Pencarian

Tiga Ksatria Bertopeng 2

Pendekar Bayangan Sukma Tiga Ksatria Bertopeng Bagian 2


sebuah pohon besar dan berada di lobang dekat akarnya!!"
"Hihihi... tidak salah lagi, Paksi... aku memang menemukannya di tempa itu!"
"Berikan cincin itu padaku, cepat!!"
Fahri A. 49 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA "Hihihi... mengapa kau tidak bangun saja dan merebutnya dari tanganku, paksi"!"
wanita bertopeng itu terkikik.
Menyadari keadaan yang terasa menyulitkan, Kyai Paksi Brahma beranggapan kalau
dia tak akan bisa memenangkan pertarungan melawan wanita bertopeng yang memiliki
Cincin Naga Sastra. Tetepi dia pun tak mau bila kalah begitu saja. Pantang bagi
Kyai Paksi Brahma untuk menyerah sebelum berani bertempur.
Dengan manahan rasa sakitnya dia pun perlahan-lahan bangkit. Lalu diusahakannya
keseimbangannya untuk ebrdiri. Tatapannya geram.
"Hihihi... kau memang seroang laki laki tua yang gagah perkasa, Paksi... tetapi -ketahuilah... bahwa ajalmu tidak akan lama lagi!!"
"Jangan banyak bacot lagi kau, Paksi! Terimalah ajalmu ini!!" geram wanita itu
seraya menyerbu dengan garang.
Kyai Paksi Brahma pun segera memapakinya dengan ajian Pemunah Rasa. Seprti tadi
kembali benturan terjadi. Dan kali ini terlihat Kyai Paksi Brahma tidak bisa
bertahan lebih lama.
Karena dengan satu sentakan yang kuat akibat benturan itu tubuhnya langsung
terhempas ke tanah dan mati dengan luka di dada yang amat besar.
Wanita bertopeng itu terkikik keras. "Hihihi... tak ada seorang pun yang dapat
mengalahkanku. Akulah Dewi Kematian...!!"
Fahri A. 50 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA 7 "Itukah yang dinamakan Bukit Hantu, kanda?" tanya Ratih Ningrum pada suaminya
sambil menunjuk ke perbukitan yang nampak sepi dan menyeramkan.
Kabut masih menyelimuti Bukit Hantu. Matahari baru saaj sepenggalah. Dan suasana
di bawah Bukit Hantu cukup dingin.
"Iya, Dinda... mungkin memang inilah yang dinamakan Bukit Hantu..." kata Madewa
Gumilang. "Apakah kira kira Kyai Paksi Brahma ada di tempat kediamannya, Kanda?"-"Kira berharap dia ada di sana, Dinda. Marilah kita mmulai menaiki Bukit Hantu
ini..." Lalu Madewa menjalankan kudanya menuju ke atas.
Istrinya menyusul di belakangnya. Suasana Bukit Hantu memang cukup menyeramkan.
Kabut tebal seakan bayangan hantu yang menutupi jalan bagi siapa saja yang ingin
ke atas bukit itu.
Namun bagi keduanya itu bukanlah suatu penghalang.
Mereka pun tidak merasa terburu buru untuk sampai di atas. Karena menurut
-perkiraan mereka, Kyai Paksi Brahma ada di tempat kediamannya.
"Itukah rumah Kyai Paksi Brahma, Kanda?" tanya Ratih Ningrum ketika melihat
suaminya menghentikan laju kudanya. Sehingga Ratih Ningrum pun menjadi ikut-
ikutan. Fahri A. 51 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Dia melihat suaminya nampak terdiam. Gubuk kecil yang dilihatnya nampak kecil
karena jarak mereka berada sekarang dengan gubuk itu cukup jauh.
"Aku melihat ada sesuatu yang tidak beres di sana, Dinda." Terdengar Madewa
Gumilang bersuara.
Bagi Ratih Ningrum hal itu bukanlah suatu keanehan.
Karena dia tahu suaminya memiliki ilmu Pandangan Menembus Sukma. Bila ilmu itu
sudah dikeluarkan, maka pandangan suaminya akan dapat melihat sesuatu dari jarak
yang amat jauh sekali pun. Bahkan pandangannya itu dapat menembus gunung!
Dan Ratih Ningrum tahu kalau suaminya sekarang ini tengah mengeluarkan ilmu
Pandangan Sukma nya, karena dia tadi mengatakan sesuatu yang tidak beres di atas
-sana. "Ada apakah, Kanda?"
"Aku melihat Kyai Paksi Brahma sudah tewas menjadi mayat dengan luka besar di
dadanya." "Oh, Tuhan... apa yang telah terjadi, Kanda"!" tanya Ratih Ningrum terkejut.
"Entahlah, Dinda. Lebih baik kita segera melihat ke sana!" kata Madewa Gumilang
dan kali ini dia memacu laju kudanya.
Ratih Ningrum pun segera menggebrak kudanya, menyusul laju kuda suaminya.
Dan apa yang tadi dikatakan suaminya memang benar terjadi. Mereka menemukan
sosok tubuh Kyai Paksi Brahma yang telah menjadi mayat.
"Oh, Tuhan! Mengerikan sekali luka yang diderita Kyai Paksi Brahma!" desis Ratih
Ningrum sambil melompat Fahri A.
52 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA dari kudanya dan berlutut di sisi suaminya.
Madewa Gumilang terdiam. Dia memegang per-gelangan tangan mayat Kyai Paksi Brahma. Dingin. Lalu tanpa menatap istrinya da
berkata, "Kyai Paksi Brahma dibunuh kemarin sore..."
"Tentunya oleh seorang yang amat sakti, kanda..."
"Ya! Melihat luka yang dideritanya sudah menandakan kalau Kyai Paksi Brahma
tewas oleh orang yang tinggi ilmu kesaktiannya."
"Kira kira dengan benda apa dia meninggal, Kanda?"
-tanya Ratih Ningrum.
"Tidak dengan benda apa apa, Dinda..."
-"Maksudmu?"
"Kyai Paksi Brahma tewas akibat sebuah pukulan!"
"Oh! Kalau begitu lawan yang dihadapinya memang benar benar memiliki ilmu yang
-amat tinggi!"
"Benar, Dinda... Ah, sayang sekali kita terlambat datang ke sini. Bila kita tidak
terlambat, tentunya kita masih dapat bertemu dengan Kyai Paksi Brahma yang masih
dalam keadaan hidup..."
"Berarti... kau kehilangan jejak Cincin Naga Sastra, Kanda..."
Madewa bangkit dari berlututnya. Menatap istrinya.
"Benar apa yang kau katakan, Dinda... satu satunya harapan untuk mengetahui di
-mana cincin itu berada hanyalah Kyai Paksi Brahma. Dan menurut dugaanku, dia
sepertinya tahu di mana cincin itu berada."
"Maksudmu, Kanda?"
"Kau lihatlah sepasang mata Kyai Paksi Brahma yang terbuka lebar. Dia sepertinya
penasaran akan sesuatu Fahri A.
53 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA hal." "Lalu dugaanmu, dia penasaran karena dia sudah mengetahui di mana Cincin Naga
Sastra berada dan gagal mendapatkannya. Bukankah begitu, Kanda?"
"Benar, Dinda. Tapi sayang... sayang sekali... Kyai Paksi Brahma telah tewas. Aku
amat menyesali kejadian ini, Dinda..."
"Begitu pula aku, Kanda. Lalu apa yng hendak kau lakukan sekarang?"
"Ya... lebih baik kita menjenguk Nyai Lurah di desa Glagah Jajar. Sebelumnya aku
hendak memakamkan dulu mayat Kyai Paksi Brahma ini..."
Setelah memakamkan mayat Kyai Paksi Brahma, Madewa Gumilang segera mengajak
istrinya untuk segera pergi menuju desa Glagah Jajar.
*** Kuda itu melesat dengan cepatnya. Meninggalkan debu debu yang beterbangan. Namun-penunggang kudanya tak mau tahu soal itu. Baginya dia harus tiba di tujuan.
Penunggang kuda itu tak lau Ki Lurah Sentot Prawira.
Setelaa bertarung dengan manusia bertopeng hitam dia pun segera memacu kudanya
untuk tiba di desa Glagah Jajar. Dia sudah amat mencemaskan keadaan istrinya
yang ditinggalnya hampir dua minggu.
Dan Ki Lurah Sentot Prawira pun merasa jengkel bukan kepalang terhadap manusia
bertopeng hitam yang disangkanya murid Perguruan Topeng Hitam. Hhh, Fahri A.
54 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA bila saja dia bisa membekuknya, akan dihadapkannya murid durhaka itu kepada
Madewa Gumilang.
Kuda yang ditungganginya kini memasuki desa Glagah Jajar. Ki Lurah langsung
memacu kudanya ke rumahnya tanpa menyahuti salam dari orang orang yang menjaga -di perbatasan desa.
