Pencarian

Misteri Patung Kematian 3

Pendekar Hina Kelana 36 Misteri Patung Kematian Bagian 3


bulan purnama, Buang terus berlari cepat dengan
mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya
yang sudah mencapai taraf sempurna. Begitu cepatnya seolah-olah ia berlari di
atas angin saja
layaknya. Tapi Pendekar Hina Kelana ini secara mendadak terpaksa menghentikan larinya
ketika dari arah depannya nampak melesat bayangan lain. Tiba-tiba di depan Buang Sengketa
telah menghadang belasan laki-laki berjubah hitam mirip orang
yang hampir membunuh Buang di perguruan Teratai Putih. Hanya saja bedanya orang-
orang yang telah bergerak mengepungnya itu tidak memakai
topeng tengkorak seperti mereka terdahulu.
"Siapa kalian?" tanya pemuda itu sambil
memperhatikan orang-orang yang berada di sekelilingnya. Anehnya tidak seorangpun
yang mau menjawab pertanyaan Buang. Hal inilah yang
membuatnya terheran-heran. Angin dingin tibatiba saja berhembus kencang.
"Uhp...!"
Buang hampir saja muntah ketika penciumannya yang tajam itu mengendus bau
sesuatu yang sangat menusuk, bau bangkai.
"Aneh. Tiba-tiba saja di sekitar sini tercium
bau begini rupa. Siapakah mereka ini" Gerakannya kaku bagai patung, wajah mereka
pucat bagai kain kafan. Tapi pandangan mata mereka kosong
seolah tiada kehidupan di sana." gumam Pendekar
Hina Kelana ini dengan suara tidak begitu jelas.
Tiba-tiba sesuatu yang tidak pernah diduga-duga
terlintas di dalam benaknya. Orang itu jelas sekali
seperti digerakkan oleh satu kekuatan yang tidak
terlihat sama sekali. Buang Sengketa yakin pasti
ada sesuatu yang berbentuk kekuatan gaib berada
di belakang mereka. Hanya ia belum begitu me-
nyadari siapakah yang bersembunyi di balik semua orang tanpa perasaan yang
berada dalam posisi siap menyerangnya ini.
Tidak lama setelah itu para pengepungnya
yang berjumlah belasan orang memperdengarkan
suara ribut dengan makna yang tidak jelas bagi
Pendekar Hina Kelana ini. Buang terperangah melihat keganjilan-keganjilan yang
dilakukan oleh orang-orang berpakaian serba hitam ini. Terlebihlebih ketika tidak lama kemudian
ia mendengar suara tiupan seruling tidak jauh dari tempat ia berada. Bersamaan dengan
terdengarnya suara tiupan seruling itu, maka bagai dikomando. Belasan
laki-laki yang telah mengurung Buang itu bergerak
serentak menyerang si pemuda. Dari serangan
yang dilakukan secara bersamaan itu saja sekilas
Buang dapat melihat. Meskipun gerakan mereka
agak lamban, namun serangan-serangan itu menimbulkan hawa kematian yang tidak
dapat di tawar-tawar lagi. Menghadapi kenyataan seperti ini,
tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Hina Kelana langsung melompat
menerjang orangorang berpakaian hitam yang berada begitu dekat
dengan dirinya. Bukan main cepatnya serangan
yang dilakukan oleh Buang, sehingga orang yang
diterjangnya dan memiliki gerakan kaku bagai patung sudah tidak punya kesempatan
lagi untuk menghindar. Diegkh...!
Pukulan telak yang dilakukan oleh Buang
dengan tepat menghajar tubuh dua orang yang berada didepannya. Selanjutnya
dengan memutar tubuhnya ke samping kiri, kaki kanan melakukan
tendangan beruntun. Tiga orang lawan berpakaian
serba hitam itu terpelanting roboh menyusul dua
orang lainnya. Begitu kerasnya pukulan maupun
tendangan kilat yang dilakukan oleh Pendekar Hina Kelana ini sehingga ia dapat
memperhitungkan
lima orang yang tersungkur roboh itu pastilah telah menemui ajal.
Di lain saat ketika melihat kawan-kawannya
terpelanting terhantam tendangan Buang. Orangorang berpakaian hitam lainnya
nampak berubah menjadi beringas. Dengan gerakan kaku mereka
menerjang Pendekar Hina Kelana ini, secara bersamaan. Meskipun gerakan dan
langkah-langkah
mereka agak lamban. Namun serangan-serangan
yang dilancarkan oleh mereka ini berbahaya sekali.
Setiap sambaran tangan-tangan mereka yang menebarkan bau busuk selalu terarah
pada sasarannya. Hanya saja berkat kelincahan Buang dalam
menghindari sergapan-sergapan serangan mereka,
sampai sejauh itu Buang masih dapat menyelamatkan diri. Hanya saja terkadang,
Buang agak terkecoh menghadapi serangan lawan yang tidak
pernah bicara sama sekali.
"Hiyaa...!"
Dengan mengandalkan ilmu meringankan
tubuh yang sudah mencapai taraf sempurna, tubuh Buang melenting ke udara.
Beberapa kali ia
melakukan salto dengan gerakan-gerakan yang
sangat manis. Begitu tubuhnya meluncur ke bawah. Pemuda ini langsung
mengembangkan kedua
tangannya sambil melontarkan pukulan Si Hina
Kelana Merana ke arah lawan-lawan yang berada
di bawahnya. Wuus! Wuss! Blamm! Blaam! Terdengar suara ledakan yang sangat dahsyat saat pukulan yang dilepaskan oleh
Buang menghantam tubuh mereka. Tanah di sekitar tempat itu bagai diguncang gempa bumi
yang dahsyat. Beberapa orang berpakaian serba hitam itu berpelantingan tidak tentu arah.
Bahkan dua orang diantaranya terkapar di tempat itu juga dengan tubuh hangus
menghitam. Tidak lama kemudian terciumlah bau bangkai terbakar, sehingga membuat
Pendekar Hina Kelana ini terperangah untuk yang
kesekian kalinya.
"Tubuh mereka menebarkan bau busuk
bangkai. Hemm. Aku merasa yakin ada sesuatu
yang tidak beres terjadi pada mereka." gumam
Pendekar Hina Kelana sambil menghindari serangan beberapa laki-laki berpakaian
serba hitam yang semakin bertambah beringas menyerangnya.
"Ups...!"
Tiba-tiba Buang memekik tertahan ketika
merasakan adanya pukulan yang menghantam bagian punggungnya. Pemuda ini
tersungkur ke depan. Bukan main kerasnya pukulan yang dilakukan lawan, sehingga
Buang merasakan sekujur
tubuhnya terasa lemah tiada bertenaga. Dan sebelum pemuda ini dapat berdiri pada
posisinya, enam orang lainnya segera memburunya bagai serigala yang haus darah. Pendekar
Hina Kelana terus berguling-guling. Hingga pada satu kesempatan, Buang
menyentakkan tubuhnya sendiri.
"Haiit!"
Dengan mengandalkan gerakan cepat,
Buang Sengketa melompat ke samping kanan.
Kemudian secepat gerakan pertamanya tadi ia melepaskan pukulan si Hina Kelana
Merana ke arah lawan-lawannya. Serangkum cahaya berwarna merah menyala dan menimbulkan hawa
panas luar biasa menghantam dua orang pengeroyok yang berada di depannya. Blaar..!
Tanpa terdengar suara apa-apa, tubuh mereka terpelanting beberapa tombak ke
belakang. Dan sebelum sisa-sisa para pengeroyoknya bertindak lebih jauh, Buang Sengketa
mencabut pusaka
Golok Buntung dari sarungnya. Udara di sekitar
tempat itu berubah sedingin es seketika itu juga.
Senjata di tangan Buang Sengketa memancarkan
sinar merah menyala. Lalu, tanpa membuangbuang waktu lagi pemuda inipun segera
bertindak. Dengan cepat tubuhnya berkelebat, senjata di tangan menyambar ke bagian leher
lawan-lawannya.
