Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 32

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 32


"Accch, jadi engkau.....?"
"Benar lopeh..... memang aku inilah"
"Hmmmm, mereka sangat takut dengan gebrakan dan gerak-gerikmu. Tetapi, hati- hati karena mereka sudah menyiapkan beberapa tokoh hebat untuk membekuk dan membunuhmu, jika bisa. Bahkan, salah seorang yang dipersiapkan, yakni seorang tokoh hebat, kini sudah tiba dan sudah berada di Pek In San..." berkata Mindra dengan suara kaget dan jerih.
"Tidak mengapa Lopeh, demi dan untuk kebaikan banyak orang tetap saja kita semua harus berjuang. Dan, sekarang ini, ijinkan aku mengintai markas mereka terlebih dahulu, pada saat aku pulang, biarlah Lopeh pergi bersamaku ketimbang menderita hidup di penjara bawah tanah ini...." Koay Ji berkata dan kemudian mohon pamit melanjutkan keinginannya untuk mengintip dan mengetahui posisi Markas Bu Tek Seng Pay.
"Baiklah, jika engkau berkeras, semoga engkau berhasil anak muda. Tetapi, perlu kuperingatkan jalan keluar dari sini berujung pada pos penjagaan belakang yang dijaga sampai 20an orang setiap saat. Karena itu, lebih baik engkau berhati-hati dalam langkahmu nanti anak muda......."
Dan peringatan Mindra memang tidak salah. Koay Ji menyusuri jalan yang ujungnya adalah pos penjagaan bagian belakang yang biasanya dijaga sekitar 20an penjaga dan pastinya sangat ketat. Sebetulnya, bukan perkara yang sulit bagi Koay Ji untuk menjatuhkan para penjaga tersebut, tetapi kehadirannya dan jalan rahasia yang diketahuinya bakalan tercium musuh. Hal ini tentunya tidak diinginkannya, dan bakal membuat pihak lawan menjadi berwaspada. Karena sesungguhnya, sejak awal dia sudah memutuskan untuk terus menjaga agar gua itu tetap rahasia dan tidaklah tercium musuh. Dan karena pertimbangan itu, maka akhirnya Koay Ji memutuskan cukup untuk penjelajahannya pada malam ini. Cukup mengetahui ujungnya dan mengetahui jalan masuk ke markas musuh.
Dan diapun akhirnya memutuskan berjalan kembali menemui kawan-kawannya, dan ketika pada akhirnya Koay Ji kembali, dia memutuskan membawa serta Mindra dan berkata kepadanya dengan nada penuh optimisme:
"Lopeh, Nadine adalah salah seorang sahabat baikku. Dahulu, kita sempat dan pernah saling bertempur satu dengan lainnya di rumah Nyo Wangwe, dan sejak saat itu kami berkenalan. Jika tidak salah, pada saat itu juga sempat bertarung melawan Lopeh. Tetapi, melihat keadaan Lopeh pada saat ini, biarlah aku membantu Lopeh, hitung-hitung membantu Nadine agar kalian bisa bertemu satu dengan lainnya kelak. Jangan engkau khawatir, karena aku amat mengetahui jalan lolos yang aman dari pengamatan Bu Tek Seng Pay, dan pada saatnya kelak, akan ada yang mengurus semua keperluan Lopeh...."
"Accch, sungguh tak kusangka pilihan anakku sangat tepat. Baiklah anak muda, lohu sendiri tidak ingin mati di tempat seperti ini, dan jika ada kesempatan bertemu anak perempuanku sebelum mati, maka peluang itu akan kuambil....." Mindra akhirnya setuju untuk ikut serta dengan Koay Ji. Tetapi, ketika mereka akan mulai berjalan, tiba-tiba Mindra teringat sesuatu:
"Anak muda, mereka akan curiga jika lohu tiba-tiba menghilang dari penjara bawah tanah ini, sangat mungkin ruangan ini akan digeledah. Adalah lebih baik mencari "jasad" untuk menggantikan tempatku dan memakaikan pakaianku ke jasad tersebut sehingga mereka akan menilai lohu sudah bunuh diri....."
"Ach, engkau benar lopeh, tetapi dimana aku dapat menemukan jasad yang dapat kupatut menjadi mirip lopeh...?" Koay Ji kebingungan sejenak, maklum, dia tidak atau bahkan belum pernah membunuh manusia.
"Hmmmm, jika tidak salah ada salah seorang tahanan yang baru saja mereka jebloskan siang tadi kelihatannya baru saja meninggal dunia. Mungkin kita akan bisa memanfaatkan jasadnya itu..... dia berada dua ruangan terpisah dengan ruanganku, cobalah engkau memeriksanya...." saran Mindra, meski terdengar sedikit beresiko tapi cukup masuk di akal.
Benar juga, dua ruangan dari kamar tahanan Mindra, terlihat sesosok mayat yang sepertinya baru meninggal, entah siapa. Koay Ji memainkan peran keahliannya dalam merias wajah dan mengganti pakaian mayat itu dengan pakaian Mindra dan kemudian memasukkannya ke ruang tahanan Mindra. Persoalan selanjutnya soal tokoh yang sudah meninggal itu, tidak lagi dipkirkan oleh Koay Ji, karena dilihatnya orang atau mayat itu tidak dikenal. Tidak lama kemudian dia selesai dan segera mengajak Mindra berlalu.
Dan begitulah selanjutnya, mereka berdua kemudian berjalan dengan sangat hati-hati dan perlahan sampai mereka akhirnya tiba di pintu rahasia menuju ke jalan rahasia dibawah. Tetapi, sebelum memasuki jalan rahasia itu, Koay Ji sempat bertanya kepada Hui Goan Hwesio:
"Hui Goan Suhu, apakah ada jalan rahasia lain yang langsung masuk ke sekitar Markas Pek Lian Kauw" Penjara ini berujung ke penjagaan yang amat ketat, amat sulit buatku untuk dapat menerobos masuk dengan tanpa ketahuan para penjaga yang berada di pos penjagaan tersebut...."
"Jika masih belum berubah, maka sejauh 200 meter berjalan terus, engkau akan menemukan sebuah tikungan yang berbelok kekiri, dan berjalan lagi sejauh lebih kurang 250 meter, maka engkau akan menemukan pintu keluar dengan cara buka tutup yang sama dengan pintu penjara ini. Dahulu, pintu keluar itu adalah istal kuda peliharaan Pek Lian Kauw, entah sekarang. Hanya dua itulah yang menjadi pintu keluar masuk untuk Markas kami. Dan jika engkau ingin tahu lebih banyak lagi, maka kuberitahukan bahwa kami sebetulnya punya jalan rahasia menuju ngaray di bawah sana. Tempat itu merupakan tempat yang paling rahasia, tapi bisa engkau temukan jalannya namun sangat curam dan menukik ke bawah sehingga butuh tali untuk menuruninya. Dugaanku, tali yang dahulu kami gunakan sudah sangat rapuh, karena itu engkau butuh peralatan lebih untuk bisa sampai turun ke bawah sana. Jika mereka, Pek Lian Pay pengkhianat itu mengundurkan diri dan bersembunyi, mereka pasti akan turun kesana ......."
"Terima kasih banyak Suhu, besok pagi biar kumemeriksa dua jalan rahasia tersebut yang pastinya akan berguna..." Koay Ji berterima kasih dan kemudian langsung pamit. Tetapi sebelum dia berlalu, kembali Hui Goan Suhu berkata:
"Jangan lupa pesan-pesanku anak muda....."
"Pasti Suhu, kuupayakan dalam beberapa hari para durjana itu sudah berhasil kami basmi, dan locianpwee boleh menikmati hari itu kelak dengan penuh sukacita..." janji Koay Ji kepada Hui Goan Hwesio
"Ach, rasanya itu terlampau mewah buatku anak muda, tetapi terima kasih banyak atas upayamu dan hiburan yang engkau bawah itu. Yang penting adalah apa semua yang sudah kupesankan kepadamu sebelumnya, mengenai urusan lain, anggap saja sebagai bonus buatku....."
"Baik Suhu, kami mohon diri....." pamit Koay Ji yang kemudian membantu Mindra untuk berjalan dan berlalu ke jalan rahasia di bawah tanah.
Tidak berapa lama kemudian, Koay Ji sudah kembali tiba di tempat dimana tadi dia meninggalkan kedua monyet sahabatnya beristirahat. Dan diapun memilih untuk ikut beristirahat, demikian juga dengan Mindra, beristirahat disana sampai pagi harinya. Tetapi, Koay Ji sebagaimana biasanya, sebelum benar-benar beristirahat tetap berusaha untuk menyegarkan ingatannya terlebih dahulu akan semua yang dialami hari ini. Kemudian diapun menyimpan dan "mengamankan" semua informasi penting yang dia temukan, dan barukemudian mempergunakan beberapa jam untuk melatih dirinya. Waktu beberapa jam itu, terutama melanjutkan upaya kerasnya mencari "jurus anti" dari jurus baru yang dia ciptakan sebagai tandingan atas jurus istimewa ciptaan suhunya yang dia ciptakan kembali berdasarkan petunjuk suhunya. Hal yang sudah ditekuninya beberapa waktu terakhir.
Tetapi latihan selama beberapa jam sama dengan hari-hari sebelumnya, masih juga belum beranjak jauh dari mengetahui kelebihan dan kekurangan jurus ciptaannya sendiri. Dia masih belum menemukan cara yang tepat untuk memecahkan daya serang balik jurus ciptaannya dalam menangkal jurus ciptaan suhunya. Tetapi, itu sudah membuatnya cukup senang dan membawanya beristirahat meski hanya beberapa jam belaka. Memang agak sulit saat ini bagi Koay Ji untuk menemukan dan menciptakan Ilmu dan jurus baru mengingat konsentrasinya banyak tercurah ke persoalan melawan Bu Tek Seng Pay. Tetapi, kemajuan yang diperolehnya selama dua jam berkonsentrasi cukup membuatnya senang. Bayangannya atas peluang dan kemungkinan menangkal jurus ciptaannya sendiri, sudah semakin terbentuk tapi belum dapat dia realisasikan.
Subuh, menjelang pagi hari, Koay Ji bangun dan dia rada kebingungan bagaimana mengurus Mindra yang sudah buta. Tetapi inspirasi dan jalan keluar muncul pada saat beberapa ekor monyet kembali mengantarkan makanan untuk pagi itu. Setelah beberapa saat, Koay Ji pun menjelaskan kepada Mindra apa yang sedang mereka hadapi dan bagaimana hubungannya dengan monyet-monyet yang membawakan mereka makanan itu. Mindra tercengang dan merasa kagum mengetahui Koay Ji mampu berbicara dalam bahasa Monyet dan minta suatu saat diajari bahasa khas itu. Terlebih lagi karena pada saat itu dia akan dititipkan kepada monyet-monyet yang akan menjaganya selama Koay Ji melanjutkan kerjanya menyelidiki markas Bu Tek Seng Pay di gunung Pek In San itu.
"Anak muda, ada beberapa hal yang perlu engkau ketahui sebelum melakukan penyelidikan lebih jauh..." Mindra membuka percakapan setelah memakan makanan yang disediakan monyet-monyet untuk mereka, pagi itu.
"Silahkan lopeh, aku siap mendengarkan....." Koay Ji kaget dan berdebar juga saat Mindra mengatakan beberapa rahasia lainnya. Entah mengapa, meski belum lagi Mindra membuka apa "rahasia" itu, tetapi Koay Ji merasa sesuatu seperti mengusik perasaan hatinya. "Jangan-jangan ada hubungannya denganku...." desisnya dalam hati sambil menantikan ucapan Mindra.
"Pertama, seorang ahli sihir yang sangat hebat meskipun masih sedikit dibawah kemampuanku, baru saja tiba di Pek In San beberapa hari lalu sebelum mereka memutuskan menghukum dan memenjarakanku. Nampaknya, kedatangannya itulha yang membuat keberadaanku yang sudah dicurigai akhirnya menjadi tidak berguna bagi mereka semua. Mereka sudah mencium dan sekaligus mengetahui perananku dalam lepasnya anakku dan teman-temannya dari sekapan kami, tetapi suhuku yang khianat, Mo Hwee Hud baru berani bertindak setibanya di gunung Pek In San. Dan terutama karena mereka sudah memiliki penggantiku. Terlebih dulu dia membutakan mataku dan kemudian diapun menceritakan bagaimana dia membunuh kedua kakak Nadine, kedua putraku. Dan setelah menyakitiku, barulah dia melemparku kedalam penjara dimana engkau menemukan aku. Tetapi, kisahku adalah nomor dua, yang penting adalah tokoh yang mereka datangkan untuk memperkuat posisi mereka. Dia adalah tokoh hebat yang berkepandaian sihir sedikit dibawahku, tetapi memiliki kepandaian Ilmu Silat yang jauh di atasku, bahkan masih di atas kemampuan suhu Mo Hwee Hud. Kutahu dengan sangat jelas, karena dia adalah suheng Mo Hwee Hud yang paling pandai, dan lebih banyak bertapa di Thian Tok, baru dua atau tiga hari lalu dia tiba di gunung Pek In San......"
"Acccch, masih ada lagi tokoh baru yang sangat hebat...?" mau tidak mau kaget juga Koay Ji, karena tadinya pada sangkaannya, adalah Phoa Tay Teng dan toa suhengnya sudah merupakan tokoh yang paling hebat dan sakti dari pihak lawan. Dan hari ini, ternyata ada yang lain lagi. Hal ini agak menyentaknya, meskipun tidak membuat dia takut dan gentar.
"Dia memang sengaja didatangkan untuk menghadapimu anak muda,,,,, karena engkau dianggap sangat mengganggu dan memiliki kepandaian yang amat hebat dan luar biasa. Sepak terjangmu sudah membuat mereka tersentak dan meragukan kekuatan mereka sendiri. Itulah sebabnya mereka memanggil sisa kekuatan yang sebetulnya sudah pada mengundurkan diri, termasuk Rajmid Singh, tokoh yang sudah amat uzur, tetapi tetap juga dipanggil datang. Sejujurnya, engkau memang berhasil dalam membuat mereka sangat takut kepadamu....."
"Hmmmm, soal diriku rasanya terlampau dibesar-besarkan Lopeh, kemampuanku biasa saja dan tidak jauh dibandingkan dengan yang lain-lainnya. Tapi yang penting adalah, bagaimana sesungguhnya kepandaian kakek itu, dan siapa gerangan nama tokoh yang mereka datangkan itu....?"
