Pencarian

Pertarungan Raja Raja Arak 2

Dewa Arak 24 Pertarungan Raja-raja Arak Bagian 2


Gua itu ternyata mempunyai lorong yang cukup panjang dan
berliku-liku. Baru setelah jarak yang ditempuh mencapai dua belas tombak, lorong
gua mulai membesar dan melebar.
Di sini, tidak hanya ada satu lorong gua saja, tapi ada empat buah lorong. Dewi
yang rupanya sudah cukup mengetahui tempat itu segera memilih lorong gua kanan.
Setelah menempuh jalan sekitar delapan tombak, sampailah
mereka pada sebuah ruangan yang cukup luas, dan anehnya cukup terang.
Dewi sama sekali tidak pernah ambil pusing mengenai asal sinar yang membuat
ruangan gua jadi terang. Mungkin bagian atap gua yang terbuat dari batu itu
menyerap sinar, dan memantulkannya. Namun gadis bertubuh molek itu sama sekali
tidak mempedulikannya.
"Masukkan dia ke dalam kurungan itu!" perintah Dewi sambil menudingkan telunjuk
ke arah salah satu dinding gua yang berupa ruang tahanan. "Dan tinggalkan tempat
ini!" Dua orang anak buah Dedemit Alam Akhirat segera melemparkan
tubuh Dewa Arak ke sudut ruangan, lalu melangkah lebar meninggalkan tempat itu.
Mereka sama sekali tidak menoleh-noleh lagi.
Dewi menatap tubuh kedua orang manusia biadab itu hingga
lenyap dari pandangan, baru kemudian melangkah masuk menghampiri Arya yang
tergolek lemah tak berdaya. Totokan Dedemit Alam Akhiratlah yang menyebabkannya
demikian. Itulah sebabnya, meskipun tubuhnya sudah tidak terikat lagi. Dewa Arak sama
sekali tidak mampu untuk bergerak lagi.
Dewi melangkah menghampiri Dewa Arak dengan sinar mata
aneh. Tapi, pemuda berpakaian ungu itu sama sekali tidak mengetahui karena
wajahnya terhalang rumbai-rumbai.
Begitu telah berada di dekat Dewa Arak yang terbaring, gadis
bertubuh molek itu menghempaskan pantarnya dan duduk di situ.
"Kau...," sebuah ucapan serak keluar dari mulut Dewi. "Betapa inginnya aku
membunuhmu. Kaulah yang telah membunuh ayahku. Tapi, mengapa kau juga yang telah
menyelamatkanku dari malapetaka yang mengerikan?"
Arya mengernyitkan alisnya, pertanda tengah berpikir keras.
Sepertinya suara seperti ini pernah didengarnya. Tapi kapan dan di mana, dia
lupa. Hanya satu hal yang dapat diterka. Gadis yang berada di perkampungan orang
biadab itu mempunyai urusan dengannya.
"Siapakah kau sebenarnya, Nisanak?" tanya pemuda berpakaian ungu itu setelah
lama berpikir tanpa mendapat jawaban sepotong pun.
"Jangan selak ucapanku, Dewa Arak!" sergah Dewi keras.
"Dengarkan saja dulu ceritaku, baru nanti kau akan mengetahuinya."
Dewa Arak pun terdiam. Bukan karena menuruti perintah gadis
berkulit putih itu, tapi merasa tidak ada gunanya bertanya lagi.
"Aku dilanda perasaan bimbang," lanjut Dewi. "Di satu pihak, aku ingin membalas
kematian ayahku. Tapi di sisi lain, aku tidak bisa melupakan begitu saja
pertolonganmu atas bahaya mengerikan yang hampir menimpaku...."
Gadis berpakaian ala kadarnya itu menghentikan ucapan sejenak
untuk menenangkan perasaannya.
"Begitu kudengar kau akan menuju Pulau Selaksa Setan, aku bergegas mendahuluimu.
Pulau ini dulu adalah milik salah seorang yang menjadi guru ayahku. Makanya,
begitu aku datang, masalahnya langsung kuceritakan. Namun demikian, aku tidak memberitahukan nama, sehingga dia terpaksa
memanggilku Dewi. Karena, katanya wajahku cantik bukan kepalang. Guru ayahku itu
memang bersedia membantu, tapi dengan satu syarat..."
Sampai di sini, Dewi mendadak menghentikan ucapannya. Jelas
lanjutan cerita itu menyedihkan hatinya.
Sementara itu Arya hanya diam saja mendengarkan. Dia sama
sekali tidak bertanya, meskipun gadis bertubuh molek itu menghentikan ceritanya.
"Aku harus bersedia menjadi pendamping hidupnya. Orang yang telah pernah menjadi
guru ayahku itu mencintaiku, Dewa Arak"
"Apakah orang yang kau maksudkan adalah laki-laki kasar yang telah menotokku?"
tanya Dewa Arak setengah hati karena khawatir tidak akan mendapatkan jawaban
Dewi. Rupanya, pemuda berpakaian ungu ini tidak mampu juga menahan rasa ingin
tahunya. Dewi menganggukkan kepala.
"Dia berjuluk Dedemit Alam Akhirat," sahut gadis berwajah cantik jelita itu
setengah mendesah.
"Hanya untuk membalas dendam padaku saja kau harus mempertaruhkan segalanya, Nisanak?" tanya
Dewa Arak lagi, merasa heran.
"Tidak hanya pada kau saja, Dewa Arak," sambut Dewi cepat.
"Tapi juga pada Setan Mabuk, yang telah menghinaku!"
"Ah...!"
Seruan keterkejutan terdengar dari mulut Dewa Arak begitu
mendengar ucapan Dewi yang terakhir. Kini sudah bisa diduga siapa sebenarnya
gadis yang mengenakan rumbai-rumbai pada wajahnya itu. Hanya ada seorang gadis
yang diselamatkannya dari bahaya mengerikan Setan Mabuk. Dan gadis itu
adalah.... "Kau..., kau..., Malinda...?" tanya Arya terbata-bata.
Baru saja Arya mengucapkan demikian, wanita bertubuh menggiurkan itu merenggut rumbai-rumbai di wajahnya.
Pralll...! Seketika itu juga seraut wajah cantik terpampang di hadapan Dewa Arak. Dan
memang, itu adalah wajah Malinda, putri Mayat Kuburan Koneng!
"Sebelum aku membalas dendam atas perbuatanmu terhadap
ayahku..., aku ingin membalas budi padamu Dewa Arak," kata Dewi yang ternyata
adalah Malinda.
Putri Mayat Kuburan Koneng itu menghentikan ucapannya
sebentar. Tampak jelas kalau hatinya merasa berat melanjutkan kata-katanya.
"Kau adalah pemuda pertama yang telah melihat tubuhku, Dewa Arak. Padahal aku
telah bersumpah, hanya orang yang akan menjadi suamiku saja yang berhak melihat
tubuhku. Dan apabila aku tidak menyukainya, dia harus mati!"
Wajah Dewa Arak seketika memucat. Disadari kalau dirinya
sekarang akan berhadapan dengan sebuah persoalan rumit.
"Tapi.... Tapi..., Setan Mabuk toh melihatnya pula. Bahkan dia lebih gila
lagi...," bantah Arya terbata-bata.
Ngeri hati Dewa Arak membayangkan harus menjadi suami
Malinda. Bagaimana nanti dengan Melati" Ah! Betapa rindu hatinya pada gadis
berpakaian serba putih itu. Hanya Melati-lah satu-satunya wanita yang ingin
dijadikan istri. Tidak ada yang lain! Tidak pula Malinda!
"Sumpahku hanya ditujukan untuk para pemuda, Dewa Arak. Dan kaulah orang
pertamanya. Bahkan kau pula yang telah menyelamatkanku dari bahaya mengerikan
itu," tandas Malinda.
"Lalu..., bagaimana janjimu pada Dedemit Alam Akhirat?" Arya mencoba untuk
berkelit. "Aku bukan jenis orang yang suka mengingkari janji, Dewa Arak!"
dengus gadis bertubuh molek itu. "Janjiku pada Dedemit Alam Akhirat tetap
kupenuhi. Tapi, tentu saja setelah aku membalas budi, sekaligus dendam padamu!"
"Tapi..., bukankah kalau kau tidak menyukai pemuda yang melihat tubuhmu, akan
kau bunuh juga?" Arya masih terus mencoba berkelit.
Kontan selebar wajah Malinda memerah, bahkan sampai ke kedua
telinganya. "Beruntunglah kau, Dewa Arak. Kau terhitung pemuda yang cukup menarik."
Pelan sekali ucapan yang keluar dari mulut Malinda. Jelas kalau gadis itu merasa
malu mengucapkan kata-kata itu. Bahkan sewaktu mengatakannya, sama sekali tidak
berani mengangkat kepala.
"Jadi...?" Arya memutuskan ucapannya dengan suara bergetar karena perasaan
tegang. "Kau tetap menjadi suamiku, sekalipun hanya sehari saja!"
Kali ini ucapan Malinda terdengar tegas dan mantap. Bahkan
diucapkan seraya mengangkat kepalanya.
Arya kontan terperanjat. Pemuda berambut putih keperakan ini
terkejut bukan kepalang. Bahkan seandainya ada halilintar yang menyambar di
dekatnya, masih tidak seperti ini kekagetan yang melanda hatinya.
"Bagaimana, Suamiku" Kau bersedia, bukan" Kau tahu, aku ingin mempersembahkan
kesucianku ini pada orang yang kusukai. Dan kaulah orangnya, Dewa Arak! Aku
tidak ingin orang seperti Dedemit Alam Akhirat yang merenggutnya!"
Setelah berkata demikian, tangan Malinda membelai pipi Dewa
Arak. Perlahan tangannya merayap turun ke leher, kemudian ke dada. Gadis itu
berusaha menanggalkan pakaian Dewa Arak dengan tangan kanannya.
Sementara sebelah tangannya lagi, mulai melucuti pakaiannya sendiri.
Karuan saja hal ini membuat Dewa Arak kalap bukan kepalang.
"Kumohon, jangan lakukan itu, Malinda," pinta Arya mengiba.
