Pencarian

Pedang Golok Yang Menggetarkan 10

Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 10


Siauw Pek tidak menjawab, hanya di dalam hatinya ia berkata:
"Bukan. Andaikata kamu dari Kun Lun Pay, aku toh percaya juga."
Inilah benar. Selama lima tahun, pemuda itu cuma mendalami ilmu pedang dan golok, tentang ilmu silatnya lain lain partai, ia tidak tahu menahu.
Sampai disitu terdengar salah satu dari dua orang yang imam bukan dan pendeta bukan itu berkata "Kedua taysu dari Siauw Lim Sie dan ketiga tootiang dari Bu Tong Pay telah kalah dari pedang siecu, maka kami berdua saudara tak selayaknya kami mengajukan tantangan, akan tetapi kalau kami mengaku kalah sebelumnya bertempur, kami tidak puas..."
"bagus" sambut Siauw Pek. "Jika tuan tuan berdua tidak puas, silahkan coba coba"
"Kami bukanlah lawan tuan, hanya kami kecewa bila tidak main dengan tuan yang berkepandaian tinggi itu," berkata pula orang itu yang terus maju sambil mengangkat goloknya.
"Tuan tuan, tunggu sebentar" Siauw Pek mencegah. "Aku ingin bicara dahulu."
"Apakah pengajaranmu itu, tuan" Kami bersedia mendengarnya." orang itu batal menyerang.
"Apakah tuan tuan terhitung anggota kesembilan partai besar?"
orang itu mengangguk. Dia menunjuk kepada kawannya
"Bersama kakak Leng ini kamilah orang orang Khong Tong Pay."
Siauw Pek memandang kearah kemah, ia berkata: " Karena aku menyangsikan sesuatu, sengaja aku datang kepuncak ini, maksudku ingin menanyakan kalau kalau ketua dari keempat partai Siauw Lim, Bu Tong, Ngo Bie dan Khong Tong Pay telah hadir semua disini. Adakah mereka semua didalam kemah itu?"
"Tidak salah, ketua kami ada dikemah."
"Kalau ketua Khong Tong ada, tentu ada juga ketua ketua dari ketiga partai lainnya," pikir Siauw Pek, yang terus: "Rupanya tuan tuan bertugas menjaga kemah ini, karenanya apabila aku tidak mengalahkanmu, pasti kamu tidak akan mengijinkan aku masuk kedalam kemah. Nah, silahkan" Orang itu mengangguk.
"Kami akan maju berdua bersama, diharap siecu bersedia." kata orang Khong Tong Pay. Dia maju saking terpaksa, sebab dia sedang menjalankan tugas. Tanpa bertempur dahulu, tak layak mereka mengalah. Terus dia menyerang.
siauw Pek menyambut. Setelah menang dua kali hatinya menjadi semakin mantap. ia merasakan bagaimana hebatnya ong Too Kiu Kiam ilmu pedangnya Kie Tong itu.
Keuda lawan itu bersenjatakan golok Gan leng too, mereka maju dari depan dan belakang berbareng.
siauw Pek menangkis dengan gerakan satu jurus, dari depan diteruskan kebelakang, setelah itu ia mendesak.
Dua jago Khong Tong itu membuat perlawanan keras, mereka menangkis dan menyerang, merekapun mencoba merangsak. akan tetapi Siauw Pek merintangi setiap serangan mereka. setelah lima
jurus, ia mulai mendesak orang akhirnya tak berdaya sama sekali, maka akhrinya, serentak keduanya lompat mundur.
"Tuan, ilmu pedangmu liehay, kami mengaku kalah," kata orang yang pertama bicara tadi.
Siauw Pek berhenti bersilat.
"Tuan tuan mengaku kalah, itu artinya kita tidak bertempur terus," katanya.
Ketiga rombongan itu tidak dapat menangkap arti kata kata si anak muda, hampir serentak mereka berkata: "Kami patuh terhadap aturan kaum Kang ouw, karena kami sudah tidak sanggup melawan lebih jauh, sendirinya kami tidak akan berkelahi pula."
"Baiklah kalau begitu " berkata siauw Pek. "Sekarang silahkan tuan2 mundur beberapa tindak, aku ingin bertemu dengan ketua- ketua kamu untuk berbicara"
Kedua pendeta, ketiga imam, dan kedua orang Khong Tong itu
berdiri menjublak, tak tahu mereka harus berbuat bagaimana.
siauw Pek tidak menanti jawaban, dengan pedang melintang didepan dadanya, ia memutar tubuh kearah kemah, lalu berkata: "para ketua, aku yang rendah mempunyai urusan, aku mohon bertemu, tetapi jikalau permohonanku ini ditolak. maaf, jangan sesaikan aku, hendak aku masuk dengan cara paksa "
Dari dalam kemah terdengar suara yang berat tadi: "Kau dapat mengalahkan murid murid kami, itulah menandakan ilmu silatmu yang liehay, yang didalam dunia Kang ouw langka sekali. Gurumu tentulah seorang yang sangat ternama, maka kau sebutkan dahulu she dan nama gurumu itu, baru kami suka menerimamu."
Terhadap ketua ketua keempat partai itu, Siauw Pek berkesan buruk sekali, dia membenci, maka itu dia menjawab dengan dingin. "Kami mau menemui aku, kamu melihat, kalau kamu tidka suka toh kita pasti berhadapan juga Buat sementara ini tak dapat aku perkenaikan guruku"
Dari dalam kemah keluar kata-kata dingin ini "Kau sangat tidak tahu aturan Kelak pintoo akan pergi mencari gurumu itu untuk memberi pengajaran kepadanya " Siauw Pek gusar.
"Apakah kau Gouw In Cu?" tanyanya keras.
"Tenaga ingatanmu kuat sekali, memang itulah pintoo" sahut suara dari dalam kemah.
" orang semacam kau mau bicara besar dapatkah ?" kata si anak muda mengejek.
Terdengarlah suara yang parau tadi. "Siecu bicara tekebur sekali Untuk dunia Kang Ouw, inilah sangat langka"
Siauw Pek segera bertindak kearah kemah, tindakannya perlahan- Ia waspada.
"Aku yang rendah hendak memasuki kemah, maka kalau tuan tuan hendak menurunkan tangan beracun, silahkan" katanya secara menantang.
Suara parau tadi terdengar pula: "Siecu begini kepala batu, maka janganlah siecu menyesaikan kami apabila turun tangan tanpa kasihan lagi "
siauw Pek memasang telinga. Ia percaya yang bicara itu Hoat Ceng dari Ngo Bie Pay.
Ia berhati hati. Tiba tiba didepan pintu kemah, ia bersiap dengan pedangnya. Ia meluncurkannya dengan perlahan- Ia insaf bahwa ketua ketua partai mesti liehay sekali, sedangkan didalam kemah mungkin juga ada bersembunyi orang orang lainnya, pada saat ujung pedangnya menyentuh tenda, mendadak api didalam padam. ia lalu menggertak gigi, segera menyontek mementang tenda, kakinya bertindak maju, masuk kedalamnya.
Tiba tiba ada serangan angin keras yang datangnya dari satu pojok. Siauw Pek hendak menyerang tapi ragu ragu. Maka lekas lekas dikerahkannya tenaga dalamnya untuk menutup jalan
darahnya. Dan tolakan angin itu segera mengenai dada dan perutnya.
Menyusul itu dari dalam kemah terdengar tawa dingin dan kata
kata, "ini cuma sebuah peringatan saja. Jikalau kau tetap masih
tidak tahu maju atau mundur, itu artinya kau mencari mati sendiri"
siauw Pek merasai perutnya nyeri dan matanyapun berkunang kunang. Ia mundur lima tindak. untuk berdiri tegak. untuk mengeluarkan napas. Segera ia berkata: "cuma sebegini saja Masih belum apa-apa"
Jago muda ini telah melindungi dirinya dengan ilmu tenaga dalam ajaran Kie Tong. Guru itu tahu muridnya bakal keluar dari Bu Yu Kok maka ia telah mengajari ilmu itu untuk menjaga diri, supaya murid itu tidak terserang bagian bagian tubuhnya yang lemah. Demikian kali ini, si murid tidak bercelaka karena serangan itu.
Penyerang didalam kemah itu heran bahwa si anak muda dapat bicara demikian sebaliknya dia menyerang itu. Karenanya, dia berdiam saja. Kesempatan ini digunakan Siauw Pek untuk meluruskan pernapasannya, memperkokoh tenaga dalamnya yang baru saja tergempur itu.
Lewat beberapa lama maka terdengarlah suara It Tie Taysu. "Kau dapat menerima pukulan angin Siauw thian Cheepek khong Ciang dariku, itulah pertanyaan bahwa kau liehay sekali. Rupanya kaulah manusia luar biasa. Apakah kau ada hubungannya dengan Kiu Heng Cie Kiam ?"
"SiauwThian Cheepek kong ciang" ialah pukulan angin "Bintang Kecil".
Siauw Pek mengerahkan tenaga dalamnya. Dadanya terasa masih nyeri sedikit, tetapi seluruh tubuhnya sehat seperti sediakala, hatinya lega. Atas pertanyaan sipendeta, ia menjawab, "Aku tidak mempunyai hubungan dengannya."
"Jikalau kau tidak punya hubungan dengan kiu heng cie kiam, apa maksudmu malam malam datang ke Ciong Gan Hong ini?" tanya Gouw In Cu.
"Aku hendak menemui ketua keempat partai " sahut Siauw Pek
dingin. "Hendak aku tanyakan suatu peristiwa Rimba Persilatan-"
Didepan kemah terdengar suara tak tegas, mungkin mereka itu sedang berunding.
" Kenapa tuan ketahui kami berkumpul disini?" kemudian terdengar suaranya Goue In Cu.
"Didalam dunia ini ada banyak rahasia yang dianggapnya disimpan secara hati hati tetapi tanpa merasa bocor sendirinya" sahut sianak muda.
"Demikian juga kamu"
"Kau hendak mencari tahu peristiwa Rimba Persilatan apa?" tanya Hoat Ceng Taysu.
"Sebelumnya aku ketemu muka dengan keempat ketua, tak mau aku menyebutkannya." Kembali hening.
" Kenapakah?" kemudian datang pertanyaan pertanda heran-
"Sebelum aku membuktikan tentang diri keempat ketua, lalu aku mengatakan sesuatu, bukankah itu berarti membuka rahasia" Itulah tak ada faedahnya."
"Jadi dengan sungguh2 siecu hendak bertemu muka dengan kami?"
"Tidak salah Andaikata keempat ketua tak sudi menemui aku aku akan paksa masuk ke dalam kemah ini "
"Baiklah, kami akan menyingkir dari kebiasaan kami, untuk menemui kau. Tapi ingat, apabila kau bicara hal hal dusta, puncak ini adalah tempat kuburanmu "
Siauw Pek menahan panas hatinya, juga kedukaannya, ia tertawa lama, setelah itu barulah ia berkata keras : "Jikalau kamu adalah
ketua-ketua dari keempat partai besar maka malam ini pasti bakal terjadi suatu pertempuran mati hidup. Andaikata aku tak berhasil membunuhmu, kamupun tentu tak akan melepaskan aku "
Segera setelah jawaban ini, didalam kemah terlihat api menyala
pula, disusul dengan suara It Tie Taysu: "Silahkan masuk. siecu "
Siauw Pek memasukkan pedangnya kedalam sarung, ia menyingkap tenda, terus ia bertindak masuk. segera dilihatnya dua orang pendeta, seorang imam serta seorang dengan dandanan biasa, lagi duduk bersama, sedangkan disisi mereka rebah beberapa tubuh dengan seragam hitam. Didalam sekejap. sianak muda mengenali orang-orang Klu Heng cie Kiam.
Dihadapan keempat ketua partai itu ada sepotong batu rata, diatas itu terletak sepasang lilin besar, yang apinya menerangi seluruh kemah itu.
Pendeta yang duduk bersila disebelah kiri, bermuka persegi lebar, beralis tebal, dengan jubah warna kuning, merangkap kedua belah tangannya dan berkata: " Loolap It Tie dari Siauw Lim-sie."
Disisi ketua siauw lim-pay ini, seorang imam setengah umur, segera menyambung: "Pinto Gouw In Cu."
"Pinceng IHoat Ceng ketua Ngo Bie-pay," berkata orang yang ketiga, seorang pendeta denganjubah abu-abu.
"Aku yang rendah ialah Shie Siang Hin dari Khong Tong-pay," berkata orang yang keempat, yang janggutnya panjang, berpakaian jubah hijau. Siauw Pek menatap keempat orang itu.
"Maaf, aku yang muda tak memberi hormat" katanya. Gouw In Cu mengerutkan keningnya.
"sekarang tuan kuharap kau menyebut she dan namamu " katanya.
"Tak usah menanyakan she dan namaku " sahut Siauw Pek tenang, "sebentar juga tuan-tuan akan ketahui sendiri."
"Kalau begitu, siecu silahkan bicara" berkata It Tie, "peristiwa apa itu yang siecu hendak tanyakan ?"
Siauw Pek menguatkan hati, menahan dadanya yang bergolak. Ia tidak menjawab, hanya bertanya: "Bukankah tuan berempat belum lama menjadi ketua-ketua partai ?"
"Mustahilkah pertanyaanmu ini ada hubungannya dengan peristiwa yang hendak kau tanyakan itu?" tanya pula Shie Siang Hin heran-
"Pasti ada!" jawab Siauw Pek. "Aku mencari tahu peristiwa di pek hopo dimana didalam satu malam saja seratus lebih jiwa penghuninya mati terbinasakan"
Keempat ketua itu semua duduk terpekur. Itulah pertanyaan yang tidak pernah sangka.
"Kau punya hubungan apa dengan keluarga coh ?" kemudian tanya Gouw In Cu, yang tersadar paling dulu, "apakah maksudmu menanyakan peristiwa itu?"
Hoat ceng Taysu turut bicara. Katanya: "Kau telah berani mendekati puncak Ciong Gan Hong ini, seorang diri kau berani memasuki kemah kami, mestinya dari siang siang kau sudah bersiap sedia. Karena itu sebenarnya tak usah kau memegang rahasia tentang she dan nama serta asal usulmu lagi "
Tidak ada halangannya untuk memberitahukan kami, kata Siauw
Pek akhirnya. "Aku yang rendah she Coh bernama Siauw Pek "
"Coh Siauw Pek?" It Tie mengulangi, "kau pastilah turunan keluarga Coh."
"Tidak salah," sahut sianak muda, keren, kemudian, "dari sembilan pay besar bersama emapt bun, tiga hwee dan dua pang, semua turut di dalam penyerbuan atas Coh Kee Po itu, membasmi keluarga Coh, maka itu aku hendak mencari siapa yang bersangkut paut itu untuk mereka mengganti jiwa
"Hubungan apa kau dengan coh Kam Pek ?" Gouw in cu tanya.
"Ayahku almarhum " Imam dari bu-tong-pay itu mengangguk.
"Kami telah menanya cukup," katanya. "Nah, tuan, kau ingin bicara apa lagi ?"
