Pedang Golok Yang Menggetarkan 9
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 9
"Syukur," katanya. "Nona, silahkan-"
Giok Yauw heran- Pikirnya: " orang ini aneh. Kadang-kadang sikapnya tegang kadang-kadang biasa, mesti ada sebab musababnya. Hm Mungkinkah dia hendak menggertak aku " Kalau begitu, akupun menggertaknya."
Sejak masih kecil nona ini biasa dimanjkana sesudah besar, dia bisa membawa kehendak
(hal.38-39 tidak ada)"
Berjalan didepan, Siauw Pek mendahului masuk kedalam kuil itu Itulah rumah suci dengan hanya dua kamarnya. Mereka menuju kedepan meja pujaan, untuk duduk disitu.
Oey Eng teliti, begitu masuk ia segera keluar lagi, untuk melihat sekitarnya, terutama untuk mengawasi kearah dari mana tadi mereka datang. Ia kuaitr nanti ada orang yang menyusulnya. Baru setelah itu, ia kembali kedalam.
"Agaknya kota Gak yang kacau sekali," katanya perlahan. "Kiu Heng cie Kiam bergerak seperti apa yang dikatakan naga sakti yang terlihat kepalanya tapi tidak ekornya. Dia pula bersikap sangat
keras, dia menemui siapa, dia membunuh siapa. Terang itulah akibatnya saling balas membalas. Mungkin dia memusuhi seluruh Rimba Persilatan-"
"Kau benar, jieko," berkata Kho Kong. "Mungkin dialah seorang yang baru keluar dari rumah perguruan, yang hendak membuat nama. Dengan Kiu IHeng cie Kiam dia mengagetkan dan menggemparkan dunia Kang ouw."
"Kalau dia hanya hendak mengangkat nama kenapa dia mengambil jalan yang begitu?" kata Oey Eng. " Dengan cara ini, dia mendatangkan banyak musuh."
siauw Pek berbangkit, ia berjalan mondar mandir. Seorang diri ia menggumam: "Mungkinkah didalam dunia ini masih ada satu orang lain yang pengalamannya pahit getir sama dengan pengalamanku, ialah dia bertanggung jawab untuk hutang darah yang melumurkan seluruh tubuh ?"
Didalam kegelapan dan kesunyian sang malam itu, tiba tiba
mereka mendengar derap kaki kuda yang sedang mendatangi. "Ada orang " kata si anak muda.
Oey Eng getap sekali, dia berlompat bangun lari keluar pintu. Dia menerka nerka, apa Thio Giok Yauw yang datang...
Diarah selatan mulai tampak sesosok tubuh hitam gelap. pesat datangnya. Nampak orang lagi menuju kekuil itu.
Bertepatan dengan itu, datang pulalah suara derap kuda dari arah timur dan utara. Menerka dari suaranya, sedikitnya mereka itu lima orang penunggang kuda. Lekas lekas Oey Eng kembali kedalam untuk memberitahukan Siauw Pek dan Kho Kong.
"Bisajadi... itulah si budak perempuan she Thio yang penasaran karena dikalahkan oleh toako," kata Kho Kong. "Jika tidak mau melayani dia, mari kita sembunyi"
"Takkan keburu" kata Oey Eng. Benar orang itu telah ada dimuka kuil. "Kita sembunyi di kolong meja", berkata Siauw Pek. Bertiga mereka menghampiri meja, akan mendekam di kolongnya.
Baru mereka bersembunyi, dua orang telah masuk kependopo. Mereka berbaju hitam dan jalannya berendeng.
"Cap it long, apakah kau telah periksa sekitar sini?" tanya orang sebelah kiri.
"Sudah Telah satu hari aku menggunakan waktu." menjawablah
orang yang ditanya itu, yang mengaku adik itu. "Kuil ini terpencil di
tempat belukar, empat lima mil di sekitarnya tak ada rumah orang." "bagus Mari kita bersihkan dahulu kuil ini"
" Tidak usah kau capai capai diri, kiu ko, telah aku bersihkan." kata cap itu long anggota yang kesebelas. Sedangkan kawannya itu, yang ia panggil kiu ko, adalah kakaknya yang kesembilan- Lalu dia menyalakan api, untuk menyulut lilin di atas meja, sehingga seluruh pendopo menjadi terang.
Diatas meja itu terdapat empat buah lilin sebesar lengan- Tadi Siauw Pek bertiga tidak memperhatikannya. Bertiga mereka mendekam terus, syukur meja itu besar, cukup tempat itu luang buat mereka bersembunyi.
"Sepak terjang kita menarik perhatiannya kaum Rimba Persilatan," berkata cap it long tertawa. "Telah ada gerakannya keempat bun, tiga hwee dan dua pang, demikian juga sembilan pay besar, dan mereka kabarnya sudah mengirim orang orang mereka datang kemari."
"Ya, hal kabarnya sudah ada, tinggal kenyataannya nanti," kata si kiu ko. "Malam ini Kiam cu memanggil kita berkumpul disini, mungkin ada urusan besar dan penting..."
Belum sirap suara orang ini, dua orang lain tampak memasuki kuil. Berpakaian sama hitam serupa, di punggung mereka tergendol pedang dan di pinggang kirinya tergantung sebuah kantung rumput yang besar, entah apa isinya.
"Su ko Ngo ko " memanggil cap it long setelah dia menoleh. Su ko ialah kakak keempat dan ngoko kakak kelima.
Kedua orang berbaju hitam tertawa. Yang satunya berkata: "Selama hari hari yang belakangan ini saudara cap it long senantiasa mendampingi Kiam cu, tahukah kau apa maksudnya kali ini Kiam cu memanggil kita berkumpul " Apakah ada suatu urusan besar?" cap it long tertawa.
"Bukankah saudara saudara sudah ketahui tabiat Kiam cu ?" dia membaliki. "Kendati ada urusan bagaimana besar juga, tidak nanti Kiam cu memberitahukan kepadaku."
Ketika itu terdengar pula derap kuda, lalu muncullah empat orang lainnya. Mereka itu pun berdandan serba hitam.
siauw Pek berpikir: "Mereka semua berseragam serupa, gerak gerik mereka berahasia. Mereka pula agaknya berkepandaian tinggi. Entah apa maksud mereka berkumpul disini. Siapakah itu yang dipanggil Kiam cu" Tentulah Kiam cu tua n pedang dimaksudkan ketua mereka..."
Selagi si anak muda berpikir, lagi lagi terdengar derap kuda. Seorang muda, yang juga berbaju hitam, masuk secara terburu- buru terus ia berkata dengan suara dalam : "Saudara saudara, mari menyambut kiam-cu telah tiba"
siauw Pek mengawasi pemuda itu. Ia melihat jumlah mereka sekarang menjadi sembilan orang. Mereka itu segera mengatur diri, berbaris rapi dalam satu barisan, tangan mereka diangkat tinggi keatas kepala mereka, semua bersikap tegak dan hormat. Segera terdengar suara mereka: "Kami menyambut Kiamcu yang maha agung"
siauw Pek memandang kearah pintu, maka ia segera melihat orang yang dipanggil Kiam cu itu, yang telah lantas muncul. Dialah seorang nona dengan pakaian serba hitam dan pinggangnya terlibatkan sehelai angkin, atau ikat pinggang warna merah. Dia bertindak dengan perlahan- Wajahnya tidak terlihat tegas, karena mukanya tertutup sebuah topeng yang aneh berntuknya.
Nona berbaju hitam itu diiring dua orang budak perempuan yang masing masing usianya tujuh atau delapan belas tahun, semua mengenakan pakaian warna hijau dengan pedang pedang tergemblok dipinggang mereka. Mereka semua cantik manis.
Si nona berbaju hitam mengulapkan tangannya, yang terselubungkan sarung tangan warna hitam juga. Katanya: "Tak usah banyak adat peradatan" Suaranya halus dan merdu.
Barisan penyambut itu menyahut, segera mereka menurunkan tangan mereka, terus mereka memecah diri dalam dua barisan- campak mereka hormat dan jeri...
Si nona berbaju hitam itu, yang disebut kiamcu, bertindak menghampiri meja. Disitu ia memutar tubuhnya, memandang kesembilan orangnya.
Segera siauw Pek mendengar pula suara yang merdu: "Toa-long, jie-long dan sam- long masih belum tiba, mungkin mereka menghadapi sesuatu rintangan-.."
Nona itu mengawasi juga si pemuda berbaju hitam, dia menambahkan : "ca jie long, apakah kau telah memberi kabar kepada mereka itu?"
"Sudah" sahut si pemuda berseragam hitam itu.
"Mereka itu tak menepati waktu, tak usah kita menantikannya." berkata si kiamcu, kali ini suaranya dingin.
Sembilan orang itu lalu merangkapkan tangan mereka, tanda menghunjukkan hormat pula. Lalu satu diantaranya, yang pertama dibarisan kiri, berkata:
"Su long melapor Didalam waktu lima hari murid sudah menggunakan tiga batang Kiu Heng cie Kiam membinasakan tiga orang Rimba Persilatan "
Dengan " murid", su long membahasakan dirinya sendiri. "Su long" ialah anggota yang keempat. Dialah yang dipanggil si suko tadi.
"Tahukah kau tentang diri mereka itu?" tanya Hek Ie Kiam cu, si kiamcu berbaju hitam itu.
"Yang satu yaitu murid Siauw Lim Sie bukan pendeta, dan yang dua ialah orang orang dari Hok siu Po."
"Apakah mereka mati seketika ditempat?"
" Kecuali murid Siauw Lim Sie itu, yang dua mati ditempat."
"Bagus" berkata si kiamcu seraya mengulapkan tangannya. "G.Ing Kun, catat jasa s u long "
Nona baju hijau yang dikiri budak pengiring itu mengyahuti, terus dia mengluarkan sejilid buku hitam, untuk menggores satu kali, mencatat jasa su long itu.
"Ngo long melapor " terdengar satu suara lain. "Didalam waktu lima hari murid telah menggunakan sebatang Kiu Heng Cie Kiam membinasakan tongcu dari Cit Seng Hwee."
"kau tak berjasa dan tak bersalah," kata si kiamcu.
Menyusul itu datang laporan liong long, cit long dan pat long, anggota anggota keenam ketujuh dan kedelapan- Mereka juga tidak berjasa tidak berdosa.
Lalu datang giliran laporan kiu long, anggota kesembilan- Didalam waktu lima hari dia telah membinasakan tujuh orang liehay kaum Rimba Persilatan, maka dia berjasa dan memperoleh tiga goresan-
Cap it long dan capji long, yang bertugas menyampaikan pengumuman rapat itu, tidak berjasa dan juga tidak bersalah.
Kini tinggal seorang anggota lagi. Dialah sip long, anggota yang
kesepuluh. Dia berdiri diam dengan kepala tunduk, tak bergerak.
"Eh sip long, kenapa kau berdiam saja...?" tegur si kiamcu, perlahan-Anggota yang ditegur itu memberi hormat.
"Selama lima hari, murid tak berhasil membinasakan seorang juga, maka itu murid tidak dapat memberi laporan," sahutnya, suaranya dalam.
"Kalau begitu tahukah kau telah melakukan pelanggaran apa?" "Murid tahu. Terserah Kiamcu menegurnya"
"Kau harus dikutungi sebuah jari tanganmu" kata si kiamcu. "Tapi inilah kesalahanmu yang pertama kali, kau dapat diberi ampun, hanya lain kali kau mesti berbuat jasa untuk menebusnya"
"Terima kasih, kiamcu. Murid sangat bersyukur sekali "
Tepat waktu itu dari luar terdengar tindakan kaki berat tetapi cepat.
Kedua budak berbaju hijau itu getap sekali. Hampir berbareng mereka itu mengibaskan tangan kiri mereka, memadamkan api lilin kemudian tangan kanan mereka menghunus pedangnya masing masing.
Kesembilan pria berseragam hitam pula segera berpencar, melakukan persiapan pertarungan-
Didalam gelap itu, Siauw Pek memasang mata dan telinga. Ia tahu, si kiamcu tak bergerak.
Dilain pihak. dari luar segera tampak berkelebat sesosok bayangan hitam.
Pat long dan kiu long bersembunyi dibelakang pintu, merekalah yang paling terdahulu menyambut dengan serangan mereka, dengan tikaman- Pedang mereka berkilauan-
orang yang menerobos masuk itu liehay. Dia melihat cahaya dan dengar siuran anginnya pedang, dengan cepat dia menangkis, hingga ketiga batang pedang beradu satu dengan lain dan menerbitkan suara nyaring.
"Tahan- terdengar seruan si Kiamcu. " Orang sendiri"
Ketika itu, yang lain lain pun segera mendapat tahu bahwa orang itu adalah kawan sendiri, maka semua segera menyimpan senjatanya masing masing. "Shako" menyapa cap it long.
"Benar aku Apakah Kiamcu telah datang?" jawab orang itu seraya balik bertanya.
"Punco disini" si kiamcu mendahului menjawab. Dia membahasakan dirinya punco. Orang yang baru datang itu menyimpan pedangnya.
"Sam long melapor..." katanya.
"Kenapa kau tidak menepati panggilan berapat?" si kiamcu memotong.
"Murid berangkat tepat untuk berapat akan tetapi ditengah jalan murid mendengar berita yang penting," sahut anggota itu, "karena itu murid datang terlambat. Mohon dimaafkan-.."
"Apakah berita penting itu?" si kiamcu menegasi.
"Sebenarnya murid mengintai beberapa jago Rimba Persilatan, niat murid untuk turun tangan pada waktunya, tetapi justru dari mulut mereka itu murid mendengar berita bahwa ketua siauw Lim Pay sudah datang ke Lam Gak secara diam diam..." Lam Gak ialah gunung Heng San di ouwlam.
Agaknya hati si kiamcu tergerak, hingga terdengar dia berseru tertahan- "oh ..."
Lalu dia bertanya: "Masih ada siapakah lagi?"
"Berbareng juga ketua ketua dari Bu Tong pay, Ngo Bie pay dan Khong Tong Pay telah berangkat ke lam Gak. melakukan pertemuan dengan ketua siauw Lim Pay itu, hanya entah untuk urusan apa..." Kiamcu itu tertawa hambar.
"Katanya saja mereka ketua ketua partai partai besar yang lurus tetapi perbuatan mereka sebenarnya tak dapat dilihat diterang matahari" katanya. "Manakah toa-long dan jie-long?"
"Kedua saudara itu dengan menyamar sudah berangkat ke Lam
Gak." menjawab sam long. "Murid sengaja pulang untuk memberi
laporan sekalian minta petunjuk." Hek-ie kiamcu berdiam sejenak.
"Bagus" katanya kemudian "Jikalau kita bisa membinasakan satu saja diantara ketua ketua keempat partai besar itu, perbuatan kita pasti menggemparkan dunia Kang ouw Dengan begitu, hasil kita jauh lebih menang daripada kita membunuh sepuluh atau seratus murid mereka Sekarang segera kamu menyalin pakaian dan berangkat ke Lam Gak buat sementara di sepanjang jalan jangan kamu menggunakan Kiu Heng Cie Kiam, supaya kita jangan seperti menggeprak rumput membuat ular kaget dan kabur, agar mereka itu tidak curiga."
Anggota-anggota yang berbaris dikir dan kanan itu serempak menjawab, serempak juga mereka memberi hormat, terus mereka lari keluar, maka sesaat kemudian terdengarlah suara derap kuda mereka.
Dalam sekejap. pendopo kuil kembali pada ketenangannnya. Di situ tinggal hek ie kiamcu bersama dua orang budaknya.
Sejenak kemudian terdengar pula suara halus dari kiamcu itu: "Ging CUn, coba kau pergi keluar Lihat mereka sudah pergi atau belum"
suara itu beda jauh sekali dengan suaranya yang tawar tapi keren tadi.
Budak yang dikiri menyahut, terus dia lari keluar. Dia kembali beberapa saat kemudian dan melaporkan bahwa semmua kiam su, ialah orang orang berseragam hitam itu, sudah tak nampak sekalipun bayangannya. Kiamcu itu menghela napas.
"Bagus" katanya, kembali perlahan. "Mari kita berangkat"
"Budak hendak melapor," berkata Ging Kun, "Toa kong dan kiu long sudah berjasa besar, lagi hanya satu jasa lainnya, maka mereka akan sudah memenuhi syarat nona yang menjanjikan hadiah kepada mereka itu. Kata kata nona menjadi peraturan dan
kedua belas kiam supun telah mendengarnya, maka itu apabila telah tiba saatnya hadiah belum diberikan, budak kuatir mereka kecewa dan mungkin sulit untuk memuat mereka mentaati perintah..."
Siauw Pek mendengar kata kata itu. Ia heran. Apakah ada soal lainnya" Kenapa budak ini memperingatkan ketuanya itu secera demikian rupa" Aturan keras kalau hadiah telah dijanjikan, sudah selayaknya hadiah itu diberikan. Pelanggaran toh menerima hukuman.
"Apakah cuma toa long dan kiu long berdua yang telah berbuat sembilan jasa?" terdengar si ketua menanya budaknya.
"Benar mereka berdua," sahut Ging Cun, "Di belakang mereka jie long dan sam long lagi menyusul dengan pesat. Mereka ini masing masing sudah membuat delapan jasa." Kiamcu itu menghela napas perlahan-
"Harap saja didalam perjalanan ke Heng san ini dua toa long dan kiu long menemui ajalnya ditangannya ketua empat partai itu," katanya, masgul.
"Dengan demikian maka akan bebaslah aku dari kesulitan-"
"Toa long dan kiu long liehay.Jie long dan sam long hanya setingkat dibawah mereka itu," berkata Ging Cun, "kalau keempat mereka mengalami sesuatu, sukar kita mencari ganti untuk mereka."
"Pandangan budak beda daripada pandangan kakak Ging Kun," berkata budak disebelah kanan- Baru sekarang dia membuka mulutnya. "Budak mau bicara mengenai si- long. Dia pendiam sekali, kenyataannya dia ketinggalan oleh lain-lain kiamsu. Tapi menurut penglihatanku, dia mempunyai ilmu silat yang mahir sekali. Sekarang ini dia cuma terhalang pelbagai aturan- Diantara dua belas kiamsu, dialah yang terlihay."
"Sip long itu," berkata Ging Cun, "semenjak dia turut nona, belum pernah membuat jasa apa juga, bahkan sebaliknya, pernah dua kali membuat pelanggaran- Coba nona tidak berbelas kasihan,
yang telah memberikan keampunan kepadanya, mungkin dia telah kehilangan beberapa buah jeriji tangannya .Jikalau dia benar mempunyai kepandaian tinggi, apakah dia tidak meyayangi jari tangannya itu?" Nona yang dikanan itu tertawa.
"Kata kata kakak beralasan juga," katanya, "cuma pandangan kakak dapat ditunjukkan melulu kepada orang yang kebanyakan, tidak untuk menilai sip long. Sip long tidak dapat dilihat semudah yang lain lainnya."
"Gim ciU" si kiamcu menyela. "Kita bertiga namanya saja majikan dan budak-budak, sebenarnya kita melebihkan saudara kandung sendiri. Sekarang aku hendak bertanya kepada kau: Kau bilang sip- long pendiam dan liehay, apakah itu cuma perasaan saja atau karena kenyataan, ada buktinya?"
"Tanpa bukti tidak nanti budak sembarangan bicara," sahut budak yang dipanggil Gim ciu itu.
"Kalau benar katamu itu, bicaralah" siketua menganjurkan, mari kita lihat dan pahamkan bersama.
"Dua hari yang lalu budak menerima perintah pergi ke Hok Siu Po untuk melihat gerak g erik disana," berkata Gim ciu. "Budak pergi ke sana bersama sip- long. Nona toh ingat ini?"
"Ya aku menyuruh kau pergi dengan menyamar, supaya kau dapat menyelundup masuk dan bercampur dengan orang orang Hok Siu Po."
"Disana budak berhasil mencuri seperangkat pakaian bujang, maka budak lalu menyamar." Gim Ciu bercerita lebih jauh. Dengan begitu budak menjadi bebas untuk masuk keruang dalam. Budak mau membuat penyelidikan sambil memikirkan daya mengacau, untuk mengalutkan mereka."
Kiamcu memotong: "Adakah ini hubungannya dengan sip- long?"
"Ya. Sip-long pun berhasil mencuri seperangkat pakaian pegawai Hok Siu Po, maka bersama sama kami menyelundup masuk. sip-
long memesan budak. katanya, apabila kita kepergok dan kena terkurung, budak harus lari menyingkir kearah barat laut."
"Itu toh tidak luar biasa?" G.Ing CUn menyela.
"Sabar kakak. aku belum bicara habis," berkata Gim Ciu. "Nona telah mengajari ilmu menyamar menyalin kulit muka, ilmu itu sungguh yang nomor satu didalam dunia Rimba Persilatan dijaman kita ini, akan tetapi di Hok Siu Po, penyamaran saja belum cukup walaupun aku sangat berhati-hati. Kedua karena Hok Siu Po licin luar biasa, mereka sangat teliti. Nyatanya disana budak-budak dan
pegawai, semua ada tanda rahasianya. Begitu budak masuk
keruang dalam, segera budak kena dipergoki seorang perempuan."
"Seorang dengan kepandaian sebagai kau, adikku, bukankah sangat mudah untuk merobohkan seorang wanita?" tanya Ging Cun- "Kenapa kau tidak segera membunuhnya?"
"Kakak. jikalau kau tidak memandang musuh terlalu rendah, tentu kau telah menaksir aku terlalu tinggi," kata Gim Ciu. "Setelah aku tahu rahasiaku telah terbuka, aku segera turun tangan menyerangnya. Aku mengharap dengan satu gebrak saja dia roboh, tapi diluar dugaanku, budak itu ternyata liehay. Tak berhasil aku menjatuhkannya. Aku telah menimpa dia dengan jarum beracun cui tok Hui ciam, terus aku menerjang, tapi dia bisa menyelamatkan diri, dia bisa menangkis aku. Maka kita bergebrak sampai lima jurus tanpa aku berhasil merebut kemenangan. Rupanya budak itu tidak ungkulan dapat menjatuhkana dia berlaku cerdik, lalu dia berteriak teriak, hingga seisi rumah menjadi terkejut, dan segera belasan orang menyerbu kedalam. Mereka semua bersenjata tetapi nampaknya mereka ingin menangkap aku hidup hidup,..
"Apakah sip- long datang menolongmu?" kiam cu bertanya.
"Benar aku terancam bahaya itu, tiba-tiba sip long muncul. Entah dia bergerak cara bagaimana, didalam sekejap. separuh pengurungku telah roboh. Maka dengan mudah dia dapat mengajakku menerobos kepungan dan kabur."
"Begitu?" kiam cu heran-
"Sip long sudah menyamar tapi budak mengenalinya."
"Apakah kemudian kau pernah menanyakan hal itu kepadanya?" tanya Ging Kun-
"Ya, akan tetapi dia menyangkal."
"Aneh" Kata Kiamcu. "Kalau benar dia sip long, kenapa dia tak mengakui?"
"Walaupun dia menyangkal. budak percaya betul itulah dia. Begitulah, dua kali budak pernah menegaskan kepadanya. Yang pertama kali, dia tetap menyangkal. Yang kedua kali dia tidak menjawab akan tetapi dia tertawa"
"Jikalau begitu, dia mencurigai" kata kiamcu itu sungguh- sungguh.
JILID 17 "Sulit untuk memastikannya, nona. Memang sip long pendiam akan tetapi dia tidak berontak atau berkhianat. Mungkin ada suatu sebab lainnya, entah apa itu..."
"Jikalau kau tidak keliru mengenali, adikku selanjutnya perlu kita
berhati hati," Geng cun peringatkan-Kiamcu menghela napas.
"Gim ciu, kuharap bantuanmu untuk menyelidiki dia. Bersama
sama Geng cun, aku akan berlagak pilon, supaya dia tidak curiga."
"Baiklah, nona. Aku harap didalam waktu satu bulan, dapat aku mengetahi rahasia sip long itu."
"Semua kiamsu sudah berangkat lama, sekarang baiklah kitapun pergi," berkata Geng cun kemudian-
"Aku harap. dengan kepergian ke Lam Gak ini, pihak kita akan berhasil membekuk salah seorang ketua empat partai besar itu," kata sang nona
"Sungguh sombong " pikir Siauw pek. "Mudahkah akan membekuk ketua sebuah partai?"
Segera terdengar tindakan kaki perlahan, maka kiamcu itu
bersama kedua orang budaknya sudah berjalan keluar dari kuil itu.
Menanti sampai mereka itu telah pergi jauh barulah Siauw Pek
mendahului keluar dari tempatnya. Ia mengulur tangannya, untuk
melempangkan tubuh yang telah mendekam sekian lamanya.
"Dimana mana kaum Rimba Persilatan sibuk mencari Kiu Heng cie Kiam, diluar dugaan, kitalah yang menemukannya," kata ketua ini perlahan-
Belum lagi Oey Eng atau Kho Kong menyahuti, tiba tiba mereka mendengar suara yang nyaring halus diluar kuil: "lnilah dia Inilah dianya "
Siauw Pek tercengang. Ketika ia menoleh ia melihat dimuka pintu menghadang seorang budak perempuan yang berbaju hijau. Romanya nampak gusar.
"Rupanya mereka telah ketahui kita bersembunyi tetapi mereka tidak mau segera memergoki." kata Oey Eng, berbisik. Siauw Pek memberi hormat. "Nona..." sapanya.
"Jangan bicara tentang persahabatan" berkata nona itu, dingin. "Lekas kamu habiskan jiwa kamu Apakah kamu hendak menanti hingga aku yang turun tangan?"
"Nona, kita tidak bermusuh satu sama lain..."
"Tak usah banyak bicara " kata pula nona itu ketus. "Dikolong langit ini, semua orang Rimba Persilatan adalah musuh musuh kiamcu kami, maka itu, meski kita tidak bermusuhan tidak dapat aku melepaskan kamu. Kamu telah bersembunyi atau mengumpet dikolong meja dan telah mencuri dengar semua perkataan kami, kamu telah melihat gerak gerik kami Bagian kamu ialah kematian " Melihat sinona bersikap keras itu Siauw Pek tertawa hambar.
"Aku tidak mau bentrok dengan kamu, nona," katanya sabar. "Jikalau kau menganggap aku jeri, itulah keliru."
Kho Kong gusar sekali, hampir dia melompat menerjang nona itu, baiknya pada saat hatinya panas itu, mendadak ia ingat peristiwa dengan Thio Giok Yauw didalam rimba hingga ia menderita. Dia melihat sinona ini bersikap tenang tetapi keras sama seperti nona Thio itu.
Dengan sinar mata tajam, nona ini menatap Siauw Pek.
"Kau sombong ya?" katanya. "Rupanya kau berkepandaian tinggi"
Berkata begitu, lalu bertindak maju.
" Lekas mundur " Siauw Pek berkata pada dua saudaranya. Ia melihat gerak gerik si nona.
Kho Kong dan Oey Eng heran- Mereka melihat sinona bertindak perlahan benar sikapnya dingin, tetapi dia tak nampak seperti musuh. Pikir mereka: "Kalau nona ini tidak pandai ilmu silatnya, tentu dia mempunyai suatu kepandaian lain..." Keduanya mundur kepojok pendopo.
Kira-kira tiga atau empat kakijauhnya dari Siauw Pek, sinona baju hijau menghentikan tindakannya.
" Kelihatannya, diantara kamu bertiga, kaulah ketuanya..." katanya agak sabar.
"Bukan," Siauw Pek merendahkan diri. "Nona terlalu memuji" segera nona itu tertawa, dingin.
"Membunuh ular menghajar kepalanya, membekuk penjahat meringkus rajanya" berkata dia.
" Kaulah, kepala diantara kalian bertiga, waspadalah."
Kata kata itu diakhiri dengan digerakkannya tangan kanannya dari mana lalu melesat sebuah sinar putih bagaikan lilat, menyambar secara membabat. Oey Eng terkejut.
"Tidak disangka dia begini gesit" katanya didalam hati. Siauw Pek pun kaget tapi dia sempat lompat berkelit.
"Pantas kau sombong" kata sinona. "Kau benar liehay" Kembali nona itu maju mendekati.
siauw Pek bersiap sedia. Inilah sebab tadi si nona mengeluarkan pedangnya secara luar biasa cepat itu. Ia menghunus pedangnya, untuk dilintangkan didepan dadanya.
Tiba didepan siauw Pek tiga kaki, nona itu mendadak membungkuk, pedangnya terus meluncur menikam.
siauw Pek tidak menangkis, dia hanya memutar pedangnya mengurung tubuhnya. Karena ia menyerang, dengan sendirinya pedang mereka berdua beradu, hingga menerbitkan suara yang nyaring mendadak nona itu berlompat mundur, terus sampai diluar pintu, kemudian dengan satu lompatan, hilang lenyaplah dia dimalam yang gelap petang itu
"Toako, apakah dia terluka?" tanya Oey Eng. Dia heran orang mundur secara begitu rupa.
"Dia tidak terluka. Dia cuma kalah tenaga dalam. Karena dia menyerang terlalu keras, dia kena tergempur sendirinya."
"Hebat cara menghunus pedang nona itu," kata Kho Kong. "Jarang aku melihat kepandaian seperti itu. Apakah toako mengenali ilmu silatnya itu ilmu dari partai mana ?" coh Siauw Pek menggoyangkan kepala.
"Guruku pernah bercerita tentang pelbagai macam ilmu pedang tetapi tidak ada yang mengenali ilmu pedang nona ini."
" Entah siapa kiamcu berbaju hitam itu," kata Oey Eng menarik napas. "Rupanya dia bermusuh dengan semua partai persilatan dikolong langit ini."
"Mungkin," kata Siauw Pek setelah berpikir sejenak. " Entahlah tentang riwayat mereka, yang sudah pasti mereka terahasia. Kiamcu
itu, yang bertubuh langsing, mestinya dia cantik, maka aneh, kenapa dia sengaja mengenakan topeng tidak karuan itu."
