Pencarian

Betina Dari Neraka 2

Pendekar Bloon 4 Betina Dari Neraka Bagian 2


patung yang telah hidup itu.
"Mulai saat ini kau harus mengabdi kepada muridku, Perkasa...!" katanya
ditujukan pada patung bernyawa tersebut.
Si Perkasa menganggukkan kepalanya dengan gerakan yang kaku. Tatapan matanya
yang dingin memandang tajam pada Tua Tengkorak Mata Api.
"Selamat tinggal Mustika Jajar...!"
"Guru?"
Terlambat. Tua Tengkorak Mata Api
telah menghilang dari pandangan mata Mustika Jajar. Gadis itu hanya dapat
menggelengkan kepalanya berulang-ulang.
"Perkasa! Coba kau tunjukkan
kehebatan yang kau miliki!" perintah Mustika Jajar beberapa saat kemudian dengan
penuh manja. "Apakah aku harus menghancurkan bangunan ini, tetua?" tanya Perkasa.
Suaranya terdengar begitu serak dan berat.
"Oh... jangan! Di luar bangunan ini banyak terdapat batu-batu besar yang dapat
kau pergunakan bahan uji cobamu!"
"Sebaiknya kita ke sana, Tetua!"
Dengan disertai Perkasa, Mustika
Jajar meninggalkan ruangan itu. Tidak lama sampailah mereka di halaman luas.
"Kau tinggal memilih, mana yang ingin kau hancurkan lebih dulu, yang besar atau
yang kecil...!"
"Aku memilih yang besar!"
Ki Alit, Damerta dan Wiku Palawa
ikut menyaksikan apa yang akan dilakukan oleh Perkasa. Sementara laki-laki yang
hanya memakai cawat ini mulai
menggerakkan tangan-tangannya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat, tubuh
Perkasa telah mengeluarkan cahaya
kemerah-merahan seperti bara. Suasana di sekitarnya berubah panas. Hingga
membuat Mustika Jajar dan begundal-begundalnya terkesiap kaget.
"Hiaa...!"
Terdengar suara teriakan
menggeledek. Lalu kedua tangan Perkasa dihentakkannya ke depan
Wuut! Wuut! Wuus! Tiga bola api melesat dari telapak tangan Perkasa. Kemudian dari mulutnya yang
terbuka melesat pula bola api yang sama. Melesat keenam sasaran sekaligus.
Ini merupakan sebuah kenyataan yang sangat langka.
Buum! Buum! Ledakan-ledakan dahsyat terjadi
berturut-turut hingga membuat suasana seperti mau kiamat saja layaknya. Batu-
batu sebesar kerbau yang terkena pukulan Perkasa hancur berkeping-keping menjadi
serpihan debu. Suasana di sekeliling mereka menjadi gelap gulita. Damerta, Ki
Alit bahkan sempat terpelanting akibat terpengaruh getaran yang ditimbulkan oleh
pukulan itu. Sedangkan Wiku Palawa tergetar tubuhnya. Ia mempergunakan
tongkatnya untuk tetap bertahan. Mustika Jajar sendiri terpaksa mengerahkan
tenaga dalamnya agar tidak sampai terjatuh.
Perkasa terus mengumbar pukulan-
pukulan dahsyat yang dimilikinya, hingga membuat batu-batu menjadi porak
poranda. Ledakan-ledakan terus terdengar. Bola api berpijar menghantam sasaran apa saja
yang dikehendaki oleh si Perkasa.
"Cukup! Cukup Perkasa...!" kata Mustika Jajar.
"Kalau tetua mengatakan sudah cukup, maka aku segera menyudahinya!"
sahut Perkasa dalam kegelapan akibat debu-debu yang berterbangan. Benar saja,
Perkasa menghentikan pukulan-pukulan dahsyat yang dimilikinya. Suasana
kemudian berubah seperti biasa kembali.
Cuma kali ini pemandangan disekeliling mereka benar-benar tidak enak dilihat
mata. Pecahan-pecahan batu bertebaran di mana-mana. Sementara bila Mustika Jajar
memandang ke arah Perkasa. Jelas sekali terlihat bahwa laki-laki yang hanya
memakai cawat ini sama sekali tidak mengalami kelelahan.
"Kau benar-benar sangat Perkasa sesuai nama yang diberikan guru
kepadamu." puji Mustika Jajar bangga.
"Aku tercipta dari api. Karena itu adalah kekuatan sekaligus asal-usulku.
Untuk kepentingan orang-orang yang
mengabdi pada para iblis. Tidak salah rasanya jika penghulu kegelapan memberikan
yang terbaik pada tetua." jawab si perkasa kalem.
"Penghulu kegelapan?" tanya Wiku Palawa tercengang.
"Penghulu kegelapan adalah rajanya dari seluruh para iblis dan setan." jelas
Mustika Jajar yang memang sudah banyak tahu tentang hal ini.
"Benar... memang dari sanalah asalku! Sekarang aku ini bertanya tetua"
Tugas apakah yang harus kukerjakan?"
"Tugasmu tidak sulit! Untuk pertama kau mengawalku di mana saja aku pergi.
Sedangkan untuk meneruskan pekerjaan Sugriwa yang tewas di tangan seseorang
kuserahkan pada Damerta dan juga uwa Wiku Palawa. Di samping bunuh siapa saja
yang mencoba merintangi gerakan kita. Aku yakin mungkin dalam waktu tidak sampai
satu purnama, kita telah berhasil
menguasai rimba persilatan di tanah Jawa ini."
"Jika orang-orang itu telah mati semua, kita dapat membuat generasi baru.
Yaitu generasinya para iblis!" ujar Wiku Palawa.
"Benar... dan sebaiknya kalian berangkat sekarang untuk menyapu bersih golongan-
golongan yang tidak pernah sejalan dengan kita!" kata Mustika Jajar.
Tidak lama kemudian berangkatlah Damerta dan juga Wiku Palawa. Di tengah jalan
mereka berpisah. Damerta dan Ki Alit bergabung menjadi satu kelompok. Sedangkan
Wiku Palawa melakukan perjalanan seorang diri menuju ke arah timur.
7 Pamali merasa puas dengan hasil
kerjanya. Ikan-ikan di sungai Citarum menggelepar mati. Itu pertanda racun
Sangkaning Hurip telah bekerja sebagaimana yang diharapkannya. Ia menarik nafas
panjang. Senyumnya mengembang.
"Sugriwa telah mengerjakan sebagian rencana dengan baik. Kematian menyebar di
mana-mana. Siapa yang mampu menghalangi sepak terjangnya para iblis. Sebagaimana
dalam perjanjian para iblis. Setiap anggota mempunyai tugas untuk menghancurkan
seluruh umat manusia di kolong langit ini. Dan tentu saja sebentar lagi di
daerah sungai Citarum ini kematian akan menjemput setiap makhluk-makhluk yang
bernyawa!"
"Perbuatan seperti itu memang hanya merupakan perbuatan seorang iblis! Mudah-
mudahan kau menjadi petunjukku agar aku dapat menjumpai siapa saja yang berdiri
di belakangmu, manusia biadab!"
"Eeh...!" Pamali jelas-jelas ter-
kejut sekali karena tidak menyangka ada orang lain yang mengetahui perbuatannya.
Ia cepat sekali memutar tubuhnya ke arah datangnya suara. Tapi kemudian ia
tersenyum ketika melihat orang yang baru saja bicara tadi tidak lain hanya
seorang pemuda bertampang tolol berambut hitam kemerah-merahan. Hanya ada satu
hal yang membuatnya heran. Di bagian pinggang pemuda itu menggelantung tali ikat
seperti ujud seorang laki-laki.
"Kau... siapa kau yang sebenarnya"
Cepat pergi dari hadapanku atau kau ingin agar aku membunuhmu?" bentak Pamali
dengan garang. Laki-laki berbaju hitam bersenjata pedang dan lipan-lipan berbisa
ini maju dua tindak ke depan si pemuda.
Suro Blondo seka jidatnya. Lalu
menggaruk-garuk rambutnya yang hitam kemerah-merahan.
"Ini juga salah satu dari iblis itu" Kau pantas memberinya pelajaran kalau perlu
membunuhnya sekalian! Tapi kau harus berhati-hati!" Wiro Suryo yang dapat
merubah tubuhnya menjadi pipih dan tetap menggelantung di pinggang Suro Blondo
tidak bedanya dengan ikat pinggang ini memberi peringatan.
"Beres!" sahut Suro Blondo. Pamali yang tidak sadar bahwa saat itu Pendekar
Blo'on sedang bicara dengan bayi
bangkotan itu tentu saja merasa heran
mendengar ucapan si pemuda bertampang tolol yang cukup keras.