Di benaknya hanya satu yang dipikirkannya, dia sudah tidak sabar ingin melihat
keadaan istrinya.
Ki Lurah langsung melompat dari kudanya begitu tiba di depan rumahnya. Dia
langsung menerobos pintu rumahnya.
"Nyai!!" serunya.
Langkahnya mendadak terhenti. Tatapannya tak percaya. Keningnya berkerut.
Salahkan apa yang dilihatnya" Istrinya sedang melipat pakaian di ruang depan!
Dari rasa terkejutnya berubah perlahan lahan menjadi kegembiraan.
-"Nyai!!" serunya mendekati. "Kau sudah sembuh"!"
Nyai Lurah yang nampak segar bugar tersenyum.
Membalas memegang tangan suaminya.
"Aku sudah sembuh, Ki..."
"Bagaimana kau bisa sembuh" Bukankah menurut Ki Tabib Lamtoro kau hanya bisa
disembuhkan dengan Cincin Naga Sastra, Nyai?"
"Mungkin yang dikatakan dia benar, Ki... tetapi aku pun bisa sembuh bila aku
berusaha ingin sembuh, bukan?"
Bukan main bahagianya Ki Lurah melihat kenyataan ini. Dirangkulnya istrinya
dengan penuh kasih sayang.
Fahri A. 55 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA "Oh, Gusti Allah... terima kasih kuucapkan pada Mu..."
-desahnya bahagia. Lalu ditatapnya istrinya, "Tahukah kau, Nyai... betapa aku amat
mencemaskanmu?"
"Benarkah kau amat mencemaskanku, Ki?"
"Demi langit dan bumi. Aku begitu mencemaskanmu, Nyai..."
"Aku bahagia mendengarnya, Ki..."
"Ya, ya... Nyai... di perjalanan aku dihadang oleh seorang manusia bertopeng hitam,
yang memaksaku untuk memberikan Cincin Naga Sastra. Padahal cincin itu sama
sekali tidak ada di tanganku..."
"Manusia bertopeng hitam" Siapakah dia, Ki?"
"Aku tidak tahu siapa dia sebenarnya."
"Kalau tidak salah... sekarang pun sedang ramai dibicarakan orang tentang Ksatria
Bertopeng."
"Ksatria Bertopeng" Mungkin dia orangnya, Nyai!"
"Bisa saja, Ki... ksatria Bertopeng itu amat kejam sekali. Dia selalu membunuh
siapa saja yang ditemui-nya. Dahkan dia selalu mengaku dirinya adalah Dewi
Kematian yang selalu mencabut nyawa manusia..."
"Dewi Kematian?"
"Ya."
"Kalau begitu... apakah Ksatria Bertopeng itu seorang wanita?"
"Menurut kabar yang kudengar, katanya iya, dia memang seorang wanita yang amat
kejam." "Oh!" Ki Lurah Sentot Prawira terkejut.
"Kenapa, Ki?"
"Kalau begitu ada dua Ksatria Bertopeng."
"Maksudmu"!"
Fahri A. 56 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA "Manusia bertopeng hitam yang menghadangku
seorang laki laki! Jelas sekali laki laki karena suaranya!"- -"Kalau soal itu aku tidak tahu."
"Kau agaknya lebih tahu banyak tentang ksatria bertopeng yang wanita, Nyai..."
"Bagaimana aku tidak tahu, kalau seisi desa Glagah Jajar ramai membicarakan dan
seisi desa pun bersiap-siap untuk menyambut kedatangannya."
"Ya... memang tidak salah lagi. Ada dua orang yang mengaku sebagai ksatria
bertopeng. Tetapi kedua-duanya amat kejam sekali. Dan begitu ringan menurunkan
tangan!" "Ki... bagaimana dengan Pendekar Bayangan Sukma?"
tanya Nyai Lurah kemudian.
"Bagaimana maksudmu, Nyai?"
"Apakah Madewa Gumilang bermaksud membantu
kita untuk mencari Cincin Naga Sastra?"
"Ya, dia memang bermaksud membantu kita. Tetapi agaknya sekarang aku tidak lagi
memerlukan cincin itu.
Bukankah kau sudah sembuh dari penyakitmu, Nyai?"
Nyai Lurah tersenyum.
"Benar, Ki... aku memang tidak membutuhkan cincin itu lagi..."
"Dan Madewa Gumilang belum mengetahui kalau kau
sudah sembuh, Nyai. Kau tahu betapa sedih dan cemasnya dia ketika kukatakan kau
sedang sakit. Dia pun langsung menyatakan kesediaannya untuk
membantuku mencari Cincin Naga Sastra. Ah... dia memang seorang pendekar yang arif
dan bijaksana, Nyai... aku amat mengaguminya..."
Fahri A. 57 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA "Begitu pula aku, Ki... Aku kini sudah menyadari kalau tewasnya Mandali Sewu bukan
karena semata mata oleh tangan Pendekar Budiman itu. Tetapi karena perbuatan -kejam dan jahat yang dilakukan Mandali Sewu alias si Pamungkas..."
"Kau sudah menyadari hal itu, Nyai?" kata Ki Lurah gembira.
"Ya."
"Kau tidak menyalahi dia lagi?"
"Tidak."
"Oh, Nyai..." Ki Lurah Sentot Prawira merangkul bahu istrinya dengan senyum
bahagia. Fahri A. 58 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA 8 Matahari sudah condong ke Barat. Bias biasnya masih tertera di langit Barat. -Begitu indah dan bersahaja.
Madewa menjalankan kudanya perlahan lahan di sisi istrinya. Dia masih amat
-menyesali mengapa dia datang terlambat.
Tiba tiba dari jalan setapak bermunculan orang laki-laki berwajah beringas dan
-tak bersahabat. Di tangan masing masing terpegang sebuah golok besar.
-Madewa menghentikan jalan kudanya. Begitu pula dengan Ratih Ningrum. Keduanya
memperhatikan keenam laki laki itu yang nampak begitu bengis.
-"Hmm... ada apa Ki Sanak sekalian menghadang perjalanan kami?" tanya Madewa dengan
suara yang bersahabat.
"Hhh! Kaukah Madewa Gumilang, ketua Perguruan Topeng Hitam?" bertanya salah
seorang. "Tidak salah lagi, akulah orangnya. Ada apa Ki Sanak"!" kata Madewa tetap dengan
suara bersahabat.
Senyumnya begitu arif dan bijaksana.
"Jangan berlagak lagi, Madewa! Kami menghadangmu karena ingin meminta
pertanggung jawabanmu selaku ketua Perguruan Topeng Hitam!"
"Ada apa, Ki Sanak" Aku benar benar tidak mengerti."
-"Jangan berpura pura, Madewa."
-"Tenanglah,
dan katakanlah dengan segala ketenangan yang ada di hatimu."
Fahri A. 59 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA

Pendekar Bayangan Sukma Tiga Ksatria Bertopeng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hhh! Ternyata kau memang manis di mulut saja, Madewa" Nah, apa yang bisa kau
jawab kalau aku mengatakan salah seorang murid Perguruan Topeng Hitam telah
membuat teror di desa kami"!" bentak orang itu melotot gusar.
Madewa sedikit terkejut mendegnarnya. Salah
seorang muridnya membuat teror"
"Kau bicara apa, Ki Sanak?"
"Jangan berlagak lagi, Madewa! Kami tahu... saat ini kau sedang mencari Cincin
Naga Sastra, bukan" Sama seperti yang tengah dilakukan muridmu itu. dia berulang
kali memaksa kami untuk memberikan jawaban di mana Cincin Naga Sastra berada.
Sudah tentu ini tugas yang kau berikan padanya! Kau memang suka ditanya seperti
itu, dan kami akan memberikan jawaban yang memuaskan. Namun kami tidak tahu di
mana cincin itu berada. Kalau pun kami tahuu pasti kami akan berikan padanya,
karena kami tidak membutuhkan cincin itu! kau mengerti"!"
"Tunggu dulu, Ki Sanak. Maksudmu ada orang yang berpakaian hitam hitam dan -mengenakan topeng hitam pula yang bertanya pada kalian tentang Cincin Naga
Sastra?" "Dia bukan hanya bertanya pada kami, tetapi juga membunuh orang orang kami yang
-tidak memberikan jawaban memuaskan yang seperti diinginkannya!"
sahut orang itu berang.
Perlahan lahan Madewa pun mengerti akan duduk persoalannya. Rupanya ada seorang
-yang mengenakan pakaian hitam hitam dan bertopeng hitam yang Fahri A.
-60 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA menurunkan tangan telengas pada orang orang yang tak bersalah.-"Apakah orang itu mengaku dari Perguruan Topeng Hitam?" tanya Madewa.
"Hhh! Biarpun orangnya tidak mengaku, tetapi di dunia persilatan ini hanya satu
perguruan yang menganakan ciri khas seprti itu. Perguruan Topeng Hitam yang
diketuai olehmu sendiri, Madewa!"
