Pencarian

Pisau Kekasih 5

Pisau Kekasih Karya Gu Long Bagian 5


bisa secara terang-terangan
bersama!" "Aku merasa tidak enak hati!"
"Aku sendiri rela, untuk apa kau harus merasa tidak enak
hati?" "Aku merasa tidak enak hati justru karena kerelaan
hatimu itu!" Ada sebuah sungai yang menghadang jalan. Hong Kie
menarik Hong Ku meloncat bersama-sama.
Sebelum turun HongKie mencium HongKu. Setelah
turun Hong Ku tertawa sambil marah. "Apakah kau
melihatnya?" tanya Wie Kai dari belakang.
"Aku lihat!" jawab Leng-ji.
"Apa pendapatmu?"
"Gambaran yang sangat indah!"
Di sini adalah sebuah rumah makan islam. Mungkin
rumah makan itu sudah lama berdagang di sini.
Plang toko sudah menghitam dan hurufnya pun sudah
tidak bisa jelas. Karena rumah makan itu ada tungku untuk
memanggang daging, maka di sana sini tampak banyak
jelaga. Tampaknya rumah makan itu memang harus hitam,
hitam mengkilat baru nyata, kalau rumah makan itu sudah
lama dibuka. Bangku dan kursi pun tampak hitam mengkilat.
Hanya sarang laba-laba yang ada di bawah genting sudah
menjadi seuntai debu hitam, bila tertiup angin tampak
melayang-layang. Di dinding ada catatan menu sayur beserta harganya,
ditulis dalam bahasa bangsa Hui, tapi sudah tidak bisa
terlihat jelas karena sudah menghitam.
Tamu yang datang sangat banyak.
Koki sedang memotong daging, gerakannya cepat.
Cara memotongnya pun sangat cepat. Hanya sebentar
dia sudah memotong daging ayam, bebek, sapi, dan
kambing yang diminta tamu, dan beratnya tidak perlu
ditimbang. Dia tidak akan memberikan timbangan yang
kurang, hingga tamu marah-marah, yang pasti dia juga
tidak akan memberikan timbangan lebih bisa membuat
majikan rumah makan rugi.
Tamu mengelilingnya untuk mengambil daging.
"Aku seperempat kati, aku setengah kati!" suara itu terus
terdengar. Sepertinya mereka tidak perlu membayar.
Ada daging yang sudah dipotong tipis-tipis, setelah
makan mereka merasa puas.
Orang-orang di sana bersifat sangat terbuka serta kasar.
Tungku untuk memanggang daging bermotif Mongolia,
besar seperti gilingan beras. Di bawah tampak api besar.
Di atasnya tampak orang sedang memanggang daging
masing-masing. Pelayan sibuk mengantarkan arak, hingar bingar dan
sibuk seperti di sebuah pasar.
Hong Kie dan Hong Ku masuk.
Mereka melihat sebentar, lalu mencari tempat dipojok
dan duduk. Mereka hanya melirik, tapi tahu apakah akan ada orang
yang sedang memperhatikan mereka.
Wie Kai dan Leng-ji sudah masuk.
Mereka duduk di sisi Hong Kie dan Hong Ku.
Hong Kie dan Hong Ku pergi untuk memanggang
daging. Di atas tungku terus terdengar bunyi sendok juga bunyi
bumbu yang terbakar api Asap dari tungku dan asap dari daging menu-tupi toko
daging bakar itu. Orang yang agak pendiam mungkin tidak akan bisa
makan dengan situasi tidak sedap ini.
Ada orang berjongkok di atas bangku untuk makan.
Ada lagi orang yang mengobrol dengan suara besar
tentang kejadian yang dia alami semalaman di
tempatpelacuran. Wie Kai tertawa kepada Leng-ji.
Leng-ji mengerutkan alis.
"Jangan begitu, sebenarnya orang-orang ini sangat
manis!" "Manis?" "Betul, mereka terus terang dan jujur, ada apa bicara apa,
tidak ada yang ditutup-tutupi, lebih-lebih tidak perlu
menyusun kalimat dulu baru bicara!"
"Kalau di rumah makan Tiang-an tiba-tiba datang
seseorang yang telanjang, dan dia datang dari jaman
primitif, apakah kau masih akan merasa kalau mereka
manis?" "Lucu juga!" kata Wie Kai.
Dengan penuh perhatian Leng-ji menatapnya.
Hong Kie dan Hong Ku datang membawa daging yang
sudah matang. Lalu Wie Kai makan daging.
"Kau benar-benar cepat menyesuaikan diri!"
Mulut Wie Kai penuh dengan daging, dengan suara
tidak jelas bertanya: "Apa artinya?" "Cara makanmu manis, sungguh mirip orang primitif!"
jawab Leng-ji. "Bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, itu sangat
penting?" Leng-ji mulai makan daging.
Sambil makan dia terus melihat Wie Kai:
"Terus melihatmu, itu seperti tidak baik ya?"
"Mengapa?" "Kau jarang melihatku!"
"Apakah itu penting?"
"Kata orang, bila seseorang terus melihat orang, berarti
dia suka kepadanya!"
"Pantas ada orang yang terus melihatku."
"Siapa?" "Pembunuh dunia persilatan!"
Hong Ku hampir memuntahkan makanannya.
Terlihat mereka seperti sedang asyik makan, tidak ada
yang melirik ke pinggir. Sorot mata mereka seperti tidak fokus, tapi sebenarnya
mereka sedang memperhatikan tamu-tamu yang keluar juga
masuk. Walaupun tidak terlihat ada musuh, tapi mereka bisa
merasakan, musuh tidak jauh dari mereka.
Mungkin sudah berada di dalam rumah makan itu.
"Aku tidak mau melihatmu sebab begitu melihatmu aku
merasa berhutang banyak kepadamu!"
"Ada orang yang mengatakan kalau laki-laki dan
perempuan sedang jatuh cinta akan merasa sedang
berhutang, itulah suatu perasaan yang tidak bisa dikurangi!"
jawab Leng-ji pelan-pelan.
Wie Kai tertawa. Tiba-tiba Hong Kie dan Hong Ku bergerak. Mereka
segera bersiap-siap. Sebuah tangan besar dan berbulu sedang menyodorkan
cangkir ke depan Wie Kai.
"Lo-te!" (adik) kata orang itu.
Begitu Wie Kai menoleh dia segera mengerti. Sebab dia
bisa merasakan hawa membunuh yang keluar dari dirinya.
Dia juga bisa membaca sorot mata pembunuh itu Ada
bahasa tanpa suara. "Bisa bertemu hari ini, kami sangat senang, ayo kita
bersulang!" kata orang pertama.
Orang itu berhidung pesek, tidak beralis, 2 matanya
seperti mata kambing mati, kalau malam hari melihatnya,
akan mengira telah bertemu dengan vampir!
Wie Kai dengan luwes menerima arak dari orang itu.
Dia tidak melihat siapa pun, tidak melihat Hong Kie,
Hong Ku, juga Leng-ji. Dia pura-pura sudah mabuk dan berkata:
"Oh... ini... terima kasih!"
Dia minum arak itu sekaligus.
Kata pembunuh pertama dengan suara keras:
"Puas... puas sekali... lihatlah arak itu!"
Maksudnya dengan melihat arak itu, bukan lain
menyuruh pelayan mengambil arak.
Orang pertama melemparkan cangkirnya, orang kedua
menyambut dan melemparkannya kepada orang ke tiga.
Orang ke tiga melempar kepada orang ke empat dan
seterusnya. Tamu-tamu yang tidak ada hubungan dengan mereka,
tiba-tiba seperti sudah ada kesepakatan.
Gelas dilempar hingga orang terakhir, meng-ajak
bertaruh. Arak yang dituang kembali dilempar.
Hong Kie dan Hong Ku sudah siap siaga.
"Permainan ini bukan permainan baru!" kata Wie Kai.
Cangkir arak sudah mendekati tangan orang pertama
lagi. Saat orang itu ingin menyambut cangkir arak, cangkir itu
sudah berada di dalam tangan Hong Ku.
Tangannya panjang dan indah, cangkir arak berada di
punggung telapaknya, arak sama sekali tidak tumpah.
Matanya yang seperti mata kambing mati itu mulai
mengeluarkan urat-urat merah.
"Pedagang yang menjual grosiran datang mencari!" ada
yang berteriak. Semua orang itu tertawa terbahak-bahak.
Sekarang yang membuat mereka meneteskan air liur
bukan karena daging yang ada di dalam piring melainkan
dua gadis bermata besar yang datang dari luar daerah.
Sorot mata mereka terlihat merendahkan, Leng-ji dan
Hong Ku merasa sorot mata mereka penuh dengan
penghinaan dan cabul. Hong Ku tahu hal ini sudah tidak bisa dihindari lagi.
Terhadap binatang-binatang memperlihatkan kekuatannya.
ini mereka Arak tetap berada di punggung telapak Hong Ku.
harus Dia melihat sekeliling kemudian membalikkan
tangannya, cangkir arak masih berada di atas telapak-nya.
Punggung telapak tetap menghadapi ke atas, arak tidak ada
yang menetes. Ada yang berseru, ada yang berteriak, itu adalah ilusi.
Orang pertama tertawa dingin: "Bukan ilmu yang bagus!"
Orang kedua ikut berteriak:
"Betul! Tidak ranjangnya?" bagus, bagaimana ilmu di atas Tangan Hong Ku bergetar, secangkir arak terbang ke
arah tungku. Tungku segera mengeluarkan api dan asap hijau.
"Kalian mau apa?" teriak Hong Ku.
"Hanya ingin menyaksikan ilmu silat dari Eng-hong-pieya!" kata orang pertama
tertawa dingin. "Apakah kalian benar-benar mau melihat?" tanya Hong
Ku. Puluhan orang segera mengeluarkan senjata.
"Di sini tidak leluasa!" kata Wie Kai.
Semua orang itu pelan-pelan mendekat. Seperti
sekelompok serigala lapar, dengan lidah terjulur maju
mendekati mereka. "Kalian dari perkumpulan mana?" tanya Hong Ku.
"Jangan banyak tanya, setelah kami mendapatkan
emasnya, baru kami akan memberi kalian kemudahan!"
jawab orang pertama. Hong Kie sudah bersiap-siap akan menyerang.
"Ayo kita pergi..." ajak Leng-ji.
Dia sudah meloncat. Ilmu meringankan tubuhnya berada di bawah Wie Kai,
tapi gerak tubuhnya yang indah tidak bisa di tandingi Wie
Kai. Suara terkejut dan teriakan terdengar.
Leng-ji mengganjal kakinya ke atas tungku, kemudian
keluar dari rumah makan itu.
Tungku panas tapi seperti tidak mengeluarkan asap
sedikit pun. Ada yang berteriak: "Jangan biarkan mereka kabur!"
Wie Kai pun ikut menumpu kakinya ke atas tungku lalu
meloncat keluar. Hong Kie dan Hong Ku menyusul.
Dari kelompok lawan ada yang berteriak 'bagus' saat
melihat ilmu meringankan tubuh itu.
Tapi dari pihak lawan juga ada pesilat tangguh.
Mereka mengikuti cara Wie Kai keluar dari tempat itu.
Dia adalah orang pertama.
Orang kedua dan ketiga segera mengikuti.
Tapi ada yang ilmu meringankan tubuhnya kurang
bagus, saat menginjak tungku, dia terpeleset karena di sana
banyak minyak dan dia pun terjatuh.
Tungku mengeluarkan asap hijau.
Orang itu berteriak dan meloncat.
Tapi sepatunya tampak sudah berasap, dia jatuh di depan
pintu. Setelah itu tidak ada yang berani mengikuti cara ini lagi.
Mereka keluar dari pintu utama.
Di sini adalah rumah yang jarang dipakai.
Lama tidak dipakai maka di mana-mana ter-cium bau


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

apak! Rumah tidak beratap, pintu dan jendela sudah lama
menghilang. Rumput tumbuh tinggi memenuhi pekarangan.
Di sini sangat cocok untuk membunuh orang.
Bagi orang yang akan dibunuh, tempat ini pun
merupakan tempat yang bagus.
Paling sedikit anjing yang kelaparan tidak akan datang
kemari. Leng-ji datang lebih dulu, dia berhasil melukai 4 orang.
Awalnya Leng-ji tidak ingin membunuh, tapi lawan tidak
mau mengalah, jurus-jurus mereka pun penuh dengan
kecabulan, terpaksa Leng-ji melukai orang.
Sekali golok menyapu, ada yang meneteskan darah.
Golok menyapu miring lagi, satu orang terkena sabetan
lagi. Dua orang mundur, tiga orang datang lagi.
Begitu Wie Kai keluar, 6 orang sudah menunggunya.
Kipas besar bergerak menutup dan membuka, ada
seorang yang tertendang. Yang satu lagi wajahnya tergores.
Dia meloncat dan menendang ke pinggir. Dua orang
wajahnya tertendang. Hong Kie dan Hong Ku pun ikut bekerja.
Tapi Wie Kai berkata: "Sudahlah! Mereka hanya orang yang melihat uang,
tidak bisa membaca Hong-sui!"
Maka Hong Kie dan Hong Ku memasukkan golok dan
pedang ke dalam sarungnya.
Mereka berempat memang sangat kompak.
Wie Kai sengaja membiarkan dirinya dirangkul oleh
salah satu pembunuh dari belakang, lalu berteriak:
"Tolong!" Tiba-tiba tubuhnya membungkuk, memegang pergelangan tangan lawan, lalu dilemparkan ke atas atap,
atap yang sudah usang segera ambruk.
Hong Ku meloncat, mengganjal seorang pembunuh lalu
menendang kepalanya. Orang yang ditendang segera roboh.
Kemudian dia meloncat lagi ke arah yang lain, dengan
cara sama membuat orang itu roboh.
Hong Kie seperti sedang melatih kepalannya.
Suara PAK, PAK, PAK terdengar. Semua yang terkena
sudah tersungkur. Tapi orang pertama masih tidak terima, karena dia ingin
mendapatkan hadiah besar, maka dia harus melakukan
sesuatu. Tiba-tiba dia menembakkan Piauw berbentuk bintang.
Wie Kai pun tersungkur ke bawah. Orang pertama
mengira dia berhasil maka berteriak:
"Kita harus lebih gesit, supaya mendapat emas lebih
banyak, maka akan ada harapan..."
Tapi tiba-tiba Wie Kai bangun, kedua tangan-nya
melayang. ' Lima Piauw berbentuk bintang sudah dilemparkan
kembali. Orang pertama kabur. ' Begitu dia kabur yang lain pun
ikut kabur. Tampaknya puluhan ribu tail emas sudah tidak '
diharapkan lagi. Mereka hanya pembunuh pasaran, sekarang mereka
bubar. Tiba-tiba pundak belakang Wie Kai ada yang menepuk.
Dia membalikkan tubuh dan bersiap.
Ternyata tangan itu milik Leng-ji.
"Jangan melihatku seperti melihat musuh!" katanya
Belum lagi Wie Kai tertawa, dari luar dinding ada orang
yang tertawa. Tawa ini tidak di kenal. Mereka berempat terkejut dan menoleh.
Seorang pria setengah baya, berbaju mewah tampak
muncul, pinggiran baju dan topinya tidak di-lipat, juga tidak
sobek. Orang ini membawa 5 laki-laki yang terlihat sangat
kekar, mereka bukan orang biasa.
