Pencarian

Rahasia Surat Berdarah 2

Dewa Arak 07 Rahasia Surat Berdarah Bagian 2


*** "Sekali lagi aku mohon maaf atas perlakuan yang kurang pantas kedua muridku
tadi, Dewa Arak," ucap Ki Tanu setelah ketiganya berada dalam ruang khusus
tempat Kl Tanu membicarakan masalah-masalah penting dan rahasia.
Dewa Arak tersenyum lebar.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Ki," sahut pemuda berbaju ungu itu bijaksana.
"Semua ini hanya kesalahpahaman
belaka. Dan kuminta Aki memanggllku dengan namaku saja.
Arya, Ki."
"Baiklah kalau begitu, De... eh, Arya. Kalau boleh kutahu, ada urusan apa, kau
dan Nini Melati ini mencari Nirmala?"
tanya laki-laki berpakaian jingga lni.
"Sebetulnya kami sama sekali tidak mempunyai urusan dengan Nirmala, Ki
Mengenalnya pun tidak Bahkan mendengar namanya saja belum lama," jelas Dewa
Arak. "Eh..."! Mengapa begitu?" tanya Ki Tanu agak kaget
"Yahhh...! Hanya sebuah ketidaksengajaan saja yang menyebabkan kami mencari
Nirmala, Ki," jawab Dewa Arak memberi penjelasan. Lalu diceritakannya tentang
semua kejadian yang dialaminya sebelum tiba di Perguruan Hati Suci.
Ki Tanu mendengarkan cerita Dewa Arak dengan wajah
sungguh-sungguh hingga pemuda berambut putih keperakan itu menyelesaikan
ceritanya. "Bisa kulihat surat itu, Arya?" tanya Ki Tanu setelah Dewa Arak menyelesaikan
ceritanya. Dewa Arak mengerutkan alisnya mendengar permintaan
laki-laki berbibir tebal itu.
"Maaf, Ki. Aku tidak dapat memberikannya padamu. Pesan orang itu, surat Ini
harus kuberikan langsung pada Nirmala,"
jawab Dewa Arak tegas.
Ki Tanu tersenyum. Ketua Perguruan Hari Suci ini benar-benar mengagumi sikap
Dewa Arak. "Aku mengerti, Arya. Tapi bila kau berikan surat itu padaku atau pada Nirmala,
sama saja. Nirmala adalah muridku. Murid istimewa. Ayah gadis itu sendiri yang
menitipkannya padaku.
Sudiraja, ayah Nirmala adalah kawan akrabku. Dia biasa mengirim surat padaku
menanyakan bagaimana keadaan
putrinya. Atau dia mengirimkan surat untuk putrinya sendiri.
Tapi surat kali ini agaknya banyak mengandung keanehan, Arya."
"Maksud, Aki?" tanya Dewa Arak. Kini sudah jelas baginya siapa Itu Nirmala, dan
siapa laki-laki berbibir tebal ini.
'Tadi kau bilang, orang yang bertugas mengirimkan surat ini tewas di tangan
orang yang berpakaian dan berselubung hitam, bergambar kalajengking merah di
dada?" tanya Ki Tanu lagi, meyakinkan.
"Benar, Ki. Orang Itu juga mempunyai senjata rahasia berbentuk
ekor kalajengking berwarna merah yang mengandung racun ganas," tambah pemuda berambut putih keperakan itu.
"Kau tahu siapa mereka, Arya?" tanya Ki Tanu. Sepasang matanya merayapi sekujur
wajah Dewa Arak. Seolah-olah di wajah pemuda Itu terdapat jawaban bagi
pertanyaannya. "Sedikit, Ki. Sebelum mati, pembawa surat Ini sempat mengatakan
padaku, kalau orang-orang Perkumpulan Kalajengking Merahlah yang melakukannya," jawab Dewa Arak.
"Apa yang dikatakan utusan Sudiraja itu memang benar.
Hm..., selain itu apa lagi yang kau ketahui tentang Perkumpulan Kalajengking
Merah, Arya?" desak Ki Tanu ingin tahu.
Dewa Arak menggelengkan kepalanya.
'Tidak ada lagi, Ki."
"Sudah kuduga! Aku saja yang sudah puluhan tahun tinggal di sini, masih belum
begitu jelas mengetahui perkumpulan misterius itu. Hhh...," ujar Ki Tanu sambil
menghela napas panjang.
"Perkumpulan misterius, Ki?" tanya Dewa Arak. Sepasang matanya menyorotkan
ketidakmengertian.
"Ya," jawab laki-laki berpakaian Jingga ini seraya menganggukkan kepalanya.
"Mengapa begitu, Ki?" tanya Dewa Arak penasaran.
Ki Tanu tidak langsung menjawab pertanyaan itu.
Ditariknya napas dalam-dalam kemudian dihembuskannya kuat-kuat
"Perkumpulan itu kukatakan misterius, karena tak seorang pun tahu di mana
markasnya. Mereka selalu muncul secara tiba-tiba. Dan andaikata ada anggotanya
yang tertangkap, kalau tidak anggota yang sial Itu mati terbunuh sebelum buka
mulut, pasti dia bunuh diri," jelas laki-laki berbibir tebal ini membentahu.
"Aneh...," desah Dewa Arak tanpa sadar.
"Tapi ada yang lebih aneh lagi, Arya," selak Ketua Perguruan Hati Suci itu.
"Apa, Ki?"
"Mengapa Perkumpulan Kalajengking Merah itu begitu gigih berusaha merampas surat
untuk Nirmala. Itulah yang menjadi tanda tanya buatku. Padahal selama ini surat-
surat untuk Nirmala atau untukku selalu aman-aman saja. Yahhh..., selalu sampai
di tujuan," ujar Ki Tanu.
"Jadi, itukah sebabnya kau ingin mengetahui isi surat itu, Ki?" tanya Dewa Arak
mulai paham persoalannya.
Ki Tanu menganggukkan kepalanya.
"Aku tahu betul, perkumpulan macam apa, Perkumpulan Kalajengking Merah itu.
Sebuah perkumpulan misterius yang tidak ketahuan jelas anggota dan pemimpinnya.
Perkumpulan itu memeras penduduk. Apalagi penduduk yang agak kaya.
Sudah lama Gusti Adipati Palangka hendak menghancurkan gerombolan Itu. Tapi
sampai sekarang tidak pernah berhasil.
Kalau melihat gelagatnya, aku yakin kalau Perkumpulan
Kalajengking Merah hendak merebut Kadipaten Palangka,"
jelas laki-laki berbibir tebal itu panjang tebar.
Dewa Arak tercenung. Sungguh tak disangka kalau masalah yang dihadapinya menjadi
sebesar ini. "Lalu, kenapa hal Itu tidak dilakukan, Ki?"
"Entahlah. Mungkin, takut kalau pasukan kerajaan akan datang menghancurkan
mereka," sambut Ketua Perguruan Hati Suci itu, mendesah.
Dewa Arak mengangguk-anggukkan kepalanya.
bisa diterimanya alasan Ki Tanu.
"Bagaimana, Arya" Bisa kulihat isi surat itu?" tanya laki-laki berbibir tebal
itu lagi. Dewa Arak sama sekali tidak berkata apa-apa. Diambilnyai gulungan surat dari
lipatan ikat pinggangnya. Kemudian surat itu diberikan pada Ki Tanu
"Terima kasih atas kepercayaan yang kau berikan padaku, Arya," ucap laki-laki
berpakaian Jingga Itu sambil menerima gulungan surat yang diangsurkan Dewa Arak.
Pelahan-lahan Ketua Perguruan Hati Suci ini membuka gulungan surat itu, lalu
dibacanya. Sementara Dewa Arak dan Melati hanya memperhatikannya saja tanpa
berkeinginan untuk mengetahui isi surat itu. Mereka sadar, apa pun isi surat
itu, bukan hak mereka untuk mengetahuinya.
"Aneh...," desah Ki Tanu sambil menggulung surat Itu kembali. Sepasang alisnya
berkerut Jelas ada sesuatu yang membingungkan hatinya.
Dewa Arak dan Melati diam saja. Mereka sama sekali tidak menanggapi ucapan
kebingungan laki-laki berbibir tebal itu.
