Pencarian

Matahari Esok Pagi 21

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja Bagian 21


sedang Sindangsari masih menangis membasahi dada Ki
Demang yang bidang itu. Sejenak Pamot berdiri di samping Ki Jagabaya yang
berjongkok. "Kemarilah" desis Ki Demang di Kepandak dengan suara
yang parau dan dalam. "Berjongkoklah" gumam Ki Jagabaya. Pamotpun kemudian
berjongkok di samping Ki Demang yang menjadi semakin
lemah. "Pamot" bisik Ki Demang dengan suara yang parau
"umurku tidak akan lebih panjang dari malam ini"
Pamot tidak menyahut. "Aku akan mati. Semua yang ada di Kademangan ini akan aku tinggalkan. Rumah,
ternak, sawah, halaman ini dan rakyat Kepandak yang baik. Juga Sindangsari dan
anak di dalam kandungannya"
Pamot masih tetap berdiam diri.
"Tetapi rasa-rasanya aku segan untuk berangkat, sebelum aku yakin bahwa yang aku
tinggalkan tidak akan mengalami
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
kesulitan apapun juga. Terutama isteri dan anak di dalam kandungannya itu"
"Pamot" desis Ki Demang. Suaranya menjadi semakin
dalam "Semua yang mendengar kata-kataku ini akan menjadi saksi. Bahwa sebagai
kelajiman dan adat kita, sepeninggalku, anakkulah yang akan berhak menggantikan
kedudukanku. Karena anakku masih ada di dalam kandungan, maka
diperlukan seseorang yang dapat mewakilinya untuk sementara. Sampai pada saatnya anakku kelak dapat
menjabat kedudukan Demang di Kepandak. Kalau ia laki-laki, maka ia adalah Demang
itu. Tetapi kalau ia perempuan, maka suaminyalah yang akan melakukan tugasnya
sebagai Demang di Kepandak.
Ki Jagabaya, para bebahu yang ada di sekitar Ki Demang di Kepandak mengangguk-
anggukkan kepalanya. Namun Pamot
masih saja menundukkan kepalanya.
"Pamot" berkata Ki Demang kemudian dengan suara yang
terputus-putus "aku sudah akan mati. Baiklah aku berkata berterus terang, karena
aku tidak mempunyai waktu lagi" ia berhenti sejenak menarik nafas dalam-dalam,
seolah-olah nafasnya telah hampir terputus dilubang hidungnya "Aku akan mati.
Aku tahu, dan hampir seluruh orang-orang Kepandak tahu, bahwa aku telah
melakukan kesalahan yang besar
terhadapmu dan Sindangsari. Karena itu sepeninggalku
Pamot, aku serahkan Sindangsari kembali kepadamu.
Terimalah. Aku minta sebelum ajalku, kau mau menerimanya sebagai isterimu. Kau
pulalah yang aku percaya untuk
mewakili anakku melakukan tugas Kademangan ini sebaik-baiknya, sampai saatnya
kelak anak itu dapat menjalankannya sendiri. Aku percaya bahwa kau mampu
melakukan. Kau masih muda. Kau masih mempunyai seribu macam harapan
buat masa depan. Dalam olah kanuragan dan olah kasukman.
Semoga Tuhan melindungimu"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Nafas Ki Demang menjadi semakin pendek. Tetapi ia masih bertanya "Apakah kau
bersedia Pamot?" Dada Pamot benar-benar telah dilanda kebimbangan yang dahsyat. Ia tidak
mengerti, perasaan apakah yang sebenarnya bergolak di dadanya terhadap
Sindangsari. Apakah benar ia memang mengharapkannya, atau sekedar hatinya
diremas oleh perasaan cemburu" Atau perasaan-perasaan lain yang tidak dikenalnya?"
Namun di saat terakhir seolah-olah Ki Demang dapat
membaca guratan perasaannya "Pamot. Kau ragu-ragu?"
Ki Jagabaya berpaling. Ditatapnya wajah Pamot yang
tegang penuh pertentangan di dalam diri.
"Jawablah Pamot" desak Ki Jagabaya "kaulah yang
mendapat kepercayaan itu"
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Dipandanginya Sindangsari yang terisak di dada Ki Demang di Kepandak.
"Nafasnya tinggal satu dua. Aku ingin mendengar jawabmu Pamot"
"Pamot" desak Ki Jagabaya.
Sekali lagi Pamot menarik nafas. Lalu terdengarlah
suaranya yang dalam "Baiklah Ki Demang. Aku menerimanya"
Ki Demang menarik nafas dalam-dalam. Ia masih akan
berbicara. Tetapi bibirnya hanya dapat tersenyum. Perlahan-lahan ia mencoba
meraba kening isterinya. Tetapi ketika tangan itu menyentuh wajah Sindangsari, maka tangan itu terkulai
dengan lemahnya. Namun masih juga dipaksakannya berbisik "Sindangsari,
kembalilah kepadanya. Kepada Pamot" agaknya Ki Demang masih ingin berkata,
tetapi suaranya sudah tidak dapat melalui kerongkongannya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Perlahan-lahan Ki Demang menggerakkan kepalanya.
Kemudian sebuah tarikan nafas yang dalam. Dan mata Ki Demang itupun terpejam
dengan sebuah senyum di bibirnya.
"Ki Demang" desis Ki Jagabaya.
Sindangsari yang menelungkup di dada Ki Demang
mengangkat kepalanya. Terasa tarikan nafasnya terhenti. Dan ketika dilihatnya Ki
Demang telah memejamkan matanya, maka tiba-tiba perempuan itu menjerit keras
sekali. "Kakang Demang. Kakang Demang"
Tetapi Ki Demang sudah tidak mendengarnya. Tidak ada
jawaban yang meloncat melalui bibirnya.
Sekali lagi Sindangsari menjatuhkan kepalanya sambil
menangis sejadi-jadinya. Bagaimanapun juga ia mempunyai kenangan tersendiri
selama ia hidup di Kademangan. Ki Demang di Kepandak itu serasa seorang ayah
yang selalu mencoba mengerti keadaannya sebaik-baiknya. Tetapi juga seorang
suami yang memerlukan pelayanannya dalam hidup sehari-hari. Ia jugalah yang
setiap hari menyediakan makan dan minum. Membersihkan bilik dan pembaringannya.
Menyapanya kalau ia pulang dengan lelah setelah melakukan tugasnya. Tetapi yang
selalu bertanya pula kepadanya apabila ia
mengeluh tanpa sesadarnya "Apakah aku dapat membantumu Sari?" Sejenak para bebahu Kademangan Kepandak seakan-akan
membeku. Mereka tidak segera dapat berbuat sesuatu.
Dibiarkannya Sindangsari menangis sepuas-puasnya, menangisi suaminya yang gugur mempertahankan bukan saja haknya, tetapi juga
isteri dan anak di dalam kandungan.
