Pencarian

Irama Maut 2

Dewa Arak 83 Irama Maut Bagian 2


membuatnya kerepotan. Hawa yang mampu membekukan otot-otot itu
anehnya tidak berp engaruh terhadap Iblis Hitam dan Macan Kum bang
Maut. Mungkin karena dirinya yang diserang, duga Arya.
Sergapan hawa dingin dan serangan lawan-lawannya membuat
Arya bertarung mundu r. Dalam waktu singkat k ancah pert arungan b erg eser jauh
Beruntung Dewa Arak m emiliki langkah ajaib jurus 'Delapan Langkah Belalang'.
Sambil terus mengad akan perl awan an, lebih tep atnya b ertah an,
serang an Dewa Arak sem akin lama semakin b erkurang. Ia kini lebih sering
mengelak atau menangkis, kalau dia nekat mau mengadu nyawa, bisa
membawa sal ah satu lawanny a ke akherat. Tapi Arya tidak mau melakukan hal itu.
Merek a tidak ada urus an sama sek ali. Jadi, tidak perlu
membahayak an nyawa. Apalagi terh adap Iblis Hitam. Tokoh ini tidak
membencinya. Iblis Hitam terlihat gembira dengan pertemuan mereka.
Sebelum mengambil keputusan yang diyakininya benar, Dewa
Arak mengerling ke tempat pertarungan Pengemis Tua Berbulu Putih dan
Naga Berekor Tiga. Kedua tokoh itu sudah tidak berada di situ lagi.
Jalannya pert arungan telah membawa mereka terpisah deng an pertarungan Dewa
Arak. Arya m enemukan akal y ang b agus ketika pert arungan berg eser ke
lapangan rumput yang lu as. Lapang an y ang ditumbuhi rumput setinggi
pinggang. Pemuda ini menggulingkan tubuh setelah terlebih dulu membanting diri ke tanah mengelakkan serangan lawan.
Iblis Hitam dan Macan Kumbang Maut terus memburu. Tapi,
sambil mengeluarkan keluhan kaget, mendadak keduanya melemp ar tubuh
ke belakang. Gulingan tubuh Dewa Arak di rumput membuat tanaman itu
meluncur ke arah mereka.
Bresss...! Meski hanya rumput dan serangan itu tercipta berkat kemampuan
Dewa Arak yang luar biasa, Iblis Hitam dan Macan Kumbang Maut tidak
berani memand ang remeh. Rumput-rumput itu mampu menembus dinding
karang yang paling keras sek ali pun.
Karen a men angkis serbu an rumput yang demi kian banyak bisa
berakibat fatal, mengelaklah y ang mereka pilih. Tindakan yang sudah
diduga Dewa Arak itu seg era diman faatkan s ebaik-b aiknya Pemuda itu
melesat meninggalkan lawan -lawannya. Arya mengerahk an kemampuan
larinya yang tertinggi. Hanya dalam beb erapa lesat an tubuhnya telah berada
belasan tombak di depan.
Iblis Hitam dan Macan Kumb ang Maut tidak tinggal diam. Sambil
menggeram marah mereka meles at, mengejar. Dewa Arak tidak mau
menanggung akibat bu ruk. Dicarinya tempat -tempat yang p enuh ditumbuhi
pepohonan dan semak -semak ag ar para peng ejarny a kehilangan jej ak. Dia
memang yakin ilmu larinya tidak kalah d ari lawan-lawannya. Tapi, kalau diikuti
terus membuatnya tidak nyaman.
Meski telah yakin Macan Kumbang Maut dan Iblis Hitam sudah
tidak mengejar lagi, Dewa Arak tidak mengurangi kecepat an lariny a.
Kerimbunan sem ak-semak diterobos. Kerimbunan sem ak menguak membuat jalan setapak k etika Dewa Arak telah berjarak dua tombak.
Semak-semak itu rebah ke kanan dan kiri.
Sambil terus berlari, Dewa Arak m enyayangk an terjadinya
penghadang itu. Ini membuatnya gagal untuk mengunjungi Perkumpulan
Pengemis Tangan Merah. Sekarang dia t elah kehilang an arah menuju
tempat itu. Krusak...! Arya memperlambat lari. Perhatiannya dipusatkan p ada pendengaran. Telinganya menangkap bunyi bergemerisik. Ada seseorang di
tempat ini! Arya meningkatkan kewaspad aan. Siapa tahu Iblis Hitam atau
Macan Kumbang Maut. Dugaan itu membuat Arya menghentikan lari dan
melangkah hati-hati mendek ati sumber suara. Arya tahu bet apa lihainya dua
pengeroyokny a. Bunyi yang lirih pun telah cukup untuk membuat mereka
mendengar. Arya mengernyitkan alis ketika mendeng ar bu nyi itu semakin
jelas. Pendengarannya yang amat pek a bisa memp erkirak an bunyi yang
timbul, bukan dari langkah kaki, melaink an bunyi yang tercipta bila
seseorang memetik buah atau daun!
Arya terus b ergerak. Bunyi itu berasal dari balik kerimbunan
semak. Melalui celah-cel ah semak pemuda ini mengintai.
Tampak sosok ramping terbungkus pakaian serba merah. Sosok
yang diyakini Arya milik seorang wanita muda berwajah cantik jelita. Tidak
mungkin rasanya seorang y ang memiliki bentuk tubuh s eindah itu terdapat pada
orang yang tidak berwajah cantik
Sosok berpakaian merah y ang berdiri memb elakangi itu tengah
memetik daun-d aun. Ary a ti dak tahu n ama d aunnya,
tapi biasa dipergunakan untuk pengob atan. Jari-jari lentik serta halus itu meletakkan
daun-daun yang telah dipetiknya ke dalam keranj ang rotan yang terjinjing di
tangan kiri. Keranjang itu hampir p enuh oleh berbag ai macam akar-ak aran,
daun-daun an, serta biji-bijian.
"Ehem...!"
Arya b erdeh em pel an untuk memberitahukan k eberadaannya di
tempat itu. Tapi, pemuda ini tidak meny angka sosok itu demikian terkejut.
Dia sampai kaget dan bergeg as berjingkat membalikkan tubuh.
"Maafk an kalau aku telah mengejutkanmu, Nona. Tapi, percayalah. Aku buk an orang jahat," ujar Ary a buru-bu ru sambil menyibak semak
dan memunculkan diri.
Sosok berpakaian merah memperb aiki sikapnya yang telah siap
tarung. Kendati demikian, sinar kecurig aan tidak hilang dari sep asang matanya
yang bening indah.
"Apa maksudmu datang k e tempat ini" Apakah kau tidak tahu
kalau di sini jarang did atangi orang" Tempat ini terpencil dan j arang o rang
tahu." Suara itu demikian lembut dan merdu. Seindah bentuk tubuhnya.
Sayang, wajahnya tidak demikian. Wajah itu buruk. Penuh totol-totol hitam.
Bopeng! "Tidak ada maksud apa pun, Nona," jawab Arya. Di dalam hatinya pemuda ini meras
a kasihan d engan wanita muda berpakai an merah.
Wajahnya itu pasti yang meny ebabkan dia meny epi. "Aku hanya kebetulan lewat di
sini. Aku dikejar-kejar orang jahat. Namaku Arya "
Sepasang mata bening indah itu membelalak kaget. "Arya"! Arya
Buanakah namamu?" tanya gadis berpakai an merah.
"Benar, Nona. Apakah Nona pernah mengen alku" Atau, barangkali
kita pernah bertemu?"
"Tidak!" Gadis bopeng itu menggelengkan kepala. "Kita tidak pernah bertemu. Aku
pun belum pernah mengenalmu. Kau berjuluk Dewa
Arak, bukan?"
Arya tersenyum seraya menganggukk an kepala.
"Kalau begitu cepat ikuti aku, Dewa Arak !" Seperti terh adap kenalan lam a,
gadis bopeng itu mengajak Ary a. Dia berlari lebih dulu.
Kelihatan terburu -buru.
Meski tidak mengerti deng an tindakan si gadis, tapi melihat
sikapnya yang bersungguh-sungguh, Arya jadi tertarik. Dia ingin tahu apa yang
akan ditunjukkan gadis itu.
"Kau hebat, Dewa Arak!" puji gadis berpakai an merah ketika
dengan s ekali les atan Arya berh asil mensejaj arinya. Padah al, pemuda ini
telah ketinggalan sepuluh tombak. "Tidak aneh kakek yang tengah terluka itu
menyebut-nyebut dirimu terus."
"Kakek"!
Tengah terluka?" Arya m engernyitkan alisnya. Sekelebatan dia teringat p ada Peng emis Tua Berbulu Putih. Mungkinkah
kakek itu terluka" Bukankah Nag a Berekor Tiga terken al memi liki
kepandai an yang amat tinggi. Lagi pula, siapa lagi kalau bukan kakek itu.
"Apakah di a mengen akan pakai an penuh t ambalan y ang bah annya
masih baru...?"
Si gadis cepat b erpaling men atap Arya taj am-tajam d an penuh
selidik. "Kakek yang kau sebutkan itu sahabatmu"!" tanyanya kemudian.
"Bisa dikatakan begitu."
"Kalau begitu, kau harus mampus!"
Bersamaan d engan k eluarny a ucap an penuh k ebenci an itu, si gadis
melompat menerjang Dewa Arak. Sekali meny erang gadis itu telah
mengirimkan serangan mematikan. Tusukan tangan bertubi-tubi dilancarkan ke ulu
hati Dewa Arak Arya m emuji dalam h ati begitu m eras akan kekuat an serang an.
Diakui kecep atan dan kekuat an tenaga dalam gadis bopeng itu mengagumkan. Tidak berada di bawah kepandaian Melati.
Walaupun begitu, Arya tidak menemui kesulitan untuk menangkalnya. Dikerahk annya ten aga d alam seraya menarik tubuhnya ke
belakang se-hingg a serang an mengen ai perut. Akibatnya, sangat mengejutkan si gadis. Jari-jari tangannya seperti bukan membentur kulit manusia,
melainkan besi baja yang sangat keras. Meski sakit si gadis
ternyata memiliki kekerasan hati. Dia tidak mengeluh. Hanya seringai
kesakitan menghiasi wajahnya.
"Kau benar-ben ar heb at, Penjahat Keji! Tapi jangan kira aku,
Suliasih, akan gentar karen anya. Aku akan mengadu nyawa denganmu!"
geram g adis bopeng sambil menghunus pedangny a yang t ersampir di
pinggang. "Hiaaat...!"
