Pencarian

Suramnya Bayang Bayang 5

Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja Bagian 5


Karena itu, maka ketika Warsi benar-benar mengambil
alih perlawanan salah seorang pengikutnya, maka gegedug
itupun telah bergeser semakin dekat. Senjatanya terayun-
ayun mengerikan. Sebatang tombak pendek.
Tetapi ternyata Warsi memang memiliki kecepatan gerak
yang mengagumkan. Ia mampu berloncatan di sela-sela
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
16 SH. Mintardja putaran tombak lawannya. Bahkan ujung rantainya seakan-
akan dapat menyusup mematuk tubuh lawannya.
Seperti lawannya, Warsi pun mulai jemu dengan
pertempuran itu. Sementara itu, ia pun mulai memikirkan
malam yang semakin mendekati akhirnya.
Dengan puncak kemampuannya, ternyata bahwa Warsi
lah yang kemudian berhasil mendesak lawannya. Orang
bertombak pendek itu tidak banyak mempunyai
kesempatan. Kemampuan perempuan itu benar-benar
diluar dugaannya. Jika ia semula bersyukur bahwa ia dapat berhadapan
dengan Warsi, maka ia pun mulai mencemaskan dirinya
sendiri. Apalagi ketika kemudian ujung rantai Warsi mulai
menyentuhnya. Maka terasa bahwa kemampuannya
memang berada dibawah kemampuan perempuan binal itu.
"Ilmu perempuan ini memang ilmu iblis," desis
lawannya. Namun dalam pada itu, pemimpin gegedug yang
bertempur dengan bekas tukang gendang Warsi itu pun
berkata pula di dalam hatinya, "Pantas jika ia berani
menyebut dirinya mewarisi ilmu Kalamerta yang terbunuh
itu. Dengan demikian maka keseimbangan pertempuran itu
pun mulai kelihatan. Pengawal berambut putih yang
memiliki tubuh dan kekuatan raksasa itu semakin terdesak
oleh kedua lawannya. Sementara Warsi sejenak kemudian
benar-benar telah menguasai gegedug yang salah hitung.
Bahkan justru pada saat lawannya itu menjulurkan
tombaknya, Warsi yang bergeser selangkah, telah
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
17 SH. Mintardja menyerang lawannya sambil memutar tubuhnya bersama
rantai ditangannya. Rantai yang berputar mendatar itu telah menyambar
tubuh gegedug yang salah menilai kemampuan perempuan
itu sebelumnya. Rantai yang menyambar mendatar setinggi
dada itu telah benar-benar mengoyak dadanya. Meskipun
orang itu sudah berusaha meloncat surut, tetapi ujung
rantai itu bagaikan telah mengejarnya.
Dengan demikian, maka segores luka telah menganga di
dada laki-laki itu. Luka yang panjang dan dalam.
Terdengar laki-laki Itu menggeram. Tetapi ia tidak dapat
ingkar dari kenyataan, bahwa luka itu telah melenyapkan
segala harapannya untuk memenangkan pertempuran itu.
Ternyata Warsi pun tidak tanggung-tanggung lagi
menghadapi lawannya. Selagi lawannya itu kesakitan dan
berusaha untuk mengerti keadaan dirinya, Warsi sudah
memburunya. Sekali lagi rantainya menyambar. Dan
sebuah luka telah menganga di lehernya.
Laki-laki itu sudah tidak mungkin untuk dapat ditolong
lagi. Tubuhnya terlempar beberapa langkah surut dan jatuh
terguling. Namun kemudian tubuh itu tidak lagi dapat
bergerak. Seorang dari lima orang gegedug itu sudah terbunuh.
Pemimpin gegedug itu menjadi sangat marah ketika ia
melihat kawannya telah berkurang. Namun ketika ia
meningkatkan kemampuannya sampai ke puncak, lawannya
pun telah berbuat serupa. Dengan demikian, maka
pemimpin gegedug itu tidak mampu dengan segera
mengatasi lawannya, bekas tukang gendang Warsi. Bahkan
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
18 SH. Mintardja rasa-rasanya tukang gendang itu semakin lama menjadi
semakin garang dan kasar.
Dalam pada itu, Warsi berdiri tegak disamping lawannya
yang telah menjadi mayat. Sejenak ia menebarkan
pandangan matanya ke seluruh arena. Dua orang
pengikutnya yang setia benar-benar telah menguasai
raksasa yang berambut putih. Sementara pengikutnya yang
lain bertempur melawan seorang yang bersenjata sebuah
perisai kecil dan kapak. Agaknya pengikutnya mengalami
kesulitan menghadapi jenis senjata itu. Senjata yang
berpasangan. Dengan perisainya lawannya mampu
menangkis segala serangannya, sementara kapaknya setiap
kali ternyata menyambar langsung ke arah kepala.
Warsi menarik nafas dalam-dalam. Ketika sekilas ia
melihat ayahnya bertempur, maka ia tidak
mencemaskannya. Bahkan ia merasa bahwa ayahnya
seharusnya tidak lagi memperhatikan bahwa lawannya itu
adalah kadang sendiri. "Sebaiknya ayah cepat saja mengakhirinya," berkata
Warsi di dalam hati. "Jika ayah masih juga memperpanjang
pertempuran, satu kemungkinan yang pahit dapat saja
terjadi sebagaimana satu kecelakaan."
Tetapi untuk sementara Warsi tidak mencampurinya. Ia
ingin mendekati salah seorang lawan yang bersenjata
perisai dan kapak itu. Rasa-rasanya sikap orang itu sangat
menjengkelkan. Setiap kali ia bersembunyi di belakang
perisainya yang tidak begitu besar namun mampu
melindungi dirinya dari ujung pedang lawannya. Namun
tiba-tiba saja kapaknya terayun dengan derasnya mengarah
ke ubun-ubun. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
19 SH. Mintardja "Jika orang itu lengah sekejap saja, maka kepalanya akan
terbelah," desis Warsi. Karena itu, tiba-tiba saja ia telah
meloncat mendekat sambil berkata kepada pengawalnya,
"Minggirlah. Atau bantu kawanmu yang lain. Aku menjadi
jengkel melihat sepasang senjata yang terdiri dari perisai
dan kapak ini." Gegedug yang mempergunakan senjata perisai dan kapak
itu menggeram. Namun sebenarnyalah lawannya berusaha
untuk meloncat menjauh sementara Warsi telah memasuki
gelanggang melawan orang yang bersenjata perisai dan
kapak itu. Senjata itu memang sangat menjengkelkan. Dengan
perisainya orang itu berhasil menangkis serangan pedang
lawannya. Sementara kapaknya menyambar dengan
dahsyatnya. Tetapi agaknya berbeda dengan watak senjata yang
dipergunakan oleh Warsi. Perisainya tidak dapat
dipergunakan sebagaimana ia melawan pedang.
Ketika rantai Warsi menyerang dengan derasnya, secara
naluriah orang itu telah menangkis dengan perisainya.
Tetapi justru karena itu, maka ujung rantainya telah
menggapai tangannya yang menggenggam perisai itu.
Orang itu meloncat surut. Ia masih tetap
mempertahankan perisainya. Namun kemudian terasa
tangannya itu sangat pedih. Ujung rantai perempuan iblis
itu telah melukai tangannya, sehingga rasa-rasanya
tangannya itu tidak lagi mampu dipergunakannya lagi.
Darah yang segar mengalir dari luka itu yang nampaknya
telah menganga sampai ke tulang.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
20 SH. Mintardja "Gila," geram orang itu. Sambil menghentakkan
kapaknya, orang itu terpaksa melepaskan perisainya yang
sudah tidak mungkin digenggamnya lagi dengan tangannya
yang terluka. "Kau memang harus mati," geram laki-laki bersenjata
kapak itu. Warsi tidak menjawab. Tetapi ia pun kemudian terlibat
dalam pertempuran yang semakin cepat.
Adalah diluar kehendaknya, bahwa Warsi semakin lama
menjadi semakin mendekati arena pertempuran ayahnya.
Dengan demikian Warsi menjadi semakin jelas, bahwa
masih ada juga sepercik keraguan di hati ayahnya untuk
mengakhiri pertempuran itu.
Namun Warsi tidak akan memaksa ayahnya untuk lebih
cepat membunuh laki-laki yang masih kadangnya sendiri
itu. Warsi akan membunuh semua orang yang berpihak
kepada laki-laki yang telah kehilangan anaknya itu.
Kemudian terserah kepada ayahnya, apa yang akan
dilakukannya. Dalam pada itu, pengawal Warsi yang kehilangan
lawannya yang bersenjata kapak itu, telah mendekati arena
pertempuran yang lain. Dengan ragu-ragu ia pun kemudian
berkata kepada seorang kawannya, "Apakah aku boleh ikut"
Lawanku telah diambil oleh Warsi."
"Marilah, selagi fajar belum menyingsing," jawab
kawannya. "Tetapi sebentar lagi langit akan menjadi merah," gumam
orang yang kehilangan lawannya itu.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
21 SH. Mintardja "Persetan," geram gegedug yang kemudian harus
menghadapi dua orang lawan, "Jangankan hanya dua, tujuh
orang sekaligus aku tidak akan bergeser surut. Aku akan
membantai kalian dengan tanpa ragu-ragu."
Tetapi ternyata bahwa ia tidak dapat melakukannya.
Ketika lawannya menjadi dua, maka ia pun segera
mengalami kesulitan, karena para pengikut Warsi itu pun
memiliki kemampuan bertempur sebagaimana dimiliki oleh
gegedug itu. Kasar, keras dan kadang-kadang tidak
menghiraukan tatanan apapun juga.
Sementara itu, Warsi yang melihat bahwa langit sudah
menjadi semburat, mereka telah bertempur semakin cepat.
Lawannya sama sekali tidak mendapat kesempatan lagi
untuk menyerang. Bahkan sejenak kemudian ujung rantai
Warsi telah menyentuh paha lawannya itu.
Sekali lagi lawannya mengumpat. Namun serangan Warsi
justru menjadi semakin lama semakin cepat. Sehingga
sekali lagi ujung rantai Warsi menyentuh lambung
lawannya. Kemarahan gegedug itu bagaikan memecahkan dadanya.
Ia adalah gegedug yang merasa dirinya memiliki
kemampuan tidak berlawan. Namun menghadapi para
pengikut Kalamerta ini, mereka harus mengakui, bahwa
untuk mengalahkannya mereka harus membawa kawan
lebih banyak lagi. Dalam keputus-asaan karena luka-lukanya, serta tanpa
melihat kemungkinan untuk menyerang, maka lawan Warsi
yang terluka di beberapa tempat itu telah mengambil satu
keputusan yang menentukan. Ketika Warsi berusaha untuk
sekali lagi menyerangnya dengan ujung rantainya yang
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
22 SH. Mintardja berputaran maka lawannya yang bersenjata kapak itu
dengan serta merta telah mengambil ancang-ancang.
Demikian cepatnya sehingga sulit untuk diikuti dengan
mata wadag. Tiba-tiba saja kapaknya telah meluncur seperti
tatit menyambar di udara mengarah ke dada Warsi.
Warsi terkejut melihat serangan itu. Namun ternyata
Warsi masih sempat mengelak. Dengan loncatan ke
samping maka kapak itu terbang sejengkal dari dadanya.
Namun ternyata kapak itu mengarah ke arah
pertempuran antara ayah Warsi dan ayah laki-laki yang
menginginkannya. Karena itu, maka hampir diluar
sadarnya, Warsi berteriak,
"Ayah, hati-hati."
Ayah Warsi mendengar teriakan anaknya. Namun sebenarnya bahwa tidak seorang pun yang dapat menentukan takdir merenggut jiwa seseorang.
Kapak itu sama sekali tidak
menyambar ayah Warsi, tetapi justru telah terhunjam
kedalam tubuh ayah laki-laki
yang menginginkan Warsi dan yang telah kehilangan
anak laki-lakinya itu. Tepat
pada punggungnya, justru pada saat orang itu sedang mengerahkan kemampuannya
melawan ayah Warsi. Terdengar orang itu mengumpat keras-keras, "Licik,
pengecut," Namun sejenak kemudian ia pun telah
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
23 SH. Mintardja terhuyung-huyung. Kapak itu benar-benar telah merampas
segala kemungkinan untuk dapat keluar dari pertempuran
itu. Bahkan akhirnya laki-laki itu telah jatuh pada lututnya.
"Kau licik," ia masih menggeram.
Ayah Warsi berdiri termangu-mangu. Dengan suara
datar ia menjawab, "Bukan kawan-kawanku. Justru
kawanmu sendiri." Mata laki-laki itu terbelalak. Tetapi hanya untuk sesaat.
Karena sesaat kemudian ia pun telah terjatuh menelungkup.
Bahkan akhirnya nafasnya pun telah terputus pula.
Pada saat yang bersamaan, maka orang yang
melontarkan kapak itu pun telah kehilangan
keseimbangannya pula karena luka-lukanya. Karena itu,


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maka ia pun telah terhuyung-huyung dan akhirnya terjatuh
juga. Kematian demi kematian pun kemudian datang
beruntun. Raksasa yang berambut putih itu pun tidak
mampu lagi mempertahankan diri lebih lama menghadapi
dua orang lawannya. Karena itu, maka akhirnya senjata-
senjata lawannya telah mulai menghunjam di tubuhnya.
Demikianlah, maka pemimpin gegedug yang bertempur
melawan bekas penggendang Warsi itu pun melihat, bahwa
laki-laki yang mengupahnya, ayah beranak, telah mati
terbunuh. Tidak ada lagi harapan untuk menerima upah
yang tinggi. Apalagi kawannya telah ada pula yang
terbunuh. Karena itu, maka tidak ada pilihan lain baginya
daripada menghindar, karena agaknya tidak ada gunanya
lagi ia bertempur berlama-lama. Bahkan kemungkinan yang
paling buruk pun akan dapat terjadi atas dirinya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
24 SH. Mintardja Karena itu, adalah diluar dugaan bekas pemukul gendang
itu, bahwa pada satu kesempatan, dengan tiba-tiba saja
lawannya telah bergeser surut dan dengan satu loncatan
panjang berlari meninggalkannya.
"He, pengecut, tunggu" teriak pemukul gendang itu.
Tetapi orang itu tidak menghiraukannya lagi. Bahkan sisa
kawannya yang masih ada pun dengan tergesa-gesa telah
melakukan hal yang serupa. Dengan tiba-tiba, tanpa
ancang-ancang telah berloncatan meninggalkan arena.
Para pengikut ayah Warsi tidak mengejar mereka.
Namun dalam pada itu, terasa luka di hati Warsi pun
menjadi semakin pedih. Ia melihat kawan-kawannya yang
terbunuh dan terluka parah. Meskipun ada juga beberapa
orang lawan yang terbunuh, namun kematian pengikutnya
yang setia itu membuat Warsi menjadi sangat geram.
"Seandainya langit belum berwarna merah, aku akan
memburu mereka sampai orang yang terakhir," suara Warsi
gemeretak oleh kemarahannya.
Tetapi ayahnya berusaha untuk menenangkannya, "Kita
sudah tidak mempunyai waktu lagi. Kita harus segera
kembali." Warsi mengangguk-angguk. Namun kemudian katanya,
"Lalu apa yang akan kita katakan kepada para peronda
tentang mayat-mayat ini?"
