Pencarian

Pedang Keabadian 3

Joko Sableng Pedang Keabadian Bagian 3


melonjak berdiri.
"Harap Paduka katakan siapa mereka dan di mana pula mereka!" kata Gaiuh Sembilan
Gerhana dengan suara agak tinggi karena tak menduga jawaban orang.
"Gadis-gadis cantik.... Aku takut menjawab pertanyaan itu!"
"Kau mau mengatakan kaiau kami beri imbalan"!" tanya Galuh Empat Cakrawala.
Paduka Seribu Masalah perdengarkan tawa bergelak panjang. Laiu berucap.
"Kalian gadis-gadis cantik bertubuh bagus.... Tapi harap kalian tahu. Aku paling
takut berdekatan dengan gadis cantik bertubuh bagus! Apalagi sampai harus
menerima imbalan...."
"Hem.... Lalu mengapa kau takut menjawab"!" tanya Galuh Sembilan Gerhana.
"Aku tak berani mengatakan alasannya.
Tapi ada satu hal yang aku tidak takut mengatakannya pada kalian. Kalian kelak
akan bertemu dengan mereka...."
"Bagaimana kami bisa bertemu dan tahu mereka adalah orangtua kami kalau kami
tidak tahu siapa mereka dan di mana tempat tinggalnya"!" kata Galuh Sembilan
Gerhana. "Waktu yang akan memberi petunjuk!"
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala sama kerutkan dahi. Belum ada
yang sempat buka mulut, Paduka Seribu Masalah telah perdengarkan suara lagi.
"Ada pula satu hal yang aku berani mengatakan pada kalian. Kalian boleh punya
dendam setinggi langit sedalam laut pada Bidadari Tujuh Langit. Tapi harap
kalian tidak mengusiknya hingga kalian tahu siapa orang tua yang kalian cari!
Jangan bertanya mengapa begitu, aku tidak berani menjawab!"
Kembali Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala terlihat heran.
Namun kali ini juga tampak geram.
"Paduka! Perempuan binal itu telah menoreh aib yang tak bisa kami lupakan!
Kami tidak bisa mendiamkan perempuan jahanam itu terus hidup! Kami tidak bisa
menjamin apakah kami nanti mampu melakukan saranmu atau tidak jika bertemu
dengannya!"
"Ah.... Kalau begitu, terserah kalian meski sebenarnya aku takut mengatakan hal
ini...." "Paduka.... Sekali lagi kami ucapkan terima kasih atas keteranganmu. Sebelum
kami pergi, kami masih berharap jika kau mau mengatakan siapa sebenarnya
orangtua kami."
"Aku takut menjawab. Tapi aku tidak takut memberi saran. Apa pun yang dikatakan
guru kalian, harap kalian mau melupakannya! Jasa yang ditanamkan pada kalian
terlalu kecil jika dibanding keterangannya yang tidak benar!"
"Tapi setidaknya mereka harus memberi alasan mengapa memberi keterangan yang
tidak benar! Hingga akhirnya kami harus mengalami nasib buruk! Kalau saja kami
tidak tengah mencari siapa orangtua kami, mati lebih kami pilih daripada hidup
dengan mengemban aib menjijikkan seperti ini!" Yang buka mulut adalah Galuh
Sembilan Gerhana. Suaranya bergetar dan bahunya berguncang.
"Kita hidup hanya menjalani suratan.... Kita tidak bisa menentukan sendiri
suratan yang harus kita lalui, walau sedikit banyak ulah tindakan orang-orang
terdekat kita kelak mempengaruhi jalannya suratan...."
"Kita sudah mendapat keterangan.
Selanjutnya kita bicarakan nanti!" bisik Galuh Empat Cakrawala. Lalu tanpa
menunggu sahutan saudaranya, gadis berbaju kuning ini angkat suara.
"Paduka.... Kami harus segera pergi...."
Sambil berucap, kembali Galuh Empat Cakrawala menjura hormat. Galuh Sembilan
Gerhana sebenarnya masih ingin buka mulut.
Namun tindakan saudaranya membuat gadis berbaju merah ini batalkan niat dan ikut
menjura. Saat lain keduanya bergerak bangkit. Putar diri lalu berkelebat
tinggalkan Paduka Seribu Masalah.
Hampir bersamaan dengan berputarnya sosok Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala, mendadak sosok Paduka Seribu Masalah bergerak memutar setengah
lingkaran. Saat lain terdengar orang ini berucap.
"Sebenarnya aku tidak berani buka mulut. Tapi aku lebih takut jika dilihat orang
dari tempat kegelapan! Aku memang takut unjukkan wajah. Tapi kuharap kau berani
memperlihatkan diri!"
Terdengar gumaman tak jelas. Lalu satu sosok tubuh perlahan-lahan terlihat
melangkah dari balik gerumbulan rumpun hambu!
SEMBILAN DIA adalah seorang gadis berwajah cantik mengenakan pakaian warna hijau.
Rambutnya yang hitam lebat dikepang dua, salah satunya dilingkarkan pada
lehernya yang putih mulus dan jenjang. Hidungnya mancung dengan mata bulat
tajam. Dadanya membusung kencang dipadu dengan pinggul besar dan padat. Pada
pinggangnya terlihat sebuah pedang lentur yang melingkar laksana ikat pinggang.
Untuk beberapa saat si gadis yang baru muncul dari batik rumpun bambu
memperhatikan pada Paduka Seribu Masalah.
Diam-diam dia membatin. "Paduka Seribu Masalah.... Aku pernah dengar nama tokoh
ini dari Eyang.... Dan dua gadis bernama Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala itu, ternyata mempunyai beban hidup berat.... Aku pernah bertemu
mereka saat bersama pemuda asing itu. Hem.... Tak kusangka kalau mereka mencari
Bidadari Tujuh Langit dengan maksud membunuh...."
"Terima kasih kau tidak takut memperlihatkan diri. Berani mengatakan tengah
bermaksud ke mana"!" Paduka Seribu Masalah bertanya.
Karena sudah maklum orang di hadapannya bukan orang sembarangan, meski Paduka
Seribu Masalah sembunyikan wajah di belakang kedua rangkapan kakinya, si gadis
jawab pertanyaan orang dengan gelengan kepala.
Sementara itu, begitu berlari agak jauh mendadak Galuh Sembilan Gerhana
berhenti. Lalu berpaling pada Gaiuh Empat Cakrawala seraya berucap.
"Kau dengar ucapan Paduka Seribu Masalah ketika kita akan pergi tadi"!"
Yang ditanya anggukkan kepala. Galuh Sembilan Gerhana balikkan tubuh menghadap ke arah mana dia tadi datang.
"Kita harus kembali ke sana! Pasti ada orang Kain telah mencuri dengar
pembicaraan kita dengan Paduka Seribu Masalah!"
Galuh Empat Cakrawala cekal lengan Galuh Sembilan Gerhana yang sudah akan
berkelebat seraya berkata.
"Kita sudah mendapat keterangan! Tak ada gunanya kita kembali ke sana! Dan
kalaupun ada orang lain mencuri dengar pembicaraan kita, apa peduli kita"!
Sekarang kita menemui Guru. Mereka harus menjelaskan siapa sebenarnya orangtua
kita! Mustahil mereka tidak tahu!" Habis berkata begitu, Galuh Empat Cakrawala
ikut balikkan tubuh.
"Tapi aku curiga! Kita harus buktikan dulu siapa orang di balik kegelapan itu!"
