Pencarian

Pendekar Aneh Naga Langit 35

Pendekar Aneh Naga Langit Thian Liong Koay Hiap Karya Marshall Bagian 35


Tio Lian Cu" Tentu saja Koay Ji paham dan tahu, bahwa selain dirinya, gadis yang kini menjadi Ketua atau Ciangbudjin Hoa San Pay itu, juga membekal sejenis kaos pusaka yang tahan senjata tajam dan peka terhadap racun. Selain itu, Tio Lian Cu juga membekal ilmu senjata rahasia yang amat hebat seperti juga dirinya, yang menjadi bagian barter kedua suhu mereka masing-masing. Karena itu, Koay Ji tidak ragu memasukkan Tio Lian Cu bersama Sie Lan In, Kwa Siang dan dirinya untuk maju mendekati tempat persembunyai pasukan lawan yang menyerang dengan senjata rahasia. Koay Ji sangat paham dengan pilihannya, dan sesaat sebelum dia memulainya, dia membisiki sam suhengnya dan juga meminta Tio Lian Cu memberi tahu hal yang sama ke Group kedua yang dia pimpin.
Sebelum memerintahkan kawan-kawannya bergerak bersama dirinya, Koay Ji lebih dahulu mengerahkan segenap kekuatan mujijatnya dan kemudian berteriak keras. Teriakannya yang penuh hawa mujijat itu dimaksudkan membantu Mindra, Bhiksu Hwesio dan Panglima Shouroushi yang bertarung sihir dengan lawan-lawan mereka. Dan, sebagaimana dugaannya, masuknya dia ke pertarungan itu, membuat hujan serangan senjata rahasia lawan berkurang drastis. Pada saat itulah dia kemudian memberi komando kepada ketiga kawannya:
"Sekarang, ayo bergerak.......... kita menerjang dengan menjaga jarak agar bisa saling melindungi satu dengan yang lainnya....." berkata Koay Ji yang sebelumnya membekal sejumlah batu kerikil dengan memungutnya dari tanah sama dengan Tio Lian Cu dan kemudian menerjang ke depan mendekati lokasi para penyerang gelap diikuti oleh ketiga kawannya.
Pada jarak kurang lebih 10-15 meter dari sasaran, bersama Tio Lian Cu terlihat dia menggerakkan lengannya dalam ilmu Khong In Sian Po Hui Hong (Awan Kosong Angin Puyuh Berpusing dan Bergelombang). Ilmu ini merupakan salah satu ilmu rahasia dan sangat ampuh dalam hal ilmu melepas senjata rahasia. Dan ini adalah salah satu keistimewaan Thian Hoat Tosu, dan dimalui oleh tokoh-tokoh besar pada jaman itu. Bisa dimaklumi kehebatannya. Dan ini segera nampak ketika ada puluhan batu kerikil terlihat menerjang ke kawanan penjahat yang menyerang mereka, meski terlihat ada juga yang berusaha memukul jatuh kerikil kiriman Koay Ji dan Tio Lian Cu, tetapi segera terdengar teriakan susul-menyusul dari pihak lawan. Teriakan-teriakan kesakitan tanda bahwa serangan Koay Ji dan ian Cu berhasil menemui sasarannya, meski tentu tidak semua:
"Accccchhhhh, aduuuhhhh ......" teriakan kesakitan itu susul menyusul, dan dalam hitungan Koay Ji, ada sekitar 10-12 orang menjadi korban bidikannya bersama Tio Lian Cu. Dan kejadian penyerangan mereka yang tidak terduga, rupanya membuat pihak lawan terkejut, dan pasukan mereka sempat terperanjat dan kehilangan konsentrasi. Maka tidak lama kemudian, mereka dapat mendengarkan teriakan dan komando yang sedang mengatur pasukan lawan:
"Bangsaaaat, sungguh ampuh ilmu senjata rahasia mereka, yang lain berlindung di balik dahan pohon......" nampaknya suara dari penjaga para pembidik yang gagal melindungi barisan pembidik mereka yang sedang menggunakan senjata rahasia ampuh milik dari Bangsa Persia yang diselundupkan keluar melalui Geberz itu. Tetapi, sayangnya, belum lagi rasa terkejut mereka sirna sepenuhnya, mereka kembali menjerit kaget:
"Eccchhhhh, mereka menyerang kemari........ tahan dan lawan mereka, bidik...." tapi kecepatan Sie Lan In secepat suara yang mereka teriakkan, karena beberapa saat kemudian, Sie Lan In dan segera diikuti oleh Koay Ji dan Tio Lian Cu sudah tiba di tempat tersembunyi yang agak keatas posisinya. Menyusul kemudian Bun kwa Siang yang sangat gembira bisa bertarung bersama Koay Ji dalam satu arena. Begitu tiba dan mendapati posisi lawan, merekapun segera menyerang para pembidik, yakni mereka yang berada di atas pohon yang menjadi lawan group pertama dan kedua, sementara group ketiga yang melawan Liga Bangsa Persia masih asyik membidik. Tetapi, merekapun kelihatannya akan segera mengalami nasib yang sama, karena bisa dipastikan Panglima Arcia akan meniru apa yang baru saja dilakukan Koay Ji.
Kedatangan Koay Ji berempat benar-benar menjadi bencana bagi para penyerang rahasia yang dalam waktu singkat kocar-kacir dan meninggalkan puluhan senjata rahasia tertinggal berserakkan disana. Ternyata, bidikan kearah Group 1 dan 2 dilakukan oleh sekitar 60 senjata rahasia yang terlihat cukup rumit namun sangat ampuh dalam menembak itu. Pantaslah jika banyak yang menjadi korban mereka. Jika sasarannya adalah kerumunan orang, maka pastilah akan lebih ampuh dan lebih banyak lagi korban jiwa yang diminta oleh senjata rahasia itu. Untung ada sekitar 20an senjata yang bisa mereka rebut dan sekitar 40 orang penyerang tergeletak mati dan luka-luka parah. Baik yang terpukul senjata rahasia Koay Ji maupun Tio Lian Cu, maupun yang dipukul oleh mereka berempat ketika memasuki sarang tempat mereka menyerang lawan.
Dalam waktu singkat, Group Pertama dan Kedua sudah bebas, meskipun dengan sedih Koay Ji mendengar laporan bahwa nyaris 50 orang menjadi korban tewas. Ada lebih 20 orang yang menjadi korban luka-luka namun sudah dapat dengan cepat ditangani dan diobati. Tetapi, itu belum termasuk korban yang jatuh di Group Ketiga yang masih belum selesai, meskipun penyerang sudah berkurang jauh dan tinggal sekali-sekali senjata rahasia itu dibidikkan. Bahkan, beberapa saat kemudian sudah berhenti sama sekali, kelihatannya memang sudah dipanggil mundur oleh para pemimpin mereka. Tetapi, rangsekan Panglima Arcia dan Panglima Bangsa Persia meniru tindakan Koay Ji, menghasilkan nyaris 10 senjata rahasia lainnya dan ketika Koay Ji menyerahkan senjata rampasan mereka, Panglima Arcia menyambut dan memeriksa senjata itu sejenak:
"Hmmmm, untungnya mereka belum sempurna membentuk anak panahnya, meski senjatanya sebenarnya sudah sempurna dan sesuai dengan yang digariskan si pembuat senjata. Tapu, kita akan bisa meracik ulang selama beberapa jam anak panahnya hingga bisa menjadi lebih berbahaya dan lebih mematikan. Bisakah kita beristirahat selama sejam kurang agar kitapun memberi mereka kejutan dengan 30 senjata rahasia ini?" usul Panglima Arcia yang sudah diiyakan langsung oleh Tek Ui Sinkay karena usulan itu memang sangat masuk akal. Beristirahat untuk membenahi senjata yang kelak akan memukul balik lawan-lawan mereka. Toch, pihak lawan pasti juga akan menunggu mereka maju menyerang. Karena pemikiran itu, meski belum melangkah jauh ke wilayah musuh, Tek Ui Sinkay memutuskan untuk bisa beristirahat sejenak sebelum menyerang kembali.
Tetapi, satu jam beristirahat itupun berlalu dengan cepat. Koay Ji dan juga Tek Ui Sinkay sudah dibisiki baik Panglima Arcia maupun Wakil Panglima Ilya bahwa nanti medan didepan bakalan berisi binatang-binatang serangga yang amat beracun dari daerah Biauw. Informasi itu terlihat membuat mereka berdua berpikir keras untuk kelak bagaimana menghadapinya. Tentu saja sambil terus berdiskusi dengan Panglima Arcia dan wakilnya Panglima Ilya tentang cara yang tepat untuk mampu melewati rintangan yang amat berbahaya itu. Pada saat itulah Tek Ui Sinkay menyuruh orang memanggil sahabatnya, Bu Ta Kuang untuk ikut mendampinginya. Posisi mereka saat itu, Koay Ji memiliki obat pemunah, tapi bukan obat pencegah dan penghalau racun, karena itu diapun bertanya:
"Apakah api akan dapat memunahkan serangan maut itu....?" tanya Koay Ji dengan tidak sangat yakin.
"Beberapa jenis serangga mereka justru lebih berbahaya jika bertemu api. Tidak, kita tidak hanya akan menggunakan api, itu hanya salah satu pilihan belaka, karena dalam kasus tertentu akan menjadi pilihan yang keliru......" jawab Panglima Soroushi yang tiba-tiba bergabung setelah menyelesaikan modifikasi anak panah untuk senjata beracun yang akan mereka gunakan. Pada saat itu juga, muncul salah seorang yang masih asing bagi Koay Ji, yang kemudian diperkenalkan oleh Tek Ui Sinkay kepada mereka semua:
"Kuang heng, mari masuk...... sobat sekalian, inilah sahabat kekalku di Kaypang, Bu Ta Kuang yang sudah lama menghilang untuk mempelajari ilmu tentang racun. Dia akan bisa membantu kita......"
"Cayhe Bu Ta Kuang menjumpai cuwi sekalian....." tokoh itu berwajah dingin, tetapi cukup ramah dalam berkata-kata. Sebentar mereka berkenalan, selanjutnya mereka kembali berembug soal menghadapi lawan:
"Hmmmm, sungguh repot jika mereka menyerang dengan serangga yang beragam danjuga racun jenis berbeda-beda. Sejauh ini, korban di kedua belah pihak sudah amat banyak...... nampaknya, akan jatuh korban lebih banyak lagi bukan karena bertempur, tetapi karena keracunan" keluh Koay Ji yang tidak tahan melihat betapa banyaknya korban yang jatuh sejauh ini.
"Itulah harga dari sebuah peperangan sute...." desis Tek Ui Sinkay yang memang jauh lebih tegar dan kokoh. Maklum, dia sudah puluhan tahun berkelana dan sudah menyaksikan banyak kekejaman dan perang yang mengorbankan banyak orang yang tidak paham dan tidak mengerti mengapa peperangan itu terjadi. Karenanya wajar jika Tek Ui Sinkay meredakan kesedihan dan kegalauan di hati Koay Ji yang masih terguncang dengan banyaknya tubuh yang tergeletak menjadi mayat. Untuk apa dan siapa akhirnya peperangan ini"
"Benar, kita tidak dapat menghindarinya untuk saat ini. Yang dapat kita upayakan adalah, korban yang minimal jatuh di kedua belah pihak. Untuk itu, kita perlu untuk mengalahkan dan memukul para pemimpin mereka. Dalam urusan racun, biarlah Kuang Heng ikut membantu, karena memang untuk hal racun, dia salah satu ahlinya untuk dewasa ini....." berkata Tek Ui Sinkay, yang langsung memperkenalkan dan menyanjung Bu Ta Kuang. Tetapi, ucapannya disambung oleh Koay Ji,
"Dan sayangnya, pemimpin mereka itu justru bersembunyi di balik rintangan ketiga yang amat mematikan itu. Atau, bagaimana jika kuserang langsung Markas Utama dari balik jalan rahasia disana itu....?" tanya Koay Ji serius sambil memandang sam suhengnya. Keduanya saling tatap, dan terlihat Tek Ui Sinkay berpikir keras sampai beberapa lama sampai akhirnya diapun menyahut;
"Sekarang saat yang tepat untuk menyerang jantung pertahanan mereka, tetapi ingat, jalan rahasia itu harus tetap tertutup rapat dan tidak boleh diketahui orang lain.. dan sebelum serangan dilakukan, sebaiknya terlebih dahulu engkau membuat mereka menjadi terkejut di dalam markas mereka....."
"Baik, akan kami lakukan sekarang juga......" Koay Ji berkata dengan bersemangat, tetapi tiba-tiba dia teringat sesuatu yang membuatnya memandang kearah Panglima Arcia dan langsung berkata:
"Panglima Arcia yang agung, tahap pertarungan lebih lanjut akan sangat meminta bantuan kawan-kawan dari Liga Pahlawan Bangsa Persia. Beberapa dari kami akan melakukan serangan dari dalam, otomatis terjangan mereka harus ditahan sekuat dan sebisa mungkin. Maka, peran Barisan-Barisan sangat fital dan peran sekaligus peran perorangan seperti Panglima Arcia akan sangat dibutuhkan...." ujarnya sambil memandang langsung Panglima Arcia
Sebagai seorang yang memiliki perhitungan strategis yang mumpuni, mendengar penjelasan Wakil Panglima Ilya mengenai perkataan Koay Ji, diapun segera maklum dan paham apa yang diinginkan Koay Ji. Karena itu, diapun mengangguk dan malah berkata dengan suara tegas:
"Baiklah, kami akan mengambil alih tahapan selanjutnya dengan selalu koordinasi bersama dengan Tek Ui Bengcu dan juga Bu Ta Kuang hengte. Kami bertiga akan turun ke lapangan membantu sahabat-sahabat yang lain menahan jago-jago mereka yang kemungkinan besar akan mulai muncul pada pertarungan babak selanjutnya. Apalagi jika menghitung dan mempertimbangkan bahwa korban dipihak mereka sudah terlampau besar,,,,, mereka pasti akan segera turun tangan secara langsung dalam arena pertempuran..... untuk urusan menghadapi racun biarlah Bu Ta Kuang dan kedua Panglima kami yang menangani" jelas, tegas dan penuh perhitungan jawaban dari panglima Arcia itu.
"Benar sekali, perhitungankupun memang demikian Panglima Agung. Tetapi, segera kami akan mengalihkan perhatian mereka dengan menyerang dari dalam, tahapan itu perlu kita saling membantu dari luar dan dalam. Karena jumlah kami sedikit di dalam, maka batuan dari luar harus dengan cepat menerobos masuk agar kita bisa masuk menyerang langsung pusat kekuatan lawan...." jawab Koay Ji yang sudah tegas akan segera masuk menyerang lawan dari dalam.