Berkata begitu, mendadak ia ingat sesuatu. lekas lekas ia memasukkan pedangnya kedalam sarungnya sambil berkata: "Mari lekas kita berlalu dari sini "
Oey Eng dan Kho Kong seperti mendapatkan serupa perasaan,
maka begitu ketuanya mengangkat kaki, mereka lalu menyusul.
"Biar aku jalan didepan" kata Siauw Pek, berhati hatilah "
Bertiga mereka lari sampai empat atau lima mil, baru mereka memperlahan tindakan kaki mereka.
"Budak tadi belum kalah," kata Siauw Pek, "dia kabur untuk minta bantuan, jikalau mereka keburu datang, kita tak dapa mengelakkan suatu pertempuran hebat. Budaknya saja sudah begitu liehay, apalagi nonanya."
"Kau benar, toako," berkata Oey Eng. "aku lihat, sepak terjang kiamcu itu hampir mirip dengan tujuan toako."
siauw Pek terdiam, akan tetapi hatinya berguncang. Sekian lama, baru dia dapat menenangkannya. Kata ia: "Mungkin didalam dunia Kang ouw ini ada terlalu banyak orang yang mendendam sakit hati, sedangkan perkeadilan kaum Rimba Persilatan agaknya sedang goyang. Siapa lemah, dia dimakan, maka timbullah peristiwa peristiwa tidak adil Jikalau aku berhasil maka aku hendak
menegakkan keadilan, untuk menerbitkan dunia Rimba Persilatan,
atau sekurang kurangnya buat mencoba mengurangi malapetaka."
"Luhur cita citamu, toako." kata Kho Kong. "Suka aku membantu kau sekuat tenagaku, rela aku mengorbankan jiwaku " Dia berhenti sejenak. lalu menambahkan : "Kiamcu itu berpikiran luar biasa Bagaimana dia dapat menimbulkan Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati itu hingga Rimba Persilatan menjadi gempar karenanya" Toako, apakah kau tidak memikir buat menyebut suatu nama untuk tindak tanduk kita ini?"
"Apakah yang kau pikir?"
"Shatee benar juga," berkata Oey Eng. "Hek-ie kiamcu menciptakan Kiu Heng cie Kiam, dia membuat dunia gempar dan gentar."
"Sebenarnya melihat urusanku, akulah yang paling tepat memakai nama Kiu Heng cie Kiam itu," berkata Siauw Pek. "Tapi tiba tiba dia telah mendahuluinya."
"Bagaimana jikalau toako memakai nama ceng Gie Cie Too," tanya Oey Eng, yang memberi saran- "Tidakkah nama itu berimbang dengan Kiu Heng cie Kiam" Dia pedang, kita golok. dari namanya kita telah bagus."
ceng Gie Cie Too, berarti Golok Keadilan, nama itu lebih luka artinya daripada Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati.
"ceng Gie Too Itulah bagus" seru Kho Kong. "Mari kita mencari bengkel besi, untuk membuat golok pendek yang diukirkan empat hurup itu. Pedang dan golok. sungguh sepadan "
Siauw Pek terdesak dia setujui nama itu.
Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan mereka, untuk mencari pandai besi, guna membuat goloknya. Tujuannya ialah Lam Gak. Mereka menyamar, tetapi tetap mereka berlaku waspada, supaya orang tidak mencurigai mereka. Mereka pula menukar cara, yaitu siang singgah, malam jalan-
Pada suatu hari, tanpa ada yang mempergoki, mereka sampai di wilayah Lam Gak. gunung selatan, yang nama aslinya ialah Heng San. Mereka pergi ke Lam Gak sie, yang terpisah tidak begitujauh lagi dari gunung itu.
"orang orang dari partai Siauw Limpay, Bu Tong pay dan lainnya tentu sudah berkumpul di liong san." berkata Oey Eng, "karena itu, kita tidak boleh berlaku sembarangan, Disekitar gunung tentulah ada penjagaan yang rapi. Aku pikir lebih baik kita singgah dahulu dirumah penginapan, buat beristirahat sekalian memusyawarahkan bagaimana tindakan kita selanjutnya Kita harus memikir daya yang sempurnya."
siauw Pek berdiam. Dia berpikir keras. Ada sesuatu yang terlintas dibenak otaknya. Dia bagaikan tidak mendengar kata katanya sang kawan- Bahkan dia terus menggumam.
Oey Eng dan Kho Kong melihat dan mendengar, tetapi kata kata ketua itu tidak tegas, hingga tak tahu mereka apa yang diucapkannya itu.
"Nampak toako memikirkan sesuatu, sampai semangatnya seperti
meninggalkannya," kata Kho Kong. "Baik kita jangan menegurnya."
Oey Eng setuu, tetapi ia tidakjawab adik itu, ia hanya terus mengawasi ketuanya.
"Tak boleh" mendadak Siauw Pek berkata seorang diri. Ia bagaikan tersadar. "Tak dapat kita memaju langsung ke Lam Gak. Lebih dahulu kita cari pondokan-.."
Oey Eng tersenyum. Ternyata benar bahwa toako itu tidak
mendengar kata katanya tadi. Ia tetap tidak mau menegur, ia juga
tidak banyak bicara lagi. Ia memutar tubuh, buat membuka jalan.
Tatkala itu fajar baru tiba, cuaca masih remang remang, kebanyakan rumah penginapan masih belum membuka pintunya. Meski begitu, Oey Eng toh mencari sebuah, yang letaknya ditempat yang rada sepi. Ia mengetuk pintu, sesudah masuk kedalam, ia lalu minta disediakan barang makanan buat sarapan pagi. Satu malam mereka berjalan terus tanpa mengisi perut.
Siauw Pek duduk sambil tunduk otaknya masih tetap bekerja. Kho Kong habis sabar.
"Toako, kau sedang pikirkan apa?" tegurnya kemudian-
Oey Eng berkata: "Toako, kalau kau memikirkan sesuatu, mari
kita utarakan, supaya kita dapat membicarakannya bersama."
Ketua itu menatap kedua saudaranya. Dia tertawa. "Bukankah selama didalam kuil itu kita mendengar kata-katanya hek-ie kiam cu tentang keempat ketua partai besar hendak mengadakan pertemuan di Lam gak sini?" Tanyanya.
"Benar," sahut Kho Kong.
"Apakah saudaraku ingat partai-partai manakah itu "
"Itulah Siauw Limpay, Bu Tong pay Khong Tong pay dan Ngo Bie pay."
"Benar Sekarang aku ingat keterangan almarhum ayahku bahwa di puncak Yan In hong digunung Pek Ma San telah terbinasa ketua ketua dari keempat partai besar itu, bahwa kebinasaan mereka telah menerbitkan gelombang dalam dunia sungai telaga, kemudian entah bagaimana jalannya, telah tersiar berita luas yang mengatakan kebinasaan mereka itu karena dianiaya ayahku. Maka kejadianlah kesembilan partai besar bergabung dengan empat bun, tiga hwee dan dua pang, menyerbu Pek IHoPo hingga musnalah keluargaku. Dan sekarang, kenapa ketua yang baru dari keempat partai besar itu berkumpul ditempat ini?"
"Benar. Ada sesuatu yang mencurigakan dari hal berkumpulnya mereka semua itu," berkata Oey Eng.
"Mungkinkah tindakan mereka tersebut ada hubungannya dengan peristiwa lama itu?"
"Kita telah tiba disini, mesti kita cari mereka" Kho Kong turut bicara, "kita tak usah takut bahwa kita akan bentrok dengan mereka itu"
"Menurut aku tak perlu kita bentrok dengan mereka," kata Siauw Pek "paling tidak kita dapat bercampur gaul, sedikitnya berada didekat mereka untuk mendengar sebab musababnya, atau duduk perkaranya dari peristiwa dahulu itu."
"Mungkin inilah sulit."
"Memang sulit, tetapi apa daya lainnya ?"
"Aku ada akal," kata Kho Kong.
"Kau tidak sabaran, saudara, tetapi kadang kadang kau teliti. Nah, apakah pikiranmu itu?"
"Kita berdaya menjadi pengikutnya keempat ketua partai-partai itu."
"Inilah sukar, kau harus ingat, pengikut mereka pasti terdiri dari para muridnya yang liehay."
"Jikalau bisa kita menyamar jadi murid murid keempat partai, untuk membikin partai yang satu menyangka kitalah murid partai yang lain, demikian sebaliknya. Walaupun mereka samua curiga tetapi mereka tentu tidak berani menanyakan satu pada lain." Siauw Pek setuju.
"Tapi sekarang, toako," berkata Oey Eng "paling dahulu kita mencari keterangan apa mereka telah tiba di Lam Gak ini dan dimana mereka mondoknya, Gunung Lam Gak luas beberapa mil dan puncaknya banyak sekali begitupun lembahnya. Tak mungkin kita mendatangi setiap puncak dan lembah."
"Ya, ini benar juga," kata Siauw Pek, yang mengernyit kening, "pula ada baiknya apabila kita dapat mencari tempat singgah dua belas anggotanya hek-ie kiam cu."
"Ada lagi yang aneh," Kho Kong campur bicara pula. "Merekalah ketua-ketua partai, kenapa mereka bukan membuat pertemuan digunungnya masing-masing tapi di daerah pegunungan ini yang terbuka buat umum" Gunung ini toh tidak ada hubungannya dengan mereka semua ?"
Siauw Pek mengangguk. Adik itu benar.
" Itu pula satu soal," katanya, "Itupun perlu kita cari tahu."
"Mungkin urusan itu penting sekali maka juga ketua empat partai itu memilih gunung Lam Gak ini, maksudnya supaya orang-orang dalam mereka, yang berkedudukan tinggi, tidak mengetahui sepak terjang mereka ini." Siauw Pek melihat kelangit rumah.
"sekarang ini kita tetapkan dahulu akan mencari tempat singgah mereka" katanya.
"Kalau begitu, mari kita beristirahat." berkata Oey Eng. "Besok kita menyamar, terus kita pergi kegunung untuk memasang mata dibagian yang penting, mungkin kita tetlah mendahului hek ie kiamcu. Syukur apabila kita dapat melihat mereka itu." Siauw Pek akur, terus ia mengajak kedua saudara itu masih tidur.
Satu malam lewat. Besoknya pagi-pagi, setelah bersantap dan berdandan, segera mereka berangkat. Dalam waktu setengah hari, tiba sudah mereka di kaki gunung Lam Gak. dibawah puncak utama. Mereka memperhatikan sekitarnya, untuk menjanjikan tanda-tanda, kemudian mereka berpisah ketiga arah.
siauw Pek menyamar sebagai seorang pemotong kayu, pedang dan goloknya disembunyikan dalam seikat rumput dan digendong di punggungnya. Ia mengambil tempat disebuah jalan cagak. yang mempunyai dua jalan kecil, satu untuk naik ke puncak. satu pula buat menuju lembah. Bebannya diletakkan disisi sebuah batu besar. Ia sendiri duduk bersandar dibatu itu, berlagak seperti tengah mengaso. Satu jam sudah dia menanti, tak ada seorang juga yang lewat disitu. Hampir ia habis sabar, tapi tiba tiba ia melihat seorang muncul dari balik tikungan jalan-
orang itu berusia kira-kira empat puluh tahun- Dia memikul kayu, jalannya cepat. Didekan Siauw Pek, mendadak dia berhenti dan mengawasi, lalu menyapa: "Kau tentu orang yang baru pindah kemari, sebelumnya tidak pernah aku melihat kau."
"Ya, aku pindah belum lama," sahut Siauw Pek. Ia khawatir penyamarannya nanti diketahui. Diam-diam dia mengawasi, untuk mencari tahu orang mengerti silat atau tidak.
Orang itu tertawa. "Tak salah terkaanku Apa ini yang pertama kali kau mencari kayu
?" Siauw Pek mengangguk. kemudian ia mohon petunjuk orang itu.
Situkang kayu menarik napas. "Sekarang sulit," katanya. "Dulu banyak juga pencari kayu disini, sekarang tinggal aku sendiri. Bagus kau datang, kau dapat jadi kawanku."
" Kenapa kau tinggal sendirian, saudara?" tanya siauw Pek. Ia
pikir sesuatu. Apa itu disebabkan jalan sukar dan gunungnya tinggi.
Tukang kayu itu menggeleng kepala. Dia menunjuk lembah.
"Selewatnya tikungan itu, disitu terdapat banyak pohon cemara
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tua dan lainnya, yang kayunya bagus untuk kayu bakar," katanya,
"memotong kayu disitu, sebentar saja kita dapat satu pikul."
"Sekarang bagaimana" Apakah pohonnya sudah habis
disebabkan banyak orang yang mengambil kayu?" Siauw Pek tanya.
Tukang kayu mengisi pipanya, dia menyulut dan menyedot.
"Bukan," sahutnya. " Lembah itu luas seratus mil lebih, kayunya
banyak. tak akan habis puluhan tahun-.." Siauw Pek heran-
"Habis, apakah sebabnya ?" dia bertanya. Tukang kayu itu menatap.
"Untung saudara belum memasuki lembah itu," katanya. "Kalau kau pergi kesana, tentulah sekarang kita tidak dapat berbicara seperti ini..."
" Kenapakah begitu, saudara?" Siauw Pek menegaskan.
"Sejak kira kira setengah tahun yang lalu, lembah itu kedatangan dua ekor binatang aneh," menerangkan tukang kayu itu. "Binatang itu tinggi dan besar seperti manusia, larinya cepat seperti terbang. Pernah mereka melukai belasan tukang kayu. Karena itu, orang takut pergi kesana."
"Pantas tak ada orang lewat disini..." pikir Siauw Pek. Lalu ia
bertanya: "Tapi kau, saudara, kenapa kau tidak takut ?" "Mulanya aku takut, belakangan tidak..."
"Apakah sebabnya?"
"Pada suatu hari habis minum arak. aku pergi kebelakang gunung sana," berkata tukang kayu itu. "Ketika itu aku setengah mabuk. Aku tidak menemukan sesuatu, perlahan lahan aku jadi berani. Aku masih lebih jauh. Hari lewat hari, aku terus pergi
kesana, bahkan masuk lebih dalam. Selama empat bulan lebih, aku tetap tidak melihat binatang aneh itu. Aku menyangka kedua binatang berdiam saja didalam, tidak pergi keluar."
"Mungkinkah mereka sudah meninggalkan gunung ini."
"Aku juga menduga demikian, pernah aku mengajak beberapa kawan untuk pergi mencari tahu tetapi tidak ada yang berani menemani aku. Aku sendirian saja takut menempuh bahaya. Nah, saudara, mari kita berjalan bersama"
"Silahkan saudara berangkat lebih dahulu. Aku hendak menantikan seorang teman."
"Teman ?" kata tukang kayu itu heran- Dia menatap Siauw Pek, lalu dia pergi. Siauw Pek mengawasi orang berlalu, terus ia memandang kelembah.
"Kalau benar ada dua makhluk berbahaya itu, perlu aku menyingkirkannya," pikirnya, "Mereka membahayakan dan menyusahkan semua orang..." Begitu berpikir, segera pemuda itu menuju ke lembah senjatanya disiapkan-Benarlah, dilembah itu terdapat hutan cemara.
Siauw Pek masuk lebih jauh sampai seratus tombak lebih. Ia tetap tidak menemukan sesuatu maka ia makin percaya kedua binatang galak itu sudah pindah gunung.
Tengah Siauw Pek berpikir, tiba tiba ia mendengar suara orang. Ia heran, segera ia menyembunyikan diri didalam semak semak yang lebat.
Beberapa tombak jauhnya, dua orang muncul dari balik pohon- pohon cemara. Mereka itu berjalan berendeng. Yang dikiri, usianya kira kira tiga puluh tahun, berpakaian hijau seluruhnya dan mukanya pucat. Dia menyandang sebilah pedang. Yang dikanan berumur lima puluh tahun lebih, kumisnya putih, bajunya hitam, dia tidak membawa senjata.
"Katanya ketua-ketua empat partai Siauw Lim, Bu Tong, Kho Tong dan Ngo Bie hendak mengadakan pertemuan di Lam Gak ini,
entah untuk urusan apakah itu?" kata orang yang muda, si serba hijau.
"Urusan mereka tak ada sangkut pautnya dengan kita," sahut si orang tua. "Entah apa sebabnya, hweecu kita sangat memperhatikannya dan memerintahkan untuk mencari tahu tempat rapat mereka itu. Inilah kerjaan sulit. Empat partai besar itu banyak
muridnya. juga adalah satu larangan besar buat satu partai
menyelidiki lain partai, bisa bisa terbit perselisihan karenanya . . . " "Hweecu" ialah ketua hwee partai.
"Biasanya hweecu bekerja dengan teliti, mungkin ia telah memikir suatu jalan yang sempurna."
Berdua mereka berbicara sambil berjalan terus, hingga suara mereka lenyap.
"Kalau begini, rupanya disini telah ada orang Rimba Persilatan," pikir Siauw Pek. "Mereka muncul dari dalam lembah, mungkin mereka telah memindahkan pusatnya kemari. Mereka menyebut hweecu, entah hwee yang mana yang berada disini..."
Sambil keluar dari tempatnya sembunyi, siauw Pek berpikir terus: "si tukang kayu tadi bicara dari hal binatang aneh, mungkin itulah binatang palsu, ialah orang hwee ini yang menyamar. Tak perlu aku masuk lebih dalam, baik aku pergi melihat Oey Eng berdua..."
Selagi pemuda ini berjalan, terdengar suara bentakan dingin-
"Berhenti" Ia terkejut, segera ia menoleh. Maka ia melihat seorang tua dengan tubuh kurus kerung, matanya juling, alisnya tebal, hingga romannya jadi luar biasa sekali. Dia pula berkumis putih. Pakaiannya hitam seluruhnya. Dia berdiri sejarak tujuh delapan tombak.
"orang ini liehay ilmu ringan tubuhnya," pikir Siauw Pek. "Kapan dia datang " Kenapa aku tidak tahu ?" Tapi ia bersikap tenang, segera ia bertanya : "Lootiang, ada urusan apakah ?"
Mata orang itu bersinar tajam^
"Kau berdandan begini macam, kau pula membawa senjata tajam, dandananmu tidak seragam" katanya, nadanya tetap dingin. "Mungkinkah kau seorang murid yang baru keluar dari rumah penguruanmu " Heran, kenapa gurumu menugaskan kau sebagai seorang mata mata?"
Sejenak. siauw Pek melihat tubuhnya sendiri. Pakaiannnya terbuat dari kain kasar, dikanan dikiri ada pedangnya:
"Aku bukannya mata mata," ia menyahut, sabar. "Secara tak sengaja aku tiba disini." orang itu mendadak tertawa, suaranya tak sedap didengarnya.
"Tahukah kau siapa loohu?" tanyanya. Dia menyebut dirinya "loo- hu" siorang tua^
"Tidak." sahut sianak muda.
"Apakah kau pernah mendengar suara tawa loohu ini?" tanyanya pula. Ia tertawa pula dua kali^ kering dan tak sedap.
Siauw Pek tidak kenal tawa itu, yang hampir mirip suara dua ekor katak lagi berkelahi.
"Mungkin dia seorang yang terkenal dan tawanya ini seperti lambang untuk mengenalnya. Sayang pengalamanku kurang luas", pikirinya. orang tua itu merasa heran. Sianak muda itu tidak menjawab pertanyaan itu.
"Loohu saja kau tidak dapat menerka" kata orang tua itu, kembali ia tertawa dingin. " Inilah bukti betapa untuk dunia Kang ouw" Dari keroman bengis, orang tua itu tampak sabar.
"Apakah kau dari Siauw Pek ?" kemudian dia tanya lagi. "Bukan," Siauw Pek menjawab.
"Kalau bukan, apakah kau dari sembilan partai lainnya ?" "juga bukan."
orang tua itu berpikir lekas. "Dia masih hijau tapi agaknya dia tahu tentang pelbagai partai. Apakah ia berpura pura " Dia aneh.
Tak dapat aku terpedayakan dia " Maka dia bertanya pula. "Kau bukan orang partai, tapi kau tentu mempunyai asal usul. Siapakah gurumu?"
Siauw Pek pun berpikir cepat, "Tadi dia bengis, sekarang dia lunak. mesti ada sebabnya. Tak dapat aku dijebak dia " Maka ia menjawab perlahan. "Saudara lama guruku mundur dari dunia Kang ouw, kalau aku sebut namanya mungkin lootiang tidak tahu, maka itu lebih baik aku tidak memberitahukan."
Tak disangka, dia bicara merendah, tapi sebaliknya, dia justru menimbulkan kecurigaan- orang tua itu lalu bertindak menghampiri dan terus meluncurkan tangan kanannya guna menjambak. Tapi, terpisah satu kaki dari tubuh lawan, tangannya itu dihentikan-
Diam diam Siauw Pek sudah meraba gagang pedangnya, bersiap untuk melawan-
Wajah orang tua kurus kering itu menunjukkan kesangsian- Ia heran orang demikian berani. Ia pula tidak mengenal anak muda ini. Setelah hening sejenak itu, ia bertanya. "Kenalkah kau dengan gerakan tanganku ini ?"
Siauw Pek cuma belajar silat pedang dan golok. ilmu silat tangan kosong ia tidak kenal kalau toh ia bisa menggunakan tinju atau jari tangannya, itulah semua gerak gerik pedang dan golok. Maka itu, ditanya demikian rupa ia menjawab, "Aku tidak kenal."
"Kiranya kau tidak tahu apa artinya liehay " kata si orang tua, yang tertawa dingin. "Berusan aku menyangka kaulah seorang yang memandang kematian bagaikan orang mau pergi pulang..."
Siauw Pek melihat tangan orang belum ditarik kembali. Ia berkata. "Andaikan kau menyerang dengan tanganmu, apakah yang harus ditakutkan ?"
"oh, bocah tak tahu mampus atau hidup " seru si orang tua gusar. "Jikalau loohu hendak mengambil jiwamu, sudah sedari tadi kau hilang jiwa ditanganku ini " Siauw Pek tertawa hambar.
"Lootiang, kau sombong " katanya. "Sungguh aku tidak mengerti, tanganmu ini bagaimana dapat membuatku binasa " si orang tua bertambah gusar.
"Benar benarkah kau hendak mencobanya?" tanyanya. "Baik cobalah " sahut si anak muda.
orang tua itu hendak menyerang, akan tetapi, melihat orang demikian tenang, ia menjadi heran sekali. Maka ia mencoba menguasai diri untuk berlaku sabar. Katanya: "Bocah, lihat tanganku ini, yang akan mengancam dua belas jalan darahmu. Tahukah kau aku hendak menyerang jalan darah yang mana?"
"Semua jalan darahpun boleh" menjawablah Siauw Pek gagah. orang tua itu bertambah heran.
"Kalau aku mengincar tetapi lalu merubah tujuan ditengah jalan, dapatkah kau melindungi dirimu ?" tanya dia "Bukankah kau hanya menanti buat menerima binasa ?"
"Asal aku menggerakkan pedang ku satu jurus, aku akan dapat menutup dua belas jalan darahku" kata Siauw Pek. "Berbareng dengan itu, akupun akan memaksamu menarik kembali tanganmu dan mundur"
"Begitu?" kata siorang tua, heran- "Aku tahu tentang ilmu pedang Bu Tong pay dan Kun Lun pay, mereka dapat menyerang dan membela diri, tetapi aku belum pernah dengar tentang jurus yang kau sebutkan itu, apa lagi dengan satu jurus kau juga
berbareng bisa menutup ilmu silatku yang bernama Ngo Kwie Souw
Hun" Ilmu silat orang tua itu berarti "Lima setan merenggut sukma".
"Mengenai ilmu pedang kedua partai yang lootiang sebutkan itu, itulah dikarenakan mereka mempunyai kelemahannya masing masing" berkata Siauw Pek. "Dan, sebaliknya ilmu silatmu ini, lootiang, aku lihat tak ada kesulitannya buat memecahkannya." Kembali kecurigaan si orang tua bertambah. orang sangat tenang bicaranya dan lancar.
"Melihat sikapnya ini dan mendengar kata katanya, mungkin dia benar," pikirnya. "Dia aneh, dia seperti masih hijau, tapi juga bagaikan sudah berpengalaman banyak. Dia tidak mau menyebut asal usulnya, dia juga bicara besar. Rupanya, jikalau aku tidak mempertunjukkan kepandaianku, dia tentu tidak akan terpaksa memperlihatkan diri asalnya..."
Karena memikir begini, orang tua itu lalu berseru: "Hati hatilah kau" dan lima jari tangan kanannya segera bekerja
Siauw Pek telah siap sedia. Ia mundur satu tindak. untuk menghunus pedangnya. Kemudian diputarkan, guna melindungi tubuhnya. Maka benarlah, seperti apa yang dikatakannya, tubuhnya segera terjaga seluruhnya.
Itulah salah satu jurus dari Tay Pei Kiam hoat, Ilmu Pedang Mahakasih, yang diberi nama "Siang Im Liauw Jiauw", Mega Indah Melilit Berputaran-.
orang tua itu menghentikan serangan dengan mendesak. dia mengawasi si anak muda.
"Ilmu pedang yang liehay" serunya. "Sepuluh tahun aku menyiksa diriku mempelajari ilmu silatku ini, aku percaya tidak ada orang Kang ouw yang bisa memecahkannya, siapa tahu, justru aku
gunakan pada pertama kali ini, segera dapat ditundukkan" Berkata
begitu, orang tua ini nampak kecele dan masgul sekali. Dia berduka.
"Apakah yang dibuat menyesal dan berduka?" pikir Siauw Pek. "Aku toh tidak melukaimu?" Tapi karena orang berputus asa, ia lalu berkata: "Tak usah kau berduka, lootiang, mungkin ilmu pedangku ini memang istimewa guna mematahkan ilmu silatmu.."
"Ah... sudah, saudara kecil, tidak usah kau menghibur aku," kata orang tua itu, yang lalu memutar tubuhnya, dan berlalu dengan tindakan lesu.
"orang tua ini tampaknya jahat tetapi ternyata baik," pikir Siauw Pek. "Tadipun dia menyerangku secara berhati hati, seperti dia khawatir akan melukai aku..." Memikir demikian, dengan segera dia
memasukkan pedangnya kedalam sarung dan lompat menyua "Lootiang, tunggu" ia memanggil. Iapun lalu memberi hormat. orang tua itu menghentikan tindakannya, dia memutar tubuh.
"Ada apa, saudara kecil?" tanyanya. Kali ini suaranya sungkan.
"Maat, lootiang, aku ingin bertanya," kata si anak muda: "Sudah lamakah lootiang berdiam digunung ini?"
"Lama, kira kira sepuluh tahun" sahut si orang tua itu. "Sudah sepuluh tahun?" ulang sianak muda.
"Yah, benar" orang tua itu memastikan- "Dalalm sepuluh tahun itu, siang, malam aku melatih Ngo Kwie Souw Hun, tetapi aku tidak menyangka, ilmu yang aku kira istimewa itu, sekarang kena dipecahkan olehmu, saudara kecil. oh, rupanya aku harus menyekap diriku sepuluh tahun lagi didalam gua, untuk berlatih lebih jauh, baru aku dapat muncul pula di dunia Kang ouw..."
Berkata begitu, mata si orang tua bersinar tajam.
"Lootiang," kata pula si anak muda, "karena lootiang telah menyekap diri sepuluh tahun, pastilah lootiang bukannya anggota dari empat bun, tiga hwee dan dua pang..."
"Bukan, bukan Selama sebelum berdiam di sini, loohu biasa mengembara seorang diri saja."
"Tadi ada dua orang lewat disini, apakah mereka itu murid murid lootiang?"
"Loohu tidak punya murid."
"Lootiang, sudah sepuluh tahun lootiang hidup menyendiri,
kenapa lootiang masih tidak dapat menghilangkan pikiran untuk
mendapatkan nama besar" Pula barusan, lootiang bukannya kalah."
orang tua itu menarik napas. Katanya: "Dulu, sebelum loohu hidup menyendiri, pernah loohu dikalahkan jago jago Bu Tong pay dan Kun Lunpay, maka itu loohu lalu mempelajari ilmu guna memecahkan ilmu pedang kedua partai itu, untuk mencuci bersih
malu itu, tetapi sekarang, belum lagi loohu meninggalkan lembah ini, loohu telah dikalahkan olehmu, saudara kecil. Maka aku percaya, selama sepuluh tahun yang lalu itu, mungkin kedua musuhku juga sudah melatih dirinya lebih jauh hingga mereka mendapat kemajuan besar." orang tua itu berhenti sebentar, kembali dia menghela napas.
"Ah, rupa rupanya, harapanku untuk mencuci malu itu tak bakal terwujud," katanya pula. "Karena aku tidak dapat mencuci malu itu, bagaimana aku punya muka buat muncul lagi di dalam dunia Kang ouw" Lebih baik aku terus menyekap diriku dilembah ini, sampai aku akhiri hidupku didalam gua."
"Maaf, lootiang, aku masih hendak menanya satu kali lagi," Siauw Pek berkata pula. "Kenapa lootiang bentrok dan bertempur dengan dua orang jago Bu Tong dan Kun Lunpay itu?"
Lagi lagi orang tua itu menarik napas.
"Baiklah," jawabnya. "Walaupun loohu kalah dari kau, saudara kecil, loohu toh mengagumimu, maka hari ini, aku hendak melampiaskan rasa penasaran yang telah terpendam lama didalam dadaku. Mungkin, kalau bukan sekarang ini, tidak ada waktu lainnya bagiku melepaskan rahasiaku yang pepat ini."
ia menengadah kelangit, memandang awan biru yang luas tak berbatas. Kembali ia menarik napas panjang, baru ia melanjutkan kata katanya: "Itulah peristiwa yang menggemparkan pada belasan tahun yang lampau. Seluruh Pek Ho Po termusnahkan didalam waktu satu malam..."
