Pencarian

Ular Kobra Dari Utara 3

Pendekar Gila 27 Ular Kobra Dari Utara Bagian 3


hadapannya. "Mei Lie...! Kau ada di sini?" gumam Sena sepertinya tak percaya dengan apa yang
dilihatnya. "Kenapa Kakang kelihatan agak murung?" tanya Mei Lie sambil memeluk tubuh Sena,
kekasihnya. Sena hanya cengengesan dan menggaruk-garuk kepala. Matanya menatap gadis
berparas Cina itu.
"Apakah kau tak mendengar, saat ini rimba
persilatan sedang tercekam" Seorang tokoh asing berjuluk Si Ular Kobra dari
Utara' telah membunuh orang-orang persilatan...," tutur Sena.
"Aku telah mendengar semua itu, Kakang. Justru karena itu aku mencarimu. Aku
juga mendengar berita bahwa lelaki asing itu menantang Kakang.
Kenapa dia ingin membunuhmu...?"
Sena hanya menggaruk-garuk kepala dan
cengengesan, Mei Lie jadi kesal melihat tingkah kekasihnya itu. Namun gadis itu
bisa mengerti. Lalu kembali memeluk Sena dengan lembut. "Kang, aku tak ingin kau
sedih. Aku ingin kita dapat menangkap penjahat itu. Kalau perlu membunuhnya,"
kata Mei Lie tegas.
"Hi hi hi...! Kau memang benar. Tapi kita tak boleh gegabah menghadapi lelaki
itu. Aku yakin ilmu yang dimiliki cukup tinggi," jawab Sena sambil menggaruk-
garuk kepala. Setelah agak lama mereka berpelukan, tiba-tiba Sena melepas pelukannya. Mei Lie
mengerutkan kening.
"Ada apa, Kang?"
"Sebaiknya kita pergi ke selatan. Aku menduga lelaki itu menuju selatan.
Ayo...!" Sena segera melesat, diikuti Mei Lie. Kedua pendekar muda-mudi itu pun sekejap
menghilang dari tempat itu. Kini hanya dua bayangan putih dan coklat yang
nampak. Keduanya menggunakan ilmu lari
'Sapta Bayu' tingkat tinggi.
Ketika Sena dan Mei Lie berlari melintasi jalan menurun dan berbatu, pendengaran
mereka yang tajam tiba-tiba menangkap suara benturan pedang yang ditingkahi
teriakan-teriakan pertarungan.
"Sssttt...! Sepertinya ada orang yang bertarung,"
kata Sena ketika berhenti. Kepalanya ditelengkan seakan-akan ingin memperjelas
pendengarannya.
"Aha, tak salah dugaanku. Pasti si Ular Kobra kembali akan merenggut nyawa,"
gumam Sena sambil menggaruk-garuk kepala. Kemudian kakinya dilangkahkan dengan
mengerahkan ilmu meringankan tubuh, agar tak terdengar orang lain.
Setelah suara orang yang bertarung semakin dekat, Sena dan Mei Lie melompat ke
atas pohon. Pandangan keduanya langsung tertuju pada sebuah tempat dataran yang agak luas di
dekat Hutan Praganis. Tampak dua sosok lelaki tengah bertarung.
Sena terbelalak ketika mengetahui siapa kedua sosok yang tengah terlibat dalam
pertarungan sengit itu.
"Ki Rah Sewu...!" desis Sena sambil menggaruk-garuk kepala.
"Kau mengenalnya, Kakang?" tanya Mei Lie
sambil menoleh ke wajah Sena. Sena hanya
mengangguk. Kemudian tubuhnya melesat turun dari pohon itu. Dengan cepat
tangannya mencabut Suling Naga Sakti. Disusul Mei Lie yang juga berbuat sama,
mencabut Pedang Bidadari-nya.
Selagi tubuhnya melayang di udara, Pendekar Gila menghantamkan Suling Naga Sakti
ke tongkat Sankher yang tengah menyerang Ki Rah Sewu.
Trakkk! "Ukh...!"
Sankher tersentak kaget. Lelaki berjubah hitam itu menyurut mundur sambil
menarik tongkatnya.
Begitu pula yang dilakukan Ki Rah Sewu.
"Sena...!" seru Ki Rah Sewu setelah melihat Pendekar Gila.
Mendengar Ki Rah Sewu menyebut nama Sena,
Sankher mengerutkan kening. Seakan ia tahu siapa lelaki muda berpakaian rompi
kulit ular itu.
Sementara Mei Lie telah bersiap dengan Pedang Bidadari-nya, menjaga kemungkinan.
Melihat Sena dan Ki Rah Sewu, tak mem-
perhatikannya, Sankher dengan cepat bergerak, berusaha mencekal Mei Lie. Namun
Mei Lie sudah mengetahui. Dengan cepat gadis itu memapaki serangan Sankher.
"Heaaa...!"
Trakkk! Pedang Mei Lie beradu dengan tongkat Sankher.
Percikan sinar api terlihat. Sena segera melenting ke atas dan dengan cepat
menukik. Tangan kanannya yang menggenggam Suling Naga Sakti menjulur ke kepala
Sankher. "Hah..."!" Sankher membelalakkan mata. Dengan cepat ia mengelak, dengan
melemparkan tubuh ke belakang sambil bersalto, menjauhi Sena dan Mei Lie.
Namun Mei Lie terus mencecar, membuat Sankher harus bersalto, berjumpalitan
beberapa kali, guna mengelakkan serangan pedang lawan.
Sankher akhirnya berhasil menghindari serangan sepasang pendekar muda itu.
Kakinya mendarat di atas batu besar.
"Mei Lie, kau jaga Ki Rah Sewu. Biar aku menghadapi si Ular Burik itu...!" seru
Sena pada kekasihnya. Mei Lie hanya menganggukkan kepala, lalu bergerak
mendekati Ki Rah Sewu yang berdiri di pohon besar.
"Aha! Kau rupanya si Ular Hitam Burik itu..."!"
tanya Sena sambil menggaruk-garuk kepala dan cengengesan. "Hi hi hi..., kutemui
juga...!" Sankher mengerutkan kening, seakan mengingat-
ingat sesuatu. Namun belum sempat ia menemukan jawaban, tiba-tiba Pendekar Gila
melenting ke atas, menyerang Sankher. Dengan cepat dipukulan Suling Naga Sakti-
nya. "Heaaa...!"
Wuttt! Tangan kanan Pendekar Gila yang memegang
Suling Naga Sakti, kembali memukul dan membabat ke tubuh lawan. Sedangkan tangan
kirinya menepuk.
Tubuhnya meliuk-liuk laksana menari. Itulah jurus 'Si Gila Menepuk Lalat',
sebuah pembuka dalam rangkaian jurus-jurus gila.
Namun begitu, Sankher yang dihadapinya juga tak mau mengalah begitu saja. Dengan
tongkat sakti di tangannya Sankher terus bergerak mengelakkan setiap babatan
Suling Naga Sakti dan tepukan tangan Pendekar Gila. Bahkan sesekali balas
menyerang dengan sabetan tongkatnya.
"Heaaa...! Terima ini, heh!"
Dengan diiringi teriakan, Sena membabatkan Suling Naga Sakti ke arah Sankher.
Kemudian disusul dengan tepukan tangan kiri. Sementara kedua kakinya tak mau
tinggal diam, bergerak menyapu dan menendang kaki lawan.
"Aits! Hea...!"
Sankher yang dikenal sebagai Ular Kobra dari Utara dengan cepat melompat ke
belakang. Lalu sambil mendengus, dibalasnya dengan hantaman tongkat ke tubuh
Pendekar Gila. Sedangkan tangan kirinya, membentuk cakar dengan jari-jari yang
kaku. Disusul dengan gerakan melilit dan mematuk, seperti ular kobra menyerang mangsa.
"Hiaaa...!"
Wuttt! "Aits! He he he.... Hebat juga seranganmu, Ular Burik!"