Semula Ki Tanu agak heran juga. Tapi, beberapa saat kemudian dia pun sadar. Dewa
Arak dan Melati tidak mau
bersikap lancang mencampuri urusan yang jelas-jelas bukan urusannya.
"isi surat ini, biasa-biasa saja, Arya. Sama sekali tidak ada yang penting.
Tapi kenapa orang-orang Perkumpulan
Kalajengking Merah begitu bernafsu untuk mendapatkannya?"
"Kalau boleh kutahu, apa sebenarnya Isi surat itu, Ki"
Barangkali saja aku dapat menyingkap rahasianya," pinta Dewa Arak.
Ki Tanu segera memberikan gulungan surat Itu pada Arya.
Pemuda itu pun langsung membuka gulungan surat dan
membacanya. Nirmala, Bila surat Ini telah kau terima, segeralah pamit pada gurumu. Minta izin untuk
pulang. Ada urusan penting yang ingin Ayah bicarakan O ya, Ayah juga telah
memanggil kakakmu, Jalatara untuk pulang. Kakak sulungmu, Kanulaga telah kembali
Sudiraja Setelah membaca surat itu, Dewa Arak segera memberikannya pada Melati. Sama seperti juga Dewa Arak dan Ki Tanu, sepasang
alis gadis ini pun berkerut setelah membaca surat itu.
"Bagaimana, Arya" Ada kesimpulan yang dapat kau tarik dari isi surat itu?" tanya
Ki Tanu tak sabar.
Dewa Arak tercenung sebentar. Kemudian pelahan namun pasti kepalanya pun
menggeleng. "Hhh...! Tidak ada sama sekali, Arya?" tanya Ki Tanu, seolah-olah menuntut Dewa
Arak untuk berpikir keras.
Arya menatap wajah laki-laki berbibir tebal itu lekat-lekat
"Bukannya kesimpulan yang kudapatkan, Ki. Tapi malah pertanyaan-pertanyaan.
Banyak hal mencurigakan sehubungan dengan isi surat ini," jawab Dewa Arak.
"Apa Itu, Arya?" tanya Ki Tanu penuh gairah.
"Sebelum kujawab pertanyaan Aki, bisakah Aki sedikit menjelaskan tentang
keluarga Nirmala?" pinta Arya.
"Untuk apa?" Ki Tanu masih belum mengerti maksud pemuda berbaju ungu itu.
"Untuk lebih memperjelas masalah, Ki," sahut Dewa Arak cepat
"Baiklah. Sudiraja adalah seorang kaya raya Kekayaannya berlimpah ruah. Dia
mempunyai, tiga orang anak. Yang sulung bernama Kanulaga, pergi mengembara lima
belas tahun yang lalu. Yang kedua Jalatara, menjadi pengawal Adipati Palangka.
Sedangkan yang bungsu, Nirmala, dititipkan padaku di sini.
Nah, sekarang jelaskan hal-hal yang mencurigakanmu itu.
Dewa Arak!"
Dewa Arak menghembuskan napas kuat-kujat sebelum
memulai ucapannya.
"Begini, Ki. Pertanyaan pertama adalah, dari mana Perkumpulan Kalajengking Merah
ini tahu mengenai surat ini,"
Arya mengemukakan kesimpulannya.
Ki Tanu mengernyitkan dahinya.
"Aku tidak berpikir ke situ, Arya. Yang kupikirkan adalah mengapa Perkumpulan
Kalajengking Merah itu begitu
bersikeras untuk merampas surat yang isinya menyuruh Nirmala pulang?"
"Jawaban bagi pertanyaan itu, mudah sekali, Ki Ada dua jawaban yang mungkin bagi
pertanyaan itu."
"Apa, Arya?" tanya laki-laki berbibir tebal itu ingin tahu.
"Pertama, orang-orang Kalajengking Merah Itu salah duga mengenai isi surat
Barangkali mereka mengira surat itu berisi hal-hal yang penting," sahut Dewa
Arak menduga-duga.
"Yang kedua?" selak Ki Tanu tidak sabar.
"Mereka tahu isi surat itu! Dan bila itu benar, berarti mereka memang sengaja
tidak membiarkan Nirmala pulang!"
jelas Arya lagi.
Ketua Perguruan Hari Suci ini mengangguk-anggukkan
kepalanya Jawaban Dewa Arak bisa diterima. Kedua-duanya masuk akal.
"Aku lebih condong pada jawaban yang kedua, Arya," ujar Ki Tanu seraya terus
mengangguk-anggukkan kepalanya.
Dewa Arak mengerutkan alisnya. Jelas pemuda Itu tengah berpikir keras.
"Kalau apa yang Aki katakan benar, timbul pertanyaan lagi.
Dari mana orang-orang Perkumpulan Kalajengking Merah itu tahu kalau Nirmala
disuruh pulang" Ini berarti, di dalam rumah
Tuan Sudiraja ada mata-mata Perkumpulan Kalajengking Merah!" tegas Dewa Arak menyimpulkan.
"Ahhh...! Kau benar, Arya! Mengapa aku tidak berpikir sampai di situ?" sambut
kakek itu seperti menyesali diri. "Kini aku telah menemukan kejanggalan lain,
Arya." "Apa itu, Ki?" tanya Arya ingin tahu. "Mengapa orang Perkumpulan Kalajengking
Merah tidak membiarkan Nirmala pulang"!"
"Mengapa Ki" tanya Arya ingin tahu jawaban kakek berpakaian Jingga itu.
"Mereka tidak ingin rahasia mereka terbongkar!!" jawab kakek Itu yakin.
Dewa Arak mengangguk-anggukkan
kepalanya Bisa diterimanya alasan Ki Tanu.
Hening sejenak setelah Ki Tanu mengemukakan dugaannya. "O ya, Ki. Bisa kami bertemu dengan Nirmala"! tanya Dewa Arak hati-hati.
Ki Tanu menghela napas panjang.
"Sayang sekati, Arya. Gadis itu tengah pergi berburu! Itulah sebabnya dia tidak
dapat kubawa menemuimu Tadi, telah kusuruh salah seorang muridku menyusulnya.
Maafkan aku, Arya Aku telah mengecewakanmu."
"Tidak mengapa, Ki," sahut Arya. "Yang jelas, surat itu telah kami sampaikan
pada yang berhak. O, ya. Kami permisi dulu, Ki, Masih banyak urusan yang harus
diselesaikan."
Setelah berkata demikian, Arya segera bangkit dari
duduknya. Melati pun bergegas bangkit. Dikembalikannya surat itu pada Ki Tanu.
Ketua Perguruan Hati Suci mengantar Dewa Arak dan
Melari sampai di pintu gerbang.
"Terima kasih atas bantuan kalian," ucap Ki Tanu sebelum Arya dan Melati
meninggalkan tempat Itu. "Sering-seringlah kalian mampir kemari. Banyak hal yang
ingin kubicarakan denganmu."
"Mudah-mudahan, Ki," jawab Arya memberi harapan.
Setelah berkata demikian, Dewa Arak menggerakkan
kakinya melangkah. Sepertinya pemuda berambut putih keperakan ini hanya
melangkah satu langkah saja. Tapi anehnya, tahu-tahu tubuhnya sudah berada puluh
tombak dari tempat semula. Melati pun tidak mau kalah. Sesaat kemudian tubuhnya
sudah berada di samping kekasihnya.
"Pemuda-pemudi yang hebat..," desis Ki Tanu penuh kagum. Dipandanginya bayangan
tubuh Dewa Arak dan
Melati, sampai tubuh keduanya lenyap ditelan jalan.
*** 4 Seekor kuda hitam yang ditunggangi seorang gadis,
melangkah gagah merambah hutan. Gadis itu berwajah cantik jelita. Rambutnya
digelung ke atas, pakaiannya yang merah menyala semakin menampakkan


Dewa Arak 07 Rahasia Surat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kecantikannya. Singgg...! Suara mendesing nyaring, mengejutkan si gadis. Seketika itu juga, kepalanya
ditolehkan ke arah asal suara. Kontan sepasang matanya terbelalak ketika melihat
sinar kemerahan melesat cepat ke arahnya.
Gadis berpakaian merah ini sadar akan bahaya maut yang mengancam. Maka cepat dia
melompat dari atas kuda.
Bersalto beberapa kali di udara lalu mendarat ringan di tanah.