"Di Thian Tok dia sangat terkenal karena memang merupakan salah satu tokoh puncak dengan kemampuan yang sulit ditandingi. Dia dikenal dengan nama Rajmid Singh, dan julukannya jika dalam bahasa kalian di Tionggoan sini adalah Sin Kui Giam To (Raja Akhirat Penakluk Setan). Ingin kuperingatkan engkau anak muda, tokoh yang satu ini sangat berbahaya, karena dia masih setingkat diatas Mo Hwee Hud yang adalah sutenya dan juga masih mengatasi Bu Tee Hwesio. Terutama karena dia berhasil memadukan unsur ilmu silatnya yang tinggi dan ilmu sihirnya yang juga amat kuat. Meskipun, usianya memang sudah sangat lanjut. Tetapi, bisa kupastikan, kepandaiannya sangat mujijat, engkau perlu sangat berhati-hati untuk menghadapinya kelak, dia sungguh sangat hebat, untuk satu hal ini kukatakan dengan sebenar-benarnya biar engkau menyiapkan dirimu"
"Terima kasih atas peringatanmu Lopeh....." desis Koay Ji sambil berdiam diri, bukan karena takut, tetapi karena membayangkan siapa lagi gerangan tokoh tua yang sudah diundang pihak lawan untuk menghadapinya"
"Masih ada satu hal lagi...." terdengar Mindra kembali berkata.
"Silahkan, aku mendengarkanmu Lopeh....." Koay Ji semakin senang karena bisa mengetahui keadaan lawan lebih banyak lagi melalui ayahanda temannya ini. Dan Mindra, juga dengan senang hati mengatakannya, karena dia berharap mereka-mereka beroleh hukuman berat.
"Mengenai Pek Seng, Hek Seng dan Kim Seng yang menjadi pengawal khusus dari Bu Tek Seng Ong. Mereka bertiga, atau ketiga tokoh itu memiliki latar belakang yang sangat luar biasa, dan jika kukatakan engkau pasti akan sangat kaget....." berkata Mindra dan berlaku sedikit "pelit" karena kelihatannya apa yang akan dia sampaikan memang merupakan satu berita yang cukup besar dan mengagetkan. Koay Ji tahu dengan melihat gelagat Mindra.
"Ada apa dengan ketiga tokoh pengawal pribadi atau pengawal khusus Bu Tek Seng Ong itu lopeh...?" tanya Koay Ji ingin tahu.
"Anak muda, mereka bertiga adalah tokoh-tokoh muda yang sangat cemerlang pada puluhan tahun silam, karena mereka sesungguhnya adalah murid-murid dari Tiga Dewa Tionggoan. Yakni murid tertua dari Bu Tee Hwesio, Lam Hay Sinni dan Thian Hoat Tosu yang tentunya engkau kenal karena nama ketiga suhu dan subo mereka memang sangat harum dan sangat terkenal di Tionggoan. Ketiga orang muda itu tertangkap oleh Pek Kut Lojin pada berapa puluh tahun silam dan sudah cukup lama kehilangan ingatan karena dikendalikan oleh sejenis racun yang maha hebat. Untuk saat ini, mereka bertiga hanya mungkin diselamatkan oleh Pusaka Gin Ciu Ouw atau Pusaka Guci Perak, sebuah benda luar biasa, pusaka maha hebat dari tanah Thian Tok. Sayang sekali, pusaka itu sudah lebih 60 tahun menghilang tak ketahuan rimbanya dan entah berada dimana. Seandainya aku masih sehat, maka aku bisa menyembuhkan mereka, meskipun membutuhkan waktu sampai beberapa hari, atau sampai beberapa bulan malahan. Tapi aaaaiiiii, sayang sekali aku sudah menjadi manusia tidak berguna seperti sekarang....."
Luar biasa terkejutnya Koay Ji mendengar bahwa ternyata dia masih memiliki seorang TOA SUHENG lagi. Dan toa suheng yang dimaksud adalah murid kepala Bu Tee Hwesio yang kini menjadi tawanan bersama dengan murid Thian Hoat Tosu dan Lam Hay Sinni. Dia jadi teringat peristiwa di Siauw Lim Sie, ketika bekas Ciangbudjin Siauw Lim Sie yang kehilangan kesadarannya dimanfaatkan lawan untuk merebut kepemimpinan kuil Siauw Lim Sie. Tetapi, tokoh Siauw Lim Sie yang sebenarnya masih merupakan Supeknya itu. Tokoh itu, atau sang Supek sudah berhasil dia sembuhkan dengan kerja keras menggunakan ilmu totok dan juga ilmu pengobatan sambil juga melibatkan penggunaan ilmu jarum emas yang amat mujijat. Hanya saja, untuk saat ini, Koay Ji tidak begitu khawatir dengan cara pengobatan terhadap ketiga tokoh yang dimaksudkan Mindra. Apa pasal" karena sesungguhnya dia sudah memiliki cara lain yang justru jauh lebih mudah untuk menyembuhkan mereka yang terkena penyakit yang sama.
Tetapi, yang membuat Koay Ji kaget dan teramat shock adalah mendengar bahwa sesungguhnya dia masih memiiki seorang TOA SUHENG dan bahwa ternyata murid 3 DEWA TIONGGOAN tertangkap dan masih tetap berada bersama-sama dengan musuh di markas gunung Pek In San ini. "Mengapa Bu Tee Suhu tidak pernah memberitahukannya kepadaku...?" desis Koay Ji heran dan bingung. Tambah kaget dan bingung, karena mereka, toa suhengnya dan kedua kawannya itu, ternyata menjadi tawanan dan melakukan tugas yang tidak mereka sadari, yaitu sebagai pengawal pentolan musuh. Sungguh menyedihkan. "Hmmmm, tugasku bertambah berat, benar-benar butuh kehadiran kawan-kawan lain untuk dapat menyelamatkan mereka bertiga nantinya...." desis Koay Ji dalam hati, tegang dan mulai merancang dan membayangkan bagaimana dia mesti menolong mereka.
"Hmmmm, lopeh, engkau tenang saja, jika memang begitu keadaannya, aku akan bisa dan memiliki kemampuan untuk menyembuhkan mereka kelak. Tetapi, tetap saja sebelumnya aku akan pergi menyelidiki keadaan Markas Bu Tek Seng Pay di Gunung Pek In san ini. Dan aku sudah memperoleh petunjuk bagaimana memasuki markas mereka, rasanya peluang ini akan kumanfaatkan. Hari ini, akan kuselidiki jalan rahasia itu, dan besok aku akan mencari sahabat yang akan membantu untuk menyusup masuk ke markas mereka....."
"Hmmmm, aku percaya engkau bisa menyembuhkan mereka, tetapi akan butuh waktu yang sangat panjang dan menguras tenagamu. Selain itu, tenagamu justru amat dibutuhkan menghadapi pertarungan besar, jika engkau kehabisan tenaga mengobati orang, bukankah mengabaikan dan melalaikan tugas lain yang malahan lebih penting itu...". Ach, sungguh sayang kemampuanku sudah sirna sehingga tidak mampu menolong kalian. Maafkan aku anak muda....."
"Jika memang harus dilakukan dan diperlukan, maka akan kulakukan, tetapi harus ada cara lain menyembuhkan mereka Lopeh. Biar kupikirkan untuk menemukan cara lain yang lebih mudah nanti sehingga tidak sampai menghabiskan tenagaku. Tetapi, lopeh, terima kasih banyak atas informasi yang sangat penting ini, hal yang memaksaku untuk berusaha menemukan cara yang lebih tepat nantinya...." ujar Koay Ji secara tulus.
"Anak muda, satu hal lagi..... jika engkau bertemu dengan tokoh besar bernama RAJMID SINGH atau Sin Kui Giam To (Raja Akhirat Penakluk Setan) itu, berhati-hatilah. Dia konon sekaligus sedang mencari Pusaka Guci Perak yang dia klaim adalah miliknya di Thian Tok. Pusaka itu dihadiahkan seorang tokoh misterius dari Thian Tok kepada seorang tokoh tionggoan pada kurang lebih 70 tahun silam. Hanya, satu hal yang dia tidak dapat pahami dengan baik, yakni bahwa Pusaka Guci Perak itu, sebagaimana juga pusaka mujijat yan lainnya, biasanya memilih sendiri tuannya. Jangan sampai pusaka hebat itu jatuh ke tangan Rajmid Singh, karena bakalan menimbulkan bencana besar di belakang hari....." ujar Mindra lagi
"Akan kuingat pesan itu Lopeh..... bahwa Rajmid Sing bukanlah pemilik sah Pusaka Guci Perak, dan tidak ada yang dapat mengklaim bahwa benda itu miliknya" jawab Koay Ji kaget, karena ternyata Pusaka yang sudah dikantonginya itu adalah benda mujijat yang jika benar penjelasan Mindra, maka benda itu telah memilih dirinya. Dan bukankah sudah beberapa kali dia menggunakan pusaka itu dan berhasil" Mungkin itulah tanda bahwa dia dipilih oleh Pusaka itu. Koay Ji merasa bersyukur, tetapi tidak menunjukkannya kepada Mindra.
"Dan jika firasatku tidak keliru, dengan menimbang aura positifmu dan menganalisa ketenanganmu dalam menghadapi tokoh-tokoh yang sudah ditangkap dan juga saat ini sedang dijadikan boneka itu, maka besar kemungkinan Pusaka Guci Perak yang maha mujijat itu sudah engkau kuasai dan sedang berada ditanganmu.... apakah benar dugaanku ini anak muda...?" tanya Mindra tanpa tedeng aling-aling dan jelas membuat Koay Ji sampai tersentak. Tetapi hanya sekejap, karena dalam hitungan detik dia sudah kembali tenang dan mampu menguasai diri dan juga emosinya. Dan kemudian diapun berkata kepada Mindra,
"Hmmm, Lopeh, sungguh patut kupuji ketenangan dan juga kemampuanmu dalam mengulas dan menganalisa situasi. Biarlah kukatakan sejujurnya kepadamu saat ini, memang benar sekali, Pusaka Guci Perak sudah berada dalam genggamanku. Benda pusaka itu kuperoleh secara tidak sengaja dari para pemburu benda pusaka beberapa waktu sebelumnya, dan mereka tidak mengenalinya sebagai satu benda pusaka. Mereka menghadiahkannya kepadaku secara cuma-cuma. Dan Pusaka Guci Perak, Gin Ciu Ouw itu bagaimanapun juga harus kugunakan melawan Bu Tek Seng Pay dan begundanya sekarang......"
"Anak muda, bolehkah aku mengajukan sebuah permohonan kepadamu...?" suara Mindra terdengar tetap tegar, tetapi nada "memohon" jelas terdengar, sedikit banyak Koay Ji bisa menerka apa permohonan itu. Dan diapun menyahut dengan tenang dan tidak terpengaruh emosinya sendiri,
"Jika dapat kulakukan, pasti akan kulakukan Lopeh..." jawab Koay Ji berdebar, ingin dia mendengar langsung untuk menegaskan dugaannya atas apa yang akan diminta oleh Mindra. "Benarkah dugaanku...?" harap-harap cemas dia.
"Beberapa hari yang lalu guruku yang bangsat itu, Mo Hwee Hud bersama Sam Boa Niocu menggunakan sejenis racun khusus yang membuat kedua mataku menjadi buta. Tidak dapat meihat lagi. Tapi, sungguh amat beruntung karena Mo Hwee Hud tidak mencungkil kedua biji mataku tetapi hanya menggunakan racun istrinya yang memang amat berbahaya itu. Jika memang engkau berkenan, maka aku dengan rendah hati mohon bantuanmu untuk sekiranya dapat menyembuhkan kedua belah mataku dengan menggunakan air rendaman Pusaka Guci Perak yang amat mujijat itu........ apapun kelak yang engkau minta, maka Lohu, Mindra, akan bersedia untuk melakukannya. Asalkan permintaanmu itu kelak tidak mengangkangi dan tidaklah mencederai manusia lainnya" Mindra menyampaikan maksud serta keinginan dan permohonannya diiringi dengan jaminan untuk membantu Koay Ji kelak, tergantung Koay Ji meminta atau tidak.
Mendengar permintaan Mindra, Koay Ji menjadi sangat terkejut dan sulit untuk bisa mengambil keputusan sesegera mungkin. Meski sebetulnya, dia sudah menduga permintaan apa gerangan yang akan diajukan oleh Mindra kepadanya itu. Bukan apa-apa, bagaimanapun juga tokoh ini merupakan ahli sihir yang bahkan dia sendiri kesulitan untuk menghadapi ilmu sihirnya itu. Karena haruslah diakui kemampuan ilmu sihirnya memang sangat hebat dan sangatlah kuat, sulit untuk bisa menemukan lawan sepadan bagi Mindra dalam ilmu sihir. Dan justru sekarang, di saat-saat terakhir menjelang memasuki pertarungan puncak melawan musuh di gunung Pek In San, dia malah menemukan Mindra yang sudah bercacad. Matanya sudah buta, dan ilmu sihirnya otomatis macet dan musnah sudah. Dan tentu saja adalah sebuah kehilangan yang sangat besar bagi musuh-musuh mereka, dan keuntungan besar bagi pihaknya, tentu saja.
Tapi repotnya, tokoh sihir utama mereka yang sudah cacat itu, ternyata sekarang ini minta untuk dia sembuhkan dengan menggunakan Pusaka Guci Perak. Meskipun benar dia mengenal Nadine, anak kakek itu, tetapi dia masih belum begitu mengenal Mindra, si penyihir hebat dari pihak musuh itu secara lebih baik. Bagaimana jika dia berkhianat kelak" atau, memang benar-benarkah dia dicederai dan dibutakan matanya oleh Mo Hwee Hud" ataukah malah ini juga adalah sebuah jebakan bagi pihaknya" Dapat dibayangkan sungguh sulit Koay Ji memutuskan persoalan ini, meski sisi kemanusiaannya sudah membisikkan agar dia bertindak untuk segera menyembuhkan Mindra. Biarlah persoalan lain dipikirkan kemudian. Inilah dilema dan kesulitan Koay Ji yang mesti dia putuskan.
"Anak muda, jika engkau keberatan karena khawatir kemana lohu berpihak, boleh engkau menyembuhkan lohu kelak setelah urusanmu dengan para penjahat besar itu sudah dibereskan. Jangan engkau khawatir dan tertekan dengan permohonanku yang tadi itu, lagipula toch kesembuhan yang kurindukan bukan terutama untuk diriku sendiri lagi, tetapi untuk sekedar melihat keadaan putriku kelak. Nach, terima kasih anak muda, engkau kini boleh melanjutkan penyelidikanmu, lohu akan baik-baik saja...." Mindra cukup tahu diri dengan permintaannya yang cukup kelewatan tadi. Terutama mengingat sejarah dia dan Koay Ji yang pada waktu-waktu yang sebelumnya, justru selalu bertemu dalam keadaan yang saling berlawanan dan saling berupaya mengalahkan.
