Pencarian

Pendekar Pedang Pelangi 12

Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono Bagian 12


lainnya. Rata-rata mereka datang dari daerah sekitar aliran Sungai Huang-ho.
Termasuk pula perkumpulan para pendekar yang didirikan oleh Liu Wan. Mereka
dipimpin Si Pencuri Sakti Ang Jit Kun.
912 Sebagai Tuan rumah adalah Perkumpulan Pek-lian-eng, karena mereka pula yang
mendapat kepercayaan dari Pangeran Liu Wan Ti. Maka tidak mengherankan bila
anggota mereka banyak yang tersebar di sekeliling arena itu. Mereka mengawasi
dan meneliti semua undangan yang datang. Mereka juga meronda dengan sampan-
sampan kecil di rawa-rawa itu.
Mereka juga menyiapkan petugas-petugas rahasia di tempat-tempat tersembunyi,
seperti di semak-semak, pepohonan dan sebagainya. Bahkan beberapa orang di
antaranya ada juga yang berbaur dengan tamu-tamu yang datang.
Liu Wan dan rombongannya segera bergabung dengan rombongan Si Pencuri Sakti Ang
Jit Kun. Setelah saling berkenalan, Liu Wan bertanya tentang Souw Thian Hai.
"Ah! Benarkah pendekar itu sudah muncul lagi"
Wah, kalau begitu benar juga ucapan Huang-ho Siang-kiam. Dia tadi mengatakan
bahwa salah seorang anak buahnya telah melihat suami-isteri Souw Thian Hai
menyeberangi Sungai Huang-ho di kota Liang-an."
"Di kota Liang-an...?" Souw Hong Lam bergumam lirih.
Liang-an adalah kota kecil di Propinsi San-tung.
Sebuah kota pelabuhan sungai yang cukup ramai, sehingga penduduknya cukup padat
dan sibuk. 913 "Jangan khawatir, Souw-heng! Nanti kubantu mencarinya. Kebetulan aku juga hendak
ke San-tung setelah pertemuan ini." Liu Wan berkata pelan.
"Ah, aku tak berani merepotkan Lo-cianpwe...."
Ketika bulan purnama menyibak kabut yang menggenang di tengah rawa itu, Huang-ho
Siang-kiam Ma Sing tampil di tengah arena. Ketua Cabang Im-yang-kau bagian utara
itu diapit oleh dua orang murid utamanya. Meskipun usianya telah mencapai enam
puluh lima tahun, namun orang tua itu masih tampak gesit dan lincah.
Setelah mengucapkan rasa terima kasih dan selamat datang kepada tamu-tamunya, Ma
Sing lalu menjelaskan maksud dan arti daripada pertemuan itu.
Maksudnya yang utama adalah membentuk wadah bersama dalam menanggulangi kekuatan
Raja Mo Tan. "Wadah ini akan membuat kekuatan kita menjadi satu kesatuan yang kokoh kuat. Di
dalam satu wadah dan satu perintah, kekuatan kita tidak akan terpecah-belah. Aku
telah berbicara dengan Pangeran Liu Wan Ti. Beliau setuju dengan niat tersebut,
tapi beliau tidak ingin terlalu turut campur. Sebagai pangeran mahkota beliau
tidak ingin terjun langsung dalam gerakan seperti ini. Beliau khawatir hal itu
akan berbuntut jelek di kemudian hari. Beliau tidak ingin ada yang menyalah-
tafsirkan keterlibatannya itu.
Siapa tahu ada yang berprasangka jelek dan menuduhnya yang bukan-bukan. Karena
914 mengumpulkan kekuatan besar di kalangan rakyat dapat dianggap sebagai
pemberontak yang hendak merongrong kekuatan kaisar."
Ma Sing berhenti untuk mengambil napas.
Kemudian lanjutnya dengan kata-kata yang tegas dan berwibawa.
"Tapi saya harap saudara jangan salah sangka.
Ucapanku ini bukan lalu berarti bahwa aku... ingin menggantikannya menjadi
ketua. Sama sekali aku tidak bermaksud demikian. Aku hanya ingin mempersatukan
seluruh kekuatan di daerah utara ini.
Tentang ketuanya, silakan saudara pilih saja yang lain!"
Semuanya menyambut baik gagasan Ma Sing itu.
Tapi banyak juga yang memprotes karena Ma Sing tidak bersedia menjadi ketua.
Bahkan sebagian dari mereka justru ingin memilihnya.
"Sekali lagi aku mohon maaf. Keputusanku tidak dapat diubah lagi. Di sini banyak
tokoh yang lebih patut menyandang kedudukan itu. Biarlah aku yang tua ini
berdiri sebagai penopangnya saja." Ma Sing menegaskan lagi.
"Wah, aku tidak setuju!" Ang Jit Kun tiba-tiba berseru.
Ang Jit Kun berkata sambil berdiri, sehingga semua orang dapat melihat dia.
"Perkumpulan kita berdiri di atas keadilan bagi seluruh anggotanya. Tidak ada
yang diistimewakan ataupun dibedakan dari yang lain. Ma-taihiap juga 915
memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kita semua. Bukankah demikian,
saudara-saudara?" Ang Jit Kun melanjutkan lagi.
Semuanya bertepuk tangan. Mereka sependapat dengan ucapan Si Pencuri Sakti Ang
Jit Kun. Akibatnya Ma Sing tidak dapat menghindar atau menolak lagi. Namun demikian Ma
Sing tetap berkeberatan bila menjadi calon tunggal. Dia ingin agar semua ketua
perkumpulan yang hadir dicalonkan pula untuk dipilih.
"Hahaha, baiklah.... kami juga tidak keberatan. Tapi bagaimanapun juga kami
sudah sepakat untuk memilih Ma-taihiap. Hahahahahaha...!" Ang-bin Kuai-jin,
Ketua Perkumpulan Sin-hou-pang menanggapi permintaan itu dengan tertawa
menggelegar. "Yah, benar...! Sebenarnya kita tak perlu lagi mengadakan pemilihan. Namun
Huang-ho Siang-kiam sudah lebih dari cukup bagi kita semua." Go-bi Sam-ci dari
Kong-sim-pang berseru pula dari tempat duduknya. Anak buahnya segera bertepuk
tangan tanda setuju. Ketua rombongan Liong-gi-eng bangkit dari tempat duduknya. Pendekar bertubuh
tinggi besar bercambang lebat itu tampak lebih menyeramkan dengan kulitnya
berbercak-bercak putih bekas luka bakar.
"Ayolah, kita tidak usah bertele-tele lagi! Kita mulai saja pemilihan ketua ini!
Nah, Ma-taihiap.... 916 cara manakah yang paling sesuai kita pergunakan?"
Pendekar yang dijuluki orang Harimau Putih atau Pek Hou itu berteriak lantang.
Belum juga pertanyaan itu dijawab oleh Ma Sing, tiba-tiba sesosok bayangan kecil
meloncat ke tengah arena. Geraknnya lincah dan cepat luar biasa, seperti
belalang yang melenting dari pucuk-pucuk ilalang.
Sekejap saja bayangan itu telah berdiri tegak di tengah arena.
Semua tamu yang hadir segera membelalakkan matanya. Bayangan yang bergerak
lincah seperti belalang itu ternyata seorang perempuan muda, berkulit hitam-
legam bak pantat kuali. Begitu hitamnya, sehingga wajah itu tak dapat dilihat
dengan jelas dalam keremangan malam. Di bawah redupnya sinar rembulan hanya bola
matanya saja yang kelihatan.
"Nanti dulu! Rasanya kurang adil kalau calon yang dipilih hanya dari kalangan
lelaki. Seharusnya kaum wanita pun diberi hak untuk dipilih pula. Bukankah di
sini juga banyak pendekar wanita yang hadir?"
Perempuan muda itu berseru nyaring. "Selain daripada itu, acara dalam pertemuan
ini rasanya juga terlalu tergesa-gesa! Eh, maaf...! Aku tidak bermaksud mengacau
atau mau membikin onar pertemuan ini. Tapi ketika dibuka tadi, Ma-taihiap belum
berembug dengan kita semua tentang pembentukan wadah perkumpulan itu. Kita
langsung saja berbicara tentang siapa ketuanya. Seharusnya kita 917
bicarakan dulu niat tersebut dengan para tamu yang datang. Maksudku... apakah
tidak perlu ditanyakan dulu pendapat para pendekar yang hadir di sini" Yah,
siapa tahu, mungkin ada yang kurang setuju, atau....
mungkin justru mempunyai pendapat yang berbeda?"
Semua tertegun. Ucapan wanita berkulit hitam itu seperti dentang lonceng di
tengah malam. Mengejutkan, tapi juga menyadarkan hati dan pikiran mereka. Mereka mengakui
kebenaran ucapan itu, walaupun terasa kurang enak di dalam hati.
"Wanita itu memiliki tenaga dalam yang tinggi!"
Souw Hong Lam bergumam perlahan.
"Ya, benar! Tapi.... rasanya kulit itu bukanlah kulit aslinya." Liu Wan
menganggukkan kepalanya. "Maksud Sin-she...." "Ang Jit Kun tertegun.
"Tampaknya wanita muda itu berusaha untuk menyamar...."
"He, benarkah?" A Liong berdesah pendek.
Wanita berkulit hitam itu bertepuk tangan. "Nah, bagaimana dengan pendapat Cu-wi
semua?" "Benar! Benar! Ucapan Lihiap memang benar!"
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba serombongan lelaki kasar telah berdiri di
pinggir arena. Mereka berseru dan bertepuk tangan menanggapi ucapan wanita
tersebut. Terdengar suara menggerutu di sana-sini. Apa yang dikatakan perempuan itu memang
mengandung kebenaran, namun karena ucapan tersebut keluar dari 918
mulut seorang perempuan muda, maka rasanya menjadi kurang menyenangkan bagi para
pendekar. Ma Sing berdiri seraya mengangkat kedua tangannya. "Baiklah! Ucapan Lihiap
memang benar. Kami memang terlalu tergesa-gesa. Maafkanlah...!
Nah, saudara-saudara...! Adakah di antara Saudara yang kurang sependapat dengan
pembentukan perkumpulan ini" Atau... ada di antara Saudara yang mempunyai
pendapat lebih baik?"
Tak ada yang menyahut. Semuanya diam. Namun sebaliknya, mereka bersorak dan
bertepuk tangan gembira tatkala Ma Sing menawarkan pembentukan sebuah wadah
perkumpulan bagi kegiatan mereka.
"Nah, Lihiap.... tampaknya semua orang memang mennginginkan perkumpulan itu.
Kalau begitu tinggal melaksanakan usul Lihiap yang ke dua tadi, calon dari
kalangan pendekar wanita! Nah, kira-kira.... siapakah pendekar wanita yang
pantas dicalonkan dalam pertemuan ini" Mungkin.... Lihiap sendiri?"
"Yayaya, kami setuju! Biarlah Lihiap itu yang mewakili kaumnya! Hehehehe
he....!" Rombongan lelaki kasar tadi kembali berteriak-teriak dan bertepuk
tangan. Akhirnya Liu Wan bangkit pula dari tempat duduknya. Dengan hati-hati ia berkata
kepada perempuan berkulit hitam itu.
"Lihiap, maafkanlah kami! Rasanya kami belum pernah melihat Lihiap, atau
mendengar nama Li-hiap di dunia persilatan. Selain daripada itu kami juga 919
merasa heran, bagaimana Li-hiap dapat hadir dalam pertemuan rahasia ini. Apakah
Lihiap mewakili Gurumu, atau mewakili ketua perkumpulanmu?"
Perempuan muda itu membalikkan tubuhnya.
Perlahan-lahan ia melangkah mendekati Liu Wan.
Dan matanya yang bulat lebar itu menatap Liu Wan dengan tajamnya.
"Oh, tampaknya Locianpwe menaruh curiga kepadaku! Baiklah, namaku... Tiau Hek
Hoa! Aku mewakili Ketua Aliran Beng-kau."
Thuuuuuuuuoooot....! Tiba-tiba terdengar suara kentut keras sekali. Sekejap
pertemuan itu menjadi gaduh. Banyak yang tertawa, tapi ada pula yang menggeram
dan mengumpat-umpat. Perempuan itu kelihatan mendongkol pula, biarpun dia telah berusaha meredamnya.
Bagaimanapun juga dia tak ingin memancing keributan, yang akibatnya akan
menyulitkan dirinya sendiri.
"Tampaknya ada yang tidak menyukai kehadiranku...." Katanya perlahan sambil
menarik napas panjang. Tak seorang pun menjawab keluhan itu. Orang yang kentut pun ternyata juga tidak
mau keluar untuk memperlihatkan diri. Sekali lagi perempuan itu menghela napas
panjang, lalu kembali menghadapi Liu Wan.
Sebaliknya Liu Wan justru sedang berusaha memeras otaknya. Ternyata setelah
berhadapan langsung' dengan perempuan itu, Liu Wan seperti 920
pernah melihat wajahnya. Namun dia lupa siapa dan di mana.
"Nah, Locianpwe.... aku sudah mengatakan asal-usulku. Apakah Locianpwe masih
mencurigaiku" Apakah kedatanganku ini tidak diinginkan." Tiau Hek Hoa bertanya dengan suara
bergetar. "Ah, jadi Li-hiap mewakili Aliran Beng-kau yang besar itu" Wah! Tapi rasanya....
kami tidak mengundang Aliran Bengkau." Liu Wan tidak menjawab secara langsung.
Perempuan itu terdiam. Tapi sesaat kemudian bibirnya yang hitam kebiruan itu
berkata pula. "Memang! Aku tidak mempunyai undangan! Namun demikian sebagai orang Han, aku
juga berhak untuk ikut mempertahankan tanah ini. Apalagi sejak dulu Aliran
Bengkau selalu berjuang untuk menegakkan keadilan di negeri ini. Nah, apakah
kedatanganku tidak diterima?"
-- o0d-w0o -- JILID XXII H, tentu saja kami terima dengan
senang hati. Siapa pun akan bergembira menerima kunjungan tokoh Beng kau.
A Bukankah demikian, Ma-taihiap?" Liu Wan menyahut dengan nada yang semakin
berhati-hati. 921 "Benar, Ciok Sinshe." Ma Sing yang dapat merasakan keraguan sahabatnya itu
mengangguk sambil mengedipkan matanya.
"Terima kasih! Emm, tapi... aku tidak melihat kehadiran Pangeran Liu Wan di
tempat ini. Apakah Beliau tidak datang?" Tiau Hek Hoa merangkapkan kedua
tangannya. "Tentu saja tidak, Li-hiap. Perkumpulan ini merupakan keinginan kami sendiri dan
tidak melibatkan Pangeran Liu...." Huang-ho Siang-kiam Ma Sing menjawab dengan
berhati-hati pula. "He, Ma-taihiap!" Tiba-tiba terdengar teriakan Pek Hou. "Kapan pemilihan akan
dimulai" Sudah hampir pagi, nih!"
Terdengar suara tertawa di sana-sini. Ma Sing kembali mengangkat kedua tangannya
ke atas. "Baiklah. Pemilihan akan kita mulai. Supaya bisa adil maka setiap perkumpulan
hanya memilih satu suara. Demikian pula dengan kelompok saudara-saudara kita
yang mencalonkan Tai-hiap tadi.
Sehingga akan ada enam suara yang berhak memilih nanti. Nah, sekarang....
silakan setiap perkumpulan mengirimkan wakilnya ke depan!"
Enam orang maju ke depan. Mereka adalah wakil dari Pek-lian-eng, Sin-hou-pang,
Kong-sim-pang, Liong-gi-eng, Bu-lim-eng, dan kelompok lelaki kasar tadi.
922 Ma Sing lalu menancapkan lima batang kayu di tengah-tengah arena. Setiap kayu
diberi tulisan nama para calon ketua yang hendak mereka pilih.
"Nah, Saudara berenam! Saudara tentu telah mendapatkan pesan dari kelompok
saudara. Sekarang pilihlah batang kayu yang sudah diberi nama para calon ketua
itu! Dan pemenangnya adalah calon yang paling banyak pemilihnya! Dia berhak
diangkat menjadi ketua perkumpulan kita!"
