Pencarian

Rahasia Hiolo Kumala 8

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long Bagian 8


segar dengan aneka kenangan baru"
Tampaknya nyonya setengah baya itu merasa tercengang setelah mendengar wejangan
tersebut, dengan mata terbelalak tercengang serunya, "Kenapa musti begitu" Bukankah kau
orang tua suruh Sian-ji memegang teguh pesan kongcou?"
Kembali hweesio tua itu tersenyum. "Pesan kongcoumu itu adalah menyangkut soal
budi dendam yang seringkah terjadi dalam dunia persilatan. Kongcou bila keturunan kita akan
terseret kedalam lembah kehancuran sehingga mengakibatkan mereka tak dapat melepaskan
diri lagi, maka kongcou kuatir keturunannya akan mengalami banyak kesulitan. Tapi sekarang
kalau kita pikir kembali, manusia toh hanya hidup puluhan tahun saja, apa artirya hidup
jika kita mengekang diri terus-menerus" Apalagi hidup matinya manusia kan berada ditangan
Thian. Siapa yang dapat menentang kekuasaannya" Maka aku rasa, hidup sebagai manusia
sudah sepantasnya kalau kita melakukan perbuatan seperti apa yang dilakukan juga oleh
manusia lainnya" "Tapi ini...... Ini......." saking gugupnya nyonya setengah baya itu jadi tergagap dan
tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya itu.
243 Haruslah diketahui, pada jaman itu pesan dari kakek moyangnya merupakan kata-
kata emas yang tak bisa diganggu gugat lagi, seakan-akan orang beranggapan bahwa, 'Jika
kaisar mati panglimanya musti mati, bila ayah suruh putranya mati, putranya mau tak mau
musti mati juga.' Orang menganggap bila pesan dari kakek moyangnya dilanggar, maka perbuatan itu
adalah suatu perbuatan yang melanggar adat istiadat dan merupakan perbuatan orang yang
tidak berbakti. Padahal hweesio itu bukan saja adalah seorang pendeta, dia juga terhitung kakek
luar dari "Sian ji". Ditinjau dari hal inilah tak heran kalau nyonya setengah baya itu menjerit
kaget sehabis mendengar perkataan dari kakeknya.
"Hooree...." perkataan itu memang sangat beralasan!" sokong Coa Cong-gi
kegirangan, "Mati hidup manusia memang ada ditangan Thian. Apa yang bisa manusia perbuat tentang
mati hidupnya" Sejak dulu sampai sekarang kita adalah keturunan orang persilatan. Apa
gunanya kita belajar silat kalau tidak digunakan untuk melakukan suatu usaha besar dalam
dunia persilatan" Apa gunanya kalau tidak dipakai untuk menegakkan keadilan dan kebenaran"
Belum habis pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, nyonya setengah baya itu
sudah berhasil menenangkan hatinya, dia lantas membentak nyaring, "Tidak tahu aturan, orang tua
lagi bicara kau juga ikut menimbrung..... Hmm! Peraturan darimana itu?"
"Jangan maki dia, orang muda itu memang sepantasnya memiliki semangat untuk
mengejar cita citanya!"sela hweesio tua itu lagi.
Nyonya setengah baya itu berpaling, ditatapnya hweesio itu dengan alis berkerut,
kemudian tanya-nya lagi, "Benarkah engkau orang tua mempunyai pikiran demikian?"
Hweesio itu tertawa hambar. "Lolap telah memikirkan masalah ini dalam-dalam, aku
merasa kalau toh Buddha menurunkan firmannya bagi kehidupan manusia maka dia pasti
mempunyai harapan pula bagi kesejahteraan hidup umatnya, maka aku berharap anak
keturunanku bisa berjuang dan melakukan suatu usaha besar bagi kepentingan umat manusia lainnya
sekalipun jalan pikirannya ini keliru. Sekalipun aku bakal diganjar masuk keneraka, aku
juga rela untuk menerimanya" Coa-wi-wi yang ada disampingnya segera berteriak, "Tidak mungkin! Kongkong tak
mungkin diganjar masuk neraka, sebab melenyapkan kaum durjana dari muka bumi adalah
suatu perbuatan mulia! Apalagi kongkong sebagai murid Budha mengutamakan
keselamatan dan kesejahte raan umatnya......."
"Wi-ji, jangan banyak bicara!" untuk kesekian kalinya nyonya setengah baya itu
menukas. "Sian-ji, apakah engkau merasa bahwa perbuatanku ini tidak pantas?" tiba-tiba
hweesio tua itu berpaling seraya menegur.
Mendapat pertanyaan itu, sinyonya setengah baya tersebut jadi gelagapan. "Sian-
ji tidak berani. Sian-ji cuma merasa bahwa pesan yang ditinggalkan Kongcou......"
"Engkau terlalu kolot Sian-ji" tukas sihweesio dengan cepat "Pikiranmu tidak
terbuka dan terlampau kukuh pada satu pendirian. Aku lihat Siau Wi-ji adalah
seorang gadis yang punya rejeki
besar dan mempunyai anak cucu yang banyak. Sedang Siau gi-ji mempunyai bakat
yang bagus, 244 mempunyai garis-garis muka yang baik. Lolap berani memastikan bahwa soal
keturunan sudah bukan menjadi masalah lagi. Kenapa engkau musti kuatir karena melanggar pesan
kongcou?" Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia alihkan pembicaraan kesoal lain
tanyanya, "Beberapa tahun belakangan ini apakah engkau sudah mendapat kabar berita tentang Hou-ji?"
Tiba-tiba sekujur badan nyonya setengah baya itu bergetar keras, mula-mula agak
terkejut bercampur heran, menyusul kemudian titik-titik air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya. Melihat keadaan cucunya perempuannya itu, kembali si hweesio tua itu menghela
napas panjang. "Aaaai.... Berbicara yang sesungguhnya, lolap tidak terhitung seorang
pendeta sungguhan, karena semua urusan dalam keluarga selalu kupikirkan dan kukuatirkan"
Mendengar sampai di situ, nyonya setengah baya itu tak dapat menguasai rasa
pedih didalam hatinya lagi, ia lantas mendekap mukanya sendiri dan menangis tersedu-sedu.
Kiranya orang yang disebut "Hoa-ji" tadi adalah suami nyonya setengah baya itu
dia bernama Coa Goan-hou. Pada lima tahun berselang, ketika suatu hari Coa Goan-hou pergi berkelana,
ternyata sampai kini tiada kabar beritanya lagi, seakan-akan orang itu lenyap dengan begitu saja dari
muka bumi. Nyonya setengah baya ini berwatak halus dan setia, bukan saja pada waktu itu
harus menuruti pesan kongcou-nya, ketika itupun dia sedang menyusui anaknya. Maka sekalipun
tiap hari mengharapkan suaminya kembali, namun rasa rindunya itu hanya selalu disimpan
didalam hati. Tapi sekarang, secara tiba-tiba hweesio tua itu menyinggung kembali persoalan
itu, sontak pertanyaan tadi menyentuh luka dalam hatinya. Untuk sesaat ia tak
dapat menguasai perasaan hatinya lagi, dan meledaklah isak tangisnya yang memilukan hati.
Nyonya setengah baya ini bernama Swan Bun-Sian. Ayahnya bernama Swan Tiong-siang
dan ibunya bernama Su Beng-wan. Hweesio tua ini bukan lain adalah ayahnya Su Beng-
wan, Sebelum jadi padri dulu bernama Su Tiong-kian, sedang setelah jadi pendeta
bergelar Goan-cin. Istrinya Cin Wan-kun adalah keturunan dari Ko Hoa seorang pemuka persilatan dari
kota Kimleng pada tiga ratus tahun berselang.
Putri tunggal dari Ko Hoa bernama Ko Cing dengan nama kecil Bun-ji. Ia menikah
dengan ahli waris dari Pak-to-kiam (pedang bintang utara) Thio Cu-hun yang bernama Bu-seng
(malaikat silat) In Ceng. Malaikat silat In Ceng sendiri mempunyai dua orang istri dan melahirkan seorang
putra dan seorang putri. Putranya mati sewaktu masih muda sedang putrinya dilahirkan oleh
Ko hujin Ko Cing. Sejak itulah turun temurun anak cucunya diwariskan dari putrinya itu, hingga
keturunan yang ketujuh Cing Tong Ti adalah ayah mertua dari Su Tiong kian atau si padri tua
itu. Putra tunggal dari Su Tiong-kian sendiri mati ketika sedang melerai suatu
pertikaian dunia persilatan. Dalam sedihnya itulah Cing Tong Ti lantas menurunkan larangannya
bagi anak cucunya untuk berkelana dalam dunia persilatan. Karena peristiwa itu Su Tiong-
kian lantas keluar dari rumah itu dan mencakur rambut jadi pendeta.
245 Padri berusia lanjut itu....Goan-sing Taysu kendatipun sudah bertahun-tahun hidup
sebagai pendeta, namun cara berpikir orang awam masih amat jelas melekat dalam
benaknya. Sehingga terhadap pelajaran agama Buddha yang pernah diterimanya, ia mempunyai sistim
pengetrapan yang jauh berbeda dengan orang lain.
Ketika dilihatnya cucu kesayangannya merasa begitu sedih dan murungnya, tak
kuasa lagi ia menghela napas panjang. "Anak Sian, tak usah menangis lagi!" hiburnya, "Anak Hou
bukan termasuk orang yang berusia pendek. Sekalipun ia sudah lenyap selama lima belas
tahun, lolap percaya sampai saat inipun dia masih hidup segar bugar didunia. Apalagi
serangkaian ilmu silat yang dimilikinya mendapat pendidikan langsung dari keluarganya. Soal keselamatan
jiwanya lolap rasa bukan merupakan hal yang perlu kita kuatirkan"
Tapi sebelum kata-kata tersebut sempat diselesaikan, nyonya setengah baya itu....
Swan Bun-sian telah berseru dengan hati terperanjat dan nada sesenggukan menahan
isak tangisnya, "Apa
maksud kau orang tua dengan ucapan tersebut" Ataukah Goan-hou benar-benar sudah
disekap seseorang?" "Sekilas pandangan, selama puluhan tahun belakangan ini dunia persilatan memang
tampaknya terang dan aman. Aaai......! Padahal dalam kenyataan telah terjadi pergolakan yang
maha dahsyat. Suasana perebutan kekuasaan dan pengaruh selalu melanda dalam dunia
persilatan ini. Yaa, anak Hou memiliki ilmu silat yang sangat lihay, itulah sasaran yang
terutama dari kawanan jago yang ingin mengangkat diri menjadi seorang pemimpin. Padahal semenjak kecil
anak Hou sudah dididik untuk berbakti kepada orang tua, menjunjung tinggi keadilan dan
kebenaran. Lolap yakin dia tak akan berani menghianati pelajaran keluarga yang pernah
diterimanya. Siapa tahu lantaran pembangkangnya ini maka dia disekap orang selama belasan tahun"
Aaaaai.....! Pada hakekatnya apapun memang bisa terjadi dalam dunia ini".
"Kalau..... Kalau dia disekap orang, lantas dia....... Dia.... Telah disekap dimana?"
Swan Bun-sian berpekik dengan nada yang memilukan hati.
Selama ini Coa Wi Wi hanya mengikuti jalannya pembicaraan dengan mulut
membungkam, tapi sekarang, ia tak dapat mengendalikan pergolakan hatinya lagi, cepat dia menyela,
"Mama! Engkau harus berusaha untuk mententeramkan hatimu. Perkataan kongkong tak bakal
salah. Ilmu silat ayah memang lihay sekali, selembar jiwanya tak mungkin akan terancam
marabahaya!" Coa Cong-gi yang berangasan tak dapat menerima perkataan itu, dia lantas
membantah, "Apa gunanya mententeramkan hati dan berlagak tenang" Kalau ayah kita memang betul-
betul disekap orang, sudah menjadi kewajiban kita untuk mencari jejaknya sampai ketemu
Hoa Tayhiap yang berdiam dibukit Im-tiong-San adalah seorang tokoh silat yang
bijaksana dan suka menolong kaum yang lemah. Dia adalah seorang pendekar besar yang disanjung dan
dihormati setiap umat persilatan. Asal kita bersekongkol dengan keluarga Hoa, apa susahnya
menemukan kembali jejak ayah kita?"
Teka teki yang menyelimuti soal mati hidup suaminya ini untuk sesaat membuat
Swan Bun-siao kehilangan akal dan pikirannya, dia cuma bisa memandang sekejap ke arah putranya
tanpa mengucapkan sepatah jua. "Ehmm... Apa yang dikatakan Siau Gi-ji memang benar," Goan-cin Taysu membenarkan
sambil mengangguk, "Menurut pengamatan lolap secara diam-diam, memang kenyataan
membuktikan bahwa dewasa ini hanya keluarga Hoa dari bukit Im-tiong-san yang tetap menjaga
keadilan dan kebenaran dengan sebaik-baiknya. Hanya merekalah yang tetap bersikap bijaksana
dan mulia kepada setiap orang. Aaai.....! Tahukah kalian semua, heboh tentang munculnya
tokoh-tokoh 246 silat dipelbagai tempat sebenarnya bertujuan satu yakni memusuhi keluarga Hoa
mereka" Karena itu, perduli tindakan kita ini demi mencari tahu jejak anak Hou yang lenyap,
ataukah demi melindungi pelajaran nenek moyang kita yang menyuruh kita mengutamakan keadilan
serta kebenaran, sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk bekerja sama dengan keluarga
Hoa, sebab hanya tindakan inilah merupakan tindakan yang paling tepat untuk mengatasi
masalah tersebut"

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Berserilah air muka Coa Cong-gi setelah Goan cing Taysu menyetujui usulnya itu.
"Yaa, memang begitulah!" serunya pula, "Sekalipun ananda belum pernah bertemu muka dengan Hoa
Thianhong tayhap, tapi ji-kongcu dari Hoa Tayhiap Hoa In-liong adalah sahabat
karibku. Bukan saja romantis, jadi orangpun gagah perkasa dan suka menolong kaum yang lemah. Dia pun
berjiwa besar, periang dan berwatak terbuka, diantara kami Kim-leng-ngo-kongcu, tak
seorangpun yang dapat menandingi kegagahannya".
"Yang kau maksudkan sebagai Hoa-ji-kongcu itu apakah pemuda yang kena diculik
pergi tadi?" sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, Coa-wi-wi telah menukas.
"Huuuh.....Semuanya ini adalah gara-gara kau!" omel Coa Cong-gi setengah
mendongkol, "Coba kalau kau tidak menghalangi diriku, belum tentu Hoa loji kena diculik orang!"
"Eeee....eeeh....kok jadinya aku yang diomeli?" seru Coa-wi-wi dengan dahi berkerut,
"Kan ilmu silatnya yang tidak becus, kenapa aku yang kau salahkan?"
"Apa kau bilang" Ilmu silatmu tak becus?" Coa Cong-gi melototkan matanya bulat-
bulat, "Hmmm! Jangan kau anggap ilmu silatmu luar biasa sekali. Sekalipun ada tiga
orang Coa Wi-wi, belum tentu bisa menandingi seorang Hoa In-liong!"
Jilid 13 "COA WI-WI segera mengernyitkan alis matanya lalu dengan bibir yang dicibirkan
dia mengejek, "Hmmm....! Memang luar biasa.... memang luar biasa.... Akhirnya dia sendiri pun
diculik orang. Hmmm.... sahabatmu memang hebat sekali!"
"Kau.... kau.... semuanya ini adalah gara-gara ulahmu!"
Coa Cong-gi semakin mendongkol sehingga ia berteriak-teriak keras, "Coba kalau
bukan garagara kau sehingga perhatiannya bercabang, Hmm! Kiu-im Kaucu itu
manusia macam apa" Dengan andalkan kepandaiannya tak nanti ia sanggup...."