Diawali teriak an melengking nyaring gadis itu membabatkan
pedangnya ke leher Arya. Sebu ah serang an yang terl alu sadis untuk
dilakukan seorang wanita. Apabila mengen ai sas aran, k epala Dewa Arak akan
terlep as dari tubuhnya!
Arya menggel eng-gel engkan kep ala melihat serangan si gadis.
Bisa diperkirak an bes arnya keb encian g adis itu pad a Perkumpulan
Pengemis Tangan Merah. Ap a yang telah dilakuk an mereka t erhad ap g adis ini"
Tanya Arya dalam hati.
Seperti juga terhad ap serang an seb elumnya, menghad api serangan
kali ini pun Dewa Arak b ersikap tenang. Pemuda itu menunggu d atangnya serang
an. Ketika serangan meny ambar dek at, Dewa Arak menggerakkan
kepalany a. Rambutnya yang putih kep erakan d an panjang melay ang ke
depan, menegang kaku bagai sebat ang tongkat.
Prat! Begitu mata pedang si gadis bertemu rambut Dewa Arak, rambut
itu melemas kembali. Kemudian, melilit batang pedang.
Gadis bopeng tidak tinggal diam. Dikerahkanny a ten aga untuk
menarik agar rambut Dewa Arak putus terbabat mata pedang. Tapi,
usahanya sia-sia. Jangank an memutuskan rambut, membuat pedang itu
bergeming saja tidak mampu!
Rasa penasaran membuat gadis itu bersikeras untuk menarik. Dewa
Arak meng eluh dal am hati melihat sikap k eras kepal a si gadis. Lillian
rambutnya dikendurk an. Tak pelak lagi, tubuh gadis bopeng terjengkang ke
belakang terb awa tenag a tarikanny a.
Di saat tubuh si gadis melayang, dengan kemampuanny a yang luar
biasa Dewa Arak melecutkan ujung rambutnya tiga kali.
Tuk! Tuk! Tuk! Terdengar bunyi ketukan cukup keras. Si gadis mengeluh tertahan.
Bahu kanannya bag ai ditotok jari tangan. Padahal, Dewa Arak mengirimkan totokan
jarak jauh dengan mempergunak an ujung rambutnya.
Akibat totokan itu sekujur tubuh si gadis langsung lemas.
Tenaganya leny ap entah k e man a. Dia tidak bisa b erbu at ap a pun untuk
mengatur jatuh tubuhnya. Gadis itu terjengkang dan jatuh terbanting keras di
tanah. Gadis bopeng menyeringai kesakitan.
Arya mengemb angkan senyum pers ahabat an. Dengan langkah
lebar diayunk an kaki mend ekati si gadis. Gadis bopeng memasang wajah
perang ! Sinar matany a menyambar waj ah Arya dengan keb encian.
"Maafk an kal au tindakanku ag ak kas ar, Non a." Arya berkata dengan suara
lunak. "Aku terpaksa melakukan hal ini. Hanya dengan cara inilah aku bisa
menjelaskan duduk permasalahannya pad amu."
Gadis bopeng tidak m emberikan tanggap an yang mengen akkan
hati. Pandangan dan bias an wajahnya t etap sep erti semula, penuh
permusuhan. "Kuakui aku telah bersah abat dengan kak ek itu. Tapi perlu kau
ketahui, Nona, sah abatku itu tidak bis a disamak an d engan o rang-o rang
Perkumpulan Pengemis Tangan Merah lainny a. Dia berb eda deng an yang
lain." "Belum pernah kud engar ad a anggot a Perkum pulan Pengemis
Tangan Merah memiliki watak l ain. Merek a semu anya b ajingan! Penj ahat-
penjahat berk edok pengemis!" tandas gadis bopeng


Dewa Arak 83 Irama Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mungkin kau benar. Tapi, aku juga yakin kalau diriku tidak salah
menilai. Telah kusaksikan sendiri sepak terjangnya. Kakek itu bekas
pimpinan Perkumpulan Pengemis Tangan Merah. Dia meng undurkan diri
karen a sudah merasa tua..."
Wajah gadis bopeng b eriak. Terlihat jelas pemberitahuan Arya
mempunyai pengaruh. "Apakah aku tidak salah dengar?" katanya.
"Tidak!" tegas Arya. " Kau t ahu Ketua Perkum pulan Pengemis Tangan Merah yang
dulu?" "Tentu saja!" tandas si gadis. "Beliau seorang yang memiliki watak mulia. Di
bawah pimpinannya, Perkumpulan Pengemis Tangan Merah
berad a di jalan lurus. Beliau berjuluk Pengemis Tua...."
"Berbulu Putih," sambung Arya, cepat. "Nah! Beliaulah k akek yang kumaksudkan!"
"Bohong! Kau bohong, Dewa Arak! Kau penipu...!" geram gadis
bopeng "Beliau telah lenyap dari dunia persilat an. Menurut kab ar, beliau tewas
di tangan Penunggu Alam Kubur!"
"Lalu, siapa yang kujumpai, Nona?" tanya Arya. "Mungkinkah ada orang yang iseng
mengaku -aku seb agai Pengemis Tua Berbulu Putih"
Kulihat sendiri pengemis-pengemis tersesat itu gentar ketika bertemu
dengan beliau."
Arya l alu men ceritak an s emua y ang dial aminya deng an Peng emis
Tua Berbulu Putih sampai akhirnya bertemu Pandora. Gadis bopeng
mengernyitkan alis ketika Ary a meny elesaik an ceritany a. Dia kelihatan
takjub. "Seorang kak ek b ersenjat akan golok, Dewa Arak?" tany a si gadis, meminta
penegasan. "Benar!"
"Wajahnya penuh bintik-bintik putih?"
"Kau mengenalny a, Nona" Asal kau tahu saja, dia adalah
kenalanku," beritahu Arya. Kemudian, menyambung ucapanny a dengan
gurauan. "Mud ah-mudah an kau tidak m enyerangku lagi karena tahu k akek itu
adalah kawanku"
Gadis bopeng t ersenyum. Ary a h arus meng akui senyum itu m anis
sekali. "Bagaimana mungkin aku bisa m enyerangmu dengan k ead aan
seperti ini, Dewa Arak" Lagi pula andaikata bisa pun tak akan kulakukan.
Mana mungkin aku menyerang kenalan baik penolongku."
Arya membel alakkan m ata. Pemuda ini kaget mend apat jawaban
yang tidak disangka-sangka itu.
"Kalau begitu...," Arya menggantung ucapan nya. "Kurasa sudah saatnya k au men
anggalkan p enyam aranmu, Non a. Tidak sepantasnya
menyembunyikan wajah yang cantik di balik wajah menyeramkan itu."
Gadis bopeng kelihatan gelag apan. Wajahnya merah pad am. Malu.
Bukannya memberikan jawaban atau m elaksanak an p ermintaan Arya, dia
malah terdiam. "Dari mana kau bisa menduga wajah burukku ini hanya samaran,
Dewa Arak" Kau sudah m enduganya sejak tadi?" ujar gadis itu k emudian.
Suaranya ag ak terbata.
"Tidak, Nona. Aku tidak tahu kalau wajahmu hany a bikinan.
Samaranmu baik sek ali sehingga mampu mengecohku. Aku dap at menduga
demikian karena ket erang anmu."
"Keteranganku?" si gadis mengerutkan alisnya.
"Benar. Ket erang anmu yang mengatak an k alau kau ad alah g adis
yang ditolong Kak ek Pandora. Yakin Pengemis-peng emis Tangan Merah
tak akan mau mengganggumu kalau wajahmu buruk!" jelas Arya.
Gadis bopeng mengangguk -anggukkan kep ala. Dia kelihatan puas
mendengar jawaban Ary a.
"Kurasa sud ah saatnya aku membebask anmu, Nona. Aku yakin
kau tidak akan menyerangku lagi."
Arya menutup ucapanny a dengan s enyum. Si gadis ikut tersenyum
Arya menjentikkan jari. Gadis bopeng meras akan sesuatu menyentuh
bagian tubuhnya. Aliran darahnya y ang semula tert ahan mulai mengalir
lancar. Si gadis mengerahkan tenag a dalam untuk membantu mempercepat
aliran jalan d arahnya. Sekarang, dengan wajah b erseri-seri d an penuh persah
abatan dia bangkit berdiri. "Maafk an tindakanku yang tidak patut, Dewa Arak!"
ujarny a. 6 "Lupakanlah, Nona. Aku justru kagum melihat sikapmu. Kau
seorang pendek ar wanita yang lihai!"
Kembali wajah gadis bopeng menyemburat merah.
"Kau memang pandai memuji, Dewa Arak. Apalah artinya
kemampuan yang kumiliki bila dibandingkan denganmu. Tidak ada apa-
apanya. O ya, hampir lupa. Nam aku Suliasih. Kau boleh memanggilku Suli atau
Asih." "Kuharap kau memanggilku dengan n ama pula, Asih," ujar Arya
tidak mau ketinggalan.
"Baiklah kalau b egitu. Mari, De..., eh, Buana. Kita temui kakek
yang selalu menyebut-nyebut namamu."
Suliasih melesat, mendahului. Arya menyusul s etelah tersenyum
geli mendengar s apaan Suliasih. Sapaan itu mengingatkannya p ada
Targoutai, tokoh Mongol yang amat sakti.
Dewa Arak agakny a harus mengakui keb enaran u capan Suliasih.
Tempat ini memang tersembunyi dan jarang didatangi orang. Dia melihat
sendiri buktinya. Suliasih berlari tidak menu ruti jalan y ang ad a. Terkadang
dia menerobos kerimbunan tanaman b erduri. Gadis itu berlari melalui
bawah tebing sungai. Sungguh s ebuah tempat p ersembunyian yang amat
bagus! Setelah melalui jalan yang berliku-liku, akhirny a Ary a melihat
sebuah pondok sederhan a.
"Paman...! Aku datang!"
Suliasih berseru ny aring begitu tiba di d epan pondok. Suliasih
mendorong pintu pondok. Kemudian melangkah masuk, diikuti Arya.
Tampak di ruang an teng ah s esosok tubuh b erpakaian putih
terbaring di balai-b alai b ambu. Seorang l elaki gag ah b erusia lima puluh an.
Wajahnya yang keras dihiasi cambang bauk lebat.
Wajah Ary a sek etika b erub ah heb at. Ia meng enali lelaki yang
tergolek itu. Lelaki gagah itu pun tampak terkejut melihat Arya. Seulas senyum
lega tersungging di bibirnya.
Suliasih tersenyum melihat sikap lelaki berpakai an putih. Dia tidak
merasa kecil hati meski keberadaanny a seperti tidak dipedulikan.
"Dewa Arak, syukurlah kau d atang kemari. Aku sudah hampir
putus asa," ucap lelaki bercambang lebat.
