Pencarian

Istana Lima Bidadari 2

Joko Sableng Istana Lima Bidadari Bagian 2


membelalak besar ketika tiba-tiba Bidadari Tujuh Langit menggerakkan kedua
tangannya ke arah
dadanya. Brett! Pakaian atas Puspa Jingga robek menganga.
Dadanya yang kencang putih terbuka lebar.
"Jahanam! Apa yang akan kau lakukan"!" seru Puspa Jingga dengan suara tersendat
"Kita akan bersenang-senang selama
beberapa malam sebelum aku mengantarmu
melanjutkan perjalanan ke liang tanah.... Hik....
Hik.... Hik.... Dadamu indah, pahamu bagus....
Sayang kalau segera dipersembahkan untuk
gumpalan tanah. Tapi aku masih memberimu
kesempatan untuk memilih tempat...."
"Keparat cabul! Lepaskan aku! Lepaskan...!"
Bidadari Tujuh Langit tidak peduli dengan
teriakan Puspa Jingga. Dia membuat gerakan sekali lagi. Puspa Jingga memekik
tinggi, karena kain bawahnya terbabat robek!
"Perempuan jalang! Perempuan binal!
Perempuan...."
Puspa Jingga tidak teruskan ucapan
makiannyaj karena Bidadari Tujuh Langit sudah bungkukkan tubuh. " Lalu saat
tegak berdiri, sosok Puspa Jingga sudah berada di
panggulannya! "Kau tidak mau memilih tempat.... Aku yang akan memilih! Kita mulai dari Istana
Lima Bidadari paling ujung...," kata Bidadari Tujuh Langit sambil melangkah ke arah
salah satu bangunan Istana Lima Bidadari yang paling
ujung. Puspa Jingga kembali berteriak memaki-maki.
Namun dia hanya bisa berteriak tanpa bisa
bergerak, hingga enak saja Bidadari Tujuh Langit teruskan langkah; dengan
sesekali tangan
kanannya yang bebas merabai dada Puspa
Jingga! ---ooo0dw0ooo---
ENAM ENAM belas tahun setelah peristiwa di Istana Lima Bidadari....
Saat itu matahari baru saja beranjak.
Bentangan langit hanya diSemaraki saputan
awan kecil yang berarak dari lamping
Pegunungan Himalaya. Seorang pemuda tampak melangkah perlahan menuju satu kedai
agak besar di sudut perbatasan desa.
Mungkin satu-satunya kedai yang ada, kedai itu tampak banyak didatangi
pengunjung. Si pemuda hentikan langkah di halaman kedai. Tapi meski sudah tegak
di halaman kedai, kepala si pemuda bukannya lurus menghadap kedai,
melainkan ke jurusan lain. Baru selolah agak lama, kepalanya berpaling ke arah
kedai. Namun itu hanya sekejap. Di lain saat wajahnya
ditegakkan memandang matahari yang baru
muncul. Bersamaan itu tangan kanannya
diangkat. Jari kelingkingnya dimasukkan pada lobang telinganya. Hingga beberapa
saat kemudian bahunya terlihat berguncang. Kakinya terangkat berjingkat. Lalu
kepalanya bergerak pulang balik dengan mimik cengengesan!
Beberapa orang di dalam kedai yang sempat
melihat tingkah si pemuda berambut agak
panjang sedikit acak-acakan dan berparas
tampan berpakaian putih-putih itu tampak
kernyitkan dahi. Malah si pemilik kedai yang tadi melangkah ke pintu masuk
karena menduga si pemuda hendak memasuki kedainya segera
balikkan tubuh dengan perdengarkan gumaman tak jelas dengan kepala menggeleng.
Raut mukanya jelas membayangkan perasaan
kecewa. "Mungkin belum rejeki.... Padahal aku hampir yakin pemuda itu adalah orang
asing...." Orang tua pemilik kedai terus bergumam seraya
memberesi beberapa bumbung bekas tempat
minum para pengunjung yang telah pergi. Namun seakan masih berharap, sambil
memberesi bumbung, sepasang mata pemilik kedai sesekali melirik ke halaman kedai di mana
si pemuda tegak.
Mendadak mata orang tua pemilik kedai
membesar. Gerakan kedua tangannya yang
memberesi bumbung bekas minuman terhenti.
Dan buru-buru dia putar diri setengah lingkaran lalu melangkah ke arah pintu
dengan sunggingkan senyum.
Si pemuda yang tadi tegak di halaman kedai telah berada di depan pintu dengan
mata memandang lepas ke dalam kedai. Dia seolah acuh dengan tatapan dan bungkukan
tubuh si pemilik kedai. Sebaliknya karena setiap kali angkat tubuhnya dengan
bibir sunggingkan
senyum tapi belum juga dilihat oleh si pemuda, si pemilik kedai terpaksa
beberapa kali pulang balikkan tubuh untuk membungkuk dan
tersenyum. Dan mungkin karena capek sementara si
pemuda belum juga memandang ke arahnya,
akhirnya si pemilik kedai hentikan gerakannya.
Justru pada saat itulah si pemuda arahkan
pandang matanya pada si pemilik kedai dengan sunggingkan senyum. Lalu melangkah
dan berhenti tepat di pintu masuk.
"Silakan.... Silakan...." Si orang tua pemilik kedai berujar seraya membungkuk
dan lebarkan tangan kanannya
Si pemuda teruskan langkah dan kini tegak di balik tilnlu. Namun dia tidak
segera memilih tempat duduk. sebaliknya memperhatikan
beberapa orang di dalam kedai yang tengah
bersantap. "Perutku memang minta segera diisi.... Tapi mungkinkah aku bisa melakukan
seperti mereka..."!"
Entah karena apa, si pemuda angkat kedua
tangannya dengan jari-jari digerakkan.
Sementara sepasang niatanya memandang silih berganti pada jari-jari tangan
beberapa pengunjung yang lagi bersantap dan jari-jari tangannya sendiri.
"Hem.... Tampaknya tidak sulit. Tapi aku ragu bisa melakukannya...," gumam si
pemuda sambil geleng kepala
Si pemilik kedai yang sedari tadi mengawasi gerak-gerik si pemuda tampaknya bisa
membaca gelagat. Dia buru-buru mendekat seraya berkata dengan suara direndahkan
seolah khawatir
didengar orang lain.
"Anak muda.... Aku tahu kesulitanmu.... Tapi kurasa Itu bukan satu halangan. Kau
bisa makan dengan menggunakan tangan atau kau katakan saja kau ingin Mnggunakan
apa.... Kami siap melayanimu...." Si pemilik kedai sapukan pandangan pada
beberapa penunjung, lalu
lanjutkan ucapan.
"Mereka memang sudah terbiasa makan
dengan menggunakan supit bambu. Kau tak
usah terpengaruh dengan keadaan mereka yang memang penduduk asli negeri ini...."
Si pemuda berpaling pada orang tua pemilik kedai, nampaknya dia sudah bisa
menebak kalau aku bukan orang negeri ini.... Mudah-mudahan dia bisa memberi
keterangan padaku "
Baru saja si pemuda membatin begitu, si
pemilik kedai sudah berpaling lagi dan bertanya.
"Kau ingin makan apa"! Cap Cai..." Siomay..."J
Bakmi keriting" Opor burung laut"'
Si pemuda kernyitkan kening. Dengan mata
sedikit dibelalakkan dia sorongkan kepala ke depan memperhatikan beberapa
mangkuk di meja beberapa pengunjung.
"Mana yang harus kupilih..."! Bukan saja aku baru kali ini mendengar nama-nama
makanan itu, tapi juga baru pertama kali ini melihat bagaimana bentuknya...!"
"Kau juga ingin pesan minuman apa"! Kedai kami menyediakan segala jenis
minuman.... Kau tinggal biang!"
Entah karena malu karena beberapa orang
penguni jung memperhatikan, si pemuda
melangkah menuju meja kosong yang berada
paling sudut dekat pintu masuk tempat
memasak. Si pemilik kedai melangkah mengikuti di belakangnya. Lalu ajukan tanya
lagi begitu si pemuda duduk.
"Kau pesan makanan dan minuman apa, Anak Muda...?"
"Coba sebutkan lagi makanan yang
tersedia...," ujar si pemuda. Bukan karena ingin memilih, melainkan lupa dengan
nama makanan yang tadi disebutkan si pemilik kedai.
Dengan masih sunggingkan senyum, orang tua pemilik kedai segera sebutkan lagi
makanan yang tersedia di kedainya. Bahkan tanpa ditanya, dia juga sebutkan
beberapa minuman yang juga tersedia.
"Bakmi keriting dan rendaman air anggur!" Si pemuda langsung memesan. Karena
hanya dua nama itu yang bisa diingatnya.
Orang tua pemilik kedai anggukkan kepala.
Namun baru saja hendak balikkan tubuh
sediakan pesanan, si pemuda tarik lengannya agak keras hingga sosoknya tersentak
doyong ke depan.
Berubahlah paras si pemilik kedai. Kedua
lututnya goyah. Sepasang matanya membelalak ketakutan. Dengan terbata-bata dia
segera berucap. "Kau.... Kau boleh makan sesuka hatimu....
Aku siap melayani apa kemauanmu.... Kau tak usah bayar.... Asal...."
Ucapan si pemilik kedai belum selesai,
mendadak ganti paras si pemuda yang berubah tegang. Ketegangan ini membuat
cekalan tangan pada lengan pemilik kedai makin keras!
"Bagaimana sekarang.... Aku baru ingat kalau tidak berbekal uang sepeser pun!"
Si pemuda membatin. "Daripada nantinya babak belur di tempat ini karena makan
tidak bayar, lebih baik aku pergi...."
Si pemuda lepaskan cekalan pada lengan si
pemilik kedai. Lalu beranjak bangkit.
Entah apa yang ada di benak si pemilik kedai, belum sampai kaki si pemuda
melangkah, kini ganti si pemilik kedai yang pegangi lengan si pemuda. Saking
kerasnya pegangan si pemilik kedai, ganti sosok si pemuda yang tersentak hingga
kembali terduduk.
"Harap kau tidak segera pergi sebelum aku sediakan apa yang kau pesan! Kau tak
usah pikirkan uang untuk membayar...."
"Dari mana dia tahu aku tidak berbekal uang..."l" Si pemuda terus berkata dalam
hati lalu arahkan pandangan berkeliling. Takut apa yang dibicarakan didengar
pengunjung lain.
Di lain pihak, tanpa menunggu jawaban si
pemuda, si pemilik kedai cepat balikkan tubuh.
Namun si pemuda buru-buru mencegah dengan
pegang kembali le ngan si pemilik kedai.
Khawatir terjadi kesalah pahaman lagi, si
pemuda cepat sorongkan kepalanya mendekati wajah si pemilik kedai.
Si pemilik kedai tarik kepalanya ke belakang dengan raut tegang. Namun belum
sampai dia buka suara si pemuda sudah berbisik.
