Pencarian

Istana Lima Bidadari 1

Joko Sableng Istana Lima Bidadari Bagian 1


SATU PERAHU itu melaju cepat laksana kesetanan
menerjang gulungan ombak menuju pulau. Saat itu matahari sudah sejengkal di atas
permukaan air laut. Begitu matahari benar-benar tenggelam dan suasana berubah
gelap, laju perahu sudah beberapa tombak lagi mencapai pulau.
Tegak di atas perahu adalah dua sosok tubuh.
Sebelah depan seorang laki-laki berusia tiga puluhan tahun. Rambutnya panjang
sebahu menutupi sebagian pundak dan wajahnya yang tampan dan keras. Sepasang matanya
tajam dengan alis tebal mencuat serta kumis lebat melintang. Laki-laki ini mengenakan
pakaian jubah hitam panjang sebatas mata kaki melapis baju berwarna putih.
Sementara di sebelah belakang adalah
seorang perempuan berusia dua puluh lima
tahunan. Parasnya cantik jelita. Rambutnya digulung tinggi ke atas diikat dengan
kain berwarna merah. Kulitnya putih bersih. Lehernya jenjang. Dadanya mencuat
padat ditingkah
pinggul besar yang dilapis pakaian tipis dan ketat berwarna putih. Sepasang
matanya bulat di
bawah alis mata yang tebal dan hitam.
Seakan tak sabar, belum sampai benar-benar merapat ke pulau, si laki-laki
berpaling ke arah si perempuan tanpa buka suara. Saat lain, laksana terbang si
laki-laki berkelebat. Gerakan berpaling si laki-laki tampaknya sudah cukup
membuat si perempuan maklum. Hampir bersamaan dengan
berkelebatnya si laki-laki, si perempuan
membuat gerakan satu kali. Sosoknya melesat menjajari kelebatan si laki-laki di
udara. Kejap lain kedua orang ini sudah tegak di atas dua bongkahan batu di
kawasan pulau. Untuk beberapa saat kedua orang itu lepas
pandangan berkeliling lalu saling pandang.
Wajah mereka jelas berubah tegang ketika tiba-tiba telinga mereka menangkap
suara lolongan anjing di sela suara gemuruh hantaman
gelombang yang abadi mendera batu-batu
lamping pulau. Belum lenyap ketegangan kedua orang yang
baru muncul di kawasan pulau, mendadak
mereka mendengar suara derap ladam kaki-kaki kuda! Namun semua itu berlangsung
sekejap. Laksana dibungkam setan, suara lolongan dan derap ladam kaki-kaki kuda lenyap.
Kawasan pulau disentak kesunyian.
"Kau yakin ini tempat yang dijanjikan"!" Si laki-laki angkat suara dengan
alihkan pandangannya ke tengah pulau. Suaranya berat dan bergetar.
"Nada ucapanmu menunjukkan hatimu
dilanda ketakutan!" Si perempuan menyahut lalu tertawa pendek.
"Aku memang takut! Tapi bukan karena
urusan di tempat ini! Aku mengkhawatirkan anak-anak kita...."
"Anak-anak kita berada di tempat aman. Kau tak perlu cemas!"
Si laki-laki menghela napas panjang. "Kau yakin ini tempatnya"!" Dia kembali
ajukan tanya. "Aku tak pernah salah alamat! Cuma aku perlu bertanya sekali lagi padamu. Kau
siap melakukan ini"!"
"Demi keabadian kita, aku siap melakukan apa saja!
Mendengar ucapan si laki-laki, si perempuan tersenyum. Ketegangan di wajahnya
pupus seketika. Dia lalu melompat dan tegak di
samping si laki-laki. Kedua tangannya segera melingkar pada pinggang si laki-
laki, dan sekali membuat gerakan berputar, sosoknya berdiri tepat di hadapan si
laki-laki. Sepasang matanya dipejamkan, mulutnya dibuka perlahan-lahan.
Dadanya yang mencuat kencang terlihat mulai bergerak turun naik.
"Bidadari Tujuh Langit...! Tahan gejolakmu!
Sekarang bukan saatnya bersenang-senang!"
kata si laki-laki seraya lepaskan lingkaran kedua tangan si perempuan yang
dipanggilnya Bidadari Tujuh Langit.
"Aku...."
Belum sampai Bidadari Tujuh Langit lanjutkan ucapan, si laki-laki telah
memotong. "Kalau kau tak mampu menahan diri, lebih baik kita
tinggalkan tempat ini!"
Bidadari Tujuh Langit buka kelopak matanya.
Dia menghela napas mengatasi gejolak yang
sudah mendera dadanya. Tampangnya jelas
membayangkan perasaan kecewa.
"Bidadari...! Urusan yang kita hadapi bukan masalah main-main! Bahkan kita belum
tahu benar apakah kita berdiri di tempat yang tidak salah! Kuharap kau mengerti...!"
"Kalian tidak berdiri di tempat yang salah!"
Mendadak mereka dikejutkan dengan satu
suara. Memandang ke depan, mereka melihat
seorang gadis muda berparas cantik luar biasa.
Bola matanya bulat. Bulu matanya lentik.
Hidungnya mancung dengar bibir merah ranum.
Dia mengenakan pakaian amat tipis! berwarna kuning muda. Bagian dadanya diberi
belahan memanjang sampai depan perut, hingga bagian samping dadanya yang
membusung kencang
terlihat jelas. Sementara pakaian bawahnya diberi dua belahan di bagian depan
memanjang sampai di atas lutut. Hingga pahanya yang putih dan padat terpampang
jelas. Ada keanehan dengan gadis cantik
berpakaian menggoda ini. Meski jelas kalau wajah dan bentuk tubuhnya menunjukkan
dia masih muda, namun rambutnya sudah memutih!
"Dewi Keabadian...!" Hampir berbarengan Bidadari Tujuh Langit dan laki-laki di
sampingnya bergumam. I
"Datuk Kala Sutera, Bidadari Tujuh Langit! Aku tidak menduga kalau pada akhirnya
kalian datang ke tempat ini! Ini satu bukti, selain kalian pemberani, kalian juga
adalah manusia-manusia serakah yang tak puas dengan keadaan! Kalian ingin
sesuatu yang seharusnya bukan milik
kalian!" Gadis cantik berambut putih buka mulut.
Walau nada ucapannya agak sengit, namun
ketika mengucapkan, gadis yang dikenali
BidadariTujuh Langit dan si laki-laki dengan sebutan Dewi abadian ini
sunggingkan senyum.
Malah pingguln yang besar digerakkan
bergoyang. Hingga bukan sa pahanya makin
terlihat, namun dadanya yang kenca mencuat tampak bergerak-gerak menggoda.
"Datuk Kala Sutera! Tahan mata dan
pikiranmu! Biaraku yang berkata!" Bidadari Tujuh Langit berbisik; pada laki-laki
di sebelahnya. Laki-laki berparas tampan yang dipanggil
Datuk Kala Sutera anggukkan kepala dengan
menahan debaran dadanya. Laki-laki ini coba alihkan pandang matanya ke jurusan
lain. Tapi hal itu hanya mampu dilakukan beberapa saat.
Saat berikutnya sepasang matanya telah kembali mencari sosok tubuh Dewi
Keabadian. Walau tanpa berpaling, tampaknya Bidadari
Tujuh Langit bisa menangkap apa yang dirasakan Datuk Kala Sutera, hingga dengan
suara agak keras dia kembali berkata.
"Kau dengar ucapanku, Datuk! Tahan mata dan pikiranmu! Sekali kau tenggelam,
rencana kita beran-takan!"
Habis berkata begitu, Bidadari Tujuh Langit melompat turun dari bongkahan batu
dan tegak sepuluh langkah di hadapan Dewi Keabadian.
Lalu berkata. "Dewi Keabadian...! Kami datang memenuhi janjimu beberapa tahun silam!"
Dewi Keabadian tersenyum. "Aku memang tidak lupa dengan segala ucap janjiku!
Tapi aku ingin dengar sekali lagi apa yang pernah
kuucapkan pada kalian beberapa tahun yang
lalu...." "Kami berdua ingin hidup abadi sepertimu.
Kau telah menjanjikan hal itu pada kami!"
"Bukankah selama ini kalian telah memiliki ilmu keabadian itu"! Kalian tampak
masih muda. Berwajah cantik dan tampan walau usia kalian hampir tiga kali lipat dari usia
yang tampak!"
"Dewi.... Kau tahu. Apa yang kami miliki sekarang ada batasnya! Kami hanya bisa
bertahan lima tahun lagi! Setelah itu wajah kami berubah sesuai berapa usia kita
sebenarnya! Kami telah mengatakan hal itu padamu pada
beberapa tahun silam. Dan kau sanggup
memberi apa yang membuatmu tetap muda dan
cantik meski usiamu tidak bisa dihitung lagi!"
"Bidadari.... Janji memang harus ditepati! Tapi apakah kau dan suamimu sanggup
melakukan apa syaratnya"!"
"Kami tidak akan datang menemuimu jika kami takut melakukan syarat yang kau
minta!" "Aku tidak hanya butuh kesanggupanmu. Tapi juga perlu kesiapan suamimu!" kata
Dewi Keabadian dengan arahkan pandang matanya
pada Datuk Kala Sutera. Gadis cantik berambut putih ini kembali gerakkan
pinggulnya. Sepasang kakinya digerakkan agak merentang hingga
belahan pada pakaian bawahnya tersingkap
lebar. Bidadari Tujuh Langit berpaling pada Datuk Kala Sutera yang tampak mendelik tak
berkesip pandangi singkapan kain Dewi Keabadian.
"Datuk Kala Sutera.... Kau sanggup memenuhi syaratku"!" tanya Dewi Keabadian.
Yang ditanya tidak segera menjawab.
Sebaliknya melirik pada Bidadari Tujuh Langit.
"Kau kelihatan bimbang...," ujar Dewi Keabadian seraya tertawa lalu alihkan
pandangannya pada Bidadari Tujuh Langit dan berkata.
"Bidadari.:.! Kau masih punya waktu lima tahun lagi! Kembalilah lima tahun
kemudian! Itu pun kalau suamimu tidak merasa ragu-ragu lagi!"
Habis berkata begitu, Dewi Keabadian
balikkan tubuh. Namun sebelum gadis muda ini melangkah, Bidadari Tujuh Langit
angkat suara. "Dewi! Tunggu!"
"Aku perlu jawaban suamimu! Bukan
jawabanmu!" kata Dewi Keabadian tanpa putar diri.
Bidadari Tujuh Langit sentakkan kepalanya
berpaling pada suaminya Datuk Kala Sutera.
Saat itulah Datuk Kala Sutera buka mulut.
"Aku sanggup melakukan apa saja syaratmu, Dewi Keabadian!"
Dewi Keabadian perdengarkan tawa panjang
seraya putar tubuh. Saat yang sama Datuk Kala Sutera melompat dan tegak
menjajari Bidadari Tujuh Langit.
"Datuk.... Kita harus berhati-hati. Selain memiliki ilmu tinggi, tindakannya
sulit ditebak! Tapi kalau kita bisa mendapatkan sepasang
cincin pada kedua ibu jari kakinya, bukan saja kita akan memiliki ilmu
keabadian, namun kita akan menjadi sepasang manusia yang tiada
tanding!" Bidadari Tujuh Langit berbisik. Lalu arahkan pandangannya pada kedua
ibu jari Dewi Keabadian.