"Tepat, sungguh strategi yang luar biasa,,,,, dan kelihatannya berada di luar dugaan pihak lawan yang memiliki anggapan kita hanya akan menyerang dari luar.. Hahaha,
Sungguh menyenangkan membayangkan kekagetan mereka....." desis Panglima Arcia yang diaminkan oleh kedua wakilnya. Mereka sudah membayangkan bahwa kemenangan akan berada di tangan mereka. Memang benar, jika ada hentakan di dalam Markas lawan, maka hentakan itu akan bermakna besar dalam pertempuran yang sudah seperti saat itu.
"Jika demikiaan, kami akan segera pergi dengan jalan memutar. Agar dapat saling mencocokkan waktu, maka kurang lebih setengah jam dari sekarang serangan boleh dilanjutkan, dan kobaran api di markas mereka berarti kami sudah berada di dalam markas utama musuh....."
"Baik, kita tetapkan demikian......"
"Ingat, hati-hati dengan racun daerah Biauw dan juga serangan sihir lawan. Biarlah Mindra kutinggalkan bersama Bengcu....." pesan Koay Ji yang disetujui dengan anggukkan kepala oleh suhengnya itu.
Beberapa saat kemudian, turun komando dari Tek Ui Sinkay bahwa serangan tahap selanjutnya akan dilakukan setengah jam kedepan, dan semua mulai kembali untuk mempersiapkan diri melakukan serangan. Sudah ada kurang lebih 2 km jarak yang mereka tempuh dalam waktu 3 jam lebih, dan selama masa tersebut, sudah nyaris 100 orang yang tewas di pihak pendekar. Meskipun pihak lawan, sudah nyaris 400 orang yang menjadi korban. Korban yang cukup besar dalam pertempuran sejauh itu, tetapi pertempuran belum berakhir.
Sementara persiapan menyerang dilakukan dalam koordinasi Tek Ui Bengcu dan juga Panglima Arcia, Koay Ji bersama dengan Sie Lan In, Tio Lian Cu, Khong Yan, Kang Siauw Hong dan Bun Kwa Siang sudah menyusup kedalam jalan rahasia. Karena mereka berjalan memutar, maka waktu yang mereka butuhkan lebih lama, untung saja mereka membekal ginkang yang cukup tinggi sehingga mempercepat perjalanan mereka. Kurang 15 menit kemudian mereka sudah berada dalam jalan rahasia dan Koay Ji memilih titik keluar kedua yang dia tahu berada atau muncul ke jantung pertahanan lawan. Jika masuk ke belakang markas lawan, maka Koay Ji menebak, pihak lawan pasti sudah lama menunggu dan menyiapkan pasukan atau tokoh utama mereka disana, dan efek kejutnya akan raib dengan sendirinya. Pintu keluar kedua yang disiapkannya justru memiliki efek kejut yang lebih, karena belum diketahui oleh pihak lawan jika mereka akan muncul di tengah markas. Hal yang akan menguntungkan mereka.
Tidak lupa Koay Ji mengajak kawanan monyet yang selalu setia menunggu dan membantunya. Setelah meninggalkan pesan kepada pasukan monyet itu, Koay Ji kemudian menurunkan perintah:
"Mari, pintu keluar kedua sudah menunggu kita. Berbeda dengan sebelumnya, kita akan langsung menyerang dengan membakari rumah-rumah di markas lawan. Ada cukup banyak rumah, tetapi membakar salah satu secepatnya, penting untuk kawan kita mengetahui bahwa serangan boleh dimulai...... maka mari, kita segera kerjakan serangan di dalam markas musuh" seperti biasa dan sudah bisa mereka terima, Koay Ji mengatur strategi menyerang kedalam markas musuh.
Setelah menurunkan perintah demikian, Koay Ji kemudian membuka pintu rahasia kedua, dan menjadi orang pertama yang masuk disusul oleh Sie Lan In, Siauw Hong, Bun Kwa Siang, Khong Yan dan kemudian Tio Lian Cu. Benar saja, setelah berjalan kurang lebih 100 meter, mereka tiba di pintu keluar dan Koay Ji dengan isyarat mata memberitahu dia akan segera keluar mendahului mereka semua.
"Siauw Hong dan engkau Kwa Siang, tugas utama kalian dan kita semua adalah membakari rumah dan gedung yang kita temukan dengan segera. Ingat, jangan alpa melakukannya, nach mari kita ikut berpesta di markas lawan....." setelah berkata demikian, Koay Ji segera keluar dari jalan rahasia yang pintu keluarnya ternyata tertutup semak belukar yang cukup lebat. Tetapi, benar, begitu keluar dari jalan rahasia, mereka ternyata berada di tengah markas musuh yang sedang tegang menunggu serangan lawan di bagian pintu masuk lembah. Otomatis, tempat mereka sama sekali sepi dan tidak terjaga.
Tetapi, meskipun demikian Koay Ji dapat tepat menyadari bahwa lawan sedang bersiaga, meskipun tempat mereka keluar tidak begitu ramai atau malah tidak dijaga pihak lawan. Maklum, lawan sedang bersiaga dan sangat sibuk bertemur di pintu masuk lembah, otomatis semua anak buah mereka sedang berada disana, dan markas relatif agak kosong.
"Kita bergerak......" ujar Koay Ji setelah melihat tempat keluar mereka ternyata tidak terjaga dan lengang, tetapi di kejauhan gerakan pasukan musuh demikian tegang dan demikian banyak dan ramai. Kedatangan mereka otomatis tidak teracak dan merekapun bebas bergerak di dalam markas lawan, sejauh ini.
Berenam merekapun keluar dari jalan rahasia dan tidak berapa lama, merekapun mulai menebar keributan di Markas Lawan, dan dalam waktu singkat, kurang dari 30 menit perjanjian dengan Tek Ui Sinkay, terlihat asap mengepul di udara. Datang dari markas musuh, dan sebagai pemimpin, diapun melirik Panglima Arcia dan keduanya saling menganggukkan kepala. Dan setelah menarik nafas panjang, karena memang perintah dan komando harus darinya, maka Tek Ui Sinkaypun siap. Diapun sudah siap dan memang..... Sekarang saatnya.
"SERAAAAAAAANG ..........."
Perintah itu keluar dari mulut Tek Ui Sinkay dan juga Panglima Arcia memerintahkan pasukannya segera bergerak. Tetapi, sambutan atas serbuan mereka di luar dugaan dan perkiraan, karena serangan senjata rahasia tidak sehebat sebelumnya. Dalam markas, rupanya serangan kejutan Koay Ji dan kawan-kawannya menghentak pihak Bu Tek Seng Pay sehingga perlawanan mereka kocar-kacir. Tetapi, pada saat itu terlihat Panglima Ilya dan Panglima Shouroushi menyebar dan bergerak mendukung semua Barisan. Panglima Shouroushi tetap di Barisan Ketiga, Panglima Ilya pergi membantu Barisan Kedua dan di Barisan Pertama terlihat seorang tokoh lain yang tidak menyolok, berusia lebih dari 50-an, mungkin 55 tahunan dan dia membekal sebuah keranjang. Maka jika bukan seorang tabib, dipastikan dia seorang ahli racun, seorang yang justru belum dikenal cukup luas. Tetapi, pada saat itu, entah mengapa Tek Ui Sinkay justru sangat mempercayainya untuk berada dan melindungi Barisan atau kelompok pertama.
Dan apa yang mereka bertiga lakukan" Mereka masing-masing bergerak dengan lambat, mata terbuka amat serius dan sesekali bergerak untuk mengetahui apa yang ada disekitar mereka. Tidak salah, baik Panglima Ilya maupun Panglima Shouroushi adalah ahli-ahli racun ternama dari Persia. Sementara tokoh ketiga, adalah seorang ahli racun Tionggoan, sahabat lama dari Tek Ui Sinkay yang sengaja didatangkan untuk pertarungan hari ini. Siapakah dia" dia adalah seorang tokoh Kaypang yang kemudian mengundurkan diri dari jabatannya pada usia ke-30an, dan baru saja belakangan bertemu dengan Tek Ui Sinkay sahabatnya. Dimaklumi, dia memang menghilang karena menemukan dan kemudian memutuskan menekuni sebuah kitab mengenai racun yang ditemukannya secara kebetulan.
Tokoh yang bernama Bu Ta Kuang, yang juga sudah muncul dalam pertemuan Tek Ui Sinkay dan Koay Ji bersama para pemimpin Liga Pahlawan bangsa Persia, dahulunya berjulukan Tek Ceng Sin Kay (Pengemis Sakti Tongkat Hijau). Dan dalam jabatan seorang Kepala Cabang Kaypang sebelum mengundurkan diri dan menghilang. Sejak dahulu, dia memang bersahabat sangat erat dengan Tek Ui Sinkay, karena memang mereka sama-sama masuk Kaypang dan membangun karir juga secara bersama-sama. Itulah sebabnya, tokoh racun yang mulai rada eksentrik ini, tetap datang ketika tahu bahwa sahabat karibnya sudah menjadi Bengcu atau Pemimpin para pendekar Tionggoan. Sudah tentu, baik karena jiwanyapun masih jiwa Kaypang, dan juga karena panggilan persahabatan, maka Bu Ta Kuang sangat antusias untuk ikut bertarung.
"Lebah Api...." terdengar desisan Panglima Ilya yang saling berandangan dengan Panglima Shouroushi meskipun jarak mereka cukup jauh. Jelas mereka berdua cukup paham dengan nama "Lebah Api", sejenis lebah yang lebih kecil daripada lebah pada umumnya, tetapi daya kerja racunnya luar biasa. Karakter lebah inipun unik, meski bernama LEBAH API, tetapi Lebah ini pada dasarnya takut api, dan pula, racun panasnya sangat mematikan. Sekali terkena gigitannya, maka dalam waktu kurang dari 15 menit belaka, korban akan jatuh tewas dengan tubuh berubah menjadi arang, menghitam. Tentu saja sangat mengerikan, dan racun seperti yang dibawah lebah itu, jelas sangat berbahaya.
Bukan hanya itu kehebatan Lebah Api, karena yang lebih hebatnya lagi, berbeda dengan lebah biasa yang mati setelah menyengat, maka lebah ini akan bisa bertahan hidup sampai beberapa lama. Setelah menyengat, dia tidak akan langsung mati. Lebah itu baru akan mati setelah proses alamiah yang cukup panjang pasca melepas atau menggigit dengan mengeluarkan racunnya. Dan bahayanya lagi, racun Lebah ini tidak hilang setelah menyengat, tetapi baru bisa habis setelah menyengat 5 atau 6 korban. Memahami hal ini, maka Panglima Ilya dan juga Panglima Shouroushi merasa kaget meskipun sudah sejak berapa lama bersiap dengan semua jenis serangan beracun.
"Siapkan api......." teriak Ilya, karena jarak datangnya Lebah Api masih sekitar 200 meteran dari semua rombongan.
"Jangan,,,,, jangan langsung menyerang dengan api, karena masih ada racun kedua yang juga sedang menuju kemari......" terdengar Bu Ta Kuang menyela dengan wajah berkerut, tanda sangat khawatir. Seruan Bu Ta Kuang membuat Panglima Ilya memandang cepat kedepan, dan benar, diapun melihat ada beberapa gulungan tipis keputihan yang sulit terlihat mata biasa yang bergerak di belakang barisan Lebah Api. Dan diapun berseru ke arah Panglima Shouroushi yang sama terkejut melihat kombinasi racun yang harus mereka hadapi pada saat yang bersamaan. Keduanya berdesis sama..... sama tahu dan sama menyadari bahayanya;
"Kabut Es Beracun ......"
Sebuah kombinasi mematikan. Karena jika Lebah Api diserang dengan api, maka Lebah itu akan lari atau terbakar musnah, tetapi jika api bersentuhan dengan Kabut Es Beracun, maka kabut itu akan berubah menjadi air. Air beracun yang sangat mematikan, jauh lebih berbahaya ketimbang Lebah Api, karena punya daya bunuh yang lebih cepat. Cukup 5 menit terkena kulit, maka manusia akan dengan segera menghadap malaikan elmaut. Benar-benar serangan beracun yang amat berbahaya dan amat mematikan. Dan sejenak ketiganya terlihat berpikir cepat, tidak panik dan terburu-buru, tetapi dalam waktu beberapa detik sudah mengambil keputusan. Adalah Panglima Ilya yang membuka suara terlebih dahulu:
"Sudah ada cara menghadapi kombinasi racun itu....?" tanyanya dengan suara tenang dan tidak terdengar panik. Memang hebat para Panglima Bangsa Persia ini, di tengah medan berbahaya mereka tetap tenang mencari jalan keluar.
"Kutangani kabut beracun itu, air mujijat masih kumiliki cukup untuk didorong agar menawarkan Kabut Es Beracun, kalian hadapi Lebah Api itu....." terdengar Bu Ta Kuang memberi usul dan saran.
"Baik, Panglima Shouroushi, kuhadapi Lebah Api dengan api, tetapi setelah Ong Heng mendorong air menawarkan Kabut Es Beracun....... kita laksanakan" dalam waktu singkat mereka mengambil keputusan. Dan ketiganya segera bersiap karena dalam waktu yang singkat, benda dan binatang beracun datang semakin dekat dan siap membuat kelompok mereka menjadi korban.
"Para Suhu, tolong pukulkan air-air penawar racun ini untuk melewati Barisan Lebah Api dan menawarkan Kabut Es Beracun......." Bu Ta Kuang sudah mendekati para Hwesio Siauw Lim Sie untuk meminta bantuan mereka dan siap hanya dalam waktu beberapa detik belaka. Sungguh cepat dia. Tetapi, para Hwesio yang juga sadar bahaya bergerak cepat dan cekatan.
Sementara itu, Panglima Ilya sudah menyiapkan API, yang memang menjadi ciri khas mereka dari Persia. Sebagaimana diketahui, API SUCI adalah salah satu benda ataupun konsep dasar ilmu sihir dan juga ilmu silat Bangsa Persia. Karena itu, menciptakan apa dan mengadakan api, bukanlah perkara sulit bagi Panglima Ilya maupun anak buahnya. Sama cepat dan sama cekatannya dengan Bu Ta Kuang, apipun sudah siap dan tinggal menunggu perintah untuk segera digunakan menghadapi serangan racun lawan.
"Tek Ui Bengcu, Panglima Ilya, perintahkan pasukan kita untuk mundur beberapa langkah, sampai semua racun dapat dinetralisasi......" desis Bu Ta Kuang kepada Tek Ui Bengcu dan juga Panglima Ilya yang segera mengerjakan perintah maupun saran Bu Ta Kuang secepatnya. Dan tak lama kemudian,
"Para Suhu, sekarang saatnya ......." bersamaan dengan berakhirnya perintah Bu ta Kuang itu, tiba-tiba terdengar seruan keras:
"Amitabha ........"
