Pencarian

Mustika Ular Emas 2

Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas Bagian 2


Suri mengeluarkan keluhan tertahan. Gadis itu menyambut pelukan Lanang
denganerat. "Biarlah, Kak. Biarlah Ayah marah padaku. Asal, kau
mencintaiku," ucap Suri kemudian.
Lanang tersenyum dalam hati. Jalan untuknya menjadi
orang sakti telah membentang lebar. Pemuda pesolek ini
mempunyai calon korban apabila keinginannya tercapai. Dewa Arak! Pemuda yang
telah membuat rencananya berantakan!
"Kurasa saatnya sudah tiba, Suri," bisik Lanang mesra di telinga gadis
berpakaian kembang-kem-bang itu. "Masih banyak waktu untuk kita untuk
bermesraan."
Suri merenggangkan pelukannya. Dengan wajah berseri-seri
dan sepasang mata berbinar-binar ditatapnya wajah Lanang. Tidak ada lagi
keraguan di hatinya untuk memenuhi permintaan pemuda pesolek itu. Masih dengan
senyum mengembang di bibir Suri memainkan ilmu-ilmu keluarganya. Lanang
memperhatikan dengan mata tidak berkedip. Lanang harus mengakui ilmu-ilmu yang
dimainkan Suri memang luar biasa. Tidak sia-sia dia menekan segala perasaan
muaknya! Semua gerakan Suri dicatat dengan otaknya yang telah memiliki daya
ingat sangat tinggi.
*** "Tunggu sebentar, Kakang. Aku ingin mencari kayu untuk
menyangga tulang lenganmu yang terlepas. " Melati menurunkan tubuh Arya di dekat
kerimbunan batang bambu. Sebuah tempat yang tersembunyi. Melati tidak ingin
terjadi hal-hal yang tak diinginkan terhadap kekasihnya.
"Tenangkanlah hatimu, Melati. Tidak akan terjadi apa-apa terhadapku!" Arya
berusaha menenangkan gadis berpakaian putih itu.
Melati tersenyum manis. Ia segera mengayunkan kaki
meninggalkan tempat itu. Arya menatapnya hingga tubuh
kekasihnya hilang tertutup kerimbunan pohon. Arya tersenyum mengingat
pertemuannya dengan Melati. Rasa sakit yang mendera tubuh tidak dipedulikannya.
Tidak sabar ditunggunya kemunculan gadis itu.Waktu berlalu demikian lambat.
Menunggu memang
pekerjaan yang paling membosankan. Melati tidak kunjung kembali.
Arya mulai gelisah.
"Ke mana saja Melati?" gumam Arya, khawatir. "Tidak mungkin mencari kayu saja
demikian lamanya." Hati Arya merasa tidak enak. Dia khawatir terjadi sesuatu
atas diri kekasihnya.
Ingin rasanya Arya meninggalkan tempat itu dan mencari
Melati. Tapi, itu tidak bisa dilakukan. Lukanya terlalu parah. Arya hanya dapat
menunggu dengan gelisah.
Bunyi langkah yang tertangkap telinganya menimbulkan
harapan di hati pemuda berambut putih keperakan ini. Dahinya berkernyit ketika
mendengar lebih jelas. Ada dua pasang kaki bergerak mendekati.
Arya tidak punya pilihan lain kecuali diam dan menunggu.
Dia berharap orang-orang yang datang tidak berniat jahat.
"Arya...!"
Pemuda berambut putih keperakan itu menoleh. Seseorang
menyapa dirinya. Nadanya melengking tinggi. Suara perempuan.
Rasanya dia mengenalnya.
Arya menoleh. Dua pemilik langkah itu memang
perempuan. Dua-duanya dikenal Arya. Linggar dan Jumpena alias Jumini! Bagai
berlomba, Linggar dan Jumini melesat ke arah Arya.
Kedua gadis itu tampak kaget melihat keadaan pemuda berambut putih keperakan
itu. "Apa yang terjadi, Arya" Kau terluka oleh Naga Sakti Berwajah Hitam?" tanya
Jumini yang sempat melihat pertempuran Dewa Arak dengan tokoh yang sebenarnya
bernama Guntar itu.
Linggar yang mempunyai perasaan lain terhadap Arya
segera memeriksa luka pemuda itu. Linggar tidak merasa risih sedikit pun melihat
tingkah Jumini yang kelihatanakrab.
"Benar." Pemuda
berambut putih keperakan itu mengangguk "Kau sendiri, bagaimana bisa berada di sini dan bersama Nona Linggar"
Bukankah kau bersama pemuda pesolek itu?"
"Berkat Kak Linggar aku bebas dari cengkeraman manusia jahat itu!"jawab Jumini
dengan sikapnya yang biasa, lincah.
Arya menatap Linggar. Gadis berpakaian hitam itu masih
berdiri satu tombak dari Arya. Jumini sudah berjongkok memeriksa keadaan
dirinya. Arya mengeluh dalam hati. Dia melihat wajah Linggar tidak seperti biasanya.
Pandangan Arya yang tajam bisa mengetahui kalau Linggar merasa tidak senang
terhadap Jumini. Tatapan gadis berpakaian hitam itu telihat penuh rasa iri.
Adakah ini mempunyai hubungan dengan sikap Jumini terhadapnya" Bila itu benar,
berarti Linggar ada hati terhadapnya. Arya tidak menginginkan hal itu.
"Mungkin kau mau berkenalan dengan Kak Linggar, Arya,"
celoteh Jumini.
Arya tersenyum. Linggar pun demikian. Sungguh lucu,
mereka yang telah saling kenal sebelumnya hendak diperkenalkan oleh Jumini.
Jumini tersenyum lebar. Dia melihat Arya tersenyum dan mengira pemuda berambut
putih keperakan itu merasa
gembira."Kau senang, Arya" Tentu saja senang, bukan" Siapa yang tidak gembira
berkenalan dengan seorang gadis secantik Kak Linggar" Tapi ingat, Arya.
Mencintainya boleh saja. Kalau kau sampai mengecewakan dan menyakiti hatinya,
kau akan berhadapan denganku! Tak seorang pun kubiarkan menyakiti hati Kak Linggar!"
tandas Jumini dengansuara bersungguh-sungguh.
Ucapan Jumini membuat Arya dan Linggar menjadi salah
tingkah. Bagi Linggar ucapan Jumini mengenai sasaran dengan telak. Sedang Dewa
Arak merasa tak enak. Pemuda ini khawatir Linggar salah terima dan mengira ia
menyukai gadis itu.
"Kami sudah saling mengenal sebelumnya, Jumini," jawa Arya, pelan. Dia tidak
menyalahkan sikap Jumini yang ceplas-ceplos.
Wajah Jumini berubah hebat. Dia tampak gembira sekali.
"Benarkah demikian, Kak Linggar?" tanya Jumini sambil membalikkan tubuh.
"Mengapa sejak tadi kau tidak bicara" Ah!
Maafkan tindakanku. Kau pasti cemburu tidak kebagian memeriksa luka kenalanmu
ini. Silakan kau mengobatinya, Kak."
Jumini bangkit berdiri. Ditariknya tangan Linggar untuk
berjongkok dan memeriksa luka Arya. Wajah Linggar dan Arya merah padam.
"Kau ini memang pintar menggoda orang, Jumini," ucap Linggar masih dengan wajah
merah. Sinar matanya tidak
menyiratkan rasa tidak suka lagi.
"Bersenang-senanglah kalian berdua, aku ingin mencari sesuatu yang dapat kita
makan." Tanpa memberi kesempatan pada Arya dan Linggar untuk memberi jawaban,
Jumini melesat meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal Jumini suasana menjadi hening. Godaan Jumini
membuat Arya dan Linggar merasa canggung.
"Bagaimana kau bisa menolong Jumini, Linggar?" Arya membuka percakapan untuk
menghilangkan perasaan tidak enak.
Suaranya terdengar agak serak
"Hanya kebetulan saja, Arya." Linggar mengangkat kepalanya yang sejak tadi
ditundukkan. Ditatapnya sekujur wajah Arya dengan penuh perasaan kagum.
Arya mengangguk-anggukkan kepala. Sinar mata Linggar
membuatnya merasa jengah. Diam-diam pemuda berambut putih keperakan ini gelisah.
Melati sejak tadi belum juga kembali. Apa yang terjadi dengannya"
Ingat akan Melati membuat Arya bingung. Dia ingin Melati
cepat datang agar bisa diketahui gadis itu selamat. Di lain pihak, Arya pun
ingin kedatangan Melati agak terlambat Apabila gadis yang berwatak keras itu
melihat keberadaan Linggar di dekatnya dan dalam suasana yang demikian intim,
perasaan cemburunya akan muncul.
"Ada apa, Arya" Kau kelihatan gelisah. Kau tidak suka aku berada di dekatmu?"
tanya Linggar yang sejak tadi mengawasi gerak-gerik Arya. "Kalau begitu aku akan
menjauh." "Tidak, Linggar!" Arya buru-buru menanggapi. Khawatir terjadi salah paham.
Kendati Linggar memiliki watak yang tenang dan tidak bisa disamakan dengan
Jumini yang hanya menuruti perasaan, Arya tetap bersikap hati-hati. Watak
perempuan sukar untuk diselami.
"Kenapa kau kelihatan gelisah sekali, Arya?" kejar Linggar tak mau menyerah.
"Aku..., aku merasa tidak nyaman dengan luka-lukaku ini."
Arya berhasil juga menemukan jawabanasal-asalan.
Linggar berseru kaget.
"Maaf. Aku sampai lupa dengan keadaanmu!" Gadis berpakaian hitam ini mencari dua
batang kayu. Kemudian tanpa ragu-ragu lagi Linggar melepas sabuknya.
