Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 1
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung Bagian 1
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan
Sian Ku Po Kiam Karya : Khu Lung Tiong chiu berlalu Angin yang bertiup pada saat musim rontok membawa kesejukan.
Matahari juga lebih cepat menarik diri di bandingkan musim panas Saat ini hari
belum terlalu senja. Namun kegelapan mulai menyebar.
Di daerah Kwaciu terdapat sebuah tapal batas yang mengandung sejarah Di jalanan
mulai terlihat penerangan dinyalakan Di ujung sebelah utara ada sebuah rumah
makan kecil. Di depan pintu tergantung sebuah lentera yang redup. Mungkin hampir
kehabisan minyak. Cahayanya makin pudar karena tiupan angin. Papan-papan cantang
hanya disandarkan di tembok. Ruangannya tidak besar Hanya adalima meja dan kursi Semuanya dirapatkan dengan
tembok Namun semua meja itu tensi penuh Tamu tamu ini tentu saja tak tergesa
gesa menyeberangi Sungai. Kalau tidak, mereka pasti tidak akan mempunyai waktu
bersantap dengan tenang. Tamu-tamu yang duduk dilima meja tersebut mempunyai penampilan yang berbeda
Tiga orang yang duduk paling depan adalah laki-laki bertubuh tinggi besar.
Masingmasing membawa sebuah bungkusan kain yang bentuknya panjang. Isinya pasti
pedang atau golok Wajah mereka tampak garang Dapat diduga bahwa ketiga orang itu
bukan dari golongan baik baik. Di pintu bagian kiri duduk dua orang laki-laki Tampang mereka kelihatan jujur.
Kemungkinan besar dari kalapgan pedagang. Yang satu bertubuh gemuk dan yang
satunya lagi malah kurus D atas meja terdapat tumpukan kain berwarna-warni.
Ternyata pedagang kain. Di tengah tengah ruangan ada dua meja. Yang kiri
merupakan seorang pemuda berusia dua puluhan.
Alisnya hitam berbentuk golok. Bibirnya merah dan giginya putih bersih Bukan
hanya penampilannya saja yang enak dipandang tingkahnya pun lembut dan
berpendidikan. Sekali pandang sudah dapat dipastikan bahwa pemuda ini seorang
su-seng (pelajar). Meja dalam sebelah kanan diisi oleh seorang perempuan berusia kira
kira dua puluh tiga atau empat tahun Dia hanya seorang diri. Pakaiannya adalah stelan
celana berwarna hijau pupus Rambut kepalanya diikat dengan sehelai selendang
berwarna hijau pula. Pinggangnya ramping hanya kulitnya saja yang agak hitam,
namun malah menambah kemanisan wajahnya Meskipun dandanannya seperti
seorang perempuan desa, tapi penampilannya tidak kampungan.
Di bagian paling pojok dekat pintu rumah menuju dapur duduk seorang pemuda.
Bajunya lusuh Wajahnya kotor dan hitam. Mungkin sedang mengadakan perjalanan
jauh. Dia duduk disudut yang gelap. Kepalanya tertunduk. Sama sekali tidak
memperdulikan keadaan sekitarnya. Dia menikmati bakmi dihadapannya dengan
penuh selera. Pemilik rumah makan ini adalah seorang laki laki tua berpungggung bungkuk.
Kepalanya tertutup sebuah topi kecil. Di pundaknya tersampir sehelai kain lap
berwarna biru. Tampaknya sudah kumal dan berminyak Dia juga bertindak sebagai
koki, bagian tukang potong sayur, menuangkan teh, mengantar makanan dan melap
meja Pokoknya semua pekerjaan ditanganinya sendiri. Tentu saja dia sangat
kerepotan dalam melayani tamu.
Blangg!!! terdengar suara keras seseorang yang menggebrak meja Kemudian
dilanjutkan dengan bentakan yang kasar....
"Hei Lao pan .. aku menyuruh kau membawakan lagi tiga kendi arak, tapi kau tidak
melayani sejak tadi. Apakah telingamu tuli. Toayamu masih banyak urusan yang
harus diselesaikan setelah kenyang makan dan minum, Cepat!".
Dari bentakan itu saja, biarpun tidak usah melihat siapa orangnya sudah dapat
dipastikan tamu-tamu yang berwajah garang di depan pintu yang mengeluarkan suara
itu. Mata mereka mendelik Di kening terlihat urat hijau yang menyembul keluar
Tampaknya mereka sudah minum cukup banyak. Gebrakan yang keras di meja,
hamplr saja membuat lilin yang sedang menyala tumpah.
Baju ketiga orang itu telah terbuka. Bulu-bulu dada yang lebat membuat orang-
orang yang menatap mereka semakin ketakutan, Mungkin mereka sengaja memperiihatkan
kegarangan mereka agar dilayani lebih cepat.
Tamu-tamu yang lain memang sudah sejak pertama tidak menyukai tampang ketiga
orang tersebut. Perbuatan mereka yang kasar semakin membuat para tamu
membungkam. Pemilik rumah makan tersebut cepat-cepat memberikan reaksi
sebelum orang-orang kasar itu bertambah marah.
"Baik baik," sahutnya tergopoh-gopoh.
Orang tua itu segera masuk ke dalam dapur untuk memenuhi pesanan mereka Dalam
waktu sekejap dia sudah keluar lagl dengan tangan membawa arak Langkahlangkahnya
bagai orang kelabakan Dia meletakkan pesanan tersebut di atas meja.
Wajahnya dibuat secerah mungkin.
"Sam wi khek kuan. Harap maafkan Tidak biasanya rumah makan saya seramai hari
ini Sedangkan yang melayani hanya seorang, jadi agak terlambat memenuhi pesanan
para tuan," katanya.
Laki-laki kasar yang duduk di sebelah dalam, dengan tidak sabar merebut arak dl
tangan orang tua itu. "Sudah. Sudah. Jangan banyak omong! Pergisana ! bentaknya.
Orang tua itu mana berani bicara lebih banyak lagi. Ia hanya mengiakan saja,
lalu ngeluyur untuk melayan, tamu yang lain, Laki-laki kasar tadi menuangkan arak
bagi kedua rekannya, kemudian memenuhi cawannya sendiri. Diangkatnya cawan tersebut
Sekali teguk saja, arak itu telah berpindah ke perutnya matanya memandang laki
laki di hadapannya dengan seksama.
Laki-laki yang dipandangnya adalah seorang setengah baya dengan bercak-bercak
putih di wajah. Tampaknya orang itu merupakan Lao toa dari rombongan tersebut.
Sedangkan rekan yang satu lagi menikmati araknya dengan kepala mangut-mangut.
Laki-lak kasar yang tadi menggebrak meja bangkit dari duduknya Kaki sebelah
kirinya ditangkringkan dikursi kayu. Matanya menatap tajam kepada kedua orang
yang diduga pedagang tadi.
"Apakah sam wi datang dari Si Pao?". tanyanya. Si Pao merupakan daerah
perdagangan paling besar di tenggara.
Mendengar nada yang kurang ramah dari laki lak kasar itu kedua orang tersebut
segera berdiri. Yang bertubuh lebih gamuk segera memamerkan seulas senyuman.
"Betul.. betul Enghiong" sahutnya.
"Toaya bernama Pek Phi Long (Sengala berhidung putih) Pek Seng Bukan segala
macam Enghiong atau keturunan beruang (Hiong dalam bentuk tulisan yang lain
artinya beruang)," jawab laki-laki kasar itu.
"lya lya maaf," kata pedagang bertubuh gemuk itu gugup. Tangannya saling
menggenggam dengan gemetar. Waiahnya tampak pucat Dia sudah ketakutan sekali.
Kalian datang dari tempat yang jauh, di sepanjang perjalanan tidak pernah
terjadl apaapa tahukah kalian apa sebabnya?" tanya Pek Phi Long kembali.
Pedagang bertubuh gemuk itu memandang dengan terkesima. Dia bingung mendapat
pertanyaan seperti itu. "Siaute tidak tahu ." sahutnya gagap-gugup.
Pek Phi Long tartawa kering.
"Kalian harus mengerti. Perjalanan Kang Wi selamanya tidak amanPara penguasa di
jalan jalan yang kalian lalui tidak mungkin membiarkan dua ekor kambing gemuk
seperti kalian lewat begitu saja Bahkan mencium baunya pun tidak " katanya.
Pedagang bertubuh gemuk itu tidak tahu arah tujuan percakapan Pek Phi Long Dia
terpaksa mengangguk saja berkali-kali.
"Betul! Betul".
Pek Phi Long mengalihkan pandangannya ke arah laki laki setengah baya dengan
bercak bercak putih di wajah itu. Dia tertawa terkekeh kekeh.
"Hal ini merupakan jasa besar Ma Bin Long (Srigala berwa|ah bintik bintik) Sen
Lo toa dan Lao sam Toan bwe long (Srigala berekor putus) Tio Cau Selama dalam
perjalanan kalian di lindungi oleh kami tiga kakak beradik", katanya sambil
memandang para pedagang itu secara bergantian.
Pedagang bertubuh gemuk itu merasa bersyukur mendapat perlindungan mereka. Dia
masih belum sadar bahwa peristiwa ini masih berbuntut.
"Kami kakak beradik mengucapkan beribu-rlbu terima kasih atas perllndungan Sam
wi enghiong," sahutnya sambi! menjura dalam-dalam.
Pek Phi Long kembali tertawa terkekeh-kekeh.
Hengte tadi sudah mengatakan, Kami bukan segala macam enghiong Kami adalah
serigala Wi Pak sam ong (Tiga srigala dari Wi Pak)," katanya.
Pedagang bertubuh gemuk itu tampak terperanjat Dia sudah dapat meraba siapa
orang orang yang ada di hadapannya itu.
Mengerti mengerti Siaute sering berkelana di daerah Lam pak dan sungai telaga,
Kami berdagang kain keliling. Nama besar Wi Pak sam long sudah pernah kami
dengar," sahutnya sambil mengerling saudaranya yang kurus "Tangannya diulurkan
untuk mengambil buntalan dibahu si kurus. Setelah merogoh kian kemari akhirnya dia
mengeluarkan uanglima tail dalam bentuk recehan. Dia meletakkannya dengan hati
hati di atas meja para laki laki kasar itu Wajahnya mengembangkan senyuman.
"Siaute adalah rakyat kecil. Bisa mendapat perlindungan ketiga orang toaya,
merupakan kebanggaan kami. Ini sedikit uang yang kami dapatkan sepanjang
perjalanan. Kami memberikannya dengan rela kepada para Toaya..." katanya
kemudian. Sepasang mata Pek Phi Long yang memancarkan warna kemerahan menatapnya
tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Pedagang bertubuh gempal itu melihat reaksi
yang kurang menyenangkan. Dia menatap kepada pedagang bertubuh gemuk. Mereka
sibuk mengeluarkan isi yang tersisa dan dalam buntalan tersebut Jumlahnya
mencapai tiga ratus tail perak. "Uang ini tentu tidak berarti buat Toaya, tapi harap jangan menganggapnya
sebagai balas jasa. Siaute memberikannya karena rasa hormat semata," kata pedagang
bertubuh gemuk itu dengan tangan gemetar.
Pek Phi Long mengangkat cawannya yang masih tensi separuh. Dia mengebaskannya
ke arah muka pedagang bertubuh gemuk itu, Gerakan tangannya wajar sekall Seakan
sedang mengadakan sebuah pertunjukan saja.
Pedagang bertubuh gemuk itu terpana. Wajah dan sebagian baju bagian dada basah
semua. Pek Phi Long merasa lucu melihat tampangnya. Dia tertawa terbahak-bahak,
Bulu kuduk pedagang bertubuh gemuk itu berdiri mendengar suaranya yang
menyeramkan itu. Dla tidak merasakan tubuhnya yang basah kuyub. Tanpa sadar,
kakinya mundur selangkah. Tampaknya bernafas agak keras pun, dia tidak berani.
Tawa Pek Phi Long lenyap. Sinar matanya semakin dingln rnenusuk Seperti sebilah
pisau yang tajam. Dia memandang pedagang bertubuh gemuk dari atas kepala sampal
ujung kaki. "Kau kira Wi Pak sam long menndungimu sampai sekian Jauh hanya untuk uang
senilal tiga ratus tail?" tanyanya ketus.
Pedagang bertubuh gemuk itu mengerutkan badannya.
"Tentu tidak tentu tidak,,." sahutnya gemetar. Sampai saat itu, dia baru berani
mengusap air yang membasahi waJahnya.
"Bagus sekali kalau kau tahu" kata Pek Phi Long sambil mengelus dagunya, "Kami
merupakan orang-orang yang suka berterus-terang. Toaya melindungi kalian dari Wi
Pak tentu mempunyai niat tertentu Kami hanya menginginkan barang berharga di
buntalan yang satu lagL Kalian tentu mengerti apa yang kami maksudkan bukan?"
Pek Phi Long melanjutkan perkataannya tadi,.
Wajah kedua pedagang itu pucat seketika.
"Kami hanya dua orang pedagang kecil kata pedagang bertubuk gemuk gugup.
Pek Phl Long megeluarkan sebatang go-lok baja dari buntalan di mejanya. Dia
mengibas-ngibaskan di hadapan kedua pedagang tersebut, Di waiahnya terpancar
segumpal hawa pembunuhan,.
"Toaya tldak ada waktu untuk berdebat dengan kalian, Jawab saja... mau harta
atau sayang nyawa?" bentaknya.
Pedagang bertubuh gemuk itu gemetar. Wajahnya pucat pasi.
"Kau . mengancam nyawa kami untuk merampok harta?" tanyanya panik.
Pedagang yang kurus diam-diam menjawil lengan baju adiknya.
"Loji..., Jangan berkata apa-apa lagi. Sam wi eng hiong mengikuti kita sejauh
ratusan li. Mereka tentu sudah menyelidiki keadaan kita sampai jelas. Untung saja barang
pesanan ini jumlahnya tidak seberapa. Paling-paling laksaan tail saja. Kita
masih harus serlng melewati wilayah para toaya ini. Ang-gaplah barang ini sebagai tanda
persahabatan Orang yang serlng mengadakan perjalanan seperti kita, memang harus
banyak bergaul. Ini yang disebut, kehilangan harta namun hati tenang," kata pedagang
tubuh kurus tersebut. Wi Pak sam long tadinya mengira barang yang dibawa kedua pedagang itu, paling
paling bernilai ribuan tall, sakarang mereka mendengar sendiri bahwa jumlahnya
jauh melebihrperklraan mereka. Tentu saja hal ini membuat Wi Pak sam long kesenangan.
pedagang bertubuh gemuk itu mengang-gukkankepalanya berkali-kalL.
"Kaiau lotoa sudah berkata begitu, aku loji mana berani membantah Namun
perjalanan kita kali ini boleh dl bilang sia-sia saja," sahutnya sambil menghela
nafas,. "Tidak apa-apa. Selama gunung masih menqhijau, tidak usah takut kekurangan kayu
bakar. Kali Ini Wi Pak sam long mau mengampuni jiwa kita, sudah termasuk suatu
keburuntungan, kata pedagang bertubuh kurus.
"Tidak salah! Kami Wi Pak sam long biasanya tidak membiarkan korban kami lolos
dalam keadaan hidup. Namun kali ini kami bisa membuat pengecualian. Melihat
keJujuran kalian berdua, biarlah kami mengampuni jiwa kalian" sahut Pek Phi
Long. Kedua pedagang itu bagaikan mendapat pengampunan dari kaisar. Mereka tidak
henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Dan buntalan yang satunya lagi, mereka
mengeluarkan serenceng mutiara yang besar-besar. Keduanya saling berebutan
meletakkannya di atas me|a laki-laki besar tadi.
Pek Phi Long sudah lama berkecimpung di rimba hijau. Matanya setajam burung
elang, Dia melihat buntalan yang berisi mutiara itu belum kempes seluruhnya. Dl
dalamnya pasti masih tersisa sesuatu. Dia mengeluarkan suara tertawa dingin.
"Apakah seluruh isi buntalan itu telah dikeluarkan?" tanyanya sinis.
Pedagang bertubuh gemuk itu menganggukkan kepala berkali-kali.
"BetuL semuanya telah di keluarkan," sahutnya terbata-bata,.
Peh Phi Long mendengus keras, Dia menarlk kerah baju pedagang gemuk pendek itu.
"Keluarkan semuanya! Jangan kau anggap aku manusla tolol" bentaknya, Wajah kedua
pedagang itu semalyn pucat Mereka memaksakan sebuah senyuman di bibir.
"Terus-terang saja, Toaya.. Yang sisa ini adalah modal....
. Pek Phi Long mengibaskan tangannya menghentikan pembicaraan pedagang
bertubuh gemuk,. "Rupanya kalian belum gentar kalau melihat peti mati. Mau keluarkan atau tidak".
bentaknya sekali lagi Dia tidak memberi kesempatan kepada pedagang tersebut
melanjutkan penjelasannya.
"Lotoa.... Bukankah ini sama saja dengan meminta nyawa kita?" tanya pedagang
gemuk itu kepada saudara tuanya,. "Hal ini juga tidak dapat dikelabui lagi, Kalau sam enghiong memang ingin
melihat,
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebih baik kita tunjukkan saja," sahut pedagang bertubuh kurus.
Pedagang bertubuh gemuk itu tampaknya serba salah. Dia menatap saudaranya
kebingungan. "Tapi, kalau di tunjukkan, kita bisa kehilangan nyawa," katanya.
"Tidak dikeluarkan |uga sama kehilangan nyawa," sahut Pek Phi Long sambil
mendengus. "Betul! Betul!" kata si pedagang bertubuh kurus.
Saudaranya terpaksa merogoh kembali buntalan tersebut Wajahnya terlihat tegang.
"Lotoa.. Kau saja yang mengeluarkan milikmu lebih dahulu.".
Mata pedagang bertubuh kurus Itu mendelik Dia menganggap saudaranya terlalu
bodoh. Mestinya ketiga laki-laki kasar itu tahu bahwa di sakunya masih tersimpan
sesuatu, Perkataan lojinya sama dengan memberitahukan, Benar saja! Wajah Pek Phi
Long tampak cerah. "Oh,.. kau juga punya sesuatu.. . Hayo... keluarkan sekalian!" bentaknya.
Gerakan pedagang kurus itu leblh slgap, Mungkin dia menganggap hal tersebut
tidak dapat disembunyikan lagi. Dia mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dan balik
sakunya. Tang!!! Bunyinya berdenting. Tampaknya bungkusan itu berat ]uga isinya
Dia membuka kain penutup benda tersebut Wa-jahnya menunjukkan senyuman
terpaksa. "Siaute hanya mempunyai sepasang inl saja..." katanya,.
Kain pembungkus yang, diletakkan di meja sudah lusuh sekali. Isinya ternyata
bukan segala permata atau uang emas, hanya sepasang potlot besi berwarna hitam pekat.
Wajah Pek Phi Long berubah seketika Dia tarperanjat sekali.
"Sepasang potlot besi..." gumamnya. Pedagang bertubuh gemuk juga segera
mengeluarkan isi dalam buntalannya. Dia menyodorkannya ke hadapan Pek Phi Long.
Wajahnya masih tetap tersenyum.
"Siaute hanya mempunyai sebuah cakar baja saja Apakah para enghiong
menyukainya?". Biarpun dia tidak menerangkan, Pek Phi Long juga sudah melihat dengan jelas.
Tangan kanan pedagang gemuk itu sekarang, mengenakan sebuah cakar elang
denganlima kuku yang terbuat dari baja. Sekelebatan angin menerpa wajah pek Phi
Long, cakar baja itu bergerak cepat dan berhenti di depan dadanya. Cakar baja
itu menge-luarkan sinar berwarna kebiruan. Hal ini membuktikan bahwa senjata itu
telah direndam racun yang ganas.
Pek Phi Long bukan orang baru dalam kalangan nmba hijau. Sedikit banyak,
pengetahuannya cukup luas juga. Tentu saja dia pernah mendengar tentang kedua
senjata tersebut. "Thi pit, Kang jiau, Ai mia pai cu (Potlot besi, cakar baja, pedagang peminta
nyawa)!" serunya gemetar. Lo toa dari Wi Pak sam long baru saja menyumpit sebuah tahu untuk dimasukkan ke
dalam mulutnya. Tanpa sempat mengunyah lagi, tahu itu langsung ditelannya. Dia
terkejut mendengar keterangan saudaranya yang kedua. Tadinya dia menyerahkan
urusan jual beli tersebut di tangan lojinya. Dia hanya duduk dan makan sambil
menunggu hasil. Dia segera bangkit dari tempat duduknya. Tangannya menjura
kepada kedua pe-dagang tersebut.
"Cayhe hengte benar-benar ada mata tapi tak berbiji, tidak mengenali kedua Hiap
khek. Kalau tadi ada sedikit kesalahpahaman, harap kedua Taihiap maafkan" katanya
sambil membungkukkan badan dengan hormat.
Mata pedagang bertubuh gemuk itu seperti setengah terpicing. Bibirnya masih
mengulum senyum. "Kiu lotoa Kata-katamu terlalu sungkan. Kami heng te bukan sembarang taihiap.
Tapi pedagang. Pedagang peminta nyawa!" sahutnya ramah.
Ma bin long merasa ucapan itu agak tidak beres Kenngat dingin mulai mengucur di
keningnya. Thi pit, kang jiau, Ai mia pai cu, memang bukan sembarang pendekar.
Mereka selalu mengadakan jual beli di daerah. tenggara. Hati keduaorang
itusangat kejam. Tangan mereka juga amat telengas Ma Bin Long berdiri di Wi Pak mempunyai
sedikit nama, tapi kalau di bandingkan dengan kedua orang pedagang peminta nyawa
ini, mereka ibarat tiga ekor semut di telapak kaku mereka.
Meskipun dia dapat dikatakan seorang penguasa di daerahnya, namun dia juga tahu
Asalkan telunjuk saiah satu orang itu terulur. Nyawa mereka bertiga terpaksa
dikorbankan. Malam ini merupakan malam sial bagi mereka. Mengapa tidak
mengikuti orang lain, malah bisa bertemu dengan kedua iblis ini" Siapa pun tidak
akan menyangka bahwa akhir kejadian itu bisa berubah demikian. Padahal kedua
pedagang itu tampak sungguh-sungguh ketakutan ketika diancam tadi. Ma bin long
segera menjatuhkan diri berlutut di hadapan kedua pedagang tersebut.
"Harap kedua Taihiap berjiwa besar. Siaute mempunyai mata tapi tidak melihat
gunung Thaisan yang menjulang. Orang yang ,berjiwa besar tidak akan menganggap
serius seorang manusia tolol. Harap Taihiap mengampuni jiwa kami beberapa hengte
ini," katanya sambil membenturkan kepala ke lantai berkali-kali.
Pedagang bertubuh gemuk itu melebar-kan senyumannya Ma bin long terkesiap. Dia
sudah mendengar kebiasaan kedua orang ini. Yang gemuk jika semakin tertawa
semakin berbahaya. Sedangkan yang kurus semakin sering menartk nafas, semakin
kuat keingmannya untuk membunuh.
"Sam wi enghiong makin tidak benar. Bukankah tadi siaute sudah menerangkan, bila
barang ini dikeluarkan bisa meminta nyawa. Namun memang siaute juga ikut bersalah
Sebetulnya nyawa yang dimmta bukan nyawa kami, tapi nyawa kalian. Barang yang
merupakan modal kami tni sangat aneh. Kalau sudah dikeluarkan pasti akan melukai
orang Siaute juga tidak mengertl apa sebabnya" sahut si Cakar baJa,.
Pek Phi Long, Toan bwe long segera ikut berlutut di samping Ma bin tong. Mereka
bagai sebuah kelompok penyanyi koor.
"Taihiap, ampuni jiwa kami!" kata mereka serentak.
Kepala mereka terangguk-angguk bagai burung pelatuk, Tentu saja kening itu
bercucuran darah segar. "Tampaknya sam wi enghiong lebih menyayangi nyawa daripada harta. Mengapa aku Ho
loji. tidak menyimpannya lebih dulu?" katanya seorang din Dia mengulurkan tangan dan
meraup uang parak yang tersedia di atas meja tadi. Semuanya dimasukkan kembali ke dalam
buntalan. Pedagang yang bertubuh kurus tampaknya tidak tega melihat ketiga orang itu Dia
menank nafas panjang. "Loji, Begini saja... melihat keadaan mereka yang begrtu ketakutan, apalagi
mereka juga sudah cukup sopan terhadap kita, leblh baik kita bermurah hati sedikit Suruh
mereka masing-masing memotong sebelah ta-ngan lalu biarkan mereka pergi.
Bagaimana" katanya memberi usul.
Pedagang bertubuh gemuk tertawa-tawa, "Apa yang dikatakan Lotoa, selamanya
tldak pernah kutawar. Namun rasanya terlalu murah bagi mereka. Ya... sudahlah...
sahutnya. "Wi Pak sam long .. Kalian dengar! Manusia yang bertemu dengan Ai mia pai cu,
selamanya tidak ada yang berhasil meninggalkan tempat dalam keadaan hidup. Lie
lotoa hanya mengingat bahwa tadi kau pun bersedia melepaskan din kami. Namun
kalian diharuskan meninggalkan sebuah tangan di atas meja untuk peringatan.
Mengerti" bentak Lie Lotoa.
Bertemu dengan Ai mia pai cu tanpa kehilangan nyawa, benar-benar terhitung
rejeki besar Wi Pak sam long mana berani banyak bertingkah, Mereka menganggukkan
kepala serentak. "Terima kasih untuk pengampunan jiwa kedua Taihiap'" seru Ma bin long mewakil-
kan saudara saudaranya "Mereka bangun bersama. Golok ba|a yang masih tergeletak di
atas meJa segera diambil Ketiga orang itu bersiap-siap mengutungi tangan kiri mereka
Pemiiik rumah makan mengeluarkan sepatah kata: "Eh!" Dia menghampiri Wi Pak sam long
dengan langkah tergesa-gesa. Kedua tangannya digoyanggoyangkan.
"Tuan tuan, harap tunggu dulu. Ini tidak boleh jadi," katanya panik Golok baja
di tangan Ma bin long sudah hampir diturunkan Gerakannya terhenti mendengar
perkataan pemillk rumah makan itu.
"Tuan-tuan harap maafkan, Siaulo pernah berjanji di depan para dewa, bahwa tidak
akan ada darah yang mengalir dalam rumah makan ini Tuan-tuan hendak mengutungi
tangan, tentu ada darah yang mengalir Oleh sebab itu siaulo memberanikan diri
untuk mencegah. Sedangkan ayam, bebek, serta lainnya saja selalu siaulo pesan dari
luar. Setelah dibersihkan. baru diantar kemari. Harap tuan tuan mengerti kesulitan
siaulo. Bila memang harus mengutungi tangan sendiri, mohon tuan tuan melakukannya di
luar pekarangan saja," kata pemilik rumah makan itu dengan senyum dipaksakan.
"Ciang kuijin.... Siapa yang mendirikan peraturan seperti itu?" tanya pedagang
kain bertubuh gemuk. Orang tua itu meluruskan pinggangnya sejenak. Kemudian dia menoleh ke arah
orang yang bertanya dengan senyum semakin lebar.
"Peraturan di rumah makan ini, tentu siaulo sendiri yang menentukan," sahutnya.
Pedagang bertubuh kurus menatap orang tua tersebut dengan pandangan tajam, Dia
merasa tidak sabar melihat sikap orang tua itu.
"Bagaimana kalau peraturan Hu tidak diindahkan?" tanyanya.
"Bagaimana mungkin.Ada pepatah yang mengatakan: Bo khua hud bin, khua kim bin
(Tidak memandang muka buddha, pandanglah muka dewata) Tuan-tuan tidak
memberi muka kepada siaulo tidak apa-apa, tapi setidaknya tuan-tuan harus
memandang muka para dewa, sahut orang tua tersebut dengan senyum datar.
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut tangannya menunjuk ke arah sebuah meja
sembahyang di bagian dalam. Meja itu terlihat kotor. Sedangkan gambar yang
tergantung di atasnya juga telah berwarna kehitaman karena terkena asap dari
dapur Gambar itu adalah sebuah lukisan hasil kerja tangan dengan menggunakan tinta
mopit. Setelah diperhatikan dengan jelas, baru terlihat bahwa yang dilukis
adalah seekor harimau hitam. Di atas meja sembahyangan itu juga ter-dapat dua buah tempat lilin dan sebuah
pedupaan. Tampaknya pemilik rumah makan itu seorang yang fanatik sekali dalam
memuja dewa tersebut. Bila tidak, dia tentu ti-dak akan berarn berkata seperti
itu di depan Ai mia pai cu. Pedagang bertubuh kurus itu sama sekali tfdak mendongakkan wajahnya. Otomatis
dia juga tidak tahu dewa apa yang disembah orang tua tersebut Dia bahkan menatap
orang tua itu dengan pandangan sinis.
"Kalau kami memang ingin mengalirkan darah di rumah makan ini, apakah dewamu
sanggup menghalanginya" pertanyaan itu dilontarkan dengan nada dingin.
Pemilik rumah makan itu tersenyum lebar.
"Kalau tuan-tuan memaksa melakukan hal yang dilarang dj rumah makan ini,
dewapasti bisa menghalanginya " sahutnya yakin.
Tepat pada saat perkataannya selesai, sebuah tertawa yang merdu terdengar dl
kedai kecil tersebut Sekali dengar saja, orang su-dah bisa mengetahui bahwa suara Itu
keluar dari mulut seorang perempuan Di dalam rumah makan Itu, hanya ada satu
orang perempuan Dia adalah tamu yang duduk di sebelah kanan dalam. Suara
tawanya sudah sirap. "Thi pit, Kang jiau, dua orang taihiap dengan nama begitu besar Masa tldak dapat
menduga dewa apa yang disembah orang tua itu" Tentunya pengalaman kahan sudah
cukup banyak bukan?".katanya dengan bibir mencibir.
Jangan di llhat dari cara berpakaiannya yang seperti orang desa Sekali buka
mulut, orang sudah dapat menduga kalau perempuan ini tidak seperti orang biasa.
Thi pit Lie Pak tou (pedagang bertubuh kurus) mengangkat kepalanya seketika. Dia
memandang perempuan berbaju hijau itu sekejap, kemudian tatapannya berallh ke
lukisan yang tergantung di atas meja sembahyang Dja memang sudah lama merantau
ke segala penjuru Begitu mendengar kata kata perempuan itu, sebuah ingatan
berkelebat di j benaknya. Dia pernah mendengar tentang seorang Jago di kalangan
kangouw yang sudah lama mengundurkan din Julukannya adalah Hek houw sin.
Nama aslinya Chao Kuang Tu Hatinya tergetar. Orang ini tidak boleh dipandang
ringan. Slapa yang menyangka bahwa dia sekarang membuka sebuah rumah makan
kecil di desa ini. Lie Pak Tou cepat-cepat menjura dalam dalam ...
"Cahye kakak beradik tidak tahu kalau lojin adalah Hek houw sin Chao cianpwe.
Ucapan yang kurang ajar tidak disengaja. harap Cianpwe maafkan." katanya.
Pemilik rumah makan itu tampak terpana, Dia segera membalas penghormatan.
tersebut. "Tuan-tuan jangan begitu Yang siaulo puja adalah dewa reJeki. Ini pun baru
dimulai se| ak tanggallima awal tahun ini,Ada orang yang memberikannya kepada siaulo.
Katanya kalau siaulo menempelkan lukisan dewa inl di dinding dan bersembahyang
dengan pasang hio setiap che it, cap go, maka rejeki akan mengalir terus.
Kenyataannya memang rumah makan siaulo lebih ramai dari biasanya sejak memuJa
dewa tersebut," sahut orang tua ilu dengan tampang ketolol-tolol-an, Dia menelan
ludah sejenak. Kemuchan bibimya tersenyum kembalL "Harap tuan-tuan jangan
mendengar gurauan niocu itu, Slaulo bukan orang besar apa-apa," lanjut-nya
dengangaya merendahkan diri.
