Pencarian

Tiga Maha Besar 1

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung Bagian 1


Tiga maha besar Karya : Khu Lung Diceritakan oleh Tjan ID Jilid 1 DITENGAH arena berdirilah seorang perempuan cantik
berusia pertengahan yang berpakaian sederhana tapi bersih,
wajahnya tenang tapi penuh berwibawa, seakan-akan baru
saja melayang turun dari atas langit, berdiri dengan gagahnya
ditengah gelanggang. Dalam waktu yang sangat singkat itu pula Liong-bun Siangsat
serta Yan-san It-koay yang merupakan gembong-gembong
iblis kalangan hitam, Jin Hian serta Yau Sut sekalian yang
merupakan jago-jago kangouw yang membunuh orang tanpa
berkedip, secara tiba-tiba berubah jadi jinak dan sama sekali
tak berani berkutik secara sembarangan.
Perempuan cantik berusia pertengahan itu bukan lain
adalah majikan muda dari perkampungan, atau Hoa Hujin
yang namanya pernah menggemparkan seluruh kolong langit
sejak belasan tahun berselang.
Dengan cepat Hoa Thian-hong alihkan pula sorot matanya
ke arah perempuan setengah baya itu, setelah mengetahui
bahwa orang yang merampas pedang bajanya bukan lain
adalah ibunya sendiri, ia jadi girang bercampur sedih,
jantungnya terasa berdebat amat keras.
Tampaklah ibunya berpakaian amat bersih dan rapi sekali,
seakan akan bukan muncul dari dalam goa yang kotor dan
gelap itu, untuk beberapa saat lamanya ia berdiri tertegun
sehingga rasa sakit akibat kambuhnya racun terataipun
terlupakan olehnya. Dalam pada itu, air muka Cukat racun Yau Sut berubah jadi
pucat kehijau-hijauan, beberapa kali bibirnya bergerak seperti
mau mengucapkan sesuatu akan tetapi setiap kali maksudnya
itu diurungkan. Liong-bun Siang-sat serta Yan-san It-koay berdiri kaku
seperti patung. Jin Hian tundukkan kepala memandang
kebawah, Pek Soh-gie berdiri dengan wajah penuh
kekaguman sedangkan Pek Kun-gie membelalakkan matanya
lebar-lebar sambil mengawasi wajah Hoa hujin secara diamdiam,
sikapnya tidak menentu dan tak dapat diketahui apakah
ia sedang merasa girang ataukah murung.
Semua orang membungkam dalam seribu bahasa, Tio Samkoh
juga tidak buka suara serta menunggu Hoa hujin
berbicara, sedangkan Hoa hujin sendiri sambil mencekal
pedang baja berdiri gagah ditengah arena, sepasang matanya
yang tajam perlahan-lahan menyapu sekejap keatas wajah
para jago, akhirnya berhenti diatas wajah malaikat kedua Sim
Ciu. Gembong iblis itu sebenarnya keder pada kegagahan Hoa
Hujin serta kelihayan ilmu silatnya, karena itu sejak
kemunculan perempuan itu, watak buasnya agak terkendali.
Tetapi bagaimanapun juga dia adalah seorang jago yang
sudah sering kali mengalami kejadian besar, ketika dilihatnya
Hoa hujin mencari gara-gara kepadanya, timbul kembali sifat
buas dalam hatinya, ia segera berpikir, "Hoa Goan-siu yang
begitu lihaypun berhasil kami jagal secara bersama-sama,
apalagi sekarang akupun bukan sebatang kara, kendatipun
engkau lihay, belum tentu serangan gabungan dari Liong-bun
Siang-sat serta Yan-san It-koay dapat kau bendung..."
Berpikir sampai disini keberaniannya segera timbul kembali,
sambil tertawa serunya, "Hoa Hujin, sudah belasan tahun
engkau mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan,
aku rasa ilmu silatmu tentu sudah berhasil dilatih hingga
mencapai puncak kesempurnaan bukan" aku boleh tahu apa
maksudmu untuk munculkan diri kembali didalam dunia
persilatan?" Gembong iblis dari kalangan Hek to itu kelihatan kasar dan
bodoh, dihari-hari biasa ternyata bilamana perlu ucapannya
sopan dan tahu diri juga, hal ini merupakan suatu kejadian
yang tak pernah diduga oleh setiap orang.
Dengan wajah serius dan suara yang tenang dan datar,
Hoa Hujin menjawab, "Bun Siau-ih munculkan diri kembali
dalam dunia persilatan dengan tubuh sebagai janda, tentu
saja tujuanku adalah menuntut balas bagi kematian suamiku
serta menuntut keadilan dari umat Bu lim lainnya!"
Malaikat pertama Sim Kiam segera tertawa terbahak-bahak,
tukasnya, "Haaaahh.... haaahh..... haaahh... sejarah pada
masa dahulu merupakan contoh yang paling tepat bagi
engkau, meskipun memiliki ilmu silat yang sangat tinggi belum
tentu apa yang kau harapkan itu bisa terlaksana sebagaimana
mestinya!" Maksud dari ucapan itu bukan lain adalah menyinggung
tentang peristiwa yang terjadi di pertemuan besar Pek Beng
Tayhwee dimasa lampau, kemungkinan besar hari ini dapat
terulang kembali. Perlahan-lahan Hoa Hujin alihkan sorot matanya dan
memandang sekejap ke arahnya dengan pandangan dingin,
lalu berkata, "Kejadian yang berlangsung dimasa lampau
belum tentu bisa terulang kembali, bagaimanakah nasib
manusia siapa yang tahu" itu berhasil atau tidaknya siapa pula
yang dapat menduga lebih dahulu?"
Tiba-tiba sorot matanya dialihkan keatas wajah Pek Kungie.
Pada waktu itu secara diam-diam Pek Kun-gie sedang
mengawasi pula wajah Hoa hujin, ia merasa biji mata
perempuan cantik itu bening bagaikan bintang timur ditengah
kegelapan, kecantikan wajahnya benar-benar sukar di lukiskan
dengan kata-kata. Ketika biji mata yang jeli beralih ke arahnya, ditengah sorot
mata yang serius terselip kegagahan yang luar biasa, ketika
sorot mata Pek Kun-gie terbentur dengan sinar matanya,
seketika itu juga ia merasakan pikirannya kalut dan tanpa
sadar ia tundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Apakah nona yang bernama Pek Kun-gie?" terdengar Hoa
Hujin bertanya dengan suara nyaring.
Buru-buru Pek Kun-gie menengadah keatas dan menjawab,
"Boanpwee Pek Kun-gie...."
Biji matanya berputar dan dengan cepat melirik sekejap ke
arah Hoa Thian-hong. Air muka Hoa Hujin tiba-tiba berubah jadi sedih, seakanakan
didalam hatinya terdapat banyak persoalan yang tak
dapat diputuskan olehnya, tetapi hanya sebentar saja
wajahnya telah pulih kembali seperti sedia kala, tiba-tiba ia
bertanya kembali, "Nona apakah engkau takut mati?"
Tertegun hati Pek Kun-gie mendengar pertanyaan itu, tidak
sempat berpikir panjang, lagi ia segera menjawab, "Boanpwee
tidak takut mati!" Hoa Hujin mengangguk, ujarnya kembali, "Mati atau hidup
sudah digariskan menurut takdir, memang tiada yang perlu
ditakutkan" Ia berpaling ke arah malaikat kedua Sim Ciu, kemudian
ujarnya, "Sudah lama aku dengar Liong-bun Siang-sat adalah
manusia yang berhati kejam dan bertangan telengas,
beranikah engkau membinasakan nona itu detik ini juga?"
"Dengan seorang angkatan yang lebih muda aku tak punya
hubungan dendam ataupun sakit hati, kenapa aku musti
membinasakan dirinya?"
"Hmm! Putri dari Pek Siau-thian memang tak dapat
dibunuh dengan sesuka hati sendiri"
Setelah berhenti sebentar, dari balik mata Hoa Hujin
memancar keluar serentetan cahaya tajam yang menggidikkan
hati, ujarnya lebih jauh sambil tertawa, "Kalau engkau
menganggap dirimu sebagai angkatan tua kenapa tidak kau
lepaskan baju nona itu?"
Mula-mula malaikat kedua Sim Ciu agak tertegun,
kemudian sambil tertawa terbahak-bahak serunya,
"Haaahh....haaahh..... haaahh.... Hoa Hujin suruh aku orang
she Sim melepaskan nona ini, apakah tujuanmu hendak
pungut dia sebagai menantumu....?""
"Barang siapa yang bercita-cita merebut kolong langit, dia
tak akan mengurusi keluarganya, Pek Siau-thian mempunyai
ambisi yang amat besar dan ingin menguasai seluruh kolong
langit, dia tak akan bersedia mengawinkan putrinya kepada
pihak lawan sehingga perbuatannya mengalami gangguan,
aku Bun Siau-ih tiada berminat untuk pungut dia sebagai
menantuku, dan bagimu tetap menahan nona itupun tak akan
mendatangkan manfaat apa-apa...."
Ketika Pek Kun-gie mendengar bahwa Hoa Hujin tidak
berminat mengambil dirinya sebagai menantu, tercekatlah hati
gadis itu, ia jadi lemas dan sama sekali tak bersemangat lagi,
ia tahu semua perkataan dari Hoa Hujin itu tujuannya bukan
lain adalah hendak memaksa Sim Ciu untuk melepaskan
dirinya dari cekalan orang.
Dengan pikiran yang kalut dan hati yang sedih, sorot
matanya segera dialihkan ke arah Hoa Thian-hong.
Kebetulan sekali sepasang mata Hoa Thian-hong yang
tajam dan menawan hati itu sedang memandang ke arahnya,
ketika empat mata saling bertemu, air muka kedua orang itu
sama-sama berubah hebat, rasa sedihpun terlintas diatas raut
wajah masing-masing. Semua tingkah laku dari dua orang muda mudi itu tidak
terlepas dari pengawasan malaikat kedua Sim Ciu, dalam hati
ia segera berpikir, "Rupanya kedua orang bocah itu memang
saling menaruh hati antara yang satu dengan yang lain, akan
tetapi golongan putih dan golongan hitam selamanya
berhadapan bagaikan api dan air, belum tentu Pek Loo ji suka
menyetujui perkawinan itu, sedangkan perempuan dari
keluarga Hoa ini selamanya tegas dalam pendirian, iapun
belum tentu akan menyetujui perkawinan ini.....
"Waah....! urusannya tentu ramai".
Tindakannya menangkap kakak beradik dari keluarga Pek
tadi sebenarnya dilakukan karena terdorong oleh suara
hatinya belaka dia tahu tindakannya ini sama sekali tak akan
mendatangkan manfaat apapun juga baginya, apa lagi tiga
puluh orang jago dari per kumpulan Sin-kie-pang berjaga-jaga
disana, untuk membawa pergi Pek Kun-gie jelas bukan suatu
pekerjaan yang mudah maka dengan cepat dia mengambil
keputusan didalam hatinya.
Kepada Hoa hujin sambil tertawa ujarnya, "Aku lihat kesan
Pek Kun-gie terhadap putramu tidak jelek, memandang diatas
wajah emas Hoa Hujin rasanya sudah sepantasnya kalau aku
orang she Sim harus memenuhi keinginanmu itu, tapi
bagaimana kalau Hujin mendemonstrasi lebih dahulu
kelihayanmu sehingga kami sekelompok manusia-manusia
kasar dapat menambah pengetahuan kami"
"Benar!" sambung Yan-san It-koay sambil tertawa, "aku
dengar ilmu silat yang di miliki It kiam kay Tionggoan Siang
Tang Lay lihay dan luar biasa sekali, sayang rejekiku kurang
begitu baik dan tak sempat menyaksikan dengan mata kepala
sendiri, selama belasan tahun belakangan ini akupun belum
pernah menyaksikan ilmu silat yang benar-benar luar biasa,
jikalau Hoa hujin bersedia mendemonstrasikan keampuhanmu,
niscaya kami semua akan merasa puas sekali!"
Sejak memperlihatkan kelihayannya dalam pertemuan
besar Pak Beng Tayhwee dan mendapat pujian dari Pek Siauthian
sehingga di beri kedudukan sebagai Kunsu, boleh
dibilang selama belasan tahun belakangan ini setiap perbuatan
dari Cukat racun Yau Sut pasti mendatangkan hasil yang
memuaskan, ini hari setelah mengalami kekalahan total
ditangan sekawanan jago lihay yang ilmu silat serta
kecerdikannya satu tingkat lebih tinggi darinya sehingga
membuat ia berulang kali jadi malu, rasa bencinya terhadap
Hoa Hujin maupun Liong-bun Siang-sat sekalian boleh dibilang
sudah merasuk ke tulang sumsum.
Kini mendengar Yan-san It-koay mengungkap kembali
persoalan mengenai Siang Tang Lay, ia segera tertawa dingin
dan menyela, "Heeehh.... heeehh.... heeeh.... Siang Tang Lay
bisa termasyhur namanya di kolong langit tidak lebih karena ia
mampu mengalahkan lima orang jago, sewaktu
dilangsungkannya pertemuan besar Pak Beng hwee, bukankah
pernah terjadi pula peristiwa dikerubutnya seorang jago oleh
lima orang jago lihay lainnya?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar suasana jadi
amat gempar. Air muka Hoa Hujin, Liong-bun Siang-sat, Yan-san It-koay
serta Jin Hian seketika berubah hebat, lima pasang sorot mata
dengan pandangan gusar sama-sama dialihkan keatas wajah
Cukat racun. Diam-diam Yau Sut merasa amat terperanjat, akan tetapi
diluaran ia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.... haaaahh.... kebetulan sekali..! sungguh
kebetulan sekali, saat inipun terdapat lima orang, kalau aku
orang she Yau bisa mendapat kehormatan untuk mati dibawah
kerubutan kalian lima orang jago lihay, kejadian ini boleh
dihitung merupakan rejeki bagiku"
Air muka malaikat pertama Sim Ciu berubah jadi hebat,
sambil menyeringai seram serunya, "Keparat yang tak tahu
diri, engkau masih belum mempunyai rejeki sebesar itu, cukup
aku seorang sudah dapat mengirim engkau pulang kelangit
sebelah barat" Selesai berkata, selangkah demi selangkah ia berjalan maju
kedepan. Cukat racun Yau Sut segera berpikir di dalam hati, "Liongbun
siang sat maupun Yan-san It-koay sama-sama merupakan
pembunuh dari Hoa Goan-siu, tidak mungkin Bun Siau-ih akan
berpeluk tangan belaka dengan melupakan dendam kematian
suaminya, kalau ini hari tidak sampai terjadi pertarungan
massal, keadaan masih mendingan, asal terjadi pertarungan
maka dia tak akan berpeluk tangan belaka, ditambah Tio Samkoh
serta Hoa In si tua bangka itu, bagi tiga orang makhluk
tua itu untuk melarikan diri jauh lebih sulit dari pada naik ke
langit, bahkan inti kekuatan dari perkumpulan Hong-im-hwie
pun akan mengalami kehancuran total.
Berpikir sampai disini, tanpa terasa semangatnya berkobar,
ketika dilihatnya malaikat pertama Sim Kian maju
menghampiri dirinya, ia segera tertawa lebar sambil serunya,
"Haaahh.... haaaah.... haahh.... bagus sekali, aku orang she
Yau akan mengikuti jejak orang dulu, dengan melawan lima
jago mengorbankan diri sendiri"
Ia ulapkan tangannya kemudian maju menyongsong
kedepan!

Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bayangan manusia berkelebat lewat, Kiu im sam kui ikut
meloncat maju pula kedepan, seorang pria setengah baya
yang berwajah buruk dengan panca indranya yang tidak
genah, berbadan kurus tinggi serta memakai jubah pajang
yang nampak lututnya tanpa mengeluarkan sedikit suarapun
membuntuti di belakang Cukat racun Yau Sut.