Mendengar sampai disitu, dada Siauw Pek bergolak. darahnya mendidih, hampir dia tidak sanggup mempertahankan diri. Tubuhnya mendadak limbung, hingga ia mesti mundur lima enam tindak. baru ia bisa berdiri tegak.
Si orang tua heran menyaksikan keadaanpemuda didepannya itu, hingga ia tercengang mengawasinya .
"Kau kenapakah, saudara kecil," tanyanya.
Terpaksa Siauw Pek mendusta, sahutnya: "Aku mempunyai penyakit jantung, yang suka kumat seketika, sebentar kumat, lalu sembuh pula. Harap lootiang tak usah menguatirkan aku."
orang tua itu menatap. ia mengawasi beberapa lama, matanya bersinar tajam.
"Aku lihat, saudara kecil, kau tidak mirip orang yang suka menderita sakit," katanya. Dia tetap merasa heran.
"Inilah penyakit ringan, yang tidak berarti. Silahkan lootiang bicara terus."
orang tua itu menurut. Dia menyambungi: "Ketika itu, orang orang yang ikut ambil bagian didalam penyerbuan, hampir terdiri dari semua partai besar, sebab disamping sembilan pay terhitung juga empat bun, tiga hwee dan dua pang. Karena itu walaupun setiap orang Pek Ho Bun liehay ilmu silatnya, sukar untuk mereka melakukan perlawanannya . . . "
"Pek Ho Bun cuma sebuah partai kecil, kenapa dia bermusuh dengan delapan belas partai besar itu dan sampai mesti diludaskan juga?"
"Itulah karena ketua Pek Ho Bun, yaitu coh Kam Pek adalah seorang gagah yang luar biasa. Dia bersemangat, dia pandai bergaul. Dia menerima banyak murid hingga partainya lalu naik nama, hampir menyaingi sembilan partai besar lainnya. Tapi penyerbuan disebabkan sebuah peristiwa dipuncak Yan in Hong di gunung Pek Masan- Disana ketua ketua dari empat partai besar, yaitu Siauw Limpay, Bu Tong pay, Khong Tong pay dan Ngo Biepay, kedapatan terbinasakan secara rahasia. Menurut kabar, serentak dengan itu terbinasa juga orang orang liehay dari Kun Lunpay dan Hoa Sanpay serta keempat bun, ketiga hwee dan kedua pang itu. Peristiwa itu mengejutkan dan menguatirkan dunia Rimba Persilatan semuanya. Pihak partai partai itu lalu mengirim orang keempat penjuru angin untuk mencari si pembunuh. Kemudian, entah apa sebabnya kesalahan dilontarkan kepada Pek HoBun, sehingga
akhirnya terjadilah penyerbuan yang menggemparkan itu, yang maha dahsyat."
"Didalam sembilan partai besar itu mesti ada orang orang yang sadar dan cerdas, mungkinkah mereka itu main hantam kromo saja, membiarkan seratus jiwa manusia tanpa pilih bulu lagi?"
"Menurut kabar," si orang tua melanjutkan, "ketika peristiwa pembunuhan ganas itu terjadi, orang mendapatkan coh Kam Pek dan istrinya muncul dipuncak yang bercelaka itu. Kabar itu didapat dari murid murid pelbagai partai itu, tentang kenyataannya, loohu tidak tahu suatu apa, bahkan sampai sekarang ini, mungkin tidak ada jalan untuk mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya. orang umumnya percaya habis kabar itu, akan tetapi loohu bersama dua orang rekanku bertanggapan lain-Justru itulah maka loohu bentrok dengan dua orang jago Bu Tong pay dan Kun Lunpay dan kena dilukai mereka itu."
Siauw Pek memberi hormat kepada orang tua itu, sambil memberi hormat, ia berkata: "Locianpwee, perbuatan locianpwee itu ialah yang dibilang umum mabuk arak. sendiri insaf sadar. Didalam kekuatan itu, locianpwee sadar sendiri, bahkan locianpwee berani mengajukan diri menentang pendapat umum itu. Locianpwee, boanpwee kagum sekali terhadap locianpwee Nah, sudahkah locianpwee memberi tahukan, siapa kedua rekan yang sadar dan mulia itu, supaya apabila diwaktu lain boanpwee bertemu dengan mereka dapat boanpwee menghaturkan hormatku?"
orang tua itu merasa heran akan sikap orang pemuda ini, akan tetapi dia tidak menanyakan sesuatu, dia hanya menjawab: "orang yang satu itu ialah Hie Sian cian Peng Dewa ikan. Dia sangat gemar ikan, maka dia suka merantau mencari pelbagai macam ikan, sebelum dapat, dia belum merasa puas. Yang lainnya ialah Tiat Tan Kiam kek Thio Hong Hong si Nyali Besi, jago Kang ouw yang kenamaan- Guna menangkap seekor ikan, cian Pen sudah pergi jauh ke Lam Hay, dan Thio Hong Hong pergi karena sakit isterinya, selanjutnya, karena loohu mengundurkan diri, loohu tidak tahu menahu lagi, loohu tidak mendengar tentang mereka itu."
Wajah Siauw Pek guram, tetapi dia memberi hormat pula sambil berkata: "Loelanpwee harap maaf buat perbuatanku tak pantas tadi. Boanpwee tidak tahu bahwa looelanpwee adalah seorang gagah perkasa dan mulia."
orang tua itu heran, katanya didalam hati: "Aku yang memaksa kau turun tangan, kenapa kau yang minta maaf?"
Sementara itu, Siauw Pek bingung sendirinya. Katanya didalam hati: "Bagaimana aku dapat mencegah orang tua ini menyekap pula dirinya didalam gua?"
Sementara si orang tua, habis bercerita, segera bertindak kedalam rimba. Dia mau mewujudkan keputusan buat menyekap diri lebih jauh.
"Eh, loocianpwee Loocianpwee mau pergi kemanakah?" tanya Siauw Pek. menyusul.
" Loohu mau kembali ke gua ku" sahut orang tua itu.
"Loocianpwee, telah lama kita berbicara, boanpwee masih belum
ketahui she dan nama loocianpwee," berkata Siauw Pek si anak
muda yang masih memikirkan jalan untuk mencegah maksud orang.
"Panglima yang kalah perang, dia tidak dapat dikatakan gagah," berkata orang tua itu, "maka itu lebih baik aku tidak menyebutkan she dan namaku " Kembali ia memutar tubuh untuk berlalu kedalam rimba.
"Loocianpwee" kata si anak muda, bingung. "Loocianpwee bukannya kalah Kenapa loocianpwee begini tawar hati?"
orang tua itu menoleh, katanya sungguh sungguh: "Sepuluh tahun aku mempelajari ilmu silatku, aku percaya, dengan itu dapat aku muncul pula didalam dunia Kang ouw, siapa tahu ilmuku itu dapat kau pecahkan, saudara kecil Mana aku ada muka untuk muncul pula?"
Siauw Pek melihat wajah orang guram, ia merasa sulit buat menghibur pula. Karena itu, mendadak ia tertawa hambar. Katanya:
"Loocianpwee mau kembali keguamu, untuk mati di dalam lembah, buat berkawan dengan segala rumput dan pohon kayu, itulah satu soal, tetapi rupanya loocianpwee tidak ingat, warisan apa yang loocianpwee bakal tinggalkan karena loocianpwee mengambil keputusan cepat ini Tahukah loocianpwee bahwa Rimba Persilatan bakal mengalami malapetaka yang hebat?" orang tua itu heran, dia menjadi tidak senang.
"Ancaman bencana apakah itu?" tanyanya gusar.
"Menurut apa yang boanpwee ketahui, selama ini sudah timbul gelombang baru dunia Kang ouw telah diliputi hawa pembunuhan besar besaran- Dan semua itu adalah akibat bicara iseng iseng loocianpwee dahulu"
"Apakah itu?" tanya siorang tua. Dia makin heran.
" Delapan belas partai besar mengatakan kebinasaan ketua empat partai adalah perbuatan coh Kam Pek suami istri," Siauw Pek memberikan keterangan, "mereka itu mungkin benar. Tetapi loocianpwee mengatakan sebaliknya. Inilah bukti loocianpwee berani dan mulia. Tapi loocianpwee pendapatmu itu menentang semua partai itu, inilah bibit perselisihan- Kalau nanti loocianpwe muncul pula, bukankah loocianpwee akan dibenci suara terbanyak" Apakah itu bukan berarti warisan bencana?"
"Memang itulah anggapanku, walaupun aku tak dapat memberikan buktinya," berkata si orang tua, "Biar bagaimana didalam hati, tetap ada kecurigaan. Hal itu tak dapat dibantah pihak Bu Tong dan Kun Lun, hingga karenanya mereka jadi membenci dan menyerang aku."
"Tahukah loocianpwee bahwa sekarang ini telah muncul satu rombongan baru yang menentang kedelapan belas partai itu?" Siauw Pek bertanya. "Pemimpin rombongan itu adalah seorang yang masih dalam rahasia." Hati orang tua itu tertarik.
"oh, begitu?" katanya. "Itulah aku tak tahu."
"Aku bicara sejujurnya, loocianpwee. Rombongan itu adalah suatu kenyataan- Mereka telah membuat lambang merupakan sebuah pedang pendek yang diukirkan empat huruf "Kiu Heng cie Kiam" artinya pedang sakit hati. Telah tak sedikit orang Kang ouw yang terbinasa diujung pedang pendek itu." orang tua itu diam berpikir.
"Tapi apa sangkut pautnya mereka denganku?" dia bertanya.
"Rombongan itu membunuh tanpa merampas barang milik atau menculik kaum wanita," Siauw Pek menjelaskan lebih jauh. "Karena itu dunia Kang ouw merasa mereka adalah turunan dari keluarga coh. Katanya turunan coh Kam Pek itu telah mendapat guru yang
liehay, yang mengajarinya ilmu silat, maka dia sekarang muncul
didunia Kang ouw guna menuntut balas sakit hati coh Kee Po"
"Peristiwa coh Kee Po adalah peristiwa penasaran paling besar dalam dunia ini Kalau benar coh Kam Pek masih ada turunannya, putra atau putrinya, itulah bukti thian ada matanya."
"Peristiwa sudah berlalu belasan tahun yang lampau," kata Siauw Pek pula, "andaikata coh Kam Pek mempunyai turunan, nampaknya sulit buat mencari tahu duduk soal yang sebenarnya, maka itu loocianpwee, kau gagah perkasa, aku juga tidak takuti orang yang berjumlah banyak itu, sudah selayaknya kau muncul lagi dalam dunia Kang ouw, buat menjelaskan anggapanmu itu, guna mencari bukti yang kuat, guna dihadapkan semua orang Rimba Persilatan, agar mereka ketahui duduk peristiwanya. Denganjalan itu saja penasaran dan sakit hati keluarga coh dapat dilampiaskan- Bukankah itu akan memuaskan loocianpwee?"
si orang tua berpikir keras, dia menatap anak muda itu.
Siauw Pek berhenti sebentar, lalu dia menambahkan: " Umpama rombongan baru itu bukan turunan keluarga coh, bahwa mereka bekerja untuk meminjam nama saja, buat mewujudkan maksud mereka, juga loocianpwee dapat menganjurkan mereka buat membubarkan diri atau mereka itu dianjurkan membela keadilan, buat membela pihak keluarga coh, supaya pada akhirnya nanti,
penasaran kaluarga itu dapat dilenyapkan- Loocianpwee, biar bagaimana, tak dapat loocianpwee berpeluk tangan saja membiarkan peristiwa berlarut larut dengan ada kemungkinan menjadi hebat"
Kedua mata sicrang tua bersinar tajam, kembali dia menatap si anak muda.
"Sebenarnya, siapakah kau?" tanya dia heran. "Kenapa aku sangat memperhatikan urusan keluarga coh itu?"
Ditanya begitu, mendadak Siauw Pek memperlihatkan roman sungguh sungguh. Tapi sebelum menjawab, ia sudah menunduk untuk memberi hormatnya, kemudian barulah ia berkata: "Untuk ayah bundaku loocianpwee telah mendendam rasa tak puas dan sudi tinggal menyendiri didalam lembah ini belasan tahun, oleh karena itu jikalau aku tidak memberitahukan asal usul diriku yang sebenarnya, takpuas hatiku." Wajah orang tua itu memperlihatkan roman sangat heran. Kembali dia menatap.
"Jadi kaulah keturunan keluarga coh itu?" ia menegaskan-
"Boanpwee bernama coh Siauw Pek." berkata Siauw Pek, menjawab. "coh Kam Pek yang mengandung dendam hebat itu ialah ayahku almarhum."
"Ah, aku tidak percaya" kata orang tua itu.
"Boanpweelah keturunan keluarga Coh itu, jikalau boanpwee mendusta, biarlah Thian membinasakan dan bumi memusnahkannya
" berkata Siauw Pek sungguh sungguh. orang tua itu menarik napas panjang.
"ohJadi kau datang kemari untuk mencari loohu?" tanyanya.
"Sebenarnya boanpwee datang kemari untuk menyelidiki gerak gerik ketua ketua dari Siauw Limpay, Bu Tong Pay dan Khong Tong Pay, yang katanya hendak berapat disini," si anak muda menerangkan dengan terus terang, "adalah sangat diluar dugaan, boanpwee dapat bertemu dengan loocianpwee."
"Apa " Ketua keempat itu mau berapat di sini?" tanya si orang tua itu heran-
"Benar" "Sungguh aneh "
"juga kebetulan saja boanpwee mendengar hal mereka itu mau berkumpul digunung Lam Gak ini. Belum banyak orang Kang ouw yang mengetahuinya."
"Mereka masing masing mempunyai pusatnya, kenapa mereka mau datang kemari" Aneh "
"Locianpwee," siauw Pek memotong. Kembali ia memberi hormat. "Tentang diri boanpwee, telah boanpwee jelaskan, maka sekarang boanpwee hendak bertanya, sudikah loocianpwee memberitahukan she dan nama loocianpwee ?" orang tua itu menghela napas.
"Mungkin sekali orang kang ouw telah melupakan loohu..." sahutnya perlahan- Ia diam sejenak. lalu tertawa perlahan- Katanya: "Gelombang sungai Tiang Kang yang dibelakang mendorong gelombang yang didepan, begitupun manusia, angakatan muda memenangkan angkatan lama Loohu mengira penasaran keluarga coh bakal terpendam buat selama lamanya tak ada jalan untuk
memecahkan rahasianya, tak disangka keluarga itu mempunyai
turunan sebagai kau, anak. turunan yang gagah perkasa"
"Loocianpwee terlalu memuji boanpwee," katanya merendah. orang tua itu tertawa.
"Selama hidupku, sangat jarang aku memuji orang " katanya, "Kalau aku memuji, mesti ada sebabnya, dan dengan sesungguh hati. Entah dari siapa kau mendapat kepandaian ini maka didalam usia begini muda telah begini liehay ilmu silatmu ?"
Untuk sejenak Siauw Pek bersangsi, tetapi akhirnya ia menyahut: "Dengan sebenarnya tak berani boanpwee mendustai loocianpwee. orang yang mengajari boanpwee ilmu pedang ialah orang yang disebut Kian-kut It Kiam Kie..."
Mata orang tua itu terbuka lebar, sinarnya berkilauan. "Apa?" selanya. "Apakah kau maksudkan Kie Tong?"
"Benar, itulah guru boanpwee," sahut Siauw Pek hormat. orang tua berpakaian hitam itu tertawa tergelak.
"Jikalau begitu tidaklah heran bila hanya dengan sejurus ilmu pedangmu kau dapat memecahkan ilmu silatku yang telah kulatih dengan susah payah selama sepuluh tahun..." Ia menyebut nama ilmu silatnya itu: "Ngo Kwie Souw IHun". Ia batuk batuk perlahan. Kemudian ia menambahkan: "Semasa Kie Tong bergerak dalam dunia Kang ouw dahulu itu, dia memperoleh sebutan Thian Hee Tee It Kiam, yaitu ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. Dengan pedangnya itu entah ia telah mengalahkan berapa banyak jago Rimba Persilatan, sebaliknya, belum pernah ia melukai lawan lawannya. Maka juga, ia memperoleh sebutan lain, yaitu Thian kiam, si Pedang Keadilan- Sebutan itu berarti, luhur ilmu pedangnya itu luhur setinggi langit. Arti yang lain ialah ia sangat bijaksana, sangat berperikemanusiaan. "
Senang siauw Pek mendengar kata kata orang tua itu, akan tetapi, ia masih belum puas, pikirnya: "Telah aku beritahukan she dan namaku serta riwayatku, tetapi kau, kenapa kau belum juga menyebutkan she dan namamu ?" Walaupun ia memikir demikian, ia toh lekas lekas mengatakan: "Tidak salah ilmu pedang guruku itu juga dinamakan Tay pie Kiam hoat, yang mengandung maksud sangat mencinta, maha kasih."
Hati orang tua itu terbuka. Tak lagi ia pepat dan berputus asa seperti semula. Maka ia dapat tertawa lebar. Ia lalu berkata gembira
" Kaulah muridnya Kie Tong, dengan ilmu pedangmu kau dapat mengalahkan ilmu silatku, itulah tidak aneh, sudah sepantasnya kau menang. Dengan begitu, aku kalah tanpa menyesal."
"Boanpwee telah memberitahukan segala apa tentang diriku," kata Siauw Pek kemudian "maka itu sekarang boanpwee mengharap loocianpwee menyingkirkan minat loocianpwee yang ingin menyekap diri pula didalam gua."
"Apakah kau menghendaki loohu muncul lagi dalam dunia Kang ouw?" tanya orang tua itu. "Apakah kau ingin loohu membantu mengadakan penyelidikan tentang peristiwa keluargamu pada tiga belas tahun yang lampau itu "
"Benar," sahut Siauw Pek mengangguk. orang tua itu tertawa pula.
"Baik, Loohu menerima baik permintaanmu ini cuma urusan ini sangat besar dan ada hubungannya satu dengan lain, hingga mungkin terjadi banyak sekali orang yang bakal terbinasakan- oleh karena itu, saudara kecil. aku hendak menjelaskan dahulu kepadamu : Kau cuma harus binasakan biang keladi jangan kau membunuh sembarang orang."
"Baik loocianpwee, suka boanpwee memberikan janji Memang
boanpwee cuma mau cari si biang keladi, lainnya tidak "
"Semenjak jaman purbakala, saudara kecil," sicrang tua berkata pula, "tidak ada lain orang yang mempunyai musuh sebagai kau Sebab musuh kau selain sembilan partai besar ada juga sembilan partai lainnya jadinya didalam lima kaum Kang ouw ada empat musuh musuhmu Kau benar mewariskan ilmu pedang Kie Tong tetapi seorang diri, tak mungkin tenagamu cukup. Maka itu kauperlu mengumpulkan banyak orang, guna membangun satu golongan sendiri"
Siauw Pek agak ragu ragu.
"Dalam hal ini loohu akan bantu kau," berkata orang tua itu "Akan aku undan seorang gagah, buat membantu kau membangun usahamu itu. cuma orang itu bertabiat sangat aneh, walaupun kau liehay, belum tentu dia suka membantumu, kau harus sabar luar biasa, sebagaimana dijaman dahulu Lauw pie terpaksa tiga kali menyambangi rumah gubuk untuk mengundang cukat Liang."
"Asal boanpwee bisa mencuci sakit hati ayahbundaku, jangankan baru tiga kali, delapan atau sepuluh kalipun boanpwee bersedia," berkata Siauw Pek. orang tua itu tertawa.
"Bagus saudara kecil, bila kau mempunyai kesabaran begitu." katanya gembira. "Loohu percaya bahwa penasaran keluargamu akan dapat dilampiaskan"
Siauw Pek tidak berkata apa apa tetapi lagi lagi ia memberi
hormat. Ia merangkap kedua tangannya dan menjura.
"Loocianpwee sudi membantu boanpwee, boanpwee sangat bersyukur," katanya. "Apakah sekarang loocianpwee sudi memberitahukan she dan nama loocianpwee kepadaku ?"
ornag tua itu tidak segera menjawab, hanya dia berkata : "Didalam dunia Rimba Persilatan tidak ada besar atau kecil, tua atau muda siapa yang bijaksana dialah yang termulia, demikian pun kita, walaupun loohu berusia jauh lebih tua daripada kau, saudara kecil, dalam hal ilmu silat kau jauh melebihi aku, oleh karena itu selanjutnya baiklah kita bergaul sebagai kakak beradik saja."
"Itulah tak berani boanpwee terima," kata siauw Pek.
"Kita telah bersatu hati, jangan kau sungkan- kata orang tua itu.
"oleh karena loocianpwee mendesak. baiklah " sahut sianak muda akhirnya. "Jikalau boanpwee tetap menolak. itulah berarti kita orang luar." orang tua itu tersenyum puas.
"Sewaktu saudaramu belum mengundurkan diri," berkata ia kemudian, "didalam dunia Sungai Telaga, saudaramu ini mempunyai juga namanya yang kecil. Kaum Rimba Persilatan memanggil aku Seng Supoan Ban Liang^"
"Seng SuPoan" adalah julukan, artinya "Hakim penuntut Hidup Mati". Kembali Siauw Pek memberi hormat.
"oh, kiranya kakak Ban " katanya puas.
Ban Liang lalu berkata pula : "Tabiatku aneh Aku benci kejahatan seperti aku benci musuhku, kalau aku turun tangan, aku biasa berlaku telangas. Karena itu orang Rimba Persilatan mengatakan aku berkedudukan antara sibenar dan si sesat, bila bertindak, aku hanya menuruti rasa hatiku, girang atau murka."
"Menurutku, saudara justru jujur dan polos" Ban Liang menepuk pahanya, dia menunjukkan jempolnya. "Saudara kecil. tabiatmu sama dengan tabiatku si orang she Ban
" katanya. "Kembali loocianpwee memuji terlalu tinggi " berkata si anak muda.
Ban Liang tersenyum. "orang Rimba Persilatan mengatakan aku antara sadar dan sesat, itulah karena sifatku terlalu keras," kata dia pula. "Selama hidupku aku telah banyak membunuh orang akan tetapi aku percaya betul belum pernah aku membunuh orang baik-baik, Ada orang-orang Rimba Persilatan yang romannya baik dan murah hati serta gemar mengamal, guna memperoleh nama akan tetapi diam-diam tak kejahatan yang mereka tak lakukan- Aku dinamakan si aneh itulah sebab aku telah membunuh terlalu banyak manusia-manusia palsu itu "
"Loocianpwee, boanpwee sangat mengagumi loocianpwee " "Kau memuji saja"
Siauw Pek melihat langit.
" Loocianpwee, tahukah kau bahwa sekarang ini tengah diadakan
permusyawaratan didalam gunung Lam Gak ini ?" dia bertanya.
"Baru saja loohu keluar, segala apa belum loohu tahu."
"Boanpwee maksudkan ketua keempat partai besar. Entah mengapa mereka mengulangi kejadian seperti belasan tahun dahulu itu " Ban Liang berpikir.
JILID 18 "oh, begitu ?" "Benar. Boanpwee telah memperoleh berita yang jelas sekali." "Tahukah kau dimana tempat rapat mereka itu ?"
"cuma di Gunung Lam Gak ini, tempatnya yang tepat, entahlah."
"Banyak tempat yang baik di Gunung ini, semuanya loohu ketahui. Mungkin disalah satu antaranya."
Tiba tiba Siauw pek ingat hal dua orang tadi.
"Loocianpwee, apakah loocianpwee mempunyai murid ?" tandanya berbisik. Ban Liang menggeleng kepala. "Tidak, aku tinggal sendirian disini."
"Jikalau begitu, tempat kediaman loocianpwee, sisinya telah orang duduki," kata siauw Pek yang terus menuturkan segala apa yang ia dengar dan lihat. orang tua itu tersenyum.
"Tidak kusangka Lam Gak yang biasanya sunyi senyap sekarang menjadi ramai sekali " ujarnya, "syukur tempatku sangat tersembunyi, biar disini ada orang lain, tak mudah mereka menemukannya, sekarang mari kita pergi ke tempatku itu, untuk beristirahat, nanti aku menyiapkan segala apa, untuk ku turut kau
pergi mencari tempat rapatnya ketua-ketua keempat partai besar itu
sekalian kau menikmati keindahan pemandangan alam disini."
"Boanpwee masih mempunyai dua orang kawan, nanti boanpwee panggil mereka datang kemari untuk memberi hormat kepada loocianpwee," kata Siauw Pek.
"Baik, akan loohu tungguh disini "
siauw Pek lalu lari pergi mencari Oey Eng dan Kho Kong. Ia dapat menemukan mereka itu ditempat yang dijanjikan-
"Saudara saudara, mari ikut aku menemui seorang jago bu-lim angkatan tua."
"Siapakah dia ?" tanya Oey Eng.
" Kenalan baru."
"Apakah toako telah perkenalkan diri asalmu kepadanya ?"
"Ya, loocianpwee itu pernah membela Pek Ho Po karena itu dia sampai dilukai jago-jago BuTong dan Kun Lun- Karena lukanya itu, dia hidup menyendiri. Dia dapat dianggap sebagai sahabat dan penolong keluargaku. Dia tahu banyak tentang urusan dahulu, kalau tidak, tidak nanti dia mau ikut campur lagi." Oey Eng teliti, dia berdiam, tidak demikian dengan Kho Kong.
"Kalau dia mencurigakan, kita bunuh saja" kata si sembrono ini.
siauw Pek dan Oey Eng tidak melayani bicara. Saudara muda itu memang biasa menuruti adat saja, cuma kadang kadang dia sadar dan sabar. Lalu ketiganya berangkat. Siauw Pek jalan didepan. Ban Liang berada ditempatnya.
"Inilah Ban Loocianpwee," siauw Pek memperkenaikan. "Lekas kamu beri hormat "
Oey Eng memberi hormat sambil menjura dalam. Ia turut kata kata ketuanya. Dimata dia siorang tua tak mirip orang yang baik hati.
Ban Liang sebaliknya mengawasi tajam kedua pemuda itu.
"Dapatkah mereka berdua dipercaya ?" tanyanya kepada Siauw Pek.
Lekas-lekas Siauw Pek memberitahukan: "Inilah dua saudara angkatku. Kami telah berjanji akan sehidup semati. Mereka kenal baik asal usulku."
"Bagus, ya. kau mencurigai kami " kata Kho Kong nyaring. "Sebenarnya kami justru masih menyangsikan kau, loocianpwee " Si sembrono ini bicara blak-blakan-
Ban Liang tidak menjadi gusar, bahkan sebaliknya, dia tertawa lebar.
"Bagus Kau lihat saja nanti " katanya. "Selama hidupku aku selalu berbuat baik, aku biasa membantu si lemah menindas si kuat, selama itu hampir tak ada orang Rimba Persilatan yang memuji aku
tapi aku tidak menghiraukannya Sekarang, setelah hampir tiba saatnya aku masuk kedalam liang kubur, aku akan muncul pula, mesti aku melakukan sesuatu yang menggemparkan " Dia tertawa pula, terus dia menengadah, dan akhirnya menambahkan : "Selama beberapa puluh tahun yang terakhir ini, diantara pelbagai peristiwa,
peristiwa Coh Kee Po adalah yang paling hebat, jikalau aku dapat
mencuci bersih penasaran itu, puas hidupku, matipun aku rela "
Kembali si tua itu tertawa, suatu tanda dia gembira sekali. Siauw Pek memberi hormat pada jago tua itu.
" Loocianpwee baik sekali " katanya. " Loocianpwee, terimalah hormatku "
"Tak usah kau berterima kasih padaku," berkata orang tua itu. "Meski aku bekerja untuk keluargamu tetapi sebenarnya untuk peri keadilan, untuk peri- kemanusiaan " Kho Kong melihat langit.
"Sang malam bakal lekas tiba," katanya. "sekarang kita masih belum tahu tempat berapat pihak empat partai itu, aku kuatir nanti lenyap kesempatan kita..."
"Benar," kata si jago tua. "Aku kenal hampir semua bagian gunung ini, marilah kita mencari, mungkin tak sukar menemukan tempat musyawarah mereka itu"
"Loocianpwee telah lama tinggal disini, tahukah loocianpwee
kalau kalau disini berdiam seseorang atau suatu rombongan ?"
"Sampai sebegitu jauh, tidak-" sahut Ban Liang. "Entahlah kalau yang baru datang." Kho Kong mengawasi orang tua itu, sekarang dia berkesan baik,
"Kita harus waspada dan berhati hati," Ban Liang memberitahu. "Andaikata ada rombongan yang berdiam disini, sebaiknya jangan kita bentrok dengannya kecuali terpaksa."
"Loocianpwee benar," Oey Eng setuju.
"Sekarang," kata Ban Liang pula, "kiranya perlu segera mencari tahu tempat musyawarah keempat partai. Menurut dugaanku,
mereka berapat mengenai urusan Pek Ho Po..." Oey Eng mengangguk.
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kapankah loocianpwee hendak bertindak ?" tanyanya. "sekarang juga Setujukah kamu ?"
"Kami selalu bersedia," kata Oey Eng. Ban Liang tersenyum, lalu ia berangkat.
Inilah tidak disangka Oey Eng, yang segera menyusul, demikianpun kedua kawannya.
Mereka berlari lari mendaki, sijago tua selalu berada didepan. Sesampainya mereka diatas puncak. magrib pun tiba.
Ban Liang memandang kesekitarnya, lalu ia menunjuk kesatu arah.
"Jikalau terkaanku tidak meleset, mereka tentu berkumpul
disana, dipuncak Ciong Gan Hong itu" katanya sejenak kemudian- "Apakah dasar alasan locianpwee ?"