Tetapi sejenak kemudian Ki Jagabaya berbisik "Sudahlah Nyai
Demang. Biarkan kami mendapat kesempatan menyelenggarakan jenazah Ki Demang di Kepandak. Sebaiknya Nyai Demang masuk saja ke dalam rumah
Kademangan" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi Nyai Demang di Kepandak sama sekali tidak
beranjak dari tempatnya. "Panggil ah perempuan-perempuan tua" desis Ki Jagabaya kepada seorang bebahu
yang duduk di sampingnya.
Sejenak kemudian perempuan-perempuan tua itupun telah berdatangan. Dengan lembut
mereka mencoba mengajak Sindangsari masuk ke rumahnya.
"Lihatlah" berkata seorang perempuan "di sekitar halaman ini masih banyak sekali
laki-laki yang menggenggam senjata telanjang. Marilah. Biarlah Ki Jagabaya
menyelesaikan semuanya. Perlahan-lahan namun akhirmya Sindangsaripun melepaskan suaminya. Dengan dibimbing oleh perempuan-
perempuan tua, Nyai Demang itupun dibawa masuk ke ruang dalam.
Tetapi ketika di bawah tangga pendapa ia berpaling,
dilihatnya Pamot berdiri termangu-mangu.
Terasa dada Sindangsari berdesir. Pamot itu seakan-akan memandangnya seperti
baru pertama kali melihatnya. Sorot mata anak muda itu serasa menembus sampai ke
pusat jantungnya. "Pamot" Nyai Demang itu berdesis. Hampir saja ia berlari kepada anak muda itu.
Namun perempuan-perempuan tua
yang membimbingnya membawanya naik ke pendapa.
Pamot memalingkan wajahnya menyapu halaman. Beberapa orang sedang mengangkat tubuh Ki Demang ke
pendapa. Yang lain mengangkat tubuh Ki Reksatani. Namun di sekitar halaman itu
masih dilihatnya para pengawal yang bersenjata dan orang-orang berkuda yang
berdatangan bersama Ki Reksatani. Namun wajah-wajah merekapun telah tunduk dalam-dalam. Hati
mereka sempat juga merenungi apa yang baru saja terjadi.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi agaknya Ki Jagabayapun segera bertindak pula atas nama
Ki Demang "He, orang-orang yang telah menjerumuskan diri ke dalam pengkhianatan. Kini Ki Reksatani sudah tidak ada
lagi di antara kalian. Kalian telah mendengar sendiri pesannya dan janji
jantannya sebelum ia melakukan perang tanding?" Ki Jagabaya berhenti sejenak,
lalu "Apakah kalian ingin meyakinkan siapa yang kalah dan siapa yang menang" Ki
Reksatani telah meninggal lebih dahulu. Karena itu, maka iapun dapat dianggap
telah kalah. Apalagi ia sendiri telah meneriakkan perintah kepada kalian untuk
pergi meninggalkan halaman ini" sekali lagi ia berhenti, lalu "Tetapi yang penting
bukan itu. Bukan sekedar kalian pergi
meninggalkan halaman ini. Tetapi apakah kalian telah
menyadari, bahwa yang terjadi adalah bencana buat
Kademangan ini" Kalau kalian tidak dapat menyadarinya, maka memang lebih baik
kalau kita bertempur sekarang.
Siapa yang akan kalah dan siapa yang akan menang. Siapa yang akan tumpas dan
siapa yang akan menguasai Kepandak sebagai kuburan raksasa"
Tidak seorangpun yang menjawab.
"Nah, sekarang kalian dapat memilih. Kalau kalian
menyesali perbuatan kalian, tinggalkan halaman ini. Kalau tidak, kita akan
segera bertempur. Kami sudah siap"
Beberapa orang berkuda itu saling berpandangan. Tetapi bagi mereka agaknya tidak
akan ada gunanya lagi untuk bertempur. Mereka sadar, bahwa Ki Jagabaya dan para
pengawal pasti akan menghancurkannya. Tetapi kalau mereka meninggalkan halaman
itu, mereka akan dimanfaatkan. Ki Jagabaya agaknya tidak akan melakukan tuntutan
lebih lanjut atas mereka.
Karena itu, maka ketika seorang dari mereka bergerak, maka yang lainpun segera
mengikutinya. Satu-satu mereka pergi
meninggalkan jalan-jalan diseputar halaman Kademangan Kepandak. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Para pengawal yang semula berdebar-debar, satu-satu
mulai menarik nafas lega. Mereka tidak lagi harus bertempur.
Namun demikian kembali mereka harus menundukkan kepala, karena di pendapa dua
orang kakak beradik yang selama ini mereka hormati, telah meninggal justru dalam
perang tanding diantara mereka sendiri.
Pamot yang masih termangu-mangu, terkejut ketika Ki
Jagabaya menepuk pundaknya. Bisiknya "Kenapa kau seperti kehilangan akal Pamot.
Kau berdiri merenung seperti orang tua yang linglung"
Pamot tidak segera dapat menjawab. Tiba-tiba saja ia
menjadi tergagap. "Pamot" berkata Ki Jagabaya seterusnya "berbuatlah
sesuatu. Kau sekarang adalah Demang di Kepandak"
Pamot menarik nafas dalam-dalam. Tanpa sesadarnya
dipandanginya pintu pringgitan yang masih terbuka sedikit.
Secercah cahaya meloncat keluar menarik garis yang lurus.
"Masuklah ke rumah itu. Terimalah Sindangsari. Hatinya terlampau pedih mengalami
peristiwa ini. Kau adalah satu-satunya orang yang paling dekat di hatinya.
Selebihnya kau adalah seorang laki-laki. Jangan kehilangan akal"
Tetapi Pamot bahkan kemudian menggelengkan kepalanya.
Katanya "Ki Jagabaya. Aku tidak sanggup. Aku tidak sanggup melakukan semuanya.
Ki Jagabaya sajalah yang menjadi
Demang di Kepandak" "Meskipun Ki Demang di Kepandak yang baru saja
meninggal itu bukan orang yang bersih sama sekali, tetapi kami mencoba untuk
memenuhi permintaannya yang terakhir.
Kau juga sebaiknya memenuhinya. Apalagi kau sudah
menyanggupinya" "Aku hanya ingin menyenangkan hatinya di saat-saat ia akan meninggal"
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Jangan kau ingkari janjimu di hadapan orang yang akan meninggal"
"Pamot" terdiam. Tetapi kepalanya menjadi semakin
tunduk. "Pamot" berkata Ki Jagabaya "kau

Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mempunyai pengetahuan. Kau juga mempunyai pengalaman. Kalau masih ada yang kurang, kau
dapat mempelajarinya dari orang-orang yang ada di sekitarmu. Dari aku, dan
bebahu yang lain dan dari seluruh rakyat Kepandak" Pamot tidak menjawab. Dan di
luar sadarnya beberapa orang bebahu yang lain telah berdiri mengitarinya.