Sehingga sinar kemerahan itu menyambar tempat kosong dan menancap di sebuah
pohon. Cappp....' Gadis berpakaian merah itu bergidik ngeri ketika melihat nasib pohon yang
tertancap sinar merah, yang ternyata adalah benda logam berbentuk ekor
kalajengking berwarna merah.
Pelahan namun pasti, pohon Itu mulai mengering. Daun-daunnya pun layu
berguguran. Gadis berpakaian merah ini menatap liar ke sekelilingnya.
Namun yang nampak hanyalah kesunyian.
Sepertinya hanya dia sendiri saja yang berada di dalam hutan itu. Kuda hitamnya
sudah kabur ketika gadis Itu melompat dari punggungnya. Rupanya naluri
binatangnya yang tajam, mencium adanya bahaya mengancam. Sehingga tanpa
mempedulikan tuannya lagi, kuda hitam itu melesat kabur.
"Ha ha ha...!"
Terdengar tawa bergelak menggema ke seluruh penjuru hutan. Suara tawa yang
mengandung getaran tenaga dalam kuat
Gadis berpakaian merah itu memandang berkeliling dengan sikap waspada. Kedua
tangannya bergerak cepat Dan di lain saat, di kedua tangannya masing-masing
tergenggam sebatang sumpit yang ujungnya runcirig.
Tiba-tiba terdengar suara berkerosakan dari delapan penjuru. Belum lagi suara
itu lenyap, tahu-tahu dari balik semak-semak dan pepohonan yang lebat, keluar
belasan sosok yang kemudian mengurung si gadis.
Gadis berpakaian
merah itu menatap tajam para
pengurungnya. Mereka semua mengenakan pakaian yang
sama Pakaian serba hitam yang di dadanya bergambar
kalajengking merah. Selubung-selubung hitam menutupi wajah mereka Orang-orang
Perkumpulan Kalajengking Merah
"Siapa kalian" Dan mengapa menyerangku"!" tanya gadis berpakaian merah itu
keras. Sepasang matanya menatap liar ke arah orang-orang yang mengurungnya.
"Ha ha ha...! Tidak usah bingung-bingung, Nirmala," ucap salah seorang dari
pengurung itu menyapa. Orang Itu rupanya pemimpin dari belasan orang Itu.
Terbukti dengan adanya tanda totol merah pada dahi selubungnya. Sementara pada
yang lainnya tidak terdapat tanda apa pun.
Gadis berpakaian merah itu melengak kaget "Dari mana kau tahu namaku".'" tanya
gadis itu. Memang Gadis berpakaian serba merah itu adalah Nirmala. Putri
Sudiraja. Dan saat ini gadis Itu dalam perjalanan pulang memenuhi panggilan ayahnya. Sore
hari sepulang berburu, gurunya datang memberi suri dari ayahnya. Ki Tanu juga
menceritakan perjalanan surat Itu hingga sampai ke tangannya.
"Jadi, benar namamu Nirmala"! Kalau begitu kau harus mampus!"
Setelah berkata demikian, orang yang menyapa Nirmala tadi langsung menyabetkan
senjatanya yang berupa tongkat berujung ekor kalajengking ke leher gadis itu.
Tapi Nirmala bukanlah gadis yang lemah. Dia adalah murid terkasih dari Ketua
Perguruan Hati Suci, Ki Tanu. Apalagi, gadis ini ternyata sangat berbakat! maka
tidak mengherankan kalau dalam usia semuda! Itu hampir seluruh ilmu-ilmu gurunya
telah dikuasainya.
Mudah saja Nirmala mengelakkan serangan. Kepala gadis itu ditarik ke belakang,
tanpa merubah posisi kakinya.
Wuuusss....' Angin berbau amis memuakkan tercium hidung indah milik gadis itu ketika senjata
lawannya lewat sejengkal di depan wajahnya. Gadis ini segera sadar kalau senjata
lawannya ini mengandung racun.
Murid Ki Tanu tidak bersikap sungkan-sungkan lagi. Dari cerita gurunya, gadis
berpakaian merah Ini tahu kalau para penghadangnya ini adalah gerombolan yang
telah membunuh utusan
ayahnya. Sekarang Nirmala bertekad untuk membalaskan dendam utusan ayahnya itu.
Begitu senjata lawannya menyambar lewat di depan
lehernya. Nirmala mengayunkan kakinya menendang ke perut orang itu.
"Eh..."!"
Terdengar seruan kaget dari mulut penyerang Nirmala.
Rupanya dia tidak menyangka kalau gadis berpakaian merah Itu mampu berbuat
demikian cepat Maka buru-buru pimpinan penghadang itu melompat ke
belakang, sehingga tendangan gadis itu mengenai tempat kosong.
Tapi serangan Nirmala tidak berhenti sampai di situ saja Begitu dilihatnya,
lawan melompat ke belalang, segera gadis ini bergegas memburu dengan tusukan-
tusukan sumpit yang terbuat dari tanduk kerbau.
Suara berciutan terdengar ketika kedua batang sumpit itu melakukan totokan
bertubi-tubi ke bagian pelipis dan ubun-ubun. Dua buah jalan darah yang
mematikan. Namun lawan yang dihadapi Nirmala bukanlah orang
berkepandaian rendah. Menghadapi totokan-Intokan sumpit bertubi-tubi, laki-laki
berselubung totol merah menggeser kakinya ke samping. Sehingga serangan Itu
lewat di samping kepalanya. Tak lupa dikirimkan sebuah tusukan tongkat berujung
ekor kalajengking Itu ke perut Nirmala.
Nirmala terperanjat! Posisi tubuhnya yang tengah berada di udara, menyulitkannya
mengelakkan serangan Itu. Tapi, gadis berpakaian merah ini masih mampu
mempertunjukkan
kelihaiannya. Digeliatkan tubuhnya sehingga tusukan tongkat lawan mengenai
tempat kosong. Sesaat kemudian keduanya sudah terlibat dalam pertempuran sengit.
DI jurus-jurus awal, pertarungan kedua orang itu masih berlangsung imbang. Tapi
memasuki jurus ke- dua puluh, Nirmala mulai mendesak lawannya. Memang gadis
berpakaian merah ini lebih unggul segala-galanya, baik ilmu meringankan tubuh
maupun tenaga dalam. Sudah dapat dipastikan, dalam beberapa jurus lagi Nirmala
akan merobohkan lawannya.
Pada jurus ketiga puluh satu, dengan di ringi suara teriakan nyaring, orang
berselubung itu membabatkan senjatanya ke perut Nirmala.
"Hih...!"
Nirmala melompat sehingga serangan itu lewat di bawah kakinya. Dan dari atas,
dengan gerakan tidak terduga-duga, kedua sumpitnya menotok bertubi-tubi ke leher
lawan. Orang berselubung merah itu terkejut bukan main. Sedapat mungkin totokan itu
berusaha dielakkannya. Tapi sayang, tak urung salah satu totokan sumpit itu
mengenai pangkal lengannya.
"Akh...!"
Orang berselubung merah itu memekik kesakitan.
Darah merembes keluar dari pangkal lengan yang sobek terkena ujung sumpit
Seketika itu juga, senjatanya terlepas dari genggaman. Belum lagi bisa berbuat
sesuatu, kaki Nirmala telah terayun deras ke perutnya.
Bukkk...! "Akh...!"
Pimpinan belasan penghadang itu kembali memekik
kesakitan. Tendangan gadis berpakaian merah Itu telak dan keras sekali
menghantam perutnya.
Kontan tubuhnya
terjengkang ke belakang. Rasa mual dan mules pun mendera perutnya,
"Hup...!"
Ringan tanpa suara, kedua kaki gadis berpakaian serba merah itu menjejak tanah.
"Serbu...!" teriak orang berselubung hitam yang telah dipecundangi Nirmala Orang
ini rupanya sudah tidak sanggup menghadapi Nirmala. Kini dia memberi perintah
pada anak buahnya yang sejak tadi hanya menonton pertarungan untuk mengeroyok
gadis itu. Serentak belasan orang berselubung hitam itu menyerbu Nirmala Senjata-senjata di
tangan mereka berkelebatan cepat
mengarah ke tubuh gadis berpakaian merah itu dari segala arah.