Thi pit Lie Pak Tou mana mau percaya dengan omongan orang tua tersebut. Dia
mengallhkan pandangan kepada Wi Pak sam long.
"Karena Chao lo cianpwe Sudah membuka mulut emasnya, berarti hukuman kalian
mengutungf tangan tidak usah ddanjutkan lagi. Cepat menggeHnding?" bentaknya.
Wi Pak sam long mengiakan serentak Ma bin tong sebagai lotoa segera merangkapkan
kedua tangannya. Dia menjura dalam-dalam kepada pemillk rumah makan
tersebut "Terima kasih, Chao lo yacu" katanya.
Mereka segera membalikkan tubuh dan me-nlnggalkan tempat tersebut dengan
tergesa-gesa Mungkin merekatakut kalau salah satu dan ketiga orang tersebut
berubah pikiran. Pemuda yang duduk di sebelah kiri dalam, sejak tadi hanya makan dan minum tanpa
memperdulikan sekitarnya. Sandiwara yang berlangsung seru di hadapannya, seperti
tidak menarik perhatiannya sama se-kali. Dla tidak pernah melirik atau mendo"
ngakkan kepala untuk melihat adegan itu. Begitu melihat kepergian Wi Pak sam
long, dia juga tampaknya tergesa-gesa ingin me-ninggalkan tempat tersebut. Ditetakkannya
mangkok yang sudah kosong di atas meja. Dari balik sakunya, dia mengeluarkan
beberapa keping uang receh dan diletakkan di samping mangkok tadi, Dengan
langkah terburu-buru dla ketuar dan sebentar saja su-dah menghilang dalam
kegeiapan. Pemilik rumah makan itu melirlknya sekejap. Dia menggelengkan kepala melihat
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tingkah pemuda tersebut. Kain lap yang tersampir di pundaknya, diambil untuk
membersihkan meJa Mangkok dan cawan arak dibereskan. Usianya yang sudah tua
membuat gerakannya kaku dan lambat.
Thi pit dan ang ciau tidak melihat bahwa Orang tua itu mengerti ilmu silat
Apakah orang tua ini benar-benar Chao Kuang Tu yang sudah mengundurkan diri dari Bu
lim" Bukankah menggelikan bila hanya karena selembar lukisan yang ditempel di
dinding lalu menganggap orang tua itu adalah Hek houw sln" Dengan kedudukan
seperti Thi pit dan Kang jiau, seandalnya mereka sa!ah lihat dan kabar ini
tersebar luas dl luaran, bukankah akan menjadi bahan tertawaan".
Oleh sebab itu, dalam hati Ue Pak Tou merasa bahwa kata katanya terhadap Wi Pak
sam long sudah terlanjur diucapkan. Orang toh sudah pergL mau diapakan lagi"
Namun otaknya mempunyai rencana tersen-diri. Dia menunggu sampai orang tua itu
membalikkan tubuh dan membelakanginya. Dijumputnya sebuah tulang ayam lalu
disentilnya ke arah tulang punggung pemilik rumah makan itu.
Dia hanya bermaksud mengujl orang tua tersebut Tenaga yang digunakannya tentu
saja tidak seberapa besar, namun gerakannya cepat sekali. Siapa sangka pemilik
rumah makan yang sudah tua Itu memang membersihkan meja dengan setengah hati
Dia hanya melap secara serampangan saja, kemudian pindah lagi ke meja lainnya.
Ketika tulang ayam yang disentil oleh Lie Pak Tou hampir mengenai punggungya,
dia sudah berpindah ke meja lain. Tentu saja timpukan itu jadi meleset dan terjatuh ke
lantai tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
Orang tua itu tampaknya tidak menyadari perbuatan Lie Pak Tou, Dia menyampirkan
kembali kain lap yang sudah kotor itu di pundaknya dan dengan langkah gontai
menuju ruangan dapur. Lie Pak Tou yang gagal menguji orang tua tersebut, semakin penasaran. Dia
menoleh kepada adiknya sekejap Pedagang bertubuh gemuk yang bernama Ho Pak Tung itu
sangat mengerti perasaan kakaknya itu, Kalau dipikirkan secara seksama, orang
tua tersebut memang tidak mengakui dirinya adalah Hek Houw Sin Yang mengatakannya
adalah perempuan berpakaian hijau di dalam. Dia segera mengalihkan pandangan
kepadanya SekeJap kemudian dia bangkit dan berjalan menuju meja yang diduduki
perempuan tersebut Wafahnya menampilkan senyuman, Pipinya yang gemuk
membuat se-pasang matanya bertambah sipit kalau sedang tertawa.
"Siau niocu. Maaf menganggu..."katanya.
Wajah perempuan itu berbentuk bulat telur. Dia mengangkat kepala dan membalas
tatapan pedagang gemuk itu dengan tersipu-sipu.
"Oh Tidak apa-apa. Ho ya menghampiri meja Siau nu budak cilik) tentu mengandung
maksud tertentu?" tanyanya.
Ho Pak Thung benar-benar bertampang padagang. Wajahnya selalu tersenyum
Penampilannya bagai saudagar besar. Dia malah bersikap ramah sekali.
"Cayhe dua bersaudara selalu berdagang di wilayah tenggara. Baru kali ini
mencoba mengadu peruntungan di wilayah Kang wi, Terima kasih atas petunjuk Siau niocu
yang berharga tadi," katanya sopan.
Perempuan itu membalas senyuman pedagang gemuk itu.
"Aku juga datang dari tenggara. Oleh se-bab itu, sekali mendengar nama besar
liong wi tayhiap, aku segera tahu Mengenal perkataan petunjuk, Siau nu sama sekali tidak
berani menerimanya.Tapi pemilik rumah ma-kan ini adalah Hek Houw sin, memang
sejak semula siau nu sudah mengenalinya," sahut perempuan itu. Dia tertawa
dengan suara merdu. Sederetan gigi yang putih bersih membuat wajahnya semakin'manis.
Gayfc nya juga sangat menawan.
Ho Pak Thung terpesona. Namun dla juga agak terperanjat.
"Siau'niocu mengenali Hek Houw sln Chao Kuang Tu Apakah dia merupakan ciang kui
Jin rumah makan ini?" tanyanya sekali lagi Dia tampak masih kurang yakin.
Perempuan berbaju hpau menjebikan bibirnya. Sesaat kemudian diatersenyum nakal,.
"Ho ya bicara sampai kemana,... Siau nu kapan pernah berkata bahwa pernah
mengenal Hek Houw sin?" Alis matanya dlkerutkan. Lalu dia melanjutkan kembali.
"Siau nd tadi melihat kedua taihiap tidak mengetahui dewa apa yang dipuja
pemilik rumah makan ini, makanya Siau nu menjelaskan kepada taihiap berdua.".
Chao Kuang Tu, Julukannya Hek How sin memang dewa harimau yang dipuja
orang,. Mungkin saja perempuan ini memang bukan orang kangouw sehingga kata-katanya
jadi kacau. Namun sinar matanya menyembunyi-kan sesuatu. Ho Pak Thung bukan
anak ke-marin sore yang dapat dikelabui begitu saja. Dia tahu perempuan itu
memang berlagak pllon. Ho Pak Thung tersenyum. "Siau njocu datang dari tenggara. Entah darirnana pernah mendengar nama cayhe
bersaudara" tanyanya.
Perempuan berbaju hijau itu tertawa. Dia menunjuk keranjang yang terletak di
sampingnya. "Siau nu selaiu berjualan bunga di Pek Toa hu thong (Pintu masuk sebuahkota )
sahutnya Orang yang keluar masuk di Pek Toa hu thong memang berdiri dari berbagai macam
kalangan. Tidak heran kalau perempuan itu pernah mendengar nama mereka
disana . 'Kemana Siau niocu hendak pergi kali ini?" tanya Ho pak Thung kembali.
Be hua niocu (Perempuan penjual bunga) itu melirik Ho Pak Thung sekilas,
Wajahnya tertunduk. "Pertanyaan Ho ya terasa seolah-olah me-naruh kecurigaan terhadap Siau nu. Tapi
tidak apa-apa. Orang tua Siau nu tinggal di Yang ciu. Maksud kepergian siau nu kali
ini adalah ingm menjenguk ibu," sahutnya.
Ho Pak Thung terlawa terkekeh-kekeh,.
"Kalau rumah orang tua siau niocu me-mang berada di Yang ciu, seharusnya tidak
melalui jalan ini bukan?". Be hua niocu mendengus sekali Senyumnya tidak dipamerkan lagi.
"Temyata Ho ya memang menaruh kecungaan terhadap siau nu Rumah orang tua siau nu
memang di Yang ciu, tapi paman slau nu justru tinggal di ujung desa ini. Siau nu toh
sudah melakukan perjalanan jauh Apa salahnya sekalian mampir menengok
pamanku" sahutnya ketus.
"Budak ini berlidah tajam. Kata-katanya tidak boleh dipercaya sepenuhnya," pikir
Ho pak Thung dalam hati. "Otaknya bekerja, belum sempat lagi dia bertanya lebih lanjut,
tibatiba seseorang menerobos darl luar. Meskipun langkahnya limbung namun g-
rakannya sangat cepat. Begitu bayangannya terlihat, orangnya sudah masuk ke
ruangan dalam. Ternyata dia adalah pemuda berwajah kotor dan hitam tadi.
Bukankah dia keluar dari rumah makan itu setelah Wi Pak sam long" Pada saat ini, terlihat
bahu dan pahanya mengucurkan darah terus-menerus. Bajunya yang memang lusuh
semakin tidak karuan. Tampaknya dia baru saja diserang oleh seseorang dengan
golok yang taJam. Nafasnya masih tersengal-sengal. Tanpa berkata sepatah kata pun, dia
langsung duduk di atas kursi. Kemudian mengeluarkan sebotol obat dari ikat
pinggangnya dan segera menaburkan obat itu di atas luka-lukanya.
Be hua niocu segera menghampirinya. Dia bertanya dengan suara lembut. "Siau
hengte (adik kecil) Mengapa kau kembali tadi"'.
Pemuda itu acuh tak acuh. Dia menunjuk ke arah luar rumah makan.
"Kau tanya sa|a pada mereka!" sahutnya ketus. Kamudian dia memejamkan matanya
Orang yang mengalirkan darah begitu banyak, pasti membutuhkan istirahat. Namun
perkataannya "Kau tanya saja pada mereka," membuat orang yang mendengarnya
merasa tidak mengerti. Tepat pada saat itu, dari luar masuk lagi beberapa orang. Tampak Wi Pak sam long
saling memapah satu sama lainnya. Tubuh mereka lebih rusak dari pemuda tadi.
Jalannya juga terhuyung-huyung. Bukan saja go-lok baja yang sudah mereka bawa
lidak ke-lihatan, bahkan pakalan mereka pun sudah koyak disana sini. Tubuh
mereka berlumur-an darah. Mungkin tidak kurang dari sepuluh bacokan yang diterima oleh
ketiga orang tersebut. Begitu masuk ke dalam rumah itu, mereka tidak dapat
mempertahankan diri lagi. Semuanya jatuh terduduk di atas lantai.
Melihat keadaan tersebut, orang yang ada di ruangan segera menduga-duga
kemungkinan besar, pemuda itu mengejar Wi Pak sam long karena ada dendam
pribadi Dan setelah berhasil menyandak, dia jangsung menyerang- Tentunya terjadi
pertarungan sengit. Akhirnya kedua belah pihak sama-sama terluka.
* * *. Pemuda hitam itu masih belia usianya. Dia dapat menghadapi Wi Pak sam long dan
melukai mereka demikiap-parah, sedangkan luka di tubuhnya sendiri tidak separah
ketiga orang tersebut. Hal ini membuktikan bahwa ilmunya tidak dapat dianggap
enteng. Be hua niocu berdiri. Langkah lemah-gemulai. Dia menghampiri Wi Pak sam Long.
"Kaliah buat apa mencari kesulitan Sedikit sedikit main senjata Lihat darah yang
mengalir dari tubuh kalian bukankah menakutkan?" katanya, Dia membalikkan tubuh.
Pandangannya terjatuh kepada pedagang bertubuh gemuk.
"Hoya. Di tubuh liong wi, mungkm ada membawa obat untuk menyembuhkan luka.
Kita tidak dapat melihat kematian tanpa menolong Cepat keluarkan. Biar siau nu
membantu mereka memborehkan di atas luka.
Ho Pak Thung tampak kagum terhadap perempuan ini.
"Ada... ada!" sahutnya. Dari ikat ping-gangnya, dia mengeluarkan sebuah botol
obat. Dia menghaturkan dengan kedua tangan. Be hua niocu segera menyambutnya-Dia
membuka botol tersebut dan menuang-kan ismya. Dengan hati-hati diborehkannya di
atas luka ketiga Wi Pak sam long.
Obat pembenan Ai mia pai cu ternyata sangat manjur. SekeJap saja darah sudah
berhenti mengalir. Otomatis rasa sakit juga berkurang. Ma bin long menatap Be
hua nlocu,. "Terima. kasih. Kouwnio," katanya.
"Tidak perlu bertenma kasih untuk hal sekecil ini," sahut Be hua niocu dengan
suara lembut. Namun sejenak kemudian, dia melanjutkan lagi. "Lihat tampang kalian,
tiga orang besar berkelahi dengan seorang bocah ingusan. Sekarang rasakan, empat orang sama
terluka, baikkah kelakuan kalian ini".
"Bukan .. bukan dla .." Wajah Ma Mn long pucat pasi. Tatapan matanya mengarah ke
depan plntu. Yang terlihat hanya kegelapan semata. Namun sinar mata Ma bin long
jelas ketakutan. "Di luarsana ...." Kata-katanya tidak sanggup diteruskan lagi
Tubuhnya gemetar. Thi pit Lie Pak Tou segera berdiri dan berjalan beberapa langkah. Dia berhenti
di depan pintu masuk. "Adaapa di luar" tanyanya. Ma bin long berusaha menenangkan hatinya.
"Di luar.., ada Si sin (Dewa kematian) sahutnya tergagap-gagap.
"Kau melihat Si sin?" tanya Lie Pak Tou kurang percaya.
"Tidak.. kata Ma bin long.
"Bagaimana, cara kaiian mendapat iuka-luka Itu?" tanya Lie Pak Tou kembali.
Ma bin long tidak segera men|awab. Dia mengatur nafasnya yang memburu.
"Golok... Sebilah golok yang tldak ter-lihat, ada yang menggenggamnya sahutnya.
"Golok yang tidak ada pemegangnya, bisa melukai Orang" tanya Lie Pak Tou
semakin bingung. Ma bin long menganggukkan kepaia secara yakin.
"Bisa.., bisa Kami beberapa bersaudara justru dilukai golok semacam itu
sahutnya. "Bagaimana kau bisa tahu bahwa itu adalah Si sin" tanya Lie Pak Tou.
Ma bin iong semakin keiakutan. Wajahnya lebih putih dari seiembar kertas. Hampir
saja dla tidak sanggup menjawab. Lie Pak Tou mengguncang bahunya dengan keras.
Rasa sakit membuat pikiran Ma bin long agak sadar.
"Sebelum golok terbang itu muncul, terdengar suara seseorang," sahutnya.
"Apa yang dikatakannya?" tanya Lie Pak Tou.
"Suaranya sangat anelr Seperti meng-gantung di udara. Kadang-kadang timbul dari
sebelah tlmur, kadang-kadang berpindah ke sebelah berat. Dia bilang,.. dia bilang...'.
Be hua nlocu ikut panic. "Apa yang dikatakannya"' tanya perempuan tersebut.
"Dia mengatakan Si sin so cik, kei sou put liu (Peraturan dewa kematian,
binatang ayam pun tidak ditinggalkan dalam keadaan hidup)," sahut Ma bin long.
"Apa yang kei sou put liu, sedangkan ter-hadap kalian Wi Pak sam long, dia hanya
sanggup melukai. Beium pantas di sebul Si sin," kata Lie Pak Tou sambil tertawa
terbahak-bahak. Bacu saja ucapannya selesai.
Dari arah luarterdengarsegulung hembusan angin.
"Lie. Pak.,. Tou... Cepat. keluar....!" Suara itu benar-benar seperti tergantung
di udara. Sulit menentukan dari mana tepatnya asal suara tersebut Tarikan nadanya
panjang sekali. Seperti ratapan seorang hantu perempuan. yang mati penasaran.
Bulu kuduk orang yang mendengarkannyat lang-sung berdin seketika!".
Tamu yang had?r di rumah makan kecil itu terkejut semua. Wajah mereka berubah
he bat Bahkan pelajar yang mengenakan pakalan hijau juga ikut terpana. Sejak
tadi dia tidak menunjukkan reaksi apa-apa Baru se" karang dla terlihat agak takut
Meskipun seperti sebuah permalnan anak-ar.ak, tapl tam-paknya bukan Mau tidak
mau mereka harus menerima kenyataan itu,.
Pek Phl Long semakin mengkeret. "Lotoa, Hu dia!" katanya panik. Tubuh Ma bin
long ikut bergetar. "Sudah datang... sudah datang ..!" teri-aknya sambil menunjuk ke
depan. Thi plt Lie Pak Tou menyingsingkan lengan bajunya Dia mengeluarkan kembali
sepasang potlot besi yang sudah disimpannya tadi.
"Sahabat dari mana yang bergurau segal ini?" tanyanya.
Tidak terdengar sahutan dari luar.
"Mengapa kau tidak beranl menjawab?" tanya Lie Pak Tou kembali.
"Lie ., Pak Tou... Cepat... keluar." Terdengar suara itu berkumandang kembali.
"Keluar ya keluar ,, Apakah Lie lotoa harus takul dengan setan jadi-jadian macam
dirimu." tenaknya sambil melangkah keluar.
Ho Pak Thung bermaksud mencegahnya.
"Lotoa. .!". Lie Pak Tou menepiskan tangannya.
'Jalanl Lo ji . Thi pit, Kang jiau sudah merajalela sampai segala penjuru dunia.
Aku tidak percaya di dunia ini benar-benar ada setan jejadian!" bentaknya.
Sepasang potlot besi dibagi ke tangan kanan dan kiri Dia meiangkah keluar de-
ngan langkah lebar Ho Pak Thung yang melihat kakaknya sudah berjalan lebih dahulu.
terpaksa mengikuti dan arah belakang.
Mata setiap tamu yang ada dalam rumah makan kecil itu semua terpaku pada drri
Thipit dan Kang jiau. Be hua nlocu cepat-cepat maju beberapa langkah. Dia
menyingkap kain penutup kepalanya, supaya dapat melihat kejadian di luar lebih
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jelas, Namun karena keadaan sangat gelap, mereka ha-nya dapat melihat bayangan
tubuh Lie Pak Tou dan Ho Pak Thurig secara samar-samar, Lambat-laun langkah
kedua orang semakin menjauh dan tidak terlihat lagi.
Rembulan menyembunyikan diri. Suasana semakin mencekam. Memandang sampai
arah jauh, tetap tidak apa-apa Hanya desir-an angin yang berhembus membawa suara
be Pak Tou lapaMapat. Terdengar dia me-ngoceh dan berteriak seorang din Tiba-tiba
tertawa terbahak-bahak, tamu yang hadir tidak dapat mengetahui apa yang telah
terjadi. "Lie Pak Tou sudah keluar Siapa pun yang ada di iuar... mengapa tidak
menunjukkan diri untuk bertemu dengan orang she Lie ini?" teriakannya berkumandang di
kegelapan malam. Tidak terdengar jawaban apa-apa. "Lie Pak Tou sudah berani keluar untuk memenuhi
undangan. Apakah engkau yang merasa takut" teriaknya sekali lag.
Keheningan tetap merayap.
"Baik,.. baik. Mungkin kau sudah berada di depansana . Lie Pak Tou ingm melihat
kau mempunyai pertunjukkan apa lagi" Dia kembali maju beberapa langkah.
Ho Pak Thung mengikuti di belakangnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia
waspada terhadap keadaan sekeiilingnya. Keadaan Ini tidak teriihat oleh tamu'-
tamu dalam rumah makan kecil itu. Mereka hanya dapat menunggu dengan hati tegang.
Me-reka tidak mendengar jawaban dari suara yang menggema tadi, Hanya hembusan
angin kadang-kadang menyemilirkan suara perkataan Lle Pak Tou. Tampaknya dia
seperti sedang menggumam, lalu membentak dan terakhir tertawa terbahak-bahak
Tamu-tamu yang ada di rumah makan tersebut saling pandang Mereka tidak dapat
meraba apa yang terjadi dan dialami oleh Thi pit dan Kangjiau.Apakah Lia PakTou
tiba-tiba menjadi gila atau kesurupan setan".
Wi Pak sam long sudah lebih baik ke-L adaannya Darah sudah berhenti mengalir.
Rasa sakit Juga jauh berkurang. Hati mereka juga amat tegang, Mereka memaksakan
din untuk bangkit dan duduk di tempat semula Ma bin long mengangkat cawannya
yang masih ada sisa arak- Sekali teguKdikerlng-kan isinya. Kemudian dia meraih
arak yang tergeletak di atas meja. Dia.menuang kem-bah sampai penuh Sekali lagi dia
mengeringkan isi cawan tersebut. Tarnpaknya dia ingin mengurangi ketegangan
hatmya de~ ngan minum sebanyak sebanyaknya,.
Pemuda berwajah hitam yang duduk di pojokan, tiba-tiba membuka matanya.
"Mereka tldak bisa lari jauh..." katanya. Be hua niocu meliriknya setelas-.
"Bagaimana kau bisa tahu'?" tanyanya. Pemuda berwajah hitam itu membalas
kerlingan si perempuan. Dia mendengus. 'Tentu saja aku tahu." sahutnya.
"Mengapa kau tidak menjelaskan" tanya Be hua niocu. Suaranya merdu namun
mengandung sesuatu kekuatan yang mengharuskan siapa pun menJawab
pertanyaannya Pemuda itu menatapnya dengan tajam.
"Mereka tidak akan membiarkan tamu yang ada dalam rumah makan ini pergi"
sahutnya. Pemuda pelajar yang duduk di seberang perempuan penjual bunga tampaknya ikut
menaruh perhatian. "Mengapa?" tanyanya.
Be hua niocu melirik ke arahnya. Akhirnya kau membuka mulut juga! pikirnya dalam
hati. "Siapa yang tahu apa alasannya," sahut pemuda berwajah hitam sambil mengangkat
bahu. Be hua niocu memamerkan deretan giginya yang bagus.
"Bukankah kau mengatakan bahwa kau tahu tadi?" tanyanya Gayanya selalu memi kat
siapa pun yang memandangnya. "Aku hanya tahu bahwa mereka tidak akan membiarkan kita nlemnggalkan tempat ini,
Apa alasannya, aku tidak tahu,' sahut pe-muda berwaiah hitam tersebut.
Pada saat itu, suara benturan golok terdengar Dan jauh menjadi dekat.
Pemuda berwajah hitam itu melebarkan senyumnya.
"Mereka didesak kembali ke tempat ini," katanya.
Be hua niocu mengarahkan pandangannya keluar. Di kegelapan terlihat dua bayangan
manusia. Dari tikungan jalan mundur ke arah mereka. Yang mengejar mereka adalah
sinar kelebatan golok. Terkadang mengarah ke atas, lalu ke bawah, kemudian ke
kiri lantas menyerang sebelah kanan. Gerakannya mengambang di udara. Kedua orang itu
berusaha melawan sekuat tenaga. Namun tampaknya mereka tidak sanggup
menandingi golok terbang itu Langkah kaki mereka semakin kacau, tapi pasti
mundur ke arah rumah makan tersebut.
Jarak mereka semakin dekat Sekarang, para tamu dapat melihat dengan jelas. Orang
yang menyerang Thi pit dan Kang jiau adalah bayangan berbentuk tinggi kurus. Jarak
antara dirinya dengan kedua pedagang tersebut masih ada tiga depa lebih. Namun
goloknya tetap menyerang dengan ganas.
Sepasang potlot besi Lie Pak Tou terlihat separti menari-nari dengan kalang
kabut. Laksana sebuah tanan yang tidak sesuai dengan iramanya. Dia berusaha keras untuk
melindungi Ho Pak Thung agar dapat mundur terlebih dahulu. Dia sendiri
parlahanlahan juga menyurutkan diri ke cumah makan kembali.
Bayangan tinggi kurus itu makin mendesak semakin mendekat. Sekarang semua
orang dapat melihat. Dia mengenakan pakaian berwarna hitam. Lengan bajunya
panjang dan besar Wajahnya kehijauan dengan dua taring tajarin menyeringai
Sekali lagi orang dapat mengetahui bahwa dia menge-nakan sebuah topeng setan.
"Dia adalah Ho cong au bo ki (Harimau penagih utang yang sombong tidak
kepalang)'" seru Be hua niocu terkejut. Pelajar berpakaian hijau itu penasaran.
"Siapa Ho cong au bo ki itu?" tanyanya.
Be hua mocu tiba-tiba mengembangkan senyuman.
"Dia adalah pembunuh andalan Hek Houw sin," sahutnya.
"Apakah pembunuh andalan itu?" tanya pelajar itu kembali.
"Aduh!" Be hua niocu meliriknya sekilas, Kau ini, pembunuh andalan saja tidak
tahu Pembunuh andalan hampir sama dengan pembunuh bayaran. Orang yang membunuh
untuk melaksanakan parintah majikannya. Apakah kau sudah mengerti sekarang?"
kata Be hua niocu. Wajah pelajar itu merah padam.
"Terima kasih atas petunjuk Kouwnio. ." sahutnya sambil merangkapkan kedua
tangan dan menjura dalam-dalam. Ho pak Thung sudah terdesak sampai depan pintu rumah makan Pandangan se-tiap
orang terpaku kepadanya Thi pit, Kang jiau ai mia pai cu telah berkecimpung di
kangouw selama puluhan tahun Biia han ini mengalami kejadian yang mengenaskan
ini, apa bedanya dengan Wi Pak sam long" Kalau penstiwa ini tersebar di luaran,
bukankah nama besar yang telah dipupuk lebih dan sepuluh tahun, akan amblas
begitu saja?". Karena pandangan semua orang tertuju kepadanya dan dia terdesak dalam keadaan
begini menyedihkan, membuat Ho Pak Thung tidak sanggup menerimanya Dia
meraung dengan keras Tubuhnya berputar. Gsrakannya bagai seekor burung Tangan
kirinya diulurkan, menyambut golok yang menyerang dengan cakar bajanya Meskipun
tubuhnya gemuk, gerakannya sama sekali tidak lamban Dia laksana seekor
rajawali yang sedang mengamuk.
Gerakan ini sama saja dengan mengadu nyawa Namun dia tidak memperdulikan lagi,
Cakar baja di tangan kirinya mencengkeram golok yang datang Sikapnya ini
benarbenar diluar dugaan bayangan tinggi kurus itu Takk!!! Sebuah suara yang
menyakitkan telinga berkumandang Golok itu telah terpe-gang oleh cakar baja Ho
Pak Thung Sekarang semua orang mengerti mengapa golok itu dikatakan bisa terbang
oleh Wi Pak sam long. Ternyata di bagian gagangnya, meling-kar sebuah rantai yang
halus. "Cari mati!" bentak bayangan tinggi kurus tersebut.
Lengan baju sebelah kirinya yang pan jang dikibaskan Sekilas sinar keperakan
memancar keluar Ho Pak Thung yang sedang mencengkeram golok menundukkan
kepala untuk menghindar Gerakan bayangan itu sangat cepat Ho Pak Thung bermaksud
melepaskan golok yang dicengkeram oleh tangannya Namun tampaknya tidak ada
waktu untuk melaksanakan matnya lagi.
Lie Pak Tou sama sekali tidak menyangka adiknya akan senekad itu Hatinya
tergetar. Dia mengambil keputusan untuk membantu Ho Pak Thung, namun terlambat juga Be
hua niocu ikut terkesiap. Setiap orang yang melihat peristiwa itu menahan napas.
Pada saat yang genting itu terdengar suara.
"Trang!!'". Gotok terbang yang berhamburan menyerang Ho Pak Thung mental ke udara
Ternyata ada seseorang yang mengibaskan golok terbang tersebut dengan tenaga
dahsyat. Bayangan tinggi kurus itu tergetar dan mundur beberapa langkah.
"Siapa?" bentak bayangan tersebut sambil menyimpan kembali golok terbangnya. ke
dalam saku. "Lo hu!" sahut sebuah suara yang terdengar serak.
Perkataannya selesai, orangnya pun muncul Dia adalah seorang laki-laki berusia
lanjut Pakaiannya berwarna hijau tua Lie Pak Tou dan Ho Pak Thung segera
mengundurkan diri. Mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Kedua
orang itu juga mendapat luka-luka di beberapa bagian tubuhnya Bajunya koyak di
sana-sini Dan celah-celah luka terlihat darah masih mengalir.
Mata bayangan tinggi kurus itu menatap orang yang baru datang dengan pandangan
menusuk. "Siapakah saudara?" Kami sedang menyelesaikan masalah pribadi, apakah saudara
tidak merasa terlalu ikut campur urusan orang lain?" tanyanya.
"Lohu tidak ingin melihat anda berbuat kejahatan di tempat ini," sahut manusia
berpakaian hijau itu. Tiba-tiba terdengar seseorang berbicara dengan suara rendah.
"Kau orang tua apakah bukan Wi Yang tayhiap Hui Lo yacu?".
Sebuah bayangan, bagaikan hantu yang muncul entah danmana, mendadak berdiri di
belakang orang tua berbaju hijau. Tanpa me-ngeluarkan suara sedikit pun, telapak
tangannya di arahkan ke punggung Wi Yang taihiap.
Bayangan tinggi kurus memperdengarkan suara tertawa yang aneh. Sepasang lengan
bajunya dikibaskan. Dari dalam lengan yang longgar menghambur golok terbang
sebanyaklima batang, Semuanya terarah ke manusia berpakaian hijau itu.
Kedua orang nu menyerang dari depan belakang Namun orang tua berpakaian hijau
itu bagai tidak perduli Dia memejamkan mata dan bergumam .
"Tidak tahu diri '".
Tangan kin menepuk golok yang beterbangan ke arahnya. Dan tanpa menolehkan
kepala sedikit pun, dia menghantam ke belakang. Terdengar suara ser ! ser !
beberapa kali. Golok bayangan tinggi kurus yang mengarah kepadanya jatuh ke atas tanah
Sedangkan tangan kanan yang menghantam ke belakang juga menerbitkan suara keras
Blammmmm Dia masih berdiri dengan tegak, sedangkan lawannya terhuyung-huyung
tiga langkah ke beiakang.
Tamu-tamu yang berada di rumah makan tersebut serasa rnengenal suara orang yang
menyerang dan belakang tersebut Rasanya seperti pemilik rumah makan itu Seteiah
dia terpukul mundur dan terhuyung huyung, mereka baru melihat bahwa dugaan
mereka memang tidak salah Mereka merasa agak heran Jelas tadi dia menuju ke
ruangan daiam Entah sejak kapan dia bisa berpindah di luar.
Be hua niocu mendengus sekali.
"Hm... Sejak semula aku sudah menduga tentu dia!" katanya.
"Siapa?" tanya beberapa tamu serentak.
"Houw jiau Sun (Sun si cakar harimau)" sahut Be hua niocu.
Pelajar yang juga mengenakan pakaian hijau merasa Be hua niocu mengetahui
banyak hal Dia menoleh ke arahnya.
"Pemilik rumah makan ini bernama Houw jiau Sun?" tanyanya.
Be hua niocu tersenyum manis, Dia mem-balas tatapan pelajar itu.
"Dia memang dipanggil Houw jiau Sun. Nama aslinya Sun Bu Hai. Dia adalah satu
pembunuh andalan Hek Houw sin. Juga merupakan cakar kaki tangannya Itulah
sebabnya orang kangouw memberi julukan Houw jiau Sun." sahutnya perempuan itu.