Kedua ibu jari Dewi Keabadian memang
mengenakan cincin dari batu giok. Yang di
sebelah kiri berwarna merah, di sebelah kanan berwarna hijau. Inilah cincin yang
dikenal sebagai Sepasang Cincin Keabadian.
"Datuk Kala Sutera, Bidadari Tujuh langit!"
berkata Dewi Keabadian seraya pandang silih berganti pada kedua orang di
hadapannya. "Sebelum kukatakan syarat yang kuminta, aku beri kalian kesempatan untuk
berpikir lagi! Kesempatan kalian masih panjang.... Sejak
malam ini hingga lima tahun kemudian!"
"Aku telah berpikir seribu kali sebelum datang ke tempat ini menemuimu!"
Bidadari Tujuh Langit menyahut. "Katakan saja syarat yang kau minta malam ini!
Aku dan suamiku akan memenuhinya malam ini juga!"
"Hem.... Begitu"!" gumam Dewi Keabadian seraya tertawa perlahan. Lalu putuskan
tawanya dan tengadah.
Datuk Kala Sutera dan Bidadari Tujuh Langit saling lontar pandang tanpa ada yang
buka suara. Saat berikutnya mereka memandang pada Dewi Keabadian de-ngan dada
berdebar. "Aku minta Datuk Kala Sutera menemaniku di pulau ini dua purnama sejak malam
ini! Setelah itu setiap menjelang purnama, dia harus berada di sisiku! Dan kau,
Bidadari Tujuh Langit!. Kau harus bersemadi di tempat ini dua purnama!
Setelah itu, setiap menjelang purnama kau harus mengantarkan suamimu untukku!"
Ucapan Dewi Keabadian membuat tegak
Bidadari Tujuh Langit bergetar. Sepasang
matanya mem-belalak. Di sebelahnya, Datuk
Kala Sutera berdebar tidak enak.
"Syarat mudah, bukan"!" Dewi Keabadian bertanya sambil luruskan kepala dan
sunggingkan senyum.
"Syarat gila! Tak mungkin aku melakukannya!"
gumam Datuk Kala Sutera. "Aku tahu apa akibatnya jika lakukan hal itu!"
"Aku juga tahu akibatnya! Bahkan aku bisa menduga, kau tidak akan bertahan satu
purnama!" sahut Bidadari Tujuh Langit. "Tapi kau harus terima syarat itu!"
"Kau ingin aku tewas di tangannya dengan tubuh tak berdarah"!" desis Datuk Kala
Sutera. "Kita bukan manusia yang mudah dibodohil KitJ datang dengan rencana.... Lakukan
apa yang dimintai dan begitu dia terlena, kau punya bagian kaki sebelah kanan,
aku punya bagian sebelah kiri!" "Tapi...."
"Lalukan saja, Datuk! Atau kita gagal mendapatkan apa yang kita cita-citakan!"
"Kalian akan menjawab malam ini atau...."
"Aku siap melakukannya malam ini juga!"
Bidadari Tujuh Langit sudah menukas sebelum Dewi Keabadian selesai dengan
ucapannya. "Bukan hanya kau yang harus memberi
jawaban...!" ujar Dewi Keabadian sambil tersenyum dan memandang ke arah Datuk
Kala Sutera. "Aku juga siap lakukan syaratmu!" Datuk Kala Sutera buka mulut dengan suara
bergetar. "Sejak malam ini"!" tanya Dewi Keabadian.
Datuk Kala Sutera menjawab dengan isyarat
anggukan kepala. Dewi Keabadian tertawa
panjang. Bidadari Tujuh Langit memandang
dengan senyum dingin.
"Bidadari Tujuh Langit!" kata Dewi Keabadian seraya arahkan tangannya menunjuk
pada satu bongkahan batu sejarak delapan langkah di
samping tempat tegaknya Bidadari Tujuh Langit.
"Kau duduklah bersemadi di bongkahan batu itu hingga dua purnama mendatang!"
Dewi Keabadian arahkan pandangan pada Datuk Kala Sutera. "Dan kau, calon
pendampingku.... Ikutlah aku!"
Dewi Keabadian balikkan tubuh. Lalu
melangkah dengan pinggul sedikit digoyang.
Datuk Kala Sutera berpaling pada Bidadari
Tujuh Langit. Belum sampai dia buka suara, Bidadari Tujuh Langit sudah
mendahului. "Ingat! Sekali kau tenggelam, bukan saja rencana kita berantakan, tapi nyawamu


Joko Sableng Istana Lima Bidadari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak bisa diselamatkan!"
Datuk Kala Sutera anggukkan kepala. Lalu
melangkah perlahan mengikuti Dewi Keabadian.
Bidadari Tujuh Langit pandangi gerakan Datuk Kala Sutera dan Dewi Keabadian.
Saat lain dia berkelebat' lalu duduk di atas bongkahan batu yang tadi ditunjuk
Dewi Keabadian.
---ooo0dw0ooo---
DUA TAMPAKNYA Bidadari Tujuh Langit tidak bisa tenang. Belum sampai dia duduk di
atas bongkahan batu, perempuan cantik ini sudah bergerak bangkit dengan mata nyalang
pandangi sosok Dewi Keabadian dan Datuk Kala Sutera yang terus melangkah di
depan sana. "Aku tak boleh menunggu! Bukan tak mungkin perempuan itu memuslihatiku! Tak
mustahil pula Datuk Kala Sutera akan tenggelam dalam
nafsunya! Aku bisa celaka!"
Seolah tidak sabar, Bidadari Tujuh Langit
segera berkelebat. Datuk Kala Sutera yang
merasakan desiran angin segera berpaling. Laki-laki ini sempat terkesiap. Dia
coba buka mulut.
Tapi terlambat. Bidadari Tujuh Langit bukan saja telah melesat melewatinya,
namun melakukan sesuatu yang sama sekali tidak diduga.
Bidadari Tujuh Langit angkat kedua tangannya dan sekonyong-konyong lepaskan
pukulan ke arah Dewi Keabadian!
"Gila! Apa yang dilakukannya"! Dia bisa
merusak rencana!" desis Datuk Kala Sutera.
Namun dia hanya bisa mendesis tanpa mampu
membuat gerakan. Karena apa pun yang akan
dilakukan, sudah sangat terlambat, hingga dia hentikan langkah dan diam
mematung. Di depan sana, tiba-tiba Dewi keabadian
melompat ke udara seraya balikkan tubuh.
Kedua kakinya bergerak lakukan tendangan.
Bukkk! Bukkk! Bidadari Tujuh Langit berseru tegang. Kedua tangannya mental balik ke udara.
Sosoknya terbanting di Udara lalu jatuh terjengkang di atas tanah!
"Tampaknya kau belum siap, Bidadari...." Dewi Keabadian berkata. Meski baru saja
dibokong, namun gadis cantik berambut putih ini
tersenyum. Bidadari Tujuh Langit bergerak bangkit.
Parasnya tampak berubah. Datuk Kala Sutera segera melompat dan tegak menjajari.
"Kalian masih punya waktu lima tahun untuk berpikir! Namun harus kalian ingat.
Setiap kali syarat yang kuminta bisa berubah! Dan setiap waktu pula tempat
pertemuan kita bisa
berpindah!"
"Maafkan aku, Dewi...," ujar Bidadari Tujuh Langit! dengan suara bergetar parau.
"Rasanya aku tidak perlu menunggu sampai lima tahun....
Aku tidak mungkin mampu melakukan
syaratmu!"
Dewi Keabadian kembali tersenyum saat
berkata. "Aku senang mendengar ucapanmu.
Mudah-mudahan kau tidak tergoda lagi dengan keinginan seperti yang kau minta
malam ini!"
Habis berkata begitu, Dewi Keabadian
balikkan tubuh. Saat itulah Bidadari Tujuh Langit memberi isyarat pada Datuk
Kala Sutera. Si Datuk terlihat bimbang. Namun begitu
Bidadari Tujuh Langit mendelik. Datuk Kala Sutera anggukkan kepala.
Begitu Dewi Keabadian mulai melangkah,
mendadak Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera sama selinapkan tangan
masing-masing ke balik pakaiannya. Saat lain kedua orang ini melesat ke arah
Dewi Keabadian dengan tangan kanan hujamkan pedang pendek pada bagian
bawah sosok sang Dewi!
Tampaknya Dewi Keabadian bisa membaca
gelagat orang. Bersamaan dengan bergeraknya tangan Bidadari Tujuh Langit dan
Datuk Kala Sutera, Dewi Keabadian melompat ke udara, lalu membalik seraya
lepaskan tendangan!
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera yang sudah siap membaca gerak orang
tidak sia-siakan kesempatan. Dengan kerahkan tenaga
dalam, mereka tarik pulang tangan kanan
masing-masing keatas. Lalu menghadang
tendangan.... Prass! Prass! Terdengar suara benda putus. Disusul dengan terdengarnya suara seruan tertahan.
Tangan kanan Bidadari Tujuh Langit dan
Datuk Kala Sutera mencelat balik ke udara.
Pedang di tangan masing-masing orang terlepas mental. Saat berikutnya sosok
kedua orang ini tersapu amblas ke samping kanan kiri sebelum akhirnya terkapar
di atas tanah. Namun baik Bidadari Tujuh Langit maupun
Datuk Kala Sutera seolah tidak pedulikan
keadaan diri masing-masing. Mereka segera
bangkit dengan kepala mendongak dan mata
mendelik tak berkesip memperhatikan dua
benda putih yang melayang di udara.
"Kita berhasil! Cepat lakukan sesuatu!" Teriak Bidadari Tujuh Langit.
Datuk Kala Sutera cepat berpaling. Terlihat Dewi Keabadian terduduk di atas
tanah dengan paras berubah seraya mengawasi kedua kakinya.
Kedua kaki sang Dewi putus tepat pada
pergelangan dan kucurkan darah!
"Kalian berlaku licik padaku!" Dewi Keabadian berteriak. Anehnya meski kedua
kakinya telah putus terbabat pedang Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera,
namun bibir gadis ini tetap tersenyum! Memandang sesaat silih berganti pada
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala
Sutera lalu mengikuti gerakan putusan kedua kakinya. Saat lain gadis cantik
berambut putih ini membuat gerakan.
Namun sebelum melakukan tindakan lebih
jauh, Datuk Kala Sutera mendahului dengan
sentakkan kedua tangannya ke arah sang Dewi lepaskan pukulan jarak jauh
bertenaga dalam tinggi!
Wuutt! Wuutt! Dua gelombang dahsyat menggebrak ganas
dengan semburkan hawa panas luar biasa.
Dewi Keabadian terkesiap kaget. Dia batalkan niat berkelebat. Lalu seraya masih
sunggingkan senyum, gadis cantik ini sentakkan pula kedua tangannya meng hadang
pukulan yang datang.
Bumm! Bummm! Dua ledakan keras terdengar. Sosok Dewi
Keabadian terseret setengah tombak di atas tanah dengan bahu berguncang keras.
Di lain pihak, sosok Datuk Kal Sutera tersapu mental hingga beberapa tombak
sebelum akhirnya
terhenti setelah menghantam satu bongkahan batu hingga pecah berantakan!