"Tahan sedikit, Arya. Aku ingin menarik tulang yang patah dan menempatkannya
pada sambungannya."
"Silakan, Linggar."
Linggar segera melakukan tugasnya. Menarik tulang yang
terlepas dan menempatkannya pada sambungan. Kemudian, dia memasang dua batang
kayu di sisi kanan dan kiri mengikatnya untuk menjaga agar tulang tidak
bergerak-gerak.
"Bagaimana rasanya, Arya" Sakit?" tanya Linggar dengan mulut menyunggingkan
senyum. "Sedikit." Arya menggeleng.
"Tak lama lagi ikatan itu akan kubuka kembali. Obat yang kubalurkan akan membuat
tulang-tulangmu cepat tersambung. Obat itu pemberian guruku," jelas Linggar
tanpa diminta. Arya hanya tersenyum. Dia tahu Linggar tidak berdusta.
Hal yang lumrah bagi tokoh persilatan memiliki obat-obat mujarab.
Dirasakan hawa sejuk dan nyaman meresap dari bagian yang
dibalurkan obat.
Suasana menjadi hening. Linggar maupun Arya tidak
berbicara lagi. Masing-masing tenggelam dalam alun pikirannya.
Tambahan lagi, bahan untuk diperbincangkan belum mereka
ketemukan. "Kurasa sudah waktunya membuka ikatan itu." Linggar memecahkan keheningan yang
menyeli-muti. Dengan cepat
dilakukannya apa yang diucapkannya itu.
"Apa yang tengah kau lakukan, Linggar"!"
Linggar sampai terjingkat kaget ketika baru saja
menyingkirkan potongan kayu dari tangan Arya. Dikenalinya betul suara itu. Suara yang dikeluarkan
dengan nada kemarahan.
Linggar menoleh ke arah asal teguran. Wajahnya benibah
melihat sosok yang amat dikenalnya. Sosok itu menatapnya dengan sinar mata
berapi-api! 6 Arya yang juga mendengar seruan ikut mengalihkan
perhatian. Wajah pemuda berambut putih keperakan itu langsung berubah. Sosok itu
mengenakan pakaian longgar merah. Wajahnya tidak terlihat karena tertutup
selubung kain merah. Tangannya pun terbungkus sarung tangan merah. Yang terlihat
hanya sepasang matanya.Kehadiran sosok ini saja sudah cukup mengejutkan Arya.
Terlebih teguran yang dikeluarkan sosok itu. Sosok yang bukan lain Tengkorak
Darah ini mengenal Linggar! Sepertinya ada hubungan erat antara mereka.
"Guru. .!" Linggar bangkit dan memberi hormat
Arya menghela napas berat. Dugaannya tidak meleset.
Linggar ternyata murid Tengkorak Darah. Arya tidak merasa heran jika Tengkorak
Darah murka. Pasti karena pertolongan Linggar terhadapnya. Arya yakin Tengkorak
Darah merasa sakit hati atas campur tangannya ketika menolong Jumini dan
Dirgantara. (Untuk jelasnya mengenai hal ini silakan baca episode "Iblis Buta").
Tengkorak Darah mendengus. Tenaga dalamnya dikerahkan. Bunyi berkerotokan bagai tulang-tulang berpatahan langsung
terdengar. Pakaian longgar yang dikenakan Tengkorak Darah bergelombang keras.
Angin yang luar biasa keras berhembus ke arah Linggar.
Linggar terpekik kecil ketika tubuhnya terjengkang ke
belakang dan jatuh terguling-guling. Ketika berhasil bangkit wajah gadis
berpakaian hitam ini dipenuhi perasaan heran.
"Ada apa, Guru" Apakah Guru marah padaku?" tanya Linggar tidak mengerti.
"Mengapa"!" Tengkorak Darah mengulang sebagian
perkataan Linggar. "Kau ini memang bodohatau sengaja mengolok-olokku, Linggar"!"
"Apa maksudmu, Guru" Aku benar-benar tidak mengerti,"
tanya Linggar hati-hati.
Tengkorak Darah menggertakkan gigi. Tokoh sesat yang
memiliki kepandaian tinggi ini hampir tidak kuat menahan
amarahnya. "Apakah kau tidak ingat mengapa aku menyuruhmu turun gunung"!" tanya Tengkorak
Darah dengan suara menggeledek
"Tentu saja aku ingat, Guru. Aku tengah berusaha
melaksanakan perintah Guru."
"Kau ingat, Linggar"!" Semakin meninggi suara Tengkorak Darah. "Aku tidak yakin
dengan jawabanmu! Coba katakan tugas yang kubebankan padamu!"
"Mencari putra Guru dan membalas sakit hati Guru pada Dewa Arak!" tandas
Linggar, mantap.
"Begitukah"!" sambut Tengkorak Darah dengan nada melecehkan. "Sekarang, apa yang
tengah kau lakukan"!"
"Mengobati kawan baikku, Guru. Dia pernah menolongku.
Jadi, aku berkewajiban membalas budi baiknya. Ini bukan berarti aku melalaikan
tugas. Setelah menyelesaikan ini, aku akan berangkat untuk memenuhi perintahmu,"
janji Linggar. "Kawan baikmu"! Orang usilan ini kawan baikmu"!"
Tengkorak Darah menggeram. "Dengar, Linggar, orang yang kau katakan kawan baikmu
ini adalah orang yang kusuruh kau untuk mencarinya!"
Wajah Linggar berubah hebat. Benaknya segera diputar.
Sebentar kemudian, dengan tatapan tidak percaya dipandangnya Tengkorak Darah.
Lalu, dialihkan pada Arya.
Linggar memperhatikan Arya penuh selidik. Matanya yang
bening indah beberapa kali berhenti pada rambut dan pakaian Arya.
Baru sekarang Linggar teringat ciri-ciri yang dimiliki Arya sesuai dengan yang
diceritakan gurunya. Selama ini tidak terpikirkan oleh Linggar karena gadis ini
telah terpikat ketampanan dansikap Arya.
"Jadi. . dia. . Dewa Arak.."!" tanya Linggar dengan tenggorokan seperti
tercekik. "Siapa lagi kalau bukan dia"! Dasar matamu saja yang telah lamur! Ayo, tunggu
apa lagi"! Bunuh dia!" Tengkorak Darah memerintah dengansuara dingin.
Linggar tidak segera melakukan perintah itu. Dia berdiri
terpaku di tempatnya dengan wajah membiaskan perasaan galau.
Gadis ini seperti orang linglung.
"Linggar!" Tengkorak Darah membentak keras. Geram melihat gadis berpakaian hitam
itu tidak segera melaksanakan perintahnya. "Apakah kau hendak menjadi murid
murtad"!"
Linggar sadar dari terkesimanya. Tapi, perintah Tengkorak Darah tetap tidak
segera dilaksanakan.
"Bagaimana mungkin aku membunuhnya, Guru" Dia telah
menyelamatkan jiwaku. Mana mungkin kubalas kebaikannya
dengan tindakan keji itu?" Linggar mengajukan alasan dengan suara lemah.
"Mengapa tidak mungkin"! Bagiku, semua mungkin saja.
Bahkan, aku sering membunuh orang yang menolongku. Kau
muridku, Linggar. Yang menjadi panutan bagimu adalah aku!
Bunuh Dewa Arak! Persetan dengan segala pertolongannya!" Keras dan tinggi ucapan
Tengkorak Darah.
Linggar menatap Arya. Gadis ini berada dalam kedudukan
yang sulit. Ia ingin berbakti kepada gurunya. Tapi, hatinya tidak mengizinkan
melakukan tindakan keji terhadap Dewa Arak.


Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maafkan aku, Guru. Bukannya aku tidak mau berbakti, tapi aku tidak mampu
melakukannya.. ."
"Murid murtad! Manusia tidak pandai membalas budi!
Sedari kecil kupelihara dan kudidik setelah besar kau
mendurhakaiku. Inikah balasanmu, Linggar"!"
Linggar tidak memberikan tanggapan. Wajahnya ditundukkan menekuri tanah. Gadis ini sadar dirinya telah mengecewakan gurunya.
"Baik!" Tengkorak Darah berkata penuh kegeraman. "Karena kau tidak mampu
membunuhnya, aku sendiri yang akan
melakukan!"
Tanpa mempedulikan Linggar. Tengkorak Darah mengalihkan perhatian pada Dewa Arak. Sakit hatinya semakin bertumpuk mengingat
Linggar lebih berat pada pemuda itu
dibanding padanya.
"Kita bertemu lagi, Dewa Arak. Pertemuan kita ini adalah pertemuan terakhir. Kau
akan tewas di tanganku! Bersiaplah menemui malaikat maut, Dewa Arak!"
Tengkorak Darah melambaikan tangan. Sabuk Linggar yang
masih tergolek di tanah bagai hidup dan bermata. Benda itu melayang ke arah
Tengkorak Darah. Sosok berpakaian merah itu menangkapnya dengan ringan.
"Kau akan mati seperti binatang kena perangkap, Dewa Arak!" Tengkorak Darah
menutup ucapannya dengan lemparan sabuk. Sabuk itu meluncur ke arah Arya. Yang
hanya berdiam diri.
Sabuk melilit kedua kaki Arya. Lalu, membuat simpul erat.
Arya tidak kelihatan gentar. Sebaliknya, Linggar yang
kebingungan. Dia menatap Tengkorak Darah dan Arya bergantian.
Tengkorak Darah yang tengah sibuk ingin membalas dendam, tidak memperhatikan
tingkah Linggar. Sambil terkekeh girang tangan kirinya dikibaskan.
