Pencarian

Pendekar Pedang Pelangi 14

Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono Bagian 14


perkataan A Liong. "Huh! Tampaknya kau memang tidak tahan lagi!
Kau ingin bertarung dengan aku sekarang juga! Baik!
Akan kulayani sampai salah seorang diantara kita mampus di tempat ini!"
A Liong berdiri tegak. Tampaknya pemuda itu juga tidak mau mengalah lagi.
Wajahnya tampak keruh dan kesal. Sorot matanya juga kelihatan seram dan
menakutkan. Dari kedua belah tangannya yang terkepal terdengar suara
berkerotokan. "Kau memang perempuan tak tahu diri. Orang sudah mau mengalah, kau tetap saja
menindas dan memojokkan! Hmh, kaukira orang lain juga tidak dapat berbuat gila
sepertimu" Baik! Kalau kau memang ingin bermain gila-gilaan, bermain menang-
menangan, kau akan mendapatkannya! Kau akan mendapat lawan main yang cocok! Aku
dapat berbuat lebih edan dan lebih menyeramkan dari pada kamu!"
Sebagai manusia yang sudah kenyang dengan segala macam pengalaman buruk, maka A
Liong memang dapat berbuat apa saja. Dia pernah diperlakukan orang seperti
anjing, seperti benda mati, seperti kotoran! Sebagai pengemis hidupnya memang
penuh penghinaan dan kesengsaraan!
Ternyata sikap pemuda itu cukup menggetarkan hati Tiau Hek Hoa. Wajahnya yang
galak sedikit meredup. Namun sebelum mereka benar-benar bertarung, Liu Wan sudah
lebih dulu melerainya. 1083 "Hentikan! Kalian mau berhenti atau tidak?"
Pemuda yang sedang menyamar sebagai tabib tua itu berteriak tertahan.
Dua orang yang siap berlaga itu menggeram.
Keduanya tampak marah dan penasaran.
"Baiklah, Ciok Sinshe. Maafkanlah aku." Akhirnya A Liong mengendorkan tangannya.
"Terima kasih, Saudara A Liong. Dan ...kau, Lihiap! Kuharap kau pun dapat
menahan diri. Kita semua sedang melaksanakan tugas berat. Kita harus menggalang
kekuatan kita. Singkirkan dulu segala macam pertengkaran dan perbedaan kita!
Bagaimana..." Emm, baiklah... sekarang kuminta Tiau Li-hiap mau memberikan obat
pemunah racunnya! Berikan kepada orang ini supaya dia dapat menunjukkan tempat itu dengan hati
tenang!" Mata yang menyala itu perlahan-lahan meredup.
"Baiklah, aku turuti katamu. Kau yang paling tua.
Dan... kau pula yang memimpin tugas ini. Tapi setelah tugas ini selesai, jangan
harap kau dapat melarangku lagi. Kerbau dungu ini tetap akan kubunuh!"
"Terserah...! Lohu memang tidak berhak untuk mencampuri urusan kalian."
A Liong tidak mau berbicara lagi. Setelah gadis itu memberikan pel pemunah
racunnya, dia segera kembali pula ke tempatnya. Souw Hong Lam yang jarang
berbicara itu datang mendekatinya.
1084 "Saudara A Liong, bersabarlah! Kami tahu bahwa kau sudah banyak mengalah
kepadanya. Tapi demi keberhasilan tugas kita, kuharap kau lebih banyak mengalah
lagi. Rasanya kau lebih dapat berpikir jernih daripada dia. Nah, sekarang
beristirahatlah....!"
A Liong tersenyum. "Jangan khawatir, Saudara Souw. Aku bukan macam orang suka
berkelahi. Bahkan sejak kecil aku sudah terbiasa hidup bergotong-royong dengan orang lain.
Aku bekas gelandangan, yang tumbuh diantara kawanan pengemis. Rasanya aku lebih
banyak memiliki rasa perdamaian daripada permusuhan."
"Gelandangan..." Kau bekas gelandangan" Ah, aku tidak percaya. Tubuhmu besar dan
kuat!" Sekali lagi A Liong tersenyum. "Saudara Souw!
Aku berkata sebenarnya. Aku benar-benar tidak mempunyai sanak-keluarga seperti
engkau. Sejak kecil aku selalu berkelana dari kota ke kota. Kawanku banyak
sekali. Kalau akhirnya badanku bisa tumbuh seperti ini, aku sendiri juga tidak
tahu. Mungkin karena nafsu makanku besar sekali. Sekali makan aku bisa
menghabiskan sebakul nasi."
"Ah, kau bisa saja....!"
Ternyata pada saat yang sama, Tiau Hek Hoa juga sedang mendekati Prajurit Go.
Dengan suara geram bibir tipis itu berbisik di telinga prajurit itu. Perlahan
saja, tapi sangat mengejutkan pendengarnya!
"Awas! Jangan macam-macam kau! Obat yang kuberikan itu obat palsu, bukan obat
pemunah 1085 racunku! Obat pemunah yang asli baru akan kuberikan setelah tugasmu selesai!
Tahu....?" Demikianlah, malam itu mereka mulai bergerak setelah lonceng berdentang sembilan
kali. Prajurit Go yang tidak mau mati konyol membawa mereka menyelinap melalui
tempat-tempat yang aman. Mereka melewati lorong-lorong rahasia, yang tidak mungkin mereka ketahui tanpa
bantuan Prajurit Go. Setelah naik-turun tangga dan berputar-putar melewati puluhan lorong rahasia,
mereka muncul di tempat terbuka. Prajurit Go berhenti. Kulit mukanya tampak
pucat. "Nah! Mulai dari tempat ini kita tidak dapat melalui jalan rahasia lagi. Kita
harus menyeberang halaman ini dan masuk ke pintu gerbang di tengah-tengah
bangunan itu. Tapi hal itu tidak mungkin kita lakukan tanpa diketahui penjaga.
Di sekeliling halaman ini banyak pos-pos penjagaan yang dihuni oleh pasukan
prajurit pilinan. Lihatlah lampu-lampu minyak itu...!
Itulah pos-pos penjagaan!"
Liu Wan termangu-mangu. Prajurit itu tentu tidak berbohong. Memang sulit
melintas di halaman luas itu tanpa terlihat oleh penjaga. Apalagi bulan bersinar
dengan cerahnya. "Bagaimana pendapatmu, Saudara Souw" Kau jarang sekali berbicara. Mungkin kau
dapat menemukan jalan yang terbaik?"
Pemuda ganteng itu tidak segera menjawab.
Matanya menatap ke ujung halaman tanpa berkedip.
1086 Tiba-tiba ia melihat kesibukan di setiap pos penjagaan itu.
"Ciok Sinshe, lihat...! Prajurit-prajurit itu keluar dari pos masing-masing!
Mereka menyusun barisan dengan tergesa-gesa! Tampaknya telah terjadi sesuatu
dalam benteng ini....!"
Tangan Tiau Hek Hoa dengan cepat menyambar lengan Prajurit Go.
"Cepat katakan! Apakah mereka tahu kedatangan kita?" Gadis itu menggeram marah.
"Aku... aku tidak tahu! Benar! Aku tidak tahu!
Bukankah seharian penuh aku bersama kalian" Mana sempat aku berbuat yang bukan-
bukan?" Prajurit itu mendesis kesakitan.
"Kalau begitu... mengapa mereka bersiap-siaga seperti itu?" A Liong cepat-cepat
menengahi. "Sungguh! Aku tidak tahu! Oh, ya... mungkin...
mungkin pasukan Mo Tan itu benar-benar sudah datang! Jadi... jadi mereka bersiap
untuk mempertahankan benteng ini. Pertempuran besar akan segera
berlangsung....!" "Pasukan Mo Tan" Oh" Begitu cepatnya mereka datang?"
Sekejap kemudian suasana di dalam benteng itu menjadi sibuk luar biasa. Ratusan
prajurit yang sedang berada di dalam benteng itu segera menyebar ke segala
penjuru. Mereka menempati pos masing-masing. Segala macam perlengkapan tempur
mereka siapkan. 1087 Mereka mengeluarkan gerobag-gerobag senjata, kereta berisi batu-batu peluncur,
dan segala macam peralatan perang lainnya. Semua itu mereka lakukan tanpa banyak
menimbulkan suara. Mereka bekerja seperti kawanan hantu.
"Bagus! Keributan ini justru membantu kita! Ayoh, sekarang kita menyeberang ke
pintu gerbang itu!" Liu Wan berbisik sambil mencengkeram lengan Prajurit Go.
"Nanti dulu! Bagaimana kalau ada yang melihat kita...?" Souw Hong Lam mencegah
niat itu. Semuanya tertegun. Ucapan itu memang
mengandung kebenaran. Walaupun suasana sedang ribut, tapi hanya mereka sendiri
yang tidak mengenakan seragam.
"Hei, dimana Kerbau Dungu itu?" Tiba-tiba Tiau Hek Hoa berseru lirih ketika
matanya tidak melihat A Liong.
Liu Wan dan Souw Hong Lam terkejut. Tapi mereka segera menghela napas lega.
Pemuda tinggi besar itu melangkah dari tempat gelap. Kedua tangannya memeluk
tumpukan seragam prajurit.
"Maaf, aku baru saja mencari seragam prajurit!
Nih! Silakan pakai! Pilihlah yang cocok! Kita pergunakan untuk menyamar seperti
mereka!" Liu Wan saling pandang dengan Souw Hong Lam.
Mereka benar-benar kagum atas kecekatan pemuda itu. Hanya Tiau Hek Hoa yang
semakin masam mukanya. Hampir saja ia tak mau memakainya.
1088 Dalam situasi kalut seperti itu, maka seragam mereka benar-benar membantu.
Apalagi disamping mereka ada Prajurit Go yang mengenal baik isyarat atau kode-
kode di dalam benteng itu.
Namun demikian ketika hendak masuk ke dalam pintu gerbang, Prajurit Go sempat
gemetar juga. Pintu gerbang itu dijaga ketat oleh pasukan khusus, yang terdiri
dari tiga puluh enam orang. Pasukan itu dibagi menjadi empat kelompok, yang
bergantian menjaganya. j Tapi A Liong tidak takut. Pemuda itu tetap melangkah dengan tenang, seperti
layaknya seorang prajurit jaga. Di tengah pintu dia berhenti. Kepalanya menoleh
ke kanan dan ke kiri. Ia tak melihat seorang penjaga pun di tempat itu.
A Liong justru menjadi curiga. Jangan-jangan para penjaga itu telah mengetahui
kedatangan mereka dan memasang jebakan.
"Tidak ada penjaga di sini. Hei, Prajurit Go...
benarkah pintu ini tidak ada penjaganya?" Katanya perlahan.
"Hemm! Ada yang tidak beres di sini! Biasanya tempat ini dijaga ketat, karena
gerbang ini merupakan pintu penghubung menuju ke benteng dalam. Di sanalah
tempat Panglima Yap Kim dipenjara!"
Prajurit Go menerangkan. "Ssssst!" Tiba-tiba Souw Hong Lam memperingatkan.
1089 Sesosok bayangan tampak berkelebat dalam gelap.
Bayangan itu melesat ke atas genting dan hilang di balik bubungan.
"Benar! Memang ada orang yang mendahului kita!"
Liu Wan berdesis pendek. "Inilah mereka! Penjaga-penjaga itu dibuang ke sini!" Tiba-tiba Tiau Hek Hoa
berseru pula. Kepalanya melongok ke balik gardu jaga.
Liu Wan menghela napas panjang. Hatinya berdebar. Siapa orang itu" Kawan atau
lawan" "Sudahlah! Kita masuk saja! Kita hadapi bersama semua rintangan! Nah, Prajurit
Go...! Di mana... ruang Panglima Yap Kim?" A Liong bertanya kepada Prajurit Go.
"Di dalam bangunan itu! Di ruang belakang! Tapi...
hati-hatilah! Tempat ini penuh dengan jebakan! Setiap lorong pasti ada
jebakannya! Aku... hei!!"
Belum juga habis dia berkata, sekonyong-konyong terdengar suara ledakan keras di
bagian belakang bangunan itu. Bahkan berbareng dengan itu, di luar benteng juga
terdengar suara terompet dan genderang memecah kesunyian malam!
"Ada musuh menyerang benteng ini ...!" Prajurit Go berkata dengan suara gemetar.
"Tapi... ledakan di dalam bangunan itu?" A Liong berkata pula dengan suara ragu.
"Jebakan...! Orang yang masuk tadi telah melanggar salah satu dari jebakan itu!"
Prajurit Go menjelaskan. 1090 Sekejap kemudian halaman kecil itu menjadi ramai sekali! Penjaga berlarian
keluar. Mereka berlari ke tempat di mana telah terjadi ledakan tadi. Beberapa
orang membawa obor sambil berteriak-teriak.
"Musuh menyerang benteng!"
"Awas! Ada penyelundup yang masuk ke dalam bangunan ini! Kita cari dia....!"
"Musuh datang menggempur benteng....!"
"Tutup semua pintu! Cepat....!"
Liu Wan menarik tangan Prajurit Go ke jurusan lain. Tiau Hek Hoa, Souw Hong Lam
dan A Liong mengikuti di belakangnya. Mereka langsung masuk ke dalam gedung dan
menyelinap ke pintu belakang.
Setiap kali bertemu penjaga mereka menghindar. Tapi dalam keadaan terpojok, Tiau
Hek Hoa tidak segan-segan menggunakan senjatanya!
"Li-hiap, hindari pembunuhan!" Liu Wan memperingatkan.
Mereka tiba di ruang tengah. Belasan prajurit tampak berjaga di sana. Mereka
seperti tidak terpengaruh oleh keadaan di sekeliling mereka.
Demikian berhadapan dengan Liu Wan dan Prajurit Go, salah seorang diantara
mereka segera menggertak sambil mengacungkan tombaknya.
"Berhenti! Prajurit dari kesatuan mana kalian ini, heh" Mengapa datang ke mari"
Jawab!" Liu Wan menekan tangan Prajurit Go agar menjawab pertanyaan itu. Tapi terlambat.
Samaran mereka segera terbaca oleh penjaga-penjaga itu!
1091 Rambut Tiau Hek Hoa yang panjang itu terjulur keluar dari seragamnya!
"Awaaaas, penyelundup! Ringkus mereka!"
Belasan penjaga itu segera menghambur datang.
Mereka menyerang tanpa memberi kesempatan lagi.
Tombak dan panah segera beterbangan ke arah Liu Wan dan kawan-kawannya.
Dalam keadaan gawat seperti itu semuanya tidak dapat mengekang diri lagi.
Masing-masing segera mengeluarkan kesaktiannya. Apalagi mendengar keributan itu,
penjaga yang berada di bagian lain segera datang mengalir ke tempat itu.
"Perajurit Go! Di mana kamar itu" Lekas katakan!"
Sambil menangkis panah-panah itu Liu Wan berteriak.
"T-t-t-tapi... bagaimana dengan obat pemunah itu?"
Prajurit itu berseru ketakutan.
"Apa... maksudmu" Obat apa?" Liu Wan bertanya heran.
"Nona itu... belum memberikan obatnya! Sebentar lagi dagingku akan mencair...!"
Prajurit itu menjerit dengan air mata bercucuran.
Mata Liu Wan bagaikan menyala saking marahnya.
Dengan suara kasar ia berteriak kepada Tiau Hek Hoa.
"Mengapa tidak kauberikan juga obat itu" Di pihak mana sebenarnya kau ini..."
Tugas ini tinggal selangkah saja lagi! Lihat! Apakah kau benar-benar ingin
menggagalkannya?" 1092 Belasan orang penjaga kembali menyerang dengan tombaknya. Semuanya menyerang Liu
Wan dan Prajurit Go. Karena sedang marah Liu Wan tidak dapat mengendalikan diri
lagi. Pemuda itu dengan cepat menggeser ke depan. Kedua tangannya terayun tanpa
disadari. Thuuaaaas....! Terdengar suara letupan kecil seperti tepukan tangan! Tapi
akibatnya sungguh hebat! Separuh dari prajurit itu terpental jatuh tanpa dapat bangun kembali!
