Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 7

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 7


gelak tertawanya. Dengan wajah serius dia amati wajah si anak muda itu, kemudian
sambil tertawa pujinya, "Ehmmm....! Kau memang gagah bocah muda, tampaknya kegagahan dan
keberanian ayahmu telah diwariskan semua kepadamu!"
"Aku tahu bahwa usiaku masih muda" kata Hoa In-liong dengan muka bersungguh-
sungguh, "Sekalipun demikian, aku tidak berani berbuat semena-mena dengan gegabah!"
"Ehmmm, kau memang seorang bocah yang bersemangat!" puji Kiu-im-kaucu lagi
sambil mengangguk, "Apakah engkau adalah loji dari keluarga Hoa" Putra Hoa Thian-hong
yang dilahirkan Pek Kun-gi?"
Mendengar nama ibunya langsung disinggung, Hoa In-liong segera menunjukkan wajah
tak senang hati, sepasang alis matanya berkenyit. "Aku tahu kaucu datang kemari
karena ada maksud dan tujuan tertentu" katanya, "Aku sendiri rasanya juga tak ada
kepentingan untuk mengelabui dirimu. Tapi aku harap dihadapan putra seseorang, lebih baik
janganlah kau sebut nama ayah ibuku secara langsung, karena tindakan semacam itu hanya akan
merosotkan kedudukan dan gengsi kaucu didepan mataku!"
Kiu-im-kaucu tergelak gelak karena kegelian. "Haaa..... haaa..... haaa..... Anak muda,
kau ini memang lucu amat" katanya, "Kalau kutinjau dari usiamu, sudah jelas engkau
adalah seorang pemuda. Sebagai seorang pemuda sudah sewajarnya kalau bersikap supel, terbuka
dan riang 209 gembira. Kalau caramu bersikap dengan orang selalu sok-sokan macam begitu,
tanggung orang akan merasa jemu menyaksikan tingkah lakumu itu"
"Aku sama sekali tidak bermaksud untuk membaiki atau mencari muka terhadap
kaucu" tukas anak muda itu ketus. "Oooh..... tentu saja! Tentu saja! Aku juga tahu bahwa hal ini tak mungkin akan
terjadi pada dirimu, sebab pada hakekatnya aku adalah musuh bebuyutan dari keluarga Hoa
kalian!" Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ujarnya lagi, "Walaupun demikian, ada satu
hal yang ingin juga kuberitahukan kepadamu. Tahukah engkau bahwa aku sangat senang dan cocok
sekali dengan watak ibumu" Tempo dulu aku ada hasrat untuk menerimanya sebagai muridku
dan mewarisi semua ilmu silatku. Sayang oleh karena ibumu begitu tergila-gila
kepada....." Kata selanjutnya tentulah, "kepada ayahmu" dan sebagainya dan sebagainya..... tapi
lantaran ucapan "tergila-gila" itu sudah cukup menyakitkan hati Hoa In-liong, maka dengan
tak sabaran lagi dia lantas menukas ditengah jalan, "Sudah, kau tak usah banyak bicara lagi.
Urusan yang sudah lewat biarkan saja lewat, kenapa musti kau ungkap-ungkap lagi dalam
keadaan semacam ini" Kalau ada urusan penting, lebih baik bicarakan saja urusan pentingmu!"
Kiu im kau tersenyum. "Baiklah" katanya kemudian, "Baik-baikkah nenekmu selama
ini" Apa kabar dengannya?" "Terima kasih atas perhatianmu, beliau dalam keadaan sehat wal'afiat," jawab Hoa
In-liong ketus dan singkat". Tampaknya dia mulai muak terhadap musuhnya itu.
"Bagaimana pula dengan ayah ibunya?" kembali Kiu-im-kaucu bertanya.
"Sehat semua!" Tiba-tiba pemuda itu merasakan gelagat kurang betul. Semestinya Kiu-im-kaucu
akan membicarakan soal-soal yang penting, tapi mengapa dia hanya menanyakan tentang
kesehatan anggota keluarga Hoa" Bukankah hal ini terasa janggal sekali"
Karena curiga, tanpa terasa kewaspadaannya timbul kembali, sikapnya jadi lebih
berhati-hati. Sementara sepasang matanya mengamati raut wajah Kiu-im-kaucu tanpa berkedip.
Kiu-im-kaucu tertawa hambar. "Sejak keluarga Hoa kalian hidup mengasingkan diri
di perkampungan Liok-soat-san-ceng, tampak-tampaknya semua anggota keluarga jarang
sekali melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan. Sebenarnya sudah beberapa kali
aku berhasrat untuk berkunjung ke perkampungan kalian sekalian menengok ibumu. Tapi
setiap kali rencanaku itu selalu kubatalkan karena aku tak berani bertindak secara gegabah,
aaaai.......! Tampaknya kami memang tak berjodoh, terpaksa niatku tersebut harus dipadamkan
sampai disini saja" Hoa In-liong berkerut kening, pikirnya dalam hati, "Kaucu ini sejak awal sampai
akhir selalu berkeluh kesah, berbicara bolak-balik yang dipersoalkan juga masalah-masalah
yang sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan masalah pokok. Apa gerangan yang sebenarnya ia
rencanakan" Atau mungkin ia memang mempunyai rencana atau siasat-siasat tertentu". Hmmm! Kau
ada kesabaran untuk itu, sayang kesabaranku dalam soal tersebut terbatas sekali, tak
sudi aku bersilat lidah terus menerus dengan kau"
210 Karena berpikir demikian, maka dia lantas menengadah lalu tegurnya, "Kaucu,
tolong tanya apakah engkau kenal dengan seorang jago persilatan yang bernama Kiu-mia kiam kek
(jago pedang bernyawa rangkap sembilan)?"
"Tentu saja kenal! Eeeh.... bukankah orang itu telah meninggal dunia......?" perempuan
itu balik bertanya. Diam-diam Hoa In-liong menggigit bibir menahan rasa gemas dan mendongkolnya, dia
mengangguk. "Yaa benar, dia orang tua memang sudah meninggalkan dunia. Siok-cou-
bo ku juga ikut menghembuskan napas penghabisan. Konon Siok-cou bo ku itu adalah Yu
beng tiancu (tiaocu istana neraka) dari perkumpulan kaucu dimasa lalu, apakah berita itu
juga benar?" "Betul!" Kiu-im-kaucu mengakui secara berterus terang, "Karena dia cinta kepada
Suma Tiangcing maka perempuan itu sudah berkhianat kepada perkumpulannya dan
kabur dengan Sumasiok-ya mu itu. Mereka menetap di kota Lok-yang setelah kawin.
Yaaa......... Selama duapuluh
tahun terakhir, peristiwa itu merupakan dua peristiwa yang paling menyakitkan
hatiku. Engkau ingin tahu peristiwa lain yang selalu membuat aku jadi dendam" Itulah peristiwa
kaburnya Giok Teng hujin Ku Ing-ing lantaran dia juga jatuh cinta kepada ayahmu!"
Sebenarnya Hoa In-liong ingin sekali mengetahui persoalan yang menyangkut diri
Giok Teng hujin, akan tetapi kondisinya saat ini tidak memungkinkan dirinya untuk berbuat
demikian. Karena untuk membawa pembicaraan ke pokok pembicaraan yang sebenarnya dia sudah
harus bersusah payah lebih dahulu, tentu saja setelah persoalan kembali ke poros yang
dikehendakinya, ia tak ingin bahan pembicaraan tadi nyeleweng lagi ke masalah
lain. Karena itu setelah berhenti sebentar, dengan dingin ujarnya lagi, "Menurut kabar
berita yang tersiar dalam dunia persilatan, semua orang menanggap bahwa Suma siok-ya ku
suami istri mati terbunuh atas perintah dari kaucu, bagaimanakah penjelasan kaucu tentang kabar
berita itu?" "Ooooh... ....Jadi orang persilatan menyiarkan begitu?" kata Kiu-im-kaucu tetap
tenang "Sebenarnya kabar itu memang tak ada salahnya! Sebab bagaimanapun juga
Kwa Gi-hun (maksudnya Yubeng tiancu atau istri dari Suma Tiang-cing) adalah
pengkhianat dari perkumpulan kami. Bila
kuu-tus orang untuk membereskan jiwanya, itu juga pantas. Toh bagaimanapun juga
aku cuma menin-dak anak buahku sendiri menurut peraturan perkumpulanku, apa salahnya
dengan peristiwa itu?" Mula-mula Hoa In-liong agak tertegun, menyusul kemudian dengan suara nyaring
bentaknya, "Hmmm! Itukah alasanmu dalam melakukan pembunuhan keji tersebut" Aku ingin
bertanya kepadamu, apakah Kiu-mia-kiam-kek juga merupakan anak buah perkumpulanmu?"
Kiu-im-kaucu tetap tenang dia tersenyum malah, "Kiu-mia-kiam-kek berani membawa
lari anak gadis orang sehingga mengakibatkan perkumpulan kami kehilangan seorang tiancu
yang mengakibatkan kekuatan perkumpulan kami merosot sekali. Maka jika kucari biang
keladinya. Dalam kegagalanku, orang itulah biang keladinya. Andaikata di dunia ini tiada
Kiu-ma-kiam-kek, tentu saja Kwa Gi-taun tak akan berhianat dan kawin lari dengannya. Andaikata
dia tidak kawin lari maka kekuatan dari perkumpulan kami pun tak akan mengalami kemerosotan
hebat. Coba bayangkan sendiri tidak pantaskah kulenyapkan biang keladi dari peristiwa itu?"
Hoa In-liong benar-benar amat gusar, hawa amarah yang berkecamuk dalam tubuhnya
serasa menyesakkan napas, dia menghembuskan napas panjang-panjang, maksudnya untuk
sedikit mengurangi tekanan dalam dadanya, setelah itu dengan suara nyaring kembali
bentaknya, 211 "Membuat-buat alasan untuk menjatuhi hukuman kepada orang yang tak bersalah,
itulah yang bisa dilakukan manusia-manusia macam kau, Hm! Nyonya Yu itukah pembunuhnya?"
"Yang diartikan pembunuh tak lebih hanya pesuruh dalam melaksanakan perintah,
buat apa kau tanyakan tentang dia?" tiba-tiba gadis cantik jelita bak bidadari dari kahyangan
itu menyela sambil mendengus dingin. Dengusan itu benar-benar dingin, sedingin salju dari
kutub utara. Gadis itu cantiknya memang cantik, tapi dinginnya cukup membuat badan orang jadi
menggigil. Sejak tiba disana dia cuma berdiri kaku tanpa mengucapkan sepatah katapun. Bukan
saja tidak berbicara, senyumpun tak pernah. Tapi setelah tiba-tiba saja berbicara, suasana
lebih dingin dari salju di kutub. Kendatipun nadanya merdu seperti keliningan, akan tetapi
kedengaran dalam telinga orang seperti desingan angin dingin yang merasuk sampai ke dalam tulang.
Kejut dan heran Hoa In-liong menghadapi manusia sedingin itu. Cepat sinar
matanya dialihkan keatas wajah nona tadi. Bagaimanapun juga ia tak percaya kalau kata-kata yang
sangat dingin tadi diucapkan oleh nona secantik bidadari itu.
Setelah termenung beberapa saat, tiba-tiba ia bertanya, "Tolong tanya, siapakah
nona?" "Tiancu istana neraka Bwee Su-yok!" Jawab gadis cantik itu dengan nada tetap
dingin. Mendengar nama itu, Hoa In-liong makin terkejut. "Ooooh...... Jadi perempuan ini
adalah Tiancu istana neraka dari perkumpuan Kiu-im-kau?" pikirnya.
Perlu diketahui, susunan organisasi dalam perkumpulan Kiu-im-kau dimasa lalu
terdiri dari sang kaucu sebagai pucuk pimpinan dengan dua istana dan tiga ruangan besar sebagai
pembantupembantunya. Kedua istana yang dimaksudkan adalah istana neraka dan istana penyiksaan.
Sedangkan tiga ruangan terdiri dari ruang propaganda, ruang penerimaan anggota serta ruang
kesejahteraan anggota. Para tiancu dan tongcu yang mengepalai kedua istana dan ketiga ruangan besar itu
merupakan panglima-panglima tertinggi dalam perkumpulan Kiu-im-kau dengan kedudukan
langsung dibawah Kekuasaan kaucu. Tapi kalau dibicarakan dari tingginya kedudukan serta
lihaynya ilmu silat, maka tak bisa diragukan lagi Tiancu istana nerakalah yang terhitung
manusia nomor satu dibawah kedudukan kaucu. Hoa In-liong adalah loji dari keluarga Hoa di perkampungan Liok-soat-san-ceng
dalam bilangan bukit In-tiong-san, tentu saja sedikit banyak dia mengetahui juga tentang
persoalan-persoalan itu. Padahal nona yang berada dihadapannya sekarang baru berusia enam-tujuh
belasan, tapi mengakunya sebagai Tian-cu istana neraka dari Kiu-im-kau tak heran kalau anak
muda itu merasa amat terperanjat. Kejut dan heran jadi satu kejadian, watak romantisnya juga merupakan kejadian
yang lain. Hakekatnya kecantikan wajah Tiancu istana neraka Bwee Su-yok memang tak
terkirakan. Tak heran kalau Hoa In-liong jadi termangu-mangu dibuatnya. Untuk sesaat dia jadi
melamun, benaknya terasa kosong dan penuh diisi oleh lamunan yang beraneka macam. Timbul
pikiran dalam benaknya untuk memeluk pinggangnya yang ramping itu dan mencium bibirnya
yang mungil. Tiba-tiba terdengar Kiu-im-kaucu tertawa. "Hoa siau-hiap!" dia menegur "Coba
pandanglah tiancu istana nerakaku ini, cantikkah dia?"
212 Terkesima Hoa In-lioag memandang kecantikan nona itu, ia buat setengah sadar
setengah tidak oleh keadaan tadi, maka ketika mendengar pertanyaan itu, dengan cepat pemuda itu


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengangguk. "Cantik.....! Cantik....! Cantik....!" Pujinya berulang kali dengan
nyaring. "Cantik kentutnya!" teriak Coa Cong-gi pula dari samping "Huuuh, tampang semacam
monyet juga dikatakan cantik, bah! Jadi pelayan yang tukang bersih tong berisi kotoran
manusiapun, belum tentu adikku mau menerimanya"
"Itu yang dinamakan cantiknya cantik bau busuk!" Nona baju hitam yang berada di
kejauhan segera menimpali, "Hmm..... Sudah tahu kalau ilmu silatnya tak dapat menandingi
keluarga Hoa, maka diaturnya siasat Bi jin-ki (siasat wanita cantik) untuk menjebak anak orang
Huuh...! Manusia menyebalkan namanya!"
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan, Kiu-im-kaucu sudah tertawa terbahak
bahak. "Haa..... haa..... haa......... Nona cilik, besar amat rasa cemburu?" godanya.
"Cemburu kentut busuk makmu!" damprat Si Nio dengan marah, "Kami selalu berusaha
untuk membereskan nyawa si bocah keparat dari keluarga Hoa itu, kenapa musti cemburu
cemburu macam kunyuk?" Selama beberapa orang itu saling cekcok dan bersilat lidah sehingga suasana jadi
amat gaduh, Yu beng-tiancu Bwee Su-yok tetap berdiri kaku bagaikan sebuah patung arca. Bukan
saja ia tak menggubris, bahkan sikapnya acuh tak acuh, seakan-akan ia tidak mendengar segala
sesuatupun dari sekitar tempat itu. Tindak tanduknya yang kaku dan dingin tidak menunjukkan
perobahan emosi itu membuat orang beranggapan bahwa gadis itu memang dilahirkan tanpa
membawa perasaan. Hoa In-liong tersentak kaget dari lamunannya oleh bentakan Coa Cong-gi yang amat
keras itu. Setelah termenung sebentar, dia tersenyum kembali. Dihampirinya Tiancu istana
neraka Bwee Su-yok dengan langkah tegap, kemudian sambil memberi hormat dia berkata,
"Oooooh.....! Rupanya engkau adalah Bwee tiancu, terimalah salam dan hormatku ini"
"Hmmm! Tak usah banyak lagak" tukas Bwee Su-yok, tiancu istana neraka itu ketus
"Kalau ada persoalan, lebih baik utarakan saja secara blak-blakan!"
