Pencarian

Pedang Jimat Lanang 3

Jodoh Rajawali 10 Pedang Jimat Lanang Bagian 3


sama Tuan Yo."
"Tuan Yo..."!" Tua Usil mulai berseri. "Sekarang dl mana Tuan Yo?"
"Sedang berhadapan dengan iblis Mata Genit!"
Tua Usil bersungut-sungut, "Kalau begitu ngo-
mong keras juga tak jadi soal! Perempuan itu toh su-
dah melihat Tuan Yo, berarti dia tahu kalau di sini ada orang!" "O, begitu
ya.."!"
"Huhh...!" tangan Tua Usil mendorong kepala
Bocah Bodoh, kepala itu tersentak ke belakang dan
Bocah Bodoh jatuh terduduk dari jongkoknya. Kemu-
dian, tua Usil beranikan diri keluar dari persembu-
nyian dan melihat Pendekar Rajawali Merah sedang
berhadapan dengan Iblis Mata Genit.
Kedua tokoh berilmu tinggi itu masih sama-
sama saling bungkamkan mulut. Tapi mata mereka
sama-sama saling tatap lekat-lekat. Jarak mereka seki-
tar tiga tombak. Masing-masing berdiri tegak dengan
sikap siap tempur.
"Edan bocah tampan ini!" pikir Iblis Mata Genit.
"Kekuatan apa yang dimilikinya, sehingga hatiku bergetar bagai terpikat
olehnya?" Sementara itu, di dalam hati Yoga pun berkata.
"Kurasa dia punya kekuatan yang mampu melumpuh-
kan hati lelaki. Tapi aku tak akan goyah oleh kekuatan itu. Aku harus bisa
kalahkan dengan kekuatan batin
ku!" Iblis Mata Genit segera kerlingkan mata kirinya.
Claappp...! Yoga tersentak mundur satu tindak, namun
tetap berdiri. Dalam hatinya terucap kata batin,
"Gila! Dia hantam aku dengan kerlingan ma-
tanya"! Cukup kuat juga hantaman itu, hampir aku
terpental kalau tak sigap diri!"
Sedangkan di hati Iblis Mata Genit berkata,
"Dia cukup tangguh! Biasanya lawan yang terkena pukulan 'Surya Pendar' akan
terjungkal ke belakang dan
muntah darah, tapi pemuda tampan ini masih tegak
dan tidak rasakan pukulan itu sama sekali. Akan ku
coba menggunakan jurus pukulan 'Soca Palebur'!"
Iblis Mata Genit berwajah tak segarang tadi. Ki-
ni ia kerlingkan mata kanannya dengan gerak satu ke-
dipan diiringi senyum tipis. Claappp...! Wuuuhg...!
Iblis Mata Genit mundur satu tindak, Yoga pun
mundur satu tindak. Keduanya bagaikan sama-sama
terdorong ke belakang dalam sentakan kuat yang ter-
tahan. Iblis Mata Genit segera membatin,
"Luar biasa! Pukulan 'Soca Palebur' biasanya
bikin hancur lawan. Setidaknya dada lawanku bisa je-
bol dengan kedipan mata kanan. Tapi bocah tampan
ini sungguh kuat lapisan tenaga dalamnya. Pukulan
'Soca Palebur' hampir membalik mengenai diriku sen-
diri. Ini benar-benar luar biasa. Tak pernah aku meng-
hadapi musuh setangguh ini."
Di dalam hati Pendekar Rajawali Merah yang
masih tetap membungkam mulut itu juga berkata,
"Kedipkan mata kanannya lebih berbahaya.
Dadaku sempat terasa panas, dan sekujur tubuh bagai
semutan. Agaknya dia gunakan jurus yang lebih tinggi
lagi dari yang tadi. Mungkin kali ini dia akan gunakan yang lebih tinggi juga
dari yang terakhir. Aku harus
siap menghadapinya!"
Dugaan Yoga memang benar. Dalam tatapan
matanya yang sebenarnya berbentuk indah itu, pe-
rempuan cantik berkulit kuning langsat itu menge-
dipkan kedua mata dua kali. Clap, clap...!
Bluubb...! Ada sepercik sinar api yang keluar
dari tubuh Yoga. Percikan sinar api itu hanya menyala
sekejap. Seolah-olah ada kekuatan api yang memantul
balik setelah menghantam tubuh Yoga, dan kekuatan
api itu segera padam. Hitam tak berbekas, tak berasap.
Pada saat itu, Yoga masih tampakkan diri dalam kete-
garan dan ketegapannya. Ia hanya sunggingkan se-
nyum tipis yang membuat Iblis Mata Genit segera
membatin, "Tak salah lagi. Dia memang tangguh luar bi-
asa. Pukulan 'Sinar Kesumat' tak bisa membakar di-
rinya. Padahal biasanya, siapa pun yang terkena puku-
lan 'Sinar Kesumat' dari kedipan dua mataku tadi, dia
akan hangus terbakar dan apinya sulit dipadamkan;
Tapi bocah bagus ini, sungguh mengagumkan hatiku.
Semestinya pria seperti dialah yang layak menjadi su-
amiku. Biar buntung tangan kirinya, tapi tinggi il-
munya. Pasti dia bisa menandingi ku baik di pertarun-
gan luar rumah maupun pertarungan di dalam rumah.
Hmmm. Tapi mengapa dia memihak Tua Usil" Ada hu-
bungan apa dengan Tua Usil, dan siapa dia sebenar-
nya?" Iblis Mata Genit mengendurkan ketegangan batinnya. Ia melangkah maju tiga
tindak sambil masih
memandangi Yoga. Sementara itu, Yoga sendiri masih
belum bergeser dari tempatnya, seakan menunggu
pamer ilmu selanjutnya dari perempuan berpakaian hi-
jau muda itu. Di belakang sana, di balik batu prasasti, Tua
Usil dan Bocah Bodoh memperhatikan Yoga dan Iblis
Mata Genit dengan perasaan heran. Bahkan Cola Colo
sempat berbisik kepada Tua Usil,
"Apakah mereka sudah saling kenal" Kok sejak
tadi hanya pandang-pandangan saja" Kapan berta-
rungnya?" "Diam saja kau! Lihat saja apa yang terjadi se-
lanjutnya!"
Pendekar Rajawali Merah menarik napas da-
lam-dalam ketika Iblis Mata Genit bertolak pinggang di depannya dengan
menyangkutkan kedua jempol tangan pada ikat pinggang di depan perutnya. Sikap
pe- rempuan Itu semakin kelihatan menantang dan mere-
mehkan. Maka, napas yang sudah tertahan itu dihem-
paskan keluar oleh Yoga melalui hidungnya.
Wuuttt...! Blaabbb...! Seberkas sinar berkerilap di perten-
gahan jarak. Tubuh Iblis Mata Genit tersentak mundur
dan terhuyung-huyung empat langkah jauhnya. Ham-
pir saja ia jatuh karena merasakan ada kekuatan yang
begitu besar menghantamnya. Kekuatan itu datang da-
ri hembusan napas Pendekar Rajawali Merah. Jika ti-
dak segera ditahan dengan gerakkan memadatkan na-
pas secara seketika, pasti tubuh Iblis Mata Genit akan terpental melayang jauh
ke belakang. Iblis Mata Genit tak menduga Yoga akan mem-
balas menyerangnya dengan suatu ketenangan yang
membahayakan jiwa lawan. Pendekar Rajawali Merah
menggunakan jurus yang jarang dipakai jika lawannya
tidak benar-benar berilmu tinggi. Jurus itu adalah ju-
rus 'Badal Petir'. Jika bukan Iblis Mata Genit, orang itu akan terpental sangat
jauh, dan hancur berkeping-keping di tempat ia jatuh.
Jurus 'Badai Petir' digunakan bagi lawan yang
berilmu tinggi, sebab yang menerbangkan tubuh lawan
dan yang menghancurkan adalah kekuatan tinggi yang
dimiliki oleh lawan tersebut, Jika lawan tidak punya
ilmu tinggi, maka jurus 'Badai Petir' justru membuat
lawan selamat tak bergeming sedikit pun. Itulah se-
babnya Yoga dapat mengukur kekuatan Iblis Mata Ge-
nit, ternyata tidak melebihi ketinggian ilmunya sendiri.
Ilmu perempuan itu masih di bawah ilmu Pendekar
Rajawali Merah. Jika ilmu perempuan itu lebih tinggi,
maka perempuan itu justru akan terlempar jauh dan
pecah di tempatnya jatuh.