"Orang tua.... Kau tahu kesulitanku tadi, bukan..."!
"Anak muda.... Sudah kubilang. Kau tak usah bayar apa yang nanti kau pesan...."
"Bukan itu maksudku.... Aku tak bisa makan seperi mereka!" ujar si pemuda sambil
layangkan pandangan pada beberapa pengunjung.
Si pemilik kedai menghela napas lega lalu
angguk kan kepala. Dan bergegas ke belakang dengan tubuh masih bergetar
ketakutan. "Hem.... Tampaknya dia tadi salah sangka dengan tindakanku.... Dikira aku
berbuat macam-macam.... Tapi hal ini membawa rejeki besar bagiku! Dia menawarkan
makan dan minum
tanpa bayar...." Si pemuda tertawa sendiri.
Saat itulah beberapa pengunjung kedai
berpaling Si pemuda putuskan tawanya lalu
balas menatap pada pandangan pengunjung
dengan wajah bimbang bertanya-tanya.
"Ada apa ini..." Mengapa mereka
memandangku begitu rupa"! Apa yang salah
dengan diriku"! Apa mereka dengar
pembicaraanku dengan pemilik kedai tadi" Apa mereka juga tahu kalau aku tidak
berbekal uang..."!"
Selagi bertanya-tanya sendiri dalam hati, mata si pemuda menangkap salah seorang
pengunjung yang angkat tangan kanannya. Lalu jari telunjuknya dilin-tangkan
miring di depan keningnya!
"Astaga! Jadi mereka menganggapku orang sinting! Mungkin karena aku baru saja
tertawa sendiri! Hem.... Apa mereka tak tahu kalau aku ini memang muridnya orang
sinting...." Ingat akan hal itu, si pemuda jadi geli. Hingga saat itu juga
kembali tawanya meledak! Membuat beberapa
orang pengunjung sama lintangkanjari telunjuk di depan kening seraya anggukkan
kepala. Sementara mendengar suara tawa si pemuda,
si pemilik kedai jadi khawatir. Hingga dia tergopoh-gopoh keluar sambil membawa
pesanan. "Silakan.... Silakan, Anak Muda.... Tak usah sungkan-sungkan!" ujar pemilik
kedai dengan terbungkuk-bungkuk dan suara bergetar.
Si pemuda anggukkan kepala seraya putuskan tawanya. Lalu memperhatikan hidangan
yang disuguhkan di depan mejanya, Beberapa saat sepasang matanya menyipit. Lalu
alihkan pandangannya pada si pemilik kedai.
"Anak muda.... Kalau kau tak berkenan dengan hidangan ini, aku bersedia
mengganti dengan hidangan ynng lain.... Dan kau tetap tak usah pikirkan harga.
Kau kgin hidangan ini diganti?" tanya si pemilik kedai lagi-lagi salah duga
dengan sikap si pemuda yang sebenarnya merasa kebingungan dengan makanan yang
dihidangkandi mejanya. Karena baru tahu yang dihadapan-nya adalah bakmi
keriting. Karena si pemuda tidak menjawab, si pemilik kedai lagi-lagi salah sangka hingga
dia cepat balikkan tubuh hendak balik ke arah tempat memasak.
"Orang tua.... Kurasa hidangan ini telah cukup...."
"Benar...?"
Yang ditanya anggukkan kepala dengan
sungging-kan senyum, takut si pemilik kedai akan tambah salah duga.
Si pemilik kedai ikut tersenyum. Lalu
bungkukkan tubuh dan ngeloyor ke belakang tanpa berpaling iagi. "Daripada
kelaparan, lebih baik kumakan saja! Apa lagi makanan ini
gratis...," gumam si pemuda. Tanpa pikir panjang lagi, kaki kanannya segera
diangkat lalu ditekuk dengan telapak bertumpu pada tempat duduk.
Saat kemudian tangannya sudah bergerak mulai menyantap makanan di atas meja.
Beberapa pengunjung lagi-lagi terkesima
melihat bagaimana si pemuda makan dengan


Joko Sableng Istana Lima Bidadari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggunakan tangan. Hingga untuk beberapa
saat di antara mereka saling lontarkan
pandangan. Lalu beberapa di antaranya buru-buru tinggalkan uang di meja dan
saling bisik Lalu tinggalkan kedai dengan mata sesekali melirik ke arah si
pemuda yang makan dengan lahap tanpa hiraukan pandangan orang di
sekitarnya. Ketika selesai makan, si pemuda tampak
kemyitkan dahi. Ternyata yang tinggal di dalam kedai hanya dia sendiri!
"Kapan mereka pergi..."! Hem.... Mungkin mereka masih menganggapku manusia
gila...," gumam si pemuda seraya geleng kepala lalu
tertawa ngakak. Hingga karena takut, si pemilik kedai segera keluar lalu
menghampiri dengan tubuh bergetar dan wajah tegang.
"Orang tua.... Makananmu enak.... Kapan-kapan kalau aku lewat, pasti aku akah
mampir ke sini lagi.... Herapa yang harus kubayar"!"
Tangan si pemuda menyelinap ke balik
pakaiannya. Si pemilik kedai pulang balikkan kedua
tangannya ke depan dada sembari berkata.
"Tadi sudah kukatakan.... Makanan dan minuman ini tak usah dibayar.... Malah aku
makin senang jika kau kapan-kapan mampir lagi ke kedai ini...."
Si pemuda geleng kepala dengan tangan
masih berada di balik pakaiannya. "Orang tua....
Aku tak bisa makan dan minum tanpa bayar!
Harap katakan saja berapa harga makanan dan minuman ini!"
"Anak muda.... Anggap ini sebagai satu penghormatanku atas kedatanganmu di
negeri ini! Pergunakan uangmu untuk bekal lanjutkan perjalanan,..."
"Ah.... Terima kasih. Benar kau tidak mau dibayar"!" Walau nadanya bertanya,
namun si pemuda sudah tank keluar tangannya dari balik pakaiannya.
"Aku tidak pernah berpura-pura, Anak Muda!
Lagi pula apalah artinya harga makanan ini dibanding dengan persahabatan kita"!
Kau mau bersahabat denganku, bukan...?"
"Ah.... Sekali lagi kuucapkan terima kasih. Aku orang bisa bersahabat denganmu.
Sebagai sahabat, kau tak keberatan memberi penjelasan padaku"I"
"Anak muda.... Kedai bukan saja tempat untuk makan dan minum. Tapi aku sengaja
menyediakan diri untuk memberi penjelasan apa saja yang ditanyakan orang!
Apalagi padamu, yang sekarang sudah kuanggap sebagai sahabat dan aku tahu pasti
kau bukan berasal dari negeri ini.... Kalau boleh tahu. Kau berasal dari mana?"
Si pemuda berpikir sesaat. Lalu menjawab.
"Aku dari tanah Jawa."
"Hem.... Aku pernah dengar nama yang baru kau sebut. Kalau tak salah tanah itu
masih ada kaitannya dengan seorang Kaisar bernama Ku Bilai Khan.... Yang menurut
sejarah pernah berhubungan dengan Kerajaan Singasari dan
Kerajaan Kediri!"
"Betul...."
"Kau jauh-jauh datang sampai negeri Himalaya ini pasti bukan tanpa tujuan. Dan
dari jauhnya, pasti tujuanmu sangat penting!"
"Hem.... Aku tidak boleh berterus terang bagaimana sampai aku terdampar di
negeri ini!"
kata si pemuda dalam hati. Lalu berkata.
"Aku memang punya tujuan sangat penting.
Kau tahu di mana letak Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai"!"
Saking terkejutnya dengan pertanyaan si
pemuda, orang tua pemilik kedai surutkan
langkah. Karena di belakangnya ada bangku, tanpa ampun lagi sosok tubuh
belakangnya menghantam bangku. Kalau saja tangannya
tidak segera menggapai tangan meja, niscaya tubuhnya akan terhumbalang jatuh.
"Kek.... Apa yang membuatmu terkejut dengan pertanyaanku"!"
Yang ditanya pandangi pemuda di
hadapannya beberapa saat sebelum akhirnya
angkat suara. "Siapa kau sebenarnya, Anak Muda..."!"
"Aku hanya seorang pengelana dari tanah Jawa yang tengah mencari Lembah Tujuh
Bintang Tujuh Sungai...!"
"Maksudku.... Siapa namamu"!"
"Kau boleh memanggilku Joko.... Joko
Sableng!" "Bagaimana kau bisa mengenal penghuni Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai?"
"Kek.... Aku tak mau berpura-pura. Tadi harap jangan kecewa kalau aku tidak bisa
menjawab pertanyaanmu. Yang kuharap justru kau memberi penjelasan padaku di mana
letak lembah itu!"
"Han Pek Kun! Biar aku yang memberi
penjelasan!" Mendadak satu suara menyahut.
Dua sosok tubuh ber-kolebat menerabas pintu.
Si pemuda yang bukan lain ternyata adalah
murid Pendeta Sinting, Pendekar Pedang Tumpul 131 Joko Sableng berpaling. Si
pemilik kedai yang baru saja dipanggil suara dengan sebutan Han Pek Kun ikut
pula menoleh. ----ooo0dw0ooo---
TUJUH MEMANDANG ke depan, Pendekar 131 dan
Han Pek Kun melihat seorang laki-laki bertubuh cebol berparas bulat besar dengan
hidung melesak ke dalam ditingkah sepasang mata sipit.
Rambutnya lebat serta panjang menjulai hingga menyapu lantai. Pada punggungnya
terlihat punuk besar, membuat laki-laki ini doyong ke depan saat tegak berdiri. Pada
pinggangnya tampak melilit sebuah pedang berkilat.
Tegak di samping laki-laki cebol adalah
seorand gadis cantik jelita mengenakan pakaian warna hijaui Rambutnya yang hitam
lebat dikepang dua, salah satunya dilingkarkan pada lehernya yang putih dan jenjang.
Hidungnya mancung dengan mata bulat. Dadanya kencang membusung dipadu dengan
pinggul besar dan
padat hingga terlihat mempesona. Seperti halnya laki-laki cebol di sampingnya,
gadis cantik ini juga mengenakan sebuah pedang berkilat yang
seakan lentur dan diikatkan pada pinggangnya yang ramping.
Untuk beberapa saat mata Joko memandang
tak berkesip pada si gadis. Lalu coba tersenyum dengan anggukkan kepala. Namun
Joko cepat-cepat pupuskan senyumnya ketika si gadis
pasang tampang ketus dan alihkan pandangan ke jurusan lain.
"Hem.... Mereka mengenali siapa adanya pemilik kedai ini. Berarti orang tua
bernama Han Pek Kun mengenali siapa mereka!" Joko membatin lalu tanpa berpaling
dia berbisik. "Kek.... Kuharap kau tidak berpura-pura. Siapa mereka"!"
