Pencarian

Pedang Pusaka Dewi Kahyangan 2

Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung Bagian 2


menekuk, kedua tangannya mengambii si-kap menyembah di dada. Kelima jari
direntangkan. Mulutnya mengeiuarkan suara auman harimau. Jangan dianggap remeh
ba-dannya yang begitu kurus. Gerakannya saja sudah dapat membuktikan berapa
tinggi ilmu yang dimiiikinya. Kedua tangannya belum teruiur, namun kesepuluh
jari tangannya talah mengancam dada Yok Sau Cun. Jyrus ini sangat keji sekali,.
Yok Sau Cun sama sekali belum menge' tahui bahaya yang sedang mengancamnya.
Wajahnya masih tenang-tanang sa|a. Rupa-nya sejak kecil dia diajar oleh orang
tua yang sangat suka membaca berbagai macam buku. Dia tidak mengerti bagaimana cara
menggunakan pedang ataupun senjata iainnya. Namun banyak kiam hoat ataupun
ciang hoat yang dijelaskan oleh guru itu. Terutama cara memecahkan setiap
serang-an. Sedangkan arti memecahkan setiap serangan yang dipahaminya adaiah cara menangkis
semua kiam hoat atau clang hoat yang dilancarkan orang lain. Biasanya,
orang belajar bagalmana menggunakan jurus-jurus kiam hoat dan ciang hoat dari
perguruan masing-masing. Tapi apa yang di-pelajari Yok sau Cun maiah
kebalikannya. Dia harus menunggu sampal pihak iawan mulai menyerang, baru dia
bisa tahu bagai-mana cara menangkisnya- Oleh sebab itu, dia tadi menolak mulal
menyerang,. Houw jiau Sun tidak berani memandang enteng pemuda ini iagi. Sarangannya penuh
pemikiran yang matang. Ho Pak Tung adalah seorang ahli daiam iimu siiat cakar
harimau, namun dengan mata kepaianya sendiri dia melihat bagaimana tokoh itu
dipermalukan dan dikalahkan dengan mudah.,.
Yok Sau Cun hanya berdiri dengan te-nang Kuda-kuda kakinya pun belum dipa-sang.
Dia terus menunggu pihak lawan mulai menyerang. Kaki kirinya bergeser satu
langkah, tubuh memutar setengah lingkaran, kedua telapak tangan di kembangkan,
dari atas menekuk ke bawah. Serangan Houw jlau Sun kali ini sangat hebat Dia
tidak mau bermain-main lagi. Yang dikeluarkan adalah salah satu jurus andalannya, Entah
berapa banyak lawan yang telah dikalahkan dengan jurus yang satu ini. Sepasang
cakarnya ber-putaran, biar bagaimana lawan mencoba berkelit tetap tidak akan
terlepas dari se-rangannya, Daiam pikiran Houw jiau Sun, kalau Yok Sau Cun tidak
mati seketika, pa' llng tidak akan mengalami luka parah Tetapi apa yang dibayangkan
jauh berbeda dengan kenyataan. Melihat jurus yang keji itu, Yok Sau Cun sama sekall
tidak menghindar Dia membiarkan telapak tangannya membentur cakar harimau itu,
Houw Jiau Sun sama se-kali tidak menduga akan berakhir demikian Sekarang dia
malah yang takut dan bergeser dua tindak,.
"Hai ku totian (kura-kura menatap langit), jurus ini adalah salah satu ilmu
aliran agama To di selatan," pikir Houw jiau Sun dalam hati. Dia terkejut sekali, namun
biar bagai-mana pun dia tetap seorang yang sudah banyak pengalaman di dunia kangouw
De-ngan cepat dia bisa menenangkan hatinya. Mereka kembali bergebrak Houw jiau
Sun tetap memperhatikan setiap jurus yang digu-nakan oleh Yok Sau Cun.
"Yok siangkong, tenmalah beberapa jurus siauio ini" katanya. Tubuhnya berputar
lak-sana angin puyuh. Dalam waktu sekejap sudah sampai di depan muka Yok Sau
Cun. Sebelah lengan diacungkan. Jarak antara keduanya tinggal enam cun. Lima jan
tangannya seperti kaltan besi yang tiba-tiba mengulur dan mencengkeram bahu Yok
Sau Cun. Entah bagaimana tangannya bisa terulur sampai dua kali lipat dari biasanya.
''. Yok Sau Cun tampaknya memahami setiap jurus yang dikeluarkannya Begitu
sasarannya hampir mencapai, pasti dia menemukan Jalan untuk meloloskan diri dan
membalas Gerakannya bahkan makin lama makin lambat dan tidak bertenaga, Tetapi
begitu mencapai lawan baru menimbulkan kesan yang mengejutkan Berkali-kali
Houw jiau Sun yakln serangannya akan mengena, namun iuput kembali. Yang lebih
mengherankan adalah jurus-jurus yang digunakan pemuda itu.
"Ini Jurus Ciu cuan liong jiau dari Siauiim si," pikirnya dalam hati,.
"Mungkinkah pemuda ini murid tidak resmi dari Siaulim pai" Bisa jadi' Mamun
hanya sesaat hatinya ragu kembali. Pemuda itu sudah merubah gaya mempertahankan
dirinya. Kali ini Houw jiau Sun yakin ilmu yang digunakannya adalah salah satu jurus Kui
kiong ciang1 dart Mo kau, Kemudian dia beralih kembali pada gaya semula, Jurus
yang digunakannya kali ini adalah 'Huan ciu pat ciang yang juga berasal dari
Siaulim pai, Tapi Houw jiau Sun memang ttdak malu disebut sebagai salah satu tokoh di
dunia Bulim. Daya tangkapnya sangat cepat Setiap kali Yok Sau berhasll memecahkan
jurus serang-an yang dikerahkannya, dia segera mengganti jurus lain lagi Begitulah
berturuturut berlangsung, Satu hal yang membuat hatinya kesai, yaitu dia masih
belum bisa juga menebak asal-usul pemuda itu. Sedangkan tadi dia sudah membuka suara bahwa
dalam sepuiuh |urus dia akan berhasil mengetahuinya. Sekarang limabelas jurus
telah berlalu. Sebelumnya dia hampir yakin bahwa Yok Sau Cun adalah murid Siaulim Siapa tahu
setelah lewat limabelas jurus, dia melihat Yok Sau Cun menggunakan ilmu Ciongsan
pai, Hua san, Butong, Pat kua Heng gi, juga ilmu dan perbatasan yaitu Cang pak, Hun
kui dan Tiam cong pai llmu yang digunakan oleh Yok Sau Cun seperti gado gado Ja
ngan harap dapat meraba kepandaian dan asal usulnya dan jurus yang dia perguna-
kan Satu hal lagi yang membuat Houw jiau Sun terperanjat Ada beberapa jurus darialir-an
tertentu yang tadinya biasa-biasa saja Namun Yok Sau Cun dapat memainkannya
menjadi jurus yang lihai.
Houw jiau Sun sudah lama berkec'mpung dalam dunia persilatan Selama mi dia
belum pernah menemukan lawan seaneh ini Sema-kin bertarung semakin menurun
dan terde sak di bawah angin Sedangkan Yok Sau Cun semakin gencar Dia bagaikan
men-dapat latihan praktek yang dapat mengsm bangkan pengetahuannya.
Tiba-tiba Houw jiau Sun tertawa keras. "Bagus'" serunya Dia masih penasaran
Dikerahkannya ilmu yang tidak pernah digunakannya kecuali sudah terdesak Sekali
ini dia terpaksa menelan pil pahit pula Dengan gaya sederhana dan mudah Yok Sau
Cun berkelit ke samping pertarungan ditanjut-kan Sekarang sudah mencapai
tigapuluh jurus lebih. Bagaimana pun, Houw jiau Sun sudah berusia lanjut Daya tahannya tentu tidak
sebaik Yok Sau Cun. Lagipula dia merasa pemuda itu makin maju ilmunya setelah
ber-tarung sekian lama. Oleh karena itu, dia me rasa lebih baik menghentikan
pertarungan tersebut. "Tahan!"teriaknya.
Yok Sau Cun menank kembali serangannya.
"Apakah Lao cang sudah berhasil menge-tahui asal-usul cahhe'".
Wajah Houw tiau Sun merah padam karena malu.
"llmu silat Yok siangkong memang tinggi sekali Siaulo bukan tandinganmu.
Terpaksa mengaku kalah saja," katanya.
Mata Ciok Ciu Lan terbelalak. Ketika pertarungan itu baru dimulai, dia masih
mengkhawatirkan keadaan Yok Sau Cun. Namun pada akhir pertarungan itu, gerakan
tubuh pemuda itu makin tidak jelas lagi. Tampaknya Houw jiau Sun juga tidak
berhasil melukainya Perasaannya mulai mantap. Sekarang dia mendengar sendiri
bahwa Houw jiau Sun mengaku kalah. Hampir saja dia tidak mempercayai
pendengarannya. llmu silat Houw jiau Sin dalam dunia Bulim sudah sulit dicari tandingannya
Bagaimana mungkin dia mau mengaku kalah begitu saja'" Tapi ucapan itu
didengarnya dengan telinga sendiri, tentu tidak salah lagi Ciok Ciu Lan
membalikkan tubuhnya dan memandang pemuda tersebut.
"Yok siangkong, kau benar-benar sudah menang," katanya riang.
Yok Sun Cun tersipu-sipu Dia mengibaskan tangannya berkali-kali.
"Lao cang hanya memuji llmu silatnyalah yang amat tinggi Cayhe sungguh kagum,"
katanya. Apa yang dikatakan Yok Sau Cun juga tidak satah Bagi Houw jlau Sun, setiap kali
dia menyerang.pasti pemuda itu sempat kelabakan untuk beberapa saat Sedangkan
bagi Yok Sau Cun, meskipun dia akhirnya berhasil meloloskan diri dan maut, namun
dia harus melihat dulu serangan yang dikerahkan lawan dan memikirkan cara peme
cahannya Dia harus berpikir keras jurus mana yang cocok untuk menandingi Jurus
yang dikerahkan lawan Hal ini disebabkan pengalamannya yang masih cetek serta
belum terbiasa. Mungkin kalau dia sudah pernah bertarung beberapa kali ceritanya
akan lain lagi. Houw jiau Sun melink Ciok Ciu Lan sekilas.
"Mari kita pergi' Tiga bayangan itu melesat dengan cepat Dalam sekejap mata
mereka sudah menghilang di kegelapan malam.
Ciok Ciu Lan memandang sambil tersenyum.
"Houw Jiau Sun sudah berhasil diusir olehmu Ilmu silat Yok Siangkong demikian
tinggi, mengapa harus menutupinya?".
"Cayhe sungguh-sungguh belum pernah bertarung dengan siapa juga Malam ini
adalah untuk pertama kalinya" sahut Yok Sau Cun.
"Oh " Matanya yang indah telap menatap pemuda itu lekat-lekat" Yok Siangkong,
benarkah suhumu bernama Bubeng lojin'?" tanya Ciok Ciu Lan.
"Betul, Orang tua itu adalah guru yang banyak menanamkan budl kepada cayhe,"
sahut Yok Sau Cun. "Dia memang mewariskan ilmu silainya kepadamu, tentu sudah banyak menanam
budi," kata Ciok Ciu Lan.
"Bukan. Maksud cayhe, sebeiulnya dia adaiah seorang guru baca dan tulis di rumah
cayhe," sahut Yok Sau Cun.
"Dia mengajar engkau baca dan tulis, juga menurunkan ilmu silat Bagaimana kau
tidak tahu siapa namanya?" tanya ciok Ciu Lan heran.
Wajah Yok Sau Cun merah jengah.
"Mungkin ayah tahu. Cayhe sejak kecil memanggilnya Lao huji Tidak tahu siapa
nama aslinya Setelah menginjak dewasa cayhe juga pernah menanyakan persoalan ini.
Dia berkata "Lohu sudah lama tidak pernah menggunakan nama asli Anak, bila kau
tetap ingin mengetahuinya Lohu menamakan diri sendin Bubeng lojin. Kau juga boleh
memanggil dengan sebutan itu," sahutnya.
Ciok Ciu Lan mengedipkan matanya beberapa kali.
"Dia pasti orang yang aneh" katanya.
"Dia adalah orang tua yang welas asih, sama sekali tidak aneh," sahut Yok Sau
Cun. Tiba-tiba sebuah ingatan melintas dibenak Ciok Ciu Lan.
"Oh ya.. Yok siangkong, kau belum menjelaskan kepadaku, apa maksudmu datang ke
Kwa Ciu?" tanyanya. "Cayhe hanya kebetulan lewat saja Cayhe hendak menyebrangi sungai menuju Cen
kiang," sahut Yok Sau Cun. "Apakah kau berasal dan Cen kiang?" ta-nya Ciok Ciu Lan.
"Bukan Cayhe pergi ke Cen kiang karena ada sedikit urusan," sahut Yo Sau Cun.
"Sejak berita tentang pedang Cen ku kiam tersebar. Banyak tokoh kelas tinggi
yang berdatangan dari segala penjuru Meskipun ilmu silatmu cukup tinggi, rasanya
masih belum dapat menandingi Hek Houw Sin. Kau sudah lihat sendiri, anak buahnya saja
sudah begitu hebat kepandaiannya. Maka dari itu, lebih baik kau tidak usah
kembali lagi ke Kwa ciu kalau niatmu hanya ingin menyeberangi sungai," kata Ciok Ciu Lan.
"Apa yang dikatakan Kouwnio memang benar, namun...." Wajah Yok Sau Cun merah
padam. Ciok Ciu Lan yang melihat pemuda itu tersipu-sipu, segera teringat bahwa Yok Sau
Cun baru pertama kali berkelana, pasti belum mengenal jalan daerah tersebut Dia
tersenyum penuh pengertian.
"Tempat ini tidak seberapa jauh lagi ke Cen ciu Di sana juga ada sebuah dermaga
penyeberangan Seteiah sampai di ujung sebetah sana, hanya perlu jalan sedikit
untuk mencapai Cen kiang," katanya menjelaskan.
Yok Sau Cun menjura dalam-dalam.
"Terima kasih atas petunjuk kouwnio," sahutnya.
"Kau ini terlalu banyak adat. Man.. aku temani kau kesana ," kata Ciok Ciu Lan.
"Ini... Cayhe mana berani merepotkan'?".
Ciok Ciu Lan tertawa merdu Dia merasa lucu sekali.
"Lihat . aku baru belum lama mengatakan kau terlalu banyak peradatan sekarang
mulai lagi. Kau toh tidak mengenal jalan, maka aku yang mengantarkan. Apanya yang
merepotkan" Mari, siangkong Silahkanl"'.
Kata-kata 'siangkong yang diucapkannya, membuat pipinya sendiri merah padam.
Dalam ucapan sehari-hari, 'siangkong dan 'niocu' merupakan panggilan antara
suami istri Namun boleh juga diucapkan sebagai kata pergaulan Wajah Ciok Ciu Lan
tertunduk Dia tidak berani menatap mata pemuda tersebut Dia berjalan di muka.
Yok Sau Cun mengikuti di belakangnya Setelah berjalan cukup jauh, Yok Sau Cun tidak
dapat menahan hatinya untuk bertanya.
"Ciok kouwnio, apakah masih jauh untuk mencapai Cen Ciu'?".
Ciok Ciu Lan mengacungkan tangannya di kejauhan.
"Di depansana Yang hitam pekat itu adalah tembokkota Hendak menyeberangi
sungai, kita tidak perlu masuk ke dalamkota . Dermaga tersebut adanya di luar
tembok," katanya menjelaskan.
Tempat yang ditunjuknya tampak ada sedikit penerangan Langkah kakmya tiba-tiba
terhenti Dia menolehkan kepala dan memandang Yok Sau Cun.
"Dari sini jaraknya tinggal tiga li Maka kau akan sampai di dermaga Song kun
cian li, cung si it piek (mengantar Tuan seribu li, akhirnya harus berpisah jua) Aku
masih harus mencari ibuku Sampai di sini saja aku mengantar dirimu.".
Yok Sau Cun menank nafas panjang.
