Pencarian

Begal Dari Gunung Kidul 1

Dewa Linglung 29 Begal Dari Gunung Kidul Bagian 1


SATU AWAN BERGULUNG DI LEHER LANGIT...
Desah angin dipuncak pohon seperti napasnapas yang memburu merengkuh
kebebasan.... Dahan-dahan pohon bergelinjangan dalam
hempasan lembut yang membuai dan terkadang
kasar, hingga tak kuasa untuk menahan daundaunnya yang berlepasan helai demi
helai... Matahari seperti gelisah dalam himpitan mega
kelabu. Dalam keadaan tubuh setengah telanjang
dia mencoba mengusik mega dengan sinarnya
yang melemah. Namun dia tak berdaya dalam rengkuhan awan
hitam yang berguling-guling, dan menelan tubuhnya yang setengah telanjang itu
bulat-bulat! Senja yang rupawan itu tak mampu disinari lagi
dengan cahaya merahnya, karena awan hitam
tampak begitu buas, dan perkasa membawa benih
air hujan untuk ditaburkan dan disemai dirahim
bumi. Setelah didahului dengan jilatan-jilatan lidah
petir yang melukis langit diselingi suara menggelegar diangkasa, maka hujanpun
turun dengan lebatnya, diiringi deru dan hempasan badai yang
kian menggila...
O, Alam...! *** Dalam hujan badai yang menggila itu ternyata
sesosok tubuh tampak berlari-lari jatuh bangun.
Dia seorang wanita berambut beriapan.
Wajahnya pucat bersimbah air hujan yang deras
mengguyur tubuh. Terpaan angin keras membuat
tubuhnya terhuyung-huyung.
Entah berapa kali dia mengeluh karena jatuh
terjerembab, namun dia bangkit lagi... Lalu meneruskan berlari dengan napas
tersengal-sengal.
Kira-kira lima belas tombak dibelakangnya tampak sesosok tubuh berjalan cepat
merambas semak belukar menyongsong hujan dan badai memburu ke arah depan. Ketika
kilatan petir melukis
udara, tampak sekilas siapa adanya sosok tubuh
itu. Ternyata dia seorang laki-laki bertubuh kekar
bertelanjang dada. Berwajah brewok. Matanya nyalang seperti mata seekor serigala
yang haus darah.
Tangannya menggenggam sebilah keris.
Apakah yang terjadi sebenarnya" Sepintas saja
sudah dapat diterka kalau laki-laki itu mengejar
gadis tadi. Apakah keris telanjang ditangannya
akan digunakan untuk membunuh buruannya,
atau hanya untuk menakut-nakuti gadis itu saja.
Entahlah! Yang jelas laki-laki brewok ini terus berjalan cepat merambas hujan dan badai
yang menggila untuk mengejar gadis itu...
Sementara gadis itu tampak mulai semakin lemah tenaganya. Beberapa kali dia
jatuh tersungkur. Tubuhnya mulai menggigil kedinginan. Dia
kembali bangkit untuk meneruskan berlari. Akan
tetapi tulang lututnya terasa ngilu.
Kakinya kian terasa berat untuk melangkah.
Sementara gebu napasnya semakin memburu.
Jantungnya melonjak-lonjak karena rasa takut
dan cemas semakin menggerogoti jiwanya.
Di saat itulah suara berkrosakan dibelakangnya
tampak semakin jelas terdengar. Dia melihat semak belukar bergoyang karena
disibakkan tangan
lelaki kekar itu yang terus memburunya.
Gadis ini merasakan jantungnya seperti berhenti berdenyut. Matanya mulai nanar.
Harapannya untuk bisa menyelamatkan diri dari tangan lakilaki itu semakin tipis...
Di saat itulah kilatan petir membelah angkasa.
Kilatan cahaya terang sekilas itu telah membuat
mata gadis ini membelalak.
"Aku melihat ada sebuah bangunan tua di sebelah depan... Oh, aku bisa
bersembunyi ditempat
itu..." sentaknya dalam hati.
Harapan yang semula kandas itu mendadak
tersembul lagi. Seperti mendapat tenaga baru saja
layaknya, dia bangkit berdiri dan berlari cepat kearah bangunan tua
dihadapannya. Sesaat kakinya telah menginjak tangga batu
yang licin berlumut. Sementara badai mulai mereda, namun hujan masih terus
menggila. Dia melihat pintu bangunan itu setengah terbuka. Tak berayal segera dia
melangkah masuk dengan setengah menyeret tubuhnya.
Aneh! Dia melihat ruangan yang kosong itu
tampak terang oleh dua buah lampu. Namun lagilagi aneh! Dia melihat dua buah
lampu seperti bergerak mendekat, sedangkan ruangan dibelakang
lampu kembali gelap pekat.
Tiba-tiba. "Ngeeooooong....!"
Hampir saja gadis ini menjerit saking terkejutnya. Karena dua buah lampu itu
adalah sepasang
mata seekor kucing berbulu hitam. Binatang itu
mengeong dan sepasang lampu aneh itupun lenyap!
Gadis ini merasakan ada hembusan angin yang
lewat disela kakinya. Hampir saja dia pingsan saking terkejutnya. Ternyata
kucing berbulu hitam itu
melintasi keluar dari pintu yang dikuakkannya.
Kini ruangan itu kembali gelap pekat! Tapi hati
gadis ini sudah nekat. Tak perduli bangunan tua
ini adalah rumah hantu atau rumah iblis.
Dari pada dia terkejar oleh laki-laki brewok itu
lebih baik dia mati dicekik hantu! Demikian pikirnya. Dengan cepat dia menutup
pintu. Kemudian
lengannya meraba-raba mencari-cari apa saja yang
bisa digunakan untuk mengunci pintu dari dalam.
Beruntung dia menemukan palang pintu. Lalu
dengan cepat dia menggunakannya untuk mengganjal daun pintu itu.
Sesaat dia bisa bernapas lega. Kini matanya
mencoba menembus kegelapan. Dia melihat ada
pintu lagi yang menuju ke ruangan lain. Bergegas
dia melangkah dengan berhati-hati dan jantung
berdebar. Tapi tanpa rasa takut lagi. Dia hanya
khawatir kakinya terantuk dan jatuh terjerembab.
Sementara itu laki-laki brewok ini terus melangkah cepat merambas semak belukar.
Matanya mencari-cari dimana adanya gadis yang tengah dikejarnya. Sesaat dia berdiri
terpaku dan memutar
pandangan dalam rinai air hujan.
"Bedebah! Kemana perginya perempuan itu...!"
bergumam laki-laki dalam gemetar tubuhnya karena hawa dingin yang menembus ke
tulang sumsum. Getar suaranya bercampur dengan hawa
amarah. Sudah dapat dipastikan tujuan laki-laki
brewok ini adalah untuk melenyapkan nyawa gadis
itu. "Hujan keparat!" Laki-laki ini memaki. Lengannya bergerak menepiskan air hujan
yang meluncur ke dahi. Kemudian setelah menduga-duga ke arah
mana dia harus mengejar segera dia meneruskan
berjalan cepat setengah berlari untuk mengejar
buruannya. "Hm, dia tak akan jauh dari sekitar tempat ini...!
Atau bisa saja dia telah jatuh pingsan tanpa setahuku..." berpikir laki-laki ini
dalam benak. Dalam
cuaca gelap dan hujan lebat demikian mana
mungkin dia menemukan orang yang jatuh pingsan dalam semak belukar selebat itu"
Namun rasa penasaran dihati si laki-laki brewok membuat dia tak berhenti
mencari. "Aneh...! Tak ada tanda-tanda gerakan atau suara desah napasnya di sekitar sini.
Apakah dia benar-benar pingsan?" laki-laki ini berkata dalam hati. Ketika dia
memutar langkah ke arah kanan,
mendadak kakinya terantuk sesuatu. Dia mengaduh, dan nyaris jatuh terjerembab.
Untung dia sempat menahan tubuhnya dengan kedua telapak
tangan menempel ditanah.
"Benda apakah yang terantuk kakiku?" mendesis si brewok. Di saat itu kilatan
petir membelah angkasa. Mata laki-laki ini membesar. Dan dia tersentak kaget, ketika melihat
gundukan tanah dihadapannya. Secara tak disadari dia telah melangkahi sebuah
kuburan manusia, dan kakinya menyandung batu nisan hingga benda itu miring dan
hampir tercongkel.
"Edan! Rupanya aku tersasar ke kuburan
tua...!" rutuk si laki-laki brewok dengan tengkuk
agak meremang. Kini hatinya mulai ragu untuk
menemukan gadis itu, karena disamping malam
mulai merambah juga rasa enggan untuk mengubak-ubak sekitar tempat itu.
Tapi baru saja dia mau beranjak untuk meninggalkan tempat itu, tiba-tiba matanya
membelalak melihat sebuah bangunan tua yang terlihat dari
sela semak belukar. Saat itu hujan mulai agak mereda. Dan tak berapa lama
kemudian hujanpun
berhenti sama sekali.