Yang ditanya pandang silih berganti pada
kedua orang di seberang depan. Lalu angkat suara berbisik.
"Yang laki-laki bergelar Iblis Pedang Kasih. Si gadis dijuluki Bidadari Pedang
Cinta.... Mereka adalah langgananku...."
"Hem.... Begitu" Tapi mengapa nada suara sahutannya tadi tidak enak..." Ada apa
sebenarnya di Lembah Tujuh Bintang Tujuh
Sungai"!"
Belum sampai Han Pek Kun menjawab, tiba-
tiba laki-laki cebol yang dikatakan Han Pek Kun dengan gelar Iblis Pedang Kasih
perdengarkan gelakan tawa panjang. Namun hingga tawanya putus, laki-laki ini
tidak juga angkat suara.
Sebaliknya justru gadis yang disebut Bidadari Pedang Cinta yang berkata masih
tanpa memandang ke arah Joko atau Han Pek Kun.
"Siapa kau"! Apa tujuanmu hendak ke
Lembah nujuh Bintang Tujuh Sungai"l"
Ditanya begitu, Joko bukannya segera
menjawab, sebaliknya enak-enak bersiul dengan kepala bergerak-gerak. Di
sampingnya, Han Pek Kun tampak kerutkan kening dengan mimik
cemas. Matanya sesekali melirik ke arah Bidadari Pedang Cinta lalu beralih pada
Pendekar 131. "Kau punya mulut. Mengapa tidak
menjawab"!" Bidadari Pedang Cinta membentak lalu sentakkan kepala menghadap pada
murid Pendeta Sinting. Sepalang mata gadis ini kontan mendelik melihat sikap
Joko yang terus bersiul-siul.
"Jawab!" Bidadari Pedang Cinta berteriak lengking seraya hentakkan kaki
kanannya. Beberapa meja di dn iam kedai langsung
bergetar hebat. Beberapa bumbung bambu dan mangkuk di atas meja mencelat mental.
Murid Pendeta Sinting putuskan siulannya.
Acuh tak acuh dia angkat suara. "Kau tanya pada siapa"l Pa daku..." Atau
pada...." "Padamu!" tukas Bidadari Pedang Cinta masih dengan suara ketus.
"Hem.... Apa yang harus kujawab"!"
Menangkap gelagat tidak baik, Han Pek Kun
cepaj berbisik pada Pendekar 131.
"Dia bertanya siapa kau dan apa tujuanmu ke Lembah Tujuh Bintang Tujuh
Sungai.... Kuharap kau menjawab dengan apa adanya, Anak
Muda.... Bukan karena apa. Sebagal sahabat, aku tidak mau terjadi apa-api dengan
dirimu!" Joko anggukkan kepala. Lalu angkat bicara.
"Menurut kakek Han Pek Kun, kau bertanya apakah aku sudah punya gandengan apa
belum...." Joko hentikan ucapannya sesaat. Lalu melanjutkan dengan alihkan
pandangan. "Kalau saja bukan kau yang bertanya, mungkin aku tak mau berterus
terang, apalagi ini adalah urusan pribadiku. Aku belum punya gandengan.... Kau
sendiri"!"
Bidadari Pedang Cinta tersentak dengan
tampang berubah. Hak Pek Kun tak kalah
kagetnya namun rasiatakut lebih terlihat jelas.
Hingga saking takutnya dan tak tahu apa yang harus dilakukan, orang tua ini
hanya bisi memandang silih berganti pada Bidadari Pedang Cinu dan Pendekar 131.
"Han Pek Kun!" Bidadari Pedang Cinta membentak,
"Tampaknya kau sudah berani jual lagak di hadapanku dengan alihkan pertanyaan!"
"Jangan salah...," ujar Han Pek Kun sambil menjura hormat. "Aku tidak mengatakan
apa yang diucapkan pemuda ini tadi.... Aku
mengatakan apa yang tadi kau lanyakan! Dia yang mengarang ucapan...!" Kepala Han
Pek Kun berpaling pada murid Pendeta Sinting.
Kini Bidadari Pedang Cinta memandang dingin pada Joko lalu berkata.
"Kau jangan berani berkata lancang, Orang Asing! Uan lekas jawab pertanyaanku
tadi! Siapa kau dan apa tujuanmu ke Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai!"
"Dia bernama Joko Sableng berasal dari tanah Jawa...." Yang menjawab adalah Han
Pek Kun. "Aku tidak bertanya padamu!" Bidadari Pedang Cin-ia menghardik.
"Bidadari.... Kau sudah tahu siapa aku. Apa yang dikatakan Kakek Han Pek Kun
benar!" sahut Joko. "Kau belum jawab satu lagi pertanyaanku!"
"Aku hendak menemui seseorang!"
"Siapa"!"
"Bidadari.... Kau tadi datang dengan janji akan memberi penjelasan! Berarti kau
sudah tahu siapa yang hendak kutemui!"
Sejak Joko memanggil dirinya Bidadari,
sebenarnya Bidadari Pedang Cinta sempat
terkejut mendapati murid Pendeta Sinting sudah tahu siapa dirinya. Namun gadis
ini tak hendak menanyakan dari mana si pemuda tahu. Apalagi mengetahui sikap
Joko yang acuh tak acuh.
"Apa hubunganmu dengan penghuni Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai"!" Bidadari
Pedang Cinta ajukan tanya lagi.
"Tergantung...!" enak saja Joko menyahut.
"Tergantung apa"!"
"Siapa kelak yang akan kutemui di lembah itul"
"Setan betul manusia satu ini! Siapa dia sebenar? nya"! Mengapa dia hendak ke
Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai" Dan apa
hubungannya"!" Bidadari Padang Cinta terus bertanya-tanya dalam hati. "Apakah
lembah itu dihuni lebih dari seorang"! Tapi menurut Eyang, hanya satu manusia
penghuni lembah itu!"
Habis membatin begitu, Bidadari Pedang Cinta berpaling pada Iblis Pedang Kasih.
Lalu bertanya dengan suara pelan.
"Eyang.... Apakah lembah itu dihuni lebih dari satu orang"!"
"Cucuku.... Mengapa kau termakan dengan ucapan manusia asing"! Kau dengar
sendiri pemuda itu berasal dari tanah Jawa. Aku tahu tanah Jawa. Sebuah negeri nun jauh
di seberang lautan sana! Mana mungkin dia tahu banyak
tentang daerah ini"!"
"Jadi..."!"
"Pasti dia hanya menduga-dugal Dia cuma tahi nama Lembah Tujuh Bintang Tujuh
Sungai tanpa tahu siapa penghuninya!"
"Tapi tak mungkin dia jauh-jauh datang ke sini kalau tidak paham dengan daerah
dan orang yang ditujui"
"Hem.... Lalu menurutmu bagaimana"!"
"Dia pasti tahu siapa penghuni lembah itu!
Hanyk mungkin dia belum tahu di mana letak lembah itul Km harus segera lakukan
sesuatu! Kita tak boleh kedahuluan orang lain!"
"Lalu..."!"
"Kita harus cepat menuju ke sana!"
Tanpa menunggu sahutan dari Iblis Pedang
Kasih, didadari Pedang Cinta putar diri. Tanpa buka suara pula, Iblis Pedang
Kasih ikut-ikutan balikkan tubuh.
"Tunggu! Bukankah tadi salah satu dari kalian berjanji akan menjelaskan padaku
di mana letak lembah yang kucari"!" tahan Joko seraya ajukan tanya.
"Kau akan dapat penjelasan kalau kau jujur jawab pertanyaanku!" jawab Bidadari
Pedang Cinta. "Kek! Apa ucapan gadis cantik itu bisa dipercaya"!" Joko bertanya pada Han Pek
Kun yang sudah bisa bernapas lega tatkala
mengetahui tidak terjadi keributan di kedainya.
"Biasanya.... Dia bisa dipercaya! Tapi untuk urusan yang satu ini, aku tak bisa
memastikan! Soalnya...."
Belum sampai Han Pek Kun lanjutkan
ucapannya, Bidadari Pedang Cinta sudah angkat suara.
"Pemuda asing! Kau ingin penjelasan atau ingin perjalananmu sia-sia"!"
"Aku hendak bertemu dengan Kakek Dewa Asap Kayangan!"
Hampir berbarengan, Bidadari Pedang Cinta
dan Iblis Pedang Kasih balikkan tubuh.
"Apa urusanmu hendak bertemu dengan
manusia satu itu, hah"!" Kembali Bidadari Pedang Cinta ajukan tanya.
Nada pertanyaan si gadis membuat Joko
maklum ada sesuatu yang tak beres antara
kedua orang di hadapannya dengan Dewa Asap Kayangan. Seorang tokoh yang pernah
dijumpainya di Bukit Toyongga saat terjadi peristiwa peta wasiat.
"Aku tak bisa mengatakan. Yang jelas aku tidak punya niat jelek!" Akhirnya Joko
menjawab setelah agak lama terdiam.
Bidadari Pedang Cinta menatap beberapa
lama pada bola mata Joko seakan ingin meyakinkan ucapan orang. Lalu tersenyum
dan berkata. "Kau terlambat.... Lebih baik kau urungkan niatmu ke lembah itu!"
"Terlambat..."! Terlambat bagaimana"!"
Sambil tertawa pelan Bidadari Pedang Cinta angkati suara.
"Orang yang akan kau temui sudah pergi selama-lamanya!"
"Ke mana"!"


Joko Sableng Istana Lima Bidadari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bidadari Pedang Cinta bukannya menjawab,
melainkan mendelik dengan dada bergemuruh
dirasuki hawa amarah. Di sampingnya, Han Pek Kun kembali berdebar-debar. Orang
tua pemilik kedai ini segera berbisik.
"Anak muda.... Aku tak tahu pasti benar tidaknya ucapan gadis itu. Aku hanya
ingin menjelaskan. Yang] dimaksud gadis itu, orang yang akan kau temui sudah
meninggal dunia!"
Mendengar bisikan Bidadari Pedang Cinta,
kontan saja tawa Joko meledak. Membuat si
gadis langsung membentak pada Han Pek Kun.
"Apa yang kau katakan padanya"!"
Belum sampai yang ditanya menjawab, murid
Pendeta Sinting sudah berucap. "Kakek ini mengatakan jika orang yang kucari
pergi ke tempat kekasih barunya! Aku percaya.... Karena orang yang akan kutemui
memang memiliki
banyak kekasih! Malah menurut kabar yang bisa dipercaya, beberapa kekasihnya
adalah gadis-gadis muda berparas cantik jelita! Aku tidak berani menduga. Tapi
aku berharap kau bukan salah satu dari...."
"Orang tua sialan!" teriak Bidadari Pedang Cinta seraya memutar tubuh menghadap
lurus pada Han Pek Kun. Kedua tangannya diangkat tinggi-tinggi.