"Jadi kalian tetap beranggapan orang itu adalah murid Perguruan Topeng Hitam?"
"Kau memang pandai bersilat lidah, Madewa!
Persetan dengan semua ucapanmu! Yang kami minta, adalah pertanggungjawabanmu
atas semua perbuatan-nya!"
"Apa yang kalian inginkan?"
"Kau harus menyerahkan dirimu pada pemimpin kami untuk diadili."
"Bagaimana kalau aku tidak mau?"
"Tidak ada jalan lain selain mengadu nyawa denganmu. Biarpun kau pendekar nomor
satu di rimba persilatan ini, tapi kami tidak takut dengan nama besarmu. Kami
rela mati untuk kebenaran!" sahut orang itu gagah.
Madewa terdiam. Mengapa jadi runyam begini
masalahnya" Desisnya dalam hati. Lalu dia kembali menatap orang orang itu.
-"Baiklah... aku akan menyerahkan diri pada kalian..."
katanya kemudian.
"Kanda!" desis Ratih Ningrum kaget.
Madewa berpaling pada istrinya. "Tenanglah, Dinda...
Fahri A. 61 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA ini hanya salah paham saja. Lebih baik, kau kembali ke Perguruan Topeng Hitam.
Dan cari siapa yang mencoba-coba berbuat murtad pada kita..."
"Tapi, Kanda..." kata Ratih Ningrum ingin membantah, namun segera dipotong oleh
suaminya. "Tenanglah, segala sesuatunya akan berjalan dengan baik. Nah, lebih baik kau
kembali ke Perguruan Topeng Hitam, Dinda... Penuhi permintaanku ini..." kata Madewa
pelan namun tegas. Dan berarti itu merupakan suatu perintah yang tak boleh
dibantah Ratih Ningrum.
Ratih Ningrum pun hanya menurut walaupun hatinya tidak ingin menuruti perintah
itu. Lalu dia pun membalikkan kudanya dan meninggalkan tempat itu dengan hati
galau. Sementara keenam prang itu tersenyum, mendesah lega karena mereka tidak perlu
bertarung dengan pendekar sakti itu. Semula ketika desa mereka didatangi oleh
ksatria bertopeng yang menanyakan tentang Cincin Naga Sastra, sebagai orang yang
berbudi tentu saja mereka menjawa dengan sopan. Dan mengatakan tidak tahu karena
mereka memang tidak tahu.
Namun mendadak saja orang bertopeng itu menjadi murka. Lalu dia pun menyerang
dengan membabi buta dan membunuhi beberapa teman teman mereka.-Setelah kejadian itu, kepala desa Bojong Sawo Ki Lurah Wijayatikta yang
mengetahui kalau di dunia persilatan ada satu perguruan yang selalu mengenakan
pakaian hitam dan bertopeng hitam, segera menugaskan beberapa orang pilihannya untuk meminta pertanggung jawaban Madewa
Gumilang selaku Ketua Fahri A.
62 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Perguruan Topeng Hitam.
Semula keenam orang itu merasa jeri untuk menemui Madewa Gumilang. karena yang
mereka kuatirkan bila mereka harus bertarung dengan manusia sakti itu.
Namun sekarang Madewa Gumilang menyerahkan diri begitu saja.
Ini sebenarnya membuat mereka bisa bernafas lega.
Namun diam diam dalam hati kecil mereka mengakui, kalau orang bertopeng itu -bukanlah murid Perguruan Topeng Hitam yang ditugaskan oleh Madewa Gumilang.
Memang Madewa tidak banyak membantah. Namun melihat sikapnya yang begitu arif
dan bijaksana, mereka diam diam menjadi amat mengaguminya.
-"Ki Sanak sekalian... maafkan aku bila kusuruh istriku kembali ke Perguruan Topeng
Hitam. Karena dia tidak ikut campur dalam masalah ini. Apakah Ki Sanak memberi
izin" Bila tidak, aku dapat memanggilnya kembali untuk menyerahkan diri kepada
kepala desa kalian."
Kata kata itu membuat orang orang bergolok itu semakin mengagumi Madewa
- -Gumilang. Salah seorang berkata, "Tidak perlu, Madewa..." kali ini suaranya terdengar lebih
sopan dan pelan.
"Kalau begitu, silahkan ikat kedua tanganku ini..."
Dan mereka makin tidak enak mendengar kata kata Madewa itu. Itu saja jelas jelas
- -menandakan Madewa tidak bersalah.
"Madewa... maafkan kelancangan kami ini," kata salah seorang dari mereka lagi.
"Tidak, kau bukanlah tawanan kami. Dan kami tidak berhak untuk mengikat Fahri A.
63 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA tanganmu."
"Baiklah kalau begitu. Bawalah aku ke kepala desamu."
"Desa kami desa Bojong Sawo. Dan kepala desa kami bernama Wijayatikta."
"Ya, bawalah aku kesana..."
Lalu keenam orang itu pun membawa Madewa
Gumilang ke desa Bojong Sawo. Tetapi karena Madewa berada di depan dengan jubah
putihnya yang terkibar tertiup angin sore sementara keenam laki laki itu
-mengikutinya dari belakang sepertinya, mereka adalah satu rombongan yang
diketuai oleh Madewa Gumilang.
*** Rembulan makin renta di langit. Semakin hari rembulan semakin tua umurnya. Tidak
ada yang tahu pasti berapa tahun umurnya. Hanya Yang Maha Kuasalah yang tahu
berapa umur rembulan di langit sana.
Sosok tubuh berpakaian hitam hitam dan bertopeng hitam itu memperhatikan rumah -yang ada di hadapannya. Rumah Ki Lurah Sentot Prawira. Lalu sosok tubuh itu
melenting ke atap ketika melihat beberapa penjaga desa sedang meronda.
"Sialan! Hampir saja aku lengah," desis sosok berpakaian hitam hitam dan
-bertopeng hitam. Di punggungnya terdapat dua buah pedang bersilangan.
Lalu tanpa mengeluarkan suara, sisik berpakaian hitam dan bertopeng hitam itu
membuka sebuah Fahri A.
64 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA genting. Dan melihat dalam rumah.
Sosok itu melihat Ki Lurah Sentot Prawira sedang menghisap rokok kawungnya
sendiri di ruang depan.
Nampak sekali kalau wajah Ki Lurah penuh dengan segala persoalan yang
dipikirkan. Dan sosok itu juga membuka genting di kamar Nyai Lurah. Sosok itu
pun melihat Nyai Lurah sedang tidur pulas.
Namun tiba tiba terdengar suara berseru.
-"Hei! Itu dia ksatria bertopeng!!"
"Iya, iya! Tangkap! Bunuh!!"
"Ayo, kita cincang dia!!"
Sosok berpakaian hitam itu terkejut. Dan menyesali karena kecerobohannya hingga
gerak geriknya yang berada tepat di bawah sinar rembulan ketahuan.
Sosok itu memaki jengkel.
"Sialan!!"
Dan di bawah rumah Ki Lurah Sentot Prawira, sudah berkumpul sepuluh orang laki
-laki dengan bermacam senjata yang mereka bawa di tangan.
Ki Lurah sendiri berada di antara mereka.
"Di mana manusia itu?" tanyanya. Namun dia tak perlu lagi menunggu jawaban,
karena dia sudah melihat sosok berpakaian dan bertopeng hitam itu sudah
melenting turun.
Sosok bertopeng itu memang merasa tak ada jalan lain lagi kecuali menghadapi
orang orang ini.
- Ki Lurah Sentot Prawira menggeram marah.
"Hmm... rupanya kau berani muncul lagi di hadapan-ku, manusia laknat"!"
"Maafkan kemalncanganku, Ki Lurah... yang menyat-Fahri A.
65 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA roni rumahmu malam malam begini..." kata ksatria bertopeng dengan suara yang -terdengar sopan.
Dan Ki Lurah terkejut mendengar suara itu. Bukan, bukan dia berarti yang pernah
menyerangnya beberapa hari yang lalu. Suara ini suara perempuan. Yang
menyerangnya waktu itu suara laki laki. Bahkan kalau ridak salah ingat, sosok
-bertopeng yang pernah menyerangnya tidak memiliki dua buah pedang bersilangan di
punggung. Sedangkan sosok bertopeng yang ada di hadapannya memiliki dua buah
pedang! Apakah dia yang disebut sebagai wanita bertopeng yang amat kejam" "Berapa banyak
nyawa manusia yang tak berdosa telah kau renggut"! Dan kau menamakan dirimu
sebagai Dewi Kematian!"
"Tahan!!" seru ksatria bertopeng ketika beberapa orang pemuda desa sudah
bergerak mendekatinya. Dan mereka mengurungnya dengan senjata terhunus. "Siapa
pula yang kamu maksudkan dengan Dewi Kematian, Ki Lruah?"