Kembali Nirmala mempertunjukkan kelihaiannya. Tubuhnya menyelinap gesit di
antara serbuan senjata lawan yang datang bagaikan hujan. Gadis berpakaian merah
Ini terpaksa harus mengerahkan seluruh kemampuannya. Disadarinya betul akan bahaya senjata lawan yang
beracun. Terserempet sedikit saja mungkin akan berakibat maut!
Nirmala mengeluh dalam hati. Pelahan-lahan murid terkasih KI Tanu ini mulai
terdesak. Jumlah lawan memang terlalu banyak. Apalagi di antara mereka ada si
selubung hitam bertotol merah. Meskipun si selubung hitam bertotol merah itu
telah berkurang kelihaiannya karena luka-luka yang dideritanya, tapi tetap saja di merupakan lawan yang berbahaya.
Tambahan lagi, senjata lawan-lawannya yang beracun.
Membuat gadis berpakaian serba merah Ini harus mengerahkan seluruh ilmu meringankan tubuh yang dimiliki.
Hal inilah yang membuat Nirmala jadi cepat lelah.
"Hiyaaa...!"
Nirmala berteriak keras. Totokan kedua sumpit di
tangannya bergerak cepat
"Akh...!"
"Aaa...!"
Terdengar jerit melengking, disusul robohnya dua sosok ke tanah ketika sepasang
sumpit Nirmala mengenai sasaran.
Yang satu mengenai ubun-ubun. Dai yang satu lagi mengenai bawah hidung. Salah
satu di antara jalan darah mematikan.
Tapi sebelum Nirmala memperbaiki posisinya, si selubung hitam totol merah telah
mengirim sebuah tendangan ke perutnya.
Bukkk...! "Hugh...!"
Gadis berpakaian merah ini kontan terjengkang akibat kerasnya tendangan itu. Di
saat itu empat orang berselubung hitam yang lain meluruk menyerbunya.
Dan empat buah tongkat berujung ekor kalajengking pun berkelebatan mengancam ke
berbagai bagian tubuhnya.
Nirmala terpekik. Posisinya sama sekali tidak memungkinkan untuk mengelak serangan itu. Tidak ada lagi yang dapat
dilakukannya. Gadis itu hanya dapat memejamkan mata, menanti datangnya maut!
Di saat gawat bagi keselamatan gadis berpakaian merah itu, mendadak berhembus
angin keras berhawa panas
menyengat Angin pukulan itu langsung memapak datangnya tubuh orang-orang
berselubung hitam yang meluruk ke arah Nirmala.
Wusss...! Jerit kengerian terdengar berbarengan. Disusul herpentalannya empat sosok yang tadi tengah menyerbu Nirmala. Tubuh empat
anggota Perkumpulan Kalajengking Merah itu melayang-layang. Dan kemudian Jatuh
berdebuk di tanah, sepuluh tombak dari tempatnya semula. Sekujur tubuh mereka
hangus. Seketika di tempat itu menyebar bau sangit seperti daging yang terbakar.
Empat orang itu tewas seketika!
Orang-orang Perkumpulan Kalajengking Merah yang tersisa terperanjat Tedebih-
lebih si selubung hitam totol merah. Dari kejadian yang menimpa anak buahnya,
diketahuinya kalau si penolong yang baru datang ini memiliki kepandaian yang
amat tinggi. Kini di belakang Nirmaia telah berdiri dua sosok. Seorang pemuda berambut putih
keperakan dan seorang gadis cantik
jelita berpakaian serba putih. Siapa lagi kalau bukan Dewa Arak dan Melati"
Laki Iaki berselubung totol merah menyadari kesdaan yang tidak menguntungkan
pihaknya. Cepat dilemparkan sesuatu ke arah tiga orang lawannya.
Mata Dewa Arak dan Melati yang tajam segera melihat bentuk benda yang
dilemparkan si selubung bertotol murah.
Sebuah benda bulat sebesar telur angsa
Dawa Arak dan Melari yang telah mengenal ke dahsyatan racun yang terkandung
dalam benda bulti Itu, melompat menjauh. Tak lupa, Melati, menyambar Nirmala
yang masih terduduk di tanah.
Blarrr...! Suara ledakan keras terdengar begitu benda bulat sebesar telur angsa itu
mengenai tanah. Seketika ini juga asap hitam berbau busuk menyebar, memenuhi
tempat di mana Dewa Arak, Melati dan Nirmala tadi berdiri.
"Hhh..., berbahaya sekali," desah Dewa Arak lirih Sementara Nirmala hanya mampu
berdecak ngeri bercampur takjub melihatnya
Dan seperti kejadian sebelumnya, begitu asap tebal dan hitam itu sirna, sirna
pulalah orang-orang Perkumpulan Kalajengking Merah itu.
*** "Siapa kau, Nisanak" Mengapa terlibat perkelahian dengan orang-orang itu?" tanya
Dewa Arak Sepasang matanya menatap tajam wajah cantik di hadapannya Dalam
hatinya, Dewa Arak mengakui kecantikan gadis berpakaian serba merah ini.
Nirmala menatap Dewa Arak dan Melari bergantian. Inikah orang yang menyampaikan
surat ayahnya itu " tanyanya
dalam hati. Apa yang dikatakan gurunya memang tidak salah.
Wajah pemuda yang berjuluk Dewa Arak ini begitu tampan.
Tampan dan gagah. Rambutnya yang berwarna keperakan, membuat pemuda Itu terlihat
matang. Melati mengerutkan alisnya melihat gadis berpakaian merah Itu bukannya menjawab
pertanyaan kekasihnya, tapi malah menatap wajah mereka bergantian. Rasa cemburu
pun menyeruak di hati gadis berpakaian serba putih ini.
"Kawanku bertanya padamu, Nisanak!" ucap Melati agak ketus.
Ucapan Melari yang bernada teguran itu membuat Nirmala sadar. Wajah gadis ini
pun memerah seketika seperti warna pakaiannya.
"Ahhh..., maafkan aku, Nisanak. Kalau aku tidak salah duga, bukankah Kisanak dan
Nisanak ini adalah..., Dewa Arak dan Melati?"
Dewa Arak dan Melati terjingkat bagai disengat ular berbisa. Dari mana gadis
berpakaian merah ini tahu nama mereka"
"Tidak usah heran..., guruku teiah bercerita banyak tentang kalian," sambung
Nirmala lagi begitu melihat kedua orang di hadapannya saling pandang "eperti
orang kebingungan.
Sepasang mata gadis berpakaian serba merah itu menatap Dewa Arak lekat-lekat
"Siapa gurumu?" selak Melati cepat Dia tidak Ingin gadis berpakaian merah itu
berbicara lama-lama dengan kekasihnya
"KI Tanu...," sahut Nirmala memberitahu.
"KI Tanu"! Jadi, kau Ini... Nirmala?" tanya Arya setengah menduga.
"Betul, Kang," jawab Nirmala sambil menganggukkan kepalanya.
"Kang?" desis hati Melati. Ada perasaan cemburu yang menyelinap di hatinya,


Dewa Arak 07 Rahasia Surat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu mendengar gadis berpakaian serba merah ini memanggil 'kang' pada Dewa
Arak. Dewa Arak mengangguk-anggukkan kepalanya, Pemuda ini rupanya sedang berpikir
keras, sehingga tidak mempedutikan panggilan murid Ki Tanu ini. Kini dia
mengerti mengapa gadis ini bentrok dengari orang-orang Perkumpulan Kalajengking
Merah. "Kau akan menjumpai ayahmu, Nirmala?" tanya Melati cepat sebelum Arya kembali
bertanya "Ya," jawab Nirmala singkat Ditolehkan kepalanya ke arah Melati.
'Kalau begitu, mari kita berangkat" ucap Melati lagi buru-buru seraya menggamit
lengan gadis berpakaian serba merah itu. Lalu dibawanya melangkah meninggalkan
tempat itu. Melihat kedua gadis cantik itu telah meninggalkannya.
Dewa Arak tak punya pilihan lagi. Segera dilangkahkan kakinya mengikuti. Sejenak
ditolehkan kepalanya, ke tempat bekas pertarungan antara Nirmala dengan
gerombolan Kalajengking Merah tadi. Tapi suasana di situ telah sepi.
Hanya ada enam mayat yang bergeletakan di tanah.
