Pencarian

Misteri Di Bukit Ular Emas 1

Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas Bagian 1


MISTERI DI BUKIT ULAR EMAS Oleh T. Hidayat
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting: Tuti S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
T. Hidayat Serial Pendekar Naga Putih
dalam episode: Misteri di Bukit Ular Emas
128 hal. ; 12 x 18 cm
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
1 Bukit Ular Emas tampak berdiri kokoh bagai me-
nantang langit Puncaknya yang ditumbuhi pepohonan
besar tampak terselimut kabut tipis. Lereng-lerengnya licin dan nyaris tegak
lurus. Dan rasanya bukit ini hampir mustahil untuk bisa didatangi manusia.
Tapi, rupanya masih ada pula yang mencoba-coba
untuk mendekatinya. Pada pagi hari ini, tampak sesosok tubuh bergerak menuju
Bukit Ular Emas. Melihat
dari gerakannya yang nyaris tanpa menimbulkan sua-
ra, dapat ditebak kalau sosok tubuh itu berasal dari rimba persilatan yang
berkepandaian tinggi. Terlebih saat mendaki lereng bukit, nyaris tanpa kesulitan
sedikit pun! "Hm.... Kelihatannya aku adalah orang pertama
yang tiba di tempat ini...," gumam sosok itu saat kedua kakinya menjejak puncak
Bukit Ular Emas. Dia bertubuh sedang, terbalut jubah panjang berwarna putih.
Sebentar sosok berjubah putih yang ternyata seo-
rang pemuda tampan itu menghentikan langkahnya.
Sepasang matanya yang tajam dan menyiratkan per-
bawa kuat, merayapi sekelilingnya. Tapi yang didapatinya hanyalah pohon-pohon
raksasa menjulang ke
langit Selebihnya, sepi mencekam bagaikan suasana di pekuburan.
Setelah puas memperhatikan sekitarnya, pemuda
tampan berjubah putih itu perlahan mengayun lang-
kahnya. Seperti menyadari kalau sekitar puncak itu
ada ancaman tersembunyi yang berbahaya, dia tampak
selalu dalam keadaan siaga penuh. Seolah, siap menghadapi apa saja yang bakal
ditemuinya. Dan apa yang dikhawatirkan pemuda tampan itu
memang tidak berlebihan. Saat kakinya baru beberapa langkah menindak, tiba-tiba
berhenti. Sepasang telinganya dipertajam, berusaha mendengar sesuatu yang
mencurigakan. "Kisanak! Jika kau memang tidak bermaksud bu-
ruk, segera tunjukkan dirimu...!"
Seperti tahu akan kehadiran orang lain di sekitar
tempat ini, pemuda itu langsung saja menegur. Sua-
ranya lantang, namun menyiratkan keramahan. Pa-
dahal, dia dalam sikap waspada penuh.
"Heh heh heh...! Telingamu benar-benar tajam,
Pendekar Naga Putih! Kau membuatku yang sudah tua
ini merasa kagum...!"
Belum lagi gema jawaban itu lenyap, tahu-tahu se-
sosok bayangan putih berperawakan tinggi kurus su-
dah meluruk ringan bagaikan selembar daun yang di-
terbangkan angin. Dan bayangan putih itu mendarat
ringan di depan pemuda tampan berjubah putih yang
ternyata Panji Atau dalam rimba persilatan lebih dikenal sebagai Pendekar Naga
Putih. "Pertapa Goa Kelelawar..."!" desis Panji begitu mengenali sosok tinggi kurus
berjubah lebar berwarna putih itu.
Pendekar Naga Putih langsung menatap sosok ka-
kek yang julukannya pernah menggetarkan rimba per-
silatan. Ada kilatan kecurigaan yang cepat disembu-
nyikan Panji dalam tatapannya.
"Semula kukira, akulah orang pertama yang tiba di
puncak bukit ini. Tapi, ternyata ada orang tua yang telah lebih dulu tiba. Entah
kapan kau tiba di tempat ini, Pertapa Goa Kelelawar...?" lanjut Panji.