Bagai diangkat dan dilemparkan tangan tak nampak tubuh,
Dewa Arak melayang ke atas menuju sebatang pohon besar dan tinggi. Begitu
melalui cabang yang cukup besar, ujung sabuk yang tidak membelit kaki Arya
membelit cabang dan menyimpul erat!
Tengkorak Darah terkekeh gembira melihat Dewa Arak tergantung dengan kepala di
bawah. "Dengan luka dalam yang kau derita keadaan ini akan
membuatmu mati perlahan-lahan, Dewa Arak! Pembuluh darah di kepalamu tak akan
sanggup menampung derasnya aliran darah. Ha ha ha. .!"
Tengkorak Darah tertawa terbahak-bahak. Apalagi, ketika
melihat wajah Arya mulai memerah pertanda darah telah banyak mengalir ke kepala.
Linggar semakin gelisah. Sampai-sampai telapak tangannya berkeringat!
Ketika wajah Arya semakin merah, Linggar tidak mampu
lagi menahan diri. Rasa cintanya terhadap Arya tidak mengizinkan membiarkan
pemuda berambut putih keperakan itu mati. Linggar melompat ke tempat Arya
tergantung. Tawa Tengkorak Darah langsung terhenti. Pendengarannya
yang tajam menangkap desir angin. Dia menoleh ke belakang. Tapi, yang dilihatnya
hanya kelebatan bayangan hitam. Tengkorak Darah tidak sempat bertindak!
Tasss! Hanya dengan babatan tangannya Linggar berhasil
memutuskan sabuk. Sebelum tubuh Arya terbanting ke tanah, gadis itu telah lebih
dulu menangkapnya. Linggar menjejak tanah dengan tubuh Dewa Arak dalam
bopongannya. Tengkorak Darah menggeram keras. Sorot matanya seperti
hendak menelan Linggar bulat-bulat. Hawa maut memancar di sana!
"Rupanya kau ingin mampus, Linggar"! Kau tidak hanya berani membantah
perintahku. Kau juga telah berani menentangku!
Kali ini jangan harap nyawamu kuampuni! Kau sudah terpikat ketampanan pemuda
usilan itu. Atau, kau telah menyerahkan kegadisanmu padanya hingga takut anak
yang akan kau lahirkan tidak mempunyai ayah"!"
"Aku tidak serendah itu, Guru!"jawab Linggar dengan suara bergetar. "Memang,
kuakui aku mencintainya. Salahkah itu?"
"Kau masih tidak mau mengaku telah sering tidur dengan pemuda usilan itu, Murid
Murtad"! Gadis Penjinah"!" Tengkorak Darah yang tahu perkataannya menyakiti
perasaan Linggar terus mencecarnya.
"Aku bukan orang seperti itu!" Linggar membantah keras setelah meletakkan tubuh
Arya di tanah. "Bersiaplah untuk mati, Gadis Penjinah!"
Tanpa merasa kasihan lagi, Tengkorak Darah menghentakkan tangan kanannya. Serangkum angin keras
berhembus ke arah Linggar. Gadis berpakaian hitam itu tahu bahaya maut tengah
mengancamnya. Tapi, dia sengaja tidak mengelak
*** Bresss! Kerimbunan semak-semak yang berada di belakang Linggar
langsung porak-poranda terkena hantaman pukulan jarak jauh Tengkorak Darah.
Beberapa saat sebelum pukulan menghantam Linggar, sesosok bayangan kuning
melesat cepat dari samping dan menubruk tubuh gadis berpakaian hitam. Linggar
dan sosok bayangan kuning itu terguling-guling di tanah.
"Kau tidak apa-apa, Kak Linggar?"
Begitu bangkit dengan sigapnya sosok bayangan kuning
bukan lain Jumini segera mengajukan pertanyaan.
"Tidak." Linggar menggeleng.
"Terima kasih atas
pertolonganmu, Jumini. Kukira, lebih baik tinggalkan tempat ini.
Bawalah Dewa Arak pergi."
Sepasang mata Jumini melotot.
"Kau kira aku orang macam apa"! Mati bagiku bukan
masalah! Mari kita hadapi dia bersama-sama. Dia memang iblis jahat.
Dengan bergabung mungkin kita akan mudah mengalahkannya!" ujar Jumini, gagah.
Linggar menggeleng.
"Kau tidak tahu siapa dia, Jumini."
"Aku tahu!" sergah Jumini yang memiliki watak tidak sabaran. "Iblis jahat itu
memang lihai. Aku bersama kawanku hampir tewas kalau Dewa Arak tidak datang
menolong. Tapi, aku tidak takut! Kau jauh lebih pandai dari kawanku. Jadi,
keadaan kita lebih kuat Aku yakin kita akan menang.. "
"Aku tidak bisa, Jumini." Linggar menggeleng dengan tanpa semangat.
Jumini tertegun melihat sambutan Linggar.
Tengkorak Darah yang semula merasa geram bukan main
melihat usahanya kembali menemui kegagalan, menjadi gembira ketika melihat
Jumini. Beberapa saat dia sempat terpana melihat Jumini. Ia yakin pernah melihat
sebelumnya. Sikap Jumini
membuatnya teringat siapa gadis berpakaian kuning ini.
"Jadi, kau yang dulu menyamar sebagai banci itu, Gadis Kurang Ajar"! Kau putri
Pendekar Jari Maut, bukan" Bagus!
Sekarang juga semua dendam kesumat akan kutuntaskan. Kau akan menemani Dewa Arak
dan murid murtad itu mati di sini!"
Jumini yang sudah bersiap untuk memaki menahan
ucapannya yang telah berada di ujung lidah. Murid murtad" Siapa yang dimaksud
Tengkorak Darah" Jumini menoleh ke arah Linggar.
Gadis berpakaian hitam itu menundukkan kepala. Putri Pendekar Jari Maut ini pun
bisa menduga. Linggar murid Tengkorak Darah!
Sama sekali tidak disangkanya.
Sekarang Jumini mengerti mengapa Linggar tidak ingin
bertarung denganTengkorak Darah. Bukan karena tokoh berpakaian merah itu lihai
bukan main, tapi karena Tengkorak Darah adalah gurunya!
Kendati demikian, Jumini yang memiliki watak keras hati
tidak menjadi gentar. Pedangnya dihunus. Kemudian, sambil mengeluarkan teriakan
nyaring, gadis berpakaian kuning ini melancarkan serangan. Pedangnya dibabatkan
ke leher Tengkorak Darah. Tengkorak Darah mendengus dengan nada merendahkan.
Sekali tenaga dalamnya dikerahkan, pakaian yang longgar serta panjang itu
terangkat ke atas bagai disingkapkan tangan. Bagian bawah pakaian sampai
melewati leher.
Tindakan Tengkorak Darah membuat mata pedang Jumini
berbenturan dengan pakaian. Terdengar bunyi berdentang nyaring seperti dua benda
logam beradu. Jumini merasakan tangannya tergetar hebat. Kendati demikian,
pedang yang tergenggam di tangan tidak terlepas.
Tengkorak Darah mengibaskan tangan kiri. Angin yang luar
biasa keras berhembus ke arah Jumini. Saat itu gadis berpakaian kuning tengah
berada di udara. Dia tidak mempunyai pijakan untuk mempertahankan diri.
Akibatnya, tubuhnya terhempas ke belakang.
Nasib baik rupanya masih berpihak pada Jumini. Tengkorak
Darah tidak ingin langsung membinasakannya. Serangan yang dilancarkan tidak
ditujukan untuk membunuh atau melukai,
melainkan hanya untuk melemparkan tubuh gadis itu.
Jumini menjejak tanah dengan kedua kaki lebih dulu. Gadis ini langsung
menyilangkan pedang di depan dada. Sikapnya terlihat gagah bukan main!
"Kau memang pemberani, Bangsat Kecil! Tapi, keberanianmu sebentar lagi akan berakhir. Tadi hanya permulaan saja. Sekarang
kau akan benar-benar pergi ke alam baka!" desis Tengkorak Darah penuhancaman.
"Tidak usah banyak bicara seperti nenek-nenek bawel! Kau kira aku takut dengan
ancamanmu"!" sambut Jumini dengan berani.
Pedang di tangannya digetarkan hingga terdengar bunyi mengaung.
"Mampuslah. .!"
Tengkorak Darah melompat menerjang. Tangan kanannya
meluncur cepat menuju wajah Jumini. Tokoh sesat ini ingin membuat wajah gadis
berpakaian kuning cacat.
Jumini tidak membiarkan malapetaka
itu terjadi. Disambutinya serangan dengan tusukan pedang. Kalau Tengkorak Darah meneruskan
maksudnya, sebelum jari-jari tangan itu bertemu dengan wajah Jumini, akan
terlebih dulu tertusuk pedang.
Tapi, Tengkorak Darah tidak mempedulikan hal itu.
Serangannya tetap diteruskan. Ketika hampir berbenturan dengan ujung pedang,
jari-jari tangan Tengkorak Darah digerakkan mencengkeram.
Krakkk! Jumini memekik tertahan. Ujung pedangnya hancur.
Padahal, senjata itu terbuat dari baja pilihan. Ketika bertemu dengan jari-jari
Tengkorak Darah tak ubahnya daun kering! Hancur dalam sekali remas saja!
Serangan Tengkorak Darah tidak berhenti sampai di situ.
Kaki kanannya mengirimkan tendangan lurus ke arah pusar.
Tendangan maut yang dapat membuat nyawa putri tunggal
Pendekar Jari Maut melayang ke alam baka!