Hoa In-liong sama sekali tidak tersinggung oleh sikap nona itu, kembali ia
tertawa lebar. "Dalam
dunia persilatan sering tersiar kata yang menyebut: Hutang darah harus dibayar
dengan darah. Apakah nona Bwee pernah mendengar tentang kata-kata semacam itu?"
"Oooh..... Jadi engkau menghendaki nyawa dari sipembunuh keluarga Suma....?" bukan
menjawab Bwee Su-yok malahan balik bertanya.
"Menghendaki nyawa sipembunuh itu sama artinya melakukan pembalasan dendam.
Haaa..... haaa...... haaa...... Soal itu sih tak perlu kupusingkan. Aku Cuma mendapat perintah
dari ayahku untuk menyelidiki duduknya perkara atas peristiwa berdarah itu. Aku ingin tahu
siapakah otak atau dalang dari pembunuhan ini" Siapa pembunuh sesungguhnya" Siapa yang
membantu perbuatan keji itu" Siapa saja yang ikut dalam rombongan pembunuh itu"
Bagaimanakah akibat dari kejadian itu" Dan apa tujuan dari pembunuhan berdarah itu" Bila nona
bersedia memberi keterangan kepadaku, tentu saja aku akan merasa berterima kasih sekali atas
bantuanmu itu!" 213 "Hmmm! Banyak juga persoalan yang ingin kau ketahui!" ejek Bwee Suyok sinis.
Hoa In-liong tersenyum. "Tak boleh takabur, tak boleh bicara sembarangan adalah
syarat paling penting yang harus dipegang teguh oleh orang-orang keluarga Hoa kami dalam
menyelesaikan segala macam persoalan. Sedikit saja persoalan sepele yang kelewatan kemungkinan
besar akan mengakibatkan kesalahan yang fatal, oleh karena itu......."
Belum habis dia berbicara kembali Bwee Su-yok telah mendengus dingin, katanya
dengan sinis, "Hmmm.....! Kalau berbicara saja lagaknya sok bijaksana dan setia kawan, tapi
perbuatannya..... Huuuh, menyebalkan! Sayang ayahmu sudah mengirim seorang utusan yang salah!"
Hoaln-liong sama sekali tidak tersinggung atau marah oleh ejekan nona itu, dia
malah balik bertanya, "Kalau begitu, menurut pengamatan nona Bwee siapakah yang sepantasnya
diutus oleh ayahku?" "Semestinya dia harus muncul sendiri untuk melakukan penyelidikan terhadap
peristiwa tersebut!"
Mendengar jawaban itu, Hoa In-liong segera merasa hatinya bergerak, dengan cepat
dia berpikir, "Aaah......! Benarlah sudah, orang ini sengaja berbicara pulang pergi putar kesana
putar kemari, rupanya sedang menyelidiki gerak-gerik da ri ayahku. Haaa....... Haaa...... haaa......
kenapa tidak kutipu saja perempuan ini biar runyam?"
Sebagaimana diketahui, Hoa In-liong adalah pemuda yang binal dan paling suka
berbohong. Apa yang dipikir dalam benaknya selalu dilaksanakan pula dengan cepat, maka setelah
mendapat ide tersebut dia pun tersenyum. "Nona Bwee, kelirulah jalan pikiranmu itu!
Ketahuilah, Suma siok-ya ku itu adalah satu-satunya adik angkat dari mendiang kakekku maka ketika secara
tiba-tiba dia orang terbunuh ditangan orang, dalam gusarnya nenekku telah mengutus semua
anggota keluarga Hoa untuk melakukan penyelidikan terhadap peristiwa ini. Kalau semua
orang sudah diutus keluar, memangnya ayahku dapat dikecualikan" Haa...... haa...... haa........ Siapa
tahu kalau pada saat ini dia orang tua telah tiba juga di kota Kim-leng?"
Pada hakekatnya perkataan itu diutarakan olehnya secara ngawur dan bohong semua.
Bila orang mau meneliti kata-katanya itu, tidaklah sukar untuk menemukan titik-titik
kelemahannya. Apa mau dikata ucapan itu diutarakan olehnya dengan lancar, kemudian sebagai penutup
kata pemuda itu pun tertawa tergelak. Ini semua membuat orang-orang yang hadir
disekitar arena itu jadi percaya. Untuk sesaat semua orang tertegun dan tak tahu apa yang musti
dilakukan. Ditengah keheningan yang mencekam seluruh arena, tiba-tiba terdengar Ciu Hoa
berbaju perlente itu berbisik, "Lo-sam, ayoh kita pergi dari sini!"
Tanpa menunggu jawaban dari Ciu Hoa bermuka kuda lagi, dia ulapkan tangannya ke
arah kawan laki-laki berbaju ungu itu dan berlalu lebih dulu menuruni bukit Ciong-
san. Pada saat yang bersamaan, Si Nio menarik pula ujung baju si nona berbaju hitam
sambil berbisik, "Nona tempat ini sudah tak berguna lagi bagi kita, ayoh kitapun pergi
dari sini!" "Tidak!" jawab nona baju hitam itu berkeras kepala, "Kita harus tunggu sebentar
lagi disini!" Sementara itu Coa Cong-gi sudah tertawa terbahak bahak setelah menyaksikan
kejadian itu ejeknya, "haaa.... Haa...... haa..... Bagus! Bagus! Begitu mendengar Hoa pek-hu akan
datang, semua badut dan kunyuk sialan pada lari pontang panting. Itu baru namanya
pengecut sejati. Haa..... haa..... haa........Puas, sungguh memuaskan"
214 Paras muka Kiu-im-kaucu pun agak berubah ketika mendengar berita itu. Tapi
bagaimanapun juga dia adalah seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, baik dalam soal
pengalaman maupun dalam hal ketenangan perempuan tua itu mempunyai kelebihan dari pada
orang lain. Hanya sebentar dia kaget, menyusul kemudian paras mukanya telah pulih kembali
seperti sedia kala. "Hoa siauhiap!" ucapnya kemudian sambil tersenyum, "Engkau pandai amat
membohongi orang!" "Ada apa?" sengaja Hoa In-liong mengerdipkan matanya, "Toh percaya atau tidak
terserah pada keputusan kaucu sendiri. Aku kan sama sekali tidak bermaksud menggertak dirimu?"
Bwee Su-yok segera mendengus dingin. "Hmm.....! Hoa Thian hong juga sama-sama
manusia, dia tak akan mampu menggertak atau menakut-nakuti siapapun!"
"Betul! betul sekali perkataan itu!" sambung Hoa In-liong cepat dengan suara
nyaring, "Ayahku bukan malaikat. Dia sudah datang kesini atau belum sama sekali tak ada sangkut
pautnya dengan tugas yang dibebankan diatas pundakku. Nona, kecantikanmu bagaikan
bidadari hatimu ramah dan berbudi luhur. Dapatkah engkau memberitahukan kepadaku, apakah
pembunuhnya adalah nyonya Yu" Dengan begitu, bila aku sampai bertemu kembali dengan ayahku,
dapat kuberikan pertanggungan jawab sebagaimana mestinya"
Beberapa patah kata ini bukan saja sama sekali tidak merosotkan kedudukan serta
nama baik ayahnya, bahkan diapun memperingatkan Bwee Su-yok bahwa gadis itupun seorang
manusia pula. Pemuda itu memang cerdik dan pandai berbicara, dalam kata-kata yang serba gagah
dan terbuka ini, selain disampaikan perasaan ingin membaiki nona itu dan bermaksud
mendekatinya tanpa harus berterus terang kepada Bwe Su-yok, lagipula diapun seolah-olah
sedang berkata demikian, "Engkau juga seorang manusia! Kenapa sikapmu musti dingin dan kaku
berlagak ssperti sebuah bukit salju?"
Andaikata Bwee Su-yok dapat memahami arti dari perkataannya itu, niscaya dia
akan dibikin tersipu-sipu. Sepasang sinar mata Bwee Su-yok segera memancarkan sinar tajam yang menggidikkan
hati. Rupanya dia agak gusar dibuatnya. Setelah termenung sejenak, tiba-tiba ujarnya
lagi dengan dingin, "Hanya mencari tahu siapa pembunuhnya tanpa menyelidiki siapa biang
keladinya, darimana kau bisa memberi pertanggungan jawab" Bagaimana mungkin kau bisa
memberi laporan" Hmm! mencari muka menjilat pantat, sungguh suatu sikap yang memuakkan.
Bila engkau masih juga tak tahu diri. Heee..... heee.... hee.... Jangan salahkan kalau
nonamu akan menjatuhi hukuman yang sangat berat kepadamu"
"Mencari muka menjilat pantat, sungguh Suatu sikap yang memuakkan" Beberapa
patah kata itu benar-benar suatu makian yang tidak sungkan sungkan. Bukan saja nona itu
membongkar maksud Hoa In-liong yang sesungguhnya, bahkan diapun telah menyatakan pula sikap
sendiri. Mendengar kata-kata itu, kontan saja Kiu-im-kaucu tertawa terbahak-bahak. "Haa......
haaa..... haa...... Bagus! Bagus-sekali anak Yok, sekarang gurumu bisa merasa bangga sekali!"
"Yok-ji tak berani melupakan pengharapan dari engkau orang tual" jawab Bwee Su-
yok tetap dingin. 215 Bwee Su-yok tak lain adalah anak murid dari Kiu-im-kaucu dan sikapnya yang
dingin dan kaku itu sebenarnya bukan watak alamiah, dahulu-dia tidak bersikap sedingin itu.
Hoa In-Hong membungkam dalam seribu bahasa dalam namun diam-diam ia berpikir
lagi, "Yang dimaksudkan "pengharapan" yang dimaksudkan "kebanggaan" tentulah persoalan yang
menyangkut tentang penghianatan siok coubo dan Giok Teng hujin. Haa..... haa.....
haa... Benarkah engkau bakal merasa bangga" Aku Hoa loji pasti akan mencoreng moreng
mukamu dan membuat engkau benar-benar merasa amat kecewa"
Pemuda ini bukan saja binal, diapun sangat romantis. Pada mulanya dia hanya
merasa wajah Bwee Su-yok amat cantik menawan hati. Dia hanya bermaksud untuk mendekatinya
atau tegasnya pemuda itu sama sekali tak berniat untuk melangkah lebih kedepan.
Akan tetapi sekarang, setelah timbul keinginannya untuk bikin susah Kiu-im-
kaucu. Tentu saja rencananya semula dirubah sama sekali. Kini ia tak akan lepas tangan sebelum
gadis itu benarbenar jatuh ke tangannya.
Demikianlah, setelah ia mempunyai rencana dalam hatinya, anak muda itu tertawa
tergelak. "Nona Bwee, perkataanmu itu terlalu berlebihan!" Ia berkata, "Sekalipun aku
berbicara blakblakan, itu bukan berarti aku adalah seorang pemuda yang
memuakkan. Berbicara terus terang
saja, sekalipun kecantikan nona luar biasa sekali, namun kecantikanmu itu masih
belum cukup untuk menggerakkan hatiku, apalagi dalam pandanganku saat ini sudah....."
Belum habis ucapan tersebut diutarakan, Bwee Su yok telah membentak nyaring,
"Tutup mulutmu! Jangan membuat perbandingan dengan nonamu sebagai Sasaran pembicaraan"
"Eeeeh..... Lucu amat nona ini!" Hoa In-liong pura pura tercengang dibuatnya, "Aku
membanding-bandingkan siapa" Aku toh sedang membicarakan tentang..... Oooya,
baiklah, persoalan itu lebih baik tak usah dibicarakan lagi! Mari kita kembali ke pokok
pembicaraan yang sebenarnya" Setelah berhenti sebentar, dengan muka berpura pura bersungguh-sungguh ia
berkata lebih jauh, "Tadi nona menegur, aku kenapa tidak mencari tahu siapa biang keladinya"
Dan kalau biang keladinya belum diketahui dari mana aku bisa memberikan pertanggungan


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawabnya" Tentang persoalan ini, kembali nona keliru besar!"
Terlampau cepat pemuda ini mengalihkan pokok pembicaraannya. Untuk sesaat Bwee
Su-yok tak dapat memberikan tanggapannya, ia jadi gelagapan dan tak tahu apa yang musti
dilakukan. Hoa In-liong tersenyum, ujarnya lebih jauh, "Biang keladinya ada dua orang. Yang
satu adalah gurumu sedang yang lain adalah ketua dari perkumpulan Hian-beng-kau. Adapun
alasannya adalah mereka iri dan cemburu oleh kesuksesan serta kejayaan yang berhasil
dicapai keluarga Hoa kami, maka digunakannya peraturan perguruan dan menghukum penghianat sebagai
alasan untuk menciptakan pelbagai pembunuhan berdarah. Maksudnya asal terjadi peristiwa
berdarah lagi dalam dunia persilatan, maka ayahku pasti dapat dipaksa pula untuk
munculkan diri kembali. Bukankah begitu nona Bwee?"
Selesai berkata sepasang alis matanya lantas mengenyit, sepasang matanya melotot
besar dan menantikan jawaban dari Bwee Su-yok.
216 Sementara itu Bwee Su-yok telah pulih kembali dalam sikapnya yang semula,
dingin, ketus dan hambar. Ia mendengus dingin, jengeknya dengan sinis, "Hmmm..... Bergaya seorang
pintar, memangnya kau anggap jalan pikiranmu itu benar?"
"Benar atau tidak adalah urusan pribadiku sendiri" Hoa In-liong tersenyum manis,
"Tolong nona terangkan saja, siapakah pembunuh yang sebenarnya dari pembunuhan berdarah itu?"
"Menurut anggapanmu pembunuhnya adalah Yu In?" Bwee Su-yok balik bertanya.
"Memangnya bukan dia?" Hoa In-liong pura-pura berlagak seperti orang tercengang.
"Hmmm!....! Terus terang kukatakan kepadamu pembunuhnya adalah orang lain, sedang
otak pembunuhan tersebut adalah Ku Ing-ing!"
Kontan saja Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak. "Haaa..... haa...... haa..... Nona tak
usah menyelimurkan persoalan. Giok Teng hujin kan sudah lama meninggal dunia" Mana
mungkin menjadi dalang dari pembunuhan berdarah itu?"
"Hee..... hee..... heee...... Mau percaya atau tidak terserah padamu sendiri, nona kan
tidak memaksa engkau untuk mempercayai perkataanku?"
Hoa In-liong terbungkam sesaat. "Baiklah" akhirnya ia berkata "Untuk sementara
waktu biarlah kuanggap perkataan nona memang benar. Kalau memang begitu, tolong tanya siapakah
pembunuh yang sebenarnya itu?"
"Aku lihat engkau kan memiliki keyakinan besar atas kemampuanmu" Kenapa tidak
melakukan sendiri atas persoalan itu" Kenapa aku musti memberitahu kepadamu?"
"Baik! Baik! Aku akan pergi menyelidikinya sendiri, aku akan pergi
menyelidikinya sendiri!"
Dia lantas putar badan dan ulapkan tangannya ke arah nona baju hitam itu,
serunya lantang, "Nona, mari kita pergi dari sini!"
Baru selesai dia berseru, Bwee Su-yok telah menggerakkan badannya menghadang
jalan pergi mereka. "Berhenti.!" bentaknya.
