Pencarian

Angkara Si Anak Naga 2

Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga Bagian 2


udara, Resi Ganda Wisesa meluruk menerjang Dewa Arak. Lelaki tua itu melancarkan
serangan dengan kedua tangan
terbuka dipukulkan ke dada lawan. Deru angin
keras mengiringi tibanya serangan dahsyat itu.
Dewa Arak menyadari kedahsyatan dan
kehebatan serangan lawan. Namun tak tampak
kegentaran dalam sikapnya. Sambil mengeluarkan teriakan yang tidak kalah
kerasnya dengan Resi Ganda Wisesa, Dewa Arak melakukan tindakan
yang sama. Pemuda berambut pulih keperakan itu bertekad mengadu keras lawan
keras! Deru angin yang tidak kalah kerasnya pun berhembus dari kedua tangan Dewa Arak.
Prajurit Kerajaan
Dewa dan yang lain-lain harus mengerahkan tenaga dalam guna melindungi
bagian dalam tubuh mereka dari guncangan hebat akibat teriakan menggelegar Dewa
Arak dan Resi Ganda Wisesa.
*** Glarrr...! Bunyi keras laksana halintar menyambar
terdengar, ketika dua pasang tangan yang telah sama-sama mengandung tenaga dalam
tinggi itu berbenturan. Getaran hebat pun dirasakan oleh tokoh-tokoh
persilatan yang menyaksikan pertarungan itu. Bahkan dalam jarak belasan
tombak dari tempat pertarungan, pepohonan pun bergetar bagai dilanda gempa.
Tubuh kedua tokoh sakti itu terjengkang ke belakang dan terguling-guling di
tanah dengan dada terasa sesak dan kedua tangan terasa bagaikan lumpuh.
"Pantas kau sombong, Dewa Arak! Rupanya
kau memiliki kepandaian yang dapat diandalkan!"
desis Resi Ganda Wisesa setelah bangkit berdiri.
Matanya menatapgeram pada Dewa Arak.
Dewa Arak tidak memberikan jawaban sama
sekali, kecuali sedikit senyum pahit di mulut Kemudian diayunkan langkah
menghampiri Resi
Ganda Wisesa yang juga berjalan mendekat.
Namun langkah keduanya terhenti, ketika tiba-
tiba terdengar suara langkah kaki
berlari mendekati tempat pertarungan.
"Nawangsuri..! Nawang..! Celaka..!" Dengan napas terengah-engah, sesosok lelaki
berusia sekitar tiga puluh tahun berseru memanggil
Nawangsuri. Tubuhnya penuh luka serta pakaian yang dikenakannya koyak-koyak.
Darah pun tampak mengalir dari beberapa luka membasahi
sekujur tubuhnya.
"Kakang..! Kakang Wisnu..! Apa yang tejadi, Kang"!" sambut Nawangsuri dengan
suara penuh kekhawatiran ketika melihat sosok pendek kekar yang ternyata
suaminya,ayah Taksaka!
Seruan itu tidak langsung dikeluarkan Nawangsuri. Dia terkesima beberapa saat dengan mata terbelalak penuh perasaan
tidak percaya melihat keadaan Wisnu yang terluka parah. Dan wanita berpakaian coklat ini
menghambur ke depan dengan kedua tangan terkembang.
Dalam keadaan teriuka parah dan keinginan
untuk menyampaikan
sesuatu berita yang
dibawanya, Wisnu ingat kalau di tempat itu yang ada tidak hanya istrinya,
melainkan banyak lagi lainnya. Bahkan ada dua tokoh yang tengah
bertarung! Dia pun menghambur dengan kedua
tangan terbuka menyambut Nawangsuri,istrinya.
Namun keinginan itu hanya terkabul di angan-
angan. Sebelum terlaksana, tubuh Wisnu tersungkur ke tanah. Luka-lukanya terlalu parah.
Dan berhasilnya bertahan hidup disebabkan
besarnya keinginan menyampaikan berita kepada sang Istri.
"Kang Wisnu.,!" seru Nawangsuri sambil duduk bersimpuh di tanah, tidak
mempedulikan tokoh-tokoh lain yang terkesima melihat kejadian itu. Tak
terkecuali Prajurit Kerajaan
Dewa. Bahkan pertarungan Dewa Arak dan Resi Ganda Wisesa
berhenti, semua perhatian tertuju pada Nawangsuri dan Wisnu.
"Jangan pikirkan aku, Nawang!" ujar Wisnu terputus-putus karena luka-lukanya
yang terlalu parah. Pelan sekali suaranya mirip bisikan,
sehingga Prajurit Kerajaan Dewa terpaksa beringsut mendekati agar dapat mendengar lebih jelas.
"Anak kita.. Taksaka diculik orang.., aku mencoba
untuk mencegahnya tapi tidak mampuhhh...," tutur Wisnu dengan napas
terengah-engah.
"Siapa orang itu, Kang" Katakan!" tanya Nawangsuri
langsung kalap begitu mendengar berita yang dibawa suaminya.
Untuk sesaat dia lupa terhadap kepayahan
suaminya. Berganti dengan kekhawatiran
terhadap nasib sang anak. Air mata yang
tadi mengalir karena kesedihan melihat
keadaan suaminya, segera disekanya. Tarikan wajahnya sudah tidak menyiratkan
kesedihan lagi melainkan membara menahan kegeraman.
"Dia... dia... ahhh...!"
Sayang sekali, sebelum berhasil memberitahukan orang yang telah menculik
Taksaka, nyawa Wisnu telah terlebih dulu
melayang ke alam baka. Tubuhnya terkulai
lemas. "Kakang...!
Kakang Wisnu...!"
jerit Nawangsuri keras penuh kesedihan ketika
menyadari kalau sang suami telah meninggalkan untuk selama-lamanya.
Sambil menangis, Nawangsuri meng guncang-guncangkan
tubuh suaminya. Seakan tidak percaya kalau suaminya telah
meninggal. Resi Ganda Wisesa tampak tersentak
kaget sambil memperhatikan sesaat mayat
Wisnu. Begitu pula dengan Nelayan Pemancing Nyawa, Petani Berjari Sakti, dan
Sepasang Harimau Hitam. Mereka terkejut
mendengar tentang anak yang tengah diperebutkan telah diculik orang!
Seketika timbul keinginan di hati mereka
untuk segera meninggalkan tempat itu.
Mengejar orang yang menculik si anak
ajaib, Taksaka, selagi belum lama kejadiaanya. Mereka yakin kalau penculik
belum jauh dari tempat kejadian.
Dengan gerakan tidak kentara, kecuali
Resi Ganda Wisesa, tokoh-tokoh hitam itu
mengayunkan kaki meninggalkan tempat
pertarungan. Mereka berharap barangkali
saja masih sempat untuk merampas Taksaka. "Sayang sekali, aku ada urusan yang
lebih penting, Dewa Arak, sehingga tidak
bisa menemanimu lebih lama. Tapi, setelah
urusan ini selesai, aku akan mencarimu,
dan kita lanjutkan pertarungan yang belum
selesai ini!"
Setelah berkata demikian, tanpa menunggu jawaban Dewa Arak, Resi Ganda
Wisesa melesat menyusul tokoh-tokoh hitam lainnya yang telah berangkat lebih
dulu. Arya tidak menahan
kepergian Resi Ganda Wisesa. Dibiarkan saja tokoh sakti
dari golongan hitam itu pergi. Dia hanya
memandangi hingga sosok merah itu lenyap
di kejauhan. Kemudian melangkah menghampiri mayat Wisnu yang masih
dipeluk dan ditangisi istrinya.
"Sudahlah, Nawangsuri," ucap Prajurit Kerajaan Dewa yang tiba lebih dulu di
sebelah anaknya. 'Yang sudah pergi, relakan saja! Tak ada gunanya kau tangisi.
Toh, dia tidak akan kembali lagi. Biar kau
mengucurkan air mata darah sekalipun
keadaan tetap tidak berubah."
Prajurit Kerajaan Dewa mengucapkannya
dengan suara lembut dan penuh kasih
sayang, seraya mengusap-usap rambut
putrinya itu. Tentu saja hal ini semakin
membuat kesedihan Nawangsuri menjadi-
jadi. Bahunya terguncang-guncang karena
isakan tangisnya.
Melihat hal ini, Prajurit Kerajaan Dewa
tahu kalau putrinya mengalami tekanan
batin yang berat. Sehingga tak berani
mencegah Nawangsuri yang menangis tersedu-sedu. "Keluarkan
air matamu, Nawang! Menangislah, biar batinmu lega!" ujar lelaki tua berjubah putih itu dalam hati.


Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nawangsuri bangkit, lalu membalikkan
tubuh dan menubruk kaki sang Ayah.
Prajurit Kerajaan Dewa membiarkan saja
putrinya berlaku seperti itu. Hatinya memaklumi kesedihan Nawangsuri yang
baru saja ditinggal sang suami. Bahkan
anaknya, Taksaka, yang belum diketahui
bagaimana nasibnya.
Prajurit Kerajaan Dewa melirik ke arah
kanannya. Tampak Dewa Arak mengangguk-anggukkan
kepala pertanda
menyetujui tindakan yang diambil-nya. Kemudian dengan gerak isyarat, pemuda
berambut putih keperakan itu memberitahukan pada Prajurit Kerajaan
Dewa kalau dia ingin mencari penculik
Taksaka. Tanpa berpikir lebih lama lagi
kakek berpakaian putih ini menganggukkan
kepala menyetujui.
Arya pun melesat meninggalkan ayah
dan anak itu, berlari cepat menempuh arah
yang ditinggalkan Wisnu. Dewa Arak tahu,
tidak ada gunanya dia berada di situ. Itulah
sebabnya, pemuda berambut putih keperakan itu buru-buru melesat meninggalkan tempat itu. Hanya dalam
sekejap, tubuh Dewa Arak telah lenyap dari
pandangan. Ketika tubuh Arya sudah tidak terlihat
lagi, Prajurit Kerajaan Dewa mengalihkan
pandangan sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Seorang pemuda yang luar biasa," ucap kakek berpakaian putih itu tanpa bisa
menyembunyikan kekaguman yang tampak
dalam tarikan wajah dan suaranya.
*** "Nek...! Lihat..!"
Seruan keras yang menguak keheningan
pagi di sebuah lereng gunung membuat
seorang nenek berpakaian
kuning dan berambut panjang, mengalihkan pandangan. Tampak sesosok tubuh tinggi
besar dan kekar tengah mempermainkan
sebuah batu sebesar kambing. Batu itu
diturun-naikkan dengan tendangan kaki
sebagaimana layaknya orang mempermainkan bola. Terkadang melalui
depan, tapi tak jarang ke belakang. Enak
saja hal itu dilakukan seakan-akan batu
begitu ringan bagai segumpal kapas. Tak
nampak adanya tanda-tanda kalau kaki
yang berbenturan dengan batu terasa sakit
Tidak hanya perbuatan orang itu yang
menimbulkan rasa kagum dan heran. Kalau
orang melihat bagaimana sosok tubuh
besar itu, tentu akan lebih merasa bergidik.
Sesosok tubuh tinggi besar berkulit tubuh
penuh sisik berwama kehijauan, mirip kulit
ular! Nenek berpakaian kuning menggeleng-
geleng-kan kepala dengan penuh perasaan
kagum melihat pertunjukan itu.
"Kau lihat itu, Manis?" ucap wanita berambut panjang itu pada seekor burung
garuda putih besar yang bertengger di atas
sebuah batu besar dihadapannya. "Bukankah anak ini benar-benar luar
biasa"!"
"Kakkk...!" Hanya jawaban seperti itu yang diberikan garuda putih. Keras dan
singkat. Namun rupanya jawaban itu memuaskan nenek berambut panjang yang
tak lain Siluman Goa Langit. Sambil mengangguk-anggukkan
kepala dia tersenyum merasa puas.
"Benar-benar seorang anak naga! Hanya
k-beri pelajaran tenaga dalam beberapa
kali, dia telah memiliki tenaga dalam yang
luar biasa, berlipat kali tenaga dalamku.
Begitu gerakannya, sangat lincah dan gesit
Benar-benar mewarisi keperkasaan leluhurnya! Ucapan-ucapan penuh kagum itu keluar
dari mulut Siluman Goa Langit seraya
menatap laki-laki
tinggi besar berkulit tubuh penuh sisik di sekujur tubuhnya,
mirip ular. Dan kekagumannya itu tidaklah
terlalu berlebihan. Lelaki berkulit ular itu
baru beberapa hari ikut dengannya, telah
mampu menguasai ilmu-ilmu yang diajarkannya, bahkan kemampuan tenaga
dalam bocah itu tak mungkin tertandingi,
meski oleh orang yang belajar selama
puluhan tahun sekalipun. Padahal sebelumnya lelaki bersisik ular itu sama
sekali belum memiliki ilmu dan tenaga
dalam. Tak aneh kalau kelebihan itu
membuat Siluman Goa Langit tak henti-
hentinya berdecak kagum.
"Taksaka..., kemari sebentar...!" panggil Siluman
Goa Langit seraya melambai-
lambaikan tangan.
"Iya, Nek," sahut lelaki berkulit ular seraya
menghentikan latihan. Taksaka menolehkan kepala ke arah Siluman Goa
Langit lalu berjalan menghampirinya.
Lelaki tinggi besar berkulit ular itu
temyata hanya badannya yang besar. Wajahnya memperlihatkan kalau usianya
belum melewati masa kanak-kanak. Dan
hal itu memang tidak salah karena usia
Taksaka belum menginjak sebelas tahun.
Namun di situlah anehnya, dalam usia
semuda itu dia telah memiliki
tubuh sebagaimana layaknya orang dewasa. Pertumbuhan tubuh berlangsung demikian
cepat. "Dengar, Taksaka!" ucap Siluman Goa Langit bernada sungguh-sungguh, seraya
menatap sepasang mata bocah berkulit ular
itu. "Aku ingin mengajakmu turun gunung.
Apakah kau mau?"
"Apakah Manis juga ikut Nek"!" Taksaka malah balas bertanya.
"Tentu saja, Taksaka! Bagaimana, kau
mau ikut!?"
"Tentu, Nek,!" sahut Taksaka
cepat dengan raut wajahberseri-seri.
*** 6 "Turun di sini, Manis," ucap Siluman Goa Langit setelah beberapa saat lamanya
melayang-layang
di angkasa bersama Taksaka duduk di punggung garuda putih.
Burung raksasa itu mengeluarkan bunyi
pelan sebelum akhimya menukik ke bawah,
menuju hamparan padang rumput yang
terbentang luas. Hanya dalam beberapa
tarikan napas saja garuda putih itu telah
mendarat. Siluman Goa Langit dan Taksaka
segera melompat turun dari punggungnya.
"Tunggulah di sini, Manis! Aku akan
kembali tak lama lagi," ucap Siluman Goa Langit sambil mengelus-elus leher
garuda putihnya. Burung raksasa itu mengangguk- anggukan kepala seakan mengerti ucapan
yang ditujukan padanya. Kemudian sambil
mengeluarkan pekikan nyaring yang memekakkan telinga, burung raksasa itu
melesat ke angkasa, dan terbang mengitari
sekitar tempat itu.
Tanpa mempedulikan garuda putihnya,
Siluman Goa Langit mengajak Taksaka
untuk segera meninggalkan tempat itu.
Keduanya berlari dengan pengerahan ilmu
meringankan tubuh. Maka pemandangan
yang unik pun terlihat, Siluman Goa Langit
tertinggal di belakang. semakin lama semakin jauh jaraknya. Padahal tadi mereka berlari bersamaan. Hal itu pun
menunjukkan kalau ilmu lari cepat Taksaka
berada di atas nenek berambut panjang itu.
Suatu hal yang sebenamya hampir mustahil
karena Taksaka baru belajar ilmu itu
beberapa hari yang lalu. Di samping itu
Siluman Goa Langit bukan orang sembarangan, yang memiliki kepandaian di
atas Nelayan Pemancing Nyawa atau Petani
Berjari Sakti! Namun Taksaka temyata
mampu dengan mudah meninggalkannya
jauh.

Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Siluman Goa Langit mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mengejar
Taksaka, tapi sia-sia. Bocah berkulit ular
itu terlalu lincah untuk dapat dikejamya.
Mau tak mau Siluman
Goa Langit berseru agar Taksaka menunggunya, karena khawatir akan kehilangan jejak
bocah itu. Taksaka pun segera berhenti
menunggu Siluman Goa Langit, lalu berlari
dengan kecepatan setaraf dengan nenek itu.
Tak lama kemudian, kedua orang itu
telah melihat sebuah pondok sederhana di
depan. Ke sanalah Siluman Goa Langit
membawa Taksaka.
"Kau lihat tempat itu, Taksaka?" tanya Siluman Goa Langit seraya menudingkan
jari telunjuknya ke depan. "Itu tempat
tinggal musuh besarku, Taksaka. Dia
beberapa kali menghina dan mempermalukanku!
Apakah kau mau membantuku menghadapi dan membinasakannya, Taksaka?"
"Tentu saja aku mau, Nek. Tapi, kapan
kau akan membawaku kembali pada orangtuaku" Aku khawatir mereka akan
mencemaskan diriku. Mungkin saat ini
mereka tengah mencari-cariku?"
"Sabarlah, Taksaka! Kau kira mudah
mencari orang di dunia yang luas ini"!
Apakah kau tidak tahu letak atau tempat di
mana orangtuamu tinggal. Percayalah, aku
pun tidak berdiam diri. Apabila urusanku
selesai, kita cari orangtuamu! Atau..., kau
tidak kerasan tinggal bersamaku dan membantuku menghadapi musuh- musuhku?" 'Tentu saja aku bersedia membantumu,
Nek. Biarlah, kita mencari
orangtuaku setelah urusanmu selesai," jawab Taksaka cepat mendengar ucapan Siluman Goa
Langit yang dikeluarkan dengan nada merengek itu. "Nah! Itulah musuh besarku, Taksaka!"
seru Siluman Goa Langit
Taksaka mengarahkan pandangan ke
arah yang ditunjuk Siluman Goa Langit
Dan dia melihat seorang lelaki yang tidak
jelas umurnya karena jarak yang masih
jauh. Lelaki itu tengah berjongkok dengan
kedua tangan sibuk mengorek-ngorek tanah
yang ditumbuhi dedaunan. Sosok itu tengah mencabuti ubi.
Rupanya sosok bertelanjang dada itu,
mengetahui kedatangan Taksaka dan Siluman Goa Langit. Kepalanya didongakkan, menatap ke arah dua sosok
yang tengah bergerak mendatanginya.
"Lagi-lagi kau yang kemari, Siluman
Betina! Rupanya kau belum kapok juga"!"
ucap sosok bertelanjang dada yang temyata
seorang lelaki setengah baya bertubuh
gagah dan cukup tampan. Apalagi dengan
adanya kumis melintang dan tebal di bawah
hidungnya. Wajah yang semula tenang itu langsung
berubah, ketika melihat sosok yang berada
di sebelah Siluman Goa Langit. Sosok yang
membuatnya terperanjat bukan kepalang.
Memang, lelaki ini tidak termasuk tokoh-
tokoh persilatan yang mencari Taksaka
untuk dipergunakan demi memuaskan nafsu kejahatan. Namun berita mengenai
adanya anak ajaib yang lahir dengan tubuh
dipenuhi sisik, karena ibunya telah menelan seekor ular, telah diketahui.
Maka begitu melihat Taksaka, lelaki
bertelanjang dada itu dapat menduga kalau
bocah bersisik yang berada di hadapannya
pasti Anak Naga yang selama ini diperebutkan tokoh-tokoh persilatan. Hanya
yang dibingungkan
bagaimana Siluman
Gon Langit bisa mendapatkannya. Dan,
bahkan mampu membuat anak itu kelihatan patuh padanya. Lelaki bertelanjang dada ini merasakan dadanya
berdebar tegang.
"Hi hi hi...! Kau kaget, Ragola"! Kali ini jangan harap kau bisa lolos dari
tanganku!"
ujar Siluman Goa Langit penuh keyakinan.
Lelaki bertelanjang dada yang bernama
Ragola itu tersenyum pahit.
"Kau jangan terlalu yakin, Wanita Jalang!" tandas Ragola, tetap tenang meskipun hatinya sempat tergetar ketika
melihat Taksaka. "Beberapa kali usahamu
berhasil kukandaskan! Dan yang kedua
ketika kau membawa garuda putih pun
tetap tak berhasil. Sekarang pun kau tak
akan berhasil juga!"
"Tutup mulutmu, Ragola! Kali ini kau
tak akan selamat dari tanganku! Dendamku
selama ini akan berhasil kulampiaskan
padamu! Bersiaplah untuk menerima kematian, Ragola!"
Ucapan Siluman Goa Langit terdengar
bergetar karena kemarahannya yang telah
memuncak. Hal itu karena ucapan Ragola
yang mengungkit-ungkit kegagalan demi
kegagalan usaha pembalasan dendam yang
dilakukan. Sekitar dua puluh lima tahun lalu,
Siluman Goa Langit bekim mempunyai
garuda putih. Namun dirinya sudah mempunyai nama besar sebagai tokoh
hitam yang memiliki kepandaian tinggi.
Kepandaiannya dipergunakan untuk menculik pemuda-pe-muda tampan yang
dijadikan pemuas nafsunya.
Sayang, pada suatu hari Siluman Goa
Langit menculik seorang pemuda yang
ternyata murid Ragola, dan mempermainkannya. Ragola yang akhirnya
mengetahui menjadi marah bukan kepalang. Siluman Goa Langit berhasil
dikalahkan. Namun Ragola yang merasa
sakit hati atas tindakan perempuan itu
tidak hanya sampai di situ. Tanpa pikir
panjang diperkosanya Siluman Goa Langit.
Siluman Goa Langit merasa sakit hati
bukan kepalang. Apalagi karena Ragola
melakukannya secara demikian merendahkan. Maka ketika Ragola meninggalkan begitu saja, Siluman Goa
Langit bertekad menuntut ilmu untuk
membalas dendam kesumatnya. Dan ketika
akhimya dirasakan cukup, tambah lagi
pada saat itu dia mendapatkan seekor
burung garuda putih, pembalasan dendamnya pun dimulai.
Namun Siuman Goa Langit harus menelan pil pahit. Ragola kembali mengalahkannya. Burung yang diharapkan
membantunya menghadapi Ragola pun tidak berdaya. Ternyata binatang itu pernah
berhutang budi pada Ragola. Garuda putih
pernah menerima pertolongan Ragola,

Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketika sayapnya terkena sambaran anak
panah pemburu yang hendak membunuhnya. Dan itu terjadi jauh sebelum garuda putih bertemu dengan
Siluman Goa Langit.
Kali ini untuk kesekian kalinya, Siluman
Goa Langit bermaksud membalas sakit
hatinya pada Ragola dengan perantaraan
Taksaka. Nenek berambut panjang ini yakin
kalau Taksaka akan dapat melunasi sakit
hatinya. *** "Bunuh dia, Taksaka!" seru Siluman Goa Langit seraya menuding Ragola.
"Baik, Nek!"
Hanya itu yang diberikan Taksaka sebagai jawabannya karena kemudian langsung melancarkan serangan terhadap
Ragola. Bocah berkulit mirip ular itu
menubruk seraya melancarkan serangan
bertubi-tubi dengan sampokan tangannya
yang berbentuk cakar.
"Uh...!"
Ragola tidak tahan untuk tidak mengeluarkan keluhan tertahan. Dia mendengar bunyi decitan tajam dan angin
yang terobek serangan cakar Taksaka.
Bunyi itu timbul dari akibat gerakan tangan
yang didorong tenaga dalam tinggi. Dan ini
membuat Ragola kaget bukan kepalang.
Dirinya baru mengerti mengapa banyak
tokoh persilatan
saling memperebutkan
bocah ini. Kalau dalam usia semuda ini
sudah memiliki tenaga dalam sedemikian
kuatnya, tak dapat dibayangkan kalau
Taksaka telah dewasa. Tak akan
ada seorang pun yang sanggup menandingi
tenaga dalamnya.
Namun, Ragola tidak bisa terlalu lama
tenggelam dalam alun keterkejutannya
karena serangan Taksaka semakin menyambar dekat. Dengan cepat dihentakkan kakinya dan melesat ke atas
melewati kepala Taksaka. Sehingga serangan itu lewat beberapa jari ke bawah
kakinya. Dan dari atas, Ragola mengirimkan serangan berupa tusukan jari
tangan kanan ke arah sepasang mata bocah
bersisik itu. Taksaka menggeram. Suara geramannya
lebih kuat dari raungan harimau, hingga
membuat Ragola merasa tubuhnya mendadak lemas. Dalam waktu yang demikian singkat serangannya terhenti karena tiba-riba kehilangan tenaga. Jelas,
kalau geraman Anak Naga itu mengandung
kekuatan yang dapat melumpuhkan lawan.
Saat itulah, tangan Taksaka dengan
cepat menyambar, tapi kali ini tertuju pada
tangan Ragola yang baru saja terulur.
Gerakannya yang sangat cepat laksana
kelebatan bayangan, sehingga Ragola terperanjat. Sambil
menggertakkan gigi,
lelaki bertelanjang dada ini menarik pulang
tangannya seraya melancarkan tendangan
kaki kanan ke perut lawan.
"Hih...!"
Bukkk! Telak dan keras sekali kaki Ragola
menghantam sasaran, sedangkan cengkeraman tangan Taksaka berhasil dielakkannya. Hal
itu membuat lelaki bertelanjang dada ini merasa gembira.
Namun senyum yang semula menghias
bibimya, langsung lenyap saat melihat
lawan sama sekali tak terpengaruh dengan
serangannya. Jangankan terhuyung, bergeming pun tidak. Malah sebaliknya,
Ragola yang merasakan kakinya sakit dan
linu ketika berhasil mendarat di perut
lawan. Kakinya terpental balik bagaikan
menghantam benda keras yang kenyal.
Dan waktu Ragola belum berhasil memperbaiki kedudukannya. Taksaka menyergapnya laksana seekor harimau menerkam mangsa.
Lelaki bertelanjang dada itu berusaha
keras untuk mengelak dengan melompat
kebelakang. Sayang, kalah cepat Kedua
tangan Taksaka yang berbentuk cakar itu
telah lebih dulu mencengkeram kedua
bahunya. Wajah Ragola kontan pucat melihat hal
ini. Namun sebagai tokoh kawakan, di saat
yang amat berbahaya, dia masih mampu
melakukan tindakan untuk menyelamatkan
diri. Apalagi ketika dirasakan jari-jari tangan lawan sangat kuat mencengkeram
kedua bahunya, bagaikan tangan baja!
Rasa sakit mendera kedua bahunya. Ragola
sadar kalau hal ini berlangsung lama,
tulang-tulangnya akan hancur di samping
kulit dan dagingnya terobek lebar.
Dugaan Ragola bukan tanpa alasan.
Diketahui tenaga dalam bocah bersisik itu
jauh berada di atasnya. Hal ini diyakininya
ketika berusaha mengerahkan tenaga dalam untuk mengeraskan daging, tetap
saja jari-jari tangan Taksaka amblas, bahkan mencengkeram lebih kuat.
Itulah sebabnya, tanpa membuang- buang waktu, Ragola segera mengirimkan
tendangan kaki kanan ke selangkangan
Taksaka. Dalam keadaan sangat berbahaya
itu Ragola tidak berani mengambil risiko
dengan menyerang bagian lainnya. Sebab
telah membuktikan sendiri kalau Taksaka
memiliki kulit yang alot, kebal.
Kali ini Taksaka tidak berani membiarkan serangan Ragola mengenai
sasaran. Rupanya dia tahu kalau selangkangan merupakan bagian yang lemah. Tanpa mengendurkan cengkeraman,
diangkat kaki kanannya untuk menjadi
pelindung selangkangan. Kaki Ragola pun
menghantam betis Taksaka secara keras.
Namun tidak hanya sampai di situ
tindakan bocah berkulit ular itu. Dengan
sebuah gerakan cepat, kaki
kanannya digerakkan ke kanan, sehingga kaki Ragola
yang baru saja menghantam sasaran, tergaet. Dengan cepat pula kaki Taksaka
langsung meluncur ke paha kanan Ragola.
Krakkk...! "Akh...!"
Ragola meraung keras ketiga kaki Taksaka menghantam telak pangkal paha
kanannya. Bunyi
berderak keras yang
terdengar menjadi
pertanda kalau ada
tulang kaki Ragola patah!
Seketika tubuh Ragola limbung, tapi
tetap di tempat karena cengkeraman tangan
Taksaka masih lekat di kedua bahunya.


Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Taksaka benar-benar telah larut dalam
alun kemarahannya. Patahnya tulang kaki
lawan tidak membuat tindakannya terhenti.
Dia semakin buas laksana hiu lapar mencium bau darah. Sambil mengeluarkan
gerengan keras mirip binatang marah,
kedua tangannya yang sejak tadi mencengkeram, ditekankan semakin keras.
Sejak tadi Ragola telah mengerahkan
tenaga dalam untuk mehndungi tulang-
tulang bahunya dari kehancuran akibat
cengkeraman Taksaka. Namun dia tetap
kewalahan. Dan tiba-tiba...,
Krekk! "Aaakh...!"
Ragola terpekik keras ketika tulang
bahunya dirasakan remuk. Rupanya bocah
berkulit ular itu telah mencengkeramnya
semakin kuat. Rasa sakit yang hebat mendera bahu
Ragola. Kedua matanya terpejam rapat
dengan mulut meringis menahan rasa sakit
yang tak terkira. Tubuhnya kian limbung
tak mampu menahan. Wajahnya pucat pasi
bagaikan tidak berdarah. Keringat sebesar
biji-biji jagung pun bersembulan di sekujur
wajahnya. Ragola sudah tidak kuasa untuk
melakukan perlawanan lagi. Dia hanya
pasrah menunggu datangnya maut Rintihan lirih terus keluar dari mulutnya.
"Cukup, Taksaka...!"
Seruan Siluman Goa Langit membuat
Taksaka yang .bermaksud melakukan tindakan penyiksaan lanjutan, mengurung
kan niatnya. Namun, tangannya tetap
memegang kedua bahu Ragola ketika menoleh ke arah nenek berambut panjang
dengai sorot mata mengandung pertanyaan.
"Aku yang akan menyelesaikannya,"
jawab Siluman Goa Langit yang seakan
memahami arti tatapan Taksaka. "Lepaskan saja dia!"
Tanpa memberikan bantahan sama sekali, Taksaka melepaskan cengkeramannya.
Tubuh Ragola pun ambruk ke tanah. Siksaan bocah berkulit
ular itu membuat seluruh tenaganya bagaikan lenyap. Bahkan
tulang-tulang tubuhnya dirasakan bagai telah dilolosi
semuanya. "Bagaimana, Ragola?" tanya Siluman
Goa Langit seraya mengayunkan langkah
menghampiri Ragola. Jelas pertanyaan itu
bernada kemenangan dan ejekan.
Ragola bukan orang bodoh, dia pun
tahu. Namun, berpura-pura tidak peduli.
Tak diberikannya tanggapan sama sekali.
Di samping karena tak ingin membuat
nenek berpakaian
kuning itu semakin
merasa menang, juga rasa sakit yang
diderita telah membuat nafsu berbicaranya
lenyap. Siluman Goa Langit yang tengah dimabuk kemenangan, tidak mempedulikan
hal itu. Baginya tak ada masalah sama
sekali, baik Ragola menjawab ucapannya
atau pun tidak. Yang penting, musuh
bebuyutannya itu telah membuktikan kalau
Siluman Goa Langit akhimya bisa unggul!
"Kau ingat peristiwa dua puluh lama
tahun lalu...?" tanya Siluman Goa Langit seraya menyepak perlahan kepala Ragola
yang tergolek lemah di tanah.
"Cuhhh!"
Ragola menjawab dengan semburan ludah. Namun karena tubuhnya tergolek di
tanah, sedangkan
Siluman Goa Langit berdiri, semburan ludah itu tidak mengenai
wajah nenek berpakaian kuning itu.
"Ah..., rupanya kau masih ingat," ucap Siluman Goa Langit tetap kalem namun
dengan sinar mata berkilat karena dilanda
amarah. "Ya, kau meludahiku setelah puas memperkosa
dan mempermainkan tubuhku. Bahkan kau pun telah merusak
kedua payudaraku dengan tusukan jarum-
jarummu. Bukankah begitu"!"
*** 7 Sambil berkata demikian, Siluman Goa
Langit menjejalkan kaki kanannya yang
berlumur lumpur, ke mulut Ragola. Tentu
saja lelaki bertelanjang dada itu tak membiarkan begitu saja penghinaan lawannya. Dengan kakinya yang masih
berguna, dikirimkan tendangan ke arah
selangkangan Siluman Goa Langit
Namun usaha Ragola tidak berarti sama
sekali, hanya dengan sebuah gerakan sederhana, nenek berpakaian kuning itu
berhasil mengelakkannya.
Dan sekali kakinya bergerak menjejak, tulang kaki
Ragola yang satu lagi pun patah pula.
Ragola hanya bisa meringis menahan
sakit yang melanda. Tak sedikit pun
dikeluarkan keluhan dari mulutnya karena
khawatir Siluman Goa Langit semakin akan
lebih merasa menang karenanya. Dan keluhannya semakin tidak terdengar karena
alas kaki Siluman Goa Langit menyumpal
mulutnya. Meski telah tidak bisa menggerakkan
kaki dan tangan, Ragola berusaha keras
untuk mencegah alas kaki Siluman Goa
Langit menyumpal mulutnya. Dengan menggerakkan kepala, dicoba mengelakkannya. Namun usaha Ragola sia-
sia saja. Kaki Siluman Goa Langit seperti
mempunyai perekat sehingga terus melekat
dengan mulutnya. Sekalipun telah diusahakan untuk melepaskan, kaki itu
terus menyumpal mulutnya. Tak pelak lagi,
mulut dan wajah Ragola penuh dengan
lumpur dan tanah.
Siluman Goa Langit baru menghentikan
tindakannya ketika napas Ragola kembang
kempis dan wajahnya merah padam karena
sulit bernapas.
"Bagaimana, Ragola" Nikmat"! Itu belum
seberapa. Masih ada lainnya yang jauh
lebih menarik! Kau mau membukti kannya"!"
Siluman Goa Langit mengambil sebuah
guci kecil dari balik pakaiannya.
"Kau tahu apa isi kendi ini, Ragola"!
Racun! Racun yang dapat menghancurkan
kulit wajahmu meski hanya terkena satu
tetes saja," ujar Siluman Goa Langit sambil menimang-nimang kendi itu di atas
wajah Ragola yang langsung pucat begitu mendengar ucapan itu.
Tarikan wajah dan sorot mata Ragola
memancarkan kengerian ketika dengan gerak perlahan-lahan, Siluman Goa Langit
membuka sumbat kendi itu. Nenek berambut panjang itu sengaja melakukannya lambat-lambat untuk menyiksa perasaan Ragola. Dan memang
dia berhasil. Wajah lelaki bertelanjang dada
itu semakin lama semakin tampak menegang membayangkan cairan itu diteteskan ke wajahnya.
"Terimalah pembalasanku, Ragola!"
Siluman Goa Langit menuangkan cairan
di dalam kendi itu. Setetes, dan tepat jatuh


Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di pipi Ragola. Seketika Ragola meraung
sambil menggelepar-gelepar seperti ikan
jatuh di darat. Bunyi berdesis nyaring
seperti besi panas disiram air berbaur
dengan jeritan kesakitan Ragola.
"Hi hi hi...!"
Siluman Goa Langit tertawa mengikik,
menyaksikan Ragola yang berkelojotan dan
menjerit-jerit. Perempuan
tua berambut tergerai itu tampak kegirangan melihat
musuh bebuyutan yang dibencinya, menggelepar-gelepar menahan sakit sambil
melolong-lolong menyayat hati.
Semua kejadian itu tak lepas dari
perhatian Taksaka. Namun tidak nampak
adanya tanda-tanda kalau penderitaan Ragola mempengaruhinya. Taksaka telah
berubah buas, semenjak bergaul dengan
Siluman Goa Langit yang berwatak kejam.
Hal ini sebenarnya tidak terlalu aneh
karena dalam diri Taksaka mengalir darah
seekor hewan buas!
Anak itu malah merasa gembira melihat
Siluman Goa Langit bergembira.
"Mari, Taksaka...!" ajak Siluman Goa Langit setelah merasa puas bergembira, dan
tertawa-rawa. Nenek berambut panjang
itu tidak merasa khawatir sama sekali kalau lawannya akan selamat dari maut. Dia
yakin, meskipun Ragola tidak mati, tidak
akan dapat membalas dendam. Apa yang
bisa dilakukan oleh orang telah remuk
tulang-tulang tangan dan kakinya"
*** "Di sanalah pusakaku terjatuh, Taksaka," ujar Siluman Goa Langit seraya menudingkan
jari telunjuk ke dataran
berupa padang pasir yang membentang.
Taksaka yang berada di depan Siluman
Goa Langit, duduk di punggung garuda
putih mengarahkan pandangan ke bawah.
Namun buru-buru dialihkan lagi, karena
merasa ngeri. "Mengapa kau tidak mengambilnya kembali, Nek?" tanya Taksaka heran.
"Hi hi hi...!" Siluman Goa Langit tertawa, karena merasa geli mendengar
pertanyaan Taksaka. "Kau kira mudah mengambilnya,
Taksaka" Kau tahu, apabila terjatuh ke
tempat itu, jangankan aku. Orang yang
memiliki kepandaian puluhan kali lipat dari
yang kumiliki pun, tidak akan mampu
mengambilnya kembali!"
"Eh"! Mengapa bisa begitu, Nek"!" tanya Taksaka masih dengan keheranan. Dia
merasakan adanya nada kesungguhan dalam ucapan wanita berambut panjang
itu. Taksaka tahu, Siluman Goa Langit
tidak berbohong.
"Tempat jatuhnya pusakaku itu terdapat
hamparan lumpur hidup! Sebuah tempat
yang tak mampu menahan beban sebuah
benda, kecuali yang sangat ringan. Jadi,
apa pun yang jatuh ke sana akan tertarik
ke dalam, tanpa ampun! Tak satu pun
makhluk yang akan mampu menahan daya
tariknya bila telah jatuh ke sana, betapa
pun lihainya!"
"Ah...!"
Taksaka mengeluarkan teriakan kaget
mendengar kedahsyatan tempat jatuhnya
pusaka milik Siluman Goa Langit Tarikan
wajah dan sorot matanya memancarkan
kengerian. "Tapi kau tak usah khawatir, Taksaka!"
"Kalau begitu... bagaimana, Nek"! Lalu,
apa maksudmu menunjukkan tempat itu
padaku" Bukankah kau tahu, tak akan ada
orang yang sanggup mengambilnya, betapapun saktinya orang itu!"
"Itu memang benar, Taksaka! Tapi..., ada kecualinya.
Ada orang yang dapat mengambilnya karena memiliki kemampuan khusus yang tidak dimiliki
orang lain, dan orang itu adalah kau,
Taksaka!" tandas Siluman
Goa Langit, tegas. Karuan saja pemberitahuan yang tidak
disangka-sangka
ini membuat Taksaka
terperanjat kaget Dia tampak bingung.
"Dari mana kau tahu aku mampu
melakukannya, Nek"! Apakah kau tidak
salah?" "Tidak usah
kau pikirkan hal itu, Taksaka!" Siluman Goa Langit buru-buru
mengulapkan tangan, memutuskan pembicaraan. "Nanti kau pun akan tahu
sendiri. Sekarang lebih baik kita turun
saja." Usai berkata demikian, tanpa menunggu
persetujuan Taksaka lagi, Siluman Goa
Langit segera memerintahkan garuda putih
untuk turun. Burung raksasa itu pun
menukik ke bawah, melaksanakan perintah
tuannya. Sesaat kemudian, garuda putih itu telah
mendarat. Tentu saja tidak di atas hamparan pasir yang dikatakan Siluman
Goa Langit sebagai lumpur hidup. Melainkan di tempat yang aman, tapi tak
jauh dari tempat itu.
"Sekarang kau ambillah pusaka milikku
itu, Taksaka!" perintah Siluman Goa Langit setelah berada di pinggir hamparan
pasir yang di dalamnya terkandung lumpur
hidup. "Aku yakin kau bisa karena pusaka milikku itu terbuat dari tulang-
belulang seekor ular yang sangat besar."
"Hm...!"
Taksaka menggumam pelan, kemudian
secara mendadak sikapnya berubah. Sorot
sepasang matanya mencorong tajam dan
berwarna kehijauan mirip harimau dalam
gelap. Lalu, kedua tangannya terangkat ke
atas, agak ke depan, terkembang jari-jemari
membentuk cakar.
Taksaka berdiam beberapa saat, sedangkan Siluman Goa Langit memperhatikan saja semua tindakan bocah
berkulit ular itu tanpa berkedip. Berganti-
ganti sepasang matanya ditujukan, pada
Taksaka dan hamparan pasir yang membentang dan sepi seperti mati!
"Ah...!"
Tanpa sadar Siluman Goa Langit mengeluarkan pekikan kaget ketika melihat
sebuah pemandangan yang menakjubkan
hati. Permukaan pasir yang semula tenang
itu, di salah satu bagian bergolak hebat
seperti air mendidih, menggelegak!
Semakin lama golakan pasir itu semakin
hebat. Sepertinya akan ada sesuatu yang
akan keluar dari sana. Dan Siluman Goa
Langit tahu apa yang menjadi penyebabnya
serta benda apa yang akan keluar dari
dalamnya. Dengan pandangan mata penuh minat,
diperhatikan permukaan pasir yang semakin keras bergolak. Beberapa kali
pandangannya dialihkan pada sepasang
tangan Taksaka yang bergetar hebat. Namun hal itu dilakukannya hanya sekali-
sekali saja. Itu pun karena perasaan tidak
sabamya untuk segera melihat pusaka yang
diinginkan segera keluar dari tempat itu.
Dan akhirnya Siluman Goa Langit melihatnya! Sebuah kotak kecil berukuran
lebih dari dua kali kaki, mulai menyembul
di permukaan pasir. Kotak itu bergerak-
gerak beberapa saat lamanya di permukaan, sebelum akhirnya melesat ke
atas seperti ditarik oleh sebuah tangan
gaib. Dan arah yang ditujunya jelas, kedua
tangan Taksaka yang terkembang.
"Cukup, Taksaka!"
Siluman Goa Langit yang sudah tidak
sabar lagi untuk segera mendapatkan peti
itu berteriak. Dengan cepat tangannya
melolos sabuk yang melilit pinggang dan


Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

meluncurkannya ke arah kotak! Bagaikan
hidup dan bermata sabuk itu meluncur.
*** Taksaka segera menghentikan pengerahan tenaga dalamnya yang tadi
dikerahkan untuk menyedot peti dari dalam
lumpur hidup. Maka peti yang tengah
berada di udara itu meluncur ke bawah
karena beratnya. Namun sebelum sempat
jatuh ke dalam hamparan pasir maut yang
akan menelannya kembali, tiba-tiba peti itu
meluncur ke arah kiri Taksaka. Seakan
ditarik oleh suatu kekuatan gaib.
Hanya berselang dalam waktu yang
sangat singkat, sabuk Siluman Goa Langit
melilit tempat peti itu berada.
"Heh..."!"
Siluman Goa Langit kaget bercampur
geram ketika melihat sabuknya melilit
tempat kosong. Sebab peti yang akan
dijadikan sasaran belitan itu, sudah lenyap.
Secara aneh, peti itu meluncur cepat ke
arah lain. Sebagai seorang tokoh persilatan yang
penuh pengalaman, Siluman Goa Langit
tahu, ada seseorang yang telah mendahuluinya merebut peti itu. Seorang
tokoh yang memiliki kekuatan tenaga dalam
luar biasa, karena mampu menyedot peti
yang berada di udara!
Tanpa membuang-buang waktu lagi,
Siluman Goa Langit mengarahkan pandangan ke arah tempat peti kecil itu
meluncur. Ternyata dugaannya tepat. Seorang kakek yang sudah sangat tua
berkepala botak. Kumis, jenggot, alis, dan
cambangnya telah berwama putih semua.
Cara berdirinya sudah tidak tegak lagi
saking tuanya usia kakek yang berpakaian
jubah lusuh dan kumal itu.
Seperti juga yang dilakukan Taksaka,
kakek bongkok itu mengembangkan kedua
tangan. Hanya saja tidak ke atas, melainkan ke depan. Dan melihat raut
wajah kakek itu yang merah padam, dapat
diketahui kalau tindakan yang dilakukan
itu membuat tenaganya terkuras.
'Taksaka...! Jangan biarkan kakek bongkok itu mengambil peti! Rampas kembali!" seru Siluman Goa Langit, cepat.
Suaranya agak bergetar karena perasaan
tegang melihat peti itu telah hampir berada
dalam jangkauan tangan si Kakek Bongkok.
Sambil mengeram Taksaka langsung
menjulurkan tangan ke arah peti. Luncuran
peti yang semula menuju arah kakek
bongkok langsung terhenti. Namun hal itu
hanya berlangsung sebentar, karena sesaat
kemudian langsung berubah tujuan ke arah
Taksaka berada. Memang tidak secepat
semula! Kakek bongkok menggereng seperti harimau terluka. Melihat peti kecil itu
berubah arah membuatnya segera mengerahkan seluruh tenaga dalam yang
dimiliki. Hasilnya memang tak percuma.
Peti itu yang semula telah meluncur lambat
ke arah Taksaka, terhenti. Kemudian melayang lambat-lambat menuju ke arahnya. Namun hal itu pun hanya berlangsung
sesaat. Ketika dengan cepat Taksaka mengeluarkan gerengan serupa dan menambah kekuatan tenaga dalamnya, peti
itu meluncur ke arah Taksaka. Mula-mula
lambat, tapi semakin lama seiring dengan
kian jauh dari kakek bongkok, kecepatan
luncurannya semakin cepat.
Siluman Goa Langit tersenyum lebar
melihat hal ini. Sebagai seorang tokoh
tingkat tinggi dunia persilatan, dirinya tahu kalau Kakek bongkok itu dan
Taksaka tengah mengadu kekuatan tenaga dalam
memperebutkan peti.
Dan dari kenyataan yang terjadi kemudian Siluman Goa Langit tahu, kalau
tenaga dalam Taksaka berada di atas kakek
bongkok! Taksaka mampu memenangkan
adu tarik-tarikan itu. Meskipun peti itu tadi telah hampir mencapai tangan si
Kakek Bongkok. Hal itu pun disadari oleh kakek bongkok, dan dia pun tidak mau mencelakai diri dengan terus memaksa
mengerahkan tenaga dalam untuk merebutnya. Begitu tahu kalau peti itu tak
mungkin dapat direbutnya kembali dengan
cara seperti itu, dihentikan penyaturan
tenaga dalamnya. Sehingga peti itu meluncur ke arah Taksaka dengan kecepatan tinggi. Sampai akhirnya jatuh di
kedua tangan bocah ajaib itu.
Kakek bongkok yang mengikuti dengan
pandang matanya ke arah luncuran peti itu,
terbelalak kaget ketika melihat sosok Taksaka. "Pantas...," desis kakek bongkok sambil mengangguk-anggukkan kepala. "Rupanya
pemiliknya yang datang mengambil peti itu.
Pantas saja benda-benda yang semula
terkubur di dalam bumi itu dapat keluar
kembali! Heh..."!"
Mendadak kakek bongkok kembali tersentak kaget ketika melihat Taksaka
menyerahkan peti kecil itu pada seorang
nenek berpakaian kuning yang bergegas
merebutnya. Kakek bongkok tahu siapa
adanya nenek berambut panjang itu. Seorang tokoh sesat yang memiliki watak
kejam. Kalau isi peti yang merupakan
pusaka-pusaka maha ampuh sampai jatuh
ke tangannya, maka akan sulit baga tokoh
persilatan aliran putih untuk menghentikan
tindakan angkara murkanya.
Kekhawatiran akan terjadi hal itu membuat kakek bongkok melompat menerjang Siluman Goa Langit. Sungguh
suatu gerakan yang mengagumkan sekali.
Meski lelaki renta itu tadi tampak sangat
lemah ternyata memiliki kecepatan gerak
yang sangat cepat dan ringan. Bentuk
tubuhnya tidak terlihat, bergerak menerjang Siluman Goa Langit.
Siluman Goa Langt terperanjat melihat
sekelebatan bayangan kuning meluruk ke
arahnya dari atas, laksana seekor burung
besar menerkam mangsanya. Meskipun
tidak dapat melihat secara jelas, nenek
berambut panjang tahu kalau sosok itu
pasti kakek bongkok yang ingin merampas
kembali peti yang berada di tangannya.
Secara untung-untungan, karena tak
ingin peti itu terampas kembali Siluman
Goa Langit segera melemparkarmya.
Kemudian dengan kedua tangan, dipapakkan ke atas seraya mengangkat
kepala, dia bermaksud menangkis serangan
sekaligus mengirimkan serangan balasan.
"Heaaa...!"
Plak! Plak! Siluman Goa Langit

Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengeluarkan keluhan kesakitan ketika kedua tangannya
berbenturan dengan kedua tangan si Kakek
Bongkok. Kedua tangannya langsung terasa
lumpuh sejenak di samping nyeri. Tubuhnya pun terjengkang ke belakang.
Jelas, tenaga dalam si Kakek Bongkok
berada jauh di atasnya.
"Orang sepertimu lebih baik kulenyapkan dari muka bumi agar tidak
menyeret Anak Naga itu ke jalan sesat dan
terkutuk," ujar kakek bongkok pelan, tapi terdengar jelas oleh telinga Siluman
Goa Langit. Seketika Siluman Goa Langit merasa
gentar bukan kepalang. Disadari kalau
dirinya bukan tandingan lelaki tua renta
yang sangat sakti itu. Sebelum kakinya
menjejak tanah, kakek bongkok telah meluruk ke arahnya seraya mengirimkan
serangan-serangan maut. Dengan cepat
Siluman Goa Langit langsung menjatuhkan
tubuh di tanah dan bergulingan menjauh
untuk menyelamatkan selembar nyawanya.
'Taksaka...! Tolong aku...! Bunuh Kakek
peot ini...!" sambil terus bergulingan, Siluman Goa Langit meneriakkan kata-kata
perintah pada bocah berkulit ular itu.
Seperti biasanya, Taksaka pun mematuhi perintah Siluman Goa Langit
secara cepat. Sekali menjejakkan kaki,
bocah ajaib ini melesat ke dalam kancah
pertarungan. Dia langsung menyelak di
antara kedua orang tua yang tengah sibuk
bertarung itu. Begitu sampai di arena,
Taksaka langsung memapak serangan- serangan yang tertuju ke arah Siluman Goa
Langit. Plakk! Plakkk! "Heh!"
Bunyi keras terdengar ketika tangan-
tangan Taksaka yang besar dan kekar
berbenturan dengan tangan kakek bongkok
yang kecil dan keriput. Akibatnya, tubuh
lelaki tua renta berjubah lusuh itu terhuyung-huyung
ke belakang sambil menyeringai kesakitan. Kakek ini menderita
kerugian yang berlipat ganda akibat benturan itu karena memang kalah segala-
galanya. Baik dalam kekuatan tenaga dalam maupun kekuatan anggota tubuh.
Kedua tangannya terasa sakit dan gemetar
akibat benturan tadi.
*** 8 Kakek bongkok itu merasa kagum terhadap kemampuan Taksaka. Namun hal
itu tidak dapat diutarakannya, karena
bocah berkulit ular itu telah meluruk ke
arahnya dengan serangan-serangan
mematikan setelah berhasil memperbaiki
kedudukan. Terpaksa si Kakek Bongkok
mengerahkan kemampuan untuk melakukan perlawanan. Sebab jika hal itu
tidak dilakukan, nyawanya akan melayang
ke alam baka. Pertarungan sengit yang mendebarkan
pun berlangsung. Taksaka beringas bukan
kepalang. Setiap serangan yang dikirimkan
selalu menuju bagian-bagian mematikan.
Mau tidak mau lelaki tua berambut putih
itu bertindak serupa.
Ketika Taksaka tengah berjuang keras
untuk dapat merobohkan lawannya, Siluman Goa Langit sibuk melayangkan
pandangan ke sana kemari meneari-cari
peti yang tadi dilemparkannya. Tadi dalam
luapan perasaan gugup dan khawatir, peti
itu dilontarkan tanpa diperhatikan arahnya.
Namun yang jelas, peti itu tidak menuju ke
lumpur hidup. Setelah mengedarkan pandangan ke sana kemari, Siluman Goa Langit yakin
kalau peti itu jatuh di kerimbunan semak-
semak yang berjarak sekitar lima belas
tombak darinya. Sebab, hanya tempat
itulah satu-satunya yang agak tersembunyi.
Siluman Goa Langit pun beranjak ke
sana. Namun baru beberapa lesatan dan
masih belum mencapai tempat yang dituju,
jantung nenek berambut panjang ini hampir copot. Tiba-tiba telinganya mendengar suara-suara yang mengejutkan
hatinya. "Ha ha ha...! Kalau memang jodoh
akhimya akan dapat juga, bukankah pusaka-pusaka ini kabarnya terpendam di
dalam lumpur hidup. Ya, sejak lebih dari
seratus tahun lalu ketika Naga Sakti Danau
Pasir membuang peti ini karena keturunannya menjadi penjahat besar, dan
akhimya tewas di tangannya. Mengapa bisa
berada di sini"!"
'Tidak usah kau pikirkan itu! Lebih baik
bagaimana kita memanfaatkannya agar
dapat menjadi tokoh paling sakti di kolong
langit ini!" sambut se buah suara yang lain.
"Aku yakin peti ini semula berada di dalam lumpur hidup, hanya saja entah
bagaimana caranya bisa berada di sini. Lihat saja
keadaannya" Penuh lumpur dan pasir,
kan?" Ucapan-ucapan yang jelas, berasal dari
dua orang itu hanya sampai di situ, karena
saat itu juga terdengar suara lainnya.
"Siapa bilang kalian yang berjodoh"
Jangan sembarangan mementang bacot!
Kamilah yang berhak atas pusaka Pendekar
Naga Sakti Danau Pasir!"
"Benar!" timpal suara lain lagi. "Kamilah yang
berhak mendapatkannya!
Lekas, berikan peti itu kalau ingin selamat!"
Di saat dua sosok yang pertama, penemu peti, bersitegang dengan dua sosok
yang baru datang, Siluman Goa Langit tiba.
Keempat sosok yang sudah siap untuk
bertarung itu terperanjat melihat kehadiran
nenek tua tidak disangka-sangka.
"Kalian semua keliru!" seru Siluman Goa Langit sambil menatap wajah empat sosok
yang terdiri dari Nelayan Pemancing Nyawa,
Petani Berjari Sakti, dan Sepasang Harimau
Hitam Bermata Satu.
Sekarang, nenek berambut panjang ini
tahu pe nemu peti yang dilemparkannya
adalah Sepasang Harimau Hitam. Sebab
suara dua sosok yang belakangan dikenalinya milik Nelayan Pemancing Nyawa dan Petani Berjari Sakti.
"Asal kalian tahu saja," ujar Siluman Goa Langit menambahkan setelah melihat
empat sosok itu berdiam dan mendengarkan ucapannya. "Akulah yang
berhak atas peti itu. Akulah yang dengan
susah payah mengambilnya dan dalam
lumpur hidup! Harimau Hitam, berikan peti
itu padaku!"
"Ha ha ha...!"
Hanya tawa bergelak yang diberikan
Sepasang Harimau Hitam atas ucapan
Siluman Goa Langit
"Lucu-lucu sekali...! Kita semua merasa
paling berhak, padahal tak ada satu pun
yang benar! Kita semua tidak lebih dari
pencuri-pencuri harta pusaka milik orang,
mengapa saling mengaku miliknya," tukas
Harimau Hitam yang mata kirinya picak
setelah selesai tertawa.
"Benar, benar sekali. Jadi, jangan harap kalau kami akan memberikannya. Kalau
mampu silakan ambil," timpal Harimau
Hitam yang bermata picak sebelah kanan,
bernada menantang.
Diam-diam Sepasang Harimau Hitam
mengeluh dalam hati karena tahu kalau
lawan yang dihadapi merupakan tokoh-
tokoh berat. Dalam hati mereka menyesali
diri karena langsung

Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

larut dalam kegembiraan dan tidak lebih dulu mengurus pusaka. Kalau
saja mereka menggunakan isi peti itu, niscaya mereka
akan jauh lebih kuat. Namun apa boleh
buat nasi telah menjadi bubur. Sekarang
sudah tidak mungkin lagi mereka melakukannya. *** Baru saja Sepasang, Harimau Hitam
selesai dengan ucapannya, Siluman Goa
Langit, Nelayan Pemancing Nyawa, dan
Petani Berjari Sakti telah menyerangnya.
Masing-masing pihak langsung mengeluarkan senjata andalan. Tak pelak
lagi, kail, cangkul, dan sabuk meluruk ke
arah dua tokoh hitam yang senantiasa
mengenakan pakaian hitam itu.
Karuan saja hal itu membuat Sepasang
Harimau Hitam kelabakan. Mereka harus
menghadapi keroyokan tokoh-tokoh sakti
karena peti pusaka peninggalan Naga Sakti
Danau Pasir. Serangan-serangan dahsyat
yang datang secara bersamaan itu memaksa mereka membanting tubuh ke
tanah dan bergulingan menjauh untuk
menyelamatkan diri.
Namun ketiga lawan mereka tidak tinggal diam, melainkan terus memburu
dengan serangan-serangan maut. Hanya
dalam beberapa gebrakan Sepasang Harimau Hitam dibuat kelabakan. Padahal
keduanya telah menggunakan golok bercabang dua, senjata andalan mereka.
Namun tetap saja keadaan tidak berubah.
Memang, sebenarnya tingkat kepandaian
Sepasang Harimau Hitam, bila dibandingkan dengan lawan-lawannya tidak
akan sanggup mengungguli. Nelayan Pemancing Nyawa, Petani Berjari Sakti,
apalagi Siluman Goa Langit, terlalu tangguh
untuk dapat mereka hadapi. Ketiga tokoh
itu unggul dalam segala hal. Tak heran
hanya dalam beberapa gebrakan nyawa
Sepasang Harimau Hitam berada di ambang
maut. Tahu kalau keadaan seperti ini terus
akan membuat nyawa bisa melayang, Harimau Hitam yang picak mata kanannya
segera melempar peti itu!
Perkiraannya tidak meleset. Begitu melihat peti pusaka melayang, baik pihak
Nelayan Pemancing Nyawa maupun Siluman Goa Langit, langsung menghentikan serangan. Dengan cepat berlomba menuju ke arah peti.
Rrrt! Rrrtt! Baik Nelayan Pemancing Nyawa maupun
Siluman Goa Langit, benar-benar mahir
mempergunakan senjata andalan, sehingga
peti yang tengah melayang itu, berhasil
mereka belit dengan senjata masing- masing. Hanya saja karena melilit peti
secara bersamaan, peti itu tertahan di
tengah jalan. Kedua belah pihak terlibat
dalam tarik-menarik dengan mengerahkan
tenaga dalam. Sebenarnya, saat itu merupakan kesempatan baik bagi Sepasang Harimau
Hitam untuk melancarkan serangan ketika
Siluman Goa Langit dan Nelayan Pemancing
Nyawa tengah bersitegang. Kedua senjata
tampak menegang saling mempertahankan
belitan pada peti itu.
Namun, Sepasang Harimau Hitam khawatir usahanya akan gagal. Maka keduanya menunggu saat yang benar-benar
tepat. Lagi pula keduanya bermaksud membiarkan Nelayan Pemancing Nyawa dan
Petani Berjari Sakti, serta Siluman Goa
Langit saling bentrok. Baru di saat kedua
belak pihak telah lemah mereka akan turun
tangan. Ternyata Siluman Goa Langit memiliki
tenaga dalam lebih kuat. Nelayan Pemancing Nyawa tampak terengah-engah.
Tubuhnya pun hampir terlepas dari leher
Petani Berjari Sakti, condong ke depan
tertarik kekuatan tenaga lawan.
Untung saja Petani Berjari Sakti cepat
bertindak, Cangkulnya diayunkan ke arah
perut Siluman Goa Langit dari arah sebelah
kanan. "Heaaa...!"
Wuttt! "Aits...!"
Deru angin keras terdengar mengiringi
sambaran cangkul itu. Siluman Goa Langit
harus berpikir keras untuk dapat melakukan tindakan tepat. Nenek berambut
panjang tahu kalau serangan cangkul itu
sampai mengenai sasaran nyawanya mungkin melayang dengan sekujur tubuh
hancur dan isi perut terburai.
Mendadak, dalam waktu yang demikian
sempit, Siluman
Goa Langit mengulur
sabuknya seraya mendoyongkan tubuh dan
menggeser kakinya ke belakang. Hal itu
membuat serangan cangkul Nelayan Pemancing Nyawa lewat beberapa jari di
depan perutnya. Rambutnya yang panjang
tergerai berkibar terhempas angin sambaran cangkul lawan.
Mengendurnya sabuk di tangan Siluman
Goa Langit pun sempat membuat tubuh si
Buntung yang bertengger di leher kawannya
hampir terjengkang.
Kesempatan itu dipergunakan sebaik-
baiknya oleh Siluman Goa Langit. Ketika
sabuk itu menegang kembali akibat terjengkangnya tubuh Nelayan Pemancing
Nyawa, memberi peluang kepada Siluman
Goa Langit. Dengan cepat perempuan tua
berambut panjang itu melancarkan tendangan keras ke tubuh Petani Berjari
Sakti. Gerakan Siluman Goa Langit saja sudah
cepat bukan main apalagi ditambah dengan
tenaga ayunnya. Maka kecepatannya pun
jadi berlipat ganda. Dan akibarnya, Petani
Berjari Sakti merasa gugup dengan tibanya
serangan yang begitu cepat dan tidak
tersangka-sangka itu.
Dengan sebisa-bisanya dia berusaha
melompat untuk mengelak. Namun sayang,
lelaki bermata buta ini kalah cepat. Tendangan Siluman Goa Langit lebih dulu
bersarang di dadanya secara telak dan
keras. Petani Berjari Sakti terpekik keras ketika
tulang-tulang dadanya remuk dengan mengeluarkan bunyi berdetak keras. Tubuh
lelaki bermata buta ini pun terjengkang ke
belakang seraya menyemburkan darah segar dari mulut.
Nelayan Pemancing Nyawa tidak mau
mengambil resiko dengan tetap berdiam diri
di leher Petani Berjari Sakti. Meskipun
diketahui kemungkinan besar kawannya itu


Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan tewas, mengingat luka-luka yang
parah. Kakek berkaki buntung ini akhimya
melompat ketika kawannya terjengkang.
Tidak sembarang lompatan yang dilakukan,
tapi sekaligus mengirimkan serangan pada
Siluman Goa Langit. Nelayan Pemancing
Nyawa mengirimkan tamparan tangan kiri
ke arah pelipis lawannya. Itu dilakukan
dengan tali pancing masih membelit peti
seperti juga halnya sabuk di tangan Siluman Goa Langit.
Siluman Goa Langit tidak mempunyai
pilihan lain. Dipapaknya
serangan itu dengan tindakan se-rupa. Namun tiba-
tiba.... Wuttt! Plak! Plak! "Heh..."!"
Siluman Goa Langit dan Nelayan Pemancing Nyawa tersentak kaget. Mendadak sesosok bayangan merah berkelebat dan langsung memapak pukulan
tangan keduanya. Siluman Goa Langit
terhuyung-huyung beberapa langkah ke
belakang. Begitu pula keadaannya dengan
Nelayan Pemancing Nyawa yang meringis,
merasakan nyeri di tangan.
"Resi Ganda Wisesa...!" seru Siluman Goa Langit dan Nelayan Pemancing Nyawa
ketika berhasil memperbaiki kedudukan.
Kakek berkaki buntung itu terpaksa berdiri
dengan kedua pangkal pahanya karena
rekannya telah tewas.
"He he he...!"
Resi Ganda Wisesa tertawa terkekeh.
Tampak peti berisi pusaka yang diperebutkan itu telah berada di tangannya.
Nelayan Pemancing Nyawa dan Siluman
Goa Langit merasa heran. Keduanya takjub
karena tidak tahu bagaimana kakek berpakaian merah itu merebutnya tadi.
Nelayan Pemancing Nyawa dan Siluman
Goa Langit saling pandang. Sesaat kemudian keduanya telah bersepakat untuk
bersama-sama menghadapi lawan yang amat tangguh ini sebelum pertarungan
mereka dilanjutkan.
Sementara Resi Ganda Wisesa masih
tertawa-tawa sambil mengangkat tinggi-
tinggi peti itu. Bahkan sedikit pun tidak
ditolehkan sama sekali wajahnya ke arah
Siluman Goa Langit maupun Nelayan Pemancing Nyawa.
"Sekarang apa yang akan kau lakukan,
Siluman Jalang"! Burungmu tidak akan
bisa membantu di tempat yang tertutup
pepohonan dan semak-semak ini! Ha ha
ha...!" "Tutup mulutmu, Resi Keparat!"
Sambil berkata demikian, Siluman Goa
Langit langsung
melancarkan serangan dengan sabuknya. Benda yang semula
lemas itu, sekarang menegang kaku bagaikan tombak. Bergerak cepat menusuk
ke leher dan dada Resi Ganda Wisesa.
Pada saat yang bersamaan, Nelayan
Pemancing Nyawa pun menyabetkan kailnya. Mata kain itu melesat ke arah mata
lawan. Sedangkan ujung batangnya ditusukkan ke leher.
"Eh..."!"
Resi Ganda Wisesa terkejut melihat
kedua tokoh yang semula saling tarung itu
kini justru bekerjasama menyerangnya. Hal
itu sama sekali tak diduganya. Namun dia
tidak tegar tanpa gentar sedikit pun.
Kakinya dijejakkan sehingga tubuhnya melenting ke atas. Semua serangan itu pun
meleset ke tempat kosong. Dari sini, kakek
berpakaian merah itu balas menyerang
sehingga terjadi pertarungan sengit.
Di dekat lumpur maut Taksaka dan
kakek bongkok telah bertamng hampir
seratus lima puluh jurus. Selama itu
Taksaka selalu mampu mendesak lawannya. Kakek bongkok mengeluh dalam hati.
Dirinya tahu kalau riwayatnya akan berakhir di tangan seorang bocah. Dirasakan sekujur tubuhnya telah lelah
sekali. Bahkan boleh dibilang kehabisan
tenaga akibat pertarungan panjang yang
terus-menerus mengerahkan tenaga dalam.
Serangan dan gerakannya yang semula
penuh pengerahan tenaga dalam dan cepat,
telah menurun jauh. Sementara lawannya,
Taksaka tampak masih tetap tegar. Kekuatan dan kelincahannya tak berubah.
Sebenarnya, sudah sejak jurus ketiga
puluh, kakek bongkok telah mempergencar
serangan, baik berupa pukulan maupun
tendangan ke tubuh Taksaka. Namun anak
itu benar-benar memiliki kulit tubuh yang
alot. Hantaman tangan dan kaki lawan
sama sekali tak dirasakannya. Sebaliknya,
kakek bongkok Jiarus terus mengelakkan
setiap serangan Taksaka kalau tidak ingin
mati konyol. Untungnya, kakek bongkok itu memiliki
ilmu 'Langkah-langkah Ajaib' yang dapat
dipergunakannya
untuk mengelakkan setiap serangan lawan. Kalau tidak, sudah
sejak tadi nyawanya tercabut dari raga.
Taksaka ternyata bukan sembarang bocah. Setelah pertarungan menginjak jurus ke seratus enam puluh tiga, sebuah
cara untuk menghadapi ilmu langkah ajaib
kakek bongkok telah berhasil ditemukannya. Memang ilmu langkah itu
hanya itu-itu saja. Maka apabila dipergunakan terus-menerus, kelemahan
nya akan mudah diketahui lawan.
Taksaka langsung mempergunakan penemuannya di saat kakek bongkok baru
selesai mengelakkan serangannya. Dia mencegat arah yang akan dituju lawan dan
secepat kilat menyapu kakinya. Sehingga
kakek bongkok itu terjungkal ke belakang.
Namun lelaki tua renta berjubah kumal itu
memang benar-benar tangguh. Dia mampu
berdiri dengan kedua kaki meski agak
terhuyung-huyung.
Ancaman bahaya maut buat kakek
bongkok tak sampai di situ saja. Sambil
mendengus keras, Taksaka menubruk sambil mengirimkan pukulan kanan kiri
bertubi-tubi ke arah dada, ulu hati, dan
perut lawan. Kakek bongkok terperanjat, tahu kalau
dirinya tak akan mampu mengelakkan
serangan itu. Sedangkan untuk menangkis
merupakan tindakan konyol yang sangat
berbahaya. Namun tiba-tiba saja....
"Hiaaa...!"
Buk! Buk! Buk! Sesosok bayangan ungu berkelebat begitu cepat memapak serangan si Bocah
Ajaib. Bertubi-tubi benturan itu terjadi,
menimbulkan bunyi keras. Dan setiap kali
terjadi benturan, tubuh sosok ungu itu
terguncang dan terhuyung. Bahkan benturan yang

Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terakhir membuatnya terjengkang ke belakang dan menabrak
tubuh kakek bongkok. Sehingga mereka
berdua jatuh saling tumpang tindih.
Namun dengan gerakan cepat dan mengagumkan, baik kakek bongkok maupun sosok ungu yang ternyata Dewa
Arak bangkit dan kembali sibuk menghadapi Taksaka. Akhirnya, kakek bongkok dan Dewa Arak bahu-membahu
bersama-sama menanggulangi serangan Taksaka yang menggiriskan itu.
Kini Dewa Arak harus mengakui kebenaran ucapan Jaran Sangkar. Taksaka,
si Anak Naga itu benar-benar luar biasa.
Betapapun telah dikerahkan ilmu 'Belalang
Sakti dan dibantu dengan kakek bongkok,
tetap saja mengalami kesulitan untuk menghadapi Taksaka.
Beberapa kali pukulan, tendangan, maupun guci Arya menghantam tubuh
Taksaka, tapi satu pun tak ada yang
dirasakan. Sebaliknya, Dewa Arak dan
kakek bongkok harus pontang-panting
setiap kali Taksaka menyerang. Sesekali
keduanya terpaksa menangkis, tapi akibatnya tubuh mereka terjengkang lalu
terguling-guling ke tanah. Karena tahu
kalau Taksaka memiliki tubuh kebal, Dewa
Arak dan kakek bongkok menujukan serangan pada bagian-bagian yang sulit
untuk dilindungi kekebalan, seperti mata
dan ubun-ubun. Ternyata benar, Taksaka
tak berani membiarkan serangan ke arah
itu. Pertarungan antara Anak Ajaib itu melawan Dewa Arak dan kakek bongkok
kian seru. Serangan-serangan
dahsyat terus berlangsung. Keadaan
di sekitar tempat itu porak-poranda bagai diamuk
badai dahsyat. Mendadak Taksaka yang merasa geram
karena tidak juga berhasil mengalahkan
lawan-lawannya menggeram keras. Sehingga membuat keadaan
di sekitar tempat itu tergetar hebat. Bahkan Dewa
Arak dan kakek bongkok merasakan sendiri
akibatnya. Kedua kaki mereka menggigil
lemas. Saat itu, Taksaka melompat menerjang
untuk mengirimkan serangan maut, ketika
kedua lawannya terpengaruh geramannya.
Tapi.... 'Taksaka...! Hentikan...!"
Taksaka menghentikan gerakannya secara mendadak karena mengenai betul pemilik
suara itu. Dengan agak ragu-ragu dan
bergetar ditolehkan kepalanya ke belakang.
"Ibu...!" seru Taksaka seraya berlari menghambur ke arah wanita berpakaian
coklat yang berdiri bersebelahan dengan
kakek berpakaian putih, Prajurit Kerajaan
Dewa. Nawangsuri tersenyum seraya mengembangkan kedua lengan menyambut
tubuh putranya.
"Jangan kau serang mereka, Taksaka!
Pemuda berambut putih keperakan itu
orang yang menyelamatkanku dan juga
kakekmu," ujar Nawangsuri memberitahu
kan anaknya, seraya menunjuk Prajurit
Kerajaan Dewa. "Mengapa kau bisa berada
di sini, Taksaka?"
"Cukup panjang ceritanya, Bu," jawab Taksaka pelan. "Di saat aku tengah bermain
melihat seekor burung besar berwarna
putih. Aku tertarik, dan mendekatinya, tapi
burung itu selalu pergi setiap kali aku
hampir menangkapnya. Sampai akhimya
aku tersesat, tidak
tahu jalan untuk pulang. Saat itulah kepalaku mendadak
pusing. Dan ketika sadar aku berada di
atas punggung burung bersama seorang
nenek. Dia katanya menemukanku tergolek
pingsan." "Dia bohong!" tandas Nawangsuri, "Nenek itu bukan penolongmu. Dia penculikmu, bahkan dia pula yang telah
membunuh ayahmu ketika bermaksud menyelamatkanmu!"
"Apa" Ayah mati"! Dibunuh oleh Nenek
itu"!"
tanya Taksaka dengan mata terbelalak kaget. Dirinya hampir tak percaya mendengar ucapan sang Ibu.
"Benar. Luka-luka yang diderita, sebagian besar akibat paruh dan cakar
burung besar. Dan
kebetulan seorang pencari kayu bakar melihatnya. Karena
itulah kami tahu siapa penculikmu!"
"Keparat!" geram Taksaka, "Kalau begitu, Nenek keparat itu harus kubunuh!"
Lalu, tanpa mempedulikan Nawangsuri
yang memanggil-manggilnya,
Taksaka melesat menuju tempat Siluman Goa Langit
tadi pergi. Telah bulat tekadnya untuk
melenyapkan nenek berambut panjang itu
dari muka bumi.
Melihat Nawangsuri dan Prajurit Kerajaan Dewa mengejar Taksaka, Dewa
Arak dan kakek bongkok pun melakukan
hal yang sama. Seperti juga Nawangsuri
dan ayahnya, kedua tokoh sakti yang
berbeda usia itu pun tadi mendengarkan
semua cerita Taksaka. Bahkan Dewa Arak
tadi sempat bertanya kepada kakek bongkok yang ternyata salah seorang keturunan kawan Naga Sakti Danau Pasir
yang bertugas menjaga peti pusaka itu.
Sambil berlari, Dewa Arak membantin di
dalam hati. Semula disangkanya hanya dia,
Nawangsuri, dan Prajurit Kerajaan Dewa
yang berpikir kalau penculik Taksaka menuju kemari. Ternyata semuanya pun
berpikir demikian. Telah dilihatnya sendiri,
pertarungan yang menewaskan Petani Berjari Sakti sebelum dia menolong kakek
bongkok. Dewa Arak dan kakek bongkok merasa
heran ketika melihat Taksaka, dan ibunya.
Kakek itu hanya mematung. Mengapa
bocah ajaib itu tidak berbuat sesuatu"
Apakah ada sesuatu yang terjadi di sana"
Ternyata memang benar, di
tempat pertarungan telah bergelimpangan mayat-
mayat berlumuran darah. Tak jauh dari
situ, tampak peti yang diperebutkan tergolek. Tidak ada satu pun tokoh hitam
yang berhasil mendapatkan peti itu. Resi
Ganda Wisesa, Nelayan Pemancing Nyawa,
dan Siluman Goa Langit tewas dalam
pertarungan mereka. Sedangkan Sepasang
Harimau Hitam rupanya tewas oleh racun
ganas yang sengaja ditaburkan Resi Ganda
Wisesa di kotak pusaka.
Tanpa menunggu lebih lama Dewa Arak
membalikkan

Dewa Arak 63 Angkara Si Anak Naga di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuh dan mengayunkan kaki meninggalkan tempat itu. Diam-diam
dirinya merasa bergidik teringat pada Taksaka yang luar biasa.
Dewa Arak telah mendengar kalau Nawangsuri dulu tidak pemah bisa hamil.
Namun beberapa tahun kemudian dikabarkan bahwa Nawangsuri hamil setelah memakan daging ular besar. Mungkinkah karena itu Taksaka berwujud
demikian" Dewa Arak hanya menggeleng-
geleng kepala sambil terus berjalan melanjutkan pengembaraannya.
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Molan_150
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
SELESAI Pedang Keadilan 37 Boma Gendeng 2 Anak Baru Gendenk Bangau Sakti 5
^