"Peristiwa hebat Coh Keepo itu terjadi disebabkan urusan ketua kamu masing-masing," berkata Siauw Pek, "ialah ketua kalian ada yang binasakan secara tiba-tiba Benarkah itu?"
"Benar" sahut It Tie. "Dikolong langit ini, semua orang mengetahuinya"
" Dahulu itu ketua kalian terbunuh, kenapa kamu justru mencurigai pihak Coh Kee po?" tanya Siauw Pek.
"Hal itu disebabkan ketika itu, yaitu sebelum ketua kami terbunuh, ayahmu kedapatan muncul dipuncak gunung itu. Hal ini sudah tersiar luas, kau tentunya telah ketahui juga, bukan ?"
"Aku tahu. Tapi aku tidak percaya soalnya demikian sederhana" Air muka It Tie Taysu berubah.
"Andaikata kami tuturkan segala galanya dengan jelas, kau toh tidak akan mampu menghidupkan pula almarhum ayahmu itu," katanya, yang terus memandang Gouw in Cu, setelah mana, dia
kata: "Sekarang katakan: Kau akan meletakkan sendiri senjatamu
dan manda untuk diringkus atau kau hendak bertempur dahulu?"
Tiba tiba saja hati siauw Pek menjadi tenang. Maka ia tertawa hambar dan berkata sabar: "Sang hari masih banyak. taysu, buat taysu terburu nafsu. Aku telah datang kemari, walaupun taysu ingin mengusirku, aku sendiri tak berminat untuk lekas lekas pergi" Sambil berkata begitu, sama tenangnya, si anak muda kemudian berbudak.
Melihat sikap orang muda itu, keempat ketua partai menjadi kagum. Sendirinya mereka menjadi terlambat untuk turun tangan- Bahkan Hoat Ceng Taysu menghela napas. Katanya : "Kau masih
hendak bicara apa lagi. Silahkan.... Melihat keberanianmu ini, pantas
kau diberi kematian secara terang jelas, supaya kau tak menyesal dan penasaran" Siauw Pek juga menghela napas. ia melegakan hatinya.
"Mungkin juga malam ini, turunan satu satunya dari Pek HoBun bakal mengubur tulang tulangnya dipuncak Ciong Gan Hong ini " katanya. "Jikalau itu sampai terjadi, aku hanya akan menyesalkan kepandaianku sendiri yang belum sempurna dan aku akan mati
tanpa penjelasan- Hanyalah karena kesangsian didalam hatiku
belum terpecahkan, kalau aku mati, tak dapat aku mati meram" "Baik bicaralah" kata Gouw in ciu.
"Tuan tuan berempat menjadi ketua ketua dari partai besar yang berkenamaan dan dihormati kaum Kang ouw, aku percaya kamu tak mendusta untuk membohongi aku. Kesangsianku itu adalah ini: Katanya pada tiga belas tahun yang lampau itu ketua ketua kamu telah terbunuh oleh ayahku almarhum. Dapatkah tuan tuan memberikan bukti dari tuduhan tuan tuan itu" Jikalau tuan tuan sanggup, maka tak usah tuan tuan turun tangan, aku sendiri akan menghabiskan jiwaku di depan tuan tuan sekarang juga "
"Jangan bicara sembarang, siecu," berkata Gouw in Cu. "Kata katamu ini sangat berat"
"Tetapi Coh Siauw Pek bakal wujudkan apa yang dia ucapkan" si anak muda memastikan-"Tootiang jangan kuatir aku menyangkal. Hanya jikalau tuan tuan tidak dapat memberi bukti, bagaimana tuan tuan akan bertindak terhadap diri tuan tuan sendiri?"
"Anak inilah urusan besar " berkata shie Siang Hin. "orang dengan kedudukan sebagai aku tidak dapat sembarang menerima baik kata katamu ini. Tapi aku berjanji bahwa aku akan bersungguh sungguh memecahkan kesangsianmu itu. Hanya, sebelum aku memberi keterangan, hendak aku menanyakan dahulu sesuatu kepadamu."
"syaratmu ini tidak adil Tapi, mengingat keadaan sekarang, baiklah aku terima "
Shie Siang Hin batuk batuk.
"Pada lima tahun dahulu," katanya, " kaukah orang yang telah menyeberangi jembatan Seng Su Kio?"
"Tidak salah, itulah aku"
"Didalam dunia Kang ouw ada cerita bahwa pada beberapa puluh tahun yang lampau dua orang jago Rimba Persilatan, ong Kiam dan
Pa Too, semuanya sudah hidup menyendiri diseberang Seng Su Kio
itu. Benarkah itu" Apakah sampai sekarang mereka masih hidup?" "Ya, kedua orang tua itu masih sehat walafiat"
Gouw in Cu dan ketiga rekannya kaget sekali, sampai mereka merasa seperti dada mereka telah digedor orang. Mereka berdiam beberapa lama, kemudian Hoat Ceng Taysu dapat membuka mulutnya lagi.
"Apakah kau telah berhasil menemui mereka itu?" tanya ketua Ngo Biepay itu.
siauw Pek berpikir cepat. "Kedua guruku itu sudah lama mengundurkan diri dari dunia Kang Ouw akan tetapi nama besarnya masih berpengaruh sekali, masih menggetarkan Rimba Persilatan- Kalau sekarang aku bicara terus terang tentang mereka, aku percaya tidak akan ada bahaya, bahkan ada faedahnya."
Maka ia menjawab. "Benar Aku telah menemukannya"
"ong Kiam dan Pa Too demikian tersohor, tidak disangka sangka sesudah lewat beberapa puluh tahun sekarang ada orang yang mewarisi ilmu kepandaiannya dan bahkan akhirnya itu telah muncul didalam dunia Kang ouw."
"Jikalau tidak keliru hitung," It Tie turut bicara, "sudah lima tahun siecu tinggal di seberang Seng Su Kio itu."
"Benar Aku yang rendah telah tinggal dilembah Bu Yu Kok selama lima kali musim dingin dan musim panas." Shie Siang Hin batuk batuk perlahan-
" Waktu lima tahun itu," katanya, "buat seorang yang mempelajari ilmu silat bukanlah di waktu yang lama tetapi juga
bukan waktu yang amat pendek. Entahlah tuan, apakah kau telah
berhasil mewarisi seluruh kepandaian kedua locianpwee itu ?"
Dengan cepat si anak muda berpikir^ "Hal ini tidak dapat diberitahukan sejelas jelasnya". ia menjawab. "Kepandaian kedua loocianpwee adalah luas dan dalam bagaikan lautan dengan kebaikan hatinya itu, aku telah diberikan keleluasaan belajar sebaik tenagaku sanggup, karenanya, sulit untuk mengatakan berapa banyak aku telah mendapatkannya . "
It Tie Taysu berempat saling mengawasi, semuanya berdiam. Kembali kemah menjadi sunyi.
Siauw Pek batuk batuk memecahkan kesunyian itu.
"Pertanyaan tuan tuan telah aku jawab," demikian katanya,
"maka sekarang telah tiba waktunya buat tuan tuan memberi
keterangan kepadaku, supaya kesangsianku dapat dilenyapkan "
Gouw in Cu adalah yang memberikan jawaban- Kata dia, "Almarhum ketua kami itu telah mengundang sembilan partai besar serta pemimpin2 dari empat bun, tiga hwee dua pang untuk bermusyawarah dipuncak Yan In Hong, maksudnya ialah untuk melenyapkan segala permusuhan dan perselisihan didalam Rimba Persilatan- Itulah cita-cita yang besar dan luhur. Akan tetapi ketika itu ayahmu, tuan, karena urusan pribadi, sudah menurunkan tangan-.."
"Bagaimanakah dapat dikatakan ayahku yang telah menurunkan tangan?" tanya siauw Pek.
"Soal itu kami semua sedang menyelidikinya. Tatkala itu, kecuali
ayah dan ibumu, tidak ada lain orang dipuncak Yan in Hong itu."
"Andaikata ayahku kebetulan berada disana, itu belum pasti menjadi bukti bahwa dialah yang melakukan-.."
"Jikalau bukan ayah bundamu, tuan, dapatkah kau menunjukkan penjahat yang asli" Shie siang Hin bertanya. Ditanya begitu, Siauw Pek melengak.
"Kalian adalah ketua ketua partai partai besar, kenapa kau bersikap mau menang sendiri?" tanyanya kemudian- "Jikalau aku sudah tahu, tidak perlu aku datang mencari kamu puncak Ciong Gan Hong ini,"
"Siecu, apakah kau telah selesai bicara?" tanya Gouw in Cu. "Belum." sahut si anak muda.
"Baik, kami berempat akan bersabar menantikan beberapa detik lagi. Siecu apa pun yang kau hendak bicarakan, silahkan"
JILID 19 Hati Siauwpek panas pula, akan tetapi ia mencoba menyabarkannya. Katanya, "Kedua partai siauw Lim dan Bu Tong menganggap dirinya sebagai gunung tay san dan bintang pak tauw dari rimba persilatan dan ketua ketuanya adalah orang orang dengan kepandaian silat luar biasa, maka itu andaikata kepandaian ayah bundaku melebihi daripada kepandaian mereka itu, tidak kemungkinan juga didalam waktu yang singkat itu, ayah-bundaku mampu membinasakan keempat ketuamu itu. Inilah kecurigaan, yang menimbulkan kesangsian. Dengan satu kali melihat saja, orang pasti mengerti. Tapi kamu tuan tuan, bukan kami memikir mencari si pembunuh, kamu justru bergabung dengan partai lainnya dan pergi menyerbu Pek Ho Po, disana kamu membasmi seluruh keluarga dan penghuni, tak perduli tua atau muda, wanita atau anak anak. Semua tak ada yang tinggal hidup Tuan tuan, kenapakah hatimu demikian kejam?"
Kata kata anak muda ini terputus secara tiba tiba. Dari luar kemah terdengar suara bentakan tanda kemurkaan-Couw In Cu
menatap sianak muda, alisnya berkerut. "Siecu kau datang seorang diri atau dengan kawan?" tanya dia.
siauw Pek menjawab, hanya dia berkata dingin: "Tuan tuan berempat tidak sanggup menunjuk bukti, maka itu janganlah kamu menyesalkan aku,jikalau aku bertindak keras" Shie Siang Hin tertawa dingin.
"Diatas puncak ini kurasa tidak ada tempat dimana kau dapat berbuat sesukamu" serunya.
Kata kata jago Khong Tong Pay ini diputuskan suara berisik teriakan dari kegusaran-
"Rupa rupanya orang sedang bertempur," pikir Siauw Pek, "Mungkinkah Seng supoan telah kena dipergoki?" Karena itu ingin ia keluar untuk melihat.
Keempat ketua saling melirik, lalu mereka saling bergerak. Maka dalam sekejap. si anak muda telah terkurung.
Siauw Pek mendongkol telah diperlakukan demikian-"Kamu semua ketua ketua partai " teriaknya.
"Sekarang kamu main keroyok. Awas, nanti orang orang gagah dikolong langit mentertawakanmu"
"Dari antara kami berempat, kau pilih siapa saja kau suka" berkata Gouw In cu. "Kau pasti bukan lawan kami, buat apa kami mengeroyokmu" Kami hanyalah bertugas menyingkirkan bencana kaum Kang ouw, dari itu, siapapun tidak dapat ketinggalan menurunkan tangan, jadi didalam hal ini tidak dapat ada sebutan main keroyok" Siauw Pek tertawa dingin.
"Hutang darah ayah bunda membuat orang tak dapat hidup bersama di dunia" katanya. " Lambat laun, pertempuran toh mesti terjadi" Maka ia menghunus pedangnya untuk bersiap. Belum lagi ia maju, tiba tiba Gouw IN CU berempat sudah mengibaskan tangan baju mereka, membuat sambaran angin yang keras.
siauw Pek terkejut, syukur ia tidak gugup, Cepat cepat ia berdiri tegak. tenaga dalamnya dikerahkah untuk bertahan-
Hanya sebentar, lenyap sudah serangan tenaga dalam itu. Gouw in cu berempat saling memandang, merekapun tersenyum sesamanya. Inilah sebab mereka melihat wajahnya sianak muda mirip orang jeri.
"Amidabuddha" It Tie memuji muji.
"Siecu, silahkan lemparkan pedangmu untuk mengaku kalah"
"Seorang laki laki mati hidupnya sudah ditakdirkan" menjawab Siauw Pek gagah. "Jika aku Coh Siauw Pek malam ini tidak mampu membalaskan sakit hati ayah bundaku, guna melampiaskan penasaran seratus lebih orang Coh Kee Po, lebih baik aku mati di medan laga dipuncak ini" Shie Siang Hin tertawa.
"Kau boleh mempunyai keinginan mati tapi kami tidak mempunyai ingatan untuk membunuhmu" katanya.
"Asal kau meletakkan pedangmu dan mengaku kalah, kau bebas untuk pergi meninggalkan puncak ini"
Siauw Pek tertawa dingin-
"sebelum jelas soal binasanya ayah-bundaku, aku tidak akan membunuh orang" katanya.
"Tak kecil mulutmu, siecu" Gouw In cu mengejek sambil tertawa tawar.
"Itulah sebabnya aku tidak mau melakukan pembalasan secara
membabi buta, agar orang yang tak bersalah tak sampai korban" "Sayang keinginanmu itu takan tercapai" kata Gouw In Cu.
siauw Pek mendongkol. Dia berkata keras "Tak perduli kamu sudi dengar atau tidak, aku hendak bicara sampai habis, untuk mengeluarkan apa yang kupikir, kalau tidak, tak nanti aku mengangkat kaki dari sini"
Ketika itu suara berisik diluar bertambah tambah, karena sekarang terdengar juga suara dari bentroknya senjata senjata tajam. Diam diam Siauw Pek melirik keempat ketua partai itu. Nampaknya mereka tenang tenang saja, seolah tidak menghiraukan suara berisik itu, rupanya mereka merasa pasti bahwa pihaknya yang pasti menang.
"Baik, bicaralah" kata It Ti kemudian. "Kami akan sabar menanti dan mendengarmu Cuma..."
"Cuma apa?" "Cuma hendak loolap memberitahukan satu hal kepadamu Walaupun kata katamu sempurna dan beralasan, hati kami semua sukar untuk digerakkan, dan kau tak dapat diberi kebebasan lari turun gunung" Coh Siauw Pek tertawa dingin.
"Apakah kamu sangka turunan Keluarga Coh sudi memohon belas kasihan orang Kamu boleh legakan hatimu. Aku Coh Siauw Pek, kalau aku tidak mati dipuncak gunung ini, dengan menganga Ikan pedang ditanganku, pasti aku akan bisa membolos pengepungan kamu ini"
"Benar" kata Gouw In Cu. "Dipuncak ini ada disembunyikan empat puluh orang murid keempat partai, mereka ini dapat disebut kurungan."
"sebelum aku selesai bicara, tuan tuan baik jangan bicara dulu"
"Saudara saudara, mari kita dengar kata kata dia" It Tie kata pada ketiga rekannya.
