Rahasia Pulau Biru 3
Joko Sableng 3 Rahasia Pulau Biru Bagian 3
Namun setelah tawanya terhenti, kakek ini terus buka mulutnya lebar-lebar!
"Iblis Ompong.... Hem.... Nama gelar dan orangnya baru pertama kali ini
kudengar dan kutemui. Orang aneh. Lebih aneh Iagi, kenapa dia bilang nyawaku Ini
miliknya" Padahal
aku tak pernah berurusan dengannya!" gumam Joko seraya perhatikan lebih seksama pada si kakek.
Melihat Iblis Ompong tak keluarkan sepatah kata pun, Ratu Pemikat
sunggingkan senyum. Lalu berkata.
"Terima kasih kau mau mengerti, sobatku iblis Ompong! Jangan khawatir, kalau kau
inginkan nyawanya, itu akan kuberikan padamu. Aku ada urusan lain dengannya!"
Tiba-tiba Iblis Ompong perdengarkan tawa kembali. Puas dengan gelakan tawanya
dia berujar. "Sudah kubilang. Nyawanya untukku.
Dan tak seorang pun boleh menyentuhnya.
Kau boleh urusan dengannya, tapi jangan sekali-kali menyentuh apa lagi mengambil
sesuatu darinya!"
Paras Ratu Pemikat kembali berubah.
Malah kini rahangnya mengembang.
Sepasang matanya membelalak dengan mulut komat-kamit.
"Iblis Ompong! Harap kau
memandangku sebagai sahabat. Dan jangan sampai terjadi silang urusan antara
kita!" "Bersahabat tidak menjamin tidak adanya silang urusan! Dan jika kau benar-benar
punya urusan dengan pemuda itu, tunggulah setelah aku selesai!
Setelah itu kau bebas mengambil apa saja
darinya. Percayalah, aku tidak akan sentuh-sentuh barang yang kau sukai dan kau
inginkan darinya! Aku punya seperti yang dia mlliki. Bentuk dan warnanya sama,
meski ketangguhannya sudah jauh menurun...."
Paras muka Ratu Pemikat makin
mengelam. Sementara murid Pendeta Sinting geleng-geleng kepala.
"Tua bangka! Jaga mulutmu!"
Seolah tersentak kaget. Iblis
Ompong tekapkan telapak tangannya di depan mulutnya. Tapi ketika tangan itu
diturunkan lagi, mulut itu masih terbuka lebar-lebar.
"Iblis Ompong! Waktuku tidak banyak. Dan aku tidak mau tawar-menawar denganmu!
Aku yang menemukannya terlebih dahulu. Akulah yang berhak menyelesaikan urusan
lebih dulu!"
"Siapa pun tak berhak menentukan waktu. Besarnya urusan adalah nomor satu.
Urusanmu adalah meminta barang sesuatu. Urusanku mencabut nyawanya yang satu.
Kau harus panjang akal. Masalahmu hanya sepanjang jengkal. Sedang
masalahku tak bisa selesai hingga salah satu terjungkal!"
Ratu Pemikat pasang telinga
baik-baik dengarkan ucapan orang. Selama kiprahnya malang-melintang dalam rimba
persilatan, perempuan berwajah cantik ini telah beberapa kali sempat jumpa
dengan Iblis Ompong. Juga telah
mengetahui sampai di mana ketinggian ilmu yang dimiliki si kakek. Dalam hati
Ratu Pemikat membatin. "Rupanya jahanam sialan ini tidak dapat diajak berdamai.
Apa boleh buat. Kaki telah kuangkat, tekad telah bulat! Aku tak akan pergi dari
sini tanpa sesuatu yang kudapat!"
Memikir sampai di situ, Ratu Pemikat segera angkat bicara.
"Nyatanya silang sengketa tak bisa dihindari. Aku tanya padamu. Kita dahulukan
urusan kita atau kau bersabar ingin aku tuntaskan urusanku dengan dia!"
"Urusanmu hanya bagaikan satu pasir di pantai. Urusanku adalah barang yang tak
bisa dinilai. Masihkah wajar kau ajukan harga" Kuingatkan. Parasmu masih
menggoda dada dan mata. Pinggulmu masih menggetarkan panca indera. Nikmat
mungkin belum seluruhnya kau rasakan.
Akankah waktu kau sia-siakan?"
Meski Ratu Pemikat sadar bahwa
ilmunya masih berada di bawah Iblis Ompong, namun ucapan si kakek membuat
perempuan ini geram. Ini terlihat dari apa yang dikatakannya. "Urusan tubuhku
tak perlu usil kau bawa-bawa. Dan jangan mencoba mengguruiku!" Ratu Pemikat
tertawa perlahan. "Atau jangan-jangan kau ingin merasakan nikmatnya diriku?"
Iblis Ompong buka lebar-lebar
mulutnya. "Ingin memang Ingin. Tapi terus terang saja aku khawatir...."
Karena Iblis Ompong tak teruskan ucapannya, serta-merta Ratu Pemikat menyahut.
"Khawatir apa" Hah..."!"
Iblis Ompong tertawa bergelak
dahulu sebelum berkata.
"Wajahmu memang memikat hingga tak salah jika kau bergelar Ratu Pemikat.
Menurut yang kudengar, kau memang suka bagi-bagi nikmat. Dan menurut yang
kulihat, kue seenak apa pun akan hilang rasa nikmatnya bila dijamah banyak
tangan...."
"Setan jahanam!" potong Ratu Pemikat sebelum selesai Iblis Ompong lanjutkan
kata-katanya. Bersamaan dengan itu kedua tangan Ratu Pemikat bergerak menghantam
ke arah Iblis Ompong.
Wuutt! Wuuutt! Dari kedua tangan perempuan ini
meiesat sinar terang biru yang selain keluarkan suara luar biasa juga
hamparkan hawa panas! Inilah pukulan sakti Ratu Pemikat yang dikenal dengan
'Hamparan Langit'.
Melihat pukulan pembuka Ratu
Pemikat telah lancarkan pukulan
saktinya, jelas jika perempuan ini ingin segera selesaikan urusan dengan iblis
Ompong. Di depan sana, Iblis Ompong sama sekali tidak membuat gerakan, membuat Ratu
Pemikat dan Joko pentangkan mata masing-masing. Ratu Pemikat tampak tersenyum. Tapi senyumnya tiba-tiba
terputus tatkala tiba-tiba Iblis Ompong balikkan tubuh. Kedua tangannya
serta-merta disentakkan ke beiakang.
Wusss! Wuuusss!
Tampak dua bola asap sebesar roda kereta melesat bergulir keluarkan suara
berderak-derak laksana roda kereta melaju di atas pasir.
Begitu sinar terang biru pukulan sakti 'Hamparan Langit' yang dilepas Ratu
Pemikat berjarak setengah depa Iagi dari dua bola asap yang melesat dari kedua
tangan Iblis Ompong, mendadak dua bola asap itu mengembang besar. Kejap kemudian
laksana memlliki daya tarik luar biasa dahsyat, sinar biru terang masuk lenyap
ke dalam dua bola asap! Di lain kejap tempat itu laksana dilanda gempa hebat
meski tiada suara ledakan yang terdengar! Dua bola asap terlihat ambyar
berkeping-keping semburatan warna putih dan biru.
Bersamaan dengan ambyarnya dua bola asap, sosok Ratu Pemikat terjajar lima
langkah ke belakang. Raul wajahnya pias.
Beberapa saat tubuhnya bergetar dengan dada bergerak turun naik dengan keras.
Tahu situasi, Ratu Pemikat cepat kerahkan tenaga dalam. Namun perempuan ini jadi
terkesiap. Sebelum dia sempat kerahkan tenaga, dia merasakan sambaran angin
kencang. Tubuhnya kembali tersurut tiga langkah. Tapi kinl sepasang kakinya
goyah, hingga tak berselang lama
kemudian sosoknya meliuk dan jatuh terduduk di atas tanah.
Di depan sana, Iblis Ompong terlihat menungging dengan kedua kaki terkembang
lebar. Dari sela sepasang kakinya tampak kedua tangan si kakek diayun-ayun
pulang balik ke depan ke belakang. Anehnya, bersamaan dengan ayunan itu beberapa
rangkuman angin keras mencelat. Sambaran angin dari ayunan tangan inilah yang
membuat Ratu Pemikat jatuh terduduk!
Ratu Pemikat kertakkan rahang.
Setelah meneliti dan yakin tidak mengalami cidera, dia cepat bergerak bangkit.
Didahului bentakan nyaring, dia melesat ke depan. Tangan kiri-kanan bergerak
siap lepaskan jotosan ke arah Iblis Ompong. Namun lagi-lagi Iblis Ompong tak
membuat gerakan, kakek ini tetap menungging, malah berkata. "Bocah!
Awas!" Pendekar 131 yang berada tak jauh dari tempat Iblis Ompong tersentak kaget dan
bingung dengan teriakan Iblis Ompong. Dia baru sadar tatkala tiba-tiba satu
tendangan keras telah menghantam bahu kirinya.
Bukkk! Ternyata kedua tangan Ratu Pemikat yang seakan hendak bergerak lepaskan jotosan
hanyalah tipuan. Karena bersamaan Itu kakinya bergerak kirim kan tendangan keras ke arah Pendekar 131
yang tegak di samping Iblis Ompong.
Joko terhuyung-huyung ke belakang.
Ratu Pemikat tak buang kesempatan. Dia teruskan lesatan tubuhnya. Klni tangan
kirinya bergerak menghantam ke arah kepala murid Pendeta Sinting sedang tangan
kanannya menyambar ke arah pinggang.
Breeett! Baju bagian pinggang milik Joko
robek hingga pedang yang terimpan di baliknya terlihat, membuat Ratu Pemikat
semakin bernafsu. Begitu tangan kirinya gagal menghantam sasaran, dia cepat
jejakkan sepasang kakinya ke tanah, seraya melayang di udara, kedua
tangannya lepaskan pukulan 'Hamparan Langit'!
Murid Pendeta Sinting tak tinggal dlam. Meski tenaganya belum sepenuhnya bisa
dikerahkan, dia tetap lepaskan pukulan 'Lembur Kuning' meski hanya dengan tenaga
seadanya. Karena Ratu Pemikat lepaskan
pukulan dari jarak dekat, sementara Joko lepaskan pukulan dengan tenaga seadanya
karena keadaannya belum pulih benar, maka bisa dibayangkan apa yang akan dialami
oleh murid Pendeta Sinting ini.
Rupanya hal ini tak lepas dari
penglihatan Iblis Ompong. Kakek ini cepat geser pantatnya hingga menghadap ke
arah Ratu Pamikat yang lepaskan pukulan dari udara.
Masih tetap menungging, Iblis
Ompong nongolkan kepala dari sela bentangan kedua kakinya. Mulutnya dikatupkan
dan digelembungkan hingga membentuk bundaran di pipi. Kejap kemudian bersamaan
dengan bergeraknya kedua tangan Ratu Pemikat, Iblis Ompong semburkan udara dari
mulutnya. Busss! Ratu Pemikat berseru tegang.
Tubuhnya terseret di udara. Namun perempuan ini teruskan hantamannya.
Hingga saat itu juga dua sinar biru terang melesat ke arah Joko Sableng. Di lain
pihak, dari arah bawah sinar kekuningan mengudara keluar dari kedua tangan Joko.
Saat pukulan Ratu Pemikat dan
Pendekar 131 serta semburan mulut Iblis Ompong masih mengapung di udara, tiba-
tiba satu deru dahsyat mengguncang tempat itu. Di lain saat, satu gelombang
angin keras melabrak ke arah Iblis Ompong!
Iblis Ompong menggerendeng panjang pendek. Dia cepat hendak putar pantat, namun
terlambat. Angin keras itu telah menyapu tubuhnya hingga sosoknya terdorong
cepat ke depan.
Tapi si kakek ini cepat julurkan kedua tangannya ke depan. Dan
serta-merta tubuhnya terhenti dengan posisi tetap menungging dan kedua telapak
tangan bertumpu di atas tanah.
Saat itulah terdengar satu dentuman keras saat pukulan 'Hamparan Langit'
bentrok dengan pukulan 'Lembur Kuning'.
Sosok Ratu Pemikat terlihat mencelat di udara. Bukan saja karena tersapu
semburan angin yang keluar dari mulut iblis Ompong tapi juga karena bias bentrok
pukulannya. Perempuan cantik bertubuh bahenol Ini perdengarkan jeritan tinggi. Setelah
tubuhnya terbanting di udara, tubuh itu menukik deras dan terjerembab di atas
tanah! Di seberang, sosok murid Pendeta Sinting terlempar tinggi ke udara.
Selagi tubuh itu mulai melayang ke bawah mendadak satu bayangan berkelebat. Dan
sekali sambar tubuh Pendekar Pedang Tumpul 131 telah berada di pundak si
bayangan. Dari semak belukar terdengar satu seruan, lalu melesat satu gelombang angin
keras ke arah bayangan yang menyambar tubuh Pendekar 131. Iblis Ompong pun tak
tinggal diam. Kakek ini cepat membuat gerakan jungkir baiik di atas tanah. Lalu
sentakkan kedua tangannya ke udara.
Namun baik pukulan yang dilancarkan orang dari balik semak belukar maupun
pukulan iblis Ompong hanya menghantam tempat kosong. Karena si bayangan luar
biasa sekali cepat gerakannya. Hingga
sebelum dua pukulan sempat melabrak, sosoknya telah berkelebat lenyap!
Bersamaan lenyapnya bayangan yang membawa tubuh Pendekar 131, dari semak belukar
sesosok tubuh berkelebat keluar.
Dari mulutnya terdengar makian panjang pendek tak karuan. Sejenak sepasang
matanya tak berkedip memandang ke arah lenyapnya bayangan yang membawa tubuh
Joko. Lalu serentak berpaling ke arah Iblis Ompong. Lalu membentak keras.
"Keparat Ompong! Gara-gara kau urusan jadi berantakan begini rupa!"
Iblis Ompong berpaling sambil buka mulut lebar-lebar. Untuk beberapa saat kakek
ini perhatikan orang yang kini memandang ke arahnya.
"Hem.... Sudah membokong masih juga timpakan kesalahan pada orang lain,"
gumamnya seraya alihkan pandangan ke jurusan lain. Lalu berucap.
"Iblis Ompong boleh dilecehkan.
Tapi pantang baginya dipersalahkan! Aku beri kesempatan padamu untuk mencabut
ucapan. Lalu minggat dari sini jika ingin nyawa tetap dikandung badan!"
Orang di hadapan Iblis Ompong
mendongak ke langit. Dari mulutnya terdengar menggembor suara tawanya keras
membahana. Tiba-tiba dia sentakkan kedua tangannya lepaskan satu pukulan!
* * * 9 DUA cahaya putih dan hitam melabrak angker ke arah Ibiis Ompong, membuat kakek
ini tegak terbelalak dengan mulut terbuka lebar. Tapi tiba-tiba dia baiikkan
tubuh dan serta-merta sentakkan kedua tangannya ke belakang.