"Tak dapat memusatkan perhatian untuk menghadapi musuh sudah merupakan pantangan
yang paling besar lagi seorang jago silat. Sekalipun ilmu sifatnya maha dahsyat, tapi
kalau pantangan tersebutpun tidak diperhatikan, lalu apa gunanya?" tukas Coa-wi-wi dengan suara
yang tak kalah lantangnya. Coa Cong-gi jadi semakin mendongkol sehingga untuk sesaat ia tak mampu berkata-
kata. Selang sejenak kemudian ia menggerakkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu,
akan tetapi ibunya Swan Bun-sian yang lagi murung dan kesal jadi jengkel. Semua rasa
murungnya segera dilampiaskan keluar dengan membentak keras, "Jangan ribut terus! Apa sangkut
pautnya antara tinggi rendahnya ilmu silat orang lain dengan diri kita?"
Goan-cing Taysu segera tersenyum. "Anak Sian, kembali engkau keliru" katanya
dengan lembut, "Hoa In-liong benar-benar seorang pemuda yang luar biasa. Bukan saja gagah
perkasa dan berjiwa besar. Wataknya juga jujur, disiplin dan bijaksana, dia merupakan
seorang laki-laki yang berani berbuat, berani pula bertanggung jawab. Ditambah lagi otaknya memang
cerdik dan 247 pandai menghadapi segala perubahan dengan cekatan, justru dialah yang dikemudian
hari akan memikul tanggung jawab untuk membasmi siuman dari muka bumi serta menegakkan
keadilan dan kebenaran bagi dunia persilatan kita semua"
Berbicara sampai disini, sinar matanya seperti sengaja tak sengaja melirik
sekejap ke arah "Wiji".
Coa Wi-wi segera merasa adanya satu ingatan melintas dalam benaknya, dia lantas
berseru, "Kongkong, kalau engkaupun berani berkata demikian, bukankah itu berarti bahwa
dia adalah seorang manusia yang betul-betul sempurna?"
Goan-cing Taysu mengangguk. "Yaa, tentu saja ada juga kejelekan-kejelekan, cuma
kejelekan yang dimilikinya terlampau kecil sehingga sama sekali tidak mempengaruhi
wibawanya untuk memimpin dunia persilatan dikemudian hari. Bila dikemudian hari ada kesempatan,
lolap harap engkau dapat bersahabat dengan lebih akrab lagi dengannya"
Kontan Coa Wi-wi mencibirkan bibirnya yang kecil. "Huuh! Siapa yang sudi
bersahabat dengannya" Bila dikemudian hari ada kesempatan, justru anak Wi ingin menantang
dia berkelahi. Ingin kubuktikan apakah ilmu silatnya benar-benar amat luar biasa atau tidak!"
Goan-cing taysu tersenyum ia tidak menanggapi kata kata dari gadis itu lagi,
sambil berpaling ke arah Swan Bun-sian, dia pun berkata lebih lanjut, "Anak Sian, bagaimana
pendapatmu" Lolap rasa apa yang diucapkan Siau Gi-ji memang sangat tepat, baik untuk menyelidiki
jejak dari anak Hou ataukah melaksanakan kewajiban sebagai seorang yang pernah belajar silat.
Engkau harus banyak melakukan perjalanan didunia luar. Mengurung diri dalam rumah tak akan
mendatangkan keuntungan serta manfaat apa-apa bagimu!"
Swan Bun-sian tidak langsung menjawab, dia tampak termenung sejenak, kemudian
baru sahutnya, "Pikiran dan perasaan anak Sian pada saat ini sedang kalut dan tidak
tenang, aku tak bisa mengambil keputusan"
"Haaa.... haa.... haa.... Kalau memang begitu, demikian saja" kata Goan-cing Tay su
setelah tertawa terbahak-bahak dengan nyaringnya, "Engkau berangkatlah ke barat dan
temuilah Hoa Thian-hong serta ibunya. Hoa Thian-hong mempunyai kenalan yang tersebar
diseantero jagad. Ini sangat membantu usahamu untuk mencari tahu jejak dari anak Hou. sedang lolap
sendiri biarlah sementara waktu bersama anak Gi dan anak Wi pergi menolong nyawa Hoa In-
liong" "Aaaah.... Tidak mau, tidak mau. Wi-ji ingin bersama ibu saja.... Wi-ji tak mau ikut
Kongkong" buru-buru Coa wi-wi berseru dengan nada amat gelisah.
"Bukankah engkau hendak menantang Hoa In-liong untuk berduel....?" goda Goan Cing
Taysu sambil tersenyum. "Sekalipun aku pingin menantangnya untuk berduel, toh tidak musti dilakukan
sekarang, lain kesempatan masih panjang" sahut Coa Wi-wi, "Wi ji tak tega membiarkan mama pergi
jauh seorang diri, biarlah wi-ji menemani dia orang tua!"
Goan-cing Taysu segera mengangguk sambil memuji, "Ehmmm.... Sungguh tak kusangka
kalau engkau sangat berbakti kepada ibumu, Nah! Kalau memang begitu, ikutlah ibumu
pergi!" Setelah perundingan berakhir, sekalipun Swan Bun-sian tidak berkenan dengan
keputusan itu, akan tetapi diapun tidak membantah lebih jauh....
248 Selama ini Coa Cong-gi sendiri selalu menguatirkan keselamatan Hoa In- liong, ia
jadi gelisah sekali. Dengan pelbagai cara serta perkataan ia mendesak ibunya agar cepat
mengambil keputusan dibawah desakan putranya yang bertubi-tubi, akhirnya Swan Bun-sian
kewalahan juga, dengan perasaan apa boleh buat terpaksa dia mengangguk.
Maka cucu dan kakek berempat pun melakukan perjalanan dan menuruni bukit Ciong-
san tersebut. OOOOoooOOOO Dalam pada itu, Kiu-im kaucu yang berhasil dengan sergapannya segera mengempit
tubuh Hoa In-liong kabur ke dalam hutan. Dari situ dengan tergopoh-gopoh dia pimpin semua
anak buahnya kabur kebukit Ciong-san sebelah barat dan menuju ketepi sungai Yang-cu-
kang. Ditepi sungai berdirilah sebuah bangunan besar yang megah. Bukan saja gedung itu
tersusunsusun memanjang ke dalam, bahkan bangunan tersebut tampak masih baru,
seperti selesai dibangun belum lama berselang.
Tak usah diragukan lagi disinilah letak kantor cabang kota Kim-leng dari
perkumpulan Kiu-imkauw. Rombongan jago itu setibanya di tepi sungai segera
memasuki gedung baru itu.
Sejak jalan darahnya tertotok tadi selama ini Hoa In-liong berada dalam keadaan
tak sadar. Tentu saja terhadap segala yang terjadi diapun tidak tahu. Ketika mendusin
kembali dari pingsannya, ia baru temukan kalau dirinya berada dalam sebuah ruangan yang
besar, megah, indah dan sangat mewah. 9 Lampu keraton bergantungan disana-sini. Dinding yang berwarna kuning keemas-
emasan memancarkan cahaya yang menyilaukan mata. Dengan senyuman dikulum Kiu-im
kaucu duduk diatas kursi kebesarannya yang dilapisi kulit harimau. Yu-beng-tiancu Bwee Su-
yok yang berwajah kaku dan sedingin salju berdiri dibelakangnya, sementara Tiancu ruang
penyiksaan dan para Tongcu lainnya berjajar dikedua belah sisinya, suasananya waktu itu amat
serius dan penuh dengan kewibawaan. Diam-diam Hoa In-liong mengerahkan tenaga dalamnya mengelilingi seluruh badan,
ia merasa semua jalan darahnya sudah bebas semua, dan lagi sekujur badannya tidak
menunjukkan tandatanda yang tak beres. Kenyataan ini membuat perasaannya jadi
lebih tenang, otaknya lantas
berputar keras untuk mencari jalan keluar dalam masalah tersebut.
Sementara dia masih termenung, tiba-tiba terdengar olehnya Kiu-im Kaucu sedang
berkata dengan suara lembut, "Hoa siau-hiap, dengan suatu sergapan yang tidak terdugalah
aku baru berhasil membekuk diri mu, tentunya engkau tidak menyalahkan perbuatanku yang
terlampau rendah dan tak tahu malu bukan?"
"Ooooh.... Jadi engkau juga tahu toh kalau main sergap adalah suatu perbuatan yang
rendah dan memalukan?" ejek Hoa In-liong dengan dahi berkerut.
Bwee Su-yok yang selama ini membungkam, tiba-tiba mendengus dingin. "Hmm....!
Sebagai musuh yang sedang berhadapan muka, sudah jamak atau kalau masing-masing pihak
berusaha adu tenaga maupun kecerdikan. Bila engkau tidak puas, ayolah! Kita beradu
kepandaian lagi disini juga" 249 Mendengar ucapan tersebut, berkobarlah hawa amarah Hoa In-liong tapi ketika
sinar matanya saling membentur dengan sepasang biji mata Bwee Su-yok yang jeli tapi dingin
itu, tiba-tiba saja hawa amarahnya sirna dengan begitu saja, malah diapun berpikir lebih jauh,
"Sebagai seorang lelaki sejati aku harus pandai menyesuaikan diri. Bila aku bersikeras mengumbar
emosi saja, sudah pasti kerugianlah yang kuperoleh, aku harus mencari akal untuk berusaha
meloloskan diri dari tempat ini" Pemuda ini jadi orang bersikap terbuka dan tidak terlampau terikat oleh segala
adat istiadat yang tetek bengek, apalagi setiap kali berjumpa dengan ancaman bahaya maut, dia
selalu tenang dan menggunakan otaknya untuk menghadapi keadaan.
Tapi sekarang, setelah ia tertawan, otomatis jalan pemikirannya juga ikut
mengalami perubahan itulah yang dinamakan orang: Siapa yang tahu gelagat dan keadaan, dialah seorang
manusia yang cerdas. Dan rasanya Hoa In-liong memang cocok sekali dengan keadaan
tersebut. Padahal, berbicara yang sesungguhnya, selain alasan-alasan diatas masih ada lagi
sebab musabab lain yang rasanya lebih cocok, yakni kecantikan Bwee Su-yok.
Tampaknya kecantikan wajah si nona itu sudah terlampau melekat dalam hatinya
membuat pemuda yang pada dasarnya memang romantis ini tak mampu mengutarakan
kemarahannya dihadapan gadis cantik itu, meski amarahnya sudah mencapai pada puncaknya.
Ketika pemuda itu teringat kembali tentang kegagahannya sebagai seorang pria,
sepasang matanya yang tajam segera memandang wajah Bwee Su-yok lekat-lekat, sedikitpun
tidak nampak berkedip. Bagi pandangan orang lain, maka sorot mata tersebut dapat berarti dua perasaan.
Yang satu adalah perasaan tenang, hambar, seakan-akan perasaan hatinya setenang
air, terhadap suasana yang serta menegangkan disekelilingnya sama sekali tidak
terpengaruh. Sedang perasaan kedua adalah suatu perasaan marah yang meluap, orang akan
menganggap dia sedang marah dan tersinggung oleh perkataan Bwee Su-yok, tapi lantaran ia
sudah tertawan, maka rasa gusarnya tak berani diutarakaan keluar.
Sebaliknya bagi pandangan Bwee Su-yok, sorot mata semacam itu justru
mendatangkan perasaan yang lain daripada yang lain dengan rekan-rekannya.
Walaupun wajah Bwee Su-yok dingin dan kaku tapi sorot mata dari Hoa In-liong itu
justru merupakan kobaran api yang membara. Ketika mereka berdua saling berpandangan
tanpa berkedip, maka lama kelamaan Bwee Su-yok merasakan suatu perasaan yang sangat
aneh. Dia merasa tubuhnya bergetar keras, jantungnya berdebar lebih keras dari keadaan


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

semula. Suatu perasaan yang belum pernah dialaminya selama ini dengan cepat menyelimuti
seluruh benaknya dan tanpa diketahui sebabnya tiba-tiba saja mukanya jadi merah. Tapi hanya
sejenak, dia segera mendengus dan melengos kesamping lain.
Setelah merah wajahnya kemudian mendengus pula, apa alasannya demikian" Tentu
saja kecuali mereka berdua, orang lain tidak akan memahaminya.
Dalam pada itu, Kiu-im kaucu telah berkata lagi sambil tertawa seram, "Hoa siau-
hiap, kalau berbicara tentang soal tingkat kedudukan, perbuatanku dengan cara menyergap
menotok jalan darahmu tadi memang kurang pantas dan sedikit menurunkan gengsi sendiri. Tapi
akupun mempunyai kesulitan yang memaksa diriku harus berbuat demikian. Coba bayangkan
saja betapa 250 sayangnya aku terhadap ibumu, padahal tujuanku turun gunung kali ini adalah
untuk merebut tempat kedudukan yang terhormat dalam dunia persilatan. Selama ibumu masih
berada di bukit Im-tiong-san bagaimana mungkin aku dapat melanjutkan rencanaku untuk memusuhi
keluarga Hoa kalian?" Hoa In-liong adalah seorang pemuda yang cerdik. Dari pembicaraan Kiu-im kaucu
yang bolak balik tak menentu itu, dia segera mengetahui bahwa pihak musuhnya mempunyai
tujuan dan maksud-maksud tertentu, maka diapun mengerling sekejap ke arah perempuan tua
yang angker itu seraya berseru, "Huuuh! Kalau bicara saja enak kedengarannya, padahal siapa
tahu bagaimanakah kesungguhannya" Benarkah kaucu benar-benar tidak bermaksud
sesuatu?" Kiu-im kaucu tidak tersinggung oleh perkataan tersebut, kembali ujarnya, "Bila
kubicarakan secara blak-blakan, mungkin saja engkau tak akan mempercayainya, tahukah engkau
bahwa didalam peristiwa pembunuhan berdarah atas diri Suma tayhiap beserta istrinya
bukan saja aku ikut mengambil bagian. Pihak perkumpulan Hian-beng-kauw juga ikut ambil bagian
bahkan Ku Ing-ing, si Giok-teng hujin itupun turut ambil bagian. Jika engkau hanya menaruh
rasa benci dan dendam terhadap aku seorang, tidakkah kau merasa bahwa tindakanmu tersebut bukan
saja tidak bijaksana bahkan merupakan suatu keputusan semena-mena yang tidak adil?"
Diam-diam Hoa In-Iiong merasa terperanjat sekali sehabis mendengar pekataan itu,
pikirnya, "Dengan begitu terus terang dia mengemukakan latar belakang peristiwa berdarah
itu kepadaku, sudah pasti ia memang mempunyai rencana untuk membinasakan diriku"
Meskipun dalam hati merasa kaget, diluaran dia tetap bersikap tenang, setelah
mengerling sekejap katanya kemudian, "Dewasa ini Hoa In-liong sudah menjadi tawananmu, mau
bunuh mau jagal terserah pada diri kaucu, buat apa kau ucapkan kata-kata seperti
itu....?" "Aku hanya suruh engkau percaya saja" sahut Kiu-im kaucu sambil tersenyum, "Aku
tidak bermaksud apa-apa terhadap diri siauhiap"
"Hoa In-liong bukan anak kecil yang berusia tiga tahun, jangan harap bujuk rayu
dan kata-kata manismu akan mendatangkan hasil bagimu" kata Hoa In-liong kemudian dengan
tenang. "Maka kuanjurkan kepadamu lebih baik berbicaralah terus terang bila ingin mengutarakan
sesuatu, asal aku Hoa In-liong mampu untuk menjawab, pertanyaan itu tentu akan kujawab, jika
tak sanggup kujawab, sekalipun kau rantai badanku dengan borgol sebesar apapun jangan harap
bisa memaksa aku untuk mengutarakan sepatah katapun juga"
Seng-Sin-sam yang kerdil dan menjabat sebagai Tongcu penerimaan anggota baru itu
tiba-tiba menyela sambil tertawa seram, "Heeehh.... heehh.... hee.... Terus terang kuberitahukan
kepadamu, pada hakekatnya kamipun tiada pertanyaan yang hendak diajukan
kepadamu. Aku menjabat sebagai ketua ruang penerimaan anggota baru. Andaikata engkau berhasrat
masuk menjadi anggota perkumpulan kami, asal aku mengutarakan beberapa patah kata yang
indah dihadapan kaucu kami, tanggung engkau pati akan ke terima menjadi anggota kami"
Berbicara menurut keadaan pada umumnya yang berlaku dalam dunia persilatan,
peraturan dari tiap perguruan ataupun partai yang ada didunia ini rata-rata ketat dan disiplin.