"Puncak itu tinggi, curam dan sulit didaki .Jalan naik cuma
sebuah jalan kecil, maka jalan itu mudah untuk dijaga. Buat
merundingkan soal rahasia, Ciong Gan Hong paling tepat." "Andaikata mereka tidak berada disana?" tanya Kho Kong. "Mungkin di lembah Wan Ciu Kan."
"Jika begitu, sekarang mari kita pergi ke Ciong Gan Hong dahulu," mengajak Siauw Pek.
"Baik, marilah " berkata Ban Liang. "jalanan berbahaya, berhati hatilah " Kembali jago tua ini jalan di muka.
Jalan mendaki, benar benar meminta tenaga dan kewaspadaan, karena sulitnya, karena cuacapun sudah guram. Dan pula Ciong Gan Hong terpisah jauh, walau tampaknya dekat.
Selang satu jam lebih, barulah mereka sampai dikaki puncak. Oey Eng dan Kho Kong bernapas sengal sengal dan bermandikan peluh, Ban Liang dan Siauw Pek lumayan saja.
"Kuat sampai dijalan kecil untuk mendaki itu, kita perlu jalan lagi kira kira tiga lie." berkata Ban Liang, "maka itu baik kita beristirahat dahulu sebentar."
"Kalau benar empat ketua partai itu berada diatas puncak. mungkin kita bakal melakukan pertempuran," berkata Kho Kong, " karena itu perlu juga kita mengaso sebentar disini."
Ban Liang merasa letih jua, ia lantas mendahului duduk bersemadhi.
Kira kita satu jam lamanya rombongan ini beristirahat, kemudian mereka mulai pula dengan perjalanan mereka. Sekarang mereka mendapat tenaga baru. Tak berapa lama, tiba sudah mereka dijalan kecil yang ditunjuk itu.
"Loohu akan jalan di muka, kamu bertiga berhati hatilah," pesan sijago tua, yang mulai mendaki jalan kecil itu. "Usahakah supaya kita jangan menerbitkan suara suara." Siauw Pek bertiga memberikan janjinya.
Puncak Ciong Gan Hong tinggi beberapa ratus tombak, empat penjurunya berupa seperti tembok dan berlumut juga, sukar orang mendakinya kalau tidak ada jalan kecil itu.
Jalan kira kira baru setengah, mendadak Ban Liang berhenti maju lebih jauh, terus dia melompat kesisi, untuk bersembunyi dibalik sebuah batu besar.
Melihat itu, Siauw Pek turut berhenti seraya memberikan isyarat kepada kedua saudaranya, untuk mereka juga berdiam, setelah mana ia mengawasi tajam kearah depan-Cahaya bintang membantunya. Sejauh delapan tombak. dibawah pohon cemara, di atas sebuah batu yang besar, tampak seorang pendeta lagi duduk bersila. Dia mengenakan jubah abu abu, didepannya terletak senjatanya, sebatang tongkat yang berkilauan-
"Benarlah disini," pikir si pemuda ini, yang terus menghampiri Ban Liang. Ia berbisik :
"Rupanya pendeta dari siauw Lim Sie..."
"Benar, dia menjaga disini, itu artinya tak ada jalan lain- Untuk sembunyipun sukar."
"Habis bagaimana?"
"Kita harus sergap dia agar sekali pukul dia terbinasa. Ditangan begitu kita baru bisa mencegah dia memberi isyarat kepada kawan kawannya..."
Siauw Pek berpikir. Melihat jaraknya itu, pendeta itu tak dapat diserang sekalipun dengan senjata rahasia.
"Apakah kau pandai menggunakan senjata rahasia ?" tanya Ban Liang, yang melihat ke sekitarnya.
Siauw Pek menggeleng kepala. Tiba-tiba ia ingat Thio Giok Yauw, yang liehay senjata rahasianya.
"Jikalau begitu, terpaksa aku mesti turun tangan," kata Ban Liang. "Dengan jalan Pek Houw Kang, akan aku dekati dia. Aku pergi dari sebelah kiri sana. Kalau aku memberi tanda, kau segera berupaya menarik perhatiannya supaya dapat aku membokongnya." Siauw Pek melihat kesebelah kiri. Tebing licin sekali.
"Mana bisa loocianpwee yang pergi ke sana," kata ia, "baiklah aku saja."
Ban Liang tidak dapat menjawab, kesatu, ia tidak bisa membuka suara keras, kedua tak dapat ia menyusul dan menarik tubuhnya. Ia segera bersiap sedia. Dikeluarkannya dua biji Cu-ngoteng, senjata rahasianya.
Walau percobaan itu berbahaya, Siauw Pek tidak menghiraukan- Ia lagi bekerja guna menuntut balas ayah bunda dan semua keluarganya. Kalau ia terpergok sebelum ia datang cukup dekat, sungguh berbahaya...
Pemuda ini juga mengerti Pek Houw Kang, Ilmu Cecak. yaitu semacam ilmu untuk jalan merayap di tembok. Semacam ilmu yang membutuhkan tenaga dalam yang mahir.
Pendeta itu duduk bersila dengan mata meram dan tubuh tak bergerak. ketika Siauw Pek berhasil melewatinya, dia masih berdiam terus. Si anak muda heran- Pada saat ia hendak menyerang, tiba tiba ia merobah pikirannya. Inilah disebabkan kecurigaannya. Kenapa pendeta itu berdiam terus sedang mestinya dia liehay "
Biar bagaimana, Siauw Pek tidak dapat membuang waktu. Batal menyerang dengan serangan maut, ia berlompat untuk menotok kin keng hiat, jalan darah pendeta itu. Tepat serangan itu, segera tubuh si pendeta roboh.
Justru itu, sadarlah Siauw Pek kenapa si pendeta mirip patung. Ternyata dia sudah tidak mempunyai tenaga perlawanan-
Maka dia menyambar jubahnya, untuk menahan roboh tubuhnya itu. Ban Lian bertiga melihat berhasilnya kawan itu, lalu ia lari menghampiri.
Siauw Pek menaruh tangannya dihidung orang itu, ia merasai jalannya napas perlahan. Ia tahu, orang telah ada yang mendahului menotoknya. Ban Liang menunjukkan jempolnya.
"Saudara yang baik, aku si tua sangat kagum terhadapmu," pujinya.
"Inilah bukan jasaku, locianpwee," kata Siauw Pek terus terang. "Dia telah ditotok orang lain-"
Orang tua itu melengak. "Apa" Ada orang yang telah menotoknya?" tanyanya, matanya membelalak.
"Benar" si anak muda mengangguk.
"Siapa yang demikian liehay?" Ban Liang menggumam. "Kalau begini, telah ada orang lihay yang mendahului kita mendaki puncak ini."
"Boanpweepun memikir demikian-" Ban Liang berpikir.
"Baik kita cocokkan lagi dia ditempatnya, baru kita mendaki terus," kata dia.
Siauw Pek setuju. Mereka lalu bekerja. Kemudian si anak muda berkata: "Mari boanpwee yang jalan didepan"
Sesudah melalui tiga atau empat puluh tombak. jalanan kecil yang sempit itu telah sampai diujungnya, memperlihatkan sebuah
lembah yang lebar, yang tanahnya batu karang datar. Siauw Pek
menghunus pedangnya, baru ia melompat ketanah datar itu.
Menyender pada batu gunung yang berupa tembok. tampak dua orang toosu, atau imam, kaum Too Kauw. Yang dikiri tengah memegang gagang pedang, yang dikanan sudah mencabut sebagian dari pedangnya. Angim malam membuat jubah mereka bergerak gerak. akan tetapi tubuh mereka diam seperti patung. Ban Lian lompat mendekati, untuk mengawasi.
"Mereka ini juga korban totokan," katanya. " Entah siapa orang gagah itu.jangan jangan kalau nanti kita dipuncak. disana sudah terjadi pertarungan yang seru sekali."
Siauw Pek juga berpikir. Ia berkhayal : Jangan jangan akan terulang peristiwa seperti tigabelas tahun yang lampau, yang menyebabkan musnahnya Pek Ho Po. Pikirnya lebih jauh. Kali ini mungkin akulah yang memegang peranan-.."
Ban Liang, yang luas pengalamannya, melihat anak muda berpikir. Ia segera kata perlahan, "Jangan banyak pikir saudara kecil Keempat partai sudah berpengalaman, mestinya mereka telah mengatur persiapan yang ketat, biar orang liehay sekali tak mungkin dalam waktu singkat dia dapat membinasakan keempat partai belum tahu ada orang yang sudah menyelundup masuk..." Siauw Pek mengangguk.
Ban Liang mengawasi kedua imam, ia berkata. "Baik kita pakai jubahnya itu, untuk dapat bercampur baur dengan mereka..."
Siauw Pek setuju, bahkan ia terus turun tangan, akan membuka
jubah kedua imam itu, untuk berdua Ban Liang memakainya. Maka,
melihat dua orang kawan itu Oey Eng dan Kho Kong tersenyum. "Sayang cuma ada dua perangkat," kata Oey Eng.
"Tapi kita hanya hendak membuat penyelidikan," berkata Ban Liang. "Bagaimana kalau tuan tuan berdua menjaga jalan mundur kali ini?"
Kho Kong tidak setuju dia hendak membantah, tapi Oey Eng mendahuluinya. Katanya: "Loocianpwee benar. Baiklah, kami akan menanti disini." Kho Kong membungkam terus. Ia menahan kemendongkolannya
Kali ini sijago tua yang maju di muka, Siauw Pek mengikutinya. Mereka berjalan dengan menggunakan ilmu ringan tubuh, sama sekali mereka tidak memperdengarkan suara sesuatu. Setelah mendekati puncak. mereka tambah waspada. Sambil bersembunyi dibelakang batu besar, mereka memasang mata.
Puncak Ciong Gan Hong rata, tanahnya berumput, luasnya sekira satu hektar. sekitarnya pohon cemara melulu. Disana sini terdapat batu batu yang bentuknya aneh. Ditengah tengah puncak dibangun sebuah tenda atau kemah dimana tampak cahaya api.
Setelah melihat sekitarnya itu, Siauw Pek melompat kepada sebuah pohon cemara, untuk menjambret cabangnya, dan menyembunyikan diri diantara dahan dahannya yang lebat. Dari yang jauh ini, ia bisa melihat kebawah, ke arah tenda.
Sejauh tiga tombak dari pohon cemara itu, dari belakang sebuah batu besar telihat munculnya seorang imam dengan pedang dipinggangnya. Dia melompat naik keatas batu, untuk memasang mata. Mungkin dia mendengar suara angin dari gerakan sipemuda itu tadi.
"Berbahaya," pikir Siauw Pek. "Ada kemungkinan dia dapat melihat Ban loocianpwee," Maka ia lalu bersiap sedia, asal kawannya terpergok. hendak ia mendahului turun tangan-Terpaksa ia mesti
membokong dan membunuh guna menutup mulut lawan, agar kedatangan mereka tidak diketahui.
Sementara itu Ban Liang pun telah mendengar suara sepatu, ia memutar tubuh, untuk berlompat, guna menyembunyikan diri disebuah pohon. Siauw Pek melihat gerak gerik kawan itu, ia kagum. " Dasar orang Kang ouw berpengalaman" ia memuji.
Dari atas batu, si imam melompat turun, untuk jalan dijalan kecil. ia tidak jalan terus hanya ia belok kearah barat.
siauw Pek mengawasi, ia beragu untuk turun tangan- ia belum tahu pihak partai partai besar itu terdiri dari berapa banyak jago. Selagi ia ragu ragu itu, si imam sudah lenyap...
Sambil mengawasi tenda, Siauw Pek ingat akan kebinasaan hebat dan menyedihkan dari ayah bunda dan saudaranya, tiba tiba darahnya bergolak.
"Aku telah tiba disini, mana dapat aku berlalu dengan tangan kosong " peduli apa aku dengan ancaman bahaya ?"
Maka ia melompat turun dari atas pohon untuk bertindak kearah tenda. ia telah mendapat pikiran buat menyelundup masuk kedalam kemah itu. ia sudah mendekat lagi dua tombak. Tidak ada orang yang muncul dan merintanginya.
Kemah itu lebar satu tombak persegi. Kain tendanya tebal, hingga orang tak dapat melihat kedalam kecuali sinar apinya yang menyelinap keluar.
Dengan tindakan berhati hati siauw Pek mengelilingi kemah itu. Masih juga ia tidak menemukan orang. Sedangkan si imam, yang tadi melakukan pengawasan, entah telah pergi kemana. Melihat demikian, dengan berani si anak muda menuju ke muka kemah. Lagi dua tindak akan dapat ia menyingkap pintu kemah. ia berdiri beberapa lama, lalu ia maju satu tindak lagi, tangan kirinyapun diluncurkan, guna menyingkap pintu kemah, akan tetapi mendadak telinganya itu mendengar suaranya Seng Supoan.
"Ada orang Lekas menyingkir" Tanpa berpikir lagi, ia melompat
mundur, untuk terus bersembunyi dibelakang sebuah batu besar.
Lekas sekali, dua bayangan orang berkelebat terus lenyap. lenyap naik keatas puncak.
siauw Pek heran- Ia berpikir keras. Tapi tidak ada kesempatan buatnya berpikir lama. Dua sosok bayangan itu, yang agaknya berpakaian serba hitam, dengan segera menghampiri kemah. Baru sekarang terlihat bahwa pakaian mereka berdua berlainan, hanya dipunggung mereka tergendol pedang. Tiga tindak dari kemah,
mendadak mereka itu berhenti, untuk berdiri tegak. Mungkin
mereka itu bercuriga, sebab suasana yang agak kurang tepat...
Hanya sejenak kemudian, orang yang dikiri nampak kehabisan sabar. Dia menghunus pedangnya, dengan tangan kirinya dia menyingkap pintu kemah untuk segera bertindak masuk ked alamnya.
siauw Pek bukan penghuni kemah akan tetapi menyaksikan gerak gerik orang itu, ia mearsa tegang sendirinya. ia terus memasang mata. ingin ia ketahui ada gerakan apa dari dalam kemah itu.
Dari dalam kemah terdengar dua kali suara seperti saling membentur, perlahan sekali, lalu sunyi pula. orang yang masuk kedalam itu bagaikan batu yang dilemparkan kedalam laut.
orang yang diluar, yang tadi berdiri disebelah kanan, mencabut pedang, untuk melindungi dadanya. Meski demikian, dia berdiri tak bergeming.
Angin gunung, yang datang meniup, menggoyahkan pintu tenda. Angin itu menembus ke dalam, maka terlihatlah, sinar api didalam kemah itu yang bergoyang goyang. Itulah api dari sebuah lilin besar. Api itu bagaikan sebentar padam sebentar nyala...
Dengan sangat berhati hati, Siauw Pek tindak ke kemah. ia memilih tempat dari mana ia bisa mengintai kedalam kemah itu. Ada terdapat sebuah meja kayu. Diatas itulah lilin besar itu menyala. Disitu tak nampak si baju hitam yang baru saja masuk kedalamnya.
orang yang diluar masih menantikannya sejenak lagi, mendadak dia memutar tubuhnya, untuk meninggalkan kemah buat pergi turun dari puncak
"Dia takut, dia pengecut, sampai kawannya dia tinggal pergi," pikir Siauw Pek. Lalu ia mengangkat kepalanya, menengadah langit, mengawasi bintang bintang. Kemudian ia menghela napas perlahan- Tiba tiba ia terkejut sendirinya karena mendadak ia ingat, tak mungkinkah kemah ini suatu jebakan belaka " Apakah pendeta dan imam tadi itu bukan sengaja ditotok. untuk dijadikan semacam umpan, guna mengelabuhi orang yang datang menyatroni kemah itu " Tapi, siapakah yang berada didalamnya " Kenapa dia tidak nampak " Dimanakah dia sembunyi. Atau, apakah mereka ketua ketua dari keempat partai partai besar itu " Ataukah dialah orang gagah istimewa yang ditugaskan berdiam didalam kemah " Dan imam tadi, kemanakah perginya dia "
Selagi bercuriga dan menerka nerka itu hati Siauw Pek berkobar. Itulah api sakit hati hebat. Kata hati itu : "Tidak dapat dengan begini saja aku mundur dari puncak ini Sekalipun mereka mengatur perangkap. mesti aku masuk dan melihatnya "
Karena berpikir demikian, semangatnya menyala- nyala, segera Siauw Pek menghunus pedangnya, lalu dengan tindakan lebar, ia menuju kekemah. Setelah berada dlmulut tenda, la meluncurkan pedangnya, guna menyontek pintu kemah itu
Mendadak lilin didalam kemah itu padam, hingga sekejap itu, gelap petanglah kemah itu Akan tetapi berbareng dengan padamnya api, samar-samar Siauw Pek melihat bahwa dikedua sisi kemah ada duduk bergerombol beberapa orang. Sang gelap gulita membuat segala sesuatu tak terlihat lagi.
Api lilin itu bagaikan padam ditiup angin karena terpentang tersonteknya pintu kemah. Dari dalam tidak terdengar suatu suara juga. Keadaan tetap sunyi senyap. "Mesti ada bersembunyi orang yang liehay." Siauw Pek terus menerka.
Selagi kesunyian tetap menguasai kemah, Siauw Pek segera memperdengarkan suaranya yang tinggi : "Aku yang rendah mendengar kabar bahwa ketua-ketua dari empat pay besar telah datang berkumpul di Gunung Lam Gak ini, karena itu dengan sengaja aku datang berkunjung Tuan-tuan, mengapa kamu bersikap secara rahasia begini " Apakah ini suatu cara untuk tuan rumah menyambut tamunya ?"
Siasat Siauw Pek berhasil. Dari dalam kemah segera terdengar suara yang dalam: "Siapakah kau, tuan" Apakah tuan ada hubungannya dengan Kiu Heng cie Kiam ?"
"Aku yang rendah adalah seorang tak ternama dalam dunia Kang ouw," menjawab sianak muda, "andaikata aku memberitahukan namaku tuan-tuan pasti tak akan mengenalnya. Bukankah lebih baik untukku tidak memberitahukannya ?"
Kembali datang suara dalam dari dalam kemah itu, hanya sekarang suaranya seorang lain : "Diatas puncak Ciong Gan Hong ini telah tersebar orang-orang liehay, maka setelah kau lancang datang kemari kegedung Naga kegua Harimau bagianmu adalah manda untuk diringkus Kenapa kau tidak lekas lekas meletakkan senjatamu
" Apakah kau hendak menanti sampai kami yang turun tangan ?" Suara itu dingin akan tetapi Siauw Pek tidak jeri.
"Aku telah datang kemari, sewajarnya aku tidak takut" sahutnya.
"Buat meletakkan senjataku, itulah harapan sia-sia belaka darimu "
Kembali suara dari dalam kemah, suara yang parau : "Kau menoleh kebelakang, setelah itu kau boleh memikir untuk menentukan sikapmu "
Siauw Pek berpaling dengan cepat. Maka ia melihat kebelakangnya, sejauh tujuh kaki, berdiri tujuh orang, yang entah kapan munculnya, yang dua adalah pendeta-pendeta yang mencekal tongkat, yang tiga imam-imam dengan pedang ditangannya masing-masing. Yang dua lagi bukan orang-orang beribadat, mereka ini juga memegang senjata. Tujuh orang itu mengambil sikap mengurung ditiga penjuru.
"Ya, aku telah melihat" kata Siauw Pek kemudian, suaranyapun tawar.
"Kau telah melihat tetapi masih tidak mau melemparkan pedangmu " kata si suara parau, "Mungkinkah kau memikir untuk mampus ?"
Mendadak Siauw Pek mendongak sambil memperdengarkan suara bagaikan mendesir, terus ia berkata: "Jikalau ada salah seorang tuan yang percaya dirinya sanggup merampas pedang di tanganku ini, silahkan dia keluar. Jikalau kami memikir buat aku sendiri yang melemparkan pedangku ini, itulah sia sia belaka, tak guna membuka mulut dan menggoyang lidah "
"Sungguh keras kepala" seru suara dari dalam kemah.
Sementara itu Siauw Pek sudah memikir untuk mencoba pedang atau goloknya, guna menunjukkan kewibawaan gurunya. Maka ia berkata : "Aku telah datang kemari, maka buatku hidup atau mati sudah tak kupikirkan lagi "
"Amida Buddha " terdengar puji dari dalam kemah terahasia itu. " Walaupun kami menjunjung peri kemanusiaan akan tetapi kami tidak dapat memberi ampun kepada orang yang memegang golok jagal, oleh karena siecu enggan meletakkan senjatamu, baiklah, loolap bersedia akan mengiringi kehendakmu"
Siauw Pek tidak menghiraukan suara itu.
"Sebenarnya, siapakah kau?" tanyanya dingin.
"Loolap adalah It Tie dari Siauw Lim Pay" sahut suara dari dalam kemah itu.
"Jadi kaulah si pendeta kepala dari siauw Lim Sle ?" Siauw Pek menegasi.
Siauw Lim Sie adalah pusat Siauw Lim Pay (Sie adalah kuil, dan Pay partai)
Nama siauw Lim Pay sangat terkenal dan dijunjung dalam dunia Kang ouw, kalau ada seorang pendeta Siauw Limi sie yang
mengembara, umum menghormatinya dan memanggilnya "tay-su", guru besar. Tetapi Siauw Pek menyebutnya pendeta (hweesio atau hoosiang), itulah tanda tidak hormat. Maka pendeta yang disebelah kiri menjadi gusar, segera dia membentak : "Manusia sombong Bagaimana kau berani menghina ketua kami " Lalu dengan tongkatnya dia menyerang.
Siauw Pek telah mencekal pedangnya, ia menangkis serangan itu, membuat tongkat itu terpental.
"Aku belum bicara habis" bentaknya. "Jikalau kau hendak berkelahi, tunggu sampai aku selesai bicara, masih belum terlambat."
Ketika itu terdengar suara It Tie: "Benar, pinceng adalah ketua dari Siauw Lim Pay "
"Pinceng" adalah sebutan umum dari bangsa pendeta untuk membahasakan dirinya sendiri. " Loolap" biasa dipakai oleh pendeta yang telah lanjut usianya.
Lalu terdengar suara dingin semula : " orang ini sangat sombong, dia tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, baiklah tooheng jangan melayani dia mengadu lidah "
Siauw Pek tidak puas dengan kata-kata orang itu, akan tetapi ia masih dapat berlaku sabar, maka ia berkata : "Aku tidak peduli kamu telah menyembunyikan beberapa banyak orang liehay diatas puncak Ciong Gan Hong ini, aku bersedia untuk melayaninya, cuma sebelum aku turun tangan, aku hendak bertanya jelas dulu perihal diri kamu semua Nah, siapakah kau ?"
"Pinto adalah Gouw In Cu ketua Bu Tong Pay " sahut suara dingin tadi.
"Pintoo" adalah sebutan umum untuk kaum imam membahasakan dirinya, seperti "pinceng" atau " loolap" untuk para pendeta penganut Sang Buddha.
"Apakah ketua Ngo Bie Pay berada disini?" Siauw Pek tanya pula. "Apakah gelarnya ?"
Segera terdengar suara yang parau: "Pinceng ialah Hoat Ceng"
Menyusul itu terdengar satu suara lain: "Loohu Siang Hin ketua dari Khong Tong Pay"
Lalu terdengar pula suara It Tie, "Kami telah berada disini. Sekaranglah giliran siecu memperkenalkan dirimu "
Siauw Pek berdiam sejenak. lalu dia menyahut dalam- "buat sementara ini, maaf, belum dapat aku yang rendah menyebut she dan namaku "
"Siecu kecil, kau pandai main rahasia " It Tie menegur. "Tidakkah caramu ini jenaka dan mendatangkan buat tertawaan ?"
Siauw Pek memperdengarkan tawa dingin. Ia berkata pula: "Suatu rahasia Rimba Persilatan dahulu hari telah membuat tuan- tuan senantiasa khawatir, bagaimanakah rasanya itu selama bertahun tahun ?"
Sekian lama kemah sunyi, baru kemudian terdengar suara Gouw In Cu: "Sebenarnya, siapakah kau" Jikalau kau tetap tidak sudi memberitahukan she dan namamu, jikalau kau masih main rahasia rahasiaan, jangan kau sesalkan bahwa kami berlaku telangas"
Rupa rupanya, untuk mengeluarkan kata kata itu, keempat ketua partai itu sudah bermupakat terlebih dahulu.
Dada Siauw Pek terasa panas, rasa sakit hati bagaikan terus membakarnya. Kembali ia memperdengarkan desis yang agak lama, lalu ia berkata: "Kamu mempunyai cara kejam apa jua, silahkan keluarkan, supaya dapat aku memberi hajaran kepada kami semua kawanan bisul yang mengandung nanah "
Rupanya hebat kata kata ini, yang membangkitkan hawa amarah, maka dari dalam kemah segera keluar perintah nyaring: "Baik Nah, kamu bergeraklah "
Pendeta yang dikiri tadi sudah beberapa lama menahan sabar, begitu dia mendengar perintah itu, segera dia melompat maju sambil menyerang dengan tongkatnya. Begitu kuat dia
menggunakan tenaganya, tongkat itu sampai memperdengarkan suara anginnya. Dialah yang tadi tersampok tongkatnya oleh pedang si anak muda.
Dengan sebatnya Siauw Pek menangkis, membuat tongkat orang mental balik kembali
Itulah sebuah tangkisan ilmu pedang Tay pie Kiam hoat dari Kie
Tong, yang digunakan si anak muda secara sempurna. Setelah itu,
beda dari semula tadi, kali ini Siauw Pek membalas menyerang.
Pendeta itu terkejut, dia melompat mundur. Tiga imam turut mundur juga disebabkan herannya atas serangan itu. Hanyalah pendeta yang satu lagi justru maju dengan serangannya.
Siauw Pek tertawa dingin, ia berkata: " Kiranya orang orang sembilan partai besar cuma pandai main keroyok " berkata begitu, ia menangkis, lalu terus dia menyerang, menusuk lengan kanan si pendeta
Sampai disitu, bertiga mereka bertempur. Kedua pendeta dapat bekerja sama, dan Siauw Pek berhasil melayaninya, bahkan sering ia membuat lawannya mundur.
Cepat juga kedua pendeta itu terkurung sinar pedang, kecuali menangkis dan berkelit, tak berdayalah mereka. Hal itu membuatkan heran ketiga imam serta dua kawan lainnya, orang orang bukan pendeta maupun imam itu.
Yang amat mengherankan yaitu walaupun Siauw Pek nampak dapat mencelakakan kedua lawannya, toh sering ia tidak menggunakan kesempatannya itu untuk merobohkan musuh, ia justru membebaskannya Pula, makin lama semakin lincah.
Lewat sepuluh jurus lebih mendadak kedua pendeta itu melompat keluar kalangan, wajah mereka guram, terus dengan perlahan mereka berkata: "Kami bukanlah lawan siecu, terima kasih atas budi kebaikanmu"
Siauw Pek pun segera berhenti, ia tidak berkata apa apa.
"Sekarang giliran kami mohon pengajaran" berkata seorang diantara ketiga imam usia setengah umur itu.
"Silahkan, ketiga tuan tuan" Siauw Pek menyambut.
Ketiga imam segera mengambil tempat di tiga penjuru, terus yang disebelah timur mulai dengan tikaman pedangnya. Maka segera mulailah pula pertempuran main kepung itu.
Siauw Pek tidak beristirahat lagi. Ia terus bersilat sama lincahnya seperti tadi.
Ketiga imam yang telah menonton tadi mereka berlaku gesit dan waspada. Segera juga mereka heran dibuatnya. Setiap kali mereka menikam, setiap kali pedang mereka kena disampok terpental.
Mereka melihat lowongan tetapi tidak berhasil menyerang lowongan
itu. Pemuda itu awas dan licin sekali, dan pedangnya sangat sebat.
Ketiga imam dapat bekerja sama seperti kedua pendeta tadi, rapat kepungan mereka. Mulanya Siauw Pek repot, tetapi selang lima jurus ia dapat menguasai pula gerakan gerakannya. Ketika sampai jurus kesepuluh, ketiga imam segera terkurung sinar pedang, tak berdayalah mereka. Akan tetapi aneh si lawan yang muda ini, selalu tidak mau menggunakan kesempatannya untuk melukai lawan lawannya. cara berkelahinya tenang tetapi sebat seperti ia melayani kedua pendeta tadi.
Begitu memasuki jurus belasan, imam yang ditimur itu melompat keluar dari kalangan-Sembari menyimpan pedangnya, dia menyerukan dua kawannya: " Kedua suheng, jangan berkelahi terus. Walaupun kita belajar lagi sepuluh tahun, kita bukanlah lawan pemuda ini"
Maka berhenti jugalah kedua imam lainnya. Setelah menyimpan pedang, mereka memberi hormat pada Siauw Pek seraya berkata: "Siecu liehay, kami bukan tandinganmu"
"Ketiga totiang cuma mengalah saja." sahut si anak muda. Didalam hati, ia merasa heran bahwa juga lawan lawan ini mundur
teratur. Ia cuma merasa bahwa ia bersilat menuruti ajaran gurunya, melakukan setiap jurus dari ilmu pedang Maha Kasih.
Imam yang ditimur itu berkata pula: "Kami bertiga telah melatih diri dalam ilmu menyerang serentak. kami telah menghadapi lawan tak sedikit, akan tetapi belum pernah kami menemui yang seperti siecu, maka itu, kami rela menyerah kalah, menyerah dengan setulusnya."
Siauw Pek berkesan baik terhadap ketiga imam itu. Ia membalas hormat seraya bertanya: "Tootiang, adakah tootiang bertiga murid murid Bu Tong Pay?"
Ketiga imam saling melirik, yang ditimur menjawab: "Benar, siecu. Rupanya siecu mengenali kami dari gerak gerik ilmu pedang kami."
