Pencarian

Dayang Naga Puspa 2

Pendekar Mata Keranjang 14 Dayang Naga Puspa Bagian 2


mun nampaknya kedua orang ini seimbang...," pikir Aji seraya tenis mengawasi
kedua orang yang kini sedang
saling bentrok pandang!
"Sarpakenaka.... Hm.... Kabar tentang dia ru-
panya benar juga, dia berilmu tak cetek. Tangan dan
kakiku serasa terpenggal. Dadaku berdenyut sedikit
sakit...," batin Dewi Bunga Iblis seraya tak kesiapkan sepasang matanya.
Sedangkan Dayang Naga Puspa, diam-diam ju-
ga berkata dalam hati.
"Nama Dewi Bunga Iblis nyatanya tidak omong
kosong! Selama bertahun-tahun tak menampakkan di-
ri hingga tersiar kabar bahwa dia telah tewas mungkin digunakan perempuan ini
untuk memperdalam ilmu.
Tenaga dalamnya begitu kuat. Namun aku tak takut,
Tombak Naga Puspa ada di tanganku! Dia boleh ber-
nama besar dan ditakuti banyak tokoh, namun di ha-
dapan Tombak Naga Puspa semuanya akan lain!"
"Perempuan pemakan pemuda! Sudah siapkah
kau menghadapi kematian"!" kata Dayang Naga Puspa seraya melangkah maju. Kedua
tangannya disatukan
lantas disejajarkan dengan dada. Mulutnya berkemik,
namun sepasang matanya tak berkedip menyengat ke
arah Dewi Bunga Iblis.
Dewi Bunga Iblis tertawa pendek penuh ejekan.
Kedua tangannya pun menakup dan disejajarkan da-
da. Matanya sedikit memejam.
"Kau tak usah banyak mulut! Dari tadi aku su-
dah menunggu! ujar Dewi Bunga Iblis.
Begitu kata-kata Dewi Bunga Iblis usai, Dayang
Naga Puspa sentakkan kedua tangannya.
Sebongkah awan hitam menyambar cepat ke
arah Dewi Bunga Iblis. Hebatnya, sebelum bongkahan
awan itu melesat, serangkum angin dahsyat yang
menggemuruh mendahului!
Di seberang, Dewi Bunga Iblis segera jejak ta-
nah. Tubuhnya melesat ke depan seakan menyongsong
pukulan Dayang Naga Puspa.
Setengah depa lagi angin dahsyat yang menda-
hului serangan Dayang Naga Puspa menggebrak, ke-
dua tangan Dewi Bunga Iblis bergerak mendorong!
Blammm! Blammm!
Terdengar dua kali ledakan keras. Tanah di
tempat itu laksana diguncang gempa. Tanahnya berge-
tar dan terbongkar, sementara semak belukar di tem-
pat bertemunya kedua pukulan terbabat habis!
Pendekar Mata Keranjang 108 yang ada di seki-
tar tempat itu terkejut besar. Dia buru-buru sejajarkan tubuhnya dengan tanah.
"Busyet! Terlambat sedikit, masalah akan teru-
lur panjang! Aku harus cepat mencari tempat yang ter-
lindung agak jauh dari sini! Mumpung mereka sedang
tak memperhatikan keadaan...!" Murid Wong Agung ini lantas dongakkan kepalanya
dengan mata berputar liar
mencari-cari tempat.
"Hm.... Pohon besar itu tampaknya cocok untuk
menyaksikan pertandingan! Daunnya rimbun dan agak
jauh, namun leluasa melihat ke tempat pertandingan!"
Mata Pendekar 108 lantas mengarah pada dua
orang yang kini sedang bertarung. Lalu dengan ge-
rakan cepat, kedua tangan dan kakinya disentakkan
ke atas tanah. Tubuhnya melesat cepat dan masuk ke
rimbunan pohon besar."He... he... he.... Dari sini baru asyik...! Dan jika salah satu telah roboh,
aku harus cepat tinggalkan
tempat ini!" membatin Aji seraya tersenyum-senyum.
Sementara sepasang matanya tetap tak beranjak dari
dua orang di bawahnya.
Di bawah, tubuh Dewi Bunga Iblis tampak me-
layang balik dengan derasnya, meski perempuan ini
terlihat mencoba kerahkan tenaga dalam untuk meng-
hentikan gerakan tubuhnya, namun nampaknya tak
berhasil, karena ternyata tubuhnya tetap melayang ke
belakang. Lalu sesaat kemudian terdengar seruan ter-
tahan tatkala tubuh Dewi Bunga Iblis terkapar di atas tanah! Dari sudut bibirnya
tampak meleleh darah segar, sementara sepasang matanya memejam rapat
dengan dada bergetar hebat. Namun, perempuan ini
segera bangkit dengan tangan bersedekap!
Di lain pihak, Dayang Naga Puspa tak jauh le-
bih baik. Karena dorongan kedua tangan Dewi Bunga
Iblis dilakukan dengan jarak agak dekat, membuat
daya sentaknya lebih deras. Hingga begitu ledakan terjadi, tubuh perempuan
berjubah putih ini melayang
berputar dan jatuh terbanting dengan derasnya!
Untuk sesaat lamanya Dayang Naga Puspa di-
am tak bergerak-gerak di atas tanah. Darah juga terli-
hat meleleh dari bibirnya. Malah dari mulutnya terdengar pula erangan panjang.
Dewi Bunga Iblis yang mengetahui lawan masih
tak bergerak di atas tanah sementara dirinya sudah
bangkit, segera saja tak menyia-nyiakan kesempatan.
Tanpa memperdengarkan suara bentakan, tu-
buhnya segera berkelebat. Dan tahu-tahu tubuhnya
telah satu depa di atas tubuh Dayang Naga Puspa den-
gan sepasang kaki siap menyapu ke arah kepala!
Saat itulah, tanpa diduga sama sekali oleh Dewi
Bunga Iblis, sekonyong-konyong Dayang Naga Puspa
jejakkan tumitnya ke tanah. Tubuhnya bergeser ke
atas. Lalu dengan gerakan yang sulit ditangkap mata
biasa, tangannya berkelebat ke atas menyongsong tu-
buh Dewi Bunga Iblis.
Bersamaan dengan berkelebatnya tangan Da-
yang Naga Puspa, seberkas sinar hitam membersit.
Dewi Bunga Iblis terperangah hingga keluar je-
ritan dari mulutnya. Namun tak ada lagi kesempatan
untuk menghindar. Hingga dengan menindih berbagai
perasaan, Dewi Bunga Iblis meneruskan terjangan ke-
dua kakinya ke arah tubuh Dayang Naga Puspa! Malah
untuk menambah serangan kedua tangannya pun ikut
disentakkan! Prakkk! Brettt! Terdengar benturan keras, lalu disusul dengan
terdengarnya pakaian robek. Karena begitu cepatnya
benturan itu terjadi, hingga apa yang terjadi saat itu tak dapat disiasati
dengan mata. Yang kemudian terlihat adalah melayangnya tubuh Dewi Bunga Iblis
dan raungan keras dari mulutnya. Lalu terdengar suara
gedebukan terbantingnya tubuh Dewi Bunga Iblis!
Sementara Dayang Naga Puspa tubuhnya tam-
pak terguling-guling di atas tanah, dan baru terhenti
tatkala tubuhnya membentur sebuah pohon! Namun
perempuan ini cepat jejakkan kakinya ke batang po-
hon. Tubuhnya melesat ke atas dan setelah membuat
gerakan berputar dua kali, dia mendarat di atas tanah dengan senyum tersungging
meski wajahnya tak dapat
menyembunyikan rasa kesakitan yang amat sangat. Di
tangan kanannya tampak tombak hitam tergenggam.
Sementara itu, begitu tubuhnya terbanting,
Dewi Bunga Iblis segera pula berusaha bangkit, kedua
kakinya tampak goyah. Dan sesaat kemudian tubuh-
nya kembali terjatuh. Dengan paras agak pucat, se-
pasang matanya melirik ke paha kirinya yang terasa
laksana dibakar.
Sepasang mata Dewi Bunga Iblis mendadak
membeliak besar. Ternyata pakaian bagian paha itu te-
lah robek besar. Namun bukan itu yang membuat se-
pasang mata orang ini membelalak. Ternyata kulit di
balik robekan pakaian yang gombrong itu terkelupas
dan sedikit berlobang, dan berwarna hitam legam!
"Racun Ular Naga!" seru Dewi Bunga Iblis dengan wajah tercekat. Kedua tangannya
segera bergerak
menotok jalan darah pahanya.
"Tombak itu ternyata mengandung Racun Ular
Naga! Hm.... Sementara aku harus menyembuhkan du-
lu paha ini dari racun jahat itu. Aku harus, me-
ninggalkan tempat ini!"
Berpikir begitu, Dewi Bunga Iblis segera ta-
kupkan kedua tangannya. Secepat kilat Dewi Bunga
Iblis segera sentakkan kedua tangannya ke arah
Dayang Naga Puspa yang tampak memperhatikan la-
wan dengan senyum sinis. Dia tampaknya menduga ji-
ka lawan tidak akan berdaya lagi, karena Tombak Naga
Puspa telah berhasil menembus pahanya.
Begitu kedua tangan Dewi Bunga Iblis menyen-
tak, terlihat beberapa benda hitam menebar dan berpe-
lesatan ke arah Dayang Naga Puspa dari segala juru-
san! Dayang Naga Puspa terperangah kaget melihat
lawan masih bisa kirimkan serangan. Maka dengan
menindih rasa geram dan hampir tak percaya, Dayang
Naga Puspa segera berkelebat berputar dengan tangan
dan kaki bersiutan menghentak!
Beberapa benda hitam yang ternyata adalah be-
berapa bunga berwarna hitam legam bermentalan dan
berhamburan jatuh di atas tanah. Namun karena ba-
nyaknya, meski kedua tangan dan kaki Dayang Naga
Puspa bergerak tiada henti-hentinya, dua buah bunga
masih sempat menerabas tubuhnya!