"Baik Locianpwee, bagaimanapun memang itulah pilihan yang jauh lebih baik bagi semuanya....." Koay Ji berkata perlahan menyetujui usul terakhir Mindra untuk mengobatinya segera setelah semua konflik di Pek In San berakhir. Tetapi, Koay Ji adalah Koay Ji, setelah menyatakan persetujuannya untuk mengobati Mindra nanti setelah urusan di Pek In San tuntas dan beres, Koay Ji tiba-tiba saja mengeluarkan sebuah botol yang berisi air rendaman Pusaka Guci Perak. Setelah itu, dia kemudian berkata dengan nada suara tegas dan jelas sekali dia sudah mengambil keputusan. Dia berkata kepada Mindra:
"Lopeh, buka mulutmu, mengobati orang adalah persoalan kemanusiaan, tentang kemana engkau berpihak nanti, biarlah Thian yang mengurusmu, yang jelas tugasku atas nama kebenaran dan keadilan sudah kujalankan ...." Koay Ji berkata sambil menyiapkan air rendaman Pusaka Guci Perak yang memang sudah dia persiapkan sebelumnya. Perkataannya membuat Mindra terdiam sejenak, dan pada akhirnya ketika dia ingin membuka mulutnya, dia terdiam sejenak dan tercenung menghadapi perubahan sikap Koay Ji. Beberapa saat kemudian, perlahan diapun membuka mulutnya menerima tetesan air anti racun dan penawar racun dari Koay Ji. Setelah menelan beberapa tetes air, diapun beristirahat sejenak. Sementara Koay Ji hanya bisa memandanginya dan berdoa, semoga keputusan yang baru saja dia buat itu tidak merugukan perjuangannya bersama teman-teman dan suhengnya. Sah dan wajar dia merasa tidak tenang dan sedikit gelisah. Meski pada sisi lain perasaan kemanusiaan dan rasa kependekarannya menjadi tenang.
Ada kurang lebih 15 menit Mindra membiarkan air mujijat rendaman Pusaka Guci Perak membasahi kelopak matanya. Dan selama itu, tidak pernah dia membuka kedua bola matanya, tetapi matanya terlihat mengerjap dan menyerap semua air yang masih berada di permukaan matanya itu. Selewatnya 15 menit, terlihatlah dia perlahan mencoba membuka kedua bola matanya, meski secara amat perlahan. Sepertinya, dia sendiripun tegang menunggu pembuktian apakah matanya akan sembuh seperti sediakala ataukah malah tidak akan pernah lagi tersembuhkan dan berarti dia mengalami kebutaan. Tetapi, beberapa saat kemudian, setelah kedua kelopak matanya membuka penuh, sementara dipinggiran matanya terlihat adanya cairan kehitaman, terdengar dia menggumam:
"Sungguh-sungguh mujijat Guci Perak itu, lohu hanya merasakan gatal-gatal pada biji mata lohu, dan seperti ada kekuatan tarik menarik yang secara perlahan-lahan menggusur rasa gatal itu pergi. Dan begitu membuka mataku, ternyata mataku sudah sembuh seperti sediakala...... luar biasa, terima kasih banyak anak muda. Sungguh lohu sulit mengungkapkan rasa terima kasihku dengan cara apa yang paling tepat, tetapi biarlah aku berterima kasih dengan caraku...." sambil berkata demikian, tiba-tiba Mindra berlutut dan mengungkapkan rasa terima kasihnya sambil menyembah dan menghormati Koay Ji. Perubahan luar biasa yang segera membuat Koay Ji merasa rikuh sendiri.
"Locianpwee, sudahlah.... buatku tolong-menolong adalah kewajiban, bahkan biar sekalipun terhadap orang yang tidak kita kehendaki. Syukurlah dan selamat atas kesembuhan Locianpwee....." balas dan jawab Koay Ji dengan sikap biasa saja sambil membangunkan Mindra yang berlutut.
"Anak muda, terima kasih. Tetapi ingin kukatakan kepadamu, sesungguhnya selewat 3 hari lagi kelak, mataku akan buta permanen dan tidak akan mungkin disembuhkan karena kerusakan pada semua otot dan sarafnya. Karena itu, ucapan terima kasihku hari ini tidaklah dapat kuungkapkan hanya sekedar dengan kata-kata. Tetapi, kasih sayangku kepada Nadine membuatku berbalik sejak beberapa waktu silam, hingga lohu terpaksa mengkhianati mereka. Satu hal yang lohu pikirkan dapat sekedar membuktikan perubahan pilihan keberpihakanku adalah, kita harus bergegas agar jebakan sihir didalam semua Barisan yang kubuat beberapa hari yang lalu, dapat segera dipunahkan...." berkata Mindra setelah dia berdiri sempurna dengan dijemput berdiri oleh Koay Ji barusan. Dan belum lagi Koay Ji menjawab dan merespons apa yang dikatakan Mindra, terdengar tokoh sihir itu sudah berkata lagi. Sambil berusaha dia untuk membersihkan sisa-sisa racun berupa cairan kehitaman yang berada di sekitar matanya, bahkan mulai menetes kepipinya:
"Hanya saja, untuk saat ini, lohu sangat butuh waktu kurang dari sehari untuk dapat melakukan semua aktifitas secara baik. Itu setelah kesehatan dan fisikku kembali sembuh secara tuntas. Dan untuk melakukan pembersihan "jebakan sihir" yang lohu buat itu, maka lohu benar-benar sangat membutuhkan istirahat. Meski istirahat kurang dari sehari tetapi akan bisa memulihkan segenap kekuatanku lagi, setelah itu lohu akan bisa bergerak pada malam hari secara lebih bebas dan leluasa. Nach, engkau pergilah anak muda, aku akan segera beristirahat guna berusaha untuk bisa mengumpulkan kembali segenap kekuatanku......"
"Baiklah Lopeh, kedua sahabatku ini akan menemani Lopeh disini, mereka jugalah yang akan menyiapkan makanan buat Lopeh selama beristirahat dan memulihkan kekuatan....." pesan Koay Ji sebelum dia pada akhirnya bergerak untuk melakukan penyelidikan lebih jauh.
Koay Ji kembali beraksi dengan meminta kedua monyet kawannya menjagai Mindra yang menjadi buta oleh suhunya sendiri, Mo Hwee Hud. Tetapi, dengan alasan kemanusian, sudah dia seembuhkan matanya yang buta keracunan, meskipun dia, Mindra masih membutuhkan waktu beberapa saat untuk pulih kembali, baik mata maupun fisiknya. Koay Ji menyusuri kembali jalanan bawah tanah dan menuju ke jalan keluar satunya lagi, konon menurut Hui Goan Hwesio akan membawanya masuk ke bagian lain dari Markas Pek Lian Pay atau kini markas Bu Tek Seng Pay. Tetapi, kemana jalan keluar pastinya, itu yang ingin Koay Ji pastikan saat itu. Karena sebentar lagi terang akan menjelang datang, dan dia ingin memastikan keamanan dengan mengeluarkan Mindra dari penjara bawah tanah nantinya.
Mengikuti saran Hui Goan Hwesio, diapun menemukan jalan keluar yang dimaksud. Tetapi, alangkah terkejutnya ketika dia berusaha untuk mengetahui jalan masuk atau jalan keluar tersebut, dia merasa bahwa letak jalan keluar itu justru berada di atas ketinggian, meski tidak cukup tinggi. Tetapi, apakah berada dalam gedung atau di luar gedung, dia masih harus menentukan lebih jauh nanti. Karena dia mendengar suara-suara yang sulit diputuskannya dari mana dan siapa yang mengeluarkan suara-suara tersebut. Entah langsung tembus kemana, atau bagian mana dari markas lawan, ini yang sangatlah ingin diselidiki oleh Koay Ji secara langsung dan lebih teliti lagi. Tetapi karena dia berpikir dan memutuskan bagaimanapun juga harus tetap merahasiakan adanya jalan rahasia itu dari lawannya, maka dia terlihat sangat berhati-hati untuk memancing perhatian lawan.
Bukan apa-apa, karena sesungguhnya Koay Ji memang sudah memiliki rencana khusus untuk menyelinap dan kemudian menyerbu langsung markas musuh. Dia sudah membayangkan betapa akan terkejut lawan ketika menyadari bahwa mereka ternyata sudah kesusupan musuh hingga ke markas paling dalam dan rahasia. Dan meskipun memang, pilihan strateginya ini masih harus didiskusikan dengan Tek Ui Sinkay. Suheng dan yang sekaligus yang menjadi Bengcu Tionggoan dan yang juga pemimpin para pendekar untuk menyerang Gunung Pek In San. Karena justru Tek Ui Sinkaylah yang kelak akan memutuskan dan akan menurunkan perintah untuk mulai menyerang dan menggunakan strategi apa.
Koay Ji berkonsentrasi sebentar untuk bisa mengetahui keadaan di luar, dan dia terkejut ketika mengetahui bahwa jalan keluar pintu rahasia itu ternyata berada, seperti informasi Hui Goan Hwesio sebelumnya. Yakni pintu keluar itu berujung di dekat istal atau kandang kuda, tetapi saat itu kuda dalam istal tersebut ada terdapat sekitar 15 ekor kuda. Melakukan penelitian lebih jauh, Koay Ji menemukan masih ada istal atau kandang kuda lain di sebelah kanan, dan disana terdapat lebih banyak lagi kuda-kuda peliharaan. Ketika mencoba menghitungnya, mungkin ada sekitar dua puluhan ekor kuda, dan hebatnya kuda-kuda di kedua istal ini, adalah jenis kuda yang agak besar, kokoh dan gagah-gagah. Kelihatannya kuda-kuda pilihan yang tahan berlari cepat dalam jarak jauh. Kandang yang terlihat bagus dan terurus rapih serta bersih, selain menandakan perawatan yang baik, juga menandakan kuda-kuda tersebut adalah kuda pilihan. Dan Koay Ji menyadarinya dan melihat sepenuhnya ketika membuka pintu rahasia itu.
Koay Ji bisa merasakan dan mengetahui bahwa di sekitar istal atau kandang kuda itu, masih belum terdapat satu manusiapun juga. Tetapi, seentar lagi pasti akan ada manusia atau petugas pemelihara kuda yang akan datang menjalankan tugasnya diwaktu pagi. Memberi makan dan mengurus kuda-kuda besar yang berada di istal tersebut. Memang menurut penuturan Hui Goan Hwesio, kandang kuda atau istal ini berada di bagian belakang markas Pek Lian Pay yang lama. Ketika mengedarkan pandangannya, maka benar informasi Hwesio malang itu, Koay Ji sedang berada di bagian belakang markas lawan.
Perlahan-lahan Koay Ji membuka pintu tersebut sepenuhnya, tetapi agak berbeda dengan pintu di bawah tanah, sekali ini Koay Ji muncul di dinding tebing, berjarak kurang lebih 50 cm atau setengah meter dari permukaan tanah. Untunglah dia agak terlindung oleh kandang kuda atau istal dan sejumlah 15 kuda dalam istal tersebut. Sehingga jikapun ada manusia di sekitarnya, tetap saja dia sulit untuk dapat dilihat dan ditemukan lawan. Tetapi yang merepotkannya adalah, hari sudah mulai terang, matahari mulai banyak mencurahkan cahayanya dan dia harus bergerak cepat untuk mengetahui apa saja yang dia butuh mengenai markas itu. Waktunya cukup terbatas untuk tetap bergerak tanpa diketahui pihak lawan.
Dengan berhati-hati Koay Ji meloncat keluar dari lubang yang tidak cukup lebar tetapi mencukupi untuk dia keluar. Dengan ginkangnya dia berhasil melampaui ujung kandang kuda dan bersembunyi di pondok tempat penyimpanan pakan kuda. Dia mengedarkan pandangan kesekeliling, samping kiri adalah tebing yang yang teramat curam, berjarak kurang lebih 10 meter dari posisinya. Kemudian, diapun mengedarkan pandangan matanya dan menemukan bangunan-bangunan megah berada di sebelah kanannya dan terus kearah depannya. Bahkan, sedikit berbelok ke kanan dan kelihatannya di belakangnya juga ada bangunan Markas Bu Tek Seng Pay di Pek In San ini. Memandang dari belakang, memang membawa gambaran yang cukup jelas mengenai keadaan dan letak gedung lawan.
"Hmmmm, sungguh luas dan besar markas Bu Tek Seng Pay ini, gedung besarnya susah dihitung, meski yang paling besar kelihatannya berada dekat dengan posisi bagian belakang yang ujungnya adalah tebing curam mengarah ke ngaray di bawah sana. Sulit juga untuk menghitung gedung-gedung megah disini, nampak mereka memang mempersiapkan markas mereka ini secara besar-besaran. Jika berusaha menerobos dari depan, kelihatannya akan sangat sulit juga, karena markas sebesar ini mestinya menyimpan manusia yang sangat banyak. Entah berapa banyak anak buah yang mereka pelihara dan tinggal di markas ini..." kagum Koay Ji memandangi markas megah Bu Tek Seng Pay ini.
"Adalah lebih baik memasuki Markas mereka malam nanti bersama dengan Khong Yan, Tio Lian Cu dan Sie Lan In sehingga lebih mudah untuk bergerak. Memaksa diri memasuki markas mereka siang ini sungguh beresiko besar, bisa-bisa ketahuan lawan dan rahasia jalan bawah tanah tercium......" demikian Koay Ji akhirnya berpikir dan memutuskan untuk menyudahi pengintaiannya dan lebih bersiap mengetahui lebih jauh, nanti pada malam hari.
Tetapi selain memeriksa jalan rahasia dan pintu masuk itu, Koay Ji juga memeriksa jalur lain yang agak curam turun langsung menukik ke bawah, kedasar jurang. Dan memang benar perkataan Hui Goan Hwesio sebelumnya, karena memang benar terdapat tali yang merupakan alat bantu untuk turun ke bawah. Tapi sangatlah dia sayangkan, karena tali panjang itu terlihat sudah sangat rapuh dan tidaklah mungkin lagi untuk dipergunakan. Menahan beban seorang Koay Ji saja kelihatannya sudah tidak akan mampu lagi, meski Koay Ji dapat menggunakan peringan tubuhnya. Selain itu, Koay Ji bisa mendengarkan hembusan angin yang amat kuat dari balik dinding liang yang menuju ke bagian bawah itu.
"Hmmmm, nampaknya liang ini sengaja dibuat dekat dengan tebing sehingga masih bisa atau masih ada udara yang keuar masuk....... butuh bantuan kawan-kawan monyet untuk mengakali jalan turun ke bawah......"
Dan itulah semua yang dikerjakan Koay Ji hari itu, karena dia sadar membutuhkan bantuan kawan-kawan monyet, maka diapun meminta sahabat-sahabatnya itu untuk mengerjakannya. Pada akhirnya, sepanjang hari itu, sambil menunggu kawan-kawannya monyetnya bekerja, Koay Ji memutuskan untuk menengok keadaan dan kondisi Mindra dan kemudian dia kembali berlatih sendirian. Menjelang sore hari dia selesai berlatih, tanpa dapat beranjak lebih jauh dari latihannya semalam. Belum lagi mampu menuntaskan pencahariannya. Dan terutama, karena kedatangan sahabat-sahabatnya yang membawa bahan-bahan rotan untuk menjadi alat bantu menuruni liang menuju ngaray di bawah tebing. Akhirnya, sore itu juga Koay Ji menjajal liang itu bersama kawan-kawan monyetnya yang menyambung rotan-rotan menjadi alat bantu turun ke bawah. Bahkan monyet-monyet itu berebut menjadi relawan menjajal turun ke bawah, hingga akhirnya Koay Ji kaget karena liang itu tingginya nyaris 500 meter. Tentu saja cukup tinggi.