Tetapi jurus yang sempat membuat Iblis Mata
Genit tersentak mundur empat langkah itu, telah
membuat hatinya berkata memuji Yoga,
"Gila! Dia gunakan hembusan napas seringan
itu namun bisa membuat tubuhku hampir saja ter-
bang jauh. Sekujur tubuhku sekarang menjadi hangat
dan kulitku sedikit perih. Kurang ajar betul dia! Diam-diam nakal juga bocah
tampan ini"!"
Lalu, Iblis Mata Genit segera sunggingkan se-
nyum sedikit lebar, berkesan menyepelekan lawannya.
Ia melangkah lagi dengan lagak acuh tak acuh, kemba-
li ke tempatnya berdiri tadi. Sedangkan senyum yang
ada di bibir Yoga adalah senyum kelegaan, karena ia
tahu lawannya punya ilmu tak setinggi ilmu yang dimi-
likinya, "Aku mencari Pendekar Rajawali Putih, gadis keparat yang menyedot
seluruh ilmu adikku; si Wali
Kubur itu. Tapi mengapa yang kutemukan justru ke-
tampanan wajahmu" Siapa kau sebenarnya?"
"Pendekar Rajawali Merah," jawab Yoga tenang.
Mata perempuan itu terkesiap dan menatap penuh cu-
riga. Kemudian ia manggut-manggut dan berkata den-
gan lagak meremehkan,.
"Ooo... jadi kau yang berjuluk Pendekar Raja-
wali Merah" Apakah ada hubungannya dengan Pende-
kar Rajawali Putih itu"!"
"Dia kekasihku!" jawab Yoga terang-terangan.
Iblis Mata Genit tertawa melecehkan. "Terus te-
rang kukatakan padamu, bahwa kau tak pantas ber-
pasangan. dengan gadis keparat itu! Dia gadis jahat,
sedangkan kau... aku tahu, kau pasti tidak berhati ja-
hat! Kusarankan padamu, tinggalkan dia supaya il-
mumu tidak tersedot oleh kekuatan ilmunya itu! Ber-
gantilah pasangan yang punya ilmu sejajar denganmu,
seperti misalnya diriku ini!"
Pendekar Rajawali Merah sunggingkan senyum
tipis, lalu berkata dengan nada menyepelekan saran
itu, "Lili; Pendekar Rajawali Putih itu, bukan saja
kekasihku, namun juga guru angkatku!"
"O, ya..."! Lucu sekali" Hik hik hik...!" Iblis Ma-ta Genit tertawa
berkepanjangan, "Alangkah bodohnya otak setampan wajahmu itu, Pendekar Rajawali
Merah. Mau-maunya kau punya guru angkat gadis dungu
yang bisanya hanya mencuri ilmu lawan itu" Apakah
kau tak salah pilih" Apakah kau tak bisa memandang
bahwa aku jauh lebih pantas menjadi gurumu ketim-
bang-gadis dungu itu!*
"Tidak. Kau tidak pantas jadi guruku, karena
kau tidak mampu mengalahkan aku, tidak mampu
menundukkan aku, dan tidak mampu memikat hatiku,
seperti apa yang dilakukan Lili!"
"Apakah wajahku tidak cantik memikat hati?"
"Buruk. Luar biasa buruknya!" jawab Yoga dengan tegas. Jawaban itu membuat wajah
Iblis Mata Ge- nit menjadi merah jambu menandakan darah kemara-
hannya kembali naik sampai ke ubun-ubun. Pandan-
gan matanya sedikit menyipit, namun sangat tajam
memandang. "Kau sangat berani bicara begitu di depanku!
Kuanggap lancang mulutmu, Bocah Bagus!" geram Ib-
lis Mata Genit.
"Tak ada yang ku takuti sedikit pun bicara di
depanmu!" "Baiklah. Kau selalu memancing kemarahanku.
Kau telah menghadang langkahku memburu Tua Usil
itu...!" Ia menuding Tua Usil. "Kau juga akan menjadi penghalang langkahku dalam
memburu gadis keparat
itu! Maka, ku putuskan untuk membunuhmu seka-
rang juga! Heaaah...!"
Kedua tangan Iblis Mata Genit di tarik ke samp-
ing dengan telapak tangan terbuka membentuk cakar,
kakinya merendah, yang kanan menghentak ke tanah.
Duuuhg...! Matanya menjadi merah, lalu dari mata me-
rah itu melesat sinar biru dua berkas, membentuk ja-
rum besar. Clap, claappp...!
Wuutttt...! Sinar biru Itu menghantam mata
Pendekar Rajawali Merah. Tetapi dengan cekatan tan-
gan Yoga bergerak ke depan, dua jarinya berdiri tegak
di pertengahan kening, dan dari jari itu keluar seber-
kas sinar merah bening berbentuk piringan selebar wa-
jah. Traasss...! Blaarrr...!
Dua berkas sinar biru itu menghantam sinar
merah bening, terpercik bunga api sekejap, kemudian
meledak dengan gelegar yang dahsyat. Ledakan itu
membuat tubuh Yoga tersentak mundur dua tindak,
namun tubuh Iblis Mata Genit terjungkal ke belakang
dan berguling-guling.
"Setan!" geram Iblis Mata Genit dengan mur-
kanya. "Heaaah...!"
Iblis Mata Genit menyentakkan kedua telapak
tangannya ke depan hingga memancarkan sinar hijau
besar dan dari kesepuluh ujung jarinya terlepas sinar
kuning berkelok-kelok. Pukulan itu bermaksud me-
nyergap tubuh lawan hingga tak bisa menghindar dan
menyerang. Tetapi, kaki Yoga sudah lebih dulu me-
nyentak pelan ke tanah, sehingga tubuhnya melenting
ke atas dan bersalto mundur dua kali.
Zraappp...! Wesss...! Wuurrrtt...!
Blaarrr'...! Blegaarrr...!
Kalau saja Tua Usil tadi tidak punya gagasan
untuk pindah tempat sambil menarik tangan Bocah
Bodoh, sudah pasti mereka berdua akan hancur ber-
keping-keping atau habis terbakar oleh sinar-sinar dari kedua tangan Iblis Mata
Genit itu. Karena ketika Yoga
menghindar naik ke atas, sinar itu mengenai batu pra-
sasti, hingga batu itu menjadi pecah berkeping-keping
dan kepingan itu menyala bara merah, panas jika di-
pegang. Untung kepingan membara panas itu tak ba-
nyak yang memercik mengenai tubuh Yoga, Tua Usil,
dan Bocah Bodoh.
Mereka hanya terpekik karena kaget menerima
percikan panas. Namun segera dapat diatasi, walau
membekas melepuh di betis Bocah Bodoh. Juga di tan-


Jodoh Rajawali 10 Pedang Jimat Lanang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gan Tua Usil ada bagian yang melepuh karena terkena
percikan batu tersebut. Sedangkan yang memercik
mengenai tubuh Yoga tak sempat membuat kulitnya
melepuh, hanya merasa tersengat panas saja. Namun
itu pun tak dihiraukan.
Karena pada saat Yoga mendaratkan kakinya di
tanah, kedua jari tangannya dikibaskan ke depan ba-
gai melempar pisau. Jari itu tetap teracung lurus ke
depan, dan dari ujungnya keluar sinar merah patah-
patah yang menghujani tubuh Iblis Mata Genit.
Clap, clap, clap, clapp...!
Sinar itu mengenai tubuh Iblis Mata Genit be-
berapa kali, membuat tubuh itu terpental terus-
menerus, sampai akhirnya ia berhasil melesat naik ke
atas dahan pohon. Namun keadaannya telah menjadi
parah. Wajahnya pucat, sudut mulutnya tampak kelu-
arkan darah, bekas hitam hangus pun terlihat di bebe-
rapa pakaiannya. Dari atas pohon, Iblis Mata Genit
berseru, "Sekarang aku kalah! Tapi tunggu sebentar lagi,
aku akan datang dan membayar kekalahan ku ini, Bo-
cah setan!"
Zlaappp...! Iblis Mata Genit bagaikan menghi-
lang karena cepatnya gerakan melompat dari pohon ke
pohon. Yoga hanya memandanginya dengan napas ter-
hempas lega. Plok, plok, plokk...! Terdengar suara tepukan.