Rajawali Lembah Huai 4 Golok Maut Tjan Tjie Leng Karya O P A Sepasang Garuda Putih 7
"Syukur," katanya. "Nona, silahkan-"
Giok Yauw heran- Pikirnya: " orang ini aneh. Kadang-kadang sikapnya tegang kadang-kadang biasa, mesti ada sebab musababnya. Hm Mungkinkah dia hendak menggertak aku " Kalau begitu, akupun menggertaknya."
Sejak masih kecil nona ini biasa dimanjkana sesudah besar, dia bisa membawa kehendak
(hal.38-39 tidak ada)"
Berjalan didepan, Siauw Pek mendahului masuk kedalam kuil itu Itulah rumah suci dengan hanya dua kamarnya. Mereka menuju kedepan meja pujaan, untuk duduk disitu.
Oey Eng teliti, begitu masuk ia segera keluar lagi, untuk melihat sekitarnya, terutama untuk mengawasi kearah dari mana tadi mereka datang. Ia kuaitr nanti ada orang yang menyusulnya. Baru setelah itu, ia kembali kedalam.
"Agaknya kota Gak yang kacau sekali," katanya perlahan. "Kiu Heng cie Kiam bergerak seperti apa yang dikatakan naga sakti yang terlihat kepalanya tapi tidak ekornya. Dia pula bersikap sangat
keras, dia menemui siapa, dia membunuh siapa. Terang itulah akibatnya saling balas membalas. Mungkin dia memusuhi seluruh Rimba Persilatan-"
"Kau benar, jieko," berkata Kho Kong. "Mungkin dialah seorang yang baru keluar dari rumah perguruan, yang hendak membuat nama. Dengan Kiu IHeng cie Kiam dia mengagetkan dan menggemparkan dunia Kang ouw."
"Kalau dia hanya hendak mengangkat nama kenapa dia mengambil jalan yang begitu?" kata Oey Eng. " Dengan cara ini, dia mendatangkan banyak musuh."
siauw Pek berbangkit, ia berjalan mondar mandir. Seorang diri ia menggumam: "Mungkinkah didalam dunia ini masih ada satu orang lain yang pengalamannya pahit getir sama dengan pengalamanku, ialah dia bertanggung jawab untuk hutang darah yang melumurkan seluruh tubuh ?"
Didalam kegelapan dan kesunyian sang malam itu, tiba tiba
mereka mendengar derap kaki kuda yang sedang mendatangi. "Ada orang " kata si anak muda.
Oey Eng getap sekali, dia berlompat bangun lari keluar pintu. Dia menerka nerka, apa Thio Giok Yauw yang datang...
Diarah selatan mulai tampak sesosok tubuh hitam gelap. pesat datangnya. Nampak orang lagi menuju kekuil itu.
Bertepatan dengan itu, datang pulalah suara derap kuda dari arah timur dan utara. Menerka dari suaranya, sedikitnya mereka itu lima orang penunggang kuda. Lekas lekas Oey Eng kembali kedalam untuk memberitahukan Siauw Pek dan Kho Kong.
"Bisajadi... itulah si budak perempuan she Thio yang penasaran karena dikalahkan oleh toako," kata Kho Kong. "Jika tidak mau melayani dia, mari kita sembunyi"
"Takkan keburu" kata Oey Eng. Benar orang itu telah ada dimuka kuil. "Kita sembunyi di kolong meja", berkata Siauw Pek. Bertiga mereka menghampiri meja, akan mendekam di kolongnya.
Baru mereka bersembunyi, dua orang telah masuk kependopo. Mereka berbaju hitam dan jalannya berendeng.
"Cap it long, apakah kau telah periksa sekitar sini?" tanya orang sebelah kiri.
"Sudah Telah satu hari aku menggunakan waktu." menjawablah
orang yang ditanya itu, yang mengaku adik itu. "Kuil ini terpencil di
tempat belukar, empat lima mil di sekitarnya tak ada rumah orang." "bagus Mari kita bersihkan dahulu kuil ini"
" Tidak usah kau capai capai diri, kiu ko, telah aku bersihkan." kata cap itu long anggota yang kesebelas. Sedangkan kawannya itu, yang ia panggil kiu ko, adalah kakaknya yang kesembilan- Lalu dia menyalakan api, untuk menyulut lilin di atas meja, sehingga seluruh pendopo menjadi terang.
Diatas meja itu terdapat empat buah lilin sebesar lengan- Tadi Siauw Pek bertiga tidak memperhatikannya. Bertiga mereka mendekam terus, syukur meja itu besar, cukup tempat itu luang buat mereka bersembunyi.
"Sepak terjang kita menarik perhatiannya kaum Rimba Persilatan," berkata cap it long tertawa. "Telah ada gerakannya keempat bun, tiga hwee dan dua pang, demikian juga sembilan pay besar, dan mereka kabarnya sudah mengirim orang orang mereka datang kemari."
"Ya, hal kabarnya sudah ada, tinggal kenyataannya nanti," kata si kiu ko. "Malam ini Kiam cu memanggil kita berkumpul disini, mungkin ada urusan besar dan penting..."
Belum sirap suara orang ini, dua orang lain tampak memasuki kuil. Berpakaian sama hitam serupa, di punggung mereka tergendol pedang dan di pinggang kirinya tergantung sebuah kantung rumput yang besar, entah apa isinya.
"Su ko Ngo ko " memanggil cap it long setelah dia menoleh. Su ko ialah kakak keempat dan ngoko kakak kelima.
Kedua orang berbaju hitam tertawa. Yang satunya berkata: "Selama hari hari yang belakangan ini saudara cap it long senantiasa mendampingi Kiam cu, tahukah kau apa maksudnya kali ini Kiam cu memanggil kita berkumpul " Apakah ada suatu urusan besar?" cap it long tertawa.
"Bukankah saudara saudara sudah ketahui tabiat Kiam cu ?" dia membaliki. "Kendati ada urusan bagaimana besar juga, tidak nanti Kiam cu memberitahukan kepadaku."
Ketika itu terdengar pula derap kuda, lalu muncullah empat orang lainnya. Mereka itu pun berdandan serba hitam.
siauw Pek berpikir: "Mereka semua berseragam serupa, gerak gerik mereka berahasia. Mereka pula agaknya berkepandaian tinggi. Entah apa maksud mereka berkumpul disini. Siapakah itu yang dipanggil Kiam cu" Tentulah Kiam cu tua n pedang dimaksudkan ketua mereka..."
Selagi si anak muda berpikir, lagi lagi terdengar derap kuda. Seorang muda, yang juga berbaju hitam, masuk secara terburu- buru terus ia berkata dengan suara dalam : "Saudara saudara, mari menyambut kiam-cu telah tiba"
siauw Pek mengawasi pemuda itu. Ia melihat jumlah mereka sekarang menjadi sembilan orang. Mereka itu segera mengatur diri, berbaris rapi dalam satu barisan, tangan mereka diangkat tinggi keatas kepala mereka, semua bersikap tegak dan hormat. Segera terdengar suara mereka: "Kami menyambut Kiamcu yang maha agung"
siauw Pek memandang kearah pintu, maka ia segera melihat orang yang dipanggil Kiam cu itu, yang telah lantas muncul. Dialah seorang nona dengan pakaian serba hitam dan pinggangnya terlibatkan sehelai angkin, atau ikat pinggang warna merah. Dia bertindak dengan perlahan- Wajahnya tidak terlihat tegas, karena mukanya tertutup sebuah topeng yang aneh berntuknya.
Nona berbaju hitam itu diiring dua orang budak perempuan yang masing masing usianya tujuh atau delapan belas tahun, semua mengenakan pakaian warna hijau dengan pedang pedang tergemblok dipinggang mereka. Mereka semua cantik manis.
Si nona berbaju hitam mengulapkan tangannya, yang terselubungkan sarung tangan warna hitam juga. Katanya: "Tak usah banyak adat peradatan" Suaranya halus dan merdu.
Barisan penyambut itu menyahut, segera mereka menurunkan tangan mereka, terus mereka memecah diri dalam dua barisan- campak mereka hormat dan jeri...
Si nona berbaju hitam itu, yang disebut kiamcu, bertindak menghampiri meja. Disitu ia memutar tubuhnya, memandang kesembilan orangnya.
Segera siauw Pek mendengar pula suara yang merdu: "Toa-long, jie-long dan sam- long masih belum tiba, mungkin mereka menghadapi sesuatu rintangan-.."
Nona itu mengawasi juga si pemuda berbaju hitam, dia menambahkan : "ca jie long, apakah kau telah memberi kabar kepada mereka itu?"
"Sudah" sahut si pemuda berseragam hitam itu.
"Mereka itu tak menepati waktu, tak usah kita menantikannya." berkata si kiamcu, kali ini suaranya dingin.
Sembilan orang itu lalu merangkapkan tangan mereka, tanda menghunjukkan hormat pula. Lalu satu diantaranya, yang pertama dibarisan kiri, berkata:
"Su long melapor Didalam waktu lima hari murid sudah menggunakan tiga batang Kiu Heng cie Kiam membinasakan tiga orang Rimba Persilatan "
Dengan " murid", su long membahasakan dirinya sendiri. "Su long" ialah anggota yang keempat. Dialah yang dipanggil si suko tadi.
"Tahukah kau tentang diri mereka itu?" tanya Hek Ie Kiam cu, si kiamcu berbaju hitam itu.
"Yang satu yaitu murid Siauw Lim Sie bukan pendeta, dan yang dua ialah orang orang dari Hok siu Po."
"Apakah mereka mati seketika ditempat?"
" Kecuali murid Siauw Lim Sie itu, yang dua mati ditempat."
"Bagus" berkata si kiamcu seraya mengulapkan tangannya. "G.Ing Kun, catat jasa s u long "
Nona baju hijau yang dikiri budak pengiring itu mengyahuti, terus dia mengluarkan sejilid buku hitam, untuk menggores satu kali, mencatat jasa su long itu.
"Ngo long melapor " terdengar satu suara lain. "Didalam waktu lima hari murid telah menggunakan sebatang Kiu Heng Cie Kiam membinasakan tongcu dari Cit Seng Hwee."
"kau tak berjasa dan tak bersalah," kata si kiamcu.
Menyusul itu datang laporan liong long, cit long dan pat long, anggota anggota keenam ketujuh dan kedelapan- Mereka juga tidak berjasa tidak berdosa.
Lalu datang giliran laporan kiu long, anggota kesembilan- Didalam waktu lima hari dia telah membinasakan tujuh orang liehay kaum Rimba Persilatan, maka dia berjasa dan memperoleh tiga goresan-
Cap it long dan capji long, yang bertugas menyampaikan pengumuman rapat itu, tidak berjasa dan juga tidak bersalah.
Kini tinggal seorang anggota lagi. Dialah sip long, anggota yang
kesepuluh. Dia berdiri diam dengan kepala tunduk, tak bergerak.
"Eh sip long, kenapa kau berdiam saja...?" tegur si kiamcu, perlahan-Anggota yang ditegur itu memberi hormat.
"Selama lima hari, murid tak berhasil membinasakan seorang juga, maka itu murid tidak dapat memberi laporan," sahutnya, suaranya dalam.
"Kalau begitu tahukah kau telah melakukan pelanggaran apa?" "Murid tahu. Terserah Kiamcu menegurnya"
"Kau harus dikutungi sebuah jari tanganmu" kata si kiamcu. "Tapi inilah kesalahanmu yang pertama kali, kau dapat diberi ampun, hanya lain kali kau mesti berbuat jasa untuk menebusnya"
"Terima kasih, kiamcu. Murid sangat bersyukur sekali "
Tepat waktu itu dari luar terdengar tindakan kaki berat tetapi cepat.
Kedua budak berbaju hijau itu getap sekali. Hampir berbareng mereka itu mengibaskan tangan kiri mereka, memadamkan api lilin kemudian tangan kanan mereka menghunus pedangnya masing masing.
Kesembilan pria berseragam hitam pula segera berpencar, melakukan persiapan pertarungan-
Didalam gelap itu, Siauw Pek memasang mata dan telinga. Ia tahu, si kiamcu tak bergerak.
Dilain pihak. dari luar segera tampak berkelebat sesosok bayangan hitam.
Pat long dan kiu long bersembunyi dibelakang pintu, merekalah yang paling terdahulu menyambut dengan serangan mereka, dengan tikaman- Pedang mereka berkilauan-
orang yang menerobos masuk itu liehay. Dia melihat cahaya dan dengar siuran anginnya pedang, dengan cepat dia menangkis, hingga ketiga batang pedang beradu satu dengan lain dan menerbitkan suara nyaring.
"Tahan- terdengar seruan si Kiamcu. " Orang sendiri"
Ketika itu, yang lain lain pun segera mendapat tahu bahwa orang itu adalah kawan sendiri, maka semua segera menyimpan senjatanya masing masing. "Shako" menyapa cap it long.
"Benar aku Apakah Kiamcu telah datang?" jawab orang itu seraya balik bertanya.
"Punco disini" si kiamcu mendahului menjawab. Dia membahasakan dirinya punco. Orang yang baru datang itu menyimpan pedangnya.
"Sam long melapor..." katanya.
"Kenapa kau tidak menepati panggilan berapat?" si kiamcu memotong.
"Murid berangkat tepat untuk berapat akan tetapi ditengah jalan murid mendengar berita yang penting," sahut anggota itu, "karena itu murid datang terlambat. Mohon dimaafkan-.."
"Apakah berita penting itu?" si kiamcu menegasi.
"Sebenarnya murid mengintai beberapa jago Rimba Persilatan, niat murid untuk turun tangan pada waktunya, tetapi justru dari mulut mereka itu murid mendengar berita bahwa ketua siauw Lim Pay sudah datang ke Lam Gak secara diam diam..." Lam Gak ialah gunung Heng San di ouwlam.
Agaknya hati si kiamcu tergerak, hingga terdengar dia berseru tertahan- "oh ..."
Lalu dia bertanya: "Masih ada siapakah lagi?"
"Berbareng juga ketua ketua dari Bu Tong pay, Ngo Bie pay dan Khong Tong Pay telah berangkat ke lam Gak. melakukan pertemuan dengan ketua siauw Lim Pay itu, hanya entah untuk urusan apa..." Kiamcu itu tertawa hambar.
"Katanya saja mereka ketua ketua partai partai besar yang lurus tetapi perbuatan mereka sebenarnya tak dapat dilihat diterang matahari" katanya. "Manakah toa-long dan jie-long?"
"Kedua saudara itu dengan menyamar sudah berangkat ke Lam
Gak." menjawab sam long. "Murid sengaja pulang untuk memberi
laporan sekalian minta petunjuk." Hek-ie kiamcu berdiam sejenak.
"Bagus" katanya kemudian "Jikalau kita bisa membinasakan satu saja diantara ketua ketua keempat partai besar itu, perbuatan kita pasti menggemparkan dunia Kang ouw Dengan begitu, hasil kita jauh lebih menang daripada kita membunuh sepuluh atau seratus murid mereka Sekarang segera kamu menyalin pakaian dan berangkat ke Lam Gak buat sementara di sepanjang jalan jangan kamu menggunakan Kiu Heng Cie Kiam, supaya kita jangan seperti menggeprak rumput membuat ular kaget dan kabur, agar mereka itu tidak curiga."
Anggota-anggota yang berbaris dikir dan kanan itu serempak menjawab, serempak juga mereka memberi hormat, terus mereka lari keluar, maka sesaat kemudian terdengarlah suara derap kuda mereka.
Dalam sekejap. pendopo kuil kembali pada ketenangannnya. Di situ tinggal hek ie kiamcu bersama dua orang budaknya.
Sejenak kemudian terdengar pula suara halus dari kiamcu itu: "Ging CUn, coba kau pergi keluar Lihat mereka sudah pergi atau belum"
suara itu beda jauh sekali dengan suaranya yang tawar tapi keren tadi.
Budak yang dikiri menyahut, terus dia lari keluar. Dia kembali beberapa saat kemudian dan melaporkan bahwa semmua kiam su, ialah orang orang berseragam hitam itu, sudah tak nampak sekalipun bayangannya. Kiamcu itu menghela napas.
"Bagus" katanya, kembali perlahan. "Mari kita berangkat"
"Budak hendak melapor," berkata Ging Kun, "Toa kong dan kiu long sudah berjasa besar, lagi hanya satu jasa lainnya, maka mereka akan sudah memenuhi syarat nona yang menjanjikan hadiah kepada mereka itu. Kata kata nona menjadi peraturan dan
kedua belas kiam supun telah mendengarnya, maka itu apabila telah tiba saatnya hadiah belum diberikan, budak kuatir mereka kecewa dan mungkin sulit untuk memuat mereka mentaati perintah..."
Siauw Pek mendengar kata kata itu. Ia heran. Apakah ada soal lainnya" Kenapa budak ini memperingatkan ketuanya itu secera demikian rupa" Aturan keras kalau hadiah telah dijanjikan, sudah selayaknya hadiah itu diberikan. Pelanggaran toh menerima hukuman.
"Apakah cuma toa long dan kiu long berdua yang telah berbuat sembilan jasa?" terdengar si ketua menanya budaknya.
"Benar mereka berdua," sahut Ging Cun, "Di belakang mereka jie long dan sam long lagi menyusul dengan pesat. Mereka ini masing masing sudah membuat delapan jasa." Kiamcu itu menghela napas perlahan-
"Harap saja didalam perjalanan ke Heng san ini dua toa long dan kiu long menemui ajalnya ditangannya ketua empat partai itu," katanya, masgul.
"Dengan demikian maka akan bebaslah aku dari kesulitan-"
"Toa long dan kiu long liehay.Jie long dan sam long hanya setingkat dibawah mereka itu," berkata Ging Cun, "kalau keempat mereka mengalami sesuatu, sukar kita mencari ganti untuk mereka."
"Pandangan budak beda daripada pandangan kakak Ging Kun," berkata budak disebelah kanan- Baru sekarang dia membuka mulutnya. "Budak mau bicara mengenai si- long. Dia pendiam sekali, kenyataannya dia ketinggalan oleh lain-lain kiamsu. Tapi menurut penglihatanku, dia mempunyai ilmu silat yang mahir sekali. Sekarang ini dia cuma terhalang pelbagai aturan- Diantara dua belas kiamsu, dialah yang terlihay."
"Sip long itu," berkata Ging Cun, "semenjak dia turut nona, belum pernah membuat jasa apa juga, bahkan sebaliknya, pernah dua kali membuat pelanggaran- Coba nona tidak berbelas kasihan,
yang telah memberikan keampunan kepadanya, mungkin dia telah kehilangan beberapa buah jeriji tangannya .Jikalau dia benar mempunyai kepandaian tinggi, apakah dia tidak meyayangi jari tangannya itu?" Nona yang dikanan itu tertawa.
"Kata kata kakak beralasan juga," katanya, "cuma pandangan kakak dapat ditunjukkan melulu kepada orang yang kebanyakan, tidak untuk menilai sip long. Sip long tidak dapat dilihat semudah yang lain lainnya."
"Gim ciU" si kiamcu menyela. "Kita bertiga namanya saja majikan dan budak-budak, sebenarnya kita melebihkan saudara kandung sendiri. Sekarang aku hendak bertanya kepada kau: Kau bilang sip- long pendiam dan liehay, apakah itu cuma perasaan saja atau karena kenyataan, ada buktinya?"
"Tanpa bukti tidak nanti budak sembarangan bicara," sahut budak yang dipanggil Gim ciu itu.
"Kalau benar katamu itu, bicaralah" siketua menganjurkan, mari kita lihat dan pahamkan bersama.
"Dua hari yang lalu budak menerima perintah pergi ke Hok Siu Po untuk melihat gerak g erik disana," berkata Gim ciu. "Budak pergi ke sana bersama sip- long. Nona toh ingat ini?"
"Ya aku menyuruh kau pergi dengan menyamar, supaya kau dapat menyelundup masuk dan bercampur dengan orang orang Hok Siu Po."
"Disana budak berhasil mencuri seperangkat pakaian bujang, maka budak lalu menyamar." Gim Ciu bercerita lebih jauh. Dengan begitu budak menjadi bebas untuk masuk keruang dalam. Budak mau membuat penyelidikan sambil memikirkan daya mengacau, untuk mengalutkan mereka."
Kiamcu memotong: "Adakah ini hubungannya dengan sip- long?"
"Ya. Sip-long pun berhasil mencuri seperangkat pakaian pegawai Hok Siu Po, maka bersama sama kami menyelundup masuk. sip-
long memesan budak. katanya, apabila kita kepergok dan kena terkurung, budak harus lari menyingkir kearah barat laut."
"Itu toh tidak luar biasa?" G.Ing CUn menyela.
"Sabar kakak. aku belum bicara habis," berkata Gim Ciu. "Nona telah mengajari ilmu menyamar menyalin kulit muka, ilmu itu sungguh yang nomor satu didalam dunia Rimba Persilatan dijaman kita ini, akan tetapi di Hok Siu Po, penyamaran saja belum cukup walaupun aku sangat berhati-hati. Kedua karena Hok Siu Po licin luar biasa, mereka sangat teliti. Nyatanya disana budak-budak dan
pegawai, semua ada tanda rahasianya. Begitu budak masuk
keruang dalam, segera budak kena dipergoki seorang perempuan."
"Seorang dengan kepandaian sebagai kau, adikku, bukankah sangat mudah untuk merobohkan seorang wanita?" tanya Ging Cun- "Kenapa kau tidak segera membunuhnya?"
"Kakak. jikalau kau tidak memandang musuh terlalu rendah, tentu kau telah menaksir aku terlalu tinggi," kata Gim Ciu. "Setelah aku tahu rahasiaku telah terbuka, aku segera turun tangan menyerangnya. Aku mengharap dengan satu gebrak saja dia roboh, tapi diluar dugaanku, budak itu ternyata liehay. Tak berhasil aku menjatuhkannya. Aku telah menimpa dia dengan jarum beracun cui tok Hui ciam, terus aku menerjang, tapi dia bisa menyelamatkan diri, dia bisa menangkis aku. Maka kita bergebrak sampai lima jurus tanpa aku berhasil merebut kemenangan. Rupanya budak itu tidak ungkulan dapat menjatuhkana dia berlaku cerdik, lalu dia berteriak teriak, hingga seisi rumah menjadi terkejut, dan segera belasan orang menyerbu kedalam. Mereka semua bersenjata tetapi nampaknya mereka ingin menangkap aku hidup hidup,..
"Apakah sip- long datang menolongmu?" kiam cu bertanya.
"Benar aku terancam bahaya itu, tiba-tiba sip long muncul. Entah dia bergerak cara bagaimana, didalam sekejap. separuh pengurungku telah roboh. Maka dengan mudah dia dapat mengajakku menerobos kepungan dan kabur."
"Begitu?" kiam cu heran-
"Sip long sudah menyamar tapi budak mengenalinya."
"Apakah kemudian kau pernah menanyakan hal itu kepadanya?" tanya Ging Kun-
"Ya, akan tetapi dia menyangkal."
"Aneh" Kata Kiamcu. "Kalau benar dia sip long, kenapa dia tak mengakui?"
"Walaupun dia menyangkal. budak percaya betul itulah dia. Begitulah, dua kali budak pernah menegaskan kepadanya. Yang pertama kali, dia tetap menyangkal. Yang kedua kali dia tidak menjawab akan tetapi dia tertawa"
"Jikalau begitu, dia mencurigai" kata kiamcu itu sungguh- sungguh.
JILID 17 "Sulit untuk memastikannya, nona. Memang sip long pendiam akan tetapi dia tidak berontak atau berkhianat. Mungkin ada suatu sebab lainnya, entah apa itu..."
"Jikalau kau tidak keliru mengenali, adikku selanjutnya perlu kita
berhati hati," Geng cun peringatkan-Kiamcu menghela napas.
"Gim ciu, kuharap bantuanmu untuk menyelidiki dia. Bersama
sama Geng cun, aku akan berlagak pilon, supaya dia tidak curiga."
"Baiklah, nona. Aku harap didalam waktu satu bulan, dapat aku mengetahi rahasia sip long itu."
"Semua kiamsu sudah berangkat lama, sekarang baiklah kitapun pergi," berkata Geng cun kemudian-
"Aku harap. dengan kepergian ke Lam Gak ini, pihak kita akan berhasil membekuk salah seorang ketua empat partai besar itu," kata sang nona
"Sungguh sombong " pikir Siauw pek. "Mudahkah akan membekuk ketua sebuah partai?"
Segera terdengar tindakan kaki perlahan, maka kiamcu itu
bersama kedua orang budaknya sudah berjalan keluar dari kuil itu.
Menanti sampai mereka itu telah pergi jauh barulah Siauw Pek
mendahului keluar dari tempatnya. Ia mengulur tangannya, untuk
melempangkan tubuh yang telah mendekam sekian lamanya.
"Dimana mana kaum Rimba Persilatan sibuk mencari Kiu Heng cie Kiam, diluar dugaan, kitalah yang menemukannya," kata ketua ini perlahan-
Belum lagi Oey Eng atau Kho Kong menyahuti, tiba tiba mereka mendengar suara yang nyaring halus diluar kuil: "lnilah dia Inilah dianya "
Siauw Pek tercengang. Ketika ia menoleh ia melihat dimuka pintu menghadang seorang budak perempuan yang berbaju hijau. Romanya nampak gusar.
"Rupanya mereka telah ketahui kita bersembunyi tetapi mereka tidak mau segera memergoki." kata Oey Eng, berbisik. Siauw Pek memberi hormat. "Nona..." sapanya.
"Jangan bicara tentang persahabatan" berkata nona itu, dingin. "Lekas kamu habiskan jiwa kamu Apakah kamu hendak menanti hingga aku yang turun tangan?"
"Nona, kita tidak bermusuh satu sama lain..."
"Tak usah banyak bicara " kata pula nona itu ketus. "Dikolong langit ini, semua orang Rimba Persilatan adalah musuh musuh kiamcu kami, maka itu, meski kita tidak bermusuhan tidak dapat aku melepaskan kamu. Kamu telah bersembunyi atau mengumpet dikolong meja dan telah mencuri dengar semua perkataan kami, kamu telah melihat gerak gerik kami Bagian kamu ialah kematian " Melihat sinona bersikap keras itu Siauw Pek tertawa hambar.
"Aku tidak mau bentrok dengan kamu, nona," katanya sabar. "Jikalau kau menganggap aku jeri, itulah keliru."
Kho Kong gusar sekali, hampir dia melompat menerjang nona itu, baiknya pada saat hatinya panas itu, mendadak ia ingat peristiwa dengan Thio Giok Yauw didalam rimba hingga ia menderita. Dia melihat sinona ini bersikap tenang tetapi keras sama seperti nona Thio itu.
Dengan sinar mata tajam, nona ini menatap Siauw Pek.
"Kau sombong ya?" katanya. "Rupanya kau berkepandaian tinggi"
Berkata begitu, lalu bertindak maju.
" Lekas mundur " Siauw Pek berkata pada dua saudaranya. Ia melihat gerak gerik si nona.
Kho Kong dan Oey Eng heran- Mereka melihat sinona bertindak perlahan benar sikapnya dingin, tetapi dia tak nampak seperti musuh. Pikir mereka: "Kalau nona ini tidak pandai ilmu silatnya, tentu dia mempunyai suatu kepandaian lain..." Keduanya mundur kepojok pendopo.
Kira-kira tiga atau empat kakijauhnya dari Siauw Pek, sinona baju hijau menghentikan tindakannya.
" Kelihatannya, diantara kamu bertiga, kaulah ketuanya..." katanya agak sabar.
"Bukan," Siauw Pek merendahkan diri. "Nona terlalu memuji" segera nona itu tertawa, dingin.
"Membunuh ular menghajar kepalanya, membekuk penjahat meringkus rajanya" berkata dia.
" Kaulah, kepala diantara kalian bertiga, waspadalah."
Kata kata itu diakhiri dengan digerakkannya tangan kanannya dari mana lalu melesat sebuah sinar putih bagaikan lilat, menyambar secara membabat. Oey Eng terkejut.
"Tidak disangka dia begini gesit" katanya didalam hati. Siauw Pek pun kaget tapi dia sempat lompat berkelit.
"Pantas kau sombong" kata sinona. "Kau benar liehay" Kembali nona itu maju mendekati.
siauw Pek bersiap sedia. Inilah sebab tadi si nona mengeluarkan pedangnya secara luar biasa cepat itu. Ia menghunus pedangnya, untuk dilintangkan didepan dadanya.
Tiba didepan siauw Pek tiga kaki, nona itu mendadak membungkuk, pedangnya terus meluncur menikam.
siauw Pek tidak menangkis, dia hanya memutar pedangnya mengurung tubuhnya. Karena ia menyerang, dengan sendirinya pedang mereka berdua beradu, hingga menerbitkan suara yang nyaring mendadak nona itu berlompat mundur, terus sampai diluar pintu, kemudian dengan satu lompatan, hilang lenyaplah dia dimalam yang gelap petang itu
"Toako, apakah dia terluka?" tanya Oey Eng. Dia heran orang mundur secara begitu rupa.
"Dia tidak terluka. Dia cuma kalah tenaga dalam. Karena dia menyerang terlalu keras, dia kena tergempur sendirinya."
"Hebat cara menghunus pedang nona itu," kata Kho Kong. "Jarang aku melihat kepandaian seperti itu. Apakah toako mengenali ilmu silatnya itu ilmu dari partai mana ?" coh Siauw Pek menggoyangkan kepala.
"Guruku pernah bercerita tentang pelbagai macam ilmu pedang tetapi tidak ada yang mengenali ilmu pedang nona ini."
" Entah siapa kiamcu berbaju hitam itu," kata Oey Eng menarik napas. "Rupanya dia bermusuh dengan semua partai persilatan dikolong langit ini."
"Mungkin," kata Siauw Pek setelah berpikir sejenak. " Entahlah tentang riwayat mereka, yang sudah pasti mereka terahasia. Kiamcu
itu, yang bertubuh langsing, mestinya dia cantik, maka aneh, kenapa dia sengaja mengenakan topeng tidak karuan itu."