Gouw In cu tertawa. "Coh Siauw Pek. sebaiknya kau ringkas akan kata katamu." ejeknya.
siauw Pek menatap empat ketua itu, lalu dia berkata, melanjutkan keterangannya: " Kenapa ayah bundaku dikejar kejar dan dibinasakan oleh orang orang Rimba Persilatan seumumnya mungkin ada sebabnya, tetapi alasan kalian adalah sebab ayahku
telah membinasakan cara menggelap ketua kamu masing masing. Aku tak percaya ayahku jadi pembunuh gelap itu, sebaliknya aku percaya ayahku hanya jadi sasaran saja"
Anak muda ini menghela napas panjang. Dia melanjutkan- "Tuan tuan tentu ketahui sebabnya itu tetapi, tuan tuan tak sudi menjelaskan"
It Tie memandang Gouw In cu, ingin ia bicara, tetapi Siauw Pek melanjutkan pula: "Kalau malam ini aku terbinasa ditanganmu, habis sudah turunan keluarga Coh, jadi tidak usah tuan tuan pikirkan pula pembalasan di belakang hari Tapi kalau malam ini tuan tuanlah yang binasa di tanganku, maka tuan tuan juga, seperti ayahku, menjadi sasaran"
hoat Ceng Taysu mengernyitkan alisnya. Dia hendak bicara,
tetapi dibatalkan sendiri, dia lalu batuk batu, terus berdiam.
"Ayahku pasti bukan siorang yang bersalah kaum Rimba Persilatan berjumlah beberapa ratus kelompok, kenapa justru keluargaku yang dijadikan sasaran?"
It Tie Taysu mengangguk perlahan, tanda dia menyetujui kata kata itu. Akan tetapi, dia juga tidak mau bicara.
Maka Siauw Pek menyambungi: "Kalau malam ini aku sampai membinasakan salah seorang murid kamu, siapa saja, pasti urusan ini tidak ada jalannya untuk diselesaikan secara damai lagi. Tuan tuan menjadi ketua ketua partai, tuan tuan cerdas, tentu tuan tuan mengerti, apabila kita bertempur sampai darah mesti dikucurkan, selanjutnya kita berada dijalan buntu. Maka itu, tuan tuan, baiklah kamu memikir pula" Shie Siang Hin batuk batuk perlahan
"Anak. apakah sedang mengajari aku sicrang tua?" tanya dia.
"Aku bicara setulus hatiku. Aku tahu penasaran harus dilampiaskan, tapi tak ingin aku merembet rembet orang yang taksalah dosa sebab itu memperdalam permusuhan, karena itu satu kali bertindak salah, kacaulah semua tak ada yang dapat ditolong lagi. Kalau ada orangmu yang terbinasa, pasti orang orang kamu,
bahkan kamu sendiri, bakal menjelajah dunia akan mencari Coh Siauw Pek, buat menuntut balas. Mungkin senjataku ampuh tetapi jumlah kamu banyak sekali, tidak dapat aku membunuh habis. Bukankah itu bakal sesuatu petaka besar" Itulah yang coh Siauw Pek tidak kehendaki"
Kata Hoat Ceng dingin "Jikalau begitu, malam ini mesti kami bunuh kau, supaya dengan begitu kami dapat membuat rimba persilatan aman dan damai "
"Aku hendak cari si pembunuh yang asli, kenapa tuan tuan tidak setuju dan tidak sudi bekerja sama."
"Si penjahat adalah Coh Kam Pek suami isteri, mereka sudah terbunuh mati, bahkan mereka merembet rembet seluruh anggota Pek Ho Bun yang tidak bersalah dosa. Sakit hati kami sudah terbalaskan, yang lolos cuma kau seorang, tuan Malam ini kau mengantarkan dirimu sendiri, inilah kehendak Thian supaya kamu, Keluarga Coh habis semuanya "
"Kami disini mengatur perangkap buat menghadapi pihak Ciu Heng Cie Kiam, siapa tahu siecu sendiri telah datang kemari" kata It Cie.
"Tampaknya tanpa pertempuran, sukar buatku turun dari puncak ini " kata Siauw Pek.
"Memang " kata Gouw in cu. " Untuk menyingkirkan satu
pertempuran hebat, jalannya cuma satu yaitu tuan mengaku kalah,
tuan meletakkan pedangmu, untuk manda dibelenggu." "Seandainya kita tidak setuju?"
"Jikalau kau percaya, kau bakal dapat menerobos keluar dari kemah ini, kami tak akan menghalang halanginya "jawab Shie Siang Hin. Siauw Pek mengulapkan pedangnya.
"Baik" katanya. "Tuan tuan begini memaksa kepadaku, jalanku satu satunya ialah menerima baik pengajaran kamu "
Tepat didetik itu, diluar terdengar suara tertahan, seperti ada orang yang terlukakan parah. Mendengar hebatnya bentrokan pelbagai senjata, Siauw Pek menerka bahwa pertempuran tengah berjalan seru sekali.
Ketika itu Gouw It Cu dan Shie Siang Hin telah menempatkan diri diarah timur selatan dan barat selatan, dan It Tie Taysu bersama Hoat Ceng Taysu diarah timur utara dan barat utara, dengan demikian, mereka bersikap mengurung.
Menghadapi keempat ketua partai, hati siauw Pek ragu ragu juga dibuatnya, akan tetapi kapan ia ingat dendam kesumatnya, semangatnya terbangun pula, kepercayaannya ditumpahkan kepada ilmu pedangnya. Sejenak itu, ia menjadi tenang sekali. Hanya tadi, didalam sedetik, hatinya sangat tegang.
"Sekarang kamu boleh mulai " berkata si anak muda setelah ia mengangkat tangannya perlahan lahan, akan memutar pedangnya untuk dibawa kedepan dadanya.
It Tie berempat diam diam terperanjat. Mereka heran- Baru saja wajah anak muda tampak tegang, tapi sekarang dia tenang luar biasa.
"Apakah benar benar dia telah mewarisi kepandaian Kie Tong?" ketua Siauw Lim Pay itu tanya didalam hati.
"Cepat kamu mulai" berkata pula Siauw Pek setelah menanti beberapa detik tetapi keempat lawan itu masih berdiam saja. Ia kurang pengalaman, mau tidak mau ia merasa heran atas sikap orang itu. Ia tidak tahu bahwa seorang mengherani caranya membawa pedang kedadanya itu.
Mengingat akan keadaannya sendiri, Siauw Pek tidak dapat bersabar lebih lama lagi.
"Jikalau kalian tidak mau memulai, baiklah, akan aku mulai" katanya. Dan ia menikam Gouw In Cu.
Gouw In Cu tertawa dingin, dia menggeser tubuh kesisi, tangannya segera menyampok.
Tadi Siauw Pek telah belajar kenal dengan tenaga dalamnya yang mahir dari keempat ketua partai itu, tanpa menanti pedangnya kena dihajar, ia meneruskan menyabet kepada Shie Sian Hin-
Jago Khong Tong Pay itu memperdengarkan suara ejekan- "Hm"
Serentak dengan menggeser tubuh, dengan sebelah tangan ia
menyampok pedang lawan, dengan tangan yang lain ia meninju
Kembali Siauw Pek menyingkir, setelah itu sambil memutar tubuh, langsung ia menikam Hoat Ceng Taysu.
Hebat tinju Shie Siang Hin itu, yang tidak mengenai sasarannya.
It Tie kuatir tendanya rusak. lekas lekas ia menahan anginnya serangan rekan itu.
Hoat Ceng memuji melihat gerakan si anak muda. Tapi pedang terus menikam kepadanya, maka dengan sebat ia bertindak. Ia menekan Shie Siang Hin. Sambil menangkis, ia menyerang. ia mencoba mencekal pergelangan tangan si anak muda yang memegang pedang itu.
Siauw Pek menarik kembali pedangnya, dengan ia menyelamatkan tangannya. Tapi ia tidak berhenti, segera ia menabas kepada It Tie atas mana pendeta Siauw Lim Sie itu mundur seraya menolak dengan kedua tangannya, tangan bajunya terkibaskan-
Hebat tenaga dalam ketua Siauw Lim Pay ini yang menguasai Tiat Sie Sin kang, ilmu Tangan baju Besi, salah satu dari tujuh puluh dua kepandaian istimewa dari partainya. Kebutan tangan bajunya itu berat sekali. Dengan begitu ia mengharap lawannya akan tertolak mundur.
Tetapi Siauw Pek telah berhati hati, dia dapat mengegos dari tangkisan yang berbareng berupa serangan itu. Maka celakalah kain tenda dibelakangnya, kain tenda itu jebol, kemahnya bergoyang keras
Diam diam si anak muda terkejut. Segera ia mengulangi tikamannya kepada pendeta siauw Lim Sie itu.
Melihat demikian, it Tie juga mengulangi serangannya. Tapi ia lebih dahulu merasai desiran angin pedangnya hingga ia menjadi kaget, lekas lekas ia berkelit kekiri, sedangkan sebelah tangannya dipakai menyerang pula.
Kembali Siauw Pek kaget. Ia merasai angin menyerang pedangnya, hingga ia merasakan bagaikan gelombang mendampar dadanya. Tapi serangannya sendiri juga tidak gagal, walaupun gerakan pedangnya menjadi sedikit lambat. Ujung jubah It Tie telah kena tertusuk berlubang
Siauw Pek memiliki tenaga dalam yang terlatih baik, ia juga sudah bersiap sedia, akan tetapi gempuran Tiat Sin kang dari It Tie membuatnya menderita juga. saat itu darahnya bergolak. kepalanya pusing, dengan tubuh limbung ia mundur dua tindak. sedangkan napasnya memburu. ia sadar, maka lekas lekas ia menumbuk kepalanya beberapa kali, guna mencoba menghilangkan pusingnya itu.
Gouw In Cu melihat orang mundur itu, otaknya segera berpikir: "Rupanya dia terluka didalam, kalau sekarang aku tidak mau merampas jiwanya, sebentar akan hilang kesempatanku" Maka segera ia menggerakkan tangan kanannya.
Justru dia terancam serangan dari ketua Bu Tong Pay itu, mendadak Siauw Pek memutar pedangnya, diikuti dengan terputarnya juga tubuhnya, menyusul mana, cepat sekali, tubuhnya itu mencelat tinggi, menoblok kelangit kemah It Tie berempat tercengang. itulah diluar dugaan mereka. "Sayang Sayang" seru Gouw In cu menyesal. "Sayang aku terlambat, kalau tidak. pasti dia tidak akan lolos" Shie Siang Hin menghela napas.
"Kita mengepung berempat, dia toh tak dapat dikekang, kalau hal ini tersiar dalam dunia Kang ouw, adakah muka kita untuk melihat orang banyak ?" katanya masgul.
"Nyata dia telah memperoleh ilmu pedang yang mahir sekali," Hoat Ceng mengakui.
It Tie juga berkata, dengan sungguh sungguh: "Jikalau dia mempunyai pengalaman cukup, dengan pedangnya saja, dapat dia keluar dari kemah kita ini."
"Pintoo lihat memang gerakan pedangnya itu luar biasa sekali," kata Gouw in cupula.
" Gerakan itu beda dengan gerakan pelbagai ilmu pedang yang pernah kulihat. Kecuali ilmu pedang Kie Tong, semua yang lainnya pernah kusaksikan."
"Jadi tooheng maksudkan ilmu pedang dia benar ilmu pedang Kie Tong?" Hoat Ceng bertanya.
"Tidak salah Itulah yang telah kuduga dan kuatirkan-.."
"Tooheng, cobalah kau menjelaskan penglihatanmu ini," Shie Siang Hin minta.
"Apakah saudara saudara melihat golok pemuda itu?" balik tanya Gouw In Cu. Hoat Ceng melengak.
"Apakah saudara menyangka golok itu golok Hoan Uh it Too Siang Go?" ia bertanya.
"Didalam dunia Kang ouw telah tersiar ceritera tentang Thian Kiam dan Pa Too, yang telah berhasil melintasi jembatan maut Seng su Kio," berkata ketua Bu Tong pay itu. Jikalau halnya Thian Kiam Kie Tong itu benar, maka juga halnya Pa Too Siang Go pasti bukannya dusta .Jikalau Kie Tong dapat menurunkan ilmu pedangnya, kenapakah Siang Go tidak dapat mewariskan goloknya" ilmu pedang Kie Tong mengutamakan pembelaan diri, tidak demikian dengan ilmu golok Siang Go..."
Shie Siang Hin mengernyitkan kening. Katanya: "Kalau begitu, apabila sekarang kita membiarkan anak muda itu berlalu dari Ciong Gan Hong, bukankah itu berarti kita melepaskan harimau galak turun gunung?"
"Benar" berkata It Tie. "Mungkin hari ini adalah kesempatan satu-satunya bagi kita menyingkir dia dari dunia..."
"Pintoo tidak mengerti," berkata Gouw In Cu. "Terang terang dia telah terhajar Tiat Siu Sin-kang saudara It Tie, kenapakah dia masih dapat menyingkirkan diri" Bukankah dia telah terluka?"
"Inilah yang membuatku heran," It Tie mengakui.
"Sekarang ini baiklah kita jangan menghiraukan pula kedudukan atau nama baik kita," berkata Hoat Ceng Taysu. "Mari kita mengejarnya, untuk membinasakannya"
"Aku memikir lain," berkata Shie siang Hin- "Apakah itu, saudara?" tanya Gouw In Cu.
"Diluar, pertempuran rupanya sedang berlangsung dengan seru," berkata ketua Khong Tong Pay itu, "Dengan melihat dari lamanya pertempuran itu, dapat diduga bahwa lawan datang dalam jumlah yang tak sedikit dan juga mereka berkepandaian tinggi. Mereka itu pasti dari angkatan muda. Pantaskah kita berempat melayani mereka itu" Apakah kata kata khalayak ramai apabila mereka mendengar perihal sepak terjang kita ini" Dapatkah kita menerimanya" Maka itu aku pikir, daripada kita membasmi mereka, lebih baik kita membiarkannya lolos turun gunung. Kita keempat partai, pengaruh kita besar, jumlah murid kita banyak, apakah yang kita kuatirkan" Kenapa kita mesti bertindak sembarangan"
Bukankah tak sukar buat mengambil jiwa mereka itu" Kenapa
terburu seperti sekarang ini ?" It Tie dan Gouw In Cu bungkam.
"Kau benar juga, saudara" kemudian kata pendeta dari siauw Lim Sie itu. "Tak perduli bagaimana gagahnya Coh Siauw Pek, dengan seorang diri saja, tak berdaya dia menentang kita. pula peristiwa Coh Kee Po itu bersangkut paut dengan semua partai lainnya, maka juga, mereka bakal kena terembet rembet. Sekarang ini Coh Siauw Pek sendiri masih belum jelas mengenai duduk peristiwanya, kalau dia bicara, siapakah yang mau percaya"..."


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Baru saja pendeta ini berhenti bicara, tiba-tiba dari luar terdengar jeritan kesakitan yang hebat.
Gouw In Cu mendekati pintu kemah untuk menyingkapnya dan melongok keluar. Maka ia melihat tujuh atau delapan orang dengan berpakaian hitam tengah bertempur dengan murid murid keempat partai. Nampaknya pada kedua pihak telah jatuh beberapa korban. Didalam pertempuran itu, Siauw Pek tidak nampak.