Biasanya bilamana seorang kaucu hadir dalam suatu ruangan, maka sebagai anak buah tak
seorangpun berani menyela atau menimbrung pembicaraan yang berlangsung sebelum diminta oleh
ketuanya. Tapi sekarang, bukan saja Tongcu she-Seng itu berani menyela suatu pembicaraan,
bahkan berani pula mengemukaan sebuah usul, sementara Kiu-im kaucu sendiri sedikitpun
tidak 251 menunjukkan sikap kurang senang hati, dari sini dapatlah diketahui betapa
terhormatnya kedudukan Seng Sin-sam dalam perkumpulan Kiu-im-kauw.
Hoa In-liong yang binal tapi cerdik segera memutar otaknya, selang sesaat
kemudian ia sudah mendapat akal bagus, maka pemuda itupun tertawa nyaring. "Haa.... haa.... haa....
Begitupun ada baiknya, setelah menjadi anggota Kiu-im-kauw, bukan saja aku Hoa Loji dapat
menciptakan suatu pekerjaan yang besar, akupun setiap harinya bisa berkumpul dengan nona
Bwee.... Haa.... haa.... haa.... Ada gadis cantik dalam rangkulan, masa depanku juga cemerlang, bukan
saja aku Hoa Loji akan hidup penuh kebahagian, nama dan kedudukanku juga termashur....
Tentu saja ide ini bagus sekali!" Merah padam wajah Bwee Su-yok karena jengahb cepat dia menghardik dengan
nyaring, "Hey, apa yang kau ocehkan terus?"
"Hoa siauhiap!" Kiu-im kaucu yang selama ini membungkam tiba-tiba berkata
"Andaikata engkau benar-benar berhasrat untuk membantu diriku, tentu saja dengan senang hati anak
Yok akan kujodohkan kepadamu!"
Bwee Su-yok jadi sangat gelisah, cepat dia menyela, "Suhu.... Orang she-Hoa ini
usil amat mulutnya, ia jahat dan tak bisa dipercaya. Anak Yok.... anak Yok...."
Tapi sebelum gadis cantik itu menyelesaikan kata-katanya, Kiu-im Kaucu telah
mengulapkan tangannya seraya berkata, "Gurumu sudah mempunyai rencana yang sangat bagus,
engkau tak usah menimbrung lagi!"
"Huuuh.... apa rencanamu itu?" Jengek Hoa In-liong cepat dengan wajah berubah
serius, "Palingpaling juga menyelidiki jejak serta tindak tanduk orang tua dari
aku orang she-Hoa atau menahan aku orang she-Hoa sebagai sandera. Hmm....! Mengulangi kembali siasat lama
yang pernah dipraktekkan dua puluh tahun berselang, sayang rencanamu itu sama sekali
tak berguna bagi diriku" Diam-diam Kiu-im kaucu merasa terkejut setelah mendengar perkataan itu, dengan
dahi berkerut katanya, "Benarkan sama sekali tak berguna terhadap dirimu?"
Hoa In-liong mencibirkan bibirnya. "Huuh....! Aku orang she-Hoa tak bakal terpikat
oleh cantiknya wajah perempuan, tak akan bertekuk lutut oleh kehebatan ilmu silat orang lain.
Sekalipun kau mempunyai beribu macam akal muslihat, berjuta macam bentuk siksaan, jangan harap
kau dapat memaksa aku orang she-Hoa tunduk pada perintahmu"
Betapa mendongkolnya Bwee Su-yok sehabis mendengar perkataan itu, dengan ketus
dia lantas menimbrung, "Hmmm.... ! Bukankah tadi engkau selalu berteriak bahwa engkau lebih
suka terbunuh daripada tertawan" Sekarang toh engkau sudah menjadi tawananku, kenapa tidak berusaha
untuk bunuh diri membereskan nyawamu sendiri?"
"Nona Bwe, apakah diantara kita terikat dendam sakit hati?" tiba-tiba Hoa In-
liong berkata dengan lembut. Sinar matanya yang terang bagaikan bintang fajar itu seperti senyum, tak senyum
memandang wajah gadis itu lekat-lekat.
252 Ketika sorot mata Bwee Su-yok saling bersentuhan kembali dengan pandangan
matanya, sekali lagi gadis itu merasakan jantungnya berdebar keras. Untuk sesaat, dia tertegun,
tapi selanjutnya jawabnya dengan nada dingin, "Yaa, diantara kita ada ikatan dendam, suatu ikatan
dendam yang lebih dalam dari samudra, kenapa?"
Kembali Hoa In-liong tertawa. "Sekalipun antara nona Bwe dengan aku ada ikatan
dendam, caramu memanaskan hatiku tak bakal mendatangkan apa-apa. Ketahuilah aku Hoa loji
jauh berbeda dengan orang lain. Tahukah engkau apa yang sedang kupikirkan sekarang?"
Seraya berkata kepalanya sengaja dimiringkan kesamping berlagak seperti seorang
bocah yang pura-pura sok rahasia. Gayanya yang mengejek ini kontan saja menggemaskan Bwee
Su-yok hingga membuat giginya saling bergermerutukan menahan emosi. Kalau bisa dia
ingin menggigit pemuda itu untuk melampiaskan rasa dongkolnya.
Sambil menggigit bibir, dia lantas berseru dengan gemas, "Aku tak ambil perduli
apa yang kau pikirkan pokoknya nonamu cuma tahu bahwa engkau harus mampus!"
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak. "Haaa.... haa.... haa.... Aku orang she Hoa mana
boleh mati. Kalau aku sampai mati lebih duluan, bukankah engkau akan...."
Sebetulnya dia hendak mengatakan, "Bukankah engkau akan menjadi seorang janda
kembang?" Kata-kata itupun mengiringi ucapan Kiu-im kaucu yang hendak menjodohkan anak
Yok-nya kepada dia. Tapi bagaimanapun juga dia adalah keturunan seorang pemuda persilatan yang punya
nama besar ketika ucapan tersebut sudah berada diujuag bibir, tiba-tiba dia merasa
bahwa perkataan itu terlalu tengik dan kurang sopan. Lantaran ia kuatir kalau ucapan tersebut
sampai menyinggung perasaan halus Bwee Su-yok, maka tiba-tiba saja dia membungkam dan
menelan kembali kata-kata tersebut ke dalam perutnya.
Perlu diketahui disini, walaupun Hoa In-liong termasuk seorang pemuda yang
romantis, sekalipun dia binal dan nakal, tapi bukan berarti cabul atau tak tahu sopan santun.
Apalagi kecantikan Bwee Su-yok dan keagungan gadis itu belum pernah dijumpai seumur hidup.
Sekalipun dara itu bersikap angkuh dan dingin, lagipula mereka berhadapan sebagai musuh, tapi bila
Hoa In-liong disuruh benar-benar melukai perasaan Bwee Su-yok, dengan watak yang dimiliki
pemuda itu, belum tentu dia bersedia untuk melakukannya.
Kalau toh diapun begitu, tentu saja keadaan tersebut berlaku juga bagi diri Bwee
Su-yok. Orang bilang gadis yang cantik selalu menjaga gengsi. Gengsi ini mencakup pula
terhadap orangorang yang melakukan hubungan dengannya. Keadaan tersebut tak
ubahnya ibarat seorang hartawan yang kaya raya tak sudi berhubungan dengan kaum pengemis.
Seorang gadis yang betul-betul cantik, selain dia selalu menjaga gengsi,
disamping itu diapun selalu berharap setiap orang yang berhubungan dengannya memiliki kecantikan atau
keayuan yang setaraf dengan kecantikannya, terutama dengan lawan jenisnya, hal ini akan
tampak semakin kentara. Kebetulan sekali Hoa In-liong terhitung seorang pemuda yang gagah dan tampan,
orangnya juga amat romantis. Berbicara soal kegantengan maupun karakternya boleh dibilang
setingkat lebih tinggi dari orang lain atau dengan perkataan lain pemuda tersebut benar-benar
merupakan ssorang pemuda yang tampan.
253 Bwee Su-yok yang terhitung pula sebagai seorang gadis cantik. Bila dikatakan ia
tidak tertarik oleh pemuda setampan dan segagah itu, maka hal tersebut merupakan kata-kata yang
bohong dan tak bisa dipercaya. Ia tertarik juga merasakan pergolakan yang hebat, tapi sayang oleh karena
pendidikan yang keliru membuat terciptanya suatu watak membenci kepada laki-laki tampan dalam
hati sidara ayu ini ditambah lagi Hoa In-liong memang binal sukar diurus, yang kebetulan sekali
merupakan watak yang paling dibenci olehnya dihari-hari biasa, apalagi Hoa In-liong
menunjukkan sikap hambar dan seolah-olah sama sekali tidak tertarik oleh kecantikannya, kesemuanya
ini membuat nona itu semakin berang hingga berulang kali mengatakan hendak membunuh dirinya
dan bersumpah tak mau hidup berdampingan dengannya.


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Padahal bila kita bahas keadaan tersebut dengan lebih mendetail, maka dapatlah
kita ketahui bahwa tindakan tersebut disebabkan karena perasaan tak puas si nona itu terhadap
lawannya, cuma gadis itu sendiripun tidak menyadari akan keadaan tersebut.
Sementara itu, sorot mata Bwee Su-yok sudah memancarkan sinar dingin yang
menggidikkan hati. Kalau dilihat dari gayanya jelas gadis itu sudah siap akan melancarkan
serangan. Tapi lantaran perkataan dari Hoa In-liong tiba-tiba berhenti ditengah jalan,
dimana tindakan semacam itu justru sama sekali berada diluar dugaannya, maka gadis itu jadi
tertegun untuk sesaat lamanya. "Ayoh teruskan kata-katamu itu!" bentaknya kemudian "Kenapa
tidak kau lanjutkan?" "Aaaah.... Lebih baik tak usah kulanjutkan lagi!"
Bwee Su-yok jadi makin mendongkol, teriaknya dengan nyaring, "Tidak!
Bagaimanapun juga engkau harus mengatakan keluar, kalau tidak kau lanjutkan kata-katamu itu,
lidahmu akan segera kupotong sampai kutung"
"Baiklah!" ucap Hoa In-liong kemudian sambil mengangkat bahunya "Aku akan
mengatakannya keluar. Aku sedang memikirkan bagaimana caranya meloloskan diri dari sini,
percayakah kau?" Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, Bwee Su-yok kontan jadi terbelalak
lebar, sedang kawanan jago lainnya tak dapat menahan rasa gelinya lagi, mereka tertawa
terbahak-bahak. Tak aneh kalau mereka tertawa geli, bayangkan saja bukannya ia sudah kena
ditawan orang, bahkan berada pula dilingkungan musuh musuhnya yang tangguh tapi pemuda itu
telah mengucapkan kata-kata yang tidak bersemangat, selain itu diapun malah bertanya
apakah orang mau percaya dengan perkataan itu, bayangkan saja siapa yang tidak geli
dibuatnya. Bwee Su-yok sendiri pun diam-diam berpikir dihati, "Manusia macam apaan orang
ini" Kalau dilihat dari wajahnya yang tampan dan tindak tanduknya yang gagah perkasa, sudah
pasti dia terhitung seorang laki-laki yang tinggi hati. Tapi mengapa mengucapkan kata-kata
macam perkataan bocah cilik" Apakah.... Apakah dia merasa yakin sekali kalau dirinya
memiliki kemampuan untuk meloloskan diri?"
Dalam pada itu, Hoa In-liong duduk dikursi tepat dihadapannya dengan senyuman
dikulum, sikapnya amat tenang, tidak tampak sikap malu, atau menyesal, juga tidak
menunjukkan tandatanda kalau ia merasa amat yakin. Sikapnya yang begitu santai,
begitu kalemnya mengingatkan
orang bahwa dia seakan-akan berada dilingkungan sahabat-sahabat sendiri,
kehambaran dan ketenangannya cukup membuat orang jadi tercengang.
254 Haruslah diketahui, keketusan dan kehambaran sikap Bwee Su-yok jauh berbeda
dengan manusia biasa. Seringkali manusia dengan pendidikan yang kaku dan dingin semacam
ini memiliki pandangan yang lebih agresif terhadap segala macam bentuk rasa sayang
maupun rasa benci. Waktu itu dia masih belum menemukan rasa cintanya terhadap Hoa In-Liong, maka ia
merasa setiap gerak-gerik dari si anak muda itu mendatangkan rasa benci baginya.
Menurut jalan pikirannya, andaikata manusia semacam ini dibiarkan lolos dari cengkeramannya,
maka kejadian ini akan dianggapnya sebagai suatu penghinaan yang luar biasa besarnya, otomatis
tak bisa disalahkan pula bila ia mempunyai cara berpikir yang bertolak belakang dengan
orang biasa. Seng Sin-sam, tongcu bagian penerimaan anggota baru yang kerdil pada hakekatnya
adalah seorang manusia yang licik dan banyak tipu muslihatnya. Sambil tertawa tergelak
tiada hentinya, dengan mata yang tajam dia mengawasi gerak-gerik Hoa In-liong, Kemudian ia
berseru dengan nada dingin, "Lapor kaucu, aku lihat Hoa In-liong adalah seorang manusia kurcaci
yang tak berguna. Ia tidak memiliki kegagahan dan kejantanan seperti Hoa Thian-hong.
Menurut pendapat hamba, lebih baik kita tak usah membuang banyak tenaga dan pikir-an
lagi" Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, semua gelak tertawa terhenti dan sorot
mata semua orang pun sama-sama dialihkan keatas wajah Hoa In-liong.
Si anak muda itu masih tetap duduk dengan sennyuman dikulum, Tubuhnya yang duduk
sekokoh batu karang tampak begitu tenang dan kalemnya, seolah-olah tidak terpengaruh
sama sekali oleh ancaman yang membahayakan jiwanya itu.
Huan Tong Si Tongcu bagian propaganda segera menyela dari samping ruangan,
"Hamba juga mempunyai pendapat demikian, asal yang kecil kita jagal, tentu si kura-kura tua
terpaksa harus menongolkan diri. Bagaimanapun jua kita toh hendak memimpin dunia persilatan dan
bersikap musuhan dengan Hoa Thian-hong, nanti juga bentrok sekarang juga bentrok, kenapa
tidak kita jagal saja bangsat cilik ini baru kemudian melakukan pertarungan besar dengan
sepuas-puasnya" Orang ini sangat suka mencari nama dan pahala. Dia paling tidak percaya kalau
dikatakan Hoa Thian-hong itu lihay, maka dalam penbicaraanpun bukan saja sama sekali tidak
menunjukkan perasaan jeri, bahkan penuh dengan semangat yang menyala-nyala.
Hoa In-liong tidak biasa dengan gayanya yang sok itu, cepat dia menimbrung
sambil tertawa tergelak, "Haaa.... haa.... haaa.... Ayohlah kalau mau turun tangan! Aku orang she-Hoa
kan duri dalam mata bagi kalian semua, kenapa tidak segera turun tangan?"