Yoga berpaling memandang ke arah Bocah Bodoh dan
Tua Usil. Ternyata tepukan itu datang bukan dari me-
reka, melainkan dari atas bukit. Yoga memandang ke
sana, rupanya Gadis Linglung sudah berdiri di atas
bukit itu. Gadis Linglung agaknya memang bandel dan
nekat. Saat ia ingin ikut Yoga menyerang Iblis Mata
Genit, Yoga tidak setuju dan melarangnya ikut. Gadis
Linglung pun pergi dengan kecewa. Tapi rupanya ke-
pergiannya itu hanya sebuah siasat, untuk kemudian
dia menguntit perjalanan pemuda tampan yang diam-
diam mengagumkan hatinya itu.
Wuukkk, wuukkk...! Gadis Linglung melompat
dari atas bukit yang tak seberapa tinggi itu. Dalam kejap berikutnya ia sudah
berada di bawah, di samping
Tua Usil dan Bocah Bodoh.
"Luar biasa! Tak pernah kulihat pertarungan
sehebat itu, dengan jurus-jurus mautnya!" kata Gadis Linglung. "Aku sangat
terkesima dan lupa berkedip melihat... melihat...."
Ucapan Gadis Linglung itu menjadi tersendat
ragu. Karena pada saat itu, mereka mendengar suara
gemuruh yang mengguncangkan bumi. Masing-masing
hati bertanya, "Apa yang terjadi ini?" Tanah yang ber-guncang-guncang itu
membuat Bocah Bodoh segera
berseru panik, "Gempa...! Gempa...! Ada gempa! Lekas tinggal-
kan tempat ini!"
"Tunggu!" seru Yoga pada waktu mereka hen-
dak melarikan diri, sementara Gadis Linglung sudah
lebih dulu mencapai tempat agak jauh. Ia terpaksa
kembali lagi dengan gerakan cepatnya ketika mata Yo-
ga menatap ke arah dinding tebing bukit itu, juga mata Bocah Bodoh dan Tua Usil
tak berkedip memandangi
bukit tersebut.
Rupanya ada sesuatu yang bergerak pada dind-
ing bukit itu. Sesuatu yang bergerak itu adalah pintu
sebuah gua yang sudah bertahun-tahun tertutup ra-
pat. Lubang gua itu tidak terlalu lebar, namun mem-
punyai cahaya putih terang dari dalamnya. Gua yang
bersinar terang menyembur ke luar itu segera didekati
oleh mereka. Sinar putih yang memancar keluar itu segera
padam setelah batu penutup gua berhenti bergerak
dan getaran tanah di sekelilingnya pun hilang. Kini
yang ada di depan mereka adalah lubang gua yang tak
seberapa dalam. Di pertengahan lubang itu terdapat
batu datar dari jenis bebatuan yang transparan. Ben-
ing dan berkilauan bagaikan sebongkah berlian. Di
atas batu itu, terdapat sebilah pedang warna merah
yang tidak begitu panjang, bergagang pendek Pedang
merah itu mempunyai garis bingkai dari bahan kuning
emas, yang menambah kesan wibawa dalam paduan
warna merah beludrunya itu. Tepat pada ujung gagang
pedang itu terdapat hiasan logam emas berukir ber-
bentuk kepala manusia lelaki gundul.
"Itu Pedang Jimat Lanang,..!" cetus Bocah Bodoh dengan lantang karena girangnya.
Tua Usil berkata, "Kelihatannya begitu. Tapi
kau yakin kalau itu memang Pedang Jimat Lanang?"
"Ya! Waktu Ibu marah, Ibu sempat jelaskan ciri-
ciri pedang pusaka yang ada di sekitar prasasti ini!"
Bocah Bodoh berseri-seri.
Yoga jadi berpikir, rupanya pintu penutup gua
penyimpan Pedang Jimat Lanang dapat terbuka jika
batu prasasti itu dihancurkan. Dan penghancurannya
kali ini adalah suatu tindakan yang tidak sengaja, akibat terkena pukulan Iblis
Mata Genit. Wuutttt...! Tiba-tiba Gadis Linglung segera me-
nyambar pedang itu dan dibawanya lari. Batu alas pe-
dang yang mirip berlian itu menjadi kusam dan pecah
setelah pedang terangkat. Tapi yang membuat mereka
kaget dan tegang adalah lenyapnya pedang tersebut.
Gadis Linglung menggunakan kelengahan mereka,
manakala mereka masih terpukau dengan penemuan
itu. "Kejar dia...!" seru Tua Usil dalam satu sentakan keras.
* * * 8 SUARA orang tertawa cekikikan di bawah po-
hon rindang berdaun lebat itu tidak berkesudahan.
Tampaknya orang yang tertawa itu sedang mengalami
kegembiraan yang luar biasa. Tentu saja suara tawa
yang tiada henti-hentinya itu memancing rasa ingin
tahu seorang lelaki berpakaian abu-abu dengan ikat
kepala kuning. Dia tak lain adalah si Raja Tipu, "Hutan di sebelah timur sungai
itu memang angker. Banyak
kuntilanaknya. Siang-siang begini saja suara tawa
kuntilanak sudah terdengar, apalagi kalau malam"
Pasti kuntilanak akan tertawa bercampur desah keme-
sraan jika pada malam hari! He he he...! Masa bodoh-
lah, untuk apa memikirkan soal kuntilanak yang ter-
tawa terkikik-kikik itu. Tapi... seperti apa sebenarnya kuntilanak itu" Benarkah
dia berwajah cantik"! Aku
kok jadi kepingin tahu"!"
Berangkat dari suara tawa, Raja Tipu akhirnya
menyeberang sungai untuk mencapai hutan di sebelah
timur sungai itu. Sementara ia menyeberang sungai
melalui bebatuan, suara tawa terkikik-kikik itu masih
saja terdengar. Jelas itu suara perempuan, hanya be-
danya kalau suara perempuan tidak akan berkepan-
jangan begitu, tapi jika suara kuntilanak sudah tentu
bisa berkepanjangan, sebab tak akan ada orang yang
berani menegur dan melarangnya.
Raja Tipu mengendap-endap dalam langkah-
nya, mendekati sumber suara tawa itu. Jantungnya
sempat berdebar-debar karena ia tahu dirinya berada
dalam jarak dekat dengan tawa kuntilanak itu. Sema-
kin dekat, semakin jelas, semakin membuat merinding
pula sekujur tubuh Raja Tipu.
Rimbunan semak mulai dibuka oleh tangan Ra-
ja Tipu yang gemetar. Mata lelaki berbadan agak ge-
muk itu terbuka lebar-lebar supaya ia dapat melihat
dengan jelas wujud kuntilanak.
Namun setelah matanya berhasil menangkap
sumber suara tawa yang terkikik-kikik itu, Raja Tipu
segera. menghembuskan napas kedongkolannya. Tu-
buhnya yang merunduk itu menjadi tegak. Ia garuk-
garuk kepala menahan rasa malu dan geli, sekaligus
jengkel karena terkecoh oleh anggapannya sendiri.
"Kucing pasar!" makinya. "Kupikir kuntilanak yang tertawa, tak tahunya Gadis
Linglung, orang Perguruan Camar Sakti itu!"
Rupanya Raja Tipu sudah mengenai Gadis Lin-
glung yang cantik dan berwajah imut-imut itu. Maka,
Raja Tipu pun segera keluar dari tempat persembu-
nyiannya. Gadis Linglung sempat terkejut, menyangka
ada musuh datang. Ia bergerak mundur sambil tan-
gannya siap mencabut pedang yang baru saja berhasil
diperolehnya; Pedang Jimat Lanang.
Tapi begitu menyadari yang datang adalah si
Raja Tipu, Gadis Linglung segera hembuskan napas le-
ga dan kendurkan ketegangannya.
"Monyet burik! Lain kali jangan coba-coba men-
gagetkan aku lagi, Raja Tipu! Bisa kupenggal kepalamu
dengan pedang pusaka sakti ini!"
Raja Tipu tertawa terkekeh-kekeh. Diam-diam
matanya memperhatikan pedang merah berbentuk in-
dah yang di bagian ujung pedang terdapat ronce-ronce
dari benang warna kuning itu. Pedang tersebut digeng-
gam dengan tangan kiri oleh Gadis Linglung.
"Suara tawamu memancing rasa ingin tahu ku,
Gadis Linglung. Kupikir tadi suara tawa kuntilanak,
sehingga aku mengendap-endap karena ingin melihat
seperti apa wujud kecantikan kuntilanak itu. Ternyata
yang ada dirimu, yang pasti jauh lebih cantik dari kuntilanak!"
"Apa betul aku cantik menurutmu?"
"Sangat cantik, apalagi jika kamu menggeng-
gam pedang itu, oh... jauh tampak lebih cantik dari bidadari mana pun!"
"Begitukah?" Gadis Linglung cengar-cengir memandangi pedang tersebut.
