Pencarian

Nagari Batas Ajal 1

Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal Bagian 1


Cerita ini adalah fiktif
Persamaan nama, tempat dan ide hanya kebetulan belaka.
NAGARI BATAS AJAL Oleh: D. AFFANDY
Diterbitkan oleh: Mutiara, Jakarta
Cetakan Pertama: 1995
Sampul: BUCE Setting Oleh: Sinar Repro
Hak penerbitan ada pada penerbit Mutiara
Dilarang mengutip, mereproduksi
dalam bentuk apapun tanpa ijin
tertulis dari penerbit.
D. Affandy Serial Pendekar Blo'on
Dalam episode Nagari Batas Ajal
https://www.facebook.com/
DuniaAbuKeisel SATU Jembatan putih yang berasal dari Angkin
Pelebur Petaka ini disentakkan oleh Datuk Nan
Gadang Paluih. Setelah berada di tangannya ang-
kin sakti berubah memendek dan kembali ke ben-
tuk asalnya. Dalam kegelapan yang hanya diteran-
gi cahaya temaram Datuk Nan Gadang Paluih coba
mencari Dewi Kerudung Putih dan Si Buta Mata
Kejora. Namun laki-laki berambut putih berumur
sekitar lima puluh lima tahun ini tidak melihat
orang-orang yang dicarinya.
"Ini pasti alam yang tercipta berkat Batu
Lahat Bakutuk yang ada di tangan Ratu Leak! Ke-
mana perginya para bagundal berkepandaian seke-
tek tadi" Apa mungkin mereka telah tertangkap"
Tugasku jadi terbagi-bagi karena ulah mereka?"
pikir Datuk Nan Gadang Paluih. Laki-laki itu ke-
mudian berjalan menelusuri ruangan lebar tanpa
batas. Kemudian ia mendengar suara-suara tangis,
jerit kesakitan dan bau busuk yang menusuk-
nusuk penciuman. Seakan-akan suara itu datang
dari dasar neraka. "Anak ketek, orang-orang ketek.
Ratu Leak benar-benar iblis!" maki Datuk Nan Gadang Paluih.
Baru saja ia selesai menyumpah, tiba-tiba
di depannya muncul tiga orang gadis bertampang
bengis. Orang-orang ini seperti telah sama kita ketahui dikenal dengan nama
'Sang Juru Siksa', un-
tuk lebih jelasnya dalam Episode (Batu Lahat Ba-
kutuk). "Ini salah satu tamu kita! Menurut Ratu kita harus menyambutnya dengan
baik!" ujar salah
seorang dari gadis tersebut.
"Anak-anak kanciang! Aku tahu siapa ka-
lian! Cepat menyingkir, aku ingin bertemu dengan
Ratu kalian yang telah mencuri Batu Lahat Milik-
ku di Ngarai Sianok!" teriak Datuk Nan Gadang Paluih. "Hik hik hik...!" Ketiga
gadis itu tertawa se-rentak. "Ini adalah tempat tinggal kami! Bagaimana kami
bisa menyingkir" Kau adalah tamu orang
rambut putih. Apa pun pangkat dan jabatanmu di
dunia bebas sana. Namun di sini kau tidak lebih
adalah seorang pesakitan dan calon bangkai yang
hidupmu tergantung pada kemurahan Ratu kami!"
"Anak kanciang! Ratumu bukanlah apa-apa
jika berhadapan dengan aku! Cepat panggil dia ke
sini!" perintah Datuk Nan Gadang Paluih.
Tiga gadis Juru Siksa langsung mengitari
Datuk Nan Gadang Paluih. Sebentar saja mereka
telah mengurung laki-laki itu dari tiga arah. Sedi-kitpun sang Datuk tidak
bergeming dari tempatnya
berdiri bahkan melirik pun ia tidak. Untuk diketahui Datuk Nan Gadang Paluih
adalah saudara tua
Ratu Penyair Tujuh Bayangan (Episode Undangan
Maut). Ia memiliki kesaktian di atas adiknya, se-
lain itu Datuk Nan Gadang Paluih juga adalah sa-
lah satu tokoh dari Andalas, selain Datuk Alang Si-tepu, Datuk Panglima Kumbang
dan Dewa Kubu. (Mengenai Dewa Kubu baca Episode Pendekar Ku-
car Kacir). Sekarang menghadapi tiga gadis yang di-
kenal sebagai Juru Siksa ini Datuk Nan Gadang
Paluih masih dapat bersikap tenang. Jauh di da-
lam hatinya orang ini juga sebenarnya merasa ra-
gu. Seandainya ia berhasil membunuh Sang Juru
Siksa, bukan mustahil melalui Batu Lahat Baku-
tuk, Ratu Leak menciptakan pengawal-pengawal
dan tukang kepruk yang lebih tangguh lagi. Satu-
satunya cara adalah dengan merampas Batu Lahat
Bakutuk dari tangan Ratu Leak. Rasanya peker-
jaan ini pun tidak mudah, Batu Lahat Bakutuk
akan menjadi sangat berbahaya di tangan orang se
sesat Ratu Leak. Jadi ia harus mengatur siasat sebelum dirinya masuk dalam
perangkap Ratu Leak.
"Orang rambut putih, kuperintahkan pada-
mu untuk menyerah pada kami secara baik-baik.
Atau kau akan merasakan bagaimana pedihnya
siksaan kami!" ancam Sang Jum Siksa. Suaranya ketus tanpa mengenal tata krama
sama sekali. Datuk Nan Gadang Paluih tertawa membahak. Ketiga
gadis berwajah angker tampak bersurut langkah
mendengar suara tawa Datuk Nan Gadang Paluih
yang terasa menusuk hingga ke otak.
"Aku Datuk Nan Gadang Paluih, tua umur
dan tua kejemur alamat badan binasa. Tua karena
ilmu alamat terbawa ke liang kubur. Aku tahu asal usulmu. aku tahu asal usul
manusia. Aku adalah
air, udara, tanah dan api" Dari sini asal-usulku.
Aku menjadi tidak berarti tanpa roh. Untuk itu
Tuhan meniupkan roh ke dalam jasad ini. Wahai
tiga gadis Sang Juru Siksa, aku hanya melihat ka-
lian berasal dari api dan udara, apa yang mengge-
rakkan kalian bukan Roh"! Tetapi nyawa setan!"
dengus laki-laki itu sambil berkacak pinggang.
"Ringkus!" teriak ketiga gadis tersebut.
Wuuut! Wuut! Wuut!
Tiga buah tali bersimpul pada bagian
ujungnya meluncur deras ke arah kepala, kaki dan
tangan Datuk Nan Gadang Paluih. Dengan cepat
datuk ini melompat ke atas. Sedangkan tali yang
datang dari atas disampoknya.
Plash! Wiing! Tali tersebut membalik dan nyaris meng-
hantam pemiliknya dengan kecepatan berlipat
ganda. Gadis bertubuh semampai sempat meme-
kik kaget, dengan menggeser langkahnya ke samp-
ing. Dia dapat menyelamatkan diri. Pada saat itu
juga cahaya lain mengancam sang Datuk, dua tali
yang diluncurkan oleh kedua gadis di samping ka-
nan dan kiri menjerat pinggang, sedangkan yang
satunya lagi mengancam bagian kepala. Tiba-tiba
mulut Datuk Nan Gadang Paluih menggembung
lalu ia pun meniup.
"Puaaah...!"
Wuus! Segulung angin menderu, angin yang keluar
dari mulut Sang Datuk disertai lesatan sinar me-
rah yang akhirnya membesar setelah bergesekan
di udara menyambar simpul tali tersebut. Yang
meluncur ke bagian pinggang langsung di tepis
oleh laki-laki ini.
Tess! Datuk Nan Gadang Paluih sempat kaget se-
kejap bila merasakan jari tangan kesemutan. Ini
merupakan suatu tanda bahwa gadis-gadis itu
memiliki tenaga dalam yang tidak ringan. Semen-
tara itu gadis kedua terpaksa berguling-guling
menghindari sambaran api yang merambat melalui
ujung talinya. Akhirnya sambil memaki ia terpaksa mencampakkan tali penjerat,
diambilnya tali lain.
Tiga-tiganya melompat mundur sambil
membisikkan kata-kata dengan sesamanya. Kata-
kata rahasia yang Datuk Nan Gadang Paluih sen-
diri tidak tahu artinya.
"Jerat Laba Laba...!" teriak salah seorang dari tiga Sang Juru Siksa. Lalu
ketiga gadis yang semula berpencar itu saling mendekat. Gadis pertama condongkan
tubuhnya, kaki agak ditekuk, la-
lu gadis kedua melompat dan duduk di atas gadis
pertama, demikian juga yang dilakukan oleh gadis
ketiga. Sekali ini mereka tidak lagi memperguna-
kan tali untuk menyergap lawannya. Orang-orang
ini langsung kembangkan lima jari tangan. Dua
orang kawannya juga melakukan hal yang sama.