"Hhh...!" Dewa Arak menghela napas lega. Untunglah dia dan Melari lewat hutan
ini, sehingga dapat mengetahui adanya pertarungan dan datang pada saat yang
tepat Memang, semula mereka hendak langsung melanjutkan perjalanan.
Tapi, begitu melewati hutan Ini, tiba-tiba Melati ingin makan daging kelinci
panggang. Terpaksalah mereka menginap di hutan ini. Dan keinginan Melati akan
kelinci panggang itulah yang menjadi penyebab selamatnya Nirmala dari maut
*** Malam Itu bulan penuh nampak di langit. Bintang-bintang pun bertebaran menghias
angkasa, menambah cerahnya
suasana malam. Kanulaga bergolek-golek resah di pembaringan. Ingatannya selalu terbayang pada
saat memergoki ayahnya yang tengah membungkus sebagian hartanya dalam sebuah
buntalan. Kanulaga tahu untuk apa semua itu. Dia telah mendengar cerita itu dari si
tompel. Setiap malam bulan purnama, ayahnya diharuskan mengirim upeti dan
menaruhnya di suatu tempat yang selalu berlainan pada setiap pengirimannya Dari
si tompel, laki-laki berwajah keras ini juga tahu siapa pemeras ayahnya Sebuah
kelompok yang menamakan diri Perkumpulan Kalajengking Merah. Kanulaga tidak rela
ayahnya yang telah bersusah payah mengumpulkan harta itu,
memberikannya begitu saja. Kanulaga bertekad untuk
membasmi pemeras ayahnya
Seluruh urat syaraf laki-laki berwajah keras ini mendadak menegang.
Pendengarannya yang tajam menangkap suara gemerisik pelan di luar jendela
kamarnya. Yakin kalau orang yang berada dekat jendela itu tidak bermaksud baik,
Kanulaga bermaksud menangkap basah.
Maka laki-laki berwajah keras Ini berpura-pura memejamkan mata. Tapi dari balik bulu matanya, Kanulaga tetap mengintai ke arah
jendela. Tercekat hati pemuda ini ketika melihat asap putih tipis masuk ke
kamarnya, melalui kisi-kisi jendela.
Pikiran laki-laki berwajah keras Ini berputar cepat.
Sungguhpun belum pasti, tapi sudah dapat diduganya kalau asap Itu adalah asap
pembius. Asap yang dapat membuatnya tertidur pulas.
Kanulaga tidak berani
bertindak gegabah. Segerai diambilnya pil pemunah racun pemberian gurunya. Tanpa ragu-ragu lagi pil itu
segera ditelannya.
Kemudian tanpa mempedulikan asap yang semakin banyak memasuki kamarnya, Kanulaga
segera membaringkan kembali tubuhnya. Berpura-pura tidur pulas.
Tak lama kemudian, terdengar suara berderak agak keras ketika jendela kamarnya
dibuka secara paksa. Dan seiring dengan terbukanya jendela itu, sesosok tubuh
melompat masuk ke kamarnya. Ringan bukan main gerakannya. Tanpa suara kedua kaki
orang itu mendarat di lantai.
Kemudian setelah menutupkan jendela itu kembali, sosok yang ternyata berpakaian
serba hitam dengan gambar seekor kalajengking merah di dadanya, berjalan
menghampiri pembaringan di mana Kanulaga terbaring pulas. Wajahnya tidak
terlihat karena tertutup selubung yang di dahinya bergambar ekor kalajengking
merah. "Kau hanya akan menjadi
duri penghalangku, anak keparat..!" desis sosok hitam
itu. "Sekarang pergilah kau ke
neraka!" Setelah berkata demikian,
bayangan hitam itu menggerakkan tangan memukul kepala Kanulaga.
Angin berkesiutan keras, menandakan betapa kuatnya
tenaga dalam yang terkandung dalam pukulan
itu. Tapi sebelum pukulan itu mengenai sasaran, Kanulaga yang memang berpura-pura
terbius itu menggulingkan
tubuhnya. Brakkkk...! Pembaringan itu hancur berentakan ketika pukulan yang berhasil dielakkan oleh
Kanulaga menghantamnya. Di saat itulah Kanulaga yang memang sudah berwaspada
sejak tadi, mengayunkan kaki kanannya ke arah perut orang yang
hendak membunuhnya.
"Eh..."!"
Si pembokong itu memekik kaget Cepat-cepat sosok itu melompat
ke belakang sehingga tendangan Kanulaga
mengenai tempat kosong. Tapi, tindakan laki-laki berwajah keras itu tidak hanya
sampai di situ saja. Begitu serangannya dapat dielakkan lawan, segera tubuhnya
melompat seraya mengirimkan tendangan ke pelipis.
Wuttt...! Angin menderu keras mengiringi tibanya serangan
Kanulaga. Tapi kembali si pembokong itu memperlihatkan kelihaiannya. Tubuhnya
membungkuk, sehingga sapuan itu lewat di atas kepalanya. Berbareng, digerakkan
tangannya memukul perut putra sulung Sudiraja itu.
Kanulaga yang tengah berada di udara, tentu saja tidak bisa mengelakkan serangan
itu. Kalau dia masih Ingin selamat, pukulan itu harus ditangkisnya. Dan itu yang
dilakukan laki-laki berwajah keras ini.
Plak! Suara keras terdengar begitu dua buah tangan yang
mengandung tenaga dalam kuat itu berbenturan. Akibatnya, tubuh Kanulaga
terpental balik dan jatuh di pembaringan.
Sementara tubuh si pembokong itu Juga terjengkang ke belakang.
"Hup...!"
Hampir bersamaan keduanya dapat kembali memperbaiki posisinya. Tapi sebelum
Kanulaga sempat berbuat sesuatu, si
pembokong itu sudah bergerak cepat melompat ke arah jendela.
Brakkk..! Jendela kamar Kanulaga langsung hancur berkeping-keping begitu tubuh si
pembokong itu menabraknya. Dan setelah tubuhnya berada di luar, cepat-cepat
sosok hitam itu melesat kabur.
"Jangan lari, pengecut..!" bentak Kanulaga keras. Laki-laki berwajah keras ini
memang penasaran bukan main. Dari benturan yang terjadi tadi, diketahuinya kalau
orang yang hendak membunuhnya itu memiliki tenaga dalam yang amat kuat.
"Hih..."
Kanulaga segera menerobos jendela kamarnya yang telah tak berdaun lagi.
"Hup...!"
Ringan tanpa suara kedua kakinya mendarat diluar
kamarnya. Tapi, si pembokong itu sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya.
Kanulaga memandang berkeliling. Namun tetap tidak dijumpainya bayangan si
pembokong ita "Hhh...!" desah Kanulaga kesal melihat lawannya berhasil lolos.
Sungguhpun begitu, laki-laki berwajah keras ini tetap melanjutkan langkahnya.
Dia ingin mengetahui ke mana ayahnya akan mengirimkan upeti malam ini. Dan untuk
itu dia harus mengikuti ayahnya secara diam-diam. Segera pemuda itu melangkah
mengendap-endap menuju kamar ayahnya
yang terletak agak jauh dari kamarnya.
Kanulaga melangkahkan kakinya pelahan.
Sepasang matanya menatap rajam sekelilingnya. Memperhatikan siapa tahu bayangan hitam
tadi berusaha membokongnya lagi
Jantung laki-laki berwajah keras ini berdetak kencang ketika melihat sosok serba
hitami tengah bersembunyi di balik sebatang pohon, dekat semak-semak yang cukup
lebat. 'Sosok tubuh berpakaian serba hitam' pekik Kanulaga dalam hati.
Dengan langkah hati-hati, Kanulaga mengendap-endap
menghampiri. Dia tidak ingin lawannya kembali kabur seperti sebelumnya.
Betapapun Kanulaga telah membelalakkan sepasang
matanya lebar-lebar, tak juga dapat dikenalinya sosok bayangan hitam yang
rupanya tengah mengintai itu sekitar bangunan. Orang itu bersembunyi di balik
pohon, sehingga membuat cahaya obor yang menyoroti wajahnya terhalang.
"Jangan harap dapat lolos dari tanganku, pengecut..!" seru laki-laki berwajah
keras ini tiba-tiba, begitu telah berada di belakang sosok serba hitam Itu.