Dan inilah yang pertama kali dilakukan pemuda berambut putih
keperakan itu. Mendapat ancaman siksaan ataupun maut dia tidak pernah memohon.
Tapi, kali ini Dewa Arak yang terkenal itu mengajukan permohonan pada lawannya.
Tapi, Malinda sama sekali tidak mempedulikannya. Dia terus
melanjutkan pekerjaannya. Dan kini, dua buah bukit kembar yang padat indah, dan
membusung, mencuat keluar.
Arya menelan ludah melihat pemandangan indah yang terpampang
di hadapannya. Buru-buru matanya dimeramkan. Diusirnya pikiran kotor yang
menyelinap ke benaknya.
Arya berusaha memusatkan pikiran untuk membebaskan totokan
yang membuat tubuhnya lemas. Tapi, ternyata totokan Dedemit Alam Akhirat memang
luar biasa. Arya tidak mampu membebaskan dengan pengerahan tenaga dalamnya.
*** "Hmh...!"
Malinda menggertakkan gigi karena kesal melihat Dewa Arak
memejamkan mata.
"Orang seperti kau rupanya ingin dipaksa, Dewa Arak!"
Setelah berkata demikian, putri Mayat Kuburan Koneng itu
melangkah meninggalkan Arya. Tapi, tak lama kemudian sudah kembali sambil
membawa sebuah kendi.
"Dengan minuman dalam kendi ini, mau tidak mau kau akan
melayani kemauanku, Dewa Arak!" Malinda yang sudah tidak mengenal rasa malu
lagi, mengacungkan kendi itu.
Dada Dewa Arak berdebar tegang. Meskipun belum pernah
merasakan, tapi dari cerita yang didengar bisa diketahui isi kendi itu.
Apalagi kalau bukan minuman perangsang nafsu birahi!
Dengan langkah perlahan-lahan, putri Mayat Kuburan Koneng itu
mendekati Dewa Arak, untuk meminumkan cairan di dalam kendi itu!
Mendadak terdengar suara mendesing nyaring disusul meluncurnya sebuah benda sebesar ibu jari tangan ke arah Malinda. Dari desingan
itu saja, sudah bisa diterka kekuatan tenaga dalam yang terkandung dalam
lontaran itu. Malinda terperanjat. Saat itu, seluruh perhatiannya memang tengah tercurahkan
pada Dewa Arak, sehingga kewaspadaannya agak berkurang.
Maka serangan yang datangnya begitu tiba-tiba itu membuatnya agak gugup. Dan....
Pyarrr...! Kendi di tangan gadis yang tengah dirasuk birahi itu kontan hancur berantakan
ketika benda sebesar ibu jari tangan yang ternyata adalah batu menghantamnya.
Isinya pun berpercikan ke sana kemari.
Malinda meraung begitu melihat minuman perangsang yang akan
diberikan pada Dewa Arak habis terbuang. Bergegas pakaiannya dirapikan kembali,
lalu... Srattt..! Dengan didahului suara gemeretak gigi, pedang putri Mayat
Kuburan Koneng telah tercabut. Sinar terang berkilauan ketika pedang itu keluar
dari sarungnya.
Tapi kemarahan hebat yang menggelora dalam dadanya kontan
menciut, berganti rasa gentar ketika melihat orang yang telah menghancurkan kendinya. Dia adalah seorang kakek berkepala botak.
Tubuhnya pendek, gemuk, dan gendut. Bajunya berupa rompi yang terbuat dari bulu
burung garuda. Dan anehnya, tidak ada alis yang tampak di atas matanya.
"He he he...! Selamat berjumpa lagi, Wanita Liar...! He he he...!"
Kakek berkepala botak itu mengangkat guci araknya yang besar ke atas kepala.
Dan.... Glek.. glek.. glek..!
Suara tegukan keras terdengar ketika arak itu melewati tenggorokannya.
"Setan Mabuk..!" desis Malinda. Suaranya bergetar karena perasaan gentar yang
melanda. Kakek berperut gendut yang memang Setan Mabuk itu hanya
terkekeh pelan. Sementara kedudukan kedua kakinya tampak terhuyung-huyung.
"Haaat..!"
Namun dari rasa takut tiba-tiba Malinda jadi nekat. Gadis itu
melompat menerjang Setan Mabuk. Pedang di tangannya meluncur cepat ke arah leher
kakek itu. "He he he...!"
Kakek pemabukan itu hanya tertawa terkekeh. Sambil menurunkan
guci arak, tangan kirinya bergerak menangkap pedang Malinda.
Tappp...! Begitu pedang itu tertangkap, Setan Mabuk langsung membetotnya. Maka putri Mayat Kuburan Koneng tak kuasa menahan. Di samping
tenaga dalamnya jauh lebih rendah, keadaan tubuhnya sekarang sangat
menguntungkan lawan. Sehingga, tubuhnya kontan tertarik ke depan!
Sebuah seringai kejam nampak tersungging di mulut Setan Mabuk.
Tangannya yang menggenggam pedang segera disorongkan ke arah perut Malinda.
Maka.... Crottt..! Darah kontan muncrat-muncrat ketika gagang pedang itu amblas
ke dalam perut gadis bertubuh menggiurkan itu hingga ke punggung. Ada keluhan
tertahan yang keluar dari mulut putri Mayat Kuburan Koneng.


Dewa Arak 24 Pertarungan Raja-raja Arak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sepasang matanya membelalak, menahan rasa sakit yang mendera.
Setan Mabuk melepaskan cekalan pada pedangnya, maka tubuh
Malinda pun ambruk ke tanah. Diam tidak bergerak lagi untuk selamanya.
"Hhh...!"
Arya menghela napas berat melihat semua peristiwa itu. Meskipun ada sedikit
perasaan menyesal atas nasib yang menimpa gadis berwajah cantik jelita itu, tapi
rasa syukur di hatinya jauh lebih besar. Memang, kematian adalah jalan satu-
satunya yang terbaik untuk Malinda.
Masih dengan tawa terkekeh-kekeh, dan sambil menenggak
araknya, Setan Mabuk melangkah terhuyung-huyung menghampiri Dewa Arak.
Sekali kakek berkepala botak ini mengulurkan tangan menyentuh
tubuhnya, maka Dewa Arak terbebas dari totokan yang membelenggu.
Sejenak Arya menggerakkan tangan dan kaki untuk memperlancar
aliran darahnya.
"Dari mana kau tahu aku berada di sini, Setan Mabuk?" tanya Dewa Arak. Memang
pemuda berpakaian ungu ini merasa heran melihat kemunculan kakek berkepala botak
itu pada saat yang tepat.
"He he he...!"
Setan Mabuk tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Dengan
sikap tidak peduli, dia tertawa terkekeh seraya menenggak araknya kembali.
Suara tegukan keras terdengar ketika arak itu melewati tenggorokannya.
"He he he...! Aku datang lebih dulu, Dewa Arak," kata kakek itu seraya meneguk
arak kembali. Kakek berkepala botak ini ternyata benar-benar seorang tukang
minum! "Tapi ketika kulihat suasana sepi, aku jadi curiga dan tidak langsung
mendarat. Dugaanku pasti ada sesuatu yang terjadi. Maka kuputuskan untuk
kembali." Setan Mabuk menghentikan ucapannya. Kemudian, dituangkannya
guci arak itu ke mulut. Mau tidak mau, Dewa Arak terpaksa diam menunggu
kelanjutan cerita kakek itu.
"Di tengah jalan, aku bertemu rombongan orang yang akan pergi ke Pulau Selaksa
Setan. Maka segera masalahnya kuutarakan, dan mereka kusuruh mencari pulau
terdekat untuk mendarat. Sedangkan aku kembali menyelidiki pulau itu."
Kakek berkepala botak itu kembali menghentikan ucapannya. Guci araknya kembali
di angkat ke atas kepala, kemudian dituangkan ke mulut.
Untuk yang kesekian katinya terdengar suara tegukan keras ketika arak itu
singgah di tenggorokannya.
Setan Mabuk menurunkan guci araknya kembali, kemudian
diusapnya arak yang membasahi pinggir mulutnya dengan punggung tangan. Kasar dan
menjijikkan sekali cara kakek itu membersihkan mulut.
Bahkan tanpa mengenal malu, dia bertahak. Suaranya keras mirip lenguh seekor
kerbau. "He he he...! Ketika tiba di sana, kulihat beberapa orang tengah menyeret
perahu. Semula, aku tidak tahu pemilik perahu itu. Tapi kemudian kau muncul lalu
diserang gerombolan orang biadab. Jelaslah sudah, siapa pemilik perahu itu. He
he he...!"
Lagi-lagi Setan Mabuk menghentikan ceritanya sebentar.
"Di saat kau terjebak tambang mereka, hampir saja aku
menolongmu. Tapi maksud itu kuurungkan, ketika muncul sesosok tubuh yang
membuatku terperanjat"
"Maksudmu..., Dedemit Alam Akhirat?" duga Arya langsung
"Heh..."! Kau mengenalnya juga, Dewa Arak"!" Sepasang mata Setan Mabuk
terbelalak lebar.
Dewa Arak menggelengkan kepala.
"Aku mendengar julukannya dari gadis itu...," Arya menudingkan telunjuk kanan ke
arah mayat Malinda.
"He he he...! Sudah kuduga...," kata Setan Mabuk sambil mengangguk-anggukkan
kepala. "Jadi, kau belum tahu persis tentang tokoh itu, Dewa Arak?"
Pemuda berpakaian ungu itu kembali menggelengkan kepala.
"He he he...! Kau tahu, Dewa Arak. Dengan adanya Dedemit Alam Akhirat, sudah
bisa kuperkirakan kalau anak buah yang berpakaian sekadarnya itu adalah makhluk-
makhluk pemakan manusia. Dan memang, Dedemit Alam Akhirat berasal dari suku itu
pula." "Jadi, pertarungan itu harus dibatalkan, Setani Mabuk"!"
"He he he...! Tentu saja tidak, Dewa Arak!"l sambut Setan Mabuk cepat.
"Lalu, bagaimana dengan Dedemit Alam Akhirat dan anak
buahnya?" "Kita harus menyingkirkan mereka terlebih dahulu!" tandas Setan Mabuk.