Sampai waktu makan malam baru mereka mengakhiri usaha menjajal liang yang merupakan jalan rahasia menuju ke ngaray. Monyet-monyet itu terlihat sangatlah antusias dan berlaku seolah sedang bermain-main dengan Koay Ji, sehingga terlihat lucu dan lebih banyak main-mainnya. Tetapi toch setelah sekian lama pada akhirnya Koay Ji merasa cukup, karena dia sudah mendapatkan gambaran lengkap tentang markas Bu Tek Seng Pay dan juga ngaray yang menjadi lokasi tersembunyi lawan. "Saatnya mengatur strategi dan memberitahu kawan-kawan dan Bengcu Tionggoan" demikian keputusan Koay Ji malam itu. Koay Ji merasa dan memang demikian adanya, bahwa penemuannya sangat penting dan bisa menentukan pertarungan mereka kelak melawan Bu Tek Seng Pay.
Boleh dibilang pada malam itu Koay Ji memiliki waktu yang cukup untuk berlatih dan kembali menekuni upaya mencari jurus pemunah atas ilmu yang sudah dia cipta sebelumnya. Heran, meski dia berpikir dan berkonsentrasi cukup tekun dan ulet pada malam ini, tetapi dia hanya mampu memikirkan satu peluang dan berarti hanya mungkin ada satu jurus dan kembangannya, tidak akan panjang dan banyak. Bolak-balik, hanya satu peluang yang dapat dipikirkannya dan ditimbangnya. Dan, sampai pagi hari dia tetap tidak menemukan lebih dari kemungkinan satu jurus, alias hanya ada satu kemungkinan memunahkannya. Membolak-balik semua pengetahuan dan ingatannya sekalipun, hanya tetap satu kemungkinan yang dapat ditemukannya. Karena itu, dia mulai mendalami kemungkinan yang hanya satu-satunya itu, dan juga gerak rangkaiannya agar optimal.
Dan karena sudah menjelang pagi, maka diapun akhirnya menyudahi latihannya dan merasa sudah cukup meski belum mampu menata tata gerak yang sudah melekat dikepalanya itu. "Masih cukup banyak waktu, kemungkinan lain kali baru akan dapat melakukannya...." simpul Koay Ji untuk pagi ini, apalagi karena Mindra sudah menunggunya dan sudah terlihat sehat seperti sedia kala. Koay Ji kaget dan girang menemukan Mindra yang sudah kembali sehat, meskipun sejujurnya masih tetap ada rasa was-was dalam hatinya.
"Bagaimana keadaanmu pagi ini anak muda...." hmmmm, sungguh tak kukira jika Thian Liong Koay Hiap merupakan jelmaan dari seorang pemuda yang masih amat belia.... hahahaha, jika mereka tahu, merekapun pasti tidak akan percaya...." Mindra terlihat terkejut dan amat gembira bisa mengetahui rahasia dan jati diri Koay Ji yang sebenarnya. Kaget juga dia mengetahui jika tokoh yang sering menyaru sebagai Thian Liong Koay Hiap ternyata adalah seorang anak muda. Paling banyak usianya 20 tahunan, jika lebihpun tidak akan banyak.
"Lopeh, bolehkah aku memohon sesuatu kepadamu....?" tanya Koay Ji dengan nada suara yang amat serius
"Silahkan anak muda....."
"Aku hanya memohon agar jatidiriku sebagai Koay Ji saat ini dan sebagai tokoh Thian Liong Koay Hiap agar dijaga dan jangan sekali-sekali diungkit keluar. Aku memiliki kesulitan tersendiri karena terlanjur tampil dalam banyak identitas selama ini. Mohon kesediaan Lopeh,,,,, bahkan dengan Nadine sekalipun, karena mereka mengenaliku sebagai tokoh yang lain lagi, yakni sebagai Bu San, tabib muda yang tidak bisa ilmu silat namun dengan tampilan usia seumurku ini....." pinta Koay Ji kepada Mindra, karena sesungguhnya dia masih belum siap untuk ketahuan orang-orang lain siapa dia yang sebenarnya.
"Waaaaah, sungguh rumit keadaanmu jika demikian..... tapi, baiklah, aku berjanji tidak akan membuka identitas aslimu kepada siapapun...." jawab Mindra yang bikin Koay Ji menjadi gembira
"Termasuk kepada Nadine sekalipun, lopeh...."
"Baik, termasuk kepada putriku sekalipun,,, tetapi, sampai kapan baru dapat mereka tahu dan sadar dengan samaranmu...?" tanya Mondra bingung dan tidak tahu apa sebab Koay Ji berlaku demikian rahasianya.
"Terima kasih Lopeh... mudah-mudahan setelah pertarungan di gunung Pek In San ini, tapi jika belum juga bisa, akan kuberitahu Lopeh"
"Tetapi, mengapa begitu anak muda....?" kejar Mindra yang justru menjadi semakin penasaran dengan keadaan dan rahasia yang dipegang dan disembunyikan oleh Koay Ji itu, bikin penasaran.
"Panjang ceritanya dan sudah terlanjur...." desis Koay Ji yang semakin kerepotan dengan penyamarannya yang terasa sudah agak banyak dan mulai mengganggunya dalam beberapa waktu terakhir ini.
"Yaaaaan, sudahlah, kita berlaku dan berhubungan seperti sekarang ini saja, meski sesungguhnya sesuai janjiku dan pasti kupenuhi, aku akan siap menerima perintah yang engkau berikan untukku....." Mindra akhirnya mengalah dan mencoba untuk memahami kesulitan Koay Ji dengan multi jati dirinya.
"Tidak ada perintah apapun Lopeh, engkau tetap manusia bebas. Tetapi, jikalau Lopeh memang ingin membantu menumpas Bu Tek Seng Pay, maka kita dapatlah bekerja bersama-sama, saling membantu....."
"Begitu juga boleh, tetapi janjiku tetap berlaku anak muda....." Mindra tetap berkeras untuk menuruti perintah Koay Ji.
"Terserah Lopeh saja jika demikian......"
Tengah kedua orang itu, yang satu tua dan satunya lagi muda bercakap-cakap serius dan saling bertukar pikiran, tiba-tiba masuk kedalam gua seekor monyet yang begitu datang sudah langsung mendekati dan menemui Koay Ji. Bahkan tanpa dia perduli ataupun menghiraukan kehadiran Mindra disitu. Monyet itu segera berkata-kata dan memberikan laporan dan informasi langsung kepada Koay Ji, yang tentu disampaikannya dalam bahasa monyet:
"Ada orang-orang sedang dikejar-kejar musuh, jumlahnya 5 orang dan kelihatannya mereka membutuhkan bantuan, keadaan mereka sudah payah dan terkurung oleh lawan yang banyak dan hebat-hebat....."
"Dimana mereka....?" tanya Koay Ji terkejut karena menduga, kemungkinan besar adalah rombongan pendekar yang diburu musuh.
"Di kaki gunung, yang agak berdekatan dengan Gunung Thian Cong San..." lapor si monyet dan langsung diresponsi secara serius oleh Koay Ji.
"Hmmm, mereka pasti adalah kawan-kawan pendekar yang sedang dikejar-kejar dan diburu oleh rombongan Utusan Pencabut Nyawa dan para pemimpinnya. Lopeh, aku akan menolong mereka....."
"Lohu bisa membantu anak muda..." Mindra menawarkan bantuannya.
"Jangan, untuk saat ini, Lopeh lebih baik berkonsentrasi saja untuk merusak jebakan sihir dalam Barisan yang sudah terlanjur disusun itu. Kita harus berbagi tugas dan juga peran, malam nanti kita akan mulai bergerak menghubungi kawan-kawan yang lain untuk ikut bergabung dengan kita berdua...... untuk urusan yang satu ini, biar aku saja yang mengurusnya dulu, karena bisa jauh lebih leluasa. Apalagi, aku bisa membawa kawan-kawan yang diburu ke tempat yang aman kelak...."
"Baiklah anak muda, aku menunggumu jika demikian...." Mindra akhirnya mengalah dan memang benar, Koay Ji bisa lebih leluasa bekerja jika hanya sendiri. Sementara jika dia ikut, maka bisa menjadi beban. Ilmu sihirnya memang hebat luar biasa, tapi ilmu silatnya tidak terlampau hebat.
================== "Toa suci ditahan di Markas Bu Tek Seng Pay....?" desis Sie Lan In terkejut, karena sesungguhnya dia sudah lama mencari jejak toa sucinya sebagaimana perintah sang subo. Bahkan, toa sucinya ini yang mendapat perintah untuk melanjutkan tugas sebagai LAM HAY SINNI dan bertahta di laut selatan. Jelas saja Sie Lan In kaget dan terkejut dengan berita keberadaan Toa Sucinya yang memang sudah cukup lama dicari dan dilacak jejaknya.
"Kita membutuhkan Khong Yan dan Tio Lian Cu, karena mereka berdua juga punya urusan yang sama dengan Sie Kouwnio, dan kita bisa bergerak besok hari. Selain itu, ada juga pekerjaan lain yang harus segera dikerjakan dan karenanya lohu amat membutuhkan bantuan Siauw Hong dan Kwa Siang yang berada di gunung Thian Cong Pay. Lohu akan menuju ke tempat persembunyian kawan-kawan Sie Kouwnio untuk menyembuhkan mereka yang terluka terlebih dahulu. Dan keesokan harinya, kita harus bergerak cepat guna mengundang kedatangan kawan-kawan lain, yakni Khong Yan, Tio Lian Cu, Siauw Hong, Kwa Siang dan juga Tek Ui Sinkay. Dan kita mesti mengusahakan agar sebelum hari mulai gelap besok hari, kita semua sudah berada disini kembali nantinya. Selama pengobatan yang kulakukan atas sahabat-sahabat Sie Kouwnio itu, sebaiknya Sie Kouwnio memulihkan diri, sahabat mudaku Koay Ji berada tidaak jauh dari tempat ini. Pekerjaan-pekerjaan yang lain, untuk selanjutnya bisa dilakukan bersamanya ...."
"Baiklah Koay Hiap, aku memang butuh beristirahat sebentar tapi, bagaimana cara menemukan tempat beristirahat itu...?" tanya Sie Lan In yang pada saat itu sedang bersama berada di dalam jalan rahasia, tepatnya di tempat berkumpul yang cukup luang dan luas untuk berapa orang itu.
"Sahabat mudaku Koay Ji akan segera kembali, dia saat ini sedang mengamati dan menyelidiki secara lebih rinci keadaan dan letak markas Bu Tek Seng Pay yang agak rahasia dan amat besar itu. Lohu pikir, sebentar lagi dia akan tiba disini, karena sudah cukup lama dia pergi melakukan penyelidikan.." ujar Koay Ji sambil mengelus sahabat masa kecilnya, monyet tinggi besar, yang selalu bangga menemani dan mendampingi Koay Ji itu.
"Accch, baiklah jika demikian Koay Hiap, aku akan beristirahat sebentar sambil menunggu kedatangan Koay Ji....."
"Baik Sie Kouwnio, lohu berangkat dulu menyembuhkan kawan-kawanmu di tempat lain yang juga aman....."
Dan sekarang sudah waktunya menemui Yu Lian, Yu Kong, Hek King Yap dan Hek Man Ciok. Mereka berada di pintu masuk jalan rahasia yang lain, berada pada jalur keluar pertama, masih belum begitu jauh dari kaki gunung. Dan untuk pertemuan dengan mereka semua, maka Koay Ji mau tidak mau harus kembali berdandan sebagai Thian Liong Koay Hiap;
"Selamat bertemu cuwi sekalian....." Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap menyapa semua yang hadir dalam ruang rahasia atau jalan rahasia itu, yakni Yu Kong dan adiknya Yu Lian, Tian Sin Su penasehat mereka dan Hek Man Ciok serta anaknya Hek King Yap. Saat itu, Hek King Yap dan Yu Kong sedang terluka, termasuk juga tentunya Hek Man Ciok. Hek Man Ciok pada saat itu justru adalah tokoh yang paling parah menderita luka akibat pertarungan tadi. Luka yang dia terima menggantikan anaknya di medan pertempuran.
"Terima kasih atas bantuanmu Locianpwee....." sambut Yu Kong, dan segera diikuti oleh Hek King Yap dan Tian Sin Su. Hek Man Ciok keadaannya agak parah dan itu sebabnya tidak dapat berbasa-basi menyambut kehadiran Thian Liong Koay Hiap. Sementara Yu Lian yang juga ikut menyambut, kelihatan sekali jika sikap dan tindak tanduknya rada kikuk dan salah tingkah. Padahal, Thian Liong Koay Hiap sendiripun tidak jauh berbeda dan sama kikuknya dengan dia, namun karena dalam dandanan yang cukup ketat, tidaklah nampak kekikukannya. Yu Kong maklum dengan kondisi itu, tetapi tidak dapat berkata apa-apa. Dan, kelihatannya, dapat ditebak jika Koay Ji dan Yu Lian sudah tahu dan sudah maklum, mereka dua-duanya sudah tahu dengan apa yang terjadi diantara mereka.
"Cuwi sekalian, waktu-waktu sekarang agak menegangkan dan tinggal dua atau tiga hari lagi menjelang pertarungan terbuka. Karena itu, mohon cuwi sekalian maklum, waktu lohu agak terbatas, tetapi sebelum berpisah, biarlah kuobati terlebih dahulu mereka yang terluka....." Koay Ji berkata demikian, dan sudah langsung bekerja dengan memeriksa luka Yu Kong, Hek King Yap dan terakhir Hek Man Ciok. Jika Yu Kong dan Hek King Yap dia hanya sedikit berkerut keningnya, maka pada saat dia memeriksa Hek Man Ciok, dia benar terlihat agak prihatin. Tetapi, tidak terlihat dia sedih ataupun putus asa. Sikapnya tetap penuh percaya diri, hanya sedikit rikuh jika menghadapi Yu Lian, dan mengobati mereka bertiga yang terluka sampai sembuh kembali seperti sedia kala. Semua proses itu berjalan tidak lama, termasuk juga ketika menyembuhkan Hek Man Ciok. Karena Koay Ji memang memutuskan untuk menggunakan pusaka Guci Perak untuk mengobati mereka.
"Saudara Yu Kong dan Hek King Yap, kalian hanya membutuhkan istirahat setelah meminum obatku ini. Tetapi, Hek Locianpwee membutuhkan bantuanku karena kondisinya agak lebih parah jika dibanding yang lainnya..... nach, mari....." Koay Ji kemudian mengeluarkan botol kecil berisi air yang memang sudah dia persiapkan jauh-jauh hari sebelum menuju gunung Pek In San kali ini. Baik air untuk obat luka parah, obat racun dan bahkan untuk menyembuhkan luka iweekang yang agak parah sudah dipersiapkannya secara terpisah di botol-botol kecil. Dengan kata lain, Koay Ji memang sudah siap untuk pertarungan melawan Bu Tek Seng Pay kali ini, siap segalanya. Siap lahir dan batin.