Wuutt! Wuuttt! Dua bola asap menggelinding
perdengarkan suara berderak-derak memekakkan telinga. Sesaat kemudian terdengar
ledakan dahsyat tatkala bola asap memapak cahaya putih hitam. Cahaya putih hitam
seketika melesat bertabur ke udara menggebrak daun pepohonan di sekitar tempat
itu serta semak belukar dipenuhi hamburan daun-daun kering.
Iblis Ompong bergumam tak jelas
dengan tubuh terhuyung-huyung ke belakang. Sedangkan orang di depannya terseret
tiga iangkah dengan kedua tangan menekap dadanya. Sepuluh langkah di samping
Iblis Ompong terlihat Ratu Pemikat bergulingan dan baru terhenti ketika sosoknya
membentur sebatang pohon.
Ratu Pemikat beringsut bangkit lalu bersandar dengan sepasang mata memandang ke
depan. "Merak Kawung! Kenapa kau sampai terlambat" Jahanam betul!" maki Ratu Pemikat
dengan dada bergerak turun naik.
Orang di hadapan Iblis Ompong
berpaling pada Ratu Pemikat. Orang ini adalah seorang laki-laki setengah baya
bertubuh tinggi besar. Mengenakan jubah toga warna putih hitam. Kepalanya
gundul. Sepasang matanya besar dengan alis menjulai panjang ke bawah hampir
menutupi kedua bola matanya. Hidungnya besar dengan kumls melintang tebal. Pada
bagian dada jubah toganya terlihat tiga bulu burung merak. Inilah seorang
dedengkot tokoh dunia persilatan yang tak asing lagi dan dikenal dengan julukan
Merak Kawung. Tokoh ini sebenarnya jarang sekali muncul, namun sekali dia
muncul, pasti terjadi kegegeran.
Seperti diketahui, Ratu Pemikat
amat bernafsu untuk memilikli Pedang Tumpul 131. Karena merasa dia tak sanggup
untuk merebut dengan tangannya sendiri, maka dia berusaha merangkul beberapa
tokoh. Dengan modal kecantikan dan kemolekan tubuh, beberapa tokoh memang
berhasil digaetnya. Dan salah satu dari tokoh itu adalah Merak Kawung.
Sewaktu menemukan Pendekar 131,
sengaja Merak Kawung bersembunyi di balik semak belukar. ini untuk menjaga jika
ada sesuatu yang tak terduga. Dan kali ini sesuatu yang tak terduga itu memang
terjadi. Namun kali ini Merak Kawung terlambat untuk bertindak, hingga bukan
saja membuat Ratu Pemikat tersapu pukulan Iblis Ompong namun juga ter-
lambat lakukan pukulan pada bayangan yang membawa Pendekar 131!
Merak Kawung sesaat menatap pada Ratu Pemikat. Laki-laki itu melangkah hendak
mendekat. Tapi di depan sana Ratu Pemikat beri isyarat dengan gelengkan kepala,
membuat Merak Kawung hentikan Iangkah dan putar diri menghadap Ibiis Ompong.
"Hem.... Jadi manusia gundul ini telah berada di bawah ketiak perempuan itu. Ah,
Joko Sableng 3 Rahasia Pulau Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kenapa aku ikut mengurusi mereka" Sialan betul! Aku harus cepat mengetahui siapa
orang yang membawa lari pemuda itu! Jika tidak, penantianku tak akan ada ujung
pangkalnya! Aku sudah tua, kalau kedahuluan mati, dan pesan belum kusampaikan
maka dunia persilatan akan mengutukiku!" pikir Iblis Ompong.
"Apalagi kini orang-orang rimba
persilatan sedang dibikin edan
membicarakan dan berusaha memburu...."
Iblis Ompong lalu putar diri. Tapi baru saja hendak berkelebat, Merak Kawung
membentak. "Kau kira bisa begitu saja pergi dari sini, Jahanam Ompong"!"
Iblis Ompong tak pedulikan bentakan orang. Dia tetap teruskan niat untuk
berkelebat tinggalkan tempat itu. Namun gerakannya tertahan tatkala tiba-tiba
Merak Kawung berteriak keras. Bersamaan itu, tangan kirinya mencabut satu bulu
merak di dada jubah toganya. Sementara
tangan kanan diangkat tinggi-tinggi.
Ketika tangan kiri-kanan laki-laki gundul Ini bergerak menghantam, maka tampak
cahaya hitam putih berkiblat disusul dengan menderunya bulu merak keluarkan
suara laksana deruan pedang!
"Sial dangkalan! Merak Kawung. Mata dan hatimu benar-benar telah dibikin buta.
Hingga tak tahu mana kawan dan lawan!" teriak Iblis Ompong. Kedua tangannya
dihantamkan ke belakang.
Cahaya putih hitam serta lesatan bulu merak mendadak tertahan di udara dan untuk
beberapa lama mengapung.
Merak Kawung sesaat jadi terkesiap melihat pukulan dan senjata andalannya
terapung-apung di udara. Selain itu diam-diam dia merasa terkejut dan peian-
pelan rasa kecut mendera dadanya.
Karena selama malang melintang dalam rimba persilatan, baru kail ini pukulan dan
senjata andalannya bisa dibikin sedemikian rupa oleh lawan.
Selagi Merak Kawung termangu, Iblis Ompong kembali sentakkan kedua
tangannya. Wuuutt! Wuuutt!
Tak ada seruan deru yang terdengar, namun di depan sana tiba-tiba cahaya putih
hitam serta bulu merak yang terapung terdorong keras dan kini berbalik melabrak
ke arah Merak Kawung.
Merak Kawung melengak. Belum sempat membuat gerakan apa-apa cahaya puku-
lannya sendiri yang membalik telah berada di hadapannya. Masih untung laki-laki
ini segera pukulkan tangan kiri kanannya ke depan, hingga cahayanya berhasil
menghalau pukulannya sendiri, bulu merak melabrak ganas ke arah dadanya!
Seraya memaki, Merak Kawung angkat kedua tangannya lagi. Tapi lesatan bulu merak
datang lebih cepat. Hingga meski Merak Kawung masih sempat menghindar dengan
bergeser ke samping tapi tak urung bahu kirinya tersambar bulu merak.
Jubah toga Merak Kawung di bagian bahu robek menganga. Laki-laki berkepala
gundul ini terpekik kesakitan. Raul wajahnya kontan berubah pucat pasi. Pada
saat yang sama darah berwarna kehitaman mulai membasahi jubah bagian bahunya.
Merak Kawung merasakan aliran darahnya bergolak panas dan segera menjalar ke
seluruh tubuhnya. Kejap kemudian, Merak Kawung terlihat surut beberapa langkah
ke belakang. Tahu bahaya apa yang kini dihadapi, Merak Kawung cepat ambil dua butir obat dari
saku jubahnya. Begitu butiran obat tertelan, perlahan-lahan golakan hawa panas
di tubuhnya mereda. Dan ketika dia memandang ke depan, Iblis Ompong sudah tidak
tampak lagi. "Keparat jahanam...!" umpat Merak Kawung seraya bantingkan sepasang kakinya ke
atas tanah. Tanah di tempat
itu bergetar keras, hingga Ratu Pemikat yang sedang duduk bersila bersandar pada
pohon dengan mata terpejam pulihkan tenaga buka kelopak matanya.
"Ratu.... Kita tinggalkan tempat celaka ini!"
Ratu Pemikat bergerak bangkit.
Melangkah mendekati Merak Kawung.
Perempuan cantik ini tersenyum. Begitu dekat, tangan kanannya segera melingkar
ke pinggang Merak Kawung. Sekali membalik, tubuh Ratu Pemikat telah berhadapan
dengan Merak Kawung.
"Merak.... Kita memang sudah lama di tempat ini. Kita harus segera pergi.
Lupakan apa yang baru saja terjadi. Kita cari tempat yang aman untuk
bersenang-senang...." Seraya berkata, tangan kiri Ratu Pemikat menelusup masuk
ke balik jubah dan pakaian dalam Merak Kawung.
Entah siapa yang memulai, kejap
kemudian kedua orang ini telah tenggelam dalam peluk cium. Sepasang kaki Ratu
Pemikat terlihat berjingkat sementara Merak Kawung rundukkan sedikit
kepalanya. "Ratu...," bisik Merak Kawung dengan kedua tangan membelai punggung dan dada
Ratu Pemikat. Ratu Pemikat perdengarkan gumaman perlahan. Lalu mendesah perlahan dengan
sepasang mata dipejamkan.
"Sebaiknya kita lupakan saja urusan Pedang Tumpul 131.... Orang rimba persilatan
kini sudah melupakan pedang itu, karena mereka tahu bahwa seseorang yang
berjodoh telah menemukannya. Lebih baik kita sekarang menyelidik tentang Kitab
Serat Biru...."
"Akhir-akhir ini orang-orang memang meributkan kitab itu. Tapi kurasa menyelidik
tanpa bekal yang cukup terpercaya hanya akan membawa sia-sia.
Aku diam-diam selama ini berusaha menyirap tentang kabar kitab itu. Namun apa
yang berhasil kusirap ternyata simpang siur. Hingga aku punya firasat jika kitab
itu tidak ada...."
Seraya masih membelai, Merak Kawung tertawa perlahan. Lalu rundukkan lebih dalam
kepalanya hingga hidungnya menyapu sembulan payudara sang ratu. Ratu Pemikat
angkat kedua tangannya dan meraih kepala Merak Kawung lalu
ditekannya rapat-rapat.
"Ratu...!" suara Merak Kawung terdengar serak tersendat. "Kita temui seorang
sahabat. Kurasa dia banyak tahu seluk-beluk kitab itu...."
Tiba-tiba Ratu Pemikat angkat
kepala Merak Kawung. "Siapa dia"!"
Merak Kawung tersenyum. Wajahnya memerah, pertanda nafsu telah menguasai
dirinya. "Nanti kau akan tahu siapa
orangnya...."
Tapi...." Tapi apa..."!" tanya Merak Kawung seraya kembali selusupkan kepalanya ke arah
dada Ratu Pemikat.
Ratu Pemikat sejenak terdiam tidak segera menjawab pertanyaan Merak Kawung.
Rupanya Merak Kawung dapat
menangkap keraguan pada Ratu Pemikat.
Hingga dia buru-buru berkata.
"Kau khawatir aku bernafsu memiliki kitab itu?"
Lagi-lagi Ratu Pemikat tidak segera buka mulut untuk memberi jawaban. Hingga
Merak Kawung akhirnya lanjutkan
ucapannya. Tak usah khawatir, Ratu.... Dirimu lebih berharga bagiku dibanding dengan kitab
itu! Kalau aku menyelidik kitab itu, semata-mata kelak kuperuntukkan
untukmu...."
"Ucapanmu betul, Merak...?" bisik Ratu Pemikat dengan busungkan dadanya.
"Kau bisa buktlkan ucapanku nanti, Ratu...," suara Merak Kawung serak di antara
deru napasnya yang memburu.
Laki-laki gundul ini angkat sedikit kepalanya mendongak memandang ke arah dagu
Ratu Pemikat. Diam-diam dalam hati Merak Kawung berkata.
"Hem.... Aku tidak setolol yang kau duga. Kitab Serat Blru adalah kitab sakti
tiada tanding. Begitu kitab berada di tanganku, saat itulah saatnya dirimu
menjadi budakku! Saat sekarang kau masih
menganggap dirlku budakmu, tapi
tunggulah saatnya nanti...."
Kalau Merak Kawung berpikir
demikian, ternyata diam-diam Ratu Pemikat juga berkata sendiri dalam hati.
"Aku tahu siapa dirimu, Merak Kawung. Aku tahu ucapanmu hanya di mulut. Dan
jangan harap kau bisa bodohi diriku. Begitu Kitab Serat Biru betul-betul
kumiliki, itulah saatnya riwayatmu habis!"
"Ratu...," bisik Merak Kawung.
"Kurasa tempat ini kurang aman...."
Ratu Pemikat mendesah pelan. "Jika begitu, kau tunggu apalagi" Bawalah aku pergi
ke tempat aman. Dan...."
Belum habis ucapan Ratu Pemikat, Merak Kawung telah mengangkat tubuh sang ratu
dalam rengkuhannya. Sekali
bergerak, Merak Kawung melesat dengan memanggul tubuh Ratu Pemikat.
* * * 10 SOSOK bayangan hitam itu terus
berkelebat ke arah timur. Sesekali dia berpaling pada orang yang dipanggulnya
dengan perdengarkan gumaman tak jelas.
Pada satu tempat, dia hentikan larinya.
Berpaling sekali lagi pada orang di pundaknya, lalu mendongak ke langit.
"Ada hubungan apa pemuda ini dengan jahanam Iblis Ompong" Hem.... Iblis
Ompong. Tampaknya dia tak betah juga terus-terusan sembunyikan diri. Apakah
kemunculannya ini ada kaitannya dengan urusan Kitab Serat Biru?" Orang ini
menghela napas panjang.
Ternyata dia adalah seorang
perempuan berambut pirang. Mengenakan jubah besar warna hitam, Pada kedua
tangannya terlihat satu kaos tangan dari kulit juga berwarna hitam. Perempuan
ini tak bisa dikenali wajahnya karena dia mengenakan cadar berwarna hitam. Dari
wajahnya yang terlihat hanyalah sepasang matanya yang tajam dari kedua lobang
cadar. Mendadak perempuan berjubah dan
bercadar hitam palingkan kepala.
"Hemm.... Di sini rupanya tidak aman...," gumamnya. Lalu menatap sejenak pada
orang yang dipanggul. Sepasang matanya sorotkan pandangan aneh.
Seteilah memastikan orang yang dipanggul masih dalam keadaan tertotok, perempuan
berjubah dan bercadar hitam teruskan larinya. Namun baru saja bergerak, satu
bayangan berkelebat, membuat langkah si perempuan tertahan. Dia segera berpaling
dengan sepasang mata dipentangkan.
"Bangsat siapa dia..."!" desis si perempuan bercadar hitam dengan tubuh sedikit
berguncang, tanda dia menahan marah. Sepasang matanya dari dua lobang cadar
membelalak besar memandang tak berkesiap ke arah depan, di mana kini
telah tegak seorang perempuan yang dilihat dari sikapnya jelas sengaja
menghadang! Dan bukan Itu saja yang membuat perempuan berjubah dan bercadar
hitam pentangkan sepasang matanya makin besar, karena ternyata orang yang kini
tegak menghadang di hadapannya juga mengenakan cadar berlobang kecil-kecil
menutup seluruh raut wajahnya. Pada punggung orang ini terlihat punuk besar.