"Mengapa kau harus bertanya pula padaku"
Bukankah kau sendiri yang menamakan dirimu sebagai Dewi Kematian"!"
"Hhh! Aku tidak tahu siapa dia. Dan bukan aku orangnya. Aku datang hanya ingin
melihat keadaanmu dan keadaan istrimu, Ki Lurah. Tidak lebih."
"Manusia keparat! Kau memang pandai bersilat lidah!
Tangkap dia!!" seru Ki Lurah Sentot Prawira berang.
Serentak orang orang yang mengepung ksatri bertopeng itu menyerang dengan
-senjata di tangan. Ksatria bertopeng itu pun nampak mempunyai kelebihan pula.
Fahri A. 66 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Dia menghindari serangan serangan itu dengan cepat dan lincah.-Berulang kali itu terjadi.
Senjata senjata yang para penduduk hujamkan gaagl mengenai sasarannya. Hal ini
-membuat mereka menjadi jengkel.
Ki Lurah sendiri sudah mencabut goloknya dan memekik memasuki pertempuran. Dia
merasa yakin kalau ksatria bertopeng ini adalah kawan dari ksatria bertopeng
yang menyerangnya dulu.
Yang dulu itu laki laki dan yang sekarang wanita.
-Ataukah dia ini yang dinamakan Dewi Kematian" Tetapi mengapa sikapnya tidak
telengas dan kejam seperti kata kata orang.
-Ataukah dia berpura pura"
-Hei, mungkinkan ada tiga orang ksatria bertopeng"
Ki Lurah terkejut sendiri dengan kesimpulannya.
Pertama ksatria bertopeng laki laki yang pernah menyerangnya dengan senjata
-rahasia berbentuk paku.
Kedua ksatria bertopeng yang dikatakan banyak orang sebagai wanita yang amat
kejam dan menyebutkan dirinya sebagai Dewi Kematian. Ketiga, ksatria bertopeng
yang ternyata seroang wanita pula yang kini sedang berhadapan dengannya.
Benarkan ada tiga ksatria bertopeng"
Sementara itu ksatria bertopeng yang tengah menghadapi gempuran gempuran dari
-penduduk desa berseru pada Ki Lurah, "Ki Lurah pikirkan dulu baik baik...
-sebelum terjadi pertumpahan darah! Aku tidak dengan maksud jahat!"
Fahri A. 67 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Ki Lurah mendesah pelan. Dia menghentikan
serangannya. Apa yang bisa diperbuat kalau begini"
Para penduduk desa tentu mengira kalau sosok bertopeng ini adalah wantia yang
kejam yang menamakan dirinya Dewi Kematian.
"Ki Lurah.... Jangan dengarkan kata katanya!" seru salah seorang.-"Dia mencoba mengelabui, Ki Lurah!" sambung salah seorang.
"Jangan sampai kita diperdayainya! Desa Bojong Sawo sudah berantakan akibat ulah
ksatria bertopeng!
Beberapa manusa tewas mengerikan akibat tangan telengas manusia bertopeng! Dan
tentunya dialah wanita bertopeng yang kejam itu!"
"Ayo, Ki Lurah! Kita tangkap manusia ini dan kita adili karena perbuatan
kejamnya!!"
Ki Lurah pun menjaid bungun. Lalu dia kembali menerjunkan diri pada pertempuran.
Dibantu Ki Lurah, membuat keberanian para penduduk desa semakin bertambah.
Memang sejak tadi ksatria bertopeng yang mereka hadapi tidak pernah membalas
sekali pun. Hanya menghindari saja serangan serangan mereka saja.
-Sebenanya dalam hati mereka cukup heran, mengapa wanita bertopeng yang menyebut
dirinya Dewi Kematian berubah menjadi baik dan tidak kejam menurunkan tangan"
Tetapi mereka tidak mau tahu!
Karena mereka tidak ingin ketentraman desa ini menjadi porak poranda lagi
setelah perbuatan si Pamungkas dulu ( baca : Munculnya si Pamungkas).
Fahri A. 68 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Mereka pun terus menyerang.
Dan lama kelamaan wanita bertopeng itu menjadi kewalahan juga. Tiba tiba dia
-mendengus geram.
"Kalian benar benar manusia yang tak punya rasa bermusyawarah! Jangan salahkan
-aku bila aku bertindak kejam!!" geramnya sambil bersalto. Dan saat hingga di
tanah di tangannya telah terpegang dua buah pedang!
"Hhh! Ketahuan juga bukan sifat aslimu"!" mendengus salah seorang penyerangnya.
"Tetapi kami tidak takut dengan tangan telengasmu, manusia kejam!!"
Lalu orang itu menyerang kembali. Disusul dengan yang lainnya di antaranya Ki
Lurah Sentot Prawira sendiri.
Dengan pedang di tangan, ksatria bertopeng itu nampak lebih hebat lagi. Tadi dia
sudah menunjukkan kelincahannya. Kini dia menunjukkan permainan pedangnya.
"Trang!"
"Trang!"
"Trang!"
Suara senjata yang beradu dengan sepasang pedangnya terdengar begitu nyaring
sekali. Seakan merobek malam.
Namun sampai sejauh itu pula ksatria bertopeng itu tidak menurunkan tangan
kejamnya, padahal banyak sekali kesempatan bila dia mau. Dia hanya menangkis dan
menghindar saja.
Tiba tiba dia bergerak cepat, menerobos kepungan para penduduk.-Fahri A.
69 PENDEKAR

Pendekar Bayangan Sukma Tiga Ksatria Bertopeng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

BAYANGAN SUKMA "Trang!"
"Trang!"
Kedua pedangnya dikibaskan ke sana ke mari, hingga membuat para penduduk yang
mengepungnya menyingkir bila tidak mau terkena sambaran pedang itu.
Lalu jalan pun terbuka. Ksatria bertopeng itu pun bergerak cepat meloloskan
diri. "Kejar!!"
"Tangkap!!"
"Jangan sampai lolos!!"
Seruan seruan itu terdengar. Dan mereka pun mengejar ksatria bertopeng yang
-demikian cepatnya telah menghilang di keremangan malam.
Lalu kembali dengan perasaan jengkel, mereka berkumpul di depan rumah Ki Lurah.
"Anjing buduk! Aku belum puas bila belum
membunuh manusia kejam itu!!" geram salah seorang.
"Ya, akan kucincang tubuhnya sesuai dengan
kekejamannya!" sahut salah seorang.
"Tetapi anehnya, dia tidak menyerang kita sekali pun kecuali hanya menangkis dan
menghindar!" kata salah seorang. Dan kata katanya itu membuat yang lainnya -menoleh menatapnya. Lalu terdengar beberapa orang membenarkan.
"Ya, benar."
"Dia memang hanya menghindar dan menangkis."
"Kalian jangan mudah dikelabui, dia hanya menutup-nutupi sifatnya yang
sebenarnya!"
"Tetapi bila dia bermaksud jahat, tentunya dia dapat Fahri A.
70 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA dengan mudah membunuh Ki Lurah dan Nyai Lurah sebelum kita pergoki!"
"Dia hanya berpura pura saja!"
-"Tapi tadi pun dia tidak berbuat kejam kepada kita!"
"Benar, padahal yang kita dengar wanita bertopeng yang menyebut dirinya sebagai
Dewi Kematian amat kejam sekali! Tetapi mengapa dia tidak ringan tangan?"
"Kalian benar," terdengar suara Ki Lurah Sentot Prawira berkata.
Para penduduk yang hadir di sana yang saling mem-pertahankan pendapatnya tentang
ksatria bertopeng tadi, berpaling padanya.
"Apa maksudmu, Ki Lurah?" tanya salah seorang.
"Aku pun merasa heran sebenarnya, mengapa wanita bertopeng itu tidak bertindak
kejam" Padahal seperti yang kudengar selama ini ksatria bertopeng yang menamakan
dirinya Dewi Kematian itu amat kejam."
"Dia berpura pura, Ki Lurah!"
-"Tidak. Ketahuilah... aku pun dulu pernah diserang oleh seorang ksatria
bertopeng..."
"Nah!"
"Dengar dulu... ksatria bertopeng itu seorang laki laki yang bersenjata rahasia
-berbentuk paku. Dia memang kejam sekali dan bermaksud datang mencari Cincin Naga
Sastra. Tetapi ksatria bertopeng yang baru saja bertarung dengan kita, seorang
wanita. Tetapi dia tidak kejam menurunkan tangan. Dan sekali pun dia tidak
menyebutkan dirinya sebagai Dewi Kematian."
"Jadi maksudmu... ada dua orang ksatria bertopeng, Ki Lurah?"
Fahri A. 71 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA "Bukan hanya dua. Bahkan tiga. Ada tiga ksatria bertopeng. Satu, wanita yang
selalu menyebut dirinya Dewi Kematian yang bertindak amat kejam dan telengas.