Pelajar itu merangkapkan kedua tangannya.
"Kouwnio benar-benar mengagumkan," katanya.
Wajah Be hua niocu merah padam,.
"Tenma kasih" sahutnya tersipu-sipu.
Ho cong au bo ki menatap orangtua berpakaian hijau dengan sinar mata dingrn.
"llmu thi jou kang (Sebuah iimu yang me-ngerahkan tenaga dalam pada bagian
lengan baju sehingga kaku seperti besi) saudara benar-benar hebat. Cayhe minta
pelajaran," katanya ketus.
Orang tua itu tetap berdiri dalam kegelapan malam.
"Lohu hanya ingin kalian meninggaikan tempat ini," sahulnya datar.
Houw jiau Sun Bu Hai mengerutkan sepasang alisnya,.
"Kata-kata Hui tayhiap ini bukankah sama saja dengan ingin menyulitkan kami
berdua?"tanyanya. "Apakah kallan tidak berani mengambii keputusan" Kalau begitu Cu jin kalian
mung-kin ada di sekitar sini kata Hui tayhlap.
"Cu Jin memang ada di sekitar sini, sahut Houw jiau Sun tertawa lebar. Kata-
katanya befum selesai semua, dari jauh sudah berkumandang suara siulan yang aneh,.
Wajah Be hua niocu berubah hebat.
"Coba dengar. Itu siulan sang harlmau!" katanya.
"Apakah maksudmu Hek Houw sin yang datang?" tanya pelajar berpakaian hijau.
Be hua niocu berdehem sekali. Dia meiirik ke arah pemuda itu.
"Jangan banyak bicara," katanya,.
Suara siulan semakin lama semakin dekat. Angln tetap berhembus. Kegelapan ma-sih
menyelimuti hulan rimba, Dari arah jauh muiai tertampak bayangan seseorang.
Gerakannya terlihat lambat dan santai. Namun suara siulannya belum habis menggema, orangnya
sudah berdiri di hadapan orang tua berpakaian hijau.
Tidak usah dikatakan lagi. Dia tentu Hek Houw sin Chao Kuang Tu. Tampangnya
me-mang angker Orang tua berpakaian hijaii menunjukkan ketenangan yang dalam
Dia tersenyum kepada laki-laki yang baru da-tang itu.
"Chao heng bisa berada di tempat ini. benar-benar di luar dugaan semua orang
katanya. "Huk heng juga berada di tampat ini, Sama-sama berada di luar dugaan siaute,"
sahul Hek Houw sin. "Anak buah Chao heng melakukan kejahatan di daerah ini. Aku orang she Hui baru
saia menegur mereka," kata orang tua berpakaian hijau tersebut.
Chao Kuang Tu yang mengenakan pakaian berwarna hitam tampak heran.
"Oh ya" Aku sama sekali tidak tahu" Se-pasang mata harimaunya melirik sekilas
kepada Ho cong au bo ki dan Houw jiau Sun. "Apakah ada kejadian seperti itu?"
tanyanya garang. "Lapor kepada Cu jin. Kejadlan sebetulnya beglni. Karena para tamu yang datang
di kedai cayhe rada mencungakan, maka cayhe memberitahukan kepada Au heng. Kalau ada yang
bermaksud meninggalkan tempat ini, lebih baik ditahan dulu sampai
cayhe mengetahui jetas maksud kedatangannya. Cayhe sama sekali tidak bermaksud
buruk," sahut Houw jiau Sun,.
Hek Houw sin mengangguk kecil.
"Hmm Hui heng sudah mendengar dengan jelas. Anak buah hengte sama sekali tidak
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sungguhsungguh ingin melukai me-reka," katanya.
"Kalau begilu bagus sekafi. Sekarang Chao heng sudah boleh membawa anak
buahmu meninggalkan tempat Ini," ucap Hui taihiap.
Di waJah Hek Houw sin tersiral hawa amarah Dia mendelik ke arah lawannya. 'Apa
maksud perkalaan Hui heng ini?" tanyanya.
"Di daerah Wi Yang tidak boleh ada yang berbuat kejahalan. Chao heng lebih baik
membawa mereka pergi," kata Hui taihiap.
Hek Houw sin lertawa lerbahak-bahak i mendengar perkalaan tersebul.
"Maksud Hui heng, aku harus meninggalkan daerah Wi Yang ini?" tanyanya sinis.
"Chao heng membawa dua anak buah yang tangannya berlumuran darah. Tentunya
rakyat Wi Yang tidak bisa menyambutnya dengan riang gembira sahut" Hui tai-hiap.
"Aku menghormati dirimu sebagai Wi yang laihiap Namamu memang sudah terkenal
berpuluhpuluh tahun Namun bukan berarti aku harus lunduk kepada setiap pe-
nnlahmu, Apakah Hui heng lidak merasa bahwa lindakan ini rada keterlaluan?"
lanyanya garang. Sopan santun tidak diperduli lagi dalam pembicaraan itu,.
"Ini adalah perminlaan penduduk Wi yang.
Kalau Chao heng mau memberi muka kepa-daku, tentunya aku sangat berterima
kasih. Meninggalkan tempat ini, berarti tidak melanggar peraturan yang berlaku
di Bulim", kata Hui taihiap dengan nada dlngin.
"Kalau aku tidak pergi sama dengan melanggar peraturan kaum Bulim tanya Hek Houw
sin sambil tertawa lerbahak-bahak. "Lebih baik aku peringatkan. Kalau Hui heng masih
ingin berkecimpung lama di dunia kangouw dengan nama besar seperti
sekarang... lebih baik kurangi ikut campur urusan orang lain", sahut Hek Houw
sin selanjutnya. Manusia berpakaian hijau tertawa terkekeh-kekeh.
"Aku harus ikut campur" sahutnya tegas.
Pelajar yang sejak tadi mendengar percakapan orang-orang itu merasa agak heran.
"Mereka tidak mau saling mengalah. Kedua-duanya tldak mau meninggalkan tempal
ini. Apakah di sini ada sesuatu yang diperebutkan" tanyanya.
Be hua niocu tersenyum simpul,.
"Tenlu saja ada", sahutnya.
'Apa ilu" tanya pelajar itu kembali "Jangan banyak bertanya. Nanti aku akan
memberilahukan kepadamu," sahut Be hua niocu.
Pada saat itu, manusia berpakaian hitam yang di panggil Hek Houw sin tersenyum
lebar. "Hui heng tidak dapat dibujuk Apakah kita harus menyelesaikannya dengan
kepandaian masing-masing?" tanyanya.
"Mungkin ini adalah cara yang terbaik," sahut Hui taihiap.
"Kau benar-benar ingin bergebrak denganku?" tanya Hek Houw sin sekali lagi.
"Silahkan Chao heng mengeluarkan senjata," kata Hui taihiap.
"Heng te ingin menggunakan sepasang telapak ini untuk meminta pelajaran dari Hui
heng," kata Hek Houw sin. "Baik . Kalau begitu aku juga akan melayani dengan tangan kosong," sahut Hui
tayhiap. Hek Houw sin mengulurkan tangannya perlahan-lahan Telapak kanannya menyerang
ke depan Gerakannya memang lambat Namun seorang ahli tentu dapat men-ge-tahui
tenaganya sangat kuat. Dan semua tersalur ke ujung telapak tersebut.
Orang tua berpakaian hijau itu masih berdiri terpaku. Telapak tangan Hek Houw
sin secara lambat laun mendarat di dadanya. Begitu tertempel, telapak tangan itu
merubah gerakannya. Dan lambat menjadi cepat. Siapa pun tidak akan menyangka adanya
perubahan seperti itu. Namun gerakan manusia berpakaian hijau juga tidak kalah cepat. Ketika telapak
tangan lawannya tinggal seujung jari dari dadanya, tiba-tiba dia bergeser ke
sebelah kiri Telapak tangannya diulurkan. Dia mern-alas serangan Hek Houw sin.
"Perlawanan yang bagus!" seru lawannya yang berpakaian hitam.
Tangan kanannya berubah arah. Dengan kelima cakarnya yang tajam dia
mencengkeram ke arah manusia berpakaian hijau. Hui taihiap tidak berani
memandang enteng lawannya. Tangan kanan ditarik kembali Tangan kiri berganti
menyerang dengan jurus Awan Hitam Beterbangan. Sebuah serangan yang mudah.
Dengan sekuat tenaga Hek Houw sin meloncat ke atas. Tubuhnya berputar di udara
Hui taihiap juga meluncur menghindari serangannya. Gerakan mereka makin lama
makin cepat. Akhirnya yang terlihat hanya dua guiungan angin yang berdesir.
Orang orang yang menonton pertarungan itu tidak bisa membedakan lagi mana lawan
dan mana kawan. Mereka hanya dapat menduga-duga dengan hati tegang. Tampaknya
hanya Houw jiau Sun seorang yang penuh keyakinan dengan ilmu cu jinnya. Dia
menatap orang-orang dalam rumah makannya dengan sebuah senyuman lebar
Mukanya yang berkeriput makin tidak sedap dipandang.
Tuan-tuan sekalian Siaulo punya beberapa patah kata yang ingin disampaikan "
katanya. Be hua niocu menarik keranjang bunganya ke samping.
"Ada perkataan apa" Lekas katakan'" bentaknya.
"Siaulo ingin mempenngatkan kalian. Keadaan sekarang amat gawat Kalian hanya
mempunyai satu jalan hidup " katanya Dia sengaja tidak meneruskan perkataannya.
"Jalan hidup yang bagaimana?" tanya Ma bin long.
"Siapa yang menunduk pasti tidak mendapat kematian," sahut Houw Jiau Sun
tersenyum lebar. Pemuda berwajah hitam yang sejak ladi diam saja. Sekarang mendengus sinis.
"Tuan tuan dapat melihat. Dengan mengandalkan Wi Yang taihiap saja tentu tidak
bisa menandingi Cu jin. Dan apabila kalian beberapa orang bergabung pun masih
tidak sanggup melawan aku dan Ho cong au bo ki. Bukankah sama dengan
membuang nyawa secara sia-sia'?" kata Houw jiau Sun selanjutnya.
Be hua niocu tertawa dingin.
"Houw jiau Sun. Kau tidak usah banyak bicara lagi. Kouwnio tidak akan terjerat
dalam perangkapmu," katanya.
"Budak cilik. Kau mempunyai kesabaran seberapa banyak". Kau hanya bocah
ingusan yang tidak tahu bagaimana rasanya mati. Kecuali menunduk pada Cu jin
siaulo, apa-kah kalian sanggup meninggalkan tempat ini hidup-hidup?" tanya Houw
jiau Sun terkekeh-kekeh. Be hua niocu mencibirkan bibirnya.
"Tidak perlu kau perduli urusan kami," katanya.
Baru saja ucapannya selesai di ajang pertarungan terdengar suara mengaduh.
Bayangan saling melesat. Kedua orang itu telah memencarkan diri. Pandangan
setiap orang tertuju ke sana. Terlihat wajah orang yang berpakaian hijau sangat kelam.
Sedangkan orang mengenakan pakaian hitam berdiri dengan mata mendelik. Ikat
rambutnya telah terlepas dan menap-nap karena hembusan angin. Wajahnya tampak
pucat. Rupanya kedua orang itu sama-sama mengeiuarkan jurus mautnya masingmasing
sama terkejut melihat kelihaian lawan. Tanpa sadar mereka mencelat mundur.
"llmu Toa siok hun ciu dari Hui heng memang luar biasa!" kata orang berpakaian
hitam itu sambil tertawa aneh. "Cao heng punya Houw hong pat sut juga bukan nama kosong" sahut orang
berpakaian hijau. "Hui heng memuji terlalu tinggi" kata orang berpakaian hitam.
Telapak tangan kanannya terulur. Sedangkan lengan kiri ditekuk Orang berpakaian
hijau itu mengibaskan lengan bajunya Angin kencang menggulung Tampaknya
kibasan itu amat lemah dan tidak bertenaga, namun membawa pengaruh besar.
Sebentar menyerang bagian atas, sebentar menyerang bagian bawah. Semuanya
mengarah ke bagian bagian penting tubuh si orang berpakaian hitam. Telapak
tangan kanan orang berpakaian hitam itu segera ditarik kembali. Kaki kirinya digeser ke
samping dan tangan kinnya menekuk seperti cakar hanmau. Gerakannya sangat cepat.
Dia menyerang dengangaya mencengkeram. Yang dituju adalah urat bagian pundak si
orang berpakaian hijau. Tapi laki-taki itu sudah waspada sejak tadi, belum lagi
cakar orang berpakaian hitam itu sempat mencengkeram pundaknya dia sudah menggeser
setengah langkah dan tangan kanannya kembali mengibas. Kali ini berbeda dengan
sebelumnya. Tadi dia menggunakan tenaga lunak sehingga lengan bajunya berkibar
kibar. Sekarang dia menggunakan tenaga keras Lengan bajunya kaku seperti sebuah
pelat besi. Itulah ilmu Tik Jiu sin Kang andalan orang berpakaian hijau.
Bagi orang awam, tampaknya pertarungan itu sudah kalah gencar dari semula.
Sebetulnya tidak demikian. Mereka bahkan berlomba mengeluarkan ilmu andalan
masing-masing. Sebentar cepat makin lama makin lambat. Pertarungan itu sudah
mencapai puncaknya. Pihak satu menyerang, lawannya segera memutar otak untuk
memecahkan jurus tersebut. Begitu juga sebaliknya. Siapa pun tidak memberi
kesempatan pada lawannya untuk meraih keuntungan.
Cara bertarung seperti ini memang memerlukan ketajaman mata Pihak manapun yang
menunjukkan sedikit saja kelemahannya, maka dalam waktu sekejap akan menjadi
pihak pecundang. Kedua orang itu terus saling mencakar dan mengibaskan lengan
baju. Semua gerakan sesuai ilmu simpanan masing-masing Setelah sesaat, terdengar
siulan aneh dan mulut orang berbaju hitam Kedua tangan diJulurkan secepat
kilat.Lima jari mencengkeram. Tubuhnya menerjang ke arah orang berpakaian hijau
itu. Pada saat itu, terdengar tulang belulang di tubuhnya bergemerutuk. Disusul
dengan suara ledakan-ledakan kecil Mata setiap orang memandang dengan terkesima. Tubuh
orang berpakaian hitam itu tiba-tiba membengkak menjadi hampir dua kali lipat.
"Hui heng, terimalah cakar mautku'" tenaknya.
Baglan Tiga. Seperti seekor harimau menerkam, tubuhnya mencelat ke udara. Orang berpakaian
hijau sudah memperhatikannya sejak tadi. Dalam hatinya ia berpikir . Melihat
perkembangannya, rasanya tidak salah lagi kalau ini yang disebut ilmu Hek houw
tok jiau.". Begitu ingatan itu melintas, seluruh tenaga dalamnya dikumpulkan. Dia tidak
menunggu sampai serangan lawan mencapai dirinya. Mulutnya berteriak lantang.
Lengan bajunya terangkat tinggi kemudian dikibaskan. Pertarungan kedua belah
pihak kali ini tampaknya sama mengeluarkan seluruh kekuatan Kemudian terdengar suara
benturan keras. Terjangan orang berpakaran hitam itu terhenti di tengah jalan. Dia merasa ada
tolakan yang kuat menerpa dirinya. Tubuhnya menggeser. Tanpa dapat ditahan, dia
terdesak mundur dua langkah. Orang berpakaiah hijau itu juga mengalami hal yang
sama Setelah mengaduh satu kali, tampaknya dia hampir kehabisan tenaga. Tubuh
bagian atasnya sempoyongan. Langkahnya terhuyung-huyung perlahan-lahan dia
terdesak mundur satu langkah.
Dalam bentrokan kali ini, orang berpakaian hitam memang terdesak mundur sejauh
dua langkah. Namun karena dia bertindak sebagai penyerang, tentunya kedudukannya
lebih di bawah angin dibandingkan orang yang berpakaian hijau tadi.
Sedangkan orang yang berbaju hijau hanya terdesak mundur satu langkah. Tapi hal
ini disebabkan karena dia berperan sebagai pihak penahan. Kakinya berdin terpaku
dengan kuda-kuda yang mantap Dengan de-mikian, boleh dikatakan kedudukan
mereka benmbang Siapa pun tidak ada yang kalah dan lawannya. Tetapi, setelah
terlepas dari bentrokan tadi. mata keduanya sama-sama terpejam. Mereka sedang
mengatur nafas untuk memulihkan tenaga. Tidak ada satu pun yang membuka suara.
Tepat pada saat itu, terdengar sebuah suara dan seorang perempuan setengah baya.
. "Lan Ji, mengapa bersembunyi di dalam rumah makan kecil itu", Cepat keluar".
Be hua kouwnio terpana mendengar ucapan itu. Sekejap kemudian dia berdiri dengan
tergesa-gesa. 'Niang (ibu)'" teriaknya panik.
"Siapa"' Bentak Ho cong au bo ki.
"Tidak usah memperdulikan dirinya. Kau keluar saja," terdengar sahutan perempuan
setengah baya itu. Be hua niocu mengangkat keranjangnya. Dengan wajah berseri-seri dia menoleh ke
arah pelajar berpakaian hijau.
"Ibuku sudah datang kau ikut aku keluar dan tempat ini," katanya.
Pelajar berpakaian hijau itu mendongakkan kepalanya.
"Kouwnio ". Be hua mocu rada kelabakan melihat sikapnya yang pelintat pelintut.
"Aihh . Kau ini. Ayo cepat keluar," ajaknya. Tanpa segan-segan lagi dia
rnengulurkan tangannya menarik pemuda berpakaian pelaJar itu keluar dari tempat
tersebut. "Apakah kalian dapat berlalu begitu saja '?" tanya Ho cong au bo ki.
"Bon minuman Ling wi masih belum di bayar," lanjut Houw jiau Sun.
Kedua orang itu menghadang di depan Be hua niocu dan pelajar berpakaian hijau
itu. "Kalian tidak menanyakan dahulu siapa lao nio, berani-beranian menghadang
kepergian putriku?" terdengar perempuan setengah baya itu berseru dengan suara
tajam. Be hua niocu menarik pemuda itu menerjang keluar. Terlihat cahaya bintik-bintik
memercik, mengeluarkan suara mendetak-detak seperti bunyi hujan deras yang
diterpa angin melewati samping kedua orang tersebut Di belakang mereka terlihat
sebuah bayangan kurus kecil Kecepatannya seperti sebuah anak panah. Bayangan itu
menghambur di kegelapan malam itu menghilang.
"Tian li san hua (Bidadari menyebar bunga)! Apakah kau Be hua po po Ciok sam
ku?" teriak Houw jiau Sun. "Kalau tahu, malah bagus," sahut perempuan setengah baya itu sambil tertawa
merdu. Ternyata Tian Li san hua adalah ibu dan Be hua niocu yang juga mendapat
panggilan Be jua po po (Nenek penjual bunga) Dia yang melesat melindungi putrinya dan
pelajar berpakaian hijau.
Be Hua niocu terus menarik tangan pemuda pelajar tersebut dan diajaknya lari
sejauh puluhan depa luar kota Dia menghentikan langkahnya Kepatanya mendongak seakan
sedang mencan seseorang. "Niang Di mana engkau?" tanyanya.
"Aku masih ada urusan lain kau jalan dulu. Eh Siapa bocah itu'?" Dalam kegelapan
malam hanya terdengar suara perempuan setengah baya itu. Orangnya entah
sembunyi di mana. Tangan Be hua niocu tetap menggenggam lengan baju pemuda pelajar itu.
"Dia. ." Be hua niocu sendiri tidak tahu siapa pemuda itu, bagaimana dia harus
menjawabnya oleh karena itu, setelah mengucapkan kata 'dia' Be hua niocu tidak
dapat melanjutkan perkataannya lagi.
"Tidak usah dikatakan lagi. Tempat ini tidak aman Jangan diam di sini lama-lama.
Kalian pergilah!" kata perempuan setengah baya itu.
"Niang, ke mana aku harus mencarimu nanti?" tanya Be hua niocu.
"Tidak usah mencari aku. Kalian masih tidak cepat-cepat menmggalkan tempat ini?"
bentaknya. Mendengar nada suara ibunya, Be hua niocu dapat merasakan kalau keadaan sa-ngat
genting Dia tidak berani banyak bertanya. Tubuhnya membalik ke arah pemuda
pelajar tersebut. "Cepat kita pergi'" ajaknya.
Pemuda pelajar itu diam saja ketika sekali lagi tangannya ditarik oleh Be hua
niocu Mereka menuju luar kota Pemuda pelajar itu tahu bahwa Be hua niocu bermaksud
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
baik, dia tidak enak hati menolaknya. Dibiarkannya tangan perempuan itu
menyeretnya berlari. Sekali melesat kedua orang itu tetah mencapai puluhan li. Nafas Be hua niocu
sudah tersengal sengal Wajahnya yang hitam manis telah basah oleh kenngat Tanpa
terasa, kakinya sudah muiai pegal Dia melepaskan pegangannya pada pemuda itu Kemudian
menank nafas panjang. "Kita istirahat dulu sejenak baru melanjut kan perjalanan," katanya.
"Terima kasih atas kebaikan hati Kouwnio. Cayhe menaruh hormat atas apa yang
kouwnio lakukan," sahut pemuda pelajar tersebut.
Di antara wajah yang kemerahan, tersembul senyuman manis. Be hua niocu menatap
pemuda itu lekat-lekat. "Tidak perlu bertenma kasih Aku hanya ingin bertanya sedikit kepadamu," katanya.
"Entah apa yang ingin diketahui kouw-nio?" tanya pemuda itu.
"Apakah kau bisa ilmu silat?" tanya Be hua niocu.
"Cayhe pernah belajar beberapa tahun." sahut pemuda itu.
"Bagus Rupanya kau menyembunyikan kepandaian Hm .. Kalau sejak tadi aku tahu kau
bisa ilrnu silat, buat apa repot repot menarikmu?" kata Be hua niocu kesal.
"Meskipun cayhe bisa ilmu silat, tapi selama ini belum pernah bergebrak dengan
siapa pun," sahut pemuda pelajar itu.
Be hua niocu mencibirkan bibirnya dengan gaya mengejek.
"Melihat cara berlarimu yang demikian jauh dan tidak ada kesan letih ataupun
nafas yang rnemburu, sudah dapat membuktikan bahwa kepandaianmu lebih tinggi dan aku
" katanya. "Kouwnio terlalu memuji cayhe tidak berani menerima," sahut pemuda pelajar
tersebut. Be hua niocu memandangnya dengan seksama. Penampilan pemuda ini sangat
sederhana. Tidak seperti orang yang biasa bergerak dalam dunia kangouw. Dia
tidak dapat memadamkan perasaan ingin tahu dalam hatinya.
"Aku masih belum menanyakan nama Siangkong yang mulai " katanya.
"Jangan sungkan Cayhe she Yok, nama Sau Cun Nama besar kouwnio".
Hati Be hua niocu berdebar-debar. Dia sudah lama berkelana di dunia persilatan.
Selama ini tidak ada satu hal pun yang dapat membuatnya jengah Sekarang dia
malah tersipu hanya arena ditanya nama oleh pemuda itu.
"Kau tidak dengar bagaimana ibu memanggilku?" tanyanya dengan kepala tertunduk.
"Tidak Ketika itu hatiku sedang tegang. Apa yang diucapkan oleh ibumu tidak
sempat kudengar dengan jelas " sahut pemuda pelajar itu.
Be hua niocu tertawa merdu. Dia sengaja mempermainkan pemuda itu.
"Tidak dengar, ya sudah Aku tidak ingin membentahukan kepadamu " Dia berlagak
tidak ambil perduli terhadap pemuda tersebut. Dia lalu duduk di sebuah batu besar yang
ada di pinggir jalan. "Harap kouwruo maafkan aku yang ceroboh," sahut pemuda itu dengan wajah merah
padam. "Lihat. Kau persis kutu buku Aku hanya bergurau denganmu. Namaku Ciok Ciu
Lan," kata Be hua niocu.
"Satam jumpa untuk Ciok kouwnio," kata pemuda pelajar itu sopan.
"Tecima kasih," gumamnya. Dia mendo-ngakkan kepalanya yang sejak tadi
ditundukkan Sekarang baru dia berani menatap pemuda itu kembali.
"Nama kouwnio sangat indah" kata Yok Sau Cun.
Mendengar pujian itu, hati Ciok Ciu Lan terasa nyaman. Wajahnya merah padam
kembali Matanya melirik penuh arti.
"Ciu lan ju giok,' kata pemuda itu.
"Apa yang kau katakana?" tanya Ciok Ciu Lan tidak mengerti.
"Ciu lan adalah bunga lan hua yang tum buh di musim gugur (Ciu) Artinya lalah
bunga lan hua yang tumbuh di musim gugur seperti keindahan batu kumala," kata pe muda itu
menjelaskan. Mata Ciu Lan yang mdah mengerling beberapa kali.
"Kau mengutip dan buku-buku pelajaran Aku tidak mengerti," sahutnya Dia tidak
me-nunggu Yok Sau Cun meneruskan kata-kata nya "Yok siangkong. Apakah kau
datang untuk mencari pedang'?" tanyanya kembali.
"Can pedang?" wajah Yok Sau Cun menampilkan keheranan "Cayhe hanya kebetulan
melewati tempat ini. Maksudnya ingin menyeberangi sungai, tapi sudah terlambat
Terpaksa menunggu esok pagi Apa yang kouwnio maksudkan dengan mencan pedang
tadi?" tanyanya. Ciok Ciu Lan nampaknya kurang percaya. Alis matanya berkerut kerut Dia seolah
sedang berpikir keras. "Apakah kau benar benar tidak tahu. Lalu mengapa Houw jiau Sun tidak mau
meiepaskan dirimu?".
"Cayhe benar-benar tidak tahu. Entah apakah kouwmo sudi menjelaskan kepada
cayhe'?". Ciok Ciu Lan menggeser sedikit Dia me ngetuarkan sehelai sapu tangan lalu
dikibas kannya pada batu di samping tempat duduknya.
"Kau duduk dulu, nanti aku ceritakan," katanya.
Perempuan itu begitu supel Di tentu saja tidak enak hati menolak Dengan tenang
dia ikut duduk di batu besar tersebut Yok Sau Cun dilahirkan dalam keluarga
berpendidikan keras Dia belum belum psrnah begitu dekat dengan seorang perempuan
Apalagi duduk berdampingan Hatinya berdebar-debar. Perasaannya sangat tegang.
Untung saja, rembulan tidak sedang penuh, sehingga Ciok Ciu Lan tidak dapat
melihat wajahnya dengan jelas.
"Mencari pedang ke Kwa ciu adalah benta yang paling menank di Bulim saat ini
Apakah Yok siangkong sama sekali belum pernah mendengarnya"' tanya Ciok CHJ
Lan. "Cayhe belum pernah berkelana di dunia kangouw, juga belum pernah ada orang yang
mencentakan hal itu Apakah kouwnio tidak percaya?".
"Hm Tentu aku percaya Begini cerita nya Asal mulanya kisah ini dimulai pada
jaman dinasti Song d! bagian selatan ".
"Sudah begitu lama kisahnya?" tanya Yok Sau Cun terpana.
"lya Di Kwa Ciu ada sebuah sungai yang bercabang Namanya Sam ca ho Di dekat nya
ada sebuah fembatan Ketika tentara Kim menyerbu selatan, mereka melewati
jembatan ini Pasukan besar itu mengeiar pemberontak-pemberontak negara yang
melankan din Pada waktu itu, ada seorang pendekar berjiwa besar yang bernama Man
Siau Kuang Dia bersama putnnya Man Cen ku melawan pasukan tersebut mati-matian
Mereka adalah rakyat Song yang setia Ha-nya berdua dengan putnnya. dia berhasil
membunuh ribuan prajurit Kim. Sejak itu dinasti Song arnan kembali Dengan
demikian juga daerah Kiang san dapat direbut balik Tapi karena luka yang diatami
ayah dan anak itu terlalu parah, merekatidak sempat menik-mati jerih payah
perjuangan mereka Dalam perjalanan mereka mati kehabisan darah," kata Ciok Ciu
Lan. "Apakah kisah ini ada hubungannya dengan pedang yang sedang dicari-cari?" tanya
Yok Sau Cun. "Tentu saja ada hubungannya" sahut Ciok Ciu Lan.
"Tolong jelaskan " kata Yok Sau Cun.
"Pada saat bertarung dengan pra}unt Kim Man Cen ku menggunakan dua buah sen jata
Tangan kanannya mengenggam sebuah tombak pendek dengan ujung bercagak
Sedangkan tangan kinnya mengenggam pe dang pusaka Konon, pedang itu bernama
Sit kim kiam' (pedang penyedot emas) pedang. Itu dibuat dan bahan besi yang
berusia ribuan tahun yang terpendam di sebuah pulau kecil bernama Tong ya to.
Kekerasannya melebihi baja pilihan. Tajamnya tidak usah diceritakan lagi Dan ada
lagi keistimewaannya Yaitu pedang itu dapat menyedot senjata lawan Men Cen Ku
dengan tangan kin menghalau senjata prajurit prajurit dan tangan kanan membasmi
mereka dengan gerakan serentak. Ketika terluka parah, Men Cen Ku terdesak terus.
Menurut sejarah, pedang pusaka tersebut terjatuh ke bawah jembatan," sahut Ciok
Ciu Lan. Dia behenti sejenak Mungkin agak terharu mengingat kisah kepahlawanan itu.
Terlihat dia menarik nafas berulang kali Yok Sau Cun tidak ingin mengganggunya
Dia menunggu dengan sabar.
"Setelah peristiwa itu berlalu, para rakyat banyak yang merasa bertenma kasih
atas pengorbanannya gadis itu Mereka harus mencari pedang tersebut. Sejak itu mereka
menamakannya 'Cen ku kiam" Sesuai dengan nama gadis tersebut Sampai belum lama
ini, seorang nelayan berhasil menemu-kan sebuah pedang tua yang terjerat dalam
aringnya. Tempatnya tepat di bawah jembatan tersebut. Apa yang menyebabkan
pedang itu menghilang sekian lama, tidak ada yang tahu. Apakah pedang itu yang
pernah menjadi legenda rakyat setempat. Tapi ada satu hal yang mungkin dapat
meyakinkan Yaitu pedang yang ditemukan nelayan tersebut masih berkilau. Bahkan
ketika diangkat ke atas perahu Semua peralatan nelayan itu seperti mata kail dan
segalanya tersedot oleh pedang tersebut Berita ini dengan cepat menyebar, dan
satu menjadi sepuluh orang. dari sepuiuh orang menjadi seratus Orang. Dengan
demikian, berita itu juga menarik perhatian orang orang di dunia Bulim. Mereka
berbondongbondong datang ke Kwa ciu untuk mendapatkan pedang tersebut,' kata Ciok Ciu Lan.
"Sebuah pedang tua yang dapat menyedot segala macam senjata juga bukan hal yang
terlalu istimewa Untuk apa diperebutkan sampai mengorbankan nyawa?" tanya Yok Sau Cun.
"Pedang ini akan membawa pengaruh besar bagi dunia-dunia bulim Senjata yang
digunakan kaum Bulim kebanyakan terbuat dari bahan logam. Asalkan dapat
menemukan pedang pusaka tersebut, maka dengan tangan kiri menghalau senjata
musuh dan tangan kanan sekali gerak saja dapat mem-bunuh lawan lagipula dengan
pedang Cen Ku kiam maka semua seniata rahasia yang disembunyikan di balik baju
juga akan tersedot keluar. Dengan demikian kita tidak takut lagi bila menghadapi
serangan gelap Ada satu hal lagi yang mungkin perlu dijelas-kan Menurut centa,
apabita orang yang menggunakan pedang itu mempunyai Iwekang yang tinggi, maka
daya sedot pedang itu makin besar. Coba kau bayangkan Pedang itu mempunyai
begitu banyak kegunaan. Siapa jago-jago Bulim yang tidak menginginkannya''"
sahut Ciok Ciu Lan. "Apakah tujuan kouwnio datang ketempat ini adalah |uga untuk memperebutkan
pedang?" tanya Yok Sau Cun sambil tersenyum simpul.