Dayang Naga Puspa melengak kaget, karena
meski hanya sekuntum bunga ternyata mampu me-
nembus jubah putihnya, bahkan tembus hingga kulit
di baliknya! "Setan alas! Bunga-bunga jahanam!" teriak Dayang Naga Puspa begitu mendarat
kembali di atas ta-
nah seraya pandangi pundak dan pinggangnya yang
terterabas bunga hitam. Ternyata bunga itu menancap
dan kulit di sekitarnya telah berubah kebiruan!
Serta-merta Dayang Naga Puspa campakkan
bunga-bunga itu dari pundak dan pinggangnya. Wa-
jahnya meringis menahan panas dan perih. Namun
semua itu tak dihiraukannya. Sepasang matanya me-
mandang ke tempat Dewi Bunga Iblis berada.
Namun sepasang mata Dayang Naga Puspa
membeliak, lalu berputar liar berkeliling. Kedua ka-
kinya dibantingkan ke atas tanah.
"Jahanam bedebah! Dia melarikan diri!" kata Dayang Naga Puspa setengah berteriak
tatkala matanya tak lagi menemukan sosok Dewi Bunga Iblis.
Dengan wajah masih menahan sakit dan ge-
ram, Dayang Naga Puspa segera simpan kembali tom-
baknya ke balik jubah putihnya. Lalu tangan kanan-
nya bergerak mengurut-urut kulit di sekitar pundak
dan pinggangnya yang tertancap bunga-bunga hitam
oleh Dewi Bunga Iblis.
Sesaat kemudian, wajahnya bergerak mendekat
ke pundak. Mulutnya menghisap kulit yang tadi ter-
tancap bunga. Begitu mulutnya ditarik dan memun-
tahkan sesuatu di mulutnya, tampak darah hitam
muncrat! Dayang Naga Puspa melakukan hal itu beru-
lang-ulang. Dan begitu muntahan di mulutnya tidak
lagi berwarna hitam, Dayang Naga Puspa hentikan
perbuatannya. "Hmm... kau tak akan bertahan lama dari ra-
cun tombakku! Hidupmu bisa dihitung dengan jari!"
gumam Dayang Naga Puspa. Orang ini lantas melang-
kah hendak meninggalkan tempat itu. Namun tiba-tiba
saja Dayang Naga Puspa urungkan niat. Bahkan kini
sepasang matanya berputar liar seakan-akan mencari
sesuatu. "Sial! Mungkin dia teringat akan aku! Kenapa
aku terkesima dan tak segera tinggalkan tempat ini begitu Dewi Bunga Iblis
berkelebat pergi" Tololnya
aku...!" membatin Pendekar 108 dari atas pohon tempatnya bersembunyi.
"Hm.... Baunya masih di sekitar sini! Berarti dia masih berada di sini! Siapa
dia" Akan kupaksa untuk
keluar dari persembunyiannya! Kalau Dewi Bunga Iblis
sampai mengejar-ngejar orang ini, berarti orang ini
sangat berarti! Siapa tahu orang ini dapat menunjuk-
kan di mana beradanya Dewi Kayangan...!"
Berpikir begitu, Dayang Naga Puspa lantas ber-
teriak lantang.
"Orang yang bersembunyi! Aku tahu kau masih
di sini! Lekas keluarlah!"
Dayang Naga Puspa menunggu sejenak. Dan
tatkala tidak ada tanda-tanda orang keluar dari per-
sembunyiannya, kembali Dayang Naga Puspa berte-
riak. "Kuberi kesempatan sekali lagi. Cepat keluar dari persembunyianmu!"
Di atas pohon, Pendekar 108 tampak bimbang.
Mungkin karena ragu-ragu seperti hendak turun atau
tetap bersembunyi, tangan kanannya tak sadar me-
nyentuh ranting kering.
"Sial!" rutuk Pendekar 108 dalam hati seraya memandang ke arah Dayang Naga
Puspa. Pendekar 108 menarik napas lega, karena Da-
yang Naga Puspa sepertinya tak curiga dengan jatuh-
nya ranting. Perempuan berjubah putih ini malah me-
langkah hendak meninggalkan tempat itu.
"Hmm... selamatlah aku! Memang untuk saat
ini tak ada gunanya meladeni orang seperti dia. Men-
cari di mana beradanya Sahyang Resi Gopala jauh le-
bih penting! Lagipula...," Aji tak meneruskan kata hatinya, karena saat itu juga
dari arah bawah menderu
angin deras. Bahkan bersamaan dengan itu terdengar
suara gemeretak.
Pohon di mana Aji bersembunyi sekonyong-
konyong bergerak oleng, dan tak lama kemudian tum-
bang! *** LIMA SEBELUM pohon itu tumbang, Pendekar 108
yang tahu situasi segera berkelebat dan mendarat agak jauh. Lalu tanpa
mempedulikan apa-apa lagi, murid
Wong Agung ini berkelebat meninggalkan tempat itu.


Pendekar Mata Keranjang 14 Dayang Naga Puspa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun gerakannya tertahan. Karena bersama-
an dengan akan berkelebat, sesosok bayangan telah
berdiri menghadang tepat lima langkah di hadapan
Pendekar 108. Meski Aji telah dapat menduga siapa
adanya sosok yang kini ada di hadapannya, namun tak
urung juga dia terkejut. Karena gerakan berkelebat
yang ingin dilakukan tadi telah secepatnya diusaha-
kan, namun orang yang menghadang ternyata lebih
cepat! "Pengecut busuk! Akan lari ke mana kau"!" se-ru sang penghadang yang
ternyata adalah Dayang Na-
ga Puspa seraya memandang tak berkedip dengan ta-
tapan menyelidik.
"Sialan betul! terpaksa perjalanan ini harus ter-tunda!" membatin Pendekar 108.
Untuk beberapa saat dia tak tahu harus berbuat apa. Hingga sambil usap-usap
ujung hidung dengan punggung telapak tangan,
murid Wong Agung ini hanya senyum-senyum seraya
balas pandangan Dayang Naga Puspa, membuat pe-
rempuan berjubah putih ini kernyitkan kening.
"Hm.... Siapa gerangan pemuda ini" Parasnya
memang tampan, hingga mungkin Dewi Bunga Iblis
tergila-gila. Tapi sikapnya seperti orang tolol! Namun begitu, dia tampaknya
menyimpan sesuatu di balik sikap tololnya! Dia sepertinya tak menunjukkan rasa
ta- kut sama sekali, meski aku tahu dia tadi melihat per-
tarunganku dengan Dewi Bunga Iblis!" ujar Dayang Naga Puspa dalam hati. Lalu dia
bertanya. "Siapa kau..."!"
Sejurus Pendekar 108 masih memandangi wa-
jah Dayang Naga Puspa, membuat orang yang dipan-
dangi merah padam seraya alihkan pandangan pada
jurusan lain. Pendekar Mata Keranjang 108 sungging-
kan senyum melihat sikap Dayang Naga Puspa, lalu
dengan tetap tak mengalihkan pandangan dia menja-
wab. "Namaku Aji. Aji Saputra, Dayang! Seorang
pengelana jalanan yang tak tentu juntrungan! Harap
Dayang suka memberi jalan padaku! Aku akan menu-
rutkan langkah kakiku entah hendak ke mana!"
Dayang Naga Puspa luruskan pandangan mata-
nya kembali pada Pendekar 108. Dahinya semakin
berkerut. "Hmm.... Dia telah tahu nama gelarku! Berarti
dia salah seorang dari orang persilatan!"
"Apa hubunganmu dengan Dewi Bunga Iblis"!"
tanya Dayang Naga Puspa dengan suara agak dike-
raskan. "Aku tak ada hubungan apa-apa. Hanya dia memang selama ini selalu
mengejar-ngejar diriku, karena dia mengharapkan cinta dariku! Aneh ya..."
Orang yang tak punya juntrungan, dikejar-kejar malah
diharapkan cintanya!" berkata Pendekar 108 seraya tersenyum-senyum. Dia sengaja
berkata begitu agar
urusannya segera selesai. Namun dugaan Pendekar
108 ternyata meleset, karena Dayang Naga Puspa sege-
ra ajukan tanya kembali.
"Kalau dia mengharapkan cinta darimu, berarti
kau memang pernah memberi harapan padanya! Dan
itu menandakan kalian berdua telah saling mengenal
agak lama. Dan berarti kau telah tahu pula Dewi
Kayangan, karena dia adalah kakak kandung dari De-
wi Bunga Iblis! Sekarang katakan, di mana aku dapat
menemui kakak kandung Dewi Bunga Iblis itu!"
Pendekar 108 terkejut. Dia tak menduga jika
kata-katanya tadi membuatnya dalam posisi sulit.
Di balik semua itu, sebenarnya Dayang Naga
Puspa pun telah tahu di mana Dewi Kayangan bertem-
pat tinggal. Dia sengaja menanyakan hal itu pada Pen-
dekar 108 sekadar hanya ingin mengetahui lebih jauh
tentang Pendekar 108.
"Dayang Naga Puspa! Aku baru saja mengenal
Dewi Bunga Iblis. Jadi dia belum pernah menceritakan
tentang orang yang bernama Dewi Kayangan. Bahkan
aku pun baru mendengar kali ini!"
"Hm..., begitu" Tampaknya kau berani berkata
bohong padaku! Kuingatkan sekali ini! Katakan di ma-
na aku bisa menemui Dewi Kayangan!"
Pendekar Mata Keranjang tarik-tarik kuncir
rambutnya. Meski mendapat ancaman, namun sikap-
nya tak menampakkan rasa takut sama sekali. Malah
seraya tarik-tarik kuncir rambutnya, Aji berkata.
"Dayang! Tadi sudah kukatakan, Dewi Bunga
Iblis tak pernah menceritakan tentang Dewi Keme-
nyan...!" "Dewi Kayangan!" bentak Dayang Naga Puspa
membetulkan kata-kata Pendekar Mata Keranjang 108.
"Ah, Dewi apa pun, pokoknya dia tak pernah
cerita tentang dewi-dewi! Ia memang pernah cerita, tapi tentang dewa-dewa!"
"Bangsat ini anak! Diancam orang masih bisa-
bisanya bercanda! Aku tahu dia menyimpan sesuatu,
bahkan tentang Dewi Kayangan! Aku penasaran siapa
dia sebenarnya! Kalau dia tak menampakkan rasa ta-
kut diancam, berarti dia mempunyai sesuatu yang dis-
impan!" membatin Dayang Naga Puspa. Lalu dengan
masih mengawasi Pendekar 108 dari ujung rambut
sampai ujung kaki, dia berkata.