Craas! Crees! Buang Sengketa tersentak kaget ketika melihat luka yang dialami lawan-lawannya
sama sekali tidak mengeluarkan darah. Celakanya orangorang yang telah terluka
parah akibat tebasan senjata Buang Sengketa bagai tidak merasakan sakit
sama sekali terus berjalan menghampiri Buang
Sengketa. "Celaka! Kiranya orang-orang ini merupakan
orang yang tidak bernyawa. Ilmu Iblis dari mana
yang telah dipergunakan oleh pemilik mayat-mayat
hidup ini?" desis Pendekar Hina Kelana sambil
bergerak mundur.
Pada saat Buang Sengketa diliputi oleh rasa
penasaran dan ketegangan itulah secara tiba-tiba
ia mendengar suara tawa seseorang yang melengking tinggi.
"Haiiaha...! Pemuda berkuncir. Kalau tidak
salah mataku yang lamur ini, kau pastilah orang
yang telah membunuh salah seorang jubah hitam
topeng tengkorak di tempat kediaman Wiku Swanda" Sekarang kau telah pula
membunuh mayat bayangan milikku. Apakah kalau mayat-mayat
bayangan itu kubangkitkan kembali kau mampu
menghadapi mereka?"
"Siapakah kau?" dengus Buang Sengketa
sambil memperhatikan ke satu arah.
"Aku adalah orang yang memerlukan Patung Kematian dan satu-satunya orang yang
akan memenggal kepala Pendekar Hina Kelana...!" teriak
orang itu sinis.
"Siapapun engkau jika menginginkan Patung Kematian yang bukan milikmu. Sama saja
artinya menghendaki kematian dariku." bentak
Buang Sengketa dengan suara tajam menusuk.
"Sombong sekali bicaramu, orang muda.
Kau tidak pernah memandang betapa tingginya
gunung dan dalamnya lautan..."
Tidak lama kemudian terdengar suara alunan seruling. Nada suara seruling itu
tidak beraturan sama sekali. Setelah itu angin kencang berhembus. Buang kembali
terperanjat, secara reflek
matanya memandang ke atas langit. Aneh, desisnya. Padahal langit terang tiada
berawan, bahkan
sinar bulan purnama pun memancarkan cahayanya yang kuning keemasan.
"Herrk!"
Pendekar Hina Kelana kembali memperhatikan suasana di sekelilingnya. Ketika itu
dia mendengar suara-suara yang sangat aneh disertai bergeraknya tubuh-tubuh yang
bergelimpangan tadi,
bagai disihir mayat-mayat itu bangkit kembali seiring dengan terdengarnya suara
seruling yang mendayu-dayu dengan nada yang tidak beraturan sama sekali.
"Gila. Ini benar-benar gila! Rasanya aku tidak mungkin menjatuhkan mereka selama
aku belum meringkus orang yang mempergunakan seruling itu." gumam Buang
Sengketa. Namun sebelum
ia sempat melakukan tindakan sesuatu, dari kegelapan sesosok bayangan
berkelebat. Sebentar saja
orang itu telah berdiri dihadapannya.
"Bagaimana, pendekar!" desis orang itu sinis.
"Kau memang hebat. Tapi aku tidak mengerti mengapa kalian menghadang jalanku."
kata Buang dengan amarah tertahan. Laki-laki berwajah murung itu tersenyum tipis.
Tapi sinar matanya tetap dingin menggidikkan.
"Kau jangan berpura-pura bodoh. Bukankah kau telah membunuh salah seorang
anggota Iblis Tengkorak Hitam" Selain itu karena kehadiranmu, kami mengalami kegagalan
meringkus si Tokoh Misterius yang kami ketahui membawa Patung Kematian." dengus pemimpin
mayat-mayat bergentanyangan ini.
"Hahaha... rupanya kau mempunyai niat
yang tidak jauh berbeda dengan si Tokoh Misterius
itu" Kalian ingin memperebutkan benda yang bukan milik kalian. Kalau begitu
jangan coba-coba
menghalangi langkahku. Aku mempunyai urusan
yang tidak dapat ditunda dengan orang yang ingin
kalian ringkus."
"Kurang ajar! Kalau begitu kau benar-benar
memilih jalan ke neraka!" teriak Tua Duka Tongkat
Naga. "Heaa...!"
Ketua Pengemis Partai Utara ini langsung
menerjang Pendekar Hina Kelana dengan serangan
tongkatnya yang berujung runcing itu. Sementara
itu mayat-mayat yang dikendalikan oleh Tua Duka
hanya menatap kosong ke arah pertempuran yang
sedang terjadi.
"Uts! Yeaah...!"
Buang cepat sekali merunduk sambil memiringkan tubuhnya ketika serangan tongkat
lawannya menyambar deras ke bagian kepalanya. Dan
saat itu juga ia cepat mencabut senjata andalannya.
Nguung! Tua Duka Tongkat Naga memekik tertahan
saat melihat berkelebatnya sinar merah menyala
ke arah tubuhnya. Dengan cepat ia memutar tongkat di tangannya.
Traang...! Tua Duka Tongkat Naga memekik tertahan
ketika merasakan tangannya yang memegang
tongkat terasa nyeri dan berdenyut-denyut sakit.
Dan laki-laki ini menjadi terbelalak begitu melihat
bagian tongkatnya telah terpotong menjadi dua
bagian. "Gila...!" desis Tua Duka Tongkat Naga.
Mempergunakan kesempatan yang hanya beberapa detik itu. Tubuh Buang Sengketa
berkelebat ke arahnya. Laki-laki ini kembali tersentak saat merasakan sambaran angin menerpa
bagian pinggangnya. Ketika Buang bergerak menjauhinya, tahu-tahu di tangan
pemuda itu sekarang telah
menggenggam sebuah seruling yang dipergunakan
Tua Duka untuk menggerakkan mayat-mayat itu.
"Kembalikan seruling itu!" teriak Tua Duka
dengan wajah berubah pucat. Buang menanggapinya dengan sesungging senyum sinis.
"Jangan coba-coba mendekat orangtua, jika
kau tetap nekad juga maka seruling ini akan kuhancurkan!" ancam Buang Sengketa.
Tua Duka menghentikan langkahnya.


Pendekar Hina Kelana 36 Misteri Patung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sekali lagi kuperingatkan padamu. Kembalikan seruling itu! Setelah itu aku
berjanji untuk menyudahi pertarungan ini."
Buang sama sekali tiada mengubrisnya, malah di luar dugaan dia dengan geram
meremas seruling di tangannya sehingga menjadi serpihanserpihan kecil. Maka
mayat-mayat yang berdiri tegak tidak jauh darinya itu langsung ambruk tanpa
dapat berkutik lagi. Tidak lama setelah itu, terciumlah bau busuk memenuhi
sekitar daerah tersebut. Melihat serulingnya hancur. Bukan main
geramnya ketua Pengemis Partai Utara ini.
"Keparaat! Kau benar-benar ingin mencari
mampus bocah!" teriak lawannya. Selanjutnya
tanpa berkata apa-apa lagi Tua Duka Tongkat Naga meluruk deras ke arah Buang
Sengketa dengan
tusukan tongkat dan tendangan kaki.
Pemuda ini terkejut juga melihat datangnya
serangan secepat itu. Sambil melompat ke samping, Buang Sengketa menghantamkan
senjata di tangannya. Creees!
"Uaarrkgh...!" terdengar jeritan melengking
tinggi pada saat pusaka Golok Buntung menghantam pangkal leher Tua Duka Tongkat
Naga. Tidak terhindari lagi tubuh Tua Duka tersungkur roboh
dengan darah membasahi sekujur tubuhnya.
