Pencarian

Mustika Ular Emas 1

Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas Bagian 1


MUSTIKA ULAR EMAS
oleh Aji Saka Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Tuti S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagianatauseluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Aji Saka Serial Dewa Arak
dalamepisode: Mustika Ular Emas
128 hal. ; 12 x 18 cm
1 "Mari kita bermain-main dulu, Kak," ajak Suri sambil bangkit dan menarik-narik
tangan Lanang. Sepasang matanya yang liar terlihat berbinar-binar ceria.
Lanang menatap wajah Suri sesaat. Pemuda pesolek itu
sebenarnya merasa jijik dan muak. Tapi, keinginan yang besar untuk mendapatkan
kesaktian membuatnya menyembunyikan perasaan
itu. Dia bahkan menyunggingkan seulas senyum.
"Aku mau saja bermain-main, Suri. Tapi, aku malas untuk berdiri.?"Kau
tidakperlubangkit,Kak.Aku yangakan membawamu ke tempat kita bermain," sambut
Suri sambil mengikik. Gadis kurang waras ini gembira melihat tanggapan Lanang.
Senyum yang tersungging di mulut Lanang semakin
melebar. Pemuda ini memang hendak menguji tenaga dalam Suri.
Kendati sebelumnya telah disaksikan sendiri kehebatan gadis berpakaian kembang-
kembang itu. (Untuk lebih jelasnya mengenai tokoh-tokoh ini, silakan baca serial
Dewa Arak dalam episode
"Misteri Gadis Gila").
Lanang segera mengerahkan seluruh tenaga dalamnya
untuk memberatkan tubuh. Pemuda ini merasa yakin bobot
tubuhnya sekarang tidak kalah beratnya denganseekor gajah!
Suri tertawa mengikik. Otaknya yang tidak beres
membuatnya menganggap Lanang sedang mengajaknya bermain-
main. Maka, sambil tersenyum-senyum dicekalnya pangkal lengan kanan Lanang, lalu
ditariknya ke atas. Senyumnya semakin lebar ketika mengetahui tubuh pemuda itu
tidak bergeming dari
tempatnya. Lanang seperti menempel dengan bumi!
"Rupanya kau pintar mencari permainan yang menarik,
Kak," ujar Suri gembira.
Semula gadis berpakaian kembang-kembang ini tidak
mengerahkan tenaga dalam. Tapi, setelah tahu Lanang mengajaknya bermain dia pun
mengeluarkan tenaga dalam.
Lanang merasakan kekuatan dahsyat memaksa tubuhnya
naik ke atas. Pemuda ini bersikeras bertahan. Wajahnya sampai merah padam. Tapi,
perlawanan Lanang hanya berlangsung
sebentar. Betapapun ia berusaha bertahan tubuhnya tetap terangkat naik Masih
dalam posisi duduk bersila tubuh Lanang terbawa ke atas.
Lanang sadar dia telah dikalahkan. Dia pun menurunkan
kedua kakinya dan berdiri di tanah.
Lanang memperhatikan wajah Suri. Terkejut dia ketika
mengetahui keadaan gadis itu biasa-biasa saja. Tidak terlihat tanda-tanda Suri
telah bertarung tenaga dalam dengannya! Padahal, Lanang sampai berkeringat.
Wajahnya pun masih merah.
"Bagaimana, Kak" Perlukah kau kubawa sampai ke tempat kita bermain?" tanya Suri.
Kelihatan betul gadis ini amat menyukai Lanang. Ia ingin selalu menyenangkan
hati pemuda pesolek itu.
"Tidak usah, Suri." Lanang menggelengkan kepala.
"Kalau begitu, mari kita keluar." Suri cepat menyambar pergelangan tangan Lanang
dan dibawanya berlari.
Tentu saja Lanang tidak ingin terseret-seret. Ilmu lari
cepatnya segera dikerahkan. Namun, lagi-lagi pemuda pesolek ini menerima
kenyataan pahit. Ilmu lari cepatnya tidak berarti sama sekali. Lanang tercecer
di belakang. Kenyataan ini membuat Lanang mengambil keputusan lain.
Dia tidak berlari lagi. Pemuda itu membiarkan Suri membawanya berlari. Suri baru
menghentikan larinya ketika tiba di tepi sebuah hutan kecil.
"Di sinilah tempat kita bermain, Kak," ujar gadis berpakaian kembang-kembang
itu. Pegangan tangannya dilepaskan.
"Bermain apa, Suri?" tanya Lanang setelah mengedarkan pandangan memperhatikan
suasana disekitarnya.
"Terserah Kakak. Bermain apa pun aku mau," jawab Suri sambil menunduk malu-malu.
Kalau menuruti perasaan, tentu Lanang sudah meludahi
gadis itu. Meski sebenarnya jika tengah malu-malu seperti itu Suri tidak
terlihat seperti gadis yang kurang waras.
"Aku tidak begitu mengetahui jenis-jenis permainan, Suri.
Kaulah yang tentukanjenis permainannya. Bagaimana" Kausetuju?"
Sambil menggigit jari telunjuknya, Suri mengangguk-
anggukkan kepala. Tapi, jumlahanggukannya terlalu banyak.
"Bagaimana kalau kita bermain petak umpet?" usul Suri.
Sepasang alisnya mengernyit tampak lucu.
"Boleh," sahut Lanang dengan hati dongkol. Dia sudah dewasa. Bermain petak umpet
adalah permainan anak-anak kecil.
"Siapa yang jaga lebih dulu?"
"Harus sut supaya adil," beritahu Suri dengan sepasang mata berbinar. "Kalau aku
menang, kau yang harus jaga. Tapi bila kau yang menang, aku yang akan sembunyi.
Adil bukan?"
Lanang hampir saja mengangguk Tapi, anggukannya
tertahan ketika kalimat Suri dicernanya. Perjanjian curang. Suri terus
beruntung. Lanang hampir saja membantah. Tapi ketika teringat dengan siapa dia
berhadapan, kata-katanya ditelan kembali.
"Aku setuju," ucap Lanang pelan.
*** Lanang membalikkan tubuh sambil membuka matanya.
Seruan-seruan yang dikeluarkan sejak dia menghadap pada
sebatang pohon besar sambil memejamkan mata tidak mendapat sambutan lagi. Suri
telah bersembunyi.
Lanang mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Dengan
menajamkan pendengarannya pemuda pesolek ini mencoba mencari tempat
persembunyian Suri. Biasanya Lanang memang mampu
mengetahui sumber suatu suara hanya dengan mendengarnya. Tapi, hal itu ternyata
tidak berlaku untuk Suri. Gadis itu sulit untuk diketahui jejaknya. Dengan
ilmunya yang tinggi Suri dapat membuat suaranya seperti muncul dari segenap
penjuru. Lanang mengayunkan kaki meninggalkan pohon tempat
penjagaannya, segera mengedarkan pandangan. Dia tidak ingin kecolongan. Bila
Suri sampai lolos dari pengamatannya dan tiba di pohon yang dijaga, itu berarti
Lanang harus berjaga lagi.
Baru beberapa langkah meninggalkan tempat penjagaannya,
Lanang mengernyitkan alis. Dia merasakan getaran keras pada tanah yang
dipijaknya. Getaran yang hebat ini layaknya terjadi bila seekor gajah lewat.
Perhatian Lanang jadi terpecah. Pemuda pesolek ini
mempunyai kecerdikan yang luar biasa. Ia bisa memperkirakan kalau yang
menimbulkan getaran hebat itu bukan gajah. Hutan kecil seperti ini mana mungkin
ditinggali gajah" Lanang yakin bunyi seperti itu disebabkan oleh tenaga dalam
yang amat kuat!
Jantung Lanang berdetak kencang. Orang yang mampu
menimbulkan bunyi demikian pasti memiliki tenaga dalam tinggi.
Dia sendiri tidak mampu melakukannya. Padahal, bunyi getaran yang berirama
menunjukkan orang itu tengah berjalan. Senantiasa mengerahkan tenaga untuk
menggetarkan tanah dalam setiap
langkah merupakan sesuatu yang amat sulit! Lanang tidak mampu melakukan hal itu.
Rasa penasaran mendorong Lanang mendekati tempat yang
menjadi sumber bunyi. Baru beberapa langkah, pemuda pesolek ini berseru kaget.
Lanang terlonjak ke belakang bagai orang menginjak ular berbisa!
Sepasang mata pemuda itu tertuju lurus ke depan.
Hamparan rumput setinggi setengah tombak yang berada kira-kira sepuluh tombak di
depannya menguak ke kanan dan ke kiri,
membentuk jalan kecil. Pemandangan ini sangat mengejutkan Lanang.
Sebelum perasaan kaget yang melanda hatinya lenyap,
muncul sesosok tubuh pendek gemuk. Sosok itu berada hampir duapuluh tombak dari
Lanang. Sekarang Lanang mengerti mengapa hamparan rumput
seperti menyibak memberi jalan. Sosok pendek gemuk itulah penyebabnya. Sosok itu
tidak terlihat melakukan tindakan apa pun.
la hanya berjalan lurus. Tapi, mengapa rumput-rumput itu
menyibak memberi jalan"
"Horeee.. !"
Seruan gembira yang melengking nyaring membuat Lanang
teringat dengan permainannya. Lanang hafal betul pemilik suara itu.
Pemuda pesolek ini menoleh ke belakang.
Di pohon yang harus dijaganya berdiri dengan gembira Suri.
Gadis berpakaian kembang-kembang itu berhasil memenangkan permainan. Lanang
harus berjaga lagi.
Tapi Lanang hanya sebentar menoleh. Cepat pandangannya
dialihkan lagi ke depan. Dilihatnya sosok pendek gemuk semakin mendekat.
Sekarang Lanang baru melihat jelas penyebab
pemandangananeh itu.