Mulutnya mengembung lalu terbatuk muntahkan darah.
Saat ledakan keras terdengar, Bidadari Tujuh langit tidak membuang kesempatan.
Dia mengikuti gerakan penggalan kedua kaki Dewi Keabadian lalu sekali berkelebat,
sosoknya melenting ke udara. Kedua tangannya bergerak menyambar ke arah
penggalan kedua kaki Dewi Keabadian.
Tampaknya Bidadari Tujuh Langit tidak mau
berlaku ayal. Begitu kedua tangannya berhasil menyambar kedua penggalan kaki
Dewi Keabadian, dia membuat gerakan jungkir balik dua kali seraya lepas pandangan
sekilas. Namun hal itu sudah cukup membuat sang Bidadari tahu persis di mana
tempat Dewi Keabadian.
Bidadari Tujuh Langit cepat selinapkan
penggalan kaki sang Dewi ke balik pakaiannya.
Saat lain kedua tangannya menyentak lepas
pukulan jarak jauh ke arah Dewi Keabadian!
Wuutt! Wuutt! Dua gelombang ganas berkiblat lurus.
Walau dalam keadaan terjepit karena baru
saja menghadang pukulan yang dilepas Datuk Kala Sutera dan kedua pergelangan
kakinya putus, namun sang Dewi masih mampu
sentakkan kedua tangannya.
Blarr! Blaarr! Pulau itu laksana ditelan gempa dahsyat.
Beberapa bongkahan batu yang banyak
bertebaran bergetar keras dan sebagian
langsung muncrat bertabur ke udara.
Dewi Keabadian perdengarkan jeritan tinggi.
Sosoknya kembali tersapu deras ke belakang dan membentur satu bongkahan batu
lalu mental balik dan terkapar. Kedua pergelangan kakinya yang terbabat putus
makin kucurkan darah.
Di lain pihak, Bidadari Tujuh Langit
terpelanting di udara dengan mulut semburkan darah. Lalu terjengkang roboh di
atas tanah dengan bahu tersentak-sentak.
Bidadari Tujuh Langit kerahkan segenap
tenaga yang dimiliki. Lalu kedua tangannya menyelinap ke balik pakaiannya.
Ketika kedua tangannya ditarik keluar, terlihat dua penggalan kaki Dewi
Keabadian yang berlumur darah. Sang Bidadari memperhatikan sekilas pada Sepasang
Cincin Keabadian di dua ibu jari penggalan kaki sang Dewi.
Dengan cepat Bidadari Tujuh Langit lepas
cincin di penggalan kaki sebelah kiri yang berwarna merah dan dimasukkan pada
ibu jari kaki kirinya. Lalu bergerak bangkit seraya campakkan penggalan kaki
sang Dewi yang sudah tidak bercincin.
Karena gerakan tangan Bidadari Tujuh Langit bukan gerakan biasa, penggalan kaki
milik sang Dewi yang sudah tidak bercincin itu langsung amblas masuk hampir
setengahnya ke dalam
tanah! Hampir bersamaan dengan amblasnya
penggalan kaki milik sang Dewi, Bidadari Tujuh Langit sentakkan tangan satunya
yang masih memegang penggalan kaki ke arah Datuk Kala Sutera yang sudah bangkit
dan bersandar di salah satu bongkahan batu.
Datuk Kala Sutera tidak mau menunggu. Dia
hantamkan punggungnya pada bongkahan batu
di mana dia bersandar. Sosoknya melesat ke depan menyongsong penggalan kaki
kanan Dewi Keabadian.
Di atas udara, Datuk Kala Sutera cepat
lepaskan cincin di penggalan kaki, lalu
mengenakannya pada ibu jari kaki kanannya
seraya jungkir balik sebelum akhirnya melayang turun dan tegak terhuyung di
sebelah Bidadari Tujuh Langit.
"Akhirnya kita berhasil!" gumam Bidadari Tujuh Langit sambil usap darah di sudut
mulutnya. "Kita harus Cepat tinggalkan tempat ini!"
Seakan tak sabar, sang Bidadari cepat gaet lengan Datuk Kala Sutera dan
diseretnya menyingkir menuju pinggiran pulau.
Di lain pihak, Dewi Keabadian cepat tarik
kedua kakinya lalu ditekuk dengan lutut sejajar dada. Dia segera menotok
beberapa tempat di sekitar kedua kakinya yang terbabat putus.
Kucuran darahnya berhenti seketika. Lalu
arahkan pandangannya pada sosok Bidadari
Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera yang terus hcrkelebat menuju pinggiran pulau.
"Bidadari Tujuh Langit! Datuk Kala Sutera!"
Dewi Keabadian berteriak tanpa membuat
gerakan. "Sebelum kalian tinggalkan tempat ini, kalian harus dengar ucapanku!"
Ada satu keanehan. Bersamaan dengan
terdengarnya teriakan sang Dewi, Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera
rasakan kedua kakinya diganduli kekuatan dahsyat. Hingga meski kedua orang ini
kerahkan segenap tenaga luar dalamnya, mereka tetap tidak mampu untuk melangkah!
Dan pada saat yang sama, mereka laksana dihantam gelombang luar biasa kuat
hingga sosok kedua orang ini berputar
menghadap Dewi Keabadian!
Datuk Kala Sutera tercekat dan tidak berani memandang ke arah sang Dewi.
Tengkuknya dingin dengan kedua lutut goyah. Namun tidak demikian halnya dengan Bidadari
Tujuh Langit. Perempuan cantik bertubuh bahenol ini
sunggingkan senyum dingin meski raut
keterkejutan tak bisa dilenyapkan dari wajahnya.
Dia memandang sekilas pada suaminya Datuk
Kala Sutera lalu beralih pada Dewi Keabadian.
Kepala Bidadari Tujuh Langit tersentak ke
depan saking kagetnya. Sepasang matanya
mendelik besar, Dan seolah tidak percaya, dia sapukan pandangan berkeliling
seraya menggumam. "Jangan-jangan ada orang lain di tempat inil Tapi...." Bidadari Tujuh Langit
memperhatikan sekali lagi pada satu sosok tubuh yang duduk bersandar pada satu
bongkahan batu.
Dia adalah seorang perempuan berusia amat
lanjut. Sekujur kulit wajahnya telah mengeriput.
Sepasang matanya menjorok masuk ke dalam
rongga yang amat dalam. Rambutnya putih awut-awutan. Mengenakan pakaian warna
kuning muda yang bagian dadanya diberi belahan
memanjang ke bawah hampir sampai depan
perutnya hingga terlihat jelas sebagian kulit dadanya yang keriput.
"Dari-pakaiannya jelas dia. Tapi...." Kembali Bidadari Tujuh Langit dilanda
kebimbangan. Saat itulah dia ingat sesuatu. Bidadari Tujuh Langit segera
memperhatikan pada kedua kaki
perempuan tua yang duduk bersandar. Ternyata sepasang kaki nenek ini terputus
hingga pergelangan! Bidadari Tujuh Langit baru tersenyum lega dan menarik napas panjang. Lalu
berbisik pada Datuk Kala Sutera.
"Kau tak perlu takut.... Dia sudah tidak ada apa-apanya lagi! Lihatlah!"
Perlahan-lahan Datuk Kala Sutera beranikan dia arahkan pandangan pada Dewi
Keabadian. Seperti halnya Bidadari Tujuh Langit, sang Datuk tampak tercengang tak percaya
hingga penggalan kaki kanan sang Dewi yang masih
terpegang tangan kanannya terlepas jatuh!
"Yakinkan matamu dengan melihat kedua kakinya!" bisik Bidadari Tujuh Langit
seakan bisa menangkap rasa tidak percaya Datuk Kala
Sutera meski dia tidak berpaling.
"Sekarang aku percaya kalau dia Dewi
Keabadian!" Akhirnya Datuk Kala Sutera bergumam setelah melihat kedua kaki si
nenek berambut putih yang duduk ber-aandar.
"Dia bukan hanya kehilangan keabadian tubuhnya, namun ilmunya juga sirna! Kita
tak usah khawatir! Bahkan kalau perlu, dia kita bikin mampus sekarang juga!
Parempuan cabul
macam dia sudah layak menerima imbalan
setimpal di akhir hidupnya!" berkata Bidadari Tujuh Langit dengan tangan


Joko Sableng Istana Lima Bidadari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkepal. "Kita jangan menambah urusan! Apa yang kita cari sudah kita dapat! Sebaiknya
kita segera pergi! Lagi pula mikan tak mungkin dia masih memiliki kekuatan!
Bukankah semua tindakannya selama ini sukar ditebak"! kau lihat sendiri apa yang baru saja
terjadi. Kita bukan saja tak mampu melangkah, namun tubuh kita berputar
menghadapnya seperti digerakkan
tenaga dahsyat!"
Bidadari Tujuh Langit berpikir sesaat. Lalu berbisik.
"Kalau dia kita biarkan hidup, jangan-jangan dia akan mencari kita! Lebih baik
kita tuntaskan urusan ini!"
"Jangan mencari celaka!" sentak Datuk Kala Su-Ina. Mungkin karena khawatir si
istri akan lakukan tindakan yang tidak diduga, sang Datuk segera gaet tangan
sang Bidadari, lalu diseretnya berkelebat tinggalkan tempat itu.
"Kalian tak akan pergi sebelum dengar ucapanku!" Terdengar suara Dewi Keabadian
yang kini telah berubah menjadi seorang nenek-nenek berkulit keriput.
---ooo0dw0ooo---
TIGA BIDADARI Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera tersentak kaget. Bukan karena ucapan
sang Dewi, melainkan karena bersamaan dengan
terdengarnya suara itu, mereka tidak mampu gerakkan tubuh untuk melangkah
teruskan niat hendak tinggalkan tempat llu! Meski keduanya telah kerahkan
segenap tenaga dalam yang
mereka miliki Belum lenyap rasa kaget Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera, Dewi
Keabadian kembali perdengarkan suara.
"Malam ini kalian telah bertindak licik pada seseorang yang punya niat baik!"
Dewi Keabadian hentikan ucapannya sesaat. Bidadari Tujuh Langit hendak buka
mulut perdengarkan suara. Namun meski mulutnya lelah menganga terbuka, tidak
terdengar sepatah kata dari mulutnya. Suara itu laksana tenggelam dalam
tenggorokannya! *-~
"Kalian tahu...." Dewi Keabadian teruskan ucapan. "Kalian terlalu punya
prasangka buruk padaku! Kalian hanya melihat apa yang terlihat mata dan
mendengar apa yang tertangkap
telinga kalian! Kalian tidak bisa berpikir apa sesungguhnya di balik yang
terlihat dan terdengar!"
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera hanya bisa simak ucapan orang tanpa
bisa membuat gerakan atau perdengarkan suara.
Mereka berdua kernyitkan dahi. Bukan saja
heran dengan apa yang dialami, namun juga
merasa aneh dengan kata-kata Dewi Keabadian.
Di depan sana, Dewi Keabadian tersenyum.
Lalu" lanjutkan ucapan.
"Kalian tahu.... Aku meminta syarat berat karena! aku berharap kalian
mengurungkan niat!