"Anak tolol! Kau telah kuberi kesempatan un-
tuk mengatakan yang sebenarnya, namun kau masih
tetap berani berkata bohong. Kau layak menerima hu-
kuman dariku!"
"Ah, nasibku jelek betul! Sudah mengatakan se-
jujurnya, masih juga menerima hukuman! Betul-betul
nasib jelek! Seumur-umur, tak pernah hal ini kuimpi-
kan, apalagi jadi kenyataan!"
"Nasibmu memang jelek, Anak Tolol! Bahkan le-
bih jelek lagi, karena kau akan menemui ajal di tengah kejelekan nasibmu!"
Habis berkata begitu, Dayang Naga Puspa si-
bakkan jubah putihnya. Seberkas sinar hitam berkilat-
kilat membersit. Dan bersamaan tersingkapnya jubah
putih, serangan angin deras menggebrak ke arah Pen-
dekar Mata Keranjang 108!
"Dayang! Sungguh tega kau menjatuhkan hu-
kuman pada orang yang bernasib jelek!" seraya berkata, Pendekar 108 segera
miringkan tubuh. Serangan
Dayang Naga Puspa yang sepertinya tak disengaja itu
menerabas sejengkal di samping tubuh Aji.
"Dugaanku sepertinya tidak meleset! Dia me-
nyimpan sesuatu di balik sikapnya! Aku makin pena-
saran!" kata Dayang Naga Puspa dalam hati begitu mengetahui dengan mudahnya
Pendekar 108 menge-lakkan diri dari serangannya.
"Uh, untung sewaktu kecil aku sering main ku-
da-kudaan, jika tidak bahuku mungkin sudah copot.
Dayang! hentikan hukuman! Aku akan pergi saja dari
hadapanmu, dan berjanji akan mencarimu begitu ku-
peroleh keterangan tentang Dewi yang kau katakan!"
"Anak tolol banyak mulut! Aku tak perlu lagi
keterangan! Yang kuperlukan sekarang adalah siapa
kau sebenarnya!"
"Tapi bukankah itu sudah kukatakan juga pa-
damu" Apa perlu kuulangi lagi" Aku bernama...."
"Tutup mulutmu!" sergah Dayang Naga Puspa
dengan suara tinggi. Kemarahan tampaknya sudah tak
dapat dibendung oleh perempuan ini. Dengan suara
masih tinggi, dia menyambung.
"Anak tolol! Kalau kau masih ingin hidup, kata-
kan siapa kau sebenarnya! Siapa gelarmu, siapa nama
gurumu, siapa nama kedua orangtuamu, dari mana
kau berasal, dan hendak ke mana sekarang!"
Pendekar 108 geleng-geleng kepala.
"Wah, urusan benar-benar jadi panjang lebar
dan bulat! Lebih baik tak kuladeni dia! Pertanyaannya tak mungkin kujawab. Dia
tampaknya bukan orang
baik-baik!"
Berpikir begitu, Pendekar Mata Keranjang lan-
tas berkelebat menuju arah dari mana dia datang. Dia
sengaja membalik, dengan tujuan begitu bisa lolos dari kejaran Dayang Naga Puspa
dia akan kembali lagi lewat jalan berputar. Karena itulah jalan yang harus di-
lewatinya jika ingin menuju ke Bajul Mati di mana Sa-
hyang Resi Gopala berada.
*** ENAM PENDEKAR Mata Keranjang 108 terus memacu
larinya dengan cepat. Bahkan dia kerahkan ilmu me-
ringankan tubuh hampir seluruhnya. Tubuh dan pa-
kaian hijaunya telah basah kuyup oleh keringat. Na-
mun sepertinya Pendekar 108 tak hendak menghenti-
kan larinya. Baru setelah dirasa Dayang Naga Puspa tak
mengejar, pendekar murid dari Karang langit ini hentikan larinya. Namun sebelum
itu sepasang matanya
menebar berkeliling dengan kepala pulang balik dipa-
lingkan ke belakang.
"Hm.... Tampaknya Dayang Naga Puspa tak
mengejarku lagi! Aku bisa santai sekarang...," gumam Pendekar 108 seraya
melangkah berputar hendak me-
nuju arah asal.
Mungkin karena panas dari tubuh dan sinar
mata hari yang menerpanya, Pendekar Mata Keranjang
keluarkan kipas ungu dari balik pakaiannya. Lalu se-
raya berkipas-kipas ia melangkah. Dari mulutnya mu-
lai terdengar alunan nyanyian yang tak bisa dimenger-
ti. "Aku harus tetap waspada. Bukan tak mungkin
Dayang Naga Puspa atau Dewi Bunga Iblis tahu-tahu
berada di sekitar sini!" kata Aji dalam hati seraya terus melangkah sambil
berkipas-kipas.
"Arca Dewi Bumi.... Hmm.... Rupanya sekarang
telah banyak diketahui orang. Dan ini akan menyeret
munculnya tokoh-tokoh kelas tinggi! Aku harus segera
bertemu dengan orang yang bernama Sahyang Resi
Gopala sebelum ada orang lain yang mendahului! Me-
lihat tokoh-tokoh yang mulai muncul dan memburu
arca itu, aku hampir yakin jika arca itu benar-benar
hebat!" membatin Pendekar 108.
Namun mendadak Aji hentikan langkahnya.
Matanya berputar liar mengedari tempat di sekeliling-
nya. Kedua telinganya dipertajam.
"Aku merasa diawasi seseorang.... Apakah Da-
yang Naga Puspa" Atau Dewi Bunga Iblis" Sialan betul!
Padahal aku telah memilih jalan berputar!"
Murid Wong Agung ini segera berkelebat. Na-
mun sebelum dia sempat bergerak, sekonyong-
konyong semak belukar sepuluh langkah di samping-
nya menguak! Sesosok tubuh muncul dengan mem-
perdengarkan suara tawa berderai panjang. Lalu ter-
dengar seruan. "Anak tolol! Jangan bermimpi kau dapat lolos
dari tanganku, sebelum kau menjawab segala perta-
nyaanku!" "Dayang Naga Puspa!" seru Pendekar Mata Ke-
ranjang 108 dengan paras terkejut. Gerakan tangan
kanannya yang berkipas-kipas serta-merta terhenti.
Malah kakinya undur dua tindak ke belakang.
"Apa boleh dikata. Kalau harus beradu jurus
dahulu sebelum meneruskan perjalanan!" kata Pendekar 108 dalam hati dengan
sepasang mata tak berke-
dip mengawasi Dayang Naga Puspa yang kini tampak
melangkah mendekat ke arahnya.
Tiba-tiba Dayang Naga Puspa hentikan lang-
kah. Sepasang matanya membelalak besar. Bukan me-
mandang ke arah Pendekar 108, melainkan ke tangan
kanan Pendekar 108 yang memegang kipas ungu.
"Kipas ungu berangka 108! Astaga! Jadi dia
manusia yang bergelar Pendekar Mata Keranjang 108!
Hmm.... Kalau Dewi Bunga Iblis mengejar dia, berarti
ada apa-apa di balik semua ini! Dan keterangan anak
ini tentang cinta-cintaannya dengan Dewi Bunga Iblis
adalah bohong! Apakah manusia ini dalam tubuhnya
juga ada guratan angka 108" Hmm.... Itu perlu diseli-
diki! Kalau memang benar, aku telah menemukan sya-
rat untuk memperoleh Arca Dewi Bumi. Tinggal men-
cari Dewi Kayangan! Dan itu soal mudah, karena aku
telah tahu di mana beradanya orang itu!" membatin Dayang Naga Puspa seraya terus
memperhatikan kipas
ungu di tangan Pendekar Mata Keranjang.
Di lain pihak, Pendekar Mata Keranjang 108 ke-
rutkan dahi melihat sikap Dayang Naga Puspa yang
tak memperhatikan dirinya, malah sebaliknya meng-
awasi kipas di tangan kanannya.
"Hmm.... Rupanya dia tertarik dengan kipasku!
Apa dia berkeinginan juga untuk memiliki" Aku akan
pertaruhkan nyawa jika dia menginginkan kipas ini!"
"Anak tolol! Menyerahlah padaku dan ikut den-
ganku!" bentak Dayang Naga Puspa.
"Dayang Naga Puspa! Dengar baik-baik! Aku se-
dang dalam perjalanan jauh. Kalau kau masih saja
menghalangi perjalananku, aku tak bisa lagi hanya di-
am!" Dayang Naga Puspa tengadahkan kepala. Dari mulutnya terdengar tawa pendek.
"Bagus! Ternyata kau tak hanya bisa bercanda! Namun juga bisa mengancam! Dengar
baik-baik! Kuburlah dahulu keingi-
nanmu! Sekali ini kau harus ikut denganku!"
Pendekar 108 ganti keluarkan tawa. Lalu tanpa
lagi memandang pada Dayang Naga Puspa, dia angkat
bicara. "Sekali ini juga, tanamlah dalam-dalam hara-panmu untuk mengajakku! Lain
kali, setelah aku me-
nyelesaikan perjalanan ini, aku akan turuti permin-
taanmu! Bahkan sampai menemanimu tidur!"
"Bangsat!" maki Dayang Naga Puspa. Dia serta-merta sentakkan kedua tangannya.
Serangan angin deras menggebrak ke arah Pen-
dekar Mata Keranjang 108!
Mendapati serangan, kali ini Pendekar 108 tak
mau lagi hanya menghindar. Dia segera pula angkat
kedua tangannya dan didorong ke depan.
Blarrr! Terdengar suara ledakan dahsyat begitu kedua


Pendekar Mata Keranjang 14 Dayang Naga Puspa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pukulan yang sama-sama dialiri tenaga dalam itu ber-
temu. Tanah di bawah bertemunya dua pukulan ter-
bongkar dengan membumbungkan bongkarannya. Tu-
buh Dayang Naga Puspa nampak terseret sampai bebe-
rapa langkah ke belakang. Untung perempuan ini ce-
pat kerahkan tenaga untuk menahan goyahan tubuh-
nya. Jika tidak, niscaya tubuhnya akan terjengkang
dan terkapar di atas tanah!