Dan benar saja, tidak lama setelah meminum air rendaman Pusaka Guci Perak, Yu Kong dan Hek King Yap terlihat keadaannya semakin membaik. Bahkan seusai Koay Ji mengobati dan membantu meluruskan pengerahan iweekang kakek Hek Man Ciok, Yu Kong dan Hek King Yap sudah sembuh seperti sedia kala. Hek King Yap malahan sudah datang mendekati Koay Ji dan bertanya:
"Bagaimana keadaan ayahku Koay Hiap....?" suaranya jelas sekali menunjukkan kasih sayang seorang anak.
"Setelah makan obat dan kubantu meluruskan nafas dan iweekangnya, maka Hek Locianpwee tinggal butuh mengembalikan kebugarannya. Tanggung malam nanti atau selambatnya besok pagi, keadaan Hek Locianpwee sudah sama seperti Hek lote sekarang ini, sembuh seperti sedia kala......" jawab Koay Ji sambil tersenyum dan memandang wajah Hek King Yap yang terlihat gembira dengan jawaban dan respons Koay Ji barusan.
"Ach, terima kasih banyak Koay Hiap, entah bagaimana cara kami berterima kasih. Kami ayah dan anak sungguh telah menerima budi yang demikian besarnya dan agak sulit membalasnya saat ini....."
"Sudahlah lote, bukan saatnya menghitung-hitung budi dan dendam, kita masih menghadapi ancaman yang tidak kecil. Tetapi, untuk saat ini, cuwi sekalian dalam keadaan yang aman. Hanya, pada malam nanti, sahabatku akan mengantarkan cuwi untuk bergabung dengan rombongan pendekar. Kudengar kelompok dari Siauw Lim Sie, Hoa San Pay, Lembah Cemara, benteng Keluarga Hu, semua sudah berkumpul dan tinggal menunggu waktu yang ditetapkan untuk menyerang. Berada bersama mereka jauh lebih aman bagi cuwi sekalian...."
"Memangnya kita berada dimana Koay Hiap....?" tanya Hek King Yap sambil melirik keadaan ayahnya dan dia senang karena keadaan ayahnya terlihat sudah semakin membaik sebagaimana perkataan Koay Hiap barusan. Wajah Hek Man Ciok ayahnya sudah kembali memerah dan tidak pucat lagi. Jauh berbeda sebelum dia diobati oleh Koay Ji.
"Kita berada di pinggang gunung sebelah timur, namun masih cukup dekat dengan kaki gunung, dimana para pendekar sudah berkumpul semuanya. Hanya, sampai saat ini penjagaan di seputar gunung Pek In San sungguh sangatlah ketat. Tetapi, malam hari nanti, akan ada jalur khusus yang luput dari penjagaan mereka, jalur itu yang akan kita gunakan nanti ...."
"Apakah lawan bukannya sedang mengejar kita semua....?" tanya Yu Kong sambil menatap Koay Ji butuh penegasan, meskipun setelah sembuh jelas saja dia tidak merasa takut dengan lawan manapun yang memburunya. Semangatnya memang patut dipuji, Koay Ji tahu itu.
"Benar saudara Yu Kong, tetapi ada penunjuk jalan yang sangat paham dengan semua liku-liku gunung ini, bahkan melebihi pencari jejak Pek Lian Pay sekalipun. Dan mereka itulah yang nantinya akan mengantarkan cuwi sekalian ke rombongan pendekar. Mohon maaf, lohu masih ada urusan yang mesti dikerjakan malam nanti, karena itu, tidak akan sempat mengantarkan cuwi sekalian......" Koay Ji berkata dengan suara sangat yakin
Mendengar Koay Hiap tidak akan ikut dengan mereka malam nanti, Yu Lian merasa sedikit kecewa. Tetapi, dia maklum, karena memang pada saat itu, Thian Liong Koay Hiap adalah salah satu tokoh yang sangat diandalkan memasuki pertarungan menentukan beberapa hari lagi. Oleh karena itu, tentu saja dia tidak dapat berharap akan selalu diperhatikan dan dijaga oleh tokoh yang kini semakin menyita banyak tempat di hati dan pikirannya itu.
"Kapan kita akan bertemu lagi Koay Hiap...." tanpa sadar Yu Lian sudah bertanya dengan nada suara penuh harap, hanya Yu Kong kakaknya yang maklum dengan nada pertanyaan yang terkandung didalam suara adiknya itu. Tentu saja dia tahu dan maklum dengan perasaan adiknya, dan sebagai kakak, Yu Kong hanya bisa menarik nafas panjang, sulit ikut campur. Tentu saja kebahagiaan adiknya adalah yang utama, karena dialah penjaga utama adik perempuannya itu. Adik satu-satunya yang tertinggal dari keluarga mereka, yang atasnya, berkorban nyawapun dia siap dan dia sedia. Itulah TANGGUNGJAWAB.
"Dalam arena pertempuran nanti Yu Kouwnio, lohu pasti akan berada disana nanti" jawab Koay Ji dengan berusaha bersikap setenang mungkin, meski jujur, hatinya berdebar-debar tidak keruan dan sulit ditenangkan.
Mereka masih bercakap-cakap sampai beberapa lama, sampai akhirnya Koay Ji kemudian memohon diri:
"Cuwi sekalian, moon maaf, lohu sudah harus segera berlalu karena ada hal yang amat penting untuk segera dikerjakan. Sahabat-sahabatku ini (sambil dia menunjuk kearah kawanan monyet yang berjumlah 5 ekor) akan mengantarkan cuwi sekalian ke rombongan para pendekar nanti malam. Mereka sangat menguasai medan dan juga jalanan disekitar sini, tidak usah banyak bertanya kepada mereka semua, karena mereka hanya bertugas mengantarkan. Setelahnya, mereka akan kembali bergabung dengan lohu, sekali lagi mohon maaf, lohu segera pergi......"
"Baiklah, terima kasih atas bantuan Locianpwee...." ujar Yu Kong menyahuti Koay Hiap yang minta ijin untuk pergi.
"Oh ya, tunggu sampai gelap datang, pada saat itu Hek Locianpwee sudah sembuh seperti sedia kala, baru melakukan perjalanan. Bahkan jika memungkinkan, berjalan di tengah malam justru jauh lebih aman. Jangan takut, sahabat-sahabatku ini paham cara menemukan jalan yang aman....."
"Baik Koay Hiap, sampai berjumpa pula....." sekali ini Yu Kong dan Hek King Yap yang melepasnya dengan pandangan penuh rasa terima kasih dan tentu juga dalam kekaguman mereka yang tak tersembunyikan.
Sebelum gelap Thian Liong Koay Hiap sudah tiba kembali di tempat dimana Sie Lan In sedang beristirahat. Dan sekali ini, dia mengenakan pakaian dan dandanan sebagai Koay Ji, karena tadi sebagai Thian Liong Koay Hiap, dia menjanjikan Koay Ji yang akan menemukan Sie Lan In sesaat sebelum mereka berpisah tadi. Dia memilih memasuki dari pintu yang lain dan kemudian secara perlahan menuju tempat dimana Sie Lan In sedang meditasi mengembalikan semua kesegaran dan kebugarannya. Menurut perhitungan Koay Ji, pada saat itu Sie Lan In sudah nyaris segar kembali, karena sudah ada kurang lebih 3 jam dia tinggalkan.
Berpiki demikian Koay tidak lagi menahan langkahnya dan terus saja melangkah mendekat sampai akhirnya dia bisa melihat Sie Lan In yang masih terus bermeditasi. "Entah apa yang kini sedang dia lakukan..." desisnya dalam hati sambil memandangi gadis yang sangat dia cintai itu, berada didepannya tetapi tidak mengenalnya. Tapi Koay Ji berpikir, keadaan seperti itu masih jauh lebih baik saat ini, karena jika tidak, justru bisa menimbulkan banyak urusan lain.
"Engkau sudah tiba Koay Ji,,,,,?" terdengar seruan merdu dari mulut Sie Lan In yang ternyata sudah mengetahui kedatangan Koay Ji. Tentu saja, tingkat kemampuan Sie Lan In saat ini sudah amat tinggi.
"Benar, siauwte Koay Ji, siapakah kouwnio....?" Koay Ji berpura-pura belum kenal dengan Sie Lan In saat itu. Padahal, dia sendiri yang merancangkan pertemuan mereka pada malam ini.
"Hmmm, jika engkau murid Supek Bu In Sin Liong, maka mestinya engkau kenal dengan Lam Hay Sinni Suboku......" Sie Lan In dengan cerdik menuturkan dan juga menentukan dan menegaskan posisi hubungan mereka berdua.
"Ach, benarkah saat ini siauwte sedang berhadapan dengan Sie Lan In Suci....?" tanya Koay Ji dengan suara gembira
"Benar, menurut Subo, murid terkecil supek bernama Koay Ji dan masih hampir setahun dibawah usiaku, beruntung karena dengan demikian maka aku yang menjadi sucimu Koay Ji..... hikhikhik..."
"Ach, selamat berkenalan dan selamat bertemu Sie Suci...." jawab Koay Ji merasa lucu dengan keadaan mereka berdua.
"Bukankah menurut Koay Hiap engkau sedang menyelidiki markas Bu Tek Seng Pay sejak siang tadi....?" tanya Sie Lan In
"Memang benar Suci, kulakukan sepanjang hari ini, tetapi belum berani memutuskan masuk ke sarang mereka...."
"Tetapi, kemana gerangan Koay Hiap....?"
"Mungkin sedang menyembuhkan beberapa teman yang terluka di tempat yang lain, dekat dari sini, tetapi pihak lawan banyak berkeliaran sehingga agak menyulitkan untuk bisa bergerak secara bebas....."
"Acccch, repot jika demikian...." desis Sie Lan In
"Tidak perlu repot Suci, karena beliau berpesan, biar besok kita akan menyelesaikan semua persiapan melakukan pengintaian dan beberapa missi sebelum pertarungan besar dimulai di Gunung Pek In San....."
"Ach, memang benar begitu lebih baik...."
"Benar sekali Suci....."
"Ach, baiklah jika demikian, malam ini kita boleh beristirahat" tegas Sie Lan In pada akhirnya setelah tahu Koay Hiap masih ada urusan.
"Sebaiknya memang demikian Sute, karena banyak urusan yang harus kita kerjakan besok hari, sangat banyak malah...."
"Baiklah Suci......"
Keduanya bercakap-cakap cukup akrab dengan Sie Lan In semakin lama semakin merasa bahwa dia semakin lama seperti sudah mengenal dekat dengan sosok Koay Ji. Tetapi, entah mengapa dan entah bagaimana. Setahunya, baru sekali ini mereka bertemu, tetapi pengenalannya membuat dia merasa sudah dekat, tetapi juga terasa masih jauh. "Sungguh aneh, mengapa aku seperti mengenalnya secara dekat, tapi dimana dan bagaimana...?" pikirnya penasaran dalam hati tanpa dapat bertanya langsung kepada Koay Ji. Tetapi, lamunan dan perasaan tersebut lenyap ketika atau saat Koay Ji bertanya:
"Sie Lan In Suci, sebelum Suhu menutup mata, dia orang tua meninggalkan pesan yang menurut dia orang tua, mestinya juga sudah dipahami oleh Subo....." Koay Ji kembali buka suara untuk topik yang baru. Dan Koay Ji, sudah merancang topik ini secara sengaja sebelum dia menemui Sie Lan In.
"Entah masalah apakah itu sute....?" tanya Sie Lan In ingin tahu dan mengajukan pertanyaan tentang apa maksud Koay Ji
"Apakah engkau ingat dengan 3 (tiga) jurus pamungkas dari Kim Kong Ci, Tam Ci Sin Thong dan Tay Lo Kim Kong Ciang yang sangat hebat itu...." jurus hebat yang hanya sayangnya tidak boleh kita keluarkan kecuali sedang membela kepentingan Kuil Siauw Lim Sie saja?"
"Apakah maksudmu jurus Liu Thian Jiu (Tangan Langit Mengalir) dari Tam Ci Sin Thong, gerak Can Liong Chiu (Gerak Menabas Naga) dari Tay Lo Kim Kong Ciang dan jurus Hud Kong Boh Ciau (Sinar Budha Memancar Luas) dari Kim Kong Cie, ketiga jurus rahasia yang maha hebat itu....?" tanya Sie Lan In sambil memandang Koay Ji dengan wajah kaget. Kaget dan masih belum paham kemana arah dan tujuan percakapan mereka itu.
"Memang benar Suci, tepat ketiga jurus sakti itu.." jawab Koay Ji sambil memandang Sie Lan In memastikan ketertarikan gadis itu.
"Sudah tentu aku ingat Sute...."
"Pernahkah Subo mengingatkanmu mengenai kemungkinan menggabungkan ketiga jurus hebat itu dalam sebuah gerakan....?"
"Rasanya pernah Sute, tetapi belum pernah Subo menurunkan apa yang pernah beliau ungkapkan itu kepadaku....." jawab Sie Lan In heran karena belum mengerti kemana arah pembicaraan Koay Ji. Memang, dia tentu saja paham dengan 3 jurus yang tadi dipercakapkan itu, karena diapun menguasai dan dapat memainkannya dengan sempurna. Dan Sie Lan In sangat yakin bahwa Koay Ji juga tentunya dapat memainkan ketiga jurus itu dengan baik.
"Pernahkah Subo mengulas mengenai jurus Sam Liong Toh Cu (3 Naga Berebut Mustika) yang merupakan salah satu gabungan ketiga jurus di atas..?" tanya Koay Ji perlahan-lahan sambil memandang Sie Lan In
"Subo pernah membahasnya, tetapi masih belum sampai menggabungkannya. Tapi, itu sebelum aku turun gunung pertama kalinya, entah sekarang...." jawab Sie Lan In sambil balas memandang Koay Ji dan menduga, kemungkinan besar Koay Ji sudah menerima dan melatih jurus tersebut. Dan jika iya, tentu saja diapun ingin tahu dan ingin melihat sampai dimana kehebatannya.
"Suhu sebelum menutup mata memberitahukannya dan mengatakan, bahwa jurus ini dapat dianggap di luar jurus Siauw Lim Sie, karena adalah temuannya dan dalam anggapan Suhu, pasti Subo juga mengetahuinya dengan baik. Hanya kepada Subo atau Suci sajalah jurus itu dapat kutunjukkan, demikian menurut pesan dan amanat Suhu yang terakhir..... tapi, entah Suci bersedia melihat dan menilai jurus gabungan tersebut jika dapat dimainkan.....?"
Koay Ji paham, mengambil hati Sie Lan In tidak boleh dengan cara memukul pada pusat egonya. Karena itu, dia memakai kalimat "melihat dan menilai". Dan memang benar, dengan cara itu, Sie Lan In tidak merasa bahwa dia sedang digiring untuk ikut melatih jurus yang sebenarnya ciptaan Koay Ji sendiri, meski lewat petunjuk tidak langsung dari suhunya itu.