"Hanya saja, aku sedikit heran kepadamu.
Mengapa kau harus berpedang dua" Di pinggangmu
sudah ada pedang, sekarang di tanganmu juga ada pe-
dang. Apakah kau ingin gadaikan pedang yang di tan-
ganmu itu, Gadis Linglung?"
"Hmmm...!" Gadis Linglung mencibir sambil sedikit melengos. Lalu sambil matanya
melirik ia berka-
ta, "Pedang pusaka kok mau digadaikan" Alangkah
bodohnya! Mendapatkannya saja dengan susah-payah
dan bertaruh nyawa, kok mau ditukar dengan sejum-
lah uang"! Biar ditukar dengan istana pun tak akan
kuberikan kepada siapa pun!"
"Ooo... pedang pusaka"!" Raja Tipu manggut-
manggut. "Ini yang namanya Pusaka Pedang Jimat La-
nang! Hatiku hari ini luar biasa gembiranya, karena
mendapatkan Pedang Jimat Lanang yang ku incar dari
dulu. Sebab itu, aku tadi tertawa berkepanjangan!"
Gadis Linglung tertawa lagi terkikik-kikik, sementara
Raja Tipu mulai berpikir dan berkecamuk dalam ha-
tinya, "Pedang itu pernah dibicarakan oleh Iblis Mata Genit. Beliau ingin sekali
mempunyai Pedang Jimat
Lanang yang katanya punya beberapa kesaktian itu.
Rupanya seperti itulah wujud pedangnya. Indah dan
tampak perkasa dalam kemewahan. Nyai Iblis Mata
Genit pasti sangat senang hatinya jika aku bisa mem-
persembahkan pedang itu kepadanya. Sudah pasti aku
akan diangkatnya kembali sebagai pelayan Nyai Iblis
Mata Genit. Tapi apakah betul itu Pedang Jimat La-
nang?" Kemudian, kesangsian hatinya diutarakan kepada Gadis Linglung, sehingga
Gadis Linglung berkata,
"Jadi, kau ingin bukti tentang kesaktian pedang
ini" Hmm...! Tak sulit membedakannya. Lihatlah sen-
diri...!" Gadis Linglung mencabut pedang tersebut.
Zeettt...! Crap, crap! Pedang memercikkan bunga api
kecil-kecil. Bunga api bergerak mengelilingi tepian pedang dan hilang lenyap di
sisi kirinya. Melihat percikan bunga api yang melesat cepat mengelilingi mata
pedang Itu, hati Raja Tipu sudah merasa kagum dan me-
nyimpulkan bahwa pedang itu bukan sembarang pe-
dang. Apalagi setelah Gadis Linglung menyentakkan
tangannya dengan kekuatan tenaga dalam kecil,
zuuttt...! Pedang yang berukuran pendek itu tiba-tiba
bisa terjulur menjadi panjang bagaikan sebuah samu-
rai, bahkan panjang ukurannya melebihi ukuran pan-
jang samurai. Lalu ketika Gadis Linglung menghentak-
kan tangannya dalam gerakan menarik, pedang terse-
but kembali pendek dalam ukuran sehasta, kira-kira
sepanjang dari ujung jari sampai siku.
Gadis Linglung tersenyum bangga melihat Raja
Tipu terperangah, ia tahu lelaki itu merasa kagum.
Gadis Linglung semakin berminat untuk menunjukkan
kehebatan pedang tersebut. Lalu, dalam satu lompatan
kecil, Gadis Linglung menebaskan pedang itu ke pohon
tinggi yang berukuran sebesar batang pohon kelapa.
Zlaappp...! Mata Raja Tipu melihat jelas pedang itu memo-
tong batang pohon tersebut. Namun nyaris tak terden-
gar suara benturannya dan keadaan pohon tersebut
masih berdiri utuh. Beberapa saat setelah Gadis Lin-
glung berjalan mendekati Raja Tipu, angin berhembus
agak kencang, dan pohon itu tiba-tiba tumbang sendi-
ri. Brrruuusssk...! Batangnya tampak terpotong rapi
sekali, seperti agar-agar dibelah memakai benang tipis.
Pada bekas potongan batang pohon itu tak terlihat ada
serat seperti biasanya didapat pada kayu yang terpo-
tong benda tajam lainnya.
"Mengagumkan sekali," gumam Raja Tipu sam-
bil mata tetap terbelalak bengong. Gadis Linglung ter-
tawa cekikikan setelah memasukkan pedang ke sa-
rungnya. Lalu katanya,
"Itu baru sebagian kecil kehebatan yang bisa
kuperlihatkan padamu. Kalau aku mau, aku bisa me-
lukaimu dengan hanya menggoreskan ujung pedang ke
bayangan tubuhmu yang jatuh di tanah.
"Ck, ck, ck, ck...! Hebat sekali"!' gumam Raja


Jodoh Rajawali 10 Pedang Jimat Lanang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tipu sambil geleng-geleng kepala.
"Itulah kehebatan dan kesaktian Pedang Jimat
Lanang!" Raja Tipu mengangguk-angguk, "Ya, ya, ya...!
Pantas sekali kalau pedang sehebat itu mempunyai
kekuatan kutuk yang sukar dihindari. Karena keheba-
tan dan kesaktiannya memang tak disangsikan lagi.
Tak ada yang bisa menandingi kekuatan Pedang Jimat
Lanang." 'Tunggu, tunggu...!" sergah Gadis Linglung
sambil berkerut dahi. "Kau tadi menyebut-nyebut tentang kekuatan kutuk pada
pedang ini, Maksudmu ke-
kuatan kutuk bagaimana?"
"Ah, tentunya kau lebih tahu dari diriku, Gadis
Linglung!" Raja Tipu tersenyum-senyum meremehkan
pertanyaan tadi. Gadis Linglung semakin penasaran
dan makin mendekati Raja Tipu seraya berkata,
"Aku sungguh tak tahu tentang kekuatan ku-
tuk itu. Aku tak pernah dengar."
"Bohong! Aku sendiri yang bukan muridnya
Nyai Mantera Dewi saja tahu tentang kutuk itu, masa'
kamu yang jadi muridnya tak diberitahukan soal ku-
tuk tersebut" Tak mungkin! Itu tak mungkin! Nyai
Mantera Dewi pasti sudah pernah membicarakannya
pada murid-muridnya. Beliau adalah guru yang bijak-
sana. Aku tahu persis hal itu!"
Gadis Linglung sempat bingung mendengar Ra-
ja Tipu menyebut-nyebut nama gurunya; Nyai Mantera
Dewi. Ia berkerut dahi beberapa saat lamanya, men-
gingat-ingat ucapan yang pernah didengar dari gu-
runya. Tapi Gadis Linglung tak ingat tentang ucapan
sang Guru mengenai kutuk pada Pedang Jimat La-
nang. Gadis Linglung hanya membatin dalam hatinya,
"Mungkin karena aku pelupa, jadi aku tak ingat
ada kutuk dalam Pedang Jimat Lanang. Tapi kutuk
yang bagaimana maksudnya?"
Pada waktu itu, Raja Tipu berkata, "Mungkin
kau cukup lama meninggalkan perguruan, sehingga
kau lupa."
"Ya. Memang cukup lama aku meninggalkan
Guru. Aku berjanji tak akan pulang ke perguruan se-
belum mendapatkan pusaka ini."
'"O, pantas...!" Raja Tipu manggut-manggut lagi dalam sikap tenangnya. "Pantas
kalau tempo hari wak-
tu aku bertemu dengan Nyai Mantera Dewi beliau
berpesan padaku dan meminta tolong untuk menyam-
paikan pesannya kepada Ratna Kinasih. Aku tidak ta-
hu yang mana Ratna Kinasih, ketika kutanyakan ke-
pada beliau, ternyata Ratna Kinasih adalah Gadis Lin-
glung. Aku sempat tertawa geli tapi juga kagum men-
dengar nama aslimu begitu bagusnya."
Gadis Linglung tersentuh hatinya, ada rasa ha-
ru membayangkan Nyai Mantera Dewi sampai mencari-
carinya. Kalau bukan dari mulut Nyai Mantera Dewi,
Raja Tipu tak mungkin tahu bahwa nama aslinya ada-
lah Ratna Kinasih. Begitu pikir Gadis Linglung sambil
masih berkerut dahi. Kemudian, ia segera bertanya,
"Pesan apa yang harus kau sampaikan kepada-
ku, Raja Tipu?"
"Hanya pesan agar kau kembali ke perguruan
tanpa memikirkan tentang Pedang Jimat Lanang lagi.