Ternyata dia adalah Put-pian-yan-gwa (Harta-wan tidak
terbatas). Dari baju aneh orang itu sudah bisa ditebak identitasnya.
Tentu orang itu punya nama besar.
Bukan seperti orang-orang primitif itu.
Put-pian-yan-gwa berkata sambil tertawa:
"Dua pentolan dari Eng-hong-pie-ya, memang bukan
orang biasa!" Hong Kie sudah bersiap-siap akan menyerang.
"Hong Kie!" Leng-ji menghadang Hong Kie dan berkata
lagi, "Put-pian-yan-gwa, apakah kau mau ikut campur
urusan rumah tangga Eng-hong-pie-ya?"
"Kalau tidak, namaku tidak akan disebut Put-pian-yangwa! Apa lagi Seng Kong-kong
sudah menyebarkan undangan, ingin menutup sebelah mata pun sudah tidak
bisa!" Hong Kie dan Hong Ku tertawa dingin.
Mereka benci melihat orang dunia persilatan mengambil
kesempatan saat orang sedang mengalami kesulitan.
Buat orang dunia persilatan yang sudah punya nama
besar, itu tidak akan jadi masalah, Tapi jika dalam keadaan
seperti itu ada orang yang tidak ingin mengambil
keuntungan, itu benar-benar adalah orang yang terhormat,
Emas berharga. Budi pekerti dan harga diri tidak berharga,
Banyak orang dengan barang tidak berharga menukarnya
dengan barang berharga. Mereka tidak tahu kalau itu akan merugikan.
...............................................
Kata Wie Kai dengan luwes:
"Kami sedang melarikan diri, maka kita akan pergi!"
Hong Ku sudah tidak sabar:
"Siau-kai, aku ingin mencoba ilmunya, apakah dia
adalah Yu-pian atau Put-pian?"
Wie Kai menggoyangkan tangannya dengan tertawa
menghadang. "Diterima, disembunyikan, ditangkap hidup-hidup atau
menyerahkan mayat kalian, silakan kalian pilih sendiri!"
kata Put-pian-yan-gwa. Wie Kai merentangkan tangannya lebar-lebar.
Hong Kie sudah mencabut pedangnya.
"Aku akan membuatmu tidak bisa meraba peti matimu!"
kata Hong Ku. "Serang!" teriak Leng-ji.
Awalnya Leng-ji dan Hong Ku menghadapi Put-pianyan-gwa.
Wie Kai dan Hong Kie tidak butuh banyak waktu sudah
membereskan 2 anak buah Put-pian-yan-gwa.
Sisa tiga orang masih bisa menahan beberapa kali.
Mereka sangat kompak dalam menyerang musuh.
Kadang Wie Kai menyerang musuh pertama.
Begitu bertukar pandangan, mereka menyerang lagi.
Leng-ji dan Hong Ku di mengeluarkan senjata mereka.
sana terpaksa harus Leng-ji mengandalkan ilmu meringankan tubuh nya
menyerang bagian atas musuh.
Hong Ku dengan ilmu pedang yang ganas menyerang
bagian bawah. Terlihat Put-pian-yan-gwa bukan hanya nama saja.
Sebenarnya orang itu lumayan terkenal dan namanya
pun tidak buruk. Tapi mengapa hari ini dia ingin mengambil keuntungan
dengan memancing di air keruh.
Wie Kai dan Hong Kie mulai serius.
Walaupun 5 anak buah Put-pian menyerang dengan
ganas tapi mereka tetap bisa ditahan.
Wie Kai sudah berlari ke arah Put-pian-yan-gwa.
Hong Kie menyusul dari belakang.
Put-pian-yan-gwa hanya menerima 5-7 jurus tapi tidak
kalah. Tiba-tiba dia naik ke atas dinding dan berkata:
"Anak-anak, pergilah dulu!"
Anak buahnya kalang kabut meloncat melewati dinding
lalu pergi. Hong Kie dan Hong Ku ingin mengejar karena mereka
merasa tidak terima. Mereka tidak percaya dengan bergabungnya 2 orang
tidak bisa mengalahkan Put-pian-yan-gwa.
Tentu saja pikiran mereka sangat masuk akal.
Put-pian-yan-gwa sangat mengetahui kekuatan orang
Eng-hong-pie-ya. "Jangan kejar aku, cepat lari selamatkan nyawa kalian!"
Dia pun terbang pergi. Percaya atau tidak, itu adalah hal lain.
Put-pian-yan-gwa sudah memperagakan meringankan tubuh yang sangat tinggi.
ilmu Di ketinggian 7 tombak pertama dia meloncat kemudian
terbang dengan miring lalu berguling-guling seperti burung
elang. Sangat indah juga terlihat sangat santai.
Sedikit pun tidak terbawa emosi.
Tinggi atau rendahnya ilmu meringankan tubuh bisa
terlihat jelas di sini. "Put-pian adalah Put-pian!" kata Wie Kai.
"Bagaimana kalau dia terus mengganggu kita?" tanya
Leng-ji. "Tidak akan!" jawab Wie Kai.
"Kalau dia melakukannya, bagaimana?"
Wie Kai tertawa dengan santai. Giginya yang putih dan
rapi terlihat jelas, dia berkata:
"Kita akan membuatnya menjadi Yu-pian!" (ada batas).
Leng-ji dan Hong Ku tertawa.
Di hari-hari yang menyedihkan dan sulit Wie Kai tetap
tidak berubah dengan sifat cerianya.
"Apakah kalian tahu, mengapa Put-pian-yan-gwa tibatiba pergi?" tanya Wie Kai.
"Dia tahu kalau lama-lama bertarung dia akan kalah!"
jawab Hong Ku. Wie Kai menggelengkan kepala.
"Dia ingin mencoba kekuatan kita," jawab Leng-ji.
"Tidak," ucap Wie Kai, "dia datang ingin melihat Lengji!"
"Melihatku?" "Benar!" "Mengapa dia ingin melihatku?"
"Semua orang yang sudah mempunyai nama di dunia
persilatan akan tahu kalau di Eng-hong-pie-ya ada seorang
gadis bernama Leng-ji, gadis tercantik di dunia ini, maka
tidak ada orang yang ingin melepaskan kesempatan ini,"
jawab Wie Kai. "Sialan! Sialan! Kau ganti pembicaraan saja!"
"Nona, mungkin kata-kata Siau-kai benar, tapi mengapa
Siau-kai bisa tahu?" tanya Hong Ku.
"Orang yang bisa membaca buku tidak ber-huruf, dia
akan mendapatkan kalimat yang bisa mengejutkan orang,
bisa menjawab pertanyaan sulit, maka bisa dikatakan dia
orang yang paling pintar."
"Kau sudah menjadi setengah manusia setengah dewa,
tinggal menunggu terbang!" kata Leng-ji tertawa.
Matahari akan terbenam terlihat sangat indah.
Cahaya matahari seperti memoles gunung menjadi
warna kuning emas. Sebuah kereta dengan roda kayunya berjalan dengan
pelan di jalan gunung. Dua keledai kurus menarik kereta itu terlihat ngosngosan.
Kusirnya adalah seorang laki-laki berumur 40 tahun
lebih. Leng-ji dan Wie Kai duduk di dalam kereta.
Wie Kai setengah berbaring.
Leng-ji bersandar di pundaknya.
Leng-ji sedang memainkan rambutnya sendiri.
Mereka berdua sedang memikirkan masalah mereka.
Suara kereta yang berderit terus berbunyi. Sangat pelan
membuat orang menjadi cemas.
Di depan kereta duduk Hong Kie dan Hong Ku.
Hong Kie melihat Hong Ku yang duduk di sisinya.
Tiba-tiba Hong Ku melihat Hong Kie, dia melotot
dengan mata besarnya: "Mengapa melihatku?"
"Bagaimana melihatmu?" kalau tidak ada orang yang mau "Aku tidak peduli!"
Hong Kie menatap lurus ke depan, pelan Hong Ku
bertanya: "Apakah kau marah?"
"Tidak, aku tidak akan marah kepadamu!"
"Belum tentu, sewaktu aku bersumpah tidak akan
berbisnis tanpa modal, aku mengulanginya lagi, aku marah
besar!" kata Hong Ku.
Hong Kie terdiam. Memang mereka jarang mengobrol aejak sekarang tapi
mereka saling mengerti. Di dunia ini orang yang paling mengerti Honf Kie adalah
Hong Ku.

Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan orang yang paling mengerti Hong Ku adalah
HongKie. Leng-ji menatap Wie Kai lagi.
Tapi Wie Kai tidak balas menatapnya.
Melihat keadaan itu Hong Ku benar-benar merasa
karena nonanya diperlakukan tidak adil.
Tapi dia sangat menghormati Wie Kai, maka ia hanya
membalikkan kepala dengan sekuat tenaga
Leng-ji membereskan rambut di cambang Wu Kai dan
bertanya: "Apa yang sedang kau pikirkan?"
"Coba kau tebak?"
"Arak atau makanan enak?"
Wie Kai menggelengkan kepala:
"Aku sedang berpikir, bagaimana bisa membuatmu
menjadi dewi?" "Menjadi dewi?"
"Betul! Sebenarnya kau bisa menjadi dewi!"
"Di tempat tinggi sangat dingin, aku tidak mau menjadi
dewi!" "Bila kau sudah menjadi dewi, kau tidak akan selalu
merasa khawatir!" "Sekarang pun aku tidak merasa khawatir."
"Leng-ji, alismu memberitahuku kalau saat ini kau
sedang merasa khawatir."
"Kalau begitu, biar aku menjadi dewi! Kalau kau, kau
ingin menjadi apa?" "Aku" Aku tidak takut mati setelah kenyang makan sinar
matahari dan bulan, aku akan menjadi kuat dan tidak
tembus senjata apa pun, aku akan men-dapat obat dewa dan
menyerah ke dalam tanganmu!"
Leng-ji melihatnya. Wie Kai pura-pura memberi obat dewa kepadanya dan
Leng-ji pun pura-pura menerimanya.
Mereka saling memandang dan pelan-pelan mendekat.
Kesulitan ini benar-benar membuat hubungan mereka
lebih dekat, lebih tenang, juga lebih kuat.
Dua bibir menempel menjadi satu, tiba-tiba kereta
bergoyang dengan kencang.
Setelah bergoyang kereta menjadi miring.
Leng-ji dan Wie Kai berpegangan tangan lalu terbang
keluar kereta. Hong Ku dan Hong Kie juga meloncat.
Ternyata sebuah roda telah terlepas dan menggelinding
turun ke bawah gunung. Kereta pun terguling. Kusir terjatuh, keledai terkejut lalu meringkik. "Apakah
kau terluka?" tanya Wie Kai.
Kusir merangkak berdiri: "Tidak, tapi keretanya hancur! Apa boleh buat!"
Matahari sudah terbenam. Malam akan datang.
"Keretamu adalah kereta tua!"
"Nona, bukan karena keretanya tua melainkan jalannya
terlalu kecil dan penumpang terlalu banyak."
Leng-ji menarik nafas: "Bagaimana kalau kita cari tempat untuk beristirahat?"
Kusir menuntun 2 ekor keledainya.
Wie Kai dan Leng-ji menunggang keledai itu. Tapi Wie
Kai menunggang dengan posisi terbalik, wajahnya
menghadap ke belakang. "Aku benar-benar iri kau bisa selalu ceria!" kata Leng-ji.
"Aku lebih iri kepadamu!"
"Aku?" "Benar!" jawab Wie Kai, "kau mempunyai seseorang
yang ceria yang menjagamu sedangkan aku tidak!"
Leng-ji tertawa. Dia tahu kalau cara duduk Wie Kai seperti itu karena dia
sedang mengawasi keadaan musuh.
Kusir berjalan sambil berkata:
"Di sebelah kiri ada toko, sampai di sana jangan
berteriak, jangan cerewet, uang disimpan baik-baik jangan
sampai terlihat oleh orang lain. Apa yang mereka minta
turuti saja, kau harus pintar!"
"Benar, Lo-heng, kau punya banyak pengalaman!" kata
Wie Kai. "Kalian benar-benar tidak salah mencari orang, aku
menjadi kusir sudah 20 tahun lebih..."
Di depan sepertinya ada toko.
Di toko terdapat lampu. Di sini seperti banyak orang mengawasi.
Ada beberapa orang yang baru lewat.
Tentu saja semua ini tidak bisa membohongi Wie Kai
dan lain-lain. Sudah 20 tahun lebih bekerja seperti ini tapi kusir itu
tetap tidak sadar. Dia seperti tidak salah mencari orang bukan Wie Kai
yang tidak salah mencari orang.
Api di tungku sangat besar.
Di toko itu duduk berbagai macam laki-laki.
Lo-pan-nio (Majikan perempuan) duduk di depan kasir
dia melihat Wie Kai, Leng-ji dan Dua Hong. Dia ingin tahu
siapa tamunya itu, menduga siapa tamunya adalah sebuah
kenikmatan. Walaupun dia perempuan tapi dia perempuan yang
sudah banyak melihat. Dia pernah melihat banyak laki-laki kasar dan ceroboh.
Dia juga pernah melihat orang jahat dari dunia
persilatan. . Tapi dia belum pernah melihat ada perempuan begitu
cantik. Seorang perempuan bertemu dengan perempuan cantik
lainnya akan membandingkan dirinya dengan perempuan
yang ditemuinya. Biasanya dia akan memberi nilai lebih tinggi untuk
dirinya. Dia akan mencari alasan tepat mengapa mem-beri nilai
lebih tinggi. Seperti Lo-pan-nio itu, dia mengaku dia tidak bisa
dibandingkan walau memberi nilai lebih tinggi pun tidak
akan ada gunanya. Kata Kusir pelan-pelan: "Di meja sana ada 5-7 orang, mereka adalah penjahat...
di sebelah sana penjudi... yang lainnya pengangguran...
tukang pukul..." Begitu melihat, terlihat wajah dan pembicaraan mereka,
siapa mereka sebenarnya. "Jangan layani mereka, apa yang mereka kata-kan kita
pura-pura tidak mendengar!" pesan kusir itu.
Di meja bagian penjahat, seseorang melihat kedatangan
Wie Kai dan Leng-ji, mereka seperti pencari pasir emas
yang menemukan pertambangan emas.
Di tempat seperti ini melihat perempuan begitu cantik,
pantas kalau mereka terkejut dan berteriak:
"Saudara-saudara, lihatlah!"
Semua penjahat itu berbarengan melihat.
Seseorang berputar untuk melihat.
Leng-ji dan Hong Ku sedang menundukkan kepala untuk
makan. "Yang besar bagianku," kata penjahat pertama.
"Yang kecil milikku!" kata penjahat ke dua.
Penjahat ketiga ikut bicara:
"Besar atau kecil, semua akan kumakan!"
Mereka tertawa cabul. Wie Kai dan Leng-ji saling berpandangan, orang lain
sangat sulit mengerti apa yang mereka tertawakan.
Orang-oran yang sedang sibuk berjudi mulai bereaksi.
Penjudi pertama meninggalkan meja judi. Dia membuka
mulurnya yang semua giginya kuning, dia berjalan ke depan
meja Wie Kai dan Leng-ji lalu berkata:
"Main-main, ayo kita main judi, malam tidak ada
pekerjaan, mari kita main judi!"
Mereka bertiga tidak melayani, dia tetap makan kacang.
Hanya Hong Kie yang melihatnya.
Pejudi pertama ini mengira Hong Kie tertarik.