Perlu diterangkan disini, ilmu meringankan tubuh serta ilmu langkah Loan-ngo-
heng-mi-sian-tunhoat (dewa pemabuk lima unsur yang kacau) yang dimiliki anggota
perkumpulan Kiu-im-kau boleh dibilang sebagian besar dilatih oleh Ke thian-tok, tongcu dari ruang
kesejahteraan. Sebaliknya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Bwee Su-yok saat ini adalah
didikkan langsung dari Kiu-im-kaucu. Ilmu kepandaian tersebut amat sakti dan jauh lebih hebat
daripada ilmu langkah Loan ngo heng mi sian tun hoat tersebut. Tak sempat dilihat gerakan apa
yang dia lakukan, tahu-tahu gadis itu sudah berada didepan mata Hoa In-liong.
Diam-diam Hoa In-liong merasa terperanjat sekalipun diluaran senyum manis masih
menghiasi ujung bibirnya. "Eeeh.... Ada apa ini?" pura-pura teriaknya "Apakah nona Bwee
masih ada petunjuk bagiku?" Sekilas pandangan saja ia dapat menangkap membaranya kobaran api amarah dibalik
sinar mata Bwee Su-yok. Tampaknya kemarahan nona itu sudah mencapai puncak kehebatannya
yang tak terkendalikan lagi. Sekalipun dia cerdik, namun apa yang terpapar dihadapan
matanya tetap merupakan suatu teka-teki. Dia tak tahu apa sebabnya secara tiba-tiba nona itu
jadi sangat marah. 217 "Kau harus mampus!" bentak Bwee Su-yok dengan wajah dingin dan suara
menyeramkan. Hoa In-liong sangat terkejut, cepat pikirnya, "Kenapa musti begitu" Toh aku
tiada ikatan dendam atau sakit hati dengan perempuan ini, kenapa ia begitu membenci diriku"
Sekalipun Kiu-im-kaucu pernah menelan pahit getir ditangan orang-orang keluarga Hoa kami, tidak
sepantasnya kebencian itu tersalur ketubuh muridnya.... dan sikapnya yang dingin dan
mengerikan itu tidak semestinya berubah-ubah dengan begitu cepatnya!"
Sementara dia masih termenung, Bwee Su-yok telah mendengus lagi. "Hmmm! Orang-
orang keluarga Hoa pandai menggaet hati perempuan dengan mengandalkan ketampanan
wajahnya. Untuk melenyapkan perbuatan busuk kalian itu, sedikit banyak nona harus merusak
tampang wajahmu itu. Ayoh cepat turun tangan, kenapa masih juga termangu-mangu seperti
orang bodoh?" Setelah mendengar penjelasai itu, Hoa In-liong baru memahami duduknya persoalan.
"Oooh.....! Jadi kalau begitu nona merasa penasaran dan tak terima bagi para cianpwe
perkumpulanmu?" katanya, "Kalau memang begitu, maka perbuatan nona keliru benar! Pujangga besar
jaman kuno pernah berkata demikian dalam bukunya: Nona-nona yang cantik adalah pasangan
yang ideal bagi laki laki sejati. Orang kuno berkata pula: Lelaki yang normal adalah lelaki
yang tertarik pada kaum wanita. Soal cinta antara laki laki dan perempuan adalah suatu kejadian
yang almiah dan normal. Suatu cinta kasih baru bisa terjalin bila antara kedua jenis manusia itu
mempunyai perasaan saling tertarik dan perasaan saling jatuh cinta. Sedang kecantikan dan
ketampanan hanya pelengkap saja dari suatu hubungan cinta kasih"
Makin berbicara pemuda itu makin lancar akhirnya terlontarlah kuliah soal
"cinta" yang panjang
lebar dan bertele-tele. Tampaknya Bwee Su-yok tidak sabar mendengarkan kuliah soal cinta itu, tiba-tiba
bentaknya, "Kapan selesainya kuliahmu yang memuakkan itu?"
Hoa In-liong tersenyum, "Nona merasa tidak terima bagi para cianpwe mu, sedang
jalan pikiranmu terlampau picik, apa lagi masalah itu menyangkut ayahku, mendingan
kalau aku tidak tahu. Setelah mengetahui kejadian ini maka bagaimanapun juga harus kuberi
keterangan yang sejelas-jelasnya kepada nona, agar engkau tidak berpandangan picik lagi"
"Hmmm! Siapa yang sudi mendengarkan keteranganmu?" bentak Bwee Su-yok semakin
marah "Cabut pedangmu dan siap bertempur!"
Sambil membentak dia maju selangkah lagi ke depan.
Hoa In-liong segera mundur selangkah kebelakang, ujarnya lagi, "Eeeh.... Nona
manis, kenapa musti tergesa-gesa" Sekalipun Kiu-im-kau tidak mendesak terus menerus, cepat
atau lambat akhirnya toh akupun akan mencabut pedang pula untuk bertempur. Tapi sekarang aku
merasa tenggorokanku tersumbat, rasanya kurang lega hatiku bila kata-kata tersebut
tidak diucapkan keluar. Kalau toh engkau bertempur, lebih baik tunggu saja sampai ucapanku
selesai diutarakan keluar!" Tidak menunggu pertanyaan dari Bwee Su-yok lagi, dia melanjutkan kembali kata-
katanya, "Menurut apa yang kuketahui, Giok Teng hujin dari perkumpulan kalian adalah
seorang pengagum watak ayahku. Mereka berdua bergaul dalam batas sebagai kakak dan adik,
belum pernah hubungan tersebut ditingkatkan menjadi sitatu hubungan yang kelewat
batas. Kemudian suhumu kemaruk harta dan ingin merampas kitab kiam-keng dari tangan ayahku. Dia
menyiksa 218 Giok Teng hujin dengan siksaan Im-hwe-lian-hun (api dingin melelehkan sukma)
yang amat keji itu dengan tujuan memaksa ayahku menyerah dan serahkan kitab pusakanya kepada
gurumu. Mendengar kabar itu ayahku dan Cui-in taysu segera berangkat ke kota Cho-ciu
untuk memberi pertolongan. Siapa tahu ketika Giok Teng hujin menjumpai ayahku, ia berkata
bahwa lebih rela mati disiksa daripada melihat ayahku terdesak dan harus menyerahkan kitab pusaka
kiam-keng nya untuk ditukar dengan jiwanya. Melihat kekejian alat siksa itu, ayahku jadi
sedih bercampur marah. Hampir saja dia akan membantai semua anggota perkumpulan Kiu-im-kau untuk
melampiaskan rasa dendamnya itu"
(Untuk mengetahui jalannya peristiwa itu, silahkan membaca Bara Maharani oleh
penyadur yang sama). Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan kembali kata-katanya, "Nona, mungkin
engkau tak tahu, ayahku adalah seorang manusia yang berjiwa besar dan ramah, belum pernah
dia orang tua marah-marah tanpa sebab. Belum pernah dia melukai orang tanpa alasan.
Bayangkan sendiri nona, ayahku menjadi teramat gusar karena menyaksikan kerelaan Giok Teng hujin
menerima siksaan yang keji daripada menyaksikan dia didesak orang, apakah engkau tak
dapat menghargai kebesaran cintanya" Rela berkorban demi kepentingan orang lain adalah suatu
perbuatan yang mulia. Apakah nona tetap berpandangan jelek dan mencemooh Giok Teng hujin
setelah mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya?"
Bwee Su-yok menjengek sinis, seakan akan sama sekali tidak mendengar akan
perkataan itu, ujarnya dengan sinis, "Sudah selesaikah perkataanmu itu" Kalau sudah selesai,
sekarang kau boleh cabut keluar pedangmu!"
Hoain-lioag terkesiap, dengan wajah termangu pikirnya, "Bagaimana sih perempuan
ini" Masa sepatah katapun tidak ia dengarkan perkataanku ini" Manusia macam apakah
sebenarnya orang itu" Ataukah mungkin darahnya memang dingin?"
Tiba-tiba si nona baju hitam yang selama ini membungkam ikut berteriak keras,
"Cabut pedang yaa cabut pedang, apa yang luar biasa pada dirimu itu". Hmm..... Hoa kongcu, ayoh
cabut keluar pedangmu!" Bwee-Su-yok segera berpaling, sinar matanya yang setajam sembilu menatap wajah
si nona baju hitam itu tajam-tajam, kemudian bentaknya dengan ketus, "Engkau juga harus
mampus, lebih baik kalian berdua maju bersama-sama!"
Si nona baju hitam itu mendengus dingin dia sudah siap untuk melompat maju
kedepan, tapi belum selangkah nona itu maju Si Nio telah menarik tangannya.
"Nona!" seru perempuan jelek itu
dengan cemas, "Masih ingatkah kau, apa tujuan kita datang kesini" Lebih baik
urusan orang lain jangan kita campuri!"
Coa Cong-gi yang selama ini membungkam terus, tiba-tiba saja tergelak. "Haa.....
haa..... haaa.... Sekarang aku sudah mengerti...... Sekarang aku sudah mengerti....!. Oooh... jadi rupanya
dia sedang merasa cemburu!'"
"Siapa yang sedang cemburu?" tanya Hoa In-liong dengan wajah keheranan.
Coa Cong-gi langsung menuding ke arah tiancu istana neraka Bwee Su-yok, katanya
lagi sambil terbahak bahak, "Haaa.. ha..... haa.... Siapa lagi" Tentu saja dia! Nona Bwee si
tiancu istana neraka itu!" 219 Belum habis dia berkata, dengan garang Bwee Su-yok sudah menerkam kedepan.
"Kurang ajar, rupanya kau ingin mampus!" bentaknya dengan suara menyeramkan.
Telapak tangannya dengan disertai tenaga pukulan yang maha dahsyat langsung
disodok kepunggung Coa Cong-gi.
Gerakan tubuh Bwee Su-yok benar-benar sangat cepat bagaikan sambaran geledek.
Jarak sejauh beberapa kaki itu hanya ditempuh dalam sekejap mata tahu-tahu telapak tangannya
yang putih halus tapi penuh berisikan tenaga dalam itu sudah muncul didepan mata.
Andaikata pukulan tersebut benar-benar bersarang diatas sasarannya, sekalipun
tidak sampai mati, paling sedikit Coa Cong-gi akan menderita luka dalam yang parah.
Coa Cong-gi sendiripun merasa amat terkejut ketika ucapannya sampai ditengah
jalan, tahu-tahu terdengar suara bentakan nyaring serta munculnya desingan angin pukulan yang
menyergap punggungnya.

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam keadaan gugup dan tak mungkin untuk menghindarkan diri lagi, serta merta
anak muda itu jatuhkan diri berguling keatas tanah, kemu dian menyingkir sejauh satu kaki
lebih. Gagal dengan serangannya yang pertama, Bwee Su-yok melompat lagi kedepan dan
mengejar musuhnya, sekali lagi telapak tangannya disapu ke depan menghantam tubuh
lawannya. Hoa In-liong sangat terperanjat menyaksikan serangan itu, dia segera berteriak
keras, "Nona Bwee, ampuni selembar jiwanya!"
Berbareng dengan bentakan itu, tubuhnya melambung ke udara dan langsung
menghadang didepan perempuan itu, lengan kirinya diayun kedepan dengan jurus Kun-siuci tau
(perlawanan terakhir dari binatang binatang yang terjebak), kemudian buru-buru disambutnya
angin serangan Bwee Su-yok yang maha dahsyat tadi.
Ketika angin pukulan saling bertemu, terjadilah suatu ledakan keras yang
memekikkan telinga bayangan manusia saling berpisah dan masing masing melayang turun keatas tanah.
Menggunakan kesempatan tersebut, Coa Cong-gi segera menekan permukaan tanah dan
melejit ke angkasa, dari situ dia mundur sejauh tiga langkah lebih.
Paras muka Bwee Su-yok sedingin salju, diantara biji matanya jeli terpancar hawa
nafsu membunuh yang tebal. Dengan ketus bentaknya kembali, "Kenapa harus
mengampuni jiwanya" Kalian semua harus mampus ditanganku"
Ditengah bentakannya yang amat nyaring, telapak tangan kanannya bergerak cepat.
"Criiing....!" Tahu tahu ditangannya itu telah bertambah dengan sebilah pedang lemas yang tipis
bagaikan kertas, tapi memancarkan sinar keperak-perakan yang menyilaukan mata.
Pedang semacam ini disebut juga Kiam wan (pil pedang). Lebarnya hanya beberapa
inci dengan panjang empat depa. Kedua belah sisinya tajam dan pedang itu terbuat dari baja
asli yang berkwalitet tinggi. Karena sifatnya lemas maka bila pedang itu tidak dipakai
dapat digulung seperti bola. Bila disimpan didalam sebuah kulit yang bulat maka besarnya hanya
seperti kepalan tangan. Bila akan dipakai maka asal tombol rahasianya di tekan, secara otomatis
pedang lemas 220 yang amat tajam itu akan membantul keluar. Jadi bila pedang itu disimpan dalam
kulit baja, maka senjata tersebut seolah-olah tertelan didalam gagang pedang, bukan saja
praktis, enteng juga mudah dibawa-bawa. Pedang lemas semacam ini jarang sekali dijumpai dalam dunia persilatan, pertama
karena senjata itu tidak mudah untuk membuatnya. Kedua, pedang lemas semacam ini
penggunaannya jauh lebih sukar daripada penggunaan pedang tipis. Bila tenaga dalam yang
dimiliki orang itu kurang sempurna atau jurus serangannya kurang hafal atau mungkin juga tenaga
dalam yang dimiliki musuhnya jauh lebih tangguh daripada dirinya, maka ja ngan dibilang
melukai musuhnya, bisa jadi diri sendirilah yang akan termakan oleh senjata itu.
Sementara itu, Bwee Su-yok telah meloloskan pedang lemasnya, entah dengan cara
apa dia menyentak senjata tersebut, tahu tahu pedarg lemas yang tipisnya seperti
kertas itu sudah menegang keras bagaikan sebatang toya baja. Dari sini terbuktilah sudah bahwa
tenaga dalam yang dimiliki nona itu betul betul sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Terperanjat juga Hoa In-liong menyaksikan kejadian itu. Coa Cong-gi yang sudah
bangkit berdiri dan semula masih dibakar oieh api kegusaran, setelah menyaksikan kelihayan
musuhnya mengkeret juga dibuatnya, dia tak berani turun tangan lagi secara gegabah.
Kembali Bwee Su yok menggetarkan pergelangan tangannya, ujung pedang itu
ditudingkan ke muka, lalu dengan wajah menyeringai hardiknya keras keras, "Eeehh... engkau
sebetulnya mau cabut keluar pedangmu atau tidak" Ketahuilah, mau cabut pedangmu atau tidak,
nona sama saja akan membunuh kau. Sampai waktunya jangan salahkan kalau nona bertindak kejam
kepadamu!" Dalam pada itu, secara lapat-lapat Hoa In-liong telah merasa bahwa gadis cantik
berwajah dingin kaku yang berada dihadapannya ini pada hakekatnya masih mempunyai perasaan yang
sensitif se-perti kebanyakan orang lain. ini terbukti dari kemarahannya yang begitu
memuncak setelah mendengar ocehan Coa Cong-gi yang menuduh dia sedang cemburu. Sebab hanya
manusia berperasaan sensitiflah yang gampang tersinggung oleh cemoohan atau ejekan orang
lain. Pemuda ini wataknya terbuka dan tak senang menyelidiki orang sampai seteliti-
telitinya, apalagi setelah dipaksa terus menerus oleh Bwee Su-yok dengan caranya yang sinis itu,
sontak gengsinya sebagai seorang laki-laki tersinggung.