Sekejap Mo Goat yang menyamar sebagai Tiau Hek Hoa itu terkejut. Rasanya dia
pernah melihat pukulan itu!
"Kau... kau, eh... baik! Baik! Inilah obatnya!"
Dalam keadaan gugup gadis itu menyerahkan obatnya.
Sementara itu beberapa langkah di dekat mereka, Souw Hong Lam dan A Liong juga
dipaksa untuk bertempur pula. Kehebatan pukulan Liu Wan sama sekali tidak
mempengaruhi daya tempur prajurit-prajurit pilihan itu. Tanpa ragu-ragu mereka
menerjang Souw Hong Lam dan A Liong, sehingga keduanya terpaksa harus bekerja
keras untuk menahan mereka.
Souw Hong Lam mengerahkan gin-kangnya dan berloncatan di antara kepala lawan-
lawannya. Badannya yang jangkung itu melayang-layang seperti burung rajawali di antara
kawanan serigala. Sementara tangannya menyambar ke sana ke mari, 1093
bagaikan tangan malaikat mencabut nyawa! Setiap kali tangan itu menyambar,
seorang prajurit pasti terpelanting tak berdaya.
-- o0d-w0o -- JILID XXVI API setiap kali ada prajurit terjatuh, prajurit yang lain segera datang
menggantikan. Mereka mengalir seperti T semut yang tidak ada habisnya. Melihat
kesibukan kawannya, A Liong tidak dapat tinggal diam. Dia turun tangan membantu.
Tapi karena pada dasarnya memang tidak ingin melukai orang, maka pemuda itu
hanya berusaha untuk melumpuhkan perlawanan lawannya.
Namun demikian apa yang dilakukan A Liong cukup membuat lawan-lawannya terkejut.
Tanpa membawa senjata pemuda itu menyongsong serbuan mereka. Dan hanya dengan


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengandalkan lengan dan kakinya, pemuda itu menangkis hujan senjata yang datang
menghantam dirinya. Tapi apa yang terjadi selanjutnya, sungguh membuat lawan-
lawannya ternganga. Ternyata bukan tangan atau kaki pemuda itu yang patah atau
terpotong, sebaliknya justru pedang dan golok mereka sendiri yang patah atau
rusak! Pemuda itu seolah-olah telah berubah menjadi 1094
patung besi, yang mampu menahan sabetan golok dan pedang!
Bahkan sambil melayani para perajurit itu, A Liong masih sempat berteriak ke
arah Liu Wan. "Ciok Sin-she! Kita jalan ke mana...?"
"Pintu sebelah kanan!" Prajurit Go yang sudah mendapatkan obat pemunah itu
menjawab dengan keras. "Baik! Kalau begitu biar aku yang membuka jalan!
Kalian semua mengikut di belakangku!" A Liong kembali berteriak.
Lalu tanpa menanti jawaban lagi pemuda itu benar-benar membuka jalan. Dengan
kekebalan tubuhnya dia terus menerjang ke pintu sebelah kanan. Siapapun yang
berusaha menghalang di depannya, segera terlempar bersama senjata mereka.
Liu Wan cepat menyeret Prajurit Go di belakang A Liong. Souw Hong Lam dan Tiau
Hek Hoa juga mengikuti di belakang mereka. Mereka berlari menuju pintu yang
ditunjuk oleh Prajurit Go.
Mereka masuk ke dalam ruangan yang lebih luas.
Namun kedatangan mereka di sana sudah dinantikan oleh kelompok penjaga lain.
Begitu datang mereka segera dikepung pula. Bahkan penjaga di tempat itu
kelihatan lebih ganas dan lebih terlatih daripada tadi.
"Tangkap mereka...!" Seorang perwira tinggi dengan seragam gemerlapan, tampak
berdiri di tengah ruangan. Suaranya bergetar penuh kekuatan.
1095 A Liong tetap menerjang ke depan. Barisan penjaga itu segera tersibak dan
berjatuhan begitu berhadapan dengan A Liong. Mulai dari lapisan terdepan sampai
ke lapisan yang ke empat langsung terpental ke kanan dan ke kiri. Tetapi karena
A Liong tidak berusaha melukai mereka, maka mereka pun segera berdiri kembali
dan menyerang dari kanan dan kiri.
Sambil menghalau prajurit-prajurit itu A Liong melihat ke sekitarnya. Ia melihat
belasan buah pintu keluar di dalam ruangan itu.
"Ciok sin-she, lihatlah! Banyak sekali pintu di sini!
Pintu mana yang harus kita lalui?" Pemuda itu berseru sambil menoleh ke arah
teman-temannya yang selalu mengikut di belakangnya.
Liu Wan menggenggam lengan Prajurit Go.
"Katakan...!" Di mana ruangan itu?"
"Pintu hijau! Pintu itu menuju ke lorong bawah, tempat Panglima Yap Kim
dikurung!" "Baik! Kita menuju ke sana!" A Liong kembali berteriak seraya menerjang ke
depan. Bagaikan kawanan serigala yang tidak takut mati barisan penjaga itu tetap
menyerang dan menghalangi langkah A Liong. Walaupun mereka harus berjatuhan
setiap kali bentrok dengan lengan pemuda itu, tapi mereka tetap saja merangsek
ke depan. Mereka sama sekali tidak takut menyaksikan kehebatan A Liong.
Mereka benar-benar memiliki disiplin prajurit yang tinggi.
1096 Melihat kehebatan A Liong, akhirnya perwira tinggi itu terjun pula ke dalam
arena. Dengan golok di tangan perwira itu menyerang A Liong. Demikian kuat
ayunan goloknya sehingga terdengar suara desing yang mengerikan.
A Liong tidak berani menangkis golok itu. Ia menghindar ke samping sambil
menghantam pinggang lawannya. Tapi dengan tangkas perwira itu menggeliat ke
samping pula. Goloknya yang gagal mengenai A Liong, berputar ke belakang dan
kembali menebas ke depan.
A Liong cepat membungkukkan badannya, sehingga golok itu nyelonong ke belakang,
ke arah Tiau Hek Floa! Traaaang! Bunga api berhamburan ketika golok itu bertemu dengan kipas baja Tiau
Hek Hoa. "Aduh...!" Perwira itu menjerit sambil melepaskan goloknya. Kekuatan gadis
bermuka hitam itu membuat kulit tangannya seperti terkelupas.
Namun ketika gadis itu kembali mengayunkan kipasnya ke depan, A Liong cepat-
cepat menepisnya ke samping! Dalam keadaan terluka perwira itu tak mungkin dapat
mengelakkan serangan tersebut. Dan A Liong tidak tega melihat perwira itu mati.
"Gila! Kenapa kau... halangi aku" Bukankah dia ingin membunuh kita?" Tiau Hek
Hoa menjerit penasaran. Namun gadis itu tidak dapat melanjutkan kemarahannya. Belasan prajurit lainnya
segera datang 1097 menolong perwira itu. Mereka menyerbu seperti lebah yang keluar dari sarangnya.
Hal itu membuat Tiau Hek Hoa marah bukan main.
Sambil menjerit kesal ia menyebar paku beracunnya!
Maka tiada ampun lagi kawanan prajurit itu berjatuhan ke lantai!
Liu Wan tertegun. Kipas baja dan paku-paku beracun itu mengingatkan dia pada
gadis cantik yang ditemuinya lima tahun lalu.
"Dia...?" Tapi belum sempat menyebut nama gadis itu, dari Pintu Hijau tiba-tiba keluar
belasan prajurit yang ketakutan! Mereka berlari seperti dikejar setan!
"Ada apa pula ini...?" Perwira yang selamat dari tangan Tiau Hek Hoa tadi
berseru mengatasi keributan tersebut.
"Panglima Yap Kim lolos dari penjara! Dua orang penyelundup telah membebaskan
dia!" Seorang perwira yang ikut berlari di antara prajurit-prajurit itu berkata
gugup. Seragamnya telah basah dengan darah.
"Panglima Yap Kim lolos" Kemana dia sekarang?"
"Aku ada di sini!"
Tiba-tiba prajurit yang ada di dekat pintu hijau itu menyibak. Seorang kakek
berperawakan sedang, berusia sekitar enam puluh lima tahun, dengan rambut
berwarna kelabu, keluar dengan langkah gagah.
Sambil mengelus kumis dan jenggotnya yang tertata rapi orang tua itu menatap
dengan penuh wibawa. Dan 1098
tak seorang pun dari para prajurit di ruangan itu yang berani menentang matanya.
"P-p-p-panglima...?" Perwira yang garang tadi ternyata menjadi gentar juga
berhadapan dengan bekas panglima itu.
Sementara itu di pihak lain, wajah Tiau Hek Hoa kelihatan berubah ketika melihat
Panglima Yap Kim. Matanya berkilat penuh nafsu membunuh. Namun ketika gadis itu melangkahkan
kakinya ke depan, Liu Wan segera mengejarnya. Pemuda itu merasa curiga.
"Li-hiap, kau mau ke mana" Kita tidak boleh bertindak sendiri-sendiri. Panglima
Yap Kim telah bebas. Seseorang telah mengeluarkannya dari penjara.
Sekarang tugas kita untuk melindungi dan membawanya keluar dari tempat ini."
Tiau Hek Hoa tertegun. Sesaat timbul keraguan di hatinya. Tapi keraguan itu
segera lenyap. Perintah ayahnya lebih penting dari segalanya. Dan sekarang
adalah waktu yang paling tepat untuk melaksanakan perintah itu. Mantan panglima
yang sangat berpengaruh itu harus dibunuhnya sekarang. Apabila orang tua itu
sampai lolos dan terlanjur dikelilingi para pengikutnya, maka akan sulit sekali
untuk mendekatinya. Mulut Tiau Hek Hoa menggeram.
Tiba-tiba ia membalikkan badannya. Tangannya terangkat dan mendorong dengan
kekuatan penuh, menyongsong kedatangan Liu Wan.
1099 "Aku memang hendak melindungi Panglima Yap Kim. Minggirlah!" Gadis itu
menggeram. Angin dingin tiba-tiba menyerang Liu Wan.
Pemuda itu gelagapan. Sesaat timbul rasa tak percaya bahwa gadis itu menyerang
dirinya. Tapi kenyataan memang demikian. Gadis itu benar-benar hendak
membunuhnya. Dalam keadaan terpojok, tiada jalan lain selain membela diri. Otomatis kedua
tangan Liu Wan menyongsong ke depan pula. Hong-lui-kang tersalur sepenuhnya.
Whhuuuuus...! Tetapi sekali lagi Liu Wan menjadi gelagapan.
Tangannya yang terulur penuh tenaga itu sama sekali tidak membentur tangan Tiau
Hek Hoa. Pukulannya menggapai tempat kosong.
Ternyata dalam waktu singkat, Tiau Hek Hoa sudah mengubah serangannya. Gadis itu
bergeser ke samping. Bahkan sambil bergeser ia mengerahkan ilmu pamungkasnya.
Tubuhnya yang ramping kecil itu mendadak berubah menjadi delapan orang. Bentuk
dan wajahnya sama. Bahkan pakaiannya pun juga sama pula. Semuanya bergerak
menuju ke arah Panglima Yap Kim.
Tentu saja kejadian itu mengejutkan semua orang.
Tidak terkecuali Panglima Yap Kim sendiri. Malah A-liong juga kaget pula
melihatnya. "Awas! Tahan Dia!" Liu Wan menjerit kuat-kuat.
Souw Hong Lam yang kebetulan berada paling dekat dengan gadis itu segera
menusukkan jarinya ke 1100
depan! Srrrt! Seleret sinar kemerahan menyerang salah seorang dari delapan Tiau
Hek Hoa itu. Persis pada punggungnya.
Cuuus! Sinar itu dengan tepat mengenai sasarannya.
"Haaah..."!?" ;
Souw Hong Lam ternganga kaget. Punggung itu jelas kena, malah sampai bolong!
Tapi gadis itu seolah-olah tak merasakannya. ' Bahkan luka bolong itu sama
sekali tidak mengucurkan darah!
"Ilmu sihir...?" A-liong berdesah.
"Tangkap dia! Dia orang Hun, anak buah Mo Tan!"
Liu Wan sekonyong-konyong berteriak begitu ingat siapa gadis itu.
Tapi Mo Goat atau Tiau Hek Hoa sudah tidak memikirkan jiwanya lagi. Sejak kecil
dia sudah dididik dengan keras oleh ayahnya. Seorang warga Hun selalu siap
mengobankan nyawa untuk negerinya.
Apalagi dia adalah puteri Raja Hun yang sangat dijunjung tinggi oleh rakyatnya.
Sesaat kemudian kedelapan orang itu kembali bergerak. Mereka berpencar, lalu
menerobos kepungan prajurit yang mengelilingi Panglima Yap Kim. Masing-masing
bergerak seolah-olah mereka memang hidup sendiri-sendiri.
Namun teriakan Liu Wan tadi sudah cukup untuk membuka kedok Mo Goat. Sehingga A
Liong dan Souw Hong Lam seperti mendapatkan komando untuk meghentikan gadis itu.
Hampir berbareng keduanya 1101
melompat tinggi ke udara, melewati kepala prajurit yang mengepungnya! Mereka
berusaha secepatnya mendahului lawan agar dapat lebih dulu tiba di dekat
Panglima Yap Kim. Mereka harus melindungi bekas panglima itu.
A Liong benar-benar mengeluarkan segala kemampuannya, sehingga tubuh kekar itu
benar-benar melesat seperti anak panah yang terlepas dari busurnya. Dan sekejap
saja pemuda itu telah berada di dekat Panglima Yap Kim. Jauh mendahului Souw
Hong Lam, Liu Wan, maupun kedelapan bentuk Mo Goat itu sendiri!
Tetapi kedatangannya segera disambut dengan tusukan pedang. Sedangkan lelaki
gemuk berpakaian pelayan dapur menyerangnya.
Traaaang! A Liong menepis pedang itu dengan ujung sepatunya.
"Ughhh!" Pelayan dapur itu mengeluh pendek.
Tubuhnya yang gemuk terhuyung, sementara pedang pendeknya hampir terlepas dari
genggamar "Hah...?" A Liong sendiri juga tersentak kaget pula.
Ternyata lelaki gemuk itu adalah pelayan dapur yang dilihatnya pagi tadi.
Sesaat mereka saling pandang dengan rasa kagum.
Dan keduanya baru sadar ketika rombongan manusia Mo Goat itu datang menyerbu.
Tanpa direncanakan lebih dulu mereka berdiri berdampingan menghadapi
"delapan bayangan" I Mo Goat tersebut.
1102 Dan selanjutnya pertempuran sengit tidak bisa dihindarkan lagi. Para prajurit di
dalam ruangan itu .segera bergabung pula dengan Mo Goat. Mereka beramai-ramai menyerang rombongan
Liu Wan yang berusaha melindungi Panglima Yap Kim.
Melihat pelayan dapur itu juga melindungi Panglima Yap Kim, maka A Liong segera
tahu di mana lawannya berpijak.
"Apakah... Saudara yang membebaskan Panglima Yap Kim" Ah, maaf! Kami semua telah
salah sangka. Kukira Saudara penghuni benteng ini...." A Liong menjelaskan.
Pelayan dapur itu tidak menanggapi omongan A Liong. Matanya justru mengawasi Liu
Wan yang bertempur di dekat mereka.
"Bukankah dia itu... Tabib Ciok?" Katanya seperti tak percaya.
"Siapa" Oh, kawanku itu" Benar! Dia memang Ciok-sinshe."
"Ough" Jadi benar dia itu Tabib Ciok?" Pelayan dapur itu kelihatan gembira
sekali! Tapi kegembiraannya segera terputus oleh desakan para prajurit yang
mengepungnya. Mereka menyerang seperti air bah yang tumpah dari bendungan.
Gempuran mereka membuat A Liong dan pelayan dapur tidak sempat lagi untuk saling
berbicara. Masing-masing harus melayani belasan prajurit, yang menyerang tanpa rasa takut.
Suasana benar-benar ruwet dan campur aduk tidak karuan.
1103 Tentu saja Liu Wan menjadi cemas sekali.
Pertempuran brutal seperti itu sangat membahayakan jiwa Panglima Yap Kim. Tanpa
pelindung atau pengawal, mantan Panglima itu dapat dibokong oleh lawan-lawannya.
