. Sesaat ia merasa telah kelepasan
bicara maka buru-buru ia menyimpangkan pembicaraan,
"Ah, itu urusan lain Pokok, adikku tak mungkin mau
bekerja-sama dengan kerajaan Ceng. Dia tentu difitnah oleh
pangeran Barbak itu."'
"Ih, mau mengelabuhi ya ?" In Hong menyengat.
"Mengelabuhi apa ?"
"Engkau tadi menceritakan adikmu diambil menantu
raja, sekarang engkau hendak memutus cerita itu. Apakah
itu bukan mengelabuhi nama nya. Uh, engkau kira aku ini
anak kecil ?" Kim Yuk Ci gelagapan, Dia btmr2 tobat dengan dara
yang centil itu. Tetapi dia mendapat akal juga.
'"Eh, apa hubungan adikku diambil menantu raja dengan
persoalan ini " Bukankah sudah kukatakan kalau adikku tak
mungkin mau bekerja sama dengan kerajaan Ceng "
Apakah engkau mengetahui tentang cerita adikku diambil
menantu raja Beng itu ?"
Merah muka In Hong mendapat tangkisan itu, dia
melengking, "Sudah, sudah, siapa sih kepingin mendengar
cerita tentang adikmu yang blo'on itu !"
Kim Yu Ci tertawa. "Cici Ing, mari kita cari engkong dan Wan ong-ko,"
teriak In Hong. " Tetapi adik Hong," kata Han Bi Ing yang gelagapan
dari menungnya," tetapi kemanakah kita harus mencarinya
?" "Nona," kata Kim Yu Ci, "aku belum selesai bercerita,
Apakah engkau tak mau mendengarkan ceritaku dulu ?"
"Tidak, cici Ing, jangan dengarkan omongannya. Dia
suka mengelabuhi orang," teriak In Hong.
Kim Yu Ci geleng2 kepala, "Dara ini memang centil
sekali. Mungkin selama ini dia belum ketemu batunya,"
pikirnya. "Jangan kuatir, dara centil," seru Kim Yu Ci tertawa,
"nanti aku bersedia membantu kalian mencari engkong dan
Wan-ong-ko-mu. Eh, omong2, siapa sih engkohmu Wanong
itu " Apakah itu engkoh kandungmu atau kawanmu . . .
. " "Cis, perlu apa tanya segala sampai begitu melitit " Dia
engkoh kandungku kek kawanku kek, apa hubungannya
dengan pembicaraan kita ?"
Ada ubi ada tales. Ada budi tentu dibalas. Demikian
peraturan yang dianut In Hong. Setiap kali orang
menyentilnya, dalam suatu kesempatan In Hong tentu
kontan membalasnya. Kim Yu Ci tertawa. "Kongcu, silakan engkau melanjutkan ceritamu tadi,"
tiba2 Han Bi Ing menyela.
"Baik," kata Kim Yu Ci. "'entah bagaimana, karena
sudah dua tahun tak berjumpa, aku merasa kangen dengan
adikku. Maka akupun berangkat kemari. Tadi waktu tiba di
puncak ini aku melalui tempat makam ayah. Ah, aku harus
memberi hormat dulu, pikirku. Lalu aku biluk dan
bersembahyang didepan makam ayah. Waktu aku sedang
mengheningkan cipta, tiba2 dari arah belakang terdengar
angin berkesiur dan tahu2 bahuku dicengkeram orang, "Ho,
Blo'on. ayo engkau harus ikut aku....."
"Segera kusalurkan tenaga untuk menolak tangan orang
itu. Dia terkejut dan kendorkan cengkeraman. Pada saat itu
kuayunkan tanganku menampar ke belakang. Dia cepat
loncat mundur dan akupun mendapat kesempatan untuk
berputar tubuh menghadapinya."
'O," desuh Han Bi Ing, "siapakah orang itu kongcu?"
"Seorang Boan yang berpakaian indah, masih muda dan
gagah," kata Kim Yu Ci, "dia terkejut ketika melihat aku."
"Hai, siapa engkau!" teriaknya.
"Siapa engkau!" aku balas menghardiknya.
"Apa engkau bukan Kim Blo'on?" dia tetap bertanya.
"Kim Blo'on putera Kim Thian Cong tayhiap itu?" aku
menegas dengan penuh curiga.
"Ya." "Engkau lihat aku ini Kim Blo'on atau bukan ?"
"Wajahmu agak mirip tetapi jelas engkau bukan dia,"
seru orang Boan "itu, siapa engkau. ?"
"Mengapa engkau hendak mencari Kim Blo"on " " aku
juga mendesaknya. "Dia . . . dia hendak kuajak menghadap panglima
Torgun." 'Panglima Torgun " Siapakah dia ?" aku ber tanya pula,
"Hm, masa engkau tak tahu. Siapa lagi kalau bukan
panglima besar dari pasukan kerajaan Ceng."
"Hah?" aku terkejut; "perlu apa engkau ajak Kim Blo'on
menghadap panglima itu ?"
"Panglima mendengar bahwa Kim Blo'on itu sakti sekali.
Dia sangat menghargai orang yang sakti."
"Hanya menghargai saja ?"
"Kalau Kim Blo'on mau, panglima hendak menerimanya
sebagai pembantunya."
"Ah, tidak mungkin. Kim Blo'on tentu tak mau beketja
sama dengan orang Boan."


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagaimana engkau tahu " Engkau kan bukan dia ?"
"Memang bukan dia tetapi dia sudah mengatakan begitu
kepadaku." "Hm, anakmuda, jangan sembarangan saja engkau
ngomong dihadapanku, pangeran Barbak adik panglima
kerajaan Ceng!" "Aku terkejut," Kim Yu Ci melanjutkan cerita, "dia
seorang pangeran Boan yang begitu penting kedudukannya
dalam pasukan kerajaan Ceng, jika aku dapat menawannya
tentulah dapat kugunakan untuk menekan gerakan pasukan
Ceng supaya mundur dari bumi kita."
"Bagus Kim kongcu!" seru Han Bi Ing memuji serempak.
"Jangan terburu memberi pujian dulu, cici Ing. Belum
tentu d a mampu menangkap orang Boan itu," teriak In
Hong. Agak merah muka Kim Yu Ci tetapi cepat dia tertawa
lagi, "Memang benar. Aku gagal menangkapnya."
"Mengapa Kim kongcu?" tanya Han Bi Ing penuh
perhatian. "Jelas tentu kalah sakti, cici Ing," seru In Hong pula.
Kim Yu Ci mengangkat bahu, "Terserah kalau mau
dikata begitu." "Tetapi .cobalah Kim kongcu menceritakan peristiwa itu.
Bukankah Kim kongcu bertempur dengan dia?" tanya Han
Bi Ing. "Ya," sahut Kim Yu Ci, "dan kebetulan dia memang
memaksa aku. supaya memberitahu dimana adik Blo'on
saat itu. Aku bilang tidak tahu tetapi dia tak percaya, "Tidak
mungkin engkau tak tahu. Aku tahu jelas bahkan akulah
yang menyuruhnya kemari,. Kukira dia yang sedang
sembahyang dimakam ini, tak kira kalau engkau."
"Saat itu aku makin tahu jelas persoalannya. Adikku
tentu kena ditipu si Barbak orang Boan itu agar menengok
makam ayah lalu dia menyusul hendak menangkapnya ..."
"Tetapi dimanakah adik Kim kongcu itu sekarang?"
tanya Han Bi Ing. "Cici Ing, mengapa engkau menanyakan manusia blo'on
itu" Apakah ".. " In Hong tak berani melanjutkan katakatanya
karena saat itu Han Bi Ing berkisar menghadap
kearahnya dan deliki mata.
Tiba2 Kim Yu Ci tertawa gelak2.
"Hai, apa yang engkau tertawakan?" teriak In Hong. In
Hong tahu bahwa dia harus membatasi diri untuk
menyerang dengan mulut kepada Kim Yu Ci. Karena kalau
tarung dengan ilmusilat, jelas dia kalah unggul.
"Aku tertawa karena geli sendiri."
"Geli apa?" "Lho, apakah engkau ingin tahu pikiranku?"
"Tentu." "Kok aneh, anak perempuan," Kim Yu Ci tersenyum,
"masakan geli sendiri tidak boleh dan harus memberitahu
kepadamu." "Terang dong," sahut dara itu, "kalau tidak engkau tentu
menertawakan aku." "Tidak, aku tidak menertawakan engkau!
"Kalau begitu engkau tentu sinting ! Karena hanya orang
gila saja yang tertawa sendiri."
"Adik Hong, jangan bicara begitu terhadap Kim
kongcu," seru Han Bi Ing yang merasa sungkan terhadap
Kim Yu Ci. "Eh, cici Ing ini bagaimana. Aku membela, kepentingan
kita berdua, mengapa cici Ing malah membela dia ?"
"Aku tidak membela dia, adik Hong. Tetapi sebaiknya
kita bicara yang baik terhadap orang," sahut Han Bi Ing.
"Tak apa nona," kata Kim Yu Ci. Kemudiai dia berkata
kepada In Hong, "sebenarnya aku tertawa karena teringat
suatu peristiwa. Peristiwa itu kubayangkan tentu
berlangsung terus. Andaikata aku menyaksikannya aku
tentu akan tertawa terpingkal pingkal."
"Peristiwa apa ?"
"Peristiwa dikala engkau berhadapan dengan adikku
yang engkau katakan blo'on itu. Kalau berhadapan dengan
aku, engkau memang menang bicara. Tetapi kalau
berhadapan dengan dia, engkau baru ketemu batunya."
"O, adikmu yang blo'on dan banci itu mau mampu
menghadapi aku ?" "Lho, adikku memang agak blo'on tetapi jelas dia bukan
banci !" "Anak laki yang pakai bedak begitu tebal seperti badut,
apa namanya kalau bukan banci ?"
Kim Yu Ci kerutkan kening, "Aneh, benar2 aneh.
Mengapa adikku memakai bedak. Pada hal jangan lagi
bedak, sedang rambut saja dibiarkan tumbuh sendiri tak
pernah diurus. Pakaiannya juga sederhana. Dia tak acuh
terhadap segala apa disekelilingnya."
"Segala yang kuomongkan engkau selalu tak percaya
saja. Sekarang silakan tanya cici Ing" ka ta In Hoag.
"Benar, Kim kongcu." kata Han Bi Ing sebelum ditanya,
"memang adik kongcu itu memakai bedak."
"Ah," Kim Yu Ci mendesuh, "aku percaya nona tentu
tak berkata bohong. Tetapi aku juga merasa heran sekali.
Karena sejauh yang kuketahui dia tak senang dandan
apalagi berbedak." "Engkau memang keras kepala," In Hong melengking,
"masih ada sebuah bukti lagi yang menyatakan bahwa
adikmu itu memang seorang banci."
'"Bagaimana buktinya ?"
'"Waktu bertempur melawan Wan-ong-ko, Wan-ong-ko
menggunakan ilmupedang Peh-hoa-kiam-hwat dan adikmu
melayani dengan ilmupedang Giok-li-kiam- hwat. Nah,
coba katakan, apakah ada seorang anak laki yang
menggunakan ilmu pedang Giok-li-kiam kalau dia bukan
banci?" "Dia bisa main pedang Giok-li-kiam-hwat " Aneh, aneh,"
Kim Ya Ci garuk2 kepalanya, "ini benar2 aneh sekali."
"Mengapa ?" tanya In Hong.
"Pada hal dia paling anti kalau disuruh belajar silat. Dia
tak mau belajar silat walau ayahnya seorang pendekar besar
yang termasyhur." "Aneh, aneh," tiba2 In Hong menirukan gaya Kim Yu Ci
untuk garuk2 kepalanya. "'Apa yang aneh ?"
"Tadi engkau bilang kalau adikmu si Blo'on itu sakti,
sehingga si Torgun panglima pasukan Ceng ingin
mengangkatnya sebagai pembantu. Sekarang engkau
mengatakan kalau adikmu itu tidak bisa silat dan tidak mau
belajar silat. Mana yang benar nih."
Kim Yu Ci tertawa, "Memang disitulah letak keanehan
adikku itu. Dia tak mau belajar silat, dia tak mengerti
ilmusilat tetapi dia memang sakti. Kalau engkau
menyerangnya, dia terus dapat menirukan ilmusilatrnu. Tak
peduli betapa tinggi dan betapa cepat permainanmu silat itu
namun dia tetap dapat menirukan."
"Uh, uh, enaknya kalau mengelabuhi orang. Engkau
anggap aku ini anak kecil yang percaya pada dongenganmu
itu ?" Kim Yu Ci geleng2 kepala dan tertawa, "Memang orang
tentu tak percaya tetapi coba saja kalau engkau besok
ketemu dia." "Apa taruhannya kalau aku mampu menampar
gundulnya " Engkau berani bertaruh ?" serentak. In Hong
menantang. Kim Yu Ci membayangkan bahwa tak mungkin Blo'on
dapat ditampar dara itu. Apalagi kalau tahu kepalanya akan
d'tampar untuk taruhan, Blo'on tentu keluar tanduk dan
tentu akan mempermainkan dara itu.
"Terserah apa yang engkau kehendaki," sahut Kim Yu
Ci. "Begini," kata In Hong, "kalau aku tak mampu
menampar gundul si Blo'on, pedangku ini kuberikan
kepadamu. Tetapi kalau aku mampu, engkau harus
mengajarkan aku ilmu gerakan yang engkau mainkan ketika
menghadapi seranganku, tadi, setuju ?"