"Aku hanya memenuhi perasaan ingin tahu saja Juga ingin menonton keramaian.
Dalam kangouw ada begitu banyak jago kelas tinggi Semuanya berkumpul di Kwa ciu
Dengan kepandaian yang begini rendah mana mungkin aku berani bersaing dengan
mereka?" sahut Ciok Ciu Lan.
Tiba-tiba terdengar sebuah suara menukas pembicaraan perempuan penjual bunga
itu. "Apakah ucapan Kauwnio tidak terlalu merendahkan diri sendiri?".
Ciok Ciu Lan segera membalikkan tubuh dengan siap siaga.
"Siapa?" bentaknya.
"Tentu Siaulo, siapa lagi?" Sebuah bayangan berkelebat. orang yang datang
ternyata adalah pemilik rumah makan, Houw pau Sun.
Wajah Ciok Ciu Lan berubah hebat.
"Untuk apa kau datang ke sini'?" tanyanya dengan pandangan menyelidik Hou jiau
Sun tersenyum simpul. "Cu jin siaulo baru tahu kalau kouwnio adalah puteri Ciok sam ku Oleh sebab itu
Siaulo sengaja diperintahkan untuk mengundang kouwnio.".
"Mengundang aku?" tanya Ciok Ciu Lan bingung.
"Betul," sahut Houw jiau Sun.
"Apakah Hek Sin yang memben perintah kepadamu'?" tanya Ciok Ciu Lan.
"Tentu . Tentu saja," sahut Houw jiau Sun "Kalau bukan cu jin yang memberi
perintah, meskipun aku, Houw jiau Sun mempunyai sepuluh kotak batok kepala, juga tidak
berani melancanginya". "Untuk apa dia mengundang aku ke sana?" tanya Ciok Ciu Lan dingin.
"Untuk apa Siulo tidak tahu," sahut Houw jiau Sun.
"Aku tidak pergi," kata Ciok Ciu Lan.
"Siaulo hanya menjalankan perintah, kouwnio tentu tidak akan menyulitkan
kedudukan siaulo bukan?" sahut Houw jiau Sun sambil tertawa.
"Sekali aku katakan tidak, tetap tidak!" kata Ciok Ciu Lan tajam.
"Kalau kouwnio tidak mau memenuhi undangan bagaimana siaulo harus
menyampaikannya kepada cu jin'"' tanya Hauw jiaui Sun, masih tetap sabar.
"Itu urusanmu!" kata Ciok Ciu Lan ketus.
"Siaulo toh sudah sampai ke tempat ini, bagaimana mungkin tidak mengajak kouwnio
ke tempat Cu jin?" tanya Houw jiau Sun pelan, tetap mendesak.
"Apakah kau sanggup?" Baru saja kata-katanya selesai, dua buah bayangan kembali
berkelebat Yang satu bertubuh gemuk, yang [ainnya kurus. Mereka ikut meramaikan
suasana yang mulai panas itu Ternyata Thi pit, Kang jiau, Ai mia pai cu, Lie pak
tou, dan Ho Pak Tung yang dating.
Mata Ciok Ciu Lan melirik sekilas Bibirnya tersenyum mengejek.
"Apakah mereka berdua juga menerima penntah cu jinmu?" sindirnya.
"Betul.. betul Kami Berdua sudah menjadi anak buah Hek Houw Sin Kedatangan
kami memang untuk menjalankan perintahnya," sahut Ho Pak Tung sambil
tersenyum-senyum. "Cu jin kami meminta kouwnio datang untuk bertemu. Dia sudah memenntah Houw Jiau
Sun mengundang kouwnio Hal ini berarti Cu jin telah memandang tinggi din
kouw nio Menurut cayhe, lebih baik kouwnio penuhi undangan tersebut" lanjut Loe
Pak Tou. Dari tadi Yok Sau Cun diam saja sekarang dia baru menghampiri mereka.
"Ciok kouwnio tidak ingin kesana. Manusia mempunyai hak masing-masing.
Mangapa kalian harus memaksa'?".
Houw jiau Sun memperhatikan Yok Sau Cun dengan seksama.
"Menurut Siaulo, mungkin Ciok kouwnio tidak ingin pergi kalau seorang diri.
Mengapa siangkong ini tidak menemaninya saja?" katnya, bernada licik.
Ciok Cu Lan segera menghadang di depan Yok Sau Cun.
"Yok siangkong . Yang mereka cari adalah aku, di sini tidak ada urusanmu tagi,"
katanya. "Apakah ucapan itu berarti kouwnio setuju ikut dengan kami?" tanya Houw jiau
Sun. "Tidak'" sahut Ciok Ciu Lan. Pada saat berbicara, tangannya dengan diam-diam
menyusup ke dalam keranjang bunga Permukaan keranjang ditutupi oleh tumpukan
bungan-bunga itu. Houw Jiau Sun menatapnya sekali lagi Bibirnya tetap tersenyum.
"Kouw rno menjawab dengan demikian tegas Ini berarti kouwnio tidak mau
menyam-but arak kehormatan, malah meminta arak hukuman," katanya.
Tangan kanan Ciok Ciu Lan diangkat. Terlihat dia mengambil sebatang pedang yang
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lentur dari dalam keranjang. Sinarnya berkilauan. Bila dikibaskan terdengar
suara angin menderu. Pedang itu lemas sekali. Siapa pun yang melihat tentu dapat menduga
kalau pedang itu adalah sebatang pedang yang sangat bagus buatannya Sebelah
tangan Ciok Ciu Lan memegang pedang, tangan yang satunya lagi tetap menenteng
keranjang. "Houw Jiau Sun, aku tidak tahu bagaimana cara merninum arak hukuman Dapat kah
kau memberikan contohnya?" tanyanya dingin.
"Buat apa kouwnio bergebrak dengan mereka'?" Yok Sau Cun berkata dengan suara
rendah. Ciok Ciu Lan tersenyum mengejek.
"Aih, Yok siangkong, orangnya saja sudah sampai di sini. Mungkinkah dia akan
melepaskan aku begitu saja'-'".
Houw tiau Sun diam-diam menganggukan kepalanya kepada Lie Pak Tou Laki-laki
itu memang sejak tadi sudah mengeluarkan sepasang potlot besinya. Dia maju
selangkah ke depan. "Kouwnio bermaksud memberi pelajaran, bagaimana kalau cayhe yang menemani?"
katanya. "Kalian maju bertiga sekaligus saja," sahut Ciok Ciu Lan, kalem.
Lie Pak Tou tertawa terbahak-bahak.
"Untuk menghadapi kouwnio, rasanya aku, Lie pak Tou seorang sudah kelebihan,"
katanya. "Baik, lihat pedang!" tenak Ciok Ciu Lan Gerakannya sangat cepat Jurus yang
dikeluarkannya sangat mengagumkan. Koji dan tepat.
Le pak Tou cepat-cepat menggeser tubuhnya sedikrt Pedang Ciok Ciu Lan luput di
samping. "Rupanya kouwrno memang mempunyai sedikit kepandaian," katanya.
Sebelumnya, dia tidak memandang sebelah mata kepada be hua niocu ini, tapi dalam
sekali gebrakan saja, mau tidak mau dia terpaksa mengakui bahwa ilmu silatnya
termasuk lumayan juga. Sepasang potlot besi dibagi ke tangan kiri dan kanan
Potlot sebelah kiri ditujukan ke arah pangkal lengan perempuan itu. Sedangkan potlot
sebelah kanan bersiap-siap mengeluarkan jurus yang sebenarnya. Sebetulnya
serangan potlot kiri tadi hanya tipuan Apa bila lawan ketabakan menghindari ancaman
potlot besi tersebut, maka tangan kanannya akan menyerang dengan jurus maut.
Benar saja, Ciok Ciu Lan hampir tertipu Baru saja tubuhnya bergeser sedikit
untuk meloloskan diri dan serangan potlot besi sebelah kiri, potlot besi yang lainnya
sudah mengancam salah satu urat nadi terpenting di bagian bahu Untung saja reaksinya
cukup cepat. Dengan memutar dua kali, dia berhasit meluputkan diri dan bahaya
tersebut Namun tak urung, pedangnya berbentur dengan potlol besi itu juga
Trangg!!! Tapi, bagaimana pun juga, Ciok Ciu Lan kalah tenaga dan Lie Pak Tou Meskipun dia
ber hasil menghindar, kakinya terpaksa mundur dua langkah.
Manusia macam apa Lie pak Tou itu" Bagaimana seorang perempuan yang baru
menginjak dewasa berani berkhayat mengalahkannya7 Dia tidak menunggu sampai
tubuh Ciok Ciu Lan berdiri mantap Sekali berseru nyaring, serangan demi serangan
dengan gencar menyerbu perempuan itu. Sepasang potlot besinya bagai sedang
menari-nari di udara. Tiga jurus sekaligus dikeluarkan Ciok Ciu Lan terdesak
mundur beberapa langkah Tetapi dia juga bukan orang yang ilmunya boleh dipandang ringan
Dia memperkuat kuda-kuda kakinya pedangnya diputar melingkar Membentuk
bulatan ber-cahaya Sekali hentak, dia menerjang ke arah Lie Pak Tou.
Yok Sau Cun berdiri di sampingnya. Dia memandang sambil meremas-remas jari
tangannya. Alis matanya berkerut. Kentara sekali bahwa dia sedang
mengkhawatirkan keadaan Ciok Ciu Lan namun dia tidak sang-gup memben bantuan.
Thi pit Lie Pak Tou sudah sangat terkenal di dunia Bulim Dengan membalik
setengah lingkaran, serangan Ciok Ciu Lan luput me-ngenai din'nya. Dia bertenak dengan
lantang sekali. Sepasang potlot besi kembali menerjang ke bagian bahu perempuan
itu Tampaknya dia belum puas karena sarangannya yang gagal tadi Dia merangsek terus
Ciok Ciu Lan kerepotan. Langkahnya mulai tidak teratur. Sebetulnya dalam
pertempuran itu, Ciok Ciu Lan sudah mengalami kerugian besar. Dengan sebatang
pedang emas dia menghadapi sepasang potlot milik Lie Pak Tou, bagaikan satu
lawan dua Apalagi Lie Pak Tou usianya lebih tua dan pada perempuan itu, pengalamannya
dalam bertarung juga lebih banyak Sepasang potlotnya menyerang terus Sebentar ke
bawah, sebentar ke atas Asalkan ada satu titik kelemahan dan Ciok Ciu Lan yang
berhasil ditangkapnya, dia tentu dapat segera mengalahkannya.
Biarpun seseorang melatih ilmu pedang selama sepuluh tahun. tetap sulit
menghindari diri dan kelemahan Meskipun Liong gi kiam hoat" yang amat terkenal
dan Butong pai ataupun Tat mo kiam hoat dan Siaulim pai, tetap ada kelemahannya
masing-masing. Apalagi Ciok Ciu sebagai anak perempuan. Kekuatan staminanya
tentu kalah dengan laki-laki Tidak lama kemudian dia sudah berada di bawah angin
Dalam keadaan kalang kabut seperti itu, pasti dengan mu-dah Lie Pak Tou
menemukan titik kelemah annya.
Sekali lagi Lie Pak Tou bersecu lantang Sepasang potlotnya dengan cepat menuju
titik terbuka itu Ciok Ciu Lan mengeluh, urat nadi bagian bahunya telah tertotok
Meskipun tenaga yang dipergunakan oleh Ue Pak Tou tidak seberapa besar namun
urat nadi bagian bahu adalah salah satu dan urat lerpenting dalam tubuh Dengan
totokannya urat nadi tersebut, semua tenaga dalam akan punah seketika Tangan
Ciok Ciu Lan segera rnenjadi lunglai Ting!!' Pedang lenturnya terjatuh ke atas tanah.
Yok Sau Cun yang sejak tadi menonton pertarungan itu menjadi terkejut Dia meng
hampin Ciok Ciu Lan dengan tergesa-gesa.
"Ciok kouwnio, bagaimana keadaanmu?".
Houw jiau Sun membalikkan tubuh dan memberi isyarat kepada Ho pak Tung Tanpa
dibentahukan iaki-laki itu sudah mengerti apa yang harus dilakukan olehnya.
Tentu dia harus menngkus Yok Sau Cun juga Ho pak Tung menghadang di hadapannya.
"Sungguh seorang siangkong yang romantis Kau memang seharusnya menemani
kouwnio ini," katanya.
Perkataannya baru seiesai, tangannya juga terulur mencengkeram Julukannya
memang cakar baja Biasanya dia menggunakan sebuah cakar yang terbuat dari baja
dan dipasangkan di antara jari-jari tangannya. Tetapi untuk menghadapi seorang
bocah ingusan seperti pemuda pelajar itu, tentu dia tidak usah memasang cakar
baja tersebut. Yok Sau Cun marah Ho Pak Tung menghadang di depannya.
"Mengapa kau menghalangi aku?" tanyanya.
Tepat pada saat itu, cengkeraman Ho Pak Tung sampai Yok Sau Cun menggeser
tubuhnya sedikit Pandangannya menatap tajam kepada laki-laki itu. Dia menekuk
tangan yang dicengkeram itu dan memuntirnya. Cengkeraman itu pun terlepas.
Ho Pak Tung terkejut Sinar mata pemuda itu mengandung tenaga yang kuat sekali.
Dalam hatinya, dia merasa curiga. Apakah anak muda ini mempunyai tenaga dalam
yang tinggi" Apakah dia menyembunyikan kepandaiannya" Untuk sesaat dia lupa
menyerang. Tiba-tiba tangan Yok Sau Cun terulur. Dia berbalik mencengkeram lengan kin Ho
pak Tung. "Enyah kau!" bentaknya Kakinya mendepak pinggul Ho Pak Tung Tubuh laki-laki itu
mencelat sejauh tiga depa.
Hatinya sedang memikirkan keadaan Ciok Ciu Lan. Dia tidak memperdulikan lagi
Ho Pak Tung. Dia segera mendekati Ije Pak Tou.
"Cepat lepaakan Ciok kouwnio!" bentaknya.
Rupanya setelah menotok jalan darah Ciok Ciu Lan Dia bermaksud menngkusnya
Kaiadian yang dialami oleh Ho Pak Tung sama sekali tidak diketahuinya karena
posisinya membelakangi kedua orang itu.
"Apa yang hendak kau lakukain?" tanyanya.
Yok Sau Cun memungut pedang lentur Ciok Siu Lan.
"Cayhe meminta kau melepaskan Ciok kouwnio'" teriaknya lantang.
Tadi dia cemas sekali melihat keadaan Ciok Ciu Lan sehingga tanpa aadar dia
mengeluarkan ilmu yang diajari suhunya dan menyepak Ho Pak Tung Tapi seumur
hidupnya dia belum pernah menggunakan pedang lentur semacam itu pedang tersebut
di tangannya seperti seekor ular mati Orang macam dinnya mana mungkin bisa
mengertak Lotoa dan Ai mia pai cu Lie Pak Tou.
Kang jiau Ho Pak Tung bermimpi pun ti dak menduga kalau dia akan mengalami
kejadian seperti ini Dengan mudah dia disepak oleh seorang bocah kemann sore.
Dia bangkit dan tempatnya jatuh dan mengibas-ngibaskan pakaiannya yang kotor Dengan
mengendap-endap dia menghampin Yok Sau Cun.
"Bocah busuk Ternyata kau mempunyai sedikit simpanan'" Kali irn dia tidak
seyakin tadi. Tangan kanannya mencengkeram, kelima jarinya direntangkan. Sasarannya
adalah bahu Yok Sau Cun. Meskipun dia tidak menggunakan cakar baja, tapi dari julukannya sa|a sudah dapat
dibayangkan sampai di mana kehebatan cengkeraman itu Kalau sampal bahu Yok Sau
Cun kena dicengkeramnya, paling tidak persendian lengannya akan putus.
Yok Sau Cun tentu saja tidak membiarkan bahunya dicengkeram oleh Ho Pak Tung
Tubuhnya segera memutar, tangan kirinya menangkis. Sedangkan tangan kanan
dengan kecepatan yang mengagumkan ber balik meraih tangan Ho Pak Tung
Gerakannya sangat aneh Tidak terduga-duga. Ho Pak Tung yang biasanya paling ahli
mencengkeram orang malah kena dicengkeram oleh pemuda itu Malah dia tidak
sempat melihat bagaimana pemuda itu melakukannya Hatinya tergetar. Tubuhnya
sudah men-celat ke udara.
Yok Sau Cun sama sekali tfdak terpikir Dia hanya sembarangan mengulurkan ta
ngannya dan mencengkeram Ho Pak Tung Tanpa disadannya, dia sudah mengangkat
tubuh laki-laki itu dan melemparkannya sampai sejauh satu depa lebih.
Sekarang, Lie pak Tou dapat melihat dengan jelas pihak lawan hanya mengulurkan
tangan dengan gerak asal-asalan saja, sudah berhasil melemparkan adiknya sejauh
itu. Dengan mengandalkan ilmu yang dimiliki Ho Pak Tung dan dirinya sendiri,
bagaimana mungkin begitu mudah dikalahkan orang.
Dia melepaskan pegangannya pada Ciok Ciu Lan. Meskipun perempuan itu telah
tertotok jalan darahnya, dia masih dalam keadaan sadar. Hanya tubuhnya saja yang
tidak dapat digerakkan sama sekali. Pandangan mata Lie Pak Tou menatap ke arah
Yok Sau Cun dengan tajam.
"Sungguh tidak diduga. Begitu pandai kau menyembunyikan kepandaian, sehingga
kami hengte salah tafsir. Mari mari Potlot besi Lie mou juga ingin membuka mata,"
katanya. Tanpa menunggu persetujuan si pemuda, dia langsung menyerang Potlot di tangan
kanannya mengarah ke pelipis, sedangkan potlot dia tangan kirinya ditujukan dada
Yok Sau Cun. Pemuda itu meloncat mundur beberapa langkah. Dia tidak bermaksud
bergebrak dengan siapa saja Dia juga tidak mengharapkan kalau akhir peristiwa
ini harus diselesaikan dengan pertarungan Lie Pak Tou menarik kembali serangannya.
Sekarang dia bersiap dengan kuda uda yang kuat. Dia tidak berani memandang
rendah lawannya lagi Dia menunggu pemuda itu menyerangnya tarlebih dahulu.
Tangan Yok Sau Cun tetap mengenggam pedang lentur milik Ciok Ciu Lan.
"Cayhe selamanya belum pernah berta-rung dengan siapa juga Kalau katian sudi
melepaskan Ciok kouwnio, bukankah tidak ada persoalan lagi?" Dalam pikirannya yang polos,
masalahnya begitu sederhana saja.
"Bocah ini entah berasal dari mana Apa kah dia hanya pura pura bodoh?" pikir Lie
Pak Tou dalam hati Dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
"Mudah saja kau mengucapkannya'".
"Lalu apa yang kau inginkan?" tanya Yok Sau Cun.
'Kami menginginkan nyawamu!" bentak Lie pak Tou.
Bayangan tubuh memutar Auman j'ian-mau terdengar Mengarah di bagian belakang
Yok Sau Cun Orang yang menyerang adalah Ho Pak Tung Dua kali dia berhasil
dilempar oleh pemuda itu dengan cara yang membingungkan Hawa pembunuhan
mulai merasuki pwanya Tangan kiri membentuk cakar hanmau, tubuhnya melesat ke
udara Dia menyerang dan atas Ai mia pai cu memang merupakan tokoh dari golongan
hitam Mana mungkin dia bisa diajak mengenal aturan dunia Bulim. Apalagi mereka
baru pertama kali menerima perintah dari Hek houw sin, tentu harus menunjukkan
kesetiaan mereka pada maJikannya yang baru Be hua niocu Ciok Lan telah tertotok
jaian darahnya Kalau saja mereka berhasil meringkus pemuda ini, maka boleh
dikatakan mereka telah membuat jasa besar.
Lie Pak Tou melihat Ho Pak Tung telah membukaserangan. Dia tertawa lantang.
Kedua tangannya menghantam ke depan Dia ingin menyerang dan atas dan bawah
Potlot besi menimbulkan dua titik bayangan. Kecepatannya melebihi bintang kejora
di langit Cahaya betecbangan di udara. Serangannya juga tertuju ke bagian punggung
Yok Sau Cun. Tubuh Ciok Ciu Lan tidak dapat digsrak-kan Mulutnya tidak dapat bicara Namun
kesadarannya masih penuh Dia meman dang dengan mata terbelalak. Cahaya dan
matanya menunjukkan ketakutan yang men cekam. Dia tidak berani membayangkan
ba-gaimana akibat ter|angan kedua orang itu pada diri Yok Sau Cun Tanpa terasa
air matanya meleteh. Yok Sau Cun marah sekah melihat sikap kedua orang itu Di antara kedua bola
matanya terlihat smar yang tajam dan menggidikkan hati. Tangannya tetap
menggenggam pedang lentur milik Ciok Ciu Lan Sekali tangannya terulur, pedang itu terulur
menjadi kaku seperti pelat baja Kakinya digeser sedikit, serangan kedua orang
itu luput begitu saja Pedangnyadiangkat Dengan jurus Sin Liong to ca, dia membalas
Terlihat sinar memerctk laksana petangi Tangi Tang sepa-sang potlot besi Lie Pak
Tou telah terlepas dan tangannya, disusul dengan suara Bret'! Bagian tubuh pedang
menyabet pangkal le-ngan kin Ho Pak Tung Dia tidak menggunakan bagian yang
tajam untuk menyayat Ho Pak Tung, hal itu menandakan bahwa dia masih menaruh
belas kasihan. Perlu diketahui, Yok Sau Cun memang belum pernah bertarung dengan siapa juga.
Namun orang yang mengajarkan ilmu silat kepadanya adalah seorang tokoh kelas
tinggi dan mempunyai nama besar di dunia Bulim. Oleh karena itu, sekali dia
turun tangan, dengan tidak banyak menemui kesulitan dia dapat meraih kemenangan dan
mengalah dua orang tokoh golongan hitam.
Thi pit Lie pak Tou hanya merasa ada sekumpulan tenaga keras yang menerpa
dirinya. Tanpa sempal berbual banyak, tangannya sudah kesemutan dan terpaksa
melepaskan sepasang senjata andalannya itu Sedangkan Ho Pak Tung yang menerjang
dan belakang dengan tangan berbentur cakar harimau dan bermaksud mencengke ram
pundak Yok Sau Cun, hanya merasa ada bayangan yang melesat di hadapannya Belum
lagi serangannya sampai dia sudah merasa ada benda dingin yang menyabet
pangkal lengan kinnya Dan pemuda yang diserangnya itu dengan mudah melepaskan
diri. Semestinya, setelah dua kali dia berhasil dilempar oleh pemuda itu dia sudah
harus tahu
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diri Tapi pada dasarnya, dia memang orang yang keras kepala dan
menyombongkan kepandaiannya sendin Dia masih ber usaha menghibur hannya
sendiri bahwa apa yang terjadi hanya kebetulan saja.
Ho Pak Tung menatap pangkal lengan kirinya yang terkena sabetan pedang tadi
Warna bagian yang terkena sabetan itu sudah menjadi merah legam Menimbulkan
memar yang cukup lebar Hal ini membuktikan bahwa seandainya Yok Sau Cun
menggu-nakan ujung pedang, tentu lengannya sen-din yang sudah terkutung.
Yok Sau Cun hanya menggunakan satu jurus saja Hasilnya sudah demikian menak
jubkan Dan kenyataan ini, Houw jiau Siin yang menyaksikan secara diam diam
menjadi terkesima Dia mencoba memperhatikan dengan seksama, namun masih
belum berhasil mengetahui sampai di mana tingginya ilmu silat dan dari perguruan
mana asalnya pemuda itu. Dia menjadi penasaran.
Setelah berhasil mendesak Lik Pak Tou dan Ho Pak Tung, Yok Sau Cun segera
menghampin Ciok Ciu Lan Dengan sekali tepukan saja, jalan darahnya sudah
terbebas dan totokan. "Ah " Ciok Ciu Lan sudah bisa membuka suara Dia menank pinggangnya ke kiri dan
kanan untuk melepaskan ototnya dan kekakuan Kemudian pandangannya beraiih ke-
padaYokSau Cun.. . "Yok siangkong, ilmu silatmu bagus seka|i," katanya.
"Kouwnio terlalu memuji Cahye baru pertama kali bertarung dengan orang lain"
sahut Yok Sau Cun. Thi pit Lie Pak Tou dan Kang jiau Ho pak Tung memang tokoh dari golongan hitam
Selama ini sifat mereka keji dan kalau turun tangan telengas sekali Meskipun
dalam satu jurus, mereka berhasil didesak oleh Yok Sau Cun, namun mereka belum teriuka
parah padahal dalam hati mereka tahu bah wa Yok Sau Cun tidak mudah dihadapi
Mana mungkin mereka mau menyerah begitu saja. Setelah saling lirik sekilas,
kedua orang itu berteriak nyaring dan menyerbu kembali ke arah Yok Sau Cun.
Houw jiua Sun segera mencegah.
"Tunggu dulu" serunya Kedua orang itu tidak berani membantah Terpaksa
mengeraskan hati dan menggeser posisi mereka ke samping Pandangan mata
Houwjiau Sun sekali lagi menelusuri seluruh tubuh Yok Sau Cun.
"Kepandaian Yok siangkong amat tinggi Bolehkah siaulo tahu nama gurumu yang
mulia?" tanyanya dengan wajah tersenyum.
"Suhu disebut Bubeng rojin (orang tua tanpa nama)," sahut Yok Sau Cun,.
Houw jian Sun tertawa terbahak-bahak Dia mengira pemuda itu pandai bersandiwara.
"Siaulo belum pernah mendengar ada tokoh berilmu tinggi yang mendapat julukan
seperti itu. Apakah kata kata Siangkong benar adanya?".
"Buat apa cayhe harus berbohong?" tanya Yok Sau Cun.
"Bagus Siaulo tidak perduli kekuatan sendiri, tetapi ingin mendapat pelajaran
dari siangkong," kata Houw jiau Sun.
"Kau juga ingin bertarung denganku'"' ta-nya Yok Sau Cun.
Houw jiau tersenyum licik.
'Betul Dalam sepuluh jurus, Siaulo pasti dapat menerka asal usul ilmu silatmu,"
katanya. "Mendengar nada pembicaraanmu, tampaknya kau tidak percaya apa yang kukatakan
tadi," sahut Yok Sau Cun. "Kalau memang mau bertarung, bertarunglah' Apakah kau kira Yok siangkong akan
gentar menghadapimu?" teriak Ciok Ciu Lan yang kesal melihat sikap Houw Jiau Sun yang
licik. "Siaulo hanya ingin saling menguji de ngan Yok Siangkong Batasnya hanya pada
siapa yang berhasil menutul tubuh lawannya Bukan benar-benar ingin mengadu
nyawa," kata Houw Jiau Sun.
Ciok Ciu Lan mendengus dingin.
"Anak buah Hek Houw Sin selamanya bertindak telengas dan keji Sekali hutang
tetap hutang Pepatah ini sudah lama menjadi peraturannya Mengapa han ini tiba tiba
berubah menjadi orang baik?" sindirnya.
"Kata-kata kouwnio seakan menuduh siaulo sebagai pembunuh berdarah dingin.
Teman-teman di dunia bulim memang keterlaluan Soal kecil suka dibesar-besarkan.
Membunuh satu katanya seputuh Berbuat satu kesalahan seakan harus dijebloskan ke
dalam neraka," kata Houw jiau Sun sambil tersenyum simpul.
'Dengan cara apa Lao cang (panggilan kepada yang lebih tua) hendak bertarung
denganku" tanya Yok Sau Cun menukas pembicaraan mereka.
"Terserah Yok siangkong saja," Wajah yang penuh kerlput itu menampilkan
senyuman. "Kaiau Yok siangkong memang bia-sa pergunakan pedang, silahkan Siaulo selamanya
tidak pemah menggunakan senjata apa-apa.
"Julukanmu adalah Houw jiau. Kau menggunakan sepasang jari tanganmu yang
seperti cakar harimau itu untuk bertarung. Ten-tu saja kau tidak memerlukan
senjata lainnya lagi," ejek Ciok Ciu Lan. Kata-kata ini sengaja diucapkannya untuk
memperingatkan Yok Sau Cun bahwa pada dasarnya Houw jiau Sun bukan orang
yang boleh dipercaya begitu saja.
Siapa sangka pemuda itu sedang meman-dang ke arah lain. Dia tidak begitu
memperhatikan kata-kata Ciok Ciu Lan.
"Kalau Lao cang tidak menggunakan senjata, tentu cayhe juga akan melayani dengan
tangan kosong," katanya santai,.
Yok Sau Cun mengembalikan pedang lentur yang tadi dpakainya kepada Ciok Ciu
Lan. Perempuan itu cemberut menerimanya.
"Benar-benar kutu buku gerutunya diam-diam. Tapi dia tidak boleh membuat Yok Sau
Cun rriengingkari kata-kata yang telah di-ucapkannya Dfa terpaksa menggulung pedang
tersebut dan memasukkannya kembali ke dalam keranjang.
"Yok siangkong, silahkan!" kata Houwjiau Sun.
Yok Sau Cun balas menjura kepada orang tua itu.
"Cayhe belum pernah bertarung selama ini Lebih baik Lao cang yang memulai saja,"
sahutnya. Houw jiau Sun merasa sedikit ragu Entah sampal tingkat apa tingglnya ilmu silat
pemu-da itu" Kalau mendengar nada btcaranya, dia seperti anak muda yang baru
terjun dalam dunia persilatan Tapi melihat caranya yang mudah dan gesit dalam
menghadapi Lie Pak Tou dan Ho Pak Tung, hatinya kem-bali bimbang. Biarpun
seorang tokoh kelas tinggi dunia Bulim )uga tidak akan melebihinya.
Tentu bukan hal yang mudah bagi houw jlau Sun untuk dapat menjadi orang
kepercayaan Hek Houw Sin, Malam im dia diutus untuk mengundang Ciok Ciu Lan.
Apabila dia tidak sanggup mengalahkan pemuda pela|ar itu, pasti Ciok Ciu Lan pun
tidak akan berhasil diundang olehnya. Maksud turun tangannya kali ini mempunyai
dua tujuan. Pertama, dia tentu saja berharap dapat me-ngalahkan pemuda itu. Kedua,
seandainya dia tidak sanggup, dengan pengalamannya selama ini di dunia kangouw, dia yakin
dirinya pasti akan mengetahui dari perguruan mana asalnya pemuda Hu. Dengan
demikian, dia dapat memberikan tanggung jawab apa-bila ditanya oleh sang
majikan. Sedangkan untuk mengetahui asal uaul pemuda itu, tentu tidak dapat terlaksana
dalam pertarungan satu atau dua jurus. Diam-diam Houw jiau Sun sudah mempunyai
rencana sendiri. Dalam pertarungan kali Ini yang entah memerlukan berapa jurus,
dia tetap akan mengerahkan seluruh kepadaiannya. Meskipun akibatnya adalah mati atau
hidup Paling bagus kaiau dia berhasii me-ngalahkan pemuda tersebut. Kalau ternyata
tidak berhasil, maka dia akan bertarung mati-matian. Dengan demikian dia juga dapat
mengetahui sampai di mana tingginya ilmu silat Yok Sau Cun.
"Yok siangkong tidak mau merugikan ke-dudukan Siaulo. Daiam hal ini, s aulo
benar-benar merasa kagum. Kalau memang demikian kemauan siangkong, baiklah.
Siaulo akan menyerang terlebuih dahuiu," kata Houwjiau Sun.
Begitu ucapannya selesai, kakinya segera mundur dua setengah langkah Tubuhnya
Pedang Keadilan 39 Neraka Hitam Seri Bara Maharani Karya Khu Lung Kisah Para Pendekar Pulau Es 24
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan
Sian Ku Po Kiam Karya : Khu Lung Tiong chiu berlalu Angin yang bertiup pada saat musim rontok membawa kesejukan.