"Terima kasih atas kesudian Kouwnio mengantar Cayhe ".
"Lihat Mulai lagi Apakah aku mengantarmu hanya karena ingin mendapat kata
terima kasihmu?" tukas Ciok Ciu Lan.
Yok Sau Cun terpana Setelah ah uh. ah uh dia titiak dapat melanjutkan kembali
Ciok Ciu Lan tertawa sekali lagi Dia mencoba membuka mulut beberapa kali, seakan ada
yang ingin dlkatakannya, namun dia hanya menggigit bibir saja, tanpa dapat
berkata apaapa Kira kira sepeminuman teh, kemudian.
"Yok siangkong aku ingin aku hendak memberikan sesuatu kepadamu ".
Yok Sau Cun melihat sikap perempuan itu tidak seperti biasanya.
"Kouwnio .". Ciok Ciu Lan merogoh ke dalam keranjang yang ditentengnya. Dia mengambil
sebuah bola kecil yang terbuat dan logam.
"Ini .. Pedang yang tadi kau gunakan untuk bertarung dengan para penjahat itu
Aku lihat kau tidak membawa senjata apa-apa. Kau adalah seorang pelajar Memang lebih baik
tidak

Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

usah membawa pedang supaya tidak menarik perhatian. Tapi kau mengerti ilmu
silat, apalagi pernah bentrok dengan anak buah Hek houw sin. Pedang fentur ini, meski
bukan pedang pusaka, namun dia terbuat dari bahan besi yang lunak pedang
yang biasa saja akan tertebas putus olehnya Bila hendak digunakan dapat disentak
menjadi paniang, Bilatidak, kau dapat menggulungnya kembali seperli ini. Tidak
akan ada orang yang tahu bahwa ini adalah sebatang pedang. Lagipula kau dapat
menyelipkannya di ikat pinggang Mudah bukan" Paling sesuai untuk dirimu,"
katanya. Yok Sau Cun menggoyangkan tangannya berkali-kali.
"Cayhe benar benar tidak dapat menerimanya Kebaikan kouwnio biar cayhe simpan
dalam hati," sahut Yok Sau Cun.
"Kata kataku belum selesai. Pedang ini ibu dapatkan dari seorang tokoh golongan
hitam. Karena merasa aneh, aku lalu menyimpannya. Tapi menggunakan pedang
lentur semacam ini, harus orang yang ilmunya sesuai Bagaimana pun aku
menggunakannya, tetap tidak berhasil dengan memuaskan karena tidak cocok dengan
ilmu yang kupelajari. Tadi aku melihat kau menggunakannya untuk bertarung
Ternyata hebat sekali Ini yang dinamakan jodoh. Setidaknya aku telah berhasil
mendapatkan majikan yang pantas untuk pedang ini Kau jangan sungkan lagi.
Terimalah!' kata Ciok Ciu Lan.
Yok Sau Cun masih juga tidak berani menerimanya.
"Pedang in! adalah senjata untuk melindungi diri kouwnio, mana aku berani
menerimanya?" Dia menggelengkan kepala berkali-kali.
Ciok Ciu Lan mendelik ke arahnya.
"Kau ini suka berbelit-belit. Laki-laki tidak boleh bersikap demikian, Kita bisa
berlemu hari ini aih, kalau kau menganggap aku teman, maka kau harus menerima
pedang ini. Aku masih banyak barang lain di dalam keranjang," kata Ciok Ciu Lan.
"Tidak, kouwnio ".
Ciok Ciu Lan kesal melihat kekerasan hatinya Dia mendengus satu kali.
"Bagaimana sih. Aku, toh sudah mengeluarkannya, bagaimpna mungkin aku
menyimpannya kembali'?".
Tiba-tiba dia menank tangan Yok Sau Cun Di selipkan gulungan bola besi itu ke
dalam tangan pemuda tersebut.
"Cepat simpan, ada yang datang," kata-katanya selesai orangnya sudah melayang
jauh sekali. Yok Sau Cun menolehkan kepatanya Tidak ada siapa-siapa yang datang Ketika dia
sadar dirinya telah ditipu bayangan Ciok Ciu Lan sudah menghilang Dalam
kegelapan, hanyatinggaldia seorang diri Diatidaksem pat memanggii perempuan itu
lagi. Tangannya menimang-nimang bola besi tersebut. Bibirnya menunjukkan seulas
senyum getir. Dalam sesaat dia mengerti mengapa Ciok Ciu Lan tidak rnau
mengantarkannya sampai ke dermaga dan berhenti di tempat itu saja. Karena di
dermaga ada penerangan Hal itu berarti di sana ada orang. Dan dia tidak ingin
ada yang melihatnya memberikan pedang kepada Yok Sau Cun.
Begitulah perasaan hati anak perempuan Yok Sau Cun merasa di tangannya masih
tersisa kehangatan yang ditinggalkan Ciok Ciu Lan ketika menank tangannya tadi.
Dia menatap ke arah perempuan itu menghilang Ada sesuatu yang hilang juga dari
hatmya Seandainya dia berkeras mengejar Ciok Ciu Lan dia pasti tidak mau
menerima kembali pedang itu Lagipula sekarang belum tentu dapat terkejar lagi
Oleh sebab itu, dia terpaksa menerima pedang itu untuk sementara Dia menyimpannya di
balik baju. Setelah itu ia menuju dermaga pernyeberangan. Jarak tiga li di
tempuhnya dalam sekejap. Keadaan di dermaga itu gelap sekali. Sama sekali tidak ada penerangan Sinar
lampu yang dilihatnya dan jauh adalah dua buah lentera kecil yang tergantung di tiang
perahu. Tampaknya perahu itu akan segera berangkat Di dermaga itu ada dua tukang perahu
yang sedang bersandar Yok Sau Cun berjalan dengan tergesa-gesa Dia tidak
menengok lagi perahu apa yang ada disana . Dia hanya mernperhatikan bahwa perahu
itu sudah melepas sauh dan akan berangkat. Dia mendekat dengan tangan rnelambai
lambai. "Cuan cia (Tukang perahu), tunggu dulu Apakah tujuan perahu inikota Cen kiang"
Aku ingin menumpang Biayanya ".
Disana ada dua laki-laki bertubuh tinggi besar Salah satunya tidak membiarkan
Yok Sau Cun melanjutkan kata-katanya.
"Berhenti! Apa yang kau lakukan?" tenaknya lantang.
"Apabilatujuan kaliankota Cen kiang, aku ingin menumpang ' kata Yok Sau Cun
sambil terus melambaikan tangannya.
Laki-laki tinggi besar tadi mendelik ke arahnya.
'Apakah kau tidak lihat lebih tegas, perahu apakah ini" Masih tidak cepat-cepat
menggelinding!" bentaknya.
Yok Sau Cun mendongkol juga mendengar nada bicaranya yang kasar.
"Cayhe hanya bertanya, apakah tujuan kahankota Cen kiang'" Kalau betul, cayhe
ingin menurnpang Andaikata bukan, ya tidak apa apa Mengapa kau demikian tidak
tahu sopan santun?" sahutnya.
Laki-laki tinggi besar itu berdiri tegak Dia berkacak pinggang dan melotot ke
arah Yok Sau Cun. "Bocah busuk! Matamu sudah buta'" ben taknya.
Melihat kekasaran laki-laki itu, tanpa sadar Yok Sau Cun marah juga.
"Meskipun kau yang mengurus perahu ini, juga tidak boleh, ngoceh sembarangan!"
tenaknya. "Locu mengoceh atau menyakiti hatimu karena matamu memang sudah buta.
Mengapa masih tidak cepat-cepat enyah dari sini?".
"Lagak kalian sungguh besar Entah menenma penntah siapa?" teriak Yok Sau Cun
kesal. Laki-laki yang satunya lagi juga ikut berkacak pinggang.
"Buat apa kau ribut-ribut dengannya" Orang rendah yang tidak membuka matanya
lebar lebar Mengapa kau tidak melemparkannya saja ke dalam sungai?" katanya
menyarankan. "Betul'" sahut yang pertama Dia segera menghampiri Yok Sau Cun. Tangannya
diulurkan dengan cepat Dia mencengkeram baju bagian dada pemuda itu.
"Kalian manusia-manusia jahat Buka mulut menyakiti hati, gerak tangan langsung
pukul Apakah tidak ada hukum lagi di negara ini?" katanya tajam Ditariknya tangan yang
sedang mencengkeram bajunya itu Sekali sentak tangan itu sudah terlepas
Dengan kecepatan yang sukar diraba, dia mengangkat tubuh laki-laki itu dan
melemparkannya sejauh tujuh depa.
Laki-laki yang kedua melihat temannya dilemparkan dengan begitu mudah jadi
marah sekali,. "Bocah busuk1 Kau sudah bosan hidupi" teriaknya Sekali meloncat, tangannya
terulur untuk mencengkeram bahu Yok Sau Cun Gerakan pemuda itu masih
menggunakan jurus yang sama Laki-laki itu pun mengalarm nasib seperti rekannya,
terlempar jauh. Keributan ini sudah membuat orang-orang yang berada di atas perahu terkejut Dua
laki-Jaki tmggi besar itu terlempar sampai babak belur Mereka segera bangkit dan
ingin menerjang Yok Sau Cun kembali Tiba-tiba tercium bau harum memancar dari
atas perahu, disusu! dengan teguran suara yang merdu.
"Dengan siapa kalian bertengkar?" Kedua laki-laki yang mencan gara-gara itu,
segera berdiri dengan sikap hormat.
"Cui kouwnio " panggil mereka serentak.
Orang yang dipanggil Cui kouwnio itu adalah seorang gadis berpakaian hijau dan
sangat cantik Matanya mendelik ke arah dua orang itu.
"Aku bertanya dengan siapa lagi kalian berkeiahi kali ini'?" Sebetulnya mata
gadis itu sedang mengerling Sejak semula dia sudah meiihat Yok Sau Cun, tapi dia pura-pura
tidak tahu. Laki-laki yang pertama menyerang segera menuding ke arah pemuda itu.
"Bocah ini tidak bertanya lagi, langsung menerjang ke dermaga Siaujin hanya
menyuruh dia pergi dari sim dan mendorongnya Mana tahu dia perlakukan Siaujin
dengan kasar," katanya.
"Hanya begitu?" tanya Cui kouwnio Matanya menatap sekilas kepada Yok Sau Cun
Kemudian menoleh lagi kepada anak buahnya "Pemuda ini hanya seorang pelajar Pasti kalian
yang menghinanya lebih dahulu, bukan?" tanyanya dengan suara
berwibawa. "Cui kouwnio, Jangan lihat tampangnya yang seperti pelajar llmunya lumayan
juga," sahut laki-laki yang kedua.
Alis mata Cui kouwnio agak berkerut Bibirnya tetap tersenyum.
"Siangkong ini . Tengah malam menyerbu ke dermaga ini, apakah memang ingin
mengganggu karm?" tanyanya.
"Kouwnio harap maklum Cayhe sedang tergesa-gesa ingin menyebrangi sungai.
Melihat ada sebuah perahu yang segera berangkat, cayhe bermaksud menumpang
Cayhe menanyakan kedua laki-laki itu dengan cara baik baik, apakah perahu ini
menuju kota Cen kiang'. Siapa tahu mereka tidak mengenal sopan santun dan
mengucapkan kata kata yang kasar," sahut Yok Sau Cun.
"Bagaimana cara kasar mereka" Apa yang diucapkannya?" tanya Cui kouwnio.
"Cuan cia itu buka mulut langsung menyuruh cayhe enyah Dan mengatakan mata
cahye buta," sahut Yok Sau Cun.
Cui kouwnio tersenyum simpul.
"Kau menyerbu ke dermaga ini, lagipula berani sembarangan hendaK menumpang
Mereka menyuruhmu enyah, masih termasuk sungkan Andaikata matamu tidak
terbuka, kau toh masih mempunyai telinga untuk mendengar, siapakah pemilik
perahu ini'"' katanya. Yok Sau Cun merasa darahnya naik ke atas kepala.
"Memangnya siapa pemilik perahu ini'?" tanyanya.
Cui kouwnio tertawa lebar.
"Itulah sebabnya merekamengatakan matamu buta".
Yok Sau Cun tertawa dingin.
"Cayhe melihat wajah kouwnio cantik jelita. Mestinya dan keluarga terpandang dan
terpelajar. Siapa sangka satu komplotan dengan laki-laki kasar itu," katanya
sims Wajah Cui kouwnio berubah hebat "Kau berani mengeiek aku?" bentaknya "Manusia mesti
mengoreksi diri sendiri lebih dahulu, sebelum orang lain yang mengoreksinya
Kalau kauwmo tidak membuka mulut dengan kata-kata kasar cayhe juga tidak
melakukan hal yang sama." kata Yok Sau Cun.
Wajah gadis itu merah padam Kekesalan hatinya memuncak.
"Aku rasa ada yang sudah menelan nyali hanmau, rupanya memang sengaja rnencari
garagara di sini Hm. Aku tidak percaya kau mempunyai-keberanian sebesar ini dan
ingin mencan masalah di atas perahu siocia kami," katanya Kemudian pergelangan
tangannya di angkat, sepasang gefang diso rongkan ke depan.
"Kalian rupanya memang turunan manu sia manusia rendah," sahut Yok Sau Cun di
ngin Dia menoleh pun tidak, tangannya diki baskan seenaknya Sepasang gelang
tangan yang sedang mengarah kepadanya langsung tersentak ke samping Untung saja
yang menyerangnya adalah seorang anak gadis, kalau tidak dia tentu akan
melamparkannya seperti kedua laki-laki kasar tadi Tidak! Tangannya membentur
sesuatu yang lembut, Oleh karena itu dia baru sadar bahwa dirinya tidak boleh
memperlakukan seorang gadis dengan kasar Dengan demikian dia melepaskan lengan
yang berhasil dicengkeramnya.
Cui kouwnio sangat penasaran melihat pergelangan tangannya dicengkeram begitu
saja. Hatinya tergetar Setelah mengaduh sekali, dia menank tangannya dengan se
kuat tenaga Namun dia tidak berhasil, sampaiYou Sau Cun merenggangkan pegangannya
barulah dia dapat terlepas Wajahnya yang bersemu dadu seketika menjadi merah
padam Dia meraba pergelangan tangan yang masih terasa agak sakit karena
cengkeraman yang keras itu Ditatapnya Yok Sau Cun dengan mata mendelik Dia
marah sekali. "Bagus' Berani menghma aku! Malam ini aku tidak akan mengampuni jiwamu!
Teriaknya Gaunnya melambai, dalam sekejap saja tangannya SLfdah menggenggam
sebatang pedang Sinarnya berkilauan Pedang itu diacungkan ke depan "Manusia
jahat lihat pedang!" Dengan sengit dia melancarkan se buah serangan yang hebat. Tepat pada
saat itu, terdengar sebuah suara merdu berkumandang dari dalam perahu.
"Siau cui, tidak boleh kurang ajar".
Cui kouwnio segera menank kembali pedangnya. Wajahnya cemberut.
"Siocia, dia yang tidak tahu aturan," katanya.
Yok Sau Cun mengalihkan pandangannya ke arah suara itu. Dia melihat seorang
perempuan berdiri di ujung perahu Pakaiannya berwarna hijau muda Wajahnya
ditutupi sehelai cadar tipis, sehingga tidak terlihat bagaimana rupanya dan
berapa usianya Tetapi dan gayanya yang anggun dan jari tangannya yang tersembul dan
balik lengan bajunya, mestinya dia seorang wanita yang cantik jelita.
"Aku sudah mendengar semuanya, kalian yang memulai pertengkaran. Sikap kalian
sangat memalukan. Lekas minta maaf kepadanya'" bentak wanita berbaju hijau itu.
"Siau cui minta maaf kepada siangkong," katanya seperti terpaksa.
Yok Sau Cun tertawa datar Dia nnenjura kepada wanita berbaju hijau itu.
"Cayhe telah nnengganggu ketenangan siooa, cayhe merasa tidak enak hati Selamat
tinggal" Perkataannya selesai, dia segera membalikkan tubuh dan berjalan'.