"Pendekar Golok Baja...!" sahut Arya. Suarany a ag ak bergetar.
Rasa haru menguasai perasaannya, membuat Arya tidak mampu mengendalikan suara.
Lelaki gagah yang bukan lain Pendekar Golok Baja, tersenyum
getir. "Mengapa k au sep erti ini, Pendekar Golok Baja" Apa yang terjadi
pada dirimu?"
"Ceritanya cukup p anjang, Dewa Arak," ham pir berbisik Pendekar Golok Baja yang
memiliki nama asli Prajasena itu berkata.
"Kurasa seb aiknya kau istirahat saja, Pendekar Golok Baja," usul Arya k etika
melihat Suliasih datang membawa baki b erisi godokan akar, daun dan biji-bijian.
Arya menyingkir dari tepi bal ai-balai bambu, memberi tempat untuk Suliasih.
Arya semp at tercengang m elihat wajah asli Suliasih. Cantik bukan
main! Totol-totol di wajahnya sudah lenyap. Wajah itu kini putih dan halus.
Dugaan Arya tidak mel eset. Sosok yang memiliki bentuk tubuh menggiurkan itu memang berwajah jelita.
Suliasih mengerling ke arah Arya. Sempat ditangkapnya sorot
kekaguman p emuda itu. Suliasih merasak an jantungny a berdegup k encang.
Gadis itu segera menghapus bopeng bu atannya agar Arya melihat
kecantikanny a.
Suliasih telah jatuh hati pada Dewa Arak. Karen a itu, dia berusaha
mengeluark an seluruh d aya t ariknya. Suliasih memberikan godok an obat-obatan
pada Pend ekar Golok Baja. Lelaki gagah itu segera meminumnya.
Dengan langkah gemulai Suliasih lalu membawa bokor yang telah kosong
ke dalam. Arya sempat melirik pinggul Suliasih yang bergoyang-goyang.
*** "Apa yang diceritak an Pandora memang tidak salah, Dewa Arak."
Prajasena membuka suara setelah beristirahat cukup lama. Arya
telah menceritak an semua pengalam annya pada lelaki gag ah itu.
"Mengapa k au bisa jadi seperti ini, Pendekar Golok Baja?" Arya mengulang
pertanyaannya yang tadi belum mendapat jawaban.
"Aku tertipu, Dewa Arak." Pendekar Golok Baja mulai bercerita.
"Seperti yang diceritakan Pan dora, aku m endapat kiriman su rat. Kukira seorang
sahab at baik yang mengirimkannya."
"Jadi..., bukan sahabat baikmu yang mengirim surat itu, Paman?"
Arya mengubah panggilanny a agar lebih akrab.
"Benar." Pendekar Golok Baja meng angguk. "Di tempat yang tersebut dalam surat
tidak kujumpai kawanku itu. Yang ada hanya sebuah
peti mati hitam berukir."
"Peti mati"!" Arya teringat tokoh yang selalu bersembunyi dalam peti mati. Tokoh
yang diceritakan Peng emis Tua Berbulu Putih. "Tokoh itu yang berjuluk Penunggu
Alam Kubur?"
"Siapa lagi"!" Pendekar Golok Baja menyambuti. "Dia mempunyai maksud buruk
terhadapku. Kami terlibat pert arungan. Ternyata dia memang lihai. Tanpa menemui
kesulitan aku dirobohkannya. Kemudian, dia keluar
dari peti. Kau tahu, Arya. Tokoh itu ternyata memiliki ciri-ciri yang
mengerikan. Sekujur tubuhnya dibalut kain kuning sebesar sabuk. Yang
kelihatan hany a s epasang matany a saja. Matany a hijau d an men corong seperti
mata harimau dalam gelap!"
"Kau beruntung, Paman. Kau bisa melihat Penunggu Alam Kubur
di luar peti matinya. Menurut berita yang kud engar, dia tidak pernah k eluar
dari tempatnya itu," timpal Arya.
"Dengan su arany a yang menyeramkan tokoh m engerikan itu
memintaku menyerahkan titipan y ang diberik an sah abat b aikku. Tentu saja aku
merasa heran. Meski bersah abat b aik, kawanku itu tidak pernah
menitipkan apa pun p adaku," sambung Pend ekar Golok Baja. "Penunggu Alam Kubur
tidak percaya. Dia menyiksaku sampai hampir mati. Setelah itu aku
ditinggalkannya."
"Kau tahu titipan yang dimaksudnya itu, Paman?"
"Semula tidak. Tapi belakangan, karena dikiranya aku pu ra-pu ra
tidak mengerti, diberitahu oleh Penunggu Alam Kubur. Sebuah ilmu aneh
yang tertulis dal am lembaran d aun lontar. Menurut iblis itu pad a lembaran
daun tertulis pel ajaran ilmu 'Peramp as Sukma'. Ilmu yang diciptakan
sahabat b aikku. Entah mengapa Penunggu Alam Kubur ti dak mencarinya
langsung pada kawanku. Hhh...! Aku juga tidak meng erti meng apa
kawanku lenyap."
"Boleh kutahu siapa kawanmu?" Ary a tidak bisa menahan rasa
ingin tahunya. "Pengemis Tua Berbulu Putih."
"Ah...! Beliaukah orang yang kau maksudkan" Aku belum lama ini
melakukan p erjal anan b ersam anya. Pert emuanku d engan pelay an setiamu
justru di saat aku melakukan perjalan an dengannya!"
"Begitukah, Arya"!" Pendekar Golok Baja sete-ngah tak percay a.
"Bagaimana kead aanny a" Apakah dia baik-baik saja?"
"Dia sehat, Paman."
"Sekarang aku bisa mengira-ngira mengen ai ilmu 'Perampas
Sukma' itu, Arya."
Pendekar Golok Baja meng elus-elus cambangny a. Arya m enatap
lelaki gagah itu. Sejak tadi dia sebenarnya ingin menanyak an mengenai
ilmu 'Perampas Sukma'.
"Bagaimana, Paman?" tanya Arya kemudian.
"Kau sendiri bagaimana?" Pendekar Golok Baja balik bertanya.
Arya tidak segera memberikan jawab an. Dia tercenung sebent ar.
"Sejak semula aku sudah menduga Iblis Hitam menyerangku
karen a dipengaruhi sesuatu, ilmu gaib atau ilmu hitam. Pengemis Tua
Berbulu Putih pun menduga demikian. Sayang, aku tidak tahu ilmu apa
yang meny ebabkan Iblis Hitam lupa s egalany a. Aku h anya menduga
pikirannya dikuasai seseorang. Itulah pendapatku, Paman."
"Pendapatku juga demikian, Arya," sahut Pen dekar Golok Baja
sambil tersenyum "Jelas sudah kalau penyebab semua itu adalah ilmu
'Perampas Sukma'. Hanya y ang masih menjadi tek a-teki, bagaimana h al itu bisa
terjadi." "Itulah yang membingungkan, Paman," sambut Arya, membenark an. "Sebelum menyerangku d engan memb abi buta Iblis Hitam masih
sempat menegurku. Dia kelihatan gembira. Sekejap kemudian dia
seperti terkesima, setelah itu menyerangku dengan kalap."
"Berarti..., di saat dia terkesima itu perintah untuk membunuhmu
datang, Arya."
"Itu sudah pasti, Paman. Tapi, bagaimana hal itu terjadi" Apakah
melalui ilmu mengirimkan suara dari jauh?" kilah Arya.
"Pertanyaan itu tidak ak an pernah t erjawab k alau kita h anya
berdiam diri di sini. Kita harus melakukan sesuatu. Menyelidiki rahasia besar
ini" "Kurasa bukan kita, Paman. Tapi aku!" timpal Ary a, memperb aiki perkataan Pend
ekar Golok Baja. "Kau masih p erlu b eristirah at ag ar segera pulih seperti
sedia kala. Biar aku yang menyelidiki masalah itu!"
"Aku sudah pulih, Arya! Aku telah sehat. Kita pergi bersama!"
tandas Pendekar Golok Baja.
"Tapi, Paman...."
"Tidak ada tapi-tapian! Aku telah seh at. Obat-obatan yang
diberikan Suliasih benar-ben ar men akjubkan. Tidak percuma g adis itu
menjadi keturunan terakhir Malaik at Penyembuh yang terkenal sebagai
tukang obat jempolan!"
Arya tidak membantah lagi.
Pemuda berambut putih keperakan ini lebih memusatkan perhatian
pada u cap an Pend ekar Go lok Baja meng enai Suliasih. Gadis itu k eturunan
seorang ahli pengob atan. Pantas demikian ahli men cari dan meramu bah an-bahan
obat. Sayang, Arya tidak pernah mendeng ar tokoh yang berjuluk Ma-laikat
Penyembuh. "Kau hend ak ikut dengan k ami atau tinggal di sini saja, Suliasih?"
tanya Pendekar Golok Baja ketika gadis itu muncul kembali di ruang
tengah. "Paman hend ak pergi ke m ana" Ap akah sud ah merasa sehat
kembali?" Suliasih ganti bertanya, bukannya memberikan jawaban atas pertanyaan
yang diajukan padany a.
"Berkat k epandai anmu dalam pengobat an

Dewa Arak 83 Irama Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku telah sehat kembali!" jawab Pendekar Golok Baja seraya ters enyum lebar. "Mengenai kepergian
kami, aku sendiri belum tahu. Kau bagaimana, Arya?"
"Kurasa kita ak an pergi ke pegunung an kapur. Mencari sebuah gua
yang dinding tebingnya berbentuk kepala harimau. Itulah tempat tinggal Penunggu
Alam Kubur," jawab Arya setelah tercenung seb entar.
"Mengapa menemui Penunggu Alam Kubur?"
"Karena, tokoh itu yang menjadi kunci rahasia ini," jelas Arya.
"Nah! Bagaiman a, Suliasih" Kau mau ikut?" tanya Pendekar Golok Baja lagi.
"Sayang sekali, Paman," terdeng ar penuh p enyes alan ucapan
Suliasih. "Nanti malam aku ak an memb erikan p enghormat an dua belas purnama
kem atian ayahku. Aku tidak bisa ikut. Tapi, seusai urusanku nanti aku akan
menyusul ke tempat itu."
Arya dan Pendekar Golok Baja saling berpandangan.
"Kalau begitu urusan kami bisa dilakukan belak angan. Biar kami
ikut menghadiri pering atan itu. Anggaplah seb agai tand a pengho rmatan kami
terhadap mendiang ayahmu. Asih. Bagaimana, Paman?" ujar Arya.
"Sebuah usul y ang b agus! Aku setuju s ekali! Nah, Suli kep ergian kami
diundur. Kau bisa ikut!"
