Pencarian

Pedang Naga Kemala 22

Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 22


Hiang! "Oya, Yu-koko, inilah toako Tan Ci Kong, pendekar yang telah membantuku
menolong ayah itu." Yu Kiang segera menghampiri Ci Kong dan memberi hormat dengan
pandang mata dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan kagum. "Ah, kiranya ini Tan-taihiap yang gagah perkasa itu?"
"Marilah, kita semua duduk dan mengobrol di dalam. Mari, Tan-taihiap,"
kata Pangeran Ceng dengan ramah.
"Maafkan saya, Pangeran. Baru saja saya berpamit kepada Ceng-lihiap,
karena saya mempunyai uusan penting sekali yang harus saya laksanakan
sehingga sekarang juga saya mohon diri. Maaf bahwa saya telah mengganggu
keluarga Ceng yang terhormat dan banyak terimakasih atas segala keramahan
dan kebaikan budi yang dilimpahkan selama saya berada di sini."
Ci Kong memberi hormat, dan tanpa memberi kesempatan kepada mereka
untuk bicara, diapun sudah meninggalkan tempat itu dengan langkah lebar.
"Ayah, adik Lian Hong juga sudah pergi, bahkan malam tadi ia pergi. Ia
mempunyai urusan yang amat penting maka ia pergi lebih dulu. Ia minta agar
memaafkannya," kata Ceng Hiang.
Pangeran tua itu menggeleng-geleng kepala dan menarik papas panjang.
"Orang-orang muda yang gagah perkasa dan berbudi mulia, akan tetapi
dengan watak yang amat aneh. Aihh, ngeri aku membayangkan seandainya
engkau menjadi seorang gadis kang-ouw dan berwatak aneh seperti mereka,
Hiang-ji." Katanya kemudian, "Mari kita bicara di dalam."
-------Dengan hati yang tidak karuan rasanya, Ci Kong meninggalkan kota raja.
Dia harus mencari Lian Hong! Harus dapat cepat menemukannya sebelum
terjadi apa-apa dengan Lian Hong. Gadis itu hendak membunuh diri karena
cintanya terhadapnya" Sudah bertahun-tahun mencintanya dan setiap saat
mengharapkan pernyataan cintanya" Dan Lian Hong selalu diam saja, tak
pernah bicara apapun tentang cinta, bahkan tidak memperlihatkan cemburu
terhadap para gadis lain yang juga mencintanya! Terbayanglah semua
kebaikan Lian Hong terhadap dirinya, dan hatinya diliputi penuh keharuan.
Kini, dia sudah melupakan bayangan Ceng Hiang. Yang nampak hanyalah
bayangan Lian Hong seorang.
"Hong-moi" ah, Hong-moi!"
Berkali-kali Ci Kong mengeluh, merasa menyesal mengapa dia membuat
hati gadis itu hancur, walaupun hal itu tidak disengajanya. Agaknya Lian Hong
melihat ketika dia merangkul Ceng Hiang di dalam taman itu, padahal
rangkulan itu hanya sebentar, hanya terdorong oleh perasaan hatinya, bukan
rangkulan sebagai tanda dua orang sedang berpacaran. Ceng Hiang tidak cinta
kepadanya, melainkan mencinta Yu Kiang, tunangannya, hal yang wajar dan
sudah sepatutnya demikian. Lian Hong lah yang cinta padanya, dan diapun
mencinta Lian Hong. Baru sekarang hal itu terasa benar olehnya.
Kemana dia harus mencari Lian Hong" Ke tempat tinggal gurunya, San-tok
di Puncak Naga Putih Pegunungan Wuyi-san" Akan tetapi, kemana kiranya
seorang gadis akan pergi kalau ia menderita duka yang mendalam" Tentu ke
rumah orang tuanya, akan tetapi gadis itu sudah tidak mempunyai orang tua
lagi. Dan teringatlah dia dalam perjumpaannya yang terakhir kalinya dengan
Lian Hong, di rumah keluarga Ceng sebelum gadis itu pergi, bahwa Lian Hong
berniat untuk membersihkan dan memperbaharui makam kedua orang tuanya.
Di Tung-kang, dusun kelahiran mereka, tentunya. Benar! Dia sendiri kalau
sedang menderita duka, condong untuk pergi mengunjungi kuburan orang
tuanya dan kembali ke dusun tempat kelahirannya.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Maka Ci Kong lalu mengambil keputusan untuk pergi ke selatan, ke dusun
Tung-kang di luar kota Kanton. Dia melakukan perjalanan secepatnya, dan di
sepanjang perjalanan dia melakukan penyelidikan. Betapa girang rasa hatinya
ketika dia akhirnya menemukan jejak Lian Hong dari seorang pelayan restoran
yang mengatakan bahwa beberapa hari yang lalu, gadis seperti yang
digarnbarkan oleh Ci Kong memang lewat di kota itu dan makan di restoran itu.
Tidak salah lagi, pikir Ci Kong girang, tentu hari Hong sedang melakukan
perjalanan menuju ke Tung-kang.
-------Lian Hong tidak lagi menangis. Biarpun ia merasa betapa hidupnya kini
amat sepi dan semangatnya lemah, gairahnya menipis, ia tidak mau menangis
lagi. Sudah beberapa hari lamanya ia berada di kuburan orang tuanya,
menbersihkan kuburan itu, dan setiap hari menyuguhkan masakan
sembahyang kepada ayah ibunya.
Malam itu adalah malam kelima ia berada di situ. Setiap malam Lian Hong
tidur di depan kuburan ayah ibunya, di atas rumput tebal. Ia hanya
membutuhkan sedikit waktu untuk merebahkan tubuhnya, selebihnya ia
pergunakan untuk merawat kuburan, menanami bermacam bunga dan
bersamadhi. Hari masih belum gelap benar, karena malam baru saja mulai remangremang, pergantian antara senja dan malam, pada saat matahani sudah hampir
menarik seluruh cahayanya dan permukaan bumi. Burung-burung sudah mulai
terbang pulang ke sarang masing-masing. Para petani juga memanggul
cangkul pulang ke dusun, lampu-lampu mulai dipasang di rumah-rumah
penduduk dusun Tung-kang. Di tanah kuburan itu amat sunyi, dan jengkenik
mulai terdengar mengerik, di sana-sini terdengar bunyi katak yang
bersembunyi di antara tanaman yang tumbuh di rawa-rawa di luar tanah
kuburan. Lian Hong sudah mempersiapkan kayu dan daun kening, ditumpuknya tak
jauh dan tempat ia duduk bersamadhi. Nanti kalau sudah gelap. Ia akan
membuat api unggun pengusir gelap dan nyamuk.
Lian Hong tidak tahu bahwa sejak tadi Ci Kong mengamatinya dari jauh
dengan hati penuh keharuan. Pemuda itu merasa seperti tercekik
kerongkongannya oleh keharuan yang naik dari dadanya melihat gadis itu, dan
kini dia merasa lebih yakin lagi bahwa sesungguhnya sejak dahulu dia
mencinta Lian Hong! Tadi, melihat Lian Hong mengumpilkan kayu dan daun
kering seorang diri, melihat gadis itu dengan rambutnya yang kusut,
pakaiannya yang agak kotor, mukanya yang tidak terawat, tubuhnya yang
kurus dengan muka pucat seperti orang sakit, matanya yang begitu muram,
hatinya merasa iba dan hampir saja dia berteriak memanggil.
Di samping rasa iba dan terharu, Ci Kong juga merasa girang sekali bahwa
dugaannya tepat, dan dia dapat menemukan Lian Hong di tanah kuburan itu.
Dia tidak berani muncul dengan tiba-tiba. Sesuatu yang membuatnya merasa
sungkan dan juga ragu, maka dia hanya mengamati saja dari jauh sampai Lian
Hong selesai mengumpulkan bahan bakar dan gadis itu kini duduk bersila dan
bersamadhi. Dengan berindap-indap, menyelinap di balik pohon-pohon dan semaksemak, Ci Kong mendekat, akan tetapi belum berani keluar, karena dia tidak
ingin mengganggu Lian Hong yang sedang melakukan siu-lian.
Lian Hong sadar dari samadhinya, menengok ke kanan kiri, karena ia
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan merasa seolah-olah ada banyak orang mengintai dan memandangnya. Ketika
teringat bahwa ia berada di tanah kuburan, ia bergidik. Aneh pikirnva,
mengapa ia tadi merasa seperti ditonton hanyak orang" Jelas bahwa di tempat
seperti ini tidak ada orang, kalaupun ada hanyalah orang-orang mati yang
sudah dikubur. Setan" Ia tidak pernah takut setan. Ia lalu membuat api unggun
karena tanganya sudah mendengar suara nyamuk di sekitar telinganya. Suara
itu pula yang tadi menggugahnya dari samadhi.
Hawa yang mulai dingin menjadi hangat dan nyamuk-nyamukpun
melarikan diri, takut terhadap api yang panas juga sinar api unggun
mendatangkan cahaya yang mengusir kegelapan di tempat itu, akan tetapi
mendatangkan bayang-bayang yang menyeramkan. Pohon-pohon berubah
menjadi bayangan hitam seperti raksasa atau binatang-binatang aneh yang
bergerak-gerak, dibuat bergerak oleh api yang bergoyang.
Rasa lapar menyadarkan Lian Hong bahwa sejak pagi tadi ia belum makan.
Diambilnya beberapa potong roti dan buntalan pakaiannya, berikut daging
kering yang sudah menjadi dendeng manis. Direndamnya beberapa potong
daging ke dalam air, lalu ditusuknya dengan kayu, dan dipanggangnya dagingdaging kering yang sudah dibasahi itu ke dalam api unggun.
Tercium bau sedap bumbu pada daging itu yang tersentuh dan terbakar
api. Bau sedap ini sempat melanggar hidung Ci Kong yang bersembunyi tak
jauh dari situ, dan tiba-tiba saja perut pemuda ini berkeruyuk hebat. Diapun
belum makan sejak pagi tadi, dan kini mencium bau sedap dendeng bakar,
otomatis perutnya menanggapi dengan keruyukan nyaring.