"Sebuah gedung kuno..." Ah, ternyata dalam
hutan ini ada sebuah gedung tua yang tersembunyi..." mendesis laki-laki brewok
ini. Mendadak dia tersenyum menyeringai. Laki-laki brewok ini
berkata dalam hati.
"Ha ha... kalau dia tak bersembunyi ke tempat
itu, ke mana lagi...?" Dengan harapan yang pasti
segera dia memburu ke tempat itu. Matanya nyalang memperhatikan sekitar bangunan
tua itu. Saat itu rembulan mulai muncul walau sinarnya tak begitu terang.
Laki-laki ini mulai melangkah mendaki tangga
batu. Pandangan matanya tertuju pada bekasbekas telapak kaki. Tampak kembali
seringainya dibibir. Dengan langkah perlahan dia mengikuti bekasbekas telapak yang penuh tanah itu.
Barulah dia menghentikan langkahnya, tepat didepan pintu
gedung tua itu. Seringainya melebar.
Sebelah lengannya terjulur ke arah pintu. Lalu
digerakkan lengannya untuk mendorong. Seperti
sudah diduganya, dia mendapatkan pintu itu terkunci.
"Hm, kau kira aku tak dapat membukanya...?"
berkata si brewok dalam hati. Dia mundur dua
langkah memasang kuda-kuda. Dan...
Brrakk! Terdengar suara papan berderak. Tendangan
keras sepenuh tenaga yang digunakannya telah
membuat pintu gedung tua yang memang sudah
lapuk itu hancur berserpihan, berikut palang pintu
yang mengganjal dari sebelah dalam.
Saat berikutnya dia telah melompat masuk. Matanya liar merambah dalam kegelapan
ruangan itu. Dengan langkah pasti laki-laki brewok itu terus beranjak ke dalam.
Sementara dia memasang
telinga baik-baik untuk mendengar suara yang bisa membuat dia mengetahui dimana
gadis itu bersembunyi. Tapi ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya remang-
remang dari sinar rembulan
yang menerobos dari pintu gedung itu, begitu
sunyi lengang. *** DUA Gemetar tubuh gadis ini mendengar suara berderak itu. Dalam ruangan gelap itu
wajahnya pucat pias.
"Celaka...!?" sentaknya berdesis. Apakah yang
akan dilakukan kini" Sementara telinganya mendengar langkah-langkah yang kian
mendekat. Ternyata laki-laki brewok itu justru melangkah
ke ruangan dimana dia bersembunyi.
Sebisa-bisa gadis ini menahan napasnya yang
memburu. Dadanya tampak bergelombang, dan
detak jantungnya kembali memalu. Dia merapatkan tubuhnya didinding ruangan. Akan
tetapi gadis ini tersentak karena kakinya dirayapi sesuatu. Tentu saja tak terasa
mulutnya mengeluarkan
suara, yang dibarengi dengan mengangkat kakinya.
"Ciit...! Ciiit...!"
Seekor tikus melompat, dan lenyap disudut
ruangan. Karena ulah tikus itulah si laki-laki brewok segera mengetahui dimana
gadis itu bersembunyi.
"Haha... keluarlah dari tempat persembunyianmu, manis...! Aku tak akan
menyakitimu kalau
kau mau bicara baik-baik!" berkata laki-laki brewok itu.
"Kau... tak akan membunuhku..?" terdengar
gadis itu menyahut dengan suara bercampur isak.
"Percayalah! Tak selembar rambut ditubuhmu
yang akan kuganggu, asal kau mau bicara baik-
baik padaku!" mengulang si laki-laki brewok. Menyahut si brewok. Tapi dalam hati
laki-laki ini berkata lain.
"Haha... setelah aku gagal merampok, kalau tak
kudapatkan kehangatan tubuh anak seorang Demang calon istri muda Adipati,
bukanlah aku Warok Sobrah Si Begal dari Gunung Kidul! Hitunghitung penebus
kesialan ku...!"
Mata si laki-laki brewok liar berkilat-kilat menatap ke arah pintu ruangan
dimana gadis itu bersembunyi. Tiba-tiba dia kembali menggembor keras.
"Cepat kau keluar! Atau aku yang akan masuk
untuk menyeretmu?"
Tak ada pilihan lain, keluar atau tak keluar sama saja. Maka lambat-lambat gadis
itu munculkan diri. Mata si laki-laki brewok berkilat melihat sosok
tubuh gadis yang basah kuyup itu. Walau cahaya
remang-remang namun dia masih bisa melihat lekuk-liku tubuh dara itu.
"Bagus! Mendekatlah, manis...! Ah, kasihan...
kau pasti kedinginan sekali..." berkata laki-laki
sambil menyimpan kerisnya dibelakang punggung.
"Kau berjanji tak akan menggangguku, bukan?"
kata gadis ini dengan suara gemetar. Mendengar
kata-kata gadis itu, laki-laki brewok ini tertawa
bergelak. "Jangan khawatir! WAROK SOBRAH akan menepati janjinya!" kata laki-laki ini


Dewa Linglung 29 Begal Dari Gunung Kidul di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seraya melangkah mendekati. Tampaknya gadis ini sudah percaya betul dengan kata-
kata laki-laki jembros itu,
walau diam-diam hatinya kebat-kebit.
Sesaat Warok Sobrah tercenung menatap gadis
yang berdiri dihadapannya dengan tubuh gemetar
itu. "Siapa namamu, nduk...?" tanyanya lembut.
"Sumanti...!" sahut gadis ini.
"Ah, nama yang bagus, sebagus orangnya..."
Kepala laki-laki brewok ini manggut-manggut. Sebelah lengannya mengusap mukanya
yang basah oleh air hujan tadi.
"Mengapa kau lari dari rumah ayahmu Ki Demang Sunggoro?" Tiba-tiba Warok Sobrah
bertanya. Gadis ini menyeka air matanya yang menggenang.
"Aku tak sudi dikawinkan dengan Adipati yang
sudah mempunyai empat orang isteri itu!" sahut
gadis ini dengan suara terisak. Lalu menyambung
kata-katanya. "Ki Demang bukanlah ayah kandungku..."
"Bukan ayah kandungmu"... Hm, jadi kau tak
mengetahui terjadinya perampokan itu?"
"Perampokan" Siapa yang dirampok?" balik bertanya gadis bernama Sumanti itu.
Tampak wajahnya berubah memucat.
"Hm, ternyata banyak hal yang harus kau ketahui. Aku segera akan menuturkannya
padamu. Tapi... kau tunggulah disini. Aku akan memeriksa
bangunan tua ini, siapa tahu dapat kutemukan
kain usang untuk pengganti pakaianmu yang basah kuyup. Kau tampaknya kedinginan
sekali..."
Memang saat itu Warok Sobrah melihat si gadis
beberapa kali bergidik kedinginan.
Selesai berkata Warok Sobrah segera melangkah
pergi untuk memeriksa salah satu ruangan. Sementara gadis bernama Sumanti ini
berdiri terpaku menatap laki-laki brewok itu. Terdengar menarik napas perlahan.
Rasa khawatirnya seketika hilang lenyap melihat sikap Warok Sobrah diluar
dugaan. Setelah memeriksa ruangan demi ruangan dalam gedung tua itu.
Tampaknya laki-laki brewok itu menemukan
seperangkat pakaian usang dalam sebuah lemari
yang sudah lapuk dan digunakan sarang tikus.
Dia melompat keluar membawa setumpuk pakaian ke hadapan gadis itu.
Dan menjatuhkannya dilantai. Dua ekor tikus
kecil rupanya ikut terbawa dalam lipatan pakaian
usang itu. Ketika Warok menjatuhkan pakaian itu
kelantai, binatang kecil itu berlompatan sambil
mencicit. Tentu saja membuat gadis ini kembali
tersentak untuk kedua kalinya.
"Hahaha... hanya dua ekor tikus yang tak
menggigit!" kata Warok Sobrah sambil tertawa.
"Nah! Kau carilah pakaian yang cocok dan cukup
baik untuk pengganti pakaianmu. Aku akan mencari kayu kering untuk membuat api
unggun!" selesai berkata kembali dia memasuki sebuah ruangan. Tak lama dia telah
keluar lagi dengan membawa sepotong kayu lapuk. Kayu itu dihancurkannya menjadi
kepingan kecil-kecil.
Kemudian mengumpulkannya diatas lantai.
Selesai menumpuk serpihan kayu, lengan Warok Sobrah menggerayang kesela ikat
pinggangnya yang lebar. Ternyata pada ikat pinggang kulit itu
ada terdapat sebuah kantung kecil tempat menyimpan alat pembuat api.
"Hm, untunglah alat pembuat api ini tak basah
terkena air hujan." menggumam si laki-laki brewok. Tak menunggu lama segera di
menggunakannya.