Pendekar Gila segera meliuk-liukkan tubuh, mengelakkan hantaman tongkat Sankher.
Kemudian setelah mampu mengelakkan pukulan tongkat, Pendekar Gila kembali
membalas menyerang dengan sabetan Suling Naga Sakti.
"Heaaa...!"
Prakkk! "Hehhh...!"
Keduanya terdorong ke belakang beberapa
tindak. Sesaat mereka saling pandang, berusaha mengamati gerak-gerik lawan
masing-masing. Pendekar Gila menyeringai dengan tangan menggaruk-garuk kepala. Sedangkan
Sankher terus memperhatikan dengan seksama tingkah laku Pendekar Gila.
"Hm...! Kau tentu orang yang kucari, Bocah Gila...!" kata Sankher dengan suara
berat, sambil menuding Sena yang masih menggaruk-garuk kepala.
Pendekar Gila, terus cengengesan dan bertingkah seperti orang gila.
"Hi hi hi..., kau pun si Ular Burik yang sedang kucari. Kau telah banyak
membunuh orang tak bersalah, termasuk para pendekar"!" tukas Pendekar Gila
sambil cekikikan.
"He he he..., benar!"
"Hi hi hi... lucu, lucu sekali! Kau tentu tahu, aku ingin menghentikan sepak
terjangmu, Ular Burik!"
Pendekar Gila terus mengejek, memancing
kemarahan lawan. Tampak sulingnya ditudingkan lurus ke wajah Sankher.
"Hua ha ha...! Bicaramu seperti orang yang benar-benar hebat! Justru aku yang
akan mencincang
tubuhmu, Pendekar Gila!"
"Hua ha ha...! Hua ha ha...!" Pendekar Gila membalas dengan suara tertawa keras
dan terbahak-bahak, lebih keras dan panjang dari suara Sankher.
Mendengar suara tawa dan tingkah laku Sena, lelaki berjubah hitam itu
mengerutkan kening.
"Hi hi hi...! Lucu sekali! Aku belum mengerti, kenapa kau ingin membunuhku..."
Ah ah ah... aku belum pernah punya urusan denganmu!"
"Huh! Kau hutang nyawa padaku! Kau telah
membunuh orang yang kukasihi...!" tukas Sankher dengan geram sambil menuding
Pendekar Gila. Matanya tajam menunjukkan kebencian.
"Hah"! Membunuh kekasihmu..." Hi hi hi... lucu, lucu sekali...!" jawab Sena
dengan cekikikan dan cengengesan.
Sementara Mei Lie yang mendengar keterangan Sankher merasa terkejut. Gadis Cina
itu pun merasa bingung. Keningnya berkerut keheranan. "Siapa yang dimaksud
Sankher?" tanyanya dalam hati.
"Hei...! Aku belum mengerti siapa yang kau maksud" Ah... aku belum pernah
mengenalmu, apalagi kekasihmu...!" seru Sena kemudian.
"Jangan banyak mulut! Kini terimalah ini Heaaa...!"
Sankher menggerakkan tongkatnya ke samping kanan, dengan gerakan membuka.
Kemudian digerakkan kembali ke depan, dilanjutkan ke samping kiri. Dengan perlahan
kemudian tangannya mencabut tongkat itu. Ternyata sebuah pedang keluar dari
tongkat sakti berkepala ular itu. Rupanya tongkat berwarna hitam itu merupakan
warangka dari sebuah pedang.
Pendekar Gila mengerutkan kening, melihat
pedang di tangan Sankher. Pedang itu mengkilat mengeluarkan cahaya keperakan
yang menyilaukan mata. Selain itu di bagian ujungnya bergerigi seperti gergaji.
Mei Lie yang melihat itu, tak sabar ingin menjajal keampuhan pedang Sankher
dengan Pedang Bidadarinya. Namun Pendekar Gila melarangnya.
Sehingga gadis Cina itu merengut, kesal.
"Sabar...!" ujar Ki Rah Sewu pada Mei Lie, "Kita tunggu saat yang tepat."
Tongkat yang telah berubah menjadi pedang itu diputar cepat. Didahului pekikan
menggelegar, Sankher kembali melakukan serangan dengan jurus
'Ular Kobra Mematuk Mangsa'. Pedangnya bergerak cepat ke atas, kemudian bagai
Ular Kobra menebas ke sana kemari.
Wuttt! Wuttt! "Heaaa...!"
Menyaksikan lawan telah menyerang dengan
jurus lain, Pendekar Gila tak tinggal diam. Dirinya segera membuka jurus 'Si
Gila Menari Menepuk Lalat'
diteruskan dengan jurus 'Si Gila Membelah Awan'.
"Ciaaattt...!"
Wut! Wuttt! *** Pedang di tangan Sankher terus memburu tubuh lawan. Pendekar Gila pun dengan
cepat meliukkan tubuh ke samping. Lalu sambil memiringkan tubuh ke depan,
tangannya menyodokkan Suling Naga Sakti ke tubuh lawan.
"Heaaa...!"
Tubuh Pendekar Gila terus meliuk cepat,
gerakannya seperti orang menari. Sesekali tangan kanannya yang memegang Suling
Naga Sakti, menyodok ke dada atau perut lawan. Disusul dengan pukulan telapak
tangan kirinya.
Mendapat serangan aneh begitu rupa, Sankher segera melangkah dua tindak ke
belakang. Kemudian dengan cepat tangan kanannya membabatkan
pedang ke tubuh Pendekar Gila.
"Heaaat...!"
Wut! Wut! "Aits! He he he...! Meleset babatanmu, Ular Buduk!"
Pendekar Gila terus mengejek lawan, meskipun tak ada maksud untuk meremehkan
kemampuan si Ular Kobra dari Utara itu. Tujuannya hanya ingin lawan bertambah
marah. "Heaaa...!"
Wuttt! "Uts...!"
Dengan gerakan yang seakan tak bertenaga dan sangat lamban, Pendekar Gila
melancarkan serangan balasan. Hal itu membuat Sankher sempat kaget.
Sankher rupanya mengerti apa yang hendak
dilakukan Pendekar Gila. Dengan cepat tubuhnya menyurut ke belakang untuk
mengelakkan tamparan tangan Pendekar Gila. Kemudian secara cepat lelaki berjubah
hitam itu menyerang dengan tusukkan pedang ke dada Pendekar Gila.
"Eits! Hi hi hi...!" Sena kaget, saat merasakan hawa dingin yang keluar dari
tusukan pedang Sankher.
Kalau saja Pendekar Gila tidak segera mengelak, sudah pasti dadanya akan
tertembus pedang beracun itu. Meskipun racun yang ada pada pedang lawan
akan membuatnya tewas, tapi tusukan pedang itu tentu saja berbahaya.
Pendekar Gila bersalto ke samping. Kemudian dengan cepat Suling Naga Sakti-nya
dibabatkan ke tubuh Sankher yang terus mencecar dengan pedang yang tangkainya
berkepala ular kobra.
"Hih...!"
Trang! Dua senjata sakti saling bentur hingga men-ciptakan percikan api. Kemudian tubuh
keduanya melompat ke belakang, dengan senjata siap kembali di depan dada.
Mata keduanya saling pandang. Kaki mereka bergerak dengan aturan-aturan yang
telah mereka pelajari. Pendekar Gila merentangkan kaki kanan ke samping. Kaki
kirinya agak ditekuk. Sementara Suling Naga Sakti disilangkan di depan dada.
Dengan jari-jari merapat, tangan kirinya ditempelkan ke ulu hati.
Sankher menarik mundur kaki kanannya.
Sedangkan kaki kirinya ditekuk membentuk siku.
Pedang di tangan kanannya digerakkan ke samping kanan. Sedangkan tangan kirinya
yang membentuk cakar, diletakkan di dada sebelah kiri. Pedangnya diputar-putar
dengan cepat, lalu ditusukkan ke depan.
"Yeaaa...!"
"Heaaa...!"
