Pencarian

Makam Bunga Mawar 22

Makam Bunga Mawar Karya Opa Bagian 22


Pek-kut Thian-kun menjadi merah seperti kepiting direbus,
tetapi ia tetap bungkam tidak berani menjawab.
Sementara itu It-pun Sinceng lantas berkata sambil
tersenyum: "Pot batu kumala pinceng ini, selamanya belum pernah
berpisah dari tangan pinceng, serangan sicu yang berjumlah
tiga jurus itu belum tentu dapat memaksa pinceng
melemparkan benda ini!"
Pek-kut Thian kun tertawa besar mendengar perkataan itu,
sambil menatap Hee Thian Siang ia membentak dengan suara
keras: "Kalian berdua semuanya boleh beranggapan demikian.
Hayo, lekas turun tangan!"
"Aku yang bertindak sebagai tukang pukul masih belum
begitu tergesa-gesa, mengapa orang yang akan digebuk
sebaliknya malah demikian terburu nafsu?" berkata Hee Thian
Siang sambil tertawa. Setelah berkata demikian ia berdiam sejenak kemudian
berkata pula sambil tersenyum.
"Sekarang aku hendak mulai menyerang, kau harus siap
sedia baik-baik, sedikitpun tidak boleh gegabah! Sebab, kalau
aku tak dapat memukul kau, itu memang sudah semestinya,
tetapi apabila sampai kesalah tangan, maka kedudukanmu
sebagai ketua pelindung hukum partai Ceng-thian-pay
sebaliknya akan menjadi goyah, dan mungkin karena kau
takut kehilangan muka, hingga akan bunuh diri sendiri dan
oleh karenanya pula, nanti It-pun Sinceng terpaksa akan
membacakan doa untukmu!"
Pek-kut Thian kun sangat marah diejek demikian, tetapi
selagi akan balas memaki, kemudian ia berpikir lagi, ia anggap
bahwa apa yang diucapkan oleh Hee Thian Siang itu,
memang benar adanya, maka akhirnya ia berlaku sabar dan
dengan tenang menunggu serangan Hee Thian Siang.
Hee Thian Siang mengangguk-anggukkan kepala dan
berkata: "Sikapmu seperti sekarang ini, barulah menurut sikap dari
seorang pemimpin dari Pek-kut Sam-mo. . . ."
Baru saja menutup mulut, serangannya sudah dilancarkan,
diam-diam ia mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya dan
serangan itu digerakkan lambat-lambat kearah dada Pek-kut
Thian-kun. Dari apa yang telah dipertunjukkan oleh Pek-kut Siancu
dan Pek-kut Ie-su, ia dapat mengukur sampai dimana
kekuatan tenaga orang, maka kekuatan tenaga yang
dikeluarkan untuk menyerang Pek-kut Thian kun sudah
merupakan kekuatan yang sangat hebat, malah pada gerakan
pertama itu ia lantas mengeluarkan gerak tipu dari ilmu yang
diwariskan oleh Thian Ie taysu.
Pek-kut Thian kun sebagai seorang yang berpengetahuan
luas sudah tentu segera dapat mengenali ilmu yang bagus.
Begitu melihat, ia sudah tahu didalam gerakan serangan Hee
Thian Siang yang sangat lambat itu ada mengandung banyak
perubahan yang indah dan susah diduga.
Dengan mengandalkan pengalaman serta pengetahuannya
dan toh ia masih belum dapat menganalisa sampai dimana
hebatnya kekuatan tenaga itu, ini juga merupakan suatu bukti
betapa hebat ilmu warisan Thian Ie Siangjin itu.
Oleh karenanya, maka ia tidak mau menempuh bahaya
dengan menggunakan dirinya sebagai bahan percobaan.
Selagi Hee Thian Siang belum melakukan perobahan dalam
gerakannya itu, ia menggunakan ilmunya Thian-mo-pu-in,
kedua bahunya tampak bergerak sedikit, sudah lompat
menyingkir sejauh setombak lebih.
Sambil lompat menyingkir demikian, Pek-kut Thian kun
masih bisa menggerakkan lengan jubahnya untuk menyerang
It-pun Sinceng. Hee Thian Siang sungguh tidak menduga Pek-kut Thian
kun tiba-tiba bisa bersikap demikian hati-hati terhadap
serangannya, hingga ia bisa menyingkir demikian cepat,
sudah tentu ia tidak keburu melanjutkan serangannya, dan
terpaksa menarik kembali seraya berkata:
"Taysu, hati-hati kekuatan dan kepandaian ketua pelindung
hukum partai Ceng-thian-pay ini sesungguhnya tidak boleh
dipandang ringan!" It-pun Sinceng masih tetap dengan satu tangan memegang
pot batu kumala, bibirnya menunjukkan senyum riang, seolah-
olah tidak mendengar sama sekali peringatan Hee Thian
Siang tadi dan terhadap serangan Pek-kut Thian kun yang
sedemikian hebat, juga seolah-olah tidak dirasakan.
Kekuatan tenaga Pek-kut Thian kun, benar-benar luar
biasa, sambaran angin yang dikirannya tidak berarti itu semula
hampir tidak ada suaranya tetapi setelah terpisah dengan
tubuh It-pun Sinceng kira-kira empat lima kaki, dengan tiba-
tiba mengeluarkan suara menderu dan hembusan angin itu
dari lambat berubah menjadi cepat, dengan kekuatannya yang
luar biasa besar dan hebatnya menggulung dada It-pun
Sinceng! It-pun Sinceng yang satu tangannya diletakkan didepan
dada, sedang mulutnya mengeluarkan pujian nama Buddha,
badannya bergerak dan melesat tinggi ketengah udara,
seolah-olah terangkat oleh gulungan angin tadi dan jatuh
ditempat sejauh empat lima tombak.
Tetapi ketika ia melayang turun dan kakinya menginjak
tanah, bukan saja masih tetap dengan posisinya yang semula,
sedangkan jubahnya juga tidak tampak ada perobahan seperti
kena digulung angin, sikapnya masih tetap tenang-tenang
saja, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa atas dirinya.
Hee Thian Siang setelah menyaksikan gerak tipu yang
digunakan oleh It-pun Sinceng ini, justru gerak tipu yang
dinamakan Bunga Mawar Beterbangan dari ilmu silat Bunga
Mawar, tetapi ia masih jauh lebih mahir dari apa yang ia
mainkan sendiri. Disamping kagum, juga semakin berkobar semangatnya
untuk memenangkan pertandingan itu, segera kekuatan
tenaga dalamnya dikerahkan selanjutnya dengan satu
gerakan dari ilmu silat Bunga Mawar kembali menyerang Pek-
kut Thian kun. Selagi Pek-kut Thian kun terhadap serangan dan gerak tipu
itu dari Hee Thian Siang, ia sudah menyaksikan beberapa kali,
tahu benar bahwa serangan itu tidak mudah dielakkan. Ia
kemudian mengandalkan ilmunya tenaga balik yang ia miliki
sengaja menyambut serangan hebat itu sambil tersenyum.
Serangan Hee Thian Siang mengenakan dada Pek-kut
Thian kun dengan telak, tetapi ia sendiri dengan tiba-tiba
merasakan seperti terdorong oleh kekuatan tenaga membalik,
isi perutnya dirasakan bergolak, satu tangan kanannya juga
serasa sakit seperti mau patah.
Keadaan seperti itu, sudah tentu mengejutkan padanya,
hingg ia lantas mundur tiga langkah buru-buru berdiri tenang
untuk memulihkan keadaannya.
Tapi Pek-kut Thian kun sendiri juga tidak menduga Hee
Thian Siang memiliki kekuatan tenaga dalam demikian hebat.
Serangan yang dilakukan kedepan dadanya tadi ternyata telah
memaksa ia mundur setengah langkah.
Mundur setengah langkah, sebetulnya tidak berarti apa-
apa, tetapi bagi seorang tokoh kenamaan seperti Pek-kut
Thian kun, mundur setengah langkah itu sudah berarti
kekalahan besar, hingga saat itu wajahnya menjadi merah,
dalam keadaan malu dan marah ia hendak membalas sakit
hati itu kepada It-pun Sinceng, maka sambil tertawa dingin
kembali melancarkan serangan dengan kebutan lengan
jubahnya. Tetapi serangan Pek-kut Thian kun kali ini, berbeda dengan
yang pertama. Ia tidak berlaku seperti main-main. Begitu turun
tangan, sudah dibarengi dengan hembusan angin yang
menggulung-gulung ditengah udara.
Serangan dengan lengan jubah Pek-kut Thian kun itu
cukup kuat dan hebat. Apa mau dikata, It-pun Sinceng lebih
lincah dari padanya, juga lincah sekali. Untuk kedua kalinya
kembali padri muda tersebut menggunakan ilmu Bunga Mawar
Beterbangan, dengan gerak sangat indah terbang melayang-
layang setinggi dua tombak.
Hee Thian Siang yang sementara itu sudah pulih kembali
kekuatan tenaganya, lalu lompat menyerbu Pek-kut Thian kun
dengan menggunakan serangan Tiga jurus Menyelamatkan
diri babak terakhir. Serangan yang sangat ampuh itu, mengandung kekuatan
tenaga terlalu kuat. Pek-kut Thian kun yang menyaksikan itu,
diam-diam juga terkejut, tidak berani menyambut dengan
kekerasan, terpaksa menggunakan pula ilmunya Thian-mo-pu-
in, untuk mengelakkan serangan hebat itu.
Ketika serangan yang kedua kali terhadap It-pun Sinceng
tidak berhasil, juga ia baru tahu bahwa buat siasat membela
diri, padri muda itu benar-benar mempunyai kepandaian
khusus, maka ia lalu memikirkan cara lain untuk memperbaik
kedudukannya sendiri. Setelah mengambil keputusan tetap, ia lalu melancarkan
serangan lagi. Diluarnya ia kelihatan seperti mengebut dengan
lengan jubahnya disertai kekuatan tenaga yang lebih hebat
daripada yang terdahulu. Tetapi disamping itu, kedua tangan
yang berada dilengan baju telah menyentil dengan tenaga
Ceng-khi, mengarah pada pot batu kumala yang berada
ditangan It-pun Sinceng. It-pun Sinceng yang sama sekali tidak menduga perbuatan
licik lawannya itu, karena mengira Pek-kut Thian kun hanya
melancarkan serangan untuk ketiga kalinya, maka juga
hendak menggunakan sekali lagi ilmunya Bunga Mawar
Beterbangan untuk mengelak lagi. Ia sudah siap menunggu,
sedikitpun tidak pernah menduga kalau lawannya sedang
mengincar pot batu giok melalui ilmu tak berwujud dari
tangannya. Serangan dari jari tangan itu sampai lebih dulu, tatkala It-
pun Sinceng menyadari keadaan itu, sudah tidak keburu
mengelak. Ia hanya merasakan tangan yang memegang pot
itu tergetar, kemudian disusul oleh suara menggeretak, pada
batu kumala ditangannya lalu tampak beberapa bekas retakan
yang panjang. Sepasang alis It-pun Sinceng mendadak berdiri, baru saja
ia hendak menegur, serangan jubah tangan sudah
mengancamnya. Terpaksa ia mengelit dulu dengan
mengerahkan ilmu Bunga Mawar Beterbangan pula, terbang
tinggi! Hee Thian Siang dapat melihat sikap aneh diwajah It-pun
Sinceng, ia mengira paderi muda tersebut terluka dalam,
maka buru-buru lompat kesampingnya dan bertanya
kepadanya sambil mengerutkan alisnya:
"Taysu kanapa?"
It-pun Sinceng mengawasi pot batu kumala yang retak
ditangannya, sepasang alisnya berdiri, baru berkata sambil
tersenyum: "Hee laote, tolong kau jaga dari samping, aku hendak minta
sedikit keterangan dari Pek-kut Thian kun!"
Sehabis berkata demikian, satu tangan yang diletakkan
didepan dada, setelah memuji nama Buddha, matanya lalu
menatap Pek-kut Thian kun dan bertanya dengan nada suara
dingin: "Hee Thian Siang laote telah menyerang sicu tiga kali,
mengapa sicu membalas serangan terhadap pinceng
ditambah dengan bunganya" Kecuali tiga kebutan lengan
jubah, sicu menambah lagi satu serangan jari tangan. Itu apa
maksudnya?" Pek-kut Thian kun tahu bahwa perhitungannya sendiri tadi
ternyata membawa kesalahan besar, dan sekarang setelah
ditegur oleh lawannya menurut aturan dalam dunia kang-ouw,
apalagi dihadapan orang banyak seperti itu, bagaimana dapat
membantah" It-pun Sinceng yang melihat selembar muka Pek-kut Thian
kun merah seperti kepiting direbus dan tidak bisa menjawab
pertanyaannya, maka berkata lagi sambil menunjuk pot batu
kumalanya: "Pinceng mengandalkan pot batu kumala ini mendapat
nama sedikit didalam dunia Kang-ouw. Kini benda ini, sicu
rusakkan. Terpaksa pinceng akan melepas kebiasaan yang
tidak bertempur dengan orang, hendak menuntut balas
dendam bagi potku ini. Pinceng akan mencoba mengadu
kekuatan tenaga dalam dengan sicu sampai tiga kali sembilan,
jadi dua puluh tujuh kali!"
Pek-kut Thian kun yang waktu itu sedang berada dalam
kesulitan, tidak bisa memberi jawaban, mendengar ucapan
tersebut diam-diam merasa girang, setelah tertawa terbahak-
bahak ia lalu berkata: "Jikalau kau sanggup menerima pukulanku duapuluh tujuh
kali, aku akan mengganti kau punya pot batu kumala itu!"
"Pot batu kumala ini, seluruhnya terbuat dari batu kumala
yang terbaik, didalam dunia jarang terdapat pot semacam ini.
Dengan cara bagaimana kau hendak mengganti?" Bertanya It-
pun Sinceng. "Batok kepalaku, atau nama Pek-kut Thian kun boleh
dipakai untuk mengganti pot itu, barangkali sudah cukup
berharga!" Berkata Pek-kut Thian kun dengan sombongnya.
Tapi It-pun Sinceng menggeleng-gelengkan
kepala kemudia berkata: "Sebagai seorang yang menyucikan diri, selalu
menggunakan welas asih sebagai pegangan hidup. Aku tidak
mau batok kepalamu, tetapi hanya minta sedikit penjelasan
mengenai ucapanmu tadi, yang mengatakan hendak
menggunakan nama Pek-kut Thian kun untuk mengganti!"
"Maksudnya ialah, apabila kau benar-benar sanggup
menyambut duapuluh tujuh kali seranganku, untuk selanjutnya
aku seorang tua ini akan mengasingkan diri. untuk selama-
lamanya tidak keluar lagi didunia kang-ouw! Tetapi kau juga
harus ingat ucapan menyambut dengan kekerasan, tidak
boleh lagi menggunakan cara mengelak terus seperti tadi!"
It-pun Sinceng menganggukkan kepala dan berkata sambil
tertawa: "Baiklah, kita boleh bertanding dengan cara demikian!
Didepan mata banyak tokoh rimba persilatan ini, kita mengadu
kekuatan tenaga!"

Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu merasa
sangat kuatir, ia menarik It-pun Sinceng kesamping, dengan
penuh perhatian berkata kepadanya dengan suara perlahan:
"Taysu, kekuatan tenaga dalam iblis ini sesungguhnya
jarang ada, aku merasa. . . ."
"Hee laote tidak perlu kuatir, dari tiga kali serangannya iblis tua itu tadi,
aku sudah tahu sendiri kalau aku masih sanggup
menyambut tiga kali serangannya dengan kekerasan!" berkata
It-pun Sinceng sambil tersenyum.
"Eee, Taysu, kau ini seperti sudah linglung! Perjanjianmu
dengan Pek-kut Thian kun tadi bukan hanya menyambut tiga
kali serangannya, melainkan 3 X 9, jadi 27!
"Laote, kau adalah seorang yang sangat pintar.