"Nah, masuklah. Mulailah berbuat sesuatu atas Nyai
Demang yang pasti sedang murung itu"
Pamot tidak dapat menolak ketika Ki Jagabaya mendorongnya ke pendapa. Dengan berat kakinya melangkah, menaiki tangga satu
demi satu. Ketika ia sampai di tangga teratas, sekali lagi langkahnya tertegun.
Tetapi Ki Jagabaya mendorongnya.
"Masuklah. Kau tahu apa yang harus kau lakukan,
menjelang penyelenggaraan jenazah Ki Demang dan Ki
Reksatani. Kau mempunyai wewenang mengatur dan mempergunakan apa saja yang ada di rumah ini dengan seizin Sindangsari. Karena
itu temuilah perempuan itu. Berbicaralah, bahwa masih ada yang harus dilakukan.
Bahwa jenazah suaminya masih harus dikuburkan. Dan kaulah pelaksananya.
Kami akan membantu sejauh dapat kami lakukan"
Pamot masih juga termangu-mangu. Namun kemudian
kakinya melangkah juga ke pintu pringgitan.
Dengan ragu-ragu Pamot mendorong pintu yang masih
terbuka sedikit itu. Dengan kaki gemetar ia maju selangkah, memasuki pringgitan
rumah Kademangan di Kepandak.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tetapi pringgitan itu ternyata kosong.
Tidak ada seorangpun yang ada di pringgitan itu.
Sejenak Pamot berdiri termangu-mangu. Ia tidak segera tahu, apakah yang
sebaiknya dikerjakan. Dipandanginya saja isi pringgitan itu. Lampu yang menyala
diatas ajug-ajug. Sehelai tikar pandan yang tergantung di dinding dan sepasang tombak yang silang
menyilang. Pamot menarik nafas dalam-dalam. Hatinya berdesir ketika dari balik pintu yang
masuk ke ruang dalam ia mendengar isak tangis
Sindangsari. Seorang perempuan mencoba menenteramkan hatinya. Namun Sindangsari masih juga
menangis. Tiba-tiba Pamot mengangkat wajahnya ketika ia mendengar suara seorang laki-laki di dalam. Agaknya laki-laki itu telah masuk
lewat pintu butulan. Perlahan-lahan ia berkata kepada salah seorang perempuan
"Katakan kepadanya, bahwa Ki Demang telah menentukan siapakah yang akan menjadi
pelindungnya. Biarlah hatinya menjadi agak tenang. Meskipun ia sudah mendengar
sendiri, tetapi barangkali ia perlu meyakinkan"
"Siapa?" bertanya perempuan itu.
"Kita, yang menunggui di saat Ki Demang menarik nafas terakhirnya menjadi saksi.
Ki Demang telah menyerahkan seluruhnya kepada Pamot. Ialah yang akan menjadi
wali anak di dalam kandungan itu sampai anak itu kelak dapat
menggantikan kedudukan ayannya, Demang di Kepandak"
"O" desis perempuan itu.
Sejenak kemudian tidak terdengar suara apapun. Agaknya laki-laki itu telah pergi
meninggalkan Sindangsari yang menangis.
Pamot masih saja berdiri di tempatnya dengan termangu-mangu. Iapun kemudian
mendengar perempuan-perempuan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
itu mencoba menghibur hati Sindangsari. Dengan hati-hati seorang perempuan tua
berkata "Nyai Demang. Sudahlah.
Jangan ditangisi lagi yang sudah pergi. Biarlah Ki Demang dapat menempuh jalan
lapang tanpa tertegun-tegun di
perjalanannya. Bukankah Ki Demang sudah menjatuhkan
pesan sebelum ia meninggal" Nah, pesan itu merupakan suatu penghibur yang dapat
mengurangi kepahitan perasaanmu.
Mungkin kau tidak segera dapat menyesuaikan diri dengan pesan itu. Tetapi pesan
itu harus mendapat perhatian.
Setidak-tidaknya kau mendapat seorang kawan berbincang selama kau menghadapi
percobaan yang sangat berat ini"
Nyai Demang tidak menjawab. Ia memang mendengar
sendiri bagaimana Ki Demang menyerahkan dirinya ke dalam perlindungan Pamot.
Bagaimana Ki Demang mengatakan,
bahwa anak di dalam kandungannya itulah yang kelak berhak menjadi penggantinya,
karena anak itu diakuinya sebagai anaknya.
Sindangsari tidak tahu perasaan apakah yang sebenarnya bergolak di dalam
hatinya. Apakah ia bersedih apakah ia merasa dirinya terlepas dari kekangan dan
dapat kembali kepada Pamot. Atau kedua-duanya kini sedang bergulat di dalam
hatinya?" Ia memang bersedih atas kematian Ki Demang di
Kepandak. Tetapi ia berpengharapan bahwa ia akan
menjelang suatu kehidupan yang lain bersama Pamot yang tidak pernah dilupakannya
sekejappun. Namun justru karena Ki Demang mengetahui perasaannya itulah maka ia
menjadi sedih atas kematiannya. Agaknya selama ini Ki Demangpun mencoba untuk
mengerti tentang dirinya sedalam-dalamnya.
Dibiarkannya dirinya selalu berangan-angan tentang Pamot.
Tentang anak muda yang tidak akan dapat diuraikan lagi daripadanya karena ikatan
yang ada di dalam dirinya itu. Anak muda yang telah meletakkan benih yang sedang
tumbuh. Semakin lama menjadi semakin besar.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Selama ini Ki Demang tidak pernah mengganggu gugat,
meskipun ia sudah tahu keadaannya yang sebenarnya.
Demikianlah Sindangsari tidak segera dapat menguasai
dirinya sendiri. Kebingungan dan kegelisahan telah membakar dadanya. Ia tidak
dapat menemukan perasaannya sendiri. Dan suara perempuan-perempuan tua di
sekitarnya itu justru telah membuatnya menjadi semakin bingung.
"Kau harus menerima pesan itu Nyai" terdengar seseorang berkata.
"Jangan bersedih lagi. Ki Demang sudah menghadap
Tuhannya kembali" Dan yang lain "Kita bersama-sama telah bersedih hati atas kematiannya. Tetapi
semuanya yang terjadi ini tidak akan dapat kembali lagi. Tidak dapat diulang
kembali. Karena itu, terimalah keadaan yang mendatang"
Masih ada lagi yang berbisik "Jangan tenggelam dalam
kepedihan. Kau masih harus berbuat sesuatu atas jenazah suamimu. Kau dapat
memanggil Ki Jagabaya dan terutama, kau akan mendapat sisihan baru dalam
kesulitan ini. Panggilan Pamot dan para bebahu yang lain"
Nyai Demang masih saja menangis. Dan seorang
perempuan yang lain berkata "Jagalah kandunganmu Nyai.
Jangan kau turutkan kata hatimu"
Suara-suara itu serasa berputar di kepalanya. Semakin lama semakin cepat
sehingga seakan-akan Sindangsari itu telah diputar oleh pusaran yang semakin
lama semakin menyeretnya ke dalam arus yang tidak terlawan.