Arya tercenung. Menyingkirkan mereka" Haruskah ajakan kakek
berkepala botak itu dipenuhinya. Padahal, dia tidak melihat adanya kejahatan
yang dilakukan penghuni pulau itu.
"He he he...! Kau ingin makhluk-makhluk buas itu keluar dari pulau ini dan
mengacau desa-desa, Dewa Arak"!" desak kakek berperut gendut itu. "Kau tahu,
mereka belum keluar dari pulau ini, karena tengah menunggu mangsa-mangsa lain.
Mereka telah memangsa tokoh-tokoh persilatan yang berdatangan kemari! Itulah
sebabnya, tempat ini sepi."
Arya mengernyitkan dahinya. Hati pemuda berambut putih
keperakan ini bimbang bukan kepalang. Apakah semua ucapan Setan Mabuk harus
dipercayainya saja" Tidak! Dia harus bertindak hati-hati, dan tidak langsung
percaya pada ucapan itu. Arya telah tahu, siapa Setan Mabuk. Seorang tokoh sesat
yang berhati kejam dan keji!
"He he he...! Bagaimana, Dewa Arak" Kau takut"!" Setan Mabuk memanas-manasi.
"Tidak ada istilah takut dalam sejarah hidupku, Setan Mabuk!"
sergah Dewa Arak keras.
"He he he...! Tapi kau kelihatannya ragu-ragu, Dewa Arak! Apa lagi kalau bukan
karena takut?" sindir kakek berkepala botak itu sambil tersenyum mengejek.
"Mari kita cari mereka!" Dewa Arak memutuskan dengan suara setengah membentak.
"He he he...!"
Setan Mabuk hanya tertawa terkekeh-kekeh saja, kemudian
melangkah terhuyung-huyung meninggalkan tempat itu sambil menuangkan arak ke
mulutnya. Dewa Arak yang telah terbakar perasaannya mengikuti di belakang.
6 Langkah Setan Mabuk dan Dewa Arak mendadak terhenti di
ambang gua. Pemandangan yang terlihat di depan gualah yang menyebabkan mereka bersikap demikian.
Dalam jarak sekitar dua tombak di depan gua, tampak berdiri
belasan orang penghuni pulau. Yang paling depan adalah Dedemit Alam Akhirat.
Sementara di belakangnya, bergerombol makhluk pemakan manusia.
"Grrrhhh...!"
Dedemit Alam Akhirat menggeram keras. Jelas sekali kalau laki-
laki berwajah kasar ini dilanda kemaahan hebat. Dan hal ini tidak aneh, karena
dia sudah bisa memperkirakan nasib Dewi, begitu melihat Dewa Arak ada di sebelah
Setan Mabuk. Wanita yang menarik hatinya itu pasti telah tewas!
"Kaukah orang yang berjuluk Setan Mabuk"!" tanya pemimpin makhluk pemakan
manusia dengan suara keras mengguntur.
Kakek berkepala botak tidak langsung menjawab. Dengan sikap
tidak peduli, diangkat guci araknya ke atas kepala kemudian dituangkan ke
mulutnya. Glek... glek... glek..!
Suara tegukan keras terdengar ketika arak itu melewati tenggorokan. "Keparat..!"
Dedemit Alam Akhirat berteriak memaki. Kemarahannya yang
memang sejak tadi sudah bernyala-nyala, jadi semakin berkobar-kobar.
Sikap tidak peduli Setan Mabuk-lah yang menyebabkan laki-laki berwajah kasar itu
kalap. Memang, Dedemit Alam Akhirat memiliki keangkuhan tinggi. Pantang baginya
diremehkan orang lain!
Belum juga gema makiannya lenyap, laki-laki berwajah kasar lalu menggerakkan
tangan kanannya. Jari telunjuk dan jari tengah menuding lurus, sedangkan sisa
jari yang bin dikepalkan.
Suara cicit tajam laksana puluhan ekor tikus terjepit terdengar seiring gerakan
tangan Dedemit Alam Akhirat.
Setan Mabuk tidak berani bertindak main-main lagi. Dan memang, dia tidak pernah
menganggap remeh Dedemit Alam Akhirat. Maka begitu tangan lawan bergerak, dan
ada serentetan angin tajam yang menyambar ke arah kepalanya, buru-buru tubuhnya
ditundukkan. Pyarrr...! Dinding atas mulut gua itu kontan hancur berantakan ketika angin pukulan
jarak jauh yang dilepaskan Dedemit Alam Akhirat menghantamnya. Batu-batu kecil pun seketika berguguran.
Baik Dewa Arak maupun Setan Mabuk tercekat melihat hal ini.
Dalam hati, kedua tokoh besar dunia persilatan itu memuji kehebatan ilmu pukulan
jarak jauh lawan tadi.
"He he he...! Kalau aku tidak salah duga, bukankah itu 'Ilmu Jari Pemutus
Gunung' yang tersohor, Dedemit"!" kata Setan Mabuk, kalem dan bernada
merendahkan. Seakan-akan, pertunjukan yang dipamerkan pimpinan makhluk-makhluk pemakan manusia itu sama sekali tidak memiliki
keistimewaan apa pun.
Karuan saja sikap yang ditunjukkan Setan Mabuk itu semakin
menambah kemarahan Dedemit Alam Akhirat
"Grrrhhh...!"
Diiringi geraman yang membuat suasana di sekitar tempat itu
bergetar hebat Dedemit Alam Akhirat melancarkan serangan bertubi-tubi
menggunakan 'Ilmu Jari Pemutus Gunung'!
Alhasil, suasana di sekitar tempat pun ramai dipenuhi suara
mencicit tajam menyakitkan telinga yang susul-menyusul.
Ternyata, serangan Dedemit Alam Akhirat itu tidak hanya
ditujukan pada Setan Mabuk saja. Tapi juga pada Dewa Arak! Kedua tokoh berbeda
aliran itu terpaksa dibuat pontang-panting dalam menghindari serangan itu.
"He he he...! Lucu sekali...! Baru pertama kali terjadi tiga makhluk luar biasa
bertarung sekaligus! Dewa, Dedemit, dan Setan. He he he...!
Sungguh ajaib sekali,..!"
Sambil terus bergerak ke sana kemari, Setan Mabuk mengoceh tak karuan. Hal ini
membuat kemarahan pimpinan orang-orang biadab itu semakin menjadi-jadi.
Di saat Dedemit Alam Akhirat, Setan Mabuk, dani Dewa Arak
terlibat pertempuran, mendadak makhluk-makhluk pemakan manusia menoleh ke arah
belakang. Ternyata, dari arah sana berdatangan banyak sekati tokoh
persilatan! Jumlah mereka tak kurang dari seratus orang!
Kali ini tanpa menunggu persetujuan pimpinannya lagi, orang-
orang biadab itu bergerak menyerbu! Maka, serbuan ini disambut hangat oleh
tokoh-tokoh persilatan. Sesaat kemudian pertarungan besar-besaran pun terjadi.
"Hih...!"
Mendadak Dewa Arak melenting ke belakang, kemudian bersalto
beberapa kali menjauhi kancah pertarungan. Pemuda berambut putih keperakan ini
bermaksud membiarkan Setan Mabuk bertarung menghadapi Dedemit Alam Akhirat.
Risih rasa hatinya bertarung keroyokan seperti itu.
*** Dedemit Alam Akhirat tidak bisa berbuat apa-apa, selain
membiarkan saja pemuda berpakaian ungu itu keluar dari kancah
pertarungan. Laki-laki berwajah kasar itu menyibukkan diri dalam menghadapi
Setan Mabuk. Seandainya disuruh memilih, pimpinan makhluk pemakan manusia
ini memang lebih suka bertarung melawan Setan Mabuk, daripada Dewa Arak. Banyak
alasan yang mendasarinya. Di antaranya, karena Dewa Arak seorang tokoh muda. Hal
lainnya, karena Setan Mabuk telah banyak menimbulkan kemarahan hatinya.
Kini dengan tidak adanya Dewa Arak, Dedemit Alam Akhirat
lebih leluasa melancarkan serangan. Kedua tangannya semakin bertubi-tubi
mengirimkan serangan-serangan jarak jauh dengan ilmu 'Jari Pemutus Gunung'.
Tapi semua serangan itu mudah berhasil dikandaskan Setan
Mabuk. Sama seperti Dewa Arak, dia pun memiliki ilmu aneh. Langkahnya terhuyung-
huyung, tapi anehnya tidak ada satu serangan pun yang berhasil mengenainya.
Semuanya lolos dari sasaran yang dituju.
Dalam waktu sebentar saja, sepuluh jurus telah terlewati. Tapi sampai sekian
lamanya, Setan Mabuk belum mampu melancarkan serangan balasan. Karena, masih
berjarak terlalu jauh. Memang, Dedemit Alam Akhirat berusaha mengajak lawan
bertarung jarak jauh.
Ilmu 'Jari Pemutus Gunung' memang menguntungkan Dedemit
Alam Akhirat untuk bertarung dalam jarak jauh. Dan memang, ilmu itu dikhususkan
untuk pertarungan jarak jauh.
Setan Mabuk tentu saja tidak sudi diajak bertarung jarak jauh.
Itulah sebabnya, dalam setiap gerakan mengelak, kakek berperut gendut ini selalu
berusaha memperpendek jarak. Namun hal itu selalu berakhir dengan kegagalan.
Gerakannya sudah bisa ditebak Dedemit Alam Akhirat. Maka usaha kakek berkepala
botak itu segera dipatahkan.
Mau tak mau, Setan Mabuk terpaksa menggunakan semburan-
semburan araknya untuk balas menyerang. Apalagi dia tidak memiliki ilmu khusus
untuk bertarung jarak jauh seperti Dedemit Alam Akhirat.
Keadaan seperti ini tentu saja menguntungkan Dedemit Alam
Akhirat. Betapapun lihainya Setan Mabuk mengelak, tapi kalau dihujani serangan
terus-menerus, tentu saja akan kewalahan juga. Dan kalau hal seperti ini
berlangsung terus, hasil akhir dari pertarungan ini sudah bisa ditebak! Setan
Mabuk akan roboh di tangan Dedemit Alam Akhirat!