Pendekar Gila dan Sankher kembali melesat untuk melakukan serangan, dengan
senjata saling menusuk dan membabat. Sedangkan tangan kiri mereka bergerak
memukul dan menangkis. Kaki mereka pun tak tinggal diam, menyapu dan
menendang ke tubuh lawan.
Dua senjata sakti itu kembali berkelebat, saling
berusaha mengincar satu sama lain.
"Ck ck ck.... Luar biasa!" gumam Ki Rah Sewu penuh kekaguman sambil
menggelengkan kepala berulang-ulang.
Sedangkan Mei Lie terus mengawasi gerak
Sankher, dengan perasaan cemas dan geram.
Si Ular Kobra dari Utara membabatkan pedang ke tubuh Pendekar Gila. Tubuhnya
mencelat ke atas, kedua kakinya menendang keras ke dada Pendekar Gila.
Wuttt! "Heaaa...!"
Mendapat serangan cepat dan membahayakan, Pendekar Gila memutar Suling Naga
Sakti-nya untuk menangkis babatan pedang Sankher. Kemudian dengan mendoyongkan
tubuh ke samping kanan, tangan kirinya memukul Sankher.
Trang!

Pendekar Gila 27 Ular Kobra Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Heaaa...!"
Wuttt! Trang...!
Dua senjata sakti itu kerap kali beradu, sehingga menimbulkan percikan api dan
dentang suara keras.
Kedua tokoh itu bagai kesetanan. Semakin lama gerakan mereka kian cepat.
Nampaknya mereka telah mengerahkan tenaga dalam dan
menyalurkannya pada tangan kanan masing-masing.
"Heaaa...!"
Dua sosok tubuh dengan senjata sakti terus berkelebat. Dan tampaknya kedua orang
itu seimbang. Sama-sama gesit dan lincah. Tubuh mereka
berkelebat laksana menghilang.
Wrettt! Trakkk!
Kembali mereka melesat. Tangan kanannya yang memegang senjata bergerak cepat.
Keduanya berusaha untuk memenangkan pertarungan tersebut.
Wuttt! Trakkk! Tak ada lagi kata-kata yang mereka keluarkan.
Mulut mereka bagai terkunci rapat. Yang terdengar kini hanya pekikan saat
melakukan serangan yang diikuti gerakan jurus silat tingkat tinggi.
Sekeliling arena pertarungan itu rusak karena babatan dan tebasan senjata
keduanya. Banyak pohon yang tumbang, atau hancur terkena pukulan dan babatan
senjata mereka yang terus bertukar serangan.
Pendekar Gila dengan mengerahkan jurus 'Si Gila Melebur Gunung Karang', bergerak
cepat. Tangan kirinya bertubi-tubi menghantam lawan, dan sesekali berusaha
menyambar kepala Sankher.
Sankher pun tak tinggal diam. Dengan cepat pedangnya bergerak, menutup gerakan
tangan Pendekar Gila yang hendak menghantam kepalanya.
Disusul dengan hantaman tangan dan tendangan kakinya. Bahkan pedangnya
berkelebat dengan cepat
"Hati-hati, Kakang Sena...!" seru Mei Lie mengingatkan Pendekar Gila.
Gadis Cina yang juga berjuluk Bidadari Pencabut Nyawa itu tampak tak tenang dan
khawatir terhadap kekasihnya. Karena dilihatnya si Ular Kobra dari Utara itu
memiliki ilmu yang hampir setara dengan Pendekar Gila.
Pertarungan berlangsung semakin seru dan
ganas. Pekikan dan teriakan terdengar silih berganti.
Kini Pendekar Gila kembali menggunakan jurus
'Si Gila Melebur Gunung Karang'.
"Heaaa...!"
"Heh! Aits...!"
Sankher tersentak, namun sempat bergerak
cepat mengelakkan pukulan Pendekar Gila.
Kemudian dengan cepat balas menyerang dengan jotosan ke dada lawan.
Pertarungan berlanjut terus. Kini Pendekar Gila bergerak aneh. Gerakannya tampak
lamban dan lemah. Namun ternyata sangat berbahaya meskipun hanya menggunakan
telapak tangannya. Kedua belah tangannya diletakkan bersilangan di dada,
kemudian direntang dan dihentak keras ke depan.
"Heaaa...!"
Sankher yang diserang begitu cepat, melompat untuk menghindar. Kemudian dengan
jari-jari tangan membentuk cakar, dirinya balas menyerang dengan jurus 'Ular
Kobra Mematuk Mangsa'.
"Heaaa...!"
Tangannya mencakar dan mematuk bagai ular kobra.
Agak terkejut Pendekar Gila menyaksikan jurus ular yang dikeluarkan lawan.
Tubuhnya segera melenting ringan ke udara, hingga serangan Sankher luput dari
sasaran. Namun belum sempat Pendekar Gila mengatur napas, si Ular Kobra dari
Utara sudah membabatkan pedangnya ke pelipis Sena.
Wuttt! "Uts! Heaaa. .!"
Pendekar Gila berjumpalitan di udara. Babatan pedang lawan bagai putaran angin
puting beliung.
Sedikit pun Pendekar Gila tak diberi kesempatan untuk balas menyerang. Agaknya
Sankher benar-benar ingin segera menghabisi lawannya.
Kalau saja lawan yang dihadapi Sankher bukan Pendekar Gila mungkin sudah sejak
awal dirinya telah memenangkan pertarungan.
Setelah berputaran beberapa kali di udara, Pendekar Gila dengan ringan dan bagai
gerakan menari mendarat di tanah.
"Hi hi hi...! Lucu. Lucu sekali jurus cacingmu, Kawan! Ha ha ha...!" Sena
tertawa terbahak-bahak sambil berjingkrak-jingkrak. Tangan kanannya kembali
menggaruk-garuk kepala. Sedangkan tangan kirinya menepuk-nepuk pantat. "Ayo,
mana lagi jurus cacingmu?"
Mendengar ucapan Pendekar Gila yang sangat meremehkannya, Sankher semakin kalap.
Apalagi jurus andalannya ternyata dengan mudah dapat dipatahkan. Dengan geram
kembali dikebutkan pedangnya.
"Heaaa...!"
Wuttt! Wuttt! "Utsss. Heaaa...!"
Plakkk! Kali ini Pendekar Gila tak berusaha mengelak.
Dengan jurus 'Si Gila Menari Menepuk Lalat'
dipapakinya serangan lawan. Tubuhnya berputar, meliuk terlihat lamban seperti
gerakan orang menari.
Tiba-tiba tangannya menepuk tepat di pergelangan tangan Sankher yang memegang
pedang. Sankher kaget, tak menyangka lawan akan nekat memapak serangannya.
Akibatnya hampir saja pedang di tangannya terlepas.
Walau gerakan Pendekar Gila kelihatan lamban dan seperti tak bertenaga, ternyata
akibatnya sungguh di luar dugaan. Sankher agak pucat wajahnya merasakan kekuatan
yang terkandung dalam tepukan tangan dari jurus 'Si Gila Menari Menepuk Lalat'
yang baru dilancarkan pemuda berangkah seperti orang gila ini.
Sena tak mau berhenti sampai disitu, terus bergerak menyerang dengan garang.
Tingkah lakunya yang seperti orang gila, dipadu dengan pukulan-pukulan maut yang
dahsyat. Tangan dan kaki Pendekar Gila bergerak cepat.
Kedua tangannya menghantam ke bagian-bagian tubuh lawan yang mematikan.
Pukulannya disertai angin topan, walau terlihat lamban dan seperti gerakan orang
menari. "Heaaa...!"
Wuttt! Wuttt! Glarrr...! Dua senjata sakti saling beradu, ketika Suling Naga Sakti meluruk memukul
tongkat pedang Sankher yang dihentakkan memapak. Benturan itu menimbulkan suara
mengelegar dan percikan-percikan bunga api. Keduanya terlontar beberapa langkah
ke belakang. Nampaknya mereka kembali mengerahkan tenaga dalam masing-masing,
disalurkan melalui tangan kanan yang sama-sama
memegang senjata sakti.