"Keparat! Cepat katakan siapa kau"
Jangan hanya bilang beres-beres saja!"
bentaknya garang.
"Bagaimana Tenggiling Kedil" Apakah aku harus menjawabnya?"
"Katakan saja, begok. Mengapa harus tanya aku" Lama kelamaan ia bisa
menganggapmu seperti orang gila. Karena dia memang tidak dapat melihatku!"
"Goblok! Kau juga sama tololnya seperti aku!" maki Suro Blondo. Pamali tentu
saja menganggap pemuda berambut hitam kemerahan itu menghinanya sehingga
membuatnya semakin bertambah marah.
"Rupanya kau benar-benar membuat hilang kesabaranku! Sekarang rasakanlah tinjuku
ini!" Belum selesai dengan ucapannya,
Pamali telah menghantam dada Suro Blondo.
Pemuda ini yang memang telah bersikap waspada sejak dari tadi segera berkelit
menghindar sambil berjingkrak-jingkrak seperti seekor monyet yang baru saja
mendapatkan anaknya. Hantaman tinju yang menggeledek itu luput dari sasarannya.
Kenyataan ini sudah cukup untuk membuka mata Pamali. Ia terkejut, 'Kepalan Naga
Merah' sebagaimana yang diyakininya selama ini bukan merupakan pukulan yang
dapat dianggap enteng, karena selain
mengandung tenaga dalam tinggi, juga mengandung racun yang sangat ganas. Daya
hancurnya setara dengan bisa kelabang-kelabang merah yang menjadi senjata
rahasianya "Rupanya kau mempunyai kepandaian juga, eeh..." Tapi di hadapanku kau tidak
dapat bertingkah lebih jauh lagi. Kau akan mati di tanganku!" Pamali menggeram
marah. Deb! Bet! "Huyaa!"
Sambil berteriak nyaring, Pamali
memutar tubuhnya setengah lingkaran.
Setelah itu ia melompat ke depan sambil melancarkan serangan-serangan keras
mematikan. "Kerahkan jurus 'Serigala Melolong Kera Sakti Kipaskan Ekor'...!" Wiro Suryo
memberi aba-aba. Pendekar Blo'on sempat terkejut juga mendengar ucapan
Tenggiling Kedil. Karena sama sekali ia tidak menyangka bahwa sahabat yang baru
dikenal dan wajahnya selalu memancarkan cahaya putih berkilau ini dapat
mengetahui jurus-jurus yang dimilikinya. Sungguh pun demikian, ia merasa tidak
punya kesempatan untuk berfikir lebih jauh lagi.
"Hait! Heaaa...!"
"Nguk...!"
Dengan lenturnya Suro Blondo
bergerak menghindari serangan-serangan ganas yang datang bertubi-tubi. Sesekali
ia terhuyung sambil menggaruk-garuk badannya, lalu melompat-lompat. Sungguh pun
gerakan-gerakan yang dilakukannya tidak jauh bedanya dengan gerakan monyet.
Tapi hingga sampai sejauh itu lawan masih belum dapat menjatuhkannya.
"Keparat, kunyuk hina...!"
"Jangan hanya ngebacot! Nih makan tinjuku!"
Buuk! Jrot! Dengan gerakan yang sangat sulit
diikuti kasat mata. Suro Blondo berhasil menghantam hidung Pamali hingga
mengucurkan darah. Lawan menggeram penuh kemarahan. Laksana kilat ia melakukan
serangan balik.
"Huup...!"
Duuk! Duuk! "Wuagkh...!"
Suro Blondo sempat terhuyung-
huyung begitu jemari tangan lawannya menyodok dada. Tapi ternyata jemari tangan
Pamali yang mengandung racun itu tidak membawa akibat apa-apa bagi Suro,
sehingga membuat lawannya jadi bertambah kaget saja. Tidak heran, karena ketika
digembleng oleh gurunya Penghulu Siluman Kera Putih di Gunung Mahameru. Suro
Blondo memang digodok di dalam sumur beracun yang di dalamnya juga berkeliaran
ular merah dalam jumlah yang tidak terhitung. Itu sebabnya ia kebal terhadap
semua jenis racun.
Jika Pamali sempat tercengang-
cengang melihat lawan dalam keadaan segar bugar.
Sebaliknya Wiro Suryo yang memiliki tinggi badan tidak sampai setengah meter itu
malah tidur mendengkur sambil
bergelayutan di pinggang Suro Blondo.
"Ha ha ha... keluarkan apa aja yang kau miliki! Jika kau sudah kubekuk. Tidak
ada jalan lain bagimu untuk menyelamatkan diri terkecuali menunjukkan di mana
tempat tinggal tetuamu!" Melihat lagak Suro Blondo yang petantang-petenteng.
Pamali semakin bertambah berang.
"Makanlah nih."
Pamali tiba-tiba merogoh sesuatu
dari balik bajunya. Begitu tangannya dihantamkan ke arah lawannya. Maka enam
buah benda berwarna merah dan cukup panjang melesat ke arah si pemuda. Pemuda
tampan bertampang tolol ini masih sempat melihat bahwa lawannya menyambitkan
kelabang-kelabang berbisa ke arahnya. Ia tidak tinggal diam. Dengan cepat ia
melepaskan pukulan 'Ratapan Pembangkit Sukma'. Inilah salah satu pukulan yang
diwariskan oleh kakek merangkap gurunya, yaitu Malaikat Berambut Api, manusia
sakti berwatak aneh yang tinggal di pulau
Seribu Satu Malam. Angin kencang laksana badai topan menderu, menggulung apa
saja yang dilaluinya. Bersamaan dengan
menderunya gelombang angin kencang tersebut terlihat sinar putih laksana salju.
Udara dingin terasa sedemikian mencucuk. Lalu.... Terdengar enam kali dentuman
menggelegar berturut-turut.
Senjata rahasia yang disambitkan Pamali hancur berkeping-keping. Lebih dari itu
kaki tangan Iblis Betina Dari Neraka ini sempat
terpelanting. Dari mulut dan
hidungnya menyembur darah kental. Sekujur badan Pamali berubah memutih setengah
membeku. Pamali merasa tubuhnya seperti dibenamkan di lautan es. Lebih celaka
lagi ia tidak dapat menggerakkan
badannya, sungguh pun ia telah
mengerahkan hawa murni untuk melenyapkan pengaruh dingin yang bersumber dari
pukulan yang dilepaskan oleh Suro Blondo.
"Bangsat pengecut!" Pamali memaki.
Sementara itu Suro Blondo hanya
cengar-cengir. Seraya berjalan mendekati lawannya yang dalam keadaan kepayahan
itu. "Bagaimana Wiro Suryo! Apakah kita harus membunuhnya atau mengajak dia menemui
atasannya?"
"Jika kau tidak mau disebut sebagai pendekar pengecut! Sebaiknya kau biarkan
hidup saja. Kita dapat memanfaatkannya
untuk kita jadikan penunjuk jalan. Kalau kau setuju, tentu saja nasibnya akan
lebih baik...!" sahut Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil lalu tertawa membahak.
"Sialan kau bayi bangkotan. Kau bukan membantuku, tapi malah menjadi bebanku!"
"Ah... jangan begitu sobat! Hidup delapan puluh tahun aku sudah lebih berjalan.
Apa salahnya sekarang aku menumpang di pinggangmu, tokh beratku seperti kapas!
Ha ha ha...!"
"Gila betul...!"
Pamali sungguh pun dalam keadaan
setengah sadar masih sempat mendengar ucapan si pemuda yang tampaknya seperti
sedang bicara dengan seseorang. Tapi ia sama sekali tidak melihat siapa orang
yang diajak bicara oleh pemuda yang telah menjatuhkannya. Sehingga dalam hati ia
berkata. "Pemuda bertampang tolol berambut hitam kemerahan ini mempunyai ilmu tinggi.
Inikah orangnya yang dikatakan tetua sebagai Pendekar Blo'on.
Tapi... mengapa ia bicara seorang diri"
Kurasa ia pemuda sinting."
"Jangan cuma menggerutu. Sekarang sudah waktunya bagimu untuk membawaku kepada
tetuamu!" Sungguh pun Pendekar Blo'on bicara dengan serius. Tapi
tampangnya tetap saja lucu sehingga
membuat lawannya tetap bertahan.
"Tidak seorang pun yang dapat memaksaku, Aku tidak mau menunjukkan tempat
kediaman tetuaku!"
"Kurang ajar! Dalam keadaan hampir mati membeku, rupanya kau tetap keras kepala
juga, ehh..." Jika kau tetap menolak, maka aku akan memotong kuping dan
hidungmu! Bagaimana apakah kau masih tetap membangkang?" gertak si pemuda.
"Jangankan baru kuping dan hidung.


Pendekar Bloon 4 Betina Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sungguh pun aku harus mempertaruhkan leherku aku tidak takut!"