Sementara itu, setelah memperhatikan pertarungan antara Setan
Mabuk dan Dedemit Alam Akhirat sesaat Dewa Arak mengalihkan
perhatian pada pertarungan yang berlangsung antara gerombolan pemakan manusia
dengan rombongan tokoh-tokoh persilatan.
Sepasang mata pemuda berambut putih keperakan itu terbelalak
begitu melihat kejadian yang terpampang di depan matanya.
Memang, pertarungan antara dua buah kelompok itu telah
berlangsung belasan jurus. Beberapa orang pun telah menjadi korban, dan ternyata
berasal dari pihak tokoh persilatan. Sebuah hal wajar, mengingat gerombolan
pemakan manusia itu memiliki kekebalan. Sehingga meskipun dihujani berbagai
senjata, sedikit pun mereka tidak terluka sama sekali.
Sedangkan tokoh-tokoh persilatan itu tidak memiliki kekebalan.
Tapi sebenarnya bukan kekebalan tubuh penghuni Pulau Selaksa
Setan yang membuat Arya terperanjat. Tapi, tindakan yang dilakukan orang-orang
biadab itulah yang membuat matanya terbelalak. Tatkala ada seorang lawan yang
berhasil dirobohkan, berduyun-duyun anak buah Dedemit Alam Akhirat merubung
tubuh yang tergolek meregang maut.
Maka pesta yang mengerikan pun dimulai.
Sama sekali makhluk-makhluk yang tengah asyik berpesta pora itu tidak
mempedulikan serangan-serangan yang dilancarkan lawan-lawannya.
Karena saat itu mereka tengah menyantap makanan lezat yang terhidang.
Beberapa kali tubuh
makhluk-makhluk yang tengah sibuk


Dewa Arak 24 Pertarungan Raja-raja Arak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyantap itu terguling ketika serangan-serangan yang dilancarkan lawan
menghantam. Tapi dengan gesit, mereka bangkit kembali dan meneruskan pestanya.
Kontan perut Arya mual melihat pemandang menjijikkan yang
terpampang di hadapannya. Hampir hampir saja isi perut yang mendadak ingin
keluar, tidak kuat ditahannya. Ternyata semua yang dikatakan Setan Mabuk sama
sekali benar. Orang-orang biadab itu memang pemakan manusia! Ngeri rasanya
membayangkan bila makhluk-makhluk itu keluar dari pulau, lalu masuk ke desa-
desa. Dengan kekebalan tubuhnya, jangankan orang-orang desa, tokoh-tokoh
persilatan pun akan mendapat kesulitan yang tidak sedikit dalam menanggulangi
mereka. Pemuda berpakaian ungu ini tahu kalau untuk mencegah orang-
orang biadab itu tidak ada jalan lain kecuali membasminya. Mereka tidak akan
bisa dinasihati karena memang tidak ubahnya binatang buas. Manusia sudah
merupakan makanan pokoknya.
Memperhatikan sekilas saja, Dewa Arak tahu kalau tokoh-tokoh
persilatan pasti akan tewas semuanya. Padahal, jumlah tokoh itu paling sedikit
lima kali lipat dari jumlah makhluk pemakan manusia. Tapi karena lawan tidak
bisa dibinasakan, korban-korban yang berjatuhan semuanya berasal dari gerombolan
tokoh persilatan.
Maka sambil mengeluarkan suara melengking nyaring, Dewa Arak
melompat terjun dalam kancah pertarungan. Dan begitu masuk, guci araknya
langsung saja dihantamkan ke arah kepala salah seorang makhluk biadab itu.
Tapi seperti juga kejadian yang dialami tokoh-tokoh persilatan, kejadian yang
sama pun menimpa Dewa Arak. Lawan yang terkena
hantaman guci araknya disertai pengerahan tenaga dalam sepenuhnya, memang
terpental jauh dan jatuh berdebuk di tanah. Namun, sesaat kemudian bangkit
kembali tanpa kurang suatu apa.
Arya benar-benar takjub. Peristiwa ini mengingatkannya pada
lawan tangguhnya yang juga memiliki kekejaman luar biasa. Tokoh itu berjuluk
Raksasa Kulit Baja. Dan berkat petunjuk Ular Hitam yang membimbingnya, Dewa Arak
berhasil membunuh lawan yang luar biasa itu (Untuk jelasnya, silakan baca serial
Dewa Arak dalam episode "Dewi Penyebar Maut").
Maka tanpa ragu-ragu lagi, Dewa Arak segera mengeluarkan
sesuatu dari bagian dalam pakaiannya. Ternyata daun kelor! Memang sejak
pertarungannya dengan Raksasa Kulit Baja, Dewa Arak selalu mengambil daun kelor
di tiap-tiap tempat.
Tapi kali ini pemuda berpakaian ungu ini kecelik. Orang-orang
biadab itu sama sekali tidak terpengaruh walaupun ranting daun kelor itu sampai
hancur lebur menggebuki sekujur tubuh mereka.
Arya tidak putus asa. Maka dikeluarkannya bambu kuning. Tapi
kejadian yang sama terulang. Sementara itu, orang-orang biadab itu kembali
berhasil melahap seorang tokoh persilatan lagi.
Dalam cekaman rasa putus asa, Dewa Arak mengumbar jurus-jurus
yang jarang digunakannya. Jurus 'Membakar Matahari' dan jurus 'Pukulan
Belalang'. Tapi, hasilnya sama sekali tidak berbeda.
7 Setan Mabuk menjadi khawatir melihat banyaknya tokoh persilatan yang satu demi satu berguguran. Apalagi ketika ada beberapa di antara
yang tewas itu adalah jago-jago minum yang akan bertarung.
"Tahan Dedemit Bau ini, Dewa Goblok! Biar aku yang akan
membasmi mereka?" teriak Setan Mabuk.
Kakek berperut gendut ini memang masih belum bisa memperpendek jarak. Padahal pertarungan sudah berlangsung lebih dari empat puluh
jurus. Maka tidak aneh kalau Setan Mabuk terdesak. Bahkan beberapa bagian
rompinya telah koyak-koyak terserempet angin serangan pukulan jarak jauh Dedemit
Alam Akhirat. Arya kini tidak ragu-ragu lagi. Telah dibuktikan sendiri kebenaran ucapan Setan
Mabuk. Maka begitu mendengar seruan itu, tubuhnya melesat memasuki kancah
pertarungan antara Setan Mabuk dengan Dedemit Alam Akhirat.
Begitu memasuki arena pertarungan, langsung saja Dewa Arak
melancarkan serangan bertubi-tubi ke arah Dedemit Alam Akhirat mempergunakan
ilmu 'Delapan Cara Menaklukkan Harimau'. Pemuda berambut putih keperakan ini
sengaja mengeluarkan ilmu itu untuk memberi kesempatan pada Setan Mabuk agar
bisa keluar dari arena pertarungan.
"Hmh...!"
Dedemit Alam Akhirat mendengus melihat serangan itu. Memang,
dari deru angin kuat yang mengawalinya, bisa diperkirakan kalau lawannya kali
ini memiliki tenaga dalam kuat bukan kepalang. Tapi, hal itu tidak mengurangi
keberaniannya untuk langsung menyambuti serangan yang bertubi-tubi itu.
Plak, plak, plak...!
Suara keras beradunya dua pasang tangan yang sama-sama
mengandung tenaga dalam tinggi terdengar. Bunyi benturan itu layaknya seperti
benturan antara dua batang logam keras.
Baik Dewa Arak maupun Dedemit Alam Akhirat sama-sama
terdorong ke belakang akibat benturan itu. Namun ada satu hal yang membuat
pemuda berambut putih keperakan itu terkejut. Ternyata punggung kedua tangannya
berdarah! Luar biasa! Dan memang, kedua tangan Dedemit Alam Akhirat dalam
penggunaan ilmu 'Jari Pemutus Gunung', telah menjadi lebih tajam daripada pedang
pusaka. Dan sesungguhnya, pedang pusaka sekalipun tidak akan mampu melukai kulit
Dewa Arak kalau tidak berada di tangan seorang tokoh yang memiliki tenaga dalam
amat kuat. "Ha ha ha...!"
Dedemit Alam Akhirat tertawa terbahak-bahak.
Dengan rakus, dijilatinya darah dari luka di tangan Arya yang
menempel pada jari-jari tangannya.
Sepasang mata Dewa Arak kontan terbelalak. Bukan karena
tangannya yang terluka, tapi karena tindakan lawan yang menjilati darahnya!
Rupanya Dedemit Alam Akhirat ini tidak ubahnya anak buahnya sendiri. Sama-sama
pemakan manusia!
Tapi Arya tidak bisa berlama-lama dalam keterpakuannya karena
laki-laki berwajah kasar itu telah kembali menyerang. Jangankan tangannya, angin
pukulan serangannya saja sudah cukup untuk membuat kulit tubuh Dewa Arak
terluka. Sadar akan ketangguhan lawan, Dewa Arak tidak mau bersikap
sungkan-sungkan lagi. Sambil mengelak, dijumputnya guci arak. Dan....
Gluk.. gluk.. gluk...!
Suara tegukan dari arak yang melewati tenggorokan Arya
terdengar. Dan seperti biasanya, tubuh pemuda berpakaian ungu itu kemudian oleng
ketika hawa arak yang hangat merayap naik dari lambung, terus ke kepalanya.
Dan dengan ilmu 'Belalang Sakti' andalannya, Dewa Arak
mengadakan perlawanan terhadap Dedemit Alam Akhirat. Tak pelak lagi, pertarungan
sengit antara dua orang yang sama-sama memiliki kepandaian tinggi pun
berlangsung. Arya kini benar-benar mengeluarkan seluruh kemampuan yang
dimiliki. Ilmu 'Belalang Sakti'nya di keluarkan sampai ke puncak kemampuan.
Kedua tangan, guci, dan juga semburan araknya, dikeluarkan semua untuk menggilas
habis perlawanan Dedemit Alam Akhirat.
Tapi lawan yang dihadapi Dewa Arak bukan orang sembarangan.
Setan Mabuk yang menghadapi Dedemit Alam Akhirat lebih dulu, telah membuktikan
kelihaian pemimpin orang-orang biadab itu. Buktinya, dia tidak mampu mengajak
lawannya bertarung dalam jarak dekat.