Serangan itu berlangsung demikian cepat. Jumini masih
mampu menunjukkan dirinya sebagai anak Pendekar Jari Maut yang tersohor. Dia
melempar tubuhnya ke belakang dan bergulingan menjauh!
Tengkorak Darah benar-benar sudah berniat ingin
menghabisi nyawa Jumini. Tanpa memberi kesempatan sedikit pun dikejarnya Jumini.
Lalu, dihujaninya dengan serangan-serangan mematikan.
Jumini tidak mempunyai pilihan lain kecuali menggulingkan tubuh. Dia tidak diberi kesempatan untuk bangkit.
Terjadilah pertarungan yang unik. Jumini yang terus bergulingan dan Tengkorak
Darah yang mengejarnya dengan tusukan-tusukan maut! Jumini tercekat ketika
gulingan tubuhnya membentur
sebatang pohon. Dia ingin bangkit, tapi saat itu Tengkorak Darah telah meluruk
ke arahnya dengan sebuah terkaman yang
mematikan. Jumini yang tidak dapat berbuat sesuatu hanya bisa
menatap dengan sepasang mata membelalak lebar. Putri Pendekar Jari Maut ini
menunggu datangnya ajal dengan mata terbuka.
7 Sing, sing, singng.. !
Bunyi berdesing nyaring terdengar. Tengkorak Darah
terkejut dan menoleh. Dilihatnya belasan batang pisau mengkilat meluncur cepat
ke berbagai bagian tubuh.
Tengkorak Darah tidak berani bertindak gegabah. Dari
bunyi yang terdengar bisa diketahui betapa kuat tenaga dalam orang yang
melemparkannya. Serangannya terhadap Jumini terpaksa diurungkan. Kedua tangannya
dikibaskan ke arah datangnya pisau-pisau!
Akibat kibasan tanganTengkorak Darah sungguh luar biasa!
Meski jarak pisau-pisau itu masih dua tombak, semua runtuh ke tanah bagai
membentur dinding tidak nampak.
Kesempatan yang tercipta akibat serangan-serangan pisau
hanya sesaat. Tapi, itu telah cukup bagi Jumini. Gadis berpakaian hitam ini
melompat ke samping dan bergulingan menjauh.
"Dirga.. !"
Jumini berseru keras tanpa menyembunyikan perasaan
gembiranya. Sosok yang muncul dan telah menolongnya dengan lemparan pisau-pisau
memang Dirgantara. Pemuda bertubuh kokoh dan terlihat kuat. Ia pernah menjadi
kawan seperjalanannya.
Dirgantara menyambuti seruan Jumini dengan sikap dingin.
Karuan saja hal ini membuat gadis berpakaian kuning merasa heran.
Apalagi ketika melihat keadaan pemuda berpakaian kulit harimau itu. Dirgantara
kelihatan kusut. Ia seperti orang yang tidak mengurus dirinya.
Tidak hanya Jumini saja yang merasa heran. Tengkorak
Darah pun demikian. Tokoh sesat itu termanggu-manggu. Dia seperti terkesima
melihat kehadiran Dirgantara.
"Dirga! Apa yang telah terjadi denganmu. .?" Jumini tak dapat lagi menahan rasa
ingin tahunya. Tapi, lagi-lagi pertanyaan Jumini tidak mendapatkan
sambutan semestinya. Bahkan, kali ini Dirgantara menoleh pun tidak. Apalagi
sampai memberikan jawaban Seakan pertanyaan Jumini tidak didengarnya. Dirgantara
malah menunjukan perh-tiannya pada Tengkorak Darah.
"Iblis jahat! Beraninya jangan hanya pada seorang
perempuan. Kalau kau benar-benar jantan, hadapi aku! Kita bertarung sampai salah
seorang diantara kita ada yang mati!"
Dirgantara menutup ucapannya dengan mencabut senjata
andalannya. Sepasang bambu yang tersampir di punggung. Pemuda berpakaian kulit
harimau ini memutar senjatanya di depan dada hingga terdengar bunyi mengaung
keras. Arya, Jumini, dan Linggar merasa heran melihat tidak
adanya tanggapan sedikit pun atas tantangan yang diajukan Dirgantara. Padahal,


Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biasanya Tengkorak Darah tidak pernah membiarkan orang bertindak kurang ajar
terhadapnya. Itu cukup menjadi alasan bagi Tengkorak Darah untuk membunuhnya.
Mengapa sekarang tokoh ini kehilangan kegarangannya"
Keheranan Arya, Jumini, dan Linggar semakin menjadi-jadi
ketika Tengkorak Darah mengeluarkan keluhan panjang. Keluhan putus asa atas
kenyataan pahit yang membuat hatinya terpukul.
Ketiga orang muda itu, tak terkecuali Dirgantara, tertegun keheranan ketika
Tengkorak Darah malah membalikkan tubuh dan
berlari cepat meninggalkan tempat itu.
Dirgantara ingin mengejar. Tapi baru beberapa tindak
sesosok bayangan kuning berkelebat. Di hadapannya telah berdiri Jumini dengan
tarikan wajah menyiratkan rasa penasaran.
Dirgantara membuang muka. Tubuhnya segera dibalikkan.
Sikapnya menunjukkan rasa tidak senang. Jumini tidak bisa membendung
kemarahannya lagi melihat sikap Dirgantara.
"Tak kusangka kau berubah seperti ini, Dirga! Kau telah gila.
Apa yang terjadi terhadap dirimu?"
Secepat kilat Dirgantara membalikkan tubuh dan menatap
Jumini dengan sinar mata jijik dan sakit hati.
"Tidak usah sok suci, Jumini! Aku telah tahu kartumu. Kau tak lebih dari seorang
pelacur! Di depanku saja kau berpura-pura suci. Tapi, di belakangku dengan tak
tahu malu berjinah dengan orang lain! Sungguh menjijikkan! Menyesal sekali aku
bertemu wanita bejat sepertimu!"
Kalau Arya dan Linggar saja yang mendengar ucapan
Dirgantara sangat terkejut, apalagi, Jumini! Gadis ini sampai terkesima saking
kagetnya. Dia berdiri bagai patung dengan mulut terbuka lebar.
"Keparat! Mulutmu kotor sekali, Dirgantara. Kau rupanya bukan manusia! Kau orang
hutan! Inikah balasanmu atas
pertolongan yang kuberikan" Kalau tidak ada aku, mungkin
nyawamu telah melayang di tangan Setan Gila dan Jerangkong Penjagal Nyawa!"
Dirgantara mendengus sinis.
"Kau mengungkit-ungkit pertolongan itu, Pelacur" Coba kau ingat, apakah aku
meminta tolong padamu" Tidak kan"! Lagi pula aku baru saja telah menyelamatkan
nyawamu. Hutang di antara kita sudah lunas. Dan, tidak ada hubungan lagi antara
kau danaku!"
"Siapa yang sudi mempunyai hubungan dengan orang
hutan sepertimu!" tandas Jumini seraya membanting kaki.
Kemudian, membalikkan tubuh meninggalkan tempat itu.
Dirgantara tidak mau kalah. Pemuda kekar ini pun segera
membalikkan tubuh pula dan meninggalkan tempat itu. Arahnya berlawanan dengan
yang ditempuh Jumini.
"Jumini.. !" Linggar berteriak memanggil ketika melihat gadis berpakaian kuning
itu terus saja melangkah pergi. Meski berjalan biasa, tapi langkahnya lebar-
lebar. "Aku tidak sudi berteman denganmu lagi, Linggar! Tidak kusangka kau murid tokoh
yang sangat kejam itu. Gurumu
beberapa kali hampir membunuhku!" timpal Jumini keras tanpa membalikkan tubuh.
Linggar langsung diam. Ucapan Jumini memang benar.
Gadis berpakaian hitam ini menundukkan kepala. Dia tidak bisa menyalahkan
Jumini. Murid seorang tokoh sesat sepertinya tidak pantas berteman dengan Jumini
yang merupakan putri tokoh besar golongan putih yang memiliki nama harum.
"Tidak usah kau pikirkan ucapan Jumini, Linggar," sebuah suara halus membuat
murid Tengkorak Darah mengangkat kepala.
Dengan sorot mata penuh selidik ditatapnya pemuda berambut putih keperakan itu.
Gadis ini ingin mencari kesungguhan dalam ucapan Arya.
"Apakah kau tidak merasa jijik padaku setelah tahu siapa guruku, Arya?" Linggar
masih juga mengajukan pertanyaan kendati telah dilihatnya sendiri kesungguhan
sikap Arya. Linggar agaknya ingin meminta kepastian. Mau mendengar langsung dari
mulut Arya. "Mengapa harus jijik" Kau berbeda dengan gurumu.
Linggar, aku tidak pernah menilai seseorang dari guru atau orangtuanya. Yang
penting adalah orang yang bersangkutan. Berapa banyak orang yang guru atau
orangtuanya tokoh golongan putih, tapi dia sendiri yang berwatak jahat. Aku
justru merasa bangga terhadapmu, Linggar. Dalam didikan seorang sesat seperti
gurumu, kau bisa tumbuh menjadi seorang pendekar gagah. Kau patut mendapat
acungan jempol. Jangan pedulikan pandangan orang lain!" urai Arya, panjang
lebar. "Terima kasih, Arya. Kau memang pantas menyandang
nama besarmu. Kepandaianmu tidak saja tinggi, kau juga bijaksana."
Sepasang mata Linggar berkaca-kaca. Terharu mendengar kata-kata Arya yang sangat
membesarkan hatinya.
"Kau mau berjanji tidak mempedulikan siapa gurumu,
Linggar" Ingat, yang penting adalah dirimu sendiri!"
Linggar mengangguk.
"Akan kuingat kata-katamu, Arya."