Tanpa menunggu sahutan, Galuh Sembilan Gerhana berkelebat. Galuh Empat Cakrawala
hendak berteriak menahan, namun entah kenapa apa dia urungkan niat. Lalu
berkelebat menyusul.
Beberapa saat kemudian Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala sudah
mendekam sembunyi tidak jauh dari tempat Paduka Seribu Masalah. Dan ketika
mereka melihat ke depan, keduanya sempat terkejut begitu melihat gadis cantik
berbaju hijau yang tegak di hadapan Paduka Seribu Masalah.
"Gadis yang bersama pemuda asing gila itu!" Berbisik Galuh Sembilan Gerhana
seraya terus memandang ke arah gadis berbaju hijau yang bukan lain adalah
Bidadari Pedang Cinta.
"Kita sudah tahu siapa adanya orang dari balik kegelapan! Kita harus segera
pergi! Kita tidak ada urusan dengan gadis baju hijau itu!" kata Galuh Empat
Cakrawala. "Kita memang tidak punya urusan dengan gadis itu! Tapi tak ada salahnya kita
dengar pembicaraan mereka! Gadis itu telah mencuri dengar pembicaraan kita!"
Galuh Sembiian Gerhana menyahut dan cekal lengan saudaranya ketika dilihatnya
Galuh Empat Cakrawala hendak pergi.
Di seberang depan, begitu Bidadari Pedang Cinta geleng kepala, Paduka Seribu
Masalah perdengarkan suara.
"Anak gadis.... Kau tidak berani menjawab. Silakan teruskan perjalanan...."
Bidadari Pedang Cinta sudah gerakkan kaki. Tapi entah mengapa tiba-tiba dia
tahan gerakan. Mulutnya hendak membuka.
Tapi tiba-tiba dikancingkan kembali. Saat lain dia teruskan gerakan kakinya yang
memutar. Tanpa buka mulut dia berkelebat.
Namun belum sampai benar-benar berkelebat, mendadak rimbun rumpun bambu bergerak
menguak. Satu sosok tubuh melesat keluar dan tegak dengan sikap menghadang di
hadapan Bidadari Pedang Cinta.
Memandang ke depan, Bidadari Pedang Cinta tersurut kaget. Matanya mendelik
besar. Namun yang paling tampak terkejut adalah Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala. Laksana melihat setan gentayangan di siang bolong, kedua gadis ini
perdengarkan seruan tertahan. Mata masing-masing melotot besar.
Di lain pihak, Paduka Seribu Masalah cepat melompat dengan posisi masih duduk
rangkapkan kaki lalu duduk dengan sandarkan punggung pada satu batangan bambu
dengan kepala makin dibenamkan dalam-dalam ke belakang rangkapan kedua kakinya.
"Senang bisa bertemu denganmu lagi, Gadisku...." Sosok yang baru muncul dari
balik rumpun bambu perdengarkan suara. Dia adalah seorang perempuan berusia
sekitar dua puluh lima tahunan. Wajahnya cantik jelita. Rambutnya digulung
tinggi ke atas diikat dengan kain berwarna merah.
Kulitnya putih bersih. Lehernya jenjang dengan dada mencuat padat ditingkah
pinggul besar yang dilapis pakaian tipis dan ketat berwarna putih. Pada ibu jari
kaki kirinya terlihat melingkar sebuah cincin berwarna merah.
"Bidadari Tujuh Langit!" desis Bidadari Pedang Cinta dengan suara bergetar
mengenali siapa adanya perempuan cantik jelita di hadapannya. Dagu gadis ini
langsung mengembung besar. Dia ingat bagaimana Bidadari Tujuh Langit tatkala
hendak melakukan tindakan tidak senonoh padanya.
"Terima kasih kau masih mengingat namaku...," ujar perempuan berbaju putih di
hadapan Bidadari Pedang Cinta yang tidak lain memang Bidadari Tujuh Langit
adanya. "Kau tahu.... Sejak perpisahan itu, aku tidak bisa pergi bersama-sama.
Bagaimana kalau sekarang kita lanjutkan acara kita yang gagal itu..."!" Bidadari
Tujuh Langit melangkah mendekat dengan bibir sungglngkan senyum. Dada perempuan
cantik ini tampak bergerak turun naik agak keras. Sepasang matanya menelusuri
sosok Bidadari Pedang Cinta dari dada hingga paha.
"Sekali kau melangkah lagi...." Baru saja Bidadari Pedang Cinta berucap begitu,
terdengar seruan.
"Bidadari binal! Acara kita belum selesai! Jangan berani tinggalkan tempat ini!"
Dua sosok tubuh berkelebat.
Bidadari Tujuh Langit berpaling.
Melihat Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala tegak, perempuan cantik
bertubuh bahenol ini sungglngkan senyum.
Memandang silih berganti pada dua sosok di hadapannya seraya jilati bibir lalu
berkata. "Apa yang kubilang pada kalian dulu benar, bukan"! Setelah kita merasakan
kenikmatan bercinta, kalian pasti akan selalu mencariku dan mengatakan acara
kita belum selesai.... Hik.... Hik.... Hik...!
Acara bercinta memang tidak akan pernah selesai.... Dan aku akan selalu menerima
acara yang kalian inginkan! Setelah ke-bersamaan kita tempo hari, tentu kalian
punya gaya tersendiri yang lebih mengasyikkan...."
Tampang Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala berubah merah mengetam.
Bukan saja karena geram namun juga malu pada Bidadari Pedang Cinta.
Namun belum sampai di antara keduanya ada yang buka mulut. Bidadari Tujuh Langit
sudah sambung! ucapannya.
"Sebelum kalian pergi tempo hari, aku menitip pesan untuk guru kalian yang
perempuan. Apa pesan itu sudah kalian sampaikan"!"
"Persetan dengan segala macam pesan!
Sekarang kau harus tebus aib yang sudah kau taburkanl" sentak Galuh Sembilan
Gerhana. Bidadari Tujuh Langit tertawa panjang. "Kalian sebut apa yang telah kita lakukan
adalah aib"! Pasti kailan mendapat pelajaran kurang bagus.... Apa yang telah
kita lakukan bukan aib! Itu adalah keindahan.... Buah dari pohon bernama cinta!"
"Perempuan gila bermulut kotor!"
bentak Galuh Empat Cakrawala. "Perempuan macam kau tidak layak diberi hidup di kolong
langiti" Bidadari Tujuh Langit makin keraskan tawa panjangnya. Lalu berucap.
"Selama ini aku memang banyak hidup di awang-awang menikmati indahnya cinta....
Dan kalian pasti masih bisa merasakan sisa-sisa bagaimana enaknya hidup di
awang-awang tempo hari...."
"Keparat!" sentak Galuh Empat Cakrawala. Kedua tangannya diangkat.
Tahan dulu!" Galuh Empat Cakrawala berbisik. "Kita korek dulu keterangan dari
mulut busuknya tentang orangtua kita!"
"Mana bisa mulut perempuan macam dia dipercaya"!"
"Kita memang tidak harus begitu saja percaya! Tapi setidaknya dia berkata benar
soal keterangannya kalau bukan dia yang membunuh kedua orangtua kita! Siapa
tahu, dari mulut busuknya nanti kita mendapat satu petunjuk tentang kedua
orangtua kita!"
Ketika Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala berbisik-bisik, Bidadari
Tujuh Langit berpaling pada Bidadari Pedang Cinta. Lalu berkata sambil
kembangkan bibir.