Ci Kong merasa kaget dan malu sendiri mendengar suara perutnya, lupa
bahwa yang dapat mendengar suara itu sebetulnya hanya dia sendiri. Dia
khawatir kalau-kalau Lian Hong mendengarnya pula. Karena khawatir dan
kaget, dia membuat gerakan dan kaki kanannya menginjak daun kering,
mengeluarkan bunyi berisik. Sedikit suara ini cukup membangkitkan perhatian
Lian Hong, dan gadis ini cepat menaruh panggang dagingnya ke atas daun dan
ia cepat meloncat berdiri, memandang ke arah semak-semak dan mana tadi
terdengar suara daun diinjak orang.
"Siapa di situ" Keluarlah atau aku aku menyerangmu!" bentaknya, siap
untuk menerjang dan meloncat ke arah belakang semak-semak.
Kini nampaklah olehnya bayangan orang di belakang semak-semak itu.
Untung bahwa Lian Hong bukan seorang gadis yang percaya akan tahyul, akan
segala macam dongeng tentang setan. Kalau ia tahyul, tentu ia akan merasa
ngeri dan ketakutan, mengira di kuburan itu muncul setan yang hendak
mengganggunya. "Hong-moi, maafkan aku!"
Terdengar bayangan itu berkata, dan muncullah Ci Kong dari balik semaksemak. Pemuda ini berdiri dengan muka tunduk dan sikap bodoh, karena dia
merasa malu sekali kepada Lian Hong.
"Engkau" benarkah engkau ini?"
Lian Hong berseru, matanya terbelalak dan wajahnya menunjukkan
keriangan luar biasa. Memang hatinya girang bukan main melihat munculnya
pemuda yang selama ini dirindukannya, yang selama ini menjadi sebab derita
batinnya, pemuda yang siang malam dikenangnya dengan sepenuh cinta
hatinya. Seperti ada yang mendorong dari belakang, iapun melangkah maju
sampai berhadapan dekat dengan Ci Kong. Akan tetapi tiba-tiba ia teringat
akan peristiwa di taman keluarga Ceng, dan iapun seperti disengat laba-aba,
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan menarik kembali kakinya dan mundur-mudur seperti orang ketakutan, mukanya
berubah pucat lagi. "Kau" kau kenapa kau ke smi?" tanyanya gagap dan jari telunjuk kirinya
menuding ke arah muka Ci Kong.
Ci Kong menelan ludah sendiri, hatinya seperti ditusuk rasanya. Dia
mengerti akan sikap Lian Hong yang seperti orang kebingungan, dan dia
merasa betapa dia telah berbuat dosa terhadap gadis ini, tanpa sedikitpun
dapat menghargai cinta kasih orang.
"Hong-moi?" "Kenapa" Kenapa kau datang ke sini?" kembali Lian Hong berkata,
suaranya mengambang di antara pertanyaan dan teguran.
"Kenapa, Hong-moi" Tentu saja untuk mencarimu, untuk bicara denganmu.
Kenapa engkau kaget melihat kedatanganku, Hong-moi?"
"Tidak, jangan dekat!"
Lian Hong berseru ketika melihat Ci Kong melangkah menghampirinya, dan
ia mundur lagi tiga Iangkah, lalu menutupi muka dengan kedua tangan sambil
memejamkan kedua matanya, karena tiba-tiba saja kepalanya terasa pening
sekali. "Jangan mendekati aku, pergilah ke sana" seharusnya engkau pergi
kepada enci Hiang, engkau engkau cinta padanya?"
"Tidak, Hong-moi" aku hanya cinta padamu seorang. Engkaulah yang
kucinta, Hong-moi, bukan lain orang."
"Engkau bohong!"
Tiba-tiba lenyap seluruh kelemahan Lian Hong. Dara ini sudah menurunkan
kedua tangannya dan kini ia menatap wajah Ci Kong yang diterangi sinar api
unggun dengan mata tajam terbelalak penuh kemarahan.
"Engkau hendak mengingkari" Aku melihat dan mendengar sendiri!
Engkau mencinta enci Hiang, dan kini berani engkau mengkhianatinya dan
mengaku cinta padaku?"
Melihat kemarahan Lian Hong yang sudah mengepal kedua tangannya itu,
Ci Kong menundukkan mukanya.
"Benar" aku tidak perlu menyangkal dan engkau boleh membunuhku
untuk semua itu, Hong-moi. Akan tetapi ia telah mencinta orang lain dan telah
bertunangan, dan dialah yang menyadarkan aku, dan baru aku melihat bahwa
sesungguhnya" sejak dahulu, jauh sebelum aku bertemu dengan Ceng lihiap,
aku telah cinta padamu. Akan tetapi, kita saling diam saja" engkau kuanggap
sebagai rekan seperjuangan, sebagai saudara, dan aku terpesona oleh
kecantikan Ceng-lihiap. Akan tetapi, setelah ia menceritakan semua, baru
terbuka mataku. Betapa bodohnya aku, Hong-moi. Sesungguhnya" engkaulah
seorang yang sejak dahulu sudah kucinta?"
"Ahhhh" ohhhhh?"
Seketika tubuh Lian Hong menjadi lemas dan kembali ia menutupi muka
yang dibayangi tangis, kedua mata dipejamkan karena kembali kepalanya
terasa pening. "Aku" ahhhh" engkau?"
Dan Lian Hong pun terguling karena tubuhnya seperti tenggelam ke dalam
lautan yang gelap pekat. Ia siuman dalam rangkulan Ci Kong yang duduk di
atas tanah. "Tidak!" Lian Hong meronta lemah. dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Jangan dekati aku, jangan sentuh aku! Kau" kau tidak cinta padaku!"
Dan iapun menangis. "Hong-moi, pukullah aku, bunuhlah aku" akan tetapi maafkan aku. Tanpa
kusengaja, aku telah melukai hatimu, menghancurkan harapanmu. Sungguh
mati, ini hanya kesalahpahaman belaka. Sejak dulu aku cinta padamu, Hongmoi" akan tetapi karena kita bergaul akrab seperti saudara, perasaan itu tidak
kusadari lagi, sesungguhnya aku hanya kagum dan terpesona akan kecantikan
Ceng-lihiap, akan tetapi cintaku hanya padamu, Hong-moi?"
Ci Kong merangkulnya, mengelus rambut yang kusut itu, menghapus air
mata yang membasahi kedua pipi itu dengan penuh kemesraan dan
kehangatan kasih sayangnya. Merasakan ini semua, Lian Hong tersedu-sedu
dan menyembunyikan mukanya di dada pemuda itu.
"Toako" betapa kejamnya engkau padaku?" ia sesenggukan.
Ci Kong merasa menyesal sekali. Diangkatnya kepala itu sehingga muka
mereka saling berdekatan, didekapnya dan ditempelkannya pipinya ke atas
pipi Lian Hong, dan dibisikkannya kata-kata lembut penuh penyesalan.
"Hong-moi, aku menyesal sekali, maafkanlah aku" sungguh, kalau
sekarang engkau membunuhku, akupun tidak akan merasa penasaran. Kau
maafkanlah aku" maukah engkau memaafkan aku?"
Suara itu demikian penuh penyesalan dan minta dikasihani. Sikap dan
suara Ci Kong itu merupakan obat yang amat manjur bagi rasa nyeri di hati Lian
Hong. Ia tersedu sampai terengah-engah, bukan karena luka, melainkan karena
lega dan bahagia. "Koko, aku" ah, seperti gila aku mencintamu, sejak dahulu?"
"Hong-moi"!"
Ci Kong menutup mulut yang terengah-engah itu dengan bibirnya, dan
sampai lama mereka berdekapan seperti itu, seolah-olah mereka hendak
melebur badan dan batin mereka menjadi satu. Segala kerinduan, segala
perasaan mesra dan sayang, mereka curahkan dalam dekapan itu. Dan
lenyaplah segala duka, lenyap segala rasa kesepian, lenyap pula segala rasa
khawatir. Batin terasa bebas, seperti terlepas dari segala ikatan, tidak ada yang
perlu dipikirkan lagi. Saat-saat seperti itu, dimana dua hati bertemu, dimana keduanya
tenggelam ke dalam keheningan bebas, dimana semua ikatan terpatahkan,
merupakan saat yang paling bahagia bagi manusia. Hanya patut disayangkan,
perasaan bebas dan segala ikatan seperti ini tidak bertahan lama, segera


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pikiran dipenuhi lagi oleh segala macam beban sehingga muncul pula segala
macam rasa kecewa, takut yang mendatangkan duka. Sang aku mulai berkuasa
lagi atas pikiran, ingin memperoleh segalanya yang menyenangkan. Perasaan
bahagia karena bebas itu oleh aku di dalam pikiran, dirubah menjadi suatu
bentuk kesenangan yang hendak dipertahankan dan diulang. Justeru inilah
yang menimbulkan segala macam konflik dalam batin. Ingin memiiki segaa
sesuatu yang dianggap menyenangkan. Bahagia hendak disamakan dengan
kesenangan. Keruyuk dari dua perut mereka agaknya menjadi penyebab kesadaran
mereka. Keduanya tersenyum geli dan hampir berbareng mereka berkata.
"Engkau lapar?"
"Engkau lapar, koko?"
Keduanya tertawa. Melihat betapa wajah manis yang masih basah air mata
itu kini tertawa, Ci Kong memagutnya dan menciumi wajah Lian Hong sampai
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan gadis itu gelagapan, dan dengan sikap manja ia mengelak melepaskan diri dari
rangkulan. "Ihh... kau membikin aku menjadi semakin kelaparan saja!" katanya.
"Aku mempunyai roti dan dendeng bakar, koko" mari kita makan."