Sebenarnya orang yang senang berjudi bukan demi uang,
mereka berjudi karena mereka suka suasana seperti ini,
merekahanya berjudi dan berjudi, Apa lagi setelah melihat
banyak macam alat judi selalu ingin mencobanya.
Penjudi pertama mendekati Hong Kie:
"Mari, mari, kakak ini...."
Hong Kie melihatnya dan tetap diam.
Dia jarang mengeluarkan suara, Saat dia melihat orang
itu, seperti tukang jual membeli binatang, meneliti gigi dan
4 kaki binatang itu, bisa memastikan umur bintang itu
apakah binatang ini adalah binatang yang sehat. Hong Kie
selalu melihat lebih dalam terhadap segala sesuatu.
Kata penjudi pertama itu lagi:
"Mari, mari, tidak perlu sungkan, semua masa-lah hanya
awalnya, kalau kalah paling-paling kalah uang. Uangnya
adalah cek, yang keras adalah uang, semua berada di
sakumu..." Mata Hong Kie sama sekali tidak berkedip, dia tetap
melihat pejudi itu. Orang itu merasa dia tidak berbuat kesalahan.
Dia merasa dirinya tidak bersalah maka dia mulai
merasa risih. Melihat sorot mata orang itu.
Seperti sedang berada di toko barang antik, menemukan
barang antik yang mahal. "Mengapa kau melihat orang seperti itu?"
"Wajah kakak ini terlihat tidak baik, bagaimana kalau
minum dulu supaya terlihat lebih semangat."
Karena terus dilihat oleh Hong Kie dia merasa tidak
nyaman, maka dengan terpaksa melayani orang lain.
Terhadap seorang tamu yang wajahnya hanya terpasang
sebuah hidung itu dia berkata:
"Saudara, wajahmu berkilau mungkin nasibmu akan
mujur, mari kita bermain!"
Orang itu mendorongnya dengan tidak sabar.
Karena dorongan terlalu kencang membuatnya terjatuh.
Kantongnya yang penuh dengan uang dan cek jatuh
berhamburan di bawah. Uang berhamburan di bawah, tuan muda itu pun
membungkukkan tubuh. Penjahat lain berteriak: "Pungut uang yang ada di bawah..." Ada yang berlutut.
Ada yang merangkak ke kolong meja Wie Kai dan Lengji untuk mengambil uang yang
menggelinding ke kolong meja mereka. Seseorang malah berani meraba-raba kaki Hong Ku.
Kaki seorang perempuan adalah bagian terpenting dari
tubuh seorang perempuan. Kaki indah harus panjang dan kurus.
Telapak kaki jangan terlalu lebar juga jangan terlalu
keras sampai terlihat tulang dan urat-uratnya.
Yang pasti jangan terlalu banyak daging atau jari kaki
terlalu pendek. Terlalu kecil atau terlalu besar bukan kaki yang indah.
Telapak kaki pun tetap ada tingkat keindahan-nya. Bisa
dibagi menjadi 9 jenis dan 18 tingkat.
Kaki Hong Ku dan Leng-ji bentuknya hampir sama,
orang yang tidak bisa melihat kecantikan kaki seorang
perempuan benar-benar tidak pantas berkomentar.
Hong Ku sedang makan kacang.
Terhadap situasi orang yang sedang berebut uang, dia
tidak peduli. Tiba-tiba dia terpaku. Dia merasa ada orang meraba kakinya.
Tidak hanya meraba sampai-sampai kakinya dipeluk dan
seakan-akan ingin mencium, seperti akan dijilat.
Mata besar Hong Ku jadi melotot, lalu dia menendang.
Orang itu berteriak seperti anjing yang ekornya terinjak.
Hong Ku tidak akan memaafkan dia dengan mudah!
Kaki sebelahnya menendang lagi, orang yang meraba
kakinya segera roboh dan merintih kesakitan.
Temannya melihat keadaan itu, kepalannya segera
terayun. Tapi kaki Hong Ku sudah melayang.
Yang satu lagi mulai mengeluarkan cakarnya.
Posisi Hong Ku tetap tidak berubah, sebelah kaki
diangkat dia mengait leher orang itu.
Jurus ini membuat lawan tidak bisa bergerak.
Kemudian kaki Hong Ku menendang lagi. orang itu
terbang ke meja lain dan membuat meja itu hancur.
Penjahat, penjudi, dan yang lain mulai menyerang.
Mereka sadar kalau ke empat orang itu adalah orang
yang sulit ditaklukkan. Tapi mereka punya penyakit aneh.
Jika tidak mencoba belum mau percaya.
Pengalaman harus dicari sendiri.
Pengalaman tidak akan diberikan orang lain.
Orang lain juga tidak akan memberikan pengalamannya,
mereka mengira semua itu adalah sesuatu yang royal!
Sebenarnya hal ini sangat biasa.
Tapi ada beberapa pengecualian.
Orang pintar dengan pengalaman orang lain bisa
mengubah kesalahannya sendiri.
Saat orang-orang itu menyerang.
Wie Kai berempat sama sekali tidak meninggalkan
tempat duduk mereka. Yang menyerang akhirnya mundur dengan kepala yang
sudah mengucur darah. Lo-pan-nio terkejut. Perempuan yang membuatnya iri ternyata sangat lihai.
Yang menyerang dengan kencang akan terbanting
kencang. Yang menyerang dengan pelan maka orang itu pun akan
terbanting pelan. Yang tidak menyerang pasti tidak akan terbanting.
Saat mereka sedang sibuk, dari ambang pintu masuk


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seseorang. Lo-pan-nio segera berdiri dan memanggil: "Tuan Houw!"
Kusir kereta berkata dengan suara rendah: "Kim-houw."
(Harimau emas). Dari nada bicara kusir dan ekspresi nyonya majikan bisa
ditebak orang yang baru masuk yang berumur sekitar 35-36,
berbaju rapi bernama Kim-houw pasti orang nomor satu di
daerah sini. Di belakangnya mengikuti 4 laki-laki tegap.
Perkelahian segera berhenti, hanya terdengar suara orang
bernafas ngos-ngosan. Penjahat, penjudi, dan lain-lain segera mundur ke pinggir
dengan hormat dan membungkukkan tubuh lalu
memanggil: "Tuan Houw!" Hong Kie berdiri tidak bergerak.
Sampai sampai dengan sorot mata seperti penjudi tadi
melihat Kim-houw. Tentu saja dia tidak membungkukkan tubuh. Tapi Wie
Kai memaksanya membungkukkan tubuh dan dengan pelan
berkata: "Ikuti mereka!"
Sikap Kim-houw sekarang sangat mirip Seng Kong-kong.
Dia lewat di depan semua orang.
Dia melihat satu per satu orang yang ada di sana, seperti
sedang ke tempat pelacuran dan menilai perempuan di
sana. Saat Kim-houw lewat di depan mereka karena tegang
kusir itu tersedak. "Ada apa?" kata Kim-houw sambil menoleh.
"Tidak... tidak ada apa-apa." Kusir itu gemetar.
Tapi saat itu Kim-houw sudah melihat Leng-ji.
Dia seperti sedang menyalahkan dirinya mengapa tadi
tidak melihat ada yang istimewa, dia kembali dan
mengangkat dagu Leng-ji. Kim-houw menyipitkan mata:
"Cantik sekali!"
Leng-ji menggeser "Lumayan!" tangannya menjawab dingin: Hong Kie sudah bergerak. Tapi Wie Kai dengan isyarat mata melarangnya.
"Bawa dia pergi!" perintah Kim-houw.
Tiba-tiba Wie Kai memohon:
"Tuan, mohon maaf! Dia salah bicara dan membuat
Tuan marah, dia adalah istriku..."
Leng-ji melotot kepadanya.
Wie Kai terlihat bersikap lebih rendah:
"Istriku sudah tidak sopan, tapi isrtiku adalah perempuan
baik-baik..." "Aku suka istrimu!" kata Kim-houw.
"Kau suka apa pun silakan, tapi tidak boleh suka pada
istriku! Apa pun akan kuberikan. Tuan, mohon maaf!"
Sambil bicara dia mengambil senjata mereka sampaisampai kipas lipat raksasa
miliknya pun di-taruh di atas
meja. Di atas kipas lipat itu tertulis Eng-hong-pie-ya.
Kim-houw terkejut sebab ke empat kata itu benar-benar
mempunyai kekuatan luar biasa.
Semua orang yang ada di sana terkejut.
Kim-houw siap bertarung, golok dilempar sekaligus
memberitahu bahwa dia adalah Kim-houw.
Di tengah-tengah udara Hong Ku menyambut golok
yang dilempar tadi. Tiba-tiba Kim-houw menjadi tenang. Kim-houw sudah
terbiasa bersikap seenaknya, dia juga disayang anak
buahnya, maka dia salah menilai dirinya sendiri.
Dia mengira dia benar-benar orang nomor satu di dunia
ini. Dia juga salah menafsirkan dirinya.
Kalau salah menafsir musuh paling-paling dia akan
terlihat lemah atau penakut, tapi salah menafsir dirinya
mungkin akan membuat dia mati.
"Kalian datang tepat waktunya! Mungkin rejeki ku sudah
datang! Emas sebanyak puluhan ribu tail sebagai hadiah
akan membuatku senang! Terima kasih untuk kalian
berdua!..." Orang pertama yang diserang oleh Kim-houw adalah
Hong Kie dan Hong Ku. Awalnya dia terlihat sangat pemberani.
Karena dia adalah Tuan Harimau.
Pelarian seperti mereka baginya adalah masalah kecil!
Setelah beberapa kali bertarung, dia terpukul oleh Hong
Kie. Kemudian disapu oleh Hong Ku.
Apalagi ke empat anak buahnya adalah orang-orang
pemberani. Maka mereka mengeluarkan cakarnya pada Wie Kai dan
Leng-ji. Jika majikannya sombong dan tidak tahu diri, anak
buahnya tantu orang buta yang tidak tahu sepert apa bentuk
golok! Empat laki-laki segera menjadi sasaran pukulan dan
tendangan. Majikan dan ke empat anak buahnya dengan cepat
mengerti: "Orang yang berani melarikan diri dan mengkhianati
Eng-hong-pie-ya, pasti mempunyai ilmu hebat.
Menyesal adalah perasaan paling menyakitkan.
Biasanya rasa menyesal mewakili perasaan
tertolong atau sudah terlambat untuk ditolong.
tidak Sekarang Kim-houw dan ke empat anak buah-nya sudah
dikepung. Seperti binatang yang bertarung di dalam kurungan.
Kim-houw dan 4 anak buahnya berada dalam kurungan
itu. Hong Kie dan Hong Ku terus beraksi.
Wie Kai dan Leng-ji tertawa di pinggir.
Karena Tuan Harimau sekarang sudah menjadi Tuan
Kucing. Tiba-tiba Kim-houw berkelebat ke belakang setelah bisa
melarikan diri dia tertawa terbahak-bahak.
Tapi ke empat anak buahnya yang terkurung akhirnya
roboh. Kim-houw kembali dikurung oleh Hong Kie dan Hong
Ku. Hong Kie menghajar di sebuah meja panjang. Baru saja
dia berdiri Hong Ku sudah menghajarnya lagi.
Kemudian Hong Kie menghajar lagi. Wie Kai tertawa
kepada Leng-ji: t "Tidak ada apa-apanya!"
Leng-ji tertawa. Sekarang, wibawa Tuan Harimau sudah habis.
Terakhir Hong Kie merobohkan dia, sebuah meja besar
telah menindih tubuhnya. Sekarang dia hanya bisa meongmeong.
Sekarang dia hanya seekor kucing.
Wie Kai menuntun Leng-ji dan berkata: "Mari kita pergi
dari sini!" Sewaktu mereka berjalan keluar. Kim-houw
menyerang lagi, dia merasa malu. Wie Kai menghindar,
Kim-houw berada di dekat pintu.
Terjepit oleh pintu kemudian pintu dibuka kembali oleh
Wie Kai. Kim-houw yang ada di balik pintu tampak kedua
matanya menjadi hitam seperti memakai kaca mata riben,
kemudian dia terjatuh dengan posisi lurus.
Empat orang itu tertawa terbahak-bahak.
Kata Lo-pan-nio: "Tuan, tokoku adalah toko kecil, sekarang aku rugi
besar..." Wie Kai segera mengeluarkan
melemparkan ke atas meja:
uang perak "Barang yang rusak kami ganti, apakah itu cukup?"
dan "Cukup... cukup!..." Lo-pan-nio tertawa. Bola mata
hitam, uang perak putih. Dia tertawa sebab uang
penggantinya ber-lebihan. Hanya ada satu hal yang dia
lupakan, bagai-mana kalau Kim-houw sudah sadar"
?o0dw0o? BAB II Wie Kai, Leng-ji, Hong Kie, Hong Ku sedang berjalan.
Di bawah terik matahari mereka terlihat lelah.
Hong Kie dan Hong Ku berjalan di depan.
Mereka menjadi mata tajam semua orang.
Wie Kai memapah Leng-ji, ini satu-satunya cara yang
bisa dia lakukan untuk Leng-ji.
Tapi Leng-ji menolak dipapah Wie Kai.
Sikap anggun dan sucinya terlihat, dari luar dia terlihat
lembut tapi sebenarnya beradatkeras.
Kata Wie Kai: "Ada sebuah tempat, kau pasti suka!"
Leng-ji melihat sebuah pohon di sebuah batu besar,
katanya: "Kalau kau bisa membiarkanku beristirahat sebentar, aku
akan menyukai tempat itu."
"Benar, aku tidak berbohong kepadamu!" Lalu dia tetap
memapah Leng-ji duduk. Di kuil La-ma Penjagaan di sana sangat ketat. Di kamar rahasia.
Putri raja Kao Tong berhias cantik juga mewah. Dahinya
dipasang mutiara mahal, memakai gelang giok mahal pula.
Bajunya tipis tidak bisa menutupi dadanya yang montok.
Dengan cemas dia terus berjalan mondar mandir di
dalam kamar. Seng Kong-kong berdiri dekat dinding melihat dengan
penuh konsentarsi. Sebuah peta besar tergantung di sana.
"Apakah benar mereka berada di sana?" tanya putri raja
kao Tong. "Benar, aku tidak berbohong!"
Berjalan. Berjalan melewati gunung dan air. Mereka terus
bersembunyi dan menghindar. Senar hati selalu kencang.
Alis selalu dikerutkan. Mereka berempat sedang berjalan, Hong Ku dan Hong
Kie selalu berada di depan.
Setelah berkecimpung di Eng-hong-pie-ya dan berkelana
di dunia persilatan selama beberapa tahun, mereka sudah
mendapat banyak pengalaman. Maka saat akan dilakukan
eksekusi mereka dengan teknik tinggi bisa melarikan diri.
Sekarang mereka berjalan di sebuah jalan kecil.
"Di mana ada pohon hijau, ada air, kita bisa mendengar
suara kecapi, bisa mendengar suara hujan, juga bisa saling
berpandangan selama satu hari penuh! Ada sebuah rumah
besar bisa menampung anak kita hingga 1.000 orang!"
"Ku rasa karena dikejar-kejar Seng Kong-kong, kau jadi
terkejut dan sakit!" kata Leng-ji tertawa.
"Ini adalah pikiranku!"
"Betulkah pikiranmu" Sungguh baik!"