"Bagaimana ini Tenggiling Kedil. Ia tetap membangkang! Apakah kau mau telinga
dan hidungnya orang jelek ini?" tanya Pendekar Blo'on melalui ilmu menyusupkan
suara. "Siapa sudi!" dengus Wiro Suryo melalui ilmu menyusupkan suara juga.
"Telinganya congekan, sedangkan hidungnya banyak upilnya. Kalau kau suka yang
asin-asin dan yang pahit sebaiknya kau saja yang makan!"
"Gila kau! Aku lebih suka memenggal kepalanya untuk kuhadiahkan pada tetua orang
ini." "Kalau begitu lakukanlah, kurasa Mandau milikmu sudah saatnya keluar dari
rangkanya!" Tenggiling Kedil yang dapat membentuk badannya menjadi bulat macam
tenggiling mendukung.
Pendekar Blo'on kembali menghadap
ke arah Pamali. Ia memegang gagang mandau berbentuk seperti patung pertapa itu
di balik bajunya. Tidak lama kemudian ia berkata pelan, namun pasti.
"Jadi kau tetap tidak mau merubah pendirianmu?"
"Tidak!"
Singg! Terdengar suara mendengung ketika
Pendekar Blo'on mencabut senjatanya yang berbentuk aneh dan mempunyai lubang
pipih pada bagian tengahnya ini. Senjata berwarna hitam ini
mempunyai ujung
runcing ganda. Dan dapat mengeluarkan berbagai jenis suara bila pemiliknya
mengerahkan tenaga dalam pada senjata itu. Pamali hanya dapat membelalakkan
matanya ketika senjata maut itu
menghantam batang lehernya.
Hiiiiiik...! Crees! Dheel! Kepala Pamali menggelinding, batang lehernya yang terputus menyemburkan darah
segar. Kepala itu ditenteng oleh Suro Blondo.
"Tampangmu geblek, tapi kau sadis juga!" Wiro Suryo mengomentari.
"Hhh, jika kebaikan tidak mampu mengatasi dalam menegakkan kebenaran.
Terkadang kita juga perlu ketegasan.
Sudahlah, sebaiknya kau merat dari
pinggangku!" kata si pemuda mengungkit-ungkit persoalan Wiro Suryo yang terus
mengikutinya. "Jangan cerewet! Ha ha ha...! Pada saatnya nanti aku akan pergi dengan
sendirinya!"
Sambil menenteng kepala Pamali.
Suro Blondo mengayunkan langkahnya menelusuri padang ilalang yang cukup luas.
8 Damerta dan Ki Alit tiba-tiba
tersentak kaget ketika melihat ada potongan kepala melayang ke arahnya.
Mereka lebih terkejut lagi setelah diperiksa ternyata potongan kepala itu tidak
lain merupakan potongan kepala kawan mereka sendiri.
"Pamali" Apa yang telah terjadi dengannya?" desis Ki Alit dengan perasaan kecut
bercampur rasa geram. Damerta lain lagi, karena kepala itu bagian wajahnya
menghadap ke arahnya. Di samping itu mata Pamali melotot dan lidahnya terjulur.
Tentu saja ia cepat melangkah mundur, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Siapa pun yang telah membunuhnya tentu dia memiliki kepandaian yang sangat
tinggi!" desis Damerta kemudian.
"Apa yang harus kita lakukan" Tugas
kita belum beres, apakah salah seorang dari kita harus melaporkan kejadian ini
kepada tetua?"
Damerta terdiam, keningnya berkerut dalam. Ia sendiri merasa heran. Karena
seingatnya Pamali, tokoh sesat dari tenggara ini selain memiliki kelabang
beracun juga mempunyai ilmu pedang yang sangat tinggi. Jurus Inti Pamungkas
adalah salah satu yang sangat
diandalkannya. Jika seseorang mampu membunuhnya. Tentu orang itu memiliki
kepandaian jauh di atas Pamali.
"Huh, hanya orang yang sudah bosan hidup saja yang begini gegabah
membunuhnya...!"
Belum sempat Ki Alit meneruskan
kata-katanya. Dari atas bukit di sebelah kanan mereka tiba-tiba saja
menggelinding batu-batu besar disertai gelak suara seseorang.
"Sahabatku Tenggiling Kedil!
Lihatlah para iblis yang pada
kebingungan. Melihat kawannya mati mereka hanya dapat sesumbar, bingung-bingung
sambil menggaruk kepala. Jika mereka merupakan kaum yang berfikir. Tentu saat
ini mereka sudah harus menggali lubang untuk kubur kawannya dan kubur mereka
sendiri!" "Lha dalah... sialnya nasibmu dan nasibku, Pendekar Blo'on. Setiap bertemu
dengan para iblis kita hanya mendapatkan cecurutnya. Biangnya iblis belum juga
kita dapatkan. Apakah kita harus
menggebuknya sampai mampus?"
Lalu terdengar suara tawa ha-ha-he-he. Sementara mereka yang berada di bawah
bukit sibuk selamatkan diri dari
terjangan batu-batu yang dijatuhkan oleh Suro Blondo. Maka Wiro Suryo, bayi
bangkotan yang selalu menggandul di pinggang Suro Blondo melompat dan berdiri di
samping pemuda berambut kemerahan itu.
Tinggi badannya yang tidak sampai
setengah meter itu memang selalu
mengundang tawa bagi Suro Blondo. Karena pada dasarnya mereka memang sama-sama
konyol. Tidak heran jika mereka kelihatan begitu cocok antara satu dengan yang
lainnya. "Manusia kurang ajar yang di atas bukit! Apa keinginan kalian sehingga menyerang
kami begini rupa?" bentak Ki Alit setelah selamat dari timpahan batu-batu.
Pendekar Blo'on tidak langsung menjawab, melainkan menoleh ke arah laki-laki
super pendek yang berdiri di
sebelahnya sambil garuk-garuk kepala.
"Mereka bertanya apa keinginanmu, Tenggiling Kedil! Hayo coba terangkan apa yang
kau inginkan dari mereka?"
"Goblok! Aku ini hanya penonton, kau yang punya urusan dengan mereka.
Kalau kau melihat sekian ribu jiwa tewas akibat ulah mereka, apakah menurutmu
nyawa mereka sudah setimpal untuk
membayar hutang-hutang nyawa mereka?"
"Untuk membayar bunganya saja belum cukup. Tapi alangkah baiknya kita ajak
bicara dulu mereka sambil minum air sungai beracun!" kata Suro Blondo lugu.
"Sinting...! Kepada musuh tidak perlu diajak bicara. Mereka dapat
melicikimu. Lebih baik aku yang
mendatangi mereka dulu setelah itu kau baru menyusul...!"
Belum sempat Suro Blondo mengatakan sesuatu, Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil
itu telah melipat badannya dalam posisi sedemikian rupa. Tubuh Wiro Suryo benar-
benar berubah bulat macam buah jeruk. Seperti seekor tenggiling ia menggelinding
menuruni bukit.
Damerta dan Ki Alit tentu saja
terkejut karena menyangka ada batu-batu lagi yang sengaja dilemparkan oleh si
pemuda di atas bukit sana. Untuk itu keduanya langsung memasang kuda-kuda untuk
mempertahankan diri dari serangan.
"Gila... benda bulat ini bagaimana mungkin dapat menyerang begini rupa?"
batin Damerta sambil menghindari Wiro Suryo yang telah melipat badannya hingga
berubah bulat sedemikian rupa.
"Hei...!"
Ki Alit berkelit menghindar saat
Wiro Suryo menerjangnya. Tapi apa yang dilakukannya masih kalah cepat dengan
gerakan Wiro Suryo. Tidak ayal lagi.
Buuk! "Heekgh...!"
Ki Alit terhuyung-huyung. Kini
Tenggiling Kedil berbalik menyerang Damerta. Laki-laki ini sempat terkejut
beberapa saat tadi. Karena ia melihat benda bulat yang bagaikan jeruk itu
menghantam Ki Alit dengan mempergunakan tangannya yang cukup pendek.
Duk! Duuk! "Hiya...!"
"Ha ha ha...!"
Dalam keadaan sulit bernafas, tiba-tiba Damerta melihat seorang pemuda
bertampang tolol telah berdiri di
belakang mereka sambil berkacak pinggang.
"Kau... manusia super kerdil...!
Kita telah tertipu oleh orang-orang yang tolol!" maki Ki Alit setelah melihat
benda yang menyerangnya tadi ternyata merupakan laki-laki berbadan tidak sampai
satu meter, berjenggot serta berkumis putih. Yang membuat mereka sempat
terkesima adalah karena wajah orang aneh di depan mereka memancarkan cahaya
berwarna putih laksana perak. Silih berganti mereka memandang ke arah Suro
Blondo dan Wiro Suryo. Tiba-tiba mereka
tertawa geli melihat wajah Wiro Suryo dan Suro Blondo. Wajah pemuda berambut
kemerahan di depannya, sungguh pun tampan, namun terkesan seperti orang tolol.