Matahari juga lebih cepat menarik diri di bandingkan musim panas Saat ini hari
belum terlalu senja. Namun kegelapan mulai menyebar.
Di daerah Kwaciu terdapat sebuah tapal batas yang mengandung sejarah Di jalanan
mulai terlihat penerangan dinyalakan Di ujung sebelah utara ada sebuah rumah
makan kecil. Di depan pintu tergantung sebuah lentera yang redup. Mungkin hampir
kehabisan minyak. Cahayanya makin pudar karena tiupan angin. Papan-papan cantang
hanya disandarkan di tembok. Ruangannya tidak besar Hanya adalima meja dan kursi Semuanya dirapatkan dengan
tembok Namun semua meja itu tensi penuh Tamu tamu ini tentu saja tak tergesa
gesa menyeberangi Sungai. Kalau tidak, mereka pasti tidak akan mempunyai waktu
bersantap dengan tenang. Tamu-tamu yang duduk dilima meja tersebut mempunyai penampilan yang berbeda
Tiga orang yang duduk paling depan adalah laki-laki bertubuh tinggi besar.
Masingmasing membawa sebuah bungkusan kain yang bentuknya panjang. Isinya pasti
pedang atau golok Wajah mereka tampak garang Dapat diduga bahwa ketiga orang itu
bukan dari golongan baik baik. Di pintu bagian kiri duduk dua orang laki-laki Tampang mereka kelihatan jujur.
Kemungkinan besar dari kalapgan pedagang. Yang satu bertubuh gemuk dan yang
satunya lagi malah kurus D atas meja terdapat tumpukan kain berwarna-warni.
Ternyata pedagang kain. Di tengah tengah ruangan ada dua meja. Yang kiri
merupakan seorang pemuda berusia dua puluhan.
Alisnya hitam berbentuk golok. Bibirnya merah dan giginya putih bersih Bukan
hanya penampilannya saja yang enak dipandang tingkahnya pun lembut dan
berpendidikan. Sekali pandang sudah dapat dipastikan bahwa pemuda ini seorang
su-seng (pelajar). Meja dalam sebelah kanan diisi oleh seorang perempuan berusia kira
kira dua puluh tiga atau empat tahun Dia hanya seorang diri. Pakaiannya adalah stelan
celana berwarna hijau pupus Rambut kepalanya diikat dengan sehelai selendang
berwarna hijau pula. Pinggangnya ramping hanya kulitnya saja yang agak hitam,
namun malah menambah kemanisan wajahnya Meskipun dandanannya seperti
seorang perempuan desa, tapi penampilannya tidak kampungan.
Di bagian paling pojok dekat pintu rumah menuju dapur duduk seorang pemuda.
Bajunya lusuh Wajahnya kotor dan hitam. Mungkin sedang mengadakan perjalanan
jauh. Dia duduk disudut yang gelap. Kepalanya tertunduk. Sama sekali tidak
memperdulikan keadaan sekitarnya. Dia menikmati bakmi dihadapannya dengan
penuh selera. Pemilik rumah makan ini adalah seorang laki laki tua berpungggung bungkuk.
Kepalanya tertutup sebuah topi kecil. Di pundaknya tersampir sehelai kain lap
berwarna biru. Tampaknya sudah kumal dan berminyak Dia juga bertindak sebagai
koki, bagian tukang potong sayur, menuangkan teh, mengantar makanan dan melap
meja Pokoknya semua pekerjaan ditanganinya sendiri. Tentu saja dia sangat
kerepotan dalam melayani tamu.
Blangg!!! terdengar suara keras seseorang yang menggebrak meja Kemudian
dilanjutkan dengan bentakan yang kasar....
"Hei Lao pan .. aku menyuruh kau membawakan lagi tiga kendi arak, tapi kau tidak
melayani sejak tadi. Apakah telingamu tuli. Toayamu masih banyak urusan yang
harus diselesaikan setelah kenyang makan dan minum, Cepat!".
Dari bentakan itu saja, biarpun tidak usah melihat siapa orangnya sudah dapat
dipastikan tamu-tamu yang berwajah garang di depan pintu yang mengeluarkan suara
itu. Mata mereka mendelik Di kening terlihat urat hijau yang menyembul keluar
Tampaknya mereka sudah minum cukup banyak. Gebrakan yang keras di meja,
hamplr saja membuat lilin yang sedang menyala tumpah.
Baju ketiga orang itu telah terbuka. Bulu-bulu dada yang lebat membuat orang-
orang yang menatap mereka semakin ketakutan, Mungkin mereka sengaja memperiihatkan
kegarangan mereka agar dilayani lebih cepat.
Tamu-tamu yang lain memang sudah sejak pertama tidak menyukai tampang ketiga
orang tersebut. Perbuatan mereka yang kasar semakin membuat para tamu
membungkam. Pemilik rumah makan tersebut cepat-cepat memberikan reaksi
sebelum orang-orang kasar itu bertambah marah.
"Baik baik," sahutnya tergopoh-gopoh.
Orang tua itu segera masuk ke dalam dapur untuk memenuhi pesanan mereka Dalam
waktu sekejap dia sudah keluar lagl dengan tangan membawa arak Langkahlangkahnya
bagai orang kelabakan Dia meletakkan pesanan tersebut di atas meja.
Wajahnya dibuat secerah mungkin.
"Sam wi khek kuan. Harap maafkan Tidak biasanya rumah makan saya seramai hari
ini Sedangkan yang melayani hanya seorang, jadi agak terlambat memenuhi pesanan
para tuan," katanya.
Laki-laki kasar yang duduk di sebelah dalam, dengan tidak sabar merebut arak dl
tangan orang tua itu. "Sudah. Sudah. Jangan banyak omong! Pergisana ! bentaknya.
Orang tua itu mana berani bicara lebih banyak lagi. Ia hanya mengiakan saja,
lalu ngeluyur untuk melayan, tamu yang lain, Laki-laki kasar tadi menuangkan arak
bagi kedua rekannya, kemudian memenuhi cawannya sendiri. Diangkatnya cawan tersebut
Sekali teguk saja, arak itu telah berpindah ke perutnya matanya memandang laki
laki di hadapannya dengan seksama.
Laki-laki yang dipandangnya adalah seorang setengah baya dengan bercak-bercak
putih di wajah. Tampaknya orang itu merupakan Lao toa dari rombongan tersebut.
Sedangkan rekan yang satu lagi menikmati araknya dengan kepala mangut-mangut.
Laki-lak kasar yang tadi menggebrak meja bangkit dari duduknya Kaki sebelah
kirinya ditangkringkan dikursi kayu. Matanya menatap tajam kepada kedua orang
yang diduga pedagang tadi.
"Apakah sam wi datang dari Si Pao?". tanyanya. Si Pao merupakan daerah
perdagangan paling besar di tenggara.
Mendengar nada yang kurang ramah dari laki lak kasar itu kedua orang tersebut
segera berdiri. Yang bertubuh lebih gamuk segera memamerkan seulas senyuman.
"Betul.. betul Enghiong" sahutnya.
"Toaya bernama Pek Phi Long (Sengala berhidung putih) Pek Seng Bukan segala
macam Enghiong atau keturunan beruang (Hiong dalam bentuk tulisan yang lain
artinya beruang)," jawab laki-laki kasar itu.
"lya lya maaf," kata pedagang bertubuh gemuk itu gugup. Tangannya saling
menggenggam dengan gemetar. Waiahnya tampak pucat Dia sudah ketakutan sekali.
Kalian datang dari tempat yang jauh, di sepanjang perjalanan tidak pernah
terjadl apaapa tahukah kalian apa sebabnya?" tanya Pek Phi Long kembali.
Pedagang bertubuh gemuk itu memandang dengan terkesima. Dia bingung mendapat
pertanyaan seperti itu. "Siaute tidak tahu ." sahutnya gagap-gugup.
Pek Phi Long tartawa kering.
"Kalian harus mengerti. Perjalanan Kang Wi selamanya tidak amanPara penguasa di
jalan jalan yang kalian lalui tidak mungkin membiarkan dua ekor kambing gemuk
seperti kalian lewat begitu saja Bahkan mencium baunya pun tidak " katanya.
Pedagang bertubuh gemuk itu tidak tahu arah tujuan percakapan Pek Phi Long Dia
terpaksa mengangguk saja berkali-kali.
"Betul! Betul".
Pek Phi Long mengalihkan pandangannya ke arah laki laki setengah baya dengan
bercak bercak putih di wajah itu. Dia tertawa terkekeh kekeh.
"Hal ini merupakan jasa besar Ma Bin Long (Srigala berwa|ah bintik bintik) Sen
Lo toa dan Lao sam Toan bwe long (Srigala berekor putus) Tio Cau Selama dalam
perjalanan kalian di lindungi oleh kami tiga kakak beradik", katanya sambil
memandang para pedagang itu secara bergantian.
Pedagang bertubuh gemuk itu merasa bersyukur mendapat perlindungan mereka. Dia
masih belum sadar bahwa peristiwa ini masih berbuntut.
"Kami kakak beradik mengucapkan beribu-rlbu terima kasih atas perllndungan Sam
wi enghiong," sahutnya sambi! menjura dalam-dalam.
Pek Phi Long kembali tertawa terkekeh-kekeh.
Hengte tadi sudah mengatakan, Kami bukan segala macam enghiong Kami adalah
serigala Wi Pak sam ong (Tiga srigala dari Wi Pak)," katanya.
Pedagang bertubuh gemuk itu tampak terperanjat Dia sudah dapat meraba siapa
orang orang yang ada di hadapannya itu.
Mengerti mengerti Siaute sering berkelana di daerah Lam pak dan sungai telaga,
Kami berdagang kain keliling. Nama besar Wi Pak sam long sudah pernah kami
dengar," sahutnya sambil mengerling saudaranya yang kurus "Tangannya diulurkan
untuk mengambil buntalan dibahu si kurus. Setelah merogoh kian kemari akhirnya dia
mengeluarkan uanglima tail dalam bentuk recehan. Dia meletakkannya dengan hati
hati di atas meja para laki laki kasar itu Wajahnya mengembangkan senyuman.
"Siaute adalah rakyat kecil. Bisa mendapat perlindungan ketiga orang toaya,
merupakan kebanggaan kami. Ini sedikit uang yang kami dapatkan sepanjang
perjalanan. Kami memberikannya dengan rela kepada para Toaya..." katanya
kemudian. Sepasang mata Pek Phi Long yang memancarkan warna kemerahan menatapnya
tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Pedagang bertubuh gempal itu melihat reaksi
yang kurang menyenangkan. Dia menatap kepada pedagang bertubuh gemuk. Mereka
sibuk mengeluarkan isi yang tersisa dan dalam buntalan tersebut Jumlahnya
mencapai tiga ratus tail perak. "Uang ini tentu tidak berarti buat Toaya, tapi harap jangan menganggapnya
sebagai balas jasa. Siaute memberikannya karena rasa hormat semata," kata pedagang
bertubuh gemuk itu dengan tangan gemetar.
Pek Phi Long mengangkat cawannya yang masih tensi separuh. Dia mengebaskannya
ke arah muka pedagang bertubuh gemuk itu, Gerakan tangannya wajar sekall Seakan
sedang mengadakan sebuah pertunjukan saja.
Pedagang bertubuh gemuk itu terpana. Wajah dan sebagian baju bagian dada basah
semua. Pek Phi Long merasa lucu melihat tampangnya. Dia tertawa terbahak-bahak,
Bulu kuduk pedagang bertubuh gemuk itu berdiri mendengar suaranya yang
menyeramkan itu. Dla tidak merasakan tubuhnya yang basah kuyub. Tanpa sadar,
kakinya mundur selangkah. Tampaknya bernafas agak keras pun, dia tidak berani.
Tawa Pek Phi Long lenyap. Sinar matanya semakin dingln rnenusuk Seperti sebilah
pisau yang tajam. Dia memandang pedagang bertubuh gemuk dari atas kepala sampal
ujung kaki. "Kau kira Wi Pak sam long menndungimu sampai sekian Jauh hanya untuk uang
senilal tiga ratus tail?" tanyanya ketus.
Pedagang bertubuh gemuk itu mengerutkan badannya.
"Tentu tidak tentu tidak,,." sahutnya gemetar. Sampai saat itu, dia baru berani
mengusap air yang membasahi waJahnya.
"Bagus sekali kalau kau tahu" kata Pek Phi Long sambil mengelus dagunya, "Kami
merupakan orang-orang yang suka berterus-terang. Toaya melindungi kalian dari Wi
Pak tentu mempunyai niat tertentu Kami hanya menginginkan barang berharga di
buntalan yang satu lagL Kalian tentu mengerti apa yang kami maksudkan bukan?"
Pek Phi Long melanjutkan perkataannya tadi,.
Wajah kedua pedagang itu pucat seketika.
"Kami hanya dua orang pedagang kecil kata pedagang bertubuk gemuk gugup.
Pek Phl Long megeluarkan sebatang go-lok baja dari buntalan di mejanya. Dia
mengibas-ngibaskan di hadapan kedua pedagang tersebut, Di waiahnya terpancar
segumpal hawa pembunuhan,.
"Toaya tldak ada waktu untuk berdebat dengan kalian, Jawab saja... mau harta
atau sayang nyawa?" bentaknya.
Pedagang bertubuh gemuk itu gemetar. Wajahnya pucat pasi.
"Kau . mengancam nyawa kami untuk merampok harta?" tanyanya panik.
Pedagang yang kurus diam-diam menjawil lengan baju adiknya.
"Loji..., Jangan berkata apa-apa lagi. Sam wi eng hiong mengikuti kita sejauh
ratusan li. Mereka tentu sudah menyelidiki keadaan kita sampai jelas. Untung saja barang
pesanan ini jumlahnya tidak seberapa. Paling-paling laksaan tail saja. Kita
masih harus serlng melewati wilayah para toaya ini. Ang-gaplah barang ini sebagai tanda
persahabatan Orang yang serlng mengadakan perjalanan seperti kita, memang harus
banyak bergaul. Ini yang disebut, kehilangan harta namun hati tenang," kata pedagang
tubuh kurus tersebut. Wi Pak sam long tadinya mengira barang yang dibawa kedua pedagang itu, paling
paling bernilai ribuan tall, sakarang mereka mendengar sendiri bahwa jumlahnya
jauh melebihrperklraan mereka. Tentu saja hal ini membuat Wi Pak sam long kesenangan.
pedagang bertubuh gemuk itu mengang-gukkankepalanya berkali-kalL.
"Kaiau lotoa sudah berkata begitu, aku loji mana berani membantah Namun
perjalanan kita kali ini boleh dl bilang sia-sia saja," sahutnya sambil menghela
nafas,. "Tidak apa-apa. Selama gunung masih menqhijau, tidak usah takut kekurangan kayu
bakar. Kali Ini Wi Pak sam long mau mengampuni jiwa kita, sudah termasuk suatu
keburuntungan, kata pedagang bertubuh kurus.
"Tidak salah! Kami Wi Pak sam long biasanya tidak membiarkan korban kami lolos
dalam keadaan hidup. Namun kali ini kami bisa membuat pengecualian. Melihat
keJujuran kalian berdua, biarlah kami mengampuni jiwa kalian" sahut Pek Phi
Long. Kedua pedagang itu bagaikan mendapat pengampunan dari kaisar. Mereka tidak
henti-hentinya mengucapkan terima kasih. Dan buntalan yang satunya lagi, mereka
mengeluarkan serenceng mutiara yang besar-besar. Keduanya saling berebutan
meletakkannya di atas me|a laki-laki besar tadi.
Pek Phi Long sudah lama berkecimpung di rimba hijau. Matanya setajam burung
elang, Dia melihat buntalan yang berisi mutiara itu belum kempes seluruhnya. Dl
dalamnya pasti masih tersisa sesuatu. Dia mengeluarkan suara tertawa dingin.
"Apakah seluruh isi buntalan itu telah dikeluarkan?" tanyanya sinis.
Pedagang bertubuh gemuk itu menganggukkan kepala berkali-kali.
"BetuL semuanya telah di keluarkan," sahutnya terbata-bata,.
Peh Phi Long mendengus keras, Dia menarlk kerah baju pedagang gemuk pendek itu.
"Keluarkan semuanya! Jangan kau anggap aku manusla tolol" bentaknya, Wajah kedua
pedagang itu semalyn pucat Mereka memaksakan sebuah senyuman di bibir.
"Terus-terang saja, Toaya.. Yang sisa ini adalah modal....
. Pek Phi Long mengibaskan tangannya menghentikan pembicaraan pedagang
bertubuh gemuk,. "Rupanya kalian belum gentar kalau melihat peti mati. Mau keluarkan atau tidak".
bentaknya sekali lagi Dia tidak memberi kesempatan kepada pedagang tersebut
melanjutkan penjelasannya.
"Lotoa.... Bukankah ini sama saja dengan meminta nyawa kita?" tanya pedagang
gemuk itu kepada saudara tuanya,. "Hal ini juga tidak dapat dikelabui lagi, Kalau sam enghiong memang ingin
melihat,
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebih baik kita tunjukkan saja," sahut pedagang bertubuh kurus.
Pedagang bertubuh gemuk itu tampaknya serba salah. Dia menatap saudaranya
kebingungan. "Tapi, kalau di tunjukkan, kita bisa kehilangan nyawa," katanya.
"Tidak dikeluarkan |uga sama kehilangan nyawa," sahut Pek Phi Long sambil
mendengus. "Betul! Betul!" kata si pedagang bertubuh kurus.
Saudaranya terpaksa merogoh kembali buntalan tersebut Wajahnya terlihat tegang.
"Lotoa.. Kau saja yang mengeluarkan milikmu lebih dahulu.".
Mata pedagang bertubuh kurus Itu mendelik Dia menganggap saudaranya terlalu
bodoh. Mestinya ketiga laki-laki kasar itu tahu bahwa di sakunya masih tersimpan
sesuatu, Perkataan lojinya sama dengan memberitahukan, Benar saja! Wajah Pek Phi
Long tampak cerah. "Oh,.. kau juga punya sesuatu.. . Hayo... keluarkan sekalian!" bentaknya.
Gerakan pedagang kurus itu leblh slgap, Mungkin dia menganggap hal tersebut
tidak dapat disembunyikan lagi. Dia mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dan balik
sakunya. Tang!!! Bunyinya berdenting. Tampaknya bungkusan itu berat ]uga isinya
Dia membuka kain penutup benda tersebut Wa-jahnya menunjukkan senyuman
terpaksa. "Siaute hanya mempunyai sepasang inl saja..." katanya,.
Kain pembungkus yang, diletakkan di meja sudah lusuh sekali. Isinya ternyata
bukan segala permata atau uang emas, hanya sepasang potlot besi berwarna hitam pekat.
Wajah Pek Phi Long berubah seketika Dia tarperanjat sekali.
"Sepasang potlot besi..." gumamnya. Pedagang bertubuh gemuk juga segera
mengeluarkan isi dalam buntalannya. Dia menyodorkannya ke hadapan Pek Phi Long.
Wajahnya masih tetap tersenyum.
"Siaute hanya mempunyai sebuah cakar baja saja Apakah para enghiong
menyukainya?". Biarpun dia tidak menerangkan, Pek Phi Long juga sudah melihat dengan jelas.
Tangan kanan pedagang gemuk itu sekarang, mengenakan sebuah cakar elang
denganlima kuku yang terbuat dari baja. Sekelebatan angin menerpa wajah pek Phi
Long, cakar baja itu bergerak cepat dan berhenti di depan dadanya. Cakar baja
itu menge-luarkan sinar berwarna kebiruan. Hal ini membuktikan bahwa senjata itu
telah direndam racun yang ganas.
Pek Phi Long bukan orang baru dalam kalangan nmba hijau. Sedikit banyak,
pengetahuannya cukup luas juga. Tentu saja dia pernah mendengar tentang kedua
senjata tersebut. "Thi pit, Kang jiau, Ai mia pai cu (Potlot besi, cakar baja, pedagang peminta
nyawa)!" serunya gemetar. Lo toa dari Wi Pak sam long baru saja menyumpit sebuah tahu untuk dimasukkan ke
dalam mulutnya. Tanpa sempat mengunyah lagi, tahu itu langsung ditelannya. Dia
terkejut mendengar keterangan saudaranya yang kedua. Tadinya dia menyerahkan
urusan jual beli tersebut di tangan lojinya. Dia hanya duduk dan makan sambil
menunggu hasil. Dia segera bangkit dari tempat duduknya. Tangannya menjura
kepada kedua pe-dagang tersebut.
"Cayhe hengte benar-benar ada mata tapi tak berbiji, tidak mengenali kedua Hiap
khek. Kalau tadi ada sedikit kesalahpahaman, harap kedua Taihiap maafkan" katanya
sambil membungkukkan badan dengan hormat.
Mata pedagang bertubuh gemuk itu seperti setengah terpicing. Bibirnya masih
mengulum senyum. "Kiu lotoa Kata-katamu terlalu sungkan. Kami heng te bukan sembarang taihiap.
Tapi pedagang. Pedagang peminta nyawa!" sahutnya ramah.
Ma bin long merasa ucapan itu agak tidak beres Kenngat dingin mulai mengucur di
keningnya. Thi pit, kang jiau, Ai mia pai cu, memang bukan sembarang pendekar.
Mereka selalu mengadakan jual beli di daerah. tenggara. Hati keduaorang
itusangat kejam. Tangan mereka juga amat telengas Ma Bin Long berdiri di Wi Pak mempunyai
sedikit nama, tapi kalau di bandingkan dengan kedua orang pedagang peminta nyawa
ini, mereka ibarat tiga ekor semut di telapak kaku mereka.
Meskipun dia dapat dikatakan seorang penguasa di daerahnya, namun dia juga tahu
Asalkan telunjuk saiah satu orang itu terulur. Nyawa mereka bertiga terpaksa
dikorbankan. Malam ini merupakan malam sial bagi mereka. Mengapa tidak
mengikuti orang lain, malah bisa bertemu dengan kedua iblis ini" Siapa pun tidak
akan menyangka bahwa akhir kejadian itu bisa berubah demikian. Padahal kedua
pedagang itu tampak sungguh-sungguh ketakutan ketika diancam tadi. Ma bin long
segera menjatuhkan diri berlutut di hadapan kedua pedagang tersebut.
"Harap kedua Taihiap berjiwa besar. Siaute mempunyai mata tapi tidak melihat
gunung Thaisan yang menjulang. Orang yang ,berjiwa besar tidak akan menganggap
serius seorang manusia tolol. Harap Taihiap mengampuni jiwa kami beberapa hengte
ini," katanya sambil membenturkan kepala ke lantai berkali-kali.
Pedagang bertubuh gemuk itu melebar-kan senyumannya Ma bin long terkesiap. Dia
sudah mendengar kebiasaan kedua orang ini. Yang gemuk jika semakin tertawa
semakin berbahaya. Sedangkan yang kurus semakin sering menartk nafas, semakin
kuat keingmannya untuk membunuh.
"Sam wi enghiong makin tidak benar. Bukankah tadi siaute sudah menerangkan, bila
barang ini dikeluarkan bisa meminta nyawa. Namun memang siaute juga ikut bersalah
Sebetulnya nyawa yang dimmta bukan nyawa kami, tapi nyawa kalian. Barang yang
merupakan modal kami tni sangat aneh. Kalau sudah dikeluarkan pasti akan melukai
orang Siaute juga tidak mengertl apa sebabnya" sahut si Cakar baJa,.
Pek Phi Long, Toan bwe long segera ikut berlutut di samping Ma bin tong. Mereka
bagai sebuah kelompok penyanyi koor.
"Taihiap, ampuni jiwa kami!" kata mereka serentak.
Kepala mereka terangguk-angguk bagai burung pelatuk, Tentu saja kening itu
bercucuran darah segar. "Tampaknya sam wi enghiong lebih menyayangi nyawa daripada harta. Mengapa aku Ho
loji. tidak menyimpannya lebih dulu?" katanya seorang din Dia mengulurkan tangan dan
meraup uang parak yang tersedia di atas meja tadi. Semuanya dimasukkan kembali ke dalam
buntalan. Pedagang yang bertubuh kurus tampaknya tidak tega melihat ketiga orang itu Dia
menank nafas panjang. "Loji, Begini saja... melihat keadaan mereka yang begrtu ketakutan, apalagi
mereka juga sudah cukup sopan terhadap kita, leblh baik kita bermurah hati sedikit Suruh
mereka masing-masing memotong sebelah ta-ngan lalu biarkan mereka pergi.
Bagaimana" katanya memberi usul.
Pedagang bertubuh gemuk tertawa-tawa, "Apa yang dikatakan Lotoa, selamanya
tldak pernah kutawar. Namun rasanya terlalu murah bagi mereka. Ya... sudahlah...
sahutnya. "Wi Pak sam long .. Kalian dengar! Manusia yang bertemu dengan Ai mia pai cu,
selamanya tidak ada yang berhasil meninggalkan tempat dalam keadaan hidup. Lie
lotoa hanya mengingat bahwa tadi kau pun bersedia melepaskan din kami. Namun
kalian diharuskan meninggalkan sebuah tangan di atas meja untuk peringatan.
Mengerti" bentak Lie Lotoa.
Bertemu dengan Ai mia pai cu tanpa kehilangan nyawa, benar-benar terhitung
rejeki besar Wi Pak sam long mana berani banyak bertingkah, Mereka menganggukkan
kepala serentak. "Terima kasih untuk pengampunan jiwa kedua Taihiap'" seru Ma bin long mewakil-
kan saudara saudaranya "Mereka bangun bersama. Golok ba|a yang masih tergeletak di
atas meJa segera diambil Ketiga orang itu bersiap-siap mengutungi tangan kiri mereka
Pemiiik rumah makan mengeluarkan sepatah kata: "Eh!" Dia menghampiri Wi Pak sam long
dengan langkah tergesa-gesa. Kedua tangannya digoyanggoyangkan.
"Tuan tuan, harap tunggu dulu. Ini tidak boleh jadi," katanya panik Golok baja
di tangan Ma bin long sudah hampir diturunkan Gerakannya terhenti mendengar
perkataan pemillk rumah makan itu.
"Tuan-tuan harap maafkan, Siaulo pernah berjanji di depan para dewa, bahwa tidak
akan ada darah yang mengalir dalam rumah makan ini Tuan-tuan hendak mengutungi
tangan, tentu ada darah yang mengalir Oleh sebab itu siaulo memberanikan diri
untuk mencegah. Sedangkan ayam, bebek, serta lainnya saja selalu siaulo pesan dari
luar. Setelah dibersihkan. baru diantar kemari. Harap tuan tuan mengerti kesulitan
siaulo. Bila memang harus mengutungi tangan sendiri, mohon tuan tuan melakukannya di
luar pekarangan saja," kata pemilik rumah makan itu dengan senyum dipaksakan.
"Ciang kuijin.... Siapa yang mendirikan peraturan seperti itu?" tanya pedagang
kain bertubuh gemuk. Orang tua itu meluruskan pinggangnya sejenak. Kemudian dia menoleh ke arah
orang yang bertanya dengan senyum semakin lebar.
"Peraturan di rumah makan ini, tentu siaulo sendiri yang menentukan," sahutnya.
Pedagang bertubuh kurus menatap orang tua tersebut dengan pandangan tajam, Dia
merasa tidak sabar melihat sikap orang tua itu.
"Bagaimana kalau peraturan Hu tidak diindahkan?" tanyanya.
"Bagaimana mungkin.Ada pepatah yang mengatakan: Bo khua hud bin, khua kim bin
(Tidak memandang muka buddha, pandanglah muka dewata) Tuan-tuan tidak
memberi muka kepada siaulo tidak apa-apa, tapi setidaknya tuan-tuan harus
memandang muka para dewa, sahut orang tua tersebut dengan senyum datar.
Ketika mengucapkan kata-kata tersebut tangannya menunjuk ke arah sebuah meja
sembahyang di bagian dalam. Meja itu terlihat kotor. Sedangkan gambar yang
tergantung di atasnya juga telah berwarna kehitaman karena terkena asap dari
dapur Gambar itu adalah sebuah lukisan hasil kerja tangan dengan menggunakan tinta
mopit. Setelah diperhatikan dengan jelas, baru terlihat bahwa yang dilukis
adalah seekor harimau hitam. Di atas meja sembahyangan itu juga ter-dapat dua buah tempat lilin dan sebuah
pedupaan. Tampaknya pemilik rumah makan itu seorang yang fanatik sekali dalam
memuja dewa tersebut. Bila tidak, dia tentu ti-dak akan berarn berkata seperti
itu di depan Ai mia pai cu. Pedagang bertubuh kurus itu sama sekali tfdak mendongakkan wajahnya. Otomatis
dia juga tidak tahu dewa apa yang disembah orang tua tersebut Dia bahkan menatap
orang tua itu dengan pandangan sinis.
"Kalau kami memang ingin mengalirkan darah di rumah makan ini, apakah dewamu
sanggup menghalanginya" pertanyaan itu dilontarkan dengan nada dingin.
Pemilik rumah makan itu tersenyum lebar.
"Kalau tuan-tuan memaksa melakukan hal yang dilarang dj rumah makan ini,
dewapasti bisa menghalanginya " sahutnya yakin.
Tepat pada saat perkataannya selesai, sebuah tertawa yang merdu terdengar dl
kedai kecil tersebut Sekali dengar saja, orang su-dah bisa mengetahui bahwa suara Itu
keluar dari mulut seorang perempuan Di dalam rumah makan Itu, hanya ada satu
orang perempuan Dia adalah tamu yang duduk di sebelah kanan dalam. Suara
tawanya sudah sirap. "Thi pit, Kang jiau, dua orang taihiap dengan nama begitu besar Masa tldak dapat
menduga dewa apa yang disembah orang tua itu" Tentunya pengalaman kahan sudah
cukup banyak bukan?".katanya dengan bibir mencibir.
Jangan di llhat dari cara berpakaiannya yang seperti orang desa Sekali buka
mulut, orang sudah dapat menduga kalau perempuan ini tidak seperti orang biasa.
Thi pit Lie Pak tou (pedagang bertubuh kurus) mengangkat kepalanya seketika. Dia
memandang perempuan berbaju hijau itu sekejap, kemudian tatapannya berallh ke
lukisan yang tergantung di atas meja sembahyang Dja memang sudah lama merantau
ke segala penjuru Begitu mendengar kata kata perempuan itu, sebuah ingatan
berkelebat di j benaknya. Dia pernah mendengar tentang seorang Jago di kalangan
kangouw yang sudah lama mengundurkan din Julukannya adalah Hek houw sin.
Nama aslinya Chao Kuang Tu Hatinya tergetar. Orang ini tidak boleh dipandang
ringan. Slapa yang menyangka bahwa dia sekarang membuka sebuah rumah makan
kecil di desa ini. Lie Pak Tou cepat-cepat menjura dalam dalam ...
"Cahye kakak beradik tidak tahu kalau lojin adalah Hek houw sin Chao cianpwe.
Ucapan yang kurang ajar tidak disengaja. harap Cianpwe maafkan." katanya.
Pemilik rumah makan itu tampak terpana, Dia segera membalas penghormatan.
tersebut. "Tuan-tuan jangan begitu Yang siaulo puja adalah dewa reJeki. Ini pun baru
dimulai se| ak tanggallima awal tahun ini,Ada orang yang memberikannya kepada siaulo.
Katanya kalau siaulo menempelkan lukisan dewa inl di dinding dan bersembahyang
dengan pasang hio setiap che it, cap go, maka rejeki akan mengalir terus.
Kenyataannya memang rumah makan siaulo lebih ramai dari biasanya sejak memuJa
dewa tersebut," sahut orang tua ilu dengan tampang ketolol-tolol-an, Dia menelan
ludah sejenak. Kemuchan bibimya tersenyum kembalL "Harap tuan-tuan jangan
mendengar gurauan niocu itu, Slaulo bukan orang besar apa-apa," lanjut-nya
dengangaya merendahkan diri.