"Hmmmm, sungguh menarik.... tentu saja aku bersedia melihat dan menilainya Sute, tapi maukah engkau menunjukkannya kepadaku sekarang?" Sie Lan In menyambar umpan yang memang sengaja disiapkan Koay Ji. Koay Ji tersenyum dalam hati, memang itu yang dia harapkan.
"Baiklah, aku akan memainkan 3 jurus awal dan diakhiri dengan jurus gabungan itu. Nach, engkau lihatlah dan perhatikan Suci....."
Selesai berkata, Koay Ji memainkan keempat jurus itu secara cepat namun dia merasa pasti Sie Lan In mampu menangkapnya dengan amat jelas. Karena dia tahu, dasar ilmu mereka berdua memang mirip atau bahkan sama. Dan dugaannya tepat. Hanya saja, pada jurus keempat dia melihat sinar mata Sie Lan In berpendar tanda bahwa dia merasa tertarik saat melihat jurus itu dimainkan olehnya. Maka setelah selesai memainkan semua jurus itu, terutama jurus keempat, diapun berhenti dan berbalik memandang Sie Lan In sambil bertanya:
"Bagaimana Suci, apakah penilaianmu atas jurus tersebut...?" tanya Koay Ji dalam nada diplomatis, karena sesungguhnya dia sedang menggiring Sie Lan In melatih jurus keempat dan kelima, tetapi harus dilakukan secara halus. Perlahan-lahan dan jangan sampai disadari dan ketahuan oleh Sie Lan In. Dan kelihatannya sejauh ini, sama sekali Sie Lan In tidak tahu dan tidak sadar bahwa saat itu Koay Ji sedang "mengakalinya". Meskipun sebenarnya untuk kebaikan dan untuk kepentingannya sendiri juga, bukan untuk gagah-gagahan. Karena Koay Ji sudah memutuskan untuk juga mewariskan ilmu itu kepada Sie Lan In.
"Hmmm, memang lebih hebat jurus gabungan itu... apakah Supek yang menciptakan jurus gabungan itu Sute...?" tanya Sie Lan In tidak menyembunyikan ketertarikan terhadap jurus yang hebat itu.
"Menurut Suhu, Subo juga sudah mengenali dan mengetahui jurus itu. Sebetulnya Suhu menciptakan dua jurus, satu jurus gabungan dan satu lagi agak berbeda tetapi unsur ketiga jurus pembentuknya masih terasa. Bahkan itu yang utama. Tetapi, aku terus terang merasa masih risih untuk memainkannya karena berpikir masih sangat peru dan harus menyempurnakannya sampai beberapa waktu lagi...." pancing Koay Ji lebih jauh lagi. Dan seperti tadi, jawabannya tetap membuka ruang masuk lebih jauh bagi Sie Lan In.
"Hmmm, mengapa engkau tidak memainkannya sekalian Sute, biar aku bisa ikut melihat dan menilainya sekaligus....?"
"Apakah engkau bersedia menilainya juga Suci, tetapi harus engkau catat, jurus yang kelima itu masih belum cukup sempurna...."
"Kenapa tidak.....?"
"Baiklah......"
Sekali lagi Koay Ji memainkannya, dan khusus pada jurus kelima, jurus terakhir dengan sengaja dia memainkannya sedikit lambat. Karena jurus itu agak rumit dan butuh penyaluran iweekang yang agak khusus untuk dapat memperoleh khasiat atau pengaruh yang lebih hebat.
Dan setelah memainkannya, diapun kembali berpaling kepada Sie Lan In dan sudah langsung bertanya kembali:
"Bagaimana menurut penilaian Suci....?"
"Hmmmm, kelihatannya engkau bermasalah pada mengerahkan iweekang yang pas dan tepat untuk memainkan jurus kelima Sute....?"
"Tepat Suci, memang pada bagian tersebut, Suhu menyebutkan bahwa iweekang Bu Te Hwesio, Lam Hay Sinni Subo dan iweekang Suhu sendiri akan memainkan peran berbeda-beda serta menghasilkan efek yang berbeda-beda ketika memainkan ataupun mengerahkan jurus kelima itu. Efeknya jika didorong dengan iweekang berbeda, juga sudah jelas berbeda lagi. Karena itu, Suhu bahkan memintaku untuk memperlihatkannya suatu saat kepada Suci, supaya bisa melatihnya serta melihat, apakah pengaruh dengan menggunakan iweekang mana yang bakal lebih menonjol. Menurut Suhu, ilmu iweekangnya sendiri lebih pas menghadirkan gaya dan cara "penyembuhan", sementara iweekang Subo, kemungkinan lebih hebat pada aspek menyerang atau bertahan, entah mana yang lebih tepat. Tetapi, harus Suci sendiri yang membuktikannya. Iweekang Toa Pan Yo Hian Kang kami sudah jelas berfungsi lebih hebat pada aspek yang berbeda, yakni pada aspek menyembuhkan......" terang Koay Ji dengan Sie Lan In menyimak dengan amat serius dan tertarik. Meskipun dia heran, mengapa menggunakan iweekang Supeknya efeknya berbeda jika dengan menggunakan iweekang milik subonya"
"Apakah Supek mengijinkan aku mempelajarinya Sute....?" tanya Sie Lan In jadi amat bergairah, dan Koay Ji senang mendengarnya. Jelas Sie Lan In sudah masuk dalam perangkap yang memang disediakannya untuk itu. Dengan kata lain, hal ini yang memang diharapkan Koay Ji.
"Sesungguhnya Suhu memang menginginkan seperti itu Suci, dia orang tua ingin tahu efek lain dari jurus itu, tetapi dia tidak dapat serta merta melatihkannya kepada Suci secara langsung....."
"Bolehkah aku mencobanya.....?"
"Silahkan Suci, aku akan membantumu dengan teori dan detailnya....." sahut Koay Ji dengan sama bersemangatnya dengan Sie Lan In.
Kurang lebih dua jam kemudian, Sie Lan In merasa bahwa dia sudah menguasai jurus keempat dan kelima dengan baik. Atau tepatnya dua jurus terkahir, karena jurus pertama sampai jurus ketiga, memang sudah dikuasainya sejak lama. Kini, dia memainkan kembali jurus keempat dan disusul jurus kelima, sementara dari pinggir lapangan Koay Ji memandangnya dengan saksama, dan dia yakin, Sie Lan In sudah berhasil. Dia bisa merasakan dan melihatnya secara langsung.
"Suci, rasanya engkau sudah menguasainya. Karena toch, memang kedua jurus terakhir itu berasal dari dasar ilmu perguruan kita. Tetapi, kelihatannya efek utama dengan iweekang Subo, lebih pada bagian pertahanannya, kulihat dengan iweekang hebat melebihi sucipun, dalam penggunaan jurus itu, tidak akan mampu menembus dan malah mudah untuk dilontarkan pergi. Dengan iweekang Suci, maka lawan yang berkeras menembus, justru akan terluka parah dengan efek membalnya....." analisa Koay Ji yang dibalas dengan anggukkan kepala oleh Sie Lan In. Bahkan Sie Lan In kemudian berkata dengan suara senang:
"Hebat, Supek mampu memikirkan gabungan ini..... meski efek hebatnya adalah benar pada bagian bertahannya, tetapi menurutku, melawan lawan yang setanding, efek menyerangnya juga tidak akan kalah hebat. Meskipun memang, hanya sedikit saja lebih unggul diatas jurus keempat atau jurus sebelumnya. Tetapi, sudah cukup hebat kita menguasai jurus ini Sute....."
Demikianlah, malam itu keduanya menghabiskan waktu berlatih bersama dan pada akhirnya berlatih masing-masing hingga menjelang pagi hari. Ketika mereka pada akhirnya sama-sama merasa cukup berlatih dan kemudian beristirahat, maka Koay Ji yang memulai percakapan pagi itu:
"Suci, kita harus membagi diri untuk pekerjaan pagi ini. Ada beberapa pekerjaan yang perlu kita lakukan dengan segera. Pertama, malam nanti kita berusaha untuk membebaskan ketiga murid kepala dari Bu Tee Hwesio, Lam Hay Sinni dan Thian Hoat Tosu. Selain itu, kita perlu menemukan tempat khusus untuk peristirahatan ketiga tokoh itu karena dalam kondisi sekarang sulit meminta mereka ikut gabung bertarung. Tugas kedua, akan dikerjakan oleh adik angkatku Siauw Hong dan nanti dibantu oleh Kwa Siang. Tetapi, saat ini kita membutuhkan mereka untuk menyusun strategi yang perlu kita kerjakan sepanjang hari hingga malam nanti. Aku akan bekerja mencari tempat yang baik untuk beristirahat ketiga tokoh yang akan kita bebaskan. Dan kemudian Suci kuminta menjemput Khong Yan, Tio Lian Cu, Ui Tek Suheng serta Siauw Hong dan Kwa Siang..... mereka semua memiliki tugas penting untuk suksesnya misi kita menyerang Pek In San...."
"Hmmm, baiklah Sute, pembagian tugas itu sudah tepat. Tetapi, siapa yang akan menemaniku untuk menemukan tempat ini kembali, masih sulit buatku untuk dapat berkeliaran secara bebas karena kurang mengenali hutan ini.....?"
"Sahabat-sahabatku akan membantumu Suci......" sambil berkata demikian Koay Ji menggapai kearah kawan-kawan monyetnya yang sudah menyiapkan mereka berdua sarapan pagi. Dan Sie Lan In hanya tersenyum melihat munculnya kawan kawan Koay Ji yang besar-besar dan sangat hormat kepada sutenya itu. Lama-lama diapun menjadi senang dengan monyet-monyet yang sangat jinak dan bersahabat dengan mereka, bahkan melayani makanan mereka.
Selepas makan pagi, merekapun bergerak secara terpisah. Dan menjelang siang atau tengah hari, Koay Ji yang sebenarnya sudah punya tempat untuk ketiga tokoh yang butuh tempat istirahat nanti, mendengar suara monyet-monyet kawannya. Dan, dia sadar bahwa kawan-kawannya sudah tiba. Benar saja, tidak berapa lama muncullah Tek Ui Sinkay yang didampingi Cu Ying Lun, kemudian Khong Yan, Tio Lian Cu dan Kang Siauw Hong yang selalu dikawal oleh Bun Kwa Siang. Dan mereka tentu saja diantarkan oleh Sie Lan In yang kembali merasa sedikit asing namun seperti mengenal. Sekali lagi dia melihat Koay Ji dengan perasaan yang agak dekat, kenal seperti kenal, tetapi juga seperti asing. Tetapi pada saat itu, Koay Ji yang menunggu mereka sudah langsung ambil insiatif dan menyambut mereka semua sambil berkata:
"Selamat datang cuwi sekalian, terima kasih banyak Sie Lan In Suci, semoga tidak keberatan jika kuwakili Koay Hiap menyambut kita semua....."
Sementara Koay Ji berbicara, Siauw Hong sudah mendekati Koay Ji dan kemudian memeluk lengan kanan Koay Ji sambil berkata:
"Toako, engkau kelewatan bermain seorang diri disini....."
"Sebentar adikku, kita ada persoalan penting yang mesti dipecahkan dan bantuanmu akan sangat dibutuhkan...."
"Benar toako....?" tanya Siauw Hong polos dan juga senang karena ada yang dapat mereka kerjakan. Sementara Sie Lan In memandang kemesraan kakak-beradik Siauw Hong dan Koay Ji dengan perasaan yang sulit untuk digambarkan, jelas bukan rasa iri dan cemburu. Tetapi perasaan yang dia sendiri sulit untuk gambarkan dan sulit untuk dapat dia jelaskan. Dia sendiri merasa dekat dengan Siauw Hong yang amat polos sepanjang perjalanan menuju tempat itu.
"Pastilah, ayo, duduklah dahulu. Mari, cuwi sekalian, Sam Suheng, silahkan kita mencari tempat duduk masing-masing...."
"Baik toako...."
"Maaf Sie Suci, adik angkatku ini ahli dalam Ilmu Barisan, dan ilmunya itu sangat kita perlukan malam ini. Dan, ya, masih ada satu tokoh lagi yang akan bergabung malam ini dengan kita, Lopeh, mari......"
Seiring dengan itu, dari balik kegelapan jalan rahasia menuju kedalam, muncullah Mindra, tokoh ahli sihir asal Thian Tok. Ketika dia berjalan mendekat, semua pada memandangnya dengan penuh rasa heran.... Tek Ui Sinkay masih tidak begitu kenal dengannya, tetapi Sie Lan In dan Tio Lian Cu mengenal kakek ini meski tidak amat yakin jika yang muncul adalah tokoh yang mereka kenal itu.
"Engkau.....?" desis Sie Lan In nyaris tak percaya, juga Tio Lian Cu dan Khong Yan yang sudah mengenal tokoh itu.
"Tentunya kalian berdua mengenalnya, dia memang tokoh yang seama ini kita kenal sebagai murid ketiga dari Mo Hwee Hud. Dia adalah ahli sihir yang amat luar biasa, dan berasal dari negeri yang cukup jauh, yakni berasal dari Thian Tok. Untuk malam ini, maka tokoh ahli sihir ini akan bekerja sama dengan kita untuk melakukan beberapa pekerjaan yang amat berat dan amat berbahaya. Tapi meskipun demikian, pekerjaan itu akan menyelamatkan kurang lebih 500 nyawa pendekar ketika kita maju menyerang dan menerjang ke markas Bu Tek Seng Pay kelak......" berkata Koay Ji dengan penuh keyakinan, tetapi yang justru membuat Tek Ui Sinkay amat terkejut. Kaget dan terkejut mendnegar perkataan Koay Ji dan membuatnya sampai berpikir dan mendesis dalam hati......"Apa lagi yang dipersiapkan siauw sute pada hari ini...?", meski heran tapi dia snagat percaya dengan Koay Ji
"Siauw sute..... engkau....?"
"Sam Suheng, ech, maaf, Tek Ui Bengcu, malam ini akan kupaparkan apa yang kutemukan bersama Thian Liong Koay Hiap berdasarkan petunjuk dari sahabat-sahabat baikku (sambil menunjuk beberapa monyet yang berada disitu). Mereka menemukan jalan rahasia yang tembus hingga ke dalam Markas Utama Bu Tek Seng Pay di pinggang gunung Pek In San. Jalan ini sudah kami teliti dan selidiki selama dua hari ini dan ujungnya sudah kami tandai...... dan dalam penyelidikan itu, kami bertemu dengan Hui Goan Hwesio, Kauwcu Pek Lian Kauw sebelum Pek Bin Hwesio mengkhianatinya. Untungnya, jalan rahasia ini tidak diberitahukan kepada Pek Bin Hwesio, sehingga pihak Bu Tek Seng Pay tidak menyadari keberadaan jalan rahasia ini. Sayang Hui Goan Hwesio sudah terlampau rapuh setelah 10 tahun terakhir disiksa dan kemudian dipenjarakan. Namun di tempat yang sama, juga kami temukan Mindra yang matanya sudah dibutakan dan juga dipenjarakan di penjara bawah tanah ini. Kesempatan kita untuk dapat menang menyerang Bu Tek Seng Pay akan terletak di bagaimana mengoptimalkan jalan rahasia ini nantinya, dan juga bagaimana Mindra melakukan tugasnya nanti...." jelas Koay Ji yang terang saja membuat semua yang hadir terperangah, kaget. Tetapi, memang benar, jika jalan rahasia ini tembus ke markas Bu Tek Seng Pay tanpa lawan menyadarinya, maka alamat bahaya bagi pihak lawan. Tapi, bagaimana peran seorang Mindra, banyak yang masih tetap belum paham.