Sedangkan bila melihat ke arah laki-laki super pendek dengan tinggi tidak lebih
dari anak berumur satu tahun, lebih parah lagi. Hanya yang tua ini sungguh pun
tampangnya seperti orang bego namun memancarkan cahaya yang menak-jubkan.
"Orang-orang goblok darimanakah kalian" Kalian tidak ubahnya seperti badut. Jadi
karena melihat tampang kalian yang begini lucu, kami sungguh pun telah kalian
serang masih ada kesempatan bagi kalian untuk hidup lebih lama!" kata Damerta
sambil tertawa lebar. Lain halnya dengan Ki Alit yang agaknya lebih teliti dan
mengingat pesan tetua mereka. Kakek tua yang mempunyai badan super pendek memang
sama sekali tidak dikenalnya. Tapi pemuda bertampang tolol berambut hitam
kemerah-merahan dan berbaju biru ini mana bisa dia lupa.
"Ciri-ciri yang disebutkan oleh Mustika Jajar sama persis dengan ciri-ciri yang
dimiliki pemuda ini." Sehingga dengan cepat ia memotong.
"Tidak bisa! Yang kerdil boleh saja merat dari hadapan kami. Tapi kau pemuda
berambut merah... Kau harus tinggal di
sini dan menyerahkan diri dengan
sukarela!" tegas Ki Alit serius sekali.
"Bagaimana ini, Tenggiling Kedil"
Ternyata mereka lebih suka padamu dari pada denganmu!" kata Suro Blondo melalui
ilmu mengirimkan suara. Tapi kepada Damerta dan Ki Alit kata-katanya berubah
tegas dan penuh ancaman.
"Rupanya kita mempunyai tujuan yang sama. Kau memintaku dan aku sesungguhnya
memang menginginkan nyawa kalian!"
"Apakah kau manusianya yang bernama Suro Blondo dengan gelar Pendekar
Blo'on?" tanya Ki Alit ingin memastikan dugaannya.
"Benar! Akulah orangnya." sahut si pemuda.
"Bagus... tidak bersusah payah rupanya kami mencarimu. Tidak kami kira kau
datang menyerahkan diri dengan sukarela." kata Damerta. Laki-laki yang sangat
dikenal dengan jurus-jurus tangan kosongnya ini langsung bergerak mengurung
buruannya dari arah kanan. Suro Blondo tetap tenang. Malah ia sempat tersenyum,
kemudian menyeka keringat yang mengalir di keningnya.
"Melihat kalian telah mengenalku, dan aku belum mengenai kalian pada waktu
sebelumnya. Tentulah orang yang berdiri di belakang kalian merupakan Iblis
Betina Dari Neraka, bukan?"
Sungguh pun Suro Blondo hanya
bersifat menduga-duga saja, tapi melihat calon lawannya sempat berubah air
mukanya. Maka kini Pendekar Blo'on sudah dapat memastikan bahwa dugaannya itu
benar. "Kau tidak perlu tahu siapa tetua kami. Sekarang kau tinggal memilih apakah
ingin menyerah secara baik-baik atau memilih jalan kekerasan?" kata Ki Alit.
Seraya lalu mencabut senjatanya yang berbentuk aneh. Melengkung seperti bulan
sabit. Namun mempunyai ujung pengait bagaikan mata tombak.
"Tampaknya di antara kita memang sama-sama menghendaki kekerasan." dengus Suro
Blondo. Ia kemudian berpaling ke arah Wiro Suryo, tapi rupanya laki-laki
bangkotan berbadan super kerdil ini telah menyerang Damerta dengan mengandalkan
jurus-jurus Tenggiling Kedilnya.
"Ha ha ha...! Cocok bukan, kita berhadapan satu lawan satu!" kata Ki Alit tetap
menganggap remeh lawannya.
Tidak perlu berkata lagi, Suro
Blondo langsung menyerang lawannya dengan mengandalkan jurus 'Kera Putih Memilah
Kutu'. Ki Alit langsung tersenyum
mengejek melihat jurus konyol yang dimainkan oleh si pemuda. Ia dapat memastikan
tidak sampai tujuh jurus tentu pemuda berambut hitam kemerahan itu dapat
dirobohkannya. Apalagi ia sekarang memegang senjata andalannya.
* * * * Untuk itu ketika ia membuka
serangannya, Ki Alit langsung mengerahkan
'Memanah Rembulan Bintang Berguguran'.
Senjata berbentuk bulan sabit di
tangannya dan memiliki sisi lain yang sangat runcing lagi tajam menyodok
sekaligus membabat perut Suro Blondo.
Dengan gerakan yang sangat indah bagaikan monyet yang sedang bersalto. Pendekar
Blo'on berkelit menghindar.
Wuuk! Serangan luput. Ki Alit kembali
menghantamkan senjatanya sekaligus melepaskan satu tendangan telak ke dagu
lawannya. "Hait! Hampir ambrol perutku!"
desis Suro sambil melakukan serangkaian liukan indah. Dua kali serangan
gencarnya menemui sasaran kosong. Sudah cukup membuka mata Ki Alit bahwa
lawannya benar-benar tidak dapat dianggap sepele.
Ia pun membuka jurus baru 'Menumpas Badai Topan'. Ini merupakan salah satu jurus
terhebat yang dimiliki oleh Ki Alit.
Rupanya ia benar-benar menyadari bahwa lawannya tidak dapat dianggap main-main.
Hanya dalam waktu sepuluh jurus di
depan, serangan-serangan Ki Alit berubah cepat dan sangat mematikan sekali. Di
mata Suro senjata lawannya tampak berubah menjadi banyak. Ia tentu saja tidak
mau bertindak ayal-ayalan lagi. Apalagi orang yang dihadapinya merupakan kaki
tangan musuh bebuyutannya. Kini ia mempergunakan jurus Seribu Kera Putih
Mengecoh Harimau.
Diiringi dengan suara teriakan melengking tinggi. Suro Blondo berkelebat lenyap.
Dalam penglihatan Ki Alit tubuh lawannya berubah menjadi tidak terhitung. Kemana
pun ia berusaha membabatkan senjatanya.
Tetap saja tidak mencapai sasaran. Ki Alit semakin marah, kedua rahangnya
bergemeletukan. Sedangkan bibirnya terkatup rapat. Menghadapi kenyataan
sedemikian rupa, tangan kirinya melepaskan pukulan secara beruntun ke arah
lawannya. Seleret sinar hitam melesat dan
menghantam setiap bayangan lawannya yang bergerak cepat bagaikan setan.
Buum! Salah satu pukulan di antara sekian banyak pukulan yang dilepaskannya
menghantam Suro Blondo. Hingga membuat pemuda itu jatuh terjengkang. Sudut-sudut
bibir Suro Blondo mengalirkan darah.
Sebelum ia sempat berdiri sepenuhnya.
Lawan telah menghunuskan senjatanya ke bagian perut pemuda itu. Ia terkesiap
namun cepat membuang tubuhnya ke kiri sambil lepaskan satu tendangan telak ke
arah kaki Ki Alit. Tidak menyangka lawannya yang dalam keadaan terjepit itu
masih dapat melepaskan serangan balasan.
Sedapat-dapatnya Ki Alit menghindar. Tapi gerakannya kalah cepat.
Buuk! "Aaaa...!" Ki Alit terpincang-pincang, rasa sakit akibat tendangan Suro Blondo
terasa sampai ke otaknya.
Suro Blondo bangkit berdiri. Masih dalam keadaan terhuyung-huyung senjata
lawannya kembali menderu, menusuk ke bagian iganya. Suro melompat ke samping,
tapi lawan masih sempat menghantam punggungnya. Sungguh pun Pendekar Blo'on
dapat menghindari serangan senjata yang sangat mirip dengan pengait serta gancu
itu. Untuk yang kesekian kalinya, Suro
terpelanting lagi. Punggungnya yang terkena pukulan lawannya terasa panas
seperti terbakar. Sementara dari
hidungnya mengalir darah kental. Jelas sekali pemuda ini menderita luka dalam,
"Goblok! Mengapa kau biarkan dirimu menjadi bulan-bulanan lawan! Kerahkan
kepandaian yang kau miliki!" terdengar suara seperti lebah mendengung di
telinganya. Dan suara itu jelas suara Wiro Suryo.