Seharusnya kau bisa tahu, asal aku bisa menyambut tiga kali
serangan Pek-kut Thian kun saja, tentunya boleh ditambah
sembilan kali, jadi juga berarti sanggup menerima pukulannya
sampai dua puluh tujuh kali!"
"Aku hendak menggunakan kesempatan ini supaya iblis tua
itu kembali mendapat malu dihadapan orang banyak. Ia tentu
tidak akan memungkiri ucapannya sendiri dan untuk
selanjutnya akan mengasingkan diri dari tempat umum. Ini
bukankah berarti, menghilangkan satu bencana bagi rimba
persilatan" Juga tentunya merupakan suatu pahala besar!"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu menjadi
bingung sendiri. Ia pikir, menurut ucapan It-pun Sinceng, asal
dapat menyambut tiga kali serangan Pek-kut Thian kun, juga
sanggup ditambah lagi dengan sembilan kali, jadi berturut juga
sanggup menyambut pukulannya sampai dua puluh tujuh kali.
Apakah artinya itu" Selagi ia masih memikirkan persoalan rumit itu, It-pun
Sinceng sudah berjalan maju lambat-lambat, hendak mengadu
kekuatan dengan Pek-kut Thian kun yang tentunya sangat
hebat sekali. Hee Thian Siang rupanya sudah tidak bisa mencegah,
terpaksa berkata kepadanya dengan nyaring:
"Jikalau Taysu memang sudah bertekad hendak mengadu
kekerasan dengan Pek-kut Thian kun biarlah pot batu kumala
itu Taysu berikan kepadaku supaya bisa dilindungi!"
It-pun Sinceng berpaling dan memandang Hee Thian Siang
sejenak, dengan sinar matanya yang mengandung banyak
misteri, sambil tersenyum menjawab kepadanya:
"Tidak perlu Hee laote membawa pot ini, dengan satu
tangan saja aku bisa minta pelajaran pada Pek-kut Thian kun.
Hee Thian Siang adalah seorang anak muda yang sangat
cerdas. Ketika dipandang oleh It-pun Sinceng dengan sinar
matanya yang penuh misteri itu, tergeraklah hatinya. Ia pikir,
It-pun Sinceng kalau sudah tahu sendiri bahwa paling banyak
dapat menyambut serangan Pek-kut Thian kun tiga kali, tetapi
mengapa ia mau mengadakan perjanjian, hendak mengadu
kekuatan sampai dua puluh tujuh kali" Dalam hal ini sudah
pasti ada mengandung rahasia.
Kalau ditilik dari jumlah yang digunakan sebagai batasan
dalam perjanjian itu. It-pun Sinceng mengajukan jumlah tiga
kali sembilan, bukankah rahasia dalam jumlah ini pasti terletak
pada angka sembilan. Ketika Hee Thian Siang teringat kepada angka sembilan,
matanya secara tiba-tiba tertumpuk kepada pot batu kumala
ditangan It-pun Sinceng. Begitu melihat, terbukalah pikirannya.
Ia lantas teringat kepada pohon Lengci yang ditanam oleh It-
pun Sinceng, seluruhnya ada sembilan daun. Jikalau ia
hendak dengan satu tangan membawa pot, satu tangan
mengadu kekuatan dengan Pek-kut Thian kun, apakah ia ingin
mendapat bantuan dari daun pohon Lengci ini "
Baru saja Hee Thian Siang menyadari perhitungan It-pun
Sinceng yang mengandung rahasia itu, Pek-kut Thian kun
telah mengerahkan ilmu Hian-kangnya, sehingga kulit sekujur
badannya hampir berubah putih bagaikan salju.
Meskipun It-pun Sinceng sudah mempunyai rencana
matang, tetapi oleh karena ia tahu benar bahwa ilmu Pek-kut
Cui Sim-ciang-lek dari Pek-kut Thian kun lihai sekali, maka ia
juga mengerahkan ilmunya dari golongan Buddha Kiu-yat Kim-
kong-chiu, yang belum pernah ia gunakan dan kerahkan untuk
menghadapi lawannya yang tangguh itu.
Pek-kut Thian kun memperdengarkan suara tertawa dingin,
Ketika lengan jubahnya dikebutkan, sekalian melakukan
gerakan mendorong kepada It-pun Sinceng, gerakan itu
menimbulkan hembusan angin dingin luar biasa yang
meluncur menyerbu It-pun Sinceng!
It-pun Sinceng melihat serangan lawannya hebat sekali,
maka juga menggunakan tangannya untuk menangkis,
kemudian menggunakan ilmunya Kiu-yat Kim-kong-chiu untuk
menyambut serangan itu. Ilmu Kiu-yat Kim-kong-chiu
meskipun merupakan ilmu tertinggi dari golongan buddha,
tetapi karena kekuatan tenaga Pek-kut Thian kun sudah
mencapai ketaraf yang tertingi maka begitu kedua kekuatan
tenaga itu saling beradu, Pek-kut Thian kun masih berdiri
tanpa goyah, sedangkan It-pun Sinceng tidak berhasil
mempertahankan kuda-kudanya, terpaksa mundur setengah
langkah. Pek-kut Thian kun tertawa besar, kemudian berkata:
"Tak kusangka kau ternyata benar-benar dapat menyambut
seranganku yang hebat ini. Akan tetapi, serangan ini baru
merupakan taraf permulaan, dari jumlah dua puluh tujuh
serangan yang kita tetapkan masih jauh sekali!"
Baru saja menutup mulut, serangan kedua sudah
dilancarkan, dari hembusan angin yang menyambar, dapat
diketahui bahwa serangan itu ternyata lebih hebat daripada
yang pertama. It-pun Sinceng karena terikat oleh janjinya
sendiri tadi, tidak boleh menggunakan ilmunya
mempertahankan diri untuk mengelakkan serangan itu,
terpaksa ia menyambut lagi dengan kekerasan, juga dengan
ilmu Kiu-yat Kim-kong-chiu, menyambut serangan hebat itu.
Kali ini kekuatan tenaga kedua pihak kembali saling
beradu, disekitar tempat dimana mereka berdiri, pasir dan abu
pada beterbangan, jenggot yang panjang dan jubah Pek-kut
Thian kun tampak bergoyang-goyang, sedang It-pun Sinceng
terdorong mundur tiga langkah.
Sepasang alis Pek-kut Thian kun berdiri, tanpa memberi
kesempatan kepada lawannya beristirahat, serangan yang
ketiga sudah dilancarkan lagi.
Tetapi It-pun Sinceng dapat menggunakan kesempatan
yang sangat singkat itu, dari dalam potnya memetik selembar
daun Lengci, dimasukkan kedalam mulutnya sendiri, untuk
dikunyah juga untuk ketiga kalinya ia menyambut serangan
Pek-kut Thian kun. Serangan ketiga ini lebih hebat lagi, Pek-kut Thian kun
sedikitpun tidak bergoyang, sedangkan It-pun Sinceng telah
terpental terbang sejauh tujuh delapan kaki.
Pek-kut Thian kun mendongakkan kepala dan tertawa
terbahak-bahak, kemudian berkata:
"Perlu apa harus menunggu sampai duapuluh tujuh kali
serangan" Dalam tiga kali serangan saja aku sudah bisa
menyelesaikan pertandingan ini dan mengirim kau kealam
baka!" Baru saja ia menutup mulut, kembali terasa hembusan
angin, hingga menarik perhatian semua orang yang berada
dipihak tetamu. Diantarannya ialah Hwa Ji Swat yang merupakan kekasih
It-pun Sinceng dan ketua golongan Lo-hu-pay, Peng-sim Sin-
nie yang juga merupakan sahabat karib padri muda itu,
tampak kekuatiran dihati mereka.
Tapi selembar daun pohon Lengci yang berumur ribuan
tahun, yang sudah dikunyah dimulut It-pun Sinceng tadi, kini
ternyata sudah menunjukkan khasiatnya yang luar biasa,
kekuatan tenaganya dengan cepat sudah pulih kembali, malah
sambil tersenyum, ia mengerahkan lagi ilmu Kiu-yat-Kim-kong-
chiu, hendak melayani Pek-kut-cui-sim-ciang-lek dari Pek-kut
Thian kun. Pada pertandingan pukulan yang keempat itu, dengan
serangan pertama, It-pun Sinceng kalah setengah langkah
saja. Keadaan demikian itu tentu mengejutkan Pek-kut Thian
kun, sepasang matanya memandang dengan terheran-heran,
kemudian dengan beruntun melancarkan serangan yang
kelima dan keenam! Dengan sikap tenang sekali It-pun Sinceng menyambut
serangan yang dilancarkan dengan kuat itu, tetapi setelah
menyambuti serangan keenam, kembali ia harus memetik
selembar daun Lengcinya untuk dikunyah lagi.
Selanjutnya dengan cara demikian It-pun Sinceng melawan
dan menyambut serangan Pek-kut Thian kun yang hebat
sekali, namun selama itu ia tetap melawan dengan baik.
Penonton dari kedua pihak termasuk Pek-kut Ie su, Pek-kut
Siancu dan lain-lain tiada satupun yang tidak pasang mata
dengan penuh perhatian. Sementara itu Pek-kut Thian kun sudah melancarkan
serangan yang kedua puluh satu, sedangkan daun pohon
Lengci di pot It-pun Sinceng tinggal dua tangkai lagi.
Akan tetapi, sejak serangannya yang kelima belas,
serangan Pek-kut Thian kun sudah tidak sehebat seperti
semula, saat itu sudah menunjukkan keletihannya.
It-pun Sinceng setelah menyambut serangan yang
keduapuluh satu, dengan tiba-tiba ia meletakkan tangannya
didepan dada dan menganggukkan kepala memberi hormat
dalam-dalam kepada Pek-kut Thian kun seraya katanya:
"Sicu, meskipun sicu memiliki kekuatan tenaga yang sudah
mencapai ketaraf yang tertinggi, tetapi kalau digunakan terus-
menerus seperti tadi tanpa berhenti, baru dengan beruntun
melancarkan serangan duapuluh satu kali, tenaga maupun
semangat sicu pasti sudah terganggu!"
Pek-kut Thian kun mendelikkan sepasang matanya, masih
tetap dengan sikap yang sombong ia berkata:
"Meskipun tenagaku terhambur banyak, tetapi aku yakin
masih cukup kuat untuk melanjutkan lima kali serangan lagi."
It-pun Sinceng menganggukkan kepala dan berkata sambil
tersenyum: "Memang benar sicu masih sanggup melancarkan
serangan enam kali lagi, tetapi daun pohon Lengci didalam pot
pinceng ini, masih ada dua tangkai, sebelum mengadakan
pertandingan ini pinceng sudah mengadakan perhitungan
dengan hitungan yang cermat, setiap helai daun pohon Lengci
hasil dan khasiatnya dapat menahan tiga kali serangan sicu
yang bagaimanapun hebatnya."
Pek-kut Thian kun sudah mengalami pengalaman pahit,
selama melancarkan dua puluh satu kali senagan tak pernah
berhasil, dengan sendirinya sudah tahu bahwa apa yang
diucapkan It-pun Sinceng adalah memang hal yang sebenar-
benarnya, maka ia lalu diam saja tanpa dapat menjawab.
It-pun Sinceng kembali memberi hormat dan berkata sambil
tertawa: "Kalau masih bisa disudahi, sudahi sajalah, jikalau perlu
harus mengundurkan diri, perbuatlah demikian. Karena
dengan kekuatan tenaga latihan yang sicu miliki sekarang ini,
bila saja sicu tidak mencampuri semua urusan dunia yang
banyak bahaya, apalagi bila sicu bisa keluar dari pertarungan
untuk berebut nama dan kedudukan ini, alangkah baiknya bagi
ketenraman hidup sicu sendiri. . . ."
Pek-kut Thian kun termasuk golongan iblis kenamaan.
Tetapi ia sudah mempunyai pengalaman hidup, orangnya juga
sangat cerdas. Sebelumnya ucapan It-pun Sinceng, seolah-
olah terasa seperti air dingin, keganasan yang tadi nampak
diwajahnya, telah lenyap semua, berganti dengan wajah yang
berseri-seri. Ia kemudian berpaling kepada empat orang
pengusung tandunya dan memerintahkan mereka membawa
tandunya ketengah lapangan.
Empat pengusung tandu tadi dengan cepat sudah
membawa sebuah tandu besar kelapangan.
Pek-kut Thian kun menurunkan papan nama yang
terpancang didepan tandu yang bertuliskan: "Thian-gwa Ceng-
mo binasa dalam tiga jurus, Hong-tim Ong-khek terbang
semangatnya dalam satu pukulan," kemudian dibalik dan
diganti dengan tulisan yang berbunyi: "Kepergianku ini akan
menjadi tamu yang asing bagi dunia Kang-ouw untuk selama-
lamanya, tidak akan berebut nama dan kedudukan sebagai
orang kang-ouw lagi."
Dan tulisan yang berbunyi, "Pak-bin Sin-po hancur lebur
tubuhnya" juga dirubah menjadi "urusan dunia bagaikan main catur," kemudian ia
melompat masuk kedalam tandunya, lalu
memberi hormat kepada It-pun sinceng dan semua orang
kedua pihak, setelah mana tandu tersebut digotong oleh
empat pengusungnya dan berjalan keluar dari kalangan untuk
tidak kembali lagi! Orang dari rombongan tamu yang menyaksikan kejadian
itu, semua pada menarik nafas, sedang Tiong-sun Seng
berkata: "Memang benar urusan didunia ini bagaikan main catur.
Barang siapa yang tidak suka main barulah orang pintar. . . . ."
Sementara itu It-pun Sinceng bersama Hee Thian Siang
sudah kembali kedalam rombongan sendiri.
Semua orang kecuali memberi pujian tinggi kepada It-pun
Sinceng, saat itu tulisan-tulisan mengenai kepandaian ilmu
silat terampuh dari para ketua partai, juga sudah selesai dan
diberikan kepada Tiong-sun Seng, supaya selanjutnya
diserahkan kepada Hee Thian Siang dan Tiong-sun Hui Kheng
buat mereka melaksanakan tugas mereka dikemudian hari.
It-pun Sinceng yang menyaksikan perbuatan itu mereka itu
lalu berkata sambil tertawa:
"Demikian besar cinta tuan-tuan terhadap Hee Thian Siang
laote dan adik Hui Kheng, kalau begitu pinceng juga bersedia
menyerahkan sisa dua helai daun pohon Lengci ini untuk
dihadiahkan kepada mereka!"
Sehabis berkata demikian, ia berkata kepada Hee Thian
siang dan Tiong-sun Hui Kheng:
"Pohon Lengci ini, dengan beruntun telah kupetik daunya
hingga tujuh tangkai, dan sekarang hanya tinggal dua tangkai
saja. Dengan demikian sudah tentu khasiatnya juga banyak
berkurang. Biarlah untuk sementara aku akan rawat dulu baik-
baik, supaya pulih kembali khasiatnya, setelah itu nanti akan
kuhadiahkan kepada Hee laote dan adik Hui Kheng, agar
dapat kembali gunakan dalam usaha untuk menumpas


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalangan penjahat yang mengacau rimba persilatan nanti.
Jikalau ilmu kepandaian yang dihadiahkan oleh para ketua
partai ini sudah dilatih semua dengan baik, dan bersedia
hendak menumpas kalangan penjahat Ceng-thian-pay, serta
penjahat dari negara luar itu, harap kalian datang kepuncak
Gow-in-hong di gunung Heng-san untuk mencariku!"
Hee Thian Siang dan tiong-sun Hui Kheng yang mendengar
ucapan itu lalu memberi hormat kepada It-pun Sinceng dan
para ketua partai besar. Tetapi dengan cara demikian, mereka
juga jadi merasakan, bahwa tugas yang berat telah diberikan
kepada mereka, tugas untuk menghadapi kawanan penjahat
itu semakin bertambah berat.
