Pencarian

Sumpah Palapa 9

Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana Bagian 9


perjalananku dari Kahuripan ke Tumapel itu kulakukan secara
diam-diam. Aku hendak menghilangkan kesan oraisg, terutama
para peserta sayembara, bahwa aku sebagai penyelenggara
sayembara itu mempunyai calon pilihan sendiri. Dan kesan itu
tentu menimbulkan berbagai prasangka, apabila raden beruntung
memenangkan sayembara itu, mereka yang kalah akan
melontarkan tuduhan-tuduhan yang kurang sedap didengar"
Kertawardhana mengangguk dan diam2 memuji kebijaksanaan
patih yang masih muda itu.
"Oleh karena itu terpaksa aku harus menghindari perhatian
buyut Kedungpeluk, jangan sampai dia mengetahui aku berada
disini lalu berbondong-bondong mengadakan penyambutan
secara meriah. Langkahku ini langkah peribadi, bukan dalam
kedudukan sebagai patih. Kurang layak apabila mendapat
sambutan yang meriah dari para buyut atau penguasa setempat.
Pada hakekatnya hal itu hanya menghamburkan uang,
memberatkan beban rakyat"
Diam2 Kertawardhana makin kagum.
(Oo-myrnakz-ismo-oO) Surya tak pernah pudar menyinari bumi Jawa-dwipa. Setelah
kerajaan Mataram di Jawa tengah lenyap maka muncullah di
belah timur sebuah kerajaan baru yang diperintah oleh mpu
Sindok. Semula mpu Sindok menjadi patih dari raja Wawa.
Kemudian setelah menjadi raja, ia bergelar Wangsa Isyana.
504 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raja Wangsa Isyana hanya mempunyai seorang puteri
bernama Sri Isyana Tunggawijaya. Selelah ayahanda raja wafat
maka puteri Sri Isyana Tunggawijaya yang menggantikan naik
tahta. Puteri menikah dengan Loka-pala dan beroleh seorang
putera bernama Makutawang-sawardhana.
Makutawangsawardhana mempunyai seorang puteri yang
amat elok parasnya bernama Mahendradata. Puteri Mahendradata menikah dengan Udayana seorang raja dari Bali.
Dari perkawinan itu lahirlah seorang putera yang diberi nama
Airlangga. Raja ketiga yang menggantikan mpu Sindok, adalah
Dharmawangsa. Sedangkan keturunan Makutawangsawardhana
pemerintahannya berpusat di Bali. Darma-wangsa
ingin meluaskan kekuasaan dan menyerang Sriwijaya tetapi usahanya
gagal. Beberapa puluh tahun kemudian, Sriwijaya balas
menyerang kerajaan raja Dharmawangsa.
Untuk menyambung hubungan darah keturunan Wangsa
Isyana maka prabu Darmawangsa menikahkan puterinya dengan
Airlangga. Tatkala pernikahan sedang berlangsung keraton
diserbu pasukan raja Worawari yang diperintah oleh Sriwijaya.
Raja Dharmawangsa tewas dan keratonpun hancur dibakar.
Hanya Airlangga dan permaisuri dapat lolos disertai pengikutnya
yang setia Narotama. Peristiwa musnahnya keraton Dharmawangsa itu disebut p r a l a y a .
Airlangga hidup sebagai pertapa di desa Wonogiri. Dengan
usaha yang keras, ia berhasil dapat mengumpulkan pengikut dan
membangun keraton baru di Wotan Mas, kemudian pindah ke
Kahuripan. Ketika Sriwijaya sedang menghadapi serangan dari
kerajaan Cola, maka bangkitlah Airlangga untuk menyatukan
kembali daerah-daerah kerajaui yang didirikan oleh poyang
baginda yalah mpu Sindok. Berturut-turut dikalahkannya raja
puteri Adhamapanida, raja Worawari, Mahasin dan Galuh.
Kemudian kerajaan Wengkerpun dapat dikalahkan.
505 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dibawah pemerintahan raja Airlangga, kerajaan berkembang
pesat tumbuh besar dan kuat. Sebagai persembahan puja untuk
mengagungkan keberanian dan kegigihan Airlangga berjuang
menghadapi segala derita, kesulitan dan bahaya peperangan
yang kesemuanya dapat diatasi dengan gagah berani serta
penuh kebijaksanaan, maka pujangga mpu Kanwa telah
menggubah sebuah kakawin yang diberi nama Arjuna Wiwaha.
Airlangga diabadikan sebagai ksatrya Arjuna, penengah Pandawa,
yang karena gentur dalam tapa, telah dipilih sebagai jago dari
para dewa untuk menghadapi raksasa Niwatakawaca yang
mengobrak-abrik Suralaya dan menuntut para dewa supaya
menyerahkan dewi Supraba. Akhirnya dengan kesaktian dan
keberaniannya, ksatrya Arjuna dapat membunuh raksasa itu lalu
di wiwaha, dinikahkan dengan dewi Supraba, menikmati
kehidupan sebagai prabu Kaliti di kerajaan para hapsari.
Airlangga dianggap sebagai penjelmaan Wisnu yang
mengejawantah di dunia. Lambang keagungannya ber-bentuk
Garudamukha yang melukiskan Wisnu sedang mengendarai
garuda yang mencengkeram dua ekor naga.
Lambang Garudamukha itulah yang diamanatkan dalam
dawuh-gaib yang diterima patih Dipa dalam cipta semedhinya di
Waringin Pitu. Amanat dari perwujutan gumpalan asap yang
berbentuk seorang kakek tua dengan nama Narotama, patih dari
prabu Airlangga, menitahkan kepada patih Dipa bahwa hanya
dengan lambang lencana Garudamukha itu maka wabah
gegebluk yang mengganas Kahuripan akan dapat disirnakan.
Itulah pokok sasaran sayembara yang direstui Rani Kahuripan
supaya dilaksanakan patih Dipa. Wara-wara telah disebarkan
meluas sampai keluar telatah Kahuripan. Berbondong- bondonglah orang datang ke Kahuripan. Mereka terdiri dari
ksatrya-ksatrya, resi, pertapa yang gentur dalam tapa-brata dan
merasa mampu melaksanakan sayembara itu.
506 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sayembara telah berlangsung ketika patih Dipa dan
Kertawardhana tiba di pura Kahuripan. Agak heran Kertawardhana ketika melihat suasana di pura itu "Ki patih,
mengapa suasana di pura Kahuripan tampak tenang tenang
belaka" Bukankah sayembara sudah dimulai ?" ia meminta
keterangan kepada patih Dipa.
"Benar raden" jawab patih Dipa "pasara yang lalu sayembara
telah dimulai. Tetapi karena sifat sayembara itu bukan suatu
pertandingan ulah kanuragan maka tak ada suatu upacara
penyelenggaraan yang meriah dan menggemparkan. Bahkan
sayembara itu berlangsung dalam dukungan rasa perihatin dari
segenap kawula Kahuripan"
"Lalu siapa-siapakah yang ikut serta dalam sayembara itu?"
tanya Kertawardhana pula.
"Belum daoat diketahui" kata patih Dipa "para peserta tak
diwajibkan melapor pada rakryan rangga Jalu sebagai ketua
penyelenggara sayembara. Setiap orang yang hendak ikut serta,
dapat bebas mulai berusaha menurut cara masing- masing.
Hanya bilamana berhasil menemukan lencana itu harus segera
lapor kepada rakryan kanuruhan untuk diteliti dan diuji
kebenarannya" "O, jika begitu, aku terlambat"
"Ya" patih Dipa mengiakan "tetapi janganlah raden berkecil
hati. Lencana Garudamukha, merupakan pusaka lambang
keagungan sang prabu Airlangga. Jika benar seperti pengagungan kawula Panjalu dahulu bahwa sang prabu
Airlangga itu titisan Wisnu, tentulah tak mudah Hyang Wisnu
akan memberikan pusaka itu kepada orang yang tak mendapat
restu sebagai insan yang luhur. Dan hal itu tak beda sebagai
mencari wahyu agung nilainya"
Kertawardhana membenarkan ucapan patih itu. Dua pokok
yang menjadi landasan timbulnya lencana Garudamukha itu yalah
507 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keselamatan rakyat Kahuripan dan keagungan sebagai suami
sang Rani yang kelak akan menjadi prabu puteri kerajaan
Majapahit. Bukan kepalang bobot yang ternilai dalam sayembara
itu. Diam-diam Kertawardhana mengakui bahwa apa yang
dikatakan patih Dipa bahwa sayembara mencari lencana prabu
Airlangga itu setaraf nilainya dengan mencari wahyu agung yang
akan diturunkan dewata kepada insan unggul yang akan diberi
beban sebagai pengemban mangsakala.
Tiba2 pula terbetik lintasan angan dalam pikiran Kertawardhana "Ki patih, menilik kilasan peristiwa besar dalam
perjalanan hidup ki patih, kurasa ki patih seorang insan kinasih
dewa yang diberi restu dan kepercayaan sebagai insan
mangsakala yang akan menanggulangi beban untuk menyejahterakan bawana. Tidak-kah layak apabila ki patih
sendiri juga ikut serta dalam sayembara ini ?"
Sehabis berucap, tiba2 Kertawardhana tergetar rasa sesal
"Ucapan lancang" pikirnya berkabut sesal "bukankah dia akan
mengira aku mempunyai prasangka dan iri atas hubungannya
yang erat dengan Rani ?"
Memang sesaat terpancang juga patih Dipa dalam ketegunan
"Ah, mengapa ia mengucap begitu " Adakah ia memiliki
prasangka terhadap diriku dengan Rani maka dia ingin
menyelidiki isi hatiku?" Namun hanya sejenak debu-debu itu
mencemarkan hatinya, pada lain saat dia segera menghapusnya
"Ah, tidak baik berprasangka kepada orang. Itu bukan sifat
ksatrya" "Raden" katanya dengan nada tenang "da-wuh gaib yang
kuterima dalam cipta-semedhiku di Waringin Pitu itu sudah
merupakan amanat yang harus kutanggapi dengan penuh
kesadaran. Bahwa aku hanyalah sebagai pengemban dawuh-
gaib itu agar dimaklumkan kepada seluruh ksatrya di Majapahit.
Hal itu berarti pula bahwa aku hanya direstui sebagai sarana
untuk menemukan ksatrya itu. Karena kalau aku yang dimaksud
508 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh perwujutan patih Narotama dalam cipta-semedhiku itu,
tentulah tak perlu harus menitahkan aku supaya menyelenggarakan sayembara dan terus langsung memberi
petunjuk kepadaku tempat dimana lencana Garudamukha itu
tersimpan. Dengan demikian jelas pula bahwa aku tidak direstui
ikut dalam sayembara itu. Andaikata aku berkeras ikut serta, pun
pasti takkan berhasil"
"Ki patih benar2 seorang ksatrya" makin bertambah rasa
kagum Kertawardhana terhadap patih Dipa.
"Ah, raden terlalu memanjakan pujian kepadaku. Aku kuatir
pujian-pujian itu akan menyesatkan pikiranku ke arah sikap yang
congkak" patih Dipa tertawa setengahnya berkelakar.
Atas pertanyaan Kertawardhana maka patih Dipa-pun
menjawab "Apakah raden perlu menghadap gusti Rani?"
Sejenak merenung Kertawardhana mengatakan "Kurasa belum
perlu. Pertama, untuk menjaga keluhuran sang Rani dan kedua,
agar tidak menambah beban dalam batinku"
"O, tetapi apa yang raden maksudkan dengan beban batin itu
?" Kertawardhana tersenyum "Berhadapan dengan gusti Rani,
tentu akan menerima limpahan harap dan doa agar aku berhasil
mendapatkan lencana pusaka itu. Bukankah itu merupakan suatu
beban batin dalam langkahku ?"
Patih Dipa tertawa "Benar, raden. Walaupun setiap anjuran
dan harapan itu merupakan cambuk dorongan tetapi memang
bagi orang yang menghayati perasaan halus, hal itu sudah
merupakan suatu beban tanggung jawab. Baiklah. Lalu
bagaimana langkah raden?"
"Apakah saat ini aku sudah boleh memulai berusaha?"
"Ya" patih Dipa mengiakan "bagaimana pendapat raden
apabila kuantarkan raden ke Waringin Pitu?"
509 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki patih sendiri?"


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jika raden merasa tak leluasa, akan kusuruh seorang
pengalasan mengantar raden"
"Terima kasih, ki patih. Tetapi kurasa baik aku berjalan jalan
mengadakan peninjauan dulu, mana mana tempat yang kurasa
sesuai untuk mempersembahkan permohonan kepada dewata
agung. Baiklah, ki patih, agar tidak menarik perhatian orang,
marilah kita berpisah untuk melanjutkan tugas masing-masing"
"Ah" patih Dipa agak berat hati "rasanya kurang layak apabila
aku yang mencari dan meminta raden agar ikut dalam
sayembara, kemudian hanya membiarkan raden berusaha
sendiri" "Jangan ki patih memiliki perasaan apa-apa" kata
Kertawardhana "kita sedang menjalankan tugas masing-masing.
Dan yang kita hadapi adalah tugas yang gawat maka hapuslah
segala perasaan itu"
"Baik, raden" akhirnya patih Dipa mengalah "namun apabila
setiap saat raden memerlukan apa-apa, kurmhori raden segera
memanggil aku" Demikian keduanya segera berpisah. Dipa menghadap Rani
Kahuripan dan Kertawardhana melanjutkan langkah ke Waringin
Pitu. (Oo-myrnakz-ismo-oO) II Keremangan malam di bulan pudar, makin terasa seram di
kala burung kulik dan burung hantu silih berganti berdendang.
Burung kulik sebagai tanda kehadiran pencuri dan burung hantu
510 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai tanda datangnya bahaya. Demikian kata orang dan
mereka yang mempercayainya.
Entah dari mana asalnya dan dimana sarangnya, tetapi tiap
malam, di puncak tujuh batang pohon brahmastana yang tumbuh
berjajar mengelompok di desa Kamlayagyan, tentu menjadi
pangkal persirggahan burung hantu, beristirahat sambil
berdendang. Suara mereka menyeramlan tak sedap didengar"
Ah, itu kata manusia. Bangsa buiung itu senJiri menganggap
suara mereka tentu merdu. Bukankah suara itu pemberian
dewata agung" Dan bukankah setiap pemberian dewata itu tentu
baik dan berguna kepada yang diberinya "
"Jika manusia menganggap suara kita jelek, berarti manusia
menceli pada dewata" konon seekor burung hantu tua menghibur
dan memberi penjelasan kepada anak-anaknya yang melaporkan
bangsa manusia benci kepada bangsa burung hantu karena
suaranya jelek dan menyeramkan.
Demikian pula suasana pada malam itu di sebuah lingkungan
tempat yang ditumbuhi tujuh batang pohon brahmastana.