Pendekar Bloon 4 Betina Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Enak saja kau bicara! Karena kau mempergunakan ajian 'Suket Sekilen', makanya
dapat mempecundangi lawanmu tanpa lawan tahu posisimu di mana. Sedangkan aku
mana bisa menghilang seperti setan, tolol?" Suro Blondo balas memaki. Tapi kalau
dipikir-pikir apa yang dikatakan oleh manusia super kerdil itu memang ada
benarnya. Pendekar Blo'on segera bersiap-siap melepaskan pukulan 'Matahari dan
Rembulan Tidak Bersinar'.
Sementara itu pertarungan antara
Wiro Suryo dengan Damerta memang
berlangsung tidak seimbang. Diawal jurus-jurus pertama Damerta memang dapat
mendesak bahkan menghajar lawannya sampai tunggang langgang. Keadaan itu tentu
saja membuat Damerta menjadi senang bukan main mempermainkan bocah bangkotan
berbadan pendek ini. Namun menjelang pertarungan berlangsung duapuluh jurus.
Keadaan benar-benar sangat berubah.
Terlebih-lebih setelah Wiro Suryo
mempergunakan ajian 'Suket Sekilen'. Maka terkadang tubuh Wiro Suryo lenyap dari
penglihatan Damerta. Dalam keadaan sedemikian rupa tentu saja Wiro Suryo yang
tidak kalah konyolnya dengan Suro Blondo langsung menelanjangi Damerta.
Karena lawan memang tidak terlihat maka sulit bagi Damerta untuk menentukan di
mana posisi lawannya. Sementara
tindakan Wiro Suryo semakin kurang ajar saja.
Disentilnya ketimun milik lawan,
hingga membuat Damerta melonjak-lonjak kesakitan seperti monyet kebakaran ekor.
Dilain saat Wiro Suryo menampar pipi lawannya kanan kiri hingga membuat Damerta
keliengan. Maka mengamuklah Damerta seperti orang gila. Pukulan-pukulan maut
dilepaskannya secara seram-pangan. Hingga membuat suasana di
sekeliling mereka menjadi porak poranda.
Karena lawannya yang dapat menghilang itu tidak ditemukan juga. Maka ia sekarang
ikut menyerang Pendekar Blo'on.
"Hei... Wiro Suryo. Sekarang kau malah membiarkan lawanmu yang telanjang itu
berkeliaran menyerangku. Apakah kau tidak sanggup mengamankannya?" gerutu Suro
Blondo berbisik.
"Wah... tenang sobat. Tampaknya ia sangat frustasi karena tidak berhasil
mendapatkan aku. Lihatlah aku
istirahatkan dia...!" kata Tenggiling Kedil.
Dan benar saja, dalam beberapa saat kemudian tubuh Damerta dalam keadaan kejang
kaku karena ditotok oleh Wiro Suryo.
"Bagaimana, hebat nggak!" Bocah bangkotan yang sudah memperlihatkan diri kembali
itu tersenyum. Suro Blondo
menggerutu. Pada saat ia sedang
menghadapi tekanan-tekanan berat dari lawannya,
masih juga Wiro Suryo
memperoloknya. "Hiya! Jebol perutmu, anak tolol!"
Wuus! Luput lagi. Suro melompat setinggi pinggang lalu menendang dagu lawannya dengan
telak. Thaak! Bruuk! Ki Alit terjengkang ke belakang.
Sama sekali ia tidak mengeluh. Malah dengan cepat ia telah bangkit kembali.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Suro Blondo untuk melepaskan pukulan 'Matahari
dan Rembulan Tidak Bersinar' untuk yang kedua kalinya.
"Heaaa...!"
Weer! Weer! "Uuts...!"
Dalam kesempatan yang sama untuk
melindungi dirinya dari ancaman sinar redup bersemu biru yang melesat dari
telapak tangan Suro Blondo ini. Ki Alit juga melepaskan pukulan 'Wisa Biru'.
Sebagaimana namanya, maka dari setiap ujung jemari Ki Alit melesat lima larik
sinar berhawa panas menggidikkan. Dua pukulan
sakti saling menyongsong dan
akhirnya bertemu di udara.
Blaar! Blaar! Badan Suro Blondo tergetar keras,
sedangkan Ki Alit sendiri sempat
terdorong mundur. Wiro Suryo jatuh tunggang langgang dan Damerta melolong keras
terkena sambaran pukulan yang dilepaskan oleh kawan dan lawannya. Laki-laki itu
jatuh terduduk.
"Edan...!" Wiro Suryo yang baru dapat berdiri memaki. Sementara Pendekar Blo'on
sendiri telah melepaskan pukulan susulan 'Ratapan Pembangkit Sukma'.
Inilah salah satu pukulan hebat yang diwariskan oleh kakek gurunya 'Malaikat
Berambut Api'. Angin kencang laksana topan menderu disertai menebarnya hawa
panas bukan kepalang. Ki Alit terkesiap, lalu memutar senjata di tangan sambil
melepaskan pukulan untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan-nya. Tapi celaka, pukulan yang
dilepaskannya membalik dan menghantam diri sendiri. Belum lagi ditambah dengan
pukulan 'Ratapan Pembangkit Sukma' yang terus menderu tidak terbendung. Pada
akhirnya pukulan itu menghantam telak tubuhnya.
Maka terdengarlah dua jeritan
sekaligus, bukan hanya Ki Alit saja yang tewas seketika terkena pukulan
tersebut, Damerta yang terkena sambaran pukulan lawannya juga tewas. Hanya saja
keadaan Damerta tidak begitu mengerikan
dibandingkan mayat Ki Alit.
"Weii... edan kau Suro! Seharusnya kau tidak membunuhnya. Musuhku tadi pasti mau
menunjukkan di mana markas tetuanya!"
"Semestinya kau membiarkan Damerta berdiri mematung di dekat ajang
pertempuran. Lagi pula aku sudah dapat meraba dimana kira-kira Mustika Jajar
berada!" sahut Suro Blondo.
"Kau yakin dia yang telah melakukan semua ini?"
"Aku hanya menduga, tapi semoga ada kebenarannya!"
"Mari kita berangkat!"
Lagi-lagi Wiro Suryo melompat dan
bergelantungan di pinggang si pemuda hingga membuat Suro Blondo menjadi marah
"Jika urusan ini selesai. Kuharap kau tidak merepotkan aku lagi. Aku muak
melihat benalu sepertimu!"
"Ha ha ha...!"
Wiro Suryo hanya tertawa mengekeh.
9 Perjalanan menuju ke tempat
kediaman gembong iblis ternyata tidak semudah yang dibayangkan oleh Suro Blondo.
Karena selain harus naik turun bukit. Juga terlalu banyak jebakan yang sewaktu-
waktu dapat mencelakakan dirinya.
Dalam keadaan harus selalu siap waspada
ini. Wiro Suryo berulang kali malah mengejek Pendekar Blo'on. Dan tentu saja
dengan banyolan-banyolannya yang lucu.
"Pendekar sepertimu, alangkah semakin bodohnya jika sampai termakan oleh tipuan
yang dibuat oleh iblis itu"
"Diamlah benalu. Kalau tidak mau diam, kau akan kucampakkan ke jurang sana.
Eeh... sekarang di sebelah mana lagi kira-kira Iblis Betina Dari Neraka memasang
perangkap?"
"Kalau matamu tidak bisa mencari.
Lebih baik kau pergunakan hidungmu untuk mengendus-ngendus seperti anjing.
Kemudian menyalak tiga kali dan semuanya akan beres! Ha ha ha...!" kata Wiro
Suryo. "Berhentilah kau bercanda bayi bangkotan. Jika aku salah langkah, kaupun ikut
mati." dengus Suro Blondo sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Sementara itu, Wiku Palawa yang
pergi menuju arah timur sampai di tengah perjalanan rupanya perasaannya tidak
enak. Ia seperti punya pirasat ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi pada
kawan-kawannya. Sebagai tokoh angkatan tua yang sudah sangat
berpengalaman. Biasanya pirasatnya itu selalu menjadi kenyataan. Untuk itu,
tanpa membuang-buang waktu lagi. Ia
segera berbalik langkah kemudian berlari cepat menuju Curing Bencana. Dugaannya
ternyata benar, karena ketika ia hampir mencapai bangunan yang menjadi markas
sekaligus tempat tinggal tetuanya. Ia melihat seorang pemuda berambut hitam
kemerah-merahan menyelinap di balik taman di luar tembok. Hanya ia agak heran
karena pemuda itu seperti sedang
bercakap-cakap dengan seseorang. Padahal ia hanya melihat hanya pemuda itu saja
tanpa disertai oleh orang lain.
"Mungkin dia orang yang tidak waras. Tapi siapa pun yang telah masuk ke daerah
ini, apalagi telah berani memasuki daerah bangunan Curing Bencana. Ia pantas
diseret untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya."