"Biarlah orang-orang lain memasuki padukuhan dengan
diam-diam," berkata ayah Warsi. "Kita akan memasuki
regol. Kau akan duduk bersamaku di atas seekor kuda. Aku
akan mengatakan, bahwa kita telah dirampok di simpang
empat ini. Sebagian kawan-kawan kita terbunuh dan yang
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
25 SH. Mintardja lain melarikan diri. Sementara itu, beberapa orang
perampok telah terbunuh oleh kawan-kawan kita."
Warsi berpikir sejenak. Namun kemudian katanya,
"Terserah sajalah kepada ayah."
"Marilah, mumpung fajar belum menjadi terang,"
berkata ayah Warsi yang kemudian memerintahkan kepada
orang-orangnya untuk kembali dengan diam-diam. Kawan-
kawannya yang terluka harus dibawa. Tetapi yang sudah
meninggal biarlah orang-orang padukuhan itu nanti akan
mengurusnya bersama dengan orang-orang yang datang
untuk mengambil Warsi, tetapi gagal.
Dalam pada itu, Warsi pun telah mencari kain
panjangnya dan kemudian mengenakannya kembali.
Bersama dengan ayahnya ia berkuda menuju ke regol
padukuhan. Kedatangan mereka memang mengejutkan. Pada wajah
Warsi nampak kesan yang memelas. Ketakutan dan
kebingungan. Sementara ayahnya masih nampak gemetar.
"Apa yang telah terjadi?" bertanya para peronda.
Ayah Warsi tidak turun dari kudanya. Dengan suara yang
bergetar ia menjawab, "Kami telah dirampok."
"Dirampok?" bertanya para peronda sambil berloncatan
mendekat, "Dimana?"
"Di simpang empat," jawab Warsi.
"Di simpang empat?" hampir bersamaan beberapa
peronda telah bertanya. "Ya. Di simpang empat," jawab ayah Warsi.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
26 SH. Mintardja Para peronda itu saling berpandangan. Seorang di antara
mereka berdesis, "Satu hal yang tidak pernah terjadi
sebelumnya." "Tetapi sekarang terjadi atasku," sahut ayah Warsi.
"Lalu apa yang terjadi kemudian?" bertanya salah
seorang di antara para peronda.
"Kami tidak menyerah begitu saja. Kami melawan.
Terjadi pertempuran. Beberapa orang kawanku yang
bersamaku lewat regol ini telah terbunuh. Yang lain
melarikan diri mencari hidup sendiri-sendiri. Aku tidak
tahu apa yang terjadi atas mereka.
Namun beberapa orang perampok pun telah terbunuh, sehingga aku kira,
mereka telah saling melarikan diri bercerai berai.
Dan aku telah membawa Warsi menyelamatkan diri pula. Semula kami berdua sempat bersembunyi. Tetapi
aku terpaksa melindungi anakku dan bertempur dengan seorang di antara para perampok itu, sehingga
saatnya aku sempat meninggalkan pertempuran,
sambil membawa Warsi,"
jawab ayah Warsi. Para peronda itu pun saling berpandangan. Kemudian
seorang di antara mereka berkata, "Marilah kita melihat."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
27 SH. Mintardja "Hati-hatilah," berkata ayah Warsi. "Bawalah kawan
secukupnya." Para peronda itu pun kemudian mempersiapkan diri.
Bersama beberapa orang kawan dan bersenjata lengkap,
mereka telah pergi ke simpang empat di bulak panjang.
Sementara itu Warsi dan ayah pun telah melanjutkan
perjalanan mereka pulang ke rumah.
Namun dalam pada itu, Warsi pun kemudian bertanya,
"Bagaimana jika anak-anak muda itu menemukan mayat
kawan-kawan kita ayah?"
Ayah Warsi menjawab dengan pasti. "Mereka tidak
mengenalnya. Siapapun yang menjadi mayat, anak-anak
muda itu akan menganggap bahwa di antara mereka
terdapat para perampok dan kawan-kawan kita."
Warsi menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia percaya
akan kata-kata ayahnya. Dalam pada itu, padukuhan itu pun menjadi gempar.
Sesuatu yang belum pernah terjadi, telah terjadi.
Perampokan di lingkungan padukuhan mereka, meskipun
hal itu terjadi di bulak panjang.
Anak-anak muda itu telah menemukan beberapa sosok
mayat dalam keadaan yang mengerikan. Bahkan beberapa
jenis senjata yang berserakan membuat jantung mereka
berdegup semakin cepat. Ketika salah seorang dari anak-anak muda itu datang
menemui ayah Warsi, agar ia menentukan yang manakah
kawan-kawannya dan manakah perampok-perampok yang
terbunuh, ayah Warsi menjawab, "Aku tidak berani melihat
sosok-sosok mayat itu lagi."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
28 SH. Mintardja "Tetapi bukankah hal itu penting untuk menentukan di
manakah mereka akan dikubur?" bertanya anak-anak muda
itu. "Kuburkanlah di satu tempat," jawab ayah Warsi. "Aku
adalah orang yang memang pernah belajar kanuragan. Aku
pun ikut bertempur malam itu. Tetapi peristiwa itu terlalu
mengerikan bagiku." "Bagaimanapun juga, kami ingin membedakan antara
keluarga Warsi dan para perampok," berkata anak muda itu.
Namun ayah Warsi masih saja menggeleng. Sejenak ia
memandang ke sekitarnya sambil berdesis, "Bukankah
Warsi tidak ada di sini?"
"Kenapa dengan Warsi?" anak muda itu bertanya.
Ayah Warsi itu pun kemudian berbisik, "Anak muda.
Sebenarnyalah aku menjadi curiga, bahwa ada di antara
sanak kadangku yang menjemputku itu justru terlibat.
Mereka adalah kawan-kawan dari para perampok itu,
sehingga aku tidak mau mempedulikannya lagi. Aku kira
merekalah yang terbunuh dan sanak kadangku yang tidak
tahu menahu telah menyingkir dari medan. Namun
seandainya tidak, maka entahlah, apa sebenarnya yang
terjadi. Biarlah mereka dikuburkan saja di satu tempat. Jika
ada, maka aku akan menjawab sekenanya saja. Yang mana
pun dari kuburan yang ada itu. Bukankah mereka tidak
akan menggali untuk membuktikannya."
Anak muda itu mengangguk-angguk. Keterangan itu
memang masuk akal. Agaknya ada di antara sanak kadang
yang justru menjadi alat dari pada perampok.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
29 SH. Mintardja Hal itu dihubungkan dengan beberapa keganjilan yang
terjadi. Mereka menjemput Warsi dan ayahnya jauh malam,
pada saat-saat yang tidak sewajarnya.
"Memang mungkin ada kesengajaan untuk
merampoknya, justru karena Warsi terlalu kaya," berkata
anak muda itu di dalam hatinya.
Karena sikap ayah Warsi, maka anak muda itu tidak
memaksa lagi. Menurut ayah Warsi, semuanya telah dinilai
sama. Perampok itu dan beberapa orang kadangnya yang
menjemputnya. "Di bulak itu sebelumnya juga tidak pernah ada
perampokan seperti itu," berkata anak muda itu di dalam
hatinya. Tetapi ia tidak mau berteka-teki lagi. Ia tidak lagi
mencari jawab, bahwa tentu ada di antara keluarga Warsi
yang melindunginya sehingga telah terjadi pertempuran.
"Bagaimana jika yang terbunuh itu justru mereka yang
bersikap baik?" bertanya anak muda itu di dalam hatinya.
"Entahlah," anak muda itu menggeleng, "Terserah saja
kepada ayah Warsi." Dengan demikian, maka mayat-mayat yang terdapat di
simpang empat itu pun segera dikuburkan tanpa dipilih di
antara mereka. Mayat-mayat itu dikubur di kuburan yang
sama tanpa ciri-ciri khusus.
Dalam pada itu, malam itu merupakan malam yang
sangat berkesan di hati Warsi. Di hari-hari berikutnya ia
menjadi lebih banyak merenung. Ia telah kehilangan
beberapa orang kawannya yang setia. Namun peristiwa itu
justru mengukuhkan niatnya untuk merebut Wiradana.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
30 SH. Mintardja "Bukankah orang yang disebut orang baik-baik itu pun
telah berusaha memaksakan kehendaknya dengan
kekerasan?" pertanyaan itu berulang kali melonjak di dalam
dadanya. Karena peristiwa itu, maka tekad Warsi pun menjadi
semakin mantap. Ia akan mengambil Wiradana dengan
caranya. Jika Wiradana tidak mau menceraikan istrinya,
maka ia akan mengambil cara sebagaimana dilakukan oleh
orang baik-baik. Membunuh.
Sikap Warsi itu tidak terlepas dari pengamatan ayahnya.
Karena itu, maka pada satu malam ayahnya telah
memanggilnya untuk berbicara tentang persoalan di dalam
hati anak gadisnya itu. "Jadi kau sudah memutuskan untuk segera berhubungan
dengan laki-laki itu?" bertanya ayahnya.
"Rasa-rasanya aku tidak akan dapat melupakan lagi ayah.
Aku sebenarnya masih berusaha untuk mempergunakan
nalarku. Tetapi justru nalarku memperkuat sikapku. Aku
akan mengambilnya dengan cara apapun juga, sebagaimana
laki-laki yang ingin memperistri aku itu telah berusaha
mengambil aku dengan cara apapun juga," jawab Warsi.
Ayahnya menarik nafas dalam-dalam. Warsi adalah
kemanakan Kalamerta. Karena itu, maka sifat-sifat
Kalamerta itu nampak juga pada Warsi, bukan hanya
sekadar ilmunya saja. Karena itu, maka ayahnya pun berkata, "Terserahlah
kepadamu. Kau sudah cukup dewasa. Dewasa umurmu dan
dewasa sikapmu. Juga ilmu yang kau warisi dari Kalamerta
nampaknya benar-benar sudah lengkap, meskipun untuk
mencapai tataran Kalamerta, kau masih harus
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
31 SH. Mintardja mengembangkannya. Tetapi bahannya sudah cukup ada
padamu." Warsi tidak segera menjawab. Namun ayahnya melihat
satu gejolak di dalam hati Warsi. Meskipun demikian
ayahnya tidak memberikan tanggapan apapun tentang
keadaan itu. Bahkan ayahnya pun kemudian berkata,
"Renungkan baik-baik. Kau masih mempunyai waktu,
sehingga apa yang sudah kau lakukan, tidak akan kau sesali


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di kemudian hari." Warsi masih belum menyahut. Ia hanya memandang saja
langkah ayahnya yang meninggalkannya.
Namun demikian ayahnya hilang di balik pintu, maka ia
pun menggeram. "Aku sudah memutuskan untuk
mengambil laki-laki itu dengan cara apapun juga."
Keputusan itu telah membawa Warsi ke dalam satu
angan-angan untuk menyusun kembali kelompok tarinya.
Kelompok yang akan ngamen di sepanjang jalan di Tanah
Perdikan Sembojan, sehingga pada suatu saat ia akan dapat
bertemu dengan Wiradana. "Aku yakin bahwa aku akan dapat merebutnya," berkata
Warsi, "Tetapi aku tidak mau dimadu."
Baru di hari kemudian, Warsi menyampaikan niatnya itu
kepada ayahnya. Bahwa ia akan menyusun kembali
kelompoknya. Dalam waktu dekat ia akan segera kembali ke
Tanah Perdikan Sembojan. "Aku tidak mau terlalu banyak kehilangan waktu,"
berkata Warsi. "Beberapa bulan telah terlalu. Jika Wiradana
benar-benar merasa terikat kepada istrinya, maka
pekerjaanku akan menjadi semakin berat."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
32 SH. Mintardja "Hati-hatilah," pesan ayahnya.
Warsi pun mengangguk kecil. Katanya seakan-akan
kepada diri sendiri, "Aku akan berhasil."
Demikianlah, maka Warsi telah menyusun kelompoknya
kembali. Namun ia selalu menghindari orang-orang di
sekitarnya. Tidak seorang pun dari tetangga-tetangganya
mengetahui apa yang dilakukan oleh Warsi itu. Bahkan
tetangga-tetangganya, termasuk anak-anak muda
padukuhan itu tidak mengetahui bahwa sebenarnyalah
Warsi mempunyai beberapa orang pengikut, yang setiap
saat dapat dipanggil untuk datang ke rumahnya. Bahkan
beberapa orang memang berada di rumah itu.
Ketika kelompok Warsi itu sudah siap, dengan
pengendangnya yang dahulu juga, maka Warsi pun
menyampaikan niatnya kepada ayahnya, bahwa ia akan
berangkat ke Tanah Perdikan Sembojan.
"Pada satu saat, ayah akan mendengar kabar, bahwa aku
sudah kawin dengan Wiradana," berkata Warsi. "Sebentar
kemudian, Wiradana akan diangkat menjadi Kepala Tanah
Perdikan karena Ki Gede Sembojan yang tua, akan
meninggal. Dengan demikian maka pembalasan atas
kematian Kalamerta sudah terjadi."
Ayah Warsi itu mengangguk-angguk. Katanya, "Aku
percaya kepadamu Warsi. Meskipun demikian, aku
berpesan, bahwa kau harus menguasai laki-laki yang
bernama Wiradana itu. Bukan kau yang akan dikuasainya
dan tunduk kepada segala perintahnya. Kau pun harus tetap
pada sikapmu untuk membalas dendam kematian
pamanmu, Kalamerta. Orang yang memiliki nama besar dan
pengaruh yang luas."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
33 SH. Mintardja "Ayah jangan mencemaskan aku," jawab Warsi. "Aku
mengerti, apakah yang sebaiknya aku lakukan."
Demikianlah, setelah semuanya bersiap, maka Warsi pun
telah meninggalkan rumahnya dengan cara yang sama
seperti yang pernah dilakukannya.
Tetapi seperti yang terdahulu, maka Warsi pun
menghindarkan diri dari kemungkinan penglihatan
tetangga-tetangganya. Karena itu, kecuali ia sama
sekali tidak menunjukkan sikap sebagai seorang penari
yang berangkat ngamen, maka tidak sepotong gamelan pun yang pernah dilihat oleh tetangga- tetangganya. Warsi meninggalkan kampung halamannya di larut malam. Dengan hati-
hati ia mencari jalan yang
sepi, yang jauh dari satu
kemungkinan bertemu dengan seseorang. Namun rombongan Warsi saat itu menjadi agak lebih
besar dari rombongannya yang pertama. Ia telah mengganti
orangnya yang terbunuh dengan orang lain. Namun Warsi
memang sudah menyiapkan bahwa apabila diperlukan,
maka rombongannya itu sudah merupakan satu kekuatan
yang dapat diandalkan. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
34 SH. Mintardja Di siang hari di hari pertama, rombongan itu seakan-
akan masih bersembunyi di padang perdu. Jarak yang
mereka tempuh masih belum begitu jauh, sehingga masih
ada kemungkinan satu dua orang akan dapat mengenalnya.
Baru di hari berikutnya lagi, Warsi mulai mengenakan
pakaian penarinya. Ketika matahari mulai tenggelam, Warsi
dan kelompoknya telah kebar di sudut sebuah padukuhan.
Padukuhan yang dahulu belum pernah dilaluinya.
Seperti beberapa bulan yang lewat, rombongan penari itu
memang menarik perhatian. Dengan penari yang muda dan
cantik, maka laki-laki pun segera berkerumun. Bahkan
dengan serta merta, beberapa orang pun telah menyediakan
uang untuk menyelenggarakan janggrung.