Semakin dekat sosok pendek gemuk itu dengan rumput,
keadaan rumput semakin kacau. Jelas, penyebab semua itu adalah sosok pendek
gemuk. Lanang yang cerdik segera tahu di sekitar tubuh sosok pendek gemuk
berhembus angin keras yang menerpa rumput-rumput. Pameran tenaga dalam tingkat
tinggi yang sangat mengagumkan!
Lanang merasa amat tertarik. Ia memperhatikan sosok
pendek gemuk hingga melintasi hamparan rumput. Kembali Lanang melihat
pemandangan yang menakjubkan. Begitu sosok pendek gemuk keluar dari hamparan
rumput, tanaman-tanaman itu kembali berdiri tegak seperti semula!
Lanang terbengong-bengong saking takjubnya. Pemuda
pesolek ini merasa yakin sedang bertemu dengan seorang tokoh sakti. Bahkan, dia
yakin sosok pendek gemuk yang ternyata seorang kakek berkepala botak memiliki
kepandaian di atas bekas ayahnya, Naga Sakti Berwajah Hitam.
Kakek berkepala botak yang menjadi pusat perhatian
Lanang tampak bersikap tidak peduli. Wajahnya tetap berseri-seri dan penuh
senyum. Kaki-kaki bulat dan pendek itu terus terayun mantap.
Lanang tercekat merasakan tanah yang dipijaknya semakin
bergetar hebat. Bunyi berdebam keras seperti langkah seekor gajah, terdengar.
Lanang semakin merasa pasti kakek itu me-mang orang
sakti. Dilihatnya jelas kakek pendek gemuk melangkah biasa, tidak dijejakkan.
Namun akibatnya demikian menakjubkan!
"He he he. .!"
Kakek pendek gemuk terkekeh ketika jaraknya tinggal dua
tombak dari Lanang. Langkah kakinya dihentikan. Masih dengan senyum
diperhatikannya sekujur tubuh bekas putra Naga Sakti Berwajah Hitam.
"Luar biasa anehnya dunia ini. Belum lama aku bertemu seorang pemuda gagah dan
kuat laksana batu karang dan seorang kakek gila berpakaian terbalik, sekarang
aku bertemu dengan seorang banci. He he he. .!"
Wajah Lanang merah padam. Sudah dua kali dia dimaki
sebagai banci. Pertama oleh Jumini. Kali ini oleh kakek pendek gemuk. Padahal
kendati pesolek, Lanang paling benci bila dianggap perempuan. Apalagi banci.
"Sayang sekali aku tengah mempunyai urusan penting.
Kalau tidak, aku akan senang sekali bermain-main denganmu," ujar kakek pendek
gemuk sambil melangkah maju. Kali ini tidak ada getaran pada tanah. Tapi Lanang
merasakan dorongan angin keras keluar dari tubuh kakek itu.
Lanang terkejut bukan main. Dia segera bertindak cepat.
Seluruh tenaganya dikerahkan untuk membuat kakinya menjejak bumi. Lanang
berhasil mencegah dorongan angin keras tidak membuat tubuhnya terhuyung. Namun
itu terjadi ketika kakek pendek gemuk melangkah dua tindak. Pada langkah ketiga
dorongan itu demikian kuat Lanang bersikeras untuk bertahan.
Wajahnya sampai merah padam. Di langkah keempat, pemuda
pesolek ini tidak mampu bertahan lagi. Lanang terdorong ke belakang sejauh tiga
tombak! Tanah tergurat cukup dalam ketika tubuh pemuda pesolek itu terseret
Kakek pendek gemuk terus saja melangkah. Lanang yang
merasa penasaran mengirimkan serangan. Pemuda pesolek itu menghentakkan kedua
tangan terbuka ke depan. Sebuah serangan jarak jauh dilancarkan.
Serangkum angin keras meluruk ke arah kakek berkepala
botak. Hembusan angin yang mampu menghancurkan sebongkah
batu sebesar gajah. Kakek pendek gemuk tahu akibat serangan itu.
Tapi, dia bersikap tidak peduli. Baru ketika serangan menyambar dekat, dia
melakukan gerak meniup!
Lanang terperanjat. Pukulan jarak jauhnya lenyap begitu
saja bagai tertelan sesuatu. Keterkejutannya membesar ketika melihat kakek itu
kembali meniup.
Lanang mencoba mengelak. Tapi, kakek pendek gemuk
cepat bertindak. Dia bersiul pelan dengan mempergunakan ibu jari dan jari
tengah. Akibatnya sungguh mengagumkan. Lanang
merasakan sekujur tubuhnya mendadak lemas. Tenaganya lenyap entah ke mana. Otot-
otot tubuhnya seakan lumpuh!
Lanang tercekat ketakutan. Maut berada di hadapannya.
Tiupan kakek pendek gemuk tidak kalah dengan hantaman tongkat pusaka! Cukup
untuk mengirim nyawanya melayang ke alam baka.
Di saat genting bagi keselamatan nyawa bekas putra Naga
Sakti Berwajah Hitam itu, suatu kekuatan dahsyat menarik
tubuhnya ke belakang! Lanang yang tengah tidak berdaya tidak mampu mencegahnya.
Tubuhnya tertarik dengan deras. Tapi, justru inilah yang menyelamatkan nyawa
pemuda itu. Serangan kakek pendek gemuk tidak mengenai sasaran. Lewat beberapa
jengkal di depan tubuhnya. Kekuatan dahsyat itu membuat Lanang
terjengkang! "He he he. .!"
Kakek pendek gemuk terkekeh gembira. Wajahnya makin
berseri-seri. Sepasang matanya pun berbinar-binar. Padahal, sekejap tadi
memancarkan sinar maut ketika serangannya kandas akibat campur tangan orang.
"Rupanya aku tengah laris. Ada lagi yang ingin mengajakku bermain-main ini!"
"Tutup mulutmu, Manusia Aneh! Siapa yang sudi bermain dengan orang sepertimu"
Jijik aku! Kau ini orang atau bola" Sudah jelek masih berani mengajak calon
suamiku bermain-main. Benar-benar tidak tahu diri! Cepat pergi sebelum aku
memecahkan kepalamu yang mirip batu itu!"
Di depan kakek botak, membelakangi Lanang yang
sekarang telah berdiri tegak, berdiri gadis berpakaian kembang-kembang. Suri.
Gadis ini marah bukan main. Kedua tangannya ditaruh di pinggang.
"He he he. .!"
Kakek pendek gemuk malah tertawa.
Lanang memperhatikan kedua orang yang berdiri
berhadapan dan siap bertarung itu dengan hati berdebar tegang.
Tingkah laku kakek botak mengingatkannya pada seorang tokoh tua yang telah lama
meninggalkan dunia persilatan. Naga Sakti Berwajah Hitam telah banyak
menceritakan tentang tokoh-tokoh besar.
Salah seorang di antaranya mempunyai sifat seperti kakek pendek gemuk ini.
Lanang yakin kakek itu tokoh yang dimaksud bekas ayahnya. Dialah Setan Gila!
"Mulutmu tajam sekali, Gadis Gila! Aneh-aneh saja orang yang kujumpai. Aku ingin
bermain-main denganmu. Suaramu tidak kalah buruknya dengan suara katak. Maka,
aku akan bertepuk tangan. Biar aku mengiringinya dengan nyanyian!"


Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa menunggu persetujuan Suri, kakek pendek gemuk
yang bukan lain Setan Gila, mulai bertepuk tangan. Tak terlalu keras tapi
terdengar berirama.
Sebenarnya irama yang dibuat Setan Gila cukup merdu.
Tapi, tidak demikian yang dialami Lanang. Pemuda pesolek ini merasa tersiksa
bukan main. Setiap kali terdengar bunyi tepukan dirasakan dadanya seperti
dipukul. Nyeri bukan main.
Bekas putra Naga Sakti Berwajah Hitam ini tahu tepukan
tangan Setan Gila bukan tepukan biasa. Tepukan itu mengandung serangan yang
ditujukan pada Suri. Kendati demikian, Lanang ikut terkena pengaruhnya.
Lanang tidak ingin celaka. Ia mengerahkan tenaga dalam
untuk melindungi bagian dalam dadanya. Mula-mula memang
menampakkan hasil. Tapi, lama-kelamaan Lanang mulai tersiksa.
Bunyi tepukan tetap menyakitkan dada. Di telinganya bagai berdengung puluhan
ekor nyamuk. 2 Berbeda dengan Lanang, Suri yang menjadi sasaran
serangan tidak tersiksa sedikit pun. Gadis ini malah tersenyum-senyum sendiri.
Tangannya menggaruk-garuk kepala. Entah karena gatalatau iseng saja.
Setan Gila meski tetap tersenyum lebar di dalam hati merasa geram. Sikap Suri
membuatnya sangat tersinggung. Dia merasa diremehkan. Di samping perasaan itu
muncul pula rasa kagum dan heran. Orang semuda Suri memiliki tenaga dalam yang
demikian tinggi. Hingga, serangannya tidak berartiapa-apa.
Setan Gila memperhebat serangannya. Suri mengetahui.
Tapi, gadis kurang waras ini tidak melakukan tindakan apa pun.
Suri malah terkikik kegirangan.
Kembali Setan Gila menerima kenyataan yang menyakitkan.
Tawa Suri bukan tawa sembarangan. Tawa itu mengandung getaran tenaga dalam yang
membendung pengaruh bunyi tepukannya. Dua gelombang tenaga dalam tinggi saling
beradu. Kedengarannya seperti paduan irama yang saling mendukung. Padahal, bunyi
itu sebenarnya tangan-tangan maut! Yang kalah kuat akan mendapat karcis untuk
pergi ke alam baka.
Wajah Suri dan Setan Gila telah dibanjiri peluh. Malah, dari atas kepala Setan
Gila mengepul uap putih. Tampaknya kakek ini mengerahkan tenaga dalam yang
melampaui batas.