"Gadisku.....Jangan terlalu termakan ucapan kedua gadis cantik temanku itu....
Mereka berkata begitu karena ada di hadapanmu...."
Habis berucap begitu Bidadari Tujuh Langit hendak teruskan langkah mendekati
Bidadari Pedang Cinta. Namun belum sampai bergerak, Bidadari Pedang Cinta sudah
buka mulut. "Harap jangan libatkan aku dengan urusan kedua gadis itu!"
"Aku tidak bermaksud begitu. Aku...."
"Cukup!" potong Bidadari Pedang Cinta.
"Dua gadis itu punya urusan denganmu. Aku akan menunggu hingga kau menyelesaikan
urusan mereka. Setelah itu kita tuntaskan urusan ulahmu tempo hari!"
Baru saja Bidadari Pedang Cinta berucap begitu, Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh
Empat Cakrawala sudah berkelebat dan tegak di sebelah samping kiri kanan
Bidadari Tujuh Langit.
"Perempuan binal! Sebelum urusan kita mulai, aku tanya padamu. Kalau kau jawab
dengan benar dan jujur, mungkin kami masih bisa memberi satu ampunan!" kata
Galuh Sembilan Gerhana.
Bidadari Tujuh Langit menoleh pulang baiik ke arah Galuh Sembilan Gerhana dan
Galuh Empat Cakrawala sambil tersenyum dan berkata.
"Aku tahu apa yang kalian tanyakan!
Kalian ingin tahu di mana dan siapa kedua orangtua kalian, bukan"!"
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala saiing pandang tanpa ada yang
langsung menjawab. Bidadari Tujuh Langit mendongak. Lalu berucap.
"Aku akan memberi tahu. Tapi aku tanya dulu. Imbalan apa yang akan kalian
berikan padaku"! Bersenang-senang seperti tempo hari"! Atau kalian punya sesuatu
yang lebih menggiurkan untuk kita nikmati bersama-sama"!"
Mendengar ucapan Bidadari Tujuh Langit, Galuh Empat Cakrawala melompat mendekati
saudaranya seraya berbisik.
"Percuma kita minta keterangan dari mulut binalnya! Dan kalaupun dia memberi
keterangan pasti tidak
benar! Urusan di mana beradanya kedua orangtua kita bisa kita tanyakan pada
Guru. Sekarang saatnya perempuan binai itu kita pesiangi!"
Habis berkata begitu, Galuh Empat Cakrawala angkat kedua tangannya di depan
kening. Kedua kakinya direnggangkan dengan sepasang mata dipejamkan.
Mendapati apa yang dilakukan Galuh Empat Cakrawala, Galuh Sembilan Gerhana tak
tinggal diam. Dia membuat gerakan yang sama. Kejap lain hampir berbarengan,
kedua gadis murid Iblis Muka Setan dan Perempuan Kembang Darah yang dikenal
dengan si Pasangan Mesum ini kelebatkan tangan masing-masing!
Wuutt! Wuuutt! Wuutt! Wuuutt! Dari kedua tangan Galuh Empat Cakrawala menggebrak tiga sinar pelangi
perdengarkan suara bergemuruh. Sementara dari kedua tangan Galuh Sembilan
Gerhana melesat arakan awan hitam yang membuat suasana tiba-tiba berubah menjadi
redup laksana tengah terjadi gerhana. Namun bersamaan itu pula suasana menjadi
panas menyengat. Masing-masing gadis ini telah lepas pukulan 'Inti Cakrawala'
dan 'Inti Gerhana'.
Bidadari Tujuh Langit hadapi serangan lawan dengan sunggingkan senyum. Kejap
lain dia tekuk kedua kakinya. Sekali kedua tangannya berkelebat, satu sinar
merah menyala berkiblat menggidikkan!
Blaarr! Blaarr!
Dua ledakan keras terdengar berturut-turut mengguncang kawasan hutan bambu. Dua
seruan tertahan melengking terdengar menyusuli ketika sinar pelangi dan arakan
hitam semburat porak-poranda di udara terhantam sinar merah.
Sosok Galuh Sembilan Gerhana dar.
Galuh Empat Cakrawala tersentak-sentak mundur beberapa saat lalu mencelat mental
dengan masing-masing mulut semburkan darah sebelum akhirnya tergolek di atas
tanah dengan mata terpejam dan sosok berguncang-guncang keras.


Joko Sableng Pedang Keabadian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di seberang, Bidadari Tujuh Langit hanya tersurut mundur tiga langkah.
Sosoknya memang sempat terhuyung dan oleng ke samping. Namun saat lain perempuan
bertubuh bahenol berparas cantik ini telah tegak dengan kaki laksana terpacak
dan bibir sunggingkan senyum.
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala cepat kuasai diri. Lalu sama
bergerak bangkit. Begitu sosok masing-masing tegak, dari mulut mereka kembali
semburkan darah! Tanda luka dalam kedua gadis ini cukup parah.
Namun rasa marah dan dendam tampaknya membuat Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh
Empat Cakrawala lupa akan luka dalam yang diderita. Bahkan mereka lupa pada
saran Paduka Seribu Masalah! Hingga walau tegak dengan semburkan darah, mereka
segera membuat gerakan melompat dan tegak berjajar ke belakang. Galuh Empat
Cakrawala tegak di depan, Galuh Sembilan Gerhana tegak di belakang.
Galuh Empat Cakrawala takupkan kedua tangan di depan kening sementara Galuh
Sembilan Gerhana angkat kedua tangannya lalu telapak kedua tangannya ditempelkan
pada punggung Galuh Empat Cakrawala.
Inilah tanda kalau kedua gadis ini akan lepaskan gabungan 'Inti Cakrawala' dan
'inti Gerhana'.
Bidadari Tujuh Langit memandang sekilas. Saat lain tiba-tiba dia melompat ke
depan. Setengah jalan kedua tangannya berkelebat lepas pukulan!
Galuh Empat Cakrawala dan Galuh Sembilan Gerhana tampak terkesiap kaget.
Karena mereka tidak menduga jika Bidadari Tujuh Langit akan membuat gerakan
begitu cepat sambil lepas pukulan. Sementara mereka berdua baru saja kerahkan
tenaga dalami SEPULUH DALAM kejutnya masing-masing, Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala
masih mampu berpikir cepat. Bagaimanapun juga mereka harus menghadang pukulan
meski baru saja kerahkan tenaga dalam. Jika tidak, mereka sadar apa akibatnya.
Hingga saat itu juga kedua gadis ini segera membuat gerakan.
Galuh Sembilan Gerhana yang berada di belakang sentakkan kedua telapak tangannya
dengan keras pada punggung Galuh Empat Cakrawala. Saat yang sama Galuh Empat
Cakrawala hantamkan kedua tangannya ke depan.
Wuutt! Wuutt! Dari kedua tangan Galuh Empat Cakrawala melesat sinar pelangi yang ditaburi
arakan awan semburkan hawa panas dan perdengarkan suara hebat.
Setengah tombak lagi pukulan yang dilepas Bidadari Tujuh Langit bentrok dengan
gabungan pukulan Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala, mendadak
terdengar orang bersuara.
"Aku tidak berani berada di sini terus-terusanl Aku takut!" Lalu terlihat satu
gulungan gelombang aneh yang melesat berputar dan langsung menebar laksana jala
ke arah sinar merah pukulan Bidadari Tujuh Langit.