Kuduk Han Pek Kun jadi dingin. Wajahnya
pucat. Dia ingin buka mulut untuk menjelaskan apa sebenarnya yang dikatakan pada
Joko. Namun karena sudah ketakutan, orang tua ini tidak mampu untuk berkata. Malah
saat lain dia beringsut mundur dan tegak di belakang murid Pendeta Sinting
dengan tangan cekal kedua
tangan Joko. "Anak muda.... Kau benar-benar hendak membuatku celaka! Kau tahu.... Gadis itu
bukan gadis sembarangan! Ilmunya tinggi! Beberapa tokoh yang sudah dikenal
kalangan rimba persilatan negeri ini banyak yang dibuat bertekuk lutut...!" bisik Han Pek Kun
dengan suara tersendat dan tubuh menggigil.
"Bagus! Tampaknya kalian ingin mendapat hajaran bersama-sama!" kata Bidadari
Pedang Cinta. Kedua tangannya menyentak lepaskan
pukulan. Tapi sebelum ada gelombang angin yang
berkiblat, iblis Pedang Kasih yang tegak di samping si gadis gerakkan kepalanya.
Werrr! Rambut panjang milik Iblis Pedang Kasih yang menjulai menyapu tanah berkibar
perdengarkan suar angker. Hebatnya, julaian rambut itu tiba-tiba berubah kaku
dan lurus menghadang
gerakan kedua tangan Bidadari Pedang Cinta!
Tanpa buka suara bertanya, Bidadari Pedang Cinta sudah tahu isyarat apa yang
dilakukan eyangnya. Dia segera luruhkan kedua tangannya.
"Jangan bertindak ceroboh, Cucuku.... Seorang pemuda yang berani melakukan
perjalanan jauh untuk menemui seseorang yang dikenal sebagai tokoh berilmu
tinggi, tak mungkin membawa
bekal cekak! Kita tak usah pedulikan ucapan mereka! Kita bisa terlambat sampai
ke tempat tujuan! Padahal bukan hanya Lemi bah Tujuh Bintang Tujuh Sungai yang
harus kita tuju!"
"Anak muda.... Kau telah dengar ucapan orang cebol itu. Kuharap kau tidak
membuat urusan lagi yang bisa membuatku celaka!" bisik Han Pek Kun seraya
gerakkan kepala coba sembunyikan wajahnya dari pandangan Bidadari Pedang Cinta.
"Dengar pemuda asing! Hari ini kau beruntungl Tapi sekali kita bertemu lagi dan
kau masih juga berucap tak karuan, tak akan ada yang bisa menghalangi
tindakanku!"
Iblis Pedang Kasih gerakkan kepalanya lagi.
Rambutnya yang kaku dan baru saja menahan
gerakan kedua tangan Bidadari Pedang Cinta segera berkibar ke udara sebelum
akhirnya luruh menjulai tanah di belakangan sosoknya.
"Cucuku____Kita pergi sekarang!" kata Iblis Pedang
Kasih seraya balikkan tubuh lalu berkelebat keluar dari dalam kedai.
"Bidadari.... Aku memang mengharapkan kita bisa bertemu lagi.... Dan perlu kau
tahu. Selama ini aku banyak bertemu dengan gadis cantik. Tapi hanya kau yang
membuatku ingin bertemu lagi....
Dan lagi.... Dan lagi...l"
Entah karena apa, mendadak dada gadis
cantik di samping Iblis Pedang Kasih ini jadi berdebar. Paras wajahnya bersemu
merah. Entah sadar atau tidak, bibirnya sunggingkan senyum.
Dan tanpa berucap lagi dia putar diri sambil melirik lalu berkelebat menyusul
eyangnya. ---ooo0dw0ooo---
DELAPAN KEK.... Maafkan ucapanku tadi! Dan terima
kasih atas makanan dan minuman yang telah
kau sediakan!" Joko berkata begitu Iblis Pedang Kasih dan Bidadari Pedang Cinta
berlalu. Han Pek Kun lepaskan cekalan kedua
tangannya pada lengan murid Pendeta Sinting lalu melangkah dan tegak menjajari
seraya berucap pelan. "Kau pandai bicara, Anak Muda.... Dan meski aku tadi tidak melihat, tapi aku
tahu pasti jika gadis cantik itu akan salah duga dengan
ucapanmu yang terakhir tadi!"
Joko hanya tersenyum. Lalu melangkah
menuju pintu kedai.
"Tunggu!" mendadak Han Pek Kun menahan begitu Joko akan melangkah keluar.
"Sebagai sahabat, aku pesan padamu, Anak Muda! Kau
boleh saja bicara tak karuan pada orang. Tapi jangan pada seorang gadisl
Ucapanmu bisa menjadi urusan besar di kelak kemudian haril Apalagi ucapan itu ada hubungannya
dengan urusan hati dan perasaan! Bagi seorang gadis, ucapan candamu bisa diartikan
laini" "Tapi aku memang ingin bertemu lagi dengan gadis tadil Aku tidak bercanda!"
"Aku tahu.... Tapi ucapan terakhirmu, bisa diartikan lain!"
"Ah.... Kurasa itu urusan gadis itu, Kek!"
"Kau memang akan menuju Lembah Tujuh
Bintang Tujuh Sungai"!" Hak Pek Kun alihkan pembicaraan.
Murid Pendeta Sinting menjawab dengan
anggukkan kepala tanpa menoleh ke belakang.
Lalu berkata. "Kau yakin jika penghuni lembah itu memang telah tewas seperti ucapan Bidadari
tadi"!"
"Tidak ada hal yang lebih pasti sebelum kau membuktikan sendiri!"
Kembali Joko anggukkan kepala lalu sekali
membuat gerakan berkelebat, sosoknya melesat ke arah mana tadi Iblis Pedang
Kasih dan Bidadari Pedang Cinta pergi.
"Mereka bisa kujadikan sebagai penunjuk jalan! Aku tahu, mereka tengah menuju ke
sana! Hem.... Ada urusan apa antara mereka dengan Dewa Asap Kayangan" Bidadari Pedang
Cinta.... Wajahnya mengingatkanku pada seseorang...."
Joko terus berkata dalam hati sambil berkelebat.
Di pelupuk matanya muncul bayangan Dewi
Bunga Asmara, Bidadari Bulan Emas, Mei Hua, dan Siao Ling Ling. Beberapa gadis
cantik yang sempat terlibat urusan dengannya beberapa
wakta yang lalu di Bukit Toyongga.
Pada satu tempat, tiba-tiba Joko hentikan
larinya. Memandang ke depan dan ke samping, dia tidak melihat siapa-siapa. Yang
terlihat cuma hamparan tanah terbuka yang banyak ditebari bongkahan-bongkahan
batu besar. "Heran.... Ke mana mereka"! Mataku baru saja malah bisa menangkap kelebatan
sosoknya! Tapi...." Joko putuskan gumaman. Kepalanya berpaling ke arah satu bongkahan batu
sepuluh langkah di sampingnya. Hem.... Aku yakin. Ada manusia di balik bongkahan
balu besar itu!
Berarti mereka tahu kalau tengah kuikuti! Apa hendak dikata. Apa pun urusan
mereka dengan Dewa Asap Kayangan, yang jelas aku tidak ingin membuat masalah
dengan mereka!"
Membatin begitu, Joko segera berseru. "Aku tidak mengikuti kalian! Tujuan kita
sama! Jadi bukankah lebih baik kita jalan bersama-sama"!"
Tidak ada suara sahutan atau tanda-tanda
munculnya seseorang dari balik bongkahan batu di mana mata Joko tengah
memandang. "Aku tahu kalian berada di sini! Mengapa suka bercanda main sembunyi"!"
Karena tidak juga ada suara yang menyahut
atai munculnya seseorang, Joko segera berkata lagi dengan kepala berpaling ke
arah jurusan lain.
"Bidadari.... Kau masih ingat ucapanku, bukan"! Selama ini aku telah bertemu
banyak gadis cantik. Tapi hanya kau seorang yang
membuatku ingin bertemu lagi.... Dan lagi.... Dan lagi...!"
Joko menunggu beberapa saat. Karena tidak
juga ada suara sahutan, akhirnya Joko berseru agak lantang.
"Bidadari.... Kau jangan membuat dadaku berdebat tak enak dengan terus
sembunyikan diri di balik batu.... Aku ingin melihat wajahmu sekali lagi...."
"Bidadarimu sudah turuti keinginanmu....
Bidadari mu juga ingin melihat wajahmu sekali lagi.... Dan lagi.... Dan lagi,
ah...," sahut sebuah suara.
"Ah, tampaknya kau juga suka bercanda dengar mengubah-ubah suara...," ujar Joko
sambil sungging kan senyum dan berpaling.
Senyum murid Pendeta Sinting lenyap laksana di sabet setan. Matanya mendelik
dengan kepala pulanj balik bergerak ke depan ke belakang!
Pada sisi bongkahan batu, terlihat nongolan kepala milik seorang nenek berambut
putih. Sepasang matanya sipit. Tapi bukan karena bola matanya kecil melainkan karena
tertutup kulit di sekitar matanya. Hidungnya besar, mulutnya hampir-hampir tidak
kelihatan karena masuk ke dalam gumpalan daging kedua pipinyal
"Ternyata kau masih tetap tampan,
Pujaanku.... Seperti halnya dirimu, selama ini aku telah banyak bertemu dengan
pemuda berwajah tampan. Tapi hanya kau seorang yang membuat mataku tak bisa
terpejam, membuat dadaku tak bisa tenteram, membuat mulutku tak mampu
bergumam, membuat langkahku tak bisa
berdebam, membuat tidurku tak bisa tenggelam, membuat jari-jariku tak kuasa
menggenggam. Ah.... Ah...!"
Mungkin karena tersentak kaget sebab
dugaannya meleset, untuk beberapa saat Joko tegak tanpa buka mulut atau membuat
gerakan. Di lain pihak, kepala nenek di sisi bongkahan batu sunggingkan senyum serta
pejamkan mata. Lalu terdengar lagi ucapannya.
"Pujaanku.... Kau tahu. Karena dirimu, yang kulihat putih jadi hitam legam. Yang
kudengar lirih jadi berdentam-dentam. Batu yang
kugenggam jadi permata mu-tumanikam! Yang
kumakan sayur bayam jadi terasa tai ayam. Ah....
Ah...." "Busyet! Mengapa jadi berubah begini"! Lain yang kucari lain pula yang
kudapati!" gumam Joko gusar. Lalu lepas pandangan berkeliling.
"Pujaanku.... Kau tadi mengatakan ingin melihat Bidadarimu sekali lagi.... Dan
lagi.... Dan lagi, ah.... Mengapa kau sekarang suka bercanda dengan
memperhatikan yang lain"! Apakah diriku berubah di matamu..."! Kau jangan
membuat hatiku panas dingin tak karuan.... Pandanglah aku, Pujaanku.... Aku mengenakan
baju baru.... Gaya baru, potongan baru...." Mulut yang melesak di antara gumpalan daging kedua
pipi si nenek tersenyum.