Tiong-sun Seng kembali berkata kepada para ketua lima
partai besar: "Pertemuan ini, hingga kini seharusnya sudah berakhir. Kita
juga masing-masing harus pulang ketempat sendiri-sendiri,
setelah kembali ketempat kita sndiri-sendiri kita harus
mempersiapkan diri untuk mendidik anak buah kita dan
melatih ilmu dengan sungguh-sungguh, supaya dapat
digunakan untuk menghadapi orang-orang dari golongan
penjahat itu!" Setelah itu Tiong-sun Seng lalu berjalan kedepan dan
berkata kepada ketua Ceng-thian-pay, Khi Tay Cao yang
berada diseberang sana. "Khi Ciangbunjin, pertemuan besar Ceng-thian-pay ini
sampai disini agaknya sudah boleh diakhiri untuk sementara.
Tiong-sun Seng atas nama semua kawan-kawan yang ada
disini, mengucapkan banyak-banyak terima-kasih dan dengan
ini hendak mohon diri pada Ciangbunjin."
Oleh karena senjata yang tersayang telah hancur, dan pula
Pek-kut Thian kun telah ditendang oleh kata-kata It-pun
Sinceng dan berlalu meninggalkan padanya, maka Khi Tay
Cao merasa kecewa dan agak gelisah, tetapi Pek-kut Ie su
berkata dengan suara perlahan ditelinganya:
"Khi Ciangbunjin jangan kecil hati, kau penuhi sajalah
permintaan Thian-gwa Ceng-mo itu untuk mengakhiri
pertemuan ini. Kemudian secepat mungkin kita harus
bertindak, lebih dahulu kita membasmi partai Bu-tong,
kemudian partai Swat-san, Lo-hu, Ngo-bie dan Siao-lim, kita
hancurkan satu persatu dengan demikian bukankah akan lebih
baik, daripada harus menghadapi keseluruhannya"
Percayalah, akan lebih cepat Khi Ciangbunjin menanamkan
kekuasaan!" Khi Tay Cao yang mendengar ucapan itu, sepasang
matanya memancarkan sinar buas, semangatnya terbangun
lagi, maka ia lantas tertawa dan berkata kepada Tiong-sun
Seng: "Pertemuan kali ini baiklah kita akhiri dulu sampai disini,
harap tuan-tuan suka memaafkan atas jamuan yang kurang
pantas dari Khi Tay Cao, semoga dilain waktu kita bertemu
lagi!" Dengan demikian, pertemuan besar yang merupakan
pertandingan tokoh-tokoh terkemuka telah dibubarkan, para
tamu maupun tuan rumah masing-masing pada pulang
ketempatnya sendiri-sendiri.
Tetapi dipihak tuan rumah, masih ada rencana yang lain,
Untuk sementara kita tinggalkan dulu, dan dari pihak tamu
juga tahu bahwa dunia persilatan sedang menghadapi
ancaman besar, bencana dikemudian hari, bahakan mungkin
lebih besar daripada yang telah dihadapi hari itu, maka
mereka masing-masing kembali ketempatnya sendiri-sendiri,
lalu mengadakan persiapan seperlunya.
Saat itu, dimulut gunung Ki-lian-san hanya tinggal Tiong-
sun Seng, Tiong-sun Hui Kheng dan Hee Thian Siang bertiga.
Bagi Hee Thian Siang, diantara tiga orang kawan
wanitanya yang terdekat Liok Giok Ji, belum diketahui dimana
jejaknya. Hok Siu Im, tidak diketahui bagaimana nasibnya.
Masih hidup atau sudah matikah Hok siu Im" dan yang
terdekat ialah Tiong-sun Hui Kheng! Kini juga terpaksa harus
berpisah untuk sementara, maka sebelum melakukan
perpisahan ia tampaknya sangat sedih hingga dua pasang
matanya sudah basah dengan air mata.
Tiong-sun Seng sebagai seorang ayah yang sudah banyak
pengalaman, juga mengerti bagaimana perasaan kedua anak
muda itu. Maka ia dengan alasan hendak pergi bersama
Siaopek hendak mencari kudanya Ceng-hong-ki dan
Taywong, membiarkan Tiong-sun Hui Kheng mendapat
kesempatan untuk menyatakan rasa hatinya kepada
kekasihnya. Ketika Tiong-sun Seng berlalu, Hee Thian Siang tidak
dapat menahan lagi perasaan dalam hatinya, ia
menggenggam sepasang tangan Tiong-sun Hui Kheng, air
matanya mengalir deras. Bagi Tiong-sun Hui Kheng sendiri, juga demikian
perasaannya, tetapi untuk menghiburi Hee Thian Siang, mau
tak mau ia harus menunjukkan sikap tenang, katanya sambil
tersenyum; "Adik Siang, kau kenapa" baru saja habis bertempur hebat
dengan Khi Tay Cao dan menundukkan Pek-kut Ie su dengan
lidahmu yang tajam, kemanakah kegagahanmu tadi itu?"
"Enci Kheng, perlu apa enci masih pura-pura berlaku
tenang, toh kita yang sedang menghadapi saat perpisahan ini,
dalam hatimu tidak merasa sedih?" menjawab Hee Thian
Siang sambil tersenyum. Tiong-sun Hui Kheng yang ditegur demikian sepasang
matanya juga lantas merah, tetapi ia masih berkata sambil
tersenyum: "Sudah tentu aku juga merasa duka, bagi kawanan iblis dan
penjahat berbagai penjuru kini sudah mau bergerak lagi,
bahaya yang mengancam rimba persilatan semakin dekat dan
semakin besar, jikalau aku tidak mengikuti ayah untuk
mempelajari ilmu Thay-it-thian Sin-kang, dengan cara
bagaimana bisa mendampingi kau untuk melindungi rimba
persilatan dari mala-petaka?"
Baru berkata sampai disitu, ia berdiam sebentar, matanya
menatap Hee Thian Siang dengan penuh cinta kasih, katanya
pula lambat-lambat: "Sedangkan suhumu sendiri Hong-Pho Sian-pak-bin
locianpe, juga sudah akan tiba waktunya untuk naik kesorga,
kau juga seharusnya lekas kembali kegunung Pak-bin supaya
dapat mengantarkan dan menunaikan tugasmu sebagai murid,
tidak boleh lantaran urusan kita, lantas menelantarkan
urusanmu sendiri. Seandai kau pergi agak terlambat dan nanti
tidak keburu bertemu muka dengan suhumu, dengan cara
bagaimana kau nanti dapat membalas budi kepada diri sendiri
?" Mendengar ucapan itu, sekujur badan Hee Thian Siang
menjadi basah, keringat dingin mengucur keluar, ia buru-buru
berkata: "Harap enci jangan anggap aku sebagai seorang yang tidak
ada gunanya, mana aku dapat mengabaikan kewajibanku
terhadap suhu Tetapi perpisahan kita hari ini, entah kapan dan
bila baru bisa berkumpul lagi" Saat itulah yang membuat
sedih perasaanku." "Adik Siang, kau jangan berpikiran demikian, kalau aku
nanti sudah berhasil mempelajari ilmu baruku Thay-it-thian-
hian Sin-kang, aku akan mencari jejakmu!"
Sehabis berkata demikian, lalu mengeluarkan lembaran-
lembaran ilmu para ketua partai yang tadi ditulis diatas kertas,
semua diberikan kepada Hee Thian Siang seraya berkata
sambil tersenyum: "Adik Siang, terima penuh kepandaian ilmu yang sangat
ampuh itu, sebetulnya merupakan simpanan yang selamanya
belum pernah dikeluarkan, kecuali kepada bakal ketua partai
mereka sendiri, betapa berharga dan dalamnya ilmu ini dan
sekarang kau ambillah untuk kau pelajari!"
Hee Thian Siang menggoyangkan tanganya tidak mau
menerima, katanya sambil tersenyum:
"Enci Kheng, kau mengikuti empek Tiong mempelajari ilmu
Thay-it-thian-hian Sin-kang, disamping itu itu merupakan satu
kesempatan yang baik untuk sekalian mempelajari lima jenis
ilmu ini, lagi pula dengan adanya empek Tiong-sun disamping
yang memberi petunjuk, sudah pasti hasilnya akan lebih pesat
dan lebih baik! Sedang aku sendiri karena masih ada urusan
dan harus diselesaikan lebih dulu, dalam waktu demikian tidak
ada kesempatan untuk mempelajarinya!"
"Adik Siang, kau masih ada urusan penting apa perlu
diselesaikan dulu?" bertanya Tiong-sun Hui Kheng pelan.
"Urusan penting yang bertama, sudah tentu lekas pulang
kegunung Pak-bin, untuk mengantar suhu pulang kesorga!"
"Mengantar keberangkatan suhu itu memang suatu
kewajiban yang sudah seharusnya!"
"Dalam soal ini, sudah tentu masih ada banyak hal-hal yang
perlu dibereskan, umpama waktu suhu sebelum berhasil
mendapat kedudukan seperti sekarang ini, sudah tentu akan
meninggalkan warisan ilmunya yang sangat ampuh dan
disamping itu suhu pasti akan meninggalkan pesan apa-apa
terhadap tugas atau urusan yang belum selesai!"
"Itu semua memang sudah kuterka."
"Dan urusan penting yang kedua, seharusnya mempelajari
ilmu Thian Khin Chit Khao-pit-kit yang diwariskan oleh Twa-ji
Taysu, jikalau tidak bagaimana lima tahun kemudian kita bisa
pergi ke Lam-chian-moy digunung Tay-san, untuk memenuhi
janji terhadap Hee Kow Soan, orang tua berbaju kuning itu?"
"O iya, jikalau tidak adik sebut, aku hampir melupakan
urusan ini, orang tua berbaju kuning Hee Kow Soan itu,
adatnya sangat keras, lagi pula mau menang sendiri saja,
perjanjian digunung Tay-san pada lima tahun kemudian,
memang benar kita harus lebih dulu siap sedia!"
Urusan penting ketiga ialah mempelajari ilmu peninggalan
suhu dan disamping mempelajari ilmu Thian-khin-chit-khao-
pit-kit, masih perlu untuk mencari jejak Liok Giok Ji dan soal
mati hidupnya Hok Siu Im!"
"Untuk mencari keterangan tentang diri nona Liok dan
tentang kematian nona Hok, ini sudah sangat penting, adik
Siang bukan saja harus berusaha sekuat tenaga, sedangkan
aku dan kau juga masih perlu mencari keterangan dulu
mengenai kedua soal itu!"
Berkata sampai disitu ia berdiam sebentar, matanya
menatap Hee Thian Siang kemudian berkata lambat-lambat
sambil tertawa: "Tiga urusan penting ini, sudah cukup membuatmu. . . ."
belum habis ucapannya, Hee Thian Siang sudah menyela
sambil tertawa: "Bukan hanya tiga urusan itu saja, aku masih ada urusan
yang keempat!" "Oh! Urusan keempat" Ini aku tidak dapat menduganya,
urusan itu menyangkut persoalan apakah?"
"Pantas enci tidak dapat menduganya, urusan keempat ini,
ialah menyangkut diri Siaopek."
Mendengar ucapan itu, Tiong-sun Hui kheng bertanya,
"Siaopek hendak merampas kembali rompi emasnya yang
dirampas oleh orang jahat itu?"
"Terhadap perbuatan dua manusia jahat itu aku merasa
benci sekali!" berkata Hee Thian Siang sambil
menganggukkan kepala dan tertawa.
"Dua orang itu meskipun patut dibenci, tetapi yang satu
berada jauh diseberang lautan Timur, sedang yang lain
berada jauh di. . . ."
Tidak menantikan Tiong-sun Hui Kheng mengakhiri
ucapannya, Hee Thian Siang sudah memotong:
"Enci Kheng tak usah kuatir, aku tidak akan menyeberang
lautan seorang diri, atau pergi ke daerah manusia beracun itu,
tapi jejak manusia tidak tahu malu itu apabila masih ada
didaerah Tiong-goan, aku harus akan merampas kembali
rompi emas yang dirampoknya dan hendak menuntut balas
perbuatannya terhadap Siaopek!"
Tiong-sun Hui Kheng yang mendengar ucapan itu, alisnya
dikerutkan sambil berpikir, dari badannya membuka tiga
lembar sisik emas melindungi jalan darah, diberikan kepada
Hee Thian Siang dan dengan sikap yang penuh perhatian
berkata: "Adik Siang, sisik naga emas pelindung jalan darah
peninggalan Tay-pek Sianjin ini seluruhnya ada tigapuluh
enam lembar, kecuali yang tigapuluh lembar kugunakan untuk
rompi Siaopek, sisanya enam lembar kita masing-masing
membagi tiga lembar, kukira boleh digunakan untuk
menghindarkan bahaya. Sekarang aku harus ikut ayah pergi
keatas gunung untuk belajar ilmu silat, tidak memerlukan
barang ini, maka sebaiknya kuberikan kau semuanya, sebab
kepandaian ilmu silat manusia beracun itu, merupakan ilmu
tersendiri. Menurutku luka yang diderita oleh Siaopek, benar-
benar mengandung racun yang sangat berbahaya!"
Hee Thian Siang menerima baik pemberian tiga lembar
sisik naga pelindung jalan darah, ia masih merasakan hawa
hangat diatas benda tersebut, ia tahu bahwa benda itu baru
dilepaskan dari tubuh Tiong-sun Hui Kheng, maka dia sangat
berterimakasih dan berulang-ulang diciumnya, kemudian
berkata: "Langit bisa tua, bumi bisa kering, kembang bisa rontok,
dan rembulan bisa gelap, air laut bisa kering, batu bisa
hancur. . . ." Tiong-sun Hui Kheng yang menyaksikan Hee Thian Siang
berulang-ulang mencium tiga lembar sisik naga pelindung
jalan darah pemberiannya, selembar mukanya menjadi merah,
apalagi setelah mendengar ucapan yang demikian, ia
bertanya dengan heran: "Adik Siang, mengapa kau menyebutkan itu pula ?"
"Ketika aku membaca tulisan diatas nisan Makam Bunga
Mawar, aku merasa bahwa hubungan enci denganku, seperti
apa yang dikatakan dalam ucapan terakhir dalam nisan itu!"
Berkata yang sejujurnya tidak akan luntur selama-lamanya.
Selagi kedua insan itu tenggelam dalam kasih mesra,
Tiong-sun Seng sudah berjalan kembali membawa Taywong,
Siaopek dan Ceng-hong-ki.
Ketika Hee Thian Siang melihat Tiong-sun Seng sudah
kembali, ia tahu bahwa tidak lagi bisa berkasih-kasihan
dengan kekasihnya, apalagi ketika ia ingat kepada suhunya,
pikirannya juga sudah berada digunung Pak-bin, maka saat itu
ia lantas minta diri kepada Tiong-sun Seng dan Tiong-sun Hui


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kheng. Tiong-sun Seng berkata sambil menepuk bahu Hee Thian
Siang: "Hee hiantit, begitulah baru seorang gagah, kalian masih
sangat muda sekali, asal kalian satu sama lain cinta dengan
sejujurnya dan sepenuh hati, waktu masih panjang untuk apa
memikirkan perpisahan dalam waktu sementara?" Berkata
sampai disitu, matanya menatap putrinya sendiri dan Hee
Thian Siang, kemudian berkata lagi: "Hendak berkumpul lebih
dahulu harus berpisah, tiada perpisahan juga tiada pertemuan,
cinta yang suci murni dapat dirasakan oleh perasaan masing-
masing" Tetapi tidak perduli ada urusan apa, sebelum
mendapat hasilnya yang memuaskan sedikit banyak pasti
banyak penggodanya! Sebaiknya kalian menggunakan waktu
perpisahan selama setahun ini, masing-masing bertekun untuk
mempelajari ilmu silat yang baru, untuk mempersiapkan diri
menghadapi bencana yang akan datang!"
Hee Thian Siang menerima pesan itu, selagi hendak
berlalu, Tiong-sun Hui Kheng tiba-tiba berkata:
"Adik Siang, kali ini kau pergi kegunung Pak-bin, perjalanan
itu sangat jauh, apakah tidak kau bawa kudaku Ceng-hong-ki
?" Hee Thian Siang menunjukkan sikapnya berterima-kasih,
berkata sambil menggoyangkan tangan.