"Saat Coh-coh membawa pasukannya berjalan, prajurit
sudah sangat kehausan dan tidak ada air minum! Maka
Coh-coh berkata, 'Prajurit-prajuritku, bersemangatlah, di
depan ada pulau!'." kata Wie Kai.
Leng-ji tertawa. "Apakah Wie Kai begitu ceria dan masa bodoh?" Atau
dia hanya nekad. Apakah dengan modal nekad berarti semua masalah
tidak dipedulikan. "Aku benar-benar iri dengan jiwa besarmu!" Wie Kai
tertawa: "Jiwa besar tidak akan ada, Kong-hu-cu seorang pelajar
terkenal dari Tiongkok kuno, selalu menasehati harus rajin
belajar, marga Cie juga menasehati orang. Setelah mati baru
bisa mengambil keputusan, bukan-kah semua mengandung
makna?" Leng-ji melihat Wie Kai, dia merasa Wie Kai adalah
orang yang berpikiran dalam, berjiwa besar, masa bodoh.
Eng-hong-pie-ya tetap seperti biasanya.
Yang tidak sama hanyalah panggung eksekusi sudah
dibongkar. Darah yang berceceran sudah dibersihkan.
Tapi bagi Seng Kong-kong dan putri raja Kao Tong
panggung eksekusi tidak akan dibongkar.
Mereka tetap akan membangun kembali panggung
eksekusi dan membuat alat eksekusi itu berdarah.
Di dalam kamar Shen Kong-kong.
Hening tidak ada sedikit suara pun terdengar.
Putri raja Kao Tong duduk di sisi.
Bagi orang yang mengejar dan orang yang menghindar
sama-sama merasa tidak enak.
Jika orang yang mengejar tidak mendapatkan hasil, dia
akan marah dan akan terus mengejar. Sedangkan orang
yang dikejar harus menginap dan makan di dalam hutan,
keadaan mereka hampir sama.
Alis putri Kao Tong selalu berkerut.
"Apakah mereka bisa bertahan hidup di dalam hutan?"
tanya putri Kao Tong. Tiba-tiba putri Kao Tong berdiri:
"Dua orang itu harus mati kelaparan!"
Kalau saja dia mempunyai kekuatan seperti dewi, katakatanya akan menjadi
kenyataan. Mungkin Leng-ji dan Wie
Kai sudah puluhan kali bahkan ribuan kali mati kelaparan.
Orang yang membenci orang lain yang
dampaknya pertama kali adalah dirinya sendiri.
terkena Membuat orang kelaparan sampai mati sangat sulit.
Sekalipun di gunung atau di tempat gundul tetap akan


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti itu. Asal ada kaki dan tangan, mental yang kuat, maka
selamanya tidak akan mati kelaparan.
Sekarang Wie Kai, Leng-ji, Hong Kie, juga Hong Ku
sedang berburu. Hong Ku dan Leng-ji satu kelompok.
Hong Ku menyalakan api untuk membakar rumput
kering. Kemudian rumput kering itu dimasukkan ke dalam
sarang kelinci. Tentu saja sarang kelinci tidak hanya terdiri dari satu
lubang keluar. Leng-ji berjaga-jaga di mulut lubang yang lain, ternyata
kelinci keluar dari sana.
Leng-ji dengan senang akan menangkap kelinci itu dan
menyerahkannya kepada Hong Ku.
Tapi waktu itu Leng-ji dan Hong Ku berteriak, sebab dari
lubang itu keluar seekor babi hutan, mereka terpeleset
hingga jatuh. Dengan bergotong royong mereka menangkap babi
hutan itu sambil tertawa.
Ingin membuat orang ma ti kelaparan tidak mudah
Api sudah dinyalakan. Leng-ji sedang membakar ubi.
Hong Kie dan Hong Ku membuat jangka ber-kaki tiga
untuk memanggang babi. Babi hutan kecil itu sudah matang, harumnya menyebar
ke mana-mana. Wie Kai sedang berpikir. Dia juga bisa diam. Juga bisa serius.
Orang yang biasanya ceria dan masa bodoh begitu
mereka berpikir, lebih dalam dari orang biasa.
Malam di gunung itu. Mulai dari awal pelarian mereka. Malam tiba dan
matahari terbit, sudah mereka alami beberapa kali.
Wie Kai mendekat. Dia duduk di sisi Leng-ji lalu menarik tangan-nya.
Leng-ji ingin menarik tangannya tapi dipegang sangat
erat oleh Wie Kai. Di pergelangan Leng-ji ada yang terluka.
Wie Kai melihat wajah Leng-ji yang terlihat lelah.
"Kalau tidak ada aku, kau tentu akan merasa lebih baik!"
Wie Kai mengeluh. "Jika tidak ada kau, semua tidak akan menjadi lebih
baik!" jawab Leng-ji sambil menatapnya.
Semua masalah berkelebat kembali.
Seseorang jika sedang tidak senang hati, dia akan
mengenang masa lalunya. Dengan penuh kasih sayang Wie Kai melihat Leng-ji.
Jika semua bahaya dan kesulitan bisa di-tanggung
olehnya, dia tidak akan ragu menanggung-nya.
"Kalau aku tidak masuk neraka, siapa yang akan
masuk?" Sekarang dia mengira dia sudah mempunyai keberanian
memikul semua beban ini tidak kalah dengan dewa tanah.
"Leng-ji, mengapa dulu kita bisa masuk Eng-hong-pieya?"
"Karena kita tidak punya orang tua dan karena ingin bisa
ilmu silat, juga ingin terkenal!"
"Mengapa kita melanggar hukum?"
"Mengapa bertanya padaku" Tapi aku tidak membenci
Seng Kong-kong, aku hanya tidak mengerti mengapa dulu
kita pernah mengampuni orang yang melangar hukum, tapi
saat giliran kita tiba kita malah harus dipenggal?"
Wie Kai sedang berpikir serius.
Dia melihat Leng-ji lagi.
Dia seperti sudah mendapatkan jawaban atau sudah
lama mengetahui sebab-sebabnya.
"Apakah kita harus terus seperti ini?"
"Bisa lewat sehari ya kita lewati!" kata Leng-ji.
"Orang hidup tidak bisa seperti ini terus!"
Orang memang tidak bisa hidup seperti itu.
Kalau terus seperti itu bukan manusia nama-nya.
Hanya binatang, ular, Atau kelinci selalu bersembunyi di
tempat gelap dan terpojok.
Tiba-tiba Wie Kai berdiri.
Dia berpikir sebentar lalu ubi yang hampir matang
ditendangnya. Ubi terguling dan mengeluarkan bau harum yang enak.
"Ada apa denganmu" Ubi itu hampir matang!" seru
Leng-ji. Wie Kai seperti tidak mendengar teriakan Leng-ji, dia
juga tidak pernah seserius sekarang.
Dia berlari ke arah Hong Ku yang sedang memanggang
babi hutan. Tanpa ragu dia menendang jangka untuk memanggang
daging. Daging hampir matang, dia membentak:
"Jangan bakar lagi!"
"Mengapa?" Hong Ku bertanya terkejut.
Tidak pernah Wie Kai serius seperti sekarang, dia
berteriak: "Hong Kie!" Hong Kie yang sedang berjaga dan melihat situasi
tampak menoleh. Hong Kie selalu serius dan juga diam.
Sekarang dia dengan terkejut melihat Siau-kai.
Dia tidak melihat alis dan mata Siau-kai yang mendekat.
Dia juga terkejut. Wie Kai melayangkan tangan:
"Mari, kita pergi minum arak!"
Panggung gembira tidak begitu besar. Kecuali panggung
yang dipakai raja, panggung itu termasuk lumayan juga.
Di luar dan di dalam digantung lampion besar dan
bundar. Di panggung tercium bau uang.
Wie Kai sedang minum arak di depan panggung.
Leng-ji sedang menari dengan indah.
Tarian 4 gadis lain bila dibandingkan dengan-nya sangat
berbed a jauh. Langkah-langkah Leng-ji sangat mantap dan tidak seperti
langkah-langkah penari lain.
Seorang perempuan yang ada di balik panggung berkata:
"Kau menari begitu bagus, kau boleh datang membantu
di sini setiap hari!"
Hong Ku yang ada di belakang panggung pelan-pelan
berkata: "Kalau setiap hari datang, mungkin panggung akan
kacau." "Kau belajar kepada siapa tarian seperti ini?"
"Orang luar negeri," jawab Hong Ku.
"Orang luar negeri?"
"La-ma!" jawab Hong Ku.
Mata Wie Kai yang sedang mabuk tampak terbuka,
dalam penglihatannya, di atas panggung semua gadis
adalah Leng-ji. Di mata Wie Kai yang sedang mabuk, khayalan masa
lalu seperti mimpi. Mereka berpacaran dengan malu-malu. Suatu malam.
Dia memanjat dinding asrama perempuan, mencuri lihat
La-ma yang sedang mengajar Leng-ji menari.
Tarian itu adalah tarian di mana sekarang dia sedang
menarikannya. Dia berjongkok di atas genting hampir ter-peleset jatuh.
Mereka berlatih silat bersama-sama dengan rajin di
bawah pengawasan Seng Yan-kong.
Mereka sangat lelah berlatih tapi mereka rajin.
Perlakuan Seng Yan-kong pun keras, maka dasar ilmu
silat mereka sangat kuat.
Tapi begitu Seng Yan-kong pergi, Wie Kai akan
memeluk dan menciumnya. Mereka bermain bersama. Di hutan setiap kegembiraan sulit dilupakan.
Tiap pagi dan malam, seperti khayalan mimpi.
Leng-ji yang berada di atas panggung bagaikai orang
mabuk juga bagaikan orang dungu.
Dia seperti tenggelam pada masa lalunya.
Dari masa lalu terentak kembali ke kehidupan nyata.
Inilah kesedihan terbesar dan paling mengecewakan.
Seperti sebuah perahu yang dipotong tiang layarnya dan
perahu yang dayungnya patah, mereka hanya bisa
mengikuti arus gelombang.
Malam semakin larut. Orang sudah mabuk. Hati pun
ikut mabuk. Langkah-langkah tidak teratur dan terhuyung-huyung,
apakah bisa membuang kekhawatiran yang baru dan
kebencian yang lama"
Hati Wie Kai digerogoti oleh kesedihan yang tidak
terkira. Sewaktu mereka turun dari panggung.
Di jalanan sudah tidak ada seorang pun.
Lampu berloncatan, langit bersih seperti sudah dicuci.
Wie Kai memapah Leng-ji, mendengar suara langkah
mereka. Hong Kie dan Hong Ku berada di depan.
Sorot mata yang tajam dan lincah, melihat jalan dan
gang yang gelap. "Apakah tarianku tadi bagus?" tanya Leng-ji.
"Baik... tapi menyedihkan!"
"Mengapa menyedihkan?" Leng-ji tertawa kecut.
"Maksudku itu hanya dalam pikiranku!" jawab Wie Kai
sambil tertawa mabuk. "Bersemangatlah, di depan ada pulau!"
Bagi mereka berdua di depan memang ada pulau.
Wie Kai menari terhuyung-huyung,
menyanyikan sebuah lagu sambil menari.
dia juga Empat orang itu menghilang dalam kegelapan.
Dalam kesulitan mencari hiburan akan timbul perasaan
lain. Tiba-tiba seseorang turun dari atas, dia membacok
pundak Wie Kai dengan goloknya, bajunya sobek dan
daging di pundaknya terluka.
"Leng-ji." Wie Kai berteriak.
Sampai kapan pun dan di mana pun, walaupun berada
dalam bahaya, yang dia perhatikan adalah Leng-ji.
Leng-ji tidak bisa dibandingkan dengan nyawanya.
Leng-ji mendengar teriakan ini, dia segera terbang pergi.
Tadinya dia ingin ke sisi Wie Kai tapi dihadang oleh
beberapa orang. Dia terus mengeluarkan tendangan kuat untuk
melepaskan diri dari serangan telapak yang mengurung.
Walaupun musuh terus menyerangnya tapi ilmu
meringankan tubuh Leng-ji sangat tinggi, dia terus bergerak
sambil memperhatikan Siau-kai.
Dia terus menarik perhatian.
Saat Leng-ji berlari mendekati Wie Kai, dia tampak
terluka dan hampir tidak kuat bertahan lagi.
Sebenarnya hal itu karena dia terlalu banyak minum
arak. Pedang Hong Kie terus mengeluarkan jurus-jurus aneh.
Pedangnya berkelebat di antara senjata-senjata seperti
membangun rumah. Dia benar-benar pemberani, musuh yang terluka terus
bertambah tapi dia tetap belum mundur.
Mereka mengira dengan darah dan daging bisa ditukar
dengan uang yang jumlahnya puluhan ribu tail emas dan itu
sangat pantas. Tapi mereka tidak tahu saat mereka menukar dengan
emas, apa akibatnya"
Dua pedang Hong Ku terus berkesiur.
Cahaya pedang berkelebat, darah panas terus
menyembur, tersungkur, meloncat, berdiri, lalu terbang lagi,
kemudian tersungkur lagi, begitu terus-menerus.
Keadaan sangat berbahaya. Mereka tidak tahu keadaan
lawan. Tiba-tiba dari dalam kegelapan ada yang
membentak: "Leng-ji!" Leng-ji terpaku, belum jelas dia melihat. Kao Kou dari
dalam kegelapan meraung: "Siapkan api!"
Beberapa titik api tampak dibakar. Kao Kou berdiri di
tengah-tengah puluhan api itu, api berkobar-kobar.
Pelan-pelan dia mendekati Leng-ji.
Melihat atau tidak sama saja.
Hanya ada seorang pembunuh rendahan dan berbaju
bagus. "Kau sungguh berani!
perempuan," kata Kao Kou.
Sebenarnya kau seorang "Betul, aku memang seorang perempuan."
"Mungkin Seng Kong-kong tidak ingin memenggal
kepalamu, tapi buat aku, tidak akan ragu-ragu?" Kao Kou
tertawa sinis. "Setelah menepis pun aku tidak akan melihatmu lagi!"
kata Leng-ji. "Suamimu benar-benar baik! Dari awal aku sudah tahu!"
kata Kao Kou. "Betul, dia baik, demi dia aku hidup dan demi dia aku
mati!" "Julurkan kepalamu!"
Wie Kai menyiram air ke wajahnya. Dia lebih sadar lagi.
Dia kembali menjadi seorang pemberani, kipas lipatnya
menyapu. Satu per satu musuh berteriak mayat yang
bergelimpangan di bawah terus bertambah, tapi dewa
kematian melewatinya. Leng-ji lebih berani dan ganas, dia berbeda dengan
biasanya. Dia tahu siapa Kao Kou. Dia kaki tangan yang paling dibencinya.
Pedang Hong Kie menjadi merah, sama merah dengan


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

matanya. Dua pedang Hong Kie terus bergerak, kalau bisa dia
ingin langsung menusuk jantung lawan, tidak akan
menyerang tempat lain. Lawan yang mati terlalu banyak.
Akhirnya topi Kao Kou tersabet oleh kipas lipat Wie
Kai. Bagaimana kalau kepalamu tersabet separuh"
Terpaksa sementara Kao Kou menarik diri untuk
menyerang nanti, dia sangat mengerti tentang hal ini.
Datang seperti angin pergi seperti petir, tidak lama
kemudian jalan di sana kembali sepi.
Hanya terlihat mayat-mayat dan api yang belum
dipadamkan. Hujan gerimis. Angin berhembus sepoi-sepoi. Dari balik kabut terlihat
ada gunung. Seperti sebuah lukisan yang sangat
menyedihkan. Dalam sebuah rumah terdengar suara Wie Kai: "Sedang
melihat apa sampai begitu asyik?"