Berbekal dengan keyakinannya, Wiku Palawa langsung mencegat langkah Pendekar
Blo'on. Sraaak! Hanya dengan mengandalkan gerakan
yang cukup cepat. Dalam waktu sekejap Wiku Palawa telah berada di hadapan Suro
Blondo. Pendekar Blo'on sempat terkejut juga. Lalu berbisik: "Nampaknya kita
mengalami gangguan. Jalan kita tidak mulus, lihat ada keledai gundul di depan!"
"Dia bukan tuyul, bukan pula
pendeta atau biksu dari vihara. Pastilah
dia kawannya para iblis. Jangan banyak tanya, sikat saja!" kata Wiro Suryo
memberi semangat.
"Siapakah kau kisanak?" tanya Wiku Palawa,
"Kau dengar, Tenggiling Kedil. Dia bertanya padaku, apakah aku tidak usah
menjawabnya?" Suro Blondo lalu menyeka keningnya.
"Sudah kubilang sikat saja! Kalau perlu kasih satu jawaban saja sudah cukup!"
"Ditanya malah cengengesan. Apakah kau orang gila?"
"Kawanku bilang aku cuma bisa kasih satu jawaban saja. Aku datang kemari untuk
mencari biang penyebar racun sekaligus membunuhnya!" kata Suro Blondo.
"Kaukah yang berjuluk Pendekar Blo'on?" pancing Wiku Palawa lebih jauh.
Sebagaimana yang dikatakan oleh
Wiro Suryo tadi. Maka Pendekar Blo'on tanpa berkata apa-apa lagi langsung
menyerang Wiku Palawa.
"Hati-hati kau. Manusia gundul yang satu ini termasuk salah satu pentolan di
Curing Bencana." Wiro Suryo mengingatkan.
Tidak tanggung-tanggung. Suro
Blondo langsung mengerahkan jurus Tawa Kera Siluman. Wiku Palawa yang semula
menganggap remeh lawannya jadi terkejut.
Terlebih-lebih setelah mendapatkan
kenyataan sambil melakukan serangan-serangan dahsyat lawan mengeluarkan suara
tawa yang benar-benar sangat mengganggu konsentrasi dan gerakan silatnya. Lebih
aneh lagi, suara tawa itu terkadang berubah menjadi suara tangis, atau bahkan
suara ringkik kuda.
Sebagai tokoh angkatan tua yang
sudah sangat berpengalaman. Wiku Palawa langsung menutup indera pendengarannya.
Namun ia terkesiap juga. Karena sungguh pun Wiku Palawa telah mengerahkan tenaga
dalam untuk menghilangkan pengaruh suara tawa lainnya. Tetap saja suara tawa dan
tangis Pendekar Blo'on terdengar olehnya.
"Heiit! Edaan...!" Wiku Palawa membentak garang. Ia kemudian menerjang ke depan.
Satu tonjokan menderu disertai dengan melesatnya kaki kanan sang Wiku ke bagian
lambung Suro Blondo. Dengan gerakan lincah dan sangat manis. Pemuda ini berkelit
dan bersalto ke belakang.
"Hiaa...!"
Serangan awal luput, tapi Wiku
Palawa yang mempunyai pengalaman luas dalam rimba persilatan tidak diam sampai
di situ saja. Ia pun menerjang kembali.
Kali ini tubuhnya melentik ke udara.
Kakinya menyapu ke bagian kepala Suro Blondo. Gerakan yang dilakukannya cepat
bukan main. Dan Suro Blondo dengan cepat membungkukkan tubuhnya. Tapi tidak
disangka hal itu cuma tipuan belaka.
Begitu Pendekar Blo'on merunduk, tinju Wiku Palawa menghantam punggung pendekar
berambut hitam kemerahan ini.
"Haaakgh..."
Suro tersungkur mencium tanah.
Kepalanya sakit berkunang-kunang.
Sementara punggungnya seperti tertindih batu gunung. Sudut-sudut bibir Suro
Blondo mengalirkan darah. Pemuda ini tidak dapat bangkit secepatnya. Padahal
pada saat itu Wiku Palawa yang merasa berada di atas angin telah menghunuskan
tongkatnya yang berujung runcing ke bagian perut lawannya.
"Kecurangan inilah yang tidak aku suka!" dengus Wiro Suryo yang sejak awal
pertempuran tadi terus menggelantung di pinggang Suro. Badannya yang pendek dan
elastis itu melentik dan menghantam wajah Wiku Palawa. Bukan main kerasnya
tendangan sekaligus pukulan yang
dilepaskan oleh Wiro Suryo. Sehingga membuat sebagian wajah laki-laki tua itu
hancur. Ia jatuh terpelanting. Namun
tongkat mautnya masih tetap tergenggam di tangannya
"Aaaa...!" Wiku Palawa menjerit-jerit sambil menekap mukanya yang
berlumuran darah.
"Bangun anak geblek!" desis Wiro
Suryo sambil menepuk pundak Pendekar Blo'on.
"Eeh... kau telah membantuku...!"
kata Suro, lalu meringis sambil mengelus-elus bahunya.
"Bukan hanya membantu, tapi juga menolongmu dari kelicikan-kelicikan para
iblis!" gerutu bocah bangkotan berkumis serta berjenggot putih itu.
Sementara Wiku Palawa sudah bangkit berdiri. Kini ia selain marah juga merasa
heran. Karena di depannya telah berdiri dua orang laki-laki. Laki-laki berbadan
super pendek yang satunya ini membuat Wiku Palawa terkejut. Seingatnya tadi ia
hanya menghadapi satu lawan. Mengapa kini ada dua" Selain itu sama-sama
bertampang tolol lagi.
"Siapakah kalian?"
"Tidak cukup waktu bagiku untuk menerangkan siapa kami yang sesungguhnya.
Bersiap-siaplah untuk mati!" dengus Wiro Suryo. "Kemudian ia berpaling pada
Pendekar Blo'on. "Kau segera satroni musuh bebuyutanmu. Tapi kau harus ingat,
dalam penglihatanku musuhmu itu kini selain mempunyai pengawal luar biasa sakti
juga mempunyai kemajuan pesat dengan ilmu-ilmu barunya!"
"Baiklah, hati-hati, Tenggiling Kedil! Jangan pula badanmu yang kerdil sampai
tercincang tongkat bututnya!"
Sambil tertawa-tawa Suro Blondo
langsung melompati pagar. Sementara Wiro Suryo yang mempunyai ajian Suket
Sekilen dan Pancar Wajah ini sudah berhadapan dengan lawannya.
"Jadi kau benar-benar tidak mau mengatakan siapa kau yang sesungguhnya?"
tanya Wiku Palawa.
"Sebagai musuh! Bertarung ya...
bertarung. Jika kita bertanya jawab, berarti kita adalah sahabat. Tapi jika kau
tetap penasaran, akulah Wiro Suryo dari Gunung Sembung!"
Bagaikan mendengar petir di tengah hari bolong, Wiku Palawa belalakkan matanya.
Sungguh pun ia belum pernah bertemu dengan tokoh aneh yang konon memiliki
kesaktian tinggi ini. Tapi ia sering mendengar tentang adanya manusia kerdil
yang selalu muncul dalam rimba persilatan dalam sepuluh tahun sekali.
"Jadi kau...!" bergetar suara Wiku Palawa sehingga ia tidak mampu
melanjutkan kata-katanya.
"Ya... aku kenapa... sekarang apakah kau sudah siap untuk kukirim ke neraka..?"
Wiro Suryo tertawa membahak.
Tiba-tiba ia melipat badannya. Lalu menggelundung menyerang Wiku Palawa.
"Tenggiling Kedil!" untuk yang kedua kalinya Wiku Palawa dibuat
terkejut. Tapi ia segera mengibaskan
tongkatnya dengan mengerahkan tenaga dalam tinggi. Tongkat menderu, seakan
mempunyai seribu mata, Wiro Suryo
menghindar. Bentuk tubuh Wiro Suryo yang seperti bola tersebut memang sangat
menyulitkan lawannya. Apalagi ia dapat bergerak lincah menggelundung kian
kemari. Tentu saja apa yang dilakukan
lawannya sangat menyulitkan Wiku Palawa.
Kalau pun ia berhasil menggebuk Wiro Suryo yang terus bergerak dan menghantam
perut Wiku Palawa. Namun tampaknya hantaman tongkatnya tidak berakibat apa-apa
bagi Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil. Bahkan ia malah tertawa-tawa seperti
orang yang kegelian.
"Ha ha ha... kau memang iblis yang baik! Badanku sudah berhari-hari terasa


Pendekar Bloon 4 Betina Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pegal. Sukur kau dengan sukarela mau mengurutku. Ha ha ha...!"
Memerah wajah Wiku Palawa, panas pula hatinya. Tiba-tiba ia melompat mundur,
kemudian mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian telapak tangannya.