Keduanya lalu makan, dan sungguh mentakjubkan. Roti dan dendeng yang
biasanya merupakan makanan yang membosankan bagi Lian Hong, kini terasa
luar biasa nikmatnya! Juga Ci Kong makan dengan nikmat sekali, padahal yang
dimakan hanyalah roti yang sudah agak keras dan dendeng bakar, didorong air
teh yang sudah dingin pula.
Perut lapar dan keadaan hati berbahagia memang dekat sekali
hubungannya dengan selera. Kalau perut lapar, hati senang, makanan yang
paling sederhana sekalipun akan terasa amat lezatnya. Sungguh kasihan sekali
mereka yang mengejar-ngejar makanan mahal dan dianggap enak, tetap tidak
dapat menikmatinya, karena hal itu jelas menunjukkan bahwa kalau bukan
tubuh mereka yang tidak sehat, tentu hati mereka yang tidak bahagia!
Habislah semua roti dan dendeng, dan tak lama kemudian, mereka berdua
sudah berlutut dan bersembahyang di depan makam mendiang Siauw Teng
dan Gin Hwa, ayah dan ibu Lian Hong. Tanpa berjanji dan bersepakat,
keduanya sudah bersembahyang dan terdengar Ci kong berkata, cukup keras
sehingga terdengar oleh Liari Hong yang berlutut di sampingnya.
"Paman Siauw Teng berdua bibi, saya Tan Ci Kong, putera sahabat paman
yaitu ayah Tan Seng, mohon perkenan paman berdua untuk meminang adik
Siauw Lian Hong untuk menjadi isteri saya. Saya bersumpah di depan makam
paman berdua, untuk mencintanya dan menjaganya sampai selama hidup
kami." Biarpun hatinya berdebar saking bahagianya, tak urung dua titik air mata
membasahi kedua mata Lian Hong karena terharu mendengar ucapan yang
keluar dan mulut Ci Kong itu.
"Ayah dan ibu, aku mohon doa restu ayah dan ibu. Aku telah memilih Tan
Ci Kong ini untuk menjadi jodohku" harap ayah dan ibu dapat menyetujuinya."
Setelah mereka selesai sembahyang secara sederhana sekali, Lian Hong
mengeluarkan pedang Giok-Kong-kiam dari buntalannya dan menyerahkannya
kepada Ci Kong. "Koko aku sudah berjanji di dalam hatiku untuk memberikan Giok-liongkiam ini kepada calon suamiku. Terimalah, koko" tanda ikatan jodoh antara
kita." Ci Kong terharu sekali, menerima pedang pusaka itu dan menciumnya,
kemudian berkata dengan suara sedih.
"Moi-moi, terima kasih. Akan tetapi, aku tidak memiliki apapun untuk
kuberikan kepadamu?"
Lian Hong tersenyum. "Engkau sudah memberikan cintamu, itu berarti engkau telah memberikan
segala-galanya. Koko, marilah kita bersembahyang di depan makam kedua
orang tuamu, mohon doa restu.
Keduanya lalu malam-malam itu juga meninggalkan kuburan dan menuju
ke sebuah tanah kuburan lain tak jauh dari situ, dimana terdapat makam Tan
Seng bersama isterinya. Perlu diketahui bahwa Tan Seng yang telah menduda,
setelah tewas dan dikubur secara sembarangan, oleh Ci Kong tulang-tulangnya
telah dipindahkan dan dikubur di dekat kuburan ibunya. Malam itu juga,
mereka bersembahyang di depan makam ayah dan ibu Ci Kong, dan pada
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan keesokan harinya, pagi-pagi sekali dua orang muda yang saling mencinta ini
sudah bergandeng tangan meninggalkan dusun Tung-kang untuk pergi
menemui guru mereka, karena mereka yang sudah yatim piatu itu tidak
mempunyai siapa-siapa lagi untuk dimintai doa restu.
Kini mereka melakukan perjalanan sebagai dua orang calon suami isteri,
penuh kebahagiaan dan seolah-olah mereka hendak menempuh suatu
kehidupan baru yang sama sekali berbeda dengan kehidupan mereka yang lalu.
Kini mereka saling memiliki dan mereka merasa seolah-olah kehidupan mereka
menjadi lebih berarti, merasa saling dibutuhkan! Memang tidak ada
kegembiraan yang lebih besar dari pada kegembiraan karena dapat
menggembirakan orang lain!
-------Dua orang itu tidak tahu betapa sepeninggal mereka, seorang gadis
nampak meninggalkan pula dusun Tung-kang, dan dengan cepat gadis itu
menuju ke kota Kanton. Gadis ini bukan lain adalah Kui Eng.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, Kui Eng meninggalkan kelompok
pejuang yang dipimpinnya untuk pergi mencari Ci Kong, untuk mencari
keputusan tentang cintanya. Di tengah penjalanan, ia bertemu dengan
gurunya, dan Tee-tok segera menceritakan kepada muridnya tentang urusan
perjodohan yang dibicarakan dengan Siauw-bin-hud.
"Si keparat San-tok juga datang ke sana untuk membicarakan perjodohan
antara Ci Kong dengan munidnya. Kami hampir saja berkelahi dan tentu akan
ribut kalau tidak dilerai Siauw-bin-hud."
Mendengar ini, Kui Eng terkejut dan mengerutkan alisnya.
"Murid yang mana, suhu?"
Kui Eng menyangka Diana, karena pernah ia melihat sikap Diana ketika
mereka menghadapi Ci Kong yang terluka parah dan terancam maut. Ia sudah
menduga bahwa gadis bule itu tentu mencinta Ci Kong, atau setidaknya
tertarik. "Siapalagi kalau bukan Lian Hong?"
"Lian Hong?""
Nama ini benar-benar membuat Kui Eng terkejut dan heran. Tentu saja ia
mengenal Lian Hong dengan baik, bahkan di antara mereka terdapat ikatan
pasahabatan yang amat erat. Bukan itu saja, juga ia seakan-akan merasa
berhutang budi kepada Lian Hong. Orang tuanya tewas gara-gara ayahnya,
akan tetapi Lian Hong sama sekali tidak menaruh hati dendam kepadanya.
Bahkan ketika ia diculik oleh Koan Jit dan terancam bahaya maut yang akan
mencemarkan dirinya bahkan menewaskannya, muncul Lian Hong yang
membela dan menolongnya secara mati-matian. Dan iapun mengenal Lian
Hong gadis pendiam itu yang belum pernah memperlihatkan sikapnya
mencinta Ci Kong. Bukankah Lian Hong pernah menggodanya sebagai pacar
Ci Kong ketika mereka bersama Ci Kong menyamar dan melakukan
penyelidikan sebagai pejuang-pejuang ke kota raja" Maka, mendengar bahwa
kini guru Lian Hong hendak menjodohkan gadis itu dengan Ci Kong, ia terkejut
dan terheran-heran. "Ya, Lian Hong. Seperti juga engkau, gadis itu mencinta Ci Kong. Kami
berebutan dan akhirnya Siauw-bin-hud mengatakan bahwa yang memutuskan
haruslah Ci Kong sendiri. Biarlah Ci Kong yang menentukan pilihannya, engkau
ataukah Lian Hong. Karena itu, aku pulang dan sebaiknya kalau engkau pergi
mencari Ci Kong dan minta ketegasannya agar dia melakukan pilihannya."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Mendengar keterangan gurunya, wajah Kui Eng berubah merah. Tak
disangkanya kalau Lian Hong mencinta Ci Kong, ataukah itu hanya pengakuan
dan San-tok saja" Ia cukup mengenal watak Empat Racun Dunia yang anehaneh. Ia tahu bahwa Kiki mencinta Ci Kong, bahkan pernah ia berkelahi dengan
Kiki karena cemburu. Juga Diana memperlihatkan sikap tertarik kepada Ci
Kong. Akan tetapi Lian Hong" Ia harus menemui Lian Hong dan menanyakan
hal ini terus terang kepadanya!
Bagaimana, kalau Lian Hong benar-benar mencinta Ci Kong" Ia akan
mengalah! Tentu saja kalau Ci Kong juga mencinta Lian Hong, dan iapun
meragukan hal ini, karena selama dalam pergaulan mereka, ia tidak pernah
melihat sikap Ci Kong mencinta gadis murid San-tok itu.
Karena Kui Eng ingin mencari ke tempat yang paling dekat dengan Kanton,
yaitu di dusun Tung-kang tempat kelahiran Lian Hong, maka pergilah ia ke
dusun itu dan langsung saja ia pada malam itu mengunjungi tanah kuburan
dimana kedua orang tua Lian Hong dimakamkan. Dan apa yang dilihatnya" Ci
Kong dan Lian Hong sedang memadu asmara! Sedang berenang di dalam
lautan kemesraan, dan tanpa kata-katapun, ia melihat sendiri betapa kedua
orang itu saling mencinta!
Kui Eng tidak mengganggu mereka, bahkan setelah yakin benar bahwa
kedua orang itu saling mencinta, melihat mereka bersembahyang mohon doa
restu di depan makam, diam-diam ia lalu meninggalkan mereka dan
menghilang di dalam kegelapan malam. Dua titik air mata saja membasmi
matanya. Ia tidak menangis, dua titik air mata itu mewakili bermacam perasaan
yang saat itu bercampur aduk di di dalam batin. Ia merasa iri terhadap Lian
Hong, dalam kebahagiaannya, dicinta oleh Ci Kong. Namun ada rasa gembira
juga melihat kebahagiaan Lian Hong gadis yang disayangnya dan dikaguminya
itu. Ia merasa lega pula, karena tanpa harus bicara, hal yang tentu akan lebih
meriyakitkan lagi, ia kini sudah mendapatkan keputusan. Ci Kong tidak
mencintainya, melainkan mencinta Lian Hong. Hal ini membuat ia lega karena
ia merasa sudah terbebas dari keraguan dan harapan hampa.