Dalam keadaan itulah, seorang anak muda berdiri di muka pintu ruang dalam.
Dengan tatapan mata yang kosong ia memandangi
perempuan-perempuan yang sedang berkerumun di seputar Sindangsari.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Ketika salah seorang melihatnya, tiba-tiba ia berdesis
"Pamot. Pamot telah datang"
Semua orang berpaling kepadanya. Dan bahkan Sindangsari yang sedang menangispun mengangkat wajahnya pula.
Ketika Sindangsari menatap wajah Pamot yang berdiri
termangu-mangu di muka pintu itu, Pamotpun ternyata
sedang memandanginya pula. Benturan tatapan mata mereka yang tiba-tiba itu,
terasa menggetarkan hati Sindangsari.
Sejenak ia membeku, namun tanpa disadarinya, oleh
dorongan yang tidak dikenalnya, maka tiba-tiba saja ia meloncat berdiri dan
berlari kepada anak muda itu. Sambil berpegangan kedua lengannya yang kokoh,
Sindangsari meletakkan kepalanya di dadanya yang bidang. Tangisnya justru seakan-akan
menjadi semakin keras dan meledak-ledak.
Perempuan-perempuan tua yang menyaksikan hal itu
seakan-akan telah membeku di tempatnya. Mereka berdiri termangu-mangu tanpa
berbuat apapun juga. Satu dua
diantara mereka berdiri berpandangan. Tetapi mereka tidak berbuat apa-apa.
Bahkan sejenak kemudian salah seorang dari mereka berkata "Marilah, kita
tinggalkan keduanya. Biarlah mereka berbicara dan berbuat sesuatu"
Perempuan yang lain mengangguk-anggukkan kepalanya.
Dan merekapun saling menggamit dan satu-satu mereka
meninggalkan ruangan itu.
Sesaat kemudian yang ada di dalam ruangan itu tinggal ah Pamot dan Sindangsari.
Sindangsari seakan-akan mendapat tempat untuk menumpahkan segenap himpitan
perasaannya. Karena itu, maka iapun menangis semakin menjadi-jadi, sehingga tubuhnya,
terguncang-guncang karenanya.
Tetapi Pamot masih saja berdiri membeku. Seakan-akan ia tidak
mengerti, bagaimana harus menanggapi sikap Sindangsari. Tangannya masih saja terkulai lemah di sisinya.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Dibiarkannya saja Sindangsari berpegangan pada bahunya yang kokoh kuat dan
membasahi dadanya dengan air
matanya. "Kakang, kakang Pamot, aku takut" desis Sindangsari.
Pamot sama sekali tidak menyahut. Ia masih saja berdiri membeku di tempatnya.
"Kakang, kakang "
Tetapi Pamot tidak juga menjawab.
"Kakang" perlahan-lahan Sindangsari mengangkat wajahnya. Dadanya berdesir melihat wajah Pamot yang
kosong. Bahkan tatapan matanya jauh menjangkau melalui lubang pintu butulan yang
masih terbuka. "Kakang, kakang" panggil Sindangsari sambil mengguncang-guncang tubuh Pamot "kenapa kau bersikap
seperti ini?" Pamot menarik nafas dalam-dalam. Dibiarkannya Sindangsari melepaskan pundaknya dan mundur selangkah surut.
"Kenapa kau memandang seperti itu?" Pamot kini
menundukkan kepalanya. Terasa sesuatu bergolak di dalam dadanya.
Tetapi tidak sepatah katapun yang dapat
dikatakannya. "Kenapa kau kakang?" desak Sindangsari.
Sejenak perempuan itu merenung. Namun tangisnya justru mereda
"Aku memerlukan seseorang di dalam keadaan ini. Aku telah kehilangan sandaran
kakang. Satu-satunya orang yang pantas adalah kau, dan kau jugalah yang mendapat
kepercayaan Ki Demang di saat terakhir"
Pamot menarik nafas dalam-dalam.
Dan terdengar suaranya yang berat datar "Sindangsari. Kenapa Ki Demang menyerahkan kau
kepadaku?" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pertanyaan itu telah mengejutkan Sindangsari.
"Dan apakah aku hanya dapat sekedar menerima
penyerahan?" "Kakang" wajah Sindangsari menjadi tegang.
"Sari, apakah aku masih dapat menerima kau kembali
kepadaku?" "Tetapi, apakah kau sudah menyanggupinya kakang. Kau
akan menjadi pelindungku dan anak di dalam kandungan ini"
"Itulah yang akan aku katakan kepadamu. Kau adalah
seseorang yang bukan saja terdiri atas kesadaran akan adamu serta kehidupan
batiniah yang setia dan bersih atas cinta dan kasih diantara kita, tetapi kau
juga terdiri atas wadagmu yang mempunyai kenyataan sendiri. Kau, kau yang kasat
mata ini adalah isteri Demang di Kepandak. Kau pernah menjadi
isterinya dan sekarang kau mengandung anaknya. Sindangsari. Apakah aku masih harus menerimamu seperti dahulu" Kalau sekarang
aku terpaksa menerima kau dan
memenuhi permintaan Ki Demang di Kepandak di saat-saat terakhir, maka akupun
hanya akan menerima wadagmu.
Meskipun di dalam wadagmu masih tersimpan kesetiaan hidup batiniahmu. Tetapi aku
sudah tidak akan mempunyai
kegairahan hidup dalam keutuhan yang bulat antara
jasmaniah dan batiniah. Ada semacam pertentangan di dalam diriku, antara nalar
dan perasaan menghadapi persoalan sekarang ini"
"Kakang" suara Sindangsari menjadi gemetar. Dan tiba-tiba saja wajahnya yang
tegang menjadi semakin tegang. Bahkan kemudian wajah itu menjadi kemerah-
merahan. "Kakang, sebagai seorang perempuan, aku harus menjaga harga diriku. Sebaiknya
aku tidak menjajakan diriku lagi kepada siapapun juga. Terlebih-lebih lagi


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepadamu. Tetapi aku ingin memberikan penjelasan kakang. Aku selama ini masih
aku yang dahulu" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Pamot mengerutkan keningnya.
"Apakah tanggapanmu nanti, aku tidak akan mempedulikan. Seandainya kau ingkar sekalipun, aku tidak akan menyesal"
Sindangsari berhenti sejenak "aku tahu perasaanmu. Kau menyangka bahwa aku tidak
lagi sebersih saat kau tinggalkan. Bersih dalam pengertian cinta kita yang telah
kita nodai bersama. Kau ingat" Dan inilah hasil dari percikan noda itu. Aku
telah mengandung. Anak di dalam kandungan ini sama sekali bukan anak Ki Demang
di Kepandak. Terserah kepadamu, percaya atau tidak. Tetapi selama aku menjadi
isteri Ki Demang di Kepandak dalam pengertian ketentuan yang berlaku setelah aku
kawin dengannya, namun ia tidak lebih dari seorang bapak bagiku.