Pedang pendeknya digetarkan keras-keras sampai memperdengarkan suara dengungan
yang memekakkan telinga, kemudian dengan lantang dia berkata, "Nona Bwee, eagkau
terlalu sombong dan takabur, sekalipun tidak sampai kucabut nyawamu, tapi pantatmu akan
kuhajar sebagai peringatan atas keangkuhanmu itu. Nah, bersiap-siaplah! Sebentar aku
akan tangkap badanmu dan gebuk pantatmu itu...."
Bwee Su-yok semakin gusar, saking marahnya pucat pias wajahnya yang cantik itu,
badannya ikut menggigil, sambil menggigit bibir ia mendengus lalu menerjang kemuka sambil
melepaskan sebuah tusukan kilat. Hoa In-liong tentu saja tak sudi unjukkan kelemahannya didepan orang. Baru saja
dia akan menggerakkan pedangnya untuk menangkis, tiba-tiba tampak sesosok bayangan hitam
berkelebat lewat, menyusul kemudian orang itu membentak nyaring, "Tunggu
sebentar!" Bayangan hitam yang menghalangi terjadinya pertempuran itu bukan lain adalah Kiu
im-kaucu. 221 Pada waktu itu air muka Kiu im kaucu kelihatan sangat mengerikan. Sepasang
matanya merah penuh nafsu membunuh, rambutnya yang telah beruban bergoyang-goyang kencang
walaupun tiada angin yang berhembus lewat, rupanya ia se dang merasa gusar sekali.
Mendengar bentakan itu, Hoa In-liong segera membatalkan maksudnya untuk
menangkis dan mundur selangkah kebelakang. Sedangkan Bwee Su yok menarik kembali pedang
lemasnya dan menyingkir kesamping. Dengan tatapan mata yang tajam, Kiu-im-kaucu memandang sekejap dua orang muda
mudi itu tiba-tiba ujarnya dengan suara dingin, "Yok-ji, tampankah Hoa siauhiap ini?"
OOOOoooOOOO "ADA APA?" seru Bwee Su-yok seperti orang tercengang. "Apakah Yok-ji telah
melakukan perbuatan salah?" Sinar mata yang memancar dari mata Kiu-im-kaucu berkilat tajam, bukan menjawab
kembali dia membentak, "Jawab pertanyaanku, cepat! Dia terhitung tampan atau tidak?"
Bwee-Su-yok menoleh dan memandang sekejap wajah Hoa In-liong dengan ragu-ragu,
lalu sahutnya, "Tidak....tampan"
"Jangan banyak berpikir!" kembali Kiu-im-kaucu membentak nyaring, "Jawabannya
tak boleh dua, ayoh cepat, beri jawaban yang tegas!"
"Dia bermuka tampan atau tidak, apa sangkut pautnya dengan Yok-ji?" bantah Bwee
Su-yok. "Kenapa kau orang tua........."
"Jangan banyak bertanya, ayoh segera jawab!" tukas Kiu-im-kaucu lagi sambil
mengetukkan toya baja kepala setannya ke atas tanah.
Mula-mula Bwee Su-yok agak tertegun, menyusul kemudian sahutnya setengah
menjerit, "Tampan! Tampan! Tampan!"
Agaknya Kiu-im-kaucu merasa sangat puas dengan jawaban tersebut, dia menarik
napas panjang sekulum senyuman menghiasi bibirnya, lalu mengangguk dengan lirih. "Hmmm!
Ternyata tidak membohongi aku......! Ternyata tidak membohongi aku..... Kalau begitu aku memang
sedang menguatirkan soal yang sama sekali tak perlu!"
Menyaksikan sikap musuhnya yang sebentar marah sebentar girang, lalu memaksa
muridnya menjawab pertanyaan yang sama sekali tak ada gunanya itu, Hoa In-liong menjadi
keheranan dan berdiri tertegun. Ia tidak habis mengerti mengapa musuhnya harus berbuat
begini" Tampaknya Bwee Su-yok juga tidak dapat memahami maksud tujuan gurunya, dengan
alis berkenyit katanya sambil cemberut, "Kenapa Yok-ji mesti membohongi engkau orang
tua" Soal apa yang kau orang tua musti kuatirkan tentang diri Yok-ji?"
Kiu-im-kaucu menengadah dan tertawa. "Kejadian yang sudah lewat biarkanlah lewat
kau tak usah banyak bertanya lagi! Pokoknya yang penting, engkau harus selalu teringat
akan nasehat dari gurumu" 222 Bwee Su-yok mengangguk, sahutnya dengan sikap yang sangat hormat, "Yaa! Yok-ji
akan mengingatkan selalu, dikolong langit tak ada seorang laki-lakipun yang merupakan
orang baik, semakin tampan orang itu semakin busuk hatinya"
Wajah maupun sikapnya yang dingin, kaku dan hambar itu pulih kembali seperti
sedia kala. Nada pembicaraanpun kembali jadi dingin seperti salju sedikitpun tidak membawa emosi.
Melihat dan mendengar keketusan muridnya itu Kiu-im-kaucu tampak merasa puas
sekali, tak kuasa lagi ia tertawa terbahak-bahak.
Sampai disini, Hoa In-liong pun dibuat mengerti juga dengan keadaan yang selang
dihadapinya. Rupanya keketusan dan sikap dingin yang dimiliki Bwee Su-yok saat ini bukanlah
watak yang alamiah, melainkan watak dari hasil didikan orang lain yang dilakukan sejak dari
gadis itu masih kecil. Karena itu juga, diapun berpikir didalam hati, "Aaaah....suatu sistim pendidikan
yang sungguh sungguh mengerikan! Padahal usia gadis itu masih sangat muda, wajahnya juga
cantik, sepantasnya kalau dia hidup dalam kebebasan dan kegembiraan. Yaa....nona yang
begitu polos dan sederhana telah dididik Kiu im kaucu menjadi Giok Kwan-im yang tak bersukma.
Tak heran kalau jalan pikirannya begitu picik, tak heran kalau dia bersikeras hendak
membunuh aku!" Siapa tahu jalan pemikiran si anak muda inipun keliru besar, sekalipun tingkah
laku dan pembicaraan seorang manusia erat sekali hubungannya dengan pendidikan yang
diterimanya, namun pendidikan itu sendiri tak dapat melenyapkan watak almiah dari manusia.
Bwee Su-yok bisa naik pitam dan tiba-tiba saja berkobar nafsu membunuhnya boleh
dibilang sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan sikap dingin, kaku dan ketus yang
ditunjukkan dara itu. Tidak sepantasnya pemuda itu menyinggung gengsi dan harga diri Bwee Su-yok.
Tidak seharusnya pemuda itu berkata, "Walaupun nona cantiknya memang cantik, namun
kecantikan itu belum cukup untuk menggerakkan hatiku" serta kemudian sikap dan tindak
tanduknya yang mencemooh. Selain daripada itu, sepantasnya kalau pemuda itu tidak menunjukkan pula sikap
mesrahnya dengan nona berbaju hitam itu. Bwee Su-yok bukan gadis buta yang tak dapat
melihat, sudah tentu dia tahu bahwa dia lebih cantik bila dibandingkan dengan nona baju hitam
itu, tapi kenyataannya pemuda itu lebih tertarik pada gadis yang tidak lebih cantik
daripadanya dibandingkan menaruh perhatian kepadanya, tentu saja sebagai seorang gadis
remaja Bwee Suyok jadi tak tahan.
Manusia yang normal adalah manusia yang mengenal arti cinta, laik-laki atau
perempuan semuanya mempunyai perasaan semacam itu, sebab gaya tarik memang selalu terdapat
dalan tubuh laki-laki maupun perempuan.
Selain daripada itu, delapan sampai sembilan puluh persen wanita cantik didunia
ini adalah egois (lebih mementingkan diri sendiri). Hoa In-liong tampan lagi gagah, bukan saja
lihay ilmu silatnya baik pula budinya sekalipun Bwee Su-yok dibesarkan dalam pendidikan yang keliru
dan berpandangan picik, sekalipun sikapnya dingin kaku dan tidak beremosi, tapi
dalam hati kecilnya dia masih mempunyai daya tarik terhadap lawan jenisnya.
Sejak pandangan yang pertama, kegagahan dan ketampanan pemuda itu telah
meninggalkan kesan yang cukup mendalam. Sayang pemuda itu telah mengucapkan kata-kata yang
menyinggung perasaan dan gengsi gadis itu. Apalagi sedari kecil ia sudah
mendapat pendidikan yang keliru, dalam keadaan demikian semakin yakinlah dia bahwa apa yang
diucapkan

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

223 gurunya.... makin tampan seorang lelaki makin busuk hatinya adalah benar. Serta
merta hawa nafsu membunuh daiam hati gadis itu pun berkobar.
Tentang soal ini, mungkin Hoa In-liong tidak menyangkanya sama sekali, tapi Kiu-
im-kaucu dapat merasakan hal tersebut. Sebab itulah dengan suara yang lantang dan nyaring ia
bertanya kepada Bwee Su-yok dengan pertanyaannya yang serba aneh, menanti Bwee Su-yok memberi
jawabannya yang jujur disertai teriakan nyaring dan sikapnya pulih kembali dalam
keketusan dan dingin, ia baru merasa puas dan berlega hati.
Suasana dalam arena kembali pulih dalam kesunyian, yang terdengar hanya gelak
tertawa Kiuim-kaucu yang bangga dan nyaring. Ditengah gelak tertawa yang
memekikkan telinga itu, pelanpelan Kiu-im-kaucu maju kedepan, dibelainya bahu
gadis she Bwee itu, kemudian tanyanya
dengan lembut, "Yok-ji bencikah engkau kepadanya?"
"Aku tidak tahu" sahut Bwee Su-yok dingin, "Tapi aku muak sekali melihat
tampangnya!" Kiu-im-kaucu mengangguk beberapa kali. "Ehmmm! Yok-ji, kau memang anakku sayang
sebenarnya boleh saja kau bunuh orang itu, tapi aku masih membutuhkan dirinya,
maka pergi dan tawanlah orang itu hidup-hidup!"
"Baik!" sahut Bwee Su-yok.
"Sreeet!" Dia menyimpan kembali pedang lemasnya, kemudian dengan wajah dingin dan langkah
yang tegap selangkah demi selangkah dihatn pirinya pemuda Hoa In-liong.
Kiu-im-kaucu putar badannya, memandang bayangan punggung muridnya itu dia
tertawa bangga sambungnya lebih jauh, "Hati-hati! Ilmu silat keluarga Hoa bukan kepandaian yang
bisa dianggap remeh, jangan sampai kau hancurkan merek gurumu!"
Tiba-tiba Coa Cong-gi menerkam ke muka, teriaknya setengah menjerit, "Bagus
sekali! Akan kuremukkan papan merekmu itu. akan kulihat kau siluman tua bisa berbuat
apalagi!" Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan ke depan menghantam dada Bwee-Su-yok.
Serangan yang dilancarkan ini bukan saja disertai tenaga dalam yang maha
dahsyat, kecepatannya pun bagaikan sambaran kilat, belum habis ucapannya diutarakan,
serangan yang keras dan kuat bagaikan gulungan ombak ditengah samudera itu sudah menerjang ke
arah dada gadis itu. Bwee-Su yok memang sungguh-sungguh amat lihay. Sedikit saja badannya miring ke
samping, tahu-tahu serangan yang maha dahsyat itu sudah di hindarinya. Ditengah dengusan
dingin tangan tangan kanannya mencengkeram kemuka mengancam urat nadi diatas
pergelangan tangan Coa Cong-gi. Sementara tangan kirinya yang tajam bagaikan pisau membacok tekukan sikutnya,
bukan begitu saja malahan kaki kanannya ikut melayang kedepan menendang jalan darah Tan-tian
dipusar. Satu jurus dengan tiga gerakan, bukan saja enteng dan gesit, bahkan tajam
dahsyat dan luar biasa lihaynya. 224 Hoa In-liong terhitung seorang pemuda yang dapat menguasai perasaan sendiri,
akan tetapi setelah menyaksikan jalannya pertarungan itu, bergidik juga hatinya.
Tampaknya aliran ilmu silat yang dianut Coa Cong-gi sejalan dengan tabiatnya,
keras berangas dan dan mengandalkan tenaga besar. Masih mendingan kalau ia tidak bertarung,
sekali turun tangan maka tubuhnya menerjang terus kedepan, sedikit pun tidak merasa gentar
atau takut. Tampak telapak tangannya ditekan ke arah langsung disodok ke belakang menumbuk
disapu ke samping mencengkeram jalan maupun menukar gerakan, semuanya
memperdulikan ke selamatan jiwa sendiri. bawah, tubuhnya mendadak berputar keras, sikutnya jalan
darah Mia-bunhiat. Sementara tangan kirinya darah cian-keng-hiat di bahu, baik
berganti jurus dilakukan de ngan
ganas, sama sekali tidak "Woouw, suatu gerakan serangan yang ganas dan tekebur!" teriak Kiu-im-kaucu
lantang, "Eeh.. anak muda, engkau adalah anak murid siapa....?"
"Anak murid diri sendiri!" sahut Coa Cong-gi ketus. Seraya berkata, tubuhnya
secepat kilat berputar kencang. Kepalan dan telapak tangannya dipergunakan berbareng. Dalam
waktu singkat dia telah melancarkan tiga buah jotosan dan tujuh buah pukulan telapak
tangan yang tajam. Sebetulnya anak muda itu maksudnya hendak berkata bahwa ilmu silatnya adaran
ajaran keluarga, tapi oleh karena wataknya terlalu berangasan lagi pula sedang
melancarkan serangan berantai, jawaban yang kemudian diucapkan malahan menjadi suatu jawaban seperti
orang segan menyahut. Kiu-im-kaucu mendengus dingin, tiba-tiba dia berseru, "Seng tongcu, kau maju dan
layanilah engkoh cilik ini bermain-main beberapa jurus!"
Seorang kakek pendek, kecil yang memelihara jenggot kambing dijanggutnya disudut
arena sana segera mengiakan dan masuk kedalam gelanggang bentaknya dengan suara lantang,
"Lohu bernama Seng Sin-sam, akan melayani beberapa jurus serangan darimu!"
Dengan suatu loncatan kilat ia menerjang masuk ke arena, telapak tangannya
secepat kilat dibabat kebawah membacok dada kiri Coa Cong-gi.
Sementara itu Bwee Su-yok telah melayang mundur ke belakang, dengan suara berat
katanya , "Tangkap dia, aku minta dalam keadaan hidup!"
Kemudian sambil putar badan, dia menuding ke arah Hoa In-liong sambil ujarnya
lagi dengan dingin, "Orang she-Hoa, kaucu ada perintah yang melarang nonamu
membunuh kau, sekarang kau
boleh menyerang dengan legakan hatimu!"
"Ooooo..... Tadi kan sudah kukatakan, aku hendak menabok pantatmu karena kau
nakal...." Belum habis ucapan itu, si nona baju hitam telah menerjang kedepan sambil
berseru, "Hoa kongcu. silahkan pergi dari sini! Mereka andalkan jumlah banyak, tidak
menguntungkan bagi kita untuk melayani kurcaci-kurcaci tersebut!"
Bwee-su-yok semakin naik pitam, kembali ia membentak keras, "Kek Tongcu, tangkap
perempuan itu!" 225 Ditengah bentakan nyaring, segesit dia mengigos kesamping menghindarkan diri
dari sergapan nona baju hitam, kemudian ia berbalik menerjang ke arah Hoa In-liong lagi.
Pada saat yang bersamaan, seorang kakek tinggi besar yang berkepala botak
melayang masuk ke dalam arena, ia langsung menghadang jalan pergi si nona baju hitam.
Si Nio yang melihat majikannya terhadang, serta merta menerjang pula kedepan,
dia kuatir majikannya menemui celaka. "Telur busuk!" makinya, "Kami tak ada sangkut pautnya
dengan orang she Hoa itu. ayoh cepat menyingkir, kami akan berlalu dari sini!"