Hanya dalam waktu sekejap kedua tangannya itu telah berubah menghitam laksana
arang. Terlihat kabut tipis berwarna hitam keluar dari ujung jemari Wiku Palawa,
selain itu tercium pula bau busuknya bangkai. Ketika itu laki-laki berkepala
setengah botak itu memang
tengah mengerahkan pukulan 'Banyu Getih'.
Inilah salah satu pukulan yang sangat diandalkannya.
Wiro Suryo yang mempunyai banyak
keanehan dan ilmu simpanan yang cukup dahsyat tentu saja dapat membaca bahkan
mengetahui jenis pukulan yang dimiliki oleh laki-laki itu. Dengan cepat ia
bangkit berdiri merobah posisi. Mulutnya berkomat-kamit. Jelas ia sedang merapal
mantra-mantra ajian 'Suket Sekilen'.
"Hiyaa...!" Wiku Palawa
menghentakkan kedua tangannya ke arah Wiro Suryo. Kakek berusia delapan puluh
tahun ini tertawa membahak. Kemudian....
Plaas! Bumm! Bersamaan waktunya dengan datangnya pukulan lawan, maka saat itu juga
Tenggiling Kedil lenyap dari pandangan mata Wiku Palawa. Pukulan yang dilepaskan
Wiku Palawa menghantam sasaran kosong.
Sementara itu, Wiro Suryo yang sudah tidak terlihat lagi oleh lawannya
menghantam ke depan.
Buk! Kraak! Kraak! "Wuaaakh...!"
Wiku Palawa menjerit kesakitan.
Kedua tulang kakinya patah. Ia jatuh terduduk. Tapi hantaman terus mendera
wajahnya. Praak! "Uaaakh... bangsat pengecut...!"
maki Wiku Palawa sambil mendekap tulang pelipisnya yang hancur.
"Setiap iblis selalu licik dan pengecut. Apa salahnya kalau sekarang aku
terpaksa bertindak curang pula" Lagipula kau bukan lawanku, Wiku Palawa. Kalau
pun umurmu bertambah seratus tahun lagi. Kau tetap tidak dapat melawanku. Karena
aku sendiri setengah manusia setengah jin!"
kata Wiro Suryo yang kini telah
memperlihatkan diri lagi.
"Kalau kau masih mau tobat,
sebaiknya kau merat dari sini. Tapi kalau tetap membangkang juga. Maka tempat
yang sebaik-baiknya bagimu adalah di neraka jahanam!"
Wiku Palawa tidak dapat menjawab.
Akibat luka-luka yang dideritanya itu ia tidak sadarkan diri.
"Tidur memang lebih baik bagimu!
Huh ha ha ha...! Suro Blondo! Apakah kau sudah menemukan Betina Dari Neraka?"
10 Suro Blondo dan Wiro Suryo memasuki sebuah bangunan yang dikenal dengan sebutan
Curing Bencana. Namun ruangan itu terasa sepi. Seakan perempuan yang mereka
cari-cari menghilang begitu saja bagaikan
ditelan bumi. "Apakah ini bukan jebakan, sobatku Tenggiling Kedil?" kata Suro Blondo khawatir.
"Kalau jebakan. Artinya kita sudah mulai masuk dalam perangkap. Tapi
sebaiknya tak usah bersedih. Orang yang menjebak kita perempuan. Siapa tahu ia
berkenan denganmu dan mengangkatnya menjadi pendampingnya. Bukankah kau juga
yang enak?" kata Wiro Suryo sambil tertawa-tawa.
"Jangan bicara sembarangan. Dalam keadaan seperti ini rasanya tidak ada waktu
bagi kita untuk bercanda!" sahut Pendekar Blo'on.
"Tenanglah, selama aku bersamamu.
Kau tidak akan kesepian. Sebaiknya kita menuju ruangan yang terletak di sebelah
kiri itu?" kata Wiro Suryo.
Sesuai dengan yang dikatakan oleh
Tenggiling Kedil. Maka Suro Blondo belok ke kiri. Mereka sampai di sebuah
ruangan-ruangan lainnya. Di dalam kamar itu terdapat sebuah ranjang seperti
ranjang pengantin. Namun baik Wiro Suryo maupun Suro Blondo tetap tidak
menemukan apa yang dicari-carinya.
"Lihatlah, Suro. Kau telah
disediakan sebuah ranjang untuk malam pertama..." kelakar Tenggiling Kedil.
Pendekar Blo'on kerutkan keningnya.
Ia tidak tahu arti ucapan manusia super pendek yang terus mengikutinya kemana
pun ia pergi. "Apa itu malam pertama?" tanya Suro lugu.
"Tololnya kau ini. Di malam pertama itu kau akan disuguhi makanan yang sangat
istimewa di mana kau belum mendapatkannya pada waktu-waktu sebelumnya. Makanan
itu sangat enak, matamu pasti terpejam karena begitu enaknya! Ha ha ha...!"
"Aku sering mendapat makanan yang enak. Jadi tidak usah mengolokku. Kau jangan
bercanda terus, kita bisa mati di sini berdua...!"
"Tapi makanan yang satu ini lain, Suro...!"
"Diam! Gila kau!" dengus Pendekar Blo'on tidak suka.
Tenggiling Kedil akhirnya terdiam.
Mereka terus melakukan pencarian. Sampai akhirnya menemukan sebuah lorong menuju
bawah tanah. "Mungkinkah jahanam itu bersembunyi di bawah sana?" tanya Wiro Suryo.
Pendekar Blo'on garuk-garuk
kepalanya. Ia sendiri tidak tahu apakah Betina Dari Neraka bersembunyi di
ruangan bawah tanah atau tidak. Yang jelas mereka harus menemukan perempuan
sesat itu bagaimana pun caranya. Maka tanpa ragu-ragu lagi Suro Blondo bersama
Wiro Suryo menuruni anak tangga yang menghubungkan ke ruangan bawah. Baru beberapa langkah
ia mengayunkan kakinya.
Tanpa diduga-duga pintu di bela-
kangnya tertutup.
Brak! "Heh...!"
Suro Blondo terkejut sekali. Ia
kembali berbalik dan berusaha mendorong pintu batu tersebut. Namun sedikit pun
pintu tersebut tidak bergeming.
"Edan! Apa yang harus kita lakukan sekarang!" gerutu Suro Blondo sambil
menggaruk kepalanya.
"Rasanya pintu ini memang tidak mudah untuk dihancurkan. Sebaiknya kita teliti
dulu ada apa di sini. Baru
kemudian kita cari jalan keluarnya dari sini!" kata Wiro Suryo.
"Orang ini benar-benar licik. Kita kena dikerjainya?"
"Berhentilah mengumpat. Dia bukan licik, tapi cerdik. Kurasa lebih baik kita ke
sana sekarang juga!"
Sambil bersungut-sungut, Suro
Blondo mengikuti apa yang dikatakan oleh si kerdil. Kira-kira dua batang tombak
mereka melangkah. Tiba-tiba terdengar suara mendesis-desis.
"Kita memang telah dipersiapkan untuk terkubur di sini hidup-hidup!" maki
Pendekar Blo'on. "Semua ini gara-gara
kau, Tenggiling Kedil. Ternyata bukan tubuhmu saja yang pendek. Tapi otakmu
tidak dapat dipergunakan berfikir dengan baik!"
"Jangan marah-marah. Apa salahku?"
"Apa salahmu" Bukankah kau yang menyuruhku belok ke kiri dan juga masuk ke bawah
sini?" "Kalau itu bukan aku yang salah.
Dasar nasib kita saja yang apek!" sahut Wiro Suryo seenaknya.
Pendekar Blo'on tidak sempat lagi
menanggapi ucapan sobat tuanya yang terus bergelantungan di pinggang Suro
Blondo. Karena ia terpaksa menghindari serangan ular-ular itu dengan cara melompat-
lompat seperti seekor monyet yang sedang menari-nari.
Ternyata ular-ular yang dihadapinya sangat ganas sekali. Sehingga Pendekar
Blo'on kehilangan kesabarannya.
"Hiyaa...!"
Tuk! Tuuk! Zzssst! Dengan mempergunakan jari
tangannya. Suro Blondo segera menyambut serangan ular-ular berbisa tersebut.
Beberapa diantara binatang melata
itu dibuat hancur kepalanya. Ada pula yang digigitnya hingga putus menjadi dua.
Pendekar Blo'on Sendiri tidak luput dari patukan ular-ular tersebut. Tapi bisa
ular-ular itu tidak berakibat apa-apa karena Suro Blondo memang kebal terhadap
segala macam gigitan ular.
Tidak lama sebagian dari ular-ular yang selamat melarikan
diri. Satu kesalahan dilakukan oleh Pendekar Blo'on.