Maka, dapat dibayangkan rasa girang dan heran yang membayang di
wajah Thio Ki, putera ketua Kang-sim-pang itu ketika pada pagi hari itu, Kui
Eng menemuinya dan secara terang-terangan dan dengan suara yang jelas,
bahkan disaksikan oleh belasan orang teman yang belum berangkat bekerja di
pelabuhan berkata kepadanya.
"Thio-toako, maukah engkau mengambil aku sebagai isterimu?"
Tentu saja Thio Ki terbelalak dan hampir bersorak girang. Teman-teman
yang berada di situpun terbelalak. Mereka tahu bahwa gadis cantik yang
menjadi pemimpin mereka itu adalah seorang gadis pejuang yang gagah
perkasa, berhati keras dan jujur, akan tetapi sungguh tak mereka sangka
bahwa pemimpin mereka itu akan membicarakan tentang perjodohannya.
"Tapi, Eng-moi apakah" apakah engkau cinta padaku?"
Karena semua teman sejak tadi sudah menonton mereka, Thio Ki terangterangan mengajukan pertanyaan itu kepada Kui Eng. Dia masih merasa
penasaran sekali. Kui Eng tersenyum dan memandang mesra, lalu memegang
kedua tangan pemuda itu. "Tentu saja aku cinta padamu, bodoh. Kalau tidak, masa aku mau menjadi
isterimu?" Teman-teman mereka tertawa, bersorak dan bertepuk tangan, dan Thio Ki
tersipu malu, akan tetapi juga girang bukan main, dan diapun menurut saja
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan ketika Kui Eng menarik tangannya diajak keluar untuk segera mencari dan
menghadap gurunya. -------Perasaan sayang kadang-kadang membuat orang menjadi kurang
waspada, bahkan dapat membuat orang menjadi lengah. Rasa suka dan tidak
suka membuat semua pertimbangan akal menjadi miring dan tidak dapat
berfungsi dengan baik lagi. Kalau kita merasa suka kepada seseorang, timbul
rasa sayang dan apapun yang dilakukan orang yang kita suka itu, bagi kita
selalu nampak menyenangkan, apalagi kalau yanq dilakukannya itu memang
tidak merugikan kita secara langsung. Hal ini bukan hanya teori maupun
dongeng belaka. Orang tua yang terlalu menyayang anaknya, condong untuk memanjakan
anak itu dan walaupun si anak itu nampaknya nakal dan menjengkelkan hati
orang-orang lain, bagi orang tuanya, kenakalannya itu bukan nampak nakal
seperti pandangan orang lain, melainkan mungkin saja dianggapnya lucu dan
menggelikan, menyenangkan! Sebaliknya kalau kita tidak menyukai seseorang,
timbul kecondongan untuk membenci orang itu, dan kalau sudah begini,
apapun yang dilakukan orang itu akan nampak tidak menyenangkan bagi kita.
Bukan kelakar belaka kalau dikatakan bahwa hati yang sedang suka,
melihat wajah cemberut orang yang disukainya nampak lebih manis.
Sebaliknya, melihat wajah orang yang dibencinya, walaupun sedang
tersenyum semanis-manisnya, nampak buruk dan tidak menyenangkan!
Demikian pula dengan Hai-tok Tang Kok Bu. Datuk sesat yang kaya raya ini
terlalu sayang kepada Lee Song Kim, muridnya yang paling disayangnya. Rasa
sayang bukan hanya timbul karena Lee Song Kim merupakan seorang murid
utama yang paling cerdik, pandai menyenangkan hati gurunya, juga bukan
hanya karena Lee Song Kim merupakan seorang pemuda yang berwajah
tampan dan pandai pula menemani gurunya tidur untuk memuaskan nafsu
aneh dari Hai-tok yang pada usia tuanya tidak suka lagi kepada wanita,
melainkan mengalihkan rasa sukanya kepada pemuda-pemuda tampan untuk
menjadi kekasih dan teman tidurnya.
Bukan hanya karena Song Kim seorang murid terpandai dan kekasih
tersayang, melainkan juga karena Hai-tok tang Kok Bu memang haus akan
putera, haus akan anak laki-laki. Anaknya hanyalah Kiki seorang, anak
perempuan, dan sejak mudanya dia amat menginginkan seorang anak laki-laki.
Agaknya kehausannya akan anak laki-laki ini merupakan satu di antara sebab
mengapa dia lebih suka tidur dengan seorang pemuda tampan dari pada
dengan wanita cantik. Dia menganggap Song Kim sebagai munid terpandai,
kekasih tersayang, dan juga sebagai puteranya sendiri.
Tidaklah mengherankan apabila Hai-tok mencurahkan kasih sayangnya
kepada Song Kim. Lebih-lebih lagi setelah Kiki meninggalkannya untuk
menikah dengan pria yang dicintanya, yaitu Ong Siu Coan. Kini seluruh rasa
kasih sayangnya dilimpahkan kepada Song Kim. Hal ini tentu saja amat
menggembirakan pemuda yang penuh ambisi itu. Dia melihat kesempatan
yang amat baik. Rasa sayang yang berlebihan dan Hai-tok itu membuat dia
manja dan ingin memperoleh segala-galanya. Dia menguras habis ilmu
kepandaian Hai-tok, juga menganggap dirinya sebagai putera Hai-tok dan ahli
waris dari kakek kaya raya itu, menjadi tuan muda dari Pulau Naga.
Semua anak buah di pulau itupun tunduk kepadanya, karena mereka semua
maklum bahwa pemuda itu memang memiliki kekuasaan besar sekali dan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan semua perbuatannya dan kehendaknya dibenarkan saja oleh Hai-tok. Setelah
semua ilmu yang dimiliki Hai-tok habis dipelajarinya, Song Kim merengek dan
memanaskan gurunya suhu. "Benarkah tidak ada lagi ilmu yang dapat suhu ajarkan kepadaku?"
Pada suatu malam Song Kim bertanya ketika mereka rebah di dalam kamar
Hai-tok. "Song Kim, sudah berapa kali kau tanyakan hal itu kepadaku" Sudah
berulang kali kuberitahukan bahwa semua ilmu yang kumiliki sudah kuajarkan
kepadamu. Masa engkau tidak percaya kepadaku" Satu-satunya hal yang
masih kurang padamu hanyalah pengalaman saja, dalam hal ini tentu engkau
masih kalah olehku. Akan tetapi dalam hal ilmu silat, tidak ada ilmu yang masih
kurahasiakan." "Kalau begitu, aku kelak dapat menjadi pengganti suhu dan melanjutkan
sepak terjang suhu, dan membuat nama besar sebagai murid dan ahil waris
suhu." "Tentu saja, muridku yang baik?"
Hai-tok merangkul murid dan juga kekasihnya.
"Akan tetapi, suhu. Hatiku masih belum puas. Melihat suhu tempo hari
bertanding melawan Thian-tok, ternyata suhu belum dapat mengalahkannya."
"Ha-ha, akan tetapi diapun tidak mampu mengalahkan aku. Tingkat
kekuatan dan kepandaian kami memang seimbang."
"Hal itulah yang mencemaskan hatiku, suhu. Dengan demikian, berarti pula
bahwa tingkat ilmu silat yang kumiliki belum berapa tinggi, dan baru seimbang
dengan tingkat murid-murid Thian-tok, San-tok, maupun Tee-tok. Kalau begitu,
mana mungkin aku dapat menjagoi dunia kang-ouw" Belum lagi mengingat
bahwa tingkat kepandaian Siauw-bin-hud masih lebih tinggi dari pada tingkat


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suhu, berarti bahwa aku takkan mampu menandingi ilmu kepandaian muridnya
seperti Tan Ci Kong dan lain-lainnya."
Mendengar ini, Hai-tok menarik napas panjang.
"Hal yang kaukemukakan itu memang tak dapat kusangkal, Song Kim. Akan
tetapi, ilmu kepandaian memang tidak ada batasnya di dunia ini. Betapapun
tingginya Gunung Thai-san, masih ada lagi awan yang lebih tinggi, dan di atas
awan masih ada jutaan bintang yang lebih tinggi lagi."
"Aku tahu, suhu, dan akupun belum gila untuk menjadi orang yang paling
pandai di dunia ini. Akan tetapi setidaknya aku harus lebih kuat dari pada
musuh-musuh dan sainganku, dan aku harus dapat mempelajari ilmu-ilmu yang
lebih tinggi lagi. Dan hal ini, kiranya hanya dapat terjadi kalau suhu mau
menolongku." "Hemm, menolongmu bagaimana" Sudah kukatakan bahwa semua ilmuku
sudah kuajarkan kepadamu."
"Suhu, maukah suhu menolongku?"
Song Kim merajuk. Hai-tok tertawa.
"Ha-ha-ha, Song Kim. Engkau tahu bahwa aku akan mau melakukan apa
saja untuk menolongmu. Bukankah aku telah menyelamatkan engkau dan
melindungimu ketika engkau terancam bahaya" Bukankah aku lebih
memberatkan engkau dari pada anak kandungku sendiri?"
"Kalau begitu, suhu" usahakanlah agar ilmu kepandaianku dapat
meningkat. Kalau saja suhu suka meminjam kitab kitab ilmu yang dalam dari
aliran persilatan yang besar di dunia persilatan, tentu aku akan dapat
mempelajari kitab-kitab itu untuk memperdalam pengetahuanku."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan Peribahasa yang mengatakan bahwa "cinta itu buta sesungguhnya keliru.
Cinta kasih yang murni tidak membuat orang menjadi buta, sebaliknya malah,
membuat orang menjadi waspada dan bijaksana. Yang membuat orang
menjadi buta, buta batinnya, adalah nafsu, bukan cinta kasih! Nafsu, segala
macam nafsu yang menguasai batin manusia, membuat batin itu menjadi keruh
dan kotor, lenyap semua pertimbangan, dan bahkan kekeruhan batin itu
membuat kita menjadi seperti buta.
Demikian pula halnya dengan Hai-tok. Sayangnya kepada Song Kim
sesungguhnya hanyalah nafsu belaka, sehingga kakek yang biasanva amat
cerdik dan juga berpemandangan luas, penuh pengalaman hidup ini, seolaholah menjadi buta, tidak melihat betapa muridnya merengek dan merajuk
seperti seorang anak kecil yang manja.