"Adik Hong, jangan," seru Han Bi Ing, "tak usah
bertaruh semacam itu, Masakan kepala orang akan dibuat
taruhan !" "Eh, cici Ing, engkau membela si Blo'on " pantas....
aduhhhhh," tiba2 In Hong menjerit keras karena lengannya
dicubit Han Bi Ing. "Tak apa nona," kata Kim Yu Ci, '"biarlah kita iseng
bertaruh."' In Hong mau ngomong tetapi Han Bi Ing sudah
mendahului, "Kim kongcu, bagaimana kelanjutan ceritamu
dengan pangeran Boan itu."
"O, ya. Karena sama2 hendak menangkap dia hendak
menangkap aku supaya aku memberi tahu dimana Kim
Blo'on bersembunyi. Akupun hendak meringkusnya untuk
membantu perjuangan para pendekar gagah yang berjuang
menentang penjajah Ceng. Lalu terjadilah pertempuran.
Hasilnya .. .. " "Kalah," In Hong nyelutuk.
"Ya," sahut Ktm Cu Ci tenang2, "Walaupun" bermula
aku menang. Aku berhasil menutuk lengannya. Dia sudah
hampir dapat kuringkus atau tiba2 dia taburkan peluru Piklui-
tan yang dapat meledak dan menghamburkan asap tebal.
Kuatir kalau asap itu mengandung racun aku cepat loncat
mundur. Tetapi ketika asap sudah tipis ternyata orang Boan
itu sudah tak tampak lagi."
"Benar," sambut Han Bi Ing," tadi penjahat yang
bertempur dengan adik Hong itu juga menggunakan peluru
Pik-lui-tan untuk meloloskan diri."
"Setelah tak berhasil mencari pangeran Boan itu aku
melanjutkan langkah ke sini dan melihat adik nona ini
sedang bertempur dengan orang tadi," kata Kim Yu Ci
menutup keterangannya, "tetapi apakah kepentingan nona
datang kemari ?" "Mengantar engkongku yang ingin menjenguk makam
Kim tayhiap karena waktu Kim tuyhiap meninggal,
engkong tak dapat menghadiri upacara pemakamannya,"
tiba' In Hong mendahului berkata sembari melirik kearah
Han Bi Ing. Bi Ing menunduk. Diam2 dia memuji kecerdikan si dara
yang berusaha untuk menutupi keadaannya. Bukankah
malu kalau mengatakan kepada Kim Yu Ci tentang surat
yang diberikan kepada Blo'on itu. Tentulah Kim Yu Ci
akan bertanya lebih lanjut bagaimana sikap adiknya waktu
menerima surat itu" Ah, tidakkah dia akan malu kalau
menceritakan bahwa Blo'on menolak perjodohan itu"
"Sekarang lebih baik kita beristirahat dulu. Bukankah
nona besok pagi akan mencari Wan-ong Kui dan engkong
dari adik nona itu?" kata Kim Yu Ci.
Malam itu In Hong dan Han Bi Ing tidur disebuah kamar
dan Ki n Yu Ci dilain kamar. Secara kebetulan Kim Yu Ci
tidur di kamar Liok Sian li, sumoay Blo'on. Dia memang
tahu kalau Blo"on itu adalah adiknya dari lain ibu. Diapun
tahu pula bahwa yang mencuri jenasah Kim Thian Cong
adalah Tio Goan Fa, suheng dari Blo'on. Tetapi entah
karena lupa atau karena memang tak acuh, maka dulu
Blo'on tak mengatakan kalau dia mempunyai seorang
sumoay yang bernama Liok Sian Li.
Sudah tentu Kim Yu Ci terkejut ketika melihat kamar itu
terdapat alat-alat perias, seperti bedak, gincu atau liptick
dan minyak wangi. "Setan, apakah adik benar sudah menjadi banci?"
pikirnya, "Celaka, " ia mengeluh,. "kalau begitu ejekan dara
itu memang benar. Wah, aku tentu rnalu karena membela
adik sampai begitu mati matian tetapi ternyata dia memang
jadi banci . . . Jika begitu, biarlah dia nanti ditampar
gundulnya oleh dara itu."
Malam itu tak terjadi suatu apa. Beberapa jam kemudian
haripun sudah pagi dan setelah cuci muka maka mereka
berkumpul lagi di ruang depan.
"Nona, bagaimana rencana nona sekarang ini?" tanya
Kim Yu Ci. "Bagaimana adik Hong?" tanya Bi Ing kepada dara centil
itu. "Aku hendak mencari engkong dan Wan-ong-ko," sahut
In Hong. "Baik," kata Han Bi Ing, "tetapi kalau sampai tak ketemu
lalu bagaimana?" "Terserah saja pada enci Ing."
"Engkau mau ikut aku, bukan?"
"Ya," jawab In Hong, "tetapi cici hendak kemana?"
"Aku hendak ke Thay-goan untuk mencari berita
mengenai ayahku." "Bagus, cici Ing, aku ikut!" teriak In Hong. Han Bi Ing
lalu menyatakan tentang rencana itu kepada Kim Yu Ci.
"Ah, keThay goan," pemuda itu menghela napas.
"Ya, kenapa kongcu menghela napas?"
"Thay-goan saat ini sudah diduduki pasukan Ceng.
Sepanjang utara sungai Tiangkang pun sudah penuh dengan
pemusatan tentara Ceng dan setiap saat mereka tentu akan
bergerak untuk menyerang ke Lam-kia. Apakah hal itu
tidak berbahaya bagi keselamatan nona berdua?"
"Semua pekerjaan tentu mengandung resiko dan bahaya.
Bahkan makan saja juga mengandung bahaya. Orang bisa
ketulangan, bisa sakit perut karena makan. Apalagi
menjenguk seorang yang berada tawanan musuh,
bahayanya tentu besar sekali. Tetapi apakah berbakti
kepada orangtua itu harus diperhitungkan dengan untung
ruginya?" "Cek, cek, cek,"' desis Kim Yu Ci, "seperti air banjir saja
kalau sudah bicara. Siaoa yang rnengatakan begitu" Aku
hanya mengatakan bahwa keadaan itu penuh bahaya."
"Dan menganjurkan supaya cici Ing membatalkan
rencana ke Thay-goan!" cepat In Hong menanggapi.
"Bukan begitu." jawab.Kim Yu Ci, "hanya supaya kita
berlaku hati2. Syukur kalau kita mengatur rencana
bagaimana supaya dapat tiba dikota tanpa harus
menghadapi bahaya yang tak perlu."


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar, kongcu, terima kasih atas peringatanmu. Tetapi
untung di Thay-goan aku kenal dengan beberapa sahabat
ayah. Mereka tentu mau membantu usahaku untuk mencari
berita tentang keadaan ayah."
"Baiklah," akhirnya Kim Yu Ci menyetujui. Karena dia
tadi sudah menyanggupi untuk mengantarkan nona itu
maka diapun harus menepati janjinya.
Mereka tinggalkan Wisma Damai. Setelah menjelajah
beberapa tempat dan hutan tetapi tetap tak dapat
menemukan jejak Tong Kui Tik dan Wan-ong Kui,
akhirnya ketiga anakmuda itu turun gunung dan
melanjutkan perjalanan menuju ke Thay-goan.
Beberapa jam selelah keberangkatan mereka maka
muncullah pemuda nyentrik yang dianggap si Blo'on itu.
Dia langsung masuk ke Wisma.
"Celaka, mengapa tembok ruang ini jebol?" ia terkejut
ketika melihat lubang pada tembok yang disebabkan
lontaran peluru Pik-li-tan dari Pa Kim.
"Hai kemanakah orang" itu?" katanya setelah tak melihat
barang seorangpun dari rombongan orang yang datang ke
wisma itu. Setelah menuju ke gedung di belakang wisma, ia juga
kaget sekali, ?"Lho, kenapa bedak dituang ke lantai, gincu
diremuk dan toilet kaca dihancurkan! Kurang ajar, siapakah
yang mengobrak abrik kamarku ini?"
Ia membayangkan siapakah diantara orang2 itu yang
kemungkinan melakukan pengrusakan itu, "Setan, tentulah
dara liar itu," akhirnya ia menga rahkan dugaannya pada In
Hong. Setelah membersihkan lantai dan kamar, ia lemparkan
diri diatas tempat tidur. Semalam suntuk dia tidak tidur
maka dalam beberapa kejab saja dia sudah pulas.
Sore baru dia bangun. Setelah mandi dia duduk di ruang
depan, mencari makanan dan minuman, "Celaka, daging
rusa bakar yang kemarin itu sudah lenyap. Juga arak wangi
yang tinggal dua botol itu habis. Kurang ajar, tentulah
mereka yang melalap. Awas, kalau ketemu lagi, budak liar
itu tentu kuhajar." Lagi2 dia marah kepada In Hong karena menuduh tentu
dara itu yang menghabiskan persediaan makanan.
"Wah, celaka," ia mengeluh, "mengapa suko tak kembali.
Tinggal seorang diri ditempat sesunyi ini, sungguh
menjemukan sekali. Apalagi kalau kedatangan orang2
semacam itu, wah, berabe."
la merenung lebih lanjut. Sejak sukonya, Blo'on, turun
gunung untuk ikut dalam perjamuan. Jenderal Ko Kiat
mengundang tujuh tokoh hitam untuk mengantarkan
barang bingkisan kepada jenderai Ui Tek. Kong.
"Ah, mengapa sampai sekarang suko belum pulang?" ia
merenung lebih jauh, lalu menghela napas, "Ah, apabila
Hui Gong taysu, Ang Bin tojin dan lain2 ketua perguruan
berkunjung kemari bagaimana aku harus menghadapi
mereka" Kalau mengatakan suko pergi, mereka tentu kuatir
dan mencarinya. Namun kalau aku menyaru sebagai suko
seperti yang kulakukan tadi waktu menerima rombongan
orang2 itu, wah, para cianpwe itu tentu tahu."
Kemudian dia teringat akan peristiwa tadi dan timbullah
pertanyaan dalam hatinya, "Mengapa ada orang Boan dan
beberapa anakbuahnya yang ditang kemari" Dan mengapa
mereka membantu aku karena mengira aku ini suko" Aneh,
benar-, aneh. Sejak kapankah suko pernah berhubungan
orang Boan itu?" Lalu ia membayangkan bagaimana tadi karena kuatir
apa yang dikatakan orang Boan itu bahwa makam suhunya
( Kim Thian Cong ) mungkin akan dibongkar orang, ia lalu
lari menuju ke makam. Dan ternyata di makam itu memang
tampak seorang lelaki berpakaian hitam sedang menggali
makam dengan menggunakan pedang.
"Hai, bangsat, jangan mengganggu makam, ayahku," ia
berteriak dan terus menyerang orang itu.
Orang itu lari dan dikejarnya. Ia teringat bahwa lari
orang itu lak berapa cepat. Asalkan tambah gas lagi,
tentulah dapat ditangkapnya. Tetapi apa yang terjadi"
Betapapun ia berusaha untuk menambah cepat larinya,
tetap saja jarak dengan orang itu tak berobah. Ia tetap tiga
tombak dibelakang orang itu.
Pada waktu ia kendorkan larinya, orang itu pun
lambatkan larinya dan bahkan berpaling kebelakang dan
berteriak mengejek, "Hayo, kejarlah aku kalau mampu."
Saat itu ia panas sekali. Kalau belum dapat menangkap
orang itu tak mau pulang, pikirnya. Tetapi kenyataannya
memang berlainan. Walaupun dia setengah mati
mengejarnya tetap tak dapat mendekati orang itu. Semalam
suntuk dia mengejar orang itu sehingga tak tahu sudah
berapa jauhnya. Akhirnya ia kehabisan napas ketika hari
sudah mulai terang tanah. Terpaksa dia berhenti dan
beristirahat dibawah pohon.
"Hai, celaka!" tiba2 dia tersentak kaget ketika teringat
sesuatu, "jelas aku terkena siasat mereka yang disebut '
memancing harimau tinggalkan sarang". Aku dipancing
supaya mengejar orang itu dan kawan orang itu akan
mengobrak-abrik rumah . . . . "
Segera ia lari pulang. Tetapi tiba di Wisma Damai sudah
tengah hari. Rombongan Kim Yu Ci dan kedua gadis itu
sudah turun gunung. Dengan demikian dia tak dapat
berjumpa dengan seorangpun juga.
Sebenarnya orang yang mempermainkannya itu tak lain
adalah anakbuah pangeran Barbak. Barbak sudah mengatur
siasat sedemikian rupa. Dia hendak memojokkan Blo'on
sehingga kaum persilatan golongan hiap-gi atau ksatrya
menyangka Blo'on sudah menyeberang dan bekerja pada
kerajaan Ceng. Pok Tian seorang tokoh hitam yang bergelar Ang-eng-cu
atau si Bayangan merah, memiliki ilmu kepandaian lari
cepat yang luar biasa. Memang ilmusilatnya tak berapa
tinggi tetapi ilmu larinya, jarang terdapat tandingannya
dalarn dunia persilatan. Ang-eng-cu itulah yang dipakai
Barbak untuk mengoda Blo'on. Dipesannya Ang-eng-cu
supaya jangan lari jauh. "Tunggu setelah aku datang, aku pura2 akan
memukulmu sehingga si Blo'on berterima kasih kepadaku
dan mau bersahabat dengan aku," demikian rencana yang
dikatakan Barbak kepada si Bayangan-merah itu.