Settt! Sinar merah tiba-tiba masuk ke dalam gelombang yang membentuk jala. Lalu
berkiblat lurus ke atas udara beberapa tombak menghindari bentrok dengan pukulan
gabungan 'Inti Cakrawala' dan 'Inti Gerhana'.
Bummm! Di atas udara sana, sinai merah yang terbungkus jala semburat meledak. Bidadari
Tujuh Langit tersentak di atas udara sambil perdengarkan seruan terkejut tegang.
Lalu sosoknya terpental mundur. Saat itulah gabungan pukulan 'Inti Cakrawala'
dan 'Inti Gerhana' yang lolos bentrok dengan pukulan Bidadari Tujuh Langit
datang menyongsong!
Bidadari Tujuh Langit menggeram marah. Sambil berputar satu kali di atas udara
kaki kirinya digerakkan membuat tendangan.
Wuutt! Satu sinar merah menyala terpencar dari kaki kiri sang Bidadari.
Walau sinar merah menyala itu sempat melesat menggidikkan, tapi gabungan pukulan
Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala lebih cepat menggebrak.
Hingga walau Bidadari Tujuh Langit ma-"h membuat gerakan menghindar, tak urung
pinggulnya tersambar.
Bidadari Tujuh Langit berseru tertahan. Sosoknya terbanting di udara lalu
meluncur ke bawah dan jatuh terduduk.
Di lain pihak, sinar merah menyala yang terpancar dari kaki kiri Bidadari Tujuh
Langit terus berkiblat menderu ke arah Galuh Sambilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala. Karena keadaannya sudah terluka dalam dan baru saja lepas gabungan pukulan,
sudah sangat terlambat bagi Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala
untuk dapat membuat gerakan menghindar.
Beberapa langkah lagi sinar merah menyala menghantam, mendadak satu gelombang
menderu ke arah Gaiuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala.
Wussssss! Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala perdengarkan suara menjerit.
Sosok keduanya tersapu mental ke samping lalu jatuh bergulingan. Namun
tersapunya sosok masing-masing gadis ini membuat mereka selamat dari kiblatan
sinar merah menyala dari kaki kiri Bidadari Tujuh Langit.
Biammm! Sinar merah menyala menghantam gerumbulan bambu di depan sana dan langsung
keluarkan ledakan keras membuat kawasan hutan bambu laksana dihantam gempa luar
biasa. Malah saking hebatnya ledakan yang ditimbulkan, sosok Galuh Sembilan
Gerhana dan Gaiuh Empat Cakrawala terlonjak setengah tombak ke udara!
Sementara Bidadari Pedang Cinta yang sedari tadi hanya melihat rasakan
pijakannya goyah dan sosoknya terhuyung-huyung hendak roboh. Kalau saja gadis
ini tidak segera kerahkan tenaga dalam, niscaya sosoknya akan jatuh punggung di
atas tanah. Bidadari Tujuh Langit cepat lipat gandakan tenaga dalam kuasai diri dari rasa
sakit yang mendera pinggulnya. Dan perempuan bahenol ini sempat mendengus ketika
melihat pakaian di bagian pinggulnya robek dan kulit di baliknya melepuh merah.
Bidadari Tujuh Langit bergerak bangkit. Dan langsung putar diri setengah
lingkaran. Sepasang matanya mendelik angker menatap pada jurusan mana tadi
menderu satu gelombang yang membuat sosok Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat
Cakrawala tersapu mental hingga selamat dari sinar merah menyala yang terpancar
dari kaki kirinya.
"Siapa kau"!" Bidadari Tujuh Langit membentak ketika sepasang matanya melihat
seorang nenek berkain selempang hitam yang sanggulan rambutnya dihias dua buah
pedang, tegak dengan mata memandang pada Bidadari Pedang Cinta dan Galuh
Sembilan Gerhana serta Galuh Empat Cakrawala.
Yang ditegur tidak menjawab.
Sebaliknya terus putar pandangan dan kini menatap lurus pada Paduka Seribu
Masalah yang tetap duduk meringkuk rangkapkan kaki di sebelah rumpun bambu.
Dagu Bidadari Tujuh Langit tampak terangkat dan matanya makin mendelik mendapati
tegurannya tidak disambut.
Perempuan bertubuh bahenol berparas cantik ini hentakkan kaki kanan seraya buka
bentakan. "Nenek bangsatl Siapa kau"!"
Bersamaan terdengarnya bentakan tanah di tempat itu bergetar. Lalu tanah yang
terhentak kaki kanan sang Bidadari muncrat membentuk lobang besar.
Si nenek berkain selempang hitam yang sanggulan rambutnya dihias dua pedang dan
bukan lain adalah Nenek Selir adanya perdengarkan tawa cekikikan. Lalu perlahan-
lahan gerakkan kepala ke arah Bidadari Tujuh Langit. Lalu mulutnya membuka.
"Bidadari Tujuh Langit.... Rentang waktu ternyata telah membuatmu berubah.
Perubahan suasana nyatanya telah membuatmu menjadi lain. Kau melupakan aku....
Kau tidak lagi mengingatku, oh cintaku...."
Bidadari Tujuh Langit rasakan dadanya berdesir. Keningnya berkerut dan mata
sedikit menyipit memperhatikan sosok si nenek dari ujung rambut sampai ujung
kaki. Belum sampai Bidadari Tujuh Langit dapat menduga arti ucapan si nenek, Nenek
Selir sudah buka suara lagi.
"Oh cintaku.... Sebenarnya aku tidak kecewa seandainya kau hanya meninggalkan
diriku.... Yang kusesalkan, ternyata kau tidak ingat pada diriku lagi...." Suara
si nenek terdengar parau dan tersendat. Malah kedua tangannya segera ditakupkan
pada wajahnya. Namun tiba-tiba Nenek Selir itu turunkan kedua tangannya.
Sepasang matanya melotot besar-besar pandangi sosok Bidadari Tujuh Langit. Lalu
membentak garang.
"Mengapa"! Mengapa ini kau lakukan paduku"! Mengapa kau sampai tak ingat lagi
pada kekasihmu Ini"! Mengapa kau tega berbuat begini"! Apa salahku..."!"
"Nenek gilai Kau bicara apa"!" sentak Bidadari Tujuh Langit setelah agak lama
terdiam dan sapukan pandangan pada semua orang yang ada di situ.
"Oh cintaku.... Kau masih juga berani bertanya aku bicara apa...," ujar si
nenek. Suaranya kembali serak parau malah bahunya tampak berguncang seolah
menahan Isakan. "Adakah ini karena kau sekarang telah dikelilingi gadis-gadis
cantik"! Apakah hal ini kau lakukan setelah kau melihat tubuhku tidak kencang lagi"!
Setelah dadaku tidak mencuat padat lagi"!
Setelah pinggulku keropos tak menggairahkan lagi?"
Nenek Selir kembali takupkan kedua tangan pada wajah. Lalu sambung! ucapan.
"Kita telah habiskan waktu dengan keindahan dan kemesraan. Telah kita isi
berlalunya malam-malam dingin dengan kehangatan dari segala kehangatan! Aku
tidak menduga kalau sesingkat ini kau bisa melupakan semua itu.... Lebih tidak
kusangka lagi jika semudah ini kau melupakan aku...."
"Nenek gila jahanam! Aku tidak kenal kau! Jangan alihkan urusan dengan cari
alasan tak karuan!" teriak Bidadari Tujuh Langit.
Si Nenek Selir turunkan kedua tangan dari wajah lalu buka mulut.