Tentu saja sosok serba hitam yang tengah bersembunyi itu terkejut bukan main.
Tubuhnya terlonjak seakan-akan disengat ular berbisa. Segera ditolehkan
kepalanya ke belakang. Seluruh urat-urat syaraf di tubuhnya menegang waspada.
"Kau..."!" desah Kanulaga tidak percaya ketika melihat wajah orang itu. Seorang
laki-laki setengah baya, berkumis lebat. Dikenali betul orang itu, Pandira, adik
bungsu ayahnya Bukan hanya Kanulaga yang terkejut Pandira pun terkejut melihat
kedatangan keponakannya. Tapi sebelum dia sempat berbuat sesuatu, Kanulaga telah
mendahuluinya. "Ternyata kecurigaanku tidak keliru! " dingin dan datar suara Kanulaga
"Apa maksudmu, Kanulaga"!" tanya Pandira setengah membentak.
Kanulaga tersenyum sinis.
"Tidak usah berpura-pura lagi, Paman. Aku sudah tahu semuanya. Permainanmu telah
berakhir. Lebih baik, kau menyerah. Sebelum aku terpaksa berbuat tidak pantas
terhadapmu!" ancam Kanulaga.
Merah wajah pria berkumis lebat ini mendengar ucapan Kanulaga yang sama sekali
tidak menaruh hormat padanya.
"Bocah kurang ajar! Orang seperti kau sudah selayaknya diberi pelajaran. Agar
tidak menyangka hanya kau yang memiliki kepandaian di kolong langit Ini!"
Selelah berkata demikian, Pandira segera melompat
menerjang keponakannya dengan sebuah totokan beruntun ke arah dada dan ulu hati.
Cepat bukan main gerakannya.
Tapi Kanulaga yang memang sudah bersiap sejak tadi tidak menjadi gugup. Tanpa
ragu-ragu lagi dipapaknya serangan-serangan itu.
Plak, plak, plak...!
Suara benturan keras terdengar berkali-kali begitu dua pasang tangan yang sama-
sama mengandung tenaga dalam kuat itu berbenturan.
Tubuh Kanulaga terhuyung dua langkah ke belakang. Mulut laki-laki berwajah keras
ini menyeringai Sekujur tangannya terasa ngilu. Dadanya pun dirasakan sesak.
Sedangkan pamannya hanya terhuyungi satu langkah ke belakang.
Sadarlah Kanulaga kalau tenaga dalamnya bukan tandingan tenaga dalam pamannya.
Tapi Kanulaga, bukan hanya memiliki raut wajah yang keras. Sifatnya pun keras.
Kenyataan yang menunjukkan keunggulan tenaga dalam orang yang di perkenalkan
ayahnya sebagai pamannya, tidak membuatnya menjadi jerih. Bahkan sebaliknya,
perasaan penasaranlah yang timbul. Sesaat kemudian, pemuda itu sudah menyerang
kembali dengan dahsyat
"Hiyaaa...!"
Sambil berseru keras, Kanulaga melontarkan tendangan lurus ke arah dada.
"Hm...!" Pandira mengeluarkan dengusan kasar, menutupi keterkejutan hatinya
melihat kecepatan dan kekuatan yang terkandung dalam tendangan itu. Tapi
meskipun begitu, laki-laki berkumis lebat ini tidak menjadi gugup. Cepat-cepat
tubuhnya didoyongkan ke samping kiri. Sehingga tendangan itu lewat di sebelah
kanan pinggangnya. Berbareng dengan itu tangan kanannya melayang deras,
melakukan tebasan ke arah betis lawan
Wuttt..! Kanulaga tersentak kaget. Laki-laki berwajah keras ini tidak berani bertindak
ceroboh. Dia tidak ingin tulang kakinya remuk terkena tebasan tangan yang
mengandung tenaga dalam tinggi itu. Segera kakinya ditarik pulang, sehingga
serangan itu mengenai tempat kosong. Sesaat kemudian keduanya sudah terlibat
dalam pertarungan sengit.
*** 5 Sementara itu, di saat Kanulaga dan Pandira terlibat dalam sebuah pertarungan
sengit, sesosok bayangan hitam melesat ke kamar Sudiraja. Sosok serba hitam itu
berhenti tepat di depan jendela yang tertutup rapat.
Tok, tok, tok...!
Diketuknya daun jendela itu pelahan.
Sudiraja yang berada di dalam kamar memang sudah siap dengan bungkusan hartanya.
Begitu didengamya ada orang yang mengetuk daun jendela, laki laki gendut itu
segera bergerak menghampiri. Kemudian dibukanya daun jendela itu.
Tanpa suara sedikit pun daun jendela itu terkuak! Dan tampaklah oleh sepasang
mata Sudiraja, seraut wajah berselubung hitam. Di bagian dahi selubung itu
terdapat gambar ekor kalajengking merah.
"Mana bungkusan itu?" tanya si selubung hitam itu pelan.
"Ada," sahut Sudiraja.
"Mana" Cepat lemparkan...," desis si selubung hitam itu tajam.
Sudiraja tercenung sejenak, seperti ada sesuatu yang ditunggunya.
"Cepat..! Atau kau ingin kubunuh, gendut..!" Desis si selubung hitam itu lagi.
Dalam ucapannya terkandung ancaman maut
Sudiraja bergidik mendengar ancaman itu. Maka buru-buru diberikannya bungkusan
itu. Si selubung hitam menerimanya dengan sinar mata berbinar. Dibukanya
sebentar buntalan itu.
Baru setelah melihat Isinya, tubuhnya kemudian melesat kabur dari situ. Cepat
bukan main gerakannya. Sehingga yang nampak hanyalah sekelebatan bayangan hitam
yang bergerak cepat dan lenyap di kegelapan malam.
"Hhh..." Sudiraja menghela napas. Dibiarkan saja jendela kamarnya terbuka.
Sedangkan sepasang matanya bergerak liar ke sana kemari. Sepertinya ada yang
lengah dicarinya.
"Mana si Pandira...," gumam laki-laki gendut itu. "Ataukah dia terlupa...?"
Sementara itu orang yang sedang dinantikannya masih terlibat pertarungan sengit
dengan Kanulaga. Keduanya memang sama-sama memiliki kepandaian tinggi. Tapi
setelah bertarung tiga puluh lima jurus, Kanulaga mulai terdesak.
"Ahhh...!" tiba-tiba saja Pandira memekik kaget "Anak keparat..! Kau membuatku
melupakan urusan yang lebih penting...!"
Setelah berkata demikian, Pandira melancarkan serangan beruntun ke arah
Kanulaga. Tidak ada jalan lain bagi laki-laki berwajah keras itu, kecuali
melempar tubuh ke belakang dan bersalto beberapa kali di udara


Dewa Arak 07 Rahasia Surat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hup...!"
Ringan tanpa suara kedua kakinya hinggap di lanah,
berjarak beberapa tombak dari tempat semula.
Sikapnya langsung siaga. Siap menghadapi tibanya
serangan usulan. Tapi Kanulaga jadi terperanjat. Lawan di hadapannya telah
lenyap. Betapapun laki laki berwajah keras ini mengedarkan pandangan ke
sekelilingnya tetap tidak dijumpainya laki-laki berkumis lebat Itu.
"Pengecut keparat..!" desis Kanulaga. Kemudian setelah termenung sesaat, tubuh
anak muda itu melesat cepat menuju kamar ayahnya. Suasana di sekitarnya kembali
sunyi. Memang, begitulah keadaan di rumah Itu pada setiap malam bulan purnama. Sudiraja
selalu meliburkan semua pekerjanya.
Termasuk penjaga keamanan rumahnya.
*** Pandira berlari mengerahkan seluruh ilmu meringankan
tubuh yang dimilikinya. Sehingga dalam waktu singkat, kamar Sudiraja sudah
terlihat "Ahhh...! Jangan-jangan aku terlambat...," desis laki-laki berkumis lebat ini
cemas. Dan perasaan cemasnya kian menjadi-jadi begitu dilihatnya daun jendela
kamar Sudiraja terkuak.
"Hup...!"
Begitu tiba di depan jendela itu, segera saja dllongokkan kepalanya ke dalam.
Sinar bulan purnama yang menembus ke kamar itu membuat Pandira dapat melihat
jelas keadaan di dalam.