"Hmm...!" Buang Sengketa menggumam tidak jelas sambil memandangi mayat lawannya
yang tergeletak tidak begitu jauh darinya.
*** 7 Sosok bayangan berpakaian serta berkerudung hijau itu terus berlari-lari bagai
di kejar setan. Tanpa disengaja semakin jauh ia berlari, langkah kakinya
menyeret dirinya ke daerah pinggiran
lembah Tapis Angin. Bayangan berkerudung hijau
ini baru menghentikan larinya ketika di depannya
mengangga sebuah lembah yang cukup dalam. Sebentar ia menoleh ke arah belakang,
ia tidak melihat sesuatu yang mencurigakan di sana.
"Lembah Tapis Angin adalah tempat kediaman Iblis Tengkorak Hitam. Ahh, jika aku
sampai bertemu dengan manusia yang satu itu apalagi jika ia sempat melihat Patung
Kematian berada di
tanganku. Urusan pasti semakin bertambah runyam. Tapi jika aku berbalik langkah,
bukan mustahil pemuda berpakaian kulit harimau itu akan
bertemu denganku. Tapi rasanya aku tidak mempunyai pilihan lain. Mana mungkin
aku sanggup menerobos semak belukar di depan sana. Baiknya
aku mengambil jalan lain agar aku tidak bertemu
dengan siapapun." batin orang berkerudung hijau
ini sambil memutar langkah dan bermaksud berlari kembali. Celakanya sebelum
niatnya itu kesampaian, entah dari mana datangnya tahu-tahu di
depannya telah berdiri tiga orang laki-laki berjubah hitam. Dua orang
diantaranya memakai topeng tengkorak. Sedangkan seorang lagi berwajah
bengis. "Eeh...!"
Orang berkerudung hijau ini bergerak mundur sejauh tiga langkah. Sedangkan laki-
laki berjubah hitam bertampang bengis sekaligus merupakan penguasa di lembah
Tapis Angin nampak
menyeringai, sehingga membuat semakin angker
penampilannya. "Hahaha! Pucuk dicinta ulam tiba." kata Iblis Tengkorak Hitam dengan suara
menggelegar. "Kau pastilah Tokoh Misterius yang menggemparkan itu. Hemm. Sedangkan bungkusan
itu mungkin saja merupakan Patung Kematian yang kuimpi-impikan. Yang membuat
hatiku senang, justru
karena Tokoh Misterius merupakan seorang wani-
ta." Iblis Tengkorak Hitam kembali tertawa-tawa.
"Menyingkirlah, kau tidak akan sanggup
menghadapiku!" bentak Tokoh Misterius itu sambil
berkacak pinggang. Mendengar suaranya yang kecil dan merdu. Sekarang Iblis
Tengkorak Hitam
semakin bertambah yakin kalau orang yang berdiri
di hadapannya itu merupakan seorang wanita.
"Hmm. Suaramu merdu sekali, kau pastilah
seorang gadis cantik yang bersembunyi di balik kerudungmu. Mengingat aku masih
menghargaimu, lebih baik kau serahkan Patung Kematian secara
baik-baik padaku. Siapa tahu aku berkenan mengangkatmu menjadi seorang istri."
ujar laki-laki berjubah hitam ini dengan sesungging senyum penuh kelicikan. Andai saja Tokoh
Misterius itu tidak
memakai kerudung. Tentu Iblis Tengkorak Hitam
dapat melihat betapa orang yang dihadapinya
nampak berubah memerah parasnya.
"Kau akan mati sia-sia karena kelancangan
mulutmu itu, Iblis Tengkorak Hitam!" bentak perempuan berkerudung hijau ini
tanpa maksud mengancam. "Apa" Mati secara sia-sia" Tentu saja aku
rela jika aku mati di dalam pelukanmu." ejek penguasa lembah Tapis Angin itu
sambil bergerak
mendekati Tokoh Misterius.
"Berhenti...!"
"Aku tidak akan berhenti, terkecuali kau
menyerahkan patung itu berikut dirimu." jawab Iblis Tengkorak Hitam sambil
tersenyum sinis.
Mendengar kata-kata yang bernada sebuah
penghinaan ini. Si Tokoh Misterius sudah tidak
dapat lagi menahan kemarahannya.
"Hiyaaa...!"
Perempuan berkerudung hijau yang merasa
tidak ada pilihan lain lagi, pada saat itu juga menerjang Iblis Tengkorak Hitam.
Gerakan Tokoh Misterius ini cepat dan tidak dapat di duga-duga.
Membuat penguasa lembah Tapis Angin terperanjat kaget. Dan sebelum Iblis
Tengkorak Hitam menyadari apa yang dilakukan oleh perempuan itu.
Tiba-tiba saja ia telah menghantamkan telapak
tangannya ke arah Iblis Tengkorak Hitam dan dua
orang pembantunya. Desiran halus segera menerpa ke arah laki-laki berjubah hitam
ini, namun ia segera melompat ke samping menghindari serangan paku-paku beracun yang
dikibaskan oleh lawannya. Dua orang pembantu Iblis Tengkorak Hitam yang tidak
sempat menyelamatkan diri langsing terpelanting roboh sambil melolong tinggi.
Tubuh dua orang pembantu yang mengenakan topeng tengkorak itu langsung berubah
menghitam ketika paku-paku beracun itu menembus tubuh
mereka Iblis Tengkorak Hitam menjadi terkejut setengah mati melihat kecepatan
gerak perempuan
berkerudung hijau ini.
"Setan keparaat! Kau telah membunuh
pembantuku...!" desis Iblis Tengkorak Hitam.
"Silahkan kau cari pembantu lain di Neraka...!" sambut Tokoh Misterius sambil
menerjang ke arah lawannya yang nampak sangat marah karena kematian dua orang pembantunya.
"Haaa!"
Diiringi teriakan melengking tinggi. Iblis
Tengkorak Hitam segera menghindari terjangan
lawan sambil melancarkan serangan balasan yang
berupa pukulan jarak jauh yang disertai dengan
pengerahan tenaga dalam yang cukup tinggi. Angin
keras menderu ketika Iblis Tengkorak Hitam melontarkan pukulannya ke arah depan.
Merasakan datangnya serangan balasan yang menebarkan
hawa dingin luar biasa. Dengan cepat sekali perempuan berkerudung serta
berpakaian hijau ini
segera menarik balik serangannya. Sebagai gantinya ia mengebutkan lengan bajunya
yang panjang dan longgar. Maka begitu bagian baju itu
mengibas. Dari balik baju itu menderu hawa yang
sangat aneh. Dengan telak hawa panas aneh itu
menghantam pukulan jarak jauh yang dilepaskan
oleh Iblis Tengkorak Hitam. Wuus!
Blaam! Bledeer!
Terdengar dua kali ledakan berturut-turut
sehingga membuat tanah yang mereka pijak bagai
dilanda selaksa gempa. Iblis Tengkorak Hitam tergetar tubuhnya. Sedangkan
perempuan berkerudung hijau itu setelah berlompatan dengan gerakan-gerakan yang
sangat indah, segera menjejakkan kakinya kembali di atas rerumputan tidak
jauh dari tempat lawannya berdiri.
"Hem. Rupanya si Tokoh Misterius bukanlah nama kosong. Tapi jangan merasa menang
dulu. Karena apa yang baru saja kau lihat hanyalah
sebuah permulaan saja." geram Iblis Tengkorak Hitam sambil meludah beberapa
kali. "Jangan banyak mulut! Terimalah!" sebelum
teriakan perempuan berkerudung hijau ini lenyap
sama sekali. Pada saat itu juga tiba-tiba tubuhnya
berkelebat cepat. Semakin lama gerakannya semakin bertambah cepat laksana kilat,
sehingga dalam waktu sebentar saja tubuhnya telah lenyap, sehingga hanya tinggal merupakan
sambaransambaran angin yang sangat deras menerpa tubuh
Iblis Tengkorak Hitam.