Tempat itu disebut Waringin Sapta atau Waringin Pitu. Ditempat
itulah beberapa waktu yang lalu, patih Dipa bersemedhi dan
menerima dawuh-gaib dari suatu perwujutan yang menamakan
diri sebagai patih Narotama. Patih Narotama mengatakan bahwa
dzat-sakti yang dihimpunnya untuk meneguhkan tuah-sakti pada
empang besar yang dibangunnya ditepi bengawan Brantas untuk
penolak banjir, telah diserang oleh kawanan jin dedemit. Dzat
sakti itu pecah bertebaran menjadi wabah penyakit aneh yang
mengganas kawula Kahuripan.
Dalam kelarutan malam yang makin sunyi dan lengang itu,
menyeruak sesosok tubuh dari keremangan gerumbul pohon
yang tumbuh disekeliling Waringin Pitu itu. Setelah menyelinap
diantara kelebatan semak di-tingkah bayangan pohon, sosok
tubuh itu loncat keluar dan menerjang segunduk benda hitam
yang terpancar ditanah seperti patung.
511 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Uh" terdengar suara jeritan mengaduh dari benda
menyerupai patung itu. Ternyata benda itu bukan patung
melainkan seorang insan manusia yang tengah duduk
bersemedhi. Dan sosok tubuh yang mengerangnya itupun juga
seorang manusia, mengenakan jubah hitam. Dia seorang kakek
tua karena rambut, alis, kumis dan janggutnya putih semua.
Siapa dia dan siapa orang yang duduk bersemedhi itu, tak
diketahui. Orang yang diserang itupun berontak, melenting bangun dan
balas menyerang. Krak, terdengar dua kerat tulang beradu keras,
suara jerit mengaduh dan rubuhlah orang yang bersemedhi itu.
Cepat dan tangkas sekali kakek berambut putih itu segera
menjinjing tubuh orang yang pingsan itu lalu dibawanya lari
meninggalkan Waringin Pitu.
Keesokan hari, rakyat ditepi perairan Brantas menemukan
seorang lelaki muda, terikat pada sebatang pohon dan tulang
lengannya yang sebelah kanan patah.
Peristiwa itu tidak menggemparkan tetapi mengherankan.
Tidak menggemparkan karena bukan hanya sekali itu terjadi
tetapi sudah berulang kali. Korbannya selalu orang-orang yang
berani bersemedbi di Waringin Pitu. Mereka adalah orang orang
yang ikut dalam sayembara dan berusaha untuk bersemedhi
memohon ilham di Waringin Pitu.
Tetapi peristiwa itu makin mengherankan rakyat setempat
terutama para ksatrya yang ikut dalam sayembara. Keterangan
dari mereka yang menderita peristiwa aneh itu, hampir sama.
Ketika sedang mengheningkan cipta untuk memohon wangsit,
entah darimana datangnya, tiba-tiba muncul seorang kakek
berambut putih, berjubah hitam dan mencekik leher mereka
"Bukan impian juga bukan setan" bantah para penderita itu
menjawab pertanyaan orang "tetapi jelas seorang kakek yang
berilmu sakti" 512 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ada seorang korban, seorang muda dari lereng pegunungan
Kendeng telatah Keling, dengan membekal ilmu kesaktian dan
sebukit harapan, datang ke Kahuripan untuk ikut sayembara.
Agak tak mudah kakek berjubah hitam untuk merubuhkannya.
Dalam kesempatan berbicara, kakek berjubah hitam itu
melantangkan ancaman "Mengapa engkau berani menyepi di
Waringin Pitu ini?" "Aku ingin memanjatkan permohon kepada dewata semoga
dewata melimpahkan wangsit tentang lencana pusaka itu" jawab
ksatrya Keling. "Tidak" teriak kakek jubah hitam "hanya ksatrya yang direstui
dewata, dibenarkan bersemedhi mempersembahkan permohonan
di Waringin Pitu. Engkau dan yang lain-lain itu, bukan manusia
yang direstui dewata"
"Siapa engkau?"
"Aku penunggu Waringin Pitu"
"Bagaimana engkau tahu mana yang direstui oleh dewata dan
mana yang tidak?" "Yang kubiarkan bersemedhi disini, itu yang direstui. Yang
kulempar dari s ini, itu yang tidak direstui"
Akhirnya dalam pertempuran ksatrya dari Keling itupun kalah
dan dilemparkan ditepi bengawan Brantas. Peristiwa itu bermula
menggemparkan tetapi karena terus menerus terjadi, rakyatpun
tidak gempar lagi. Tetapi mereka tetap heran, siapakah gerangan
kakek jubah hitam yang aneh itu " Ada beberapa rakyat yang
bersepakat untuk menyergap kakek aneh itu. Tetapi keesokan
hari, mereka bersama seorang muda yang bersemedhi di
Waringin Pitu situ, telah menggeletak ditepi sungai. Orang muda
itu mengalami hal yang sama dialam i oleh para korban terdahulu.
Tetapi rakyat itu mengatakan tak tahu dan tak merasa apa-apa
kecuali pada malam itu mereka merasa diserang oleh rasa kantuk
513 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang hebat sehingga jatuh tertidur dan tahu2 keesokan harinya
sudah menggeletak ditepi sungai.
Demikianlah kedatangan Kertawardhana di desa Kamalagyan
telah disambut dengan keterangan yang mencemaskan dari
penduduk "Ki anom, janganlah dilanjutkan jua maksudmu untuk
bersemedhi di Waringin Pitu. Korban sudah cukup banyak" kata
seorang penduduk tua yang tampaknya memiliki kesan baik
terhadap Kertawardhana. Beberapa pendudukpun mendukung
pernyataan orangtua itu. Kertawardhana mengerut kening. Ia heran atas peristiwa itu
"Lalu apakah di Waringin Pitu tak ada orang yang bertapa disitu?"
tanyanya. "Ada" sahut mereka "seorang muda. Dia berada ditengah
lingkaran ketujuh pohon brahmastana itu"
"Dia tak diganggu?"
"Sudah beberapa hari dia berada disitu. Tentulah dia tak
diganggu" "Mungkin dia yang direstui penunggu Waringin Pitu" seru
salah seorang pula. "Tetapi mengapa sampai begitu lama belum juga dia
mendapat wangsit ?" "Ah, wangsit bukan seperti orang meminta hujan dimusim
penghujan. Tidak mudah dan tidak cepat- cepat tibanya, bahkan
mungkin tak kunjung tiba" kata salah seorang yang lain.
Kertawardhana mendengarkan keterangan beberapa penduduk dengan tenang. Ia heran dan merasa bahwa dalam
peristiwa itu tentu terdapat sesuatu yang tak wajar. Tetapi pada
saat itu pula ia teringat akan keterangan patih Dipa waktu
menerima dawuh-gaib di Waringin Pitu "Ah, mungkinkah itu roh
penjelmaan patih Narotama yang pernah menampakkan diri
dalam semedhi ki patih Dipa" kesangsian mulai merayapi
514 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertanyaan dalam hatinya. Dan serentak mulailah timbul kabut-
kabut kecemasan. "Jika benar demikian adanya, tidakkah berarti ksatrya muda
dalam Waringin Pitu itu yang kelak akan memperoleh hasil"
pikirannyapun berdenyut-denyut was-was. Ucapan patih Dipa
yang menyimpulkan kepercayaan kepadanya dan membawakan
pesan harapan dari Rani Kahuripan, mengiang-ngiang bagaikan
bunyi burung hantu yang merobek hati.
"Siapakah gerangan ksatrya yang berada dalam Waringin Pitu
itu?" dalam menyibak-ny ibak semak kegelapan yang makin
menghalang kesadaran hatinya, ia bersua pada akar pokok
semak berduri itu. Diam-diam ia memutuskan untuk menyelidiki
orang itu. "Adakah tiap malam bayangan kakek berjubah hitam itu tentu
muncul?"tanyanya kepada mereka.
"Tidak" kata penduduk tua yang pertama kali berjumpa
dengan Kertawardhana dan memberi nasehat tadi "tergantung
ada atau tidak orang yang bersemedhi di sekeliling Waringin Pitu
itu. Setiap resi hitam itu muncul, dapat dipastikan malam itu
tentu terdapat orang yang sedang bersemedhi"
Karena berpakaian jubah sebagai seorang pandita dan
jubahnya berwarna hitam maka rakyat desa menyebutnya
sebagai Resi Ireng. Kemudian setelah memperoleh cukup keterangan dari rakyat
Kemlayagyan, Kertawardhanapun melanjutkan perjalanan, menjelajah tempat tempat disekeliling desa itu, kemudian
mengunjungi Waringin Pitu. Ia tak bermaksud hendak mengusik
ksatrya yang tengah bertapa dalam Waringin Pitu melainkan
hendak meninjau tempat itu, adakah suasana dan keadaan
tempat itu benar2 mengandung sesuatu yang dapat memancarkan sumber ilham. Sudah tentu hal itu tak mudah
515 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilakukan dengan indriya penglihatan tetapi harus dengan getar-
getar halus dari indriya keenam atau naluri kalbu hati.
Kesan pertama yang singgah dalam hatinya, merupakan suatu
rasa seram memancar dari lingkungan Waringin Pitu itu "Ah,
ternyata memang ada sesuatu dalam tempat itu. Entah kemelut
dzat-sakti dari patih Narotama, entah hawa dari para jin dedemit.
Atau mungkin perbawa dari ksatrya yang sedang memancar doa
tapanya" Beberapa saat kemudian, melalui pemawasan dan perasaan
yang tajam, ia memperoleh suatu kesan lain bahwa hawa yang
menyelimuti tempat itu bersifat seram meregangkan, semisal
warna hitam yang kelam. Dan pancaran hawa sedemikian,
menurut keterangan gurunya, merupakan hawa yang bersifat
kurang baik. Lain halnya apabila berada di kuil, candi atau
rumah-rumah suci, dimana terasa hawa yang terpancar itu
menimbulkan rasa teduh, khidmat dan damai.
Kesan itu segera menimbulkan keraguan hati Kertawardhana
akan tepatnya tempat itu sebagai sumber peneguk ilham dan
wangsit suci "Ah, mengapa aku harus terhanyut dalam arus alam
pikiran orang yang latah" Perasaanku adalah keyakinanku.
Keyakinanku adalah kepercayaanku. Kepercayaanku adalah unsur
pokok dari kelangsungan buana alit dalam diriku" pikirnya. T iba-
tiba pula ia meregang "Benar, aku teringat akan sebuah ajaran
yang pernah dikatakan bapa guru 'Jangan percaya kepada apa
yang dikatakan orang, kepada naluri, kepada yang tertulis dalam
kitab, kepada dugaan, kepada kata-kata guru, tetapi harus
engkau selidiki sendiri kebenarannya. Kalauengkau yakin bahwa
hal itu tidak berguna, tidak benar dan tidak baik, janganlah
engkau lakukan. Sebaliknya apabila engkau yakin hal itu berguna
dan baik, harus engkau terima dan lakukanlah itu'"
Pelahan-lahan Kertawardhana ayunkan langkah, menuju
kearah berlawanan dari surya yang sudah merebah dipuncak
gunung "Wahyu bukan ditentukan oleh tempat tetapi oleh insan
516 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang bertawakal memohonnya dengan segala kesucian dan


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesungguhan hati" dadanya merekah lapang, mengantar ayunan
langkah ke selatan. Ia teringat akan sebuah tempat dan
kesanalah ia menuju. Belum berapa jauh dari lingkungan Waringin Pitu, ia terkejut
ketika pandang matanya tertumbuk pada sesosok tubuh manusia
yang tengah duduk bersila dibawah sebuah pohon randu alas
"Ah, rupanya seorang peserta sayembara yang sedang bertapa
semedhi di tempat ini" pikirnya. Dilihatnya lelaki itu bertubuh
gagah, masih belum berapa tua, lebih kurang tigapuluhan tahun
umurnya. Dahinya lebar, rahang kokoh. Dia tengah duduk dalam
sikap mudra, memejamkan mata.
Serentak timbul hasrat Kertawardhana untuk menghampiri
dan menegurnya "Ah, kurang layak mengganggu orang yang
sedang bersemedhi" iapun hentikan langkah dan melanjutkan
perjalanan. Tetapi beberapa saat kemudian, teringat ia akan
keterangan dari rakyat desa Kemlayagyan tentang resi hitam
yang aneh dan sering mengganggu orang-orang yang bertapa
"Tidakkah orang itu akan terancam keselamatannya?" serentak ia
memikirkan kepentingan orang itu.
Dua pemikiran, memikirkan tentang keanehan resi hitam dan
memikirkan tentang keselanatan orang yang sedang bersemedhi
tadi, segera tertumbuk dan terpadu dalam benaknya "Benar,
sekaligus aku dapat melakukan dua hal. Memecahkan rahasia resi
hitam yang aneh dan menolong orang yang sedang bersemedhi
itu" akhirnya terpancarlah suatu gagasan yang kemudian lahir
sebagai suatu keputusan, Saat itu hari sudah petang.
Surya sudah masuk keperaduannya dibalik gunung. Cakrawala mulai bertebar selimut
hitam. Suasana di hutan sekeliling, tampak meriah menyambut
kepulangan margasatwa ke sarang masing-masing. Kertawardhana segera mencari tempat untuk menyembunyikan
diri. Dipilihnya didalam gerumbul pohon yang tumbuh dibalik
517 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gunduk batu besar. Tempat itu terpisah sepemanah jauhnya dari
tempat orang bersemedhi tadi. Ia ingin mengetahui bagaimana
perwu-jutan dan sepak terjang dari kakek yang mengenakan
jubah kepahditaan warna hitam nanti. Ingin ia membuktikan
dengan mata kepala sendiri, adakah resi hitam itu penjelmaan
dari roh patih Narotama atau jin yang jahat, ataukah memang
hanya manusia biasa. Cuaca makin gelap. Tetapi ketika malam merayap tinggi,
bintang kemintang bertaburan muncul di angkasa hingga
suasana disekeliling tempat itu terang-terang remang.
Setiap penantian tentu menyiksa. Dan untuk penghilang rasa
siksa dalam pikiran itu, Kertawardhanapun duduk bersila dan
bersemedhi, mengheningkan gerak indriya kearah pemusatan
yang tajam agar ia dapat menangkap setiap suara bahkan
gugurnya daun kering ke tanah sampai pada yang paling halus
seperti gerak serangga merayap.
Burung hantu mulai berdendang, silih ditingkah suara burung
kulik. Angin ma lam berhembus membawa kedinginan larut
malam. Dalam puncak keruncirgan indriya yang ditebarkan menelungkupi seluas berpuluh tombak disekeliling tempat itu,
tiba2 indriya pendengaran Kertawardhana menangkap suatu
suara yang aneh. Suara itu seperti ke siur angin berhembus
tetapi memancarkan tebaran gemuruh. Angin saat itu berhembus
lembut, mengapa suara yang terbawa ke.iur angin itu
bergemuruh. Sesaat cemudian makin jelas daya penangkapan
indriya pendengarannya dan segera ia dapat menarik kesimpulan
bahwa bunyi yang bertebaran gemuruh itu berasal dari pakaian
orang yang berjalan menyongsong angin.