"Kakang Sudira...," panggil laki-laki berkumis lebat itu.
Dilihatnya seorang laki-laki berperut gendut tengah tergolek di pembaringan.
Sudiraja membuka matanya menatap nyalang ke Arah
jendela Begitu dilihatnya wajah yang telah dikenalnya, segera laki-laki gendut
itu bangkit "Bagaimana, Kang..." Dia belum datang?" berondong Pandira begitu dilihatnya
laki-laki gendut itu bangkit dari berbaringnya.
"Dia sudah pergi...," sahut Sudiraja Pelan sekali suaranya.
Lebih mirip sebuah desahan.
"Ah...! Jadi aku terlambat..?" tanya laki-laki berkumis lebat itu. Nada suaranya
jelas mengandung penyesalan yang mendalam.
"Masuklah, Pandira...," ucap Sudiraja tanpa mempedulikan kebingungan yang
melanda laki-laki berpakaian serba hitam itu.
Dengan langkah lunglai, Pandira melompat ke dalam
kamar. "Hup...!"
Ringan tanpa suara kedua kakinya hinggap di lantai kamar Sudiraja.
"Duduklah, Pandira," ujar Sudiraja mempersilakan ketika dilihatnya laki-laki
berkumis lebat itu berdiri saja.
Tanpa banyak membantah, Pandira duduk di sebuah
bangku. "Jelaskan padaku, mengapa kau begitu terlambat Padahal tadi aku sudah berusaha
mengulur-ulur waktu. Menunggu kedatanganmu. Tapi ternyata kau tidak muncul-
muncul!" tanya Sudiraja begitu dilihatnya laki-laki berpakaian serba hitam itu telah
duduk. Nada suaranya terdengar penuh tuntutan.
"Hhh" Pandira menghela napas panjang seperti hendak membuang perasaan sesal yang
menyelimuti hatinya "Semua Ini karena ulah anak keparat itu!" desisnya tajam.
Bekernyit dahi Sudiraja mendengar ucapan laki-laki
berkumis lebat.
"Siapa yang kau maksudkan, Pandira?" tanya laki-laki gendut Itu sambil menatap
tajam wajah adiknya.
"Kanulaga...," jawab Pandira pelan.
"Apa"! Kanulaga"!" tanya Sudiraja tidak percaya "Apa yang dilakukannya?"
Laki laki berkumis lebat itu menarik napas dalan dalam dan menghembuskannya
kuat-kuat "Aku tengah bersembunyi, mengintai kedatangan! pemerasmu. Tapi tiba-tiba Kanulaga datang. Dan mengucapkan kata-kata yang tidak pantas. Aku menjadi marah dan akhirnya kami
bertarung," jelas laki-laki berkumis lebat itu.
"Lalu, kau bunuh dia, Pandira?" selak Sudiraja Secercah senyum sinis tersungging
di bibirnya. Pandira menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Sewaktu aku tengah mendesaknya, aku teringat akan tugasku. Bergegas
kutinggalkan dia. Tapi sayang aku tertambat Si keparat itu telah pergi lebih
dahulu. Ahhh...! Sia-sia saja perjalananku kemari, keluh laki-laki berkumis
lebat ini. Belum juga Sudiraja menimpali ucapan adik bungsunya ini, terdengar suara
bentakan keras dari luar jendela.
"Kiranya kau berada di sini, keparat!"
Tanpa menoleh pun, baik Sudiraja maupun Pandira telah mengetahui orang yang
telah mengeluarkan suara bentakan keras itu. Suara itu telah mereka kenal betul.
Suara Kanulaga.
Seiring dengan selesainya ucapan itu, dari luar jendela melesat sesosok tubuh
yang kemudian mendarat ringan tanpa suara di lantai.
"Jaga mulutmu, Kanulaga!" bentak Sudiraja dengan nada keras begitu laki-laki
berwajah keras itu telah berada di dalam kamarnya. Telah dilihatnya sendiri
sikap putra sulungnya yang tidak pantas.
'Tapi, Ayah...," Kanulaga mencoba untuk membantah.
"Diam...!" sergah Sudiraja memotong bantahan laki-laki berwajah keras itu.
Wajah Kanulaga memerah. Laki-laki berwajah keras ini memang memiliki sifat yang
aneh. Semakin orang bersikap keras padanya, dia akan semakin keras.
"Bagaimana aku bisa mendiamkan orang yang hampir saja membunuhku"!"
"Itu karena kau telah bersikap kurang ajar padanya!"
sentak laki-laki berperut gendut itu. Nada suaranya semakin meninggi.
"Bersikap kurang ajar bagaimana"!
Paman hendak membunuhku, di saat aku berada di kamarku!" sahut Kanulaga tak kalah keras.
"Apa"! Benarkah apa yang kau ucapkan Itu, Kanulaga"!"
tanya laki-laki berperut gendut itu sambil menatap tajam wajah anaknya. Cerita
yang didengarnya dari adik bungsunya tidak seperti ini!
"Dia bohong!" bantah Pandira keras. Sejak tadi laki-laki berkumis lebat itu
hanya terdiam saja mendengarkan
semuanya Dia sengaja membiarkan Sudiraja menyelesaikan masalah itu. Tapi begitu
mendengar tuduhan keponakannya ini, amarahnya seketika bangkit
Kanulaga melemparkan senyum sinis pada pamannya.
Tentu saja hal ini semakin membuat kemarahan Pandira meledak.
"Anak keparat! Kau hanya mencari-cari alasan saja. Aku malah curiga, jangan-
jangan kau sendiri adalah salah seorang dari gerombolan itu! Kau sengaja
mengalihkan perhatianku agar rekanmu itu lolos dari pengawasanku!" ujar laki-
laki berkumis lebat ini balik menuduh.
"Anggota gerombolan"
Mengalihkan perhatian"
Apa maksudmu, Paman"!" tanya Kanulaga tidak
mengerti. Betapapun marahnya, namun laki-laki beta wajah keras ini, sebenarnya masih
menghormati pamannya.
Sudiraja mengerutkan alisnya. Dia melihat ada nada
kesungguhan dalam cerita kedua orang ini. Bukan tidak mungkin kalau telah
terjadi kesalahpahaman.
"Lebih baik kita selesaikan persoalan ini dengan kepala dingin. Aku khawatir ada
kesalahpahaman terselip di sini,"
ucap laki-laki gendut ini menenangkan.
Kanulaga dan Pandira terdiam.
Mereka menyadari kebenaran yang terkandung dalam ucapan Sudiraja. Mengikuti perasaan amarah saja
tidak akan menyelesaikan masalah, pikir mereka.
Setelah melihat kedua orang itu sudah dapat ditenangkan, Sudiraja kembali
membuka suara. "Sekarang coba kau ceritakan kejadian yang kau alami, Kanulaga," ucap laki-laki
berperut gendut itu pada anak sulungnya.
Kanulaga pun menceritakan semuanya.
"Nah, ketika aku tengah mencari bayangan hitam Itu, kulihat ada seseorang
bersembunyi di balik pohon. sikapnya mencurigakan sekali. Aku yakin kalau orang
Itulah yang tadi menyerangku. Pakaiannya sama. Aku kaget juga ketika kulihat
orang itu adalah Paman Pandira. Ribut mulut tak dapat dihindari lagi. Akhirnya
kami bertarung," ujar laki-laki berwajah keras ini mengakhiri ceritanya.
"Hhh...! Sekarang sudah jelas masalahnya. Sudah kuduga semua ini hanya salah
paham saja," ucap Sudiraja dengan suara mendesah.
"Salah paham"! Aku masih tidak mengerti, Ayah," sahut Kanulaga. Nada suaranya
menyimpan perasaan penasaran yang mendalam.
Laki-laki berperut gendut itu termenung sejenak belum memulai ceritanya.
Dipandangi wajah Pandira tajam-tajam.
"Bagaimana, Pandira" Tidakkah lebih baik kalau diceritakan saja?" tanya Sudiraja
meminta pendapat laki-laki berkumis lebat itu.
Pandira mengangkat bahunya. "Terserah kau saja, Kang,"
jawab laki-laki berkumis lebat Ini menyerahkan keputusan pada Sudiraja
"Sebenarnya aku tidak berniat memberitahumu, Kanulaga.