Memang si Bayangan Merah melaksanakan perintah
tuannya. l'etapi sampai tigapuluh li jauhnya belum juga
tampak Barbak muncul. "Celaka, pikirnya. Kalau dia
berhenti tentu diserang si Blo'on. Maka terpaksa ia
lanjutkan larinya dan tak terasa telah berlari sejauh
seratusan li. Demikian juga dengan Barbak. Setelah meninggalkan
wisma, dia hendak menyusul Blo'on Waktu lewat di
makam Kim Thian Cong, dia terkejut melihat seorang
pemuda sedang berlutut didepan makam itu. Mengira kalau
Blo,on yang bersembahyang itu dia terus menghampiri dan
menepuk bahunya. Sungguh tak pernah diduganya bahwa
yang berlutut itu bukan Blo'on melainkan Kim Yu Ci. Dia
tak kenal siapa Kim Y u Ci apalagi Kim Yu Ci tak mau
membentahu siapa namanya. Akhirnya keduanya
bertempur dan karena terluka. Bahlan lalu menggunakan
peluru berasap untuk melarikan diri.
Sudah tentu kedua peristiwa itu, si Blo'on tak tahu. Dan
dia hanya membayangkan kalau dirinya telah disiasati
lawan yang tak dikenal. Dugaan itu makin diperkuat, ketika
pulang ke rumahnya kamarnya diobrak-abrik orang.
"Wah, kalau begini naga-naganya, aku bisa celaka. Siapa
tahu nanti malam atau besok akan datang lagi rombongan
orang Boan yang hendak menghancurkan tempat ini dan
menangkap aku," pikirnya makin lanjut.
Akhirnya ia memutuskan, "Ah, kalau begitu lebih baik
aku menyusul suko saja. Sekali dayung dua tepian. Aku
dapat menghindari bahaya ditempat ini dan dapai
membantu suko apabila dia menderita bahaya."
Ia segera membuka pakaian dan menghapus . bedak
pada mukanya lalu mencabut kulit tipis yang membungkus
kepalanya, "Sialan benar jadi Blo'on itu !"
Seketika berobahlah Blo'on itu menjadi seorang gadis
yang cantik. Gadis itu tak lain adalah! Liok Sian Li,
sumoay dari Blo'on. Dia memang yang mengatur rencana.
Setelah menganjurkan Blo"on menuju ke Ci-ciu untuk
merebutkan pekerjaan dari ketujuh tokoh hitam itu, sedang
Sian D sendiri tetap tinggal di gunung. Dan dia larang
keluar." Untung sejak itu tak ada ketua perguruan yang
datang menjenguk ke Giok-li-nia.
Waktu rombongan Tong Kui Tik datang, Sian Li sudah
siap2 menyamar sebagai Blo'on. Agar jangan sampai
ketahuan, maka sengaja wajahnya dilumuri bedak yang
tebal. i Demikian setelah kembali sebagai seorang gadis lagi, dia
terus turun gunung untuk menyusul Blo'on.
Ketika tiba dilembah yang memisahkan puncak Giok-linia
dengan lain puncak, dia terkejut karena mendengar
suara orang menghela napas. Saat itu suasana amat sunyi
sehingga suara helaan napas yang'terbawa angin itu dapat
didengarnya. "Ah, siapa ?" fa hentikan langkah dan melongok
kebawah jurang yang curam sekali. Ia tak melihat sesuatu
kecuali sebatang pohon siong yang kebetulan nyangkol
tumbuh di tengah dinding jurang.
' "Hai, siapakah yang menghela ' napas itu ?" ia berteriak
sekeras-kerasnya. Dari bawah jurang terpantul gema
suaranya yang berkumandang keras. Namun tak ada
jawaban. "Apakah didalam jurang ini terdapat orang2 Jawablah,
jangan takut. Aku akan menolongmu !" kembali dia
berteriak. ' Rupanya kali ini teriakannya berhasil. Sayup2 terdengar
suara orang menyahut, "Siapakah anda ini ?"
"Aku orang desa ini. kebetulan lalu disini mendengar
suara orang menghela napas. Engkau berada dimana ?" seru
Sian Li pula. Sebagai jawaban, dari belakang batang pohon siong itu
muncul sesosok tubuh. Orang itu rupanya dapat melihat
Sian Li yang berada di tepi jurang sebelah atas, "O, engkau
nona, apakah engkau mau menolong aku ?" teriak orang
itu. Beda dengan orang, Sian Li yang berada diatas dan
melongok kebawah tidak begitu jelas akan orang itu. Maka
diapun berseru pula, "Siapa engkau dan mengapa jatuh
kedalam jurang ?" Jawab orang itu, "Tolong usahakan supaya aku dapat
naik keatas dulu. Nanti akan kuterangkan segalanya kepada
nona." Siang Li memang berhati welas asih. Dia segera mencari
pohon rotan yang banyak tumbuh disekeliling lembah itu.
Setelah dipilin menjadi tali maka diturunkan kebawan,
ujungnya yang diatas diikatkan pada sebatang pohon besar,
"naiklah dengan rotan ini" teriaknya.
Akhirnya orang itupun dapat mencapai tepi atas. "terima
kasih nona," serta merta dia menjurah menghaturkan terima
kasih. Sian Li terkesiap kaget, "Ah, kiranya orang ini," katanya
dalam hati. Namun karena sudah terlanjur menolong,
diapun tak mau mencelakainya lagi. Pikirnya, dia tentu tak
tahu kalau aku yang menyaru jadi suko Bio'on tadi. Biarlah
kuselidiki jebih lanjut, siapa sesungguhnya dirinya itu.
"Ah, tak apa," sahut Sian Li, "mengapa engkau jatuh
kedalam jurang "Aku bertempur melawan seorang imam tua dari Go-bipay,
kita sama2 jatuh kedalam jurang. Aku beruntung dapat
meraih pohon siong tetapi imam tua itu teius meluncur ke
dasar jurang. Entah bagaimana keadaannya, mati atau masih hidup."
Sian-li kerutkan dahi, imam tua dari Go-bi-pay " Siapa
namanya ?" ia teringat akan Hong Hong tojin ketua Go-bipay
sebagai salah seorang ketua dari tujuh perguruan besar
yang bersahabat dengan mendiang suhunya.
"Dia mengaku bernama Hian Hian tojin, suheng dari
ketua perguruan Go-bi-pay yang sekarang," jawab Wan-ong
Kui. Agar jelas, maka dia pun lalu menuturkan tentang
kedatangannya ke Wisma Damai untuk mencari Blo'on
sehingga sampai terjadi beberapa pertempuran melawan
beberapa musuh yang menjadi kaki tangan kerajaan Ceng.
Hanya satu yang tak dikatakan Wan-ong Kui yalah
tentang tujuannya sendiri untuk mencari Blo'on itu. Sian Li
ingin bertanya tetapi pada lain saat ia teringat. Kalau dia
menanyakan hal itu tentulah Wan-org Kui akan mencurigai
dia mengapa bertanya begitu dan mengapa Sian Li tentang
persoalan itu " Terpaksa gadis itu tak jadi bertanya.
"Siapakah nona dan mengapa nona sampai ditempat ini "
"Wan-ong Kui balas bertanya.
"Aku ?" Sian Li tertegun sejenak, "aku diutus ketua
perguruan Kun-lun-pay untuk menjenguk keadaan Kim
Blo'on." Sian Li sengaja berbohong. Ia tahu maksud, kedatangan
Wan-ong Kui itu hendak membuat perhitungan dengan
Bio"on karena Blo'on tak mau mengakui kalau puteri
baginda Ing Lok dari kerajaan Beng itu calon isterinya.
"Dan apakah nona sudah bertemu dengan Blo'on ?"
tanya Wan-ong Kui pula. "Tidak," kata Sian Li, "kucari keseluruh penjuru, dia tak
kelihatan. Tetapi aku beruntung mendapat sepucuk surat
dalam laci kamarnya yang mengatakan bahwa dia hendak
menuju ke Cociu untuk menghadap jenderal Ko Kiat."
"O," Wan-ong Kui terkejut. Bahwa Sian Li tak dapat
bertemu dengan Blo"on, memang mungkin karena saat itu
Blo'on terus lari meninggalkan ruang wisma untuk
menjenguk makam ayahnya. Tetapi sejak itu Blo'on
memang tak muncul lagi. "Mengapa dia hendak ke Cociu ?"
"Entah," jawab Sian Li.


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lalu apakah nona hendak menyusul ke sana ?"
"Ya." "Ada urusan yang penting ?"
"Akan menyampaikan pesan suhu."
"Soal apa ?" "Maaf, pesan ini hanya boleh didengar Bio;on saja. Aku
tak berani melanggar pesan suhu," kata Sian Li.
Wan-ong Kui tersipu-sipu. Ia merasa telah kelepasan
omong. Mana boleh rahasia perguruan diberitahukan
kepada orang luar. "Maafkan, nona, aku terlalu lancang," katanya
kemudian, "tetapi aku juga ingin menemui Blo'on."
"Lho. apakah engkau belum bertemu ?"
"Sudah," sahut Wan-ong Kui, "tetapi sebelum urusan
kita selesai, keburu kedatangan beberapa orang yang
dibawa oleh pangeran Barbak yang menurut pengakuannya
adik dari panglima Torgun. kepala pasukan Ceng,"
Sian Li tersenyum dalam hati. Ia memang sudah tahu hal
itu, "Hm, rupanya dia masih hendak melanjutkan
pertempuran itu dengan suko," katanya dalam hati.
"Lalu bagaimana maksudmu?" tanyanya kepada Wanong
Kui. "Jika nona tak keberatan, aku ingin bersama-sama
mencari Blo'on. Nona mempunyai urusan-dengan dia,
akupun juga," kata Wan-ong Kui.
Sian Li tertegun. Apakah ia menerima tawaran itu atau
haruskah ia menolaknya " Kalau menerima berarti ia
mengajak seorang musuh untuk mencari sukonya. Tetapi
kalau menolak, ia kuatir orang itu akan curiga. Dan
bukankah orang itu juga mempunyai kaki untuk secara
diam2 mengikuti perjalanannya ke Co-ciu.
"Ah, daripada mempunyai musuh gelap, lebih baik
membawa seorang musuh yang terang dan dapat diawasi
gerak geriknya. Kalau sampai suko terancam bahaya, aku
dapat membunuh orang ini lebih dulu." pikirnya.
"Hm, kalau menilik kepandaiannya bertempur dengan
aku tadi, kurasa tak mungkin dia dapat mengalahkan suko,"
pikirnya lebih lanjut. Setelah mengambil keputusan, iapun
menyatakan tak ^ keberatan untuk sama2 menuju ke Co-ciu
bersama Wan-ong Kui. Keduanya segera melanjutkan
langkah menuju ke Co ciu.
Ai, lakon manusia itu memang aneh. Pertama, Wan- ong
Kui bertemu dengan Han Bi Ing. Wan-ong Kui hendak
membunuh Blo'on tetapi sebaliknya Han Bi Ing hendak
menjumpai Blo'on yang menjadi calon suaminya. Dua
orang yang sama tujuan tetapi berlainan maksud sama2
menuju ke puncak Giok-li-nia mencari Blo'on.
Setelah mengalami beberapa peristiwa yang tak terduga,
Wan-ong Kui ditolong oleh seorang gadis yang mengaku
sebagai anakmurid perguruan Kun-lun-bay. Wan-ong Kui
tak tahu kalau gadis yang dihapinya dan menolongnya dari
dalam jurang itu tak lain adalah Blo'on palsu yang malam
tadi bertempur dengan dia. Lebih tak menyangka dia kalau
gadis itu adalah Liok Sian Li, sumoay Blo'on.
Untuk kedua kalinya Wan-ong Kui mengadakan
perjalanan dengan seorang gadis lain. Tetapi lelakonnya
sirna dengan ketika ia bersama Han Bi Ing. Ia hendak
mencari Blo'on karena hendak membunuhnya, tetapi Sian
Li Ji hendak mencari Blo'on untuk membantu sukonya.
Memang lelakon di dunia ini serba aneh dan serba tak
terduga. Hanya ada sedikit perbedaan antara peristiwa yang
ditempuh Wan-ong Kui tadi dengan yang sekarang.
Kalau bersama Han Bi Ing tadi, Han Bi Ing tak tahu
kalau Wan-ong Kui hendak membalas dendam kepada
Blo'on. Tetapi Wan-ong Kui tahu apa tujuan Han Bi Ing
mencari Blo'on. Sekarang Wan-ong Kui berbalik yang tahu siapa
sesungguhnya Sian Li itu dan apa tujuannya mencari
Blo'on. Sebaliknya Sian Li tahu jelas siapa Wan-ong Kui itu
dan apa maksudnya hendak mencari Blo'on.
Kini diantara orang2 yang mendaki ke puncak Giok-linia
hanya tinggal Tong Kui Tik seorang yang belum
ketahuan bagaimana nasibnya. Memang jago tua bersama
lawannya, pertapa Suto Kiat. belum dapat diketahui
bagaimana keadaannya dan saat itu berada dimana.
Sebenarnya In Hong bingung dan sedih sekali karena tak
dapat menemukan engkongnya. Tetapi karena dihibur Han
Bi Ing demikian pula Kim Yu Ci, hati dara itupun agak
tenang. ''Orang yang baik tentu akan dilindungi Thian," kata Han
Bi lng. Sekarang marilah k'ta ikuti perjalanan pendekar yangmengangkat
diri sebagai pendekar Huru Hara.