"Enci Kheng bersama empek, yang harus pergi kesuatu
tempat untuk mempelajari ilmu silat mana boleh tidak
membawa kuda jempolan. Siaotit yang melakukan perjalanan
kegunung Pak-bin, masih harus melalui jalanan air, maka tidak
memerlukan kuda ini! Sebalik karena dunia luas, dikemudian
hari apabila enci sudah berhasil dengan pelajaranmu yang
baru, dimana kita akan mengadakan pertemuan lagi ?"
Tiong-sun Hui Kheng berpikir dulu sejenak, dan menjawab:
"Tempatnya yang kita janjikan untuk mengadakan
pertemuan dikemudian hari, pada waktu itu barangkali ada
perobahan apa-apa, begini saja, setelah pelajaranku berhasil
dan terjun kedunia Kang-ouw lagi, aku akan pergi dulu ke
puncak Tiauw-in-hong digunung Bu-san untuk menengok enci
Hwa Ji Swat dan sekalian memberitahukan jejakku, dengan
demikian bukankah adik Siang lebih mudah untuk mencariku
?" Hee Thian Siang menganggukkan kepala, menyetujui usul
itu, setelah itu lalu berpisahan.
Tiong-sun Seng bersama Tiong-sun Hui Kheng membawa
binatangnya pergi mencari tempat untuk mempelajari ilmu
silatnya yang baru, urusan ini untuk sementara mari kita
tinggalkan dulu, marilah kita mengikuti jejak Hee Thian Siang
lebih dulu. Hee Thian Siang adalah seorang anak piatu. Sejak masih
kanak-kanak sudah diambil, dibesarkan dan dididik oleh Pak-
bin Sin-po Hong Hong Poh Cu, oleh karenanya, hubungan
antara guru dengan murid itu sudah tentu sangat dalam,
seperti antara ibu dengan anak sendiri.
Kini setelah mendapat kabar bahwa suhunya itu sudah
akan mangkat menjadi dewa, maka ia lantas mengerahkan
ilmunya lari pesat, supaya bisa lekas sampai digunung Pak-
bin, untuk melihat suhunya.
Selekas mungkin ia ingin tiba cepat ditempatnya, tetapi
perjalanan yang dilakukan hampir setiap hari siang malam
tanpa mengasoh, juga masih memakan waktu tidak sedikit
baru tiba ditempatnya. Ketika ia tiba digunung Pak-bin, tampak tempat pertapaan
gurunya, pintunya tertutup rapat, maka ia berdiri ditempat itu
terpisah beberapa kaki, jantungnya berdebaran keras, tidak
berani maju lagi. Bangunan itu, dibangun membelakangi gunung dan
menghadap kelaut, disekitarnya terdapat air mancur dan
tumbuh-tumbuhan yang aneh-aneh, pemandangan alamnya
sangat indah, ketika Hee Thian Siang berdiri seorang diri
ditempat dimana ia pernah dibesarkan sejak ia kanak-kanak,
teringat pula akan pengalamannya dimasa kanak-kanak, lama
ia berdiri bengong, tak tahu apa yang harus diperbuat.
Selagi dalam keadaan demikian, dari dalam gubuk itu tiba-
tiba terdengar suara gurunya yang berkata nyaring:
"Apakah yang berdiri diluar pintu itu Siang-ji yang sudah
pulang?" Ketika Hee Thian Siang mendengar suara gurunya bukan
kepalang girangnya, hingga ia tidak keburu mengetok pintu,
lompat melalui tembok, terus masuk kedalam kamar sambil
tersedu ia menjatuhkan diri kedalam pelukan suhunya.
Pak-bin Sin-po mengulurkan tangannya mengelus kepala
Hee Thian Siang, memandangnya sejenak, kemudian berkata
sambil tersenyum: "Siang-ji, sekarang sudah mempunyai kawan wanita yang
akrab, berulang-ulang kau menemukan kejadian gaib tetapi
juga berulang-ulang mengalami bahaya, namamu sudah
menggemparkan dunia Kang-ouw, mengapa masih demikian
kanak-kanak" Apakah kau tidak takut aku menyalahkan kau
yang dengan diam-diam sudah pergi dari gunung Pak-bin ?"
Hee Thian Siang berlutut dihadapan gurunya sambil
menangis ia berkata: "Suhu sekarang hendak curahkan cinta kasih kepada
Siangj-i barangkali masih belum cukup, bagaimana masih
dapat menyesalkan tindakan muridmu" Siang-ji hanya
menyesal tidak mempunyai sayap, hingga tidak bisa terbang
dari Siang-swat-tong digunung Ki-lian untuk menjumpaimu,
sehingg bisa mengawani suhu beberapa lamanya!"
Pak-bin Sin-po mengelus-elus kepala Hee Thian Siang dan
tersenyum, kemudian berkata:
"Pertemuan berdirinya partai Ceng-thian-pay digunung Ki-
lian-san itu, diadakan pada tanggal enambelas bulan dua, aku
masih tidak menyangka demikian cepat kau datang kemari.
Kita suhu dan murid, barangkali masih bisa berkumpul
setengah bulan lamanya!"
Mendengar keterangan suhunya, bahwa sang suhu yang
dipandang sebagai ibunya sendiri itu hanya tinggal menunggu
waktu berkumpul setengah bulan saja, hatinya merasa pilu
hingga air matanya mengalir deras sekali.
Pak-bin Sin-po Hong-poh Cui itu memang adalah seorang
yang sudah hampir menjadi dewa yang sudah jauh dengan
urusan duniawi dan hambar terhadap urusan dunia, tetapi
karena hubungan dengan Hee Thian Siang kecuali sebagai
hubungan antara guru dengan murid, tetapi juga sudah seperti
ibu dengan anak, maka ketika melihat pemuda itu demikian
sedih, juga tergerak hatinya, hingga sepasang matanya sudah
berkaca-kaca. Hee Thian Siang dengan tiba-tiba teringat bahwa gurunya
sudah akan menjadi dewa, tidak seharusnya terganggu
pikirannya, apabila timbul lagi pikiran dunia oleh karena
perbuatannya sendiri itu, sehingga menyesatkan gurunya
bukankah itu merupakan dosa yang sangat besar"
Berpikir sampai disitu, keringat dingin sekujur badannya
mengucur keluar, buru-buru ia mengeringkan air mata sendiri
dan mengalihkan pembicaraannya kesoal lain, katanya sambil
tersenyum: "Suhu setelah bertemu dengan Tiong-sun Susiok lantas
pulang kegunung Pak-bin untuk bersiap-siap menyempurnakan diri, barangkali tidak demikian terhadap
jalannya pertandingan dengan pertemuan partai baru Ceng-
thian-pay!" "Sejak aku pulang kegunung Pak-bin, belum pernah
meninggalkan selangkahpun juga dari tempat ini dengan
sendirinya terhadap keadaan gunung Ki-lian, meskipun tidak
tahu tetapi bila ditilik dari keadaanmu yang sudah pulang
dengan selamat, tidak mendapat luka sedikitpun juga, dapat
diduga bahwa kemenangan pasti dipihak golongan yang
benar!" "Tokoh-tokoh dari golongan benar dan kawanan golongan
penjahat dari partai Ceng-thian-pay, dalam petemuan
berdirinya partai Ceng-thian-pay itu, hanya merupakan suatu
pertandingan ilmu saja, dalam pertandingan itu kita sudah
dapat menjajaki bahwa kekuatan pihak kawanan penjahat
memang sudah sangat kuat, kelima partai besar Siao-lim, Bu-
tong, Lo-hu, Swat-san dan Ngo-bie, apabila mereka bersatu,
pasti selamat, tetapi apabila terpencar pasti bahaya
semuanya. Hal yang paling ditakuti ialah apabila Ceng-thian-
pay mengambil siasat untuk menghancurkan satu persatu,
inilah sesungguhnya yang sangat berbahaya, sebab dengan
demikian rimba persilatan akan banjir darah dan malapetaka
tak dapat dihindarkan lagi!"
Sehabis berkata demikian ia lalu menceritakan semua
pengalamannya sejak turun gunung hingga keadaan
pertempuran didalam pertemuan partai Ceng-thian-pay itu.
Sehabis mendengar penuturan itu, Pak-bin Sin-po merasa
terhibur atas prestasi yang didapat oleh muridnya, tetapi juga
kuatir akan tindakan partai Thiam-cong dan Ki-lian yang sudah
menggabungkan diri menjadi partai Ceng-Thian-Pay, sebab
apabila partai itu pengaruhnya sudah besar dan berserikat
dengan kawanan penjahat dari negara luar, bahayanya
memang benar seperti apa yang dikuatirkan oleh muridnya.
Setelah berpikir lama, sambil mengerutkan alisnya, ia
berkata lambat-lambat: "Menurut penuturanmu tadi, dalam pertandingan digunung
Ki-lian itu, hasil yang paling baik sudah tentu harus terhitung
It-pun Sinceng yang menggunakan akal yang sangat cerdik
dapat mengusir Pek-kut Thian kun, bahkan bisa
mempengaruhi iblis kenamaan itu, sampai dia mau
mengumumkan dihadapan umum, bahwa selamanya tidak
akan muncul lagi didunia kang-ouw. Akan tetapi, meskipun
Pek-kut Thian kun sudah pergi, Ceng-thian-pay masih
ditunjang oleh Pek-kut Siancu dan Pek-kut Ie su serta lain-
lainnya. Kekuatan yang mereka miliki masih bukan seperti
partai Bu-tong, Swat-san dan lain-lainnya yang dapat
menghadapi! Apalagi iblis kenamaan raja Siluman Pat-bo Yao-
ong Hiao Yan Liat, lagi pula kawanan penjahat dari luar negeri
ini juga menyanjung Khi Tay Cao sebagai Bengcu, untuk
menguasai rimba persilatan daerah Tiong-goan! Orang ini. . .
." Hee Thian Siang segera menyambung:
"Siang-ji seperti pernah ingat mendengar suhu berkata,
bahwa dahulu pernah bertemu dengan Raja Siluman yang
mendapat julukan Pat-bo Yao-ong itu!"
"Dahulu ketika aku berada didaerah perbatasan Barat-laut,
memang benar pernah berjumpa dengan raja siluman itu.
Orang itu boleh dikatakan merupakan lawan paling tangguh
satu-satunya yang pernah kuhadapi!"
Hee Thian Siang yang mendengar keterangan gurunya
tampak mengerutkan alisnya, sementara Pak-bin Sin-po
sudah berkata lagi: "Apa yang dikuatirkan ialah Raja siluman itu selain daripada
memiliki kepandaian ilmu silat yang sangat tinggi sekali, juga
pandai memiliki kepandaian gaib luar biasa, orang-orang ini
sudah biasa membantu melakukan kejahatan!"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu semakin
kuatir, sementara itu Pek-bin Sin-po telah melanjutkan
ucapannya: "Siang-ji juga tidak perlu terlalu kuatirkan adanya Pek-kut
Sam-mo dan Raja siluman Pat-bo Yao-ong. Sudah menjadi
takdir dari dahulu kala orang jahat semuanya tidak dapat
menangkan orang baik. Baik dan jahat, pada waktunya akan
mendapat imbalan sesuai dengan kebaikan dan kejahatannya.
Kau meskipun mengalami banyak kejadian gaib, tapi diwaktu
aku sudah akan berpisah untuk selamanya denganmu, juga
sudah seharusnya meninggalkan warisan sedikit apa-apa
untukmu!" Hee Thian Siang menatap wajah suhunya yang masih
tersenyum-senyum, katanya lambat-lambat:
"Siang-ji sebetulnya tidak menginginkan mengharap
peninggalan warisan suhu, pengharapan Siang-ji ialah, sudah
cukup apabila didalam waktu setengah bulan ini, dapat
menunggu dan menjaga suhu sebaiknya!"
Pak-bin Sin-po yang mendengar ucapan ini kembali
menunjukkan senyuman yang ramah dan penuh welas asih, ia
mengusap rambut kepala Hee Thian Siang perlahan-lahan,
berkata dengan suara lemah lembut:
"Siang-ji, mengapa kau demikian bodoh" Sekarang aku
hendak tanya kepadamu, bagaimanakah adat suhumu ini
pada waktu biasanya ?"
"Suhu biasa terhadap Siang-ji sayang dan cinta sekali,
tetapi terhadap orang luar berlaku keras dan tidak kenal
ampun!" "Kalau kau sudah mengetahui adatku, seharusnya kau
tahu, bahwa sebelum aku mangkat, tidak mungkin tidak
meninggalkan sedikit barang untukmu, supaya kau dapat
mengangkat nama baik golongan Pak-bin!"
Hee Thian Siang juga tahu bahwa gurunya sudah pasti
akan mewariskan kepandaian ilmunya yang terampuh, maka
bagaikan anak kecil, sikapnya sangat manja sekali, tanyanya:
"Jikalau suhu sudah berkata demikian, sudah tentu Siang-ji
tidak berani menolak, tetapi Siang-ji belum tahu entah barang
apa yang hendak suhu wariskan kepada Siang-ji ?"
"Sejak aku bersama Tiong-sun Susiokmu mempelajari
berbagai ilmu, selama ini sudah berhasil menyelesaikan
pelajaran ilmuku yang terampuh dari ilmu Kian-thian-khi-kang,
ilmu itu kunamakan Kian-thian-it-ci!"
Hee Thian Siang tahu benar betapa hebatnya ilmu Kian-
thian-it-ci itu, hampir tidak dapat kita bayangkan, barang siapa
yang memiliki ilmu itu, sudah cukup untuk menjagoi dunia
kang-ouw! Ia lalu bertanya dengan perasaan terkejut bercampur
girang: "Jadi suhu ingin menurunkan kepada Siang-ji ilmu Khian-
thian-it-ci itu ?" "Selain akan mewariskan ilmu Khian-thian-it-ci, aku juga
akan mewariskan ilmu bathin Sim-sin-hoat itu, boleh kau
pelajari menurut apa yang kutulis dalam kitab tersebut. Akan
tetapi terhadap pelajaran ilmu Khian-thian-it-ci, kau masih


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memerlukan latihan berat dan berhati-hati, ilmu itu kau harus
latih siang dan malam hari tidak berhentinya, sebab menurut
perhitunganku, apabila kau tidak dapat melatih ilmu itu hingga
mahir benar-benar, jangan harap kau dapat mengimbangi
kepandaian maupun kekuatan tenaga dalam Raja Siluman
Pat-bo Yao-ong!" Hee Thian Siang tahu benar sifat suhunya yang keras dan
tinggi hati, tetapi kini ia demikian mengkuatirkan muridnya
menghadapi Raja Siluman Pat-bo, maka ia tahu bahwa iblis
dari daerah luar itu pasti jauh lebih hebat dari pada Pek-kut Ie
su dan Pek-kut Siancu! Dengan demikian ia harus waspada,
maka ia kembali berkata sambil mengerutkan alisnya:
"Suhu, kalau harus melatih ilmu Kian-thian-ti-ci itu hingga
mahir betul-betul, memerlukan waktu berapa lama ?"
Ilmu tunggal yang tiada tandingannya dalam dunia ini
apabila dimulai dari pertama, paling juga memerlukan waktu
kurang lebih tiga puluh tahun untuk melatih, baru mencapai
ketarap matang benar-benar!" menjawab suhunya sambil
tersenyum. Mendengar ucapan "tiga puluh tahun" itu, sepasang alis
Hee Thian Siang semakin dikerutkan, tetapi Hong-poh Sin-po
sudah berkata lagi sambil tertawa:
"Tetapi Siang-ji, kau jangan putus asa dulu. Kau tidak sama
dengan orang lain. Kesatu, kau sudah memiliki dasar yang
terlalu bagus sekali. Kedua, kau sudah mendapat warisan
pelajaran ilmuku yang sejati. Ketiga, sejak masih kanak-kanak
kau sudah mempunyai dasar kuat sekali dalam ilmu Kian-thian
khie-kang, dan keempat, kau telah mendapat penemuan gaib
terlalu banyak sehingga kekuatan tenagamu maju pesat
sekali. Dengan adanya empat syarat yang tidak dimiliki oleh
orang lain itu, sudah tentu tidak boleh diperhitungkan dengan
perhitungan biasa. Menurut perhitunganku, kalau kau melatih
dengan tekun hati, dalam waktu tiga sampai lima tahun,
walaupun tidak semahir apa yang kumiliki, tetapi setidak-
tidaknya kau sudah mencapai hampir sembilan bagian
mendekatiku!" Mendengar keterangan itu, Hee Thian Siang baru merasa
gembira, katanya: "Kalau hanya dalam waktu tiga sampai lima tahun saja
masih boleh tetapi, bila suhu suruh Siang-ji melatih sampai
tiga puluh tahun untuk bisa menghadapi Raja Siluman itu, ini
benar-benar sangat menggelisahkan Siang-ji!"