Seperti yang terdahulu, maka sebelum mereka memasuki
Tanah Perdikan Sembojan, maka pengendangnya telah
diakunya sebagai suaminya. Karena itu dalam banyak hal,
maka Warsi selalu dekat dengan pengendangnya itu.
Kepada laki-laki yang terlalu kasar, maka Warsi telah
memperingatkan sambil tersenyum, bahwa ia bersama
suaminya yang mengiringi tariannya dengan gendangnya
itu. Seorang laki-laki muda bergumam, "Suamimu sudah
setua itu?" "Kenapa?" bertanya Warsi.
"Kau dapat mencari suami yang lebih muda," jawab laki-
laki itu. "Yang dapat memukul gendang dan mengiringi aku
menari," bertanya Warsi pula.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
35 SH. Mintardja Laki-laki muda itu mengerutkan keningnya. Namun
kemudian ia pun bertanya,
"Kenapa suamimu harus dapat memukul gendang?"
"Karena aku adalah seorang penari," jawab Warsi.
"Kau dapat berhenti menari. Kau dapat menjadi istriku.
Aku mempunyai sawah yang luas dan rumah yang besar,"
berkata laki-laki itu. "Apakah kau tidak mempunyai seorang istri?" bertanya
Warsi pula. "Istri?" ulang orang itu. "Ya, aku memang
mempunyainya. Tetapi aku dapat mengusirnya."
Warsi tersenyum sambil mencubit orang itu. "Jangan kau
perlakukan istrimu seperti itu. Jika kelak aku menjadi
istrimu, dan datang orang yang lebih cantik lagi, maka aku
pun akan kau usir." "Tidak. Aku tidak akan melakukannya atasmu," berkata
laki-laki muda itu. Warsi tertawa kecil. Namun katanya, "Besok malam aku
masih berada di padukuhan ini. Jika diperkenankan oleh
bebahu padukuhan ini, aku akan bermalam disini."
Ternyata malam ini Warsi dan rombongannya mohon
diijinkan untuk bermalam di padukuhan itu. Besok malam
mereka masih akan berkeliling dan kebar di beberapa
tempat di padukuhan itu, sebelum di hari kemudian mereka
akan meninggalkan tempat itu.
Di malam hari, ketika para penabuh gamelan sudah
berbaring di serambi banjar, Warsi telah menemui
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
36 SH. Mintardja pengendangnya. Dengan nada yang ragu ia berkata,
"Seorang laki-laki akan mengambil aku menjadi istrinya."
"Jangan hiraukan," jawab pengendangnya.
"Aku memang tidak ingin menjadi istrinya yang
sesungguhnya," jawab Warsi.
"Tetapi laki-laki ini dapat aku pergunakan sebagai latihan
menghadapi Wiradana. Laki-laki ini juga sudah beristri."
"Ah," pengendangnya menarik nafas dalam-dalam. Lalu,
"Kau juga akan minta laki-laki itu membunuh istrinya?"
"Jika ia bersedia menceraikannya seperti yang dikatakan,
aku tidak keberatan. Dalam dua tiga pekan, kita akan
meninggalkannya," jawab Warsi.
"Warsi," berkata pengendangnya yang diakuinya sebagai
suaminya. "Kenapa kau bersikap seperti itu. Sebaiknya kau
berpikir jernih. Bukankah istri laki-laki itu akan menderita
tanpa sebab. Memang agak berbeda dengan suami
Wiradana. Jika ia terpaksa tersingkir, maka kau memang
benar-benar menghendaki laki-laki itu berlandaskan
dendam yang harus kau lepaskan kepada keluarga Ki Gede
Sembojan, meskipun cara ini adalah cara yang aneh. Tetapi
jika kau berhasil membunuh Ki Gede Sembojan, maka
tugasmu sudah kau tunaikan, sementara kau akan menjadi
seorang istri kepala Tanah Perdikan."
"Aku tidak akan bersungguh-sungguh," berkata Warsi.
"Aku hanya ingin mencoba saja."
"Aku tidak akan sependapat Warsi," berkata
pengendangnya. "Meskipun kita adalah orang-orang yang
tidak terikat lagi oleh paugeran hidup dan tidak mengakui
nilai-nilai kemanusiaan yang berlaku bagi kebanyakan
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
37 SH. Mintardja orang, tetapi sebaiknya kita juga menimbang segala tingkah
laku dengan sungguh-sungguh, agar kita tidak terlalu
banyak menimbulkan petaka kepada orang lain. Lebih-lebih
orang lain yang tidak bersalah sama sekali. Karena itu,
jangan lakukan rencanamu. Mungkin kau sekadar mencoba
atau mengalami perasaan sebagaimana akan kau alami jika
kau merebut Wiradana dari istrinya. Tetapi bagi orang lain
hal itu akan dapat merupakan bencana seumur hidupnya,
bahkan mungkin akan mengancam jiwanya.
Sejenak Warsi termangu-mangu. Namun akhirnya ia
berdesis, "Baiklah. Aku tidak akan melakukannya."
Pengendangnya itu menarik nafas dalam-dalam.
Katanya, "Syukurlah. Aku senang mendengar keputusan
itu." Demikianlah rombongan penari itu telah bermalam di
banjar padukuhan. Malam berikutnya mereka masih
mengadakan pertunjukan di beberapa tempat dan
bermalam pula di banjar. Baru pagi harinya rombongan itu
minta diri. Laki-laki muda yang tergila-gila kepada Warsi itu telah
menemuinya dan berkata, "Bagaimana dengan kau"
Katakan, apa yang kau minta asal kau bersedia menjadi
istriku. Aku bukan orang miskin dan bukan pula orang
kebanyakan. Aku termasuk orang terhormat di padukuhan
ini." Warsi tersenyum. Katanya, "Jika kau orang terhormat,
maka biarkan saja aku meneruskan perjalananku dan
perjalanan hidupku dengan cara ini. Kembalilah kepada
istrimu yang selalu menunggumu dengan setia."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
38 SH. Mintardja "Istriku tidak secantik kau. Aku kawin karena kehendak
orang tuaku. Sekarang aku dapat menentukan hidupku
sendiri," berkata laki-laki muda itu.
"Aku akan mengambilmu. Jika perlu akan
membunuhnya," berkata laki-laki muda itu.
Warsi mengerutkan keningnya. Namun kemudian
katanya sambil tersenyum pula. "Kau tidak akan dapat
membunuhnya. Jika kau mulai dengan persoalan, maka
kaulah yang akan dibunuhnya. Ia adalah seorang laki-laki
yang memiliki ilmu yang tinggi. Ia dapat membunuh
beberapa orang sekaligus dengan gendangnya itu."
Laki-laki itu termangu-mangu. Namun ternyata kata-kata
itu berpengaruh juga atas laki-laki muda itu, sehingga ia
pun telah mengurungkan niatnya.
Namun dalam pada itu, Warsi telah mendengar, seorang
lagi di antara orang yang dikenalnya akan membunuh untuk
mendapatkan seseorang yang diinginkannya.
Dengan demikian, maka sikap Warsi pun menjadi
semakin mantap. Namun ia tidak langsung menuju ke
Tanah Perdikan Sembojan. Ia dan rombongannya
mendekati Tanah Perdikan itu dengan wajar, sebagaimana
serombongan pengamen yang mencari nafkah. Bahkan
seperti beberapa waktu yang lampau, Warsi dan
rombongannya benar-benar telah mendapatkan uang yang
cukup banyak. Tetapi perjalanan rombongan itu bukannya tidak pernah
mengalami kekerasan. Kadang-kadang ada juga laki-laki
kasar yang membuat Warsi menjadi muak, sehingga ia telah
minta perlindungan pengendang yang diakunya sebagai
suaminya itu. Bahkan sekali rombongan itu telah diusir dari
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
39 SH. Mintardja sebuah padukuhan karena tingkah laku seorang laki-laki
yang berpengaruh di padukuhan itu. Karena Warsi menolak
dibawanya pulang, maka laki-laki itu telah mengambil


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langkah yang kasar. Tetapi ternyata bahwa pengendang
yang diakuinya sebagai suaminya itu telah bertindak.
Namun demikian, karena laki-laki itu mempunyai
pengaruh yang besar di padukuhannya, maka bebahu
padukuhan itu telah mengambil keputusan, untuk saat itu
juga mengusir rombongan itu dari padukuhan mereka.
"Satu pengalaman baru," berkata pengendangnya kepada
Warsi. "Aku ingin membunuh laki-laki itu," geram Warsi.
"Jangan Warsi," jawab pengendangnya. "Pengalaman ini
termasuk pengalaman yang berharga. Kita harus dapat
mencari keseimbangan antara peristiwa-peristiwa yang kita
alami selama perjalanan. Mungkin akan berharga bagimu
kelak jika kau menjadi istri seorang Kepala Tanah Perdikan,
karena bukankah kau benar-benar ingin hidup sebagai istri
seorang Kepala Tanah Perdikan, bukan hanya untuk satu
dua hari saja?" Warsi mengangguk kecil. "Baiklah. Kau dapat merenunginya sepanjang
perjalanan," berkata pengendangnya itu.
Demikianlah rombongan pengamen itu telah berjalan
dari satu padukuhan ke padukuhan yang lain. Pada
umumnya mereka lewat melalui daerah baru yang
sebelumnya belum pernah dilaluinya. Tetapi satu dua
padukuhan ternyata adalah padukuhan yang pernah
dilewatinya dahulu. Tetapi karena rombongan itu tidak
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
40 SH. Mintardja membuat persoalan yang sungguh-sungguh di daerah itu,
maka rombongan itu masih tetap diterima dengan baik oleh
penduduknya. Bahkan jika Warsi dan rombongannya kebar
di sudut padukuhan, maka sudut padukuhan itu menjadi
penuh oleh penonton yang ingin mendapatkan hiburan
yang jarang sekali mereka dapatkan.
Dengan demikian, maka semakin lama rombongan itu
memang menjadi semakin dekat dengan Tanah Perdikan
Sembojan. Namun rasa-rasanya Warsi menjadi berdebar-
debar. Ada sesuatu yang bergejolak di dalam hatinya. Rasa-
rasanya ia memasuki satu daerah yang lain dari daerah-
daerah yang dilewatinya. "Aku merasa aneh," desis Warsi.
"Tentu," jawab pengendangnya. "Daerah ini merupakan
daerah yang khusus bagimu. Ada jalur yang
menghubungkan daerah ini dengan alas perasaanmu.
Karena kau sudah menempatkan dirimu pada satu keadaan
yang baru akan kau alami kemudian."
"Tidak," tiba-tiba saja Warsi membentak.
Tetapi pengendangnya itu berdesis, "Ingat. Disini aku
adalah ayahmu Warsi."
Warsi menarik nafas dalam-dalam. Ia mencoba
merenungi kata-kata pengendangnya itu. Namun ternyata
kemudian ia memang menemukannya.
Katanya, "Kau benar. Aku memang sudah menempatkan
diriku dalam satu khayalan tentang masa depan. Aku
memang menginginkan laki-laki itu untuk menjadikannya
seorang suami. Apapun yang harus aku lakukan," Warsi
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
41 SH. Mintardja berhenti sejenak, lalu, "Tetapi aku agak menyesal, kelak aku
datang sebagai seorang pengamen. Seandainya kelak aku
benar-benar menjadi istri Wiradana, apakah kata orang di
Tanah Perdikan ini. Aku tidak lebih dari bekas seorang
tledek yang ngamen disepanjang jalan. Menari dan
melayani keinginan laki-laki yang ingin menari janggrung.
Bahkan tentu ada dugaan yang lebih buruk dari itu."
"Kau kelak harus membuktikan bahwa kau pantas
menjadi seorang istri Kepala Perdikan," jawab
pengendangnya. "Sebenarnya aku agak menyesal," desis Warsi. "Tetapi
aku akan mencobanya untuk berbuat sebaik-baiknya."
"Masih banyak terdapat kemungkinan-kemungkinan,"
berkata pengendangnya. Demikianlah, rombongan itu kembali telah memasuki
Tanah Perdikan Sembojan. Demikian rombongan itu mulai
kebar di sebuah padukuhan, maka orang-orang di
padukuhan itu segera mengenalnya kembali, bahwa
rombongan itu pernah datang beberapa bulan yang lalu di
Tanah Perdikan itu. Karena rombongan itu dimasa yang lewat tidak
menimbulkan banyak persoalan, selain perasaan cemburu
pada beberapa orang istri, maka kedatangannya pun tidak
mendapat banyak tantangan. Bahkan rasa-rasanya
beberapa orang telah menyambut kedatangan rombongan
itu dengan senang hati karena mereka akan dapat
menonton sejenis hiburan yang jarang mereka lihat.
Dalam pada itu, Warsi menjadi lebih berhati-hati lagi
dari masa yang lewat. Ia tidak sekadar ingin mendapat
jalan, mengenal anak Kepala Tanah Perdikan Sembojan
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
42 SH. Mintardja yang akan dibunuhnya, tetapi ia justru ingin mengambilnya dan menguasainya sebagai suaminya. Karena itu, Warsi bersikap
lebih sopan dari masa yang
terdahulu. Ia menolak permainan janggrung bersama laki-laki kasar dengan tari yang kasar pula.
Tetapi Warsi tidak menolak untuk menyelenggarakan tayub di rumah tertentu
dengan suasana yang lebih halus dan tertib. Meskipun
dalam acara janggrung yang kasar, Warsi akan mendapat
uang yang lebih banyak, karena kadang-kadang laki-laki
yang ingin menari bersamanya justru memberi saling
melebihi yang lain jika mereka ingin mendapat kesempatan
lebih dahulu. Tetapi di acara tayub Warsi hanya
mendapatkan uang dari seseorang yang memanggilnya
untuk menari di rumahnya, sementara para tamu orang itu
menari bergantian dengan teratur dan tidak saling berebut
dahulu. Namun demikian, kadang-kadang ada juga satu dua
orang tamu yang memberikan uang kepada penari yang
cantik itu tetapi justru setelah ia selesai menari.
Berita kedatangan rombongan penari itu cepat menjalar
dari padukuhan ke padukuhan. Bahkan jika Warsi
mendapat panggilan untuk menari dan tayub di rumah
seseorang, orang-orang dari padukuhan lain telah datang
pula untuk melihat pertunjukan itu.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
43 SH. Mintardja Dengan demikian, maka seperti yang diharapkan oleh
Warsi, maka berita kedatangannya telah didengar pula oleh
Wiradana, anak Kepala Tanah Perdikan Sembojan.
Berita itu telah menimbulkan keinginan Wiradana untuk
melihat, bahkan bertemu dengan penari yang cantik dan
muda itu. Namun ia masih berusaha untuk mengekang
dirinya. Ia tidak mau tergesa-gesa bertemu dengan penari
itu, seolah-olah ia sudah merindukan sedemikian lama.
"Biarlah rombongan itu mendekat pada padukuhan di
sebelah padukuhan induk," berkata Wiradana di dalam
hatinya. Namun dalam pada itu, pada saat-saat senggang, baik
Warsi maupun para penabuhnya sempat berbicara dengan
orang-orang Sembojan. Jika di malam hari rombongan itu
mendapat kesempatan tidur di serambi banjar, maka pagi
harinya orang-orang yang merawat banjar itu sempat
berbincang-bincang dengan rombongan itu.