Nyai Mantera Dewi merasa menyesal menceritakan
tentang Pedang Jimat Lanang itu kepada murid-
muridnya, sehingga salah satu murid ada yang nekat
tinggalkan perguruan untuk memburu pedang itu.
Nyai Mantera Dewi sangat rindu padamu. Dia berharap
kau segera kembali dan menemuinya, tak peduli kau
membawa pedang pusaka itu ataupun tidak."
"Guru... rindu padaku?" gumamnya dengan wa-
jah mengenang haru.
"Tapi aku yakin gurumu pasti bangga sekali
melihat kau pulang sambil membawa Pedang Jimat
Lanang itu."
'Tapi... soal kutuk itu bagaimana?"
"Aku tak tahu benar atau tidak kutuk itu, tapi
aku dengar sendiri Nyai Mantera Dewi menceritakan-
nya kepadaku, bahwa Pedang Jimat Lanang mempu-
nyai kutuk yang akan menyerang pemiliknya sendiri;
Pertama, pemilik Pedang Jimat Lanang akan mengala-
mi cacat wajah setelah tujuh hari memiliki pedang ter-
sebut. Kedua, pedang itu akan membuat pemiliknya
dibenci oleh lawan jenisnya dan sampai tua tak akan
pernah ada yang mau menjadi pendampingnya. Ketiga,
pedang itu akan membuat pemiliknya melakukan
pembunuhan secara tak sadar kepada orang-orang
yang dicintainya; entah ayah, ibu, saudara, kekasih,
gurunya, atau sahabat-sahabat dekatnya."
Wajah Gadis Linglung menjadi tegang. Ia ber-
gumam seperti bicara pada dirinya sendiri, "Jadi... aku akan mengalami cacat
wajah" Aku akan tidak cantik
lagi" Ooh... aku tidak mau. Nanti Pendekar Rajawali
Merah semakin benci padaku. Padahal aku suka sekali
padanya dan berharap dia mau menerima hatiku.
Dan... aku tidak akan laku kawin seumur hidup" Oh,
itu mengerikan. Itu berarti aku tak punya harapan bi-
sa berdampingan dengan Pendekar Rajawali Merah"
Lalu... lalu aku akan membunuh orang-orang yang
kucintai" Apakah termasuk pendekar tampan itu" Oh
jangan! Aku tidak mau dia mati sebelum aku berhasil
memilikinya. Aku tidak mau membunuh dia...!"
Membayangkan hal itu, bibir Gadis Linglung
yang mungil menggairahkan itu menjadi gemetar. Ia
segera berkata kepada Raja Tipu,
"Benarkah guruku mengatakan tentang kutu-
kan itu padamu?"
"Sebaiknya temui saja gurumu dan tunjukkan
pedang itu, maka ia akan bercerita tentang kutukan-
nya. Itu pun kalau sempat, siapa tahu kutukan itu su-
dah mulai berlaku sejak hari ini dan kau, bisa mem-
bunuh gurumu sendiri dengan alasan perselisihan se-
kecil apa pun."
"Oh, tidak! Aku tidak mau membunuh Guru!"
Gadis Linglung geleng-geleng kepala dengan wajah
mencerminkan kengerian. Lalu la berkata,
"Aku tidak mau memegang pedang pusaka ini.
Kupikir pedang ini tak mempunyai kutukan apa-apa.
Kalau aku tahu ada kutukan seperti itu, aku tak mau
memburu pedang ini," Gadis Linglung memandangi
pedang tersebut dan segera diangkat ke depan dengan
gemetar. "Setiap keuntungan selalu punya kerugian.
Keuntungan uang, kerugiannya pada waktu, yaitu kita
membuang waktu untuk mencari uang, dan mem-
buang tenaga untuk dapatkan uang. Kurasa itu sudah
jamak." 'Tidak, tidak! Aku tidak mau kerugian yang sampai seperti kutukan itu.
Oh, Raja Tipu... tolong
bantu aku mengatasi masalah ini."
"Begini saja...," kata Raja Tipu dengan tenang.
"Kalau memang kau tidak mau memiliki pedang itu,
jangan kau buang sembarangan. Lebih baik kau man-
faatkan untuk mencelakakan musuhmu!"
"Maksudmu bagaimana?"
"Berikan pedang itu kepada musuhmu atau
orang terkuat yang ingin kau lumpuhkan hidupnya!
Dengan begitu, kutukan tersebut berlaku untuk orang
itu. Bukan untuk dirimu."'
"Musuhku..." Orang terkuat...?" gumam Gadis
Linglung dalam berpikir tentang musuh yang diang-
gapnya orang kuat.
"Bagaimana kalau kusarankan untuk membe-
rikan pedang itu kepada Iblis Mata Genit"! Menurutku
dia orang kuat dan pernah menyerang gurumu ketika
aku masih menjadi pelayannya. Dia muda dan cantik,
bisa-bisa kau punya kekasih di rebutnya dengan licik."
"Benar...!" gumam Gadis Linglung dengan ber-
semangat. "Benar apa katamu! Iblis Mata Genit pernah membuat Guru hampir tewas.
Dan waktu dia berhadapan dengan Pendekar Rajawali Merah, tampaknya dia
terkesima dengan ketampanan pendekar itu. Dia nak-
sir pendekar itu. Pasti dia berusaha memperdaya Pen-
dekar Rajawali Merah agar jatuh dalam pelukannya.
Dan jika sudah begitu, tinggallah aku yang merana
disiksa luka hati. Kurasa Iblis Mata Genit lebih berat dikalahkan ketimbang
Pendekar Rajawali Putih. Tapi...
bagaimana caranya, Raja Tipu" Pasti Iblis Mata Genit
akan curiga jika aku datang padanya dan menyerah-
kan pedang pusaka ini. Bisa-bisa dia tahu kekuatan
kutuk pada pedang ini dan menolak pemberianku. Se-
bab aku. termasuk musuhnya!"'
"Kalau begitu, aku akan menolongmu. Akan
kuserahkan pedang itu dengan berlagak minta upah
sejumlah uang padanya, dan aku harus pura-pura ti-
dak tahu bahwa pedang itu pedang pusaka. Tapi... kau
pun harus menolongku, Gadis Linglung. Aku ingin be-
kerja dan mengabdi pada Nyai Mantera Dewi. Kau ha-
rus bisa mengusahakan agar aku diterima menjadi pe-
layan beliau!"
"Aku setuju! Itu pekerjaan yang paling mudah.
Sekarang bawalah pedang ini dan berikan kepada Iblis
Mata Genit!"
Maka, pedang itu pun diserahkan kepada Raja
Tipu, kemudian Raja Tipu segera pergi tinggalkan Ga-
dis Linglung. * * * 9 GADIS Linglung duduk termenung di bawah
pohon. Terbayang dalam benaknya jika kutukan-
kutukan itu terjadi dan menimpanya. Gadis Linglung
merinding sendiri membayangkannya. Tapi terlintas
pula dalam pikirannya sebuah pertanyaan, "Bagai-
mana jika kata-kata Raja Tipu itu bohong belaka?" Gadis. Linglung ingat bahwa
Raja Tipu pernah datang ke
perguruannya dan melamar menjadi pelayan Nyai
Mantera Dewi. Tapi lamarannya ditolak karena Raja
Tipu bersikap kurang sopan terhadap murid-murid
Perguruan Camar Sakti yang terdiri dari perempuan
semua itu. Mungkin saja Raja Tipu mengetahui nama
asli Gadis Linglung dari cara Nyai Mantera Dewi me-
manggil Gadis Linglung yang lebih sering mengguna-
kan nama aslinya daripada nama julukannya.
Dalam kegundahan hati Gadis Linglung, tiba-
tiba ia dikejutkan oleh kedatangan Pendekar Rajawali
Merah, Tua Usil, dan Bocah Bodoh. Gadis Linglung
hanya terperanjat, namun segera lega hatinya sebab
dia punya tempat mengadu dan meminta penjelasan
kepada Cola Colo.
Ketika mereka bertiga mendekatinya, Gadis
Linglung masih duduk, namun wajahnya terdongak
dan menatap ketampanan Pendekar Rajawali Merah. Ia
sempat mengagumi sejenak wajah itu di dalam ha-
tinya. Kemudian ia segera bangkit berdiri setelah Yoga berkata,
"Gadis Linglung, ku mohon dengan damai, se-
rahkan pedang pusaka itu kepada Bocah Bodoh. Kare-
na dialah pemilik dan pewarisnya. bukan kau, Gadis
Linglung. Jangan membuat sengketa antara dirimu
dengan Ibunya Bocah Bodoh ini!"