Seketika terhenyaklah perasaan Kertawardhana
"Tidakkah resi hitam itu yang datang ?" pikiran-pun mulai
berkemas-kemas. 518 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya dalam waktu beberapa kejab, ia segera mendengar
debur tanah digetar langkah orang. Ringan dan hampir tak
bersuara langkah kaki orang itu namun kesunyian suasana yang
peka, memberi pancaran yang jelas pada pendengaran
Kertawardhana. Ia segera membuka mata dan memandang ke
muka "Ah" hampir ia mendesah suara kejut manakala dilihatnya
sesosok bayangan hitam sudah tegak di depan orang yang
bersemedhi itu. Dan lebih terkejut pula Kertawardhana ketika dengan gerak
yang cepat, sosok tubuh hitam itu sudah menerjang orang yang
bersemedhi. "Uh, keparat" orang itupun terlempar ke belang, berguling-
guling tetapi cepat melenting bangun "Engkau dedemit atau
manusia ?" Tetapi sosok hitam itu tak menyahut melainkan menerjang
lagi. Terjadi pertempuran yang dahsyat tetapi hanya berlangsung
beberapa jenak. Cepat sekali sosok hitam itu sudah daoat
merubuhkan lawan lalu dengan sigap ia segera menjinjing tubuh
orang itu terus hendak dibawa lari.
"Hai, berhenti!" saat itu Kertawardhana tak dapat berpeluk
tangan lebih lama lagi. Serentak ia loncat dari tempat
persembunyiannnya dan menghardik.
Resi hitam itu amat ganas. Tanpa menyahut, dia terus
menerjang Kertawardhana. Pemuda itu terkejut. "Walaupun
menjinjing tubuh orang, resi itu masih dapat bergerak cepat dan
dahsyat. Kertawardhana hendak menghindar tetapi tak sempat.
Terpaksa dia song-songkan kedua tangan untuk menolak "Uh"
dia mendesuh kejut ketika terpental ke belakang. Setelah
berusaha keras untuk mempertahankan keseimbangan diri dari
tenaga tolak dahsyat yang membuatnya terhuyung-huyung
sampai setombak jauhnya, barulah dia dapat berdiri tegak.
519 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia menyadari kekhilafannya. Dalam menolak terjangann
lawan, karena masih diliputi rasa kemanusiaan terhadap seorang
kakek tua, ia tak mau mengerahkan segenap kekuatan,
melainkan hanya suatu ukuran tenaga yang diperkirakannya
tentu dapat mambendung arus terjangan orang itu. Sama sekali
tak pernah disangkanya, bahwa kakek berambut putih yang
mengenakan jubah pertapaan warna hitam itu, memiliki tenaga
yang luar biasa hebatnya.
Ia teringat akan ucapan bapa gurunya ketika mengajarkan
ilmu ulah kanuragan "Jangan sekali-kali engkau memandang
rendah pada lawan. Terutama apabila engkau berhadapan
dengan lawan dari golongan resi, pertapa, ksatrya dan wanita"
demikian kata2 bapa gurunya resi Niskala.
Kakek jubah hitam yang menjinjing tubuh orang itu,
mengenakan jubah pertapaan, tentu golongan pan-dita resi atau
pertapa. Tetapi Kertawardhana lebih terkesan oleh penyerapan
pandang mata akan perwujutan orang itu. Seorang kakek
berambut putih dan tak sampai hati ia hendak menghadapinya
dengan kekerasan penuh. Hal itu membawa akibat yang
merugikan kepadanya. Selekas menegakkan kaki, Kertawardhanapun segera loncat
menyerang. Tetapi kali ini dia menderita sambutan yang tidak
terduga-duga. Kakek tua itu menyongsongnya dengan melontarkan tubuh orang itu sekeras-kerasnya. Kertawardhana
gugup. Jarak hanya dua tiga langkah, tubuh yang dilontarkan resi
hitam, sederas gunung rubuh, tak mungkin Kertawardhana
menghindar. Pun kalau menolak atau menangkis, tentulah orang
itu akan menderita kesakitan. Dia tak menghendaki hal semacam
itu maka tiada lain jalan kecuali harus menyanggapi "Uh" ia
mendesuh menahan napas ketika menerima tubuh orang itu. Ia
sudah mempersiapkan tenaga namun ketika menyambut tubuh
520 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang itu, ia seperti diterjang oleh suatu gelombang tenaga yang
menyamai sepuluh ekor kuda.
Kertawardhana terseok-seok terdorong mundur sampai
beberapa langkah. Dengan berjuang mengerahkan segenap
tenaga, barulah ia berhasil menghentikan deras dorongan tubuh
yang diterimanya. Sekalipun tak sampai jatuh tetapi cukuplah ia
terpontang panting. Cepat ia meletakkan tubuh orang itu ke tanah lalu tegak
memandang ke muka untuk bersiap menghadapi resi jubah
hitam. Tetapi alangkah kejutnya ketika memandang ke muka
ternyata resi hitam itu sudah lari sepemanah jauhnya dan pada
lain kejab lenyap dibalik kegelapan pohon.
"Aneh, mengapa dia lari " Mengapa dia tak melanjutkan
serangannya kepadaku ?" pikir Kertawardhana tak habis
herannya. Memang dia tak tahu apa sebab resi jubah hitam itu harus lari.
Ternyata resi itu lebih tinggi ilmunya dan lebih tajam indriya
pendengarannya. Saat itu dia dapat menangkap bunyi beberapa
sosok tubuh sedang menguak dari gerumbul semak dan lari
menuju ke arah tempatnya "Hm, mereka telah mempersiapkan
barisan pendam" pikirnya. Dan pendengarannya yang tajam itu
segera dapat mengetahui bahwa menilik gerak langkah mereka,
jelas bukan penduduk biasa melainkan rombongan orang yang
memiliki ilmu. Mungkin kawan dari orang yang ditawannya itu.
Maka ia mendahului bertindak, me lemparkan orang ke arah
Kertawardhana lalu loncat melarikan diri.
Sesaat Kertawardhana masih termangu-mangu dicengkam
keheranan. Ia mendapat kesimpulan bahwa kakek jubah hitam
itu, bukan roh penjelmaan patih Narotama atau bangsa jin
dedemit tetapi jelas bangsa manusia seperti dirinya. Kakek itu
memiliki ilmu yang luar biasa sakti. Apabila pertempuran
dilanjutkan, ia ku-atir tentu menderita kekalahan..
521 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapakah kakek itu " Apa maksudnya mengganggu setiap
orang yang bertapa disekeliling Waringin Pitu " Dan mengapa
pula, tiba-tiba kakek itu lari meninggalkannya ?" demikian
berlapis-lapis pertanyaan mengembang dalam benaknya.
Tiba-tiba ia terkejut mendengar derap langkah beberapa
orang muncul di tempat itu. Pada saat ia terhenyak dari
kemenungan, dilihatnya lima sosok tubuh telah berjajar-jajar
mengel linginya. Lebih terkejut pula ketika dilihatnya kelima
orang pendatang itu ternyata telah menghunus senjata masing-
masing, pedang, golok, clurit dan gada Dari keremangan cuaca,
ia me lihat bahwa kelima orang itu belum berapa tua, bahkan
yang paling tua dengan serjata pedang itu baru lebih kurang
tigapuluh tahun umurnya. Kesamaan dari mereka, adalah bahwa
mereka rata-rata berperawakan kekar dan tegap menyerupai
prajurit. "Keparat" hardik orang yang bersenjata pedang "ternyata
engkaulah yang setiap kali mencelakai orang !"
"Hayo, serahkan diri" teriak orang yang bersenjata golok
seraya mengacungkan senjatanya.
"Bunuh saja kalau berani me lawan" seru kawannya yang
memegang clurit. Kertawardhana terkejut mendengar kata-kata mereka. Ia tak
kenal dengan mereka dan merasa tak pernah berjumpa dengan
mereka, mengapa mereka bersikap memusuhinya "Ki sanak
sekalian, siapakah yang kalian bentak2 dan ancam itu ?"
"Engkau, bedebah !" hardik yang memegang golok.
"Ya" "Mengapa" Apa salahnya?"
Orang yang bersenjata golok menggeram "Masih berani
bertanya kesalahanmu " Mengapa engkau melukai kawan kita
522 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu" serunya seraya menudingkan u-jung golok ke arah orang
yang masih menggeletak di bawah kaki Kertawardhana.
Kini Kertawardhana sadar akan keadaan mereka
"O, ki sanak salah faham" ujarnya "kawanmu ini, telah
dianiaya oleh seorang resi tua. Dan aku berusaha menolongnya
tetapi resi itu melontarkan tubuh kawanmu kepadaku lalu
melarikan diri" Berkata sampai disitu tiba2 Kertawardhana menyadari apa
sebab resi tua tadi secara tak diduga-duga telah lolos "Mungkin
dia dapat menangkap langkah kaki orang-orang ini" pikirnya
disertai rasa kagum akan ketajaman telinga resi tua itu.
"Bahong !" bentak orang bersenjata golok pula "jangan
merangkai cerita palsu. Kami bukan anak kecil yang mudah
engkau bohongi !" Kertawardhana terkesiap. "Engkau mengatakan seorang resi tua yang mencelakai kawan
kami, tetapi dimanakah resi itu " Bukankah yang ada hanya
engkau ?" kata orang bersenjata pedang.
Kertawardhana terbeliak. Ia menyadari bahwa keadaan yang
dihadapinya amat gawat. Kelima pendatang itu menuduh dia
yang mencelakai orang yang pingsan di bawah kakinya. Padahal
resi tua itu yang melakukannya. Tetapi ia tak dapat membuktikan
kehadiran resi itu "Ki sanak, telah kukatakan dengan sungguh-
sungguh, bahwa aku tak kenal dengan kawanmu ini. Dengan
alasan apakah aku harus mencelakainya ?"
"Agar tak ada orang yang berani bertapa di tempat ini. Agar
engkau dan kawanmu yang berada dilingkungan Waringin Pitu itu


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dapat menyelesaikan semedhinya memohon wangsit dewa"
"Sama sekali tak benar, ki sanak" bantah Kertawardhana
"akupun baru hari ini tiba di sini. Aku hendak menyelidiki siapa
yang bertapa dalam Warirgin Pitu itu dan siapakah yang telah
523 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berulang kali mencelakai orang-orang yang ikut bertapa di sini.
Kulihat kawanmu ini sedang duduk bersemedhi di bawah pohon
randu alas maka timbullah keinginanku untuk me lindungi
kawanmu ini dan membekuk orang yang sering mengganggu itu.
Ternyata orang itu benar-benar muncul, seorang tua yang
mengenakan jubah kepanditaan warna hitam. Dia telah
menyerang kawanmu hingga rubuh. Waktu hendak dibawa pergi
akupun segera menghadangnya. Entah bagaimana, dia terus
melemparkan tubuh kawanmu kepadaku dan lalu melarikan diri"
Orang yang bersenjata golok tertawa mengejek "Jika begitu
engkau menganggap dirimu seorang sakti mandraguna sehingga
resi itu takut dan melarikan diri, bukan ?"
"Bukan begitu maksudku" menerangkan Kertawardhana "aku
sendiripun heran apa sebab tanpa suatu alasan dia terus
melarikan diri. Mungkin dia dapat menangkap langkah
kedatangan kalian sehingga i-ngin lari menghindar dari kesulitan"
"Uah-uah" orang yang bersenjata gada ikut mencemoh
"pandai benar engkau merangkai cerita. T etapi engkau tak dapat
membuktikan tentang diri resi itu. Yang kami lihat, kawan kami
menggeletak pingsan di bawah kakimu. Apakah engkau masih
menyangkal?" "Pokoknya" sambut kawannya yang memegang clurit "clurit ini
sudah sering terbenam di tubuh orang untuk meneguk darah
manusia. Apakah engkau merasa bahwa tubuhmu terbuat dari
badja, ototmu clari kawat dan tulangmu dari besi " Coba katakan,
mana lebih keras, tubuhmu atau pohon itu" ia terus lari
menghampiri sebatang pohon mangga yang tumbuh tidak jauh
dari tempat itu dan terus ayunkan cluritnya. Pohon yang sebesar
tubuh orang itupun segera tumbang menimbulkan gelegar suara
yang dahsyat. "Benar, apakah tubuhmu lebih keras dari batu karang itu"
tiba2 orang yang bersenjata golok lari ke segunduk batu karang
besar. Sekali tabas, batu karang itupun terbelah dua.
524 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, apakah engkau masih akan melawan?" tegur orang
yang bersenjata pedang. "Ki sanak" jawab Kertawardhana menguasai ketenangan
hatinya "aku bukan bermaksud melawan tetapi hendak
menjelaskan. Demi Batara Agung, aku memang tak mencelakai
kawanmu ini" "Segala sumpah takkan menghapus bukti yang nyata, kecuali
engkau dapat menunjukkan kami diri resi tua seperti yang
engkau katakan itu" "Ki sanak" masih Kertawardhana berusaha untuk menahan diri
"adakah ki sanak sekalian tak pernah bertemu dengan rakyat
desa ini ?" "Apa maksudmu bertanya begitu?"
"Jika kalian bertemu dengan rakyat desa ini kalian tentu akan
mendapat keterangan tentang kebenaran dari resi jubah hitam
yang mengganggu orang itu"
Orang yang memegang clurit tertawa mencemoh "Mereka
adalah rakyat desa yang jujur dan lugu sehingga tak tahu akan
segala siasat yang digunakan bangsa manusia licik. Resi itu tak
lain adalah dirimu sendiri"
Kertawardhana terbeliak "Apa katamu " Aku resi berjubah
hitam itu " Ah, jangan memfitnah sewenang-wenang ki sanak.
Bagaimana mungkin aku ini adalah resi itu " Bukankah kalian
saksikan perwujutanku begini ?"
"Wajah dan dandanan pakaian, mudah dibuat. Berikan aku
jubah hitam dan kapur, akupun tentu dapat menyaru sebagai
seorang iesi tua" Kertawardhana mengeluh dalam hati. Segala keterangan dan
penjelasan ternyata tak diterima. Mereka tetap hendak
menangkapnya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Hanya dengan cara
itulah rasanya keadaan yang gawat pada saat itu dapat
525 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diredakan. Segera ia berjongkok dan mengurut dada orang yang
pingsan itu. Apabila sudah sadar, tentulah orang itu dapat
memberi kesaksian tentang paristiwa yang sebenarnya.
"Hai, bedebah, engkau berani mengganggu kawanku" teriak
orang yang bersenjata clurit seraya terus loncat menyerang
Kertawardhana. Kertawardhana terkejut Ia hendak memberi
penjelasan tetapi clurit sudah berkilat di mukanya. Terpaksa dia
loncat ke belakang untuk menghindar.