"Acccch, engkau benar Koay Ji, temuanmu bersama Koay Hiap ini benar-benar amat vital dan menentukan. Akan kami susun strategi penyerangan, tetapi tidak bisa semua masuk melalui jalan rahasia ini...." puji Tek Ui Sinkay yang sangat gembira dengan penemuan yang dijelaskan Koay Ji tadi. Penemuan yang menurutnya akan membuat tugas mereka menjadi lebih mudah karena efek kejut yang pasti bakalan memukul semangat lawan dalam bertarung.
"Benar Tek Ui Bengcu, tidak bisa semua memasuki jalan rahasia ini, bahkan jalan ini harus tetap kita rahasiakan, cukup kita sekalian yang tahu jalan ini. Tetapi, jalan menerjang keatas, penuh jebakan beracun dan perangkap sihir. Akan banyak jatuh korban, bisa jadi semua pendekar menjadi korban jika jebakan-jebakan itu tidak kita musnahkan sebelumnya. Nach, untuk maksud yang satu itu, maka Mindra akan bekerja bersama dengan adik Siauw Hong dan Bun heng. Sementara itu, kami berempat akan bekerja untuk, jika memang dapat, menciptakan senjata rahasia di pihak musuh, tapi hasilnya kita lihat setelah malam nanti......" Koay Ji berkata atau menjelaskan apa yang dia rencanakan dan apa yang dapat mereka kerjakan dalam mengurangi korban dan mengejutkan lawan.
"Hmmmm, masih adakah hal lain yang perlu kuketahui Koay Ji....?" tanya Tek Ui Sinkay gembira dengan paparan Koay Ji. Setidaknya dia mampu melihat bahwa ada banyak hal yang sudah tersedia dan memudahkan pekerjaannya yang sudah disiapkan oleh sute termudanya ini.
"Tek Ui Bengcu, perlu mengatur strategi karena pihak lawan memiliki tempat rahasia yang agak tertutup di ngaray di bawah tebing. Tempat itu amat rahasia, dan untuk mencapainya kita sudah menyiapkan peralatan dan jalan rahasia. Disana jika benar, kumpulan tokohnya akan bersembunyi jika terpukul kalah...."
"Baiklah, kami akan segera meninjaunya bersama Chit Sute..... apakah ada yang bisa mengawani kami berdua...?" tanya Tek Ui Sinkay sambil melirik Cu Ying Lun yang mengangguk tanda setuju.
"Jika Tek Ui Bengcu setuju, maka sahabat-sahabatku (sambil menunjuk sahabat monyetnya) akan menemani dan menunjukkan jalannya. Jangan khawatir, mereka sudah cukup terlatih dan mengetahui jalanan itu. Bahkan, merekapun juga sudah sempat menyediakan cara masuk atau turun ke ngaray..."
"Apa benar mereka bisa....?" tegas Tek Ui Sinkay, tetapi segera diam karena dia tahu bahwa adiknya ini memang penuh kemujijatan, termasuk dapat berbicara dan bercakap dalam bahasa monyet
"Pasti bisa, bahkan salah satu diantara mereka adalah sahabat baikku sejak masa lalu, saat kuselamatkan dia ketika digigit ular berbisa. Dan saat ini, dia selalu berada disini dan menemaniku....." tegas Koay Ji memperkenalkan sobat terbaiknya, monyet gagah tinggi besar yang selalu dekat dengannya.
"Oooh, baiklah....."
"Baik, jika demikian, Tek Ui Bengcu bersama Chit Suheng akan memeriksa kembali jalan rahasia ini untuk menetapkan strategi pertempuran nanti. Kemudian Paman Mindra bersama Kwa Siang dan Siauw Hong akan bekerja memunahkan jebakan racun dan sihir. Tetapi, sebelum melakukan pekerjaan itu, harus makan obat anti racun terlebih dahulu, kecuali Kwa Siang yang sudah memiliki kekebalan atas racun secara alami. Dan kami berempat, akan mencoba membebaskan 3 orang tokoh yang juga menjadi toa suheng kami bertiga. Pekerjaan maha sulit karena harus dapat menyusup masuk kedalam markas musuh...... Hmmm, Tek Ui Bengcu sudah dapat melakukan tugasnya sekarang karena bisa sewaktu-waktu bekerja, tetapi Mindra dan Adik Siauw Hong serta Kwa Siang beserta kami berempat, baru akan dapat bekerja malam nanti"
"Baik sepakat...." ujar Tek Ui Sinkay
"Kami juga siap..." Mindra ikut menyetujui sambil berpandangan dengan Siauw Hong dan juga Kwa Siang, sementara Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu, juga sama setuju dengan paparan Koay Ji. Hanya, Sie Lan In yang terkadang bingung dengan Koay Ji, karena seperti kenal tetapi tidak, tidak kenal tetapi seperti sangat kenal dan merasa sangat dekat. Semakin lama dia semakin merasa aneh, dia menjadi agak bingung dengan dirinya sendiri, tetapi sungguh, rasa aneh dalam dirinya terlampau sulit dienyahkan. Entah mengapa.
"Tek Ui bengcu dan Chit Suheng sudah bisa bergerak sekarang, karena memakan waktu untuk menyelidiki jalanan ini. Selain jalannya berliku-liku, juga sesungguhnya cukup panjang dan jauh...."
"Baiklah, mari Chit Sute...." tidak lama kemudian, dengan ditemani dua ekor monyet, Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun segera berlalu. Memang benar, mereka bakalan membutuhkan waktu yang panjang karena ada berapa ruas jalan rahasia yang perlu mereka selidiki dan ketahui lebih tegas dan jelas. Termasuk juga markas lawan dan markas persembunyian di ngaray bawah tebing jika terjadi hal-hal yang di luar kendali Bu Tek Seng Pay. Bagi Tek Ui Sinkay, adalah hal yang akan amat penting dalam pertempuran, dan bahkan bisa bersifat sangat menetukan jika berhasil mengetahui detail jalan rahasia ini. Karena jalan tersebut justru langsung memasuki kompleks vital di belakang markas lawan.
Karena mngetahui beberapa rahasia penting itu, maka mereka melakukan pekerjaan itu dengan penuh semangat dan berusaha untuk berhati-hati sedapat mungkin. Mereka amat sadar, setengah kemungkinan menang sudah berada di tangan pada saat itu, tinggal bagaimana mengoptimalkan peluang sisanya. Meski jumlah mereka kalah dari jumlah anak buah Bu Tek Seng Pay, tetapi dengan kehadiran beberapa Barisan Mujijat, maka kekalahan jumlah akan dapat diminimalisasi, bahkan bisa menjadi senjata yang berbahaya.
Sementara itu, di tempat semula yang ditinggalkan Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun, Koay Ji kemudian memanggil Mindra, Kang Siauw Hong dan Bun Kwa Siang bertiga yang akan menjalankan missi yang berbeda;
"Lopeh, inilah adik angkatku, namanya adalah Kang Siauw Hong. Dia adalah ahli segala sesuatu mengenai Barisan, dan dialah yang akan bertugas untuk memandu dan sekaligus mengantarkan Lopeh untuk memasuki Barisan itu. Kemampuannya mengenali dan menganalisis Barisan, bahkan masih jauh diatas kemampuanku dan kemampuan Thian Liong Koay Hiap juga..... karena itu, sebaiknya kalian bercakap-cakap untuk menentukan strategi apa yang sebaiknya dikerjakan guna merusak semua jebakan dalam barisan itu....." Koay Ji berinisiatif saling mengenalkan Kang Siauw Hong adik angkatnyadengan Mindra, si tokoh ahli sihir mujijat asal Thian Tok. Maksudnya sedehana, biar tugas mereka selesai dengan mudah.
"Ach, akan sangat membantu jika benar Kang Kouwnio bisa membantuku memasuki dan mengenali sudut-sudut Barisan itu. Karena sebetulnya, semua jebakan sihir amat tersembunyi dan sangat membutuhkan ahli Barisan untuk dapat mengenali dan kemudian menetralisasinya...... Tapi, apakah Kouwnio sudah mengenali Barisan yang dibentuk di beberapa titik itu....?" tanya Mindra kepada Kang Siauw Hong yang tadi menjadi agak tersipu ketika disebut sebagai "Ahli Barisan" oleh Koay Ji. Tetapi, mendengar Mindra bertanya mengenai bidang keahliannya, segera muncul ego dan kebanggaan Kang Siauw Hong. Maka tanpa ragu sedikitpun Kang Siauw Hong segera menjawab dan memberikan pandangannya;
"Sekilas tadi ketika Enci Sie membawa kami melewati agak dekat dengan sebuah Barisan tidak jauh dari sini, sedikit banyak aku sudah memahami Barisan apa yang dibentuk dan diformasikan disana. Tetapi, untuk mengenali setiap sudutnya, serta mencari cara mengakali dengan tidak merusak Barisan itu, membutuhkan waktu dan harus masuk ke dalam Barisan tersebut..."
"Hmmmm, sudahkah engkau mendapat bayangan jenis Barisan itu...?" tanya Mindra lebih jauh kepada Siauw Hong, bukan menguji, karena memang Mindra tidaklah paham dengan segala jenis Barisan
"Sekilas lebih mirip dengan basis dasar Segi Tujuh, tetapi kelak aku butuh sekitar 5 menit untuk memastikannya nanti....."
"Hmmm, memang benar, basis dasarnya adalah Segi Tujuh, tetapi konon menurut mereka, ada beberapa modifikasi terbaru yang diterapkan. Seperti apa itu, jujurnya lohu sama sekali tidak paham...."
"Hmmm, bisa kuperiksa nanti Lopeh......"
"Bagus jika memang demikian, tetapi harus engkau pastikan dapat menganalisa dan memutuskannya dalam waktu yang cukup singkat. Karena kita bukannya akan bebas pengawasan sama sekali....."
"Tentu saja Lopeh, aku akan berusaha....." Kang Siauw Hong memastikan dengan nada suara yang mantap dan percaya diri
"Semuanya harus berusaha secepatnya, meski tidak sangat cepat tetapi adik Siauw Hong memiliki kemampuan untuk itu Lopeh. Tinggal kita beri dia kesempatan untuk melakukannya dan mempercayai bahwa dia mampu....." sela Koay Ji yang menjaga jangan sampai terjadi hal tidak mengenakkan.
"Engkau benar anak muda...." Mindra tiba-tiba sadar, bahwa dia memang tidak boleh kelewatan dan membutuhkan bantuan lain.
"Bagaimana adikku, apakah engkau sudah menyempurnakan semua yang kuajarkan kepadamu selama berapa waktu terakhir ini..." dan apakah Kwa Siang melakukan apa yang kupesankan kepadanya....?" Koay Ji dengan cepat segera mengalihkan topik pembicaraan sebelum terjadi letupan.
"Semua ilmu yang engkau ajarkan sudah kukuasai dengan baik, tetapi masih belum bisa melukai Kwa Siang.... dia itu terlampau hebat dan tidak akan mempan dipukul. Kekebalannya terlampau mujijat, sealu susah dilukai, dengan begitu curang kalau bertarung dengannya...." gerutu Siauw Hong sambil memandang Kwa Siang yang selalu mesem-mesem saja.
"Jangankan engkau adikku, toakomu inipun tidak akan mampu melukainya dan tidak mampu menembus kekebalan alamnya. Dia memang memiliki kemampuan kebal yang mujijat, entah bagaimana alam memberi dia karunia yang demikian hebat itu...." bujuk Koay Ji.
Demikianlah, mereka masing-masing terbagi dalam dua kelompok dan berbicara dengan topik yang berbeda. Jika Koay Ji bersama Siauw Hong, Kwa Siang dan juga Mindra dengan topik beragam, maka Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu sibuk membicarakan hal berbeda. Mereka membicarakan kakak seperguruan mereka yang paing tua dengan nasib buruk yang mereka alami selama waktu yang cukup panjang. Mungkin sudah lebih sepuluh tahun terakhir. Percakapan mereka mulai berakhir ketika gelap akhirnya menjelang datang.
Pada saat itulah Koay Ji memutuskan mendekati Mindra dan juga Kang Siauw Hong untuk mempersiapkan sekaligus berjaga-jaga agar mereka mampu menghadapi racun. Untuk maksud itu, dia sudah memiliki dan membuat persiapan yang cukup matang. Dia mengeluarkan botol kecil dan memberi mereka beberapa tetes air yang dapat berfungsi sebagai penolak racun. Mindra sudah maklum dan memang tahu air tersebut berasal darimana, karenanya dia merasa girang dan gembira. Dia sangat paham, bahwa Guci Perak bukan hanya bermanfaat menyembuhkan luka apapun, tetapi juga dapat memunahkan racun dan bahkan membuat tubuh dalam jangka waktu tertentu susah terkena racun.
Adalah Kang Siauw Hong yang membutuhkan penjelasan lebih karena memang dia masih belum paham. Namun kemudian dengan cepat dapat memahami setelah dia mendengar penjelasan Koay Ji yang diiyakan oleh Mindra mengenai air tersebut. Sementara Kwa Siang, selalu menurut apa yang diperintahkan Koay Ji dan kini juga bertambah dengan perintah dan "sabda" Siauw Hong. Belakangan, sejak menjadi "pengawal" Kang Siauw Hong, dia menjadi sangat dekat dengan nona itu, dan apa yang ditugaskan Siauw Hong dilakukannya dengan gembira. Bun Siok Han sang suheng terlampau sibuk dengan jurus dan ilmu barunya sehingga jarang menemani Bun Kwa Siang, dan diapun jadi makin dekat dengan Siauw Hong.
Maka sekarang, selain Bun Siok Han dan Suhunya, dan selain dia memiliki Koay Ji yang memang amat dikaguminya karena mampu menyakitinya, sekarang Kwa Siang juga punya Siauw Hong. Karena selain Siauw Hong mewakili Koay Ji orang yang amat dikaguminya itu, tapi yang juga dapat dia rasakan bersikap sangat baik dan sangat perduli kepada dirinya. Bahkan mereka dapat berlatih bersama dan diapun tahu bahwa Siauw Hong tidaklah lemah, sesekali dapat juga membuatnya sakit. Hal yang justru membuat dia senang dan semakin kagum dengan Siauw Hong.