Malaikat pertama Sim Kian tak pernah menyangka kalau
Cukat racun Yau Sut bakal mengambil tindakan seperti ini,
keadaannya pada saat ini boleh dibilang ibaratnya
menunggang dialas punggung harimau, membuat ia sangat
mendongkol sehingga sorot matanya memancarkan sinar
berapi-api. Terdengar malaikat kedua Sim Ciu berseru dengan suara
menyeramkan, "Loo toa, bertemu dimana kita selesaikan
dimana, tak usah kita tunggu sampai pertemuan Kian ciau
tayhwee lagi!" Tangan kirinya digulung menggempit tubuh Pek Kun-gie
yang lemas itu dibawah ketiaknya, kalau ditinjau dari
keadaannya mungkin ia ber siap-siap untuk menerjang keluar
dari kepungan. Jin Hian serta Yan-san It-koay dengan cepat saling bertukar
pandangan sekejap, kedua orang itu mengetahui bahwa
situasi telah berubah jadi amat serius. Jin Hian segera
menyingkap jubahnya dan cabut keluar sebilah pedang
pendek yang memancarkan cahaya tajam, sedangkan Yan-san
It-koay dari balik lengannya mengambil pula sebuah gelang
tangan yang berwarna hitam emas, belasan pengawal golok
emaspun sama-sama meloloskan senjatanya.
Melihat pihak lawan melakukan persiapan untuk menerjang
keluar dari tempat itu, para jago dari pihak perkumpulan Sinkie-
pangpun sama-sama meloloskan pula senjata tajamnya,
mereka semua bersiap sedia dan kalau ditinjau keadaannya
jelas mereka telah mempersiapkan diri untuk melakukan
pertarungan secara massal.
Dipihak lain, Hoa Thian-hong serta Tio Sam-koh merasakan
semangatnya berkobar kembali, pertumpahan darah yang
terjadi antara dua kekuatan besar ini justru merupakan apa
yang diharapkan oleh mereka, sebab hancurnya dua
perkumpulan tersebut berarti suatu keuntungan bagi seluruh
umat manusia dalam dunia persilatan.
Dengan sorot mata yang tajam, diam-diam Hoa Thian-hong
melirik sekejap ke arah malaikat kedua Sim Ciu, setelah itu
sambil mendekati ibunya ia berbisik lirih, "Ibu, pedangku!".
"Bagaimana dengan luka dialas dadamu?" tanya Hoa Hujin
sambil melirik sekejap ke arah dada putra kesayangannya
yang berlepotan darah. "Jalan darahnya sudah kutotok, darah telah berhenti
mengalir!" "Bagaimana dengan luka racunnya?"
"Ini hari sudah tidak terlalu mengganas seperti hari-hari
biasa, hanya setengah jam saja kemudian telah lenyap"
Diam-diam Hoa hujin menghela napas panjang, ujarnya,
"Darah segar yang mengalir keluar dari tubuhmu terlalu
banyak, tentu....saja daya kerja racun itupun bertambah
kecil...." "Tapi ananda sama sekali tidak merasakan sesuatu yang
tak beres!" sambung Hoa Thian-hong dengan cepat sambil
tertawa. Sementara pembicaraan masih berlangsung, orang-orang
dari perkumpulan Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie telah
menjadi tenang kembali, kedua belah pihak sama-sama
mempersiapkan diri untuk melakukan pertarungan, suasana
amat tegang, cahaya tajam memantulkan sinar yang
menyilaukan mata, hawa pembunuh tersebar di empat
penjuru, rupanya suatu pertempuran yang sengit setiap saat
dapat terjadi. Kiranya It kiam kay Tionggoan Siang Tang Hay menemui
ajalnya ditangan Pek Siau-thian, Jin Thian, Thian Ik-cu, Ciu Itbong
serta Bu Liang Sinkun sebaliknya Hoa Goan-siu menemui
ajalnya karena dikerubuti oleh Liong-bun Siang-sat, Yan-san
It-koay, nenek dewa bermata buta serta Thian Ik-cu, diantara
kelima orang itu ada empat orang diantaranya merupakan
anggota dari perkumpulan Hong-im-hwie, kecuali nenek buta
tiga orang yang lain hadir pula disana, dendam berdarah
seperti ini tentu saja Hoa hujin tak akan membiarkannya
berlalu dengan begitu saja!
Seandainya tiada orang yang mengungkap, mungkin
masing-masing pihak masih mempunyai perhitungannya
sendiri dan urusan bisa dilewatkan dengan begitu saja, tapi
justru Cukat racun Yau Sut telah mengungkapnya hingga
menimbulkan suasana yang kalut, dalam keadaan begini
sudah sepantasnya kalau Hoa hujin akan mempergunakan
kesempatan ini secara baik-baik, jika demikian keadaannya
maka posisi Hong-im-hwie semakin terdesak dan lemah,
bahkan kemungkinan besar akan terancam kemusnahan.
Malaikat pertama Sim Kian telah membenci Cukat racun
Yau Sut hingga merasuk ke tulang sumsum, pada saat itu
sorot mata yang bengis memancar keluar dari matanya, ilmu
cakar Tay im sin jiau telah dikerahkan hingga mencapai dua
belas bagian, rupanya dia ada maksud untuk membinasakan
Cukat racun dalam suatu serangan mendadak.
Yau Sut sendiri sama sekali tidak gentar, rupanya ia sudah
mempunyai rencana yang matang sekali, sorot mata yang
memancar keluar dari balik matanya nampak dingin
menyeramkan, diapun menatap tajam wajah Sim Kian tanpa
berkedip, ia tak berani bertindak gegabah menghadapi musuh
yang sangat tangguh itu. Kedua belah pihak sama-sama tak berani bergerak, tetapi
begitu bergerak niscaya serangan akan dilancarkan dengan
sepenuh tenaga, menang kalahpun dengan cepat akan
ditentukan. 000O000 41 PADA saat itu suasana diseluruh arena jadi sunyi senyap
tak kedengaran sedikitpun suara, seolah-olah ditengah gunung
yang tak ada manusianya. Hoa Hujin berdiri diantara kedua belah pihak, dengan sikap
yang tenang ia menyaksikan perubahan yang terjadi didepan
matanya, mendadak dengan dahi berkerut ia termenung dan
berpikir beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia serahkan kembali
pedang baja itu ke tangan Hoa Thian-hong, lalu pesannya.
"Jangan bergerak secara sembarangan, selama aku berada
disini. engkau tak usah pertaruhkan jiwamu secara
sembarangan!" Beberapa patah kata itu diutarakan keluar dengan suara
yang tak begitu keras tetapi juga tidak terlalu rendah, hampir
boleh di katakan setiap orang yang berada dalam arena dapat
mendengar perkataan itu dengan jelas.
Bagi orang lain keadaannya masih agak mendingan, lain
halnya dengan malaikat pertama Sim Kian yang berada di
paling depan, pada waktu itu sebenarnya dia sedang pusatkan
perhatiannya untuk melakukan penyerbuan, tetapi sesudah
mendengar ucapan dari Hoa hujin itu, semangatnya segera
mengendor, timbullah niat dalam hati kecilnya menyerang lalu
kabur dari sana. Pada saat semangatnya mengendor tadi hatinya sudah
mulai goncang, seharusnya Cukat racun Yau Sut
menggunakan kesempatan ini secara baik-baik untuk
melancarkan serangan, tetapi ia sudah dibikin gentar oleh
nama besar Sim Kian dan bertindak sok serius, karena itulah
suatu kesempatan yang sangat baik telah dibuang dengan sia
sia. Sementara Hoa Hujin masih berputar otak untuk
memancing terjadinya pertarungan antara dua kelompok
kekuatan besar dalam dunia persilatan, tiba-tiba ia merasakan
dari arah jembatan batu seberang muncul sesosok bayangan
manusia yang dengan cepatnya meluncur ke arah mereka.
Ia segera alihkan sorot matanya ke arah mana berasalnya
bayangan manusia itu, tampaklah dua bayangan manusi
bagaikan gulungan asap ringan sedang melayang mendekat
dengan cepatnya, sekali kelebatan tubuhnya sudah mencapai
tempat yang jauh dan cepatnya luar biasa.
Air muka Hoa Hujin agak bergerak, tanpa ragu-ragu lagi
ujung bajunya diam-diam dikebaskan kedepan, segulung
angin pukulan yang dahsyat dan sama sekali tidak
menimbulkan sedikit suarapun langsung menggulung ke arah
tubuh Cukat racun yang berada kurang lebih dua tombak
dihadapannya. Seluruh perhatian dari Cukat racun Yau Sut sedang
dicurahkan ke arah badan Malaikat pertama Sim Kiau, ketika
secara tiba-tiba muncul segulung angin pukulan yaug amat
dahsyat serta menghajar tubuhnya, kuda-kuda orang itu
seketika tergempur, tak dapat ditahan lagi seolah-olah
tergulung oleh ombak dahsyat, badannya mundur ke belakang
dengan sempoyongan. Malaikat pertama Sim Kian adalah seorang manusia yang
sangat lihay, menyaksikan air muka Yau Sut berubah hebat, ia
segera memperdengarkan suara pekikan tajamnya yang
membetot sukma, tubuhnya laksana kilat menerjang maju
kedepan. Dalam waktu singkat bentakan keras berkumandang diri
empat penjuru, bayangan manusia pun saling menyebarkan
diri untuk mencari lawan tandingnya masing-masing.
Pada saat itulah terdengar suara seseorang yang tajam
amat menusuk pendengaran berkumandang datang, "Sicu
sekalian harap tahan.... harap kalian suka mendengarkan
sepatah dua patah dari aku orang Thian Ik-cu!"
Bersama dengan selesainya ucapan itu, dua sosok
bayangan manusia bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya dalam waktu singkat telah menyeberangi jembatan
batu dan mendaki keatas bukit.
Sekarang Hoa Hujin telah melihat jelas bahwa pendatang
yang baru saja munculkan diri bukan lain adalah dua orang
imam tua yang rambutnya telah beruban semua, salah satu
diantaranya adalah Thong-thian kaucu, sadarlah perempuan
itu kalau siasatnya 'memasang perangkap menusuk harimau'
susah untuk diwujudkan kembali, tak terasa ia menghela
napas panjang, membuyarkan kembali tenaga dalamnya dan
berdiri membungkam ditempai semula.
Ditengah suasana yang amat kalut, terlihat malaikat
Pertama Sim Kian berdiri saling berhadapan dengan lima
orang jago lihay, keenam orang itu sama-sama kaku seakanakan
sebuah buah patung arca, hanya saja pada waktu itu
malaikat pertama Sim kian memejamkan sepasang matanya
dengan wajah pucat pias, dadanya berombak naik turun tiada
hentinya, sebuah bekas telapak yang amat jelas tertera di
bagian bawah iga kirinya, dilihat dari keadaan jelas ia telah
menderita luka dalam yang cukup parah.
Cukat racun Yau Sut cerdik dan licik, pada saat yeng amat
kritis ia berhasil meloloskan diri dari mara bahaya yang
mengancam jiwanya, sekalipun begitu keringat dingin telah
membasahi seluruh tubuhnya, mukanya pucat pias seperti
mayat sedang jantungnya berdebar keras, lama sekali debaran
jantungnya baru agak reda.
Keadaan dari Kiu im Sam Kui, tiga setan Kiu im tetap
seperti sedia kala, dalam benrokan yang terjadi amat singkat
itu mereka bertiga tidak merasa kaget, pun tidak mengalami
bencana apa-apa. Sebaliknya air muka pria setengah baya
bermuka jelek berpanca indera tak lengkap serta memakai
jubah panjang yang kelihatan lututnya itu nampak berubah
agak aneh, orang ini bentuknya sama sekali tidak menyolok
tetapi pada waktu itu sorot matanya yang terpancar keluar
nampak tajam sekali, sikapnya jauh lebih angkuh dari pada
siapa pun. Dalam waktu singkat Thong-thian kaucu telah tiba didepan
mata para jago, tampaklah disamping tubuhnya mengikuti
pula seorang imam tua berbaju kuning berambut putih serta
memiliki sepasang mata yang amat tajam.
Dengan kejelian mata Hoa Hujin, sekilas memandang ia
telah tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki imam tua
berbaju kuning itu jauh diatas keampuhan diri Thian Ik-cu
sendiri, tanpa terasa ia memperhatikan imam tua baju kuning
itu beberapa kejap lagi. Rupanya imam tua baju kuning itupun sudah mengetahui
siapakah Hoa Hujin, setelah tiba ditengah gelanggang,
sepasang matanya yang tajam segera dialihkan ke arah Hoa
Hu Jin. Dalam pada itu, Thian Ik-cu ketua dari perkumpulan
Thong-thian-kauw telah menyapu sekejap seluruh kalangan
kemudian sambil tertawa, serunya lantang, "Saudara-saudara
sekalian, selamat bertemu kembali! terimalah hormat dari
Thian Ik-cu!" Jin Hian adalah ketua dari perkumpulan Hong-im-hwie, ia
segera tampil kedepan dan menjawab dengan suara dingin,
"Kaucu, selamat bertemu!" Ia memandang sekejap ke arah
imam tua baju kuning itu, kemudian dengan alis mata
berkernyit, ia melanjutkan, "Bila pandangan mata aku orang
she Jin belum melamur, bukankah imam tua itu adalah Cin
Ling cinjin?" "Haaaahh...... haaaahhh..... daya ingat Jin Tang-kee
memang tajam sekali," sambung Thian Ik-cu sambil tertawa,
"sedikitpun tidak salah, dia bukan lain adalah paman guru
pinto yang bernama Cin Ling loohu, sudah hampir dua tiga
puluh tahun lamanya dia orang tua mengasingkan diri dari
keramaian dunia serta tak pernah muncul dalam dunia
persilatan!" Diam-diam Hoa hujin berpikir dalam hatinya, "Menurut
kabar berita yang tersiar di dalam dunia persilatan, katanya
beberapa orang siluman tosu tua itu sudah pada mampus,
rupanya mereka cuma mengasingkan diri belaka, kalau begitu
kekuatan dari perkumpulan Tong thian Kau masih berada
diatas dari perkumpulan Hong-im-hwie."
Dengan pandangan dingin, Cin Ling cinjin melirik sekejap
ke arah Jin Hian, kemudian sorot matanya dialihkan kembali
ke arah lain, wajahnya dingin dan kaku sehingga nampak
angkuh sekali. Terdengar Thian Ik-cu tertawa terbahak-bahak, lalu berkata
lagi, "Haaaahh.... haaah.... haaahh... pertemuan besar Kian
Ciau tayhwee dalam waktu singkat akan berlangsung, semula
pinto masih mengira Hoa hujin yang sedang mengasingkan


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri tak mungkin bisa ikut menghadirinya..."
Tidak menunggu imam tersebut menyelesaikan katakatanya,
dengan cepat Hoa Hujin menukas.
"Setelah mendapat perhatian yang begitu khusus dari
kaucu, tentu saja aku tak berani menyia-nyiakan harapanmu,
kaucu tak usah kuatir, pada saat diselenggarakannya
pertemuan besar Kian ciau tayhwee, aku Bun Siau-ih pasti
akan datang" "Kehadiran hujin pasti akan menambah semaraknya
pertemuan besar itu, atas kesediaan hujin, sebelumnya pinto
ucapkan banyak terima kasih terlebih dahulu"
Setelah memberi hormat, dia alihkan sinar matanya ke arah
Cukat racun Yau Sut serta malaikat pertama Sim Kian,
lanjutnya, "Selamanya antara Sin-kie-pang dan Hong-im-hwie
hidup secara damai dan tak pernah bentrok antara yang satu
dengan yang lain, bolehkah aku tahu apa sebabnya sampai
kalian saling bertempur sendiri ditempat ini?"