Kalau perempuan berambut pirang
berjubah dan bercadar hitam tampak geram, tidak demikian halnya dengan perempuan
bercadar dan berpunuk yang menghadang. Begitu tegak menghadang dan memandang
pada perempuan bercadar dan berjubah hitam, perempuan berpunuk serentak tersurut
kaget. Sepasang mata dari baiik cadar berlobang-lobang terlihat membesar.
Wajahnya pun seketika berubah.
"Dewi Siluman...," desis perempuan berpunuk dengan suara tercekat di
tenggorokan. Untuk beberapa lama orang ini arahkan pandangannya dari baiik cadar
berlobang kecil-kecil pada perempuan berjubah dan bercadar hitam.
Lalu beralih pada sosok yang ada di pundak si perempuan.
"Pendekar 131.... Tampaknya dia tertotok. Hem.... Seharusnya aku tidak
membiarkan dirinya sendirian di tempat itu. Apalagi keadaannya masih
terluka.... Sekarang harus bagaimana"
Aku tahu siapa Dewi Siluman. Nyawa Pendekar 131 tidak terjamin keselamatan-nya
di tangan sang dewi. Tapi bisakah aku merebutnya..." Bagaimana kalau dia ta-
hu..." Ah. Tak kusangka jika Dewi Siiuman berada di tempat itu juga...."
"Orang tak dikenal!" Tiba-tiba perempuan berjubah dan bercadar hitam membentak
garang. "Katakan maksudmu menghadang langkahku!"
Meski dari perubahan wajah dan sikap serta kata hatinya jelas jika perempuan
berpunuk merasa kecut, tapi saat melihat keadaan orang di pundak perempuan
berjubah dan bercadar hitam yang bukan lain Pendekar 131 Joko Sableng, satu
keberanian luar biasa tiba-tiba
menyeruak di dadanya. Bahkan diam-diam dalam diri perempuan berpunuk muncul
tekad untuk merebut sekaligus
menyelamatkan sang pemuda walau apa yang terjadi.
"Dewi Siluman...!" kata perempuan berpunuk. "Harap turunkan pemuda itu dan
serahkan padaku!"
Perempuan bercadar dan berjubah
hitam terkesiap demi mengetahui
perempuan di hadapannya tahu siapa dirinya. Untuk sesaat sepasang matanya
memperhatikan lebih seksama ke bagian cadar berlobang-lobang kecil seolah
berusaha menembus cadar orang itu dan mengetahui wajah di baliknya.
"Jahanam siapa perempuan ini"
Berpuluh tahun kucoba menyembunyikan diri, hanya beberapa orang yang tahu
diriku. Adalah aneh jika orang yang baru kaii ini kutemui telah mengenal siapa
diriku...."
"Perempuan
berpunuk!" kata
perempuan bercadar dan berjubah hitam setelah beberapa lama terdiam. "Syukur kau
telah mengenaliku hingga aku tak perlu memberi keterangan! Aku tanya padamu.
Siapa kau adanya"! Kalau kawan kenapa tegak menghadang cari urusan, kalau lawan
katakan apa hubunganmu dengan pemuda ini!"
"Aku tak bisa beri keterangan di sini! Yang pasti, aku memerlukan pemuda itu,
dan harap kau segera turunkan dirinya!"
"Hem.... Perempuan ini sengaja mengerahkan tenaga dalam untuk menekan suaranya
agar suara aslinya tak mudah dikenali orang. Jangan-jangan aku mengenalnya.
Hem...." Perempuan berjubah dan bercadar
hitam yang dipanggil dengan Dewi Siluman tengadahkan kepala. Kejap kemudian
terdengar suara tawanya.
"Melihat bentuk tubuh dan suaramu, pasti kau bukan perempuan muda lagi. Aku
khawatir jangan-jangan kau golongan tua-tua bangka yang senang permainkan
pemuda-pemuda. Hik.... Hik.... Hik...!
Kusarankan nenek! Carilah pemuda lain saja. Aku tak bisa penuh permintaanmu!"
"Dewi Siluman! Kita bukan kawan bukan lawan. Harap urusan pemuda itu tak
menjadikan awal sengketa antara kita!"
Ucapan perempuan berpunuk membuat Dewi Siluman kembali tertawa panjang.
"Ucapannya nadanya memaksa. Dan sepertinya kau menghkawatirkan pemuda ini.
Hem.... Berat dugaan kau adalah seorang nenek yang tergila-gila pada seorang
pemuda. Kau menyukai pemuda ini"!"
Wajah di balik cadar
berlobang-lobang kecil milik perempuan berpunuk sesaat berubah.
"Dewi Siluman! Harap jangan bicara terlalu jauh. Dan buang juga dugaan gilamu
itu!' "Hem.... Begitu" Jika itu maumu, lekas menyingkir dari hadapanku atau kau akan
rasakan kecewa seumur-umur! Bukan hanya tak akan mendapatkan pemuda ini tapi
nyawamu juga akan putus!"
"Dewi...."
Tutup mulutmu!" hardik Dewi Siluman memotong. "Menyingkir atau mampus!"
Sambil menghardik Dewi Siluman angkat tangan kirinya.
Perempuan berpunuk tampak bimbang.
Sesekali dia memandang ke arah Dewi Siluman lalu beralih pada Pendekar 131.
Diam-diam perempuan ini membatin.
"Apa hendak dikata. Meski aku belum bisa memastikan maksudnya, tapi pemuda itu
harus kuselamatkan dari
tangannya...."
Berpikir sampai ke sana, perempuan berpunuk pentangkan sepasang kakinya.
Kedua tangannya bergerak menakup di depan dada. Sikap dan gerakannya menandakan
dia siap menghadapi Dewi Siluman.
Tiba-tiba di depan sana Dewi Siluman turunkan tangan kirinya,
membuat perempuan berpunuk bertanya-tanya.
Sementara Dewi Siluman segera palingkan kepala ke jurusan lain. Sepasang matanya
Joko Sableng 3 Rahasia Pulau Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memandang jauh.
"Aku ingin tahu sampai di mana rasa khawatir perempuan berpunuk itu. Dari sana
mungkin aku bisa menebak siapa adanya bangsat itu...," desis Dewi Siluman, lalu
didahului bentakan keras perempuan bercadar dan berjubah hitam ini melesat satu
tombak ke udara. Di udara dia membuat gerakan berputar satu kali. Begitu
berbalik dan melayang turun, kedua tangannya mendorong ke bawah ke arah
perempuan berpunuk.
Saat itu juga kabut hitam keluarkan deruan dahsyat menyapu ke arah perempuan
berpunuk. "Kabut Neraka!" seru perempuan berpunuk mengenali pukulan yang dilepas Dewi
Siluman. Dan seolah tahu kehebatan pukulan orang itu, begitu kabut hitam
melesat menyapu, perempuan berpunuk segera berkelebat menyingkir ke samping.
Hingga kabut hitam menderu sejarak empat jengkal di sampingnya.
Sesaat kemudian, dua batang pohon di depan sana berderak dan langsung tumbang
dengan daun-daun hangus. Ranting-rantingnya bertabur ke udara menjadi serpihan
kecil-kecil. Dari tempatnya sekarang berdiri, perempuan berpunuk cepat angkat kedua
tangannya. Lalu didorong ke depan saat Dewi Siluman mendarat di atas tanah. Tapi
gerakan mendorong si perempuan berpunuk tertahan karena di depan sana mendadak
Dewi Siluman tertawa panjang seraya melintangkan tubuh Pendekar 131 di depan
tubuhnya, membuat perempuan berpunuk urungkah niat dan berteriak keras.
"Ternyata Dewi Siluman adalah tokoh pengecut! Membuat manusia untuk
pelindung diri!"
Dewi Siluman perkeras suara
tawanya. Namun dalam hati dia makin penasaran saat mengetahui perempuan berpunuk
tahu pukulan yang baru
dilepasnya. "Keparat betul! Siapa sebenarnya perempuan ini" Dia rupanya tahu banyak tentang
diriku.... Hem.... Tapi dia benar-benar mengkhawatirkan pemuda ini.
Sepertinya pemuda ini begitu berharga baginya!" Dewi Siluman memandang sejenak
pada paras dan tubuh Pendekar 131.
"Heran. Pemuda ini dibuat rebutan banyak orang. Siapa sebenarnya dia?"
Seperti diketahui, saat terjadi
bentrok antara Ratu Pemikat dengan Pendekar 131, dan ketika Iblis Ompong coba
menghadang dengan semburan mulutnya lalu melesatnya pukulan dari arah rimbun
semak belukar, tanpa berpikir panjang Dewi Siluman yang diam-diam berada di
tempat terjadinya bentrokan segera berkelebat menyambar tubuh murid Pendeta
Sinting yang saat itu melayang di udara.
Dia tak banyak perhatikan ucapan orang, karena waktu itu perhatiannya tertuju
pada Joko. Dia tak tahu, kenapa dia tiba-tiba begitu memperhatikan si pemuda.
Namun yang jelas ada perasaan aneh di dadanya ketika pertama kali memandang.
Karena saat itu Dewi Siluman
melintangkan tubuh Pendekar 131 di depan tubuhnya, saat itulah tiba-tiba
sepasang matanya dari lobang cadar melihat sesuatu tersembul dari balik pakaian
di bagian pinggang murid Pendeta Sinting.
Dewi Siluman cepat geser tangan kanannya ke pinggang. Dan Sekali sentak sedikit,
pakaian Pendekar 131 di bagian pinggang tersibak. Sepasang mata Dewi Siiuman
terbeliak besar saat dia melihat sebilah pedang pancarkan sinar kekuningan.
"Ternyata... Tampaknya bukan senjata sembarangan. Apakah karena senjata
ini hingga beberapa orang menginginkan pemuda ini"!"
Dewi Siluman lorotkan sepasang
kakinya. Kedua tangannya bergerak ke samping lalu disentakkan. Tubuh Pendekar
131 meluncur ke bawah dan perlahan sekali secara aneh sosok murid Pendeta
Sinting duduk di atas tanah! Tapi masih tak bisa gerakan tubuh, malah sepasang
matanya terpejam rapat.
Begitu tubuh Pendekar 131 terduduk di tanah, Dewi Siluman pentangkan sepasang
tangannya yang ternyata telah memegang pedang. Dan tanpa pedulikan pandangan
perempuan berpunuk yang berkilat-kilat, Dewi Siluman tarik pedang dari
sarungnya. Cahaya kekuningan silaukan mata
segera menebar hamparkan hawa panas.
"Pedang Tumpul 131!" desis Dewi Siluman sesaat setelah mengawasi bentuk pedang.
"Hem.... Jadi orang yang akhir-akhir ini disebut-sebut sebagai Pendekar Pedang
Tumpul 131 pemuda ini adanya!" Dewi Siluman tersenyum di balik cadar. "Takdirku
baik! Apa yang tak kuduga sekarang ada di tanganku. Dengan pedang ini perjalanan
memburu penggalan peta itu akan lebih mudah...."
"Dewi Siluman! Jangan berniat buruk menguasai milik orang lain!" Mendadak
perempuan berpunuk membentak lantang.
Dewi Siluman masukkan kepala pedang ke dalam sarungnya. Lalu simpan ke balik
jubahnya. Sesaat kemudian dia tertawa mengekeh panjang. "Serahkan pedang itu
padaku!" Dewi Siiuman putuskan tawanya.
Berpaling pada perempuan berpunuk dengan mendengus keras.
"Jahanam berpunuk! Jika kau inginkan pedang ini, kenapa banyak berkoar-koar"
Selain ingin pemuda ini, rupanya kau juga inginkan pedang ini!
Hem.... Nyatanya kau juga menyimpan keinginan kotor! Hik... hik... hik...!"
"Tak usah banyak mulut mengumbar fitnah! Berikan pedang itu atau...."
"Sekali pedang di tanganku tak akan kuberikan biar malaikat yang meminta!"
tukas Dewi Siiuman.
"Itu bukti bahwa kau nyata-nyata mencuri barang orang!" Perempuan berpunuk
tertawa perlahan penuh ejekan.
Dewi Siluman terkesiap marah
mendengar ejekan si perempuan berpunuk.
Tiba-tiba dia gerakkan kepalanya menyentak ke samping.
Wuuttt! Beeettt! Rambut pirang milik Dewi Siluman berkelebat angker hamparkan gelombang angin
kencang ke arah perempuan
berpunuk. Perempuan berpunuk tak mau
bertindak ayal. Dia cepat berkelebat ke arah samping hindarkan diri lalu melesat
ke depan dan lancarkan satu pukulan ke arah kepala Dewi Siluman.
Dewi Siluman rundukkan kepala. Kaki kanannya bergerak.
Bukkk! Perempuan berpunuk tersurut dua
langkah ke belakang saat tendangan kaki Dewi Siluman menghantam tangannya. Namun
perempuan itu tak pedulikan rasa ngilu pada tangannya yang baru bentrok dengan
kaki Dewi Siluman. Sebaliknya dia cepat kerahkan tenaga dalam, lalu
sekonyong-konyong dia menghantam ke depan. Bukan hanya sampai di situ, kejap
lain perempuan berpunuk bantingkan sepasang kakinya ke atas tanah. Kejap itu
juga dari sepasang mata di balik cadar berlobang kecil-kecil melesat dua cahaya
merah. Dewi Siluman terlihat melengak.
Bukan karena ganasnya pukulan yang kini melabrak ke arahnya melainkan karena dia
sepertinya mengenali pukulan itu.
"Jahanam! Jangan-jangan.... Ah, tapi aku belum bisa memastikan. Mungkin dia,
tapi tak mustahi! orang lain. Aku harus tahu jahanam
ini! Kalau benar-benar dia...," Dewi Siluman tak bisa berpikir lebih panjang lagi karena
harus segera selamatkan diri dari pukulan lawan. Perempuan berjubah dan bercadar
hitam ini cepat melesat ke samping kanan, membuat gerakan jungkir balik dua kali
lalu serta-merta
hantamkan kedua tangannya sekaligus!
Bummm! Bummm! Tempat itu bergetar hebat. Tanahnya bertabur ke udara. Perempuan berpunuk
rasakan tubuhnya laksana dilanggar gelombang besar hingga saat itu juga tubuhnya
mencelat mental sampai dua tombak ke belakang. Dari balik cadarnya tampak
meleleh darah kehitaman pertanda dia terluka dalam. Tubuh perempuan ini terlihat
bergetar keras. Napasnya megap-megap. Dan setelah sesaat
terhuyung-huyung beberapa kali,
perempuan berpunuk ini meliuk roboh terkapar di atas tanah.
Di seberang, Dewi Siluman saling usapkan sepasang tangannya. Memandang tajam
pada perempuan berpunuk lalu melangkah mendekat.
"Ilmu masih sejengkal sudah berani bermulut besar! Hem.... Akan
kutelanjangi jahanam itu...."
"Celaka!" keluh perempuan berpunuk lalu cepat-cepat kerahkan tenaga dalam dan
bergerak bangkit. Namun belum sampai tubuhnya benar-benar tegak, Dewi Siluman
telah melesat. Tangan kiri-kanannya bergerak kirimkan hantaman ke arah dada dan
perut. Bukkk! Bukkk! Perempuan berpunuk berseru keras.