Seruan dari beberapa Hwesio Siauw Lim Sie yang langsung dibawah pimpinan Ciangbudjin mereka. Merekapun beraksi secara ersamaan, tidak serabutan tetapi teratur hingga kemudian meluncurlah dari lengan mereka gumpalan-gumpalan yang dibungkus rapih dengan benda sejenis "plastik". Tetapi sesungguhnya benda itu bukanlah plastik, melainkan sejenis serat tipis yang biasnaya berada dibalik kulit pohon yang amat tipis dan amat mudah pecah. Benda itu ada cukup di tangan Bu Ta Kuang, dan saat itu digunakan menampung air yang sudah ditetesi air mujijat dari Pusaka Guci Perak. Dan tidak berapa lama kemudian, terdengar suara suara yang mengagetkan dan kejadian susulan yang juga tidak kalah mujijat dan mengherankan semua orang yang berada di sekitar arena:
"Prak...... prak ...... prak....... prak....... prak"
"Cusssss, Cussssss, , Cussssss, , Cussssss, , Cussssss"
Berkali-kali, mungkin ada sepuluh kali atau lebih bunyian-bunyian yang susul menyusul tersebut. Bunyi pertama adalah pecahnya kantong tipis yang membawa air, dan bunyi kedua adalah pertemuan air dengan KABUT ES BERACUN. Artinya, pertemuan antara racun dan penawarnya. Dan karena itu, dalam waktu singkat terlihatlah kepulan-kepulan berwarna kuning kehijauan di angkasa, tetapi air yang kemudian turun ke bumi sudah berwarna normal sebagaimana warna air biasanya. Tetapi, jangan salah sangka, pertarungan antara kabut beracun dan pemunahnya belumlah sepenuhnya berakhir. Tidak, sama sekali belum berakhir dengan warna air normal yang jatuh ke tanah.
Pertempuran beracun itu masih berlangsung, ditandai dengan semua benda hidup berupa rumput-rumputan terlihat dengan cepat, dalam hitungan detik belaka layu dan kemudian tidak terlihat jejaknya di tanah sama sekali. Yang tersisa adalah tanah dan bahkan akar rumputanpun tidak terlihat lagi, habis tak bersisa akibat racun yang tersisa dari tarung antara air dan kabut es beracun. Semua itu diikuti dengan rasa takjub oleh semua pendekar, dan mau tidak mau mereka bergidik melihat apa yang terjadi di hadapan mereka. Masing-masing berpikir dan melamun sambil mendesis dalam hati,,, "bagaimana jika seandainya tubuhku yang menjadi korban cipratan air beracun itu...?". Masing-masing merasa seram dan ngeri dengan tarung racun yang tersaji di hadapan mereka.
"Hmmmm, sudah selesai....... Kabut Es Beracun sudah dapat ditangani...." terdengar desis dari Bu Ta Kuang disamping Tek Ui Bengcu. Mereka saling pandang meski hanya sedetik, karena segera Bu Ta Kuang bergerak dan kemudian memandang ke arah Panglima Ilya dan berkata:
"Selesaikan Lebah Api, Kabut Es Beracun sudah tidak membahayakan lagi. Tapi, perintahkan Panglima Shouroushi untuk berjaga, bukan tidak mungkin akan segera ada serangan susulan....."
"Baik........" desis Panglima Ilya yang kemudian melirik Panglima Souroushi, tapi hanya sekian detik dan kemudian dia berkata dalam bahasa Persia:
"Serang Lebah Api ......"
Begitu Panglima Ilya mengeluarkan perintah menyerang Lebah Api, bersamaan dan nyaris tidak ada yang mengetahui kecuali Panglima Ilya dan Tek Ui Sinkay, sosok Bu Ta Kuang dan Panglima Shouroushi berpindah tempat. Dan pada saat itu juga, melayanglah api-api yang menyala ke arah kumpulan Lebah yang mendekati. Bukan hanya itu, menyusul api-api tersebut, terlihat anak panah melesat dengan kecepatan terukur dan ketika berada di atas para Lebah, muatan panah itu meledak. Pada saat itu, kemudian terlihat cairan berhamburan ke bawah dan segera di sengat api hingga kobaran api di udara menyala dengan demikian perkasanya. Pameran hasil kerja Liga Pahlawan bangsa Persia sungguh menakjubkan. Untung saja terjadi siang hari, jika terjadi pada malam hari, maka hasil kerja mereka akan lebih mirip dengan pesta kembang api yang amat meriah.
Selama beberapa saat, kobaran api menyala dengan demikian hebatnya, karena ternyata anak-anak panah tadi, membawa sejenis minyak yang ketika tersambar oleh api, otomatis menyala dengan demikian hebatnya. Yang sial adalah ribuan Lebah Api yang menjadi korban oleh hujan api yang justru menjadi antidot/penawar racun dan anti mereka. dan karena itu, ribuan Lebah Api menjadi korban dan hanya beberapa ekor belaka yang masih bisa terbang maju. Tetapi, dengan mudahnya Lebah Api yang masih menerjang datang dilumpuhkan oleh pukulan para pendekar. Terutama pukulan-pukulan iweekang yang berhawa panas membakar. Tidak berapa lama, medan pertempuran kembali senyap, tetapi rasa ngeri akibat pertempuran barusan masih menghantui banyak orang.
Naluri Bu Ta Kuang dalam pertarungan menggunakan racun memang istimewa. Diapun tahu keistimewaann lawannya, yang hanya dilawannya seorang diri masih tidak akan mampu dia atasi. Tetapi, kolaborasinya dengan Panglima Ilya dan juga Panglima Shouroushi membawa akibat yang luar biasa, karena mereka ternyata dapat saling mengisi satu dengan yang lain. Kini, naluri tingginya membawanya untuk mengamati sudut-sudut pertarungan lainnya, karena dia merasa bahwa bagi tokoh sehebat Nenek Sam Boa Niocu, dan terutama cucu muridnya, Tok Seng, serangan tadi mestilah baru tahap "pembukaan" dan "perkenalan". Racun-racun yang dimunculkan tadi, baru tahap awal dari kehebatan racun Sam Boa Niocu, Cen Soat Ngo muridnya dan murid Cen Soat Ngo yang hanya dikenal dengan nama Tok Seng. Lebih lengkapnya bernama Biauw Kang Tok Seng (Malaikat Racun Daerah Biauw), seorang berusia pertengahan yang tergila-gila dengan racun, dan hidupnya dalam genggaman suhu dan nenek gurunya.
Justru gara-gara kehebatan dan kegilaan seorang Tok Seng yang membuat Bu Ta Kuang sampai memutuskan untuk munculkan diri membantu Tek Ui Sinkay. Sudah lama Bu Ta Kuang mengetahui rahasia racun Sam Boa Niocu dan Cen Soat Ngo muridnya, tetapi menghadapi mereka berdua dia masih merasa ungkulan. Namun, menghadapi Tok Seng yang gila dan sangat tergila-gila dengan racun, dan kini dalam genggaman Sam Boa Niocu dan Cen Soat Ngo, dia harus mengaku bahwa dia masih tidak ungkulan. Manusia gila racun seperti itulah yang sebenarnya bisa membuat Bu Ta Kuang munculkan diri setelah selama 30 tahun menyembunyikan diri dan berkelana untuk memperdalam ilmu racunnya. Dia bertemu Tok Seng kira kira 10 tahun silam di daerah Biauw, dan memahami bahwa percobaan-percobaan dan kefanatikan Tok Seng sangat berbahaya.
Bu Ta Kuang memasuki pertarungan membantu Tek Ui Sinkay dengan karena tahu betapa besar bahaya yang dihadapi sahabatnya itu. Lebih celaka lagi, rata-rata tokoh Tionggoan tidak mengenal Tok Seng, dan hanya mengenal Sam Boa Niocu dan Cen Soat Ngo. Padahal, Tok Seng yang paling berbahaya dari ketiga tokoh racun di pihak lawan. Manusia itu boleh disebut "manusia beracun", karena nafas, ludah, air liur, kotoran, dan semua yang disentuh Tok Seng, bisa dipastikan akan mati atau hidup, tergantung suasana hatinya. Meskipun membekal banyak mustika penawar dan penolak racun, tetapi Bu Ta Kuang masih merasa was-was jika mesti menghadapi seorang sekelas Tok Seng yang menjadikan tubuhnya sebagai bahan percobaan bagi racun-racunnya.
Untung memang ada Bu Ta Kuang, karena secara dini dia menyadari bahwa pada saat serangan kabut dan lebah, pasti ada rencana jahat lainnya dari pihak lawan. Dan dia kembali mampu menemukan cela yang disasar lawan, sekali ini dengan menggunakan sejenis kutu yang merayap di tanah. Dia sempat menangkap kutu ini bergerak, karena dari kejauhan menyaksikan betapa rumput-rumputan berjatuhan tanpa ada sebab. Itu sebabnya dia meminta perhatian Panglima Ilya yang menyuruh Panglima Shouroushi untuk bersiaga. Pilihan dan keputusan mereka memang amat tepat, dan mampu menyelamatkan banyak orang.
Tengah Panglima Ilya bersama pasukan Liga Pahlawan Bangsa Persia sibuk dalam bertarung melawan Lebah Api, Bu Ta Kuang dan juga Panglima Shouroushi sudah bergeser tempat. Rupanya mereka cepat menyadari jika ada pergerakan binatang kecil lainnya yang jelas menyasar rombongan mereka semua. Dan jika memang benar binatang kecil beracun itu mampu menyusup dan berada di tengah-tengah kelompok pendekar, maka bisa dibayangkan akan berapa ratus nyawa yang akan melayang. Sungguh menyeramkan. Betapa tidak" Karena sesungguhnya racun kutu tanah yang dilepaskan lawan, memang pada kenyataannya jauh lebih ganas lagi dibanding dengan Kabut Es Beracun dan juga Lebah Api.
Bagaimana tidak ganas, karena begitu menyentuh rumput, rumput angsung layu dalam sedetik. Semua benda hidup yang terkena sentuhan dengan kutu beracun itu, bakalan langsung kehilangan daya hidupnya. Dan akan bagaimana gerangan jika sampai kutu-kutu tersebut menyentuh tubuh manusia" berapa lama gerangan waktu yang dibutuhkan manusia yang tersentuh akan bertahan untuk tetap hidup" Hal yang amat menyeramkan, karena jika manusiapun terkena sentuhan langsung dengan kutu yang menakutkan itu, juga hanya butuh waktu beberapa menit untuk bertahan. Seterusnya, mati,
Tetapi sudah tentu Bu Ta Kuang sadar bahwa tidak mungkin hanya racun kutu tanah atau sebetulnya sejenis serangga yang hidup seperti benalu. Benda apapun yang hidup, baik manusia, tumbuhan ataupun bangkai, jika sampai mereka tempati dan jadikan inang, maka dalam waktu singkat akan kehilangan daya hidupnya. Bu Ta Kuang kelihatannya cepat menyadari apa yang sedang mereka hadapi pada saat itu. Benda atau binatang kecil beracun yang merayap dan mematikan benda hidup apapun yang berada di atas tanah:
"Serangga Kutu Tanah ...... hmmmm, sangat mematikan....." desisnya melihat arah dan datangnya serangan dari depan dan membentuk setengah lingkaran. Matanya dan juga pengamatannya atas racun memang sungguh amat hebat dan cemerlang serta jarang dapat ditandingi orang lain.
"Hanya inikah...." mustahil....." desisnya seperti sudah memiliki daya dan cara guna menghadapi serangga kutu tanah yang berbahaya tadi. Tapi, dia masih kurang yakin alias sangsi jika hanya ini serangan racun yang dilepaskan lawan dalam babak yang semakin lanjut pertarungan mereka ini.
"Racun apa lagikah yang akan dia lepaskan..." nyaris bisa dipastikan Serangga Kutu Tanah ini hanyalah upaya mengalihkan perhatian" desis Bu Ta Kuang dan kemudian kembali meneliti lokasi darimana serangan beracun lawan dilepaskan. Dan benar, dia tidak perlu menunggu lama untuk memastikan serangan kedua sudah sedang dilepaskan menuju kerumunan mereka. Serangan racun jenis apakah gerangan yang datang di gelombang kedua itu"
Sekali ini Bu Ta Kuang mulai tergetar, karena serangan gelombang kedua kali ini diisi oleh benda terbang lainnya, tetapi berbeda dengan Lebah Api. Jika sebelumnya adalah serangan Lebah Api, maka sekali ini adalah serangan Lalat Bangkai yang berwarna kemerahan. Warna Lalat ini terlihat dari kejauhan karena membawa warna yang menyolok. Tetapi jangan salah, binatang satu ini digerakkan bukan dengan berkelompok seperti Lebah Api, melainkan dengan irama. Bu Ta Kuang mengetahui serangan ini setelah melihat di kejauhan sinar kemerahan dan irama seruling yang memberi mereka perintah. Karena diperintah, maka Lalat bangkai ini lebih cerdik dan sulit dikalahkan, karena mereka bisa mengelak dan menghindar serangan. Sementara dalam hal racun, juga mereka lebih mumpuni dan lebih mematikan jika bandingannya adalah Lebah Api. Jelas kedatangan lalat bangkai berwarna merah ini adalah tanda bahaya, karena racun yang dikandung lebih berbahaya.
Tetapi, belum lagi Bu Ta Kuang bergerak untuk memberi peringatan, tiba-tiba dia mendengar dan melihat tubuh-tubuh yang bertumbangan di barisan depan. Ada puluhan, mungkin 30 orang yang tiba-tiba duduk dan tumbang karena keracunan. Bu Ta Kuang cepat bergerak mendekati mereka, dan pada saat itulah dia sadar akan sesuatu yang berbahaya. Dan otomatis dia bersuara:
"Racun Tanpa Bayangan........... gila....."
Dengan cepat dia bergerak mendekat ke bagian paling depan dari Barisan hingga kembali berjejer dengan Tek Ui Sinkay. Dan kemudian diapun berseru kepada semua orangt dengan suara tercekat:
"Semua siaga, cepat masing-masing pemimpin siapkan pemunahnya, jika ada yang merasa agak pusing-pusing segera makan obat pemunahnya. Kerja racun itu sangat cepat, cukup 15 menit waktu untuk membunuh mereka yang keracunan. Karena itu, segera bekerja....... jangan ayal....."
Sementara kekisruhan terjadi di kalangan para pendekar dan Bu Ta Kuang segera mengajak Tek Ui Sinkay mendekati barisan terdepan dimana terdapat puluhan yang sudah menjadi korban. Tetapi, anehnya, ada beberapa orang di barisan depan yang juga terkena racun itu, tetapi hanya merasa sedikit gatal-gatal dan tidak terkena dampak racun tanpa bayangan.
"Apa cuwi memakan sesuatu sebelum pertempuran ini.....?" tanya Bu Ta Kuang cepat, tetapi beberapa dari mereka menjawab:
"Tidak ada yang khusus, makanan kami semua sama......." jawaban yang membuat Bu Ta Kuang mengernyitkan kening.
Keadaan semakin seram ketika Lalat Merah atau Lalat bangkai makin mendekat, juga Serangga Kutu Tanah makin menyempitkan jarak dengan rombongan yang paling depan. Tanda sebentar lagi, dalam waktu kurang dari 2 menit, akan terjadi benturan dan dipastikan korbannya akan amat besar.