"Keparaat!" maki Iblis Tengkorak Hitam merasa dipermainkan oleh lawannya. Tiba-
tiba ia menghentakkan tangannya secara membabi buta.
Detik itu juga dari telapak tangannya menderu angin kencang yang menebarkan hawa
panas tiada tertahankan. Pukulan maut itu dihantamkan oleh
Iblis Tengkorak Hitam ke delapan penjuru mata
angin. Jelas salah satu pukulan yang dilepaskan
secara untung-untungan ini menghantam lawannya. Brees!
Terdengar pekikkan tertahan disertai terpentalnya sesosok tubuh ramping
perempuan itu. Melihat pukulannya berhasil mengenai sasaran.
Iblis Tengkorak Hitam langsung tertawa tergelakgelak. Di luar sepengetahuannya,
perempuan kerudung hijau yang sedang tertatih-tatih untuk
bangkit kembali dengan kecepatan laksana kilat
mengibaskan tangannya.
Weer! "Iih...!"
Gerakan yang tiada di duga-duga ini tentu
sangat mengejutkan lawannya. Sehingga membuat
Iblis Tengkorak Hitam menghentikan tawanya tibatiba. Dalam keadaan terperanjat
itu ia berusaha
menghindari serangan senjata rahasia paku bera-
cun dengan memutar kedua tangannya membentuk perisai diri.
Wuts! "Uaah...!"
Beberapa paku beracun berhasil diruntuhkan oleh Iblis Tengkorak Hitam. Namun dua
diantaranya tidak dapat dihindarinya lagi. Laki-laki
berwajah menyeramkan ini terhuyung-huyung beberapa tindak ke belakang. Dengan
cepat ia mencabut paku beracun yang menancap di bagian paha dan pergelangan
tangannya. Setelah itu dengan
cepat pula ia menotok jalan darah di sekitar luka
untuk mencegah agar racun tidak cepat menjalar
ke sekujur tubuhnya.
"Sebentar lagi kau pasti segera menyusul
dua orang pembantumu, Tengkorak Hitam." dengus perempuan berkerudung hijau ini
sambil melancarkan pukulan susulan.
"Sekarang kau boleh tertawa. Tapi sebentar
lagi kau akan kubuat menangis dan minta ampun
padaku." teriak Iblis Tengkorak Hitam sambil merangkapkan kedua tangannya di
atas bagian kepalanya. Tidak lama kemudian kedua tangan yang
telah menyatu di atas kepala itu telah mengepulkan asap putih. Tubuh Iblis
Tengkorak Hitam bergetar hebat, keringat mengalir deras di sekujur tubuhnya.
Tapi rupanya perempuan kerudung hijau
ini sadar betapa lawan sekarang telah mengerahkan pukulan Racun Pembebas Sukma
yang pernah dia dengar akan kehebatannya. Meskipun Tokoh Misterius ini sempat
terkejut. Namun sedetik
kemudian ia telah pula mengerahkan pukulan
yang sangat diandalkannya. Dalam waktu yang
bersamaan... "Hiyaa! Hiyaa!"
Buuum! Dengan cepat kedua pukulan berisi dua tenaga sakti itu saling menyambut. Iblis
Tengkorak Hitam tidak bergeming di tempatnya. Tetapi di pihak perempuan berkerudung hijau
nampak jatuh terduduk. Ia merasakan tulang belulangnya remuk. Tubuhnya meskipun tidak
mengalami luka dalam, namun lemas tiada bertenaga.
Pabila ia mencoba menggerakkan kaki dan
tangannya. Maka tangan dan kakinya terasa kaku.
Pucat wajah Tokoh Misterius itu seketika. Bukan
main gembiranya Iblis Tengkorak Hitam melihat
lawannya tidak berdaya sama sekali.
"Hahaha! Mimpi apa aku semalam. Hari ini
aku mendapatkan keuntungan yang cukup besar.
Patung Kematian berhasil kumiliki, lebih dari itu
hari ini aku juga akan melihat betapa cantiknya
wajah si Tokoh Misterius yang telah menghadiahkan Patung Kematian itu
padaku...!"
Iblis Tengkorak Hitam kemudian berjalan
lambat menghampiri Patung Kematian yang tergeletak tidak jauh dari tempat
perempuan berkerudung hijau itu. Setelah memungut patung itu sebentar, laki-laki
berjubah hitam itu mengamati
bungkusan itu sebentar. Kemudian ia menggumam...
"Tepat seperti dugaanku, Patung Kematian
mengandung racun yang sangat keji. Aku tidak boleh membukanya di sini. Hahaha,
lebih baik ku- buka kerudung yang menutupi wajah Tokoh Misterius."
Walaupun kata-kata yang diucapkan oleh
Iblis Tengkorak Hitam hanya lirih saja, namun sebagai orang yang memiliki
kepandaian tinggi, perempuan berkerudung itu dapat menangkap katakata yang
diucapkan lawannya. Celakanya hingga
sampai saat itu ia masih belum mampu menggerakkan tubuhnya sama sekali. Sehingga
membuatnya merasa takut setengah mati.
"Kurang ajar! Jangan kau dekati aku." bentak perempuan berkerudung hijau tanpa
mampu beringsut dari tempatnya.
"Jangan takut! Aku hanya akan memberi
kesenangan padamu!" kata Iblis Tengkorak Hitam.
Kemudian setelah ia berada di samping Tokoh Misterius yang sudah tidak mampu
berbuat sesuatu
karena pukulan beracun Pembebas Sukma yang
menghantam tubuhnya. Selanjutnya tanpa berkata
apa-apa lagi, laki-laki berjubah hitam ini merenggut kerudung yang menutupi


Pendekar Hina Kelana 36 Misteri Patung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajahnya. "Ahh...!"
Iblis Tengkorak Hitam terpekik kaget. Di
luar dugaannya rupanya perempuan bersuara
merdu itu meskipun berusia sangat muda namun
wajahnya jelek tidak ketulungan.
"Hihihi! Apakah setelah melihat wajahku,
engkau masih tertarik untuk mempermainkan
aku." kata Tokoh Misterius sambil tersenyum
mencibir. "Sekarang aku sedang berpikir-pikir!" dengus laki-laki berjubah hitam ini dengan
pandangan tajam menusuk. "Keparaat! Bebaskan aku dari racun Pembebas Sukma, setelah itu kita bertarung
sampai salah seorang diantara kita menemui ajal." teriak
perempuan berwajah buruk itu dengan sikap menantang. Tapi Iblis Tengkorak Hitam
membalasnya dengan senyum rawan.
"Meskipun wajahmu jelek. Dari pada kita
harus bertarung mati-matian. Alangkah lebih baik
lagi kalau kita bersenang-senang saja."
Sesaat setelah itu laki-laki berjubah hitam
ini di luar dugaan segera mencabik-cabik pakaian
Tokoh Misterius. Dan sinar matanya berubah liar
dan jalang ketika ia melihat sesuatu yang sangat
jarang di lihatnya. "Auu, lepaskan...!"
Tokoh Misterius berusaha meronta, ketika
jemari tangan yang kokoh itu menyentuh kedua
bukit yang ternyata sangat indah. Perempuan itu
semakin berteriak-teriak histeris dan menggelinjang saat tangan-tangan yang
kokoh itu terus meluncur ke arah bagian perutnya.
Breet! Breet! Tokoh Misterius berteriak-teriak dengan suaranya yang semakin parau ketika Iblis Tengkorak
Hitam melemparkan kain penutup tubuhnya yang
terakhir. Akhirnya tanpa berpikir panjang lagi. Laki-laki berjubah hitam inipun
segera pula menanggalkan jubahnya.
Detik-detik selanjutnya hanyalah dengus
suara nafas yang tidak beraturan. Si Tokoh Misterius, hanya mampu merintih sedih
dan putus asa ketika Iblis Tengkorak Hitam menindih tubuhnya.