Untuk kedua kalinya tubuhnya terlempar dan jatuh berkaparan di atas tanah. Darah
lebih banyak keluar dari balik cadarnya.
Namun perempuan berpunuk sepertinya punya tenaga luar biasa. Setelah
mengerjap dan tahu Dewi Siiuman teruskan langkah ke arahnya, dia coba kerahkan
sisa-sisa tenaganya. Perlahan-lahan pula dia bergerak bangkit. Seraya terhuyung-
huyung dia sentakan kedua kakinya ke tanah.
Dua cahaya merah kembali melesat keluar dari sepasang mata di balik cadarnya.
Namun karena tenaga yang dikerahkan tidak utuh lagi, daya lesat cahaya itu
sangat lamban. Hingga dengan sekali sentakan tangan, Dewi Siluman bisa membuat
cahaya merah bertabur ambyar ke udara. Dan bersamaan dengan itu, tubuh perempuan
berpunuk terjengkang roboh.
Kali ini Dewi Siluman tak mau buang waktu. Bersamaan dengan robohnya sosok
perempuan berpunuk dia berkelebat ke depan. Kedua tangan kiri-kanannya cepat
bergerak menjulur ke bawah.
Brettt! Breettt!
Pakaian perempuan berpunuk besar robek di bagian dada dan pinggang hingga
tampaklah kulit putih mulus dan dada kencang membusung dl baliknya. Dewi Siluman
menyeringai. Lalu ayunkan tangan kanan ke arah muka hendak menanggalkan cadar
penutup si perempuan berpunuk.
Tapi sejengkal lagi cadar penutup itu tersibak, mendadak ada suara mengekeh
panjang membahana di seantero tempat itu. "Sudah demikian gilakah dunia ini"
Perempuan bukannya tertarik pada pemuda
tapi tergila-gila pada sesama"
Mungkinkah mata ini yang salah lihat atau mereka yang salah tempat?"
Dewi Siluman tersentak. Tangannya cepat ditarik pulang. Lalu berpaling ke arah
datangnya suara.
* * * 11 SEBAGAI seorang yang memiliki ilmu tinggi, meski saat itu sepasang mata Dewi
Siluman tidak menangkap adanya seorang yang perdengarkan tawa namun seraya
mendengus keras perempuan berjubah dan bercadar hitam ini putar diri, lalu
mendadak tangan kirinya bergerak menghantam ke udara.
Wuuuttt! Satu gelombang angin keras melabrak ganas ke arah sebatang pohon. Pohon Itu
langsung berderak, kejap lain tumbang keluarkan suara berdebam. Belum sampai
derakan batang pohon menghantam tanah, satu bayangan melesat dari kerapatan daun
pohon yang hendak tumbang itu dengan perdengarkan gumaman tak karuan.
Selagi bayangan itu melayang di
udara, Dewi Siluman angkat kedua tangannya. Serta-merta perempuan ini membuat
gerakan jungkir balik dua kali.
Pada putaran yang ketiga
sekonyong-konyong tangan kiri-kanannya
dihantamkan ke depan, ke arah sosok yang kini teiah tiga Iangkah di hadapannya!
Bukkk! Bukkk! Terdengar seruan tertahan. Lalu
terlihat satu sosok mencelat sampai tiga tombak dari tempat di mana sekarang
Dewi Siluman berada. Namun Dewi Siluman terlihat pentangkan sepasang matanya
lalu perdengarkan suara menggerendeng panjang pendek.
"Setan alas! Manusia satu itu memang luar biasa!" desisnya sambil memandang ke
depan. Tiga tombak di depan sana tampak satu sosok membelakangi dengan posisi
menungging dan perdengarkan tawa mengekeh panjang!
Mendadak orang yang menungging ini putuskan tawanya. Lalu balikkan tubuh dengan
kepala mendongak. Ternyata dia adalah seorang kakek berambut putih panjang.
Wajahnya pucat dengan sepasang mata melotot besar. Kakek ini tidak punya leher,
dan seraya mendongak dia buka mulutnya lebar-lebar seolah ingin perlihatkan
mulutnya yang tak bergigi!
"Iblis Ompong!" teriak Dewi Siluman. "Aku tak suka bicara dua kali.
Lekas tinggalkan tempat ini!"
Si kakek di depan sana dan memang Iblis Ompong adanya maju satu langkah.
"Eh. Kau mengenaliku. Tapi karena kau mengenakan cadar, berat dugaan aku sulit
menerka siapa adanya dirimu. Boleh sejenak kubuka penutup wajahmu?"
"Iblis Ompong! Enyah dari
hadapanku!"
"Baik. Kalau kau tak izinkan aku membuka cadar melihat wajahmu, aku akan turuti
ucapanmu tinggalkan tempat ini.
Tapi izinkan aku bawa serta kedua orang itu!"
Seraya berkata Iblis Ompong arahkan jari telunjuknya ke arah Pendekar 131
yang masih duduk di atas tanah dengan mata terpejam dan pada perempuan berpunuk
yang diam terkapar di tanah dengan bagian dada dan pinggang
pakaiannya robek besar.
"Hem.... Begitu" Boleh kau bawa serta kedua orang ini. Tapi sebagai gantinya
tinggalkan nyawamu untukku!"
"Mana bisa begitu" Tawaranmu terlalu mahal. Aku akan membawa keduanya tanpa
tinggalkan apa-apa untukmu.
Tapi.... Kalau kau suka, bagaimana kalau nyawaku kuganti saja dengan celanaku
ini, hitung-hitung sebagai kenangan kecil untukmu...."
Belum habis bicara, Iblis Ompong membuat gerakan hendak membuka
celananya, membuat Dewi Siluman
bantingkan kakinya ke tanah.
"Jahanam tua jorok! Siapa ingin lihat tubuh keriputan milikmu, hah"!"
"Jangan salah sangka! Aku tak akan bertindak yang bukan-bukan. Aku hanya ingin
serahkan celanaku untukmu....
Ha.... Ha.... Ha...! Tapi kalau matamu
tak suka melihat, kau tahu apa yang harus kau lakukan...." Iblis Ompong teruskan
gerakannya yang hendak lorotkan
celananya. Namun gerakan Iblis Ompong tertahan tatkala saat itu juga dari arah
depan terdengar satu deruan keras, di lain saat kabut berwarna hitam
menggebrak ke arah Iblis Ompong.
Iblis Ompong buka mulutnya semakin lebar. Lalu balikkan tubuh dan
serta-merta hantamkan kedua tangannya ke belakang.
Wuuut! Wuuutt! Dari kedua tangan si kakek melesat dua asap putih bergulung-gulung. Begitu asap
putih melesat, Iblis Ompong tekuk tubuhnya ke
depan. Sepasang kakinya direntangkan.
Tiba-tiba raut wajahnya nongol di antara kedua rentangan kakinya yang kini dalam
posisi menungging. Mulutnya
digembungkan sejenak, lalu disemburkan ke belakang, ke arah dua asap putih.
Busss! Dua asap putih serta-merta
mengembang besar. Lalu terdengar letupan keras saat kabut hitam pukulan Dewi
Siluman melabrak. Asap putih bertabur pecah di udara. Hebatnya, kejap kemudian
taburan asap putih bersatu kembali dan secepat kilat melesat deras ke arah Dewi
Siluman! Dewi Siiuman tersentak. Didahului bentakan nyaring, tubuhnya melenting ke
udara setinggi dua tombak. Serta-merta kedua tangannya bergerak kirimkan
pukulan, lalu perempuan ini sentakan kepalanya. Tiba-tiba saja dari sepasang
matanya melesat dua cahaya hitam terang silaukan mata!
"Sinar Setan!" desis Iblis Ompong mengenali pukulan yang melesat keluar dari
sepasang mata Dewi Siluman.
"Dalam rentang rimba persilatan, hanya satu orang yang memiliki pukulan
'Sinar Setan'. Jadi apakah perempuan ini adanya..."!"
Iblis Ompong geleng-gelengkan
kepalanya di antara rentangan kaki, lalu mulutnya dikatupkan rapat-rapat. Sesaat
kemudian dia melompat ke depan. Masih dengan tetap membelakangi, kakek ini
hantamkan kedua tangannya ke belakang.
Wuutt! Wuuutt!
Joko Sableng 3 Rahasia Pulau Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua bola mata tampak menggelinding perdengarkan suara berderak-derak.
Bummm! Terdengar ledakan dahsyat ketika cahaya hitam silaukan mata bentrok dengan dua
bola asap. Tanah di tempat itu bergetar. Di atas tanah tampak ular panjang. Lalu
di atas sana terlihat gumpalan benda hitam yang bersamaan dengan terdengarnya
ledakan benda hitam itu pecah berantakan. Kini di udara tampak taburan tanah
menghalangi pemandangan!
Sesaat setelah terdengarnya
ledakan, terlihat dl antara kepekatan
suasana sosok Dewi Siluman terseret deras ke belakang. Di seberang depan, tubuh
Iblis Ompong terhuyung-huyung.
Tapi kakek Ini segera putar tubuh dan seraya buka mulutnya lebar-lebar, kedua
tangannya dihantamkan ke tanah di depan sana, hingga saat itu juga pemandangan
makin bertambah pekat karena tanah semakin banyak bertabur di udara.
Ketika taburan tanah sirna, Dewi Siluman terkesiap. Sosok Iblis Ompong tak
tampak lagi di depan sana. Perempuan ini segera putar kepala dengan sepasang
mata menyapu berkeliling. Tiba-tiba terdengar suaranya tertahan keras. Ternyata
sosok perempuan berpunuk dan Pendekar 131 juga lenyap dari tempatnya
masing-masing! "Keparat jahanam!" maki Dewi Siiuman seraya angkat kedua tangannya.
Seraya putar tubuh dia hantam apa saja yang terlihat oleh matanya. Hingga
sejenak kemudian untuk kesekian kallnya tempat itu ditaburi tanah dan daun-daun
yang telah hangus kering.
Selagi taburan tanah belum sirap, tiba-tiba dua bayangan berkelebat.
Menduga si bayangan adalah Iblis Ompong, Dewi Siluman melesat memapak. Kedua
tangannya berkelebat lancarkan satu pukulan.
"Tahan pukulan!" satu seruan membuat Dewi Siluman tank pulang kedua tangannya.
Sepasang matanya dari lobang
cadar memperhatikan dengan dada bergerak turun naik ke depan, dimana kini
terlihat dua sosok tubuh tegak sepuluh langkah dari tempatnya berdiri.
Mereka berdua ternyata dua gadis muda berparas cantik jelita. Sebelah kanan
mengenakan jubah besar warna kuning, sedang satunya mengenakan jubah besar warna
biru. "Guru...!"
Tiba-tiba kedua gadis itu berseru bersamaan begitu mengenali siapa adanya
perempuan berjubah dan bercadar hitam.
Kedua gadis ini segera menjura
dalam-dalam. Untuk beberapa saat Dewi Siluman perhatikan kedua gadis dl hadapannya dengan
mata tak berkedip. Lalu buka mulut perdengarkan suara keras. "Wulandari.
Ayu Laksmi! Mana Sitoresmi..."!" Gadis berjubah kuning dan biru yang bukan lain
Wulandari dan Ayu Laksmi adanya angkat kepala masing-masing. Lalu saling
berpandangan dengan mulut sama
terkancing! "Kalian tidak tuli. Aku tanya, mana Sitoresmi"!"
"Maaf, Guru. Kami berpencar. Aku menuju arah utara. Ayu Laksmi ke arah barat.
Sedang Sitoresmi menuju ke timur...."
"Mana dengan tugas kalian..."!"
Untuk kedua kalinya Wulandari dan Ayu Laksmi saling pandang. Karena agak
lama tak ada juga yang buka mulut untuk menjawab, Dewi Siluman membentak garang.
"Apakah perlu mulut kalian
kupecahkan"!"
"Maaf, Guru...," Wulandari buka suara. "Kami belum berhasil mendapatkan apa yang
kami buru. Sebenarnya kami hampir saja...."
"Diam! Aku tak butuh alasan!" potong Dewi Siiuman.
"Tapi, Guru...."
Lagi-lagi sebelum ucapan Wulandari habis, Dewi Siluman telah menukas.
"Tutup mulutmu! Sekali lagi buka mulut, aku tak ada beban untuk tanggalkan nyawa
kalian! Dengar"!"
Wulandari dan Ayu Laksmi tak ada yang berani buka suara. Mereka berdua hanya
merunduk dengan sesekali melirik.
"Dengar! Cari Sitoresmi. Kuberi waktu sampai matahari terbenam!"
Karena untuk beberapa saat
Wulandari dan Ayu Laksmi masih diam di tempatnya masing-masing, Dewi Siluman
bantingkan kaki seraya menghardik
"Sialan! Apalagi yang kalian tunggu, hah"!"
Wulandari dan Ayu Laksmi tersentak kaget. Buru-buru keduanya menjura dalam.
"Kami berangkat, Guru...," ucap Wulandari lalu berkelebat tinggalkan tempat itu
seraya menarik tangan Ayu Laksmi.
Begitu kedua muridnya berlalu, Dewi Siiuman menarik napas panjang dan dalam.
"Kalau dugaanku benar. Tak ada yang setimpal untuknya kecuali siksa seumur hidup
di Istana Setan!"
Dewi Siluman mendongak ke langit.
Tiba-tiba dia perdengarkan suitan panjang. Meski suitan biasa, karena dikerahkan
dengan tenaga dalam, suaranya sempat memantul dan mengiang lama di seantero
tempat itu. Tak berselang lama, terdengar
gemeretak roda kereta melaju cepat ke arah Dewi Siluman. Sesaat Dewi Siluman
luruskan kepala dan putar diri, di depan sana terlihat sebuah kereta yang
dikusir oleh seorang kakek berambut putih yang disanggul tinggi ke atas
mengenakan jubah warna hitam.
Si kakek yang bukan lain adalah KI Buyut Pagar Alam jerengkan sepasang matanya
sejenak, lalu berpaling ke belakang, di mana terdapat sebuah peti di bagian
belakang keretanya. Mendadak si kakek sentakkan kedua tangannya.
Bersamaan dengan itu terdengar suara berderit. Ternyata, tutup peti itu telah
bergerak membuka.
Dewi Siluman gerakan bahunya,
sekali kelebat, sosok perempuan berjubah dan bercadar hitam ini melesat dan
lenyap masuk ke dalam peti.
Kejap kemudian, kereta pembawa peti itu telah melaju cepat meninggalkan
suara gemeretak yang
menggema di seantero tempat itu.
SELESAI Ikuti lanjutan serial ini dalam
episode : "MALAIKAT PENGGALI
KUBUR" Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: mybenomybeyes
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Hina Kelana 38 Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Pedang Terbang 3
Namun setelah tawanya terhenti, kakek ini terus buka mulutnya lebar-lebar!