Joko berusaha tidak memandang, tapi laksana ada kekuatan dahsyat, perlahan-lahan
bola matanya berputar memandang ke arah si nenek!
Si nenek tersenyum sekali lagi. Lalu perlahan-lahan kepalanya terangkat dari
sisi bongkahan batu.
Pendekar 131 melihat sebuah leher besar,
lalu dada si nenek yang mengendor besar disusul dengan terlihatnya perut tambun
besar yang dibungkus pakaian! warna merah menyala yang sangat ketat! Dan
ternyatai rambut putih si nenek menjuntai panjang sampai kedua
betisnya! "Bagaimana menurutmu, Pujaanku..."! Hari ini aku tampil beda, bukan"!"
Mungkin tak mau membuat urusan dengan
orang, Joko segera buka mulut.
"Penampilanmu hari ini memang beda, Nek...l Hingga membuat mataku hampir-hampir
tidak bisa mengenalimu lagi!"
"Jadi kau lupa pada Bidadarimu ini..."!"
"Bagaimana mungkin aku bisa melupakanmu"
Aku hanya tidak mengenalimu lagi!"
"Ah.... Ah.... Apa bedanya lupa dengan tidak mengenali, Pujaanku"l"
"Lupa berarti tidak ingat. Tidak mengenali sama dengan lupa.... Lupa berarti
tidak mengenali. Tidak mengenali berarti tidak ingat!"
"Ah.... Ah.... Mengapa kau membuat
Bidadarimu jadi bingung, Pujaanku"! Apakah ini satu isyarat ada orang lain di
hatimu"! Adakah ini satu tanda kau punya Bidadari lain"! Adakah ini satu
petunjuk ada Bidadari lain yang lebih dariku dalam pandanganmu"! Adakah ini satu
bukti jika semua ucapanmu hanyalah rayuan gombal
belaka"!"
Habis berkata begitu, si nenek angkat kedua tangannya ditakupkan pada wajahnya.
Saat kemudian terdengar suara isak tangisnya! Hingga dadanya bergerak turun naik,
sementara gumpalan daging perutnya bergoyang-goyang!
"Nek...."
Belum sampai Joko lanjutkan ucapan, si
nenek sudah memotong dengan suara lengking.
"Kau sekarang memanggilku nenek! Padahal selama ini kau selalu menyebutku
Bidadari!"
Dengan sikap kesal dan ingin tertawa,
akhirnya Joko berucap.
"Bidadari...."
"Bukan Bidadari! Tapi Bidadariku!" Si nenek sudah menukas lagi. Lalu lanjutkan
isak tangisnya. Murid Pendeta Sinting geleng-geleng kepala.
Lalu buka mulut.
"Bidadariku.... Mungkin kau salah lihat....
Aku.... Aku bukan pujaanmu!"
Si nenek renggangkan jari-jari kedua
tangannya yang menutupi wajah. Lalu
memperhatikan beberapa lama sebelum
akhirnya angkat suara dengan serak parau.
"Kau tega-teganya berkata begitu pada Bidadarimu yang selama ini selalu
merindukan bertemu denganmu.... Mengapa"! Mengapa"!
Ah.... Ah...l"
Kalau saja tidak sedang berhadapan dengan
orang aneh, tentu tawa Joko sudah meledak
sejak tadi. Namun karena sadar siapa orang yang dihadapi serta ingin selesaikan
urusan di tempat itu, Joko tahan ledakan tawanya, meski perutnya sudah bergerak-
gerak dan bahunya berguncang.
"Bidadariku.... Terus terang saja. Baru kali ini aku bertemu denganmu...."


Joko Sableng Istana Lima Bidadari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kontan si nenek berseru tertahan. Tangan
kanannya diluruskan menunjuk pada murid
Pendeta Sinting sementara tangan kirinya terus menutupi wajahnya. Lalu berkata
setengah membentak. "Bidadari mana yang telah menutup
pandanganmu hingga kau bisa berkata begitu"!
Bidadari model apa yang telah membuat lidahmu terbalik hingga lancang bicara
begitu, hah"!"
"Bidadariku.... Kuharap kau tidak terlalu cepat menuduh! Kau perlu tahu. Aku
bukan berasal dari negeri ini. Aku datang dari negeri di seberang laut...l"
"Hem.... Jadi Bidadari seberang laut itu yang membuat kau berubah"!"
"Bukan! Maksudku.... Aku dilahirkan di negeri seberang laut. Aku bukan asli
orang sini! Dan kalaupun aku sampai terdampar di negeri ini, mungkin ini hanya
sebuah nasib yang telah
tertulis untukku...."
"Mana mungkin aku percaya padamu! Kau berani berkata dusta padaku karena kau
telah punya simpanan Bidadari lain!"
"Nek.... Eh, Bidadariku.... Aku bicara sungguh-sungguh!"
"Hem.... Jangan kau kira aku tidak tahu siapa Bidadari simpananmu itu, Pujaanku!
Jangan kira pula aku tidak tahu di mana kau sembunyikan Bidadari simpananmu
itu!" Habis berkata begitu, tangan kanan si nenek yang menunjuk lurus pada sosok murid
Pendeta Sinting perlahan-lahan bergerak ke samping kanan menunjuk pada satu
bongkahan batu besar. "Jangankan hanya bongkahan batu sebesar itu yang kau buat menutupi Bidadari
simpananmul Sekalipun Gunung Himalaya kau letakkan di
depan hidungnya, dia tak mungkin bisa lolos dari pandangan mataku!"
Mendadak terdengar gumaman makian
bersumber dari balik bongkahan batu di mana tangan si nenek menunjuk. Joko
kancingkan mulut lalu palingkan kepala dengan dahi
berkerut. Dari balik bongkahan batu muncul satu sosok tubuh milik seorang gadis berparas
cantik jelita mengenakan pakaian warna hijau.
"Bidadari Pedang Cinta...." Pendekar 131
bergumam mengenali siapa adanya gadis yang keluar dari balik bongkahan batu.
Si gadis yang bukan lain memang Bidadari
Pedang Cinta adanya mendelik angker silih
berganti pada Pendekar 131 dan si nenek yang masih menunjuk ke arahnya,
sementara tangan satunya lagi tetap mendekap wajahnya dengan jari-jari
direnggangkan. "Pemuda asing!" Bidadari Pedang Cinta berteriak llnggl. "Aku akan buktikan
ucapanku bahwa tidak ada yang akan bisa menghalangi tindakanku!" Tangan kanan
sang Bidadari lalu terangkat menunjuk lurus pada si nenek dan berteriak. "Dan
kau nenek gila! Kau telah berani bicara lancang menuduhku yang bukan-bukan!
Mulutmu layak mendapat imbalan!"
Belum sampai ucapannya selesai, Bidadari
Pedang Cinta sudah melesat dan tegak lima
langkah di depan murid Pendeta Sinting dengan tampang garang.
"Bidadari.... Harap tidak masukkan hati apa yang diucapkan...." Pendekar 131
kebingungan meneruskan ucapannya. Apalagi saat itu
terdengar si nenek telah bergumam.
"Pada gadis itu, sekali berkata kau sudah menyebutnya Bidadari.... Sementara
pada Bidadarimu ini, kau I masih salah-salah melulu!"
Murid Pendeta Sinting menghela napas
panjang. Sementara si nenek tarik pulang
tangannya yang tadi diluruskan pada Bidadari Pedang Cinta. Tangan kirinya yang
mendekap wajahnya juga diturunkan. Lalu balikkan tubuh seraya berkata.
"Pujaanku.... Kau kuberi waktu untuk
menimbang! Setelah itu kau harus memberi
keputusan! Kau pilih Bidadarimu ini yang selalu setia, atau pilih Bidadari model
dia yang berbaju hijau itu!"
"Tetap di tempatmu, Nenek Gila!" sentak Bidadari! Pedang Cinta tak mampu menahan
gelegak hawa kemarahan. Lalu melompat ke
arah Pendekar 131 dengan kedua tangan
berkelebat lepaskan pukulan!
---ooo0dw0ooo---
SEMBILAN KARENA tak ada kesempatan lagi menghindar, sementara kalau tidak dihadang jelas
pukulan itu mengandung tenaga dalam tinggi yang bisa
membuat luka dalam, terpaksa Joko angkat
kedua tangannya.
Bukkk! Bukkk! Bidadari Pedang Cinta berseru tertahan.
Sosoknya mundur dua tindak dengan paras
berubah. Gadis ini tidak menduga kalau akibat bentrok itu akan membuat sosoknya
tersurut dan kedua tangannya terasa ngilu dan berwarna
merah. Di lain pihak, meski tidak merasakan sakit luar biasa, murid Pendeta Sinting
segera goyang-goyangkan tubuhnya dengan keras, lalu kakinya diseret beberapa
langkah ke belakang dengan tampang dibuat seakan merasakan kesakitan
hebat. Malah kedua tangannya dikibas-kibaskan lalu diselinapkan ke balik
pakaiannya. Di seberang, si nenek putar diri lagi
menghadap. Memandang silih berganti pada
Bidadari Pedang Cinta dan Pendekar 131 lalu berkata.
"Pujaanku.... Aku tahu. Ini semua hanya sandiwaramu agar hatiku tidak remuk
redam.... Sebenarnya bukan sandiwara seperti ini yang kuharap! Aku minta kau memutuskan
satu pilihan, Pujaanku.... Hanya saja kuminta kau selalu ingat akan semua janji-
janjimu padaku!
Ingat akan segala yang pernah kau katakan
padaku di saat-saat bulan tengah purnama! Kau tentu masih ingat ketika
mengatakan Bidadarimu ini laksana bulan purnama.... Mengatakan
indahnya tubuhku seperti riak gelombang lautan samudera.... Lentiknya bulu
mataku bak jajaran rimbun dedaunan di lereng Gunung Hi-malaya...
Geraian rambutku selaksa rintik hujan di pagi buta.... Merdunya suaraku bagaikan
amukan gemuruh raksasa.... Cara jalanku laksana...."
"Diam!" Bidadari Pedang Cinta menghardik.
"Sekali kau buka mulut lagi, jangan kira aku tak mampu membuat tubuhmu jatuh
terjengkang!"
"Ah.... Ah.... Mengapa kau marah padaku"!
Apakah kau tak sadar"! Seharusnya aku yang punya hak untuk marah padamu!
Pujaanku bisa tidak mengenaliku lagi gara-gara bertemu
denganmu! Gara-gara bicara tak ujung pangkal denganmu! Gara-gara...."
Belum sempat si nenek lanjutkan ucapan,
Bidadari Pedang Cinta sudah hantamkan kedua tangannya lepas pukulan jarak jauh.
Wuutt! Wuuuut! Dua gelombang angin perdengarkan suara
bergemuruh keras berkiblat.