Setelah beberapa kali mencoba, maka sumbu
pada alat itupun menyala.
Sementara Warok Sobrah membuat api unggun,
gadis ini memilih-milih pakaian usang, dan memeriksanya satu persatu.
Dengan adanya cahaya api unggun yang sudah
dinyalakan Warok Sobrah, maka gadis ini menemukan sebuah pakaian usang yang
masih cukup baik. Yaitu sebuah kebaya panjang. Juga selembar
kain yang tak terlalu buruk. Walau warnanya sudah kusam, tapi kain itu masih
cukup baik. Sumanti cepat berdiri, ketika melihat laki-laki
brewok itu menghampiri.
"Kau sudah menemukannya?" tanya Warok Sobrah. Gadis ini mengangguk.
"Nah, cepatlah ganti pakaianmu...!" Tapi gadis
ini tampaknya sepergi bingung atau serba salah.
Karena tak mungkin kalau dia harus berganti pakaian dihadapan laki-laki itu.
Warok Sobrah tersenyum, lalu lengannya menunjuk, seraya berkata.
"Gantilah pakaianmu diruangan itu! Tak usah
takut ada setan! Setannya cuma aku!" Sesaat Sumanti menatap laki-laki brewok
itu. Tapi segera
palingkan wajahnya karena melihat sepasang mata
laki-laki itu tampak begitu tajam menatap kearah-
nya, seolah-olah menguliti tubuhnya.
Tak berayal segera dia melangkah cepat ke balik
ruangan. Dalam ruangan yang tak begitu gelap karena adanya cahaya api unggun,
gadis ini cepat
melepaskan pakaiannya. Lalu menggantinya dengan pakaian usang.
Terasa bau pengap melanda hidung dari pakaian itu.
Hatinya lega, karena sampai dia selesai berganti
pakaian, Warok Sobrah tampak masih berjongkok
memilih-milih pakaian yang bisa dikenakannya.
Melihat dirinya muncul, laki-laki brewok itu
menoleh. "Wah! Kau cantik sekali dengan pakaian kuno
itu...!" katanya sambil tersenyum. "Nah! kau duduklah dekat api unggun itu untuk
menghangatkan tubuhmu".
Tampaknya Warok Sobrah telah pula menemukan seperangkat pakaian usang. Tak
terlalu bagus, bahkan ada bekas gigitan tikus dibeberapa bagian
ujung celana pangsi hitam itu. Tapi hanya itu yang
masih utuh. Lainnya sudah tak berbentuk lagi.
Tapi dia beruntung karena dapatkan sebuah kemeja tanpa leher berukuran besar
yang juga berwarna hitam dari bahan sutera tebal yang alot.
Pantaslah masih utuh, karena gigi tikus tak kuat
menggerogotinya.
Melihat Sumanti sudah beranjak mendekati api
unggun, dia segera lepaskan celananya yang basah. Tepat saat itu si gadis
menoleh sambil berjongkok.
Tentu saja seketika wajahnya berubah merah.
Cepat-cepat dia berpaling.
Warok Sobrah ini cuek saja mengenakan celana
barusan (baru usang) itu. Lalu selesai mengenakan
celana, lengannya menyambar kemeja sutera hitam, dan langsung dikenakannya.
Barulah dia membalut pinggangnya dengan ikat pinggang kulitnya yang lebar. Tampaknya laki-
laki brewok ini
girang sekali mendapatkan pakaian yang cocok
dengan kesenangannya. Setelah berdiri mematutmatut, segera dia balikkan tubuh,
dan beranjak mendekati api unggun.
"Coba kau lihat, apakah aku pantas dengan pakaian ini?" tanya Warok Sobrah.
Sumanti menoleh
untuk memandang laki-laki itu.
"Kau tampak gagah dengan pakaian itu.." sahutnya memuji. Pujian itu memang tak
sekedar pujian. Dalam hati gadis ini diam-diam memang
memuji dengan sesungguhnya. Walau laki-laki itu
memang tampak tua, setidak-tidaknya berusia
empat puluhan tahun, tapi tubuhnya yang kekar
dan kesegaran wajahnya tak menampakkan ketuaannya. Bahkan seandainya laki-laki
itu mencukur jembrosnya tentu akan kelihatan lebih muda
dan gagah. Warok Sobrah tampaknya senang sekali mendapat pujian itu.
Hidungnya kelihatan kembang-kempis, dan bibirnya segera menampakkan senyum
melebar. "Benarkah aku masih tampak gagah" Hm, apakah aku tak setua Adipati" Masih lebih
muda dan gagah mana aku dengan Adipati" bertanya Warok
Sobrah. Gadis ini tersenyum. Agaknya baru kali ini dia
bisa tersenyum karena melihat sikap laki-laki jembros itu yang lucu. "Tentu saja
lebih muda dan...
jauh lebih gagah kau..." sahut Sumanti jujur.
"Sungguh...?" tanya Warok Sobrah menatapnya
semakin tajam. "Sungguh!" sahut Sumanti. Mau tak mau kedua
pasang mata mereka sama-sama beradu tatap.
Tapi cepat-cepat Sumanti mengalihkan tatapannya.
Mendadak dia merasa ada getaran aneh didadanya. Tatapan mata si laki-laki
jembros tampaknya tak seliar mata seekor serigala. Tatapan itu
seperti mengandung arti yang dalam yang menelusup kerelung hatinya.
Apakah hal itu karena dia mulai menaruh kepercayaan pada laki-laki itu"
Entahlah! Yang jelas
dia merasa sudah terlepas dari bahaya yang sangat ditakutinya...
*** TIGA KEJADIAN APAKAH sebenarnya di belakang peristiwa ini"
Keluarga siapakah yang mengalami perampokan" Marilah kita simak kisah dibelakang
sebelum kemunculan si laki-laki jembros Warok Sobrah
yang mengejar gadis anak angkat Ki Demang
SUNGGORO, yang melarikan diri dari rumahnya...
Desas-desus yang didengar penduduk desa Kuto Anyar semakin santar, bahwa anak
gadis Ki Demang Sunggoro yang bernama Sumanti telah dilamar oleh Adipati KUNCORO SETHO
DENING PROJO untuk dijadikan isterinya yang kelima. Betapapun tadinya hal itu
dirahasiakan, namun tak
urung berita itu sampai juga ke telinga penduduk.
Ternyata secara diam-diam penduduk desa Kuto
Anyar dan sekitarnya kurang menyenangi Ki Demang Sunggoro. Bahkan juga terhadap
Adipati Kuncoro Sheto Dening Projo yang terlalu menekan
rakyat dengan pajak-pajak berat, serta bermacam
peraturan yang dibebankan pada penduduk.
Hal itu sudah berlangsung lama... hingga keadaan rakyat semakin tertekan.
Disamping itu mereka melihat kehidupan Ki Demang semakin mewah.
Gedungnya diperbesar, lengkap dengan gudanggudang untuk menampung berkarung-
karung beras, kopra dan sebagainya hasil pajak dari penduduk.
Belum setahun Adipati itu menjabat, ternyata
sudah tiga kali mengaet gadis-gadis untuk dijadikan isterinya. Kehidupan Adipati
sendiri tampaknya lebih mewah. Disamping cara mengatur pemerintahan yang
dibebankan pihak Kerajaan padanya tidak sempurna, alias semrawut, juga seenaknya
saja memungut pajak tanpa mau tahu kesusahan rakyat.
Dalam pandangannya mungkin pajak yang dibebankan pada penduduk adalah cukup
memadai. Tapi dibelakang Adipati bukan sedikit pajak tam-
bahan yang dikenakan pada rakyat, yang dipungut
oleh orang-orang bawahannya, termasuk Ki Demang Sunggoro.
Kemarahan penduduk yang merasa terus tertekan itu tertumpah pada Ki Demang
Sunggoro. Timbullah kerawanan yang membengkak, hingga
beberapa orang desa diwilayah itu telah merencanakan suatu perampokan terhadap
Ki Demang mereka. Siapakah sebenarnya Warok Sobrah" Dia adalah seorang begal ulung yang bekerja
sendiri, dan untuk kepentingan dirinya sendiri. Sebelum melakukan pembegalan atau perampokan,
biasanya dia akan melacak terlebih dulu siapa yang bakal dijadikan korbannya. Sebenarnya yang
menjadi sasarannya kali ini adalah Adipati Kuncoro Setho Dening Projo. Tentu
saja dia dapat mengetahui kekayaan harta Adipati itu, karena sering terdengar
dimana-mana yang dibicarakan penduduk adalah
Adipati itu. Kekayaan serta tingkah laku dan perbuatannya
bukan dongeng lagi.