Setelah marah2 dan ngamuk di markas jenderal Ko Kiat
karena jenderal itu menipunya, mengatakan kalau barang
antaran kepada jenderal Ui Tek Hong itu barang yang
berharga, tetapi ternyata hanya peti berisi tanah, pendekar
Huru Hara merasa dipermainkan.
Dia tak sudi menerima upah dari jenderal itu. Bukan
upah yang diharapkan tetapi suatu penghargaan. Masakan
peti berisi tanah disuruh, mengantar kepada seorang
jenderal" Bukankah berbahaya sekali kalau jenderal Ui
sampai membuka isinya. Kalau tidak dihukum potong
leher, paling tidak dia tentu akan menerima hukuman
dicambuk sampai ratusan kali.
"Pantat masih berguna sih, mengapa akan dimakan
cambuk," pendekar Huru Hara, manusia yang nyentrik,
bersungut-sungut. Itulah sebabnya dia ngamuk pada jenderal Ko Kiat.
Memang lucu dan mengherankan kedengarannya
bagaimana dia yang hanya ditemani oleh seorang kakek
pendek, dapat menggegerkan markas .kediaman seorang
jenderal. Tetapi kenyataan memang begitu. Berpuluh-puluh
prajurit pemanah yang diperintahkan jenderal Ko Kiat
untuk membunuh Huru Hara, ternyata tak mampu
mengapa-apakan pendekar nyentrik itu.
Setelah keluar dari markas kediaman jenderal Ko Kiat,
pendekar Huru Hara dan kakek Cian-li-ji disambut
pengemis sakti Wi sin-kay yang memang menunggu di luar
gedung. Setelah menceritakan semua yang dialami dalam gedung
kediaman jenderal Ko Kiat, pendekar Huru Hara menutup
ceritanya, "Ah, andaikata tak mengingat bahwa jenderal Ko
Kiat itu seorang panglima pasukan kerajaan Beng yang saat
ini masih dibutuhkan tenaganya untuk menghadapi
serangan pasukan Ceng, dia tentu sudah kugantung."
Wi Sin-kay tertawa, "Hian-tit, engkau ini sepintas
memang tampak aneh dan kadang, maaf, blo'on. Tetapi
engkau mempunyai peribadi yang aneh dan hati yang baik,
pikiran yang bijaksana."
Pendekar Huru Hara menjawab. "Ah, janganlah cianpwe
memuji aku begitu muluk. Apa sih aku ini, hanya seorang
pemuda yang gendeng."
Wi sin-kay tertawa. "Ai, aku justeru senang bersahabat
dengan oiang2 seperti hian-tit dan paman Cian-li-ji. Kata
orang, ksatrya senang pada ksatrya, burung merpati
berkelompok dengan burung merpati. Begitu juga kita ini.
Aku sendiri juga orang sinting, tentu suka kumpul dengan
orang gendeng dan kakek yang tak waras pikirannya,
ha..ha, ha....." "Wi cianpwe, engkau tentu luas hubunganya dan banyak
pengalaman. Bagaimana ya kira2 jalan yang terbaik untuk
mencari Bu Te sin-kun itu?" tanya pendekar Huru Hara.
"Apakah hian-tit sungguh2 bertekad hendak
menantangnya?" tanya Wi sin-kay.
"Ya." "Tetapi dia memang seorang tokoh yang misterius dan
luar biasa kepandaiannya. Kata beberapa tokoh yang
pernah berhadapan dengan dia, Bu Te sin-kun itu memiliki
hampir semua ilmu istitnewa dari ketujuh perguruan besar
dalam dunia persilatan. Hal itu memang mengherankan
sekali." "Biarlah, cianpwe,"' kata pendekar Huru Hara, "yang
penting kita coba saja dulu. Karena kalau kita terlalu
mendengarkan kabar.' orang, be-]um2 kita sudah kalah
sebelum bertanding."
"Benar," teriak kakek pendek Cian-li-ji, "kolesom di
dunia ini banyak yang lezat dan berkhasiat tetapi masih ada
yang lebih unggul lagi yaitu keluaran negen Ko-li-kok.
Demikian pula dengan ilmu kepandaian orang. Yang tinggi
masih ada yang lebih tinggi lagi. Jangan takut, hian-tit,
selama pamanmu Cian-li-ji masih mendampingi engkau, Bu
Te sin-kun tentu dapat kita bekuk."
"Hiantit," kata Wi sin-kay, "apakah engkau tak
mendengar gerak gerik jenderal Ko Kiat ?"
"Tidak," sahut pendekar Huru Hara," gerak geriknya
yang bagaimana ?" "Menurut beberapa anakbuah Kay-pang yang memberi
laporan, aku mendapat berita bahwa di -samping mengirim
engkau untuk mengantar barang bingkisan kepada jenderal
Ui Tek Kong, jenderal Ko Kiat juga suruh seorang yang
bernama Yap Hou untuk mengantar suatu barang ke Lamkia."
"Yap Hou " Rasanya aku pernah dengar nama itu ?"
pendekar Huru Hara merenung. Sesaat kemudian da
berseru, "O, tentu dia. Pemuda yang menyerahkan enam
butir kepala dari tokoh-hitam yang menerima undangan
dari jenderal Ko Kiat. Waktu itu kudengar jenderal Ko Kiat
berbisik kepadanya dan Yap Hou yang semula ngotot
dengan aku tentang siapa yang berhak dianggap sebagai
orang yang dapat mengalahkan ketujuh benggolan, tiba2
sikapnya berobah tenang.?"
"Apakah hiantit tahu siapakah Yap Hou itu?" tanya
pengemis Wi- sin-kay pula.
Pendekar Huru Hara gelengkan kepala.
"Menurut keterangan dari beberapa tokoh persilatan,
Yap Hou itu adalah murid tak resmi dari Bu Te sin-kun."
"Bagus!" teriak pendekar Huru Hara serentak, "tetapi apa
yang dimaksud dengan murid tak resmi itu?"
"Entah karena apa dan dalam hubungan bagaimana, Bu
Te sin-kun telah memberi pelajaran ilmusilat kepada Yap
Hou. Oleh karena sebelumnya Yap Hou itu juga sudah
memiliki ilmusilat yang tinggi maka agar tidak dicela oleh
gurunya ' yang dulu, antara Bu Te sin-kun itu tidak ada
ikatan guru dengan murid. Tetapi kenyataannya, Bu Te sinkun
memang menurunkan beberapa macam ilmusilat sakti
kepadanya." "O," desuh pendekar Huru Hara, "biar bagaimana Bu Te
sin-kun tentu akan membela Yap Hou apabila Yap Hou
sampai dicelakai orang."
"Ya, tentu," sahut Wi sin-kay, "dan kebetulan saat ini
Yap Hou sedang dalam perjalanan ke Lam-kia. Jika kita
dapat menyusul dan menangkapnya, tentulah Bu Te sin-kun
akan muncul untuk menolongnya."
"Bagus, Wi cianpwe," sambut pendekar Huru Hara
dengan gembira, "akan kubekuk dulu si Yap Hou itu, agar
Bu Te sinkun muncul tapi bagaimana kalau dia tak muncul
karena mendengar berita itu?"
Wi sin-kay tertawa, "Hal itu serahkan saja kepadaku.
Aku mempunyai anakbuah yang tersebar luas dimanamana.
Akan kuperintahkan mereka supaya menyiar-luaskan
peristiwa itu. Masa kita takut kalau Bu Te sin-kun takkan
mendengar dan takkan segera muncul mencari kita?"
"Terima kasih Wi cianpwe." seru pendekar Huru Hara,
"sebenarnya aku tak berminat hendak adu kesaktian dengan
Bu Te sin-kun. Dia sakti biarkan saja. Tetapi karena dia
telah merampas mustika Giok-say itu, terpaksa aku harus
berusaha merebutnya kembali."
"Benar, hiantit," sambut Wi sin-kay, "apabila berhasil
menemukan Giok-say dan mendapatkan harta karun itu,
wah, sungguh suatu bantuan besar bagi perjuangan para
ksatrya dalam gerak nya menentang penjajah Ceng."
Mereka bertiga segera berangkat.
-oodwoo- Jilid: 11. Agar jelas marilah kita kembali lagi pada peristiwa
jenderal Ko Kiat mengirim peti uang yang akan
disumbangkan kepada jenderal Ui Tek Kong sebagai tanda
ikut berdukacita atas kematian ibu jenderal Ui Tek Kong.
Karena perbuatan jenderal Ko Kiat yang telah
menyerang pasukan jenderal Ui Tek Kong ketika hendak
menyambut kedatangan panglima Ui Hui, maka Ui Tek
Kong marah dan hendak menyerang Ko Kiat. Hampir saja
terjadi pertempuran sendiri diantara kedua pasukan Beng
itu. Untunglah Su Go Hwat datang melerai.
Kebetulan mama dari Ui Tek Kong meninggal, maka Su
Go Hwat menganjurkan Ko Kiat untuk mengirim
sumbangan dan pernyataan berduka cita, agar Ui Tek Kong
luluh hatinya. Untuk melaksanakan pengiriman itu maka Ko Kiat telah
mengundang tujuh benggolan dunia hitam. Maklum
suasana saat itu memang gawat, negara sedang dalam
peperangan. Ketujuh surat undangan dapat direbut oleh pendekar
Huru Hara yang lalu menghadap Ko Kiat. Tetapi pada saat
itu juga muncul seorang jago muda yang menyebut diri
bernama Yap Hou dengan membawa enam bulir kepala
dari ketujuh benggolan hitam itu. Untuk memustuskan
siapa yang berhak mendapat kepercayaan untuk membawa
barang antaran itu maka diadulah pendekar Huru Hara
dengan Yap Hou. Yap Hou kalah dan pendekar Huru Hara
yang diberi pekerjaan mengantar barang kepada jenderal Ui
Tek Kong itu. Tetapi dasar Ko Kiat itu seorang jenderal yang licik,
sebenarnya mengantar barang sumbangan kepada Ui Tek
Kong itu hanya suatu formalitas yang bersifat basa-basi
saja. Dia takut kepada mentri pertahanan Su Go Hwat.
Maka diam2 dia menyuruh Yap Hou untuk mengantar
surat dan barang mustika kepada tay-haksu ( penasehat raja)
Ma Su Ing. Barang berharga itu tak lain adalah barang yang
diantar pendekar Huru Hara. Jelasnya, Yap Hou diperintah


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk merampas barang antaran yang dikawal pendekar
Huru Hara itu. Sekali tepuk dua lalat, demikian siasat yang
direncanakan Ko Kiat. Dia telah melakukan anjuran mentri
pertahanan Su Go Hwat untuk mengirim sumbangan
kepada Ui Tek Kong. Tetapi diam2 dia suruh orang untuk
merampas barang itu. Sudah tentu dia akan mengatakan
bahwa memang dalam suasana negara sedang kacau,
banyak sekali pengacau dan perampok merajalela. Dia
bersih dari tuduhan. Kemudian dia suruh Yap Hou mengantar barang
berharga yang dirampas dari pendekar Huru Hara itu
kepada Ma Su Ing. Memang cerebk dan licin sekali Ko Kiat mengatur
rencana. Tetapi perhitungannya meleset. Secara tak didugaduca,
peti yang berisi emas permata dan uang itu, telah
ditukar oleb Li Li Hoa, seorang wanita cantik yang menjadi
gundik kesayangan Ko Kiat. Li Li Hoa itu sebenarnya
gundik dari Li Thian Ong, seorang hartawan yang
termasyhur dermawan di kota Khay hong.
Mengapa Li Thian Ong mempersembahkan gundik
kesayangannya kepada jenderal Ko Kiat "
Ternyata Li Thian Ong mendengar bahwa entah dari
mana asalnya, ternyata setelah pasukan kerjaan Beng
mundur dari ibukota Pakkia jenderal Ko Kiat merriliki
sebuah pusaka Gioksay atau Singa-kumala. Dalam mustika
Singa kumala itu tersimpan sebuah peta dari rahasia tempat
penyimpanan harta karun dari Cu Goan Ciang, pendiri
kerajaan Beng. Setelan dapat memikat hati Ko Kiat maka berhasillah Li
Li Hoa untuk mencuri mustika Giok-say itu. Wanita itu
segera menghubungi Li Thian Ong. Li Thian Ong tahu
kalau dia datang ke tempat jenderal Ko Kiat, tentulah dia
yang akan dituduh apabila jenderal itu tahu bahwa mustika
Giok-saynya hilang. Kebetulan sekali Li Thian Ong mendengar kabar bahwa
Ko Kiat hendak mengirim barang sumbangan kepada
jenderal Ui Tek Kong. Dia lalu memberi perintah kepada Li
Li Hoa supaya menyelundupkan mustika Giok-say itu
kedalam peti. Nanti dalam perjalanan, Li Thian Ong yang
mencegat dan merampas barang antaran itu.
Li Thian Ong memang berhasil. Tetapi sial sekali. Bu Te
sin-kun muncul dan dapat merebut Giok-say itu dari
tangannya. Seperti yang direncanakan jenderal Ko Kiat maka Yap
Hou dengan membawa beberapa prajurit memang hendak
merampas peti. Tetapi dia terlambat. Peti itu telah ditukar
oleh pengemis sakti Wi sin-kay dengan tanah dan harta
berharga dalam peti itu telah dikuras Wi sin-kay untuk
dibagi-bagikan kepada rakyat yang terserang bahaya
kelaparan. Sekarang mari kita ikuti Yap Hou yang menghadap
jenderal Ko Kiat untuk melaporkan peristiwa itu.