"Apakah kebelumnya kalian sudah sempat terkena racun dan makan setetes air dari Guci Perak itu......?" tanya Bu Ta Kuang dengan amat penasaran, sepertinya dia ingin membuktikan sesuatu.
"Benar Sinshe......... benar..... benar....." ternyata hampir mereka semua yang tidak terkena dampak racun tanpa bayangan sudah memakan air guci perak sebelumnya karena sempat terkena racun yang terdahulu. Memang, pertarungan sudah terjadi beberapa babak, karena itu ada yang sempat makan air dari pusaka guci perak. Bu Ta Kuang juga paham dan tahu soal itu.
"Achhhh, akhirnya benar. Kita memperoleh jawaban pasti, setelah terkena racun dan memakan air guci perak, maka kita akan memperoleh kekebalan atas racun selama kurang lebih 2 jam. Hmmmm, hal yang sebelumnya hanya dalam tebakanku, tapi ternyata memang benar demikian. Kita kini memperoleh kekuatan ekstra dan akan segera menyerang mereka. Syukur dengan Racun Tanpa Bayangan, kita semua kini sudah terkena racun dan memakan pemunahnya, otomatis memperoleh kekebalan atas racun selama 2 jam kedepan. Beri mereka semua yang terkena racun air dari guci perak, setelah itu kita maju kedepan tanpa takut racun lawan lagi.... hahahaha sungguh hebat, sungguh hebat...."
Semua yang dikatakan Bu Ta Kuang dicatat oleh Panglima Ilya, tetapi sayang sekali ada satu atau mungkin dua pahlawan mereka yang sempat menjadi korban dari racun. Diapun membekal tetesan air guci perak yang diberikan oleh Koay Ji, maka tanpa sungkan, diapun memberi minum air itu kepada semua kawannya. Karena bisa dipastikan merekapun sudah menjadi sasaran dari Racun Tanpa Bayangan. Racun yang memang susah diprediksi kapan menyerangnya, tahu-tahu sudah jadi korban dari racun yang berbahaya itu.
Meski Bu Ta Kuang bersama Panglima Ilya dan Panglima Shouroushi bisa pada akhirnya menemukan cara tepat melawan racun lawan, tetapi di pihak mereka, para pahlawan jatuh korban yang cukup banyak. Kembali lebih dari 50 orang terkena efek beracun dan sebagian besar dari ke 50 lebih korban ini, rata-rata memang punya penyakit ataupun kandungan racun lain yang membuat mereka menjadi korban. Yang jelas, kembali 50 orang tumbang menjadi korban di pihak penyerang, dan ini cukup menggetarkan meski tidak membuat orang menjadi takut. Sebaliknya, kini mereka menjadi lebih marah dan murka dengan kelicikan lawan yang sampai hati dan tega menggunakan racun. Tidak lama lagi, menurut Tek Ui Bengcu, mereka akan bertemu lawan dan bertarung langsung manusia lawan manusia. Tidak lama lagi, waktunya tinggal sebentar.
Kita tinggalkan sejenak pertarungan beracun di front pintu masuk menuju Lembah dimana Markas Utama Bu Tek Seng Pay berada dan terletak. Pertarungan yang memakan korban lumayan banyak itu terus berlangsung, tetapi Tek Ui Bengcu terlihat mulai tersenyum karena benar, dia melihat kenyataan bahwa meskipun tidak dapat mencegah racun, tetapi setelah keracunan dan makan setetes air dari Guci Perak, ternyata mereka memiliki ketahanan dan kekebalan atas racun selama beberapa waku atau beberapa jam kedepan. Keadaan yang tentu saja membuat mereka merasa beruntung karena tidak perlu takut dan bingung selama 2 jam kedepan menghadapi racun lawan. Fakta itu membuatnya menyusun rencana lebih jauh, penyerangan langsung kedalam.
Kita ikuti kembali penyusupan yang dilakukan oleh Koay Ji dan kawan-kawannya membongkar dan menghentak kesombongan lawan dari dalam markas mereka sendiri. Koay Ji bergerak sendiri dan berada bersama dengan Sie Lan In, sedang Tio Ciangbudjin bergerak bersama dan berdekatan dengan Khong Yan, kemudian Kwa Siang seperti biasa mengawal dan menjaga keselamatan Kang Siauw Hong. Ketiga kelompok kecil ini segera menimbulkan kekacauan dan kerusakan dari dalam yang segera membuat lawan menjadi kalang kabut. Maklum, dalam waktu singkat, sudah ada 5 atau 6 bangunan yang menjadi korban mereka, bangunan-bangunan tersebut terbakar dan menimbulkan kehebohan dalam markas yang tidak kecil. Sebetulnya, pihak lawan memang sudah menduga bahwa besar kemungkinan akan kembali terjadi penyusupan, hanya saja, mereka berjaga dan mengerahkan banyak kekuatan di bagian belakang lembah.
Sungguh tidak terduga, terjangan lawan ternyata datang di bagian tengah yang justru tidak terjaga sama sekali. Itulah sebabnya sampai 6, bahkan kini berubah angkanya menjadi 8 bangunan megah yang mulai terlalap oleh si jago merah. Dan adalah Kang Siauw Hong yang paling getol membakar, karena dari 8 gedung, ada sekitar 4 gedung yang sudah dia bakar. Dan jumlah itu pada akhirnya tidak tambah lagi, karena beberapa tokoh utama lawan mulai berdatangan. Jejak merekapun sudah konangan, dan Koay Ji melihat keadaan itu, maka kemudian diapun berbisik kepada Sie Lan In:
"Sie Suci, engkau segera menyusup ke Barat dan timbulkan kebakaran beberapa gedung disana, agar konsentrasi mereka di dalam semakin buyar. Biar kuhadapi mereka yang munculkan diri disini......"
"Baik, aku pergi sute,,,, "
"Hati-hati Suci....."
"Engkau juga hati-hati......"
Suaranya terdengar tetapi orangnya sudah berada jauh pada saat itu. Ketika Koay Ji sepertinya akan kepergok dan bertemu dengan tokoh-tokoh pihak lawan, Sie Lan In terus melaju menuju ke bagian barat guna memberi efek kejutan yang sama. Disana dia kembali membakar beberapa buah gedung namun jejaknya sulit tertangkap lawan karena cepatnya dia bergerak. Bahkan Sie Lan In sudah berpikir untuk juga bergerak agak ke pinggir atau sedikit ke belakang nanti dan membakar beberapa gedung disana agar lawan benar-benar terpukul oleh mereka.
Sementara itu, Bun Kwa Siang yang menjaga Siauw Hong yang sedang keranjingan membakari gedung-gedung lawan, tiba-tiba mendengar bentakan dari pihak lawan. Dia dipergoki seorang tokoh perempuan, DEWI ALEHAI. Dan karena mereka kepergok, lawan yang sudah amat dekat dengan Koay Ji akhirnya teraihkan dan mendatangi tempat dimana Dewi Alehai berteriak tadi.
"Ohhhh, jadi kalian yang membakari gedung kami dari dalam Markas ini, hmmm, bersedialah untuk menerima pukulanku....." desis Dewi Alehai murka dan langsung bersiap menyerang kedua lawan mudanya itu.
"Hehehehe, mari .... mari...." hanya itu kata-kata Kwa Siang, karena memang, dia tidak pandai berkata-kata, dan kosa katanya juga sangat terbatas.
Dewi Alehai yang masih terlihat cantik di usia ke 46, terlihat sudah marah dan sudah langsung mendesak dan memukul Kwa Siang. Sementara Siauw Hong sudah tahu bahwa mereka ketahuan dan pihak lawan semakin banyak yang menuju ke gedung yang baru saja dis sulut dan mulai terbakar itu. Khawatir akan keselamatan Kwa Siang, meski dia tahu pengawalnya itu memiliki kekebalan istimewa, segera dia keluar dan mendatangi arena dmana Kwa Siang sudah mulai dikurung oleh pihak lawan yang berjumlah sekitar 20an orang dibawah pimpinan Dewi Alehai.
Dan pada saat itu, Dewi Alehai sudah saling serang atau tepatnya sudah dua kali menyerang kedudukan Kwa Siang. Tetapi, Kwa Siang yang sudah mempelajari atau tepatnya sudah diajari tata gerak dan ginkang oleh Koay Ji, mampu bergerak gesit dan cepat. Dia masih terus-terusan mengelak dan masih belum membalas serangan lawan yang demikian gencar mencecar dan menyerangnya. Maklum, dia risih karena berhadapan dengan seorang perempuan. Dan perempuan itu, meski lawan tetapi memiliki rupa yang cukup cantik nan rupawan, membuatnya tidak sampai hati untuk memukul lawan rupawan seperti itu.
Tetapi, sayangnya, lawannya itu tidak memberi hati dan terus menerus menerjang dengan pukulan-pukulan keras, berbahaya dan mematikan. Terlebih ketika dia pada akhirnya menyadari, bahwa sudah banyak orang di sekitar arena, dan bahkan juga sudah ada beberapa petinggi dan sesepuh Bu Tek Seng Pay yang berdiri di seputar arena tersebut. Hal itu membuat Dewi Alehai mau tidak mau harus mengeluarkan kemampuan terbaiknya untuk memukul lawan. Malu jika dia sampai terpukul atau kalah melawan seorang pemuda yang tak dikenal. Padahal, jika dia berpikir lebih jauh, mestinya dia kaget, mengapa pemuda ini bisa berada dalam markas. Mustahil jika pemuda itu tidak membekal kesaktian"
"Kena ......." "Duk ...... Duk ........."
Dua pukulan berat pada akhirnya bersarang di dada dan perut Kwa Siang sampai membuatnya terdorong mundur sampai empat tindak. Pada awalnya Dewi Alehai sudah merasa senang karena dalam anggapannya pertarungan sudah usai. Karena lawan yang terkena pukulan seperti yang dilakukannya tadi, juga dengan kekuatan seperti yang dikerahkannya dalam pukulan itu, tidak akan banyak yang mampu menahan dengan tidak kehilangan nyawanya. "Paling sedikit dia akan bercacat nanti" demikian desis perempuan cantik itu dalam hatinya sambil memandangi Bun Kwa Siang yang terdorong ke belakang sampai beberapa tindak baru kemudian bisa berdiri kembali dengan tegak.
Dan, betapa kaget dan alangkah terkejutnya Dewi Alehai ketika melihat lawannya tetap berdiri kokoh, gagah dan sepertinya tidak merasakan kesakitan ataupun luka sambil memegang dadanya, atau tidak terlihat mulutnya bersimbah darah. Tidak. Melainkan hanya sekedar menepuk-nepuk bajunya seperti menghilangkan debu dan kotoran di jubahnya, tingkah yang mengherankan dan membuatnya kemudian marah dan panas hati. Apalagi, kemudian pemuda itu mendesis sambil memandang dirinya dengan pandangan biasa saja:
"Hmmmm, engkau boleh juga,,,,,,, "
Sambil berkata demikian, Bun Kwa Siang kemudian maju dan dengan cepat diapun berkelabat mendesak dan menyerang posisi dan kedudukan Dewi Alehai. Sekali ini, dia menyerang dengan kekuatan gwakang yang sangat luar biasa dan dengan sekaligus menggunakan daya dan cara bergerak yang juga diturunkan Koay Ji kepadanya. Gerak yang disesuaikan juga dengan karakternya dan mendukung upaya menyerangnya, agar tidak selalu dia kena pukul dan kena gebuk oleh lawan. Dewi Alehai sampai bengong dan tidak percaya melihat lawan yang terpukul dengan sangat telak itu, justru kini dengan sangat cepat balik mencecar dan menyerangnya. Pukulan Bun Kwa Siang sekali ini, meski tidak dengan sepenuh tenaganya, tetapi tetap saja sudah sangat berbahaya karena mengandung kekuatan gwakangnya yang amat hebat dan mujijat itu.
Dewi Alehai terpaksa mengerahkan tenaga untuk melawan, tetapi pada saat yang berbahaya bagi dirinya, tiba-tiba terdengar bentakan halus:
"Awas ........... duk, bukkkkkk......."
Sesosok bayangan, dengan terlebih dahulu memberitahu Kwa Siang, meski tetap saja merupakan bokongan, sudah menangkis terjangan Kwa Siang dan kemudian malah memukul sekali. Bukan hanya sekedar memukul, karena diapun malah menyerang dalam pukulan maut yang sekali lagi mengenai dada, dan kali ini dada sebelah kanan Bun Kwa Siang. Akibatnya masih lebih hebat dari pukulan Dewi Alehai tadi, karena sekali ini pukulan lawan membuat Bun Kwa Siang terdorong sampai enam langkah ke belakang. Sungguh kasihan memang pemuda itu, tetapi entah mengapa, baik Siauw Hong maupun Khong Yan dan Tio Lian Cu yang tiba-tiba sudah berada di arena tidak memandang keadaan Kwa Siang sebagai sesuatu yang berbahaya. Sebaliknya, kini mereka berdiri mengapit Kang Siauw Hong, dimana Tio Lian Cu berdiri di sisi sebelah kiri Siauw Hong dan Khong Yan sudah memilih di sisi sebelah kanannya.
"Kwa Siang Heng, berdirilah, lawan-lawan berbahaya sudah munculkan diri mereka. Kita bakalan bertarung hebat dan berpesta pora..... karena itu, bersiaplah...." tegur Khong Yan yang tidak melirik sedikitpun kearah Bun Kwa Siang dan membuat Dewi Alehai dan tokoh yang tadi sudah memukul Kwa Siang menjadi kaget dan tersentak. Musuh-musuh sudah munculkan diri, tetapi mereka tidak terlihat gelisah dan marah dengan Kwa Siang yang baru saja terpukul dan terdorong sampai enam langkah ke belakang. Tapi, memang, keadaan sama saja seperti tadi, Kwa Siang tidak terluka sedikitpun meski terpukul telak.
Siapa tokoh yang menyelamatkan Dewi Alehai dan memukul Kwa Siang sampai terlempar mundur ke belakang 6 langkah itu" Setelah melihat keadaan dan arena sekitar, ternyata dia bukan lain adalah tokoh yang mengenakan busana dan juga simbol seorang Bu Tek Seng Ong. Artinya, inilah tokoh besar yang selama ini justru sedang mereka cari dan sedang mereka lacak dan kejar hingga memasuki Markas Bu Tek Seng Pay ini.
Tokoh itu, Bu Tek Seng Ong, berdiri dengan gagah, berbadan tinggi besar dan jubah yang dia kenakan berkibar ditiup angin. Beberapa saat kemudian, dia menoleh kepada Dewi Alehai dan berbisik lirih:
"Sungguh alpa, lawan kita bisa demikian bebas memasuki Markas kita, bagaimana engkau mengurus Markas kita selama ini......?" teguran pedas yang membuat paras Dewi Alehai sampai memerah karena malu menerima teguran Seng Ong di tengah demikian banyak manusia di arena itu. Tetapi, tentu saja dia tidak dapat membalas teguran itu dengan amarah, dan memilih diam karena memang benar, adalah dia yang bertanggungjawab atas keadaan di dalam markas Bu Tek Seng Pay.