Aku tidak pernah disentuhnya. Aku tidak tahu, kenapa ia berbuat begitu. Dan aku
juga sudah mengatakan kepadanya, ketika ia bertanya kepadaku, kenapa aku
mengandung. Aku berkata terus terang, bahwa anak di dalam kandungan ini adalah
anakmu. Dan ia memperlakukan anak di dalam
kandungan ini seperti anaknya sendiri. Dan kau dengar, bahwa
anak ini, anakmu inilah yang kelak akan menggantikannya menjadi Demang di Kepandak"
"Sari" wajah Pamot menjadi pucat.
"Kalau kau tidak percaya, terserahlah. Tetapi itulah
kenyataannya. Dan kalau kau sekarang akan ingkar, ingkarlah.
Pergilah dan tinggalkanlah aku sendiri disini. Aku masih mampu berbuat apa saja.
Aku masih dapat menyelenggarakan jenazah suamiku. Ki Demang di Kepandak"
Pamot berdiri di tempatnya seakan-akan membeku. Namun masih juga terloncat di
bibirnya "Tetapi bukankah selama ini kau berada di Kademangan?"
"Ya. Aku selama ini memang berada di rumah ini. Di rumah Ki Demang di Kepandak.
Bukankah kau akan mengatakan
bahwa di dalam satu rumah aku berada dengan seorang laki-laki untuk waktu yang
lama" Dan kau akan tidak percaya
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bahwa selama itu tidak pernah terjadi hubungan antara aku dan Ki Demang di
Kepandak sebagai seorang laki-laki, yang dengan demikian kehidupan wadagku sudah
tidak sebersih di saat kau tinggalkan?"
Pertanyaan-pertanyaan yang meluncur seperti air terjun itu tidak segera dapat
dijawab. Bahkan Pamot seakan-akan telah membeku di tempatnya.
"Kakang Pamot. Aku memang berada di rumah ini bersama seorang laki-laki tanpa
orang lain. Kalau kau percaya percayalah. Kalau tidak terserahlah. Aku masih
tetap bersih seperti dahulu. Noda yang melekat diwadagku adalah noda yang telah
kita buat bersama-sama. Bukan noda yang
dipaksakan oleh Ki Demang di Kepandak"
Pamot masih berdiri saja seperti patung. Kata-kata
Sindangsari yang terngiang-ngiang di telinganya membuat pening. Sekali lagi ia
diseret oleh amukan pertentangan antara perasaan dan nalarnya.
Namun dalam ketegangan yang memuncak itu, keduanya
terkejut ketika mereka mendengar suara seorang perempuan yang lembut di pintu
butulan "Nyai Demang di Kepandak benar"
Keduanya serentak berpaling. Sejenak mereka termangu-
mangu ketika mereka melihat perempuan itu melangkah
semakin dekat. Seorang perempuan yang menjelang pertengahan usia, tetapi perempuan itu masih tampak segar dan cantik.
"Pamot" berkata perempuan itu "aku yakin bahwa Nyai
Demang masih sebersih saat-saat ia diarak memasuki jenjang perkawinannya. Dan
akupun yakin, bahwa sebelum itu, Nyai Demang pasti sudah membawa bibit yang
kemudian tumbuh di dalam dirinya. Sebelum aku mendengar dari siapapun juga, aku
sudah tahu, bahwa Nyai Demang di Kepandak pernah
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
berhubungan dengan seorang laki-laki sebelum ia kawin dengan Ki Demang"
Pamot dan Sindangsari berdiri tegak bagaikan patung.
Tetapi tubuh mereka basah oleh keringat yang seakan-akan terperas dari kulitnya.
"Adalah kebetulan sekali, bahwa kalian hanya berdua di ruangan ini. Adalah
Kebetulan bahwa perempuan-perempuan tua itu pergi meninggalkan kalian. Tetapi
sebaiknya kita berbicara tidak terlampau keras agar tidak ada orang yang
mendengarnya" orang itu berhenti sejenak, lalu "jangan terkejut Nyai Demang,
bahwa ada orang lain kecuali kalian berdua dan Ki Demang di Kepandak yang
mengetahui hal itu. Bahkan mungkin masih ada satu dua orang lain lagi yang mengetahuinya, setidak-
tidaknya menduga demikian"
"Siapa?" bertanya Sindangsari "dan darimana kau tahu?"
"Seperti katamu, Ki Demang tentu tidak akan pernah
menyentuhmu. Benar ia seorang laki-laki jantan. Ia adalah seorang yang pilih
tanding di peperangan. Tetapi ia bukan laki-laki yang utuh bagi perempuan.
Itulah jawabnya" "Darimana kau tahu?"
Perempuan itu terdiam sejenak. Ditatapnya wajah Sindangsari dan Pamot berganti-ganti. Kemudian jawabnya benar-benar telah
menggetarkan hati keduanya "Aku adalah salah seorang dari bekas isteri Ki Demang
di Kepandak" "O" Sindangsari berdesis "jadi?"
"Ya. Itulah sebabnya aku mengetahui keadaan Ki Demang di Kepandak sampai
sedalam-dalamnya" perempuan itu
berhenti sejenak "ia hampir menjadi gila karena kegagalan-kegagalannya, sehingga
karena itu kadang-kadang ia berbuat aneh-aneh terhadap isterinya. Kadang-kadang
ia menyakiti dan kadang-kadang membentak-bentak tanpa sebab. Itulah agaknya
salah seorang isterinya menjadi sakit-sakitan dan
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
meninggal. Tetapi aku tidak. Aku tidak menjadi sakit-sakitan, dan bahkan aku
tidak menjadi sakit hati. Aku membiarkan Ki Demang berbuat apa saja untuk
mengisi kepedihan hatinya"
suara perempuan itu tiba-tiba hampir hilang ditelannya kembali "Aku sangat
mencintainya" Pamot dan Sindangsaripun menundukkan kepalanya. Dan
mereka mendengar perempuan itu berkata lambat sekali
"Karena itulah aku tahu pasti bahwa anak di dalam kandungan Nyai Demang itu
bukan anaknya. Ki Demang tidak akan
mempunyai anak meskipun ia akan kawin sepuluh kali lagi"
"O" Sindangsari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia menjadi malu
sekali mengenang semuanya
yang telah terjadi atasnya, dan yang ternyata diketahui oleh beberapa orang
lain. Perempuan itu, beberapa orang
perempuan lain dan bahkan Lamat.
"Tetapi anak itu ternyata akan kembali kepada ayahnya.
Karena itu, jangan dirisaukan lagi apa yang sudah terjadi di Kademangan ini. Aku
memang merasa iri, kenapa Ki Demang berbuat lain terhadap Nyai Demang yang
terakhir. Aku tidak pernah mendengar Ki Demang berbuat kasar terhadapnya.