Dan kau, Datuk Kala Sutera! Kuminta kau
menemaniku bukan untuk] tujuan jelek seperti yang kalian kira! Aku akan
membawamu ke satu tempat agar kau bisa berpikir lebih jernih! Dan kau Bidadari
Tujuh Langit! Kau kuminta
bersemadi, agar kau bisa menimbang kembali semua permintaanmu. Karena apa yang
kalian minta adalah sesuatu yang bukan menjadi hak kalian! Keabadian hanya
dimiliki] oleh Sang Maha Abadi! Bukan milik manusia! Apa yang
kumiliki selama ini, dan kini berpindah ke tangan kalian hanyalah keabadian
semu! Itu hanya
keabadian menurut manusia! Kelak semuanya
pasti akan berakhir dan kita akan kembali
menghadap Yang Maha Abadi!"
Untuk kedua kalinya Dewi Keabadian hentikan ucapan. Dia sandarkan tubuh lalu
mendongak seraya teruskan ucapan.
"Kalian juga perlu tahu.... Kalau selama ini kalian melihatku berpakaian dan
bersikap menggoda, semua itu hanyalah ujian! Jika kalian berpikiran baik, kalian tentu
tidak akan menduga yang bukan-bukan! Justru semua itu akan
mengingatkan kalian pada Yang Maha Pencipta Keindahan!"
Dewi Keabadian membuat gerakan satu kali.
Sosoknya melesat ke udara dan tahu-tahu telah duduk bersila di bongkahan batu di
mana dia tadi bersandal Lalu lanjutkan ucapan.
"Malam ini kalian telah salah sangka dan serakah pada seseorangl Hal ini kelak
akan membuahkan hasil yang sama pada diri kalian masing-masing I Kalian akan
salah sangka pada anak-anak kalian bahkan pada kailan berdua!
Kalian dan anak-anak kalian akan dihinggapi sifat serakah untuk mendapatkan
sesuatu! Pertolongan memang akan datang! Tapi
kedatangannya sudah sangat terlambat dan
justru pertolongan itu datangnya dari sesuatu yang sangat menyakitkan hati!"
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera terpana. Mereka merasakan kuduk
masing-masing laksana diguyur es. Sekuat tenaga
mereka coba bebaskan diri agar dapat bergerak dan segera tinggalkan tempat Hu.
Namun usaha mereka tidak berhasil.
Di seberang, Dewi Keabadian menghela napas panjang dengan bibir masih
sunggingkan senyum. Lalu angkat suara lagi.
"Karena negeri daratan Himalaya ini telah kotor dengan tindakan kalian, maka
pertolongan itu akan datang dari manusia di luar daratan Himalaya! Dan Sepasang
Cincin Keabadian tidak akan lepas dari kaki kalian masing-masing
sebelum kalian mengalami nasib yang seperti kalian lakukan padaku! Dan kalian
juga perlu tahu.... Sepasang Cincin Keabadian memang
akan membuat kalian tetap muda. Tapi
Sepasang Cincin Keabadian akan membuat
kalian buta! Bukan tidak idsa melihat, tapi kalian tidak akan mengenal mana
anak, mana suami, mana istri!" Dewi Keabadian tertawa perlahan.
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera makin tercekat.
Di seberang, tiba-tiba Dewi Keabadian
sentakkan tubuhnya ke belakang. Sosoknya
melesat beberapa tombak ke belakang lalu
duduk bersila di atas tanah.
Saat berikutnya kembali dia berkata.
"Sepasang Cincin Keabadian tidak bisa dipisahkan! Jika dipakai terpisah, maka
hal itu akan membual si pemakai mengidap satu
penyakit! Memang penyakit itu tidak terlihat dan tidak terasa! Tapi penyakit itu
sungguh memilukan hati! Karena kalian memakai terpisah satu sama lain, kelak kalian akan
saling mencari!" Untuk kesekian kalinya Dewi Keabadian
hentikan ucapan. Lalu arahkan matanya pada Bidadari Tujuh ngit dan berkata.
"Bidadari Tujuh Langit! Kau boleh pergi!"
Begitu ucapan Dewi Keabadian selesai,
mendadak Bidadari Tujuh Langit bisa gerakkan kembali anggota tubuhnya. Perempuan
berwajah cantik dan bertubuh sintal ini tersenyum.
Memandang beberapa saat pada Dewi
Keabadian. Lalu berpaling pada Datuk Kala
Sutera. Namun ada yang aneh. Tatkala sang
Bidadari memandang wajah Datuk Kala Sutera, perempuan ini tampak terkejut
seperti melihat orang yang tidak dikenali' Saat lain tanpa buka suara lagi, dia
putar diri lalu enak saja berkelebat menuju pinggiran pulau!
Datuk Kala Sutera tercengang. Dia hendak
berteriak. Tapi suaranya tersumbat
ditenggorokan. Dia coba putar diri. Tapi kekuatan dahsyat membuat sosoknya tetap
diam tak bergerakl Dewi Keabadian tertawa perlahan. Dan begitu sosok Bidadari Tujuh Langit melompat
dari pinggiran pulau, Dewi Keabadian angkat suara.
"Datuk Kala Sutera! Sekarang kau juga boleh tinggalkan tempat ini!"
Habis berkata begitu, Dewi Keabadian
membuat satu kali gerakan. Tubuhnya melesat lalu lenyap ditelan kegelapan di
depan sana. Bersamaan dengan sirnanya sosok sang Dewi, Datuk Kala Sutera bisa gerakkan
tubuh. Laki-laki berparas tampan ini memandang berkeliling
beberapa saat. Lalu tengadah dengan dahi
berkerut. "Apa yang telah kulakukan di tempat ini"!
Mengapa aku bisa berada di tempat ini"!" Datuk Kala Sutera berusaha mengingat-
ingat. Tapi dia tidak ingat apa-apa lagi! Bahkan dia lupa pada istrinya Bidadari
Tujuh Langit! Datuk Kala Sutera edarkan pandang matanya
sekali lagi menembus kegelapan suasana pulau.
Lalu dia ingat akan perahunya. Dia cepat
balikkan tubuh. Lalu berkelebat menuju pinggiran pulau.
Tegak berdiri di salah satu lamping pulau, Datuk Kala Sutera tundukkan kepala
memperhatikan dirinya. "Aneh.... Aku merasakan sesuatu! Gerakanku jadi ringan!
Tenaga dalamku tiba-tiba bertambah! Apa yang terjadi..."!"
Karena tidak juga menemukan jawaban,
Datuk Kala Sutera arahkan pandang matanya ke tengah laut. Saat itulah matanya
menangkap gerakan sebuah perahu.
"Perahuku.... Bagaimana bisa berada di tengah laut"! Tapi.... Perahu itu
berpenumpang! Siapa dia..."! Dari sikapnya jelas dia seorang perempuan!"
Datuk Kala Sutera mengukur jarak. Lalu
berteriak. "Hai! Tunggu!"
Walau saat itu suara gemuruh gelombang
terus menyembur, anehnya teriakan Datuk Kala Sutera mampu didengar oleh si
penumpang perahu yang bukan lain adalah Bidadari Tujuh Langit. Perempuan cantik dari
sintal ini segera palingkan kepala. Samar-samar matanya
menangkap satu sosok tubuh yang berdiri tegak di lamping pulau.
"Siapa dia"!" gumam Bidadari Tujuh Langit seraya kerahkan sedikit tenaga
dalamnya. Lalu perahu di mana dia berada mendadak terhenti bahkan tidak
bergeming sama sekali meski
dihantam gelombang!
Melihat si penumpang hentikan laju
perahunya, Datuk Kala Sutera tidak berpikir dua kali. Dia segera melesat
ceburkan diri ke dalam laut lalu berenang menghadang gelombang ke arah perahu.
Sebenarnya Datuk Kala Sutera hanya coba-
coba. Dia berpikir, seandainya tidak mampu menghadang gempuran gelombang, dia
akan berbalik dan menunggu hingga pagi hari.
Namun begitu dia bukan hanya mampu
menerjang gulungan ombak, namun gerakannya amat ringan, Datuk Kala Sutera
teruskan berenang. Sementara entah karena apa, Bidadari Tujuh Langit tidak berusaha mene-
i ruskan laju perahunya. Dia diam menunggu sambil sesekali gerakkan kepala
berusaha melihat sosok orang yang timbul tenggelam berenang ke arah
perahunya. Begitu Bidadari Tujuh Langit melihat dua
tangan menggapai bagian samping perahunya, perempuan ini segera bergerak
mendekat. Ujung dayung segera dijulurkan yang cepat ditangkap oleh Datuk Kala
Sutera. Wuuutt! Bidadari Tujuh Langit gerakkan dayung. Satu sosok tubuh melesat dari dalam air
laut lalu tegak di lantai perahu dengan tubuh dan pakaian basah kucurkan air.
Datuk Kala Sutera sisir rambutnya yang basah dengan jari-jari tangannya lalu
memandang ke arah Bidadari Tujuh Langit seraya tersenyum dan berkata.
"Terima kasih.... Kau tak keberatan jika aku ikut menumpang"!"
Bidadari Tujuh Langit ikut sunggingkan
senyum. Lalu anggukkan kepala. Diam-diam
dalam hati dia berkata. "Siapa laki-laki ini"!
Wajahnya tampan.... Tapi aku tidak tertarik...."
Membatin begitu, tanpa angkat suara lagi
Bidadari Tujuh Langit melangkah ke bagian
depan perahu. Lalu ayunkan dayung ke dalam air laut. Perahu itu kembali melaju
cepat menembus gulungan ombak.
"Aku ingat benar! Ini adalah perahu milikku!
Tapi bagaimana bisa dibawa perempuan cantik ini" Siapa dia..."!" Datuk Kala
Sutera pandangi bagian belakang sosok Bidadari Tujuh Langit.
Pakaian putih tipis dan ketat yang dikenakan sang Bidadari membuat dada Datuk
Kala Sutera berdebar. Apalagi gerakan perahu membuat
pinggul sang Bidadari bergerak-gerak menggoda.
Datuk Kala Sutera menelan ludah. Lalu
melangkah mendekati sang Bidadari. Tapi belum sampai melangkah jauh, Bidadari
Tujuh Langit sudah bersuara.
"Laki-laki tak dikenal! Aku telah berbaik hati menolongmu memberi tumpangan!
Jangan coba bertindak macam-macam! Tanganku bisa
melemparkanmu ke tengah laut!"
Datuk Kala Sutera hentikan langkah.
"Bagaimana bisa begini"! Ini perahu milikku! Aku yakin betull Tapi.... Ah,
daripada membuat keributan, lebih baik aku diam saja! Lagi pula bukan hanya dia
gadis cantik yang nanti bisa kudapatkan di daratan sana!"
Berpikir begitu, akhirnya Datuk Kala Sutera ambili dayung yang tergeletak di
lantai perahu. Saat lain dia ayunkan dayung ke dalam air laut dari bagian belakang perahu. Laju
perahu makin deras.
Derasnya laju perahu sudah cukup membuat
Bidadari Tujuh Langit maklum apa yang
dilakukan laki-laki di belakangnya.
"Hem.... Selain berwajah tampan, dia juga memiliki tenaga dalam lumayan!
Sayangnya aku tidak terpikat...!"
Baru saja Bidadari Tujuh Langit membatin
begitu, Datuk Kala Sutera berkata.
"Boleh aku tahu siapa kau adanya"!"
Bidadari Tujuh Langit tertawa tanpa berpaling.