"Sifatmu ini mirip benar dengan sifatku. Kau haru tahu,
hanya kau seorang saja dari golongan Pak-bin yang akan
menjadi pewarisku. Maka dari itu, jikalau kau hendak
meningkatkan nama baik golongan kita dalam dunia kang-
ouw, sudah seharusnya kau semakin berusaha keras supaya
cita-citamu itu terlaksana!"
Berkata sapai disitu, dengan tiba-tiba ia teringat sesuatu,
maka lalu bertanya sambil tersenyum:
Siang-ji, sewaktu kau turun dari gunung Pak-bin, secara
diam-diam, kau juga membawa sebutir bom peledak Kian-
thian Pek-lek. Dimana senjata peledak itu sekarang ?"
Wajah Hee Thian Siang menjadi merah, seketika ia
menjawab dengan agak gelagapan:
"Sejak Duta Bunga Mawar locianpee mengatakan kepada
Siang-ji bahwa senjata peledak Kian-thian Pek-lek itu adalah
barang tiruan sama sekali tidak ada gunanya, maka Siang-ji
sudah melemparkan kedalam jurang dugunung Bu-tong. . . ."
Setelah terdiam sejenak, kemudian berkata pula sambil
tertawa: "Tapi senjata peledak Kian-thian Pek-lek sesungguhnya
sangat mujarab. Hampir semua orang Kang-ouw merasa jeri
menghadapi senjata sehebat itu. Entah telah berapa kali
Siang-ji berada dalam keadaan bahaya, cuma berkat senjata
yang ternyata palsu itu kawanan penjahat tidak berani
mendekat, hingga berkali-kali Siang-ji lolos dari bahaya!"
"Tapi, bila sampai waktunya aku harus pergi, akan
kutinggalkan untukmu dua rupa ilmu dan barang, yaitu
pelajaran ilmu bathin Pak-bin-hoat, pelajaran ilmu jari tangan
Kiam-sin-chi dan sebutir bahan peledak Kian-pek-lek yang
asli!" "Demikian besar budi suhu terhadap Siang-ji, suhu juga
sudah dekat waktunya harus berangkat kealam dewata,
bagaimana Siang-ji dapat membalas budi ini?" berkata Hee
Thian Siang dengan air mata bercucuran.
Pak-bin Sin-po menepuk bahu Hee Thian Siang, katanya
dengan suara lemah-lembut:
"Siang-ji, kau denganku adalah sebagai guru dengan murid.
Tetapi hubungan kita, seperti ibu dengan anak. Mengapa
masih pula kau menyebut-nyebut soal balas budi segala" Asal
kau dapat melanjutkan saja cita-cita suhunya, asal kau bisa
memikul tugas membela keadilan dan kebenaran dalam rimba
persilatan dan bikin harum nama golongan Pak-bin, itu sudah
berarti kau memenuhi kewajiban sebagai murid dan aku juga
sudah merasa cukup terhibur!"
Berkata sampai disitu, ia berdiam kemudian bangkit dan
berkata pula sambil tertawa:
"Kita jangan bicara soal perpisahan saja Siang-ji,
pusatkanlah pikiranmu. Sekarang aku hendak menurunkan
ilmuku Kian-thian-it-ci yang merupakan ilmu paling ampuh
dalam rimba persilatan itu!"
Hee Thian Siang tahu benar bahwa suhunya telah menaruh
harapan besar atas dirinya, maka ia tidak berani berlaku ayal,
saat itu juga ia memusatkan semua pikirannya untuk belajar
dan berlatih dengan tekun, barulah dapat memahami
pelajaran itu, dan selanjutnya ia masih perlu melatih lagi setiap
hari siang dan malam, barulah bisa mendapat kemajuan.
Pak-bin Sin-po yang menyaksikan muridnya sejak turun
gunung pertumbuhan tubuhnya sudah menjadi demikian
gagah dan tambah tampan pula, kecerdasannya juga
bertambah, maka dengan itu ia tampak sangat gembira.
Tapi bagi Hee Thian Siang sendiri, oleh karena waktu
berkumpul dengan suhunya itu hanya lima hari lagi saja,
bagaimana juga hatinya sedikit banyak merasa pilu. Meski ia
sudah bisa mempelajari ilmu terampuh rimba persilatan itu,
namun diwajahnya masih dirundung perasaan duka. Tapi lima
hari itu dengan cepat telah berlalu.
Tiba-tiba saja, Pak-bin Sin-po sudah menutup mata dalam
keadaan duduk. Dalam keadaan sangat sedih, Hee Thian
Siang lalu mengurus pemakaman jenazah suhunya. Setelah
itu, dengan membawa bekalnya sejilid kitab pelajaran ilmu
bathin Pak-bin-sin-hoat dan senjata peledak Khian-thian Pek-
lek, meninggalkan gunung Pak-bin dan terjun kembali kedunia
kang-ouw. Untuk kedua kalinya Hee Thian Siang terjun ke dunia Kang-
ouw, pertama-tama ia mendengar cerita yang sangat
mengejutkan. Berita yang mengejutkan itu ialah, partai Ceng-thian-pay
telah mengerahkan seluruh kekuatannya, yang dibantu oleh
anggota pelindung hukumnya Hek-kut Ie su, dalam waktu
setengah hari setelah pertemuan digunung Ki-lian itu secara
tiba-tiba ia melakukan penyerangan terhadap partai Bu-tong.
Partai Bu-tong yang selama itu belum mengadakan
persiapan, hampir terbasmi ludas. Hong-kong Totiang dan It-
tim telah terbinasa dalam pertempuran dikuil Sam-goan-koan,
sedangkan ketua partai Bu-tong Hong-hoat Cinjin juga terluka
parah oleh perangan ilmu serangan tangan Pek-kut Ie-su yang
dinamakan Pek-kut im-hong-jiauw, kemudian ditolong dan
dibawa lari oleh beberapa orang anak buahnya, hingga kini
belum diketahui dimana adanya.
Mendengar berita buruk itu, bukan kepalang terkejut Hee
Thian Siang, Diam-diam ia teringat ramalan Tiong-sun Seng
waktu itu, dan benar saja partai Ceng-thian-pay bukan saja
sudah mengambil tindakan yang hendak menghancurkan
partai-partai itu tidak keburu mempersiapkan diri.
Kini Bu-tong-pay sudah hancur, tujuan kedua kawan
penjahat Ceng-Thian-pay itu entah ditujukan kepada partai
mana " Hee Thian Siang setelah memikirkan persoalan itu, ia lalu
mengambil keputusan untuk pergi kepartai Lo-hu lebih dulu,
untuk menengok Ca Bu Kao, sekalian mengabarkan berita
buruk itu, Peng-sim Sin-ni serta sesepuhnya Cin Pok Pho dan
lain-lain, waspada terhadap gerakan Ceng-thian-pay itu, dan
mengambil langkah-langkah persiapan seperlunya.
Setelah mengambil keputusan itu, Hee Thian Siang segera
berangkat menuju kegunung Lo-hu.
Disepanjang jalan ia masih tetap melatih ilmunya yang
terbaru Khian-thian-it-ci tanpa sedikitpun berani melalaikan.
Untung, setiba digunung Lo-hu, kawanan penjahat Ceng-
thian-pay masih belum bergerak kesitu, Peng-sim Sin-nie dan
Cin Pok Pho dan lain-lainnya masih dalam keadaan selamat.
Peng-sim Sin-nie yang mendengar kabar bahwa partai Bu-
tong telah dihancurkan, Hong-kong totiang dan It-tim-cu juga
telah terbinasa, sedang Hong-hoat Cinjin juga terluka parah,
dan tidak diketahui kemana perginya, lalu mengerutkan
alisnya dan memuji nama Buddha, setelah itu lalu berkata;
"Sungguh tidak kuduga bahwa kawanan penjahat Ceng-
thian-pay ternyata benar-benar sudah berani bertindak
melakukan kejahatan secara terang-terangan seperti itu!
Kalau begitu, aku harus siap-siap dan memperkuat penjagaan
agar jangan sampai diserang oleh orang-orang Ceng-thian-
pay secara tiba-tiba!"
Hee Thian Siang yang pada waktu itu tidak bertemu
dengan Ca Bu Kao, lalu bertanya dengan perasaan heran;
"Peng-sim taysu, dimana bibi Ca itu sekarang ?"
"Bibi Ca-mu sedang mengawani Liong-hui-kiam-khek Su-to
Wie pergi kegunung Tiam-cong, untuk bersembahyang
dihadapan makam Koan Sam Pek dan berusaha untuk
membangun kembali partai Thiam-cong!"
"Jikalau menurut keterangan taysu ini, boanpwe rasa taysu
sebaiknya lekas memberi bantuan kepada bibi Ca dan Su-to
tayhiap, sebab meskipun Thiat koan totiang kini sudah
menjabat wakil dari partai Ceng-thian-pay, tetapi terhadap
partai Thiam-cong, pasti masih tidak mengabaikan begitu saja!
Seandai. . . . ." berkata Hee Thian Siang sambil mengerutkan
alisnya. Ucapan Hee laote ini memang benar, aku sudah kirim
orang untuk mengundang Cin susiok, tunggu setelah Cin
susiok datang, barulah mengambil keputusan apa yang kita
harus lakukan!" Belum habis ucapannya, diluar sudah terdengar suara
tertawa terbahak-bahak Cin Lok Pho, kemudian disusul oleh
kata-katanya; "Sudah lama aku mendengar nama dan sepak-terjang yang
sangat mengagumkan tentang diri Hee Thian Siang laote ini,
sayang didalam pertemuan digunung Oey-san waktu itu hanya
bertemu muka sepintas lalu saja, Hari ini aku harus bicara
dengannya!" Setelah itu orangnya juga muncul, dan kedua tangannya
memegang sepasang lengan Hee Thian Siang, Tetapi ia tiba-
tiba melihat Peng-sim Sin-nie dan Hee Thian Siang,
semuanya seperti berada dalam kebingungan, maka ia lalu
melepaskan sepasang tangannya dan bertanya kepada Peng-
sim Sin-nie dengan rasa heran;
"Hee Thian Siang laote membawa kabar apa" Kalian
kelihatan kelihatan serius sekali!"
"Susiok, Hee laote membawa sedikit kabar buruk, Kawanan
penjahat Ceng-thian-pay benar seperti apa yang telah kita
duga hendak menghancurkan partai-partai besar satu persatu,
Tindakan pertama sudah ditujukan kepada partai Bu-tong,
entah partai mana lagi menyusul?" Berkata Peng-sim Sin-nie
sambil mengerutkan alisnya.
"Ceng-thian-pay menyerang Bu-tong" Bagaimana
kesudahannya ?" "Oleh karena partai Ceng-thian-pay mendapat bantuan
Pek-kut Ie su, dan partai Bu-tong masih belum siap maka
akhirnya mengalami kekalahan hebat, Hong-kong Totiang dan
It-tim Cu telah binasa dalam medan pertempuran. . . . ."
Cin Lok Pho karena merupakan sahabat baik dari Hong-
kong totiang, maka ketika mendengar berita itu, berulang-
ulang ia membanting kakinya, kemudian bertanya;
"Dan bagaimana dengan nasib Hong-hoat Cinjin ?"
"Hong-hoat Cinjin telah terkena serangan Pek-kut-im-hong-
jiauw dari Pek-kut Ie su, sudah dibawa pergi oleh anak
buahnya, tetapi tidak tahu sekarang dimana berada ?"
"Partai Bu-tong-pay telah menjadi sasaran pertama
kawanan penjahat Ceng-thian-pay, Tindakan selanjutnya,
mungkin akan lebih ganas lagi! Partai-partai Lo-hu dan Ki-lian
meskipun terpisah jauh tetapi kita juga tidak boleh tidak harus
mengadakan persiapan!"
"Kawanan penjahat Ceng-thian-pay menyerang partai Bu-
tong lebih dulu, barangkali karena Hong-hoat Cinjin pernah
melukai Pek-thao Losat Pao Sam-kow dengan ilmunya Ci-
yang-sin-kang. Sehingga menimbulkan suatu dendam sakit
sangat dalam, ditambah lagi dengan jatuhnya nama baik Pek-
kut Siancu yang pernah mengadakan pertandingan tiga babak
dengan Hong-hoat Cinjin, maka dapat diduga, sebelum
mereka bertindak dulu terhadap partai-partai Ngo-bi dan Swat-
san yang lebih dekat dengan pusat partai Ceng-thian-pay,
tidak mungkin menunjukkan gerakannya kemari! Sebaliknya
adalah ucapan Hee laote tadi dalam perjalanan Ca sumoy
dengan sute tayhiap kegunung Tiam-cong, besar sekali
bahayanya, maka kita anggap perlu untuk menyiapkan
bantuan dengan segera!" berkata Peng-sim Sin-nie.
Cin Lok Pho yang mendengar ucapan itu
terus mengangguk-anggukan kepala dan kemudian berkata sambil
tertawa; "Pikiranmu macam ini memang ada benarnya, Sekarang
sudah tiba waktunya kita mengadakan garis tegas antara
orang-orang golongan baik dengan golongan sesat, Sekalipun
Twee Hwa Lojin tidak mau turun gunung, tetapi setidak-
tidaknya juga harus menyumbangkan tiga pusaka Twe Hwa
yang sangat manjur itu, untuk mempertahankan kedudukan
orang-orang dari golongan kebenaran! Tentang perjalanan
kegunung Tiam-cong, biarlah aku dengan Hee laote yang
pergi memberi bantuan kepada Ca sutit!"
Melihat susioknya mau berjalan bersama-sama dengan
Hee Thian Siang, Peng-sim Sin-nie merasa sangat girang


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali, katanya sambil tersenyum;
"Kalau susiok memang senang pesiar ketempat jauh,
sebaiknya berangkat mulai dari sekarang. Hee laote
meskipun usianya masih sangat muda, tetapi berkepandaian
sangat tinggi dan bernyali besar, sepanjang jalan mungkin
akan menimbulkan banyak urusan, harap susiok suka ambil
perhatian padanya!" Cin Lok Pho memandang Hee Thian Siang sejenak,
kemudian berkata sambil tertawa terbahak-bahak;
"Sutit tak usah kuatir, aku dengan Hee laote berdua
meskipun tenaganya tidak cukup tapi untuk menyerbu sarang
penjahat, dalam perjalanan apabila berpapasan dengan
kawanan iblis itu, maka terpaksa akan membereskan mereka
sebanyak mungkin, untuk mengurangi kekuatan tenaga
mereka, juga kalau kita dapat membinasakan beberapa
orangnya, hati mereka juga akan kuncup!"
Peng-sim Sin-nie juga tahu bahwa susioknya itu meskipun
diluarnya sabar, tapi hatinya keras, bahkan dengan Hong-
kong totiang ada hubungan persahabatan sangat erat, sejak
mendengar kabar tentang dihancurkannya partai Bu-tong,
sudah timbul amarahnya, maka ia lalu berkata sambil
tersenyum; "Bencana sudah didepan mata, kawanan iblis sudah mulai
berdansa, kita sudah tentu tidak boleh berpeluk tangan saja,
sebagaimana biasa antara kita dengan kawanan penjahat
tidak bisa berdiri bersama-sama, kini tibalah saatnya guna
mengambil suatu keputusan yang menentukan, apabila susiok
berpapasan dengan kawanan penjahat itu, basmilah sebanyak
mungkin, itu sudah menjadi keharusan bagi kita!"