"Ki sanak, jangan menyerang dulu" serunya "aku bukan
hendak mencelakai kawanmu tetapi hendak menolongnya supaya
siuman. Apabila dia sudah terjaga, tentulah dia akan dapat
memberi kesaksian tentang peristiwa ini. Kalau aku yang
mencelakainya, aku akan serahkan diri kepadamu"
Orang bersenjata clurit itu terkejut ketika serangannya tak
mengenai sasaran. Sering orang yang sudah terlanjur bertindak,
entah benar entah salah, tentu malu untuk mundur apabila
belum tercapai yang diinginkan. Demikian pula dengan orang
yang bersenjata clurit itu. Setelah kejut hilang, timbullah rasa
malu. Malu kepada kawan kawannya karena serangannya dapat
dih'ndari orang. "Serahkan jiwamu, setan" dia loncat menyerang Kertawardhana pula. Kertawardhana tak membekal senjata. Melihat serangan
pertama yang dahsyat dan kalap tadi, dia terkejut sekali. Jika dia
tetap menghadapinya dengan siasat menghindar, sekali ia lambat
atau lengah, tentulah berbahaya. Clurit merupakan senjata yang
terkenal tajam dan ganas. Maka iapun segera melolos sabuk
pinggingnya yang terbuat dari kulit, pendoknya terbuat daripada
besi kuningan. Daripada bertangan kosong, menghadapi dengin
sabuk kulit, jauh lebih baik.
Tring, terdengar benturan logam yang mendering keras ketika
ujung clurit disongsong dengan sabuk kulit.
526 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar orang itu menguak kesakitan ketika jari tangan
yang memegang clurit terhantam pending sabuk. Sedemikian
sakit sehingga ia lepaskan clurit.
Tetapi hanya sekejap mata Kertawardhana dapat bernapas
longgar karena saat itu juga dia sudah diserang oleh orang yang
bersenjata golok. Jika pada gebrak pertama melawan orang yang bersenjata clurit, dia berhasil
menyabat tangan lawan adalah karena kelebihan sabuk
pinggang yang lebih panjang
dari clurit. Tetapi sekarang ia
tak dapat menarik kelebihan
itu. Golok juga hampir sama
panjangnya dengan sabuk pinggang. Bedanya, jika golok
itu tajam dan keras, sabuk
bersifat lemas, walaupun tertangkis, ujungnya masih
dapat menyusup ke tubuh lawan. Ada suatu keuntungan bagi
Kertawardhana pula. Bahwasanya kelima orang itu
tak mau maju serempak untuk menyerang, melainkan hanya
seorang yang berhadapan dengan Kertawardhana.
"Hm, rupanya mereka juga berpambek ksatrya" diam-diam
Kertawardhana berkata dalam hati. Ini makin memperjelas
kesannya bahwa kelima orang itu bukan pemuda sembarangan
"Sayang mereka keras kepala, tak mau menerima penjelasanku"
Serangan golok orang itu dahsyat dan ganas. Kertawardhana
terpaksa harus gunakan siasat menghindar kian kemari. Tak
527 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berani dia beradu senjata. Dalam hal gerak tubuh, dia memang
lebih unggul dari lawan. Latihan lari mendaki puncak dengan
membawa tahang air atau bongkokan kayu bakar selama di
gunung, benar-benar memberi manfaat besar dalam pembentukan tulang-tulang tubuh dan napasnya. Hanya dengan
cara menghindar, menyelinap ke belakang, menyusup setiap
kesempatan untuk balas menyerang, dapatlah dia bertahan diri.
Ternyata orang yang bersenjata golok itu juga gagah perkasa
"Hm, kalau terus menerus begini, aku tentu kehabisan napas.
Baik, akan kupancingnya dalam perangkap" pikirnya.
Beberapa saat kemudian, orang itupun melancarkan sebuah
tabasan ke arah kepala Kertawardhana. Kali ini Kertawardhana
juga telah menentukan langkah untuk segera menyelesaikan
pertempuran. Secepat angin berpusing, diapun sudah berputar-
putar menyelinap ke belakang lawan. Saat itu lawan belum
sempat berbalik tubuh maka kesempatan itupun tak disia-
siakannya. Maju selangkah dia terus menghantamkan sabuk ke
punggung orang. Cret, tiba-tiba orang itu berbalik tubuh seraya mengayunkan
goloknya. Kertawardhana tak menyangka bahwa lawan memang
sengaja berlambat-lambat memutar tabuh agar Kertawardhana
menyabat punggungnya. Hal itu memang sudah diperhitungkan.
Kertawardhana tak sempat menarik sabuk dan sabukpun
terbabat kutung oleh golok yang tajam. Untunglah setiap kali
melayangkan sabuk, Kertawardhana selalu mempersiapkan
tangan kiri. Setiap saat sabuk sampai terbabat putus, ia akan
segera menyerempaki dengan gerak tangan kiri untuk menepis
tangan lawan atau mencengkeram siku lengannya untuk
menguasai lawan. Atau kalau perlu menotok lambung dan lain-
lain gerak yang memungkinkan dia memaksa lawan menyerah.
Demikian yang terjadi pada saat itu. Pada saat sabuk terbabat
putus, secepat kilat tangan kiripun menepis pergelangan tangan
orang sehingga orang itu mengaduh kesakitan dan melepaskan
528 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
goloknya, kemudian disusuli pula dengan sebuah tebasan ke
leher orang "Uh" orang itu mengaduh, terseok-seok beberapa
langkah ke belakang dan jatuh terduduk di tanah.
"Jahanam, jangan mencelakai kawan kami" tiga kawan
mereka serempak menyerbu Kertawardhana. Mereka bersenjata
gada, pedang dan bindi. Rupanya mereka terkejut setelah kedua
kawannya menderita kekalahan. Untuk menangkap lawan,
mereka harus maju bertiga.
Dalam setiap pertempuran, yang penting adalah kewaspadaan. Kewaspadaan itu akan menumbuhkan segala akal
dan cara untuk menghadapi lawan, Demikian pesan yang
diterima dari gurunya. Hal itupun telah dilakukan Kertawardhana
manakala menyadari bahwa dia berhadapan dengan lima orang
lawan yang bersenjata. Pada saat sabuk telah terpapas kutung, dia sudah mempunyai
pikiran untuk mencari pengganti. Dan pilihannya jatuh pada
golok orang yang ditepisnya tadi. Belum sempat ia melaksanakan
hal itu, ketiga orang yang lain sudah menyerbunya.
Kertawardhana serentak mengendap sambil loncat menyambar
golok yang menggeletak di tanah. Kini dia menggunakan dua
macam senjata. Golok di tangan kanan dan sabuk yang masih
separoh bagian itu dicekalnya dalam tangan kiri. Maksudnya,
golok untuk menangkis dan sabuk kulit itu untuk menghantam
lawan. Dia memang tak mempunyai angan-angan untuk
membunuh, cukup untuk menghajar mereka agar mau menerima
penjelasannya. "Aku tak kenal mereka, mengapa harus membunuh " Akan
kuperpanjang pertempuran ini sehingga orang yang pingsan tadi
sadar. Apabila mengetahui kesalah-fahaman kawannya, dia tentu
akan menghentikan mereka" pikirnya.
Tetapi setiap rencana itu tak selalu berhasil menurut yang
diangan-angankan. Demikian yang terjadi pada pertempuran itu.
Ketiga lawan Kertawardhana itu, juga memiliki ilmu olah
529 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanuragan yang mengejutkan. Dalam ilmu berma in senjata,
merekapun trengginas sekali. Kertawardhana harus memeras
keringat benar-benar untuk menghadapi serangan mereka.
Rupanya ketiga orang itu memperhatikan gaya gerak
Kertawardhana waktu dua kali menghadapi kawan mereka.


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka terkejut atas kelincahan dan kegesitan Kertawardhana
bergerak menghindari serangan. Maka merekapun hendak
menindas kelebihan Kertawardhana itu dengan cara mengepung
dari tiga arah, muka, samping kanan dan kiri. Dengan demikian
matilah langkah Kertswardhana. Ruang geraknya hanya
menghindar ke belakang. "Ah, jika begini, aku tentu akan kehabisan tenaga sebelum
orang itu sadar dari pingsannya" diam2 Kertawardhana mengeluh
dalam hati. Serangan bertubi-tubi dari ketiga orang itu, telah mengoyak
ketenangan hati Kertawardhana. Ia lupa akan pesan gurunya
bahwa ketenangan itu mutlak diperlukan dalam menghadapi
serangan lawan maupun setiap bahaya. Memang dalam
pengalaman, sejak turun gunung, baru pertama kali itu dia
menghadapi kerubutan tiga orang yang memiliki ilmu tinggi.
Selangkah demi selangkah Kertawardhana harus menapak
mundur. Akhirnya tanpa disadari, dia telah mundur ditempat
yang terhalang gerumbul pohon sehingga terputuslah jalan
mundur itu. Rupanya ketiga orang itupun sudah mempunyai kerjasama
yang baik sekali. Orang yang disamping kanan berhasil menahan
golok Kertawardhana, orang yang disebelah kiri dapat
meninddikan pedangnya pada sabuk kulit. Dan kini orang yang di
muka mempunyai kesempatan untuk mengayunkan gada kepada
Kertawardhana. "Mampuslah engkau, keparat" orang itupun segera mengayunkan gada untuk menghantam kepala Kertawardhana.
Kertawardhana pucat dan mengira bahwa ajalnya tentu tiba.
530 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aduh" sekonyong-konyong orang yang mengayunkan gada
itu menjerit, menggeliat dan terkulai rubuh, meregang-regang
kesakitan. Saat itu pula kedua penyerang yang lainpun menjerit
kesakitan dan serempak loncat mundur.
"Ki patih" sesaat sesosok tubuh melayang tiba di tempat itu,
Kertawardhana segera mengenalinya sebagai patih Dipa.
Memang penolong itu adalah patih Dipa.
Belum sempat patih Dipa membalas salam, kedua lawan
Kertawardhanapun loncat dan memaki "Keparat, engkau curang"
teriak mereka seraya hendak menyerang. Tetapi mereka
terkesiap ketika me lihat pendatang itu seorang narapraja "Siapa
engkau!" teriak salah seorang yang bersenjata pedang.
"Aku patih Dipa"
"Patih Dipa ?" ulang orang bersenjata pedang dengan nada
kejut digetar cemas, "Ya" "Patih Dipa dari Daha ?"
"Benar" Sementara itu, orang yang berguling-guling di tanah tadipun
merangkak bangun, memungut gada dan menghampiri ke
tempat Dipa. Demikian pula dengan orang yang bersenjata clurit
dan orang yang goloknya dirampas Kertawardhana. Kini mereka
berlima mengelilingi patih Dipa dan Kertawardhana.
Dalam keremangan malam tampak mata mereka memancar
sinar berkilat-kilat. Tangan merekapun mengepal ngepal senjata
masing-masing dengan kencang. Kehadiran patih Dipa di tempat
itu, memberikan suatu kejutan yang keras kepada mereka
berlima. Ibarat anakpanah yang sudah dipasang pada tali busur,
setiap saat segera meluncur.
531 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Empat dari kelima orang itu memandang ke arah kawannya
yang bersenjata gada, seolah hendak menunggu perintah
menyerang. Tetapi orang bersenjata gada itu masih belum
memberi aba-aba kecuali hanya mengerut dahi. Rupanya dia
mengalami ketegangan besar.
"Mengapa engkau berada di sini dan mengapa engkau
menyerang kami dengan lontaran batu ?" akhirnya orang itu
meluncurkan pertanyaan. "Daha, Kahuripan adalah telatah Majapahit. Setiap narapraja
kerajaan, wajib bertindak menjaga keamanan di seluruh telatah
Majapahit. Aku mendapat tugas dari gusti Rani untuk menjaga
keamanan Kahuripan selama dilangsungkan sayembara"
"Dan melontar batu secara menggelap tadi, juga termasuk
cara pengamanan ?" "Ya" sahut patih Dipa "untuk menghentikan peristiwa berdarah
ini" "Engkau kenal s iapa kami?"
"Tidak" patih Dipa gelengkan kepala.
"Engkau tahu s iapa dia ?" orang bersenjata pedang menunjuk
pada Kertawardhana. Patih Dipa agak terpojok dengan pertanyaan itu. Apabila dia
mengatakan kenal tentulah mereka akan menuduh dia
melindungi raden itu. Namun kalau mengatakan tak kenal, jelas
tadi Kertawardhana telah memanggilnya "Tugas menjaga
keamanan tidak diharuskan kenal mengenal dan tidak
terpengaruh oleh hal itu. Yang penting setiap perbuatan yang
mengganggu keamanan, tentu akan kutindak"
"Menindak secara ngawur, apalagi dengan cara tidak ksatrya
seperti melontarkan batu tadi, apakah engkau anggap benar?"
532 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ketika kulihat kalian hendak membunuh pemuda ini, aku
beraja pada jarak berpuluh tombak. Mungkinkah aku dapat
mencegah tiadakan kalian?" kata patih Dipa "sebenarnya aku
dapat berteriak meminta kalian hentikan tindakan, tetapi
mungkin kalianpun tak menghiraukan. Terpaksa aku harus
bertindak. Soal tindakan itu kurang ksatrya, adakah perbuatan
kalian tiga orang mengerubut seorang juga lebih ksatriya"
Lontaran batu itu telah kuperhitungkan takkan membahayakan
jiwa kalian dan kenyataan memang demikian. Tetapi gada yang
hendak kaliin limpahkan ke kepala orang, tidakkah akan
menghancurkannya ?" "Apakah engkau tahu bagaimana persoalan ini?"
"Justeru karena tak tahu maka kucegah kalian bertindak main
hakim sendiri. Siapa salah siapa benar, harus dipertimbangkan
dengan adil" Keempat orang yang berjajar jajar mengelilingi patih Dipa,
tampak memberingas. Walaupun tak ikut bicara tetapi dari sikap
dan wajah mereka, jelas mereka sedang menahan amarah.
Mereka hanya memerlukan sepatah kata dari orang yang
bersenjata pedang itu dan segeralah mereka akan menerjang
patih Dipa. Tetapi yang ditunggu tak kunjung tiba, bahkan
kedengaran orang bersenjata pedang itu berkata "Dia telah
mencelakai kawan kami yang sedang bersemedhi di tempat ini ?"
Hampir saat itu juga patih Dipa akan memberantas dengan
kata-kata 'tidak mungkin'. Tetapi sesaat kemudian dia menyadari
bahwa dengan mengatakan begitu, mereka tentu akan
mencurigainya mempunyai hubungan dengan Kertawardhana.
"Soal itu apakah kalian benar2 sudah yakin?"
"Dengan mata kepala sendiri kami melihat kawan kami tadi
menggeletak di bawah kakinya. Di sini tiada orang lain kecuali,
dia. Salahkah kalau kami menindaknya?"
533 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak salah tindakan kalian itu" kata patih Dipa "apabila
memang dia yang melakukan. Terapi kawanmu menggeletak di
bawah kakinya, belumlah merupakan bukti yang pasti bahwa dia
yang mencelakai kawanmu"
"Lalu bukti yang bagaimana yang dapat meyakinkan ?" tiba2
orang yang bersenjata gada yang sejak tadi tidak ikut bicara
tetapi merah padam mukanya, menyelutuk dengan nada tak
sedap. "Kawanmu harus ditolong. Setelah sadar barulah kita dapat
meminta keterangan kepadanya, siapakah yang telah menyerang
dia" "Hm, kalau benar dia yang mencelakai?"