Tetapi, belum lagi Dewi Alehai menjawab dan mengemukakan alasannya, tiba-tiba terdengar teriakan dari arah sebelah Barat;
"Kebakaran, kebakaran,,,,,,, 2 gedung terbakar......"
Wajah Dewi Alehai memerah, malu, marah dan murka jelas terbayang dari sinar matanya. Karena itu, diapun mendesis:
"Biar kutangani di sebelah Barat sana Seng Ong......." sambil dengan cepat Dewi Alehai bersiap untuk segera berlalu. Tetapi anehnya, Bu Tek Seng Ong terlihat tenang saja dan tidak begitu terpengaruh dengan kebakaran yang terjadi di bagian Barat. Hal yang mengejutkan Dewi Alehai, tetapi sekaligus heran karena Bu Tek Seng Ong yang demikian dingin dan tenang,
"Tahan,,,,,, percuma, sudah snagat terlambat. Markas kita ini tidak akan dapat kita pertahankan lebih jauh lagi. Engkau lihat, di luar sana, perangkap sihir dan racun dengan mudah dapat mereka patahkan dan lewati. Strategi yang bodoh, pertahanan yang rapuh, kita akan kembali mengalami kegagalan jika cara kerja kalian seperti sekarang....... hmmmm, tarik mundur kekuatan utama, bertahan di dalam Markas. Sekaligus persiapkan rencana cadangan yang sudah kita sepakati sebelumnya. Jangan diam saja, segera kerjakan yang kuperintahkan, saat ini juga......." kalimat ini menggambarkan betapa memang Bu Tek Seng Ong sudah dapat menilai situasi, dan karena penilaiannya itu, maka dia tidak terlihat begitu ngotot. Sebaliknya dia memulai strategi alternatif mereka.
"Baik Seng Ong,......." Dewi Alehai kaget mendengar gambaran medan pertempuran yang ternyata menempatkan mereka dalam keadaan terdesak. Bahkan markas mereka konon tidak akan mampu mereka pertahankan lagi. Dan karena itu, perintah menyiapkan rencana cadangan untuk dilaksanakan malahan sudah diturunkan. "Bagaimana kerjaan teman-teman di luar jika demikian..?" desisnya dalam hati dalam rasa penasaran yang tak tertahankan. Tetapi, disisi lainnya, Dewi Alehai merasa sedikit lega dan kini menjadi paham mengapa dia tidak dihukum Seng Ong tadi. Rupanya karena Seng Ong sudah melihat betapa posisi mereka sedang amat terdesak dan butuh menyatukan kekuatan, baik yang berjaga di gerbang maupun yang berada dalam Markas, untuk menanggulangi serbuan musuh. Maka, dia tidak ingin untuk berdebat lebih jauh, melainkan kemudian lebih memilih pergi untuk menyampaikan pesan Seng Ong agar kekuatan dipusatkan di dalam.
Tugasnya, Dewi Alehai adalah segera menarik semua kekuatan utama untuk masuk Markas dan menyiapkan rencana cadangan sebagaimana sudah mereka putuskan sebelumnya. Begitu Dewi Alehai mulai bergerak, Bu Tek Seng Ong nampak berbisik kepada empat orang yang menjadi pengawalnya, empat orang dengan seragam seperti Pasukan Robot. Dan tidak lama kemudian, dua orang dari empat orang itu sudha bergerak menyusul kearah mana Dewi Alehai pergi. Sepeninggal Dewi Alehai yang pergi sesuai perintah Bu Tek Seng Ong, dan kemudian disusul oleh dua orang dari Pasukan Robot, salah seorang dari 4 Pemuda/Pemudi yang menerjang dan menyusup masuk berkata tanpa gentar,
"Ooooh, rupanya inilah tokoh bernama Bu Tek Seng Ong. Dandananmu memang cukup hebat dan menggetarkan, tapi sayangnya bersikap curang meski pura-pura memberi peringatan ketika menyerang Kwa Siang Heng, dan ini jelas memalukan. Untungnya pukulan Seng Ong belum cukup bertenaga dan berharga guna membuat Kwa Siang Heng sampai terluka....... hikhikhikhik..." Tio Lian Cu, yang selama beberapa hari terakhir menjadi Ciangbudjin Hoa San Pay dan terbiasa dalam menurunkan perintah, bersuara terlebih dahulu. Tidak terlihat dan terdengar nada takut dalam tegurannya barusan.
"Kebakaran,,,,, kebakaran,,,,,,,"
Belum lagi Bu Tek Seng Ong sempat berbicara, terdengar kembali jeritan kebakaran dari tempat yang lain. Dan sekali ini berasal dari arah selatan, artinya dekat dengan tebing belakang dan juga sama artinya bahwa musuh malahan sudah masuk amat jauh, sedemikian jauh kedalam markas Bu Tek Seng Pay. Dan hebatnya lagi, sang tokoh utama, yakni seorang Bu Tek Seng Ong terlihat diam saja dan tidak terlihat panik atau juga marah. Tidak terlihat garis wajahnya yang tersembunyi, tetapi sudah jelas, bahasa tubuhnya tidaklah gemetar marah dan tidaklah panik. Hanya sudah jelas bahwa sorot matanya menyiratkan perasaannya yang sesungguhnya sudah amat membara, murka dan penasaran. Tapi, gelagatnya cukup terkukur dan tidak menurunkan perintah secara gegabah dan teresa-gesa. Sungguh seorang pemimpin yang dingin dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi di sekitarnya, dan memilih bersikap menunggu dan tidak terbelenggu hal-hal yang terlihat mata.
Pada saat itu, Bun Kwa Siang sudah kembali berdiri berjejer dengan Tio Lian Cu, Khong Yan dan juga Siauw Hong berempat. Dan memang, tidak sedikitpun terlihat jika dia mengalami luka ataupun cedera, karena jalannya masih lurus dan wajahnya jelas sekali berseri dengan tanda hidup yang menojol. Bahkan dia terlihat marah dan berkata dengan nada suara marah dan kalimat yang kurang tertata:
"Engkau, kalian curang, memukulku saat tidak siap......"
"Sudahlah Kwa Siang, pentolan mereka sudah munculkan diri. Mereka tidak bisa lagi sembunyi terus, lagipula sudah saatnya kita memberi mereka gebukan terakhir biar kapok berkeliaran di Tionggoan. Mereka......."
"Diammmmmm,,,,,,," potong Pek Bin Hwesio, Kauwcu Pek Lian Pay yang mati-matian melatih Pek Tok Ciang Lek (Tenaga Dalam Tinju Beracun) sampai dahulu nyaris mengorbankan Koay Ji. Tetapi, Hwesio sesat itupun paham dan cukup hebat kekuatan ilmu sihir, terbukti dari bentakannya tadi. Bentakannya berisikan kekuatan mujijat, kekuatan sihir yang cukup kuat dan dirasakan wibawanya oleh keempat anak muda yang berdiri sejajar itu.
Tetapi, sayangnya, dia berhadapan dengan Bun Kwa Siang yang tak mempan sihir dan tak mempan dipukul, berjiwa polos dan tidak neko-neko. Dan juga, kawannya yang lain, masing-masing Tio Lian Cu dan Khong Yan yang sudah amat tinggi kemampuan iweekang dan juga kekuatan batin mereka berdua. Juga dengan Kang Siauw Hong yang membekal iweekang mujijat kakek luarnya, dan terus bertumbuh dibawah pengawasan dan penilikan Koay Ji. Meski mereka sempat tertegun sedetik dan tidak lebih, tetapi dalam waktu amat singkat mereka sudah paham arti bentakan tersebut dan mampu memulihkan diri.
"Echhhh, teman-teman, rupanya ada anjing gila sedang menyalak...... hikhikhik" goda si nakal Kang Siauw Hong yang entah mengapa tidak sedikitpun merasa takut menghadapi kepungan banyak tokoh hebat di pihak lawan mereka saat itu. Juga tidak khawatir dengan munculnya Bu Tek Seng Ong, karena siapalah seorang Bu Tek Seng Ong baginya yang baru saja muncul di rimba persilatan" Bukannya takut, justru jahilnya muncul kembali. Dan adalah Pek Bin Hwesio yang menjadi korban jahilnya si nakal Siauw Hong sementara teman-temannya berdiri diam saja seakan memberi kesempatan si nakal beraksi.
"Bangsat, menyalak...... menyalak engkau seperti anjing..." seru Pek Bin Hwesio dengan sinar mata berwibawa membentak Kang Siauw Hong. Dia murka dikata-katai "Anjing gila" oleh Kang Siauw Hong, dan dalam murkanya, dia mengerahkan kekuatan sihirnya. Tetapi, Siauw Hong yang disasar tenang-tenang saja, malahan tertawa seenak udelnya, justru saat itu tiba-tiba terdengar suara lain entah darimana datangnya, amat kuat wibawanya:
"Iya, menyalak,,,,, menyalak bagai anjing......" dan bersamaan dengan suara yang melantun dengan wibawanya yang amat kuat itu, tiba-tiba terjadi sebuah keanehan yang cukup menghentak:
"Guk guk guk guk......" ternyata Pek Bin Hwesio sudah dengan cepat merangkak di tanah sambil bagai anjing kemudian megeluarkan suara menggonggong ke arah rombongan Kang Siauw Hong dan kawan-kawannya. Bukan main kagetnya kawan-kawan Pek Bin Hwesio, sampai seorang Bu Tek Seng Pay harus bergerak menepuk pundaknya dan kemudian berseru:
"Bangunlah......." dan serentak dengan itu, Pek Bin Hwesio sadar kembali dan bukan main malunya mendapati dirinya sedang merangkak bagai anjing. Dia masih sempat menyadari posisinya meski sudah diangkat bangun oleh sahabatnya yang berdiri tepat disampingnya, Bu Tek Seng Ong.
"Jangan sembarang bergerak, masih ada berapa sahabat mereka lainnya yang juga amat hebat terus berada di tempat tersembunyi. Tapi, tidak lama lagi mereka akan segera kita dapati dan temukan jejak persembunyian mereka itu..... Engkau berdiri di sampingku dan jangan mengganggu pekerjaanku lagi..." tegur Bu Tek Seng Ong dan membuat Pek Bin Hwesio kini meringkuk malu dan tidak lagi berani unjuk diri ke hadapan musuh-musuhnya. Mereknya sudah jatuh secara amat luar biasa, dan sulit untuk dapat dipulihkan lagi. Diam-diam dia menjadi sangat mendendam terhadap keempat anak muda didepannya itu, dan jika mendapat kesempatan dia pasti akan memanfaatkannya dengan baik.
Sementara itu, melihat keadaan Pek Bin Hwesio sampai dia sadar kembali, pecah tawa Kang Siauw Hong. Apalagi kini dia sadar jika toakonya berada di sekitar tempat mereka dan selalu melindunginya. Suara siapa lagi yang penuh wibawa tadi jika bukan suara berwibawa kakaknya" Maka, pecahlah tawanya dan dengan cepatnya diikuti oleh tawa bekakakan dari Kwa Siang. Buatnya, jika Siauw Hong tertawa, maka dia mesti tertawa, dan jika Kwa Siang tertawa, maka dia melakukannya dalam cara dan gaya yang lucu. Sementara Tio Lian Cu dan Khong Yan, juga sama tahu dan sadar apa yang terjadi baru saja di hadapan mereka dan semua itu membuat mereka berdua semakin percaya diri. Entah mengapa, sejak tahu kepandaian dan kemampuan Koay Ji, mereka merasa sangat aman dan nyaman terlindungi jika tahu Koay Ji sudah ada di dekat mereka.
"Sudah lama tidak mendengar anjing jadi-jadian menggonggong, lumayan keras meski tidak menakutkan, justru lumayan mengocok perut...... apa engkau tidak ingin mengulanginya lagi Hwesio....?" ejek Siauw Hong yang memang bermulut tajam dan dibiarkan saja oleh Tio Lian Cu. Ejekan yang sangat memalukan dan membuat si Hwesio merah pucat wajahnya.
"Biar kutangkap mereka berempat dengan Barisan Pek Lian Pay..." geram Pek Bin Hwesio yang amarahnya sudah sampai diubun-ubun, namun ditolak Bu Tek Seng Ong dengan berkata lirih;
"Barisan dan Ilmu Sihirmu tidak akan berguna. Kita menunggu dua orang datang baru kita berusaha menangkap mereka,,,,,,, tahan dan kendalikan dirimu...." sembari berkata demikian, tiba-tiba Bu Tek Seng Ong melirik ke belakang dan dilanjutkan dengan berkata dalam suara lebih keras:
"Nach, sudah waktunya kita turun tangan menangkap mereka..... Mari, kita bersama turun tangan menangkap anak-anak nakal itu. Pek Bin Hwesio, engkau boleh maju duluan dan tangkaplah pemuda dogol itu terlebih dahulu, tetapi engkau akan perlu dan membutuhkan bantuan barisan Pek Lian Pay kalian. Geberz, engkau bertugas menangkap salah seorang dari anak perempuan yang berdiri itu, sisanya biar kami tangani, tanggung mereka harus tertangkap segera......" terdengar perintah Bu Tek Seng Ong setelah dia tahu bahwa di belakang dirinya sudah bertambah dengan tokoh yang lain. Tokoh yang kedatangannya tidak dia sadari, tetapi yang sudah dalam cara khusus memberitahu kedatangannya.
Geberz segera maju karena dirinya sendiri memang sudah gatal tangan, dan dia menuju Tio Lian Cu yang pernah bergebrak melawan dirinya berkali-kali. Sekali ini, dia ingin menuntaskan dengan mengalahkan gadis sakti yang dia tahu meski memang hebat, tetapi masih diunggulinya secara tipis. Sebetulnya, Tio Lian Cu sendiri juga sudah sama penasarannya untuk menghadapi tokoh tua yang juga amat ingin dia kalahkan itu. Tetapi, bukan Tio Lian Cu yang menghadangnya, melainkan gadis yang lain, yakni Kang Siauw Hong yang sudah memapaknya, mendahului Tio Lian Cu yang sebenarnya sudah bersiap menghadapi Geberz. Tio Lian Cu sendiri kaget begitu tahu Kang Siauw Hong sudah mendahuluinya menantang Geberz, tapi tidak bisa mengatakan apa-apa lagi karena pada saat itu Kang Siauw Hong sudah berhadapan langsung dengan Geberz.