Dari lima jari tangan yang terkembang itu kemu-
dian meluncur lima buah benang halus yang sal-
ing memilin membentuk jaring di udara tidak
ubahnya dengan laba-laba yang sedang membuat
sarang. Datuk Nan Gadang Paluih cukup kaget ju-
ga dibuatnya. Bagaimana ketiga gadis bengis ini
bisa memiliki ilmu Laba-Laba" Sedangkan sein-
gatnya ilmu tersebut hanya dimiliki oleh Manusia
Laba-Laba yang tinggal di Teluk Hantu.
Walau pun begitu sudah tidak ada kesem-
patan lagi bagi Sang Datuk untuk memecahkan
teka-teki ini. Ia terpaksa mengerahkan 'Tubrukan
Meteor'. Sekonyong-konyong Datuk Nan Gadang
Paluih kibaskan tangannya ke arah lima belas
benda halus berwarna putih yang siap menyergap-
nya. Dari setiap jemari-jemari tangannya tampak
berkiblat cahaya putih seperti pedang. Lalu....
Tesss! Lima jaring yang telah terjalin rapi itu putus
berantakan terkena hantaman sinar putih dari
tangannya. "Kalian bukan murid Manusia Laba-Laba,
berarti kalian telah mencuri ilmu manusia Laba-
Laba atau Ratu kalian memang seorang pencuri
sejati!" geram Sang Datuk sengit.
Sang Juru Siksa melompat mundur, namun
dua sosok tubuh di atas gadis pertama tidak juga
segera turun, hal ini diketahui oleh Datuk Nan
Gadang. Tidak ayal lagi ia kibaskan kedua tangan-
nya yang tiada putus-putus memancarkan sinar.
"Suing...!"
Lima larik sinar putih laksana pedang men-
deru. Dua orang gadis yang duduk di atas gadis
pertama terpaksa bersalto.
Cas! Cas! "Hmm..." Datuk Nan Gadang Paluih meng-
guman tidak jelas. Kali ini lawan sudah siap pada posisi seperti tadi. Datuk Nan
Gadang Paluih tidak membiarkan hal itu lebih lama. Tubuhnya sekonyong-konyong
melesat, tangannya menggapai. Di
lain kejab di tangan tokoh dari Andalas ini sudah tergenggam seikat sapu yang
bagian lidi-lidinya berasal dari kawat bara yang merah membara. Ketiga
gadis ini hendak selamatkan diri, namun posisi
mereka benar-benar dalam keadaan yang sulit.
Gadis yang berada paling bawah hendak melompat
mundur, sayang himpitan dua gadis yang berada
di atasnya merupakan hambatan tersendiri ba-
ginya sehingga gerakannya terhalang dan tidak le-
luasa. Wuuusss!
Praaaas! "Wuaaakh...!"
Dua gadis Juru Siksa menjerit keras, dua-
duanya terpental akibat hantaman-hantaman sa-
pu api gaib di tangan Datuk Nan Gadang Paluih.
Begitu dua sosok tubuh gadis itu menyentuh ta-
nah, maka terjadilah keanehan. Ujud mereka tam-
pak mengecil, kemudian raib disertai melesatnya
gumpalan kabut berwarna merah di udara. Ting-
gallah gadis pertama yang kelihatan marah besar
pada Datuk Nan Gadang Paluih.
"Aku ingin mengadu jiwa denganmu anak
manusia rambut putih! Heaaa...!" Gadis ini kelihatannya memang tidak memberi
kesempatan lagi
pada lawan. Tiba-tiba saja ia menerjang ke arah
Datuk Nan Gadang, dua jari tangannya yang me-
mancarkan sinar itu membabat ke arah tenggoro-
kan sedangkan jari-jari yang lainnya menusuk ke
arah mata. Cepat sekali penghuni lembah Ngarai Sia-
nok ini menghindar, sambaran angin menghantam
di sampingnya. Serangan gadis baju hitam luput,
namun ia segera susul dengan serangan berikut-
nya yang lebih berbahaya lagi. Melihat lawan me-
mang menghendaki jiwanya, Datuk Nan Gadang
terpaksa bersalto, sayang tindakan yang dilaku-
kannya kurang menguntungkan. Kaki lawan sem-
pat menghantam punggungnya.
Laki-laki baju putih selempang putih kelua-
rkan keluhan tertahan. Tubuhnya berguling-guling
di atas lantai yang becek dan berbau busuk itu.
Ternyata lawan terus memburunya. Datuk Nan
Gadang Paluih menggembor marah, seketika itu
juga ia kibaskan sapu gaib di tangannya. Menda-
pat serangan balasan yang tidak terduga-duga ini
Sang Juru Siksa pertama ini sudah tidak sempat
lagi menghindar, walau pun ia sudah berusaha
melakukannya. Tidak ampun lagi senjata di tan-
gan Datuk Nan Gadang Paluih menghantam pe-
rutnya. Praaasss!
"Hakgh...!"
Gadis baju hitam ini menjerit keras, isi pe-
rutnya berbusaian. Untuk kedua kalinya sosok ga-


Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dis baju hitam ini pun langsung lenyap menjadi
gumpalan asap merah.
"Tahulah aku sekarang, gadis-gadis itu tadi
tercipta berkat kekuatan sakti Batu Lahat Baku-
tuk yang dicuri oleh Ratu Leak!" guman Datuk Nan Gadang Paluih sambil menarik
nafas dalam-dalam.
"Melawan mereka hanya sia-sia saja. Ratu Leak dapat menciptakan pengawal-
pengawal bahkan
mungkin yang lebih tangguh dari sebelumnya se-
lama Batu Lahat Bakutuk masih berada di tan-
gannya! Jalan satu-satunya adalah dengan menca-
ri perempuan itu! Tapi di mana" Ruangan perlin-
dungan penyiksaan ini cukup luas! Dia tentu su-
dah memasang perangkap buat siapa saja yang
masuk ke sini"!"
Datuk Nan Gadang Paluih sempat tertegun
sejenak, namun bila teringat pada Dewi Kerudung
Putih dan Si Buta Mata Kejora, maka laki-laki be-
rambut putih ini segera melangkah pergi untuk
melakukan penyelidikan.
*** Gadis berpakaian putih dan berkerudung
putih ini terus melangkah semakin jauh ke ten-
gah-tengah ruangan bersekat dan mirip perangkap
tikus tersebut. Tidak jauh di belakangnya mengi-
kuti seorang kakek tua bermata buta. Kedua orang
ini terus mencari-cari. sayang hingga sejauh itu
mereka tidak melihat di mana gerangan Pendekar
Blo'on disekap.
"Rasanya sudah tipis harapan, Pendekar to-
lol mungkin sudah mati dan sekarang rohnya se-
dang menjalani siksaan di neraka ciptaan Ratu
Leak! Apa jawab dan pendapatmu Dewi?" bertanya si kakek buta yang tidak lain
adalah Si Buta Mata Kejora. Yang ditanya semakin cemberut, matanya
yang indah berputar-putar seakan ingin menem-
bus dinding-dinding yang jadi penghalang pengli-
hatannya. "Kakek buta, jika bukan karena ulahmu
yang menghalang-halangi aku dan mengajak ber-
tarung segala, tentu paling tidak kita masih bisa menolong Suro!" sahut Dewi
Kerudung Putih ke-
tus. "Ha ha ha! Mengapa aku yang kau salah-
kan" Sange negeri yang dikutuk. Pada siapa aku
harus percaya tanpa ada rasa curiga" Jika kita
percaya pada Dewata tentu pemuda itu masih se-
lamat." "Aku tidak tahu dengan apa yang kau sebut Dewata, aku percaya dengan
kekuatan Tuhan"
Yang membuatku heran apakah manusia seperti
Ratu Leak sanggup menciptakan neraka?" tanya Dewi Kerudung Putih dengan sikap
acuh tak acuh. "Manusia hidup karenaNya, nanti akan
kembali kepadaNya. Yang paling penting sekarang
ini adalah menemukan tempat persembunyian Ra-
tu Leak, "ujar Si Buta Mata Kejora.
Dewi Kerudung Putih tidak menanggapi.
Sekonyong-konyong lantai yang mereka pijak ber-
getar. Dewi memandang lurus pada Si kakek buta,
orang tua ini kerutkan keningnya.
"Aku merasakan seperti ada orang yang da-
tang ke sini!" gumannya seakan ditujukan pada di-ri sendiri.
"Hmm...,!" Dewi Kerudung Putih menggu-
man. Entah mengapa ia merasa tengkuknya me-
remang berdiri. Refleks gadis cantik ini pun berpaling ke belakangnya.