Thi pit Lie Pak Tou mana mau percaya dengan omongan orang tua tersebut. Dia
mengallhkan pandangan kepada Wi Pak sam long.
"Karena Chao lo cianpwe Sudah membuka mulut emasnya, berarti hukuman kalian
mengutungf tangan tidak usah ddanjutkan lagi. Cepat menggeHnding?" bentaknya.
Wi Pak sam long mengiakan serentak Ma bin tong sebagai lotoa segera merangkapkan
kedua tangannya. Dia menjura dalam-dalam kepada pemillk rumah makan
tersebut "Terima kasih, Chao lo yacu" katanya.
Mereka segera membalikkan tubuh dan me-nlnggalkan tempat tersebut dengan
tergesa-gesa Mungkin merekatakut kalau salah satu dan ketiga orang tersebut
berubah pikiran. Pemuda yang duduk di sebelah kiri dalam, sejak tadi hanya makan dan minum tanpa
memperdulikan sekitarnya. Sandiwara yang berlangsung seru di hadapannya, seperti
tidak menarik perhatiannya sama se-kali. Dla tidak pernah melirik atau mendo"
ngakkan kepala untuk melihat adegan itu. Begitu melihat kepergian Wi Pak sam
long, dia juga tampaknya tergesa-gesa ingin me-ninggalkan tempat tersebut. Ditetakkannya
mangkok yang sudah kosong di atas meja. Dari balik sakunya, dia mengeluarkan
beberapa keping uang receh dan diletakkan di samping mangkok tadi, Dengan
langkah terburu-buru dla ketuar dan sebentar saja su-dah menghilang dalam
kegeiapan. Pemilik rumah makan itu melirlknya sekejap. Dia menggelengkan kepala melihat
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tingkah pemuda tersebut. Kain lap yang tersampir di pundaknya, diambil untuk
membersihkan meJa Mangkok dan cawan arak dibereskan. Usianya yang sudah tua
membuat gerakannya kaku dan lambat.
Thi pit dan ang ciau tidak melihat bahwa Orang tua itu mengerti ilmu silat
Apakah orang tua ini benar-benar Chao Kuang Tu yang sudah mengundurkan diri dari Bu
lim" Bukankah menggelikan bila hanya karena selembar lukisan yang ditempel di
dinding lalu menganggap orang tua itu adalah Hek houw sln" Dengan kedudukan
seperti Thi pit dan Kang jiau, seandalnya mereka sa!ah lihat dan kabar ini
tersebar luas dl luaran, bukankah akan menjadi bahan tertawaan".
Oleh sebab itu, dalam hati Ue Pak Tou merasa bahwa kata katanya terhadap Wi Pak
sam long sudah terlanjur diucapkan. Orang toh sudah pergL mau diapakan lagi"
Namun otaknya mempunyai rencana tersen-diri. Dia menunggu sampai orang tua itu
membalikkan tubuh dan membelakanginya. Dijumputnya sebuah tulang ayam lalu
disentilnya ke arah tulang punggung pemilik rumah makan itu.
Dia hanya bermaksud mengujl orang tua tersebut Tenaga yang digunakannya tentu
saja tidak seberapa besar, namun gerakannya cepat sekali. Siapa sangka pemilik
rumah makan yang sudah tua Itu memang membersihkan meja dengan setengah hati
Dia hanya melap secara serampangan saja, kemudian pindah lagi ke meja lainnya.
Ketika tulang ayam yang disentil oleh Lie Pak Tou hampir mengenai punggungya,
dia sudah berpindah ke meja lain. Tentu saja timpukan itu jadi meleset dan terjatuh ke
lantai tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
Orang tua itu tampaknya tidak menyadari perbuatan Lie Pak Tou, Dia menyampirkan
kembali kain lap yang sudah kotor itu di pundaknya dan dengan langkah gontai
menuju ruangan dapur. Lie Pak Tou yang gagal menguji orang tua tersebut, semakin penasaran. Dia
menoleh kepada adiknya sekejap Pedagang bertubuh gemuk yang bernama Ho Pak Tung itu
sangat mengerti perasaan kakaknya itu, Kalau dipikirkan secara seksama, orang
tua tersebut memang tidak mengakui dirinya adalah Hek Houw Sin Yang mengatakannya
adalah perempuan berpakaian hijau di dalam. Dia segera mengalihkan pandangan
kepadanya SekeJap kemudian dia bangkit dan berjalan menuju meja yang diduduki
perempuan tersebut Wafahnya menampilkan senyuman, Pipinya yang gemuk
membuat se-pasang matanya bertambah sipit kalau sedang tertawa.
"Siau niocu. Maaf menganggu..."katanya.
Wajah perempuan itu berbentuk bulat telur. Dia mengangkat kepala dan membalas
tatapan pedagang gemuk itu dengan tersipu-sipu.
"Oh Tidak apa-apa. Ho ya menghampiri meja Siau nu budak cilik) tentu mengandung
maksud tertentu?" tanyanya.
Ho Pak Thung benar-benar bertampang padagang. Wajahnya selalu tersenyum
Penampilannya bagai saudagar besar. Dia malah bersikap ramah sekali.
"Cayhe dua bersaudara selalu berdagang di wilayah tenggara. Baru kali ini
mencoba mengadu peruntungan di wilayah Kang wi, Terima kasih atas petunjuk Siau niocu
yang berharga tadi," katanya sopan.
Perempuan itu membalas senyuman pedagang gemuk itu.
"Aku juga datang dari tenggara. Oleh se-bab itu, sekali mendengar nama besar
liong wi tayhiap, aku segera tahu Mengenal perkataan petunjuk, Siau nu sama sekali tidak
berani menerimanya.Tapi pemilik rumah ma-kan ini adalah Hek Houw sin, memang
sejak semula siau nu sudah mengenalinya," sahut perempuan itu. Dia tertawa
dengan suara merdu. Sederetan gigi yang putih bersih membuat wajahnya semakin'manis.
Gayfc nya juga sangat menawan.
Ho Pak Thung terpesona. Namun dla juga agak terperanjat.
"Siau'niocu mengenali Hek Houw sln Chao Kuang Tu Apakah dia merupakan ciang kui
Jin rumah makan ini?" tanyanya sekali lagi Dia tampak masih kurang yakin.
Perempuan berbaju hpau menjebikan bibirnya. Sesaat kemudian diatersenyum nakal,.
"Ho ya bicara sampai kemana,... Siau nu kapan pernah berkata bahwa pernah
mengenal Hek Houw sin?" Alis matanya dlkerutkan. Lalu dia melanjutkan kembali.
"Siau nd tadi melihat kedua taihiap tidak mengetahui dewa apa yang dipuja
pemilik rumah makan ini, makanya Siau nu menjelaskan kepada taihiap berdua.".
Chao Kuang Tu, Julukannya Hek How sin memang dewa harimau yang dipuja
orang,. Mungkin saja perempuan ini memang bukan orang kangouw sehingga kata-katanya
jadi kacau. Namun sinar matanya menyembunyi-kan sesuatu. Ho Pak Thung bukan
anak ke-marin sore yang dapat dikelabui begitu saja. Dia tahu perempuan itu
memang berlagak pllon. Ho Pak Thung tersenyum. "Siau njocu datang dari tenggara. Entah darirnana pernah mendengar nama cayhe
bersaudara" tanyanya.
Perempuan berbaju hijau itu tertawa. Dia menunjuk keranjang yang terletak di
sampingnya. "Siau nu selaiu berjualan bunga di Pek Toa hu thong (Pintu masuk sebuahkota )
sahutnya Orang yang keluar masuk di Pek Toa hu thong memang berdiri dari berbagai macam
kalangan. Tidak heran kalau perempuan itu pernah mendengar nama mereka
disana . 'Kemana Siau niocu hendak pergi kali ini?" tanya Ho pak Thung kembali.
Be hua niocu (Perempuan penjual bunga) itu melirik Ho Pak Thung sekilas,
Wajahnya tertunduk. "Pertanyaan Ho ya terasa seolah-olah me-naruh kecurigaan terhadap Siau nu. Tapi
tidak apa-apa. Orang tua Siau nu tinggal di Yang ciu. Maksud kepergian siau nu kali
ini adalah ingm menjenguk ibu," sahutnya.
Ho Pak Thung terlawa terkekeh-kekeh,.
"Kalau rumah orang tua siau niocu me-mang berada di Yang ciu, seharusnya tidak
melalui jalan ini bukan?". Be hua niocu mendengus sekali Senyumnya tidak dipamerkan lagi.
"Temyata Ho ya memang menaruh kecungaan terhadap siau nu Rumah orang tua siau nu
memang di Yang ciu, tapi paman slau nu justru tinggal di ujung desa ini. Siau nu toh
sudah melakukan perjalanan jauh Apa salahnya sekalian mampir menengok
pamanku" sahutnya ketus.
"Budak ini berlidah tajam. Kata-katanya tidak boleh dipercaya sepenuhnya," pikir
Ho pak Thung dalam hati. "Otaknya bekerja, belum sempat lagi dia bertanya lebih lanjut,
tibatiba seseorang menerobos darl luar. Meskipun langkahnya limbung namun g-
rakannya sangat cepat. Begitu bayangannya terlihat, orangnya sudah masuk ke
ruangan dalam. Ternyata dia adalah pemuda berwajah kotor dan hitam tadi.
Bukankah dia keluar dari rumah makan itu setelah Wi Pak sam long" Pada saat ini, terlihat
bahu dan pahanya mengucurkan darah terus-menerus. Bajunya yang memang lusuh
semakin tidak karuan. Tampaknya dia baru saja diserang oleh seseorang dengan
golok yang taJam. Nafasnya masih tersengal-sengal. Tanpa berkata sepatah kata pun, dia
langsung duduk di atas kursi. Kemudian mengeluarkan sebotol obat dari ikat
pinggangnya dan segera menaburkan obat itu di atas luka-lukanya.
Be hua niocu segera menghampirinya. Dia bertanya dengan suara lembut. "Siau
hengte (adik kecil) Mengapa kau kembali tadi"'.
Pemuda itu acuh tak acuh. Dia menunjuk ke arah luar rumah makan.
"Kau tanya sa|a pada mereka!" sahutnya ketus. Kamudian dia memejamkan matanya
Orang yang mengalirkan darah begitu banyak, pasti membutuhkan istirahat. Namun
perkataannya "Kau tanya saja pada mereka," membuat orang yang mendengarnya
merasa tidak mengerti. Tepat pada saat itu, dari luar masuk lagi beberapa orang. Tampak Wi Pak sam long
saling memapah satu sama lainnya. Tubuh mereka lebih rusak dari pemuda tadi.
Jalannya juga terhuyung-huyung. Bukan saja go-lok baja yang sudah mereka bawa
lidak ke-lihatan, bahkan pakalan mereka pun sudah koyak disana sini. Tubuh
mereka berlumur-an darah. Mungkin tidak kurang dari sepuluh bacokan yang diterima oleh
ketiga orang tersebut. Begitu masuk ke dalam rumah itu, mereka tidak dapat
mempertahankan diri lagi. Semuanya jatuh terduduk di atas lantai.
Melihat keadaan tersebut, orang yang ada di ruangan segera menduga-duga
kemungkinan besar, pemuda itu mengejar Wi Pak sam long karena ada dendam
pribadi Dan setelah berhasil menyandak, dia jangsung menyerang- Tentunya terjadi
pertarungan sengit. Akhirnya kedua belah pihak sama-sama terluka.
* * *. Pemuda hitam itu masih belia usianya. Dia dapat menghadapi Wi Pak sam long dan
melukai mereka demikiap-parah, sedangkan luka di tubuhnya sendiri tidak separah
ketiga orang tersebut. Hal ini membuktikan bahwa ilmunya tidak dapat dianggap
enteng. Be hua niocu berdiri. Langkah lemah-gemulai. Dia menghampiri Wi Pak sam Long.
"Kaliah buat apa mencari kesulitan Sedikit sedikit main senjata Lihat darah yang
mengalir dari tubuh kalian bukankah menakutkan?" katanya, Dia membalikkan tubuh.
Pandangannya terjatuh kepada pedagang bertubuh gemuk.
"Hoya. Di tubuh liong wi, mungkm ada membawa obat untuk menyembuhkan luka.
Kita tidak dapat melihat kematian tanpa menolong Cepat keluarkan. Biar siau nu
membantu mereka memborehkan di atas luka.
Ho Pak Thung tampak kagum terhadap perempuan ini.
"Ada... ada!" sahutnya. Dari ikat ping-gangnya, dia mengeluarkan sebuah botol
obat. Dia menghaturkan dengan kedua tangan. Be hua niocu segera menyambutnya-Dia
membuka botol tersebut dan menuang-kan ismya. Dengan hati-hati diborehkannya di
atas luka ketiga Wi Pak sam long.
Obat pembenan Ai mia pai cu ternyata sangat manjur. SekeJap saja darah sudah
berhenti mengalir. Otomatis rasa sakit juga berkurang. Ma bin long menatap Be
hua nlocu,. "Terima. kasih. Kouwnio," katanya.
"Tidak perlu bertenma kasih untuk hal sekecil ini," sahut Be hua niocu dengan
suara lembut. Namun sejenak kemudian, dia melanjutkan lagi. "Lihat tampang kalian,
tiga orang besar berkelahi dengan seorang bocah ingusan. Sekarang rasakan, empat orang sama
terluka, baikkah kelakuan kalian ini".
"Bukan .. bukan dla .." Wajah Ma Mn long pucat pasi. Tatapan matanya mengarah ke
depan plntu. Yang terlihat hanya kegelapan semata. Namun sinar mata Ma bin long
jelas ketakutan. "Di luarsana ...." Kata-katanya tidak sanggup diteruskan lagi
Tubuhnya gemetar. Thi pit Lie Pak Tou segera berdiri dan berjalan beberapa langkah. Dia berhenti
di depan pintu masuk. "Adaapa di luar" tanyanya. Ma bin long berusaha menenangkan hatinya.
"Di luar.., ada Si sin (Dewa kematian) sahutnya tergagap-gagap.
"Kau melihat Si sin?" tanya Lie Pak Tou kurang percaya.
"Tidak.. kata Ma bin long.
"Bagaimana, cara kaiian mendapat iuka-luka Itu?" tanya Lie Pak Tou kembali.
Ma bin long tidak segera men|awab. Dia mengatur nafasnya yang memburu.
"Golok... Sebilah golok yang tldak ter-lihat, ada yang menggenggamnya sahutnya.
"Golok yang tidak ada pemegangnya, bisa melukai Orang" tanya Lie Pak Tou
semakin bingung. Ma bin long menganggukkan kepaia secara yakin.
"Bisa.., bisa Kami beberapa bersaudara justru dilukai golok semacam itu
sahutnya. "Bagaimana kau bisa tahu bahwa itu adalah Si sin" tanya Lie Pak Tou.
Ma bin iong semakin keiakutan. Wajahnya lebih putih dari seiembar kertas. Hampir
saja dla tidak sanggup menjawab. Lie Pak Tou mengguncang bahunya dengan keras.
Rasa sakit membuat pikiran Ma bin long agak sadar.
"Sebelum golok terbang itu muncul, terdengar suara seseorang," sahutnya.
"Apa yang dikatakannya?" tanya Lie Pak Tou.
"Suaranya sangat anelr Seperti meng-gantung di udara. Kadang-kadang timbul dari
sebelah tlmur, kadang-kadang berpindah ke sebelah berat. Dia bilang,.. dia bilang...'.
Be hua nlocu ikut panic. "Apa yang dikatakannya"' tanya perempuan tersebut.
"Dia mengatakan Si sin so cik, kei sou put liu (Peraturan dewa kematian,
binatang ayam pun tidak ditinggalkan dalam keadaan hidup)," sahut Ma bin long.
"Apa yang kei sou put liu, sedangkan ter-hadap kalian Wi Pak sam long, dia hanya
sanggup melukai. Beium pantas di sebul Si sin," kata Lie Pak Tou sambil tertawa
terbahak-bahak. Bacu saja ucapannya selesai.
Dari arah luarterdengarsegulung hembusan angin.
"Lie. Pak.,. Tou... Cepat. keluar....!" Suara itu benar-benar seperti tergantung
di udara. Sulit menentukan dari mana tepatnya asal suara tersebut Tarikan nadanya
panjang sekali. Seperti ratapan seorang hantu perempuan. yang mati penasaran.
Bulu kuduk orang yang mendengarkannyat lang-sung berdin seketika!".
Tamu yang had?r di rumah makan kecil itu terkejut semua. Wajah mereka berubah
he bat Bahkan pelajar yang mengenakan pakalan hijau juga ikut terpana. Sejak
tadi dia tidak menunjukkan reaksi apa-apa Baru se" karang dla terlihat agak takut
Meskipun seperti sebuah permalnan anak-ar.ak, tapl tam-paknya bukan Mau tidak
mau mereka harus menerima kenyataan itu,.
Pek Phl Long semakin mengkeret. "Lotoa, Hu dia!" katanya panik. Tubuh Ma bin
long ikut bergetar. "Sudah datang... sudah datang ..!" teri-aknya sambil menunjuk ke
depan. Thi plt Lie Pak Tou menyingsingkan lengan bajunya Dia mengeluarkan kembali
sepasang potlot besi yang sudah disimpannya tadi.
"Sahabat dari mana yang bergurau segal ini?" tanyanya.
Tidak terdengar sahutan dari luar.
"Mengapa kau tidak beranl menjawab?" tanya Lie Pak Tou kembali.
"Lie ., Pak Tou... Cepat... keluar." Terdengar suara itu berkumandang kembali.
"Keluar ya keluar ,, Apakah Lie lotoa harus takul dengan setan jadi-jadian macam
dirimu." tenaknya sambil melangkah keluar.
Ho Pak Thung bermaksud mencegahnya.
"Lotoa. .!". Lie Pak Tou menepiskan tangannya.
'Jalanl Lo ji . Thi pit, Kang jiau sudah merajalela sampai segala penjuru dunia.
Aku tidak percaya di dunia ini benar-benar ada setan jejadian!" bentaknya.
Sepasang potlot besi dibagi ke tangan kanan dan kiri Dia meiangkah keluar de-
ngan langkah lebar Ho Pak Thung yang melihat kakaknya sudah berjalan lebih dahulu.
terpaksa mengikuti dan arah belakang.
Mata setiap tamu yang ada dalam rumah makan kecil itu semua terpaku pada drri
Thipit dan Kang jiau. Be hua nlocu cepat-cepat maju beberapa langkah. Dia
menyingkap kain penutup kepalanya, supaya dapat melihat kejadian di luar lebih
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jelas, Namun karena keadaan sangat gelap, mereka ha-nya dapat melihat bayangan
tubuh Lie Pak Tou dan Ho Pak Thurig secara samar-samar, Lambat-laun langkah
kedua orang semakin menjauh dan tidak terlihat lagi.
Rembulan menyembunyikan diri. Suasana semakin mencekam. Memandang sampai
arah jauh, tetap tidak apa-apa Hanya desir-an angin yang berhembus membawa suara
be Pak Tou lapaMapat. Terdengar dia me-ngoceh dan berteriak seorang din Tiba-tiba
tertawa terbahak-bahak, tamu yang hadir tidak dapat mengetahui apa yang telah
terjadi. "Lie Pak Tou sudah keluar Siapa pun yang ada di iuar... mengapa tidak
menunjukkan diri untuk bertemu dengan orang she Lie ini?" teriakannya berkumandang di
kegelapan malam. Tidak terdengar jawaban apa-apa. "Lie Pak Tou sudah berani keluar untuk memenuhi
undangan. Apakah engkau yang merasa takut" teriaknya sekali lag.
Keheningan tetap merayap.
"Baik,.. baik. Mungkin kau sudah berada di depansana . Lie Pak Tou ingm melihat
kau mempunyai pertunjukkan apa lagi" Dia kembali maju beberapa langkah.
Ho Pak Thung mengikuti di belakangnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia
waspada terhadap keadaan sekeiilingnya. Keadaan Ini tidak teriihat oleh tamu'-
tamu dalam rumah makan kecil itu. Mereka hanya dapat menunggu dengan hati tegang.
Me-reka tidak mendengar jawaban dari suara yang menggema tadi, Hanya hembusan
angin kadang-kadang menyemilirkan suara perkataan Lle Pak Tou. Tampaknya dia
seperti sedang menggumam, lalu membentak dan terakhir tertawa terbahak-bahak
Tamu-tamu yang ada di rumah makan tersebut saling pandang Mereka tidak dapat
meraba apa yang terjadi dan dialami oleh Thi pit dan Kangjiau.Apakah Lia PakTou
tiba-tiba menjadi gila atau kesurupan setan".
Wi Pak sam long sudah lebih baik ke-L adaannya Darah sudah berhenti mengalir.
Rasa sakit Juga jauh berkurang. Hati mereka juga amat tegang, Mereka memaksakan
din untuk bangkit dan duduk di tempat semula Ma bin long mengangkat cawannya
yang masih ada sisa arak- Sekali teguKdikerlng-kan isinya. Kemudian dia meraih
arak yang tergeletak di atas meja. Dia.menuang kem-bah sampai penuh Sekali lagi dia
mengeringkan isi cawan tersebut. Tarnpaknya dia ingin mengurangi ketegangan
hatmya de~ ngan minum sebanyak sebanyaknya,.
Pemuda berwajah hitam yang duduk di pojokan, tiba-tiba membuka matanya.
"Mereka tldak bisa lari jauh..." katanya. Be hua niocu meliriknya setelas-.
"Bagaimana kau bisa tahu'?" tanyanya. Pemuda berwajah hitam itu membalas
kerlingan si perempuan. Dia mendengus. 'Tentu saja aku tahu." sahutnya.
"Mengapa kau tidak menjelaskan" tanya Be hua niocu. Suaranya merdu namun
mengandung sesuatu kekuatan yang mengharuskan siapa pun menJawab
pertanyaannya Pemuda itu menatapnya dengan tajam.
"Mereka tidak akan membiarkan tamu yang ada dalam rumah makan ini pergi"
sahutnya. Pemuda pelajar yang duduk di seberang perempuan penjual bunga tampaknya ikut
menaruh perhatian. "Mengapa?" tanyanya.
Be hua niocu melirik ke arahnya. Akhirnya kau membuka mulut juga! pikirnya dalam
hati. "Siapa yang tahu apa alasannya," sahut pemuda berwajah hitam sambil mengangkat
bahu. Be hua niocu memamerkan deretan giginya yang bagus.
"Bukankah kau mengatakan bahwa kau tahu tadi?" tanyanya Gayanya selalu memi kat
siapa pun yang memandangnya. "Aku hanya tahu bahwa mereka tidak akan membiarkan kita nlemnggalkan tempat ini,
Apa alasannya, aku tidak tahu,' sahut pe-muda berwaiah hitam tersebut.
Pada saat itu, suara benturan golok terdengar Dan jauh menjadi dekat.
Pemuda berwajah hitam itu melebarkan senyumnya.
"Mereka didesak kembali ke tempat ini," katanya.
Be hua niocu mengarahkan pandangannya keluar. Di kegelapan terlihat dua bayangan
manusia. Dari tikungan jalan mundur ke arah mereka. Yang mengejar mereka adalah
sinar kelebatan golok. Terkadang mengarah ke atas, lalu ke bawah, kemudian ke
kiri lantas menyerang sebelah kanan. Gerakannya mengambang di udara. Kedua orang itu
berusaha melawan sekuat tenaga. Namun tampaknya mereka tidak sanggup
menandingi golok terbang itu Langkah kaki mereka semakin kacau, tapi pasti
mundur ke arah rumah makan tersebut.
Jarak mereka semakin dekat Sekarang, para tamu dapat melihat dengan jelas. Orang
yang menyerang Thi pit dan Kang jiau adalah bayangan berbentuk tinggi kurus. Jarak
antara dirinya dengan kedua pedagang tersebut masih ada tiga depa lebih. Namun
goloknya tetap menyerang dengan ganas.
Sepasang potlot besi Lie Pak Tou terlihat separti menari-nari dengan kalang
kabut. Laksana sebuah tanan yang tidak sesuai dengan iramanya. Dia berusaha keras untuk
melindungi Ho Pak Thung agar dapat mundur terlebih dahulu. Dia sendiri
parlahanlahan juga menyurutkan diri ke cumah makan kembali.
Bayangan tinggi kurus itu makin mendesak semakin mendekat. Sekarang semua
orang dapat melihat. Dia mengenakan pakaian berwarna hitam. Lengan bajunya
panjang dan besar Wajahnya kehijauan dengan dua taring tajarin menyeringai
Sekali lagi orang dapat mengetahui bahwa dia menge-nakan sebuah topeng setan.
"Dia adalah Ho cong au bo ki (Harimau penagih utang yang sombong tidak
kepalang)'" seru Be hua niocu terkejut. Pelajar berpakaian hijau itu penasaran.
"Siapa Ho cong au bo ki itu?" tanyanya.
Be hua mocu tiba-tiba mengembangkan senyuman.
"Dia adalah pembunuh andalan Hek Houw sin," sahutnya.
"Apakah pembunuh andalan itu?" tanya pelajar itu kembali.
"Aduh!" Be hua niocu meliriknya sekilas, Kau ini, pembunuh andalan saja tidak
tahu Pembunuh andalan hampir sama dengan pembunuh bayaran. Orang yang membunuh
untuk melaksanakan parintah majikannya. Apakah kau sudah mengerti sekarang?"
kata Be hua niocu. Wajah pelajar itu merah padam.
"Terima kasih atas petunjuk Kouwnio. ." sahutnya sambil merangkapkan kedua
tangan dan menjura dalam-dalam. Ho pak Thung sudah terdesak sampai depan pintu rumah makan Pandangan se-tiap
orang terpaku kepadanya Thi pit, Kang jiau ai mia pai cu telah berkecimpung di
kangouw selama puluhan tahun Biia han ini mengalami kejadian yang mengenaskan
ini, apa bedanya dengan Wi Pak sam long" Kalau penstiwa ini tersebar di luaran,
bukankah nama besar yang telah dipupuk lebih dan sepuluh tahun, akan amblas
begitu saja?". Karena pandangan semua orang tertuju kepadanya dan dia terdesak dalam keadaan
begini menyedihkan, membuat Ho Pak Thung tidak sanggup menerimanya Dia
meraung dengan keras Tubuhnya berputar. Gsrakannya bagai seekor burung Tangan
kirinya diulurkan, menyambut golok yang menyerang dengan cakar bajanya Meskipun
tubuhnya gemuk, gerakannya sama sekali tidak lamban Dia laksana seekor
rajawali yang sedang mengamuk.
Gerakan ini sama saja dengan mengadu nyawa Namun dia tidak memperdulikan lagi,
Cakar baja di tangan kirinya mencengkeram golok yang datang Sikapnya ini
benarbenar diluar dugaan bayangan tinggi kurus itu Takk!!! Sebuah suara yang
menyakitkan telinga berkumandang Golok itu telah terpe-gang oleh cakar baja Ho
Pak Thung Sekarang semua orang mengerti mengapa golok itu dikatakan bisa terbang
oleh Wi Pak sam long. Ternyata di bagian gagangnya, meling-kar sebuah rantai yang
halus. "Cari mati!" bentak bayangan tinggi kurus tersebut.
Lengan baju sebelah kirinya yang pan jang dikibaskan Sekilas sinar keperakan
memancar keluar Ho Pak Thung yang sedang mencengkeram golok menundukkan
kepala untuk menghindar Gerakan bayangan itu sangat cepat Ho Pak Thung bermaksud
melepaskan golok yang dicengkeram oleh tangannya Namun tampaknya tidak ada
waktu untuk melaksanakan matnya lagi.
Lie Pak Tou sama sekali tidak menyangka adiknya akan senekad itu Hatinya
tergetar. Dia mengambil keputusan untuk membantu Ho Pak Thung, namun terlambat juga Be
hua niocu ikut terkesiap. Setiap orang yang melihat peristiwa itu menahan napas.
Pada saat yang genting itu terdengar suara.
"Trang!!'". Gotok terbang yang berhamburan menyerang Ho Pak Thung mental ke udara
Ternyata ada seseorang yang mengibaskan golok terbang tersebut dengan tenaga
dahsyat. Bayangan tinggi kurus itu tergetar dan mundur beberapa langkah.
"Siapa?" bentak bayangan tersebut sambil menyimpan kembali golok terbangnya. ke
dalam saku. "Lo hu!" sahut sebuah suara yang terdengar serak.
Perkataannya selesai, orangnya pun muncul Dia adalah seorang laki-laki berusia
lanjut Pakaiannya berwarna hijau tua Lie Pak Tou dan Ho Pak Thung segera
mengundurkan diri. Mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Kedua
orang itu juga mendapat luka-luka di beberapa bagian tubuhnya Bajunya koyak di
sana-sini Dan celah-celah luka terlihat darah masih mengalir.
Mata bayangan tinggi kurus itu menatap orang yang baru datang dengan pandangan
menusuk. "Siapakah saudara?" Kami sedang menyelesaikan masalah pribadi, apakah saudara
tidak merasa terlalu ikut campur urusan orang lain?" tanyanya.
"Lohu tidak ingin melihat anda berbuat kejahatan di tempat ini," sahut manusia
berpakaian hijau itu. Tiba-tiba terdengar seseorang berbicara dengan suara rendah.
"Kau orang tua apakah bukan Wi Yang tayhiap Hui Lo yacu?".
Sebuah bayangan, bagaikan hantu yang muncul entah danmana, mendadak berdiri di
belakang orang tua berbaju hijau. Tanpa me-ngeluarkan suara sedikit pun, telapak
tangannya di arahkan ke punggung Wi Yang taihiap.
Bayangan tinggi kurus memperdengarkan suara tertawa yang aneh. Sepasang lengan
bajunya dikibaskan. Dari dalam lengan yang longgar menghambur golok terbang
sebanyaklima batang, Semuanya terarah ke manusia berpakaian hijau itu.
Kedua orang nu menyerang dari depan belakang Namun orang tua berpakaian hijau
itu bagai tidak perduli Dia memejamkan mata dan bergumam .
"Tidak tahu diri '".
Tangan kin menepuk golok yang beterbangan ke arahnya. Dan tanpa menolehkan
kepala sedikit pun, dia menghantam ke belakang. Terdengar suara ser ! ser !
beberapa kali. Golok bayangan tinggi kurus yang mengarah kepadanya jatuh ke atas tanah
Sedangkan tangan kanan yang menghantam ke belakang juga menerbitkan suara keras
Blammmmm Dia masih berdiri dengan tegak, sedangkan lawannya terhuyung-huyung
tiga langkah ke beiakang.
Tamu-tamu yang berada di rumah makan tersebut serasa rnengenal suara orang yang
menyerang dan belakang tersebut Rasanya seperti pemilik rumah makan itu Seteiah
dia terpukul mundur dan terhuyung huyung, mereka baru melihat bahwa dugaan
mereka memang tidak salah Mereka merasa agak heran Jelas tadi dia menuju ke
ruangan daiam Entah sejak kapan dia bisa berpindah di luar.
Be hua niocu mendengus sekali.
"Hm... Sejak semula aku sudah menduga tentu dia!" katanya.
"Siapa?" tanya beberapa tamu serentak.
"Houw jiau Sun (Sun si cakar harimau)" sahut Be hua niocu.
Pelajar yang juga mengenakan pakaian hijau merasa Be hua niocu mengetahui
banyak hal Dia menoleh ke arahnya.
"Pemilik rumah makan ini bernama Houw jiau Sun?" tanyanya.
Be hua niocu tersenyum manis, Dia mem-balas tatapan pelajar itu.
"Dia memang dipanggil Houw jiau Sun. Nama aslinya Sun Bu Hai. Dia adalah satu
pembunuh andalan Hek Houw sin. Juga merupakan cakar kaki tangannya Itulah
sebabnya orang kangouw memberi julukan Houw jiau Sun." sahutnya perempuan itu.