Lie Kiu-it, tiamcu dari ruang siksa menyahut dengan suara yang dingin dan tajam,
"Cepat atau lambat kita pasti akan turun tangan. Asal kaucu ada perintah, pertama-tama akan
kusuruh kau cicipi bagaimana rasanya kalau sekujur badan diselomoti dengan batang hio yang
menyala!" Lie Kiu-it yang menjabat sebagai ketua istana ruang penyiksaan ini memang
memiliki tampang "kriminal". Bukan saja kepalanya botak, tubuhnya tinggi besar, biji matanya yang
putih lebih banyak daripada yang hitam. Malahan mata itu semu merah menyala. Tampang semacam
ini tak bisa dibatalkan lagi kalau dikatakan sebagai tampang seorang manusia yang buas
dan berjiwa kejam. Mendengar ucapan tersebut, Hoa In-liong lantas berpikir didalam hatinya, "Orang
ini adalah seorang penjagal yang melanjutkan hidup dengan kerjanya menjagal manusia,
tampang semacam ini persis dengan tampang pembantu Gwa-kong ku yang kejam itu. Biasanya
manusia 255 seperti itu bukan saja buas, juga tidak berperi kemanusian. Manusia macam begini
tak dapat dibiarkan hidup lebih jauh. Bila sampai bertempur nanti, akan kucabut lebih
dahulu se-lembar jiwanya" Kek Thian-tok yang menjabat sebagai Tongcu bagian tata cara dan disiplin
perkumpulan merupakan anggota Kiu-im-kauw yang paling tua, diapun paling paham dengan jalan
pemikiran kaucunya. Ketika pendapat mulai diutarakan simpang siur, tiba-tiba dia melangkah
keluar dari rombongan dan memberi hormat kepada kaucunya seraya berkata, "Hamba mengetahui
betapa terkenangnya kaucu terhadap sahabat-sahabat lama, terutama kesan yang begitu
mendalam terhadap sanak keluarganya Hoa In-liong. Sayang bocah she Hoa ini begitu
tak tahu diri dan menganggap dirinya sebagai sok jagoan hingga bersikap kurang
sopan kepada kaucu. Menurut hamba, orang ini terlampu binal dan aneh. Rasanya untuk
menundukkan perasaannya dengan mengenang kembali kesan dan hubungan persahabatan dimasa
lampau, hal ini sukar untuk terpenuhi dengan mudah!"
Selama orang lain mengajukan usul dan pendapatnya yang beraneka ragam, Kiu-im
kaucu selalu membungkam dalam seribu bahasa tanpa memberi komentar apa-apa, ini menunjukkan
bahwa jalan pemikiran mereka tidak sesuai dengan jalan pemikirannya.
Tapi setelah Kek Thian-tok yang menjadi Tong cu bagian tata cara dan disiplin
perkumpulan ini mengutarakan kata-katanya, pelan-pelan diapun mengangguk.
Meskipun telah mengangguk, tapi mulutnya tetap membungkam, sementara otaknya
masih berputar memikirkan sesuatu.
Haruslah diketahui, Kiu-im kaucu adalah seorang manusia yang cerdik dan banyak
tipu muslihatnya, sekalipun wataknya agak keras pada hakekatnya dia adalah seorang
manusia yang buas, ganas dan berbahaya.
Dimasa lampau, dia pernah menaruh kesan baik atas diri Pek Kun-gi sebagai
muridnya, meskipun pada akhirnya keinginan hatinya itu tak sampai keturutan,
tapi bayangan dari Pek-Kun-gi
masih selalu melekat dalam-dalam dihatinya.
Apalagi dimasa lalu dia mempunyai suatu cita-cita yang lain, yakni bila Pek Kun-
gi dapat ia terima sebagai muridnya, otomatis Hoa Thian-hong akan tertarik juga untuk menjadi
anggota Kiu-imkauw. Asal orang-she-Hoa itu sudah tunduk dibawah perintahnya,
dengan gampangnya pula tahta pemimpin dunia persilatan akan terjatuh ketangannya.
Meskipun kejadian itu sudah lewat banyak tahun, tapi sampai sekarang ambisinya
itu belum pernah padam, tentu saja dalam gerakan turun gunungnya kali ini juga diselilingi
dengan maksud-maksud tertentu. Apa mau dikata ketika baru saja terjun ke dalam dunia persilatan, dia telah
bertemu lebih dulu dengan putranya Pek Kun-gi. Sebagaimana diketahui Hoa In-liong mempunyai wajah
yang mirip dengan ayah ibunya, maka dipakainya siasat yang bersifat lembut untuk menggaet
perasaan simpatik dihati anak muda itu.
Pikirnya asal Hoa In-liong bisa ditarik kesan baiknya sehingga antara pihaknya
dengan keluarga Hoa Thian-hong dapat terjalin hubungan, maka cita-citanya untuk menjagoi dunia
persilatan tak akan terlampau sulit untuk dicapai.
256 Maka bila diteliti lebih mendalam, boleh dibilang ia memang sedarg mengulangi
kembali sia-sat lamanya. Tentu saja dibalik kesemuanya itu terdapat suatu alasan yang amat sensitif
sifatnya, yaitu Kiu-im kaucu menaruh rasa jeri dan ngeri terhadap Hoa Thian-hong, ayahnya Hoa In-liong.
Tegasnya Kiu-im kaucu sampai sekarang masih tak dapat melupakan dendam sakit
hatinya dimasa lampau, terutama keberhasilan Hoa Thian-hong memimpin dunia persilatan
dan menghancurkan ambisinya untuk menguasai seluruh jagad. Sakit hati semacam ini
tentu saja tak dapat dia lupakan untuk selamanya.
Betapa besarnya rasa dendam dan sakit hati Kiu-im kaucu terhadap diri Hoa Thian-
hong dapat terlihat jelas misalnya saja dalam pembunuhan terhadap Suma Tiang-cing beserta
istrinya Kwa Gi-hun dan tindakannya menciptakan Bwee Su-yok yang dingin dan kaku. Boleh
dibilang kesemuanya itu dilakukan khusus untuk ditujukan buat keluarga Hoa.
Sekalipun demikian, Kiu-im kaucu termasuk juga seseorang yang lebih
memperhatikan tercapainya tujuan daripada memikirkan cara pelaksanaannya. Ia merasa apalagi
bisa menarik kesan baiknya Hoa In-liong sehingga antara pihaknya dengan pihak Hoa Thian-hong
terjalin hubungan baik dan cita-citanya dapat tercapai tanpa harus terjadi kontak
senjata, bukankah cara tersebut jauh lebih baik"
Walaupun dia adalah seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, namun daripada
itu diapun merasa tak mempunyai keyakinan untuk menangkan musuhnya maka kalau bisa dia
berusaha ingin mencapai tujuan dengan cara yang halus dan baik-baik.
Sayang sekali perempuan tua itu sudah salah menafsirkan diri Hoa In-liong.
Sekilas pandangan pemuda ini memang tampaknya acuh tak acuh dan tidak begitu menaruh perhatian
terhadap setiap persoalan. Padahal justru dia merupakan seorang berotak encer, ditambah
lagi kecerdikannya wataknya yang terbuka dan tidak terikat adat istiadat yang tetek
bengek, serta pandai memutar kemudi mengikuti hembusan angin, kesemuanya itu membuat orang
jadi sukar untuk meraba maksud tujuan serta jalan pemikiran yang sebenarnya.
Karena persoalan ini Kiu-im kaucu pernah merasakan kesulitan, bahkan nafsu
membunuhnya pernah menyelimuti pula benaknya, terutama sewaktu berada dibukit Ciong-san, ia


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernah dibuat marah oleh persoalan itu.
Sebagai seorang yang berhati kaku, dia enggan untuk merubah cara berpikirnya,
tapi sekarang setelah diberi petunjuk oleh Kek Thian-tok, dan lagi apa yang diucapkan juga
begitu luwes tanpa menyinggung gengsinya, maka setelak termenung sebentar dia alihkan pandangannya
kewajah orang itu. "Bagaimana menurut pendapatmu?" tanyanya kemudian.
"Menurut pendapat hamba lebih baik untuk sementara waktu kita sekap saja pemuda
ini. Sementara kabar tentang penangkapan ini kita siarkan luas diluaran. Coba kita
lihat saja bagaimanakah reaksi dari ayah ibunya, selain itu kitapun mengirim kabar kepada
Hian-beng kaucu agar segera datang ke suatu tempat yang kita janjikan untuk bersama sama
merundingkan rencana besar kita selanjutnya dalam menghadapi Hoa Thian-hong.
Bagaimanapun juga kita toh sudah keluar gunung, cepat atau lambat akhirnya kita
pasti akan melangsungkan suatu pertarungan habis-habisan melawan Hoa Thian-hong dan konco-
konconya. Maka menurut pendapat hamba, selama Hoa In-liong ini masih bisa dipakai kita
pakai saja, tapi kalau sudah tak dapat kita pakai lagi, sampai waktunya kita lenyapkan saja bocah
kunyuk ini dari muka bumi, urusan kan menjadi beres?"
257 Yang dimaksudkan sebagai "bisa dipakai" disini adalah digunakan sebagai sandera.
Sebelum Kiu-im kaucu sempat memberikan reaksinya, Hoa In-liong sudah tertawa
terbahakbahak. "Haaa.... haa.... haa.... Suatu ide yang sangat bagus! Suatu idee yang
bagus sekali" Kalau toh semua pihak akan berdatangan semua untuk menyelesaikan masalah ini, rasanya
aku Hoa loji tak perlu repot-repot lari kesana kemari lagi!"
Habis berkata dia lantas bangkit berdiri dan berjalan menuju keruang belakang.
Dengan suatu gerakan yang sangat cepat Bwee Su-yok melayang kedepan dan
menghadang jalan perginya, kemudian bentaknya keras-keras, "Hey, mau apa kamu?"
"Mau apa" Tentu saja pergi beristirahat! Bukankah kalian hendak menyekap
diriku?" sahut Hoa In-liong dengan dahi berkerut.
Bwee Su-yok segera mendengus dingin. ?"Hmmm....! Enak benar kalau berbicara,
memangnya kasu anggap disekap itu enak yaa?"
Hoa In-liong mengangkat bahunya seraya tertawa. "Meskipun katanya saja disekap!
Tentunya kau tidak akan memborgol tangan dan kakiku bukan macam buronan penjahat besar
dalam penjara kota....?" Mengangkat bahu sambil tertawa sebenarnya merupakan suatu gerakan melucu, tapi
lantaran orangnya memang tampan dan binal, maka gerakan melucunya ini justru mendatangkan
suatu daya rangsangan yang lain dari pada yang lain.
Menyaksikan semua gerakannya itu, Bwee Su-yok merasa dirinya seakan-akan kena
ditampar, makin dilihat semakin tak enak rasanya, tak kuasa lagi dia mendengus dingin
berulang kali. Ditengah dengusan tersebut tiba-tiba tubuhnya berputar menghadap ke arah Kiu-im
kaucu, kemudian serunya, "Suhu, apakah engkau sudah mengambil keputusan yang tetap?"
Rupanya Kiu-im kaucu cukup memahami betapa marah dan mendongkolnya gadis itu.
Dengan nada tercengang dia balik bertanya, "Mengambil keputusan tentang soal apa?"
"Menyekap orang she-Hoa ini disini!"
"Oooh....! Soal itu toh.... ada apa" Apakah engkau mempunyai pendapat lain?"
"Tidak ada, anak Yok cuma berharap bilamana suhu telah mengambil keputusan maka
harap engkau orang tua suka menyerahkan orang she-Hoa itu kepadaku?"
Mendengar ucapan tersebut, tiba-tiba Hoa In-liong berteriak aneh, "Bagus.... Bagus
sekali" Ada perempuan yang mau menemani aku, berarti rejeki yang amat besar bagi aku Hoa-
loji.... haaa.... haa.... haa.... Syukurlah kalau nona memang demen sama aku!"
Kiu-im kaucu tertawa dingin, sinar matanya segera dialihkan ke wajah muridnya
dan berkata, "Kenapa harus kuserahkan kepadamu" Orang
ini aneh sekali dan banyak tipu muslihatnya"
"Aku tidak takut kebinalannya, juga tidak takut tipu muslihatnya, aku akan suruh
dia merasa-kan pahit getirnya ditanganku"
258 Kiu-im Kaucu tidak langsung menyanggupi, dia berpikir sebentar kemudian baru
menjawab, "Baiklah! Memang ada baiknya juga membiarkan dia merasakan sedikit kelihayanmu.
Tapi kau musti hati-hati, jangan sampai membuat badannya menjadi cacad, sebab aku masih
mempunyai kegunaan lainnya" "Yaa suhu!" Bwee Su-yok mengiakan, dia lantas putar badan dan berseru lagi
dengan dingin, "Ayoh jalan!" Hoa In-liong sama sekali tidak memikirkan ancaman lawan malahan dengaa sikap
yang mengejek ia membuat gerakan mempersilahkan nona itu berjalan lebih dulu. "Silahkan nona
manis! Harap engkau suka mem bawa jalan bagi diriku!" katanya sambil tertawa.
Bwee Su-yok mendengus dingin, tanpa mengucapkan sepatah katapun dia putar badan
dan berjalan menuju ke arah pintu ruangan sebelah belakang.
Hoa In-liong segera menjura kepada diri Kiu-im kaucu, kemudian katanya, "Bila
dari pihak ayah ibuku sudah ada kabar, tolong kaucu bersedia memberi kabar kepadaku, maaf tak
dapat menemani terlampau lama....!"
Dengan langkah lebar dan sikap yang amat santai dia lantas berlalu dari situ dan
menuju ke ruang belakang mengikuti langkah Bwee Su-yok.
Menyaksikan sikap Hoa In-liong yang begitu santai dan sama sekali tidak merasa
takut itu, Lie Kiu-it si tiamcu ruang penyiksaan dan para tong-cu lainnya sama-sama menunjukkan
senyuman yang menyeringai. Agaknya mereka senang sekali karena musuhnya sudah dibawa
pergi untuk disekap sementara waktu. Hanya Kiu-im kaucu seorang yang mengerutkan dahiaya, dalam hati dia berpikir,
"Bagaimanakah watak si bangsat itu yang sebenarnya" Benarkah dia tidak takut disiksa dan tak
takut mati" Ataukah dia emang memiliki sesuatu kekuatan yang bisa diandalkan...."
Semakin dipikir hatinya semakin gundah, akhirnya dengan suara keras dia berseru,
"Bubar! Kita laksanakan tugas masing-masing sesuai dengan rencana, Kek-tongcu! Bawalah orang
dan segera mengadakan kontak dengan Hian-beng kaucu"
Begitu selesai berkata, dia lantas mengundurkan diri lebih dahulu dari tempat
itu. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Bwee Su-yok berjalan didepan menelusuri
serambi yang pa jang dan menuju keruang belakang.
Hoa In-liong mengikuti tanpa berbicara juga, hanya bedanya kalau si nona
berwajah dingin dan serius. Sementara si anak muda itu berjalan dengan wajah penuh senyuman.
Kendatipun demikian perbedaan sikap itu sama sekali tidak mengurangi ketampanan dan
kecantikan wajah mereka berdua. Begitu menariknya raut wajah kedua orang itu sehingga mirip dewa-
dewi yang baru turun dari kahyangan.
Setelah mencapai ujung serambi tersebut, mereka melewati sederetan bangunan
rumah dan akhirnya tibalah disebuah halaman yang terpencil letaknya jauh
dlbelakang sana. Disinilah tempat tinggal Bwee Su-yok, letaknya disudut tenggara bangunan utama.
Halaman itu bertengger persis dibawah tanah perbukitan Ciong-san. Didepan pintu membujur
sebuah selokan 259 kecil yang meliuk-liuk kesana-kemari, menciptakan suatu pemandangan yang sangat
indah dan sedap dilihat. Setelah memasuki halaman tersebut, seorang dayang kecil yang memakai baju
berwarna hijau pupus menyambut kedatangan mereka.