Puas tertawa dia berucap. "Aku yang memberimu tumpangan! Seharusnya kau yang
memperkenalkan diri terlebih dahulu!"
"Aku Datuk Kala Sutera!"
"Nama bagus.... Boleh aku tahu, apa yang kau lakukan di pulau itu"!"
Datuk Kala Sutera tidak segera menjawab.
Seballiknya menoleh ke arah pulau yang kini terlihat saman samar hitam di
kejauhan sana. Dia coba mengingat. Tapi selalu gagal. Hingga akhirnya dia berkata.
"Aku telah mengatakan siapa diriku. Harap kau sudi memperkenalkan diri!"
"Aku Bidadari Tujuh Langit!"
"Nama yang seindah orangnya!" puji sang Datuk membuat Bidadari Tujuh Langit
tertawa cekikikan. Pujian orang tidak membuat dada perempuan ini berdebar,
sebaliknya pujian itu terdengar lucu hingga sang Bidadari tertawa cekikikan!
Lalu berucap. "Kau masih tak mau memberitahukan apa yang kau lakukan di pulau itu"!"
Karena tak mau mendapat dugaan yang
bukan-bukan, enak saja Datuk Kala Sutera
menjawab. "Aku tengah memancing! Namun tiba-tiba ombak besar datang! Kailku mencelat dan
perahu terbawa arus sebelum akhirnya pecah berantakan dihantam gelombang!
Akhirnya aku menunggu hingga aku melihatmu...."
Bidadari Tujuh Langit tersenyum. "Mudah-mudahan kau tidak berkata dusta
padaku...,"


Joko Sableng Istana Lima Bidadari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gumamnya membuat sang Datuk terkejut.
Namun Datuk Kala Sutera tidak mau
tunjukkan rasa kejutnya dan segera alihkan pembicaraan orang dengan berkata.
"Sebenarnya aku tadi melihatmu di pinggiran pulau. Cuma aku masih khawatir.
Menurut beberapa orang, pulau itu berpenghuni! Bukan manusia tapi sejenis makhluk
halus.... Setelah aku yakin, baru aku berani berteriak! Kau baru mengunjungi
pulau itu, bukan"!"
Kini ganti Bidadari Tujuh Langit yang terdiam beberapa lama. Perempuan ini
seperti halnya Datuk Kala Sutera tadi, coba mengingat-ingat.
Namun dia juga gagal menemukan jawaban.
Hingga akhirnya dia berucap.
"Seperti katamu.... Aku juga sering mendengar orang mengatakan pulau itu
berpenghuni. Karena penasaran, aku coba membuktikan
ucapan orangl Ternyata yang kutemukan bukan penghuni semacam makhluk halus, tapi
laki-laki berwajah tampan yang terdampar karena
perahunya hancur diterjang gelombang!"
Pujian Bidadari Tujuh Langit membuat dada
Datuk Kala Sutera berdegup keras. Hidungnya kembang kempis. Dia tatapi pinggul
sang Bidadari yang terus bergerak-gerak karena
guncangan perahu. Mungkin tak bisa menahan gejolak nafsunya, sang Datuk gerakkan
kaki melangkah.
Namun baru mendapat satu tindak, tiba-tiba gejolak nafsunya padam! Kaki sang
Datuk tersurut. Dahinya berkerut.
"Apa yang terjadi dengan diriku"! Mengapa tiba-tiba aku tidak berselera dengan
perempuan itu"! Jangan-jangan dia...."
Belum sampai Datuk Kala Sutera lanjutkan
kata hatinya, Bidadari Tujuh Langit sudah
berkata. "Aku sudah tidak membutuhkan perahu ini lagi! Kau boleh mengambilnya untuk pergi
memancingi"
Habis berkata begitu, Bidadari Tujuh Langit berkelebat menerabas air laut.
Pakaian putihnya basah kuyup hingga membuat lekuk sosoknya
terlihat jelas.
"Astaga!" Datuk Kala Sutera terjengah sendiri.
Ternyata dia sudah berada tidak jauh dari pesisir pantai., Dia segera campakkan
dayung di tangannya lalu berkelebat mengejar Bidadari Tujuh Langit yang terus berlari di
atas pesisir. "Aku harus tahu apa yang terjadi dengan diriku! Mengapa aku tiba-tiba tidak
berselera dengan perempuan I"
Rasa penasaran sang Datuk membuat laki-laki ini makin percepat larinya.
Sementara di depan sana, sang Bidadari terus berlari laksana
kesetanan. Namun diam-diam dia merasa tengah diikuti. Hingga pada satu tempat,
perempuan cantik bertubuh sintal ini hentikan larinya dan langsung balikkan
tubuh. "Mengapa kau mengikutiku, hah"!" Datuk Kala Sutera hentikan langkah tujuh tindak
di hadapan sang Bidadari. Dia tidak buka mulut menjawab.
Namun pandangi sosok sang Bidadari yang
makin mempesona. Dadanya yang kencang
membusung bergerak-gerak turun naik dan
lekukan pinggulnya makin terlihat karena
pakaian yang dikenakan basah.
Datuk Kala Sutera menahan napas. Masih
tanpa buka mulut menjawab, laki-laki ini
melangkah ke arah Bidadari Tujuh Langit.
Bidadari Tujuh Langit mendelik angker.
Gerakan orang sudah membuatnya sadar apa
yang diinginkan orang. Diam-diam dia kerahkan tenaga dalam pada kedua tangannya
lalu buka mulut.
Tapi sebelum suaranya terdengar, mulut sang Bidadari kembali mengatup. Dahinya
mengernyit dengan mata sedikit memicing.
Di sebelah depan, mendadak Datuk Kala
Sutera hentikan langkah. Sepasang matanya
membelalak beberapa saat. Laki-laki ini
bukannya melihat raut cantik dan tubuh sintal terbalut kain basah dan ketat
milik Bidadari Tujuh Langit. Sebaliknya melihat wajah seorang nenek-nenek
berkulit keriput dengan rambut pulih awut-awutan. Sepasang matanya kelabu masuk
ke dalam rongga yang cekung dan dalam.
Dadanya yang kendor bergerak-gerak.
Bidadari Tujuh Langit tersenyum. Namun yang terlihat oleh Datuk Kala Sutera
adalah bibir hitam yang menyeringai! Hingga membuat gejolak
nafsu si Datuk padam seketika!
Tanpa buka mulut, Datuk Kala Sutera balikkan tubuh. Laksana terbang dia
berkelebat dan berlari denga perdengarkan sumpah serapah.
Bidadari Tujuh Langit terkesiap. Namun tak lama kemudian tawanya meledak
mengikuti ke mana sang Datuk berlari kesetanan!
---ooo0dw0ooo---
EMPAT MALAM sudah hampir berujung ketika
beberapa sosok bayangan berkelebat cepat
laksana setan gentayangan menuju satu
kawasan yang banyak ditumbuhi ilalang tinggi dan beberapa jajaran pohon besar.
Walau beberapa sosok bayangan itu menuju
tem-pnt yang sama, namun dari cara berkelebat dan sikapnya, jelas mereka tidak
datang secara bersama-sama. Mereka berkelebat sendiri-sendiri dan tampak
berhati-hati seakan tak mau dilihat orang. Bahkan di antara mereka sengaja
melompat dari satu batangan pohon ke batangan pohon lain seraya menyelinap
sembunyi beberapa langkah. Sebagian lagi rebahkan diri di ranggasan ilalang dan baru
melesat keluar tatkala merasa keadaan benar-benar aman.
Sosok yang berkelebat paling depan sesaat
arahkan pandangan berkeliling dari sela
ranggasan ilalang.
"Hem.... Ada beberapa orang di belakang!
Siapa mereka"! Apakah mereka juga punya
maksud sama sepertiku"! Aku tak boleh
kedahuluan mereka! Aku telah menunggu
kesempatan balas dendam ini beberapa tahun!"
Membatin begitu, sosok yang paling depan ini segara beranjak bangkit dengan
kerahkan tenaga dalam nada kedua tangannya. Lalu
edarkan pandangan berkeliling sesaat. Saat lain berkelebat.
Begitu melewati ranggasan ilalang, orang ini segara memandang lurus ke depan.
Terlihat lima bangunan kecil yang berdiri berjajar. Bangunan itu berbentu mirip
kuil. Dan keSimanya
berbentuk sama baik besar dan warnanya. Tepat di belakang lima bangunan itu
terdapat satu bangunan lagi berbentuk pendopo agak besar.
"Hem.... Ternyata apa yang kudengar sesuai dengan kenyataan. Mereka mendirikan
lima bangunan untuk anak-anaknya! Dan mereka
menamakan bangunan itu Istana Lima Bidadari!
Hem.... Keparatnya pasti yang tinggal di
bangunan pendopo itu!"
Orang ini arahkan pandangannya pada
bangunar berbentuk pendopo di belakang lima bangunan yang selama ini memang
dikenal dengan Istana Lima Bidadari. Dia adalah seorang laki-laki berusia setengah baya
bertampang angker. Parasnya bulat ditingkahi kumis lebat dan alis tebal mencuat.
Dia hanya memiliki mata sebelah kanan. Mata kiri ditutup dengan sebuah kul
berbentuk bundar berwarna hitam yang
diikatkan ke belakang kepalanya. Pada pipi kirinya melintang codet besar dan
panjang sampai telinga. Rambutnya leba dan panjang dibiarkan bergerai menutupi sebagian
wa jahnya. Laki-laki ini mengenakan pakaian hitam-hitan yang dilapis dengan jubah panjang
berwarna hitam se batas lutut.
Laki-laki bermata satu edarkan pandangan
seka lagi. Lalu berkelebat. Namun belum sampai benar-benar bergerak, telinganya
mendengar suara tangisan bayi. Laki-laki ini urungkan niat.
Lalu arahkan matanya pada bangunan pendopo dengan mata mendelik tak berkesip.
Namun setelah agak lama menunggu, laki-laki iri tidak juga melihat tanda-tanda
adanya orang yang ke luar dari bangunan pendopo.
"Tangisan itu jelas dari salah satu bangunan Istana Lima Bidadari! Anehnya
mengapa dua keparat itu tidak muncul juga"! Apakah mereka tengah tenggelam dalam gelutan
nafsu hingga telinganya tidak mendengar tangis anaknya..."
Hem.... Bidadari Tujuh Langit memang masih muda dan cantik serta bertubuh
aduhai.... Sebelum jahanamnya kulempar ke neraka, aku ingin mencicipi kemontokan tubuhnya!"
Laki-laki bermata satu sudah tak sabaran.
Namun ia berusaha menahan diri. Tampaknya
dia sadar siapa yang dihadapi. Hingga dia tidak mau bertindak ayal meski
bayangan kemontokan orang sudah berada di pelupuk matanya.
Namun setelah ditunggu agak lama, tidak juga ada tanda-tanda kemunculan orang
yang diharapkan, sementara tangisan bayi makin lama makin keras, laki-laki bermata
satu pupus kesabarannya. Dengan kerahkan hampir
segenap tenaga dalamnya dia berkelebat.
Seakan sudah bisa menebak jika orang yang
diharap tidak berada di salah satu Istana Lima Bidadari, si laki-laki bermata
satu langsung berkelebat ke arah bangunan berbentuk
pendopo. Dia mengendap-endap beberapa lama di luar
bangunan dengan mata nyalang tak berkesip.