Saat laki-laki berjubah hitam ini melampiaskan
nafsu iblisnya. Mendadak terdengar suara bentakan-bentakan yang disertai dengan
derap langkah kaki kuda mendekat ke arahnya.
"Keparaat. Setan mana lagi yang berani
mengganggu pekerjaanku." geram Iblis Tengkorak
Hitam. Dengan sikap tergesa-gesa ia segera mengenakan pakaiannya kembali yang
berserakan. Sementara dibiarkannya Tokoh Misterius yang dalam keadaan terlentang tanpa
sehelai lembar benangpun.
"Kalian memang pasangan iblis yang tidak
mempunyai rasa malu sedikitpun...!" bentak salah
seorang penunggang kuda yang tidak lain adalah
ketua perguruan Teratai Putih bersama sepuluh
orang muridnya.
"Bangsat ini hendak memperkosaku orang
tua, untung kau cepat datang." sambut Tokoh Misterius sambil berusaha menggapai
pakaiannya yang terobek di beberapa bagian. Sebentar Wiku
Swanda menoleh ke arah perempuan yang dalam
keadaan setengah membugil itu. Dan matanya
menjadi terbelalak ketika melihat perempuan berwajah buruk itu.
"Kau mengenaliku, orangtua!" ucap perempuan yang sedang dalam keadaan tidak
berdaya itu, dingin menusuk.
"Kau... kau, Tokoh Misterius yang telah
membunuh beberapa orang muridku?" tanya Wiku
Swanda dengan suara bergetar.
Perempuan itu kembali tersenyum, sesungging senyum yang hanya diketahui maknanya
oleh Wiku Swanda.
"Baiklah, aku punya persoalan tersendiri
padamu, tapi saat sekarang ini aku merasa perlu
membereskan manusia yang satu ini."
Wiku Swanda berpaling pada Iblis Tengkorak Hitam, tidak begitu lama perhatiannya
segera terpaku pada bungkusan kain sutera merah di
tangan laki-laki berjubah hitam ini.
"Benda yang terbungkus kain sutera merah
itu pastilah Patung Kematian milikku. Sekarang
cepat kau serahkan padaku, Iblis Tengkorak Hitam!" perintah Wiku Swanda dengan
suara melengking tinggi. Laki-laki berjubah hitam ini tersenyum mencibir.
"Tidak perduli Patung Kematian milik siapa.
Tetapi apabila telah terjatuh ke tanganku. Maka
tidak seorangpun yang akan kubiarkan merebutnya."
"Kurang ajar! Ringkus dan bunuh penghuni
lembah Tapis Angin itu...!" teriak Wiku Swanda
memberi perintah pada sepuluh orang muridnya.
Secara serentak murid-murid perguruan Teratai
Putih berlompatan dari atas punggung kuda masing-masing. Dengan cepat pula
mereka segera menyerang Iblis Tengkorak Hitam dengan pedang terhunus. Laki-laki
berjubah hitam ini menyambut
serangan sepuluh orang murid perguruan Teratai
Putih dengan tawanya yang tinggi melengking,
membuat sakit gendang-gendang telinga.
"Shaa!"
Sepuluh mata pedang menderu deras ke
arah Iblis Tengkorak Hitam. Penguasa lembah Ta-
pis Angin ini tanpa sungkan-sungkan lagi melontarkan pukulan deras ke arah
lawan-lawannya.
Cepat sekali serangan ganas yang dilakukan oleh
laki-laki berjubah hitam ini sehingga membuat
dua orang murid Wiku Swanda sudah tidak sempat mengelak lagi.
Wuss! Blaaar! "Aaah...!"
Begitu terhantam pukulan yang menebarkan dingin beracun itu, maka dua orang
murid Wiku Swanda nampak terpelanting roboh dengan
tubuh berubah membiru dan darah menyembur
dari mulut mereka. Melibat muridnya terkapar
tanpa mampu bergerak-gerak lagi. Ketua perguruan Teratai Putih ini menjadi
sangat marah sekali. Dengan perasaan geram, diterjangnya Iblis
Tengkorak Hitam dengan serangan gencar yang
mengandung tenaga dalam cukup tinggi.
"Bagus. Guru dan murid ingin mencari mati
bersama-sama." dengus laki-laki berjubah hitam
sambil melentingkan tubuhnya ke udara untuk
membebaskan diri dari kepungan lawan-lawannya.
Sementara itu Tokoh Misterius yang sedang
berusaha mengembalikan tenaga dalamnya yang
sempat punah karena serangan laki-laki berjubah
hitam itu nampak terus memperhatikan ke tempat
terjadinya pertempuran. Di hatinya ia sama-sama
membenci kedua belah pihak yang sedang terlibat
pertempuran sengit itu. Kepada Iblis Tengkorak Hitam ia benci bahkan ingin
membunuh laki-laki
berjubah hitam ini karena hampir saja berhasil
memperkosanya. Hal ini merupakan satu kejahatan yang tidak dapat dimaafkannya.
Sebaliknya dengan Wiku Swanda. Hmm, dendamnya setinggi
langit dan sebanyak buih di lautan.
Masih terbayang dalam ingatannya peristiwa tujuh tahun yang lalu di Bukit
Kematian. Waktu itu malam dalam keadaan gelap gulita dan dalam suasana hujan
lebat pula ketika datang seorang laki-laki ke tempat tinggal Nyai Mawar Merah.
Laki-laki itu dikenal sebagai adik kandung gurunya. Kedatangan laki-laki yang
saat itu masih merupakan tokoh persilatan aliran hitam merupakan kejadian buruk yang tidak
dapat dilupakannya. Kepada Nyai Mawar Merah, laki-laki berumur
enam puluhan itu secara langsung menyatakan
keinginannya untuk meminta Patung Kematian
yang selama berpuluh-puluh tahun tersimpan di
sebuah tempat yang aman.
Sebagai seorang kakak yang paham betul
akan sifat adiknya yang ugal-ugalan itu. Tentu saja Nyai Mawar Merah yang
merupakan guru si gadis tidak memberikan benda itu padanya. Rupanya
laki-laki yang seusia hampir sama dengan gurunya
itu tidak mau terima begitu saja. Ia tetap ngotot
ingin memiliki benda berharga peninggalan almarhum orangtua mereka yang berjuluk
Sepasang Pedang Kembar. Perselisihan pendapat itu rupanya
terus berlanjut dengan adu pedang dan kekerasan.
Dalam keadaan hujan lebat dan gelap gulita. Pertempuran sengit antara adik dan
kakak ini terjadi.
Si murid yang saat itu baru berumur belasan tahun ini hanya mampu memperhatikan
pertempu- ran yang terjadi dengan perasaan khawatir tanpa
mampu berbuat apa-apa.
Dalam pertempuran sengit yang berlangsung puluhan jurus itu sebenarnya Nyai
Mawar Merah masih unggul dalam hal segala-galanya.
Hanya saja ia terlalu memberi hati kepada adik
kandungnya itu. Keadaan seperti itu sudah jelas
dimanfaatkan oleh sang adik untuk mendesak kakaknya. Akhirnya dengan cara yang
amat licik, laki-laki itu berhasil menjatuhkan Nyai Mawar Merah. Perempuan yang
menjadi guru si gadis itu tewas dengan bagian punggung tertembus pedang.