Gadis Linglung menarik napas, lalu berkata,
"Sebelumnya aku mohon kejujuran Bocah Bodoh un-
tuk menjawab pertanyaanku, benarkah pedang pusaka
itu mempunyai kutukan?"
Yoga memandang Bocah Bodoh sebagai tanda
Bocah Bodoh disuruh menjawab. Tapi Bocah Bodoh
justru tampak heran serta bingung. la berkata dengan
dahi berkerut tajam,
'"Kutukan..."! Ibu tidak pernah bilang ada ku-
tukan di dalam Pedang Jimat Lanang. Kurasa tak ada
kutukan apa-apa."
"Benar, tak ada kekuatan kutuk sampai tiga
kali"!" "Apa maksudmu bertanya begitu?" sela Yoga dengan mulai curiga, karena
kali ini firasatnya mengatakan ada sesuatu yang tak beres. Apalagi ia tidak me-
lihat Gadis Linglung membawa pedang pusaka itu..
"Aku bertemu Raja Tipu, dia menceritakan ten-
tang kutukan. Katanya, ada tiga kutukan di dalam pe-
dang pusaka itu yang akan mencelakakan pemiliknya!"
"Lalu, sekarang pedang itu ada dimana?" tanya Yoga. "Ku serahkan padanya. Biar
diberikan kepada Iblis Mata Genit. Supaya malapetaka dari kutukan itu
menimpa diri Iblis Mata Genit."
'Tolol...!" sentak Tua Usil seketika itu pula, sedangkan Yoga dan Bocah Bodoh
saling pandang dalam
kecemasan. Tua Usil berkata,.
"Dasar gadis tolol! Sudah tahu raja tipu masih
dipercaya juga kata-katanya. Nama Raja Tipu itu ker-
janya ya menipu!"
Bocah Bodoh menimpali, "Kalau kerjanya tidak
menipu, namanya bukan Raja Tipu! Dan lagi, kalau
pedang itu punya kutukan, pasti Ibu tidak suruh aku
ambil pedang itu! Pasti Ibu akan biarkan pedang itu
dimiliki oleh Bibi Rajang Demit!"
"Huuhhh...! Tolol kok dipelihara!" geram Tua Usil. "Habis dia membawa-bawa nama
guruku!" kata Gadis Linglung sambil mau menangis.
Bocah Bodoh menyahut, "Mau membawa-bawa
gurumu atau membawa-bawa batu kek, namanya me-
nipu ya tetap saja menipu. Makanya kamu jadi gadis
jangan tolol-tolol amat! Bisa-bisa bukan pusaka dan
pedangmu saja yang dibawanya lari, kepalamu pun bi-
sa dibawa lari! Huuhh...!"
Gadis Linglung akhirnya menangis dibentak
Tua Usil dan Bocah Bodoh secara berganti-gantian. Ia
tak bisa menyangkal kecaman kedua orang itu, karena
ia merasa bersalah. Ia jadi sangat malu di depan Pen-


Jodoh Rajawali 10 Pedang Jimat Lanang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dekar Rajawali Merah kelihatan kebodohannya. Hal
yang sangat membuatnya menangis adalah rasa pe-
nyesalan yang seumur hidup baru sekarang membekas
di hati sanubarinya.
Tua Usil berbisik kepada Yoga yang sejak tadi
diam saja Itu, "Bahaya, Tuan Yo. Kalau pedang itu benar-
benar jatuh ke tangan Iblis Mata Genit, pasti dia akan memburu Nona LI dan
membunuhnya memakai pedang tersebut!"
"Pulanglah, Tua Usil. Kurasa Lili sudah selesai
dari semadinya. Beritahukan padanya tentang bahaya
ini, supaya dia punya persiapan jika harus berhadapan
dengan Iblis Mata Genit. Aku akan mengejar Raja Tipu
dan berusaha merebut pedang itu sebelum jatuh di
tangan Iblis Mata Genit."
Bocah Bodoh berseru kepada Gadis Linglung
dengan rasa kecewanya,
"Akan kuadukan kau kepada Ibu! Kuadukan
kau sebagai orang yang menghilangkan pedang pusaka
itu! Biar nanti Ibu yang menghajarmu habis-habisan
jika kau datang ke rumahku!"
Bocah Bodoh segera bergegas pergi dengan wa-
jah cemberut. Yoga berseru dari tempatnya, "Hei, mau ke mana kau?"
"Saya mau pulang, Tuan Yo! Saya mau menga-
du kepada Ibu, biar Gadis Linglung itu dihajarnya!"
"Tunggu dulu, Bocah Bodoh!"
'Tidak. Saya tidak mau bersama gadis tolol itu!
Saya mau pulang! Saya mau minta bantuan Ibu untuk
menghajar gadis itu!"
Bocah Bodoh segera lari meninggalkan tempat
itu. Yoga ingin mengejarnya, tapi pada waktu itu ia melihat Gadis Linglung
mencabut pedangnya sendiri dari
pinggang, lalu menusukkannya ke ulu hati. Wuuttt..!
Plaakkk...! Yoga bertindak dengan cepat sebelum Gadis
Linglung lakukan bunuh diri. Tangan yang memegangi
pedang itu segera ditendang dari samping hingga pe-
dang terpental, dan gadis itu pun terpental juga karena angin tendangan Yoga, ia
cepat bangkit dan melompat
mencapai pedangnya sambil menangis. Tapi, Yoga se-
gera menendang kaki Gadis Linglung, sehingga gerak-
kannya terhambat. Lalu, sebuah lompatan membuat
Yoga mencapai pedang tersebut dan menendang ga-
gangnya dengan gerakkan kaki ke belakang. Tumit Yo-
ga mengenai ujung gagang pedang, deesss...! Wuuttt...!
Pedang melayang cepat, menancap di sebatang pohon.
Jraabb...! "Biarkan aku mati!" teriak Gadis Linglung. Ia ingin mengambil pedang itu, namun
dihalangi oleh Yo-ga. Mereka main desak-desakan, saling dorong-
mendorong, sampai akhirnya Yoga meraih tubuh Gadis
Linglung, menahannya agar gadis itu tak mengambil
pedangnya untuk bunuh diri. Tanpa disadari cara me-
nahan itu telah membuat Yoga memeluk gadis terse-
but. Sang gadis segera diam dalam pelukan, namun
tangis penyesalannya kian membanjir di dada bidang
sang pendekar. "Percuma kau bunuh diri, kau tak akan menye-
lamatkan Pedang Jimat Lanang itu. Hal yang lebih baik
kau lakukan adalah mengejar Raja Tipu dan mencegah
agar pedang itu jangan jatuh ke tangan orang sesat se-
perti Iblis Mata Genit!" kata Yoga sambil memeluk Gadis Linglung. Sang Gadis
semakin terisak-isak, entah
sengaja dibuat lama dalam tangisnya atau memang di-
cekam kesedihan yang luar biasa atas penyesalannya
itu, yang jelas Yoga segera mendengar Tua Usil berkata dalam nada sindiran,
"Mudah-mudahan Nona Li tidak lewat di sekitar
sini, sehingga tidak melihat kemesraan ini...."
"Ini bukan kemesraan, Bodoh!" geram Yoga de-
ngan mata melirik tajam. "Lekas kerjakan perintahku tadi!" "O, iya. Hampir lupa.
Maaf, Tuan. He he he...!"
Tua Usil cengar-cengir sambil pergi tinggalkan tempat
itu untuk temui Lili. Sementara itu, Yoga mencoba
membujuk Gadis Linglung yang disekap tangis penye-
salan itu agar tidak mudah putus asa dan harus bera-
ni bertanggung jawab terhadap apa pun kesalahan
yang dilakukannya. Salah satu rasa tanggung jawab
yang dituntut adalah mencegah pedang pusaka itu
agar jangan jatuh ke tangan Iblis Mata Genit. Maka,
Gadis Linglung pun akhirnya setuju ketika Yoga men-
gajaknya mengejar Raja Tipu yang menurutnya lari ke
arah timur. Mereka menyangka Raja Tipu sudah mendekati
Bukit Kematian, tempat kediaman Iblis Mata Genit.
Padahal perjalanan itu ternyata tak semudah dugaan
mereka, juga tak semudah dugaan Raja Tipu.
Di perjalanan, Raja Tipu bertemu dengan Nyai
Rajang Demit yang baru saja lakukan penyembuhan
terhadap lukanya di bawah air terjun Gerojogan Gaib.