Dua, laki laki bertopeng yang memiliki senjata rahasia berbentuk paku. Tiga, -wanita yang baru saja bertempur dengan kita yang bersenjatakan sepasang pedang."
"Lalu maksudmu, Ki Lurah?"
"Ya, berarti ada tiga ksatria bertopeng."
"Apakah mereka sekutu masing masing?"
-"Bila melihat dari misi mereka, tidak."
"Maksudmu?"
"Wanita bertopeng yang menyebut dirinya sebagai Dewi Kematian, menghendaki siapa
saja yang ditemui-nya harus mati. Laki laki bertopeng yang menyerangku dengan
-senjata rahasia berbentuk paku, menghendaki Cincin Naga Sastra. Sedangkah wanita
bertopeng yang bersenjata sepasang pedang tadi, bermaksud ingin melihat
keadaanku. "Bila dilihat dari tujuan mereka masing masing, sudah tentu mereka tidak
-bersekutu. Karena maksud kemunculan mereka berlainan!"
Orang orang terdiam. Mereka begitu perhatian mendengar kata kata Ki Lurah.
- -"Dan aku tidak tahu yang mana di antara mereka bertiga yang mempunyai maksud
baik..." "Mendengar penjelasanmu tadi, sudah tentu yang barusan bertempur dengan kita, Ki
Lurah..." "Yang bermaksud baik?"
"Ya."
Fahri A. 72 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA "Yang bermaksud jahat?"
"Dua ksatria bertopeng lainnya. Karena yang seorang menghendaki kematian siapa
saja yang dijumpainya.
Sedangkan yang seorang lagi menghendaki Cincin Naga Sastra. Aku pun sudah
mendengar tentang kesaktian cincin itu. Berarti dia menginginkannya untuk maksud
jahat." "Tepat kata katamu itu. Memang itu sebenarnya yang kumaksud! Berarti, wanita -bertopeng tadilah yang bermaksud baik terhadap kita. Cuma sayang... kita tidak
mengindahkan kata katanya tadi..."
-Orang orang pun menggumamkan kata kata itu.
- -mereka begitu panas karena mendengar sepak terjang ksatria bertopeng yang amat
kejam. Dan mereka tak seorang jau pun yang mengetahui siapa di balik wajah
ketiga ksatria bertopeng itu.
Yang pasti mereka menjadi sedikit menyesal karena tidak berpikir panjang lagi.
Langsung menyerang saja ksatria bertopeng tadi.
Tiba tiba terdengar jeritan salah seorang di antara mereka.
-"Akkkkhhhhh!!"
Orang orang itu kaget. Lebih kaget lagi ketika melihat salah seorang teman
-mereka yang berada di sana ambruk dengan luka besar di dadanya!
"Budro!!"
"Oh, Tuhan! Kenapa dia"!"
"Apa yang terjadi?"
"Mengapa bisa begini"!"
"Siapa yang telah membunuhnya secara pengecut"!"
Fahri A. 73 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA seru Ki Lurah Sentot Prawira.
Mereka mengerubungi mayat orang itu yang terluka lebar di dada. Dan mereka pun
tak perlu mencari tahu siapa orang yang telah membunuhnya.
Karena dari samping kiri mereka terdengar suara mengikik keras. Dan yang
mengikik itu mengenakan pakaian hitam dan bertopeng warna hitam!!
Fahri A. 74 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA 9 Orang orang itu terkejut. Lebih terkejut lagi karena suara mengikik itu suara -wanita! Yang manakah yang ada di hadapan mereka sekarang ini" Wanita bertopeng
yan gtadi ebrtempu dengan mereka ataukah wanita bertopeng yang menyebutkan
dirinya sebagai Dewi Kematian"!
Ki Lurah segera berdiri. Tatapannya geram penuh dendam. Begitu pula orang orang
-yang ada di sana.
"Hhh! Mengapa kau begitu telengas menurunkan tangan, hah"!" bentak Ki Lurah
Sentot Prawira.
"Hihihi... karena akulah Dewi Kematian yang akan mencabut nyawa kalian semua!"
Kini sadarlah orang orang yang berada di sana. Berarti saat ini mereka tengah
-berhadapan dengan wanita bertopeng yan amat kejam yang menamakan dirinya sebagai
Dewi Kematian. "Hhh! Rupanya kami tengah berhadapan dengan wanita kejam yang telengas
menurunkan tangan"!"
"Hihihi... benar, benar... sebentar lagi kalian pun akan mampus di tanganku! Karena
kalian tidak perlu terlalu lama hidup karena hanya menambah dosa dosa kalian
-saja! Lebih baik kalian mati, bukan" Karena kalian tidak akan pernah tersengsara
oleh semua dosa kalian!"
Orang orang itu pun bersiap.
-"Hihihi.... Mampuslah kalian semua!!" seru ksatria bertopeng yang menamakan
dirinya sebagai Dewi Kematian, dengan sigap dia menyerbu ke arah orang-Fahri A.
75 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA orang. Serentak mereka pun menyambut dengan senjata yang ada di tangan. Dan mereka pun
membalas. Tetapi bukan main terkejutnya mereka ketika Dewi Kematian seakan membiarkan saja
lowongan terbuka ke arah tubuhnya. Mereka pun menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya.
Namun mereka pun terkejut ketika menyadari
senjata senjata yang ada di tangan mereka tidak membawa arti apa apa bagi
- -ksatria bertopeng yang menamakan dirinya Dewi Kematian.
Mereka Pun menjadi penasaran. Dan berulangkali mereka menghujamkan senjata
-senjata itu. namun lagi-lagi hasilnya seperti tadi. Senjata senjata itu tidak
-membawa hasil yang menggembirakan.
"Hihihi... ayo, ayo kalian bunuh aku! Tangkap aku!
Hihihi!" ksatria bertopeng yang menyebut dirinya Dewi Kematian itu terkikik.
Dan mereka pun sadar kalau tak ada gunanya melawan wanita bertopeng yang amat
sakti ini. Begitu pula halnya dengan Ki Lurah Sentot Prawira. Dia pun amat
terkejut ketika goloknya yang menyambar tubuh wanita itu seperti tidak membawa
hasil apa apa yang menggembirakan.
-"Siapakah kau sebenarnya, wanita bertopeng"!"
bentaknya untuk menutupi keterkejutannya.
"Hihihi... akulah Dewi Kematian yang akan mencabut nyawa kalian semua! Nah,
bersiaplah untuk mampus di tanganku!" bentak wanita bertopeng itu dan tubuhnya
pun kembali melesat.
Fahri A. 76 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Terdengar dua jeritan kematian membelah malam.
Dan dua sosok tubuh luka besar di dada setelah ambruk ke bumi. Telah menjadi
mayat seketika.
Ki Lurah terkejut. Dan dia pun dapat merasakan kengerian yang terpancar dari
mata para warganya.
"Jangan takut! Kita tangkap manusia ini!!" serunya memberi semangar dan langsung
menyerang. Namun Dewi Kematian hanya menepiskan tangannya
dan "Des!" golok di tangan Ki Lurah Sentot Prawira yang hendak mengenai tubuhnya
terlepas. Sedangkan tangannya yang satu lagi menyodok dada Ki Lurah hingga sempoyongan.
"Hihihi... lebih baik kau diam saja, Ki Lurah!!"
"Wanita kejam! Aku akan mengadu jiwa denganmu!
Seraaangg!!" seru Ki Lurah menerjang kembali.
Keberanian yang diperlihatkan Ki Lurah Sentot Prawira membangkitkan kembali
semanat dari para warganya. Mereka pun kembali menyerang dengan senjata di
tangan. Namun wanita bertopeng yang amat kejam itu hanya terkikik dan mengibaskan
tangannua ke sana ke mari.
Dia tidak memperdulikan senjata senjata itu mengenai tubuhnya, karena memang -tidak membawa hasil apa-apa.
Kembali terdengar beberapa jeritan di susul dengan tubuh ambruk penuh luka di
bagian dada. Berulang kali itu terjadi. Hingga kini tinggal Ki Lurah Sentot Prawira sendiri.
"Hihihi... lebih baik kau membunuh diri saja, Ki Lurah!
Karena dosamu akan semakin besar bila kau masih Fahri A.
77 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA hidup di muka bumi ini!"
"Keparat! Sejengkal pun aku tak akan mundur dari hadapanmu!!"
Tiba tiba terdengar seruan dari beberapa penjuru.
- Warga desa yang terbangun karena seruan ribut ribut itu menyerbu ke arah wanita -bertopeng dengan senjata di tangan. Bukan main banyaknya. Karena hampir sebagian
besar penduduk desa Glagah Jajar keluar untuk membasmi wanita bertopeng yang
amat kejam itu.
Mereka pun berseru seru ramai.
-"Tangkap!!"
"Ganyang!!"