"Maaf k alau aku h arus meng ecewak an k au dan Paman. Bukahnya
aku tidak suka. Tapi, menurut tradisi turun-temurun p eringatan ini hanya
dihadiri anggota keluarga. Tidak boleh ada orang luar. Aku tidak b erani merubah
tradisi itu. Aku pribadi senang ap abila Paman d an Ary a mau ikut.
Tapi bagaimana" Aku khawatir dianggap tidak menghormati tradisi."
"Kalau begitu lupakan ucap an kami. Anggap saja tidak pernah ad a.
Kami berdu a mem aklumi alasanmu. Kau tidak perlu merasa b ersal ah,"
hibur Pendekar Golok Baja.
"Benar, Asih. Lupakan usulanku tadi. Tidak baik merubah tradisi,"
timpal Arya. "Terima kasih atas peng ertian Paman dan Arya. Aku hanya bisa
mendoakan agar urusan kalian lancar."
Arya dan Pendekar Golok Baja menyunggingkan senyum lebar
*** "Di seberang sungai ini tempat yang kau maksudkan itu, Arya.
Memang, masih harus melalui hamparan padang rumput yang tingginya tak
kurang dari dua meter. Tapi, tak jauh dari situ akan terlihat dinding kapur
berbentuk kep ala harimau!" jelas Pendekar Golok Baja seraya menudingkan jari
telunjuknya. Arya m elayangk an pand angan ke d epan. Menatap d eretan gunung
kapur yang membentang. Jantungnya berd ebar tegang mengingat di tempat
itu bercokol tokoh sesat yang menggiriskan hati.
"Kelihatannya s epi-sepi saja." Lagi-l agi, Pendekar Golok Baja yang berbicara.
Arya mengangguk -anggukk an kepala. Sekitar tempat itu memang
tidak terlihat sepotong makhluk hidup pun.
"Siapa sangka kalau di balik kesunyian ini tersembunyi tokoh yang
luar biasa," gumam Arya, pelan.
Pendekar Golok Baja menghela n apas berat. Ia kelihatan res ah.
Lelaki ini teringat n asib adik kandungny a. Kala Sunggi alias Iblis Hitam berad
a dalam pengaruh Penunggu Alam Kubur.
"Paman, lihat...! Siapa yang berg erak mendat angi" Bukankah itu
adik kandungmu?"
Arya yang tanpa sengaj a menoleh ke belakang, berseru ag ak keras.
Laksana disengat ular berbisa Pendek ar Golok Baja membalikkan
tubuh. Apa yang dikatak an Arya mem ang tidak salah. Sesosok tubuh serba hitam
melesat ke tempat dia dan Ary a berada. Pendek ar Golok Baja merasa tegang bukan
main. Meski jaraknya masih seratus tombak, dia tahu sosok
yang tengah berlari cep at itu ad alah Iblis Hitam alias Kala Sunggi, adik
kandungnya. Seperti juga Pendekar Golok Baja, Arya dililit perasaan yang sama.
Sebuah pert anyaan berg ayut di ben aknya. Bagaiman a keadaan pikiran Iblis
Hitam saat ini"
"Dewa Arak..." Kakang Prajasen a...!" Seruan yang terdeng ar k eras sekali
membuat Arya dan Pendekar Golok Baja s aling bertuk ar p andang
dengan perasaan leg a. Iblis Hitam terus berlari mendekati mereka.
"Kurasa kita tidak bol eh membuang-bu ang waktu, Paman," bisik Arya. "Mumpung
pikirannya sedang normal. Mungkin kita bisa mencari tahu penyebab kejadian yang
menimpa dirinya."
"Aku pun tengah menimbang-nimbang h al itu, Arya. Syukur kalau
kau berpend apat sama. Aku merasa lebih mantap melakukannya."
Begitu Pendekar Golok Baja selesai dengan ucapanny a, Iblis
Hitam telah berad a di hadapan mereka. Sepasang mata tokoh yang luar
biasa ini tampak berbinar-binar.
"Aku tidak pernah menyangka ak an bertemu dengan kau dan Dewa
Arak, Kak ang. Adakah u rus an yang amat penting sehingga kalian berdua bisa
melakukan perjalan an bersama?"
"Mengenai hal itu bisa kuberitahuk an belak angan, Sunggi," kilah Pendekar Golok
Baj a, buru-buru. "Sekarang, katakan tujuanmu d atang ke tempat ini!"
Iblis Hitam terdiam. Meski waj ahnya tidak t erlihat, tapi dari
gerak an dan sinar matanya keli hatan kalau tokoh ini kebingungan.
"Tujuanku, Kakang?" ulang Iblis Hitam dengan suara mengamb ang.
"Aku..., tidak tahu. Yang jelas aku ingin pergi ke deretan pegunungan kapur di
sana." Arya d an Pend ekar Golok Baja saling b erpand angan sesaat. Jelas,
pegunungan itu tempat tinggal Penunggu Alam Kubur. Perubahan sikap
Iblis Hitam bertalian erat deng an Penunggu Alam Kubur.
"Apakah kau tidak merasak an hal ini sebag ai sesu atu keaneh an,
Kala Sunggi?" ujar Arya, cepat. Khawatir tokoh yang dulu menjadi lawan beratnya
ini kebu ru lupa ingatan. "Kau m enuju ke sana t anpa al asan! Ingat-ingatlah,
Kala Sunggi. Aku yakin kau mampu mengingatnya."
Kala Sunggi membisu. Pandang matanya menatap tajam p ada satu
titik. Tokoh ini tampaknya tengah berpikir.
"Mengapa sej ak tadi aku tidak meras akan k eanehan ini" Kau
benar, Dewa Arak. Ini terasa ganjil?"
"Ingat-ingatlah, Sunggi," ucap Pend ekar Golok Baja. "Kau pergi ke tempat itu
atas dasar keinginan hatimu atau bukan?"
Arya mengangguk-anggukkan kep ala mendengar pertany aan yang
diajukan lelaki gagah itu. Sebuah pertanyaan yang tepat.
"Keinginan hati?" gumam Iblis Hitam setelah berdi am cukup lama dengan
kep ala tertunduk.
"Rasanya tidak,
Kak ang. Benar. Tidak! Keinginanku pergi ke tempat itu muncul tiba-tiba. Ya, mengapa aku tidak
memperhatikan keanehan -keaneh an ini?"
"Selama ini pikiranmu tertutup oleh ilmu langka yang dikuasai
seorang tokoh hitam yang berjuluk Penunggu Alam Kubur!" jelas Pendek ar Golok
Baja. "Kau sering bertindak tanp a sad ar, Kal a Sunggi" Arya menambahkan. "Dua kali kau berusah a membunuhku."
"Ahhh...!" Kala Sunggi berseru kag et. "Benarkah itu , Dewa Arak, Kakang
Prajasen a" Benarkah aku telah menjadi demikian pikun?"
"Aku sendiri tidak melihatmu melakukan tindak an itu. Tapi
mungkinkah Dewa Arak berbohong, Sunggi" Lagi pula, kulihat sendiri
sekarang keaneh an sikapmu. Kau pun telah menyadari kean ehan itu," urai
Pendekar Golok Baja.
Iblis Hitam membisu. Telah dibuktikannya sendiri kean ehan
sikapnya. Sesuatu yang mengerikan telah terjadi pad a dirinya. Dia telah menjadi
budak seseorang!
7 "Aku menyesal sekali atas kejadi an itu, Dewa Arak," ujar Iblis Hitam dengan
suara berat. Aku m eras a tidak p ern ah meny erangmu. Aku tidak ingat sama
sekali kejadian itu."
"Lupakanlah, Kal a Sunggi. Waktu itu kau berada d alam kead aan
tidak sadar. Kau berada di bawah peng aruh seseo rang," sahut Arya, bijaksana.
"Yang penting sek arang," Pendekar Golok Baja menambahi. "Kau ingat-ingat semua
kejadian yang telah kau al ami. Mulailah dengan peristiwa yang kau temui setelah
Pandora memberitahukan kepergianku."
"Aku ingat, Kak ang!" sentak Iblis Hitam setelah tercenung
sebentar. "Begitu menerima kab ar dari Pandora, dengan berb ekal surat yang
dikirimkan Pengemis Tua Berbulu Putih, aku p ergi menyusulmu. Ternyata
di sana tidak kujumpai siapa pun. Tidak sahabatmu juga dirimu, Kakang."
"Mungkin saat itu aku sudah mendapat pertolongan," jawab
Pendekar Golok Baja.
"Setelah mencari sekitar tempat itu, aku berniat kembali. Pencarianku g agal. Kupikir kau mungkin telah kembali ke rumah. Mungkin saja di
tengah jalan berselisihan karena kita b erdua m enempuh arah yang berlainan."
Iblis Hitam menghentikan ceritanya untuk
menel an ludah, membasahi tenggorokanny a yang kering. Pendekar Golok Baja dan Dewa
Arak menunggu kelanjutan ceritanya dengan sab ar.
"Tapi, di tengah perjalanan kemb ali aku diceg at sebu ah p eti yang melayang-
lay ang di udara dan mendarat di depanku," lanjut Iblis Hitam.
Arya d an Pendek ar Golok B aja meng anggukkan k epala. Dug aan
mereka terny ata tidak keliru. Penunggu Alam Kubur mempunyai andil besar dalam
rahasia ini. "Aku terlibat p ertarungan d engan p eti hitam berukir itu. Penghuni peti mati
itu ternyata lihai bukan main. Ahhh...! Sekarang aku ingat!"
"Apa yang k au ingat, Sunggi?" tanya Pendekar Golok Baja, penuh harap.
"Aku menangkap bunyi mendenging tinggi yang hampir tidak
terdengar telingaku. Saat itu aku merasa pusing sek ali. Aku berusaha
melawan dengan mengerahk an tenaga dal am. Usahaku sia-sia."
"Apa yang terjadi setel ah itu, Kala Sunggi?" Arya tidak kuasa menahan p erasan
t ertarikny a. Iblis Hitam terdiam. Wajahnya y ang tertutup selubung menekuri
tanah. "Entahlah, Dewa Arak" Tokoh menggiriskan hati ini menggeleng
kepala. "Aku tidak ingat apa-apa lagi setelah itu."
Pendekar Golok Baja men atap Arya. Lelaki ini tidak bisa m enarik
kesimpulan apa pun. Semuanya masih diliputi rahasia. Iblis Hitam lupa diri
setelah mend engar l engkingan tinggi. Mungkinkah itu ilmu 'Perampas
Sukma'" "Sekarang aku sedikit mengerti, Paman." Arya membuka suara.