"Siangkong, harap hentikan langkah!" terdengar suara lembut wanita baju hijau
itu. Yok Sau Cun membalikkan tubuhnya "Apakah Siocia ada pertanyaan
lagi'?"tanyanya. "Bukankah kau tergesagesa hendak ke kota Cen kiang" Perahu im kebetulan memang
menuju ke sana Kalau siangkong tidak keberatan, silahkan naik ke atas perahu," kata
wanita baju hijau itu. Yok Sau Cun terpana Tadinya dia memang ingin menumpang Tapi dia tidak
menyangka kalau dalam perahu itu hanya ada seorang wanita. Lagiputa wanita ini
tampaknya sangat supel dan mempunyai pandangan yang terbuka Sejak kecil dia
memang belum pernah berdekatan dengan kaum perempuan Dia merasa kikuk.
"Ini Rasanya kurang leluasa bukan?" tanyanya gugup.
Mata yang cemerlang menembus lewat cadar yang tipis dan berarti di wajah Yok Sau
Cun. "Tujuan kami memang ingin menyeberangi sungai. Siangkong kebetulan mempunyai
tujuan yang sama. Tidak ada yang dapat disebut kurang leluasa Siangkong tidak usah
ragu, silahkan naik ke atas perahu," kata si wanita baju hijau. Dia segera berjalan
masuk ke dalam perahu.

Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cui kouwnio mengerling sejenak kepada Yok Sau Cun Ada sesuatu yang mulai
dimengerti olehnya. Dia mendengus sekali.
"Siocia kami sudah menyuruh kau naik ke atas perahu, mengapa tidak melakukannya
segera''" katanya dengan nada ketus.
Gadis itu menunggu di atas Jembatan Dia menunggu Yok Sau Cun naik lebih dahulu
Yok Sau Cun merenung se|enak, kemudian dia meloncat ke atas jembatan
penyeberangan itu Cui kouwnio mengikuti di belakangnya Setelah ikut meloncat ke
atas jembatan, dia segera mendahului Yok Sau Cun dan membuka tirai perahu
tersebut. "Siangkong, silahkan," katanya.
Yok Sau Cun hanya ingin menumpang perahu itu Apalagi pemiliknya adalah seorang
wanita, dia tentu tidak enak masuk ke ruangan dalam Oleh sebab itu, dia
mengulapkan tangannya berkalikali.
"Tolong katakan tenma kasih kepada Siociamu Lebih baik aku beristirahat di
geladak saja. Itu juga lebih dan lumayan" sahut Yok Sau Cun.
Cui kouwnio mencibirkan bibirnya.
"Tampaknya ilmu silatmu cukup tinggi Mengapa pelintat pelintut seperti kutu
buku?" sindirnya. Sebelum Yok Sau Sun sempat menjawab, terdengar suara lembut tadi kembali
berkumandang dan ruangan dalam.
"Kalau Siangkong sudah naik ke atas pe rahu, mengapa tidak masuk ke dalam kabin.
Menyeberangi sungai juga memerlukan waktu yang cukup lama Ruangan geladak itu
sempit sekali Lagi pula angin kencang, ombak bergelombang Bagaimana kami boleh
melayani tamu dengan cara demikian" Lebih baik Siangkong tidak usah banyak
peradatan lagi.". Tangan Cui kouwnio menarik tirai penghubung sekali lagi.
"Betul Siocia sudah mengundang kau masuk Buat apa sungkan?" katanya dengan nada
menyindir. Ruangan dalam perahu itu luas sekali. Tirai tirai terpasang dengan rapi dan
indah Di kedua sisinya terdapat jendela kaca. Karena saat itu han sudah malam, maka
jendelajendela itu sudah ditutup. Tadinya wanita berbaju hijau itu duduk di
samping sebuah me| a kecil. Dia berdiri ketika melihat Yok Sau Cun masuk.
"Siangkong, silahkan duduk!" katanya.
Yok Sau Cun mengibaskan tangannya dengan gaya kebingungan.
"Cayhe merasa tidak enak hati telah mengganggu Siocia," sahutnya.
Wanita berbaju hijau itu melinknya sekilas Dia megenakan cadar penutup wajah.
Tentu saja Yok Sau Cun tidak tahu gerak-gerik mukanya.
"Kita bertemu secara kebetulan Boleh dibilang ada jodoh. Buat apa Siangkong
merasa sungkan terus?" katanya.
"Siangkong, silahkan duduk! Siau Cui akan menuangkan teh untukmu," lanjut Cui
kowvnio Tingkahnya sungguh menyebalkan Yok Sau Cun Di depan siocianya dia
mengambi! hati Tapi di belakangnya dia ketus sekalf. Setelah mengucapkan kata-
kata tadi, dia baru melangkah keluar meninggalkan mereka.
"Mengapa Siangkong berdiri terus'" Silahkan duduk," kata wanita berbaju hijau
itu. "Tenma kasih," sahut Yok Sau Cun sambi! duduk di atas sebuah kursi pendek dekat
pintu. Perahu itu sudah mulai berangkat Malam hari angin sangat kencang Begitu
memnggalkan pelabuhan, perahu itu terombang-ambing. Tentu saja harus duduk baru
bisa tenang. Wanita berbaju hij'au itu tertawa merdu melihat sikap Yok Sau Cun.
"Siau Cui mengatakan kau adalah seorang kutu buku. melihat tampangmu yang [ugu,
kau memang minp kutu buku," katanya.
Yok Sau Cun hanya tersenyum mendengar perkataan itu.
"Tampaknya kau bukan orang dunia Bulim?" tanya wanita itu mengalihkan arah
pembicaraan. "Cayhe memang bukan orang Bulim," sahut Yok Sau Cun.
"Kau adalah putera keluarga baik-baik Seorang pelaiar bukan?" tanya wanita itu
kembali. "Cayhe belum pernah benar-benar belajar ilmu silat Hanya pernah berlatih selama
beberapa tahun di rumah," sahut Yok Sau Cun.
"Begitu baru betu! Hanya orang yang belajar membaca dan menulis baru mengerti
sopan santun " kata wanita tersebut.
Pada waktu itu Siau cui masuk dan meletakkan secangkir teh di atas meja.
"Sayangnya sedikit pemarah," sahutnya,.
"Siau cui, jangan mengoceh sembaranganl' kata wanita baju hijau itu Cui kouwnio
mengiakan Dia menoleh ke arah Yok Sau Cun.
"Siangkong, silahkan minum ".
"Tenma kasih, Cui kouwnio," sahut Yok Sau Cun.
Cui kownio seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi tidak jadi Wanita berbaju
hijau itu mengangkat kepalanya.
"Aku masih belum tahu nama Siangkong yang mulia," katanya.
"Cayhe Yok Sau Cun.".
"Siocia kami bernama Hui Fei Cin," Siau cui menjelaskan.
Wanita berbaju hijau itu tampak panic.
"Siau cui !" Bentaknya Cui kouwnio tertawa-tawa.
"Siocia sudah menanyakan nama or'ang Seharusnya memperkenalkan diri sendiri juga
Siocia tentu malu hati mengatakannya, maka Siau cui yang mewakili," katanya.
"Aku toh tidak bermaksud menyembunyikan nama,' kata wanita yang bermana Hui Fei
Cin itu. Dia menoleh kembali kepada Yok Sau Cun, "Yok siangkong
menyeberangi sungai dengan tujuan kemana'?".
"Cen kiang," sahut Yok Sau Cun.
"Ada apa Yok Siangkong ke kota tersebut'?"tukas Siau Cui.
"Cayhe bermaksud mencan seseorang," sahut Yok Sau Cun.
"Kalau begitu Yok Siangkong pasti tidak akan tama menetap di kota itu. Dua hari
lagi kami akan kembali ke Yang ciu. Setelah urusan Yok Siangkong selesai, boleh
ikut kami ke Yang ciu untuk berpesiar," kata Siau Cui.
Di balik cadar penutup wajahnya, mata Hui Fe Cin bersinar cerah.
"Kalau Yok Siangkong sudi mampir di kota kami siaumoi pasti akan menyambut
dengan senang," Dia sendiri telah menyebut dirinya sebagai Siaumoi. Hal ini
membuktikan bahwa dia masih seorang gadis remaja.
Yok Sau Cun yang mendengar nada bicaranya begitu senus, menjadi agak terkejut.
"Kalau cayhe ada waktu luang tentu akan memenuhi undangan dengan senang hati,"
sahutnya. "Siaumoi bermaksud merubah kata kalau ada waktu luang' Yok Siangkong," kata Hui
Fei Cin. "Entah bagaimana cara Siocia merubahnya?" tanya Yok Sau Cun.
"Merubah dengan kata "kalau urusan Cen kiang sudah selesai' Bagaimana pendapat
Yok Sia'ngkong?". Sekali lagi Yok Sau Cun terpana Dalam hati dia berpikir "Kalau melihat perkataan
yang dirubahnya, maka berarti kalau urusan Cen kiang sudah selesai, mau tidak mau aku
harus berkunjung ke rumahnya Dia adalah seorang gadi.s yang cerdik tentu tidak mau
mengatakan secara terus terang kepada seorang laki-iaki Dia bermaksud
mengajak aku ke rumahnya. Oleh sebab itu dia merubah perkataan 'kalau ada waktu
fuang' menjadi kalau urusan di Cen kiang sudah sele sail Bukankah maksudnya
sudah jelas?". Yok Sau Cun memandang kepada Hui Fei Cin Untuk sesaat dia tidak tahu bagaimana
harus membenkan jawaban Cui kouwnio diam diam meninggalkan mereka berdua.
Hui Fei Cin menunggu beberapa saat Dia belum mendapat jawaban dan Yok Sau
Cun. "Kau tidak bersedia?" tanyanya dengan nada pilu.
"Siocia jangan menduga yang bukan-bukan Cayhe " sahutnya panic.
"Aku tak tahu Mungkm aku menganggap pertemuan kita hanya kebetulan Tidak
perlu saling mengenal lebih mendalam Namun entah mengapa aku bisa bisa'?" Nada
suaranya semakin menyedihkan. Setelah berhenti sejenak Dia memaksa kan diri untuk menatap pemuda itu.
"Yok Siangkong adalah seorang laki-laki sejati Penampiiannya pun amat sopan
Benar benar membuat siaumoi kagum Aku menyesal mengapa dilahirkan sebagai
seorang anak gadis Kalau tidak, aku akan mengangkat persaudaraan dengan Yok
Siangkong Hal mi memang menyedihkan Ada sebuah pepatah zaman duiu yang
sangat bagus Jin sin tek it ce yi, si el bo han jAsalkan bisa mendapatkan apa
yang di dambakan, mati pun tidak percuma) lanjut Hui Fei Cin.
Mendengar kata-kata itu, Yok Sau Cun semakin terperanjat. Dia mengibaskan
tangannya dengan panik. "Tenma kasih atas cinta kasih Siocia, cayhe tidak berani menyambutnya.".
"Kalau Siangkong tidak keberatan nama kecilku adalah Fei Cin Harap Siangkong
memanggil nama itu saja," kata Hui Fei Cin. "Ini...." Yok Sau Cun semakin gugup.
"Aku tadi sudah mengatakan, seorang manusia asal bisa mendapatkan apa yang
didambakan mati pun tidak sia sia. Aku percaya diriku tidak berumur pendek, Yok
Siangkong juga akan hidup lama. Itu hanya sebuah perumpamaan Siaumoi bermaksud
baik. Mengundangdan berkunjung ke rumah untuk saling mengenal lebih dalam.
Benarkah kau tidak bersedia'"' tanya Hui Fei Cin sendu.
Yok Sau Cun jadi serba salah.
"Sio cia jangan menduga yang bukan-bukan. Cayhe tidak ada maksud demikian.
Hanya. .". "Kalau begitu kau, ." Tangannya dengan lembut menarik cadar yang menutupi
wajahnya. Tia (ayah) yang menyuruh aku mengenakan cadar ini. Orang tua itu
mengatakan bahwa merantau di dunia kangouw sangat berbahaya. Lebih baik jangan
menunjukkan wajah asli pada siapa pun Yok Siangkong adalah laki-laki yang jujur
Siaumoi sengaja membuka cadar ini agar bila kelak kita bertemu lagi, Yok
Siangkong tidak lupa," katanya.
Cadar itu telah dilepas Dia adalah seorang gadis remaja dengan wajah berbentuk
kuaci. Hidungnya mancung. Wajahnya tenang dan lembut Meskipun dia tidak
secantik pelayannya Siau cui yang sangat rupawan. Setelah melihat wajah aslinya,
Yok Sau Cun malah lebih tenang Dia tersenyum lernbut.
"Harap Sio Cia mengenakan cadar itu kembali," katanya.
Huei Fei Cin mengerlingkan matanya yang seperti telaga berair jernih. Dia juga
tersenyum manis. "Apakah YokSiangkong sudah mengingat wajah siaumcn?" tanyanya Sebetulnya,
meskipun wajahnya biasa saJa namun sepasang matanya yang sayu dan giginya yang
putih memberi kesan menawan Yok Sau Cun menganggukkan kepaianya.
"Cayhe sudah ingat betul" sahutnya.
Hui Fei Cin mengenakan kembali cadar penutup wajahnya.
"Yok siangkong belum menjawab permlntaan siaumoi Apakah setelah urusan di Cen
kiang selesai, Yok Siangkong bersedia mampir ke rumah?".
'Melihat kesediaan Siocia mengundang, setelah urusan ini selesai, tentu cayhe
akan berkunjung ke sana," sahut Yok Sau Cun.
"Ternyata aku memang tidak salah memlai Yok Siangkong benar-benar seorang laki
laki sejati," kata Hui Fei Cin.
Tiba-tiba Slau cui masuk ke dalam ruangan dengan sikap tergesa-gesa.
"Siocia, di pelabuhan terdapat sinar terang jangan jangan Ku Taiya mengutus
orang untuk menjemput kita,' katanya.
"Meskipun Ku ku (paman) tahu aku akan datang, juga tidak mungkin menyuruh
orang menyambut dan jarak demikian jauh " sahut Hui Fei Cin.
Siau Cui tersenyum penuh rahasia.
"Belum tentu Meskipun Ku loya tidak menyuruh orang menyambut, tentu ada orang
lain yang ". "Saiu cui, jangan ngoceh sembarangan'" tukas Hui Fei Cin.
Siau cui meniulurkan lidahnya dengan cepat dia keluar kembali ke depan perahu
perlahan lahan menepi Akhirnya bersandar Terdengar suara tenakan Siau cui di
muka pintu. 'Sio cia Piau siauya sendiri yang datang menjemput Tandu sudah tersedia di d^r
maga Silahkan Siocia keluar!".
Hui Fei Cin tampak menank nafas panlang Dia berdiri dan menoleh kepada Yok Sau
Cun. "Yok siangkong, silahkan!" katanya.
"Siau cui masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Sio cia, kau saja yang naik lebih dahulu Yok Siangkong biar menunggu sebentar
lagi," katanya dengan suara rendah.
"Mengapa harus begitu" perahu toh sudah bersandar. Yok Siangkong adalah tamuku.
Dengan sendirinya harus didahulukan Kau Jangan banyak mulut'" sahut Hui Fei Cin
sambil mendelikkan matanya. Siau cui tidak berani banyak bicara lagi. Dia mundur keluar dan membukakan tirai
penghubung. "Yok Siangkong jangan melupakan perjalanan ke Yang cui. Jangan membuat
siaumoi mendambakan siang malam," kata Hui Fei Cin.
Dia tidak memberi kesempatan kepada pemuda itu untuk menjawab. Dia hanya
mengulurkan tangannya dan mengucapkan. Silahkan!".
Yok Sau Cun mulai bisa menenangkan diri. Dia tidak sungkan lagi.
"Terima kasih," sahutnya kemudian mendahului Hui Fei Cin melangkah ke luar dari
anjungan perahu. Hui Fei Cin mengikuti di belakangnya Tukang perahu sudah menyediakan papan
untuk meniti Dia membiarkan Yok Sau Cun berjalan di muka dengan diiringi Hui Fei
Cin dan Siau cui. Di sekitar pelabuhan terlihat delapan orang laki-laki bertubuh tinggi besar.