"Akan kutangkapnya dan akan kujatuhi pidana yang selayak
dengan kesalahannya"
"Kalau kawanku sampai mati ?"
"Engkau kawula Majapahit atau bukan?" patih Dipa berbalik
tanya. Orang itu terkesiap dalam hati. Agaknya pertanyaan yang
semudah itu menimbulkan persoalan baginya. Patih Dipapun
heran mengapa orang itu berlambat-lambat menjawab. Namun
sebelum ia sempat melontarkan teguran, orang itupun sudah
menjawab "Apa hubungan hal itu dengan persoalan yang kita
bicarakan?" serunya bukan menjawab melainkan bertanya.
"Jawablah pertanyaanku! " ulang patih Dipa.
"Apakah mutlak jawaban itu ?"
Makin heran patih Dipa atas sikap orang yang begitu sarat
menjawab pertanyaan yang amat mudah bagi setiap orang.
Jangankan orang tua, bahkan anak kecilpun dapat menjawab.
Memang dalam menanamkan persatuan dan kesatuan kerajaan
Majapahit, patih Dipa telah menyebar-luaskan pengertian dan
534 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesadaran kepada seluruh kawula, baik di pura Majapahit,
Kahuripan dan Daha, bahwa negara mereka adalah Majapahit
atau Wilwatikta. Kawula Majapahit, demikian ketentuan bagi
setiap kawula baik di Kahuripan maupun di Daha. Mika heranlah
dia melihat sikap yang aneh dari orang itu. Namun ia masih
bijaksana untuk bersabar "Y a, memang perlu karena hal itu akan
menyangkut kepentingan dalam jaminan yang kuberikan
kepadamu" "Hm" desuh orang itu "aku kawula telatah Majapahit"
Rupanya orang itu kenal siapa Dipa, patih yang termasyhur
itu. Namun diapun berat untuk menanggalkan pendiriannya yang
selama ini diperjuangkannya. Maka dalam jawaban itu ia masih
memberi embel-embel 'telatah' pada kata Majapahit.
Sebenarnya patih Dipa tak puas mendapat jawaban itu.
Namun sejenak berpikir, ia tak mau memperpanjang soal2 yang
hanya akan mengaburkan persoalan pokok.
"Ketahuilah, engkau, orang yang menyebut diri sebagai
kawula telatah Majapahit" sengaja patih Dipa memberi tekanan
pada kata 'telatah' "bahwa negara Majapahit adalah sebuah
negara yang memiliki budaya dan peradaban tinggi. Negara
Majapahit mempunyai hukum undang-undang yang disebut
Agama atau Kutaramanawadharmasastra, Tentang undang-
undang mengenai tindak rajapati, telah diatur dalam pasal tiga
yani Astadusta. Coba dengarkanlah uraian terperinci mengenai
perbuatan membunuh yang dikenakan tindak pidana itu"
Kelima orang itupun hanya mengerut dahi dan diam. Mereka
membiarkan patih Dipa berbicara sendiri karena merekapun sibuk
juga berbicara dalam hati sendiri.
"Yang terkena dalam pidana Astadusta itu ada delapan
macam, yalah : Membunuh orang yang tidak berdosa. Kedua,
menyuruh bunuh orang yang tidak berdosa. Ketiga, melukai
orang yang tidak berdosa. Keempat, makan bersama dengan
535 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pembunuh. Kelima, mengikuti jejak atau tindakan pembunuh.
Keenam, bersahabat dengan pembunuh. Ketujuh, memberi
tempat kepada pembunuh. Kedelapan, memberi pertolongan
kepada pembunuh. Itulah yang disebut Astadusta. Dari delapan
tindak dusta itu, yang kesatu, kedua dan ketiga, pidananya mati"
"Nah, apabila benar2 pemuda ini telah menganiaya kawanmu,
terutama apabila kawanmu itu mati maka berlakulah hukum
'hutang jiwa, bayar jiwa', dia tentu akan mendapat pidana mati.
Hukum itu berlaku untuk seluruh telatah Majapahit"
"Jika demikian, barang siapa menghina dan merampas
kemerdekaan orang, diapun harus dihina dan membayar
kemerdekaan itu" tiba2 orang yang bersenjata gada berteriak.
Lantang dan bersemangat "Apa maksudmu?" patih Dipa makin curiga.
"Jika aku dihina orang, rumah dan tanahku dirampas orang,
bukankah orang itu wajib mengembalikan yang dirampasnya ?"
tanya orang bersenjata gada pula.
Patih Dipa mengerut dahi.
"Menurut hukum, engkau benar" katanya sesaat kemudian
"tetapi hukum itu berlandaskan pada pertimbangan yang adil,
berpijak pada kepentingan negara, bangsa dan manusia.
Mengapa engkau bertanya begitu ?"
"Aku ...." baru orang itu hendak menjawab tiba2 kawannya
yang bersenjata bindi berteriak "hai, dia sudah terjaga !" Dan
diapun terus ber-balik tubuh dan ayunkan langkah.
Ternyata orang yang pingsan tadi sudah sadar dan bangun
"Bagaimana engkau Wenda ?" tegur orang yang menghampirinya. "Ah, tak apa-apa, kakang Nindra" sahut o-rang yang baru
terjaga dari pingsan itu. Serentak diapun melihat kawan-
kawannya menghampiri bersama dua orang lain.
536 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adi Nurwenda" seru orang yang bersenjata pedang seraya
menggopohkan langkah "bagaimana ?"
"Tak apa-apa, kakang Angun-angun" sahut lelaki yang
bernama Wenda itu "dan siapakah kedua ki sanak ini ?"
"Yang ini adalah patih Dipa dari Daha" kata Angun-angun
seraya menunjuk pada parih Dipa. Kemudian beralih menunjuk
pada Kertawardhana "dan yang itu adalah orang telah


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencelakai engkau" Lelaki yang dipanggil Nurwenda tampak mengerut dahi "Dia?"
serunya terkejut. "Ya" sahut Angun-angun "untung kami cepat datang sebelum
dia menganiaya engkau lebih lanjut"
"Dia menyangkal dan berani melawan kita. Sebenarnya dia
tentu sudah mampus digada kakang Sempalan tetapi ki patih ini
ikut campur" seru Nindra, orang yang bersenjata bindi,
"Ah" Nurwenda mendesah. Tetapi belum sempat ia
melanjutkan kata-kata, Angun-angun sudah mendahului "Jangan
kuatir, adi. Selekas engkau memberi kesaksian, orang yang
menganiaya itu tentu akan dipidana"
"Nurwenda" seru orang yang memegang clurit "mengapa
engkau tak bersuit memberi pertandaan kepada kami ?"
Pemuda yang disebut Nurwenda itu menggeleng "Tidak
sempat, kakang Gendring, serangannya cepat sekali"
"Nurwenda, masakan dengan orang seperti dia engkau kalah?"
tanya orang yang bersenjata gada.
"Waktu aku sedang bersemedhi, tahu2 aku telah diserang dulu
sehingga menderita luka. Kemudian dia melanjutkan serangannya yang menggebu-gebu sehingga aku tak sempat
mengembangkan ilmuku lagi"
"Keparat, licik !"
537 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pengecut!" "Kita tindak saja"
Demikian kelima orang itu saling bersambut irama dan nada,
hamur. makin dan kemarahan. Mereka serentak hendak
menyerbu Kertawardhana. Tetapi patih Dipa menghadang di
muka raden itu. "Engkau masih hendak melindungi dia ?" teriak orang yang
bersenjata gada seraya mengacungkan gadanya.
"Ki sanak" seru patih Dipa dengan nada sarat "jika engkau
mengandalkan keampuhan gadamu itu, cobalah engkau
hantamkan ke dada patih Dipa ini"
Kelima orang itu terkejut ketika patih Dipa busungkan dada ke
muka seolah hendak menyongsong gada "Ki patih, biarlah aku
yang menghadapinya" tiba-tiba Kertawardhana hendak menyelinap ke muka Dipa tetapi secepat itu patih Dipapun sudah
melintangkan tangan "Jangan, biarlah aku saja"
"Tetapi aku yang terlibat dalam peristiwa ini" bantah
Kertawardhana. "Ya" sahut patih Dipa "tetapi aku yang bertanggung jawab
atas keamanan di sini"
Orang yang bersenjata gada tadi, tampak terkesiap melihat
sikap patih Dipa yang tegas dan berani.
"Ki patih" orang bersenjata pedang yang disebut Angun-angun
tadipun maju selangkah "apakah engkau hendak ingkar janji?"
"Yang ingkar janji engkau atau aku ?" patih Dipa balas
bertanya "aku berjanji bahwa kalau ternyata benar anakmuda ini
yang bersalah, maka dia akan kutangkap dan kubawa untuk
diadili. Kalian setuju, bukan " Mengapa sekarang kalian hendak
bertindak sendiri sebelum persoalan ini selesa i?"
538 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah jelas, kawan kami menyatakan dirinya diserang,
mengapa engkau masih meminta keterangan lagi ?" balas yang
bernama Angun-angun itu. "Kakang Angun-angun, sia-sia berkering lidah dengan dia,
terima lah gadaku" teriak orang yang bersenjata gada seraya
ayunkan senjata kedada Dipa.
"Sempalan" teriak Angun-angun terkejut. Ia hendak mencegah
tetapi tak keburu lagi. Gada berayun laksana petir menyambar
dan serentak terdengar jeritan mengaduh "Aduh ...."
Peristiwa itu berlangsung amat cepat sekali sehingga orang-
orang itu tak tahu apa yang telah terjadi. Mereka hanya melihat
tubuh patih Dipa berkisar langkah dan merekapun segera
mendengar dia menjerit. Dia bukan patih Dipa tetapi dia kawan
mereka yang bernama Sempalan itu. Sempalan terseok-seok
mundur ke belakang seraya mendekap tangan kanannya.
Bukan kepalang kejut keempat kawannya. Mereka serempak
hendak menyerang patih Dipa. Dan patih Dipapun siap
menyambut mereka. Pada saat keadaan setegang anakpanah
hendak terlepas dari tali busur, tiba-tiba terdengar suara orang
menghardik keras "Berhenti !"
Teriakan itu menghamburkan suara yang mengandung tenaga
kuat dan wibawa besar sehingga keempat orang yang sudah siap
hendak menyerang patih Dipa, serempak berhenti.
"O, Nurwenda" desuh mereka berempat dalam hati. Memang
yang berteriak dahsyat dan melangkah menghampiri itu adalah
orang yang pingsan dan bernama Nurwenda. Dia seorang
pemuda yang berwajah bersih, cakap dan mempunyai daya
pengaruh. "Rakryan patih Daha" setelah berhadapan pada jarak tiga
langkah dengan patih Dipa, diapun berseru lantang "mengapa
rakryan melukai kawanku, kakang Sempalan " Apakah maksud
rakryan ?" 539 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Beda dengan kelima kawannya tadi yang hanya menyebut ki
patih, Nurwenda masih menambah pula dengan kata penyebut
'rakryan'. Namun baik kelima orang itu dan Nurwenda, mereka
tak mau menyebut gusti kepada seorang patih Daha.
"Ki sanak" sahut Dipa setelah sejenak menatap wajah pemuda
Nurwenda "kehadiranku di tempat ini adalah dalam rangka tugas
yang dilimpahkan gusti Rani Kahuripan untuk menjaga keamanan
telatah Kahuripan selama diselenggarakan sayembara. Aku
terkejut karena kelima kawanmu telah melakukan pengeroyokan
kepada anakmuda di sampingku ini. Mereka menuduh bahwa
anak muda inilah yang telah mencelakai engkau"
"Siapa ?" seru Nurwenda.
"Itulah orang yang mencelakai engkau !" teriak orang yang
bersenjata pedang seraya menuding ke arah Kertawardhana.
Sementara kawan-kawannyapun memberingas bersiap-siap.
Sepatah kata dari Nurwenda yang menyatakan bahwa
Kertawardhanalah yang menganiaya dia, maka merekapun sudah
bertekad hendak menyerbu patih Dipa dan menyerang
Kertawardhana. "Ah" tiba-tiba terdengar Nurwenda mendesuh kejut "itu
orangnya ?" "Ya" seru orang bersenjata pedang makin bersemangat "aku
dan kawan-kawan telah mendapatkan engkau menggeletak di
bawah kakinya" Desuh geram berhamburan dari kawan-kawan yang lain.
"Ah" kembali Nurwenda menghembus napas "salah, kakang
Angun-angun ...." Angun-angun terbelalak seperti melihat hantu di siang hari
"Salah" Apa yang salah, Nurwenda?"
Nurwenda terkejut. Rupanya ia tersadar akan keadaan saat
itu, akan peristiwa yang terjadi, antara kawan-kawannya dengan
540 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
patih Dipa. Sekilas kilat me lintas, saat itu benak Nurwendapun
menghadapi dua kenyataan yang harus dipecahkan dengan
serentak. Jika ia menarik keterangannya dan mengatakan bahwa
Kertawardhana yang menyerangnya, tentulah kawan-kawannya
segera akan menyerang patih Dipa "Patih Dipa adalah patih yang
berhasil mengamankan telatah Daha, melumpuhkan gerak
perjuangan daripada para pejuang Daha" demikian keterangan
yang diterima dari kelima kawannya itu. Nurwenda sedemikian
terpikat akan peribadi patih Dipa. Ia ingin berhadapan dengan
patih yang masih muda itu. Dan kalau ada kesempatan, ia ingin
menghapus dongeng dari mulut kawan-kawannya itu tentang
kesaktian patih Dipa. Sudah tentu dia tak menyadari bahwa
keterangan dari kelima kawannya itu memang berselimut maksud
tertentu untuk memanaskan hati dan membangkitkan kemarahan
Nurwenda yang masih muda itu. Kelima orang itu tahu akan
kesaktian Nurwenda. Apabila tidak dibangkitkan kemarahannya,
tentulah Nurwenda takkan panas.
Kenyataan kedua yang dihadapi Nurwenda, yalah bahwasanya
dengan mengatakan begitu, jelas dia mengingkari kenyataan.
Kertawardhana bukanlah orang yang menyerangnya. Namun
apabila dia memberi pengakuan begitu, jelas kawan-kawannya
akan menderita kecewa dan kesempatan untuk mengadu
kesaktian dengan patih Dipapun tentu lenyap.
"Nurwenda?" tiba2 Angun-angun mengulang tegurannya pula
sehingga Nurwenda terbeliak, sadar dari menungnya.
"Bukan dia yang menyerang aku tetapi seorang kakek tua
yang berjubah hitam" katanya dengan nada tegas dan mantap.
Rupanya dia sudah mengambil keputusan tegas. Ia bertekad
hendak menjunjung kebenaran dan menelungkupi alas
keutamaan ksatryaan "Untuk berhadapan dengan patih Dipa,
masih banyak kesempatan, bukan dalam keadaan seperti
sekarang dimana dasar daripada sebab sebab pertempuran itu,
merupakan suatu pemerkosaan dari kenyataan yang benar. Ini
541 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan laku seorang ksatrya utama" demikian ia membulatkan
keputusan dalam memberi jawaban kepada Angun-angun.