Dalam hati Cukat racun Yau Sut segera berpikir, "Bila
perkumpulan Sin-kie-pang dan Hong-im-hwie tidak akur, pihak
sekte agama Thong-thian-kauw lah yang akan berada pada
posisi yang paling menguntungkan, Hoa hujin merupakan bibit
bencana yang bisa mendatangkan bahaya besar bagi kita
semua, kalau hendak turun tangan maka dialah yang harus
pertama-tama dibasmi lebih dahulu, dalam keadaan begini
pihak Sin-kie-pang harus bekerja sama dengan Hong-im-hwie
serta Thong-thian-kauw untuk menghadapi serangan dari luar,
sebab inilah tugas pertama paling penting yang harus segera
diselesaikan" Serangan Hoa hujin yang dilancarkan secepat geledek tadi
membuat juru pikir dari perkumpulan Sin-kie-pang ini
merasakan hatinya bergidik, ia tak berani bertindak sok pintar
lagi, apa lagi mengambil tindakan yang berbahaya.
Setelah mengambil keputusan didalam hati, wajahnya
segera berubah jadi amat serius, katanya dengan suara
nyaring. "Sahabat! dari perkumpulan Hong-im-hwie telah
menangkap putri kesayangan dari Pek lo pangcu kami, apakah
anak buah kumpulan Sin-kie-pang tidak berhak untuk
merampasnya kembali?"
Ucapan ini sangat beralasan tetapi nadanya sudah lunak
sekali, bukan saja semua orang dapat menangkap nada
ucapannya itu bahkan malaikat pertama Sim Kian pun
merasakan hawa amarahnya jauh berkurang.
Thian Ik-cu segera tertawa terbahak-bahak, setelah
mengebutkan senjata Hudtimnya ia berpaling ke arah Jin Hian
dan berkata, "Ketua Jin kalau memang begitu, kesalahannya
terletak pada diri kalian"
"Kalau salah habis mau apa?" bentak Jin Hian dengan
penuh kegusaran, sepasang matanya melotot besar,
"selamanya perkumpulan Hong-im-hwie bekerja menurut
suara hati sendiri dan tak sudi terikat oleh siapapun, kalau ada
diantara kalian yang merasa tidak leluasa untuk menyaksikan
perbuatan kami, tak ada halangannya untuk menantang kami
guna mengadu tenaga"
Bukan gusar, Thian Ik-cu malah tertawa.
"Ketua Jin, pendapatmu itu keliru besar, kalau perkumpulan
Sin-kie-pang serta Hong-im-hwie bisa bekerja sama tanpa
selisih paham maka semua bencana bisa disingkirkan dengan
mudah, bukankah masalah ini gampang sekali
dibayangankan......"
"Hmmm! belum tentu begitu" tukas Jin Hian dengan suara
dingin, "sahabat saling menggigit, saudara sekandung saling
membunuh sudah seringkali terjadi di kolong langit, kerja
sama bukan suatu perbuatan yang bisa dipercayai seratus
persen" Diam-diam Thian Ik-cu jadi mendongkol, makinya didalam
hati, "Tua bangka sialan! engkau tak usah berlagak sok dan
bersikap takabur dihadapanku, dalam pertemuan besar Kian
cian tayhwee nanti kami akan lenyapkan kaum pendekar dari
kalangan lurus lebih dahulu kemudian membasmi
perkumpulan Hong-im-hwie, rencana bagus ini sekarang
sudah berada didalam saku Pek lo ji serta kaucumu. Hmm!
tunggu saja sampai tang-gal mainnya"
Didalam hati ia berpikir demikian, sementara air mukanya
berubah jadi keren, ujarnya lagi dengan serius, "Beberapa
waktu berselang pinto pernah membekuk Pek Soh-gie pula,
hal ini dikarenakan Pek Soh-gie amat angkuh dan tinggi hati,
ia tak pandang sebelah matapun kepada orang lain. maka dari
itu pinto sengaja mempermainkan dirinya agar keangkuhan
Pek Soh-gie bisa agak berkurang, sekarang ketua Jin
menggunakan pula cara yang sama dengan perbuatanku itu,
atau mungkin engkau memang sengaja menjiplak cara kerja
pinto itu?" "Kaucu pandai sekali bersilat lidah, ketajaman selembar
lidahmu boleh dibilang nomor satu di kolong langit, aku
merasa tak mampu menangkan dirimu" ejek Jin Hian ketus.
Thong-thian kaucu tertawa.
"Aaah...! terima kasih atas pujianmu...terima kasih banyak
atas pujianmu!" Sambil berpaling ke arah malaikat kedua, Sim Ciu, ia
berkata kembali, "Sim loo ji, bersediakah engkau menjual
muka untuk pinto serta melepaskan budak cilik itu dari
cengkeramanmu?" Malaikat kedua Sim Ciu tertawa seram
"Hmm... hmm... kalau cuma Thong-thian kaucu belaka, aku
rasa belum punya muka sebesar itu sehingga kita harus jual
muka ke padanya" Tiba-tiba Cin Ling cinjin berpaling, sepasang matanya yang
tajam bagaikan pisau belati memancar keluar seakan-akan
hendak menembusi ulu hati dari Sim Ciu.
Thian Ik-cu yang berada di sisinya segera tertawa dan
berkata, "Susiok, engkau tak usah marah, Sim loo ji memang
orangnya binal serta sukar diatur, sejak dilahirkan dia
berwatak seperti itu!"
Selama ini Hoa hujin hanya menonton saja dari samping
arena, melihat tingkah laku orang-orang itu, dalam hati
kecilnya segera berpikir.
Selama tiga bibit bencana dari dunia persilatan saling
bersaing dalam menguasai kolong langit, hasut menghasut
serta saling mengadu domba sudah merupakan kejadian yang
lumrah entah apakah maksud serta tujuan dari siluman tosu
ini dengan mengucapkan kata-kata yang begitu enak
didengar" Terdengar Thian Ik-cu sambil tertawa telah berkata
kembali, "Beberapa waktu berselang ketika aku berhasil
menangkap Pek Soh-gie, mau bunuh tak berani bunuh, mau
lepas merasa keberatan untuk dilepas dengan begitu saja,
batin ku benar-benar tersiksa sekali, Sim Loo ji."
"Kata engkau mengatakan aku tak tega untuk turun
tangan, sekarang juga akan kubunuh budak ini dihadapanmu!"
bentak Sim Ciu sicara tiba-tiba dengan suara keras.
Telapak tangannya segera diangkat dan ditekan diatas
batok kepala dari Pek Kun-gie.
Tindakan ini sama sekali berada diluar dugaan semua orang
para jago mengira Sim Ciu sudah terpengaruh oleh watak
bengisnya hingga tak dapat menguasai diri.
Hoa Thian-hong merasakan darah panas dalam dadanya
bergelora, ia membentak keras, sambil memutar pedang
bajanya ia menerjang maju ke arah depan.
Hoa Hujin menyaksikan kejadian segera mengerutkan
dahinya, dengan cepat ia menggerakkan pergelangannya
untuk menyambar lengan putra kesayangannya itu, tetapi
ketika mencapai tengah jalan tiba-tiba ia berubah pikiran,
sambil menghela napas panjang, pemuda itu dibiarkan
melanjutkan terjangannya kedepan.
Para jago dari perkumpulan Sin-kie-pang juga dibuat
gempar oleh tindakan lawannya itu, semua orang
menggerakkan badannya siap melakukan pertolongan, akan
tetapi karena jaraknya terpaut amat jauh maka reaksi dari
mereka pun jauh lebih lambat.
Sementara itu dengan gerakan yang cepat sekali, Hong
Thian Hong telah menerjang maju kedepan, pedangnya
dengan disertai desiran angin tajam langsung membacok
keatas tubuh gembong iblis itu.
Malalaikat kedua Sim Ciu mendengus dingin, telapak
tangan yang semula menekan diatas batok kepala Pek Kun-gie
itu tiba-tiba dibalik mencengkeraman badan gadis itu,
kemudian mengangkat badannya dan dipapakan ke arah
datangnya bacokan pedang itu.
Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat, pada saat yang
amat kritis, ia tarik kembali pedang panjangnya dan melayang
turun keatas tanah, teringat kalau pedang panjangnya hampir
saja melukai gadis she Pek itu, diam-diam ia bersyukur
didalam hati, "Oooh...sungguh berbahaya!"
Terdengar malaikat kedua Sim Ciu sambil tertawa keras
berkata, "Hoa Thian-hong! aku toh hendak membinasakan
putri dari Pek Siau-thian, apa sangkut pautnya urusan ini
dengan dirimu?" Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong setelah
mendengar perkataan itu, buru-buru jawabnya, "Selamanya
sau ya paling suka mencampuri urusan orang lain, engkau
mau apa?" Selama ini kesadaran Pek Kun-gie sama sekali belum
hilang, tentu saja terhadap peristiwa yang baru saja
berlangsung dapat di ikuti dengan amat jelas, rasa girang dan
lega timbul dalam hati kecilnya, dengan biji matanya yang jeli
dan penuh mengandung rasa cinta yang mesra, ditatapnya
tanpa berkedip, kerlingan matanya yang indah seakan-akan
sedang mengutarakan rasa terima kasihnya yang tak
terhingga, seakan-akan ia sedang memohon kepada Hoa
Thian-hong agar mengundurkan diri ke tempat semula dan tak
usah menempuh bahaya bagi dirinya.
Secara diam-diam Malaikat kedua Sim Ciu mengawasi terus
tingkah laku dari kedua orang muda-mudi itu, pikirnya didalam
hati, "Seandainya hubungan Thong-thian-kauw dengan Sinkie-
pang berlangsung amat akrab dan mesra, maka
persekutuan ini jelas tidak menguntungkan bagi pihak
perkumpulan Hong-im-hwie kami, sebaliknya kalau Pek Siauthian
telah berhubungan dengan para pendekar dari kalangan
lurus, maka secara otomatis pihak Thong-thian-kauw akan
bersekongkol dengan Hong-im-hwie untuk bersama-sama
turun tangan menghadapi Sin-kie-pang.
Hubungan diantara perkumpulan Sin-kie-pang, Hong-imhwie
serta Thong-thian-kauw berkaitan dengan suatu keadaan
yang sangat sensitip, pertikaian dan persengketaan mudah
terjadi diantara mereka, suatu tindakan yang keliru akan
mengakibatkan keadaan yang luar biasa sekali.
Sim Ciu malaikat kedua dari Liong-bun Siang-sat termasuk
seorang siluman tua yang banyak akal dan mudah menaruh
curiga, setelah berpikir sebentar ia segera tepuk bebas jalan
darah diatas tubuh Pek Kun-gie, kemudian sambil tertawa
ujarnya, "Pek Kun-gie aku hendak memberitahukan tentang
suatu urusan kepadamu!...."
Diam-diam Pek Kun-gie salurkan hawa murninya
mengelilingi seluruh badan, setelah mengetahui bahwa jalan
darahnya telah berjalan lancar kembali, ia bertanya hambar,
"Ada petunjuk apa yang hendak kau sampaikan kepadaku?"
"Sewaktu aku bersiap sedia untuk melancarkan serangan
guna menghabisi jiwamu tadi, sorot mataku berhasil
menangkap mimik wajah beberapa orang yang saling berbeda
satu sama lainnya" "Hmmm! persoalan itu bukan suatu kejadian yang terlalu
serius...... kenapa musti kau ributkan?"
"Engkau keliru besar, pada saat itu aku saksikan air muka
Hoa Hujin kelihatan amat gelisah dan seakan-akan merasa
sayang sekali dengan kematianmu itu, jelas ia tak tega
membiarkan engkau mati"
Pek Kun-gie melirik sekejap ke arah Hoa hujin, wajahnya
yang cantik segera berubah jadi lembut dan halus, rasa
hormat dan penuh pengharapan tertera jelas diatas wajahnya.
Ia tahu Hoa Thian-hong adalah seorang bocah yang
berbakti sekali kepada ibunya, bisakah impian indahnya
terwujud dimasa mendatang keputusan terakhir tetap berada
ditangan Hoa Hujin, karena itu perkataan dari Sim Ciu
merupakan warta yang paling digirangkan olehnya.
Hoa Hujin sendiri adalah seorang jago yang amat
berpengalaman, apalagi terhadap perasaan hati seorang gadis
muda, boleh di bilang dia mengetahui dengan amat jelas
sekali, dalam hati kecilnya ia segera berpikir, "Meskipun aku
mempunyai perasaan tak tega, akan tetapi sama sekali tidak
menampakkan sikap gelisah atau kuatir, ocehan iblis tersebut
bukankah sama artinya telah mencelakai kehidupan Pek Kungie?"
Sementara itu Sim Ciu telah berkata kembali, "Ketika Thian
Ik-cu menyaksikan aku hendak membinasakan dirimu,
wajahnya segera menampilkan rasa girang, apa yang sedang
ia pikirkan aku rasa tak usah kuterangkan lebih lanjut bukan?"
Thian Ik-cu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah..... haaahh..... haaahh... Sim loo ji, aku adalah
manusia seperti apa" tak mungkin aku bakal terpengaruh oleh
perkataanmu itu, kau suka bicara apa, silahkan diutarakan
keluar saja..." Sim Ciu pura-pura tidak mendengar, lanjutnya, "Pek Kungie,
tahukah engkau bagaimana mimik wajah dari Cukat
racun" ketika ia saksikan engkau bakal mati, wajahnya
menampilkan pula rasa kegirangan seakan-akan dia bersyukur
karena engkau tertimpa bencana besar ini....."
"Haaah..... haaaa.... haaah.... kalau tidak begitu, bukankah
sama artinya namaku Cukat racun hanya nama kosong belaka
tanpa ada bukti yang jelas?" sambung Yau Sut sambil tertawa.
Sim Ciu sama sekali tidak ambil perduli, sambungnya lebih
jauh, "Tanpa angin tak akan menimbulkan ombak, persoalan
tentang pengkhianatannya Yau Sut dari ayahmu harus engkau
selidiki sampai sejelas-jelasnya!"
"Tentang soal ini engkau tak usah risau ataupun cemas"
jawab Pek Kun-gie dengan suara dingin, "anak buah
perkumpulan Sio Kie Pang semuanya adalah manusia yang
setia dengan perkumpulan, mereka merupakan orang-orang
yang bisa dipercaya"
Setelah memberi hormat, ia segera berjalan kembali ke
arah barisan perkumpulannya.


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menyaksikan Pek Kun-gie telah kembali dalam keadaan
selamat, lagipula perkumpulan Sin-kie-pang berhasil merebut
kemenangan pula didalam pertarungan hari ini, diam-diam
Cukat racun Yau Sut merasa amat bangga sekali, ia segera
memberi hormat kepada semua orang dan membentak, "Ayoh
berangkat!" Tapi sebelum rombongan dari perkumpulan Sin-kie-pang
sempat berlalu, tiba-tiba malaikat pertama Sim Kian membuka
matanya lebar-lebar, lalu sambil menyeringai seram serunya,
"Ilmu pukulan pek kut cui sim ciang atau tulang putih
penghancur hati sudah seratus tahun lamanya musnah dari
dunia persilatan, ini hari bisa muncul kembali dalam sungai
telaga, kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa
yang amat besar" Pria jelek yang berada di sisi tubuh Yau Sut kelihatan agak
tertegun, kemudian menjawab, "Jadi kalau begitu engkau
yang merupakan orang pertama merasakan kelihayan ilmu
telapak tersebut boleh merasa berbangga hati"
Sim Kian jadi gusar sekali, sambil tertawa seram ia
berteriak, "Heeeh... heeehhh... heeehh.... bagus sekali, bagus
sekali, boleh aku tahu siapakah namamu?"