Sama seperti ketika menghadapi Setan Mabuk, melawan Dewa
Arak pun Dedemit Alam Akhirat menggunakan kelebihan ilmunya. Dia juga mengajak
Dewa Arak untuk bertarung jarak jauh. Dipaksanya pemuda berambut putih keperakan
itu untuk bertarung yang menguntungkan dirinya.
Pertarungan antara kedua tokoh itu berlangsung cepat. Hal ini tidak aneh,
mengingat kedua belah pihak memang sama-sama memiliki
kecepatan gerak luar biasa. Suara mencicit dari setiap serangan yang dilancarkan
Dedemit Alam Akhirat terdengar, ditingkahi bunyi berdesir, mengaung, dan
bercelegukan yang keluar dari gerakan Dewa Arak.
Sehingga, suasana pertarungan jadi hingar bingar.
*** Ramainya pertarungan antara Dewa Arak menghadapi Dedemit
Alam Akhirat ternyata tidak kalah ramainya lagi pertarungan antara Setan Mabuk
dan rombongan melawan anak buah Dedemit Alam Akhirat.
Ternyata, Setan Mabuk tidak hanya membual saja sewaktu
mengatakan kalau sanggup membasmi orang-orang biadab yang memiliki kekebalan
pada kulit tubuhnya. Kakek berperut gendut itu ternyata mengetahui kelemahan
anak buah Dedemit Alam Akhirat.
"Pisahkan buntalan kain hitam yang ada di pinggang mereka...!"
seru Setan Mabuk lantang.
Mendengar seruan keras itu, tokoh-tokoh persilatan yang sejak tadi sudah putus
asa menjadi timbul kembali semangatnya. Serentak pandangan mereka dialihkan pada
bagian pinggang orang-orang biadab itu.
Memang seperti yang dikatakan kakek berkepala botak itu, pada
bagian pinggang makhluk pemakan manusia itu terdapat buntalan kain hitam kecil
yang diikatkan pada tali pinggang terbuat dari tumbuh-tum-buhan.
Sebagian besar tokoh persilatan merasa heran mendengar perintah Setan Mabuk itu.
Hanya sebagian kecil saja yang bisa mengerti kalau buntalan kain kecil berwarna
hitam itu adalah sejenis jimat. Dan itulah yang menyebabkan kulit tubuh anak
buah Dedemit Alam Akhirat kebal. Selama ada buntalan hitam itu, mereka tetap
tidak bisa dilukai. Dan apabila tidak ada buntalan itu, baru mereka bisa
dibunuh. Meskipun tidak mengerti, tapi tokoh persilatan yang sebagian
besar itu menuruti juga perintah Setan Mabuk. Dan memang, tidak ada salahnya
mencoba-coba. Kali ini tokoh-tokoh persilatan itu menujukan serangan-serangan untuk memisahkan
buntalan kain hitam itu dari bagian pinggang.
Keragu-raguan yang menghinggapi perasaan sebagian tokoh
persilatan mulai memudar ketika melihat tanggapan makhluk-makhluk pemakan
manusia itu atas serangan yang tertuju ke arah buntalan kain hitam.
Anak buah Dedemit Alam Akhirat terlihat cemas. Kini mereka
selalu mengelak dan tidak membiarkan serangan-serangan mengenai tubuh mereka.
Hasil yang diperoleh benar-benar membuat hati mereka berbunga-
bunga. Makhluk-makhluk yang semula kebal itu, kini bisa dilukai setelah buntalan
kain hitam itu berhasil dilepaskan. Maka semakin besarlah semangat mereka
jadinya. Sekarang keadaan berubah banyak! Makhluk-makhluk pemakan
manusia kini mulai terdesak hebat. Memang kalau dibuat perbandingan, kepandaian
yang dimiliki oleh seorang makhluk pemakan manusia itu paling hanya menyamai
seorang murid persilatan yang baru masuk perguruan. Mereka memang tidak memiliki
kepandaian yang terlalu hebat, karena Dedemit Alam Akhirat tidak mengajari ilmu
silat. Tidak aneh jika korban di antara mereka pun berguguran, karena satu orang di
antara mereka menghadapi beberapa orang lawan.
Tak lama kemudian, makhluk-makhluk pemakan manusia itu pun
sudah tidak ada yang berdiri tegak lagi. Semua bergeletakan di tanah dalam
keadaan tidak bernyawa lagi.
Begitu semua orang biadab Penghuni Pulau Selaksa Setan itu
tewas, Setan Mabuk dan sisa tokoh-tokoh persilatan mengalihkan perhatian pada
pertarungan antara Dewa Arak menghadapi Dedemit Alam Akhirat.
Dedemit Alam Akhirat meskipun tidak bisa memperhatikan secara jelas karena dia
harus memusatkan perhatian pada Dewa Arak, ternyata mengetahui semua kejadian
yang menimpa anak buahnya. Berbagai
perasaan kini mendera hatinya.
Memang bukan Dedemit Alam Akhirat yang memberikan jimat
itu. Tapi dukun suku makhluk pemakan manusia, yang kini telah tewas tersapu
badai. Dukun itu memang ahli dalam ilmu hitam. Berbagai ilmu hitam dimilikinya.
Bermacam-macam jimat dibuatnya. Di antaranya adalah jimat yang membuat tubuh
tidak bisa dilukai!
Kalau tidak melihat buktinya sendiri, Dedemit Alam akhirat tidak akan percaya.
Betapa tidak" Isi buntalan itu hanya berupa tulang-tulang manusia. Ada yang
tulang jempol, kelingking, dan macam-macam lagi.
Sementara itu, pertarungan Dewa Arak melawan Dedemit Alam
Akhirat telah lebih dari tujuh puluh jurus. Dan selama itu belum nampak ada
tanda-tanda yang akan keluar sebagai pemenang. Meskipun begitu, tampak jelas
kalau Dewa Arak berada dalam pihak yang terdesak. Pemuda berambut putih
keperakan itu sama sekali tidak mampu balas menyerang.
Dan andaikata menyerang, hanya dengan semburan araknya saja. Dewa Arak lebih
sering menggunakan jurus 'Delapan Langkah Belalang', untuk mengelakkan setiap
serangan Sedangkan jurus 'Belalang Mabuk'nya mati kutu!
Beberapa kali Dewa Arak berusaha mengadakan pertarungan jarak
dekat, tapi usahanya selalu kandas. Dia malah kadang-kadang terpaksa melompat
mundur kembali, karena cecaran serangan lawan yang bertubi-tubi. Dedemit Alam
Akhirat juga melompat mundur ke belakang, untuk mempertahankan jarak.
Arya mengeluh dalam hati, menyadari betapa sulitnya mendekati
lawan. Disadarinya kalau keadaan begini terus, dia akan mengalami kerugian
sendiri. Betapapun hebatnya langkah ajaib dalam jurus 'Delapan Langkah
Belalang', tapi serangan yang datang ke arahnya bagaikan hujan.
Jadi, bukan suatu hal yang mustahil kalau serangan lawan akhirnya akan berhasil
mengenainya. Maka harus dicari terobosan untuk melakukan serangan balasan agar
lawan tidak terus-menerus menghujani serangan.
"Hih...!"
Sambil melenting ke atas untuk menghindari serangan lawan,
Dewa Arak menghentakkan kedua tangannya ke depan. Arya menggunakan jurus
'Pukulan Belalang', untuk membuat serangan lawan berhenti beberapa saat. Ini
dilakukan agar bisa mendesak lawan.
Wusss...! Angin keras berhawa panas menyengat berhembus keras ke arah
Dedemit Alam Akhirat. Karuan saja hal ini membuat laki-laki berwajah kasar itu
terperanjat. Serangan Dewa Arak memang sama sekali tidak diduga, karena
datangnya secara tiba-tiba.
Tahu akan kedahsyatan serangan pukulan jarak jauh itu, Dedemit Alam Akhirat
melempar tubuh ke samping dan bergulingan di tanah.
Dewa Arak tidak mau menyia-nyiakan kesempatan baik itu. Buru-
buru dia melompat, memburu tubuh yang tengah bergulingan. Ini adalah satu-
satunya kesempatan untuk memaksa lawan bertarung dalam jarak dekat.
Dedemit Alam Akhirat tahu maksud lawannya. Maka, dia pun
terus bergerak menjauh.
Tapi, Arya pun tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Maka,
pemuda berambut putih keperakan itu terus melompat memburu seraya melancarkan
serangan bertabi-tubi.
Tak pelak lagi, sebuah kejar-kejaran yang aneh pun terjadi.
Dedemit Alam Akhirat yang terus menerus bergulingan untuk menjauhkan diri, dan
Dewa Arak yang tak henti-hentinya bergerak memburu.
Akhirnya, Dedemit Alam Akhirat tidak punya pilihan lagi. Kalau dipaksakan terus
berguling, bukan tidak mungkin akan celaka di tangan Dewa Arak. Maka terpaksa
tangannya digerakkan untuk menangkis.
Plakkk, plakkk, plakkk..!
Kembali terjadi benturan keras antara dua pasang tangan yang
sama-sama mengandung tenaga dalam tinggi. Dan untuk yang kedua kalinya, tangan
Dewa Arak terluka kembali.
Kali ini Arya bertindak cepat. Buru-buru ditotoknya jalan darah di sekitar luka
untuk menghentikan aliran darah. Kemudian, langsung dilancarkannya serangan
bertubi-tubi kembali.
Dedemit Alam Akhirat tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Terpaksa keinginan
lawannya harus diladeni untuk bertarung dalam jarak dekat.


Dewa Arak 24 Pertarungan Raja-raja Arak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan terjadinya pertarungan jarak dekat ini, pertempuran yang terlihat jadi
lebih menarik. Kedua belah pihak kini dapat saling melancarkan serangan.
Sebenarnya, ilmu 'Jari Pemutus Gunung' sama sekali tidak
berkurang kedahsyatannya bila bertarung dalam jarak dekat. Sementara ilmu
'Belalang Sakti' juga lebih mengandalkan pertarungan jarak dekat. Bila dilakukan
dalam jarak jauh, akan pupus keampuhannya.