"A Liong! Lindungi Panglima Yap Kim! Cepat...!"
Liu Wan berteriak keras mengatasi kegaduhan itu.
Tanpa diperintah dua kali, A Liong segera menerjang lawan yang menghalangi
dirinya. Begitu dahsyat tenaganya, sehingga prajurit yang menghalang di depannya
terlempar ke kanan dan ke kiri.
"Panglima aku akan mengawalmu keluar...."
Pemuda itu berseru kepada Yap Kim.
Orang tua itu menoleh. Sikapnya masih sangat tenang, walaupun empat sosok
bayangan Mo Goat dan belasan orang prajurit mengepungnya. Ia selalu dapat
menghindari serangan lawan. Bahkan sekali-sekali dari telapak tangannya meluncur
pukulan jarak jauh yang perbawanya sampai menggetarkan udara di ruangan itu.
Bagaimanapun juga Yap Kim adalah ahli waris keluarga Yap, keluarga pendekar yang
sangat terkenal di dunia persilatan. Selain ilmu silatnya sangat hebat, dia juga
pernah menjabat sebagai Panglima Perang di jaman Kaisar Liu Pang. Bahkan
kakaknya, Yap Kiong Lee, adalah jago silat nomer satu di kota raja.
1104 "Anak muda, ilmu silatmu sangat tinggi. Engkau murid siapakah?" Orang tua itu bertanya seolah tidak terjadi apa-apa.
"Ah, Guruku sama sekali tak dikenal orang. Beliau belum pernah menginjakkan
kakinya di daratan Tiongkok, karena beliau tinggal di sebuah pulau kecil di Laut
Utara. Beliau bernama Soat Bun Ong dan Bok Kek Ong...."
Benar juga. Panglima itu mengerutkan keningnya.
Nama-ama yang disebutkan A Liong itu sama sekali belum pernah didengarnya. Tapi
sebelum dia bertanya lagi, salah seorang dari bentuk Mo Goat itu kembali
menyerang dirinya. Yap Kim tidak tahu, orang itu Mo Goat asli atau palsu. Yang
jelas serangan itu menebarkan hawa dingin!
Serangan gadis itu memang hebat. Selain kuat dan cepat, ternyata waktunya sangat
tepat. Kedua tangan Yap Kim baru saja menepis pedang dan golok yang menyerangnya
dari kanan dan kiri, sehingga dadanya otomatis terbuka.
Sesaat orang tua itu menjadi bimbang. Kalau dia menghindar, maka korban akan
berjatuhan. Kipas itu tentu akan menyelonong dan mengenai prajurit-prajurit di
dekatnya. Tapi kalau dia tidak menghindar, berarti nyawanya yang akan melayang.
"Ah...!?" Orang tua itu berdesah bingung.
A Liong melihat kesulitan itu. Tiba-tiba kakinya melangkah dan berputar beberapa
kali. Dan dalam sekejap saja ia telah berada di samping Panglima Yap 1105
Kim. Ketika tangannya terayun ke depan, maka tangan itu telah menggengam sebilah
pedang kecil mirip belati. Dan dari ujung belati itu melesat cahaya berwarna-
warni. Semuanya tertuju ke arah kipas Mo Goat!
Criiing! Cring! Criiiing! Kipas itu terdorong ke belakang, seolah-olah membentur
dinding baja! "Panglima, marilah kita keluar dari ruangan ini!"
Pemuda itu berseru sambil mengayunkan kembali pedang kecil yang dapat
mengeluarkan cahaya pelangi itu.
Seleret cahaya berwarna-warni kembali meliuk-liuk seperti naga terbang. Benda
apa pun yang membentur cahaya itu tentu terpental bagaikan membentur benteng
yang amat kuat. "Oh! Ilmu pedang apa itu"!" Dalam keadaan terdesak orang tua itu masih saja
tergagap keheranan. Ternyata cahaya pelangi itu benar-benar ampuh. Ke manapun cahaya itu bergerak,
korban segera berjatuhan. Tidak terkecuali bentuk-bentuk Mo Goat berjumlah
delapan buah itu. Walaupun setiap saat selalu dapat berdiri dan hidup kembali,
namun bentuk-bentuk Mo Goat itu tidak dapat menahan setiap kali diterjang cahaya
pelangi! Tiba-tiba terdengar bunyi menggelegar, diikuti sorak-sorai setinggi langit!


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesaat para perajurit di dalam ruangan itu terkejut! Wajah mereka tampak pias!
1106 Beberapa saat kemudian di luar gerbang terdengar suara terompet dan tambur
bertalu-talu. Beberapa orang prajurit berbegas meninggalkan ruangan itu.
"Pasukan musuh berhasil membobol benteng! Kita harus keluar menghadapi mereka!"
Prajurit itu berteriak dan berlari keluar.
Ternyata langkah mereka diikuti pula oleh prajurit yang lain. Berbondong-bondong
mereka berlari keluar untuk menyongsong pasukan musuh. Tambur dan terompet tadi
merupakan aba-aba buat mereka.
Akhirnya Mo Goat terpaksa harus bertempur sendirian. Meskipun dengan ilmunya
Pat-sian-ih-hoat, ia dapat berubah menjadi delapan orang, tapi dia tidak dapat
menghadapi Liu Wan dan kawan-kawannya.
Mereka terlalu kuat untuk dilawan seorang diri.
Terutama A Liong, pemuda yang memiliki ilmu pedang aneh itu.
Mo Goat benar-benar menjadi repot. Cahaya pelangi yang muncul dan pedang A Liong
mempunyai gerakan yang sulit diduga. Cahaya itu meliuk-liuk di atas kepala,
seperti naga yang terbang di atas langit.
Ilmu silat Pat-sian-ih-hoat miliknya, yang selama ini belum pernah menemukan
tandingan, ternyata dibuat tak berkutik oleh permainan pedang kecil tersebut.
Oleh karena itu Mo Goat tidak bisa berbuat apa-apa ketika Panglima Yap Kim
dibawa keluar dari gedung itu. Dia justru ikut menyelinap keluar pula setelah
melepas Pat-sian-ih-hoatnya. Dia berbaur dalam arena pertempuran.
1107 Sementara itu suasana di dalam benteng benar-benar kacau-balau. Pintu gerbang
utama sudah terbuka lebar dan pasukan penyerbu yang terdiri dari para pendekar
persilatan menyebar di mana-mana.
Mereka mencari ruang penjara Panglima Yap Kim.
Seorang pemuda tampan dengan pedang di tangan, tampak mengamuk di dekat jembatan
gantung. Pemuda itu bertempur bersama-sama dengan seorang gadis manis, yang selalu
mengekor di belakangnya. Walaupun dikepung oleh belasan prajurit bertombak, mereka sama sekali tidak
mengalami kesulitan. "Saudara Kwe, Ayahmu sudah datang, pula! Beliau berada di bagian utara...!"
Seorang pengemis tua berteriak dari atas tangga.
"Bagus!" Pemuda itu berseru gembira. "Jeng-bin Lo-kai, silakan membawa orang-
orangmu ke dalam pula! Carilah Panglima Yap Kim sampai ketemu!"
"Apakah kita tidak ikut masuk ke dalam, Toa-suheng...?" Gadis manis yang tidak
lain adalah Song Li Cu itu berseru.
"Tentu saja! Tapi aku ingin memastikan dulu, apakah semua kawan kita sudah masuk
ke dalam benteng?" Kwe Tek Hun menjawab sambil menggempur para pengeroyoknya.
Sementara itu Jeng-bin Lo-kai telah pergi dengan para pengawalnya. Mereka
menerobos barisan prajurit yang berada di bagian barat. Di sana bertempur
rombongan pendekar dari Im-yang-kau, yang bergabung dan bercampur dengan
pendekar-pendekar 1108 dari perguruan lain. Bahkan Chin Tong Sia yang terpisah dari rombongan Souw
Thian Hai pada saat memasuki benteng itu, tampak berloncatan di antara para
perajurit. Seperti biasanya pemuda itu berkelahi sambil mengoceh tidak karuan.
Namun demikian setiap kali tangannya bergerak, dua atau tiga lawannya pasti
tersungkur mencium tanah.
Giam Pit Seng yang berada tidak jauh dari tempat itu hanya dapat berdesah sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya. Meski umurnya lebih tua, tapi kepandaiannya
tidak mungkin dapat menyamai pemuda dari Aliran Beng-kau itu.
"Murid mendiang Put-ceng-li Lojin ini memang hebat. Dan biasanya anak ini selalu
diikuti oleh suhengnya yang jauh lebih gila lagi!" Katanya sambil mengedarkan
matanya. Pertempuran semakin dahsyat. Para prajurit di dalam benteng bertempur dengan
gagah berani. Sebagai perajurit pilihan mereka sama sekali tidak gentar melihat ribuan musuh
berhasil menjebol benteng mereka. Meskipun korban berjatuhan, tetapi mereka
tetap bertahan. Bahkan para perwiranya bertempur di antara prajurit dengan
semangat menyala-nyala. Mereka bertempur di garis terdepan bagaikan banteng
terluka. Apabila dibuat perbandingan, sebenarnya kekuatan kedua belah pihak boleh
dikatakan berimbang. Para pendekar persilatan itu memiliki jumlah yang lebih
banyak, dan secara perorangan mereka juga memiliki 1109
kepandaian silat yang lebih baik. Tetapi prajurit yang bertugas di dalam benteng
itu mempunyai pengalaman tempur yang lebih terlatih. Mereka juga hebat dalam
pertempuran berkelompok. Mereka juga amat terlatih menggunakan siasat dalam ilmu
perang. Apalagi mereka juga bertempur di dalam benteng mereka sendiri.
Alhasil pertempuran itu masih belum dapat diramalkan kesudahannya. Kalau pun
pada permulaannya para penyerang dapat menjebol benteng, hal itu disebabkan oleh
karena kelengahan para perajurit itu sendiri. Mereka menjadi lengah karena sudah
terlalu lama dalam suasana tenang dan damai. Mereka benar-benar tidak menyangka
kalau akhirnya ada kekuatan yang berani menentang kekuatan benteng itu.
Demikianlah, ketika bulan semakin turun ke barat dan cahaya terang mulai
meremang di ufuk timur, maka suara dentang senjata dan sumpah serapah mereka
juga mulai reda. Meskipun pertempuran masih tetap berlangsung, tetapi tenaga dan
semangat tempur mereka juga mulai menyusut.
Api berkobar di mana-mana. Jilatan apinya menerangi mayat-mayat yang
bergelimpangan di segala tempat. Benteng itu benar-benar berubah menjadi padang
pembantaian yang sangat mengerikan. Mayat berserakan, terinjak-injak oleh
pasukan yang masih tetap bertempur untuk menentukan pemenangnya.
1110 Mo Goat yang menyelinap di antara pertempuran itu membunuh siapa saja yang
dijumpainya. Gadis itu tidak peduli lagi siapa yang dibunuhnya. Baginya semua
orang Han adalah musuh. Tidak peduli mereka itu perajurit kerajaan pendekar
persilatan. Selain kecewa atas kegagalannya, Mo Goat juga mendongkol karena bantuan yang
dijanjikan kakaknya belum juga datang. Seharusnya kakak dan pasukannya telah
tiba di benteng itu, sesuai rencana yang mereka susun sebelumnya.
Ketika melintasi parit perlindungan, kaki Mo Goat hampir tersandung oleh mayat
yang terbaring di atas tanah.
Karena kaget Mo Goat menjadi marah. Mayat itu ditendangnya dengan sekuat tenaga.
Mayat itu harus "menyingkir" dari jalannya!
Wuuuut! "Eiiit..."!" Tiba-tiba Mo Goat menjerit. Kakinya menyambar tempat kosong.
Mayat itu bergeser dari tempatnya. Cara bergesernya pun sangat aneh dan
mengejutkan. Sama sekali tidak terlihat gerakannya. Mayat itu bergeser begitu
saja, seolah-olah berpindah tempat dengan sendirinya.
Mo Goat terbelalak. Hatinya berdebar-debar.
Bahkan jantungnya juga bergetar dengan kuat.
Ternyata "Mayat" itu hanyalah seorang kakek tua berwajah sangat buruk. Selain
kurus kering, tubuh itu juga kelihatan tidak sehat.
1111 Orang itu berpakaian seadanya. Itu pun tidak dikenakan dengan rapi. Kakinya juga
tidak bersepatu. Bahkan kepalanya yang nyaris gundul itu juga tidak mengenakan penutup sama
sekali. "Kau... siapa" Menyingkirlah!" Mo Goat membentak.
Sambil berkata Mo Goat kembali menyerang dengan kipasnya. Tapi serangannya
menjadi batal, karena tiba-tiba muncul beberapa orang prajurit yang menyerbu ke
arah dirinya. Kipas itu ber-balik arah, menyongsong kedatangan prajurit-prajurit
tersebut. Trang! Trang! Trang! Prajurit-prajurit itu terpental bersama senjata mereka. Namun beberapa di antara
mereka segera bangkit kembali. Tanpa rasa takut mereka kembali menerjang Mo
Goat. Mo Goat semakin marah. Sekali lagi ia mengayunkan kipasnya. Ia sama sekali tak
mau menghindar dari terjangan lawan.
Crees! Cres! Cressss...! Daun kipas itu memotong tubuh lawan bagaikan memotong
pohon pisang! Prajurit itu segera bergelimpangan seperti potongan kayu di atas tanah.
"Huh!" Mo Goat berdesis puas.
Tapi matanya segera terbelalak ketika melihat orang tua jelek tadi sudah tidak
ada di tempatnya lagi. Mayat itu sudah lenyap. Namun lapat-lapat telinganya masih mendengar suara orang
menggerutu di balik dinding halaman.
1112 "Wah, sial...! Mau tidur saja tidak bisa! Belum-belum sudah bertemu Tukang
Sihir!" "Kurang ajar! Tua Bangka jelek! Keluar kau!" Mo Goat mengumpat dan memaki.
Tak ada jawaban. Mo Goat melayang ke atas tembok. Belasan anak panah justru
melesat ke arahnya. Wusss! Wusss! Mo Goat mengibaskan kipasnya sehingga panah-
panah itu jatuh berpatahan!
Mo Goat menggeram. Di bawah tembok dia melihat seorang pemuda tampan telah siap
untuk melepaskan anak panahnya lagi.
"Sin Lun, awas...!" Tiba-tiba terdengar suara orang memberi peringatan kepada
pemuda itu. Benar saja. Belum juga gaung suara orang itu lenyap, tubuh Mo Goat yang kecil
itu telah menyambar ke bawah. Kipasnya menyambar dari atas ke bawah dalam Jurus
Membelah Gunung Menyibak Lautan!
Pemuda yang tidak lain adalah Tan Sin Lun itu terkejut sekali. Tak ada waktu
lagi untuk mengelak. Terpaksa dia menangkis dengan busurnya. Dan pada saat yang sama, sepasang
senjata berbentuk pena ikut menangkis kipas tersebut.
Traaaang...! Akibatnya sungguh hebat! Kipas itu bergetar di tangan Mo Goat. Tapi sebaliknya
busur dan pena itu terpental patah dari tangan pemegangnya!
Mereka berdiri berhadapan. Mo Goat di satu pihak, dan Tan Sin Lun bersama Giam
Pit Seng di pihak lain. 1113 Mo Goat kelihatan marah sekali, sementara Tan Sin Lun dan Giam Pit Seng
mengerutkan dahinya. Keduanya tampak kesakitan. Bahkan dari telapak tangan Tan Sin Lun menetes darah
segar. Tiba-tiba terdengar sorak-sorai menggelegar dari luar benteng. Sebuah pasukan
besar datang menyerbu benteng itu. Kekuatan mereka jauh lebih besar daripada
kekuatan pendekar persilatan. Begitu masuk benteng, pasukan itu segera
menggempur siapa saja yang mereka jumpai. Baik pasukan kerajaan maupun pasukan
para pendekar. "Apakah kakakku telah datang?" Mo Goat bergumam di dalam hati.