"Eh...!" kejut di hati Dewi Kerudung Putih bukan alang kepalang. Ia melihat
sosok tubuh hitam legam dengan tinggi hampir dua tombak. Wa-
jah sosok hitam ini hampir mirip dengan wajah
monyet besar, hanya lidahnya agak terjulur. Tar-
ing-taringnya yang besar terlihat dan meneteskan
darah. Di atas kepala makhluk hitam ini terdapat
sebuah tanduk berwarna merah menyala. Tanduk
itu kelihatan seperti menyatu dengan batok kepa-
lanya. Rasanya seumur hidup Dewi Kerudung Pu-
tih yang sering menjelajah pantai laut selatan ini belum pernah melihat sosok
mengerikan seperti
ini. Menggigil tubuhnya, ciut juga nyali si gadis.
"Apa yang kau lihat?" tanya Si Buta Mata Kejora, rupanya si kakek buta ini
rasakan adanya bahaya di sekelilingnya.
"Ehk... manusia seperti monyet. Kepalanya
bertanduk dan berwarna merah!" jelas si gadis menerangkan ciri-ciri makhluk yang
dilihatnya. "Celaka...!!" desis si kakek sambil melompat mundur. "Kita tengah berhadapan
dengan Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya. Kita tidak mung-
kin dapat loloskan diri dari tangannya!"
"Kau manusia lemah yang suka berkeluh
kesah dan gampang menyerah! Belum apa-apa
engkau sudah tunjukkan kerapuhanmu! Aku he-
ran mengapa Tuhan memberi umur panjang jika
mengatasi sedikit persoalan saja kau sudah me-
nyerah begini?" dengus Dewi Kerudung Putih
mencemo'oh. "Gadis tolol, Sang Pelucut Segala Ilmu Sega-
la Daya adalah makhluk dari dalam perut bumi.
Siapa dan bagaimana membuat makhluk di de-
panmu itu dapat muncul ke sini bukan menjadi
soal. Yang kurisaukan dia dapat merampas selu-
ruh kesaktianmu tanpa kau sempat merasakan-
nya! Hati-hatilah, dia sangat berbahaya!" pesan Si Buta Mata Kejora.
Jika semula Dewi Kerudung Putih men-
ganggap enteng sosok angker di depannya maka
sekarang ia harus memutar otak seribu kali untuk
mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang terja-
di. "Kau...!" seru Dewi ditujukan pada sosok hitam berwajah seperti monyet besar.
Suaranya lan- tang namun agak serak. "Menyingkirlah, aku dan kakek ini hendak mencari kawan
kami. Atau kau mengetahui dimana kawan kami itu, cepat kata-
kan padaku!" tegas si gadis.
Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya
menggeram lirih, matanya yang merah seperti bara
memandang pada si gadis dan si kakek silih ber-
ganti. "Cepat katakan! Aku yakin kau tahu di ma-na pemuda baju biru kawan kami
ditahan!" seru si gadis. Mata merah di depannya membulat lebar.
Mulutnya menyeringai sehingga semakin bertam-
bah mengerikan dalam pandangan Dewi Kerudung
Putih. DUA Dalam pada itu sayup-sayup Dewi Keru-
dung Putih mendengar Si Buta Mata Kejora mengi-
siki. "Percuma kau bicara, tidak perlu berteriak atau membentak. Dia tidak akan
mau bicara dengan orang yang tidak dikenalnya sama sekali!"
"Lalu bagaimana?" tanya Dewi Kerudung
Putih melalui ilmu mengirimkan suara pula.
"Jika masih ada kesempatan, mengapa ti-
dak kita cari selamat saja?" usul Si Buta Mata Kejora. Saran kakek itu memang
dapat diterima oleh
Dewi Kerudung Putih, lagi pula di tempat itu
hanya mereka berdua dan Sang Pelucut Segala Il-
mu Segala Daya. Jika mereka melarikan diri cari
selamat, tentu hal ini tidak begitu memalukan. Karena memang tidak ada orang
lain yang melihat-
nya. Maka tanpa menunggu lebih lama lagi, baik
Si Buta Mata Kejora maupun Dewi Kerudung Putih
langsung ambil langkah ke arah timur ruangan.
Namun betapa kagetnya gadis ini karena di de-
pannya Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya te-
lah menghadang mereka.
"Sia-sia saja kita menghindarinya, kakek
buta! Dia bagaimana secepat itu melompati kita"
Padahal aku tidak merasakan ada gerakan di atas
atau di samping kita! Aku hampir tidak percaya?"
seru gadis yang selalu memakai kerudung putih
ini sehingga ia dijuluki Dewi Kerudung Putih.
"Tidak ada jalan lain, kita tempur setan
bumi ini sampai titik darah yang terakhir!" tegas Si Buta Mata Kejora.
"Ggggraaak! Kroookkkh...!"
Makhluk hitam di depan mereka julurkan
kedua tangannya dengan gerakan meringkus. Dewi
langsung bersalto, sedangkan Si Buta Mata Kejora
berguling-guling ke samping sambil lepaskan pu-
kulan 'Angin Biru'. Salah satu pukulan yang paling diandalkan oleh kepala adat
Sange ini. Deru angin kencang melabrak Sang Pelucut
Segala Ilmu Segala Daya. Pusaran angin sempat
memporak porandakan dinding berwarna putih di
samping kanan makhluk ini. Detik itu juga dari
bagian tanduk sang makhluk yang semakin ber-
tambah memerah, meluncur sinar merah darah.
Hingga terjadilah benturan keras bukan main. Si
Buta Mata Kejora tertegak dengan sekujur tubuh
bergetar. Pukulan 'Angin Biru' seolah-olah lenyap tersedot sinar merah yang
terus melesat ke arah si kakek. Orang tua buta menyadari adanya bahaya
yang mengancamnya. Sehingga sedapat mungkin
ia coba selamatkan diri, sayang sinar itu mengan-
dung daya sedot yang sungguh luar biasa. Sehing-
ga kedudukan Si Buta Mata Kejora pada saat itu
benar-benar terancam bahaya.
Kira-kira setengah batang tombak lagi sinar
merah menggulung habis sosok si kakek. Dari
samping kiri menderu sinar hijau dan terjadilah
ledakan keras untuk kedua kalinya.
Buuuum! Dari sebelah kiri si kakek terdengar suara
jeritan seseorang. Ternyata yang menjerit adalah
Dewi Kerudung Putih yang berusaha menyela-
matkan kakek buta tersebut dari kebinasaan. Aki-
batnya harus dirasakan oleh gadis itu sendiri. Sudut-sudut bibir si gadis
meneteskan darah segar,
ia mencoba bangkit berdiri. Terasakan olehnya pa-
da bagian dada mendenyut sakit. Adalah sungguh
mengherankan jika gadis seperti Dewi Kerudung
Putih yang memiliki tenaga dalam tinggi dan juga
berbagai jurus silat ini telah dibuat babak belur hanya dalam gebrakan pertama.
Walaupun begitu Dewi Kerudung Putih su-
dah melompat berdiri. Sekonyong-konyong tubuh-
nya melesat ke arah Pelucut Segala Ilmu Segala
Daya, atau lebih dikenal dengan julukan Penghela
Neraka. Dalam keadaan meluncur seperti itu ia
cabut pedang tipis yang melingkar di pinggangnya.
Manakala tangan dikibaskan maka seleret sinar
putih bergulung menyambar ke bagian tengkuk
dan dada Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya.
Sosok berwajah monyet besar ini menggeram. Tan-
gannya menyambar, tapi dengan cepat Dewi sudah
menarik balik senjata dan ini tusukan terarah ke
bagian perut. Dheellll! Dewi Kerudung Putih melengak kaget, la-
wan sama sekali tidak mempan dengan tusukan
senjata. Malah kini Penghela Neraka telah le-
paskan tendangan menggeledek ke arah Dewi.
Wuuut! Tendangan secepat cahaya ini tidak dapat
dihindari oleh si gadis. Tubuhnya terjengkang. Ia sempat menggeliat, di saat itu
Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya sudah mengejarnya dengan
maksud merengkuh gadis itu guna melucuti seca-
ra gaib semua kesaktian yang dimiliki oleh si ga-
dis. "Celaka...!!" seru Si Buta Mata Kejora. Seraya tidak membuang-buang waktu
lagi langsung melompat ke depan. Tidak ayal Si Buta Mata Kejo-
ra lepaskan pukulan 'Tinju Maut' ke punggung so-
sok menyerupai kera besar ini. Dengan telak....
Buuuuuk! "Wuakh...!"