"Kita semua akan bergerak bersama, Paman Mindra memiliki keahlian dalam ilmu sihir, tetapi untuk memasuki dan mengetahui rahasia barisan itu, maka dibutuhkan keahlian adikku Siauw Hong ini. Dia memiliki pengetahuan luas mengenai tata barisan, karena itu kalian harus bekerja-sama baru kemungkinan berhasilnya besar. Tidak perlu semua pintu masuk kalian kerjai, cukup dua saja, sebab jika semua kita jinakkan, khawatir musuh akan mencium gerakan kita dan melakukan persiapan lain pada satu dua hari terakhir......."
"Engkau benar anak muda..... cukup dua saja, dan dua yang terdekat dari sini adalah lebih baik karena lebih dekat. Selain itu, lohu duga mereka tidak akan pernah mengira bahwa kita akan mengerjai beberapa pintu masuk yang mereka sangat rahasiakan ini. Lokasi berkumpul para pendekar justru cukup jauh dari sini, sulit mereka mengira bahwa kita akan masuk dari dekat sini, sehingga penjagaan disini pasti jauh lebih longgar......"
"Benar paman, lebih baik dua pintu masuk dekat sini..... Sie Kouwnio konon menurut Koay Hiap sudah pernah mengidentifikasi kedua pintu masuk itu..." jawab Koay Ji yang langsung diiyakan Sie Lan In dengan menganggukkan kepalanya. Tetapi, adalah Mindra yang merespons,
"Iya, lohu tahu dua pintu masuk terdekat dari sini......"
"Baiklah, kita semua bersiap, sebentar lagi harus segera bergerak.... sobat Tang Hok akan menemani kalian bertiga nantinya, meski dari balik kegelapan" Koay Ji sengaja menyebutkan nama Tang Hok yang masih belum dikenal Mindra. Dan itu memang ada maksud khususnya, dia menyebutkan nama itu, agar Mindra tidak berbuat kelewat batas. Tidak berkhianat. Karena semua sudah tahu siapa Tang Hok yang juga hebat itu.
"Siapa dia anak muda....?" terdengar Mindra bertanya, tetapi nadanya seperti sepintas lalu dan tidak menaruh perhatian besar.
"Dia masih merupakan sute termuda dari Thian Liong Koay Hiap, tetapi begitupun sudah amat hebat, karena baru beberapa hari di gunung Thian Cong Pay, dia memukul mundur Geberz dan ji suheng Geberz yang amat hebat itu....."
"Oooooh, sungguh bantuan yang berharga...." desis Mindra gembira dengan adanya dukungan dari Tang Hok. Koay Ji senang, karena melihat Mindra justru bukannya takut dengan penjagaan Tang Hok.
"Benar Lopeh, dia akan sangat membantu pekerjaan Lopeh dan juga Siauw Hong, meski dia bergerak dari balik kegelapan..."
"Bagus jika demikian....... mari, kita bisa segera bekerja..." ajak Mindra yang menjadi lebih bersemangat dan membuat Koay Ji bertambah keyakinannya atas Mindra. Tapi, dia tidak ingin kecele dan menyesal belakangan, karena segera setelah Mindra pergi bersama Bun Kwa Siang dan Kang Siauw Hong, dia segera menoleh kepada Khong Yan dan kemudian berbisik:
"Khong sute, kuminta engkau ikut mengawal mereka secara khusus. Tetapi, harap engkau ingat untuk selalu berkomunikasi dengan adik Siauw Hong, karena untuk memasuki Barisan engkau membutuhkan bantuannya..." berkata Koay Ji sambil memandang Khong yan, dan bahkan langsung menambahkan,
"Dalam keadaan seperti sekarang, kita wajib saling membagi tugas. Karena tidak dapat kita mengerjakan segala sesuatu sendirian, tetapi membutuhkan kerjasama agar tujuan kita dapat dicapai. Mindra, meskipun bekerja untuk kita, tetapi jujurnya belum kupercaya seratus persen..."
"Baik Suheng, aku segera berangkat....." Khong Yan langsung sadar apa maksud Koay Ji setelah kalimat yang terakhir. Jelas bahwa Koay Ji masih belum begitu mempercayai Mindra, dan memintanya untuk terus mengawasi ayahanda sahabat mereka Nadine yang masih belum munculkan diri itu. Memang benar, jika Mindra sampai mengkhianati mereka, maka akibatnya sungguh sangatlah buruk, karena itu Khong Yan mengemban tugas itu dengan penuh rasa tanggungjawab. Karena tugas dia memang termasuk penting.
Sepeninggal Khong Yan, Koay Ji memandang Tio Lian Cu dan juga Sie Lan In sejenak dan kemudian berkata:
"Jiwi kouwnio, tiba-tiba aku berpikir akan sangat berbahaya jika kita menyembuhkan toa suci dan suheng kita masing-masing. Karena jika mereka sembuh, maka akan butuh waktu beberapa hari bagi mereka untuk dapat memahami diri mereka. Dan mereka akan mengalami guncangan emosional yang sangat berat, meskipun apa yang mereka lakukan sebelumnya, sama sekali tidak mereka sadari. Konon, yang terjadi di Siauw Lim Sie, sebagaimana juga Sie Suci ikut menyaksikannya, sampai Toa Supek mengundurkan diri karena merasa malu dengan apa yang terjadi atas dirinya. Dia tidak sadar dengan semua pekerjaannya yang mendukung kejahatan. Kuduga, toa suci dan toa suheng kita masing-masing, akan bersikap kurang lebih mirip, dan jika demikian, maka kita kerepotan untuk menangani mereka bertiga. Satu-satunya yang bisa menangani mereka adalah Suhu dan Subo kita masing-masing, kita hanya mampu menyelamatkan mereka, tetapi untuk "menyembuhkan" luka batin mereka, dibutuhkan seorang yang sangat ahli......."
Perkataan Koay Ji menyentak Sie Lan In dan juga Tio Lian Cu. Perkataan Koay Ji memang sangat masuk diakal, dan kemungkinan besar kejadiannya memang bakal seperti itu. Jika mereka dalam posisi seperti kakak seperguruan mereka itu, pasti reaksi mereka juga akan sama belaka. Dan, mereka jelas tidak akan mampu berbuat banyak berhubung ketiga orang itu adalah saudara seperguruan mereka yang paling tua. Maka, harus dipikirkan bagaimana mereka akan bekerja menenangkan dan membujuk ketiga saudara seperguruan mereka yang pasti sangat malu dengan apa yang mereka alami sekian lama itu. Berpikir demikian, ketiganya terdiam sejenak guna mencari cara terbaik mengatasi masalah itu.
"Accccch, benar sekali engkau Koay Ji sute, memang yang kusaksikan di Siauw Lim Sie persis seperti itu keadaannya. Toa supek benar-benar terpukul dan langsung menyatakan menutup diri setelah menyadari apa yang sudah terjadi, dan bahkan nyaris merusak Kuil Siauw Lim Sie dalam keadaan tidak sadar......" Sie Lan In tak lama kemudian mendesis sambil terus berpikir


Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar Sie Suci, itu yang juga kudengar. Karena itu, benar-benar kita mesti hati-hati untuk membebaskan mereka dan mengobati sekarang ini, karena jika kita keliru, kita justru akan kehilangan mereka bersama-sama. Hanya Suhu dan Subo kita yang akan mampu menangani mereka untuk saat ini......"
"Ach, dan itu jelas sangat sulit....." desis Tio Lian Cu gamang menghadapi usulan Koay Ji. Justru karena dia setuju dengan Koay Ji, hanya saja keadaan dan dimana Suhunya sekarang yang menjadi persoalan. Karena Suhunya dan juga Bu Tee Hwesio jelas-jelas sudah berpesan sebelum mereka menghilang, bahwa mereka berdua sekalipun tidak boleh diganggu sampai setahun kedepan. Itu setelah mereka berdua melatih dia dengan Khong Yan.
"Apa maksudmu Tio Kouwnio....?" tanya Koay Ji heran dan masih belum paham sepenuhnya dengan maksud Tio Lian Cu
"Karena Suhu dan Bu Tee Locianpwee sudah menutup diri selama setahun sejak peristiwa Benteng Keluarga Hu. Mereka berdua melakukan sesuatu yang agak khusus atas kami berdua dengan Khong suheng....... setahun kedepan baru mereka bisa munculkan diri kembali......" penjelasan Tio Lian Cu semakin membuat mereka merasa kerepotan mencari cara mengatasi masalah nanti. Dengan tidak mungkin mengundang Bu Tee Hwesio dan Thian Hoat Tosu, berarti tinggal ada Lam Hay Sinni seorang yang bisa diharapkan. Tetapi, bagaimana mendatangkan dan juga meminta tolong rahib dewa itu"
"Accccch, sungguh repot jika demikian...... bagaimana dengan Lam Hay Sinni Subo, apakah engkau tahu dimana keberadaannya Sie Suci....?" tanya Koay Ji kepada Sie Lan In kabar dan keberadaan Lam Hay Sinni.
"Sudah berapa bulan terakhir Subo minta diri menuju Lam Hay, tetapi entahlah. Bisa jadi Subo berada di daerah Tionggoan, tetapi sulit bagi kita melacak keberadaannya. Hanya Burung Raksasaku yang bisa melacaknya......"
"Hmmm, satu-satunya yang bisa mengembalikan semangat dan kesadaran mereka hanya Lam Hay Subo. Sie Suci, bisakah Burung itu mencari tahu atau membawa kabar mengenai kesulitan kita malam ini..." karena setelah kita selamatkan dan obati, maka harus ada yang mendampingi mereka selama beberapa saat. Jika tidak, kita tidak dapat menyelamatkan mereka malam ini....."
"Baik, bisa kulakukan Sute... apa harus sekarang...?" tegas Sie Lan In dan langsung bersiap untuk melakukan tugas itu.
"Sebaiknya Suci, karena kita akan berkejaran dengan waktu. Jika malam nanti Subo ketahuan berada dimana, lebih bagus lagi......"
"Baik, kulakukan sekarang juga...."
"Tio Kouwnio, engkau boleh menemani Sie Suci, biar aku menunggu kalian berdua di tempat ini..." Koay Ji menyarankan agar Tio Lian Cu menemani Sie Lan In, dan benar saja, mereka berdua sebentar saja sudah berlalu. Karena memang waktu mendesak, maka mereka masing-masing memainkan perannya.
Sementara Koay Ji tetap tinggal dan berpikir keras merancang strategi kedepannya, baik memasuki markas lawan, maupun untuk mengamankan hal-hal penting lainnya yang mungkin masih luput dari perkiraannya selama ini. Tanpa disadarinya, Koay Ji mengerjakan pekerjaan yang sebenarnya melampaui dari apa yang bisa diharapkan untuk dia lakukan. Hanya seorang Sam Suhengnya yang mengerti, jika Koay Ji bukan hanya cerdik pandai dan juga mujijat, tetapi selain itu memiliki ketelitian dan perhitungan strategi yang amat hebat. Itulah yang menyebabkan Tek Ui Sinkay selalu mempercayai dan bahkan tidak segan meminta pendapat dan juga berdiskusi dengannya dalam banyak kesempatan pengambilan keputusan.
Koay Ji sedang menghitung lagi apa yang sebaiknya dia lakukan dengan ketiadaan orang yang dapat mendampingi ketiga murid kepala 3 Manusia Dewa Tionggoan. Memang benar bahwa dia sudah menyiapkan ruangan khusus buat ketiga orang itu. Tetapi tetap saja, jika ketiga orang itu tidak ada yang terus mendampingi sambil terus menguatkan kondisi moril mereka, maka bisa dipastikan ketiganya bakalan mengambil jalan pendek. Jalan yang bisa mengakhiri hidup mereka secepatnya, atau segera menjadi biarawan atau biarawati, atau keputusan lain yang juga tidak mengenakkan. Tidak ada jalan lain selain membuat mereka bertiga menunggu sampai kedatangan Suhu atau Subo mereka, orang yang mereka hormati dan akan bisa membuat mereka mengerti dan mendengar nasehat..... Dan itulah keputusan yang pada akhirnya jadi kesimpulan akhir Koay Ji.
Waktu merekapun tiba. Tetapi berbeda dengan Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun serta Mindra, Kang Siauw Hong dan Bun Kwa Siang, maka missi Koay Ji bersama Sie Lan In dan Tio Lian Cu memang lebih menyerempet bahaya. Mereka, jika berhasil, haruslah menyusup masuk jauh hingga kedalam area Markas Utama Bu Tek Seng Pay. Memang, mereka akan memakai atau melalui jalan rahasia yang sebelumnya sudah diketahui dan diselidiki oleh Koay Ji selama beberapa lama itu. Sie Lan In dan Tio Lian Cu sudah siap setelah sebelumnya Sie Lan In dengan ditemani Tio Lian Cu, sebentar keluar memberi perintah kepada Burung Raksasa mencari subonya, Lam Hay Sinni yang entah berada dimana dewasa ini. Kehadiran Lam Hay Sinni diharap dapat mempengaruhi dan menguatkan ketiga kakak seperguruan mereka jika benar dapat diselamatkan dari markas Bu Tek Seng Pay.
Dan sekarang, mereka semua sudah siap sedia, karena waktu sudah menjelang tengah malam, waktu yang mereka persiapkan dan tetapkan untuk melaksanakan missi yang amat berbahaya itu. Missi untuk membebaskan kakak seperguruan mereka yang tertua, masing-masing kakak tertua Sie Lan In, Tio Lian Cu serta juga kakak seperguruan tertua Khong Yan dan Koay Ji dari gurunya Bu Tee Hwesio. Tetap menjadi pertanyaan besar tentu saja bagi mereka bertiga, akankah missi tersebut berlangsung dengan sukses padahal mereka harus memasuki kandang singa" Tetapi meski ada pertanyaan itu, meski sangat menyadari bahaya yang akan mereka hadapi, bukan berarti mereka tidak siap, atau bukan berarti mereka takut. Bukan berarti mereka tidak berani melakukannya alias membatalkannya hanya karena persoalan nyali. Sebaliknya, semangat ketiga anak muda itu justru terlihat menggebu-gebu dan sudah amat siap untuk melaksanakan missi berani mati itu. Missi dengan langsung memasuki dan mendatangi pusat dan inti kekuatan lawan, langsung di kandang lawan tersebut.
Tidak berapa lama kemudian, Koay Ji sudah memimpin perjalanan mereka, sekali ini mereka bertiga; Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Koay Ji dan diikuti serta dikawal oleh 2 ekor monyet besar lainnya yang berjalan di depan membuka jalan. Dan tidak berapa lama, mereka semua sudah tiba dan kini berada pada titik pintu rahasia keluar, yakni pintu keluar yang akan membawa mereka keluar dan tiba ke bagian belakang dari Markas Bu Tek Seng Pay, tepat di kandang kuda. Tempat yang sudah diidentifikasi Koay Ji sebelumnya dan dipandang amat tepat untuk dimasuki karena kemungkinan bertemu lawan jauh lebih kecil dibanding dengan pintu keluar satu lagi. Pintu keluar yang melalui penjara bawah tanah dan keluar di lokasi penjagaan para penjaga penjara. Lokasi yang tentunya bakalan langsung bertemu dengan pihak lawan dan potensi ketahuan sangat besar di pintu itu.
Anak Harimau 3 Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 7
^