Pelajar itu merangkapkan kedua tangannya.
"Kouwnio benar-benar mengagumkan," katanya.
Wajah Be hua niocu merah padam,.
"Tenma kasih" sahutnya tersipu-sipu.
Ho cong au bo ki menatap orangtua berpakaian hijau dengan sinar mata dingrn.
"llmu thi jou kang (Sebuah iimu yang me-ngerahkan tenaga dalam pada bagian
lengan baju sehingga kaku seperti besi) saudara benar-benar hebat. Cayhe minta
pelajaran," katanya ketus.
Orang tua itu tetap berdiri dalam kegelapan malam.
"Lohu hanya ingin kalian meninggaikan tempat ini," sahulnya datar.
Houw jiau Sun Bu Hai mengerutkan sepasang alisnya,.
"Kata-kata Hui tayhiap ini bukankah sama saja dengan ingin menyulitkan kami
berdua?"tanyanya. "Apakah kallan tidak berani mengambii keputusan" Kalau begitu Cu jin kalian
mung-kin ada di sekitar sini kata Hui tayhlap.
"Cu Jin memang ada di sekitar sini, sahut Houw jiau Sun tertawa lebar. Kata-
katanya befum selesai semua, dari jauh sudah berkumandang suara siulan yang aneh,.
Wajah Be hua niocu berubah hebat.
"Coba dengar. Itu siulan sang harlmau!" katanya.
"Apakah maksudmu Hek Houw sin yang datang?" tanya pelajar berpakaian hijau.
Be hua niocu berdehem sekali. Dia meiirik ke arah pemuda itu.
"Jangan banyak bicara," katanya,.
Suara siulan semakin lama semakin dekat. Angln tetap berhembus. Kegelapan ma-sih
menyelimuti hulan rimba, Dari arah jauh muiai tertampak bayangan seseorang.
Gerakannya terlihat lambat dan santai. Namun suara siulannya belum habis menggema, orangnya
sudah berdiri di hadapan orang tua berpakaian hijau.
Tidak usah dikatakan lagi. Dia tentu Hek Houw sin Chao Kuang Tu. Tampangnya
me-mang angker Orang tua berpakaian hijaii menunjukkan ketenangan yang dalam
Dia tersenyum kepada laki-laki yang baru da-tang itu.
"Chao heng bisa berada di tempat ini. benar-benar di luar dugaan semua orang
katanya. "Huk heng juga berada di tampat ini, Sama-sama berada di luar dugaan siaute,"
sahul Hek Houw sin. "Anak buah Chao heng melakukan kejahatan di daerah ini. Aku orang she Hui baru
saia menegur mereka," kata orang tua berpakaian hijau tersebut.
Chao Kuang Tu yang mengenakan pakaian berwarna hitam tampak heran.
"Oh ya" Aku sama sekali tidak tahu" Se-pasang mata harimaunya melirik sekilas
kepada Ho cong au bo ki dan Houw jiau Sun. "Apakah ada kejadian seperti itu?"
tanyanya garang. "Lapor kepada Cu jin. Kejadlan sebetulnya beglni. Karena para tamu yang datang
di kedai cayhe rada mencungakan, maka cayhe memberitahukan kepada Au heng. Kalau ada yang
bermaksud meninggalkan tempat ini, lebih baik ditahan dulu sampai
cayhe mengetahui jetas maksud kedatangannya. Cayhe sama sekali tidak bermaksud
buruk," sahut Houw jiau Sun,.
Hek Houw sin mengangguk kecil.
"Hmm Hui heng sudah mendengar dengan jelas. Anak buah hengte sama sekali tidak
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sungguhsungguh ingin melukai me-reka," katanya.
"Kalau begilu bagus sekafi. Sekarang Chao heng sudah boleh membawa anak
buahmu meninggalkan tempat Ini," ucap Hui taihiap.
Di waJah Hek Houw sin tersiral hawa amarah Dia mendelik ke arah lawannya. 'Apa
maksud perkalaan Hui heng ini?" tanyanya.
"Di daerah Wi Yang tidak boleh ada yang berbuat kejahalan. Chao heng lebih baik
membawa mereka pergi," kata Hui taihiap.
Hek Houw sin lertawa lerbahak-bahak i mendengar perkalaan tersebul.
"Maksud Hui heng, aku harus meninggalkan daerah Wi Yang ini?" tanyanya sinis.
"Chao heng membawa dua anak buah yang tangannya berlumuran darah. Tentunya
rakyat Wi Yang tidak bisa menyambutnya dengan riang gembira sahut" Hui tai-hiap.
"Aku menghormati dirimu sebagai Wi yang laihiap Namamu memang sudah terkenal
berpuluhpuluh tahun Namun bukan berarti aku harus lunduk kepada setiap pe-
nnlahmu, Apakah Hui heng lidak merasa bahwa lindakan ini rada keterlaluan?"
lanyanya garang. Sopan santun tidak diperduli lagi dalam pembicaraan itu,.
"Ini adalah perminlaan penduduk Wi yang.
Kalau Chao heng mau memberi muka kepa-daku, tentunya aku sangat berterima
kasih. Meninggalkan tempat ini, berarti tidak melanggar peraturan yang berlaku
di Bulim", kata Hui taihiap dengan nada dlngin.
"Kalau aku tidak pergi sama dengan melanggar peraturan kaum Bulim tanya Hek Houw
sin sambil tertawa lerbahak-bahak. "Lebih baik aku peringatkan. Kalau Hui heng masih
ingin berkecimpung lama di dunia kangouw dengan nama besar seperti
sekarang... lebih baik kurangi ikut campur urusan orang lain", sahut Hek Houw
sin selanjutnya. Manusia berpakaian hijau tertawa terkekeh-kekeh.
"Aku harus ikut campur" sahutnya tegas.
Pelajar yang sejak tadi mendengar percakapan orang-orang itu merasa agak heran.
"Mereka tidak mau saling mengalah. Kedua-duanya tldak mau meninggalkan tempal
ini. Apakah di sini ada sesuatu yang diperebutkan" tanyanya.
Be hua niocu tersenyum simpul,.
"Tenlu saja ada", sahutnya.
'Apa ilu" tanya pelajar itu kembali "Jangan banyak bertanya. Nanti aku akan
memberilahukan kepadamu," sahut Be hua niocu.
Pada saat itu, manusia berpakaian hitam yang di panggil Hek Houw sin tersenyum
lebar. "Hui heng tidak dapat dibujuk Apakah kita harus menyelesaikannya dengan
kepandaian masing-masing?" tanyanya.
"Mungkin ini adalah cara yang terbaik," sahut Hui taihiap.
"Kau benar-benar ingin bergebrak denganku?" tanya Hek Houw sin sekali lagi.
"Silahkan Chao heng mengeluarkan senjata," kata Hui taihiap.
"Heng te ingin menggunakan sepasang telapak ini untuk meminta pelajaran dari Hui
heng," kata Hek Houw sin. "Baik . Kalau begitu aku juga akan melayani dengan tangan kosong," sahut Hui
tayhiap. Hek Houw sin mengulurkan tangannya perlahan-lahan Telapak kanannya menyerang
ke depan Gerakannya memang lambat Namun seorang ahli tentu dapat men-ge-tahui
tenaganya sangat kuat. Dan semua tersalur ke ujung telapak tersebut.
Orang tua berpakaian hijau itu masih berdiri terpaku. Telapak tangan Hek Houw
sin secara lambat laun mendarat di dadanya. Begitu tertempel, telapak tangan itu
merubah gerakannya. Dan lambat menjadi cepat. Siapa pun tidak akan menyangka adanya
perubahan seperti itu. Namun gerakan manusia berpakaian hijau juga tidak kalah cepat. Ketika telapak
tangan lawannya tinggal seujung jari dari dadanya, tiba-tiba dia bergeser ke
sebelah kiri Telapak tangannya diulurkan. Dia mern-alas serangan Hek Houw sin.
"Perlawanan yang bagus!" seru lawannya yang berpakaian hitam.
Tangan kanannya berubah arah. Dengan kelima cakarnya yang tajam dia
mencengkeram ke arah manusia berpakaian hijau. Hui taihiap tidak berani
memandang enteng lawannya. Tangan kanan ditarik kembali Tangan kiri berganti
menyerang dengan jurus Awan Hitam Beterbangan. Sebuah serangan yang mudah.
Dengan sekuat tenaga Hek Houw sin meloncat ke atas. Tubuhnya berputar di udara
Hui taihiap juga meluncur menghindari serangannya. Gerakan mereka makin lama
makin cepat. Akhirnya yang terlihat hanya dua guiungan angin yang berdesir.
Orang orang yang menonton pertarungan itu tidak bisa membedakan lagi mana lawan
dan mana kawan. Mereka hanya dapat menduga-duga dengan hati tegang. Tampaknya
hanya Houw jiau Sun seorang yang penuh keyakinan dengan ilmu cu jinnya. Dia
menatap orang-orang dalam rumah makannya dengan sebuah senyuman lebar
Mukanya yang berkeriput makin tidak sedap dipandang.
Tuan-tuan sekalian Siaulo punya beberapa patah kata yang ingin disampaikan "
katanya. Be hua niocu menarik keranjang bunganya ke samping.
"Ada perkataan apa" Lekas katakan'" bentaknya.
"Siaulo ingin mempenngatkan kalian. Keadaan sekarang amat gawat Kalian hanya
mempunyai satu jalan hidup " katanya Dia sengaja tidak meneruskan perkataannya.
"Jalan hidup yang bagaimana?" tanya Ma bin long.
"Siapa yang menunduk pasti tidak mendapat kematian," sahut Houw Jiau Sun
tersenyum lebar. Pemuda berwajah hitam yang sejak ladi diam saja. Sekarang mendengus sinis.
"Tuan tuan dapat melihat. Dengan mengandalkan Wi Yang taihiap saja tentu tidak
bisa menandingi Cu jin. Dan apabila kalian beberapa orang bergabung pun masih
tidak sanggup melawan aku dan Ho cong au bo ki. Bukankah sama dengan
membuang nyawa secara sia-sia'?" kata Houw jiau Sun selanjutnya.
Be hua niocu tertawa dingin.
"Houw jiau Sun. Kau tidak usah banyak bicara lagi. Kouwnio tidak akan terjerat
dalam perangkapmu," katanya.
"Budak cilik. Kau mempunyai kesabaran seberapa banyak". Kau hanya bocah
ingusan yang tidak tahu bagaimana rasanya mati. Kecuali menunduk pada Cu jin
siaulo, apa-kah kalian sanggup meninggalkan tempat ini hidup-hidup?" tanya Houw
jiau Sun terkekeh-kekeh. Be hua niocu mencibirkan bibirnya.
"Tidak perlu kau perduli urusan kami," katanya.
Baru saja ucapannya selesai di ajang pertarungan terdengar suara mengaduh.
Bayangan saling melesat. Kedua orang itu telah memencarkan diri. Pandangan
setiap orang tertuju ke sana. Terlihat wajah orang yang berpakaian hijau sangat kelam.
Sedangkan orang mengenakan pakaian hitam berdiri dengan mata mendelik. Ikat
rambutnya telah terlepas dan menap-nap karena hembusan angin. Wajahnya tampak
pucat. Rupanya kedua orang itu sama-sama mengeiuarkan jurus mautnya masingmasing
sama terkejut melihat kelihaian lawan. Tanpa sadar mereka mencelat mundur.
"llmu Toa siok hun ciu dari Hui heng memang luar biasa!" kata orang berpakaian
hitam itu sambil tertawa aneh. "Cao heng punya Houw hong pat sut juga bukan nama kosong" sahut orang
berpakaian hijau. "Hui heng memuji terlalu tinggi" kata orang berpakaian hitam.
Telapak tangan kanannya terulur. Sedangkan lengan kiri ditekuk Orang berpakaian
hijau itu mengibaskan lengan bajunya Angin kencang menggulung Tampaknya
kibasan itu amat lemah dan tidak bertenaga, namun membawa pengaruh besar.
Sebentar menyerang bagian atas, sebentar menyerang bagian bawah. Semuanya
mengarah ke bagian bagian penting tubuh si orang berpakaian hitam. Telapak
tangan kanan orang berpakaian hitam itu segera ditarik kembali. Kaki kirinya digeser ke
samping dan tangan kinnya menekuk seperti cakar hanmau. Gerakannya sangat cepat.
Dia menyerang dengangaya mencengkeram. Yang dituju adalah urat bagian pundak si
orang berpakaian hijau. Tapi laki-taki itu sudah waspada sejak tadi, belum lagi
cakar orang berpakaian hitam itu sempat mencengkeram pundaknya dia sudah menggeser
setengah langkah dan tangan kanannya kembali mengibas. Kali ini berbeda dengan
sebelumnya. Tadi dia menggunakan tenaga lunak sehingga lengan bajunya berkibar
kibar. Sekarang dia menggunakan tenaga keras Lengan bajunya kaku seperti sebuah
pelat besi. Itulah ilmu Tik Jiu sin Kang andalan orang berpakaian hijau.
Bagi orang awam, tampaknya pertarungan itu sudah kalah gencar dari semula.
Sebetulnya tidak demikian. Mereka bahkan berlomba mengeluarkan ilmu andalan
masing-masing. Sebentar cepat makin lama makin lambat. Pertarungan itu sudah
mencapai puncaknya. Pihak satu menyerang, lawannya segera memutar otak untuk
memecahkan jurus tersebut. Begitu juga sebaliknya. Siapa pun tidak memberi
kesempatan pada lawannya untuk meraih keuntungan.
Cara bertarung seperti ini memang memerlukan ketajaman mata Pihak manapun yang
menunjukkan sedikit saja kelemahannya, maka dalam waktu sekejap akan menjadi
pihak pecundang. Kedua orang itu terus saling mencakar dan mengibaskan lengan
baju. Semua gerakan sesuai ilmu simpanan masing-masing Setelah sesaat, terdengar
siulan aneh dan mulut orang berbaju hitam Kedua tangan diJulurkan secepat
kilat.Lima jari mencengkeram. Tubuhnya menerjang ke arah orang berpakaian hijau
itu. Pada saat itu, terdengar tulang belulang di tubuhnya bergemerutuk. Disusul
dengan suara ledakan-ledakan kecil Mata setiap orang memandang dengan terkesima. Tubuh
orang berpakaian hitam itu tiba-tiba membengkak menjadi hampir dua kali lipat.
"Hui heng, terimalah cakar mautku'" tenaknya.
Baglan Tiga. Seperti seekor harimau menerkam, tubuhnya mencelat ke udara. Orang berpakaian
hijau sudah memperhatikannya sejak tadi. Dalam hatinya ia berpikir . Melihat
perkembangannya, rasanya tidak salah lagi kalau ini yang disebut ilmu Hek houw
tok jiau.". Begitu ingatan itu melintas, seluruh tenaga dalamnya dikumpulkan. Dia tidak
menunggu sampai serangan lawan mencapai dirinya. Mulutnya berteriak lantang.
Lengan bajunya terangkat tinggi kemudian dikibaskan. Pertarungan kedua belah
pihak kali ini tampaknya sama mengeluarkan seluruh kekuatan Kemudian terdengar suara
benturan keras. Terjangan orang berpakaran hitam itu terhenti di tengah jalan. Dia merasa ada
tolakan yang kuat menerpa dirinya. Tubuhnya menggeser. Tanpa dapat ditahan, dia
terdesak mundur dua langkah. Orang berpakaiah hijau itu juga mengalami hal yang
sama Setelah mengaduh satu kali, tampaknya dia hampir kehabisan tenaga. Tubuh
bagian atasnya sempoyongan. Langkahnya terhuyung-huyung perlahan-lahan dia
terdesak mundur satu langkah.
Dalam bentrokan kali ini, orang berpakaian hitam memang terdesak mundur sejauh
dua langkah. Namun karena dia bertindak sebagai penyerang, tentunya kedudukannya
lebih di bawah angin dibandingkan orang yang berpakaian hijau tadi.
Sedangkan orang yang berbaju hijau hanya terdesak mundur satu langkah. Tapi hal
ini disebabkan karena dia berperan sebagai pihak penahan. Kakinya berdin terpaku
dengan kuda-kuda yang mantap Dengan de-mikian, boleh dikatakan kedudukan
mereka benmbang Siapa pun tidak ada yang kalah dan lawannya. Tetapi, setelah
terlepas dari bentrokan tadi. mata keduanya sama-sama terpejam. Mereka sedang
mengatur nafas untuk memulihkan tenaga. Tidak ada satu pun yang membuka suara.
Tepat pada saat itu, terdengar sebuah suara dan seorang perempuan setengah baya.
. "Lan Ji, mengapa bersembunyi di dalam rumah makan kecil itu", Cepat keluar".
Be hua kouwnio terpana mendengar ucapan itu. Sekejap kemudian dia berdiri dengan
tergesa-gesa. 'Niang (ibu)'" teriaknya panik.
"Siapa"' Bentak Ho cong au bo ki.
"Tidak usah memperdulikan dirinya. Kau keluar saja," terdengar sahutan perempuan
setengah baya itu. Be hua niocu mengangkat keranjangnya. Dengan wajah berseri-seri dia menoleh ke
arah pelajar berpakaian hijau.
"Ibuku sudah datang kau ikut aku keluar dan tempat ini," katanya.
Pelajar berpakaian hijau itu mendongakkan kepalanya.
"Kouwnio ". Be hua mocu rada kelabakan melihat sikapnya yang pelintat pelintut.
"Aihh . Kau ini. Ayo cepat keluar," ajaknya. Tanpa segan-segan lagi dia
rnengulurkan tangannya menarik pemuda berpakaian pelaJar itu keluar dari tempat
tersebut. "Apakah kalian dapat berlalu begitu saja '?" tanya Ho cong au bo ki.
"Bon minuman Ling wi masih belum di bayar," lanjut Houw jiau Sun.
Kedua orang itu menghadang di depan Be hua niocu dan pelajar berpakaian hijau
itu. "Kalian tidak menanyakan dahulu siapa lao nio, berani-beranian menghadang
kepergian putriku?" terdengar perempuan setengah baya itu berseru dengan suara
tajam. Be hua niocu menarik pemuda itu menerjang keluar. Terlihat cahaya bintik-bintik
memercik, mengeluarkan suara mendetak-detak seperti bunyi hujan deras yang
diterpa angin melewati samping kedua orang tersebut Di belakang mereka terlihat
sebuah bayangan kurus kecil Kecepatannya seperti sebuah anak panah. Bayangan itu
menghambur di kegelapan malam itu menghilang.
"Tian li san hua (Bidadari menyebar bunga)! Apakah kau Be hua po po Ciok sam
ku?" teriak Houw jiau Sun. "Kalau tahu, malah bagus," sahut perempuan setengah baya itu sambil tertawa
merdu. Ternyata Tian Li san hua adalah ibu dan Be hua niocu yang juga mendapat
panggilan Be jua po po (Nenek penjual bunga) Dia yang melesat melindungi putrinya dan
pelajar berpakaian hijau.
Be Hua niocu terus menarik tangan pemuda pelajar tersebut dan diajaknya lari
sejauh puluhan depa luar kota Dia menghentikan langkahnya Kepatanya mendongak seakan
sedang mencan seseorang. "Niang Di mana engkau?" tanyanya.
"Aku masih ada urusan lain kau jalan dulu. Eh Siapa bocah itu'?" Dalam kegelapan
malam hanya terdengar suara perempuan setengah baya itu. Orangnya entah
sembunyi di mana. Tangan Be hua niocu tetap menggenggam lengan baju pemuda pelajar itu.
"Dia. ." Be hua niocu sendiri tidak tahu siapa pemuda itu, bagaimana dia harus
menjawabnya oleh karena itu, setelah mengucapkan kata 'dia' Be hua niocu tidak
dapat melanjutkan perkataannya lagi.
"Tidak usah dikatakan lagi. Tempat ini tidak aman Jangan diam di sini lama-lama.
Kalian pergilah!" kata perempuan setengah baya itu.
"Niang, ke mana aku harus mencarimu nanti?" tanya Be hua niocu.
"Tidak usah mencari aku. Kalian masih tidak cepat-cepat menmggalkan tempat ini?"
bentaknya. Mendengar nada suara ibunya, Be hua niocu dapat merasakan kalau keadaan sa-ngat
genting Dia tidak berani banyak bertanya. Tubuhnya membalik ke arah pemuda
pelajar tersebut. "Cepat kita pergi'" ajaknya.
Pemuda pelajar itu diam saja ketika sekali lagi tangannya ditarik oleh Be hua
niocu Mereka menuju luar kota Pemuda pelajar itu tahu bahwa Be hua niocu bermaksud
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
baik, dia tidak enak hati menolaknya. Dibiarkannya tangan perempuan itu
menyeretnya berlari. Sekali melesat kedua orang itu tetah mencapai puluhan li. Nafas Be hua niocu
sudah tersengal sengal Wajahnya yang hitam manis telah basah oleh kenngat Tanpa
terasa, kakinya sudah muiai pegal Dia melepaskan pegangannya pada pemuda itu Kemudian
menank nafas panjang. "Kita istirahat dulu sejenak baru melanjut kan perjalanan," katanya.
"Terima kasih atas kebaikan hati Kouwnio. Cayhe menaruh hormat atas apa yang
kouwnio lakukan," sahut pemuda pelajar tersebut.
Di antara wajah yang kemerahan, tersembul senyuman manis. Be hua niocu menatap
pemuda itu lekat-lekat. "Tidak perlu bertenma kasih Aku hanya ingin bertanya sedikit kepadamu," katanya.
"Entah apa yang ingin diketahui kouw-nio?" tanya pemuda itu.
"Apakah kau bisa ilmu silat?" tanya Be hua niocu.
"Cayhe pernah belajar beberapa tahun." sahut pemuda itu.
"Bagus Rupanya kau menyembunyikan kepandaian Hm .. Kalau sejak tadi aku tahu kau
bisa ilrnu silat, buat apa repot repot menarikmu?" kata Be hua niocu kesal.
"Meskipun cayhe bisa ilmu silat, tapi selama ini belum pernah bergebrak dengan
siapa pun," sahut pemuda pelajar itu.
Be hua niocu mencibirkan bibirnya dengan gaya mengejek.
"Melihat cara berlarimu yang demikian jauh dan tidak ada kesan letih ataupun
nafas yang rnemburu, sudah dapat membuktikan bahwa kepandaianmu lebih tinggi dan aku
" katanya. "Kouwnio terlalu memuji cayhe tidak berani menerima," sahut pemuda pelajar
tersebut. Be hua niocu memandangnya dengan seksama. Penampilan pemuda ini sangat
sederhana. Tidak seperti orang yang biasa bergerak dalam dunia kangouw. Dia
tidak dapat memadamkan perasaan ingin tahu dalam hatinya.
"Aku masih belum menanyakan nama Siangkong yang mulai " katanya.
"Jangan sungkan Cayhe she Yok, nama Sau Cun Nama besar kouwnio".
Hati Be hua niocu berdebar-debar. Dia sudah lama berkelana di dunia persilatan.
Selama ini tidak ada satu hal pun yang dapat membuatnya jengah Sekarang dia
malah tersipu hanya arena ditanya nama oleh pemuda itu.
"Kau tidak dengar bagaimana ibu memanggilku?" tanyanya dengan kepala tertunduk.
"Tidak Ketika itu hatiku sedang tegang. Apa yang diucapkan oleh ibumu tidak
sempat kudengar dengan jelas " sahut pemuda pelajar itu.
Be hua niocu tertawa merdu. Dia sengaja mempermainkan pemuda itu.
"Tidak dengar, ya sudah Aku tidak ingin membentahukan kepadamu " Dia berlagak
tidak ambil perduli terhadap pemuda tersebut. Dia lalu duduk di sebuah batu besar yang
ada di pinggir jalan. "Harap kouwruo maafkan aku yang ceroboh," sahut pemuda itu dengan wajah merah
padam. "Lihat. Kau persis kutu buku Aku hanya bergurau denganmu. Namaku Ciok Ciu
Lan," kata Be hua niocu.
"Satam jumpa untuk Ciok kouwnio," kata pemuda pelajar itu sopan.
"Tecima kasih," gumamnya. Dia mendo-ngakkan kepalanya yang sejak tadi
ditundukkan Sekarang baru dia berani menatap pemuda itu kembali.
"Nama kouwnio sangat indah" kata Yok Sau Cun.
Mendengar pujian itu, hati Ciok Ciu Lan terasa nyaman. Wajahnya merah padam
kembali Matanya melirik penuh arti.
"Ciu lan ju giok,' kata pemuda itu.
"Apa yang kau katakana?" tanya Ciok Ciu Lan tidak mengerti.
"Ciu lan adalah bunga lan hua yang tum buh di musim gugur (Ciu) Artinya lalah
bunga lan hua yang tumbuh di musim gugur seperti keindahan batu kumala," kata pe muda itu
menjelaskan. Mata Ciu Lan yang mdah mengerling beberapa kali.
"Kau mengutip dan buku-buku pelajaran Aku tidak mengerti," sahutnya Dia tidak
me-nunggu Yok Sau Cun meneruskan kata-kata nya "Yok siangkong. Apakah kau
datang untuk mencari pedang'?" tanyanya kembali.
"Can pedang?" wajah Yok Sau Cun menampilkan keheranan "Cayhe hanya kebetulan
melewati tempat ini. Maksudnya ingin menyeberangi sungai, tapi sudah terlambat
Terpaksa menunggu esok pagi Apa yang kouwnio maksudkan dengan mencan pedang
tadi?" tanyanya. Ciok Ciu Lan nampaknya kurang percaya. Alis matanya berkerut kerut Dia seolah
sedang berpikir keras. "Apakah kau benar benar tidak tahu. Lalu mengapa Houw jiau Sun tidak mau
meiepaskan dirimu?".
"Cayhe benar-benar tidak tahu. Entah apakah kouwmo sudi menjelaskan kepada
cayhe'?". Ciok Ciu Lan menggeser sedikit Dia me ngetuarkan sehelai sapu tangan lalu
dikibas kannya pada batu di samping tempat duduknya.
"Kau duduk dulu, nanti aku ceritakan," katanya.
Perempuan itu begitu supel Di tentu saja tidak enak hati menolak Dengan tenang
dia ikut duduk di batu besar tersebut Yok Sau Cun dilahirkan dalam keluarga
berpendidikan keras Dia belum belum psrnah begitu dekat dengan seorang perempuan
Apalagi duduk berdampingan Hatinya berdebar-debar. Perasaannya sangat tegang.
Untung saja, rembulan tidak sedang penuh, sehingga Ciok Ciu Lan tidak dapat
melihat wajahnya dengan jelas.
"Mencari pedang ke Kwa ciu adalah benta yang paling menank di Bulim saat ini
Apakah Yok siangkong sama sekali belum pernah mendengarnya"' tanya Ciok CHJ
Lan. "Cayhe belum pernah berkelana di dunia kangouw, juga belum pernah ada orang yang
mencentakan hal itu Apakah kouwnio tidak percaya?".
"Hm Tentu aku percaya Begini cerita nya Asal mulanya kisah ini dimulai pada
jaman dinasti Song d! bagian selatan ".
"Sudah begitu lama kisahnya?" tanya Yok Sau Cun terpana.
"lya Di Kwa Ciu ada sebuah sungai yang bercabang Namanya Sam ca ho Di dekat nya
ada sebuah fembatan Ketika tentara Kim menyerbu selatan, mereka melewati
jembatan ini Pasukan besar itu mengeiar pemberontak-pemberontak negara yang
melankan din Pada waktu itu, ada seorang pendekar berjiwa besar yang bernama Man
Siau Kuang Dia bersama putnnya Man Cen ku melawan pasukan tersebut mati-matian
Mereka adalah rakyat Song yang setia Ha-nya berdua dengan putnnya. dia berhasil
membunuh ribuan prajurit Kim. Sejak itu dinasti Song arnan kembali Dengan
demikian juga daerah Kiang san dapat direbut balik Tapi karena luka yang diatami
ayah dan anak itu terlalu parah, merekatidak sempat menik-mati jerih payah
perjuangan mereka Dalam perjalanan mereka mati kehabisan darah," kata Ciok Ciu
Lan. "Apakah kisah ini ada hubungannya dengan pedang yang sedang dicari-cari?" tanya
Yok Sau Cun. "Tentu saja ada hubungannya" sahut Ciok Ciu Lan.
"Tolong jelaskan " kata Yok Sau Cun.
"Pada saat bertarung dengan pra}unt Kim Man Cen ku menggunakan dua buah sen jata
Tangan kanannya mengenggam sebuah tombak pendek dengan ujung bercagak
Sedangkan tangan kinnya mengenggam pe dang pusaka Konon, pedang itu bernama
Sit kim kiam' (pedang penyedot emas) pedang. Itu dibuat dan bahan besi yang
berusia ribuan tahun yang terpendam di sebuah pulau kecil bernama Tong ya to.
Kekerasannya melebihi baja pilihan. Tajamnya tidak usah diceritakan lagi Dan ada
lagi keistimewaannya Yaitu pedang itu dapat menyedot senjata lawan Men Cen Ku
dengan tangan kin menghalau senjata prajurit prajurit dan tangan kanan membasmi
mereka dengan gerakan serentak. Ketika terluka parah, Men Cen Ku terdesak terus.
Menurut sejarah, pedang pusaka tersebut terjatuh ke bawah jembatan," sahut Ciok
Ciu Lan. Dia behenti sejenak Mungkin agak terharu mengingat kisah kepahlawanan itu.
Terlihat dia menarik nafas berulang kali Yok Sau Cun tidak ingin mengganggunya
Dia menunggu dengan sabar.
"Setelah peristiwa itu berlalu, para rakyat banyak yang merasa bertenma kasih
atas pengorbanannya gadis itu Mereka harus mencari pedang tersebut. Sejak itu mereka
menamakannya 'Cen ku kiam" Sesuai dengan nama gadis tersebut Sampai belum lama
ini, seorang nelayan berhasil menemu-kan sebuah pedang tua yang terjerat dalam
aringnya. Tempatnya tepat di bawah jembatan tersebut. Apa yang menyebabkan
pedang itu menghilang sekian lama, tidak ada yang tahu. Apakah pedang itu yang
pernah menjadi legenda rakyat setempat. Tapi ada satu hal yang mungkin dapat
meyakinkan Yaitu pedang yang ditemukan nelayan tersebut masih berkilau. Bahkan
ketika diangkat ke atas perahu Semua peralatan nelayan itu seperti mata kail dan
segalanya tersedot oleh pedang tersebut Berita ini dengan cepat menyebar, dan
satu menjadi sepuluh orang. dari sepuiuh orang menjadi seratus Orang. Dengan
demikian, berita itu juga menarik perhatian orang orang di dunia Bulim. Mereka
berbondongbondong datang ke Kwa ciu untuk mendapatkan pedang tersebut,' kata Ciok Ciu Lan.
"Sebuah pedang tua yang dapat menyedot segala macam senjata juga bukan hal yang
terlalu istimewa Untuk apa diperebutkan sampai mengorbankan nyawa?" tanya Yok Sau Cun.
"Pedang ini akan membawa pengaruh besar bagi dunia-dunia bulim Senjata yang
digunakan kaum Bulim kebanyakan terbuat dari bahan logam. Asalkan dapat
menemukan pedang pusaka tersebut, maka dengan tangan kiri menghalau senjata
musuh dan tangan kanan sekali gerak saja dapat mem-bunuh lawan lagipula dengan
pedang Cen Ku kiam maka semua seniata rahasia yang disembunyikan di balik baju
juga akan tersedot keluar. Dengan demikian kita tidak takut lagi bila menghadapi
serangan gelap Ada satu hal lagi yang mungkin perlu dijelas-kan Menurut centa,
apabita orang yang menggunakan pedang itu mempunyai Iwekang yang tinggi, maka
daya sedot pedang itu makin besar. Coba kau bayangkan Pedang itu mempunyai
begitu banyak kegunaan. Siapa jago-jago Bulim yang tidak menginginkannya''"
sahut Ciok Ciu Lan. "Apakah tujuan kouwnio datang ketempat ini adalah |uga untuk memperebutkan
pedang?" tanya Yok Sau Cun sambil tersenyum simpul.