Bwee Su-yok mendengus dingin, katanya kemudian dengan ketus, "Siapkan tali dan
bawa kedalam ruangan!" Tanpa menghentikan langkah kakinya dia langsung masuk kedalam sebuah bangunan
yang mungil didepan sana. Dengan langkah yang santai dan wajah diliputi senjuman Hoa In-liong mengikuti
terus dibelakang gadis itu, ketika lewat disamping dayang cilik itu ia lantas
menunjukkan muka setan. Dayang itu agak tertegun melihat sikap tamunya, matanya jadi terbelalak lebar.
Untuk sesaat dia jadi lupa untuk melaksanakan perintah majikannya.
"Kenapa berdiri melulu?" Bwee Su-yok membentak sambil putar badannya. "Sudah kau
dengar belum perkataanku tadi?"
Dengan rada kaget dayang itu buru-buru menyahut, "Sudah dengar.... Sudah dengar...."
Dengan langkah cepat dia lantas kabur dari situ.
oooOOOOooo S ETIBANYA didalam ruangan, dengan gaya yang sok Bwee Su-yok duduk dikursi
kebesaran dalam ruangan itu. Sedang Hoa In-liong masih berlagak santai, makanya celingukan
kesana kemari mengamati bangunan tersebut.
Bangunan itu cukup megah, sekalipun tidak begitu besar tapi cukup mewah dan
mentereng. Ditengah-tengah bangunan merupakan sebuah ruangan tamu, kedua belah sisinya
merupakan tempat tinggal Bwee Su-yok, kamar baca dan ruangan untuk bersemedi. Dibelakang
ruang semedi adalah tempat tidur dayang itu.
Semua perabot yang ada disana terbuat dari kayu jati pilihan. Modelnya bagus,
bikinannya ju-ga halus. Lukisan-lukisan kenamaan tergantung dikedua sisi dinding ruangan dan
semuanya berada dalam keadaan bersih. Ini menunjukkan kalau Bwee Su-yok adalah seorang gadis
yang suka akan kebersihan. Pada waktu itu senja lelah menjelang tiba, selang sesaat kemudian dayang tadi
muncul sambil membawa baki berisi cawan air teh dan seutas tali besar.
Melihat itu. Bwee Su-yok langsung melototkan matanya lebar-lebar, bentaknya
dengan gusar, "Siapa yang suruh kau hidangkan air teh?"
"Kan ada tamu nona" Biarlah kesuluh lampu " jawab dayang itu sok pintar.
260 Setelah meletakkan baki air teh dimeja dan meletakkan tali dilantai, ia putar
badan siap mengambil api.
"Omong kosong! Siapa yang menjadi tamu kita?" Bentak Bwee Su-yok lagi dengan
marah. Dayang cilik itu jadi terbelalak makin tercengang, sebentar dia memandang ke
arah Bwee Suyok, sebentar memandang pula ke arah Hoa In-liong. Wajahnya jelas
menunjukkan sikap kebingung an dan tidak habis mengerti.
Dayang cilik itu berusia dua tiga belas tahunan, dia adalah seorang bocah
perempuan yang cilik. Mukanya bulat dengan mata yang besa. Meskipun sifat kanak-kanaknya belum hilang
dan polos sekali, dia terhitung seorang nona yang cerdik dan lincah. Dihari-hari biasa
amat disayang oleh Bwee Su-yok hingga sikapnya juga jauh lebih akrab.
Sementara nona cilik itu masih termangu keheranan, tiba-tiba Hoa In-liong
berkata sambil tertawa, "Aaah.... Jiwa nona memang terlampau sempit. Sekalipun aku
bukan tamu, apalah artinya
secawan air teh" Kenapa kau musti mengumbar hawa amarah terhadap seorang bocah
cilik?" Dengan pandangan yang dingin Bwee Su-yok melirik sekejap ke arahnya, kemudian
kepada dayang cilik itu katanya lagi, "Peng-ji, kenapa kamu...." Ayoh panggil Siau-kian
dan Siau-bi suruh kemari, kemudian baru memasang lampu!"
Tampaknya Peng-ji masih merasa bingung dan tidak habis mengerti, apalagi dihari
biasa selalu dimanja, bukannya melaksanakan perintah itu, dengan dahi berkerut dia malah
membantah, "Kenapa musti panggil mereka" Peng-ji kan dapat melakukan semua perintah nona
sendirian!" "Suruh panggil mereka yaa, panggil mereka, kenapa musti cerewet melulu?" bentak
Bwee Su-yok dengan muka berubah, "Memangnya kau sanggup untuk mengikat orang itu sendirian?"
Peog-ji semakin tertegun, segera pikirnya. "Aneh benar siocia kita ini. Kenapa
orang itu harus diikat" Memangnya dia.... dia sudah menyalahi siocia?"
Sementara dia masih berpikir, Hoa In-liong telah berkata sambil tertawa nyaring,
"Haa.... haa.... haa.... Kau anggap dengan seutas tali maka aku dapat terikat sehingga tak bisa
berkutik?" "Tak usah banyak bicara lagi, nanti toh kau akan tahu sendiri" jawab Bwee Su-yok
dingin. Hoa In liong tersenyum. 'Sekalipun tali itu bisa membelenggu tubuhku, jika aku
tak mau menyerahkan diri untuk diikat, sekalipun nona turun tangan sendiri rasanya
keinginanmu itu belum tentu dapat keturutan!"
Bwee Su-yok mendengus dingin. "Hmm, kecuali kalau engkau bukan seorang enghiong.


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siau-kian dan Siau-bi hanya setahun lebih tua dari Peng-ji, boleh saja kalau ingin
mencobanya" Mendengar ucapan tersebut Hoa In-liong jadi tertegun, dia lantas berpikir pula
didalam hati, "Waaah.... kalau begitu rada susah juga, masa aku harus berkelahi dengan bocah
cilik" Tapi.... Tapi.... aku tak dapat menyerahkan diri dengan begitu saja"
Pikir punya pikir akhirnya sambil tersenyum dia berkata. "Aku benar-benar tak
habis mengerti, kenapa nona begitu ngototnya ingin membelenggu tubuhku" Ketahuilah nona,
pekerjaan semacam itu tak ada gunanya!"
261 "Hmmm....! Siapa bilang tak ada gunanya" Aku hendak mengikat tubuhmu kemudian
menggantung engkau diatas pohon" sahut Bwee Su-yok dengan ketus.
"Kalau sudah digantung lantas bagaimana" Itukah yang kaumaksudkan sebagai
siksaan bagiku?" "Kalau digantung masih belum dapat menyiksa dirimu, maka aku akan menggantung
tubuhmu dengan kepala dibawah. Selama tiga hari tiga malam tak akan kuberi makan maupun
minum, coba lihat saja bagaimana rasanya nanti!"
Bagi seorang jago yang belajar silat, tidak makan selama tiga hari mungkin tak
akan mendatangkan penderitaan apa-apa. Tapi kalau selama tiga hari tiga malam
digantung secara terbalik,
dengan isi perut yang terbalik dan peredaran darah yang mengalir secara terbalik
pula, siksaan dan penderitaan semacam itu boleh dibilang luar biasa sekali. Siksaan itu lambat
sifatnya tapi cukup membuat orang jadi sinting karena menderitanya.
Diam-diam Hoa In-liong merasa terperanjat. Tanpa sadar sinar matanya dialihkan
ke arah pohon besar yang tumbuh diluar pintu.
Berbanggalah hati Bwee Su-yok melihat rasa terkejut yang menyelimuti wajah si
anak muda itu. Dia cibirkan bibirnya lalu berkata lebih jauh, "Aku lihat engkau tidak acuh yaa
terhadap semua ancamanku" Baiklah, kalau memang engkau sudah siap menerima semua siksaan terse-
but, kupersilahkan dirimu untuk merasakan bagaimana nikmatnya kalau digantung secara
ter-balik selama tiga hari tiga malam!"
Berbicara sampai disitu dia lantas berpaling lagi ke arah Peng-ji seraya
ujarnya, "Ayoh cepat
lakukan! Mau apa kamu berdiri
melongo melulu ditempat itu?"
Melihat sikap si nona itu, Hoa In-liong segera tertawa getir. "Nona Bwee,
sungguh tak kusangka kalau engkau adalah manusia macam begitu" katanya, "Aku Hoa Yang toh tiada
permusuhan apa-apa dengan dirimu, sekalipun ada perselisihan, itupun perselisihan dari
orang-orang setingkat lebih tinggi dari kita, mengapa kau berbuat begitu kejam dengan
menyiksa aku memakai cara semacam itu, aku.... aku.... Benar-benar tidak habis mengerti dengan
keputusanmu itu" "Heeh.... heeh.... hee.... Bagaimana?" ejek Bwee Su-yok sambil tertawa dingin, "Jadi
engkau juga mengerti tentang soal jeri dan ketakutan?"
Dengan cepat Hoa In-liong gelengkan kepalanya. "Nona keliru besar, aku Hoa Yang
belum pernah kenal apa yang dimaksudkan jeri atau ketakutan. Orang bilang kalau berani
adu jiwa maka tiada kesulitan yang akan dihadapi seseorang, kalau cuma kelaparan selama
tiga hari atau digantung selama tiga hari sih masih belum terhitung penderitaan yang luar
biasa. Cuma saja.... Cuma saja.... aaai....! Lebih baik tak usah kukatakan saja!"
Ia lantas membungkukkan badannya, memungut tali itu dari tanah, kemudian setelah
ditimangtimang sesaat ujarnya sambil berpaling ke arah Peng-ji, "Siau Peng-ji,
harap kemarilah sebentar!"
"Mau apa?" seru Peng-ji tertegun.
Hoa In-liong tertawa ewa. "Kalau memanggil orang lain tentu merepotkan sedang
siocia kalian tak sudi turun tangan sendiri, maka aku minta agar engkau saja yang membelenggu
tubuhku!" 262 Mendengar ucapan tersebut. Peng-ji semakin tertegun lagi dibuatnya, demukian
pula halnya dengan Bwe-Su-yok. Ia tampak tercengang dan sedikit merasa diluar dugaan atas
keputusan lawannya. Didalam pemikiran Bwe-Su-yok, keadaan Hoa In-liong dianggapnya sudah terpojok
dan tak bisa berkutik lagi, hingga sekalipun diejek lagi juga tak akan berani membangkang.
Dia justru ingin sekali menyaksikan keadaan Hoa In-Iiong yang mengenaskan karena
dibuat serba salah dan tercemooh habis-habisan. Siapa tahu tiba-tiba saja Hoa In-liong
merubah sikapnya, bahkan berubah jadi begitu penurut dan alimnya bukan saja
pembicaraannya terputus sampai ditengah jalan bahkan juga tidak mamanggil orang untuk membelenggunya,
sebaliknya suruh Peng-ji yang baru berusia dua tiga belas tahun itu melaksanakan tugasnya.
Tindakan semacam ini tentu saja aneh sekali tampaknya dan siapapun tidak akan menduga
sampai kesitu. Dipandangnya wajah Hoa In-liong dengan termangu-mangu. Ia merasa pemuda itu
bersikap sungguh-sungguh dan sama sekali tiada tanda-tanda mau main curang atau
menggunakan tipu muslihat yang licin, tentu saja gadis itu makin keheranan.
Tapi dia tak mau mempercayai keadaan tersebut dengan begitu saja, bagaimanapun
juga "sedia payung sebelum hujan" memang ada baiknya. Maka dengan wajah yang masih diliputi
rasa cengang bercampar curiga dia menegur, "Hmmm.... Rupanya engkau hendak menggunakan
akal muslihat untuk menyergap Peng-ji?"
Tertawalah Hoa In-liong mendengar tuduhan tersebut. "Haa.... haa.... haa.... Nona
memang terlalu banyak curiga. Keturunan keluarga Hoa bukan manusia munafik, setiap
patah kata yang telah kuucapkan tak akan kubantah lagi untuk selamanya. Tadi, nona telah memuji
aku Hoa Yang sebagai seorang Enghiong. Apabila aku Hoa Yang betul-betul tak tahu diri,
bukankah perbuatanku ini akan membuat kecewanya hati nona?"
Sewaktu mengucapkan kata-kata tersebut, wajah pemuda itu tetap santai, biasa dan
sama sekali tidak mengandung nada sindiran atau ejekan. Kesemuanya ini segera mendatangkan
suatu perasaan yang bergetar keras dalam hati Bwee Su-yok. Ia merasakan suatu perubahan perasaan
yang aneh sekali. "Omong kosong, ngaco belo tak karuan!" bentaknya, "Siapa yang
merasa kecewa...." Tiba-tiba ia merasa makin berbicara makin tak genah, akhirnya tak bisa dicegah
lagi merah padamlah pipinya karena jengah. Pembicaraanpun segera terhenti.
Hoa In-liong juga agak tertegun oleh keadaan tersebut, tapi dengan cepat dia
menjura seraya berkata, "Harap nona jangan gusar, maksudku aku lebih rela menjadi seorang
enghiong daripada melakukan perbuatan terkutuk yang memalukan dengan mencelakai jiwa Peng-ji.
Karenanya harap engkau suka memerintahkan Peng-ji untuk datang mengikat tubuhku! Hanya
saja...." Mendengar perkataan itu, air muka Bwee Su-yok berubah semakin merah, ia tertegun
sejenak, kemudian serunya dengan suara dalam, "Tidak! Hanya kenapa...." Ayoh lanjutkan dulu
perkataanmu itu....!"
"Dibicarakan juga tak ada gunanya, lebih baik tak usah dibicarakan saja!"
Kembali dia menggunakan kata-kata "lebih baik tak usah dibicarakan" untuk
menampik kehendak nona itu, hal ini segera menggusarkan hati Bwee Su-yok, bentaknya dengan
nyaring, "Tidak! 263 Bagaimanapun juga harus kau lanjutkan kata-katamu itu, kalau tidak maka engkau
akan kugantung selama tujuh hari tujuh malam lamanya!"
Hoa In-liong membetulkan letak tempat duduknya, kemudian ditatapnya wajah Bwee
Su-yok dengan serius, setelah itu katanya lagi, "Jika nona memang ingin tahu, terpaksa
aku harus mengatakannya secara terus terang"
"Jangan bicara sembarangan" tiba-tiba Peng-ji memperingatkan dengan suara
nyaring, "Kalau bicara sembarangan, siocia kami pasti akan menjadi marah!"
Hoa In-liong tersenyum kepadanya sebagai tanda terima kasih, kemudian seraya
berpaling ujarnya dengan wajah bersungguh sungguh, "Kecantikan nona melebihi kecantikan
siapapun yang ada didunia ini. Dewi dari kahyanganpun belum tentu secantik wajah nona.
Memang banyak sudah gadis cantik yang pernah kujumpai. Tapi bila mereka dibandingkan
dengan nona, maka selisihnya ibaratnya langit dan bumi"
"Cantik atau tidak tiada sangkut pautnya dengan dirimu" tukas Bwee Su-yok
sebelum pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, "Nona benci mendengar kata-kata sanjunganmu yang
manis itu" "Nona jangan salah sangka, aku berkata demikian bukan bertujuan untuk merayu
nona atau mencari pujian dan sanjungan dari nona. Apa yang kuucapkan sesungguhnya
merupakan katakata yang betul-betul muncul dari hati sanubariku sendiri" kata
Hoa In-liong dengan wajah
serius, "Terus terang saja kukatakan, sejak berjumpa dengan nona hatiku sudah
merasa terpikat, siapa tahu.... Aaaiaa.... Siapa tahu nona...."