"Benar kau tidak kena! aku..."!"
Kepala si nenek menggeleng. "Aku tidak percaya. Aku tidak percaya...."
Sikap Nenek Selir membuat Bidadari Tujuh Langit marah bukan alang kepalang, ia
kerahkan tenaga dalam. Lalu angkat kedua tangannya.
"Apa pun yang akan kau lakukan, aku akan menerima. Aku rela mati kalau di
tanganmu. Tapi sebelum kau lakukan semua ini, kuharap kau mau mengakui apa yang
pernah kita jalani bersama.... Kalau kau masih juga tak percaya, aku punya
seorang saksi..,." Nenek Selir arahkan pandangan pada Paduka Seribu Masalah.
Bidadari Tujuh Langit sentakkan kepala mengikuti ke mana mata si nenek
memandang. Sosoknya makin bergetar. Diam-diam perempuan ini membatin.
"Siapa pun adanya manusia yang sembunyikan wajah ini, yang jelas dialah jahanam
yang telah menahan pukulanku tadi!"
Selagi Bidadari Tujuh Langit membatin begitu, Nenek Selir sudah berucap lagi.
"Kau bisa tanyakan padanya! Dialah saksi hidup kalau kita pernah menghabiskan
malam-malam dingin dengan kehangatan....
Kau pernah jadi kekasihku dan aku pernah jadi kekasihmu..,."
"Nek.... Jangan kau suruh orang bertanya padaku.... Aku tidak berani menjawab,"
kata Paduka Seribu Masalah sambil gerak-gerakkan kedua tangannya yang melingkar
pada rangkapan kedua kakinya.
"Ah.... Kau juga tak kusangka kalau bicara begitu!" bentak si nenek. "Padahal
kau dulu pernah berjanji akan menengahi jika terjadi hal-hal yang tidak beres
hu-bunganku dengan kekasihku itu.... Apa pula yang membuatmu berubah"! Apa..."!"
"Nek.... Jangan memaksaku begitu rupa. Aku takut..."
Mendengar ucapan-ucapan orang, hawa amarah di dada Bidadari Tujuh Langit makin
menggelegak. Namun perempuan ini tidak mau berlaku ayal. Dia maklum, apa yang
telah dilakukan orang dalam menghadang pukulannya tadi, sudah cukup membuatnya
sadar jika siapa pun adanya orang, dia memiliki ilmu langka namun tidak bisa
dianggap main-main.
Sementara itu, melihat munculnya Nenek Selir, Bidadari Pedang Cinta tampak
terkejut. Namun yang lebih membuat gadis berbaju hijau ini tidak percaya adalah
ucapan si nenek. Hingga untuk beberapa saat dia hanya tegak diam dengan mata
mendelik dan simak gerak-gerik serta ucapan orang. Lalu berkata dalam hati.
"Nenek aneh.... Siapa dia sebenar nya"! Saat bertemu pertama kali, dia
sepertinya menyangkal ketika kukatakan dia adalah kaki tangan Bidadari Tujuh
Langit. Sekarang dia mengakui terus terang....
Lalu mengapa dia menanyakan ke mana perginya pemuda asing bernama Joko Sableng
itu..."!" Bidadari Pedang Cinta ingat pertemuannya dengan Nenek Selir.
Di lain pihak, Galuh Sembilan Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala perlahan-lahan
bergerak duduk. Saling pandang sesaat, lalu sama kerahkan tenaga dalam untuk
kuasai aliran darah masing-masing yang laksana jungkir balik seraya memandang ke
arah Nenek Selir.
"Kau bisa menduga siapa adanya nenek itu?" tanya Galuh Sembilan Gerhana setengah
berbisik setelah sedikit dapat kuasai diri.
Galuh Empat Cakrawala geleng kepala.
"Tapi yang jelas dia telah menolong kita!
Kalau saja kita tidak tersapu pukulannya, mungkin kita sudah mampus terhajar
pukulan jahanam binal itu!"
"Sekarang bagaimana"! Kita terluka dalam. Tidak mungkin bisa lakukan apa-apa!"
Untuk kedua kalinya Galuh Empat Cakrawala geleng kepala. "Kita memang telah
terluka! Tapi luka hati kita lebih dalam dan parah! Kita tidak akan tinggalkan
tempat ini sebelum takdir memutuskan perempuan binal itu atau kita yang mampus!"
"Tapi...."
"Aku telah memutuskan!" tukas Galuh Empat Cakrawala yang sepertinya punya
pendirian teguh dan tak sabaran. "Aku tidak akan tinggalkan tempat ini! Kalau
kau takut, silakan pergi!"
"Aku bukannya takut. Tapi kita harus tahu diri! Keadaan tidak memungkinkan!"
"Kukira, lebih baik beruntung daripada harus memiliki ilmu setinggi langit!
Perempuan jahanam binal itu boleh memiliki ilmu tinggi, tapi kalau keberuntungan
tidak berpihak padanya, dia akan mampus di tanganku! Lagi pula selagi mereka
berbincang, kita gunakan kesempatan ini untuk pulihkan tenaga! Kita lakukan apa
saja, yang penting perempuan keparat itu tercabik mampus!"
Habis berkata begitu, Galuh Empat Cakrawala pejamkan mata. Kedua tangan
ditakupkan di depan dada. Gaiuh Sembilan Gerhana sapukan pandangan sekali lagi
ke arah Bidadari Tujuh Langit yang tengah berbincang dengan Nenek Selir. Lalu
membuat sikap yang sama seperti Galuh Empat Cakrawala.
Di depan, setelah memperhatikan sosok Paduka Seribu Masalah beberapa lama,
Bidadari Tujuh Langit buka mulut.
"Aku beri kesempatan pada kalian berdua, Nenek gila dan kau manusia yang
sembunyikan wajah untuk memperkenalkan diri!"
"Oh cintaku.... Nyatanya kau tidak main-main kalau kau tidak mengenaliku...."
Si nenek menyahut. "Sementara sebenarnya aku tadi masih punya harapan jika semua
ini hanyalah senda gurau seperti biasa kau lakukan bila aku ngambek dan minta
kau rayu...."
"Nek.... Jangan bercanda terus. Aku takut! Lebih baik katakan saja siapa dirimu.
Siapa tahu dia nanti bisa ingat...." Berkata Paduka Seribu Masalah.
"Bagus! Tampaknya kalian berdua manusia-manusia yang minta mampus sambil
bercanda!" hardik Bidadari Tujuh Langit.
Tangan kiri kanannya yang berada di atas udara digerakkan memutar. Tangan kiri
diarahkan pada Nenek Selir, tangan kanan diluruskan pada Paduka Seribu Masalah.
Kedua tangan itu tampak bergetar keras tanda telah dialiri tenaga dalam tinggi.
"Bidadari! Tunggu.... Aku tidak tahu menahu masalahnya! Harap tidak takut dengan
keteranganku ini!" kata Paduka Seribu Masalah.
Bidadari Tujuh Langit tidak hiraukan teriakan Paduka Seribu Masalah. Belum
sampai ucapan orang selesai, tangan kiri kanannya sudah bergerak lepas pukulan.
Satu ke arah Nenek Selir satunya lagi lurus ke arah Paduka Seribu Masalah.