"Luar biasa, ck ck ck...!" Ki Rah Sewu mendecak kagum. Lelaki ini dari tadi
terkesima menyaksikan pertarungan dahsyat yang baru sekali ini dilihatnya.
Sementara, Mei Lie yang dari tadi mulai merasa cemas hanya terpaku di tempat
agak jauh. Kekasih Pendekar Gila ini khawatir Sena tak dapat mengimbangi lawan,
ketika menyaksikan Sankher mulai mengerahkan jurus-jurus ular kobra yang sangat
ganas dan dahsyat.
Ingin sekali dirinya membantu untuk mengeroyok lawan, tetapi sebagai pendekar
kesatria, hal seperti ini tentu saja bukan tindakan yang jujur. Kecuali jika
Pendekar Gila benar-benar sudah terdesak dan tak
berdaya menghadapi lawan.
Sementara, dua tokoh itu terus bertarung seru.
Masing-masing mengerahkan ilmu-ilmu silat dan jurus-jurus sakti dengan
pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai taraf kesempurnaan.
"Szzzt, szzzt, szzzt...!"
Wuttt! Tiba-tiba mulut Sankher mendesis persis suara ular. Dan tiba-tiba saja pedang di
tangannya meluruk dengan gerakan mematuk bagai ular. Sementara tubuhnya pun
melompat menerjang kepala Pendekar Gila. Inilah jurus 'Kobra Mematuk Menyebar
Racun'. Jurus yang sangat berbahaya dipadu dengan ilmu pedang tingkat tinggi. Tubuhnya
meliuk sambil mendesis sementara pedangnya mengeluarkan hawa beracun yang sangat
mematikan. "Heaaa...!"
Wuttt! Wuttt! "Hi hi hi...! Ada ular lapar mencari kodok!"
Sambil tertawa-tawa Sena melompat ringan ke samping kanan. Sambil melompat
menghindari serangan Sankher dikibaskan Suling Naga Sakti-nya memukul ke kepala
lawan yang meliuk-liuk menjulur bagai gerakan ular kobra ganas. Mulutnya masih
cengengesan dan tertawa-tawa. Tapi sinar matanya terlihat memerah saga pertanda
kegeraman melihat keganasan lawan yang kembali menyerang dengan jurus-jurus
kobranya. Sankher yang bergerak bagai ular itu tiba-tiba menarik tubuhnya
menghindari pukulan Suling Naga Sakti di tangan Pendekar Gila.
"Hi hi hi...! Ular Buduk, kalau hendak mencari kodok, mengapa jauh-jauh datang
kemari" Bukankah di sawah banyak kodok" Ha ha ha...!" sambil tertawa cengengesan
Sena kembali menggaruk-garuk kepala.
Sementara tangan kirinya menepuk-nepuk pantat
"Pendekar Gila, hari ini adalah hari akhir dalam hidupmu! Bersiaplah!" ancam
Sankher lantang.
Mukanya merah padam mendengar kata-kata
Pendekar Gila yang sangat menghina.
"Aha...! Benar umurku hanya sampai di sini" Lucu sekali omonganmu, Kisanak! Kau
bukan Hyang Widhi, mengapa berani menentukan hidup matinya
seseorang" Ha ha ha...! Dasar ular buduk, hi hi hi...!"
"Bedebah! Aku akan membuktikannya, Pendekar Gila!"
"Heaaa! Szzz...!"
Wuttt! Tiba-tiba Sankher melejit sambil mengarahkan pedangnya dengan suara mendesis
keras. Kali ini yang dituju tepat ubun-ubun Pendekar Gila. Ketika tubuhnya
berjarak satu tombak dari Pendekar Gila, pedangnya dikebutkan dengan ganas bagai
gerakan ular kobra mematuk. Pendekar Gila berguling ke samping, lalu dengan
cepat dikirimkannya sebuah pukulan keras.
"Heaaa...!" Plakkk!
Pukulan Pendekar Gila menghantam telak tangan kanan Sankher. Namun pukulan itu
bagai tak berarti.
Lawannya hanya terdorong dua tombak ke belakang.
Bahkan Sankher dengan jurus-jurus ular kobranya semakin beringas menyerang.
"Wuszzz...!"
Sankher melesat ke atas persis gerakan kobra menerkam mangsa. Tak lama kemudian
meluruk cepat melancarkan serangan susulan.
"Heh, pukulan 'Kera Gila Melempar Batu' tak ada artinya"!" dengus Pendekar Gila
dalam hati. Mei Lie yang terus mengikuti pertarungan kedua
tokoh sakti ini juga tak kalah kaget. Wajahnya semakin cemas melihat keganasan
Sankher. Kekhawatirannya sedikit berkurang melihat kekasihnya kembali tenang tak sedikit
pun terlihat gentar menghadapi serangan-serangan dahsyat si Ular Kobra dari
Utara itu. Kini tubuh Pendekar Gila berputar cepat dengan jurus 'Si Gila Melepas Lilitan'
yang mengelak dari serangan lawan yang kian dahsyat dan ganas.
Setelah dapat mengelakkan serangan, Pendekar Gila segera menghantamkan pukulan
dengan mengerahkan jurus 'Si Gila Membelah Awan'.
"Heaaa...!"
Wuttt! Degk! Telak sekali pukulan itu menghantam dada
lawannya. Namun mata Pendekar Gila kembali membelalak kaget, Sankher yang
terkenal dengan julukan Ular Kobra dari Utara itu ternyata tak mempan pukulan
'Si Gila Membelah Awan'.
Sankher melesat ke udara. Setelah berputar sesaat, tubuhnya kembali meluncur
memburu Pendekar Gila.
"Wszzzt..!"
"Heaaa...!" tubuh Pendekar Gila turut melesat, berusaha memapak serangan yang
dilancarkan lawan.
Tubuhnya melesat cepat. Sementara Ular Kobra dari Utara menukik dengan sebelah
tangan bergerak mematuk ke dada Pendekar Gila.
Plakkk! Glarrr...! Saat kedua tangan mereka bertemu, terdengar lagi ledakan dahsyat yang memekakkan
telinga. Bunga api berpendaran ke sekitarnya. Kedua tangan yang bertemu bagai dua logam
baja yang sangat keras. Menimbulkan tiupan angin berhembus hebat menyapu sekitar
pertarungan. Daun-daun pepohonan dan rumput di sekitar arena pertarungan gugur
tersapu angin pukulan sakti yang saling bertemu di udara.
Tubuh Pendekar Gila terpelanting ke bawah, sedangkan Ular Kobra dari Utara bagai
tak mengalami sesuatu apa pun. Padahal pukulan yang baru saja dilontarkan
Pendekar Gila merupakan pukulan utama dari sekian jurus saktinya.
"Ukh...!"
Pendekar Gila mengeluh pendek.
"Setan! Siluman ini benar-benar setan!"
Belum juga Pendekar Gila siap, lawannya telah menukik siap menghancurkan
tubuhnya. Pendekar Gila yang baru saja hendak bangkit kontan terkejut.
Tak ada waktu lagi untuk berkelit. Dengan nekat dihantamnya tubuh si Ular Kobra
dari Utara itu dengan salah satu pukulan saktinya, 'Si Gila Membelah Karang'.
Angin seketika keluar bergulug-gulung dari telapak tangan Pendekar Gila. Untuk
sementara tubuh si Ular Kobra dari Utara tertahan.
Pukulan ini sebenarnya mampu menghancurkan batu karang sekalipun. Namun Sankher
seperti tak mengalami kesulitan berarti. Tubuhnya alot dengan kulit sangat
kenyal bagai karet yang sangat tebal, membuat pukulan sakti Pendekar Gila bagai
melenting seperti membentur bola saja.
Kini Pendekar Gila merasa sangat penasaran.
Belum pernah dia bertemu lawan tangguh seperti yang dihadapinya sekarang.