"Suara hujan..."
Wie Kai dan peristirahatan. Leng-ji sedang duduk di rumah Mereka berhadapan tapi tidak bersuara. Malam
bertambah larut. Kekhawatiran semakin bertambah.
Pelarian tanpa tujuan, membuat jiwa dan raga terasa
lelah. "Dalam suara hujan itu, kau mendengar apa?" tanya Wie
Kai. "Saat sedang sulit bisa menengar ada suara yang
menghibur!" jawab Leng-ji.
"Menghibur akan membuat orang menjadi lemah!"
"Dengan tenang bisa mendengar bahaya."
"Bahaya bisa membuat orang waspada!" Wie Kai
bersandar ke tiang rumah. Dari sisi genteng, air hujan terus
menetes, air seperti menetes ke dalam hati mereka. Leng-ji
mendekat. Mereka saling berpandangan, saling berpeluk-an, tanpa
suara. Apa yang ingin mereka katakan dari sorot mata masingmasing, semua bisa terlihat.
Hong Kie berjaga di tempat jauh. Hong Ku sedang
membuat makanan. Mereka tidak berani menyalakan api.
Sebab bahaya ada di depan mata. Mereka bisa
merasakannya. "Kau lelah! Siau-kai, jangan banyak pikiran, kau dengar
itu!" kata Leng-ji lembut.
Hujan turun di atas pohon, di atas rumput dan di atas
genangan air. Apakah gunung ini kosong"
Tidak! Mereka tahu itu, gunung tidak akan kosong, lalu
ke manakah perginya binatang-binatang buasnya"
"Aku sudah dengar!" kata Wie Kai. Sebenarnya dia tidak
mendengar apa-apa. "Apa yang kau dengar?"
"Detak jantungmu!"
"Kau selalu begitu!" Leng-ji tertawa, dia jarang tertawa
Wie Kai memeluknya. Suara petir terdengar.
Akhirnya petir membuka layar pertumpahan darah.
Hanya sebentar angin berhembus kencang hujan turun
dengan derasnya. "Ada orang!" teriak Hong Ku.
Hong Kie dan Hong Ku berlari dengan cepat kerumah.
Mereka hidup demi nonanya dan Siau-kai, tidak pernah
mengomel juga selalu setia.
Enam orang pembunuh. Masing-masing datang dari atas, di atas pohon, dan di
atas genting rumah, lalu turun menyerang.
Mereka mengelilingi rumah itu.
Walaupun ada angin dan hujan, tetap bisa terlihat kalau
orang yang datang berbaju sangat cerah.
Pelan-pelan Wie Kai bertanya:
"Apakah kau mendengar ada bahaya datang"
Di atas jurang berdiri seseorang, dia mem-bentak dengan
keras: "Keluar!" Wie Kai dan Leng-ji keluar dari rumah itu. Mereka
mengangkat kepala melihat orang yang membentak tadi.
Orang itu memakai baju merah seperti nelayan. Di
pinggangnya terselip senjata, dia adalah ketua dari 3
propinsi bernama Yu Tai-jin.
Leng-ji dan Wie Kai saling menatap dan sama-sama
berkata: "Kami menemui ketua 3 propinsi Yu Tai-jin!"
"Kalian telah berbuat dosa, tangkap mereka..."
Enam pembunuh sudah menyerang mereka.
Hong Kie dan Hong Ku masing-masing menghadapi 3
orang. Leng-ji dan Wie Kai naik akhirnya yang datang telah
datang. Angin dan hujan terus turun.
Membuat pandangan jadi kabur.
Wie Kai dan Leng-ji dihadang oleh beberapa orang.
Terlihat mereka hanya terdiri dari beberapa orang saja.
Pertarungan kali ini lebih hebat dari per-tarungan
manapun. Karena mereka datang dengan rencana
menggunakan siasat memisahkan mereka berempat.
dan Karena dengan memisahkan mereka kekuatan nereka
akan berkurang. Wie Kai terus menyerang, dia berharap bisa berkumpul
dulu dengan Leng-ji baru mencari Hong Kie dan HongKu.
Air hujan mengguyur kepala dan wajahnya, apakah itu
air hujan atau keringat"
Sekarang dia bisa melihat Leng-ji.
Dengan cepat dia menyapu, menyapu jatuh satu dan
memaksa 2 orang mundur. Dia sudah berada di sisi Leng-ji.
"Kita pasti akan mati!" kata Leng-ji.
"Jangan memakai cara keras melawan keras!"
"Mana Hong Kie dan Hong Ku..."
Wie Kai menendang salah satu orang itu
Dia jatuh di atas batu dan tidak bergerak lagi, lawan
memang sadar tidak bisa melawan tapi tetap saja mereka
datang menyerang! Mereka berdua sekali lagi terpisah.
Lawan terus menambah orang untuk mengisi orang yang
telah mati. Di tubuh Wie Kai bertambah 2 luka lagi.
Melihat lukanya dia teringat pada keadaan Leng-jiDia berlari sambil membunuh
lalu bergeser ke arah Leng-ji yang berdiri tidak jauh darinya.
Yu Tai-jin sudah berdiri di pondok itu.
Dia seperti tidak terpikir, 2 ikan kecil itu akan begitu sulit
ditangkap. Dia mengira kalau datang sendiri akan lebih mudah
menangkap mereka. Sampai-sampai pernah terpikir cara mengambil hadiah
yang jumlahnya mencapai puluhan ribu tail emas itu.
Uang emaskah" Atau Cek"
Keadaan Hong Kie makin berbahaya. Luka di tubuhnya
terus bertambah. Dia lebih memperhatikan Hong Ku, dia ter-pisah dengan
Hong Kie sampai sekarang belum melihatnya, Wie Kai dan
Leng-ji mendekat. "Mana Hong Ku?" tanya Wie Kai.
"Hong Ku... Hong Ku...." Teriak Leng-ji
Teriakannya sedih, penuh perhatian serta perasaan akrab
dan perasaan seperti saudara.
Perasaan ini melampaui hubungan sebagai saudara
kandung. Susah bersama, Senang bersama. Hidup bersama.
Wie Kai tahu bagaimana perasaan Hong Kie sekarang.
Sebab dari caranya bertarung, dia hanya ber-tahan dan
tidak menyerang. Lama tidak melihat Hong Ku, tidak terdengar suara
orang bertarung, apakah Hong Ku meninggalkan , mereka
untuk mengejar musuh"
Hati Wie Kai dan Leng-ji serasa tenggelam.
Mereka mempunyai firasat buruk.
Hujan masih mengguyur bumi.
Petir masih terus menyambar-nyambar. Dalam sambaran
petir gunung mulai terang.
Tidak terlihat ada Hong Ku, hanya terlihat lawan datang
secara berkelompok. Leng-ji masih terus berteriak: "Hong Ku...Hong Ku..."
Suaranya bergetar tertiup angin, benar-benar , membuat
patah hati orang yang mendengarnya.
Tiba-tiba dari jauh ada seseorang berlari. Ternyata dia
adalah Hong Ku. Mantelnya sutra hitam dan...
Hong Ku menundukkan kepala sambil berlari. Mereka
bertiga benar-benar merasa senang, Hong Ku adalah
perempuan pintar juga lincah.
Mereka berempat tidak boleh ada satu pun yang "
tertinggal. Karena mereka keluar dari Eng-hong-pie-ya dengan sulit.
Keluar dari sela-sela telapak tangan Seng Kong-kong.
Mereka bertekad tidak akan terpisah. Selamanya tidak
terpisah. Sampai-sampai mereka mempunyai pengertian secara
implisit, berpisah yaitu berpisah secara maut.
Orang yang berlari ke sana masih merundukkan kepala,
tapi dia berlari semakin kencang.
"Hong Ku..." teriak Hong Kie. Tapi yang datang segera
menyerang Hong Kie dengan pedangnya.
Untung Hong Kie sangat lincah, kalau tidak serangan
tadi pasti sudah menembus jantungnya.
Ternyata orang itu bukan Hong Ku.
Walaupun serangan pedang tadi tidak menancap ke
jantungnya tapi membuat Hong Kie terluka.
Tubuh orang itu serta wajahnya sedikit mirip dengan
Hong Ku, dia memakai baju Hong Ku tapi dia seorang lakilaki.
Hancurlah hati ketiga orang itu.
Apalagi Hong Kie, suaranya sampai parau. "Hong Ku...
Hong Ku..." teriaknya. Walaupun Leng-ji dan Wie Kai
tidak berteriak tapi hati mereka berteriak sampai parau.
Dalam hati mereka mempunyai satu pendapat. Tapi
pendapat itu dikeluarkan oleh mulut Leng-ji: "Hong Ku
sudah mati..." Leng-ji seperti orang sudah gila, dia terus bertarung.
Dia ingin mencari Hong Ku.
Dia berteriak, meloncat dan membunuh...
Sekarang tidak ada lagi yang disebut melepas-kan salah
satu musuh di depan matanya.
Orang yang mengepung mereka tidak ada yang mundur
kecuali tersingkir. Wie Kai tahu kalau terus bertarung, akan tidak
menguntungkan mereka. Dia adalah tipe orang kapan pun dan dalam keadaan
sangat bahaya bisa tenang berpikir.
Bertarung terus mungkin bisa membunuh lebih banyak
musuh, tapi bila lawan bertambah lagi dalam jumlah
banyak, apa akan terjadi"
Akibatnya sulit dibayangkan.
Kejujuran dan sikap ceria Hong Ku tidak pernah hilang
dari hati mereka. Kalau mereka bertiga tertangkap bukankah pengorbanan
Hong Ku akan sia-sia"
Wie Kai membentak, dia seperti dewa yang turun dari
langit. Sambil berputar dia berhasil membunuh 3 orang dan
membuat 2 orang terluka berat.
"Ayo kita pergi dari sini!" teriaknya
"Tidak!" jawab Leng-ji.
"Pergi dari sini!" teriaknya lagi.
Bersamaan waktu dia dan Hong Kie menarik Leng-ji dan
berguling-guling turun ke bawah gunung.
Pertumpahan darah jadi berhenti.
Kalau bukan karena mati pasti terluka.
Orang yang terluka merasa takut.
Perbandingannya adalah 40:4.
Sekarang yang sempurna hanya 4 orang, yang mati dan
terluka adalah pesilat kuat dari kelompok mereka.
Mereka sudah tidak ada tenaga untuk mengejar.
Karena orang yang terluka harus ditolong.
Dengan marah Yu Tai-jin berlari ke sisi jurang sambil
menghentakkan kaki. Dia melihat ke bawah gunung yang gelap.
Seperti di lautan luas, 3 ekor ikan kabur dengan
menyobek jala, kabur entah ke mana!
Dia meraung dan meraung lagi:
"Begurau! Mereka kabur! sungguh bergurau!"
Siapa bilang ini bukan bergurau"
40 lawan 4, sebelum datang ke sana dia masih berpikir,
bila mendapatkannya dia akan meminta hadiahnya kepada
Seng Kong-kong. Uang atau cek, lebih gampang.
Hujan bertambah besar. Angin seperti sedang meraung dan marah.
Kilat seperti gunting raksasa, menggunting l.mgil hitam
menjadi sebuah garis tidak teratur.
Bumi tertutup oleh kabut putih.
Mayat Hong Ku terbaring kaku di sana.
Dia tampak memejamkan mata.
Tidak ada ekspresi di wajahnya.


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia seperti memberitahu nona, Siau-kai, dan Hong Kie,
bahwa dia sudah berusaha keras dan mati tidak menyesal.
Masalah-masalah yang belum selesai akan di teruskan
oleh orang-orang yang masih hidup.
..Dia tidak bisa bicara lagi.
...Dia tidak akan menari lagi. Dia pergi begitu saja, pergi
diam-diam... Padang rumput yang luas. Di pinggir padang rumput ada sebuah sungai.
Sekarang sore hari. Angin berhembus di padang rumput itu. Air menangis di
batu besar, Leng-ji berbaring di atas hamparan padang
rumput. Matanya yang indah kehilangan cahaya yang biasa
terlihat. Dia sedang memegang sebatang rumput dan terus
melihatnya. Wie Kai berbaring di sisinya terus melihat, kemudian
dengan terpaksa menatap langit yang gelap.
Dari jauh terdengar suara tajam, sedih, dan berduka.
Itu adalah suara Hong Kie yang sedang meniup daun di
sisi sungai kecil itu. Pelarian Wie Kai dan Leng-ji benar-benar telah
menggetarkan Eng-hong-pie-ya.
Membuat terkejut dan waspada. Seng Yan-kong mulai
yakin. Eng-hong-pie-ya bukan terbuat dari dinding besi atau
tembaga. Anak buahnya terpaksa mengaku.
Mereka tidak selincah dan punya ilmu setinggi Wie Kai
dan Leng-ji. Tapi Seng Yan-kong tetap Seng Yan-kong.
Apa yang dia ingin lakukan tidak ada orang yang
sanggup mengubahnya. Rencana besarnya tidak terjadi perubahan, dia masih
mengikuti rencana semula.
Saat ini dia membawa Mo Ki-thian menyambut putri
raja Kao Tong. Di Eng-hong-pie-ya. Mereka bicara dengan suara kecil juga rendah.
Orang-orang yang dibawa oleh putri Kao Tong
membawa beberapa baki, di atas baki terdapat batang-an
emas yang tersusun dengan rapi.
Semua orang senang emas. Tapi emas ini bisa mengetuk pintu hati manusia rakus.
Emas itu adalah kunci pintu sifat rakus manusia. Dari
nafsu sampai ke tujuan harus dilakukan oleh manusia, baru
bisa mendapatkanhasilnya.
Seng Kong-kong adalah manusia jenis itu. Dia menyukai
emas. Dia lebih menyukai benda yang lebih penting dari emas.
Yaitu kekuasaan yang kuat.
Sesudah mendapat kekuasaan kuat, emas sik bukan
menjadi benda aneh baginya.
Putri Kao Tong lebih pintar.
Dengan emas yang jumlahnya tidak seberapa bisa
membuka sifat rakus Seng Kong-kong.
Dengan emas dia seperti membuang batu mengambil
giok. Seng Kong-kong mengira dia adalah orang pintar dan
perhitungannya tidak akan meleset.
Putri Kao Tong mengira Seng Kong-kong hanya seorang
penjahat yang tingkat kerakusannya sangat tinggi.
Mereka percaya mereka bisa bekerja sama dan bisa
menjadi sangat kuat. Mereka berbincang-bincang lagi di ruang rahasia di Enghong-pie-ya.
Putri Kao Tong ingin membuat mimpi-mimpi dari rajaraja Tibet menjadi kenyataan!
Dia dekat dengan Wie Kai.
Di satu sisi dia memang tertarik dan terpikat pada
kharisma Wie Kai. Dia juga berharap pada Wie Kai. Di saat kritis bisa
diperalatnya. Apa lagi setelah Wie Kai yang kabur mengkhianatinya
akan kembali lagi. Putri Kao Tong berpikir dan berpikir lagi, harga
diperalatnya lebih tinggi.
Paling sedikit sebelum mereka kabur dia belum tahu
dengan jelas sampai di mana kesetiaan mereka kepada
Kong-kong. Meniup daun butuh sebuah teknik. Yang bisa meniup
sangat banyak. Apa lagi di desa-desa.