Sehabis berkata demikian, Cin Lok Pho kembali ketempat
kediamannya untuk membereskan perbekalan dalam
perjalanan, lalu bersama-sama dengan Hee Thian Siang turun
gunung Lo-hu, menuju ke Barat-laut.
Orang tua dan anak muda itu, meskipun yang satu sudah
berusia lanjut dan yang lain masih sangat muda belia, tetapi
adat mereka ternyata cocok satu sama lain, Cin Lok Pho
melihat Hee Thian Siang yang melakukan perjalaan jauh itu
menggunakan ilmu lari pesat demikian rupa, bagaimanapun
letihnya, masih tetap setiap pagi dan sore melatih ilmunya
dengan tidak ber-henti-hentinya, maka ia sangat memuji
ketekunan belajar pemuda itu.
Hee Thian Siang yang mendapat pujian itu, lalu berkata;
"Locianpwe jangan memuji aku, jikalau ditinjau dari
kepintaran dan kecerdasan, aku bukan saja tidak sebanding
dengan enci Tiong-sun Hui Kheng, sekalipun dengan dua
sahabat wanitaku yang lain, juga berada dalam keadaan
setaraf, agaknya kecerdasan otak dan kepintaran itu
kebanyakan berada pada diri anak-anak perempuan!"
Ketika diadakan pertandingan digunung Ki-lian, Cin Lok
Pho meskipun berada digunung Lo-hu untuk menjaga partai
Lo-hu, maka tidak dapat ikut serta dengan ketuanya, tetapi
apa yang terjadi dalam pertandingan itu, sebagian besar
sudah mendapat keterangan dari Peng-sim Sin-nie, maka dari
itu ketika mendengar ucapan tersebut ia lalu berkata sambil
tertawa; "Dua kawan wanita akrab yang lain, seperti apa yang Hee
laote katakan tadi, apakah putri Hong-tim Ong-kheng yang
bernama Liok Giok Ji dan Hok Siu In ?"
Hee Thian Siang menganggukkan kepala, tetapi ketika ia
teringat akan Liok Giok Ji yang tidak diketahui dimana berada,
dan diri Hok Siu In yang belum diketahui bagaimana nasibnya,
hatinya merasa sedih, hingga diwajahnya saat itu juga
menunjukkan sikap yang sangat berduka.
Cin Lok Pho yang mempunyai pengalaman banyak dalam
dunia Kang-ouw, begitu melihat perobahan sikap dari wajah
Hee Thian Siang, sudah mengetahui bahwa ketika menyebut
diri Liok Giok Ji dan Hok Siu In, sudah menimbulkan perasaan
sedih pemuda itu, maka ia segera mengalihkan ucapannya
kesoal lain, tanyanya sambil tersenyum;
"Hee laote setiap hari pagi dan sore, selalu melatih ilmu
silat dengan tekun, barangkali ilmu Pan-sian-ciang warisan
Ciangbun sutitku kala itu sudah dilatih dengan berhasil baik?"
Hee Thian Siang menggelengkan kepala dan menjawab
sambil tertawa; "Didalam pertemuan digunung Ki-lian itu, meskipun Hee
Thian Siang diberi kitab pelajaran dari para ketua partai, tetapi
aku sudah beri kepada enci Hui Kheng, untuk membawanya
kembali kegunung, dengan dibantu Tiong-sun locianpwe untuk
mempelajari lebih dahulu, maka terhadap pelajaran ilmu
terampuh golongan Lo-hu hingga saat ini masih belum dimulai
sedikitpun juga!" Cin Lok Pho yang mendengar Hee Thian Siang selalu
menyebut-nyebut nama Tiong-sun Hui Kheng, lalu berkata
sambil tersenyum; "Nona Tiong-sun itu adalah putri dari seorang tokoh
kenamaan, aku juga sudah lama mendengar nama harumnya,
meskipun belum pernah bertemu muka, tetapi aku dapat
menduga, ia pasti merupakan seorang gadis cantik dan gagah
perkasa pula!" "Enci Tiong-sun ku itu boleh dikata merupakan seorang
gadis yang baik hati, lemah-lembut, berjiwa besar dan selain
cantik juga memang sangat gagah . . . ." berkata Hee Thian
Siang sambil menganggukkan kepala.
Baru berkata sampai disitu, dengan tiba-tiba teringat diri
Liok Giok Ji dan Hok Siu In, yang juga adalah gadis-gadis
cantik dan gagah perkasa, hanya dalam kelemah-
lembutannya dan welas asihnya, kalah dibanding dengan
Tiong-sun Hui Kheng, memang terpaut jauh sekali.
Begitu teringat akan diri Liok Giok Jie, Hee Thian Siang
segera teringat akan pesan Siang-swat Siangjin Leng Biauw
Biauw, tentang tempat-tempat yang disebutkan seperti puncak
gunung Kun-lun, goa digunung Tay-Pa-san, lembah digunung
Cong-lam dan Istana kesunyian, sesaat ia lalu menatap wajah
Cin Lok Pho dan berkata lambat-lambat:
"Cin locianpwe, perjalanan kita kegunung Tiam-cong ini,
apakah kiranya bisa kalau mengambil jalan agak memutar ?"
"Memutar" Apa salahnya " Tetapi aku tidak tahu Hee laote
hendak pergi kemana ?" balas bertanya Cin Lok Pho sambil
tersenyum. "Aku ingin melakukan perjalanan kelembah kematian
digunung Cong-lam !"
"Untuk apa Hee laote hendak pergi kelembah kematian
digunung Cong-lam " Apakah sudah mengadakan perjanjian
hendak melakukan pertempuran ditempat itu ?" bertanya Cin
Lok Pho heran. Ia lalu menceritakan soal menghilangnya Liok Giok Ji dan
empat nama tempat yang ditunjukkan oleh Leng Biauw Biauw
kepada Cin Lok Pho, katanya:
"Tempat-tempat yang disebut sebagai puncak gunung Kun-
lun, goa gunung Tay-pa-san, lembah kematian digunung
Cong-lam dan istana kesunyian, diantara empat tempat itu,
yang pernah kukunjungi ialah puncak gunung Kun-lun, maka
sekarang aku ingin pergi melihat lagi kelembah kematian
digunung Cong-lam !"
Cin Lok Pho yang mendengar ucapan itu menggeleng-
gelengkan kepala sambil tertawa:
"Tempat-tempat yang ditunjuk oleh Leng Biauw Biauw
kepada laote itu, sesungguhnya sangat aneh, jangankan
tempat yang disebut sebagai istana kesunyian yang masih
merupakan suatu teka-teki, sekalipun tempat-tempat seperti
lembah kematian digunung Cong-lam, agaknya juga bukan
merupakan tempat yang baik bagi nona Liok Giok Ji untuk
mengasingkan diri !"
"Kalau locianpwe sudah mengatakan demikian berarti
sudah kenal baik dengan keadaan lembah kematian digunung
Cong-lam itu ?" "Sebagai orang rimba persilatan, siapakah yang tidak tahu
nama lembah kematian digunung Con-lLam itu " Didalam
lembah itu angin menghembus dengan dingin sekali, dan
tulang-tulang manusia bertumpuk-tumpuk bagaikan gunung . .
. . ." "Menurut cerita orang dalam dunia Kang-ouw, bicara
tumpukan tulang-tulang dilembah kematian digunung Cong-
lam itu, hampir tiada satu yang bukan tulang-tulang dari tokoh
rimba persilatan !" Cin Lok Pho menganggukkan kepala dan berkata:
"Orang yang bisa masuk kedalam lembah gunung Cong-
lam, pasti memiliki ilmu mengecilkan tubuh. Seorang yang
memiliki ilmu seperti itu harus merupakan tokoh rimba
persilatan kenamaan! Apalagi kecuali permusuhan bebuyutan,
siapapun tidak suka mengadakan perjanjian dan bertanding
didalam lembah kematian itu !"
Hee Thian Siang tidak mengerti ucapan itu, maka ia lalu
bertanya: "Aku pernah berkunjung kelembah kematian digunung
Cong-lam itu. Tempat itu memang terlalu sunyi sekali, seolah-
olah sudah diciptakan sebagai tempat untuk mengadakan
pertempuran mati-matian !"
"Tempat itu meskipun sangat ideal, tetapi mengandung
alamat tidak baik, sebab barang siapa yang mengadakan
perjanjian untuk mengadu kekuatan didalam lembah kematian
itu, kebanyakan kedua-duanya terluka parah, dan kedua-
duanya mati dalam lembah itu, hingga yang tinggal hanya
tulang-tulangnya saja !"
"Menurut ucapan locianpwe seperti ini, dahulu Peng-sim
Sin-nie, ketua partai Lo-hu dengan ketua partai Tiam-cong
Thiat-koan totiang kedua pihak, mengadakan pertempuran
mati-matian didalam lembah itu, dan akhirnya kedua-duanya
ternyata dalam keadaan selamat, apakah itu merupakan suatu
kejadian kecualian ?"
"Bukan hanya kecualian saja, selama beberapa puluh
tahun, semua orang masih merasa ngeri jikalau menyebutkan
nama lembah kematian itu, maka Ciangbun sutitku, terhadap
kau Hee laote, merasa sangat berterima kasih !"
"Mengenai urusan itu, Hee Thian Siang tidak berani
mendapat pahala, sebab selamanya itu hanya atas jasa dari
It-pun Sinceng! Jikalau bukan dia yang membawakan getah
pohon lengci, untuk memunahkan racun dari duri Thian-keng-
cek, Peng-sim Sin-nei benar-benar akan terbinasa karena
rencana busuk Thiat-koan Totiang itu !"
Cin Lok Pho kalau mengingat peristiwa itu, benar-benar
memang masih merasa ngeri. Ia kemudian berkata sambil
menghela napas panjang: "Dalam dunia Kang-ouw memang banyak sekali terdapat
manusia-manusia licik seperti itu! Apabila bertempur secara
terang-terangan, kalah karena kepandaian tidak cukup, juga
tidak akan menang! Apa yang ditakuti cuma, iblis-iblis yang
menggunakan cara dan tindakan tanpa menurut aturan itu,
mereka kadang-kadang menggunakan akal jahat, membokong
orang dengan senjata gelap dan menggunakan akal untuk
menjebak lawannya. Maka Hee laote harus bercermin dari
pengalaman dan apa yang pernah dilihat, harus waspada
terhadap siapapun saja, tidak boleh mengandalkan
kepandaian ilmu sendiri, sehingga akan lengah dalam
penjagaan diri." "Terhadap akal keji kawanan penjahat orang-orang Ceng-
Thian-pay itu, aku sudah melihat tidak sedikit, juga mengerti
cara-caranya untuk menghadapi mereka! Semoga dalam
perjalanan ini, tidak akan terlalu aman, kalau ada kesempatan
kita bisa membinasakan beberapa orang diantaranya dengan
demikian kecuali dapat menghilangkan kesepian dalam
perjalanan, juga dapat menjatuhkan nyali mereka !"
Dua tokoh rimba persilatan ini, meskipun usianya berbeda
jauh, tetapi kedua-duanya sama-sama senang berkelahi, dan
akhirnya benar-benar terjadi sesuatu seperti apa yang mereka
harapkan ! Tetapi peristiwa itu tidak terjadi dalam perjalanan mereka,
melainkan terjadi setelah mereka tiba dilembah kematian
dalam daerah gunung Cong-lam-san !
Cin Lok Pho meskipun usianya sudah lanjut, tetapi belum
pernah datang kelembah kematian itu, sebaliknya dengan Hee
Thian Siang meskipun masih muda, tetapi ia sudah mengenal
baik keadaan dilembah itu, maka ia berlaku sebagai petunjuk
jalan, mengajak Cin Lok Pho melalui jalan yang sulit itu,
tibalah dilembah kematian dan didepan danau kematian yang
berada diluar mulut goa. Dari tempat jauh Hee Thian Siang berkata sambil menunjuk
dengan tangannya kesuatu tempat:
"Cin locianpwe lihat, tempat ini diarah Timur, selatan dan
utara semuanya merupakan tebing-tebing tinggi, sedang
dibagian Barat adalah air terjun, dibelakang air terjun ini dekat
danau, ada sebuah goa mati yang sangat dalam itulah
merupakan pintu masuk bagi lembah kematian yang tersohor
itu !" "Keajaiban alam, memang sangat aneh, apabila orang yang
tidak mengetahui keadaan dilembah ini, siapa yang dapat
mengetahui bahwa dalam goa itu ada tersembunyi lembah
kematian yang sudah mengubur entah berapa banyak tulang
tokoh-tokoh rimba persilatan !" berkata Cin Lok Pho sambil
menghela napas. Hee Thian Siang sambil merambat turun bersama Cin Lok
Pho kedalam danau, berkata:
"Cin locianpwe, goa rahasia dibelakang air terjun itu diatas
tebing kedua sisinya terdapat lukisan gambar yang digores
diatas dinding, didinding tebing sebelah kiri dilukis batang-
batang pohon Yang Liu yang melambai-lambai, seolah-olah
tertiup hembusan angin, sedang dinding tebing sebelah kanan
dilukis dengan sepasang tangan manusia yang dirangkapkan
!" Dua tangan manusia yang dirangkapkan adalah tanda
rahasia Ciangbun sutitku, sedangkan lukisan batang pohon
Yang Liu itu, barangkali adalah tanda dari ilmu pedang
golongan Tiam-cong, pasti diukir oleh Thiat-koan Totiang !"
"Dugaan locianpwe memang benar . . . . ."
Belum habis ucapannya, mendadak ia bungkam. Sebab,
pada saat itu ternyata mereka sudah tiba di dasarnya danau,
sudah dapat melihat, dikedua dinding yang dibicarakan tadi,
ternyata kedua buah lukisan yang dibicarakan tadi, semuanya
sudah menjadi rata dengan dinding tebingnya, sebagai
gantinya, disebelah dinding kiri terdapat tulisan :


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

. LEMBAH INI SUDAH DITUTUP ! Sedang disebelah kanan goa, ditulisi kata :
BARANG LEMBAH, MATI ! SIAPA MASUK Ciu Lok Pho kerutkan alisnya, heran ia berkata:
"Dilihat dari bunyi tulisan ini, lembah kematian ini seperti
sudah ditempati orang. Entah siapakah orang itu ?"
JILID 24 Hee Thian Siang heran atas apa yang dilihat dihadapan
matanya, mendengar pertanyaan Cin Lok Pho yang seperti
juga ditujukan padanya sendiri itu, sambil menggelang-
gelengkan kepala kemudian katanya:
"Jelas, memang ada yang menempati lembah, tetapi dari
kata-kata sombong yang menyatakan yang masuk kelembah
akan mati, sudah jelas ia pasti bukan Liok Giok Ji adanya ?"
"Kalau demikian halnya, apakah perlu masuk atau tidak ?"
"Oleh karena adanya sikap sombong dari tulisannya yang
berbunyi barang siapa masuk lembah akan mati itu, kita juga
harus masuk untuk melihat kawanan iblis siapa sebetulnya
yang berdiam didalam lembah ini ?" menjawab Hee Thian
siang dengan sinar mata berkilauan.
"Masuk kedalam juga baik, aku juga ingin melihat
bagaimana orang itu suruh kita mati dengan cara bagaimana
?" Hee Thian Siang diam-diam mengerahkan ilmu
kepandaiannya, bersama-sama Cin Lok Pho masuk kedalam
gua, bahkan sudah menyiapkan jaring wasiatnya warna
merah, untuk menggunakan setiap waktu.
Dalam goa itu keadaannya galap gulita, dua orang itu
karena sengaja hendak mengadu kesaktian dengan orang
mengasingkan diri didalam lembah kematian itu, tidak perlu
sembunyi-sembunyi, maka setelah masuk kedalam goa,
mereka pada menyalakan api sebagai penerangan.