"Aku hanya seorang prajurit tak bernama di kolong langit,
tapi kalau engkau ingin tahu juga, aku orang she Si bernama
Jin-kiu!" "Apakah engkau juga termasuk salah seorang pelindung
hukum dalam barisan panji kuning?" tanya Sim Kian lagi
sambil menekan hawa amarah yang berkobar dalam dadanya.
Si Jin-kiu mengangguk, dengan seenaknya ia berkata,
"Pelindung hukum dari barisan panji kuning disebut pula
pelindung hukum tingkat atas, kami langsung berada dibawah
perintah pangcu dan tidak terikat oleh kekuasaan tiga bagian
dalam tubuh perkumpulan, tetapi kalau pangcu ada perintah
maka Kunsu pun...." "Luar biasa!...sungguh luar biasa....!" tukas Sim Kian sambil
tertawa menyeringai, "bila kita sempat berjumpa lagi, aku
akan mohon petunjukmu lebih jauh"
"Baik! setiap saat aku akan melayani kehendakmu" teriak Si
Jin-kiu. Meskipun orang ini memiliki ilmu silat yang sangat lihay,
namun dalam pembicaraan kadang kala sengaja
menyembunyikan kelihayannya tapi kadang kala
membingungkan hati, sejak terkena oleh pukulannya hingga
menderita luka dalam yang cukup parah, Sim Kian tak berani
bertindak secara gegabah lagi, kerena itu diapun tak mau
banyak bicara lagi. Diam-diam Sim Kian berpikir didalam hati kecilnya, "Kita
selalu kalah kalau dibandingkan dengan kekuatan dari pihak
perkumpulan Sin-kie-pang! dan sekarang berapa orang hidung
kerbau tua dari perkumpulan Thong-thian-kauw ternyata
masih hidup di kolong langit, jika dibandingkan, kekuatan
Hong-im-hwie paling lemah sekali, apalagi sekarang Lootoa
serta nenek buta sedang menderita luka parah, andaikata
pihak kami tidak segera menyusun kekuatan serta mengatur
persiapan lain, mungkin pihak kami bakal dimusnahkan oleh
kekuatan-kekuatan lain...."
Rupanya Jin Hian maupun Yan-san It-koay mempunyai
perasaan yang sama, ketiga orang itu segera saling bertukar
pandangan sekejap dan sama-sama bermaksud untuk
mengundurkan diri Jin Hian pun memberi hormat kepada semua jago yang ada
disana, kemudian berkata, "Pertemuan besar Kian ciu
Tayhwee sudah berada di ambang pintu, selamat tinggal dan
sambil bersama-sama dengan Liong-bun Siang-sat, Yan-san
It-koay serta puluhan orang pengawal golok emas, mereka
segera berlalu dari tempat itu.
Cukat racun Yau Sut sendiri juga mempunyai rencana lain,
dia ingin segera bertemu dengan Pek Siau-thian, maka ia
ulapkan tangannya dan membawa para jago dari perkumpulan
Sin-kie-pang untuk berlalu dari situ.
Sebenarnya Pek Kun-gie ada banyak persoalan yang
hendak disampaikan kepada Hoa Thian-hong, akan tetapi
situasi tidak mengijinkan bagi dirinya untuk tetap tinggal
disana, karenanya setelah melirik sekejap kepada kekasih
hatinya dengan mulut mem bungkam, ia berlalu mengikuti di
belakang para jago lainnya.
Dalam sekejap mata para jago dari perkumpulan Hong-imhwie
serta Sin-kie-pang telah berlalu semua dari sana tinggal
Thong-thian kaucu serta Cin Ling cinji dua orang yang masih
tetap berada ditempat semula.
Hoa Hujin tampak termenung sebentar, tiba-tiba sambil
berpaling ke arah Thian Ik-cu ujarnya, "Tootiang, setelah
engkau buru-buru datang kemari dan sekarang belum juga
berlalu dari sini, apakah kecuali hendak membereskan
pertikaian diantara dua kekuatan besar, engkau masih ada
urusan lain?" Thian Ik-cu tertawa. "Hujin memang cerdik sekali, bila pinto tak ada urusan
lainnya tidak mungkin aku datang kemari untuk mengganggu
ketenangan kalian!" "Ada urusan apa tootiang datang kemari?"
Air muka Thian Ik-cu berubah jadi amat serius, katanya,
"Selama ini putramu selalu menyiarkan ditempat luaran
bahwasanya pedang emas dari Siang Teng Lay itu sudah
terjatuh ke tangan pinto, persoalan ini membuat pinto jadi
pusing tujuh keliling dan tak tahu apa yang sebenarnya
dimaksudkan oleh putramu itu, karenanya sengaja aku datang
kemari untuk mohon penjelasan!"
Sementara itu, Tio Sam-koh sedang berpikir dalam hati.
"Sian Ih hanya berbicara terus terang, apakah dia lupa
kalau dewasa ini dunia sedang kacau dan kaum iblis
merajalela dimana-mana, apakah dia tahu kalau sekarang
adalah jamannya yang lemah ditindas yang kuat, yang besar
mencaplok yang kecil, kini cuma tinggal dua orang tosu
siluman yang berada disini sedangkan pihak kita ada empat
orang, bukankah kesempatan ini merupakan peluang yang
sangat baik untuk menundukkan kaum iblis itu...?"
Sesudah beristirahat sebentar ia merasa kekuatan tubuhnya
telah pulih kembali seperti sedia kala, berpikir sampai disitu
semangatnya segera timbul kembali, dia segera melangkah
maju kedepan dan berseru dengan suara lantang.
"Thian Ik-cu, tak ada salahnya kalau engkau ingin minta
penjelasan, tapi sayang waktunya tidak tepat!"
Thian Ik-cu mengerutkan dahinya, kemudian tertawa.
"Tio Loo thay, engkau benar-benar panjang umur, bolehkah
aku tahu apa sebabnya kesempatan ini bukan waktunya yang
tepat" "Hmmm!" Tio Sam-koh mendengus dingin, "ketika berada
dalam pertemuan besar Pak Beng Hee tempo hari, engkau
termasuk salah seorang penjahat yang ikut mengerubuti Hoa
Goan-siu, setelah ini hari kita saling berjumpa kembali, inilah
kesempatan yang paling baik untuk sang janda dan sang anak
yatim untuk membuat selembar jiwamu, coba bayangkan
bukankah kesempatan bagimu untuk mengajukan pertanyaan
kurang tepat?" Thian Ik-cu mengeratkan dahinya lalu tertawa serak,
katanya, "Hey nenek tua, engkau memang terlalu berangasan
kenapa untuk bersabar selama beberapa hari pun tak dapat?"
Setelah terhenti sebentar, kepada Hoa hujin ujarnya lebih
jauh, "Hoa hujin, bagaimana pendapatmu" dendam
permusuhan sebagai ekor dari peristiwa berdarah dipertemuan
Pek Beng hwee tempo hari akan diselesaikan pada hari ini
juga, ataukah akan ditunda sampai diselenggaranya
pertemuan besar Kian ciu tayhwee?"
Hoa Hujin membungkam dalam seribu bahasa, sepasang
matanya yang tajam menyapu sekejap keatas wajah Ci Ling ci
jim, kemudian secara tiba-tiba dialihkan ke arah wajah Hoa
Thian-hong. Thian Ik-cu yang mengikuti perubahan tersebut jadi
tercengang, segera pikirnya di dalam hati.
"Siapapun tahu kalau perempuan ini berwatak keras hati
dan tegas didalam mengambil keputusan, selamanya tak
berhak kalah dari kaum lelaki tapi aneh sekali kenapa masalah
membalas dendam malahan suruh putranya yang mengambil
keputusan?" Sementara itu sambil menggertakkan gigi, Hoa Thian-hong
telah berkata, "Ibu, ayah mati selama berlangsungnya
pertemuan Pak Beng hwee, mari kita tunggu saja sampai
diselenggarakannya pertemuan Kian ciau tayhwee dan berada
di hadapan para enghiong dari selurah kolong langit untuk
membalaskan dendam bagi kematian ayah"
Tio Sam-koh yang mendengar perkataan itu jadi teramat
gusar, dengan mata melotot besar ia menghardik, "Goblok,
dalam pertemuan Kian ciau tayhwee yang hadir kebanyakan
adalah gerombolan srigala atau komplotan anjing, dari mana
munculnya kaum enghiong disitu?"
Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong mendengar
perkataan itu, buru-buru serunya lagi, "Boanpwee mengerti!"
Thian Ik-cu tertawa terbahak-bahak sambil acungkan
jempolnya, ia berseru memuji, "Haaahh.... haaahh.... haaah...
bagus! begitulah baru patut disebut sebagai seorang enghiong
di kalangan kaum muda!"
Selelah berhenti sebentar, ia bertanya lebih jauh dengan
suara menyeramkan, "Engkau menyiarkan kabar berita
diempat penjuru yang mengatakan pedang emas itu
ditanganku, sekarang aku ingin tahu apa sebabnya engkau
menodai nama baik kaucu mu?"
"Hmmm! selama bertempur jangan jemu menggunakan
siasat, perbuatan itu termasuk salah satu siasat mengadu
domba, buat apa sih kau banyak bertanya lagi?" sahut Hoa
Thian-hong ketus. Thian Ik-cu gelengkan kepalanya dan tertawa dingin, ia
berseru, "Bagi seorang manusia yang cerdik tak nanti akan
mempergunakan siasat jelek yang begitu bodoh dan sama
sekali tak ada manfaatnya, tiada angin tiada awan tak
mungkin hujan turun dengan begitu saja, aku merasa dibalik
perbuatanmu itu tentu terselip suatu rahasia yang amat besar"
Diam-diam Hoa Thian-hong merasa amat terperanjat
mendengar ucapan itu, pikirnya didalam hati, "Giok teng hujin
yang sebenarnya adalah enci Siang, mempunyai hubungan
yang tidak jelek dengan diriku, siapa tahu kalau Thian Ik-cu
telah menaruh curiga terhadap dirinya" tapi aneh, secara
bagaimana enci Siang bisa menjaga diri sehingga rahasianya
itu tidak sampai ketahuan orang?"
Didalam hari ia berpikir demikian, diluaran ia berkata
dengan nada ketus, "Pentang busur membidik bayangan, gua
kosong berhembus angin, aku lihat tootiang tak usah pusingpusing
kepala memikirkan persoalan ini lagi, lebih baik cepatcepatlah
pulang untuk mempersiapkan diri didalam
menyelenggarakan pertemuan besar Kian ciau tayhwee!"
Dalam hati Thian Ik-cu merasa amat gusar, tapi ia
menyadari bahwa bertempur dalam keadaan serta situasi
seperti ini kemenangan belum tentu berada di pihaknya, maka
ia segera berpaling ke arah Cin Ling Cinjin untuk menanyakan
maksud hatinya. Cin Ling Cinjin membungkam dalam seribu bahasa, setelah
hening sesaat mendadak dia ayunkan telapak kanannya
melancarkan sebuah serangan ke arah Hoa Hujin dari tempat
kejauhan. Hoa Hujin mendengus dingin, ujung bajunya dikebaskan ke
arah depan lalu dengan tangan sebelah ia mengirim pula satu
pukulan untuk menyongsong datangnya ancaman tadi.
Dalam sekejap mata suara gemuruh yang berkumandang
secara lapat-lapat muncul dari balik telapak Hoa Hujin
meskipun suara gemuruh itu tidak begitu nyaring akan tetapi
mempunyai daya kekuatan yang cukup membetot hati setiap
orang. Semua jago yang hadir dikalangan merasa terperanjat dan
berubah air mukanya, Cin Ling Cinjin serta Thian Ik-cu yang
saling berhadapan dengan Hoa hujin menemukan bahwa
diatas telapak perempuan itu yang berwarna putih kemerahmerahan
terlihat nyata pemunculan segumpal warna hitam
pekat sebesar mulut cawan gumpalan cahaya hitam itu amat
menyilaukan mata terutama sekali dikala melepaskan
serangan, gumpalan hitam itu seolah-olah ikut meluncur
kedepan. Thian Ik-cu terperanjat, ia tahu bahwa ilmu silat yang
dipelajari Hoa hujin sebagian besar adalah warisan dari Soat
san Sin Ik yang telah menutup usia ia tak mengira dalam
keadaan begini, perempuan tersebut bisa mengeluarkan ilmu
pukulan yang begitu aneh dan jelas merupakan suatu ilmu
pukulan dari kalangan sesat.
"Bu... liang... siu... Hud..!" seru Cin Ling Cinjin dengan suara
nyaring. Suara itu membubung tinggi ke angkasa dan mendengung
di seluruh penjuru, tangan kanannya diluruskan kaku ke arah
depan seakan-akan sedang mendorong bukit yang berat,
tangan kirinya ditaruh keatas tangan kanannya mencekal eraterat,
air muka berubah jadi berat dan kelihatan tegang sekali.
Hoa Hujin sendiri menjulurkan telapaknya tak bergerak, air
mukanya berubah jadi amat serius pula, suara gemuruh yang
berat itu berlangsung tiada hentinya di angkasa sebentar
perlahan sebentar mengencang membuat air muka Cin Ling
Cinjin berubah-ubah pula mengikuti bergemanya suara
gemuruh tersebut. Hoa Thian-hong merasa gelisah dan tidak tenang, tetapi
setelah teringat bahwa suara gemuruh itu berasal dari telapak
tangan ibunya ia merasa jauh lebih berlega hati.
Tiba-tiba terjadi ledakan dahsyat yang amat memekikkan
telinga, baik Hoa Hujin maupun Cin Ling Cinjin sama-sama
menarik kembali telapaknya, pasir dan deru segera
beterbangan memenuhi seluruh angkasa, pusaran angin
puyuh menggulung diatas permukaan bumi menerbangkan
benda apapun juga yang berada di sekitar sana.
Dengan sorot mata yang tajam, Thian Ik-cu mengamati
perubahan wajah kedua orang itu, akan tetapi ia tak berhasil
mengetahui siapakah yang berhasil memenangkan
pertarungan tersebut. Sebagai orang yang licik diapun tahu bahwa berada disitu
lebih lama sama sekali tak ada manfaatnya, maka dengan
serius dia berkata, "Kelihayan ilmu silat yang dimiliki hujin


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat mengagumkan hati pinto, aku harap dalam pertemuan
besar Kian Ciau tayhwee nanti aku bisa melayani hujin dengan
sebaiknya, agar kehadiran hujin bisa menyenangkan semua
enghiong dilolong langit"
Sesudah berhenti sebentar, dia melanjutkan, "Di ruang
bawah dalam kuil kami di wilayah Ci tang berhasil menawan
dua orang pemuda, sedangkan pada kuil It-goan-koan di kota
Hang-ciu banyak anak murid kami yang terkena racun keji dari
wilayah Biau, kedua belah pihak sama-sama angkatan muda,
setiap saat hujin memberi obat pemunah kepadaku, setiap
saat pula pinto akan melepaskan dua orang pemuda itu,
sementara persengketaan dalam soal lain kita selesaikan
dikemudian hari saja....."
Diam-diam Hoa Thian-hong terkejut mendengar perkataan
itu, dia segera menyela dari samping, "Orang yang berhasil
tootiang tangkap, apakah bernama Bong Pay"
Senyum yang penuh arti tersungging diujung bibir Thian Ikcu,
sesudah termenung sebentar dia baru menjawab, "Yang
satu bernama Bong Pay sedang yang lain bernama Tiong
Long, sebaliknya kawanan gadis yang sedang melakukan
pengacauan dalam kuil It-goan-koan di kota Hang-ciu katanya
sedang mencari jejak engkau engkoh cilik!"