"Bunuh!!"
Dan berbondong bondong mereka menyerbu. Sedikit
- -nya Ki Lurah Sentot Prawira mendesah lega. Namun sekonyong konyong wanita
-bertopeng yang menyebut dirinya sebagai Dewi Kematian melesat ke belakang rumah
Ki Lurah. Ki Lurah seperti tersadar begitu teringat istrinya berada di dalam.
"Nyai!!" serunya sambil berlari disusul oleh beberapa warga yang mengikutinya.
Sementara beberapa warga yang lain mengejar ke arah larinya wanita bertopeng
itu. Tetapi bayangan wanita itu telah lenyap begitu saja.
Bagai ditelan bumi.
Orang orang itu berkumpul lagi di halaman depan rumah Ki Lurah. Sementara Ki
-Lurah sendiri langsung menggebrak pintu kamar istrinya.
Fahri A. 78 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA "Nyai!!"
Dia melihat istrinya tengah terbangun karena kaget mendengar suara pintu
digebrak. "Oh, ada apa, Ki" Ada apa"!" seru wanita yang baru bangun tidur itu kebingungan.
Ki Lurah Sentot Prawira mendesah lega. Didekapnya istrinya yang nampak terkejut.
"Tidak, tidak apa apa, Nyai..." desisnya.
-Orang orang yan gengikuti Ki Lurah mendesah lega.
-Lalu mereka pun keluar lagi dari kamar itu.
Ki Lurah dan istrinya pun menyusul ke luar.
Di luar Nyai Lurah melihat betapa banyaknya para penduduk desa yang berkumpul.
Dan terdapat beberapa mayat yang bergeletakan.
Kebingungan semakin menjadi jadi.-"Ada apa, Ki... ada apa?" tanyanya.
"Tenanglah, Nyai... tenanglah..."
"Tapi... mengapa mereka berkumpul di sini" Dan... oh, betapa banyaknya mayat mayat
-yang bergelimpangan dengan luka yang mengerikan..."
"Tenang, Nyai... bahaya sudah berlalu..."
"Bahaya?" Nyai Lurah semakin tidak mengerti. "Ada bahaya apa, Ki" Ada bahaya
apa?" "Kita baru saja kedatangan dua orang ksatria bertopeng..."
"Oh!"
"Ya, dua duanya wanita... Yang seorang bertindak sopan dan baik hati. Tidak
-menurunkan tangan telengasnya dan tidak menyebutkan dirinya sebagai Dewi
Kematian. Namun yang seorang lagi begitu kejam Fahri A.
79 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA dan menurunkan

Pendekar Bayangan Sukma Tiga Ksatria Bertopeng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan kejamnya. Dia pun menyebutkan sebagai Dewi Kematian..."
"Oh! Apakah keduanya datang secara bersamaan?"
"Tidak, yang tidak menurunkan tangan telengasnya datang lebih dahulu. Kemudian
muncul yang menyebutkan dirinya sebagai Dewi Kematian..."
"Ke mana mereka sekarang, Ki?"
"Yang datang pertama sudah pergi entah ke mana.
Dan Dewi Kematian pun telah menghilang begitu saja setelah membunuh mereka ini.
Aku tadi sudah kawatir, Nyai... karena Dewi Kematian menghilang di samping rumah
kita..." "Apa yang kau kuatirkan" Bukankah lebih baik wanita kejam itu menghilang?"
"Dirimu, Nyai... Dirimu yang kukuatirkan menjadi korban kekejaman Dewi Kematian..."
Nyai Lurah mendesah panjang. Masygul.
Para penduduk yang masih berada di sana
memandang Ki Lurah yang sedang mendekap istrinya.
Salah seorang setengah baya berkata, "Ki Lurah...
rupanya kedatangan ksatria bertopeng sudah sampai di desa kita dalam menebar
terornya. Dan yang kudengar mereka pun sudah mengacau di desa Bojong Sawo."
"Benar, Aki Broto. Kita pun harus bersiap siaga untuk menyambut kedatangannya
lagi bila suatu saat dia muncul lagi di sini..."
"Ki Lurah... apakah tidak sebaiknya kita meminta bantuan beberapa pendekar untuk
membantu kita menghadapi Dewi Kematian?"
Ki Lurah mendesah. Dia jadi teringat akan Madewa Fahri A.
80 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Gumilang dan istrinya. Mengapa mereka belum muncul juga"
"Aku sudah meminta bantuan Pendekar Bayangan Sukma, Aki Broto. Hanya mereka
belum sampai di sini..."
"Mereka?"
"Ya, Madewa dan istrinya, Ratih Ningrum..."
"Keadaan desa kita tidak aman, Ki Lurah. Masih terbayang lekat kejadian yang
menimpa desa kita saat munculnya si Pamungkas. Dan kini ksatria bertopeng yang
membuat teror di sini."
"Benar, Aki Broto... berarti kita harus memperkuat pertahanan keamanan di desa
kita ini..."
Dan sejak malam itu, pertahanan pun di perkuat dan dipertambah. Di perbatasan
desa Glagah Jajar kini menunggu sepuluh orang penjaga. Sedangkan yang memutar di
empat penjuru desa Glagah Jajar menjadi lima lima.-Mereka dalam keadaan siaga penuh.
Namun yang menjadi pikiran Ki Lurah Sentot Prawira, mengapa Madewa Gumilang dan
istrinya belum juga hadir di sini" Apakah sebaiknya dia mendatangi kembali
Perguruan Topeng Hitam" Namun itu tak mungkin bisa dilakukannya, karena para
warganya akan mencapnya sebagai pengecut. Dengan alasan untuk mendatangi
Perguruan Topeng Hitam, padahal bermaksud untuk menyingkir dari desa Glagah
Jajar karena adanya teror dari ksatria bertopeng.
Dan Ki Lurah tak pernah mau berbuat seperti itu!
karena dia adalah seorang yang berjiwa ksatria!
Fahri A. 81 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA 10 Ki Lurah Wijayatikta memperhatikan dan men
-dengarkan kata kata Madewa Gumilang dengan
-seksama. Saat ini mereka berada di balai Desa Bojong Sawo. Di sana pun hadir
beberapa sesepuh dari desa Bojong Sawo.
Semula saat melihat enam orang yang ditugasinya membawa Madewa Gumilang untuk
dimintai per-tanggungjawabannya, Ki Lurah Wijayatikta amat bersyukur dan
berterima kasih. Lalu dia pun meng-hadapkan Madewa Gumilang kepada sesepuh desa.
Namun setelah dua hari Madewa Gumilang berada di sana, sekali pun Madewa tidak
menunjukkan sikap yang ingin memberontak, jengkel ataupun marah. Dia malah
bersikap arif dan bijaksana.
Dan lambat laun Ki Lurah Wijayatikta menjadi bersimpati dan tidak menuduh Madewa
Gumilang sengaja mengirimkan muridnya untuk mencari Cincin Naga Sastra, atau
juga manusia bertopeng hitam itu bukanlah murid dari Perguruan Topeng Hitam.
Apalagi setelah mendengar kata kata Madewa tadi.
-"Jadi benar Perguruan Topeng Hitamtidak bersenjatakan sebuah paku?" tanya Ki
Lurah Wijayatikta.
"Benar Ki Lurah. Perguruan Topeng Hitam hanya bersenjatakan pedang. Dan
bersenjata rahasia yang berbentuk topeng hitam. Seperti ini," kata Madewa
Gumilang sambil mengeluarkan senjata rahasia milik Fahri A.
82 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Perguruan Topeng Hitam yang dibawanya.
Orang orang yang hadir di sana memperhatikannya.-"Kalau begitu... siapakah orang yang mengenakan topeng hitam yang bersenjata
rahasia paku itu, Madewa?"
"Aku pun belum tahu, Ki Lurah. Hanya dugaanku, ada orang yang ingin memfitnah
Perguruan Topeng Hitam untuk mencari Cincin Naga Sastra. Atau ada pula orang
yang secara tidak sengaja memang bermaksud jahat dan dia selalu mengenakan
pakaian hitam hitam dan bertopeng hitam."
-"Berarti... ada orang lain dalam hal ini maksudmu?"
"Benar, Ki Lurah... Ini yang amat merisaukan..."
Belum Ki Lurah Wijayatikta menyahuti kata kata Madewa, tiba tiba masuk dua orang
- -laki laki dengan nafas tersengal sengal. Dia tangan kanan mereka nampak luka
- -yang cukup besar. Baju mereka berbercak-bercak darah.
"Ki Lurah..." seru salah seorang terputus putus sementara yang seorang lagi sudah
-ambruk ke lantai.
Dan nyawanya putus karena luka yang dideritanya.
Orang orang pun terkejut dan segera menghampiri mereka. Ki Lurah Wijayatikta
-memapah salah seorang yang masih bertahan dan membaringkannya.