Si Buta Mata Kejora malah terbanting. So-
sok yang terkena jotosannya jangankan bergetar,
bergeming pun tidak. Si Buta Mata Kejora geleng-
kan kepalanya yang terasa pusing mendenyut. Se-
dangkan Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya
meneruskan rencananya untuk memupus habis
segala kesaktian yang dimiliki oleh Dewi Kerudung Putih. Sekali saja tangan
hitam berbulu kasar ini terjulur, Dewi yang tampak berusaha menghindar
ini sudah kena dicengkeramnya.
Crep! Dewi Kerudung Putih kena direngkuh oleh
makhluk ini. Si gadis meronta sambil lepaskan
pukulan bertubi-tubi. Sayang pukulan Dewi tidak
membawa pengaruh sama sekali. Sang Pelucut Se-
gala Ilmu Segala Daya menggeram. Tanduk yang
melekat di atas batok kepalanya berpedar-pedar,
Dewi akhirnya menjerit. Manakala segala daya dan
kekuatannya terbetot keluar dari tubuhnya secara
paksa. Maka dari setiap pembuluh pori-pori, telin-ga dan hidungnya meneteskan
darah. Si Buta Ma-
ta Kejora yang merasakan bahaya mengancam
Dewi Kerudung Putih segera menggempur Sang
Pelucut Segala Ilmu Segala Daya dalam jarak yang
sangat dekat sekali.
Makhluk mengerikan ini sama sekali tidak
terpengaruh, tiba-tiba sambil mengempit Dewi
yang sudah tidak sadarkan diri. Tangannya yang
lain dan panjang itu menyambar dengan ganas-
nya. Tap! Sekejap Si Buta Mata Kejora sudah kena di-
cekalnya. Dalam keadaan begitu Si Buta Mata Ke-
jora tidak menjadi panik. Tangan yang masih be-
bas dipergunakannya untuk menusuk kedua mata


Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Penghela Neraka, sayang apa yang dilakukan oleh
si kakek tidak menghasilkan apa-apa.
Hanya dalam waktu sekejap, nasibnya sama
saja dengan apa yang dialami oleh Dewi Kerudung
Putih. Kedua orang ini tidak sadarkan diri.
Sang Pelucut Segala Ilmu Segala Daya
menggeram keras, seakan meneriakkan satu ke-
menangan. Suara teriakan itu disambut oleh suara
tawa lainnya. "Kau telah melakukan tugasmu dengan
baik, Penghela Neraka! Kedua anak manusia ini
nasibnya tentu akan lebih buruk lagi dari Pende-
kar tolol, Pendekar edan, gendeng dan Blo'on! Hik hik hik...!" kata suara tadi
dengan penuh kebang-gaan. "Tetaplah kau di sini, menunggu tamu-tamu lain yang
tidak kita undang. Sewaktu-waktu jika
aku membutuhkan tenagamu tentu aku akan
memanggilmu!" Baru saja suara tanpa ujud tadi lenyap. Maka di udara terlihat
kabut berwarna bi-ru bergumpal-gumpal. Kabut ini merendah, dua
sosok tubuh yang sudah tidak sadarkan diri ini
mulai terangkat perlahan, mengambang di udara
tanpa terlihat ada tangan atau pun benda lain
yang mengangkatnya.
Si Buta Mata Kejora maupun Dewi Keru-
dung Putih ini kemudian melayang dalam keadaan
terlentang menuju bagian lain. Sang Pelucut Sega-
la Ilmu Segala Daya memperhatikan bekas lawan-
lawannya ini sambil angguk-anggukkan kepala.
*** Laki-laki yang sekujur tubuhnya terbung-
kus akar-akar berwarna hitam ini sebentar me-
mandang ke langit, di lain waktu ia melihat ke dalam lubang seukuran babi hutan.
Suasana di da- lam lubang yang tidak terukur kedalamannya ini
gelap gulita. Rasanya walau pun mata melotot bila telah berada di dalam lubang
tersebut jemari tangan sendiri pun tidak akan terlihat.
Si laki-laki membungkuk lagi, bibirnya
mendecap-decap, sedangkan rambutnya yang pan-
jang riap-riapan dibiarkannya menutupi sebagian
wajah. "Dari sini! Aku menjadi ragu jalan ini tidak menembus ke bekas tambang
emas dulu. Aku tidak ingin terjebak, urusanku menyangkut kepen-
tingan jiwa orang banyak!" pikir si lelaki yang kita kenal sebagai kepala Negeri
Sange. Dialah Wayan
Tandira yang pernah dihukum benam dalam tanah
selama tiga puluh tahun. Agar lebih jelas (dalam
Episode Batu Lahat Bakutuk).
"Hhh, rasanya sulit memang sulit. Aku tidak
tahu di mana ketua adat dan pemuda tampan
berwajah tolol itu. Aku harus berjuang sendiri, apa dayaku" Semua ini gara-gara
Ratu Leak jahanam!"
dengus Wayan Tandira seakan menyesali.
Si laki-laki kembali membungkukkan ba-
dannya untuk mengeluarkan sisa-sisa tanah yang
menghalangi besar lubang tadi. Tiba-tiba saja en-
tah dari mana datangnya Wayan Tandira merasa-
kan adanya hembusan angin. Hembusan yang be-
gitu lembut mirip dengan desiran. Tengkuk si
rambut gondrong ini meremang, sekujur tubuhnya
yang terbalut akar-akaran hingga sebatas leher terasa dingin. Wayan Tandira
cepat menoleh, me-
mandang ke sekelilingnya yang terlihat hanyalah
pohon-pohon membatu, bukit-bukit gersang mem-
bisu. Cukup lama Wayan Tandira si Manusia
Akar tertegun. Ia celingak-celinguk bagaikan seo-
rang pencuri yang takut tertangkap basah, atau
karena kecurigaan lebih banyak menguasai di-
rinya. Yang jelas pada siapa pun ia mudah curiga.
"Huuuung!"
Wayan lagi-lagi terkesiap ketika ia menden-
gar suara berdengung-dengung seperti pusaran
angin di sekelilingnya. Laki-laki kepala negeri
Sange ini sempat terhuyung-huyung meskipun ti-
dak sampai terjatuh.
"Hih siapakah yang mencoba menganggu-
ku" Pekerjaan ini harus tuntas! Atau mungkin Ra-
tu Leak punya anak buah?" batin Wayan Tandira.
Belum hilang rasa heran dalam dirinya, tiba-tiba
terdengar suara tangis seseorang. Wayan menden-
garkan semuanya dengan seksama. Ternyata bu-
kan tangis anak kecil, tapi suara tawa.
"Edan! Apakah Ratu Leak hendak memper-
dayaiku lagi?" pikir si laki-laki agak bimbang. Tidak lama desiran angin semakin
bertambah kuat.
Lalu suara tawa pun semakin terdengar dengan je-
las. Ketika tawa terhenti, maka ada seseorang berkata seperti bersair....
Duuuuh, panasnya dunia"
Wi h, dunia bukan neraka
Neraka bukan dunia
Tetapi aku melihat neraka di dunia
Aku likat manusia akar
Aku pandang keraguannya
Aku tahu setan menggodanya
Ragu-ragu dan curiga sama bersahabat
Dua-duanya kawan-kawan setan!
Duh... Neraka di dalam bumi
Aku tahu bumi bukanlah neraka!
Aku bingung melihat si gondrong bingung
Namun aku lebih bingung lagi melihat orang
gila bingung! Ha ha hi hi...!
Baru saja suara-suara tadi lenyap. Di depan
Wayan Tandira sejauh tiga batang tombak tepat-
nya di atas batu terlihat seorang laki-laki berbadan pendek memakai topeng bocah
duduk uncang-uncang kaki. Orang ini sama sekali tidak memakai
baju, celananya hitam komprang. Di dadanya yang
telanjang tergantung rompeng anak kecil dan juga
Ketapel butut berwarna hitam. Orang memakai to-
peng-topengan ini tertawa ha ha hi hi. Wajahnya
tentu saja tidak terlihat karena tertutup topeng.
Wayan Tandira memperhatikan orang itu dengan
seksama. "Datang dari mana, apa tujuan kemari" Ce-
pat jelaskan padaku!" bentak pimpinan masyarakat Sange tegas. Yang ditanya
bersikap acuh saja, kakinya diguncangkan semakin keras. Sikap laki-laki pendek
memakai topeng bocah ini sungguh
membuat Wayan menjadi jengkel.
"Kau tetap membisu atau memang sengaja
ingin mencari mati?" teriak Wayan Tandira. Dalam hati ia sudah mulai curiga
kalau orang yang memakai topeng ini mungkin saja anggota Ratu Leak
dan boleh jadi pula merupakan anggota perem-
puan jalang itu. Dari duduk, laki-laki pendek itu duduk mencangkung. Dagunya di
tompangkan di atas kedua tangannya.