Empat orang pendekar, terdiri dari seorang lelaki tua dan tiga orang wanita,
mendekati tempat itu. Begitu dekat, seorang dari ketiga wanita itu tiba-tiba berlutut di depan Giam
Pit Seng. "Suhu...!" Wanita yang tidak lain adalah Tio Siau In itu berdesah haru.
"Siau In, kau!"
Giam Pit Seng mengelus kepala Siau In, sementara di belakangnya Tan Sin Lun
hanya terlongong-longong saja seperti tak percaya. Pendekar dari Im-yang kau itu
lalu menoleh ke kiri dan ke kanan. Dia mencari Tio Ciu In.
Tetapi Tio Ciu In tidak ada. Dia justru melihat Souw Thian Hai dan isterinya.
Pendekar ternama itu datang bersama Tio Siau In.
1114 "Souw-taihiap" Souw-hujin" Apakah selama ini muridku bersamamu?" Giam Pit Seng
menyapa dengan terbata-bata.
Tio Siau In cepat bangkit dan memperkenalkan gurunya kepada Souw Thian Hai,
sekalian menjelaskan kepada gurunya itu ke mana ia selama ini berada.
"Ohh, lalu... Ciu In ke mana" Dia juga tidak pulang selama ini. Kukira dia pergi
bersamamu." Giam Pit Seng tertunduk.
Siau In kaget. Dia sendiri juga tidak menyangka kalau kakaknya tidak, pulang.
Sementara itu Mo Goat sudah tidak sabar lagi melihat percakapan itu. Walaupun ia
pernah mendengar nama Souw Thian Hai, tapi ia tidak takut.
Kata Ulan Kili, gurunya, dia tak perlu takut dengan siapa pun di Tiong-goan.
Tidak seorang pun yang akan dapat menandingi ilmu silatnya.
"Hmm, jadi inikah pendekar tua yang sangat tersohor namanya itu" Hong-gi-hiap
Souw Thian Hai! Huh!" Souw Thian Hai mengerutkan keningnya. Tentu saja dia tak mengenal gadis berwajah
hitam itu. "Siapakah kau, gadis muda" Apakah aku mengenalmu?"
Mo Goat mencibirkan bibirnya. "Kau tentu tidak mengenalku, karena baru sekali
ini kita berjumpa. Tapi Guruku pernah bercerita tentang engkau.
Katanya kau seorang pendekar silat yang sangat 1115
tersohor di daerah Tiong-goan. Dulu kau menempati urutan ke lima dalam daftar
Urutan Jago Silat Terkemuka di Dunia Persilatan!"
Souw Thian Hai tertawa panjang. "Semua itu bohong, Gadis Muda. Siapakah gurumu
itu" Dia salah menilai kalau menganggapku nomer lima di dunia persilatan. Dunia
begini luasnya. Bagaimana mungkin aku berani mendudukkan diri di nomer lima" Ha-
ha-ha-ha!" "Tapi Guruku memang mengatakan demikian.
Bahwa dengan sudah meninggalnya beberapa orang di antara tokoh-tokoh persilatan
itu, kau sekarang dapat menjadi tokoh yang nomer dua atau tiga."
Souw Thian Hai menghentikan tawanya. Dengan suara keren dia berkata kepada Mo
Goat. "Nona, katakan kepadaku! Siapa nama Gurumu?"
Tak terduga Mo Goat yang liar dan tak punya rasa takut itu balas membentak.
"Guruku adalah Pendeta Agung Ulan Kili. Ayahku adalah Raja Mo Tan yang gagah
perkasa." Pengakuan gadis itu memang mengejutkan semua orang. Tak terkecuali Giam Pit Seng
yang baru saja merasakan kesaktian gadis itu.
Matahari benar-benar muncul dari balik cakrawala." Suasana menjadi terang,
sehingga masing-masing dapat melihat dengan jelas wajah lawannya. Perang
berkecamuk di sekitar mereka. Dan kedatangan pasukan baru tadi membuat keadaan
semakin kisruh. 1116 Suara terompet yang dibunyikan oleh pasukan baru itu sangat melegakan hati Mo
Goat. Jelas bahwa suara itu adalah "tengara" yang biasa digunakan oleh pasukan
ayahnya. Kakaknya benar-benar datang menggempur benteng itu.
"Hou-ko, aku di sini...!" Tiba-tiba Mo Goat berseru dengan khikangnya yang
tinggi. Suaranya melengking tajam, menyusup di antara kegaduhan di sekitarnya.
Dari tangannya melesat bola api yang kemudian meledak di angkasa.
Beberapa orang datang menghampiri tempat itu.
Mereka adalah pasukan Mo Hou yang baru saja tiba.
Seorang lelaki tinggi besar dengan tombak di tangan mendekati Mo Goat. Di
belakangnya tampak pasukannya bergerak dalam kelompok-kelompok yang teratur.
Beberapa orang jago silat seperti Ho Bing, Tiat-tou, dan Siang-kiam-eng berada
di antara mereka. "Apakah aku berhadapan dengan Pu-teri?" Lelaki lelaki besar itu memberi hormat.
Mo Goat menoleh sambil memperlihatkan cincin di jari manisnya ia mengeram.
"Berapa orang yang dibawa kakakku ke sini, Bayan Tanu?"
Sungguh mengherankan. Panglima pasukan yang tampak perkasa itu kelihatan gugup.
"Maaf, Puteri. Aku tidak mengenali samaranmu.
Anu, eh... Kongcu membawa empat ribu lima ratus prajurit untuk menaklukkan
benteng ini! Tapi sebagian besar masih berada di luar benteng."
1117 "Bagus! Sekarang bunuh orang-orang ini! Tapi awas! Mereka adalah tokoh
persilatan berkepandaian tinggi. Terutama orang tua itu. Gunakan barisan untuk
melawan mereka! Nah, aku akan menemui Kakakku dulu. Di mana dia sekarang?"
"Kongcu berada di bagian timur. Kami dapat berita kalau Kongcu dapat menemukan
bekas panglima itu. Katanya bekas panglima itu dapat lolos dari penjara dan berusaha kabur melalui
pintu timur. Kabarnya beberapa orang tokoh persilatan . melindunginya...."
Bayan Tanu menjawab. "Aku tahu. Aku juga baru saja dari tempat itu. Nah, cepat bereskan orang-orang
ini! Aku akan ke sana!"
Mo Goat melesat pergi meninggalkan tempat itu.


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia kembali ke halaman dalam. Sambil berlari ia dapat menyaksikan pasukan
kakaknya sudah bertebaran di mana-mana. Pasukan itu menggempur siapa saja yang
mereka jumpai. Mereka tidak peduli, apakah lawan itu pasukan Kerajaan Han atau
pasukan para pendekar persilatan.
Ketika melewati lorong yang penuh dengan prajurit, Mo Goat segera beraksi. Dia
menerobos dengan mengerahkan seluruh kemampuanya. Setiap tangan dan kakinya
mengibas, maka lawan yang menghalang di depannya segera terbang seperti
diguncang prahara. "Menyingkir...!" Berkali-kali bibirnya melengking.
Siapa pun yang melihat keganasan gadis itu menjadi giris. Bagi mereka yang
sempat menghindar 1118 segera menyingkir menyelamatkan diri. Tapi bagi yang tidak sempat, terpaksa
harus menjadi korban keganasan Mo Goat. Dhuuuug!
Tiba-tiba langkah gadis itu tertahan! Seorang kakek yang tidak sempat menyingkir
ternyata mampu menahan kibasan tangan Mo Goat. Dan hal ini sudah cukup untuk
membuat Mo Goat menjadi marah sekali.
"Menyingkir kau, Kakek Tua!" Gadis itu berteriak seraya mengibaskan kipasnya.
Segumpal angin dingin menghembus ke arah kakek itu.
"Wwaduh...! Lo-hu menjadi bingung! Sun Tek bilang, katanya dia dikalahkan oleh
seorang gadis cantik bersenjata kipas baja di kota Hang-ciu lima tahun lalu.
Sekarang lo-hu melihat, kau juga membawa kipas baja seperti yang dikatakannya.
Tapi kulihat wajahmu tidak mirip dengan ceritanya. Hmm, apakah kau mempunyai
hubungan dengan gadis cantik itu?"
Sambil menghindar kakek tua itu berbicara tanpa henti. Meskipun demikian
serangan Mo Goat tak pernah dapat mengenainya. Langkah kakinya sangat aneh. dan
mentakjubkan. Seperti orang bermain petak, tubuhnya selalu berpindah setiap kali
kakinya bergerak. "Bagus! Aku tahu siapa kau! Kau tentu pendekar dari Pulau Meng-to, yang disebut
orang Keh-sim Taihiap itu! Nah, tampaknya anakmu yang jelek itu telah melapor
kepadamu. Hu-hu-hu, sekarang ia akan 1119
menyadari bahwa ayahnya juga tidak mampu melawanku!"
Sambil tertawa Mo Goat melepas alat
penyamarannya. Baju luarnya ia tanggalkan, sehingga pakaian dalamnya yang
gemerlapan dapat terlihat oleh semua orang. Kulitnya yang hitam dia gosok dengan
saputangan. Walau belum bersih benar, tapi kulitnya yang putih mulai kelihatan
bersinar di cahaya mentari.
"Huurraa! Hidup Puteri! Hiduup Puteri...!" Pasukan Hun yang berada di tempat itu
segera bersorak-sorai. "Hah! Benar! Ternyata engkau yang dimaksud Tek Hun!" Pendekar tua dari Pulau
Meng-to itu berdesah waspada.
"Keh-sim Tai-hiap, di mana anakmu itu" Beruntung dia ditolong oleh Pendekar
Buta. Kalau tidak, nyawanya sudah melayang lima tahun lalu...."
Keh-sim Tai-hiap menghela napas panjang. Kwe Tek Hun memang sudah bercerita
tentang hal itu. Ketika pulang ke Meng-to bersama Utusan Pondok Pelangi, Kwe Tek Hun bercerita
tentang orang-orang dari suku bangsa Hun, yang berkeliaran di pesisir timur
Propinsi Kiang-su dan Se-kiang.
Teringat akan Utusan Pondok Pelangi yang datang bersama puteranya, otomatis Keh-
sim Tai-hiap teringat pula akan kehebatan ilmu silat mereka.
Ternyata pasangan suami isteri dari Pondok Pelangi itu memiliki ilmu silat yang
maha dahsyat. Sebuah ilmu silat yang ternyata merupakan kelengkapan dari ilmu
silat Ban-seng-po Lian-hoan, miliknya.
1120 Utusan itu datang ke Meng-to untuk melacak
"pedang pusaka" milik Partai Pondok Pelangi, yang ratusan tahun lalu dibawa oleh
leluhur mereka ke daratan Tiongkok. Karena ilmu silat Kwe Tek Hun menyerupai
ilmu silat mereka, maka kedua utusan itu mengira kalau Keluarga Kwe mempunyai
hubungan dengan mendiang leluhur mereka.
Tentu saja Keh-sim Tai-hiap tidak tahu tentang pedang pusaka itu menjawab pula
apa adanya. Utusan dari Pondok Pelangi itu merasa tidak puas, sehingga akhirnya
mereka bertempur. Tetapi seperti halnya Kwe Tek Hun, Keh-sim Tai-hiap juga tidak
mampu menghadapi kedua utusan tersebut.
Selain kedua utusan itu memiliki kesaktian yang maha dahsyat, ternyata mereka
juga dapat memainkan Ban-seng-po Lian-hoan dalam bentuk yang lebih lengkap.
Bahkan mereka juga mampu memainkan ilmu silat Keluarga Souw dengan lebih hebat
pula. Ketika hal tersebut ditanyakan kepada mereka, kedua utusan itu menjadi sangat
gembira. Mereka membawa Keh-sim Tai-hiap ke Gunung Hoa-san, tempat tinggal
keluarga Souw. Dan selanjutnya, seperti halnya ceritera yang telah berkembang di
dunia persilatan selama ini, Keh-sim Tai-hiap dilepas oleh kedua utusan itu.
Sebaliknya Thian Hai suami isteri dibawa pergi ke Laut Utara.
"Hei! Jawab pertanyaanku! Mengapa diam saja?"
Tiba-tiba terdengar suara Mo Goat membentak keras sekali.
1121 Keh-sim Tai-hiap tersentak dari lamunannya.
"Ah, entahlah! Tek Hun tidak pernah berada di rumah. Dia selalu berkelana ke
mana-mana. Mungkin sekarang pun dia berada di tempat ini pula. Mana Lo-hu tahu?"
"Bagus! Mudah-mudahan begitu. Biar dia tahu bahwa ayahnya mati di benteng ini!
Nah, bersiaplah...!"
Pengalaman Keh-sim Tai-hiap sangat banyak. Dia sadar bahwa gadis muda itu
memiliki ilmu silat yang amat tinggi. Kalau lima tahun lalu Kwe Tek Hun dapat
ditaklukkan dengan mudah, maka sekarang pun rasanya dia juga tidak mampu
melawannya. Ilmu silatnya tidak berbeda jauh dengan puteranya. Apalagi gadis itu
tentu sudah bertambah pula tingkat ilmunya.
Tapi tentu saja pantang bagi Keh-sim Tai-hiap untuk menyerah begitu saja. Paling
tidak ia tentu dapat bertahan dengan langkah Ban-seng-po Lian-hoan.
Maka pertempuran antara dua jago silat tingkat tinggi itu berlangsung dengan
hebatnya. Otomatis semua orang yang berada di tempat itu menyibak menjauhkan
diri. Pukulan dan tendangan mereka sangat berbahaya bagi siapapun juga.
Sementara itu kehadiran pasukan Hun telah mengubah situasi pertempuran. Jumlah
pasukan Hun yang dibawa Mo Hou sangat banyak, melebihi jumlah pasukan kerajaan
dan pasukan para pendekar.
Peralatan perang yang mereka bawapun juga jauh 1122
lebih lengkap pula. Tak heran kalau akhirnya kedua pasukan yang sudah babak
belur itu terdesak ke dalam.
Walaupun para pendekar itu memiliki ilmu silat yang cukup, namun menghadapi
pasukan Hun yang terlatih dan bersenjata lengkap, mereka sungguh tidak dapat
berbuat banyak. Sedikit demi sedikit mereka terdesak ke dalam. Bahkan beberapa
kelompok pasukan penjaga benteng juga telah menyerah.
Mereka meletakkan senjata masing-masing.
Puluhan pendekar persilatan telah tertawan pula.
Pasukan Hun yang dipimpin oleh para panglima perangnya, benar-benar seperti
"kereta penggilas"
yang mampu meluluh-lantakkan siapa saja yang menghadang di depannya. Terompet
kemenangan bergaung semakin keras di angkasa, membuat pasukan asing itu
bertambah garang. "Munduuuuur...! Munduuuur...!" Terdengar suara nyaring membelah udara.
Pasukan penjaga benteng dan pasukan para pendekar yang masih tersisa berusaha
mundur kebagian dalam benteng. Tapi pasukan Hun berusaha memotong jalan mereka.
Pertempuran menjadi semakin seru. Jeritan, teriakan, sumpah serapah, berbaur
menjadi satu dengan suara dentang senjata.
Mayat dan darah berserakan di mana-mana.
Di bagian lain pasukan Bayan Tanu yang mendapat perintah untuk membereskan
rombongan Souw Thian Hai, ternyata mengalami sedikit kesulitan. Souw 1123
Thian Hai dan Chu Bwe Hong adalah tokoh persilatan terkemuka. Seribu orang
prajurit pun belum tentu dapat mengalahkan mereka. Apalagi suami isteri itu
dibantu oleh Tio Siau In dan Yok Ting Ting.
Namun demikian Bayan Tanu tidak putus asa.
Bersama pasukan khususnya dia terus mengepung dan menggempur lawan-lawannya.