Habis berkata dia memberi hormat kepada Hoa hujin dan
bersama-sama Cin Ling Cinjin putar badan berlalu dan situ,
dalam sekejap mata bayangan tubuh mereka sudah lenyap
dari pandangan. Sepeninggalnya kedua orang itu Hoa Thian-hong jadi amat
gelisah, buru-buru serunya, "Ibu biarlah ananda melakukan
perjalanan..." "Tak usah tukas Hoa hujin dengan cepat, aku rasa baik
Bong Pay maupun Tiong Long tak akan menemui mara
bahaya, tentang kejadian ini kau tak perlu gelisah ataupun
cemas" "Kawanan gadis yang sedang mengacu di kota Hang-ciu
tentulah beberapa orang cici dari wilayah Biau, pengalaman
mereka masih kurang cukup aku kuatir..."
"Kau tak usah kuatir, kembali Hoa hujin menyela. Kiu-tok
Sianci adalah seorang tokoh silat yang paling susah dilayani,
bilamana keadaan tidak terlalu terpaksa tak seorangpun
manusia bersedia melukai anak muridnya, kalau tidak begitu
Thian Ik-cu tak mungkin datang kemari untuk melukai diriku"
"Kalau begitu...."
Tiba-tiba terdengar Tio Sam-koh berseru dengan suara
dingin, "Hmm! sikapmu benar-benar tenang dan wajar kami
kuatir tentang keselamatanmu, sebaliknya engkau masih
punya kegembiraan untuk tukar pakaian sambil menyisir
rambut, benar-benar kurang ajar..."
Hoa Hujin yang ikut mendengar perkataan itu segera
tertawa. "Jumlah musuh jauh lebih banyak dari kita, dalam keadaan
begini apa yang bisa kita lakukan lagi kecuali berusaha
membatasi diri oleh pengaruh emosi....."
"Barusan, apa sebabnya kita tidak bekerja sama untuk
membereskan dua orang iman siluman itu lebih dahulu?"
teriak Tio Sam-koh dengan penuh kegusaran.
Hoa Hujin tertawa getir. "Persoalannya tidak semudah itu, kalau engkau ingin tanya,
tanyalah saja kepada Seng ji!"
"Sam poo!" ujar Hoa Thian-hong dengan cepat,
"membunuh dua orang imam tua itu memang tak sulit, tapi
bila Thian Ik-cu mau maka pertemuan besar Kian ciau
tayhwee pasti akan mati sebelum melahirkan, "dalam keadaan
begitu pihak lawan tentu akan menjadi kalap dan menerjang
pihak kita, sedangkan Pek Siau-thian serta Jin Hian
sekalianpun pasti akan bekerja sama pula untuk menghadapi
kita karena kuatir peristiwa tragis yang sama bakal dialami
pula oleh mereka" "Hmmm! berlagak sok pintar, kalau Thian Ik-cu tidak
dibunuh, apakah ketiga kekuatan besar itu tak dapat bekerja
sama untuk menghadapi kita?"
"Tentu saja masih ada kemungkinan untuk bekerja sama
bagi mereka. Cuma saja pikiran mereka masih tetap ragu-ragu
dan dasar kerja sama itu tidak kokoh, sekalipun bekerja sama
belum tentu bisa benar-benar bersatu padu...."
Tio Sam-koh jadi tidak sabaran, ia segera goyangkan
tangannya berulang kali sambil berkata, "Lebih baik tak usah
terlalu banyak membicarakan soal itu, bicara pulang pergi
yang penting toh engkau sudah terlalu percaya dengan
perkataan dari perempuan genit itu, dan kau mempercayai
kalau sebilah pedang emas telah disembunyikan didalam
pedang mustika Poan-long-poo-kiam milik Thian Ik-cu,
bukankah begitu?" Merah padam selembar wajah Hoa Thian-hong mendengar
perkataan itu. "Didalam persoalan ini terdapat banyak hal yang bisa
dipercayai karena terpaksa kita harus mempercayainya" ia
menjawab. "Andaikata sampai waktunya tiba, engkau menemukan
bahwa dirimu sedang tertipu, apa yang hendak kau lakukan?"
"Tio Loo thay" tiba-tiba Hoa In menyela, "Siau Koan-jin
harus beristirahat!"
Tio Sam-koh semakin naik pitam, bentaknya dengan penuh
kegusaran, "Kurang ajar, selama aku si nenek tua sedang
berbicara, engkau berani mengganggu?"
Ia segera berpaling ke arah Hoa Thian-hong, ketika
dilihatnya noda darah diatas dadanya belum kering, wajahnya
berubah jadi begitu pucat dan mukanya nampak amat lesu,
nenek itu jadi tak tega. Tampak Hoa Thian-hong tersenyum dan berkata, "Sam
poo, keadaan kita ini ibaratnya sudah tahu kesempatan baik
namun tidak mampu melakukannya..."
"Hmm! ucapan dari ibumu sudah cukup muak masuk
kedalam telingaku, aku si nenek tua segan untuk
mendengarkannya lebih lanjut"
Selesai betkata dia segera putar badan dan berlalu.
0000O0000 42 DIAM-diam Hoa Hujin menghela napas panjang, setelah
termenung berpikir beberapa saat lamanya, tiba-tiba kepada
Hoa In dia berkata, "Tempat ini letaknya strategis dan
gampang untuk digunakan sebagai tempat pertemuan, untuk
menunggu terselenggaranya per temuan besar Kian ciu
tayhwee biarlah kita tetap tinggal disini saja, sekarang engkau
pergilah untuk mempersiapkan rangsum kering untuk
beberapa hari lamanya, dari pada setiap hari kita harus
merisaukan soal makanan"
"Budak segera akan melaksanakan perintah ini" jawab Hoa
In, setelah melirik sekejap ke arah Hoa Thian-hong, diapun
berlalu. Sepeninggalnya Hoa In, Hoa hujin memilih sebuah batu
gunung untuk duduk kemudian berkata, "Seng ji, datanglah
kemari dan duduk bersilalah disini!"
Hoa Thian mengiakan dan maju menghampiri ibunya, tetapi
sewaktu dilihatnya asap hitam telah menyumbat mati gua
kuno itu ia jadi terperanjat dan segera berseru, "Ibu,
dimanakah Leng-ci berusia seribu tahun itu?"
"Dalam sakuku! "
Hoa Thian-hong berjalan kehadapan ibunya dan duduk
bersila keatas tanah, siapa tahu karena hatinya lega dan
pikirannya jadi kosong itulah, mendadak kepalanya terasa
pusing tujuh keliling, badannya segera roboh terjengkang
keatas tanah. Dengan cepat Hoa hujin mencekal urat nadi pada
pergelangan putranya lalu diperiksa dengan teliti sekali, ia
temukan denyutan nadi putranya telah berubah jadi lemah
sekali hal ini menunjukkan bahwa pemuda itu kekurangan
darah. Hoa Thian-hong buru-buru tertawa ketika melihat ibunya
menunjukkan rasa kuatir bercampur sedih, ujarnya, "Ini hari
kalau tiada racun teratai yang tetap mempertahankan diri,
sejak tadi ananda sudah kehabisan tenaga dan lak mampu
untuk mempertahankan diri lebih jauh, aaai, sungguh tak
nyana bencana akhirnya malah berubah jadi rejeki!"
Hoa Hujin tertawa sedih. "Engkau sudah kehilangan banyak darah dalam sepuluh
sampai setengah bulan kemudian badanmu belum tentu bisa
pulih kembali seperti sedia kala dalam keadaan yang amat
menderita seperti ini terpaksa kita harus menggunakan Lengci
ini Bagaimana dengan ibu Sendiri" tanya Hoa Thian-hong
dengan alis mata berkernyit, bukankah engkau pernah
mengatakan bahwa luka racun yang engkau derita belum
tentu bisa disembuhkan oleh tenaga dalam"
Hoa Hujin tidak langsung menjawab, dalam hati ia segera
berpikir, "Bagaimanakah nasibku di kemudian hari dan
bencana apa yang bakal ku alami masih sukar ditentukan,
mulai sekarang lebih baik keadaanku yang sebenarnya jangan
sampai di ketahui olehnya."
Berpikir sampai disini ia lantas tertawa dan menjawab,
"Luka racun yang aku derita sudah sembuh sekarang, setelah
bencana lewat mungkin usiaku 'kan mencapai ratusan tahun."
Dari sakunya dia ambil keluar sebuah kotak kumala dan
penutup kotak itu segera di buka.
Hoa Thian-hong maju mendekat serta tarik napas kuatkuat,
bau harum semerbak mengalir masuk kedalam dadanya
membuat ia merasa segar dan pikirannya jadi terang, tanpa
terasa ia memuji dengan suara lantang, "Waaah....! Lengci
berusia seribu tahun ini benar-benar suatu obat mujarab yang
langka dan sukar ditemukan di kolong langit, ibu! gunakanlah
secara hemat dan jangan dipakai secara sembarangan"
Hoa hujin mengangguk. "Untuk mempergunakan Leng-ci berusia seribu tahun ini
sebenarnya harus disertai pula dengan bahan obat-obatan
sampingan lainnya, sayang kita berada ditengah pegunungan
yang sunyi sehingga untuk mencari bahan obat-obatan
tersebut kita akan mengalami banyak kesulitan
Tiba-tiba ia menghela napas panjang dan lebih jauh, "Nona
Siang dapat menghadiahkan benda mujarab yang begini
berharganya kepadamu, tujuan serta maksud baiknya tak
perlu kita curigai lagi, sedangkan mengenai soal pedang emas
yang dikatakan olehnya, belum tentu semuanya tidak benar,
cuma sayang pedang jantan miliknya itu sekarang tidak
berada disini" "Ibu, buat apa engkau mendapatkan pedang emas itu?"
tanya Hoa Thian-hong tercengang.
Hoa hujin termenung dan berpikir sebentar, kemudian
menjawab, "Pokoknya kegunaannya besar sekali, dibicarakan
pada saat ini sama sekali tak ada gunanya bagimu, lebih baik
tak usia aku katakan saja"
Dia membalik kotak kumala itu untuk mengeluarkan akar
dari tumbuhan Leng-ci tersebut, kemudian perintahnya,
"Sekarang pentang mulutmu leba-lebar2!"
Buru-buru Hoa Thian-hong membuka mulutnya, dengan
ujung jari kelingking tangan kanannya dia membuat sebuah
guratan diujung daun Leng-ci tadi, dengan cepat muncullah
setitik lubang kecil pada ujung daun tadi dan meneteslah
cairan kental berwarna putih mengalir masuk kedalam
tenggorokan Hoa Thian-hong.
Leng-ci berusia seribu tahun itu panjangnya cuma beberapa
senti dan terdiri dari tiga buah akar, sedang cairan kental
warna putih itu semuanya hanya berjumlah sepuluh tetes
belaka, dalam sekejap mata cairan itu sudah habis semua dan
Leng-ci yang semula berwarna hijau segar itupun seketika
berubah jadi layu dan berwarna kuning, keadaannya tidak
jauh berbeda dengan rumput kering biasa.
Dalam hati kecilnya kembali Hoa hujin berpikir, "Dengan
bantuan diri Leng-ci yang berumur ribuan tahun ini, sekalipun
tidak dapat memunahkan racun yang bersarang dalam
tubuhnya, paling sedikit selembar jiwanya dapat tertolong."
Tiba-tiba Tio Sam-koh maju menghampiri, setelah
merampas kotak kumala itu, kepada Hoa Thian-hong
perintahnya, "Pentang mulutmu lebar-lebar!"
Jilid 2 "SAM-KOH!" seru Hoa Hujin dengan alis mata berkenyit,
"benda mujarab yang amat langka itu jangan dibuang dengan
percuma!" "Hmmm.... semua orang mengatakan bahwa benda ini
dapat ganti tulang ganti kulit serta menambah umur, aku si
nenek tua tidak percaya dengan kabar berita semacam itu...."
"Kalau memang tidak percaya, apa yang hendak kau
lakukan?" "Akan kucoba!" Tio Sam-koh berpaling ke arah Hoa Thianhong
dengan mata melotot besar, lalu membentak, "Hey,
bukankah aku suruh engkau pentang lebar mulutmu" apakah
telinga mu sudah tuli?"
Hoa Thian-hong menggerakkan bibirnya seperti mau
mengucapkan sesuatu, tapi ujung kuku Tio Sam-koh telah
menggurat diatas daun Leng-ci itu, karena terpaksa ia buka
mulut untuk menerimanya. Cairan yang dingin dan membawa rasa getir masuk lewat
tenggorokannya masuk ke dalam perut.
Ketika Hoa Hujin menyaksikan Tio Sam-koh kurang terima
dan kembali akan menyobek pula daun terakhir yang masih
tersisa, buru-buru ia cekal pergelangan tangannya segera
merampas kembali kotak kumala itu, ujarnya sambil menghela
napas panjang, "Badan kulit rambut berasal dari orang tua,
kenapa pasti ganti kulit lagi" sekarang kaum iblis sedang
merajalela manusia dibuat permainan dan banyak yang mati
karena sengsara meskipun ada obat mujarab nasib manusia
sudah ditentukan takdir"
Habis berkata ia tutup kotak kumala itu dan bermaksud
dimasukkan kedalam sakunya.
Tio Sam-koh sama sekali tidak menggubris ucapan itu
sambil tertawa dingin kembali ia berkata, "Benda itu toh
miliknya pribadi kenapa engkau menghematnya" hendak buat
apa benda itu" Hoa Thian-hong segera tertawa dan menubruk, "Sam poo
boanpwee...." "Tutup mulut!" bentak Tio Sam-koh dengan gusar.
Hoa Hujin tersenyum, dia serahkan kembali kotak kumala


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu ke tangan Hoa Thian-hong sambil pesannya, "Simpan baikbaik
benda ini, sekarang duduklah bersemedi serta mengatur
pernapasan" Buru-buru Hoa Thian-hong menerima kembali kotak kumala
itu dan dimasukkan kedalam saku, kemudian pejamkan mata
dan duduk bersemedi. Tio Sam-koh memperhatikan pemuda itu beberapa saat
lamanya, lalu duduk pula di sampingnya sedangkan Hoa Hujin
ambil beberapa lembar kitab yang sudah rusak dan pusatkan
perhatiannya untuk mempelajari isi buku tersebut.
Kurang lebih setengah jam kemudian, air muka Hoa Thianhong
yang pucat pias telah berubah jadi merah kembali,
dengusan napas pun kian lama kian bertambah berat, sedikit
pun tidak mirip seorang jago silat yang memiliki tenaga dalam.
Walaupun Tio Sam-koh duduk agak jauh dari pemuda itu,
namun sepasang matanya menatap wajah Hoa Thian-hong
tanpa berkedip, dia awasi terus semua perubahan wajah.
Sedangkan Hoa Hujin sama sekali tidak menggubris
putranya yang sedang duduk bersemedi itu bahkan melirik
barang sekejappun tidak, dia hanya pusatkan perhatiannya
untuk membaca buku. Buku tadi bukan lain adalah kitab catatan Ci yu jit ciat yang
berhasil dirampas oleh Tio Sam-koh dari saku Hoa Thian-hong.
Menyaksikan Hoa Hujin pusatkan perhatiannya untuk
membaca buku dan sama sekali tidak mengurusi putranya, Tio
Sam kong naik pitam dan merasa mendongkol sekali, dia ingin
sekali membentak perempuan tersebut, tapi diapun takut
bentakan itu akan mengganggu ketenangan Hoa Thian-hong
dalam melakukan semedinya.
Setelah bersabar beberapa saat lamanya, lama-kelamaan ia
tak kuat menahan diri lagi, dengan ilmu menyampaikan suara
segera tegurnya terhadap diri Hoa Hujin, "Obat itu mulai
bekerja, coba tengoklah sebentar wajah Seng ji"
Hoa Hujin menengadah memandang sekejap ke arah Hoa
Thian-hong kemudian menjawab, "Kita tak tahu setelah Lengci
itu dimakan bagaimanakah reaksinya apabila bertemu
dengan sari racun dari teratai racun empedu api yang
bersarang didalam tubuhnya, dan lagi akupun tak tahu
bagimana akibatnya nanti?"