Sementara itu, Bun Kwa Siang, begitu melihat Siauw Hong sudah maju dan sudah ada lawannya, jadi mendesak maju kedepan untuk membantu gadis itu. Tetapi dia dengan segera disambut oleh Pek Bin Hwesio yang sudah memanggil ketujuh anak muridnya dengan membentuk Barisan khas Pek Lian pay dan memapak Bun kwa Saing. Dengan demikian, segera saja dua arena pertempuran terbentuk dan sudah langsung terjadi pertempuran hebat yang sesungguhnya amat jarang tersaji di rimba persilatan Tionggoan. Tarung antara Geberz, tokoh kawakan yang sudah malang melintang ke banyak bagian dunia melawan si pendatang baru, Kang Siauw Hong yang masih amat muda dan seorang gadis yang cantik pula. Sementara itu, pada Pertempuran ataupun juga arena kedua adalah Bun Kwa Siang yang melawan Pek Bin Hwesio beserta dengan 7 anak muridnya dan bergerak bersama dalam sebuah barisan yang cukup tangguh.
Pertempuran di arena pertama, setidaknya membuat 3 orang yang melihat serta juga menyaksikannya tercekat dan kaget. Terutama setelah melihat bagaimana cara Kang Siuw Hong bergerak dan bergebrak dengan Geberz secara hebat, gesit dan tidaklah kalah garangnya. Sudah tentu adalah Geberz sendiri, kemudian juga terlihat Bu Tek Seng Ong yang melengak keheranan dan terakhir adalah tokoh misterius yang kedatangannya membuat Bu Tek Seng Ong menurunkan perintah untuk menyerang keempat pendekar muda itu. Ketiga orang itu terlihat kaget, tetapi, apa gerangan yang membuat mereka sampai demikian terkejutnya" Terutama Geberz yang sampai kehilangan tempo pada awal-awal benturan mereka karena gebrakan gadis muda yang mengejutkan itu"
Tidak lain dan tidak bukan, karena mereka bisa merasakan betapa Ilmu Sakti yang juga merupakan andalan perguruan mereka, yaitu Ilmu sakti Cap Sah Sik Heng Kang Sim Coat di tahapan atau tingkatan yang sudah paling atas, atau tahapan Hian Bun Kui Goan Kang Khi (Ilmu Menghimpun Dan Menyatukan Hawa Murni) dimainkan secara hebat oleh Siauw Hong. Belum cukup dengan itu, gadis nakal itupun memainkan selanjutnya memainkan juga Ilmu Cap Ci Tam Kan Ciu (Ilmu Sentilan Sepuluh Jari) yang oleh Koay Ji diberi nama yang khas dan bagus sesuai seleranya, yakni Ilmu Ci Liong Ciu Hoat (Ilmu Mengekang Naga). Dan meskipun memang benar Siauw Hong masih agak kaku dan belum mengalir lancar, tetapi jelas dia tidak dapat didesak dan disudutkan oleh Geberz dengan mudah. Jelas ini adalah hal yang sangat mengagetkan.
Dan ketika Geberz kemudian memutuskan menjajal kekuatan iweekang gadis itu, dia tambah kaget dan terpesona. Bukan terutama karena kekuatan iweekang yang terus menghambur keluar dari tubuh gadis itu berada pada tataran yang sangat hebat dan sudah terhitung sempurna. Tetapi karena kekuatan iweekangnya mampu menandingi Geberz dan hanya kalah matang, dan karena kekuatan iweekangnya benar-benar murni iweekang perguruannya. Bagaimana mereka tidak terkejut" Dan bagaimana seorang Geberz tidak menjadi kaget dan terkejut menemukan fakta yang sangat menarik seperti itu"
Menjadi lebih terkejut lagi karena mereka tiba-tiba melihat betapa kesaktian gadis itu ternyata demikian hebat dan tidak tertinggal jauh dari Geberz. Memang benar, gerakan-gerakannya masih belum tersambung secara baik tanda masih sangat kurang dalam latihan dan apalagi pengalaman bertempurnya. Tapi kekurangan itu dapat ditutupinya dengan kenyataan betapa gerakan-gerakan dan jurusnya justru masih lebih bervariasi, lebih lengkap dan justru lebih mematikan dan juga lebih berbahaya. Karena itu, dapatlah si gadis mengimbangi Geberz pada awal-awal pertempuran mereka berdua yang menjadi seru dan agak berimbang. Fakta yang membuat Geberz merasa penasaran dan bertanya-tanya siapa sebenarnya gadis cantik yang rada nakal itu.
Selebihnya, Geberz sendiri juga sejujurnya terkejut setengah mati karena mengenali pukulan dan jurus-jurus dari perguruannya dimainkan secara hebat oleh Siauw Hong. Bukan hanya itu, tetapi ilmu totokan sepuluh jari mereka seperti dikembari si gadis, benar-benar mirip dan serupa. Hanya saja, meski mirip dan juga kembar, tapi serangan gadis itu justru masih lebih berbahaya, lebih mematikan dan terkesan lebih sederhana namun dapat dengan cepat mengancam Geberz. Luar biasa. Dan ini membuat Geberz merasa sayang dengan gadis itu dan membuatnya merasa rada enggan untuk menyerang balik dengan kekuatan penuhnya. Dia masih merasa rada sayang dan belum menyerang bersungguh-sungguh. Padahal, jikapun dia memang menyerang dengan sekuat tenaga, bukan perkara mudah baginya untuk segera menyudahi perlawanan hebat Siauw Hong.
"Luar biasa, dari mana asalnya gadis ini hingga menjadi sedemikian hebatnya dan hanya dalam waktu beberapa minggu belaka....?" desis Geberz dalam hati. Hal yang juga membuat Bu Tek Seng Ong mendadak memperhatikan dengan detail cara gerak dan cara bertempur Kang Siauw Hong. "Jika saja dia sudah sempurna, maka Geberz tidak akan menjadi tandingan setimpalnya lagi...." desis tokoh hebat itu dalam hatinya. Maka mereka berdua, Bu Tek Seng Ong dan juga Geberz, sebenarnya sangat heran, karena entah dari siapa gadis cantik itu sehingga mampu untuk memainkan ilmu perguruan mereka secara demikian baiknya. Bahkan terasa seperti lebih lengkap, lebih berbahaya dan lebih sempurna. Sayangnya kelihatan Kang Siauw Hong masih belum cukup lama melatih semua ilmunya itu, sehingga belum mampu mengeluarkan kehebatan ilmu dan jurusnya tersebut. Tapi, kekuatan iweekangnya. Sudah dapat dipastikan sangat kuat dan justru dapat menandingi dan tidak kalah oleh Geberz sendiri. Bukankah ini adalah fakta dan kenyataan yang amat menggetarkan dan mengherankan"
Semakin kaget ketika Siauw Hong mulai bergerak dengan Thian Liong Pat Pian yang skemanya lebih luas, jauh lebih variatif dan tentu saja jauh lebih mujijat dari yang mereka kuasai dengan nama Ilmu Lam Hay Peng Po Leng Im Sin Hoat (Ilmu Gerak Tubuh Menyeberangi Awan Tenang di lautan Selatan). Geberz boleh-boleh saja menyerang mati-matian, mendesak si gadis hingga lebih banyak bergerak menghindar dan jarang mampu melancarkan serangan secara berbahaya. Tapi, tetap saja Geberz seperti menyerang bayangan belaka, karena dengan cerdik tanpa dia ketahui, Siauw Hong bergerak lincah dan menghindar untuk kemudian mampu menghilang dari jangkauan pukulan. Kejadian itu terus berulang dan terjadi berkali-kali sehingga membuat Geberz menggerang murka tetapi tetap tidak mampu untuk menjangkau dan menangkap Siauw Hong.
"Jangankan seorang Geberz, akupun mungkin akan mengalami kesulitan yang sama jika memang harus menangkapnya hidup-hidup,,,," desis Bu Tek Seng Ong tertegun melihat bagaimana langkah-langkah mujijat dimainkan Siauw Hong dan diapun malah berusaha sekeras mungkin mengingat dan mempelajarinya. Tetapi, dalam kagetnya, dia akhirnya menyadari bahwa tetap sulit untuk meniru dan menaruhnya dalam ingatan, karena dibutuhkan bukan hanya melihat, tetapi juga penyaluran tenaga dan cara bernafas yang tepat. Apalagi dia tahu betul jika melatih ilmu itu tidak hanya butuh rumusan geraknya belaka, tetapi juga harus dilengkapi dengan mengetahui "mengapa, untuk apa serta bagaimana iweekang mengalir lancar" dalam mendukung gerakannya. Hal yang semakin mengagetkan hatinya dan pada akhirnya membuatnya merasa amat penasaran.
Tetapi hal yang paling mendatangkan rasa penasaran bagi Geberz dan Bu Tek Seng Ong adalah, darimana dan siapa yang melatih Siauw Hong hingga bisa jadi sehebat itu dalam menguasai dan memainkan Ilmu-ilmu Perguruan mereka yang sebenarnya rahasia. Terlebih jika mengingat gadis itu masih demikian muda tetapi sudah memiliki kepandaian yang nyaris setinggi Geberz, membuat mereka semakin merasa penasaran. "Apakah dia...?" desis Bu Tek Seng Ong jika teringat tokoh yang selama ini membuat mereka pusing karena daya jelajah dan daya geraknya sulit mereka awasi dan selalu mendatangkan gangguan serta juga kejutan yang tidak mengenakkan bagi mereka.
Sementara itu, ketika Bu Tek Seng Ong dan Geberz merasa penasaran dengan Siauw Hong, di arena yang satu lagi, yakni arena pertarungan antara Kwa Siang dengan Pek Bin Hwesio yang dibantu ke tujuh anak buahnya, juga berlangsung unik. Tetapi, sebanyak apapun mereka, sehebat apapun ilmu sihir mereka dan juga sekuat apapun ilmu tenaga dalam beracun Pek Bin Hwesio, tidak ada yang membuat gentar seorang Bun Kwa Siang. Memang, anak muda itu menerima beberapa pukulan lawan, sebagiannya pukulan hebat, tetapi dia hadapi dan sambut sambil tertawa-tawa dan tidak terlihat sedikitpun terluka. Sekali melihat, Bu Tek Seng Ong sudah paham bahwa sulit menjatuhkan anak muda itu, meski dia dapat menemukan beberapa celah menyerang si anak muda. Untung saja, Kwa Siang tidaklah terlampau berbahaya karena terlampau mengandalkan ilmu kebalnya yang memang amat sulit untuk ditembus itu.
Karena pendapat yang memang banyak sisi benarnya itu, dengan leluasa Bun Kwa Siang bertempur di luar pengamatan banyak tokoh utama lawannya. Maka diapun bekakakan dan senang karena mendapati betapa dia mampu menghadapi banyak orang dan membuat mereka penasaran karena tidak dapat melukainya. Sebaliknya, sudah dua orang yang dapat dia pukul, tapi karena hanya menggunakan kekuatan gwakang belaka, maka orang yang terpukul masih dapat bangkit dan malah terus mengepung dan menyerangnya. Tetapi yang jelas, Pek Bin Hwesio semakin murka dan penasaran karena semua ilmunya, baik ilmu pukulan beracun, ilmu sihir dan juga semua pukulannya bersama anak buahnya, tidak mampu membuat si dogol terluka. Malah semakin lama terasa dia semakin kuat dan hebat dalam bertarung, dan membuat anak buahnya mulai porak poranda alias kocar-kacir, tidak mampu bertarung dalam barisan lagi.
Jangankan Pek Bin Hwesio, Geberz dan Bu Tek Seng Ong sekalipun akan merasa kesulitan menaklukkan pemuda dogol itu. Pemuda yang entah bagaimana memiliki kekuatan ilmu kebal yang tidak lumrah. Mampu menahan senjata tajam, kebal atas racun, juga tidak mempan sihir. Kekebalannya yang membuat semua orang menjadi gemas, karena kekuatan pukulan sehebat apapun, tetap tidak mampu membuatnya terluka. Bahkan Koay Ji sendiripun, harus menggunakan ilmu mujijatnya mencari sambungan-sambungan otot dan tulang yang rawan dan menyerang disitu, barulah membuat si dogol merasakan kesakitan. Tetapi, ada berapa orang gerangan yang berkemampuan seperti Koay Ji saat ini" Sungguh sayang karena tidaklah banyak, dan itu membuat si dogol hanya memiliki sedikit lawan yang mampu menaklukkan dan membuatnya merasakan kesakitan.
Sayangnya, si dogol Kwa Siang bukanlah senjata yang mematikan. Dia masih lemah dalam daya gerak cepat dan kekuatan iweekangnya juga terhitung cetek. Karenanya Kwa Siang bukanlah alat pembunuh yang mematikan, apalagi ditambah dengan rasa sayang akan manusia dan hewan sehingga membuat Kwa Siang enggan untuk memukul orang dan membunuhnya. Kecuali ketika kesadarannya punah dan akan membuat dia bergerak bagai binatang, mengandalkan nalurinya dan berusaha hebat dan sekuatnya untuk menaklukkan lawan. Pada saat itu, pada saat kemanusiaan Kwa Siang pudar, maka dia akan bisa melakukan pembunuhan sebagaimana hewan liar dan buas lain membunuh lawan dan mangsanya. Dan jika sudah demikian, maka yang dilakukannya bukan hanya membunuh, tetapi seperti binatang liar lainnya, dia bisa menyobek-nyobek "mangsanya".
Kembali ke pertarungan Geberz melawan Kang Siauw Hong, secara perlahan-lahan Geberz mulai mendesak Siauw Hong. Meskipun kekuatan iweekang Siauw Hong sudah amat kuat, tetapi dia masih belum mampu menggunakannya secara optimal. Selain itu, meski dia menguasai banyak sekali ilmu-ilmu hebat, Siauw Hong masih belum memahami dan menguasainya secara sempurna, sehingga ada banyak kesempatan emas buatnya, tetapi tidak dapat dioptimalkannya. Memang, nampak dia mampu meladeni Geberz, tetapi lawannya yang berpengalaman, lama kelamaan akan mudah melihat kekurangan dalam diri Kang Siauw Hong. Dan benar saja, karena setelah melampaui lebih 50 jurus, Geberz sudah dapat memahami keadaan Kang Siauw Hong dan mulai menemukan celah untuk menyerang. Keadaan itu makin lama makin jelas, dan Geberz paham bagaimana menangani gadis hebat yang masih amat mudah ini.
"Jika sampai diberi waktu setengah tahun saja lagi, maka gadis ini sudah akan dengan mudah menghadapiku dan mengalahkanku....." desis Geberz dalam hati dengan jujur. Tetapi, untuk sekarang, dia melihat kenyataan bahwa terbuka peluang dia menang, dan setelahnya, perlahan-lahan dia mulai membuat Siauw Hong hanya mampu bertahan dengan ilmu mujijat gerak kakinya, Ilmu Thian Liong Pat Pian. Ilmu gerak yang untungnya dia kuasai lebih lengkap dan malah jauh melebihi khasanah penguasaan Geberz dan Bu Tek Seng Ong sekalipun. Dengan cara itulah Siauw Hong terus bertahan dan sulit dikalahkan oleh Geberz. Jika ingin menang, maka Geberz harus mengeluarkan segenap kekuatannya dan bukan pendeka waktu yang dibutuhkannya untuk mendesak Siauw Hong dan mengalahkannya.