Pendekar Golok Baja m enatapny a deng an p enuh rasa ingin tahu
"Bagaimana, Arya?"
"Kemungkinan besar nad a yang melengking tinggi itu merupakan
cara untuk menguasai pikiran Iblis Hitam."
"Mungkin itu benar, Arya. Tapi bag aimana dengan p erintah-
perintahnya" Tak mungkin bila lengkingan itu mengandung pengertian yang berag
am. Menyerangmu, pergi ke tempat ini, menunggu di mulut hutan, dan sebagainya."
Pend ekar Golok Baja membantah. Agakny a dia ku rang s etuju dengan pendap at
Arya. "Apa yang kau kemuk akan memang tidak salah, Paman. Namun,
mungkin perlu kujelaskan sedikit. Lengkingan itu tidak berisikan perintah...."
"Aku mengerti maksudmu, Arya." Pend ekar Golok Baja tak sab ar menunggu Arya
selesai d engan ucap annya. "Lengkingan tinggi itu hanya untuk
menghilangkan kesadaran seb elum orang itu dipengaruhi. Perintahnya diberikan k emudian. Dengan demikian, tidak ada h al yang
diingat oleh Iblis Hitam. Karena, kejadian atau hal-h al yang dilakukannya
terjadi di saat dia sedang tidak sadar."
"Begitulah maksudku, Paman," ujar Arya. "Perintah-perintah dilakukan deng an
cara m engirim suara d ari jauh. Atau m elalui pikiran. Ini bisa terjadi karena
sudah ad a hubungan sebelumnya antara merek a."
"Apakah s aat diserang Kala Sunggi kau mend engar bunyi
lengkingan itu, Arya?" tanya Pendekar Golok Baja.
Arya meng ernyitkan kening. Perlah an-lah an
kep alanya digelengkan. "Kurasa s etelah b erhasil mempeng aruhi ses eorang dengan lengkingan pertama kali bunyi itu tidak diperlukan lagi."
"Mengapa?"
"Karena tidak memberikan h asil yang cukup memu askan!" tandas Arya. "Berap a
jauh jarak yang bisa dicap ai seorang manusia, betapapun tinggi kepandaiannya
kalau hanya mempergunakan lengkingan?"
Pendekar Golok Baja merenung. Sesaat kemu dian, meski dengan
kaku dan pelan-pel an, kepalanya dianggukkan.
"Berarti untuk mencap ai hasil yang memuas kan cara yang
digunakan adalah melalui pikiran."
"Tepat sekali. Aku pun berpend apat demikian. Seperti yang
kukatakan tadi, bukankah telah terbentuk semacam hubungan batin antara
Iblis Hitam dengan p elaku k ekejian itu! J adi, melalui pikiran p erintah-
perintah dapat dengan mudah diberikan."
"Satu masalah telah teratasi, Arya," ujar Pen dekar Golok Baja, gembira.
"Tinggal masalah y ang bes arnya. Set elah ini kau ak an terb ebas dari pengaruh
tokoh keji itu, Sunggi."
Senyum yang menghias bibir Pendekar Golok Baja langsung buyar
ketika menoleh p ada Iblis Hi tam. Adik kandungnya tengah t erkesima
seperti memikirkan sesu atu. Pendekar Golok Baja s egera tahu p erintah-perintah
untuk Ibiis Hitam sedang diberikan.
Pendekar Golok Baja mengerling pada Dewa Arak. Pemuda itu
pun tengah memperhatikan Iblis Hitam. Arya lalu menoleh menatap


Dewa Arak 83 Irama Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar Golok Baja. Lel aki gagah itu mengerti arti tatapan Dewa Arak.
Dia pun sadar tidak ada yang bisa dilakukannya, kecuali menunggu
peristiwa yang akan terjadi.
*** "Mau ke mana, Sunggi?"
Hanya d engan s edikit menggeser kaki, Pendek ar Golok Baj a telah
berdiri di had apan Iblis Hitam Tokoh berpak aian s erba hitam ini hendak
meninggalkan tempat itu. Pendekar Golok Baja yang memperhatikan gerak-geriknya
cep at bertindak.
Arya dan Pend ekar Golok Baja melihat sep asang mata Iblis Hitam
seperti mengeluark an api. Terlihat sorot tidak senang yang sangat
"Siapa pun kau, menyingkirlah! Jangan halangi jalanku. Jangan
tunggu sampai kesabaranku habis!"
Pendekar Golok Baja menghel a napas berat. Resah hatinya melihat
Iblis Hitam tidak mengenalinya lagi. Perkataan yang ditujukan pad anya
sarat dengan an caman.
Pendekar Golok Baja meraba hulu golok. Iblis Hitam mulai
mencek al gagang s epasang k apakny a. Arya y ang melihat ket egangan mulai
tercipta seg era bertindak. Disentuhnya pergelang an tang an Pendek ar Golok
Baja, kemudian digelengkan kepalanya.
"Kurasa tidak perlu kekerasan seperti ini, Paman," ujar Arya pelan.
"Bagaimanapun juga di a adikmu, tambahan lagi t engah berad a dalam pengaruh
tokoh jah at. Selama dia tidak meny erang kurasa tidak menjadi masalah. Yang
penting, kita harus cepat mengirim biang keladi semua ini ke alam baka!"
Otot-otot Pendekar Golok Baja melemas kem bali. Disadarinya
kebenaran ucapan Arya. Memang, yang penting adalah Penunggu Alam
Kubur. Apa bila tokoh itu telah dileny apkan d engan s endirinya peng aruh ilmu
kejinya akan pupus.
Seperti mengetahui kalau Pendekar Golok Baja menyelesaikan
persoalan, Iblis Hitam m enjauhkan jari-jarinya d ari sep asang k apakny a.
Ketika lelaki bercambang leb at itu menyingkir untuk memberi jalan, Iblis Hitam
melompat melewati kepala Pendekar Golok Baja! Rupanya dia sudah
tidak sabar lagi.
Bagai tengah melompat-lompat di tanah datar yang keras, Iblis
Hitam menotok permukaan air sungai dengan kakiny a. Beberapa k ali hal itu
dilakukan ag ar bisa s ampai di seb erang sungai yang cukup l ebar. Semua
tingkah Iblis Hitam hanya bisa dipandang dengan sorot mata duka oleh
Pendekar Golok Baja dan Arya.
"Mengapa dia tidak meny erang kita, Arya?" tanya Pendekar Golok Baja kemudian
setel ah Iblis Hitam menjauh. Beberapa k ali Iblis Hitam
hendak membunuh Ary a. Bukankah itu b erarti orang yang m enguasai Iblis Hitam
mempunyai dend am terh adap Dewa Arak. Tapi, mengapa kali ini ia
tidak menyerang pemuda itu"
"Aku sendiri tidak mengerti, Paman." Arya menggelengkan kepal a.
"Padahal bias anya dia menyerangku. Mungkin karen a keb erad aanmu di sini."
"Apa hubunganny a?" bantah Pend ekar Golok Baja. "Aku lebih condong dan menduga
orang y ang menguasai Iblis Hitam mempunyai
urusan lain yang lebih penting!"
Wajah Arya beriak.
"Kurasa k au benar, Paman," timpal Arya dengan bersungguh-
sungguh. "Mungkin Penunggu Alam Kubur telah menemukan lawan yang
tangguh." "Siapa orang yang kau maksudkan, Arya?"
"Pengemis Tua Berbulu Putih!" jawab Arya. "Beliau memang bermaksud menyat roni
Penunggu Alam Kubur untuk membuat anggota-anggota Perkumpulan Pengemis Tangan
Merah tidak terus m elakukan
kejahatan."
"Kalau begitu.., mari kita bergegas !" sambut Pendek ar Golok Baja penuh gairah.
"Aku sudah tidak sabar untuk segera bertemu denganny a.
Belasan tahun lamanya tidak berjumpa."
"Aku pun sudah tidak sabar lagi menyaksikan jalannya pertarungan
mereka. Kab arnya, Penunggu Alam Kubur dan Pengemis Tua Berbulu Putih
telah terlibat pertarung an beberapa waktu yang lalu."
"Aku pun mendengar beritanya, Arya. Bahkan menurut kab ar yang
kudengar, karen a pertarungan itu Pengemis Tua Berbulu Putih lenyap dari dunia
persilatan. Banyak su ara-suara meng atakan di a tewas di tangan
Penunggu Alam Kubur. Tapi nyatanya" Kau sendiri m elihat Pengemis Tua
Berbulu Putih sehat walafiat"
Arya mengangguk.
"Ada hal y ang an eh di sini, Arya," ujar Pend ekar Golok Baja setelah terdiam
sesaat. "Apa itu, Paman?"
"Mengenai Penunggu Alam Kubur. Sepeng etahuanku,
dia memiliki kesombongan luar biasa. Mungkin karena meras a dirinya seo rang
dedengkot kaum hitam. Belum pernah kud engar di a mencari bantuan untuk
menghadapi lawannya. Keangkuhanny a membuat dia l ebih rela m ati
daripada meng eroyok lawan. Apalagi dia amat percaya ak an kesaktiannya."
"Mungkin saja dia tahu Pengemis Tua Berbulu Putih seorang
lawan yang amat tangguh. Karena tidak yakin dapat meng alahkan lawannya kali
ini, diputuskan memanggil tokoh-tokoh yang telah dikuasai pikirannya." Arya memberikan pemikiran lain.
Pendekar Golok Baja mengangkat kedua bahuny a. Ia tidak
memberikan t anggapan. Alasan y ang diajuk an Arya agakny a masuk
pemikirannya juga, meski tidak menggoyahkan pendapatny a.
"Untuk jelasnya, sebaikny a kita seg era ke s ana. Benarkah
Penunggu Alam Kubur melakukan pengeroyokan untuk memperoleh
kemenang annya?" ujar Arya.
"Memang itu satu -satunya cara, Arya," jawab Pendekar Golok
Baja. *** Arya dan Pend ekar Golok Baja memand ang dengan t atapan
membelalak. Sepuluh tombak dari tempat merek a berad a terlihat
pemandang an yang cukup mengejutkan. Merek a segera menghentikan
ayunan kaki. Dua sosok tubuh tergolek di tanah. Dan, sebuah peti mati
hitam berukir! Berbeda deng an Arya, Pendekar Golok Baja tidak mengenali dua
sosok tubuh yang tergolek. Lelaki gagah itu hanya menat ap sebentar.
Kemudian perhatianny a lebih ditujukan p ada peti mati. Peti yang b eberapa
waktu lalu dijumpainya. Tempat tinggal tokoh menggiriskan y ang berjuluk
Penunggu Alam Kubur.