Pengembala duduk di punggung kerbau, petani di sawah,
di mana-mana bisa melihat juga mendengar.
Tapi bisa meniup daun sebagus Hong Kie jarang
terdengar. Lagu yang ditiupnya hari ini bukan lagu biasa yang
dibawakannya. ... Bukan Bong Kang-nu menangisi Ban-li-tiang-sia.
(Sebuah cerita rakyat Tionggoan, suami Bong Kang-nu,
bekerja paksa membuat Ban-li-tiang-sia, dengan susah
payah Bong Kang-nu mencari ke sana ternyata suaminya
telah tewas karena kelelahan. Bong Kang-nu menangisi
kematian suaminya selama 3 hari 3 malam di Ban-li-tiangsia).
... Juga bukan Cin Hiat-bi mengungkapkan bela
sungkawa. Tapi hari ini dia meniup lebih menyentuh ke hati setiap
orang. Tanpa berhenti dia meniup.
Pikirannya terus teringat pada tawa dan gerak-gerik
Hong Ku. Walaupun Hong Ku marah-marah.
Sekarang terpikir semuanya terasa sangat ramah dan
mesra. Inilah lagu duka yang begitu menggetarkan hati.
Matanya yang selalu melihat orang terus berputar, tapi dia
tidak membiarkan air matanya mengalir. Tapi berbeda
dengan Wie Kai, teman baiknya. Air matanya terus
berlinang. Air mata Leng-ji pun terus membanjir keluar.
Lagu duka Hong Kie tidak berhenti. Kata Wie Kai:
"Suatu hari... kalau aku tidak ada... kau jangan
menangis! Menangisi orang mati akan membuat arwah nya
tidak tenang. Hong Ku adalah orang yang sangat ceria,
jangan membuatnya tidak tenang."
Leng-ji tidak bersuara. Lagu duka tetap menggetarkan dalam angin, kadang
rendah kadang tinggi. Dengan posisi telentang Wie Kai melihatnya.
Leng-ji tetap berbaring di sisinya.
Nyawanya seperti menjadi beban.
Semenjak Hong Ku meninggal, kadang-kadang dia
berpikiran pesimis seperti itu.
Apa lagi sekarang. Tiba-tiba terdengar suara:
"Sua... Sua..."
"Golok!" teriak Wie Kai.
Suaranya belum habis mereka sudah meloncat.
Seseorang datang membawa sebuah golok lebar.
Dengan dingin berdiri beberapa langkah jauh-nya dari
mereka. ".....Siau-loo!" Wie Kai berteriak.
"Siau-loo, apakah kau datang untuk menang-kap kami?"
tanya Leng-ji. "Benar!" dari sela-sela giginya, Siau-loo mengeluarkan
kata- kata itu. Wie Kai dan Leng-ji melihat sekeliling.
Ketua 3 propinsi Yu Tai-jin pun sudah datang.
Masih ada 10 orang lebih yang dia percaya dan 2 orang
La-ma. Kalau ditambah Loo Cong kekuatan mereka lebih hebat
dari malam itu. Lagu duka yang ditiup dengan daun sudah terhenti.
Hong Kie berdiri di sisi sebelah sana.
Dia melihat Yu Tai-jin, matanya menjadi merah saat
ingat pada kematian Hong Ku, semua karena Yu Tai-jin.
"Loo Cong, apakah kau benar-benar ingin menjadi kaki
tangan Kong-kong?" "Aku akan menangkap kalian dan membawa kalian
pulang!" "Siau-loo...." kata Leng-ji.
Golok besar Loo Cong melayang:
"Jangan banyak bicara, jalan yang kalian tempuh hanya
satu, ikut kami kembali ke Seng Kong-kong!"
"Kau sudah tahu kami tidak akan kembali ke sana!" kata
Wie Kai. "Bertemu dengan Kong-kong lagi mungkin masih akan
ada harapan!" kata Loo Cong.
Dalam suara bentakan Hong Kie datang menyerang.
Pertumpahan darah tidak bisa dihindari lagi!
Siau-loo sudah bukan Loo Cong yang dulu lagi.
... Paling sedikit mereka dulu adalah teman.
... Dia pernah membantu mereka melarikan diri.
Tapi hati orang yang tidak berubah bisa dihitung dengan
jari. Mengikuti Seng Yan-kong, nama dan keuntung-an bisa
didapat. Kalau peduli pada perasaan dia akan menjadi seperti
mereka bertiga, berlari tanpa batas waktu mempertaruhkan
nyawa dengan dewa kematian.
Ketiga orang itu menjadikan nyawa sebagai taruhan.
Loo Cong sangat pemberani. Hong Kie tidak mundur.
Sekarang dewa kematian ada di dalam hatinya. Yu Tai-jin
dan anak buahnya mulai ikut bertarung.
Wie Kai bertarung dengan Yu Tai-jin. Leng-ji
menyambut anak buah Yu Tai-jin. Ilmu Wie Kai dan Yu
Tai-jin seimbang. Dalam waktu singkat sulit menentukan
siapa yang akan menang atau kalah.
Tadinya Wie Kai menyambut serangan Yu Tai-jin.
Tapi kemudian berganti berhadapan dengan Loo Cong,
maka Hong Kie yang bertarung dengan Yu Tai-jin.
Ternyata Hong Kie bukan lawan Yu Tai-jin.
Tapi Hong Kie tidak mempedulikan nyawanya.
Karena kekuatan dan keberaniannya, Yu Tai-jin belum
bisa segera mengalahkan. Tapi Yu Tai-jin adalah pemimpin dari 3 propinsi.
Wie Kai dan Loo Cong bertarung, masing-masing belum
bisa menentukan kemenangan.
Wie Kai berhasil melukai 2 orang lagi.
Sekarang Leng-ji bertarung dengan Loo Cong, mereka
seimbang. Sementara belum terlihat jelas siapa dari dua belah pihak
yang bakal menang. Wie Kai melukai 2 anak buah Yu Tai-jin lagi.
Tiba-tiba Wie Kai melihat Yu Tai-jin menyerang Hong
Kie hingga kalang kabut, dengan cepat dia berlari ke sana.
Sekarang dua orang itu menghadapi Yu Tai-jin, terlihat
penjahat tua itu sama sekali tidak takut.
Kemarin anak buahnya banyak yang mati, maka Yu Taijin memikirkan kesalahannya,
ternyata dia terlalu meremehkan mereka berempat.
Kali ini dia datang dengan Loo Cong, dia sudah
bertekad. Sekarang Leng-ji bertukar tempat, dia dan Hong Kie
bertarung dengan Yu Tai-jin.
Secepat kilat dia datang menghadang, baru Hong Kie
bisa lolos dari serangan Yu Tai-jin.
Tapi baju bagian punggung Hong Kie sobek dan
dagingnya pun terlihat mengangga! Darah terus mengalir.
Wie Kai berhadapan dengan Loo Cong dan anak buah
Yu Tai-jin. Pertarungan seperti ini bagi mereka bertiga tidak ada satu
pun yang bisa tenang. Leng-ji dipaksa Yu Tai-jin berguling keluar 5-7 langkah.
Hong Kie dengan penuh bahaya masuk ke dalam.
Dia sendiri berhadapan dengan Yu Tai-jin.
Kekuatan mereka berbeda jauh.
Hati Hong Kie diliputi kebencian, dia ingin mati bersama
dengan Yu Tai-jin. Tapi dia juga sadar jika ingin mati bersama-sama harus
terus menyerang dan tidak bertahan, mungkin akan ada
sedikit harapan. Tapi sayang pilihannya tidak tepat.
Sewaktu Leng-ji berguling-guling dan belum bisa
menyerang, pedang Hong Kie sudah menyapu tempat
kosong. Dia segera memutar tubuhnya, tapi punggungnya sudah
dibacok oleh Yu Tai-jin. , Yang berteriak histeris bukan
Hong Kie melain kan dari arah Leng-ji. Karena Leng-ji
sadar, bacokan kepada Hong Kie sangat berat.
Dia dikepung lagi oleh 2 anak buah Yu Tai-jin, Wie Kai
sekarang sedang bertarung dengan Loo Cong, tidak ada
yang menang dan kalah. Tiba-tiba Yu Tai-jin melepaskan Leng-ji dan mencegat
Wie Kai. Mereka bertiga hampir kehabisan tenaga.
Kalau dua belah pihak dibandingkan, yang rugi pasti
adalah pihak Wie Kai. "Auu!" terdengar teriakan.
Hong Kie tersungkur, dia terluka oleh 2 golok Lama.
Wie Kai dan Leng-ji hampir gila. "Hong Kie... Hong
Kie... bagaimana keadaanmu?" sambil berlari Leng-ji
berteriak. Hong Kie masih bisa bergerak tapi tidak bisa berdiri lagi.
La-ma datang lagi, Leng-ji meloncat untuk bertarung.
Tapi keadaan semakin tidak menguntungkan. Yu Tai-jin
dan seorang La-ma sudah membuat Wie Kai tersungkur.
Loo Cong dan La-ma satu lagi juga 2 anak buah Yu Taijin terus menggagalkan
serangan Leng-ji. Akhirnya Leng-ji pun tertangkap.
Dua anak buah Yu Tai-jin berhasil menangkap dan
membawanya.

Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wie Kai meraung dan bertarung, tapi dia terkena
pukulan dan jatuh oleh Yu Tai-jin akhirnya tertangkap juga.
Putus asa dan rasa sedih menyelimuti sepasang kekasih
ini. Mereka melihat Hong Kie yang terbaring di sana,
sepertinya dia sudah meninggal.
Tidak ada lagi yang akan meniupkan lagu duka bagi
Hong Ku. Yang pasti setelah mereka berdua dibawa kembali ke
Eng-hong-pie-ya. Tidak akan ada orang yang akan meniupkan lagu duka.
Leng-ji berhasil melepaskan diri dan bertarung lagi.
Tapi dia dipukul oleh La-ma dan tersungkur lagi. Wie
Kai ingin memberontak tapi itu sudah tidak berdaya.
Karena seorang La-ma menyerangnya dari belakang.
Sebuah golok diletakkan di depan lehernya.
Yu Tai-jin tertawa sombong. Karena emas sejumlah
sepuluh ribu tail hampir berada di tangannya.
Seng Kong-kong pun tentu sangat percaya kepadanya.
Sewaktu dia dinobatkan menjadi pemimpin 3 propinsi,
dia tidak sesenang seperti sekarang.
"Ha ha ha!" Yu Tai-jin tertawa, "Kali ini kita berhasil
membunuh 4 penghkianat, banyak pesilat tangguh, pesilat
yang bersembunyi, dan anak buah Kong kong menjadi
korban. Kali ini aku bisa menangkap hidup-hidup kedua
orang ini, bagi Kong-kong pasti ada arti penting!"
Loo Cong tahu apa yang dimaksud, tapi dia pura-pura
tidak tahu dan berkata: "Tai-jin, kali ini Anda sudah berjasa, tidak hanya
menambah kebanggaan bagi Pie-ya, mungkin akan
membuat sejarah berubah!"
Kata-kata ini mengena di hati Yu Tai-jin.
Seng Kong-kong tidak ingin mengubah sejarah tapi
rencana besarnya berpengaruh mengubah sejarah.
Mana mungkin Yu Tai-jin tidak tahu "
Seseorang yang membantu mengubah sejarah adanya
perasaan sukses itu bukan hal yang bisa dilukiskan.
"Dalam undangan Kong-kong jelas tertulis, memberitahu
keberadaan, tangkap hidup-hidup atau menyerahkan mayat,
semua ada hadiah sebesar sepuluh ribu tail emas kuning..."
kata Yu Tai-jin. Wajah Wie Kai dan Leng-ji tetap datar.
Sekarang mereka merasa dewa kematian adalah tetangga
sebelahnya. Wajah Loo Cong yang serius mulai berubah.
"Kalau yang mati seharga sepuluh ribu tail emas, untuk
apa kita membawa yang hidup sebab mereka bisa kabur!"
kata Yu Tai-jin. Sikap Loo Cong lebih serius lagi:
"Benar, Yu Tai-jin..."
Yu Tai-jin sudah memegang erat goloknya yang besar.
Melihat Leng-ji yang begitu cantik dia sama sekali tidak
merasa kasihan sedikit pun, yang dia bayangkan adalah
uang emas yang ditumpuk seperti gunung kecil, sebanyak
sepuluh ribu tail emas seberat 300 kati.
Wie Kai dan Leng-ji saling berpandangan, kematian
hanya terjadi satu kali. Tiba-tiba cahaya golok Loo Cong berkelebat.
"CRAT!" sebuah kepala terbang masuk ke lubang di
bawah. Kepala pemimpin 3 propinsi sudah terlepas dari
tubuhnya yang tinggi besar lalu jatuh ke depan.
Dua mata bulat yang berada di kelapa itu masih berputar
satu kali, baru berhenti dan tidak bergerak lagi.
Wie Kai dan Leng-ji terpaku, kejadian ini benar-benar di
luar dugaannya, tapi semua ini masuk akal.
La-ma dan 2 anak buah Yu Tai-jin yang sedang
mengawasi Wie Kai dan Leng-ji tampak terkejut, hingga
senjata mereka berdua terlepas.
Dua anak buah Yu Tai-jin hanya beberapa kali bertarung
sudah mati. Dan bersamaan waktu Loo Cong dengan goloknya
membacok La-ma itu hingga mati.
Wie Kai dan Leng-ji merasa senang karena sudah
berhasil keluar dari pintu dewa kematian.
Tapi begitu melihat mayat Hong Kie, tawa ceria mereka
segera membeku. Mereka berjalan mendekati mayat Hong Kie.
La-ma yang satu lagi setelah beberapa kali bertarung
sadar dia akan kalah, maka dia pun kabur dengan cepat.
Tapi Loo Cong mengejar, goloknya melayang tubuh Lama itupun terpelanting.
Rumput liar. Terlihat di mana-mana, terlihat sangat sedih. Di sebuah
tanah kuning, Wie Kai, Leng-ji, dan Loo Cong menaruh
batu. Sedari kecil mereka tumbuh bersama, persahabatan
mereka sangat erat. Tapi walaupun Hong Kie dan Hong Ku belum lama
mengikuti mereka, perasaan di antara mereka tidak jauh
berbeda. Wie Kai dan Leng-ji tahu mereka bisa bertahan hidup
sampai sekarang dan bisa bertemu dengan Loo Cong karena
pengorbanan Hong Kie dan Hong Ku.
Pedang yang selalu ikut Hong Kie bertarung sekarang
tertancap di depan kuburan Hong Kie.
Wie Kai dan Leng-ji sangat gembira karena kehadiran
Loo Cong. Ini adalah hal yang paling menyenangkan saat mereka
dalam kesusahan ada kejutan menyenangkan.
"Hong Ku sudah dikebumikan!"
"Hong Kie juga harus dikebumikan dengan upacara lebih
besar!" "Asal maksudnya sampai, Hong Kie di bawah tanah
akan mengerti, dia akan memaafkan kita!"
Cahaya keluar dari sebuah gubuk di sisi sungai kecil.
Air sungai ini terus mengalir melewati batu-batu kecil,
terdengar suara HUA... HUA. Seperti orang yang sedang
bertepuk tangan. Apakah ada yang bersuara tepuk tangan.
Apakah Hong Kie dan Hong Ku menyambut baik
kedatangan Loo Cong! Atau senang karena Loo Cong berhasil membunuh Yu
Tai-jin" Di atas meja di gubuk itu sudah tersusun makanan dari
binatang hasil buruan, masih ada arak.