Keluhan rakyat yang hasil panennya tak cukup
untuk menghidupi anak-isteri sampai menunggu
hasil panen selanjutnya, karena pajak dan peraturan ini-itu. Sumbangan untuk
pembangunan gedung dan gudang yang mencekik leher dan diharuskan, dan
sebagainya, mendengung-dengung ditelinga Warok Sobrah. Sementara diam-diam
Adipati itu masih pula melamar seorang gadis untuk
dijadikan isterinya yang kelima. Yaitu anak Ki Demang Sunggoro.
Tampaknya Ki Demang seperti ingin memperkuat kedudukan dengan memberikan anak
gadisnya yang seolah-oleh dijadikan jembatan penghubung bagi kelangsungan dan
kelanggengan jabatannya.
Seperti dikatakan tadi, sasaran Warok Sobrah
adalah Adipati Kuncoro Setho Dening Projo. Tapi
mendengar berita itu sasaran Warok Sobrah kini
beralih pada Ki Demang. Diam-diam dia ingin tahu
juga anak gadis Ki Demang Sunggoro. Secantik
apakah gadis anak Ki Demang itu hingga diingini
oleh Adipati"
Kemunculan Warok Sobrah ternyata hampir
bersamaan dengan minggatnya Sumanti dari rumah Demang itu. Dia melarikan diri
karena tak mau di jadikan isteri kelima Adipati. Warok Sobrah
berpapasan dengan anak buah Ki Demang yang
mencari jejak gadis yang minggat dipagi subuh tadi.
Demikian menurut penjelasan salah seorang
dari para pencari jejak gadis itu yang ditanyai.
Niat untuk melihat situasi dikediaman Ki Demang sebelum melakukan perampokan
segera diurungkan. Dia melibatkan diri dalam pencarian jejak gadis itu.
Di saat itulah ditempat kediaman Ki Demang
Sunggoro terjadi perampokan. Belasan orang bertopeng telah merambas masuk ke
dalam gedung penguasa itu. Terjadilah kegaduhan didalam gedung itu. Ki Demang tersentak kaget
melihat belasan sosok orang-orang bercadar menyerbu masuk
ke dalam ruangan dengan golok dan senjata ter-
hunus. Tentu saja dia membentak marah, dan terjadilah pertarungan.
Dalam keadaan kalut karena lenyapnya anak
gadis yang telah dilamar oleh Adipati, Ki Demang
jadi kalap melihat kemunculan para perampok
yang memasuki gedungnya. Akan tetapi perlawanannya sia-sia. Para perampok itu
berhasil membunuhnya. Bahkan membunuh pula isterinya. Lalu merampok apa saja
yang dapat mereka bawa.
Tak terkecuali bahan pangan, dan sebagainya.


Dewa Linglung 29 Begal Dari Gunung Kidul di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bahkan karena geramnya, para perampok itu telah
membakar gedung itu.
Melihat asap mengepul dikejauhan, membuat
Warok Sobrah terkejut.
Dia segera berlari untuk melihatnya. Alangkah
kagetnya laki-laki brewok ini melihat rumah Ki
Demang sudah terbakar. Untunglah api belum
membesar. Dengan bantuan beberapa orang-orang
Ki Demang api berhasil dipadamkan. Akan tetapi
mereka menjumpai Ki Demang dan isterinya telah
menjadi mayat....
Dari keterangan salah seorang penduduk, segera diketahui kalau belum lama telah
terjadi perampokan yang dilakukan oleh orang-orang bertopeng. Setelah menguras
harta benda dan membakar gedung para perampok bertopeng itu melarikan diri, dan
lenyap entah kemana perginya.
Sesaat lamanya Warok Sobrah tercenung. Tapi
dia tak punya urusan dengan masalah itu. Warok
memutuskan untuk mencari gadis anak Ki Demang yang melarikan diri itu. Hingga
akhirnya dia menemukan jejak Sumanti...
*** EMPAT GADIS INI termangu-mangu mendengar penuturan Warok Sobrah. Tampak sepasang
matanya berkaca-kaca. Dia tak menyangka kalau kepergiannya justru bersamaan dengan
musibah itu. Walau bagaimana buruknya kelakuan Ki Demang,
namun orang tua itulah yang telah merawat dirinya sejak kecil.
Dan isteri Ki Demang sangat baik sekali terhadapnya. Wanita setengah tua itu tak
mampu berbuat apa-apa dengan keputusan Ki Demang suaminya yang telah menerima
lamaran Adipati.
Sumanti menahan isaknya, sementara air matanya tak terbendung lagi meluncur
turun dikedua pipinya. "Sudahlah, Sumanti...! Aku tahu kesedihan hatimu. Tapi tak usahlah sampai
terlalu bersedih hati, karena semua sudah menjadi kehendak Yang
Maha Kuasa..." hibur Warok Sobrah.
Malam semakin melarut... keheningan semakin
mencekam dalam gedung kuno itu. Namun api
unggun masih tetap menyala didalam halaman di
tengah gedung tersebut.
Warok Sobrah masih duduk didepan api unggun. Sebentar-sebentar dia menambahnya
dengan kayu kering yang cukup banyak tersedia didalam ruangan gedung. Kemanakah
gadis bernama Sumanti itu" Ternyata gadis itu telah tertidur pulas dilantai beralaskan kain-
kain usang. Sesekali Warok menengok ke arah gadis itu
yang terlena dalam pelukan malam yang lengang
dan berhawa dingin.
Entah berapa kali laki-laki brewok ini menarik
napas. Termangu-mangu dalam kesendirian. Seolah-olah dia merenungi masa-masa
silam, dan apa yang selama ini dilakukannya. Dalam relung hatinya seperti ada yang berkata.
"Warok Sobrah...! Kau adalah manusia tak lebih
kejam dari para perampok yang telah membunuh
Ki Demang dan isterinya. Belasan nyawa telah melayang diujung kerismu. Puluhan
gadis telah kau
perkosa, dan banyak harta telah kau rampas dari
pemiliknya...! Apakah tujuan hidupmu sebenarnya"
"Ya! apakah tujuan hidupku sebenarnya?" mendesis Warok Sobrah.
Kembali dia termangu-mangu dalam senyapnya
malam. Dalam desah napas gadis malang yang tidur dalam kebimbangan. Tak tahu
nasib apa yang kelak bakal dihadapinya nanti. Suara berkeretekannya kayu yang terbakar, dan
lelatu api yang
sesekali memercik, serta panasnya api unggun,
yang seperti menampar-nampar pipinya. Seolah
api unggun itu berbicara padanya dengan mengejek.
"Warok Sobrah! Lihatlah aku! Saat ini aku berguna buat mengusir hawa dingin,
buat menerangi kegelapan! Aku punya jasa buat manusia.
Tapi akupun bisa membuat manusia sengsara
karena amukanku! Aku bisa membuat orang menangis karena kehilangan rumah dan
harta benda. Bahkan mungkin juga kehilangan seorang anak
yang dikasihaninya yang tertambus dalam kobaran kemarahanku! Tapi aku hanyalah
sesosok makhluk tak berakal! Makhluk yang berada dibawah kekuasaan alam dan manusia. Aku
bisa dipergunakan untuk amal kebajikan, tapi bisa juga
untuk membuat malapetaka!
Sekarang aku ingin bertanya... Samakah aku
dengan kau" Dan samakah kau dengan aku?"
Warok Sobrah terpaku menatap api unggun
yang dengan rakus melahap kayu kering yang disodorkan kedalam mulutnya. Tiba-
tiba dia seperti
mendengar seolah-olah sang api unggun yang semakin membesar itu kembali
meneruskan bicaranya.
"Lihat Warok Sobrah! Betapa rakusnya aku. Betapa tamaknya aku melahap kayu
kering yang empuk dan menjadi kesukaanku! Tapi rakusnya aku
adalah karena perantaraanmu! Perantaraan manusia, yang mengetahui watak dan
tabiatku! Aku tak ubahnya setitik hawa nafsu yang berada dalam
bathinmu! Kalau kau biarkan aku berkobar, maka
akan membakar tubuhmu. Tapi kalau kau bisa
mempergunakannya, maka kau akan mendapat
hikmah dari diriku yang bisa menenteramkan jiwamu...! Nah! samakah aku dengan
kau, dan samakah kau dengan diriku?" Tergetar tubuh Warok
Sobrah. Mukanya terasa panas bagai bara.
Laki-laki jembros ini mendadak bangkit berdiri.
Matanya nyalang melihat ke arah api unggun yang
berkobar-kobar dihadapannya. Napasnya memburu tersengal-sengal. Tiba-tiba dia
berteriak sekuatkuatnya.
"Tidaaaaaaaaaaaaak...!"
Tentu saja teriakannya membuat si gadis yang
tertidur lelap jadi terjaga dan terlonjak kaget.