Arya meng enai dua sosok yang tergol ek di tanah. Naga Berekor
Tiga dan Macan Kumbang Maut. Menilik keadaannya, merek a berdu a telah
tewas. Arya d an Pendek ar Golok Baj a lalu meng edark an pand angan
berkeliling. Mereka men cari Iblis Hitam. Bukankah Iblis Hitam bersekongkol deng an Penunggu Alam Kubur" Serta Macan Kumbang Maut
dan Naga Bereko r Tiga"
Perasaan khawatir y ang b erkecamuk mulai b erku rang k etika tidak
menemukan sosok Iblis Hitam. Berarti, tokoh serba hitam itu selamat.
"Tak kusangka kau ak an kelu ar dari tempat persembunyianmu,
Penunggu Alam Kubur! Sudah kuk atak an tidak ad a gunanya mengeluarkan
segala macam kero co untuk menghadapiku. Merek a semua akan kukirim ke
nerak a!" Seruan lantang itu mengejutkan Arya d an Pendek ar Golok Baj a.
Asalnya dari bel akang mereka. Hampir berbarengan Arya dan Pendek ar
Golok Baja menoleh.
Pada sebuah cab ang pohon sebesar paha manusia dewasa, berdiri
sesosok tubuh ringkih berpak aian putih p enuh tamb alan b ahan y ang m asih
baru. Cara berdiri sosok yang tidak lain Pengemis Tua Berbulu Putih sangat unik.
Kakek berpakaian penuh tamb alan ini berdiri di bagian bawah cabang pohon. Kedua
telapak kaki di atas dan kepala di bawah. Kekek ini berdiri bergantung bagai
seek ar kelel awar.
Pertunjukan ini tidak terlalu mengherankan b agi tokoh-tokoh
selihai Dewa Arak atau Pend ekar Golok Baja. Deng an pengerahan ten aga dalam
yang kuat tidak terlalu sulit melakukan hal itu.
"Pengemis Tua...!" tegur Pendekar Golok Baja, penuh peras aan gembira.
"Selamat berjumpa lagi, Pendekar Golok," balas Pengemis Tua
Berbulu Putih. Kakek ini kemudian melay ang berput aran meninggalkan
tempat bertengg erny a. Dengan kepal anya did aratkan tubuhnya di tan ah.
Tepat di depan peti mati berukir.
"Tidak usah banyak berbasa-basi! Aku sudah tidak sabar lagi
bertemu deng anmu. Kita ulangi pertarung an waktu l alu. Kupikir kau sudah
meninggalkan dunia ini, Gembel Tua...!" terdengar gaung u capan Penunggu Alam
Kubur dari dalam peti.
Arya memperhatikan peti mati dengan penuh s elidik. Pengemis
Tua Berbulu Putih segera mengg erakk an sedikit k akinya. Tubuhnya
berjungkir batik. Sekarang dia berdiri tegak di tanah dengan kedua kaki Tidak
terlihat kakek ini mengayunkan k aki, tapi tubuhnya
melayang mend ekati peti mati berukir. Ary a dan Pend ekar Golok Baja
melangkah mundur Sebentar lagi akan terjadi pertarungan sengit.
"Apakah tidak sebaiknya kita membantu Pengemis Tua, Arya?"
tanya Pendekar Golok Baja.
"Kita lihat saja dulu, Paman. Kalau terbukti Pengemis Tua tidak
bisa menanggulanginya, mungkin kita harus menghadapinya bers ama-sam a.
Demi tenangnya dunia persilatan kuras a tindakan kita tidak terlalu jelek!"
sahut Arya. Pendekar Golok Baja mengiy akan. Dia setuju dengan usul pemuda
berambut putih keperakan itu. Perhatiannya kini
dicurahkan p ada pertarung an yang akan berl angsung.
"Uhhh...!"
Keluhan tertah an Pengemis Tua Berbulu Putih yang diikuti dengan
limbungnya tubuh kakek itu, membuat Ary a dan Pend ekar Golok Baja
terkejut. Apalagi ketika melihat kakek itu mendekapkan kedu a tanganny a di
dada. "Rupanya kali ini aku tidak bisa bertempur d enganmu, Penunggu.
Dalam keadaan sep erti ini kau dengan mudah bisa membantaiku," ujar Pengemis Tua
Berbulu Putih dengan sedikit terbata.
Arya d an Pendek ar Golok Baja b agai b erlomba m elesat k e dep an.
Merek a keheran an melihat wajah Pengemis Tua Berbulu Putih bersemu
kehijauan. Wajah orang y ang keracunan h ebat. Peluh membas ahi seleb ar
wajahnya yang putih laksana kertas.
"Kurasa s ebaiknya kau mundur, Kek. Biar aku yang m enghadapi
iblis keji ini!" ujar Arya.
"Kita bersama-s ama, Dewa Arak!"
Tawaran Pend ekar Golok B aja y ang penuh semang at ditanggapi
Arya dengan gel engan kepal a.
"Biar aku menghadapiny a sendiri, Paman. Apabila aku sudah tidak
sanggup, baru kau turun tangan. Kita tumpas bersama-s ama pengacau dunia
persilatan ini. Sekarang, lebih baik k au b awa k awanmu ini ke temp at yang
aman." Pendekar Golok Baja meng alah. Disadari betul seorang tokoh
besar s eperti Dewa Arak tidak mungkin mau m elakukan pengeroyokan
sebelum membuktikan s endiri lawan y ang dihad apinya t erlalu t angguh.
Dengan hati-h ati, mengingat keadaan Pengemis Tua Berbulu Putih,
dibawanya kakek itu ke temp at yang s ekirany a tak akan t erjangk au bah aya
pertempuran. Dewa Arak seg era menurunk an guci yang berad a di punggungnya.
Dengan ten ang, meski jantungnya berdeb ar k encang, ditenggakny a arak yang
menjadi sumber ten agany a. Keteg angan m enyelimuti hati pemuda
berpak aian ungu. Lawan yang ak an dihadapi sangat tangguh. Kalau tidak, Iblis
Hitam tak akan mungkin kena dipecundangi!
8 "Tikus-tikus menjemukan! Kal au tidak diberikan h ajaran kalian
akan terus mengganggu ketenteramanku. Perken alkan dirimu, Pemuda
Berambut Setan! Aku tidak ingin membunuh orang yang tidak memperken alkan nama atau julukannya!"
"Kalau itu maumu, kuturuti. Nam aku Arya Buan a. Dunia
persilatan memberikan julukan Dewa Arak!" jawab Arya.
"Dewa Arak"!" g aung suara dari d alam peti mati. "Julukan yang aneh. Mungkin
karen a gu ci murah an y ang s elalu k au bawa ke mana-mana itu."
"Mungkin," jawab Arya sambil menyembunyikan kek agetan yang
melilit hatinya. Bagaimana mungkin tokoh dalam peri mati itu bisa
melihatnya" Lalu cara bertempurny a nanti"
"Rupanya kau sudah siap m asuk liang kubur, Dewa Arak. Berani-
beraninya k au menantangku b ertarung. Sayangilah usiamu yang masih
muda. Kau bisa pergi dari sini. Kelancang anmu kuampuni. Pergilah
sebelum kesabaranku habis!"
"Sayang sekali, Penunggu Alam Kubu r. Aku tidak bisa memenuhi
permintaanmu. Aku lebih suka mati daripada membiark an kejah atan terus
berlangsung!" jawab Arya tanpa rasa gentar.
Dari dalam peti mati terdengar suara tawa, berat dan berg aung.
Mirip tawa hantu kuburan.
"Gagah s ekali! Ucapanmu menging atkan aku pad a Pengemis Tua.
Sayang sekali pendirianmu akan membuat kau cepat melihat alam kubur."
"Kurasa percak apan yang b ertel e-tele ini telah cukup. Atau, kau nenek-n enek
b awel yang l ebih suka mengoceh daripada b erbicara d engan tangan atau kaki?"
sindir Arya. "Kau yang merasa l elaki perk asa, maju dan serang aku! Pantang
bagiku menyerang lawan lebih dulu. Apalagi terhadap an ak yang masih
belum lepas dari tetek ibunya sepertimu, Dewa Arak!"
"Jaga serang anku, Penunggu! Heaaat...!"
Arya mengirimkan serangan p endahuluan berupa pukulan jarak
jauh dengan ju rus 'Pukulan Belalang'. Arah yang ditujunya p eti mati


Dewa Arak 83 Irama Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berukir. Brak! Tebing batu kapur berguguran ketika pukulan jarak jauh Dewa
Arak yang pan as menyengat menghant amnya. Sebelum pukulan itu
mengenai s asaran, peti mati berukir tel ah melay ang naik dan m engambang di
udara satu tombak dari tanah!
Belum sempat Arya mengirimkan serangan susulan, peti telah
meluncur dalam k ecepatan tinggi ke arahny a. Deru angin keras mengiringi.
Apabila peti mengh antamnya, sekujur tubuh Arya ak an han cur luluh.
Hantaman peti tak ubahnya serudukan sepuluh ekor gajah liar.
Dewa Arak tidak b erani geg abah meny ambuti. Dia belum tahu
kekuatan lawan. Diputuskan untuk melompat ke s amping, mengelakkan
serang an itu. Tapi, betapa kagetnya pemud a ini. Tubuhnya malah tertarik ke
depan, ke arah p eti yang tengah meluncu r k eras. Saat itu tubuh Arya
melayang di udara.
Arya tidak bisa bertah an. Dia Tidak mempunyai tempat berpijak.
Tambahan lagi, daya tarik peti demikian kuat. Guci yang tercekal di tangan
segera dihantamkanny a ke arah p eti. Dengan cara itu diharapkan tubuh
Arya Tidak akan tertumbuk peti!
"Ukh...!"
Arya meras akan d adany a bag ai menumbuk dinding kokoh.
Sebelum mengenai peti, guci yang diayunk an membalik sep erti membentur dinding
tidak nampak. Dinding itu meng eluark an h awa mendorong yang
amat kuat. Dewa Arak terjengk ang ke belak ang dan melayang -layang bagai
daun kering diterbangk an angin. Pemuda ini terk ejut bukan main. Dad anya
dirasakan sesak. Sekujur otot-otot dan urat sarafny a lumpuh.
Dalam kead aan melay ang-lay ang itu Dewa Arak memutar otak.
Lawanny a memiliki ilmu aneh. Apabila Penunggu Alam Kubur menyerang,
orang yang m enjadi sas aran akan t ersedot k e arahnya. Seb aliknya, jika
Penunggu Alam Kubur yang diserang, muncul kekuat an dahsyat yang
menolak! Tenaga tolakan itu luar biasa kuat.