Sebenarnya baru saja ketika si anak muda molos dari atas kemah, ia segera melihat satu pertarungan diantara orang orang berseragam hitam dengan para pengikut keempat partai. Delapan atau sembilan orang berseragam hitam, yang menggunakan topeng, terkurung beberapa puluh orang. Ia terluka di dalam tetapi ia dapat menahan diri, pikirannya tetap sadar. Ia ketahui, rombongan dari dua belas kiam long, pengikut pengikut Hek Ie Kiamcu. Walaupun ia berniat membantu mereka, namun ia tidak berdaya, sebab ia sendiri mesti segera beristirahat guna memulihkan kesehatannya. Maka ia menyingkir dengan jalan memutar. Apa mau, dua orang murid Siauw Lim Sie sudah melihatnya dan mereka itu segera mengejar. Ia cuma memikir soal menyingkir, dan tidak mendapat lihat dua orang pendeta itu.
Dengan tiba tiba seorang pendeta yang bertubuh tinggi besar, menyerang si anak muda dengan hong piang san, senjatanya yang berat itu. Anak muda itu tidak tahu tibanya pembokongan. Ia tidak melihat dan mendengar, suara beradunya pelbagai senjata juta membisingkan telinga.
Tepat si anak muda terancam bahaya, mendadak Ban Liang muncul didekatnya. Jago tua itu turun tangan bagaikan kilat. Dengan tangan kiri dia menyerang dengan seragan angin, dengan tangan kanan dia menyambar, menjambak lawan-Hanya dengan satu kali gebrak saja, robohlah pendeta itu.
Hweeslo yang kedua tercengang menyaksikan kawannya roboh seketika, justru itu iapun tidak sempat berdaya ketika Ban Liang menyerangnya, menjambret dengan Ngo Kwie Souw Kun ciu. Sebenarnya ia masih mencoba melawan dengan goloknya tapi ia kalah sebat, begitu dadanya tersentuh, segera ia berteriak tertahan dan roboh.
Ban Liang sendiri heran menyaksikan hasilnya itu. Itulah bukti
bahwa ilmu silatnya liehay.Jadi tidak sia sia ia memahamkan
ilmunya itu, yang tadinya gagal sewaktu melawan Siauw Pek.
Setelah merobohkan kedua lawan itu, Ban Liang menoleh kepada sianak muda. Ia terperanjat. Ia melihat tubuh anak muda itu
limbung tapi ia masih lari terus turun gunung. Ia menduga tentulah
si pemuda telah dapat luka. Tidak bersangsi lagi, ia lari menyusul. "Saudara, saudara" teriaknya, " apakah kau terluka ?"
Sekarang Siauw Pek dapat mendengar suara orang, ia mengenali si jago tua. "Ya, aku terluka didalam," sahutnya. Ia berhenti lari dan menoleh.
"Jikalau kau terluka, jangan bergerak," Ban Liang berkata. "Mari aku gendong kau, kita lekas-lekas menyingkir dari sini "
Berkata begitu, tanpa menanti jawaban, jago tua itu menyambar tubuh sianak muda, lalu digendong, terus dibawa lari.
Ketika itu ada beberapa murid Siauw Lim dan Bu Tong yang berlari-lari mengejar, cepat lari mereka menyusul kita.
Ban Liang kuat dan bisa lari cepat, tetapi ketika itu ia terlambat. Ini disebabkan ia mesti menggendong Siauw Pek jalannya sukar dan berbahaya, perlahan lahan ia mulai tersusul.
Sampai di batu besar dimana tadi Oey Eng dan Kho Kong bersembunyi, jago tua ini terkejut. Ia tidak melihat munculnya kedua kawan itu.
"Kemana perginya mereka?" ia tanya dirinya sendiri. "Apakah benar disebabkan usianya yang muda dan kurangnya pengalaman maka mereka pergi meninggalkan tempat penting ini?"
Selagi berpikir, tiba-tiba jago tua ini dikejutkan oleh munculnya empat orang dari samping batu besar. Merekalah dua orang pendeta dan dua orang imam, yang segera menghadang ditengah jalan-
" Celaka" jago tua itu mengeluh. Ia lalu menotok dua jalan darah
siauw Pek. Hal ini perlu, guna mencegah sianak muda meronta.
Jalan itu sempit, sudah ada empat orang merintangi didepan, dibelaakng tampak lari mendatanginya, kawan-kawan dari pendeta dan imam itu. "Mesti aku mengadu jiwa" pikirnya. Maka ia berhenti lari.
Pengejar itu terdiri dari empat pendeta dan empat imam, mereka berhenti mengejar, rupanya merasa jeri juga.
Ban Liang melihat kekiri dan kanan, ia menyedot napas panjang.
Dari empat penghadang itu seorang pendeta lalu berkata dingin "Siecu telah buntu jalan, masih siecu tidak sudi menyerah, apakah siecu masih memikir buat menerobos kabur?"
Ban Lian masih tetap berdiam. Ia cuma memasang mata tajam kepada sekalian musuh itu. Berapa kali teguran si pendeta diulangi, ia berpura-pura tuli.
Pihak pengejar juga sudah mengambil posisi sendiri-sendiri, dengan tindakan perlahan mereka maju menghampiri. Ban Liang melihat gerak gerik mereka itu. Dengan berhati hati ia menyangkol tubuh Siauw Pek. Ia menggunakan tangan kirinya. Maka dengan tangan kanan, ia bersedia untuk menyerang.
Disaat yang sangat tegang itu, dari belakang batu besar dibelakang keempat dan imam pencegat itu mendadak muncul
sesosok tubuh orang, yang terus berlompat maju sambil terdengar
seruannya yang perlahan tetapi bernada nyaring: "Minggir "
Keempat orang itu terkejut, semuanya segera berpaling kebelakang, akan tetapi mereka terlambat. Tahu-tahu mereka sudah kena tertotok hingga habislah daya mereka
Ban Liang sudah siap sedia, diapun tabah dan cerdik, dia gesit sekali, menyaksikan kejadian itu, tanpa ragu ragu sedikit juga, dia berlompat maju, untuk naik keatas batu karang yang besar itu.
Pendeta yang dikanan menyaksikan kejadian itu, dia tabah, dengan segera dia menyampok Ban Liang dengan senjatanya yang mirip sekop itu. Sebaliknya, si imam telah berlompat jago tua itu membarengi menyerang kearahnya.
Diserang si pendeta, Ban Liang terancam bahaya. Terpaksa ia mengulur tangannya, guna menyambuti ujung senjata .Justeru itu orang yang menyerang musuh-musuhnya tadi itu telah mendahului mengulur tangannya untuk menangkap sekop. sembari berbuat begitu, terdengar suaranya perlahan: "Saudara lekas menyingkir terus, aku akan tahan musuh ini "
Jago tua itu sempat menoleh akan melihat penolong tidak dikenal itu. Ia melihat seorang dengan baju hijau serta kepalanya dan mukanya terbungkus dengan pita hijau. Hingga hanya tampak sepasang matanya yang tajam. Ia heran, hingga ia berkata dalam hati: "Siapakah orang ini" Mengapa aku tidak kenal dia" Kenapa dia datang membantu kami "
Walaupun dia berpikir demikian, Ban Liang toh lari terus turun gunung dengan mengikuti jalan kecil satu-satunya itu. Dibelakangnya ia mendengar suara nyaring dari beradunya alat alat senjata. Ia tidak menghiraukan itu, ia lari terus, baru setelah sampai dikaki puncak. Ia berhenti berlari, untuk segera menotok bebas pada Siauw Pek
Sianak muda menghela napas. Tadi ia ditotok bukan untuk dipingsankan, hanya agar ia tak dapat bergerak. Maka ia tahu tentang bantuan si orang serba hijau itu.
"Apakah orang itu sahabat locianpwee?" ia bertanya kepada Ban Liang. orang tua itu menggeleng kepala.
"Aku tidak kenal dengannya."
"Heran," kata Siauw Pek menarik napas lega, "kenapa dia menolong kita ?"
"Mesti ada sebabnya yang belum kita ketahui. Tapi saudara, dapatkah kau berjalan" Tak dapat kita berdiam lama-lama disini."
Siauw Pek berpikir sejenak. baru ia menjawab: "Lebih baik kita cari tempat didekat-dekat sini, perlu aku beristirahat dulu. Kita perlu mencari dua saudara angkatku yang entah telah pergi kemana." Ban Liang mengerutkan alis.
"Dipuncak ini ada banyak orang liehay, ini berbahaya," katanya. "Mereka juga menjaga jalan kecil itu dapatkah kedua saudara itu meloloskan diri ?"
Darah Siauw Pek bergolak. Ia khawatirkan Oey Eng dan Kho Kong. Ia mengendalikan hatinya, hingga air matanya meleleh keluar. Ia mengertak gigi
"Mereka berdua rela mengikuti aku, kami bagaikan saudara saudara kandung, mana dapat aku meninggalkan mereka?" katanya, berduka. "Jikalau mereka sampai mendapat celaka."
"Jangan terlalu berduka, saudara kecil," Ban Liang menghibur. " Usia ku telah tinggi, pengalamanku banyak sekali. Kau harus menginsafi kata kata yang mengatakan, seorang panglima sukar luput kematian dimedan laga. Selama beberapa puluh tahun, entah berapa banyak korban orang yang pernah kulihat. Saudara kecil yang terpenting sekarang ialah tempat tenang dan selamat untuk kau beristirahat, supaya kau lekas sembuh."
"Andaikata mereka sudah mati, perlu mayat mereka dicari, untuk dirawat." kata sianak muda, yang masih memberati saudara angkatnya.
Ketika itu terdengar suara angin sarser, suara ujung baju berdebaran. Kemudian nampak seorang berbaju hijau lari mendatangi. Kedua mata orang itu nampak bersinar tajam. Lekas sekali dia sudah datang dekat, bahkan dia segera berkata perlahan: "Kedua kawanmu telah kutolong. Disini kita tak boleh berdiam lebih lama pula. Mari ikut aku" Dan dia mendahului lari pergi.
Dari atas puncak masih terdengar suara pertempuran serta seruan seruan-Siauw Pek tidak banyak omong lagi, ia turut lari.
Agaknya si baju hijau kenal baik keadaan tempat itu. Dia lari cepat dijalan yang banyak tikungannya didalam lembah itu, setelah tujuh atau delapan lie, baru dia berhenti, lalu dengan menunjuk kesatu arah, dia berkata: "Di belakang sana ada gua, beristirahatlah kamu disana, aku sendiri ingin melihat kalau kalau ada orang yang mengejar kita."
Lalu tanpa menanti jawaban, ia pergi pula berlari lari. Siauw Pek mengawasi belakang orang itu.
"Jikalau tidak ada dia, mungkin sulit buat turun gunung," katanya.
"Nampaknya dia menolong kita bukan secara kebetulan, lebih banyak dikarenakan ada niatnya," berkata Ban Liang. "Disini mesti ada sebabnya..."
Siauw Pek sementara itu masih menghawatirkan Oey Eng dan Kho Kong. "Mari kita melihat gua itu dulu," ia mengajak. Lalu ia bertindak maju. Ban Liang mengikuti.
selewatnya tikungan, benar terlihat sebuah gua. Mereka menghampiri. "Saudara Oey Saudara Kho" sianak muda berseru tak sabar.
"Apakah toako disana?" terdengar suara dari dalam gua, lalu muncullah dua orang ialah Oey Eng dan Kho Kong, yang jalannya perlahan-
Melihat tindakan kaki kedua orang itu siauw Pek tahu bahwa mereka terluka. Maka ia lari menghampiri, untuk terus mencekal keras tangan mereka masing masing.
"Apakah luka kamu parah?" ketua ini tanya prihatin- Tapi justru itu, tiba tiba tubuhnya sendiri limbung hendak jatuh, sebab mendadak saja matanya kegelapan-Ban Liang mengulur tangannya, menyambar tubuh kawan itu.
"Apakah toako terluka didalam?" tanya Kho Kong kaget.
Ban Liang mengangguk. tetapi dia berkata: "Tak apa. Habis terlukakan dia belum sempat beristirahat sebaliknya dia mesti berlari lari keras, terutama karena dia memikiri dan sangat menguatirkan kamu, dua saudara kecil. Dia jadi pingsan karena kegirangan yang sangat melihatmu."
Berkata begitu, jagoan ini memondong tubuh sianak muda dibawa masuk kedalam gua.
Itulah gua yang tidak luas tapi dalamnya bersih bekas diberesi. Maka tubuh Siauw Pek bisa segera dibaringkan. Ketika Ban Liang
hendak memberikan bantuan dengan tenaganya, tiba-tiba anak
muda itu telah berlompat bangun-"Toako luka di..." tanya Kho Kong.
Ban Liang memotong. "sekarang bukan saatnya banyak bicara, kamu bertiga perlu beristirahat. Ada kemungkinan keempat partai, atau orang orangnya, dapat menyusul kita kemari."
"Tuan tuan tak usah kuatir," terdengar suara dari luar gua. "Telah kusingkirkan segala tanda tanda bekas kita."
Sembari berkata begitu, orang diluar itu bertindak masuk dengan
tenang. "Siapakah kau, tuan?" Siauw Pek paling dahulu menanya.
"Benar kata saudara Ban ini," orang itu berkata tanpa menjawab dahulu, "tuan tuan bertiga perlu beristirahat. Sebentar kita bicara. Masih ada waktu." Ban Liang terperanjat mendengar orang menyebut shenya.
"Sudah puluhan tahun aku mengundurkan diri, kenapa tuan mengetahui sheku?" tanyanya.
"Selama saudara Ban Liang berkecimpung di dalam dunia Kang
ouw, namamu terkenal sekali," berkata orang itu. "Bagaimana aku
bisa tidak mendengarnya?" Jago tua itu bertambah heran- "Sebenarnya, siapakah kau, tuan?" dia tanya pula.
"Guna kesehatan ketiga saudara ini tak dapat kita membuang waktu," berkata orang itu. "Aku akan berdiam disini, untuk
menemani, sebentar kita bicara pula." Walaupun dia heran, Ban Liang terpaksa menutup mulut.
siauw Pek sudah duduk bersila, untuk menyalurkan pernapasannya, hingga dilain saat dia sudah masuk dalam suasana "bong ngo cie keng" yaitu lupa akan diri sendiri. Ketika kemudian ia tersadar langit sudah terang, sinar matahari telah menerobos masuk kedalam gua, hingga segala sesuatu tampak nyata.
Si orang berbaju hijau melihat pemuda itu sadar dan membuka matanya.
"Kau sudah selesai bersemadhi, saudara Coh?" tanyanya. Agaknya Siauw Pek terperanjat. Dia menatap.
"Siapakah kau, tuan?" tanyanya kemudian kepada penolongnya itu.
Sebelum menjawab, si baju hijau mengangkat dahulu sebelah tangannya kekepalanya, untuk menyingkirkan cita hijau yang membungkus kepala dan mukanya, maka segera tampak sebelah batok kepala yang gundul tak berambut. Karena dialah seorang pendeta.