Hee Thian Siang berkata sambil tertawa:
"Partai-partai Tiam-cong dan Ki-lian, setelah menggabungkan diri membentuk partai Ceng-hian-pay, lalu
berdiam digunung Ki-lian, Pak-kut Thian kun, salah satu dari
Pek-kut sam-mo, berdiam di goa Thian-mo-hok digunung Tay-
pa-san, sedang Pek-kut Ie su berdiam di lembah setan jahat
gunung Lao-san, sementara Pek-kut siancu berdiam didalam
lembah bambu merah di gunung Ay-loa-san. Selain mereka,
raja siluman Pat-bo yao-ong dan kawanan iblis dari negeri
luar, berdiam jauh di luar perbatasan! Aku benar-benar tidak
dapat memikirkan iblis siapa yang mendiami lembah kematian
ini ?" "Orang-orang ajaib yang berkepandaian tinggi, yang sudah
banyak tahun belum muncul di rimba persilatan, kini pada
unjuk diri lagi, bagaimana kita bisa mengenali semuanya"
Tetapi ini juga merupakan suatu firasat, jelas dalam waktu
yang tidak lama, rimba persilatan pasti akan mengalami
bencana hebat !" Mereka mengobrol sambil berjalan, setelah melalui
perjalanan yang berliku-liku itu, dalam goa itu ada selapis
dinding yang merintangi perjalanan mereka !
Cin Lok Pho berkata sambil menunjuk lubang di atas
dinding yang hanya kira-kira satu kaki lebarnya:
"Perlengkapan ini, jelas dibuat oleh tangan manusia,
bukanlah ciptaan alam, maka dalam lembah kematian ini,
pertama-tama pasti merupakan tempat mengasingkan diri bagi
seorang berilmu tinggi, hanya entah bagaimana kemudian
digunakan oleh orang-orang rimba persilatan, sebagai tempat
melakukan pertandingan mati-matian !"
Berkata sampai disitu, Hee Thian Siang tiba-tiba
mengangkat api obornya dan berkata sambil tersenyum :
"Locianpwee lihat, di atas goa ini, juga ada terdapat huruf
besar !" Cin lok pho ketika mengangkat kepalanya, tampak di atas
mulut goa, ada sebuah tangkorak kepala manusia dan dua
batang tulang-tulang iga, di atas tulang itu, diukir dengan dua
baris tulisan, yang berbunyi :
"NASEHAT BAGI ORANG YANG DATANG KEMARI,
SUPAYA BERHENTI DITEMPAT INI !"
Hee Thian Siang berkata sambil tertawa :
"Tulisan itu maksudnya barangkali mau mengatakan,
apabila tidak berhenti, segera akan berubah menjadi
tengkorak! Tetapi Hee Thian siang orang yang suka dan
berani menyerbu istana Gioam-ong, tak takut penjaga neraka,
maka aku justru hendak mencoba masuk !"
Sehabis berkata demikian, lantas mengerahkan ilmunya
untuk memperkecil tubuhnya, setelah tubunhnya mengkeret
menjadi kecil demikian rupa baru ia masuk kelobang yang
kecil itu melalui dinding yang merintangi perjalanan tadi.
Tetapi baru saja orangnya masuk kedalam goa, tetapi
dengan tiba-tiba angin meniup dengan kencang kearahnya
dari sebelah muka, angin yang menyambar itu demikian
tajamnya, seolah-olah tertusuk oleh jarum tajam.
Hee Thian Siang memperdengrkan suara tertawa dingin
lalu mengerahkan ilmunya Kiau-thian-khi-kang, mulutnya
dipentang, menyemburkan hawa murni yang tidak berwujud.
Penemuan yang ajaib selama itu, telah membuat dirinya
memiliki kekuatan tenaga dalam demikian hebat, terhadap Khi
Tay Cao dengan serangan tongkatnya yang berkepala burung
garuda terbang itu, juga tidak mau mengalah, sudah tentu
hawa murni yang menghembus keluar itu, mempunyai
pengaruh sedimikian hebat, ia telah menutup lobang kecil itu
dengan hawanya yang keluar dari tubuhnya, untuk menolak
kembali angin yang meniup kencang tadi, sehingga angin itu
yang terpental balik telah menimbulkan suara gemuruh dan
benturan hebat. Suara benturan hebat itu, dalam telinga Hee Thian Siang,
semakin tahu semakin yakin bahwa apa yang diduganya
semula tidaklah salah, benar saja yang menyambar dalam
hembusan angin, tadi merupakan benda beracun sejenis
jarum terbang atau sebagainya.
Hee Thian Siang setelah memasuki lobang goa itu, lalu
melayang turun ketanah, katanya sambil tersenyum:
"Cin locianpwee jangan kuatir, masuklah saja didalam goa
ini meskipun ada penjagaan ketat, tetapi sudah kepatahkan
semua !" Cin Lok pho, juga menggunakan ilmunya memperkecil
tubuhnya, masuk melalui lubang kecil tadi, sambil masuk ia
telah mencabut sebatang jarum halus berwarna hijau, ketika
diperiksanya sejenak, alisnya lalu dikerutkan, katanya kepada
Hee Thian siang: "Apa yang Hee laote katakan sebagai jebakan oleh Hee
laote tadi, apakah jarum halus berwarna hijau ini ?"
"Benar adalah jarum ini, apakah Cin locianpwee dapat
mengenali asal-usul jarum ini ?"
"Aku belum memastikan asal-usul jarum ini, tapi rasanya
masih dapat mengenali bahwa jarum ini seperti senjata
rahasia yang dahulu pernah digunakan oleh Gu Long Goan,
salah seorang dari tiga penjahat besar dalama golongan rimba
hijau ?" Oleh karena Gu Long Goan, itu belum pernah didengar
oleh Hee Thian Siang, maka ia bertanya dengan keheran-
heranan : "Locianpwee yang dimaksudkan salah satu dari penjahat
dalam rimba hijau, dan siapakah lagi orang yang lainnya!"
"Tiga orang itu meskipun mendapat nama pada tigapuluh
tahun berselang, dan kepandaian ilmu silat mereka semuanya
juga tidak lemah, tetapi oleh karena sepak terjangnya selama
hidupnya, terlalu kejam dan ganas, lagi pula tanpa memilih
cara kadang-kadang sangat keterlaluan dan memalukan
sekali, maka tidak dapat diterima oleh orang-orang baik
golongan hitam maupun golongan putih, mereka hendak
mengingkirkan tiga penjahat besar itu! Tiga orang itu tahu
benar bahwa kemarahan orang banyak sulit dihadapi, maka
lantas mengasingkan diri, untuk selanjutnya tidak diketahui
dimana jejaknya! Nama julukan mereka Tok-hut Khong-khong
Hweshio, Pao It Hui yang mempunyai nama julukan Naga kaki
pendek dan yang satu lagi ialah yang kusebutkan tadi Gu
Long Goan yang mempunyai nama julukan Hantu malam
bertangan enam !" Berkata sampai disitu Cin Lok Pho berdiam sebentar, ia
mengamat-amati lagi jarum warna hijau dalam tangannya,
kemudian melanjutkan ucapannya:
"Gu Long Goan itu, bukan saja mahir berbagai jenis senjata
rahasia, tetapi juga paling suka warna hijau, maka dari itu, aku
tadi berkata bahwa jarum halus berwarna hijau ini ada sedikit
mirip dengan tanda rahasianya !"
"Diantara tiga penjahat besar dalam rimba hijau itu,
siapakah diantara mereka yang berkepandaian paling tinggi ?"
"Mereka masing-masing memiliki kemahiran sendiri-sendiri
dalam soal ilmu meringankan tubuh dan senjata rahasia, Gu
Long Goanlah yang paling mahir, dalam akal muslihat, atau
rencana jahat, terbilang Khoan-khong Hwaesio si buddha
berbisa yang paling mahir, tetapi kepandaian ilmu silatnya
yang sejati, harus diperhitungkan Pao It Hui !"
Hee Thian Siang yang mendengar ucapan itu, tentu saja
memperdengarkan suara tertawa dinginnya, Cin Lok Pho
sudah menambahkan lagi: "Hee laote, jangan pandang ringan mereka apa yang
kukatakan tadi, hanya merupakan kepandaian atau kemahiran
mereka, sebenarnya diantara tiga orang itu, siapapun juga
sudah boleh terhitung tokoh kelas satu dalam rimba persilatan
!" Hee Thian Siang hanya tersenyum-senyum tidak
menjawab, ketika berjalan sampai dibawah lapisan kedua, ia
lalu berkata sambil menunjuk mulut goa:
"Cin locianpwee silahkan lihat, disini kembali terpahat
sebelas kata-kata hurup besar yang berbunyi
"PERLU APA KAU MENEMPUH BAHAYA MAUT"
SEBAIKNYA LEKAS UNDURKAN DIRI SAJA !"
Cin Lok Pho berkata sambil tertawa:
"Bagaimana pikiran Hee laote ?"
"Jawabanku terhadap sebelas kata-kata itu, juga terdiri dari
sebelas kata-kata yang berbunyi:
"TIDAK TAKUT KESULITAN DAN RINTANGAN, PASTI
AKAN MASUK KEDALAM LEMBAH INI"
Berkata sampai disitu, ia tiba-tiba menyatakan pikirannya:
"locianpwee, meskipun kita tidak takut kesulitan dan rintangan, tetapi juga
tidak perlu menempuh bahaya, biarlah aku akan
mencoba dulu, didalam lapisan kedua ini, ada tersembunyi
benda macam apa ?" Sehabis berkata demikian, ia mengeluarkan bulu burung
yang berwarna lalu dimasukkan kedalam goa, kemudian
menggerak-gerakan sebentar, hingga dinding tembok batu itu
memperdengarkan suara seolah-olah dibor oleh senjata tajam.
Baru saja Hee Thian Siang menggerakkan tepi bulu
burungnya itu, dalam goa terdengar suara mengaung yang
aneh, juga terdapat beberapa puluh benda kuning warna
emas, terbang melesat keluar !
Cin Lok Pho dapat melihat bahwa benda warna kuning
emas berkilauan itu adalah benda hidup maka ia terkejut, dan
berseru kepada Hee Thian Siang:
"Hee laote awas, benda kuning emas berkilauan ini, seperti
benda hidup yang berbisa !"
Hee Thian Siang yang sudah siap sedia, juga
menggerakkan lengannya dan saat itu tampak berkelebat
warna merah, melesat keluar dan menjaring benda benda
kuning emas berkilauan tadi.
Dua orang itu sedang memeriksa benda-benda kuning
emas berkilauan yang kini berada dalam jaring Hee Thian
Siang, barulah mendapat kenyataan bahwa benda-benda
yang berkilauan itu, ternyata adalah kutu-kutu aneh berkaki
panjang berkepala tajam, bentuknya sebesar telor burung,
kutu-kutu itu berjumlah hampir dua puluh, bentuknya mirip
dengan lalat tetapi bukanlah lalat, mirip dengan lebah tetapi
bukan lebah seluruhnya berwarna kuning emas "
Cin Lok Pho yang merupakan seorang Kang-ouw kawakan
begitu dapat menyaksikan kutu-kutu aneh itu, segera dapat
mengenali, maka lalu berkata dengan perasaan terkejut:
"Ini adalah lebah emas penghisap darah, juga merupakan
binatang maut, tidak perduli kepala yang runcing, ekornya
bagaikan jarum tajamnya, dan kakinya yang panjang,
semuanya mengandung racun yang sangat berbisa, jikalau
binatang-binatang ini mendekati manusia, tidak ampun lagi
manusianya pasti akan terbinasa !"
Hee Thian Siang yang mendengar keterangan bahwa lebah
ini sangat berbisa, maka lalu mengerahkan ilmunya Kian-
thian-khi-kang, dari jarak jauh, ia melancarkan serangan
kepada lebah-lebah berbisa yang berada dalam jaring wasiat
yang berwarna merah itu, hingga beberapa lebah-lebah
berbisa itu mati seluruhnya.
Karena lebah emas penghisap darah sudah dibinasakan
seluruhnya, Cin Lok Pho dan Hee Thian Siang kembali
mengeluarkan ilmunya mengecilkan tubuhnya, menyusup
masuk kelobang dinding yang kedua.
Hee Thian Siang yang berjalan dimuka, jari tangannya
terus menunjuk kedepan, sementara mulutnya masih berkata
kepada Cin Lok Pho : "Cin locianpwee, kita sudah berhasil memasuki lapisan
kedua, setelah masuk lagi kedalam lapisan yang lain, tibalah
kelembah kematian! tapi dinding batu dilapisan yang lain itu,
lobangnya lebih kecil dari pada yang sudah dilalui"
"Bukan saja laote yang mendapat karunia tuhan hingga
memiliki ilmu demikian tingi sekalipun ilmuku mengkerutkan
tubuh yang kulatih selama ini bukanlah ilmu sembarang ilmu!
Masuk kelobang goa itu bagaimanapun kecilnya kurasa tidak
perlu ditakuti, tetapi kita harus waspada dan siap siaga
terhadap jebakan yang dipasang oleh penjahat itu, mungkin
selapis demi selapis lebih lihay lagi !"
"Cin locianpwee jangan khawatir, aku tidak akan
mengandalkan kepandaianku untuk berlaku sombong


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertindak gegabah !"
Selama berbicara, mereka sudah tiba dihadapan lapisan
yang ketiga. Hee Thian Siang pasang mata, benar saja sekitar mulut
dinding itu, kembali terdapat tulisan. Tetapi kali ini tulisan itu lebih banyak
daripada yang dimuka, dan tulisan itu berbunyi
sebagai berikut: "SETELAH BERHASIL MELALUI DUA LAPISAN, SUATU
BUKTI DARI KEJUJURAN, MAKA TIDAK AKAN DIRINTANGI
LAGI. SILAHKAN MASUK KELEMBAH KEMATIAN !"
Setelah membaca tulisan itu, Hee Thian siang berkata :
"Cin locianpwee, kalau ditilik dari bunyi tulisan ini rasanya seperti sudah
tidak ada rintangan lagi !"
"lebih baik kita berlaku waspada, jangan percaya
seluruhnya, tak ada salahnya kita berlaku hati-hati !"
Hee Thian Siang menganggukkan kepala. Dua orang itu
melalui dua lapis dinding tersebut, tibalah kedalam lembah
kematian, Benar saja tidak menemukan rintangan apa-apa
lagi. Tiba didalam lembah kematian, Cin Lok Pho mengawasi
pemandangan disekitarnya dengan sinar mata terheran-heran.
Kiranya, didalam lembah kematian itu, tempat yang tidak
begitu luas. tetapi puncak puncak gunung menjulang kelangit,
yang semuanya merupakan dinding-dinding yang curam,
susah untuk mendaki keatasnya. Ditempat yang demikian itu,
hanya itu satu-satunya jalan keluar.
Dalam lembah itu tulang-tulang manusia telah bertumpu-
tumpuk, jelas itu adalah tulang-tulangnya tokoh-tokoh rimba
persilatan yang terbinasa disitu.
Hee Thian Siang juga melepaskan pandangan matanya,
tiba-tiba berkata dengan suara perlahan:
"Cin locianpwee, tumpukan tulang dalam lembah ini,
rasanya tidak sama dengan apa yang pernah kulihat dahulu !"
Cin Lok Pho yang mendengar ucapan itu, memperhatikan
bentuk tumpukan tulang-tulang itu, kemudian berkata;
"Laote benar, tulang-tulang ini agaknya disusun orang
dengan sengaja, tunggu aku periksa dulu, tulang-tulang ini
dibentuk menurut barisan apa ?"
Hee Thian Siang disadarkan oleh ucapan itu, ia pandang
lagi tumpukan tulang-tulang itu dengan seksama, tiba-tiba
berseru; "Cin locianpwee, aku kini sudah tahu, tumpukan tulang-
tulang ini bukanlah barisan apa-apa yang aneh, melainkan
dua hurup besar yang berbunyi 'KESUNYIAN'!"