"Nek.... Aku takut!" seru Paduka Seribu Masalah. Sambil berteriak orang ini
lepaskan kedua tangannya yang melingkar pada rangkapan kedua kakinya. Lalu
sekali kedua tangannya disentuhkan pada tanah di bawahnya, sosoknya melesat ke
depan. Anehnya di atas udara, masih dengan duduk rangkapkan kaki, Paduka Seribu Masalah
tidak membuat gerakan apa-apa lagi meski saat itu lesatannya menyongsong
gelombang pukulan yang dilepas Bidadari Tujuh Langit!
Di lain pihak, Nenek Selir sempat tercengang melihat apa yang dilakukan Paduka
Seribu Masalah. Namun dia tidak bisa berpikir lama, karena saat itu gelombang
angin dahsyat yang melesat berkiblat dari tangan Bidadari Tujuh Langit sudah dua
tombak di hadapannya!
Nenek Selir angkat satu tangannya.
Lalu dipukulan ke depan.
Wuuttt! Biammm!
Ledakan keras mengguncang saat gelombang pukulan Bidadari Tujuh Langit dihadang
gelombang yang keluar dari tangan Nenek Selir. Sosok Bidadari Tujuh Langit
bergoyang-goyang. Parasnya berubah. Tangan kanannya yang tadi lepas pukulan ke
arah si nenek terpental balik ke belakang.
Hingga sosoknya miring.
Saat yang sama, terdengar suara.
Wuusssl ketika gelombang yang menyongsong Paduka Seribu Masalah menghantam telak
sosok laki-laki yang rangkapkan kaki itu di atas udara.
Anehnya, gelombang pukulan Bidadari Tujuh Langit laksana menghantam udara
kosong! Dan terus bergelombang lurus ke depan. Sementara sosok Paduka Seribu
Masalah sendiri juga terus melesat setelah melewati gelombang pukulan Bidadari


Joko Sableng Pedang Keabadian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tujuh Langit! SEBELAS BIDADARI Tujuh Langit tersentak tegang. Matanya mendelik tak berkesip melihat
bagaimana sosok Paduka Seribu Masalah enak saja menerobos gelombang pukulannya
di atas udara tanpa mengalami cedera apa-apa! Dan perempuan ini tersurut kaget
ketika mendadak saja di atas udara sana sosok Paduka Seribu Masalah memutar lalu
menukik lurus ke arahnya!
Bidadari Tujuh Langit berteriak melengking dan hampir saja tidak percaya ketika
belum sampai dia membuat gerakan, tahu-tahu sosok Paduka Seribu Masalah sudah
duduk rangkapkan kaki satu tindak di sebelahnya!
Di seberang, Nenek Selir yang sempat terguncang akibat pukulannya bentrok dengan
pukulan Bidadari Tujuh Langit dan tangannya juga terpental ke belakang, segera
arahkan pandangan matanya ke arah sosok Paduka Seribu Masalah. Mulutnya
perdengarkan gumaman tak jelas.
Di lain pihak, Bidadari Pedang Cinta juga tak kalah kagetnya mendapati tindakan
Paduka Seribu Masalah. Hingga sambil terheran-heran dia menatap iekat-lekat
silih berganti pada sosok Paduka Seribu Masalah dan Bidadari Tujuh Langit.
Sementara mendengar teriakan lengking Bidadari Tujuh Langit, Galuh Sembilan
Gerhana dan Galuh Empat Cakrawala segera buka kelopak mata masing-masing. Dan
mata mereka kontan saja membeliak ketika melihat sosok Paduka Seribu Masalah
sudah duduk di sebelah Bidadari Tujuh Langit.
Dalam keterkejutannya melihat orang sudah dudukdi sebelahnya, Bidadari Tujuh
Langit tidak mau berlaku ceroboh. Kalau orang bisa melakukan tindakan di luar
dugaannya, tidak mustahil mencelakakannya.
Maka begitu sosok Paduka Seribu Masalah duduk di sebelahnya, Bidadari Tujuh
Langit segera lepas tendangan!
Wuuttt! Kaki Bidadari Tujuh Langit menderu angker.
Paduka Seribu Masalah berseru tertahan. Saat bersamaan dia sentakkan tubuhnya ke
belakang. Rangkapan kedua kakinya dibuka lalu dihadangkan ke arah kaki Bidadari
Tujuh Langit. Bukkk! Settt! Pertama kali terdengar benturan keras. Sosok Paduka Seribu Masalah tersentak
bergoyang-goyang. Di lain pihak, sosok Bidadari Tujuh Langit tersurut mundur.
Namun perempuan bertubuh bahenol ini terkejut setengah mati tatkala dia
merasakan kakinya kaku tak bisa digerakkan!
Memandang ke depan, Bidadari Tujuh Langit tercekat luar biasa. Ternyata kakinya
yang tadi menendang tahu-tahu sudah masuk ke dalam rangkapan kedua kaki Paduka
Seribu Masalah! Dan perempuan ini makin tegang ketika mendapati dirinya tak
mampu lepaskan kakinya dari jepitan rangkapan kedua kaki orang meski dia telah
kerahkan segenap tenaga dalam dan luarnya hingga keringat dinginnya keluar
membasahi sekujur tubuhnya!
"Hik.... Hik.... Hik...! Biasanya kekasihku itu tidak mengenakan pakaian dalam,
apa sekarang dia tetap begitu"!"
Nenek Selir berteriak.
"Nek.... Jangan bertanya macam-macam!
Aku takut menjawab! Lagi pula aku tidak berani mengungkapkan semua ini! Terlalu
indah jika dilukiskan...!" Paduka Seribu Masalah menyahut seraya tekuk tubuh
bagian atasnya merapat pada perut hingga semua orang di tempat itu tidak bisa
melihat raut wajahnya
"Ini kesempatan bagi kita!" Berbisik Galuh Empat Cakrawala tatkala melihat apa
yang terjadi. "Jangan gegabah! Dia belum apa-apa!
Dia hanya tidak bisa menggerakkan kaki satunya. Sementara kaki satunya lagi dan
kedua tangannya masih bisa membunuh!"
Galuh Sembilan Gerhana menyahut.
Baru saja terdengar sahutan begitu, di depan sana Bidadari Tujuh Langit
berteriak. Kaki satunya diangkat. Seraya melompat setengah tombak kakinya yang
babas dihantamkan ke arah sosok Paduka Seribu Masalah.
Wuuttt! Kaki kiri Bidadari Tujuh Langit berkelebat angker seraya pancarkan sinar merah
menyala. Namun belum sampai kaki itu benar-benar berkelebat, tangan kanan Paduka
Seribu Masalah sudah terangkat lalu dengan gerakan yang sukar dilihat mata biasa
tangan itu tahu-tahu sudah mencekal pergelangan kaki Bidadari Tujuh Langit!
Dan kini sosok Paduka Seribu Masalah tepat berada di bawah sosok Bidadari Tujuh
Langit yang tegak mengangkang di udara dengan kaki satu masuk dalam rangkapan
kedua kakinya sementara kaki satunya lagi berada di cekalan tangannya.
"Rejekimu besar sekali hari ini!"
lagi-lagi Nenek Selir berteriak. "Kau nanti tidak takut menceritakannya padaku,
bukan"! Sudah lama aku tidak pernah lagi melihatnya! Tentu sekarang sudah
mengalami banyak perubahan.... Hik.... Hik....
Hik...!" "Nek! Aku takut berjanji.... Kalau kau tidak takut, silakan kau kemari!