Kau ingin tahu siapa aku"
Uuuuuh... aku sendiri tidak tahu siapa diriku ini.
Aku sudah berjalan ke mana arah
Hampir dua ratus tahun sudah
Waktu di alam rahim janjiku pada Tuhan
Aku tidak akan pernah berpaling
Setelah berada di dunia aku menyembah
apa" Wahai anak, jangan tanya siapa aku
Diri ini sama bodohnya
Manusia lebih senang memakai topeng
Topeng adalah aku
Aku adalah topeng
Aku manusia topeng
Wayan Tandira sama sekali memang belum
pernah mengenal laki-laki pendek yang memakai
topeng bocah ini. Tapi melihat cara kehadirannya
tadi rasanya ia bukan laki-laki sembarangan. Apa-
lagi orang di balik topeng sempat mengatakan
bahwa dirinya telah hidup hampir dua ratus ta-
hun. "Entahlah siapa kau aku tidak akan perduli.
Tetapi terus terang jika kau punya ikatan atau hubungan tertentu dengan Ratu
Leak, sebaiknya me-
nyerah padaku...!" seru Wayan Tandira.
Ha ha ha hi hi hi
Anak kecil bodoh, lama-lama menjadi pintar
Orang bodoh berlagak pintar
Namanya si biang tolol
Orang tua goblok
Jika terus di pelihara menjadi pikun
Aku tidak kenal Ratu Leak.
Aku hanya mengenal kejahatannya!
Kutukannya membuat manusia menjadi batu
Aku sedih, huk huk huk!
Manusia akar tertegun. Diperhatikannya la-
ki-laki pendek yang terus mencangkung di depan-
nya. Ia menjadi heran mengapa orang tua ini suka
memakai topeng. Siapa sosok dibalik topeng itu"
Ini sungguh mencurigakan. Terdorong oleh rasa
ingin tahu, sekonyong-konyong Wayan Tandira
melompat ke depan dan sambar topeng yang me-
nutupi wajah orang itu.
Wuuut! Si gondrong jadi kaget, karena ternyata ia
hanya menggapai angin. Manusia Topeng telah
berpindah tempat dalam keadaan mencangkung
pula. "Kecurigaan yang berlebihan hanya membuat manusia celaka dan termakan hati
sendiri. Tanggalkanlah topengmu, mari kita saling berbuka
kartu berbuka hati. Mengapa harus saling bersite-
gang" Bukankah yang rugi diri sendiri?" tanya Manusia Topeng.
"Aku bukan bermaksud mencurigaimu, apa
yang kau katakan memang benar. Aku benar-
benar sedang mengalami kesulitan untuk meng-
hancurkan Ratu Leak! Jika kau bukan kawannya,
kurasa kau bersedia menolong kesulitanku dan
membantu membebaskan masyarakat Sange ini
dari kutukan Ratu Leak!" sahut Wayan Tandira tanpa malu-malu.
"Bukan Ratu Leak itu yang patut diwaspa-
dai. Batu Lahat Bakutuk menurutku lebih berba-
haya dari sepuluh Pendekar Sakti! Itu sebabnya
alangkah lebih baik jika kita cari Batu itu, batu bakutuk segala bencana!"
"Apakah kita harus memasuki Liang Lahat
Bakutuk" Karena hanya dari sana satu-satunya
jalan yang dapat dilalui!" ujar Wayan Tandira, Manusia Topeng tersenyum,
kemudian terdengar suara tawanya. "Liang Lahat adalah tempat istirahat yang
terakhir buat orang-orang yang sudah bosan makan, bosan bernafas dan bosan dari
segala yang membosankan. Asal usul manusia
tempat keluarnya dari dalam lubang, maka kita bi-
sa masuk ke dalam lubang ini untuk akhirnya ke-
luar dengan selamat! Mari tunggu apa lagi"!" dengus Manusia Topeng. Kedua orang
ini memasuki lubang yang hanya pas dimasuki oleh laki-laki de-
wasa saja. TIGA Suro Blondo diletakkan di atas meja batu
marmar putih. Di sekeliling meja marmar itu ter-
dapat semacam kolam yang selalu mengepulkan
uap panas. Warna air kolam merah darah, namun
baunya seperti aroma stanggi. Air kolam yang
mengelilingi meja senantiasa menggelegak, sua-
ranya yang bergemuruh membuat merinding bagi
yang mendengarnya. Sementara itu murid Penghu-
lu Siluman Kera Putih dan Malaikat Berambut Api
tergeletak tidak berdaya. Tangan dan kakinya da-
lam keadaan terikat langsung ke bagian bawah
meja marmar, sehingga mustahil bagi pemuda
berpakaian biru ini dapat meloloskan diri.
"Uakh...! Ekh...!" Si pemuda tiba-tiba saja menggeliat. Gerakannya lemah karena
sesungguhnya ia telah kehilangan seluruh tenaga dalam dan
inti hawa murni. Kalau pun ia masih setengah in-
gat dari semua jurus-jurus serta pukulan yang
dimilikinya. Namun rasanya sudah hampir tidak
ada gunanya. Penghela Neraka telah melucuti se-
gala ilmu dan segala kekuatan yang dia miliki se-
hingga sekarang ia hanya mempunyai tenaga ka-
sar saja. "Dimana sekarang aku ini" Pandanganku kabur, ingatanku hilang-hilang
timbul. Apakah aku sudah mati" Rugi betul aku jadi manusia"
Merasakan nikmatnya kawin saja belum, kaya ju-
ga tidak. Masa' aku sekarang sudah berada di
alam baka?"" Suro mengguman pelan. Kini hidupnya benar-benar tanpa kemauan sama
sekali. Se- mangat hilang, tiada gairah selain kelesuan yang
berkepanjangan tiada putus-putusnya. "Benar-
benar celaka hidup seperti ini! Kepalaku terus menerus mendenyut, dadaku sesak.
Dan... akh...!"
Suro menjerit tertahan, tangannya seperti ditusuk-tusuk benda tajam. Keadaannya
saat itu benar-
benar seperti antara hidup dan mati.
"Hi hi hi...! Bagaimana keadaanmu saat ini,
bocah cakep" Sebelum kau sampai di Negeri Batas
Ajal, alangkah lebih baik jika aku perlihatkan padamu beberapa orang yang sudah
kau kenal dan sekarang sama dalam keadaan seperti dirimu!"
berkata sebuah suara.
"Bangsat! Siapa kau" Apakah perempuan
jalang Iblis Betina Dari Neraka" Atau Kala Demit si jahanam yang telah membunuh
kedua orang tua-ku!" maki Suro Blondo. Saking gusarnya ia ingin menggaruk
rambutnya, tapi apa daya tangan dan
kakinya dalam keadaan terikat.
"Percuma kau memaki, tidak sampai sehari
lagi kau segera menjadi budak terpilih Ratu Leak!
Kau akan patuh tanpa pembangkangan sedikit
pun!" sahut suara tadi.
Suro meludah, karena ludahnya ke atas
maka yang basah wajahnya sendiri. Geram bukan
main pemuda ini, dalam keadaan seperti itu apa


Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang dapat diperbuatnya"
"Ratu Leak! Kurasa kau wanita cantik!
Sayang baumu busuk seperti comberan. Tubuhmu
berbau mesum, isi kepalamu penuh dendam dan
amarah. Aku jadi ingin tahu apakah di balik kebu-
sukan mu kau masih perawan" Aku tahu kau ti-
dak berani tunjukkan diri karena wajahmu jelek.
Suara tawamu seperti ringkik kuda. Kurasa pan-
tatmu kalah bagus dengan pantat kuda! Ha ha
ha...!" Suro tertawa bergelak.
Namun hanya beberapa detik kemudian ta-
wa pemuda berambut merah ini melenyap. Sepa-
sang matanya melotot, apa yang dilihatnya adalah
sosok seorang gadis berpakaian putih dan berke-
rudung putih. Gadis itu sama sekali tidak berge-
rak, entah masih hidup atau sudah mati. Anehnya
gadis ini bergerak dalam keadaan telentang dan
mengambang, seakan ada tangan-tangan gaib
yang mengangkatnya.
"Gadis misterius Dewi Kerudung Putih?"
Suro berseru, namun suara yang terdengar hanya
berupa erangan saja. Nafas pemuda ini tersengal.
Kemudian ia berteriak dengan sekuat tenaga. "Ra-tu Leak! Jika kau usik satu
lembar rambutnya,
apalagi sampai kau mencelakainya, aku bersum-
pah kelak akan memenggal kepalamu!" ancam
Pendekar Blo'on.