Anak buahnya memang telah dipersiapkan untuk menghadapi jago-jago silat
berkepandaian tinggi. Selain dilatih untuk selalu bertempur dalam kelompok atau
barisan, pasukannya juga dilengkapi dengan senjata-senjata khusus. Maka tidak
mengherankan bila perlawanan mereka membuat sibuk Souw Thian Hai dan
rombongannya. Apalagi di antara mereka terdapat Ho Bing, Tiat-tou dan Siang-
kiam-eng, tiga jago silat yang berkepandaian cukup tinggi. Walau tidak sehebat
Souw Thian Hai, namun keberadaan mereka bertiga tetap menyulitkan lawan-
lawannya. Souw Thian Hai dengan Tai-lek Pek-khong-ciang dan Tai-kek Sin-ciangnya memang
sangat menggiriskan. Tapi menghadapi pasukan Bayan Tanu yang terlatih itu
ternyata tidak dapat berbuat banyak.
Seperti telah dipersiapkan sebelumnya, pasukan Bayan Tanu melengkapi diri mereka
dengan perisai baja tahan senjata. Kilatan-kilatan sinar Tai-lek Pek-khong-ciang
ternyata tidak mampu menembus perisai tersebut. Sementara itu Tio Siau In dan
Yok Ting Ting juga tidak dapat berkutik pula. Mereka berdua dikepung oleh
barisan yang kuat dan berlapis-lapis.
1124 Satu-satunya kelebihan yang dapat diandalkan oleh Souw Thian Hai dan
rombongannya hanyalah kelincahan gerak mereka. Walau terdesak, namun mereka
selalu dapat menyelamatkan diri. Bagaikan belut mereka selalu lepas dari bahaya
kematian. Tapi memang sulit bagi mereka berempat untuk meloloskan diri. Ke mana pun mereka
pergi, Bayan Tanu dan pasukannya selalu mengejar. Bagaikan kerumunan lebah
pasukan terlatih itu selalu merubung mereka.
"Wah! Di mana Chin Tong Sia tadi"
Pada saat dibutuhkan anak itu justru
menghilang...!" Souw Thian Hai menggerutu.
Bayan Tanu, Ho Bing, Tiat-tou dan Siang-kiam-eng memang bukan lawan yang
setimpal dibandingkan dengan Tio Siau In dan Yok Ting Ting. Apalagi dibandingkan
dengan Souw Thian Hai. Namun dengan dukungan pasukan khusus tersebut, Bayan Tanu
benar-benar sulit dikalahkan.
Setiap kali rombongan Souw Thian Hai dapat melepaskan diri dari kepungan, Ho
Bing dan temannya selalu dapat mengejar dan menghentikan mereka. Memang hanya
sesaat, tapi sudah cukup untuk membuat pasukan itu datang mengepung lagi.
Sementara itu di benteng bagian timur pertempuran juga tidak kalah serunya.
Panglima Yap Kim yang dikawal oleh rombongan A Liong berusaha lolos dari pintu
timur. Namun kenyataannya mereka justru terjebak dalam kepungan pasukan Mo Hou.
1125 Sekali ini tampaknya Mo Hou benar benar mengerahkan semua kekuatannya. Hampir
semua pembantu-pembantunya ikut dalam pasukan ini.
Bahkan Lok-kui-tin yang sangat lihai itu juga berada di dekatnya.
Pada bentrokan pertama hampir saja Liu Wan mendapat celaka. Melihat Mo Hou dan
pasukannya memburu Panglima Yap Kim, langsung ia memotong dan menyerang. Namun
ternyata bukan Mo Hou yang menangkis pukulannya, tapi seorang lelaki tua
berseragam merah. Hanya dengan mengibaskan lengannya lelaki tua yang tidak lain
adalah Ang-kui itu membuat Liu Wan terpelanting. Untunglah A Liong segera datang
menolongnya! Kalau tidak, maka serangan Ang-kui selanjutnya tentu sudah
membunuhnya. Dhieesss! Pukulan Ang-kui yang ditujukan kepada Liu Wan berhasil ditangkis oleh A Liong!
Tidak banyak tenaga yang dikeluarkan oleh pemuda itu, namun sudah cukup
menggetarkan lengan Hantu Merah!
Anggota Lok-kui tin yang lain segera tahu kalau saudaranya membentur lawan
berat. "Ang-kui! Kau tidak apa-apa?" Hek-kui yang berada di dekatnya berbisik perlahan.
"Awas... Badai Pasir!" Ang-kui menggeleng sambil memperingatkan saudara-
saudaranya. 1126 Sementara itu Mo Hou telah berdiri di depan Panglima Yap Kim. Sambil mengepalkan
tangannya pemuda itu menggeram.
"Hmm, jadi inikah panglima yang terkenal itu"
Bukan main!" Yap Kim tetap tenang. Sikapnya benar-benar mencerminkan wibawa seorang panglima.
Dan sikap itu amat sangat melegakan hati Liu Wan dan A Liong.
Bersama-sama dengan Si Pelayan Dapur mereka bertiga segera mengelilinginya.
"Ahh, waktu benar-benar cepat sekali berlalu.
Rasanya baru kemarin aku bertempur dengan Raja Mo Tan. Ternyata hari ini aku
harus berhadapan pula dengan anaknya." Yap Kim bergumam perlahan.
Mo Hou mendengus. "Ayahku sering bercerita tentang kehebatanmu! Katanya ilmu
perangmu tiada duanya di dunia ini. Pasukanmu tidak pernah kalah dalam setiap
pertempuran." Pemuda sakti itu berhenti sejenak. Lalu sambungnya lagi dengan gigi gemeretak.
"Tapi semua itu sudah berlalu. Kini keadaanmu sudah jauh berbeda. Kau tidak
memiliki pasukan lagi. Dan nasibmu akan segera berakhir di tempat ini. Kau akan
hancur-luluh diterjang Pasukan Hun yang dulu selalu kau kalahkan."
"Aaaah...!" Yap Kim menghela napas panjang.
Liu Wan cepat menyentuh lengan bekas panglima itu. "Ciangkun, jangan kauhiraukan
ucapannya. Dia hanya ingin mempengaruhi perasaanmu. Meskipun 1127
kau tidak memiliki pasukan, tetapi banyak pendekar yang siap menerima
perintahmu. Lihatlah orang-orang yang datang menyerbu benteng ini! Mereka datang
untuk membebaskanmu! Mereka siap mati dibawah pimpinanmu!"
Yap Kim menoleh. Dahinya berkerut ketika menatap Liu Wan.
"Kau siapa..." Rasanya aku pernah mengenal suaramu."
Liu Wan yang menyamar sebagai Tabib Ciok itu tersentak mundur. "Ciang-kun,
aku... aku hanyalah seorang tabib. Namaku... Tabib Ciok. Mungkin Ciangkun memang
pernah berjumpa denganku."
"Apakah... kau yang memimpin para pendekar ini?"
"Bukan! Bukan! Tapi aku mengenal mereka semua....!"
Yap Kim mengangguk, lalu berkata tegas, "Baik.
Kita enyahkan dulu pasukan asing ini! Nanti kita bicara lagi!"-
"Kalian memang kelinci yang tidak tahu diri!
Kematian sudah di depan mata, masih saja bemimpi...!" Mo Hou menggeram.
Tapi Yap Kim tidak mempedulikan ancaman itu.
Sambil mengatupkan tangannya di depan mulut ia berseru dengan suara tinggi.
"Para pendekar semua...! Dengarlah! Aku... adalah Yap Kim! Marilah kita enyahkan
pasukan asing ini!" Suaranya menggema di atas benteng.
1128 Melingkar-lingkar, bagaikan suara genderang yang bergaung di tengah medan
pertempuran. Beberapa kali seruan itu diteriakkan oleh Yap Kim, agar semua orang
tahu bahwa dia telah bebas.
Tapi suaranya selalu tenggelam dalam hiruk-pikuknya pertempuran. Hanya orang-
orang di sekitar mereka saja yang memperhatikan seruannya.
"Hun, percuma saja kau berteriak setinggi langit!
Mereka tak akan peduli." Mo Hou mengejek.
Melihat hal itu A Liong menjadi tidak sabar lagi.
Dengan mengerahkan seluruh tenaga saktinya dia meloncat ke atas tembok, lalu
berteriak sekeras-kerasnya.
Namun pada saat yang sama, Mo Hou juga mulai menyerang Yap Kim. Pemuda itu juga
tidak sabaran pula. "Haiii...! Panglima Yap Kim sudah bebas! Beliau ada di sini! Beliau mengajak
kita mengenyahkan pasukan musuh ini!" A Liong berseru sekuat-kuatnya.
Teriakan A Liong bagaikan suara petir yang menggelegar di angkasa. Demikian
dahsyatnya sehingga udara di dalam benteng itu seperti ikut bergetar pula.
Bahkan getarannya sampai menyusup ke dalam dada dan mempengaruhi keseimbangan
pendengarnya. Otomatis semua orang menahan diri.
Mereka berusaha untuk melawan pengaruh suara itu.
Mo Hou pun tidak terkecuali pula. Pada saat tubuhnya melayang ke depan, maka
getaran suara A Liong menghentak isi dadanya. Otomatis ia menarik 1129
lagi tenaganya. Sebagian ia pergunakan untuk bertahan, dan sebagian lagi untuk
meneruskan serangannya. Terdengar suara gemuruh ketika tangan itu menyambar ke depan bergantian.
Walaupun hanya sebagian, tapi tenaga yang keluar dari tangan itu benar-benar
dahsyat. Liu Wan dan Si Pelayan Dapur segera bersiap dengan seluruh tenaga mereka pula.
Bertiga dengan Yap Kim mereka menyongsong gempuran Mo Hou.
Masing-masing mengerahkan seluruh kemampuan mereka.
"Huh! Jangan harap kalian dapat menahan pukulanku!" Mo Hou menjerit marah.
Dhuuuaaar...! Dua buah kekuatan yang maha dahsyat bertemu di udara! Dan
akibatnya sungguh mengejutkan! Tubuh Liu Wan dan Yap Kim terpelanting jatuh ke
tanah, sementara Si Pelayan Dapur terhuyung ke belakang.


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Demikianlah, dalam gebrakan pertama itu masing-masing telah menguji tingkat ilmu
mereka. Dan ternyata tingkatan ilmu silat Mo Hou masih jauh di atas kepandaian
Yap Kim, Liu Wan, maupun Si Pelayan Gemuk. Buktinya pemuda itu sama sekali tak
bergeming melawan tenaga gabungan mereka.
Kenyataan itu benar-benar sangat mengejutkan Yap Kim. Dia adalah ahli waris
keluarga Yap, yang pada zaman ayahnya merupakan salah satu Datuk Persilatan
ternama. Namun sekarang, menghadapi 1130
seorang pemuda saja dia tak mampu. Padahal ia telah melepaskan seluruh tenaga
sakti Hong-lui-kangnya yang hebat!
Dan rasa heran itu semakin bertambah lagi, ketika ia menyadari bahwa kawan-
kawannya juga mengerahkan ternaga sakti yang tidak kalah hebat dengan miliknya.
Bahkan orang tua yang mengaku sebagai Tabib Ciok itu mengerahkan tenaga sakti
Hong-lui-sin-kang seperti dirinya. Namun demikian tenaga gabungan mereka itu
tetap tidak berdaya menghadapi kekuatan Mo Hou!
Sementara itu pertempuran di dalam benteng semakin bertambah sengit. Ternyata
seruan A Liong tadi benar-benar manjur. Para pendekar persilatan yang mendengar
berita itu segera berteriak gembira.
Mereka menjadi sangat bersemangat. Mereka lalu bertempur seperti orang
kesurupan. Mereka bertempur sambil bersorak-sorai.
"Hidup Panglima Yap Kim! Hidup Panglima Yap Kim...! Mari kita usir pasukan asing
ini....!" Ternyata berita lepasnya Panglima Yap Kim itu berpengaruh pula pada prajurit
penjaga benteng. Sebagian besar dari prajurit itu tiba-tiba ikut bersorak pula. Mereka berteriak
sambil mengacung-acungkan senjata mereka. Mereka ikut bergabung dengan para
pendekar untuk menghadapi pasukan Hun.
Bagaimanapun juga banyak diantara mereka yang masih mencintai Panglima Yap Kim.
1131 Yap Kim dan Liu Wan bangkit berdiri. Kedua mata mereka masih berkunang-kunang.
Tulang-tulang mereka pun masih terasa linu pula. Namun demikian bekas panglima
itu masih juga penasaran melihat ilmu silat Liu Wan.
"Kau... menggunakan Hong-lui Kun-hoat! Siapa sebenarnya dirimu?" Bekas panglima
itu bertanya kepada Liu Wan.
Liu Wan gelagapan. Dia tidak mampu menjawab.
Untunglah serangan Mo Hou kembali datang mengempur mereka. Dan kali ini pemuda
itu tidak mau mengulur-ulur waktu lagi. Tangannya menggenggam senjata kipasnya!
Melihat tuannya menghadapi banyak orang, Lok-kui-tin bergegas mendekati. Tapi Mo
Hou segera membentak, "Jangan ikut campur! Kalian bunuh saja pemuda di atas
tembok itu! Jangan sembrono!
Hadapilah dia bersama-sama!"
"Baik, Kongcu."
Demikianlah, Yap Kim bertiga terpaksa harus menghadapi Mo Hou. Walaupun mereka
kalah, tapi mereka tetap bertahan sekuat tenaga. Mereka berusaha untuk mengulur
waktu. Mereka menunggu kedatangan A Liong, meski mereka harus berjuang mati-
matian. Sambil bertempur mata Yap Kim masih saja melirik ke arah Liu Wan. Diam-diam
hatinya semakin penasaran melihat tabib tua itu benar-benar menggunakan ilmu
yang sama dengan dirinya.
1132 Dan ketika perhatiannya beralih kepada Si Pelayan Dapur, panglima itu semakin
tidak habis mengerti pula. Pelayan gemuk itu ternyata bergerak dengan amat
lincahnya. Nyaris selincah Mo Hou. Bahkan semakin lama gerakan pelayan itu
semakin aneh dan mengerikan.
"Aaah! Siapa sebenarnya mereka" Sungguh mencurigakan."
Tapi bekas panglima itu tidak mempunyai banyak waktu utuk berpikir. Mo Hou tidak
pernah berhenti menyerang. Kipasnya menyambar ke sana kemari, bagaikan burung
elang yang terus memburu nyawa mereka. Bahkan sesekali dari telapak tangan
pemuda itu melesat belasan paku beracun.
Ternyata dalam menghadapi senjata rahasia, ilmu silat Si Pelayan Dapur justru
paling hebat. Dengan kebutan lengan bajunya yang longgar dia mampu meredam
keganasan paku-paku beracun itu.
Gerakannya sangat aneh. Setiap kali kedua lengannya selalu bergerak menyilang.
Dari bawah ke atas, dari kanan-kiri, atau sebaliknya. Gerakannya sangat kuat,
namun berkesan berat, seperti gerakan penari topeng yang menari dengan
seragamnya yang berlapis-lapis.
Namun demikian setiap kali lengan itu bergerak, maka terasa semburan hawa dingin
yang menyebar ke segala penjuru.
"Kim-liong Sin-kun (Kepalan Sakti Naga Emas)...."
Tiba-tiba Yap Kim berdesah kaget menyaksikan gerakan-gerakan itu.
1133 Kim-liong Sin-kun merupakan salah satu ilmu warisan Bit-bo-ong. Seharusnya ilmu
itu dilengkapi dengan jubah atau mantel sakti tahan senjata, yang dahulu selalu
dipakai oleh mendiang Bit-bo-ong. Tapi mantel pusaka itu khabarnya telah kembali
ke tangan pendek, ir sakti Souw Thian Hai, yang memang berhak atas benda
tersebut. "Kurang ajar...! Kalian memang sudah bosan hidup!" Mo Hou benar-benar tidak
sabar lagi. Tiba-tiba saja tubuh pemuda itu pecah menjadi enam orang. Bentuk, rupa dan
pakaiannya semua sama. Semuanya persis Mo Hou. Dan semuanya juga memegang kipas
baja. Mereka segera berpencar dan mengepung Yap Kim bertiga.
"Awaaas! Dia menggunakan ilmu sihir! Kita harus berhati-hati!" Yap Kim berseru
ke arah Liu Wan dan Si Pelayan Dapur.
"Benar, Ciangkun. Kita memang harus hati-hati,"
Liu Wan menyahut dengan suara gemetar.