Berkata begitu, mendadak ia ingat sesuatu. lekas lekas ia memasukkan pedangnya kedalam sarungnya sambil berkata: "Mari lekas kita berlalu dari sini "
Oey Eng dan Kho Kong seperti mendapatkan serupa perasaan,
maka begitu ketuanya mengangkat kaki, mereka lalu menyusul.
"Biar aku jalan didepan" kata Siauw Pek, berhati hatilah "
Bertiga mereka lari sampai empat atau lima mil, baru mereka memperlahan tindakan kaki mereka.
"Budak tadi belum kalah," kata Siauw Pek, "dia kabur untuk minta bantuan, jikalau mereka keburu datang, kita tak dapa mengelakkan suatu pertempuran hebat. Budaknya saja sudah begitu liehay, apalagi nonanya."
"Kau benar, toako," berkata Oey Eng. "aku lihat, sepak terjang kiamcu itu hampir mirip dengan tujuan toako."
siauw Pek terdiam, akan tetapi hatinya berguncang. Sekian lama, baru dia dapat menenangkannya. Kata ia: "Mungkin didalam dunia Kang ouw ini ada terlalu banyak orang yang mendendam sakit hati, sedangkan perkeadilan kaum Rimba Persilatan agaknya sedang goyang. Siapa lemah, dia dimakan, maka timbullah peristiwa peristiwa tidak adil Jikalau aku berhasil maka aku hendak
menegakkan keadilan, untuk menerbitkan dunia Rimba Persilatan,
atau sekurang kurangnya buat mencoba mengurangi malapetaka."
"Luhur cita citamu, toako." kata Kho Kong. "Suka aku membantu kau sekuat tenagaku, rela aku mengorbankan jiwaku " Dia berhenti sejenak. lalu menambahkan : "Kiamcu itu berpikiran luar biasa Bagaimana dia dapat menimbulkan Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati itu hingga Rimba Persilatan menjadi gempar karenanya" Toako, apakah kau tidak memikir buat menyebut suatu nama untuk tindak tanduk kita ini?"
"Apakah yang kau pikir?"
"Shatee benar juga," berkata Oey Eng. "Hek-ie kiamcu menciptakan Kiu Heng cie Kiam, dia membuat dunia gempar dan gentar."
"Sebenarnya melihat urusanku, akulah yang paling tepat memakai nama Kiu Heng cie Kiam itu," berkata Siauw Pek. "Tapi tiba tiba dia telah mendahuluinya."
"Bagaimana jikalau toako memakai nama ceng Gie Cie Too," tanya Oey Eng, yang memberi saran- "Tidakkah nama itu berimbang dengan Kiu Heng cie Kiam" Dia pedang, kita golok. dari namanya kita telah bagus."
ceng Gie Cie Too, berarti Golok Keadilan, nama itu lebih luka artinya daripada Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati.
"ceng Gie Too Itulah bagus" seru Kho Kong. "Mari kita mencari bengkel besi, untuk membuat golok pendek yang diukirkan empat hurup itu. Pedang dan golok. sungguh sepadan "
Siauw Pek terdesak dia setujui nama itu.
Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan mereka, untuk mencari pandai besi, guna membuat goloknya. Tujuannya ialah Lam Gak. Mereka menyamar, tetapi tetap mereka berlaku waspada, supaya orang tidak mencurigai mereka. Mereka pula menukar cara, yaitu siang singgah, malam jalan-
Pada suatu hari, tanpa ada yang mempergoki, mereka sampai di wilayah Lam Gak. gunung selatan, yang nama aslinya ialah Heng San. Mereka pergi ke Lam Gak sie, yang terpisah tidak begitujauh lagi dari gunung itu.
"orang orang dari partai Siauw Limpay, Bu Tong pay dan lainnya tentu sudah berkumpul di liong san." berkata Oey Eng, "karena itu, kita tidak boleh berlaku sembarangan, Disekitar gunung tentulah ada penjagaan yang rapi. Aku pikir lebih baik kita singgah dahulu dirumah penginapan, buat beristirahat sekalian memusyawarahkan bagaimana tindakan kita selanjutnya Kita harus memikir daya yang sempurnya."
siauw Pek berdiam. Dia berpikir keras. Ada sesuatu yang terlintas dibenak otaknya. Dia bagaikan tidak mendengar kata katanya sang kawan- Bahkan dia terus menggumam.
Oey Eng dan Kho Kong melihat dan mendengar, tetapi kata kata ketua itu tidak tegas, hingga tak tahu mereka apa yang diucapkannya itu.
"Nampak toako memikirkan sesuatu, sampai semangatnya seperti
meninggalkannya," kata Kho Kong. "Baik kita jangan menegurnya."
Oey Eng setuu, tetapi ia tidakjawab adik itu, ia hanya terus mengawasi ketuanya.
"Tak boleh" mendadak Siauw Pek berkata seorang diri. Ia bagaikan tersadar. "Tak dapat kita memaju langsung ke Lam Gak. Lebih dahulu kita cari pondokan-.."
Oey Eng tersenyum. Ternyata benar bahwa toako itu tidak
mendengar kata katanya tadi. Ia tetap tidak mau menegur, ia juga
tidak banyak bicara lagi. Ia memutar tubuh, buat membuka jalan.
Tatkala itu fajar baru tiba, cuaca masih remang remang, kebanyakan rumah penginapan masih belum membuka pintunya. Meski begitu, Oey Eng toh mencari sebuah, yang letaknya ditempat yang rada sepi. Ia mengetuk pintu, sesudah masuk kedalam, ia lalu minta disediakan barang makanan buat sarapan pagi. Satu malam mereka berjalan terus tanpa mengisi perut.
Siauw Pek duduk sambil tunduk otaknya masih tetap bekerja. Kho Kong habis sabar.
"Toako, kau sedang pikirkan apa?" tegurnya kemudian-
Oey Eng berkata: "Toako, kalau kau memikirkan sesuatu, mari
kita utarakan, supaya kita dapat membicarakannya bersama."
Ketua itu menatap kedua saudaranya. Dia tertawa. "Bukankah selama didalam kuil itu kita mendengar kata-katanya hek-ie kiam cu tentang keempat ketua partai besar hendak mengadakan pertemuan di Lam gak sini?" Tanyanya.
"Benar," sahut Kho Kong.
"Apakah saudaraku ingat partai-partai manakah itu "
"Itulah Siauw Limpay, Bu Tong pay Khong Tong pay dan Ngo Bie pay."
"Benar Sekarang aku ingat keterangan almarhum ayahku bahwa di puncak Yan In hong digunung Pek Ma San telah terbinasa ketua ketua dari keempat partai besar itu, bahwa kebinasaan mereka telah menerbitkan gelombang dalam dunia sungai telaga, kemudian entah bagaimana jalannya, telah tersiar berita luas yang mengatakan kebinasaan mereka itu karena dianiaya ayahku. Maka kejadianlah kesembilan partai besar bergabung dengan empat bun, tiga hwee dan dua pang, menyerbu Pek IHoPo hingga musnalah keluargaku. Dan sekarang, kenapa ketua yang baru dari keempat partai besar itu berkumpul ditempat ini?"
"Benar. Ada sesuatu yang mencurigakan dari hal berkumpulnya mereka semua itu," berkata Oey Eng.
"Mungkinkah tindakan mereka tersebut ada hubungannya dengan peristiwa lama itu?"
"Kita telah tiba disini, mesti kita cari mereka" Kho Kong turut bicara, "kita tak usah takut bahwa kita akan bentrok dengan mereka itu"
"Menurut aku tak perlu kita bentrok dengan mereka," kata Siauw Pek "paling tidak kita dapat bercampur gaul, sedikitnya berada didekat mereka untuk mendengar sebab musababnya, atau duduk perkaranya dari peristiwa dahulu itu."
"Mungkin inilah sulit."
"Memang sulit, tetapi apa daya lainnya ?"
"Aku ada akal," kata Kho Kong.
"Kau tidak sabaran, saudara, tetapi kadang kadang kau teliti. Nah, apakah pikiranmu itu?"
"Kita berdaya menjadi pengikutnya keempat ketua partai-partai itu."
"Inilah sukar, kau harus ingat, pengikut mereka pasti terdiri dari para muridnya yang liehay."
"Jikalau bisa kita menyamar jadi murid murid keempat partai, untuk membikin partai yang satu menyangka kitalah murid partai yang lain, demikian sebaliknya. Walaupun mereka samua curiga tetapi mereka tentu tidak berani menanyakan satu pada lain." Siauw Pek setuju.
"Tapi sekarang, toako," berkata Oey Eng "paling dahulu kita mencari keterangan apa mereka telah tiba di Lam Gak ini dan dimana mereka mondoknya, Gunung Lam Gak luas beberapa mil dan puncaknya banyak sekali begitupun lembahnya. Tak mungkin kita mendatangi setiap puncak dan lembah."
"Ya, ini benar juga," kata Siauw Pek, yang mengernyit kening, "pula ada baiknya apabila kita dapat mencari tempat singgah dua belas anggotanya hek-ie kiam cu."
"Ada lagi yang aneh," Kho Kong campur bicara pula. "Merekalah ketua-ketua partai, kenapa mereka bukan membuat pertemuan digunungnya masing-masing tapi di daerah pegunungan ini yang terbuka buat umum" Gunung ini toh tidak ada hubungannya dengan mereka semua ?"
Siauw Pek mengangguk. Adik itu benar.
" Itu pula satu soal," katanya, "Itupun perlu kita cari tahu."
"Mungkin urusan itu penting sekali maka juga ketua empat partai itu memilih gunung Lam Gak ini, maksudnya supaya orang-orang dalam mereka, yang berkedudukan tinggi, tidak mengetahui sepak terjang mereka ini." Siauw Pek melihat kelangit rumah.
"sekarang ini kita tetapkan dahulu akan mencari tempat singgah mereka" katanya.
"Kalau begitu, mari kita beristirahat." berkata Oey Eng. "Besok kita menyamar, terus kita pergi kegunung untuk memasang mata dibagian yang penting, mungkin kita tetlah mendahului hek ie kiamcu. Syukur apabila kita dapat melihat mereka itu." Siauw Pek akur, terus ia mengajak kedua saudara itu masih tidur.
Satu malam lewat. Besoknya pagi-pagi, setelah bersantap dan berdandan, segera mereka berangkat. Dalam waktu setengah hari, tiba sudah mereka di kaki gunung Lam Gak. dibawah puncak utama. Mereka memperhatikan sekitarnya, untuk menjanjikan tanda-tanda, kemudian mereka berpisah ketiga arah.
siauw Pek menyamar sebagai seorang pemotong kayu, pedang dan goloknya disembunyikan dalam seikat rumput dan digendong di punggungnya. Ia mengambil tempat disebuah jalan cagak. yang mempunyai dua jalan kecil, satu untuk naik ke puncak. satu pula buat menuju lembah. Bebannya diletakkan disisi sebuah batu besar. Ia sendiri duduk bersandar dibatu itu, berlagak seperti tengah mengaso. Satu jam sudah dia menanti, tak ada seorang juga yang lewat disitu. Hampir ia habis sabar, tapi tiba tiba ia melihat seorang muncul dari balik tikungan jalan-
orang itu berusia kira-kira empat puluh tahun- Dia memikul kayu, jalannya cepat. Didekan Siauw Pek, mendadak dia berhenti dan mengawasi, lalu menyapa: "Kau tentu orang yang baru pindah kemari, sebelumnya tidak pernah aku melihat kau."
"Ya, aku pindah belum lama," sahut Siauw Pek. Ia khawatir penyamarannya nanti diketahui. Diam-diam dia mengawasi, untuk mencari tahu orang mengerti silat atau tidak.
Orang itu tertawa. "Tak salah terkaanku Apa ini yang pertama kali kau mencari kayu
?" Siauw Pek mengangguk. kemudian ia mohon petunjuk orang itu.
Situkang kayu menarik napas. "Sekarang sulit," katanya. "Dulu banyak juga pencari kayu disini, sekarang tinggal aku sendiri. Bagus kau datang, kau dapat jadi kawanku."
" Kenapa kau tinggal sendirian, saudara?" tanya siauw Pek. Ia
pikir sesuatu. Apa itu disebabkan jalan sukar dan gunungnya tinggi.
Tukang kayu itu menggeleng kepala. Dia menunjuk lembah.
"Selewatnya tikungan itu, disitu terdapat banyak pohon cemara
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tua dan lainnya, yang kayunya bagus untuk kayu bakar," katanya,
"memotong kayu disitu, sebentar saja kita dapat satu pikul."
"Sekarang bagaimana" Apakah pohonnya sudah habis
disebabkan banyak orang yang mengambil kayu?" Siauw Pek tanya.
Tukang kayu mengisi pipanya, dia menyulut dan menyedot.
"Bukan," sahutnya. " Lembah itu luas seratus mil lebih, kayunya
banyak. tak akan habis puluhan tahun-.." Siauw Pek heran-
"Habis, apakah sebabnya ?" dia bertanya. Tukang kayu itu menatap.
"Untung saudara belum memasuki lembah itu," katanya. "Kalau kau pergi kesana, tentulah sekarang kita tidak dapat berbicara seperti ini..."
" Kenapakah begitu, saudara?" Siauw Pek menegaskan.
"Sejak kira kira setengah tahun yang lalu, lembah itu kedatangan dua ekor binatang aneh," menerangkan tukang kayu itu. "Binatang itu tinggi dan besar seperti manusia, larinya cepat seperti terbang. Pernah mereka melukai belasan tukang kayu. Karena itu, orang takut pergi kesana."
"Pantas tak ada orang lewat disini..." pikir Siauw Pek. Lalu ia
bertanya: "Tapi kau, saudara, kenapa kau tidak takut ?" "Mulanya aku takut, belakangan tidak..."
"Apakah sebabnya?"
"Pada suatu hari habis minum arak. aku pergi kebelakang gunung sana," berkata tukang kayu itu. "Ketika itu aku setengah mabuk. Aku tidak menemukan sesuatu, perlahan lahan aku jadi berani. Aku masih lebih jauh. Hari lewat hari, aku terus pergi
kesana, bahkan masuk lebih dalam. Selama empat bulan lebih, aku tetap tidak melihat binatang aneh itu. Aku menyangka kedua binatang berdiam saja didalam, tidak pergi keluar."
"Mungkinkah mereka sudah meninggalkan gunung ini."
"Aku juga menduga demikian, pernah aku mengajak beberapa kawan untuk pergi mencari tahu tetapi tidak ada yang berani menemani aku. Aku sendirian saja takut menempuh bahaya. Nah, saudara, mari kita berjalan bersama"
"Silahkan saudara berangkat lebih dahulu. Aku hendak menantikan seorang teman."
"Teman ?" kata tukang kayu itu heran- Dia menatap Siauw Pek, lalu dia pergi. Siauw Pek mengawasi orang berlalu, terus ia memandang kelembah.
"Kalau benar ada dua makhluk berbahaya itu, perlu aku menyingkirkannya," pikirnya, "Mereka membahayakan dan menyusahkan semua orang..." Begitu berpikir, segera pemuda itu menuju ke lembah senjatanya disiapkan-Benarlah, dilembah itu terdapat hutan cemara.
Siauw Pek masuk lebih jauh sampai seratus tombak lebih. Ia tetap tidak menemukan sesuatu maka ia makin percaya kedua binatang galak itu sudah pindah gunung.
Tengah Siauw Pek berpikir, tiba tiba ia mendengar suara orang. Ia heran, segera ia menyembunyikan diri didalam semak semak yang lebat.
Beberapa tombak jauhnya, dua orang muncul dari balik pohon- pohon cemara. Mereka itu berjalan berendeng. Yang dikiri, usianya kira kira tiga puluh tahun, berpakaian hijau seluruhnya dan mukanya pucat. Dia menyandang sebilah pedang. Yang dikanan berumur lima puluh tahun lebih, kumisnya putih, bajunya hitam, dia tidak membawa senjata.
"Katanya ketua-ketua empat partai Siauw Lim, Bu Tong, Kho Tong dan Ngo Bie hendak mengadakan pertemuan di Lam Gak ini,
entah untuk urusan apakah itu?" kata orang yang muda, si serba hijau.
"Urusan mereka tak ada sangkut pautnya dengan kita," sahut si orang tua. "Entah apa sebabnya, hweecu kita sangat memperhatikannya dan memerintahkan untuk mencari tahu tempat rapat mereka itu. Inilah kerjaan sulit. Empat partai besar itu banyak
muridnya. juga adalah satu larangan besar buat satu partai
menyelidiki lain partai, bisa bisa terbit perselisihan karenanya . . . " "Hweecu" ialah ketua hwee partai.
"Biasanya hweecu bekerja dengan teliti, mungkin ia telah memikir suatu jalan yang sempurna."
Berdua mereka berbicara sambil berjalan terus, hingga suara mereka lenyap.
"Kalau begini, rupanya disini telah ada orang Rimba Persilatan," pikir Siauw Pek. "Mereka muncul dari dalam lembah, mungkin mereka telah memindahkan pusatnya kemari. Mereka menyebut hweecu, entah hwee yang mana yang berada disini..."
Sambil keluar dari tempatnya sembunyi, siauw Pek berpikir terus: "si tukang kayu tadi bicara dari hal binatang aneh, mungkin itulah binatang palsu, ialah orang hwee ini yang menyamar. Tak perlu aku masuk lebih dalam, baik aku pergi melihat Oey Eng berdua..."
Selagi pemuda ini berjalan, terdengar suara bentakan dingin-
"Berhenti" Ia terkejut, segera ia menoleh. Maka ia melihat seorang tua dengan tubuh kurus kerung, matanya juling, alisnya tebal, hingga romannya jadi luar biasa sekali. Dia pula berkumis putih. Pakaiannya hitam seluruhnya. Dia berdiri sejarak tujuh delapan tombak.
"orang ini liehay ilmu ringan tubuhnya," pikir Siauw Pek. "Kapan dia datang " Kenapa aku tidak tahu ?" Tapi ia bersikap tenang, segera ia bertanya : "Lootiang, ada urusan apakah ?"
Mata orang itu bersinar tajam^
"Kau berdandan begini macam, kau pula membawa senjata tajam, dandananmu tidak seragam" katanya, nadanya tetap dingin. "Mungkinkah kau seorang murid yang baru keluar dari rumah penguruanmu " Heran, kenapa gurumu menugaskan kau sebagai seorang mata mata?"
Sejenak. siauw Pek melihat tubuhnya sendiri. Pakaiannnya terbuat dari kain kasar, dikanan dikiri ada pedangnya:
"Aku bukannya mata mata," ia menyahut, sabar. "Secara tak sengaja aku tiba disini." orang itu mendadak tertawa, suaranya tak sedap didengarnya.
"Tahukah kau siapa loohu?" tanyanya. Dia menyebut dirinya "loo- hu" siorang tua^
"Tidak." sahut sianak muda.
"Apakah kau pernah mendengar suara tawa loohu ini?" tanyanya pula. Ia tertawa pula dua kali^ kering dan tak sedap.
Siauw Pek tidak kenal tawa itu, yang hampir mirip suara dua ekor katak lagi berkelahi.
"Mungkin dia seorang yang terkenal dan tawanya ini seperti lambang untuk mengenalnya. Sayang pengalamanku kurang luas", pikirinya. orang tua itu merasa heran. Sianak muda itu tidak menjawab pertanyaan itu.
"Loohu saja kau tidak dapat menerka" kata orang tua itu, kembali ia tertawa dingin. " Inilah bukti betapa untuk dunia Kang ouw" Dari keroman bengis, orang tua itu tampak sabar.
"Apakah kau dari Siauw Pek ?" kemudian dia tanya lagi. "Bukan," Siauw Pek menjawab.
"Kalau bukan, apakah kau dari sembilan partai lainnya ?" "juga bukan."
orang tua itu berpikir lekas. "Dia masih hijau tapi agaknya dia tahu tentang pelbagai partai. Apakah ia berpura pura " Dia aneh.
Tak dapat aku terpedayakan dia " Maka dia bertanya pula. "Kau bukan orang partai, tapi kau tentu mempunyai asal usul. Siapakah gurumu?"
Siauw Pek pun berpikir cepat, "Tadi dia bengis, sekarang dia lunak. mesti ada sebabnya. Tak dapat aku dijebak dia " Maka ia menjawab perlahan. "Saudara lama guruku mundur dari dunia Kang ouw, kalau aku sebut namanya mungkin lootiang tidak tahu, maka itu lebih baik aku tidak memberitahukan."
Tak disangka, dia bicara merendah, tapi sebaliknya, dia justru menimbulkan kecurigaan- orang tua itu lalu bertindak menghampiri dan terus meluncurkan tangan kanannya guna menjambak. Tapi, terpisah satu kaki dari tubuh lawan, tangannya itu dihentikan-
Diam diam Siauw Pek sudah meraba gagang pedangnya, bersiap untuk melawan-
Wajah orang tua kurus kering itu menunjukkan kesangsian- Ia heran orang demikian berani. Ia pula tidak mengenal anak muda ini. Setelah hening sejenak itu, ia bertanya. "Kenalkah kau dengan gerakan tanganku ini ?"
Siauw Pek cuma belajar silat pedang dan golok. ilmu silat tangan kosong ia tidak kenal kalau toh ia bisa menggunakan tinju atau jari tangannya, itulah semua gerak gerik pedang dan golok. Maka itu, ditanya demikian rupa ia menjawab, "Aku tidak kenal."
"Kiranya kau tidak tahu apa artinya liehay " kata si orang tua, yang tertawa dingin. "Berusan aku menyangka kaulah seorang yang memandang kematian bagaikan orang mau pergi pulang..."
Siauw Pek melihat tangan orang belum ditarik kembali. Ia berkata. "Andaikan kau menyerang dengan tanganmu, apakah yang harus ditakutkan ?"
"oh, bocah tak tahu mampus atau hidup " seru si orang tua gusar. "Jikalau loohu hendak mengambil jiwamu, sudah sedari tadi kau hilang jiwa ditanganku ini " Siauw Pek tertawa hambar.
"Lootiang, kau sombong " katanya. "Sungguh aku tidak mengerti, tanganmu ini bagaimana dapat membuatku binasa " si orang tua bertambah gusar.
"Benar benarkah kau hendak mencobanya?" tanyanya. "Baik cobalah " sahut si anak muda.
orang tua itu hendak menyerang, akan tetapi, melihat orang demikian tenang, ia menjadi heran sekali. Maka ia mencoba menguasai diri untuk berlaku sabar. Katanya: "Bocah, lihat tanganku ini, yang akan mengancam dua belas jalan darahmu. Tahukah kau aku hendak menyerang jalan darah yang mana?"
"Semua jalan darahpun boleh" menjawablah Siauw Pek gagah. orang tua itu bertambah heran.
"Kalau aku mengincar tetapi lalu merubah tujuan ditengah jalan, dapatkah kau melindungi dirimu ?" tanya dia "Bukankah kau hanya menanti buat menerima binasa ?"
"Asal aku menggerakkan pedang ku satu jurus, aku akan dapat menutup dua belas jalan darahku" kata Siauw Pek. "Berbareng dengan itu, akupun akan memaksamu menarik kembali tanganmu dan mundur"
"Begitu?" kata siorang tua, heran- "Aku tahu tentang ilmu pedang Bu Tong pay dan Kun Lun pay, mereka dapat menyerang dan membela diri, tetapi aku belum pernah dengar tentang jurus yang kau sebutkan itu, apa lagi dengan satu jurus kau juga
berbareng bisa menutup ilmu silatku yang bernama Ngo Kwie Souw
Hun" Ilmu silat orang tua itu berarti "Lima setan merenggut sukma".
"Mengenai ilmu pedang kedua partai yang lootiang sebutkan itu, itulah dikarenakan mereka mempunyai kelemahannya masing masing" berkata Siauw Pek. "Dan, sebaliknya ilmu silatmu ini, lootiang, aku lihat tak ada kesulitannya buat memecahkannya." Kembali kecurigaan si orang tua bertambah. orang sangat tenang bicaranya dan lancar.
"Melihat sikapnya ini dan mendengar kata katanya, mungkin dia benar," pikirnya. "Dia aneh, dia seperti masih hijau, tapi juga bagaikan sudah berpengalaman banyak. Dia tidak mau menyebut asal usulnya, dia juga bicara besar. Rupanya, jikalau aku tidak mempertunjukkan kepandaianku, dia tentu tidak akan terpaksa memperlihatkan diri asalnya..."
Karena memikir begini, orang tua itu lalu berseru: "Hati hatilah kau" dan lima jari tangan kanannya segera bekerja
Siauw Pek telah siap sedia. Ia mundur satu tindak. untuk menghunus pedangnya. Kemudian diputarkan, guna melindungi tubuhnya. Maka benarlah, seperti apa yang dikatakannya, tubuhnya segera terjaga seluruhnya.
Itulah salah satu jurus dari Tay Pei Kiam hoat, Ilmu Pedang Mahakasih, yang diberi nama "Siang Im Liauw Jiauw", Mega Indah Melilit Berputaran-.
orang tua itu menghentikan serangan dengan mendesak. dia mengawasi si anak muda.
"Ilmu pedang yang liehay" serunya. "Sepuluh tahun aku menyiksa diriku mempelajari ilmu silatku ini, aku percaya tidak ada orang Kang ouw yang bisa memecahkannya, siapa tahu, justru aku
gunakan pada pertama kali ini, segera dapat ditundukkan" Berkata
begitu, orang tua ini nampak kecele dan masgul sekali. Dia berduka.
"Apakah yang dibuat menyesal dan berduka?" pikir Siauw Pek. "Aku toh tidak melukaimu?" Tapi karena orang berputus asa, ia lalu berkata: "Tak usah kau berduka, lootiang, mungkin ilmu pedangku ini memang istimewa guna mematahkan ilmu silatmu.."
"Ah... sudah, saudara kecil, tidak usah kau menghibur aku," kata orang tua itu, yang lalu memutar tubuhnya, dan berlalu dengan tindakan lesu.
"orang tua ini tampaknya jahat tetapi ternyata baik," pikir Siauw Pek. "Tadipun dia menyerangku secara berhati hati, seperti dia khawatir akan melukai aku..." Memikir demikian, dengan segera dia
memasukkan pedangnya kedalam sarung dan lompat menyua "Lootiang, tunggu" ia memanggil. Iapun lalu memberi hormat. orang tua itu menghentikan tindakannya, dia memutar tubuh.
"Ada apa, saudara kecil?" tanyanya. Kali ini suaranya sungkan.
"Maat, lootiang, aku ingin bertanya," kata si anak muda: "Sudah lamakah lootiang berdiam digunung ini?"
"Lama, kira kira sepuluh tahun" sahut si orang tua itu. "Sudah sepuluh tahun?" ulang sianak muda.
"Yah, benar" orang tua itu memastikan- "Dalalm sepuluh tahun itu, siang, malam aku melatih Ngo Kwie Souw Hun, tetapi aku tidak menyangka, ilmu yang aku kira istimewa itu, sekarang kena dipecahkan olehmu, saudara kecil. oh, rupanya aku harus menyekap diriku sepuluh tahun lagi didalam gua, untuk berlatih lebih jauh, baru aku dapat muncul pula di dunia Kang ouw..."
Berkata begitu, mata si orang tua bersinar tajam.
"Lootiang," kata pula si anak muda, "karena lootiang telah menyekap diri sepuluh tahun, pastilah lootiang bukannya anggota dari empat bun, tiga hwee dan dua pang..."
"Bukan, bukan Selama sebelum berdiam di sini, loohu biasa mengembara seorang diri saja."
"Tadi ada dua orang lewat disini, apakah mereka itu murid murid lootiang?"
"Loohu tidak punya murid."
"Lootiang, sudah sepuluh tahun lootiang hidup menyendiri,
kenapa lootiang masih tidak dapat menghilangkan pikiran untuk
mendapatkan nama besar" Pula barusan, lootiang bukannya kalah."
orang tua itu menarik napas. Katanya: "Dulu, sebelum loohu hidup menyendiri, pernah loohu dikalahkan jago jago Bu Tong pay dan Kun Lunpay, maka itu loohu lalu mempelajari ilmu guna memecahkan ilmu pedang kedua partai itu, untuk mencuci bersih
malu itu, tetapi sekarang, belum lagi loohu meninggalkan lembah ini, loohu telah dikalahkan olehmu, saudara kecil. Maka aku percaya, selama sepuluh tahun yang lalu itu, mungkin kedua musuhku juga sudah melatih dirinya lebih jauh hingga mereka mendapat kemajuan besar." orang tua itu berhenti sebentar, kembali dia menghela napas.
"Ah, rupa rupanya, harapanku untuk mencuci malu itu tak bakal terwujud," katanya pula. "Karena aku tidak dapat mencuci malu itu, bagaimana aku punya muka buat muncul lagi di dalam dunia Kang ouw" Lebih baik aku terus menyekap diriku dilembah ini, sampai aku akhiri hidupku didalam gua."
"Maaf, lootiang, aku masih hendak menanya satu kali lagi," Siauw Pek berkata pula. "Kenapa lootiang bentrok dan bertempur dengan dua orang jago Bu Tong dan Kun Lunpay itu?"
Lagi lagi orang tua itu menarik napas.
"Baiklah," jawabnya. "Walaupun loohu kalah dari kau, saudara kecil, loohu toh mengagumimu, maka hari ini, aku hendak melampiaskan rasa penasaran yang telah terpendam lama didalam dadaku. Mungkin, kalau bukan sekarang ini, tidak ada waktu lainnya bagiku melepaskan rahasiaku yang pepat ini."
ia menengadah kelangit, memandang awan biru yang luas tak berbatas. Kembali ia menarik napas panjang, baru ia melanjutkan kata katanya: "Itulah peristiwa yang menggemparkan pada belasan tahun yang lampau. Seluruh Pek Ho Po termusnahkan didalam waktu satu malam..."