"Apakah siecu kecil masih mengenali loolap?". dia balik bertanya. Siauw Pek terkejut. Dia heran.
"Kau pendeta dari Siauw Lim Sie?" tanya dia.
Pendeta itu mengangguk. "Loolap ialah Su Kay," sahutnya.
"Aku ingat sekarang. Kita pernah bertemu diJie Sie wan-" "Benar."
Ban Liang tertawa dingin.
"Aku mengira siapa, tak tahunya salah seorang dari Su Tay kim kong," berarti "empat Kim kong yang besar", yang berkenamaan, dari kuil Siauw Lim Sie, dan "kim kong" berarti "pelindung kuil".
Su Kay bersikap tenang, tiada tanda sedikitpun yang
menunjukkan bahwa dia gusar atau mendongkol. ia tertawa tawar
dan berkata: "Kiranya saudara Ban masih ingat kepada loolap." Siauw Pek menghela napas.
"Taysu telah mendong kami, kami sangat bersyukur," katanya. "Sekarang harap Taysu tidak ragu-ragu lagi. Ada pengajaran apa dari Taysu untuk kami, taysu sebutkan saja" Pendeta itu menghela napas.
"Sebelum kita bicara, ingin loolap menerangkan sesuatu dahulu," ujarnya. "Loolap datang ke Lam Gak seorang diri, diluar tahu semua murid Siauw Lim Sie, bahkan juga diluar tahu keluarga kami. Dan pertolonganku ini terhadap siecu berempat, itu dilakukan tanpa maksud menagih pembalasan budi"
Masih Ban Liang tidak puas. Katanya tetap dingin: "Kalau orang Siauw Lim Sie besar pengaruhnya, oleh dunia Rimba Persilatan kamu dipandang sebagai partai besar yang paling utama, maka itu
andaikata dibelakang hari taysu tidak turun tangan sebagai musuh
kami, sikap taysu itu tidak akan merugikan Siauw Lim pay."
"Amidabudha" pujinya. "Terhadap siecu sekalian, loolap tidak memikir apa juga maksud licik atau kurang baik Apa yang kukehendaki ialah pemecahan wajar dari peristiwa Rimba Persilatan- .."
"Peristiwa apakah itu taysu?" tanya Siauw Pek.
"Ah" pendeta itu mengeluh, "Itu mengenai peristiwa hebat dan menyedihkan dari coh Kee Po..."
" Kenapakah hal itu tidak taysu tanyakan kepada ketua taysu sendiri?" dia tanya.
"Pertanyaan yang tepat sekali" berkata pendeta itu, masgul. Kembali ia menghela napas "Peristiwa itu adalah suatu perbuatan pihak Siauw Lim Sie perbuatan sembrono yang semenjak dahulu belum pernah terjadi walaupun hanya satu kali saja. oleh karena itu, sudah delapan tahun loolap belum pernah pulang kekuilku."
Siauw Pek bertambah heran. "Kenapa begitu taysu?" tanyanya pula. Sinar matanya Su Kay memancar.
"Peristiwa Coh Kee Po adalah peristiwa luar biasa kaum Rimba Persilatan-" katanya pula. " Loolap tahu didalam peristiwa itu mesti ada urusan fitnah dan aniaya akan tetapi sampai detik ini, loolap masih belum berhasil mencapai duduk hal yang sebenarnya. Ah buat peristiwa itu loolap telah merantau bertahun tahun Sebetulnya loolap merasa kecurigaan makin tebal sibiang keladi tetap tak diketahui siapa adanya."
"Jikalau benar Pek Ho Bun terfitnah dan menjadi tipu daya keji," berkata Siauw Pek, "aku percaya bahwa ketua partai taysu mesti salah seorang biang keladinya. Benarkah?"
Su Kay berpikir sejenak. baru ia menjawab: "Aturan Siauw Lim pay sangat keras, ketuanya sangat besar kuasa dan kewibawaannya, karena itu loolap tidak berani, sembarangan menerka."
Ban Liang tetap merasa tidak puas, tetap dengan dingin dia berkata pula: "Dahulu itu sebelum penyerbuan terhadap Coh Kee Po, aku siorang tua adalah orang yang menentangnya, coba waktu itu taysu membantuku dengan mengucapkan sepatah dua patah kata, mungkin peristiwa itu tak sampai terjadi "
" Ketika itu kemarahan umum sedang memuncak. loolap pun tidak mempunyai bukti apa andaikan loolap bicara, apakah hasilnya ?"
"Taysu," Siauw Pek menyela, "tak peduli taysu bicara setulusnya atau tidak. tetapi karena kata kata taysu, aku Coh Siauw Pek bersyukur tak habisnya kepada taysu."
" Dengan sebenarnya loolap tidak mengharap nama, sikapku ini cuma disebabkan merasa menyesal karena peristiwa Pek Hopo itu tetap gelap. sedangkan dilain pihak. nama baik partai kami tersangkut didalamnya. Maka itu tidak dapat loolap berdiam saja."
"Aku mengerti kau, taysu, aku mengucap terima kasih kepada taysu." kata Siauw Pek.
"selama beberapa tahun itu kau membuat penyelidikan, mustahil
kau tak dapat mengetahui barang sedikit juga ?" tanya Ban Liang.
"Ada juga loolap beroleh tetapi sangat samar samar dan bertentangan satu dengan lain karenanya, tak dapat itu dijadikan bukti."
"Taysu," Ban Liang mendesak. " andaikata besok lusa taysu memperoleh keterangan, tetapi ternyata partai taysu bersangkut paut, apakah tindakan atau sikap taysu nanti?"
Su Kay bagaikan sudah menerka pertanyaan ini, dia menjawab dengan cepat: "Jikalau berhasil didapat bukti bahwa benar ada orang Siauw Lim Pay yang tersangkut dalam peristiwa busuk itu maka para tiang loo partai kami pastilah akan memberikan keputusan yang adil"
Mendengar begitu, Ban Liang berkata didalam hatinya: "Dilihat
dari wajahnya, pendeta ini nampak bukan bangsa pendusta..."
"Taysu," Siauw Pek berkata pula, "sekarang ini taysu membantu kami, itu artinya taysu menetang partai taysu sendiri, kalau kemudian rahasia ini diketahui pihak partai taysu, bukankah taysu jadi sudah berdosa berkhianat kepada partai?" Pendeta itu menghela napas berduka.
" Loolap menentang tindakan partai sendiri. Memang itu tidak dibenarkan oleh peraturan partai," katanya, masgul. "Andaikata perbuatanku ini tidak diketahui oleh partai kami, toh kelak dibelakang hari, akan loolap beritahukan sendiri kepada partai kami untuk menerima hukuman-.."
"Taysu begini jujur, pantas taysu memperoleh sebutan pendeta yang luhur " Siauw Pek memuji. "Hanya taysu, masih ada satu hal lagi yang aku belum mengerti."
"Apakah itu, sicu" Sebutkanlah"
"Taysu sadar tapi taysu toh bekerja bersama pihakku, taysu seperti menentang peraturan partai sendiri. Taysu, kenapakah taysu berbuat begini?"
"Itulah karena loolap patuh kepada cita cita agama kami. Bukankah Sang Buddha bekerja untuk manusia seumurnya, sampai dia memotong dagingnya untuk memelihara burung elang"jikalau bukan kita sendiri yang masuk keneraka, siapakah lagi" Didalam dunia ini, pembunuhan yang selalu berserakan, maka itu jikalau loolap bisa mengurangi bencana Rimba Persilatan, biarpun tubuhku hancur lebur, loolap tidak menyesal."
Siauw Pek menjadi sangat kagum. Ia bangkit, untuk memberi
hormat sambil menjura kepada pendeta agung dihadapannya itu.
"Siauw Lim Sie diakui sebagai pemimpin Rimba Persilatan wilayah Tionggoan," katanya, "jikalau setiap jamannya ada ketua ketuanya orang semacam taysu ini, pastilah Siauw Lim sie dapat mendamaikan pelbagai macam perselisihan-"
Oey Eng dan Kho Kong turut mengagumi pendeta ini, mereka meneladani ketuanya memebri hormat. Bahkan Ban Liang, yang tadi menyangsikan kejujurannya, turut memberi hormat juga. Su Kay merangkapkan kedua belah tangannya.
"Tidak berani loolap menerima kehormatan besar ini," katanya,
merendah. " Loolap tidak mempunyai kebijaksanaan apa juga."
"Kata kata Taysu membuat aku si orang she Ban sadar," berkata jago tua itu, "Aku memang telah menduga, peristiwa pek hopo itu mesti ada sebabnya yang tersembunyi, bahwa seratus lebih jiwa anggota pek ho bun itu terbinasa karena mereka menggantikan lain orang yang sebenarnya harus menjadi sasaran?" Su kay menengadah langit. Ia menghela napas.
" Ketika dahulu itu jago jago dari delapan belas partai menyerbu pek hopo," katanya, "walaupun loolap tidak turut didalam penyerbuan akan tetapi loolap hadir bersama, loolap telah menyaksikan dengan mata sendiri peristiwa hebat dan menyedihkan itu. Tak tega loolap menyaksikan darah bercucuran- Sementara itu
loolap juga menyaksikan kegagahan orang orang pek ho bun- Katakan terus terang, dalam hal ilmu silat, pek ho bun belum sanggup menandingi pelbagai partai besar itu. Maka juga sungguh loolap sukar percaya bahwa orang pek ho bun, sebagai Coh Kam Pek dapat sekali binasakan empat ketua partai besar itu."
Berkata sampai disitu, pendeta ini merangkap kedua tangannya, dia memuji Sang Budha, setelah itu, baru ia menambahkan kata katanya: "Tentang lain orang, loolap tidak tahu. Loolap cuma mau bicara tentang diri loolap sendiri. Loolap sudah mempelajari semua tiga belas macam ilmu silat istimewa dari Siauw Lim pay, loolap bisa melihat, salah satu ilmu yang mana saja dapat digunakan untuk membunuh orang she Coh itu. Tidak peduli Coh pocu kan ilmu apa
juga, tak nanti dia sanggup bertahan menggunakan buat satu
serangan saja dari Su Hong Suheng, kakak seperguruanku itu..."
"Taysu," tanya Siauw Pek heran- "Pek Ho Bun tidak mempunyai kekuatan akan menentang pelbagai partai besar, habis, kenapakah dia disingkirkan dan dimusnahkan?"
" Ini justru yang membuat loolap tidak mengerti. Loolap curiga tetapi itu hanya kecurigaan belaka. Dan kecurigaanku itu bertambah lama bertambah keras..."
"Mungkinkah taysu pernah memikirkan dan menduga-duganya?" Ban Liang tanya.
"Selama tiga bulan yang terakhir, pernah loolap memikirkannya,
loolap melihat kemungkinan akan tetapi pada saat terakhir, semua
kemungkinan buyar sendirinya, sebab tidak ada bukti kenyataannya"
"Sudikah taysu mengutarakan itu, supaya kami mengetahui, agar pikiran kami terbuka karenanya?" Ban Liang minta.
"Yang pertama ialah loolap menduga kepada soal memindahkan atau menimpahkan hawa amarah kepada lain orang. coh Kam Pek suami istri muncul dipuncak Yan in Hong di Pek Masan justru disaat kematian keempat ketua partai itu, lalu mereka dicurigai. Keempat partai tidak dapat mencari sipembunuh, wajar saja karena sedang murka, kemurkaan itu dilimpahkan kepada Coh Kam Pek suami istri.
Begitu terkaan loolap. begitu loolap mendapat terkaan lain, lalu mereka ingin sekali. Untuk membalas sakit hati itu, kenapa keempat partai tidak mau bekerja sendiri. Asal salah satu partai mengutus orangnya yang liehay, tak sukar buat membinasakan coh Kam Pek suami istri Nah, kenapa keempat partai lalu mengundang kelima
partai lainnya serta juga keempat bun, ketiga hwee dan kedua
pang, untuk menyerbu bersama sama?" Ban Liang mengangguk.
"Benar," katanya. "Meski ketua keempat partai itu dapat memikir bahwa dengan sendiri saja salah satu diantara mereka bisa menumpas Coh Kam Pek suami istri."
"Yang kedua adalah terkaan bahwa Pek ho bun kena fitnah." "Ini juga berada didalam terkaanku," kata Ban Liang pula. Su Kay tertawa kecele.
"juga terkaan ini runtuh sendirinya "
Ban Liang heran- Ia berkata: "Coh Kam Pek suami istri tidak mampu membinasakan keempat ketua partai itu tetapi coh Kee Po termusnahkan, kalau mereka tidak terfitnah, mungkinkah masih ada sebab lainnya lagi?"
"Loolap dan saudara Ban dapat memikir demikian, mustahil orang yang bersangkutan itu tidak?" kata Su Kay, yang terus menoleh kepada Siauw Pek. "Maka itu Loolap memikir pada suatu sebab lain, siecu, apakah siecu masih ingat tempat dimana pertama kali kita bertemu ?"
"DiJie sie wan, ditempat loocianpwee Lauw Hay cu," sahut si anak muda.
"Benar. Ketika itu loolap datang terlambat maka Lauw sie cu roboh sebagai kurban serangan gelap. Betapa sukar loolap
membuat penyelidikan, barulah loolap dapatkan sumber itu tetapi
toh ketinggalan satu tindak. Habislah usahaku beberapa tahun..."
Siauw Pek menghela napas. Ia berduka sangat mengingat kematian orang tua yang cacat matanya itu.
" Kejadian itu membuatku sangat menyesal," katanya. " Lantaran kurang pengalaman, aku gagal melindungi Lauw Hay cu. Sampai sekarang hatiku masih tidak tenang..."
"Ketika itu kalau siecu percaya kepadaku, dengan bekerja sama, mungkin kita berhasil mencari titik melik. sekarang... ah Tapi loolap tidak sesalkan siecu. Siecu sedang sangat bergusar, memang sulit buat siecu mempercayai aku..."
"Taysu," tanya Ban Liang, "apakah taysu ketahui bahwa
mengenai peristiwa Pek Ho Po itu ada dua orang yang kepandaian
ilmu silatnya mahir sekali yang juga merasa penasaran sekali?"
"Apakah Ban siecu maksudkan Hie sian serta Tiat Tan Kiamkek Thio Hong Hong?"
"Benar." Alisnya sipendeta berkerut menandakan dia berduka.
"Setelah penyelidikanku sekian lama, terkaanku semakin doyong kepada seseorang yang lihay, hanyalah siapa orang itu, loolap masih belum tahu. Loolap baru menerka saja. Mestinya orang itu mempunyai cita cita besar."
"begitulah. Kecuali menerbitkan peristiwa Coh Kee Po, dia itu mau bergerak didalam dunia Kang ouw..."
"Jadi kemusnahan Pek Ho Po ada hubungannya dengan cita cita orang itu " Pernahkah taysu menduga dia itu orang macam apa " Dan siapakah dia ?"
"Justru itulah yang sulit."
Berkata begitu, pendeta ini menatap pula sianak muda.
Didalam Siauw Lim Sie bukan cuma loolap seorang saja yang
penasaran atas peristiwa Coh Kee Po, katanya menyambungi.