"Syukurlah kalau kau telah menyadarinya. Sekarang kau hendak ke mana?"
Linggar menggelengkan kepala. "Entahlah, Arya. Aku tidak punya tujuan lagi.
Kausendiri hendak ke mana?"
"Sementara ini aku belum tahu, Linggar," jawab Arya jujur.
"Yang jelas, sekarang aku ingin mengobati luka dalamku dulu."
Linggar mengangguk-angguk. Gadis ini teringat kembali
dengan keadaan Arya.
"Bolehaku bertanya, Arya?"
Arya tersenyum.
"Mengapa kau bisa berada di tempat ini" Hanya kebetulan saja atau kau memang
mempunyai tujuan?"
"Aku datang ke tempat ini memang dengan satu tujuan,"
Arya tak ragu-ragu lagi untuk berterus terang. "Aku tengah mencari seorang tokoh
yang berjuluk Iblis Buta."
Linggar tanpa sadar mundur selangkah. Jawaban Arya
sangat mengejutkan hatinya. Ditatapnya Arya dengan sinar mata tajam. "Haruskah
kau hancurkan kebanggaanku terhadapmu, Arya?"
"Jangan terlalu cepat menarik kesimpulan, Linggar," jawab Arya bernada
menasihati. Pemuda ini tahu mengapa murid
Tengkorak Darah itu berkata demikian.
"Aku tahu tujuan orang-orang mencari Iblis Buta, Arya."
Arya tersenyum pahit.
"Memang kuakui, aku mencari Iblis Buta berkenaan dengan benda mukjizat yang
didapatkannya, yaitu Telur Elang Perak. Tapi percayalah, Linggar. Aku tidak
berniat sedikit pun mendapatkan benda itu. Aku hanya tidak menginginkan benda
mukjizat itu jatuh ke tangan orang-orang jahat"
"Tidak usah kau khawatirkan hal itu, Arya. Telur Elang Perak akan aman di tangan
Iblis Buta. Di samping tokoh itu memiliki kesaktian cukup tinggi, tempat
tinggalnya pun tidak diketahui orang. Hanya kau yang telah berhasil
memperkirakan tempat kediamannya."
"Kau keliru, Linggar," cela Arya. "Bukan aku saja yang mengetahui. Tokoh-tokoh
persilatan lainnya juga. Entah bagaimana caranya, yang jelas keberadaan Iblis
Buta di gunung ini telah diketahui orang-orang persilatan."
"Benarkah itu, Arya" Bisakah kau beritahukan beberapa orang di antaranya?"
"Hanya dua orang yang kutahu pasti. Tapi, aku yakin tak lama lagi tokoh-tokoh
lainnya akan tahu. Dua orang yang kumaksud itu adalah Setan Gila dan Jerangkong
Penjagal Nyawa."
"Ah...!" Linggar memekik tertahan. Dia memang telah mendengar siapa tokoh-tokoh
itu. "Kalau benar demikian, ini berbahaya sekali!"
"Kelihatannya kau sangat mengkhawatirkan keselamatan Iblis Buta, Linggar. Apakah
kau mengenalnya?" tanya Arya penuh selidik. Linggar tidak segera memberikan
jawaban. Dia tercenung seperti memikirkansesuatu.
"Sebenarnya ini rahasia, Arya. Tapi mengingat gawatnya masalah ini dan aku
percaya padamu, terpaksa kuberitahukan. Aku sendiri belum pernah melihat Iblis
Buta. Aku banyak mendengar tentang tokoh itu dari guruku." Linggar memulai
ceritanya. Arya merasakan jantungnya berdebar tegang. Rahasia besar
yang menyelimuti Iblis Buta sebentar lagi akan terungkap. Dia tidak merasa heran
jika Tengkorak Darah mengetahui rahasia Iblis Buta.
Bukankah kabarnya Tengkorak Darah lenyap dari dunia persilatan setelah bertemu
dengan Iblis Buta"
"Menurut penuturan guruku, Iblis Buta seorang tokoh
persilatan yang amat sakti. Beliaulah yang memiliki Telur Elang Perak yang
kabarnya didapa-kan dari puncak sebuah pegunungan yang amat tinggi. Iblis Buta
mengambilnya dari sarang burung Elang Perak. Suatu jenis binatang yang amat
langka. Bertelurnya puluhan tahun sekali. Dan sekali bertelur paling banyak
hanya tiga butir."
Arya mendengarkan dengan perasaan tertarik. Baru kali ini didengarnya cerita
yang cukup jelas mengenai telur Elang Perak.
"Menurut cerita guruku, Iblis Buta sebenarnya samaran seorang tokoh yang tidak
ingin diketahui jati dirinya. Aslinya, Iblis Buta adalah seorang petapa suci.
Dia telah menjauhi kerasnya dunia persilatan.
Namanya amat tenar! Mungkin kau pernah
mendengarnya, Arya, Begawan Narasoma!"
"Ah...!"
Dewa Arak tersentak kaget bagai disengat kalajengking.
Tentu saja dia pernah mendengar nama petapa yang amat sakti itu.
Jadi, begawan luar biasa itu yang telah menjadi Iblis Buta" Pantas saja
Tengkorak Darah mengatakan bahwa Iblis Buta seorang tokoh yang memiliki
kepandaian tidak ada taranya.
"Begawan Narasoma yang menjadi Iblis Buta" Rasanya tidak mungkin! Mengapa petapa
suci itu melakukan pembunuhan-pembunuhan" Rasanya tidak masuk di akal!" bantah
Arya tidak menelan bulat-bulat cerita Linggar.
"Aku bisa memaklumi ketidakpercayaanmu, Arya. Tapi,
kelanjutan cerita ini mungkin bisa menambah rasa percayamu."
Linggar tidak merasa tersinggung melihat sikap Arya yang
meragukan ceritanya. "Begawan Narasoma mempunyai seorang putri yang bernama
Raden Ajeng Suri Kencuri. Putrinya itu telah menikah dengan seorang pendekar
muda yang tidak kuketahui namanya. Pasangan ini hidup berbahagia. Ketika lahir
seorang putra yang menjadi buah cinta mereka, malapetaka itu datang. Suami Raden
Ajeng Suri Kencuri disatroni musuh. Dia disiksa habis-habisan. Dalam keadaan
setengah mati laki-laki itu dipaksa menyaksikan kekejian yang dilakukan musuh-
musuhnya. Raden Ajeng Suri Kencuri diperkosa bergantian hingga menemui ajal.
Anaknya dikuliti dan dibunuh. Saat anak itu disiksa dan terus menangis menjerit-
jerit didengar oleh suami Raden Ajeng Suri Kencuri. Baru setelah anak itu tewas
suami Raden Ajeng Suri Kencuri dicungkil kedua matanya. Kaki dan tangannya
dibuntungi. Setelah itu ditinggal pergi."
"Biadab!" desis Arya, geram bukan main. Cerita Linggar membangkitkan
kemarahannya. "Mereka memang biadab. Seorang tetangga yang melihat keadaan suami Raden Ajeng
Suri Kencuri, keesokan harinya, segera pergi menemui Begawan Narasoma yang
menyepi tak jauh dari tempat tinggal anak dan menantunya. Petapa itu segera
datang. Menantunya menceritakan semua yang terjadi. Juga tentang mayat Raden Ajeng Suri
Kencuri yang dibawa pimpinan gerombolan
musuh-mu suhnya, yang ternyata murid Setan Gila "
"Untuk apa murid Setan Gila membawa mayat Suri?" tanya Arya, heran.
"Untuk menyiksa hati suami Raden Ajeng Suri Kencuri dan untuk memenuhi kebiasaan
anehnya," jawab Linggar dengan wajah bersemu merah. "Kebiasaan aneh"
Kebiasaanapa, Linggar?"
"Bercumbu dengan mayat," jawab Linggar dengan suara hampir tidak terdengar.
Arya merasa wajahnya panas. Ia malu dan risih.
"Untuk menyiksa hati suami Raden Ajeng Suri Kencuri, murid Setan Gila itu
mengatakan maksudnya membawa mayat
Suri," tambah Linggar.
"Bagaimana tindakan Begawan Narasoma" Langsung
menyamar dan mengejar gerombolan itu?"
"Tidak!" bantah Linggar. "Begawan Narasoma membawa menantunya ke tempat
penyepiannya. Setelah itu, tidak terdengar lagi berita mengenai mereka. Beberapa
waktu kemudian, muncul tokoh sakti yang berjuluk Iblis Buta. Tokoh ini
merajalela di dunia persilatan dengan tangan besinya. Dia membunuhi tidak hanya
tokoh-tokoh golongan hitam. Tokoh-tokoh persilatan sampai tidak bisa memasukkan
Iblis Buta ke dalam satu golongan. Mereka tidak tahu Iblis Buta bertindak
demikian untuk membalas dendam.
Akhirnya, murid Setan Gila berhasil ditemukan dan dibunuh oleh Begawan Narasoma.
Mayat Raden Ajeng Suri Kencuri pun ditemukan. Mayat itu tidak membusuk karena
murid Setan Gila mengawetkannya. Untuk menghidupkan putrinya ini, Iblis Buta
mencariTelur Elang Perak."
"Bagaimana hasilnya?" tanya Arya, semakin tertarik dengan cerita Linggar.
"Raden Ajeng Suri Kencuri berhasil dibangkitkan dari kematiannya. Entah karena
perlakuan yang diterima menjelang kematiannya, Raden Ajeng Suri Kencuri tidak
pulih seperti sedia kala. . " "Maksudmubagaimana,Linggar?"
"Dia tidak waras."
"Ohhh. .!" Arya mengeluarkan keluhan tertahan.