"Ngaco belo melulu, apa yang kau omelkan te rus menerus?" tukas Bwee Su-yok
sambil membentak marah. "Tidak....! Dia tidak ngaco belo! Nona memang cantik jelita membuat siapapun yang
melihat jadi terpikat...." Sela Peng-ji dari samping dengan suara melengking.
Tiba-tiba Bwee Su-yok bangun berdiri dengan marah, bentaknya penuh kegusaran,
"Oooh.... Jadi engkau membantu dia untuk mengerubuti nonamu....?"
"Tidak, tidak.... Peng-ji tidak membantu dia, Peng-ji hanya bicara sejujurnya"
sahut Peng-ji ketakutan. Hoa In-liong ikut bangkit berdiri, lalu selanya, "Peng-ji adalah dayang
kepercayaanmu sendiri, masa dia mau membantu aku untuk mengerubuti dirimu" Sayang meski nona cantik
jelita bak bidadari dari kahyangan, tapi wataknya terlalu dingin kaku dan kejam, terutama
sikapnya terhadap diriku" Setajam sembilu sorot mata Bwee Su-yok, jelas perasaannya waktu itu yaa marah
yaa mendongkol, dia sendiripun tidak begitu jelas. Sebelum Hoa In-liong
menyelesaikan katakatanya, kembali dia menukas, "Bagaimana sikapku terhadap
dirimu" Hmm....! Jangan dianggap
lantaran kau tampan dan gagah maka nona bersikap baik kepadamu! Peng-ji, ikat
dia!" Beberapa patah katanya itu diucapkan dengan tegas dan nyata, sama sekali tidak
dibuat buat atau lain dengan jalan pikirannya. Jelaslah sudah bahwa keputusannya sudah bulat
dan tak bisa diganggu gugat lagi. Hoa In-liong gelengkan kepalanya berulang kali seraya berguman seorang diri,
"Yaa.... Kalau memang begitu, kenapa kau paksa aku untuk berterus terang" Peng-ji, terpaksa aku
harus 264 merepotkan dirimu. Lakukan saja apa yang diperintahkan nonamu itu, dan ikatlah
badanku lebih erat lagi!" Seraya berkata dia menghampiri Peng-ji seraya mengangsurkan tali tersebut ke
tangannya. Peng-ji menerima tali itu dengan wajah kebingungan, dia sama sekali tidak
melakukan apa yang diminta. "Ayoh kerjakan!" hardik Bwee Su-yok kemudian "Apa yang kau nantikan lagi?"
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Peng-ji berjalan ke belakang punggung
Hoa In-liong, mula-mula dia ikat dulu pergelangan tangannya.
Dayang itu bertubuh kecil dan pendek sedang Hoa In-liong tinggi besar, terpaksa
pemuda itu harus berjongkok kebawah agar dayang tersebut bisa membelenggu lengannya.
Setelah kedua lengannya diikat dibelakang badan, tubuh Hoa In-liong bagian
ataspun jadi kaku dan hilanglah kebebasan geraknya.
Rupanya Bwee Su-yok merasa sangat tidak puas bila cuma lengannya saja yang
dibelenggu, dengan nada yang berat dan dalam kembali dia mengomel, "Sebetulnya kau bisa
membelenggu orang atau tidak" Kalau cuma lengannya saja yang diikat, kakinya kan bisa
dipakai untuk berjalan kesana kemari?"
"Nona, lebih baik jalan darahku kau totok saja lebih dulu" seru Hoa In-liong
dari samping "Sebab kalau tidak begitu, bila aku sudah tak tahan lagi, tali-tali yang mengikat
badanku itu bisa kugetarkan sampai putus semua"
"Kalau membayangkan memang rasanya mudah dan semuanya bisa berjalan lancar
memangnya kau itu seorang yang goblok atau memang tak takut sakit...." Hmmm....! Lihat saja
pohon yang ada diluar itu, tingginya sembilan kaki. Jika kau tidak takut terbanting sampai


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mampus, silahkan saja tali-tali itu kau getarkan sampai putus semua!"
Diam-diam Hoa In-liong menghela napas panjang. Sepasang matanya segera
dipejamkan rapat rapat dan diapun tidak banyak berbicara lagi.
Selang sesaat kemudian, ketika lampu sudah mulai menerangi seluruh ruangan Hoa
In-liong telah digantung diatas dahan pohon dengan kepala dibawah kaki diatas.
Waktu itu Bwee Su-yok masih duduk diruang tengah. Dua orang bocah perempuan yang
berdandan sebagai dayang berdiri dikedua belah sisinya, sedangkan Peng-ji
berdiri dihadapannya sambil mencibirkan bibir, jelas dayang cilik itu sedang merasa tak senang hati.
Tapi Bwee Su-yok berlagak tidak melihat keadaannya itu. Pandangan matanya yang
memancar kedepan tampak kosong dan hambar. Dia seperti lagi memikirkan sesuatu, tapi
mirip juga seperti tidak lagi memikirkan apa apa, dengan wajah yang dingin dan kaku dia duduk
membungkam dalam seribu basa. Lewat beberapa saat lagi, dayang cilik yang ada disebelah kanan itu mulai tidak
sabaran lagi, dengan suara yang rada takut-takut dia menegur, "Siau-cia, kami semua sudah
lapar!" 265 "Sstt....! Jangan berisik" cegah dayang yang ada disebelah kiri dengan suara
setengah berisik, "Siau-bi, nona kita sudah capai seharian penuh, sekarang perlu beristirahat
dulu!" "Sekalipun capai, masa makanpun segan" Toh orang itu sudah digantung dipohon,
mau apa lagi kita berdiri termangu disini macam orang yang kehilangan ingatan?"
"Huuuh.... siapa yang tahu!" sambung Peng-ji dengan wajah cemberut karena kheki,
"Orang itu kan nona sendiri yang suruh diikat dan digantung. Sekarang setelah digantung
mukanya jadi masam seperti orang kehilangan semangat, duduk tak bergerak, disuruh makan juga
menolak.... aaaah, lagi ngambek barangkali!"
Rupanya Bwee Su-yok mendengar omelan tersebut, sinar matanya lantas dialihkan
kesamping dan melirik sekejap ke arah tiga orang dayangnya, kemudian dengan suara hambar
katanya, "Kalian jangan berisik melulu disini, ayoh sana pergi semua. Aku akan tetap
berada disini untuk menjaga orang she-Hoa itu!"
"Huuuh.... apa toh bagusnya" Kenapa musti dijaga?" seru Peng-ji dengan bibir yang
dicibirkan Bwee Su-yok semakin mangkel, teriaknya lagi, "Aaaah.... kamu ini memang cerewet
sekali!. Siapa yang bilang aku cuma ingin memandanginya belaka" Aku sedang mengawasi dirinya"
Ayoh cepat pergi semua" Diantara ketiga orang dayang itu, usia Siau-kian yang paling tua, melihat paras
muka Bwee Suyok yang tak menentu, cepat-cepat dia ulapkan tangannya seraya
berseru, "Mari kita pergi saja!
Siocia kita sedang merasa kesal, ayoh kira makan duluan"
Selesai berkata ia memberi hormat lalu dengan membawa Siau-bi dan Peng-ji buru-
buru mengundurkan diri dari ruangan itu.
Ketika bayangan tubuh mereka lenyap dari ruangan, dari pintu luar masih
kedengaran suara Peng-ji yang sedang berbisik lirih, "Eeeh.... Sebetulnya apa yang telah terjadi"
Tampaknya siocia kita telah berubah...."
Benarkah telah berubah" Tentu saja hanya Bwee Su-yok sendiri yang mengarti akan
hal ini. Sementara itu, Hoa In-liong yang digantung terbalik diatas pohon betul-betul
merasakan suatu siksaan dan penderitaan yang luar biasa tak enaknya.
Jilid 14 SEPASANG kaki dan tangannya terikat kencang. Badan di gantung dengan kepala
dibawah kaki di atas. Bila ada angin berhembus lewat dan ranting pohon mulai bergoyang kesana
kemari, pemuda itu betul-betul merasakan jantungnya berdebar-debar. Sebab setiap saat
dirasakan bahwa ranting pohon itu akan patah jadi dua.
Dia pernah mengatakan bahwa kecuali hati tiada kesusahan yang lebih besar,
semangat yang gagah perkasa dan bersifat jantan ini tak perlu disinggung lagi. Yang menyiksa
justru adalah mengalirnya darah dalam tubuhnya berjalan terbalik. Dia merasa isi perutnya
serasa menyumbat tenggorokannya dan seakan-akan setiap saat akan keluar dari lubang hidung dan
lubang mulutnya. Bukan saja kepala jadi pusing tujuh keliling bahkan diapun merasakan
perutnya jadi mual dan ingin dan ingin tumpah-tumpah.
266 Tapi ia tahu dalam keadaan demikian jangan sekali-kali sampai tumpah, sebab
sekali isi perutnya tumpah keluar semua maka yang sisa hanya air dan bila air itu ikut tumpah keluar
maka akhirnya darah yang akan tumpah keluar. Jika darah sudah mulai tumpah sampai habis,
jiwanya ikut melayang tinggalkan raganya.
Sebab itu dia berusaha keras untuk mempertahankan diri sekuat tenaga. Ia buang
jauh-jauh semua pikiran yang berkecamuk dalam benaknya bahkan siksaan yang dirasakan
ditubuhnya juga berusaha dibuang jauh-jauh dari perasaannya.
Tentu saja pekerjaan semacam itu bukanlah suatu pekerjaan yang terlampau
gampang.... Orang bilang, luka kecil diatas kulit saja sakitnya bukan kepalang apalagi
penderitaan yang dirasakan Hoa In-liong sekarang datangnya dari dalam badan, bisa dibayangkan
betapa tersiksanya dan menderitanya pemuda itu.
Sinar sang surya pelan-pelan mulai condong kebarat. Rembulan yang kaburpun mulai
muncul dari sela-sela dedaunan yarg menyinari tubuh Hoa In-liong. Waktu itu dia merasa
seakan-akan ada beribu-ribu batang anak panah yang menancap didalam hatinya. Makin lama
siksaan dan penderitaan yang dialaminya terasa semakin menghebat dan berat.
Mukanya hijau membesi, bulu kuduknya pada berdiri semua. Pakaiannya basah kuyup
oleh keringat dan dengusan napasnya sudah seperti kerbau, padahal baru tiga jam dia
mengalami siksaan itu. Bagaimana mungkin ia bisa bertahan sampai tiga puluh tiga jam
mendatang" Lambat laun napasnya tidak tersengkal lagi, keringat juga tidak mengucur keluar.
Tapi paras mukanya dari hijau berubah jadi semu biru, dari biru berubah jadi pucat pasi,
warna darah sama sekali lenyap dari wajahnya dan akhirnya pemuda itu jatuh tak sadarkan diri.
Entah sejak kapan Bwee Su-yok sudah mengundurkan diri dari situ. Suasana dalam
bangunan rumah mungil itu gelap gulita, sedikitpun tiada cahaya lampu. Tapi pancaran
cahaya, rembulan ditengah awang-awang terasa makin lama semakin terang.
Tiba-tiba dari arah timur muncul dua sosok bayangan manusia, kedua sosok
bayangan itu bergerak dengan cepatnya dibawah cahaya rembulan yang terang benderang.
Ketika mencapai sepukh kaki dari bangunan tersebut, terlihatlah sekarang bahwa
dua sosok bayangan itu tak lain adalah Goan-cing Taysu serta Coa Cong-gi yang berangasan.
"Bangunan rumah itu sangat besar, megah dan agung" bisik Goan-cing Taysu setelah
memandang sekejap sekitar tempat itu. "Lagipula terletak jauh dari keramaian
kota. Bila ditinjau dari letaknya yang serba rahasia, aku rasa tujuan kita kali ini tak bakal keliru
lagi, pasti inilah sasaran kita" "Perduli amat benar atau tidak" sahut Coi Cong-gi dengan berangasannya, "Anak Gi
serta beberapa orang saudara lainnya sudah memeriksa seluruh penjuru kota Kim-leng,
tapi bayangan dari orang orang Kiu-im kau tidak juga kami temukan. Malam ini telah kami
putuskan masingmasing mencari ke satu arah yang berlawanan. Seandainya anak Gi
tak ada janji dengan kongkong, sejak tadi-tadi niscaya anak Gi sudah kabur
keluar dari kota Kim-leng. Ayoh masuk! Kita
geledah saja rumah ini, kemudian baru mengambil keputusan"
"Jangan berbuat gegabah, bagaimanapun lolap kan seorang paderi dari agama
Buddha" bisik Goan ling-taysu lirih. 267 Mendengar ucapan tersebut, Coa Cong-gi makin gelisah. "Memangnya kenapa kalau
seorang paderi agama Buddha?" serunya, "Masa kongkong akan berpeluk tangan belaka
menyaksikan saudara Hoa tertimpa bencana?"
"Tahun ini lolap sudah barusia delapan puluh sembilan tahun, mengikuti ajaran
buddhapun sudah banyak tahun. Tentu saja tak banyak yang akan kugubris"
"Kalau memang bukan begitu, lalu...." Coa Gong-gi semakin tertegun.
"Sstt, jangan terlalu keras! Lolap hanya merasa bahwa pembunuhan telah
menyelimuti hampir seluruh dunia persilatan. Suasana demikian tidak akan mendatangkan ketenteraman
bagi umat manusia. Akan semakin kudesak ibumu agar cepat turun gunung dan menyumbangkan
segenap kemampuan yang dimilikinya demi umat manusia"
"Ibu adalah ibu, Hoa Yang adalah Hoa Yang. Anak Gi rasa masih bisa membedakannya
dengan jelas. Perhatian yang Kongkong tunjukan terhadap saudara Hoa...."
"Itulah yang dinamakan jodoh" tukas Goan-cing Taysu dengan cepat, "Lolap hanya
merasa punya jodoh dengan bocah itu. Aku ingin berkumpul dengan dirinya titik. Tentang
masalah mati hidup, kejayaan dan martabat baik maka semuanya itu harus ditentukan sendiri
oleh kalian masing-masing!" Nada ucapan diri paderi tersebut selalu rendah, datar, hambar serta tanpa emosi.
Padahal bagi Coa Cong-gi saat ini, keselamatan jiwa Hoa In-liong merupakan titik perhatian
yang nomor satu. Ia menganggap persoalan lain bisa dibicarakan dilain waktu. Tapi perbuatan yang
harus dilakukan sekarang adalah menyelamatkan pemuda itu dari ancaman bahaya maut.
Sebagaimana diketahui, Coa Cong-gi merupakan seorang pemuda yang setia kawan. Ia
merasa setia kawan adalah merupakan suatu persoalan yang maha penting, apalagi
hubungannya dengan Hoa In-liong boleh dibilang sangat akrab meski berkenalan belum lama. Tak
kuasa lagi dia menukas, "Kong-kong, soal lain tak mau kuurusi dulu! Yang penting sekarang
adalah masuk ke dalam dan lakukan pemeriksaan!"
Bicara sampai disitu, kembali ia maju kedepan siap menyusup masuk ke dalam
ruangan. Siapa tahu baru saja ia melangkah, tiba-tiba tangannya sudah dicekal kembali
oleh Goan-cing Taysu. "Tunggu sebentar" seru Goan-cing setengah berbisik "Coba lihatlah dulu,
apa itu?" "Apa?" tanya Coa Cong-gi seraya berpaling dengan wajah tertegun.
Goan-cing Taysu menuding kemuka. "'Coba lihat, diatas dahan tergantung sesosok
bayangan. Tampaknya bayangan manusia" Ia berbisik.
Cepat Coa Cong-gi berpaling dan menengok ke arah mana yang ditunjuk kongkong-
nya. Seperti diketahui, tenaga dalam yang dimiliki Goan-cing Taysu sudah mencapai
puncak kesempurnaan. Tentu saja dengan kemampuan seperti itu otomatis ketajaman matanya
sepuluh kali lipat lebih tajam dari manusia biasa.