Aku juga tidak pernah mendengar keduanya bertengkar. Hal itu mungkin disebabkan
karena Nyai Demang sedang
mengandung, atau Ki Demang telah berhasil mengendapkan perasaannya. Bahkan ia
berhasil bersikap seperti seorang bapak terhadap anaknya"
Tidak ada jawaban. Tetapi terdengar perempuan itu
terisak. "Laki-laki yang aku cintai itu sekarang sudah meninggal"
katanya pula, lalu "tetapi aku ingin mohon ijin kepada Nyai Demang apakah aku
diperkenankan ikut merawat jenazah
bekas suamiku itu?" Sindangsari tidak segera menjawab.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
"Nyai Demang" katanya pula "apakah Nyai Demang
mengizikannya" Aku akan sangat berterima kasih kalau Nyai Demang tidak
berkeberatan" Perlahan-lahan Sindangsari menganggukkan kepalanya.
Suaranya yang parau terdengar terputus-putus "Silahkan Nyai.
Aku tidak berkeberatan sama sekali"
"Terima kasih" jawab perempuan itu sambil mengusap
matanya yang basah "kau memang baik hati. Kesempatan ini adalah kesempatan yang
terakhir bagiku" Sindangsari tidak menyahut lagi. Dipandanginya saja
perempuan yang kemudian melangkah perlahan-lahan ke
pendapa. Di pintu pringgitan, di samping Pamot ia berkata
"Pamot, Sindangsari kembali kepadamu seperti pada saat ia meninggalkan kau"
Pamot tidak menyahut, dan perempuan itupun kemudian
berpaling kepada Sindangsari "Aku akan ke pendapa. Aku akan berkata kepada Ki
Jagabaya, bahwa kau sudah memberi aku ijin"
Ketika Sindangsari kemudian menganggukkan kepalanya,
maka perempuan itupun meneruskan langkahnya.
Sepeninggal perempuan itu, Pamot dan Sindangsari saling berdiam diri sejenak.
Keduanya menundukkan kepala mereka sambil menahan nafas yang memburu.
Namun sejenak kemudian Pamot mengangkat wajahnya
sambil berkata lirih "Sari, maafkan aku. Ternyata aku telah keliru menilaimu.
Aku minta maaf" Dada Sindangsari menjadi berdebar-debar. Perlahan-lahan iapun mengangkat
wajahnya pula. Sekali lagi pandangan mata bertemu, dan sekali lagi jantung
mereka bergetar. "Maafkan aku Sari" desis Pamot sekali lagi. Sindangsari ternyata tidak dapat
lagi menahan perasaannya. Sekali lagi ia berlari kepada anak muda itu. Ketika ia
berpegangan pada Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bahu yang kokoh dan melekatkan kepalanya ke dada yang bidang, maka Pamotpun
kemudian memeluknya sambil
berkata "Aku minta maaf. Mudah-mudahan hatimu selapang lautan"
Sindangsari tidak menjawab. Tetapi air matanya sajalah yang mengalir membasahi
dada Pamot. Ki Jagabaya yang membuka pintu pringgitan, tertegun
melihat keduanya. Perlahan-lahan ia berjingkat surut dan menutup pintu
pringgitan itu tanpa menimbulkan bunyi
apapun. Sejenak kemudian, maka Pamotpun melepaskan tangannya
sambil berkata "Sari, aku akan pergi ke pendapa. Aku akan mengatur segala
sesuatunya untuk pemakaman Ki Demang
besok. Dan aku akan menerima semua tanggung jawab yang akan dibebankan kepadaku,
baik mengenai Kademangan Kepandak, maupun tentang kau dan anakmu"
"Anak kita" "Ya, anak kita"
Sindangsaripun melepaskan Pamot pula. Perlahan-lahan
anak muda itu melangkah melintasi pringgitan yang kosong.
Mendorong pintu perlahan, dan langsung ke pendapa, ke tempat kedua jenazah
kakak-beradik itu dibujurkan.
"Kita menyiapkan perlengkapan buat menguburkan kedua
kakak beradik ini Ki Jagabaya" berkata Pamot.
"Ya. Perempuan-perempuan telah menyiapkan segala
sesuatunya. Dan para bebahupun telah menghubungi segala pihak yang
berkepentingan" Demikianlah semalam suntuk, di Kademangan Kepandak
seakan-akan tidak ada seorangpun yang sempat tidur. Para bebahu hilir
mudik kesana kemari, dan perempuan- perempuanpun sibuk pula di gandok dan di dapur.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun dalam pada itu, kedua orang yang meninggal di
pendapa Kademangan itu bagaikan tumbal bagi Kademangan Kepandak. Dengan demikian
maka badai yang seakan-akan melanda Kademangan Kepandak, kini telah mereda
kembali. Tetapi Kepandak telah kehilangan dua puteranya yang terbaik.
Berita tentang peristiwa di halaman Kepandak itupun telah tersebar tidak saja di
seluruh Kademangan Kepandak. Tetapi juga di padukuhan-padukuhan di sekitar
Kepandak. Setiap orang dengan ragu-ragu mendengar berita itu.
"Apakah benar Demang di Kepandak mati sampyuh dalam
perang tanding melawan adiknya?" hampir setiap orang
bertanya di dalam hatinya.
Nyai Reksatani yang menunggu kedatangan suaminya
dengan hati yang gelisah, akhirnya mendengar juga berita tentang kematian
suaminya. Tetapi bagi Nyai Reksatani berita itu seperti ceritera tentang mimpi
saja, sehingga ia tidak segera dapat mempercayainya.
"Nyai Reksatani" berkata seseorang yang mendapat tugas untuk menjemput Nyai
Reksatani "marilah Nyai pergi ke Kademangan Ki Jagabaya ingin bertemu dan
mengatakan sesuatu" "Apakah mereka akan menangkap aku?"
"Tidak Nyai. Nyai tidak akan ditangkap"
Nyai Reksatani menjadi ragu-ragu. Kalau ia pergi, apakah yang akan terjadi atas
dirinya" Tetapi kalau tidak, jangan-jangan Ki Reksatani benar-benar menemui
bencana. "Percayalah kepadaku Nyai. Sebaiknya Nyai pergi ke
Kademangan. Seandainya Ki Jagabaya ingin menangkap Nyai, buat apa aku harus
membujuk Nyai dan menjebaknya" Tiga atau empat pengawal akan datang. Dan
kekuatan itu telah cukup memaksa Nyai untuk menyerah. Tetapi Ki Jagabaya tidak
bermaksud demikian" Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Nyai Reksatani termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun berkemas juga.
Kepada pembantunya ia berkata
"Rawatlah anak-anakku baik-baik. Aku berharap dapat segera pulang kembali. Kalau
tidak jagalah mereka seperti anak-anakmu sendiri"
"Nyai, apakah Nyai akan pergi jauh?"
"Tidak, aku akan pergi ke Kademangan"
Pembantu rumahnya itu memandangnya dengan heran.
Tetapi ia tidak bertanya apapun juga.
"Sudahlah. Jagalah seisi rumah ini seperti milikmu sendiri"
Pembantunya menjadi semakin terheran-heran. Tetapi ia masih juga tidak bertanya.