"Malang nian nasib Begawan Narasoma. Batin kakek itu terguncang hebat. Menurut
guruku, wataknya jadi berubah. Dia sekarang memiliki sifat yang aneh."
"Bisa kau beritahu di mana tempat tinggalnya sekarang?"
tanya Arya setelah tercenung cukup lama. Cerita yang didengar pemuda berambut
putih keperakan ini mengenaskan hatinya.
"Di lereng sebelah utara gunung ini. Tempatnya sulit untuk didaki. Hampir tidak
pernah ada tokoh persilatan yang melalui lereng itu."
Arya mengangguk-angguk. Entah, apa arti anggukannya.
Mungkin mengerti dengan keterangan yang diberikan Linggar.
"Terima kasih atas keterangan yang kau berikan, Linggar Aku tidak pernah menduga
akan mendapat keterangan demikian lengkapnya. Tapi, aku heran mengapa gurumu
bisa mengetahui semua ini. Kalau tidak mempunyai hubungan erat dengan Begawan
Narasoma, rasanya tidak mungkin Tengkorak Darah mengetahuinya."
"Aku pun merasa heran, Arya. Guruku tidak berminat
sedikit pun terhadap Telur Elang Perak. Padahal, biasanya dia amat suka terhadap
benda-benda pusaka. Guruku memang aneh dan
penuh rahasia. Aku sendiri tidak mengetahui apakah dia
perempuan atau lelaki. Aku belum pernah melihat wajahnya."
Linggar tampak keheranan ketika menceritakan tentang gurunya.
Arya mengernyitkan alias. Sebentar kemudian, tiba-tiba
wajahnya terlihat berseri-seri. Linggar yang melihat jadi ingin tahu.
"Kau menemukan jawabannya, Arya?" tanya Linggar.
"Tidak. Aku hanya menemukan keganjilan dalam sikap
gurumu. Kau ingat, bagaimana sikapnya terhadap Dirgantara?"
Linggar mengangguk. Dia tahu orang yang dimaksudkan
Arya. "Memanganehsekali. Dia tidak marahsedikit pun.Padahal, pemuda itu telah
mencampuri urusannya. Malah, menantangnya.
Tengkorak Darah tidak akan membiarkan orang berbuat seperti itu pada dirinya."
"Aku telah melihat keanehan itu dua kali," jelas Arya.
"Ah, mengapa aku demikian pelupa?" Linggar menepuk dahinya sendiri. Arya segera
menatapnya menunggu jawaban.
"Dirgantara pasti anak guruku. Ciri-ciri yang diceritakannya cocok semua. Aku
benar-benar pikun "
"Pantas, kalau begitu." Arya mengerti sekarang duduk masalahnya. "Kurasa sudah
saatnya aku mengobati luka dalamku, Linggar," ucap Arya kemudian setelah terdiam
beberapa saat "Silakan, Arya. Aku akan menjagamu."
Arya tidak menyahut. Pemuda itu lalu duduk bersila. Sesaat kemudian, dia sudah
tenggelam dalam keheningan semadi.
Kesempatan itu dipergunakan Linggar untuk memperhatikan wajah Arya.
8 Dirgantara berlari bagai dikejar setan. Sepasang matanya
yang sayu menatap lurus ke depan. Tak ada sinar kehidupan di dalamnya.
Pertemuannya yang terakhir dengan Jumini benar-benar membuat pemuda ini
kehilangan semangat hidup.


Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dirgantara tidak mempedulikan medan yang ditempuhnya.
Semak-semak berduri yang menghadang diterabas. Pemuda yang sedang patah hati itu
terus berlari kencang.
"Ukh.. !"
Dirgantara mengeluh tertahan. Tubuhnya terjungkal ke
depan. Kakinya seperti tersandung sesuatu. Dirgantara tidak segera berusaha
bangkit. Tubuhnya tertelungkup di tanah. Dirgantara tidak mempedulikan halaneh
yang dialaminya!
Kalau pikirannya tidak sedang kalut, pemuda berpakaian
kulit harimau ini tentu akan merasa heran. Seorang tokoh persilatan seperti
dirinya dapat jatuh terjerembab karena tersandung, betapa anehnya.
"Guntara. .," sapaan yang dikeluarkan dengan lembut dan penuh kasih sayang itu
membuat tubuh Dirgantara menggigil hebat.
Panggilanseperti itu hanya diucapkan oleh satu orang!
Dirgantara khawatir tengah bermimpi. Wajahnya yang tadi
ditempelkan ke tanah perlahan-lahan diangkat ke atas. Mula-mula yang terlihat
hanya sepasang kaki. Dekat sekali denganwajahnya.
"Ibu.. !"
Dirgantara berseru kaget ketika melihat wajah pemilik
sepasang kaki. Seorang wanita berusia empat puluh lima tahun dan berwajah cukup
cantik. Sayang, kecantikannya tertutup oleh sorot mata yang begitu dingin.
"Dirgantara, Anakku.. ," wanita itu mengembangkan senyum gembira.
"Ibu.. !"
Dirgantara bangkit dari tertelengkupnya dan memeluk
kedua kaki wanita berwajah dingin.
"Anakku, Dirgantara.. . Tak kusangka kau akan seperti ini."
Wanita itu mengelus-elus kepala Dirgantara.
"Bangkitlah,
Dirgantara. Tidak pantas seorang lelaki bersikap cengeng. Buang kesedihanmu.
Ceritakan pada Ibu mengapa kau jadi begini."
Dirgantara pun bangkit berdiri.
"Sekarang aku mengerti mengapa bisa terjatuh. Pasti kau yang melakukannya.
Betulkah dugaanku, Ibu?" duga Dirgantara ketika teringat keanehan yang tadi
dialaminya. Wanita berwajah dingin itu tersenyum. Dia menganggukkan
kepala membenarkan dugaan putranya. "Kalau tidak dengan cara demikian, bagaimana
aku bisa menghentikan tindakanmu yang bodoh itu?"
"Jadi, Ibu sejak tadi membuntutiku?"
"Tidak. Kebetulan saja kulihat kau berlari bagai dikejar setan. Dengan pukulan
jarak jauh yang tidak membahayakan, kubuat kau roboh."
"Kau memang cerdik, Ibu," puji Dirgantara.
"Kau telah menjadi pemuda tampan dan gagah, Dirga.
Ayahmu pasti bangga padamu."
Wajah Dirgantara yang semula berseri-seri karena bertemu
dengan ibunya, tampak kembali muram. Ucapan wanita berwajah dingin membuarnya
teringat keadaan dirinya. Betapa tidak
berartinya dia. Tidak heran kalau Jumini lebih suka pada Lanang.
Putra tunggal Naga Sakti Berwajah Hitam.
"Mengapa, Dirga" Kau tidak senang Ibu membicarakan
ayahmu. Mengapa?"
"Lebih baik Ibu ceritakan mengapa rumah kita kosong.
Bahkan, banyak jebakan di sana?" Dirgantara mengalihkan persoalan.
"Aku tidak kerasan lagi tinggal di sana setelah kau tidak ada, Dirga. Aku
sekarang tinggal di Gunung Cikuray ini. Jika tetap tinggal di rumah hanya akan
mencari penyakit. Ayahmu banyak mempunyai musuh. Aku tidak ingin mati konyol!"
"Kasihan kau, Ibu. Gara-gara Ayah kau jadi terlunta-lunta dan dimusuhi banyak
orang," desah Dirgantara, terharu.
"Sekarang giliranmu menceritakan pengalaman yang telah kau dapat, Dirga."
Setelah menghela napas berat seperti tengah membuang
beban di dadanya, Dirgantara mulai bercerita. Semua yang
dialaminya. Mulai dari selesai belajar dengan Petani Berambut Putih sampai
pertengkaran dengan Jumini, gadis yang dicintainya.
"Tindakanmu benar, Dirga. Gadis seperti itu tidak pantas mendapatkan cintamu.
Lupakan saja dia! Lebih baik kau ikut denganku menemui ayahmu. Kau berhak
mendapatkan benda
pusaka itu."
"Apakah yang Ibu maksudkan Telur Elang Perak?" tanya Dirgantara.
"Benar, Dirga." Wanita berwajah dingin itu mengangguk.
Semula, dikiranya Dirgantara akan sangat gembira. Tapi, tanggapan pemuda itu
biasa-biasa saja. "Apakah kau tidak ingin mendapatkan Telur Elang Perak?"
"Tentu saja ingin, Ibu. Hanya, aku merasa tidak nyaman bertemu dengan
Ayah,"jelas Dirgantara sejujurnya.
Wanita berwajah dingin itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Ayahmu sebenarnya bukan tokoh golongan hitam.
Keadaanlah yang membuatnya jadi seperti ini. Dulu dia seorang yang baik hati.
Cerita selengkapnya akan kuutarakan nanti di perjalanan. Aku ingin kau segera
memperoleh Telur Elang Perak.
Yang penting, kau perlu tahu kalau ayahmu sebenarnya adalah Begawan Narasoma."
Kenyataan bahwa ayahnya Begawan Narasoma membuat
Dirgantara gembira bukan main. Dia ternyata memiliki ayah yang tidak kalah tenar
dengan Lanang dan Jumini. Nama Begawan
Narasoma sejajar dengan Pendekar Jari Maut dan Naga Sakti Berwajah Hitam.
Dirgantara mengetahui tentang Begawan
Narasoma dari cerita ayahangkatnya.
Ibu dan anak itu pun melesat meninggalkan tempat itu.
Tempat yang amat bersejarah bagi Dirgantara. Di tempat itu dia bertemu ibunya
dan mengetahui kalau ayahnya adalah Begawan Narasoma!