"Jadi masih ada orang yang berpendirian sama dengan taysu?" Ban Liang tanya.
"Betul Merekalah orang-orang yang kedudukannya setingkat denganku. Satu diantaranya buat sekarang ini adalah seorang tiangloo yang paling dihormati didalam Siauw Lim Sie kami. Tapi juga didalam kalangan Bu Tong dan Kun Lunpay ada yang turut merasa penasaran atas kematian orang-orang Pek Ho Bun itu, kalau mereka itu juga berdiam saja, sebabnya sama. Mereka masih belum jelas akan duduk peristiwanya, mereka tak berdaya dalam penyelidikan mereka. Maka itu loolap. ia memandang keatas, lagi- lagi ia menarik napas panjang. ingin ku mendapatkan cara kerja sama yang sungguh sungguh dari siecu."
"Ayah bundaku bukan si pembunuh, inilah sudah jelas," pikir Siauw Pek, "sekarang tinggal duduk perkaranya..."
"Sejak beberapa ratus tahun belum pernah ada orang jahat yang begini liehay," Su Kay menambahi. "Dia sangat licin dan terahasia bertahun-tahun aku memikirkannya, tak pernah aku berhasil. Dengan begini, dia juga mempermainkan kesembilan partai besar. Aku jadi memikir andaikata Coh Kam Pek suami istri hidup pula, mungkin merekapun tak mengerti."
"Sampai begitu, taysu?" tanya Ban Liang.
" demikianlah anggapanku sampai saat ini."
Mendengar sampai disitu, tiba-tiba Siauw Pek ingat keterangan kedua kakaknya. ini adalah kejadian pada lima tahun dulu, sebelum dia menyeberangi Seng Su Kio, selagi mereka berlindung dari serangan angin dan hujan- Kata kakak-kakakku itu bahwa ibunya satu kali menerima sepucuk surat, setelah mana seorang diri ibunya segera berangkat ke Pek ma San lalu ayahnya pergi menyusul. Hingga akhirnya terjadilah ayah bunda itu dituduh sebagai pembunuh keempat ketua partai. anehnya hidupnya, ayah seperti menyebut urusan ibunya itu. Lewat beberapa tahun, sikap aneh ayah itu, sekarang ia seperti diingatkan oleh pendeta ini. Maka ia jadi bertambah bingung. Semua berdiam, menyebabkan gua itu sunyi senyap.
Lewat beberapa lama, Su Kay yang memecahkan kesunyian. Mulanya dia menarik napas panjang, lalu ia berkata pada si anak muda: "Coh Siecu, loolap ingin bicara sedikit dengan siecu, harap siecu memberikan jawaban yang sebenarnya."
"Silahkan taysu ?"
sekarang Siauw Pek tidak menyangsikan lagi si pendeta. "Baru-
baru ini, siecu, apakah yang kau peroleh dari Lauw Hay cu?"
"Tidak apa apa. Aku tiba terlambat, hingga ada orang lain yang mendahului mengambil barang barang titipan ayah."
"Tahukah siecu barang apakah itu ?"
"Tidak." "Siecu minta barang itu dari Lauw Hay cu, apakah itu dikarenakan pesan ayah bunda siecu."
"Benar." "Ketika pertama kali loolap mengetahui hal Lauw Hay su, hati loolap gembira. Loolap mendapat perasaan bahwa rahasia gelap beberapa tahun itu bakal dapat dipecahkan- Hanya belakangan loolap merasa, mungkin titipan itu tidak penting."
"Pesan ayahku itu bukan sembarangan pesan," kata Siauw Pek.
"Menurut aku, pesan itu penting. Ya, barang itu barang berharga " "Mari dengar kata kataku, siecu."
"silahkan taysu."
"Lauw Hay cu tinggal diJie sie wan selama beberapa tahun, dia selamat saja. Tapi justru siecu datang, dia ada yang membinasakan- Apakah artinya itu " Pasti siecu dapat menerka "
"Taysu menghargai aku terlalu tinggi. Aku justru tidak mengerti "
"Nampaknya urusan kebetulan, kenyataannya tidaklah demikian- Menurut dugaanku, sejak semula Lauw Hay cu sudah berada
dibawah pengawasan orang, cuma sampai sebegitu jauh orang tidak berani lancang membunuhnya."
"Memang, tak mungkin hal itu ada sedemikian kebetulan. Mustahil, begitu aku datang, mereka lalu datang juga."
Berpikir demikian, tiba-tiba muka si anak muda menjadi pucat. Ia menghela napas. "Orang yang mengambil barang titipan itu," katanya, "siapakah dia ?"
"Siecu," tanya Su Kay, "apakah ayah dan ibu siecu benar-benar meninggal dunia ?"
"Ya, jawab Siauw Pek, "aku melihatnya sendiri. Banyak jago yang mengepungnya "
"Apakah siecu mempunyai saudara laki laki ?"
"Ada, seorang kakak. buat membela aku, saudaraku itu menghadang didepan jembatan Seng Su Kio dimana dia berkelahi hingga mati."
"Mungkin siecu mempunyai saudari, kakak atau adik ?"
Ditanya tentang saudarinya, hati Siauw Pek bercekat. Pikirnya: "Aku tidak melihat kakakku itu mati atau hidup." Tapi dia menjawab
: "Aku mempunyai saudara tua, hanya aku tidak melihat dia roboh atau binasa. ilmu silat saudariku itu lemah, mungkin sembilan bagian dia telah terkena tangan jahat."
"Inilah satu soal gantung Jikalau tidak ada yang menolongnya pasti dia sudah mati, apabila sebaliknya, itulah lain-"
"Itu benar, taysu."
Tiba-tiba Ban Liang tampak heran- Katanya, "Satu hal adalah aneh orang telah mengetahui bahwa ditangan Lauw Hay cu tersimpan suatu titipan, atau suatu barang bukti, kenapa orang tidak segera membunuhnya hanya membiarkan dia hidup selama beberapa tahun " Apakah maksudnya itu ?"
"Itulah soal yang loolap ingin selidiki. Ada kemungkinan dia membiarkan Lauw Haycu hidup terus supaya orang bercacad mata itu dapat dijadikan umpan pemancing. Atau mungkin juga Lauw Haycu tidak mau membuka rahasia."
"Masih ada satu soal lain," kata Ban Liang pula. "Kenapa taysu menyangsikan barang titipan itu tidak penting, tidak ada perlunya ?"
" Loolap tidak mengatakan barang itu tidak penting, hanya loolap mengatakan mungkin barang itu tidak penting, hingga kalau itu berhasil kita dapatkan tapi masih belum bisa dipakai memecahkan persoalan peristiwa Coh Kee Po." Berkata begitu, pendeta ini menghela napas.
"Biarlah loolap bicara terus terang," dia menambahkan sesaat kemudian- "Mungkin barang itu dijadikan umpan oleh si orang dibelakang layar itu Dia sengaja mengaturnya demikian-"
"Ini masuk diakal," kata Ban Liang mengangguk.
"Loolap hendak mengatakan pula," Su Kay berkata lebih jauh: "Mungkin kesembilan partai besar, atau anggotanya, menyembunyikan rahasia. Atau Coh Kam Pek. sebelum kebinasaannya, sudah mengetahui bahwa orang orang yang mengepungnya bukan orang dibelakang layar yang menjadi biang keladi itu..." Siauw Pek heran-
" Kenapa taysu dapat memikir begini ?" tanyanya.
"Jikalau dia tahu, kenapa dia tidak mau memberitahukan she dan nama musuhnya itu ?"
"Ya, itu benar Jikalau sebelumnya Coh Pocu mati dia memberitahukan she dan nama si orang jahat, tak sudah kita capai hati seperti sekarang ini "
JILID 20 "Ya, benar juga," pikir Siauw pek. "Memang, kalau ayah menyebut she dan nama dia itu, tak usah kita berpusing kepala seperti sekarang ini. Su Kay Taysu bicara dengan beralasan."
Tapi Ban Liang menggeleng gelengkan kepala. "Dalam hal ini, aku si tua tak sependapat," katanya.
"Ban Tayhiap memikir apa?" tanya Su Kay. Ia sekarang
mengebut "tay hiap." orang gagah, sebagai tanda menghormat.
"Mungkin sulit buat coh Kam Pek menyebut nama. Ingat saja, para pengepungnya terdiri selain orang-orang sembilan partai juga dari sembilan partai lainnya, bukankah jumlah mereka puluhan atau ratusan?"
"Pendapat Ban Tayhiap ada benarnya juga. Tapi satu hal harus diketahui. Sembilan partai besar sebenarnya tidak terlalu cocok dengan sembilan partai lainnya itu. Tak mungkin sembilan partai itu sudi diperintah-perintah oleh kesembilan partai besar. Maka loolap percaya kepada satu soal yang masih menjadi rahasia. Kemungkinannya yaitu mereka menanti atau mengharap sesuatu " Sekonyong konyong Ban Liang mencelat bangun-
"Taysu, kata katamu ini mengingat aku pada satu hal " serunya. "Apakah itu, tayhiap?"
"Itu ada hubungannya dengan partai taysu "
"Amida Buddha" Su Kay memuji. "Apakah tayhiap maksudkan perebutan kekuasaan didalam partai kami dan itu merembet- rembet pada Pek Ho Bun?"
"Benar.Jikalau Su Hong Taysu tidak meninggal dunia, cara bagaimana It Tie dapat menjadi ketua sebagai penyambung atau penggantinya?" Su Kay berdiam, dia berpikir keras.
"Bukannya loolap hendak membela partai loolap." katanya kemudian- "Didalam hal ini banyak sekali bagian-bagiannya yang tidak dapat diterima..."
"Bagaimana pendapat yang sebenarnya dari taysu?"
"Dosa memberontak terhadap guru adalah lawan pertama untuk kalangan Rimba Persilatan- Andaikata diantara murid-murid dari keempat partai ada yang memberontak, yang berniat membinasakan gurunya, soal itu sulit sekalipun untuk dibicarakan saja."
"Memang soal murid membunuh guru bukan soal kecil. Memang soal itu tidak dapat dibicarakan dengan sembarang orang."
Su Kay berkata pula: "Pada saat terjadinya peristiwa itu, keempat ketua berada bersama. Dengan kepandaian keempat ketua itu, sewajarnyalah apabila mereka dapat melakukan penyerangan membalas kepada penyerangnya, bahkan tak sembarang orang yang dapat bertahan dari balasan itu. Kesudahannya pastilah
mereka mati tak berdaya. Dan lebih lagi, tubuh mereka tidak
meninggalkan bekas penyerangan- Atau musuhnya itu..."
Mendengar itu Siauw Pek berpikir: "Siauw Limpay ternama bersih, maka biar bagaimana Su Kay tentu tak mau membeber kekurangan atau cacad partainya. Mestinya dia diberi bukti, baru dia dapat ditundukkan-.."
Si anak muda berpikir demikian tetapi ia tak mengutarakannya. Su Kay bicara pula, untuk menjelaskan:
"Maksudku bukan untuk menyingkirkan kecurigaan terhadap partai kami. Sebaliknya memang partai kami yang harus dicurigai. Diantara kalangan kami sedang dilakukan penyelidikan buat mencari bukti, apabila itu berhasil didapat, urusan itu akan jadi sederhana sekali."
"Taysu, kebijaksanaan partaimu itulah yang kita harapkan sekali," kata Siauw Pek memberi hormat.
Su Kay lekas lekas membalas hormat itu.
"Tak dapat loolap sudah berdaya mencari bukti itu, mencari dengan sungguh. Tadinya loolap harap dalam tempo satu tahun, atau paling banyak dua tahun, penyelidikan akan berhasil, tidak
disangka telah beberapa tahun, hasilnya tak ada, bahkan nampak urusan jadi makin ruwet. Menurut penglihatanku sekarang urusan bukan mengenai Pek Ho Bun saja, tetapi ada hubungannya dengan seluruh Rimba Persilatan- oleh karena itu, siecu, loolap harap sukalah kau bekerja sama denganku."
Sampai disitu, siauw Pek segara menaruh kepercayaan sepenuhnya pada pendeta dari Siauw Lim Sie itu Ia telah melihat sikap orang yang bersungguh sungguh, sedang tadi orang itu telah menolong dan dua saudaranya.
"Baiklah" sahutnya. "Segala apa yang aku tahu, akan aku beritahukan "
Dengan segera Su Kay bangkit berdiri. Katanya: "Loolap punya janji dengan dua orang sahabatku, karena itu, tak dapat loolap berdiam lama lama disini. Siecu berempat sudah muncul dalam dunia Kang ouw, selanjutnya harap kamu berhati hati dengan tindak
tanduk. Lagi setengah tahun, atau sedikitnya tiga bulan ini, loolap
akan menemui siecu sekalian, untuk kita saling tukar pendapat." "Baiklah, taysu. Maaf kami tak dapat mengantarmu"
Berkata begitu, Siauw Pek menjura.
Pendeta itu membalas hormat, terus ia keluar dari gua, dan dengan cepat berlalu pergi.
Seperginya siorang suci, Ban Liang tertawa dan berkata: "Pantas Siauw Lim Sie menjadi gunung Tay san atau bintang utaranya Rimba Persilatan, walaupun sekarang dia dipengaruhi orang licik, masih ada anggotanya yang jujur dan tetap menjunjung keadilan, hingga dia takjeri akan ancaman bahaya, asal dia bekerja untuk kepentingan umum" Siauw Pek menghela napas.
"Menurut Sukay Taysu, sungguh urusan keluargaku ruwet sekali," katanya.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Memang, urusan sulit" Ban Liang membenarkan- "Aku bingung dibuatnya."
"Meski begitu, tidak dapat seluruhnya kita mempercayai pendeta itu," berkata Oey Eng, yang semenjak tadi berdiam saja. Siauw Pek heran-
" Kenapakah?" tanyanya.
"Jikalau aku tak salah artikan," sahut saudara yang nomor dua itu, "pendeta itu berkata urusan toako ini ada sangkut pautnya dengan suatu bencana besar yang licik, akan tetapi yang Pek Ho Po adalah delapan belas partai. Mustahilkah semua orang partai itu kena dipermainkan siorang dibelakang layar, si biang keladi " Sungguh sukar dipercaya "
Mata siauw Pek memain, tapi mulutnya bungkam, pikirnya: " Ini pun ada benarnya. Siapakah orang yang bisa menutupi telinga dan mata semua orang Rimba Persilatan dan membuat mereka itu dapat diperintah sesukanya?"
"Benar juga," berkata Ban Liang, menghela napas. " Kenapakah keempat bun, ketiga hwee dan kedua pang dapat dipermainkan
kesembilan pay" Bukankah Pek Ho Bun partai kecil malah tak
memadai dengan keempat bun saja" Sungguh aku tidak mengerti."
"Akulah seorang bodoh, tak berani aku lancang," kata Oey Eng pula. "Aku cuma bisa mengutarakan apa yang ada dalam hatiku. Baiklah toako sendiri yang memikirkannya dalam dalam. Tak mungkin sipendeta tengah mencoba coba hati kita?"