Dedemit Alam Akhirat mengeluh dalam hati. Kini setelah
bertarung dalam jarak dekat, baru dirasakan beratnya serangan-serangan Dewa
Arak. Ilmu lawan yang begitu aneh, dan mempunyai perkembangan tidak
terduga-duga, benar-benar membuatnya kewalahan. Sukar diperkirakan serangan lanjutan yang akan dilancarkan Dewa Arak.
Satu hal lagi yang membuat hati pemimpin orang-orang biadab itu heran adalah,
pemuda berambut putih keperakan itu seperti tidak peduli dan malah menenggak
araknya. Tapi anehnya, justru setelah menenggak araknya
dan kemudian kedudukan kalanya oleng, serangan yang dilancarkan terhadapnya malah berhasil dielakkan.
Meskipun memang ilmu 'Belalang Sakti' yang dimiliki Dewa Arak
adalah sebuah ilmu yang luar biasa, tapi karena yang dihadapi pun bukan lawan
sembarangan, maka baru setelah melewati dua ratus jurus, lawan mulai terdesak.
Itu pun karena yang dihadapinya sudah mulai merasa lelah.
Seiring timbulnya perasaan lelah itu, tenaga Dedemit Alam Akhirat pun mulai
mengendur. Dan dengan sendirinya, serangan-serangan yang dilancarkannya tidak
sedahsyat sebelumnya. Bahkan gerakannya pun tidak sigap lagi.
Sementara serangan-serangan dan kegesitan Dewa Arak tampak
seperti tidak berkurang. Gerakan-gerakan
pemuda berambut putih keperakan itu masih terlihat gesit. Serangan-serangannya pun masih terasa
dahsyat. Seakan-akan, tenaga Arya sama sekali tidak berkurang.
Tidak merasa lelahkah pemuda berpakaian ungu ini" Ah, mustahil!
Tidak mungkin Dewa Arak tidak merasa lelah! Apalagi sampai empat puluh jurus
lamanya, seluruh kemampuan yang dimiliki dikerahkan untuk memaksanya bertarung
dalam jarak dekat. Berbagai macam pertanyaan dan bantahan berkecamuk dalam benak
Dedemit Alam Akhirat.
Sama sekali Dedemit Alam Akhirat tidak tahu kalau arak yang
diminum pemuda berambut putih keperakan itulah yang telah membuat tenaganya
pulih kembali. Semakin lama, keadaan Dedemit Alam Akhirat semakin mengkhawatirkan, karena tenaganya terus merosot. Dan dengan sendirinya keampuhan
ilmu 'Jari Pemutus Gunung'nya pun jadi berkurang pula. Memang ilmu itu amat
mengandalkan pada kekuatan tenaga dalam. Orang yang tidak memiliki tenaga dalam
tinggi, tidak akan mampu memiliki ilmu
'Jari Pemutus Gunung'.
Tidak aneh kalau kini laki-laki berwajah kasar ini mulai terdesak hebat.
Keampuhan ilmunya semakin merosot seiring semakin lemah tenaganya. Sementara
keampuhan ilmu Dewa Arak sama sekali tidak berubah, karena tenaga dalam yang
dimilikinya sama sekali tidak berkurang.
Semula, benturan tangan Dewa Arak sama sekali tidak berpengaruh pada Dedemit Alam Akhirat. Tapi kini, keadaan banyak berubah. Setiap
kali terjadi benturan, membuat tangannya terasa sakit dan ngilu bukan kepalang.
Bahkan beberapa kali pemimpin makhluk pemakan manusia itu terhuyung-huyung ke
belakang setiap kali terjadi benturan.
"Hih...!"
Sambil mengeluarkan seruan melengking nyaring Dewa Arak
kembali melancarkan serangan bertubi-tubi. Kedua punggung tangannya dalam
permainan jurus 'Belalang Mabuk', memukul bertubi-tubi ke arah ulu hati dan dada
dengan kekuatan penuh. Namun mana mampu Dedemit Alam Akhirat berbuat banyak"
Tak pelak lagi, tubuhnya pun terhuyung-huyung ke belakang.
Dadanya seketika terasa sesak bukan kepalang. Terutama sekali tangannya.
Kedua tangan itu seperti patah-patah!
Di saat itulah, Dewa Arak melompat melakukan tendangan dengan
kedua kaki ke arah dada lawan. Persis seperti seekor ayam jago yang merangsek
lawannya. Desss...! Suara berderak keras dari tulang dada yang berpatahan dan
semburan darah segar dari mulut, mengiringi terlemparnya tubuh Dedemit Alam
Akhirat. Seketika itu juga, tokoh yang menggiriskan itu tewas tanpa sempat
bersambat lagi.
Brukkk! Diiringi suara berdebuk nyaring,
tubuh tokoh sesat
yang menggiriskan itu jatuh ke tanah sekitar dua belas tombak dari tempat semula.
Setelah berkelojotan sejenak kemudian dia diam tidak bergerak lagi untuk
selamanya. Mati!
"Horeee...!"
Sambutan meriah dari tokoh-tokoh persilatan bergemuruh menyambut kemenangan Dewa Arak. Tapi tentu saja tidak semuanya bersikap seperti
itu. Ada sebagian yang diam saja melihat kemenangan Dewa Arak. Satu di antara
mereka adalah Setan Mabuk. Dan kakek berperut gendut itu malah menenggak
araknya. Glek...glek... glek...!
8 Waktu berlalu tak terasa. Terkadang cepat seperti anak panah yang terlepas dari
busurnya, tapi tak jarang seperti seekor keong merayap.
Akhirnya waktu yang dinantikan untuk pertarungannya raja-raja
arak tiba. Bulan bulat penuh yang tampak di langit memancarkan sinarnya yang
berwarna kuning keemasan di Pulau Selaksa Setan. Sehingga, suasana di pulau itu
cukup terang. Di Pulau Selaksa Setan sendiri telah berkumpul tokoh-tokoh
persilatan baik dari aliran hitam, maupun dari aliran putih. Memang, pertarungan
memperebutkan kedudukan sebagai jago minum arak ini tidak hanya terbatas untuk
satu golongan saja. Tapi terbuka bebas bagi siapa saja yang berminat.
Belasan orang tokoh persilatan yang bertindak sebagai penonton, sekaligus juri
dan saksi untuk melihat siapa di antara mereka yang unggul, telah ramai
berkumpul. Mereka berdiri mengelilingi sebuah lapangan luas terbuka, dari di
bagian tengahnya terdapat batu-batu yang berbentuk sebagai meja dan kursi.
Di kanan kiri dua batu besar, lebar, dan pipih terdapat dua buah batu yang jauh
lebih kecil daripada batu yang dipakai sebagai pengganti meja itu. Tapi seperti
juga batu besar, batu kecil itu pun mempunyai permukaan pipih. Bisa diperkirakan
kalau kegunaan batu kecil itu adalah sebagai pengganti bangku.
Dugaan itu tidak keliru, karena pada batu kecil yang berada di sebelah kanan
batu lebar tengah duduk seorang laki-laki bertubuh tinggi besar. Perutnya
buncit. Tampak cambang bauk lebat menghias wajahnya.
Dialah tokoh yang berjuluk Raja Minum Danau Sengon.
Dari julukannya, bisa diketahui dari mana asal tokoh tua
bercambang bauk lebat ini. Asalnya, dari Danau Sengon. Dialah yang telah menjadi
pemenang dalam pertarungan antara raja-raja arak tahun kemarin.
Di desa-desa sekitar Danau Sengon, julukan Raja Minum Danau
Sengon amat terkenal. Dia mendapat julukan Raja Minum, setelah tidak seorang pun
jago-jago minum di daerahnya yang mampu mengalahkannya.
Telah puluhan, bahkan mungkin ratusan kali dia bertarung minum tanpa pernah
kalah! Oleh karena itu, timbul keinginannya untuk menjadi raja minum
tak terkalahkan bukan hanya di tempatnya saja. Tapi juga di dunia persilatan.
Ternyata bukan hanya dia saja yang berpikiran demikian. Jago-
jago minum wilayah lain pun memiliki maksud sama. Maka diadakanlah pertemuan
antara mereka, dan ditentukan pertarungan minum itu.
Selama beberapa kali pertemuan, Setan Mabuk yang menjadi juara, baru tahun
kemarin Raja Minum Danau Sengon keluar sebagai pemenang.
Karena telah menjadi juara, maka Raja Minum Danau Sengon
yang terlebih dulu duduk di arena pertarungan. Laki-laki pemabukan ini akan
berusaha mempertahankan gelar sebagai Jago Arak Nomor Satu.
"Siapa yang akan menjadi penantang pertamaku?" tanya laki-laki bertubuh tinggi
besar itu. Suaranya keras mengguntur. Jelas kalau dikeluarkan lewat pengerahan
tenaga dalam yang tidak rendah. Dan memang, Raja Minum Danau Sengon ini bukan
hanya jago minum saja, tapi juga dalam hal ilmu silat.
Laki-laki bercambang bauk lebat ini segera mengalihkan pandangannya ke arah tiga orang yang akan menjadi lawannya, karena beberapa di
antara raja-raja arak yang akan mengikuti pertarungan telah tewas di tangan anak
buah Dedemit Alam Akhirat. Sementara yang lain sama sekali tidak diketahui
nasibnya. Sama sekali semua orang itu tidak tahu kalau raja-raja arak dan para
tokoh persilatan yang akan menonton telah habis dibantai makhluk-makhluk pemakan
manusia itu. Ketiga orang itu adalah Dewa Arak, Setan Mabuk, dan seorang
laki-laki yang juga berperut buncit. Tubuhnya tinggi besar, dan berkumis tebal.
Dialah yang menjadi lawan berat Raja Minum Danau Sengon tahun lalu. Laki-laki
berkumis tebal itu berjuluk Biang Guci Gunung Kari, karena dia memang berasal
dari Gunung Kari.
"Ha ha ha...!"
Sambil tertawa terbahak-bahak, laki-laki berkumis tebal yang
berjuluk Biang Guci Gunung Kari ini melangkah meninggalkan kerumunan orang. Dia
kemudian menghampiri arena pertarungan. Bukan sembarangan tawa yang dikeluarkan
Biang Guci Gunung Kari ini. Suara tawanya ternyata dikeluarkan lewat pengerahan
tenaga dalam tinggi. Rupanya, dia tidak mau kalah dalam hal unjuk gigi kepada
musuh bebuyutannya, Raja Minum Danau Sengon.