Si nenek unjukkan tampang ngeri dengan
angka! kedua tangannya di depan dada
digerakkan pulang balik ke samping kiri kanan seakan memberi isyarat agan
Bidadari Pedang Cinta tidak teruskan pukulannya.
Hebatnya, saat itu juga gelombang yang
berkiblat ke arah si nenek laksana dihantam kekuatan dahsyatj dan ambyar
semburat ke samping kiri kanan! Malah ka-j lau saja si gadis tidak segera lipat gandakan
tenaga] dalam untuk kuasai goyangan tubuhnya, niscaya sol soknya akan tersapu
pulang balik ke samping!
"Hem.... Aku sudah menduga kalau nenek itu bukan orang sembarangan! Hanya saja,
aku belum bisa menduga apa maksud sebenarnya
nenek itu...." Diam-diam Joko membatin.
Di lain pihak, mendapati apa yang terjadi, Bidadari sedang Cinta tampak
terkesiap kaget.
Dia kini sadar jika yang dihadapi adalah orang berilmu tinggi. Namun karena
sudah telanjur bicara, dia tak mau dibuat malu. Maka dia segera kerahkan segenap
tenaga dalamnya.
Didahului bentakan keras, sosok Bidadari
Pedang Cinta melesat ke arah si nenek.
Setengah jalan kedua tangannya menghantam.
Wuutt! Wuutt! Gelombang dahsyat menghampar diikuti
bertebar-nya hawa panas luar biasa.
Si nenek tampak tercekat tegang. Sepasang
matanya mendelik memejam dengan kedua
tangan menakup pada gumpalan daging
perutnya. "Pujaanku! Pujaanku! Mengapa kau diam saja melihat Bidadarimu akan mampus
dibunuh orang..."!" Si nenek berteriak pada murid Pendeta Sinting1.
Karena maklum ucapan si nenek hanya
bercanda, Joko tenang-tenang saja malah
tersenyum. Namun hingga gelombang pukulan
Bidadari Pedang Cinta setengah depa di hadapan si nenek dan perempuan tua
bertubuh tambun besar ini tidak juga membuat gerakan, Joko pupuskan senyum. Dia
angkat kedua tangannya hendak menghadang gelombang, meski hal itu akan membuat
si nenek tidak bisa lolos dari bias bentroknya pukulan.
Namun sebelum kedua tangan Joko benar-
benar bergerak, tiba-tiba si nenek pukul-pukul kedua tangannya pada gumpalan
daging di perutnya. Bukkk! Bukkk! Bukkk! Bukk!
Terdengar suara dentuman mendengung
beberapa kali. Bersamaan itu tepat di pusar si nenek melesat empat sinar
berwarna kelabu
tipis. Bummm! Bummm! Tanah terbuka yang banyak ditebari
bongkahan batu-batu besar itu bergetar keras.
Beberapa bongkahan batu bergerak-gerak dan sebagian di antaranya] langsung
mencelat mental tersapu dua gelombang pukulan Bidadari Pedang Cinta yang tiba-tiba
bertabur semburat terhantam empat sinar kelabu dari pusar si, nenek!
Sosok Bidadari Pedang Cinta terjungkir balik di udara sebelum akhirnya terpental
beberapa tombak ke belakang dengan mulut perdengarkan teriakan tegang.
Karena terkejut dan hebatnya bias pukulan
yang menghajar, Bidadari Pedang Cinta terlambat untuk membuat gerakan agar
sosoknya tidak terpental menghajar bongkahan batu yang sudah menanti di belakangnya.
Setengah tombak lagi sosok Bidadari Pedang Cinta menghantam bongkahan batu,
tiba-tiba satu bayangan berkelebat. Justru saat itulah Bidadari Pedang Cinta
membuat gerakan karena terkejut ada dua tangan yang menyambar
tubuhnya. Hingga tak ampun lagi sosok Bidadari Pedang Cinta dan bayangan yang
berkelebat menyelamatkan jatuh bergulingan di atas tanah.
Namun hal ini membuat sosok Bidadari Pedang Cinta selamat dari menghajar
bongkahan batu.
Di lain pihak, sosok si nenek hanya bergerak-gerak bagian dada dan perutnya yang
tambun besar. Lalu rambutnya yang panjang berkibar-kibar dengan mata memejam
membuka! Pada saat mata si nenek membuka dan
memandang ke depan, mendadak nenek ini
menjerit tinggi hingga sosok besarnya terlonjak ke udara. Lalu melayang turun
dengan kedua tangan mendekap wajahnya dan berseru.
"Pujaanku! Pujaanku! Tega benar kau padaku!
Berani-beraninya kau beradegan mesra di depan mata bidadarimu ini! Adakah ini
satu isyarat kalau kau memilih dia..."! Aku tak rela! Kau harus katakan apa
salah dosa Bidadarimu ini hingga kau tega berbuat seperti itu! Seperti itu!
Seperti itu!"
Teriakan si nenek membuat Bidadari Pedang
Cinta sadar. Apalagi dia merasakan dua tangan tengah memeluk tubuhnya dengan
erat. Gadis cantik ini segera berpaling ke belakang.
Bidadari Pedang Cinta tersentak tegang.
Matanya mendelik angker. Seakan lupa kalau dirinya diselamatkan orang, kedua
tangannya segera sentakkan dua langan yang melingkar di pinggangnya. Saat lain
sosoknya berputar. Kaki kiri kanannya membuat gerakan menendang!
Bukkkl Bukk! Satu sosok tubuh berbalut pakaian putih
terpental dengan berteriak kaget.. Lalu sosoknya terjengkang di atas tanah.
Tampaknya Bidadari Pedang Cinta belum
puas. Dia segera bangkit lalu melompat dan berteriak.
"Kau manusia lancang yang berani memeluk tubuhkul"
Bukkk! Lagi-lagi kaki Bidadari Pedang Cinta
menghantami sasaran. Terdengar orang berseru kesakitan.
"Bidadari.... Maaf.... Aku tak sengaja...," kata orang yang baru saja terpental
karena tendangan kaki sang Bidadari. Dia tidak lain adalah
Pendekar 131 Joko Sableng.
"Ah.... Ah.... Di hadapanku kau bicara maaf tak sengaja! Tapi di belakangku
pasti kau bicara lain!" Si nenek berkata lalu buka kedua tangannya.
Bidadari Pedang Cinta memandang tajam
pada Joko dengan dada bergemuruh keras.
Namun perlahan-lahan ada perasaan lain yang menyelinap. Dia sadar, kalau
tindakan Joko tadi semata-mata untuk menyelamatkan tubuhnya
dari benturan dengan bongkahan batu.
Di lain pihak, murid Pendeta Sinting segera bangkit terhuyung-huyung seraya
pegangi dadanya yang terkena tendangan kaki Bidadari Pedang Cinta. Lalu memandang ke
arah si gadis. Kesadaran membuat Bidadari Pedang Cinta
tak berani memandang lama-lama pada
Pendekat 131. Dia segera alihkan pandangannya ke jurusan lain dengan paras
bersemu merah. Saat itulah sepasang matanya menumbuk pada satu sosok tubuh yang duduk bersila
di atas satu bongkahan batu.
"Eyang...," bisik Bidadari Pedang Cinta. Entah karena apa, paras gadis ini makin
memerah lalu perlahan-lahan melangkah ke arah sosok di atas bongkahan batu yang
tidak lain adalah Iblis Pedang Kasih.
"Cucuku.... Kau masih kurang hati-hati dalam menghadapi orangl Kau tahu siapa
nenek bertubuh umbun besar itu"!" Iblis Pedang Kasih segera ajukan tanya begitu
Bidadari Pedang Cinta tegak di sebelah Bongkahan batu.
Seraya melirik pada Pendekat 131, Bidadari Pedang Cinta gelengkan kepala.
"Untung dia hanya main-main hingga kau tidak mengalami luka! Jika tidak, aku tak
bisa membayangkan apa yang akan terjadi
denganmu...!"
"Eyang.... Siapa dia"!"
"Dia yang mana, yang kau tanyakan"! Karena pandanganmu sasarannya lain!" tanya
Iblis Pedang Kasih seraya tertawa pelan.
Ucapan Iblis Pedang Kasih membuat Bidadari Pedang Cinta terkesiap dan buru-buru
alihkan pandangannya dari sosok murid Pendeta Sinting ke arah nenek hertubuh


Joko Sableng Istana Lima Bidadari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tambun besar. Wajahnya jelas berubah dan suaranya serak tatkala buka mulut
menjawab. "Yang kutanyakan siapa nenek bertubuh besar itu?"
"Kau masih ingat dengan ceritaku tentang seorang bernama Putri Pusar Jagat"!"
Bidadari Pedang Cinta berpaling. "Astagal Jadi diakah adikmu yang sering kau
ceritakan itu?"
"Di negeri ini hanya ada satu Putri Pusar Jagat!
Dan dia adalah adikku sendiri!"
Bukan saja Bidadari Pedang Cinta yang
terlengak knget. Namun Joko ikut-ikutan terkejut.
Dia pulang balikkan kepala memandang silih berganti pada Iblis Pedang Kasih dan
nenek yang disebutnya dengan Putri Pusar Jagat.
"Jadi Eyang mengajakku ke tempat ini untuk bertemu dengannya"!" tanya Bidadari
Pedang Cinta. "Itu salah satunya. Ada lagi hal yang perlu kita bicarakan dengannya!"
"Urusan apa, Eyang"! Mengapa Eyang tidak mem bicarakannya sebelum ini?"
"Waktunya belum tepat, Cucuku.... Dan kurasa saal inilah waktu yang tepat untuk
bicara dengannyal"
"Apakah ada hubungannya dengan penghuni Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai"!"
Pertanyaan Bidadari Pedang Cinta membuat
Joko pasang telinga baik-baik, karena dia punya kepentingan dengan Lembah Tujuh
Bintang Tujuh Sungai. Namun hingga ditunggu agak lama, ternyata Iblis Pedang Kasih tidak
buka mulut memberi jawaban. Sebaliknya berkata.
"Cucuku.... Kau harus memberi hormat
padanya...' Bidadari Pedang Cinta arahkan pandangannya pada Putri Pusar Jagat. Beberapa saat
gadis ini tampak bimbang apalagi ingat apa yang baru saja dilakukan terhadap si
nenek. Di lain pihak, Putri Pusar Jagat terlihat
melangkah mendekati Pendekar 131. Lalu
berkata. "Pujaanku.... Hendak ke mana kau
sebenarnya"!"
"Lebih baik aku berterus terang padanya...."
Joko membatin, lalu angkat suara.
"Aku akan ke Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai...l"
"Dengan maksud"!"
Joko terdiam. Dia tampak bimbang. "Untuk yang ini aku tidak boleh berterus
terang!" katanya dalam hati lalu buka mulut.