"Baiklah, Song Kim, tenangkan hatimu dan bergembiralah. Aku akan
membantumu untuk meminjam kitab-kitab yang mengandung ilmu silat tinggi
dari beberapa perkumpulan yang kutahu memilikinya," katanya sambil
mendekap pemuda itu. Tentu saja Song Kim menjadi girang sekali, dan diapun berusaha keras
untuk menyenangkan hati gurunya malam itu.
Janji Hai-tok dipenuhinya. Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi,
mulailah dia mencuri atau merampok kitab-kitab dari perkumpulan besar
seperti Bu-tong-pai, Lam-hai-pai, dan lain-lain. Semua kitab-kitab itu
diserahkannya kepada Song Kim, bahkan dia membantu muridnya itu untuk
membaca kitab-kitab kuno. Akan tetapi, nafsu membuat orang tak pernah
merasa cukup. Makin dituruti nafsu itu, ia menjadi semakin lahap.
Song Kim tidak puas dengan kitab-kitab yang telah dipelajarinya, dan dia
selalu merengek agar gurunya mencarikan kitab lain. Mulailah Hai-tok
melakukan pencurian-pencurian di perkumpulan-perkumpulah yang lebih
besar lagi. Bahkan dia berani pula mencuri kitab dari perpustakaan di kuil para
tosu Kun-lun-pai, dan mencuri beberapa buah kitab ilmu simpanan dari kuil
para hwesio di Go-bi-pai. Tentu saja dengan adanya kitab-kitab itu, ilmu
kepandaian Song Kim meningkat dengan cepat. Dia memang amat cerdik
sehingga dengan mudah dia mempelajani ilmu-ilmu silat dan kitab-kitab itu,
sehingga dalam waktu singkat, dia dapat menguasai semua, hanya tinggal
mematangkannya dalam latihan saja. Hai-tok kini seperti menjadi bujangnya
saja. Kitab dari perkumpulan manapun yang dikehendakinya, tentu akan
diusahakan oleh Hai-tok untuk memperolehnya.
Dan makin lama Song Kim makin tidak takut kepada suhunya, apalagi
setelah dia mempelajani banyak ilmu silat tinggi, sehingga tingkatnya mulai
melampaui tingkat gurunya! Dan dia mulai mengancam akan meninggalkan
gurunya kalau Hai-tok menolak pemintaannya. Kakek itu sendiri mulai terikat
semakin erat, mulai tergantung semakin tinggi, tidak mungkin lagi dapat
terpisah dan Song Kim. Karena itu, apapun permintaan muridnya selalu
dipenuhinya. Akan tetapi, Hai-tok terkejut sekali ketika pada suatu malam, muridnya
minta kepadanya agar mencarikan kitab-kitab pelajaran silat yang
dirahasiakan oleh para tokoh Siauw-Iim-pai!
"Song Kim, muridku yang baik, bagaimana engkau dapat meminta hal yang
tak mungkin terlaksana" Kitab-kitab rahasia Siauw-lim-pai. Ah, engkau tidak
tahu. Siauw-lim-pai tak boleh disamakan dengan Kun-lun-pai, Go-bi-pai atau
perkumpulan silat lainnya! Perkumpulan itu bukan hanya perkumpulan silat
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan biasa, melainkan menjadi pusat para pendeta Buddha, pusat penyebaran
agama, dan di sana berkumpul tokoh-tokoh yang sakti! Ingat saja Siauw-binhud, dan masih banyak yang lain."
"Aku bukan minta agar suhu menghadapi mereka secara berterang. Aku
tahu bahwa suhu tentu tidak akan menang melawan mereka. Akan tetapi kalau
diusahakan agar suhu dapat memasuki kamar perpustakaan mereka, memilih
kitab-kitab yang hebat, tanpa melawan mereka, apa susahnya" Bukankah
dengan cara itu pula suhu telah berhasil mencuri beberapa buah kitab rahasia
yang amat penting dari Kun-lun-pai dan Go-bi-pai" Juga dari Bu-tong-pai, suhu
bisa mendapatkan kitab tanpa harus berkelahi dengan mereka. Suhu, tolonglah
aku, aku ingin sekali mempelajari ilmu yang tinggi dari Siauw-lim-pai."
"Akan tetapi, Song Kim, bukankah selama beberapa bulan ini, tiada
hentinya aku mendapatkan kitab-kitab yang amat langka di dunia ini untuknu"
Kitab-kitab dari Kun-lun-pai, Go-bi-pai, Bu-tonng-pai, Kong-thong-pai, dan
belasan perkumpulan lain yang paling terkenal. Masih tidak cukupkan itu"
Engkau sendiripun belum sempat mempelajari semua kitab itu" Untuk apa
ditambah lagi" Untuk apa terlalu banyak ilmu itu yang akan memakan waktu
lama untuk kaulatih?"
"Suhu, aku ingin menaklukkan semua jagoan dari manapun perguruannya.
Dan untuk itu, aku harus mengenal rahasia-rahasia ilmu silat mereka, dan
menguasai ilmu-ilmu mereka yang paling tinggi. Hampir semua sudah berada
di tanganku kecuali ilmu yang tertinggi dari Siauw-lim-pai. Kalau aku tidak
menguasainya, bagaimana kalau kelak aku berhadapan jagoan Siauw-lim-pai
sebagai lawan" Aku akan mengumpulkan dulu kitab sebanyaknya, baru
perlahan dilatih." "Akan tetapi mencuri kitab dari Siauw-lim-si, sukarnya sama dengan naik
ke langit, muridku! Siauw-lim-si terjaga ketat dan memiliki banyak alat-alat
rahasia. Belum pernah ada tokoh yang dapat memasukinya."
Song Kim tertawa. "Aih, suhu terlalu merendahkan diri, terlalu mengangkat lawan! Siapa tidak
mengenal nama besar suhu" Aku mendengar bahwa seorang lulusan Siauwlim-pai diharuskan keluar melalui alat-alat rahasia itu, dan banyak di antara
mereka, yang masih muda-muda, berhasil. Masa suhu kalah dengan muridmurid Siauw-lim-pai itu" Sudahlah, kalau suhu tidak mau, katakan saja. Suhu
sudah tidak sayang iagi padaku, biarlah aku yang akan pergi mengambil
sendiri kitab-kitab itu, akan tetapi aku tidak akan kembali lagi kepada suhu!"
"Aihhh, jangan begitu, Song Kim. Siapa bilang aku tidak mau" Aku tadi
hanya mengatakan betapa sukarnya mencuri kitab dan Siauw-lim-pai, akan
tetapi itu bukan berarti bahwa aku tidak ingin mencobanya."
"Ah, suhu memang hebat"
Song Kim menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Hai-tok yang duduk
bersila itu. "Bagiku, suhu merupakan guru dan juga pengganti ayah, satu-satunya
orang yang kucinta dan sayang pula kepadaku. Terima kasih, suhu?"
Hai-tok yang sudah semakin tua itu merangkul muridnya dengan penuh
perasaan gembira. Dan pada hari itu, berangkatlah Hai-tok menuju ke kuil besar
Siauw-im-pai yang menjadi pusat dan perkumpulan Siauw-lim-si.
Beberapa pekan kemudian, terjadilah geger di kuil Siauw-lim-si. Di malam
yang gelap dan sunyi itu, tiba-tiba terdengar bunyi kelenengan nyaring, bunyi
tanda rahasia yang dipasang di bagian kuil, dan bunyi kelenengan itu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan menandakan bahwa tempat itu didatangi orang asing atau orang luar yang
tidak tahu rahasianya. Maka, para hwesio segera memukul tambur bertalu-talu
sebagai tanda bahaya, dan para pimpinan Siauw-lim-pai yang kebetulan
malam itu berkumpul di situ, terkejut dan cepat berkumpul untuk melihat siapa
yang telah memasuki kuil tanpa ijin.
Hai-tok yang telah berhasil melalui beberapa jebakan dan alat rahasia,
sudah merasa girang sekali ketika dia tiba di bagian paling dalam dan Siauwlim-si. Dengan kepandaiannya yang tinggi, dia berhasil berkelebat dan
menyelinap ke dalam tanpa dilihat oleh para munid Siauw-lim-pai yang
bertugas jaga. Bahkan dia dapat melumpuhkan beberapa macam alat rahasia
yang menghadang di sepanjang lorong masuk. Akan tetapi ketika dia tiba di
ruangan dalam dan sedang mencari-cari dimana letaknya kamar perpustakaan,
tanpa disangkanya, kakinya menginjak bagian lantai yang dipasangi alat
rahasia sehingga terdengarlah kelenengan berbunyi nyaring.
Hai-tok terkejut, akan tetapi dia bersikap tenang, siap untuk menghadapi
segala bahaya. Tiba-tiba ruangan itu menjadi terang benderang, muncullah
puluhan orang hwesio dengan obor di tangan, ada pula yang membawa
lentera-lentera besar. Sebentar saja Hai-tok telah terkepung. Kakek ini masih
bersikap tenang, siap untuk menghadapi segala akibat dari perbuatannya itu.
Akan tetapi, para hwesio muda itu hanya mengepung dalam bentuk barisan
yang rapi, sama sekali tidak bergerak untuk menyerang, hanya mengepung dan
tidak memberi jalan ke luar, mata mereka memandang tajam kepada Hai-tok
yang masih berdiri di tengah ruangan.
Tiba-tiba barisan yang berada di sebelah dalam terkuak dan muncullah lima
orang kakek yang membuat Hai-tok diam-diam terkejut sekali. Dia mengenal
dua orang di antara mereka. Yang seorang bertubuh tinggi kurus adalah Thian
He Hwesio, sedangkan orang kedua adalah Thian Kong Hwesio. Keduanya
adalah pimpinan Siauw-lim-pai. Thian He Hwesio sebagai ketua dan Thian
Kong Hwesio sebagai pelatih.