Kewaspadaan Pendekar Naga Putih langsung men-
gendor, begitu mengenal betul, siapa Pertapa Goa Kelelawar itu. Dia adalah salah
satu tokoh golongan putih
yang banyak mengenyam pahit manisnya dunia persi-
latan. Bahkan kedigdayaannya diakui oleh dunia persilatan sebagai datuknya
golongan pendekar.
Pertapa Goa Kelelawar tertawa mengekeh menden-
gar ucapan Pendekar Naga Putih. Wajahnya yang ma-
sih segar kemerahan menengadah ke atas, kemudian
tawanya berhenti tiba-tiba. Dan langsung matanya
menatap tajam wajah pemuda di depannya. Ada kila-
tan aneh sekilas dalam bola matanya. Namun, tidak
begitu diperhatikan Panji.
Sebenarnya Panji memang tidak begitu kenal Perta-
pa Goa Kelelawar. Dan perjumpaan kali ini adalah untuk yang kedua kalinya. Tapi,
Pendekar Naga Putih
memang sempat melihat adanya kelainan dalam sikap
kakek tua itu. Dan sebagai pendekar yang senantiasa terancam bahaya maut,
sikapnya kembali waspada.
Langkahnya digeser dua tindak ke belakang, saat mata kakek itu menghunjam tajam
ke wajahnya. 'Pendekar Naga Putih...," sebut Pertapa Goa Kelela-
war perlahan. Kemudian orang tua berjubah putih ini melangkah
maju tiga tindak, hingga jarak di antara mereka hanya terpisah kurang dari satu
tombak. "Semua tokoh persilatan menginginkan Rase Perak.
Termasuk, aku...."
Baru saja kata-kata itu selesai, tiba-tiba Pertapa
Goa Kelelawar melancarkan sebuah serangan menda-
dak! Bahkan dalam jarak yang dekat dan terlihat sangat hebat, disertai tenaga
dalam penuh. Whuttt..! "Hei.."!"
Serangan dahsyat itu tentu saja membuat Pendekar
Naga Putih terkejut bukan kepalang. Untung sikapnya memang telah siap sejak
melihat adanya keanehan pa-
da diri tokoh tua itu. Maka tubuhnya cepat bergeser ke kanan, sehingga serangan
Pertapa Goa Kelelawar
hanya menyambar tempat kosong.
'Pertapa Goa Kelelawar! Apa artinya seranganmu
ini..."!" tegur Panji, belum mau membalas. Ingin diketahuinya dulu apa alasan
tokoh tua itu melancarkan
serangan berbahaya kepadanya.
"Artinya aku menginginkan kematianmu, Pendekar
Naga Putih!" tukas Pertapa Goa Kelelawar, kembali melanjutkan serangan mautnya.
Bahkan kali ini terlihat jauh lebih hebat dan berbahaya!
Panji tidak sempat lagi berpikir. Serangan Pertapa
Goa Kelelawar terlalu hebat dan berbahaya jika dibiarkan begitu saja. Maka ia
cepat kembali menggeser ba-dannya, dan langsung sengaja menangkis.
Plakkk! Plakkk!
Dua kali Panji memapak sambaran tangan Pertapa
Goa Kelelawar, sehingga membuat tubuhnya ter-
huyung beberapa langkah ke belakang. Memang tidak
aneh, karena Pertapa Goa Kelelawar termasuk salah
satu dari sekian banyak tokoh tingkat tinggi yang disegani dan ditakuti kaum
rimba persilatan. Tak heran bila kekuatannya sangat hebat
"Haaat..!"
Sementara, Pertapa Goa Kelelawar sempat terjajar
dua langkah ke belakang. Namun, dia tidak jera. Ma-
lah dipersiapkannya jurus-jurus berbahaya yang men-
datangkan deru angin keras, menggoyangkan pepoho-
nan di sekitar puncak Bukit Ular Emas.