Nyai Reksatanipun kemudian pergi dengan hati yang
berdebar-debar ke Kademangan. Hampir tidak sepatah
katapun yang terlontar dari bibirnya di sepanjang jalan.
Kepalanya yang selalu tunduk dan kakinya yang gemetar membuatnya kadang-kadang
tampak terlampau gugup. Ketika ia sampai di regol Kademangan, kakinya serasa tidak mau melangkah lagi.
dipandanginya saja orang-orang yang hilir mudik di halaman.
"Marilah Nyai" Ki Jagabaya telah menyongsongnya
"masuklah" Nyai Reksatani tidak menjawab.
"Jangan berprasangka"


Matahari Esok Pagi Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Masih tidak ada jawaban. "Nyai" berkata Ki Jagabaya "marilah, Masuklah dan naiklah ke pendapa"
Perlahan-lahan Nyai Reksatani melangkah maju. Ketika ia melintasi pendapa serasa
ia harus menyeberangi sungai banjir yang amat luas.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Kakinya serasa tidak mau bergerak lagi ketika ia melihat dua sosok jenazah di
pendapa. Namun dipaksakannya juga melangkah naik. Perlahan-lahan sekali.
"Siapa?" terdengar suaranya lambat sekali.
Ki Jagabaya yang berdiri di sampingnya menundukkan
kepalanya. Kata-katanya seakan-akan telah tersangkut di kerongkongan.
"Siapa?" sekali lagi Nyai Reksatani bertanya. Meskipun telah membayang jawaban
atas pertanyaan itu di hatinya, namun ia masih juga ingin meyakinkannya.
Ki Jagabaya tidak dapat menjawab. Tetapi dipersilahkannya Nyai Reksatani dengan
isyarat untuk melihat siapakah yang terbaring di bawah selimut yang menutupi
sekujur tubuh-tubuh yang terbaring itu.
Sekali lagi Nyai Reksatani menghentakkan kekuatan yang tersisa pada dirinya.
Ketika ia membuka salah satu kerudung jenazah itu, dilihatnya wajah Ki Demang di
Kepandak yang pucat seperti kapas.
Cepat-cepat kerudung itu ditutupkannya kembali. Dan kini dengan penuh keragu-
raguan ia mendekati jenazah yang satu lagi.
Dengan tangan yang gemetar maka jenazah itu dibukanya perlahan-lahan sekali.
Tiba-tiba tubuhnya serasa membeku. Ia melihat Ki
Reksatani terbaring diam dengan wajah yang tergores luka.
Wajah yang putih seperti wajah Ki Demang di Kepandak.
Nyai Reksatani sudah tidak dapat menjerit lagi. Tiba-tiba semuanya menjadi
gelap. Dan Nyai Reksatani tidak sadar bahwa kemudian Ki Jagabaya harus
menangkapnya dan menahannya ketika ia terjatuh pingsan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Tubuh Nyai Reksatani itupun kemudian dibawa pula ke
ruang dalam. Beberapa orang perempuan mencoba mengobatinya, agar ia segera dapat sadar kembali.
Sindangsari menjadi berdebar-debar ketika ia melihat
perempuan yang pingsan itu. Ternyata perempuan itu telah melibatkan diri dalam
rencana yang paling jahat yang pernah terjadi atas isteri Ki Demang di Kepandak.
Bahkan Nyai Reksatani telah mencoba pula untuk menjerumuskannya ke dalam suatu
perbuatan yang bernoda. Noda yang paling kotor dari segala noda. Dirinya sendiri
memang telah ternoda, karena cintanya yang dalam. Tetapi ia sudah menyerahkan
segalanya untuk menerima noda itu. Bukan seperti noda yang hampir saja terpercik
padanya karena dorongan Nyai
Reksatani. Tetapi ketika ia melihat perempuan itu pingsan, maka
hatinyapun menjadi iba pula, sehingga ia tidak dapat berbuat apa-apa selain
memandanginya dengan mata yang basah.
Dalam pada itu semuanya telah berlangsung seperti
seharusnya mereka menyelenggarakan pemakaman. Bunga
dan sesaji telah tersedia. Kedua jenazah itupun telah diselenggarakan sebaik-
baiknya dan semua orang yang
berkepentingan sudah hadir di Kademangan.
Sejenak kemudian akan datanglah saatnya, jenazah itu
dikebumikan. Namun dalam pada itu, halaman Kademangan itu telah
dikejutkan oleh derap kaki-kaki kuda yang berpacu semakin dekat. Para
pengawalpun kemudian segera Berloncatan ke regol ketika mereka melihat seorang
yang bertubuh raksasa duduk diatas punggung kuda.
"Lamat. Ia adalah kepercayaan Manguri" desis salah
seorang dari para pengawal.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Namun Pamotlah yang kemudian berlari-lari menyongsongnya. Dengan cemas ia bertanya sebelum Lamat meloncat dari kudanya
"Bagaimana dengan kau Lamat?"
Ketika Lamat melihat Pamot menyongsongnya, maka iapun menarik nafas dalam-dalam.
Ternyata orang itu masih tetap hidup.
"Kau terluka. Bukan sekedar satu dua, tetapi tubuhmu
menjadi arang kranjang, dan kau sempat juga sampai kemari"
Lamat turun dari kudanya. Dilayangkannya tatapan
matanya berkeliling. Ketika dilihatnya dua sosok jenazah di pendapa, hatinya
berdesir. Perlahan-lahan ia bertanya
"Siapa?" "Ki Demang di Kepandak dan adiknya, Ki Reksatani"
"Keduanya?" suaranya meninggi, namun kemudian ia
bergumam "Sampyuh. Begitu?"
"Ya, keduanya telah sampyuh"
Lamat tidak bertanya lagi. Tetapi direnunginya halaman Kademangan Kepandak.
Terasa meskipun halaman itu hampir penuh, dengan orang-orang yang melawat, dan
para pengawal, tetapi terasa betapa sunyinya.
Sejenak kemudian Punta dan kawannyapun datang pula ke halaman itu. Seperti Lamat
mereka hanya dapat menekurkan kepalanya. Dengan trenyuh mereka terpaksa
menyaksikan kematian yang tidak disangka-sangka akan terjadi di
Kademangan Kepandak ini. Demikianlah, sampai juga saatnya kedua sosok jenazah itu di berangkatkan dari
pendapa Kademangan. Sekali lagi Nyai Reksatani jatuh pingsan, sedang Sindangsari
menangis di pringgitan. Rakyat Kepandak melepas kedua jenazah itu dengan
perasaan yang tidak menentu. Mereka bersedih tetapi juga
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
bersyukur, bahwa bencana yang lebih besar tidak melanda Kepandak, meskipun Ki
Demang sendiri harus dikorbankan.
Sepeninggal kedua jenazah itu, dan ketika keduanya telah dikebumikan, maka
tinggal ah tugas-tugas yang membebani para bebahu Kademangan Kepandak.