Enam orang itu bergegas memilih kayu yang diinginkan. Ternyata hampir semuanya
memilih kayu bertuliskan nama Ma Sing! Hanya seorang yang memegang kayu
bertuliskan Tiau Hek Hoa, yaitu wakil dari rombongan lelaki kasar tadi.
Semuanya bersorak gembira. Ma Sing tidak bisa menolak lagi. Ketua Pek-lian-eng
itu kini resmi menjadi Ketua Perkumpulan Pendekar di sepanjang Sungai Huang-ho!
"Sekarang kita rayakan penobatan ketua kita ini dengan berpesta seadanya!
Setuju...?" Go-bi Sam-ci berseru dari tempat duduknya.
"Setujuuuuuu...!"
"He! Nanti dulu...! Kita masih melupakan sesuatu!
Kita belum memberi nama perkumpulan kita!" Tiba-tiba Tiau Hek Hoa berteriak
melengking. Semuanya .terdiam. Lagi-lagi gadis berkulit hitam itu menyadarkan mereka. Tetapi
keadaan itu tidak berlangsung lama. Seseorang berteriak dari bagian belakang.
923 "Mudah saja! Kita namakan.... Huang-ho Eng-hiong! Bukankah kita berasal dari
daerah sepanjang aliran Sungai Huang-ho?"
"Setuju! Setujuuuuuu...!" "Setujjjuuuuu....!"
Demikianlah sisa malam itu mereka pergunakan untuk berpesta pora. Masing-masing
dengan gaya dan cara mereka sendiri. Ada yang bergerombol sambil minum arak yang
telah mereka sediakan. Ada pula yang bersantap-ria membakar daging buruan atau
daging ikan yang banyak terdapat di tempat itu.
Ma Sing bersama dengan bekas ketua-ketua perkumpulan lama saling berbicara di
sekeliling api unggun. Ikut duduk di antara mereka itu, Si Pencuri Sakti Ang Jit
Kun, Ui Tiam Lok, A Liong, dan Souw Hong Lam.
"Kita harus segera membuat rencana bagi perkumpulan kita. Kita tidak boleh
terlambat. Pasukan Mo Tan sudah menyusup ke selatan...." Go-bi Sam-ci berkata
dengan suara bergetar. "Benar, Ma Taihiap! Mari kita susun rencana kita!
Mumpung kita masih berkumpul di sini...." Pek Hou mengangguk-anggukkan
kepalanya. Ma Sing menghela napas panjang. Matanya yang kecil namun tajam luar biasa itu
memandang ke kanan dan ke kiri. Dan pandangannya. segera berhenti pada wajah
hitam legam yang saat itu sedang mengawasinya pula.
Ma Sing menarik napas panjang. Ternyata Tiau Hek Hoa duduk tidak jauh dari
tempat itu. Bahkan 924

Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mata Ma Sing juga melihat seorang pemuda jangkung berdiri tak jauh dari gadis
itu. Pemuda itu sebentar-sebentar memandangi gadis itu.
"Ahhh....!" Ma Sing berdesah sambil memalingkan mukanya. "Sebenarnya aku sudah
mempunyai rencana. Tapi.... aku tidak berani mengatakan.
Rencana itu sangat berbahaya bagi perkumpulan kita."
"Cepat katakan, Ma-taihiap! Apa rencanamu" Kita bisa mengaturnya nanti...." Ang-
bin Kuai-jin yang tidak sabaran itu mendesak.
Ui Thian Lok menggamit Liu Wan. Sambil mendekatkan bibirnya dia berbisik di
telinga pemuda itu. "Ciok Sin-she, kau juga punya rencana yang belum jadi kau
beritahukan kepadaku!"
Liu Wan tersenyum. Seolah-olah ingin bercanda pemuda itu juga berbisik di
telinga Ui Tiam Lok. "Ah, mudah saja kalau begitu. Akan kukatakan sekarang juga.
Heem, kalau aku menjadi ketua perkumpulam ini, aku akan membawa para pendekar ke
Benteng Langit untuk membebaskan Yap Tai-ciangkun! Hehehehe...!"
Ui Tiam Lok terbelalak, namun segera tersenyum pula. Dia tahu Ciok Sin-she yang
dikenalnya itu sedang bercanda.
Sementara itu Ma Sing juga menjawab desakan rekannya. "Kita tak akan berhasil
menghalau pasukan Mo Tan tanpa seorang ahli siasat perang di antarakita.
Kita membutuhkan seorang ahli perang seperti.... Yap Tai-ciangkun!"
925 "Hah....?"?" Semuanya terkejut. Tak terkecuali Liu Wan dan Ui Tiam Lok sendiri
yang baru saja menyebut nama itu.
Huang-ho Siang-kiam Ma Sing memandang wajah rekan-rekannya. "Memang, rencanaku
ini sangat tidak masuk akal dan amat berbahaya! Kita dapat dituduh sebagai
pemberontak! Tapi apa boleh buat, memang tidak ada jalan yang lain lagi! Di
medan perang memang butuh seorang jendral yang baik! Tanpa pimpinan seorang ahli
perang, maka ribuan atau laksaan prajurit takkan dapat berbuat banyak!"
Tak seorang pun memberi komentar. Apa yang diucapkan oleh Huang-ho Siang-kiam Ma
Sing itu memang benar. Dan apa yang direncanakan itu sebenarnya juga baik
sekali. Cuma pelaksanaannya saja yang sulit! Yap Tai-ciangkun adalah tawanan
pemerintah, bahkan dianggap sebagai pengkhianat negara. Jadi membebaskan dia,
berarti sama saja memberontak terhadap negara!
"Ah, mudah saja! Kalau memang hanya itu jalan keluarnya, kita lakukan saja
rencana itu! .Kita tidak perlu banyak berpikir tentang salah-benarnya! Kata para
cerdik-pandai, seorang budiman lebih banyak menurutkan naluri dan perasaannya,
daripada oleh pikirannya! Kalau jalan itu kita anggap paling benar bagi kita
semua, yah.... kita laksanakan saja! Adapun akibatnya, kita hadapi saja dengan
dada terbuka!" Tiba-tiba A Liong berkata tegas dan mantap.
926 Semuanya tertegun. Sebenarnya jawaban seperti itu sudah bergema di hati mereka masing-masing. Namun untuk mengucapkannya mereka tidak berani. Kini melihat
seorang pemuda berusia dua puluhan tahun berani mengucapkannya, hati mereka
terasa bergetar! "Saudara kecil, boleh aku mengetahui namamu?"
Ang-bin Kuai-jin bertanya dengan suara bergetar pula.
"Aku yang sudah tua ini sebenarnya sependapat denganmu. Cuma, hehehe....
bagaimana cara melaksanakannya" Semua orang mengetahui, bahwa Benteng Langit
dijaga ketat oleh lebih dari seribu orang prajurit pilihan. Selain itu Benteng
Langit merupakan bangunan besar, terdiri dari ratusan kamar dan lorong bangunan.
Bagaimana kita dapat menemukan kamar penjara Yap Tai-ciangkun?" '
Go-bi Sam-ci menatap A Liong sambil
mengangguk-anggukkan kepalanya. "Apa yang dikatakan Ang-bin Kuai-jin itu memang
benar, Anak Muda, Kita tak mungkin menyerbu benteng di atas pulau karang itu
dengan segenap kekuatan kita. Selain kita tidak punya perahu, kedatangan kita
pun akan mudah mereka ketahui. Sebelum kita dapat memanjat dinding tembok, kita
akan dihujani panah dan tombak!"
A Liong tersenyum. Setelah memperkenalkan diri, pemuda itu menerangkan
pendapatnya. Sama sekali tidak ada kesan sombong pada sikap dan cara
berbicaranya. 927 "Tentu saja kita tak perlu mengerahkan pasukan besar hanya untuk mengetahui di
mana Yap Tai-ciangkun itu ditawan, Locianpwe! Apalagi kita juga belum tahu,
apakah Beliau masih hidup atau tidak!"
"Jadi, bagaimana menurut saran Saudara A Liong?"
Liu Wan mulai tertarik mendengar cara berbicara pemuda itu.
"Kita kirimkan beberapa orang petugas pilihan untuk menyusup ke dalam benteng
itu. Setelah kita tahu tempat di mana Yap Tai-ciangkun ditawan, kita baru dapat
mengatur siasat yang tepat untuk membebaskannya
!" Mereka saling pandang dengan kening berkerut. Saran itu sebenarnya sederhana sekali, tapi sungguh tepat dan bagus. Untuk membebaskan Yap Tai-ciangkun memang tidak boleh dilakukan secara terang- terangan. Apalagi oleh perkumpulan para pendekar seperti mereka.
928 "Bagus! Nah, kalau begitu.... siapa kira-kira yang harus pergi ke benteng itu?"
Ma Sing menjadi tertarik pula dengan rencana tersebut.
A Liong menunduk sambil memegangi dagunya.
"Tentu saja yang pergi adalah mereka yang memiliki kepandaian tinggi. Tapi yang
jelas mereka bukan.... Locianpwe sekalian! Locianpwe sekalian sudah dikenal orang banyak, termasuk
petugas kerajaan, sehingga tugas itu sangat berbahaya bagi nama dan martabat
Locianpwe. Sungguh berbahaya dan sangat tidak enak dituduh sebagai pemberontak."
Semuanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Apa yang diucapkan pemuda itu memang
benar serta masuk akal. Mereka memang tak berani menanggung resiko dicap sebagai
pemberontak, yang berakibat akan selalu dikejar-kejar oleh petugas kerajaan.
"Lalu.... kalau bukan para ketua perkumpulan, siapa lagi...?" Liu Wan bertanya
lirih. A Liong mengangkat wajahnya. "Locianpwe harus memilih empat atau lima orang di
antara para pendekar yang hadir malam ini! Dan mereka itu harus memiliki
kepandaian tinggi! Paling tidak harus sejajar atau syukur lebih tinggi dari
Locianpwe sekalian! Selain daripada itu mereka harus siap untuk mati demi tugas ini!" ucapnya
kemudian dengan suara tegas dan bersemangat.
"Aaaaaah...!" Semuanya berdesah.
"Bagus! Aku setuju!" Tiba-tiba Tiau Hek Hoa berseru seraya melangkah menghampiri
tempat itu. 929 "Rencana Saudara A Liong itu sangat baik. Aku mendukungnya."
"Hmmh...!" Pemuda jangkung yang berada di belakang Tiau Hek Hoa tadi menggeram
dan terbatuk-batuk. "Ah, Li-hiap juga mendengarkan percakapan kami?" Huang-ho Siang-kiam Ma Sing
berkata kaget. Tiau Hek Hoa berdiri di depan A Liong. Sorot api unggun menerpa wajahnya yang
hitam legam bak pantat kuali itu.
"Maaf, Ma-locianpwe. Saudara A Liong ini berbicara dengan keras dan bersemangat
sehingga telingaku juga mendengarnya."
Ma Sing menarik napas panjang. "Baiklah, tidak apa-apa. Semua orang memang boleh
mendengarnya, asal dapat menyimpan dan merahasiakannya. Nah, bagaimana pendapat
Cu-wi sekalian dengan rencana Saudara A Liong tadi?" Katanya kemudian kepada
para ketua perkumpulan itu.
"Aku setuju!" Liu Wan dengan cepat menjawab.
"Lo-hu juga sependapat! Rencana itu memang hebat! Kalau boleh.... Lo-hu juga mau
berangkat!" Ang-bin Kuai-jin yang berangasan itu berseru pula.
"Wah, tentu saja tidak boleh, Kuai-jin! Wajahmu banyak dikenali orang. Begitu
para perajurit kerajaan itu tahu, maka seluruh anggota Huang-ho Eng-hiong kita
akan diburu dan dimusnahkan oleh bala tentara kerajaan! Kita memang harus
memilih orang seperti 930
yang diusulkan oleh Saudara A Liong tadi." Pek-hou tertawa sambil mmengelus-elus
jenggotnya. "Sudahlah! Cepat kita pilih orang yang akan berangkat ke benteng itu! Nah, Ma
Tai-hiap.... beberapa orang yang hendak kita pilih" Satu, dua, atau.... sepuluh orang?" Go-bi
Sam-ci menyela tak sabar.
Setelah berpikir sebentar, Ma Sin&menjawab perlahan. "Sebaiknya memang tidak
boleh terlalu banyak. Tetapi juga tidak boleh terlalu sedikit. Terlalu banyak
justru akan menyulitkan kerjasama mereka.
Tapi terlalu sedikit juga akan mengurangi kemungkinan keberhasilan tugas itu.
Yah, tampaknya yang baik memang.... empat atau lima orang itu! Mudah diatur,
gampang menyusupnya, dan apabila terlihat oleh lawan, maka salah seorang tentu
dapat menyelamatkan diri. Dan hal itu sudah cukup bagi kita untuk mendapatkan
keterangan." "Bagus! Sekarang tinggal menentukan cara memilihnya!"
Huang-ho Siang-kiam Ma Sing berdiri sambil mengangkat tangannya. Sikapnya
kelihatan serba salah. "Mencari orang terbaik berarti harus memilih calon yang ada. Dan untuk
menentukan pilihan, harus dilihat dulu kemampuannya. Untuk melihat kemampuan
mereka, terpaksa harus diadu. Nah... ini lah yang kurang kusukai!" Katanya
sambil berpantun. 931 Hiruk-pikuk di tengah rawa terpencil itu tiba-tiba berhenti! Semuanya memandang
Huang-ho Siang-kiam Ma Sing. Mereka tidak tahu, apa yang sedang dibicarakan oleh
para pimpinan mereka. Namun yang jelas Ma Sing baru saja berkata tentang
pemilihan adu silat. Mereka berbisik satu sama lain. Dan sesaat kemudian sorak-sorai pun kembali
bergema di tempat itu. Pengaruh arak telah membakar kegembiraan mereka.
"Bagus! Bagus! Mari kita pilih jago kita malam ini...!" Mereka bersorak dan
berteriak kegirangan. "Apa pendapatmu, Ciok-heng?" Ma Sing yang tidak menyukai pertandingan silat itu
meminta pendapat Liu Wan.
"Waaah...! Repot juga!" Liu Wan bergumam melihat kegembiraan para pendekar itu.
A Liong melangkah ke depan. Locian-pwe!
Bagaimana kalau diatur saja dengan cara yang lebih aman" Para calon tidak perlu
bertanding! Masing-masing hanya diminta untuk menunjukkan kemampuannya! Dan
Locianpwe berlima yang akan menjadi juri. Locianpwe tentu akan dapat memilih
jago yang dikehendaki!"
Ma Sing dan para ketua lainnya memandang A Liong dan Liu Wan bergantian. Sejak
semula mereka memang tidak begitu memperhatikan A Liong.
Mereka percaya bahwa semua teman Ciok-Sin-she adalah kawan seperjuangan mereka
pula. Namun 932 sebenarnya mereka juga bertanya-tanya di dalam hati.
Apalagi anak yang masih sangat muda itu kelihatannya amat disegani oleh yang
lain. Memang repot bagi Liu Wan untuk memberi penjelasan. Di satu pihak dia sudah
percaya penuh kepada pemuda asing itu, tapi di lain pihak dia memang tidak tahu
banyak tentang asal-usulnya.
"Saudara A Liong.... semua orang mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya!
Silakah! Siapa tahu saranmu benar-benar memberi jalan keluar yang baik?"
Akhirnya Liu Wan berkata perlahan.
Ma Sing mengerutkan keningnya. "Tapi.... setiap ilmu silat memiliki rahasia dan
keistimewaannya sendiri-sendiri. Kadang-kadang ilmu silat baru menunjukkan
kedahsyatannya setelah berhadapan dengan lawan. Bagaimana mungkin kita bisa
menilainya?" A Liong tersenyum pahit. "Benar, Locianpwe.
Usulku memang bukan yang terbaik, karena usul itu hanya berpijak pada keinginan
untuk menghindari korban di antara kita. Sebab, apa yang kita perlukan hanyalah
memilih beberapa orang yang pantas menerima tugas itu. Bukan mencari siapa yang
paling sakti di antara kita!"
"Ah, kau benar, Saudara A Liong! Maafkan aku...!"