Sementara Pendekar 108 sendiri juga terseret
ke belakang, namun dia cepat melompat ke samping
dan berdiri kokoh dengan kaki sedikit terpentang!
"Anak ini tak bisa dianggap sebelah mata. Tena-
ga dalamnya sangat kuat! Padahal aku yakin, dia be-
lum sepenuhnya keluarkan tenaga!" membatin Dayang Naga Puspa. Lalu dengan
didahului bentakan nyaring,
tubuhnya berkelebat ke depan. Tangannya menyibak-
kan jubah putihnya. Dan serta-merta tangan kanan-
nya menyambar tombak hitam di pinggang kirinya.
Dan disentakkan ke arah Pendekar 108!
Wuuttt! Seberkas sinar hitam berkelebat cepat bersa-
maan dengan melesatnya tombak. Namun sebelum
berkas sinar hitam berkelebat, serangkum angin deras
melesat mendahului!
Pendekar Mata Keranjang 108 yang tahu kea-
daan bahaya segera saja melompat ke samping. Ta-
ngan kanannya yang memegang kipas segera diki-
baskan memapak hantaman tombak!
Prreekk! Terdengar benturan keras tatkala kedua sisi-
sisi tombak Dayang Naga Puspa menerpa kipas ungu
Pendekar 108! Hebatnya, meski hanya senjata yang
bertemu, namun tubuh kedua orang ini sama-sama
mental ke belakang! Bahkan wajah kedua orang ini
sama-sama saling meringis menahan rasa nyeri dan
panas di dada masing-masing!
"Hmm.... Meski aku menggunakan tombak, na-
mun aku harus bisa menjaga agar tombak ini tak
mengenai tubuhnya, karena pemuda ini masih ingin
kuselidiki!" membatin Dayang Naga Puspa seraya melesat kembali ke depan.
Tombaknya diputar-putar, se-
mentara tangan kirinya siap kirimkan pukulan.
Sinar hitam berkilat-kilat segera saja menebar
di tempat itu bersamaan dengan berputarnya tombak
di tangan Dayang Naga Puspa.
Aji tak tinggal diam. Begitu tombak berputar-
putar, Pendekar 108 pun segera putar-putar kipas un-
gunya. Serta-merta kilauan sinar putih bertebaran disertai menderunya suara
angin! Dayang Naga Puspa sedikit terkejut, namun dia
segera menambah tenaga pada putaran tombaknya.
Blaammm! Blaammm!
Beberapa kali letupan terdengar begitu sinar-
sinar hitam bentrok dengan kilauan sinar putih! Tu-
buh Dayang Naga Puspa yang melesat tiba-tiba ber-
henti di udara laksana ditahan! Sedang tubuh Pende-
kar Mata Keranjang 108 bergetar hebat dan terseret ke belakang! Saat itulah
Dayang Naga Puspa cepat sentakkan tangan kirinya.
Wuuttt! Serangkum angin dahsyat menggebrak keluar
dari tangan Dayang Naga Puspa.
Pendekar 108 yang sedang menahan tubuhnya
agar tak terseret makin ke belakang sedikit terkejut.
Dia segera rebahkan tubuh sejajar tanah seraya bergu-
lingan. Hingga serangan tangan kiri Dayang Naga Pus-
pa menerabas di atas tubuhnya. Namun elakan Pende-
kar 108 membuat putaran kipasnya terhenti, hingga
tubuh Dayang Naga Puspa yang tadi tertahan kini me-
luncur lagi ke depan!
Dayang Naga Puspa tak sia-siakan kesempatan.
Begitu tubuhnya bisa lagi melesat, sepasang kakinya
segera saja menyapu menyusur sejengkal di atas ta-
nah! Sementara kedua tangannya berkelebat menung-
gu di atas! Begitu Pendekar 108 mendapati dirinya terku-
rung dari bawah dan atas, cepat menambah tekanan
tenaga dalamnya, hingga gulingan tubuhnya semakin
cepat! Namun tampaknya Dayang Naga Puspa tak
mau kehilangan buruan. Dia pun segera menggenjot
tubuhnya. Hingga tubuhnya melayang mengikuti gu-
lingan tubuh Pendekar Mata Keranjang!
Nasib tak baik rupanya menimpa pendekar mu-
rid Wong Agung ini, karena saat itu gulingan tubuhnya hampir mendekati sebatang
pohon besar. "Sial! Terpaksa aku harus adu badan!" membatin Pendekar 108 saat mengetahui tak
jauh dari tem- patnya berdiri kokoh sebatang pohon. Ia segera perce-
pat gulingan tubuhnya, dan begitu tubuhnya mentok
pada batang pohon, serta-merta dia jejakkan kakinya
di atas tanah! Namun gerakannya sedikit terlambat, karena
saat itu juga terjangan kaki Dayang Naga Puspa meng-
gebrak! Untung saja murid Wong Agung ini urungkan
niat untuk lesatkan tubuhnya ke atas! Jika tidak, niscaya tubuhnya akan terhajar
kedua kaki Dayang Naga
Puspa. Saat mengetahui sepasang kaki lawan terus
menerabas, Pendekar 108 himpitkan tubuhnya rapat-
rapat ke atas tanah. Terjangan sepasang kaki Dayang
Naga Puspa menderu sejengkal di atas tubuhnya.
Braakkk! Terdengar suara patahnya pohon di belakang
Pendekar 108. Pohon besar itu lantas tumbang dengan
suara bergemuruh dahsyat.
Pendekar 108 segera bangkit. Namun dia terpe-
rangah kaget, karena ternyata tubuh Dayang Naga
Puspa yang tadi kakinya menghantam pohon mental
balik. Lalu diputar dan disapukan, saat mana Pende-
kar 108 bangkit.
Deesss! Terdengar suara tertahan dari mulut Pendekar
Mata Keranjang 108 tatkala kaki kiri Dayang Naga
Puspa menghantam bahu kanannya! Bersamaan de-
ngan itu tubuh Pendekar 108 kembali rebah di atas
tanah! "Disuruh ikut secara baik-baik saja malah cari babak belur!"
Dayang Naga Puspa putar kembali tubuhnya.
Lalu sekonyong-konyong kakinya menyapu ke arah tu-
buh Pendekar Mata Keranjang 108 yang masih rebah
di dekat tumbangan pohon.
Deesss! Kembali terdengar suara tertahan dari mulut
Pendekar Mata Keranjang. Tubuhnya melayang ringan
bagai kapas ke udara. Meski pendekar murid dari Ka-
rang Langit ini berusaha kerahkan tenaga dalam un-
tuk menghentikan layangan tubuhnya, namun nya-
tanya tak ada guna. Hingga tanpa ampun lagi tubuh-
nya menukik terkapar di atas tanah!
Dayang Naga Puspa yang tampaknya segera in-
gin memeriksa, segera saja menyusul berkelebat. Na-
mun bersamaan dengan berkelebatnya tubuh Dayang
Naga Puspa, satu bayangan terlihat berkelebat mema-
pak kelebatan Dayang Naga Puspa.
Bersamaan dengan berkelebatnya bayangan
yang memapak tubuh Dayang Naga Puspa, serangkum
angin dahsyat yang tak keluarkan suara menyambar
seakan menahan gerakan Dayang Naga Puspa!
Dayang Naga Puspa terperangah kaget, karena
saat itu juga tubuhnya melenceng. Sambil jungkir ba-
lik menahan kelebat tubuhnya yang meluncur me-
lenceng, keluar teriakan marah dari mulutnya. Namun
diam-diam perempuan berjubah putih ini segera mak-
lum jika orang yang tampaknya berusaha menghalangi
adalah orang yang tidak bisa dianggap sebelah mata.
Karena sambaran anginnya saja telah mampu mem-
buat kelebatan dirinya melenceng!
Tanpa melihat lagi siapa adanya yang mengha-
langi, kedua tangan Dayang Naga Puspa segera di-
sentakkan ke arah sosok yang kini ada di hadapannya.
Namun Dayang Naga Puspa melengak kaget.
Bersamaan dengan menyentaknya kedua tangannya,
sosok di hadapannya tiba-tiba lenyap bagai ditelan
bumi! Hingga sentakan kedua tangannya hanya meng-
hantam angin. Belum hilang rasa kejut Dayang Naga Puspa,
dari arah belakangnya terdengar debum-debum bebe-
rapa kali seperti mendekati ke arahnya.
Dayang Naga Puspa dengan menindih rasa ke-
jut yang amat sangat segera palingkan wajahnya ke be-
lakang. Kedua tangannya siap kembali kirimkan puku-
lan. Namun Dayang Naga Puspa segera urungkan
niat untuk kirimkan pukulan, malah sepasang mata-
nya membeliak mengawasi orang yang kini melangkah
ke arahnya. Dahinya berkerut seakan-akan mengingat.
Namun tampaknya dia tak bisa mengenali siapa
adanya orang yang melangkah ke arahnya.
Ternyata orang yang sedang melangkah ke arah
Dayang Naga Puspa adalah seorang laki-laki bertubuh
gemuk besar. Dia melangkah tidak menggunakan kaki,
karena laki-laki ini ternyata tak punya sepasang kaki.
Dia melangkah menggunakan dua bambu kecil yang
dikepitkan di kedua ketiaknya. Hebatnya meski hanya
bambu kecil, namun mampu menopang tubuhnya
yang begitu besar. Bahkan suara ketukan bambu
mampu membuat telinga berdengung sakit!
*** TUJUH SIAPA laki-laki gajah ini" Dan apa hubungan-
nya dengan pemuda itu" Tapi siapa pun dia adanya,
dia telah mencampuri urusanku! Aku harus enyahkan
dia, kalau perlu kubunuh jika dia tak mau enyah!"
membatin Dayang Naga Puspa seraya memperhatikan
laki-laki bertubuh besar yang melangkah mengguna-
kan bambu kecil sebagai penyangga tubuhnya.
"Gongging Baladewa!" seru Pendekar Mata Ke-
ranjang 108 begitu bangkit dan mengetahui siapa
adanya orang yang melangkah dengan ketukan-
ketukan bambu kecil di ketiaknya yang keluarkan sua-
ra berdebum-debum.