"Aneh.... Sepertinya keparat-keparat itu tidak ada! Aku tidak mampu mengendus
aroma mereka! Atau Jangan-jangan ini satu jebakan!
Tapi...." Si laki-laki bermata satu tidak lanjutkan kata hatinya. Dia segera
merapat ke bagian pintu satu-satunya yang ada. Dia tahan telinga.
Sementara mata satunya liar mengedar keliling.
"Jahanam benar! Bangunan ini tampaknya kosong!" gumam laki-laki bermata satu.
Sekali melompat dan membuat gerakan, pintu
bangunan pendopo ambrol berantakan! Dan
tahu-tahu sosoknya telah tegak di ruangan
tengah yang hanya diterangi sebuah obor bambu.
Laki-laki bermata satu arahkan pandang
matanya pada satu ruangan berpintu. Laiu
melangkah perlahan mendekati dengan kedua
tangan terangkat di atas kepala. Dia berhenti dua tindak di depan pintu.
"Kamar ini rupanya juga kosong! Jadi kedua jahanam itu benar-benar tidak ada di
tempat ini! Ke mana mereka"!" Si laki-laki bermata satu luruskan kakinya ke arah pintu.
Sekali dorong, pintu itu terbuka menganga tanpa membuat
suara! Sekali iongokkan kepala, si laki-laki sudah bisa menduga jika kamar itu memang
kosong. Hingga tanpa masuk, dia segera balikkan tubuh.
"Aku harus menunggu! Mereka meninggalkan bel berapa anak! Tak mungkin mereka
pergi jauhi" Setelah menyiasati keadaan beberapa lama, si laki laki bermata satu melangkah
keluar bangunan pendopo. Saat itulah matanya
menangkap gerakan berkelebat di antara
ranggasah ilalang di depan sana.
Kalau tadinya laki-laki bermata satu sudah bertekad hendak menunggu, tapi demi
melihat gerakan beberapa sosok bayangan di ranggasan ilalang, mendadak niatnya
berubah. "Aku yakin mereka bukanlah kedua jahanam Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala
Suteral Aku tak mau membuka urusan dengan orang lain
sebelum urusanki dengan dua keparat jahanam itu selesai tuntasi Hem.... Kalau
aku tetap berada di sini, bukan tak mungkin aku bisa membuka urusan dengan orang
lain! Padahal aku tudah bersumpah, kedua tanganku tidak akan berlumur darah
sebelum dapat mengalirkan darah kedua jahanam itu!"
Si laki-laki bermata satu berpikir sesaat. Saat itulah suara tangisan bayi tiba-
tiba terputus. Entah apa yang dipikirkan laki-laki bermata satu, yang jelas dia segera
berkelebat ke arah salah satu bangunan Istana Lima Bidadari dari mana tadi suara
tangisan bayi terdengar.
Karena sudah yakin tidak ada orang lain di Istana Lima Bidadari, laki-laki
bermata satu segera berkelebat masuk pada salah satu
bangunan paling ujung di mana suara tangisan bayi terdengar.
Bangunan berbentuk kuil itu diterangi sebuah obor kecil. Tepat di tengahnya
terdapat lantai agak tinggi berbentuk segi empat beralas jerami tebai. Jerami
itu tampak melesak tepat di bagian tengahnya dan tampak bergerak-gerak.
"Hem.... Malam ini aku tidak berhasil menemui kedua jahanam itu! Tapi aku akan
membuat mereka mencariku!" Si laki-laki bermata satu tersenyum dingin lalu melangkah ke
arah lantai tinggi beralas jerami. Kepalanya segera bergerak meiongok.
"Bayi cantik dan montok!" Desisnya. "Dengan bayi Ini kuyakin tak perlu susah-
susah lagi mencari jahanam ibu bapaknya! Justru mereka yang akan mencariku!"
Tanpa pikir panjang lagi si laki-laki bermata satu julurkan tangan kirinya ke
arah bayi. Sekali angkat, bayi di atas jerami tebal telah berada di tangannya.
Mungkin karena kasar, bayi
perempuan itu segera perdengarkan tangisan keras.
Si laki-laki bermata satu tidak ambil peduli.
Malah dia putar-putar tangan kirinya hingga si bayi makin keraskan tangisnya.
"Kau adalah jaminan nyawa kedua
orangtuamu!" si laki-laki bermata satu berteriak.
Lalu tarik pulang tangan kirinya. Si bayi
didekapnya lalu dengan tenang berkelebat
tinggalkan salah satu bangunan Istana Lima Bidadari.
Baru saja si laki-laki bermata satu berlalu, satu sosok tubuh berkelebat dan
tegak di depan bangunan pendopo.
"Sayang aku tidak bisa melihat jelas siapa adanya manusia berpakaian hitam-hitam
tadi! Tapi apa peduliku"! Kedatanganku perlu dengan Bidadari Tujuh Langit dan si
jahanam Datuk Kala Sutera! Mereka harus membayar nyawa satu-satunya muridku yang
tewas dll tangan mereka!"
Sosok di depan pendopo memandang berkeliling sebelum akhirnya arahkan
pandangannya ke
pintu pendopo yang telah ambrol berantakan.
"Tampaknya aku tidak akan menemukan
kedua manusia itu malam ini! Apa yang harus kulakukan"! Tak mungkin aku
menunggu!" Saat itulah tiba-tiba telinga orang ini mendengar isakan tangis bayi.
Orang di depan bangunan pendopo berpaling
pada salah satu bangunan Istana Lima Bidadari untuk menentukan sumber isakan
tangis. Saat lain dia berkelebat dan tegak di depan salah satu bangunan di
sebelali kanan bangunan mana tadi laki-laki bermata satu berkelebat keluar
seraya membopong bayi.
Tanpa berpikir dua kali, orang di depan
bangunan salah satu kuil Istana Lima Bidadari segera melompat masuk. Dia melihat
seorang bayi perempuan di atas tumpukan jerami kering dan tebal.


Joko Sableng Istana Lima Bidadari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hem.... Dia bisa kujadikan sandera bagi nyawa Bidadari Tujuh Langit dan Datuk
Kala Sutera!" gumam orang di sebelah bayi yang tengah terisak dan gapai-gapaikan
kedua tangannya. Dia adalah seorang perempuan berusia
sangat lanjut berambut putih panjang menjulai hingga betis. Sosoknya tambun
besar hingga gumpalan daging di perutnya tampak bergerak turun naik ketika nenek
ini membuat gerakan.
Sepasang matanya sipit. Bukan karena bola
matanya kecil, namun karena tebalnya kulit wajah. Hidungnya besar dan masuk ke
dalam gumpalan kulit wajahnya yang tebal. Mulutnya hampir-hampir tidak kelihatan
karena tertutup tebalnya .kulit, wajah kedua pipinya. Nenek ini mengenakan
pakaian warna merah menyala
yang sangat ketat.
SI nenek bertubuh tambun besar pandangi
bayi di atas jerami beberapa saat. Lalu dengan tersenyum kedua tangannya
bergerak. Bayi di atas jerami telah berpindah pada kedua
tangannya. Saat lain nenek ini berkelebat keluar.
Bayi perempuan bukannya dibopong tangan
kedua tangannya, namun enak saja diletakkan di atas gumpalan daging perutnya!
Hampir bersamaan dengan melesatnya sosok
si nenek, dua sosok bayangan menerabas
ranggasan ilalang lalu tegak berjajar di depan salah satu Istana Lima Bidadari
di sebelah mana si nenek baru saja keluar.
Dua sosok ini adalah seorang laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki sudah tua,
sementara si perempuan masih muda. Si laki-laki berwajah lonjong dengan kulit
putih. Sosoknya kerempeng hingga raut wajahnya hampir-hampir saja tidak tertutup
daging. Rambutnya panjang serta jarang.
Sepasang matanya membelalak besar seolah
hendak mencelat keluar dari dalam rongganya.
Laki-laki ini mengenakan pakaian warna putih gombrang besar. Saking besarnya,
sosoknya tampak bergoyang-goyang ketika pakaiannya
ditiup angin, hingga orang tua ini terus bergerak-gerak meski tidak tengah
membuat gerakan apa-apa!
Sementara sosok perempuan di sebelah laki-
laki tua berpakaian gombrang berparas cantik jelita. Rambutnya hitam lebat
dikuncir tinggi.
Kulitnya putih bersih. Hidungnya mancung
dengan bibir dipoles merah menyala. Lehernya jenjang dengan dada membusung
kencang. Pinggulnya yang besar dibalut dengan pakaiai tipis dan ketat warna biru.
"Dari gelagat beberapa orang tadi, jelas kita tidak akan bertemu dengan keparat
Bidadari Tujuh Langit dan Datuk Kala Sutera! Tapi kita tak perlu kecil hati!
Kita punya sesuatu yang pasti membuat kedua keparat itu memburu ke mana
kita pergi!" Si laki-laki tua bertubuh kerempeng angkat suara dengan mata
mengarah pada kuil di hadapannya.
"Kau ambil yang sebelah sana! Aku akan ambil yang di depan Ku!" kembali si orang
tua berkata serayg arahkan telunjuknya pada bangunan kuil yang bersebelahan
dengan bangunan kuil di
hadapannya. Tanpa ada yang buka suara lagi, kedua orang iri segera melompat masuk ke dalam
bangunan kuil yang bersebelahan. Kejap kemudian
keduanya sudah keluar lagi dengan kedua
tangan masing-masing orang mendekap seorang bayi.
Dengan satu isyarat, laki-laki tua bertubuh kerempeng segera melesat menembus
dinginnya udara dini hari yang kemudian disusul oleh si perempuan muda.
Tanpa diketahui oleh si orang tua bertubuh kerempeng dan si perempuan muda
berwajah cantik, sepasang mata dari tadi tampak mendelik tak berkesip dari sela ranggasan
ilalang. "Satu, dua, tiga, empat...." Si pemilik mata perdengarkan hitungan seraya
arahkan matanya pada jajaran bangunan Istana Lima Bidadari.
"Hem.... Tinggal satu yang belum dimasuki orang!
Mudah-mudahan kedatanganku tidak sia-sia
meski tampaknya aku tidak menemukan
manusia yang kucari!"
Mata dari seia ranggasan ilalang itu mengedar beberapa saat. Saat lain, si
pemilik mata angkat tubuhnya yang sengaja direbahkan sejajar tanah.
Ternyata dia adalah seorang laki-laki bertubuh pendek. Hingga meski dia telah
tegak berdiri, tapi kepaianya tidak sampai mencapai ujung ilalang!
Laki-laki cebol ini berparas buiat besar.
Hidungnya melesak ke dalam dengan mata alpit.
Rambutnya lebat dan panjang hingga menyapu tanah. Pada punggungnya terlihat
punuk besar, hingga kotika tegak, laki-laki ini tampak doyong ke depan! Di
pinggangnya tampak sebuah
pedang panjang berkilat. hebatnya, pedang itu bukannya diselipkan, namun seakan
lentur, pedang berkilat itu diikatkan melingkar pada pinggangnya!
Si laki-laki cebol membuat satu kali gerakan.
Mendadak sosoknya melesat cepat dan tahu-
tahu sudah tegak doyong di depan bangunan
Istana Lima Bidadari paling ujung yang memang belum dimasuki orang.