Tentu saja Hal-tok tidak gentar menghadapi dua orang pimpinan Siauwlim-si yang sudah dikenalnya dan diketahui sampai dimana tingkat
kepandaiannya itu. Akan tetapi dia memperhatikan tiga orang kakek yang lain.
Mereka memiliki pembawaan yang aneh dan mengkhawatirkan hatinya. Mata
mereka itu mencorong seperti mata naga, walaupun ada kelembutan pada
pandang mata mereka. Yang seorang adalah pendeta berkepala gundul seperti hwesio-hwesio
lain, akan tetapi kulit mukanya hitam dan raut wajahnya berbeda dengan orang
Han. Hai-tok yang berpengalaman dapat menduga bahwa tentu hwesio yang
satu ini datang dan barat, kalau tidak dan Bhutan, tentu dan Nepal atau India.
Orang ke dua adalah seorang hwesio tinggi besar berperut gendut,
mulutnya yang lebar itu selalu tersenyum, dan melihat jubahnya yang kuning
bergaris merah, dan hiasan kepala yang menutupi kepala gundulnya, dapat
diduga bahwa dia adalah seorang pendeta Lama dari Tibet.
Orang ketiga juga seorang hwesio tua, kepalanya gundul kelimis, akan
tetapi mukanya penuh dengan kumis dan jenggot putih, jubahnya kuning agak
kotor, namun hwesio yang bertubuh kecil ini bersikap penuh wibawa,
tangannya memegang sebatang tongkat pendeta yang kedua ujungnya dihias
dengan emas! Thian He Hwesio dan Thian Kong Hwesio tentu saja mengenal Hai-tok dan
diam-diam mereka terkejut. Mau apakah datuk sesat ini muncul pada waktu
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan tengah malam di ruangan dalam kuil itu"
"Kiranya Tang-tocu yang muncul di sini," kata Thian He Hwesio sambil
menjura. "Sungguh mengejutkan hati kami semua. Entah ada urusan apakah tocu
datang malam-malam begini dengan cara yang tidak wajar?"
Muka Hai-tok sudah berubah merah karena kikuk dan malu. Akan tetapi,
dia tidak gentar menghadapi pengepungan para hwesio, apalagi di Situ tidak
terdapat orang yang ditakuti, Siauw-bin-hud. Maka karena sudah tertangkup
basah, diapun menjadi nekat. Tak perlu lagi dia mencari alasan dan berbohong,
karena hal itu hanya akan menambah rasa malunya saja.
"Hwesio yang baik, aku datang hanya untuk meminjam beberapa buah
kitab milik Siauw-lim-pai."
Semua hwesio terkejut mendengar ini, dan Thian Kong Hwesio yang
wataknya lebih keras dari pada suhengnya segera berseru.
"Omitohud" kitab-kitab kami tidak boleh dipinjam oleh orang luar!"
Hai-tok Tang Kok Bu tersenyum mengejek.
"Hemm" apakah percuma saja aku menjadi kenalan dan sahabat Siauwbin-hud" Masa meminjam kitab saja tidak diperbolehkan?"
Thian He Hwesio cepat menjura.
"Tocu, kitab apakah yang ingin tocu baca" Kalau tocu ingin membaca kitab
agama dan kitab pelajaran untuk menjadi manusia benar, kiranya pinceng akan
dapat meminjamkannya kepada tocu."
Hai-tok tertawa. "Ha-ha-ha, apakah engkau anggap aku ini anak kecil" Untuk apa segala
macam kitab yang tidak ada gunaya itu" Membohongi orang-orang bodoh saja!
Aku ingin memilih sendiri beberapa buah kitab dari kamar perpustakaan kalian,
dan aku hanya akan meminjamnya selama setahun saja, tentu kelak akan
kukembalikan." "Omitohud, permintaan yang tidak masuk akal, tocu. Akan tetapi kitab
apakah yang ingin tocu pinjam itu?"
"Aku hanya mempunyai satu macam keahlian, yaitu ilmu silat. Kitab
apalagi kalau bukan kitab ilmu silat yang menarik hatiku" Aku akan memilih
dua atau tiga buah saja, ingin melihat sampai dimana kehebatan ilmu silat
simpanan dari Siauw-lim-pai, dan setelah membacanya setahun, aku akan
mengembalikannya." "Tidak mungkin!" Thian Kong Hwesio membentak.
Thian He Hwesio masih bersikap lunak.
"Tak penlu pinceng menjelaskan panjang lebar, namun tentu tocu sudah
maklum bahwa kami tidak mungkin dapat meminjamkan kitab pelajaran silat
kepada orang luar. Bahkan murid-munid Siauw-lim-pai sendiri, tanpa ijin
khusus, dilarang membaca kitab-kitab rahasia itu. Tentu tocu sudah maklum
bahwa hal itu tidak mungkin, maka tocu datang malam-malam begini untuk
mencuri." "Ha-ha-ha, kalau benar demikian, kalian mau apa" Kalau tidak boleh
meminjam, biarlah kuambil sendiri saja!" kata Hai-tok dengan sikap angkuh.
"Omitohud! Orang ini benar-benar hendak mengacau. Kami bertiga sebagai
tamu, tak boleh tinggal diam saja."
Tiba-tiba kakek hwesio kecil kurus yang memegang tongkat berseru sambil
melangkah maju, diikuti oleh dua orang pendeta lainnya, yaitu pendeta dari
India dan dari Tibet. Mereka mengepung dengan kedudukan segitiga, dengan
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan hwesio bertongkat di depan Hai-tok. Pada saat itu, Thian He Hwesio yang tidak
keburu mencegah, membisikkan kepada tamunya bahwa pengacau itu adalah
datuk sesat yang dijuluki Hai-tok. Nampak pendeta pendeta kecil kurus itu
terkejut, juga dua orang kawannya terkejut.
"Omitohud, kiranya seorang di antara Empat Racun yang tersohor itu!" kata
pula pendeta kecil kurus bertongkat.
"Kabarnya Empat Racun telah mencuci kotoran dan batinnya dengan
membantu perjuangan rakyat menentang kelaliman, akan tetapi ternyata
sekarang Hai-tok masih saja melanjutkan kesesatannya dengan perbuatan
rendah, mengacau di Siauw-lim-si dan hendak merampok kitab. Sungguh patut
disesalkan!" Melihat tiga orang tamunya yang merupakan tamu agung yang dihormati,
yaitu para wakil golongan Agama Buddha dari Nepal, Tibet dan Yunnan, kini
maju hendak menandingi Hai-tok, dua orang pimpinan Siauw-lim-si itu merasa
tidak enak hati. Thian He Hwesio segera maju.
"Sam-wi suhu harap tidak turun tangan sendiri, ini adalah urusan dalam
Siauw-lim-pai, biarlah para murid yang menanggulanginya."
Tanpa menanti jawaban, Thian He Hwesio memberi tanda kepada Thian


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kong Hwesio, dan pelatih para murid Siauw-lim-pai ini segera memberi abaaba kepada para murid.
"Ngo-heng-tin silahkan maju!" bentaknya.
Dari para pengepung itu, berloncatan keluar lima orang murid Siauw-limpai yang berkepala gundul, mereka itu masing-masing memegang sebatang
toya kuningan yang berat, senjata khas golongan hwesio yang merupakan
senjata terkuat dari Siauw-lim-pai. Setelah berloncatan, mereka berlima segera
membentuk posisi segi lima dan itulah yang dinamakan Ngo-heng-tin (Barisan
Lima Unsur). Dikurung oleh lima orang itu, Hai-tok nampak masih tenang saja. Dia
maklum akan kelihaian Ngo-heng-tin dan tahu pula bahwa dengan berani maju
berlima, tentu mereka ini merupakan murid-murid Siauw-lim-pai yang sudah
cukup tinggi tingkatnya. Dia menggerakkan tangan ke belakang dan sudah
mencabut tongkatnya, sebatang tongkat yang terbuat dari pada emas
berhiaskan permata! Sebuan tongkat yang indah dan mahal sekali, namun
merupakan senjata utama Hai-tok yang luar biasa ampuhnya pula.
Barisan Ngo-heng-tin itu kini bergerak perlahan mengitari lawan, gerakan
mereka ketika bergeser ke depan itu amat gagah dan tegap, kaki mereka hanya
bergeser ke depan sehingga terdengar suara "sstt-sstt-sstt" yang berirama.
Keadaan menjadi menegangkan, dan kepungan itu kini agak mundur sehingga
terdapat ruangan yang cukup luas untuk perkelahian keroyokan. Juga kedua
orang pimpinan Sinuw-lim-pai dan tiga orang tamu agungnya mengundurkan
diri. Beberapa orang murid segera menyediakan lima buah bangku untuk
mereka duduk menonton. Pimpinan barisan Ngo-beng-tin itu adalah seorang yang bertubuh tinggi
kurus. Dia memimpin barisan bukan dengan aba-aba, melainkan dengan
gerakan. Dialah yang lebih dahulu bergerak, menjadi kepala binatang
sedangkan yang lain menjadi tubuh dan ekotnya, yang akan bergerak secara
otomatis melanjutkan atau menyambung gerakan pertama dari pemimpin
barisan itu. Setiap gerakan atau serangan dari pemimpin, memiliki
perkembangan tertentu dan mereka berlima sudah berlatih selama belasan
tahun, sehingga kalau mereka maju sebagai Ngo-heng-tin, mereka itu seolahdikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan olah menjadi kesatuan yang bergerak secara otomatis.
Tiba-tiba kepala barisan itu sudah menggerakkan toyanya, menyerang ke
arah kepala Hai-tok, dan begitu dia bergerak menyerang, empat orang yang
lain juga bergerak dengan serangan susulan! Hebatnya, di dalam serangan
mereka berlima ini terdapat unsur yang saling melindungi!
"Trang-trang-trang-trang-trang!"