Ia memburu ular-ular itu. Wiro Suryo tiba-tiba berteriak.
"Awas...!!"
Peringatan Tenggiling Kedil
terlambat. Jeruji besi di belakang Suro Blondo melorot turun dan menutup jalan
keluar bagi mereka berdua.
"Kurang ajar! Kita terperangkap!"
desis Pendekar Blo'on kaget.
"Seperti yang kukatakan. Iblis itu ternyata lebih cerdik dari kau."
Jawab Tenggiling Kedil
"Apakah kau sendiri menganggap dirimu cerdik?" cibir pemuda berambut hitam
kemerahan ini tidak mau kalah.
"Tentu aku lebih pandai dari kau!"
sahut Wiro Suryo Seenaknya.
Pendekar Blo'on jadi mendongkol
dibuatnya. Ia tidak bicara apa-apa lagi.
Melainkan segera berusaha menghancurkan jeruji yang telah membuat mereka
terkurung. Karena jeruji tersebut tidak dapat dibukanya. Suro Blondo terpaksa
melepaskan pukulan 'Kera Sakti Menolak Petir'.
"Heaaa...!"
Wut! Wut! Der! Jeruji itu sama sekali tidak
bergeming. Malah langit-langit ruangan bawah tanah menunjukkan tanda-tanda akan
runtuh. "Jangan kau teruskan lagi, Suro!"
cegah Wiro Suryo setelah melihat keadaan yang cukup gawat itu.
"Kenapa rupanya?" tanya Pendekar Blo'on tidak mengerti.
"Ruangan ini bisa runtuh jika kau terus melepaskan pukulanmu. Jika itu terjadi,
maka kita terkubur hidup-hidup di sini. Pernahkah kau bayangkan betapa enaknya meregang
ajal dalam keadaan sehat seperti kita-kita ini?"
"Kau jangan mengolokku, kerdil berjenggot. Kita dalam keadaan kesulitan.
Tapi kau masih bisa tertawa."
"Ho ho ho...! Haruskah aku menangis dalam keadaan panik seperti sekarang"
Atau aku harus tertawa dalam keadaan senang" Gila betul!"
"Ya... kau betul-betul gila. Satu purnama lagi aku bersamamu. Aku bisa ketularan
penyakit gendengmu!"
"Sebelum bertemu aku saja kau memang sudah edan. Apalagi sekarang.
Paling juga tambahnya sedikit saja!"
Suro Blondo baru saja ingin
mengatakan sesuatu. Namun ia terpaksa menelan ucapannya kembali saat mendengar
suara tawa panjang seseorang. Suara tersebut menggetarkan lantai ruangan.
Bahkan kemudian lantai runtuh. Maka terperosoklah Suro Blondo ke dalamnya.
Tetapi sebelum Pendekar Blo'on dan Wiro Suryo benar-benar tercebur ke dalamnya
ia berusaha mengerahkan segenap kemampuannya untuk tidak terjatuh di dalamnya.
Usaha yang dilakukannya ini hanya sia-sia saja.
Karena ia tidak mungkin terus mengembang di udara.
Byuur! "Gila! Ah... apa yang menggigitku ini...?" tanya Pendekar Blo'on pada Wiro
Suryo. "Melihat bau dan licinnya. Kurasa kita telah terperangkap ke dalam kolam
lintah!" sahut Wiro Suryo sambil berusaha mengusir makhluk-makhluk kecil panjang
itu dengan cara mengibaskan tangannya.
"Gila betul. Kita bisa kehabisan darah. Anehnya bangsat itu mampu
meruntuhkan lantai ruangan ini hanya dengan tertawa."
"Kau yang tolol. Tentu dia sudah menggerakkan peralatan rahasianya yang telah
dipersiapkannya untuk menyambut kehadiran kita!"
"Ha ha ha...! Kalian berdua seperti tikus masuk ke dalam perangkap. Kalian
segera mati kehabisan darah. Kalaupun bisa selamat. Kalian tetap tidak bisa
keluar dari situ! Tunggulah seminggu lagi Pendekar Blo'on. Kau pasti akan
mendapat hukuman dariku!" kata sebuah suara.
"Bangsat pengecut!" maki Suro Blondo geram.
"Hik hik hik...!"
Suara tawa segera lenyap dan
berganti dengan kesibukan Wiro Suryo dan Pendekar Blo'on untuk membebaskan diri
mereka. * * * * Perkasa duduk santai di tengah-
tengah ranjang. Sementara Mustika Jajar tampak mondar-mandir di dalam ruangan
itu. Ia seperti memikirkan suatu cara untuk membunuh lawan-lawannya yang sudah
masuk dalam perangkap.
"Apa yang junjungan pikirkan" Tetua seharusnya tidak usah memikirkan yang rumit-
rumit. Karena hal itu hanya membuat wajah tetua menjadi keriput." kata Perkasa,
laki-laki sakti yang berasal dari patung ciptaan Pematung Kelana.
"Kau memang pandai mengambil hati, Perkasa. Kau orang yang kukagumi.
Sekarang ambilkan tuak keras untukku!
Malam ini kita rayakan kemenangan kita!"
kata Betina Dari Neraka.
"Apa pun perintahmu. Aku selalu menurutinya gadis cantik!" sahut Perkasa.
Laki-laki bertubuh tegap tinggi dan hanya memakai koteka ini berlalu
meninggalkan majikannya. Mustika Jajar memperhatikan kepergiannya dengan tatapan
penuh arti. Tidak lama kemudian Perkasa telah
datang kembali sambil membawa dua kendi tuak keras. Ia langsung memberikannya
pada Mustika Jajar.
"Kau mau mengawalku?" Betina Dari Neraka menawarkan.
Perkasa tentu saja tidak menolak.
Ia menerima tuak itu lalu meneguk isi kendi yang diberikan padanya hingga
tuntas. "Malam ini kita merasakan segala-galanya, Perkasa. Kita dapat berbagi cinta.
Cintaku yang membara selama beberapa purnama ini." kata gadis cantik berpakaian
ketat warna ungu ini sambil meneguk araknya.
"Kemarilah, kekasihku!" Mustika Jajar yang ketika itu duduk di pinggir ranjang
melambaikan tangannya. Perkasa tentu saja tidak menampik. Apalagi ia berasal
dari kekuatan iblis.
"Berilah kehangatan yang kudambakan kepadaku!" desis Mustika sambil memeluk
Perkasa. Matanya setengah redup. Bibirnya yang tipis terbuka mengundang gairah.
"Dengan senang hati aku akan
memenuhi permintaanmu, tetua. Kau pasti tidak akan kecewa. Karena aku dapat
membuatmu puas di dalam sorga dunia!"
kata Perkasa. Tangan Mustika Jajar menggerayang
kemana-mana. Sebaliknya Perkasa mulai melepaskan pakaian gadis cantik itu satu
persatu. Sehingga dalam waktu sekejap tubuh mulus Mustika Jajar sudah berada
dalam keadaan telanjang dan menantang sekali untuk dijamah. Perkasa melumat
habis bibir Mustika, tangannya yang kokoh meremas dada Mustika yang telah
berubah mengeras. Dua insan yang berlainan jenis ini memang sudah sama-sama lupa
daratan. Sampai pada akhirnya mereka saling menyatu. Mustika Jajar mengenang penuh rasa
nikmat. Ia memeluk dengan erat tubuh Perkasa yang bidang.
"Oh... aahh... Perkasa. Ka... kau jangan hentikan...!" desis Mustika Jajar.
Pelita di dalam ruangan itu bergoyang-goyang ditiup angin. Bahkan setelah itu
tampak redup hingga akhirnya padam. Suara erangan di dalam kamar semakin


Pendekar Bloon 4 Betina Dari Neraka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendayu-dayu. Terlebih-lebih ketika sesuatu memasuki diri Mustika Jajar. Ia
menjerit keras. Bukan jerit kesakitan. Melainkan jerit penuh rasa nikmat yang
tidak terkira. Selanjutnya suasana dalam ruangan itu berubah sepi. Hanya
sesekali saja terdengar desah nafas lega dan kata-kata manja seorang perempuan. Memang
tidak dapat dipungkiri, setelah kejadian itu. Maka kejadian-kejadian yang sama
terus terulang.
Lalu bagaimanakah nasib Pendekar
Blo'on. Dapatkah mereka menyelamatkan diri" Hukuman apa yang akan dijatuhkan
Betina Dari Neraka pada Suro Blondo"
Kisah ini masih berlanjut.
TAMAT Serial ; PENDEKAR BLO'ON
dalam episode :
MEMBURU MANUSIA SETAN
Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
http://duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Sakti Suling Pualam 14 Lembah Nirmala Karya Khu Lung Bentrok Rimba Persilatan 9
^