Lanang terlihat tenang. Pemuda pesolek ini menghentikan
pengerahan tenaga dalamnya. Suara tawa Suri telah menolongnya.
Kini dia hanya memperhatikan jalannya pertarungan.
Lanang memang tahu Suri memiliki tenaga dalam dahsyat.
Namun, sungguh tidak disangka akan seperti ini. Setan Gila seorang datuk
golongan hitam yang menurut penuturan Naga Sakti
Berwajah Hitam memiliki kepandaian sejajar dengan dirinya. Tapi, kenyataannya
Setan Gila kewalahan menghadapi Suri. Keinginan untuk mendapatkan Telur Elang
Perak semakin membara di hati Lanang. Suri sampai bisa sesakti ini karena telur
binatang langka itu.
Wajah Lanang berubah ketika melihat Setan Gila terhuyung-
huyung seraya memuntahkan darah segar. Dia tak bisa menghadapi tawa Suri yang
semakin meninggi.
Dengan tawa yang tidak putus Suri melompat memburu
lawannya. Bagai seekor garuda yang menerkam mangsa, gadis ini melesat! Kedua
tangannya terbuka hendak mencengkeram ulu hati dan pusar Setan Gila!
Sepasang mata Setan Gila membelalak lebar. Bukan karena
serangan maut yang tertuju ke arah-nya. Tapi, melihat gerakan Suri.
'"Ilmu Camar Hitam'. .," desis kakek pendek gemuk.
Namun, rasa kaget terlihat tidak bisa merubah sorot
wajahnya yang berseri-seri. Ketika serangan Suri menyambar ke arahnya, kakek
pendek gemuk mampu menunjukkan kelihaiannya sebagai seorang datuk kaumsesat.
Dengan jari-jari terbuka dipapakinya serangan Suri.
Beberapa jari sebelum dua pasang tangan itu saling berbenturan, tangan Suri
berputar ke atas. Ia merubah arah serangannya. Kali ini mengancam kepala.
Setan Gila tercekat. Perubahan itu terlalu mendadak,
membuat dia tidak mempunyai kesempatan untuk memapaki.
Kakek itu berusaha untuk menyelamatkan nyawanya dengan
melempar tubuh ke belakang.
Prat, prattt! Tindakan untung-untungan yang dilakukan Setan Gila
berhasil membuat serangan Suri tidak mendarat di sasaran. Jari-jari tangan gadis
itu menghantam dua pangkal lengannya, hingga hancur. "Hi hihi..!"
Suri terkikik dengan kedua tangan berkacak pinggang.
Matanya berputaran liar menatap Setan Gila yang tergolek di tanah.
Kakek itu terluka dalam yang amat parah! Ditambah lagi dengan luka pada kedua
tangannya. Luka itu tidak hanya menghancurkan tulang. Tapi, juga melukai bagian
dalam tubuhnya.
"Sudah kukatakan tadi orang sepertimu seharusnya bermain dengan anjing. Tapi,
kau tidak percaya. Sekarang kau baru merasakan sendiri akibatnya."
Setan Gila terkekeh. Batuk-batuk yang memercikkan darah
mengiringi tawanya. "Gadis Gila, bukankah gerakan yang kau pergunakan tadi salah
satu jurus 'Ilmu Camar Hitam!?" tanya kakek itu denganagak tersendat karena luka
yang dideritanya.
"Hi hi hi...! Rupanya kau memiliki mata yang awas kendati kepalamu mirip batok
kura-kura."
"Apa hubunganmu dengan Begawan Narasoma.. ?" desak Setan Gila penuh gairah.
"Beliau adalahayahku, Gundul Bodoh!" tandas Suri.
"Tidak mungkin! Kau mengada-ada, Gila! Begawan
Narasoma hanya mempunyai seorang anak perempuan. Tapi, dia tidak semuda kau.
Lagi pula dia telah lama meninggal. Mati dibunuh musuh-musuh menantu Begawan
Narasoma. He he he.. !
Kau tidak bisa menipuku, Gila. Meski tidak mempunyai rambut, tapi otakku banyak.
Kau tak bisa menipuku. He he he. .!"
"Siapa yang menipumu, Katak Botak! Aku memang putri
Begawan Narasoma. Namaku Raden Ajeng Suri Kencuri. Dasar
botak! Di samping tidak mempunyai rambut, kau pun tidak
mempunyai kepercayaan atas ucapan orang lain. Menjijikkan!"
Dengan tingkah orang yang benar-benar merasa jijik Suri
membuang ludah. Memang tidak ditujukan pada Setan Gila. Tapi, karena kakek itu
berada di bawah, percikan yang menjijikkan itu mencipratinya. Rasa tegang karena
tengah menghadapi persoalan membuat kakek pendek gemuk tidak mempedulikan.
"Aku memang telah mati. Tapi, oleh ayahku aku diberikan Telur Elang Perak. Aku
pun hidup kembali. Bahkan, menjadi jauh lebih muda dari usia sesungguhnya,"
jelas Suri tanpa pikir panjang lagi.
Lanang memperhatikan dengan penuh perhatian percakapan itu. Diam-diam dia memaki Suri dalam hati. Dasar orang tak waras,
benda pusaka yang menjadi incaran tokoh-tokoh dunia persilatan enak saja
diberitahukan. "Telur Elang Perak"!" Setan Gila yang telah di ambang maut bergumam dengan suara
bergetar. Apa yang dicarinya ternyata berada di depan hidung. "Kau bohong, Gila!
Gendeng! Telur Elang Perak telah jatuh ke tangan Iblis Buta! Apakah kau hendak
mengatakan kalau ayahmu, Begawan Narasoma, telah merampasnya dari orang buta itu!"
"Hi hi hi...! Botak! Gundul! Kau pun berhasil tertipu juga.
Tak kusangka orang-orang demikian bodoh sehingga bisa ditipu ayahku. Iblis Buta
itu sebenarnya ayahku. Beliau menyamar sebagai Iblis Buta! Dasar orang bodoh.
Hanya dengan tipuan kecil seperti itu saja bisa kena. Hi hi hi. .!"
Bukan hanya Setan Gila yang kaget Lanang pun demikian.
Hanya, keterkejutan mereka berbeda. Lanang kaget karena tidak menyangka Suri
akan memberikan keterangan demikian jelas. Lanang khawatir terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan. Meski di sekitar tempat ini sepi-sepi saja, tapi orang-orang
persilatan sering kali mendengar berita yang menurut perhitungan tidak akan
tersebar! Lanang khawatir sisa telur mukjizat itu jatuh ke tangan orang lain.
Suri memang benar-benar gendeng!
Keterkejutan Setan Gila lain lagi. Dia tidak menyangka Iblis Buta yang dicari-
carinya adalah samaran dari Begawan Narasoma!
Pantas saja Peramal Gendeng tidak bisa menemukannya. Bagaimana mungkin mencari
orang yang tidak ada"
"Sekarang aku mengerti mengapa tokoh yang berjuluk Iblis Buta tidak ketahuan
berdiri di golongan mana. Tindakan yang dilakukannya hanya untuk membalas
dendam. Akh. .!"
Setan Gila menghentikan ucapannya sebelum berhasil
diselesaikan. Nyawanya telah melayang ke alam baka. Kakek ini mati penasaran.
Keinginannya tidak terkabul. Ia mati tepat ketika jawaban bagi teka-teki yang
melingkupi kemisteriusan masalahnya terungkap.
"Suri," Lanang buru-buru mendekati gadis berpakaian kembang-kembang yang tertawa
sambil berkacak pinggang di
depan mayat Setan Gila.
"Ada apa, Kak?" tanya Suri. Gadis ini kelihatan patuh bukan main pada Lanang.
"Mari kita tinggalkan tempat ini. Kita harus segera menemui kakek. Aku khawatir
Telur Elang Perak keburu diambil orang. Bila itu terjadi, kau tidak akan
mempunyai seorang suami. Apakah kau mau hal itu terjadi"!" gertak Lanang. Pemuda
ini tidak merasa khawatir ancamannya tidak membuahkan hasil. Suri amat
mencintainya. Gadis itu pun memiliki otak kurang waras.
"Tentu saja tidak, Kak. Kau harus menjadi suamiku. Ayo, kita pergi menemui
Kakek!" sambut Suri cepat penuh rasa khawatir.
Sikap gilanya lenyap karena takut kehilangan Lanang.
Lanang tertawa dalam hati. Tapi, dia tidak menampakkan
kegembiraannya. Dia berlari mendahului Suri. Dalam waktu singkat gadis edan itu
berhasil menyusulnya. Mereka berlari berjajar menuju gua tempat tinggal Iblis
Buta alias Begawan Narasoma.
*** "Ah...!"
Seruan kaget dikeluarkan seorang pemuda berpakaian
ungu. Pemuda itu tengah merayap dengan susah-payah melewati hamparan tanah yang
ditumbuhi rumput-rumput pendek dan onak duri. Rayapannya terhenti. Mulutnya
menyeringai menahan sakit yang cukup hebat. Wajah pemuda itu tampak pucat bagai
kertas. Kelihatannya dia tengah terluka dalam yang parah.
"Hukh!"
Pemuda berambut putih keperakan itu terbatuk. Percikan
darah segar keluar dari mulutnya.
"Naga Sakti Berwajah Hitam benar-benar hebat," desis pemuda berpakaian ungu.
"Kalau tidak ada penolong tak nampak itu, mungkin nyawaku telah melayang.. ."
Wajah pemuda itu yang semula tertuju ke tanah tiba-tiba
dikerahkan ke depan. Telinganya yang memiliki pendengaran sangat tajam mendengar
bunyi mencurigakan dari arah depan.
Semakin lama bunyi itu semakin jelas tertangkap telinganya.