Lima kali beruntun terdengar suara nyaring ketika nampak gulungan sinar
emas, dan ternyata serangan lima batang toya itu telah dapat tertangkis semua
oleh tongkat di tangan Hai-tok. Bukan itu saja, bahkan kini Hai-tok membalas
dengan serangan-serangan yang amat cepat dan kuat secara bertubi-tubi
kepada lima orang lawannya!
Lima orang itu terkejut ketika toya mereka tertangkis tadi, karena hampir
toya mereka terlepas dari pegangan dan tangan mereka seperti hampir patahpatah tulangnya. Apalagi kini lawan telah menyerang dengan amat ganasnya.
Untung dalam barisan mereka terdapat kerja sama yang amat baik sehingga
mereka dapat saling melindungi dengan cara menangkis dan menghambat
serangan Hai-tok kepada seorang kawan dengan cara menyerangnya dari
samping atau belakang. Terjadilah pertandingan yang menarik dan mengagumkan. Lima orang
Ngo-heng-tin itu hagaikan lima ekor burung garuda yang menyambar-nyambar,
mengepung seekor ular yang melingkar di tengah yang mematuk-matuk
dengan kepalanya. Akan tetapi, kanena memang kalah jauh tingkatnya, setiap
kali tongkat kakek yang menjadi seorang di antara Empat Racun Dunia itu
menyentuh toya, pemegangnya meringis kesakitan dan telapak tangan mereka
terasa panas sekali. Karena ini, gerakan mereka, walaupun masih otomatis,
nampak kacau. Dan Hai-tok makin lama semakin ganas.
Tiba-tiba terdengar Hai-tok mengeluarkan teriakan melengking, dan
tongkatnya, lenyap berubah menjadi sinar emas yang menyilaukan mata. Itulah
Kim-kong-pang (Tongkat Sinar Emas) yang dimainkan dengan hebat sekali.
Harus diketahui bahwa kakek ini memiliki tenaga Thai-lek kim Kong-jiu, tenaga
sinkang yang dahsyat, maka begitu dia memutar tongkamya agak ke bawah,
lima orang pengeroyoknya terlempar dan terpelanting ke kanan kiri. Mereka
tadi sudah berusaha menyelamatkan diri dengan mengelak atau menangkis.
Yang menangkis kena dibabat berikut toya yang menangkisnya, sedangkan
yang mengelak tetap roboh oleh angin pukulan tongkat yang dahsyat. Para
murid Siauw-lim-pai cepat menolong lima orang itu dan mengotong mereka
keluar dan ruangan itu. Thian He Hwesio dan Thian Kong Hwesio, dengan muka merah karena
marah, hendak melangkah maju, akan tetapi didahului oleh tiga orang tamu
agung yang dipimpin oleh kakek Hwesio kecil kurus yang memegang tongkat
pendeta. Melihat majunya tiga orang ini, Hai-tok bersikap waspada. Dia dapat
menduga bahwa mereka ini bukan orang sembarangan.
"Siapakah kalian dan mengapa mencampuri urusan antara aku dan Siauwlim-pai?" bentak Hai-tok sambil melintangkan tongkat emasnya di depan dada.
Kakek kecil kurus itu tertawa.
"He-heh, kami hanyalah pendeta-pendeta yang biasa saja, tidak terkenal
seperti Hai-tok. Kami maju bukan karena Siauw-lim-pai, melainkan karena
melihat betapa ilmu dipergunakan orang untuk melakukan kejahatan. Kapan
saja dan dimana saja, terhadap siapa saja, engkau melakukan kejahatanmu,
Hai-tok. Kalau kami melihatnya, tentu kami akan berusaha menghentikanmu."
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Kalau begitu" mampuslah!"
Hai-tok cepat menyerang pada saat kakek kecil kurus itu berhenti bicara.
Biarpun lebih dahulu dia bersuara, namun serangannya datang secara
mendadak, cepat dan juga mengandung tenaga sinkang yang dasyat, sehingga
tongkat emasnya berubah menjadi sinar gemilang dan mengeluarkan suara
bersiutan nyaring. Kakek ini memang licik. Melihat tiga orang itu maju, dia
hendak cepat-cepat merobohkan seorang di antara mereka, dan menurut
dugaannya, pembicara itulah yang merupakan kawan paling tangguh.
"Trakkk!" Tongkatnya bertemu dengan tongkat hwesio yang dipegang oleh pendeta
kurus kecil itu, dan keduanya terdorong mundur walaupun hwesio itu
terdorong dua langkah lebih jauh dibandingkan Hai-tok, tanda dia masih kalah
kuat oleh Racun Lautan. Akan tetapi dua orang hwesio lainnya, yaitu pendeta
dari nepal dan dan Tibet, telah bergerak maju mengepungnya. Pendeta dari
Nepal itu menggunakan kedua ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar
menutupi tangannya, sedangkan pendeta Lama dari Tibet telah mengeluarkan
seuntai tasbeh dengan biji-biji tasbeh berwarna putih seperti batu akik.
Dan ketika mereka berdua bergerak, diam-diam Hai-tok terkejut. Kiranya
tingkat kekuatan dua orang Hwesio asing itu tidak berada di sebelah bawah
tingkat kekuatan Hwesio kecil kurus! Maklum bahwa dirinya dikepung tiga
orang lawan yang tangguh, Hai-tok mengeluarkan suara mengereng keras dan
diapun segera mainkan ilmunya yang paling diandalkan, yaitu Kim-kong-pang!
Kalau melawan mereka bertiga itu seorang demi seorang, agaknya Hai-tok
masih lebih unggul walaupun selisih tingkat kepandaiannya hanya sedikit
lebih tinggi dari pada mereka. Akan tetapi mereka bertiga itu maju bersama,
dan hal ini membuat Hai-tok kewalahan. Apalagi ilmu silat dan gerakan dua
orang Nepal dan Tibet itu amat aneh dan tidak dikenalnya sama sekali. Dua
ujung lengan baju dari pendeta Nepal itu lihai bukan main, kadang-kadang
menjadi lemas dan ulet, dapat melakukan serangan menyabet dan
mencengkeram atau mengait, kadang-kadang menjadi kaku dan dapat
dipergunakan untuk menusuk atau menotok jalan darah!
Juga untaian tasbeh di tangan pendeta Lama itu lihai bukan main. Selain
batu-batu yang menjadi biji tasbeh itu kuat dan mampu menangkis tongkat
emas tanpa rusak, dan untaian ini diikat dengan tali yang amat kuat dan tidak
dapat putus, juga kalau digerakkan untuk menyerang, tasbeh itu mengeluarkan
bunyi berkeritikan yang amat nyaring dan menusuk telinga menembus ke
dalam dan menggetarkan jantung!
Hal-tok mengamuk dan memutar tongkatnya mengeluarkan jurus-jurus
terampuh dan Kim-kong-pang. Melihat betapa tiga orang tamu agung itu hanya
mampu mendesak, namun Hai-tok masih terlalu kuat untuk dapat dikalahkan,
diam-diam Thian Kong Hwesio memberi isyarat kepada belasan orang
muridnya. Dua belas orang murid lalu bergerak maju. Mereka membawa alat
semacam jala terbuat dari pada baja. Empat orang memegang sehelai jala pada
empat ujungnya sehingga mereka semua kini membawa tiga helai jala dan
memasuki medan perkelahian.
Jala-jala itu mulai digerakkan menerkam ke arah tubuh Hai-tok. Kakek ini
terkejut, mengelak dan hendak menyerang empat orang pemegang jala, akan
tetapi dari belakang, jala lain menubruknya. Ketika dia mengelak, Tiga orang
pendeta yang mengepungnya telah menyerangnya lagi. Dikeroyok tiga orang
kakek pendeta itu saja sudah merupakan hal yang berat bagi Hai-tok, apalagi
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan kini ditambah oleh tiga helai jarak yang amat berbahaya itu. Akan tetapi dia
tidak merasa takut dan mengamuk semakin hebat.
Betapapun kuatnya, Hai-tok yang usianya sudah tujuhpuluh itu, mulai
kelelahan. Napasnya mulai memburu dan badannya penuh dengan keringat.
Dua kali sudah tubuhnya terkena pukulan tongkat hwesio kecil kurus, dan
biarpun pukulan-pukulan itu dapat diterima oleh tubuhnya yang dilindugi
kekebalan, namun isi dadanya tergetar juga.
"Brukkkk!" Sehelai jala dari samping menubruknya pada saat dia menangkis tongkat
dan tasbeh lawan. Cepat dia menggulingkan tubuh ke lantai, akan tetapi jala
itu mengejarnya dan menubruk sepasang kakinya. Dengan marah Hai-tok
memutar tongkatnya. Terdengar suara nyaring, dan ternyata tongkatnya tidak
mampu membikin putus tali-tali jala. Dengan marah dia lalu membabat dan
empat orang pemegang jala berteriak kesakitan, terpelanting dan tidak mampu
bangun lagi karena kaki mereka patah tulang.
Akan tetapi, kaitan-kaitan kecil dari baja yang berada di sebelah dalam jala
itu telah mengait kulit daging kaki Hai-tok. Kakek ini meronta dan melepaskan
kaitan-kaitan dari kakinya. Akan tetapi pada saat itu, sebuah totokan dengan
ujung lengan baju mengenai pundak kanannya, membuat lengan kanannya
lumpuh seketika. Dengan marah, dia menggunakan tongkatnya di tangan kiri
untuk menyerang pendeta Nepal yang terpaksa harus melompat jauh ke
belakang. Jala itu sudah terlepas dari kakinya, akan tetapi lengan kanannya
masih lumpuh, maka ketika tongkatnya itu bertemu dengan tongkat hwesio
kecil kurus, dia tidak mampu mempertahankan lagi dan tongkat emasnya
terlepas dari tangan kirinya!
Hai-tok mengeluarkan suara melengking ganas, dan kini dia mengamuk
dengan tangan kosong memainkan ilmu silatnya yang paling ampuh, yaitu
dengan pengerahan tenaga Thai-lek Kim-kong-jiu. Ketika sehelai jala
menubruknya, dia memapaki dengan pukulan tangan kirinya.