"Ya-yaa, aku juga pernah melihatnya di kota Hang-ciu lima tahun lalu..." Pelayan
Dapur itu tiba-tiba menyahut.
"Kau pernah melihatnya di Hang-ciu?" Liu Wan tersentak.
Sementara itu pertempuran berkobar semakin hebat. Berita bebasnya Panglima Yap
Kim sangat mempengaruhi semangat para pendekar. Bersama-sama dengan para
prajurit yang membelot, pasukan para pendekar itu menyongsong gempuran lawannya.
1134 Rombongan Souw Thian Hai, yang terdiri dari Chu Bwe Hong, Tio Siau In dan Yok
Ting Ting, tetap belum bisa membebaskan diri dari kepungan pasukan Bayan Tanu.
Mereka benar-benar terkepung oleh pasukan khusus yang sangat terlatih itu. Ilmu
silat Souw Thian Hai sama sekali tidak berdaya melawan kepungan prajurit-
prajurit khusus itu. Selain mempergunakan perisai baja, pasukan yang amat
terlatih itu selalu menghindar dari tusukan jari Souw Thian Hai.
"Wah, kemana Put-tong-sia tadi?" Souw Thian Hai berseru.
"Entahlah. Pada waktu masuk ke dalam benteng tadi, dia masih berada di belakang
kita." Chu Bwe Hong menyahut.
"Jangan-jangan dia terluka....-"
"Aaaah, tidak...!" Tak terasa Chu Bwe Hong berdesah pendek. Wajahnya pucat.
Semua orang yang berada di arena itu juga dikagetkan oleh suara A Liong. Selain
berita itu amat menggembirakan mereka, mereka juga dipaksa untuk bertahan atas
getaran suara itu. "Bukan main! Siapakah orang yang dapat mengeluarkan suara seperti ini?"
Demikianlah, dalam arena itu Tio Siau In dan Yok Ting Ting berhadapan dengan Ho
Bing dan kawan-kawannya, sementara Souw Thian Hai dan isterinya tetap melawan
Bayan Tanu dan pasukan khususnya.
Walaupun ditekan dan didesak terus, tapi rombongan 1135
itu memberikan perlawanan hebat. Hanya karena mereka semua memiliki ilmu silat
tinggi, maka Bayan Tanu dan pasukannya masih sulit untuk mengalahkan mereka.
Ho Bing dan kawan-kawannya, yang kebetulan menghadapi Tio Siau In dan Yok Ting,
juga dapat mendesak kedua gadis remaja itu. Tongkat Bocornya melayang-layang,
mengurung Tio Siau In dan Yok Ting Ting. Untunglah kedua gadis itu sudah
menerima pelajaran dari Han Tui Lan dan Souw Lian Cu. Walaupun terdesak, mereka
masih tetap dapat bertahan.
Di bagian-bagian lain keadaannya sama saja.
Pasukan para pendekar itu tetap tidak mampu menghadapi gempuran pasukan Hun.
Walaupun mereka dibantu oleh pasukan penjaga benteng, tapi jumlah mereka masih
tetap kalah banyak. Pasukan Hun memang benar-benar pasukan perang yang telah dipersiapkan dengan
matang. Walaupun mereka berhadapan dengan para pendekar yang rata-rata memiliki
ilmu silat tinggi, tetapi mereka selalu bergerak dalam barisan yang teratur.
Mereka bertempur dalam kelompok-kelompok yang saling menunjang satu sama lain.
Mereka bergerak di dalam strategi perang yang teratur. Kekuatan lawan selalu
mereka hadapi secara kelompok atau barisan. Tidak ada perang tanding satu lawan
satu. Mereka selalu bergerak dalam barisan. Kekuatan mereka selalu bergabung
menjadi satu. Maka tidak mengherankan 1136
kalau lawan mereka menjadi mati kutu. Para pendekar yang lihai-lihai itu benar-
benar tidak berdaya. Para pendekar itu memang kuat dan banyak sekali jumlahnya. Tapi mereka bertempur
secara perorangan, mengandalkan kemampuan mereka masing-masing.
Mereka bertempur dengan semangat tinggi, tapi tidak saling menunjang satu sama
lain. Mereka bertempur hanya dengan tujuan membunuh lawan sebanyak-banyaknya.
Mereka bertempur sendiri-sendiri.
-- o0d-w0o -- JILID XXVII EBERINGASAN mereka justru
dimanfaatkan oleh pasukan Hun. Para
komandan pasukan Hun yang cerdik itu
Ksegera mengatur siasat. Mereka
menggiring pendekar-pendekar itu ke
dalam jebakan, sehingga banyak diantara pendekar itu yang jatuh ke dalam
perangkap. Mereka terpisah dari kawan-kawannya dan terkurung dalam kepungan. Dan
mereka segera dikeroyok dan dicincang seperti binatang buruan.
Korban semakin banyak. Baik di pihak para pendekar, maupun di pihak pasukan Hun.
Namun karena jumlah pasukan Hun lebih banyak, maka pasukan para pendekar itu
semakin terdesak. 1137 Matahari naik semakin tinggi. Panasnya mulai membakar arena. Bau darah dan
keringat bercampur dengan kepulan asap dan debu. Pertempuran sudah berlangsung
hampir setengah hari. Diam-diam Liu Wan menjadi khawatir. Walaupun tidak dapat melihat seluruhnya,
tapi ia merasa kesulitan berada di pihaknya.
"Eh" Mengapa Souw Hong Lam belum juga muncul" Kemana dia?"
Tampaknya kekhawatiran Liu Wan itu dirasakan pula oleh Yap Kim. Bekas panglima
yang mahir ilmu perang itu sadar pula bahwa mereka dalam kesulitan.
Dari suara terompet dan genderang yang terdengar, sudah dapat ditebak apa yang
terjadi. Tapi mereka bertiga tidak dapat berbuat banyak.
Keenam bentuk Mo Hou itu hampir tidak pernah memberi kesempatan untuk berpikir.
Mereka benar-benar dalam kesulitan. Bahkan berkali-kali mereka harus jatuh
bangun untuk menghindari serangan Mo Hou..
Baik Liu Wan maupun Si Pelayan Dapur sudah tidak dapat lagi melindungi alat
penyamaran mereka. Satu persatu alat penyamaran mereka terlepas.
"Saudara A Liong...!?" Liu Wan mencoba memanggil A Liong yang bertempur dengan
barisan Lok-kui-tin. "Aku di sini, Locianpwe!"
Pemuda itu hanya mampu menjawab, tapi tidak dapat berbuat apa-apa. Dia sendiri
sedang berjuang 1138 menghadapi barisan Liok-kui-tin. Mereka bertempur di atas tembok dan genting.
Mereka bergerak cepat sekali. Berputar-putar bagaikan kelompok hantu yang
berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Begitu kuatnya angin pukulan mereka,
sehingga debu dan daun beterbangan ke segala penjuru. Membuat orang-orang pada
menyingkir dan menjauhi tempat itu.
Sementara itu keenam bayangan Mo Hou sudah dapat menguasai Yap Kim bertiga.
Keenam buah kipas baja itu melayang-layang di sekitar lawannya.
Pemuda sakti itu masih menunggu saat yang tepat untuk memilih mangsanya. Dan hal
itu memang segera ia lakukan. "Aduuuh!"
Kipas Mo Hou menyerempet punggung dan kepala Si Pelayan Dapur kemudian menghajar
dada Liu Wan. Begitu kuatnya sehingga Liu Wan memuntahkan darah segar.
Yap Kim bergegas melepaskan pukulan petirnya untuk menahan serangan berikutnya.
Dia benar-benar melepaskan seluruh kemampuannya dan tidak memperhitungkan lagi
kesehatannya. Dia tidak peduli lagi kalau kekuatannya akan terkuras habis.
Dhuuuuar....! Pukulan itu memang dapat mendorong bayangan Mo Hou ke belakang. Tapi bersamaan
dengan itu tubuh Liu Wan dan Si Pelayan Dapur juga jatuh ke tanah.
Topi dan baju tebal Si Pelayan Dapur terkoyak dan terlepas. Begitu pula dengan
bantal dan jenggot Liu 1139
Wan. Alat penyamaran kedua orang itu sudah tidak berfungsi lagi.
"Heiii?"?" Mo Hou dan Yap Kim berseru kaget.
Otomatis Mo Hou dan kelima kembarannya melompat mundur.
Yap Kim ternganga menyaksikan wajah Liu Wan dan Si Pelayan Dapur. Tiba-tiba saja
mereka berdua berubah menjadi seorang pemuda tampan dan seorang gadis cantik.
Dan wajah pemuda itu segera dikenal oleh Yap Kim.
"Pangeran Liu Wan Ti....?"
"Apa" Pangeran?" Seruan Yap Kim itu segera diikuti pula, oleh jeritan gadis
cantik Si Pelayan Dapur yang tidak lain adalah Tio Ciu In itu.
Segumpal darah segar tiba-tiba menyembur lagi dari mulut Liu Wan atau Pangeran
Liu Wan Ti. Pangeran Mahkota yang telah menghilang hampir sepuluh tahun itu tampak pucat
sekali. Pukulan gagang kipas itu telah melukai isi dadanya. Meskipun demikian
.pemuda itu masih dapat juga tersenyum kepada Tio Ciu In.
"Nona Tio..." Aaaah!" '
"Liu Toako" Kau benar-benar Pangeran Liu Wan Ti?"
Tak terduga Mo Hou tertawa gembira. Karena kelima kembarannya juga ikut tertawa,
maka suaranya menjadi riuh sekali.
"Hahaha... aku benar-benar tidak menyangka kalau Pangeran Mahkota yang dicari-
cari itu ada di sini! 1140 Sungguh kebetulan sekali! Sekali tepuk kudapatkan dua harimau sekaligus! Hmmmh!"
Munculnya Pangeran Liu Wan Ti di tempat itu memang mengejutkan semua orang. Lima
tahun lamanya pangeran itu dicari dan ditunggu-tunggu kedatangannya. Tak terduga
pangeran itu muncul dalam situasi yang sulit seperti itu.
Keenam bayangan Mo Hou itu kembali bergabung menjadi satu lagi. Dengan wajah
puas pemuda itu memandang ketiga lawannya. Mereka sudah tak berdaya lagi.
Pangeran Liu Wan Ti terluka dalam. Tio Ciu In terluka punggungnya. Sedangkan Yap
Kim berdiri lemah di tempatnya. Bekas panglima itu benar-benar kehabisan tenaga
setelah melepaskan pukulan petirnya.
"Nah! Kuberi waktu untuk berunding! Siapa diantara kalian yang ingin kupenggal
kepalanya lebih dahulu" Panglima Yap Kim" Atau... Pangeran Liu Wan Ti?"
"Jangan sombong! Aku belum menyerah! Lihat pukulan...!" Tiba-tiba Tio Ciu In
melompat sambil menyerang Mo Hou.
Mo Hou berputar sambil melangkahkan kakinya ke belakang. Tubuhnya lalu meliuk ke
samping sambil menyambar pinggang gadis itu.
Tentu saja Tio Ciu In tidak ingin celaka. Dengan gesit ia menggeliat ke samping.
Di lain saat tangannya telah memegang sepasang pedang pendek, dan 1141
langsung menyerang Mo Hou lagi. Lagi-lagi terasa udara menjadi padat sehingga Mo
Hou sulit bernapas. "Gila! Tampaknya kau mempunyai hubungan perguruan dengan mendiang Bit-bo-ong!"
Pemuda itu menggeram marah.
"Yah, benar! Gadis itu memang menggunakan ilmu silat Bit-bo-ong! Tadi bocah itu
menggunakan Kim-liong Sin-kun, sekarang Pat-hong-sin-ciang! Apakah dia murid
iblis itu?" Walaupun dalam keadaan lemah Yap Kim masih juga berpikir tentang Tio
Ciu In. Mo Hou menghentakkan tenaganya. Sekejap tekanan udara itu mengendor. Dan
kesempatan itu segera ia gunakan sebaik-baiknya. Ia melompat ke kiri sambil
menebaskan kipasnya ke tangan Tio Ciu In.
Wuuuus! Daun kipas yang tajam luar biasa itu nyaris memotong pergelangan tangan
Tio Ciu In. Untung dengan sisa-sisa tenaganya gadis itu berhasil mengelak. Gerakannya cepat
bukan main. Tio Cu In tidak mau memberi kesempatan pada lawannya. Walau punggungnya terasa
sakit, tapi dia berusaha mati-matian untuk menahannya. Dia tak ingin pemuda itu
membunuh Panglima Yap Kim dan Pangeran Liu Wan Ti.
Darah mulai merembes membasahi punggung Tio Cu In. Luka akibat goresan kipas itu
mulai mengeluarkan darah. Untunglah dalam


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyamarannya tadi dia mengenakan pakaian berlapis-lapis, hingga sabetan kipas
lawan lebih banyak mengiris pakaian daripada kulit punggungnya!
1142 Selama tinggal di dalam gua Tio Ciu In mendapat banyak pelajaran dari Si
Pendekar Buta. Pendekar berambut panjang itu benar-benar memiliki ilmu silat
yang sangat tinggi. Bahkan menurut Tio Ciu In, ilmu silat Pendekar Buta itu
masih berada di atas Toat-beng-jin atau Lo-jin-ong!
Kini ilmu silat Tio Ciu In memang sudah melampaui Liu Wan. Tapi ilmu yang dia
dapatkan itu ternyata masih jauh dari cukup untuk melawan Mo Hou. Putera Raja Mo
Tan itu memang benar-benar hebat sekali.
Beberapa kali gadis itu terdorong mundur bila harus beradu tenaga dengan
lawannya. Pedang pendeknya selalu bergetar bila beradu dengan kipas Mo Hou. Dan
rasanya ia semakin sulit mempertahankan pedang itu.
"Lihatlah! Aku tak perlu memanggil enam orang kembaranku untuk meringkusmu!
Bahkan sebenarnya aku juga tidak perlu menggunakan kipas ini untuk
mengalahkanmu! Satu tangan kosong saja sudah cukup untuk membunuhmu!"
Tio Ciu In diam tak menjawab. Pemuda itu memang sangat sombong. Tapi
kenyataannya memang benar. Dalam keadaan terluka seperti sekarang, ia memang tak
lebih dari seekor anak ayam yang berusaha keras untuk melawan induknya.
"Aduuuh!" Sekali lagi Tio Ciu In memekik. Kipas Mo Hou menyambar lengan kanannya dan
hampir saja memutuskan urat nadinya. Darah merembes keluar 1143
bersamaan dengan terlepasnya pedang yang tergenggam di dalam tangan itu.
Lengan itu terasa nyeri dan sulit digerakkan.
Sementara luka di punggungnya juga semakin banyak mengeluarkan darah.
"Berdoalah! Tampaknya... engkaulah yang pertama akan mati oleh kipasku!" Mo Hou
menggeram sambil mengangkat kipasnya tinggi-tinggi.
Kipas terbuat dari baja tipis itu berkelebat!
Terdengar suara mendesing saat kipas itu menyambar leher Tio Ciu In! Dan kali
ini gadis itu memang tidak bisa berbuat banyak. Walaupun masih ada pedang di
tangan kirinya, tetapi luka di tangan dan punggungnya membuat dia tidak leluasa
menyalurkan tenaga dalamnya.
Satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh Tio Ciu In hanya mengelak. Itu pun
hanya dapat dilakukan dengan cara melemparkan dirinya ke belakang. Dan ketika
hal itu benar-benar dilakukannya, maka sabetan kipas itu memang luput mengenai
lehernya. Namun cara menghindar itu juga membuat posisi Tio Ciu In menjadi semakin sulit.
Tubuh Tio Ciu In terlentang di atas tanah. Dengan demikian pertahanannya menjadi
terbuka. Dan otomatis dia tak bisa berbuat apa-apa menghadapi serangan Mo Hou
berikutnya. "Liu Toako...!" Tak terasa bibir gadis itu bergetar.
1144 "Nona Tio!" Liu Wan mencoba bangkit, tapi segera jatuh kembali. Wajahnya semakin
pucat. Mo Hou benar-benar membuktikan ancamannya.