Silakan lihat sendiri perubahan itu ada atau tidak...." Paduka Seribu Masalah
menyambut!. Di atas udara, Bidadari Tujuh Langit tegak dengan sosok bergetar keras. Namun
bagaimanapun juga kuduk perempuan ini jadi merinding. Selama malang melintang
dalam kancah rimba persilatan di tanah Tibet, baru kali ini dia menemukan lawan
yang aneh. Dia memang pernah dengar nama tokoh bergelar Paduka Seribu Masalah,
namun dia tidak pernah bertemu dan sejauh ini belum bisa menduga kalau yang
dihadapi saat itu adalah Paduka Seribu Masalah.
"Nek! Mengapa kau masih diam di situ"! Kau tidak berani melihatnya"!"
Paduka Seribu Masalah ajukan tanya.
Belum sampai Nenek Selir buka mulut, tiba-tiba Bidadari Tujuh Langit sentakkan
kedua tangannya lepas pukulan bertenaga dalam tinggi ke arah sosok Paduka Seribu
Masalah yang meringkuk di bawah kang-kangan kedua kakinya.
Paduka Seribu Masalah perdengarkan suara seperti orang tersedak. Kepalanya
digerakkan ke atas masuk ke dalam sela kedua kaki Bidadari Tujuh Langit. Tangan
kanannya yang memegang pergelangan kaki sang Bidadari direntang. Sementara
rangkapan kedua kakinya disentakkan berlawanan arah dengan gerakan tangannya.
Breett! Pakaian Bidadari Tujuh Langit robek memanjang dari bagian bawah hingga pinggul.
Bersamaan dengan robeknya pakaian, Paduka Seribu Masalah lepas cekalan tangannya
pada pergelangan kaki sang Bidadari. Rangkapan kedua kakinya juga direnggangkan
hingga kaki sang Bidadari keluar dari jepitannya. Saat lain dengan tarik
rangkapan kedua kakinya dan merapatkan kepala di balik rangkapan kedua kakinya,
Paduka Seribu Masalah melesat ke atas masuk ke pakaian Bidadari Tujuh Langit!
Bidadari Tujuh Langit berterik marah dan kaget. Karena bersamaan dengan melesat
masuknya sosok Paduka Seribu Matalah ke balik pakaiannya yang robek, sosoknya
ikut terlempar ke udara. Hingga mau tak mau membuat perempuan berparas cantik
bertubuh bahenol ini urungkan niat lepas pukulan ke arah sosok Paduka Seribu
Masalah, sebaliknya cepat putar gerakan kedua tangannya laiu memukul ke arah
sosok sang Paduka di balik pakaian bawahnya!
Tapi baru saja kedua tangan Bidadari Tujuh Langit membuat gerakan berputar,
Paduka Seribu Masalah jatuhkan diri ke bawah dan duduk di atas tanah dengan
tangan kiri kanan usap-usap kepalanya yang dimasukkan dalam-dalam di belakang
rangkapan kedua kakinya!
Di lain pihak, mendapati orang sudah meluncur ke bawah, Bidadari Tujuh Langit
membuat gerakan jungkir balik dua kaii sebelum akhirnya menjejak tanah lima
belas langkah dari sosok Paduka Seribu Masalah.
Tampaknya sang Bidadari sadar, terlalu bahaya jika tidak mengambil jarak dengan
Paduka Seribu Masalah. Hingga ketika di atas udara dia mengambil Keputusan untuk
menjaga jarak. Tapi ada satu hal yang membuat Bidadari Tujuh Langit merasa heran
dan bertanya-tanya dalam hati. Paduka Seribu Masalah tidak punya maksud untuk
mencelakai dirinya! Karena jika saja mau, tidak sulit bagi Paduka Seribu Masalah
untuk lepas pukulan saat dirinya berada di balik pakaian bawah sang Bidadari!
Kesadaran itulah yang membuat Bidadari Tujuh Langit sempat tegak diam beberapa
lama seraya memandang pada sosok Paduka Seribu Masalah.
"Bidadari...," tiba-tiba Paduka Seribu Masalah berucap. "Jangan memandangku
begitu rupa. Aku takut....
Sekarang aku harus segera pergi. Tapi sebelum itu aku tak takut mengatakan
sesuatu.... Apa pun ganjalan hati yang ada di antara semua yang ada di sini,
kuharap kalian semua tidak takut untuk melupakannya. Harap tahan diri agar tidak
ada tetesan darah lagi yang mengalir di antara kailan. Sebab penyesalan di akhir
urusan tidak ada gunanya...."
Habis berkata begitu, Paduka Seribu Masalah putar tubuhnya. Namun belum sampai
sosoknya berkelebat, terdengar satu seruan.
"Paduka Seribu Masalah! Harap tidak tinggalkan tempat ini!"
Satu bayangan berkelebat. Lalu satu sosok tubuh telah tegak di hadapan Paduka
Seribu Masalah!
DUA BELAS KITA tinggalkan dulu apa yang terjadi di hutan bambu. Kita kembali pada murid
Pendeta Sinting.
Dalam kagetnya karena tiba-tiba terdengar suara, Pendekar 131 segera berpaling.
"Wang Su Ji!" desis Joko mengenali siapa adanya orang yang bersuara dan kini
tegak di seberang sana. Ketegangan murid Pendeta Sinting sirna. Namun khawatir
jika orang merasa tidak enak sebab dia tertangkap basah mencuri dengar
pembicaraan Wang Su Ji alias Manusia Tanah Merah dengan Nenek Selir, Joko segera
anggukkan kepala seraya berkata.
"Harap tidak salah duga. Aku tadi tidak sengaja berada di tempat mana kau dan
nenek itu tengah bicara!"
Wang Su Ji balas mengangguk. Sambil tersenyum dia berkata.
"Percuma hal itu dibicarakan, Anak Muda. Semuanya sudah terjadi. Yang perlu
kutanyakan. Bagaimana kau bisa punya urusan dengan nenek itu"! Padahal dari
pembicaraan kalian, kau adalah orang asing di negeri ini! Kau tak keberatan
menjelaskan"!"
Setelah terdiam agak lama, akhirnya Joko menuturkan pertemuannya dengan Nenek
Selir dan pembicaraannya dengan si nenek hingga terjadi satu perjanjian.
Seperti diketahui, saat Joko bersama Dayang Tiga Purnama, mendadak muncul Nenek
Selir yang menyusul setelah bertemu dengan Bidadari Delapan Samudera dan
Bidadari Pedang Cinta dan setelah mendengar cerita dari Bidadari Delapan
Samudera dan Bidadari Pedang Cinta tentang kegelisahan hati kedua gadis itu
karena ucapan serta sikap Pendekar 131.
"Hem.... Sebagai orang muda, kuharap kau mengerti. Pengalaman yang pernah
dilalui membuat dia tidak mau orang lain mengalami nasib yang sama seperti dia.
Jadi jangan punya dugaan yang bukan-bukan padanya...," kata Wang Su Ji setelah
mendengar penuturan murid Pendeta Sinting.
Joko tersenyum dan anggukkan kepala.
Lalu buka mulut.
"Kek.... Aku bisa mengerti dengan sikap nenek itu. Yang aku tak habis pikir,
mengapa kau bersikeras menolongnya.
Padahal kau tahu. Begitu dia sembuh, yang dilakukan pertama kali adalah
membunuhmu"!"