Huang-ho Siang-kiam Ma Sing tergagap. Usul A Liong itu sungguh tepat dan cocok
dengan keinginannya. Hilang semua kecurigaannya kepada 933
pemuda itu. Segera dimintanya pemuda itu menjelaskan usulnya lebih lanjut.
A Liong menunjuk ke sebuah batu karang besar yang tersembul di tengah-tengah
rawa. Tempat itu kira-kira sepuluh tombak jauhnya dari tempat itu. Air tak
terlalu dalam. Paling hanya sepuluh lutut orang dewasa.
Persis di bagian atas batu karang itu terdapat pecahan karang sebesar kambing.
Berwarna hijau lumut. Entah sudah berapa ratus tahun batu itu bertengger di
sana. Namun yang jelas, guyuran air hujan serta hembusan angin di setiap musim,
belum mampu menggesernya dari tempat itu.
"Bagaimana kalau masing-masing calon diminta untuk mengambil batu karang itu dan
membawanya ke sini, tanpa harus mempergunakan perahu atau sampan?" A Liong
mengutarakan pendapatnya.
Para ketua perkumpulan itu memandang A Liong dengan wajah tak mengerti. "Maaf,
aku kurang paham maksud Saudara A Liong. Bukankah mudah sekali untuk membawa
batu itu ke mari" Walaupun besar, tapi setiap pendekar tentu dapat
mengangkatnya. Apalagi air rawa ini juga tidak terlalu dalam." Go-bi Sam-ci berkata perlahan.
"Ah, bukan begitu maksudku." A Liong buru-buru menerangkan. "Mereka tidak boleh
masuk ke dalam air. Mereka harus berloncatan di atas lima buah patok kayu, yang
akan kita tancapkan di dalam rawa. Nah, 934
selanjutnya.... tinggal para penguji yang menilai kemampuan mereka."
Pek-hou dan Ang-bin Kuai-jin bertepuk tangan.
Mereka berdua merasa bahwa ujian itu benar-benar berat. Bahkan mereka sendiri
belum tentu dapat melakukannya.
"Bagus! Rencana yang bagus sekali! Kita akan menyaksikan kehebatan ilmu silat
para anggota perkumpulam kita."
Akhirnya semua orang menyetujui usul itu. Liu Wan dan Ma Sing tersenyum sambil
mengangguk-anggukkan kepala mereka. Bahkan Liu Wan segera menggamit lengan A
Liong. "Kau juga ikut bukan?"
"Harus! Dia yang mengusulkan, maka dia harus dapat pula melakukannya!" Para
ketua perkumpulan itu menyahut berbareng.
"Lhoh" Ini.... ini...?" A Liong gelagapan.
Demikianlah, Ma Sing lalu mengumumkan niatnya untuk memilih lima orang jago
silat di antara mereka. Dikatakan pula bahwa para jago yang terpilih nanti akan mendapatkan tugas
penting dari perkumpulan mereka.
Para pendekar itu kembali bersorak gembira.
Walaupun syarat .atau ujian itu sangat berat, tetapi pertandingan itu akan
benar-benar menyemarakkan suasana. Bagi mereka tiada kegembiraan lain selain
pertandingan silat. 935 Begitu Ma Sing memberi tanda, maka beberapa orang segera maju ke depan.
Bergantian mereka mencoba menyeberangi rawa tersebut. Dan orang pun segera
tergelak-gelak ketika satu persatu mereka terjungkal ke dalam air. Tak seorang
pun yang mampu mencapai seberang. Meski berkepandaian tinggi, tetapi mereka
tidak biasa berloncatan di atas patok kayu.
Semakin malam suasana pertandingan menjadi semakin seru. Ada beberapa pendekar
yang memiliki ginkang tinggi, sehingga dapat mencapai seberang.
Tapi mereka segera tenggelam begitu kembali dengan batu karang itu. Ada yang
terpeleset, tetapi ada pula yang langsung tercebur ke dalam rawa. Dan mereka
harus segera mengembalikan batu tersebut ke asalnya.
"Ang-heng, cobalah...!" Pek-hou yang mengetahui kehebatan ginkang Ang Jit Kun
mencoba mendesaknya. "Yaaaah, kalau tidak membawa beban apa-apa....
memang mudah berlompatan di atas kayu itu! Tapi kalau harus membawa beban berat,
waaah.... ya sulit!"
Si Pencuri Sakti Ang Jit Kun menggerutu.


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Waduh! Kalau saja kau tidak mampu, lalu... siapa lagi yang akan dapat
melakukannya?" Ketua Liong-gi-eng itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Ang Jit Kun melirik ke arah Liu Wan. Sebagai pembantu dekat, tokoh itu tahu
banyak tentang tingkat kesaktian Liu Wan.
936 Tapi Liu Wan cepat menggelengkan kepalanya.
"Ah! Aku juga tidak dapat melakukannya, Ang-heng!
Perguruanku lebih mengutamakan lweekang daripada ginkang. Kalau aku dapat
membawa batu itu ke mari, maka cara yang kupergunaka tidak akan memenuhi
syarat." "Apa maksud Ciok-heng?" Go-bi Sam-ci bertanya bingung.
"Ah, lihatlah.... ada yang ingin mencoba lagi!" Liu Wan buru-buru mengalihkan
perhatian. Di tepi rawa telah berdiri seorang pemuda jangkung kurus, berpakaian serba
hitam. Dan Ma Sing segera mengenalnya sebagai pemuda asing, yang tadi berdiri
tidak jauh di belakang Tiau Hek Hoa. Wajahnya tampan, namun kelihatan muram dan
tidak gembira. Bahkan sorot matanya berkesan dingin menakutkan, seperti mata serigala di
kegelapan malam. Setelah diam sejenak, pemuda itu lalu melompat tinggi ke udara. Patok kayu
pertama dilewatinya. Tubuhnya tetap melayang ke depan. Pada saat melayang turun ke patok berikutnya,
ia berjungkir balik beberapa kali untuk mengurangi berat tubuhnya.
Ternyata pada patok kayu yang ke dua, pemuda itu juga tidak mendaratkan kakinya.
Pada saat tubuhnya melayang turun, pemuda itu dengan tenang justru mencopot ikat
pinggangnya! Sebuah ikat pinggang terbuat dari kain putih sepanjang satu tombak
lebih. Taaaar...! Tiba-tiba pemuda itu menyabetkan ujung ikat pinggangnya ke patok
kayu! Dan.... huuuup! 937 Tubuh yang hampir menyentuh air itu sekonyong-konyong melenting ke atas lagi
seperti bola karet! Bahkan daya luncurnya menjadi lebih cepat lagi, sehingga patok kayu yang ke tiga
pun terlewati pula! Ketika tubuhnya mulai menukik ke patok yang ke empat, pemuda itu bergegas
mengayun kembali ikat pinggangnya ke bawah!
Taaaarrrr...! Pemuda itu kembali melenting ke depan, menuju ke patok yang ke
lima, dan selanjutnya dengan tumpuan patok kayu tersebut dia melesat ke batu
karang! Tidak terasa semuanya menahan napas. Ilmu meringankan tubuh pemuda itu sungguh
hebat sekali. Jauh lebih baik dari ginkang para ketua perkumpulan mereka. Maka tak
mengherankan kalau sesaat kemudian terdengar suara gemuruh tepuk tangan dan
teriakan mereka! "Huuuuraaaa! Hurrra...!" Tak seorang pun yang tidak takjub
melihat gerakan itu. Bagi mereka, pemuda itu tak ubahnya seekor burung elang yang terbang rendah di
atas air. Di mana pada saat-saat tertentu kukunya menghunjam ke dalam air untuk
menyambar ikan. "Bukan main!" Para ketua perkumpulan itu berdesah kagum.
"Siapakah dia...?" Ma Sing hampir tidak percaya pula.
Belum juga pertanyaan tersebut terjawab, sorak-sorai di tempat itu terhenti!
Ternyata pemuda itu telah mulai memperlihatkan kesaktiannya lagi! Batu karang
938 yang diperlombakan itu telah berada di dalam pelukannya.
Ketika semua orang masih menduga-duga, apa yang hendak dilakukan oleh pemuda
itu, ternyata pemuda tersebut sudah lebih dulu melemparkan batu karang itu ke
patok kayu yang terdekat. Wus...! Dan pemuda itu bergegas mengejarnya!
Namun dengan mengerahkan segala
kemampuannya, ternyata pemuda itu bergerak jauh lebih gesit dan lebih cepat dari
pada batunya. Ternyata pemuda itu lebih dulu mendaratkan kakinya di patok kayu.
Kemudian sebelum batu itu menimpa kepalanya, pemuda itu lebih dulu menyongsongnya dengan sabetan tali ikat pinggangnya! Srrrt! Batu karang itu terbelit ujung ikat pinggang! Selanjutnya dengan sekali hentak, maka batu 939 tersebut kembali terlempar ke atas melewati kepalanya!
Pemuda itu cepat berbalik dan melesat mengejarnya. Dan seperti tadi, maka dia
pun lebih dulu mendarat di patok kayu berikutnya. Kemudian dia mengulangi pula
caranya tadi. Dan beberapa saat kemudian dia telah berhasil membawa batu karang
itu ke depan Huang-ho Siang-kiam Ma Sing!
Sekali lagi tempat itu gemuruh dengan suara tepuk tangan!
Go-bi Sam-ci melesat ke depan. Sambil merangkapkan kedua telapak tangannya bekas
ketua Kong-sim-pang itu mengawasi tamunya.
"Tampaknya Saudara telah berhasil lulus dari ujian ini. Namun demikian kami
perlu mengetahui asal-usul Saudara dulu, sebelum kami berlima menetapkan sebagai
pemenang...." Pemuda jangkung kurus itu tidak segera menjawab.
Sebaliknya dari balik kerumunan tamu yang datang, tiba-tiba muncul seorang
lelaki separuh baya yang berlari ke arah mereka. Lelaki itu mengenakan pakaian
sederhana, yang biasa dipakai oleh orang-orang di daerah pedalaman. Meskipun
demikian Go-bi Sam-ci maupun para ketua yang lain segera mengenal orang itu,
karena dia tidak lain adalah Yo Keng, utusan Kong-sun Goan-swe!
"Yo-ciangkun...!" Semua orang yang hadir di tempat itu bergumam pendek.
940 "Go-bi Sam-ci, jangan khawatir! Aku yang membawa pemuda ini. Kita semua dapat
mempercayainya!" Yo Keng berkata lantang.
Kemudian Yo Keng mendekati Ma Sing. "Ma-heng, kau juga tidak perlu meragukan
pemuda ini. Dia seorang pendekar pengembara. Namanya Chin Tong Sia. Dia telah
menyelamatkan aku dari keganasan pasukan Mo Tan. Bahkan dia juga telah
menyelamatkan, aku dari perangkap Si Tongkat Bocor Ho Bing di kota Leng-fu!"
Huang-ho Siang-kiam Ma Sing tersentak kaget. "Si Tongkat Bocor Ho Bing" Bukankah
dia sering terlihat di istana Au-yang Goanswe" Mengapa pengemis itu ingin
menangkap Yo-ciangkun" Apakah dia mau memberontak?"
"Ah, entahlah, Ma-taihiap. Tampaknya memang ada sesuatu yang tak beres di kota
raja. Suasananya tidak seperti dulu lagi. Pengaruh Au-yang Goanswe terasa di
mana-mana. Tidak hanya di kalangan prajurit pengawal istana, tapi di kalangan
para pejabat kerajaan pun pengaruhnya sangat kuat. Aah....
tampaknya kecurigaan Kong-sun Goanswe selama ini memang benar. Kota raja telah
dikuasai para pengikut Au-yang Goanswe!"
Para ketua partai persilatan itu menghela napas.
Huang-ho Siang-kiam Ma Sing menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, Yo Ciang-kun. Nanti kita bicarakan lebih lanjut masalah itu. Sekarang
kita lihat dulu 941 kemampuan para pendekar muda kita. Saudara Chin, silakan beristirahat dulu! Kau
kami nyatakan berhasil...."
"Bagus! Kalau begitu aku juga ingin mencobanya!
Hih...!" Tiba-tiba Tiau Hek Hoa berseru nyaring.
Tubuhnya yang mungil itu melesat ke depan, lalu menyambar batu karang hijau di
tengah arena. Sebelum semuanya mengetahui apa yang terjadi, gadis berkulit hitam itu telah
terbang ke dalam rawa! Gerakan gadis itu memang lebih teat disebut terbang daripada melompat. Dengan
memeluk batu karang tersebut di dadanya, dia berloncatan di atas patok kayu,
laksana seekor lebah betina yang pulang membawa hasil buruannya!
Sekejap saja batu karang itu telah bertengger kembali di tempatnya semula! Maka
tidaklah mengherankan kalau sedetik kemudian tempat itu seperti diguncang oleh
suara riuh tepuk-tangan para pendekar yang hadir!
Pemuda jangkung yang tidak lain adalah Put-tong-sia atau Chin Tong Sia dari
Beng-kau itu merah padam melihatnya. Hampir saja ia melompat dan menerjang gadis
yang berani mengaku orang dari Beng-kau itu. Untunglah dia segera dapat meredam
perasaannya. "Lebih baik kubiarkan saja ia ikut ke Benteng Langit. Akan kuselidiki apa maksud
dan tujuannya ia menyamar sebagai orang Beng-kau ...." Put-tong-sia berkata di
dalam hatinya. 942 Tampaknya kehebatan ilmu silat Put-tong-sia dan Tiau Hek Hoa tadi sangat
menggelitik hati Souw Hong Lam pula. Terbukti pemuda ganteng itu cepat berdiri
begitu Tiau Hek Hoa kembali ke tempatnya!
Liu Wan dan A Liong menoleh. Terlambat! Mereka hanya melihat bayangan Souw Hong
Lam berkelebat. Di lain saat pemuda ganteng itu telah melayang di atas permukaan air. Mantel
hitamnya yang lebar itu berkibar indah di belakangnya. Sepintas lalu bagaikan
sayap burung rajawali yang berkepak melawan angin.
Dia hanya memanfaatkan sebuah patok saja di antara lima buah patok kayu itu.
Jarak sejauh itu hanya ditempuh dalam dua kali lompatan!
Sebelum orang-orang di tempat itu sadar apa yang terjadi, Souw Hong Lam telah
berada di seberang. Dan ketika semuanya tersentak kaget melihat ulahnya, Souw Hong Lam telah melesat
kembali dengan batu karang di dalam pelukannya. Tubuhnya melayang seperti induk
rajawali pulang ke sarangnya. Batu besar itu seakan-akan tak berbobot sama
sekali di tangannya. Kedatangan Souw Hong Lam disambut lebih meriah daripada Chin Tong Sia maupun
Tiau Hek Hoa. Mereka merasa telah mendapatkan seorang jago sakti lagi.
Sementara itu para ketua perkumpulan tampak saling lirik lagi. Mereka merasa
heran karena tak terduga hari itu muncul jago-jago muda yang berkepandaian
sangat tinggi. Bahkan mereka merasa 943
bahwa ginkang ketiga anak muda itu boleh dikatakan di atas mereka.
"Heran! Rasanya hanya Ketua Pusat Im-yang-kau saja yang mampu berbuat seperti
itu!" Huang-ho Siang-kiam Ma Sing yang juga Ketua Cabang Im-yang-kau bagian
utara itu bergumam pelan.
Liu Wan bertepuk tangan pula. "Bagus! Sudah tiga jago yang kita dapatkan Nah,
Saudara A Liong.... sekarang giliranmu!"
"Benar! Ayoh, Saudara A Liong...! Kau yang memilin permainan ini! Kau yang harus
menyelesaikannya!" Pek Hou berteriak keras, diikuti pula oleh yang lain.
"Ayolah, Saudara A Liong!" Ma Sing ikut mendesak pula.
A Liong tidak dapat menghindar lagi. Menolak permintaan mereka berarti
mengecewakan banyak orang. Terpaksa dia melangkah ke rawa.