"Iblis Ompong.... Hem.... Nama gelar dan orangnya baru pertama kali ini
kudengar dan kutemui. Orang aneh. Lebih aneh Iagi, kenapa dia bilang nyawaku Ini
miliknya" Padahal
aku tak pernah berurusan dengannya!" gumam Joko seraya perhatikan lebih seksama pada si kakek.
Melihat Iblis Ompong tak keluarkan sepatah kata pun, Ratu Pemikat
sunggingkan senyum. Lalu berkata.
"Terima kasih kau mau mengerti, sobatku iblis Ompong! Jangan khawatir, kalau kau
inginkan nyawanya, itu akan kuberikan padamu. Aku ada urusan lain dengannya!"
Tiba-tiba Iblis Ompong perdengarkan tawa kembali. Puas dengan gelakan tawanya
dia berujar. "Sudah kubilang. Nyawanya untukku.
Dan tak seorang pun boleh menyentuhnya.
Kau boleh urusan dengannya, tapi jangan sekali-kali menyentuh apa lagi mengambil
sesuatu darinya!"
Paras Ratu Pemikat kembali berubah.
Malah kini rahangnya mengembang.
Sepasang matanya membelalak dengan mulut komat-kamit.
"Iblis Ompong! Harap kau
memandangku sebagai sahabat. Dan jangan sampai terjadi silang urusan antara
kita!" "Bersahabat tidak menjamin tidak adanya silang urusan! Dan jika kau benar-benar
punya urusan dengan pemuda itu, tunggulah setelah aku selesai!
Setelah itu kau bebas mengambil apa saja
darinya. Percayalah, aku tidak akan sentuh-sentuh barang yang kau sukai dan kau
inginkan darinya! Aku punya seperti yang dia mlliki. Bentuk dan warnanya sama,
meski ketangguhannya sudah jauh menurun...."
Paras muka Ratu Pemikat makin
mengelam. Sementara murid Pendeta Sinting geleng-geleng kepala.
"Tua bangka! Jaga mulutmu!"
Seolah tersentak kaget. Iblis
Ompong tekapkan telapak tangannya di depan mulutnya. Tapi ketika tangan itu
diturunkan lagi, mulut itu masih terbuka lebar-lebar.
"Iblis Ompong! Waktuku tidak banyak. Dan aku tidak mau tawar-menawar denganmu!
Aku yang menemukannya terlebih dahulu. Akulah yang berhak menyelesaikan urusan
lebih dulu!"
"Siapa pun tak berhak menentukan waktu. Besarnya urusan adalah nomor satu.
Urusanmu adalah meminta barang sesuatu. Urusanku mencabut nyawanya yang satu.
Kau harus panjang akal. Masalahmu hanya sepanjang jengkal. Sedang
masalahku tak bisa selesai hingga salah satu terjungkal!"
Ratu Pemikat pasang telinga
baik-baik dengarkan ucapan orang. Selama kiprahnya malang-melintang dalam rimba
persilatan, perempuan berwajah cantik ini telah beberapa kali sempat jumpa
dengan Iblis Ompong. Juga telah
mengetahui sampai di mana ketinggian ilmu yang dimiliki si kakek. Dalam hati
Ratu Pemikat membatin. "Rupanya jahanam sialan ini tidak dapat diajak berdamai.
Apa boleh buat. Kaki telah kuangkat, tekad telah bulat! Aku tak akan pergi dari
sini tanpa sesuatu yang kudapat!"
Memikir sampai di situ, Ratu Pemikat segera angkat bicara.
"Nyatanya silang sengketa tak bisa dihindari. Aku tanya padamu. Kita dahulukan
urusan kita atau kau bersabar ingin aku tuntaskan urusanku dengan dia!"
"Urusanmu hanya bagaikan satu pasir di pantai. Urusanku adalah barang yang tak
bisa dinilai. Masihkah wajar kau ajukan harga" Kuingatkan. Parasmu masih
menggoda dada dan mata. Pinggulmu masih menggetarkan panca indera. Nikmat
mungkin belum seluruhnya kau rasakan.
Akankah waktu kau sia-siakan?"
Meski Ratu Pemikat sadar bahwa
ilmunya masih berada di bawah Iblis Ompong, namun ucapan si kakek membuat
perempuan ini geram. Ini terlihat dari apa yang dikatakannya. "Urusan tubuhku
tak perlu usil kau bawa-bawa. Dan jangan mencoba mengguruiku!" Ratu Pemikat
tertawa perlahan. "Atau jangan-jangan kau ingin merasakan nikmatnya diriku?"
Iblis Ompong buka lebar-lebar
mulutnya. "Ingin memang Ingin. Tapi terus terang saja aku khawatir...."
Karena Iblis Ompong tak teruskan ucapannya, serta-merta Ratu Pemikat menyahut.
"Khawatir apa" Hah..."!"
Iblis Ompong tertawa bergelak
dahulu sebelum berkata.
"Wajahmu memang memikat hingga tak salah jika kau bergelar Ratu Pemikat.
Menurut yang kudengar, kau memang suka bagi-bagi nikmat. Dan menurut yang
kulihat, kue seenak apa pun akan hilang rasa nikmatnya bila dijamah banyak
tangan...."
"Setan jahanam!" potong Ratu Pemikat sebelum selesai Iblis Ompong lanjutkan
kata-katanya. Bersamaan dengan itu kedua tangan Ratu Pemikat bergerak menghantam
ke arah Iblis Ompong.
Wuutt! Wuuutt! Dari kedua tangan perempuan ini
meiesat sinar terang biru yang selain keluarkan suara luar biasa juga
hamparkan hawa panas! Inilah pukulan sakti Ratu Pemikat yang dikenal dengan
'Hamparan Langit'.
Melihat pukulan pembuka Ratu
Pemikat telah lancarkan pukulan
saktinya, jelas jika perempuan ini ingin segera selesaikan urusan dengan iblis
Ompong. Di depan sana, Iblis Ompong sama sekali tidak membuat gerakan, membuat Ratu
Pemikat dan Joko pentangkan mata masing-masing. Ratu Pemikat tampak tersenyum. Tapi senyumnya tiba-tiba
terputus tatkala tiba-tiba Iblis Ompong balikkan tubuh. Kedua tangannya
serta-merta disentakkan ke beiakang.
Wusss! Wuuusss!
Tampak dua bola asap sebesar roda kereta melesat bergulir keluarkan suara
berderak-derak laksana roda kereta melaju di atas pasir.
Begitu sinar terang biru pukulan sakti 'Hamparan Langit' yang dilepas Ratu
Pemikat berjarak setengah depa Iagi dari dua bola asap yang melesat dari kedua
tangan Iblis Ompong, mendadak dua bola asap itu mengembang besar. Kejap kemudian
laksana memlliki daya tarik luar biasa dahsyat, sinar biru terang masuk lenyap
ke dalam dua bola asap! Di lain kejap tempat itu laksana dilanda gempa hebat
meski tiada suara ledakan yang terdengar! Dua bola asap terlihat ambyar
berkeping-keping semburatan warna putih dan biru.
Bersamaan dengan ambyarnya dua bola asap, sosok Ratu Pemikat terjajar lima
langkah ke belakang. Raul wajahnya pias.
Beberapa saat tubuhnya bergetar dengan dada bergerak turun naik dengan keras.
Tahu situasi, Ratu Pemikat cepat kerahkan tenaga dalam. Namun perempuan ini jadi
terkesiap. Sebelum dia sempat kerahkan tenaga, dia merasakan sambaran angin
kencang. Tubuhnya kembali tersurut tiga langkah. Tapi kinl sepasang kakinya
goyah, hingga tak berselang lama
kemudian sosoknya meliuk dan jatuh terduduk di atas tanah.
Di depan sana, Iblis Ompong terlihat menungging dengan kedua kaki terkembang
lebar. Dari sela sepasang kakinya tampak kedua tangan si kakek diayun-ayun
pulang balik ke depan ke belakang. Anehnya, bersamaan dengan ayunan itu beberapa
rangkuman angin keras mencelat. Sambaran angin dari ayunan tangan inilah yang
membuat Ratu Pemikat jatuh terduduk!
Ratu Pemikat kertakkan rahang.
Setelah meneliti dan yakin tidak mengalami cidera, dia cepat bergerak bangkit.
Didahului bentakan nyaring, dia melesat ke depan. Tangan kiri-kanan bergerak
siap lepaskan jotosan ke arah Iblis Ompong. Namun lagi-lagi Iblis Ompong tak
membuat gerakan, kakek ini tetap menungging, malah berkata. "Bocah!
Awas!" Pendekar 131 yang berada tak jauh dari tempat Iblis Ompong tersentak kaget dan
bingung dengan teriakan Iblis Ompong. Dia baru sadar tatkala tiba-tiba satu
tendangan keras telah menghantam bahu kirinya.
Bukkk! Ternyata kedua tangan Ratu Pemikat yang seakan hendak bergerak lepaskan jotosan
hanyalah tipuan. Karena bersamaan Itu kakinya bergerak kirim kan tendangan keras ke arah Pendekar 131
yang tegak di samping Iblis Ompong.
Joko terhuyung-huyung ke belakang.
Ratu Pemikat tak buang kesempatan. Dia teruskan lesatan tubuhnya. Klni tangan
kirinya bergerak menghantam ke arah kepala murid Pendeta Sinting sedang tangan
kanannya menyambar ke arah pinggang.
Breeett! Baju bagian pinggang milik Joko
robek hingga pedang yang terimpan di baliknya terlihat, membuat Ratu Pemikat
semakin bernafsu. Begitu tangan kirinya gagal menghantam sasaran, dia cepat
jejakkan sepasang kakinya ke tanah, seraya melayang di udara, kedua
tangannya lepaskan pukulan 'Hamparan Langit'!
Murid Pendeta Sinting tak tinggal dlam. Meski tenaganya belum sepenuhnya bisa
dikerahkan, dia tetap lepaskan pukulan 'Lembur Kuning' meski hanya dengan tenaga
seadanya. Karena Ratu Pemikat lepaskan
pukulan dari jarak dekat, sementara Joko lepaskan pukulan dengan tenaga seadanya
karena keadaannya belum pulih benar, maka bisa dibayangkan apa yang akan dialami
oleh murid Pendeta Sinting ini.
Rupanya hal ini tak lepas dari
penglihatan Iblis Ompong. Kakek ini cepat geser pantatnya hingga menghadap ke
arah Ratu Pamikat yang lepaskan pukulan dari udara.
Masih tetap menungging, Iblis
Ompong nongolkan kepala dari sela bentangan kedua kakinya. Mulutnya dikatupkan
dan digelembungkan hingga membentuk bundaran di pipi. Kejap kemudian bersamaan
dengan bergeraknya kedua tangan Ratu Pemikat, Iblis Ompong semburkan udara dari
mulutnya. Busss! Ratu Pemikat berseru tegang.
Tubuhnya terseret di udara. Namun perempuan ini teruskan hantamannya.
Hingga saat itu juga dua sinar biru terang melesat ke arah Joko Sableng. Di lain
pihak, dari arah bawah sinar kekuningan mengudara keluar dari kedua tangan Joko.
Saat pukulan Ratu Pemikat dan
Pendekar 131 serta semburan mulut Iblis Ompong masih mengapung di udara, tiba-
tiba satu deru dahsyat mengguncang tempat itu. Di lain saat, satu gelombang
angin keras melabrak ke arah Iblis Ompong!
Iblis Ompong menggerendeng panjang pendek. Dia cepat hendak putar pantat, namun
terlambat. Angin keras itu telah menyapu tubuhnya hingga sosoknya terdorong
cepat ke depan.
Tapi si kakek ini cepat julurkan kedua tangannya ke depan. Dan
serta-merta tubuhnya terhenti dengan posisi tetap menungging dan kedua telapak
tangan bertumpu di atas tanah.
Saat itulah terdengar satu dentuman keras saat pukulan 'Hamparan Langit'
bentrok dengan pukulan 'Lembur Kuning'.
Sosok Ratu Pemikat terlihat mencelat di udara. Bukan saja karena tersapu
semburan angin yang keluar dari mulut iblis Ompong tapi juga karena bias bentrok
pukulannya. Perempuan cantik bertubuh bahenol Ini perdengarkan jeritan tinggi. Setelah
tubuhnya terbanting di udara, tubuh itu menukik deras dan terjerembab di atas
tanah! Di seberang, sosok murid Pendeta Sinting terlempar tinggi ke udara.
Selagi tubuh itu mulai melayang ke bawah mendadak satu bayangan berkelebat. Dan
sekali sambar tubuh Pendekar Pedang Tumpul 131 telah berada di pundak si
bayangan. Dari semak belukar terdengar satu seruan, lalu melesat satu gelombang angin
keras ke arah bayangan yang menyambar tubuh Pendekar 131. Iblis Ompong pun tak
tinggal diam. Kakek ini cepat membuat gerakan jungkir baiik di atas tanah. Lalu
sentakkan kedua tangannya ke udara.
Namun baik pukulan yang dilancarkan orang dari balik semak belukar maupun
pukulan iblis Ompong hanya menghantam tempat kosong. Karena si bayangan luar
biasa sekali cepat gerakannya. Hingga
sebelum dua pukulan sempat melabrak, sosoknya telah berkelebat lenyap!
Bersamaan lenyapnya bayangan yang membawa tubuh Pendekar 131, dari semak belukar
sesosok tubuh berkelebat keluar.
Dari mulutnya terdengar makian panjang pendek tak karuan. Sejenak sepasang
matanya tak berkedip memandang ke arah lenyapnya bayangan yang membawa tubuh
Joko. Lalu serentak berpaling ke arah Iblis Ompong. Lalu membentak keras.
"Keparat Ompong! Gara-gara kau urusan jadi berantakan begini rupa!"
Iblis Ompong berpaling sambil buka mulut lebar-lebar. Untuk beberapa saat kakek
ini perhatikan orang yang kini memandang ke arahnya.
"Hem.... Sudah membokong masih juga timpakan kesalahan pada orang lain,"
gumamnya seraya alihkan pandangan ke jurusan lain. Lalu berucap.
"Iblis Ompong boleh dilecehkan.
Tapi pantang baginya dipersalahkan! Aku beri kesempatan padamu untuk mencabut
ucapan. Lalu minggat dari sini jika ingin nyawa tetap dikandung badan!"
Orang di hadapan Iblis Ompong
mendongak ke langit. Dari mulutnya terdengar menggembor suara tawanya keras
membahana. Tiba-tiba dia sentakkan kedua tangannya lepaskan satu pukulan!
* * * 9 DUA cahaya putih dan hitam melabrak angker ke arah Ibiis Ompong, membuat kakek
ini tegak terbelalak dengan mulut terbuka lebar. Tapi tiba-tiba dia baiikkan
tubuh dan serta-merta sentakkan kedua tangannya ke belakang.