Sebenarnya kalau hanya kehilangan harta yang dikirim
kepada jenderal Ui Tek Kong itu, tentulah Ko Kiat tidak
begitu kelabakan. Paling2 dia nanti dapat mencari ganti
pada rakyat yang kaya, Tetapi karena kebetulan dia
mengetahui hilangnya mustika Giok-say maka marahlah
dia kepada Yap Hou. Memang setiap berapa hari sekali, Ko Kiat tentu
membuka peti tempat penyimpanan Giok-say. Dan
kebetulan hari itu ketika membuka peti, Giok-say itu masih
ada. Hampir saja dia menutup kembali peti itu. Tetapi
entah kenapa saat itu dia seperti merasa ingin sekali untuk
memeiiksa Giok-say itu. Ia mendengar kabar bahwa Gioksay
itu tersimpan rahasia harta karun dari baginda Beng
thaycou (Cu Goan Ciang) tetapi sampai berulang kali
diteliti, belum juga ia dapat menemukan rahasia yang
menunjukkan tulisan atau peta tempat penyimpanan harta
karun. Maka diperiksanya lagi Giok-say itu dengan teliti.
Alangkah kejutnya ketika mendapatkan bahwa Giok-say itu
bukan lagi terbuat daripada kumala melainkan dari gelas
biasa. Ko Kiat segera meniitahkan pengawalnya untuk
menangkap Li Li Hoa karena hanya gundik itu yang tahu
rahasia tempat ia menyimpan Giok-say. Tetapi walaupun
disiksa, Li Li Hoa tetap tak mau mengaku. Li Li Hoa
dijebloskan dalam tahanan tetapi dia berhasil minggat.
Sebelumnya dia meninggalkan sura.t bahwa Giok say itu
memang dia yang mengambil dan diselundupkan dalam
peti barang antaran kepada jenderal Ui Tek Kong.
Itulah sebabnya maka Ko Kiat marah sekali ketika
mendengar laporan Yap Hou, bahwa peti itu hanya berisi
tanah, tak ada mustika Giok-say.
Yap Hou heran mengapa jenderal itu marah besar
kepadanya sehingga hampir saja dia dibunuh.
"Ciangkun, aku tak tahu apa yang salah padaku,"
katanya kepada Ko Kiat, "memang peti itu hanya berisi
tanah pasir dan tak terdapat lain barang."
"Goblok!" bentak Ko Kiat, "mengapa engkau sampai
terlambat sehngga peti itu sudah dilampas lain orang dan
diganti dengan tanah pasir."
"Ya, karena aku tak menyangka bakal terjadi peristiwa
semacam itu," kata Yap Hou. "kalau ciangkun
menghendaki supaya aku mengganti uang antaran itu, aku
sanggup tetapi aku minta tempo satu bulan."
"Tidak perlu," kata Ko Kiat yang agak tenang, "yang
penting engkau harus menyelidiki siapakah yang telah
mendahului engkau untuk merampas isi peti itu. Kemudian
laporkan kepadaku." Yap Hou menyanggupi. Sekeluarnya dari gedung
kediaman Ko Kiat, dia berpikir, "Aku harus mencari
pendekar Huru Hara untuk mencari keterangan kepadanya
tentang peti itu. Tentulah dia tahu siapa yang telah datang
lebih dulu dari aku."
Kebetulan dia tak perlu membuang banyak tenaga untuk
mencari pendekar Huru Hara karena pendekar Huru Hara
juga hendak mencarinya. Pertemuan itu terjadi di sebuah
rumah makan. Ketika dia sedang makan di rumah makan
disebuah kota kecil maka masuklah pendekar Huru Hara
bersama Cian-li-ji dan Wi sin-kay.
"Pucuk dicinta ulam tiba2," seru Yap Hou dalam hati
seraya berbangkit menyambut ketiga orang itu.
"Ah, kebetulan sekali engkau datang kemari," katanya
kepada pendekar Huru Hara, "aku memang hendak
mencarimu." "O," desuh pendekar Huru Hara, "engkau hendak
mencari aku " Aneh, aku juga hendak mencari engkau !"
Yap Hou tertegun. Sesaat kemudian dia mempersilakan,"
Mari kita duduk dan bicara yang tenang."
Yap Hou minta hidangan lagi berikut arak wangi. Ketika
pesanannya datang, tiba2 timbul pikirannya untuk mencoba
kepandaian pendekar Huru Hara. Kalau dapat kugertak
dengan ilmu kepandaianku, tentu mudah untuk
memaksanya supaya memberi keterangan, pikirnya.
Ia menuang arak kedalam sebuah cawan lalu
dilemparkan kearah pendekar Huru Hara yang duduk
dihadapannya, "Loan tayhiap, silakan minum . . . ."
Cawan arak itu melayang, terbang kearah pendekar Huru
Hara, "Ah. terima kasih, tak perlu sungkan, sahut pendekar
Huru Hara seraya ulurkan tangan menyambuti.
"Ja.....," melihat itu Wi sin-kay hendak mencegah. Ia
tahu bahwa Yap Hou telah menggunakan lwekang tinggi
untuk melontarkan cawan berisi arak itu.
Cawan berisi arak yang dibayangkan kepada orang itu,
mengandung beberapa keanehan. Ada yang apabila
disambuti, cawan terus pecah. Ada yang araknya
mencurah, ada yang cawan itu lolos dan lain2 menurut
kehendak si pelontar. Sudah tentu juga menurut tinggi
rendahnya Iwekang dari pelontarnya.
Oleh karena itu maka Wi sin-kay terkejut ketika melihat
pendekar Huru Hara mengulurkar tangan menyambuti
cawan. Ia kuatlr pendekar Huru hara mendapat malu
karena dipermainkan Yap Hou.
Tetapi sebelum pengemis sakti itu sempat meneruskan
kata-katanya, tangan pendekar Huru Hara sudah
menyambuti cawan. "Uh, tumpah......" teriak pendekar Huru Hara pada saat
tangannya memegang cawan dan arak itu terus tumpah.
Terdengar suara orang tertawa mengejek tetapi tiba2
tawa itu berhenti, berganti dengan desuh kejut, "Ih....."
Ternyata pendekar Huru Hara telah melepaskan cawan.
Cawan meluncur lebih cepat, keatas meja dan tepat dapat
menampung arak yang tumpah itu. Sernua masuk kedalam
cawan lagi, tak ada setetespun yang tumpang ke meja.
Orang yang tertawa itu tak lain adalah Yap Hou. Ia
mengira pendekar Huru Hara tentu akan meringis malu
tetapi dia sendiri yang terbeliak kaget.
"Ah, arak yang harum sekali," seru pendekar Huru Hara
seraya meneguk cawan arak. Setelah habis, diapun
mengambil poci arak dan dituangkan kedalam sebuah
cawan lalu dilemparkan kearah Yap Hou, "Terimalah ini,
aku juga harap mempersembahkan arah kepadamu . . . ."
Yap Hou, bahkan Cian-li-ji dan pengemis Wi sin-kay
terbeliak ketika melihat layang cawan itu. Cawan itu tidak
melayang seperti cawan yang dilemparkan Yap Hou,
melainkan berputar-putar jungkir balik seperti roda. Namun
tak setetespun arak dalam cawan itu yang menetes keluar.
''Celaka, dia melontar dengan lwekang yang istimewa,"
diam2 Yap Hou mengeluh, "kalau kusambuti mungkin dia
nanti akan menggunakan Iwe-kang sakti untuk
mempermainkan aku. Namun kalau tak kusambuti, aku
pasti akan ditertawakan".."
Daripada ditertawakan, lebih baik dia menyambuti saja.
Dengan mengerahkan segenap tenaga-dalam maka dia
segera menyambut cawan itu.
"Uh," ia mendesuh dalam hati. Mukanya yang
tegangpun berobah menjadi merah. Ternyata waktu
disambuti, cawan itu tak mengandung tenaga-sakti suatu
apa, tetapi seperti cawan biasa saja.
Yap Hou terkejut karena mengetahui bahwa pendekar
Huru Hara telah menguasai ilmu lwe-kang tataran tinggi,
dapat dipancarkan dan ditarik menurut sekehendak hatinya.
Setelah mengetahui kepandaian lwekang lawan, Yap
Hou tak berani malanjutkan permainan mempersembahkan
cawan arak lagi. Tetapi untuk merebut kembali kehilangan
muka itu, dia masih hendak mencoba kepandaian Cian-li-ji.
Ia menuang arak kedalam sebuah cawan dan dilontarkan
kearah kakek pendek itu, "Herap cian pwe suka menerima
persembahan arak ini."
Cian-Ii-ji tertawa. Tanpa mengucap sepanah katapun,
dia terus menyambuti cawan arak itu. Tetapi tidak
menggunakan tangan melainkan langsung dengan mulut.
Dia menyedot arak dalam ca wan itu sampai habis.
Jika Yap Hou terkejut menyaksikan kepandaian kakek
pendek yang sedemikian luar biasa adalah pendekar Haru
Hara gembira sekali, "Bagus, paman," serunya memuji.
"Akupun juga harus menghaturkan arak kepadanya,"
Cian li ji menuang arak kedalam sebuah cawan lalu
dilemparkan kearah Yap Hou.
Waktu Yap Hou menyambuti, tiba2 cawan itu pecah dan
isinya menuang ke baju Yap Hou.
Saat itu Yap Hou benar2 tak berani lagi melanjutkan
permainan itu. Demikian setelah selesai minum maka
berkatalah Yap Hou, "Lian tayhiap, aku hendak mohon
keterangan kepadamu."
"Soal apa?" "Soal isi dalam peti yang engkau antar itu."
"O, bagian yang mana karena peristiwanya terjadi
berturut- turut." "Soal mengapa tiba2 isi peti itu berganti dari uang dan
harta berharga, menjadi tanah pasir. Siapakah yang
menukarnya?" "Aneh," gumam pendekarHuru Hara, "'aku hanya
menerima pekerjaan dari jenderal Ko Kiat untuk mengantar
peti itu kepada jenderal Ui Tek Kong. Tentang apa isinya,
aku tak tahu sama sekali."
"Bukankah isinya hanya tanah pasir saja" tanya Yap
Hou. "Ya." "Apa engkau percaya kalau jenderal Ko Kiat akan
mengantar peti berisi tanah kepada jenderal Ui Tek Kong?"
"Soal itu, aku tidak memeriksa lebih dulu apa isinya."
"Ternyata isinya tanah," Yap Hou memberi penegasan.
"Benar," tiba2 Wi sin-kay menyahut, "memang isinya
tanah." "O, bagaimana lopeh tahu?"
"'Karena aku yang membuka."
Yap Hou terkejut, "Lopeh berani membuka?"
"Ya, karena aku telah mengetahui suatu peristiwa yang
tak kujangka-sangka."
Yap Hou makin tertarik dan mendesak agar pengemis
sakti itu menceritakan apa yang diket,ahuinya. Wi sinkaypun
lalu menuturkan semua peristiwa yang telah
dilihatnya. Yang mengobrak-abrik peti itu adalah Thian Ong. Dia
mendapatkan sebuah benda tetapi ditengah ja!an dia dicegat
oleh orang dan jang itu berhasil merebut benda itu."
"Apakah nama benda itu"''
"Mereka menyebut Giok-say."
"Giok-say singa kumala?"
"Ya." "Benda apakah itu?"
"Entah, kemungkinan besar sebuah mustika yang jarang
terdapat dalam dunia. Entah mengandung khasiat yang
ajaib untuk menambahkan tenaga kepandaian. Entah
karena harganya yang tiada taranya. Entah karena
berkhasiat menyembuhkan segala macam racun. Pokoknya,
sebuah mustika yang tiada keduanya dalam dunia ini."


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"O, mungkin," diam2 Yap Hou teringat bahwa jenderal
Ko Kiat tak mengatakan benda itu kepadanya.
Kemungkinan karena kuatir dia nanti akan mengambil
barang itu sendiri. "Lalu siapakah yang mencegat Li Thian Ong," tanyanya
pula. "Dia mengenakan kain penutup muka sehingga sukar
diketahui. Tetapi Li Thiari Ong sempat menyebut namanya
. . . . " "Siapa?" teriak Yap Hou karena tegang.
"Bu Te sin-kuu."
"Hai, Bu Te sin-kun!" Yap Hou melonjak dari kursinya.
Wi sin-kay mengiakan. Tampak Yap Hou termenungmenung
sampai beberapa saat. Kemudian dia duduk lagi.
"Apakah engkau kenal dengan Bu Te sin-kun?" tiba2
pendekar Huru Hara bertanya.
"Pernah mendengar namanya tetapi belum kenal
orangnya," sahut Yap Hou.
"Hm," desuh pendekar Huru Hara.
"Kudengar Bu te sinkun pernah mempunyai seorang
murid, apakah engkau tahu?" tiba2 pula pengemis Wi sinkay
bertanya. Diam2 pengemis itu melirik tajam kepada
Yap Hou. "Tidak," sahut Yap Hou, "Bu Te sin-kun tak punya
murid." "Setelah mendapat keterangan dari Wi cian-pwe," kata
pendekar Huru Hara, "hendak kemanakah engkau?"
"Mencari Li Thian Ong."
"Mencari Li Thian Ong?" pendekar Huru Hara heran,
"bukankah dia sudah tak menyimpan benda mustika itu lagi
karena sudah direbut Bui Te sin-kun?"
"Aku ingin mendapat keterangan yang jelas tentang
benda itu. Kalau sebuah mustika, lalu musiika apa saja,"
jawab Yap Hou. "Bagaimana kalau kita menyertaimu ke sana?" tanya
pendekar Huru Hara. ''Ya, kalau Li Thian Ong menyangkal, aku dapat menjadi
saksi," tambah Wi sin-kay.