Mereka memakai baju tanpa lengan Tangan masing-masing membawa obor Mereka berjajar
berbentuk bansan yang rapi Di samping mereka terdapat sebuah tandu berwarha
hijau. Di depan orang-orang itu ada seorang pemuda yang berwajah tampan. Dia sedang
berdiri menghadap jembatan titian Pakaiannya berwarna biru langit Ikat pinggang
merupakan sulaman dengan batu kumala menjuntai di uJungnya Sepatunyajuga
bersulam indah. Selain itu dia mengenaRan ikat rambut berwarna biru langit juga
Alisnya hitam lebat. Raut wajahnya persegi dan gagah Bibir nya kemerahan
Sayangnya ada sedikit ke san sombong pada diri pemuda itu.
Pemuda berpakaian biru langit itu melihat bahwa yang pertama-tama turun adalah
seorang pemuda yang tidak pernah d;kenalnya Dia agak terpana Dengan sendirinya
Yok Sau Cun juga sudah melihat pemuda tersebut Pikirannya membayangkan katakata
Siau Cui yang meminta Siocianya naik lebih dahulu. Dalam sekejap hatinya
mulai yakin Kemungkinan besar pemuda inilah yang disebut sebagai Piau siauya
tadi. Yok Sau Cun terpaksa menjura dengan hormat kepadanya.
Meskipun pemuda berpakaian biru langit ilu iiicmporhnlikan Yok Sflii Cun donfian


Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sek Gaina lapi dia [icldk mGmpordulikan peng hormatan yang dilakukan olehnya
Matanya malah dialihkan kepada Hui Fei Cin Wajahnya menampilkan senyum.
'Piaumoi, mengapa sampai saat im kau baru tiba" Sejak sore han aku sudah
bergegas datang ke sini Aku menunggu terus sampai sekarang Aku kira kau tidak jadi datang
malam ini," katanya. "Siaumoi minta maaf karena piauko menyambut dari tempat yang jauh Siaurnoi ada
urusan sedikit sehingga terlambat Siapa suruh kalian menyambut dari kemann sore?"
sahut Hui Fei Cin. "Tia tidak tenang Dia mengatakan bahwa dalam beberapa han ini perjalanan kurang
aman. Dia mengharuskan aku menunggu di smi," kata pemuda itu.
"Paman juga ketedaiuan Aku toh bukan anak kecil lagi. Masa aku bisa
menghilang'?" gerutu Hui Fei Cin dengan wajah cemberut.
Mata pemuda itu melink ke arah Yok Sau Cun.
"Piaumoi Orang ini ".
"Ah Aku lupa memperkenalkan kalian berdua Ini adalah Yok Siangkong ...".
Yok Sau Cun tidak menunggu sampai kata-katanya selesai Dia segera memper
kenalkan diri sendiri kepada pemuda tersebut.
"Cayhe Yok Sau Cun Tadi menumpang perahu Siocia untuk menyeberang " Selesai
memperkenalkan diri, dia segera menoleh kepada Hui Fei Cin "Tenma kasih atas ke
baikan hati Siocia membiarkan cayhe menumpang Sampai jumpa".
Di balik cadar penutup wajahnya, Hui Fei Cin tergetar.
"Yok Siangkong tidak perlu sungkan," sahutnya.
Pemuda berpakaian biru langit itu mengerling ke arah Hui Fei Cin Dia memaksakan
diri untuk tersenyum. "Yok heng, silahkan " katanya.
Tanpa melihat lagi kepada Yok Sau Cun, dia segera berkata dengan suara rendah.
"Piaumoi han sudah larut. Cepat naik ke a.tas tandu," lanjutnya.
Yok Sau Cun melewati kedua orang itu, dengan iangkah santai dia melanjutkan
perjalanan Mata Hui Fei Cin menatapnya sampai menghflang di kegelapan Setelah
itu dia baru naik ke atas tandu Siau cui menurunkan tirainya.
Pemuda baju biru itu tentu dapat merasakan kebimbangan hati Hui Fei Cin yang
tidak seperti biasanyaAda sesuatu yang hilang dan sinar matanya yang bening. Dia
mengangkat tangannya memben isyarat kepada beberapa laki-laki tadi Tandu segera
diusung Pemuda itu sendiri naik ke atas kudanya Dia mengawa! dari belakang.
Oborobor di tangan laki-laki tinggj besar itu membuat daerah sekitar itu terang
benderang. Orang banyak sudah berlalu Tidak lama kemudian, tampak sebuah sampan muncul di
permukaan sungai. Karena cuaca gelap maka tidak terlihat jelas apa yang ada
diper. mukaan sungai Sampan itu kecil sekali OIeh sebab itu, lebih sulit lagi diketahui
orang. Sampan kecil itu bergerak cepat Tidak sampai sepeminuman teh sudah tiba di
dermaga. Terlihat bayangan seseorang Dia melayang dan atas sampan tersebut
Sebentar saja sudah sampai di jembatan titian.
Dia adalah laki laki berus.ia pertengahan. Bentuk tubuhnya sedang-sedang saja
Wajahnya putih bersih Dalam kegelapan, ma tanya berkilauan Sekali lihat saja
sudah dapat dipastikan bahwa dia adalah orang yang berilmu tinggi.
Setelah mencapai daratan, matanya di edarkan ke sekelilmg tempat itu, kemudian
mengarah kepada tandu yang sudah berada di jarak yang jauh Tubuhnya melesat
cepat. Dia mengikuti rombongan orang tadi secara diam-diam Dari caranya melayang
dan mengintil tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, dapat dibayangkan sampai di
mana ginkang yang dimilikinya.
Siapakah orang itu'" Apa tujuannya^ Apakah dia ditugaskan oleh seseorang"
Mungkm selain orang itu sendiri, tidak ada orang lain yang akan mengetahui
jawabannya. Cen kiang, sebuah kota yang menjadi persimpangan antara dua sungai In ho dan
Cang kiang Kota kecil itu juga menjadi pusat perdagangan Keadaannya ramai sekali
Kehidupan di sana cukup makmur oleh karena itu, meskipun malam hari tetap saja
semarak, lentera-lentera besar memenuhi jalan.
Rumah makan, kedai minum Tempat hiburan banyak terdapat di kota itu Pada musim
apa pun, selalu ada saja tamu yang keluar masuk penginapan-penginapan di kota
kecil tersebut. Yok Sau Cun memilih sebuah penginapan di dalam kota. Dia melangkah masuk
Tepat pada saat itu, ada seseorang yang mengintil d' belakangnya Ketika Yok Sau
Cun sudah masuk ke dalam dia mendongakkan kepafanya ke atas seakan hendak
menghapalkan nama pengmapan tersebut Sesaat kemudian baru dia mengundurkan
diri. Kalau melihat dan pakaiannya bukankah dia yang tadi menggotong tandu Hui Fei
Cin dan merupakan anak buah pemuda berbaju biru langiP Mengapa dia harus
mengintil di belakang Yok Sau Cun?".
Keesokan paginya Yok Sau Cun mfin bayar sewa kamarnya. Dia juga menanyakan
kepada pengurus penginapan tersebut, kemana arah harus ditempuhnya apabiia
hendak menuju Cang ciu Setelah itu dia melan jutkan perjalanan.
Sebetulnya dia mempunyai seekor kuda sebagai alat transportasi Namun ketika di
Kwa ciu, dia diseret oleh Ciok Ciu Lan meninggalkan kedai minum Kuda itu di
tambat di bawah sepatang pohon liu Karena keadaan waktu itu sangat tergesa-gesa
maka kuda itu tidak sempat diambilnya Sekarang dia terpaksa menempuh perjalanan
dengan sepasang kakinya. Siang hannya dia sudah sampai di Tan yang Dia tidak masuk ke dalam kota itu Dia
mengisi perut di sebuah kedai kecil di pinggir jalan Tempat itu merupalan
perbatasan penting menuju Lam pak Banyak orang yang menempuh perjalanan benstirahat di
sana Apalagi tengah hari seperti ini, banyak tamu yang sedang bersantap Kedai
yang hanya berisi beberapa meja itu sudah penuh semuanya Terpaksa la bergabung dengan
orang lain. Yok Sau Cun memesan semangkok mi dan seporsi bakpao. Baru saja dia mulai
makan dan minum, ketiga orang yang duduk semeja dengannya sudah selesai
bersantap dan menmggalkan kedai tersebut Tidak lama kemudian, seorang tamu
berpakaian hijau dan bertubuh sedang menggantikan mereka di hadapannya Usia
orang itu seki tar empatpuluhan Dia menjura kepada Yok Sau Cun.
'Apakah Siangkong hanya seorang d'ri?" sapanya.
Yok Sau Cun mendongakkan kepalanya.
"Cayhe hanya seorang diri Silahkan hengtai duduk," sahutnya.
"Terima kasih " Laki-laki itu tanpa segan segan lagi duduk di hadapan pemuda
itu. Pelayan mengantarkan sebuah ceret tah Dia menanyakan apa yang hendak dipesan
oleh laki-laki setengah baya itu Sesudah itu ia segera mengundurkan diri.
Yok Sau Cun juga tidak memperdulikan,. Dia menyantap hidangan di depannya
dengan penuh selera. Setelah kenyang, dia membayar semuanya. Dia bermaksud
melanjutkan kembali perjalanannya.
Terlihat seseorang dengan dandanan pengawal menghampinnya dengan tergesa-gesa.
Dia membungkukkan tubuhnya di hadapan Yok Sau cun.
"Apakah anda Yok Siangkong?" sapanya.
Yok Sau Cun agak terpana mendengar teguran itu.
"Cayhe memang Yok Sau Cun Anda ..".
Laki-laki itu mengunjukkan senyuman lebar.
"Siau ya menerima perintah Kongcu untuk mengundang Yok siangkong," katanya.
'Siapa kongcu saudara?" tanya Yok Sau Cun.
'Kalau Yok Siangkong sudah bertemu dengan Kongcu kami, dengan sendirinya akan
tahu," sahut pengawal itu.
"Cayhe dengan kongcu saudara belum mengenal dengan akrab Dia mengutuskan
untuk mengundang aku, entah apa keperluannya?" tanya Yok Sau Cun "Kongcu kami
hanya memmta siau jin lengundang Yok siangkong. ada perlu apa, siau Jin tidak
dibentahu," sahut pengawal itu.
Meskipun Yok Sau Cun merasa penstiwa ini agakaneh Dan diatidaktahu siapa kong
cu laki-laki di hadapannya ini, namun dia tidak dapat menghiiangkan penasaran
yang ada di hatinya. 0!eh karena itu dia menganggukkan kepalanya.
"Baiklah Di mana kongcumu sekarang'?" tanyanya.
"Kongcu kami berada di depan sana Dia sedang menantikan kedatangan Yok Siang
kong," kata pengawal itu. Yok Sau Cun mengibaskan tangannya.
"Tolong saudara menunjukkan jalan," katanya.
"Baik . baik Harap Yok Siangkong mengikuti siau jin," ajaknya setelah mengiakan
berkali-kali. Pengawal itu berjalan di depan Yok Sau Cun mengikuti di belakangnya. Setelah
menempuh perialanan sejauh tiga li, pemuda itu merasa cunga Tidak seorang pun
yang ter lihat di sekitar itu Dia tidak dapat menahan sabar lagi.
"Sebetulnya di mana kongcu saudara menunggu?" tanyanya.
Pengawal itu menunjuk ke arah depan. "Di tempat peristirahatan itu," sahutnya
Yok Sau Cun mengarahkan pandangan ke tempat yang ditunjuk pengawai tersebut. Di
ujung jalan yang letaknya masih cukup jauh terdapat sebua+i bangunan berbentuk
segi enam Di depannya ada seekor kuda putih yok Sau Cun terkejut melihat kuda
itu. "Bukankah kuda itu yang ditunggangi si pemuda berbaju biru kemarin?" pikirnya
dalam hati. Pikiran itu baru mehntas di kepalanya, pe ngawal tersebut sudah mengaiaknya
berlan ke arah bangunan itu Setelah dekat Yok Sau Cun baru melihat dengan jelas Di
dalamnya terdapat sebuah meja batu untuk beberapa bangku mengelilinginya. D|
atas salah satu bangku tersebut duduk seseorang Siapa lagi kalau bukan pemuda yang
kemarin menyambut Hui Fei cin!.
Di atas meja yang ada di hadapannya, terdapat sebuah teko teh berwarna keemas an
dua buah cawan dengan bahan yang sama melihat keadaan itu, agaknya dia me mang
sedang menanti kedatangan seseorang. Di dekat tiang sebelah kanan ada sebuah
perapian, Apinya sedang menyala dan berwarna merah terangAda sebuah ceret yang
terbuat dari tanah liat di atasnya. Tampaknya dia sedang memasak air untuk
menyeduh teh. Yok Sau Cun menghampiri dengan tergesa gesa Pemuda itu bangkit dan
menyambutnya dengan bibir tersenyum.
"Teh hangat menyambut tamu Hengte sudah menunggu sejak tadi,' sapanya.
Yok Sau Cun men]ura dalam-dalam.
"Hengtai mengutus orang untuk mengundang cayhe Entah ada keperluan apa?"
tanyanya. "Terima kasih atas kesudian Yok heng memenuhi undangan Silahkan duduk " ajak
pemuda itu tanpa mengatakan maksudnya Meskipun dia tersenyum dan berbicara
dengan nada sopan, namun ada kesan kesombongan dalam sinar matanya.
Yok Sau Cun tidak tahu apa maksudnya mengundang dia datang. Tetapi pemuda itu
menyambutnya dengan ramah, maka dia terpaksa melangkahkan kakinya ke dalam
rumah penstirahatan tersebut dengan wajah tersenyum.
"Cayhe belum tahu nama 'hengtai yang besar," tanyanya.
"Hengte mengundang Yok heng ke sim hanya untuk menikmati teh saja Tidak perlu
menyebutkan nama atau she," kata pemuda tersebutangkuh.
Pengawal yang tadi menjadi petunjuk jalan menuangkan teh untuk kedua orang itu.
"Yok Siangkong, silahkan minum," katanya.
"Tenma kasih Kuan ke (Pengurus rumah)," sahut Yok Sau Cun yang mulai mengerti
apa kedudukan pengawal tersebut Dia mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah
pemuda berbaju biru. 'Kalau begitu, Hengtai pasti ada urusan yang lebih penting maka mengundang Cayhe
ke sini bukan?" tanyanya.
"Betul. Yok heng duduklah dulu. Dengan demikian kita juga dapat berbmcang lebih
leluasa," kata pemuda berbaju biru.
Yok Sau Cun duduk di hadapannya.
"Cahye bersedia mendengarkan," sahutnya.
Pemuda itu mengangkat cangkir teh dan mengucapkan sepatah kata silahkan' Setelah
itu dia meletakkan cangkirnya kembali dan menatap Yok Sau Cun dengan par angan
menyelidik. "Dan manakah asal Yok heng" Dan dengan maksud apa berkunjung ke kota Cen
kiang?"tanyanya. "Apa yang Hengtai tanyakan adalah soal pnbadi cayhe. Apakah harus diberitahukan
kepada hengtai?" sahut Yok Sau Cun datar.
Mata pemuda itu menyiratkan sinar yang tajam.
"Tentu saja harus, Hengte mendapat kabar bahwa Hengtai datang ke kotaCen kiang
karena ada urusan yang harus diselesaikan. Namun baru menginap satu malam,
Hengtai sudah melanjutkan perjalanan. Sebetulnya kemana tujuan Hengtai ini?"
tanyanya sinis. Alis Yok Sau Cun berkerut Dia tampak kurang senang mendengar nada pembicaraan
pemuda itu. "Aneh sekali kemana pun tujuan cayhe, apakah ada hubungannya dengan hengtai?".
Pemuda berbaju biru itu mendengus satu kali.
"Hengte mengundang kau kemari, sama sekali tidak ada mat buruk Aku hanya ingin
mengenal tebih dalam asal usul Hengtai Dan apa tujuannya datang ke kota Cen kiang"
Sebagai nasehat dan hengte, lebih baik Hengtai berterus terang saja " katanya.