Beberapa persoalan telah mereka bicarakan. Orang-orang
Sembojan sering bertanya tentang perjalanan yang pernah
mereka tempuh sebagai serombongan pengamen. Namun
ada yang sempat bertanya tentang keluarga yang mereka
tinggalkan di rumah. "Apakah kalian tidak takut, bahwa suatu ketika kalian
akan bertemu dengan sekelompok perampok yang dapat
merampas uang yang sedikit demi sedikit kalian
kumpulkan, bahkan pakaian tari dan gamelan" Apalagi jika
mereka merampok penari muda yang cantik itu?" bertanya
seseorang. "Kami telah memperhitungkannya," jawab
pengendangnya. "Karena itu, pada umumnya kami
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
44 SH. Mintardja berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain di siang
hari. Di malam hari kami menari di padukuhan-padukuhan
yang biasanya ramai dikerumuni penonton."
Orang-orang yang bertanya itu mengangguk-angguk.
Memang penari yang cantik itu pernah juga menari di siang
hari, tetapi pada umumnya Warsi menari di malam hari,
apalagi selama di Sembojan.
Namun dalam pada itu, ada satu berita yang telah
mengejutkan Warsi. Dalam pembicaraan yang
berkepanjangan, hilir mudik tidak menentu, maka Warsi
telah mendengar bahwa istri Wiradana, anak Kepala
Perdikan yang sudah disiapkan untuk menggantikan
kedudukan ayahnya di Sembojan itu, telah mengandung.
Berita itu benar-benar telah menggelisahkan Warsi,
sehingga ia seolah-olah memerlukan mendapat keterangan
atas kebenaran berita itu.
Ternyata bahwa beberapa orang yang sempat terpancing
untuk mengatakan bahwa istri Wiradana telah
mengandung. "Gila geram Warsi di dalam bilik banjar padukuhan yang
diijinkan untuknya tinggal satu dua malam, "Kita telah
terlambat." "Kenapa?" bertanya pengendangnya. "Tidak ada
keterlambatan. Meskipun perempuan itu telah
mengandung, maka kemungkinan sebagaimana kau
harapkan masih dapat terjadi."
"Aku sendiri akan membunuh perempuan itu," geram
Warsi. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
45 SH. Mintardja Tetapi pengendangnya menggelengkan kepalanya.
Katanya, "Jangan kotori tanganmu. Biarlah Wiradana
melakukan sendiri. Mungkin ia akan dapat
menceraikannya." "Tetapi anak yang akan lahir itu" Jika ia laki-laki maka ia
berhak atas Tanah Perdikan ini kelak," jawab Warsi.
"Soalnya, apakah anak itu akan hidup terus sampai masa
dewasa," jawab pengendangnya.
Warsi merenungi kata-kata itu. Sambil menarik nafas
dalam-dalam ia berkata, "Memang kemungkinan yang
demikian itu dapat saja terjadi. Tetapi kau harus
memperhitungkan kemungkinan, bahwa kehamilan istri
Wiradana itu adalah pertanda bahwa mereka telah
memasuki satu kehidupan yang manis. Dengan demikian,
maka Wiradana tidak akan berpaling lagi dari istrinya."
"Kita akan mencoba," berkata pengendangnya. "Menilik
sikapnya, maka aku yakin bahwa Wiradana akan tertarik
kepadamu jika kau berhasil memikatnya dengan modal
yang ada padamu. Kau harus bersikap sebagai seorang
perempuan. Bukan seekor harimau betina yang garang."
"Diam," bentak Warsi. "Aku dapat merontokkan gigi-
gigimu seluruhnya." "Ingat. Aku adalah ayahmu. Jika kau berani melawan
ayahmu, maka di mata Wiradana kau bukan seorang
perempuan yang baik," jawab pengendangnya.
"Anak setan," geram Warsi.
"Kau memang harus bersikap sebagai seorang
perempuan. Aku berkata sebenarnya untuk kebaikanmu.
Dan kau pun harus bersikap lain terhadapku sekarang ini.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
46 SH. Mintardja Bukan maksudku memanfaatkan keadaan ini untuk
keuntunganku. Percayalah, bahwa kau sudah aku anggap
benar-benar seperti anakku sendiri. Aku ingin kau berhasil
dengan baik sebagaimana kau kehendaki. Kali ini aku sama
sekali tidak berusaha menjilat agar aku mendapat pujian,
atau keningku tidak kau tampar. Tetapi hubungan kita
menjadi lain." Warsi mengerutkan keningnya. Namun ia pun kemudian
menarik nafas dalam-dalam. Ia memang merasakan sikap
yang berbeda dari pengendangnya itu. Ia benar-benar
bersikap kebapakan yang ingin melihat anak gadisnya
berbahagia. Ternyata Warsi berusaha untuk menyesuaikan diri. Ia
berusaha untuk berubah sikapnya, agar ia tidak nampak
sebagai seorang perempuan yang kadang-kadang menjadi
kasar. Bahkan pengendangnya itu menasihatinya. "Kau
datang sebagai seorang penari, Warsi. Penari yang ngamen
dari pintu ke pintu yang lain. Jika pada saat-saat tertentu
kau menjadi kasar, maka lengkaplah alasan orang-orang
Sembojan untuk mencelamu apabila kau berhasil menjadi
istri Wiradana." Warsi mengangguk kecil. Katanya, "Aku akan mencoba.
Namun aku tidak dapat melupakan pesan ayah, bahwa aku
harus menguasai Wiradana, bukan akulah yang harus
dikuasai." "Menguasai seseorang mempunyai banyak pengertian.
Bukan berarti bahwa kau harus menguasai secara wadag


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

karena mungkin kau dapat mengalahkan jika kalian kelak
bertengkar dan bahkan berkelahi. Menguasai dalam
pengertian jiwani akan lebih penting artinya meskipun tidak
nampak pada kewadagan," berkata pengendangnya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
47 SH. Mintardja Warsi mengangguk-angguk. Tetapi ia pun kemudian
bertanya, "Tetapi apa yang harus aku lakukan sekarang?"
"Seperti yang kita rencanakan. Ngamen di daerah Tanah
Perdikan Sembojan. Aku yakin, bahwa Wiradana masih
akan menemuimu dan jika kau dapat memanfaatkan bekal
yang ada pada dirimu, maka kau tentu akan dapat
memikatnya, meskipun istri Wiradana sudah mengandung,"
jawab pengendangnya itu. Warsi mengangguk-angguk pula, sementara
pengendangnya itu berkata lebih lanjut, "Seterusnya kita
harus menilai setiap keadaan. Kita akan melangkah setapak
demi setapak." "Aku akan menurut semua petunjukmu, dan aku akan
mencoba untuk bersikap sebagaimana sikap seorang anak
perempuan terhadap ayahnya," desis Warsi kemudian.
"Bagus, mudah-mudahan kita berhasil," jawab
pengendangnya itu. Demikianlah maka Warsi pun telah meneruskan
pekerjaan yang telah dilakukannya itu. Ia mulai bergerak
dari satu padukuhan ke padukuhan lainnya. Jika ia terlalu
lama berada di satu padukuhan, maka penghuni padukuhan
itu akan menjadi jenuh dan tidak berminat lagi untuk
menonton tari-tariannya. Meskipun ada juga beberapa
orang laki-laki yang tidak dapat ingkar dari perasaannya,
bahwa rasa-rasanya setiap saat ingin melihat wajah Warsi.
Dengan demikian, maka akhirnya Warsi pun telah berada
di sebuah padukuhan terdekat dengan padukuhan induk.
Beberapa orang di padukuhan induk telah pergi
menyaksikan pertunjukan Warsi dimalam itu. Dan mereka
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
48 SH. Mintardja pun mulai mempercakapkannya sebagaimana mereka
mempercakapkannya dahulu.
"Perempuan itu memang cantik," berkata seorang laki-
laki yang masih muda. "Bahkan rasa-rasanya ia menjadi
bertambah cantik." "Sayang," jawab kawannya. "Kenapa ia tidak mencari
pekerjaan yang lebih baik dari menjadi seorang penari
keliling yang ngamen dari satu padukuhan ke padukuhan
yang lain. Beberapa bulan yang lalu ia sudah datang ke
padukuhan ini. Sebelum kami melupakannya ia sudah
datang untuk kedua kalinya."
"Mungkin Tanah Perdikan ini dapat memberi nafkah
yang agak baik bagi rombongan itu, sehingga mereka
mencoba untuk mengulangi keuntungan yang pernah
didapatkannya itu," jawab yang lain pula.
Kawan-kawannya mengangguk-angguk. Mereka memang
sependapat, bahwa agaknya Tanah Perdikan itu merupakan
daerah yang subur bagi pengamen yang cantik itu.
Dalam pada itu, ketika Warsi sedang menari di
padukuhan sebelah pada satu malam, maka beberapa orang
dari padukuhan induk pun telah datang untuk menonton
pula. Bahkan di antara mereka dengan diam-diam
Wiradana pun telah menyaksikan pertunjukan itu pula.
Meskipun ia tidak datang sebagai seorang anak Kepala
Perdikan, tetapi justru dengan diam-diam dan berada di
antara orang-orang yang berkerumun sambil berselimut
kain panjang dan berusaha untuk tidak dikenali oleh orang-
orang disebelah menyebelah karena pakaian yang
dikenakannya bukan pakaian yang biasa dipakainya, namun
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
49 SH. Mintardja Wiradana sempat menyaksikan pertunjukan itu cukup
lama. Ternyata di mata Wiradana Warsi tetap cantik
sebagaimana dilihatnya beberapa bulan yang lalu.
Senyumnya masih tetap cerah dan bahkan perempuan itu
nampak lebih lembut dan luruh.
"Kasihan," gumam Wiradana yang kemudian mendahului
orang-orang lain meninggalkan tempat pertunjukan itu,
"Perempuan secantik itu harus menjalani kehidupan yang
memelas. Bahkan menilik sikapnya ia adalah perempuan
yang baik. Berbeda dengan perempuan-perempuan lain
yang mencari nafkahnya sebagai penari yang ngamen dari
rumah ke rumah. Mereka nampaknya agak rongeh sehingga
memberikan kesan sifat-sifat mereka yang lebih bebas.
Meskipun tidak selalu bahwa yang rongeh dan bebas itu
menjurus kepada hal-hal yang tidak baik."
Bagaimana pun juga Warsi tetap menarik perhatian
Wiradana, meskipun sebenarnyalah sebagaimana disebut
oleh beberapa orang, bahwa istri Wiradana memang sudah
mengandung. Ketika Wiradana kemudian sampai ke rumahnya, maka
ia pun mulai merenungi dirinya sendiri. Ketika dilihatnya
istrinya yang tertidur nyenyak, terasa hatinya telah
tersentuh pula. Tetapi yang terbersit dihati Wiradana adalah sekadar
perasaan kasihan. Istrinya yang mengandung itu seakan-
akan merupakan seorang perempuan yang bersih dari
segala macam kesalahan. Seakan-akan perempuan itu
hatinya putih seperti kapas.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
50 SH. Mintardja Di dalam tidurnya perempuan itu seolah-olah tersenyum.
Ia sedang menunggu kehadiran seorang bayi yang tumbuh
karena perkawinannya dengan anak Kepala Perdikan
Sembojan itu. Namun dalam pada itu, ketika Wiradana sempat
memandang wajah Iswari, maka sambil menarik nafas
dalam-dalam ia berkata kepada istrinya, "Kenapa Iswari
tidak secantik penari itu."
Ketika Wiradana berbaring disamping istrinya, maka ia
pun berusaha untuk melupakan penari yang dimatanya
adalah seorang perempuan yang sangat cantik.
Meskipun untuk beberapa lamanya Wiradana tidak dapat
memejamkan matanya, namun akhirnya Wiradana pun
tertidur pula. Namun di hari-hari kemudian, hati Wiradana pun mulai
menjadi gelisah. Meskipun sikapnya kepada Iswari tidak
berubah, tetapi ada sesuatu yang mulai bergetar dihatinya.
Wiradana tidak dapat melupakan penari yang disepanjang
jalan-jalan di Tanah Perdikan Sembojan.
Bahkan akhirnya, Wiradana tidak lagi dapat bertahan
untuk tidak menemui Warsi. Meskipun ia masih juga
berselubung dengan melakukan tugasnya, namun akhirnya
Wiradana telah berada di banjar padukuhan disebelah
padukuhan induk untuk mengunjungi serombongan
pengamen. Pertemuan itu adalah saat yang sangat dinanti-nantikan
oleh Warsi dan seluruh rombongannya. Perkembangan
keadaan selanjutnya tergantung kepada Warsi. Apakah ia
akan dapat berhasil memikat hati Wiradana atau tidak.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
51 SH. Mintardja Warsi memang bertindak hati-hati. Ia selalu mengingat
pesan pengendangnya yang disebutnya sebagai ayahnya. Ia
harus merupakan seorang perempuan yang halus dan luruh.
Sehingga dengan demikian, maka hidupnya sehari-hari
tidak mengesankannya sebagai seorang penari yang menari
disepanjang jalan dan menyusuri halaman dari rumah ke
rumah. Tetapi tanpa cara yang demikian, maka sulitlah agaknya
bagi Warsi untuk menarik perhatian Wiradana. Karena
sikap bagi perannya sebagai penari, maka Warsi sempat
memikat hati Wiradana dengan kecantikannya, karena di
dalam penampilannya, Warsi tentu merias diri. Justru
sebaik-baiknya. Ternyata pertemuan itu adalah permulaan dari
pertemuan-pertemuan selanjutnya yang kemudian
berlangsung. Warsi yang dengan sengaja memikat hati
Wiradana telah berbuat apa saja untuk mencapai
maksudnya. Sementara pengendangnya, yang diakunya
sebagai ayahnya selama mereka berada di Sembojan telah
memberikan petunjuk-petunjuk yang berarti.
Namun dalam pada itu, segala sesuatunya masih tetap
tersembunyi bagi Iswari. Wiradana sendiri setiap kali
tersentuh hatinya melihat Iswari. Ia selau bersikap baik
sebagai seorang istri. Bahkan ia memiliki ketrampilan dan
ternyata ia mampu menempatkan dirinya sebagai istri
seorang anak Kepala Tanah Perdikan yang hampir tiba
saatnya untuk memegang kendali pemerintahan.
Apalagi ketika kemudian kakeknya, Kiai Badra dan
Gandar telah meninggalkan rumah Ki Gede Sembojan.
Maka sikap Iswari menjadi semakin baik.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
52 SH. Mintardja Sementara itu, Ki Gede Sembojan sendiri, ternyata sangat
mengagumi menantunya. Ia memang menganggap bahwa
Iswari memiliki kelebihan. Jika ia ingin mengambilnya
sebagai menantu bukan saja karena ia merasa berhutang
budi kepada Kiai Badra. Tetapi menurut pendapat Ki Gede,
Iswari memang seorang perempuan yang cerdik dan
trampil. Dalam pada waktu yang singkat, Iswari berhasil
menempatkan diri di antara perempuan-perempuan Tanah
Perdikan. Karena Ki Gede tidak lagi banyak dapat berbuat
bagi Tanah Perdikannya, maka segala sesuatunya telah
dilakukan oleh Wiradana didampingi oleh istrinya, Iswari.
Ketika Ki Gede mengetahui, bahwa Iswari telah
mengandung, maka alangkah senang hati orang tua itu.