Cin Lok Pho waktu itu juga sudah melihat bahwa tumpukan
tulang tulang itu, memang benar mirip dengan huruf 'SUNYI',
maka ia berkata dengan perasaan terkejut;
"Heran, orang yang mengasingkan diri didalam lembah
kematian ini, telah menumpuk tulang tulang itu merupakan
huruf Sunyi, apakah artinya;
Dari huruf kecil itu, Hee Thian Siang teringat kepada nasib
Hok Siu In yang bertarung sengit diatas puncak gunung
dengan seorang tokoh wanita kesunyian! Ia teringat pula
dengan tempat yang dinamakan istana kesunyian, maka lalu
berkata; "Locianpwee, apakah orang yang mengasingkan diri
didalam lembah kematian ini, ada hubungannya dengan istana
kesunyian yang aku hendak cari itu ?"
"Kedua soal ini ada hubungannya atau tidak belum dapat
dipastikan, marilah kita minta keluar dulu penghuni tempat ini
supaya suka menjumpai kita !"
Setelah mengucapkan demikian, ia lalu memberi hormat
kelembah bagian dalam dan berkata dengan suara nyaring;
"Cin Lok Pho dari golongan Lo-hu-pay, bersama Hee Thian
Siang murid golongan Pak-bin, kini sudah masuk kedalam
lembah kematian, minta dengan hormat agar sahabat Kang-
ouw yang mendiami lembah ini suka keluar untuk menjawab
pertanyaan kita !" Tak lama kemudian benar saja dari balik puncak gunung
diseberang sana muncul keluar seorang tua bertubuh pendek
bongkok. Orang itu wajahnya pucat pasi, tetapi wajahnya
menunjukkan sikap agak sedikit jahat, ketika berjalan
dihadapan Cin Lok Pho kira-kira tujuh delapan kaki lantas
berhenti, dengan sinar mata dingin memandang Cin Lok Pho
dan Hee Thian Siang bergiliran, sepatah katapun tidak keluar
dari mulutnya. Hee Thian Siang lalu bertanya;
"Orang yang berdiam didalam lembah kematian ini, apakah
hanya kau seorang saja ?"
Orang tua pendek bongkok itu hanya mengeluarkan suara
dari hidung, tidak mau menjawab, sebaliknya bertanya kepada
Cin Lok Pho; "Dunia toh cukup luas, dimana saja kalian ada pergi pesiar,
mengapa memasuki lembah kematian ini ?"
Oleh karena melihat sikap orang tua pendek bongkok itu
sangat sombong, maka Cin Lok Pho juga menjawab dengan
nada suara yang tidak kalah sombongnya:
"Dimana saja aku bisa pergi, gunung-gunung atau danau-
danau, belum pernah aku mendengar ada yang memiliki, kau
ini siapa" Apakah sudah hendak mengangkangi lembah
kematian ini menjadi milikmu sendiri ?"
Wajah orang tua pendek bongkok itu menunjukkan
tertawanya yang kejam, katanya;
"Dunia meskipun luas, tetapi hampir tidak sejengkal tempat
yang dapat menerima kita bersama-sama, tidak kusangka-
sangka lembah kematian yang sepi sunyi senyap ini, juga
masih ada orang yang datang kemari untuk menggerecoki !"
Hee Thian Siang mengabaikan ucapan orang tua itu yang
mengatakan ada orang yang menggerocok, sebaliknya
menunjukkan tumpukan tulang yang menjadi huruf
'KESUNYIAN' tanyanya; "Kau telah menumpuk tulang-tulang ini menjadi perkataan
'KESUNYIAN' apakah maksudnya ?"
Lembah kematian ini disekitarnya dikurung oleh puncak-
puncak gunung yang menjulang kelangit, tulang-tulang
bertumpuk tampak dalam lembah ini, jangankan sudah tiada
ada orang yang bisa mendekati, sekalipun burung-burung atau
ular dan sebagainya, juga jarang tampak, apakah tidak pantas
kalau kusebut sebagai suatu tempat yang sangat sunyi ?"
"Jikalau kau sudah menganggap tempat ini terlalu sepi,
mangapa kau sengaja mengasingkan diri dan memilih tempat
seperti in " Bahkan dibagian masuk mulut goa itu, kau masih
memasang jebakan yang berupa jarum-jarum terbang berbisa
dan lebah-lebah penghisap darah, melarang orang masuk
kedalam ?" "Aku meskipun takut kesepian, tetapi apa mau karena aku
juga benci melihat orang dunia, sebab dunia pada dewasa ini,
hampir semua orang menjadi musuh-musuhku !"
Hee Thian Siang teringat penuturan Cin Lok Pho tentang
riwayat orang dihadapannya itu, maka ia segera menyadari
dan berkata sambil menganggukkan kepala:
"Aku sudah kenal kau siapa. . . ."
Belum habis ucapannya, orang tua pendek bongkok itu
sudah memotong, dan berkata sambil menggelengkan kepala;
"Dengan usiamu yang masih begini muda, tidak mungkin
kau dapat mengenali aku ini siapa, jikalau benar kau bisa
menyebutkan namaku, aku bisa mengampuni perbuatanmu
yang secara lancang masuk kemari dan membiarkan kau
keluar dari dalam keadaan hidup !"
Hee Thian Siang memperdengarkan suara dari hidung,
kemudian berkata sambil tertawa dingin;
"Kalau aku mau datang, aku bisa datang sesuka hatimu,
begitupun kalau aku hendak pergi, siapa yang minta kau
ampuni" Aku duga kau ini tentunya adalah orang yang
bernama Pao It Hui yang mempunyai julukan Naga kaki
pendek, dulu merupakan tiga kawan penjahat dari rimba
persilatan" betul tidak ?"
Orang tua pendek bongkok itu, mendengar Hee Thian
siang dapat menyebutkan nama dan julukannya sendiri,
benar-benar sangat terkejut, tetapi ia sudah mendengar
ucapan selanjutnya, lantas murka, sepasang matanya
memancarkan sinar terang, menatap wajah pemuda itu,
sedangkan kedua tangannya dipentang dan berjalan maju
beberapa langkah. Hee Thian Siang yang menyaksikan keadaan demikian, lalu
berkata sambil tertawa dingin:
"Sikapmu seperti ini, kau kira dapat menggertak siapa"
Jangankan kau hanya merupakan seekor Naga yang berkaki
pendek saja, sekalipun Naga kuno yang benar-benar, Hee
Thian Siang tidak akan takut !"
Poa It Hui yang mendengar ucapan itu, semakin marah,
tangan kanannya bergerak, lalu terdengar suara hembusan
angin gemuruh, serangan dilancarkan dari jarak jauh !
Hee Thian Siang yang sudah ada maksud hendak menguji
kekuatan tenaga orang tua pendek bongkok itu, sebelum
mengucapkan perkataannya sudah mengerahkan ilmu perguruannya sendiri Kian-thian-khi-kang, sehingga dirinya
seolah-olah diliputi oleh kabut hawa bagaikan jaring yang
terpentang dihadapannya, siap menanti serangan Pao It Hui,
dan setelah itu akan menyerang dengan tiba-tiba.
Tetapi ketika hembusan angin yang keluar dari tangan
orang tua pendek bongkok itu, hebatnya serangan itu, ternyata
bagaikan gunung guntur, hebatnya kekuatan tenaga dalam
orang tua pendek itu ternyata tidak dibawah para ketua partai
besar rimba persilatan pada dewasa itu.
Hee Thian Siang diam-diam terkejut, selagi hendak
mengeluarkan seluruh kekuatan tenaganya, untuk menambah
kekuatan membalik dari ilmunya Kian-thian-khi-kang, tetapi
Cin Lok Pho sudah mengerahkan tangan kanannya, dan
berkata sambil tersenyum:
"Sahabat Pao kau juga merupakan salah seorang yang ada
nama dalam rimba persilatan, bagaimana baru saja bertemu
muka, sudah menggunakan serangan tangan ganas demikian
terhadap Hee Laote ?"
Kiranya Cin Lok Pho meskipun tahu Hee Thian Siang
keluaran dari golongan perguruan yang ternama, lagi pula
banyak sekali penemuan gaibnya, dewasa itu merupakan
salah seorang terkuat dari angkatan muda, tetapi oleh karena
malihat serangan Pao It hui itu terlalu hebat, bagaimanapun
juga ia merasa tidak tega, maka lebih dulu mengeluarkan
serangannya dengan menggunakan ilmunya Pan-sian-ciang-
lek. menalangi Hee Thian Siang untuk memunahkan serangan
lawannya terlebih dahulu.
Dua ilmu yang sangat ampuh dalam rimba persilatan itu
saling bentur ditengah udara, ternyata sangat berimbang, tak
ada yang lebih unggul. dengan demikian, maka Pao It Hui
diam-diam juga terkejut, Cin Lok Pho juga tahu benar bahwa
tiga tokoh kenamaan dari rimba hijau ini, yang sekian lama
menyembunyikan diri ditempat yang tersembunyi ini, benar-
benar sudah melatih ilmunya yang sangat ampuh, apabila
ketiga orang itu menjadi marah karena malu, dengan kekuatan
tenaga bertiga yang maju bersama, benar-benar tidak mudah
dihadapi. Hee Thian Siang tahu apa yang terkandung dalam pirikan
Cin Lok Pho, maka ia juga merasa berterima kasih
kepadanya, tetapi disamping itu juga merasa geli, ia
sebetulnya sudah berniat memberi hajaran atas diri salah satu
dari tiga kawanan penjahat itu, supaya Cin Lok Pho
mengetahui sampai dimana kepandaian ilmu silatnya sendiri.
Sementara itu dari bagian lembah kematian itu, muncul lagi
dua orang, satu adalah seorang paderi berjubah kuning, dan
satu lagi ialah seorang tua berjubah putih yang badannya tingi
kurus. Hee Thian Siang mengawasi dengan bergiliran kepada dua
orang yang baru datang itu, segera ikut mengetahui bahwa
paderi berjubah kuning pasti adalah si budha berbisa Khong-
khong Hweesio, dan orang tua bertubuh tinggi kurus tentunya
sihantu malam tujuh tangan Gu Lon Goan mahir
menggunakan senjata rahasia berbisa.
Pao It Hui begitu melihat dua orang kawannya muncul. lalu
berkata sambil tertawa; "Toako, samte, kediaman kita dilembah kematian ini,
dengan tiba-tiba kedatangan tamu dari luar, bukan hanya itu
saja, mereka bahkan memiliki kepandaian yang sangat tinggi,
kita justru sendang kesepian, maka kupikir ingin main-main
dengan mereka untuk menghilangkan rasa kesepian kita !"
Khong-khong Hweshio menggunakan ilmunya meringankan
tubuh yang luar biasa, dengan tepat sudah tiba disamping Pao
It hui, ia mengamat-amati kepada Cin Lok Pho dan Hee Thian
Siang sejanak, lalu bertanya kepada Pao It Hui:
"Jite, apakah kau sudah tanya mereke dari mana dan
golongan mana " "
"Sahabat Cin Lok Pho ini mempunyai nama julukan Boan-
bwee-lo-long, adalah orang dari golongan Lo-hu-pay, sedang
sahabat Hee Thian Siang ini, adalah murid dari golongan Pak-
bin !" Khong-khong Hweesio yang mendengar keterangan itu,
mulutnya mengeluarkan suara memuji nama buddha,
kemudian berpaling kepada Cin Lok Pho untuk memberi
hormat dengan merangkapkan kedua tangannya, kemudian
berkata dengan nada suara dingin:
"Cin sicu dan Hee siaosicu semua adalah orang-orang dari
golongan baik-baik, dengan cara bagaimana tiba-tiba bisa
berkunjung kedalam lembah ini" Tindakan ini merupakan
suatu penghargaan bagi kita bertiga dari golongan rimba hijau
yang tidak bisa diterima oleh orang dunia !"
Cin Lok Pho juga mengangkat tangan membalas hormat
seraya berkata; "Cin Lok Pho dan Hee Thian Siang laote ini kedatangan kita
kelembah kematian ini sebetulnya ada yang dicari, kita tidak
tahu bahwa Taysu sekalian berdian ditempat ini!"
Khong-khong Hweesio seolah-olah tidak mau percaya,
katanya sambil tertawa dingin:
"Sahabat Cin, kau dihadapan orang yang sudah banyak
pengalaman, perlu apa masih mengaku bohong" Tempat
seperti lembah kematian ini, merupakan tempat yang sangat
sepi dan sunyi, juga merupakan jalan penting bagi dunia kang


Makam Bunga Mawar Karya Opa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ouw. . . ." Hee Thian Siang tidak menunggu habis ucapan Hweesio
itu, sudah menyelak: "Kau padri ini mengapa tidak percaya ucapan orang" Kita
sebetulnya suka datang kemana saja, rasanya tidak
seorangpun yang bisa melarang, begitupun jikalau kita hendak
pergi, juga tidak ada yang dapat merintangi, perlu apa
membohong." Khong-khong Hweesio yang mendengar ucapan itu,
wajahnya sesaat menunjukkan sikap bengis, selagi hendak
membuka mulut, Gu Long Goan sudah maju dan mendahului
padanya: "Sahabat Hee masih sangat muda, mengapa caramu
demikian sombong" Dihadapan kami Cong-lam-sam-sat,
bagaimana kau dapat berlaku lagak hatimu, apakah kau kira
bisa datang dan pergi menurut seenak perutmu saja ?"
Hee Thian Siang menatap wajah Gu Long Goan, kemudian
bertanya sambil tersenyum;
"Kau apakah yang mendapat julukan nama hantu malam
tujuh tangan ?" Gu Long Goan, menganggukkan kepala dan menjawab:
"Nama julukan hantu malam tujuh tangan adalah sahabat-
sahabat dunia kang-ouw yang menghadiahkan kepadaku,
mengapa dengan tiba-tiba kau menanyakan julukan itu ?"
Sepasang alis Hee Thian Siang berdiri, sikapnya sangat
sombong sekali, ia tidak mau menjawab pertanyaan Gu Long
Goan, sebaliknya mendongakan kepala dan mengawasi awan
dilangit sambil mendengarkan suata ketawa dingin.
Gu Long Goan yang diperlakukan dengan sikap demikian
rupa, sudah tentu ia merasa tidak senang, tanyanya pula
dengan wajah berubah: "Apakah perkataanku si orang she Gu tadi terdapat
kesalahan sehingga menimbulkan perasaan gelimu ?"
Dengan sinar mata yang tajam Hee Thian Siang menjawab
dengan suara lantang; "Aku mentertawakan kau hanya merupakan seorang hantu
malam bertangan tujuh yang hanya menguasai sebidang
tanah sepi sunyi seperti lembah kematian ini, apabila kau
merupakan hantu malam tangan seribu, maka diempat
penjuru dunia ini, bukankah akan menjadi dunia yang dikuasai
oleh segala iblis dan setan ?"
Pao It Hui yang mendengar ucapan itu lantas berkata
dengan nada suara gusar: "Toako, samte, hari ini mau tak mau kita harus menahan
dua orang ini didalam lembah kematian. Jikalau tidak bisa Pao
It Hui lebih suka akan bunuh diri !"
Hee Thian Siang segera bertanya kepadanya:
"Dengan mengandalkan ilmu apa kau hendak menahan
kami berdua ?" "Yang kuandalkan ialah ilmuku Hek-sat-tui-hun-ciang-lek,
senjata rahasia Gu Long Goan dan Liu-yap-bian-si-kiam milik
Khong-khong toako ku !"
Hek-sat-tui-hun-ciang dan senjata rahasia tidak mengejutkan Hee Thian Siang, tetapi pedang Liu-yap-bian-si-
kiam yang disebut sebagai milik Khong-khong Hweesio, ketika
masuk ketelinganya saat itu semangatnya seolah-olah terbang
dan dalam hatinya terkejut dan terheran-heran.
Sebab pedang Liu-yap-bian-si-kiam itu adalah milik Hok Siu
In yang bersama-sama dengan orangnya terjatuh kedalam
jurang yang dalam dan hanyut oleh air selat, dengan cara
bagaimana bisa terjatuh ditangan Khong-khong Hweesio yang
muncul dari dalam lembah kematian ini "
Ciu Lok Pho tahu bahwa urusan itu tidak akan berakhir
Kehidupan Para Pendekar 1 Tangan Geledek Pek Lui Eng Karya Kho Ping Hoo Pendekar Sejagat 1
^