Si Nio benar-benar amat setia terhadap majikannya, dia tak ingin menyaksikan
majikannya berhubungan dengan Hoa In-liong, lebih-lebih tak ingin membiarkan dia bertempur
dengan orang-orang Kiu-im-kau, tapi lantaran wataknya yang berangasan. Begitu selesai
berbicara, telapak tangan kanannya langsung diayun kemuka menghantam dada Kek Tongcu itu.
Orang she Kek ini bernama Kek Thian tok, dia adalah seorang anggota lama dari
Kiu-im-kau, malahan terhitung bawahan yang paling kuno sebab pengabdiannya semenjak kaucu
angkatan yang lalu, sekarang dia menjabat sebagai ketua ruangan kesejahteraan anggota,
bukan saja kedudukannya terhormat, ilmu silat yang dimiliki juga bebat sekali.
Dengan suatu langkah yang aneh tiba-tiba ia memutar badannya, entah dengan
gerakan apa, tahu-tahu tubuhnya yang tinggi besar itu sudah berada dibelakang punggung Si Nio
telapak tangannya segera dihantam keatas jalan darah Leng-tay-hiat ditubuh perempuan
itu. "Hmm! Rupanya engkau memang sudah bosan hidup......" bentaknya.
Si nona baju hitam merasa amat terkejut, serta merta ia menerjang ke muka sambil
berteriak, "Si Nio, hati-hati". Telapak tangannya diayun, langsung menyongsong datangnya
ancaman dari Kek Thian-tok. "Blaaaang....,..!" ketika dua pasang telapak tangan saling beradu, terjadilah
suatu ledakan keras yang memekikkan telinga. Sekujur badan sinona baju hitam itu terpukul miring kesamping dan secara
beruntun mundur delapan langkah dari tempat semula sebelum akhirnya berhasil untuk berdiri tegak
kembali. Keadaan Kek Thian-tok sendiripun tidak begitu menyenangkan, badannya terseret
miring kesamping oleh angin pukulan itu.
Rupanya Si Nio merasakan gelagat yang kurang menguntungkan, serta merta ia
melesat beberapa kaki kedepan dengan badan hampir menempel diatas permukaan tanah,
dengan suatu gerakan yang mendebarkan hati loloslah sinenek jelek itu dari ancaman maut.
Semua kejadian ini berlangsung hampir bersamaan waktunya, sementara Hoa In-liong
masih bertarung sengit melawan Bwee Su-yok. Keadaan sinona baju hitam itu sudah
keteter hebat, tampaknya ia tak sanggup untuk melakukan perlawanan lebih jauh.
Melihat keadaan tersebut, Hoa In-liong jadi terkejut sekali, dia mengepos tenaga
dalamnya dan memaksa mundur Bwee Su-yok, lalu pedang pendeknya dilontarkan ke muka sambil
teriaknya dengan penuh kecemasan dan kekuatiran, "Nona, sambutlah pedang ini!"
"Criiiit....!" 226 Diiringi suara desingan tajam yang memekikkan telinga, pedang pendek itu dergan
memancarkan sinar berwarna keperak-perakan meluncur ke muka.
Kebetulan sekali Kek Thian-tok sedang bergerak maju dan melancarkan terjangan
untuk kedua kalinya ke arah nona baju hitam saat itu, dengan melesatnya sang pedang pendek
itu, otomatis ujung pedang itu mengancam keatas punggung Kek Thian-tok.
Untunglah Toagcu dari ruang Kesejahteraan perkumpulan Kiu-im-kau ini terhitung
seorang jago kawakan, baik ketajaman dalam penglihatan maupun ketajaman dalam pendengaran
boleh dibi lang cukup tangguh, tatkala merasakan tibanya de singan angin tajam, dengan
ketakutan buruburu badannya bertiarap keatas tanah.
"Sreeet!" Dengan membawa desingan angin tajam, pedang pendek itu meluncur tepat diatas
batok kepalanya dan melayang ke arah dada si nona baju hitam.
Dari kejauhan si nona baju hitam itu dapat merasakan pula desingan angin tajam
yang dibawa pedang pendek itu sangat memekikkan telinga, dan lagi tenaga luncurnya belum
lemah, dia tak berani menyambut dengan begitu saja, terpaksa kakinya bergeser selangkah ke
samping, terhindar dari sambaran senjata itu, pedang pendek tadipun rontok ke tanah.
Si-Nio menyambar pedang pendek itu dengan kecepatan luar biasa, lalu menerjang
kedepan, ben-taknya keras-keras, "Nona. cepat lari! biar setan tua ini aku yang hadang......"
Pedangnya menggeletar nyaring, dengan membawa desingan yang menggidikkan hati
dia tusuk dada Kek Thian tok. Bwee-Su-yok semakin kalap menyaksikan kejadian itu, teriaknya setengah menjerit,
"Bunuh dia! Bunuh perempuan itu sampai mampus!"
Agaknya kemarahan yang berkobar dalam dada perempuan itu sudah mencapai pada
puncaknya. Sinar mata yang memancar keluar mengerikan sekali, telapak tangannya berputar
kesana kemari, desingan angin jari mendesis kesekeliling gelanggang. Semua jalan darah
penting ditubuh Hoa In-liong terancam dibawah serangannya, ini membuat si anak muda itu
mau tak mau harus mengerahkan pelbagai macam ilmu tangguhnya untuk mempertahankan diri.
Walaupun demikian, pemuda itu masih juga keteter hebat dan tak mampu
mempertahankan diri, dia terdesak berada dibawah angin.
Syarat terpenting yang harus diperhatikan oleh jago-jago lihay yang sedang
bertempur adalah ke-tenangan serta pemusatan pikiran dan perhatian ke satu titik.
Ketika Hoa In-liong masih bisa bertempur dengan memusatkan pikiran tadi,
kedudukannya masih lumayan. Tapi setelah dilihatnya si nona baju hitam itu terancam bahaya dan
bukan tandingan Kek Thian-tok, karenanya pedang pendek yang dipakainya itu disambit kembali
kepada nona itu agar nona tadi bisa melawan dengan ketajaman senjatanya, justru karena
perhatiannya bercabang, ia jadi kehilangan posisi yang menguntungkan, dan untuk sesaat tak
mampu mengembalikan lagi posisinya yang tidak menguntungkan itu.
Bwee Su-yok memang masih muda, usianya baru belasan tapi kepandaian silat yang
dimilikinya luar biasa sekali. Apa lagi mukanya sekarang diliputi keketusan dan keseraman
yang mencekam 227

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hati, seakan-akan gadis itu sudah lupa kalau Kiu-im-kaucu telah berpesan untuk
menangkap musuhnya dalam keadaan hidup.
Baju putihnya sebentar bergerak kekiri sebentar lagi bergerak kekanan, semua
serangan yang digunakan seolah-olah merupakan jurus mematikan yang mengerikan hati, ini
membuat lawannya jadi semakin keteter bebat.
Hoa In-liong sendiri, sekalipun posisinya sangat tidak menguntungkan. Namun
kejadian itu tidak membuat hatinya jadi gugup. Memang keteguhan hati dan ketenangan adalah pokok
utama yang diandalkan ayahnya untuk melepaskan diri dari kesulitan. Dihari-hari biasa
diapun selalu mendidik anak-anaknya untuk mengutamakan keteguhan hati.
Oleh sebab itulah meskipun Hoa In-liong berada dalam posisi yang menyulitkan,
namun sikapnya tetap tenang dan keteguhan hati betul-betul tercermin dari setiap gerak-
geriknya. Sekarang ia tidak mengharapkan keuntungan tapi lebih mengutamakan keselamatan. Karena itu
bila Bwee Su-yok ingin melukai pemuda itu dalam beberapa gebrakan saja jelas hal ini tak
mungkin terjadi. Begitulah, kedua orang itu saling menyerang dengan gencarnya, dalam waktu
singkat dua puluh gebrakan sudah lewat. Sekalipun terjadi perbedaan antara yang terdesak dan pihak
yang menyerang namun untuk menentukan siapa menang siapa kalah masih merupakan suatu
tanda tanya besar. Jilid 12 DITENGAH pertarungan, Hoa In-liong berpikir dihatinya, "Apa yang sebenarnya
telah terjadi" Bukankah Kiu-im-kaucu telah berkata dengan jelas bahwa dia menghendaki aku dalam
keadaan hidup" Kenapa perempuan ini malahan begitu bernafsu untuk membunuh aku" Kalau
toh ingin membunuh aku, kenapa tidak ia gunakan pedang lemasnya?"
Sebuah telapak tangan yang kecil dan putih tiba-tiba mencengkeram ke arah
dadanya, ini memaksa anak muda itu harus segera menarik kembali lamunannya, ia berjongkok
kesamping, tangannya digetarkan keatas dan dengan kelima jari tangannya yang direntangkan
bagaikan kuku garuda, dicengkeramnya urat nadi diatas pergelangan lawan.
Bwee Su-yok miring kesamping menghindarkan diri dari serangan Kim-liong-tam-jiau
(naga emas mengunjukkan cakarnya) si anak muda itu, mendadak telapak tangannya ditekan
kebawah dan membacok jalan darah cian-heng hiat dibahunya, sementara jari tangan kirinya
setegang tombak menusuk jalan darah Hu-ciat-hiat dilambung.
Hu-ciat-hiat merupakan jalan darah pertemuan ditubuh manusia, apa bila tempat
itu sampai tertotok, maka hawa darah akan membuyar kesamping, jiwapun otomatis terancam.
Padahal serangan itu dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, cukup dari
desingan angin serangannya dapat diketahui bahwa ancaman tersebut benar-benar mengerikan.
Hoa In-liong sangat terkejut, buru buru ia memutar badannya kesamping untuk
menghindarkan diri. Tiba-tiba terdengar Coa Cong-gi berteriak keras, "Seng lo kui (setan tua), mau
bunuh mau cincang aku orang she Coa tak nanti mengerutkan dahi, tani kalau engkau hendak
mempermainkan diriku....."
"Hmmm......! Jangan salahkan kalau aku orang she Coa akan mencaci maki dirimu....."
228 Tongcu penerimaan anggota, Seng-Sin-sam tertawa seram. "Heeeh..... hee...... hee......
kaucu ada perintah untuk melayani sobat muda bermain sebanyak beberapa jurus, sedang
akupun hanya melaksanakan perintah belaka, mau maki mau marah silahkan saja, yang pasti
aku tak berani membunuh dirimu!"
Coa Cong-gi memang seorang laki laki yang berangasan, begitu terjun kedalam
gelanggang dia lantas melancarkan serangkaian serangan yang meng getarkan hati. Dengan pukulan
pukulannya yang serba keras dan penuh bertenaga, mula mula ancamannya itu mendatangkan juga
hasil yang diinginkan, tapi lama kelamaan dengan usianya yang muda dan tenaga dalamnya
yang serba terbatas puluhan jurus kemudian tenaga serangannya makin mengendor,
akhirnya pukulan-pukulan yang di lancarkan juga makin lemah jadinya.
Seng-Sin-sam sendiri sebagai seorang Tongcu tentu saja memiliki ilmu silat yang
tinggi, sudah puluhan tahun ia berkelana dalam dunia persilatan. Baik pengetahuan maupun
pengalamannya boleh dibilang luas sekali, ditambah lagi dia adalah seorang manusia yang licik
dan banyak akalnya. Sejak awal pertarungan, dia hanya bergerilya belaka memeras tenaga Coa
Cong-gi, menanti jalannya pertarungan sudah dikuasahi, dia baru pukul sana hantam kemari
seperti orang lagi mempermainkan musuhnya. Pada hal hakekatnya ia sedang mencari kesempatan
untuk menyarangkan pukulannya ketubuh lawan. Sayang musuhnya ini berani mati. Ilmu
silatnya juga istimewa, bertarung sekian lama dia belum berhasil juga untuk memenuhi
harapannya. Coa Cong-gi semakin berang, ketidak-sabarannya membuat mukanya sampai ketelinga
jadi merah padam, napasnya ngos-ngosan seperti kerbau. Serangan yang dilancarkan juga
semakin ngawur. Hoa In-liong merasa amat terperanjat cepat teriaknya dengan suara lantang,
"Tenang.....! Tenang.....! Saudara Cong-gi, Jangan keburu nafsu, bertempurlah pelan-pelan...."
Bagaikan bayangan setan, Bwee Su-yok menerjang maju kemuka, bentaknya dengan
dingin, "Sudah, kamu tak usah campuri urusan orang lain, uruslah dirimu sendiri"
Telapak tangannya segera diayun kedepan menghajar batok kepala anak muda itu.
Cukup keji serangan tersebut bahkan tenaganya bagaikan bukit Thay san yang
memindah di atas kepala. Dalam kejutnya Hoa In-liong berusaha untuk berpaling sambil berkelit,
tapi sayang terlambat, ia saksikan telapak tangan musuh yang putih bagaikan
pualam itu tahu-tahu sudah
berada beberapa inci diatas kepalanya.
Untunglah disaat yang amat kritis itu terdengar Kiu-im-kaucu membentak nyaring,
"Aku menginginkan yang hidup!"
Bentakan tersebut penuh bernada kemarahan yang memuncak.
Bwee-Su-yok terperanjat, gerakan tangannya segera terhenti ditengah jalan.
Menggunakan kesempatan itu Hoa In-liong menjejakkan kakinya dan mundur delapan depa ke
belakang, dengan demikian loloslah dia dari ancaman tersebut.
Hoa In-liong memang jauh berbeda dengan manusia biasa, bila orang biasa yang
baru lolos dari ancaman bahaya maut, niscaya nyalinya akan pecah dan peristiwa itu akan
mengakibatkan kemarahan yang mendekati kalap. Sebaliknya Hoa In-liong tetap tenang,
dipandangnya sekejap 229 sekeliling arena pertarungan, kemudian sambil mengerahkan tenaga dalamnya dia
membentak nyaring, "Tahan!"
Bentakan itu diutarakan dengan tenaga penuh, kerasnya bagaikan guntur yang
membelah bumi di siang hari bolong, membuat jantung orang bukan saja berdebar keras,
telingapun jadi sakit rasanya. Jangan dibilang Coa Cong-gi yang memang keteter hebat, Si Nio berdua yang sedang
bertarung melawan Kek Thian-tok pun berada dalam posisi yang sangat tidak menguntungkan.
Ketika mendengar bentakan tadi, semuanya terkejut dan serta merta juga pertarungan pun
terhenti. Paras muka Kiu-im-kaucu agak berubah, diam-diam pikirnya didalam hati kecil,
"Hebat juga tenaga dalam yang dimiliki bocah itu, rasanya tidak berada dibawah kemampuan Hoa
Thianhong. Aku tak boleh terlalu memandang enteng orang ini!"
Sementara dihati kecil dia berpikir demikian, diluaran segera tegurnya dengan
lantang, "Ada apa"
Ada persoalan yang hendak kau ucapkan....?"
Hoa In-liong tidak menggubris pertanyaan itu, dia berpaling ke arah Si Nio yang
masih berdiri dengan muka menyeringai dan serunya, "Kau boleh temani nonamu untuk, berlalu
lebih dulu dari sini!" Si Nio tertegun, kemudian serunya mendadak, "Dengan dasar apakah engkau
memerintah aku....?" "Persoalan yang sedang kami hadapi sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan
diri kalian berdua maka kuanjurkan janganlah mencampuri urusan ini!"
Maksud dari ucapan anak muda itu cukup jelas, ia telah bersiap sedia
melangsungkan pertempuran mati-matian, maka diharapkan orang yang tak ada sangkut pautnya
dengan kejadian itu dipersilahkan untuk berlalu lebih dulu.