"Aku mendapat pesan dari seseorang yang harus disampaikan padanya!"
Putri Pusar Jagat manggut-manggut. Lalu
putar langkah menuju Bidadari Pedang Cinta yang masih ragu ragu.
"Nek.... Maaf atas semua yang tadi
kulakukan...." Disadari Pedang Cinta akhirnya bergumam begitu si nenek bertubuh
tambun besar sudah dekat dengannya, lalu bungkukkan tubuh menjura hormat.
"Kau masih cemburu padaku..."!" Putri Pusar Jagat bertanya sambil tersenyum.
"Nek.... Bukankah tadi kau yang tampak cemburu padaku"!" ujar Bidadari Pedang
Cinta memberanikan diri setelah dilihatnya si nenek tersenyum.
Putri Pusar Jagat tertawa bergelak hingga
gumpalan daging di perutnya bergerak pulang balik ke atas ke bawah. Lalu
berujar. "Hari ini mungkin ucapanmu benar. Tapi tidak lama lagi mungkin akan jadi
berbalik! Kau tidak saja akan cemburu padaku, tapi juga pada
beberapa gadis lain...."
Wajah Bidadari Pedang Cinta jadi berubah
merah, sebaliknya murid Pendeta Sinting
cengengesan senang.
"Senang bisa bertemu lagi denganmu, Adikku nan cantik maha jelita! Aku berharap
kau sehat-sehat saja sehingga kita bisa melakukan
perjalanan hari ini juga!" berkata Iblis Pedang Kasih seraya memberi isyarat
mempersilakan. Putri Pusar Jagat membuat gerakan satu kali.
Sosok besarnya melesat lalu duduk seraya
ongkang-ongkang kaki di sisi bongkahan batu di mana Iblis Pedang Kasih duduk
bersila. "Aku juga gembira melihatmu, Kakakku yang gagah maha perkasal Aku sudah
menunggumu dan siap lakukan perjalanan hari ini! Tapi sebelum kita pergi aku ingin
memberitahukan padamu satu hal...."
"Katakanlah...."
"Tampaknya kita akan punya hajat besar...."
Mata si nenek melirik pada Bidadari Pedang Cinta yang tegak sambil mendengarkan
pembicaraan dengan seksam
"Adikku.... Aku belum berpikir sampai sejauh itu. Aku tidak berani memaksa....
Dia sudah dewasa! Apa lagi sebenarnya bukan kita yang berhak punya hajat!"
"Ah.... Ah...! Kau harus paham, Kakakku....
Sejak saat ini kita harus sudah pikirkan urusan hajatan itul Kita tidak usah
lagi pikirkan kita yang berhak atau tidak. Dan justru karena dia sudah dewasa,
kita harus segera mencarikan pasangan yang cocok! Kau sudah punya pandangan"!"
Yang ditanya tersenyum. Lalu geleng kepala.
Putri Pusar Jagat alihkan lirikan matanya pada murid Pendata Sinting. Lalu
berkata pelan. "Bagaimana; dengan pemuda itu"! Kurasa mereka bisa jadi pasangan serasi! Yang
gadis cantik, yang pemuda tampan!"
Mendengar bisik-bisik antara Iblis Pedang
Cinta dan Putri Pusar Jagat, Bidadari Pedang Cinta jadi berdebar tidak enak,
meski entah karena apa, diam-diam dia merasa senang.
"Mungkinkah yang dibicarakan mereka adalah diri ku"! Ah.... Tapi, bukankah
menurut Eyang, adiknya itu juga memiliki cucu seorang gadis sebaya denganku"!
Jangan-jangan cucunya
sendiri yang dibicarakan dengan Eyang.... Tapi mengapa tiba-tiba hendak
dijodohkan dengan pemuda itu"!"
"Adikku.... Urusan hajat ini sebaiknya kita bicarakan nanti di tempat tujuan
saja! Dan menurutku, sebaiknya keputusannya diserahkan pada yang bersangkutan!"
"Hem.... Baiklah! Apa dia kita ajak serta"!"
Iblis Pedang Kasih terdiam beberapa saat.
Lalu buka mulut dengan sorongkan kepalanya mendekati telinga adiknya.
Bidadari Pedang Cinta menarik napas dengan raut sedikit kecewa, karena dia tidak
bisa mencuri dengar apa yang dibicarakan eyangnya.
Padahal dia sudah berharap-harap cemas, sebab dia yakin yang dimaksud eyangnya
dengan Putri Pusar Jagat tidak lain adalah Pendekar 131. "
"Cucuku.... Kita berangkat sekarang!"
Mendadak Iblis Pedang Kasih angkat suara.
Habis berkata begitu hampir berbarengan,
Iblis Periang Kasih dan adiknya berkelebat tanpa mempedulikan murid Pendeta
Sinting yang tetap tegak dengan sesekali memandang ke arah
Bidadari Pedang cinta.
Bidadari Pedang Cinta berpaling melihat ke arah kelebatan eyangnya dan si nenek.
Dia sudah hendak berkelebat menyusul. Tapi dia terlihat bimbang dengan beberapa kali
menarik napas panjang.
"Ah.... Mungkin aku salah duga!" Akhirnya Bidadari
---ooo0dw0ooo---
SEPULUH DITINGGAL sendirian, Joko segera berpikir.
"Mereka tidak mencegah atau memerintah....
Berarti mereka memberi kesempatan padaku
untuk mengikuti!"
Tanpa pikir panjang lagi, akhirnya Pendekar 131 ikut berkelebat ke arah mana
tadi tiga orang itu berlari.
Bidadari Pedang Cinta yang berlari di belakang Putri Pusar Jagat dan Iblis
Pedang Kasih segera memperlambat larinya begitu menyadari Joko ikut mengejar di
belakangnya. Namun gadis ini pura-pura tidak tahu kalau tengah diikuti.
Pada satu tempat, karena perhatiannya
terpecah antara mengawasi dua orang di depan agar tidak kehilangan jejak dan
mengkhawatirkan orang di belakangnya takut kalau tidak terus mengikuti, Bidadari
Pedang Cinta kehilangan jejak eyangnya dan si nenek.
Hingga akhirnya sang Bidadari berhenti dan tegak dengan putar pandangan
berkeliling. "Ke mana aku harus mencari" Mengapa
mereka tidak pernah menoleh padaku selama
berlari tadi"! Ah.... Apa yang harus kulakukan sekarang"!"
Baru saja Bidadari Pedang Cinta membatin
begitu, mendadak gadis ini merasakan siuran angin di belakangnya. Dada cucu
Iblis Pedang Kasih ini jadi berdebar Dia tidak berusaha buka mulut atau putar
diri meski hal itu ingin sekali dilakukannya. Gadis ini sudah bisa menduga siapa
adanya orang yang tegak di belakangnya Namun karena ditunggu agak lama tidak
juga terdengar suara, akhirnya Bidadari Pedang Cinta beranikan diri membuat
gerakan membalik.
Paras wajah gadii cantik ini langsung berubah.
Ternyata dugaannya meleset!
Yang tegak di hadapannya adalah seorang
perempuan berwajah jelita berusia kira-kira dua puluh lima tahunan. Rambutnya
digulung tinggi ke atas seolah ingin menunjukkan lehernya yang putih dan
jenjang. Dada mencuat padat.
Pinggulnya besar dan kencang dilapli pakaian tipis dan ketat warna putih.
Sepasang matanya bulat ditingkah goresan alis mata yang hitam dan tebal.
Karena dugaannya salah, Bidadari Pedang
Cinta* segera putar pandangan sekeliling
dengan mata mencari-cari. Tapi dia tidak
menemukan orang yang dicari.
"Hem.... Jangan-jangan yang mengikuti dari tadi perempuan ini! Bukan pemuda
bernama Joko Sableng itu.... Ah, mengapa aku tidak berpaling dari tadi"l Kalau saja
bukan pemuda itu yang mengikuti, tentu aku tidak perlu
memperlambat lari hingga aku sendiri kehilangan jejak!"
Setelah membatin begitu, tanpa buka mulut
Bidadari Pedang Cinta segera putar diri. Lalu berkelebat meneruskan larinya.
Tapi Bidadari Pedang Cinta jadi tersentak
sendiri Belum sampai dia benar-benar berlari, si perempuan berwajah cantik
bertubuh sintal yang tadi tegak di belakangnya sudah berdiri dengan sikap
menghadang di hadapannya!
Menangkap gelagat tidak baik, Bidadari
Pedang Cinta segera buka mulut.
"Harap memberi jalan!"
Perempuan di depan Bidadari Pedang Cinta
bukannya memberi jalan atau buka suara
menyahut. Sebaliknya memandang sekujur tubuh Bidadari Pedang Cinta ilari kepala
sampai kakil Lalu bibirnya yang dipoles merah menyala
bergerak sunggingkan senyum dengan kepala
manggut-manggut.
Dipandangi orang begitu rupa, Bidadari
Pedang Cinta jadi jengah sendiri. Apalagi dia bisa merasakan pandangan itu lain
dari pandangan perempuan lainnya terhadap seorang
perempuan. "Aku harus segera pergi. Kuharap...."
Belum sampai Bidadari Pedang Cinta
lanjutkan ucapan, perempuan di hadapannya
sudah menukas. "Mau katakan kau hendak pergi ke mana"!"
Bidadari Pedang Cinta gelengkan kepala tanpa buka suara. Lalu alihkan pandangan
ke jurusan lain berharap bisa menemukan Pendekar 131.
"Sudi mengatakan siapa namamu"!" Si perempuan hurpakaian putih kembali ajukan
tanya. "Aku Bidadari Pedang Cinta...," jawab sang Bidadari dengan suara agak ketus.
"Hem.... Gelar bagus.... Sebagus pemilik namanya!" ujar perempuan berpakaian
putih seraya menatap pada iiada Bidadari Pedang
Cinta. "Bagaimana kalau kita jalan bersama"!"
"Maaf, aku ingin sendirian! Dan kuharap kau mengerti. Waktuku tidak banyak!"
"Hem.... Ingin jumpa kekasih"!"
"Aku tidak punya waktu melayanimu!" sentak Bidadari Pedang Cinta mulai agak
jengkel dengan ucapan perempuan berpakaian putih. Dia
melangkah ke samping lalu hendak berlari.
Namun perempuan berpakaian putih ikut-
ikutan bergerak ke samping, membuat Bidadari Pedang Cinta batalkan niat dan
kembali perdengarkan suara membentak.
"Tampaknya kau tak mau mengerti! Sekarang aku ingin tahu. Apa maumu
sebenarnya"!"
"Bagaimana kalau kita bersenang-senang barang sebentar"!"
Dahi Bidadari Pedang Cinta berkerut. Dadanya berdebar tidak enak. Namun karena
belum paham maksud orang, dia segera berkata.
"Bersenang-senang bagaimana maksudmu"!"