Sementara kedua arena bertarung dengan hebat, tiba-tiba datang seorang utusan dari pintu masuk, tergesa-gesa dan langsung menghadap Bu Tek Seng Ong dan kemudian berkata sambil berlutut:
"Membawa pesan dari padukha Jamukha, bahwa pintu masuk sudah diterobos pihak lawan, dan saat ini sedang terjadi pertarungan mati-matian disana. Korban jatuh sudah teramat besar, kekuatan lawan amat luar biasa. Sayang, semua jebakan dan juga serangan beracun yang disiapkan, serta juga senjata rahasia asal Persia tidak efektif menahan langkah musuh,,,, demikian laporan..."
Laporan tersebut datangnya terlambat, karena sesungguhnya Bu Tek Seng Ong sudah tahu apa yang sedang terjadi. Tetapi, dia masih terlihat tenang dan kemudian menurunkan perintahnya melalui pesuruh tadi:
"Perintahkan semua tokoh utama mundur ke tempat yang ditentukan, susul Dewi Alehai yang membawa perintah terdahulu..... segera lakukan"
"Segera dikerjakan ..." tidak lama, pesuruh itupun berlalu dengan membawa perintah mundur kepada semua tokoh utama. Artinya, anak buah mereka dikorbankan guna menahan langkah para pemimpin mereka. Strategi yang biasa dalam perang, yaitu mengorbankan "pion" atau prajurit untuk keselamatan para pemimpin, dan itupun baru saja diturunkan perintahnya oleh Bu Tek Seng Ong. Utusan Pencabut Nyawa dan anak murid lainnya yang baru bergabung, benar-benar dijadikan tumbal oleh pemimpin mereka menghadapi musuh.
"Su...." Bu Tek Seng Ong berpaling kepada orang yang tadi secara misterius muncul di belakangnya, tetapi belum lagi dia bicara, dia sudah mendengarkan perintah atau juga informasi apa yang mesti dia lakukan.
"Jangan dulu engkau turun tangan, pihak lawan yang lain yang berada didalam Markas kita, entah darimana mereka menyusup, juga cukup kuat atau sangat kuat. Kita sangat membutuhkan bantuan si tua Rajmid Singh untuk bisa melawan mereka semua,,,,, hhhhhh, sayang ji sute entah pergi kemana saat dia sangat dibutuhkan. Tunggu kawan-kawan kita masuk kemari semuanya baru kemudian kita tawan ke-empat anak muda itu. Mereka berempat akan sangat berguna dalam babakan baru yang akan kita siapkan nanti" demikian pesan itu dan membuat Bu Tek Seng Ong kembali terlihat tenang dan wajahnya melirik ke arah pintu masuk yang juga sudah berkobar-kobar dengan nyala api yang cukup menyolok. Memang mereka kalah di pintu gerbang, tetapi jangan kalah di dalam markas utama.
Memandang ke Markas Besar mereka, dia jadi sedih karena puluhan gedung megah dan besar yang selama ini menjadi kebanggaannya juga sudah sedang dilalap si jago merah. Di luar sana tinggal 2 atau 3 gedung belaka yang masih tersisa, tetapi keindahan dan kemegahan markasnya jelas sudah lenyap. Sudah bergantin dengan puing-puing dan api yang masih membakar dan terjadi di mana-mana dalam markas. Dan kerusakan masih terus-menerus terjadi di bagian dalam markas mereka yang tadinya sangat megah dan indah. Hanya tinggal dua gedung di sekitar arena itu yang masih tersisa dan belum lagi sempat dibakar oleh pihak lawan. Selebihnya, sebagian besar sudah sedang terbakar dan sebentar lagi akan tersisa menjadi puing dan arang-arang belaka.
Kita tinggalkan sejenak arena dimana Tio Lian Cu, Khong Yan mengawasi tarung Siauw Hong lawan Geberz dan Kwa Siang yang dikeroyok penghianat Pek Lian Pay. Keadaan mereka, meski terkepung tetap masih belum mengkhawatirkan, apalagi karena Sie Lan In dan Koay Ji masih bersembunyi di sekitar arena meskipun tokoh mujijat di belakang Bu Tek Seng Ong sudah mengetahui keberadaannya. Kita ikuti kejadian di pintu masuk, dimana pertarungan besar-besaran sedang berlangsung. Pertempuran menentukan terjadi setelah serangan racun pihak Bu Tek Seng Pay justru menyadarkan Bu Ta Kuang bahwa pihak mereka memiliki waktu 2 jam dalam keadaan "kebal racun". Dan mengetahui serta melakukan pengetesan atas keadaan ini dan terbukti, membuatnya segera menemui Tek Ui Sinkay;
"Tek Ui Bengcu, tetes-tetes air dari Guci Perak Pusaka milik siau sutemu ternyata memang benar memberi kita waktu 2 jam kebal atas racun. Kita harus manfaatkan waktu 2 jam itu untuk segera menerobos pintu masuk. Toch kita tidak takut racun, hanya tinggal bagaimana caranya kita menangani senjata rahasia yang juga sudah tidak terlampau berbahaya karena kawan-kawan kita sudah sedang mengaduk-aduk markas mereka di dalam sana. Rasanya sudah tiba waktu dan saatnya bagi Bengcu menurunkan perintah segera menyerang, mumpung pihak lawan masih belum lagi menyadari keadaan kita saat ini......"
"Kuang heng, apakah engkau yakin dengan kekebalan kita atas racun dari pihak lawan itu..." bagaimana dengan Kutu Serangga dan Serangga Beracun itu...." tanya Tek Ui Sinkay sedikit ragu dan khawatir, tetapi bukannya meragukan Bu Ta Kuang sebagai sahabatnya yang ahli racun itu. Bagaimanapun dia masih ragu, karena jika keliru, maka akan banyak pendekar yang dikorbankan. Padahal, sampai saat itupun sudah cukup banyak yang jatuh menjadi korban dan tewas. Tentu saja sebagai Bengcu, dia tidak ingin terlampau banyak korban jatuh di pihak para pendekar, meski juga paham, korban tidak akan terhindarkan.
"Sudah kuteliti dan memang benar demikian, ini keuntungan besar bagi kita. Lawan pasti tidak menduga jika kita akan segera menyerbu masuk kedalam markas mereka saat ini.... dan terutama tidak lagi takut dengan racun yang sudah dan akan mereka lepaskan nanti" tegas Bu Ta Kuang.
Tek Ui Sinkay nampak berpikir keras dan pada akhirnya menerima analisis dan juga masukan Bu Ta Kuang, hingga akhirnya berkata:
"Hmmmm, bagus jika demikian. Engkau beritahu Panglima Ilya sementara semua pasukan kita akan kukirim pesan bahwa sebentar lagi kita akan merangsek masuk menembus penjagaan gerbang lawan....."
"Baik bengcu......"
Tidak sampai setengah jam, semua persiapan sudah selesai. Bahkan pasukan asal Persia juga sudah siap dengan senjata rahasia yang sama dengan milik musuh dan sudah memodifikasi anak panah yang akan mereka gunakan. Kini semua sudah siap dan tinggal menunggu turunnya perintah dari Tek Ui Sinkay untuk segera keluar dan menyerang lawan guna masuk ke markas mereka. Pada saat itu, Tek Ui Sinkay menyaksikan semakin besar dan semakin banyak kebakaran terjadi dalam Markas musuh. "Ach, Siauw Sute sudah berhasil menjalankan tugasnya, kini saat yang tepat menerobos masuk......" desis Tek Ui Sinkay.
Sekali lagi dia memandang Barisan Pengemis Pengejar Anjing yang bersama dirinya dan juga Barisan Khusus Kaypang yang selalu menjaganya. Juga memandang semua saudara seperguruannya minus Koay Ji yang sudah masuk terlebih dahulu ke dalam markas lawan. Kemudian dia memandang Barisan Lo Han Tin yang meski tidak membunuh lawan, tetapi sudah melukai puluhan lawan mereka dan masih tetap gagah perkasa. Di sana, juga para petarung Siauw Lim Sie dan Hoa San Pay bahu membahu untuk menerjang dan memukul lawan. Jelas, pihak Hoa San Pay lebih ganas dan tidak segan-segan membunuh lawan-lawan mereka, jauh berbeda dengan Siauw Lim Sie yang lebih tenang.
Dipandanginya juga ratusan pendekar dari beragam perguruan, meski sudah ada seratusan nyawa yang terbuang, tetapi perjuangan mereka sejauh ini sudah terlihat adanya kemajuan. Lawan sudah tergempur hingga tinggal menerobos masuk ke markas mereka yang juga sedang dihajar dari dalam oleh adik seperguruannya. Tek Ui Bengcu menimbang-nimbang dalam hatinya dan merasa bahwa memang saatnya sudah tiba. Dalam hati Tek Ui Sinkay masih sempat bergumam: "memang masih akan ada korban, tetapi apa boleh buat, untung mereka semua bersemangat untuk terus bertarung menggempur musuh......". Hal ini yang membuat Tek Ui Bengcu segera mengambil keputusan dan beberapa saat diapun pada akhirnya meyakini bahwa pertempuran menentukan perlu segera.
Dan paling akhir, dia melihat kehebatan dan Kepahlawanan Liga Pahlawan Bangsa Persia yang baru kehilangan dua pengawal sejak pertempuran berlangsung. Para Panglima dan Pemimpin mereka memang berpengalaman dalam situasi seperti ini, situasi peperangan, jadi wajar. Mereka tetap penuh semangat dan kini menunggu komando terakhir dari dirinya untuk memulai penerjangan ke markas lawan dan kemudian menyelesaikan pertempuran yang banyak menguras tenaga dan banyak memakan korban di kedua belah pihak. "Achhhh, sekarang saatnya, Bu Tek Seng Pay harus segera diakhiri....."
"SERAAAAAAAANG...... maju dan jatuhkan Pintu Gerbang Lawan" akhirnya perintah dan teriakan TEK UI BENGCU turun juga, dan serentak dengan itu, diapun menuju ke tengah Barisan Saudara Seperguruannya dan kemudian dilindungi Barisan Kaypang dan perlahan maju menuju pintu gerbang lawan.
Tidak perlu diceritakan bagaimana pasukan serangga beracun serta berjenis racun lainnya dicurahkan menyambut serangan mereka ke pintu masuk lawan. Belum cukup, juga ada senjata rahasia lawan yang sayangnya sudah tidak sebanyak sebelumnya karena bisa dipahami mereka semakin kehabisan amunisi. Amunisi senjata rahasia itu memang mesti dibuat secara khusus, dan sayangnya sudah banyak yang terbuang percuma. Bahkan, mereka jadi kaget karena senjata yang sama dijepretken oleh Pahlawan Persia dan memakan korban yang tidak sedikit di pihak mereka. Senjata makan tuan, itu yang terjadi sesungguhnya. Maka, akhirnya pertempuran terbukapun pecah.
Gerbang Masuk tidak terlalu sulit untuk dirobohkan, dan tiga gerbang yang diserang hancur dalam waktu yang tidak lama. Yang paling cepat adalah gerbang yang diserang oleh Pahlawan Persia, dan disana korban di pihak Bu Tek Seng Pay jatuh paling banyak. Bukan apa-apa, mereka, Pahlawan Persia membekal sampai 20 senjata rahasia dan membawa ratusan anak panah yang mereka kumpulkan hasil dari jepretan pihak lawan yang meleset. Dan ketika menggunakan senjata itu guna menyerang lawan di dalam markas Bu Tek Seng Ong, mereka berhasil dengan amat gemilang memanfaatkan senjata dan anak panah buatan lawan. Itulah sebabnya, di gerbang tujuan mereka, lebih cepat dapat mereka taklukkan dan kemudian roboh dan hancur. Para Pahlawan Persiapun masuk dengan leluasa dan disambut oleh Utusan Pencabut Nyawa sehingga pertarungan terjadi secara brutal. Korban di pihak lawan sungguh amat banyak dan berserakan di pintu gerbang tersebut.
Pihak lawan berada dalam pimpinan Jamukha dan Tam Peng Khek yang segera menyambut mereka, dan untung ada 15 orang Pasukan Robot yang ikut menyertai dan mengawal Jamukha. Inilah sebabnya mengapa Pahlawan Persia dapat ditahan di pintu gerbang dan menahan ataupun menghindarkan pembantaian besar-besaran terus berlangsung. Yang pasti, kemudian terjadi pertarungan habis-habisan antara Jamukha yang memimpin 10 Pasukan Robot dan dengan bantuan Tam Peng Khek. Bantuan dari pihak Kaypang kemudian juga berbareng masuk memberi bantuan, terutama mereka yang memang diperbantukan dibawah komando Panglima Ilya dan Panglima Shouroushi. Pertarungan besar itu terjadi secara brutal dan tidak sedikit yang menjadi korban amukan masing-masing pihak dalam upaya memperebutkan pintu masuk ke Markas Bu tek Seng Pay.
Di pintu ini, juga terdapat Mo Hwee Hud. Tetapi tokoh besar musuh itu dengan cepat diimbangi dan ditandingi oleh Panglima Arcia sehingga pecah pertempuran besar yang anggota pasukan lainnya tidak berani terlalu dekat. Maklum, dua raksasa ilmu silat itu bertarung dalam kekuatan yang tidak ditahan-tahan dan melahirkan suara-suara menyeramkan ketika mereka adu kekuatan dan adu pukulan. Tidak lama mereka bertarung sudah membawa kesadaran dan pengetahuan bahwa mereka berdua masing-masing sudah bertemu lawan kuat. Lawan yang sangat hebat dan akan sulit untuk ditaklukkan ataupun dikalahkan. Dan akan sulit keluar sebagai pemenang jika tidak berkonsentrasi dalam menghadapi lawan yang hebat itu. Padahal, mana dapat mereka penuh berkonsentrasi sementara gangguan akan selalu ada dan hadir di tengah arena mereka.
Tidak lama setelah Gerbang pertama dibobol Pahlawan Persia, gerbang kedua dan ketiga, juga dapat dibobol pihak pendekar Tionggoan. Meski untuk itu, merekapun membayar cukup mahal, karena ada puluhan pendekar yang menjadi korban akibat serbuan ke gerbang masuk itu. Secara bersamaan, Barisan Lo Han Tin dan Barisan Pengemis Pengejar Anjing berhasil merobohkan gerbang masuk, dan perlahan pasukan penyerang mengalir memasuki Markas Bu Tek Seng Pay. Pertarungan brutalpun tidak dapat dihindari, pertarungan yang tidak lagi menggunakan racun ataupun senjata rahasia, tetapi pertarungan mirip perang. Dan dalam hal ini, setelah robohnya gerbang, adalah pintu kedua dan ketiga yang bertarung lebih banyak dan lebih seru. Korban lebih banyak di pihak lawan, karena tidak ada Pasukan Robot yang menghambat pihak pendekar dalam melawan Bu Tek Seng Pay.