*** "Kakak Nara.. !"
Wanita berwajah dingin itu berdiri di depan pintu gua.
Sepasang matanya membelalak lebar menatap sesosok tubuh
berpakaian putih yang tergolek di tanah.
Dirgantara yang berdiri di sebelah ibunya ikut berdiri
terpaku. Kakek berpakaian putih itukah ayahnya" Iblis Buta alias Begawan
Narasoma" Mengapa tergolek di tanah seperti orang yang tengah terluka"
"Dialah ayahmu, Dirga. Begawan Narasoma atau yang
selama ini kau ketahui sebagai Iblis Buta." Wanita berwajah dingin itu kemudian
melesat memasuki gua.
"Ayaaah.. !" Dirgantara berseru keras. Ia ikut menghambur ke arah tubuh yang
tergolek. "Kakak Narasoma.. !" Ibu Dirgantara telah lebih dulu tiba di dekat tubuh Begawan
Narasoma. Wanita ini langsung berjongkok dan memeriksa keadaannya.
"Apa yang terjadi terhadap Ayah, Ibu?" tanya Dirgantara yang tiba belakangan.
Sepasang mata pemuda ini menyapu sekujur tubuh Begawan Narasoma.
"Entahlah, Dirga. Wanita berwajah dingin menggeleng.
"Ayahmu tampaknya telah bertarung dan berhasil dikalahkan.
Denyut jantung dan detak nadinya tidak ada lagi"
Dirgantara termangu. Baru saja dia membayangkan dapat
bertemu dengan ayahnya, ternyata orang yang dimaksud telah menemuiajalnya.
"Aku tidak dapat membayangkan betapa tinggi kepandaian orang yang menjadi lawan
ayahmu. Beliau sendiri sudah memiliki kepandaian sangat tinggi." desis ibu
Dirgantara dengan wajah menampakkan kengerian.
"Lalu . , bagaimana dengan Telur Elang Perak itu, Ibu?"
tanya Dirgantara. "Jangan-jangan orang yang telah membunuh Ayah sudah
mengambilnya."
Wanita berwajah dingin menatap Dirgantara sesaat. Dia
tidak menyalahkan Dirgantara yang tidak merasa bersedih dengan kematian ayahnya.
Pemuda berpakaian kulit harimau ini semenjak kecil memang tidak pernah melihat
wajah ayahnya. Bagaimana mungkin dia bisa bersedih dengan kejadian ini" Hubungan
akrab antara ayah dan anak belum terjalin.
Tiba-tiba Dirgantara berseru keras. Jari telunjuknya
menunjuk-nunjuk tubuh Begawan Narasoma.
"Ibu! Lihat! Jari-jari tangan Ayah bergerak-gerak. Ayah belum mati!"
Wanita berwajah dingin mengalihkan perhatiannya ke arah
yang ditunjuk putranya. Wajahnya seketika berseri ketika melihat kebenaran
ucapan Dirgantara. Jari-jari tangan Begawan Narasoma bergerak-gerak. Wanita itu
lalu memeriksa kembali detak jantung dan nadi Begawan Narasoma. Ibu Dirgantara
ini kelihatan heran melihat apa yang terjadi. Begawan Narasoma membuka mata.
Yang pertama kali dilihatnya adalah wanita berwajah dingin. Kakek ini
mengembangkan senyum tipis.
"Kau datang lagi, Tulini," bisik Begawan Narasoma, lemah.
Kata-katanya ditutup dengan batuk-batuk kecil. Percikan darah keluar dari
mulutnya ketika dia terbatuk.
Wanita berwajah dingin yang ternyata bernama Tulini,
tersenyum pahit.
"Kau lihat siapa yang berdiri di sebelahku ini?" Tulini memalingkan kepalanya
menatap Dirgantara.
Begawan Narasoma memandang ke arah Dirgantara.
"Apa maksudmu membawanya kemari, Tulini" Kau
membawa orang luar ke tempat ini. Tidakkah kau tahu aku tidak ingin ada orang
asing di tempat ini," Begawan Narasoma kelihatan tidak senang.
"Singkirkan dulu rasa tidak senangmu, Kak Nara. Pemuda gagah yang bersamaku ini
bukan orang lain. Dia anakku. Anak kita, Kak Nara," suara Tulini terdengar
bergetar karena perasaan gembira yang meluap-luap.
Terlihat jelas sorot keheranan di matanya. "Anak kita" Aku tidak mengerti,
Tulini"!" Begawan Narasoma mengernyitkan sepasang alisnya.
"Dirgantara anak kita. Mengapa kau begini pelupa, Kak Nara?" Tulini mengedip-
ngedipkan sebelah matanya, memberi isyarat.
Begawan Narasoma merasa heran. Tapi, sebentar
kemudian dia mengerti maksud isyarat Tulini.
"Jadi..., ini Dirgantara" Anak kita, Tulini" Ahhh...!
Sudah demikian besar. Benar namamu Dirgantara?"
Begawan Narasoma tersentak kaget.
Pemuda berpakaian kulit harimau itu mengangguk.
"Benar, Ayah. Apa yang terjadi terhadapmu" Mengapa
Ayah kelihatan tidak senang dengan kehadiranku?"
"Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, Dirga."
Begawan Narasoma setengah mencela. Di dalam hati kakek
ini ia memuji kepekaan perasaan Dirgantara. Bagaimana
mungkin dia merasa gembira" Dirgantara bukan anaknya!
"Bukannya aku tidak suka dengan kehadiranmu. Aku hanya menyesalkan kedatanganmu
yang terlambat!"
"Terlambat"! Tulini mengulang perkataan itu. Dengan
rasa heran ditatapnya wajah Begawan Narasoma tajam. "Apa maksudmu, Kak Nara?"
Begawan Narasoma menghela napas berat.
"Ini semua akibat ulah Suri," keluh kakek itu.
"Beberapa hari yang lalu dia datang membawa
seorang pemuda pesolek bernama Lanang."
"Lanang"!" Dirgantara setengah menjerit.
"Kau kenal dia, Dirga?" tanya Begawan Narasoma, ingin tahu.
"Benar, Ayah." Dirgantara mengangguk. "Dia putra Naga Sakti Berwajah Hitam.
Seperti juga ayahnya, Lanang
memiliki watak yang amat jahat. Dia sangat keji!"
Begawan Narasoma dan Tulini saling berpandangan.
Alis mereka berkerut dalam.
"Aku setuju kalau kau mengatakan Lanang jahat dan
keji. Aku sendiri telah membuktikannya. Tapi, penilaianmu terhadap Naga Sakti
Berwajah Hitam keliru besar. Dia
seorang tokoh golongan putih. Dia tidak jahat, Dirga. Apalagi keji!"
"Aku telah membuktikan sendiri kejahatannya, Ayah!"
Dirgantara mencoba membantah.
"Aku tidak menyalahkanmu, Dirga. Tapi percayalah
padaku, orang yang kau maksudkan itu pasti bukan Naga
Sakti Berwajah Hitam. Dia mempunyai saudara kembar.
Guntar namanya. Guntar adalah salah seorang dari Sepasang Iblis Penghilang
Nyawa. Aku tahu karena pernah berhadapan dengan me reka. Lanang pun kuyakin
bukan putra Naga Sakti Berwajah Hitam. Mungkin putra Guntar."
"Tidak, Kak Nara. Guntar tidak pernah menikah. Dia tidak menyukai wanita. Aku
yakin Lanang muridnya. Atau, anak
angkatnya."Tulini ikut berbicara.
"Ibu mengenalnya?" Dirgantara kelihatan tidak percaya.
"Mengenalnya" Tulini tertawa kecil. "Bagaimana mungkin aku tidak mengenalnya.
Aku saudara seperguruannya. Tapi, aku tidak bertualang bersamanya. Justru kawan
bertualang Guntar tidak satu perguruan. Dia telah tewas di tanganayahmu."
Dirgantara mengangguk-angguk.
Dia tidak berani membantah lagi. Ayah dan ibunya jauh lebih mengetahui tentang Naga Sakti
Berwajah Hitam daripada dirinya.
"Tadi kau mengatakan telah membuktikan sendiri kejahatan Lanang. Apakah semua
ini karena perbuatannya, Kak Nara?" tanya Tulini pada Begawan Narasoma. Ibu
Dirgantara ini tidak percaya jika Lanang mampu melukai Begawan Narasoma. Ayah
Lanang saja tidak mampu mengungguli kakek berpakaian putih ini, apalagi Lanang"
Begawan Narasoma menganggukkan kepala dengan wajah memerah menahan malu.
"Memang memalukan, Tulini. Tapi, itulah kenyataannya.
Aku berhasil dibodohi orang yang pantas menjadi cucuku."
Dengan singkat, Begawan Narasoma menceritakan kejadian
yang telah menimpanya. Dirgantara dan Tulini mendengarkan dengan penuh
perhatian. Beberapa kali Dirgantara yang memang tidak menyukai Lanang mengepal
tinju mendengar keberuntungan pemuda pesolek itu.
"Suri telah kularang memperlihatkan ilmu-ilmunya pada Lanang. Aku khawatir
pemuda yang kuragukan kebenaran hatinya itu dapat menguasai ilmu-ilmuku. Aku
ingin mewariskan semua ilmu yang kumiliki hanya padamu dan Suri, Dirgantara."
Begawan Narasoma menatap dalam-dalam wajah pemuda berpakaian kulit harimau.
"Keparat Lanang!" desis Dirgantara geram. "Ke mana pun kau pergi akan kucari!