Curahan air terjun itu mempunyai khasiat penyembu-
han terhadap luka dalam yang tidak mengandung ra-
cun. Nyai Rajang Demit sempat terperanjat melihat
Raja Tipu memegang pedang berwarna merah beludru
dengan hiasan lis emas berukir. Ciri-ciri pedang itu segera dikenali oleh Nyai
Rajang Demit. Maka, ia pun
mencegat jalannya Raja Tipu dan segera berkata den-
gan mata angkernya menatap dengan tajam,
"Raja Tipu..! Rupanya kaulah orangnya yang
berhasil memperoleh Pedang Jimat Lanang itu"!"
Raja Tipu cepat tanggap terhadap bahaya yang
mengancam, sebab ia tahu siapa Nyai Rajang Demit
itu; adik tiri Nyai Sembur Maut yang sering ribut sen-
diri mencari Pedang Jimat Lanang. Maka Raja Tipu se-
gera berkata, "Aku tak paham dengan maksudmu, Nyai Ra-
jang Demit!"
"Jangan berlagak bodoh! Kau membawa pedang
pusaka guruku!"
"O, ini pedang hiasan saja! Aku sedang berusa-
ha menjebak seseorang agar jatuh cinta kepadaku,
Nyai. Aku membuat pedang tiruan ini, karena orang
yang kucintai itu tak pernah mau peduli dengan diri-
ku, selain memikirkan soal Pedang Jimat Lanang te-
rus-terusan. Ini hanya pedang main-main, Nyai. Tapi
kalau kau menginginkannya, silakan ambil! Aku bisa
membuatnya lagi!"
Nyai Rajang Demit diam sesaat, mempertim-
bangkan ucapan Raja Tipu. Rupanya ia menjadi bim-
bang juga. Padahal pedang sudah diulurkan oleh Raja
Tipu, tapi Nyai Rajang Demit merasa malu jika ia sam-
pai tertipu. Karenanya ia tak mau buru-buru men-
gambilnya, walaupun Raja Tipu semakin mendekatkan
pedang itu dan berkata,
"Ambillah, Nyai! Aku rela menyerahkannya ke-
pada mu. Buatku membikin pedang tiruan bukan pe-
kerjaan yang sulit."
"Dari mana kau tahu ciri-ciri pedang tersebut?"
"Nyai Sembur Maut yang menceritakannya pa-
daku." "Sembur Maut memang keparat!" geram Nyai Rajang Demit. Kemudian bertanya
kembali. "Siapa gadis yang kau maksud ingin kau tipu dengan pedang
palsu itu?"
"Gadis Linglung. Kurasa kau kenal. Dia murid
Perguruan Camar Sakti, anak asuhnya Nyai Mantera
Dewi." "Hmmm... ya, ya... aku kenal gadis itu."
Raja Tipu tersenyum malu, "Aku sangat men-
cintainya, Nyai. Tapi dia lebih mencintai Pedang Jimat Lanang. Maka kubuat saja
tiruannya ini. Dengan begitu, ia mau membalas cintaku jika Pedang Jimat La-
nang seolah-olah kuserahkan kepadanya!"
Semakin bimbang hati Nyai Rajang Demit, ka-
rena Raja Tipu tampak tenang dan bersungguh-
sungguh dalam pengucapannya. Bahkan Raja Tipu
kembali berkata,
"Supaya Nyai Rajang Demit tidak memusuhi
ku, ambil sajalah pedang tiruan ini. Tak perlu mahal-
mahal, hanya lima sikal saja harganya!" Raja Tipu nyengir malu sambil
mengulurkan pedang itu. Tam-bahnya lagi, "Yaaah... buat pengganti ongkos beli
bahan-bahannya saja, Nyai."
Padahal diam-diam hati Raja Tipu berdebar-
debar cemas. Dan pada saat Nyai Rajang Demit men-
gambil pedang itu, hati Raja Tipu berdesir tinggi, tu-
buhnya terasa lemas, batinnya berkata,
"Yaaah... nasib! Amblas sudah kalau ada di
tangannya...! Tapi mudah-mudahan dia menganggap
pedang itu adalah pedang tiruan..."
Nyai Rajang Demit segera mencabut pedang
tersebut. Zlaappp...! Ternyata ada percikan bunga api
yang bergerak mengelilingi tepian pedang, lalu menghi-
lang. Melihat tanda-tanda itu, Nyai Rajang Demit ter-
senyum girang dan berkata,
"Kau tak bisa menipuku, Monyet! Ini memang
Pedang Jimat Lanang yang asli! Heh he he he...!"
"Ya sudahlah kalau tak percaya...!" Raja Tipu bersungut-sungut sambil berjalan
meninggalkan Nyai
Rajang Demit tanpa ada perlawanan maupun usaha
merebutnya. Hal itu dilakukan oleh Raja Tipu karena
ia tahu, berusaha merebut pedang pusaka itu sama
saja menyerahkan nyawa sia-sia kepada tokoh sesat
itu. Tak ditebas pedang saja sudah untung, apalagi
mau merebutnya segala. Maka langkah Raja Tipu pun
semakin lama semakin dipercepat. Takut bayangannya
dijadikan percobaan pedang tersebut.
Namun tiba-tiba Raja Tipu melihat dua sosok
manusia berkelebat ke arahnya. Raja Tipu cepat ber-
sembunyi, dan melihat jelas Gadis Linglung bersama
pendekar tampan bertangan buntung yang tak lain
adalah Yoga itu. Keduanya segera bergegas menemui
Nyai Rajang Demit yang kala itu sedang memasukkan
pedang pusaka ke sarungnya sambil tertawa terkekeh-
kekeh. "Rajang Demit!" seru Gadis Linglung yang membuat suara tawa perempuan tua
itu terhenti. Matanya memandang pada Gadis Linglung dan Yoga den-
gan tajam. Gadis Linglung berseru lagi,
"Serahkan pedang itu! Kau pasti memperoleh-
nya dari Raja Tipu!"
"Heh...!" Nyai Rajang Demit tersenyum sinis.
'Tak seorang pun kuizinkan memegang pedang ini!" Ia mengacungkan pedang yang
digenggamnya kuat-kuat
memakai tangan kirinya.
"Kau bukan pemiliknya! Kau bukan pewaris-
nya! Kembalikan pedang itu kepada pewarisnya!" sentak Gadis Linglung dengan
berani. "Jika kau tak mau
menyerahkan, kau akan menemui ajal sekarang juga!"
Srrettt...! Gadis Linglung mencabut pedangnya
sendiri. Tapi Nyai Rajang Demit hanya tersenyum sinis
dan berkata, "Rebutlah...!"
"Haaat...!" Gadis Linglung maju menyerang. Yo-ga membiarkannya dulu, karena
menurutnya jika Ga-
dis Linglung bisa kalahkan Nyai Rajang Demit, menga-
pa ia harus ikut turun tangan segala"
Tapi pada saat pedang di tangan Gadis Lin-
glung berkelebat menebas dada Nyai Rajang Demit, pe-
rempuan tua Itu memutar tubuhnya sambil berjong-
kok, lalu setelah pedang lewat dl kepalanya, ia bangkit dan menghantamkan
pukulan tangan kanannya ke ru-suk Gadis Linglung. Buuhgg...!
Krrakkk...! Terdengar suara tulang patah oleh
telinga Gadis Linglung. Gadis itu pun terpental jauh
dan berguling-guling dengan semburkan darah dari
mulutnya. Ia jatuh terkapar dalam jarak lima tombak
lebih dari tempatnya terlempar.
Melihat Nyai Rajang Demit keluarkan jurus an-
dalannya, Yoga tak mau buang-buang waktu, di samp-
ing ia sudah bosan bertarung dengan Nyai Rajang De-
mit. Maka, dengan cepat Pendekar Rajawali Merah ca-
but pedangnya dari punggung. Blegaarrr...! Guntur
menggelegar di angkasa siang, sebagai tanda dicabut-
nya Pedang Lidah Guntur dari sarungnya.
Pedang yang menyala merah bening berpijar-
pijar di ujung gagangnya terhadap ukiran dua kepala
burung yang saling bertolak belakang itu segera dite-
baskan ke depan, dari atas ke bawah. Pada waktu itu,
Nyai Rajang Demit tidak memperhitungkan kehebatan
Pedang Lidah Guntur itu. Ia langsung saja menerjang
dengan tangan kanannya membentur cakar yang me-
mancarkan cahaya merah bara.