Bahkan ketika ia makan bersama Wiradana dan istrinya,
terucap dari bibir Ki Gede, "Wiradana. Satu-satunya
keinginanku sekarang adalah menimang seorang cucu. Aku
tidak peduli, apakah cucuku laki-laki atau perempuan.
Bagiku sama saja. Jika laki-laki, maka ia adalah pewaris
Tanah Perdikan ini. Sedangkan jika ia perempuan, maka
kita akan menunggu saat lahirnya seorang laki-laki. Jika
anak laki-laki itu tidak lahir juga, maka akhirnya yang
perempuan itu pun akan mempunyai seorang suami yang
akan dapat melakukan tugas seorang Kepala Tanah
Perdikan sepeninggalanmu."
Jantung Wiradana berdegup semakin keras. Di luar
sadarnya terkilas wajah penari yang cantik itu, yang lambat
laun telah berhasil menghujamkan tajamnya duri menusuk
ke pusat perasaannya. Namun Wiradana ternyata mampu menyembunyikan
perasaannya. Bahkan ia masih sempat tersenyum sambil
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
53 SH. Mintardja menjawab, "Kita akan merayakan hari kelahiran anak itu
dengan meriah, ayah."
"Tidak saja pada hari kelahiran. Tetapi pada upacara
tujuh bulan, seluruh Tanah Perdikan akan menyambutnya.
Upacara yang harus terasa sampai ke setiap pintu rumah."
"Ah," desis Iswari. "Itu berlebih-lebihan Ki Gede.
Sebaiknya semua upacara dilakukan dengan sederhana.
Tetapi memberikan kekhidmatan. Karena pada hakikatnya,
upacara tujuh bulan adalah satu permohonan. Selain
keselamatan bagi bayi akan lahir kemudian, juga
permohonan agar kepada bayi yang lahir dikurniakan ujud
kewadagan dan sifat kejiwaan yang baik."
KI Gede mengerutkan keningnya. Namun kemudian ia
pun mengangguk-angguk. "Kau benar Iswari. Agaknya
memang demikian." "Karena itu, yang penting adalah permohonan itu sendiri.
Ungkapan lahiriahnya dapat saja dilakukan dengan
sederhana tanpa mengurangi kesungguhan permohonan
itu," berkata Iswari kemudian.
Ki Gede masih mengangguk-angguk. Baginya Iswari
memang seorang perempuan yang memiliki banyak
kelebihan dari perempuan-perempuan yang lain. Jika
semula ia agak meragukan, karena Iswari adalah gadis
sebuah padepokan kecil, ternyata kemudian bahwa gadis itu
jauh lebih baik dari yang diduganya.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
54 SH. Mintardja Namun dalam pada itu, bagi Wiradana sendiri, segalanya
justru menjadi kabur. Jika sebelumnya ia mulai melihat
kelebihan itu pada istrinya, namun sejak kehadiran Warsi
untuk yang kedua kalinya, maka yang nampak pada
Wiradana hanya sekadar kesederhanaannya. Memang
Iswari masih tetap sederhana. Ia jarang sekali merias diri,
apalagi berlebih-lebihan sebagai seorang tledek yang sudah
siap untuk menari. Dalam pada itu, kegelapan
yang menyelubungi hati Wiradana semakin lama memang menjadi semakin tebal. Bahkan akhirnya dunianya telah benar-benar
menjadi kelam, ketika pada
suatu saat, ia tidak dapat lagi
mengekang dirinya untuk mengucapkan satu keinginan
kepada Warsi, "Warsi,
sebenarnyalah aku ingin

Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memperistrimu." Satu kalimat yang menentukan bagi Warsi. Sejenak ia menunduk sambil
bermain-main dengan jarinya. Seolah-olah ia tidak kuasa
untuk mendengarkan kata-kata yang baru saja diucapkan
oleh Wiradana. Sehingga dengan demikian maka Wiradana
pun mengulanginya, "Kau dengar Warsi. Kau terlalu cantik
bagi seorang penari yang setiap hari berjalan menyusuri
lorong-lorong di padukuhan-padukuhan. Sebenarnyalah
sudah sepantasnya jika kau menjadi seorang istri yang baik.
Karena itu, maka aku ingin memintamu untuk menjadi
istriku." Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
55 SH. Mintardja Wajah Warsi masih menunduk. Namun kemudian dari
sela-sela bibirnya yang tipis kemerahan ia berkata lambat
sekali, hampir hanya dapat didengar sendiri, "Apakah kau
bergurau?" "Tidak Warsi," jawab Wiradana dengan serta merta, "Aku
tidak bergurau. Sejak aku melihat kau untuk yang pertama
kali, maka rasa-rasanya ada sesuatu yang menyentuh
perasaanku, dan seakan-akan terdengar suara yang berbisik
di telingaku, bahwa kau adalah seorang perempuan yang
pantas menjadi jodohku."
Wajah Warsi menjadi semakin menunduk. Tetapi
semakin lirih ia berkata, "Sebenarnyalah demikian pula
telah terbersit di hatiku. Ketika aku melihat kau datang
mengunjungi rombongan kecilku yang hina ini, maka
perasaanku telah menjadi bergolak. Tetapi aku tidak dapat
ingkar akan kenyataanku, bahwa aku adalah seorang
pengamen yang tidak berharga."
"Ah," sahut Wiradana, "Pekerjaan bagi kita tidak
ubahnya seperti selembar baju. Jika itu sudah kita
tinggalkan, maka kita akan dapat memakai baju yang lain.
Demikian jika saatnya kau melepaskan pekerjaanmu
sebagai penari yang menyusuri jalan-jalan, maka kau akan
dapat mengenakan baju yang lain."
Tetapi sambil menunduk Warsi menggeleng lemah,
"Tidak. Sebaiknya kau tidak melakukannya. Kau akan
menyesal di kemudian hari. Apalagi, bukankah kau sudah
beristri?" Wajah Wiradana menjadi merah. Tiba-tiba saja dirinya
bagaikan dilemparkan pada satu kenyataan, bahwa ia
memang sudah beristri. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
56 SH. Mintardja Tetapi ternyata bahwa kegelapan benar-benar telah
menyelubungi hatinya. Dengan sendat ia berkata, "Benar
Warsi. Aku memang sudah beristri, tetapi apa artinya
seorang istri yang kehadirannya seakan-akan dilontarkan
begitu saja kedalam dunia oleh kekuasaan seseorang yang
tidak dapat aku sanggah. Ayahkulah yang memaksaku
untuk mengawini perempuan padepokan yang bodoh itu."
Sambil masih menundukkan kepalanya Warsi berdesis,
"Tetapi bukankah istrimu sudah mengandung" Seorang istri
yang mengandung merupakan satu pertanda, bahwa hidup
keluarga yang dibinanya telah menemukan satu keserasian
yang manis. Tentu keduanya saling mencintai sehingga
cinta itu kemudian telah menumbuhkan tunas bagi masa
depan." "Kau salah sangka Warsi," jawab Wiradana.
"Sebagaimana aku menerima Iswari menjadi istriku, maka
yang aku lakukan kemudian adalah sekadar melakukan
kewajiban." "Bukankah itu satu dosa?" bertanya Warsi.
"Yang berdosa adalah yang memaksa aku untuk
mengawini seorang perempuan yang tidak aku cintai,"
jawab Wiradana. Namun Warsi juga menjawab, "Biarlah aku sekadar
bermimpi menjadi istri seorang anak Kepala Tanah
Perdikan yang tampan dan yang menurut pengakuannya
juga mencintaiku. Tetapi jika kemudian, maka yang tinggal
adalah perasaan pedih oleh luka di hati."
"Tidak. Tidak Warsi," berkata Wiradana. "Kita akan
kawin. Apapun yang akan terjadi."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
57 SH. Mintardja "Aku tidak ingin menemukan kebahagiaan di atas
penderitaan orang lain. Jika kau kawin dengan aku, maka
istrimu akan mengalami kepahitan hidup yang mungkin
tidak akan tertanggungkan lagi," jawab Warsi.
"Aku dapat mengatur segala-galanya," berkata Wiradana.
"Biarlah ia merasa tetap menjadi seorang istri dari anak
Kepala Tanah Perdikan Sembojan. Biarlah ia tetap dapat
keadaannya. Tatapi ia akan dapat memiliki jiwaku, karena
aku akan menyerahkan kepadamu sebulat-bulatnya."
"Lalu, siapakah aku kemudian dihadapanmu?" tiba-tiba
saja Warsi bertanya. "Kau akan menjadi istriku pula. Kita dapat tinggal
ditempat yang tidak akan diketahui oleh siapapun juga. Kita
akan dapat membangun satu keluarga yang berbahagia,
karena kita saling mencintai," berkata Wiradana.
Tetapi Warsi menggeleng, katanya, "Jangan berpikir
begitu. Kau kira kita akan dapat menemukan satu
kehidupan yang sewajarnya dengan cara yang kau lakukan
itu." "Kenapa tidak?" jawab Wiradana. "Bukankah yang kita
perlukan dalam hidup keluarga yang saling mencintai
adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kau dan
aku" Kita tidak memerlukan orang lain, suasana yang lain
dan apa pun juga diluar kita berdua."
Warsi tidak menjawab. Tetapi kepalanya yang tunduk
menjadi semakin tunduk. Karena Warsi tidak segera menjawab, maka Wiradana
telah mendesaknya, "Katakan, apakah kau bersedia
melakukannya?" Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
58 SH. Mintardja Warsi mengusap matanya. Sebenarnyalah dari matanya
menitik butir-butir air mata. Dengan suara yang sendat ia
berkata, "Wiradana. Biarlah cinta kita biarkan suci tanpa
dinodai oleh apapun juga. Tanpa menyakiti hati orang lain,
dalam hal ini istrimu dan ayahmu. Biarlah kita saling
mengenang masa-masa yang penuh dengan mimpi-mimpi
yang nikmat ini. Meskipun aku tahu, bahwa hidupku akan
menjadi kering. Berbeda dengan hidupmu yang dikelilingi
oleh suasana yang dapat membantu dirimu untuk
menemukan satu ujud kepribadian yang baru setelah kau
berhasil mengatasi gejolak di dalam hatimu."
Tetapi Wiradana menggeleng. Katanya, "Kita dapat
mencoba Warsi. Ada banyak jalan yang dapat kita tempuh."
Warsi tidak menjawab lagi. Sementara itu, Wiradana pun
kemudian berkata, "Pikirkanlah baik-baik. Kau jangan
meninggalkan Tanah Perdikan ini lebih dahulu. Kita dapat
berbicara di kesempatan lain."
Demikian sejenak kemudian Wiradana itu pun telah
meninggalkan Warsi di banjar tempat ia menginap.
Demikian Wiradana pergi, maka pengendangnya pun telah
menemui Warsi yang menunggunya sambil tersenyum
cerah. Sambil mengusap matanya ia berkata, "Aku terpaksa
menangis." "Kenapa kau harus menangis?" bertanya pengendangnya.
Warsi pun kemudian menceriterakan pembicaraannya
dengan Wiradana. Sebenarnya jalan telah mulai terbuka.
Tetapi Warsi memang harus berhati-hati.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
59 SH. Mintardja "Kau memang pandai Warsi. Kau memang tidak boleh
tergesa-gesa memasuki pintu yang sudah terbuka itu. Kau
dapat meniru anak-anak yang menaikkan layang-layang.
Kau ulur benangnya, namun sekali-kali kau tahan.
Wiradana akan menjadi semakin gila. Pada saat-saatnya ia
akan berjongkok dibawah kakimu," berkata
pengendangnya. Sementara itu, memang ada perubahan sikap Wiradana
di rumahnya. Tetapi dengan sungguh-sungguh Wiradana
berusaha untuk menyembunyikannya. Bahkan pada saat-
saat tertentu, rasa-rasanya ia menjadi semakin sayang
kepada istrinya yang sedang mengandung itu. Tetapi pada
saat-saat tertentu Wiradana itu nampak merenung diri.
Namun dalam pada itu, Iswari sama sekali tidak
menyangka, bahwa di dalam hidup kekeluargaannya, telah
terselip duri yang menusuk semakin dalam. Namun
agaknya Wiradana memiliki kemampuan berpura-pura
sebagaimana Warsi. Tetapi saat-saat yang mengkhawatirkan itu pun menjadi
semakin dekat. Wiradana semakin dalam terbenam ke
dalam jebakan Warsi. Namun Warsi yang cerdik itu tidak
ingin merenggut Wiradana sekaligus. Apalagi istrinya
sedang mengandung. Karena itulah, maka diambilnya Wiradana perlahan-
lahan. Meskipun nampaknya Warsi dengan terpaksa sekali
menerima desakan Wiradana untuk tinggal di satu tempat
yang tersembunyi, namun Warsi memang sudah mulai
dengan langkahnya untuk mengikat Wiradana.
Sebenarnyalah, atas persetujuan tukang gendang yang
diaku sebagai ayah Warsi, maka Wiradana telah membuat
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
60 SH. Mintardja rumah tersendiri bagi Warsi. Tidak di Tanah Perdikan
Sembojan tapi diluarnya. Di daerah yang tidak banyak
mengenalnya, ia mempunyai kebebasan untuk lebih banyak
berbuat. Dengan demikian, maka Wiradana mulai memasuki satu
kehidupan dalam dua wajah. Ia harus dapat berbuat sesuatu
yang mungkin bertentangan dengan nuraninya. Bahkan ia
harus menunjukkan satu sikap yang berbeda dengan gejolak
di dalam jiwanya. Di rumah Wiradana tetap merupakan
seorang suami yang baik, yang nampaknya mengasihi
istrinya dan bersikap sangat hormat kepada ayahnya.
Bahkan melampaui masa-masa sebelumnya. Sehingga
dengan demikian ayahnya menduga, bahwa menjelang
kelahiran anaknya, maka Wiradana ingin menunjukkan satu
sikap yang akan dapat berpengaruh atas bayi yang masih
ada di dalam kandungan, agar bayi itu pun kelak bersikap
baik seperti yang dilakukannya.
Namun di balik sikapnya itu, Wiradana menyimpan satu
rahasia yang rumit. Setiap saat Wiradana harus berpura-
pura, dan bahkan berbohong kepada istri dan ayahnya.
Di hari-hari terakhir, Wiradana menjadi lebih banyak
melakukan kewajibannya di luar padukuhan induk. Setiap
kali ia membawa kudanya untuk berkeliling Tanah
Perdikan. Kepada ayah dan istrinya Wiradana mengatakan,
bahwa ada tanda-tanda keadaan telah memburuk pada saat
terakhir. "Dendam Kalamerta itu masih belum terhapuskan sama
sekali ayah," berkata Wiradana.
Ki Gede Sembojan menarik nafas dalam-dalam. Dengan
nada rendah ia berkata, "Berhati-hatilah menghadapi
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
61 SH. Mintardja keluarga Kalamerta. Ia bukan saja memiliki beberapa orang
yang berilmu tinggi, tetapi segala cara yang licik dan
pengecut. Namun mereka tidak segan-segan melakukan apa
saja. Kau pernah mengalami sendiri, betapa berbahayanya
para pengikut Kalamerta. Mereka berilmu tinggi, tetapi otak
mereka tumpul dan tidak terhormati peradaban."
Wiradana mengangguk-angguk. Katanya, "Aku akan
selalu berhati-hati ayah."