"Hengtai berkeras menanyakan tujuan cayhe, sedangkan nama dan she hengtai
sendiri keberatan di bentahukan Apakah tindakan saudara tidak keterlaluan" Tidak
ada yang dapatcayhejelaskan Selamattinggal" Yok Sau Cun segera bangkit dan
tempat duduknya. Pemuda berbaju biru langit itu iuqa berdiri.
"Tahan!" bentaknya.
"Apakah Hengtai masih ada urusan yang lain?" tanya Yok Sau Cun.
Mata pemuda itu menatap Yok Sau Cun dengan tajam Wajahnya kaku.
"Apakah kau akan pergi begitu saja sebelum mengatakan lebih jelas tujuan Heng
tai?" tanyanya sinis. Wajah Yok Sau Cun menampilkan kemarahan,.
"Cayhe dan Hengtai hanya kenal sepintas lalu. Tidak ada kaitan yang istimewa.
Hengtai mendesak cayhe terus menerus Sebetulnya apa maksudmu?".
"Karena sikapmu mencurigakan," sahut pemuda tersebut.
Yok Sau Cun terpana mendengar perkataannya.
"Sikap mana yang mencurigakan?" tanyanya.
"Hatimu sendirl lebih mengerti," sahut pemuda itu dengan nada dingin.
"Cayhe minta penjelasan yang lebih dalam Apa maksud Hengtai sebenarnya?" ta nya
Yok Sau Cun mulai tidak sabar. "Semalam kau purapura hendak menyeberangi sungai Kau minta ijin menumpang di
perahu piaumoi Sebenarnya apa maksudmu'?" Pemuda itu membuka kedoknya
sendiri. Yok Sau Cun segera mengerti. Pemuda berbaju biru ini rupanya cemburu kepadanya.
"Oh.... Hengtai salah pengertian. Cayhe sampai di tempat penyeberangan, hari
sudah larut malam Tidak ada perahu lain yang disewakan lagi. Karena kebetulan Hui


Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siocia memang mempLinyai tujuan yang sama. Berkat kemurahan hatinya cayhe dibolehkan
menumpang," sahutnya.
"Tidak usah banyak bicara.. !" bentak pemuda itu. "Kau terang-terangan sudah
tahu asal usul piaumoi Bukankah kau mempunyai niat tertentu'?".
Wajah Yok Sau Cun merah padam.
"Mana boleh Hengtai sembarangan menuduh'" katanya dingin.
"Apakah yang ku katakan itu salah?" tanya pemuda itu ketus.
Tangan kanan yang sejak tadi disembunyikan di belakang diangkat. Sebuah pedang
yang bercahaya tajam telah tergenggam di tangan itu.
"Kalau kau tidak mau mengakui secara terus terang, Hengte terpaksa menahan
dirimu di sini!" bentaknya. Mata Yok Sau Cun menyiratkan sinar yang aneh.
"Apakah Hengtai hendak menggunakan senjata melawan aku?" tanyanya.
"Betul Hengtai tidak ingin meminum arak kehormatan, terpaksa hengte
menyuguhkan arak hukuman," sahut pemuda itu dengan sinar mata yang tidak kalah
aneh. Yok Sau Cun sudah marah sekali.
"Hengtai tampaknya seorang yang terpelajar Mengapa begitu tidak mengerti
peraturan?" tanyanya.
"Menghadapi seorang manusia rendah saia, untuk apa harus memakai peraturan
Apalagi aku sudah menyambutmu dengan sopan sebelumnya Berarti aku tidak
melanggar peraturan dunia kangouw lagi Menurut orang, kepandaianmu amat tinggi
Mana senjatamu?" Pemuda itu agaknya tidak memandang sebelah mata kepada Yok Sau
Cun. "Cayhe dengan hengtai sebelumnya be]um pemah ada dendam pribadi. Sekarang pun
demikian Apakah Hengtai tidak merasa terlalu mendesak cayhe?" tanya Yok Sau Cun yang
tidak suka mencan kenbutan. "Kalau kau tidak mau mengefuarkan senjatamu jangan bilang aku terlalu kejam!"
bentak pemuda itu Pedang di tangannya direntangkan Dia mendesak Yok Sau Cun
sampai mundur tiga langkah.
"Hengtai terlalu menghina. Cay.he tidak dapat mengatakan apaapa [agi kecuali
memenuhi kehendak Hengtai!" tenak Yok Sau Cun kesal.
Pemuda itu tersenyum mengejek Yok Sau Cun mengeluarkan pedang yang dibenkan
oleh Ciok Ciu Lan kepadanya Cring!! Berbareng dengan suara itu sebuah sinar yang
gemerlap menyilaukan mata Pedang yang berbentuk gulungan bola itu mengulur
menjadi kaku. Pemuda berbaju biru itu yakin kalau dirinya dapat mengalahkan Yok Sau Cun
melihat pedangnya yang lentur, tanpa sadar mulutnya mendesah kagum.
'Pedang bagus!" serunya.
Yok Sau Cun mendongakkan wajahnya.
"Hengtai tetap ingin bergebrak denganku Silahkan mulai!" katanya.
"Harap hati hati,' sahut pemuda itu. Dengan gerakan yang cepat pedang tersebut
menerjang dari arah depan.
Pedang lemas Yok Sau Cun terangkat Dia menggunakan jurus Fo hun jut ci dengan
gaya yang indah. Dia yakin jurus itu dapat memecahkan serangan pemuda tersebut
Tapi dugaannya ternyata salah Serangan pemuda itu berubah di tengah jalan Hal
itu di luar dugaan Yok Sau Cun Pedangnya memutar bagai kitiran angin sebuah serangan
yang keji dan telengas. Yok Sau Cun memang kurang pengalaman dalam bertarung. Dia terkejut sekali
melihat perubahan yang dilancarkan pemuda itu Tanpa berpikir panjang, dia
meloncat mundur beberapa langkah Siapa tahu pemuda itu seperti sudah menduga apa yang
akan diiakukan oleh Yok Sau Cun. Mulutnya bertenak nyanng, pedangnya meluncur
terus Kaki Yok Sau Cun belum sempat berdiri dengan mantap, serangan yang ganas
itu sudah tiba Tidak ada waktu lagi untuk menghindar Yok Sau Cun terpaksa
mengangkat pedangnya dan melawan dengan kekerasan pula. Kedua pedang saling
membentur Pihak Yok Sau Cun lebih rugi ketimbang pemuda tersebut. Kakinya
belum sempat mantap Lagipula pedang yang digunakan adalah pedang lemas. Dan dia
iuga harus mengerahkan tenaga dalam agar pedang itu meniadi kaku. Dengan
demikian ketika pedang itu sating membentur, tenaganya sudah jauh berkurang.
Trangi!! Terdengar suarayang menggelegar. Pedang di tangan Yok Sau Cun seakan
tergetar lepas dari tangannya. Tubuhnya sendiri juga terdesak mundur dua langkah
seiring getaran tersebut.
Pemuda berbaju biru itu tertawa terbahak-bahak.
"Terima lagi tiga jurus serangankul" tenaknya lantang.
Pergelangan tangannya memutar Dia mengeluarkan tiga jurus sekaligus
Kecepatannya bagaikan petir yang menyambar Tusukan demi tusukan beruntun
diarahkan kepada Yok Sau Cun.
Belum lagi gerakan pemuda itu dapat terlihat dengan jelas, Yok Sau Cun sudah
diserang kembali Di sekitarnya hanya terlihat bayangan pedang yang
mengelilinginya Hatinya tergetar. Untuk sesaat dia tidak berani menyambut serangan pemuda
tersebut. Langkah kakinya bukan mundur tapi maju. Dia melakukannya berkali-kali Ketika
kesempatan mulai luang, dia menghentakkan tubuhnya mendesak ke depan Sekali
foncat saja dia sudah berhasil lolos dari serangan pemuda berbaju biru Lawannya
sama sekali tidak menyangka bahwa orang yang sedang terancam oleh tusukan
pedang akan menggunakan siasat demikian Pada umumnya orang yang diserang akan
memilih jalan mundur. Beluin pernah orang menggunakan siasat seaneh itu untuk
meloloskan dirl Pemuda itu agak terkeiut melihat cara Yok Sau Cun.
"Bagus sekalil" serunya dengan nada dlngin Pedangnya sekali lagi meluncur Lengan
kanannyajugamenggempur ke depan. Kelihatannya serangan itu sederhana saJa Pada
saat itu, tubuh Yok Sau Cun masih melayang di udara Dia yakm serangannya kaii
ini tidak akan luput lagi Apalagi posisinya berada di belakang Yok Sau Cun Meskipun
dia meluncur terus ke depan atau membalikkan tubuh, tusukan pedang pemu da itu
tetap dapat melukai Yok Sau Cun Tapi tanpa disangka, sekali lagi Yok Sau Cun
memutar tubuhnya, pedang lemas di tangan nya telah dikibaskan dengan cara yang
sama seperti tadi Dia menggunakan cara keras lawan keras Tampak secank wama
merah dan keperakan memenuhi angkasa Trangi".
Sekali lagi kedua pedang saling membentur Keduanya sama sama mencelat mundur
sebanyak tiga langkah Wajah tampan pe muda itu tersirat hawa amarah Dia menatap
tajam ke arah Yok Sau Cun.
"Ternyata ilmu Hengtai lumayan Juga'" katanya sinis.
Jaraknya dengan Yok Sau Cun kira-kira beberapa cun Meskipun dia betum
mendesaknya, namun begitu perkataannya selesai. pedang di tangannya menikam ke
depan dan menimbulkan warna keperakan.
Sampai kitauan perak tersebut membuyar, pedangnya tetah di depan mata. Bayangan
tubuhnya berputar Pergelangan tangannya digeser sedikit ke samping Bagai kan
seekor naga yang sedang mengamuk menerjang secepat kilat ke arah pundak Yok Sau
Cun Gerakannya sungguh aneh dan keJi. Yok Sau Cun belum sempat menenangkan
perasaannya yang galau Tadi dia baru saja menerima serangan pedang pemuda itu
dengan kekerasan. Dia merasa ilmu pemuda itu jauh di atas dirinya. Apalagi
jurusjurus yang dikeluarkan pemuda itu sangat aneh sehingga dia tidak sanggup
memecahkannya Namun dari pengalaman dua kali melawan dengan kekerasan,
tampaknya ada hasilnya juga. Dengan pikiran demikian, hatinya menjadi agak
mantap Asal melihat pemuda itu menyerang, dia selalu menyambut dengan cara yang sama.
Pada saat itu, pedang lawan seperti roda yang berputar, datangnya cepat sekali.
Tentu saja Yok Sau Cun mempunyai pikiran untuk mengadu dengan kekerasan lagi, namun
kall ini harinya ragu Dalam keadaan terdesak. dia bergeser ke kiri dua langkah,
kemudian baru mengangkat pedangnya untuk menangkis pedang pemuda itu. Trang!'!
Pemuda itu tergetar bersamaan dengan bunyi yang keras itu. Pedangnya segera
ditarik kembalj Matanya menatap Yok Sau Cun dengan tajam Di antara kedua alisnya
terlihat hawa pembunuhan yang tebal. Dia mendengus sekali, disusul dengan melesatnya
tubuh menerjang kembali ke arah lawannya.
Bayangan tubuhnya memutar bagai terbang Di sekitar terasa udara menggigil Lima
jurus dilontarkannya berturutturut. Pedangnya menimbulkan cahaya seperti pelangi
Yok Sau Cun kelabakan, hawa pedang memenuhi sekitarnya.
Dalam keadaan demikian, Yok Sau Cun tidak berani berharap banyak pedang
lemasnya diputar bagai orang sedang menan dengan sehelai selendang Dia hanya
mempertahankan diri tanpa menyerang Kakinya bergeser terus kadang ke kin dan ke
kanan Tampaknya dia ingin menghindari arah yang dituju lawannya.
Dapat dikatakan aneh juga ketika dia menggeser kakinya secara serampangan,
tibatiba dia merasa ada beberapa jurus iangkah kaki yang pernah diajarkan oleh
gurunya sangat tepat digunakan untuk mengimbangi serangan pemuda tersebut Setiap kali
pedang lawannya hampir mengenai dirinya, dia pasti dapat menghindar dengan
langkah a;aibnya itu Meskipun keadaannya terdesak, namun dia tidak usah khawatir
dirinya akan terluka Tetapi, justru setiap kali pedang pemuda itu hampir
mengenai diri Yok Sau Cun, pasti terdengar suara Trang' Yang lembut dan tangannya tergetar.
Dia tidak tahu, Yok Sau Cun sudah menemukan cara menghindan setiap serangannya
Dia hanya tahu bagaimanapun dirinya tetap tidak sanggup melukai pemuda tersebut
Dia jadi marah sekali Apalagi ketika pedangnya hampir terlepas dan genggaman
begitu beradu dengan tangan Yok Sau Cun. Dia merasa ada orang lain yang
membantu pemuda itu. 'Siapa?" bentaknya. Di sebelah kiri bangunan berbentuk segi enam itu ada sebuah pohon yang sangat
lebat Pemuda itu segera melesat ke arah pohon itu dengan pedang terarah ke
depan. Pedang menimbulkan sinar pelangi. Dia menyabel ke kiri dan kanan dengan kesal
Pada saat yang sama, dan bagian dalam pohon yang nmbun terlihat sesosok bayangan
manusia melesat Dia hinggap di pucuk bangunan segi enam dan menutul kakinya
sebagai tambahan tenaga kemudian melayang pergi Sekali hentakan sajatubuhnya
sudah berada di tempat sejauh tiga depa. Kecepatannya bagai terbang, kemudian
menghilang. Pemuda berbafu biru itu menyabet ketempat kosong Matanya menatap orang itu
melayang pergi Mana mungkin dia mau'melepaskannya begitu saja Mulutnya
bertenak nyan'ng dan melesat mengikuti bayangan tersebut.
Dua sosok bayangan, yang satu di depan dan yang lainnya di belakang dafam waktu
sekejap menghilang di kejauhan. Yok Sau Cun bagai terpana Dia baru tahu ada
orang yang membantunya secara diamdiam Dia sama sekali tidak dapat berpikir siapa
adanya orang itu" Karena pengalamannya yang dangkal, se|ak tadi dia masih
mengira dirinya sendiri yang berhasil mengimbangi serangan pemuda tersebut.
Dia hanya sempat melihat bahwa di punggung orang tersebut tersampir sehelai kain
berwarna hijau Tampaknya orang itu sengaja mengalihkan perhatian pemuda berbaju
biru itu dan dirinya. Sebetulnya, kepandaian Yok Sau Cun sendiri mamang sudah cukup untuk
menandingi pemuda itu. Dia hanya kurang pengalaman dalam bertarung. Namun
bagaimana pun orang tadi mungkin bermat baik Yok Sau Cun berdiri di tempat dan
memandang kedua orang itu menghilang di kejauhan Seandainya dia mgin menyusul
tentu tidak keburu lagi Dia memasukkan pedang lemasnya ke dalam baju, kemudian
menoleh ke arah koan ke yang sedang berdiri dengan termangu-mangu.
"Seandainya kongcu koan kembali nanti, tolong sampaikan cayhe masih ada urusan
lain aehingga tidak bisa menemani lebih lama,' katanya.
"Yok Siangkong harap tunggu sebentar Kongcu tentu akan kembali segera" sahutnya
panic. Yok Sau Cun baru berjalan beberapa langkah, dia membalikkan tubuhnya.
"Tidak perlu Cayhe dengan kongcu saudara memang tidak ada permusuhan apa-apa
Hanya sedikit salah paham saja Kalau bertemu muka, mungkin semakin dijelaskan
semakin ruwet Cayhe sama sekali tidak ada niat melanjutkan perkelahian yang
tidak ada alasannya," katanya.
Yok Sau Cun melanjutkan perjalanannya Tidak lama kemudian dia sudah tiba di kota
Lu ceng Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara nngkikan kuda 1lati Yok Sau
Cun terkesiap. "Apakah pemuda berbaju biru itu telah berhasil mengejarku?" pikirnya dalam hati.