Teman baik berkumpul di sini, hati sedih jadi sedikit
terhibur. "Menurut kabar dari pusat Sam-hiang, aku dan Mo Kithian dibagi menjadi 2
kelompok untuk mencari kalian."
Wie Kai dan Leng-ji mendengarkannya dengan tenang.
Di otak mereka bisa dibayangkan Seng Kong-kong akan
seperti apa" "Malam ini Kong-kong sedang menunggu kabar," kata
Loo Cong. "Apa kata Kong-kong?" tanya Wie Kai.
"Katanya, kau sombong dan sulit ditakluk-kan..."
"Bagaimana denganku" Apa komentarnya?" tanya Lengji.
"Kau... katanya, kau adalah perempuan yang dimabuk
cinta!" Leng-ji tertawa. "Untung dia tidak tahu kalau kau membantu kami
melarikan diri!" kata Leng-ji.
"Dia sudah tahu!"
Wie Kai dan Leng-ji terkejut.
"Maksudku, sekarang dia sudah tahu kalau aku yang
mengatur kalian supaya bisa melarikan diri!"
"Tidak mungkin dia akan curiga kepadamu!" kata Lengji.
"Tidak mungkin, dia tidak akan terpikir ke sana!"
"Seorang Seng Kong-kong memang sulit di tebak!" kata
Wie Kai. "Betul, aku tahu dia dan putri raja Kao Tong mempunyai
rencana rahasia, sepertinya mereka akan mengkhianati
kerajaan!" kata Loo Cong.
"Berikan golokmu!" kata Wie Kai.
"Tidak, golok ini adalah ciriku, apa lagi kita tidak akan
membuat Kong-kong marah, kita hanya melarikan diri
bukan melakukan perlawanan!"
"Saudara merasa beruntung adalah pantangan terhadap
musuh!" kata Wie Kai.
"Mungkin dia ada sedikit murah hati..." kata Loo Cong.
"Kata-kata Siau-loo masuk akal!" kata Leng-ji.
"Biar kalian menunggu tapi di dunia ini tidak ada hal
begitu beruntung," kata Wie Kai.
Belum selesai makan Wie Kai sudah keluar dari gubuk
itu. Loo Cong dan Leng-ji merasa bingung.
"Pelarian ini terlalu berlarut-larut, membuatnya jadi
kesal!" kata Leng-ji.
"Sebelum berangkat... aku pernah berpikir supaya jangan
kemari..." kata Loo Cong.
Leng-ji menundukkan kepala.
Apa yang sedang dia pikirkan"
"Lebih baik kemari!" kata Leng-ji.
Mereka saling berpandangan sepertinya ingin lebih
memahami perasaan lawan. Wie Kai berpikir sambil berjalan di sisi sungai. Kadangkadang dia menarik nafas
kadang cemas. Kadang-kadang
seperti sudah menentukan masalah besar dan seperti sudah
mendapat hasilnya. Dari luar berpendirian. terlihat dia sangat ramah dan Sebenarnya Wie Kai adalah seorang yang tegas.
Apa yang dia tentukan tidak akan ragu dijalankan.
Dia juga bukan orang yang ragu-ragu.
tidak Cahaya lilin begitu redup. Malam sudah larut. Gunung
menjadi sepi. Kadang-kadang ada burung malam yang berteriak.
Leng-ji tidur di sebuah kamar, tapi kamar itu tidak ada
pintu juga jendela. Wie Kai tidur di kamar lain.
Semua kamar di sana tidak ada pintu juga jendela.
Mereka bisa melihat musuh.
Setelah Loo Cong datang, boleh
menancapkan pisau di 2 ketiak temannya.
dikatakan dia Karena dia sudah membunuh Yu Tai-jin juga Lama,
berarti dia sudah memotong jalannya sendiri.
Dia juga menjadi target perburuan Seng Kong-kong dan
putri Kao Tong. Tapi sepertinya dia tidak peduli.
Sebab dari awal dia sudah terpikir akan hal ini. Teman
lama lebih baik. Seperti arak yang sudah lama, lebih enak di
minum. Teman baru seperti arak baru, harus menunggu lama
baru enak diminum. Di sisi sungai Wie Kai terus berpikir. Semua ini di luar
dugaan Loo Cong dan Leng-ji.
Malam mulai larut. Wie Kai berdiri di sisi sungai. Sorot
matanya melihat gunung yang jauh. Apa yang sedang dia
pikirkan" Apa dia sedang merencanakan hal penting. Apa
ingin mengambil keputusan terakhir. Atau dia sedang
memikirkan Seng Kong-kong Atau putri raja Kao Tong...
Leng-ji berbaring di atas ranjang. Loo Cong juga
berbaring di ranjangnya sendiri.
Mereka saling berpandangan.
"Apakah kau merasa dingin?" tanya Leng-ji.
"Tidak, setelah semua ini selesai... menikahlah!" kata
Loo Cong. Kata-kata ini mengandung makna biar aku mati karena
perasaanku kepadamu. Leng-ji terdiam.
Sehari demi sehari. Semalam demi semalam.
Mereka bertiga saling bertemu, rasa khawatir menumpuk
di dalam hati. Sore hari. Di sisi sungai terdengar suara orang meniup daun.
Mereka bertiga segera bangun.
"Dia Hong Kie!" kata Leng-ji.
Kegembiraan muncul, kesedihan sudah ada di dalam
hati. Apakah dia Hong Kie" Coba lihat keluar!
Di sisi sungai ada seorang pak tua sedang meniup daun.
Nada yang sedih seperti di tiup Hong Kie.
Mungkin sebelum Hong Kie meninggal dia pernah
mengajarkannya kepada pak tua itu.
Sekarang pak tua itu menjadikan lagu duka bagi Hong
Kie. Saat meniup dengan nada tinggi seakan pedang Hong
Kie sedang menyerang dan membunuh musuh.
Saat meniup pada nada tajam seperti melawan banyak
musuh yang penuh bahaya. Saat meniup dengan nada rendah seperti Hong Kie
meniup sebuah lagu untuk mengenang Hong Ku di sisi
sungai. Kebencian dan kesedihan semua keluar dari daun itu.
Air yang dingin angin berhembus kencang. Bumi
menjadi gelap. Tidak terlihat jalan datang juga tidak terlihat jalanpergi.
Air mata Leng-ji terus menetes.
Mereka bertiga minum arak lagi.
Walaupun mereka penuh semangat dan percaya diri tapi
mereka tahu siapa Seng Yan-kong.
Apa lagi mereka sudah membunuh Yu Tai-jin,
membunuh 2 La-ma, dua orang La-ma berilmu tinggi.


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahaya apa yang datang berikutnya"
Dalam hati mereka sangat tahu dengan jelas.
Mereka memang tidak takut mati tapi mereka tidak ingin
mati di tangan Seng Yan-kong dan putri Kao Tong.
"Saat ingatan kalian belum kembali apakah kalian tahu
orang aneh yang tidak berkepala itu siapa?" tanya Loo
Cong. "Waktu itu aku sendiri tidak tahu siapa diriku, apa lagi
orang aneh itu," kata Wie Kai.
"Mengapa aku tidak pernah melihatnya?" tanya Leng-ji.
"Seng Kong-kong selalu menyuruhku muncul seperti
setan. Untuk mencoba kekuatan Wie Kai juga ingatanmu,
mana mungkin membiarkanmu tahu?" kata Loo Cong.
"Ilmu sihir Seng Kong-kong benar-benar sesat. Saat
terjadi peristiwa perebutan harta, aku malah jadi perantara!"
kata Wie Kai. "Mungkin kau berharap bisa bermimpi lagi!" kata Lengji.
"Kuharap jangan bermimpi lagi, sebab aku akan merasa
sebagai orang rendahan juga bersalah kepadamu!" kata Wie
Kai. "Mengapa merasa bersalah kepadaku?" tanya Leng-ji.
"Betul, aku sudah menganggapmu pemain opera, sangat
tidak hormat kepadamu, apa lagi meng-anggapmu
perempuan yang sudah melahirkan anak-ku!" kata Wie Kai.
"Kalau aku masih di sana, mungkin Seng Kong-kong
akan mengajarkan ilmu sihirnya kepadaku!" kata Loo
Cong. Rumah tua itu mempunyai pekarangan sangat luas.
Tanahnya tidak rata. Rumput liar tumbuh sangat tinggi, di sisinya masih ada
orang-orangan terbuat dari rumput.
Dari depan pintu bisa melihat gunung yang jauh dan
asap serta kabut, berwarna hijau dari tua hingga muda.
Hari terasa sangat panjang.
Semakin panjang hari semakin terasa bosam karena tidak
ada pekerjaan. Siau-loo membuat pentungan dari bambu, sebelah
penuangannya lancip. Setelah selesai dibuat dia mulai berlatih ilmu silat dengan
pentungan itu. Dia tidak hanya bisa menggunakan golok dan pedang,
ilmu pentungan pun dikuasainya dengan baik.
Kadang-kadang dia meloncat setinggi 3 tombak.
Kadang-kadang berguling-guling di bawah.
Biasanya dia sangat tenang hingga berlatih silat pun
sangat teliti, diaberbeda dengan Wie Kai.
Wie Kai selalu tertawa, tapi saat berlatih silat dia tidak
main-main. Pentungan bambu yang tajam ditusuk ke dalam pintu,
sebelah lagi diganjal oleh perutnya. Membuat pentung dari
bambu itu menjadi melengkung.
Dia lalu berputar, pentungan bambu segera melesat ke
belakang, tepat mengena jantung orang-orangan dari
rumput itu. Berturut-turut 3 kali hal ini dilakukan, setiap kali pasti
mengenai sasaran. Wie Kai dan Leng-ji berjalan ke arahnya, kata Wie Kai:
"Apakah kau lihat" Dia berlatih supaya kau melihatnya."
"Sembarangan bicara!" kata Leng-ji tertawa.
Wie Kai mendekati Loo Cong: "Seharusnya kau jangan
keluar dari Eng-hong-pie-ya."
"Aku?" "Benar! Untuk apa kau keluar dan ikut kami melarikan
diri" Dikejar-kejar orang lain?"
Loo Cong terdiam. "Kami berdua ingin bebas jadi walaupun berbahaya kami
tetap melakukannya, sedangkan kau untuk apa" Demi apa?"
tanya Wie Kai. "Seharusnya aku tidak kemari!" Loo Cong mengerutkan
alis. Leng-ji merasa sikap Wie Kai seharusnya tidak seperti
itu, dia berkata: "Siau-kai, mengapa nada bicaramu seperti
itu" Malam dingin seperti air.
Kabut menyelimuti atas sungai itu.
Wie Kai dan Leng-ji tidur bersama.
Tapi mereka berdua tidak tidur.
Mata mereka terbuka dengan lebar.
Masing-masing sedang berpikir.
Mungkin mereka sedang merasakan kedekatan ini.
Mereka ingin saling melihat.
Yang mereka khawatirkan bukan diri mereka sendiri,
melainkan lawan. "Leng-ji..." kata Wie Kai dengan lembut.
"Siau-kai..." pelan-pelan Lenj-ji berkata.
"Apakah kedatangannya membuatmu lebih baik?" tanya
Wie Kai. "Pasti, karena dia adalah saudara kita!"
"Apakah dengan datangnya dia kau merasa lebih baik?"
Kata-kata ini seperti mengandung arti lain.
Leng-ji mengira ini hanya pertanyaan biasa.
"Sebetulnya memang seperti itu, 3 orang pasti akan lebih
baik daripada hanya berdua!"
"Apakah Loo Cong lebih baik datang atau tidak?"
Sewaktu Wie Kai mengucapkan kalimat itu sikapnya
terlihat serius. Mereka bertiga tumbuh bersama. Saat mereka berada
dalam keadaan paling bahaya, Loo Cong datang.
Apakah tidak merasa berterima kasih kepada teman
baik" Setelah Loo Cong datang, kata-kata Wie Kai seperti
tidak bersahabat, Loo Cong merasa tidak suka. Untung
Leng-ji pernah berkata: "Wie Kai terlalu tegang, dia stres!"
Hari belum terang. Kabut tampak lebih tebal lagi. Waktu
itu bulan akan tenggelam. Leng-ji tiba-tiba merasa Siau-kai
menghilang. Tidak mungkin.
Siau-kai sejak subuh sudah pergi.
"Mana Siau-kai"... Mana Siau-kai?"
"Siau-kai... Siau-kai..." Leng-ji berlari keluar, teriakannya
melengking tajam dan berkumandang ke seluruh gunung.
Bumi yang masih tertidur segera terbangun.
Burung-burung terkejut dan segera terbang.
Tapi tidak terdengar sahutan Wie Kai.
Leng-ji mencari Wie Kai kemana-mana. Dia berlari
keluar rumah. Sambil berlari sambil berteriak. Gunung
masih seperti dulu tapi Wie Kai sudah tidak ada.
Loo Cong terus mengikuti Leng-ji dari belakang,
wajahnya terlihat serius.
Mereka tidak mengerti. Benar-benar tidak mengerti. Ke
manakah perginya Siau-kai"
Mengapa dia tidak pamit terlebih dulu"
Apakah orang-orang Seng Kong-kong dan putri Kao
Tong datang lalu menculik Wie Kai"
Mungkinkah itu yang terjadi.
Tapi dengan kelincahan dan ilmu silat Siau-kai tidak
mungkin dia akan diam waktu diculik!
Seharusnya dia bertarung membela diri lalu karena
kehabisan tenaga dia tertangkap dan dibawa!
Leng-ji dan Loo Cong mencari di dalam dan di sekitar
rumah. Mereka tidak melihat bekas pertarungan.
"Apa yang terjadi?" tanya Loo Cong.
"Siau-kai sudah pergi!"
"Pergi?" Loo Cong berteriak,
"Siau-kai... Siau-kai..."
Di sisi sungai banyak jejak kaki Siau-kai. Karena selama
beberapa hari ini Siau-kai berjalan mondar mandir di sana.
Dia berpikir di sisi sungai.
Ini memang masalah yang keputusannya sulit untuk
diambil. Tapi bila dipikir lebih jauh dan melihat lebih jauh, dia
harus melakukan hal ini. Untung tidak ada yang perlu dia khawatirkan lagi.
Hari sudah terang. Kabut mulai menghilang. Di gunung udara terasa segar.
Air sungai tetap mengalir seperti biasanya.
Hanya bedanva Siau-kai tidak ada.
Bagaimana melewati hari-hari tanpa Siau-kai"
Mereka masih terus mencari.
... di balik rumputyang tumbuh tinggi.
... di balik bebatuan sungai.
Mereka berlari dan berteriak.
Leng-ji menangis sedih sambil berteriak:
"Siau-kai..." Wie Kai benar-benar telah menghilang. Dia seperti
ditelan bumi. Leng-ji terus mencari, melihat dan menunggu. Matanya
yang indah terlihat sudah tidak bersemangat.
Loo Cong terus mengikutinya dari belakang, dia
memangggil: "Leng-ji." Leng-ji tidak menyahut. "Leng-ji, kau harus bersabar!"
"Kau masih menyuruhku bersabar!" "Siau-kai pasti akan
kembali!" "Dari mana dia kembali" Ke mana dia?" Loo
Cong terdiam. Kalau dia tahu Wie Kai pergi ke mana, itu akan lebih
mudah. Buat Leng-ji dia lebih sedih dibandingkan saat dia
bertarung dengan Yu Tai-jin dan dia merasa sudah tidak
kuat. Karena Siau-kai adalah penyangga jiwanya.