Sejenak baik Dayang Naga Puspa maupun Pen-
dekar 108 kerahkan tenaga dalamnya pada gendang
telinga masing-masing yang terasa seakan-akan ditu-
suk-tusuk! "He...! Siapa kau" Dan apa hubunganmu den-
gan pemuda tolol itu hingga kau turut campur urusan
ini"!" bentak Dayang Naga Puspa.
Laki-laki bersangga bambu yang bukan lain
memang Gongging Baladewa adanya tengadahkan ke-
pala. Langkahnya dia hentikan. Lalu dari mulutnya
terdengar suara tawa gelak-gelak.
"Harap maafkan aku jika aku turut campur
urusanmu! Sebenarnya sudah beberapa hari ini aku
mencari tukang rumput kuda-kudaku. Dia seperti ka-
tamu, memang agak tolol bahkan sedikit agak gini!"
kata Gongging Baladewa seraya hadapkan wajahnya
pada Dayang Naga Puspa dan meletakkan jari tangan-
nya miring di kening.
Dayang Naga Puspa kerutkan dahi. Dia berpal-
ing memandang Pendekar 108 yang kini tampak du-
duk seraya komat-kamitkan mulut. Tangan kanannya
tarik-tarik kuncir rambutnya, sementara wajahnya me-
ringis seakan merasa sakit dengan tarikan pada ram-
butnya. Namun demikian dia tak hendak hentikan ta-
rikan-tarikan tangannya.
Lalu Dayang Naga Puspa alihkan pandangan
pada Gongging Baladewa.
"Hm.... Begitu masalahmu. Lantas kenapa kau
ikut campur urusanku"! Dan siapa kau..."!"
Gongging Baladewa kembali keluarkan tawa.
Tapi kali ini pendek dan agak pelan. Lalu berkata.
"Sarpakenaka! Pertanyaanmu banyak sekali.
Tapi baiklah, akan kujawab!"
Sejenak Gongging Baladewa hentikan kata-
katanya. Dia batuk-batuk beberapa kali. Sementara
itu, Dayang Naga Puspa tampak menyembunyikan ra-
sa kejutnya demi mendapati laki-laki gemuk besar di
hadapannya tahu siapa nama aslinya.
"Aku hanyalah seorang kampung biasa. Orang
kampung biasa menyebutku Gondal-Gandul! Dan aku
dengan berat hati sengaja mencampuri urusanmu, ka-
rena orang yang kucari itu adalah orang yang tadi kau sebut dengan pemuda tolol
itu! Dia orangnya!" Gongging Baladewa tudingkan jari tangannya lurus-lurus ke
arah Aji yang tampak masih bersikap seperti semula.
Malah kini murid Wong Agung ini terlihat sesenggukan
tanpa keluarkan air mata!
"Hm.... Aku tak percaya dengan ucapan laki-
laki gajah ini! Mustahil kalau dia orang kampung bi-
asa. Gerak kelebatnya telah mampu membuatku me-
lenceng, lebih-lebih dia berhasil menghindari seran-
ganku dengan gerak yang begitu cepat. Dan ketukan-
ketukan tongkat bambunya bukanlah ketukan tongkat
bambu biasa! Apalagi pemuda itu, dia semakin seperti
orang gila! Sandiwara apa yang diperagakan oleh dua
orang ini" Jika mereka bisa bersandiwara, kenapa aku
tidak...?"
"Gondal-Gandul!" kata Dayang Naga Puspa de-
ngan dingin seraya mendongak.
Mendengar Gongging Baladewa disebut Gondal-
Gandul oleh Dayang Naga Puspa, Aji takupkan kedua
telapak tangannya ke mulut, menahan tawa. Sementa-
ra Gongging Baladewa mendelik pada Pendekar 108.


Pendekar Mata Keranjang 14 Dayang Naga Puspa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau anak tolol itu memang benar-benar tu-
kang mencari rumput kuda-kudamu, sungguh sayang
sekali. Kau tahu, dia tadi berusaha memaksakan ke-
hendak nafsunya padaku! Jadi, sebagai ganjarannya,
untuk sementara ini dia harus ikut denganku! Seperti
kau, aku pun mempunyai beberapa ekor kuda. Dia ha-
rus ikut denganku dan mencarikan rumput kuda-
kudaku selama satu purnama. Itu sebagai imbalan
perbuatannya! Setelah itu kau bisa menjemputnya!"
Pendekar 108 sepertinya termakan oleh kata-
kata Dayang Naga Puspa. Hingga dia cepat menyahut.
"Gondal-Gandul! Harap jangan percaya dengan
omongan perempuan ini!"
Dayang Naga Puspa tertawa gelak-gelak men-
dengar ucapan Aji. Dia merasa lega bahwa Aji terma-
kan oleh kata-katanya.
Gongging Baladewa membeliakkan sepasang
matanya. Mulutnya bergumam tak jelas. Setelah ba-
tuk-batuk beberapa kali, akhirnya dia berkata.
"Sarpakenaka! Seperti kataku tadi, dia memang
orang agak sinting. Jadi harap maafkan tingkahnya
yang telah berani meraba-raba tubuhmu...! Tapi...,"
Gongging Baladewa tak meneruskan kata-katanya, ka-
rena saat itu Dayang Naga Puspa menyela dengan sua-
ra membentak garang.
"Gondal-Gandul! Bicara yang benar! Siapa bi-
lang diraba-raba"!"
Gongging Baladewa tertawa terbahak-bahak.
Pendekar 108 yang mula-mula berusaha mena-
han tawa, kali ini tampaknya tak bisa, hingga saat itu juga tawanya juga meledak
membuat Dayang Naga
Puspa merah kelam wajahnya. Perempuan berjubah
putih ini sampai keluarkan dengusan beberapa kali.
Setelah puas dengan tawanya, Gongging Bala-
dewa meneruskan kata-katanya yang tadi terpenggal.
"Aneh, kau tadi bilang jika anak tolol itu hen-
dak memaksakan kehendak nafsunya. Apa hal-hal se-
perti itu bisa dilakukan tanpa dengan main raba-
raba..." Atau memang ada cara lain yang belum kuke-
tahui?" "Laki-laki bermulut kotor! Tampaknya kalian berdua adalah orang-orang
yang sama sintingnya! Biar
kalian berdua sama-sama kukirim ke neraka dalam
kesintingan kalian!" berkata Dayang Naga Puspa. Dia sepertinya tak bisa lagi
menahan kesabaran mendengar kata-kata Gongging Baladewa. Dia merasa bahwa
di antara dua orang laki-laki itu ada persekongkolan.
Maka sehabis berkata, Dayang Naga Puspa segera me-
lesat ke depan. Jubah putihnya diibakkan, hingga saat itu juga sinar hitam
mengkilat dari tombaknya membersit keluar. Kedua tangannya segera didorong ke
arah Gongging Baladewa yang masih berdiri sambil te-
ruskan tawanya.
Serangkum angin menggemuruh menyambar
disertai sinar hitam melesat cepat ke arah Gongging
Baladewa. Tiba-tiba suara tawa Gongging Baladewa hilang
lenyap. Lalu secara aneh laki-laki tanpa kaki ini te-
kankan sedikit ketiaknya pada dua bambu penyangga
tubuhnya, dan serta-merta tubuhnya diayun ke depan
pulang balik dua kali.
Wuut! Wuuutt! Plaarrrr! Pukulan Dayang Naga Puspa beradu dengan
angin deras yang melesat dari ayunan tubuh Gongging
Baladewa. Dayang Naga Puspa pun tersentak kaget,
tubuhnya laksana dihantam gelombang dahsyat hing-
ga tersurut sampai empat tombak ke belakang. Paras
wajahnya berubah seketika, sementara sepasang ma-
tanya membelalak hampir tak percaya. Meski tidak be-
radu anggota tubuh secara langsung, namun dari ben-
trokan pukulan jarak jauh tadi Dayang Naga Puspa
memaklumi jika lawan adalah orang yang benar-benar
berilmu tinggi. Ayunan tubuhnya saja telah mampu
membuatnya terseret sampai empat tombak ke bela-
kang, serta dadanya berdenyut sakit!
Namun perempuan berjubah putih ini tak mau
begitu larut dalam ketidak percayaan. Seraya sibakkan jubah putihnya dan meraih
tombak hitam di pinggang
kirinya, dia melompat keatas. Di atas udara, tubuhnya diputar. Mendadak tubuhnya
lenyap dari pandangan.
Sekejap kemudian, tubuhnya muncul dan melesat ke
arah Gongging Baladewa dengan tombak mengarah
pada kepala, sementara kakinya ditekuk sebatas lutut!
"Tombak Naga Puspa!" seru Gongging Baladewa tanpa menunjukkan rasa terkejut
Sepasang bambu penyangganya dihentakkan di atas tanah. Tubuhnya
melesat ke udara. Namun Dayang Naga Puspa tam-
paknya kerahkan seluruh tenaga dalamnya, hingga ge-
rakan tubuhnya begitu amat cepat. Hingga walau
Gongging Baladewa melesat ke udara menghindar, tak
urung pakaian bagian bawahnya yang menutup poton-
gan sepasang kakinya tersambar tombak hitam!
Breettt! Pakaian bawah Gongging Baladewa langsung
terbakar! Namun laki-laki ini tetap tak menunjukkan
rasa terperangah. Malah begitu tombak lawan berhasil
menyambar pakaian bawahnya, laki-laki ini menarik
kedua bambunya ke belakang lalu diputar ke depan
dengan cepatnya.
Takk! Taakkk! Dayang Naga Puspa memekik. Tangan kanan-
nya yang memegang Tombak Naga Puspa bergetar he-
bat tatkala bambu sebelah kanan Gongging Baladewa
menghantam tepat pergelangan tangannya. Dan belum
hilang suara pekikannya, bambu kiri laki-laki gemuk
besar ini menyambar pinggangnya!
Dayang Naga Puspa merasa seolah pinggangnya
dihantam batangan pohon besar, hingga tubuhnya ter-
suruk ke depan. Sejenak perempuan ini mencoba ke-
rahkan tenaga luar dalam untuk menahan agar tu-
buhnya tidak terjerembab dan pegangan pada tom-
baknya tidak terlepas. Namun dengan gerakan aneh,
Gongging Baladewa mendarat dan serta-merta menu-
sukkan ujung bambu pada pantat Dayang Naga Puspa
yang sedang menahan tubuhnya! Hingga membuat pe-
rempuan ini menjerit lagi dan tubuhnya semakin deras
terseok ke depan, sebelum akhirnya menyungsup den-
gan wajah mencium tanah! Tombak di tangannya pun
terlepas dan menggeletak di atas tanah!