"Mampus kau, Bangsaaat...!" teriaknya sambil
menyerang. Claappp..! Sinar merah keluar dari ujung pe-
dang Yoga ketika pedang itu ditebaskan dari atas ke
bawah. Sinar tersebut segera mengenai pangkal pun-
dak kiri Nyai Rajang Demit. Craaasss ..! Dan tubuh pe-
rempuan itu masih tetap meluncur ke arah Yoga, se-
hingga Yoga segera melesat naik ke atas dengan satu
sentakan kaki ke tanah. Wuusss!
Kaki Yoga menendang kepala nenek tua itu se-
telah nenek tua tak berhasil hantamkan pukulannya
ke tubuh Yoga. Daahhg...! Wuusss...! Tubuh Nyai Ra-
jang Demit terlempar dan berguling-guling akibat ten-
dangan tersebut. Ia menggeram di sana, dan segera
bangkit kembali.
"Hahh..."!" Nyai Rajang Demit terperanjat kaget bukan kepalang. Tangan kirinya
ternyata telah buntung akibat tebasan sinar merah dari pedangnya Yoga
tadi. Potongan tangannya jatuh di tanah dan masih
menggenggam Pedang Jimat Lanang. Rupanya tebasan
yang memotong tangan itu tidak terasa sakit dan tidak
keluarkan darah sedikit pun. Itulah kehebatan Pedang
Lidah Guntur. Pendekar Rajawali Merah segera melompat
memburu lawannya yang masih terperangah kaget itu,
kemudian dengan cepat ia kibaskan kembali pedang-
nya dan kiri ke kanan dalam jarak satu tombak di de-
pan lawannya. Claap...! Sinar merah terlepas lagi, berkelebat memotong tubuh
Nyai Rajang Demit.
Craasss...! Dalam sekejap, tubuh itu pun berhasil ter-


Jodoh Rajawali 10 Pedang Jimat Lanang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

potong miring menjadi dua bagian. Mata perempuan
itu mendelik tak berkedip ketika jatuh ke tanah dan
tak bernyawa lagi.
Wuuuttt...! Rupanya Raja Tipu segera meman-
faatkan kesempatan itu dengan muncul dari persem-
bunyiannya dan segera menyambar potongan tangan
Nyai Rajang Demit yang masih menggenggam Pedang
Jimat Lanang itu. Raja Tipu segera membawa lari po-
tongan tangan tersebut dengan terburu-buru, sehingga
tak sempat lepaskan pedang pusaka dari genggaman
tangan yang terpotong itu.
"Hai...! Berhenti...!" teriak Yoga, lalu segera berkelebat menggunakan kecepatan
Jurus 'Langkah Bayu'-nya. Zlaappp...! Wuuttt...! Pedang itu berhasil
disambarnya dan Yoga tetap terus bergerak lari memu-
tar arah kembali ke tempat untuk menolong Gadis Lin-
glung. Sementara itu, Raja Tipu tak menyadari bahwa
Pedang Jimat Lanang sudah tidak ada dalam gengga-
man tangan yang terpotong itu. Ia tetap berlari sambil mendekap tangan
Nyai Rajang Demit. Semakin lama semakin di-
percepat larinya, karena takut terkejar lawan.
Gadis Linglung mengalami luka hangus di dada
dekat perut. Wajahnya biru legam dan nyaris tak bisa
bernapas lagi. Kemudian Yoga bergegas sembuhkan
gadis itu dengan menggunakan ilmu 'Tapak Serap',
menempelkan telapak tangannya pada bagian yang lu-
ka, menyerap segala luka dan rasa sakit lalu menu-
karnya dengan hawa murni.
Gadis Linglung segera tersenyum setelah rasa
sakitnya berkurang. Yoga pun menyunggingkan se-
nyumannya yang menawan dan mendebarkan hati ga-
dis itu Kemudian, Gadis Linglung segera berkata,
"Tak salah kalau aku mengagumimu."
"Lupakan dulu rasa kagummu. Kau mau ikut
antarkan Pedang Jimat Lanang ini kepada Nyai Sem-
bur Maut"!"
Gadis Linglung melirik pedang itu dengan se-
nang, senyumnya kian mekar. Matanya berkedip-kedip
bagai boneka cantik, Kemudian ia anggukkan kepala
seraya bilang, "Kau mau ajak aku ke mana saja, aku akan
ikut! Ke neraka pun aku pasti ikut."
"Ke neraka, aku tak mau ikut," kata Yoga sambil hamburkan tawa seperti orang
menggumam. Sementara itu, Raja Tipu akhirnya berhasil juga
bertemu dengan Iblis Mata Genit yang rupanya sudah
bisa kuasai sakitnya akibat serangan Yoga di Lembah
Maut. Kini ia sudah bertemu dengan Gandul dan Bra-
ta, yang pada mulanya berlari menyebar arah sewaktu
mengejar Tua Usil.
Raja Tipu segera berkata, "Nyai... saya da-
patkan Pedang Jimat Lanang! Saya akan serahkan ke-
pada Nyai, tapi saya mohon diterima kembali sebagai
pelayan setia Nyai Iblis Mata Genit...!"
Iblis Mata Genit menyipitkan mata dan merasa
heran, demikian pula Gandul dan Brata. Lalu, Iblis
Mata Genit bertanya, "Mana pedang itu?"
"Ini, Nyaii" Raja Tipu menyodorkan potongan
tangan milik Nyai Rajang Demit. "Nyai Rajang Demit berhasil merampas pedang
tersebut. Lalu bertarung
dengan Pendekar Rajawali Merah, dan tangannya ber-
hasil dipotong. Tapi karena potongan tangan ini masih
menggenggam pedang dan saya tak sempat... tak sem-
pat...!" ucapan Raja Tipu terhenti. Karena sejak tadi ia berkata sambil
memandang wajah Iblis Mata Genit,
sehingga ketika memperhatikan potongan tangan yang
sudah tidak menggenggam pedang lagi itu, ia segera
terkejut dan terbengong.
"Lho..."! Lho..."!" wajahnya celingak-celinguk mencari pedang.
"Mana pedang pusaka itu, hah"!" hardik Iblis Mata Genit yang tampak jauh lebih
muda dari Raja Ti-pu itu. Menyadari pedang pusaka sudah hilang dari
potongan tangan, maka sebagai penutup rasa malu,
Raja Tipu pun berkata,
"Pedang Jimat Lanang adalah pedang yang te-
ramat sakti, Nyai! Dia bisa melebur menjadi satu den-
gan potongan tangan ini. Tapi dengan sentakkan tena-
ga dalam, pedang itu bisa keluar lagi dari potongan
tangan ini, Nyai!" sambil potongan tangan yang pan-jangnya dari pangkal pundak
sampai telapak tangan
itu diserahkan.
Iblis Mata Genit menerimanya, memperhatikan
dan mengetahui bahwa tangan itu adalah tangannya
Nyai Rajang Demit. Tapi ia yakin apa yang diucapkan
Raja Tipu itu hanya bualan semata. Ia menahan ke-
dongkolan hatinya, karena Raja Tipu masih berusaha
berkata dengan bahasa dan gaya tipuannya,
"Kalau bukan pedang sakti, tak mungkin bisa
melebur jadi satu dengan potongan tangan korbannya
itu. Silahkan ambil, Nyai. Yang penting saya bisa di-
angkat menjadi....."
Plokkk...! Iblis Mata Genit menghentakkan potongan tan-
gan itu kuat-kuat ke kepala Raja Tipu. Begitu kerasnya hantaman tersebut hingga
membuat Raja Tipu jatuh
terpelanting, matanya berkunang-kunang, makin lama
pandangan matanya makin gelap, lalu ia tak sadarkan
diri. Brukkkk! Iblis Mata Genit memandang Gandul dan Brata
setelah membuang potongan tangan itu dan berkata,
"Lupakan soal Pedang Jimat Lanang! Mulut Raja Tipu jauh lebih busuk dari
kotoran. Kita jalan terus! Cari
Pendekar Rajawali Putih yang bernama Lili itu sampai
dapat!" Mereka pun melangkahi tubuh Raja Tipu yang terkapar pingsan itu. Kalau
saja ia dengar ucapan Iblis Mata Genit, maka ia akan bertanya dalam hati: mam-
pukah Iblis Mata Genit temukan Pendekar Rajawali
Putih dan bisakah ia membunuhnya" Sampaikah Pe-
dang Jimat Lanang ke tangan Nyai Sembur Maut, jika
Gadis Linglung bersama Yoga"
SELESAI Segera terbit: GEGER PERAWAN SILUMAN
E-Book by Abu keisel Pedang Darah Bunga Iblis 15 Jago Kelana Karya Tjan I D Kaki Tiga Menjangan 6
^