Bagaikan lilin yang luluh dimakan api, serasa lunglai urat-urat
bayu Angun-angun dan keempat kawannya ketika mendengar
keterangan Nurwenda yang tak pernah mereka sangka sama
sekali. "Ah" sampai-sampai tak tertahan Angun-angun untuk tak
menghembuskan napas kekecewaan dan keputusasaan "mengapa ...." ia hanya dapat meluapkan keluhannya dalam
sepatah kata. "Apakah engkau tak salah Nurwenda" orang yang memegang
clurit menegas tegang, nadanya penuh cemas-cemas harap.
"Benar" kati Nurwenda "bukan dia yang menyerang tetapi
seorang resi tua berjubah hitam"
"Ah" orang bersenjata clurit itu menggentakkan kakinya ke
tanah sebagai tanda dari kekesalan hatinya.
"Terima kasih ki sanak?" kata patih Dipa.
"Apa yang harus engkau ucapkan terima kasih kepadaku ?"
tanya Nurwenda. "Engkau telah memberi kesaksian yang jujur sehingga
peristiwa ini tak sampai berlarut-larut dalam keadaan yang tak
diinginkan?" "Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan dan sama
sekali tak mengharapkan ucapan terima kasih dari rakryan" kata
Nurwenda. Nadanya getas tak bersahabat.
Patih Dipa agak terkejut. Kemudian berseru "Sebagai petugas
yang menjaga keamanan, aku wajib mengucapkan terima kasih
atas suatu hal, walaupun hanya sepatah kata, yang dapat
menjernihkan suasana keamanan"
542 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Habis berkata dia berpaling ke arah Kertawardhana "K i sanak,
persoalan telah jernih, silakan ki sanak meninggalkan tempat ini"
Kertawardhana dapat menanggapi maksud patih Dipa, bahwa
tak berguna berada di sekeliling tempat itu, bahkan lebih banyak
bahayanya karena dikuatirkan orang-orang itu masih belum puas
atas peristiwa yang telah terjadi. Sebenarnya dalam hati kecil,
Kertawardhana masih ingin tetap berada di tempat itu. Walaupun
ada kemungkinan akan bentrok dengan orang-orang itu, namun
setelah peristiwa salah faham tadi selesai, andai terjadi
perselisihan ataupun sampai meningkat pada pertempuran, ia
sudah lepas dari kedudukan sebagai penyerang gelap tetapi
sebagai seorang yang bersih dan bebas.
Namun iapun tak mengabaikan peringatan tersembunyi dari
patih Dipa "Dia menganjurkan supaya aku jangan terlibat pada
peristiwa-peristiwa yang dapat mengganggu langkahku mencari
lencana pusaka" akhirnya setelah menimang lebih lanjut, diapun
mengangguk dan terus ayunkan langkah tinggalkan tempat itu.
Patih Dipapun tak menghiraukan kepada Angun-angun dan
kawan-kawannya. Dia terus meninggalkan tempat itu tanpa
mengucap sepatah kata. Sayup-sayup ia masih mendengar desuh
geram dari mereka tetapi tak mau ia melayani.
"Nurwenda, mengapa engkau memberi kesaksian seperti itu?"
kawan-kawannya meminta pertanggungan jawab.
"Kakang sekalian" kita Nurwenda "sudah kupertimbangkan hal
itu semasak-masaknya. Pertama, sebagai ksatrya kita harus
menjunjung kebenaran. Mengingkari kenyataan adalah suatu
perkosaan terhadap hati nurani kita"
"Itulah patih Dipa yang kami ceritakan kepadamu dulu.
Andaikata bukan orang itu yang menyerangmu, pun apabila
engkau mau mengatakan dia yang menyerangmu, bukankah kita
akan mempunyai alasan untuk menggempur patih Dipa ?"
543 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar kakang Angun-angun, maafkan aku" kata Nurwenda
"tetapi ketenangan hatiku tentu terganggu oleh rasa
pengingkaran batin, sehingga apabila bertempur aku tentu akan
menderita kegelisahan yang akan menghantui pikiranku. Pada hal
dengan pikiran tenang, batin bersih, belum tentu aku mampu
mengalahkan dia, apalagi tercemar oleh bayang-bayang
kegelisahan" "Tetapi Nurwenda" kata Angun-angun "bukankah kami berlima


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tentu akan membantumu?"
"Kurasa" kata Nurwenda "baiklah kuhadapi sendiri patih Dipa
agar aku dapat membuktikan betapa kedigdayaannya dan betapa
jauhkah ilmu kawijayan yang telah kucapai selama ini"
Angun-angun menggeleng-geleng kepala.
"Kakang Kebo Angun- angun" kata Nurwenda menyusuli kata-
kata "kuharap kakang sekalian tidak marah dan kecewa. Masih
banyak kesempatan untuk dapat berhadapan dengan patih itu.
Aku berjanji pada saat itu tentu takkan mengecewakan harapan
kakang sekalian. Akan kucurahkan seluruh kemampuan dan
kepandaianku untuk menghadapi patih itu"
"Baiklah" kata Kebo Angun-angun akhirnya "ketahuilah
Nurwenda, bahwa dialah musuh utama dari para pejuang Daha.
Dulu perhimpunan kita, Wukir Polaman, telah gagal karena
berhadapan dengan patih itu. Pimpinan Wukir Polaman telah
khilaf melakukan langkah untuk menerima syarat perdamaian
dari patih Dipa, memberi kesempatan kepada patih Dipa untuk
mengatur pemerintahan dan keamanan Daha. A-khirnya
perjuangan kita lumpuh, keadaan Daha makin dikusai lebih kokoh
oleh patih itu" "Ya, kutahu" jawab Nurwenda "kakang pernah menceritakan
hal itu kepadaku. Dan setelah berhadapan dengan orangnya,
baru aku percaya bahwa patih Dipa memang seorang musuh
yang amat kuat lahir batin. K ita harus jangan gegabah bertindak.
544 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segala sesuatu harus kita siapkan dengan rencana yang tajam,
agar sekali turun tangan kita dapat berhasil"
Kebo Angun-angun terpaksa menerima keadaan itu. Ia tahu
akan kesaktian Nurwenda dan menjaga agar jangan sampai
pemuda itu patah hati. Iapun tak mau mengganggu ketenangan
pemuda itu dalam usahanya untuk mencari wangsit. Apalagi
dalam menemukan lencana pusaka itu, bukankah akan dapat
merobah keadaan yang lebih dahsyat dan lebih besar dari segala
perjuangan termasuk apa yang telah dilakukan Wukir Polaman
maupun oleh taruna-taruna pejuang yang membentuk Topeng
Kalapa itu " Dengan dapat menjadi suami Rani Kahuripan yang
kelak akan menjadi prabu puteri Majapahit, Nurwenda akan
dapat berbuat banyak sekali untuk memutar roda pemerintahan
dan merobah halaman sejarah Majapahit ke arah kebangkitan
Daha lagi " "Baiklah, adi" akhirnya Kebo Angun-angun berkata "betapapun
sakti dan berkuasa patih Dipa namun apabila engkau berhasil
menangkan sayembara ini, kita tentu akan memetik buah yang
lebih besar?" "Benar, kakang" kata Nurwenda "kita tempuh dulu sayembara
ini sebagai sebuah sarana yang singkat tetapi tepat untuk
kepentingan perjuangan kita. Apabila gagal, barulah kita nanti
rencanakan lagi tindakan-tindakan selanjutnya"
Legahlah hati Kebo Angun-angun mendengar pernyataan
pemuda itu "Lalu bagaimana tindakan kita" Adakah engkau
masih hendak melanjutkan semedhimu di tempat ini ?"
"Kurasa begitu" jawab Nurwenda "karena aku mempunyai
kesan bahwa di tempat ini memang ada sesuatu pancaran hawa
yang aneh. Mudah-mudahan aku dapat menerima suatu wangsit"
"Jika begitu, kita harus menjaga di sekelilingmu agar engkau
jangan menderita gangguan dari resi hitam itu"
(Oo-myrnakz-ismo-oO) 545 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kertawardhana melanjutkan langkah ke lain tempat. Ia belum
mempunyai tujuan tertentu tetapi telatah Kahuripan itu cukup
luas. Dari Waringin Pitu yang terletak di desa Kamlayagyan, ia
menyusuri tepi sungai Brantas.
Kahuripan memiliki sejarah yang cukup tua, sejak jeman prabu
Airlanggi. Pada waktu pertama kali Airlangga menjadi raja maka
Kahuripanlah yang menjadi pura kerajaan Panjalu. Pura kerajaan
Ptnjalu didirikan mula-mula di Wotan Mas, Kahuripan.
Waktu prabu Airlangga membagi kerajaan Panjalu kepada
kedua puteranya, maka timbullah dua buah kerajaan, Kadiri dan
Janggala atau Kahuripan, juga disebut Jiwana. Kahuripan,
Jiwana, sama-sama berarti hidup atau kehidupan. Sejak sang
prabu Kertarajasa Jayawisnuwardhana menjadi raja pertama dari
kerajaan Majapahit maka Kahuripan menjadi negara bagian.
Selanjutnya nama Kahuripan lebih resmi dipakai daripada
Janggala. Pada waktu itu sungai Brantas membelah watek-bhumi antara
Majapahit dengan Kahuripan. Sebelah utara sungai yang mengalir
melalui Majakeita kemudian bermuara di Ujung Galuh (pada
masa itu sungai Brantas belum dipecah menjadi Ka li Mas dan Kali
Porong seperti sekarang), menjadi telatah Kahuripan. Dan
selatan sungai di sepanjang perairan sungai itu masuk watek-
bhumi Majapahit. Ganggu dan Ujung Galuh merupakan bandar
yang amat ramai dan menjadi pusat perdagangan perahu2 dari
mancanagara. Dahulu Kertawardhana pernah berkelana
ke telatah Kahuripan. Pada waktu itu kebetulan pula Rani Kahuiiuan sedarg
naik kereta kencana diiring oleh pasukan bhayangkara,
bercengkerama menjelajah daerah-daerah dalam telatah
Kahuripan. Tetapi dalam perjalanan rombongan Rani telah
diganggu oleh musuh-musuh kerajaan Majapahit yang melepaskan kawanan ular hingga ratha atau kereta sang Rani
546 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
binal lari me liar. Ratha yang lepas dari kekuasaan hampir saja
terjerumus ke dalam jurang andaikata pada waktu itu seorang
pemuda tanggung bernama Dipa tidak rnuncul. Dengan
keberanian dan kekuatan yang luar biasa, Dipa telah berhasil
menghentikan ratha sang Rani. Itulah mula perkenalan Dipa
dengan Rani Kahuripan. (Peristiwa selengkapnya terdapat dalam
cerita Gajah Kencana manggala Majapahit).
Demikian pula halnya dengan Kertawardhana. Dia dituduh
oleh pimpinan pasukan pengiring sang Rani sebagai penjahat
yang telah melepaskan ular itu. Tetapi kemudian setelah melalui
berbagai peristiwa, akhirnya kesalah fahaman itu dapat
diselesaikan. Juga pada waktu itulah pertama kali Kertawardhana
berkenalan dengan Rani Kahuripan. (silakan baca Gajah Kencana
manggala Majapahit). Kertawardhana bermalam di bawah pohon dan keesokan
harinya melanjutkan pula perjalanannya. Dia masih belum
mempunyai keputusan, bahkan firasat, kemanakah dia harus
menuju "Ilham dan wahyu gaib tak dapat dipaksakan. Tempat
dan waktunyapun tak dapat ditentukan" pikirnya.
Ia lepaskan pikiran dan semua keinginan dalam cengkeraman
alam sunyi di tanah pegunungan yang masih dikuasai oleh
pohon-pohon raksasa dalam kelebatan hutan belantara. Ia
serahkan tujuan langkahnya kepada gerak ayunan sang kaki.
Entah berapa lama sudah ia berjalan ketika ia merasa telah
berada di tengah sebuah hutan lebat. Saat itu surya sudah
menjulang di tengah tetapi kelebatan pohon-pohon yang rindang,
meneduhkan hutan dari sengat terik matahari tengah hari.
Keteduhan dan kehampaan, melayangkan langkah Kertawardhana dalam jelajah yang tak berarah, menyelam ke
dalam kebesaran alam. Makin lama makin jauh, membelah di
kedalaman hutan, menyusup dalam kesunyian jagadraya.
Bagaikan kapas terurai dari kelopak, dihembus angin
melayang-layang ke angkasa, demikian pikiran Kertawardhana
547 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesaat berjalan menyusur jalan dibelah hutan. Dan pada saat-
saat seperti itu banyak aian renung dan kenang melalu lalang
dalam alam pikiran. Berjalan di tengah hutan mengingatkan dia
akan peristiwa yang pernah dialam inya beberapa tahun yang lalu,
ketika ia mengembara di telatah Kahuripan. Yang paling berkesan
dan tak pernah terlupakan sampai sekarang, ialah pertemuannya
dengan Rani Kahuripan. Dan apabila renu agan bercengkerama
dalam jagad kenangan yang indah maka lapis demi lapis
bertebaranlah kabut-kabut yang menutup peristiwa lampau ....
Ia teringat asa l mula perkenalannya dengan Rani Kahuripan
itu adalah gara ga:a paman Suta, salah seorang dari kedua
hamba pengiringnya berkalung seekor ular yang sudah mati. Ular
itu diketemukan dalam hutan yang lebat, bergelantungan pada
dahan pohon. Pada waktu itu, dia bersama kedua pengiringnya,
Suta dan Naya, berjalan di tengah hutan. Ia terkejut ketika
berpapasan dengan iring-iringan sebuah ratha indah yang
dikawal oleh empatpuluh prajurit bersenjata. Rombongan itu
ternyata ratha berisi Rani Kahuripan yang tengah mengadakan
peninjauan ke daerah-daerah. Tiba2 kepala barisan pengiring
Rani, yani Rangga Tanding berhenti dan memeriksanya. Ternyata
dia dituduh sebagai penjahat yang telah melepaskan berpuluh-
puluh ekor ular ketika ratha sang Rani lewat di dalam hutan.
Akhirnya karena salah faham, dia bertempur dengan Rangga
Tanding. Untunglah pertempuran itu tak berlarut-larut karena
dititahkan berhenti oleh sang Rani. Kemudian dia ditangkap dan
dibawa ke pura Kahuripan. Sudah tentu akhirnya dia dilepas
karena memang tak bersalah. Bahkan setelah itulah maka ia
dapat berkenalan dengan Rani dan memupuk persambungan
hati. Mengenangkan hari-hari yang indah di keraton Kahuripan,
tiba-tiba Kertawardhana timbul keinginan untuk duduk dibawah
sebatang pohon anjiluang yang besar. Ia ingin me lestarikan
kenangan indah itu agar jangan lekas-lekas terhapus. Beberapa
548 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saat kemudian, setelah duduk tenang, ia berusaha untuk
mengembangkan kenangan indah itu pula.