Sebenarnya berloncatan di atas patok kayu itu merupakan pekerjaan mudah bagi A
Liong. Bersama kedua gurunya, Soat Ban Ong dan Bok Kek Ong, dia sudah biasa
bermain-main di atas ombak hanya dengan alas kaki dari tulang ikan paus. Tapi
sekarang, di depan para pendekar persilatan, dia tak mau menyombongkan diri. Dia
akan menyeberang dan mengembalikan batu itu ke tempatnya, tapi dengan cara
biasa. Tanpa mengeluarkan ilmunya yang aneh-aneh.
944 A Liong bersiap-siap. Setelah mengerahkan sebagian dari tenaga saktinya, dia
mengangkat batu karang yang dibawa Souw Hong Lam tadi ke pundaknya. Gerakannya
berkesan lamban dan kurang bertenaga. Bahkan ketika berloncatan di atas patok
kayu, tubuhnya tampak limbung serta nyaris jatuh ke dalam air.
Namun demikian sampai juga pemuda itu ke seberang dengan selamat.
Kembalinya lebih mudah daripada perginya. Tanpa beban batu karang itu, A Liong
dengan cepat menyeberang dan kembali di tempat semula. Dan kedatangannya
disambut dengan tepuk tangan riuh.
"Bagus...!" Walaupun kurang puas dengan penampilan A Liong, tapi Ma Sing tetap
gembira dengan hasilnya. Karena jago yang diinginkan baru empat orang, padahal yang dibutuhkan lima
orang, maka ujian terus dilaksanakan. Namun hingga bulan melorot ke barat, tiada
lagi orang yang mampu menyeberangkan batu karang itu. Ang Jit Kun, yang terkenal
memiliki ginkang tinggi, ternyata juga gagal menyelesaikan permainan tersebut.
Kakinya tergelincir pada saat membawa batu karang.
"Sudahlah. Tampaknya tiada lagi yang dapat menyeberangkan batu itu. Bagaimana
pendapatmu, Ciok-heng?" Huang-ho Siang-kiam Ma Sing meminta pendapat Liu Wan.
945 "Kalau memang demikian, yaaa.... apa boleh buat!
Rasanya empat orang pun sudah dapat berjalan pula.
Bagaimana pendapat rekan-rekan yang lain?"
"Aku mempunyai usul! Bagaimana kalau Ciok Sinshe ikut dalam rombongan itu...?"
Ang-bin Kuai-jin yang sejak tadi jarang sekali bersuara, tiba-tiba memotong.
"Maksud Kuai-jin...?" Pek Hou dan Go-bi Sam-ci bertanya hampir bersamaan.
Ang-bin Kuai-jin menarik napas sambil mengawasi jago-jago muda yang baru saja
terpilih itu. "Maaf! Lo-hu tidak bermaksud memandang rendah kemampuan para pendekar muda ini.
Tapi kurasa.... mereka perlu seorang pendamping yang memiliki pengalaman dan wawasan luas. Lo-hu
percaya, ilmu silat mereka, sulit dicari bandingannya. Tapi untuk menghadapi
rintangan dan jebakan di dalam benteng itu perlu adanya seorang pendamping yang
berpengalaman." "Bagus. Lo-hu juga sependapat. Tapi.... mengapa harus Ciok Sin-she, dan bukan
yang lain?" Pek Hou menyela.
"Ah, rasanya aku bisa menebak jalan pikiran Ang-bin Kuai-jin.. Selain banyak
pengalaman, Ciok Sinshe juga mahir ilmu pengobatan. Eeee, siapa tahu ada yang
terluka dalam tugas itu nanti?" Huang-ho Siang-kiam Ma Sing memotong.
"Waaaah...!" Liu Wan pura-pura mengeluh, padahal di dalam hati dia memang ingin
berangkat pula. 946 Demikianlah Ma Sing lalu melakukan perundingan rahasia dengan para pembantu
dekatnya. Dan pada malam itu juga rombongan penyelidik ke Benteng Langit
diberangkatkan. Mereka terdiri atas Chin Tong Sia, Tiau Hek Hoa, Souw Hong Lam,
A Liong, dan Liu Wan! Rombongan itu berangkat secara diam-diam.
Mereka menggunakan dua buah sampan kecil. A Liong bertiga dengan Chin Tong Sia
dan Tiau Hek Hoa, sedangkan Liu Wan berdua dengan Souw Hong Lam.
Ketika fajar mulai menyingsing mereka telah meninggalkan rawa Tai-bong-sui itu.
Sekarang mereka berada di perbatasan Propinsi Shan-si dan Honan. Mereka berjalan
ke selatan, menyusuri hutan cemara yang terbentang luas sampai di Sungai
Huangho. Di sepanjang jalan Liu Wan mengakrabkan jalinan persaudaraan mereka. Tapi
usahanya agak sedikit mengalami kesulitan. Mereka terdiri dari anak-anak muda
yang belum saling mengenal sebelumnya. Maka tak mengherankan kalau mereka masih
saling curiga-mencurigai. Hanya A Liong saja yang kelihatan santai dan acuh.
Mereka berhenti ketika matahari mulai memperlihatkan kekuatannya. Kebetulan
mereka berada di sebuah kota kecil yang cukup ramai. Bahkan mereka melihat
banyak toko dan warung makan di pinggir jalan.
947 "Ciok Sin-she, sebaiknya kita makan dahulu di kota ini. Atau paling tidak kita
singgah sebentar untuk mencari bekal. Perjalanan kita masih panjang, dan rasanya
kita takkan dapat lagi menemukan tempat seperti ini." Tiau Hek Hoa berkata
kepada Liu Wan. "Kau benar, Lihiap. Aku juga pernah melewati jalan ini. Perjalanan selanjutnya
memang hanya lewat di hutan dan tanah gersang. Padahal kita masih membutuhkan
waktu dua hari lagi untuk mencapai Sungai Huang-ho...."
Demikianlah, mereka lalu masuk ke sebuah warung kecil yang hanya menyediakan
empat buah meja. Di mana salah satu mejanya telah terisi oleh tiga orang tamu
lain. Kulit Tiau Hek Hoa yang hitam itu segera menarik perhatian mereka. Kulit gadis
itu memang terlalu hitam, sehingga tidak mengherankan bila orang merasa aneh
melihatnya.

Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebaliknya Tiau Hek Hoa sendiri seperti tidak peduli terhadap mereka. Dia justru
mendahului kawan-kawannya untuk memilih meja.
Liu Wan, Souw Hong Lam, Chin Tong Sia, dan A Liong juga tidak peduli pula.
Mereka berempat berjalan dengan tenang di belakang Tiau Hek Hoa.
Meskipun demikian perhatian Chin Tong Sia tak pernah lepas dari sekelilingnya.
"Silakan masuk...!" Pemilik warung menyambut kedatangan mereka sambil melirik ke
wajah Tiau Hek Hoa. 948 Tiau Hek Hoa tetap acuh. Sambil melangkah ia melemparkan beberapa keping uang
tembaga ke atas nampan si pemilik warung itu.
"Hidangkan masakan yang paling enak untuk kami berlima! Uang itu sebagai ongkos
pelayananmu! Cepatlah...!" Gadis itu berkata datar tanpa memalingkan mukanya.
Pemilik warung itu terbelalak. Tapi sekejap kemudian wajahnya berubah menjadi
gembira bukan main. Seperti orang yang baru mendapatkan lotere, ia bergegas ke
dapur untuk menyiapkan hidangan.
"Lihiap...?" Liu Wan mengerutkan dahinya melihat keroyalan gadis itu.
Tapi Tiau Hek Hoa cepat merangkapkan kedua tangannya di depan dada. "Maaf, Ciok
Sin-she. Biarlah aku yang membayar makanan. Tampaknya orang itu lebih menghormati uang
daripada perempuan jelek seperti aku ini."
"Tiau-lihiap...! Jangan berprasangka begitu...!" Liu Wan berkata kikuk.
"Waduh perutku sudah keroncongan. Ciok Sin-she, Tiau-lihiap, ayolah...! Kita
duduk sambil berbicara tentang rencana kita nanti!" A Liong tiba-tiba menyela
untuk menghilangkan suasana yang kurang menyenangkan itu.
Ternyata Souw Hong Lam dan Chin Tong Sia juga sependapat dengan ucapan A Liong.
Mereka segera duduk mengitari meja. A Liong lalu mengangguk 949
kepada Liu Wan, yang mereka anggap sebagai pimpinan rombongan itu.
"Nah, Ciok Sin-she. Bagaimana rencana kita"
Berilah kami keterangan dan penjelasan, agar semua tindakan kita selalu terpadu
dan tidak bertindak menurut keinginan masing-masing."
Liu Wan tertegun sebentar, lalu tersenyum. Dia benar-benar kagum melihat sikap
dan penampilan pemuda bertubuh kekar itu. Usianya masih amat muda, tapi pikiran
dan pembawaannya sungguh sangat tenang dan matang.
"Kau benar, Saudara A Liong! Kita memang harus merundingkan dulu rencana
kita...." Liu Wan mengangguk.
Demikianlah, sambil menantikan hidangan, Liu Wan lalu memberitahukan rencana
perjalanan mereka nanti. Pertama, mereka menuju ke desa Luang-cung di tepi
Sungai Huang-ho. Dari sana mereka akan menempuh perjalanan melalui sungai.
Mereka akan berperahu menyusuri Sungai Huang-ho sampai ke Benteng Langit.
"Nanti kita rundingkan lagi cara memasuki benteng itu setelah kita dapat melihat
dan mengetahui keadaannya...." Liu Wan mengakhiri keterangannya.
Sementara itu makanan telah dihidangkan. Mereka lalu bersantap bersama. Dan A
Liong yang tidak pernah belajar tata cara makan bersama itu segera menyerbu
hidangan tanpa malu-malu lagi. Sejak kecil sampai berada di bawah bimbingan
kedua gurunya 950 pemuda itu tidak pernah belajar tata krama. Dia hahya tahu tentang baik buruk,
serta menghormati orang lain, terutama orang yang lebih tua. Tetapi pemuda itu
tak pernah belajar tentang cara berprilaku dan bertatakrama dalam menghadapi
orang lain. Cara makan A Liong yang bebas dan seenaknya itu memang sedikit mengganggu Tiau
Hek Hoa. Kaki A Liong yang diangkat ke atas kursi serta cara melahap makanan
dengan jari tangan itu, berkesan liar dan urakan. Sebagai gadis terpelajar dan
terhormat, gadis itu merasa risih juga melihatnya.
Tapi apa boleh buat, A Liong sendiri seperti tidak pernah merasa bersalah atau
peduli dengan sikapnya. Begitu pula dengan anggota rombongan lainnya.
Semuanya juga bersikap acuh saja melihat cara makan A Liong, sehingga Tiau Hek
Hoa terpaksa berdiam diri pula.
Sikap A Liong sungguh amat berbeda dengan Souw Hong Lam. Pemuda ganteng itu
bersikap halus, tenang, sopan, dan penuh tatakrama. Caranya makan pun amat sopan
dan berhati-hati. Bahkan terlihat lebih sopan daripada Tiau Hek Hoa.
Ketika pemilik warung itu lewat di dekat mereka, Tiau Hek Hoa menghentikannya.
"Paman....! Di mana kami dapat membeli kuda?"
"Kuda...." Apakah Cu-wi hendak membeli kuda"
Wah, banyak sekali pedagang kuda di sini. Kebetulan sekali daerah ini memang
daerah peternakan kuda. 951 Tetapi kalau Nona menginginkan kuda yang bagus, sebaiknya pergi saja ke
peternakan Kim Wan-gwe!"
"Kim Wan-gwe..." di mana tempatnya?"
"Peternakannya berada di sebelah selatan kota ini.
Tapi hati-hati dengan para centengnya, Mereka galak-galak. Apalagi Kim Wan-gwe
jarang berada di rumahnya. Dia lebih sering berada di kota."
"Di kota Lu-fan maksudmu?"
Pemilik warung itu mengangguk.
Liu Wan memandang Tiau Hek Hoa. "Lihiap hendak membeli kuda" Tapi.... kita tidak
boleh berangkat sendiri-sendiri. Rombongan ini harus selalu bersama-sama!"
Gadis itu balik menatap wajah Liu Wan yang tertutup oleh penyamarannya. "Sin-
she, aku tidak bermaksud berangkat sendiri. Kebetulan aku ada uang. Aku akan
membeli lima ekor kuda sekaligus untuk kita."
"Ah, maafkan aku. Tapi rasanya Lihiap tak perlu membuang-buang uang sebanyak
itu. Harga kuda terlalu mahal. Apalagi harus membeli lima ekor...."
"Benar. Kita berjalan kaki saja. Aku tak biasa naik kuda. Malah repot nanti...."
A Liong yang belum pernah naik kuda itu juga berseru. Mulutnya masih penuh
dengan makanan. Tiba-tiba salah seorang dari tiga tamu yang duduk di dekat mereka bangkit
berdiri. Dia memberi hormat kepada Tiau Hek Hoa.
952 "Maaf. Nona hendak membeli kuda" Kami, eh....
kami kebetulan juga mau menjual kuda. Mungkin Nona berminat membelinya?"
Tiau Hek Hoa bangkit pula dari tempat duduknya.
Tanpa rasa curiga ia membalas penghormatan orang itu. "Cu-wi ingin menjual kuda"
Bagus! Boleh aku melihatnya dulu...?"
Ketiga orang tamu itu cepat membayar
makanannya, lalu mengajak Tiau Hek Hoa keluar.
Dan tanpa sungkan-sungkan lagi gadis itu segera mengikuti pula.
"Ciok Sinshe, aku akan melihat kuda mereka.
Sebentar saja!" Gadis itu berkata kepada Liu Wan.
"Nona, kau belum selesai makan, bukan" Mengapa tidak kau habiskan dulu?" Pemilik
warung itu tiba-tiba berseru dari mejanya. Wajahnya kelihatan pucat.
Tiau Hek Hoa tidak menjawab. Dia tetap melangkah keluar mengikuti pedagang kuda
itu. Chin Tong Sia mengerutkan keningnya. Dia tak mau kehilangan gadis itu. Dia harus
tahu siapa gadis yang mengaku anggota Aliran Beng-kau tersebut.
"Nona Tiau, kubantu kau memilih kuda. Aku mempunyai banyak pengalaman soal
kuda...." Chin Tong Sia berseru dan bangkit pula dari kursinya.
Tiau Hek Hoa menoleh, tapi tidak mengatakan apa-apa. Dia juga tidak peduli
ketika Chin Tong Sia mengikutinya. Wajah yang hitam itu benar-benar sulit
ditebak hatinya. 953 Mereka masuk ke dalam pasar. Dan kebetulan hari itu merupakan hari besar,
sehingga pedagang dari luar kota pun datang membanjiri pasar itu. Maka tidak
mengherankan kalau tempat itu menjadi ramai sekali.
Begitu berjejalnya sehingga Chin Tong Sia mendapat kesulitan mengikuti langkah
Tiau Hek Hoa. Malah sebentar kemudian bayangan gadis berkulit hitam itu telah
hilang bersama tiga orang yang diikutinya.
"Wah, cepat benar! Ke mana mereka tadi?"
Karena kehilangan jejak maka Chin Tong Sia lalu berjalan sekenanya. Matanya
tajam mengawasi orang-orang di sekelilingnya. Namun bayangan Tiau Hek Hoa dan
para pedagang kuda itu sama sekali tak kelihatan.
Demikianlah setelah berputaran ke sana ke mari tanpa hasil, Chin Tong Sia Lalu
keluar dari pasar. Perlahan-lahan dia melangkah kembali ke tempat di mana kawan-kawannya menunggu.
Sambil berjalan matanya masih tetap melirik ke sana ke mari, mencari gadis
bermuka hitam itu. Tiba-tiba matanya terbelalak. Jauh di ujung jalan matanya menangkap
berkelebatnya bayangan Tiau Hek Hoa di antara para pejalan kaki yang lain. Gadis
itu berjalan bersama seorang pemuda. Ketika Chin Tong Sia mencoba melongok lebih
jelas lagi, bayangan gadis itu telah berbelok ke sebuah gang kecil.
Chin Tong Sia berlari secepatnya, sehingga orang-orang di sekitarnya hanya
melihat bayangan hitam dan 954
hembusan angin yang amat kuat melewati mereka.