"Tidak....!" si nona baju hitam itu segera menampik, "Kalau mau pergi, kita harus
pergi bersamasama!" "Nona tak usah kuatir" kembali Hoa In-liong membujuk, aku kan sudah berkata
bahwa urusan ayahmu tak akan kucampuri" Pokoknya bila persoalan ditempai ini sudah selesai,
aku pasti akan mencari nona untuk merundingkan lagi tentang persoalan ini"
"Huuuh......" Enak benar kalau bicara, bagaimana kalau seandainya kau mampus?" sela
Si Nio dengan suara parau. "Ngaco-belo!" bentak nona baju hitam dengan muka dingin, "Siapa yang suruh
engkau mencampuri urusan ini" Sana menyingkir jauh jauh dari sini"
"Aku tidak mengapa ada, semua perkataanku adalah sejujurnya. Andaikata dia
sampai mati terbunuh Kiu-im-kaucu, bukankah kita akan menggigit jari?"
Tentu saja dibalik semua persoalan itu, sebetulnya terdapat suatu hubungan yang
aneh sekali dan hubungan itu cukup membingungkan mereka mereka yang terlibat.
230 Tak bisa diragukan lagi, si nona baju hitam itu menaruh kesan yang sangat
mendalam terhadap Hoa In-liong, akan tetapi diapun menguatirkan keselamatan ayahnya, karena itu
perasaannya jadi serba salah, caranya berbicarapun jadi mengarah dua bagian.
Sebaliknya Si Nio amat setia kepada majikannya. Apa yang dikuatirkan cuma
keselamatan majikan tuanya. Selain itu diapun kuatir majikan mudanya terjebak dalam jaring
cinta, maka setiap saat dia berusaha menyakiti hati Hoa In-liong, sedang keputusan dan
caranya berpandangan pun sangat tegas.
Hoa In-liong pribadi hakekatnya tidak mempunyai prasangka apa-apa. Dia mengira
apa yang diucapkan Si Nio adalah kata-kata yang sejujurnya dan tujuan si nona
baju hitam membantu dirinya
serta menguatirkan keselamatan jiwanya juga tak lain demi keselamatan ayahnya,
sebab itu dia cuma tertawa ewa. "Sudah..... pergi!, pergi sana!" serunya sambil ulapkan tangan,
"Aku yakin masih mempunyai kemampuan untuk menjaga diri, kalian tak usah menyia-nyiakan
waktu bagi urusan yang tak penting lagi!"
Terdengar Bwee Su-yok mendengus dingin dengan bibir dicibirkan, sedangkan Siau
Ciu yang selama ini hanya membungkam terus, sekarangpun berseru sambil tertawa
seram, "Heeeh.... hee...... heee...... mau pergi" Aku rasa tak akan segampang itu!"
Hoa In-liong mengalihkan pandangan matanya kesekeliling gelanggang, lalu
tersenyum. "Ooooh....! Rupanya saudara Siau juga terhitung salah seorang anggota Kiu-im-kau.
Suatu kejadian yang sama sekali tak terduga bagiku!" ejeknya.
Lantaran soal Wan Hong-giok yang dicintainya Siau Ciu merasa benci sekali
terhadap Hoa Inliong boleh dibilang rasa bencinya itu sudah merasuk kedalam
tulang sumsum. Mendengar itu,
dia celingukan kesana kemari, kemudian katanya, "Hmmm! Engkau gemar bermain
perempuan kesana kemari, berani menggaet juga sumoay aku orang she Siau....."
Mendadak perkataannya terputus sampai ditengah jalan, dia menjura kepada Kiu-im-
kaucu dan berkata, "Hamba minta ijin untuk turun ke gelanggang"
"Kau hendak beradu tenaga dengan Hoa siau-hiap?" tanya Kiu-im-kaucu dengan
sangsi. "Hamba minta ijin untuk menahan perempuan itu!" jawab Siau Ciu dengan hormat.
"Huuuh.... kamu itu manusia macam apa?" maki Hoa In-liong dengan suara mendongkol.
Siau Ciu menengadah lalu menjawab, "Aku hendak menggunakan cara yang sama untuk
menghadapi dirimu. Kau telah merampas pacarku, maka sekarang aku orang she Siau
juga akan bunuh kekasihmu ini, akan kusuruh engkau bagaimana sengsaranya orang patah
hati!" Hoa In-liong betul-betul dibuat menangis tak bisa tertawapun tak dapat, tapi ia
masih berusaha mengendalikan hawa amarahnya. Dalam keadaan begini ia betul-betul segan untuk
memberi perjelasan. "Hmmmm.....! Bagus, bagus sekali" serunya sambil mendengus dingin
"kalau engkau memang merasa bernyali, kenapa tidak bertempur saja melawan diriku?"
"Hmmm, engkau adalah milikku, kenapa musti cerewet?" tukas Bwee Su-yok dari
samping dengan dingin "Kalau ingin turun tangan, ayolah kulayani keinginanmu itu!"
Telapak tangannya segera diayun kedepan, segulung angin pukulan yang maha


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dahsyat segera meluncur kedepan. 231 Hoa In-liong miringkan badannya menghindarkan diri dari ancaman tersebut,
kemudian hardiknya, "Tunggu sebentar!"
Setelah berhenti sejenak, dengan sinar maita yang tajam tiba-tiba ia berpaling
ke arah Kiu-imkaucu, lanjutnya, "Sebelum terjadi peristiwa apa-apa, hendak
kuperingatkan lebih dulu kepadamu, andaikata ada orang hendak menyusahkan Si Nio berdua, Heeh.... hee....
hee..... Kaucu! Jangan salahkan kalau aku akan bertindak kejam!"
Tiba-tiba nona berbaju hitam itu berseru, "Siapapun jangan harap bisa menyuruh
aku tinggalkan tempat ini, kalau tidak...... Aduh!"
Rupanya tanpa menimbulkan sedikit suarapun Si Nio menotok jalan darah kakunya.
Begitu majikannya terkulai, dengan gerakan paling cepat disambarnya nona itu, lalu
sambil mengempitnya dengan gerakan cepat perempuan jelek itu meluncur turun ke bawah
bukit. Siau-Ciu menggerakkan tubuhnya akan mengejar tapi Kiu im kaucu keburu berseru
dengan lantang, "Kembali! Biarkan mereka pergi...."
Siau Ciu tak berani membangkang, terpaksa dia menghentikan gerakan tubuhnya dan
melotot sekejap ke arah Hoa In-liong dengan gemas.
Hoa In-liong sendiri pura pura tidak melihat, dia malah berpaling ke arah Cong-
gi sambil berkata. "Saudara Cong-gi, engkau juga harus pergi dari sini!"
"Kenapa musti pergi?" teriak Cong-gi dengan mata melotot dan dan alis mata
berkenyit, "Memangnya kau anggap aku adalah seorang pengecut yang takut mampus?"
Hoa In-liong tersenyum. "Tentu saja tidak!" sahutnya, "Kiu-im-kaucu hendak
menangkap siaute. Sekalipun aku tak tahu apa maksud tujuannya, tentu saja siaute tak dapat
menyerah dengan begitu saja, maka siaute akan bertempur mati matian melawan mereka!"
"Kalau memang begitu, ayolah kita kerjakan!" teriak Coa Cong-gi dengan lantang,
"Sekalipun harus mampus, delapan belas tahun kemudian aku juga akan hidup lagi sebagai
seorang lakilaki" "Saudara Cong-gi, aku kagum sekali oleh kegagahanmu, akan tetapi sebagaimana pun
juga....." "Sudah, kau tak usah banyak bicara lagi, kalau mau bertempur ayoh kita lakukan
sekarang juga!" "Dengarkan dulu perkataanku" bujuk In-liong "Jika aku mati kaulah yang
berkewajiban untuk membalaskan dendam bagiku, apalagi.... Yaa, harap saja saudara Cong-gi jangan
tersinggung, hakekatnya ilmu silatmu bukan apa-apaku. Bila engkau turut campur bukannya
membantu malah justru akan memecahkan perhatianku. Aku justru malahan tak bisa pusatkan
perhatian untuk ber-tempur melawan mereka"
Perkataan semacam itu boleh dibilang sangat blak-blakan dan berterus terang,
andaikata orang lain yang diucapi kata-kata seperti itu, sedikit banyak mereka akan berpikir dua
kali. Apa mau di bilang Coa Cong-gi adalah pemuda yang setia kawan. Dia tak mau tahu soal lain
kecuali tujuannya. Maka berbicara dengannya sama juga seperti tidak berbicara sama
sekali. Tampak sinar matanya berkilat, lalu dengan suara tak senang hati teriaknya,
"Kenapa" Memangnya cuma kau saja yang boleh tunjukkan kebolehannya sedang orang lain
tidak boleh" 232 Kalau kau suruh aku kabur meninggalkan teman, lantas jadi apakah aku Coa Cong-gi
dimata orang?" Melihat kekerasan hati rekannya itu. Hoa In-liong jadi cemas, serunya lagi,
"Tapi dalam soal ini
bukan soal setia kawan atau tidak, situasi yang kita hadapi sekarang......"
"Sudah, tak usah banyak bicara lagi, aku tak mau mendengarkan!" tukas Coa Cong-
gi tiba-tiba dengan suara keras. Begitu selesai berteriak, dia lantas melompat ke depan Seng Sin-sam dan langsung
mengayunkan kepalanya untuk menyerang.
Setelah beristirahat sebentar, tenaga dalamnya telah pulih kembali seperti sedia
kala, otomatis tenaga serangannya juga amat hebat pula.
Seng Sin-sam cepat berkelit kesamping menghindarkan diri dari serangan musuh
yang lihay, kemudian sambil menerjang maju kedepan dia balas melancarkan serangan berantai.
Begitulah, pertarungan pun segera berkobar. Dua orang itu saling menyerang
dengan gencarnya. Angin pukulan bayangan telapak tangan memenuhi seluruh angkasa, untuk sesaat
mereka bertempur dalam keadaan seimbang dan sama kuat.
Melihat rekannya sudah bertempur, Hoa In-liong pun tak bisa berbuat apa-apa
lagi, dia lantas berpikir, "Rasa setia kawannya setinggi langit, Yaa... aku harus kagum dan
berterima kasih kepada dia" lapun berpaling kepada Kiu-im-kaucu, lalu ujarnya dengan dingin, "Aku ingin
mergisahkan semua cerita, bersediakah kaucu untuk mendengarkan?"
"Eeee... dalam keadaan semacam inipun kau masih berniat untuk bercerita?" tanya
Kiu-im-kaucu keheranan. "Ooooh....Ceritanya pendek sekali, tak akan makan waktu terlalu banyak untuk
mengisahkannya!" Kiu-im-kaucu tersenyum. "Kalau engkau memang punya kegembiraan untuk berbuat
demikian, ceritakanlah, aku akan mendengarkannya dengan seksama!"
"Dulu, ketika raja Chu Pah-ong menderita kekalahan total disungai Wu-kang, Han
Ko-cou yang cerdik dan bijaksana tiada bermaksud memaksa lawannya untuk bunuh diri. Dalam
hati kecilnya dia hanya bermaksud untuk mendesaknya hingga tak ada jalan kabur lagi dan suruh
dia menyerah kalah dan dipakai tenaganya"
Kiu-im-kaucu tertawa terbahak-bahak setelah mendengar cerita itu. "Haaa.....
haa..... haa..... Engkau memang pandai sekali memutar balikkan duduknya perkara, setelah mengalami
kekalahan demi kekalahan ditangan Siang Yu, hakekatnya rasa benci Lau Pang
kepadanya sudah mencapai taraf ingin mendahar dagingnya, menghirup darahnya, mana mungkin ia
berniat untuk menerimanya sebagai pembantu" Apalagi setelah menderita kekalahan yang total
Siang Yu toh akhirnya gorok diri dan mati" Cerita seperti itu bukan cerita lagi namanya, tapi
merupakan catatan sejarah" "Dalam sejarah hanya tercatat bagaimana akhir dari kejadian itu, padahal Chu Pah
ong mempunyai kekuatan yang bisa mencabut bukit. Dia merupakan seorang jendral yang
tangguh 233 dalam usaha mempersatukan semua daratan Han-Ko cou membutuhkan manusia-manusia
berbakat semacam itu, dari mana kaucu bisa mengatakan bahwa ia bermaksud untuk
membunuhnya?" Kiu-im-kau tertawa, sahutnya, "Lau pang tidak mempunyai kebijaksanaan untuk
mengampuni musuh-musuhnya, setelah Siang-Yu mati, duniapun jadi aman, apa perlunya dia
musti menerima jendral musuh sebagai panglimanya?"
Tiba-tiba seperti baru saja memahami sesuatu, ia berhenti sejenak, lalu sambil
berpaling ke arah pemuda itu lanjutnya, "Apa maksudmu mengucapkan kata-kata semacam itu" Apakah
engkau telah mengambil keputusan hendak beradu jiwa denganku?"
"Haaah..... haa..... haa..........Akhirrnya kaucu mengerti juga maksudku......! Seru Hoa In-
liong sambil tersenyum. Setelah berhenti sejenak, dengan wajah bersungguh-sungguh ujarnya lebih jauh,
"Keluarga Hoa cuma mempunyai anak cucu yang rela kehilangan kepala, tapi tak akan mempunyai
keturunan yang sudi ditawan. Sekalipun aku sudah tersudut dan tak ada jalan pergi lagi,
akan kugunakan segenap kemampuan yang kumiliki untuk melakukan perlawanan hingga titik darah
peng habisan. Aku lebih rela mati konyol daripada ditawan dan dihina olehmu. Kalau
toh kaucu sudah memahami perkataan itu, hal ini jauh lebih baik lagi. Tapi sebelumnya hendak
kuterangkan dulu kepadamu, bila ada yang terluka atau sampai tewas, maka semuanya adalah tanggung
jawab kaucu sendiri. Sebab setelah bertempur narti, aku tidak akan berlaku sungkan
sungkan lagi." Mula-mula kiu im kaucu tertegun, menyusul kemudian diapun tersenyum geli. "Aaah...
kamu ini selalu ada-ada saja!" tegurnya, "Urusan tak akan berubah jadi demikian
seriusnya. Aku kan bukan Lau pang sedang engkau juga bukan Siang Yu dari kerajaan Chu. Tidak
mungkin kau akan kudesak hingga kehilangan jalan mundur!"
"Hmm, ucapan semacam itu hanya perkataan yang sama sekali tak ada artinya" tukas
Hoa Inliong "Demi dendam kematian Suma siok-yamu, juga dengan mencegah ambisi
Kiu-im-kau kalian merajai dunia persilatan dan menciptakan badai pembunuhan, bagaimanapun juga
harus mencampuri urusan ini. Tapi karena semenjak kecil aku sudah dididik ketat, aku
tak ingin bertindak secara gegabah. Seandainya aku kalah maka aku pun akan berusaha untuk
mengundurkan diri dari sini, jika kaucu bermaksud menangkap hidap-hidup diriku....
Heee... hee..... hee...... Lebih baik jangan bermimpi disiang hari bolong"
"Hmm! Engkau ingin beradu jiwa?", jengek Bwee Su-yok dengan dingin "Justru nona
tak akan membiarkan engkau mampus!"
Hoa In-liong tersenyum, pelan-pelan dia alihkan pandangan matanya ke arah gadis
itu, kemudian sahutnya, "Bukannya aku sengaja berbicara sombong, jika kalian hendak main
kerubut maka untuk membunuh aku gampang, tapi mau menangkap aku...." Huuh, bukan urusan
gampang" "Seandainya aku turun tangan sendiri?" tanya Kiu-im-kaucu secara tiba-tiba.