Ki Jagabaya masih harus menyelesaikan persoalan Manguri dengan ayahnya, meskipun
ada juga pengampunan bagi
mereka, tetapi mereka tetap bersalah. Mereka harus
meyakinkan para bebahu dan orang-orang di Kepandak,
bahwa mereka tidak akan lagi berbuas jahat seperti yang pernah dilakukan.
Demikianlah ketika matahari terbit diesok pagi, mulailah Kepandak dengan nafas
baru. Orang-orang Kepandak telah mendapat pelajaran dari peristiwa yang baru
saja terjadi. Pertentangan diantara keluarga sendiri, keluarga sedarah dan keluarga sekampung
halaman, setanah kelahiran, tidak akan membawa manfaat apapun. Bahkan Kepandak
nyaris menjadi karang abang seandainya keadaan itu tidak segera dapat diatasi meskipun
harus jatuh korban yang paling mahal.
Dan sejak matahari terbit diesok pagi itu pulalah, Pamot harus memangku tugasnya
yang baru, tugas seorang Demang di Kepandak. Ia akan menjadi pemangku jabatan
Demang yang masih sangat muda. Selain para bebahu Kademangan Kepandak yang menyadari sepenuhnya keadaan yang mereka hadapi, maka para pengawal, terutama
mereka yang masih muda, sebaya dengan Pamot, telah menyatakan diri untuk
membantu semua tugas yang dibebankan kepadanya. Karena merekapun
menyadari, bahwa kehadiran mereka pada tugas-tugas yang penting ternyata benar-
benar diperlukan oleh Kademangan Kepandak. Dengan didukung oleh lapisan anak
muda, maka Kepandak akan menjadi Kademangan yang banyak mempunyai arti. Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Diantara mereka yang mendampingi Pamot adalah seorang raksasa yang bernama
Lamat. Ia kini telah menjadi sahabat anak anak muda di Kepandak. Meskipun
wajahnya masih tetap keras seperti batu padas, ternyata hatinya lunak, selunak
lumpur yang basah. Namun kadang-kadang Lamat sendiri masih saja disentuh oleh kenangan yang buram
dari dirinya sendiri. Masa kanak-kanaknya dan saat-saat ia ditelikung oleh
perasaan berhutang budi. Tetapi perasaan itu hampir meledak dan tidak terkendali ketika ia mendengar
keadaannya yang sebenarnya. Dari ayah Manguri ia pernah mendengar, bahwa iapun
termasuk diantara anak-anak yang lahir tanpa dikehendaki karena hubungan yang suram dari
sifat-sifat rakus orang-orang tua.
Namun, setiap kali ia melihat Sindangsari yang tidak lagi dibayangi oleh
kemuraman wajah, Lamat berkata kepada diri sendiri "Tetapi anak yang dikandung
oleh Nyai Demang itu akan menemukan cinta orang tuanya yang sejati tanpa
dibayangi oleh kabut buram. Ia akan menjadi anak yang tumbuh dan berkembang
dengan wajar seperti anak-anak lain yang lahir bersamanya, di bawah sayap kasih
sayang yang sebenarnya"
Tetapi ketika matahari terbit itu pulalah, Pamot mengantarkan Sindangsari sampai ke regol
halaman. Dilepaskannya Sindangsari pergi bersama ibu dan kakeknya meninggalkan
Kademangan di Kepandak, kembali ke rumahnya. "Hati-hatilah" desis Pamot.
Sindangsari. menganggukkan kepalanya. Matanya menjadi basah dan sebuah senyum
yang samar membayang di bibirnya. "Jagalah kandunganmu baik-baik" Pamot melanjutkan.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
Sekali lagi Sindangsari menganggukkan kepalanya.
"Aku akan menjaganya baik-baik" sahut ibu Sindangsari.
"Terima kasih" desis Pamot kemudian. Sejenak kemudian, merekapun pergi
meninggalkan Kademangan, meninggalkan Pamot dan seisi rumah yang pernah
didiaminya untuk beberapa saat. Ki Jagabaya yang berdiri di samping Lamat bersandar pada tiang regol,
mengerutkan keningnya ketika Punta bertanya kepadanya "Ki Jagabaya, kenapa
Sindangsari itu justru pergi?"
"Ia belum menjadi isteri Pamot. Karena itu, tidak sebaiknya ia tinggal dalam
satu rumah" "Kenapa mereka tidak segera kawin" Bukankah Ki Demang almarhum justru minta hal
itu kepada Pamot, dan bukankah keduanya memang saling mencintai?"
Untuk beberapa saat Ki Jagabaya tidak menjawab.
"Ki Jagabaya" desis Punta lirih "apakah Pamot menjadi kecewa karena Sindangsari
pernah menjadi isteri orang lain dan bahkan telah mengandung
Ki Jagabaya menggelengkan kepalanya. Jawabnya "Aku
tidak tahu pasti Punta. Tetapi aku kira Pamot tidak terlalu kecewa. Ia sudah
menyatakan kesediaannya menerima
Sindangsari sebagai isterinya dan anak di dalam kandungannya itu sebagai anaknya sendiri. Tetapi untuk segera kawin, mereka
tidak akan mungkin. Bayi itu harus lahir lebih dahulu. Anak Ki Demang almarhum
itulah yang kini masih membatasi keduanya"
Punta mengangguk-anggukkan kepalanya. Dipandanginya
Sindangsari yang berjalan semakin jauh. Sekali perempuan itu berpaling. Tetapi
iapun kemudian melangkah di sisi ibunya semakin lama semakin jauh, sampai
saatnya ia akan kembali lagi ke Kademangan itu.
Tiraikasih Website ht p://kangzusi.com/
- TAMAT - ISTANA YA NG SURAM Jilid ini adalah jilid terakhir dari ceritera karya S.H.
Mintardja yang berjudul "Matahari Esok Pagi". Pada bulan yang akan datang, akan
diterbitkan kembali karya S.H.
Mintardja yang lain yang berjudul "ISTANA YANG SURAM".
Ceritera yang berkisar di lingkungan istana tua yang
menyimpan rahasia. Satu pergumulan telah terjadi untuk menemukan
rahasia yang tersimpan rapat itu. Diantara rahasia yang tersembunyi di dalam istana yang suram itu, betapa
rumitnya pula rahasia yang tersimpan di hati seseorang. Korban jatuh satu-satu,
namun tumbuh dan semilah harapan bagi masa depan. Di bagian akhir dari ceritera
ini tertulis: Namun istana kecil itu sudah menemukan bentuknya yang baru. Penghuninya kini
bertambah meskipun hanya untuk sementara. Tetapi yang sementara itu merupakan
rangkaian dari masa depan yang panjang. Terutama bagi anak-anak muda yang
tinggal bukan saja karena tugas mereka, tetapi hati mereka yang terpaut telah
mengikat mereka untuk menentukan masa datang yang lebih cerah.
TAMAT -ooo0dw0ooo- Pendekar Aneh Dari Kanglam 3 Jangan Ganggu Aku Karya Wen Rui An Jejak Di Balik Kabut 7
^