Entah sudah berapa puluh jurus pertarungan berlangsung. Namun keduanya belum
menunjukkan tanda-tanda akan kalah. Bahkan mereka kini masih saling mengerahkan
pukulan-pukulan sakti yang semakin menggiriskan.
"Heaaa...!"
Tiba-tiba Sena melompat sambil membabatkan Suling Naga Sakti di tangan kanannya.
Gerakannya sangat ringan. Tangan kirinya bertumpu di bumi lalu melejit sambil
arahkan tepukan ke kepala Ular Kobra dari Utara.
"Uszzz! Hup!"
"Weszzz...!"
Ular Kobra dari Utara menunduk dan segera menjatuhkan tubuhnya ke tanah.
Sehingga serangan yang dilancarkan Pendekar Gila meleset dari sasaran.
Begitu serangan Pendekar Gila luput, tiba-tiba kedua kakinya memutar dahsyat
sejajar bumi persis sambaran ekor ular dengan mengerahkan jurus
'Sapuan Kobra Memangsa Kijang'.
Pendekar Gila segera melompat ke udara, hingga serangan Ular Kobra dari Utara
luput dari sasaran.
"Uszzz!"
Wettt! Wettt! Tiba-tiba pedang tongkat sakti Ular Kobra dari Utara berkelebat mencecar tubuh
Pendekar Gila yang melenting di udara.
"Hop! Heaaa...!"
Tubuh Pendekar Gila terpaksa bersalto beberapa kali di udara. Dengan gerakan
ringan bagai kapas segera berbalik dengan tangan memukul ke dada Ular Kobra dari
Utara. Wuttt! Degkh...! Kali ini tanpa dapat mengelak, pukulan 'Si Gila Menyibak Awan' dari jurus gila
berhasil mengenai punggung Ular Kobra dari Utara.
Sankher memang agak lengah setelah
serangannya tadi berhasil dielakkan Pendekar Gila.
Tubuhnya terlontar sekitar tiga tombak ke belakang dengan terhuyung-huyung.
"Hi hi hi...! Baru terasa kue..., heh"!"


Pendekar Gila 27 Ular Kobra Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar Gila yang tertawa cengengesan kaget.
Belum selesai ocehan konyolnya ketika tiba-tiba...
Desss...! Ular Kobra dari Utara yang begitu dapat
menguasai keseimbangan tubuhnya menusukkan ujung pedangnya ke tanah. Kontan di
sekitar tempatnya berdiri dipenuhi asap hitam tebal membumbung bagai keluar dari
tanah. Seketika itu juga tubuhnya pun raib bagai ditelan bumi.
Bukan saja Pendekar Gila yang terkejut
menyaksikan kejadian yang sangat cepat itu. Mei Lie dan Ki Rah Sewu yang sejak
tadi mengikuti jalannya pertarungan pun merasa heran melihat sosok Ular Kobra
dari Utara yang tiba-tiba raib.
Belum hilang rasa kaget mereka, tiba-tiba....
"Jangan dulu merasa menang, Pendekar Gila! Aku belum kalah!" terdengar suara
yang bergema entah dari mana sumbernya. Disusul suara ringkikan kuda yang
digebah dan melaju menjauhi arena
pertarungan yang kini telah porak poranda bagai terlan amukan gerombolan gajah.
"Aha, lucu! Hi hi hi...! Ternyata ular buduk itu takut juga dilempari kue apem!"
Sena cengengesan sambil menggaruk-garuk kepala dan tangan yang sebelah menepuk-
nepuk pantatnya.
Ki Rah Sewu merasa geli memandang tingkah
laku Pendekar Gila yang sangat aneh sedikit pun tak menampakkan kelelahan. Mei
Lie hanya menatap dengan tersenyum kecil memaklumi sifat kekasihnya yang memang
sudah terbiasa.
"Apa tindakan kita sekarang, Kakang?" Mei Lie membuka suara sambil melangkah
mendekati Pendekar Gila. "Aha! Oh ya. Mari kita segera ke Lembah Merawan. Ayo, Ki!" Sena berseru pada Ki
Rah Sewu. "Aku khawatir Ular Kobra dari Utara seperti menyimpan suatu siasat licik di
balik ancamannya tadi," sambung Pendekar Gila.
*** 7 Siang berselimut mendung. Mentari berkabung, enggan menampakkan sinarnya yang
hangat. Semilir angin bertiup sepoi-sepoi basah, bertanda hujan akan turun
menumpahkan airnya ke bumi.
Lembah Merawan dengan pepohonan yang
tumbuh lebat di sekelilingnya, bagai menambah asri kehijauan alam di lembah itu.
Padepokan Panca Purba seperti terselimut mendung. Ki Kuncara Ketua Perguruan
Panca Purba memang belum lama
terbunuh oleh kekejaman Ular Kobra dari Utara.
Di dalam padepokan, ada empat sosok tubuh yang masing-masing menyiratkan duka
akibat kematian sang Guru, Ki Kuncara yang belum lama mereka kuburkan di sebelah
padepokan. Mereka tak lain Sundari, Sawung Rana, dan kedua murid Ki Kuncara. Mereka juga
harap-harap cemas menunggu Ki Rah Sewu yang pergi mencari Ular Kobra dari Utara.
"Ha ha ha...! Tikus-tikus busuk! Sebentar lagi kalian akan kubuat jadi bangkai
santapan cacing-cacing tanah!"
Brakkk! Tiba-tiba terdengar suara tawa disusul bunyi derak pintu padepokan yang
terdobrak hancur berkeping-keping.
Sawung Rana, Sundari, dan kedua murid Ki
Kuncara kaget setengah mati dengan muka pias ketakutan.
Sedikit pun tak ada yang menduga jika Ular Kobra
dari Utara akan menyatroni mereka ke tempat itu kembali.
"Bukankah Pendekar Gila tengah mencari-
carinya" Apakah dia tak berhasil menemukannya, atau apakah mungkin pemuda
bertingkah laku seperti orang gila itu berhasil pula ditaklukkannya?"
dalam ketakutannya, terselip kebingungan di benak Sundari, juga Sawung Rana.
Tetapi kebingungan mereka tak berlangsung lama. Tiba-tiba saja Sankher kembali
membentak sambil menudingkan tongkat saktinya ke leher Sawung Rana.
"Hei, Bangsat! Ke sini kau!"
Wajah Sawung Rana kontan pucat pias ketakutan dengan tubuh menggigil gemetaran.
Demikian juga Sundari serta kedua murid Ki Kuncara. Tubuh mereka persis kucing
kedinginan. Mengkeret tak dapat membayangkan kengerian.
Percuma saja mereka melawan. Tokoh-tokoh
sakti setingkat guru mereka telah tewas menjadi korban keganasan Ular Kobra dari
Utara ini. Apalagi mereka yang memiliki ilmu silat jauh di bawahnya.
Namun dengan nekat Sawung Rana maju
melabrak Ular Kobra dari Utara. Melawan atau tidak baginya sama saja. Pasti
Sankher akan membunuhnya juga.
Memang Ular Kobra dari Utara ini sangat geram karena merasa tidak mampu
menaklukkan Pendekar Gila, sehingga melampiaskannya pada mereka.
"Hm, rupanya masih punya nyali juga kamu Tikus Comberan! Hih!"
Wuttt! Tiba-tiba Sankher mengecutkan tongkatnya ke leher Sawung Rana dengan dahsyatnya.
Sawung Rana segera menjatuhkan tubuh, hingga kebutan tongkat Sankher melesat
beberapa jengkal di atas tubuhnya. Sundari pun siap menyerang.
Sundari dan kedua murid Ki Kuncara segera bangkit semangatnya. Mereka rupanya
sama-sama bertekad mempertahankan nyawa, walau apa pun akibat yang akan terjadi.
Keberanian Sawung Rana membangkitkan semangat mereka untuk
mempertahankan selembar nyawa.
"Ha ha ha...! Majulah kalian bersama-sama! Agar mudah kucincang jadi santapan
tongkatku!"