Di sini, semua pahlawan Hong Lui Bun dan Tiang Pek San berkumpul bersama dan mendukung Utusan Pencabut Nyawa untuk bertarung. Selain mereka, juga ada Liok Kong Djie dan anak murid Hoa San Pay yang menyeleweng ikut membantu lawan. Otomatis membuat pihak Hoa San Pay cepat menemui mereka dan segera terlibat dalam pertarungan mati-matian, pertarungan penuh dendam dan penuh dengan emosi. Sementara Liok Kong Djie, disambut oleh Barisan Kaypang karena dia langsung menyerang posisi Tek Ui Sinkay. Sudah bisa dipastikan Kaypang Cit Ti Sat (7 Algojo Akhirat dari Kaypang) tidak akan membiarkan Pangcu mereka yang juga adalah Bengcu Tionggoan bertarung sendirian. Dengan cepat mereka maju dan melindungi Tek Ui Sinkay dan membuat satu arena baru dan khusus di tengah pertempuran terbuka. Karena Liok Kong Djie memang tokoh mumpuni dan mampu menghadapi keroyokan Barisan Khusus Kaypang. Tengah mereka bertarung hebat, tiba-tiba muncul Kim Jie Sinkay yang dengan cepat mendekati arena itu, dan sudah berseru dengan suara keras:
"Tinggalkan orang tua itu melawanku......."
Tek Ui Sinkay meliriknya dan mengiyakan rencana Kim Jie Sinkay, karena itu dia kemudian memberi perintah kepada Barisannya:
"Biarkan Kim Jie Heng yang melawan orang tua itu....... kalian semua mundurlah dan kerjakan tugas yang lain"
Tidak lama, muncul arena pertarungan kedua yang juga menghentak banyak orang. Arena pertarungan antara Kim Jie Sinkay melawan jago tua Liok Kong Djie yang amat bernafsu untuk menyerang. Dan jadinya, seperti arena Mo Hwee Hud melawan Panglima Arcia, maka arena inipun jadi sedikit terpisah dan dikelilingi oleh banyak orang yang juga bertarung dalam arena tarung yang terbuka, massal dan brutal. Wajar saja, karena pertarungan kedua tokoh ini, sebagaimana juga Mo Hwee Hud melawan Panglima Arcia, memang benar-benar amat hebat dan berbahaya bagi tokoh biasa untuk berada dekat mereka. Sambaran pukulan mereka saja sudah mematikan, apalagi kalau sampai terkena pukulan mereka yang menyimpang atau meleset. Bisa sangat berbahaya dan mematikan. Tetapi Liok Kong Djie sekali ini bertemu lawan yang sama kerasnya, lebih muda dan mampu mengimbangi ilmu hebat apapun yang dia kembangkan.
Jago-jago lawan lainnya, seperti Jamukha dan Pasukan Robotnya sudah dalam pertarungan hebat melawan pasukan Liga Pahlawan bangsa Persia, dan mereka tidak dapat banyak membantai pihak lawan. Kemudian pihak Tiang Pek San, sudah dihadapi oleh anak beranak Hek Man Ciok, dan pertarungan mereka berlangsung secara seru. Sementara Tam Peng Khek dan tokoh-tokoh lawan lainnya, juga sudah tenggelam dalam pertarungan mempertaruhkan nyawa, sehingga tidak ada lagi yang menganggur. Semua sudah terlibat dalam pertarungan terbuka, korban jatuh sudah amat banyak, dan sebagian besar adalah anak buah Bu Tek Seng Pay, khususnya pihak Utusan Pencabut Nyawa yang menjadi bagai ilalang dibantai kaum pendekar. Maklum, mereka kehilangan pimpinan tokoh utama yang semuanya sudah terlibat pertarungan yang berbahaya sehingga lupa memberi mereka perintah ataupun guna sekedar mengarahkan mereka.
Satu arena tarung lain yang juga mati-matian, adalah pertarungan di pihak Hong Lui Bun, dimana Yu Kong dan Yu Lian dengan dibantu Tian Sin Su sengaja mencari lawan mereka untuk melakukan pertarungan menentukan. Maka, ketika merekapun akhirnya bertemu, Yu Kong langsung mencecar Si Tiok Gi, Jiat Pi Hun (Sukma Cacad Lengan) dan merekapun langsung terlibat pertarungan hebat satu lawan satu. Pertarungan sekali ini menjadi sedikit lebih berbeda dibandingkan pertarungan mereka sebelum-sebelumnya. Terutama, karena Si Tiok Gi belakangan relatif amat sibuk dengan agenda dalam benteng atau markas Bu Tek Seng Pay. Sementara Yu Kong sebaliknya punya waktu banyak untuk berlatih selama beristirahat dan juga mendapat petunjuk baru dari persekutuannya dengan Hek Man Ciok serta dengan Panglima Ilya. Berhubung menemukan kesamaan tujuan, maka mereka banyak menghabiskan waktu untuk berlatih dan bertukar informasi dan juga strategi dalam pertempuran. Itulah sebabnya, Yu Kong mengalami kemajuan yang cukup hebat dan cukup untuk membuat Si Tiok Gi kaget, karena menemukan kenyataan betapa lawannya bertambah hebat.
Sementara Yu Lian, seperti halnya Yu Kong kakaknya, juga punya waktu panjang untuk menyelami kemajuan ilmunya. Dia, lebih dari kakaknya, justru meningkat lebih pesat dan lebih hebat karena kemajuan iweekangnya memang cukup hebat pasca keracunan dan disembuhkan Koay Ji. Tanpa sepengetahuan kakaknya, dia makin sempurna menguasai ilmu-ilmu keturunan Hong Lui Bun, ilmu-ilmu rahasia yang hanya dikuasai secara hebat oleh leluhur mereka. Karena itu, menghadapi kedua lawannya yang masih belum sembuh betul dan morilnya sudah jatuh jauh, dalam waktu singkat Yu Lian sudah mampu merubuhkan Mo Pit Siu dan Lu Kun Tek. Dan Yu Lian sungguh bertindak tidak tanggung-tanggung, karena dengan menggunakan Ilmu Khas Ceng Hwee Ciang (Ilmu Pukulan Api Hijau) dia cepat menyudahi perlawanan kedua penjahat perguruannya itu. Dan kedua lawannya tidak dapat atau tidak mampu memberikan perlawanan berarti karena memang sudah merasa takut dan merasa bersalah terlebih dahulu. Kemenangannya disambut dengan senyum oleh Tian Sin Su yang memang bertugas mengawal dan menjaga kedua kakak beradik asal Hong Lui Bun itu.
Setelahnya, Yu Lian mendekati arena Yu Kong melawan Si Tiok Gi yang mengaku sebagai Hong Lui Buncu pada saat itu dan bergabung dengan Bu Tek Seng Pay. Pada dasarnya, Si Tiok Gi sudah kalah gertak dan kalah moril terlebih dahulu, dan ketika melihat kedatangan Yu Lian dan Tian Sin Su, diapun sadar, bahwa waktunya sudah habis. Artinya, kedua kawannya sudah pergi mendahului dirinya, kalah dan binasa di tangan lawan yang sekarang mendatanginya. Dia masih ingin mencari jalan melarikan diri, tetapi sayangnya dia kesulitan menemukannya karena Yu Lian sudah tahu bahwa penjahat keluarganya sudah kehabisan cara dan sedang mencari jalan untuk melarikan diri. Karena itu, Yu Lian mendengus sambil kemudian dengan suara gemas dan marah berkata:
"Bertarunglah sebagai seorang ksatria, jalan larimu sudah tertutup, tidak perlu lagi berpikir mencari jalan lari......" perkataan yang semakin menambah kegalauan dan kekhawatiran dan pada akhirnya membuatnya semakin takut, khawatir dan otomatis mengganggu daya tarungnya.
Mendengar dengusan Yu Lian, dan melirik wajahnya yang sangat marah, sadarlah Si Tiok Gi jika melarikan diri sudah teramat sulit baginya pada saat itu. Terlebih karena semua orang sedang sibuk bertarung dan mempertaruhkan nyawanya, sementara arena mereka saat itu terbentang jarak yang cukup dengan arena lainnya. Meskipun tidaklah sangat jauh. Belum lagi, ada Yu Lian dan juga Tian Sin Su yang sudah berdiri disitu menjaga jalan larinya dari arena. Maka, tidak ada cara lain selain adu jiwa dan bertarung sebagai seorang ksatria serta sekaligus mempertanggungjawabkan semua pengkhianatannya. Demikian akhirnya Si Tiok Gi memutuskan meski dengan setengah hati dan kemudian diapun langsung bertarung dengan kemampuan terhebat.
Biasanya, dalam keadaan kejepit, kekuatan utama seseorang akan muncul keluar dengan sendirinya, dan demikian yang terjadi dengan diri serang Si Tiok Gi. Tiba-tiba saja dia mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya dan mengimbangi Yu Kong yang juga bertarung dengan gagah. Sudah jelas Yu Kong selalu mengincar nyawa Si Tiok Gi sebagai pembalasan atas pengkhianatan Si Tiok Gi dengan membunuh orang tua Yu Kong dan Yu Lian. Maka sangat bisa dipahami mengapa Yu Kong bersikap sangat keras, seperti juga Yu Lian, dan bisa dimengerti mengapa Yu Kong memiliki semangat besar untuk mengalahkan dan membunuh Si Tiok Gi. Tarung merekapun berjalan semakin hebat, seru dan kini sedikit berimbang, meski tetap saja Yu Kong yang mengambil inisiatif penyerangan lebih sering. Hanya, karena Si Tiok Gi melepaskan rasa khawatirnya, maka dia mulai bisa sedikit memberi perlawanan dan membuat tarung mereka jadi seru.
Pertarungan di arena lain, juga semakin meningkat dan sangatlah seru. Apalagi dua arena besar dimana Kim Jie Sinkay melawan Liok Kong Djie dan Mo Hwe Hud melawan Panglima Arcia. Kedua arena itu benar-benar menarik, tetapi sayang tidak ada penontonnya karena semua orang sedang sibuk berperang dan bertarung mempertaruhkan nyawa dan jiwa mereka. Pada saat itu pihak Utusan Pencabut Nyawa sudah dengan cepat susut jumlah mereka. Demikian juga dengan pasukan lawan lainnya yang turun dari puncak dan kelihatannya adalah para murid Pek Lian Pay. Tetapi ada banyak juga anggota Bu Tek Seng Pay yang diekrut dari para penjahat dan perampok rimba persiatan. Meski sudah banyak yang terbunuh, tetapi tetap banyak yang terus bertahan, karena jumlah mereka memang jauh melebihi jumlah para penyerang yang kini terus merangsek masuk.
Dalam keadaan yang terdesak dan korban berjatuhan amat banyak di pihak mereka itulah Dewi Alehai datang. Dan sebagaimana misinya, dia mulai mencari kawan-kawan yang merupakan pentolan dan tokoh-tokoh utama dari Bu Tek Seng Pay. Dan bersama dengan Dewi Alehai, datang menyertainya 2 orang tokoh utama dari Pasukan Robot. Pasukan Robot hanya terdiri dari 30an orang belaka termasuk pemimpin mereka yang berjumlah 4 orang, sedang 2 orang lainnya selalu berada bersama dengan Bu Tek Seng Ong. Pasukan Robot sendiri ada 15 orang yang turun berjaga di Pintu Gerbang dan bertarung bersama dengan Jamukha mempertaruhkan penjagaan atas pintu gerbang. Kedatangan Dewi Alehai bersama 2 tokoh Pasukan Robot memang memiliki missi khusus, menarik semua kekuatan utama Bu Tek Seng Pay kembali ke Markas. Mereka sudah mulai menerapkan strategi alternatif yang memang sengaja disiapkan jika gerbang mereka bobol. Dan karena itu, pekerjaan Dewi Alehai sekali ini terhitung vital.
Sambil mencari, Dewi Alehai dan kedua pengawalnya memasuki arena pertempuran dan bertemu pertama kalinya dengan arena Pahlawan Persia yang bertarung gagah perkasa melawan pasukan mereka. Pada saat itu sudah terlampau banyak korban dipihak Bu Tek Seng Pay yang dipimpin oleh Jamukha di arena ini, dan Dewi Alehai menyaksikan sendiri bagaimana seorang Panglima Arcia sedikit berada di atas angin ketika melawan jago mereka Mo Hwee Hud. Meski memang, tarung mereka berdua sangatlah dahsyat dan menggetarkan hati, jarang ada yang cukup berani mendekati arena kedua tokoh besar ini. Dimaklumi karena ilmu dan sambaran ilmu pukulan mereka membuat orang-orang terdekat menjauh dengan sendirinya, daripada terkena angis serangan mereka.
Untung saja pada saat itu, Panglima Ilya dan Panglima Shouroushi disibukkan oleh 15 orang Pasukan Robot yang langsung bertarung melawan mereka dibawah pimpinan Jamukha. Dan kedua Panglima Bangsa Persia itu langsung mengecapi dan menikmati bagaimana keistimewaan Pasukan Robot yang memang amat susah dibunuh dan susah dilukai itu. Dan karena Pasukan Robot di arena inilah sehingga tidak dapat Pahlawan Persia berbuat dan mengamuk membunuhi anak buah Bu Tek Seng Pay lebih jauh. Tetapi semua Pasukan Robot dan Jamukha, juga tidak dapat melawan musuh-musuh lain dan terikat pertarungan di tempat itu sambil bertarung mati-matian mempertahankan gerbang yang sudah hancur.
"Mo Hwee Hud dan engkau Jamukha, kita harus segera mundur ke Markas dan akan nanti memusatkan seluruh kekuatan guna menghadapi pertarungan disana, karena itu, kalian berdua, segeralah mundur......" teriak Dewi Alehai dengan suara yang nyaring dan melengking sehingga otomatis dapat didengarkan semua orang, bukan hanya Jamukha dan Mo Hwee Hud. Entah apa pertimbangan Dewi Alehai menurunkan perintah dengan cara terbuka sehingga dapat diketahui dan didengar pihak lawan sekalipun.
Tetapi tindak tanduk Dewi Alehai tersebut mendatangkan rasa kekhawatiran bagi Panglima Ilya dan Panglima Shouroushi, keduanya siaga dan was-was jangan sampai junjungan mereka dikeroyok dan dicurangi lawan. Maka, mereka berdua kemudian berusaha keras untuk membuka jalan, dan tidak lama kemudian mereka berdua sudah sama-sama berjaga di samping Panglima Arcia. Tetapi, tidak lama mereka diam dan menganggur karena kedua tokoh pasukan robot yang bersama Jamukha, sudah menyambut mereka dan melibas mereka dalam pertempuran yang hebat. Sementara pada saat itu, Dewi Alehai sendiri akhirnya disibukkan dengan memperhatikan kedua arena baru itu sebelum kembali memperhatikan pertempuran antara Mo Hwee Hud dan Panglima Arcia.
Pendekar Seribu Diri 3 Kelelawar Hijau Lanjutan Payung Sengkala Karya S D Liong Menjenguk Cakrawala 2
^