"Jika kau nganglang Tanah Perdikan, jangan pergi
seorang diri," berkata ayahnya lebih lanjut. "Kau dapat
dijebak oleh kelicikan mereka."
Wiradana mengangguk-angguk pula. Sekali lagi ia
menjawab, "Aku akan berusaha untuk menjaga diri."
Dengan demikian, maka penilaian ayah dan istrinya
terhadap Wiradana justru berbeda dengan keadaannya yang
sesungguhnya. Ayah dan istrinya menganggap bahwa
Wiradana telah bekerja keras menjelang kelahiran bayinya.
Namun ternyata bahwa sebagian besar waktunya telah
dipergunakan untuk berada di rumah yang dibuatnya bagi
Warsi. Meskipun rumah itu kecil, tetapi ternyata bahwa
rumah itu cukup baik bagi kehidupan kedua orang yang
berada di dalam dunia bayang-bayang yang suram.
Dalam pada itu, setelah Warsi tinggal di sebuah rumah
kecil bersama Wiradana, maka para pengiringnya telah
minta diri untuk meninggalkannya. Bahkan pengendangnya
yang disebut ayahnya pun telah meninggalkannya pula.
Sebenarnyalah bahwa pengendang itu cukup percaya
kepada Warsi untuk menyelesaikan masalahnya. Masalah
yang akan menyangkut satu kehidupan yang panjang.
Bahkan untuk selama-lamanya, karena Warsi telah memilih
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
62 SH. Mintardja cara untuk membalas dendam yang lain dari yang pernah
dilakukannya. Warsi tidak membunuh keluarga Kepala
Perdikan Sembojan yang telah membunuh pamannya,
tetapi ia justru berusaha untuk memilikinya dengan
menguasainya. Bukan saja anak Kepala Tanah Perdikan
Sembojan itu, tetapi dengan Tanah Perdikan itu pula,
karena Warsi ingin mempunyai keturunan yang akan dapat
mewarisi Tanah Perdikan itu lewat Wiradana.


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pada saat-saat permulaan dari kehidupan mereka sebagai
suami istri, Warsi masih tetap merupakan seorang istri yang
lembut dan luruh. Namun ia tidak meninggalkan
kebiasaannya menghias diri, agar di mata Wiradana ia tetap
merupakan seorang perempuan yang cantik.
Namun kehidupan mereka pun berkembang sejalan
dengan perkembangan kandungan Iswari. Menjelang tujuh
bulan dari masa kandungan itu, Ki Gede Sembojan benar-
benar sudah bersiap-siap untuk merayakan upacara itu
meskipun tidak sebesar yang direncanakan semula karena
Iswari berkeberatan. Pada saat-saat yang demikian, wajah Warsi mulai
nampak muram. Sekali-kali Warsi mulai menunjukkan
sikap yang lain. Kadang-kadang nampak sedih dan
merenung. Namun jika Wiradana bertanya tentang
sikapnya itu, maka Warsi pun kemudian menjadi cerah dan
berusaha untuk tersenyum.
"Aku tidak apa-apa kakang," jawab Warsi.
"Tetapi aku lihat kau merenung," berkata Wiradana.
"Tidak. Aku tidak merenung," Warsi mencoba untuk
tertawa. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
63 SH. Mintardja "Jangan menyembunyikan sesuatu Warsi," berkata
Wiradana. "Di rumah ini aku menemukan satu kehidupan
yang lebih baik dari di rumahku sendiri. Kau mempunyai
perbedaan dengan Iswari. Kau benar-benar merupakan
seorang istri yang mengerti tentang suami. Tetapi Iswari
lebih banyak mengerti perasaan ayah dari pada perasaanku.
Ia selalu berusaha untuk menyenangkan hati ayah karena
memang ayahlah yang melemparkannya memasuki duniaku
yang sebenarnya bukan untuknya."
Pada hari-hari pertama Warsi tetap tidak mau
mengatakan persoalan yang ditumbuhkannya di dalam
lingkungan keluarga kecil itu. Dengan sempurna ia tetap
berpura-pura ganda. Ia berpura-pura berduka, namun
kemudian ia menyaput dukanya dengan kepura-puraannya
pula. Seolah-olah ia sama sekali tidak sedang dalam
keadaan pedih. Namun setelah didesak oleh Wiradana, akhirnya ia
berkata juga sebagaimana telah direncanakan, "Kakang,
sebenarnya aku tidak ingin mengatakan sesuatu yang akan
dapat menambah rumitnya persoalan di dalam hatimu."
"Tetapi tanpa mengatakan sesuatu, maka aku selalu
merasakan satu gejolak yang tidak dapat aku endapkan.
Tanpa mengatakan sesuatu, bagiku justru merupakan
persoalan tersendiri. Aku tahu Warsi, bahwa kau ingin
menanggung beban itu sendiri, karena kau terlalu menjaga
ketenanganku. Tetapi akibatnya justru sebaliknya," berkata
Wiradana. Warsi menundukkan kepala. Bahkan tiba-tiba saja ia
telah menitikkan air mata. Katanya, "Kakang, aku memang
sudah menduga, bahwa akhirnya hidupku akan menjadi
seperti ini." Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
64 SH. Mintardja "Seperti apa Warsi?" bertanya Wiradana. "Bukankah hal
ini memang sudah kita kehendaki?"
"Kakang, rasa-rasanya memang demikian. Aku memang
tidak akan dapat menentang nasib hidupku. Agaknya
derajatku memang seperti ini," berkata Warsi.
"Aku tidak tahu maksudmu Warsi," jawab Wiradana.
"Kakang. Pada masa kanak-kanak aku memang sering
mendengar ceritera tentang kehidupan yang pahit dari
seorang anak tiri. Ceritera tentang ibu tiri, seakan-akan
telah menjadi ceritera yang wajar, bahwa ibu tiri tentu
seorang yang kejam dan bahkan sampai hati mencelakai
anak tirinya yang tidak bersalah," berkata Warsi. Lalu,
"Tetapi di samping ceritera tentang ibu tiri, aku juga
mengenal ceritera yang lain, ceritera tentang kehidupan
yang sunyi dan tidak wajar. Sembunyi-sembunyi dan
berusaha menyelubungi diri."
"Ceritera tentang apa?" bertanya Wiradana.
"Ceritera tentang istri muda. Ceritera tentang seorang
perempuan yang dimadu," jawab Warsi.
Wajah Wiradana tiba-tiba menjadi merah. Namun ia pun
segera memaklumi perasaan istrinya yang cantik itu. Ia pun
kemudian berkata di dalam hatinya, "Tidak berlebih-
lebihan. Pada umumnya seorang perempuan memang tidak
akan bersedia dimadu."
Namun dalam pada itu, Wiradana tidak akan dapat
berbuat sesuatu atas istrinya yang tua, karena istrinya yang
tua itu sangat disayangi oleh ayahnya, Ki Gede Sembojan.
Tetapi selesai Wiradana merenungi keadaan itu, tiba-tiba
saja Warsi berkata dengan nada rendah, "Tetapi kakang.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
65 SH. Mintardja Aku mohon maaf. Bukan maksudku untuk menuntut
perbaikan keadaanku yang sekarang. Aku sudah mengakui,
bahwa keadaan yang demikian ini sudah aku ketahui sejak
sebelum aku menerimamu menjadi suamiku. Karena itu,
aku mohon jangan hiraukan aku. Aku akan berusaha untuk
mengatasi kepahitan ini demi cintaku kepadamu."
Wiradana menundukkan kepalanya. Namun tiba-tiba
saja ia menghentakkan diri sambil berdiri, "Tidak. Kau tidak
boleh terlalu lama menderita."
"Kakang," desis Warsi. "Lalu apa yang dapat kakang
lakukan" Sudahlah. Biarlah aku bawa beban perasaan ini.
Adalah salahku sendiri, bahwa aku menerima beban yang
sebenarnya sudah aku ketahui sejak semula."
"Tidak Warsi," berkata Wiradana. "Kau tidak boleh
terlalu lama menderita. Aku akan berbuat sesuatu sehingga
kau akan benar-benar menjadi istri seorang Kepala Tanah
Perdikan kelak. Satu-satunya. Tetapi aku minta waktu. Aku
harus memikirkan cara untuk menyingkirkan Iswari.
Mungkin setelah ia melahirkan. Mungkin pada saat-saat
lain yang akan aku tentukan kemudian. Untuk
menceraikannya, aku lakukan harus berhadapan dengan
ayahku. Hampir mustahil hal itu dapat aku lakukan."
"Jangan kakang. Jangan," minta Warsi dengan serta
merta, "Jangan kau korbankan istrimu yang sekarang
sedang mengandung itu. Bukankah dari istrimu itu kau
akan mendapatkan seorang anak yang kelak akan dapat
menyambung pemerintahan di Tanah Perdikan ini"
Bukankah anak yang dikandung itu akan menjadi pewaris
yang sah atas Tanah Perdikan Sembojan."
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
66 SH. Mintardja "Sekali lagi aku katakan Warsi," jawab Wiradana. "Bukan
akulah yang menghendaki Iswari berada di rumah itu.
Tetapi ayahku. Sekarang ayahku sudah tidak banyak
berdaya. Meskipun ia sudah mampu mempergunakan
tangan dan kakinya, tetapi tidak lebih dari sekadar berjalan
dan mengambil sesuatu. Memegang benda-benda kecil yang
tidak berarti. Pada saat-saat tertentu ayah sudah akan
kehilangan segala kemungkinan untuk dapat berbuat apa-
apa atas Tanah Perdikan ini, sehingga pada saat ia akan
tunduk kepadaku" "O," tiba-tiba saja Warsi telah menutup wajahnya dengan
kedua belah telapak tangannya. Dengan sedu sedan ia
berdesis, "Dosa apakah yang akan aku sandang jika ternyata
aku telah membawa malapetaka bagi keluargamu kakang.
Sekali lagi aku mohon maaf, biarlah aku seorang diri yang
memikul beban ini, beban yang memang sudah aku sengaja,
aku letakkan di pundakku sendiri."
"Itu tidak adil Warsi," berkata Wiradana. "Dengan
demikian kau akan menderita seumur hidupmu. Padahal
perkawinan tentu bukan begitu maksudnya."
Ada bedanya antara aku dan istrimu yang tua," berkata
Warsi. "Ia datang dengan wajar, siapapun yang
membawanya. Ia tidak membuat orang lain mengalami
kesulitan, apalagi mengalami perlakuan yang dapat
mengancam jiwanya. Tetapi kedatanganku telah membuat
istrimu yang tua itu mengalami kesulitan. Bahkan ancaman
bagi keselamatannya jika ia harus disingkirkan. Padahal kau
tidak mungkin dapat menceraikannya kakang, jika kau tidak
ingin berhadapan dengan ayahmu sendiri. Meskipun
ayahmu sekarang cacad, tetapi ia tetap ayahmu. Kau tidak
dapat menolaknya." Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
67 SH. Mintardja "Tetapi aku sekarang sudah dewasa penuh, Warsi. Aku
sudah kawin dan menentukan langkah-langkah yang aku
anggap baik bagiku dan bagi masa depanku. Ayah tidak
akan dapat selamanya memaksakan kehendaknya atasku,"
berkata Wiradana. Warsi masih tetap menangis. Di sela-sela isak-nya ia
berkata, "Tetapi aku mohon kakang mempertimbangkan
segala langkah-langkah yang akan kakang ambil sebaik-
baiknya." "Aku akan bertanggung jawab atas segala tingkah lakuku,
Warsi. Aku tidak akan dapat membiarkan kau menderita
seumur hidupku karena cintamu kepadaku. Dengan
demikian, maka kau harus berkorban untukku, sementara
aku tidak berbuat apa-apa bagi kebahagiaanmu. Karena aku
tahu, bahwa kebahagiaan bukan berarti aku telah
mencukupi segala kebutuhan lahiriah. Makan, pakaian dan
perhiasan. Tetapi kau juga harus mengalami kebahagiaan
batin sebagaimana seharusnya orang hidup berkeluarga",
berkata Wiradana. Warsi tidak menjawab. Namun dalam pada itu, Wiradana
lah yang berkata sambil mengusap rambut perempuan yang
menangis itu. "Sudahlah. Aku tahu, bahwa kau adalah
seorang perempuan yang berbudi luhur. Kau ingin melihat
aku bahagia tanpa mengorbankan siapapun juga, meskipun
dengan demikian kau sendirilah yang harus menjadi
korban. Ternyata kau tidak memikirkan kesenangan dirimu
sendiri. Bahkan kau masih juga ingin melihat perempuan
yang menjadi madumu itu hidup tenang. Karena itu Warsi,
dengan penilaian itu, maka aku tahu, apa yang harus aku
lakukan. Perasaan yang demikian, sebagaimana kau
lakukan, tidak akan aku dapatkan dari Iswari. Ia tentu lebih
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
68 SH. Mintardja mementingkan dirinya sendiri sebagaimana aku lihat pada
sifatnya sehari-hari."
Warsi masih tetap berdiam diri. Tetapi agaknya ia
berusaha untuk menguasai tangisnya sehingga justru
isaknya rasa-rasanya telah menyesakkan dadanya.
Dengan susah payah Wiradana berusaha menenangkan
istrinya yang cantik itu, sehingga akhirnya isak tangis Warsi
pun mereda. Meskipun demikian titik-titik air mata masih
nampak di pelupuk perempuan itu.
Ketika kemudian Wiradana meninggalkan Warsi dan
kembali ke padukuhan induk Tanah Perdikan, maka di
dalam benaknya telah mulai berkembang rencana untuk
menyingkirkan Iswari. Agaknya iblis benar-benar telah
menguasai hatinya sehingga yang kemudian mengalir dari
nalar budinya adalah kegelapan semata-mata.
Warsi, sepeninggalan Wiradana masih mengusap
matanya yang basah. Namun ia tersenyum di dalam hati.
Jalannya sudah menjadi semakin lapang. Bahkan ia yakin,
bahwa ia akan segera berhasil merebut Wiradana.
Namun yang kemudian menjadi masalah baginya adalah
Iswari yang sedang mengandung itu. Sebenarnya terlintas
juga satu kilatan cahaya terang di hatinya dengan satu niat
untuk membiarkan bayi di dalam kandungan itu lahir.
Namun yang kemudian dipikirkannya adalah masa
depannya. Pengendangnya memang pernah berkata
kepadanya, bahwa pewarisan itu akan terjadi jika anak itu
akan dapat bertahan hidup sampai dewasa.
"Itu berarti bahwa anak itu harus mati sebelum ia pantas
mewarisi kedudukan ayahnya," berkata Warsi di dalam
hatinya. Namun kemudian, "Tetapi dengan demikian kerja
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
69 SH. Mintardja itu harus dilakukan dua kali. Menyingkirkan ibunya,
kemudian menyingkirkan anaknya."
Di hari berikutnya Warsi masih tetap merenungi
persoalan itu. Namun akhirnya ia menggeretakkan giginya
sambil berkata kepada diri sendiri. "Apa boleh buat. Orang-
orang yang disebut baik-baik pun melakukan usaha
pembunuhan pula untuk mencapai maksudnya. Apalagi
aku. Kematian yang dua nyawa sekaligus itu adalah satu
kebetulan saja karena dua nyawa itu masih terselubung
dalam satu wadag." Sehingga akhirnya, maka Warsi pun mengambil
keputusan, jika mungkin justru sebaiknya istri Wiradana itu
disingkirkan sebelum bayi itu lahir.