Keempatnya bangkit serentak menerjang, tak peduli ucapan menghina Ular Kobra
dari Utara. Masing-masing bagai diperintah, serentak membabatkan pedangnya ke bagian tubuh
lawan yang mematikan.
Namun tentu saja tak sulit bagi Sankher
mengelakkan serangan mereka. Ilmu silat mereka masih jauh di bawah Ular Kobra
dari Utara. Hanya dengan mengegoskan tubuhnya sedikit ke samping, maka serangan
mereka luput jauh dari sasaran.
Tiba-tiba.... Srettt! "Heaaa...!"
Wuttt! Crakkk! Crasss! Tubuh kedua murid Ki Kuncara sudah terjatuh limbung dengan leher terbabat hampir
putus. Darah memuncrat membasahi ruangan, tanpa jeritan sedikit pun.
Begitu cepat kejadiannya. Yang terlihat kini hanya pedang yang berlumuran darah
yang juga merupakan tongkat jika disarungkan.
Sawung Rana dan Sundari terbeliak kaget. Wajah keduanya pucat pasi bagai tak
dialiri darah, membayangkan kengerian teramat sangat.
"Kubunuh kau, Biadab!" Sawung Rana yang
segera sadar menerjang secara membabi buta. Tak lagi memikirkan keselamatan
dirinya. Dengan ganas diayunkan pedangnya sambil
melompat meluruk ke tubuh Sankher yang
memandangnya dengan tersenyum sinis.
Begitu serangan pedang Sawung Rana hampir mencapai tubuhnya, dengan tenang
diulurkan tangannya.
Tap! Degkh! "Aaakh...!"
Tepat ketika tangannya menangkap pergelangan tangan Sawung Rana yang tengah
menghunus pedang, langsung dikirimkan satu tendangan kilat ke selangkangan lawan sambil
ditariknya kuat tangan Sawung Rana. Tentu saja Sawung Rana tak menduga, lawannya
akan bertindak begitu. Tubuhnya pun doyong tertarik kuat ke depan. Pedangnya
terlepas karena kuatnya tenaga cekalan lawan.
Saat itulah tendangan kaki Sankher mendarat telak di selangkangannya. Maka tak
ampun lagi Sawung Rana terjungkal seiring pekik kematian.
Tubuhnya lalu ambruk ke tanah, sesaat meregang kemudian mengejang kaku. Tewas!
"Setan laknat! Kubunuh kau! Kau harus mem-bayar mahal atas kebiadabanmu ini!"
Sundari berteriak kalap, matanya merah
menyiratkan dendam kesumat membara melihat kematian sang Kekasih.
"Hiaaattt...!"
Wuttt! Wuttt! Pedang di tangan Sundari menebas ke tubuh Ular Kobra dari Utara dengan ganas.
"Hiyaaa...!"
Tuk! Tuk! Ular Kobra dari Utara pun melesat, lalu bersalto di udara dengan tangan kiri
mengirimkan dua totokan tepat di ubun-ubun Sundari.
Gadis itu kontan terkulai lemas tak mampu menggerakkan sekujur tubuhnya. Seluruh
urat geraknya tiba-tiba tak berfungsi sama sekali.
Kini dirinya hanya dapat memaki dengan sinar mata kalap. Wajahnya membayangkan
kengerian akan tindakan Sankher selanjutnya.
"He he he...! Cah Ayu, sudah kubilang tak ada gunanya melawan ular kobra.
Tenanglah! Mari kita bersenang-senang sejenak! Sungguh sayang tubuhmu yang
bahenol ini harus mengalami seperti temanmu itu!"
"Tidak, jangaaan!" Sundari hanya dapat menjerit dalam hati. Mukanya semakin
pucat, menyadari tubuhnya sudah tertotok tak dapat digerakkan lagi.
"He he he...!" Sabar, Cah Ayu, kau tambah cantik dan membuatku semakin bernafsu.
Jika marah begitu. Ayolah...!"
Sankher segera meringkus Sundari lalu
menggelutinya. Sementara, Sundari hanya dapat menjerit dalam hati, tak berdaya
karena sudah terkena totokan Ular Kobra dari Utara yang kini tengah dirasuki
nafsu bejatnya. Apalagi ketika melihat kemontokan tubuh Sundari.
"Ja... jangaaan! Tidak, lepaskan! Kurang ajar!
Binatang kau!" batin Sundari menjerit-jerit pilu tak mampu melepaskan diri dari
kebuasan nafsu Sankher yang semakin menggelegak.
Maka dengan rakus Sankher menciumi, meraba, dan meremas seluruh tubuh Sundari.
Baru saja Sankher hendak menindih tubuh gadis malang itu, tiba-tiba....
"Biadab! Lepaskan perempuan itu!"
Entah dari mana datangnya di tempat itu telah melesat sesosok tubuh berjubah
hitam. Rambutnya sudah putih dengan jenggot sudah memutih pula. Di tangannya
tergenggam sebilah arit.
"Hm, kiranya masih ada yang suka usil meng-hantarkan nyawa! Hei, Tua Bangka! Apa
urusanmu dengan perempuan ini, atau kau juga berminat padanya?" dengus Sankher
dengan mata terbelalak marah.
"Keparat, kau sangka aku sama denganmu,
Binatang"!"
Sosok berjubah putih dengan tubuh kurus itu membentak murka karena dituduh yang
bukan-bukan. Lelaki tua itu segera menerjang dan membabatkan aritnya.
Wuttt! Wuttt! "Mampuslah kau, Binatang!" lelaki itu ternyata Resi Bemala yang dikenal dengan
julukan 'Arit Sambar Nyawa'.
"Kurang ajar! Heaaat...!"
Sankher yang merasa terganggu langsung
melompat ke atas. Sambil mengebut tongkat tubuhnya bergerak menerjang, setelah
berhasil mematahkan serangan lelaki tua berjubah putih itu.
Wuttt! Wuttt! Ular Kobra dari Utara kembali menggerakkan tongkatnya. Kemudian dengan penuh
amarah tubuhnya melesat memburu lawan. Namun dengan
cepat Arit Sambar Nyawa menghadangnya dengan membabatkan aritnya ke tongkat
lawan. Trang! Kemarahan Ular Kobra dari Utara semakin
memuncak ketika mengetahui lelaki tua itu memapaki serangannya. Matanya berkilat
tajam. Didahului desisan aneh bagai ular kobra, tongkatnya disilangkan di atas kepala.
Perlahan tangan kirinya memegang ujung tongkat agak ke tengah. Dan....
"Szzz...!"
Srets! Tangan kanannya yang memegang tongkat tiba-tiba bergerak ke bawah. Kini terlihat
tongkat tadi menjadi dua. Yang satu di tangan kiri ternyata berupa sarung sebuah
pedang. Sedangkan di tangan kanan kini tergenggam sebuah pedang berkilat tajam
memancarkan sinar maut berhawa racun.
"Yeaaa...!"
"Keluarkan semua ilmu arit bututmu!" tantang Sankher seraya mengelakkan tebasan
dan babatan arit lawan. Kemudian dengan cepat tangannya menggerakkan pedang.
Seketika pedangnya melesat mematuk bagai ular kobra bersama tubuhnya menerjang
dengan dahsyat "Heaaa...!"
"Wusz, Wuszzz...!"
Trang! Trang! Dentingan beradunya dua senjata itu terdengar susul-menyusul. Diikuti gerakan
keduanya yang menyerang secara gencar dan cepat.
Sementara, Sundari yang masih heran siapa sebenarnya lelaki tua itu hanya
terpana. Hatinya penuh kebingungan melihat pertarungan yang tiba-tiba pecah
dengan dahsyat antara dua tokoh sakti di
hadapannya. Lelaki berjubah putih yang ternyata kakak Ki Kuncara tiba-tiba melompat tiga
tombak ke belakang.
Kemudian kedua tangannya bergerak menggenggam arit dan menyilangkan di depan
dada. Perlahan senjata itu diangkat ke atas kepala sambil memusatkan diri
sejenak. Tiba-tiba....