Meski dalam keadaan kurang menguntungkan, Dewa Arak masih
mampu mempertunjukkan k elihaianny a. Pemuda ini berhasil mend arat di
tanah dengan kedua kaki.
Wusss...! Penunggu Alam Kubur benar-b enar tak ken al ampun. Tanpa
mendarat di tan ah, peti matinya meluncur k e arah Dewa Arak lagi. Arya terpaksa
mengu ras seluruh k emampuannya. Segen ap ilmu 'Belalang Sakti'
dikeluarkanny a.
Pertarungan s engit pun berl angsung, tapi terlihat jelas tidak
seimbang. Dewa Arak dipaks a berl ari ke san a kem ari dikejar p eti mati
berukir. Pendekar Golok Baja meremas -rem as jari tangannya karena
merasa tegang. Dewa Arak tengah terj epit. Tokoh muda perkasa itu
kemungkinan besar akan tewas di tangan penghuni peti mati.
*** Di kancah p ertarung an, Dewa Arak mulai men emukan cara untuk
menghadapi lawannya. Daya tolak dan d aya tarik lawan timbul karena
Penunggu Alam Kubur memiliki ilmu gaib. Bisa pada Penunggu Alam
Kubur atau pada peti matinya
Arya tering at ia mempunyai penangk al ilmu-ilmu gaib. Gurunya,
Ki Gering Langit, memberikan ilmu itu padany a di waktu m enghadapi
lawan yang memiliki ilmu tarik dan tolak raga (Untuk jelasnya, silakan baca
episode: "Penganut Ilmu Hiram").
Dewa Arak memutuskan untuk menggunakanny a. Meski tahu akan
berakibat besar terhad ap dirinya, tapi tidak ada jalan lain lagi.
Ketika peti meluncur ke arahny a, yang mengakibatkan tubuh Dewa
Arak tertarik, pemud a itu berpu ra-pura melawan. Sikap pura-pura ini
sengaja dilakuk an. Kal au dia membiark an s aja tubuhnya tert arik k e arah
lawan, akan menimbulkan kecurigaan Penunggu Alam Kubur.
Begitu tubuh hampir mencapai peti, Arya langsung mengirimkan
pukulan keras. Tepat sep erti y ang diduga Ary a, muncul h awa luar biasa yang
menolak tubuhnya. Pemuda ini segera men ahan nap as. Kemudian,
dengan pemusatan pikiran ia membuat garis di depan tubuhnya.
Hasil yang dicapai Dewa Arak memang tidak mengecewak an.
Tolakan itu punah! Dari dalam peti keluar lenguhan kaget.
"Kiranya kau memiliki sedikit kemampuan, Bocah!"
Bersamaan d engan k eluarny a suara bergaung itu, peti berukir
melayang ke atas. Serangan Dewa Arak gagal. Arya tidak putus asa. Ia terus
memburu. Pertarungan sekarang k elihatan seimbang. Dewa Arak tidak bisa
dibuat maju mundur seperti sebelumnya. Pemuda ini telah mampu
menguasai keadaan.
Belasan jurus telah berlalu. Arya memang tidak menjadi permainan
lawan sep erti seb elumnya, tap dia terdesak. Tingkat kemampuan Penunggu Alam
Kubur masih berad a di atasnya. Meski demikian, beberapa kali Dewa Arak berh
asil menyarangk an pukulan dan tendanganny a. Namun, jangankan peri hancur,
retak pun tidak.
Ada sesuatu yang membuat peti mati jadi kuat. Tenaga dalam yang
beras al dari Penunggu Alam Kubur. Aliran tenaga dal am Penunggu Alam
Kubur yang menangk al tenaga d alam Arya lewat pukulan dan tendanganny a. Kead aan ini meny ebabk an jal annya p ertarung an lebih timpang.
Penunggu Alam Kubur enak s aja membiarkan s erang an-serang an Dewa
Arak m enemui sas aran. Di lain pih ak, Dewa Arak harus meng elakkan
serang an-serangan
yang dilan carkan l awan. Dewa Arak b erkali-k ali
melempar tubuh k e b elakang mengel akkan s erangan p eti. Sampai berapa lama
dia bisa bertahan"
Pertarungan b erg eser jauh d ari tempat semula. Perl ahan namun
pasti Arya terus terhimpit menuju dinding kapur. Pendekar Golok Baja dan
Pengemis Tua Berbulu Putih mau tidak mau ikut berpindah tempat. Mereka
tidak ingin kehilangan pertarungan menarik itu.
Dewa Arak pun menyad ari l ama-k elamaan dia ak an terhimpit.
Sempat dilihat tebing kapur di belakangnya. Tapi, dia tidak memiliki
kesempatan un tuk melepaskan diri dari cecaran lawan.
Untuk kesekian kali peti mati meluncur dengan deras ke arah Ary a.
Dewa Arak terpaks a memapaki dengan kedu a tangan.
Bres! Tubuh Dewa Arak terp ental ke bel akang dan terguling-guling
menabrak tebing kapu r. Hantaman p eti keras bukan m ain. Sebelum Arya
sempat berbuat sesuatu, peti telah kembali meluncur datang.
Wajah Dewa Arak pu cat pasi. Dia tidak mem punyai kesempatan
untuk mengelak.
Menangkis pun tidak menguntungk an.
Waktunya demikian singkat. Apalagi tulang-tulangnya masih terasa ngilu akibat
benturan tadi. Di saat kritis itu Dewa Arak tiba-tiba merasakan hembusan angin
dingin. Tubuhnya bergetar sesaat. Kemudian, seraya mengeluarkan geraman keras,
Arya mendorong kedu a tangannya.
Pengemis Tua Berbulu Putih dan Pend ekar Golok B aja men erima
akibat geraman Dewa Arak. Tubuh kedua orang itu terhuyung-huyung ke
belakang. Wajah Pendekar Golok Baja tampak pucat.
Darrr...! Hanya berselisih waktu demikian singkat, terdengar bunyi yang
tidak kalah keras. Bunyi itu berasal dari benturan tangan Dewa Arak dengan peti
mati Penunggu Alam Kubur.
Peti mati yang sejak tadi tidak mampu dihancurkan oleh Arya, kini
hancur b erkeping -keping. Dari d alam peti terp ental sesosok tubuh kecil seray
a memperdeng arkan jeritan melengking suara wanita!
Arya tidak berg eming dari tempatnya. Sesaat kemudian tubuh
pemuda ini terhuyung ke belak ang. Tangan kirinya mendekap dad a,
sedangkan tangan kan an memeg angi k epala. Dewa Arak meny eringai
merasak an sakit di dada dan pusing di kepalanya.
Dalam kead aan sep erti itu, pemuda berambut putih keperakan itu
merasa heran dan bingung dengan keb erad aan bel alang raks asa di alam gaib di
dalam tubuhnya. Dia yakin betul tidak memanggil belalang raksasa itu.
Tapi, mengapa belalang itu masuk ke dalam tubuhnya" Mungkinkah
sekarang tanpa dipanggil binatang itu mampu masuk k e dalam dirinya di
saat dia terancam bahay a" Pertanyaan-pertanyaan itu sempat muncul dalam
pikirannya. Kebingungan lain y ang mel anda Arya ad alah rasa ny eri di d ada
dan pusing di k epala begitu b elalang raks asa meninggalkanny a! Ary a tahu
betul belalang itu penyeb abnya. Bukan akibat b enturan deng an peti m ati
Penunggu Alam Kubur. Betapapun kuat lawan apabila b elalang raksasa ada dalam
tubuhnya, Dewa Arak tidak akan merasak an sakit. Belalang akan
langsung turun tangan!
*** "Kau licik, Dewa Arak. Kau mempergunak an makhluk alam gaib
untuk memenangkan p ertarung an ini!" kecam nenek kurus kering berwajah pucat
dan berpak aian hitam. Sosok yang tadi terlempar dari dalam peti mati.
"Aku tidak bermaksud sep erti itu. Nek," jawab Ary a. "Kuakui memang aku m
emiliki makhluk gaib, aku tidak berni at menggunak annya
untuk menghadapimu."
'Tapi kenyataanny a?" si nen ek meny eringai. "Kau mem anggilnya, bukan?"
"Tidak, Nek!" Arya menggelengk an kepala.
"Aku tidak mem anggilnya. Aku sendi ri tidak meng erti meng apa
binatang itu masuk ke dalam diriku tanpa kupanggil. Biasanya aku
memanggilnya!"
"Dewa Arak...!"
Seruan keras membuat Arya d an nen ek berpakaian hitam menoleh
ke arah Pendek ar Golok Baja. Wajah lelaki ini kelihatan teg ang bukan
main. "Dia bukan Penunggu Alam Kubur, Dewa Arak!"
Arya ters entak. Ini membuat rasa sakit dan nyeri yang diderita
bertambah p arah. Supaya tidak dilihat orang, diusahak an bersikap biasa saja.
Bahkan kedua tangannya terkulai di kanan dan kiri pinggang.
"Aku tidak mengerti maksud Paman?" ujar Arya kemudian.
"Aku yakin ad a k esalahp ahaman di sini. Mung kin bukan dia yang
menculik adikku. Penunggu Alam Kubur yang merobohkanku tidak seperti
ini!" jelas Pendek ar Golok Baja. "Tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki
tertutup libatan k ain mirip sabuk. Yang terlihat hany a matany a.
Ah! Kini aku ingat, meng apa kepand aian Penunggu Alam Kubur sekarang
jauh lebih dahsyat. Kiranya bukan penunggu yang dahulu!"
Perasaan tidak enak mulai mencekam h ati Arya. Dia kh awatir
salah tangan. Sekali lihat saja pemuda ini tahu si nenek terluka cukup parah
"Ha ha ha...!"
Pengemis Tua Berbulu Putih tertawa berg elak. Nad anya menyiratkan k egembiraan d an k emenang an bes ar. Ary a d an Pendek ar Golok
Baja mengernyitkan alis. Dugaan jelek muncul di benak Arya.
"Dugaanmu benar, Pendekar Golok Baja Karatan! Rupanya kau
punya otak juga. Yang mempengaruhi adikmu bukan Penunggu Alam
Kubur sungguhan. Tapi, Penunggu Al am Kubur tiruan! Akulah yang telah
menyamar sebag ai Penunggu Alam Kubur! Ha ha ha...!"
Dewa Arak, Pendekar Golok Baj a, dan si n enek b erpak aian hitam
geram bukan main. Mereka menggert akkan gigi menahan amarah.
Sungguh tidak kusangka kau m enjadi jahat, Gemb el Tua! Kau
berubah sam a sekali! M enyesal aku m enjadi kawanmu. Kau kirimi aku
surat dan menyamar seb agai Penunggu Alam Kubur untuk memfitnahny a.