Manusia Tanah Merah tertawa sebelum akhirnya berkata. "Anak muda. Sejak aku
sadar apa yang selama ini kulakukan pada Yu Sin Yin, aku sudah punya tekad untuk
rela serahkan jiwa ragaku padanya. Bahkan sebenarnya hal itu saja belum cukup
jika dibanding dengan penderitaan Yu Sin Yin akibat ulahku. Jadi aku akan
melakukan apa saja agar dia tetap hk'up dan lakukan apa saja yang selama ini
menjadi keinginannya!
Cuma aku masih punya satu keinginan sebelum Yu Sin Yin mencabut nyawaku...."
"Bertemu dengan anak kalian?" tanya Joko.
Wang Su Ji anggukkan kepaia. "Tapi aku tidak yakin. Apakah aku bisa bertemu
dengan anakku dalam waktu dekat ini.
Apalagi Yu Sin Yin pasti tidak akan tinggal diam begitu tahu aku teiah berada di
sekitar tempat ini!"
"Seandainya aku bisa membantu...,"
ujar Joko seolah ikut larut dalam ucapan Wang Su Ji.
Wang Su Ji tersenyum dan geleng kepala. Lalu berkata pelan. "Mungkin hanya ada
satu orang yang bisa membantuku. Dan justru karena orang Itu, aku datang ke
kawasan ini. Sialnya Yu Sin Yin terlebih dahulu menemukanku sebelum aku bertemu
dengan orang di mana aku bisa menggantungkan bantuan."
"Hem.... Yang kau maksud Paduka Seribu Masalah"!" tanya Joko.
"Nyatanya kau sudah banyak mengenal orang negeri ini, Anak Muda. Kau pernah
bertemu dengannya"!"
Murid Pendeta Sinting anggukkan kepala. Manusia Tanah Merah melangkah mendekati
Joko. Begitu dekat orang tua berjubah tanpa lengan ini buka suara.
"Kau anak muda yang beruntung. Mau mengatakan apa yang membuatmu jauh-jauh
sampai negeri ini"!"
"Aku tidak punya maksud apa-apa! Dan kalaupun aku sampai menginjak tanah negeri
ini, semata-mata hanya karena tidak sengaja!" Lalu Joko menuturkan perjalanannya
hingga sampai tanah Tibet.
Dan karena percaya yang diajak bicara adalah orang baik-baik, murid Pendeta
Sinting sengaja menuturkan pengalamannya terus terang tanpa ada yang
disembunyikan. Bahkan hingga dia menceritakan tentang pedang putih daiam kotak emas berukir
yang baru didapat.
Manusia Tanah Merah sempat terbengong dan terlonjak kaget ketika Joko menuturkan
pedang putih dalam kotak emas berukir.
"Anak muda.... Aku pernah dengar cerita pedang itu. Tapi karena tidak ada orang
yang membicarakan, aku tidak lagi percaya kalau pedang itu benar-benar ada!
Justru yang ramai dibicarakan kalangan rimba persilatan sejak lama adalah urusan
peta wasiat yang tersimpan di Perguruan Shaolin. Sungguh tidak kusangka kalau
ternyata pedang itulah isi dari peta wasiat yang menggegerkan itu! Dan lebih
tidak kusangka lagi kalau pada akhirnya kaulah yang mendapatkannya! Hanya
saja...." "Hanya mengapa, Kek"!" sahut Joko karena Manusia Tanah Merah putuskan ucapan.
"Aku tidak yakin apakah pedang itu berjodoh denganmu!"
Joko terlengak diam. "Tampaknya dia tahu banyak tentang pedang ini. Apakah
ketidakmampuanku menahan hawa dingin yang menjalar dari pedang ini ada kaitannya
dengan ucapan orang ini kalau pedang dalam kotak berukir tidak berjodoh
denganku?"
kata Joko dalam hati. Lalu berkata.
"Kek.... Mengapa kau punya dugaan pedang itu tidak berjodoh denganku"!"
"Menurut satu-satunya keterangan yang kudengar, Pedang itu hanya berjodoh dengan
perempuan! Kau tahu, Anak Muda.... Laki-laki adalah ibarat air. Karena dia
melakukan dan menghadapi persoalan dengan mendahulukan pikiran akal. Hingga dia
masih bisa sedikit menahan diri.
Sebaliknya perempuan adalah ibarat bara api. Dalam menghadapi persoalan, seorang
perempuan masih mendahulukan perasaan daripada akal pikiran. Hingga dia akan
cepat dilanda hawa kemarahan...."
Manusia Tanah Merah hentikan kata-katanya sejenak. Lalu bertanya.
"Kau telah pegang pedang itu. Apakah kau mengalami satu keanehan"!"
"Aku tidak mampu menahan hawa dingin yang terpancar dari dalam pedang itu!"
"Hem.... Sekarang agak jelas persoalannya. Dan kau tentu tahu apa sebabnya kau
tidak mampu menahan hawa dingin meski aku percaya kau telah berusaha menahan."
"Pedang itu diciptakan oleh penciptanya dengan sengaja dialiri hawa dingin. Dan
karena aku laki-laki yang tadi kau ibaratkan seperti air, maka aku tidak akan
mampu bertahan! Karena perempuan adalah ibarat bara api, maka dia akan bertahan
jika menahan pedang yang diciptakan dengan hawa dingin!"
"Itu mungkin hanya salah satu sebab.
Dan pasti masih banyak hai lagi penyebabnya yang belum kita ketahui! Tapi salah
satu sebab itu sudah merupakan satu petunjuk jika pedang itu tidak berjodoh di
tangan laki-laki! Apalagi jika dilihat dari namanya...."
"Kau tahu nama pedang itu"!"
"Pedang Keabadian! Itulah nama yang pernah kudengar!"
"Pedang Keabadian...," Joko ulangi ucapan Manusia Tanah Merah. Tiba-tiba murid
Pendeta Sinting ingat akan keterangan perempuan berkerudung yang ternyata adalah
Hantu Pesolek yang tengah menyamar. "Apa hubungan nama pedang Itu dengan
Sepasang Cincin Keabadian yang disebut-sebut milik Dewi Keabadian"! Tapi itu
keterangan Hantu Pesolek yang mungkin saja mengada-ada...."
"Kau tampak berubah. Ada apa, Anak Muda..."! Kau tidak harus percaya pada semua
ucapanku. Bagaimanapun juga kau telah mendapatkan pedang itu! Berarti kau berhak
memilikinya!"
"Kau pernah dengar tentang Sepasang Cincin Keabadian yang katanya milik Dewi
Keabadian"!" Joko balik bertanya.
Manusia Tanah Merah anggukkan kepala.
"Pedang itu memang masih ada kaitannya dengan Dewi Keabadian. Pedang itu...."
Belum sampai Manusia Tanah Merah lanjutkan ucapan, mendadak mereka mendengar
suara ledakan beberapa kali.
Pendekar 131 dan Manusia Tanah Merah berpaling ke arah sumber terdengarnya


Joko Sableng Pedang Keabadian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ledakan. "Kawasan hutan bambu!" bisik Manusia Tanah Merah. "Yu Sin Yin masih berada di
sekitar kawasan itu...." Wajah Manusia Tanah Merah tampak berubah. Saat lain
cekal lengan murid Pendeta Sinting. Tanpa buka mulut lagi, laki-laki berjubah
tanpa lengan ini berkelebat sambil menyeret Pendekar 131.
SELESAI Segera menyusul:
RAHASIA DARAH KUTUKAN
Kasih Diantara Remaja 14 Terbang Harum Pedang Hujan Piao Xiang Jian Yu Karya Gu Long Lembah Nirmala 4
^