"Hiyaaa...!"
Werrr! Wusss! Tubuh Arit Sambar Nyawa melenting dan berputar bagai baling-baling. Aritnya
bergerak cepat menyambar leher Ular Kobra dari Utara. Tetapi....
"Uszzz! Heaaa...!"
Blukkk! Sankher menunduk dan menjatuhkan tubuh ke tanah. Dan begitu tubuh Arit Sambar
Nyawa berada tepat di atasnya tangan kirinya mematuk cepat. Tepat mengenai arit
yang turut berputar di tangan lawannya.
"Hea!"
Prakkk! Sungguh hebat akibat patukan dari jurus 'Kobra Mematuk Karang' ini. Arit di
tangan lawannya kontan patah membuat Resi Bemala kaget setengah mati.
Tangannya yang memegang arit terasa panas bagai memegang bara. Bahkan sekujur
tubuhnya terasa linu hingga aritnya yang sudah patah jatuh dari tangannya.
Ternyata Ular Kobra dari Utara tidak
menghentikan serangan sampai di situ. Sambil bersalto tiba-tiba tubuhnya melejit
menghentakkan pedang dari atas mengarah ke tubuh lawan.
Arit Sambar Nyawa yang belum dapat mengatur kedudukan berusaha mengelak
sebisanya ke arah kiri. Namun gerakannya sedikit terlambat. Maka.
"Wuszzz!"
Crasss! "Aaa...!"
Pedang di tangan Sankher tak urung memapas bahu kanan Arit Sambar Nyawa. Kontan
lelaki tua berjubah putih ini menjerit. Tangannya putus sebatas bahu. Darah
memancar tiada henti dan tubuhnya pun limbung hendak jatuh.
"Heaaa! Wuszzz...!"
Wuttt! Trakkk! "Hei"!"
Si ular Kobra bermaksud menghabisi Arit Sambar Nyawa. Namun mendadak hatinya
terasa kaget melihat sesosok bayangan berkelebat memapak serangannya dengan
suling. Si Ular Kobra dari Utara tersentak kaget dengan mata membelalak. Segera ditarik
pedangnya, lalu membuat gerakan membuka sebuah jurus.
"Hm...!" gumam Sankher. Begitu melihat
Pendekar Gila muncul kembali dengan tiba-tiba, "Kali ini kau tak akan hidup
lebih lama, Pendekar Gila...!"
Selesai bicara begitu, Sankher langsung
menyerang Pendekar Gila dengan membabatkan pedang.
Namun Pendekar Gila dengan cepat mengelak, melompat ke atas. Sementara itu


Pendekar Gila 27 Ular Kobra Dari Utara di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangan kanannya yang memegang Suling Naga Sakti balik menyerang.
Wuttt! Wuttt! Trang! Senjata mereka beradu hingga menimbulkan
suara nyaring dan percikan bunga api. Tubuh Sankher terpental dua tombak ke
belakang. Sedangkan Pendekar Gila hanya beberapa langkah. Sankher
merasakan sesak dadanya, karena tanpa diduga, tangan kiri Pendekar Gila telah
mendaratkan pukulan yang disertai tenaga dalam yang kuat.
"Ukh...!"
Pendekar Gila cengengesan dan terus mengamati gerak-gerik lawannya. Suling Naga
Sakti-nya kini diputar di atas kepala. Lalu diturunkan, kakinya membuat kuda-
kuda. Menanti serangan lawan.
Sankher geram lalu mengeluarkan jurus 'Kobra Mematuk Mangsa'. Direntangkan kedua
tangannya lebar-lebar. Lalu menghentakkan ke depan.
"Heh! Heaaa...!"
Sankher melompat secara zik-zak. Pendekar Gila yang melihat itu cepat
menggerakkan Suling Naga Sakti-nya, memapaki serangan Sankher.
"Yeaaa...!"
Trang! Degk! "Heit..!"
Kedua pendekar itu kini bertarung di udara.
Saling pukul dan tangkis. Menimbulkan suara ledakan, dan percikan sinar api yang
menerangi tempat itu.
Jglarrr! Pada saat Sankher lengah, karena merasakan tangannya terasa panas, Pendekar Gila
berhasil memasukkan pukulan dengan tangan kiri ke dada.
"Hukkk...!"
Sankher memekik keras. Lalu tubuhnya melayang jatuh ke bawah. Rupanya keadaan
lelaki dari utara itu sudah mulai melemah. Sehingga dengan mudah Pendekar Gila
yang masih kelihatan kuat
memanfaatkannya.
Sankher bergulingan di tanah. Lalu kembali
bangkit dan membuka kembali jurus-jurusnya.
Pendekar Gila menggaruk-garuk kepala sambil cengar-cengir. Seperti meledek.
Dengan tenang pendekar muda ini menggerakkan Suling Naga Sakti ke kanan ke kiri.
Matanya tak berkedip sedikit pun menatap lawannya.
"Kau kali ini benar-benar akan kukirim ke akherat...!" dengus Sankher dengan
geram. "Heaaa...!"
Sankher dengan penuh amarah menyerang
Pendekar Gila yang nampak begitu tenang. Namun serangannya mulai kurang ganas
dan mengendor. Pendekar Gila hanya mengelak ke samping sambil memiringkan tubuhnya. Meliuk-liuk
bagai orang menari. Sambil sesekali tangan kanannya yang memegang Suling Naga
Sakti menangkis dan
menghantam lawan.
Namun Sankher pun tak mau menerima begitu saja serangan balik Pendekar Gila.
Dengan cepat membabat kaki Pendekar Gila, lalu disusul patukan tangan kirinya.
"Wesss...! Zzz...!"
"Bts...!"
Pendekar Gila mengelak sambil merobohkan
tubuhnya ke belakang, lalu bersalto tiga kali ke belakang. Kemudian kakinya
mendarat pada sebuah batu.
Sankher memburu dengan melompat bagai
terbang sambil menusukkan pedangnya ke dada lawan. Namun Pendekar Gila dengan
cepat merunduk. Karena cepat dan derasnya, tubuh Sankher melayang di atas kepala
Pendekar Gila. Melihat itu Pendekar Gila tak menyia-nyiakan kesempatan.
"Yeaaa...!"
Degk! Plakkk! "Aaakh...!"
Sankher memekik keras, karena rusuknya kena pukulan Pendekar Gila.
Tubuh Sankher tersuruk di tanah dengan wajah terlebih dulu. Hingga wajahnya
membentur bebatuan di tempat itu.
"Akh...!" pekiknya lagi.
Pendekar Gila tertawa-tawa sambil menggaruk-garuk kepalanya. Dia tak mau
langsung menyerang.
Sepertinya pemuda gondrong itu memberi
kesempatan pada lawan untuk bangun dan kembali bertarung secara jantan. Itu
memang sifat Pendekar Gila, sebagai pendekar yang berbudi serta menjunjung jiwa
kesatria. "Grrr.... Zzz...!" Sankher mendesis, seperti ular.
Lidahnya menjulur panjang bercabang dua, seperti ular. Lidah itu beracun. Bila
mengenai tubuh lawan, maka akan mati seketika.
Pendekar Gila yang melihat itu mengerutkan kening. Lalu kemudian cengengesan.
Suling Naga Saktinya ditaruh di depan dada. Tangan kirinya juga depan dada
dengan menggenggam. Lalu sulingnya dihentakkan ke depan dua kali, sedang tangan
kirinya membuat gerakan silat.
"Zzz...!"
Sankher nampak terus mendesis seperti ular, sambil merundukkan kepala. Tubuhnya
meliuk-liuk bagai ular hendak menyerang lawan. Kedua
tangannya terus bergerak aneh. Sementara, pedang di tangan kanannya memancarkan
sinar api membara kemerahan.
Hawa panas yang luar biasa menyambar tubuh
Pendekar Gila, disertai angin kencang. Pendekar Gila segera mengeluarkan ajian
'Inti Salju' untuk melawan hawa panas itu. Mendadak hawa panas berubah menjadi
dingin sekali. Keduanya mulai bertarung dengan tenaga dalam.