Tampaknya ada orang yang tengah menuju ke arahnya. Dari
langkah-langkah yang terdengar, pemuda ini memperkirakan orang yang tengah
menuju ke arahnya adalah dua orang.
Pemuda berambut putih keperakan itu tidak ingin
keberadaannya diketahui. Meski keadaannya tidak memungkinkan, dipaksakannya
meninggalkan tempat itu. Pemuda itu merayap ke sebelah kiri. Disana terdapat
semak-semak yang cukup lebat Pemuda itu ternyata merayap dengan mempergunakan
kedua kaki dan badan. Kedua tangannya yang seharusnya
menyangga tubuhnya tidak dipergunakan. Tulang lengan si pemuda telah terlepas
darisambungannya.
Sebenarnya, jarak pemuda berambut putih keperakan
dengan semak-semak yang ditujunya tak lebih dari enam tombak.
Tapi, keadaan si pemuda yang tidak memungkinkan membuat jarak yang ditempuhnya
terasa amat jauh.
Sebelum pemuda berpakaian ungu tiba di semak-semak,
terdengar bunyi berkerosokan yang disusul dengan munculnya dua sosok tubuh.
Pemuda berpakaian ungu menghentikan gerakannya.
Wajahnya dipalingkan ke arah dua sosok yang baru muncul. Pada saat yang
bersamaan dua sosok itu tengah menatap ke arahnya. Tiga pasang mata saling
berpandangan dengan penuhselidik.
"Dewa Arak. .!"
Dua sosok itu berseru kaget.
Pemuda berpakaian ungu yang memang Dewa Arak hanya
tersenyum pahit. Dua sosok itu dikenalnya. Lelaki pendek kekar berkulit merah
dengan bulu-bulu halus di sekujur tubuhnya adalah Singa Berbulu Merah. Yang lain
kurus kering seperti cecak kelaparan. Dia adalah si Pengais Nyawa. Dua di antara
tiga tokoh sesat yang terluka dalam akibat campur tangan Dewa Arak. (Untuk lebih
jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode:
"Sengketa Guci Pusaka").
"Ha ha ha. .!" Singa Berbulu Merah tertawa bergelak. Ia kelihatan gembira
sekali. "Kau lihat, Pengais Nyawa" Orang yang usilan terhadap kita sekarang
tengah sekarat. Dia tak lebih dari anjing lumpuh!"
"Benar! Sekarang orang usilan ini harus merasakan akibat sifat sombongnya yang
selalu mencampuri urusan orang." Pengais Nyawa menyambung. "Kau akan rasakan
akibat kelancanganmu berurusan dengan kami, Dewa Arak! Kami akan menyiksamu!"
Pengais Nyawa memandang Dewa Arak dengan tatapan penuh
dendam. Lelaki kurus kering ini mengeluarkan senjata andalannya.
Ganco. Benda yang terlihat mengerikan itu diayun-ayunkan di atas kepala.
Kemudian, diturunkan pelan-pelan ke depat wajah Arya.
"Kau akan menyesali kelancanganmu seumur hidup, Dewa Arak. Kau tahu apa yang
akan kulakukan terhadap dirimu?" tanya Pengais Nyawa dengan nada menyeramkan. Ia
mengoleskan bagian ganco yang tidak tajam di wajah Arya.
"Aku tahu," jawab Arya tenang. Tidak terlihat kegentaran pada wajah pucat itu.
"Yang akan kuterima adalah kematian! Itu sudah akibat yang harus kutanggung bagi
orang sepertiku. Sejak dulu aku sudah tahu, Pengais Nyawa!"
"Ha ha ha. .!" tawa Pengais Nyawa meledak. "Jangan kau kira aku akan membunuhmu,
Dewa Arak! Terlalu enak bagimu.
Sudah kukatakan, aku akan membuatmu menyesal seumur hidup.
Aku hanya akan mencungkil kedua matamu! Ha ha ha.. !"
Arya tercekat. Pengais Nyawa benar-benar keji. Betapapun
berani dan tabahnya Dewa Arak, tapi tindakan yang akan dilakukan Pengais Nyawa
benar-benar mengerikan! Arya bergidik. Namun dengan pandainya dia berhasil
menyembunyikan perasaan itu.
Singa Berbulu Merah ikut tertawa bergelak. "Kau
seharusnya berterima kasih padaku, Dewa Arak. Aku tidak sekejam Pengais Nyawa.
Siksaan yang akan kuberikan ringan saja. Hanya. ., yahhh. . menghancurkan
tulang-tulang pangkal lengan dan
kakimu!"Pengais Nyawa tertawa bergelak mendengar ucapan rekannya. Lelaki pendek
kekar itu hendak mengejek Arya. Singa Berbulu Merah tak kalah keji dengan
dirinya. Bahkan, siksaan yang katanya ringan itu sebenarnya tak kalah
mengerikan! Bila itu sampai terjadi, Dewa Arak akan menjadi orang yang lemah
untuk selamanya. Dia tidak akan dapat bermain silat lagi.
Dewa Arak tersenyum lebar. Tidak tampak kecemasan pada
wajahnya, meski sebenarnya batin pemuda ini terguncang. Siksaan yang didengarnya
terlalu mengerikan dan tidak pernah terpikirkan.
"Kalian kira aku takut kalian keliru besar bila menyangka demikian! Aku sudah
memperkirakan sebelumnya. Ayo, tunggu apa lagi" Segera lakukan ancaman kalian
itu!" Singa Berbulu Merah dan Pengais Nyawa saling
berpandangan. Mereka kecewa melihat Dewa Arak tidak terlihat takut dan cemas.
Padahal, keduanya ingin melihat pendekar yang tersohor itu merasa ngeri agar
mereka bisa lebih nikmat melakukan penyiksaan.
"Baik!" geram Singa Berbulu Merah, kesal. "Kau pikir kami hanya menggertak saja!
Akan kupenuhi permintaanmu! Lebih dulu sepasang tanganmu kuremukkan!"


Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wukkk! Angin keras menderu ketika Singa Berbulu Merah
mengayunkan gada berdurinya ke pangkal lengan Arya yang tengah terlepas dari
sambungan. Dewa Arak tetap bersikap tenang. Sebentar lagi tulang-
tulang pangkal lengannya akan hancur luluh. Dia tidak melakukan tindakan apa
pun. Memang, tidak ada yang mampu diperbuatnya selain menunggu.
Trikkk! Singa Berbulu Merah memekik tertahan. Seleret sinar gelap meluncur dengan
kecepatan luar biasa memapak ayunan gada
berdurinya. Senjata mengerikan itu hampir saja mengenai sasaran.
Gada berduri Singa Berbulu Merah terlepas dari pegangan,
saking kuatnya benturan yang terjadi. Tangan lelaki pendek kekar itu terasa
sakit dan lumpuh sebentar.
Pengais Nyawa menggeram melihat kegagalan rekannya.
Ada seseorang yang telah menolong Dewa Arak. Orang itu memiliki tenaga dalam
amat kuat. Gada Singa Berbulu Merah sampai
terlempar dari cekalan. Benda berwarna gelap yang dipergunakan untuk menangkis
adalah sebuah tengkorak manusia. Benda itu mampu membuat gada yang besar dan
berat terlepas dari pegangan.
Pengais Nyawa maupun Singa Berbulu Merah tidak tampak
merasa gentar. Keduanya tidak yakin penolong Dewa Arak memiliki kepandaian
tinggi. Keberhasilannya menjatuhkan gada dengan sebuah tengkorak tidak bisa
dijadikan ukuran kepandaiannya. Saat itu tenaga dalam Singa Berbulu Merah,
seperti juga Pengais Nyawa, belum pulih benar.
"Tikus-tikus tak tahu diri hendak membokong Dewa Arak"
Benar-benar mencari penyakit..!"
Suara yang melengking nyaring dan penuh kemarahan
menggema di sekitar tempat itu. Suara itu dikirim dari jarak cukup jauh. Tapi,
belum juga gemanya lenyap angin bertiup pelan. Di sebelah Dewa Arak telah
berdiri sesosok tubuh berpakaian serba putih. Sikapnya terlihat penuhancaman.
3 Pengais Nyawa dan Singa Berbulu Merah saling
berpandangan. Dalam sinar mata mereka terkandung pertanyaan tentang sosok
ramping berpakaian putih.
Berbeda dengan mereka, Dewa Arak mengenal sosok
ramping itu. Bahkan amat mengenalnya. Arya sudah tahu begitu mendengar suaranya.
Suara yang amat dekat di hatinya dan selama ini dirindukan. Hampir saja pemuda
berambut putih keperakan itu meneriakkan nama sosok ramping berpakaian putih.
"Ayo, mengapa kalian diam saja" Tidakkah kalian berniat mengulangi tindakan
pengecut ini" Tanganku sudah gatal untuk melenyapkan orang-orang seperti
kalian!" kata sosok berpakaian putih pada Pengais Nyawa dan Singa Berbulu Merah
yang masih berdiri terpaku.
Teguran bernada tantangan itu bagai seember air yang
diguyurkan pada orang yang tengah tertidur. Singa Berbulu Merah danPengais Nyawa
teringat kembaliakan niat semula.
"Kau terlalu memaksa kami, Wanita Liar! Jangan salahkan kalau kau tewas di
tangan kami. Tapi, kami bersedia
membiarkanmu dan tidak memperpanjang urusan apabila kau mau meninggalkan tempat
ini. Kami tidak mempunyai urusan
denganmu. Pergilah, sebelum kami berubah pikiran! Kau tengah berhadapan dengan
Singa Berbulu Merah dan Pengais Nyawa!
Tokoh-tokoh besar dunia persilatan! Sekali kami turun tangan, tak akan ada nyawa
menempel di badan!Pergilah cepat!"