Gongging Baladewa kibas-kibaskan pakaiannya
yang terbakar dengan ujung bambunya. Sekilas dia
tampak sedikit terkejut, karena bara yang ditimbulkan tombak lawan begitu
cepatnya menjalar. Kalau saja la-ki-laki ini tidak segera kibaskan bambunya,
bukan tak mungkin anggota rahasianya akan terlihat jelas!
"Walah! Untung tidak sampai ke atas sedikit,
kalau saja terlambat bergerak sedikit, anak tolol itu pasti akan
menertawakanku!" gumam Gongging Baladewa seraya balikkan tubuh dan pandang
Dayang Naga Puspa yang geser tubuhnya di atas tanah dan
mengambil kembali tombak hitamnya.
"Gongging! Coba angkat saja sedikit pakaian
bawahmu itu. Perempuan itu pasti tidak akan menye-
rangmu, malah dia akan melotot dan langsung tinggal-
kan tempat ini!" seru Pendekar Mata Keranjang 108
sambil terpingkal-pingkal.
"Anak kurang ajar! beraninya suruh orang tua
tunjukkan senjata! Awas kau!" ujar Gongging Baladewa dengan pelototkan sepasang
matanya. Namun, sebentar kemudian dari mulutnya terdengar ledakan ta-
wanya. Di seberang, mendengar Pendekar 108 menye-
but laki-laki yang tadi mengaku Gondal-Gandul de-
ngan Gongging, paras muka Dayang Naga Puspa kon-
tan berubah. Perempuan ini, yang kini telah berdiri seraya pandangi Gongging
Baladewa dan mengusap-usap
pantatnya yang seolah ditusuk besi panas kernyitkan
dahi. "Gongging..." Di dunia persilatan hanya satu orang yang bernama Gongging.
Apakah dia Gongging
Baladewa" Seorang tokoh persilatan yang namanya
pernah menyentak rimba persilatan pada beberapa pu-
luh tahun yang lalu" Peduli setan, dia Gondal-Gandul
atau Gongging Baladewa!"
Dayang Naga Puspa lantas komat-kamit, sepa-
sang matanya terpejam. Lantas, didahului suara ben-
takan dahsyat, perempuan ini melesat ke depan. Na-
mun begitu satu tombak lagi di depan Gongging Bala-
dewa, tubuhnya berbelok ke samping. Dan serta-merta
tubuhnya berputar-putar mengitari Gongging Balade-
wa yang tampak masih berdiri dengan kepala mendon-
gak. Angin kencang menggemuruh tampak mengu-
rung Gongging Baladewa. Bahkan, karena dahsyatnya
angin, perlahan-lahan tubuh Gongging Baladewa te-
rangkat ke atas! Sementara tubuh Dayang Naga Puspa
seakan lenyap berganti dengan bayang-bayang yang
berputar begitu cepat hingga sulit ditentukan yang
mana sosok aslinya!
Tiba-tiba seberkas sinar hitam menyambar ke
arah perut Gongging Baladewa yang tubuhnya mengu-
dara akibat putaran angin.
Wuuttt! Gongging Baladewa sentakkan bambu kecil di
tangan kanannya.
Weesss! Praakkk! Taasss! Traakkk! Terdengar benturan keras tatkala sisi tombak
Dayang Naga Puspa beradu dengan bambu kecil pe-
nyangga tubuh Gongging Baladewa.
Dayang Naga Puspa terpekik. Tangannya berge-
tar hebat dan serasa hendak terpenggal. Sementara
tubuhnya mental ke udara. Setelah membuat gerakan
jumpalitan dua kali, akhirnya tubuh perempuan ini
mendarat di atas tanah. Namun, perempuan berjubah
putih ini tercekat. Karena kedua kakinya tiba-tiba
goyah, dan tak lama kemudian tubuhnya jatuh terdu-
duk bersamaan dengan meliuknya kaki! Paras Dayang
Naga Puspa tampak pucat pasi. Dia lantas memandang
pada kakinya. Parasnya makin pias. Ternyata pada
pergelangan kaki tampak larikan berwarna kebiruan
seperti larikan bekas pukulan rotan!
"Jahanam! Aku tadi sepertinya tidak merasa ji-
ka bambu butut itu mengenai pergelangan kakiku!
Hmm.... Kurasa untuk kali ini aku harus hentikan per-
tarungan ini. Waktu untuk membalas masih panjang!
Aku harus mencari Dewi Kayangan...!" membatin Dayang Naga Puspa. Perempuan ini
tampaknya maklum
jika belum mampu untuk menandingi lawan. Hingga
saat itu juga dia bangkit dan hendak berkelebat me-
ninggalkan tempat itu.
Namun gerakan Dayang Naga Puspa tertahan.
Karena saat itu terdengar suara berdebum-debum
dengan selisih waktu agak panjang.
Mengira yang keluarkan suara debuman adalah
Gongging Baladewa, Dayang Naga Puspa cepat paling-
kan wajah. Namun Gongging Baladewa terlihat diam
berdiri dengan menggunakan bambu di sebelah kiri.
Karena ternyata bambu penyangga tubuhnya sebelah
kanan tampak patah dan kini tinggal setengah! Ini akibat benturan keras dengan
sisi tombak Dayang Naga
Puspa. Selagi Dayang Naga Puspa mencari-cari, dari
semak belukar menerabas sesosok tubuh melangkah
dengan terseok-seok. Anehnya, meski di sebelah semak
belukar itu terdapat jalan setapak, namun sosok ini
seakan tidak tahu. Dia melangkah melewati semak be-
lukar! Dan bersamaan dengan langkahnya yang ter-
seok-seok terdengar debuman dahsyat!
Pendekar Mata Keranjang 108 yang juga ikut
mencari-cari, terperanjat dengan sepasang mata mem-
besar tak kesiap mengawasi pada sosok yang melang-
kah menerabas semak belukar. Lalu dari mulutnya
terdengar seruan.
"Dewi Bayang-Bayang!"
Mendengar seruan, Gongging Baladewa yang
sedari tadi juga menebak-nebak palingkan wajah. Mu-
lutnya menggumam sesuatu yang tak jelas. Kali ini
Gongging Baladewa rupanya tak dapat sembunyikan
perubahan pada wajahnya.
Sosok tubuh yang melangkah terseok-seok hen-
tikan langkah. Tubuhnya yang agak bungkuk dilu-
ruskan. Ternyata dia adalah seorang perempuan yang
usianya agak lanjut. Rambutnya tipis putih dan kaku,
serta disanggul ke atas. Karena tipis dan kakunya
rambut, saat disanggul ke atas menyerupai tusuk
konde. Mengenakan pakaian agak gombrang yang me-
nutup sekujur tubuhnya. Perempuan ini mengenakan
terompah besar berwarna hitam. Mungkin karena be-
sarnya terompah, hingga saat melangkah dia terseok-
seok seperti keberatan.
Kalau ada sumur di kubur,
Aku akan ke sana sendiri.
Ternyata umurku terulur,
Hingga bisa bertemu lagi.
"Gonggong! Eeh, Gongging! Apa kabarmu..."!
Lama kita tak jumpa, tampaknya kau masih suka
bermain-main dengan perempuan!" berkata sosok perempuan yang baru datang dan
bukan lain memang
Dewi Bayang-Bayang.
Seraya berkata, bibir Dewi Bayang-Bayang terli-
hat mengumbar senyum. Padahal saat itu tak ada se-
suatu yang lucu. Dan sambil menunggu sambutan
Gongging Baladewa, sepasang mata Dewi Bayang-
Bayang yang sipit ini memandang satu persatu pada
Pendekar Mata Keranjang 108 lalu beralih pada Da-


Pendekar Mata Keranjang 14 Dayang Naga Puspa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang Naga Puspa.
Pendekar 108 anggukkan kepala saat Dewi Ba-
yang-Bayang melihat ke arahnya, lalu bibirnya terse-
nyum, membuat Dewi Bayang-Bayang semakin lebar-
kan mulut untuk tersenyum.
"Arena rimba persilatan memang tak akan ter-
gelak-gelak jika tak ada orang-orang seperti ini! Tapi aku melihat perubahan
pada paras muka Gondal-Gandul saat melihat Dewi Bayang-Bayang. Ada apa...?"
membatin Pendekar 108.
Sementara itu, melihat siapa adanya orang
yang datang, Dayang Naga Puspa kernyitkan kening.
"Astaga! Bukankah perempuan ini manusia
pengumbar senyum yang bergelar Dewi Bayang-Ba-
yang" Kakak dari Dewi Bunga Iblis..." Dan adik kan-
dung dari Dewi Kayangan..." Orang yang kucari..."!"
kata Dayang Naga Puspa dalam hati. Lalu dia mene-
ruskan kata hatinya.
"Aku akan bertahan sebentar di sini! Melihat
perkembangan. Kalau nantinya keadaan tidak me-
mungkinkan, aku akan pergi! Siapa tahu Dewi Bayang-
Bayang punya urusan dengan Gongging Baladewa" Itu
kesempatan bagiku! Tadi kulihat Gongging Baladewa
berubah paras saat melihat kedatangan perempuan
aneh ini!"
Sedangkan Gongging Baladewa yang mende-
ngar sapaan dari Dewi Bayang-Bayang tidak segera
menyahuti. Dalam hati, sebenarnya Gongging Bala-
dewa berkata. "Rayi Seroja! Kau dari dulu tampaknya tak me-
nunjukkan perubahan berarti. Tapi semoga saja kau
bisa melupakan sesuatu yang pernah terjadi antara ki-
ta pada beberapa puluh tahun yang lalu! Aku sudah
ingin berbaik-baik denganmu lagi! Apalagi aku sudah
tua. Aku membutuhkan seorang pendamping.... Aku
membutuhkan...."