"Hik hik hik!" Suara tanpa rupa tertawa bergelak. "Apa yang dapat kau lakukan
Pendekar tolol, tubuhmu tanpa daya dan kekuatan! Menyelamatkan dirimu sendiri
saja kau tidak mampu,
jangankan lagi memikirkan keselamatan orang
lain!!" Pendekar Mandau Jantan katupkan bibir-
nya rapat-rapat, rahangnya menggembung pertan-
da ia hampir tidak mampu menguasai kemarahan.
Dengan cepat ia kerahkan tenaga dalam untuk
memutuskan simpul-simpul tali yang membeleng-
gu tangan dan kakinya.
"Gila, kekuatanku benar-benar hilang! Sang
Pelucut Segala Ilmu Segala Daya! Dia benar-benar
telah merampas segala-galanya dariku!" keluh Su-ro.
"Kau telah membuktikan bahwa dirimu bu-
kanlah apa-apa, bocah ajaib. Kau lihatlah, aku
akan mencambuki gadis ini. Wajahnya memang
cantik, agaknya dia kekasihmu atau dia mencin-
taimu. Terbukti ia telah menyusulmu ke sini!" kata Ratu Leak dalam gaibnya.
Kemudian samar-samar Suro melihat se-
buah cambuk api menggelantung di udara. Tidak
terlihat siapa yang memegang cambuk tersebut.
Manakala cambuk melecut di udara. Dewi Keru-
dung Putih yang dalam keadaan terapung di udara
tampak terpelanting.
Tarrr! Cambuk api kembali menghantam tubuh
Dewi, gadis yang tidak sadarkan diri itu terpelanting. Pakaiannya robek,
meskipun terpelanting ia
tidak juga jatuh ke lantai atau ke dalam kolam
mendidih. Melihat pemandangan ini Suro merasa iba
dan prihatin. Sementara bagian-bagian tubuh De-
wi yang terkena cambuk tampak melepuh dan
hangus. Padahal cambuk yang melecut-lecut den-
gan sendirinya itu terus mendera Dewi Kerudung
Putih tiada putus-putusnya.
"Hentikan! Jangan kau siksa dia, Ratu Leak
keparat!" teriak Suro Blondo.
"Hik hik hik...! Sekarang apa yang dapat
kau lakukan" Apakah kau tidak suka menikmati
pemandangan ini" Padahal aku belum memperli-
hatkan padamu seorang pesakitan lain yang juga
menunggu giliran!"
"Setan alas! Apa keinginanmu yang sebe-
narnya" Jika kau menghendaki nyawaku, menga-
pa orang lain ikut pula kau sakiti?" seru Suro.
"Dirimu memang kuinginkan, tetapi nanti.
Kau akan kuberi tugas yang tidak kalah penting-
nya. Sekarang ingin kutanyakan padamu, apakah
kau ingat dengan Mustika Jajar?" tanya Ratu Leak yang tidak pernah menunjukkan
diri itu lantang.
"Perempuan jahanam itu! Jika ada makhluk
yang berjalan di punggung bumi yang paling ku-
benci. Iblis Betina Dari Neraka itulah yang aku
benci. Huh...!" Suro mendengus sinis. "Rupanya sekarang wanita jalang itu telah
menjadi pengi-kutmu" Kurasa Kala Demit juga telah berkomplot
denganmu, setan kurapan! Tidak tenang diriku,
kalau pun aku mati, orang yang pertama harus
kucari engkaulah bangsatnya! Nanti arwahku ber-
gentayangan, bawa golok yang paling gede, perta-
ma kaki dan tanganmu akan kutebas hingga bun-
tung, kemudian bibirmu kuambil yang di sebelah
atas, biar konyol, setelah bibir, dada harus diambil sebelah. Setelah itu
kulitmu kubeset sedikit demi sedikit, daging yang sudah tidak berkulit disiram
air jeruk baru dikasih kecap sedikit. Oh... aku
hampir lupa apakah saat ini sudah ada warung
yang jual kecap?" kata Suro ngawur. "Setelah matamu menyaksikan semua ini baru
kukorek, biji mata harus kujadikan campuran cendol. Kata iblis
cendol dari biji mata enak. Lidahmu pasti me-
raung-raung. Aku sangat senang mendengar sua-
ramu nanti. Kalau aku bosan mendengarnya, baru
lidahmu kupotong. Kau akan menjadi manusia ga-
gu! Kau akan menjalani penderitaan hidup yang
tidak pernah kau bayangkan sebelumnya!" Kata-kata Suro Blondo terputus menjadi
jeritan ketika cambuk yang dapat bergerak secara gaib itu men-
deru tubuhnya berulang-ulang.
"Bicaralah kau sesuka perutmu, sekarang
rasakanlah azabku yang sangat pedih!!" geram Ra-tu Leak.
Ctar! Tar! Tar!
"Augkh...! Cilaka betul, kau ratu bangsat!
Bangsatnya ratu-ratu." maki si konyol. Pakaian pemuda ini sudah tidak karuan
bentuknya, tubuh
Suro yang sudah tidak terlindungi tenaga dalam
babak belur. Ctar! Cambuk api terus menghantam tubuh si
pemuda, kini dirinya antara sadar dan tidak. Da-
lam keadaan hampir kelenger begitu rupa, sayup-
sayup ia masih sempat melihat sosok tubuh lain-
nya dalam keadaan terkapar. Sosoknya jelas seo-
rang kakek berpakaian kumal. Siapa lagi kalau
bukan Si Buta Mata Kejora.
"Uukh...! Orang tua yang tidak bisa melek
itu mengapa ikut-ikutan ke sini" Kalau mau mam-
pus wajar saja, dia sudah tua! Benar-benar tolol
semuanya. Kurasa dia menyusulku kedalam Liang
Lahat Bakutuk." Begitu bingungnya Suro hingga ia ingin menggaruk kepala, namun
hal itu tidak kuasa dilakukannya.
"Bukankah si tua ketua adat ini sahabatmu
juga, Pendekar Tolol" Sama seperti dirimu dan ga-
dis yang mencintaimu itu, dia juga sudah berada
dalam genggamanku. Aku juga akan menyiksanya
jika hukuman yang kuberikan padanya tidak
membuat Buta Mata Kejora menjadi kapok!" dengus suara tanpa rupa sengit.
Kemudian ia berseru
pada cambuk gaib yang menari-nari di udara.
"Cambuk Api yang hanya bekerja sesuai dengan perintah pemilik Batu Lahat
Bakutuk. Hajar orang
tua yang ada di depanmu!"
Baru saja gema suara Ratu Leak lenyap,
maka cambuk pun meluncur deras ke arah Si Bu-
ta Mata Kejora. Lalu terdengarlah suara gemuruh
lecutan cambuk yang terasa menyakitkan gen-
dang-gendang telinga. Setiap cambuk api mendera
tubuh si kakek, maka terlihat kepulan asap dari
bekas cambukan itu.
Dalam keadaan seperti ini anehnya tubuh si
kakek yang juga dalam keadaan terikat tampak
mengambang. "Ratu Leak! Mengapa kau menyiksanya, ti-
dak cukupkah hukuman belenggu rantai yang kau
jatuhkan padanya selama hampir tiga puluh ta-
hun?" "Huh, kau tau apa" Apa yang kau saksikan
di luaran sana hanya berupa permulaan dari se-
buah perjalanan panjang! Perjalanan ini terjadi
akibat ulah gurumu! Sebagai muridnya, kaulah
yang akan mengukir sebuah sejarah perjalanan
baru. Sejarah di mana gurumu akan teringat den-
gan segala sesuatu yang terjadi di masa lalu!" ucap Ratu Leak. Lalu terdengar
suara nyanyiannya yang
tidak jelas. Nyanyian terhenti, ada suara tepukan tangan. Sebuah pintu yang
terletak di sudut kanan Suro Blondo membuka secara gaib. Dari dalamnya
memancar cahaya merah berkilau-kilauan. Suro
kerutkan keningnya. Dari sinilah tadi Suro men-
dengar suara-suara Ratu Leak, si pemuda berpikir
mungkin di situlah Ratu Leak berdiam.
Kembali memandang ke arah pintu yang
terbuka, dimana sinar merah memancar dari ba-
liknya. Kini kelihatan sesosok tubuh berdiri tegak.
Sosok ramping berpakaian tipis merangsang. Sinar
merah yang menerangi di belakang yang menem-
bus liku-liku tubuh si gadis yang padat menggai-
rahkan. Gadis berambut panjang lambat-lambat
menghampiri. Ternyata gadis itu tidak lain adalah Mustika Jajar, musuh bebuyutan
Pendekar Blo'on.