Gertakan itu dikeluarkan Singa Berbulu Merah. Tokoh ini
memang cerdik bukan main. Dia tahu sosok ramping yang ternyata seorang gadis
canrik itu bukan orang sembarangan. Gadis ini tampaknya berkepandaian tinggi.
Padahal, dia dan Pengais Nyawa masih belum pulih kemampuannya. Dicobanya
mengusir gadis itu tanpa melalui pertarungan yang sudah pasti akan merugikan
pihaknya. "Tidak ada gunanya berbasa-basi. Aku tidak akan pergi dari sini sebelum kalian
mengantarkan nyawa! Tindakan kalian telah cukup menjadi alasan bagiku untuk
membunuh. Bersiaplah,
sebelum mati percuma di tanganku!"sahut gadis berpakaian putih.
"Keparat!" Pengais Nyawa menggeram gusar. "Rupanya, kausudah pingin melihat
neraka. Terimalahajalmu!"
Lelaki kurus kering ini mengayunkan ganconya. Dasar
orang berwatak keji, serangan itu ditujukan pada wajah. Pengais Nyawa ingin
merusak wajah lawannya. Seorang wanita muda,
apalagi cantik, wajah merupakan segalanya. Untuk menghancurkan hati gadis
berpakaian putih bagian itulah yang harus ditujunya.
Pada saat yang hampir bersamaan, Singa Berbulu Merah
mengirimkan hantaman gada ke arah dada! Tapi, seperti juga Pengais Nyawa, lelaki
pendek kekar ini tidak mengerahkan seluruh tenaganya. Bila itu dilakukan, luka
dalam mereka akan kambuh.
Gadis berpakaian putih tersenyum mengejek. Dia berdiri
tenang di tempatnya. Baru ketika serangan-serangan menyambar dekat, gadis ini
menggeliatkan tubuh. Pedang yang tersampir di punggung mencelat ke atas bagai
dilemparkan. Gadis berpakaian putih itu melompat ke atas. Tangan
kanannya menangkap pedang. Kemudian, langsung dibabatkan ke bawah di mana Singa
Berbulu Merah dan Pengais Nyawa belum sempat melakukan tindakan apa pun setelah
serangan mereka mengenai tempat kosong.
Singa Berbulu Merah dan Pengais Nyawa hanya bisa
mengeluarkan keluhan tertahan. Tubuh mereka ambruk ke tanah dengan nyawa
melayang meninggalkan badan. Babatan pedang
gadis berpakaian putih telah merobek leher keduanya!
Kedua tokoh hitam yang sial itu tidak sempat lagi melihat gadis berpakaian putih
menyimpan pedangnya. Cepat bukan main gerakan si gadis. Pedang telah lebih dulu
masuk sarung sebelum kedua kakinya menjejak tanah. Gadis berpakaian putih tidak
mempedulikan mayat korbannya. Tubuhnya segera dibalikkan
menghadap Arya yang meski masih tertelungkup di tanah tapi memperhatikansemua
kejadian itu dengan jelas.
"Kakang Arya...," sapa si gadis dengan suara bergetar.
Sepasang matanya yang bening indah menatap pemuda berpakaian ungu dengan sorot
mata menyiratkan kerinduan.
"Melati. .," Arya menyebutkan nama gadis itu. Suaranya sarat dengan kerinduan.
"Apa yang terjadi terhadapmu, Kakang" Mengapa bisa
seperti ini" Jangan katakan dua orang itu yang melakukannya!" ucap gadis
berpakaian putih yang memang Melati, kekasih Dewa Arak Gadis itu menekuk lutut
dan duduk di depan Arya.
"Cukup panjang ceritanya, Melati," jawab Arya sambil tersenyum. Pemuda ini
gembira bukan main bertemu lagi dengan kekasihnya. "Aku tidak dilukai mereka.
Kau sendiri mengapa bisa berada di sini" Aku mencari-carimu."
"Aku pun mencarimu, Kakang!" sergah Melati cepat.
Senyumnya menghias bibir. Mereka berdua rupanya saling mencari.
"Kau berada di sini hanya sekadar lewat atau memang
mencariku?" tanya Arya ingin tahu.
"Mencarimu, Kakang. Aku yakin kau pasti berada di daerah ini."
"Kau menduga demikian karena Telur Elang Perak yang
menggemparkan itu kan?"
Melati mengangguk.
"Walau mungkin bukan untuk memperebutkannya, tapi kau tidak akan membiarkan
benda mukjizat itu jatuh ke tangan orang yang tidak bertanggung jawab,"jelas
Melati. "Kau memang pintar," puji Arya tersenyum lebar, membuat mulut Melati meruncing.
Tapi, di dalam hati gadis ini merasa girang sekali. "Obrolan kita bisa
dilanjutkan nanti, Melati," sambung Arya.
"Aku ingin mengobati luka dalamku. Nanti akan kuceritakan semuanya yang terjadi
padaku." "Tanganmu harus diobati, Kakang. Mungkin harus
didahulukan agar kau bisa mengobati luka dalammu." Melati kemudian mengangkat
tubuh Arya dan menggendongnya.
*** "Masih jauhkah tempat tinggal Naga Sakti Berwajah Hitam, Jari Maut?" tanya
seorang kakek berkulit hitam kecoklatan. Pada kakek berwajah tirus yang berlari
di sebelahnya. Kakek berkulit hitam kecoklatan memiliki tubuh tegap dan
berpakaian sederhana. Sebuah caping bambu menutup kepalanya.
Rambutnya yang panjang dan berwarna putih terurai hingga ke pinggang.
DialahPetani BerambutPutih.
Kakek berwajah tirus yang disapa dengan panggilan Jari
Maut dan sebenarnya berjuluk Pendekar Jari Maut, menoleh.
Ditatapnya Petani BerambutPutih.
"Tidak. Begitu kita tiba di kelokan, akan terlihat batu berbentuk seekor naga.
Sekitar sepuluh tombak dari situlah tempat tinggal Naga Sakti Berwajah Hitam,"
jawab Pendekar Jari Maut Petani Berambut Putih tidak bertanya lagi. Matanya
memandang ke depan. Dia melihat kelokan yang dimaksud
Pendekar Jari Maut Di sebelah kiri kelokan membentang jurang yang dalam, sedang
di kanannya dinding batu menjulang tinggi. Di antara kedua sisi ini terdapat
jalan selebar satu tombak
"Hey. .!Tunggu...! Kalian tidak boleh ke sana.. !"
Seruan keras yang menggema ke sekitar tempat itu
membuat Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut
menghentikan larinya dan menoleh ke belakang.
Belasan tombak dari kedua kakek itu tampak sesosok tubuh
tengah melesat ke arah yang ditempuh Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari
Maut Mereka segera membalikkan tubuh dan berdiri menunggu. Ingin diketahui siapa
sosok yang mengeluarkan seruan itu.
Dalam sekejapan saja sosok yang bergerak mendatangi telah berada di depan Petani
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut.
Ternyata dia seorang pemuda tampan berpakaian hitam bergaris-garis putih. Ia
berdiri dua tombak di hadapan kedua kakek itu.
"Siapa kau, Anak Muda" Mengapa mencegah kami" Apakah kau mempunyai hubungan
dengan orang yang hendak kami
datangi?" tanya Petani Berambut Putih dengan ramah.
"Sebenarnya, akulah yang harus mengajukan pertanyaan.
Tapi mengingat usia kalian, biarlah aku yang muda mengalah,"
sahut pemuda yang mempunyai tahi lalat besar di bawah mata kanan.
Pendekar Jari Maut yang memiliki watak kurang sabar jadi
melotot. Kakek ini merasa tersinggung. Sedangkan Petani Berambut Putih hanya
tersenyum kecil mendengarnya.
"Namaku Brawijaya. Aku putra orang yang tinggal di sana,"
jawab pemuda berpakaian hitam bergaris-garis putih. Tangannya menuding ke tempat
yang akan didatangi Petani Berambut Putih danPendekar Jari Maut.
"Kau putra Naga Sakti Berwajah Hitam"!" tanya Petani Berambut Putih tanpa
menyembunyikan rasa kagetnya.
Pendekar Jari Maut yang telah diberitahu mengenai nasib
putrinya oleh Petani Berambut Putih ikut terkejut (Mengenai hal itu, silakan
baca serial Dewa Arak dalamepisode "Iblis Buta").
"Benar! Kakek berdua mengenalayahku. .?"
"Naga Sakti Berwajah Hitam memiliki beberapa orang
anak!" ujarPendekar Jari Maut agak keras.
Brawijaya menatap lekat-lekat kakek berwajah tirus. "Apa maksudmu, Kek" Aku
tidak mengerti. Apakah kau pernah berjumpa dengan orang yang mengaku sebagai
putra ayahku?"
Pendekar Jari Maut tersenyum sinis.
"Tanyakanlah pada ayahmu. Kenalkah dia dengan dua
orang muda yang beberapa hari lalu datang ke tempat ini" Salah satu di antara
mereka adalah putriku. Ayahmu dengan dibantu putranya itu telah menawan
putriku!" "Fitnah!" Brawijaya kaget bercampur geram mendengar tuduhan yang ditimpakan pada
ayah-nya. "Belum pernah ada orang yang datang kemari. Apalagi bertemu ayahku dan
beliau menahannya. Kau hanya mengada-ada, Kek!"
Pendekar Jari Maut menatap wajah Petani Berambut Putih.
Dia menyerahkan jawabannya pada kakek berambut putih. Dari kakek itulah dia
mendapatkan berita ini.
"Jaga mulutmu, Brawijaya! Muridku tidak pernah
berbohong. Kalau dia tidak berlaku cerdik dengan memberitahuku, mungkin dia pun
menjadi tahananayahmu!"
Wajah Brawijaya merah padam. Dia tersinggung bukan
main. Dengan mata mendelik ditatapnya Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari
Maut Sinar matanya penuh kemarahan.