Gongging Baladewa putuskan kata hatinya, ka-
rena saat itu Dewi Bayang-Bayang memperdengarkan
suara. "Kau, anak kurang ajar! Kenapa pula ada di si-ni"! Apa kau ikut-ikutan
temanmu itu mempermain-
kan perempuan" Atau kalian berdua sedang mempere-
butkannya..."!" sambil berkata dan tersenyum, pandangan mata Dewi Bayang-Bayang
menatap tajam Pendekar 108 lalu pada Gongging Baladewa.
Pendekar 108 tarik-tarik kuncir rambutnya. Dia
tak bisa segera menjawab pertanyaan Dewi Bayang-
Bayang. "Bagaimana aku harus menjawab..." Aku akan
mendekat. Akan kubisiki saja. Tampaknya di antara
Dewi dan Gondal-Gandul ada masalah!" lalu pendekar murid Wong Agung ini bangkit
dan melangkah ke arah
Dewi Bayang-Bayang. Namun baru tiga langkahan ka-
ki, Dewi Bayang-Bayang telah berkata lagi.
"Aku tak suruh kau mendekat! Aku tanya pada-
mu...!" "Rayi Seroja!" berkata Gongging Baladewa dengan menyebut nama asli Dewi
Bayang-Bayang. "Kau jangan terlalu berburuk sangka. Aku kebetulan lewat
dan melihat anak kurang ajar itu sedang dihajar pe-
rempuan itu! Aku hendak menolongnya!"
Tanpa berpaling pada Gongging Baladewa, Dewi
Bayang-Bayang berkata.
"Aku tak tanya padamu! Aku tanya pada dia!"
"Walah, ternyata benar. Antara kedua orang ini
tampaknya ada masalah!" Pendekar 108 usap-usap hidungnya. Sepasang matanya
memandang silih berganti
pada Dewi Bayang-Bayang dan Gongging Baladewa.
"Dewi! Betul apa yang dikatakan Gondal-
Gandul itu!"
Dewi Bayang-Bayang kernyitkan kening mende-
ngar ucapan Pendekar Mata Keranjang 108. Merasa
ada yang salah pada ucapannya, Pendekar Mata Ke-
ranjang buru-buru menyambung.
"Maksudku Gongging Baladewa...!" seraya berkata, Pendekar 108 coba menahan
tawanya. Semen-
tara itu Gongging Baladewa membesarkan sepasang
matanya. "Anak edan! Tak tahu orang tua sedang dirun-
dung bingung! Tapi itu juga salahku sendiri. Kenapa
aku tadi seenaknya saja menyebutkan nama Gondal-
Gandul!" Laki-laki tak berkaki ini lantas tertawa, membuat Aji ikut-ikutan
keluarkan suara tawanya
yang sejak tadi ditahan-tahan.
"Orang-orang sinting! Apa yang kalian tertawa-
kan"!" bentak Dewi Bayang-Bayang. Anehnya, meski nada suaranya membentak, namun
bibirnya tersenyum! Pendekar 108 segera hentikan tawanya begitu
mendengar bentakan Dewi Bayang-Bayang. Namun tak
demikian halnya dengan Gongging Baladewa. Dia se-
makin keraskan tawanya, membuat Dewi Bayang-
Bayang geram. "Tunggulah, Gondal-Gandul! Aku akan mena-
nyai perempuan itu dulu!"
Mendengar Dewi Bayang-Bayang ikut-ikutan
menyebut Gongging Baladewa dengan Gondal-Gandul,
Gongging Baladewa tambah keras tawanya, sementara
Pendekar Mata Keranjang kembali keluarkan tawa.
"Sial! Kenapa aku ikut-ikutan...?" membatin Dewi Bayang-Bayang seraya tersenyum-
senyum. Lalu alihkan pandangannya pada Dayang Naga Puspa.
"Apa benar yang diucapkan dua laki-laki sinting
itu"!" Meski sejak tadi menahan rasa geram mendengar kata-kata Dewi Bayang-
Bayang, namun Dayang
Naga Puspa menjawab juga pertanyaan Dewi Bayang-
Bayang. "Orang yang kuhormati dan kupanggil dengan
Dewi Bayang-Bayang, ucapan kedua laki-laki itu men-
gada-ada! Yang terjadi sebenarnya adalah, Gondal-
Gandul itu mencoba memperkosaku! Lalu datang pe-
muda kurang ajar itu. Kukira dia hendak menolongku,
nyatanya dia malah memegangi kedua kakiku agar
Gondal-Gandul dapat melaksanakan kehendak bejat-
nya!" "Dewi Bayang-Bayang! Jangan percaya ucapannya! Itu fitnah!" teriak
Pendekar 108 seraya melangkah maju mendekat.
"Sekali lagi melangkah, kubuat putus kakimu!
Tetap di tempatmu!" bentak Dewi Bayang-Bayang. Sepasang matanya yang sipit
dipelototkan pada Pendekar
108 dan Gongging Baladewa, dan sepasang mata itu
semakin membelalak tatkala mendapati pakaian ba-
gian bawah Gongging Baladewa nampak robek dan
hangus. Namun sesaat kemudian Dewi Bayang-Bayang
alihkan kembali pandangannya pada Dayang Naga
Puspa. Dan sambil tersenyum dia berkata.
"Aku sudah tua. Mataku telah rabun. Telingaku
hampir tuli. Terima kasih kau bisa mengenaliku. Tapi
maaf, bagiku mungkin sulit mengenali siapa dirimu.
Kalau boleh tahu, siapakah kau...?"
Sejenak Dayang Naga Puspa menghela napas
dalam-dalam. Sedangkan Pendekar Mata Keranjang
108 dan Gongging Baladewa saling berpandangan satu
sama lain. "Orang-orang memanggilku dengan sebutan
Dayang Naga Puspa!" jawab Dayang Naga Puspa seraya mengawasi terompah hitam Dewi
Bayang-Bayang. "Hmm.... Gelar bagus! Dengar, Dayang Naga
Puspa, serahkan kedua laki-laki itu padaku. Biar aku
yang jatuhkan hukuman pada mereka. Sekarang kau
bisa tinggalkan tempat ini!"
Dayang Naga Puspa sepertinya tak puas dengan
ucapan Dewi Bayang-Bayang, dia masih meragukan
kata-kata perempuan berterompah besar ini.
"Dewi Bayang-Bayang! Karena aku yang menga-
lami, maka sudah sepantasnya jika aku yang menja-
tuhkan hukuman pada mereka. Namun demi meng-
hormati nama besarmu, aku harap kamu memberi ke-
leluasaan padaku untuk membawa pemuda kurang
ajar itu! Biarlah untuk dia aku yang menjatuhkan hu-
kuman! Untuk satunya terserah kau!"
"Hmm.... Dia tampaknya tertarik sekali dengan
anak geblek itu! Apa dia tahu tentang rahasia Arca
Dewi Bumi" Berarti kata-kata perempuan ini tak bisa
dipercaya. Ada apa-apa di balik dia menginginkan
anak geblek itu!" membatin Dewi Bayang-Bayang. Lalu berkata pada Dayang Naga
Puspa. "Wah, permintaanmu rasanya berat untuk ku-
terima. Kau mungkin tahu, aku adalah perempuan
yang tak punya suami. Dan tak usah kukatakan, ba-
gaimana tak enaknya malam-malam sepi sendiri hanya
berteman bintang bertabur di langit. Kalau dia men-
ginginkan dirimu, apa dia juga tak tertarik padaku..."!"
seraya berkata Dewi Bayang-Bayang merapikan sang-
gulan rambutnya. Malah pinggulnya diliukkan ke ka-
nan dan ke kiri, lalu mengusap-usap wajahnya.
"Brengsek! Perempuan sundal tak tahu malu!"
maki Dayang Naga Puspa dalam hati. Lalu dia mene-
ruskan. "Menurut kabar yang kudengar, Dewi Bayang-Bayang adalah tokoh yang
ilmunya sukar untuk di-
ukur. Hmm... apa boleh buat. Keinginanku harus ter-
tunda! Tapi ada baiknya aku minta yang seperti gajah
itu!" lalu Dayang Naga Puspa berkata.
"Jika itu maumu, apa hendak dikata. Hasrat
kalau terlalu lama dipendam memang bikin pusing ke-
pala. Lantas bagaimana kalau yang Gondal-Gandul sa-
ja?" Dewi Bayang-Bayang luruskan tubuh. Bibirnya
tersenyum. "Wah, itu juga sepertinya tak bisa kupenuhi.
Kau mungkin tahu, pada malam hari aku tidur di
sembarang tempat. Dan tak usah kuceritakan bagai-
mana gelisahnya tidur hanya berselimut awan di lan-
git. Dia bertubuh gemuk besar, kukira dia bisa untuk
menahan dinginnya angin malam, hingga tidurku bisa
ngorok...! Jadi, aku tak bisa penuhi permintaanmu!"
"Anjing keparat! Kalau saja tak ada laki-laki itu,
dan aku tak sedang terluka, aku akan mengadu jiwa
denganmu!" kembali Dayang Naga Puspa memaki da-
lam hati. Sementara itu, mendengar tawar-menawar an-
tara Dewi Bayang-Bayang, dan Dayang Naga Puspa,
baik Pendekar 108 atau Gongging Baladewa tekapkan
telapak tangan masing-masing ke mulut, menahan
agar suara tawanya tidak terdengar keluar.
Mendadak Dewi Bayang-Bayang dongakkan ke-
pala memandang langit.
"Astaga! Rupanya sebentar lagi hari akan ma-
lam. Nah, Dayang Naga Puspa. Kuharap kau suka me-
ninggalkan tempat ini. Hari akan gelap. Itu adalah
saat-saat yang paling kunantikan. Atau kau suka me-
lihat aku beraksi..."!"
"Perempuan sundal! Perempuan jorok! Perem-
puan gila nafsu!" maki Dayang Naga Puspa dalam hati.
Mungkin karena merasa tak sanggup mengha-
dapi Dewi Bayang-Bayang apalagi jika nanti dibantu
Gongging Baladewa, akhirnya Dayang Naga Puspa
memutuskan meninggalkan tempat itu.