"Dengan demikian, maka aku tidak akan membiarkan
seekor harimau akan sempat menjadi besar dan buas,"
berkata Warsi di dalam hatinya.
Dengan demikian, maka usahanya kemudian harus
ditunjukkan kepada mempercepat keputusan Wiradana
untuk menyingkirkan istrinya.
"Tidak ada jalan lain. Perempuan itu tentu akan
dibunuhnya, karena ia tidak akan berani menceraikannya,
justru karena perempuan itu sangat disayangi oleh
ayahnya." Di hari-hari berikutnya, maka sikap Wiradana pun
menjadi semakin pasti. Dengan licik Warsi selalu berhasil
menghasutnya, bahkan selalu dengan kesan, seakan-akan
Warsi adalah seorang yang berhati sebening mata air di


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lereng perbukitan. Namun yang sebenarnya mengandung
racun yang melampaui tajamnya racun ular bandotan.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
70 SH. Mintardja Akhirnya hari itu, Wiradana pun menjadi gelap.
Hidupnya benar-benar sudah berada dibawah bayangan
sebuah mimpi yang suram. Anak Kepala Perdikan Sembojan
itu telah kehilangan kiblat hidupnya dan kehilangan
pribadinya. Sehingga dengan demikian maka ia tidak lagi
dapat mengenali buruk dan baik.
Namun justru pada saat yang demikian, di sebuah
padepokan kecil yang hanya dihuni oleh beberapa orang
saja, seorang tua duduk dihadap oleh seorang cantriknya
yang sangat dekat dengan dirinya, karena cantrik itu masih
termasuk kadangnya sendiri.
"Gandar," berkata orang tua itu. "Ada sesuatu yang ingin
aku katakan kepadamu."
Gandar termangu-mangu. Namun ia bergeser semakin
dekat sambil bertanya, "Nampaknya Kiai bersungguh-
sungguh." "Ya Gandar. Aku memang bersungguh-sungguh," berkata
Kiai Badra. "Apa yang akan Kiai katakan?" bertanya Gandar.
"Aku bermimpi Gandar," desis Kiai Badra.
Gandar mengerutkan keningnya. Namun ia pun
kemudian tersenyum. "Kenapa dengan mimpi itu"
Bukankah hampir setiap saat kita tidur, kita selalu
bermimpi?" "Aku bersungguh-sungguh Gandar," berkata Kiai Badra.
Gandar menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak
segera menyahut. Dibiarkannya saja Kiai Badra mengatakan
tentang mimpinya. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
71 SH. Mintardja "Gandar," berkata Kiai Badra kemudian. "Sudah berapa
lama Iswari berada di Tanah Perdikan Sembojan?"
"Sudah hampir setahun bukan Kiai," jawab Gandar. Tiba-
tiba saja suaranya merendah.
"Ah, tentu belum. Tetapi sudah lebih dari delapan atau
sembilan bulan," jawab Kiai Badra.
"Selisih itu tidak terlalu banyak," jawab Gandar. Lalu,
"Kira-kira memang sekian bulan."
"Gandar," suara Kiai Badra seakan-akan menjadi
semakin dalam, "Aku bermimpi bahwa Iswari telah
menyalakan obor dimuka rumah Ki Gede Sembojan. Tetapi
tiba-tiba saja angin bertiup kencang sekali. Bahkan
kemudian obor itu mati dan Iswari telah tersaput oleh pedut
yang sangat tebal." Gandar mendengarkan kata-kata itu dengan seksama.
Tiba-tiba saja ceritera tentang mimpi itu telah menarik
sekali baginya. Meskipun demikian, Gandar tidak bertanya
sesuatu. Dalam pada itu, Kiai Badra pun telah melanjutkannya.
"Gandar, rasa-rasanya ada sesuatu yang mendorong aku
untuk menengoknya. Tetapi rasa-rasanya segan juga aku
melakukannya. Baru saja kita meninggalkan Tanah
Perdikan. Jika aku datang lagi ke Tanah Perdikan itu tentu
akan dapat menimbulkan kesan yang lain pada Ki Gede."
Gandar mengangguk-angguk. Ia segera mengerti maksud
Kiai Badra. Karena itu, maka katanya, "Bukankah Kiai akan
memerintahkan aku untuk menengoknya?"
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
72 SH. Mintardja "Ya Gandar," jawab Ki Gede, "Tepat. Aku ingin kau pergi
ke Tanah Perdikan Sembojan untuk menengok adikmu.
Mudah-mudahan ia selalu dalam keadaan sehat."
Gandar menarik nafas dalam-dalam. Ia tidak pernah
menolak segala perintah yang diberikan oleh Kiai Badra.
Bahkan seandainya Kiai Badra itu ingin mengambil hidup
matinya sekalipun. Namun perintah untuk menengok
Iswari membuatnya menjadi berdebar-debar.
Sejak ia meninggalkan Tanah Perdikan Sembojan, rasa-
rasanya ia sudah berjanji kepada diri sendiri untuk tidak
bertemu lagi dengan Iswari. Cucu Kiai Badra yang dalam
hubungan kadang, ia mempunyai kedudukan lebih tua.
Namun tiba-tiba datang perintah itu perintah yang
sangat dibencinya. Tetapi sebenarnyalah Gandar memang tidak dapat
menolak. Ia hanya dapat menerima dan menjalankan tugas
itu. Apalagi bagi tugas yang sangat ringan. Seakan-akan Kiai
Badra memberikan tugas kepadanya untuk pergi
bertamasya ke Tanah Perdikan Sembojan.
Namun tugas yang ringan itu ternyata akan terasa sangat
berat bagi Gandar. Tetapi ia sama sekali tidak dapat
mengatakan, kenapa tugas ke Tanah Perdikan Sembojan itu
akan merupakan tugas yang sangat berat.
Meskipun demikian, Gandar hanya dapat mengiyakan.
yang ditanya kemudian adalah, "Kapan aku harus
berangkat?" "Semakin cepat semakin baik Gandar. Ada semacam
kekhawatiran atas adikmu, seolah-olah aku meninggalkan
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
73 SH. Mintardja seorang bayi yang baru pandai merangkak di pinggir jurang
yang terjal," jawab Ki Badra.
Gandar mengangguk-angguk. Katanya, "Besok aku akan
pergi ke Tanah Perdikan Sembojan. Mungkin aku terpaksa
bermalam satu malam. Baru di hari berikutnya aku
kembali." Tetapi Kiai Badra justru berkata, "Jangan hanya satu
malam Gandar. Kau harus berada di Tanah Perdikan itu
barang satu pekan. Mungkin memang tidak ada perlunya,
tetapi mungkin ada manfaatnya."
Gandar memang tidak pernah dapat membantah. Karena
itu, betapapun berat perasaannya, maka ia pun menjawab,
"Baiklah Kiai. Aku akan berada di Tanah Perdikan barang
satu pekan." "Mungkin mimpiku adalah mimpi yang tidak punya arti
apa-apa Gandar. Tetapi mungkin Yang Maha Agung
memberikan satu isyarat bagiku. Tetapi karena kepicikan
pengetahuanku, mungkin aku salah menangkap arti isyarat
itu," berkata Kiai Badra. Lalu, "Karena itu, tengoklah.
Lihatlah apa yang terjadi atas Iswari. Mudah-mudahan
tidak ada sesuatu." Gandar mengangguk-angguk. Sementara itu Kiai Badra
berkata, "Berkemaslah. Besok kau akan berangkat."
Gandar pun kemudian pergi ke biliknya. Dengan wajah
yang murung ia duduk merenungi pintu biliknya yang
tertutup. Hampir di luar sadarnya, tiba-tiba terbayang
wajah seorang perempuan yang pernah tinggal di
padepokan itu pula. Iswari yang masih mempunyai
hubungan darah dengan dirinya. Baginya Iswari adalah
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
74 SH. Mintardja seorang perempuan yang memiliki unsur-unsur yang
lengkap. Tetapi Gandar yang selalu merasa bahwa dirinya tidak
berharga berwajah buruk dan bodoh itu sama sekali tidak
pernah menyatakan perasaannya kepada siapapun juga.
Karena itu, ketika Iswari kemudian kawin dengan
Wiradana, Gandar benar-benar berusaha menguasai
perasaannya dengan nalarnya. Bahkan ia mencoba untuk
merasa dirinya terbebas dari belenggu perasaan dan ketidak
pastian, karena ia tidak akan mungkin lagi merenungi
Iswari yang baginya merupakan seorang perempuan yang
utuh. Namun keinginannya untuk tidak melihat dan bertemu
lagi dengan Iswari ternyata tidak dapat terpenuhi. Ia masih
harus pergi ke Tanah Perdikan Sembojan memenuhi
perintah Kiai Badra. Demikianlah, maka Gandar berusaha untuk mengatur
perasaannya sebaik-baiknya. Ia datang di Tanah Perdikan
dengan sikap yang seharusnya wajar dan tidak dibuat-buat.
Ketika Gandar kemudian perlahan-lahan berdiri, di luar
sadarnya ia berpaling ke arah geledeg bambunya, yang
dipergunakannya untuk menyimpan barang-barangnya
yang tidak seberapa. Namun di dalam geledeg itu pula ia
menyimpan sesuatu yang baginya sangat berarti. Sebilah
cundrik yang terikat pada seutas rantai baja putih. Sejenis
senjata peninggalan orang tuanya.
Gandar menarik nafas dalam-dalam. Ia sudah
meletakkan senjata itu di dalam geledeg itu untuk beberapa
lama. Sejak ia merasa bahwa ia lebih senang tidak diganggu
oleh perasaan yang harus dipecahkan dengan senjata.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
75 SH. Mintardja Namun tiba-tiba mimpi Kiai Badra itu mengingatkannya
kepada senjata itu. Justru karena di dalam mimpi itu,
Iswari, seorang perempuan yang menjadi kiblat
penilaiannya terhadap seorang perempuan, telah
mengalami peristiwa yang dapat dibaca sebagai suatu
isyarat yang kurang menyenangkan.
Beberapa saat Gandar berdiri termangu-mangu. Namun
kemudian ia melangkah meninggalkan geledeg itu tanpa
menyentuh senjata peninggalan orang tuanya itu, namun
yang penggunaannya telah disempurnakannya kemudian,
setelah ia berada di padepokan itu.
Namun sebagaimana dikatakan oleh Kiai Badra, bahwa
senjata bukan satu-satunya alat untuk menyelesaikan
persoalan. Meskipun demikian, ketika ia turun ke halaman di
malam yang sepi menjelang keberangkatannya di keesokan
harinya, di luar sadarnya Gandar telah melangkah menuju
ke pintu sanggarnya. Sanggar padepokan kecil.
Perlahan-lahan ia memasuki sanggar yang gelap, karena
tidak ada sebuah lampu pun yang terpasang. Namun tiba-
tiba saja Gandar mengerutkan keningnya. Ada sesuatu yang
bergetar di dalam dirinya. Baru kemudian, ruang yang gelap
itu dapat diamatinya dengan jelas, meskipun sebenarnyalah
bahwa ruang itu masih tetap gelap.
Telah cukup lama Gandar tidak bermain-main di dalam
sanggar itu. Diamatinya beberapa tonggak yang berdiri
tegak dengan ukuran tinggi yang tidak sama. Kemudian
seutas tali yang merentang. Seonggok pasir dan batu-batu
kerikil. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
76 SH. Mintardja Gandar menarik nafas dalam-dalam. Ketika ia pergi
bersama Kiai Badra ke Tanah Perdikan Sembojan, maka ia
tidak lebih dari seorang yang dungu, yang hanya berbuat
sesuatu untuk melayani Kiai Badra yang memiliki
kemampuan pengobatan. "Apakah aku masih akan tetap seperti itu pada
perjalananku kali ini," berkata Gandar di dalam hatinya.
Tetapi akhirnya Gandar itu merasa malu kepada dirinya
sendiri. Yang sudah diletakkan itu seakan-akan akan
diambilnya kembali karena tumbuh persoalan tentang
Iswari. "Aku akan pergi ke Tanah Perdikan Sembojan
sebagaimana aku pergi beberapa saat yang lalu," berkata
Gandar di dalam hatinya. Karena itu maka Gandar itu pun kemudian meninggalkan
sanggar itu dan kembali ke dalam biliknya.
Pagi-pagi benar Gandar sudah siap. Setelah minum
beberapa teguk minuman panas, maka ia pun segera minta
diri kepada Kiai Badra untuk segera berangkat ke Tanah
Perdikan Sembojan. Satu perjalanan yang cukup jauh.
Terlebih-lebih lagi, perjalanan itu rasa-rasanya merupakan
perjalanan yang pada perasaan tertopang beban.
Namun perjalanan itu sendiri berlangsung tanpa
hambatan apapun juga. Menjelang senja ia sudah memasuki
padukuhan induk dan langsung menuju ke rumah Kepala
Tanah Perdikan Sembojan. Tiba-tiba saja langkah Gandar itu terasa tersendat. Ia
selalu teringat mimpi yang dikatakan oleh Kiai Badra.
Mimpi yang menurut pengertiannya secara kasar, Iswari
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
77 SH. Mintardja akan disaput oleh satu keadaan yang gelap. Keadaan yang
tidak diketahui. Karena itu, maka Gandar pun mulai mengatur
perasaannya. Ia harus tetap dapat mempergunakan
nalarnya sebaik-baiknya. Jika ia menjumpai satu persoalan,
maka ia harus memecahkannya dengan nalar. Tidak
semata-mata dengan perasaan.
Ketika Gandar melewati gardu-gardu peronda, agaknya
masih belum terisi oleh anak-anak muda yang biasa
berjaga-jaga. Namun di regol rumah Kepala Tanah
Perdikan, obor sudah menyala dan beberapa orang peronda
pun sudah siap. Debar jantung Gandar pun terasa menjadi semakin cepat.
Namun selangkah demi selangkah ia pun mendekati regol.
Ia sadar, bahwa ia sudah banyak dikenal di padukuhan
induk itu sehingga ia tidak akan mengalami kesulitan untuk
datang ke rumah Kepala Tanah Perdikan itu untuk
menemui Ki Gede dan Iswari serta suaminya.
Sebagaimana di duganya, maka kedatangannya justru
mendapat sambutan yang ramah dari anak-anak muda
Tanah Perdikan itu. "Marilah Gandar," sambut salah seorang dari para
peronda, "Sudah lama kau tidak datang menengok Nyai
Wiradana."

Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bukankah belum terlalu lama?" bertanya Gandar.
"He, bukankah sudah lebih dari setengah tahun?" sahut
yang lain. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
78 SH. Mintardja Gandar mengangguk-angguk. Sambil tersenyum ia
menjawab, "Ya. Lebih setengah tahun. Tetapi bukankah
sekarang aku sudah disini?"
"Marilah. Ki Gede ada di ruang dalam," berkata seorang
di antara anak-anak muda itu.
Dalam pada itu, salah seorang dari peronda itu telah
menyampaikan kepada Ki Gede, bahwa ada seorang tamu
yang ingin menemuinya. "Siapa?" bertanya Ki Gede.
"Gandar," jawab peronda itu.
"Gandar," ulang Ki Gede, "Bawalah ia masuk."
Sejenak kemudian, Gandar itu pun telah dibawa masuk
langsung ke ruang dalam melintasi pendapa dan pringgitan.