Tubuh Hoa In-liong tergantung diantara ranting dan daun yang lebat. Tapi oleh
sebab sinar rembulan amat tajam, lagi pula angin berhembus lewat menggoyangkan ranting dan
daun, sertamerta tubuh Hoa In-liong yang tergantung ikut bergoyang pula kesana
kemari. 268 Waktu itu, Gong-cing Taysu memang lagi bercakap-cakap. Namun sembari berbicara
matanya yang tajam bagaikan sembilu itu justru mengawasi terus sekeliling bangunan rumah
tadi. Tak heran kalau bayangan pemuda tersebut akhirnya ditemukan juga.
Ketajaman mata Coa Cong-gi tidak memadai kelihayan Kongkong-nya, walaupun
setengah harian dia melotot bulat-bulat kedepan, tak tiada sesuatu apapun yang bisa ia lihat,
meski demikian ia berkata juga, "Mari kita masuk dan memeriksanya, siapa tahu kalau orang itu
bukan lain adalah saudara kita dari keluarga Hoa?"
Sementara ucapannya baru selesai, tiba-tiba Goan-cing Taysu menyambar lengannya
dan diajak melayang mundur sejauh sepuluh kaki lebih kebelakang, kemudian menyembunyikan
diri dibelakang sebuah batu besar.
"Jangan bercakap cakap!" bisiknya dengan ilmu menyampaikan suara, "Ada orang
yang keluar dari bangunan rumah itu"
Benar juga perkataan itu. Ujung baju tersampok angin terdengar berkumandang
memecahkan kesunyian, menyusul kemudian seseorang melompat naik keatas tembok pekarangan
dan memeriksa sekeliling tempat itu.
Untung tenaga lweekang yang dimiliki Goan-cing Taysu cukup sempurna dan keburu
menyembunyikan diri lebih dahulu. Terlambat selangkah saja niscaya jejak mereka
akan ketahuan.

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Orang yang baru saja munculkan diri itu bukan lain adalah Bwee Su-yok, tiancu
Istana Neraka dari perkumpulan Kiu-im kau.
Tampaknya Bwee Su-yok tidur tak tenang. Kebetulan suara pembicaraan dari Coa
Cong-gi sedikit keras sehingga terdengar olehnya. Cepat-cepat dia melompat keluar dari tempat
persembunyiannya dan melakukan pemeriksaan disekitar tempai itu.
Namun ia gagal untuk menyaksikan sesuatu. Setelah diperiksanya sesaat, akhirnya
pelan-pelan ia mengundurkan diri kembali dari tempat tersebut.
Ketika lewat di bawah pohon, dia menengadah dan melirik sekejap ke arah Hoa In-
liong. Waktu itu paras muka anak muda tersebut sudah berubah hebat, mukanya tampak layu. Yang
pasti ia berada dalam keadaan tak sadar.
Paras muka gadis itu sedikit berubah, lalu mendengus dingin dan putar badan
masuk ke dalam rumah. Sementara itu, Goan-cing Taysu telab menggunakan telinganya sebagai pengganti
mata. Setiap gerak-gerik yang membawa suara dapat dipahami olehnya dengan jelas sekali.
Ketika Bwee Su-yok sudah masuk kembali ke rumahnya, dia baru berbisik dengan
suara lirih, "Tampaknya bayangan yang di gantung pada dahan pohon itu memang bukan lain
adalah bocah she Hoa itu" "Sungguh!" Coa Cong-pi merasa sangat tegang, tak kuasa lagi ia berseru tertahan.
Tiba tiba ia merasa bahwa keadaan gawat dan ini tak boleh bersuara, sebelum
perkataan itu selesai diucapkan tiba-tiba saja dia terbungkam diri.
269 "Jangan gugup, tak usah tegang!" bujuk Goan-cing Taysu dengan lembut. "Asal kita
sudah tahu bahwa orangnya berada disini, urusan bisa diselesaikan lebih gampang lagi"
"Lalu apa daya kita?" Seru Coa Cong-gi dengan ilmu menyampaikan suaranya, "Aku
lihat si penjaga gedung itu cukup lihay dan berperasaan tajam. Kecuali merampas dengan
kekerasan, apa lagi yang bisa kita lakukan?"
Pemuda ini memang berangasan wataknya, tapi setelah menghadapi urusan gawat,
sikap maupun tindak-tanduknya sama sekali tidak gegabah ataupun terburu nafsu.
"Tentu saja lolap mempunyai cara lain yang lebih bagus, ayoh, Sementara waktu
kita mundur dulu dari sini" kata Goan-cing Taysu sambil manggut-manggut.
Tentu saja Coa Cong-gi amat mempercayai kemampuan yang dimiliki kongkongnya,
kendati begitu ia jadi gelisah setelah disuruh mengundurkan diri dari sana.
"Kongkong, ini.... ini.... Kenapa kita musti mengundurkan diri dari sini?" serunya
amat cemas. "Bila seorang berada dalam keadaan tidak sadar, keadaan kondisi badannya sangat
lemah. Apalagi jika sedang menderita siksaan karena peredaran darah yang mengalir
secara terbalik. Aku lihat bocah ini memang luar biasa. Dia memiliki daya ketahanan tubuh yang
lain dari pada yang lain. Agaknya ia berusaha meronta dengan sepenuh tenaga. Hawa murni sekuat
tenaga dihimpun jadi satu untuk menekan daya edar darahnya yang mengalir terbalik agar
bergerak lebih lambat. Tapi justru dingan keadaan seperti ini, lebih besar penderitaan
yang akan dialaminya" Tak terkirakan rasa gelisah Coa Cong-gi sehabis mendengar perkataan itu.
"Mengapa peredaran dalam tubuhnya bisa berjalan terbalik" Kenapa ia berada dalam keadaan tak sadar"
Kenapa...." "Tubuhnya kan digantung secara terbalik pada dahan pohon. Tentu saja peredaran
darahnya berjalan terbalik!" "Kong-kong.... kau.... kenapa kau orang tua tidak berusaha untuk menyelamatkan
jiwanya?" "Lolap justru sedang bersiap-siap untuk menyumbangkan sedikit kemampuan yang
kumiliki untuk menolong dirinya. Janganlah ribut lebih dulu. Ayoh kita mundur agak jauh dari
sini" Tidak menanti jawaban dari anak muda itu lagi, dengan gerakan tubuh yang sangat
enteng, paderi itu berkelebat mundur beberapa kaki jauhnya dari tempat tersebut.
Pelbagai kecurigaan berkecamuk dalam benak Coa Cong-gi. Meskipun demikian, tentu
saja ia tak dapat bertanya dengan suara teriakannya. Terpaksa dengan langkah cepat dia
menyusul dibelakangnya. Begitulah, dalam waktu singkat kedua orang itu sudah mundur keatas gundukan
bukit kecil. Gong-cing Taysu diam-diam mengukur jarak serta meneliti keadaan medan, kemudian
dengan mata terpejam, tangan dirangkap didepan dada ia duduk bersila.
Coa Cong-gi hanya bisa berdiri termanggu disampingnya dengan pelbagai kecurigaan
berkecamuk di dalam benak. Dia mengawasi gerak-gerik kongkongnya tanpa
mengucapkan sepatah-katapun. 270 Lama sudah Coa Cong-gi menunggu, namun tiada sesuatu gerakan apa-apa yang
dilakukan paderi tersebut. Akhirnya habislah kesabarannya. Pemuda itu buka suara hendak
bertanya. Tapi sebelum sesuatu terutarakan keluar, tiba-tiba dilihatnya jenggot Goan-cing Taysu
yang putih panjang bergerak tanpa terhembus angin. Sewaktu diamati lebih seksama lagi,
ternyata bibirnya sedang berkemak-kemik mengucapkan sesuatu.
Coa Cong-gi benar-benar kaget, tercengang dan tak habis mengerti. Tanpa sadar ia
melirik sekejap ke arah perkampungan itu, kemudian pikirnya dalam hati, "Mungkin ia
sedang bercakapcakap dengan Hoa lote" Tapi selisih jarak dari sini sampai ke
situ ada lima puluh kaki jauhnya, masa ilmu menyampaikan suara masih bisa
digunakan dengan sempurna....?" Disatu pihak pemuda itu keheranan disamping tidak percaya, di pihak lain Hoa In-
liong dapat menangkap suara bisikan tersebut dengan amat jelasnya.
Suara itu lembut dan halus seperti suara bisikan nyamuk, tapi ramah dan penuh
kehangatan itulah suara yang dipancarkan oleh Goan-cing Taysu.
"Nak, tak usah gugup atau gelisah" Demikian ia berbisik "lolap datang untuk
membantu dirimu. Sekarang buyarkan dulu himpunan hawa murnimu, tapi harus perlahan. Buyarkan
sedikit demi sedikti sampai akhirnya habis. Lalu ikutilah cara menyalurkan hawa murni seperti
apa yang akan lolap katakan berikut ini. Asal kau laksanakan petunjukku dengan seksama maka
semua penderitaan yang kau alami akan berkurang sebelum akhirnya lenyap tak berbekas"
Keadaan Hoa In-liong waktu itu, baik dipandang diri sudut manapun jua, tentu
orang akan menganggapnya sudah berada dalam keadaan tak sadarkan diri. Padahal dalam
kenyataannya ia memang sudah setengah sadar setengah tidak. Meskipun pembicaraan manusia masih
dapat didengar dengan jelas. Tentu saja apa yang dikatakan Goan-cing Taysu barusan dapat terdengar pula
olehnya tanpa tertinggal satu hurufpun.
Itulah hasil dari keteguhan hati Hoa In-liong untuk mempertahankan diri meski
harus mengalami siksaan. Perlu diterangkan dlsini, meskipun Hoa In-liong itu orangnya romantis. Sekalipun
dia tak mau kehilangan kegagahannya didepan Bwee Su-yok bukan berarti ia sama sekali tak
tahu betapa menderitanya kalau orang digantung secara terbalik dalam waktu tiga hari tiga
malam. Tapi berhubung wataknya yang keras hati tak takut menghadapi kesusahan, lagipula
dalam usahanya menyelidiki latar belakang pembunuhan berdarah tersebut, hasil yang
didapatkan menunjukkan betapa rumitnya masalah itu. Maka begitu membuktikan bahwa
penyelidikan yang dimulai dari pihak Kiu-im kaucu lebih gampang dan lebih terang ia semakin segan
meninggalkan tempat itu sebelum penyelidikannya berhasil.
Sebab itulah dengan sikap acuh tak acuh, seakan-akan sama sekali tak takut
dibelenggu, ia pasrahkan diri dan membiarkan tubuhnya digantung secara terbalik oleh Bwee Su-
yok. Waktu itu ia sama sekali tidak merasa kuatir atau takut. Dalam anggapannya
dengan mengandalkan sim hoat tenaga dalam dari Hoa mereka, asal segeiap hawa murni
dihimpun menjidi satu, kendatipun ada pendetitaan yang bagaimanapun besarnya, ia pasti
masih mampu untuk mempertahankan diri.
271 Siapa tahu tidak demikian kenyataannya, penderitaan akibat darah yang mengalit
secara terbalikk jauh lebih berat sepuluh kali lipat daripada apa yang dibayangkan.
Apalagi isi perutnya yang terbalik terasa bagaikan dililit, akhirnya toh ia setengah tidak sadar juga
dibuatnya. Namun, soal tidak sadar adalah masalah lain, andaikata ia tidak menghimpun lebih
dulu tenaga murninya, meskipun dalam keadaan sakit dan tersiksa ia masih dapat mengendalikan
hawa murninya agar tidak sampai buyar dan mengandalkan keteguhan hatinya ia berusaha
mempertahankan diri. Jangankan menangkap perkataan Goan-cing Taysu dalam keadaan
setengah sadar, mungkin waktu itu dia sudah muntah darah tiada hentinya.
Teraga dalam yang dimiliki Goan-cing Taysu sangat sempurna. Bisikannya memang
lirih, tapi dalam pendengaran Hoa In-liong ibaratnya gentingan genta di pagi hari cukup
menggetarkan seluruh perasaan hatinya dan menimbulkan suatu kekuatan yang makin memperkokoh
daya tahannya. Mendengar bisikan tersehat, walau kesadarannya belum pulih kenbali namun tanpa
disadari, Hoa In-liong telah menuruti perkataan dari paderi itu dan pelan-pelan membuyarkan
tenaga dalam yang dihimpunnya itu, membiarkan tenaganya berputar secara bebas.
Makin buyar tenaga murni yang diihimpunnya, penderitaan yang dideritanyapun
berlipat ganda lebih dahsyat. Saat itulah ucapan dari Goan-cing Taysu kembali berkumandang disisi telinganya,
"Perhatikan baik-baik nak!" Kemudian sepatah demi sepatah kata paderi itu mulai berbisik,
"Badan kita bukan untuk kita. Perasaan kita bukan milik kita. Tapi datang dari alam semesta.
Kelapangan dan kebebasan yang tiada bertepian. Ketenangan mendatangkan keheningan semesta.
Aliran yang terbalik menimbulkan hawa. Kumpulan hawa nendatangkan kekuatan...."
Itulah rangkaian ilmu semedi aliran terbalik. Suatu inti kekuatan ilmu tenaga
dalam yang tiada taranya. Bukan saja setiap patah kata mengandung arti yang dalam. Rangkaian
kalimat tersebut merupakan suatu ledakan kekuatan jang luar biasa.
Kepandaian ini terhitung salah satu kepandaian ampuh andalan dari Buseng
(malaikat ilmu silat) Im Ceng. Perlu diterangkan disini, dimasa lampau Im Ceng telah mempelajari ilmu silat
tingkat tinggi dari aliran Buddha maupun aliran Tao. Kemudian mendapat pendidikan pula dan Ko Hoa.
Ketika mencapai usia tua ia berhasil pula mencapai ke tingkatan yang disebut Sam hoat
ci-teng (gumpalan tiga bunga berkumpul dipuncak), Ngo-ki-tiau-goan (lima hawa berpusat
pada kekuatan), ini menyebabkan kemampuannya mencapai ke tingkatan yang tak terhingga
untuk takaran masa itu. Sayang ia tak punya anak keturunan sehingga kepandaian yang berhasil dimilikinya
tak dapat diwariskan semua. Maka akhir hayatnya diapun menciptakan serangkaian ilmu semedi
aliran terbalik yang luar biasa untuk disebarkan kepada orang-orang dari generasi yang
akan datang. Atau tegasnya, rahasia ilmu tenaga dalam itu sudah meliputi segenap inti sari
kepandaian yang dimiliki Im-Ceng sepanjang hidupnya. Barang siapa mempelajari kepandaian
tersebut, sama keadaannya dengan seorang jago silat yang jalan darah penting Jin dan toknya
sudah tertembus. Tenaga dalamnya akan peroleh kemajuan yang amat pesat sekali dalam waktu yang
amat singkat. 272 Walau begitu, andaikata seseorang tidak memiliki bakat yang bagus serta
kecerdasan yang luar biasa, bukan pekerjaan yang gampang untuk melatih diri meskipun rahasia
manteranya telah diketahui sebab ilmu aliran darah terbalik ini berbeda jauh dengan kepandaian
pada umumnya. Kalau bukan demikian kenapa Goan-cing Taysu tidak mewariskan kepandaian tersebut
untuk Coa Cong-gi?" Dan jelasnya sekarang apa sebabnya Goan-cing Taysu hanya tersenyum belaka
sewaktu menyaksikan keadaan Hoa In-liong. Itulah karena ia melihat ada kesempatan yang
baik untuk

Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mewariskan ilmu maha sakti tersebut kepada pemuda itu.