Sebagai seorang murid kematian gurunya tentu
merupakan satu pukulan yang sangat berat. Apalagi hal seperti itu terjadi di
depan matanya. Sambil berteriak-teriak histeris, ia berlari-lari mendapatkan
gurunya yang telah terkapar menjadi
mayat. Di luar dugaannya, setelah tidak berhasil
menemukan Patung Kematian di dalam rumah
tinggal Nyai Mawar Merah. Laki-laki itu keluar lagi,
kemudian menyeret gadis belasan tahun yang bernama 'Wulan Angraeni' untuk
menunjukkan tempat penyimpanan Patung Kematian. Gadis itu berontak bahkan
melakukan perlawanan yang sengit. Namun sampai sejauh mana kepandaian yang
dimiliki oleh Wulan saat itu. Dalam pertarungan
mencapai belasan jurus ia telah kena ditotok oleh
laki-laki berusia enam puluhan. Ketika Wulan Angraeni masih saja tetap menolak
menunjukkan tempat penyimpanan Patung Kematian. Tanpa
mengenal rasa kemanusiaan sedikitpun, laki-laki
itu terus menyiksanya dengan cara-cara penyik-
saan yang amat kejam. Bahkan ketika sampai keesokan harinya Wulan Angraeni masih
juga tidak mau membuka mulut. Laki-laki itu dengan cara
yang sangat pengecut menyeret gadis belasan tahun ini dengan beberapa ekor kuda.
Sehingga wajah gadis cantik itu mengalami luka-luka yang
sangat mengerikan. Tidak dapat menahan siksaan
yang begitu rupa akhirnya dengan sangat terpaksa
menunjukkan tempat penyimpanan Patung Kematian. Setelah mendapatkan patung itu,
laki-laki telenggas itu kemudian meninggalkan Wulan begitu
saja. Bukan main marahnya gadis yang terluka
parah pada bagian wajahnya ini menyaksikan sepak terjang orang yang bernama Wiku
Swanda itu. Bahkan ia telah bersumpah di depan kubur gurunya. Ia akan membunuh Wiku Swanda
di samping mendapatkan Patung Kematian yang telah dilarikan oleh laki-laki itu.
Sejak peristiwa yang menghancurkan kehidupannya itu, Wulan Angraeni semakin
tekun memperdalam ilmu olah kanuragan melalui kitabkitab peninggalan gurunya. Hingga
kemudian sampailah berita kepadanya bahwa musuh besarnya telah mendirikan sebuah
perguruan silat aliran putih di daerah Bayur Kemuning.
"Hmm. Betapa sangat liciknya manusia
yang satu ini. Ia menyembunyikan segala kebusukkannya di balik topeng kebaikan
yang ia tawarkan kepada orang lain." dengus Tokoh Misterius yang ternyata
merupakan pemilik Patung Kematian yang sah.
"Aku harus dapat mengembalikan kekua-
tanku dalam waktu yang tepat. Sehingga aku dapat menghadapi siapapun diantara
mereka yang keluar menjadi pemenang...!" kata Wulan sambil
memejamkan matanya.
Sementara itu di tempat terjadinya pertempuran, terlihat beberapa orang murid
Wiku Swanda sudah tergeletak tanpa nyawa lagi. Bahkan tidak kepalang tanggung,
tindakan yang dilakukan
Iblis Tengkorak Hitam ini. Ia kelihatan semakin
memperhebat serangannya. Setiap tendangan kilat
yang dilakukannya maupun pukulan-pukulan
yang dilepaskannya selalu meminta korban di pihak Wiku Swanda. Sehingga dalam
gebrakangebrakan selanjutnya tidak seorangpun murid perguruan Teratai Putih yang
tersisa. Semuanya habis
terbantai di tangan Iblis Tengkorak Hitam secara
menyedihkan. "Hemm. Adakah niat di hatimu untuk tetap
bersikeras memiliki benda ini, Wiku?" tanya Iblis
Tengkorak Hitam dengan sesungging senyum
mengejek. "Kurang ajar. Selain telah merampas Patung
Kematian dari tanganku. Engkau juga telah membunuh seluruh muridku. Aku akan
mengadu jiwa denganmu." teriak Wiku Swanda.
Lalu dengan sekali lompatan Wiku Swanda
telah mencabut pedang dari rangkanya. Pedang di
tangan ketua perguruan Teratai Putih itu menderu
dan menimbulkan angin yang sangat dingin luar
biasa. Setiap tebasan pedang yang dilakukan oleh
Wiku Swanda, pasti menimbulkan hawa dingin
yang membuat nyeri kulit lawannya. Dapat di-
bayangkan betapa beracunnya pedang di tangan
Wiku Swanda ini. Iblis Tengkorak Hitam tersentak
kaget ketika merasakan betapa berbahayanya senjata di tangan lawannya. Bahkan ia
merasa sejak lawan mempergunakan senjatanya. Setiap serangan yang dilancarkan oleh laki-laki
berjubah hitam ini selalu dapat dimentahkan oleh Wiku Swanda.
Sekarang sadarlah Iblis Tengkorak Hitam ini, betapa lawannya menjadi sangat
hebat setelah pedang berwarna hitam itu berada di tangannya.
*** 8 Untuk pertama kalinya dalam menghadapi
Wiku Swanda, laki-laki berjubah hitam ini merangkapkan kedua tangannya di atas


Pendekar Hina Kelana 36 Misteri Patung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepala. Tapi Wiku Swanda yang sudah melihat akibat dari pukulan yang akan dilepaskan oleh
Iblis Tengkorak
Hitam sudah tidak memberinya kesempatan untuk
melepaskan pukulan maut itu. "Hiyaa...!"
Dengan senjata terhunus, Wiku Swanda
menerjang lawannya dengan gerakan yang sangat
cepat luar biasa. Sehingga Iblis Tengkorak Hitam
gagal melepaskan pukulannya. Sebagai kelanjutannya ia terpaksa melompat ke
samping kiri sambil merundukkan kepalanya. Serangan itu luput,
namun Wiku Swanda kembali memutar pedangnya
menyusul gerakan lawannya yang terus bergulingguling menghindari senjata di
tangan ketua pergu-
ruan Teratai Putih itu. Tidak ada lagi yang dapat
dilakukan oleh Iblis Tengkorak Hitam dalam
menghadapi serangan yang datangnya bertubi-tubi
ini, terkecuali menyambut serangan lawan yang
datangnya bertubi-tubi ini. Setelah berhasil menghindari serangan ganas tadi,
laki-laki berjubah hitam ini bagaikan kilat memutar tubuhnya. Kemudian melakukan
tendangan kilat ke bagian kaki
Wiku Swanda. Namun lebih cepat lagi lawan telah
mengibaskan pedangnya ke arah bawah. Sambil
mengumpat geram, Iblis Tengkorak Hitam menarik
balik serangannya yang berhasil di mentahkan
oleh Wiku Swanda. Namun begitu serangan kakinya luput. Ia telah melontarkan
pukulannya ke arah bagian wajah lawannya.
Wuts! Wiku Swanda yang merasakan adanya desiran halus dari arah depannya segera
memutar pedang di tangannya dengan gerakan yang sangat
cepat luar biasa.
Bress! "Uhh...!"
Tubuh Iblis Tengkorak Hitam sempat terhuyung-huyung tiga tindak ke belakang
ketika pukulan yang dilepaskannya membentur senjata lawannya. Bukan main
marahnya laki-laki berwajah
angker ini ketika melihat pukulan maupun tendangan kilat yang dilakukannya
selalu saja berhasil dihalau oleh lawannya.
"Setan keparaat! Rupanya dengan pedang di
tanganmu itu kau berubah menjadi tangguh. Buih.
Tapi jangan bangga dulu, sama sekali aku belum
merasa kalah...!" dengus Iblis Tengkorak Hitam di
sela-sela kemarahan dan rasa putus asa yang
mendalam. "Kalau kau masih mempunyai ilmu simpanan. Cepat kau keluarkan semuanya sebelum
keburu mampus!" kata Wiku Swanda seolah memberi kesempatan pada laki-laki
berjubah hitam ini
untuk mengeluarkan semua kepandaian yang dimilikinya.