Sampai di tepi kolam mendidih menebar
bau stanggi yang mengelilingi meja panjang batu
marmar Iblis Betina Dari Neraka hentikan lang-
kah. Bibirnya sunggingkan seulas senyum menge-
jek. "Pemuda bangsat rambut merah! Kau akan melihat betapa gadis yang
mencintaimu itu akan
mengalami penderitaan menyakitkan!" dengus
Mustika Jajar. "Betina Dari Neraka"! Kau sakiti dia, berarti hanya mengurangi umurmu saja! Aku
bersumpah, aku bersumpah!" teriak si konyol dengan bibir pe-letat-peletot.
"Huh...!!" Mustika Jajar mendengus sinis.
Seraya lalu mengambil kendi yang digenggamnya
sejak dari tadi. Perlu diketahui saat itu masih ada sebuah kendi lain berwarna
merah darah tergantung di pinggang Iblis Betina Dari Neraka.
Isi kendi dituangkan ke dalam sebuah
cangkir merah yang kelihatannya terbuat dari ta-
nah liat. Mustika melambaikan tangannya ke arah
Dewi Kerudung Putih yang tengah mengambang di
udara. Sekonyong-konyong, sosok Dewi melayang
mendekatinya. Mustika langsung membuka mulut
Dewi, begitu bibir Dewi Kerudung Putih yang tidak sadarkan diri itu terbuka,
maka cairan merah yang terdapat di dalam cangkir di tuangkan.
Glek! Seluruh isi cangkir tertuang ke mulut Dewi
Kerudung Putih. Sekejap setelah itu si gadis berba-ju putih menggeliat, lalu
terdengar suara erangannya yang tidak begitu jelas.
"Dewi?"" seru Suro. Si gadis menoleh ke arah Suro. Matanya membulat lebar ketika
mengenali pemuda yang selalu membayangi hidupnya
selama ini. "Kau, adakah kau dalam keadaan baik-baik
saja"!" tanya Dewi. Ada kelegaan terpancar lewat tatapan mata si gadis. Justru
hal ini tidak dike-hendaki oleh Suro. Sebab bagaimana pun sikap
Dewi yang demikian mesra dapat dimanfaatkan
oleh Ratu Leak maupun Mustika Jajar untuk
memperalat mereka.
"Aku dalam keadaan setengah baik dan se-
tengah mati, Dewi. Mataku bebas, mulutku bebas
bicara. Yang terikat kaki dan tanganku! Ha ha
ha...!" kata Suro Blondo masih sempatnya tertawa.
"Suro, adakah kau sanggup membebaskan
diri dari tali-tali yang mengikatmu itu?" tanya lagi Dewi Kerudung Putih. Sikap
Dewi yang tampak
mesra ini membuat Mustika Jajar menjadi sema-
kin bertambah geram.
"Tid... tidak, Dewi Misterius. Kesaktianku
dan tenaga dalamku sudah diperas sampai ke am-
pas-ampasnya oleh Sang Pelucut Segala Ilmu Se-
gala Daya. Aku sekarang ini tidak ubahnya seperti barang rongsokan yang hampir
tidak berguna. Mungkin hanya pentunganku saja yang berguna
bagi gadis bengis yang baru habis memberi racun
tadi! Akh... kulihat wajahmu berubah biru, apakah kau merasakan sesuatu?"
Kening gadis berkerudung itu berkerut ta-
jam. Saat itu ia merasa sekujur tubuhnya seperti
ditusuk-tusuk ribuan batang pedang. Dewi Keru-
dung Putih kemudian menggelepar.
"Su-ro... akh... huakh...! Perempuan jaha-
nam itu telah memberiku kesadaran sekaligus ra-
cun berkala yang membuatku mati perlahan-
lahan!" teriak Dewi Kerudung Putih dengan suara terbata-bata.
Pendekar Mandau Jantan mendelik, ia ma-
rah bukan main melihat kekejian yang dilakukan
oleh Iblis Betina Dari Neraka.
"Perempuan terlaknat! Berikan obat pemu-
nahnya! Cepaaat...!" geram Pendekar konyol sengit.
"Hik hi hi! Apa yang terjadi atas perintah
Ratu Leak. Gadis ini dan si tua mata buta itu
hanya dapat selamat jika kau mau menuruti perin-
tah Ratu!" sahut Mustika Jajar.
"Kupertaruhkan nyawaku demi kebebasan-
nya!" ujar si pemuda yang merasa tidak berdaya.
"Bagus! Itu namanya sayang kekasih. Agak-
nya kau cinta berat padanya! Hi hi...!"
Suro tidak menyahut, antara dia dengan


Pendekar Bloon 19 Nagari Batas Ajal di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dewi sesungguhnya tidak ada perasaan cinta. Suro
hanya merasa senang dan sayang pada gadis itu.
Namun biar bagaimana pun ia harus menolong
Dewi Kerudung Putih, karena gadis itu juga dulu
pernah menyelamatkan jiwanya (dalam Episode
Bayang-Bayang Kematian).
"Cepat beri dia obat pemunah racun itu!"
desak si pemuda begitu melihat kujur tubuh Dewi
semakin membiru.
"Boleh! Tapi kau harus meminum ini dulu!"
sahut Iblis Betina Dari Neraka. Seraya kemudian
mengambil tengkorak manusia yang sudah berlu-
mut dan berwarna hitam-hitaman. Mustika men-
gambil kendi merah yang tergantung di pinggang-
nya. Isi kendi dituangkan ke dalam tengkorak ke-
pala persis di bagian tempurung otak.
Dengan jelas Suro melihat tempurung kepa-
la itu mengepulkan uap berbau menyengat. Suro
tidak tahu apa cairan tersebut, entah racun entah pula cairan lain yang
mematikan. Mustika Jajar menjejak lantai tiga kali. Ti-
ba-tiba meja marmar bergerak, meninggalkan ko-
lam dalam keadaan mengapung mendekati si ga-
dis. "Cepat kau minum!" perintah Iblis Betina Dari Neraka.
"Apakah ini obat kuat untuk membang-
kitkan semangatku" Percayalah si Buyung tidak
mau bangkit apalagi melek jika hanya melihat
anumu yang bulukan! Ha ha...!"
Plak! Meskipun sakit akibat tamparan Mustika
Jajar, Suro Blondo tidak mengeluh apalagi menje-
rit. Ia malah tertawa dengan bibir terpencong.
"Jika saja tidak mengingat pesan Ratu Leak,
mulutmu yang kurang ajar itu sudah kulumat ha-
bis!" geram si gadis.
"Dengan apa kau hendak melumat" Kalau
dengan bibirmu juga, mana tahan!" ejek Suro.
"Rupanya kau ingin melihat gadis kerudung
putih itu mampus percuma?" sengit suara Mustika Jajar. Suro pun menoleh, kini
sekujur tubuh Dewi Kerudung Putih telah berubah menghitam seperti
terbakar. Dalam kesempatan itu terdengar suara
Dewi. "Apa pun yang terjadi padaku, jangan kau mau meminum racun dalam tengkorak
itu?" pesan Dewi Kerudung Putih.
"Kau dengar ucapannya. Jika kau menuruti
apa yang disarankannya, berarti kau sengaja
membiarkan jiwa dan raganya tersiksa! Hik hik
hik...!" "Perempuan jahanam, Ratu Leak juga ma-
nusia jahanam. Sudah kukatakan lepaskan dia!
Kau sekarang berada dalam posisi yang menang,
ingat! Aku tidak akan melupakan kejadian ini!" desis si konyol.
Iblis Betina Dari Neraka hanya diam saja. Ia
mendekatkan tengkorak berisi cairan ke mulut Su-
ro. Si pemuda katupkan bibirnya rapat-rapat.
"Kau menolak, berarti dua orang yang bera-
da di depanmu mati dengan percuma!" ancam
Mustika Jajar. Mendapat tekanan sedemikian rupa, Pende-
kar Mandau merasa tidak punya pilihan lain lagi.
Ia terpaksa membuka sedikit mulutnya. Cairan da-
lam mangkuk tengkorak segera dituangkan ke mu-
lutnya oleh Iblis Betina Dari Neraka.
EMPAT Gluk! Gluuk! Begitu cairan yang dituangkan oleh Mustika
mengalir dalam tenggorokan pemuda baju biru.
Maka meraunglah Pendekar Blo'on. Mata pemuda
ini mendelik seperti melihat setan telanjang. Tu-
buhnya menggelepar, seluruh badan Pendekar
Blo'on menjadi dingin. Dewi Kerudung Putih yang
dalam keadaan setengah sadar jelas tidak dapat
menolong si pemuda. Keadaan Pendekar Blo'on
benar-benar seperti orang yang telah berada di
ambang ajal. "Su-ro, ma-sih-kah ka-u men-de-ngar sua-
ra-ku...!" bertanya Dewi Kerudung Putih, suaranya seperti orang yang mengigau.