Madewa segera bertindak cepat. Dia menotok
beberapa jalan darah orang itu untuk menghentikan aliran darahnya yang banyak
keluar. Kemudian menempelkan telapak tangannya pada dada orang itu untuk
mengalirkan tenaga dalamnya dan mengembali-kan hawa murni orang itu.
Fahri A. 83 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Setelah beberapa saat, nampak orang itu kelihatan lebih segar dari sebelumnya.
Ki Lurah Wijayatikta berkata, "Saburo... katakanlah...
ada apa..."
Sabura Manda mendesah dan nafasnya kini mulai berjalan lancar.
"Dia... dia datang Ki Lurah..."
"Siapa maksudmu..."
"Orang... orang kejam itu..."
"Siapa?"
"Ksatria bertopeng..."
"Ksatria bertopeng"!" seruan itu terdengar hampir serempak.
Madewa bertindak cepat. "Di mana dia berada?"
"Di...di perbatasan desa Bojong Sawo..."
Tanpa ada yang sempat memperhatikan, tiba tiba sosok Madewa sudah menghilang -dari pandangan. Dan beberapa orang pun segera menyusulnya.
Sementara itu Saburo Manda dibaringkan dan
dibiarkan beristirahat. Sementara mayat yang seorang segera diurus.
"Aku tahu kalian orang orang Bojong Sawo
-mengetahui di mana Cincin Naga Sastra berada"!"
"Jangan banyak omong kau, manusia kejam! Kami akan membunuhmu!!"
Ksatria bertopeng yang sedang menghadapi tiga orang lawannya nampak menghindari
serangan-serangan itu dengan lincahnya. Di dekat mereka bergelimpangan beberapa
mayat. Lawan lawannya itu pun sebenarnya sudah teramat Fahri A.
-84 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA letih. Dan baju mereka terpecik darah mereka sendiri.
Namun mereka begitu gigih menghadapi serangan-serangan dari ksatria bertopeng.
Mereka hanya berharap agar Saburo Manda dan Wayan sudah tiba mencari bantuan.
"Hhh! Kalian yang berpura pura! Aku tahu desa Bojong Sawo dulu diporakporandakan-oleh si
Pamungkas! Dan si Pamungkaslah yang memiliki Cincin Naga Sastra yang telah
direbut oleh warga Bojong Sawo!"
"Fitnah! Tak seorang pun di antara warga Bojong Sawo yang memiliki Cincin Naga
Sastra!" "Kalian memang pandai berbicara!!" bentak ksatria bertopeng itu dengan geram.
Dan dia kembali terus menggebrak.
Kembali pula pukulan dan tendangannya mengenai sasaran. Membuat ketiga lawannya
dibuat kocar kacir.
Dan salah seorang pun ambruk setelah sekali lagi tendangan ksatria bertopeng
mengenai dadanya.
Melihat teman mereka mati, keduanya pun menjadi geram. Mereka menyerang
sebisanya, namun mereka malah menjadi bulan bulanan ksatria bertopeng.
-"Mampuslah kalian!!" geram ksatria bertopeng dan siap menurunkan tangan telengas
pada kedua orang itu yang sudah terdesak.
Tubuhnya pun melayang ke arah keduanya. Namun mendadak dia berbalik bersalto
ketika dirasakannya satu pukulan lain memapaki serangannya.
"Des!!"
"Bangsat!! Siapa kau"!" bentaknya begitu hinggap di Fahri A.
85 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA bumi. Dan memandang pada satu sosok tubuh berjubah putih yang tersenyum arif
bijaksana. Sosok yang ternyata Madewa itu tersenyum.
"Hmm... rupanya kaulah ksatria bertopeng yang membuat teror di desa ini! Hmm... mau
apa kau sebenarnya"!"
"Kalau aku tidak salah tebak, kaukah Pendekar Bayangan Sukma?"
"Ya, akulah adanya Pendekar Bayangan Sukma."
"Sombong! Akulah Ksatria Bertopeng yang akan mencabut nyawamu!"
"Kau belum mengatakan maksudmu yang sebenarnya
membuat teror di sini?"
"Sudah tentu aku hendak mencari Cincin Naga Sastra!
Hhh! Mampuslah kau, Madewa!!"
Lalu sosok itu melesar menerjang ke arah Madewa.
Madewa melompat ke sampng dan mengirimkan satu balasan. Ksatria bertopeng
menangkisnya. "Des!"
Dia merasakan ngilu di tangannya akibat benturan itu.
sementara Madewa sendiri merasakan tangannya bergetar.
Menandakan tenaga dalamnya cukup besar.
"Tidak sia sia kau bergelar Pendekar Bayangan Sukma, Madewa! Gerakanmu seperti -bayangan saja!!"
"Lebih baik bukalah topeng yang menutupi wajah-mu!"
Tiba tiba terdengar suara ramai ramai.
- -"Tangkap!"
"Bunuh!!"
Fahri A. 86 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Madewa menoleh ke kiri, dan melihat satu sosok berpakaian dan bertopeng hitam
sedang berlari ke arahnya. Di belakangnya berlarian mengejar beberapa orang
dengan senjata di tangan.
Dan Madewa melihat Ki Lurah Sentot Prawira berada di antara para pengejarnya.
Ksatria bertopeng yang baru datang itu berhenti begitu melihat Madewa Gumilang.
Dan mendegus. "Hhh! Rupanya kau berada di sini, Madewa!!"
Sementara ksatria bertopeng yang tengah berhadapan dengan Madewa tadi terkejut
melihat ada orang yang berpakaian sama dengannya.
"Hmm... rupanya ada dua ksatria bertopeng
sekarang," kata Madewa.
Ksatria bertopeng yang baru datang mendengus.
"Akulah Dewi Kematian yang hendak mencabut
nyawamu, Madewa!"
Sementara itu warga desa Glagah Jajar pun terkejut karena tidak menyangka akan
menemukan dua ksatria bertopeng. Begitu pula halnya dengan Ki Lurah Sentot
Prawira. Lalu terdengar pula suara ramai riuh dari arah Selatan. Ki Lurah Wijayatikta
telah datang dengan beberapa orang. Mereka pun terkejut melihat ada dua ksatria
bertopeng. Bahkan bukan hanya sampai di sana saja. Tiba tiba muncul satu sosok tubuh lagi -mengenakan pakaian hitam dan bertopeng hitam pula.
"Oh!"
"Ada tiga ksatria bertopeng"!"
Fahri A. 87 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Seruan seruan itu terdengar. Kaget dan takjub.
-Karena kini ada tiga ksatria bertopeng di hadapan mereka.
Ksatria bertopeng yang baru datang tertawa,
"Hahaha... kalian kaget bukan, kini ada tiga ksatria bertopeng di sini" Nah,
siapakah di antara kami ini yang bermaksud baik dan jahat"!"
Yang mereka tahu, ksatria bertopeng yang mengaku sebagai Dewi Kematian yang
berniat jahat. Begitu pula dengan ksatria bertopeng yang bermaksud hendak
mencari Cincin Naga Sastra!
Madewa hanya tersenyum mendengar sura ksatria bertopeng yang baru datang itu.
Lalu dia berkata, "Dewi Kematian...agaknya kaulah yang menyebar teror maut di
setiap desa. Dan pada setiap orang yang bertemu denganmu. Hmm... tentunya semua
akan terkejut bila kukatakan siapa kau adanya..."
"Hhh! Madewa... kau harus mampus di tanganku!
Selama ini begitu mendendam padaku! Kaulah yang membuatku sakit hati dan sekarat
karena satu dendam.
Kaulah yang telah membunuh Mandali Sewu alias si Pamungkas!"
Orang orang terkejut. Dan yang hadir lebih terkejut lagi ketika Dewi Kematian -membuka sarung tangannya di sebelah kanan. Dan terlihatlah sebentuk cincin yang
amat indah berpermata yang menyala.
"Cincin Naga Sastra!!" seru Ki Lurah Sentot Prawira dan Ki Lurah Wijayatikta
bersamaan. "Memang benar. Inilah Cincin Naga Sastra yang secara tidak sengaja kutemui di
sebuah pohon besar yang Fahri A.
88 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA berakar melintang! Dengan cincin ini pula aku akan menuntut balas padamu, Madewa
Gumilang!!"
Sementara diam diam -ksatria bertopeng itu menerjang ke arah ksatria bertopeng yang menyebut dirinya Dewi Kematian.
"Berikan cincin itu padaku!!" serunya seraya melancarkan pukulan lurus ke wajah.
Namun sungguh di luar dugaan, karena Dewi Kematian hanya terdiam saja,
membiarkan pukulan itu mengenai dadanya. Dan tiba tiba dia menggerakkan tangan
-kanannya tepat mengenai dada ksatria bertopeng yang menyerang.
"Des!"
"Akkkhhh!!"
Lalu ambruklah ksatria bertopeng yang menyerang itu dengan luka dada yang amat
hebat. Semua memikik ngeri karena pukulan itu begitu kejam.