Tanpa putar kepala si laki-laki cebol segera melangkah memasuki bangunan dan
sekali kakinya menghentak, sosoknya melenting dan tegak di atas tumpukan jerami tebal
di mana teronggok satu bayi perem-puan.
Anehnya, meski si laki-laki cebol tebal tegak di atas tumpukan jerami, namun
tumpukan jerami itu tidak bergerak atau melesak! Hingga bayi di atas jerami
tidak terusik. Si laki-laki cebol pandangi beberapa lama
pada sosok bayi di sampingnya. Saat lain
wajahnya ditegakkan tengadah. Lalu terdengar gelakan tawanya! Tapi meski suara
tawa itu keras menggema, si bayi tetap diam tak terusik!
"Rejekiku besar! Ternyata aku masih kebagian satu!" ujar si laki-laki cebol di
sela geraian tawanya. Dani masih tertawa ngakak, bagian atas tubuhnya
disentakkan ke bawah. Tangannya menggapai lalu digerakkan ke atas.
Bayi perempuan di atas tumpukan jerami
melayang ke udara. Lalu turun ke bawah. Si laki-laki cebol hanya pandangi
bayangan sosok si bayi tanpa membuat gerakan. Empat jengkal lagi bayi itu berada
di atas kepalanya! iaki-laki ini sorongkan tubuhnya ke depan hingga tubuhnya
makin doyong. Plukkk! Si bayi teronggok diam di atas punuk besar laki-laki cebol. Si laki-laki putar
tubuh. Lalu dengan masih tertawa ngakak, sosoknya melesat keluar bangunanl
Suara tawa si laki-laki cebol belum lenyap, mendadak satu bayangan berkelebat.
Bayangan ini langsung menerabas ke arah bangunan
pendopo di belakang bangunan Istana Lima
Bidadari. Dari caranya, jelas jika bayangan ini sudah paham dengan situasi di
tempat itu. Si bayangan terus memasuki bangunan
pendopo dan berlari mondar-mandir ke seantero bangunan. Sikapnya jelas
membayangkan kalau dia tengah mencari sesuatu.
"Di mana dia..."! Kalau pergi, mengapa tidak memberi tahu padaku"!" gumam si
bayangan seraya hentikan langkah. Ternyata dia adalah seorang perempuan berusia
dua puluh lima tahunan. Wajahnya jelita dengan rambut
digulung ke atas. Perempuan ini mengenakan pakaian warna putih tipis dan ketat
membungkus tubuhnya yang berdada kencang dan berpinggul besar. Perempuan ini
tidak lain adalah Bidadari Tujuh Langit.
"Hem.... Tampaknya dia memang telah pergi!
Tapi apa peduliku sekarang"! Aku sudah tidak tertarik padanya! Hanya saja
mengapa aku tidak mendengar suara tangis...."
Belum sampai Bidadari Tujuh Langit lanjutkan gu-I maman, perempuan ini telah
melesat keluar dari ba-! ngunan pendopo dan masuk ke dalam kuil paling ujung di
mana laki-laki cebol baru saja keluar.
Tanpa mendekati tumpukan jerami tebal di
atas lantai agak tinggi yang berada di tengah bangunan kuil, tampaknya Bidadari
Tujuh Langit sudah bisa menduga. Ia balikkan tubuh, lalu melangkah ke arah satu
persatu bangunan kuil Istana Lima Bidadari. Seperti halnya tatkala masuk
bangunan pertama, sang Bidadari tidak teruskan langkah untuk mendekati jerami
tebal. Dia su dah balikkan tubuh lalu melangkah ke arah bangunan satunya hingga
bangunan paling ujung di mana tadi laki-laki bermata satu masuk.
"Hem.... Tampaknya dia pergi dengan
membawa serta anak-anakku! Tak apa.... Dia juga ayahnya!" Bidadari Tujuh Langit
bergumam lagi lalu tertawa perlahan. Dan seolah tidak merasa kehilangan darah
daging yang dilahirkannya, perempuan cantik bertubuh sintal ini enak saja melangkah keluar
bahkan sambil sunggingkan senyum!
---ooo0dw0ooo---
LIMA BARU saja Bidadari Tujuh Langit melangkah
keluar, mendadak satu sosok bayangan
berkelebat dan tegak sepuluh langkah di
hadapan sang Bi-iladari.
Bidadari Tujuh Langit pupuskan senyum.
Sepasang matanya serta-merta mendelik angker.
Dan laksana terbang dia melompat ke depan
seraya membentak.
"Mengapa kau masih mengikutiku, nah"!"
Orang yang dibentak tak kalah kagetnya.
Malah sepasang kakinya tersurut satu tindak dan memandang ha depan dengan
tatapan tak percaya. Dia adalah searang laki-iaki berusia tiga puluh tahunan bertampang
daras dan tampan.
Rambutnya panjang sebahu dengan kumis tebal melintang. Laki-iaki ini mengenakan
jubah panjang sebatas mata kaki melapis pakaian
dalam berwarna putih, la tak lain adalah Datuk Kala Sutera.
"Siapa perempuan ini sebenarnya"! Mengapa dia berada di sini"! Ini adalah
tempatku! Juga tempat beberapa anakku!"
Ingat akan anaknya, Datuk Kala Sutera
bukannya segera menjawab pertanyaan Bidadari Tujuh Langit. Sebaliknya segera
berkelebat. Namun Bidadari Tujuh Langit cepat
menghadang dengan kedua tangan terangkat
dan berteriak lantang.
"Berani kau memasuki tempatku, aku tak segan melepas selembar nyawamu!"
Untuk kedua kalinya sang Datuk terlengak
kaget. "Aneh.... Dia sebelumnya mengaku sebagai pemilik perahu, padahal itu perahuku!
Kini dia mengatakan ini adalah tempatnya! Padahal aku tidak buta! Ini adalah
tempatku!"
Berpikir sampai di situ, akhirnya Datuk Kala Sutera balas membentak.
"Kau jangan mengada-ada! Ini adalah
tempatkul Cepat tinggalkan tempat ini!"
Mendengar ucapan orang, Bidadari Tujuh
Langit tertawa bergelak hingga dadanya yang membusung kencang bergerak turun
naik menggoda. Lalu berkata.
"Kau lagi-lagi berani berkata dusta padakul Peal tama kali jumpa kau mengaku
sebagai pemancing di laut yang kapalnya berantakan dan kailnya mencelat di hantam
gelombang ombak!
Sekarang kau mengaku ini adalah tempatmu!
Aku mau bertanya. Apa sebenarnya yang kau
inginkan"!"
Mungkin karena merasa jengkel, seraya
menata! tajam pada gerakan dada sang Bidadari serta pinggulnya yang besar, sang
Datuk angkat suara. "Aku menginginkan dirimu!"
Gelakan tawa Bidadari Tujuh Langit makin
melengking tinggi, lalu berucap di sela gelakan tawanya.
"Kalau hanya itu yang kau inginkan,
sebetulnya kau tak perlu mengikutiku hingga kapalmu terhantam gelombang dan
mengaku-aku sebagai pemilik tempat ini Aku akan turuti semua keinginanmu...!
Kapan kau memintanya"!
Sekarang..."! Di mana..."l Di sini atau kau cari tempat lain..."!"
Seraya berucap begitu, Bidadari Tujuh Langit putuskan gelakan tawanya, lalu
tersenyum. Tapi diam diam dalam hati dia berkata. "Sayang sekali aku tidak
berselera sedikit pun padamu! Kau akan melihat tubuhku, tapi setelah itu kedua
biji matamu akan kucungkil keluar!"
Di lain pihak, mendengar kata-kata Bidadari Tujuh langit, dada Datuk Kala Sutera
berdebur keras. Matanya nyalang pandangi sekujur tubuh perempuan di hadapannya
dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Datuk Kala Sutera lupa
dengan apa yang baru dialaminya di dekat pesisir pantai beberapa saat yang lalu.
"Kau belum jawab pertanyaanku!" ujar Bidadari Tulah Langit dengan makin
kembangkan senyum. "Kau memintanya sekarang..."! Di sini..."!"
Walau ucapan sang Bidadari bernada tanya,
sebelum sang Datuk sempat buka mulut
menjawab, tangan tang Bidadari sudah
diluruhkan ke bawah. Lalu perlahan-lahan
menarik bagian bawah pakaiannya dengan
kepala ditegakkan dan mulut perdengarkan
desahan panjang!
Sepasang mata sang Datuk makin mendelik
melihat singkapan pakaian sang Bidadari hingga perlahan-lahan pahanya yang padat
dan putih mulus terlihat jelas, apalagi saat itu matahari mulai unjuk diri dari
kaki langit. "Sebenarnya.... Sejak di atas perahu tadi malam, aku sudah merindukanmu.
Mendekatlah...." Bidadari tujuh Langit berkata seolah berbisik. Sepasang matanya
dipejamkan setengah terbuka. Sementara kedua tangannya terus menarik pakaian
bawahnya yang membuat dada Datuk Kala Sutera berdebar karena
singkapan pakaian itu sudah hampir mencapai pangkal paha. Malah bukan hanya
sampai di situ saja, begitu singkapan pakaiannya hampir
mencapai pangkal paha, sang Bidadari segera rebahkan diri di atas tanah. Dia
sengaja menghela napas panjang hingga bukan saja
pahanya yang kini tersingkap jelas, tapi dadanya yang membusung tampak bergerak-
gerak mempesona! Datuk Kala Sutera tidak menunggu lagi. Begitu Bidadari Tujuh Langit rebahkan
diri dengan sikap makin menggoda, dia segera melangkah
mendekati dengan sosok bergetar karena
dilanda nafsu yang membara. Tapi empat
langkah lagi sampai, mendadak sang Datuk
hentikan tindakannya. Gejolak nafsunya yang sudah membakar sampai ubun-ubun
lenyap seketika! Karena laki-laki ini melihat perubahan pada diri Bidadari Tujuh
Langit. Rambutnya yang terurai jatuh dan hitam lebat perlahan-lahan memutih dan
awut-awutan. Sepasang matanya
yang bulat berganti jadi sepasang mata kelabu dan menjorok masuk dalam cekungan
rongga yang dalam. Wajahnya yang berkulit putih dan kencang berubah menjadi pucat
mengeriput! Dadanya yang membusung menjadi kendor.
Sepasang pahanya yang padat kencang dan
mulus beralih menjadi paha yang dibungkus kulit mengeriput. Senyum dan


Joko Sableng Istana Lima Bidadari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

desahannya berubah
jadi seringai dan kecipak mulut milik nenek-nenek yang tidak bergigi!
Sikap Datuk Kala Sutera membuat Bidadari
Tujuh Langit buka kelopak matanya. Dia
memperhatikan sesaat, lalu berucap seraya terus tersenyum. "Kau ingin aku
membukanya..."!"
"Tahanl" teriak Datuk Kala Sutera dengan pulang balikkan kedua tangannya di
depan dada. "Kau terlalu malu-malu...," kata sang Bidadari setengah berbisik. Dia angkat
tubuhnya sedikit.
Tangan kanannya dibuat tumpuan tubuh, lalu tangan kirinya bergerak ke arah dada.
Sekali menyentak, dada itu terbuka!
Datuk Kala Sutera bergumam tak jelas. Saat itu juga dia segera berpaling lalu
balikkan tubuh.