"Kau maju sendiri juga sama saja!" jawab Hoa In-liong dingin, ucapannya sangat
tegas. Mendengar jawaban tersebut, paras muka Kiu-im-kaucu berubah hebat, ia tertawa
dingin tiada hentinya. Haruslah diketahui, Kiu-im-kaucu adalah seorang manusia yang berpandangan picik
dan amat menitik beratkan soal dendam dan sakit hatinya. Tapi sikapnya selama ini
terhadap Hoa In-liong 234 bisa ramah hal ini dikarenakan pertama, usianya sudah makin lanjut, otomatis
watak dan sikapnya juga jauh lebih ramah, kedua dimasa lalu dia mempunyai kesan yang baik
terhadap ayah ibu Hoa In-liong, yakni rasa kagumnya terhadap Hoa Thian-hong dan rasa
sayangnya terhadap Pek Kun-gi. Hoa In-liong sangat mirip dengan ayah ibunya. Lagipula sebagai seorang angkatan
yang lebih muda ditambah pemuda itu bukan sasaran dari gerakannya kali ini, maka untuk
mempertahankan gengsinya sebagai seorang angkatan tua, dia berusaha untuk
mengendalikan sifat ganasnya. Tapi sekarang sikap Hoa In-liong yang serius dan suaranya yang dingin telah
menyinggung perasaan serta gengsinya. Sebagai seorang manusia yang berpandangan
sempit tentu saja paras mukanya berubah hebat, karena gusarnya dia tertawa seram.
Hoa In-liong tetap berdiri tanpa perubahan, sementara hawa murninya diam-diam
telah disiapkan, berjaga-jaga atas sergapan yang tiba-tiba akan dilakukan Kiu im
kaucu. Ditengah keheningan yang mencekam sekeliling puncak bukit itu, tiba-tiba
terdengar suara seruan merdu berkumandang datang, "Disini....! Disini.....! Ibu, ayoh cepat
sedikit...." Suara itu berasal dari sisi kanan puncak bukit itu, tanpa sadar Hoa In-liong
berpaling ke arah mana berasalnya suara tadi, terlihatlah sesosok bayangan merah melayang turun
dari tengah udara. Di belakang bayangan merah tadi mengikuti seorang nyonya setengah baya
yang memakai baju warna hijau.
Ketajaman mata Hoa In-liong luar biasa, meskipun ia berdiri dipuncak bukit enam-
tujuh puluh kaki jauhnya dari bayangan itu, cukup dalam sekilas pandangan ia dapat melihat
bahwa perempuan setengah baya itu sangat cantik dan berwajah agung, usianya antara
empat puluhan. Sedangkan bayangan merah didepannya adalah seorang gadis muda yang berparas
cantik jelita. Keayuan nona itu menandingi kecantikan Bwee Su-yok, cuma dia lebih lincah dan
penuh gairah hidup, jauh berbeda dengan Bwee Su-yok yang dingin kaku bagaikan salju.
Hoa In-liong yang romantis. Dalam keadaan begitu tidak bernafsu lagi untuk
menikmati kecantikan paras mukanya, ia lebih terkesima oleh keindahan gerak tubuh yang
didemontrasikan nona tadi. Ketika melayang turun dari udara, tubuhnya lurus dan tidak bergeser barang
sedikitpun ke samping. Keindahan dan kelincahannya melebihi bidadari dari kahyangan. Ini
menunjukkan kalau

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ilmu silatnya sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Usia nona itu baru enam tujuh belasan, tapi dengan usia semuda itu ilmu silatnya
sudah mencapai puncak kesempurnaan. Siapa yang akan percaya dengan kejadian ini bila
tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri"
Termangu-mangu Hoa In-liong melihat kelihayan orang, dalam hati dia lantas
berpikir, "Murid siapakah gadis itu" Sungguh tak kusangka dalam dunia persilatan masih terdapat
kepandaian sakti yang jauh melebihi keampuhan keluarga Hoa kami!"
Ketika masih melayang diudara, tanpa mengurangi daya luncur badannya tiba-tiba
saja nona itu berseru, "Ibu, coba lihatlah! Masa untuk melawan seorang tua bangka pun koko tak
mampu untuk memenangkannya, betul-betul memalukan sekali! Sekembalinya disini dia
musti dihukum berlutut selama tiga hari dan tak boleh makan!"
235 "Kau yang musti dihukum berlutut didepan altar selama tiga puluh hari tanpa
boleh makan!" teriak Coa Cong-gi dengan geram.
Si-nona cantik itu tertawa cekikikan. "Siapa suruh kau tidak pulang semalaman,
tapi lari kesini dan berkelahi dengan orang" Kau telah bikin susah diriku saja..... Mendingan kalau
menang, Huuh! Mengalahkan pun tak mampu...... Kau musti dihukum untuk berlatih lebih tekun
lagi" Setelah melayang keatas tanah, dua orang itu pelan-pelan maju ketengah
gelanggang. "Wi-ji, jangan ribut dulu" seru nyonya setengah baya itu, "Kita berlatih ilmu
silat adalah untuk menguatkan badan. Ilmu silat bukan dipakai untuk cari nama atau ribut-ribut
dengan orang" Setelah berhenti sebentar, lanjutnya, "Anak Gi, cepat berhenti! Ayoh pulang!"
Coa Cong-gi tidak menguasai tenaga dalamnya secara sempurna, sejak pertama kali
tadi sudah keteter hebat. Keadaannya pada saat ini mengenaskan sekali. Peluh membasahi
sekujur badannya, untuk berbicara rasanya sulit sekali. Karena itu dia hanya membungkam
belaka walau mendengar seruan dari ibu dan adiknya. Semua kekuatan dan pikirannya hanya
terpusat untuk mematahkan serangan-serangan dahsyat dari lawannya.
Hoa In-liong hampir tak percaya dengan pendengaran sendiri, ditatapnya kedua
orang perempuan itu dengan termangu-mangu, sementara dalam hati kecilnya merasa kaget
sekali. "Yaa ampun, jadi perempuan itu adalah ibu dan adiknya saudara Cong-gi" Benar-
benar diluar langit masih ada langit, diatas manusia masih ada manusia!"
Kiu-im-kaucu lebih-lebih terkejut lagi, diapun berpikir, "Jadi perempuan itu
adalah ibunya bocah she Coa itu" Waah..... tampaknya apa yang kuharapkan sukar tercapai hari ini, aku
harus mencari akal untuk mengatasi persoalan ini"
Perempuan ini licik dan berakal panjang, sebelum tujuannya tercapai dia segan
untuk berhenti ditengah jalan. Sekalipun dia telah sadar bahwa tenaga dalam yang dimiliki
pendatang itu lihay sekali dan mungkin ilmu silatnya bukan tandingan tapi ia tak sudi berhenti
sampai disitu saja. Diapun tahu perempuan itu adalah ibunya Coa Cong-gi, sedang Coa Cong-gi yang
setia kawan adalah sahabat karib Hoa In-liong. Bila dia ingin menangkap Hoa In-liong, serta
merta akan bentrok juga dengan ibu dan putrinya itu, padahal keyakinan untuk menang tak
ada, dapat dibayangkan betapa kacaunya pikiran kaucu itu.
Kendati begitu, air mukanya tetap tenang dan kalem, sedikitpun tak nampak panik
atau bingung dari sini semakin kentaralah bahwa watak Kiu-im-kaucu memang keras sekali.
Selang sesaat kemudian, diam-diam ia memberi tanda kepada anak buahnya dengan
kode yang tidak dimengerti orang lain, serentak kawanan jago dari Kiu-im-kau itu bersiap-
siap untuk mengundurkan diri dari tempat kejadian.
Dalam pada itu, Hoa In-liong masih belum merasa apa-apa, sedang Coa Cong-gi juga
lagi bertempur dengan sungguh-sungguh.
Lama kelamaan nyonya setengah baya itu mulai merasa tak sabaran, dia melirik
sekejap ke arah putrinya, kemudian berkata, "Anak Wi, pergi kesana dan gantikan engkoh-mu, tapi
jangan lukai orang!" 236 Gadis cantik yang disebut anak Wi itu mengiakan, dengan langkah yang lembut ia
masuk ke dalam arena. Pada saat itulah, dengan suatu gerakan yang cepat bagaikan sambaran kilat Kiu-
im-kaucu menerjang kedepan, jari tangannya langsung menotok jalan darah Ji-keng-hiat
didada kiri Hoa In-liong. Mimpipun si anak muda itu tak menyangka kalau dia bakal disergap, tak ampun
tubuhnya jadi lemas dan roboh ke tanah dalam keadaan tak sadar.
Kiu-Im-kaucu yang telah menyusun siasatnya, cepat mengempit tubuh si pemuda itu
dan kabur ke depan, serunya, "Ayoh mundur!"
Dengan menutulkan ujung toyanya keatas permukaan tanah, ia kabur menuju hutan
lebat disebelah kiri. Sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Melihat ketuanya sudah mengundurkan diri, kawanan jago dari Kiu-im-kau ikut
berseru pula dengan nyaring, masing-masing segera menggerakkan tubuhnya ikut
kabur juga dari sana. Tak terkirakan rasa kaget Coa Cong-gi menyaksikan kejadian itu, segera
bentaknya, "Eeeh.....
mau lari kemana kalian" Tinggalkan dulu orang itu!"
Ujung kakinya segera menjejak permukaan tanah, dengan gerakan yang cepat dia
ikut mengejar kedalam hutan. Tapi baru beberapa kaki dia berlalu "Wi-ji" bagaikan bayangan sudah menyusul
dihadapannya, sambil menghadang jalan pergi kakaknya dia berseru nyaring, "Eeeh... mau apa kamu"
mau coba kabur yaa?" "Minggir, minggir Aku harus menolong temanku itu..." teriak Coa Cong-gi dengan
paniknya. Dia menyusup kesamping dan mencoba untuk kabur lewat samping tubuh adiknya.
Siapa tahu gerakan tubuh Wi-ji jauh lebih cepat dari padanya, baru saja badan
pemuda itu bergerak, tahu-tahu nona itu sudah menghadang lagi dihadapannya. "Siapakah orang
itu?" "Siapakah orang itu sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan kita" tukas
nyonya setengah baya itu tiba-tiba "Anak Gi ayoh kembali!"
Mendengar panggilan dari ibunya itu, Coa Cong-gi tak berani membangkang,
terpaksa dia menyahut, "Tapi.... Tapi.... Ibu, orang itu adalah putranya Hoa tayhjap, dia adalah
sahabat karibku" "Siapa sih Hoa tayhiap itu?" sela Wi-ji.
"Aaah....! Kamu anak perempuan, lebih baik jangan banyak bertanya" tukas Coa Cong-
gi cepat apalagi dia sedang menguatirkan keselamatan rekannya. Jawaban tersebut
kedengaran ketus sekali. Kontan saja Wi-ji mengerutkan dahinya, "Eeeh..... eeehh...... Koko, kau berani galak
yaa?" teriaknya dengan penasaran "Tak usah bertanya yaa tak usah bertanya, siapa yang
pingin tahu?" 237 Dengan bibir dicibirkan dia lantas berdiri bertolak pinggang dan persis
menghadang jalan perginya, tampaknya gadis itu berprinsip demikian, 'Boleh saja aku tak usah
banyak bertanya, tapi engkaupun jangan harap bisa lewat dari hadapanku.'
Rupanya Coa Cong-gi cukup mengetahui sifat binal dari adiknya ini, bukan saja
dimanja ibunya ilmu silatnya berkali-kali lipat lebih lihay dari kepandaian sendiri, pemuda itu
segera menyadari kekeliruan sendiri. Terpaksa dengan muka merengek katanya, "Oooh... adikku yang baik, koko sudah salah
bicara, maafkanlah daku..... berilah jalan kepadaku agar aku bisa lewat. Ketahuilah orang
itu adalah sahabat karib kokomu dan sekarang dia sudah ditangkap orang. Bila koko tidak
berusaha untuk menyelamatkan jiwanya, tentulah aku akan dianggap sebagai manusia pengecut yang
takut mati. Aku pasti akan dituduh orang bukan laki-laki yang setia kawan"
"Lalu apa sangkut pautnya dengan aku?" jengek Wi-ji dengan sinar mata tajam
memancar ke luar dari matanya. "Bagaimana sih tak ada hubungannya dengan kau" bagaimanapun juga aku kan saudara
kandungmu" seru Coa Cong-gi dengan gelisah.
Tiba-tiba hatinya agak bergerak, cepat ujarnya lagi, "Baiklah, kuberitahukan
kepadamu semua yang kuketahui. Hoa tayhiap bernama Hoa Thian-hong orang menjulukinya sebagai
Thian-cukiam. Ia berdiam di perkampungan Liok Soat Sanceng yang ada dibukit In-
tiong-san dalam bilangan propinsi San-see. Dia adalah seorang pendekar besar yang bijaksana dan
berbudi luhur. Sedang sahabat koko tadi bernama Hoa Yang alias In-liong. Dia dilahirkan pada
tahun Jin-seng, bulan cia-gwee tanggal sembilan belas, tahun ini berusia delapan belas tahun,
dia adalah putra nomor dua dari Hoa-tayhiap. Orangnya gagah, romantis dan supel menarik sekali
dalam pergaulan....." Dasar berangasan dan lagi sedang cemas, Coa Cong-gi hanya tahunya berusaha untuk
melepaskan diri dari hadangan adiknya. Otomatis apa yang diucapkan juga
sembarangan tanpa dipikir
lebih jauh, bukan saja tanggal lahir Hoa In-liong disebut, malahan wataknya yang
romantis juga disinggung. Pemuda itu tentu saja mengucapkan kata-kata itu tanpa disertai maksud tertentu,
berbeda dengan ibunya. Amarahnya kontan memuncak sehabis mendengar perkataan tadi,
sebelum putranya menyelesaikan kata-katanya itu dia sudah menukas, "Anak Gi, kau lagi
ngaco belo apaan?" "Aku tidak ngaco belo, semua perkataanku adalah kata kata yang sejujurnya" sahut
Coa Cong-gi dengan mata terbelalak karena panik bercampur gelisah.
"Kalau tidak, kenapa tanggal lahir orang lain pun kau sebutkan dihadapan
adikmu?" "Apa salahnya" Hoa loji kan bukan orang luar. Dia dan aku adalah sahabat....."
"Mengherankan! Benar-benar mengherankan!" tukas nyonya setengah baya itu dengan
wajah be-rubah, "Dari dulu sampai sekarang, lagakmu selalu ketolol-tololan. Sampai
kapan kecerdikanmu itu baru muncul?"
Sekali lagi Coa Cong-gi tertegun, setelah hening sejenak, tiba-tiba ia baru
teringat bahwa ka anan jago dari Kiu-im-kau telah lenyap dari pandangan, sekarang dia baru
gelisah. 238 Dalam keadaan seperti ini, si anak muda itu segan untuk mengurusi perkataan
ibunya lagi, teriaknya cepat, "Sudah..... Sudahlah, ibu tak usah mengurusinya lagi
pelan-pelan toh aku bakal
cerdik sendiri, yang penting sekarang adalah menyelamatkan jiwa orang!"
Badannya lantas menyusup kesamping dan siap menerobos lewat dari sisi Wi-ji
untuk kabur ke arah hutan. Kali ini Wi-ji tidak menghalanginya, tapi ibunya telah membentak dengan nyaring,
"Berhenti!" Mau tak mau Coa Cong-gi berhenti juga, serunya dengan wajah setengah merengek,
"Mau apa lagi ibu" Sekarang aku harus pergi menolong temanku itu. Kalau gagal maka aku
akan malu untuk berjumpa dengan teman-teman yang lain dan akupun jangan harap bisa
tampilkan diri lagi didalam dunia persilatan!"
Menyaksikan tampang putranya yang mengenaskan itu, nyonya setengah baya tersebut
akhirnya jadi tak tega, diam-diam dia menghela napas panjang.