Bajingan kau!" maki Pendekar Golok Baja, kalap.
Pengemis Tua Berbulu Putih hanya tertawa. Dia tidak marah
dengan makian yang dilontarkan Pendekar Golok Baja.
"Kau pun buta, Dewa Arak! Kau tidak tahu penghad ang-
penghadang atas dirimu karen a ulah ku. Tidakkah kau melihat aku
termenung saat kau b ercakap -cakap deng an Pandora" Saat itu melalui
pikiran kuperintahkan, agar kita tidak sampai di Perkumpulan Pengemis
Tangan Merah. Kita terpisah. Aku pergi ke sini. Sungguh tidak kusangka
kau akan demikian cepat tiba di sini. Untung aku masih bisa mengatur
seakan -akan du a budakku tewas oleh Penunggu Alam Kubur. Kau tertipu
lagi, Dewa Arak! Ha ha ha...!"
"Terkutuk kau, Gembel Tua!" maki Pendekar Golok Baja.
"Aku tidak yakin k au Peng emis Tua Berbulu Putih. Aku lupa kau
telah menjadi botak akibat bertarung deng anku. Dan, botak itu tak akan bisa
diobati agar bisa ditumbuhi rambut l agi. Kau p asti bukan Peng emis Tua Berbulu
Putih! Buka topengmu!" seru si nenek yang sejak tadi berdiam diri.
Pengemis Tua Berbulu Putih kembali terrawa berkak akan.
"Rupanya kau b elum terlalu pikun. Biarlah aku mengaku. Aku
memang bukan pengemis jelek itu. Aku adalah Iblis Seribu Muka!" ujarnya usai
tertawa. Kakek itu lalu menanggalkan rambut, kumis, kulit wajah, dan yang
lainnya. Sekarang di hadapan Dewa Arak, Pendekar Golok Baja, dan si
nenek b erp akaian hitam berdiri seo rang lelaki b erwajah p ers egi. Codet
menghias pipinya. Wajahnya kelihatan menyeramk an!
"Keparat!" Lagi -lagi Pendekar Golok Baja memaki. "Mengapa kau menyamar sebag ai
kawanku, Iblis"!"
"Karena kawanmu si gembel busuk itu telah membunuh kakak
kandungku! Iblis Bermuka Dewa telah dibunuhnya. Maka, kurusak
namanya. Sek alian kupergunak an k esempatan
ini untuk membu nuh
Penunggu Alam Kubur. Karen a aku tidak mampu mel akukannya, kup anas-
panasi Dewa Arak. Rencan aku pun berlangsung mulus. Sebentar lagi aku
akan menjadi datuk persilatan! Ha ha ha...! Kalian semua akan kubunuh!"
Dewa Arak, Pendekar Golok Baja, dan nenek berpak aian hitam
sadar betul Iblis Seribu Muka akan memenuhi an camanny a. Mereka tidak
mungkin bisa mencegah. Yang tidak terluk a hanya Pen dekar Golok Baja.
Tapi, tingkat kepandaian lel aki ini masih rend ah bila dibandingkan d engan
Iblis Seribu Muka!
"Sedikit tambahan untukmu, Dewa Arak. Belalang raksasamu ada
dalam kekuas aanku. Kukurung di dalam batu. Karena akulah bel alang itu masuk
ke dalam tubuhmu. Tapi sebelum kuperintahkan masuk, kutempelkan dulu serangan -serangan
g aib

Dewa Arak 83 Irama Maut di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terh adapmu. Sekarang, bersiaplah untuk men erima k ematian. Kau mend apat keho rmatan m endapat
giliran lebih dulu!"
Dewa Arak m enggert akkan gigi. Belalang rak sasa pasti disiksa
atau setidak -tidaknya amat tersiksa dalam kurung an Iblis Seribu Muk a.
Kalau tidak, tak akan binatang itu mau diperintah tokoh sesat tersebut
Iblis Seribu Muka sudah bersiap untuk melancark an serang an. Saat
itulah terdengar ucapan seseo rang sep erti tengah berbincang-bincang dengan rek
an seperjalan annya. Wajah Ary a berub ah begitu menyimak ucapan itu.
"Bagaimana, Sahabat" Orang yang tel ah berani memalsukan diriku
pantasnya dijatuhi hukuman apa" Mati" Pilihan yang tepat. Sahabat.
Apalagi orang itu hendak membunuh orang yang t elah meny elamatkan kita dari
kelaparan!"
Semua kepala menoleh. Seketika itu pula mereka termangu-m angu,
kecuali Dewa Arak. Orang yang mereka kira berdua terny ata hanya
sendirian. Tapi, tingkahnya seperti tengah berjal an berdu a. Seorang kakek
bungkuk berkepal a botak dan berwajah hijau. Sepasang matany a berputaran liar,
seperti mata orang kurang waras.
"Dialah Peng emis Tua Berbulu Putih yang asli," beritahu n enek berpak aian
hitam pad a mereka yang berad a di tempat itu. "Karena pertarung an kami yang
dahsyat, inilah akibatnya. Kepal anya botak, wajah menjadi hijau, dan otak
kurang waras."
Iblis Seribu Muka tiba-tiba menggeram. Dia melompat seraya
mengirimkan serang an maut pad a kak ek yang b aru d atang, yang ternyata
Pengemis Tua Berbulu Putih yang asli. Kakek itu memperkenalk an diri
sebagai Hijau saat berjumpa dengan Dewa Arak beberapa waktu yang lalu
"Sekarangl ah saatnya peng acau ini kita lenyapkan, Sahabat.
Kurasa tidak sesulit membereskan kekacau an di p erkumpulan!" ujar Pengemis Tua
Berbulu Putih sebelum menyambuti serangan lawan.
Pertarungan mati-matian tidak bisa dihindark an lagi. Tingkat
kepandai an merek a sama-s ama tinggi. Jalannya pertarungan berjalan
seimbang. Hanya d alam beb erap a bel as jurus, Pengemis Tua Berbulu Putih
dengan cep at mendesak lawanny a.
Iblis Seribu Muka tampaknya h arus
meng erahk an seluruh kemampuannya untuk mengh adapi Pengemis Tua Berbulu Putih. Kakek itu
tidak bisa dihadapinya dengan s etengah h ati. Dia tidak diberi kesempatan sama
sekali untuk melancarkan serang an dengan mempergun akan ilmu
andalanny a. Serangan Pengemis Tua Berbulu Putih begitu beruntun dan
susul-menyusul.
Pada satu k esempatan Iblis Seribu Muk a mend apat p eluang untuk
melancarkan serangan. Dengan mempergun akan kaki k ananny a ia memberikan tend angan telak k e kep ala Peng emis Tua Berbulu Putih.
Namun, hanya dengan menarik kep alanya ke belak ang d an memiringkan
tubuhnya ke kiri, Pengemis Tua Berbulu Putih mampu mengelakkan
serang an itu. Bahkan, kemudian dia menyusulinya d engan pukul an sisi
telapak tangan kanan yang mengen ai kaki kanan Iblis Seribu Muka.
Tubuh Iblis Seribu Muka langsung berputar. Dan karena kerasnya
pukulan Pengemis Tua Berbulu Putih, keseimbangan tubuhnya tidak bisa
dipertahank an. Dia terj engkang ke belak ang dan jatuh t erguling-guling di
tanah. Pertempuran s engit kembali b erlangsung. Iblis Seribu Muka
semakin terdesak heb at.
Di jurus kesembilan belas, pukulan Pengemis Tua Berbulu Putih
mendarat telak di d ada Iblis Seribu Muka. Pada saat yang b ers amaan, kaki
kanan kakek bermuka hijau ini mendarat di perut.
Buk! Des! Iblis Seribu Muka mengelu arkan jeritan menyay at. Tubuhnya
terlempar k e belak ang dan jatuh bergulingan di tanah. Sesaat dia
menggelepar mereg ang nyawa, sebelum diam tak bergerak -gerak lagi.
"Bagaimana, Sahabat?" Kakek bungkuk menoleh ke seb elahnya. Ia bersikap seperti
tengah bercak ap-cakap d engan seseo rang. "Bukankah masalah ini berhasil kita
bereskan" Orang yang menjadi pengacau telah kita kirim ke neraka!"
"Pengemis Tua...," tegur Pendekar Golok Baja penuh h aru melihat keadaan
sahabatny a. "Si Badut Golok rupanya! Sahabat, kau lihat. Si Badut Golok telah
muncul lagi. He he he...!"
Pendekar Golok Baja sedikit pun tidak marah mendeng ar ucapan
Pengemis Tua Berbulu Putih. Keadaan kak ek ini telah kurang waras.
"Kiranya kau m asih hidup, Manusia Peti...!" Pengemis Tua
Berbulu Putih mengalihkan pandangan pada Penunggu Alam Kubur.
Nenek baru kering berwajah pucat itu tersenyum. Tapi, yang
terlihat justru seringai.
"Akulah yang tidak menyangk a k alau k au masih hidup, Gembel
Busuk!" balas Penunggu Alam Kubur seraya bersandar pada s ebatang
pohon. Dewa Arak dengan susah pay ah tersenyum. Pemuda itu merasa
lega melihat masalah ini telah b erh asil diselesaikan. Pengemis Tua Berbulu
Putih tiruan dapat dileny apkan. Sambil mendek ap d adany a, pemuda
berambut putih keperakan itu menggeleng-g elengkan kep ala.
Pengemis Tua Berbulu Putih memandang Dewa Arak d engan
sepasang matanya yang berputaran liar.
"Sahabat, masih ingatkah kau pada pemuda berambut aneh itu"
Ingat" Bagus! Mumpung bertemu lagi dengannya, bagaimana kalau kita
meminta pelajaran y ang lain. Jangan h anya pelajaran un tuk merontokkan jambu
dari pohonnya. Kau setuju" Bagus!"
Arya ters enyum. Dia teringat kembali pertemuanny a deng an kakek
ini. "Tentu saja dengan sen ang hati aku mau m engajarimu, Hijau. Kau dan
Sahabat ak an kub eri p elajaran b aru. Men empelkan k embali jambu-jambu itu ke
pohonnya. Bagus bukan?"
"Bagus..., bagus...! Segera ajari aku ilmu itu, Anak Muda."
Pendekar Golok Baja, Penunggu Alam Kubu r, dan y ang tidak
mengerti pertemuan antara Dewa Arak deng an Pengemis Tua Berbulu Putih
hanya terbengong -bengong keh eran an mendengar percakap an merek a.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Cinta Pembawa Maut 2 Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Persekutuan Pedang Sakti 11
^