"Apakah engkau tak dapat menggerakan tangan untuk
memeriksa sebentar denyutan nadinya?" seru Tio Sam-koh
dengan gusar. Hoa Hujin tersenyum. "Seng ji bisa mendapat perhatian yang begitu serius dari
engkau, boleh dibilang dia memang punya rejeki yang amat
besar" Telapak kanannya segera ditempelkan keatas batok kepala
Hoa Thian-hong, terasalah aliran darah didalam tubuh pemuda
itu bergerak amat cepat sekali, kecuali itu tiada tanda lain
yang mencurigakan. Lewat beberapa waktu kemudian, tiba-tiba Hoa Thian-hong
menggerakkan bulu matanya dan berkata dengan suara
seperti sedang mengigau, "Ibu, aku ingin tidur...."
"Kalau ingin tidur, pergilah tidur!" jawab Hoa Hujin berpikir
sebentar. "Tio Sam-koh segera memburu kedepan, omelnya, "Engkau
memang seorang manusia yang berhati keras seperti baja,
aku nenek tua merasa takluk padamu"
"Orang kuno memang lebih tahan uji dan banyak
merasakan pahit getirnya kehidupan daripada orang
sekarang...." Tiba-tiba ia membungkam dan segera alihkan sorot
matanya ke arah jembatan batu bagian seberang.
Tio Sam-koh segera mengalihkan pula sorot matanya ke
arah jembatan batu itu, tampaklah dari arah Timur, laut
muncul serombongan manusia sedang bergerak mendekat,
berhubung jaraknya masih jauh maka raut wajah orang-orang
itu tidak nampak begitu jelas.
Tanpa terasa lagi ia meryumpah didalam hati, "Hmmm!
kalau ini hari aku nenek tua tidak melakukan pembunuhan
secara besar-besaran, aku bersumpah tak mau menjadi
manusia!" "Diantara mereka terdapat pula Hoa In, aku pikir
rombongan itu pastilah sahabat-sahabat dari Bu Lim"
sambung Hoa Hujin dengan cepat.
Tio Sam-koh alihkan kembali sorot matanya ke arah orangorang
itu, sesaat kemudian ia baru melihat bahwa orang yang
berjalan di paling depan bukan lain adalah Hoa In, sedang
dibelakangnya mengikuti belasan orang baik pria maupun
wanita baik tua maupun muda.
Lewat beberapa saat kemudian semua orang sudah tiba di
tepi sebrang jembatan batu, tampaklah Hoa In sambil
menggendong sebuah keranjang amat besar berjalan di paling
depan, dibelakangnya mengikuti Cu Im taysu yang pelihara
rambut berwarna keperak-perakan, memakai jubah warna
putih serta membawa senjata sekop, disamping itu terdapat
pula Ciong liang kek yang bertangan tunggal, si telapak pasir
emas Chin Pek-cuan serta putranya Chin Giok-liong....
Selain itu terdapat pula tiga orang gadis berdandan suku
Biau mengelilingi seorang dara berbaju hitam. Harimau
berlarian Tiong Liau serta Harimau Ompong Tiong Lo poo cu
dari tiga harimau keluarga Tiong menguntil dipaling belakang.
Sepanjang jalan ketiga orang dara suku Biau itu "Kuku....
kakakk....kaak", bicara tiada hentinya, sedangkan air muka
dara baju hitam itu tetap tenang namun serius sekali.
Dalam sekejap mata rombongan para jago telah tiba diatas
bukit, belasan pasang mata bersama-sama dialihkan ke arah
dalam gua. Hoa Hujin segera bangkit berdiri untuk menyambut
kedatangan mereka, dari mulut Hoa Thian-hong telah
mengetahui asal usul dari rombongan orang itu, apa lagi
sebagian besar merupakan sahabat- sahabat lamanya tentu
saja perempuan itu mengenali siapakah mereka.
Teringat bahwa pertarungan sengit sudah hampir
berlangsung dan para jago persilalatan itu sudah berdatangan
tepat pada saatnya dengan perasaan terharu bercampur
terima kasih Hoa Hujin memunculkan diri dan berteriak
dengan suara lantang, "Taysu, Cion liang hin heng...."
"Hujin, baik engkau?" tegur Cu Ing taysu pula dengan
suara lantang, "gunung thay san belum ambruk, akarnya
masih berada dalam tanah, rupanya kami sekelompok sukma
sukma gentayangan akhirnya dapat melegakan hati!"
Tiba-tiba terdengar para gadis berdandan sukma Biau itu
kemudian memanggil dengan suara lantang, "Siaulong...."
"Telur busuk cilik!" omel Tio Sam-koh didalam hati,
"dimana-mana meninggalkan bibit bencana, teman gadisnya
terlalu banyak...." Hoa Hujin tersenyum, sambil menyapa gadis muda itu
sahutnya, "Putra sedang merasa kurang enak badan,
maafkanlah kalau ia tak dapat bangkit berdiri untuk
menyambut kedatangan kalian"
Mendengar Hoa Thian-hong tidak enak badan, tanpa sadar
kawanan gadis muda itu mempercepat langkahnya dan
didalam waktu singkat telah meluruk tiba semua.
Adat istiadat suku Biau jauh lebih bebas daripada suku
bangsa Han yang kolot dan banyak tata cara itu, ketika
mereka saksikan Hoa Thian-hong tertidur amat nyenyak diatas
tanah dengan cepat gadis-gadis itu mengelilingi tubuhnya, ada
yang memegang kepala, ada yang memeriksa denyutan
nadinya, dan ada pula yang membuka pakaian untuk
memeriksa luka diatas dadanya, suara pembicaraan terdengar
amat gaduh sekali membuat suasana jadi amat ramai.
Sementara itu Harimau pelarian Tiong Liau serta nenek tua
she Tiong secara diam-diam ikut mengelilingi pula si anak
muda itu. Cu Im taysu tidak kenal bahasa Biau, ia takut Hoa Thianhong
mengalami luka yang cukup parah, tidak sempat ia
memberi hormat lagi segera tegurnya, "Hoa Hujin kenapa
dengan putramu itu?"
Hoa Hujin tersenyum. "Sebetulnya luka yang diderita tidak terlalu ringan untung
kita memperoleh sebatang Leng-ci berusia seribu tahun, baru
saja ia makan Leng-ci itu kemudian tertidur pulas.
Seperti baru saja menurunkan beban yang berat dari atas
bahunya, Cu In taysu jadi amat girang kembali ia berkata,
"Leng-ci berusia seribu tahun apalah benda langka yang amat
berharga sekali dalam kolong langit, pemuda itu bisa
memperoleh obat semujarab itu hal tersebut menunjukkan
kalau dia memang punya rejeki besar"
Setelah berhenti sebentar, sambungnya lagi, "Silahkan
hujin bercakap-cakap dengan saudara yang lain, pinceng akan
pergi kesana untuk menengok keadaan dari Hoa kungcu"
Habis berkata ia segera berjalan menuju ke arah Hoa
Thian-hong. Hoa Hujin tersenyum, sambil berpaling ke arah Ciong Liankhek
serta Chin Pek Cain, ujarnya, "Putraku bodoh dan tak
banyak pengalaman, dimana-mana selalu menimbulkan
keonaran aku sangat berterima kasih karena engkau berdua
sering kali membantu dirinya.
Dengan wajah murung Ciong Lian-khek tetap
membungkam, senyumnya tersungging di ujung bibirnya.
Sedangkan Chin Pek-cuan segera goyangkan tangannya
berulang kali, sambil tertawa ia berkata, "Hujin tak usah
sungkan-sungkan, seorang pimpinan tidak melihat berapakah
usianya, aku sekeluarga sudah kerap kali mendapat bantuan
dari Seng ji, aaaai....! mengingat kita adalah sahabat lama
rasanya aku pun tak perlu mengucapkan terima kasih
padamu" Ia berpaling lalu membentak keras, "Giok Liong Hong ji
cepat datang kemari dan memberi hormat kepada Tio
loocianwee serta Hoa Hujin.
Chi Giok liong serta dara baju hitam itu mengiakan, mereka
segera maju kemuka dan memberi hormat kepada Hoa Hujin
serta Tio Sam-koh. Dengan sorot matanya yang tajam, Tio Sam-koh
mengawasi terus gerak-gerik dari dara baju hitam itu, Pikirnya
dalam hati, "Budak ini halus, sederhana dan merupakan
seorang calon istri dan ibu yang amat baik sedang Pek Kun-gie
kecuali dalam hal kecantikan, tak satupun yang bisa
menangkan dirinya.... aku setuju sekali kalau dia dijadikan
bakal istrinya Hoa Thian-hong....!"
Rupanya Hoa Hujin sendiri pun menaruh perhatian khusus
kepada Chin Wan-hong, hanya saja karena ia sedang
merisaukan keadaan dalam dunia persilatan maka untuk
sementara waktu masalah mengenai putranya ini belum
sempat ditangani. Setelah membalas hormat, sambil tertawa ujarnya,
"Gurumu paling suka mengasingkan diri dan selamanya tak
pernah mencampuri urusan dunia persilatan, kedatangan nona
kesini apakah telah memperoleh izin gurumu?"
"Sudah lama suhu mengagumi akan kebesaran jiwa hujin,"
sahut Chin Wan-hong dengan rasa hormat, "kali ini beliau
mengijinkan Hong ji serta tiga orang suci untuk turun gunung
karena pertama suci bertiga yang selalu memohon ijin kepada
suhu, dan kedua karena suhu amat menyayangi Hoa si heng
serta menguatirkan soal racun teratai empedu apinya,
walaupun banyak nasehat harus kami dengar namun akhirnya
beliau mengijinkan suci sekalian datang kemari guna
membantu hujin." Hoa Hujin tertawa. "Orang-orang persilatan didaratan Tionggoan mengira
gurumu adalah seorang tokoh sakti yang suka menyendiri,
sungguh tak nyana suhumu adalah seorang manusia yang
berjiwa besar dan begitu saleh hatinya"
Sementara itu Chin Pek-cuan telah melirik sekejap ke arah
tiga orang gadis suku Biau yang sedang mengelilingi tubuh
Hoa Thian-hong, sambil tertawa katanya, "Ketiga orang nona
itu adalah Biau nia sam sian tiga dewa dari wilayah biau,
meski pun usianya nampak masih muda namun ilmu silatnya
luar biasa sekali, terutama dalam hal menggunakan ilmu racun
boleh dikata luar biasa sekali, dua hari berselang mereka telah
mendemonstrasikan kelihayannya, membuat satu sarang
srigala dan tikus dari sekte agama Thong-thian-kauw kocar
kacir serta kacau tak karuan, bahkan sampai ini haripun
mereka masih muntah berak tiada hentinya!"
Bicara sampai disini jago tua tersebut tak dapat menahan
rasa gelinya lagi dan segera tertawa terbahak-bahak.
Tio Sam-koh pun ikut tertawa, tiba-tiba ia bertanya, "Chin
Wan-hong, selama satu tahun lebih belajar ilmu, aku rasa
kepandaianmu didalam menggunakan racun pasti tidak lemah
bukan?" Dengan cepat Chin Wan-hong gelengkan kepalanya.
"Hong ji belum pernah belajar ilmu melepaskan racun!"
"Pertama kali angkat guru dan menjadi murid orang,
seharusnya rajin belajar ilmu silat, dengan begitu dasarnya
baru dapat kokoh," ujar Hoa Hujin pula.
Merah jengah selembar wajah Chin Wan-hong mendengar
nasehat itu, ia tundukkan kepalanya rendah-rendah dan
menjawad, "Hong ji juga tidak belajar ilmu silat....!"
Chin Pek-cuan yang berada disisinya segera tertawa
terbahak-bahak. "Haaahhh....haaaahh....haaah.... budak ini khusus belajar
ilmu ilmu obat-obatan, dikemudian hari dia bakal menjadi
seorang ahli dalam memunahkan pelbagai macam racun!"
Air muka Chin Wan-hong berubah semakin merah padam
selesai mendengar perkataan itu kepalanya ditundukan
semakin rendah dan saking malunya sehingga tak berani
angkat kepalanya lagi. Hoa Hujin yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam
segera berpikir didalam hati, "Teratai racun empedu api
merupakan sejenis racun yang tak dapat dipunahkan oleh obat
mujarab apapun, bocah ini melepaskan niatnya belajar silat
dan mengkhususkan diri dari ilmu obat-obatan tujuannya
pistilah demi Seng ji, rasa cinta yang bersemi dalam hati
benar-benar suci bersih membuat hatiku amat terharu...."
Berpikir simpai disitu, ketika dilihatnya ia masih tersipu-sipu
maka segera ujarnya, "Ada dua orang rekan kita terjebak
didalam perkumpulan Thong-thian-kauw, barusan Thian Ik-cu
datang kemari mencari aku merundingkan untuk
membebaskan kedua orang itu dengan syarat obat pemunah


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bagi anak buahnya, Hong ji pergilah temui sucimu serta
mintakan obat pemunah, kita segera mengutus orang untuk
membebaskan orang-orang kita yang tertawan!"
Semenjak tadi pikiran maupun perasaan Chin Wan-hong
telah dicurahkan keatas tubuh Hoa Thian-hong, tetapi
berhubung ia takut kurang hormat dihadapan Hoa Hujin maka
sekuat tenaga ia berusaha untuk mempertahankan diri.
Kini setelah mendapat perintah, gadis itu sepera
mengangguk dan berlalu dengan riang hati.
Li hoa siancu sedang berjongkok disamping tubuh Hoa
Thian-hong, ketika dilihatnya Chin Wan-hong datang, ia
segera berteriak, "Hong ji, cepat datang lemari! benarkah siau
long baru saja makan rumput mustajab Leng-ci usia seribu
tahun?" Rupanya selama ini Hoa Thian-hong tertidur dengan
pulasnya, dipandang dari mukanya yang merah padam persis
sekali seperti obat yang mabok oleh arak, tiga dewi dari
wilayah Biau telah membolak-balikkan tubuhnya akan tetapi
dia tetap tidak merasa, bahkan kelopak matanya sedikitpun
tidak bergoyang. Chin Wan-hong segera berjongkok dan memegang urat
nadi Hoa Thian-hong setelah termenung sebentar dia periksa
pula pernapasannya, lidah serta kutu, setelah itu jawabnya,
"Kalau dilihat dari denyutan nadinya yang teratur serta hawa
murninya yang bergerak lancar.... rupanya ia sama sekali tidak
menderita keracunan"
"Tentang soal itu aku tahu, jawab Li hoa Siancu tapi
kenapa tidur dengan pulasnya?"
"Aku rasa hal ini disebabkan karena, reaksi daya kerja obat
mujarab itu...." "Aku dengar dari suhu, katanya bagi yang makan Leng-ci
berusia seribu tahun keadaannya tidak seperti ini" sela Ci Wi
siancu sambil tertawa. "Hong ji, seru Li hoa siancu pula benarkah pemeriksaanmu
itu" jangan-jangan siau long sudah kena ditipu orang sehingga
yang dimakan bukan Leng-ci tapi yang dimakan benda jahat
lainnya" Mendengar perkataan itu air muka Chin Wan-hong berubah
sangat hebat, dengan gugup segera serunya, "Coba
kutanyakan pada hujin....!"
Lan hoa siancu yang berada disisinya segera tertawa
tergelak. "Hiiiihh....hiiiih....hiiih Hong ji, tak usah takut! mereka
sedang menggoda dirimu serunya, didalam saku siau long
masih ada sisa separoh batang Leng-ci seribu tahun, yang dia
makan memang benar benar Leng-ci mujarab.
Li hoa sincu serta Ci wi siancu segera tertawa cekikikan,
terdengar Hoa siancu berkata, "Hong ji ilmu obat-obatan apa
yany kau pelajari" mungkin engkau belum berhasil
mempelajari segenap kepandaian dari suhu!"