"Aaaa.....! Bagaimanapun jua, dia toh sudah pergi jauh, sekalipun kau kejar juga
tak ada gunanya. Kemarilah dulu, aku ada persoalan hendak dibicarakan dengan dirimu"
Coa Cong-gi merasa perkataan itu ada benarnya juga, hutan itu lebat sekali.
Sedang orang-orang Kiu-im-kau kabur dengan menerobosi hutan lebat itu. Dia tak tahu ke arah manakah
mereka telah pergi" Jelek- jelek Coa Cong-gi bukan seorang anak yang tidak berbakti. Sekalipun
gelisah juga tak ada gunanya, terpaksa dengan uring-uringan dia menghampiri ibunya.
"Anak-Gi!" kata nyonya setengah baya itu kemudian dengan lembut, "Benarkah
engkau sangat berhasrat untuk melakukan perjalanan didalam dunia persilatan?"
"Kakek moyang kita kan orang persilatan semua?" seru Cong-gi dengan cepat.
Nyonya itu mengangguk. "Sekalipun demikian, tapi diantara turun-temurun juga
tinggal ibumu seorang yang masih hidup. Sejak kongcou mu meninggalkan pesan yang melarang anak
cucunya melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, sudah lima generasi yang menaatinya
dengan

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sungguh-sungguh, apakah pesannya ini harus dilanggar olehmu saat ini?"
"Ananda mana berani melanggar pantangan dari kongcou. Akan tetapi aku selalu
beranggapan bahwa sebagai keturunan orang persilatan, sepantasnya kalau kita gunakan ilmu
silat yang miliki untuk melenyapkan kaum durjana dari muka bumi. Sepantasnya kita melakukan
perbuatan mulia yang menguntungkan orang banyak, dengan demikian baru beranilah kehidupan kita
sebagai anggota persilatan di dunia ini!"
Nyonya setengah baya itu tersenyum. "Janganlah kau anggap ibumu tidak mengerti
dengan jalan pikiranmu itu...." katanya. "Tapi kaupun harus tahu, sebagai anggota persilatan
maka kehidupan kita sepanjang hari adalah bergelimpangan diantara mayat dan darah. Sekali
terlibat dendam sakit hati, jangan harap perselisihan itu bisa diakhiri dengan begitu saja.
Kehidupan keluarga kita sekarang meski sederhana dan tidak mencampuri urusan orang, toh bagaimanapun
juga keluarga kita terhitung sebagai keluarga pemuka persilatan yang cukup tersohor
di kota Kimleng. Asal kita menuruti selalu peringatan dari kongcoumu, orang tak
akan menyusahkan diri kita, apa salahnya kalau kita hidup tenang?"
239 Coa Cong-gi menggerakkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi belum
sempat ia berkata, Wi-ji yang cantik telah menimbrung dari samping, "Ibu! Kalau toh engkau
telah membicarakan persoalan itu, maka akupun hendak mengucapkan pula sesuatu kepada
ibu!" Nyonya itu tersenyum. "Kalau ingin bicara, katakanlah cepat!" katanya.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Wi-ji lantas berkata, "Aku rasa Kongcou bisa
meninggalkan pesan semacam itu, mungkin hal ini dikarenakan ada hubungannya dengan jumlah
anggota keluarga kita bukan?"
"Sebenarnya apa yang hendak kau ucapkan" Kenapa musti berputar kayun" Mengapa
tidak kau utarakan saja berterus terang?"
"Baik!" ucap Wi-ji setelah ragu-ragu sejenak, "Kalau ibu ingin aku bicara terus
terang, biarlah aku bicara secara blak-blakan. Aku rasa keturunan ada sangkut pautnya dengan nasib,
maka pesan dari kongcu ini kurang begitu sesuai rasanya!"
Mula-mula nyonya setengah baya itu agak tertegun setelah mendengar perkataan
itu, menyusul kemudian sambil tersenyum katanya, "Dihari-hari biasa engkau selalu menuruti
perkataanku, selalu setuju dengan caraku berpikir. Sungguh tak kusangka rupanya dalam hati
kecilmu kau mempunyai cara berpikir yang tak berbeda dengan kokomu"
"Tapi caraku berpikir kan masuk diakal" tukas Coa Cong-gi tidak terima.
Belum habis ia berkata, dengan sinar mata berkilat dan muka dingin menyeramkan
nyonya berusia setengah baya itu telah menggerakkan bibirnya seperti hendak
mengucapkan sesuatu. Tapi
sebelum ia sempat mengucapkan sepatah katapun, tiba-tiba terdengar seseorang berseru
nyaring memuji keagungan Buddha.
0000O0000 "OMITOHUD, apa yang diucapkan Siau Gi-ji mungkin ada betulnya, biarkan dia
melanjutkan katakatanya itu!"
Semua orang terkejut dan berpaling ke arah mana berasalnya suara itu. Didepan
hutan sebelah kiri terlihatlah seorang hweesio tua yang berjenggot panjang berdiri tegap
disitu dengan senyuman dikulum. Hweesio itu sudah tua sekali, mukanya banyak keriput, badannya kurus kering
tinggal kulit pembungkus tulang. Bajunya warna abu-abu dengan sepatu terbuat dari rumput, dia
tak lain adalah padri tua yang menguntil dibelakang Hoa In-liong dan Coa Cong-gi sejak
berada di bukit Cing liang-an tadi. Tampaknya nyonya setengah baya itu merasa kenal dengan padri tua itu, tapi lupa-
lupa ingat. Ia tak tahu padri tersebut pernah ditemuinya di mana, untuk sesaat matanya jadi
mendelong dan dia mengawasi padri itu dengan wajah termangu-mangu.
Pelan-pelan hweesio itu maju kedepan, lalu katanya sambil tertawa, "Sian-ji,
sudah lupa dengan aku" Ketika Siau gi-ji berusia setahun tempo dulu, aku kan pernah pulang...."
Belum habis padri itu menyelesaikan kata-katanya, nyonya setengah baya itu sudah
menubruk kehadapannya dan menjatuhkan diri berlutut. "Oooh..... kiranya engkau orang tua!"
ia berseru 240 dengan wajah kegirangan. "Oooh..... Tahukah kau bahwa anak Sian sudah amat kangen
dengan engkau orang tua?" "Haa...... haa...... haaa..... Bangun!" seru hweesio tua itu sambil terbahak-bahak,
"Putriku sudah berusia setengah baya, kenapa tingkah lakumu masih seperti anak kecil" Jangan
sampai perbuatanmu itu ditertawakan orang!"
Serasa berkata lengannya lantas digape ke muka, nyonya setengah baya itu segera
merasakan munculnya segulung tenaga kekuatan yang lembut menarik badannya secara paksa,
mau tak mau badannya lantas meninggalkan permukaan tanah.
Dalam keadaan begini terpaksa nyonya itu harus bangkit dari atas tanah dan
berdiri. Coa Cong-gi dan adiknya yang menyaksikan kejadian itu merasa terkejut bercampur
curiga, mereka lantas berpikir, "Padri lihay dari manakah orang ini" Agaknya dia adalah
angkatan tua dari keluarga kita. Padahal ilmu silat yang dimiliki ibu sudah terhitung luar
biasa hebatnya. Sungguh tak nyana tenaga dalam yang dimiliki padri ini jauh lebih hebat"
Sementara mereka masih termangu-mangu, nyonya setengah baya itu telah berpaling
seraya berseru, "Ayoh cepat kemari semua, beri hormat kepada kongcou luar kalian!"
Coa Cong-gi tertegun karena kaget, bibirnya ternganga matanya terbelalak lebar,
untuk sesaat..... Ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.....
Berbeda dengan Wi-ji yang lincah dan supel, setelah tertegun sejenak, ia lantas
menerjang ke depan sambil teriaknya dengan penuh kegembiraan, "Hoore..... hoore..... Kiranya
engkau adalah kongkong ku, eeeh..... Kongkong, kenapa kau jadi hweesio?"
"Wi-ji, makin hari engkau makin edan, tahu aturan tidak?" damprat ibunya dari
samping. Hweesio tua itu tertawa terbahak-bahak, "Haa.... haa.... haa...... Bagus, bagus sekali!
Manusia adalah burung hong dimalam bulan purnama, hati yang bersih bagaikan cermin yang
tak berdebu. Anak manis siapa namamu?"
Lengan kanannya segera merangkul pinggang Wi-ji dan menariknya kedalam pelukan,
jelas te lihat kalau padri tua itu merasa gembira sekali dengan pertemuan tersebut.
Wi-ji sendiripun sangat gembira, dengan muka berseri ia mempermainkan jenggot
kakeknya, lalu ujarnya sambil tertawa, "Aku bernama Wi Wi, ibu memanggil Wi-ji kepadaku!"
"Tahun ini Wi-ji umur berapa?" tanya hweesio tua itu lagi.
"Enam belas tahun! Eeeh.........Kenapa" Masa kongkong tidak tahu umur wi-ji.....?"
Sambil mengerdipkan matanya yang jeli, gadis itu memandangi si hweesio tua itu
dengan termangu-mangu. Tampangnya kelihatan sekali kalau ia sedang tercengang.
Meskipun pandangan itu penuh kecengangan, akan tetapi dalam pandangan padri tua
itu terlihat kepolosan dan kemanjaan dari seorang bocah mungil, hal ini semakin menggirangkan
hatinya. Sambil menowel ujung hidungnya yang mancung itu, katanya dengan hati gembira,
"Kongkong seringkali berkelana ke seluruh penjuru dunia, dari mana bisa mengingat begitu
banyak persoalan?" 241 Coa Wi Wi gelengkan kepalanya berulang kali dia meronta dan melepaskan diri dari
cekalan, kemudian dengan alis berkenyit keluhnya, "Aaai......! Kongkong mengapa kau musti
berkelana terus diseluruh jagad.....?"
"Kongkong kan seorang hweesio" Lebih baik jangan diteruskan saja kongkong....!"
pinta Coa Wiwi dengan bibir cemberut.
Mendengar permintaannya yang lucu itu, hweesio tua tersebut tak dapat menahan
diri lagi, akhirnya dia menengadah dan tertawa terbahak-bahak dengan nyaringnya.
Coa Cong-gi yang selama ini hanya berdiri di samping dengan mulut membungkam,
kini tak dapat menahan diri lagi, segera tegurnya, "Adik Wi, perkataan semacam itu tidak
pantas kauucapkan, Huuh..... ngaco belo tak karuan!"
"Siapa yang suruh kau urusi aku?" teriak Coa Wi-wi sambil berpaling dengan mata
mendelik, "Perkataanmu barulah perkataan yang ngaco belo!"
Melihat adiknya berang, Coa Cong-gi tersenyum. "Eeeh... Jangan galak-galak ah,
cepat atau lambat engkau kan musti dicarikan jodoh, rasain nanti setelah kawin, akan
kulihat kau bakal masih galak-galak atau tidak?" godanya.
Coa Wi-wi semakin mendongkol, ia tuding kakaknya lalu berteriak dengan suara
lengking, "Engkaulah yang akan dicarikan jodoh! Kau yang akan dikawinkan! Kau...... kau yang
akan dicarikan seorang kuntilanak!"
Makin berbicara semakin mendongkol, akhirnya seluruh wajahnya berubah jadi merah
padam. Melihat gadis itu marah-marah yang lain malahan tertawa tergelak, suara tertawa
yang nyaring serasa membelah angkasa. Ditengah gelak tertawa itu nona setengah baya tersebut segera menegur lirih,
"Wi-ji, ayoh turun! Jangan merecoki kongkongmu terus"
Coa wi-wi mencibirkan bibirnya tidak menurut sedang hweesio tua itu tiba-tiba
berkata dengan muka sedih, "Omitohud! Lolap sudah menjadi murid Buddha tapi hakekatnya hubungan
kekeluargaan masih belum dapat kuputuskan sama sekali. Aaaai.....! Itu namanya aku
tidak terlalu memusatkan pikirannya pada pelajaran agama!"
Sambil berkata, pelan-pelan ia turunkan Coa Wi-wi dari dalam pelukannya.
Melihat hweesio tua itu tiba-tiba menghela napas, nyonya setengah baya itu jadi
terperanjat, dengan ketakutan segera serunya, "Sian-ji pantas dihukum mati! Sian-ji telah
salah berbicara, harap kau orang tua jangan murung"
Hweesio tua itu tertawa getir. "Kau tak usah menyesali dirimu. Lolap tak bisa
memusatkan semua pikiranku untuk agama, itu berarti aku bukan murid Buddha yang sejati.
Aaai...! Manusia bukanlah malaikat, mana bisa melupakan hubungan kekeluargaan" Apalagi kalian
adalah darah dagingku" "Ajaran Buddha tak bertepian, kan tiada larangan yang mengharuskan seseorang
untuk memutuskan semua hubungan kekeluargaan?" sela nyonya setengah baya itu
dengan cepat, "Sekarang
Sian-ji hidup menyendiri, apa salahnya kalau engkau orang tua melepaskan jubah
pendeta itu, 242 agar Sian-ji dapat menunaikan kewajiban kebaktianku untuk merawat kau orang tua
hingga akhir tua nanti?" Hweesio tua itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Anak-Sian! Anak
keturunan keluarga kita tidak subur. Keturunan kita sejak sembilan generasi yang lalu
telah berakhir sampai disini. Bukan saja tinggal keturunan perempuan, keturunan laki-laki hampir
musnah tak berbekas. Yaa... Keturunan nenek moyang kita hanya bisa dilanjutkan dengan
bersandar dari keturunan perempuan belaka. Aaai...! Ketika lolap akan menjadi pendeta tempo hari,
sebenarnya aku bermaksud hendak berbuat banyak amal sehingga bisa mendapat keturunan
lelaki. Tapi sekarang setelah lama mengikuti ajaran Buddha, aku merasa semua pikiran dan
perasaanku telah melebur menjadi satu dengan ajaran itu. Kenapa aku harus memutuskannya
ditengah jalan" Soal melepaskan jubah pendeta lebih baik tak usah kau singgung lagi!"
"Kalau begitu... Kalau begitu.... Sian-ji akan mendirikan sebuah kelenteng untuk kau
orang tua agar kau orang tua....." Kata-katanya itu penuh nada permohonan dan muncul dari
hati sanubari yang jujur, siapapun dapat merasakan betapa mengharapnya nyonya itu agar
permintaannya bisa terkabul. Tapi sebelum perkataan itu selesai diucapkan, hweesio tua itu sudah menukas
sambil tertawa nyaring, "Anak Sian, buat apa kau melakukan perbuatan bodoh" Aku datang
menjumpaimu bukanlah suruh engkau dateng mengurusi aku!"
"Tapi Sian-ji hidup sebatang kara, tiada sanak tiada keluarga..." bisik nyonya itu
sambil terisak. "Engkau terlalu mengekang diri, terlalu mentaati pesan kongcou, tidak dapat
melihat gelagat, tak dapat menyesuaikan diri dengan kenyataan, hidupmu yang terkekang itulah yang
membuat engkau kesepian, hidup terpencil dan tiada sanak tiada keluarga"
"Maksud kau orang tua...." nyonya setengah baya itu tampak agak tertegun.
"Maksud lolap, engkau harus perbanyak mengadakan hubungan persahabatan dengan
orang lain perbanyak melakukan gerakan ditempat luaran dan tak ada halangannya melakukan


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedikit perbuatan yang melindungi keadilan dan kebenaran bagi umat persilatan.
Hanya dengan berbuat begi itulah kehidupanmu baru berarti, kegembiraanmu akan berlipat ganda, kau tak
akan merasa kesepian, tak akan merasa tiada sanak tiada keluarga dan hidupmu akan lebih
Pendekar Wanita Penyebar Bunga 11 Pedang Kayu Cendana Karya Gan K H Persekutuan Tusuk Kundai Kumala 19
^