"Semula kukira kalian orang baik-baik. Tak tahunya
penjahat-penjahat keji! Sebelum kesabaranku habis, menyingkirlah dari tempat
ini!" "Manusia sombong!" sambut Pendekar Jari Maut tak kalah keras. "Lancang sekali
mulutmu! Ayahmu sendiri tidak akan berani berkata demikian padaku. Aku sudah
menjadi pendekar pembela keadilan sebelum kau lahir, Pemuda Sombong! Tarik
kembali kata-katamu sebelum aku mewakili ayahmu memberikan pelajaran
padamu!" "Jangan harap, Kakek Jahat! Aku lebih suka mati daripada menarik ucapan yang
telah kukeluarkan. Majulah! Kau kira aku takut padamu"!" Brawijaya melangkah
mundur dua langkah untuk menjaga jarak. Sikapnya telah siap bertarung.
"Semakin lancang kau! Kalau tidak kuberi pelajaran, kau akan menginjak
kepalaku!"
Pendekar Jari Maut bersiap untuk melancarkan serangan.
Tapi, Petani Berambut Putih telah memegang pergelangan tangan kirinya. Kakek
kecil kurus yang tengah marah itu menoleh.
"Kurasa ada hal tidak wajar di sini. Tidak sepatutnya menuruti perasaan, Jari
Maut." Petani Berambut Putih menoleh ke arah Brawijaya. "Dan kau Brawijaya. Kami
berdua bukan orang jahat seperti perkiraanmu. Kawanku ini sahabat baik ayahmu.
Aku berjuluk Petani Berambut Putih. Sedangkan dia Pendekar Jari Maut."
"Ah...!"
Brawijaya berseru kaget. Sekujur tubuhnya mendadak lemas
begitu mengetahui siapa orang-orang yang berdiri di hadapannya.
Ayahnya, Naga Sakti Berwajah Hitam telah menceritakan tentang tokoh-tokoh ini.
"Maafkan saya, Kek," ucap Brawijaya terbata. "Bukan maksud saya bertindak kurang
ajar. Saya tidak mengenal Kakek berdua. Saya rela menerima hukuman atas
kelancangan sikap saya tadi. . "
"Lupakanlah, Brawijaya," sambut Pendekar Jari Maut.
Amarah yang melanda hatinya pupus melihat sikap pemuda bertahi lalat ini.
Pendekar Jari Maut memang memiliki watak agak ganjil.
Betapapun marahnya, apabila orang yang bersangkutan telah meminta maaf,
amarahnya akan pupus. "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Kau tidak bersalah. Hanya
kesalahpahaman saja. Jadi, tidak perlu ada hukuman."
Petani Berambut Putih tersenyum. Brawijaya merasa lega.
Kekagumannya kepada kedua kakek ini semakin membesar.
"Kalau begitu, tunggu apa lagi, Brawijaya" Tamu-tamu agung telah datang, mengapa
kau tidak persilakan mereka masuk?"
Seruan yang tidak keras tapi terdengar jelas oleh ketiga
orang itu cukup mengejutkan. Ketiganya tidak tahu ada orang lain yang mengetahui
keributan itu. Wajah Brawijaya merah karena malu. Dia kenal betul suara
itu. Suara ayahnya, Naga Sakti Berwajah Hitam.
"Ayahku benar. Mari silakan masuk, Kek. Maaf, aku
ternyata bukan seorang tuan rumah yang baik."
Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut saling
berpandangan. Diam-diam mereka mengagumi kemampuan Naga
Sakti Berwajah Hitam. Kedua kakek ini tahu Naga Sakti Berwajah Hitam tidak
meninggalkan tempat kediamannya.
Dengan langkah tenang namun hati berdebar tegang, Petani
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut mengikuti Brawijaya yang mendahului menuju
ke tempat kediamanayahnya.
Kalau saja tidak sedang menghadapi masalah, Petani
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut akan merasa senang
mengunjungi Naga Sakti Berwajah Hitam.
Baru beberapa langkah, kedua kakek ini saling bertatapan
kembali. Dalam adu pandang itu mereka bersepakat untuk


Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menentang Naga Sakti Berwajah Hitam, kalau perlu mengadu
nyawa, apabila tokoh itu benar telah melakukan tindakan seperti yang diceritakan
Dirgantara! 4 Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut sedikit pun
tidak tersenyum kendati seorang kakek berpakaian kulit ular dan berwajah hitam
mengembangkan senyum lebar. Kakek itu duduk di lantai teras pondoknya yang cukup
luas. Sehelai tikar dari daun pandan dibentangkan sebagaialas.
Brawijaya memberi hormat pada Naga Sakti Berwajah
Hitam lalu segera duduk di belakang kakek itu. Pendekar Jari Maut dan Petani
Berambut Putih tetap berdiri tegak. Kedua kakek ini berdiri di depan teras.
"Tamu-tamu agung, mengapa masih tetap berdiri" Di antara kawan haruskah ada
peradatan" Atau, aku harus mempersilakan kalian" Kau kawanku Pendekar Jari Maut,
mengapa wajahmu
ditutupi mendung?" Naga
Sakti Berwajah Hitam tetap
mengembangkan senyum lebar. Dia seperti tidak melihat
ketegangan yang menyelimuti wajah kedua kakek yang berdiri di hadapannya.
"Naga Hitam," Pendekar Jari Maut membuka suara.
Wajahnya tampak kaku. Sinar matanya dingin. "Kita telah lama bersahabat. Bahkan,
kita mempunyai perjanjian yang akan
mengekalkan persahabatan itu. Maka, maukah kau menjawab
pertanyaanku dengan jujur?"
"Katakanlah, Jari Maut. Aku tetap sahabatmu. Aku berianji akan menjawab
pertanyaanmu dengan jujur. Tapi dengan syarat, asal aku mampu menjawabnya,"
sahut Naga Sakti Berwajah Hitam dengan tersenyum.
Kakek berwajah hitam ini sebenarnya telah bisa menduga
dua tokoh besar dunia persilatan itu datang dengan membawa masalah yang tidak
menyenangkan. Dia telah mendengar sedikit keributan yang terjadi di antara
muridnya dengan kedua kakek itu.
Tapi Naga Sakti Berwajah Hitam ingin mengetahui langsung dari kedua tamunya.
"Apakah kau telah bertarung dengan dua orang muda
kemudian menawan seorang di antara mereka" Asal kau tahu saja, orang yang
tertawan itu adalah putri tunggalku. Namanya Jumini?"
tanya Pendekar Jari Maut
"Tidak, Jari Maut. Jangankan bertempur, bertemu orang lain pun aku belum
pernah," jawab Naga Sakti Berwajah Hitam dengan sungguh-sungguh.
Pendekar Jari Maut dan Petani Berambut Putih bertukar
pandang sesaat. Naga Sakti Berwajah Hitam tidak berkata bohong.
Mereka merasakan nada kesungguhan dalam ucapan kakek
berwajah hitam itu.
"Apakah kau tidak mempunyai anak lain lagi" Maksudku, seorang pemuda selain
Brawijaya?" Petani Berambut Putih ikut berbicara.
Naga Sakti Berwajah Hitam menggeleng. "Brawijaya adalah anak tunggalku."
"Bagaimana ini, Petani?" tanya Pendekar Jari Maut penuh tuntutan. Dia ikut-
ikutan menjatuhkan tuduhan pada Naga Sakti Berwajah Hitam karena pengaduan kakek
berambut putih itu.
"Muridku tidak mungkin berbicara sembarangan," tandas Petani Berambut Putih,
membela diri. Naga Sakti Berwajah Hitam tersenyum lebar.
"Aku yakin hal itu, Petani. Kurasa aku tahu penyebab kesalahpahaman ini. Kalian
lebih baik duduk dulu. Kita berbincang-bincang dengan nyaman. Aku ingin
menceritakan sesuatu pada kalian. Aku yakin cerita yang akan kuutarakan ini
merupakan jawaban atas kesalahpahaman ini."
Dengan sedikit malu karena sikap lancang mereka, Petani
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut memenuhi ajakan kakek berwajah hitam.
Kedua kakek ini tidak mempunyai pilihan lain.
"Nah! Bukankah begini lebih enak?" seloroh Naga Sakti Berwajah Hitam, begitu
Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut duduk bersila di depannya. Petani
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut hanya tersenyum masam.
"Sekarang, ceritakan semua kejadiannya dengan jelas. Aku berhak mendengarnya.
Bukankah aku yang terkena fitnah itu?"
Naga Sakti Berwajah Hitam kembali membuka percakapan.
Petani Berambut Putih tanpa ragu-ragu menceritakan
semuanya. Persis seperti yang diceritakan Dirgantara kepadanya.
Tidak ada yang ditambahatau dikurangi.
Naga Sakti Berwajah Hitam dan Brawijaya mendengarkan
dengan penuh minat. Pendekar Jari Maut bersikap tidak peduli.
Kakek ini telah mendengar cerita itu sebelumnya.
"Hhh.. !"
Naga Sakti Berwajah Hitam menghela napas berat ketika
Petani BerambutPutih menyelesaikan ceritanya.
"Sebenarnya, aku tidak ingin menceritakan hal ini. Tapi, karena ada masalah ini
hal yang seharusnya kurahasiakan terpaksa kuungkapkan. Kau pun boleh ikut
mendengarnya, Brawijaya." Naga Sakti Berwajah Hitam menoleh ke arah Brawijaya.
Tidak ada yang menanggapi ucapan Naga Sakti Berwajah
Hitam. Petani Berambut Putih, Pendekar Jari Maut, maupun
Brawijaya hanya membisu dan bersikap sebagai pendengar yang baik.
"Aku mempunyai seorang saudara kembar. Dia bernama
Guntar. Aku sendiri bernama Gundar. Sayang, Guntar menempuh jalan yang salah.