"Ada apakah Paman Warok..?" bertanya Sumanti dengan membelalak memandang laki-
laki jembros itu. Warok Sobrah bagai baru tersadar dari
pengaruh yang bergejolak dalam jiwanya. Dia menoleh pada Sumanti sambil
tersenyum. "Tidak ada apa-apa....! Kau tidurlah lagi, anak
manis..." sahutnya seraya menghampiri. Lengannya terjulur memagut dagu gadis
itu. "Kau memanggilku paman..." Ah, senang sekali
aku mendengarnya. Ya! kau boleh panggil aku
dengan sebutan paman Warok!" sambungnya dengan senyum semakin melebar. Sepasang
matanya menatap gadis ayu itu dengan pandangan penuh
kasih sayang dan perasaan kasihan yang mendalam. Sumanti tersenyum dan agak
tersipu. Dia sendiri merasa aneh, mengapa tiba-tiba menyebutnya dengan kata-kata paman"
"Paman Warok mengigau...?" tanya Sumanti
perlahan. "Yya...ya... aku mengigau. Aku bermimpi melihat seekor ular mau mematuk dirimu.
Ular itu besar sekali. Tentu saja tak kubiarkan binatang itu
mengganggumu. Dalam mimpiku, aku mengambil
sepotong kayu. Sambil membentak kuhantam kepala ular itu hingga remuk!
Dan... aku... aku melompat bangun...!" kata
Warok Sobrah berdusta.
"Tapi... tapi ular itu tidak ada kan, paman Warok?" menukas Sumanti.
"Haha... ha... ha... tentu saja tidak, anak manis.
Itu hanya dalam mimpiku. Nah, sekarang tidurlah
lagi. Hari masih larut malam. Besok kita periksa
rumah tua ini..." Warok mengedipkan sebelah matanya dengan tersenyum.
Sumanti menatapnya sesaat. Dia melihat ada
sebutir air bening dipelupuk mata si laki-laki brewok. Tapi dia tak berani
bertanya apa-apa.
Warok Sobrah kembali duduk dekat api unggun. Diam-diam dia menyeka air matanya
dengan lengan bajunya. Tampak bibirnya tersenyum, dan
terdengar helaan napasnya menyibak kelengangan.
*** LIMA DUA HARI KEMUDIAN.... Tiga penunggang kuda
muncul dihalaman depan gedung kuno itu. Ternyata ketiganya adalah tiga orang
perwira Kerajaan. Salah seorang dari tiga perwira ini melompat
turun dari punggung kuda. Lalu melompat masuk
kedalam gedung tua itu. Sesaat dia memperhatikan pintu depan gedung yang hancur
berantakan. Laki-laki perwira Kerajaan ini terdengar menghembuskan napas di hidung. Sret!
Dia telah menarik keluar klewangnya. Lalu melompat memasuki
ruangan dalam. Salah satu penunggang kuda yang
menunggu diluar turut melompat turun. Tampaknya dia tertarik pada bekas-bekas
telapak kaki penuh tanah yang terdapat ditangga batu. Perwira ini
segera menyusul kawannya, melompat masuk keruangan dalam setelah menghunus
senjatanya. Penunggang satunya tak turun dari atas kuda.
Dia memperhatikan sekitar gedung. Mendadak dia
gerakkan kudanya melangkah ke arah samping kiri bangunan kuno itu. Matanya
menatap pada secarik kain usang yang tercecer ditanah.
Dia melompat turun dari atas kuda. Lalu menjumput kain usang itu. Dan
memperhatikan beberapa saat lamanya. Mendadak matanya liar menatap jejak
telapak-telapak kaki yang setelah diikutinya dengan pandangan matanya, ternyata
menjurus ke arah hutan disebelah kanan gedung kuno
itu. Hatinya tersentak.
Tepat disaat itu dua orang perwira kawannya
melompat keluar dari pintu depan gedung kuno
itu. Salah seorang berkata dengan memaki.
"Keparat! Laki-laki brewok itu sudah kabur dari
tempat ini bersama gadis itu!"
"Kita terlambat!" teriak perwira satunya. "Eh!"
apakah yang kau temukan?" tanyanya tiba-tiba ketika melihat kawannya yang
menunggu diluar tengah memegangi sehelai kain usang.
Kedua perwira ini segera melompat menghampiri.
"Mereka belum jauh! Lihat jejak-jejak kaki itu!
Kain usang ini walau sudah usang tapi masih bersih, dan belum lama dicampakkan!"
berkata lakilaki perwira yang menemukan kain itu.
"Bagus! Mari kita kejar mereka! Dengan membawa gadis itu si laki-laki brewok itu
tak akan dapat berlari cepat!" kata perwira satunya.
Ketiga perwira Kerajaan ini segera melompat ke
punggung kuda masing-masing. Dan tak lama kemudian segera merambas masuk kehutan
kecil dimana bekas jejak-jejak telapak kaki itu lenyap...
Salah seorang perwira Kerajaan itu menabaskan klewangnya pada sebatang pohon
pisang... Cras! Cras! Dua kali tabas batang pisang itu roboh
berkerosakan. Agaknya perwira satu ini mendongkol sekali karena buruannya telah keburu
meloloskan diri.
Hingga dia menumpahkan kemarahannya pada
batang pisang yang dilewati kudanya.
*** Warok Sobrah mencekal lengan gadis itu untuk
berjalan cepat menyusuri tepi sungai. Sumanti
yang sudah menyerahkan nasibnya pada laki-laki
brewok itu hanya menuruti saja kemana dia akan
dibawa. Dia memilih keputusan ini karena tak
mau dijadikan isteri kelima Adipati. Sudah jelas
kepergiannya akan dicari oleh orang-orang Adipati.
Dugaan itu memang tidak meleset, karena saat
itu tiga perwira Kerajaan memang tengah mencari
jejak gadis itu. Bahkan telah mengetahui kalau
gadis calon isteri muda Adipati itu dilarikan oleh si
laki-laki brewok.
"Kita akan pergi kemana, paman Warok?" tanya
Sumanti dengan napas tersengal.
"Kita menyeberangi sungai ini. Disebelah sana
ada sebuah rakit yang kusembunyikan..." tapi tiba-tiba laki-laki ini merandek.
Langkahnya terhenti. Matanya menatap ke arah air sungai yang kecoklatan, dan
mengalir deras.
"Celaka...! Aku lupa kalau hujan besar telah
membuat air sungai ini naik dan banjir. Rakit itu
sudah pasti hanyut terbawa air deras...!"
"Lalu apa yang kita lakukan?" tanya Sumanti
cemas. Sesaat Warok Sobrah tak menjawab. Tampaknya dia tengah memikir jalan yang
terbaik untuk meloloskan diri dari wilayah itu.
"Hm, sebaiknya kita kembali ke atas. Lalu menyusuri lereng bukit sebelah timur.
Dikaki bukit ada sebuah desa yang kukenal. Kita membeli kuda, dan pergi meninggalkan wilayah
ini...!" "Kau punya uang untuk membeli kuda?" tanya
Sumanti. Mendengar pertanyaan gadis itu Warok
Sobrah tersenyum. Lengannya mengeluarkan sebuah buntalan kain sebesar dua kepala
dari balik bajunya yang gombrong.
"Uang emas ini cukup untuk membeli dua puluh ekor kuda! Bahkan masih tersisa
cukup untuk membangun sebuah rumah dengan isinya...!"
Cringng..! Laki-laki brewok ini menepak buntalan kain itu dengan tangan kirinya.
"Ahh.. dari mana kau dapatkan uang sebanyak
itu?" sentak Sumanti dengan mata membelalak.
Warok Sobrah masukkan buntalan itu ke balik bajunya lagi, lalu menyahut.
"Aku menemukannya dalam sebuah ruangan
dalam gedung kuno itu. Entah milik siapa...! Ter-
paksa kuambil karena aku memerlukannya.
Mungkin dan pasti banyak gunanya dalam perjalanan kita".
Sumanti tak berkata apa-apa selain tersenyum.
Tapi dalam hati dia berkata.
"Aneh! Siapa yang menaruh uang sebanyak itu
didalam ruangan gedung kuno tersembunyi itu?"
"Cepat, Sumanti! Aku punya dugaan kita tengah
dalam pengejaran orang-orang Kerajaan. Setidaktidaknya orang-orang suruhan
Adipati. Karena kemarin malam aku melihat ada dua
orang menyelinap pergi dari balik semak belukar.
Aku menduga mereka orang-orang Ki Demang
Sunggoro yang melacak jejakmu. Kejadian di rumah ayah angkatmu itu pasti sudah
diketahui Adipati...!"


Dewa Linglung 29 Begal Dari Gunung Kidul di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sumanti ulurkan lengannya. Warok Sobrah cepat menangkap pergelangan tangan gadis
itu. Lalu menariknya untuk mendaki jalanan menanjak
keatas yang licin. Susah payah mereka merayap
naik. Ternyata untuk kembali naik ke atas tak semudah turunnya.
Sampai diatas tempat ketinggian itu napas Sumanti tersengal-sengal.