Merah jengah selembar wajah Chin Wan-hong, sahutnya
dengan suara lirih. "Aku memang tak tahu apa-apa, aku baru belajar satu
tahun saja!" Tiba-tiba ia lihat Hoa Hujin sekalian berjalan menghampiri
mereka, buru-buru ia ceritakan kepada Lan Ho siancu
bahwasanya Bong pay serta Tiong Long telah tertangkap
pihak lawan serta masalah tentang tukar oragp dengan obat
pemunah. Mendengar perkataan itu, dari sakunya Lan Hoa Siancu
ambil keluar sebuah botol porselen mengeluarkan sedikit
bubuk obat warna putih yang dibungkusnya dengan kertas lalu
diserahkannya ke tangan Chin Wan-hong.
Harimau pelarian Tong Liau setelah mengetahui bahwa
putranya tertangkap, segera mengajukan diri sebagai wakil
untuk tukar orang dengan obat pemunah tersebut.
Chin Wan-hong tak berani mengambil keputusan, ia
sampaikan hal tersebut kepada Hoa Hujin, Ciong Lian-khek
yang mendengar laporan itu menyatakan kesediaannya untuk
mendampingi Harimau Pelarian Tong Liau.
Hoa Hujin berpikir sebentar, akhirnya dia perintahkan Hoa
In serta Tong Liau yang melaksanakan tugas tersebut, setelah
Chin Wan-hong menerangkan bagaimana caranya
menggunakan obat pemunah tersebut, berangkatlah kedua
orang itu dengan terburu-buru.
Sepeninggalnya dua orang jago itu, Hoa Hujin segera
menanyakan kabar berita tentang dewa yang suka
pelancongan Cu Tong. Cu Im taysu menjawab, "Sebagian besar para jago
persilatan yang berhasil menyelamatkan diri dari pertempuran
Pak beng hwee tempo hari dan selama ini mengasingkan diri
telah bermunculan semua untuk menggabungkan diri dengan
mereka. Dewa yang suka pelancongan Cu Tong sedang
mencari kabar berita serta mengadakan hubungan kesana
kemari untuk memperkuat posisi pihak golongan kaum lurus
yang dipimpin oleh Hoa Thian-hong."
Berbicara pulang pergi akhirnya beberapa tokoh silat
kawakan itupun membicarakan menang kalah yang bakal
terjadi sesudah terjadinya pertarungan di masa mendatang.
Kawanan jago tua itu kebanyakan adalah mereka-mereka
yang berhasil meloloskan diri dari pertemuan berdarah Pak
beng hwee, siapa pun sudah tidak mempersoalkan hidup atau
mati mereka lagi, demi tegaknya keadilan dalam dunia
persilatan, demi dendam pribadi mereka semua telah berbulat
tekad untuk melawan kaum iblis dari golongan sesat hingga
titik darah penghabisan. Akan tetapi kendatipun semangat semua orang berkobar
dan semangat bertempur yang mereka miliki sangat kuat
namun dalam hati kecil semua orang mengetahui bahwa
belasan tahun belakangan ini kekuatan di pihak kaum
pendekar kaum lurus sama sekali belum pulih kembali,
sebaliknya kaum iblis dari golongan sesat semakin kuat
menghimpun kekuatannya, pengaruh merekapun kian lama
kian bertambah besar, jika kedua belah pihak dibandingkan
maka tampak perbedaan yang amat menyolok.
Pihak kaum lurus hanya mengandalkan bekas-bekas
panglima yang pernah kalah perang, sebaliknya kaum sesat
bukan saja andalkan jago-jago tuanya bahkan jago-jago
mudapun tak terhitung banyaknya, sekilas memandang bisa
diketahui betapa suramnya masa depan kaum lurus dalam
dunia persilatan. Sekalipun begitu dalam tubuh perkumpulan Thong-thiankauw
telah tersembunyi seorang jago perempuan, yakni Giok
Teng Hujin, pengakuannya sebagai keturunan dari It kiam kay
Tionggoan Pedang sakti menyapu Tionggoan Siang Tang Lay
telah membuat pandangan orang terhadap dirinya sama sekali
berubah. Peristiwa berdarah tentang kematian dari Jin Bong
putra Jin Hian hingga kini belum dapat terselesaikan,
andaikata Giok Teng Hujin betul-betul dapat menyulut api
peperangan antara pihak perkumpulan Hong-im-hwie
melawan sekte agama Thong-thian-kauw, maka kendatipun
pihak kaum lurus hanya mengandakan sisa-sisa laskar yang
pernah kalah perang, siapa tahu akan timbul suatu
kemukjijatan" Oleh karena itulah Pedang emas yang kecil dan kabar
beritanya sudah amat meluas di kolong langit namun jarang
sekali ada orang yang pernah melihat sendiri itu telah menjadi
satu-satunya titik harapan bagi kaum pendekar dari kalangan
lurus asalkan pihak lurus berhasil menangkap titik harapan
tersebut maka besarlah kemungkinan bagi mereka untuk
munculkan diri kembali dalam kolong langit.
Bicara pulang pergi akhirnya masalah terhenti pada soal
pedang emas, rahasia tentang Pedang emas itu muncul diri
mulut Giok Teng Hujin dan hanya Hoa Thian-hong seorang
yang mendengar dengan mata kepala sendiri kini pemuda
tersebut sedang tidur nyenyak dan semua orang tidak ingin
menunggu sampai Hoa Thian-hong mendusin menanyai secara
jelas kemudian barulah mengambil keputusan.
Saat itu Hoa In, Bong Pay serta Tiong Lian, Tiong Ling telah
kembali keatas bukit bahkan mereka membawa pula bahan
makanan dalam jumlah besar.
Selesai bersantap, Hoa Hujin berpesan kepada Hoa In,
"Engkau berdiamlah pada ujung jembatan batu itu, mulai
sekarang kita harus memelihara tenaga serta menghimpun
hawa murni kita masing-masing dengan sebaik-baiknya, dalam
empat lima hari mendatang bilamana ada musuh yang
menyerang datang, engkau segera mengirim tanda bahaya,
kami akan menggunakan jembatan batu itu sebagai tempat
pertahanan serta menghindari pertarungan-pertarungan yang
tak berguna" "Budak terima perintah" jawab Hoa Itu dia melirik sekejap
ke arah Hoa Thian-hong yang berbaring diatas tanah, lalu
tanyanya, "Benarkah Siau Koan-jin tidak apa-apa?"
"Engkau tak usah kuatir, beberapa orang nona itu
kesemuanya adalah murid-murid orang kenamaan yang
memiliki kepandaian mendalam tentang ilmu obat-obatan
serta pertabiban, dengan kehadiran mereka ditempat ini, aku
rasa Seng ji tak akan menemui kejadian yang tidak diharapkan
lagi" Li Hoi siancu yang berada disana segera ikut menimbrung
sambil tertawa. "Pengurus tua, cairan kumala dari tumbuhan Leng-ci
berusia seribu tahun adalah benda yang mamabukkan, apalagi
cairan tersebut digunakan dalam jumlah yang besar, maka
orang akan mabuk dan tidur terus dengan nyenyak, walaupun
aku tak tahu Leng-ci berusia seribu tahun itu mampukah untuk
memunahkan racun teratai, akan tetapi kedua kekuatan
tersebut tidaklah saling bertentangan satu sama lainnya, Siau
Koan-jin mu itu pasti tak akan menemui kesulitan apapun"
Hoa In jadi berlega hati setelah mendengar penjelasan itu,
katanya kemudian, "Terima kasih atas petunjuk dari nona!"
dan diapun putar badan mengundurkan diri dari situ.
Tiba-tiba Lam hoa siancu tertawa merdu sambil berkata,
"Hoa Hujin, daripada kita harus meronda dan jaga malam
hingga melelahkan sang badan, bagaimana kalau kami
gunakan sedikit kepandaian untuk mengatur suatu penjagaan
yang kuat disekitar tempat ini" dengan begitu kitapun bisa
menghemat tenaga kita dengan percuma!"
"Nona adalah murid tertua dari Kiu-tok Sianci" sahut Hoa
Hujin sambil tertawa, "sebagaimana gurunya, sang muridpun
sudah bisa diraba sampai dimanakah kelihayannya, kalau
memang hendak tunjukan kepandaian, ayohlah cepat
dilakukan, agar kita semuanya dapat ikut menyaksikan!"
Biau nia sam sian tiga dewi dari wilayah Biau yang
mendengar ucapan itu jadi sangat gembira mereka bersamasama
bangkit berdiri dan berjalan menuju ke tepi jembatan
batu kurang lebih sepuluh tombak jauhnya dari ujung
jembatan sebelah sana, semua orang dengan keheranan ikut
turun pula kebawah hanya Chin Wan-hong serta tiga harimau
dari keluarga Tiong yang masih tetap menjaga disisi Hoa
Thian-hong. Tempat itu merupakan dua buah bukit yang dipisahkan
oleh sebuah jurang yang sangat dalam, pada jurang itu
terbentanglah sebuah jembatan batu yang terputus-putus
dengan lebar beberapa depa, setelah memperhatikan sejenak
keadaan medan, Biau nia sam sian segera melayang naik
keatas jembatan batu itu dengan langkah yang enteng.
Semua orang yang mengikuti dibelakangaya segera
berhenti pada tepi jurang tersebut, tampaknya Lam hoa
siancu berjalan beberapa depa jauhnya ketengah jambatan
dan berhenti diatas tonggak batu yang luasnya dua depa
ditengah dua lekukan batu yang terpatah, sedangkan Li hoa
siancu berjalan menuju kesamping jembatan tadi sebaliknya Ci
wi siancu berdiri pada jarak dua tiga tombak dari tepi
seberang, sesudah merciri posisinya, masing-masing berdiri
tegak. Cu Im taysu yang menyaksikan posisi dari ketiga dewi
tersebut sambil mengelus jenggotnya segera tertawa seraya
berkata, "Makin dekat ke ujung jembatan sebelah sini
pertahanan yang dipasang semakin lihay, benar juga cara
seperti ini!" Tiba-tiba terdengarlah Ci wi siancu yang ada diujung
jembatan batu itu berseru dengan suara lantang, "Toa suci, ji
suci! apakah sudah siap?"
Angin gunung terlalu besar, terpaksa kita harus bekerja
sekenanya saja! jawab Li hoa siancu yang berada ditengah
jembatan. Dia ulapkan tangannya, dan tiga dewi dari wilayah Biau pun
bagaikan burung walet pulang tahu-tahu sudah balik kembali
ketempat semula. Hoa Hujin serta Cu Im taysu yang menyaksikan perbuatan
tiga dewi tersebut segera saling bertukar pandangan dengan
mulut membungkam, Ciong Lian-khek yang di hari-hari biasa
selalu murung dan tak pernah menunjukkan suatu perubahan
sikappun pada saat ini wajahnya agak berubah, dengan
ketajaman mata beberapa orang ini ternyata mereka hanya
sempat melihat Biau nia Sam sian berdiri sebentar ditempat
dituju kemudian tanpa menggerakkan tangannya telah balik
kembali ketempat semula, siapapun tak sempat melihat
persiapan apakah yang telah diatur oleh beberapa orang itu.
Sesudah tiga dewi dari wilayah Biau melayang kembali
ketempat semula, sambil tersenyum Li hoa siancu segera
berkata, "Hujin! kami telah mendemonstrasikan kejelekan,
harap engkau jangan mentertawakan"
Hoa Hujin tertawa merah, sementara dalam hati kecilnya ia
berpikir, "Mereka sama-sama mengenakan pakaian adat suku
Biau yang sama sekali tak berlengan panjang, namun gerakan
tangannya sedikit pun tidak meninggalkan jejak bahkan
kecepatannya membuat orang sukar untuk mempercayainya,
kepandaian tersebut benar-benar luar biasa dan sangat
mengagumkan!" Perempuan yang berpengalaman ini tahu bahwa ilmu
melepaskan racun yang mereka miliki merupakan kepandaian
rahasia yang tidak diwariskan kepada orang lain, meskipun
hati kecilnya ingin tahu namun perasaan tersebut hanya
diangan dalam hati belaka.
Sementara itu Tio Sam-koh dengan perasaan ingin tahu
segera bertanya, "Eeei....sebenarnya apa sih yang telah kalian
kerjakan" seandainya ada orang menyebrangi jembatan batu
ini, apa yang bakal terjadi?"


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ci wi Siancu tertawa cekikikan.
"Kami telah melepaskan diatas jembatan batu tersebut,
apabila seorang yang memiliki kepandaian agak rendah berani
melangkah diatas jembatan itu mula-mula kepalanya langsung
akan menjadi pusing dan pandangan matanya berkunangkunang,
tubuh pun jadi lemas hingga gontai!"
"Dibawah jembatan merupakan jurang yang dalamnya
mencapai ratusan tombak, apabila terjatuh sedalam jurang,
bukankah tubuhnya akan hancur lebur....?" seru Tio Sam-koh
sambil menjulurkan lidahnya.
Ci wi siancu menutupi mulutnya menahan geli, sahutnya,
"Kalau seorang memiliki tenaga dalam yang amat sempurna
atau lebih tinggi kewaspadaan dan mungkin saja pada
pertahanan yang pertama itu tubuhnya tak akan sempai
roboh" Setelah berhenti sebentar, tambahnya, "Angin gunung
terlalu besar, daya kerja obat itu hanya mampu bertahan
suatu saat yang tertentu saja, besok kita harus mengaturnya
kembali" "Bagaimana dengan nona yang lain?" tanya Tio Sam-koh
kembali sambil alihkan sorot matanya.
Li hoa siancu tertawa, sahutnya, "Bila ada orang berani
melewati tempat pertahananku itu, kecuali dia meniliki
kepandaian silat setaraf dengan Hoa Hujin, bila tidak ingin
roboh maka hal itu merupakan suatu perkerjaan yang amat
sulit!" Ia tertawa cekikikan, kemudian sambungnya lebih jauh,
"Asalkan orang mengerti tutup napas maka pos pertahanan
yang pertama bisa di lewati, namun untuk melewati pos
pertahanan yang kedua, sekalipun menutup napas juga sama
sekali tak tak ada gunanya"
Tio Sam-koh segera alihkan sinar matanya ke arah Lan hoa
siancu namun bibirnya yang telah bergetar, tiba-tiba ditutup
kembali. Hob hujin termenung sebentar, lalu bertanya, "Bagaimana
dengan nona Lan hoa?"
Lan hoa siancu tersenyum, jawabnya, "Kepandaian tak
seberapa yang jelek mungkin cuma akan mentertawakan
semua orang belaka, aku hanya mencuri belajar cara guruku
saja yakni menyebarkan sedikit kabut sembilan bisa bikinan
guruku disekitar tempat itu....!"
"Kalau memang racun itu hasil bikinan gurumu, kurasa
kelihayannya pasti luar biasa sekali" ujar Hoa Hujin dengan
alis mata berkernyit. Sesudah termenung beberapa saat lamanya, ia
menyambung lebih jauh. "Cuma saja, dengan demikian ada sahabat dari aliran kita
yang tak tahu duduknya perkara berjalan melewati jembatan
itu, kemungkinan besar mereka korbankan jiwanya dengan
percuma, bagaimana baiknya"
Lan hoa siancu segera tertawa.
"Menurut hujin apa yang harus kita lakukan?" serunya,
"apakah perlu kita bubarkan pertahanan itu?"
"Tidak usah!" jawab Cio Sam-koh dengan cepat, "lebih baik
beberapa orang budiman ikut mati daripada kita tak mampu
membinasakan beberapa orang bajingan...."