Dia tidak ingin melanjutkan pertikaian dengan pemuda berbaju biru itu Dengan
cepat tubuhnya melayang ke balik rerumputan yang tinggi dan mengintip ke jalanan
Tampak pemuda berbaju biru itu mendatangi dengan kuda putihnya. Matanya
celingukan kesana kemari Yok Sau Cun menundukkan kepalanya dalam-dalam
Sejenak kemudian pemuda itu menepuk kudanya dan meninggalkan tempat tersebut.
"Entah berasal dan keluarga mana pemuda itu Orangnya tampan, ilmunya juga cukup
tinggi Sayangnya terlalu angkuh Aku hanya menumpang perahu piaumomya untuk
menyeberangi sungai, tampaknya dia mencan aku seperti hendak membalas den dam
Mana ada peraturan demikian'?" kata nya dalarn hati.
Yok Sau Cun segera bangkit Dia bermaksud melanjutkan perjalananya
Tibatibatelinganya menangkap suara erangan Pendengaran Yok Sau Cun sangat taJam
Sekali mendengar saja, dia segera tahu bahwa suara rintihan itu datang dari arah
belakangnya. Dan dia juga dapat merasakan bahwa penderitaan orang itu cukup
parah. Yok Sau Cun segera mencari sumber suara tersebut. Dia menyibak rumput-rumput
yang tinggi dan tumbuh liar di sekitarsana . Tempat itu tidak jauh dan gudang
penyimpanan alat-alat pertanian penduduk desa Di bagian sebelah dalam
rumputrumput itu ada sebuah lumbung padi yang sudah terbengkalai Disana ada
tumpukan jerami dan mata Yok Sau Cun segera menangkap sesosok tubuh sedang rebah di
atasnya. Dia belum sempat melihat wa|ah orang itu dengan jelas, namun yang pertama tama
ditangkap oleh matanya adalah sehelai selendang berwarna hijau Yok Sau Cun
segera mengenali bahwa orang tersebut adalah laki-laki setengah baya berpakaian hijau
yang duduk semeja dengannya di kedai makan pinggir Jalan kota Tan yang. Apakah orang
yang diam-diam membantunya tadi adalah laki-laki setengah baya ini'".
Yok Sau Cun maju beberapa langkah Tampaknya dia menderita luka yang cukup
parah. Napasnya tersengal-sengal. Mulutnya mengeluarkan suara nntihan terus
menerus. Yok Sau Cun meringankan langkah kakinya dan mendekati laki-laki
tersebut. "Apakah Hengtai mengalami cedera?" tanyanya.
Laki-laki setengah baya itu mengerling sekilas. Tampaknya dia hampir tidak
mempunyai tenaga untuk bicara.
"Karena sikapmu mencurigakan," sahut pemuda tersebut.
Yok Sau Cun terpana mendengar perkataannya.
"Sikap mana yang mencurigakan?" tanyanya.
"Hatimu sendirl lebih mengerti," sahut pemuda itu dengan nada dingin.
"Cayhe minta penjelasan yang lebih dalam Apa maksud Hengtai sebenarnya?" ta nya
Yok Sau Cun mulai tidak sabar. "Semalam kau purapura hendak menyeberangi sungai Kau minta ijin menumpang di
perahu piaumoi Sebenarnya apa maksudmu'?" Pemuda itu membuka kedoknya
sendiri. Yok Sau Cun segera mengerti. Pemuda berbaju biru ini rupanya cemburu kepadanya.
"Oh.... Hengtai salah pengertian. Cayhe sampai di tempat penyeberangan, hari
sudah larut malam Tidak ada perahu lain yang disewakan lagi. Karena kebetulan Hui
siocia memang mempLinyai tujuan yang sama. Berkat kemurahan hatinya cayhe dibolehkan


Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menumpang," sahutnya.
"Tidak usah banyak bicara.. !" bentak pemuda itu. "Kau terang-terangan sudah
tahu asal usul piaumoi Bukankah kau mempunyai niat tertentu'?".
Wajah Yok Sau Cun merah padam.
"Mana boleh Hengtai sembarangan menuduh'" katanya dingin.
"Apakah yang ku katakan itu salah?" tanya pemuda itu ketus.
Tangan kanan yang sejak tadi disembunyikan di belakang diangkat. Sebuah pedang
yang bercahaya tajam telah tergenggam di tangan itu.
"Kalau kau tidak mau mengakui secara terus terang, Hengte terpaksa menahan
dirimu di sini!" bentaknya. Mata Yok Sau Cun menyiratkan sinar yang aneh.
"Apakah Hengtai hendak menggunakan senjata melawan aku?" tanyanya.
"Betul Hengtai tidak ingin meminum arak kehormatan, terpaksa hengte
menyuguhkan arak hukuman," sahut pemuda itu dengan sinar mata yang tidak kalah
aneh. Yok Sau Cun sudah marah sekali.
"Hengtai tampaknya seorang yang terpelajar Mengapa begitu tidak mengerti
peraturan?" tanyanya.
"Menghadapi seorang manusia rendah saia, untuk apa harus memakai peraturan
Apalagi aku sudah menyambutmu dengan sopan sebelumnya Berarti aku tidak
melanggar peraturan dunia kangouw lagi Menurut orang, kepandaianmu amat tinggi
Mana senjatamu?" Pemuda itu agaknya tidak memandang sebelah mata kepada Yok Sau
Cun. "Cayhe dengan hengtai sebelumnya be]um pemah ada dendam pribadi. Sekarang pun
demikian Apakah Hengtai tidak merasa terlalu mendesak cayhe?" tanya Yok Sau Cun yang
tidak suka mencan kenbutan. "Kalau kau tidak mau mengefuarkan senjatamu jangan bilang aku terlalu kejam!"
bentak pemuda itu Pedang di tangannya direntangkan Dia mendesak Yok Sau Cun
sampai mundur tiga langkah.
"Hengtai terlalu menghina. Cay.he tidak dapat mengatakan apaapa [agi kecuali
memenuhi kehendak Hengtai!" tenak Yok Sau Cun kesal.
Pemuda itu tersenyum mengejek Yok Sau Cun mengeluarkan pedang yang dibenkan
oleh Ciok Ciu Lan kepadanya Cring!! Berbareng dengan suara itu sebuah sinar yang
gemerlap menyilaukan mata Pedang yang berbentuk gulungan bola itu mengulur
menjadi kaku. Pemuda berbaju biru itu yakin kalau dirinya dapat mengalahkan Yok Sau Cun
melihat pedangnya yang lentur, tanpa sadar mulutnya mendesah kagum.
'Pedang bagus!" serunya.
Yok Sau Cun mendongakkan wajahnya.
"Hengtai tetap ingin bergebrak denganku Silahkan mulai!" katanya.
"Harap hati hati,' sahut pemuda itu. Dengan gerakan yang cepat pedang tersebut
menerjang dari arah depan.
Pedang lemas Yok Sau Cun terangkat Dia menggunakan jurus Fo hun jut ci dengan
gaya yang indah. Dia yakin jurus itu dapat memecahkan serangan pemuda tersebut
Tapi dugaannya ternyata salah Serangan pemuda itu berubah di tengah jalan Hal
itu di luar dugaan Yok Sau Cun Pedangnya memutar bagai kitiran angin sebuah serangan
yang keji dan telengas. Yok Sau Cun memang kurang pengalaman dalam bertarung. Dia terkejut sekali
melihat perubahan yang dilancarkan pemuda itu Tanpa berpikir panjang, dia
meloncat mundur beberapa langkah Siapa tahu pemuda itu seperti sudah menduga apa yang
akan diiakukan oleh Yok Sau Cun. Mulutnya bertenak nyanng, pedangnya meluncur
terus Kaki Yok Sau Cun belum sempat berdiri dengan mantap, serangan yang ganas
itu sudah tiba Tidak ada waktu lagi untuk menghindar Yok Sau Cun terpaksa
mengangkat pedangnya dan melawan dengan kekerasan pula. Kedua pedang saling
membentur Pihak Yok Sau Cun lebih rugi ketimbang pemuda tersebut. Kakinya
belum sempat mantap Lagipula pedang yang digunakan adalah pedang lemas. Dan dia
iuga harus mengerahkan tenaga dalam agar pedang itu meniadi kaku. Dengan
demikian ketika pedang itu sating membentur, tenaganya sudah jauh berkurang.
Trangi!! Terdengar suarayang menggelegar. Pedang di tangan Yok Sau Cun seakan
tergetar lepas dari tangannya. Tubuhnya sendiri juga terdesak mundur dua langkah
seiring getaran tersebut.
Pemuda berbaju biru itu tertawa terbahak-bahak.
"Terima lagi tiga jurus serangankul" tenaknya lantang.
Pergelangan tangannya memutar Dia mengeluarkan tiga jurus sekaligus
Kecepatannya bagaikan petir yang menyambar Tusukan demi tusukan beruntun
diarahkan kepada Yok Sau Cun.
Belum lagi gerakan pemuda itu dapat terlihat dengan jelas, Yok Sau Cun sudah
diserang kembali Di sekitarnya hanya terlihat bayangan pedang yang
mengelilinginya Hatinya tergetar. Untuk sesaat dia tidak berani menyambut serangan pemuda
tersebut. Langkah kakinya bukan mundur tapi maju. Dia melakukannya berkali-kali Ketika
kesempatan mulai luang, dia menghentakkan tubuhnya mendesak ke depan Sekali
foncat saja dia sudah berhasil lolos dari serangan pemuda berbaju biru Lawannya
sama sekali tidak menyangka bahwa orang yang sedang terancam oleh tusukan
pedang akan menggunakan siasat demikian Pada umumnya orang yang diserang akan
memilih jalan mundur. Beluin pernah orang menggunakan siasat seaneh itu untuk
meloloskan dirl Pemuda itu agak terkeiut melihat cara Yok Sau Cun.
"Bagus sekalil" serunya dengan nada dlngin Pedangnya sekali lagi meluncur Lengan
kanannyajugamenggempur ke depan. Kelihatannya serangan itu sederhana saJa Pada
saat itu, tubuh Yok Sau Cun masih melayang di udara Dia yakm serangannya kaii
ini tidak akan luput lagi Apalagi posisinya berada di belakang Yok Sau Cun Meskipun
dia meluncur terus ke depan atau membalikkan tubuh, tusukan pedang pemu da itu
tetap dapat melukai Yok Sau Cun Tapi tanpa disangka, sekali lagi Yok Sau Cun
memutar tubuhnya, pedang lemas di tangan nya telah dikibaskan dengan cara yang
sama seperti tadi Dia menggunakan cara keras lawan keras Tampak secank wama
merah dan keperakan memenuhi angkasa Trangi".
Sekali lagi kedua pedang saling membentur Keduanya sama sama mencelat mundur
sebanyak tiga langkah Wajah tampan pe muda itu tersirat hawa amarah Dia menatap
tajam ke arah Yok Sau Cun.
"Ternyata ilmu Hengtai lumayan Juga'" katanya sinis.
Jaraknya dengan Yok Sau Cun kira-kira beberapa cun Meskipun dia betum
mendesaknya, namun begitu perkataannya selesai. pedang di tangannya menikam ke
depan dan menimbulkan warna keperakan.
Sampai kitauan perak tersebut membuyar, pedangnya tetah di depan mata. Bayangan
tubuhnya berputar Pergelangan tangannya digeser sedikit ke samping Bagai kan
seekor naga yang sedang mengamuk menerjang secepat kilat ke arah pundak Yok Sau
Cun Gerakannya sungguh aneh dan keJi. Yok Sau Cun belum sempat menenangkan
perasaannya yang galau Tadi dia baru saja menerima serangan pedang pemuda itu
dengan kekerasan. Dia merasa ilmu pemuda itu jauh di atas dirinya. Apalagi
jurusjurus yang dikeluarkan pemuda itu sangat aneh sehingga dia tidak sanggup
memecahkannya Namun dari pengalaman dua kali melawan dengan kekerasan,
tampaknya ada hasilnya juga. Dengan pikiran demikian, hatinya menjadi agak
mantap Asal melihat pemuda itu menyerang, dia selalu menyambut dengan cara yang sama.
Pada saat itu, pedang lawan seperti roda yang berputar, datangnya cepat sekali.
Tentu saja Yok Sau Cun mempunyai pikiran untuk mengadu dengan kekerasan lagi, namun
kall ini harinya ragu Dalam keadaan terdesak. dia bergeser ke kiri dua langkah,
kemudian baru mengangkat pedangnya untuk menangkis pedang pemuda itu. Trang!'!
Pemuda itu tergetar bersamaan dengan bunyi yang keras itu. Pedangnya segera
ditarik kembalj Matanya menatap Yok Sau Cun dengan tajam Di antara kedua alisnya
terlihat hawa pembunuhan yang tebal. Dia mendengus sekali, disusul dengan melesatnya
tubuh menerjang kembali ke arah lawannya.
Bayangan tubuhnya memutar bagai terbang Di sekitar terasa udara menggigil Lima
jurus dilontarkannya berturutturut. Pedangnya menimbulkan cahaya seperti pelangi
Yok Sau Cun kelabakan, hawa pedang memenuhi sekitarnya.
Dalam keadaan demikian, Yok Sau Cun tidak berani berharap banyak pedang
lemasnya diputar bagai orang sedang menan dengan sehelai selendang Dia hanya
mempertahankan diri tanpa menyerang Kakinya bergeser terus kadang ke kin dan ke
kanan Tampaknya dia ingin menghindari arah yang dituju lawannya.
Dapat dikatakan aneh juga ketika dia menggeser kakinya secara serampangan,
tibatiba dia merasa ada beberapa jurus iangkah kaki yang pernah diajarkan oleh
gurunya sangat tepat digunakan untuk mengimbangi serangan pemuda tersebut Setiap kali
pedang lawannya hampir mengenai dirinya, dia pasti dapat menghindar dengan
langkah a;aibnya itu Meskipun keadaannya terdesak, namun dia tidak usah khawatir
dirinya akan terluka Tetapi, justru setiap kali pedang pemuda itu hampir
mengenai diri Yok Sau Cun, pasti terdengar suara Trang' Yang lembut dan tangannya tergetar.
Dia tidak tahu, Yok Sau Cun sudah menemukan cara menghindan setiap serangannya
Dia hanya tahu bagaimanapun dirinya tetap tidak sanggup melukai pemuda tersebut
Dia jadi marah sekali Apalagi ketika pedangnya hampir terlepas dan genggaman
begitu beradu dengan tangan Yok Sau Cun. Dia merasa ada orang lain yang
membantu pemuda itu. 'Siapa?" bentaknya. Di sebelah kiri bangunan berbentuk segi enam itu ada sebuah pohon yang sangat
lebat Pemuda itu segera melesat ke arah pohon itu dengan pedang terarah ke
depan. Pedang menimbulkan sinar pelangi. Dia menyabel ke kiri dan kanan dengan kesal
Pada saat yang sama, dan bagian dalam pohon yang nmbun terlihat sesosok bayangan
manusia melesat Dia hinggap di pucuk bangunan segi enam dan menutul kakinya
sebagai tambahan tenaga kemudian melayang pergi Sekali hentakan sajatubuhnya
sudah berada di tempat sejauh tiga depa. Kecepatannya bagai terbang, kemudian
menghilang. Pemuda berbafu biru itu menyabet ketempat kosong Matanya menatap orang itu
melayang pergi Mana mungkin dia mau'melepaskannya begitu saja Mulutnya
bertenak nyan'ng dan melesat mengikuti bayangan tersebut.
Dua sosok bayangan, yang satu di depan dan yang lainnya di belakang dafam waktu
sekejap menghilang di kejauhan. Yok Sau Cun bagai terpana Dia baru tahu ada
orang yang membantunya secara diamdiam Dia sama sekali tidak dapat berpikir siapa
adanya orang itu" Karena pengalamannya yang dangkal, se|ak tadi dia masih
mengira dirinya sendiri yang berhasil mengimbangi serangan pemuda tersebut.