Berbarengan langkah majunya laki-laki berkumis tebal itu,
beberapa orang persilatan pun bergerak maju sambil membawa guci-guci besar yang
berisi arak. Mereka kemudian membawanya ke arah tempat Raja Minum Danau Sengon.
"Akulah yang akan menjadi lawan pertamamu, Raja Minum!"
sambut Biang Guci Gunung Kari, tak kalah keras.
"Ha ha ha...!" Raja Minum Danau Sengon tertawai bergelak.
"Apakah kau sudah berlatih keras untuk mengalahkanku, Biang Guci"!
Kalau tidak, lebih baik kau kembali daripada jatuh di tempat yang sama sampai
dua kali!"
"Kau boleh umbar bacotmu yang busuk itu sepuasmu, Raja
Minum! Yang jelas, gelar Jago Arak Nomor Satu akan kurebut dari tanganmu!" Biang
Guci Gunung Kari yang rupanya tidak bisa berdebat, langsung saja memutus
pembicaraan. Belum lagi gema ucapannya habis, laki-laki berkumis tebal ini
sudah duduk di atas bangku kecil yang masih kosong.
Empat orang persilatan yang berpakaian, seragam warna kuning,
dan rupanya bertindak sebagai juri, meletakkan delapan buah guci besar yang
penuh arak di atas meja batu. Tak lupa, dua buah gelas bambu pun diletakkan di
depan kedua jago minum yang akan bertarung.
"He he he...!"
Sambil tertawa terkekeh-kekeh, Raja Minum Danau Sengon
menjumput guci araknya, kemudian menuangkan ke dalam gelas bambunya.
Ringan saja sepertinya guci itu di tangannya. Padahal guci itu besar sekali, dan
penuh berisi arak!
"Hmh...!"
Biang Guci Gunung Kari mendengus. Dengan sikap tidak mau
kalah dari lawannya, tangannya diulurkan ke arah guci arak. Gerakannya tampak
sembarangan saja. Dan sepertinya tanpa pengerahan tenaga sama sekali. Tapi, toh
guci arak itu berhasil diangkat dan juga dituangkan ke dalam gelas bambunya.
Begitu Raja Minum Danau Sengon meletakkan kembali guci arak
itu di meja, Biang Guci Gunung Kari pun telah meletakkan kembali gucinya di
tempat yang sama. Tampak jelas kalau laki-laki berkumis tebal itu tidak mau
kalah lagak terhadap lawannya.
Kedua belah pihak saling tatap sejenak. Masing-masing dengan
sorot mata memancarkan ejekan. Baru kemudian, Raja Minum Danau Sengon selaku
pemenang tahun lalu, mengangkat gelas bambu dan menenggak isinya.
Biang Guci Gunung Kari pun tidak mau kalah. Buru-buru
diangkatnya gelas bambu, dan ditenggak araknya. Pertarungan adu minum pun telah
dimulai. Dewa Arak, Setan Mabuk, dan semua tokoh persilatan memperhatikan jalannya pertarungan penuh perhatian. Sepasang mata mereka semua
hampir tidak berkedip memperhatikan gelas demi gelas arak yang masuk ke dalam
perut Biang Guci Gunung Kari dan Raja Minum Danau Sengon.
Sebagai orang-orang persilatan, semua tokoh yang berada di situ tahu sesuatu
yang mendukung tokoh itu bertarung agar keluar sebagai pemenang. Selain
kebiasaan meminum arak, juga tenaga dalam yang kuat memegang peranan penting.
Semua tokoh persilatan berharap, agar salah satu tokoh yang
bertarung itu menang tipis dari lawannya. Karena bila hal itu terjadi,
pertarungan akan dilanjutkan kembali dalam adu semburan arak dan pertarungan.
Tapi ternyata hal yang diharapkan tidak terjadi. Baru satu guci arak yang
dihabiskan, Biang Guci Gunung Kari sudah kelenger. Kepalanya sudah berputar ke
sana kemari. Mulutnya pun sudah mengoceh tak karuan.
Sementara, Raja Minum Danau Sengon baru memerah saja wajahnya.
Meskipun juga sudah terpengaruh dengan arak yang diminumnya, tapi tidak separah
lawannya. Memang arak yang disuguhkan untuk pertarungan antara raja-raja arak
itu tergolong keras.
Melihat pertunjukan ini saja, sudah bisa diperkirakan siapa yang akan keluar


Dewa Arak 24 Pertarungan Raja-raja Arak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebagai pemenang. Dan memang, ketika guci arak yang kedua baru ditenggak satu
gelas, Biang Guci Gunung Kari tak kuat lagi mengangkat gelas araknya. Bukan itu
saja. Laki-laki berkumis tebal ini mendadak bangkit dari duduknya, lalu berjalan
meninggalkan arena pertarungan sambil mengoceh tak karuan. Jelas, kalau
pikirannya sudah tidak berjalan normal lagi. Jalannya pun lucu. Sekali melangkah
ke depan, tapi kemudian ke belakang dua kali. Itu pun dengan terhuyung-huyung.
Hanya beberapa langkah saja Biang Guci Gunung Kari melangkah.
Untuk kemudian, tubuhnya ambruk ke tanah.
Orang-orang persilatan yang berseragam kuning pun bergegas
menghampiri, dan membawa laki-laki berkumis tebal yang sudah setengah tidak
sadar untuk meninggalkan tempat itu.
"Ha ha ha...!" Raja Minum Danau Sengon tertawa terbahak-bahak menyambuti
kemenangannya. Meskipun begitu, melihat raut wajahnya yang sudah mulai merah
padam, semua orang tahu kalau dia tidak akan mampu minum sampai satu setengah
guci arak lagi.
*** Sesuai peraturan, tokoh yang telah bertarung minum, tidak akan
bertarung lagi sampai esok harinya. Maka kini pertarungan dilanjutkan antara
Dewa Arak melawan Setan Mabuk.
Menilik dari keadaan Arya, hampir semua orang persilatan
menjagoi Setan Mabuk Mereka semua tahu, siapa adanya kakek berkepala botak itu.
Dialah orang yang telah memegang gelar juara Jago Arak Nomor Satu untuk berkali-
kali pertarungan.
Bukan hanya itu saja. Perut Dewa Arak yang tidak, buncit, dan
usia Arya yang masih muda, lebih membuat tokoh persilatan itu condong menjagoi
Setan Mabuk! Pertarungan seperti yang berlangsung antara Raja Minum Danau
Sengon dan Biang Guci Gunung Kari kembali berlangsung. Tapi, kali ini antara
Dewa Arak menghadapi Setan Mabuk.
Sebenarnya Arya tidak yakin kalau akan mampu menandingi
kemampuan Setan Mabuk dalam hal minum arak, setelah melihat sendiri kemampuan
Raja Minum Danau Sengon. Dewa Arak memang bukan
seorang pemabukan. Walaupun memang tidak bisa melepaskan arak dari kehidupannya,
tapi dia tidak pernah minum arak sampai berguci-guci. Dewa Arak hanya minum
sekadarnya saja karena bukan pecandu arak.
Kalau saja tidak mengingat janji, Arya lebih suka menolak
tantangan itu. Tapi sekarang hal itu tidak mungkin dilakukannya lagi. Kini, Dewa
Arak telah duduk berhadapan dengan Setan Mabuk untuk mengadu kemampuan dalam hal
meminum arak. "He he ke...! Tunjukkan kemampuanmu kalau tidak ingin
julukanmu hapus, Dewa Arak!" ejek Setan Mabuk sambil mulai menenggak arak yang
berada dalam gelas bambunya.
Arya sama sekali tidak menanggapi ejekan itu. Dengan sikap
tenang diangkatnya arak yang berada di dalam gelas bambu dan dituangkan ke
mulutnya. Kini pemuda berpakaian ungu ini mempunyai semangat memenangkan pertarungan adu minum, kalau tidak ingin kehilangan gelarnya.
Padahal, dia risih mendapat julukan seperti itu. Tapi, alangkah malunya bila
julukannya tergusur. Harus menang! Begitu keputusan Dewa Arak!
Berbeda dengan Arya yang merasa ragu bisa mengungguli lawan,
Setan Mabuk yakin sekali kalau dirinya akan mampu mengalahkan lawan.
Banyak alasan yang menyebabkan kakek berkepala botak itu begitu yakin.
Satu di antaranya adalah usia pemuda itu yang masih begitu belia!
Sedangkan dirinya telah puluhan tahun lamanya hidup bergelimang arak.
Arak baginya sudah merupakan bagian dari hidup.
Pertarungan adu minum pun dimulai. Gelas demi gelas ditenggak
kedua tokoh berbeda aliran, dan juga berbeda usia itu.
Para tokoh persilatan mulai merasa heran dan takjub ketika melihat Dewa Arak
ternyata sanggup menandingi Setan Mabuk dalam meminum arak. Bahkan hingga habis
satu buah guci, tidak tampak adanya perubahan pada wajah Arya. Karuan saja hal
itu membuat heran bukan hanya tokoh-tokoh persilatan. Setan Mabuk dan juga Raja
Minum Danau Sengon pun kaget bukan kepalang. Dari pertunjukan itu saja sudah
bisa dilihat kalau kekuatan Dewa Arak berada di atas Biang Guci Gunung Kari dan
Raja Minum Danau Sengon. Buktinya, Raja Minum Danau Sengon sendiri
sewaktu menghabiskan seguci arak, wajahnya merah padam. Jelas, dia telah
terpengaruh hawa arak! Tapi, pemuda berambut putih keperakan itu ternyata sama
sekali tidak terpengaruh.
Jangankan semua orang yang melihat, Dewa Arak sendiri pun
merasa heran. Sama sekali di luar dugaan kalau dirinya sanggup menghabiskan
seguci arak itu tanpa terpengaruh sama sekali. Padahal, semula dikira tidak akan
sanggup, karena memang tidak pernah meminum arak sampai sebanyak itu. Dan bila
minum pun, baik dalam pertempuran yang paling berat, biasanya tidak sampai
seguci. Paling banyak hanya setengah guci. Guci kecil lagi! Dan dia mabuk!