Wuutt! Wuuttt! Dua bola asap menggelinding
perdengarkan suara berderak-derak memekakkan telinga. Sesaat kemudian terdengar
ledakan dahsyat tatkala bola asap memapak cahaya putih hitam. Cahaya putih hitam
seketika melesat bertabur ke udara menggebrak daun pepohonan di sekitar tempat
itu serta semak belukar dipenuhi hamburan daun-daun kering.
Iblis Ompong bergumam tak jelas
dengan tubuh terhuyung-huyung ke belakang. Sedangkan orang di depannya terseret
tiga iangkah dengan kedua tangan menekap dadanya. Sepuluh langkah di samping
Iblis Ompong terlihat Ratu Pemikat bergulingan dan baru terhenti ketika sosoknya
membentur sebatang pohon.
Ratu Pemikat beringsut bangkit lalu bersandar dengan sepasang mata memandang ke
depan. "Merak Kawung! Kenapa kau sampai terlambat" Jahanam betul!" maki Ratu Pemikat
dengan dada bergerak turun naik.
Orang di hadapan Iblis Ompong
berpaling pada Ratu Pemikat. Orang ini adalah seorang laki-laki setengah baya
bertubuh tinggi besar. Mengenakan jubah toga warna putih hitam. Kepalanya
gundul. Sepasang matanya besar dengan alis menjulai panjang ke bawah hampir
menutupi kedua bola matanya. Hidungnya besar dengan kumls melintang tebal. Pada
bagian dada jubah toganya terlihat tiga bulu burung merak. Inilah seorang
dedengkot tokoh dunia persilatan yang tak asing lagi dan dikenal dengan julukan
Merak Kawung. Tokoh ini sebenarnya jarang sekali muncul, namun sekali dia
muncul, pasti terjadi kegegeran.
Seperti diketahui, Ratu Pemikat
amat bernafsu untuk memilikli Pedang Tumpul 131. Karena merasa dia tak sanggup
untuk merebut dengan tangannya sendiri, maka dia berusaha merangkul beberapa
tokoh. Dengan modal kecantikan dan kemolekan tubuh, beberapa tokoh memang
berhasil digaetnya. Dan salah satu dari tokoh itu adalah Merak Kawung.
Sewaktu menemukan Pendekar 131,
sengaja Merak Kawung bersembunyi di balik semak belukar. ini untuk menjaga jika
ada sesuatu yang tak terduga. Dan kali ini sesuatu yang tak terduga itu memang
terjadi. Namun kali ini Merak Kawung terlambat untuk bertindak, hingga bukan
saja membuat Ratu Pemikat tersapu pukulan Iblis Ompong namun juga ter-
lambat lakukan pukulan pada bayangan yang membawa Pendekar 131!
Merak Kawung sesaat menatap pada Ratu Pemikat. Laki-laki itu melangkah hendak
mendekat. Tapi di depan sana Ratu Pemikat beri isyarat dengan gelengkan kepala,
membuat Merak Kawung hentikan Iangkah dan putar diri menghadap Ibiis Ompong.
"Hem.... Jadi manusia gundul ini telah berada di bawah ketiak perempuan itu. Ah,
Joko Sableng 3 Rahasia Pulau Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kenapa aku ikut mengurusi mereka" Sialan betul! Aku harus cepat mengetahui siapa
orang yang membawa lari pemuda itu! Jika tidak, penantianku tak akan ada ujung
pangkalnya! Aku sudah tua, kalau kedahuluan mati, dan pesan belum kusampaikan
maka dunia persilatan akan mengutukiku!" pikir Iblis Ompong.
"Apalagi kini orang-orang rimba
persilatan sedang dibikin edan
membicarakan dan berusaha memburu...."
Iblis Ompong lalu putar diri. Tapi baru saja hendak berkelebat, Merak Kawung
membentak. "Kau kira bisa begitu saja pergi dari sini, Jahanam Ompong"!"
Iblis Ompong tak pedulikan bentakan orang. Dia tetap teruskan niat untuk
berkelebat tinggalkan tempat itu. Namun gerakannya tertahan tatkala tiba-tiba
Merak Kawung berteriak keras. Bersamaan itu, tangan kirinya mencabut satu bulu
merak di dada jubah toganya. Sementara
tangan kanan diangkat tinggi-tinggi.
Ketika tangan kiri-kanan laki-laki gundul Ini bergerak menghantam, maka tampak
cahaya hitam putih berkiblat disusul dengan menderunya bulu merak keluarkan
suara laksana deruan pedang!
"Sial dangkalan! Merak Kawung. Mata dan hatimu benar-benar telah dibikin buta.
Hingga tak tahu mana kawan dan lawan!" teriak Iblis Ompong. Kedua tangannya
dihantamkan ke belakang.
Cahaya putih hitam serta lesatan bulu merak mendadak tertahan di udara dan untuk
beberapa lama mengapung.
Merak Kawung sesaat jadi terkesiap melihat pukulan dan senjata andalannya
terapung-apung di udara. Selain itu diam-diam dia merasa terkejut dan peian-
pelan rasa kecut mendera dadanya.
Karena selama malang melintang dalam rimba persilatan, baru kail ini pukulan dan
senjata andalannya bisa dibikin sedemikian rupa oleh lawan.
Selagi Merak Kawung termangu, Iblis Ompong kembali sentakkan kedua
tangannya. Wuuutt! Wuuutt!
Tak ada seruan deru yang terdengar, namun di depan sana tiba-tiba cahaya putih
hitam serta bulu merak yang terapung terdorong keras dan kini berbalik melabrak
ke arah Merak Kawung.
Merak Kawung melengak. Belum sempat membuat gerakan apa-apa cahaya puku-
lannya sendiri yang membalik telah berada di hadapannya. Masih untung laki-laki
ini segera pukulkan tangan kiri kanannya ke depan, hingga cahayanya berhasil
menghalau pukulannya sendiri, bulu merak melabrak ganas ke arah dadanya!
Seraya memaki, Merak Kawung angkat kedua tangannya lagi. Tapi lesatan bulu merak
datang lebih cepat. Hingga meski Merak Kawung masih sempat menghindar dengan
bergeser ke samping tapi tak urung bahu kirinya tersambar bulu merak.
Jubah toga Merak Kawung di bagian bahu robek menganga. Laki-laki berkepala
gundul ini terpekik kesakitan. Raul wajahnya kontan berubah pucat pasi. Pada
saat yang sama darah berwarna kehitaman mulai membasahi jubah bagian bahunya.
Merak Kawung merasakan aliran darahnya bergolak panas dan segera menjalar ke
seluruh tubuhnya. Kejap kemudian, Merak Kawung terlihat surut beberapa langkah
ke belakang. Tahu bahaya apa yang kini dihadapi, Merak Kawung cepat ambil dua butir obat dari
saku jubahnya. Begitu butiran obat tertelan, perlahan-lahan golakan hawa panas
di tubuhnya mereda. Dan ketika dia memandang ke depan, Iblis Ompong sudah tidak
tampak lagi. "Keparat jahanam...!" umpat Merak Kawung seraya bantingkan sepasang kakinya ke
atas tanah. Tanah di tempat
itu bergetar keras, hingga Ratu Pemikat yang sedang duduk bersila bersandar pada
pohon dengan mata terpejam pulihkan tenaga buka kelopak matanya.
"Ratu.... Kita tinggalkan tempat celaka ini!"
Ratu Pemikat bergerak bangkit.
Melangkah mendekati Merak Kawung.
Perempuan cantik ini tersenyum. Begitu dekat, tangan kanannya segera melingkar
ke pinggang Merak Kawung. Sekali membalik, tubuh Ratu Pemikat telah berhadapan
dengan Merak Kawung.
"Merak.... Kita memang sudah lama di tempat ini. Kita harus segera pergi.
Lupakan apa yang baru saja terjadi. Kita cari tempat yang aman untuk
bersenang-senang...." Seraya berkata, tangan kiri Ratu Pemikat menelusup masuk
ke balik jubah dan pakaian dalam Merak Kawung.
Entah siapa yang memulai, kejap
kemudian kedua orang ini telah tenggelam dalam peluk cium. Sepasang kaki Ratu
Pemikat terlihat berjingkat sementara Merak Kawung rundukkan sedikit
kepalanya. "Ratu...," bisik Merak Kawung dengan kedua tangan membelai punggung dan dada
Ratu Pemikat. Ratu Pemikat perdengarkan gumaman perlahan. Lalu mendesah perlahan dengan
sepasang mata dipejamkan.
"Sebaiknya kita lupakan saja urusan Pedang Tumpul 131.... Orang rimba persilatan
kini sudah melupakan pedang itu, karena mereka tahu bahwa seseorang yang
berjodoh telah menemukannya. Lebih baik kita sekarang menyelidik tentang Kitab
Serat Biru...."
"Akhir-akhir ini orang-orang memang meributkan kitab itu. Tapi kurasa menyelidik
tanpa bekal yang cukup terpercaya hanya akan membawa sia-sia.
Aku diam-diam selama ini berusaha menyirap tentang kabar kitab itu. Namun apa
yang berhasil kusirap ternyata simpang siur. Hingga aku punya firasat jika kitab
itu tidak ada...."
Seraya masih membelai, Merak Kawung tertawa perlahan. Lalu rundukkan lebih dalam
kepalanya hingga hidungnya menyapu sembulan payudara sang ratu. Ratu Pemikat
angkat kedua tangannya dan meraih kepala Merak Kawung lalu
ditekannya rapat-rapat.
"Ratu...!" suara Merak Kawung terdengar serak tersendat. "Kita temui seorang
sahabat. Kurasa dia banyak tahu seluk-beluk kitab itu...."
Tiba-tiba Ratu Pemikat angkat
kepala Merak Kawung. "Siapa dia"!"
Merak Kawung tersenyum. Wajahnya memerah, pertanda nafsu telah menguasai
dirinya. "Nanti kau akan tahu siapa
orangnya...."
Tapi...." Tapi apa..."!" tanya Merak Kawung seraya kembali selusupkan kepalanya ke arah
dada Ratu Pemikat.
Ratu Pemikat sejenak terdiam tidak segera menjawab pertanyaan Merak Kawung.
Rupanya Merak Kawung dapat
menangkap keraguan pada Ratu Pemikat.
Hingga dia buru-buru berkata.
"Kau khawatir aku bernafsu memiliki kitab itu?"
Lagi-lagi Ratu Pemikat tidak segera buka mulut untuk memberi jawaban. Hingga
Merak Kawung akhirnya lanjutkan
ucapannya. Tak usah khawatir, Ratu.... Dirimu lebih berharga bagiku dibanding dengan kitab
itu! Kalau aku menyelidik kitab itu, semata-mata kelak kuperuntukkan
untukmu...."
"Ucapanmu betul, Merak...?" bisik Ratu Pemikat dengan busungkan dadanya.
"Kau bisa buktlkan ucapanku nanti, Ratu...," suara Merak Kawung serak di antara
deru napasnya yang memburu.
Laki-laki gundul ini angkat sedikit kepalanya mendongak memandang ke arah dagu
Ratu Pemikat. Diam-diam dalam hati Merak Kawung berkata.
"Hem.... Aku tidak setolol yang kau duga. Kitab Serat Blru adalah kitab sakti
tiada tanding. Begitu kitab berada di tanganku, saat itulah saatnya dirimu
menjadi budakku! Saat sekarang kau masih
menganggap dirlku budakmu, tapi
tunggulah saatnya nanti...."
Kalau Merak Kawung berpikir
demikian, ternyata diam-diam Ratu Pemikat juga berkata sendiri dalam hati.
"Aku tahu siapa dirimu, Merak Kawung. Aku tahu ucapanmu hanya di mulut. Dan
jangan harap kau bisa bodohi diriku. Begitu Kitab Serat Biru betul-betul
kumiliki, itulah saatnya riwayatmu habis!"
"Ratu...," bisik Merak Kawung.
"Kurasa tempat ini kurang aman...."
Ratu Pemikat mendesah pelan. "Jika begitu, kau tunggu apalagi" Bawalah aku pergi
ke tempat aman. Dan...."
Belum habis ucapan Ratu Pemikat, Merak Kawung telah mengangkat tubuh sang ratu
dalam rengkuhannya. Sekali
bergerak, Merak Kawung melesat dengan memanggul tubuh Ratu Pemikat.
* * * 10 SOSOK bayangan hitam itu terus
berkelebat ke arah timur. Sesekali dia berpaling pada orang yang dipanggulnya
dengan perdengarkan gumaman tak jelas.
Pada satu tempat, dia hentikan larinya.
Berpaling sekali lagi pada orang di pundaknya, lalu mendongak ke langit.
"Ada hubungan apa pemuda ini dengan jahanam Iblis Ompong" Hem.... Iblis
Ompong. Tampaknya dia tak betah juga terus-terusan sembunyikan diri. Apakah
kemunculannya ini ada kaitannya dengan urusan Kitab Serat Biru?" Orang ini
menghela napas panjang.
Ternyata dia adalah seorang
perempuan berambut pirang. Mengenakan jubah besar warna hitam, Pada kedua
tangannya terlihat satu kaos tangan dari kulit juga berwarna hitam. Perempuan
ini tak bisa dikenali wajahnya karena dia mengenakan cadar berwarna hitam. Dari
wajahnya yang terlihat hanyalah sepasang matanya yang tajam dari kedua lobang
cadar. Mendadak perempuan berjubah dan
bercadar hitam palingkan kepala.
"Hemm.... Di sini rupanya tidak aman...," gumamnya. Lalu menatap sejenak pada
orang yang dipanggul. Sepasang matanya sorotkan pandangan aneh.
Seteilah memastikan orang yang dipanggul masih dalam keadaan tertotok, perempuan
berjubah dan bercadar hitam teruskan larinya. Namun baru saja bergerak, satu
bayangan berkelebat, membuat langkah si perempuan tertahan. Dia segera berpaling
dengan sepasang mata dipentangkan.
"Bangsat siapa dia..."!" desis si perempuan bercadar hitam dengan tubuh sedikit
berguncang, tanda dia menahan marah. Sepasang matanya dari dua lobang cadar
membelalak besar memandang tak berkesiap ke arah depan, di mana kini
telah tegak seorang perempuan yang dilihat dari sikapnya jelas sengaja
menghadang! Dan bukan Itu saja yang membuat perempuan berjubah dan bercadar
hitam pentangkan sepasang matanya makin besar, karena ternyata orang yang kini
tegak menghadang di hadapannya juga mengenakan cadar berlobang kecil-kecil
menutup seluruh raut wajahnya. Pada punggung orang ini terlihat punuk besar.
Kalau perempuan berambut pirang
berjubah dan bercadar hitam tampak geram, tidak demikian halnya dengan perempuan
bercadar dan berpunuk yang menghadang. Begitu tegak menghadang dan memandang
pada perempuan bercadar dan berjubah hitam, perempuan berpunuk serentak tersurut
kaget. Sepasang mata dari baiik cadar berlobang-lobang terlihat membesar.