Tapi, agar kau tidak penasaran... terpaksa perlu kuberitahukan. Pandira ini bukanlah paman mu...."
"Sudah kuduga...," desah Kanulaga pelan.
"Kau sudah tahu"!" tanya Sudiraja setengah tak percaya.
"Ya," jawab Kanulaga seraya menganggukkan kepalanya.
"Sepengetahuanku Ayah adalah anak tunggal Aku menjadi curiga ketika Ayah
memperkenalkannya sebagai paman."
Sudiraja mengangguk-anggukkan
kepalanya tanda mengerti. "Pandira sebenarnya adalah salah seorang pengawal rahasia Adipati Palangka,"
sambung laki-laki berperut gendut itu lagi.
"Ah...!" desah Kanulaga terkejut. "Lalu, mengapa dia berada di sini dan Ayah
mengakui sebagai adik bungsu?"
"Lebih baik kau tanyakan saja padanya, Kanulaga. Biar dia yang akan
menjelaskannya padamu. Nah Pandira. Harap kau jelaskan pada Kanulaga!" pinta
Sudiraja. *** Pandira menghela napas panjang sebelum memulai
ceritanya. Jelas tampak kalau laki-laki berkumis lebat ini merasa berat
menceritakannya.
"Sebenarnya tugasku ini amat rahasia, Kanulaga Demi keberhasilannya, sengaja aku
tidak ingin seorang pun tahu.
Kecuali ayahmu," ucap Pandira memulai ceritanya.
Kanulaga hanya diam saja mendengarkan. Tidak diselaknya sedikit pun cerita laki-
laki berkumis lebat Itu.
"Kau pernah mendengar tentang Perkumpulan Kalajengking Merah?" tanya pengawal
rahasia Adipati Palangka ini tiba-tiba.
Kanulaga tercenung sejenak sebelum menjawab.
"Pernah juga. Sewaktu aku mulai memasuki Kadipaten Palangka."
"Kau tahu perkumpulan macam apa itu?" tanya Pandira lagi.
"Aku tidak tahu pasti. Tapi menurut berita yang kudengar, Perkumpulan
Kalajengking Merah adalah sebuah perkumpulan jahat..."
"Tepat! Melihat gelagatnya, perkumpulan itu sepertinya hendak meruntuhkan
Kadipaten Palangka. Tapi karena
perkumpulan itu sangat misterius, Gusti Adipati mengalami kesulitan untuk
membasminya. Maka terpaksa Gusti Adipati mengirim beberapa orang kepercayaannya
untuk menyelidiki di mana markas perkumpulan itu," Pandira menghentikan
ceritanya sejenak Agaknya laki-laki ini ingin melihat tanggapan Kanulaga pada
ceritanya. Tapi ternyata laki-laki berwajah keras itu tidak berniat memotong
ceritanya. "Dari penyelidikan, kami tahu kalau perkumpulan itu membiayai usahanya dari
pemerasan dan perampokan
terhadap orang-orang kaya. Gusti Adipati tahu, Kakang Sudiraja memiliki kekayaan
yang berlimpah. Dengan dibekali surat perintah dari Gusti Adipati aku dapat
tinggal di sini. Dan agar
tidak menimbulkan kecurigaan, ayahmu memperkenalkanku sebagai adik bungsunya. Tapi sayang, usahaku gagal!" keluh
laki-laki berkumis lebat ini.
"Tapi, kenapa Ayah merahasiakan hal ini padaku," tanya Kanulaga bernada
penasaran seraya menoleh pada ayahnya.
"Aku yang melarang ayahmu memberitahukan kepada siapa pun. Maksudku untuk
mencegah bocornya rencana ini.
Aku khawatir kalau ada anggota gerombolan itu yang
menyusup dalam rumah ini. Maaf, bukannya aku menuduh.
Tapi, yahhh..., hanya ber-jaga-jaga saja," jelas Pandira panjang lebar.
"Lalu sekarang, bagaimana baiknya, Pandira?" tanya Sudiraja seraya menatap wajah
laki-laki berkumis lebat itu
"Hhh...!" pengawal rahasia Adipati Palangka itu menghela napas panjang. "Mungkin
aku akan kembali ke kadipaten, melaporkan kegagalan tugasku."
"Mengapa begitu tergesa-gesa, Pandira?" tanya Sudiraja.
Kekagetan jelas terbayang di wajahnya. 'Tinggallah barang satu atau dua hari
lagi. Barangkali orang itu muncul lagi."
Pandira tercenung sejenak.
"Baiklah, Kakang Sudiraja. Aku akan tinggal dua hari lagi di sini."
"Maafkan atas kebodohanku yang membuat Paman gagal menjalankan tugas Gusti
Adipati," ucap Kanulaga tiba-tiba seraya mengulurkan tangan meminta maaf.
Pandira tersenyum.
"Lupakanlah, Kanulaga. Kau tidak salah," jawab laki-laki berpakaian serba hitam
ini bijaksana. Disambutnya uluran tangan Kanulaga dan digenggamnya erat-erat
Sudiraja hanya tersenyum menyaksikan kejadian Itu.
*** Hari masih pagi, matahari pun baru saja muncul di ufuk Timur, ketika tiga sosok
tubuh melangkah pelahan mendekati pintu gerbang bangunan mewah dan megah milik
Sudiraja. Tiga sosok itu terdiri dari seorang pemuda dan dua orang gadis. Pemuda itu
berusia sekitar dua puluh tahun, berambut putih keperakan dan berpakaian ungu.
Sementara dua orang gadis yang sama-sama cantik itu mengenakan pakaian dan
berdandan yang berlainan. Yang seorang berpakaian serba putih dan berambut
meriap. Sementara yang seorang lagi, berpakaian serba merah dan berambut
digelung ke atas.
Mereka adalah Dewa Arak, Melati dan Nirmala.
"Maaf, siapakah kisanak bertiga?" tanya dua orang penjaga pintu gerbang saat
melihat Dewa Arak, Melati dan Nirmala hendak melangkah masuk.


Dewa Arak 07 Rahasia Surat Berdarah di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nirmala membusungkan dada dan menegakkan kepalanya.
"Aku Nirmala," sahut gadis berpakaian merah itu. Nada suaranya terdengar penuh
wibawa. "Ah...I" desah kedua penjaga itu terkejut. Meskipun belum pernah melihat
wajahnya, namun kedua orang Itu telah mengetahui semua keturunan majikan mereku.
Dan Nirmala ini adalah putri bungsu pemilik rurah ini.
"Maalkan kami, Den Ayu. Tapi siapakah kedua orang itu ?"
tanya si tompel sambil menatap tajam wajah Dewa Arak dan Melati yang berdiri di
belakang gadis berpakaian merah itu.
"Mereka adalah kawan-kawanku, dan akan kuperkenalkan pada Ayah! Mari, Kang Arya,
Kak Melati," ajak Nirmala sambil melangkah masuk.
Kedua penjaga itu tidak bisa lagi menghalangi. Mereka pun menyingkir memberi
jalan pada putri majikan mereka dan kedua temannya.
Tentu saja kedatangan gadis berpakaian merah itu
menggembirakan hati Sudiraja yang saat itu tengah berjalan-jalan di taman,
menghirup kesejukan udara pagi.
"Ayah...!" seru Nirmala seraya berlari ke arah laki-laki berperut gendut itu.
Sepasang tangannya terkembang.
"Nirmala...," sambut Sudiraja. Kemudian. dipeluknya putri bungsunya erat-erat
"Siapa mereka, Nirmala?" tanya Sudiraja begitu pandangannya tertumbuk pada dua orang yang berdiri sambil menundukkan kepalanya.
"Eh, iya...," ucap gadis berpakaian merah itu teringat Segera dilepaskannya
pelukan sang ayah. "Mereka adalah penolongku, Ayah. Tanpa pertolongan mereka
mungkin Ayah tidak akan pernah melihatku"
"Ah...!" seru Sudiraja kaget. Sepasang matanya terbelalak menatap anak gadisnya,
kemudian pandangannya dialihkan pada Dewa Arak dan Melati bergantian. Berita
yang didengarnya ini benar-benar membuat laki-laki berperut gendut ini terkejut bukan
Pendekar Lengan Buntung 8 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Pedang Pelangi 1
^