"Jieko, aku tak setuju dengan pikiran jieko ini" Kho Kong campur bicara. Siauw Pek tahu saudara yang nomor tiga ini sewaktu- waktu tajam pikirannya.
"shatee, apakah yang kau pikirkan?" ia bertanya.
"Tak perduli pendeta itu jujur atau palsu, yang terang dia telah menolong kita," berkata sisembrono "Itulah perbuatan yang jujur. Tentang pengalaman toako berdua Ban Loocianpwee aku tidak tahu, tapi aku dan jieko, jikalau kami tidak ditolong pendeta itu, mungkin kami sudah terbinasa ditangan orang orang Siauw Lim pay
dan Bu Tong pay itu. Mustahilkah pertolongannyaitu pertolongan palsu" "
siauw Pek berpikir. "Aku telah terluka, walaupun Ban Loocianpwee lihay sekali, tak dapat dia melawan orang-orang lihay dari keempat partai sedangkan disana ada ketua ketua partai itu. Jikalau Su Kay membantu kawannya, bukankah itu tak akan bisa lolos" Kenapa dia justru membantu kita?"
"Sudahlah saudara-saudara tak usah kau menarik urat lagi," Ban Liang datang sama tengah "Pendapat siapa benar dan salah, tak dapat kita buktikan sekarang. Disini kita tak dapat berdiam lama- lama, mari kita lekas pergi"
"Loocianpwee memikir hendak pergi kemana?" Siauw Pek tanya.
"Buat seorang kuncu, satu kali dia memberikan janjinya, mati atau hidup bukan soal lagi," sahut jago tua itu. "Lohu telah berjanji akan membantu kamu berdaya mencuci bersih sakit hati Pek Ho Bun, pasti aku akan membantumu sampai berhasilnya usaha kita. Maka itu, kemana kita akan pergi, terserah kepada kamu." siauw Pek berpikir.
"Boanpwee mengharap keterangan dipuncak Ciang Gan Hong ini,
siapa tahu, aku kecele," katanya. " Kemana kita pergi sekarang?"
"Jikalau kau setuju, mari kau turut aku mengunjungi satu orang," Ban Liang mengajak.
"Su Kay benar, urusan tak demikian sederhana seperti pikiranku." "Siapakah orang itu?"
"Dalam hal ini, biarlah lohu jual mahal " berkata sijago tua. "Sebelum orang itu menyatakan suka turun gunung akan membantu kita, tak dapat lohu lancang memberitahukan she dan namanya, ataupun tempat tinggalnya..."
" orang macam apakah dia itu?" tanya Kho Kong heran-Ban Liang tersenyum.
"Asal kamu menemui dia, pasti kamu akan berkesan baik. Tidak
tepat buat sekarang lohu segera menyebutkan namanya." "Kenapa begitu, locianpwee?"
"Pertama tama disebabkan sudah dua puluh tahun tak pernah aku bertemu lagi dengannya, hingga aku tak tahu dia masih hidup atau sudah menutup mata. Seandainya dia sudah tiada, buat apa menyebut she dan namanya" Kalau dia masih hidup, mestinya banyak orang yang mengaguminya dan ingin menjenguknya. Dia mencari tempat tinggal yang sunyi, itulah sebab dia menghentaki ketenangan, apabila ada banyak orang yang datang berkunjung, tidakkah itu berarti gangguan untuknya" Itulah semacam penderitaan baginya Maka lohu tak mau segera menyebut nama dia."
"Sekarang dia tinggal dimana?" Siauw Pek bertanya. "Disatu tempat yang jauh, jauh sekali."
"Kita toh bakal pergi kepadanya tetapi nama tempatnya saja kau tidak mau beritahukan" Tidakkah itu terlalu?" pikir Siauw Pek. Tapi dialah seorang sabar dan panjang pikiran, dia tidak menjadi tak puas, sebaliknya, dia tertawa, dia tak menanya lebih jauh. Ban Liang mendahului keluar dari gua.
"Mari kita berangkat, katanya. Aku si tua akan jalan dimuka" dan ia membuka tindakan lebar.
Siauw Pek bersama dua saudaranya mengikuti. Mereka jalan berputaran dilembah. setengah harian kemudian, baru mereka keluar dari gunung itu.
"Eh, kenapa kamu berdiam saja?" tanya Ban Liang. ia heran ketiga saudara itu tidak bicara satu dengan lain dan juga tidak menanya atau menyebut ini dan itu dengannya.
"Apakah yang hendak kami tanyakan?" balik bertanya Kho Kong. "Kau toh menyimpan rahasia segala apa Percuma kami menanyakan sesuatu" Ban Liang tidak kecil hati, dia malah tertawa.
"Dikolong langit ini, banyak urusan yang dapat diperbincangkan," katanya. Asal kalian tidak menanyakan tentang orang yang kita bakal kunjungi, apapun yang dipersoalkan, tentu sekali suka aku menemani bicara."
Siauw Pek berpikir " orang itu tentu ternama besar, atau dia banyak musuhnya, hingga dia khawatir musuh musuhnya nanti mengetahui alamatnya hingga dia dapat disatroni. Kalau dugaanku benar, memang lebih baik untuk tidak menyebut nyebut tentang dia."
Terus mereka berjalan tanpa berbicara satu dengan lain- Tiba dijalan umum, disitu tampak sudah mulai banyak orang berlalu lintas.
Selagi mereka berjalan itu, dari arah depan tampak seorang penunggang kuda kabur mendatangi. Setelah penunggang kuda itu mendekati, mendadak dia mengendorkan lari kudanya itu.
Siauw Pek segera menduga kepada salah seorang keempat partai. Mereka itu lagi berkumpul di Ciong Gan Hong, mesti ada banyak orang orangnya disekitar puncak itu. Mungkin inilah orang yang ditugaskan mengawasinya. Maka ia lalu berhati hati.
Walaupun kuda itu dijalankan perlahan, karena siauw Pek berempat berjalan terus, kedua belah pihak segera saling melewati. Tapi belum lama, dibelakang rombongan si anak muda terdengar derap kaki kuda, tatkala mereka menoleh, mereka melihat penunggang kuda itulah yang lari balik, bahkan dia terus melewatinya pula. Ban Liang segera tertawa dingin.
"Cara tolol ini sungguh jarang tampak " katanya mengejek. Sengaja ia membuka suara sedikit keras, supaya orang mendengarnya. Tadinya, bersama sama Siauw Pek bertiga, iapun berdiam saja, hanya kecurigaannya yang timbul.
Si anak muda melirik. Ia lihat orang adalah seorang kacung usia empat atau lima belas tahun, yang mengenakan baju hijau, tetapi dia cakap ganteng, nampak dia mirip seorang nona remaja.
Bocah itu mendapat dengar kata katanya Ban Liang, parasnya menjadi merah, akan tetapi tanpa mengatakan sesuatu, dia menarik les kudanya, sedang cambuknya dibunyikan membuat kudanya lari keras, hingga debu mengepul dibelakangnya. Ban Liang tertawa berkakak.
"Dasar bocah baru keluar dari gubuknya" katanya. Itu artinya "anak yang masih hijau".
Justru itu dari belakang mereka terdengar suara tindakan kaki yang cepat, ketika mereka berpaling, mereka melihat seorang hweesio lari mendatangi, tangannya mencekal sebatang tongkat. Lekas sekali, dia sudah melewati rombongannya si anak muda. "Mesti dia pendeta dari Siauw Lim sie," Siauw Pek menerka.
Baru berhenti suara si anak muda, tiba tiba dibelakang mereka, mereka mendengar tawa dingin yang disusul dengan kata kata ini: "oh tuan tuan baru berjalan sampai disini" Sungguh diluar sangkaan"
Itulah dua orang imam usia setengah umur yang masing masing meng gembol pedang, tapi walaupun mereka mengatakan demikian, mereka barjalan satu lewat disisinya keempat kawan itu, hingga tak dapat diketahui yang mana yang bicara itu.
Berkata Ban Liang: "Seharusnya kita memikirkan daya untuk menyamar dan berjalan mencar..."
Satu pendeta dan dua imam sementara itu terlihat berjalan dibelakang mereka, mendekati kira kira lima tombak. mendadak ketiganya mempertahankan tindakannya, hingga di lain detik kedua belah pihak berjalan dengan jarak tak dekat dan juga tak jauh dari lain-..
"Pastilah mereka orang orang Siauw Lim dan Bu Tong", kata Kho Kong. "sebelum datang kawan kawannya, baik kita habisi mereka ini"
Oey Eng tidak menjawab adik itu hanya ia tertawa dingin dan berkata pada si adik. "Adik, coba kau menoleh dan melihat"
Walaupun kata kata itu diajukan kepada si saudara muda, Siauw Pek bersama Ban Liang toh berpaling bersama, melihat kebelakang. sedetik itu, mereka menjadi terjengkan.
Dibelakang mereka itu bukan cuma tampak seorang pendeta dan dua imam tak hanya sekali tak urung dari empat belas orang, danjalannya rombongan itu terpisah kira-kira enam atau tujuh tombak dari mereka berempat. Ban Liang lalu tertawa dingin.
" Untuk sementara ini kita jangan menggubris mereka itu" kata dia. "inilah jalan umum yang hidup, jikalau bukannya sangat terpaksa, mereka itu tentu tidak bakal turun tangan"
Berkata begitu, jago tua ini mempercepat langkahnya. Siauw Pek bertiga mengikuti.
Disebelah depan ada jalan cagak. segera setelah tiba disitu tiba- tiba sijago tua berkata: "Kita singgah disini, dan beristirahat. Setujukah kamu"
"Baik" sahut Siauw Pek, yang terus mendahului duduk di bawah sebuah pohon ditepi jalan.
Oey Eng dan Kho Kong memilih tempat di sisi ketua itu. Dengan suara perlahan mereka berdamai bagaimana harus melawan musuh andaikata mereka diserang.
Rombongan pendeta dan imam itu juga berhenti berjalan. Agaknya mereka itu tidak memikirkan lagi jalan itu jalan umum yang hidup bahkan terlihat terang-terang sikap permusuhan dari mereka semua.
Melihat sikap mereka itu, Ban Liang berkata: "Rupanya mereka sudah menerima perintah untuk menguntit kita. Mungkin mereka juga telah menerima pesan buat kalau perlu segera turun tangan dengan kekerasan-" Kho Kong menurunkan buntalan dari punggungnya.
"Mereka berterang-terang, kita juga tak usah main sembunyi- sembunyi lagi" katanya. "baik kita tempur saja mereka, untuk mengambil keputusan"
"Jangan terburu" mencegah Ban Liang. "Tak jauh didepan ada sebuah tempat ramai, kita bersabar sedikit, setibanya disana, baru kita pikir pula."
"Jangan jangan kita tak akan keburu berjalan lagi," berkata Oey Eng, yang melihat gelagat.
siauw Pek melihat kebelakang, maka ia mengagetkan sipendeta dan dua imam juga sudah tidak berjalan lagi, bahkan mereka itu berdiri bagaikan menghadang ditengah jalan-
"Setan alas" seru Kho Kong gusar. "Tak dapat tidak. kita mesti turun tangan "
Ban Liang juga melihat suasana buruk. Ia segera berbisik pada sianak muda: "Kalau pihak Siauw Lim bergabung dengan pihak Bu Tong mereka sulit dilayani."
" Kenapa begitu?" Kho Kong bertanya, heran-
"Pernahkah kau mendengar tentang barisan rahasia arhat Lo Han Tin dari Siauw Lim pay dan barisan rahasia pedang Ngo Heng Kiam Tin dari Bu Tong pay ?"
"Belum. Tolong loocianpwee jelaskan-"
"Lo Han Tin dari siauw Lim Sie terkenal sebagai barisan rahasia yang aneh dari siauw Lim pay, jikalau mereka bukan menghadapi lawan yang tangguh, tidak nanti mereka gunakan barisan rahasia arhat itu bisa diperlebar dan dipersempit sesukanya."
"Barisan rahasia ya barisan rahasia, kenapa dia bisa melar dan ciut ringkas?" tanya pula Kho Kong.
Ban Liang memandang anak muda itu. Ia berkata, "Siapa pernah merantau dalam dunia Kang ouw, baik dia dari golongan hitam atau golongan Putih, mesti dia pernah mendengar tentang Lo Han Tin dari Siauw Lim pay, karena barisan itu sangat jarang digunakan,
yang mengetahui jelas hanya beberapa orang, lohan ialah arhat dan tin artinya barisan rahasia, barisan itu dapat diatur dengan sembilan orang tetapi lebih banyak jumlahnya lebih tangguh lagi. Yang terbesar ialah dengan jumlah seratus delapan orang. Tentang jumlah yang terbesar itu, cuma tersiar beritanya, belum pernah orang menyaksikan digunakannya."
"Bagaimana dengan barisan rahasia pedang Ngo Heng Kiam Tin dari Bu Tong Pay?" Kho Kong tanya lebih jauh.
"Ngo Heng berarti lima baris, dan kiam tin berarti barisan pedang, maka itu dia cukup dengan memakai lima orang, walaupun demikian karena sangat banyak perubahannya, lima orang iut bisa berubah menjadi berlipat lipat tenaga pengaruhnya."
"Jadi lima orang dapat dikalikan dengan lima menjadi dua puluh lima?" tanya Siauw Pek.
" Demikianlah. Tentang tersiarnya berita, entah keluar dari mulut siapa, tetapi itu sudah tersiar umum di dalam dunia kang-ouw. Aku sendiri dahulu pernah aku melihat cara bekerja Ngo Heng kiam Tin dari Bu Tong Pay itu, benar benar hebat."
siauw Pek melirik kesekitarnya. Ia melihat para pendeta dan imam sudah bergerak mendekati mereka, mereka mengambil sikap mengurung.
Kho Kong habis kesabarannya, ia segera mengeluarkan sepasang senjatanya poan-koan-pit yang mirip alat tulis itu.
"Bagaimana dengan Lo Han Tin?" Siauw Pek tanya Ban Liang.
"Lo Han Tin lebih besar pengaruhnya daripada Ngo Heng Kiam Tin-"
"Ah, kalau begitu, kali ini sulit kita menghadapi lawan," kata sianak muda.
"Begitu kiranya, kita harus menggunakan tenaga dan juga otak." "Bagaimana pikiran loocianpwee?" tanya Oey Eng.
"Barisan apa juga, keistimewaannya ialah cara bekerja samanya, lalu kegesitannya, cepatnya hubungan satu dengan lain, kalau kita bisa mencegah cara kerja itu, dapat kita mengganggunya hingga barisan itu menjadi kacau."
Oey Eng melirik pohon besar disampingnya "Apakah loocianpee
berniat memakai pohon besar ini untuk mencegahnya?" tanyanya.
"Ya, pohon ini besar dan kokoh kuat, tak mudah dibabat kutung. Sambil menggunakan pohon ini sebagai penghadang atau tameng kita coba melukai beberapa anggota tin itu, supaya mereka kacau dan barisannya buyar. Atau merasa jeri, tak nanti mereka berani mendesak atau mengejar kita."