Waktu itu Coa Cong-gi tidak melihat diri Hoa In-liong tapi menyaksikan bibir
Goan-cing-taysu berkomat-kamit tiada hentinya, dia ingin bertanya tapi tak tahu apa yang sedang
dibicarakan kong-kongnya. Dia kuatir mengganggu konsentrasi orang tua tersebut akan
meninggalkan ketidak-beresan bagi Hoa In-liong.
Maka ia cuma bisa memandang dengan mata melotot dan hati penuh kegelisahan,
kalut benar perasaannya waktu itu. Selang sesaat kemudian, Goan-cing Taysu baru menghentikan komat-komitnya, Coa
Gong-gi yang sudah tidak sabaran semenjak tadi cepat menghampiri kongkongnya dan
menegur, "Kongkong! Apa yang kau bicarakan" Baik-baikkah keadaan saudara Hoa?"
Goan cing-Taysu menengadah lalu tersenyum. "Ia baik-baik saja!"
"Bicaralah yang jelas lagi" pinta Coa Cong-si dengah alis mata berkenyit,
"Sebenarnya bagaimanakah keadaan dari saudara Hoa?"
"Bocah itu memang sebuah bakat bagus yang sulit dijumpai daiam seratus tahun
terakhir. Yaa ilmu silat keluarga kita sekarang sudah mendapat pewaris yang cocok!"
Meskipun dia adalah seorang paderi yang hidup terkekang, toh waktu itu tak
sanggup mengendalikan luapan rasa gembiranya. Serta-merta dalam pembicaraan pun seperti
menjawab tapi tidak menjawab. Ini menunjukkan bahwa ia merasa betapa pentingnya peristiwa
yang barusan dialaminya. Bagi paderi ini menemukan pewaris ilmu silat yang cocok
adalah lebih berharga daripada soal apapun jua.
"Ah, bagaimana sih kongkong ini?" seru Coa Cong-gi tidak puas, "Anak Gi kan
sedang menanyakan bagaimana keadaan dari saudara Hoa! Siapa yang menanyakan soal lain?"
Goan-cing Taysu agak tertegun, kemudian baru jawabnya, "Oooh.... soal itu" Dia
tidak apa-apa, lolap telah mewariskan ilmu simhoat tenaga dalam Bu-khek-teng-heng-sim-hoat
kepadanya, biarlah di digantung beberapa hari lagi"
Agak lega juga perasaan Coa Cong-gi sehabis mendengar perkataan itu. Tapi dengan
perasaan tak paham kembali ia bertanya, "Apa toh yang dimaksudkan Bu-khek-teng-heng-sim-
hoat itu?" "Yang dimaksud Bu-khek-teng-heng adalah suutu keadaan tubuh yang bebas tak
terikat, tapi dapat memusatkan semua pikiran dan perasaan menjadi satu. Sayang bakatmu kurang
bagus, kalau tidak sim-hoat tenaga dalam yang tak ternilai harganya dari leluhur kita
ini pasti akan kuwariskan pula kepadamu"
Perasaan Coa Cong-gi waktu itu hanya memikirkan keselamatan Hoa In-liong. Soal
diwariskan atau tidaknya sim-hoat tenaga dalam leluhurnya boleh di bilang ia tak ambil
pusing. Dengan dahi 273 berkerut terdengar ia bertanya lagi, "Kalau.... kalau memang begitu, kenapa
kongkong tidak tolong saja saudara Hoa" Kenapa dia musti digantung beberapa hari lagi?"
"Sim hoat tenaga dalam dari leluhur kita ini diciprakan secara luar biasa.
Sebelum berlatih kepandaian maka peredaran darah seseorang harus dibiarkan mengalir secara
terbalik lebih dulu. Kemudian baru masuk kedalam tahap kedua, pokoknya tegasnya saja untuk melatih
sim-hoat ini dari tingkat pertama orang harus digantung secara terbalik...."
"Apa susahnya itu " Saudara Hoa kita bawa pulang lalu digantung pula secara
terbalik, bukankah sama saja keadaannya?"
Tertawalah Goan-cing Taysu setelah mendengar perkataan itu. "Haa.... haaa.... haaa....
Kalau segampang itu tentu kaupun bisa melatihnya juga"
"Lalu.... lalu.... dimana letak kesulitannya?" Coa Cong-gi agak tertegun.
"Sulitnya justru terlelak pada kewajaran dan keluwesannya!"
"Ah, kalau orang digantung secara terbalik, otomatis darah akan mengalir secara
terbalik, lantas dimana letak kewajaran dan keluwesannya?"
"Digantung secara terbalik sehingga mengakibatkan darah mengalir secara terbalik
bukan termasuk suatu kewajaran. Karenanya untuk melatih sim-hoat aliran kita ini,
seseorang bukan saja harus cerdik dan berbakat. Pikiran dan perasaannya juga harus kosong. Bocah
itu berbakat sangat bagus, digantung pula oleh orang secara terbalik. Dalam keadaan demikian,
apa yang dia pikirkan hanyalah bagaimana caranya mengurangi rasa sakit yang dideritanya tanpa
embelembel pikiran yang lain. Meski dalam keadaan setengah sadar ia dapat pula
menerima pelajaran dari lolap serta melakukannya tanpa paksaan. Nah, disinilah terletak kewajaran
yang kumaksudkan itu" Setelah diberi penjelasan, Coa Cong-gi baru mengerti. "Oooh! Makanya kau orang
tua membiarkan dia digantung beberapa hari lagi, rupanya koag-kong takut merusak
kejernihan pikirannya sehingga mengganggu kewajarannya itu. Bukan demikian?"
Goan-cing taysu mengangguk sambil memuji tiada hentinya. "Ehmm, anak Gi menang
cerdik! Meski bocah ini berpikir kosong dan pusatkan semua perasaan dan pikirannya
menjadi satu, asal tidak kita rubah posisinya sekarang, lama kelamaan akan menimbulkan kebiasaan
bagi kondisi badannya dan itulah yarg penting bagi seseorang untuk mempelajari kepandaian
tersebut. Percayalah keadaan ini tak akan merugikan dirinya! Mari kita pergi, mumpung ada
kesempatan bagus, lolap hendak mewariskan kepandaian silat lainnya kepadamu!"
Sehabis berkata ia lantas bangkit berdiri dan berlalu lebih dulu dari situ.
Semua kecurigaan yang masih menyelimuti benak Coa Cong-gi seketika tersapu
lenyap hatipun jadi lega. Apalagi setelah didengarnya ada kepandaian silat yang lain hendak
diwariskan kepadanya, dengan perasaan yang lapang dan gembira berangkatlah pemuda itu
menuju ke kota Kim leng.... Tiga bari lewat dengan cepatnya.
Hari itu dikala senja telah menjelang tiba, Bwee Su-yok masuk kedalam halaman
dari ruang depan. Siau-kian dan Siau-bi mengikuti di belakangnya.
274 Ketika lewat di bawah pohon, serta-merta ketiga orang itu menghentikan
langkahnya sambil menengadah dan memandang ke arah Hoa In-liong yang di gantung.
Agaknya hal ini sulih menjadi kebiasaan bagi mereka. Selama tiga hari belakangan
ini, setiap kali mereka berempat lewat dibawah pohon, tentu berhenti sebentar sambil menengok
keadaan dari Hoa In-liong. Keadaan Hoa Hoa In-liong tidak mengalami banyak perobahan. Ia masih tetap
tergantung diatas dahan pohon dengan kepala dibawali kaki diatas. Bila di bilang ada perubahan
maka perubahan tersebut berkisar pada perubahan air mukanya belaka.
Bila dihari pertama mukanya tampak layu pucat pias dan bentuknya seperti orang
terserang penyakit parah, malam harinya sudah tampak perubahan. Bahkan kemudian terjadi
perubahan yang makin membaik, sampai kini bukan saja paras mukanya sudah menjadi merah
lagi, kondisi badannya juga makin stabil. Sekilas pandangan orang akan menyangka kalau ia
sedang tertidur nyenyak. Tentu saja perubahan tersebut tak akan mengelabui ketajaman mata Bwee Su-yok
berempat. Paras muka Bwee Su-yok saat ini amat dingin dan hambar. Dia melirik sekejap ke
arah Hoa Inliong kemudian mendengus dingin. Tanpa mengucapkan sepatah katapun
melanjutkan langkahnya naik kepelataran rumah.
"Siocia...." tiba-tiba Siau-bi berbisik agak takut-takut.
"Ada urusan apa?" tanya Bwee Su-yok seraya berpaling.
"Ssuuuu.... Sudah tiga hari!"
Tiba-tiba Bwee Su-yok memutar badannya. "Kalau sudah tiga bari lantas kenapa?"
bentaknya. Setajam sembilu sorot matanya, hawa gusar memancar dibalik wajahnya yang cantik.
ini membuat Siau-bi jadi ketakutan sehingga buru-buru menundukkan kepalanya.
Siau-kian paling tua usinya diantara yang lain, diapun paling pemberani diantara
mereka, tibatiba selanya, "Siocia kan berjanji akan mengantungnya selama tiga
hari" Apakah kita perlu
melepaskannya dari ikatan?"
"Hmmm....! Jadi kau kasihan kepadanya?" dengus Bwee Su-yok dengan nada dingin.
Siau kian agak tertegun, tapi cepat dia tundukkan kepalanya. "Buuu.... bukannya
kasihan!" "Lalu buat apa kau singgung tentang persoalan itu?" bentak gadis itu semakin
marah. "Huuh!.... sudah tahu pura bertanya!" batin Siau-kian.
Tentu saja apa yang di batin tak berani diutarakan secara terus terang, sesudah
termenung sejenak dia baru menjawab, "Apa yang telah kita janjikan harus ditepati dengan
sebaik-baiknya, maka budak minta petunjuk dari nona untuk...."
"Tidak akan kulepas!" tiba-tiba Bwee Su-yok menukas. Selesai berkata dia putar
badan dan masuk ke dalam ruangan dengan wajah marah.
275 Selama tiga hari belakangan ini, sikap marah-marahnya itu sudah menjadi suatu
kebiasaan dan beberapa orang dayangnya sudah terbiasa menyaksikan tingkah polahnya.
Tak heran kalau Siau-kian sama sekali tidak kaget atau terkejut melihat keadaan
tersebut. Sambil menjulurkan lidahnya, ia alihkan kembali sinar matanya ke arah Hoa In-liong.
Tiba-tiba wajahnya tampak tertegun, dengan suara setengah menjerit teriaknya.
"Nona....! Nona....!" Secepat angin Bwee Su-yok melayang kembali ketempat semula, gesit dan lincah
seperti burung walet. "Kau pingin mampus bentaknya dengan merah.
"Dia.... dia telah sadar kembali" kata Siau-kian sambil menuding ke depan.
"Sadar atau tidak apa urusannya dengan dirimu?" bentak Bwee Su-yok lagi, "Siapa
suruh berteriak macam kesetanan?"
Walaupan ia berkata demikian, sinar matanya toh dialihkan juga ke wajah Hoa In-
liong. Tampaklah paras muka anak muda itu segar bugar. Senyuman manis tersungging di
ujung bibirnya. Waktu itu diapun sedang memandang ke arahnya dengan pandangan
mengejek. Mula-mula ia tertegun, menyusul kemudian rasa malu dan mendongkol melintas dalam
benaknya. Tanpa sadar diapun balas melotot sekejap ke arah Hoa In-liong dengan
pandangan gemas. Hoa In-liong tersenyum lebar.
"Nona Bwe, bolehkah aku minta secawan air?" pintanya.
"Tidak!" jawab Bwee Su-yok ketus.
"Aku lapar sekali" kembali Hoa In-liong mencibirkan bibirnya, "Apakah nona sudah
menyiapkan arak dan sayur bagiku?"
Tubuhnya yang jungkir balik membuit pancaindranya tampak aneh. Apalagi waktu
berbicara, mirip sekali dengan makhluk yang aneh dia lucu. Serta-merta dua orang dayang
yang berdiri disisinya tertawa cekikikan menahan geli.
"Kau bilang suruh siapa yang menyiapkan arak dan nasi?" kembali Bwee Su-yok
membentak nyaring. Hoa In-liong mengernyitkan alis matanya lalu tertawa lebar lagi. "Sebetulnya aku
minta bantuan nona, tapi lebih baik tak usah kukatakan lagi. Harap lepaskan aku turun!"
katanya. "Tidak, kau tak akan kulepas!" teriak Bwee Su-yok makin mendongkol "Kau mau
apa?" Hoa In-liong tertawa. "Kalau tak salah hari ini kan sudah hari yang ketiga?"
"Hmm, kau akan kugantung tujuh hari lagi!" kata gadis itu dengan nadanya yang
dingin. 276 "Sebagai seorang manusia, janganlah mengingkar janji dan menjilat perkataan
sendiri. Apalagi nona sebagai seorang tiancu dari perkumpulan Kiu-im-kauw...."
"Tidak akan kulepas! Tidak akan kulepas! Tidak akan kulepas....!" jerit Bwee Su-
yok setengah melengking. Tapi belum habis teriakan tersebut, tiba-tiba....
"Kraaak....! kraaak...."
Diiringi suara yang amat nyaring Hoa In-liong telah mematahkan semua tali yang
membelenggu tubuhnya, kemudian seenteng kapas dia melayang turun kepermukaan persis
dihadapan mukanya. Seketika itu juga keempat orang dayang itu menjerit kaget, demikian pula dengan
Bwee Su-yok tanpa sadar dia mundur selangkah dengan mulut melongo lebar.
Wajah Hoa In-liong cerah dan bersinar, senyum manis tersungging diujung
bibirnya, orang tak akan percaya kalau dia sudah tiga hari digantung tanpa makan dan minum.
"Batas waktu selama tiga hari sudah lewat," demikian ia berkata, "Aku rasa
digantung secara terbalik itu tak sedap dirasakan lebih lama. Maka jika nona segan melepas aku,
terpaksa kuambil keputusan untuk memutus sendiri tali-tali yang membelenggu badanku"


Rahasia Hiolo Kumala Xia Ke Qian Qiu Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keadaan Bwee Su-yok waktu itu yaa kaget, yaa malu, yaa mendongkol, hawa amarah
kontan saja menyelimuti seluruh benaknya.
"Kau tak usah sok berlagak dihadapankul!" bentaknya.
Bagaikan harimau kelaparan ia menerkam ke muka, sepasang telapak tangannya
berputar kencang. Dengan sepuluh jari tangannya yang runcing ia cengkeram dada Hoa In-
liong. Desingan angin jari menderu-deru. Sungguh dahsyat serangan tersebut. Dalam
keadaan demikian terpaksa Hoa In-liong miringkan badannya dan buru buru mengigos ke
samping. "Eeeeeh.... nanti dulu Nona!" teriaknya, "Aku berbuat demikian toh demi menjaga
nama baik nona" Kenapa nona malahan...."
Belum habis perkataan itu tiba-tiba desingan angin tajam kembali menyerang tiba
dari arah belakang. Terpaksa ia telah kembali perkataan berikutnya, lengan diputar dan
sebuah serangan balasan segera dilontarkan ke depan.
Tak salah lagi kalau serangan tersebut dilancarkan dalam keadaan tergesa-gesa,
kekuatan yang di pakai juga tak sampai lima depa. Meski demikian keampuhan yang tersembunyi
dibalik serangan tersebut benar-benar luar biasa. Meski hanya satu serangan namun
mengandung balasan macam perubahan yang tak terduga, bukan sembarangan jago lihay yang
sanggup membendung ancaman semacam itu.
Bwee Su-yok segera menyingkir ke samping dan menghindarkan diri dari ancaman
tersebut. Tubuhnya berputar cepat ke samping kanan Hoa In-liong. Tiba-tiba dengan jari
tangannya yang kaku bagaikan tombak ia tusuk jalan darah Ki bun hiat di iga kanan anak muda
Pendekar Pedang Sakti 18 Istana Kumala Putih Karya O P A Misteri Kapal Layar Pancawarna 20
^