Ia teringat waktu menjawab pertanyaan Rani tentang tujuan
ked ttangannya ke Kahuripan maka diapun dengan terus terang
mengaku bahwa dia berasal dari desa Sagenggeng dan datang
ke Kahuripan karena hendak membuktikan mimpi yang
dialam inya. "Apakah mimpimu itu, Kerta ?" entah bagaimana Rani
Kihuripan pada saat itupun terhanyut dalam rasa ingin tahu.
"Hamba saksikan di angkasa timbul tiga matahari. Yang satu
di selatan, satu di tengah dan yang satu di sebelah uara. Lebih
menakjubkan lagi, bukan melainkan letaknya yang berlain-lainan,
pun ketiga buah matahari itupun berlainan pula s inar cahayanya.
Yang di-ebelah selatan memancar sinar lembayung. Yang di
tengah bersinar warna emas dan yang di utara memantulkan
sinar putih bersih ...."
"Hamba kelima nenyaksikan kegaiban alam itu, gusti"
demikian saat itu dia, Kertawardhana, memberi keterangan
kepada Rani "hamba bingung, berlari kian kemari untuk
memberitahukan mimpi itu kepada para tetangga. Tetapi aneh
sekali. Hamba dapatkan desa hamba kosong dengan orang.
Hamba makin bingung karena hamba rasakan sekeliling empat
penjuru menjadi gelap gelita.
"Tak tahu arah mana yang harus hamba tuju, karena putus
asa akhirnya hamba jatuhkan diri berlutut di tanah, memohon
pertolongan kepada Hyang Jagadnata. Beberapa saat kemudian,
sayup2 hamba mendengar suara bisikan lembut .... "Kulup,
jangan engkau bingung dan cemas. Karena rasa bingung dan
cemas itu hanya akan memudarkan pikiranmu. Cobalah angkat
mukamu dan pandanglah ke angkasa. Seksama-kanlah mana
diantara ketiga matahari itu yang sesungguhnya sang Surya
sejati, yang akan membawa sinar keberkahan bagi kehidupan
negara ini ... ." 549 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hambapun melakukan perintah sasmita gaib itu. Hamba
pandang dengan penuh seksama ketiga matahari itu. Matahari
yang bersinar warna lembayung, sedap dipandang. Matahari
yang memancarkan sinar emas, indah megah, gilang gemilang
penuh kemeriahan. Tetapi mata hamba tersilau oleh sinar yang
sangat gemilang itu. Hamba buru-buru pejamkan mata namun
sinar kemilau yang kuat itu masih menerkam mata hamba
sehinga menimbulkan nyeri kesakitan dan menumpahkan
airmata. Lalu hamba memandang ke utara. Matahari itu
menyinarkan cahaya yang putih jernih. Langit cerah, bumipun
teduh. Seketika terdamparlah perasaan hamba ke alam
kehidupan yang benar-benar membangkitkan semangat hidup
dan menggairahkan kehidupan jiwa T anpa ragu-ragu pula hamba
segera berkata "Uuh, pukulun, matahari di sebelah utara itulah
matahari yang sesungguhnya ...." Seketika terdengarlah suara
halus itu pula "Engkau benar, kulup. Matahari yang akan
menyinari bumi nuswantara dan membawa keberkahan pada
seluruh kawula adalah yang bersinar di sebelah utara itu.
Pergilah engkau menuju ke arah utara, di sanalah engkau akan
menemukan matahari kehidupanmu ...."
"Ah" tiba2 Kertawardhana mendesah dan tergentak dari
lamunan "Setelah aku menuju ke utara, tibalah aku di telatah
Kahuripan dan bertemu dengan sang Rani Kahuripan. Hampir
kupercaya kepada sasmita gaib dalam mimpi itu, bahwa aku
telah menemukan matahari kehidupanku. Tetapi, ah ... ." ia
teringat betapa penjagaan di pintu gerbang pura telah dilakukan
dengan keras untuk mencegah para muda yang datang ke
Majapahit, Kahuripan dan Daha.
"Tetapi sekarang aku kembali lagi ke Kahuripan untuk ikut
serta dalam sayembara yang dilimpahkan sang Rani demi
menyelamatkan para kawula yang diamuk wabah penyakit aneh.
Adakah aku akan berhasil memenangkan sayembara ini ?"
550 SD.Djatilaksana

Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia tersibak oleh rasa keraguan yang merekah dalam hatinya.
Beberapa jenak kemudian, terlintas pula hal-hal yang dialam inya.
Seolah peristiwa-peristiwa itu telah ditentukan oleh garis-garis
kodrat "Mengapa patih Dipa mencari aku ke Tumapel " Adakah
hal itu benar berasal dari kehendaknya sendiri ataukah atas titah
sang Rani ?" ia merenung pula "andaikata benar atas kehendak
patih Dipa sendiri, tetapi kemungkinan tentu sudah mendapat
restu sang Rani. Andaikata sang Rani benar-benar tak tahu
menahu tentang hal itu dan menyerahkan seluruh kepercayaan
kepada patih Dipa, pun kehendak patih Dipa mencari aku ke
Tumapel itupun sudah merupakan suatu perjalanan sesuai
dengan garis-garis Prakitri. Patih Dipa hanya merupakan sarana
dai i ketentuan garis itu"
Merenungkan hal itu, memancarkan gairah jiwa dan gelora
semangat Kertawardhana. Tetapi hanya beberapa saat dan pada
lain saat ia mencemoh dirinya seniiri "Ah, jangan terburu-buru
bergirang atas sesuatu yang belum menjadi kenyataan. Keliru
apabila aku hanya mengandalkan pada garis ketentuan kodrat
dan tanpa berusaha untuk menjadikan hal itu suatu kenyataan.
Usaha, adalah hal panembah utama dan sarana mutlak yang
menjiwai suatu kepercayaan maupun keyakinan. Dewata Agung
pun tak mau melimpah berkah begitu saja kepada mereka yang
hanya berongkang-ongkang menyandarkan diri pada kodrat"
Ia teringat sebuah cerita yang pernah diterimanya dari bapa
guru. Bahwa pernah suatu kali dewa hendak menurunkan wahyu
agung ke madyapada. Sri Kresna yang amat permana dan
waskita, segera menitahkan puteranya, raden Samba, untuk
bertapa ikut memohon turunnya wahyu agung. Raden itu berhasil
menerima wahyu tetapi dalam perjalanan pulang dia tergoda
oleh seorang wanita cantik. Hatinya terpikat, pikiranpun lari dari
tujuan semula dan akhirnya lari pula wahyu agung itu "Demikian
angger" bapa gurunya menutup cerita itu "betapa agung dan
rawan wahyu agung itu. Setitik saja hatimu terpercik keinginan
551 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang cemar maka wahyu itupun akan lenyap meninggalkan
engkau" Demikian kenangan Kertawardhana akan wejangan maupun
tamsil dalam cerita yang mengandung ajaran luhur, makin
menambah kemantapan dan kesungguhan tekadnya. Ia
menghapus percik-percik kesan dari mimpi yang pernah
membayangi pikiran dan hampir melilitnya dalam alam
kepercayaan yang paserah.
Paserah tanpa usaha. Ia membebaskan hati dan pikirannya dari segala bayang-bayang
ketentuan kodrat. Ia akan berjuang, berusaha dengan
kesungguhan hati dan kesucian batin. Karena ia mempunyai
keyakinan bahwa kodrat, wahyu dan segala sesuatu itu, tidak
cukup hanya di-songsongkan dengan kepercayaan, diharap
dengan kegembiraan, diangan-angan dengan berpeluk tangan,
tetapi harus diperjuangkan, diusahakan.
Tepat pada saat ia tiba dalam ujung lamunan yang
dijelajahinya, sekonyong-konyong hidungnya tersambar bau anyir
yang dibawa angin. Dan saat itu pula ia dapat menangkap suatu
bunyi kemersik macam benda bergesek.
Kertawardhana terhenyak dari lamunan. Karena beberapa
tahun tinggal di gunung, iapun memiliki naluri tajam tentang
bunyi dan bau beberapa jenis khewan, terutama khewan buas.
"Ular" desuhnya. Serentak dia berbangkit dan menyusur
kearah asal bau itu. Lebih kurang sepuluh tombak memasuki
hutan, iapun berhenti terpukau. Dari sebatang pohon besar,
tampak seekor ular sebesar lengan, tengah me lilit dahan dan
menjulur kebawah "Ah" serasa tersambar petir kejut
Kertawardhana ketika melihat sesosok tubuh tampak duduk
bersila dibawah pohon seperti sedang bersemedhi.
Kertawardhana menyadari bahwa seorang yang bersemedhi,
apabila telah mencapai puncak keheningan yang hampa,
bagaikan sebuah kerangka tubuh tanpa nyawa. Dan bagi orang
yang sedang bertapa, takkan dia terusik oleh suara apapun yang
552 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dianggapnya sebagai gangguan. Kertawardhana menyadari hal
itu tetapi diapun lebih menyadari bahwa saat itu seseorang jiwa
sedang terancam bahaya maut. Ular itu jelas hendak menyambar
orang yang duduk dibawah pohon.
Dengan tujuan bahwa ia bermaksud melakukan suatu
pertolongan, maka tanpa menghiraukan adakah hal itu akan
mengusik ketenangan orang yang sedang bertapa itu, ia segera
mengambil segenggam batu dan sambil berloncat iapun
melontarkan batu itu sekuat-kuatnya kearah ular "Plak" terdengar
bunyi yang cukup keras ketika batu tepat menghantam pecah
leher ular itu dan sesaat segera terdengar pohon itu berguncang
keras disusul dengan tubuh ular yang lepas dari lilitan pada
dahan, jatuh tepat di tubuh orang itu.
"Uh" tubuh ular yang kehilangan kepalanya masih meronta-
ronta kuat sekali, menampar tubuh orang itu sehingga orang
itupun terdorong kesamping "Hai" serentak membuka mata,
orang itupun loncat menjerit kaget.
"Maaf, eyang" pada saat itu pula Kertawar-dhanapun sudah
loncat ke samping orang itu "adakah eyang terluka?"
Orang itu seorang lelaki tua, bertubuh kurus. Dia tampaknya
masih kesima menyaksikan peristiwa yang menimpa dirinya
sehingga dia seolah tak mendengarkan pertanyaan Kertawardhana. "Eyang" Kertawardhana mengulang ucap "ular itu sudah mati.
Apakah eyang terluka ?"
Setelah menenangkan diri barulah orangtua itu memandang
Kertawardhana, agak terkejut sasaat, kemudian menjawab
"Tidak, aku tak terluka kecuali hanya terkejut. Adakah engkau
yang membunuh ular itu?"
"Benar, eyang" jawab Kertawardhana "maafkan karena aku
telah mengusik semedhi eyang"
553 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kakek berambut putih itu menghela napas "Ah, mungkin
sudah tiba saatnya ...."
Kertawardhana masih menunggu kelanjutan kata dari kakek
itu namun sampai beberapa saat belum juga kakek itu
menyambung pembicaraannya "Apakah yang eyang maksudkan
?" akhirnya ia tak dapat menahan diri dan meminta keterangan.
"Mari kita duduk, raden" kata kakek itu seraya menghampiri
ke lain pohon dan duduk di atas a-kar yang beringkar besar.
Kertawardhanapun duduk berhadapan dengan kakek itu. Diam-
diam ia terkejut mengapa kakek itu membahasakan dia dengan
sebutan raden. "Raden" "Maaf, eyang" sebelum kakek itu berkata lebih lanjut,
Kertawardhanapun sudah menukas "rasanya aku aku belum
pernah bertemu dengan eyang tetapi mengapa eyang menyebut
diriku sebagai raden?""
Orangiua itu mengangguk "Ya, memang benar. Tetapi aku
sendiri memang merasa demikian"
"Merasa bagaimana eyang ?" Kertawardhana makin heran atas
kata-kata kakek itu yang selalu mengandung kelanjutan-
kelanjutan yang tak dilanjutkan.
"Merasa bahwa yang kulakukan itu sesuai dengan dua hal"
"O, dapatkah eyang memberitahukan kepadaku?"
Kakek itu mengangguk "Pertama, sasmita yang kuterima.
Kedua, berdasarkan perasaanku sendiri, entah karena dari seri
wajah raden ataukah dari penilaian naluriku. Dan radenlah
orangnya itu" Makin bingung Kertawardhana mendengar ucapan kakek itu.
Dia tak mengerti apa yang dimaksudkan o-rangtua itu "Eyang,
maafkan kebodohanku. Tetapi aku benar2 tak mengerti apa yang
554 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
eyang maksudkan dalam kata-kata eyang itu. Sekali lagi, maukah
eyang memberi penjelasan kepadaku ?"
"Dalam hal apa raden menginginkan penjelasanku ?"
Kertawardhana terkesiap. Terlintas dalam pikirannya, ad?kah
kakek itu sudah pikun sehingga ucapannya hanya menurut
sekehendaknya sendiri tanpa menghiraukan orang yang menjadi
lawan bicaranya. Ataukah kakek itu terganggu pikirannya.
"Apakah sasmita yang eyang terima itu ?" namun ia cukup
bersabar untuk melayani seorang yang sudah berusia lanjut
seperti kakek itu. "Raden, apakah engkau tak ingin tahu siapa aku?" bukan
memberi keterangan, kebalikannya kakek itu ma lah mengajukan
pertanyaan yang lucu. Mengapa menginginkan orang harus
bertanya siapa dia, daripada dia sendiri terus langsung
memberitahu siapa dirinya itu.
Karena sudah mempunyai kesan akan dua kemungkinan pada
diri kakek itu maka Kertawardhanapun tak merasa heran lagi "O,
benar, eyang" serunya setengah tersenyum "siapakah eyang ini
?" "Terima kasih raden" kakek itu tertawa gembira "aku adalah
penunggu candi makam Belahan di lereng gunung Penanggungan" "Gandi makam " Lalu siapakah yang disemayamkan dalam
candi makam itu?" "Resi Gentayu atau Jatinindra, raden"
"O, beliau tentulah seorang resi yang suci dan termasyhur
sehingga dimuliakan dalam sebuah candi"
"O, apakah raden tak tahu siapa resi Jatinindra itu?" kakek itu
agak terkejut. 555 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, eyang, aku memang picik pengetahuan. Siapakah resi
Jatinindra itu?" "Resi Gentayu atau resi Jatinindra itu tak lain adalah rahyang
ramuhun prabu Airlangga"
Bagaikan tersengat kala kejut Kertawardhana ketika
mendengar keterangan itu "Sang prabu Airlangga?" bisiknya
dalam hati dan serentak terlintaslah suatu pemikiran bahwa
tempat itu layak sekali untuk mencari sasmita-gaib tentang
lencana pusaka Garudamukha, lambang sang prabu. Setelah
memiliki angan-angan itu, diapun tenangkan untuk meminta
keterangan lebih lanjut "Eyang, siapakah nama eyang?"