"Baik," Yap Hou menerima tawaran itu. Setelah selesai
makan dan membayar rekening, mereka lalu berangkat ke
kota Khay-hong. Lewat tengah hari mereka tiba di sebuah hutan. Tiba2
pendekar Huru Hara minta berhenti, 'Kita beristirahat dulu
disini." "Lho, kenapa" Apa engkau lelah" Kita harus cepai2
berjalan agar sebelum matahari terbenam sudah tiba di kota
Ho ling," kata Yap Hou.
"Bukan karena lelah melainkan aku hendak bicara
kepadamu," jawab pendekar Huru Hara.
"Soal apa?" terpaksa Yap Hou berhenti.
"Kalau tak salah, kuperhatikan engkau terkejut gembira
waktu melihat aku masuk kedalam rumah makan tadi,
benar bukan?" "Hm, lalu?" "Dengan begitu jelas engkau memang mengharap dapat
bertemu dengan aku atau bahkan memang hendak mencari
aku," kata pendekar Huru Hara.
"Ya," akhirnya Yap Hou mengakui.
"Mengapa?" "Karena hendak meminta keterangan siapakah yang
lebih dulu datang sebelum Li Thian Ong mengambil benda
mustika itu dari peti yang engkau kawal."
"O," desuh pendekar Haru Hara, "dan bukankah Wi
cianpwe sudah menjelaskan hal itu?"'
Yap Hou mengangguk. "Ketahuilah, bung,"' kata pendekar Huru Hara pula, "aku
sendiri sebenarnya juga hendak mencari engkau."
"Engkau" Mau apa"'" Yap Hou terkejut.
"Mau meminta keterangan dimanakah aku dapat
menemui Bu Te sin-kun."
Yap Hou terkejut tetapi sesaat kemudian ia tenang
kembali, "Aneh, mengapa bertanya kepadaku" Carilah
sendiri saja." Pendekar Huru Hara gelengkan kepala, "Sukar. Kecuali
engkau mau memberi petunjuk dimana tempatnya."
"Bung, jangan bergurau."
"Siapa yang bergurau" Aku omong dengan sungguh2."
"Aneh, mengapa engkau bsrtanya kepadaku?"
"Karena engkaulah murid Bu Te sin-kun itu!"
Yap Hou terkejut sekali, "Tidak, aku buka muridnya!"
"Dosa bagi seorang persilatan, pertama kali dia berhianat
kepada perguruannya. Kedua kali menghina gurunya. Dan
engkau ini berdosa karena menghina gurumu."
"Heh, heh, mana aku menghina guruku"
"Apa namanya murid yang tak mau mengakui gurunya
itu kalau bukan menghina?"
Merah muka Yap Hou. "Kalau aku tetap menyangkal?" tanyanya
"Terpaksa akan kupaksa!"
"Hm, engkau hendak main paksa, ya?"
"Sebenarnya aku tak bermaksud begitu asal engkau mau
memberitahu dengan terus terang."
"Heh, heh, heh" tiba2 Yap Hou tertawa mengejek,
"memang pantas kalau engkau hendak main paksa itu!"
"Apa maksudmu?" pendekar Huru Hara membelalak.
"Bukankah engkau mempunyai dua orang kawan yang
dapat membantumu untuk menangkap aku?"
"Budak she Yap, jangan omong sembarangan saja!" tiba2
Cian-li-ji melengking, "engkau kira keponakanku itu
seorang yang rendah budinya" Hm, aku dan pengemis tua
ini takkan membantunya dan engkau boleh pilih mau
berhadapan dengan siapa?"
"Apa maksudmu?" seketika berkilatlah mata Yap Hou
mendengar kata2 kakek pendek itu.
Pendekar Huru Hara hendak mencegah tetapi kakek
Cian-li-ji sudah mendahului, "Engkau boleh pilih salah satu
dari kami bertiga sebagai lawanmu!"
"Benarkah itu?" Yap Hou serentak berpaling kearah
pendekar Huru Hara. Pendekar Huru Hara tahu bagaimana perangai kakek
pendek itu. Kalau dia menyangkal, kakek itu tentu marah.
Apa boleh buat, iapun mengiakan saja."
"Baik," kata Yap Hou, "aku senang bermain-rnain
dengan engkau, kakek?"
Bagaimana kepandaian pendekar Huru Hara, Yap Hou
sudah tahu. Ia merasa tak mampu mengalahkan. Diapun
kena! bahwa Kay-pang itu merupakan suatu perguruan
yang terkenal lihay ilmu silatnya. Pangemis tua Wi sin-kay
tentu hebat juga kepandaiannya. Hanya kakek pendek itu
yang tak diketahui asal usulnya, tentulah yang paling lemah
diantara ketiga orang itu. Maka pilihannya jatuh kepada
Cian-li-ji. Sebaliknya pendekar Huru Hara diam2 menghela napas
longgar. Dia tahu bahwa kakek Cian tentu mampu
menghadapi Yap Hou. "Budak edan, engkau memilih aku?" seru kakek Cian-liji.
'"Lho, omonganmu tadi sungguh" atau jual gertak saja?"
balas Yap Hou. "Tentu saja sungguh2," sahut Cian-li ji maju kemuka,
"engkau anggap aku tak berani melawanmu, ya" Hm, kalau
aku tak mampu menampar mukamu sepuluh kaii dan
gundulmu sepuluh kali, lebih baik aku pulang ke desa saja
menjadi petani!" "Bagus, bagus!" seru Yap Hou, "kalau engkau mampu
melakukan itu, aku akan berlutut dari menyebut ya-ya (
engkong ) kepadamu!"
"Tidak, tidak sudi! Aku tak sudi mempunyai cucu seperti
engkau!'' teriak Cian li-ji
"Habis, engkau minta dipanggil apa ?"
"Panggil lo-ya (tuan besar) kepadaku ! Kalau tidak mau,
akupun tak mau bertempur melawan engkau."
Diam2 Yap Hou gembira. Jelas kakek pendek itu seorang
limbung. Ilmu kepandaiannya tentu tak keruan.
"Baik, aku bersedia menyebut loya kepadamu sampai
100 kali, tetapi kalau aku menang, bukan hanya engkau
tetapi kedua kawanmu itupun harus pergi dari sini dan tak
boleh mengganggu aku lagi!"
"Baik !" sahut Cian li-ji tanpa menghiraukan wajah
pendekar Huru Hara yang terkejut dan pengemis Wi sin-kay
yang melongo. Yap Hou tak mau membuang waktu. Dia harus
menggunakan kesempatan itu agar jangan terjadi perobahan
lagi difihak kakek Cian-li-jj.
"Kakek pendek, inilah yang disebut Heng-cia-hi-ko atau
Raja-kera-menghaturkan buah. Terima dan makanlah buah
ini . . . ," Yap Hou terus mengirim sebuah pukulan.
"Ah, Kura2 tidak suka buah, lebih baik menyurutkan
kepala," seru Cian-li-ji seraya mengempiskan dada ke
belakang. Tetapi Yap Hou cepat menebarkan tinju dan berseru,
"Ah, kebetulan kura-kura, aku kepingin makan hatimu . ..."
dia terus mencengkeram uluhati lawan. Jurus itu disebut
Hek-hou-thou-sim atau Macan-hitam- mencengkeram-hati."
"Jangan dong, hati hanya satu, mana boleh engkau
ambil. Lebih baik kura-kura mendekam mau bertelur
saja....." seru Cian-li-ji seraya berjongkok kebawah sehingga
serangan Yap Hou menemui angin.
"Hiu, kura-kura bandel, bagaimana kalau engkau
kutindih dengan lima gunung ?" seru Yap Hou seraya
menghantamkah kedua tangannya ke ubun2 kepala Clan-liji.
Jurus itu disebut Ngo-gak-yak-ting, lima gunung
menindih puncak. '"Wah, wah, wah .... lebih baik kura-kura masuk liang
saja," kara Cian-li-ji dan tahu-tahu tubuh kakek yang
pendek itu telah menyusup melalui kedua kedua kaki lawan
dan menerobos ke belakangnya.
Yap hou terkejut sekali. Belum pernah selama berpuluh
tahun mengembara di dunia persilatan dia berhadapan
dengan seorang lawan yang memiliki gerak sedemikian
aneh. Masa selakan kaki dimasuki begitu saja.
Pendekar Huru Hara tertawa geli, "Ah, paman, kalau
jadi kura-kura, jangan2 nanti bertelur sungguhan, lho !"
"Benar, memang lama2 boyok (pinggang) bisa patah
nih," seru Cian-li-ji, "habis mau jadi apa ?"
"Kau enakan jadi burung, paman."
"O. benar, keponakanku. Tetapi jadi burung apa ?"
"Burung kuntul."
"Burung kuntul " Mengapa burung saja pilih burung
kuntul ?" '"Burung kuntul bisa terbang menutuk gundul dan muka
orang." "O, ya benar." "Dan kuntul itu bisa berbaris juga."
"Benar ! Memang kuntul bisa berbaris . . . . "
Saat itu Yap Hou sudah berputar menghadap ke
belakang dan terus menyerang Cian-li-ji. Cian-Ii ji terus lari
memutari lawan. "Paman. mengapa kuntul kok lari-lari ?" seru pendekar
Huru Hara. "Ini namanya Holopis-kuntul-baris !"
"Kuntul baris?"
"Ya. Bukankah engkau lihat barisan kuntul itu
mengelilingi budak she Yap ini ?"
Pendekar Huru Hara tertawa. Memang saat itu Cian-li ji
bergerak cepat mengelilingi Yap Hou. Sedemikian cepat
sehingga Yap Hou seperti dikepung oleh belasan Cian-li.
Yap Hou terkejut. Benar2 dia tak menyangka bahwa kakek
pendek itu memiliki ilmu gin-kang yang sedemikian
saktinya. "Setan ....,' diapun mengamuk, menghantam kalang
kabut pada bayangan Cian-li-ji.
"Plak, plak, plak .... plek, plek, plek . . ." terdengar
berturut-turut telapak tangan menampar kepala dan muka
orang. Tarnyata setiap kali Yap Hou menghantam, malah dia
yang menderita. Kalau tidak gundulnya ditabok, tentulah
mukanya ditampar. "Berhenti dulu paman, biarlah aku yang menghitung
berapa ,kali engkau menabok gundulnya dan berapa kali
engkau menampar mukanya." seru pendekar Huru Hara.
"Celaka," teriak Cian-li-ji, "ya benar, aku memang lupa
menghitung. Kalau terus menerus kutabok gundulnya tanpa
hitungan, kasihan, gundulnya itu mumur nanti."
"Mulai, paman, satu . . , dua .. . tiga ... ," pendekar Huru
Hara mulai menghitung dan Cian-li-jipun mulai menambok
dan menampar. Seumur hidup belum pernah Yap Hou menelan hinaan
semacam itu. Dia seorang jago kelas satu yang cukup
terkenal. Tetapi berhadapan dengan seorang kakek pendek
yang tak terkenal, mengapa dia dapat dipermainkan seperti
anak kecil saja. Memang ilmu gin-kang atau meringankan tubuh dan
Cian-li-ji itu luar biasa sekali. Dia tlap bergerak secepat
angin puyuh atau seperti bayangan setan.
Habis sudah kepala dan muka Yap Hou ditabok dan
ditampar Cian li-ji. Dia benar2 marah bukan main. Apalagi
pendekar Huru Hara yang menghitung itu tentu mengiring
dengan gelak tawa yang terpingkal-pingkal. Aduh mati aku,
pikir Yap Hou. Saat itu pendekar Huru Hara sudah menghitung sampai
lima puluh kali untuk tabokan dan lima puluh kali untuk
tamparan. Tiba2 Yap Hou mencabut pedang dan terus
menyerang dengan ilmu-pedang Tat-mo-kiam dari
perguruan Siau-lim-pay yang termasyhur.
Memang hebat sekali perbawa ilmupedang itu. Tetapi
sayang Yap Hou belum tinggi latihannya dan dia tetap
kalah jauh dalam ilmu gin-kang dengan Cian li-ji, maka
serangannya itupun tak berhasil dan dia tetap harus
menderita tabokan dan tamparan.
"Setan pendek, rasakan yang ini," sekonyong-konyong


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yap Hou merobah permainan pedangnya. Kini dia
melancarkan ilmupedang Tui-hong-kiam atau Pedang
pemburu-angin dari perguruan Bu-tong-pay. Pun latihannya
dalam ilmupedang itu baru setengah matang. Tetap kepala
dan mukanya dibuat tabokan dan tamparan oleh Cian-li-ji.
"Keparat engkau, setan kate," teriak Yap Hou lalu
mengganti permainan pedangnya lagi dengan ilmupedang
Thian-san-kiam. Juga kareria latihannya baru setengah jadi,
dia tetap menderita tabokan dan tamparan.
Berturut-turut Yap Hou mengganti permainannya
pedang. Ilmupedang perguruan Siau-lim-pay, Bu-tong-pay,
Kun-lun-pay, Go-bi-pay, Hoa-san-pay dan terakhir dari
perguruan Kong-tong-pay. "Ini yang terakhir," serunya seraya mengganti permainan
pedang dengan ilmupedang Kong tong-pay yang disebut
Lian-hoan-toh-beng-kiam-hwat atau Pedang-berantaipencabut-
nyawa. Keistimewaan dari ilmupedang Lian-hoan- toh-bengkiam-
hwat itu, sekali menyerang dapat menusuk 18 buah
lubang. Tetapi yang mampu dilakukan hal itu rasanya pada
dewasa itu sudah tak ada lagi. Demikian pula dengan
kepandaian Yap Hou. Dia hanya mampu menusuk 4
lubang saja Itupun dia harus belajar mati-matian.