"Aku hanya memenuhi perasaan ingin tahu saja Juga ingin menonton keramaian.
Dalam kangouw ada begitu banyak jago kelas tinggi Semuanya berkumpul di Kwa ciu
Dengan kepandaian yang begini rendah mana mungkin aku berani bersaing dengan
mereka?" sahut Ciok Ciu Lan.
Tiba-tiba terdengar sebuah suara menukas pembicaraan perempuan penjual bunga
itu. "Apakah ucapan Kauwnio tidak terlalu merendahkan diri sendiri?".
Ciok Ciu Lan segera membalikkan tubuh dengan siap siaga.
"Siapa?" bentaknya.
"Tentu Siaulo, siapa lagi?" Sebuah bayangan berkelebat. orang yang datang
ternyata adalah pemilik rumah makan, Houw pau Sun.
Wajah Ciok Ciu Lan berubah hebat.
"Untuk apa kau datang ke sini'?" tanyanya dengan pandangan menyelidik Hou jiau
Sun tersenyum simpul. "Cu jin siaulo baru tahu kalau kouwnio adalah puteri Ciok sam ku Oleh sebab itu
Siaulo sengaja diperintahkan untuk mengundang kouwnio.".
"Mengundang aku?" tanya Ciok Ciu Lan bingung.
"Betul," sahut Houw jiau Sun.
"Apakah Hek Sin yang memben perintah kepadamu'?" tanya Ciok Ciu Lan.
"Tentu . Tentu saja," sahut Houw jiau Sun "Kalau bukan cu jin yang memberi
perintah, meskipun aku, Houw jiau Sun mempunyai sepuluh kotak batok kepala, juga tidak
berani melancanginya". "Untuk apa dia mengundang aku ke sana?" tanya Ciok Ciu Lan dingin.
"Untuk apa Siulo tidak tahu," sahut Houw jiau Sun.
"Aku tidak pergi," kata Ciok Ciu Lan.
"Siaulo hanya menjalankan perintah, kouwnio tentu tidak akan menyulitkan
kedudukan siaulo bukan?" sahut Houw jiau Sun sambil tertawa.
"Sekali aku katakan tidak, tetap tidak!" kata Ciok Ciu Lan tajam.
"Kalau kouwnio tidak mau memenuhi undangan bagaimana siaulo harus
menyampaikannya kepada cu jin'"' tanya Hauw jiaui Sun, masih tetap sabar.
"Itu urusanmu!" kata Ciok Ciu Lan ketus.
"Siaulo toh sudah sampai ke tempat ini, bagaimana mungkin tidak mengajak kouwnio
ke tempat Cu jin?" tanya Houw jiau Sun pelan, tetap mendesak.
"Apakah kau sanggup?" Baru saja kata-katanya selesai, dua buah bayangan kembali
berkelebat Yang satu bertubuh gemuk, yang [ainnya kurus. Mereka ikut meramaikan
suasana yang mulai panas itu Ternyata Thi pit, Kang jiau, Ai mia pai cu, Lie pak
tou, dan Ho Pak Tung yang dating.
Mata Ciok Ciu Lan melirik sekilas Bibirnya tersenyum mengejek.
"Apakah mereka berdua juga menerima penntah cu jinmu?" sindirnya.
"Betul.. betul Kami Berdua sudah menjadi anak buah Hek Houw Sin Kedatangan
kami memang untuk menjalankan perintahnya," sahut Ho Pak Tung sambil
tersenyum-senyum. "Cu jin kami meminta kouwnio datang untuk bertemu. Dia sudah memenntah Houw Jiau
Sun mengundang kouwnio Hal ini berarti Cu jin telah memandang tinggi din
kouw nio Menurut cayhe, lebih baik kouwnio penuhi undangan tersebut" lanjut Loe
Pak Tou. Dari tadi Yok Sau Cun diam saja sekarang dia baru menghampiri mereka.
"Ciok kouwnio tidak ingin kesana. Manusia mempunyai hak masing-masing.
Mangapa kalian harus memaksa'?".
Houw jiau Sun memperhatikan Yok Sau Cun dengan seksama.
"Menurut Siaulo, mungkin Ciok kouwnio tidak ingin pergi kalau seorang diri.
Mengapa siangkong ini tidak menemaninya saja?" katnya, bernada licik.
Ciok Cu Lan segera menghadang di depan Yok Sau Cun.
"Yok siangkong . Yang mereka cari adalah aku, di sini tidak ada urusanmu tagi,"
katanya. "Apakah ucapan itu berarti kouwnio setuju ikut dengan kami?" tanya Houw jiau
Sun. "Tidak'" sahut Ciok Ciu Lan. Pada saat berbicara, tangannya dengan diam-diam
menyusup ke dalam keranjang bunga Permukaan keranjang ditutupi oleh tumpukan
bungan-bunga itu. Houw Jiau Sun menatapnya sekali lagi Bibirnya tetap tersenyum.
"Kouw rno menjawab dengan demikian tegas Ini berarti kouwnio tidak mau
menyam-but arak kehormatan, malah meminta arak hukuman," katanya.
Tangan kanan Ciok Ciu Lan diangkat. Terlihat dia mengambil sebatang pedang yang
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lentur dari dalam keranjang. Sinarnya berkilauan. Bila dikibaskan terdengar
suara angin menderu. Pedang itu lemas sekali. Siapa pun yang melihat tentu dapat menduga
kalau pedang itu adalah sebatang pedang yang sangat bagus buatannya Sebelah
tangan Ciok Ciu Lan memegang pedang, tangan yang satunya lagi tetap menenteng
keranjang. "Houw Jiau Sun, aku tidak tahu bagaimana cara merninum arak hukuman Dapat kah
kau memberikan contohnya?" tanyanya dingin.
"Buat apa kouwnio bergebrak dengan mereka'?" Yok Sau Cun berkata dengan suara
rendah. Ciok Ciu Lan tersenyum mengejek.
"Aih, Yok siangkong, orangnya saja sudah sampai di sini. Mungkinkah dia akan
melepaskan aku begitu saja'-'".
Houw tiau Sun diam-diam menganggukan kepalanya kepada Lie Pak Tou Laki-laki
itu memang sejak tadi sudah mengeluarkan sepasang potlot besinya. Dia maju
selangkah ke depan. "Kouwnio bermaksud memberi pelajaran, bagaimana kalau cayhe yang menemani?"
katanya. "Kalian maju bertiga sekaligus saja," sahut Ciok Ciu Lan, kalem.
Lie Pak Tou tertawa terbahak-bahak.
"Untuk menghadapi kouwnio, rasanya aku, Lie pak Tou seorang sudah kelebihan,"
katanya. "Baik, lihat pedang!" tenak Ciok Ciu Lan Gerakannya sangat cepat Jurus yang
dikeluarkannya sangat mengagumkan. Koji dan tepat.
Le pak Tou cepat-cepat menggeser tubuhnya sedikrt Pedang Ciok Ciu Lan luput di
samping. "Rupanya kouwrno memang mempunyai sedikit kepandaian," katanya.
Sebelumnya, dia tidak memandang sebelah mata kepada be hua niocu ini, tapi dalam
sekali gebrakan saja, mau tidak mau dia terpaksa mengakui bahwa ilmu silatnya
termasuk lumayan juga. Sepasang potlot besi dibagi ke tangan kiri dan kanan
Potlot sebelah kiri ditujukan ke arah pangkal lengan perempuan itu. Sedangkan potlot
sebelah kanan bersiap-siap mengeluarkan jurus yang sebenarnya. Sebetulnya
serangan potlot kiri tadi hanya tipuan Apa bila lawan ketabakan menghindari ancaman
potlot besi tersebut, maka tangan kanannya akan menyerang dengan jurus maut.
Benar saja, Ciok Ciu Lan hampir tertipu Baru saja tubuhnya bergeser sedikit
untuk meloloskan diri dan serangan potlot besi sebelah kiri, potlot besi yang lainnya
sudah mengancam salah satu urat nadi terpenting di bagian bahu Untung saja reaksinya
cukup cepat. Dengan memutar dua kali, dia berhasit meluputkan diri dan bahaya
tersebut Namun tak urung, pedangnya berbentur dengan potlol besi itu juga
Trangg!!! Tapi, bagaimana pun juga, Ciok Ciu Lan kalah tenaga dan Lie Pak Tou Meskipun dia
ber hasil menghindar, kakinya terpaksa mundur dua langkah.
Manusia macam apa Lie pak Tou itu" Bagaimana seorang perempuan yang baru
menginjak dewasa berani berkhayat mengalahkannya7 Dia tidak menunggu sampai
tubuh Ciok Ciu Lan berdiri mantap Sekali berseru nyaring, serangan demi serangan
dengan gencar menyerbu perempuan itu. Sepasang potlot besinya bagai sedang
menari-nari di udara. Tiga jurus sekaligus dikeluarkan Ciok Ciu Lan terdesak
mundur beberapa langkah Tetapi dia juga bukan orang yang ilmunya boleh dipandang ringan
Dia memperkuat kuda-kuda kakinya pedangnya diputar melingkar Membentuk
bulatan ber-cahaya Sekali hentak, dia menerjang ke arah Lie Pak Tou.
Yok Sau Cun berdiri di sampingnya. Dia memandang sambil meremas-remas jari
tangannya. Alis matanya berkerut. Kentara sekali bahwa dia sedang
mengkhawatirkan keadaan Ciok Ciu Lan namun dia tidak sang-gup memben bantuan.
Thi pit Lie Pak Tou sudah sangat terkenal di dunia Bulim Dengan membalik
setengah lingkaran, serangan Ciok Ciu Lan luput me-ngenai din'nya. Dia bertenak dengan
lantang sekali. Sepasang potlot besi kembali menerjang ke bagian bahu perempuan
itu Tampaknya dia belum puas karena sarangannya yang gagal tadi Dia merangsek terus
Ciok Ciu Lan kerepotan. Langkahnya mulai tidak teratur. Sebetulnya dalam
pertempuran itu, Ciok Ciu Lan sudah mengalami kerugian besar. Dengan sebatang
pedang emas dia menghadapi sepasang potlot milik Lie Pak Tou, bagaikan satu
lawan dua Apalagi Lie Pak Tou usianya lebih tua dan pada perempuan itu, pengalamannya
dalam bertarung juga lebih banyak Sepasang potlotnya menyerang terus Sebentar ke
bawah, sebentar ke atas Asalkan ada satu titik kelemahan dan Ciok Ciu Lan yang
berhasil ditangkapnya, dia tentu dapat segera mengalahkannya.
Biarpun seseorang melatih ilmu pedang selama sepuluh tahun. tetap sulit
menghindari diri dan kelemahan Meskipun Liong gi kiam hoat" yang amat terkenal
dan Butong pai ataupun Tat mo kiam hoat dan Siaulim pai, tetap ada kelemahannya
masing-masing. Apalagi Ciok Ciu sebagai anak perempuan. Kekuatan staminanya
tentu kalah dengan laki-laki Tidak lama kemudian dia sudah berada di bawah angin
Dalam keadaan kalang kabut seperti itu, pasti dengan mu-dah Lie Pak Tou
menemukan titik kelemah annya.
Sekali lagi Lie Pak Tou bersecu lantang Sepasang potlotnya dengan cepat menuju
titik terbuka itu Ciok Ciu Lan mengeluh, urat nadi bagian bahunya telah tertotok
Meskipun tenaga yang dipergunakan oleh Ue Pak Tou tidak seberapa besar namun
urat nadi bagian bahu adalah salah satu dan urat lerpenting dalam tubuh Dengan
totokannya urat nadi tersebut, semua tenaga dalam akan punah seketika Tangan
Ciok Ciu Lan segera rnenjadi lunglai Ting!!' Pedang lenturnya terjatuh ke atas tanah.
Yok Sau Cun yang sejak tadi menonton pertarungan itu menjadi terkejut Dia meng
hampin Ciok Ciu Lan dengan tergesa-gesa.
"Ciok kouwnio, bagaimana keadaanmu?".
Houw jiau Sun membalikkan tubuh dan memberi isyarat kepada Ho pak Tung Tanpa
dibentahukan iaki-laki itu sudah mengerti apa yang harus dilakukan olehnya.
Tentu dia harus menngkus Yok Sau Cun juga Ho pak Tung menghadang di hadapannya.
"Sungguh seorang siangkong yang romantis Kau memang seharusnya menemani
kouwnio ini," katanya.
Perkataannya baru seiesai, tangannya juga terulur mencengkeram Julukannya
memang cakar baja Biasanya dia menggunakan sebuah cakar yang terbuat dari baja
dan dipasangkan di antara jari-jari tangannya. Tetapi untuk menghadapi seorang
bocah ingusan seperti pemuda pelajar itu, tentu dia tidak usah memasang cakar
baja tersebut. Yok Sau Cun marah Ho Pak Tung menghadang di depannya.
"Mengapa kau menghalangi aku?" tanyanya.
Tepat pada saat itu, cengkeraman Ho Pak Tung sampai Yok Sau Cun menggeser
tubuhnya sedikit Pandangannya menatap tajam kepada laki-laki itu. Dia menekuk
tangan yang dicengkeram itu dan memuntirnya. Cengkeraman itu pun terlepas.
Ho Pak Tung terkejut Sinar mata pemuda itu mengandung tenaga yang kuat sekali.
Dalam hatinya, dia merasa curiga. Apakah anak muda ini mempunyai tenaga dalam
yang tinggi" Apakah dia menyembunyikan kepandaiannya" Untuk sesaat dia lupa
menyerang. Tiba-tiba tangan Yok Sau Cun terulur. Dia berbalik mencengkeram lengan kin Ho
pak Tung. "Enyah kau!" bentaknya Kakinya mendepak pinggul Ho Pak Tung Tubuh laki-laki itu
mencelat sejauh tiga depa.
Hatinya sedang memikirkan keadaan Ciok Ciu Lan. Dia tidak memperdulikan lagi
Ho Pak Tung. Dia segera mendekati Ije Pak Tou.
"Cepat lepaakan Ciok kouwnio!" bentaknya.
Rupanya setelah menotok jalan darah Ciok Ciu Lan Dia bermaksud menngkusnya
Kaiadian yang dialami oleh Ho Pak Tung sama sekali tidak diketahuinya karena
posisinya membelakangi kedua orang itu.
"Apa yang hendak kau lakukain?" tanyanya.
Yok Sau Cun memungut pedang lentur Ciok Siu Lan.
"Cayhe meminta kau melepaskan Ciok kouwnio'" teriaknya lantang.
Tadi dia cemas sekali melihat keadaan Ciok Ciu Lan sehingga tanpa aadar dia
mengeluarkan ilmu yang diajari suhunya dan menyepak Ho Pak Tung Tapi seumur
hidupnya dia belum pernah menggunakan pedang lentur semacam itu pedang tersebut
di tangannya seperti seekor ular mati Orang macam dinnya mana mungkin bisa
mengertak Lotoa dan Ai mia pai cu Lie Pak Tou.
Kang jiau Ho Pak Tung bermimpi pun ti dak menduga kalau dia akan mengalami
kejadian seperti ini Dengan mudah dia disepak oleh seorang bocah kemann sore.
Dia bangkit dan tempatnya jatuh dan mengibas-ngibaskan pakaiannya yang kotor Dengan
mengendap-endap dia menghampin Yok Sau Cun.
"Bocah busuk Ternyata kau mempunyai sedikit simpanan'" Kali irn dia tidak
seyakin tadi. Tangan kanannya mencengkeram, kelima jarinya direntangkan. Sasarannya
adalah bahu Yok Sau Cun. Meskipun dia tidak menggunakan cakar baja, tapi dari julukannya sa|a sudah dapat
dibayangkan sampai di mana kehebatan cengkeraman itu Kalau sampal bahu Yok Sau
Cun kena dicengkeramnya, paling tidak persendian lengannya akan putus.
Yok Sau Cun tentu saja tidak membiarkan bahunya dicengkeram oleh Ho Pak Tung
Tubuhnya segera memutar, tangan kirinya menangkis. Sedangkan tangan kanan
dengan kecepatan yang mengagumkan ber balik meraih tangan Ho Pak Tung
Gerakannya sangat aneh Tidak terduga-duga. Ho Pak Tung yang biasanya paling ahli
mencengkeram orang malah kena dicengkeram oleh pemuda itu Malah dia tidak
sempat melihat bagaimana pemuda itu melakukannya Hatinya tergetar. Tubuhnya
sudah men-celat ke udara.
Yok Sau Cun sama sekali tfdak terpikir Dia hanya sembarangan mengulurkan ta
ngannya dan mencengkeram Ho Pak Tung Tanpa disadannya, dia sudah mengangkat
tubuh laki-laki itu dan melemparkannya sampai sejauh satu depa lebih.
Sekarang, Lie pak Tou dapat melihat dengan jelas pihak lawan hanya mengulurkan
tangan dengan gerak asal-asalan saja, sudah berhasil melemparkan adiknya sejauh
itu. Dengan mengandalkan ilmu yang dimiliki Ho Pak Tung dan dirinya sendiri,
bagaimana mungkin begitu mudah dikalahkan orang.
Dia melepaskan pegangannya pada Ciok Ciu Lan. Meskipun perempuan itu telah
tertotok jalan darahnya, dia masih dalam keadaan sadar. Hanya tubuhnya saja yang
tidak dapat digerakkan sama sekali. Pandangan mata Lie Pak Tou menatap ke arah
Yok Sau Cun dengan tajam.
"Sungguh tidak diduga. Begitu pandai kau menyembunyikan kepandaian, sehingga
kami hengte salah tafsir. Mari mari Potlot besi Lie mou juga ingin membuka mata,"
katanya. Tanpa menunggu persetujuan si pemuda, dia langsung menyerang Potlot di tangan
kanannya mengarah ke pelipis, sedangkan potlot dia tangan kirinya ditujukan dada
Yok Sau Cun. Pemuda itu meloncat mundur beberapa langkah. Dia tidak bermaksud
bergebrak dengan siapa saja Dia juga tidak mengharapkan kalau akhir peristiwa
ini harus diselesaikan dengan pertarungan Lie Pak Tou menarik kembali serangannya.
Sekarang dia bersiap dengan kuda uda yang kuat. Dia tidak berani memandang
rendah lawannya lagi Dia menunggu pemuda itu menyerangnya tarlebih dahulu.
Tangan Yok Sau Cun tetap mengenggam pedang lentur milik Ciok Ciu Lan.
"Cayhe selamanya belum pernah berta-rung dengan siapa juga Kalau katian sudi
melepaskan Ciok kouwnio, bukankah tidak ada persoalan lagi?" Dalam pikirannya yang polos,
masalahnya begitu sederhana saja.
"Bocah ini entah berasal dari mana Apa kah dia hanya pura pura bodoh?" pikir Lie
Pak Tou dalam hati Dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.
"Mudah saja kau mengucapkannya'".
"Lalu apa yang kau inginkan?" tanya Yok Sau Cun.
'Kami menginginkan nyawamu!" bentak Lie pak Tou.
Bayangan tubuh memutar Auman j'ian-mau terdengar Mengarah di bagian belakang
Yok Sau Cun Orang yang menyerang adalah Ho Pak Tung Dua kali dia berhasil
dilempar oleh pemuda itu dengan cara yang membingungkan Hawa pembunuhan
mulai merasuki pwanya Tangan kiri membentuk cakar hanmau, tubuhnya melesat ke
udara Dia menyerang dan atas Ai mia pai cu memang merupakan tokoh dari golongan
hitam Mana mungkin dia bisa diajak mengenal aturan dunia Bulim. Apalagi mereka
baru pertama kali menerima perintah dari Hek houw sin, tentu harus menunjukkan
kesetiaan mereka pada maJikannya yang baru Be hua niocu Ciok Lan telah tertotok
jaian darahnya Kalau saja mereka berhasil meringkus pemuda ini, maka boleh
dikatakan mereka telah membuat jasa besar.
Lie Pak Tou melihat Ho Pak Tung telah membukaserangan. Dia tertawa lantang.
Kedua tangannya menghantam ke depan Dia ingin menyerang dan atas dan bawah
Potlot besi menimbulkan dua titik bayangan. Kecepatannya melebihi bintang kejora
di langit Cahaya betecbangan di udara. Serangannya juga tertuju ke bagian punggung
Yok Sau Cun. Tubuh Ciok Ciu Lan tidak dapat digsrak-kan Mulutnya tidak dapat bicara Namun
kesadarannya masih penuh Dia meman dang dengan mata terbelalak. Cahaya dan
matanya menunjukkan ketakutan yang men cekam. Dia tidak berani membayangkan
ba-gaimana akibat ter|angan kedua orang itu pada diri Yok Sau Cun Tanpa terasa
air matanya meleteh. Yok Sau Cun marah sekah melihat sikap kedua orang itu Di antara kedua bola
matanya terlihat smar yang tajam dan menggidikkan hati. Tangannya tetap
menggenggam pedang lentur milik Ciok Ciu Lan Sekali tangannya terulur, pedang itu terulur
menjadi kaku seperti pelat baja Kakinya digeser sedikit, serangan kedua orang
itu luput begitu saja Pedangnyadiangkat Dengan jurus Sin Liong to ca, dia membalas
Terlihat sinar memerctk laksana petangi Tangi Tang sepa-sang potlot besi Lie Pak
Tou telah terlepas dan tangannya, disusul dengan suara Bret'! Bagian tubuh pedang
menyabet pangkal le-ngan kin Ho Pak Tung Dia tidak menggunakan bagian yang
tajam untuk menyayat Ho Pak Tung, hal itu menandakan bahwa dia masih menaruh
belas kasihan. Perlu diketahui, Yok Sau Cun memang belum pernah bertarung dengan siapa juga.
Namun orang yang mengajarkan ilmu silat kepadanya adalah seorang tokoh kelas
tinggi dan mempunyai nama besar di dunia Bulim. Oleh karena itu, sekali dia
turun tangan, dengan tidak banyak menemui kesulitan dia dapat meraih kemenangan dan
mengalah dua orang tokoh golongan hitam.
Thi pit Lie pak Tou hanya merasa ada sekumpulan tenaga keras yang menerpa
dirinya. Tanpa sempal berbual banyak, tangannya sudah kesemutan dan terpaksa
melepaskan sepasang senjata andalannya itu Sedangkan Ho Pak Tung yang menerjang
dan belakang dengan tangan berbentur cakar harimau dan bermaksud mencengke ram
pundak Yok Sau Cun, hanya merasa ada bayangan yang melesat di hadapannya Belum
lagi serangannya sampai dia sudah merasa ada benda dingin yang menyabet
pangkal lengan kinnya Dan pemuda yang diserangnya itu dengan mudah melepaskan
diri. Semestinya, setelah dua kali dia berhasil dilempar oleh pemuda itu dia sudah
harus tahu
Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diri Tapi pada dasarnya, dia memang orang yang keras kepala dan
menyombongkan kepandaiannya sendin Dia masih ber usaha menghibur hannya
sendiri bahwa apa yang terjadi hanya kebetulan saja.
Ho Pak Tung menatap pangkal lengan kirinya yang terkena sabetan pedang tadi
Warna bagian yang terkena sabetan itu sudah menjadi merah legam Menimbulkan
memar yang cukup lebar Hal ini membuktikan bahwa seandainya Yok Sau Cun
menggu-nakan ujung pedang, tentu lengannya sen-din yang sudah terkutung.
Yok Sau Cun hanya menggunakan satu jurus saja Hasilnya sudah demikian menak
jubkan Dan kenyataan ini, Houw jiau Siin yang menyaksikan secara diam diam
menjadi terkesima Dia mencoba memperhatikan dengan seksama, namun masih
belum berhasil mengetahui sampai di mana tingginya ilmu silat dan dari perguruan
mana asalnya pemuda itu. Dia menjadi penasaran.
Setelah berhasil mendesak Lik Pak Tou dan Ho Pak Tung, Yok Sau Cun segera
menghampin Ciok Ciu Lan Dengan sekali tepukan saja, jalan darahnya sudah
terbebas dan totokan. "Ah " Ciok Ciu Lan sudah bisa membuka suara Dia menank pinggangnya ke kiri dan
kanan untuk melepaskan ototnya dan kekakuan Kemudian pandangannya beraiih ke-
padaYokSau Cun.. . "Yok siangkong, ilmu silatmu bagus seka|i," katanya.
"Kouwnio terlalu memuji Cahye baru pertama kali bertarung dengan orang lain"
sahut Yok Sau Cun. Thi pit Lie Pak Tou dan Kang jiau Ho pak Tung memang tokoh dari golongan hitam
Selama ini sifat mereka keji dan kalau turun tangan telengas sekali Meskipun
dalam satu jurus, mereka berhasil didesak oleh Yok Sau Cun, namun mereka belum teriuka
parah padahal dalam hati mereka tahu bah wa Yok Sau Cun tidak mudah dihadapi
Mana mungkin mereka mau menyerah begitu saja. Setelah saling lirik sekilas,
kedua orang itu berteriak nyaring dan menyerbu kembali ke arah Yok Sau Cun.
Houw jiua Sun segera mencegah.
"Tunggu dulu" serunya Kedua orang itu tidak berani membantah Terpaksa
mengeraskan hati dan menggeser posisi mereka ke samping Pandangan mata
Houwjiau Sun sekali lagi menelusuri seluruh tubuh Yok Sau Cun.
"Kepandaian Yok siangkong amat tinggi Bolehkah siaulo tahu nama gurumu yang
mulia?" tanyanya dengan wajah tersenyum.
"Suhu disebut Bubeng rojin (orang tua tanpa nama)," sahut Yok Sau Cun,.
Houw jian Sun tertawa terbahak-bahak Dia mengira pemuda itu pandai bersandiwara.
"Siaulo belum pernah mendengar ada tokoh berilmu tinggi yang mendapat julukan
seperti itu. Apakah kata kata Siangkong benar adanya?".
"Buat apa cayhe harus berbohong?" tanya Yok Sau Cun.
"Bagus Siaulo tidak perduli kekuatan sendiri, tetapi ingin mendapat pelajaran
dari siangkong," kata Houw jiau Sun.
"Kau juga ingin bertarung denganku'"' ta-nya Yok Sau Cun.
Houw jiau tersenyum licik.
'Betul Dalam sepuluh jurus, Siaulo pasti dapat menerka asal usul ilmu silatmu,"
katanya. "Mendengar nada pembicaraanmu, tampaknya kau tidak percaya apa yang kukatakan
tadi," sahut Yok Sau Cun. "Kalau memang mau bertarung, bertarunglah' Apakah kau kira Yok siangkong akan
gentar menghadapimu?" teriak Ciok Ciu Lan yang kesal melihat sikap Houw Jiau Sun yang
licik. "Siaulo hanya ingin saling menguji de ngan Yok Siangkong Batasnya hanya pada
siapa yang berhasil menutul tubuh lawannya Bukan benar-benar ingin mengadu
nyawa," kata Houw Jiau Sun.
Ciok Ciu Lan mendengus dingin.
"Anak buah Hek Houw Sin selamanya bertindak telengas dan keji Sekali hutang
tetap hutang Pepatah ini sudah lama menjadi peraturannya Mengapa han ini tiba tiba
berubah menjadi orang baik?" sindirnya.
"Kata-kata kouwnio seakan menuduh siaulo sebagai pembunuh berdarah dingin.
Teman-teman di dunia bulim memang keterlaluan Soal kecil suka dibesar-besarkan.
Membunuh satu katanya seputuh Berbuat satu kesalahan seakan harus dijebloskan ke
dalam neraka," kata Houw jiau Sun sambil tersenyum simpul.
'Dengan cara apa Lao cang (panggilan kepada yang lebih tua) hendak bertarung
denganku" tanya Yok Sau Cun menukas pembicaraan mereka.
"Terserah Yok siangkong saja," Wajah yang penuh kerlput itu menampilkan
senyuman. "Kaiau Yok siangkong memang bia-sa pergunakan pedang, silahkan Siaulo selamanya
tidak pemah menggunakan senjata apa-apa.
"Julukanmu adalah Houw jiau. Kau menggunakan sepasang jari tanganmu yang
seperti cakar harimau itu untuk bertarung. Ten-tu saja kau tidak memerlukan
senjata lainnya lagi," ejek Ciok Ciu Lan. Kata-kata ini sengaja diucapkannya untuk
memperingatkan Yok Sau Cun bahwa pada dasarnya Houw jiau Sun bukan orang
yang boleh dipercaya begitu saja.
Siapa sangka pemuda itu sedang meman-dang ke arah lain. Dia tidak begitu
memperhatikan kata-kata Ciok Ciu Lan.
"Kalau Lao cang tidak menggunakan senjata, tentu cayhe juga akan melayani dengan
tangan kosong," katanya santai,.
Yok Sau Cun mengembalikan pedang lentur yang tadi dpakainya kepada Ciok Ciu
Lan. Perempuan itu cemberut menerimanya.
"Benar-benar kutu buku gerutunya diam-diam. Tapi dia tidak boleh membuat Yok Sau
Cun rriengingkari kata-kata yang telah di-ucapkannya Dfa terpaksa menggulung pedang
tersebut dan memasukkannya kembali ke dalam keranjang.
"Yok siangkong, silahkan!" kata Houwjiau Sun.
Yok Sau Cun balas menjura kepada orang tua itu.
"Cayhe belum pernah bertarung selama ini Lebih baik Lao cang yang memulai saja,"
sahutnya. Houw jiau Sun merasa sedikit ragu Entah sampal tingkat apa tingglnya ilmu silat
pemu-da itu" Kalau mendengar nada btcaranya, dia seperti anak muda yang baru
terjun dalam dunia persilatan Tapi melihat caranya yang mudah dan gesit dalam
menghadapi Lie Pak Tou dan Ho Pak Tung, hatinya kem-bali bimbang. Biarpun
seorang tokoh kelas tinggi dunia Bulim )uga tidak akan melebihinya.
Tentu bukan hal yang mudah bagi houw jlau Sun untuk dapat menjadi orang
kepercayaan Hek Houw Sin, Malam im dia diutus untuk mengundang Ciok Ciu Lan.
Apabila dia tidak sanggup mengalahkan pemuda pela|ar itu, pasti Ciok Ciu Lan pun
tidak akan berhasil diundang olehnya. Maksud turun tangannya kali ini mempunyai
dua tujuan. Pertama, dia tentu saja berharap dapat me-ngalahkan pemuda itu. Kedua,
seandainya dia tidak sanggup, dengan pengalamannya selama ini di dunia kangouw, dia yakin
dirinya pasti akan mengetahui dari perguruan mana asalnya pemuda Hu. Dengan
demikian, dia dapat memberikan tanggung jawab apa-bila ditanya oleh sang
majikan. Sedangkan untuk mengetahui asal uaul pemuda itu, tentu tidak dapat terlaksana
dalam pertarungan satu atau dua jurus. Diam-diam Houw jiau Sun sudah mempunyai
rencana sendiri. Dalam pertarungan kali Ini yang entah memerlukan berapa jurus,
dia tetap akan mengerahkan seluruh kepadaiannya. Meskipun akibatnya adalah mati atau
hidup Paling bagus kaiau dia berhasii me-ngalahkan pemuda tersebut. Kalau ternyata
tidak berhasil, maka dia akan bertarung mati-matian. Dengan demikian dia juga dapat
mengetahui sampai di mana tingginya ilmu silat Yok Sau Cun.
"Yok siangkong tidak mau merugikan ke-dudukan Siaulo. Daiam hal ini, s aulo
benar-benar merasa kagum. Kalau memang demikian kemauan siangkong, baiklah.
Siaulo akan menyerang terlebuih dahuiu," kata Houwjiau Sun.
Begitu ucapannya selesai, kakinya segera mundur dua setengah langkah Tubuhnya
Pedang Keadilan 39 Neraka Hitam Seri Bara Maharani Karya Khu Lung Kisah Para Pendekar Pulau Es 24