Namun demikian, ketika Chin Tong Sia sampai di gang kecil itu, bayangan Tiau Hek
Hoa telah hilang pula. "Gila! Permainan apa yang sedang ia lakukan"
Jelas tadi aku melihatnya berjalan bersama seorang lelaki di sini" Ke mana dia?"
Sambil menggeram Chin Tong Sia masuk ke dalam gang kecil itu. Di depan sebuah
rumah besar bercat putih dan berhalaman luas dia berhenti. Pintu gerbang halaman
rumah itu masih terbuka sedikit, seakan-akan baru saja dibuka orang.
Chin Tong Sia melongok ke dalam. Dan ia segera melihat lelaki yang berjalan
bersama Tiau Hek Hoa itu di sana. Lelaki itu berdiri di halaman bersama tiga
orang temannya. "Hei" Tiga orang itu..." Bukankah mereka para pedagang kuda itu" Bagus! Jadi....
aku memang tidak salah masuk!"
Tanpa berpikir dua kali Chin Tong sia segera menerobos masuk. Dan tanpa berbasa-
basi pula ia menghadapi lelaki muda itu. Sebagai orang Beng-kau, Chin Tong Sia
memang tidak pernah mempedulikan aturan dan sopan santun.
. "Maaf, aku sedang mencari temanku. Kulihat dia masuk ke sini. Di mana dia?" .
Namun sungguh mengherankan. Keempat orang itu sama sekali tidak kaget melihat
kedatangan Chin Tong Sia. Bahkan mereka kelihatan tenang sekali, 955
seolah-olah memang sedang menantikan Chin Tong Sia.
"Orang inikah yang telah mempecundangimu, Ho Bing?" Lelaki yang ternyata masih
sebaya A Liong itu menoleh ke pendapa.
Chin Tong Sia melihat ke pendapa. Hatinya berdegup keras. Si Tongkat Bocor Ho
Bing yang telah gagal menghadang Yo Keng dan dirinya di kota Lu-feng itu tampak
berdiri geram memandangnya. Di sebelahnya juga berdiri Tiat-tou dan Siang-kim-
eng, pembantunya. "Benar, Kongcu. Dialah orangnya! Huh! Di mana perwira yang kaulindungi itu?" Ho
Bing menghardik ke arah Chin Tong Sia.
Chin Tong Sia sadar bahwa dia telah terperangkap dalam sarang musuh. Dan melihat
sikap Ho Bing yang garang, dia yakin orang itu telah memiliki sandaran kokoh di
tempat tersebut. Chin Tong Sia bersiap-siap. Perasaannya mengatakan bahwa pemuda tampan di
depannya itulah yang menjadi sandaran Ho Bing. Dan dari sikapnya Chin Tong Sia
yakin, bahwa pemuda itu merupakan lawan yang tangguh. Bahkan dari getaran
suaranya, Chin Tong Sia juga yakin bahwa pemuda itu memiliki tenaga dalam amat
sempurna. "Anak muda berpakaian bagus ini tentu lihai sekali...." Chin Tong Sia berkata di
dalam hatinya. 956 Pemuda tampan itu melangkah mendekati Chin Tong Sia. "Bagus. Kalau begitu orang
ini harus dibunuh karena telah berani mengganggu tugasmu."
"Tahan! Siapa kau ini" Apakah kau seorang pangeran dari kota raja" Atau.... kau
masih keluarga dari Au-yang Goanswe?" Melihat pemuda itu datang bersama Ho Bing,
maka Chin Tong Sia menyangka lawannya itu berasal dari kota raja.
"Au-yang Goanswe" Huh! Tak ada sangkut pautnya aku dengan manusia tamak dan
licik itu! Aku adalah Mo Hou, putera Mo Tan, raja suku bangsa Hun yang besar!"
Bukan main terkejutnya Chin Tong Sia. Tak disangka-sangka dia berjumpa dengan
putera Raja Mo Tan di tempat itu. Otomatis seluruh urat-urat Chin Tong Sia
menegang. Dia sering mendengar bahwa putera-puteri Mo Tan memiliki ilmu silat
yang tinggi sekali. "Oh, jangan-jangan Tiau Hek Hoa itu juga.... puteri Mo Tan!" Tiba-tiba Chin Tong
Sia membatin. Tapi sebelum pemuda itu bertanya lebih lanjut, Mo Hou telah lebih dahulu
menyerang. Mo Hou mengibaskan lengan kirinya ke depan, menyerang wajah Chin Tong
Sia. "Ho Bing mengatakan bahwa kau bernama Chin Tong Sia atau Put-tong-sia, dan
berasal dari aliran Beng-kau! Orang selalu bercerita bahwa ilmu silat aliran
Beng-kau sangat tinggi! Tapi, aku tidak percaya! Coba, kauperlihatkan ilmumu
kepadaku!" 957 Angin tajam menyambar kepala Chin Tong Sia.
Tapi dengan sigap Chin Tong Sia menarik kepalanya ke belakang. Kemudian dalam
waktu yang hampir bersamaan dia bergeser ke kanan sambil melontarkan pukulan
lurus ke belakang kepala Mo Hou. Chin Tong Sia tak mau berbasa-basi pula. Tiga
perempat dari tenaga saktinya membanjir keluar mendorong pukulannya. Perbawanya
sungguh menggetarkan hati.
Mo Hou kaget bukan main. Putera Raja Mo Tan yang terlalu percaya akan kehebatan
ilmunya itu sama sekali tidak percaya kalau lawannya memiliki kecepatan dan
tenaga dalam sedahsyat itu.
Pukulan itu hampir saja mengenai kepala Mo Hou.
Untunglah pada saat-saat terakhir pemuda itu masih dapat menghindarinya. Namun
demikian tali pengikat rambutnya tetap saja terlepas bersama beberapa helai
rambutnya, sehingga rambut yang panjang itu terurai lepas menutupi bahu. Bahkan
butir-butir mutiara yang menghias tali pengikat rambut itu juga ikut terlempar
entah ke mana. Wajah Mo Hou menjadi merah padam. Karena terlalu memandang rendah lawan, hampir
saja dia kehilangan kepalanya. Sementara itu ketiga orang kawan Mo Hou tadi
telah berpencar di sekeliling mereka.
"Gila! Kubunuh kau....!" Mo Hou berteriak marah.
"Kong-cu, biarlah kami bertiga yang menangani bocah ini!" Seorang dari ketiga
teman Mo Hou melompat ke depan sambil melepaskan pukulan.
958 Mo Hou terpaksa menunda kemarahannya. Sambil mendengus ia melangkah mundur.
"Bayan Tanu, hati-hati! Ucapan Ho Bing memang benar. Orang ini tidak boleh
dipandang ringan. Engkau bertiga belum tentu dapat mengatasinya."
"Chin Tong Sia mengelakkan pukulan Bayan Tanu dengan mudah. Dalam keadaan marah
pemuda itu masih tetap mempergunakan akal sehatnya, dia cuma sendirian di rumah
itu, sementara lawannya berjumlah banyak. Dia tidak boleh gegabah mengumbar
tenaga. Dia harus mampu keluar dan menyelamatkan diri dari halaman tersebut.
Tampaknya Mo Hou mengetahui maksud Chin Tong Sia. Sambil menggeram pemuda tampan
itu bertepuk tangan, dan beberapa saat kemudian belasan orang segera muncul dari
segala penjuru rumah itu.
Mereka mengepung halaman itu dengan senjata lengkap. Ho Bing yang tadi berdiri
di atas pendapa juga turun bersama para pembantunya.
"Kau harus mati!" Ho Bing yang telah dipermalukan oleh Chin Tong Sia di kota
Leng-fu itu berseru marah.
"Bagus! Tampaknya kau telah bersekongkol dengan kekuatan musuh untuk menghadapi
aku!" "Huh! Akulah lawanmu! Bukan dia!" Bayan Tanu yang telah siaga di depan Chin Tong
Sia itu tiba-tiba berteriak sambil menerjang.
"Wuuuuuuuush....!"
959 Tentu saja Chin Tong Sia tidak ingin terjungkal pada jurus-jurus pertama. Dengan
gin-kangnya yang hebat dia melenting ke samping, kemudian sambil membalikkan
badannya dia mengayunkan tangannya dengan jari-jari terbuka. Tujuannya adalah
tenggorokan Bayan Tanu. Serangan ini hanya mempergunakan separuh dari tenaga
dalamnya. Namun demikian pengaruhnya telah mengejutkan lawan-lawannya.
Bayan Tanu menangkis dengan sisi tangannya.
Duuuug! Dua buah kepalan bertemu di udara, menyebabkan keduanya terpental ke
belakang. Chin Tong Sia terdorong mundur selangkah ke samping, sementara Bayan
Tanu terhuyung mau jatuh.
Orang kepercayaan Mo Hou itu marah sekali.
Sebagai orang Mongol, yang ilmu silatnya lebih banyak bertumpu pada ilmu gulat,
ia memiliki otot-otot yang kuat dan liat. Meskipun tenaganya juga lebih
terpusatkan pada tenaga luar (gwa-kang), namun kecepatan tangan juga tidak dapat
dipandang ringan.

Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang seperti Bayan Tanu dengan mudah dapat menangkap lalat yang terbang di
sekitarnya. Benturan kedua tangan itu sama sekali tak menyakitkan Bayan Tanu. Bahkan dengan
kelincahannya Bayan Tanu kembali menerjang Chin Tong Sia. Kali ini dengan
kekuatan kakinya. Demikianlah, kedua orang itu segera terlibat dalam pertempuran seru. Chin Tong
Sia dengan tenang dan santai melayani Bayan Tanu yang marah dan ingin 960
segera memperoleh kemenangan. Dan pertarungan itu semakin lama semakin cepat.
Saling memukul dan menangkis, sehingga halaman yang luas itu bagaikan sebuah
ajang pertarungan silat yang menegangkan.
Tapi beberapa jurus kemudian segera terlihat siapa yang lebih unggul di antara mereka. Napas Bayan Tanu yang lincah dan kuat itu mulai tersengal-sengal, sementara napas Chin Tong Sia masih kelihatan teratur seperti sedia kala. "Merasa kalah dalam hal tenaga, Bayan Tanu segera mengurai senjatanya yang selalu melingkar di pinggangnya. Yaitu sebuah
rantai baja sepanjang satu-setengah depa dengan mata tombak di salah satu
ujungnya. Begitu diputar maka rantai baja itu mengeluarkan suara mengaung
panjang. Dan Chin Tong Sia terpaksa harus berloncatan ke sana ke mari untuk
menghindarinya. 961 Debu mengepul tinggi ketika beberapa kali rantai itu menghantam tanah, sehingga
Mo Hou dan para pembantunya terpaksa mundur sampai ke tangga pendapa. Dari
tempat itu mereka harus menyaksikan, bagaimana sulitnya Bayan Tanu menyentuh
lawannya. Sebagai jago silat yang memiliki gin-kang hampir sempurna, Mo Hou dapat melihat,
betapa jauh perbedaan ilmu meringankan tubuh mereka. Bayan Tanu yang hanya
mengandalkan kelincahan dan kekuatan otot-ototnya, sama sekali tidak mampu
mengejar kecepatan gerak Chin Tong Sia. Ilmu meringankan tubuh murid aliran
Beng-kau itu benar-benar sudah mendekati puncaknya, sehingga ia sendiri sering
tersilap dan terlambat mengikutinya.
"Tidak heran kalau Ho Bing kalah. Sepuluh orang Ho Bing pun belum tentu dapat
menundukkannya. Mungkin hanya Mo Goat atau Panglima Solinga yang dapat menandingi dia."
Semakin lama gerakan rantai Bayan Tanu semakin melemah. Serangan ujung tombaknya
juga tidak akurat lagi. Sementara gerakan Chin Tong Sia masih tetap lincah dan
tegar seperti sedia kala. Tampaknya pemuda itu memang mengulur-ulur waktu untuk
mencari kesempatan meloloskan diri.
"Ho Bing, Tiat-tou, Siang-kim-eng, majulah...!
Bantu Bayan Tanu!" Akhirnya Mo Hou berteriak tidak sabar lagi,
962 Tanpa diulang lagi perintah Mo Hou tersebut segera dilaksanakan oleh Ho Bing dan
kawan-kawannya. Ketiganya segera terjun ke arena dengan senjata masing-masing. Begitu masuk
mereka segera menyerang Chin Tong Sia tanpa ampun.
Sekarang Chin Tong Sia terpaksa harus bersungguh-sungguh. Sekaligus menghadapi
empat orang jago silat berkepandaian tinggi, bukanlah pekerjaan enteng. Meskipun
dia telah menguasai hampir seluruh ilmu silat aliran Beng-kau, namun dia juga
merasa bahwa dia belum sampai pada puncaknya.
Sementara itu di pihak lain ternyata Mo Hou sendiri memang bermaksud melihat dan
menjajagi ilmu silat Chin Tong Sia. Peristiwa lima tahun lalu di pantai timur
Hang-ciu ternyata masih amat membekas di hati Mo Hou. Betapa dahsyatnya ilmu
silat Put-pai-siu Hong-jin sehingga dia harus digotong pulang oleh Lok-kui-tin
(Barisan Enam Hantu). -- o0d-w0o -- 963 JILID XXIII ENURUT penuturan Ho Bing, Chin
Tong Sia adalah adik seperguruan Put-
pai-siu Hong-jin. Sementara Mo Goat,
Myang kini sedang menyamar sebagai
Tiau Hek Hoa, juga mengatakan bahwa
Chin Tong Sia memiliki ilmu silat yang tidak kalah dengan tingkatan mereka.
"Tampaknya pemuda ini memang benar-benar berbahaya. Kemampuannya sama dengan
sepuluh orang panglima ayahku. Sayang sekali dia belum dapat disingkirkan
sekarang. Nyawanya merupakan jaminan bagi keselamatan Mo Goat." Mo Hou berdesah
di dalam hati melihat kehebatan Chin Tong Sia.
Memang benar juga kekhawatiran Mo Hou.
Sepuluh orang panglima suku bangsa Hun belum tentu dapat menandingi kesaktian
Chin Tong Sia. Apa lagi hanya tokoh semacam Ho Bing dan Bayan Tanu.
"Kisah lucu Si Kera Bodoh,
Ingin menangkap Burung Kenari.
Walau Kenari lemah dan kecil,
Kera Bodoh tetap tak berdaya."
Sambil bertempur sesekali Chin Tong Sia menyelipkan senandung kesukaannya. Bagi
anggota Aliran Beng-kau berkelahi sambil mengoceh 964
merupakan sebuah ciri tersendiri. Turun-temurun mereka telah terbiasa bernyanyi
dan berpantun dalam menjalankan agamanya. Sampai pada saat berlatih silat pun
mereka juga latah melantunkan pantunnya.
Dan kelatahan tersebut semakin parah pada saat mereka memainkan Ilmu Silat Cou-
mo-ciang (Tangan Menangkap Setan)!
Tentu saja ocehan "ngawur" itu membuat Ho Bing dan Bayan Tanu menjadi berang
sekali. "Tutup mulutmu! Kau anggap kami kera besar"
Kurang ajar!" Bayan Tanu menjerit marah.
"Lihat Ang-tok-ciam (Jarum Racun Merah)...!" Ho Bing berteriak pula sambil
memencet tongkatnya. Tapi Chin Tong Sia merupakan tokoh paling berbakat di antara angkatan muda Beng-
kauw. Sebagai murid bungsu Put-ceng-li Lojin (Orang Tua yang Tidak Tahu Aturan), yaitu
mendiang ketua Beng-kau lama, ilmu silatnya justru lebih hebat dari semua kakak
seperguruannya. Bahkan selapis lebih tinggi daripada Put-sim-sian (Si Dewa Tak
Punya Perasaan), kakak seperguruannya yang kini menjabat sebagai Ketua Beng-kau.
Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau serangan Bayan Tanu dan Ho Bing sama
sekali tidak menyulitkan dia. Hanya dengan mengandalkan kecepatan tangan dan
kekuatan lweekangnya, mata tombak Bayan Tanu dengan mudah disambarnya. Bahkan
semua itu dilakukan sambil meraup jarum Ho Bing ke dalam lengan bajunya.
965 Dan pada saat itu pula, tiba-tiba pintu halaman depan terbuka dari luar. Enam
orang penunggang kuda menerobos masuk.