Dia hanya sempat melihat bahwa di punggung orang tersebut tersampir sehelai kain
berwarna hijau Tampaknya orang itu sengaja mengalihkan perhatian pemuda berbaju
biru itu dan dirinya. Sebetulnya, kepandaian Yok Sau Cun sendiri mamang sudah cukup untuk
menandingi pemuda itu. Dia hanya kurang pengalaman dalam bertarung. Namun
bagaimana pun orang tadi mungkin bermat baik Yok Sau Cun berdiri di tempat dan
memandang kedua orang itu menghilang di kejauhan Seandainya dia mgin menyusul
tentu tidak keburu lagi Dia memasukkan pedang lemasnya ke dalam baju, kemudian
menoleh ke arah koan ke yang sedang berdiri dengan termangu-mangu.
"Seandainya kongcu koan kembali nanti, tolong sampaikan cayhe masih ada urusan
lain aehingga tidak bisa menemani lebih lama,' katanya.
"Yok Siangkong harap tunggu sebentar Kongcu tentu akan kembali segera" sahutnya
panic. Yok Sau Cun baru berjalan beberapa langkah, dia membalikkan tubuhnya.
"Tidak perlu Cayhe dengan kongcu saudara memang tidak ada permusuhan apa-apa
Hanya sedikit salah paham saja Kalau bertemu muka, mungkin semakin dijelaskan
semakin ruwet Cayhe sama sekali tidak ada niat melanjutkan perkelahian yang
tidak ada alasannya," katanya.
Yok Sau Cun melanjutkan perjalanannya Tidak lama kemudian dia sudah tiba di kota
Lu ceng Tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara nngkikan kuda 1lati Yok Sau
Cun terkesiap. "Apakah pemuda berbaju biru itu telah berhasil mengejarku?" pikirnya dalam hati.
Dia tidak ingin melanjutkan pertikaian dengan pemuda berbaju biru itu Dengan
cepat tubuhnya melayang ke balik rerumputan yang tinggi dan mengintip ke jalanan
Tampak pemuda berbaju biru itu mendatangi dengan kuda putihnya. Matanya
celingukan kesana kemari Yok Sau Cun menundukkan kepalanya dalam-dalam
Sejenak kemudian pemuda itu menepuk kudanya dan meninggalkan tempat tersebut.
"Entah berasal dan keluarga mana pemuda itu Orangnya tampan, ilmunya juga cukup
tinggi Sayangnya terlalu angkuh Aku hanya menumpang perahu piaumomya untuk
menyeberangi sungai, tampaknya dia mencan aku seperti hendak membalas den dam
Mana ada peraturan demikian'?" kata nya dalarn hati.
Yok Sau Cun segera bangkit Dia bermaksud melanjutkan perjalananya Tiba-
tibatelinganya menangkap suara erangan Pendengaran Yok Sau Cun sangat taJam
Sekali mendengar saja, dia segera tahu bahwa suara rintihan itu datang dari arah
belakangnya. Dan dia juga dapat merasakan bahwa penderitaan orang itu cukup
parah. Yok Sau Cun segera mencari sumber suara tersebut. Dia menyibak rumput-rumput
yang tinggi dan tumbuh liar di sekitarsana . Tempat itu tidak jauh dan gudang
penyimpanan alat-alat pertanian penduduk desa Di bagian sebelah dalam
rumputrumput itu ada sebuah lumbung padi yang sudah terbengkalai Disana ada
tumpukan jerami dan mata Yok Sau Cun segera menangkap sesosok tubuh sedang rebah di
atasnya. Dia belum sempat melihat wa|ah orang itu dengan jelas, namun yang pertama tama
ditangkap oleh matanya adalah sehelai selendang berwarna hijau Yok Sau Cun
segera mengenali bahwa orang tersebut adalah laki-laki setengah baya berpakaian hijau
yang duduk semeja dengannya di kedai makan pinggir Jalan kota Tan yang. Apakah orang
yang diam-diam membantunya tadi adalah laki-laki setengah baya ini'".
Yok Sau Cun maju beberapa langkah Tampaknya dia menderita luka yang cukup
parah. Napasnya tersengal-sengal. Mulutnya mengeluarkan suara nntihan terus
menerus. Yok Sau Cun meringankan langkah kakinya dan mendekati laki-laki
tersebut. "Apakah Hengtai mengalami cedera?" tanyanya.
Laki-laki setengah baya itu mengerling sekilas. Tampaknya dia hampir tidak
mempunyai tenaga untuk bicara.
"Cayhe terkena serangan telapak maling itu," sahutnya.
"Tampaknya Hengtai terluka oleh pemuda berbaju biru itu. Apakah Hengtai yang
membantuku secara diam-diam?" tanya Yok Sau Cun terkejut.
"Kebetulan cayhe lewat di tempat itu Cayhe tidak tahan melihat kesombongannya.
Oleh karena itu, cayhe mengalihkan perhatiannya Cayhe bukan terluka di tangannya
tapi dibokong oleh seseorang. Telapaktangannya tepat mengenai cayhe..." sahut laki-
lakl setengah baya tesebut. "Di mana Hengtai terluka" Apakah parah sekali?" tanya Yok Sau Cun,.
Wajah laki-laki setengah baya itu menyiratkan perasaan berterima kasih.
"Terima kasih. Cayhe... terluka tepat di bagian hati sebelah belakang Tadi cayhe
sudah minum obat. Rasanya masih sanggup bertahan .. tapi . aih ...".
Yok Sau Cun merasa ada kata-kata yang berat dikatakan oleh laki-laki setengah
baya itu Dia jadi penasaran. . "Hengtai ada perkataan apa, silahkan jelaskan," katanya.


Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Laki-laki setengah baya itu meliriknya sekilas.
"Siangkong adalah seorang laki-laki sejati Cayhe sebetulnya ada sesuatu yang
ingtn dititipkan Hal ini penting sekali, namun., " Kata-katanya belum selesai,
wajahnya membayangkan seperti ada sesuatu yang memberatkan.
"Hengtai ada urusan apa. harap katakan dengan jelas Asalkan sesuatu yang tidak
menyalahi peraturan Bulim, cayhe pasti akan melaksanakannya sampai tuntas,"
sahut Yok Sau Cun tegas. Laki-laki setengah baya itu menganggukkan kepatanya berkali-kali dengan sorot
mata penuh Terima kasih. "Siangkong mempercayai aku Cayhe dengan sendirinya lebih mempercayai
Siangkong, tetapi urusan ini menyangkut hal yang besar." katanya.
"Apa sebetulnya yang Hengtai ingin katakan?" tanya Yok Sau Cun.
"Tentang . selembar surat rahasia," sahut laki laki tersebut. Dia menekan kedua
telapak tangannya ke tanah dan berusaha memperbaiki duduknya Matanya celingakcelinguk ke
kiri dan kanan Dia menyondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan
Yok Sau Cun. "Surat ini ditujukan kepada bekas Bulim bengcu yang terdahulu, yaitu Song loya
cu. Isinya mengenai keselamatan kaum Bulim". Dia terpaksa berhenti sejenak untuk
mengatur nafasnya yang memburu Sejenak kemudian dia melanjutkan kembali "Surat ini
harus.. di sampaikan langsung ke tangan Song loya cu Tidak boleh lewat dan
matahari terbenam hari ini. Tetapi cayhe dibokong orang sehingga tidak sanggup
melanjutkannya kewajiban ini Cayhe mati tidak apa, tapi keselamatan kaum Bulim
ber ada di surat yang harus cayhe sampaikan. Oleh karena itu cayhe minta
siangkong. .". Yok Sau Cun terkesiap mendengar peristiwa yang demikian genting Jangan kata
orang ini tadi telah membantunya mengalihkan perhatian pemuda berbaju biru.
andaikata tidak pun, sebagai seorang manusia yang mengenal budi pekerti, sudah
seharusnya dia mengulurkan tangan membantu dunia Bulim Dia segera
menganggukkan kepalanya. "Cayhe mengerti Apakah Song toya cu yang Hengtai maksudkan tadi adalah Song Ceng
San Song toya cu itu?" tanyanya.
"Song loya cu yang pernah menjadi Bulim bengcu rasanya hanya orang itu saja,"
sahut laki lakl setengah baya tersebut.
"Kalau begitu bagus sekali. Perjalanan cayhe kali ini, memang untuk mengunjungi
orang tua itu Hengtai ingin cayhe mengantarkan surat rahasia tersebut benar-benar
adalah hal yang kebetulan," kata Yok Sau Cun riang.
Laki-laki setengah baya itu mendengar bahwa tujuan Yok Sau Cun memang hendak
mengunjungi Song [oya cu, wajahnya tidak menampilkan perasaan gembira malah
rada curiga. Dia menatap Yok Sau Cun dengan tajam.
"Entah apa tujuan Siangkong mengunjungi Song loya cu" tanyanya.
Yok Sau Cun tidak tahu laki-laki itu mencurigainya.
"Cayhe ada sedikit urusan pribadi ingin memohon sesuatu," sahutnya.
Sebagai orang yang terkenal, sejak muda Song loya cu juga sudah berilmu tinggi.
Pada saat usia pertengahan, dia malah ter pilih sebagai Buhm bengcu Tidak heran
kalau banyak orang yang berdatangan dari seluruh penjuru dunia untuk memohon
sesuatu kepadanya Biasanya sesuatu itu merupa kan pelajaran ilmu silat Laki-laki
setengah baya itu menduga maksud Yok Sau Cun pasti sama juga dengan yang
lainnya. "Bagus sekaii Tapi urusan ini sangat mendesak lagipula penting sekali. Siangkong
harus menyampaikannya iangsung ke tangan Song loya cu ".
"Hengtai menyerahkan urusan yang demikian penting, cayhe pasti akan
melaksanakannya dengan baik Cayhe akan menyerahkan surat ini langsung ke tangan
Song loyacu," sahut Yok Sau Cun.
"Terima kasih atas kesediaan Siangkong, cayhe akan mengingat kebaikan ini dalam
hati," kata laki-laki tersebut. "Hengtai tidak perlu sungkan. Di mana surat rahasia tersebut?" tanya Yok Sau
Cun. "Surat itu ada di balik pakaian cayhe.... Silahkan Siangkong mengambilnya
sendiri." Lukanya cukup parah, kedua tangannya menumpu di tanah agar memudahkan Yok
Sau Cun mengambil surat itu. Dia sendiri tampaknya tldak bertenaga lagi.
Yok Sau Cun segera mengulurkan tangan merogoh ke balik pakaian laki laki
setengah baya itu Dia meraih sebuah bungkusan dari kain.
"Betul bungkusan itu," kata laki laki setengah baya itu sambil menganggukkan
kepalanya berkali-kali. Yok Sau Cun membuka bungkusan kain tersebut Di dalamnya memang terdapat
sepucuk surat rahasia, di mana terdapat tulisan 'Kepada yang terhormat, Song
loya cu.' Di bagian bawahnya masih terdapat huruf huruf yang tercetak besar 'penting'
Tidak ada nama atau pun alamat si penginm Yok Sau Cun menduga tentunya keterangan
tersebut ada di datam isi surat. Sekali tihat saja, dia dapat menduga
pentingnyasurat itu oleh sebab itu, Yok Sau Cun segera menutupinya kembati dengan kain tadi lalu
dimasukkan di balik pakaiannya dengan hati-hati.
"Entah Hengtai masih ada pesan apa?" tanyanya.
Wajah laki-laki setengah baya itu semakin pucat Dia memaksakan diri untuk
berbicara.... "Suratitu harus sampai sebelum matahan terbenam hari mi. Kaiau tidak, aku tidak
membayangkan akibatnya. " katanya.
"Cayhe tahu. Cayhe akan melaksanakan sesuai penntah Hengtai," sahut Yok Sau Cun
menenangkannya. Tiba-tiba ada sesuatu yang melintas di benaknya.
'Cayhe belum tahu nama besar Hengtai," katanya,.
"Cayhe she Yu . " Dia memaksakan sebuah senyuman dibibir "Tetapi cayhe hanya
pengantar surat. Song loya cu belum tentu mengenal cayhe...." Dia menarik nafas beberapa
kati. "Urusan ini penting sekali. makin cepat makin baik Lebih baik Siangkong
berangkat sekarang juga. Cayhe terpaksa merepotkan Siangkong. .".
Yok Sau Cun tahu laki-laki itu tidak enak hati terhadapnya tapi urusan ini
memang mendesak sekali. Meskipun dia tidak tahu apa.
"Hengtai tidak usah khawatir Harap baik-baik merawat luka. Cayhe mohon diri,"
katanya. Laki-laki ilu terharu sekali. Air matanya jatuh bercucuran. Dia menatap Yok Sau
Cun dengan berbagai perasaan.
"Siangkong harap berhati-hati di jalan '.
Yok Sau Cun berdiri. "Cayhe akan mengingat nasehat Hengtai," katanya.
"Apakah Siangkong sudah tahu tempat tinggal Song loya cu?" tanya laki-laki
setengah baya itu. "Meskipun cayhe baru pertama kali datang ke Cang ciu, namun nama Song loya cu
menggetarkan dunia Bulim. Song cia ceng di Cang ciu tidak ada yang tidak tahu
'Asal cayhe bertanya ke sana sini, tentu akan menemukannya dengan mudah," sahut Yok
Sau Cun. Laki-laki setengah baya itu menggelengkan kepalanya perlahan.
"Rumah keluarga Song di bagian timur adalah tempat tinggal lamanya. Nama Song
loya cu telah menggetarkan dunia Bulim Banyak sahabat juga tidak kurang banyak
musuh yang mengincarnya Demi ketenteramannya, orang tua itu sudah sepuluh tahun
yang lalu pindah ke Ma cik san." katanya.
Yok Sau Cun terpana mendengar keterangan tersebut.
"Di mana letak Ma cik san?" tanyanya.
Laki-laki itu diam sejenak Dia sedang mengatur nafasnya yang memburu.
"Ma cik san terletak di tengah-tengah Tai hu Song loya cu tinggal di bawah Kuan
Cang Fong Disana ada sebuah gedung bernama besar yang mirip sebuah perkam
pungan. Orang sekitar situ tidak ada yang tidak tahu. Mereka menyebutnya Tian
Hua san ceng," katanya. "Cayhe sudah mengingatnya dalam hati," sahut Yok Sau Cun. Setelah itu dia
men]ura kepada laki-laki setengah baya dan menatapnya sesaat. Dia tidak ingin
perasaannya menjadi berat Oleh karena itu, dia melangkah dengan tergesa-gesa
Apalagi dia telah menenma baik permintaan laki-taki itu Jangan sampai dirinya
menyalahi janji, sedangkan tugas itu menyangkut keselamatan kaum Bulim.
Belum terlalu senja dia sudah sampai di Hiat kan Yok Sau Cun menarik nafas
panjang. "Untung saja masih ada waktu," katanya seorang diri. Hiatkan merupakan sebuah
desa kecil di sekitar telaga Tai huPara pen duduk setempat mengandalkan usaha
pencanan telur penyu.Ada sebagian yang menyewakan jasa sebagai pengantar tamu
yang pulang pergi ke Ma cik san. Yok Sau.
Cun menyewa sebuah rakit dan langsung menuju Ma cik san. Angin sedang bertiup
dengan kencang Yok San Cun tidak memperdulikan. Dia mendayung terus .
Telaga Tai hu sangat besar. Luasnya sekitar tiga puluh delapan nbu pal Ma cik
san merupakan salah satu dari tiga pulau besar yang terdapat di sekitar telaga itu
Puiau itu dilindungi dua buah gunuog Yang sebelah tnnur adalah gunung Kuan Cang Fong
Yang sebelah barat adalah Tai Pu Fong Bulim Toala (Angkatan tua Bulim) Song loya
cu tinggal di kaki bukit Kuan Cang Fong Pemandangannya sangat indah Di
hadapannya terlthat air yang jermh, sedang bagian belakangnya terdapat sebuah
gunung yang menjulang tinggi. Song loya cu membangun sebuah perkampungan yang
diberi narna Tian Hua san ceng.
Menceritakan soal Song Ceng San, usianya saat ini sudah mencapai tujuh puluh
tiga tahun. Orang tua itu hanya mempunyai seorang putra yang sekarang berusia dua
puluh tiga. Namanya Song Bun Cun.
Nama Song Ceng San telah menggetarkan dunia persilatan Oleh teman-teman
segolongan Beliau dipanggil Bulim Toalo. Tadinya berasal dari perguruan Huasan
pai llmu pedangnya sangat terkenal.