"Dewi Bayang-Bayang! Hari ini kau beruntung
mendapatkan kedua laki-laki itu. Namun ingat! Per-
soalan ini tak hanya sampai di sini. Bahkan suatu hari kelak, kau juga harus
mendapatkan hukuman, karena
berani turut campur urusanku!" Habis berkata begitu, Dayang Naga Puspa balikkan
tubuh dan berkelebat
meninggalkan tempat itu.
Dewi Bayang-Bayang pandangi kepergian Da-
yang Naga Puspa. Lalu berteriak agak keras.
"Kepastian kata-katamu kutunggu! Dan kalau
bisa bawakan sekalian beberapa pemuda untuk seli-
mut malam! Hik... hik... hik...!"
Begitu sosok Dayang Naga Puspa lenyap, masih
sambil tertawa Dewi Bayang-Bayang arahkan pandan-
gannya pada Gongging Baladewa.
*** DELAPAN MENDADAK tawa Dewi Bayang-Bayang lenyap.
Sepasang matanya membeliak tak kesiap. Pelipisnya
bergerak-gerak, sementara dagunya sedikit terangkat.
Namun kemudian wajahnya telah berubah kembali
dengan senyum tersungging. Mulutnya membuka dan
memperdengarkan suara.
"Gongging! Bertahun aku mengharapkan berte-
mu denganmu. Namun baru hari ini harapanku terpe-
nuhi. Kau tentunya tahu apa yang hendak kuminta
darimu! Dan kau juga tentunya sudah siap!"
Ada keanehan waktu Dewi Bayang-Bayang ber-
kata, yakni walau suaranya terdengar garang, namun
bibirnya tetap menyunggingkan senyum.
Mendengar ucapan Dewi Bayang-Bayang,
Gongging Baladewa yang sedari tadi tampaknya meng-
hindari tatapan Dewi Bayang-Bayang, menghela napas
dalam-dalam. Untuk beberapa saat lamanya laki-laki
tak berkaki ini terdiam. Sementara Pendekar Mata Ke-
ranjang 108 tarik-tarik kuncir rambutnya seraya ber-
kata dalam hati.
"Dugaanku tidak meleset. Di antara dua orang
ini ada masalah! Wah, dalam hal ini aku tak bisa ber-
buat banyak! Keduanya adalah orang-orang yang su-
dah kuanggap sebagai guruku. Lagi pula aku belum
tahu masalahnya...."
"Bagaimana, Gongging" kau sudah siap..."!" ka-ta Dewi Bayang-Bayang setelah
ditunggu agak lama
Gongging Baladewa tetap diam tak keluarkan sepatah
kata pun. Hanya helaan napasnya yang terdengar be-
berapa kali seakan menyatakan rasa tidak mengerti
dan menyesal. Tapi pada akhirnya Gongging Baladewa
berkata.

Pendekar Mata Keranjang 14 Dayang Naga Puspa di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Rayi Seroja! Ternyata apa yang kuharapkan se-
lama ini tak akan jadi kenyataan. Kau tahu, selama ini aku pun mengharapkan
bertemu denganmu! Lebih da-ri itu, aku punya keinginan untuk berbaik-baikan den-
ganmu lagi!"
Rayi Seroja atau Dewi Bayang-Bayang tertawa
mengekeh. "Gongging! Kuburlah keinginanmu itu bersama
terkuburnya tubuhmu!"
Gongging Baladewa kembali tampak menghela
napas dalam-dalam. Kepalanya menggeleng perlahan.
Dalam hati dia berkata.
"Rayi Seroja! Ah, nyatanya kau tak berubah.
Hatimu tetap setangguh karang. Sifatmu tetap sega-
rang singa! Kau tetap menduga wanita yang bersama-
ku itu adalah kekasihku. Dan kau tak mungkin lagi bi-
sa dijelaskan! Kalau kau memang ingin membalas sa-
kit hatimu, aku pun rela...," lalu Gongging Baladewa melanjutkan. "Rayi Seroja.
Baiklah, kalau kau ingin menguburku, aku pun tak akan melakukan perlawa-nan. Itu
sebagai tebusan atas dosa-dosaku padamu!"
Dewi Bayang-Bayang tersenyum lebar.
"Gongging! Ternyata kau telah berubah jadi la-
ki-laki pengecut! Sungguh memalukan!"
Gongging Baladewa hanya bisa menghela napas
panjang. Dengan melirik dia berkata.
"Rayi, aku tidak berubah! Hal ini semata-mata
karena aku menuruti permintaanmu! Meski yang se-
benarnya terjadi adalah kau salah paham! Perempuan
yang bersamaku itu adalah adik seperguruanku!"
Dewi Bayang-Bayang tertawa mengekeh.
"Apakah kata-katamu hanya untuk menutupi
kelakuan busukmu di hadapan anak tolol itu" Dengan
adik seperguruan bisa berlaku sedemikian mesra?" seraya berkata, Dewi Bayang-
Bayang arahkan pan-
dangannya pada Pendekar Mata Keranjang, lalu se-
pasang matanya yang sipit berputar memperhatikan
sekeliling. Gongging Baladewa gelengkan kepalanya per-
lahan. "Rayi Seroja, kau keliru! Aku sedang mengobati luka di tubuhnya ketika
itu. Dan aku tidak berbuat
apa pun terhadapnya. Hanya kau salah paham dalam
melihat kejadian itu!"
Senyum Dewi Bayang-Bayang terulas. Namun
senyum sinis. "Dasar pengecut! Kau masih saja mengulangi
kata-kata tak sedap itu! Kau dengar! Apa pun alasan
yang kau kemukakan, itu tak akan merubah maksud-
ku untuk menguburmu!"
"Gawat! Masalah mereka tampaknya begitu da-
lam, hingga sampai menjurus ke soal kubur-
mengubur..."!" membatin Aji dengan masih tak berani membuka suara.
"Rayi Seroja! Tadi sudah kukatakan, kalau kau
ingin menguburku silakan. Namun ada satu hal yang
ingin kutanyakan...."
"Kuberi kesempatan kau untuk bertanya!" sa-
hut Dewi Bayang-Bayang.
"Apa dengan kematianku kau mendapatkan ke-
puasan"!"
Sejenak Dewi Bayang-Bayang terdiam. Sepa-
sang matanya menyengat tajam memandangi Gongging
Baladewa yang saat itu tidak melihat padanya.
"Kau dengar kata-kataku, Rayi Seroja! Jawab-
lah! Kalau ya, lakukanlah kehendakmu. Jika tidak,
untuk apa dendam itu terus kau simpan" Padahal aku
telah mengaku bersalah padamu, dan ini hanyalah sa-
lah paham!"
"Gongging Baladewa!" kata Dewi Bayang-Ba-
yang setelah terdiam agak lama. "Dalam hidupku, se-
menjak kisah beberapa puluh tahun itu terjadi, hanya
ada dua tujuan! Pertama, menegakkan kebenaran da-
lam rimba persilatan. Ini untuk menebus kesalahanku
pada waktu lalu yang berkomplot dengan orang-orang
sesat! Kedua, mengubur jasadmu dengan tanganku
sendiri! Karena kau telah menyalahgunakan keper-
cayaan dan cinta suciku!"
Mendengar penuturan Dewi Bayang-Bayang,
Pendekar 108 tercengang. Segala teka-teki yang me-
landa hatinya jelas sudah. Dalam hati dia berkata.
"Masalah cinta!" Cinta ternyata mampu membuat
orang untuk berbuat apa saja, termasuk mengubur
kekasihnya! Benar-benar gila itu namanya cinta...!"
"Rayi Seroja! Aku sangat gembira sekali mende-
ngar ucapanmu. Namun itu bukan jawaban dari per-
tanyaanku tadi...! Apa kau merasa akan mendapat ke-
puasan dengan kematianku"!" ulang Gongging Bala-
dewa. Dewi Bayang-Bayang menyeringai. Lalu tertawa
mengekeh. "Hanya orang bodoh yang tak merasa puas de-
ngan tercapainya apa yang dikehendaki!"
"Hm... begitu" Baiklah. Hanya kuingatkan pa-
damu. Seseorang baru akan terasa begitu sangat be-
rarti jika orang itu telah tiada! Semoga aku bukanlah orang yang begitu berarti
bagimu baik selama ini maupun setelah tiada! Lakukanlah!"
Dewi Bayang-Bayang sejenak seperti terhenyak
dengan kata-kata Gongging Baladewa. Hingga untuk
beberapa saat perempuan berterompah besar ini hanya
memandangi Gongging Baladewa. Dia tampak dibung-
kus kebimbangan.
"Dewi!" Aji memberanikan diri angkat bicara setelah agak lama di antara Dewi
Bayang-Bayang dan
Gongging Baladewa saling diam.
"Maafkan jika aku ikut bicara. Semua ini sema-
ta-mata demi kebaikan...."
Sejurus Pendekar 108 menghentikan ucapan-
nya. Dia ingin melihat sambutan Dewi Bayang-Bayang
yang sedang diamuk amarah. Begitu dilihatnya Dewi
Bayang-Bayang diam tak menyambuti, Pendekar 108
lanjutkan ucapannya.
"Apa yang dikatakan Gongging Baladewa benar.
Untuk apa dendam terus-terusan disimpan. Toh, dia
telah mengaku salah!"
Sepasang mata Dewi Bayang-Bayang meman-
dang lurus-lurus pada Pendekar Mata keranjang.
"Anak ingusan! Kau membela dia"!" bentak De-wi Bayang-Bayang dengan bibir
tersenyum sinis.
"Maaf, Dewi. Aku tidak membela siapa-siapa.
Soal pengalaman asam garam dunia mungkin kau le-
bih matang, namun aku yakin tak ada persoalan yang
tak bisa diselesaikan dengan jalan baik-baik. Dan aku percaya. Semua orang rimba
persilatan akan merasa
kehilangan jika Gongging benar-benar mati di tangan-
mu. Lebih-lebih kau tentunya!"
"Kurang ajar! Kau mengguruiku"!"
Pendekar Mata Keranjang 108 tak segera men-
jawab. Dipandanginya Dewi Bayang-Bayang dengan
pandangan tak mengerti. Saat itulah tiba-tiba Gong-
ging menyela. "Rayi Seroja. Ucapan anak ingusan itu betul!
Tak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Dan
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 5 Jaka Sembung 1 Bajing Ireng Maling Budiman Jodoh Rajawali 22
^