Di luar dugaan, tiba-tiba saja Iblis Tengkorak Hitam mencabut sebuah seruling
dari balik jubahnya. Dengan cepat ia segera meniup seruling
itu sehingga menimbulkan bunyi yang tidak beraturan. Sebelum Wiku Swanda
menyadari apa yang
terjadi, tiba-tiba belasan muridnya yang menggeletak menjadi mayat, nampak
bergerak-gerak bangkit kembali. Iblis Tengkorak Hitam terus meniup
seruling di tangannya, dan anehnya mayat-mayat
murid perguruan Teratai Putih itu seperti dikomando segera bergerak mengepung
Wiku Swanda. "Orangtua musuh bebuyutanku. Awas di
belakangmu!" teriak Wulan Angraeni yang saat itu
telah dapat memulihkan tenaga dalamnya memperingatkan. Rupanya gadis berwajah
buruk ini tidak
rela jika orang yang telah membunuh gurunya serta melarikan Patung Kematian ini
sampai tewas di
tangan Iblis Tengkorak Hitam.
*** "Seruling Iblis!" desis ketua perguruan Teratai Putih sambil memutar pedangnya
membabat mayat-mayat muridnya yang bergerak mengikuti
irama seruling di tangan Iblis Tengkorak Hitam.
Marah bukan main Wiku Swanda melihat ulah laki-laki berjubah hitam ini, walau
bagaimanapun mayat-mayat yang bergerak menyerangnya itu masih merupakan muridnya sendiri.
Yang pernah hidup bersamanya selama beberapa tahun. Tapi
mengingat keselamatan dirinya sendiri. Akhirnya
hilanglah kesabaran di hati laki-laki berusia tujuh
puluhan ini. Tanpa berpikir panjang lagi ia mengayungkan pedangnya yang sangat
berbisa itu ke segala penjuru arah. Beberapa mayat langsung
bergelimpangan roboh. Tubuh mereka terpotongpotong menjadi beberapa bagian.
Bahkan kepala mereka pun ada yang menggelinding.
"Hiyaa...!"
Wiku Swanda segera melesat setelah melihat mayat-mayat bergentayangan itu
berusaha bangkit sekali lagi. Luar biasa cepatnya gerakan
laki-laki tua itu sehingga Iblis Tengkorak Hitam
yang sedang berusaha membangkitkan mayatmayat lainnya tidak memperhatikan
gerakan senjata lawan yang menderu deras ke arahnya. Ketika
laki-laki berjubah hitam itu merasakan adanya desiran halus ke arahnya. Ia hanya
mampu terperangah tapi masih sempat menggerakkan seruling
di tangannya dengan satu sentakan yang kuat. Seruling di tangan Iblis Tengkorak
Hitam terbabat putus menjadi beberapa bagian. Namun pedang di
tangan Wiku Swanda tanpa mengenal ampun terus menderu ke arah lawannya,
akibatnya... Bet! Jrees! "Wuakgh...!"
Iblis Tengkorak Hitam menjerit setinggi langit saat pedang di tangan Wiku Swanda
menghantam kepala laki-laki itu. Tubuh Iblis Tengkorak Hitam jatuh tersungkur.
Tubuhnya berkelojotan sebentar, kemudian terdiam untuk selama-lamanya,
mati. Sekejap saja ketua perguruan Teratai Putih
itu memandangi mayat lawannya yang memiliki
ilmu luar biasa. Tidak lama setelah itu ia segera
memungut bungkusan yang berisi Patung Kematian yang tergeletak tidak jauh dari
mayat Iblis Tengkorak Hitam.
"Tinggalkan Patung Kematian itu, Wiku keparaat...!" terdengar bentakan nyaring.
"Ehh," Wiku Swanda segera berpaling, ketika teringat gadis yang dalam keadaan
tidak berdaya tadi. Tapi ia menjadi terkejut ketika melihat
gadis berwajah buruk itu telah berdiri sambil bertolak pinggang tidak begitu
jauh darinya. "Kau muridnya Nyai Mawar Merah." desisnya bagai melihat hantu di siang hari.
Tanpa berkata apa-apa gadis itu tersenyum
menggidikkan. Tatapan matanya menyimpan seribu dendam atas perlakuan yang pernah
dirasakannya dari Wiku Swanda beberapa tahun yang
lalu. "Kau memang manusia licik, Wiku. Kau bunuh kakak kandungmu sendiri, kemudian kau
rusak wajah muridnya. Sehingga ia tidak memiliki
arti hidup sama sekali. Semua kekejianmu kau lakukan tanpa perasaan sama sekali,
hanya sematamata karena Patung Kematian itu. Sayangnya
hanya aku sendiri yang mengetahui tentang kelicikanmu itu. Kini kau berlindung
dengan kedok kebaikan yang kau lakukan di dalam lingkunganmu.
Kau memang terlalu rapi membuang jejak, Wiku
keparaat... tapi kau tidak akan pernah mampu
menghilangkan bekas-bekas luka yang membuat
wajahku menjadi buruk rupa. Ah... sayang! Sayang
sekali Pendekar Hina Kelana tidak pernah menyadari kalau dirinya kau peralat."
bentak Wulan Angraeni dengan pandangan dingin tajam menusuk.
Tetapi Wiku Swanda menanggapinya dengan tawa bergelak-gelak. Dengan tidak kalah
sengitnya ia memperhatikan Wulan Angraeni. Sinar
matanya yang biasanya lembut dan memancarkan
kewibawaan, sekarang sirna sama sekali. Tatapannya liar dan mengandung maksud
licik. "Selamanya Pendekar Hina Kelana memang
tidak pernah mengetahuinya, Tokoh Misterius. Karena kau satu-satunya orang yang
mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, sebentar lagi
kau akan mati di tanganku." bentak Wiku Swanda
berubah beringas. Sebenarnya pada saat gadis
berwajah buruk itu menyebut gelar pemuda yang
bernama Buang itu. Wiku Swanda merasa terkejut
juga, sebab ia sendiri sama sekali tidak menyangka kalau pemuda berpakaian kulit
harimau yang telah berjanji untuk membantunya dalam menemukan Patung Kematian itu ternyata
seorang pendekar rimba persilatan yang memiliki julukan Pendekar Hina Kelana.
Apa yang ditakutkan oleh Wiku Swanda
adalah bagaimana seandainya nanti Buang menge-
tahui siapa dirinya yang sesungguhnya. Ia berpikir
jalan satu-satunya untuk melenyapkan bukti
bahwa Patung Kematian sebenarnya bukanlah miliknya yang sah. Wiku Swanda harus
membunuh Wulan Angraeni, karena gadis itulah satu-satunya
saksi hidup yang sewaktu-waktu dapat membongkar kedoknya. Itulah sebabnya tanpa
berpikir panjang lagi ia segera menghunus pedangnya untuk
menyingkirkan lawan yang satunya ini. Namun sebelum niatnya itu kesampaian,
tiba-tiba dari satu
arah berkelebat sosok bayangan begitu cepatnya
ke arah mereka. Tidak sampai sekedipan mata,
mendadak seorang pemuda berpakaian serba merah telah berdiri tegak tidak begitu
jauh dari kedua
orang itu. Bukan main terkejut hatinya, melihat
kehadiran Buang yang secara tiba-tiba itu.
Tapi hal yang sesungguhnya bukan secara
kebetulan Buang sampai di tempat itu. Karena sejak Iblis Tengkorak Hitam dan
Wiku Swanda terlibat pertempuran. Pendekar Hina Kelana yang terus mengikuti ke
manapun Tokoh Misterius itu
melarikan diri, Buang terus bergerak mengikuti.
Dan pemuda ini baru menghentikan langkahnya
jika orang yang dikejarnya juga menghentikan larinya. Pemuda berpakaian serba
merah ini menjadi
tertegun ketika mendengar isak tangis Tokoh Misterius yang menyebut-nyebut Wiku
Swanda sebagai orang yang menyebabkan malapetaka di rimba
persilatan. Bahkan di sela-sela isak tangisnya itu Tokoh Misterius itu menyatakan
penyesalannya karena merasa tidak mampu menjaga rahasia ten-
tang tempat disembunyikannya Patung Kematian.