Song Cen San sangat tekun berlatih. Pada usia delapanbelas tahun, ilmunya sudah
sangat tinggi Namun dia tidak menyombongkan diri Sampai usia limapuluhan,
temanteman di dunia kangouw memilihnya sebagai Bu lim Bengcu Pada saat yang sama
dia mendapat julukan 'Bulim it kiam' (Jago pedang nomor satu di Bulim).
Tahun itu bulan kesembilan. Song loya cu kebetulan merayakan hari jadinya yang
kelimapuluh. Ciang bun pn dari delapan partai besar dan tokoh-tokoh besar di
dunia kangouw semua berdatangan ke Bucing (tempat tinggalnya yang lama). Maksudnya
tentu saja untuk mengucapkan selamat kepada orang tua itu.
Sehan sebelum parayaan ulang tahunnya, ada orang tua yang mohon bertemu
dengannya Karena dia sedang menjamu para Ciang bun jin dan delapan partai besar,
maka para penjaga tidak berani mengganggu Lagipula tampang orang tua itu tidak
seperti tokoh persilatan, maka mereka tidak melaporkan kedatangannya kepada song
Ceng San. Pada han kedua saat pesta sedang berlangsung, orang tua itu datang lagi. Kali
ini para penjaga juga tidak memperdulikannya Orang tua itu mengeluarkan secarik kertas
dan balik bajunya yang lusuh dan menyerahkan kepada salah satu dari penjaga tersebut.
"Kalau Cu jin saudara memang keberatan untuk bertemu Tolong serahkan kertas im
kepadanya. Kebetulan para ketua dari delapan partai besar sedang berkumpul
Biarlah mereka mempertimbangkan bersama Tiga hari kemudian aku akan datang lagi,"
tanya. Pengawal itu mendengar nada bicaranya yang seakan sangat mendesak, dia tidak
berani berayal lagi Kertas itu segera dibawa masuk dan diserahkan kepada Song
Ceng San Laki-laki yang saat itu menjabat sebagai Bulim Bengcu sangat terkejut Ternyata
kertas itu bensi seratus jurus ilmu silat yang digambarkan dengan jelas Bahkan hampir
delapan bagiannya, Song Ceng San malah belum pernah lihat seumur hidup ini Jurus|urus
itu sangat aneh dan hebat Di atasnya terdapat sebaris tulisan yang ditinggalkan
oleh orang tua itu. "Apakah Bulim it kiam dapat memecahkan jurus-Jurus ini?".
Song Ceng San berjalan mundar mandir di dalam ruangan. Otaknya terus bekerja,
Diantara seratur jurus yang digambarkan orang tua itu, dia paling-paling hanya
dapat memecahkan dua puluh jurus saja Para Ciang bun jin yang melihat Song Ceng San
bejalan hilir mudik dengan secarik kertas di tangan dan kening berkerut seperti
kemasukan setan, lantas tidak dapat menahan hati dan bertanya.
Song Ceng San menceritakan tentang permohonan bertemu dan surat yang
ditinggalkan orang tua Itu. Setelah Ku, dia memaparkan kertas tersebut agar
dilihat oleh tokoh-tokoh besar itu.
Sebagai orang yang berlatih ilmu sitat, apabila menemukan jurus yang aneh dan
belum pernah diiihat selamanya, tentu akan tertarik Akhirnya mereka mengambil
keputusan untuk menutup diri selama dua han dan merundingkan bersama cara
pemecahan lurus-jurus tersebut.
Dua hari kemudian, mereka ternyata ha nya dapat memecahkan delapan puluh jurus.
Hal itu sebetulnya sangat memalukan Delapan orang Ciang bun jin partai terkemuka
di Bulim beserta Bulim Bengcu masih tidak sanggup memecahkan seratus Jurus yang
diberikan orang tak dikenal. Mereka sudah memeras otak dengan sekuat tenaga.
Tapt duapuluh jurus yang terakhir memang terlalu aneh. Mereka menganggap memang
tidak ada cara pemecahannya.
Sampai pada saat hari ketiga, mereka sudah menunggu sejak pagi. Tapi orang tua
itu ternyata tidak muncul. Begitu juga hari-hari selanjutnya. Delapanpuluh jurus
yang dibenkan orang tua itu akhirnya menjadi ilmu simpanan delapan partai besar.
Kurang lebih satu bulan kemudian, pagi-pagi sekali Song Ceng San sudah bangun
Dia merasa bahwa kertas bensi ilmu silal yang aneh itu telah dikutak-katik oieh
seseorang. Song Ceng San tergopoh-gopoh melihatnya. Pada bagian keduapuluh jurus
yang tidak dapat mereka pecahkan tefah bertuliskan cara-cara mengimbanginya
Dibagian bawahnya juga terbaca sederel tulisan tangan yang rapi....
"Seratus jurus ilmu pedang, harap digunakan untuk kebaikan, bukan untuk
dipamerkan.". Dalam seratus jurus ilmu pedang yang ditinggalkan orang tua itu, sudah ada
delapan puluh jurus yang Song Ceng San pecahkan bersama-sama delapan Ketua partai


Pedang Pusaka Dewi Kahyangan Sian Ku Po Kiam Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkemuka Yang benar-benar menjadi miliknya adalah duapuluh jurus yang tersisa
itu Tetapi jurus-jurus itu memang sulit sekali dan tidak ada orang lain yang dapat
memecahkannya. Akhirnya, setelah merenungkan sekian lama kejadian tersebut. Mereka yakin orang
tua yang memohon bertemu dengan Song Ceng San adalah seorang tokoh paling aneh
pada tigapuluh tahun yang lalu dan sudah lama menghilang dari dunia persilatan,
yaitu Tian San Yisu. Song Ceng San membangun sebuah perkampungan di kaki bukit Kuan Cang Fong
dan diberi nama Tian Hua san ceng Maksudnya untuk mengenangkan Tian San Yisu
dan Huasan pai yang menjadikan dirinya seperti sekarang, Bagi Song Ceng San.
Seseorang tidak boleh seperti 'kacang yang lupa pada kulitnya'.
Kejadian itu adalah penstiwa duapuluh tahun yang lalu Penulis mengungkapkannya
kembali karena kelanjutan cerita ini nanti ada hubungannya dengan peristiwa
tersebut. . Kita kembali lagi kepada Yok Sau Cun yang sedang menuju perkampungan Tian Hua
san ceng. Tukang perahu yang rakitnya disewa oleh pemuda itu berkali-kali
mengingatkan bahwa perkampungan itu terletak di bagian selatan Letaknya di
tengahtengah perkebunan buah. Yok Sau Cun mengikuti peturijuk tukang perahu tersebut Setelah mencapai pulau
tersebut, dia segera mengambil arah Selatan. Setelah menikung satu kali putaran,
Tian Hua san ceng yang besar dan megah sudah terlihat di depan mata Yok Seu Cun
membenarkan pakaiannya agar terlihat lebih rapi Selanjutnya dia menembus
perkebunan buah yang disebutkan tukang perahu tadi Di sana ada jalan setapak
yang merupakan ta nah merah Dengan berjalan lurus, dia sudah hampir mencapai Tian Hua
san ceng. Di depan perkampungan terlihat dua buah pintu gerbang berwarna hitam. Pintu
tertutup. rapat Di atasnya terlihat empat huruf besar berwarna hijau dan
bertuliskan TIAN HUA SANG CENG. Pada saat itu, matahari hampir terbenam Yok Sau Cun tidak berani menunda lebih
lama tagi. Dia menaiki tangga batu di depan pintu sebanyak tiga tindak. Baru
saja tangannya terulur untuk mengetuk pintu tersebut, tiba-tiba terdengar suara
langkah kaki, yang ringan, disusul dengan suara seseorang yang menegurnya.
"Siangkong hendak mencari siapa?".
Dengan terperanjat. Yok Sau Cun membalikkan tubuhnya. Tampak seseorang dengan
pakaian seperti seorang pengurus rumah tangga berdiri menghadapinya. Mata orang
itu menatapnya dengan penuh selidik Melihat gerakannya yang cepat dan tidak
menimbulkan suara, dapat dibayangkan itmunya cukup tinggi. Sungguh di tangan
seorang perwira tidak ada prajurit yang lemah. Yok Sau Cun kagum sekali. Dia
melambaikan tangannya beberapa kali....
"Cayhe Yok Sau Cun. Sengaja datang untuk mengunjungi Song loya cu," katanya.
Pengurus rumah tangga itu tersenyum.
"Harap Siangkong maafkan. Lo cengcu (Kepala perkampungan) sudah lama tidak
menerima tamu lagi," sahutnya sopan.
Song Ceng San memang tidak malu disebut Bulim Toalo. Seorang pengurus rumah
tangganya bersikap demikian terpelajar dan pandai menghormati tamu.
"Tentang itu cayhe mengerti. Cayhe datang dari jauh karena ada urusan penting
yang mohon penjelasan. Apalagi di tengah jalan tadi, cayhe bertemu dengan seseorang
yang terluka parah Dia menitipkan sepucuk surat rahasia. Kata orang itu, isi
surat rahasia ini penting sekali. Cayhe harus menyerahkannya sebelum matahari
terbenam. Dan harus diserahkan kepada Song loya cu. Oleh karena itu. cayhe tergesa-gesa
mengejar waktu. Untung saja belum terlambat Harap Koan laporkan sebentar kepada
Song loya cu mengingat pentingnya persoalan ini" kata Yok Sau Cun.
Pengurus rumah tangga itu tampak ter peranjat mendengar keterangan tersebut Dia
merenung sejenak.... "Seandainya urusan yang Siangkong bawa demikian penting, hamba akan laporkan
dulu kepada Cong koan. Harap Siangkong menunggu sebentar," sahutnya.
"Maaf karena telah merepotkan Koan ke," kata Yok Sau Cun.
Pengurus rumah tangga itu memutar tubuhnya dan meninggalkan tempat itu Yok Sau
Cun segera menyadan bahwa selain pintu depan, gedung itu masih mempunyai pintu
rahasia lainnya. Tidak lama kemudian, terlihat kedua belah pintu gerbang itu terbuka. Pengurus
rumah tangga tadi keluar lagi ditemani oleh seorang berusia lanjut dengan alis
mata tebel dan berwajah panjang. Orang tua itu menatap sekilas kepada Yok Sau Cun,
lalu membungkuk dengan sikap hormat.
"Lao siu bernama Ciek Ban Cing Siangkong datang dari jauh, kami tidak menyambut
segera. Harap maafkan. Silahkan masuk," katanya.
Sebelum Yok Sau Cun sempat mengatakan apaapa. Pengurus rumah tangga sudah
mendahuluinya. "Ini adalah cong koan perkampungan kami Kalau Yok Siangkong ada urusan apaapa,
silahkan rundingkan dengan orang tua ini".
Yok Sau Cun segera menjura dengan sopan.
"Rupanya Ciek Cong koan Cayhe sudah lama mendengar namamu," sahutnya.
Ciek Ban Cing segera membalas penghormatan pemuda itu ^ulutnya segera
mengucapkan terima kasih berkali-kali. Kemudian dia mengulurkan tangannya
sebagai tanda menyilahkan.
"Di sini bukan tempat yang sesuai untuk berbicara. Silahkan Siangkong masuk ke
dalam," ajaknya. "Ciek Ban Cing bertindak sebagai petunjuk jalan Yok Sau Cun mengikuti di
b&lakangnya. Mereka melewati sebuah lorohg panjang Kemudian menuju ke sebuah
ruangan di sebelah timur Di tengah-tengah ruangan besar itu ada sebuah kamar tamu yang agak
kecil. Ciek Ban Cing mempersilahkan Yok Sau Cun menuju kamar tamu
tersebut. "Silahkan duduk," katanya.
Kedua orang itu duduk berseberangan.
Seorang bocah dengan dandanan pelayan mengantarkan sebuah teko dengan dua
buah cawan. "Yok Siangkong, silahkan minum," kata Ciek Ban Cing.
Yok Sau Cun melihat hari sudah hampir gelap. Dia mulai panik. Laki-laki setengah
baya berpakaian hijau itu berpesan wanti-wanti bahwa surat rahasia tersebut harus
disampaikan kepada Song loya cu sebelum matahari terbenam Kalau sampai
terlambat, akan terjadi hal yang mengerikan Dia segera menjura kepada Ciek Ban
Cing. . "Ciek Cong koan harap maafkan. Cayhe datang dan tempat yang jauh karena ada
urusan penting yang harus segera disampaikan kepada Song loya cu," katanya Ciek Ban
Cing adalah seorang yang sudah banyak pengalaman. Sejak tadi dia sudah
melihat gerak gerik Yok Sau Cun yang serba salah Dia tersenyum lebar.
"Lao siu tadi sudah mendengar dari anak buahku. KatanyaYok Siangkong datang dari
jauh memohon bertemu dengan Lo ceng cu. Masih ada sebuah surat rahasia yang
harus diserahkan kepada befiau langsung Tetapi Lo ceng cu sudah lama tidak
menenma tamu lagi Ada urusan apa, Yok Siangkong bicarakan dengan Lao siu sama
saja," katanya tenang.
Perasaan berat tersirat di wajah Yok Sau Cun.
"Ada suatu hal yang perlu Ciek Cong koan ketahui. Cayhe datang dari ;auh karena
ada urusan pnbadi Hanya dengan bertemu langsung dengan Song loya cu baru dapat
diselesaikan Mengenai surat rahasia itu, cayhe rn"nerima titipan dan seseorang
Ketika menuju ke tempat ini, orang yang mengantarkan surat itu dibokong seseorang di
tengah jalan Tubuhnya mendapatkan luka parah. Dia mengatakan bahwa surat ini
penting sekali Lagipulamenyangkut keselamatan dunia Bulim Surat tersebut harus
disampaikan sebelum matahan terbenam Dan ha rus diserahkan langsung ke tangan
Song loya cu Oleh karena itu, cayhe memburu waktu Sekarang hari sudah mulai
getap " sahutnya cemas. Mata Ciek Ban Cing menyiratkan sinar terkejut.
"Ternyata ada kejadian sepenting itu.".
katanya Dia merenung seienak Kemudian dia tersenyum kembali "Yok Siangkong
sudah sampai di Tian Hua san ceng. Berarti tidak mengingkari ianji Namun kalau
Lao siu boleh bertanya, siapakah yang menginm surat kepada Lo ceng cu" Dan siapa
pengantar surat yang dibokong orang itu?" tanyanya.
"Mengenai hal ini, cayhe sendiri tidak jelas Di surat itu tidak tercantum nama
penginmnya Kemungkinan besar di dalam surat tersebut ada diterangkan seseorang
yang dikenal baik oleh Song loya cu. Sedangkan pengantar surat itu, cayhe juga
sudah menanyakan Oia mengaku she Yu Katanya Song loya cu mungkin tidak mengenal
siapa dirinya," sahut Yok Sau Cun.
Bola mata Ciek Ban Cing berputaran Dia mendengarkan cerita Yok Sau Cun dengan
penuh perhatian. "Dapatkah Yok Siangkong menjelaskan keadaan orang yang bertemu di jalan tadi?"
tanyanya. "Yok Sau Cun mengangkat cawannya dan meminum seteguk. Kemudian dia
menuturkan kembeli perjumpaannya dengan laki-laki setengah baya itu Semuanya
dijelaskan tanpa ketinggalan sedikit pun.
Ciek Ban Cing mengelus jenggotnya be berapa kali.
"Di tempat seperti itu . Bagaimana dia bisa dibokong seseorang?" gumamnya
seorang diri. Tiba tiba dia mendesah, "Ah .." Kepalanya pun terangguk-angguk.
"Dapatkah Yok Siangkong perlihatkan surat rahasia itu kepada Lao siu'?"
tanyanya. "Seandainya Ciek Cong koan hendak melihat, cayhe tentu tidak keberatan Namun
cayhe mendapat titipan dan orang bahwa surat mi harus diserahkan langsung ke ta
Pendekar Cacad 18 Keris Maut Karya Kho Ping Hoo Pendekar Sakti 6
^