Tidak terdengar suara jawaban apa-apa. Dewi Kerudung Putih menjadi
cemas. Sementara itu Suro Blondo sudah terkulai.
Nadinya tidak berdenyut, dan jantungnya seakan
tidak berdetak lagi. Dalam suasana sedemikian
rupa, terdengar suara Mustika Jajar.
"Cangkir Tengkorak Pelumpuh Akal Pele-
mah Jiwa! Hi hi hi.... Kau sekarang telah berjalan mendekati Negeri Batas Ajal
Pendekar Blo'on! Di
mana seorang manusia yang sudah tua bangka
dan sakit-sakitan pun tidak berani ke sana. Sean-
dainya manusia itu adalah orang paling kaya raya, ia akan memilih menukar
hartanya daripada harus
dirinya yang datang ke sana! Selamat datang ke
negeri Batas Ajal, hi hi hi! Semoga para setan gentayangan menyambutmu dengan
baik!" dengus Iblis Betina Dari Neraka.
Gadis berpakaian tipis ini memperhatikan
tiga sosok tubuh yang sama-sama terkapar. Dua
diantaranya dalam keadaan pingsan berat, namun
entah bagaimana yang terjadi dengan Pendekar
Mandau Jantan. Sementara itu Ratu Leak yang tidak pernah
menampakkan diri itu mulai mempergunakan ke-
sempatan ini untuk membersihkan segala ingatan
Suro dari masa lalu dan menanamkan sebuah in-
gatan baru tentang segala sesuatu yang telah di-
rencanakan oleh Ratu Leak.
Sekarang kita ikuti bagaimana keadaan Su-
ro yang berada dalam pengaruh Cangkir Tengko-
rak Pelumpuh Akal Pelemah Jiwa itu. Keadaan Su-
ro saat itu memang antara hidup dan mati. Ji-
wanya mengembara melayang tidak tentu arah. Ia
merasa sedang berada di tengah-tengah alam an-
tara ada dan tiada. Ia seperti bercampak di tengah-tengah padang yang luas namun
mengerikan. "Dimanakah aku?" batin Suro. Ia memper-
hatikan keadaan di sekelilingnya. Merasa sepi,
seakan di tempat itu hanya si konyol saja yang hidup, tidak ada orang lain atau
makhluk bernyawa
yang lain. Dalam kesunyian yang mencekam itu
Suro celingak-celinguk. Tiba-tiba saja ia menden-
gar suara seseorang memanggil. Suara itu mirip
suaranya sendiri.
"Suro... ke sini...!"
Refleks, Pendekar Blo'on menoleh ke arah
kiri. Pemuda ini terperangah melihat ada seorang
pemuda lain yang sangat mirip dengan dirinya.
Hanya pemuda yang hampir sama dengan Suro ini
berwajah bengis, kulit hitam. Tatapan matanya si-
nis penuh angkara murka.
"Kkk... kau siapa?" tanya Suro dengan suara bergetar. Sosok yang berdiri di
samping kirinya tersenyum, sungguh senyumannya menggiriskan
hati. "Aku adalah saudaramu sendiri, aku adalah dirimu!" sahut sosok Suro namun
berwajah jelek menyeramkan. Suro memperhatikan cukup lama
juga. Baru kemudian mengguman dalam hati.
"Dia mengaku-ngaku sebagai saudaraku,
padahal sejak lahir aku merasa tidak punya sau-
dara, apalagi saudara sejelek ini?"
"Kau meragukannya" Tidakkah kau lihat
aku sangat mirip dengan dirimu?" bertanya sosok yang mirip dengan si pemuda.
"Entahlah, aku sekarang sedang bingung!
Aku tidak tahu sekarang berada di mana. Kalau
aku punya saudara mengapa tidak ada yang bi-
lang-bilang sejak dari dulu, apalagi kau mengaku-
ngaku sebagai saudaraku, sudah serem item lagi!"
celetuk Suro sambil garuk-garuk kepala.
"Ha ha ha...! Kau tidak percaya pada sesua-
tu yang bakal terjadi"! Ketahuilah bahwa sekarang ini kau sedang berada di
Negeri Ambang ajal. Ikut-lah bersamaku wahai saudaraku! Akan kutunjuk-
kan padamu sesuatu yang belum pernah kau lihat
selama ini! Mari...!"
Suro menjadi ragu, sosok yang mirip dirinya
baru saja mengatakan ia berada di Negeri Batas
Ajal. Artinya Pendekar Blo'on sudah berada di am-
bang kematian! Betapa mengerikan sekali yang
namanya kematian, apakah semua orang pernah
membayangkannya. Mati, tinggal di dalam kubur
sendiri. Tanpa sanak saudara atau teman-teman
yang dicintai. Betapa gelapnya alam kubur itu, be-narkah setelah mati selesai
semua urusan manu-
sia" Padahal kubur adalah alam baru, tempat ma-
nusia ditanya dan disiksa sampai tibanya hari
berbangkit. "Ayolah...!" sosok mirip Pendekar Blo'on kembali mendesak.
"Tidak! Kau bukan diriku, tapi hantu yang
meniru-niru aku!" sahut Suro sambil melangkah mundur. Sosok setinggi si konyol
dan mirip dengan pemuda itu menggeram marah.
"Akan kuperlihatkan padamu tempatku!
Mari...!" dengus sosok Suro Blondo. Lalu tiba-tiba saja orang itu menyambar
tangan Pendekar Blo'on.
Pemuda berambut kemerahan ini merasa seperti
berada di sebuah tempat tanpa beban. Ia merasa
dirinya menjadi ringan, bahkan lebih ringan dari
kapas yang diterbangkan angin.
*** Dulu aku tidak pernah melihat ada lorong-
lorong indah seperti ini, Manusia Topeng" Sebuah
tempat yang indah, namun aku merasakan ketidak
nyamanan di dalam sini!" kata Wayan Tandira.
"Apa yang kau lihat adalah perubahan
alam, ini yang namanya stalamit dan stalagnit! Naluriku mengatakan jika kita
dapat menjebol dind-
ing batu di sebelah sana. Kita segera menemukan
tiga sosok tubuh yang kau kenal!" sahut laki-laki pendek bertopeng anak-anak.
"Maksudmu?" tanya Wayan Tandira dengan
kening berkerut.
"Di sebelah dinding sana kulihat merupa-
kan bagian Lahat Bakutuk. Tiga kawanmu terpe-
rangkap disana!" jelas Manusia Topeng. Wayan anggukkan kepala, ia melangkah
lebih ke depan lagi. Tiba-tiba saja ada sinar putih menyambar seperti kilat dari langit-langit
lorong. Sinar tersebut menghantam sekujur badan Wayan yang terbalut
akar hitam. Byar! Byaar! Laki-laki ini menjerit saat merasakan seku-
jur tubuhnya dijalari hawa panas bukan alang ke-
palang. Sinar itu berpedar seperti kunang-kunang
ke seluruh pembuluh akar-akaran yang melibat
tubuhnya. Manusia Topeng memperhatikan semua
ini dengan penuh rasa takjub. Sekonyong-konyong
ia memandang ke langit lorong. Benda yang sama
seperti yang melibat tubuh Wayan Tandira juga
banyak bergelantungan di sana.
"Betapa beruntungnya orang ini, Akar Bumi
yang melibat tubuhnya juga ada di sini. Berarti kesaktian yang dimilikinya
bertambah dengan mun-
culnya sinar tadi. Banyak sekali keanehan di sini, penderitaan yang dialaminya
selama ini adalah peruntungan baginya juga!" desis Manusia Topeng.
"Orang tua, kau lihatkah sinar tadi" Aku
merasa seperti ada sesuatu menghantam diriku!
Tubuhku sekarang semakin ringan, apakah yang
telah terjadi?" tanya Wayan Tandira begitu dirinya bangkit berdiri.
"Itulah keberuntunganmu, kau pantas
mengucapkan puji sukur pada Tuhan yang telah
memberi kelimpahan dan tambahan kesaktian
tanpa terduga-duga!" ujar Manusia Topeng.
Wayan Tandira kerutkan keningnya.
Aku tidak tahu apa maksudmu?"
"Akar-akar yang membalut tubuhmu itu."
kata Manusia Topeng dan wajah di balik topeng
tersenyum. "Apa kau pikir emakmu yang menem-
pelkannya, atau kau pikir hasil kerja ayahmu, ne-
nekmu, pacarmu atau gendakmu! Semua itu ada-
lah karunia Tuhan. Penderitaanmu selama tiga pu-
luh tahun dibenam oleh Ratu Leak, tanpa terduga-
duga berbalas dengan karunia Tuhan. Akar Bumi,
Sang Fajar Bersinar Di Bumi Singasari 5 Ilmu Silat Pengejar Angin Karya Siasa Misteri Elang Hitam 1
^