Hanya kau atau aku yang berhak untuk hidup!" Begawan Narasoma menghela napas
berat. Dia tahu Dirgantara hanya akan mengantarkan nyawa sia-sia. Lanang yang
sekarang tidak bisa disamakan dengan Lanang beberapa hari yang lalu.
"Lanang rupanya berhasil memperdaya
Suri. Suri memperlihatkan semua ilmu-ilmunya. Dengan kepandaian yang dimilikinya Suri
berhasil dibunuh. Dia juga ingin membunuhku.
Kami bertarung. Telur Elang Perak membuat semua seranganku tidak berarti. Aku
terdesak hebat. Beberapa serangannya mengenai diriku. Aku sadar tak akan mungkin
menang. Maka, kupergunakan ilmu yang tidak pernah kugunakan. Ilmu 'Melepas Roh'.
Lanang mengira aku tewas. Dia pun pergi meninggalkanku dengan hati puas!"
"Sekarang aku mengerti mengapa kau tadi tidak bernapas lagi. Jantungmu berhenti
berdetak dan nadimu tidak berdenyut.
Rupanya, saat itu rohmu telah kau keluarkan." Tulini mengangguk-angguk mengerti.
"Kau memang cerdik, Tulini. Meski usiamu semakin menua, kecerdikanmu tidak
berkurang," puji Begawan Narasoma.
Tulini memonyongkan mulurnya. Dirgantara yang melihat
hal ini jadi merasa geli.
"Aku bersyukur kalian tidak datang lebih cepat. Bila itu terjadi, korban yang
jatuh akan bertambah."
"Justru sebaliknya, aku menyesal mengapa datang
terlambat, Ayah. Aku sudah tidak sabar ingin segera mengirim Lanang ke akhirat!"
tandas Dirgantara berapi-api.
Begawan Narasoma tersenyum.
"Aku bangga dengan sikapmu, Dirga. Kau tidak takut mati.
Tapi, kusarankan lebih baik kau jauhi Lanang. Pemuda licik itu tidak akan mampu
ditahan oleh siapa pun. Aku sendiri tidak habis pikir mengapa semudah itu
menyerahkan Telur Elang Perak padanya. "
"Tidak ada gunanya menyesali diri. Semua sudah terjadi, Kak Nara. Yang lalu
biarkan berlalu. Sekarang, bagaimana caranya melenyapkan pemuda keparat itu!"
hibur Tulini.

Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sayang sekali, Tulini." Begawan Narasoma menggelengkan kepala. "Lanang tidak
akan bisa dikalahkan. Kecuali. . "
"Kecuali apa, Ayah?" sambut Dirgantara cepat.
"Lupakanlah! Tidak ada artinya. Itu hanya dongeng belaka."
Begawan Narasoma memperbaiki kata-katanya yang telanjur keluar.
Tangannya dikibaskan pertanda tidak mau memperpanjang
pembicaraan itu.
"Dirgantara benar, Kak Nara. Katakan saja apa yang hendak kau bicarakan. Toh,
tidak ada ruginya." Tulini mendukung pernyataan Dirgantara.
"Baiklah." Begawan Narasoma mengalah. "Begini, menurut cerita yang pernah
kudengar dan petunjuk yang kudapat ketika aku menyepi, pada waktu-waktu tertentu
muncul ke dunia seekor ular besar. Ular yang sisiknya berwarna kuning bagai
emas. Ular ini dinamakan Ular Emas. Mustika dari binatang ini dapat
memunahkan pengaruh yang ditimbulkan ilmu hitam. Di samping itu, mustika ini
membuat pemegangnya dapat berbahasa ular dan dianggap sebagai raja binatang
melata itu. Tentu saja khasiatnya tidak hanya itu. Masih banyak lagi. Lain waktu
akan kuceritakan pada kalian setelah keadaanku sudah baik."
Dirgantara mendesah kecewa. "Di manakah munculnya Ular itu, Ayah?" tanya pemuda
berpakaian kulit harimau itu, tidak sabar.
"Tidak ada yang tahu kapan dan di mana munculnya,
Dirga," jawab Begawan Narasoma seraya tersenyum lebar untuk menyenangkan hati
Dirgantara. "Kebenarannya saja aku belum yakin. Kononapabila Ular Emas itu
keluar langit dan akan berwarna keemasan. Apa hubungannya, aku tidak mengerti. "
Dirgantara langsung membalikkan tubuh dan melesat
menuju mulut gua.
"Dirga.. !"Tulini terkejut melihat rindakan Dirgantara.
"Sebentar, Ibu. Aku hanya ingin melihat langit!" teriak pemuda berpakaian kulit
harimau itu tanpa menoleh.
Begawan Narasoma menggeleng-gelengkan kepala melihat
tingkah Dirgantara yang demikian percaya dengan ceritanya barusan. Tapi, belum
juga perasaan geli itu lenyap pasangan suami-istri ini telah dikejutkan oleh
seruan Dirgantara.
"Ayah.. .! Ibu. .! Coba kemari. .!"
Tulini dan Begawan Narasoma sating berpandangan. Heran
mereka merasakan nada paksaan dalam seruan Dirgantara. Tulini jadi ingin tahu.
Apakah yang telah menyebabkan Dirgantara demikian tertarik"
Sambil membopong tubuh Begawan Narasoma, Tulini
melesat keluar gua. Ketika mereka tiba di sisi Dirgantara, pemuda itu langsung
berbisik pe-lan tapi penuh getar perasaan.
"Ayah, Ibu, lihat.. !"
Begawan Narasoma dan Tulini mengikuti arah telunjuk
Dirgantara. Suami-isteri itu langsung terpaku di tempatnya. Di atas mereka
langit tidak berwarna biru cerah, melainkan kuning keemasan!
Inikah pertanda Ular Emas telah muncul ke dunia ramai"
SELESAI Tunggu serial Dewa Arak selanjutnya:
LORONG BATAS DUNIA
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor Fuji Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusianfo/ http://ebook-dewikz.com/
Serial Dewa Arak
dalam episode-episodenya yang menarik:
1. PEDANG BINTANG
41. MACAN- MACAN BETINA 2. DEWI PENYEBAR MA UT
42. EMPAT DEDENGKOT PULAU KARA NG
3. CINTA SANG PENDEKAR
43. GARUDA MATA SATU 4. RAKSASA RIMBA NERAKA
44. TAWANAN DATUK SESAT 5. BANJIR DARAH DI BOJONG GADING
45. MISTERI RAJA RACUN 6. PRAHARA HUTAN BANDAN
46. PENDEKAR SADIS 7. RAHASIA SURAT BERDARAH
47. BENCANA PATUNG KERAMAT 8. PENGA NUT ILMU HITAM
48. TENAGA INTI
BUMI 9. PENDEKAR TANGAN BAJA
49. GEGER PULA U ES 10. TIGA MACAN LEMBAH NERAKA
50. PERTARUNGAN DI PULA U API
11. MEMBURU PUTRI DATUK
51. RAJA SIHIR BERHATI HITAM 12. JAMUR SISIK NAGA
52. MANUSIA KELELAWAR 13. PENINGGALAN IBLIS HITAM
53. PENJARAH PERAWAN 14. S EPASANG ALAP-ALAP BUKIT GANTAR 54.
KABUT DI BUKIT GONDANG 15. TINJU PENGGETAR BUMI
55. PERINTAH MAUT 16. PEWARIS ILMU TOKOH SESAT
56. SUMPAH SEPASANG HARIMA U
17. KERIS PEMINUM DARAH
57. PERGURUAN KERA EMAS 18. KELELAWAR BERACUN
58. MAYAT HIDUP 19. PERJALANA N MENANTANG MAUT
59. TITIPAN BERDARAH 20. PELARIAN ISTANA HANTU
60. PERAWAN2 PERSEMBAHAN 21. DENDAM TOKOH BUANGAN
61. RAJA IBLIS TANPA TANDING 22. MA UT DARI HUTAN RANGKONG
62. PEREMPUAN PEMBAWA MAUT 23. S ETAN MABUK
63. ANGKARA SI ANAK NAGA 24. PERTARUNGAN RAJA-RAJA ARAK
64. SATRIA SINTING 25. PENGHUNI LEMBAH MALAIKAT
65. SI LINGLUNG
SAKTI 26. RAJA TENGKORAK
66. PEMBUNUH GELAP 27. KEMBALINYA RAJA TENGKORAK
67. MAKHLUK JEJADIA N 28. TEROR MACAN PUTIH
68. BIANG-BIANG
IBLIS 29. ILMU HALIMUN
69. PETI BERTUAH 30. DALAM CENGKERAMA N BIANG IBLIS 70.
PULAU SETAN 31. PERKAWINAN BERDARAH
71. PETUALANG2 DARI NEPAL 32. ALGOJO-ALGOJO BUKIT LARANGAN
72. BATU KEMATIAN 33. MAKHLUK DARI DUNIA ASING
73. PEMBANTAI DARI MONGOL 34. RUNTUHNYA SEBUAH KERAJAAN
74. PANGGILAN KE ALAM ROH 35. KEMELUT RIMBA HIJA U
75. RACUN KELA BANG MERAH
36. TOKOH DARI MASA SILAM
76. PENJARA LANGIT 37. RAHASIA SYAIR LELUHUR
77. SENGKETA GUCI PUSAKA 38. NERAKA UNTUK SANG PENDEKAR
78. PEMBALASAN DARI LIANG LAHAT
39. MISTERI DEWA S ERIBU KEPALAN
79. IBLIS BUTA 40. GEROMBOLAN SINGA GURUN
80. MISTERI GADIS GILA 81. MUSTIKA ULAR EMAS
82. LORONG BATAS DUNIA Renjana Pendekar 9 Joko Sableng Kitab Serat Biru Bagus Sajiwo 6
^