Sekali lagi kipasnya menyambar ke leher Tio Ciu In!
Wuuus! Dan sekejab saja kipas itu sudah menempel di leher Tio Ciu In!
Namun pada saat yang sama seleret sinar merah tiba-tiba membentur daun kipas
itu. Duk! Demikian kuatnya tenaga yang terkandung dalam sinar merah itu,
sehingga kipas tersebut melenceng dan hampir terlepas dari genggaman Mo Hou!
Mo Hou terkejut sekali. Terkejut dan marah. Dan dalam kemarahannya kekuatan ilmu
sihir pemuda itu muncul dengan sendirinya! Wussss! Tiba-tiba saja pemuda gagah
itu berubah menjadi mahluk yang sangat mengerikan!
Tubuh Mo Hou berkembang menjadi dua kali lipat besarnya. Sementara wajahnya yang
tampan itu berubah menjadi kasar dan berbulu lebat. Bahkan dari sela-sela
giginya yang berubah menjadi tonggos itu menetes darah segar!
"Ooooh....?"?"
Tidak seorang pun yang tidak kaget menyaksikan pemandangan itu. Tidak terkecuali
Souw Hong Lam, orang yang baru saja datang dan menyelamatkan jiwa Tio Ciu In.
Pemuda dari keluarga Souw itu sama sekali tidak menduga kalau totokan sinar
merahnya membuat Mo Hou berubah menjadi raksasa.
1145 "Souw-heng, awas...! Itu hanya ilmu sihir!" Liu Wan memberi peringatan.
Mo Hou yang telah berubah bentuk menjadi seorang raksasa itu menggeram. Matanya
melotot seolah-olah mau keluar dari lobangnya.
"Siapakah kau" Sungguh berani sekali kau mengganggu dan melawanku!"
Suara itu terasa menggelegar di telinga Souw Hong Lam. Membuat pemuda itu tiba-
tiba tertegun dan merasa ngeri tanpa sebab. Rasanya wajah itu sangat menyeramkan
sekali. Demikian menakutkan sehingga Souw Hong Lam tidak ingin melihatnya.
"Kau... kau...?" Souw Hong Lam terbata-bata.
Lehernya bagai tercekik. Sementara itu Mo Hou telah mengangkat kipasnya.
Perlahan-lahan kipas itu terayun ke bawah, siap untuk membelah tubuh Souw Hong
Lam. "Saudara Souw....!"
A Liong yang masih sibuk dengan keroyokan Lok-hui-tin itu tiba-tiba berteriak.
Suaranya bergetar penuh tenaga. Demikian kuatnya sehingga pengaruh sihir yang
mencekam hati Souw Hong Lam menjadi goyah.
Kesempatan itu segera dimanfaatkan oleh Souw Hong Lam. Dengan menghentakkan
seluruh kekuatannya pemuda itu mengibaskan pengaruh sihir yang mencengkeram
pikirannya. Dan begitu pengaruh sihir itu hilang, dia cepat-cepat melompat ke
depan untuk menyelamatkan Tio Ciu In dan membawanya ke tempat aman.
1146 Namun bantuan itu justru berakibat buruk terhadap A Liong sendiri. Begitu
perhatiannya terpecah, maka pukulan Lok-kui-tin menerobos pertahanannya dan
menggempur bertubi-tubi. Keenam Hantu itu memang benar-benar tokoh berkepandaian
tinggi. Buk! Buk! A Liong terlempar ke bawah. Demikian cepatnya pukulan Enam Hantu itu
sehingga A Liong tak mampu lagi menghindar.
Tapi dengan cepat A Liong bangkit kembali.
Wajahnya menjadi merah. Pukulan itu sangat menyakitinya, meskipun tidak sampai
melukai kulitnya. "Ah, kalian sungguh pandai menggunakan kesempatan. Kalau begitu aku juga tidak
akan segan-segan lagi. Awas, aku akan menggunakan senjata untuk menyelesaikan
perkelahian ini." Keenam Hantu itu benar-benar kaget.
Pukulan mereka ternyata tidak mampu membunuh pemuda itu. Pukulan berganda yang
dapat meremukkan seekor gajah itu ternyata tidak berarti apa-apa bagi A Liong.
Ternyata pemuda itu hanya terlempar dari tempatnya.
Ang-kui yang paling berangasan di-antara Lok-kui-tin tampak bengong, sementara
saudara-saudaranya yang lain juga saling pandang dengan dahi berkerut.
"Bocah itu mempunyai tenaga tersembunyi yang sangat hebat dalam tubuhnya.
Kita... kita harus berhati-hati menghadapinya," Hek-kui berdesah perlahan.
1147 Ketika akhirnya A Liong menghunus pedang anehnya, maka keenam hantu itu
melangkah mundur. Pedang atau pisau panjang berbentuk aneh itu memantulkan sinar beraneka-warna,
seperti pancaran sinar pelangi yang merebak dan membungkus mata pedang itu.
"Hati-hati! Pedang kecil itu memiliki perbawa aneh! Kita tidak boleh melawannya
dengan tangan kosong! Kita harus melawan dengan pisau kita pula!"
Pek-kui memperingatkan saudara-saudaranya.
A Liong menimang-nimang pedang pemberian gurunya, Soat Ban Ong dan Bok Kek Ong.
Pedang itu memang bukan pedang biasa seperti kebanyakan pedang di daerah Tiong-
goan. Pedang itu lebih menyerupai pisau panjang yang melengkung setengah
lingkaran. Mata pisaunya yang mengkilat bersih itu memantulkan sinar beraneka-
warna. "Kalian memang beruntung! Pedang ini jarang sekali kupergunakan. Hanya dalam
keadaan sulit aku memakainya. Kini dia terpaksa kukeluarkan untuk melawan
kalian. Nah, berhati-hatilah! Biasanya lawanku tidak ada yang tahan
menghadapinya! Ayoh....!" "Sungguh sombong sekali! Tampaknya engkau juga belum pernah mengenal kami,
sehingga kau menjadi takabur. Ketahuilah... sekarang kau berhadapan dengan Lok-
kui-tin dari Gurun Go-bi!"
Hek-kui berkata penuh geram.
1148 "Sayang sekali. Aku memang belum mengenal kalian, karena aku hanya seorang
pemuda gelandangan bernama A Liong, yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
sanak keluarga. Hehehe....!" Wajah Ang-kui menjadi merah. "Tutup mulutmu!"
Teriaknya keras sambil mendahului menyerang. Pisau lebarnya terayun ganas ke ulu
hati A Liong. Dan kelima saudaranya segera mengikuti pula langkahnya.
Mereka menyerang dari segala jurusan.
Siiing! Siiing! Siiing! Trang! Trang!
Sekilas nampak sinar pelangi berkelebatan di arena itu, kemudian lenyap setelah
terjadi benturan beberapa kali.
Apa yang terjadi benar-benar mengecutkan hati Lok-kui-tin! Dalam, gebrakan
pertama itu mereka dikejutkan oleh kehebatan ilmu pedang A Liong. Baru kali ini
mereka berenam menyaksikan ilmu pedang sekuat dan sehebat itu.
Memang dapat dimaklumi kalau Lok-kui-tin terkesima melihat ilmu pedang A Liong.
Sudah puluhan tahun mereka malang melintang di dunia persilatan, baik di luar
maupun di dalam Tembok Besar. Dan selama itu pula mereka menyaksikan berbagai
macam ilmu silat yang aneh-aneh. Namun ternyata baru sekarang ini mereka
menemukan ilmu pedang seperti kepunyaan A Liong. Ilmu pedang anak muda itu sama
sekali tidak mengandalkan ketajaman 1149
pedangnya, tapi justru memanfaatkan pengaruh dari kilatan sinar pedang tersebut.
Ternyata A Liong mampu membuat pedang itu seperti terbakar dan selanjutnya
mengeluarkan kilatan sinar beraneka warna. Dan kilatan sinar itu lalu meluncur
dan memburu Lok-kui-tin berenam.
Anehnya sinar itu mampu melukai kulit daging mereka. Bahkan pisau Lok-kui-tin
tidak kuasa menghadapi sinar itu. Pisau mereka menjadi rusak ketika menangkis
sinar itu. "Aaah! Sungguh berbahaya!" Pek-kui menyeringai kecut.
"Kita gunakan Barisan Lok-kui-tin!" Hek-kui memberi aba-aba.
"Benar! Sinar itu jangan dilawan dengan kekerasan.
.Harus kita hindari atau kita pantulkan dengan badan pisau kita! Hanya dengan
cara itu kita dapat meredam kekuatannya!" Ui-kui menanggapi ucapan saudaranya.
"Tetapi sinar yang memantul itu masih berbahaya buat kita. Salah-salah bisa
mengenai kawan sendiri."
Ang-kui berkata dengan suara bergetar.
"Kalau begitu kita arahkan pantulannya ke atas!
Jangan sampai mengarah ke samping atau ke bawah!"
"Baiklah! Mari kita lakukan!" Pek-kui mengangguk.
A Liong membiarkan lawan-lawannya berbicara.
Dia tetap tenang saja di tempatnya. Bibirnya justru tersenyum.
1150 "Sudah selesai berunding" Ayolah...!"
Sikap pemuda itu benar-benar membakar hati Lok-kui-tin. Mereka segera menyusun
barisan dan menyatukan kekuatan mereka. Mereka harus melawan tenaga A Liong
secara bersama-sama. Mereka harus melawan pemuda itu sebagai kesatuan, bukan
sebagai orang perorang. "Kalian benar-benar cerdik. Begitu melihat kalian segera tahu kelemahan dan
jalan keluarnya. Bagus sekali. Tampaknya pertempuran ini memang akan berlangsung
lama. Tapi akan kita lihat, siapa di antara kita yang lebih dulu membuat
kesalahan." Selesai bicara A Liong menyabetkan pisaunya.
Seleret sinar putih melecut seperti cambuk ke arah lawan-lawannya. Siiing...!
Lok-kui-tin merunduk berbareng sambil bersama-sama menyilangkan senjata mereka
di atas kepala. Gerakan mereka begitu serempak dan indah sehingga senjata itu
membentuk deretan tangga yang panjang.
Traaaaang! Sinar putih itu mengenai deretan pisau-yang disusun oleh Lok-kui-tin dan
memantul ke samping. Celakanya, pantulan sinar itu menyambar dan mengenai beberapa pendekar
persilatan di dekat mereka. Orang-orang itu menjerit kesakitan, sebelum akhirnya
jatuh dengan kulit terkelupas bagai dibelah senjata tajam.
A Liong terkejut. Dia tak menduga kalau serangannya akan melukai kawan sendiri.
1151 "Ah! Mereka memang cerdik sekali! Aku benar-benar ceroboh! Aku terlalu
meremehkan mereka." A Liong menyesal.
Lok-kui-tin benar-benar puas. Mereka dapat menjinakkan ilmu pedang A Liong yang
aneh. Bahkan mereka dapat memanfaatkannya pula.
Sekarang justru mereka berenam yang balik menguasai arena.
Sambil bertahan A Liong mencari jalan untuk menghadapi lawannya. Serangan Lok-
kui-tin yang bertubi-tubi hanya ia hindari dan ia punahkan sebelum mengenai
tubuhnya. Namun karena serangan itu datang tanpa henti, maka sekali dua kali
terpaksa harus ditahan dengan kekuatan pula. Dan akibatnya memang mengejutkan.
Karena tenaga yang dilontarkan oleh Lok-kui-tin itu merupakan tenaga gabungan,
maka kekuatannya pun bukan main hebatnya. Berbenturan dengan tenaga A Liong
ternyata membuat kedua belah pihak merasakan akibatnya. Masing-masing tergetar
mundur ke belakang. Hek-kui dan Pek-kui terlongong~longong di tempatnya. Keduanya hampir tidak
percaya melihat hasil benturan itu.
"Gila! Tenaga dalam pemuda itu masih selapis lebih tinggi dibandingkan tenaga
gabungan kita! Benar-benar tidak masuk akal."
Demikianlah, Lok-kui-tin semakin berhati-hati menghadapi A Liong. Sebaliknya A
Liong sendiri 1152 juga tidak berani berlaku ceroboh terhadap mereka.
Masing-masing tak ingin mencelakai kawan sendiri.
Sementara itu Souw Hong Lam telah meletakkan tubuh Tio Ciu In di dekat Yap Kim
dan Liu Wan Ti. Tio Ciu In semakin kelihatan lemah dan menderita.
Punggungnya telah basah oleh darah yang terus mengalir dari lukanya.
"Saudara Souw..." Tolong, ambilkan obat luka di dalam bungkusanku! Berikan
kepada Nona Tio agar darahnya segera berhenti mengalir." Tabib Ciok atau Liu Wan
atau Pangeran Liu Wan Ti itu berkata kepada Souw Hong Lam.
"Aku" Nona Tio...?" Pemuda ganteng itu mengerutkan dahinya seraya mengawasi Tio
Ciu In dan Pangeran Liu Wan Ti berganti-ganti. Wajahnya kelihatan bingung.
Tio Ciu In tersenyum dan mengangguk. "Benar apa yang dikatakan Pangeran Liu Wan
Ti. Aku yang rendah bernama Tio Ciu In. Terima kasih atas pertolongan Souw Tai-
hiap." "Haaah..." Pangeran Liu Wan Ti" Siapa yang...
lhoh, kau..." Kenapa kumis dan jenggotmu, Ciok Lo...
eh!" Souw Hong Lam kelihatan bingung sekali. Semula dia mengira berhadapan dengan
Tabib Ciok, tetapi ternyata bukan. Orang yang berdandan seperti Tabib Ciok itu
ternyata tidak memiliki kumis dan jenggot.
Wajahnya juga tidak tua dan keriput seperti biasanya.
Wajah itu masih kelihatan muda dan tampan.
1153 "Dia memang Pangeran Mahkota Liu Wan Ti yang hilang hampir sepuluh tahun lalu,
Anak Muda. Nah, kini lakukan dulu perintahnya! Ambilkan obat yang ada di dalam
bungkusan itu." "Yayaya, Tai-ciangkun!" Souw Hong Lam memandang Panglima Yap Kim yang terduduk
lemah tak berdaya. Namun sebelum pemuda itu bergerak,
Mo Hou sudah berdiri di depannya. "Tak perlu bersusah-susah lagi! Bersiap
sajalah untuk mati!"
Hardik pemuda itu sambil mengayunkan kipasnya.
Souw Hong Lam terbelalak. Namun dia tidak segera menghindar. Dia hanya memutar
atau membalikkan tubuhnya saja, sehingga kipas itu menghunjam telak ke arah
punggungnya. "Mampus... kau!" Mo Hou menggeram.
"Souw-heng...!" Pangeran Liu Wan Ti berdesah khawatir.
Duuk! Ujung kipas itu menghantam punggung Souw Hong Lam dan melemparkannya ke
tanah. Kebetulan pemuda itu jatuh di dekat bungkusan Liu Wan Ti, sehingga kesempatan


Pendekar Pedang Pelangi Karya Sriwidjono di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersebut dia pergunakan sebaik-baiknya. Obat yang dimaksud segera ia keluarkan
dan ia lemparkan kepada Tio Ciu In.
Mo Hou terkesiap. Ujung kipasnya seperti menggores benda keras. Dan lawannya
sama sekali tidak mati atau terluka seperti kehendaknya. Pemuda ganteng itu
hanya tersungkur. Bahkan masih dapat 1154
bergerak dengan lincah seolah-olah tidak terjadi sesuatu.
"Hmm, kau..." Kau dapat menahan tajamnya kipasku?"
"Kenapa tidak" Kukira kipasmu tidak setajam mata pedang!" Souw Hong Lam menjawab
sambil mengebutkan debu yang mengotori jubah panjangnya.
Tiba-tiba Mo Hou menyeringai. "Ah, aku tahu. Kau keturunan Keluarga Souw dan
kini mengenakan mantel hitam panjang. Kau tentu mengenakan mantel pusaka warisan
Bit-bo-ong itu, bukan?"
Souw Hong Lam tidak menjawab. Kedua
tangannya bersilang di, depan dada, siap untuk menyerang Mo Hou. Asap putih dan
merah tampak mengepul di atas kepalanya.