Dari situlah Buang tertegun dan menjadi ragu
dengan segala apa yang pernah dikatakan oleh Wiku Swanda kepadanya beberapa hari
yang lalu. Begitu pun ia tidak ingin melepas orang yang diincarnya. Ke manapun Tokoh
Misterius itu pergi.
Dari jarak tertentu Buang terus mengikutinya.
Hingga akhirnya sampailah mereka di pinggiran
lembah Tapis Angin. Kini Pendekar Hina Kelana itu
memandang pada Wiku Swanda dengan tatapan
tiada berkedip sedikitpun.
"Wiku! Berkatalah jujur padaku. Benarkah
semua apa yang dikatakan oleh gadis itu...!" pancing Buang seolah tidak mengerti
duduk persoalan
yang sebenarnya.
"Mengapa kau harus percaya dengan semua
ucapannya, Buang!" Wiku Swanda balik bertanya.
"Perempuan muka buruk ini mencoba memutar
balikkan fakta. Kau jangan terpancing omongannya." lanjut laki-laki berpakaian
serba putih ini
dengan wajah berubah merah padam.
Mendengar kata-kata Wiku Swanda, Pendekar Hina Kelana ini tersenyum tipis.
Sekarang jelaslah sudah, bahwa orang yang dibelanya selama
ini ternyata tidak lebih dari pada manusia licik
yang tidak perlu di kasihani.
"Mengapa kau ingin membunuhnya, Wiku!
Mengapa...?" pertanyaan Buang yang tidak pernah
diduga oleh Wiku Swanda sama sekali membuat
laki-laki berumur tujuh puluhan ini semakin bertambah kaget. Begitupun ia masih
berusaha menutupi kegelisahan jiwanya.
"Dia ingin merampas patung ini!" katanya
sambil mengangkat bungkusan yang dipegangnya
tinggi-tinggi. Pendekar Hina Kelana terdiam. Meskipun
hatinya merasa geram sekali karena Wiku Swanda
ternyata masih terus berbohong kepadanya. Dengan sikap seolah tidak mengetahui
duduk persoalan sebenarnya ia berpaling pada gadis berwajah
buruk itu, kemudian...
"Benarkah apa yang dikatakan oleh orang
itu Nisanak?"
"Kau telah termakan bualannya, Pendekar
Hina Kelana. Aku bukan ingin merampas Patung
Kematian dari tangannya, karena sebenarnya patung itu ia dapatkan setelah
membunuh kakak kandungnya sendiri!" teriak gadis itu histeris. Selanjutnya secara gamblang
Wulan Angraeni menceritakan segala sesuatunya kepada Buang dari
awal hingga akhir. Pendekar Hina Kelana yang sebenarnya telah mengetahui segala
sesuatunya tentang Patung Kematian semakin bertambah marah.
Sekarang dengan pandangan tajam menusuk diperhatikannya laki-laki berusia tujuh
puluhan itu. "Ternyata kau seorang pembohong besar,
Wiku! Sangat menyesal sekali aku telah membantumu. Sekarang, cepat kau serahkan
Patung Kematian pada gadis ini, Wiku! Karena hanya dialah
yang berhak mengembalikan patung itu ke tempat
asalnya." perintah Buang Sengketa.
"Hem. Kalian anak-anak ingusan coba-coba
memaksa aku?"
"Kalau kau tetap tidak mau mengembalikan
patung itu aku akan menempuh jalan kekerasan,
Wiku!" geram Buang merasa semakin tidak sabar
lagi. "Keparaat! Demi Patung Kematian ini aku
rela mengadu jiwa denganmu, Pendekar Hina Kelana." bentak Wiku Swanda sambil
melintangkan pedangnya di depan dada. Tentu saja tindakan gegabah yang dilakukan oleh Wiku
Swanda ini membuat Pendekar Hina Kelana sudah tidak mampu
lagi membendung amarahnya. Apalagi selama ini
ia merasa ditipu mentah-mentah oleh ketua perguruan Teratai Putih ini.
"Manusia semacammu memang tidak pantas di kasih hati Wiku keparat!"
"Heaa!"
Belum lagi Buang sempat menyelesaikan
ucapannya, tiba-tiba dengan senjata di tangannya
Wiku Swanda berteriak nyaring sambil melakukan
serangan-serangan ganas ke arah Buang Sengketa.
Dengan sikap waspada Buang menggeser kakinya


Pendekar Hina Kelana 36 Misteri Patung Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke kanan beberapa tindak. Sambil memiringkan
tubuhnya dengan kepala merunduk. Serangan pedang yang mengandung racun ganas ini
menemui sasaran yang kosong. Namun begitu serangan kilat
yang dilakukan, oleh Wiku Swanda menemui kegagalan. Dengan cepat tubuhnya
berbalik, kemudian kembali melancarkan serangan dengan kekuatan berlipat ganda.
Buang yang merasa tidak
punya pilihan lain lagi. Seketika itu juga menerjang mendahului tusukan pedang
yang dilakukan lawannya. Dengan cepat ia melepaskan satu tendangan telak ke arah tubuh Wiku
Swanda. Wust! Diegkh! "Uuh...!"
Mendapat serangan mendadak yang datangnya lebih cepat dari tusukan pedang di
tangannya. Eyang Wiku Swanda sudah tidak sempat
mengelak lagi, sehingga dengan telak tendangan
itu menghantam dadanya. Bungkusan yang berada
dalam genggaman Wiku Swanda terpental ke arah
gadis berwajah jelek. Wiku Swanda yang menderita
luka dalam itu menjadi sangat marah sekali. Dengan cepat ia memburu Buang
Sengketa. Tapi pada
saat itu juga Pendekar Hina Kelana yang sudah
merasa tertipu mentah-mentah ini sudah mencabut senjata andalannya.
Nguuung! Terasa menebarnya udara sedingin es di sekitar tempat itu, seberkas sinar merah
menyala bergulung-gulung mengurung Wiku Swanda. Lakilaki berusia tujuh puluhan ini
merasa terkejut bukan main. Namun dia sudah tidak dapat berpikir
lebih jauh lagi. Dengan segenap tenaga yang dia
miliki, Wiku Swanda memapaki serangan golok
Buntung itu dengan pedang di tangannya.
"Hiaat! Ciaaat!"
Traaang! Traaang!
Pedang di tangan Wiku Swanda hancur berkeping-keping dilanda senjata di tangan
Buang Sengketa. Tidak sampai di situ saja. Golok itu terus menderu menyambar bagian
perut Wiku Swanda. Laki- laki tua ini benar-benar sudah tidak
dapat berkelit lagi.
Nguung! Ngungg!
Craaas! "Arrrgkh...!" terdengar jeritan melengking
tinggi disertai ambruknya tubuh Wiku Swanda.
Pada saat itu tubuh Wulan Angraeni berkelebat.
"Eh... jangan...!" teriak Buang Sengketa
bermaksud mencegah. Tapi Wulan Angraeni yang
sudah diliputi dendam itu tidak mengubris sama
sekali. Diayunkan pedangnya menghantam tubuh
Wiku Swanda. Hingga tubuh laki-laki itu tidak
berbentuk lagi.
Ketika Wulan selesai melampiaskan nafsunya dan menoleh ke arah Pendekar Hina
Kelana. Ia tidak melihat pemuda itu di sana. Dari kejauhan
sana ia mendengar suara seseorang yang terus
bergerak semakin menjauh.
"Maafkan aku, nona. Karena selama ini aku
telah membantu pihak yang salah." suara itu tidak
lain merupakan suara Pendekar Hina Kelana yang
disampaikan melalui ilmu mengirimkan suara.
Wulan Angraeni hanya menggelengkan kepalanya
sambil tertunduk lesu.
TAMAT https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Scan/PDF: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Pendekar Cacad 15 Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Golok Halilintar 9
^