Wajahnya pun seketika berubah.
"Dewi Siluman...," desis perempuan berpunuk dengan suara tercekat di
tenggorokan. Untuk beberapa lama orang ini arahkan pandangannya dari baiik cadar
berlobang kecil-kecil pada perempuan berjubah dan bercadar hitam.
Lalu beralih pada sosok yang ada di pundak si perempuan.
"Pendekar 131.... Tampaknya dia tertotok. Hem.... Seharusnya aku tidak
membiarkan dirinya sendirian di tempat itu. Apalagi keadaannya masih
terluka.... Sekarang harus bagaimana"
Aku tahu siapa Dewi Siluman. Nyawa Pendekar 131 tidak terjamin keselamatan-nya
di tangan sang dewi. Tapi bisakah aku merebutnya..." Bagaimana kalau dia ta-
hu..." Ah. Tak kusangka jika Dewi Siiuman berada di tempat itu juga...."
"Orang tak dikenal!" Tiba-tiba perempuan berjubah dan bercadar hitam membentak
garang. "Katakan maksudmu menghadang langkahku!"
Meski dari perubahan wajah dan sikap serta kata hatinya jelas jika perempuan
berpunuk merasa kecut, tapi saat melihat keadaan orang di pundak perempuan
berjubah dan bercadar hitam yang bukan lain Pendekar 131 Joko Sableng, satu
keberanian luar biasa tiba-tiba
menyeruak di dadanya. Bahkan diam-diam dalam diri perempuan berpunuk muncul
tekad untuk merebut sekaligus
menyelamatkan sang pemuda walau apa yang terjadi.
"Dewi Siluman...!" kata perempuan berpunuk. "Harap turunkan pemuda itu dan
serahkan padaku!"
Perempuan bercadar dan berjubah
hitam terkesiap demi mengetahui
perempuan di hadapannya tahu siapa dirinya. Untuk sesaat sepasang matanya
memperhatikan lebih seksama ke bagian cadar berlobang-lobang kecil seolah
berusaha menembus cadar orang itu dan mengetahui wajah di baliknya.
"Jahanam siapa perempuan ini"
Berpuluh tahun kucoba menyembunyikan diri, hanya beberapa orang yang tahu
diriku. Adalah aneh jika orang yang baru kaii ini kutemui telah mengenal siapa
diriku...."
"Perempuan
berpunuk!" kata
perempuan bercadar dan berjubah hitam setelah beberapa lama terdiam. "Syukur kau
telah mengenaliku hingga aku tak perlu memberi keterangan! Aku tanya padamu.
Siapa kau adanya"! Kalau kawan kenapa tegak menghadang cari urusan, kalau lawan
katakan apa hubunganmu dengan pemuda ini!"
"Aku tak bisa beri keterangan di sini! Yang pasti, aku memerlukan pemuda itu,
dan harap kau segera turunkan dirinya!"
"Hem.... Perempuan ini sengaja mengerahkan tenaga dalam untuk menekan suaranya
agar suara aslinya tak mudah dikenali orang. Jangan-jangan aku mengenalnya.
Hem...." Perempuan berjubah dan bercadar
hitam yang dipanggil dengan Dewi Siluman tengadahkan kepala. Kejap kemudian
terdengar suara tawanya.
"Melihat bentuk tubuh dan suaramu, pasti kau bukan perempuan muda lagi. Aku
khawatir jangan-jangan kau golongan tua-tua bangka yang senang permainkan
pemuda-pemuda. Hik.... Hik.... Hik...!
Kusarankan nenek! Carilah pemuda lain saja. Aku tak bisa penuh permintaanmu!"
"Dewi Siluman! Kita bukan kawan bukan lawan. Harap urusan pemuda itu tak
menjadikan awal sengketa antara kita!"
Ucapan perempuan berpunuk membuat Dewi Siluman kembali tertawa panjang.
"Ucapannya nadanya memaksa. Dan sepertinya kau menghkawatirkan pemuda ini.
Hem.... Berat dugaan kau adalah seorang nenek yang tergila-gila pada seorang
pemuda. Kau menyukai pemuda ini"!"
Wajah di balik cadar
berlobang-lobang kecil milik perempuan berpunuk sesaat berubah.
"Dewi Siluman! Harap jangan bicara terlalu jauh. Dan buang juga dugaan gilamu
itu!' "Hem.... Begitu" Jika itu maumu, lekas menyingkir dari hadapanku atau kau akan
rasakan kecewa seumur-umur! Bukan hanya tak akan mendapatkan pemuda ini tapi
nyawamu juga akan putus!"
"Dewi...."
Tutup mulutmu!" hardik Dewi Siluman memotong. "Menyingkir atau mampus!"
Sambil menghardik Dewi Siluman angkat tangan kirinya.
Perempuan berpunuk tampak bimbang.
Sesekali dia memandang ke arah Dewi Siluman lalu beralih pada Pendekar 131.
Diam-diam perempuan ini membatin.
"Apa hendak dikata. Meski aku belum bisa memastikan maksudnya, tapi pemuda itu
harus kuselamatkan dari
tangannya...."
Berpikir sampai ke sana, perempuan berpunuk pentangkan sepasang kakinya.
Kedua tangannya bergerak menakup di depan dada. Sikap dan gerakannya menandakan
dia siap menghadapi Dewi Siluman.
Tiba-tiba di depan sana Dewi Siluman turunkan tangan kirinya,
membuat perempuan berpunuk bertanya-tanya.
Sementara Dewi Siluman segera palingkan kepala ke jurusan lain. Sepasang matanya
Joko Sableng 3 Rahasia Pulau Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memandang jauh.
"Aku ingin tahu sampai di mana rasa khawatir perempuan berpunuk itu. Dari sana
mungkin aku bisa menebak siapa adanya bangsat itu...," desis Dewi Siluman, lalu
didahului bentakan keras perempuan bercadar dan berjubah hitam ini melesat satu
tombak ke udara. Di udara dia membuat gerakan berputar satu kali. Begitu
berbalik dan melayang turun, kedua tangannya mendorong ke bawah ke arah
perempuan berpunuk.
Saat itu juga kabut hitam keluarkan deruan dahsyat menyapu ke arah perempuan
berpunuk. "Kabut Neraka!" seru perempuan berpunuk mengenali pukulan yang dilepas Dewi
Siluman. Dan seolah tahu kehebatan pukulan orang itu, begitu kabut hitam
melesat menyapu, perempuan berpunuk segera berkelebat menyingkir ke samping.
Hingga kabut hitam menderu sejarak empat jengkal di sampingnya.
Sesaat kemudian, dua batang pohon di depan sana berderak dan langsung tumbang
dengan daun-daun hangus. Ranting-rantingnya bertabur ke udara menjadi serpihan
kecil-kecil. Dari tempatnya sekarang berdiri, perempuan berpunuk cepat angkat kedua
tangannya. Lalu didorong ke depan saat Dewi Siluman mendarat di atas tanah. Tapi
gerakan mendorong si perempuan berpunuk tertahan karena di depan sana mendadak
Dewi Siluman tertawa panjang seraya melintangkan tubuh Pendekar 131 di depan
tubuhnya, membuat perempuan berpunuk urungkah niat dan berteriak keras.
"Ternyata Dewi Siluman adalah tokoh pengecut! Membuat manusia untuk
pelindung diri!"
Dewi Siluman perkeras suara
tawanya. Namun dalam hati dia makin penasaran saat mengetahui perempuan berpunuk
tahu pukulan yang baru
dilepasnya. "Keparat betul! Siapa sebenarnya perempuan ini" Dia rupanya tahu banyak tentang
diriku.... Hem.... Tapi dia benar-benar mengkhawatirkan pemuda ini.
Sepertinya pemuda ini begitu berharga baginya!" Dewi Siluman memandang sejenak
pada paras dan tubuh Pendekar 131.
"Heran. Pemuda ini dibuat rebutan banyak orang. Siapa sebenarnya dia?"
Seperti diketahui, saat terjadi
bentrok antara Ratu Pemikat dengan Pendekar 131, dan ketika Iblis Ompong coba
menghadang dengan semburan mulutnya lalu melesatnya pukulan dari arah rimbun
semak belukar, tanpa berpikir panjang Dewi Siluman yang diam-diam berada di
tempat terjadinya bentrokan segera berkelebat menyambar tubuh murid Pendeta
Sinting yang saat itu melayang di udara.
Dia tak banyak perhatikan ucapan orang, karena waktu itu perhatiannya tertuju
pada Joko. Dia tak tahu, kenapa dia tiba-tiba begitu memperhatikan si pemuda.
Namun yang jelas ada perasaan aneh di dadanya ketika pertama kali memandang.
Karena saat itu Dewi Siluman
melintangkan tubuh Pendekar 131 di depan tubuhnya, saat itulah tiba-tiba
sepasang matanya dari lobang cadar melihat sesuatu tersembul dari balik pakaian
di bagian pinggang murid Pendeta Sinting.
Dewi Siluman cepat geser tangan kanannya ke pinggang. Dan Sekali sentak sedikit,
pakaian Pendekar 131 di bagian pinggang tersibak. Sepasang mata Dewi Siiuman
terbeliak besar saat dia melihat sebilah pedang pancarkan sinar kekuningan.
"Ternyata... Tampaknya bukan senjata sembarangan. Apakah karena senjata
ini hingga beberapa orang menginginkan pemuda ini"!"
Dewi Siluman lorotkan sepasang
kakinya. Kedua tangannya bergerak ke samping lalu disentakkan. Tubuh Pendekar
131 meluncur ke bawah dan perlahan sekali secara aneh sosok murid Pendeta
Sinting duduk di atas tanah! Tapi masih tak bisa gerakan tubuh, malah sepasang
matanya terpejam rapat.
Begitu tubuh Pendekar 131 terduduk di tanah, Dewi Siluman pentangkan sepasang
tangannya yang ternyata telah memegang pedang. Dan tanpa pedulikan pandangan
perempuan berpunuk yang berkilat-kilat, Dewi Siluman tarik pedang dari
sarungnya. Cahaya kekuningan silaukan mata
segera menebar hamparkan hawa panas.
"Pedang Tumpul 131!" desis Dewi Siluman sesaat setelah mengawasi bentuk pedang.
"Hem.... Jadi orang yang akhir-akhir ini disebut-sebut sebagai Pendekar Pedang
Tumpul 131 pemuda ini adanya!" Dewi Siluman tersenyum di balik cadar. "Takdirku
baik! Apa yang tak kuduga sekarang ada di tanganku. Dengan pedang ini perjalanan
memburu penggalan peta itu akan lebih mudah...."
"Dewi Siluman! Jangan berniat buruk menguasai milik orang lain!" Mendadak
perempuan berpunuk membentak lantang.
Dewi Siluman masukkan kepala pedang ke dalam sarungnya. Lalu simpan ke balik
jubahnya. Sesaat kemudian dia tertawa mengekeh panjang. "Serahkan pedang itu
padaku!" Dewi Siiuman putuskan tawanya.
Berpaling pada perempuan berpunuk dengan mendengus keras.
"Jahanam berpunuk! Jika kau inginkan pedang ini, kenapa banyak berkoar-koar"
Selain ingin pemuda ini, rupanya kau juga inginkan pedang ini!
Hem.... Nyatanya kau juga menyimpan keinginan kotor! Hik... hik... hik...!"
"Tak usah banyak mulut mengumbar fitnah! Berikan pedang itu atau...."
"Sekali pedang di tanganku tak akan kuberikan biar malaikat yang meminta!"
tukas Dewi Siiuman.
"Itu bukti bahwa kau nyata-nyata mencuri barang orang!" Perempuan berpunuk
tertawa perlahan penuh ejekan.
Dewi Siluman terkesiap marah
mendengar ejekan si perempuan berpunuk.
Tiba-tiba dia gerakkan kepalanya menyentak ke samping.
Wuuttt! Beeettt! Rambut pirang milik Dewi Siluman berkelebat angker hamparkan gelombang angin
kencang ke arah perempuan
berpunuk. Perempuan berpunuk tak mau
bertindak ayal. Dia cepat berkelebat ke arah samping hindarkan diri lalu melesat
ke depan dan lancarkan satu pukulan ke arah kepala Dewi Siluman.
Dewi Siluman rundukkan kepala. Kaki kanannya bergerak.
Bukkk! Perempuan berpunuk tersurut dua
langkah ke belakang saat tendangan kaki Dewi Siluman menghantam tangannya. Namun
perempuan itu tak pedulikan rasa ngilu pada tangannya yang baru bentrok dengan
kaki Dewi Siluman. Sebaliknya dia cepat kerahkan tenaga dalam, lalu
sekonyong-konyong dia menghantam ke depan. Bukan hanya sampai di situ, kejap
lain perempuan berpunuk bantingkan sepasang kakinya ke atas tanah. Kejap itu
juga dari sepasang mata di balik cadar berlobang kecil-kecil melesat dua cahaya
merah. Dewi Siluman terlihat melengak.
Bukan karena ganasnya pukulan yang kini melabrak ke arahnya melainkan karena dia
sepertinya mengenali pukulan itu.
"Jahanam! Jangan-jangan.... Ah, tapi aku belum bisa memastikan. Mungkin dia,
tapi tak mustahi! orang lain. Aku harus tahu jahanam
ini! Kalau benar-benar dia...," Dewi Siluman tak bisa berpikir lebih panjang lagi karena
harus segera selamatkan diri dari pukulan lawan. Perempuan berjubah dan bercadar
hitam ini cepat melesat ke samping kanan, membuat gerakan jungkir balik dua kali
lalu serta-merta
hantamkan kedua tangannya sekaligus!
Bummm! Bummm! Tempat itu bergetar hebat. Tanahnya bertabur ke udara. Perempuan berpunuk
rasakan tubuhnya laksana dilanggar gelombang besar hingga saat itu juga tubuhnya
mencelat mental sampai dua tombak ke belakang. Dari balik cadarnya tampak
meleleh darah kehitaman pertanda dia terluka dalam. Tubuh perempuan ini terlihat
bergetar keras. Napasnya megap-megap. Dan setelah sesaat
terhuyung-huyung beberapa kali,
perempuan berpunuk ini meliuk roboh terkapar di atas tanah.
Di seberang, Dewi Siluman saling usapkan sepasang tangannya. Memandang tajam
pada perempuan berpunuk lalu melangkah mendekat.
"Ilmu masih sejengkal sudah berani bermulut besar! Hem.... Akan
kutelanjangi jahanam itu...."
"Celaka!" keluh perempuan berpunuk lalu cepat-cepat kerahkan tenaga dalam dan
bergerak bangkit. Namun belum sampai tubuhnya benar-benar tegak, Dewi Siluman
telah melesat. Tangan kiri-kanannya bergerak kirimkan hantaman ke arah dada dan
perut. Bukkk! Bukkk! Perempuan berpunuk berseru keras.