"Braakkkk!" Jala itu membalik dan menyelimuti empat orang pemegangnya seperti
sehelai selimut tertiup angin keras dan empat orang pemegangnya menjeritjerit kesakitan karena kaitan-kaitan baja kecil menancap di tubuh mereka! Akan
tetapi pada saat itu, terdengar suara berkeritik nyaring dari tasbeh, dan
pendeta Lama sudah menyambar ke arah kepala Hai-tok. Kakek ini miringkan
kepala dan menggunakan tangan kiri untuk menangkap tasbeh. Akan tetapi
pada saat itu, tongkat di tangan hwesio kecil kurus sudah mendorong dengan
amat kuatnya ke arah lambung kanannya. Hai-tok berusaha menggerakkan
lengan kanan, akan tetapi ternyata lengan itu masih belum dapat digerakkan.
"Dukkk!!" Tusukan ujung tongkat ke arah lambung kanan itu keras sekali, dan tubuh
Hai-tok terpelanting dan terbanting roboh. Pendeta Lama dan pendeta Nepal
dengan berbareng menubruk, tubuh pendeta Lama itu menghantam kepala
dan ujung lengan baju menotok ke arah dada. Hai-tok berusaha menggulingkan
tubuhnya, namun terlambat karena dia sudah berada dalam keadaan hampir
tidak sadar oleh tusukan tongkat tadi. Terdengar suara keras ketika tasbeh
mengenai kepalanya. Dan pada saat itu, totokan ujung lengan baju juga
mengenai jalan darah tepat di dadanya. Entah yang mana lebih dulu merenggut
nyawa Hai-tok pada saat itu. Tubuhnya tak bergerak lagi dan tewaslah datuk
sesat yang memiliki kepandaian tinggi itu.
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan "Omitohud!" Tiga orang kakek itu merangkap tangan di depan dada sambil
menundukkan muka, kelihatan betapa mereka prihatin sekali dan peristiwa itu
sungguh tidak menyamankan hati mereka. Sudah puluhan tahun mereka tidak
mencampuri dunia ramai, apalagi menyerang orang. Akan tetapi sekarang ini
terpaksa mereka mengeroyok, bahkan membunuh orang, karena kalau mereka
tidak turun tangan, tentu datuk sesat itu akan membunuh lebih banyak orang
lagi. Juga Thian He Hwesio dan Thian Kong Hwesio tidak merasa senang.
Dengan bijaksana, Thian He Hwesio lalu menyuruh anak murid Siauw-lim-pai
untuk mengubur jenazah Hai-tok di lereng gunung, sebelah belakang kuil. Juga
memasang bong-pai bertuliskan nama Hai-tok, yaitu Tang Kok Bu. Tiga orang
pendeta yang menjadi tamu agung itu juga segera berpamit dan kembali ke
tempat tinggal masing-masing.
Lee Soog Kim segera dapat menyelidiki keadaan gurunya, dan tahu bahwa
gurunya gagal mencarikan kitab di Siauw-lim-si, bahkan gurunya tewas oleh
pengeroyokkan para pendeta yang berilmu tinggi. Dia merasa menyesal
kehilangan guru dan pembantu yang amat baik itu, akan tetapi dia memendam
rasa penasaran itu di dalam hati saja, hanya mencatat nama-nama tiga orang
pendeta yang menjadi tamu agung dan yang menggagalkan bahkan
menewaskan Hai-tok. Kemudian, pemuda ini mengumpulkan semua harta
kekayaan gurunya, membubarkan semua anak buah gurunya, dan sambil
membawa harta pusaka dan terutama sekali kitab-kitab dari pelbagai
perguruan silat yang dikumpulkan suhunya untuknya, pergi meninggalkan
Pulau Naga. Dia tidak ingin bentrok dengan musuh sebelum dia menguasai
semua ilmu itu, sambil menyembunyikan diri di tempat yang jauh dan dunia
ramai. Lee Song Kim dengan tekun sekali mempelajari kitab-kitab itu, dan karena
dia memang memiliki kemauan keras dan bakat yang baik, dia mulai dapat
menguasai ilmu-ilmu yang tinggi itu.
Para tokoh perguruan tinggi yang merasa kehilangan kitab-kitab wasiat,
ketika mendengar betapa Hai-tok tewas di kuil Siauw-Nm-si dalam usahanya
mencuri kitab, kini dapat menduga bahwa tentu Hai-tok pula yang telah
mencuri kitab-kitab mereka. Oleh karena itu, berbondong-bondong para tokoh
persilatan itu mendatangi Pulau Naga untuk mencari dan mendapalkan
kembali kitab-kitab mereka. Akan tetapi, pulau itu telah kosong dan mereka
tidak tahu dimana adanya kitab-kitab mereka. Akhirnya mereka tahu bahwa
kitab-kitab mereka itu tentu telah lenyap bersama dengan matinya Hai-tok.
Tak seorangpun tahu bahwa kitab-kitab itu kini berada di tangan seorang
pemuda yang amat lihai, yang kini menyembunyikan diri dan meggembleng
diri dengan kitab-kitab yang rahasia, mempelajari ilmu-ilmu silat pilihan dari
partai-partai besar, ilmu-ilmu silat yang bahkan tidak dikuasai oleh
sembarangan tokoh partai-partai itu sendiri! Seorang pemuda yang kelak akan
menjadi ancaman bagi ketenteraman dunia persilatan, yang akan m
enggegerkan dunia persilatan, karena selain menguasai bermacam ilmu silat
tinggi berbagai aliran, juga amat cerdik dan licik!
Kita tinggalkan dulu Lee Song Kim yang menggembleng diri dalam
persembunyiannya itu, dan melihat keadaan para tokoh lain dalam cerita ini.
-------Setelah memperoleh persetujan dari guru-guru mereka, Tan Ci Kong
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Tidak Diperjualbelikan melangsungkan pernikahannya dengan Siauw Lian Hong. Pernikahan ini
sederhana namun, cukup meriah karena dihadiri oleh banyak tokoh persilatan
dan para pejuang. Yang menggirangkan hati mereka adalah ketika tiga pasang
orang muda yang juga baru saja menikah, hadir dalam perayaan pernikahan
mereka, tiga pasang orang muda itu bukan lain adalah Ong Siu Coan yang telah
menikah dengan Tang Ki tanpa sepengetahuan Hai-tok yang tidak
menyetujuinya, pasangan bangsawan Yu Kiang dan Ceng Hiang, dan juga Thio
Ki dan Ciu Kui Eng. Tentu saja pertemuan antara mereka menimbulkan
percakapan yang ramah dan akrab, juga amat menggembirakan.
Hanya Hai-tok yang tidak hadir di antara para datuk, karena Hai-tok telah


Pedang Naga Kemala Giok Liong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tewas. Bahkan kematiannya di kuil Siauw-lim-si menjadi bahan percakapan
para tamu dalam pesta itu. Di antara para pejuang muda itu, yang paling
menonjol kemampuannya adalah Ong Siu Coan. Dengan bantuan Ki Ki dan
dengan harta kekayaan dari pusaka Giok-liong-kiam yang terjatuh ke dalam
tangannya tanpa diketahui siapapun juga, Siu Coan mulai membangun
balatentara yang besar. Dimulai dari para sisa anak buah Thian-te-pang, dia
membentuk perkumpulan yang besar dan dinamakan Pai Sing-ti Hwe,
balatentara yang makin lama menjadi semakin kuat dan yang kelak akan
terkenal sekali dengan nama balatentara Tai Peng (Perdamaian Besar).
Ong Siu Coan kemudian mengangkat diri sendiri menjadi guru besar
merangkap pemimpin atau raja, mempersatukan pasukannya dengan cara
mengajarkan suatu agama baru. Pada dasarnya agama yang disiarkannya
adalah Agama Kristen, akan tetapi karena pengertiannya dalam hal agama ini
hanya setengah-setenigah saja, dengan penafsiran-penafsiran yang ngawur,
maka agama itu sudah menyeleweng jauh dari aselinya, bahkan bercampur
baur dengan pelajaran Agama Tao yang mengandung banyak mistik, dan
bercampur pula dengan pelajaran filsafat Khong Cu.
Betapapun juga, seperti dapat diikuti dalam sambungan cerita ini,
pemberontakan Tai Peng yang dipimpin oleh Ong Siu Coan dan isteninya Ki Ki
itu, sempat menggegerkan seluruh Tiongkok, hampir berhasil menggulingkan
pemerintah Mancu. Hal ini tidaklah mengherankan, karena demikian pandainya
Ong Siu Coan memimpin balatentaranya sehingga menarik perhatian para
orang gagah yang dengan sukarela pada permulaan pemberontakan itu
mendukung dan membantunya.
Sampai di sini berakhirlah sudah cerita Giok Liong Kiam bagian pertama
ini, dan pengarang terpaksa membagi cerita ini menjadi dua bagian saking
panjangnya cerita, dan bagian pertama ini akan disambung dengan cerita Giok
Liong Kiam bagian kedua atau Pemberontakan Tai Peng. Di dalam cerita baru
ini, para pembaca akan bersua kembali dengan pasangan-pasangan pendekar
muda yang menjadi tokoh-tokoh dalam cerita ini, dan Lee Song Kim akan
muncul sebagai tokoh lawan yang amat sakti. Juga pedang pusaka Giok-liongkiam tetap akan menjadi bahan perebutan dalam suasana yang baru, dengan
kepentingan-kepentingan baru pula.
Pengarang menutup dengan salam bahagia. Semoga cerita ini bermanfaat
bagi para pembaca, dan sampai jumpa dalam cerita berikutnya.
TAMAT Lereng Lawu, Medio September 1980
dikoleksi oleh : Didik- Bogor
infotik.net Kelana Buana 14 Pendekar Elang Salju Karya Gilang Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 26
^