Ki Lurah Sentot Prawira menggeram. "Keji!!"


Pendekar Bayangan Sukma Tiga Ksatria Bertopeng di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dan kau akan melihat saru pertunjukkan yang lebih keji lagi daripada itu, Ki
Lurah!" geram Dewi Kematian.
Dan tiba tiba dia bergerak ke kiri,d an tiga sosok tubuh pun melayang cukup jauh-dan ambruk dengan luka parah di dadanya.
"Hihihi... akulah Dewi Kematian yang akan mencabut nyawa siapa saja! Termasuk kau,
Madewa Gumilang!!"
geramnya lalu melesat ke arah Madewa Gumilang.
Madewa yang sejak tadi bersiap pun segera menghindar dan mengirimkan balasan.
Namun seperti yang sudah sudah Pukulan Tembok Menghalau yang dikeluarkan Madewa
-tidak membawa hasil apa apa. Begitu pula dengan Pukulan Angin Fahri A.
-89 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Saljunya. Dewi Kematian bahkan tidak terlihat kedinginan atau menggigil, apalagi
beku oleh angin salju itu.
Madewa mendengus geram. Belum lagi dia bisa memikirkan bagaimana caranya
melumpuhkan Dewi Kematian, Dewi Kematian sudah menyerangnya dengan hebat.
Membuat Madewa harus berusaha untuk menghindarkan diri.
Tiba tiba terdengar seruan Ki Lurah Sentot Prawira.
-"Tangkap manusia kejam itu!!"
Lalu disusul Ki Lurah Wijayatikta yang menyerukan hal yang sama. Lalu
berbondong bondong mereka menge-royok ksatria bertopeng yang menamakan dirinya
-Dewi Kematian. Tetapi mereka hanya membuang nyawa dengan percuma, karena dengan
sekali mengibaskan tangannya Dewi Kematian telah emncabut nyawa beberapa orang.
Melihat keadaan itu, Madewa berseru, Minggir kalian semua!" Lalu dia berseru pada ksatria bertopeng yang masih
berdiri bersiaga, "Kau juga, Dinda..."
Dan kini dia pun berhadapan dengan Dewi Kematian.
"Sadarlah, kau dalam keadaan sesat..."
"Persetan! Kau harus membayar kematian Mandali Sewu, Madewa..."
"Kau tengah dipengaruhi oleh Cincin Naga Sastra.
Cabutlah cincin itu, niscaya kau akan kembali seperti semula, Nyai Lurah..."
Orang orang terkejut. Nyai Lurah" Dewi Kematian itu Nyai Lurah"-Fahri A.
90 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA Dan mereka pun tak perlu menunggu terlalu lama untuk mengetahui siapa Dewi
Kematian itu, karena tiba-tiba saja dia merengut topengnya sendiri.
Dan terlihatlah wajah Nyai Lurah! Ki Lurah Sentot Prawira terkejut bukan main.
"Nyai!!"
Nyai Lurah menoleh ke arahnya. Tatapannya beringas memerah. Nafasnya mendengus
-dengus. Dia tak ubahnya iblis belaka.
"Jangan mendekat padaku, Ki! Saat ini aku bermaksud untuk mencabut nyawa manusia
kejam itu! manusia yang telah merengut Mandali Sewu dari sisiku..."
"Sadarlah, Nyai... sadarlah..." seru Ki Lurah mengiba-iba. Dan hatinya pilu sekali
melihat kenyataan bahwa istrinya amat mendendam pada Madewa Gumilang.
Dan secara tidak sengaja istrinya menemukan Cincin Naga Sastra yang digunakannya
untuk membalaskan dendamnya pada Madewa Gumilang.
"Diam kau, Aki aki peot!!" geram Nyai Lurah dengan tatapan gusar. Lalu dia
-mendengus pada Madewa,
"Mampuslah
kau, Madewa!!" serunya seraya menerjang. Madewa pun segera menghadapinya. Kini terjadi pertarungan yang amat hebat antara
keduanya. Saling serang dan saling hindar. Namun semua serangan yang dilakukan
Madewa hanyalah sia sia belaka karena tak satu pun pukulan saktinya yang membawa
-hasil. Tiba tiba ksatria bertopeng yang masih ada di sana, menyerbu ke arah Dewi
-Kematian alias Nyai Lurah yang terkena pengaruh Cincin Naga Sastra. Namun malang
Fahri A. 91 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA baginya, karena serangan pedangnya tak membawa hasil, malah dirinya sendiri yang
ditepak dengan ringannya oleh Dewi Kematian.
"Dinda!!" seru Madewa terkejut dan bergegas menghampiri ksatria bertopeng yang
jatuh ke tanah.
Lalu dibukanya topeng itu. dan terlihatlah seraut wajah Ratih Ningrum!
Madewa pun bergerak cepat. Dia mengalirkan tenaga dalamnya dan hawa murninya
pada istrinya. Dan perlahan keadaan Ratih Ningrum pun membaik.
Madewa lalu berdiri. Menatap Dewi Kematian dengan geram. Memang tak ada jalan
lain lagi selain untuk memusnahkan Dewi Kematian yang telah merasuk pada tubuh
Nyai Lurah. "Copotlah cincin dari tanganmu itu, Nyai Lurah!" seru Madewa memperingatkan.
"Hhh! Sebelum kubuat mampus kau, tak akan pernah kucopot cincin ini!!" balas
Dewi Kematian. Madewa mendengus. Tiba tiba dia merangkul kedua tangannya di dada. Dan perlahan- -lahan terlihat asap putih mengepul dari kedua tangan itu. Lalu dibentang-kannya
kedua tangannya ke kiri dan ke kanan.
Bagi Madewa memang tidak ada jalan lain lagi selain mengeluarkan pukulan
saktinya, Pukulan Bayangan Sukma.
Pukulan yang mampu menghancurkan apa saja!
"Maafkan aku, Nyai Lurah!!" serunya lalu diserangnya Dewi Kematian.
Dewi Kematian yang tengah merasuk pada tubuh Nyai Lurah terkekeh.
Fahri A. 92 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA "Hihihi... memang tak ada jalan lain selain mampus bagimu, Madewa!" serunya.
Dan tubuh Madewa pun terus meluncur ke arah Dewi Kematian yang tengah berdiri
tegar. "Des!!"
Pukulan sakti itu pun mengenai tubuhnya. Asap megnepul di dekat mereka. dan
mendadak tubuh Madewa terpental ke belakang kala asap itu menghilang terlihatlah
tubuh Dewi Kematian yang masih tegak tanpa kurang suatu apa.
Pukulan Bayangan Sukma yang maha sakti pun tak mampu mengalahkannya!!
"Hihihi... tak satu pun yan gbisa mengalahkan aku, Madewa!" kikiknya. "Kini
bersiaplah kau untuk mampus!" Lalu Dewi Kematian menengadah. "Mandali Sewu...
lihatlah orang yang telah membunuhmu ini akan menemanimu selama lamanya!!"-Lalu tubuh itu pun melesat maju menyerbu ke arah Madewa yang masih jatuh
terduduk di tanah. Madewa hanya bisa memejamkan matanya saja.
Namun belum lagi pukulan itu mengenai tubuhnya, tiba tiba terdengar jeritan
-keras dari Nyai Lurah alias Dewi Kematian, tubuhnya terpental ke belakang.
Orang orang terkejut menyaksikannya. Apa yang terjadi" Mengapa bisa begitu"
-Dan terlihatlah pemandangan yang menerikan. Tubuh Dewi Kematian menggeliat
kesakitan di tanah. Dia terpental kembali dan termakan serangannya sendiri.
Itu terjadi karena sari Rumput Kelangkamaksa yang pernah dihisap Madewa secara
tidak sengaja dulu. Bila Fahri A.
93 PENDEKAR BAYANGAN SUKMA yang menghisapnya dalam keadaan tenang, maka akan menghadirkan tenaga yang
hebat. Dapat memukul balik lawannya dengan serangan lawannya sendiri.
Tiba tiba tubuh yang menggeliat itu terdiam.
-Meregang. Dan mendadak terdengar ledakan. Tubuh itu hancur meledak!!
Orang orang terkejut. Ki Lurah Sentot Prawira mem-buru kepingan tubuh istrinya.
-Madewa mendesah panjang.
Dan kala orang orang itu mencari Cincin Naga Sastra, tak seorang pun yang
-menemukannya. Cincin itu telah lenyap entah ke mana!
Senja semakin turun.
TAMAT Created ebook by
Scan, Convert, & Edit Teks (fujidenkikagawa) Convert to PDF (syauqy_arr)
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=B97228
Fahri A. 94 Pemberontakan Taipeng 4 Pedang Dan Kitab Suci Puteri Harum Dan Kaisar Karya Khu Lung Kaki Tiga Menjangan 23
^