Jika tidak ada Siau-kai, hidupnya tidak ada tujuan,
Yang pasti jika tidak ada Siau-kai dia tidak akan
melarikan diri dari Pie-ya.
Siau-kai sudah membawa pergi rasa percaya dirinya.
Siau-kai juga membawa pergi rohnya!
Di dalam kamar. Sebuah lampu tempel dengan api sebesar biji kacang.
Ada sebuah tirai bambu yang sudah usang, memisahkan
dua orang yang sedang berbaring di atas ranjang.
Loo Cong melihat Leng-ji.
Leng-ji pun menoleh melihat Loo Cong.
Leng-ji tahu kalau Loo Cong sudah kehabisan kata untuk
menghiburnya. Loo Cong juga sadar tidak ada kata-kata yang bisa
menghibur Leng-ji lagi. Mereka tahu sorot mata lawan mengandung makna apa.
"Mengapa Wie Kai pergi?"
"Aku rasa dia sudah lama ingin pergi, hanya saja kau
tidak menyadarinya!" jawab Loo Cong.
"Apakah sudah lama dia ingin pergi?"
"Benar, sudah lama dia ingin pergi," jawab Loo Cong.
"Aku tidak mengerti!"
"Aku lebih-lebih tidak mengerti, kalau aku bisa menebak
aku pasti tidak akan membiarkan dia pergi!"
"Kemana dia pergi?"
"Kau sendiri saja tidak tahu apalagi aku!" kata Loo
Cong. "Seharusnya dia meninggalkan pesan!"
pamit dulu atau setidaknya "Mungkin ada tapi kau mungkin tidak memperhatikan
kata-kata yang dia ucapkan!"
"Tidak memperhatikan kata-katanya?"
"Mungkin saja, apakah sepanjang perjalanan kalian
pernah membicarakan tentang diriku?"
"Aku ingat kata-katanya yang terakhir!" kata Leng-ji.
"Apa katanya?" "Dia mengatakan kalau kau sudah datang itu lebih baik,
apa maksudnya?" tanya Leng-ji.
"Aku sudah datang itu lebih baik?"
"Benar!" "Nada bicaranya seperti apa" Waktu itu dia sedang
melakukan apa?" Leng-ji terdiam.
Karena waktu itu mereka sedang tidur bersama.
"Untuk sementara kita jangan memikirkan dulu masalah
ini!" kata Loo Cong.
"Apakah aku bisa tidak memikirkannya?"
"Aku tahu ini sulit bagimu, carilah tempat bagus untuk
melancong, apa yang akan terjadi ya terjadilah! Percuma
saja kita mencemaskannya!" kata Loo Cong.
"Aku tidak bisa!"
"Tidak bisa pun harus bisa, kita harus meneruskan
kehidupan kita!" "Dengan hidup seperti ini apa bedanya dengan sudah
mati?" "Kita harus membuat Seng Kong-kong mengerutkan
alisnya dan membuat putri Kao Tong meraung, kita tidak
akan membiarkan mereka tertawa puas."
Loo Cong berusaha terus menasehati Leng-ji. Dia harus
bisa menenangkan Leng-ji, menumbuhkan rasa percaya
dirinya lagi. Putus asa adalah sebuah golok besar yang tidak
berbentuk. Golok tidak berbentuk ini terkadang lebih hebat dari
golok berbentuk. Karena golok berbentuk fisiknya bisa kita lihat dan bisa
kita hindari sedangkan golok tidak berbentuk sulit untuk
melakukan hal seperti tadi.
Kadang-kadang terbunuh oleh golok tidak berbentuk kita
masih tidak sadar apa yang sudah membunuh kita.
Di dalam kuil La-ma. Para La-ma sedang berbaris untuk mengantar-kan
kepergian seseorang. La-ma selalu membuat perasaan menjadi misterius.
Apakah mereka dari aliran berbaju kuning atau aliran


Pisau Kekasih Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbaju merah" Aliran berbaju kuning, Couwsu mereka adalah Tiong-kepa taysu.
Aliran berbaju merah atau aliran berbaju kuning
mempunyai displin yang ketat.
Tapi setelah sampai di Tionggoan dengan teknik
misterius mereka menyesatkan pikiran raja-raja dan
penguasa, semakin lama mereka semakin tidak karuan.
Sekarang putri Kao Tong berdandan dengan rapi, dia
lalu keluar. Hanya dua orang La-ma yang dipercaya yang boleh
mengikutinya. Wajahnya datar. Tidak ada upacara lain. Maka dia pergi dengan tergesa-gesa.
Eng-hong-pie-ya masih tetap seperti dulu, kepergian Wie
Kai dan Leng-ji tidak membuat keadaan di sana berubah.
Hanya saja orang-orang di dalam sana punya satu tekad,
tujuan mereka adalah menangkap kembali Wie Kai dan
Leng-ji. Mereka berharap bisa melihat golok raksasa yang
dipasang di panggung, turun dan memenggal kepala Wie
Kai dan Leng-ji dan kepala mereka berdua masuk ke dalam
keranjang. Sekarang Seng Yan-kong membawa Mo Ki-thian pergi
dengan terburu-buru. Seorang pak tua dengan rambut putih semua tampak
ambisinya masih begitu besar.
Apa yang dia lakukan bagi orang lain sulit untuk
terpikirkan. Putri Kao Tong masuk dari pintu utama. Seng Kongkong menyambutnya.
Lalu mereka berdua berjalan masuk ke dalam sambil
berbincang-bincang dengan suara lirih.
Putri Kao Tong sangat akrab dengan Kong-kong.
Hubungan di antara mereka membuat orang berpikir ada
sesuatu di antara mereka.
Kecuali misi menangkap kembali Wie Kai dan Leng-ji.
Apakah masih ada rencana lain"
Kecuali berunding bagaimana cara menangkap Wie Kai
dan Leng-ji. Apakah masih ada rahasia besar lainnya"
Mungkin kematian Yu Tai-jin dan dua orang Lama yang
termasuk sebagai pesilat tangguh membuat mereka tidak
berani meremehkan kedua pelarian itu.
Setelah mereka berdua berhasil menangkap Wie Kai dan
Leng-ji baru akan merasa puas.
Mengapa bisa terjadi hal seperti itu"
Apakah ini hanya peraturan yang berlaku di Eng-hongpie-ya"
Di Eng-hong-pie-ya ada sebuah penjara yang sangat
gelap. Di d alam penjara gelap itu ada seorang terpidana.
Penjara gelap itu tidak pernah kosong.
Di penjara terpidana. gelap itu hanya mengurung seorang Orang itu sendirian mengisi penjara gelap itu.
Kong-kong sangat memperhatikan orang ini.
Secercah cahaya matahari masuk ke dalam penjara.
Terlihat di penjara yang sangat gelap itu. Secercah
cahaya matahari itu menyinari punggung Wie Kai.
Apakah dia mengikuti semangat dewa tanah"
Terdengar suara langkah kemudian langkah itu berhenti
di luar penjara. "Apa yang sedang kau pikirkan?"
Dia melihat putri Kao Tong dengan penuh kesadaran.
Hanya dia yang tahu apa yang sedang dipikirkan putri
Kao Tong saat ini. Mungkin karena itulah dia berada di sini sekarang.
Dia menatap kaki putri Kao Tong, celana dan baju
bagian leher yang sangat rendah, putri Kao Tong pun
melihat wajah yang sudah dipoles.
Cahaya diluar sedikit berkilau. Wie Kai menyandarkan
kepalanya. Tanya putri Kao Tong: "Apa yang sedang kau pikirkan?"
Wie Kai yang terluka karena disiksa, dia menjawab:
"Aku sedang kulakukan..." memikirkan kesalahan yang telah Putri Kao Tong menatapnya.
Awalnya putri Kao Tong terlihat tertawa ter-gelak-gelak,
akhirnya berhenti juga. Tiba-tiba putri Kao Tong membuka pintu dan Kao Tong
menjambak rambut Wie Kai untuk dilihat dibawah sinar
matahari yang masuk. Wajah Wie Kai penuh dengan luka berwarna hqau
keunguan. "Katakan apa kesalahanmu?"
Kebencian selama beberapa bulan tampak meledak
sekarang. Ranjang di rumah peristirahatan pemburu, jepit yang ada
di atas ranjang... Perempuan ini sangat menganggap penting masalah kecil
seperti ini. Dia menampar Wie Kai. Wie Kai terjerembab ke sisi dinding dan ber-nafas
dengan terengah-engah. Sudut mulutnya mengeluarkan darah.
Semua ini baginya sudah bukan bencana lagi.
Saat dia baru kembali ke tempat ini, siksaan yang
dilakukan kepadanya benar-benar membuatnya hampir
tidak bisa bertahan. Sepertinya bagi kasim siksaan kejam yang dilakukan
kepadanya hanya sebagai sarana untuk meneliti saja.
Yang pasti ada pengecualiannya juga.
Seperti pada jaman dinasti Beng, seorang pelajar yang
sangat rajin belajar karena sering ter ganggu oleh pikiran
cabul, maka dia mengibiri dirinya sendiri, akhirnya dia bisa
lulus ujian negara dan men-jadi seorang pejabat.
Kasim-kasim waktu itu menganggap itu
kemenangan dari orang yang dikebiri, menggotongnya untuk dipamerkan.
adalah maka Pelajar itu baru merasa menyesal kemudian.
Kasim dibagi menjadi dua kelompok.
Sebagian bertugas di istana, sebagian lagi bertugas
mengawasi pelayan-pelayan perempuan di istana.
Lebih banyak yang senang mengawasi para pelayan
perempuan di istana. Seharusnya mereka merasa sedih dan terhina karena
membiarkan mereka mengawasi para pelayan perempuan
itu. Kemarahan putri Kao Tong sudah berada di puncaknya.
Dia sudah lama tersiksa. ... apalagi di malam hari yang hening.
... setiap kali saat merasa sepi dan sendiri, dia akan
teringat pada ranjang dan jepit rambut yang ditemukan di
atas ranjang yang berada di rumah per-istirahatan pemburu.
Dari ranjang dan jepit rambut, pikirannya jadi melantur
pada hubungan antara lelaki dan perempuan.
Kalau sudah begitu dia akan bersumpah bila berhasil
menangkap Wie Kai dia akan segera membunuhnya.
Putri Kao Tong marah: "Kau laki-laki yang tidak punya perasaan dan tidak tahu
diuntung, laki-laki yang tidak berguna, apakah kau tahu kau
bersalah?" "Aku tahu!" "Apa yang kau ketahui?" tanya putri Kao Tong, "Enghong-pie-ya
telah membinamu, semua La-ma mementingkanmu, kau benar-benar sudah gila tanpa pikir
panjang jatuh ke dalam pelukan perempuan itu, apakah kau
tidak punya perempuan lain?"
"Punya, aku punya perempuan yang paling baik!"
jawab Wie Kai. "Kau punya perempuan yang tidak akan membuat
kepalamu sampai haras dipenggal, kau juga punya
perempuan yang selalu menyanjungmu! Tapi kau malah
mengkhianati dia, kau rela dibacok dan menjadi pelarian!
Apakah kau tahu bila orang-orang bergerak di ibu kota, kau
akan menjadi lakon penting apa" Lakon yang duduk di
posisi tinggi." Mata Wie Kai tampak berkedip di dalam kegelapan.
Matanya sudah lama tidak seterang sekarang.
Putri Kao Tong berjalan beberapa langkah dan bertanya
lagi: "Mengapa kau kembali kemari?"
"Aku sadar aku tidak bisa lolos dari kekejaman kalian,
aku juga sadar kalau aku bersalah!"
"Tapi sekarang sudah terlambat walaupun kau sudah
sadar, aku tetap akan membuatmu mati!" kata putri Kao
Tong. "Kalau kau tidak ingin aku mati, sekarang tidak akan
kemari!" "Kau..." putri Kao Tong marah. Karena marah dia
menampar Wie Kai lagi. Wie Kai berdiri tanpa bergerak
juga tidak bicara. Putri Kao Tong terus menatapnya. Lakilaki ini memang tidak
sama dengan lelaki lainnya.
Kalau tidak, mengapa ada perempuan yang mau
mengikutinya kabur dari Eng-hong-pie-ya" padahal kalau
tertangkap kepala mereka akan di-penggal dan mereka akan
selalu dikejar-kejar tapi dia masih tidak tahu mengapa dia
kembali. Putri Kao Tong benar-benar membutuhkan lelaki seperti
yang ada di depan matanya sekarang.
Dia ceria, pemberani, dan pintar bercumbu juga bermain
mata. Semua ini membuatnya merasa puas.
Maka Wie Kai dengan penuh percaya diri berkata:
"Kalau Putri mau datang ke sini berarti tidak akan
membiarkan aku mati!"
Wie Kai terus menatap putri Kao Tong dari dalam
kegelapan. Wie Kai tahu apa yang ada dalam pikiran putri Kao
Tong sekarang. Tidak lama kemudian dengan kedua tangannya memeluk
putri Kao Tong. Putri Kao Tong berniat akan menendang tapi akhirnya
malah terdiam. Gerakan Wie Kai cukup kuat untuk meredakan
kemarahan putri Kao Tong.
Putri Kao Tong benar-benar membutuhkan lelaki seperti
ini. Bila bisa memihki lelaki seperti ini, paling sedikit dia
sudah menjadi pemenang dan bila perempuan itu
tertangkap kembali, dia akan meng-ambil kembali apa yang
telah dia keluarkan berikut bunganya dari perempuan itu!
Putri Kao Tong benar-benar ingin menendang Wie Kai
lagi karena demi Wie Kai dia menjadi kurus.
Tapi begitu melihat wajah Wie Kai yang terluka
akhrinya putri Kao Tong melepaskan niat membalas
dendam katanya: "Aku tidak tahu permainan apa yang sedang kau
lakukan, Wie Kai, dengar baik-baik, hanya dengan
mengandalkan kekuatanmu sendiri aku tidak percaya kau
sanggup kabur dari Eng-hong-pie-ya, walaupun kau bisa
keluar dari sini tapi rumah La-ma tidak akan
melepaskanmu!" Setelah selesai bicara dia segera meninggalkan tempat
itu. Wie Kai terus menatap sosoknya sampai menghilang.
Gembok besar sudah dipasang kembali di pintu penjara.
Beberapa La-ma mengikuti putri Kao Tong pergi dari
sana. Lama Wie Kai tidak bergerak, tubuhnya terasa sakit
seperti dibakar! Dia sedang memikirkan banyak hal. Karena dia memang
harus berpikir. -oo0dw0ooBAB III Wie Kai sudah kembali. Terhadap Loo Cong dan Leng-ji yang masih berkeliaran
di luar sana, putri Kao Tong sama sekali tidak peduli,
menangkap mereka kembali itu menjadi urusan Seng Kongkong.
Putri Kao Tong sangat membenci Leng-ji.
Dia membenci Leng-ji karena Wie Kai.
Asalkan Wie Kai berada di sisinya, apa pun tidak akan
dia pikirkan lagi. Bukankah dia adalah laki-laki terbaik di dunia ini"
Pedang Langit Dan Golok Naga 24 Pendekar Gelandangan - Pedang Tuan Muda Ketiga Karya Khu Lung Lencana Pembunuh Naga 15
^