Mendengar sampai disitu, dada Siauw Pek bergolak. darahnya mendidih, hampir dia tidak sanggup mempertahankan diri. Tubuhnya mendadak limbung, hingga ia mesti mundur lima enam tindak. baru ia bisa berdiri tegak.
Si orang tua heran menyaksikan keadaanpemuda didepannya itu, hingga ia tercengang mengawasinya .
"Kau kenapakah, saudara kecil," tanyanya.
Terpaksa Siauw Pek mendusta, sahutnya: "Aku mempunyai penyakit jantung, yang suka kumat seketika, sebentar kumat, lalu sembuh pula. Harap lootiang tak usah menguatirkan aku."
orang tua itu menatap. ia mengawasi beberapa lama, matanya bersinar tajam.
"Aku lihat, saudara kecil, kau tidak mirip orang yang suka menderita sakit," katanya. Dia tetap merasa heran.
"Inilah penyakit ringan, yang tidak berarti. Silahkan lootiang bicara terus."
orang tua itu menurut. Dia menyambungi: "Ketika itu, orang orang yang ikut ambil bagian didalam penyerbuan, hampir terdiri dari semua partai besar, sebab disamping sembilan pay terhitung juga empat bun, tiga hwee dan dua pang. Karena itu walaupun setiap orang Pek Ho Bun liehay ilmu silatnya, sukar untuk mereka melakukan perlawanannya . . . "
"Pek Ho Bun cuma sebuah partai kecil, kenapa dia bermusuh dengan delapan belas partai besar itu dan sampai mesti diludaskan juga?"
"Itulah karena ketua Pek Ho Bun, yaitu coh Kam Pek adalah seorang gagah yang luar biasa. Dia bersemangat, dia pandai bergaul. Dia menerima banyak murid hingga partainya lalu naik nama, hampir menyaingi sembilan partai besar lainnya. Tapi penyerbuan disebabkan sebuah peristiwa dipuncak Yan in Hong di gunung Pek Masan- Disana ketua ketua dari empat partai besar, yaitu Siauw Limpay, Bu Tong pay, Khong Tong pay dan Ngo Biepay, kedapatan terbinasakan secara rahasia. Menurut kabar, serentak dengan itu terbinasa juga orang orang liehay dari Kun Lunpay dan Hoa Sanpay serta keempat bun, ketiga hwee dan kedua pang itu. Peristiwa itu mengejutkan dan menguatirkan dunia Rimba Persilatan semuanya. Pihak partai partai itu lalu mengirim orang keempat penjuru angin untuk mencari si pembunuh. Kemudian, entah apa sebabnya kesalahan dilontarkan kepada Pek HoBun, sehingga
akhirnya terjadilah penyerbuan yang menggemparkan itu, yang maha dahsyat."
"Didalam sembilan partai besar itu mesti ada orang orang yang sadar dan cerdas, mungkinkah mereka itu main hantam kromo saja, membiarkan seratus jiwa manusia tanpa pilih bulu lagi?"
"Menurut kabar," si orang tua melanjutkan, "ketika peristiwa pembunuhan ganas itu terjadi, orang mendapatkan coh Kam Pek dan istrinya muncul dipuncak yang bercelaka itu. Kabar itu didapat dari murid murid pelbagai partai itu, tentang kenyataannya, loohu tidak tahu suatu apa, bahkan sampai sekarang ini, mungkin tidak ada jalan untuk mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya. orang umumnya percaya habis kabar itu, akan tetapi loohu bersama dua orang rekanku bertanggapan lain-Justru itulah maka loohu bentrok dengan dua orang jago Bu Tong pay dan Kun Lunpay dan kena dilukai mereka itu."
Siauw Pek memberi hormat kepada orang tua itu, sambil memberi hormat, ia berkata: "Locianpwee, perbuatan locianpwee itu ialah yang dibilang umum mabuk arak. sendiri insaf sadar. Didalam kekuatan itu, locianpwee sadar sendiri, bahkan locianpwee berani mengajukan diri menentang pendapat umum itu. Locianpwee, boanpwee kagum sekali terhadap locianpwee Nah, sudahkah locianpwee memberi tahukan, siapa kedua rekan yang sadar dan mulia itu, supaya apabila diwaktu lain boanpwee bertemu dengan mereka dapat boanpwee menghaturkan hormatku?"
orang tua itu merasa heran akan sikap orang pemuda ini, akan tetapi dia tidak menanyakan sesuatu, dia hanya menjawab: "orang yang satu itu ialah Hie Sian cian Peng Dewa ikan. Dia sangat gemar ikan, maka dia suka merantau mencari pelbagai macam ikan, sebelum dapat, dia belum merasa puas. Yang lainnya ialah Tiat Tan Kiam kek Thio Hong Hong si Nyali Besi, jago Kang ouw yang kenamaan- Guna menangkap seekor ikan, cian Pen sudah pergi jauh ke Lam Hay, dan Thio Hong Hong pergi karena sakit isterinya, selanjutnya, karena loohu mengundurkan diri, loohu tidak tahu menahu lagi, loohu tidak mendengar tentang mereka itu."
Wajah Siauw Pek guram, tetapi dia memberi hormat pula sambil berkata: "Loelanpwee harap maaf buat perbuatanku tak pantas tadi. Boanpwee tidak tahu bahwa looelanpwee adalah seorang gagah perkasa dan mulia."
orang tua itu heran, katanya didalam hati: "Aku yang memaksa kau turun tangan, kenapa kau yang minta maaf?"
Sementara itu, Siauw Pek bingung sendirinya. Katanya didalam hati: "Bagaimana aku dapat mencegah orang tua ini menyekap pula dirinya didalam gua?"
Sementara si orang tua, habis bercerita, segera bertindak kedalam rimba. Dia mau mewujudkan keputusan buat menyekap diri lebih jauh.
"Eh, loocianpwee Loocianpwee mau pergi kemanakah?" tanya Siauw Pek. menyusul.
" Loohu mau kembali ke gua ku" sahut orang tua itu.
"Loocianpwee, telah lama kita berbicara, boanpwee masih belum
ketahui she dan nama loocianpwee," berkata Siauw Pek si anak
muda yang masih memikirkan jalan untuk mencegah maksud orang.
"Panglima yang kalah perang, dia tidak dapat dikatakan gagah," berkata orang tua itu, "maka itu lebih baik aku tidak menyebutkan she dan namaku " Kembali ia memutar tubuh untuk berlalu kedalam rimba.
"Loocianpwee" kata si anak muda, bingung. "Loocianpwee bukannya kalah Kenapa loocianpwee begini tawar hati?"
orang tua itu menoleh, katanya sungguh sungguh: "Sepuluh tahun aku mempelajari ilmu silatku, aku percaya, dengan itu dapat aku muncul pula didalam dunia Kang ouw, siapa tahu ilmuku itu dapat kau pecahkan, saudara kecil Mana aku ada muka untuk muncul pula?"
Siauw Pek melihat wajah orang guram, ia merasa sulit buat menghibur pula. Karena itu, mendadak ia tertawa hambar. Katanya:
"Loocianpwee mau kembali keguamu, untuk mati di dalam lembah, buat berkawan dengan segala rumput dan pohon kayu, itulah satu soal, tetapi rupanya loocianpwee tidak ingat, warisan apa yang loocianpwee bakal tinggalkan karena loocianpwee mengambil keputusan cepat ini Tahukah loocianpwee bahwa Rimba Persilatan bakal mengalami malapetaka yang hebat?" orang tua itu heran, dia menjadi tidak senang.
"Ancaman bencana apakah itu?" tanyanya gusar.
"Menurut apa yang boanpwee ketahui, selama ini sudah timbul gelombang baru dunia Kang ouw telah diliputi hawa pembunuhan besar besaran- Dan semua itu adalah akibat bicara iseng iseng loocianpwee dahulu"
"Apakah itu?" tanya siorang tua. Dia makin heran.
" Delapan belas partai besar mengatakan kebinasaan ketua empat partai adalah perbuatan coh Kam Pek suami istri," Siauw Pek memberikan keterangan, "mereka itu mungkin benar. Tetapi loocianpwee mengatakan sebaliknya. Inilah bukti loocianpwee berani dan mulia. Tapi loocianpwee pendapatmu itu menentang semua partai itu, inilah bibit perselisihan- Kalau nanti loocianpwe muncul pula, bukankah loocianpwee akan dibenci suara terbanyak" Apakah itu bukan berarti warisan bencana?"
"Memang itulah anggapanku, walaupun aku tak dapat memberikan buktinya," berkata si orang tua, "Biar bagaimana didalam hati, tetap ada kecurigaan. Hal itu tak dapat dibantah pihak Bu Tong dan Kun Lun, hingga karenanya mereka jadi membenci dan menyerang aku."
"Tahukah loocianpwee bahwa sekarang ini telah muncul satu rombongan baru yang menentang kedelapan belas partai itu?" Siauw Pek bertanya. "Pemimpin rombongan itu adalah seorang yang masih dalam rahasia." Hati orang tua itu tertarik.
"oh, begitu?" katanya. "Itulah aku tak tahu."
"Aku bicara sejujurnya, loocianpwee. Rombongan itu adalah suatu kenyataan- Mereka telah membuat lambang merupakan sebuah pedang pendek yang diukirkan empat huruf "Kiu Heng cie Kiam" artinya pedang sakit hati. Telah tak sedikit orang Kang ouw yang terbinasa diujung pedang pendek itu." orang tua itu diam berpikir.
"Tapi apa sangkut pautnya mereka denganku?" dia bertanya.
"Rombongan itu membunuh tanpa merampas barang milik atau menculik kaum wanita," Siauw Pek menjelaskan lebih jauh. "Karena itu dunia Kang ouw merasa mereka adalah turunan dari keluarga coh. Katanya turunan coh Kam Pek itu telah mendapat guru yang
liehay, yang mengajarinya ilmu silat, maka dia sekarang muncul
didunia Kang ouw guna menuntut balas sakit hati coh Kee Po"
"Peristiwa coh Kee Po adalah peristiwa penasaran paling besar dalam dunia ini Kalau benar coh Kam Pek masih ada turunannya, putra atau putrinya, itulah bukti thian ada matanya."
"Peristiwa sudah berlalu belasan tahun yang lampau," kata Siauw Pek pula, "andaikata coh Kam Pek mempunyai turunan, nampaknya sulit buat mencari tahu duduk soal yang sebenarnya, maka itu loocianpwee, kau gagah perkasa, aku juga tidak takuti orang yang berjumlah banyak itu, sudah selayaknya kau muncul lagi dalam dunia Kang ouw, buat menjelaskan anggapanmu itu, guna mencari bukti yang kuat, guna dihadapkan semua orang Rimba Persilatan, agar mereka ketahui duduk peristiwanya. Denganjalan itu saja penasaran dan sakit hati keluarga coh dapat dilampiaskan- Bukankah itu akan memuaskan loocianpwee?"
si orang tua berpikir keras, dia menatap anak muda itu.
Siauw Pek berhenti sebentar, lalu dia menambahkan: " Umpama rombongan baru itu bukan turunan keluarga coh, bahwa mereka bekerja untuk meminjam nama saja, buat mewujudkan maksud mereka, juga loocianpwee dapat menganjurkan mereka buat membubarkan diri atau mereka itu dianjurkan membela keadilan, buat membela pihak keluarga coh, supaya pada akhirnya nanti,
penasaran kaluarga itu dapat dilenyapkan- Loocianpwee, biar bagaimana, tak dapat loocianpwee berpeluk tangan saja membiarkan peristiwa berlarut larut dengan ada kemungkinan menjadi hebat"
Kedua mata sicrang tua bersinar tajam, kembali dia menatap si anak muda.
"Sebenarnya, siapakah kau?" tanya dia heran. "Kenapa aku sangat memperhatikan urusan keluarga coh itu?"
Ditanya begitu, mendadak Siauw Pek memperlihatkan roman sungguh sungguh. Tapi sebelum menjawab, ia sudah menunduk untuk memberi hormatnya, kemudian barulah ia berkata: "Untuk ayah bundaku loocianpwee telah mendendam rasa tak puas dan sudi tinggal menyendiri didalam lembah ini belasan tahun, oleh karena itu jikalau aku tidak memberitahukan asal usul diriku yang sebenarnya, takpuas hatiku." Wajah orang tua itu memperlihatkan roman sangat heran. Kembali dia menatap.
"Jadi kaulah keturunan keluarga coh itu?" ia menegaskan-
"Boanpwee bernama coh Siauw Pek." berkata Siauw Pek, menjawab. "coh Kam Pek yang mengandung dendam hebat itu ialah ayahku almarhum."
"Ah, aku tidak percaya" kata orang tua itu.
"Boanpweelah keturunan keluarga Coh itu, jikalau boanpwee mendusta, biarlah Thian membinasakan dan bumi memusnahkannya
" berkata Siauw Pek sungguh sungguh. orang tua itu menarik napas panjang.
"ohJadi kau datang kemari untuk mencari loohu?" tanyanya.
"Sebenarnya boanpwee datang kemari untuk menyelidiki gerak gerik ketua ketua dari Siauw Limpay, Bu Tong Pay dan Khong Tong Pay, yang katanya hendak berapat disini," si anak muda menerangkan dengan terus terang, "adalah sangat diluar dugaan, boanpwee dapat bertemu dengan loocianpwee."
"Apa " Ketua keempat itu mau berapat di sini?" tanya si orang tua itu heran-
"Benar" "Sungguh aneh "
"juga kebetulan saja boanpwee mendengar hal mereka itu mau berkumpul digunung Lam Gak ini. Belum banyak orang Kang ouw yang mengetahuinya."
"Mereka masing masing mempunyai pusatnya, kenapa mereka mau datang kemari" Aneh "
"Locianpwee," siauw Pek memotong. Kembali ia memberi hormat. "Tentang diri boanpwee, telah boanpwee jelaskan, maka sekarang boanpwee hendak bertanya, sudikah loocianpwee memberitahukan she dan nama loocianpwee ?" orang tua itu menghela napas.
"Mungkin sekali orang kang ouw telah melupakan loohu..." sahutnya perlahan- Ia diam sejenak. lalu tertawa perlahan- Katanya: "Gelombang sungai Tiang Kang yang dibelakang mendorong gelombang yang didepan, begitupun manusia, angakatan muda memenangkan angkatan lama Loohu mengira penasaran keluarga coh bakal terpendam buat selama lamanya tak ada jalan untuk
memecahkan rahasianya, tak disangka keluarga itu mempunyai
turunan sebagai kau, anak. turunan yang gagah perkasa"
"Loocianpwee terlalu memuji boanpwee," katanya merendah. orang tua itu tertawa.
"Selama hidupku, sangat jarang aku memuji orang " katanya, "Kalau aku memuji, mesti ada sebabnya, dan dengan sesungguh hati. Entah dari siapa kau mendapat kepandaian ini maka didalam usia begini muda telah begini liehay ilmu silatmu ?"
Untuk sejenak Siauw Pek bersangsi, tetapi akhirnya ia menyahut: "Dengan sebenarnya tak berani boanpwee mendustai loocianpwee. orang yang mengajari boanpwee ilmu pedang ialah orang yang disebut Kian-kut It Kiam Kie..."
Mata orang tua itu terbuka lebar, sinarnya berkilauan. "Apa?" selanya. "Apakah kau maksudkan Kie Tong?"
"Benar, itulah guru boanpwee," sahut Siauw Pek hormat. orang tua berpakaian hitam itu tertawa tergelak.
"Jikalau begitu tidaklah heran bila hanya dengan sejurus ilmu pedangmu kau dapat memecahkan ilmu silatku yang telah kulatih dengan susah payah selama sepuluh tahun..." Ia menyebut nama ilmu silatnya itu: "Ngo Kwie Souw IHun". Ia batuk batuk perlahan. Kemudian ia menambahkan: "Semasa Kie Tong bergerak dalam dunia Kang ouw dahulu itu, dia memperoleh sebutan Thian Hee Tee It Kiam, yaitu ahli pedang nomor satu dikolong langit ini. Dengan pedangnya itu entah ia telah mengalahkan berapa banyak jago Rimba Persilatan, sebaliknya, belum pernah ia melukai lawan lawannya. Maka juga, ia memperoleh sebutan lain, yaitu Thian kiam, si Pedang Keadilan- Sebutan itu berarti, luhur ilmu pedangnya itu luhur setinggi langit. Arti yang lain ialah ia sangat bijaksana, sangat berperikemanusiaan. "
Senang siauw Pek mendengar kata kata orang tua itu, akan tetapi, ia masih belum puas, pikirnya: "Telah aku beritahukan she dan namaku serta riwayatku, tetapi kau, kenapa kau belum juga menyebutkan she dan namamu ?" Walaupun ia memikir demikian, ia toh lekas lekas mengatakan: "Tidak salah ilmu pedang guruku itu juga dinamakan Tay pie Kiam hoat, yang mengandung maksud sangat mencinta, maha kasih."
Hati orang tua itu terbuka. Tak lagi ia pepat dan berputus asa seperti semula. Maka ia dapat tertawa lebar. Ia lalu berkata gembira
" Kaulah muridnya Kie Tong, dengan ilmu pedangmu kau dapat mengalahkan ilmu silatku, itulah tidak aneh, sudah sepantasnya kau menang. Dengan begitu, aku kalah tanpa menyesal."
"Boanpwee telah memberitahukan segala apa tentang diriku," kata Siauw Pek kemudian "maka itu sekarang boanpwee mengharap loocianpwee menyingkirkan minat loocianpwee yang ingin menyekap diri pula didalam gua."
"Apakah kau menghendaki loohu muncul lagi dalam dunia Kang ouw?" tanya orang tua itu. "Apakah kau ingin loohu membantu mengadakan penyelidikan tentang peristiwa keluargamu pada tiga belas tahun yang lampau itu "
"Benar," sahut Siauw Pek mengangguk. orang tua itu tertawa pula.
"Baik, Loohu menerima baik permintaanmu ini cuma urusan ini sangat besar dan ada hubungannya satu dengan lain, hingga mungkin terjadi banyak sekali orang yang bakal terbinasakan- oleh karena itu, saudara kecil. aku hendak menjelaskan dahulu kepadamu : Kau cuma harus binasakan biang keladi jangan kau membunuh sembarang orang."
"Baik loocianpwee, suka boanpwee memberikan janji Memang
boanpwee cuma mau cari si biang keladi, lainnya tidak "
"Semenjak jaman purbakala, saudara kecil," sicrang tua berkata pula, "tidak ada lain orang yang mempunyai musuh sebagai kau Sebab musuh kau selain sembilan partai besar ada juga sembilan partai lainnya jadinya didalam lima kaum Kang ouw ada empat musuh musuhmu Kau benar mewariskan ilmu pedang Kie Tong tetapi seorang diri, tak mungkin tenagamu cukup. Maka itu kauperlu mengumpulkan banyak orang, guna membangun satu golongan sendiri"
Siauw Pek agak ragu ragu.
"Dalam hal ini loohu akan bantu kau," berkata orang tua itu "Akan aku undan seorang gagah, buat membantu kau membangun usahamu itu. cuma orang itu bertabiat sangat aneh, walaupun kau liehay, belum tentu dia suka membantumu, kau harus sabar luar biasa, sebagaimana dijaman dahulu Lauw pie terpaksa tiga kali menyambangi rumah gubuk untuk mengundang cukat Liang."
"Asal boanpwee bisa mencuci sakit hati ayahbundaku, jangankan baru tiga kali, delapan atau sepuluh kalipun boanpwee bersedia," berkata Siauw Pek. orang tua itu tertawa.
"Bagus saudara kecil, bila kau mempunyai kesabaran begitu." katanya gembira. "Loohu percaya bahwa penasaran keluargamu akan dapat dilampiaskan"
Siauw Pek tidak berkata apa apa tetapi lagi lagi ia memberi
hormat. Ia merangkap kedua tangannya dan menjura.
"Loocianpwee sudi membantu boanpwee, boanpwee sangat bersyukur," katanya. "Apakah sekarang loocianpwee sudi memberitahukan she dan nama loocianpwee kepadaku ?"
ornag tua itu tidak segera menjawab, hanya dia berkata : "Didalam dunia Rimba Persilatan tidak ada besar atau kecil, tua atau muda siapa yang bijaksana dialah yang termulia, demikian pun kita, walaupun loohu berusia jauh lebih tua daripada kau, saudara kecil, dalam hal ilmu silat kau jauh melebihi aku, oleh karena itu selanjutnya baiklah kita bergaul sebagai kakak beradik saja."
"Itulah tak berani boanpwee terima," kata siauw Pek.
"Kita telah bersatu hati, jangan kau sungkan- kata orang tua itu.
"oleh karena loocianpwee mendesak. baiklah " sahut sianak muda akhirnya. "Jikalau boanpwee tetap menolak. itulah berarti kita orang luar." orang tua itu tersenyum puas.
"Sewaktu saudaramu belum mengundurkan diri," berkata ia kemudian, "didalam dunia Sungai Telaga, saudaramu ini mempunyai juga namanya yang kecil. Kaum Rimba Persilatan memanggil aku Seng Supoan Ban Liang^"
"Seng SuPoan" adalah julukan, artinya "Hakim penuntut Hidup Mati". Kembali Siauw Pek memberi hormat.
"oh, kiranya kakak Ban " katanya puas.
Ban Liang lalu berkata pula : "Tabiatku aneh Aku benci kejahatan seperti aku benci musuhku, kalau aku turun tangan, aku biasa berlaku telangas. Karena itu orang Rimba Persilatan mengatakan aku berkedudukan antara sibenar dan si sesat, bila bertindak, aku hanya menuruti rasa hatiku, girang atau murka."
"Menurutku, saudara justru jujur dan polos" Ban Liang menepuk pahanya, dia menunjukkan jempolnya. "Saudara kecil. tabiatmu sama dengan tabiatku si orang she Ban
" katanya. "Kembali loocianpwee memuji terlalu tinggi " berkata si anak muda.
Ban Liang tersenyum. "orang Rimba Persilatan mengatakan aku antara sadar dan sesat, itulah karena sifatku terlalu keras," kata dia pula. "Selama hidupku aku telah banyak membunuh orang akan tetapi aku percaya betul belum pernah aku membunuh orang baik-baik, Ada orang-orang Rimba Persilatan yang romannya baik dan murah hati serta gemar mengamal, guna memperoleh nama akan tetapi diam-diam tak kejahatan yang mereka tak lakukan- Aku dinamakan si aneh itulah sebab aku telah membunuh terlalu banyak manusia-manusia palsu itu "
"Loocianpwee, boanpwee sangat mengagumi loocianpwee " "Kau memuji saja"
Siauw Pek melihat langit.
" Loocianpwee, tahukah kau bahwa sekarang ini tengah diadakan
permusyawaratan didalam gunung Lam Gak ini ?" dia bertanya.
"Baru saja loohu keluar, segala apa belum loohu tahu."
"Boanpwee maksudkan ketua keempat partai besar. Entah mengapa mereka mengulangi kejadian seperti belasan tahun dahulu itu " Ban Liang berpikir.
JILID 18 "oh, begitu ?" "Benar. Boanpwee telah memperoleh berita yang jelas sekali." "Tahukah kau dimana tempat rapat mereka itu ?"
"cuma di Gunung Lam Gak ini, tempatnya yang tepat, entahlah."
"Banyak tempat yang baik di Gunung ini, semuanya loohu ketahui. Mungkin disalah satu antaranya."
Tiba tiba Siauw pek ingat hal dua orang tadi.
"Loocianpwee, apakah loocianpwee mempunyai murid ?" tandanya berbisik. Ban Liang menggeleng kepala. "Tidak, aku tinggal sendirian disini."
"Jikalau begitu, tempat kediaman loocianpwee, sisinya telah orang duduki," kata siauw Pek yang terus menuturkan segala apa yang ia dengar dan lihat. orang tua itu tersenyum.
"Tidak kusangka Lam Gak yang biasanya sunyi senyap sekarang menjadi ramai sekali " ujarnya, "syukur tempatku sangat tersembunyi, biar disini ada orang lain, tak mudah mereka menemukannya, sekarang mari kita pergi ke tempatku itu, untuk beristirahat, nanti aku menyiapkan segala apa, untuk ku turut kau
pergi mencari tempat rapatnya ketua-ketua keempat partai besar itu
sekalian kau menikmati keindahan pemandangan alam disini."
"Boanpwee masih mempunyai dua orang kawan, nanti boanpwee panggil mereka datang kemari untuk memberi hormat kepada loocianpwee," kata Siauw Pek.
"Baik, akan loohu tungguh disini "
siauw Pek lalu lari pergi mencari Oey Eng dan Kho Kong. Ia dapat menemukan mereka itu ditempat yang dijanjikan-
"Saudara saudara, mari ikut aku menemui seorang jago bu-lim angkatan tua."
"Siapakah dia ?" tanya Oey Eng.
" Kenalan baru."
"Apakah toako telah perkenalkan diri asalmu kepadanya ?"
"Ya, loocianpwee itu pernah membela Pek Ho Po karena itu dia sampai dilukai jago-jago BuTong dan Kun Lun- Karena lukanya itu, dia hidup menyendiri. Dia dapat dianggap sebagai sahabat dan penolong keluargaku. Dia tahu banyak tentang urusan dahulu, kalau tidak, tidak nanti dia mau ikut campur lagi." Oey Eng teliti, dia berdiam, tidak demikian dengan Kho Kong.
"Kalau dia mencurigakan, kita bunuh saja" kata si sembrono ini.
siauw Pek dan Oey Eng tidak melayani bicara. Saudara muda itu memang biasa menuruti adat saja, cuma kadang kadang dia sadar dan sabar. Lalu ketiganya berangkat. Siauw Pek jalan didepan. Ban Liang berada ditempatnya.
"Inilah Ban Loocianpwee," siauw Pek memperkenaikan. "Lekas kamu beri hormat "
Oey Eng memberi hormat sambil menjura dalam. Ia turut kata kata ketuanya. Dimata dia siorang tua tak mirip orang yang baik hati.
Ban Liang sebaliknya mengawasi tajam kedua pemuda itu.
"Dapatkah mereka berdua dipercaya ?" tanyanya kepada Siauw Pek.
Lekas-lekas Siauw Pek memberitahukan: "Inilah dua saudara angkatku. Kami telah berjanji akan sehidup semati. Mereka kenal baik asal usulku."
"Bagus, ya. kau mencurigai kami " kata Kho Kong nyaring. "Sebenarnya kami justru masih menyangsikan kau, loocianpwee " Si sembrono ini bicara blak-blakan-
Ban Liang tidak menjadi gusar, bahkan sebaliknya, dia tertawa lebar.
"Bagus Kau lihat saja nanti " katanya. "Selama hidupku aku selalu berbuat baik, aku biasa membantu si lemah menindas si kuat, selama itu hampir tak ada orang Rimba Persilatan yang memuji aku
tapi aku tidak menghiraukannya Sekarang, setelah hampir tiba saatnya aku masuk kedalam liang kubur, aku akan muncul pula, mesti aku melakukan sesuatu yang menggemparkan " Dia tertawa pula, terus dia menengadah, dan akhirnya menambahkan : "Selama beberapa puluh tahun yang terakhir ini, diantara pelbagai peristiwa,
peristiwa Coh Kee Po adalah yang paling hebat, jikalau aku dapat
mencuci bersih penasaran itu, puas hidupku, matipun aku rela "
Kembali si tua itu tertawa, suatu tanda dia gembira sekali. Siauw Pek memberi hormat pada jago tua itu.
" Loocianpwee baik sekali " katanya. " Loocianpwee, terimalah hormatku "
"Tak usah kau berterima kasih padaku," berkata orang tua itu. "Meski aku bekerja untuk keluargamu tetapi sebenarnya untuk peri keadilan, untuk peri- kemanusiaan " Kho Kong melihat langit.
"Sang malam bakal lekas tiba," katanya. "sekarang kita masih belum tahu tempat berapat pihak empat partai itu, aku kuatir nanti lenyap kesempatan kita..."
"Benar," kata si jago tua. "Aku kenal hampir semua bagian gunung ini, marilah kita mencari, mungkin tak sukar menemukan tempat musyawarah mereka itu"
"Loocianpwee telah lama tinggal disini, tahukah loocianpwee
kalau kalau disini berdiam seseorang atau suatu rombongan ?"
"Sampai sebegitu jauh, tidak-" sahut Ban Liang. "Entahlah kalau yang baru datang." Kho Kong mengawasi orang tua itu, sekarang dia berkesan baik,
"Kita harus waspada dan berhati hati," Ban Liang memberitahu. "Andaikata ada rombongan yang berdiam disini, sebaiknya jangan kita bentrok dengannya kecuali terpaksa."
"Loocianpwee benar," Oey Eng setuju.
"Sekarang," kata Ban Liang pula, "kiranya perlu segera mencari tahu tempat musyawarah keempat partai. Menurut dugaanku,
mereka berapat mengenai urusan Pek Ho Po..." Oey Eng mengangguk.
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kapankah loocianpwee hendak bertindak ?" tanyanya. "sekarang juga Setujukah kamu ?"
"Kami selalu bersedia," kata Oey Eng. Ban Liang tersenyum, lalu ia berangkat.
Inilah tidak disangka Oey Eng, yang segera menyusul, demikianpun kedua kawannya.
Mereka berlari lari mendaki, sijago tua selalu berada didepan. Sesampainya mereka diatas puncak. magrib pun tiba.
Ban Liang memandang kesekitarnya, lalu ia menunjuk kesatu arah.
"Jikalau terkaanku tidak meleset, mereka tentu berkumpul
disana, dipuncak Ciong Gan Hong itu" katanya sejenak kemudian- "Apakah dasar alasan locianpwee ?"