Selagi mereka bicara, diempat penjuru para pendeta dan imam sudah semakin dekat hingga segera terlihat bahwa mereka benar benar telah mengatur tinnya masing masing untuk mengurung. Si imam memecah diri ke barat, selatan dan utara, jumlah mereka masing masing berlima, senjata mereka pedang dan pihak sipendeta dua belas hweesio menjaga diarah timur barisannya panjang.
siauw Pek dengan cepat menghitung musuh mereka itu, lima belas imam dan dua belas pendeta, mungkin mereka itu akan mempunyai bala bantuan-
Hanya sebentar, para pendeta dan imam sudah mengurung sejarak tujuh atau delapan kaki.
Ban Liang memasang mata keempat penjuru, tenaganya diam diam dikerahkan ditangannya siap untuk menangkis dan menyerang.
Rupanya para pendeta dan imam itu dapat menerka lawan hendak menggunakan pohon selaku tameng, mereka tak bergerak mendekati terlebih jauh. Dengan begitu, kedua pihak jadi sama sama berdiam. Memangnya Ban Liang berempat berdiam tak bergeming.
Dijalan itu berlalu lalang beberapa orang lain tapi ketika mereka menyaksikan suasana, yaitu sikap kedua rombongan itu, mereka
berjalan terus dengan mengambil lain jalanan. Mereka tak segan jalan memutar... sekian lama kedua pihak terus berdiam.
Siauw Pek merasa, tidaklah benar apabila mereka berdiam terus terusan-
"Loocianpwee, cara berdiam saja bukan cara yang sempurna," sianak muda berbisik pada Ban Liang. "Kita menjadi menyia nyiakan waktu saja."
"Toako benar" seru Kho Kong, yang habis kesabarannya. "Kalau
kita mesti mati, kita harus mati secara laki laki Mari kita maju"
Berkata begitu, sisembrono ini lompat maju, untuk terus
menyerang seorang imam. Ia menggunakan sepasang senjatanya.
Imam itu melindungi dadanya dengan pedangnya, kakinya menggeser kekiri.
Belum sempat Kho Kong menarik kembali senjatanya, tiba tiba dua batang pedang sudah menyerang kearahnya. Dan cepat ia menangkis. Tapi tidak menanti pedangnya bentrok, kedua imam itu sudah lekas menariknya kembali. Dilain pihak. dua pedang lainnya sudah menggantikan menikam pula
Kho Kong segera kena terdesak hingga dia masuk kedalam tin - barisan rahasia pihaknya Bu Tong Pay itu: Ngo Heng Kiam Tin Bahkan baru sepuluh jurus, ia sudah menjadi repot sekali membela dirinya. Dia kena diserang terus menerus Siauw Pek terkejut.
"Benar benar Ngo Heng Tin liehay" bisiknya pada Ban Liang.
"Barisan rahasia Bu Tong Pay ini membutuhkan sedikit orang maka itu, mudah diaturnya, sedangkan perubahannya tak sebanyak Lo Han Tin dari Siauw Lim Pay. Memang dengan mengandalkan ilmu pedangnya, Bu Tong pay itu memperoleh nama besranya. Di dalam dunia rimba persilatan, ia dapatlah disebut sebagai yang nomor satu..."
Tiba tiba Ban Liang bertiga dikejutkan jeritan "aduh" tertahan
dari Kho Kong, Bahu kiri anak muda itu tergores pedang hingga
darah keluar bercucuran dan segera membasahi separuh bajunya...
Dalam kagetnya, Siauw Pek melesat memasuki barisan rahasia, untuk menghampiri saudara muda itu, sambil menyerang kekiri dan kanan pedangnya itu bagaikan menjadi dua.
Hanya segerakan itu, Ngo Heng Tin bagaikan bocor disatu arah, disamping itu, Kho Kong dengan menahan rasa nyerinya juga menyerang hebat kekiri dan kanannya, memaksa dua orang musuh mundur.
"Adik, lekas keluar" Siauw Pek serukan saudaranya itu. "Akan kucoba Ngo Heng Kiam Tin yang sangat termasyhur ini"
Kho Kong tahu diri. Dengan membandel, dia akan menyulitkan
kakak itu. Maka dengan segera dia lompat keluar dari dalam tin itu.
Diselatan dan utara, para imam mendesak. untuk mencegah Kho Kong. Melihat demikian Ban Liang berseru:
" Lekas mundur" Serentak dengan itu, iapun menyerang, tangan
kanannya menyambar, ia memang telah bersiap sedia sejak tadi.
Justru Kho Kong hampir terkurung pula, justru sambaran "Ngo Kwie Souw Hu ciu" bekerja dengan cepat sekali. Imam kepala kelompok selatan dengan seketika telah menurunkan lengan kanannya, sebab tangan sijago tua tepat menyambarnya. Sedetik itu juga melompatlah Kho Kong keluar tin
Sebagai sasaran "Ngo Kwie Souw Han Ciu" sambaran tangan "Lima Hantu Membetot Sukma^ lengan kanan si imam menjadi kaku mati, hingga tak berdaya dia mencegah lebih jauh mundurnya siorang she Kho.
" Lekas makan obat ini, supaya lukamu tidak membahayakan" berkata sijago tua sambil mengeluarkan sebutir pil merah yang terus diserahkan pada sianak muda.
Kho Kong menyambuti, segera ia telah obat itu, setelah mana dengan saputangan ia membalut lukanya.
Didalam tin, imam-imam kelompk timur, selatan dan utara, telah mendesak. tidak demikian yang disebelah barat. Disini, barisan itu sudah pecah, maka kipalah gerakan seluruhnya. Tapi imam imam yang ditengah mencoba buat maju juga.
Ban Liang menyaksikan jalannya pertempuran itu, katanya pada Oey Eng: "Coh Pu cu lie hay sekali. Belum pernah aku siorang tua melihat ilmu pedang semacam itu. Kalau kita yang maju, baik kedalam Ngo Heng Tin maupun ke dalam Lo Han Tin, umpama kita tidak terluka kita akan mati karena keletihan sendiri. Lainlah kalau kita mengandalkan pada pohon besar itu, bahkan ada kemungkinan kita bisa melukai satu diantaranya"
Oey Eng membenarkan sijago tua. Iapun telah melihat jalannya pertempuran itu. ia pula terus menyiapkan pedangnya, untuk sewaktu-waktu dapat membantu kakaknya.
Sia sia belaka barisan utara membantu barisan barat, bahkan Siauw Pek membuat mereka terdesak pada satu pojok. Karena itu, barisan selatan maju, maksudnya untuk mengurung.
Ban Liang melihat gerak gerik lawan, ia tahu apa maksudnya itu, hatinya menjadi panas.
"Kawanan hidung kerbau tak tahu malu" dampratnya. "Kamu sudah menggunakan tin, sekarang kamu bertempur silih berganti. Jikalau perbuatanmu ini tersiar diluaran, dapatkah kamu bergerak dimuka umum" Tak malukah kamu" Kawanan imam itu tak menghiraukan dampratan, mereka bagaikan tuli pekak.
"Kita harus memperlihatkan kepada mereka" teriak Kho Kong mendongkol. "Mereka berlima belas, mereka berkelahi bergantian, biar toako tangguh, lama lama toako bakal lelah juga."
Didalam tin Siauw Pek sendiri tak menghiraukan jumlah musuh yang banyak. Tadi ia membuat bagian utara dan barat habis daya,
sekarang ia menyerang yang bagian selatan itu. Hanya sebentar, ia
telah memaksa para penyerangnya terdesak kepojok barat tadi.
Menyaksikan cara bersilat kawannya, kembali Ban Liang kagum dan memuji. Ia melihat tegas makin lama sianak muda menggunakan pedangnya makin lincah. Maka ia menonton terus dengan perasaan hatinya sangat tertarik.
Pihak imam yang terdesak keutaran, mulai menggeser ketimur. Dilain pihak dua belas pendeta diarah timur mulai bergerak kearah utara. Seperti kawanan imam merekapun bergerak dengan perlahan. Terang terlihat, pihak imam sudah kewalahan, maka mereka mundur mengalah terhadap siauw Lim Pay.
"Tak dapat anak muda itu dibiarkan berlarut-larut melayani lawan yang besar jumlahnya itu," pikir sijago tua kemudian- " celaka dia kalau terlalu letih dan kehabisan tenaga. Baik dia ditarik mundur, supaya kita melawan dengan mengandalkan pohon besar ini..." Karena memikir begini, la segera berseru: "Saudara kecil, lekas mundur. Mereka memakai akal bergiliran untuk membuatmu letih payah" Siauw Pek memutar pedangnya.
"Tahan" tiba tiba ia berseru.
Kawanan imam dan pendeta itu, walaupun semuanya bungkam, diam diam mengagumi si anak muda. Ketika mereka mendengar seruan itu, serentak berhenti bertindak maju.
Siauw Pek menyimpan pedangnya kedalam sarungnya, ia memandang sekalian lawan itu lalu dengan dingin dia berkata: "Para taysu dan tootiang, kamu sangat mendesak kepadaku rupanya kau tak rela melepaskan aku, maka itu sekarang aku beritahu, jangan
menyesal kalau aku nanti menggunakan tangan keras" Tajam kata
demi kata sianak muda dan parasnya juga berubah menjadi keren-
Mendengar peringatan itu, para imam dan pendeta tersenyum tawar. Seorang pendeta, yang mengepalai rombongan itu, yang tubuhnya tinggi besar, mendadak meluncurkan tongkatnya, untuk terus diputar, dari sebelah kiri dia menyerang sianak muda.
Sepasang alis Siauw Pek terangkat, tubuhnya mencelat mundur. Cara ini dipakai untuk menghunus pedang, menyusul mana, baru ia maju lagi sambil memb ulang balingkannya. Serentak dengan itu iapun meluncurkan tangan kirinya hingga ia memaksa mundur seorang imam disebelah kanannya.
Dilain pihak. tahu-tahu dari arah belakang meluncur sebatang pedang. Tak keburu siauw Pek berkelit atau menangkis, bahunya kena tergores, bajunya pecah, kulitnya terluka, maka darahnyapun mengucurlah. Ia terkejut, walaupun luka itu tidak berbahaya. Maka insyaftah ia akan lihaynya kedua tin itu, yang mestinya dilayani tanpa boleh lengah. Maka ia segera memikir, Jikalau ia tidak bersikap keras, pasti pertempuran ini tidak akan ada akhirnya, bahkan tentu ia bisa celaka.
Setelah berpikir demikian, wajah Siauw Pek menjadi bengis, kedua biji matanya berputar, sinarnya merah menyorot.
Para pendeta dan imam terkejut menyaksikan roman orang itu, yang berubah demikian cepat. Tadi tadinya sianak muda bersikap tenang dan paling-paling beroman keren.
Dibelakang siauw Pek berdiri seorang imam atau murid Bu Tong Pay. Ia melihat sianak muda berdiam diri saja, bajunya merah karena darah. Ia menyangka bahwa orang tentunya telah terluka parah. Bukannya itu kesempatan baginya untuk menyerang, supaya jasanya tak dirampas pihak Siauw Lim " Ia kemudian melirik kepada kawan kawannya, memberi isarat untuk Ngo Heng Kiam bergerak pula.
Segera dua orang imam, yang berdiri dikiri dan kanan Siauw Pek, maju dengan berbareng menyerang secara mendadak dari kedua sisi Itulah gerakan Jie Liong cut Swie", atau "Dua naga keluar dari air".
Baik orang yang berdiri dibelakang maupun dua yang dikiri kanan itu, tidak melihat wajah sianak muda, hingga mereka jadi tidak jeri ataupun bercuriga apa apa. Maka mereka menyerang secara serempak itu.
Siauw Pek gusar tapi dia waspada: matanya dibuka telinganya dipasang. Ia tahu ada pembokongan. Dalam gusarnya itu ia berseru tubuhnya berputar. Luar biasa sebat, goloknya telah terhunus, sedangkan pedangnya dipakai menangkis. Menyusul tangkisan itu, Hoan Uh It Too digerakkan
"Aduh" menjerit seorang imam ialah murid Bu Tong Pay yang dikiri. Tak terlihat tegas bagaimana bergeraknya golok ampuh itu, tahu tahu si imam sudah roboh dengan memuncratkan darah. Yang hebat ialah tubuhnya menggeletak ditanah dengan telah menjadi dua potong kepalanya terpisah dari tubuhnya, sedangkan yang
dikanan, pinggangnya tertabas kutung hingga mayatnyapun roboh
dengan mandi darah Dia ini berteriak "aduh" seperti rekannya itu Hanya sekejap itu, pecahlah Ngo Heng Kiam Tin.
Tiga imam lainnya, yang termasuk rombongan ketiga yang dibelakang itu, berdiri terpaku.
Dengan begitu, barisan rahasia Lo Han Tin juga berhenti sendirinya. Sebab semua imam dan pendeta tak ada yang berdiri tertegun saja kaget dan heran
Siauw Pek memandang kedua kurbannya, setelah itu ia mengawasi semua lawannya, terus berkata dengan dingin: "Aku hendak membuat kamu mengenal kepandaian aku siorang she Coh..." Ia diam sejenak. kemudian menambahkan, "sekarang aku hendak membinasakan itu pendeta yang bertubuh jangkung yang memimpin kelompok kiri..." Dengan perlahan ia mengangkat tangannya yang memegang golok. untuk diarahkan kepada pendeta yang ia sebutkan itu.
Tatkala itu yang kaget dan heran itu bukan cuma kawanan pendeta dan imam itu, tapi juga Ban Liang yang telah hendak turun tangan guna membantui si anak muda hingga sijago tua ini menggumam sendiri: "Sungguh liehay Itulah tentu ilmu golok Hoan uh It Too dari Tiang Go..."
Ketika itu juga pihak lawan, dari bersikap menyerang berubah menjadi bersikap menjaga untuk membela diri. Tegang hati mereka
semua, apalagi mereka melihat sorot mata berapi dari si anak muda yang diarahkan kepada pendeta yang ia sebutkan barusan, biar bagaimana, mereka itu bersiap dengan senjata mereka masing masing, untuk menyerang bersama...
Dila in pihak. kedua mayat segera disingkirkan oleh orang-orang Bu Tong Pay itu.
Didalam keadaan seperti itu, sunyilah suasana diantara mereka, semua berdiam: Yang satu hatinya panas membara, yang lain gentar sekali. "Awas" sekonyong konyong terdengar seruan peringatan-Dengan tiba tiba juga, berkelebatlah sinar berkilauan dari golok.
"Aduh..." menjerit si pendeta, dengan jeritan yang separuh tertahan- Karena tubuhnya yang besar roboh seketika. Dan ketika orang banyak mengawasi, ternyata dadanya telah terluka berlubang dan darahnya muncrat keluar
Ketiga kurban itu mati seketika dan dengan luka-luka berlainan- Hal itu sangat mengejutkan dan mengherankan- Tapi karena para pendeta dan imam telah siap sedia, dengan serentak mereka menyerang dengan masing masing tongkat dan pedangnya, hingga semua senjata melurukpada si anak muda
Jala Pedang Jaring Sutra 1 Maling Romantis Seri 1 Pendekar Harum Karya Khu Lung Bukit Pemakan Manusia 9
^