Untuk kedua kalinya tubuhnya terlempar dan jatuh berkaparan di atas tanah. Darah
lebih banyak keluar dari balik cadarnya.
Namun perempuan berpunuk sepertinya punya tenaga luar biasa. Setelah
mengerjap dan tahu Dewi Siiuman teruskan langkah ke arahnya, dia coba kerahkan
sisa-sisa tenaganya. Perlahan-lahan pula dia bergerak bangkit. Seraya terhuyung-
huyung dia sentakan kedua kakinya ke tanah.
Dua cahaya merah kembali melesat keluar dari sepasang mata di balik cadarnya.
Namun karena tenaga yang dikerahkan tidak utuh lagi, daya lesat cahaya itu
sangat lamban. Hingga dengan sekali sentakan tangan, Dewi Siluman bisa membuat
cahaya merah bertabur ambyar ke udara. Dan bersamaan dengan itu, tubuh perempuan
berpunuk terjengkang roboh.
Kali ini Dewi Siluman tak mau buang waktu. Bersamaan dengan robohnya sosok
perempuan berpunuk dia berkelebat ke depan. Kedua tangan kiri-kanannya cepat
bergerak menjulur ke bawah.
Brettt! Breettt!
Pakaian perempuan berpunuk besar robek di bagian dada dan pinggang hingga
tampaklah kulit putih mulus dan dada kencang membusung dl baliknya. Dewi Siluman
menyeringai. Lalu ayunkan tangan kanan ke arah muka hendak menanggalkan cadar
penutup si perempuan berpunuk.
Tapi sejengkal lagi cadar penutup itu tersibak, mendadak ada suara mengekeh
panjang membahana di seantero tempat itu. "Sudah demikian gilakah dunia ini"
Perempuan bukannya tertarik pada pemuda
tapi tergila-gila pada sesama"
Mungkinkah mata ini yang salah lihat atau mereka yang salah tempat?"
Dewi Siluman tersentak. Tangannya cepat ditarik pulang. Lalu berpaling ke arah
datangnya suara.
* * * 11 SEBAGAI seorang yang memiliki ilmu tinggi, meski saat itu sepasang mata Dewi
Siluman tidak menangkap adanya seorang yang perdengarkan tawa namun seraya
mendengus keras perempuan berjubah dan bercadar hitam ini putar diri, lalu
mendadak tangan kirinya bergerak menghantam ke udara.
Wuuuttt! Satu gelombang angin keras melabrak ganas ke arah sebatang pohon. Pohon Itu
langsung berderak, kejap lain tumbang keluarkan suara berdebam. Belum sampai
derakan batang pohon menghantam tanah, satu bayangan melesat dari kerapatan daun
pohon yang hendak tumbang itu dengan perdengarkan gumaman tak karuan.
Selagi bayangan itu melayang di
udara, Dewi Siluman angkat kedua tangannya. Serta-merta perempuan ini membuat
gerakan jungkir balik dua kali.
Pada putaran yang ketiga
sekonyong-konyong tangan kiri-kanannya
dihantamkan ke depan, ke arah sosok yang kini teiah tiga Iangkah di hadapannya!
Bukkk! Bukkk! Terdengar seruan tertahan. Lalu
terlihat satu sosok mencelat sampai tiga tombak dari tempat di mana sekarang
Dewi Siluman berada. Namun Dewi Siluman terlihat pentangkan sepasang matanya
lalu perdengarkan suara menggerendeng panjang pendek.
"Setan alas! Manusia satu itu memang luar biasa!" desisnya sambil memandang ke
depan. Tiga tombak di depan sana tampak satu sosok membelakangi dengan posisi
menungging dan perdengarkan tawa mengekeh panjang!
Mendadak orang yang menungging ini putuskan tawanya. Lalu balikkan tubuh dengan
kepala mendongak. Ternyata dia adalah seorang kakek berambut putih panjang.
Wajahnya pucat dengan sepasang mata melotot besar. Kakek ini tidak punya leher,
dan seraya mendongak dia buka mulutnya lebar-lebar seolah ingin perlihatkan
mulutnya yang tak bergigi!
"Iblis Ompong!" teriak Dewi Siluman. "Aku tak suka bicara dua kali.
Lekas tinggalkan tempat ini!"
Si kakek di depan sana dan memang Iblis Ompong adanya maju satu langkah.
"Eh. Kau mengenaliku. Tapi karena kau mengenakan cadar, berat dugaan aku sulit
menerka siapa adanya dirimu. Boleh sejenak kubuka penutup wajahmu?"
"Iblis Ompong! Enyah dari
hadapanku!"
"Baik. Kalau kau tak izinkan aku membuka cadar melihat wajahmu, aku akan turuti
ucapanmu tinggalkan tempat ini.
Tapi izinkan aku bawa serta kedua orang itu!"
Seraya berkata Iblis Ompong arahkan jari telunjuknya ke arah Pendekar 131
yang masih duduk di atas tanah dengan mata terpejam dan pada perempuan berpunuk
yang diam terkapar di tanah dengan bagian dada dan pinggang
pakaiannya robek besar.
"Hem.... Begitu" Boleh kau bawa serta kedua orang ini. Tapi sebagai gantinya
tinggalkan nyawamu untukku!"
"Mana bisa begitu" Tawaranmu terlalu mahal. Aku akan membawa keduanya tanpa
tinggalkan apa-apa untukmu.
Tapi.... Kalau kau suka, bagaimana kalau nyawaku kuganti saja dengan celanaku
ini, hitung-hitung sebagai kenangan kecil untukmu...."
Belum habis bicara, Iblis Ompong membuat gerakan hendak membuka
celananya, membuat Dewi Siluman
bantingkan kakinya ke tanah.
"Jahanam tua jorok! Siapa ingin lihat tubuh keriputan milikmu, hah"!"
"Jangan salah sangka! Aku tak akan bertindak yang bukan-bukan. Aku hanya ingin
serahkan celanaku untukmu....
Ha.... Ha.... Ha...! Tapi kalau matamu
tak suka melihat, kau tahu apa yang harus kau lakukan...." Iblis Ompong teruskan
gerakannya yang hendak lorotkan
celananya. Namun gerakan Iblis Ompong tertahan tatkala saat itu juga dari arah
depan terdengar satu deruan keras, di lain saat kabut berwarna hitam
menggebrak ke arah Iblis Ompong.
Iblis Ompong buka mulutnya semakin lebar. Lalu balikkan tubuh dan
serta-merta hantamkan kedua tangannya ke belakang.
Wuuut! Wuuutt! Dari kedua tangan si kakek melesat dua asap putih bergulung-gulung. Begitu asap
putih melesat, Iblis Ompong tekuk tubuhnya ke
depan. Sepasang kakinya direntangkan.
Tiba-tiba raut wajahnya nongol di antara kedua rentangan kakinya yang kini dalam
posisi menungging. Mulutnya
digembungkan sejenak, lalu disemburkan ke belakang, ke arah dua asap putih.
Busss! Dua asap putih serta-merta
mengembang besar. Lalu terdengar letupan keras saat kabut hitam pukulan Dewi
Siluman melabrak. Asap putih bertabur pecah di udara. Hebatnya, kejap kemudian
taburan asap putih bersatu kembali dan secepat kilat melesat deras ke arah Dewi
Siluman! Dewi Siiuman tersentak. Didahului bentakan nyaring, tubuhnya melenting ke
udara setinggi dua tombak. Serta-merta kedua tangannya bergerak kirimkan
pukulan, lalu perempuan ini sentakan kepalanya. Tiba-tiba saja dari sepasang
matanya melesat dua cahaya hitam terang silaukan mata!
"Sinar Setan!" desis Iblis Ompong mengenali pukulan yang melesat keluar dari
sepasang mata Dewi Siluman.
"Dalam rentang rimba persilatan, hanya satu orang yang memiliki pukulan
'Sinar Setan'. Jadi apakah perempuan ini adanya..."!"
Iblis Ompong geleng-gelengkan
kepalanya di antara rentangan kaki, lalu mulutnya dikatupkan rapat-rapat. Sesaat
kemudian dia melompat ke depan. Masih dengan tetap membelakangi, kakek ini
hantamkan kedua tangannya ke belakang.
Wuutt! Wuuutt!
Joko Sableng 3 Rahasia Pulau Biru di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dua bola mata tampak menggelinding perdengarkan suara berderak-derak.
Bummm! Terdengar ledakan dahsyat ketika cahaya hitam silaukan mata bentrok dengan dua
bola asap. Tanah di tempat itu bergetar. Di atas tanah tampak ular panjang. Lalu
di atas sana terlihat gumpalan benda hitam yang bersamaan dengan terdengarnya
ledakan benda hitam itu pecah berantakan. Kini di udara tampak taburan tanah
menghalangi pemandangan!
Sesaat setelah terdengarnya
ledakan, terlihat dl antara kepekatan
suasana sosok Dewi Siluman terseret deras ke belakang. Di seberang depan, tubuh
Iblis Ompong terhuyung-huyung.
Tapi kakek Ini segera putar tubuh dan seraya buka mulutnya lebar-lebar, kedua
tangannya dihantamkan ke tanah di depan sana, hingga saat itu juga pemandangan
makin bertambah pekat karena tanah semakin banyak bertabur di udara.
Ketika taburan tanah sirna, Dewi Siluman terkesiap. Sosok Iblis Ompong tak
tampak lagi di depan sana. Perempuan ini segera putar kepala dengan sepasang
mata menyapu berkeliling. Tiba-tiba terdengar suaranya tertahan keras. Ternyata
sosok perempuan berpunuk dan Pendekar 131 juga lenyap dari tempatnya
masing-masing! "Keparat jahanam!" maki Dewi Siiuman seraya angkat kedua tangannya.
Seraya putar tubuh dia hantam apa saja yang terlihat oleh matanya. Hingga
sejenak kemudian untuk kesekian kallnya tempat itu ditaburi tanah dan daun-daun
yang telah hangus kering.
Selagi taburan tanah belum sirap, tiba-tiba dua bayangan berkelebat.
Menduga si bayangan adalah Iblis Ompong, Dewi Siluman melesat memapak. Kedua
tangannya berkelebat lancarkan satu pukulan.
"Tahan pukulan!" satu seruan membuat Dewi Siluman tank pulang kedua tangannya.
Sepasang matanya dari lobang
cadar memperhatikan dengan dada bergerak turun naik ke depan, dimana kini
terlihat dua sosok tubuh tegak sepuluh langkah dari tempatnya berdiri.
Mereka berdua ternyata dua gadis muda berparas cantik jelita. Sebelah kanan
mengenakan jubah besar warna kuning, sedang satunya mengenakan jubah besar warna
biru. "Guru...!"
Tiba-tiba kedua gadis itu berseru bersamaan begitu mengenali siapa adanya
perempuan berjubah dan bercadar hitam.
Kedua gadis ini segera menjura
dalam-dalam. Untuk beberapa saat Dewi Siluman perhatikan kedua gadis dl hadapannya dengan
mata tak berkedip. Lalu buka mulut perdengarkan suara keras. "Wulandari.
Ayu Laksmi! Mana Sitoresmi..."!" Gadis berjubah kuning dan biru yang bukan lain
Wulandari dan Ayu Laksmi adanya angkat kepala masing-masing. Lalu saling
berpandangan dengan mulut sama
terkancing! "Kalian tidak tuli. Aku tanya, mana Sitoresmi"!"
"Maaf, Guru. Kami berpencar. Aku menuju arah utara. Ayu Laksmi ke arah barat.
Sedang Sitoresmi menuju ke timur...."
"Mana dengan tugas kalian..."!"
Untuk kedua kalinya Wulandari dan Ayu Laksmi saling pandang. Karena agak
lama tak ada juga yang buka mulut untuk menjawab, Dewi Siluman membentak garang.
"Apakah perlu mulut kalian
kupecahkan"!"
"Maaf, Guru...," Wulandari buka suara. "Kami belum berhasil mendapatkan apa yang
kami buru. Sebenarnya kami hampir saja...."
"Diam! Aku tak butuh alasan!" potong Dewi Siiuman.
"Tapi, Guru...."
Lagi-lagi sebelum ucapan Wulandari habis, Dewi Siluman telah menukas.
"Tutup mulutmu! Sekali lagi buka mulut, aku tak ada beban untuk tanggalkan nyawa
kalian! Dengar"!"
Wulandari dan Ayu Laksmi tak ada yang berani buka suara. Mereka berdua hanya
merunduk dengan sesekali melirik.
"Dengar! Cari Sitoresmi. Kuberi waktu sampai matahari terbenam!"
Karena untuk beberapa saat
Wulandari dan Ayu Laksmi masih diam di tempatnya masing-masing, Dewi Siluman
bantingkan kaki seraya menghardik
"Sialan! Apalagi yang kalian tunggu, hah"!"
Wulandari dan Ayu Laksmi tersentak kaget. Buru-buru keduanya menjura dalam.
"Kami berangkat, Guru...," ucap Wulandari lalu berkelebat tinggalkan tempat itu
seraya menarik tangan Ayu Laksmi.
Begitu kedua muridnya berlalu, Dewi Siiuman menarik napas panjang dan dalam.
"Kalau dugaanku benar. Tak ada yang setimpal untuknya kecuali siksa seumur hidup
di Istana Setan!"
Dewi Siluman mendongak ke langit.
Tiba-tiba dia perdengarkan suitan panjang. Meski suitan biasa, karena dikerahkan
dengan tenaga dalam, suaranya sempat memantul dan mengiang lama di seantero
tempat itu. Tak berselang lama, terdengar
gemeretak roda kereta melaju cepat ke arah Dewi Siluman. Sesaat Dewi Siluman
luruskan kepala dan putar diri, di depan sana terlihat sebuah kereta yang
dikusir oleh seorang kakek berambut putih yang disanggul tinggi ke atas
mengenakan jubah warna hitam.
Si kakek yang bukan lain adalah KI Buyut Pagar Alam jerengkan sepasang matanya
sejenak, lalu berpaling ke belakang, di mana terdapat sebuah peti di bagian
belakang keretanya. Mendadak si kakek sentakkan kedua tangannya.
Bersamaan dengan itu terdengar suara berderit. Ternyata, tutup peti itu telah
bergerak membuka.
Dewi Siluman gerakan bahunya,
sekali kelebat, sosok perempuan berjubah dan bercadar hitam ini melesat dan
lenyap masuk ke dalam peti.
Kejap kemudian, kereta pembawa peti itu telah melaju cepat meninggalkan
suara gemeretak yang
menggema di seantero tempat itu.
SELESAI Ikuti lanjutan serial ini dalam
episode : "MALAIKAT PENGGALI
KUBUR" Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: mybenomybeyes
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Hina Kelana 38 Lembah Selaksa Bunga Karya Kho Ping Hoo Kisah Si Pedang Terbang 3