Sama sekali pemuda berpakaian ungu itu tidak tahu kalau arak
yang biasa diminumnya amat keras! Jauh lebih keras daripada arak yang paling
keras sekalipun! Bahkan arak untuk pertandingan ini, seperti tidak ada apa-
apanya. Oleh karena itu, karena sudah terbiasa dengan arak yang sangat keras,
Arya sama saja seperti meminum air putih biasa saat minum arak itu!
Begitu satu guci telah selesai, dilanjutkan dengan guci kedua.
Sampai akhirnya isi guci itu pun kandas, kedua tokoh yang bertarung belum ada
yang mengalah. Akhirnya, sampai perut kedua tokoh itu tidak mampu lagi
menenggak arak, tetap saja belum mabuk. Maka Setan Mabuk pun
menghentikan pertarungan. Memang secara pasti belum ketahuan, siapa yang keluar
sebagai pemenang. Tapi melihat raut wajah kakek berkepala botak yang mulai merah
padam, sementara wajah Arya masih biasa, sudah bisa diduga siapa yang akan
keluar sebagai pemenang. Dan Setan Mabuk pun mengetahui hal itu. Maka, rasa
penasarannya pun semakin menjadi-jadi.
*** Keesokan harinya, pertarungan pun dilanjutkan. Tapi kali ini tidak adu minum
arak lagi, melainkan adu ketangkasan meruntuhkan beberapa butir batu yang
digantung di atas cabang pohon. Belasan butir batu dijajarkan. Baik Dewa Arak
maupun Setan Mabuk akan mengadu
kemampuan merobohkan batu-batu itu dalam jarak tiga tombak!
"He he he...!"
Setan Mabuk tertawa terkekeh. Dengan pongahnya kakinya
melangkah maju mengambil kesempatan menjadi peserta pertama.
Kakek berperut buncit itu menyipitkan sepasang mata, menatap
jajaran batu-batu yang digantungkan di atas cabang pohon.
Glek... glek... glek...!
Suara tegukan keras dan kasar terdengar ketika arak yang
dituangkan kakek berperut buncit itu jatuh ke dalam mulut. Tapi kali ini tidak
langsung ditelan, melainkan disimpan dalam mulutnya sehingga kedua pipinya
tampak menggembung. Dan....
Pruhhh...! Setan Mabuk menyemburkan arak yang disimpan dalam mulutnya.
Seketika itu juga, arak itu meluncur ke arah tali-tali yang menggantung batu-
batu itu. Suara mendesing nyaring terdengar tatkala arak itu meluncur deras
menuju sasaran.
Tasss, tasss, tasss...!
Tiga belas buah batu jatuh berguguran ke tanah tatkala percikan-percikan arak
Setan Mabuk memutuskan tali-tali penggantungnya.
"He he he...!"
Sambil terkekeh-kekeh, Setan Mabuk menatap Dewa Arak, penuh
kemenangan. Tapi Arya sama sekali tidak mempedulikannya. Dengan langkah tenang,
pemuda berambut putih keperakan itu melangkah
menghampiri tempat gantungan batu.
Kemudian guci araknya diangkat ke atas kepala. Dan....
Gluk... gluk... gluk...!
Suara tegukan terdengar ketika arak itu masuk ke dalam mulut
Dewa Arak. Seperti juga Setan Mabuk, Dewa Arak pun tidak menelan arak itu
melainkan, menyemburkannya!
Pruhhh...! Laksana anak panah, percikan arak itu melesat ke arah batu yang bergantungan di
cabang lainnya Memang, batu untuk sasaran Dewa Arak dan Setan Mabuk ditempatkan
pada cabang yang berlainan.
Tasss, tasss, tasss...!
Batu-batu kontan berguguran dan jatuh ke tanah ketika tali-tali penggantungnya
putus. Seketika itu juga pandangan mata semua tokoh persilatan yang ada di situ,
beralih ke arah batu-batu yang bergeletakan di tanah. Batu-batu kecil yang masih
terlibat tali. Dengan pandangan mata, tokoh-tokoh persilatan itu menghitungnya. Ternyata jumlahnya empat belas! Lebih banyak satu buah ketimbang
batu yang dijatuhkan Setan Mabuk.
"Grrrhhh...! Awas serangan, Dewa Arak!"
Setan Mabuk menggeram keras melihat kekalahannya. Sudah dua
kali dia dikalahkan Dewa Arak. Meskipun yang pertama kali tidak secara jelas,
tapi semua orang yang menonton mengetahuinya.
Seiring lenyap geramannya, kakek berperut buncit itu melompat
menerjang Dewa Arak! Guci besar tangannya meluncur deras ke arah kepala Arya.
Dewa arak yang memang sudah bersiaga sejak semula, tidak
menjadi gugup. Buru-buru kepalanya ditundukkan. Dan....
Wusss...! Sambaran guci itu melesat lewat di atas kepala Arya. Menilik dari rambut dan
pakaian pemuda berambut putih keperakan yang berkibaran keras, bisa diperkirakan
kekuatan tenaga dalam yang terkandung dalam ayunan guci lawan.
Dewa Arak tidak berani bertindak ayal. Buru-buru guci araknya
diangkat ke atas kepala. Lalu....
Gluk... gluk... gluk...!
Suara tegukan terdengar ketika arak itu melewati tenggorokan
Dewa Arak dalam perjalanan menuju ke perut. Seketika itu juga, ada hawa hangat
yang beredar di dalam perut Arya dan perlahan naik ke atas kepala.
Pertarungan antara dua tokoh yang sama-sama tangguh, dan sama-
sama memiliki ilmu aneh pun tidak bisa dielakkan lagi. Maka tokoh-tokoh yang
berada di sekitar tempat itu buru-buru menjauh.
Kini pertarungan yang aneh pun berlangsung. Pertarungan aneh ini mungkin untuk
pertama kalinya terjadi di dunia persilatan. Dua orang tokoh sakti yang sama-
sama memiliki ilmu aneh. Menggeliat-geliat, terkadang lemas seperti orang mabuk
akan jatuh. Tapi tak jarang secara mendadak mengejang kaku penuh kekuatan.
Perubahan gerakan kedua orang itu memang terjadi secara tiba-tiba. Dari lembut
berubah keras. Juga, sebaliknya.
Tapi berbeda ketika menghadapi Dedemit Alam Akhirat melawan
Setan Mabuk, Dewa Arak sama sekali tidak mengalami kesulitan. Ilmu yang dimiliki
lawan mirip ilmu yang dimilikinya. Sehingga, dia tidak mengalami kesulitan
menghadapinya. Pertarungan antara kedua tokoh itu berlangsung menarik, karena berkali-kali
keduanya mengadu guci atau semburan arak.
Tapi setelah pertarungan berlangsung hampir seratus jurus, tampak keunggulan
Dewa Arak. Ilmu yang dimiliki Setan Mabuk meskipun mirip dengannya, tapi
mengandung banyak kelemahan di sana-sini. Dan ini jelas berbeda jauh dengan ilmu
'Belalang Sakti'nya.
Setan Mabuk menggertakkan gigi ketika menyadari kalau tidak
akan bisa mengungguli Dewa Arak. Tampak jelas, pemuda berambut putih keperakan
itu memiliki ilmu yang lebih tinggi mutunya. Gerakan guci, tangan, kaki, dan
araknya merupakan satu kesatuan yang saling tunjang-menunjang dan menutup celah-
celah yang dapat digunakan lawan untuk memasukkan serangan.
Sadar kalau dirinya tidak akan mungkin bisa mengalahkan Dewa
Arak, kakek berperut buncit itu jadi nekat untuk mengadu nyawa. Maka tanpa
mempedulikan keselamatan diri, kakek berkepala botak itu melancarkan serangan secara membabi buta.
Arya tahu, kalau Setan Mabuk tidak akan bisa disadarkan. Lagi
pula, dia adalah seorang tokoh sesat yang kejam dan berbahaya. Adalah suatu
kewajiban baginya untuk melenyapkan tokoh itu selama-lamanya.
"Hattt..!"
Sambil mengeluarkan pekikan nyaring, Setan Mabuk yang telah
tidak mempedulikan keselamatan diri mengayunkan gucinya ke arah kepala Dewa
Arak. Wuttt..! Guci itu lewat setengah jengkal di depan wajah ketika Arya
menarik kepala ke belakang. Tidak hanya itu saja yang dilakukan pemuda
berpakaian ungu itu. Pada saat yang bersamaan, kaki kanannya mencuat ke arah
leher. Setan Mabuk yang sejak tadi sama sekali tidak mempedulikan
pertahanan, menjadi terkejut bukan kepalang. Sedapat mungkin, dia berusaha
mengelak. Tapi...
Tukkk...! Usaha kakek berperut buncit itu sia-sia belaka. Kala Arya telah terlebih dulu
menghantam lehernya dengan telak. Tanpa sempat bersambat lagi, Setan Mabuk jatuh
berdebuk di tanah. Dan selagi Setan Mabuk terjerembab, Dewa Arak cepat melesat
kembali. Langsung dijejaknya leher tokoh sesat itu sekali lagi. Akibatnya,
kontan kakek itu tewas.
"Hhh...!"
Arya menghela napas berat. Ditatapnya mayat Setan Mabuk.
Setelah mengedarkan pandangan pada tokoh-tokoh persilatan yang ada di
sekitarnya, pemuda berambut putih keperakan itu melangkah meninggalkan tempat
itu. Hanya dalam beberapa kali langkah saja, tubuhnya sudah berada di pinggir
pantai. Tanpa peduli pada panggilan dan pandangan tokoh-tokoh persilatan, Dewa Arak mengambil sebuah perahu yang berada di situ dan
mengayuhnya meninggalkan pulau.
Raja Minum Danau Sengon dan semua tokoh persilatan yang ada
di situ, hanya bisa memandangi kepergian Dewa Arak Dalam hati, mereka mengakui
kalau Dewa Arak-lah yang berhak menjadi Jago Arak Nomor Satu!
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Hina Kelana 23 Lembah Nirmala Karya Khu Lung Tongkat Rantai Kumala 8
^