Chin Tong Sia melihat peluang yang baik untuk meloloskan diri. Cepat ia melompat
ke belakang. Mata tombak Bayan Tanu yang ada di tangannya segera ia lemparkan ke arah Mo Hou.
Sementara kumpulan jarum yang ada di dalam lengan bajunya diayunkan pula ke arah
musuhnya itu. Ternyata kedua macam senjata itu menjadi lebih dahsyat dalam tangan Chin Tong
Sia. Demikian cepat dan kuatnya ayunan mata tombak itu, sehingga Bayan Tanu yang
tetap masih memegangi ujung rantainya, ikut terlempar pula ke arah Mo Hou.
Demikian pula halnya dengan jarum-jarum Ho Bing. Benda kecil itu melesat bagai
curah hujan ke tubuh Mo Hou.
"Bangsat...!" Mo Hou mengumpat kasar.
Putera Raja Mo-tan itu menghindar dengan cepat.
Begitu cepatnya sehingga tubuhnya seperti hilang begitu saja. Tahu-tahu pemuda
itu telah berada di atas pendapa.
Chin Tong Sia benar-benar kaget menyaksikan kegesitan lawan. Terlintas dalam
ingatannya, cerita yang pernah dikatakan oleh suhengnya. Put-pai-siu Hong-jin
pernah bercerita tentang seorang pemuda yang mampu bergerak seperti angin. Lima
tahun yang lalu suhengnya berkelahi dengan pemuda itu, dan hampir saja
dikalahkan. Untunglah Put-pai-siu Hong-966
jin dapat meloloskan diri dengan cara menceburkan diri ke dalam laut.
"Saat itu Suheng dalam keadaan mabuk. Oh!
Jangan-jangan pemuda yang dia maksudkan itu adalah.... Mo- Hou, putera Raja Mo
Tan ini!" Chin Tong Sia berkata di dalam hati.
Tapi Chin Tong Sia tak ingin kehilangan kesempatan. Sebelum mereka sadar apa
yang terjadi, dia cepat-cepat melesat ke pintu halaman. Wuuuuuus!
Tubuhnya melejit seperti kijang cepatnya! Hampir-hampir seperti gerakan Mo Hou!
"Lok-kui-tin! Tangkap dia!" Sambil mengelak Mo Hou masih sempat berteriak kepada
penunggang kuda yang baru saja datang itu.
"Baik, Kong-cu!" Dua di antara enam orang penunggang kuda itu melompat turun
untuk menyongsong kedatangan Chin Tong Sia.
"Awaaaas! Jangan sembrono...,!" Mo Hou berteriak memperingatkan mereka.
Terlambat. Pek-kui dan Ang-kui, yang tidak menyadari akan kehebatan ilmu silat
Chin Tong Sia, sudah terlanjur mengayunkan tangannya, menyongsong kedatangan
pemuda tersebut. Dhuuuuuuar....!! "Aaaarrgghh....!"
Terdengar Ang-kui dan Pek-kui mengeluh pendek.
Mereka terbanting ke tanah dengan mata terbelalak.
Terpantul perasaan tak percaya di mata mereka.
967 Tetapi Chin Tong Sia juga tidak lolos dari pengaruh benturan itu. Tubuhnya
tergetar mundur dengan kuatnya. Dia merasa seperti menerjang tembok besi.
Begitu kuatnya sehingga dalam sekejap aliran darahnya terasa kacau. Bahkan dari
dalam mulutnya mengalir darah segar.
Anggota Liok-kui-tin memang bukan tokoh sembarangan. Mereka berenam merupakan
tokoh-tokoh persilatan yang sangat ditakuti di luar Tembok Besar. Kekuatan
mereka berenam bagaikan kekuatan sepuluh ekor gajah menjadi satu.
Chin Tong Sia cepat mengatur pernapasannya kembali. Percikan darah yang menetes
di bawah dagunya, dia bersihkan dengan lengan bajunya.
Perasaannya mulai ragu. "Gila! Siapa pula orang-orang ini?" Pemuda itu menggeram.
Demikianlah, ternyata Chin Tong Sia tak mampu memanfaatkan kesempatan itu. Kini
Mo Hou dan Lok-kui-tin telah berdiri mengelilinginya. Mo Hou kelihatan geram
sekali. "Baru saja aku berteriak untuk memperingatkan kalian! Tapi kalian main gempur
saja! Untunglah nyawa kalian masih ada! Kaukira siapa lawan kalian itu"
Ketahuilah, dia adalah adik seperguruan Put-pai-siu Hong-jin!" Mo Hou memarahi
pengawal-pengawal ayahnya itu.
968 "Aaaah...!" Semuanya tersentak kaget. Termasuk pula Chin Tong Sia yang menyangka
telah dikenal oleh lawan-lawannya.
"Hek-kui! Bawa Ang-kui dan Pek-kui ke pendapa!
Biarlah aku yang menangkap bocah ini!" Akhirnya Mo Hou memberi perintah.
Chin Tong Sia kembali mengerahkan segala kekuatannya. Dia merasa bahwa tingkatan
ilmu silat lawannya, tidak jauh berbeda dengan dirinya. Bahkan ilmu silat Mo Hou
kelihatan lebih matang dan lebih sempurna dari dugaannya.
Cing-kui, Ci-kui dan Ui-kui melangkah ke depan.
Ui-kui memberi hormat. "Kongcu, biarlah kami bertiga yang membereskan pemuda
ini. Belum saatnya Kongcu turun tangan sendiri. Kekalahan Ang-kui dan Pek-kui
merupakan kesalahan mereka sendiri.
Mereka kurang waspada melihat kekuatan lawan.
Bahkan kami semua juga lengah akibat kegembiraan yang berlebihan. Tugas untuk
menangkap Hong-gi-hiap Souw Thian Hai dan isterinya, telah kami laksanakan
dengan baik." "Bagus! Kalian berhasil meringkus pendekar itu"
Lalu di mana mereka sekarang...?"
"Kami kurung di ruang bawah tanah."
Diam-diam hati Chin Tong Sia bergetar juga. Dia memang belum pernah berjumpa
dengan Souw Thian Hai, tapi kesaktian tokoh besar itu sudah sering ia dengar
sejak kecil. Benarkah mereka mengalahkan pendekar ternama itu"
969 "Baik, kalau begitu.... ringkuslah pemuda ini!
Jangan dibunuh! Aku ingin mengorek keterangan dari mulutnya." Akhirnya Mo Hou
memberikan perintahnya. Selesai berkata pemuda itu melesat pergi meninggalkan halaman tersebut. Ia
kelihatan begitu percaya pada kemampuan anak buahnya.
Hek-kui memapah Ang-kui dan Pek-kui ke pendapa, sementara Ui-kui, Ci-kui dan
Cing-kui menghadapi Chin Tong Sia.
"Bagus! Jadi, kau... adik seperguruan Orang Gila itu" Siapa namamu?" Ui-kui yang
berbaju kuning itu membentak Chin Tong Sia yang sedang berusaha memulihkan
aliran darahnya. "Hmmh...! Apa perlunya namaku bagi kalian"
Sebentar lagi kita akan saling membunuh di sini! Kita tak perlu tahu nama
masing-masing! Kalian atau aku yang mati! Habis perkara!" Chin Tong Sia yang
mudah tersinggung itu balas menggertak.
"Hohoho, agaknya namamu yang aneh dan lucu itu takut ditertawakan orang, heh?"
Cing-kui yang berbaju hijau mengejek.
Wajah Chin Tong Sia menjadi merah. Nama orang Beng-kauw memang aneh dan terasa
lucu di telinga orang kebanyakan.
"Kurang ajar! Kaukira namamu lebih bagus daripada namaku" Dengar, Boneka Katak
Hijau! Namaku... Chin Tong Sia, atau Put-tong-sia! Dan aku 970
akan membunuhmu lebih dulu daripada kawan-kawanmu yang lain!" Chin Tong Sia
menjerit marah. Lalu tanpa menanti jawaban lagi, Chin Tong Sia menerjang Cing-kui! Kedua telapak
tangannya mendorong dengan kekuatan penuh!
Sekarang tak seorangpun dari ketiga orang itu yang berani menyongsong pukulan
Chin Tong Sia. Dalam keadaan belum bersiaga penuh, lebih baik mereka menghindari
pukulan pemuda itu. Demikian pula yang mereka lakukan sekarang.
Mereka cepat mengelak, lalu berpencar mengelilingi Chin Tong Sia. Secara
berbareng mereka menyerang. Wuuush!
Chin Tong Sia melambung tinggi ke udara, kemudian berjumpalitan mendekati Cing-
kui. Dengan tubuh masih menggeliat di udara, jari-jari tangan kanannya mencakar
ke wajah Hantu Berbaju Hijau tersebut. Terdengar suara mendesis ketika jari
tangan itu mengeluarkan asap tipis!
"Awaaaas, Cing-kui!" Ui-kui berseru sambil memukul punggung Chin Tong Sia dengan
kedua kepalannya. Terdengar suara mencicit ketika kepalan itu menerjang menuju
sasarannya. Ternyata sejak dini Chin Tong Sia telah menyadari kedudukannya. Orang-orang yang
sedang dia hadapi adalah jago-jago silat kelas satu. Satu lawan satu, dia yakin
bisa menang. Satu lawan dua, mungkin dia masih bisa bertahan.
971 Tetapi kalau harus menghadapi tiga orang sekaligus, jelas ia akan kewalahan.
Oleh karena itu begitu menyerang dia langsung mengeluarkan jurus Cuo-mo-
ciangnya. Siapa tahu lawan kembali terkecoh, sehingga dalam gebrakan pertama dia
dapat mengurangi satu lawan lagi.
Tetapi ternyata Lok-kui-tin tidak dapat dijebak untuk yang kedua kali. Begitu
Chin Tong Sia mencakar ke wajah Cing-kui, Ui-kui cepat membokong punggung pemuda
itu dengan pukulan ganasnya.
Terpaksa Chin Tong Sia berbalik sambil menyambut pukulan itu! Dan kali ini
masing-masing benar-benar telah bersiap dengan segala kekuatannya!
Thuuaaaas....! Plak! Tubuh Chin Tong Sia yang masih terapung di udara itu terlempar ke samping,
sementara Ui-kui jatuh terduduk di atas tanah. Ternyata selisih kekuatan mereka
memang tidak terpaut banyak. Mungkin cuma selapis saja.
Setelah berjumpalitan beberapa kali, Chin Tong Sia mendaratkan kakinya di luar
kepungan. Beberapa saat masih terasa getaran pukulan Ui-kui di dalam dadanya,


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga ia semakin yakin akan kemampuan lawan-lawannya.
Demikianlah halaman itu kembali disibukkan oleh pertempuran yang amat seru. Satu
lawan tiga. Memang pertempuran yang tidak seimbang, karena 972
kekuatan dari masing-masing anggota Lok-kui-tin itu hampir sejajar dengan Chin
Tong Sia. Semakin lama Chin Tong Sia semakin dipaksa untuk memeras keringatnya. Ketiga
hantu itu benar-benar lihai bukan main. Bahkan mereka bertiga mulai mendesaknya.
Mereka mengambil keuntungan dengan kelebihan jumlah kekuatan mereka. Mereka
memancing Chin Tong Sia untuk beradu tenaga secara bergantian, sehingga kekuatan
pemuda itu semakin cepat surut.
"Gila! Mereka benar-benar licik! Aku .... aaaah!"
Karena kurang cepat, sebuah tendangan dari Ui-kui telah mengenai pundak Chin
Tong Sia. Begitu kuatnya sehingga lengan kanan pemuda itu serasa lumpuh dan
sulit digerakkan. Dan kesempatan itu tak disia-siakan oleh ketiga lawannya. Mereka cepat mengejar
dan memberondong pukulan secara berbareng. Mereka ingin meringkus Chin Tong Sia
dalam satu gebrakan. Tapi dengan cepat Chin Tong Sia menjatuhkan diri ke tanah, kemudian berputar
seperti baling-baling. Pemuda itu tidak memikirkan lagi kalau pakaiannya menjadi kotor oleh debu.
Meski dihempas badai! Digulung ombak! Dihantam petir! Digilas karang! Namun, 973 Batu dan pasir tetap bertahan!
Hancur satu, muncul seribu.........'
Sambil berputar tidak lupa pemuda itu berpantun dengan suara tinggi. Bahkan
sangat bersemangat! Ternyata dalam keadaan sulit, pemuda itu justru mengeluarkan gerakan yang aneh,
yaitu Menggali Liang Ubur-ubur! Salah satu dari jurus Cuo-mo-ciangnya yang aneh
dan membingungkan! Sekejap ketiga lawannya benar-benar menjadi bingung. Otomatis mereka melompat
menjauhi Chin Tong Sia. Namun betapa kagetnya mereka ketika baling-baling itu
mendesak melenting ke arah Cing-kui Si Hantu Hijau! Cepat bukan main! Bagaikan
baling-baling patah yang terhempas ke udara! Lebih cepat dari kilatan
halilintar! Deessss! Tubuh Cing-kui terlempar bagaikan layang-layang putus. Dan dia tentu akan
terbanting ke tanah, apabila Hek-kui yang baru saja keluar dari dalam gedung
tidak segera menyambarnya!
Demikianlah, dalam waktu yang tidak terlalu lama, separuh dari barisan Lok-kui-
tin telah menjadi korban keganasan Cuo-mo-ciang! Walau tidak terlalu berat,
namun mereka harus segera dirawat, sehingga untuk sementara mereka tidak dapat
berkelahi lagi. Setelah membawa Cing-kui ke pinggir, Hek-kui melangkah ke dalam arena. Wajahnya
tampak merah padam menahan marah.
974 "Ui-kui! Ci-kui! Ayoh kita ringkus bocah ini!"
Chin Tong Sia bersiap siaga kembali menghadapi segala kemungkinan. Dia sadar
bahwa lawannya memiliki ilmu yang dahsyat. Meskipun Cuo-mo-ciang merupakan ilmu
yang mentakjubkan, namun kemenangan-kemenangannya tadi lebih banyak disebabkan
oleh faktor keberuntungan!
Mendadak pemuda itu bergetar dengan hebat.
Perasaan ngeri tiba-tiba mencekam hatinya. Dia melihat bola mata lawannya
seolah-olah mengeluarkan sinar cahaya kemerahan, bagaikan mata iblis yang hendak
membakar dirinya. "Kami bertiga adalah utusan Iblis Neraka. Kau menyerahlah!" Tiba-tiba Hek-kwi
menggeram dengan suara berat seakan-akan suaranya itu datang dari liang kubur.
Getaran magis seperti membelenggu jiwa dan pikiran Chin Tong Sia. Sekejap
kesadaran pemuda itu terusik.
"B-ba-baik, a-aku.... mmm-menyerah!" Tak terasa bibirnya bergetar.
"Bagus! Nah, sekarang acungkan kedua lenganmu ke depan! Kami akan
mengikatmu...." Hek-kui memberi perintah.
"Ya-ya, eh-oh...." Apa pula ini" Kurang ajar!"
Ternyata Chin Tong Sia cepat menyadari keadaannya.
Lweekangnya yang sangat tinggi itu segera bertahan dan melawan gempuran kekuatan
sihir tersebut. 975 Dalam keadaan kaget pemuda itu menyerang Hek-kui! Kedua tangan yang teracung ke
depan itu sekonyong-konyong berputar dan menyambar dada Hek-kui dengan jari-jari
terbuka. Wuuut! Seperti bermain sulap, jari tangan itu sudah menyentuh pakaian
Hek-kui. "Aaaaaaaa....?"" Hek-kui menjerit ketika kain bajunya yang tersentuh jari Chin
Tong Sia itu hancur berkeping-keping.
"Kurang ajar! Bocah ini memang pantas dibunuh!"
Si Hantu Hitam Hek-kui memberi aba-aba, dan mereka berpencar mengelilingi Chin
Tong Sia. Mereka dalam keadaan siaga penuh, sehingga Chin Tong Sia tidak berani
sembarangan menyerang salah seorang dari mereka. Begitu dia berani menerjang
salah seorang dari mereka, maka yang lain akan segera menggempur dirinya habis-
habisan. Dan hal itu sangat berbahaya sekali.