"Kau ingin ketika berbalik aku sudah tidak mengenakan apa-apa lagi"! Aku tahu
keinginanmu itu.... Dan aku tak segan
melakukannya untukmu...." Bidadari Tujuh Langit berkata. Lalu bergerak bangkit
dengan kedua tangan bergerak. Bukan untuk lakukan apa yang baru aaja diucapkan
namun lepaskan pukulan ke arah Datuk Kala Sutera!
Di lain pihak, sang Datuk segera ambil
langkah teribu. Bukan karena tahu kalau tengah dihantam, namun karena merasa
geram dan khawatir pada diri sendiri!
Tapi baru saja berkelebat, satu gelombang
dahsyat sudah menggebrak dari arah belakang,, membuat sang Datuk cepat balikkan
tubuh seraya hantamkan kedua tangannya.
Bummm! Tempat itu bergetar keras. Sosok Bidadari
Tujuh Langit dan sang Datuk sama tersurut satu tindak. Paras keduanya berubah.
Datuk Kala Sutera tersentak mendelik. Sosok Bidadari Tujuh Langit kelihatan
berubah lagi menjadi perempuan cantik bertubuh sintall Tapi bukan hanya itu yang
membuat sang Datuk
kaget. "Heran.... Aku tidak mendengar suara
tangisan! Padahal dentuman tadi keras....
Seharusnya mereka terbangun dan menangis....
Ada apa ini"! Apakah akui benar-benar salah alamat"!"
Datuk Kala Sutera arahkan pandangannya ke
de- I pan pada beberapa bangunan berbentuk kuil dan bangunan pendopo. Entah apa
yang terlihat matanya, yang jelas laki-laki ini segera usap-usap matanya seraya
bergumam dalam hati. "Astaga! Aku memang salah alamat! Ini bukan tempat tinggalku! Bagaimana ini bisa
terjadi..."!
Padahal aku merasa yakin jalan yang kutempuh adalah jalan yang biasa kulalui!"
Untuk beberapa saat dada sang Datuk dilanda kebingungan. Namun hai itu tidak
membuatnya lengah. Hingga begitu tahu gelagat jika sang Bidadari akan lepaskan
pukulan lagi, Datuk Kala Sutera sudah sentakkan kedua tangan
mendahului. Wuutt! Wuutt! Gelombang angin yang perdengarkan suara
gemuruh berkiblat ganas ke arah Bidadari Tujuh Langit.
Sang Bidadari tak mau berlaku ayal. Seraya melompat menyingkir, kedua tangannya
berkelebat. Untuk kedua kalinya tempat yang mulai
dikenal orang dengan Istana Lima Bidadari
bergetar keras laki sana dihantam gempa. Sosok Bidadari Tujuh Langit sempat
tersapu di udara hingga beberapa langkah. Namun sekali
perempuan cantik ini sentakkan tangannya ke bawah, gerakan tubuhnya terhenti
lalu melayang turun dan tegak di atas tanah.
Bidadari Tujuh Langit tidak mau menunggu
lama. Begitu kakinya menginjak tanah, kedua tangannya sol gera berkelebat
menghantam. Namun sedahsyat apa pun gelombang angin
yang melesat keluar dari kedua tangan sang Bidadari, gelombang itu hanya
menghantam tempat kosong, karena sosok Datuk Kala Sutera sudah tidak kelihatan lagi di
tempat itu! "Hari ini kau beruntung, Datuk Gila! Tapi tidak pada pertemuan berikutnya!"
teriak Bidadari Tujuh Langit.
"Kau tidak akan bertemu dengannya! Ini adalah pertemuanmu yang terakhir!"
Mendadak satu suara menyahut.
Sentakkan kepala ke samping, Bidadari Tujuh Langit melihat seorang perempuan
setengah baya. Walau usia perempuan ini tidak muda lagi, tapi wajahnya masih cantik.
Rambutnya digeraikan ke samping menutupi bagian kanan wajahnya yang berkulit putih.
Sepasang matanya bundar. Mulutnya membentuk bagus dan diberi pewarna merah. Pipi
kiri kanannya juga disaput dengan pewarna merah muda. Dia mengenakan
pakaian ketat warna Jingga. Bagian dadanya dibuat rendah hingga lembahan kedua
payudaranya yang masih kencang membusung
terlihat jelas. Sementara pakaian bawahnya yang juga berwarna Jingga dibuat
pendek di atas lutut seolah ingin menunjukkan kedua pahanya yang mulus dan padat
berisi. Dada Bidadari Tujuh Langit berdebar. Bukan karena kemunculan orang, namun karena
dandanan si pe-Htmpuan! Entah sadar atau
tidak, sang Bidadari bergumam. "Aku
menginginkan dirimu...."
Perempuan di hadapan Bidadari Tujuh Langit tertawa pendek. Lalu berkata.
"Bidadari Tujuh Langit! Bukan kau yang menginginkan diriku, tapi akulah yang
menginginkan selembar nyawamu!" Si
perempuan melangkah dan berhenti delapan
langkah di hadapan sang Bidadari.
"Sepertinya aku pernah melihatmu.... Sayang aku lupa di mana dan kapan!" ujar
Bidadari Tujuh Langit sambil terus menatap bagian dada dan paha orang.
"Agar nyawamu kelak tidak penasaran, aku perlu memberi tahu padamu! Kau bukan
hanya pernah melihatku. Tapi kita punya urusan yang baru selesai jika di antara
kita terbujur di dalam tanah!"
"Hem.... Begitu"! Karena aku telah banyak membuat manusia terbujur di dalam
tanah, aku sampai lupa nama dan jumlah mereka! Kau
kuberi penghormatan untuk sebutkan diri
sebelum kuantar ke dalam tanah!"
"Aku Puspa Jingga! Aku datang menjemput nyawamu sebagai ganti nyawa guruku Sukma
Jingga!" Bidadari Tujuh Langit anggukkan kepala
dengan! tersenyum. Lalu berkata.
"Puspa Jingga.... Bagaimana kalau kita lupakan! saja urusan tak berguna itu"
Sebagai gantinya bagai-' mana kalau kita bersenang-senang"!" Bidadari Tujuh
Langit berpaling ke belakang. Lalu lanjutkan ucapan! "Kau tinggal pilih tempat
yang kau sukai! Istana Lima Bidadari atau ruang pendopo! Atau kalau kau suka,
kita bisa menempatinya bergiliran!"
Puspa Jingga membelalak. Dia sama sekali
tidak menduga akan ucapan Bidadari Tujuh
Langit, meski dari tatapan mata sang Bidadari, pada awalnya Puspa' Jingga sudah
merasa curiga. Bidadari Tujuh Langit menoleh lagi pada
Puspa Jingga dengan bibir makin merekah.
Namun tatapannya jelas makin membayangkan
nafsu yang menggelora.
"Bagaimana"! Kau setuju dengan usulku, bukan"! Kita bisa melewati malam-malam
dingin dengan kehangatan yang kau belum pernah
merasakannya...."
"Keparat cabul!" teriak Puspa Jingga seraya melompat ke depan. Kedua kakinya
membuat gerakan menendang.
Bidadari Tujuh Langit membelalak. Karena
begitu membuat gerakan menendang, kain
bagian bawah Puspa Jingga tersingkap lebar.
Namun Bidadari Tujuh Langit tidak bisa
lanjutkan memandang pada singkapan kain
Puspa Jingga, karena pada saat itu kedua kaki Puspa Jingga sudah dua jengkal di
depan wajahnya! Bidadari Tujuh Langit berseru. Tangan kiri kanannya bergerak.
Bukk! Bukk! Puspa Jingga berteriak tegang. Sosoknya
terbanting di udara sebelum akhirnya
terjengkang roboh di atas tanah!
Hal ini bukan hanya membuat Puspa Jingga
yang terkejut. Namun Bidadari Tujuh Langit sendiri tampak rnelengak kaget.
"Ada perubahan pada diriku.... Tenaga dalamku tiba-tiba berlipat ganda!" Seakan
tidak percaya pada dirinya sendiri, Bidadari Tujuh Langit tundukkan kepala
memperhatikan dirinya.
Saat itulah sepasang matanya menumbuk pada ibu jari kaki kirinya yang mengenakan
cincin berwarna merah.
"Astaga.... Bukankah aku telah mendapatkan Sepasang Cincin Keabadian..." Tapi
mana satunya..."!" Bidadari Tujuh Langit coba mengingat.
Belum sampai menemukan jawaban, tiba-tiba
Puspa Jingga sudah menyergap dengan lepaskan pukulan di atas udara.
Karena sudah percaya diri, apalagi dia
berhadapan dengan murid seorang guru yang
pernah dibuatnya mampus, Bidadari Tujuh Langit segera melesat ke samping.
Gelombang pukulan yang dilepas Puspa Jingga tiga jengkal
menghantam tempat kosong di sebelahnya.
Begitu berhasil menghindar, sang Bidadari
tidak lagi memberi kesempatan pada lawan
untuk lepaskan pukulan kedua kalinya. Dia
sentakkan kakinya ke tanah. Serta-merta
sosoknya melesat ke arah Puspa Jingga yang tengah melayang turun.
Kecepatan Bidadari Tujuh Langit membuat
Puspa Jingga terkesiap kaget. Tapi perempuan setengah baya berparas cantik
berpotongan bahenol ini tidak tinggal diam. Dia menunggu sosok sang Bidadari dengan angkat
kedua tangannya. Dan begitu sosok Bidadari Tujuh Langit tepat berada di hadapannya,
kedua tangannya segera berkelebat.
Wuutt! Wuutt! Namun Puspa Jingga rupanya salah terka.
Karena begitu hampir sampai dan kedua tangan Puspa Jingga berkelebat lepas
pukulan, Bidadari Tujuh Langit cepat tarik pulang kepalanya.
Tubuhnya disentakkan ke belakang hingga
punggungnya sejajar tanah. Saat berikutnya kedua kakinya menghajar kedua kaki
Puspa Jingga. Bukk! Bukk! Puspa Jingga berseru. Bagian bawah tubuhnya tersentak ke depan sementara bagian
atas tubuhnya terdorong ke belakang.
Sebelum sosok Puspa Jingga benar-benar
terjengkang dengan punggung menghantam
tanah, Bidadari Tujuh Langit sudah melesat dan sarangkan totokan dahsyat!
Bukkk! Akhirnya punggung Puspa Jingga benar-benar menghempas tanah. Namun sosok itu
tidak bergerak-gerak lagi.
"Lepaskan aku!" teriak Puspa Jingga dengan suara bergetar dan kuduk merinding.
Dia hanya bisa berteriak tanpa mampu membuat gerakan.
Bidadari Tujuh Langit tersenyum dan
melangkah mendekat dengan mata berkilat
karena desakan nafsu. Sebab kain bagian bawah Puspa Jingga tersingkap lebar
memperlihatkan auratnyal
"Aku sudah menawarkan padamu untuk
bersenang-senang melupakan urusan.... Tapi tampaknya kau lebih suka kita
bersenang-senang dengan jalan begini.... Apa hendak dikata.... Aku akan turuti
keinginanmu...!"
Ucapan Bidadari Tujuh Langit membuat Puspa Jingga makin tercekat. Dan matanya
Kisah Tiga Kerajaan 7 Senopati Pamungkas 2 Karya Arswendo Atmowiloto Kisah Pendekar Bongkok 2
^