Bermula terkejut juga Cian-li-ji menerima serangan
ilmupedang yang hebat itu. Tetapi setelah beberapa jurus,
dia sudah dapat menyesuaikan diri dan bahkan mampu
melanjutkan tabokan dan tamparannya.
Pendekar Huru Hara sih tak tahu apa nama bermacammacam
ilmupedang yang dimainkan Yap Hou itu. Palingpaling
dia hanya memuji Terapi tidak demikian dengan Wi
sin-kay, tokoh aneh dari himpunan pengemis atau Kaypang
itu. Dia terkejut ketika memperhatikan bagaimana
Yap Hou dapat memainkan ilmupedang dari berbagai
perguruan yang ternama. Hal itu makin menambah
keyakinannya bahwa Yap Hou memang benar murid dari
Bu Te sin-kun. Kesan yang timbul dalam benak Wi sin-kay
memantulkan gambaran yang menggelisahkan hatinya. Jika
Yap Hou mampu memainkan ilmupedang dari berbagai
perguruan ternama, jelas Bu Te sin-kun tentu juga mampu.
Bahkan bukan hanya mampu, pun tentu jauh lebih hebat
dari muridnya. Ah, mungkinkah pendekar Huru Hara
mampu menghadapi Bu Te sin-kun" Demikian pertanyaan
yang menghantui pikiran pengemis itu.
"Hai, siapa yang berkelahi itu" Hayo, berhenti!"
sekonyong-konyong terdengar suara orang berseru dan pada
lain saat muncullah seorang pemuda yang tampan dan
berpakaian mewah. Yap Hou terkejut. Dia hendak menghentikan
serangannya tetapi kakek Cian-li-ji tak peduli. Dia terus
berputar-putar seperti bayangan dan tetap melanjutkan
tabokan dan tamparannya. "Hai, berhenti, dengar tidak engkau!" teriak pemuda
tampan itu. "Aku mau berhenti tetapi kakek ini tetap menyerang
aku," teriak Yap Hou. Diam2 dia girang atas kemunculan
pemuda itu. Walaupun dia belum kenal tetapi dia
mempunyai harapan untuk berusaha agar pemuda itu
berfihak kepadanya. Memang pemuda itu melihat kalau Cian-li ji yang tak
mau mendengar permintaannya. Dia marah, "Hai, kakek
pendek, apa engkau tuli?" teriaknya.
Namun Cian-li-ji tak menghiraukan dan malah
menyahut, "Tunggu kalau sudah 25 kali lagi " plak,
plok....." ia menampar muka dan dan menabok kepala Yap
Hou. "Apa duapuluh lima kali itu ?" seru pemuda itu dengan
heran. "Aku berjanji hendak menabok kepalanya dan
menampar mukanya sampai 100 kali. Sekarang baru 75
kali, kurang 25 kali !" sahut kakek Cian-li-ji.
"Berhenti !" teriak pemuda tampan itu seraya ayunkan
tangan menghantam. Dia lepaskan pukulan Biat-gong-ciang
(pukulan membelah angkasa kearah kakek Cian-li-ji.
"Jangan ikut campur !" bentak pendekar Huru Hara
seraya menampar. Darrrr .... pemuda itu terpental mundur
sampai satu meter. "Hm, siapa engkau !" bentak pemuda itu seraya
menghunus pedang. "Pendekar Huru Hara !"
"Apa itu pendekar Huru Hara !" tanyanya sesaat
kemud'an. "Dua tafsiran. Yang mencari huru hara dan yang
memadamkan huru hara."
"Kalau memadamkan huru hara itu memang tugas
seorang pendekar," kata pemuda tampan, "tetapi mengapa
harus mencari huru hara ?"
"Dimana terdapat perbuatan2 yang tidak adil, yang
lalim, yang menyimpang dari kebenaran, disitulah aku
mencari gara-gara. Terutama dalam keadaan dewasa ini
dimana negara sedang menghadapi serangan musuh,
banyak sekali kaum perampok dan pengacau yang
merajalela. Siapa engkau !" tiba2 pendekar Huru Hara
menutup jawabannya dengan membentak.
"Orang ini kurang waras," pikir pemuda tampan namun
ia menjawab juga, "Aku orang she Su nama Hong Liang,
"Siapa Su dan Hong Liang itu"''
"Eh, jangan main2 dengan nama orang. Aku bukan Su
dan Hong Liang tetapi Su Hong Liang," seru pemuda
tampan itu." dan aku adalah putera dari keponakan dari
menteri pertahanan Su Go Hwat."
"Mentri pertahanan Su Go Hwat " Oh ..."
"Ya,'" jawab Su Hong Liang, "apa engkau kenal dengan
pamanku ?" "Tentu saja, sahut pendekar Huru Hara,"' dia seorang
menteri yang jujur, setia dan tegas. Dia pernah minta aku
supaya bekerja kepadanya tetapi aku belum dapat."
Diam2 Su Hong Liang terkejut mendengar keterangan
itu. Tetapi pada lain saat dia teringat kepada kakek Cian-liji,
"Apakah kakek pendek itu kawanmu?"
'"Pamanku." "Harap engkau suruh dia berhenti dulu."
Mengingat pemuda Su Hong Liang itu putera keponakan
dari mentri pertahanan Su Hwat yang dikagumi maka
pendekar Huru Hara pun sungkan. Dia segera berseru
meminta kakek Cian-li-ji supaya berhenti.
"Ah, sialan," gerutu kakek itu seraya Ioncat mundur. Dia
berseru kepada Yap Hou, "Hai, engkau, catat baik2.
Engkau masih berhutang sepuluh tabok dan sepuluh
tamparan. Apabila ketemu lagi, engkau harus membayar
hutangmu itu." Yap Hou juga mendengar waktu Su Hong Liang
menyebut namanya ketika pendekar Huru Hara tadi. Maka
diapun segera menghampiri kehadapan Su Hong Liang dan
memberi hormat. "Su kongcu, terimalah hormat aku orang
she yang rendah ini."
"Siapa namamu" ''Yap Hou. "Mengapa engkau bertempur dengan kakek pendek itu?"
'"Dia memaksa aku supaya memberi tahu dimana tempat
tinggal Bu Te sin-kun.' "Bu Te sin-kun?" Su Hong Liang terkejut. Yap Hou
mengiakan. "Mengapa engkau dipaksa begitu" Apakah Bu Te sin-kun
itu gurumu?" "Mereka menuduh begitu. Tetapi aku bu . . . bukan
muridnya." Su Hong Liang yang cerdik cepat dapat mengetahui
siapa sesungguhnya Yap Hou itu. Sudah lama dia
mendengar kemasyhuran nama Bu Te sin-kun tetapi selama
ini belum pernah ia bertemu. Ia mempunyai rencana sendiri
terhadap tokoh sakti itu. Kini setelah menduga bahwa Yap
Hou tentu murid dari Bu Te sin-kun maka Su Hong Liang
memutuskan untuk melindunginya.
"Hai, kakek, apa engkau tak malu seorang tua menghina
anakmuda?" tegurnya kepada Cian-li ji.
"Mengapa malu" Dia yang menantang aku dan akupun
hanya menabok seratus kali, menampar seratus kali saja."
"Tetapi kalau dia memang tak tahu tempat Bu Te sinkun,
mengapa engkau paksa harus memberi keterangan?"
"Lho, hak apa engkau mengurus aku?" tiba2 Cian-li-ji
melengking. "Aku adalah putera keponakan dari mentri pertahanan
Su Go Hwat, Jangan engkau kurang ajar !"
"Siapa yang kurang ajar " Masakan aku seorang tua tak
tahu adat ?" balas Cian-ii-ji.
"Mengapa engkau bertanya tentang hak?"
"Itu kan wajar. Aku berkelahi sendiri dengan budak she
Yap itu mengapa engkau campur tangan ?""
"Aku berhak untuk menjaga keamanan negara ! Barang
siapa melanggar peraturan negara akal kutangkap !"
"Lho, apa pangkatmu ?"
"Apa engkau tuli " Bukankah sudah kukatakan aku ini
putera keponakan mentri Su Go Hwa yang berkuasa penuh
mengenai pertahanan dan keamanan negara."
"Itu kan mentri Su Go Hwat bukan engkau. Lalu apa
pangkatmu sendiri ?"
"Kakek gila ! Aku adalah keponakannya !" "Keponakan
atau putera atau saudara, hubungan dalam keluarga. Bukan
hubungan dalam pekeijaan dan tak sanggut pautnya dengan
pangkat. Mentri Su Go Hwat dapat memberi perintah
kepada jenderal anu, jenderal anu. Tetapi apakah engkau
dapat memberi perintah" Kalau engkau memaksa memberi
perintah, apakah mereka menurut kepadamu."
"Kakek pendek, engkau terang menghinaku," seru Su
Hong Liang, terus menghantam. Tapi Cian-li-ji menghindar
ke samping, seraya mendengus, "Hm, engkau kira aku tak
berani kepadamu . . . ."
"Jangan paman !" pendekar Huru Hara memekik seraya
menamparkan tangannya. Jarak ia berdiri dengan Cian-li-ji
terpisah dua lima langkah. Karena melihat Cian-li-ji hendak
menampar muka Su Hong Liang, pendekar Huru Hara
terpaksa mencegah dengan menamparkan tangannya.
Plak..... Tangan Cian-li-ji yang sudah diangkat ke-atas itu
terdampar oleh hamburan angin tamparan pendekar Huru
Hara Cian-li-ji mencelat semeter ke belakang.
"Hai, mengapa engkau hendak membela orang ini ?"
Cian-li-ji deliki mata. Pendekar Huru Hara loncat menghampiri, "Paman,
harap engkau meluluskan permintaanku. Jangan berkelahi
dengan Su kongcu ini."
"Mengapa ?" "Sudahlah, paman, turut saja permintaanku."
"Tetapi dia menyerang aku lebih dulu !"
"Baik," kata pendekar Huru Hara, "kalau sampai terjadi
sesuatu pada paman, akulah yang menuntut pertanggungan
jawabnya." Cian-li-ji mengangguk lalu berseru kepada Su Hiong
Liang, "Tuh dengar tidak kata keponakanku. Kalau engkau
berani melukai aku, engkau tentu akan dibalasnya."
"Su kongcu," tiba2 Yap Hou menyelutuk, "memang
begitulah sikap mereka itu. Liar dan tak tahu adat. "
Sebelum Su Hong Liang menyahut maka berkatalah
pendekar Huru Hara dengan bengis, "Orang she Yap,
jangan cari perkara lagi atau aku tak mau menghentikan
pamanku lagi apabila dia menabok kepalamu!"
Merah muka Yap Hou. Namun dihadapan Su Hong
Liang dia tak mau unjuk kelemahan, serunya, "Karena
mengingat dia seorang kakek yang tua renta dan linglung
maka aku tak sampai hati membunuhnya."
Su Hong Liang mempunyai rencana maka dia segera
memutus pembicaraan yang bertele-tele itu, "Sudahlah, tak
perlu urusan ini diperpanjang lagi. Sekarang kemanakah
engkau hendak menuju?" tanyanya kepada pendekar Huru
Hara. "Tanpa tujuan," sahut pendekar Huru Hara, "kecuali
bermula memang hendak mencari Bu Te sin-kun."
"Mengapa hendak mencarinya?"
"Dia berani mengganggu barang antaran jenderal Ko
Kiat yang dipercayakan kepadaku."
"O, tentu menarik sekali cerita itu. Cobalah engkau
tuturkan," kata Su Hong Liang.
Dengan singkat pendekar Huru Hara menceritakan
tentang peti barang berharga dari jenderal Ko Kiat yang
hendak dikirim kepada jenderal Ui Tek Kong.
"Ah, kurasa," kata Sn Hong Liang dengan gaya seorang
pembesar berkuasa, "soal itu tak penting. Sekarang negara
sedang menghadapi peperangan. Perlu apa harus
memikirkan soal2 begitu" Bukankah lebih penting dan
berarti kalau kita memikirkan soal keselamatan negara?"
Pendekar Huru Hara dan kawan2 terdiam.
"Nah, kalau kalian masih ada urusan lain, silakan,
akupun juga akan melanjutkan perjalanan lagi," kata Su
Hong Liang pula. "Baik," kata pendekar Huru Hara kemudian berseru
kepada Yap Hou, "orang she Yap, mari kita lanjutkan
perjalanan ke Khay-hong lagi.
Yap Hou terkejut. Untung Su Hong Liang yang tajam
mata dan pikiran cepat berkata. "Saudara Yap Hou hendak
kuajak pulang ke Lam-kia, harap kalian pergi sendiri."
"Tidak bisa!" teriak Cian-li-ji, "dia harus ikut kita."
"Tak apa, kita dapat melanjutkan perjalanan sendiri,"
pengemis tua Wi sin-kay menyelutuk.
Huru Harapun setuju dan mereka bertiga segera
berangkat meninggalkan Su Hong dan Yap Hou.
"Saudara Yap," kata Su Hong Liang setelah rombongan
Huru Hara pergi, "apakah berita pemuda yang mengaku
bernama pendekar Huru Hara itu benar ?"
"Benar, kongcu."