Dia memang memiliki watak yang kurang baik.
Puluhan tahun lalu bersama adik seperguruannya dia mengacaukan dunia persilatan.
Julukan mereka Sepasang Iblis Penghilang Nyawa.
Mereka merajai daerah timur dan selatan."
Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut kelihatan
terkejut mendengar julukan yang disebutkan Naga Sakti Berwajah Hitam. Julukan
itu adalah tokoh-tokoh tingkat tinggi dunia hitam yang tidak kalah tenar dengan
Setan Gila atau Jerangkong Penjagal Nyawa. Sungguh tidak disangka salah seorang
dari Sepasang Iblis Penghilang Nyawa adalah saudara Naga Sakti Berwajah Hitam
"Kemenangan demi kemenangan membuat Sepasang Iblis
Penghilang Nyawa tinggi hati. Mereka menyatroni Begawan
Narasoma untuk mengadu kesaktian. Kali ini mereka menelan kenyataan pahit.
Begawan Narasoma terlalu kuat. Mereka berhasil dikalahkan." Naga Sakti Berwajah
Hitam menuturkan ceritanya dengan penuh penyesalan. "Sejak saat itu nama besar
Sepasang Iblis Penghilang Nyawa lenyap. Tidak kusangka kalau kemudian Guntar
tinggal di gunung ini. Bahkan, memakai julukanku. Semakin lama Guntar tampaknya
semakin tersesat.. "
Petani Berambut Putih, Pendekar Jari Maut, dan Brawijaya
terpaku mendengar akhir cerita Naga Sakti Berwajah Hitam. Dua kakek itu sekarang
baru sadar mengapa julukan Sepasang Iblis Penghilang Nyawa lenyap begitu saja.
Naga Sakti Berwajah Hitam tersenyum pahit. Dengan sinar
mata sayu ditatapnya wajah Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut
berganti-ganti.
"Meskipun bukan aku yang melakukan tindakan seperti
yang kalian tuduhkan, tapi sebagai saudara Guntar aku ikut bertanggung jawab."
"Sekarang aku tidak bisa mengharapkan terwujudnya
perjanjian kita dulu, Jari Maut. Kalau kau hendak membatalkannya, aku rela,"
ujar Naga Sakti Berwajah Hitam.
"Omongan macam apa itu, Naga Hitam!" sergah Pendekar Jari Maut "Apa pun yang
terjadi, seandainya putriku selamat perjodohanantara putriku dan putramu tetap
akan kupenuhi."
"Terima kasih atas pengertianmu, Jari maut," ujar kakek berwajah hitam.
Naga Sakti Berwajah Hitam maupun Pendekar Jari Maut
tidak menduga kalau percakapan mereka yang terakhir membuat Petani Berambut
Putih dan Brawijaya merasakan bumi bagai
berguncang. Brawijaya tidak tahu dirinya telah dijodohkan. Bagaimana
mungkin dia menikah dengan seorang gadis yang belum pernah dilihatnya" Bagaimana
kalau dia tidak suka" Ngeri hati Brawijaya membayangkannya.
Petani Berambut Putih tak kalah gelisahnya. Semula dia
sudah bermaksud mengajukan perjodohan antara putri Pendekar Jari Maut dengan
muridnya, Dirgantara. Bukankah perjodohan antara Pendekar Jari Maut dan Naga
Sakti Berwajah Hitam terancam bubar" Sungguh tidak disangka kenyataannya
akanseperti ini!
"Maafkan aku, Jari Maut, Petani. Bukannya hendak
mengusir kalian, tapi saat ini aku ingin menyendiri. Berita yang kalian bawa
terlalu mengejutkan. Kuharap kalian. . "
"Tak perlu khawatir, Naga Hitam. Kami mengerti," potong Pendekar Jari Maut,
buru-buru. "Benar. Lagi pula kami ingin mencari saudaramu itu."Petani Berambut Putih tak
mau ketinggalan.
"Syukurlah kalau demikian. Brawijaya, kau ikut mereka membebaskan calon istrimu
dari tahanan pamanmu. Hati-hatilah.
Jangan segan-segan meminta petunjuk pada mereka berdua," pesan Naga Sakti
Berwajah Hitam pada putranya. "Hanya ini yang dapat kulakukan, Jari Maut!"
"Lalu.. , bagaimana dengan Ayah" Siapa yang akan
menemani Ayah nanti?" Brawijaya mencoba mengutarakan keberatannya!
"Tidak usah kau pikirkan hal itu. Kau tidak usah khawatir.
Apa pun yang terjadi kau harus pergi! Orang yang ditahan oleh pamanmu adalah
calon istrimu."
"Tapi, Ayah." Brawijaya masih mencoba membantah.
"Tidak ada alasan lagi, Brawijaya. Sekarang juga kau harus pergi!" tandas Naga
Sakti Berwajah Hitam, tegas.
Brawijaya tidak berani membantah lagi. Dia merasakan
ucapan ayahnya tidak menghendaki bantahan. Meski berat, mau tidak mau tugas itu
harus dilaksanakannya.
"Cepatlah berkemas,
Brawijaya. Aku sudah ingin
menyendiri," Naga Sakti Berwajah Hitam tidak sabar melihat pemuda berpakaian
hitam garis-garis masih duduk di tempatnya.
"Kalau begitu kami akan segera mencari Guntar, Naga
Hitam. Maaf atas kesalahpahaman yang telah terjadi." Petani Berambut Putih mohon
diri. "Akulah yang seharusnya minta maaf, Petani." Naga Sakti Berwajah Hitam tersenyum
pahit. Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut bergegas
meninggalkan tempat itu. Tak lama kemudian, Brawijaya menyusul.
Pemuda ini mendapat tugas dari ayahnya untuk menyelamatkan calon istri yang
belum pernah dikenal wajahnya.
*** "Aku akan memenuhi janjiku. Kau akan kujadi kan manusia sakti. Bahkan, tersakti
di kolong langit," ujar Begawan Narasoma tanpa semangat. Batin kakek ini
dipenuhi rasa duka yang sangat.
Lanang tidak berkata apa-apa. Perasaan gembira yang
sangat melanda hatinya. Maksud hatinya untuk menjadi orang sakti sebentar lagi
akan terkabul. Betapa menyenangkan. Sungguh pun demikian sikapnya terlihat
biasa. Dia duduk bersila di depan Begawan Narasoma.
Kakek sakti yang ternyata ayah Suri itu duduk bersila di
sebongkah batu setinggi tiga kaki. Suri berdiri di salah satu sisi ruangan
sambil tersenyum-senyum ganjil. Sepasang matanya
berputar liar. "Mungkin sedikit perlu kuberitahu padamu, Lanang," kata Begawan Narasoma lagi.
"Kemampuan yang akan kau miliki berada di atas Suri. Telur Elang Perak
khasiatnya lebih besar bila dipergunakan oleh lelaki. Tubuhmu tidak akan mampu
dilukai senjata apa pun. Tenaga dalammu meningkat pesat. Segala macam racun
tidak akan mempan terhadapmu. Kau pun akan awet muda.
Tapi ingat, kau harus menjadisuami Suri. Mengerti"!"
"Mengerti, Kek." Meski di dalam hatinya tidak setuju, Lanang menganggukkan
kepala. "Bagus! Sekarang kau bersiap menerima anugerah ini."
"Boleh saya mengajukan pertanyaan, Kek?" tanya Lanang hati-hati. Pemuda ini
tidak berani bertindak terlalu lancang.
Khawatir Begawan Narasoma memiliki sifat aneh! Bisa saja karena perasaan tidak
senang kakek itu membunuhnya. Memang, rasa cinta Suri cukup untuk menjadi
jaminan. Tapi, siapa tahu"
"Hmh.. !" Begawan Narasoma menggumam. Tarikan
wajahnya menyiratkan perasaan tidak senang. "Katakan cepat sebelum aku berubah
pikiran!" Lanang merasakan tenggorokannya tercekik mendapat
sarnbutan yang datar dan penuh rasa tidak senang.
"Kalau hanya demikian kehebatan Telur Elang Perak, tetap saja aku tidak akan
bisa menjadi jago nomor satu di dunia persilatan!" ujar Lanang memberanikan
diri. "Apa alasanmu sehingga bisa mengambil kesimpulan dungu seperti itu, Pemuda
Dungu"!" suara Begawan Narasoma mulai meninggi.
"Bukankah hanya itu saja yang kudapat" Tanpa ilmu silat tinggi, bagaimana
mungkin aku dapat mengalahkan lawan yang tangguh" Atau, aku harus terus mengadu
tenaga dalam, berkelahi seperti babi dan banteng yang hanya mengandalkan
kekuatan?"
"Memang hanya demikian khasiat Telur Elang Perak. Tapi, apabila mau berusaha
kauakan menjadi tokoh tak terkalahkan!"
"Aku mulai tidak mengerti dengan keteranganmu, Kek?"
Lanang mengernyitkan dahi. Bingung.
"Dengar, Pemuda Bodoh! Khasiat Telur Elang Perak masih ada lagi. Ini tak kalah
penting dengan yang kusebut sebelumnya.
Setelah menelan sebutir telur, kau akan memiliki ingatan luar biasa tajam. Hanya
dengan sekali lihat kau bisa langsung hafal dan terus mengingatnya.
Bahkan, sampai bertahun-tahun!
Dengan keistimewaan ini dan ilmu meringankan tubuh serta tenaga dalam yang telah
meningkat pesat, ilmu apa pun dapat kau pelajari dalam waktu singkat!"
Lanang termangu. Pemuda pesolek ini tidak menyangka
khasiatTelur Elang Perak akan demikian menakjubkan!
"Kau ingin segera menelan telur ini atau terus mengajukan pertanyaan"!" Ketus
dan dingin ucapan yang dikeluarkan Begawan Narasoma.