Sankher yang merasa yakin dapat menaklukkan Pendekar Gila, dengan ilmu 'Api
Beracun', hatinya merasa kaget ketika sekejap hawa panas yang ditujukan kepada
Pendekar Gila, berbalik ke arahnya menjadi dingin bagai es!
"Hah..."!" gumam Sankher membelalakkan
matanya dengan tubuh merasa kedinginan.
Arit Sambar Nyawa yang tangan kanannya sudah putus, tersambar pedang Sankher
tadi merasa kagum, melihat ilmu Pendekar Gila. Kepalanya bergeleng-geleng. Dan
mulutnya berdecak kagum.
"Ck ck ck.... Baru aku saksikan...!" gumamnya lirih, sambil memegangi tangan
yang putus. Sundari berlari menghampiri Arit Sambar Nyawa. Untuk membungkus
tangan yang putus itu.
"Ki, biarlah lukamu aku balut..!" ujar Sundari sambil menyobek ujung pakaiannya.
Arit Sambar Nyawa hanya bisa tersenyum dan mengerang menahan rasa sakit.
*** Kembali ke arena pertarungan antara Pendekar Gila dengan Sankher, si Ular Kobra
dari Utara. Sankher nampak tak dapat menghilangkan dingin pada tubuhnya. Hatinya marah, lalu
dengan tenaga dalamnya berusaha melepas salju yang membalut seluruh tubuh.
Pendekar Gila tertawa-tawa, sambil menggaruk-garuk kepala. Lalu ia menghentakkan
Suling Naga Sakti-nya.
"Hah...!"
Wesss! Seketika salju yang mengurung tubuh Sankher mencair. Sankher bukannya berterima
kasih, melainkan justru makin geram, karena merasa malu.
Segera Sankher berteriak keras, sambil
menggerakkan kedua tangan dengan cepat bagai kipas. Pendekar Gila tetap tenang,
dan siap menghadapi serangan lawan.
Tubuh Sankher terbang, bagai seekor ular yang ingin menyerang mangsanya, dengan
gerakan zik-zak dan cepat. Lalu menukik, dengan kedua tangannya membabat ke
kepala lawan. Pendekar Gila yang sudah mengetahui, dengan cepat melompat ke
samping kiri, lalu disusul dengan salto ke belakang.
Menjauhi lawan.
Sankher yang merasa serangannya dapat dielakkan makin geram dan marah. Dengan
sebisanya ia membabatkan pedang ke tubuh Pendekar Gila yang juga balik menyerang
dengan melompat. Suling Naga Sakti-nya yang tergenggam di tangan kanan, bergerak
cepat menangkis dan menyerang.
Sankher kewalahan. Karena serangan yang
dihantarkan Pendekar Gila sangat cepat dan sukar diatasi. Akibatnya Sankher
mundur beberapa tindak.
Namun sebelum sempat membuka jurus baru,
Pendekar Gila yang sudah tak sabar ingin menghabisi tokoh yang membunuh banyak
pendekar Jawadwipa dan orang-orang tak bersalah, melompat cepat. Dan ketika
tubuhnya masih di udara, mendadak menukik cepat, sukar ditangkap dengan mata
biasa. Dan.... "Aaakh...!"
Sankher memekik keras dan panjang, sambil
memegangi kepalanya. Tubuhnya melintir bagai gangsing. Pedangnya jatuh. Namun
berusaha sekuat tenaga untuk menyerang Pendekar Gila yang sudah mendaratkan
kakinya di tanah.
"Heaaa...!"
Degk! "Aaakh...!"
Kembali Sankher berteriak kesakitan. Kali ini nampak telinganya mengeluarkan
darah segar. Juga matanya. Kemudian disusul dengan tubuhnya yang terbelah dua.
Karena pukulan Suling Naga Sakti Tubuh Sankher menggelepar-gelepar di tanah.
Lalu tewas! Pendekar Gila merasa puas. Diselipkan lagi Suling Naga Sakti-nya ke pinggang.
Sundari yang melihat kejadian itu ikut senang.
Gadis itu menghambur ke arah Sena. Sedangkan Arit Sambar Nyawa masih terduduk di
bawah pohon besar. Wajahnya tersenyum getir, memandangi Sundari yang berlari
menuju Pendekar Gila.
"Aku ikut senang, kau telah dapat membunuh manusia keji itu...," kata Sundari
begitu sampai di dekat Sena.
Sena hanya menghela napas panjang. Matanya masih memandangi mayat Sankher, yang
telah membiru. Lalu menoleh ke arah Sundari.
"Semua ini kehendak Hyang Widhi. Aku hanya melaksanakan. Orang macam dia memang
pantas dimusnahkan...," kata Sena seakan bicara pada diri sendiri.
"Aku sangat berterima kasih, karena kau telah membalaskan dendamku atas kematian
paman dan Kakang Sawung Rana.... Sungguh aku sangat ber-hutang budi padamu,
Sena," ujar Sundari lagi.
"Aha, jangan bicara begitu! Sudah menjadi tugasku untuk menolong sesama kita.
Apalagi, orang seperti itu," Sena menunjuk ke mayat Sankher.
"Memang harus mati. Menerima ganjaran. Aku tak mau membunuh lawan kalau tak ada
masalah. Tapi aku masih merasa heran kenapa dia mau
membunuhku?"
Sesaat kemudian diam. Lalu tampak mulut Sena cengengesan sambil menggaruk-
garukkan kepala.
"Ayo, kita bawa orang yang terluka itu ke tempatmu...," ajak Sena. Yang kemudian
melangkah pergi. Sundari mengikutinya tanpa menjawab.
*** Di Perguruan Elang Sakti pagi itu nampak sudah ramai, suasana tenang. Dari dalam
rumah perguruan yang bekas milik Ki Putih Maesaireng, muncul Sena sambil
menggaruk-garuk kepala. Di kanan kirinya tampak Sundari dan Resi Bemala.
Wajah mereka nampak cerah dengan senyum
tersungging di bibir. Begitu juga beberapa orang sisa murid Perguruan Elang
Sakti yang masih hidup.
Mereka menundukkan kepala memberi hormat pada Pendekar Gila yang melewati para
murid itu. "Sena, sangat berat aku berpisah denganmu. Aku tak bisa memaksamu untuk berlama
tinggal di sini.
Aku mengerti. Tapi kuminta, bila kau lewat di sini, mampirlah! Biar hatiku
senang...," ujar Sundari dengan lemah lembut.
Pendekar Gila hanya menggaruk-garuk kepala dan cengengesan. Matanya melirik ke
Arit Samber Nyawa.
"Ya. Aku pun merasa kehilangan seorang sahabat
dan pendekar yang kukagumi. Maksudku, sama dengan Sundari. Kalau ada waktu,
datanglah kemari!"
tambah Arit Sambar Nyawa.
"Mudah-mudahan. Baiklah aku mohon pamit...,"
kata Sena, lalu menjabat tangan Arit Sambar Nyawa.
Kemudian dipegangnya bahu Sundari seraya berkata,
"Jaga dirimu baik-baik! Berlatihlah ilmu silat dengan tekun. Tentunya Arit
Sambar Nyawa akan memberikan sedikit ilmunya padamu...."
Selesai berkata begitu, Sena pun meninggalkan Perguruan Elang Sakti sambil
melambaikan tangan kanannya. Para murid perguruan itu melepas kepergian Pendekar
Gila yang sangat mereka kagumi dengan tatapan haru. Begitu pula Sundari. Gadis
cantik itu seakan tak rela. Namun semua maklum, bahwa tugas Sena sebagai
pendekar penegak kebenaran dan keadilan menuntutnya harus terus melanglang
buana. SELESAI Created ebook by
Sean & Convert to pdf (syauqy_arr)
Edit Teks (paulustjing)
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=1397228
Kedele Maut 15 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Hianat Empat Datuk 1
^