"Puncak itu tinggi, curam dan sulit didaki .Jalan naik cuma
sebuah jalan kecil, maka jalan itu mudah untuk dijaga. Buat
merundingkan soal rahasia, Ciong Gan Hong paling tepat." "Andaikata mereka tidak berada disana?" tanya Kho Kong. "Mungkin di lembah Wan Ciu Kan."
"Jika begitu, sekarang mari kita pergi ke Ciong Gan Hong dahulu," mengajak Siauw Pek.
"Baik, marilah " berkata Ban Liang. "jalanan berbahaya, berhati hatilah " Kembali jago tua ini jalan di muka.
Jalan mendaki, benar benar meminta tenaga dan kewaspadaan, karena sulitnya, karena cuacapun sudah guram. Dan pula Ciong Gan Hong terpisah jauh, walau tampaknya dekat.
Selang satu jam lebih, barulah mereka sampai dikaki puncak. Oey Eng dan Kho Kong bernapas sengal sengal dan bermandikan peluh, Ban Liang dan Siauw Pek lumayan saja.
"Kuat sampai dijalan kecil untuk mendaki itu, kita perlu jalan lagi kira kira tiga lie." berkata Ban Liang, "maka itu baik kita beristirahat dahulu sebentar."
"Kalau benar empat ketua partai itu berada diatas puncak. mungkin kita bakal melakukan pertempuran," berkata Kho Kong, " karena itu perlu juga kita mengaso sebentar disini."
Ban Liang merasa letih jua, ia lantas mendahului duduk bersemadhi.
Kira kita satu jam lamanya rombongan ini beristirahat, kemudian mereka mulai pula dengan perjalanan mereka. Sekarang mereka mendapat tenaga baru. Tak berapa lama, tiba sudah mereka dijalan kecil yang ditunjuk itu.
"Loohu akan jalan di muka, kamu bertiga berhati hatilah," pesan sijago tua, yang mulai mendaki jalan kecil itu. "Usahakah supaya kita jangan menerbitkan suara suara." Siauw Pek bertiga memberikan janjinya.
Puncak Ciong Gan Hong tinggi beberapa ratus tombak, empat penjurunya berupa seperti tembok dan berlumut juga, sukar orang mendakinya kalau tidak ada jalan kecil itu.
Jalan kira kira baru setengah, mendadak Ban Liang berhenti maju lebih jauh, terus dia melompat kesisi, untuk bersembunyi dibalik sebuah batu besar.
Melihat itu, Siauw Pek turut berhenti seraya memberikan isyarat kepada kedua saudaranya, untuk mereka juga berdiam, setelah mana ia mengawasi tajam kearah depan-Cahaya bintang membantunya. Sejauh delapan tombak. dibawah pohon cemara, di atas sebuah batu yang besar, tampak seorang pendeta lagi duduk bersila. Dia mengenakan jubah abu abu, didepannya terletak senjatanya, sebatang tongkat yang berkilauan-
"Benarlah disini," pikir si pemuda ini, yang terus menghampiri Ban Liang. Ia berbisik :
"Rupanya pendeta dari siauw Lim Sie..."
"Benar, dia menjaga disini, itu artinya tak ada jalan lain- Untuk sembunyipun sukar."
"Habis bagaimana?"
"Kita harus sergap dia agar sekali pukul dia terbinasa. Ditangan begitu kita baru bisa mencegah dia memberi isyarat kepada kawan kawannya..."
Siauw Pek berpikir. Melihat jaraknya itu, pendeta itu tak dapat diserang sekalipun dengan senjata rahasia.
"Apakah kau pandai menggunakan senjata rahasia ?" tanya Ban Liang, yang melihat ke sekitarnya.
Siauw Pek menggeleng kepala. Tiba-tiba ia ingat Thio Giok Yauw, yang liehay senjata rahasianya.
"Jikalau begitu, terpaksa aku mesti turun tangan," kata Ban Liang. "Dengan jalan Pek Houw Kang, akan aku dekati dia. Aku pergi dari sebelah kiri sana. Kalau aku memberi tanda, kau segera berupaya menarik perhatiannya supaya dapat aku membokongnya." Siauw Pek melihat kesebelah kiri. Tebing licin sekali.
"Mana bisa loocianpwee yang pergi ke sana," kata ia, "baiklah aku saja."
Ban Liang tidak dapat menjawab, kesatu, ia tidak bisa membuka suara keras, kedua tak dapat ia menyusul dan menarik tubuhnya. Ia segera bersiap sedia. Dikeluarkannya dua biji Cu-ngoteng, senjata rahasianya.
Walau percobaan itu berbahaya, Siauw Pek tidak menghiraukan- Ia lagi bekerja guna menuntut balas ayah bunda dan semua keluarganya. Kalau ia terpergok sebelum ia datang cukup dekat, sungguh berbahaya...
Pemuda ini juga mengerti Pek Houw Kang, Ilmu Cecak. yaitu semacam ilmu untuk jalan merayap di tembok. Semacam ilmu yang membutuhkan tenaga dalam yang mahir.
Pendeta itu duduk bersila dengan mata meram dan tubuh tak bergerak. ketika Siauw Pek berhasil melewatinya, dia masih berdiam terus. Si anak muda heran- Pada saat ia hendak menyerang, tiba tiba ia merobah pikirannya. Inilah disebabkan kecurigaannya. Kenapa pendeta itu berdiam terus sedang mestinya dia liehay "
Biar bagaimana, Siauw Pek tidak dapat membuang waktu. Batal menyerang dengan serangan maut, ia berlompat untuk menotok kin keng hiat, jalan darah pendeta itu. Tepat serangan itu, segera tubuh si pendeta roboh.
Justru itu, sadarlah Siauw Pek kenapa si pendeta mirip patung. Ternyata dia sudah tidak mempunyai tenaga perlawanan-
Maka dia menyambar jubahnya, untuk menahan roboh tubuhnya itu. Ban Lian bertiga melihat berhasilnya kawan itu, lalu ia lari menghampiri.
Siauw Pek menaruh tangannya dihidung orang itu, ia merasai jalannya napas perlahan. Ia tahu, orang telah ada yang mendahului menotoknya. Ban Liang menunjukkan jempolnya.
"Saudara yang baik, aku si tua sangat kagum terhadapmu," pujinya.
"Inilah bukan jasaku, locianpwee," kata Siauw Pek terus terang. "Dia telah ditotok orang lain-"
Orang tua itu melengak. "Apa" Ada orang yang telah menotoknya?" tanyanya, matanya membelalak.
"Benar" si anak muda mengangguk.
"Siapa yang demikian liehay?" Ban Liang menggumam. "Kalau begini, telah ada orang lihay yang mendahului kita mendaki puncak ini."
"Boanpweepun memikir demikian-" Ban Liang berpikir.
"Baik kita cocokkan lagi dia ditempatnya, baru kita mendaki terus," kata dia.
Siauw Pek setuju. Mereka lalu bekerja. Kemudian si anak muda berkata: "Mari boanpwee yang jalan didepan"
Sesudah melalui tiga atau empat puluh tombak. jalanan kecil yang sempit itu telah sampai diujungnya, memperlihatkan sebuah
lembah yang lebar, yang tanahnya batu karang datar. Siauw Pek
menghunus pedangnya, baru ia melompat ketanah datar itu.
Menyender pada batu gunung yang berupa tembok. tampak dua orang toosu, atau imam, kaum Too Kauw. Yang dikiri tengah memegang gagang pedang, yang dikanan sudah mencabut sebagian dari pedangnya. Angim malam membuat jubah mereka bergerak gerak. akan tetapi tubuh mereka diam seperti patung. Ban Lian lompat mendekati, untuk mengawasi.
"Mereka ini juga korban totokan," katanya. " Entah siapa orang gagah itu.jangan jangan kalau nanti kita dipuncak. disana sudah terjadi pertarungan yang seru sekali."
Siauw Pek juga berpikir. Ia berkhayal : Jangan jangan akan terulang peristiwa seperti tigabelas tahun yang lampau, yang menyebabkan musnahnya Pek Ho Po. Pikirnya lebih jauh. Kali ini mungkin akulah yang memegang peranan-.."
Ban Liang, yang luas pengalamannya, melihat anak muda berpikir. Ia segera kata perlahan, "Jangan banyak pikir saudara kecil Keempat partai sudah berpengalaman, mestinya mereka telah mengatur persiapan yang ketat, biar orang liehay sekali tak mungkin dalam waktu singkat dia dapat membinasakan keempat partai belum tahu ada orang yang sudah menyelundup masuk..." Siauw Pek mengangguk.
Ban Liang mengawasi kedua imam, ia berkata. "Baik kita pakai jubahnya itu, untuk dapat bercampur baur dengan mereka..."
Siauw Pek setuju, bahkan ia terus turun tangan, akan membuka
jubah kedua imam itu, untuk berdua Ban Liang memakainya. Maka,
melihat dua orang kawan itu Oey Eng dan Kho Kong tersenyum. "Sayang cuma ada dua perangkat," kata Oey Eng.
"Tapi kita hanya hendak membuat penyelidikan," berkata Ban Liang. "Bagaimana kalau tuan tuan berdua menjaga jalan mundur kali ini?"
Kho Kong tidak setuju dia hendak membantah, tapi Oey Eng mendahuluinya. Katanya: "Loocianpwee benar. Baiklah, kami akan menanti disini." Kho Kong membungkam terus. Ia menahan kemendongkolannya
Kali ini sijago tua yang maju di muka, Siauw Pek mengikutinya. Mereka berjalan dengan menggunakan ilmu ringan tubuh, sama sekali mereka tidak memperdengarkan suara sesuatu. Setelah mendekati puncak. mereka tambah waspada. Sambil bersembunyi dibelakang batu besar, mereka memasang mata.
Puncak Ciong Gan Hong rata, tanahnya berumput, luasnya sekira satu hektar. sekitarnya pohon cemara melulu. Disana sini terdapat batu batu yang bentuknya aneh. Ditengah tengah puncak dibangun sebuah tenda atau kemah dimana tampak cahaya api.
Setelah melihat sekitarnya itu, Siauw Pek melompat kepada sebuah pohon cemara, untuk menjambret cabangnya, dan menyembunyikan diri diantara dahan dahannya yang lebat. Dari yang jauh ini, ia bisa melihat kebawah, ke arah tenda.
Sejauh tiga tombak dari pohon cemara itu, dari belakang sebuah batu besar telihat munculnya seorang imam dengan pedang dipinggangnya. Dia melompat naik keatas batu, untuk memasang mata. Mungkin dia mendengar suara angin dari gerakan sipemuda itu tadi.
"Berbahaya," pikir Siauw Pek. "Ada kemungkinan dia dapat melihat Ban loocianpwee," Maka ia lalu bersiap sedia, asal kawannya terpergok. hendak ia mendahului turun tangan-Terpaksa ia mesti
membokong dan membunuh guna menutup mulut lawan, agar kedatangan mereka tidak diketahui.
Sementara itu Ban Liang pun telah mendengar suara sepatu, ia memutar tubuh, untuk berlompat, guna menyembunyikan diri disebuah pohon. Siauw Pek melihat gerak gerik kawan itu, ia kagum. " Dasar orang Kang ouw berpengalaman" ia memuji.
Dari atas batu, si imam melompat turun, untuk jalan dijalan kecil. ia tidak jalan terus hanya ia belok kearah barat.
siauw Pek mengawasi, ia beragu untuk turun tangan- ia belum tahu pihak partai partai besar itu terdiri dari berapa banyak jago. Selagi ia ragu ragu itu, si imam sudah lenyap...
Sambil mengawasi tenda, Siauw Pek ingat akan kebinasaan hebat dan menyedihkan dari ayah bunda dan saudaranya, tiba tiba darahnya bergolak.
"Aku telah tiba disini, mana dapat aku berlalu dengan tangan kosong " peduli apa aku dengan ancaman bahaya ?"
Maka ia melompat turun dari atas pohon untuk bertindak kearah tenda. ia telah mendapat pikiran buat menyelundup masuk kedalam kemah itu. ia sudah mendekat lagi dua tombak. Tidak ada orang yang muncul dan merintanginya.
Kemah itu lebar satu tombak persegi. Kain tendanya tebal, hingga orang tak dapat melihat kedalam kecuali sinar apinya yang menyelinap keluar.
Dengan tindakan berhati hati siauw Pek mengelilingi kemah itu. Masih juga ia tidak menemukan orang. Sedangkan si imam, yang tadi melakukan pengawasan, entah telah pergi kemana. Melihat demikian, dengan berani si anak muda menuju ke muka kemah. Lagi dua tindak akan dapat ia menyingkap pintu kemah. ia berdiri beberapa lama, lalu ia maju satu tindak lagi, tangan kirinyapun diluncurkan, guna menyingkap pintu kemah, akan tetapi mendadak telinganya itu mendengar suaranya Seng Supoan.
"Ada orang Lekas menyingkir" Tanpa berpikir lagi, ia melompat
mundur, untuk terus bersembunyi dibelakang sebuah batu besar.
Lekas sekali, dua bayangan orang berkelebat terus lenyap. lenyap naik keatas puncak.
siauw Pek heran- Ia berpikir keras. Tapi tidak ada kesempatan buatnya berpikir lama. Dua sosok bayangan itu, yang agaknya berpakaian serba hitam, dengan segera menghampiri kemah. Baru sekarang terlihat bahwa pakaian mereka berdua berlainan, hanya dipunggung mereka tergendol pedang. Tiga tindak dari kemah,
mendadak mereka itu berhenti, untuk berdiri tegak. Mungkin
mereka itu bercuriga, sebab suasana yang agak kurang tepat...
Hanya sejenak kemudian, orang yang dikiri nampak kehabisan sabar. Dia menghunus pedangnya, dengan tangan kirinya dia menyingkap pintu kemah untuk segera bertindak masuk ked alamnya.
siauw Pek bukan penghuni kemah akan tetapi menyaksikan gerak gerik orang itu, ia mearsa tegang sendirinya. ia terus memasang mata. ingin ia ketahui ada gerakan apa dari dalam kemah itu.
Dari dalam kemah terdengar dua kali suara seperti saling membentur, perlahan sekali, lalu sunyi pula. orang yang masuk kedalam itu bagaikan batu yang dilemparkan kedalam laut.
orang yang diluar, yang tadi berdiri disebelah kanan, mencabut pedang, untuk melindungi dadanya. Meski demikian, dia berdiri tak bergeming.
Angin gunung, yang datang meniup, menggoyahkan pintu tenda. Angin itu menembus ke dalam, maka terlihatlah, sinar api didalam kemah itu yang bergoyang goyang. Itulah api dari sebuah lilin besar. Api itu bagaikan sebentar padam sebentar nyala...
Dengan sangat berhati hati, Siauw Pek tindak ke kemah. ia memilih tempat dari mana ia bisa mengintai kedalam kemah itu. Ada terdapat sebuah meja kayu. Diatas itulah lilin besar itu menyala. Disitu tak nampak si baju hitam yang baru saja masuk kedalamnya.
orang yang diluar masih menantikannya sejenak lagi, mendadak dia memutar tubuhnya, untuk meninggalkan kemah buat pergi turun dari puncak
"Dia takut, dia pengecut, sampai kawannya dia tinggal pergi," pikir Siauw Pek. Lalu ia mengangkat kepalanya, menengadah langit, mengawasi bintang bintang. Kemudian ia menghela napas perlahan- Tiba tiba ia terkejut sendirinya karena mendadak ia ingat, tak mungkinkah kemah ini suatu jebakan belaka " Apakah pendeta dan imam tadi itu bukan sengaja ditotok. untuk dijadikan semacam umpan, guna mengelabuhi orang yang datang menyatroni kemah itu " Tapi, siapakah yang berada didalamnya " Kenapa dia tidak nampak " Dimanakah dia sembunyi. Atau, apakah mereka ketua ketua dari keempat partai partai besar itu " Ataukah dialah orang gagah istimewa yang ditugaskan berdiam didalam kemah " Dan imam tadi, kemanakah perginya dia "
Selagi bercuriga dan menerka nerka itu hati Siauw Pek berkobar. Itulah api sakit hati hebat. Kata hati itu : "Tidak dapat dengan begini saja aku mundur dari puncak ini Sekalipun mereka mengatur perangkap. mesti aku masuk dan melihatnya "
Karena berpikir demikian, semangatnya menyala- nyala, segera Siauw Pek menghunus pedangnya, lalu dengan tindakan lebar, ia menuju kekemah. Setelah berada dlmulut tenda, la meluncurkan pedangnya, guna menyontek pintu kemah itu
Mendadak lilin didalam kemah itu padam, hingga sekejap itu, gelap petanglah kemah itu Akan tetapi berbareng dengan padamnya api, samar-samar Siauw Pek melihat bahwa dikedua sisi kemah ada duduk bergerombol beberapa orang. Sang gelap gulita membuat segala sesuatu tak terlihat lagi.
Api lilin itu bagaikan padam ditiup angin karena terpentang tersonteknya pintu kemah. Dari dalam tidak terdengar suatu suara juga. Keadaan tetap sunyi senyap. "Mesti ada bersembunyi orang yang liehay." Siauw Pek terus menerka.
Selagi kesunyian tetap menguasai kemah, Siauw Pek segera memperdengarkan suaranya yang tinggi : "Aku yang rendah mendengar kabar bahwa ketua-ketua dari empat pay besar telah datang berkumpul di Gunung Lam Gak ini, karena itu dengan sengaja aku datang berkunjung Tuan-tuan, mengapa kamu bersikap secara rahasia begini " Apakah ini suatu cara untuk tuan rumah menyambut tamunya ?"
Siasat Siauw Pek berhasil. Dari dalam kemah segera terdengar suara yang dalam: "Siapakah kau, tuan" Apakah tuan ada hubungannya dengan Kiu Heng cie Kiam ?"
"Aku yang rendah adalah seorang tak ternama dalam dunia Kang ouw," menjawab sianak muda, "andaikata aku memberitahukan namaku tuan-tuan pasti tak akan mengenalnya. Bukankah lebih baik untukku tidak memberitahukannya ?"
Kembali datang suara dalam dari dalam kemah itu, hanya sekarang suaranya seorang lain : "Diatas puncak Ciong Gan Hong ini telah tersebar orang-orang liehay, maka setelah kau lancang datang kemari kegedung Naga kegua Harimau bagianmu adalah manda untuk diringkus Kenapa kau tidak lekas lekas meletakkan senjatamu
" Apakah kau hendak menanti sampai kami yang turun tangan ?" Suara itu dingin akan tetapi Siauw Pek tidak jeri.
"Aku telah datang kemari, sewajarnya aku tidak takut" sahutnya.
"Buat meletakkan senjataku, itulah harapan sia-sia belaka darimu "
Kembali suara dari dalam kemah, suara yang parau : "Kau menoleh kebelakang, setelah itu kau boleh memikir untuk menentukan sikapmu "
Siauw Pek berpaling dengan cepat. Maka ia melihat kebelakangnya, sejauh tujuh kaki, berdiri tujuh orang, yang entah kapan munculnya, yang dua adalah pendeta-pendeta yang mencekal tongkat, yang tiga imam-imam dengan pedang ditangannya masing-masing. Yang dua lagi bukan orang-orang beribadat, mereka ini juga memegang senjata. Tujuh orang itu mengambil sikap mengurung ditiga penjuru.
"Ya, aku telah melihat" kata Siauw Pek kemudian, suaranyapun tawar.
"Kau telah melihat tetapi masih tidak mau melemparkan pedangmu " kata si suara parau, "Mungkinkah kau memikir untuk mampus ?"
Mendadak Siauw Pek mendongak sambil memperdengarkan suara bagaikan mendesir, terus ia berkata: "Jikalau ada salah seorang tuan yang percaya dirinya sanggup merampas pedang di tanganku ini, silahkan dia keluar. Jikalau kami memikir buat aku sendiri yang melemparkan pedangku ini, itulah sia sia belaka, tak guna membuka mulut dan menggoyang lidah "
"Sungguh keras kepala" seru suara dari dalam kemah.
Sementara itu Siauw Pek sudah memikir untuk mencoba pedang atau goloknya, guna menunjukkan kewibawaan gurunya. Maka ia berkata : "Aku telah datang kemari, maka buatku hidup atau mati sudah tak kupikirkan lagi "
"Amida Buddha " terdengar puji dari dalam kemah terahasia itu. " Walaupun kami menjunjung peri kemanusiaan akan tetapi kami tidak dapat memberi ampun kepada orang yang memegang golok jagal, oleh karena siecu enggan meletakkan senjatamu, baiklah, loolap bersedia akan mengiringi kehendakmu"
Siauw Pek tidak menghiraukan suara itu.
"Sebenarnya, siapakah kau?" tanyanya dingin.
"Loolap adalah It Tie dari Siauw Lim Pay" sahut suara dari dalam kemah itu.
"Jadi kaulah si pendeta kepala dari siauw Lim Sle ?" Siauw Pek menegasi.
Siauw Lim Sie adalah pusat Siauw Lim Pay (Sie adalah kuil, dan Pay partai)
Nama siauw Lim Pay sangat terkenal dan dijunjung dalam dunia Kang ouw, kalau ada seorang pendeta Siauw Limi sie yang
mengembara, umum menghormatinya dan memanggilnya "tay-su", guru besar. Tetapi Siauw Pek menyebutnya pendeta (hweesio atau hoosiang), itulah tanda tidak hormat. Maka pendeta yang disebelah kiri menjadi gusar, segera dia membentak : "Manusia sombong Bagaimana kau berani menghina ketua kami " Lalu dengan tongkatnya dia menyerang.
Siauw Pek telah mencekal pedangnya, ia menangkis serangan itu, membuat tongkat itu terpental.
"Aku belum bicara habis" bentaknya. "Jikalau kau hendak berkelahi, tunggu sampai aku selesai bicara, masih belum terlambat."
Ketika itu terdengar suara It Tie: "Benar, pinceng adalah ketua dari Siauw Lim Pay "
"Pinceng" adalah sebutan umum dari bangsa pendeta untuk membahasakan dirinya sendiri. " Loolap" biasa dipakai oleh pendeta yang telah lanjut usianya.
Lalu terdengar suara dingin semula : " orang ini sangat sombong, dia tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, baiklah tooheng jangan melayani dia mengadu lidah "
Siauw Pek tidak puas dengan kata-kata orang itu, akan tetapi ia masih dapat berlaku sabar, maka ia berkata : "Aku tidak peduli kamu telah menyembunyikan beberapa banyak orang liehay diatas puncak Ciong Gan Hong ini, aku bersedia untuk melayaninya, cuma sebelum aku turun tangan, aku hendak bertanya jelas dulu perihal diri kamu semua Nah, siapakah kau ?"
"Pinto adalah Gouw In Cu ketua Bu Tong Pay " sahut suara dingin tadi.
"Pintoo" adalah sebutan umum untuk kaum imam membahasakan dirinya, seperti "pinceng" atau " loolap" untuk para pendeta penganut Sang Buddha.
"Apakah ketua Ngo Bie Pay berada disini?" Siauw Pek tanya pula. "Apakah gelarnya ?"
Segera terdengar suara yang parau: "Pinceng ialah Hoat Ceng"
Menyusul itu terdengar satu suara lain: "Loohu Siang Hin ketua dari Khong Tong Pay"
Lalu terdengar pula suara It Tie, "Kami telah berada disini. Sekaranglah giliran siecu memperkenalkan dirimu "
Siauw Pek berdiam sejenak. lalu dia menyahut dalam- "buat sementara ini, maaf, belum dapat aku yang rendah menyebut she dan namaku "
"Siecu kecil, kau pandai main rahasia " It Tie menegur. "Tidakkah caramu ini jenaka dan mendatangkan buat tertawaan ?"
Siauw Pek memperdengarkan tawa dingin. Ia berkata pula: "Suatu rahasia Rimba Persilatan dahulu hari telah membuat tuan- tuan senantiasa khawatir, bagaimanakah rasanya itu selama bertahun tahun ?"
Sekian lama kemah sunyi, baru kemudian terdengar suara Gouw In Cu: "Sebenarnya, siapakah kau" Jikalau kau tetap tidak sudi memberitahukan she dan namamu, jikalau kau masih main rahasia rahasiaan, jangan kau sesalkan bahwa kami berlaku telangas"
Rupa rupanya, untuk mengeluarkan kata kata itu, keempat ketua partai itu sudah bermupakat terlebih dahulu.
Dada Siauw Pek terasa panas, rasa sakit hati bagaikan terus membakarnya. Kembali ia memperdengarkan desis yang agak lama, lalu ia berkata: "Kamu mempunyai cara kejam apa jua, silahkan keluarkan, supaya dapat aku memberi hajaran kepada kami semua kawanan bisul yang mengandung nanah "
Rupanya hebat kata kata ini, yang membangkitkan hawa amarah, maka dari dalam kemah segera keluar perintah nyaring: "Baik Nah, kamu bergeraklah "
Pendeta yang dikiri tadi sudah beberapa lama menahan sabar, begitu dia mendengar perintah itu, segera dia melompat maju sambil menyerang dengan tongkatnya. Begitu kuat dia
menggunakan tenaganya, tongkat itu sampai memperdengarkan suara anginnya. Dialah yang tadi tersampok tongkatnya oleh pedang si anak muda.
Dengan sebatnya Siauw Pek menangkis, membuat tongkat orang mental balik kembali
Itulah sebuah tangkisan ilmu pedang Tay pie Kiam hoat dari Kie
Tong, yang digunakan si anak muda secara sempurna. Setelah itu,
beda dari semula tadi, kali ini Siauw Pek membalas menyerang.
Pendeta itu terkejut, dia melompat mundur. Tiga imam turut mundur juga disebabkan herannya atas serangan itu. Hanyalah pendeta yang satu lagi justru maju dengan serangannya.
Siauw Pek tertawa dingin, ia berkata: " Kiranya orang orang sembilan partai besar cuma pandai main keroyok " berkata begitu, ia menangkis, lalu terus dia menyerang, menusuk lengan kanan si pendeta
Sampai disitu, bertiga mereka bertempur. Kedua pendeta dapat bekerja sama, dan Siauw Pek berhasil melayaninya, bahkan sering ia membuat lawannya mundur.
Cepat juga kedua pendeta itu terkurung sinar pedang, kecuali menangkis dan berkelit, tak berdayalah mereka. Hal itu membuatkan heran ketiga imam serta dua kawan lainnya, orang orang bukan pendeta maupun imam itu.
Yang amat mengherankan yaitu walaupun Siauw Pek nampak dapat mencelakakan kedua lawannya, toh sering ia tidak menggunakan kesempatannya itu untuk merobohkan musuh, ia justru membebaskannya Pula, makin lama semakin lincah.
Lewat sepuluh jurus lebih mendadak kedua pendeta itu melompat keluar kalangan, wajah mereka guram, terus dengan perlahan mereka berkata: "Kami bukanlah lawan siecu, terima kasih atas budi kebaikanmu"
Siauw Pek pun segera berhenti, ia tidak berkata apa apa.
"Sekarang giliran kami mohon pengajaran" berkata seorang diantara ketiga imam usia setengah umur itu.
"Silahkan, ketiga tuan tuan" Siauw Pek menyambut.
Ketiga imam segera mengambil tempat di tiga penjuru, terus yang disebelah timur mulai dengan tikaman pedangnya. Maka segera mulailah pula pertempuran main kepung itu.
Siauw Pek tidak beristirahat lagi. Ia terus bersilat sama lincahnya seperti tadi.
Ketiga imam yang telah menonton tadi mereka berlaku gesit dan waspada. Segera juga mereka heran dibuatnya. Setiap kali mereka menikam, setiap kali pedang mereka kena disampok terpental.
Mereka melihat lowongan tetapi tidak berhasil menyerang lowongan
itu. Pemuda itu awas dan licin sekali, dan pedangnya sangat sebat.
Ketiga imam dapat bekerja sama seperti kedua pendeta tadi, rapat kepungan mereka. Mulanya Siauw Pek repot, tetapi selang lima jurus ia dapat menguasai pula gerakan gerakannya. Ketika sampai jurus kesepuluh, ketiga imam segera terkurung sinar pedang, tak berdayalah mereka. Akan tetapi aneh si lawan yang muda ini, selalu tidak mau menggunakan kesempatannya untuk melukai lawan lawannya. cara berkelahinya tenang tetapi sebat seperti ia melayani kedua pendeta tadi.
Begitu memasuki jurus belasan, imam yang ditimur itu melompat keluar dari kalangan-Sembari menyimpan pedangnya, dia menyerukan dua kawannya: " Kedua suheng, jangan berkelahi terus. Walaupun kita belajar lagi sepuluh tahun, kita bukanlah lawan pemuda ini"
Maka berhenti jugalah kedua imam lainnya. Setelah menyimpan pedang, mereka memberi hormat pada Siauw Pek seraya berkata: "Siecu liehay, kami bukan tandinganmu"
"Ketiga totiang cuma mengalah saja." sahut si anak muda. Didalam hati, ia merasa heran bahwa juga lawan lawan ini mundur
teratur. Ia cuma merasa bahwa ia bersilat menuruti ajaran gurunya, melakukan setiap jurus dari ilmu pedang Maha Kasih.
Imam yang ditimur itu berkata pula: "Kami bertiga telah melatih diri dalam ilmu menyerang serentak. kami telah menghadapi lawan tak sedikit, akan tetapi belum pernah kami menemui yang seperti siecu, maka itu, kami rela menyerah kalah, menyerah dengan setulusnya."
Siauw Pek berkesan baik terhadap ketiga imam itu. Ia membalas hormat seraya bertanya: "Tootiang, adakah tootiang bertiga murid murid Bu Tong Pay?"
Ketiga imam saling melirik, yang ditimur menjawab: "Benar, siecu. Rupanya siecu mengenali kami dari gerak gerik ilmu pedang kami."
Rajawali Lembah Huai 4 Golok Maut Tjan Tjie Leng Karya O P A Sepasang Garuda Putih 7