"Ooh...h...h...aku capek sekali..." keluh gadis
ini. Warok Sobrah sesaat tercenung, kemudian berkata. "Apakah kau izinkan aku
memondongmu?"
Sumanti sesaat terdiam, tapi kemudian mengangguk perlahan. Memang tak ada jalan
lain selain itu, karena dia merasa letih luar biasa dan tak
sanggup untuk meneruskan langkah kakinya. Tak
berayal Warok Sobrah segera memondong gadis
itu. Bersamaan dengan itu telinga laki-laki brewok
ini lapat-lapat mendengar suara derap kaki-kaki
kuda dikejauhan.
Hatinya tersentak, dan tak menunggu waktu lagi segera dia melangkah cepat
memasuki hutan kecil itu.... *** LIMA SEORANG PEMUDA berbaju putih berkelebat
memasuki sebuah jendela tua yang menjeblak terbuka. Itulah jendela salah satu
ruangan gedung kuno yang baru beberapa saja ditinggal Warok Sobrah dan Sumanti.
Pemuda ini bersembunyi disudut ruangan. Tak
lama telinganya mendengar suara seorang wanita
berteriak memanggil dikejauhan.
"Nanjar...! Nanjar...! Dimana kau?" Tampak seorang gadis berbaju merah berlari
merambas semak belukar. Tapi gadis ini merandek ketika pandangan matanya melihat sebuah
bangunan tua dihadapannya.
"Hm, gedung kuno milik siapakah ditempat tersembunyi ini?" berkata dara ini
dalam hati. Dia
melompat kehalaman depan gedung itu. Setelah
beberapa saat lamanya memperhatikan, maka gadis ini memastikan bahwa gedung tua
tak berpenghuni.
"Huh! Pasti dia bersembunyi digedung kuno
ini..." membathin si gadis. Tapi baru saja dia mau
melompat masuk, mendadak terdengar bentakan
diiringi berkelebatnya sesosok tubuh.
"Tunggu...!" Tentu saja dia menahan gerakannya, dan balikkan tubuh dengan cepat.
Terkejut si gadis baju merah melihat seorang laki-laki berkulit
putih berkumis kecil berusia diatas empat puluhan tahun tahu-tahu berada
dihadapannya. "Hm, siapa kau, anak manis" Apa maksudmu
memasuki gedung ini?" bertanya laki-laki yang
berpakaian warna gelap itu. Sepasang matanya
berkilat dan kelihatan liar menatap gadis berbaju
merah ini. "Aku..."
Akan tetapi baru saja gadis ini mau menjawab
mendadak cepat sekali gerakan tangan laki-laki itu
menotok dibagian tubuhnya.
Karena gerakan orang sangat tak terduga, maka
tak ampun gadis ini menjerit kecil, dan roboh dengan tubuh kaku tak dapat
digerakkan. Baru saja gadis itu tergeletak ditanah yang baru
mengering, laki-laki ini telah menerkamnya. Bahkan tangannya meremas dibagian
dada. "Keparat! Jahanam!" Lepaskan aku!" teriak dara
ini dengan wajah pucat. Dia berusaha menggerakkan lengannya, akan tetapi
tenaganya lenyap entah kemana.
"Haha.... katakan apa maksudmu ke tempat
ini!" kata laki-laki ini dengan mata liar merayapi
sekujur tubuh dara itu. Dalam hati laki-laki ini
berkata. "Hm, gadis secantik ini berani kelayapan
ditempat sesunyi ini kalau bukan seorang gadis
yang memiliki ilmu kepandaian rasanya tak
mungkin...!"
"Lepaskan aku, keparat! Kau akan menyesal
mengganggu diriku!" bentak gadis ini dengan marah, karena terasa lengan laki-
laki itu kembali meremas dadanya.
"Heh! Kau berani memakiku! Kau juga akan
menyesal, anak manis kalau kau mengetahui siapa
aku!" berkata dingin laki-laki ini. "Akulah Adipati
Kuncoro Sheto Dening Projo yang berkuasa penuh
diwilayah ini!"
Tentu saja penjelasan laki-laki itu yang memperkenalkan dirinya membuat si gadis
terperangah kaget. "Ah... maafkan kata-kataku, Gusti Adipati. Tapi..."
Belum selesai gadis ini meneruskan katakatanya, terdengar suara yang menyambung
dari arah ruangan dalam gedung kuno.
"Tapi patutkah seorang Adipati bertingkah laku
sangat memalukan?" Bagai disengat kala, laki-laki
ini melompat berdiri, dan berpaling. Pandangan
matanya segera terbentur pada sesosok tubuh
yang berdiri dipintu depan gedung kuno yang sudah tak berdaun pintu lagi.
"Kurang ajar! Rupanya kau si bocah tengik yang
tempo hari pernah dihajar oleh orang-orang bawahanku. Ki Demang Renggono...?"
walau berkata demikian, namun diam-diam dia terkejut karena
tak mengetahui kalau pemuda gondrong itu berada didalam ruangan gedung. Beberapa
hari yang lalu memang anak buahnya ada yang melaporkan
tentang munculnya seorang pemuda gondrong,
dengan ciri-ciri seperti yang dilihatnya saat itu.
Pemuda gondrong itu telah berani terang-terangan
membela seorang penduduk yang sudah berkalikali ditagih uang pembayaran pajak,
tapi belum juga membayar. Tahu-tahu muncul pemuda gondrong yang mirip orang sinting mau membela penduduk
yang membandel itu. Tentu saja ketiga orang anak buah
Ki Demang menghajarnya hingga sungsang sumbal. Demikian laporan yang diterima
dari salah seorang anak buah Ki Demang kepadanya ketika
dia berkunjung ketempat kediaman Ki Demang
Sunggoro untuk menjenguk calon isterinya.
Mendengar kata-kata Adipati itu, Nanjar kerutkan kening terheran. Tapi segera
dia berkata sambil tersenyum, dan menggaruk tengkuknya.
"Tampaknya ceritanya jadi terbalik, sobat Adipati! Kukira anak buah Ki Demang
keliru melaporkan...!"
"Keliru apanya bocah tengik?" membentak Adipati ini. Ternyata bentakannya
disusul dengan mengirim pukulan keras ke arah batok kepala
Nanjar. Tentu saja membuat terkejut si Dewa Linglung, karena tak menyangka kalau
akan diserang begitu rupa. Whuuk! Sambaran pukulan lewat sejengkal diatas kepala ketika dengan cepat pemuda
gondrong ini merundukkan kepala.
Brassssh! Angin pukulan yang lewat dibelakangnya meng-
hantam tembok bangunan gedung tua yang seketika mengelupas. Nanjar tersentak
karena pukulan itu sangat berbahaya. Sadarlah kalau Adipati itu
mau melenyapkan jiwanya.
"Bagus! Ternyata kau memiliki ilmu kepandaian
juga, bocah tengik!" membentak Adipati. Tapi dalam hati dia sangat terkejut
karena pukulan maut
yang dilontarkan untuk membungkam mulut pemuda gondrong itu selamanya telah
luput. Dalam hati Adipati ini berkata.
"Heh! Bocah tengik ini harus dilenyapkan jiwanya, karena dia telah mengetahui
ulahku..! Hm, jangan-jangan dia telah menggeratak didalam
ruangan gedung ini..." mendadak Adipati ini teringat dengan tujuannya ketempat
itu. "Aku harus segera membereskannya! Lebih cepat, lebih baik!"
Berpikir demikian Adipati Kuncoro segera cabut
sebuah tombak pendek berunce biru dari belakang
punggungnya. Tanpa membuang waktu laki-laki
ini langsung menyerang. Tombak pendek ditangannya meluncur ke arah leher si Dewa
Linglung dengan kecepatan kilat....
"Aih! sungguh telengas seranganmu, Adipati!"
berkata Nanjar. Mendadak tubuhnya terhuyunghuyung seperti mau jatuh. Akan tetapi
gerakan itu justru meluputkan serangan maut Adipati.
Melihat dua kali serangannya lolos, marahlah
Adipati Kuncoro.
Dengan membentak keras, laki-laki ini menghujani pemuda itu dengan serangan-
serangan beruntun. Ujung tombaknya menyambar-nyambar ba-
gaikan seekor ular mematuk. Diam-diam si Dewa
Linglung terkesiap juga melihat serangan lawan
yang ganas. Dia terpaksa merubah jurus Langkah Dewa
Mabuk dengan jurus Kera Sakti. Tampak tubuh si
Dewa Linglung berkelebatan melompat menghindari serangan-serangan maut Adipati
Kuncoro. Akan tetapi Adipati ini segera merubah serangan
dengan pukulan dan tendangan. Hal itu tampaknya suatu taktik untuk memancing
lawan. Benar saja, si Dewa Linglung terpancing, dengan pukulan-pukulan dan tendangan itu. Dia
tak perlu melompat-lompat seperti kera.