Semua orang tertawa geli sehabis mendengar perkataan
itu. Hoa In segera berkata, "Bagaimana kalau budak berjagajaga
ditepi seberang sana" apabila yang datang adalah orangorang
pihak kita maka budak akan sambut kedatangan orangorang
itu?" "Kalau sampai berbuat dimikian maka kitapun akan
kehilangan tujuan yang semula dalam melakukan pertahanan
tersebut yakni menghemat tenaga" kata Hoa Hujin sambil
gelengkan kepalanya, "begini saja, buatlah sebuah batu
peringatan pada ujung jembatan batu sebelah sana dan
cantumkan tulisan di atas batu peringatan tersebut yang
berbunyi demikian: Barang siapa merasa sahabat harap
laporkan dahulu kedatangannya, dengan begitu aku rasa pihak
mereka pasti akan memberi kabar lebih dahulu"
Hoa In segera mengiakan dengan membawa pedang baja
milik Hoa Thian-hong serta mendapat obat pemunah dari Biau
nia sam sian berangkatlah pelayan tua itu menyebrangi
jembatan. "Hoa In, engkau jangan mencoba-coba daya kerja racun
yang diserangkan oleh Sam sian!" tiba-tiba Hoa Hujin
memperingatkan. Hoa In segera berhenti dan menyahut, "Hamba tidak
berani!" Tio Sam-koh yang berada disisi perempuan itu segera
tertawa terbahak-bahak, serunya,
"Haaahh....haaahh....haaahh.... dalam hati aku nenek tua
sedang berpikir perlukah untuk mencoba kelihayan dari kabut
sembilan bisa, eeei....! tahu-tahu engkau sudah berteriak lebih
dahulu, dengan demikian aku jadi urungkan maksudku
semula...." "Apa yang sedang kita hadapi saat ini bukanlah permainan
kanak-kanak" kata Hoa Hujin dengan serius, "kita tunggu saja
sampai tiba saatnya ada musuh yang masuk perangkap, pada
waktu itulah kalian baru akan saksikan sampai dimana
kelihayan yang dimiliki Kiu-tok Sianci!"
Malam amat Sunyi rembulan bersinar dengan terangnya
diangkasa, segerombolan laki perempuan tua muda yang
berkumpul diatas bukit sama-sama duduk bersila mengatur
pernapasan hanya Hoa Thian-hong seorang yang tidur
terlentang diatas tanah dengan nyenyaknya.
Tengah malam baru saja lewat, tiga harimau dari keluarga
Tiong, ayah dan anak dari keluarga Chin serta Bong Pay yang
merupakan jago-jago dengan tenaga dalam agak rendah telah
menyelesaikan semedinya dan secara beruntun sudah tertidur
diatas tanah, Chin Wan-hong sendiri selelah melirik sekejap ke
arah Hoa Thian-hong yang tertidur pulas segera ikut
membaringkan diri pula diatas tanah.
Lewat beberapa saat kemudian Hoa Thian-hong yang
tertidur pulas tiba -iba menghembuskan napas panjang
meskipun hembusan napas itu tidak terlalu keras namun
beberapa orang yang sedang duduk bersemedi itu sama-sama
mementangkan matanya lebar-lebar dan alihkan sorot
matanya ke arah pemuda itu bahkan Hoa In yang berada
didekat jembatan batupun ikut berpaling kebelakang.
Tampaklah Hoa Thian-hong menggerakkan keempat buah
anggota badannya kemudian bangun duduk dan bersila,
meskipun dia belum sadar dari tidurnya namun secara
otomatis telah melakukan semedi sendiri.
Semua orang saling bertukar pandangan sekejap, tetapi
melihat Hoa Hujin tidak berbicara, semua orangpun tak berani
buka suara, lewat beberapa saat kemudian Hoa Thian-hong
masih tetap tidak menunjukkan perubahan apa-apa, Hoa Hujin
pun segera mejamkan matanya kembali dan meneruskan
semedinya, sedangkan orang lainpun sama-sama meneruskan
semedinya pula. Kurang lebih satu jam kemudian, Hoa Thian-hong yang
sedang duduk bersemedi mendadak mementangkan bibirnya
dan memperdengarkan suara suitan panjang yang ringan
namun memanjang dan berkumandang tiada hentinya.
Semua orang dibikin terkejut hingga bangkit dari
semedinya dan menengok ke arah pemuda itu. Bong Pay pun
meloncat bangun sambil menggerakkan bibirnya seperti mau
mengucapkan sesuatu, namun Ciong Lian-khek segera
goyangkan tangannya mencegah dia untuk berbicara.
Suara suitan terpait panjang bagaikan serat yang
diludahkan oleh ulat sutera, panjang tiada putusnya hingga
berlangsung selama seperminum teh lamanya, saat itulah Hoa
Thian-hong baru hentikan suitannya dan membungkam.
Seluruh lembah dan bukit segera mendengung suara
pantulan yang nyaring bagaikan Pekikan naga, lama sekali
baru membuyar. 0000O0000 43 SEMUA orang saling bertukar pandangan dengan wajah
tercengang, sebaliknya Hoa Thian-hong masih tetap duduk
tenang seperti semula, terhadap suitan yang dipancarkan
barusan sedikitpun tidak merasakannya.
Cu Im taysu tak dapat menahan diri lagi, dengan ilmu
menyampaikan suara ia lantas berbisik, "Hoa Hujin, pinceng
menyadari bahwa emposan tenaga dalamku tidak mampu
menandingi panjangnya suitan yang dipancarkan oleh
putramu itu, menurut pendapat hujin apakah hal ini
merupakan hasil dari kemujaraban Leng-ci berusia seribu
tahun itu?" Hoa Hujin termenung dan berpikir beberapa saat lamanya,
kemudian dengan suara rendah ia menghela napas panjang,
sahutnya, "Bocah ini mula-mula makan Teratai racun empedu
api lebih dahulu, kemudian menelan Leng-ci berusia seribu
tahun, bagaimanakah akibatnya bilamana dua macam benda
langka itu bercampur menjadi satu, aku orang she Bun pun
kurang begitu paham"
"Menurut pendapatku" jawab Chin Pek-cuan tiba-tiba,
"Thian pasti akan melindungi kaum budiman, karena bencana
Thian Hong tentu bakal mendapat rejeki"
"Pada saat ini Seng ji sedang bersemedi dalam keadaan
lupa segala-galanya, lebih baik kita semua tutup mulut
daripada mengganggu konsentrasinya....!" tiba-tiba Tio Samkoh
menggerutu dengan suara lirih.
"Benar" buru-buru Chin Pek-cuan menyahut, "kalau ada
persoalan kita bicarakan besok pagi saja!"
Hoa Hujin tersenyum, sementara dia hendak meneruskan
kembali semedinya tiba-tiba sorot matenya berhasil
menangkap berkelebatnya dua sosok bayangan manusia ditepi
pantai seberang, Gerak-gerik dari dua sosok bayangan manusia itu amat
hati-hati dan cermat, mereka gunakan batu cadas atau semak
belukar sebagai tempat persembunyian dan sebentar
berjongkok sebentar bergerak, gerakan tubuhnya lincah dan
cekatan sekali andaikata pada saat terang-terang bulan
ditambah pula ketajaman mata Hoa Hujin yang melebih orang
lain, mungkin jejak itu sulit untuk ditemukan.
Dalam sekejap mata kedua sosok bayangan manusia itu
sudah berkelebat sampai diatas jembatan batu dan
menyembunyikan diri di belakang batu peringatan yang
didirikan belum lama berselang itu, kemudian mereka tidak
menunjukkan gerak-gerik apa-apa lagi.
Ketika semua orang menyaksikan sorot mata Hoa Hujin
dialihkan ke arah tebing seberang, mereka dapat menduga
apa yang sudah terjadi, sorot mata orang-orang itupun segera
dialihkan pula ke tebing seberang. Hoa In yang berjaga-jaga
diujung jembatan batu sedang memikirkan keselamatan Hoa
Thian-hong, dia malah justru tak merasakan sesuatu apapun.
Setelah memandang beberapa saat lamanya namun tidak
menemukan sesuatu apapun, Li hoa siancu tak tahan lagi
segera berbisik, "Hoa Hujin, apakah kedatangan musuh?"
Hoa Hujin mengangguk, jawabnya dengan berbisik, "Ada
dua orang manusia menyembunyikan diri dibelakang batu
peringatan itu....!"
Tio Sam-koh segera tertawa dingin, ujarnya, "Gerakgeriknya
tersembunyi dan main kucing-kucingan, pastilah yang
datang hanyalah dua orang kurcaci belaka. Hmm! besar amat
nya li orang-orang itu!"
"Kedua oraug itu pastilah mata-mata dari perkumpulan
Thong-thian-kauw yang secara kebetulan berada disekitar
tempat ini" ujar Chin Pek-cuan mengemukakan pendapatnya,
"karena mendengar suitan dari Thian Hong, mereka datang
untuk menyelidiki duduknya perkara...."
"Benar!" sambung Ci wi siancu sambil tertawa, "pekikan
dari Siau long itu paling sedikit dapat mencapai kejauhan
sepuluh li lebih, mereka pasti terpancing datang oleh pekikan
tersebut" Cu In taysu alihkan sorot matanya ke arah tepi seberang,
kemudian berkata, "Kalau kedua orang ini tahu diri, setelah
membaca tulisan diatas batu peringatan tersebut semestinya
segera mengundurkan diri dari sana.... karena dengan berbuat
begitulah jiwanya baru bisa diselamatkan"
"Hmmm! hweesio tua, apakah dalam hatimu telah muncul
kembali perasaan welas kasihmu?" ejek Tio Sam-koh.
Sorot matanya beralih dan melirik sekejap ke arah Hoa
Thian-hong, tiba-tiba bentaknya, "Bagaimana kalau kalian
semua jangan berbicara lebih dahulu?""
Diam-diam semua orang tertawa geli, mendadak dari bilik
batu peringatan muncul sesosok bayangan manusia, sambil
menempel jembatan batu sekali berkelebat tubuhnya sudah
mencapai beberapa tombak jauhnya dari tempat semula dan
tepat berhenti diatas batu cadas dimana Ci wi siancu
melepaskan racunnya pada pos pertahanan yang pertama.
Baru saja orang itu melangkah maju kedepan, hidungnya
segera mencium bau harum aneh yang amat tipis, dalam
waktu singkat kepalanya terasa pusing tujuh keliling dan
pandangan matanya berkurang, kejadian ini sangat
mengejutkan hatinya, buru-buru ia tutup pernapasan putar
badan dan siap mengundurkan diri dari tempat itu.
Hoa In yang berjaga-jaga ditepi jembatan batu segera
menemukan jejak orang itu, menyaksikan musuhnya siap
meloncat mundur dari sana ia segera meloncat bangun sambil
membentak keras, "Bajingan yang tak tahu diri, cepat
berhenti!" Buru-buru ia menelan sebutir pil pemunah dan mengejar ke
arah depan. Dalam pada itu, orang tadi baru saja akan loncat mundur
dengan sepenuh tenaga, ketika secara tiba-tiba mendengar
suara bentakan keras sepasang kakinya kontak jadi lemas dan
tak dapat dihindari lagi tubuhnya segera tergelincir dan roboh
kebawah. Terdengarlah jeritan kaget yang menyayat kata hati
berkumandang memecahkan kesunyian, sesosok bayangan
manusia berjumpalitan beberapa kali ditengah udara
kemudian terjatuh kedalam jurang yang dalamnya mencapai
ratusan tombak itu. Mendengar jeritan tersebut, dengan cepat Hoa In berhenti
mengejar merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Sedangkan bayangan manusia yang masih


Tiga Maha Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyembunyikan diri dibelakang batu peringatan itu segera
melarikan diri terbirit-birit setelah menyaksikan rekannya mati
terjatuh kedalam jurang. Hoa Thian-hong sedang bersemedi di punggung bukit
tersentak kaget dan sadar dari semedinya, ia segera berteriak,
"Ibu, apa yang sudah terjadi?"
"Ada seorang bandit terjatuh kedalam jurang!" sahut Hoa
Hujin sambil berpaling. Tio Sam-koh pun buru-buru berseru, "Seng ji, hawa
murnimu tidak sampai tersumbat bukan" cobalah mengepos
tenaga lagi...." Nada suaranya penuh mengandung perasaan sayang dan
kuatir. "Terima kasih Sam po...." sahut Hoa Thian-hong sambil
tertawa. Tiba-tiba ia temukan bahwa disekitar tubuhnya berdirilah
beberapa orang pria dan wanita yang semuanya merupakan
orang-orang yang dia rindukan dan kuatirkan selama ini,
hatinya jadi terkejut bercampur girang hingga tanpa terasa ia
menjejakkan kakinya bangun berdiri.
Jejakan kaki yang sama sekali dilakukan tanpa maksud
apa-apa itu ternyata sudah memantulkan badannya hingga
mencelat setinggi tombak lebih ketengah udara....
Cu Im taysu yang menyaksikan kejadian itu sambil tertawa
terbahak-bahak segera berkata, "Budha maha pengasih,
ternyata Hoa kongcu telah sehat walafiat kembali bahkan
karena bencana mendapat rejeki"
Hoa Thian sendiri merasa amat gembira karena dapat
berkumpul kembali dengan rekan-rekan lamanya, ia sama
sekali tidak memperdulikan arti dari perkataan Cu Im taysu
itu, sambil memberi hormat ujarnya beulang kali.
"Taysu, baik-baikkah engkau" Chin locianpwee Ciou Lian
cianpwee baik-baikkah engkau" Chin locianpwee, Ciong lian
cianpwee baik-baikkah selama ini, kakak dan enci sekalian?"
"Hooree.... Sian long, baik-baiklah engkau sendiri?" teriak
tiga dewi dari wilayah Biau sambil bersorak, "setiap kali kami
berjumpa dengan dirimu, engkau pasti sedang tertidur pulas
dan belum bangun!" Hoa Thian-hong tertawa cekikikan
"Haaah....haaa.... haaahhh.... baik-baikkah Sian nio" selama
satu tahun belakangan ini aku selalu kangen dan rindu kepada
dia orang tua" "Suhu pun sangat memperhatikan dirimu," jawab Lan Hoa
siancu sambil tertawa, "kalau tidak, kali ini kamipun tak dapat
ikut keluar ontuk bermain...."
"Siou long!" seru Li hoa siancu pula, "Hong ji dengan rajin
dan tekun mempelajari ilmu pertabiban dan ilmu obat-obatan,
ia selalu berusaha agar bisa menyembuhkan racun teratai
yang mengeram dalam tubuhmu, siapa tahu engkau telah
menemukan kejadian aneh hingga aman tiada urusan,
waah.... kalau begitu perjuangannya selama ini hanya sia-sia
belaka" Hoa Thian-hong serta Chin Wan Hoa saling bertukar
pandangan sekejap lalu tersenyum, beribu-ribu patah kata
yang ingin diucapkan masing-masing pihakpun lenyap dibalik
senyuman tersebut. Tiba-tiba terdengar Ciong Lian-khek berkata, "Thian Hong,
aku dengar engkau sudah kehilangan banyak darah, sekarang
cobalah lebih dahulu racun teratai itu sudah punah atau
belum, dan bagaimana pula tenaga dalammu kalau
dibandingkan dengan keadaan tempo dulu....?"
Hoa Thian-hong pejamkan mata dan mencoba sebentar,
kemudian sambil tertawa jawabnya, "Racun teratai kambuh
setiap tengah hari, biasanya didalam pusar terdapat segumpal
hawa hangat yang bersarang terus disana, kini hawa hangat
tersebut telah punah, aku rasa racun teratai itu semestinya
sudah punah!" Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba sambil tertawa
cekikikan katanya kembali, "Aku mempunyai satu cara untuk
mencoba apakah racun teratai itu masih bersarang di dalam
tubuhku atau tidak" "Bagaimanakah caramu itu" dan bagaimana cara untuk
mencobanya?" tanya Chin Pek Cuin dengan penuh perhatian.
Kisah Sepasang Rajawali 32 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan 5
^