Bloon Cari Jodoh Pendekar Huru Hara Karya S D. Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah engkau tahu apa benda yang disebut mustika
Giok-say itu ?" "Tidak," Yap Hou gelengkan kepala, "dari Ko
ciangkunpun tak memberitahu kepadaku."
"Dari mana dia memperoleh mustika itu ?" "Ko
Ciangkun juga tak bilang. Dia hanya menitahkan aku
supaya menyelidiki, benda itu berada ditangan siapa."
"Tujuanmu mencari Li Thiang Ong di kota Khay-hong
juga karena hendak menyelidiki hal itu ?"
"Benar." Su Bong Liang merenung beberapa saat kemudian
berkata, "Menilik jenderal Ko Kiat begitu marah karena
kehilangan benda itu dan menilik pula bahwa Bu Te sin-kun
juga turun tangan untuk merampas benda itu, jelas mustika
itu tentu sangat berharga sekali. Hm, mungkin didalamnya
terkandung suatu rahasia besar . . . ."
"Kemungkinan memang benar begitu, kongcu."
"Saudara Yap," cepat Su Hong Liang memotong kata2
orang, "marilah kita bicara secara terus terang. Kuminta
engkau mau mempertimbangkan usulku ini dengan
sungguh2," "Baik, kungcu, silakan mengatakan," kata Yap Hou.
"Jika engkau mau," kata Su Hong Liang, "aku dapat
mengusulkan kepada paman agar engkau diangkat kedalam
jabatan tentara. Atau jika engkau hendak bekerja, pada
jenderal mana saja, aku dapat mengusulkan kepada jenderal
itu." "Terima kasih."
"Tetapi engkau tahu," kata Su Hong Liang lebih laniut,
"bahwa orang tentu akan lebih menghargai kedatangan kita
dengan membawa sesuatu yang berharga, daripada hanya
datang dengan tangan kosong."
"Maksud kongcu?"
"Kutahu engkau tentu memiliki ilmu kepandiian silat
yang tinggi. Apabila engkau mau masuk kedalam tentara
Beng, mereka tentu akan menyambut kedatanganmu
dengan hangat. Lebih2 apabila engkau dapat menghaturkan
sesuatu yang amat berharga, engkau tentu akan disambut
dengan sepuluh jari."
Tampaknya Yap Hou masih belum jelas akan k.ata2 Su
Hong Liang. "Saudara Yap. engkau tak usah curiga atau takut.
Katakanlah yang sebenarnya, bukankah engkau ini murid
dan Bu Te sin-kun " Sudah lama aku sangat mengagumi
namanya dan ingin sekali berjumpa namun tak berhasil.
Apabila engkau dapat mempertemukan aku kepadanya, aku
sungguh gembira sekali."
Selama mendengarkan omongan Su Hong Liang, hati
Yap Hou berdebar-debar tak keruan. Setelah mengetahui
maksud Su Hong Liang barulah dia tenang kembali dan
berkata, "Su kongcu, memang aku mempunyai hubungan
dengan Bu Te sin-kun. Walaupun tidak dalam ikatan
sebagai guru dan murid tetapi sesungguhnya dia telah
memberi pelajaran ilmu kepandaian kepadaku."
"Bagus, secara resmi engkau bukan muridnya! tetapi
sesungguhnya engkau menjadi muridnya, bukan?"
"Memang perangai paman Bu Te itu aneh sekali.
Mengapa dia berkeras hendak memberi pelajaran silat
kepadaku, aku juga tak tahu. Bahkan ketika aku menolak
karena aku sudah mempunyai ilmusilat dari warisan
keluarga, dia tetap memaksa dan mengatakan bahwa aku
tak terikat sebagal guru dan murid dengan dia."
"Ya," kata Su Hong Liang, "'memang dalam dunia
persilatan tak sedikit jumlah tokoh2 yang berwatak aneh.
Misalnya seperti si pendekar Huru Hara dan kakek pendek
tadi, tampakya mereka juga tokoh berkepandaian tinggi
yang berwatak aneh."
"Ya," Yap Hou mengiakan, "kakek pendek itu memiliki
ilmu gin-kang yang luar biasa. Juga tempo hari aku pernah
bertanding dengan pendekar Huru Hara. Dia dapat
mencomot kancing bajuku tanpa kuketahui sama sekali."
"Hm," desuh Su Hong Liang, "soal mereka sih mudah
saja. Manusia mempunyai akal. Kalau tidak dapat
mengalahkan dengan okol atau tenaga kepandaian, kita
harus menggunakan akal. Berbicara mengenai Bu Te sinkun
lagi, apakah engkau dapat mempertemukan aku dengan
dia?" "Dapat," kata Yap Hou, "tetapi paman Bu Te itu sukar
diduga tempatnya. Dia tak mempunyai tempat tinggal
tertentu. Datang dan perginya juga tak dapat diduga-duga."
"Baik," kata Su Hong Liang, "kalau begitu, apakah
engkau sanggup apabila bertemu dengan Bu Te sin-kun,
untuk menyampaikan keinginanku kepadanya. Katakan
kepadanya, bahwa aku mempunyai urusan penting sekali
yang perlu kurundingkan dengan dia."
"Baik, kongcu."
"Bagaimana kalau kita menemui Li Thian Ong?" tiba2
Su Hong Liang bertanya. "Bukankah mereka sudah mengatakan bahwa benda
berharga itu berada di tangan paman Bu Te?"
"Tetapi kita belum tahu jelas apa sesungguhnya benda
itu. Apabila sudah tahu dari keterangan Li Thian Ong
barulah kita pikirkan langkah selanjutnya. Apakah kita
perlu mencari pamanmu Bu Te sin-kun untuk meminta
benda itu ataukah cukup kita biarkan saja."
Yap Hou menyetujui, "Benar, kongcu. Marilah kita
segera ke sana agar tidak didahului oleh iombongan orang2
gila tadi." Keduanya segera melanjutkan langkah menuju ke Khayhong.
Sementara rombongan pendekar Huru Hara sebelum
mencapai Khay-hong, harus mengalami suatu peristiwa
lagi. Saat itu mereka terkejut ketika tiba diluar kota Samkwan,
rakyat berbondong-bondong mengungsi keluar kota.
"Hai, berhenti paman sekalian," pendekar Huru Hara
menghadang di tengah jaian, "mau kemana saja paman
sekalian ini . "Ah, hohan, ampunilah kami. "'rakyat yang mengungsi
itu serentak berlutut minta ampun, "kami hanya membawa
bekal pakaian dan sedikit uang untuk hidup. Harap jangan
membunuh kami." "Tidak, parnan sekalian," seru pendekar Huru Hara,
"aku bukan perampok. Aku mau bertanya mengapa paman
sekalian berbondong-bondong keluar kota ini ?"
"Ah, kota telah dibakar prijurit Ceng, mereka merampok
harta benda rakyat dan mengganggu wanita2. Terpaksa
kami lari mengungsi ke lain tempat."
"Bagaimana dengan pembesar di kota itu " Apakah
mereka tidak memberi perlawanan kepada pasukan Ceng ?"
tanya Huru Hara. "Ah, hohan," kata salah seorang lalaki tua yang rupanya
menjadi jurubicara mereka, "mereka bukan melawan tetapi
malah menyambut kedatangan tentara Ceng itu dengan
gembira." "Hai !" teriak Huru Hara, "mereka malah menyambut
musuh ?" "Ya." "Siapakah nama pembesar itu ?"
"Kho ti-hu (residen Kho)."
"Apakah dia masih tinggal dalam kota ?"
"Ya. Gedung ti-hu diberikan sebagai tempat markas
tentara Ceng. Lho ti-hu juga tinggal di-situ.".
"Baik, paman sekalian, akan kami antar paman ke
gunung yang aman dari gangguan perampok-perampok
itu," kata Huru Hara. Dia segera mengajak rombongan
rakyat itu menuju ke sebuah gunung.
"Celaka !" tiba2 Cian-li-ji berseru.
"Kenapa ?" tanya Huru Hara.
"Ada rombongan pasukan berkuda yang menuju kemari,
jangan2 mereka pasukan musuh yang hendak mengejar
rombongan penduduk ini."
"Bagus!" teriak Huru Hara dengan bergelora, "kita
memang hendak mencari mereka. Kalau mereka sudah
datang sendiri, itu kan lebih baik bagi kita!"
"Wi cianpwe," kata Huru Hara kepada pengemis Wi sinkay,
"tolong cianpwe membawa rombongan penduduk ini
ke gunung disebelah depan itu. Biarlah aku dan paman
Cian-li-ji yang menghadapi musuh."
Entah bagaimana terhadap Huru Hara, sin-kay merasa
suka dan menurut saja apa yang dikatakan. Dia segera
membawa rombongan penduduk itu menuju ke gunung.
Tak berapa lama memang benar muncul rombongan
pasukan berkuda. Tak kurang dari limapuluh prajurit
berkuda sedang mencongklangkan kudanya menuju ke
tempat Huru Hara. "Ah, prajurit2 Ceng," kata Huru Hara ketika pasukan
berkuda itu makin dekat. "Biar saja, kita sikat mereka semua," seru Cian-li-ji
sambil menggosok-gosok tinjunya.
"Paman Cian," kata Huru Hara, "kita hanya berdua dan
mereka berjumlah puluhan orang. Mereka naik kuda dan
bersenjata lengkap. Kita harus hati2', paman."
"Jangan kuatir, hiantit. Pamanmu tentu takkan
mengecewakan harapanmu," kata Cian-Ii-ji dengan
busungkan dadanya yang penuh bulu.
Pasukan berkuda itu cepat tiba dan terus berputar
memencar diri membentuk sebuah lingkaran untuk
mengepung Huru Hara dan Ci?n-li ji. Kemudian salah
seorang perwira yang rupanya menjadi pimpinan pasukan,
melantang, "Hai, siapa kalian berdua ini!"
"Aku manusia seperti engkau!" seru Cian-li-ji.
Melihat perwujudan kedua orang itu, seorang kakek
pendek yang rambutnya masih hitam dan seorang pemuda
yang dandanannya seperti seorang pendekar nyentrik
karena kepalanya tumbuh dua kuncir, perwira itu geli. Dia
tertawa gelak2 ketika mendengar jawaban yang lucu dari
kakek pendek itu. "Ya, benar, engkau memang manusia. Tetapi mengapa
manusia kok seperti kura2?" tanya si per wira pula.
Rupanya perwira itu juga suka humor.
"Memang kemungkinan aku dulu keturunan kura2,"
sahut kakek Cian-li-ji, "tetapi kalau engkau dulu
kemungkinan berasal dari kera."
Kini anak pasukan yang tertawa sedang perwira itu
merah padam mukanya karena dikatakan dari keturunan
kera. "Kakek kate, jangan kurang ajar!" bentaknya dengan
mata melotot. "Eh, marah," gumam Cian-Ji-ji, "enak saja kalau
ngomong. Manusia masakan dikata berasal dari kura2,
sekarang kalau orang mengatakan engkau sebagai
keturunan kera, engkau marah. Huhl mau cari menang
sendiri, ya ?" Perwira pasukan Ceng itu terbeliak. Biasanya orang
kalau dikerumuni prajurit apalagi prajurit berkuda, tentu
sudah gemetar tak dapat bicara. Tetapi mengapa kakek
pendek ini malah berani menyemprot pimpinan pasukan
yang mengepung nya?"
"Kakek edan barangkali orang ini" pikir perwira,
"Siapa namamu !" bentak perwira itu.
"Untuk apa engkau tanya namaku itu ?"
Perwira itu tertegun. Anakbuahnya tertawa sehingga dia
malu, "Kakek, aku adalah seorang perwira pimpinan
pasukan berkuda ini . . ."
"Terserah saja !" tukas Cian-li-ji.
"Engkau jawab pertanyaanku yang jujur seru perwira itu
pula, "kemanakah larinya rombongan penduduk yang
mengungsi dari kota San kwan tadi ?"
Tiba2 kakek Cian-li-ji tertawa keras. Tertawanya bukan
seperti tawa orang tetapi menyerupai kuda meringkik.
"Engkau pimpinan pasukan berkuda dan aku hanya
rakyat kecil. Kalau engkau tak tahu mengapa
mengharuskan aku tahu " Silakan cari sendiri. Bukankah
engkau mendapat gajih dari kerajaan Ceng " Masakan
hanya mau terima gajihnya tak mau bakerja . ., ."
"Kakek edan, tutup mulutmu !" bentak perwira itu
dengan murka," jika engkau berani menghina aku, perwira
kerajaan Ceng, tentu akan kutangkap!" 'kemudian cepat
perwira itu beralih kepada pendekar Huru Hara,"' Hai,
bung, apa engkau tahu rombongan rakyat yang mengungsi
keluar dari kota tadi ?"
"Pendekar kesiangan !"
"Bukan, pendekar nyentrik !"
"Ha, ha, ha, ha......."
Terdengar ejek dan tawa dari pasukan berkuda yang
mengepung Huru Hara serta Cian-li-ji.
"Perwira, engkau tahu aturan atau tidak ?" bentak Huru
Hara. "Apa maksudmu ?" perwira Ceng terkesiap.
"Kalau engkau mau bertanya, bukan begitu caranya.
Masakan engkau biarkan saja anakbuahmu mengejek dan
menertawakan aku. Apa engkau seorang perwira yang tak
becus mengurus anakbuah ?"
Perwira itu mengacungkan tangan memberi isyarat
supaya anakbuahnya diam. "Hayo, lekas jawab, kemana rombongan rakyait itu?"
Pendekar Jembel 4 Perjodohan Busur Kumala Karya Liang Ie Shen Golok Kumala Hijau 2
^