Akan tetapi cukup menggunakan jurus-jurus
semula, yaitu jurus Langkah Dewa Mabuk.
Walau dalam hati laki-laki ini cukup kagum
dengan gerakan terhuyung macam orang mabuk
itu, tapi dia telah memasang perangkap maut.
Mendadak dia membentak keras, seraya mengirim tendangan kilat ke arah tempat
kosong. Tentu saja serangan aneh itu membuat si Dewa Linglung
agak terheran. Tapi tahu-tahu gerakan tendangannya berubah memutar berikut
berputarnya tubuh Adipati. Nanjar terhuyung ke arah kanan.
Lengannya siap menghantam ke arah ujung kaki
lawan. Hal tersebut sudah diperhitungkan. Dia
sudah cukup mengelak terus menerus, kini siap
melakukan serangan balasan. Tapi yang muncul
ternyata bukan ujung kaki, karena cepat kilat Adipati menarik kaki dengan
menekuk. Dan satu hantaman tangan kiri menyambar ke lambungnya.
Terpaksa Nanjar membuang tubuhnya ke samping
kanan. Di saat itulah tiba-tiba menyambar ujung
tombak Adipati, meluruk deras ke arah jantung.
"Edan...!?" Nanjar merutuk. Tak ada jalan selain
gunakan jurus Naga Melipat Ekor. Mendadak tubuh Nanjar melengkung setengah
lingkaran. Whesss! Ujung mata tombak lewat lima inci dibawah rusuk. Sedikit kulit dadanya tergores,
dan.... Breeet!
ujung bajunya terkoyak.
"Ahhh...!" Gadis baju merah tanpa sadar menjerit.
Akan tetapi dara ini segera melihat tubuh Nanjar meletik bagai seekor belalang
keudara... Ternyata walaupun dalam keadaan rebah ditanah, si gadis baju merah menyaksikan
jalannya pertarungan. Dalam hati dia bersorak girang melihat serangan maut Adipati itu
kembali luput. Akan
tetapi disaat itulah tombak Adipati menyambar
keatas... Nanjar tampaknya sudah menduga serangan lawan.
Lengan kirinya siap digunakan untuk menangkis serangan lawan.
Namun Nanjar tak menyangka kalau serangan
tombak Adipati itu akan berhenti ditengah jalan.
Dan... tahu-tahu belasan jarum halus meluncur
dari pangkal mata tombak.
Tentu saja serangan tak terduga itu membuat
Nanjar tersentak, merasai adanya sambaran halus.
Urung menghantam karena melihat serangan tombak terhenti ditengah jalan justru
menguntungkan lawan, dan belasan jarum halus itu meluruk tanpa
rintangan. Nanjar terkesiap kaget. Tak ada kesempatan
lain selain dia gembungkan pipinya untuk meniup!
Beberapa jarum melencong dari sasaran, tapi dua
buah jarum menancap juga disebelah kanan bahu.
Jarum lainnya merambas lewat menembus baju
gombrongnya yang melambai dibagian bawah.
Dewa Linglung mengeluh. Tubuh sebelah kanannya terasa kesemutan.
Dan pada tempat yang tertancap jarum terasa
gatal dan panas. Dengan gerakan salto Nanjar jejakkan kakinya ke tanah. Akan
tetapi tampak tubuhnya langsung terguling roboh.
"Luar biasa! Ternyata cukup memeras tenaga
untuk melumpuhkan bocah tengik ini...!" mendesis
Adipati. Tapi wajahnya tampak menyeringai girang.
"Bagus! Aku harus segera mengirim jiwanya ke
Akhirat!" berkata dalam hati Adipati Kuncoro. Tubuhnya berkelebat melompat...
Ujung tombak pendeknya meluncur deras untuk menamatkan
riwayat pemuda itu.
Akan tetapi didetik itu terdengar teriakan si gadis baju merah.
"Tahan! Jangan bunuh dia...!" Tentu saja Adipati ini segera menahan gerakannya.
Dia berpaling menatap gadis yang rebah terlentang ditanah itu
dengan tatapan mata berkilat.
"Haha... mengapa kau melarang aku membunuhnya?" tanya Adipati.
Tampak sepasang mata si gadis baju merah
berkaca-kaca. Dia menyahut dengan suara bercampur isak.
"Tidak malukah kau sebagai seorang Adipati
membunuh orang yang sudah tak berdaya..?" Adipati Kuncoro mendenguskan napasnya
dihidung. Lalu berpaling memandang ke arah tubuh pemuda
berbaju putih itu yang tertelungkup lima tombak
di rerumputan tak bergerak.
"Hm, baiklah! Aku menunda membunuhnya.


Dewa Linglung 29 Begal Dari Gunung Kidul di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Toh, dia tak akan lama bertahan dari racun berbisa dalam jarum mautku...!" ujar
laki-laki ini. Kini
dia menatap gadis itu dengan tatapan liar. Yang ditatap justru menangis
sesenggukan. Dalam hati
gadis ini menjerit pilu. "Nanjar...! Oh, seandainya
kau benar-benar tak tertolong jiwamu, pastilah
aku segera akan menyusulmu ke Alam Baka..."
"Sudahlah, tak perlu kau tangisi nasib kawanmu itu. Eh, kawanmu atau kekasihmu?"
kata Adipati ini seraya berjongkok didepan si gadis baju
merah. Lengannya terjulur menggamit dagu si gadis. Dara ini gerakkan kepalanya
menghindar. Napasnya memburu. Dia sudah mendapat pirasat
buruk, tak nantinya Adipati itu membiarkan dia
begitu saja. "Lepaskan aku Gusti Adipati! Apakah kesalahanku?" kata gadis ini dengan suara
ketus. Sikap kurang ajar Adipati itu membuat dia muak.
"Aku akan melepaskanmu, tapi nanti, tidak sekarang...! Nah, kau tunggulah
disini!" seraya menyahut, laki-laki ini menggerakan jarinya menotok
urat suara dipangkal leher gadis itu. Lalu berkelebat masuk ke dalam ruangan
gedung. Sesaat dia
menatap pada pintu gedung yang jebol berantakan.
Dia mengerutkan keningnya. Lalu melompat
masuk... Adipati Kuncoro berkelebat memasuki ruangan
disebelah dalam.
Tapi segera merandek untuk memperhatikan
bekas-bekas api unggun.
Lalu menatap ke arah pakaian usang yang berceceran dilantai. Hatinya semakin
tersentak. Tak berayal segera dia melompat masuk kesalah sebuah ruangan kamar paling ujung.
Dalam ruangan inipun terdapat sebuah lemari lapuk yang penuh
pakaian usang. Hatinya lega melihat tempat itu
sepertinya utuh tanpa disentuh tangan manusia.
Tampak bibir laki-laki ini menyunggingkan senyuman.
Cepat dia beranjak melangkah mendekati lemari
itu. Ternyata lengannya tak menjamah tumpukan
pakaian usang pada lemari yang tak berpintu itu.
Melainkan merogohkan tangannya ke belakang
lemari. Ketika dia mengeluarkan tangannya lagi,
ternyata telah menggenggam sebuah kotak kecil
terbuat dari perak. Cepat dia memeriksa peti itu
dengan membuka tutupnya.
Melihat sebuah buntalan kain yang masih utuh
dalam peti kecil itu, segera dia menutupnya lagi.
Kemudian membungkus peti itu dengan kain
usang yang diambil dari rak lemari. Lalu diselipkan dibalik bajunya.
Tak lama dia telah berkelebat melompat keluar
dari ruangan itu.
Terdengar suaranya mendesis.
"Bagus! Untunglah orang yang bermalam digedung kuno ini tak menggeradah ruangan
kamar itu. Haha... seandainya dia menggeradah, toh tak
akan menemukan dimana aku menyimpan uang
emas ini..." Adipati Kuncoro tersenyum sendiri. Lalu berkelebat keluar dari
dalam bangunan tua itu.
Setiba diluar gedung, dia masih melihat gadis
berbaju merah itu terlentang ditempat semula.
Akan tetapi ketika menatap ke arah dimana pemuda gondrong itu menggeletak
tertelungkup, ternyata pemuda itu telah lenyap.
Akan tetapi Adipati ini hanya tersenyum sinis.
Dia berkata sendiri.
"Haha.... seandainya kau bisa kabur saat ini,
toh tak akan sempat tertolong jiwamu...!"
Tanpa membuang waktu segera dia memondong
gadis yang tergeletak itu dan menyampirkan tubuh
dara berwajah cantik itu keatas pundak.
Tak lama dia segera membawanya meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat.
Kemanakah tujuan Adipati Kuncoro" Ternyata
dia menuju ke arah timur dimana terbentang hutan lebat dikaki bukit. Sambil
berjalan cepat merambas semak belukar benaknya terus memikir.
Dia berkata dalam hati.