Demikian ia memasuki pintu, Ki Gede dengan tergopoh-
gopoh telah berdiri menyambutnya.
"Marilah, marilah," Ki Gede mempersilahkan dengan
ramah. Gandar pun kemudian duduk di ruang dalam, ditemui
langsung oleh Ki Gede. Dengan wajah yang cerah Ki Gede
pun kemudian menanyakan keselamatan Gandar dan Kiai
Badra yang tidak datang bersamanya.
"Kami semua dalam keadaan selamat Ki Gede," jawab
Gandar. "Syukurlah. Kami sudah merasa terlalu lama tidak
mendapat kunjungan Kiai Badra dan kau, Ki Sanak,"
berkata Ki Gede kemudian.
Gandar tersenyum. Rasa-rasanya perasaannya pun
menjadi sejuk melihat sikap Ki Gede, meskipun ia masih
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
79 SH. Mintardja belum bertemu langsung dengan Iswari. Jika benar terjadi
sesuatu dengan Iswari, maka sikap Ki Gede dan anak-anak
muda Tanah Perdikan Sembojan tentu berbeda.
Dengan demikian, maka perlahan-lahan ketegangan di
hati Gandar pun telah memudar. Ia pun kemudian
sebagaimana Ki Gede nampak menjadi semakin cerah dan
lancar. Namun dalam pada itu, maka tiba-tiba saja Ki Gede
berkata, "Kau tentu ingin bertemu dengan adikmu. Biarlah
seseorang memanggilkannya."
"Ya Ki Gede. Sudah lama aku tidak bertemu dengan
Iswari," jawab Gandar.
"Tentu, selama kau tidak bertemu dengan aku," sahut Ki
Gede sambil tertawa. Dalam pada itu, maka Ki Gede pun kemudian menjenguk
ke ruang belakang. Disuruhnya seorang pelayan untuk
memanggil Iswari yang agaknya masih berada di dapur
menyiapkan makan malam Ki Gede Sembojan.
Namun dalam pada itu, ketika Ki Gede sudah duduk lagi
menemui Gandar, seorang pelayan datang sambil berkata,
"Ki Gede, Nyai Wiradana sedang berada di pakiwan.
Agaknya ia sedang muntah-muntah."
"Muntah-muntah," Gandar lah yang menyahut dengan
serta merta, "Apakah Iswari sedang sakit?"
Gandar menjadi heran, justru Ki Gede menanggapinya
sambil tertawa saja. Jawabnya, "Jangan cemas. Adikmu
tidak apa-apa. Meskipun setiap kali ia selalu muntah-
muntah, tetapi kau boleh ikut bergembira karenanya."
"Kenapa?" wajah Gandar menjadi tegang.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
80 SH. Mintardja "Adikmu sedang mengandung," jawab Ki Gede.
Wajah Gandar justru menegang. Namun kemudian ia
pun menarik nafas dalam-dalam. Di dalam hati, Gandar
mengucap syukur kepada Yang Maha Agung, bahwa Iswari
justru telah mendapat satu karunia bagi kelangsungan
keturunannya kelak. Dengan melupakan perasaan yang
bergejolak di dalam dadanya, maka Gandar merasakan
kegembiraan sebagaimana dirasakan oleh Ki Gede yang
menunggu hadirnya seorang cucu.
"Gandar," berkata Ki Gede kemudian. "Sebentar lagi kita
akan merayakan dengan menyelenggarakan upacara tujuh
bulan kandungan Iswari. Karena itu, aku minta kau jangan
meninggalkan Tanah Perdikan ini sebelum upacara itu kami
selenggarakan. Adakah kebetulan sekali bahwa kau datang
justru pada saat kami akan mengirim seseorang untuk
memberitahukan hal ini kepada kakek Iswari, Kiai Badra."
"Tetapi Ki Gede," berkata Gandar kemudian. "Sebaiknya
aku kembali untuk memberitahukan hal ini kepada Kiai.
Kiai tentu ingin sekali menghadiri upacara cucunya itu."
"Ah, bukankah aku dapat mengirimkan orang lain"
Beberapa orang disini sudah pernah melihat padepokan
kecil ini, sehingga kau tidak perlu meninggalkan Tanah
Perdikan ini. Biarlah aku menyuruh dua tiga orang untuk
menjemput Kiai Badra."
Gandar mengangguk-angguk. Tetapi ia tidak
membantah. Untuk sementara ia memang belum
memikirkan, siapakah yang akan memberitahukan hal ini
kepada Kiai Badra, karena pada saat itu muncul Iswari yang
pucat dan berkeringat. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
81 SH. Mintardja "Kakang," desis Iswari dengan wajah yang cerah, "Kau
datang sendiri saja?"
Terasa denyut nadi Gandar semakin cepat. Namun ia pun
dapat menguasai perasaannya. Karena itu, ia pun segera
menjawab, "Ya Iswari. Aku datang sendiri."
"Kenapa tidak bersama kakek?" bertanya Iswari pula.
"Kakek sedang sibuk di padepokan," jawab Gandar.
"Sibuk" Apa saja yang dikerjakan kakek di padepokan"
Bukankah ada beberapa orang cantrik yang membantunya?"
desak Iswari pula. Gandar mencoba untuk tertawa. Katanya, "Sekarang Kiai
Badra berusaha untuk beternak. Itulah sebabnya, maka ia
tidak dapat setiap saat meninggalkan padepokan. Para
cantrik masih belum terbiasa dengan kesibukan baru itu,
sehingga Kiai Badra masih harus selalu menuntunnya."
Tetapi Iswari justru tertawa. Meskipun demikian ia tidak
membantah. Bahkan kemudian katanya, "Ternyata kau memang
mempunyai banyak rejeki kakang. Kau datang tepat pada
saat Ki Gede akan makan malam."
"Bagus," sahut Ki Gede. "Kita akan makan bersama."
Sejenak kemudian, maka mereka pun sudah duduk
mengelilingi hidangan makan malam. Nasi hangat dengan
sayur yang hangat pula. Sambal terasi dan lalapan.
Beberapa potong ikan gurameh yang diambilnya dari kolam
sore tadi. "Marilah," Ki Gede mempersilahkan.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
82 SH. Mintardja Namun rasa-rasanya masih ada yang kurang bagi
Gandar. Sejenak ia menunggu. Namun kemudian ia pun
bertanya, "Dimanakah suami Iswari?"
"O," Ki Gede tersenyum. "Ia sekarang banyak bertugas
keluar padukuhan induk. Menurut keterangannya, keadaan
menjadi agak kurang meyakinkan. Sekali-kali para peronda
melihat orang-orang yang mencurigakan. Menurut dugaan
Wiradana, mereka mungkin para pengikut telik sandi yang
dikirim oleh Kalamerta atau para pengikutnya yang masih
mendendam." Gandar mengangguk-angguk. Namun terasa aneh, bahwa
saat di gardu-gardu masih belum ada seorang peronda pun,
Wiradana telah meninggalkan rumahnya tanpa menunggu
makan malam. Nampaknya Iswari dapat menangkap perasaan Gandar.
Karena itu, maka katanya, "Kakang Wiradana selalu setia
kepada tugas-tugasnya. Tetapi bukankah itu sudah wajar?"
"Apakah hal seperti ini dilakukannya setiap hari?"
bertanya Gandar. "Ya. Kebanyakan demikian," sahut Iswari.
"Sebelum makan?" bertanya Gandar pula.
Iswari merenung sejenak. Namun ia pun kemudian
mengangguk sambil menjawab, "Ya kakang. Hampir setiap
hari kakang Wiradana tidak sempat makan malam."
Gandar mengangguk-angguk. Tetapi ia masih berkata,
"Iswari. Kau adalah seorang istri. Adalah kewajibanmu
untuk memberinya peringatan, bahwa bekerja terlalu berat
dan dalam pada itu melupakan makan dan minum, akan
berakibat kurang baik bagi kesehatan wadagnya. Bukankah
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
83 SH. Mintardja kau cucu seorang yang mumpuni di bidang pengobatan,
sehingga kau akan dapat mengatakan kepada suamimu
tentang hal itu." Iswari tiba-tiba menundukkan kepalanya. Namun dalam
pada itu Ki Gede lah yang menyahut, "Sebenarnya tidak
kurang Iswari memperingatkan suaminya seperti yang kau
kehendaki itu Ki Sanak. Tetapi Wiradana sejak kecil
memang merupakan seorang yang keras kepala. Jika ia
sudah mempunyai rencana, maka sulit untuk dapat dicegah.
Bahkan aku pun sudah pula memperingatkan. Bukan saja
tentang makan dan minum tetapi juga tentang keselamatan
dirinya. Tetapi agaknya ia benar-benar merasa bertanggung
jawab atas keselamatan Tanah Perdikan ini."
Gandar mengangguk-angguk. Ia mencoba untuk
mengerti, betapa tinggi perhatiannya terhadap Tanah
Perdikannya. "Mungkin ia ingin menunjukkan kepada ayahnya, bahwa
ia sudah siap untuk menggantikan kedudukannya, menjadi
Kepala Tanah Perdikan. Mungkin bahkan sebelum bayinya
lahir," pikir Gandar.
Demikianlah, maka Gandar pun kemudian makan malam
bersama Ki Gede dilayani oleh Iswari tanpa Wiradana. Dari
Iswari, Gandar mendengar bahwa biasanya Wiradana
kembali menjelang dini hari. Bahkan kadang-kadang justru
sampai pagi. Perangai Wiradana itu ternyata menarik perhatian
Gandar. Ketika kemudian di malam itu, Gandar
dipersilakan untuk beristirahat di Gandok, maka ia mulai
merenungi tingkah laku Wiradana. Bagi Gandar tingkah
laku Wiradana memang agak berlebihan.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
84 SH. Mintardja "Tetapi aku belum mengetahui keadaan Tanah Perdikan
ini di saat-saat terakhir," berkata Gandar didalam hatinya.
"Mungkin keadaannya memang menuntut sikap Wiradana
yang demikian." Namun karena itu udara malam yang panas, maka rasa-
rasanya Gandar tidak tahan untuk berada di dalam biliknya.
Sementara itu, ia pun memang belum mengantuk. Karena
itu, maka ia pun kemudian keluar dari biliknya dan
melangkah menuju ke gerbang menemui anak-anak muda
yang sedang meronda. "Marilah Gandar," anak-anak muda itu mempersilahkan.
Gandar tersenyum. Lalu katanya, "Nampaknya penjagaan
terlalu ketat malam ini."
"Tidak," jawab seorang anak muda, lalu, "Penjagaan
malam ini tidak lebih dari malam-malam sebelumnya."
"Apakah demikian pula di gardu-gardu di mulut-mulut
lorong" Ketika aku memasuki padukuhan induk ini
menjelang senja, gardu-gardu masih nampak kosong,"
berkata Gandar. "Meskipun kami tidak boleh kehilangan kewaspadaan,
namun adalah satu kenyataan, bahwa akhir-akhir ini
keadaan menjadi semakin baik. Rasa-rasanya tidak pernah
ada gangguan yang berarti di dalam Tanah Perdikan ini,"
jawab salah seorang di antara anak-anak muda itu.
"Di seluruh Tanah Perdikan?" bertanya Gandar.
"Ya," jawab anak muda itu.
"Tetapi Wiradana nampaknya terlalu sibuk di saat-saat
terakhir. Malam ini aku tidak menjumpainya di rumah,"
berkata Gandar. Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
85 SH. Mintardja Anak muda itu terdiam sejenak. Namun seorang
kawannya menjawab, "Memang keamanan agak terganggu
sekarang Gandar. Tetapi tidak di dalam Tanah Perdikan ini.
Justru di luarnya. Agaknya Wiradana memang selalu
mengadakan hubungan dengan anak-anak muda di luar
Tanah Perdikan ini. Menurut keterangannya, gerombolan
Kalamerta masih saja berkeliaran meskipun mereka tidak
berani memasuki Tanah Perdikan ini."
Gandar mengangguk-angguk. Ada beberapa hal yang
menarik. Tetapi ia mengambil satu kesimpulan, bahwa
Wiradana selalu pergi seorang diri.
Tetapi Gandar tidak berani mengambil kesimpulan lebih
lanjut. Yang kemudian terngiang kembali di telinganya
adalah mimpi Kiai Badra. Mimpi yang dalam banyak hal
tidak lebih dari bunga-bunga orang yang sedang tidur.
Namun dalam satu masalah tertentu, mimpi kadang-kadang
dapat memberikan isyarat yang berarti.
Namun dengan demikian, maka Gandar pun telah
bertekad untuk tetap berada di Tanah Perdikan
sebagaimana disarankan oleh Kiai Badra. Adalah kebetulan
bahwa Ki Gede akan menyelenggarakan satu upacara,
sehingga ia mempunyai alasan yang tidak segera dicurigai


Suramnya Bayang Bayang Karya S H. Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang lain jika ia berada agak lama di Tanah Perdikan
Sembojan. Dalam pada itu, untuk beberapa lama Gandar berada di
antara anak-anak muda Tanah Perdikan Sembojan. Namun
kemudian ia pun minta diri untuk kembali ke dalam
biliknya. "Aku sudah mengantuk," berkata Gandar.
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
86 SH. Mintardja "Kau tentu lelah," berkata salah seorang anak muda.
"Bukankah kau baru sore menjelang senja tadi kau datang?"
"Ya," Gandar mengangguk-angguk. "Sekarang, rasa-
rasanya aku sudah ingin tidur. Besok dan malam-malam
berikutnya aku akan dapat berada di gardu ini sampai
fajar." "Besok bukan aku yang meronda," jawab anak muda itu.
"O," Gandar mengangguk-angguk. "Tetapi sama saja
bagiku. Siapapun yang meronda."
Sejenak kemudian maka Gandar pun telah meninggalkan
gardu peronda itu, kembali ke dalam biliknya. Beberapa
saat ia masih berangan-angan. Namun kemudian ia pun
telah tertidur nyenyak. Di dini hari, Gandar telah terbangun sebagaimana
kebiasaannya. Ia pun segera pergi ke pakiwan dan menimba
air, seperti yang selalu dikerjakan selagi ia berada di Tanah
Perdikan dahulu. Ketika pakiwan telah penuh, maka ia pun
lalu mandi, selagi pakiwan itu masih belum dipakai. Jika
saatnya orang mandi, maka pakiwan itu akan dipakai
bergantian terus menerus.
Demikian ia selesai mandi, maka ia pun me-langkah
kembali ke gandok untuk membenahi diri. Namun Gandar
terkejut bukan buatan. Tiba-tiba saja, Wiradana telah
muncul dari sudut kandang di sebelah longkangan.
"Wiradana," desis Gandar.
Wiradana mengangguk-angguk. Di bibirnya nampak
sebuah senyum. Dengan nada yang ramah ia bertanya,
"Kapan kau datang Gandar?"
Http://kangzusi.com/ dan http://pelangisingosari.wordpress.com/
87 SH. Mintardja "Kemarin sore. Kau tidak ada di rumah. Menurut Ki Gede
kau sedang nganglang," jawab Gandar.
"Ya. Aku memang sedang mempunyai banyak tugas,"
jawab Wiradana. Lalu, "Tetapi apakah kedatanganmu itu
sekadar karena niatmu sendiri, atau kau membawa pesan
Badai Awan Angin 12 Golok Naga Kembar Karya Hong San Khek Kemelut Di Cakrabuana 3
^