"Telur itu, Kek. Pertanyaanku sudah tidak ada lagi," jawab Lanang cepat dengan
suara bergetar. Karena perasaan tegang sebab sebentar lagi akan mendapat
kesaktian juga karena perasaan gentar melihat sikapayah Suri.
"Tangkap ini!Pecahkan kulitnya dan telan semua isinya!"
Begawan Narasoma melemparkan sebuah benda bulat
panjang berwarna perak. Benda itu diambil dari saku bajunya yang besar dan
lebar. Dengan jantung berdetak amat cepat Lanang mengulurkan
tangan menyambuti. Tahu kalau Begawan Narasoma bukan orang sembarangan, pemuda
pesolek ini mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Lanang tidak berani memandang
remeh kendati kakek itu melemparkannya dengan sembarangan.
"Ah...!"
Lanang tanpa sadar mengeluarkan seruan kaget. Dia seperti bukan menangkap sebuah
benda kecil, melainkan sebongkah batu sebesar gajah!Tubuh Lanang terjengkang ke
belakang dan terguling-guling. Tadi ketika menyambuti telur itu, Lanang berdiri
dengan mempergunakan kedua lututnya.
Keringat dingin membasahi wajah Lanang yang ternyata
anak pungut Guntar. Hampir saja benda pusaka berkhasiat besar itu hancur.
Beruntung, meskipun terguling-guling Lanang masih ingat untuk mengangkat
tangannya yang menggenggam telurajaib tinggi-tinggi hingga tidak tergiling
tubuhnya. Keinginan yang besar untuk menjadi tokoh sakti tanpa
tanding membuat Lanang berbuat apa pun demi terwujudnya cita-cita itu. Dengan
sepasang mata melotot seperti hendak keluar dan tangan gemetar dilubanginya
kulit telur. Telur itu ternyata mempunyai kulit yang luar biasa keras.
Tak kalah keras dengan batu! Mungkin tak akan pecah bila jatuh ke tanah! Lanang
terpaksa mengerahkan tenaga dalam untuk bisa melubangi kulit telur.
Sekarang Lanang tahu mengapa Begawan Narasoma berani
melemparkan telur. Bukan karena yakin Lanang mampu
menangkapnya, namun karena tahu telur itu tak pecah kendati jatuh!
Seluruh perhatian Lanang kini dicurahkan pada Telur Elang Perak. Dengan penuh
semangat dan tanpa mempedulikan bau amis yang menyeruak, Lanang menelan isi


Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telur. Dalam sekejap, isi telur telah berpindah ke perut Lanang. Semula tidak
terjadi apa. Tapi sesaat kemudian, pemuda pesolek ini merasakan golakan keras
pada perutnya. Seakan di dalam perut ada sesuatu yang ingin keluar! Semakin lama
golakannya semakin hebat! Hawanya pun berganti-ganti. Sebentar panas sebentar
dingin. Lanang kelabakan! Dia khawatir bukan main. Tidak
salahkah Begawan Narasoma" Siapa tahu telur ini bukan telur mukjizat melainkan
racun mematikan!
Semakin lama rasa yang diderita Lanang semakin
menghebat! Golakan itu terlihat jelas. Aneh dan mengerikan! Daging dan kulitnya
terangkat naik turun bagai ada makhluk yang tengah merayap di bawah kulit. Itu
terjadi di seluruh tubuh Lanang! Tidak hanya di perut. Bukan itu saja yang
terjadi. Kulit tubuh Lanang memerah! Semakin lama semakin merah seperti udang
direbus! Warna itu sampai ke matanya. Sekujur tubuh Lanang mengepulkan uap tipis!
Ketika Lanang hampir tidak kuat bertahan, perlahan-lahan
hawa panas dalam tubuhnya menurun dan kembali seperti
sediakala. Setelah itu, hawa dingin yang ganti menyerang. Tidak hanya sampai
membuat kulit Lanang menghijau, tapi juga pemuda pesolek itu bersedakap untuk
lebih menghangatkan badan! Bunyi bergemeletukan terdengar ketika gigi anak
pungut Guntar beradu satu sama lain.
Lanang menatap Begawan Narasoma dengan sorot
memohon pertolongan. Tapi, kakek itu berdiam diri bagai patung.
Semua kejadian itu disaksikannya dengan tatapan dan wajah dingin.
Akhirnya, setelah beberapa saat lamanya tersiksa, Lanang tidak kuat bertahan.
Pemuda pesolek ini jatuh pingsan!
Begawan Narasoma tidak melakukan tindakan apa pun.
Lanang dibiarkan tergeletak di tanah. Suri yang merasa khawatir dan ingin
mendekati Lanang jadi mengurungkan maksudnya.
Begawan Narasoma membentaknya. Suri dilarang ikut campur.
5 "Ayahmu memiliki kepandaian tinggi, Suri."
Ucapan itu dikeluarkan Lanang ketika pemuda pesolek itu
tengah berjalan-jalan bersama Suri. Mereka berada cukup jauh dari tempat tinggal
Begawan Narasoma.
"Hi hi hi. .! Tentu saja, Kak" Suri cengengesan. "Aku yakin beliau jago nomor
satu di dunia persilatan!"
"Tentu ayahmu memiliki banyak ilmu tinggi," ujar Lanang lagi. Ia ingin mencari
keuntungan dengan mengajukan pertanyaan itu.
Suri mengangguk dengan lagak yang membuat Lanang
menjadi muak. "Apakah ilmu-ilmunya yang tinggi telah kau miliki?" tanya Lanang pada pokok
permasalahan. Suri menghentikan langkah. Matanya yang memiliki sorot
orang kurang waras menyapu wajah Lanang penuh selidik. Ada sinar kecurigaan
dalam tatapannya.
Suri merasa curiga. Itu memang sudah diperhitungkan.
Pemuda pesolek itu tahu Suri meskipun gila masih memiliki kesadaran. Gadis ini
masih bisa mengetahui maksud seseorang!
"Apa maksud pertanyaanmu, Kak?" tanya Suri tajam. "Tentu saja aku menguasai
semua ilmu yang dimiliki Ayah. Beliau
mewariskannya padaku karena akulah putri satu-satunya."
"Aku hanya ingin mengetahui, Suri. Maukah kau
memainkannya di depanku" Aku ingin sekali melihatnya."
"Tapi, Kak, ilmu-ilmu itu milik keluarga. Tidak boleh dipelajari orang lain!"
bantah Suri. Ia tidak segera memenuhi keinginan Lanang seperti biasanya.
"Aku hanya ingin melihatnya, Suri. Aku ingin tahu sampai di mana
kedahsyatannya." Lanang yang memiliki kecerdikan luar biasa segera memperbaiki
kata-katanya. "Tapi, yang lebih penting aku ingin melihatmu memainkan ilmu-ilmu
itu. Orang semanis dan secantik kau tentu dapat memainkannya dengan indah. Kau
akan terlihat lebih menawan karenanya."
Sikap tegang Suri berkurang. Malah, wajahnya bersemu
merah karena perasaan malu dan bangga. Wanita mana yang tidak senang dipuji"
Apalagi Suri. Sudah memiliki otak kurang waras, kemudian dipuji oleh orang yang
disukainya. Hidungnya kembang kempis dan wajahnya tertunduk menekuri tanah.
"Benarkah itu, Kak?" tanya Suri tanpa berani mengangkat wajah. Kaki kanannya
digerakkan menggurat-gurat tanah.
Lanang tersenyum penuh kemenangan. Dia yakin siasatnya
akan berhasil. "Tentu saja, Suri. Mana mungkin aku berbohong pada gadis secantik
kau?" Perasaan Suri semakin melambung ke awang-awang.
"Tapi, Kak, aku takut dimarahi Ayah. Bukankah kau
mempunyai kemampuan luar biasa setelah makan Telur Elang
Perak" Meski hanya melihat, kau akan langsung dapat menguasai,"
Suri membantah lagi ketika teringat ayahnya. Tapi, bantahan yang dilakukannya
sangat lemah. Jauh berbeda dengan sebelumnya.
"Kita usahakan jangan sampai ayahmu tahu. Lagipula, aku kan sebenarnya bukan
orang lain. Aku calon suamimu. Itu berarti aku termasuk anggota keluarga. Dengan
memiliki ilmu keluarga, bukankah aku akan dapat melindungimu dari bahaya"
Sekarang aku belum merasa tenang. Orang secantik dirimu pasti menjadi incaran
banyak orang. Bagaimana nanti aku menyelamatkanmu dari
mereka?" Suri semakin bimbang.
"Kalau kau benar mencintaiku dan mengharapkanku
menjadi suamimu, pasti kau akan meluluskan permintaanku, Suri.
Atau, kau sebenarnya tidak mencintaiku?" Lanang mengeluarkan gebrakan terakhir
dari siasatnya yang telah diatur rapi.
"Tentu saja aku mencintaimu, Kak!" tandas Suri, mantap dan cepat "Kalau benar
demikian, tunggu apa lagi?" sambut Lanang yang sudah memperhitungkan jawaban
itu. Suri terdiam sejenak. Akhirnya, kepalanya dianggukkan
juga. Terlihat lambat dan sedikit ragu-ragu.
Lanang tahu pasti Suri masih merasa berat. Tapi, tanggapan yang diberikan putri
Begawan Narasoma itu menggembirakan
hatinya. Otaknya yang cerdik langsung mengambil keputusan untuk menghilangkan
beban batin Suri.
Dengan menekan rasa muaknya Lanang men-hampiri Suri.
Dipegangnya kedua pergelangan tangan gadis itu. Kemudian, tubuh Suri dipeluknya.
Api Di Puncak Sembuang 1 Ikat Pinggang Kemala Sabuk Kencana Karya Khu Lung Neraka Pulau Biru 2
^