"Ki Tanggung, raden" kata kakek itu "demikian nama dari
bapa, embah, embah buyutku. Setiap mengganti sebagai juru-
kunci makam, tentu bernama ki Tanggung"
"Jadi eyang sudah beberapa turunan menjadi juru penunggu
candi makam itu?" Kakek tua mengangguk "Ya, embah-embah buyutku sudah
terikat dengan sumpah untuk menjadi penunggu candi itu"
"Lalu apakah sasmita yang eyang terima?"
"Sasmita itu kudapat dari mimpi. Dalam mimpi aku seperti
bertemu dengan seorang priagung yang berwajah seperti
sanghyang Batara Wisnu. Dia mengendarai seekor burung garuda
dan melayang turun dihadapan-ku. Eh, perwujutan itu benar-
benar seperti arca yang terdapat dalam candi itu"
"Tanggung" demikian hyang Wisnu, bertitah "sudah beberapa
turunan engkau menjadi penunggu yang setya dari makam ini.
Aku takkan melupakan jasamu. Sekali lagi kutugaskan engkau
melakukan titahku. Pergilah engkau bertapa di hutan Pandawa.
Jangan engkau sudahi tapamu itu sebelum ada jalma manusia
yang menjagakan engkau. Ajaklah orang itu ke candi ini
menghadap aku. Apabila engkau setya melakukan titahku ini,
556 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kubebaskan engkau dari tugas menjaga candi ini dan se lanjutnya
kuberkahi engkau dalam hidupmu"
"Demikian raden sasmita yang kudapat dalam mimpi" ki
Tanggung mengakhiri keterangannya.
"O, maka eyang bertapa di sini?"
Ki T anggung mengangguk. "Eyang, jika demikian, kita sekarang berada dalam hutan
Pandawa?" Kembali ki T anggung mengiakan.
"Lalu apakah eyang masih hendak melanjutkan tapa eyang di
sini ?" "Tidak, raden. Kuanggap tapaku sudah selesai karena
radenlah yang telah menjagakan aku"
"Ah, maaf, eyang"
"Tidak raden" bantah ki Tanggung "mengapa raden meminta
maaf" Justeru akulah yang harus menghaturkan terima kasih
kepada raden karena raden telah menyempurnakan tugasku"
"Ah, aku hanya berusaha membunuh ular yang hendak
mengganggu eyang" "Ketahuilah raden" kata ki Tanggung "ular itu hanya sebagai
suatu sarana dimana aku dapat menemukan raden. Oleh karena
itu kuanggap raden adalah orang yang wajib kuajak menghadap
rahyang ramuhun prabu Airlangga di candi Belahan"
Kertawardhana terkejut. Walaupun dia memang sudah
memiliki angan-angan begitu, namun ucapan kakek itu cukup
menggetarkan hatinya "Ah, tidakkah eyang khilaf menilai diriku ?"
"Raden, aku hendak mohon pertolongan raden agar raden
berkenan kuajak ke candi Be laban. Entah benar atau tidak bahwa
raden yang dimaksud dalam mimpiku itu, bagaimana kita tahu
557 SD.Djatilaksana

Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apabila raden menolak ajakanku " Tetapi menurut keyakinanku,
seorang kakek yang tua renta ini, rasanya tak salahlah
pengamatanku ini" Kertawardhana terdiam. "Raden, apakah yang menjadi keraguan raden ?"
"Eyang Tanggung" kata Kertawardhana "aku merasa bahwa
sasmita dalam mimpi eyang itu, suatu sasmita yang gawat.
Artinya, sesuatu yang tak dapat ditanggapi secara keserentakan
timbulnya gagasan sesaat. Melainkan harus ditanggapi dengan
segala perenungan yang dalam dan kemanunggalan cipta-
hening. Aku merasa bahwa diriku ...."
"Raden" cepat-cepat ki Tanggung menanggapi "jika raden
misih tercemar dengan rasa was ataupun rasa rendah hati,
baiklah, eyang takkan memaksa asazi jiwa pikiran raden. Lepas
dari persoalan itu, perkenankanlah aku menuntut janji seorang
ksatrya yang wajib memberi pertolongan kepada orang yang
membutuhkan pertolongan. Demi titah yang diberikan Hyang
Wisnu kepadaku maka aku pun mohon kesediaan raden untuk
menolong aku dalam menyelesaikan tugas itu. A-pakah raden
bersedia?" "Ah, eyang" Kertawardhana menghela napas. Kemudian dia
menyatakan bersedia menerima kehendak ki Tanggung.
Keduanya segera menuju ke lereng gunung Penanggungan di
sebelah barat. Keluar dari hutan mereka disongsong sinar
keemasan Hyang Baskara. (Oo-myrnakz-ismo-oO) 558 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 8 559 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
SUMPAH PALAPA Dicetak dan diterbitkan oleh:
Penerbit :Margajaya Surakarta Karya : SD DJATILAKSANA Hiasan gambar : Oengki.S Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Pembuat Ebook : Scan DJVU : Koleksi Ismoyo
http://cersilindonesia.wordpress.com/
Convert, Edit teks & PDF Ebook : Dewi KZ, Myrna KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/
Tersentuh kalbu digetar samar ketika sunyi berbisik namamu
membias relung-relung renung menyayup bahana sumpahmu
lamun buwus kalah nusantara isun amukti palapa...
Hasrat membubung, suksma menderu
menuju gunduk dataran ria
Gurun, Seran, Tanjungpura,
Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik untaian ratna harapan tempat citamu bersemi satu
Duhai, ksatrya wira-bhayangkara
Kini kita telah menemuinya ketika sunyi berbisik namamu entah
di arah belah penjuru mana tetapi kita tahu
bahwa bisik itu sebuah amanatmu inilah
daerah Nusantara yang bersatu dialas Pulau Yang Delapan.
Penulis 560 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
I Malam gelap pekat. Langit hitam kelam. Bintang rawan di
kepudaran bulan. Sunyi senyap alam semesta.
Manusia terlena. Pikiran lelap, nafsu karam. Lenyap pula
segala citarasa, derita, gembira, bangga kecewa, kuasa merana,
hina mulia, kaya papa. Nafsu menguasai manusia. Keinginan, meronta membubung
ke angkasa menjelajah jagad kenikmatan hasrat manusia hamba
nafsu. Malam, manusia telah menyerahkan getaran nafsunya keialam
kelepasan malam sunyi. Mereka tidur dan terlenalah segala
keinginan dalam semesta kehampaan.
Malam merupakah berkah bagi manusia di mana mereka
dapat menggantungkan segala nafsu dan keinginan dalam
awang-awang kehampaan. Sunyi di bumi. Damai dihati.
Daun-daun ditiup angin malam. Lalu berguguran. Malam itu
sebuah malam ditengah musim kemarau. Dingin menggigit-gigit
tulang, mematah-matah ruas persambungan sendi. Tetapi sosok
tubuh yang duduk bersila dalam sikap modra kepaserahan,
menyerahkan diri dalam tempaan hampa. Makin kelam dan
karam. Tiba-tiba terasa bunyi sesuatu. Dan bergetarlah suksma sosok
tubuh yang berwajah muda itu. Serasa pintu hatinya terketuk
"Siapa yang datang di ma lam begini ?" Penghuni dibalik pinlu
hatinya bertanya. Tetapi tiada jawaban. Hanya demikian yang terjadi. Kemudian
tak ada sesuatu lagi. Namun suara itu mengusik kesenyapan hati,
menyibak getar pikiran. Mengenangkan sesuatu. Sesuatu dari
sekelumit kisah perjalanan hidup di masa yang lalu. Masa kanak-
561 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanak dan masa remaja. Masa di mana dia selalu dirayu
kebahagiaan tanpa memimpikan kesedihan dan penderitaan.
Pada waktu dunianya seraya penuh janji dan harapan, surya
memancar gemilang. Kembali terasa sesuatu. Sesuatu getar yang mendebur pintu
hatinya "Siapakah engkau yang menggangguku di malam begini?"
serasa Penghuni hatinya bertanya. Namun tiada jawaban. Hanya
demikian yang terjadi. Kemudian tak ada sesuatu lagi.
Sunyi makin dini. Senyap pun kian lelap. Kesunyian yang
memancarkan penerangan atas segala. Membiaskan cahaya
dalam relung hati manusia akan hakekat hidup.
"Ah" Penghuni hatinya mendesuh. Ia tak ingin berhadapan
dengan hakekat hidup. Ia ingin lekas bertemu sesuatu, walau ia
harus merangkak dalam derita dan harap.
Tetapi betapa waktu berjalan lambat. Waktu seakan tidak mau
melangkah maju. Bahkan malah melingkar-lingkar dalam suatu
lingkar yang bertitik pada satu arah rasa. Rasa penderitaan.
Alangkah muak derita itu, alangkah kejamnya dia mencengkeram
manusia insan-nafsu. Burung-burung malam bersenandung lagu, bernyanyi ngeri.
Wajahnya tersenyum penuh ejekan.
Bertengger diatas kesombongan manusia, di hutan yang tercengkam kesunyian.
Kembali hati sosok tubuh itu berdetak, serasa dia disapa suara
lembut "Hai, siapakah yang ingin bertemu aku di malam begini?"
ulangnya. Ulang yang berulang tiada jawab.
Di halaman candi, disekeliling candi dan empat penjuru yang
mengaling pandang mata, pohon-pohon tegak berjajar laksana
penjaga hutan yang tak gentar menghadapi kengerian malam
sunyi. Kelarutan malam yang jahat menderum-derumkan angin
dahsyat yang menggigilkan, bagaikan desis napas seribu raksasa
562 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menggemerutukkan taring-taring hendak menerkam sosok
tubuh itu. Lenyapnya deru angin dahsyat, berganti dengan hawa dingin
yang menggigit-gigit tulang pilu dan sekonyong konyong
bertebaran sehembus hawa anyir yang membual-bual perut
muak. Sosok tubuh itu tetap mematikan segala indriya jasadnya
Namun indriya-rasa merasakan sesuatu benda yang lunak,
bersisik, kasar, keras, melilit tubuhnya, makin kencang dan
kencang. Benda itu amat panas sehingga tubuhnya seperti
dibakar api. Napaspun hampir berhenti.
"Ah, inikah benda yang berulang kali mengetuk pintu hatiku
tadi" ia berkata tanpa daya kecuali hanya paserah "duh, pukulun,
jika paduka menghendaki jiwa hamba, Kertawardhana pun hanya
menurut" Entah bagaimana ia mengutarakan persembahan kata-kata
itu. Tidak dengan mulut karena mulut terkancing oleh kesesakan
napas. Tidak dengan pikiran karena pikiranpun sudah merana
dalam kehampaan. Tidak pula batin karena batin sudah lebur
dalam kesunyian. Lalu dengan apa" Ah, dia tak tahu tetapi dia
merasa. Tiba-tiba terdengar bunyi ringkik naga yang menggelegar
sedahsyat tujuh halilintar memecah bumi angkasa. Dan
berhamburan longsorlah benda yang melilit tubuhnya. Lenyapnya
bau anyir yang memualkan, berganti dengan angin semilir yang
membiaskan ganda arum mewangi aroma. Sayup-sayup
terdengar gamelan Lokananta yang beralun alun menggetar
suksma. Dia tak melihat karena mata terkatup rapat. Tetapi dia merasa
melihat suatu pemandangan yang indah menyengsarakan. Entah
berapa jumlahnya, ia tak tahu dan tak ingin tahu. Haiya yang
membayang pada rasa-penglihatannya itu, berpuluh wanita
cantik jelita tengah melayang-layang mengiring seorang puteri
yang luar biasa cantiknya "Bidadarikah?" ia merasa heran.
563 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka makin mendekat dan tersengat pula dia "Astri . . . . ?"
ia merasa berseru. "Benar, kakang Wardhana, akulah Astri. Betapa rindu hati
hamba sejak kakak meninggalkan hamba. Duh, kakang, tidakkah
paduka kasihan akan diri Astri yang sudah sebatang kara, hidup
menyandang duka lara, dalam penantian. Siang terasa hampa,
malam terasa siksa ...."
Ada suatu getar dalam jantung sosok tubuh yang disebut
Wardhana itu. Namun hanya beberapa kejab dan kemudian
segalanyapun kembali sunyi
"Jangan engkau mengganggu aku, pamestri ayu. Enyahlah
engkau, sinatrya Kertawardhana yang engkau rengek-rengeki itu
sudah mati ...." "Duh, kakang Wardhana, engkau benar-benar amat kejam
sekali. Tidakkah engkau merasa kasihan akan nasib Astri yang
begini papa. Mengapa sampai hati engkau mengusir aku, kakang
...." Terdengar suara tangis menyayat nyayat hati. Tetapi
Kertawardhana sudah menutup pintu hati, sang Penghunipun
sudah membeku. "Kakang Wardhana, jangan engkau secongkak itu. Pandanglah
aku ini s iapa ...."
Kertawardhana membuka rasa-penglihatannya.
"Gusti Rani Teribuanatunggadewi" ia terkejut. Ada getar-getar
menyibak kesunyian hati. "Ya, raden" sahut puteri itu "mengapa raden berada di tempat
ini" Ini sebuah candi makam, suasana begitu sunyi seram di
malam ini. Mari raden, antarkanlah aku ke Kahuripan"
"Tidak, gusti. Jangan paduka mengganggu hamba"
564 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"O, raden, mengapa engkau berani menghalau aku " Aku
seorang Rani dan ini adalah telatah kekuasaanku"
"Tidak, gusti Rani, hamba tidak mengusir paduka tetapi
hamba tak ingin diganggu oleh siapapun juga"
"O, raden Kertawardhana, mengapa engkau sekeras itu
sikapmu terhadap aku " Sungguh tak sesuai dengan siksa batinku
yang siang malam merindukan engkau ...."
"Hm" terdengar suara desuh dari balik pintu hati. Hampir sang
Penghuni berguguran keluar. Tetapi suatu lintasan sinar putih
merekah dan putihlah seluruh alam dalam hatinya. Putih yang
membawa cahaya terang dan tenang. Gejolak yang timbul dari
dalam pintu batinyapun mengendap pula.
"Raden .... kakang .... engkau benar-benar tak menghargai ....
tak kasihan kepadaku ...."
Mendebur-debur suara lembut itu berkumandang dalam
cakrawala hati. Namun tiada bersambut. Bagai-kan hilang ditelan
kehampaan. Malampun sunyi kembali. Sebuah bintang kecil bertahta di
kerajaan kesunyian malam. Kedipan cahayanya mencuat
menerangi semesta alam. Cahayanya berkilauan putih. Kecil
sekalipun cahaya bintang itu namun kuasa menundukkan
kegelapan malam. Tiba2 Kertawardhana serasa silau ketika dari lingkaran cahaya
putih itu muncul sebutir biji. Biji itu serasa berhenti di
hadapannya. Entah biji apakah yang hanya sebesar lada itu.
Tiba-tiba terdengar letupan dahsyat sekali dan mulailah biji itu
menguntum kuncup. Ia merasa heran. Biji bunga yang sekecil itu
ternyata kuasa menggoncangkan bumi, menggetarkan jagad.
Bukit Pemakan Manusia 21 Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun Karya Wang Du Lu Pisau Terbang Li 4
^