Chin Tong Sia tetap saja menunggu, ketika lawannya berputaran di sekelilingnya.
Semakin lama langkah mereka semakin cepat. Namun ketika Chin Tong Sia mulai
bersiap hendak menyerang, langkah mereka tiba-tiba berubah pelan. Semakin pelan.
Namun sejalan dengan itu, Chin Tong Sia merasakan adanya perubahan yang
mengejutkan. Ototnya terasa kaku dan berat untuk bergerak.
Sementara udara terasa semakin tebal dan kental, sehingga paru-parunya terasa
sulit untuk bernapas. "Gila! Ilmu apa lagi, nih?" Chin Tong Sia terkesiap.
976 Pemuda itu bergegas mengerahkan lweekangnya untuk melawan pengaruh ilmu silat
lawannya yang aneh itu. Sambil menghentakkan tenaga saktinya, Chin Tong Sia
menerjang Hek-kui yang berada di depannya. Kedua tangannya mendorong dengan
kekuatan penuh. Whhhuuuuuuaaas!
Dalam keadaan biasa dorongan tangan Chin Tong Sia yang penuh tenaga sakti itu
akan dapat merubuhkan seekor kerbau jantan. Tapi dalam pengaruh ilmu yang aneh
dari ketiga lawannya itu, ternyata kekuatannya menjadi hambar. Kekuatan yang
dahsyat itu seperti tertahan oleh kepadatan udara yang berputar di
sekelilingnya. Tentu saja Hek-kui mengelak dengan mudah.
Bahkan Hantu Hitam itu memberi isyarat kepada kawan-kawannya untuk menambah
kekuatan ilmu mereka. Chin Tong Sia semakin sulit bergerak. Pemuda itu seperti berenang dalam lumpur
yang kenyal. Dan dalam keadaan yang sulit itu tiba-tiba matanya terbelalak.
Dilihatnya kepala Hek-kui, Ci-kui dan Ui-kui berubah menjadi kepala singa yang
menakutkan. "Ah, aku tidak boleh terpengaruh. Mereka cuma menciptakan bentuk-bentuk semu.
Tidak mungkin seorang manusia berkepala singa. Mereka hanya mau mengelabuhi
penglihatanku. Mereka ingin mempengaruhi perasaanku."
Sambil bertempur Chin Tong Sia mencoba melawan pengaruh aneh itu dengan segala
977 kemampuannya. Tetapi semakin dilawan, pengaruh aneh itu menjadi semakin kuat
mencekam pikiran dan perasaannya. Bahkan ia semakin menjadi bingung pula ketika
lawannya mulai berputar mengelilinginya.
Ketiga orang berkepala singa itu tiba-tiba seperti berubah menjadi banyak
sekali. Mereka berputaran di sekitarnya.
"Gila...! Aduh!"
Chin Tong Sia mengumpat keras sekali ketika jalan darah "tia-ping-hiat" di bawah
punggungnya disambar siku Hek-kui! Begitu kuatnya sehingga separuh badannya
menjadi lumpuh seketika! Maka tiada ampun lagi tubuh Chin Tong Sia terjerembab
ke tanah! Pemuda itu bangkit lagi. Tapi sebuah pukulan kembali menghajar perutnya. Dan
kali ini benar-benar telak, sehingga dia tak dapat bangun pula. Pingsan.
"Hebat sekali kepandaiannya. Baru sekali ini Lok-kui-tin dibikin kalang kabut
oleh seorang pemuda tak ternama. Hmmh....! Ayoh, kita bawa dia ke ruang bawah
tanah!" Hek-kui menggeram.
Chin Tong Sia dibawa masuk ke dalam gedung.
Mereka langsung membawanya ke ruang bawah tanah. Dan majikan mereka, Mo Hou,
ternyata sudah berada di sana pula.
"Bagus! Akhirnya kalian dapat juga meringkusnya....!"
"Ucapan Kongcu benar. Anak ini memang hebat sekali. Walaupun berhadapan dengan
kami bertiga, 978 dia masih dapat melukai Cing-kui. Orang ini sebaiknya dibunuh saja. Dia dapat
merepotkan kita di kemudian hari...."
Mo Hou tersendat kaget. "Cing-kui terluka" Jadi....
tiga di antara Barisan Lok-kui-tin yang tersohor itu....
terjungkal olehnya" Sungguh memalukan! Bagaimana kita akan dapat menaklukkan
negeri ini, kalau orang-orang kita gampang dikalahkan oleh bocah ingusan seperti
dia?" Mo Hou mendengus marah.
"Maafkan kami, Kong-cu. Kami sudah berusaha dengan baik. Tetapi bocah ini memang
memiliki ilmu silat yang amat tinggi."
"Sudahlah! Rantai kaki dan tangannya! Kurung di ruang Pendekar Souw dan
isterinya!" -- o0d-w0o -- SEMENTARA itu di rumah makan, Liu Wan dan yang lain-lain masih tetap menunggu
kedatangan Tiau Hek Hua. Mereka menjadi lega ketika gadis berkulit hitam itu
datang membawa empat ekor kuda.
"Eh, mengapa datang sendirian" Di mana Saudara Chin tadi?" A Liong menyambutnya
dengan tergesa-gesa. Mo Goat yang sedang menyamar itu turun dari kudanya. Air muka tampak kesal
sekali. "Kita tak usah memikirkannya lagi. Dia telah berangkat lebih dulu.
Katanya dia tahu jalan yang lebih cepat. Huh!"
979 "Begitukah...."!?" Liu Wan berdesah. Wajahnya menampilkan rasa kurang percaya.
Ditatapnya wajah Tiau Hek Hoa yang hitam itu tanpa berkedip.
"Apakah Sin-she tidak percaya kepadaku?" Gadis itu berteriak kesal.
Liu Wan berpaling ke arah Souw Hong Lam.
"Bagaimana pendapatmu, Saudara Souw" Lohu sama sekali tidak menyangka kalau
Saudara Chin pergi mendahului kita...."
Souw Hong Lam mengangkat pundaknya.
"Kemanakah Tiau Lihiap dan Saudara Chin tadi"
Apakah para penjual kuda itu anak buah Kim Wangwe" Jangan-jangan Saudara Chin
dipengaruhi tengkulak kuda itu...."
"Mereka memang anak buah Kim Wang-we. Kuda-kuda ini memang dari peternakannya.
Tapi semua itu tak ada hubungannya dengan kepergian Saudara Chin.
Dia pergi begitu saja, setelah mendapatkan kuda. Huh, sudahlah....! Terserah
kalau kalian tetap ingin menunggu dia. Aku akan berangkat lebih dulu..."
Tiau Hek Hoa melompat ke atas punggung kudanya dan melangkah meninggalkan teman-
temannya. "Nona Tiau, tunggu....! Aku percaya padamu!"
Souw Hong Lam memilih salah seekor dari kuda itu dan mengendarainya di belakang
Tiau Hek Hoa. A Liong memandang Liu Wan yang ia anggap sebagai pimpinan rombongan mereka.
"Bagaimana, Ciok Sinshe" Rombongan ini bisa terpecah belah sebelum tiba di
tempat tujuan." 980 "B-baiklah....! Sementara waktu kita lupakan saja keadaan Saudara Chin. Apa
boleh buat. Mari.... kita berangkat bersama mereka! Hemmmm...." Liu Wan berkata
dengan suara berat. Liu Wan segera naik ke punggung kuda dan mengejar Tiau Hek Hoa. Tapi sungguh
celaka bagi A Liong. Sejak kecil pemuda itu tak pernah mengenal kuda. Jangankan
harus menaikinya, menuntun-pun dia belum pernah. Lebih celaka lagi, dia justru
mendapatkan kuda yang paling besar dan paling liar.
"Locianpwe! Ini.... ini, wah.... bagaimana aku harus menaikinya?" Ia berteriak
gugup. Tapi semuanya telah hilang dari pandangan.
Mereka telah berbelok ke jalan yang lebih besar.
Dalam keadaan bingung pemuda itu terpaksa nekad melompat ke punggung kuda.
Hupp! Karena terlalu kasar, kuda itu menjadi kaget.
Otomatis kedua kaki depannya terangkat tinggi ke atas sambil meringkik keras
sekali! Tentu saja A Liong terlempar ke udara. Dan orang-orang yang berada di
jalan itu tertawa melihatnya.
A Liong menjadi malu sekali. Meskipun dengan ginkangnya dia tidak terbanting ke
tanah, tapi keadaannya memang sangat menggelikan bagi setiap orang.
Sambil meringis A Liong kembali melompat ke punggung kuda. Kali ini ia
mengerahkan ginkangnya. Namun karena gugup dan malu, dia lupa bagaimana harus menaikinya. Bukan
pantatnya yang mendarat di 981
atas pelana, tapi.... kakinya! Sehingga dia mengendarai kuda itu dengan berdiri,
seperti pemain akrobat yang sedang menunjukkan kebolehannya!
Dan kuda itu berlari kencang meninggalkan orang-orang yang kini berubah takjub
menyaksikan kelihaian pemuda itu.
Di sebuah tikungan jalan, A Liong berhasil mengejar rombongannya. Tetapi mereka
menjadi heran dan geli melihat cara berkuda A Liong. Apalagi ketika di tikungan
kuda itu berlari tanpa mengendorkan langkahnya. A Liong seperti dilemparkan dari
punggung kudanya! "Hehehe! Saudara Liong! Apa-apaan kau ini" Masa naik kuda seperti itu" Liu Wan
terkekeh. Souw Hong Lam juga tersenyum. Tapi pemuda tampan itu tak berkata apa-apa. Justru
Tiau Hek Hoa atau Mo Goat yang berdesis agak kurang senang.
"Tampaknya bisul di pantatnya sedang kumat, sehingga tidak dapat duduk dengan
baik!" Tidak terduga A Liong berteriak marah! Sambil menyambar rambut kudanya, dia
berjumpalitan di udara, kemudian kembali mendaratkan kakinya di atas pelana!
"Siapa bilang aku bisulan" Sudah kukatakan bahwa aku tak dapat naik kuda!"
Pertunjukan ginkang pemuda itu sepintas lalu tidak mengesankan kehebatannya.
Tapi ketika kemudian mereka melihat sepatu pemuda itu seolah-olah lengket 982
di atas pelana yang licin, mereka baru merasa kaget sekali!
"Hmmh, tampaknya kerbau dungu ini memiliki tenaga dalam yang cukup hebat! Aku
harus berhati-hati terhadapnya!" Tiau Hek Hoa atau Mo Goat mencatat di dalam
hati. Akhirnya A Liong dapat juga menguasai kudanya.
Dia duduk seperti kawan-kawannya, walaupun masih terasa kaku.
Mereka menerobos hutan dan bukit-bukit gundul yang jarang dilalui orang,
sehingga malam harinya mereka sudah sampai di tepian Sungai Huangho.
Mereka langsung menuju ke dusun Luan-cung.
Dusun itu bagaikan sebuah kota kecil saja ramainya. Walau hari telah menjadi
gelap, namun suasana di pinggiran sungai itu masih ramai dengan para nelayan,
pedagang, maupun penduduk yang mencari nafkah di tempat tersebut.
Warung-warung minum ataupun warung-warung makan juga penuh dengan para pembeli.
Mereka rata-rata adalah para pekerja atau para nelayan yang kelelahan setelah
sehari penuh bekerja keras.
Tiau Hek Hoa mengajak Liu Wan ke tempat penitipan kuda.
"Ciok-locianpwe....! Kita langsung mencari tumpangan perahu, atau.... istirahat
dulu di tempat ini?"
983 Liu Wan menoleh ke arah Souw Hong Lam dan A Liong untuk meminta pendapat mereka.
Tapi kedua pemuda itu menyerahkan keputusan kepada Liu Wan.
"Baiklah. Tampaknya kita harus bermalam di tempat ini. Selain kita harus mencari
perahu yang baik, berlayar dalam gelap juga sangat berbahaya bagi keselamatan
perahu kita. Marilah kita mencari penginapan dulu!"
Dusun itu memang menyediakan banyak
penginapan. Dari yang sangat sederhana sampai yang cukup baik. Setelah
mendapatkan tempat menginap, mereka lalu keluar mencari tempat untuk menyewa
perahu.

Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Silakan Anda bertiga mencari tempat makan dahulu, sementara lo-hu akan ke
tempat penyewaan perahu." Liu Wan berkata sambil menunjuk ke arah timur.
"Ah, mengapa kita tidak pergi bersama-sama" Kita tinggal empat orang lagi.
Bagaimana kalau Ciok-sinshe nanti kabur pula?" A Liong bergurau sambil tertawa.
"Hehehe! Lohu sudah tua. Langkah Lo-hu gampang dikejar oleh anak-anak muda
seperti kalian...." Liu Wan tertawa pula.
Tapi di tempat penyewaan perahu mereka menjadi kecewa. Mereka hanya mendapatkan
perahu yang sudah agak tua. Kata pemilik perahu telah ada beberapa rombongan
yang lebih dulu menyewa perahunya.
984 "Oh, siapakah mereka itu" Ke mana tujuan mereka....?" Liu Wan berdesah kaget.
"Entahlah. Tampaknya mereka orang-orang dari rimba persilatan pula seperti Cuwi
sekalian. Semuanya menuju ke hilir. Ada empat rombongan yang menyewa perahu di sini.
Lainnya menyewa di tempat Lou Pai...."
"Heran. Tampaknya ada yang tak beres. Jangan-jangan...." Liu Wan mengerutkan
keningnya. "Eeh, apakah Saudara tahu.... atau mengingat salah seorang dari
mereka?" Pemilik perahu itu mengusap rambut kepalanya yang mulai memutih, lalu
menggeleng. "Aku belum pernah melihat mereka sebelumnya. Tapi mereka benar-benar
garang dan suka berkelahi. Hanya satu rombongan yang masih kuingat dengan baik,
yaitu seorang lelaki tua bersama puterinya. Orang itu menggeser perahu besar
hanya dengan tongkat kecilnya....."
"Orang tua" Siapa dia....?" Tiau Hek Hoa berdesah pendek. Matanya yang tajam itu
menerawang jauh. "Baiklah. Terima kasih atas keteranganmu. Kami jadi menyewa perahu ini besok
pagi. Sekali lagi terima kasih." Liu Wan berterima kasih, kemudian mengajak
kawan-kawannya pergi. "Menggeser perahu hanya dengan sebatang tongkat kecil. Amboi! Sungguh sakti
sekali." A Liong bergumam pelan.
985 "Huh! Apa anehnya menggeser perahu di atas pasir?" Tiau Hek Hoa mencibirkan
bibirnya. A Liong tertawa. Meskipun kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda gagah
perkasa, namun wataknya yang lugas dan suka bergurau itu masih tetap melekat
pada diri pemuda yatim piatu tersebut.
"Apakah kau juga mampu" Kalau begitu... biarlah kau yang menjadi tukang
kemudinya besok pagi. Setuju....?" Tiba-tiba wajah hitam itu menjadi beringas. "Setan!
Kaukira semua orang takut pada badanmu yang besar seperti raksasa itu" Huh,
walaupun kecil... aku bisa membantingmu sampai lumat! Lihatlah!" Gadis itu
menjerit marah. Entah bagaimana caranya bergerak, tapi tahu-tahu gadis itu sudah bergeser di
belakang A Liong. Cepat bukan main. Bahkan bayangan gadis itu rasanya masih tertinggal di tempat semula.
Weeesssh! Siiiing.... siiing... siiiing!
Dan dalam jarak yang begitu dekat, tiba-tiba gadis itu membokong dengan lemparan
pisau terbangnya! Bahkan dengan tiga buah pisau sekaligus!
"Oh...!?" Semua terpekik kaget.
Liu Wan menjadi pucat. A Liong tentu akan binasa, karena tidak seorang pun di
dunia ini yang akan mampu menyelamatkan diri dari serangan seperti itu.
Kecuali dia mengenakan baju besi.
"Hei, kau....?" A Liong berteriak keras sekali.