Perempuan berpakaian putih tipis tertawa
perlahan. Dia tegakkah wajah mendongak. Lalu berkata lirih.
"Gelarmu menggunakan kata-kata Cinta....
Bagai-mana kalau kau bukan hanya
menggunakan untuk namamu, tapi juga
membaginya denganku"!"
"Aku tidak mengerti arti kata-katamu!"
"Gadis rupawan,... Bagaimana kalau kita menikmati cinta itu"!"
"Aneh.... Apa maksud sebenarnya orang ini"l Dia terlalu berbelit-belit bicara!"
Bidadari Pedang Cinta membatin.
Seakan bisa membaca benak orang,
perempuan berpakaian putih segera luruskan kepala lalu berkata lagi.
"Bidadari.... Bagaimana kalau kita
meluangkan' waktu sejenak untuk menikmati
hidup Ini dengan bersenang-senang di bawah naungan cinta"! Aku akan men> imwamu
menikmati indahnya surga dunia.... Aku punya umpat yang tenang untuk mereguk
kenikmatan itu...."
"Keparat!" maki Bidadari Pedang Cinta begitu sadar him maksud perempuan
berpakaian putih tipis.
"Aku tahu.... Makianmu hanya karena kau belum pernah menikmati surga dunia
itu.... Tapi aku yakin, sekali kau merasakan, kau akan...."
Perempuan berpakaian putih tipis tidak lanjutkan ucapannya dengan kala kata,
melainkan tertawa cekikikan!
"Perempuan cabuli Kau salah berkata pada orang!"
SI perempuan di hadapan Bidadari Pedang
Cinta galangkan kepala. "Gadis rupawan.... Aku tak pernah salah berkata pada
orang! Apalagi salah pilih mana orang yang layak atau tidak untuk mereguk
kenikmatan bersamaku____
Mendengar pembicaraan Bidadari Pedang
Cinta dengan perempuan berpakaian putih, di balik batangan pohon di mana dia
bersembunyi, Pendekar 131 hampir saja meloncat keluar.
Matanya mendelik dengan mulut menganga!
Saat mengikuti berkelebatnya Bidadari
Pedang Cinta, Joko sengaja menjaga jarak
sekiranya tidak kehilangan jejak orang yang diikuti sementara orang yang diikuti
tidak merasa curiga. Dia juga selalu berkelebat dengan sesekali menyelinap
sembunyi ketika melewati daerah yang banyak ditumbuhi jajaran pohon.
Hingga pada satu tempat Joko merasakan ada satu sosok bayangan yang berkelebat
cepat dari sebelah samping. Murid Pendeta Sinting tidak mau ambil risiko, lalu
segera menyelinap
sembunyi ketika melihat Bida-ii"l Pedang Cinta hentikan larinya di sebelah depan
sana. Lalu pasang telinga baik-baik ketika mendapati satu sosok tubuh sudah
berhadapan dengan Bidadari Pedang Cinta. Namun sejauh ini murid Pendeta Sinting


Joko Sableng Istana Lima Bidadari di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belum melihat raut wajah perempuan yang bicara dengan Bidadari Pedang Cinta,
karena dia tidak berani membuat gerakan takut keberadaannya diketahui.
"Perempuan cabul!" Terdengar Bidadari Pedanu Cinta membentak. "Aku memberimu
waktu untuk segera pergi dari hadapanku!"
Terdengar suara tawa cekikikan. Lalu. "Aku akan pergi asal bersamamu, wahai
Cintaku." Hawa kemarahan Bidadari Pedang Cinta
sudah sampai ke ubun-ubun. Tapi gadis ini masih bisa menahan diri. Apalagi
ketika ingat ia harus segera mengejar eyangnya. Kalau terjadi bentrok, berarti
dia akan makin jauh tertinggal dan makin sulit menjajaki jejak si eyang dan si
nenek. Maka dia segera putar diri setengah ling karan dan mendahului tinggalkan
tempat itu. "Gadis cantik.... Kau tak akan tinggalkan tempat Ini tanpa bersamaku...," kata
perempuan berpakaian putik tipis seraya umbar senyum dan mengerdip nakal.
Sikap orang membuat pupus pertahanan
Bidadari Pedang Cinta. Dia batalkan niat
tinggalkan tempat itu Lalu memandang tajam dan membentak.
"Aku telah memberi ingati Jangan salahkan aku kalau kau...."
"Percayalah padaku, Gadis Rupawan!" potong pa rempuan berpakaian putih tipis.
"Sekali kau mereguk cinta bersamaku, kau akan enggan
meninggalkan diriku...."
"Mulut kotor!" seru Bidadari Pedang Cinta.
Sekali lompat tangannya sudah ikut berkelebat lepas pukulan ke arah bahu kanan
kiri perempuan berpakaian pulih.
Yang diserang tidak membuat gerakan.
Sebaliknya tertawa pendek. Namun sejengkal lagi bahu kiri kanannya terhajar
pukulan orang, si perempuan berpakaian putih gerakkan kedua
bahunya yang menjadi sasaran pukulan.
BukkkI Bukkkl Kedua tangan Bidadari Pedang Cinta
menghajar telak kedua bahu perempuan
berpakaian putih. Anehnya, justru yang
perdengarkan seruan tertahan adalah Bidadari Pedang Cinta. Malah saat itu juga
kedua tangannya mencelat mental ke udara. Sosoknya tersurut beberapa tindak. Parasnya
berubah pucat pasi.
Di lain pihak, perempuan berpakian putih
tetap tegak di tempatnya sambil tersenyum dan sekali lagi kedlpkan sebelah
matanya. Dia sama sekali tidak merasakan pukulan yang menghajar kedua bahunya.
Saat terjadi benturan, Joko cepat membuat
gerakan mengintip. Dia hanya sempat melihat sekilas. Namun sudah cukup baginya
untuk mengetahui jika perempuan yang tengah bentrok dengan Bidadari Pedang Cinta
adalah perempuan berwajah cantik dan bertubuh sintal.
Lebih dari itu dia juga maklum, lawan yang dihadapi sang Bidadari adalah
perempuan berilmu sangat tinggi. Dan begitu sosok Bidadari Pedang Cinta tersurut, Pendekar
131 segera selinapkan diri lagi ke balik halangan pohon.
Sementara itu mendapati apa yang dialami,
Bidadari Pedang Cinta sempat terkesima. Namun perasaan curiga membuat gadis ini
tak mau terlena. Dia cepat kerahkan segenap tenaga dalamnya. Lalu dengan tatapan garang
kedua tangannya diangkat.
Perempuan bertubuh sintal di hadapan
Bidadari Pedang Cinta lagi-lagi hadapi gerakan orang dengan tersenyum. Lalu
berkata. "Aku ingin kemesraan di antara kita tidak dibuka dengan silang sengketa,
Gadisku.... Hal itu tidak perlu terjadi...."
Bidadari Pedang Cinta tidak menyahut dengari ucapan, sebaliknya lepaskan pukulan
jarak jauh. Wuutt! Wuuutt! Dua gelombang menderu ganas menyambar
ka arah perempuan bertubuh sintal berpakaian putih.
Tahu kalau gelombang yang menyambar
kearahnya dimuati tenaga dalam tinggi,
perempuan berpakaian putih cepat hentakkan kaki. Sosoknya melesat ke udara.
Membuat gerakan berputar di atas lalu menyambut
gelombang yang datang dengan tangan kanan
mendorong. Wuuttt! Bummmm! Terdengar dentuman keras. Untuk kedua
kalinya Bidadari Pedang Cinta berseru tegang.
Dua gelombang yang melesat keluar dari kedua tangannya serta-merta berantakan di
udara. Gadis ini merasakan tubuhnya dihempas
gulungan gelombang luar biasa. Belum sampai dia berbuat sesuatu, sosoknya telah
tersapu deras dan jatuh terjengkang.
Sementara perempuan berpakaian putih
tampak terhuyung di udara. Namun begitu
perempuan ini membuat gerakan berputar sekali lagi, huyungannya terhenti lalu
melayang turun dan tegak lima langkah di hadapan tempat
terjengkangnya Bidadari Pedang Cinta. Dengan mata berkilat penuh nafsu,
ditatapnya gerakan daun Bidadari Pedang Cinta yang turun naik dengan mata
setengah terpejam merasakan
sakit pada kedua lengan dan nyeri pada
dadanya. "Gadisku.... Aku tahu. Kau belum pernah mereguk kenikmatan itu. Pasti kau masih
malu-malu untuk mereguk di tempat terbuka seperti ini meski sebenarnya aku sudah
tak sabar.... Bidadari Tujuh Langit-mu ini akan membawamu ke tempat yang berpanorama indah
agar pengalaman pertamamu menjadi kenangan tak
terlupakan sepanjang hidupmu...."
Perempuan bertubuh sintal di hadapan
Bidadari Pedang Cinta, yang ternyata adalah Bidadari Tujuh Langit, bergerak
mendekati Bidadari Pedang Cinta dengan dada dibuncah nafsu. Di lain pihak, kuduk Bidadari
Pedang Cinta jadi meremang. Tapi dia cepat sadar apa yang akan dilakukan orang
terhadapnya. Maka dia buru-buru bangkit duduk di atas tanah dengan tangan
bergerak ke bagian pinggang di mana melilit sebuah Pedang berkilat.
Namun sebelum Bidadari Tujuh Langit
teruskan langkah dan Bidadari Pedang Cinta lepas pedang di pinggangnya,
terdengar satu suara menegur. "Harap tidak teruskan langkah!"
Bidadari Tujuh Langit hentikan langkah dengan dagu mengembung besar dan pelipis
bergerak-gerak tanda menahan hawa amarah. Bidadari
Pedang Cinta hentikan gerakan tangannya
dengan dahi berkerut dan dada berdebar. Diam-diam gadis ini membatin.
"Jelas aku pernah dengar suara itu, Itu adalah suara Joko Sableng.... Ternyata
dia masih berada di sekitar tempat ini...."
Baru saja Bidadari Pedang Cinta membatin
begitu! satu sosok tubuh berkelebat. Bidadari Tujuh Langit dari Bidadari Pedang
Cinta berpaling. Paras kedua perempuan yang sama-sama
berwajah cantik jelita itu berubah. Bidadari Tujuh Langit segera kembangkan
senyum dengan mata berbinar, sementara Bidadari Pedang Cinta
tersentak hampir tak percaya. Karena dugaan keduanya salah!
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan djvu oleh : Abu Keisel
Convert & Edit oleh : Dewi KZ
Pdf Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ , http://kang-zusi.info/
http://dewikz.byethost22.com/ ,
http://ebook-dewikz.com/
--oo0dw0oo-- Segera terbit: PENDEKAR PEDANG TUMPUL 131
JOKO SABLENG BIDADARI DELAPAN SAMUDERA
Pendekar Cengeng 2 Bangau Sakti Sin Hok Sin Cin Karya Chin Tung Manusia Harimau 5
^