"Saat ini tampaknya kedudukanku mulai terancam... Baru tadi pagi ada laporan ke
Kadipaten, bahwa telah terjadi perampokan dan pembunuhan
di rumah Ki Demang Sunggoro. Aku kurang perhitungan...! Tampaknya penduduk mulai
merasa tertekan. Aku telah menyuruh tiga orang perwira untuk mencari jejak
Sumanti yang minggat dari rumah ayahnya. Edan! Ada berita gadis itu dilarikan
seorang laki-laki brewok! Siapakah dia" Hm, jan-
gan-jangan perampokan dan pembunuhan itu didalangi si brewok itu..."
Mendadak Adipati Kuncoro teringat sesuatu.
Dia merandek. "Hm, aku sepertinya melihat jejak tapak kakikaki kuda dihalaman gedung kuno
itu... Apakah ketiga orang perwira suruhanku itu melacak jejak
anak gadis Ki Demang ketempat rahasia itu?" bertanya-tanya Adipati ini dalam
hati. Tapi segera dia
mempercepat langkahnya...
Tak jauh dari mulut hutan tampak sebuah pondok. Tampak bibirnya tersenyum
menyeringai. Karena dipondok kosong itulah dia akan melepaskan
hasratnya. Pondok itu tempat tak terawat. Pagar
dibagian depan roboh, dan rumput menjalar sampai ke tiang rumah. Tampaknya
pondok itu telah
lama kosong ditinggalkan pemiliknya.
Adipati Kuncoro letakkan bebannya diatas balai-balai bambu tanpa alas. Tampak
matanya liar menatap gadis yang terlentang dibalai-balai itu.
"Haha... setelah selesai urusanku, segera kukembali ke Kadipaten untuk melihat
keadaan.Santapan ini kalau kubiarkan sungguh sayang sekali. Entah anak siapakah gadis
ini" Tampaknya
dia seorang gadis persilatan. Bocah tengik yang
saat ini sudah mampus itu tentu kekasihnya..."
berkata Adipati dalam hati.
Adipati Kuncoro segera mempersiangi pakaian
gadis itu satu persatu hingga polos.
Matanya menjalari sekujur tubuh dihadapannya. Napasnya mulai memburu.
Kemudian meloloskan tombak pendeknya, dan
ditaruh disisi balai-balai.
Tak berayal segera dia membuka bajunya. Terlebih dulu dia mengeluarkan bungkusan
kain berisi kotak dari perak itu, lalu menutupinya dengan
bajunya. Ronde berikutnya dia memerosotkan celananya...
Dengan mendengus bagai seekor kerbau liar,
dia merengkuh tubuh polos memutih yang menggairahkan itu...
Akan tetapi mendadak Adipati ini membelalakkan matanya lebar-lebar. Bahkan
hampir-hampir kedua biji matanya melejit dari kelopak mata. Mulutnya ternganga, dan dia
berteriak kaget, seraya
melompat bagai dipagut ular.
Apakah yang dilihatnya" Ternyata yang direngkuhnya dengan hasrat dan hawa nafsu
berkobarkobar itu tak lain dari sebongkah batang pisang
yang kulitnya terkelupas hingga tampak putih bersih.
"Gila...! Mimpikah aku..." Mengapa berubah jadi
b...bat...batang pis...pis...a...n...g...?"?"
*** Adipati Kuncoro melompat keluar dari pondok
itu dengan wajah merah padam, dan terasa panas
kulit mukanya. Seumur hidup barulah dia mengalami hal seperti ini. Dalam hati
dia memaki dan meruntuk habis-habisan pada orang yang telah
mempermainkan dia. Tapi diam-diam benaknya
memikirkan. Siapakah orang yang memiliki ilmu
sihir yang sedemikian hebatnya, hingga menipu
pandangan matanya"
"Apakah si bocah tengik bertampang dogol itu
yang mempermainkan aku" Hm, rasanya mustahil!
Pasti ada seseorang yang diam-diam telah menolong pemuda gondrong itu, lalu
menyihir batang
pisang hingga menyerupai gadis itu. Kemudian
membawa pergi disaat aku memasuki gedung kuno..."
"EDAAAN...!
Tiba-tiba Adipati Kuncoro berteriak marah. Matanya mendelik lebar ketika melihat
isi kain buntalan yang berada dalam peti perak ternyata bukan
berisi uang emas, melainkan batu-batu kerikil.
Dengan geram dibantingnya kain buntalan berisi bebatuan itu ke tanah lumpur
hingga melesak lenyap. Sialnya cipratan lumur itu menyemprot ke
mukanya dan mengotori pakaiannya.
"Haram jadah! Sial dangkalan!" memaki Adipati
Kuncoro. Karena geramnya, kotak perak itu ditendangnya
hingga terpental jauh. Akan tetapi tampak mulutnya menyeringai menahan sakit
pada ujung kakinya. Karena kotak perak itu berpinggiran tajam,
tentu saja telah melukai ujung jari-jari kakinya.
Dengan muka celemongan lumpur dan berjalan
terpincang-pincang Adipati Kuncoro yang bernasib
sial ini meninggalkan tempat itu.
Untung saja tak ada yang mengetahui kejadian
itu. Kalau saja ada yang melihat Adipati yang berjalan terpincang-pincang sambil
menyeringai dengan muka bercelemongan, pasti akan tertawa terpingkal-pingkal.
Karena saat itu Adipati Kuncoro
tak ubahnya seperti seekor kera yang baru keluar
dari kubangan lumpur.
*** ENAM DEWA LINGLUNG berlari cepat diikuti si gadis
berbaju merah dibelakangnya. Tampak Nanjar berlari sambil memegangi bahunya yang
sebelah kanan. Wajahnya agak menyeringai seperti menahan
sakit. Lengan sebelah kanannya tampak menggantung seperti lumpuh. Gadis baju
merah membuntuti si Dewa Linglung dengan perasaan cemas.
Kira-kira dua ratus tombak dari gedung kuno
itu, Nanjar segera memperlambat larinya. Kemudian berhenti dibawah sebatang
pohon rindang. Nanjar jatuhkan pantatnya direrumputan. Gadis baju merah memburunya.
"Nanjar...! Kau... kau terkena jarum beracun
itu...?" bertanya gadis ini. "Oh, apa yang harus kulakukan" Aku tak mau
kau...kau..mati...!" Nanjar
tak menyahut, walau dalam hati dia tersenyum
mendengar kata-kata gadis itu.
Kelumpuhan sebelah lengan Nanjar adalah karena dia telah menotok jalan darah
dibeberapa bagian tubuhnya untuk mencegah racun menjalar.
Nanjar membuka sebahagian bajunya, hingga
tampak racahan bergambar Naga di bagian dadanya yang bidang. Diam-diam gadis
baju merah ini memperhatikan racahan itu. Keningnya agak
mengerut. Dia mau mengucapkan sesuatu, akan
tetapi segera mengurungkan, karena melihat pemuda itu tampak menekan jari-jari
tangannya pada sisi bagian bawah bahu kanannya dimana terdapat lingkaran warna
merah kehitaman. Disitulah tempat tertanamnya jarum berbisa yang menancap ke
dalam daging. Sebatang jarum berwarna hitam sebesar ujung
lidi tampak tersembul keluar. Nanjar dekatkan
mulutnya pada jarum yang mencuat keluar itu.
Lalu menggigit dengan giginya. Dan menjatuhkannya keatas rumput. Kemudian
kembali memencet
dibagian sebelah kanan dekat ketiak. Dibagian sekitar bahu dan dada sebelah
kanan Nanjar memang ada terdapat dua buah lingkaran berwarna
merah kehitaman.
Sebatang jarum kembali muncul mencuat.
Kembali Nanjar menggigitnya dengan gigi, lalu
menjatuhkannya ke rumput. Gadis baju merah tak
berani menjumput jarum yang berlumur darah
menghitam itu. Sebentar dia menatap ke arah dua
buah jarum diatas rumput, lalu menatap ke arah
dua buah luka didada kanan pemuda itu. Tampak
dari bekas tercabutnya jarum itu mengalir darah
kental berwarna kehitaman.
Walau hatinya bergidik melihatnya, namun dalam hati si gadis ini telah merasa
lega, dan girang
karena dua buah senjata rahasia mengandung
maut itu berhasil tercabut dari tubuh sang pemuda pujaannya.
Tiba-tiba gadis baju merah ini bangkit berdiri.
Lalu membalikkan tubuhnya.
Dan... Weeek! Weeek! Breeeeet!
Apa yang dilakukannya" Ternyata dia telah merobek pakaian dalamnya. Tentu saja
membuat si Dewa Linglung tertegun menatap. Ketika gadis baju merah itu membalikkan
tubuhnya, tampak belahan payudaranya yang membuntal padat itu tersembul
sebagian. Karena yang disobek adalah baju
lapisan dalam, tentu saja pakaian yang menutup
Manusia Harimau 1 Pendekar Binal Karya Khu Lung Tongkat Rantai Kumala 7
^