Mo Hou tersenyum. Sama sekali tidak ada kesan khawatir atau takut di wajahnya.
Baginya, Souw Hong Lam bukan lawan yang perlu diperhitungkan. Dari rumah ia
telah dibekali berbagai macam kiat untuk mengalahkan ilmu silat Tiong-goan.
Termasuk juga ilmu silat Keluarga Souw. Jangankan cuma Souw Hong Lam, melawan
Hong-gi-hiap Souw Thian Hai pun dia tidak takut.
Ketika asap di atas kepala Souw Hong Lam itu semakin tebal, Mo Hou tidak dapat
menahan kesabarannya lagi. Kipas itu justru ia masukkan ke dalam saku, kemudian
dengan tangan kosong dia menerjang ke depan. Kedua tangannya mencakar wajah Souw
Hong Lam. 1155 Souw Hong Lam tidak berani beradu tangan. Dia sadar bahwa lwe-kangnya masih
kalah jauh dibandingkan lawannya. Dari pukulan kipas di punggungnya tadi dia
sudah dapat menyelami kekuatan lawan. Dia memilih jalan lain, yaitu mengelak ke
samping sambil memukul pinggang Mo Hou. Dan pukulan tersebut hanya pancingan
saja, karena pukulan sebenarnya akan ia susulkan kemudian.
Tapi Mo Hou adalah seorang jago silat yang cerdik dan berbakat sekali. Dalam hal
tipu muslihat dan kelicikan, rasanya tidak ada orang lain yang mampu melebihi
dia. Pukulan pancingan itu ternyata ia biarkan saja mengenai pinggangnya,
sehingga Souw Hong Lam justru menjadi bingung sendiri.
"Anak Muda, awas...!" Yap Kim yang sudah tidak berdaya itu berteriak lemah.
Souw Hong Lam berusaha menarik kembali pukulannya. Kakinya melangkah ke samping,
lalu berputar menjauhi lawannya. Sambil bergerak jari telunjuk kirinya terayun
ke depan! Cus! Seleret sinar merah menusuk ke arah punggung Mo Hou!
Bless! Sinar itu menghunjam telak ke punggung Mo Hou! Begitu kuatnya sehingga
sinar itu tembus melewati dada.
Tapi sungguh mengherankan. Luka itu sama sekali tidak mengeluarkan darah. Bahkan
tubuh itu sama sekali tidak ambruk atau kesakitan. Sebaliknya putera Raja Mo Tan
itu justru tertawa gembira. Suaranya 1156
terdengar dimana-mana, karena suara itu tidak cuma keluar dari mulutnya, tapi
juga keluar dari mulut tujuh Mo Hou yang lain, yang tiba-tiba telah berdiri di
sekitar arena. Yap Kim, Lu Wan Ti, dan Tio Ciu In mengeluh.
Mereka tidak mempunyai harapan lagi. Melawan satu orang Mo Hou saja sudah sulit,
apalagi harus melawan delapan orang sekaligus.
Benar juga. Baru beberapa jurus saja Souw Hong Lam sudah kebingungan menghadapi
lawannya. Totokan Tai-kek Sin-ciangnya benar-benar tidak berguna menghadapi bayangan-
bayangan semu itu. Beberapa kali totokan jarinya mengenai bayangan Mo Hou palsu, sehingga tenaganya
banyak terbuang sia-sia. "Hmmm, sebentar lagi tenagamu habis. Kau tidak akan dapat berbuat apa-apa lagi
kepadaku." Mo Hou mengejek.
Beberapa buah pukulan mendarat di tubuh Souw Hong Lam, membuat pemuda itu jatuh
bangun di atas tanah. Membuat pakaian pemuda ganteng itu menjadi lepas dan
kedodoran. Bahkan debu dan tanah membuat wajahnya yang ganteng itu berlepotan
tidak keruan. Akhirnya ketika topi yang melekat di kepala Souw Hong Lam itu copot diterjang
angin pukulan Mo Hou, semua orang yang melihatnya terkejut. Rambut yang hitam
panjang tiba-tiba terurai lepas menutupi sebagian pundak dan punggung pemuda
ganteng itu. 1157 "Eh, Saudara Souw... jadi kau ini?" Liu Wan Ti berdesah perlahan. Matanya
terbelalak. Souw Hong Lam palsu yang tidak lain adalah Souw Giok Hong, puteri Hong-gi-hiap
Souw Thian Hai, menjadi merah mukanya. Sambil tersenyum malu gadis itu
membersihkan alis buatan dan semua kotoran yang menempel di wajahnya. Dan
beberapa saat kemudian wajahnya yang cantik bak bidadari itu membuat terpesona
semua orang. "Aah!" Tak terasa Pangeran Liu Wan Ti menelan ludahnya.
"Bukan main! Sungguh tak kusangka hari ini aku dapat bertemu dengan banyak anak
muda berkepandaian tinggi! Aku benar-benar sudah ketinggalan zaman." Panglima
Yap Kim berdesah panjang.
Orang yang tidak peduli akan perubahan itu hanya Mo Hou. Delapan sosok bayangan
kembarnya masih tetap bersiaga penuh di sekitar mereka. Wajahnya tampak puas dan
berseri ketika melihat pasukan Hun dapat menguasai seluruh arena.
"Nona! Kalau kau benar-benar dari keluarga Souw, kau tentu puteri kedua Hong-gi-
hiap Souw Thian Hai." Yap Kim berkata.
"Benar, Yap Tai-ciangkun. Aku memang Souw Giok Hong, puteri kedua Souw Thian
Hai." "Dimana ayahmu sekarang" Apakah dia juga datang kemari?"
1158 Wajah cantik itu tertunduk sebentar. Ketika kemudian wajah itu terangkat kembali
dan siap untuk menjawab, tiba-tiba terdengar suara Mo Hou membentak,
"Diam! Kubunuh kalian semua....!"
Dua diantara delapan bayangan kembar itu segera meloncat dan menyerang Souw Giok
Hong. Sementara empat bayangan lainnya mendekati Pangeran Liu Wan Ti, Tio Cu In, dan
Panglima Yap Kim. Sisanya, dua bayangan, masih tetap berdiri tegak mengawasi
keadaan. Situasi memang sangat gawat bagi pasukan para pendekar dan bekas Panglima Yap
Kim. Lawan mereka kali ini memang sangat kuat. Selain kalah banyak, pasukan
asing yang dipimpin oleh Mo Hou itu memang lebih berpengalaman dalam perang
besar. Tampaknya keinginan para pendekar untuk membebaskan Panglima Yap Kim gagal
total. Bahkan mereka sendiri sekarang berada dalam kesulitan besar.
Ternyata ilmu silat tinggi saja tidak dapat menjamin untuk menang perang.
Rombongan Kwe Tek Hun dengan para pengemis Tiat-tung Kai-pang, sudah tercerai-
berai. Korban sudah tidak terhitung lagi. Para pendekar persilatan yang lain
juga sama saja keadaannya. Bersama-sama dengan para prajurit penjaga benteng
yang membelot, mereka mencoba bertahan sedapat mungkin. Mereka memanfaatkan
lorong-lorong bangunan yang lebih mereka kenal untuk main petak-umpet.
1159 Api berkobar dimana-mana. Pasukan Hun telah membakar apa saja untuk memburu
lawannya. Mereka benar-benar menjadi brutal setelah merasa menang. Watak asli mereka
sebagai bangsa barbar tak dapat dikendalikan lagi. Benteng itu benar-benar
menjadi tempat pembantaian sadis.
Rombongan Souw Thian Hai, Kwe Tiong Li, serta para jago silat ternama lainnya,
masih tetap mengamuk di arena masing-masing. Kesaktian mereka memang membuat
pasukan Hun kewalahan. Tetapi dalam perang besar seperti itu mereka tetap tidak bisa berbuat apa-apa
untuk memenangkan pertempuran. Mereka hanyalah beberapa tetes air diantara api
yang berkobar di medan pertempuran.
Matahari mulai membakar atap benteng itu.
Panasnya menambah gerah hati manusia-manusia haus darah, yang kini saling bunuh
diantara mereka sendiri. Perang memang membuat manusia kehilangan harkat
hidupnya sebagai manusia. Perang menghilangkan peradaban manusia sendiri.
Sementara itu Panglima Yap Kim dan
rombongannya tinggal menantikan saat-saat kematian mereka pula. Mereka tidak
mungkin lagi menyelamatkan diri. Apalagi sekarang tinggal Souw Giok Hong sendiri
yang mampu melawan. Tapi mana mungkin Souw Giok Hong melawan ilmu sihir Mo Hou" Tai-kek Sin-ciang
dan Tai-lek Pek-kong-ciang andalan keluarga Souw, hampir tak ada gunanya melawan
bentuk-bentuk semu itu. 1160 Bayangan itu sama sekali tidak dapat disentuh, apalagi diserang. Tapi sebaliknya
bayangan itu mampu menyerang dan melukai Souw Giok Hong.
"Rahasianya hanya pada bentuk asli orang ini.
Kalau aku bisa menyerang yang asli, dia pasti dapat kukalahkan. Tapi bagaimana
aku dapat memilih, mana diantara mereka yang asli" Semuanya tampak sama, bahkan
seperti hidup sendiri-sendiri." Souw Giok Hong berkata hampir putus asa.
Mo Hou memang pemuda pilihan. Bertulang baik.
Dalam usia yang masih amat muda ia telah memiliki ilmu silat sangat tinggi.
Bakat dan kemampuannya lebih baik daripada kebanyakan orang. Bahkan lebih baik
dari Pangeran Liu Wan Ti, Kwe Tek Hun, Souw Giok Hong, Tio Ciu In atau lainnya.
Selain itu ia masih juga beruntung mendapatkan guru yang baik.
Kalau diperbandingkan, mungkin cuma A Liong atau Chin Tong Sia yang setara
dengan bakat Mo Hou. Hanya saja, karena ilmu yang mereka pelajari tidak sama,
maka hasil yang mereka dapatkan juga tidak sama pula. Mereka memiliki kelebihan
dan keistimewaan sendiri. Selain itu, dalam perjalanan hidup mereka, masing-
masing juga memiliki suratan nasib serta keberuntungan yang berbeda pula,
sehingga akhirnya ilmu yang mereka miliki juga tidak sama pula tingginya.
A Liong sejak kecil mempunyai benjolan aneh di bawah pusarnya. Benjolan yang
entah berisi apa, dan dari mana datangnya, namun yang jelas benjolan 1161
sebesar telor ayam itu mempunyai khasiat menguatkan tubuh dan melipatgandakan
tenaga dalam. Dan keberuntungan seperti itu jelas tidak diperoleh Mo Hou maupun
Chin Tong Sia. Sedangkan Mo Hou, meskipun tidak seberuntung A Liong, tapi dia mendapatkan
seorang guru yang memiliki ilmu silat sangat langka. Selain perguruan Soa-hu-pai
itu sudah berusia ribuan tahun, ilmu silatnya juga berakar pada ilmu sihir. Oleh karena itu dapat
dimaklumi kalau Soa-hu-pai memiliki beberapa kelebihan dibandingkan Beng-kau
atau aliran silat lainnya.
Sementara itu ilmu silat Beng-kau adalah ilmu silat murni dan usianya belum
setua Soa-hu-pai. Kelebihan Soa-hu-pai hanya terletak pada ilmu sihirnya.
Oleh karena itu untuk menghadapi ilmu silat Soa-hu-pai, orang harus bisa
mengatasi ilmu sihirnya dulu.
Sebelum kekuatan sihir itu hilang, maka pertempuran dengan orang Soa-hu-pai
boleh dikatakan berat sebelah.
Maka dapat dimaklumi kalau akhirnya pertempuran antara Souw Giok Hong melawan Mo
Hou itu dimenangkan oleh Mo Hou. Seperti halnya ilmu silat aliran Beng-kau, ilmu
silat keluarga Souw adalah ilmu silat murni. Dan celakanya, tingkat kepandaian
Souw Giok Hong sekarang juga belum mencapai tingkat yang tertinggi, sehingga dia
juga belum tahu cara yang baik untuk mengatasi ilmu sihir tersebut.
1162 Dua sosok bayangan Mo Hou itu mengurung dan mendesak Souw Giok Hong. Karena
bayangan itu hanya bentuk semu, maka tidak dapat disentuh maupun dilukai.
Sebaliknya, dengan kehebatan tenaga dalam pemiliknya, dua sosok bayangan itu
dapat menyerang dan melukai Souw Giok Hong.
Sementara itu empat bayangan Mo Hou lainnya, terus melangkah mendekati Yap Kim
bertiga. Bentuk-bentuk semu itu siap menghabisi mereka.
"Pangeran...! Tampaknya kita tidak dapat mengelak lagi! Sebaiknya kita gabungkan
kekuatan kita untuk menyongsong mereka. Lebih baik mati sebagai kesatria,
daripada mati seperti binatang yang akan disembelih!" Yap Kim berbisik.
"Be-benar, Ciangkun...."
Keempat bayangan itu mengangkat tangannya.
Terdengar suara gemeretak tulang dan otot mereka.
Namun sebelum tangan itu melayang, tiba-tiba terdengar suara teriakan Chin Tong
Sia "Tunggu....!" Pemuda itu melenting dan berjungkir balik di atas kepala para prajurit, kemudian
berdiri di depan mereka. Dan air muka pemuda itu segera berubah melihat lawan
yang ada di depannya. Selain sudah mengenal wajahnya, dia melihat wajah itu
tidak hanya satu, tapi empat sekaligus.
"Gila...!" Chin Tong Sia mengumpat.
1163 "Saudara Chin, awas... dia itu putera Raja Mo Tan.
Dia mahir ilmu sihir." Pangeran Liu Wan Ti memberi peringatan.
Chin Tong Sia menoleh. Air mukanya semakin keruh menyaksikan dandanan Pangeran
Liu Wan Ti. Dia mengenal suara dan dandanan itu, tapi tidak mengenal orangnya.
Pangeran Liu Wan Ti menyeringai menahan sakit.
"Ah, Saudara Chin, maafkan aku. Aku... Tabib Ciok.
Maksudku, aku menyamar sebagai tabib. Aku menyamar untuk . mencari Panglima Yap
Kim! Dan aku... aku telah menemukan orang yang kucari itu.
Lihat, dia ada di sini!"
Chin Tong Sia tertegun, kemudian memandang bekas panglima yang sangat ia hormati
itu. Kepalanya mengangguk, namun mulutnya masih terkunci.
Tiba-tiba Panglima Yap Kim beringsut ke depan.
Tubuhnya masih sangat lemah. Sambil menunjuk Liu Wan Ti ia berbisik,
"Anak muda, ketahuilah...! Dia ini sebenarnya adalah Pangeran-Mahkota Liu Wan
Ti!" Sekali lagi Chin Tong Sia terkejut. "Pangeran Liu Wan Ti" Tapi kata orang
Pangeran Liu Wan Ti berada di perbatasan" Beliau berada di Benteng Kongsun
Goanswe. Kurasa... Ciok Lo-cianpwe sendiri yang mengatakan hal itu."
Liu Wan Ti menghela napas. "Saudara Chin, panjang ceritanya. Akan kuceritakan
nanti." 1164 Pembicaraan mereka terhenti, karena empat sosok Mo Hou itu tiba-tiba membentak
Chin Tong Sia, "Jadi kau dapat meloloskan diri dari penjara bawah tanah itu, heh" Siapa yang
menolongmu" Hong-gi-hiap Souw Thian Hai....?"
"Benar. Tunggulah sebentar lagi. Pendekar itu akan sampai di sini. Dia sedang
membersihkan orang-orangmu yang berusaha merintangi jalannya."
"Bagus. Kalau begitu aku tidak perlu mencarinya!"
Keempat bayangan Mo Hou itu lalu menerjang Chin Tong Sia. Masing-masing
menyerang dari arah berbeda, seakan-akan mereka itu memang hidup sendiri-
sendiri. Dan seperti dugaan Chin Tong Sia, tenaga dalam Mo Hou memang selapis
Golok Halilintar 8 Rahasia Kitab Tujuh Tujuh Manusia Harimau (5) Karya Motinggo Busye Pendekar Remaja 2
^