986 Ternyata A Liong sama sekali juga tidak menduga kalau Tiau Hek Hoa bisa seganas
itu. Namun dalam keadaan yang tidak memungkinkan seperti itu, A Liong masih
sempat menggeliatkan tubuhnya. Dan selanjutnya terdengar suara kain robek,
disertai denting pisau tiga kali pula.
Brett...! Ting! Ting! Tiiiing....!
Kali ini semua orang melongo! Mereka tidak tahu apa yang terjadi. Semuanya
berlangsung dengan begitu cepatnya!
Mereka hanya bisa melihat pisau-pisau itu sudah berserakan di atas pasir. Dan
dalam sekejap tadi mereka juga masih dapat menyaksikan, asap tipis berwarna-
warni, menghilang dari tubuh A Liong.
Kini di depan kaki A Liong terlihat sebilah pedang pendek, tergeletak utuh, dan
masih tetap berada di dalam sarungnya. Dan pemuda itu dengan cepat memungutnya,
kemudian menyelipkan kembali ke dalam bajunya. Baju yang kini tampak menganga
lebar akibat terpotong di bagian perutnya.
"Kau....!!?" Tiau Hek Hoa memekik berang. Siap untuk menyerang lagi.
"Tahan...!" Liu Wan berseru sambil meloncat di tengah-tengah mereka.
"Akan kubunuh bocah ini!" Gadis bermuka hitam itu tetap menjerit-jerit. Tapi
Souw Hong Lam dengan tangkas menghalanginya.
"Sabar, Lihiap! Bersabarlah...!" Pemuda ganteng itu membujuk.
987 Liu Wan segera membujuk pula. Dengan panjang lebar pemuda itu mengingatkan tugas
penting mereka. Rombongan itu tinggal empat orang lagi.
Selanjutnya tidak boleh berkurang pula. Tiga orang tidak akan cukup untuk
memasuki Benteng Langit. Mereka akan gagal tanpa keikutsertaan salah seorang dari mereka.
Demikianlah, mereka lalu kembali ke penginapan setelah melihat keadaan perahu
yang mereka sewa. Sama sekali mereka tidak menduga bahwa gerak-gerik mereka tadi selalu diikuti
oleh seseorang. Keesokan harinya mereka sudah berlayar mengikuti arus sungai. Tiau Hek Hoa masih
kelihatan geram terhadap A Liong, walaupun A Liong sendiri seperti sudah
melupakan peristiwa kemarin.
Justru Liu Wan dan Souw Hong Lam yang diam-diam masih sibuk memikirkan peristiwa
kemarin. Semalaman dua orang itu memeras otak untuk mengetahui cara bagaimana A Liong
meloloskan diri dari pisau terbang Tiau Hek Hoa! Dan dari mana munculnya pedang
pendek yang sarungnya tampak kuno itu" Benarkah pedang tersebut milik A Liong"
Tapi sejak kapan pemuda itu mengeluarkannya"
"Pemuda itu hanya menggeliatkan pinggangnya.
Kedua tangannya sama sekali tak ada kesempatan untuk menangkis ataupun
menghindarkan diri. Apalagi harus mencabut senjata." Souw Hong Lam tak habis pikir.
988 Sebaliknya, selain berpikir tentang hal itu, Liu Wan juga mulai curiga kepada
Tiau Hek Hoa. Pemuda yang sedang menyamar sebagai tabib tua itu, merasa pernah
melihat gerakan melempar pisau Tiau Hek Hoa. Tapi dia tidak dapat mengingatnya
lagi. Sungai Huang-ho mengalir dengan tenang. Begitu tenang dan luasnya sehingga orang
sulit menduga, berapa dalam dasar sungai itu. Sinar matahari menyorot menembus
kabut, dan mulai menggapai ujung layar mereka.
"Lihat...! Indah sekali! Sedemikian banyaknya perahu berlayar di sungai ini,
sehingga dari jauh seperti barisan semut yang sedang berbaris menuju ke
liangnya." Liu Wan yang suka keindahan alam itu mulai berpantun.
Souw Hong Lam tersenyum. Perlahan-lahan tangannya mengambil suling dari balik
mantelnya, kemudian meniupnya dengan halus. Suaranya mengalun panjang, semakin
lama semakin nyaring. Dan Liu Wan pun tak tahan untuk tidak bernyanyi.
Walaupun harus membuat suaranya seolah-olah sedikit serak, tapi nyanyiannya
terasa sedap didengar telinga.
A Liong mengetuk-ngetukkan jarinya di pagar perahu. Meskipun tidak mengerti
irama, apalagi soal pantun dan musik, namun pemuda itu bisa merasakan kenikmatan
lagunya. 989 Hanya Tiau Hek Hoa yang masih tetap diam di tempatnya. Air mukanya juga masih
gelap, sementara bibirnya yang hitam itu tetap merengut pula.
"Awan berarak ke selatan,
Mengalir ke Bukit Kun-lun,
Menebar pasir dari Gurun Go-bi,
Merata bagai tikar dari Parsi."
Para penumpang perahu yang lain pun kelihatan menikmati pula alunan suara suling
dan nyanyian Liu Wan. Beberapa orang nelayan sampai melongokkan kepalanya ke
arah mereka. Sebuah perahu mendekati mereka. Seorang kakek tinggi kurus dengan rambut putih
menganggukkan kepalanya ke arah mereka. Kakek itu memegang sebatang suling pula.
"Tiupan sulingmu sungguh bagus, Anak muda.
Bolehkah Lo-hu turut menyemarakkannya?" Tiba-tiba terdengar suara halus di
telinga mereka. Suara yang di dorong oleh tenaga dalam yang sangat tinggi.
Meskipun kaget, Souw Hong Lam tidak
menolaknya. Sambil mengangguk pemuda itu mulai meniup sulingnya lebih keras
lagi. Kali ini nadanya tambah renyah dan gembira.
Ternyata kakek berambut putih itu tidak mau kalah pula. Dengan nada tinggi
sulingnya mengikuti irama Souw Hong Lam. Nada dan suaranya terasa serasi dan 990
nyaman di telinga, membuat duet seruling mereka terdengar nikmat dan
menyenangkan. Akhirnya perahu kakek berambut putih itu berendeng dengan perahu mereka.
"Bukan main...! Saudara masih muda, tapi suara sulingmu sudah mampu menggetarkan
awan di langit! Bukan main! Saudara muda, bolehkah Lohu yang tua ini mengenal namamu?"
Souw Hong Lam menggosok-gosok sulingnya dengan ujung bajunya. "Siau-te
bernama... Souw Hong Lam, Locian-pwe. Maaf, siauwte juga belum mengenal
Locianpwe pula...." Mata yang tajam berkilat itu tertegun sebentar, lalu kembali bersinar seperti
semula. "Hohoho, lohu memang tidak pernah menginjak daerah ini. Lohu biasa
berkeliaran di sepanjang pantai timur Propinsi Shantung. Lohu bernama Kwe Tiong
Li...." "Kwe Tiong Li...?" Liu Wan berdesah kaget. Nama itu sangat terkenal puluhan
tahun lalu. Sebuah nama yang dikaitkan dengan julukan yang menyedihkan.
Keh-sim Tai-hiap atau Pendekar Patah Hati.
"Ciok Sinshe mengenal namanya?" A Liong bertanya ketika melihat kegugupan Liu
Wan. "Yah! Dia seorang pendekar ternama yang kemudian mengasingkan diri di Pulau
Meng-to. Lohu juga kenal puteranya yang gagah perkasa, Kwe Tek Hun. Tapi
beberapa tahun yang lalu Keh-sim Tai-hiap dikhabarkan pergi ke Pondok Pelangi.
Entah benar atau tidak."
991 "Oh, jadi beliau yang bernama Keh-sim Tai-hiap?"
A Liong tersentak kaget. "Kau pernah mendengar namanya?"
A Liong tidak menjawab. Dia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya seraya menatap
orang tua gagah itu tanpa berkedip.
Ternyata bukan hanya Liu Wan dan A Liong yang terkejut mendengar nama Kwe Tiong
Li. Souw Hong Lam pun ternyata juga kaget pula. Terbukti matanya yang tajam itu
terbelalak lebar. "Ah, Kwe Tai-hiap rupanya. Nama Locianpwe terkenal di mana-mana. Setiap orang
kang-ouw tentu mengenalnya. Sayang siaute baru dapat bertemu sekarang..." Souw
Hong Lam berkata sambil memberi hormat.
"Ah, sudah lama lohu mengasingkan diri. Sungguh tidak kusangka kini banyak
tumbuh jago-jago muda di kalangan persilatan. Dan caramu meniup suling
mengingatkan aku kepada seseorang. Hmmm, apakah Saudara mempunyai hubungan darah
dengan Hong-gi-hiap Souw Thian Hai?"
Sekali lagi Souw Hong Lam terkejut. Orang tua itu benar-benar awas dan lihai
sekali. Hanya dengan mendengarkan caranya meniup suling, dia sudah dapat menebak
asal usulnya. "B-benar, Locianpwe. Siaute memang masih mempunyai pertalian darah dengan Souw
Tai-hiap. Sayang sekali siaute jarang dapat berjumpa dengan beliau."
992 "Benarkah" Oh, ternyata masih baik juga telingaku ini."
Aliran sungai itu mulai mendekati belokan yang tajam. Arus juga mulai terasa
kuat menggoyang perahu mereka. Liu Wan yang sedianya hendak memperkenalkan diri
menjadi batal. Dengan tangkas pemuda itu meraih dayung untuk ikut menjaga ,
keseimbangan perahu. "Tiau Li-hiap! Saudara A Liong! Awas...! Jangan sampai perahu kita bersenggolan
dengan perahu Kwe Taihiap! Ombak sungai ini dapat menenggelamkan perahu yang
saling berbenturan!" Liu Wan berteriak sambil membelokkan kemudinya.
"Benar! Kita tidak boleh terlalu berdekatan!" Kwe Tiong Li berseru pula dari
atas perahunya. Dan kakek gagah itu bergegas mengayunkan dayungnya ke dalam air.
A Liong, Tiau Hek Hoa dan Souw Hong Lam bekerja sama mengendalikan perahu.
Dengan kesaktian mereka, perahu itu mudah saja mereka kuasai. Terutama A Liong.
Pemuda itu telah terbiasa mengarungi lautan ganas hanya dengan sampan kecil dari
tulang ikan hiu. Baginya, ayunan ombak sungai itu belum seberapa bila
dibandingkan dengan keganasan arus Pusaran Maut di Laut Utara!
Apabila kawan-kawannya tampak tegang dalam usaha melawan ombak arus sungai, maka
tidak demikian dengan A Liong. Pemuda itu kelihatan tenang saja berdiri di ujung
perahu. Matanya tak 993 pernah lepas dari arus air di bawahnya. Sebentar-sebentar dayungnya dihentakkan
ke dalam air untuk menggeser arah perahu.
Tak seorang pun menyadari perbuatan A Liong.
Semuanya baru sadar setelah beberapa kali perahu mereka lolos dari terjangan
ombak. Setiap arus datang dari samping, tahu-tahu ujung perahu mereka telah
berbalik menyongsong arus. Mereka baru sadar bahwa semua itu adalah hasil
perbuatan A Liong! "Ooooiiii...! Anak muda! Kau sungguh hebat...!"Kwee Tiong Li berseru dari
perahunya. Suaranya tertelan oleh deru angin dan ombak. Kakek tua yang sudah terbiasa
mengarungi lautan itu gampang saja mengendalikan perahunya.
Perahu-perahu yang lain bergulat pula seperti mereka. Walaupun sulit tapi tak
sebuah perahu pun yang terbalik atau tenggelam. Semua orang memang sudah tahu
keganasan tempat itu, sehingga mereka pun telah berjaga-jaga sebelumnya. Hanya
orang yang pandai mengemudikan perahu, berani melewati tikungan tersebut.
Selepas dari tikungan itu aliran sungai kembali bergelombang seperti biasa.
Hanya arusnya saja yang masih terasa deras. Tetapi sebagai gantinya deru angin
bercampur debu mulai terasa meniup dari arah utara.
"Di manakah perahu Kwe Taihiap tadi?" Liu Wan melongok ke sana ke mari, tapi
perahu yang dimaksud sudah tak kelihatan lagi.
994 "Perahunya lebih kecil. Mungkin sudah meluncur lebih dulu." A Liong menjawab.
"Eh, lihat...! Orang-orang itu seperti mau berpindah. Apakah mereka juga mau
mengungsi seperti penduduk di sepanjang Tembok Besar?" Tiba-tiba Souw Hong Lam
mengacungkan tangannya ke daratan.
"Benar. Tampaknya pasukan Mo Tan sudah ada yang menyusup sampai ke daerah ini.
Gawat! Sungguh gawat!" Liu Wan berdesah cemas.
A Liong yang tidak begitu paham soal negara hanya diam saja di tempatnya. Dia
yang sejak kecil hidup menderita di kolong-kolong jembatan, tak begitu acuh pada
persoalan-persoalan pemerintahan.
Ia hanya tahu, peperangan membuat kehidupan menjadi sulit. Terutama bagi rakyat
kecil. Di masa perang seorang pengemis pun akan sulit mencari sisa-sisa makanan.
Dia sendiri pernah mengalaminya.
"Heran. Mengapa orang suka benar berperang?"
Tak terasa pemuda itu bergumam perlahan.
"Ciok Sin-she! Kita harus lekas-lekas membebaskan Yap Tai-ciangkun! Kita tidak
boleh terlambat!" Souw Hong Lam berkata.
"Benar, Hian-te. Marilah...!"
Mereka semakin bersemangat mendayung perahu.
Beberapa kali mereka melewati dusun-dusun kecil yang sudah ditinggalkan
penghuninya. Seharian mereka mendayung perahu tanpa mengenal lelah.
Terik matahari tidak menghalangi semangat mereka.
995 Apalagi kalau mereka menyaksikan para penduduk yang berbondong-bondong
meninggalkan sawah ladangnya.
"Eh, Locianpwe. Rasa-rasanya orang di perahu itu selalu mengawasi kita.
Mencurigakan benar...." Tiba-tiba A Liong menggamit Liu Wan.
"Perahu mana...?"


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Empat perahu besar di belakang kita itu! Seharusnya perahu mereka lebih cepat dari perahu ini. Layar mereka juga lebih besar dan lebih lebar. Tapi, tampaknya mereka memang sengaja tidak memasang layar sepenuhnya. Mereka memang memperlambat perahu mereka."
"O, perahu itu! Apakah mereka bukan pengungsi pula" Hemmm, jangan-jangan mereka
malah mencurigai kita. Siapa tahu mereka justru 996
menganggap kita perampok?" Souw Hong Lam yang ikut mendengar percakapan mereka
tertawa lirih. "Benar. Dalam keadaan seperti ini, setiap orang tentu akan saling curiga-
mencurigai. Sulit untuk menentukan, siapa kawan siapa lawan." Sekonyong-konyong
Tiau Hek Hoa mendengus. A Liong tertawa lebar. "Ah, aku hanya omong sekenanya saja. Kau juga tak perlu
marah-marah." "Siapa yang marah" Marah pun juga percuma melihat tampangmu yang bodoh seperti
kerbau ini!" "Nah! Nah...! Kalau tidak merasa marah, jangan mengumpat-umpat begitu! Tenang
saja...!" A Liong yang tidak mudah marah itu tersenyum menggoda.
"Bangsat kecil...!" Tiau Hek Hoa menjerit.
Mendadak kedua tangannya terayun ke depan.
Sing! Sing! Sing! Belasan buah paku kecil melesat ke tubuh A Liong. Semuanya
menuju ke jalan darah kematian!
"Tiau Lihiap!" Liu Wan berseru. Begitu pula dengan Souw Hong Lam. Serangan itu
sungguh amat ganas dan keji. Sama sekali tidak memberi kesempatan atau
peringatan kepada lawannya.
Perahu itu tidak begitu besar. Paling-paling hanya dua tombak panjangnya,
sehingga jarak antara Tiau Hek Hoa dan A Liong juga tidak lebih dari sepanjang
dua lengan mereka. Maka dapat dibayangkan bahwa serangan paku itu tidak mungkin
Pendekar Latah 28 Patung Emas Kaki Tunggal ( Unta Sakti ) Karya Gan K H Kemelut Di Majapahit 20
^