"Pertapa Goa Kelelawar! Tahan seranganmu! Kalau
tidak, jangan salahkan bila aku terpaksa harus melawan...!" cegah Panji, masih
tetap merasa segan untuk melakukan perlawanan.
Pendekar Naga Putih menyadari kalau Pertapa Goa
Kelelawar merupakan salah seorang tokoh yang di-
hormati di kalangan persilatan. Dan ia tidak ingin me-nanam bibit permusuhan
yang hanya akan membuat
dirinya mengalami kesulitan. Tapi, tentu saja serangan-serangan itu tidak bisa
didiamkan, karena me-
mang bisa mematikan!
Sementara, Pertapa Goa Kelelawar sama sekali tidak
mempedulikan peringatan Panji. Serangannya tetap
datang bagikan gelombang badai yang hendak mero-
bohkan puncak bukit Sehingga, mau tidak mau, Panji
harus melakukan perlawanan, jika masih ingin sela-
mat Maka kini pertempuran hebat pun pecah.
Pertapa Goa Kelelawar tampaknya memang bukan
hanya sekadar hendak menguji kepandaian Pendekar
Naga Putih. Itu terlihat dari serangan-serangannya
yang selalu mengarah pada jalan kematian di sekujur tubuh pemuda ini. Panji
sendiri yang tidak ingin mati konyol, terpaksa melakukan perlawanan dengan
mengerahkan 'Ilmu Silat Naga Sakti'-nya. Tak heran kalau pertempuran pun mulai
kelihatan seru dan seimbang.
Jurus demi jurus berlalu cepat Kedua tokoh sakti
yang segolongan itu saling serang dengan hebatnya.
Hingga ketika pertempuran memasuki jurus yang ke-
lima puluh, Pertapa Goa Kelelawar yang usianya terbi-lang sangat tua itu
ternyata masih tetap tangguh dan belum kelihatan lelah. Dan ini membuat Panji
mau tidak mau jadi kagum akan daya tahan tokoh tua itu
Tapi, ia juga merasa penasaran, karena diserang mati-matian tanpa sebab yang
jelas. "Yeaaat..!"
Karena Pertapa Goa Kelelawar masih terus melan-
carkan serangan-serangan maut yang berbahaya, ke-
sabaran Panji pun mulai hilang. Maka serangan bala-
sannya kini tidak main-main lagi. Tubuhnya cepat
berkelebat disertai pendaran sinar putih keperakan
yang menebarkan hawa dingin menggigit kulit Seolah, di puncak Bukit Ular Emas
tengah terjadi badai salju.
Setelah lebih dari sepuluh jurus Panji mendesak la-
wan, mulailah Pertapa Goa Kelelawar merasakan teka-
nan yang kian menghebat Terutama, hawa dingin yang
selalu menyertai setiap sambaran tangan dan kaki pemuda tampan berjubah putih
ini. Dan sedikit demi sedikit, Pertapa Goa Kelelawar terpaksa bermain mun-
dur, karena mulai terdesak oleh gempuran-gempuran
Pendekar Naga Putih.
Namun sebagai tokoh kawakan yang telah memiliki
banyak pengalaman, tentu saja Pertapa Goa Kelelawar tidak mudah ditundukkan.
Apalagi ketika kakek tua
itu mulai mengeluarkan jurus-jurus pamungkasnya.
Maka tekanan serangan balasan dari Panji mulai dapat diimbanginya. Bahkan
serangan- serangan balasannya
memaksa Panji kini kembali bermain mundur.
"Celaka! Apa sebenarnya yang diinginkan Pertapa
Goa Kelelawar" Mengapa sikapnya sekarang sangat
aneh. Padahal pada perjumpaan pertama, orang tua ini sama sekali tidak
menunjukkan sikap bermusuhan"
Tapi sekarang...."
Meskipun tengah menghadapi pertarungan sengit,
pikiran Panji terus saja melayang. Dicarinya sebab, apa yang membuat sikap
Pertapa Goa Kelelawar berubah. (Untuk mengetahui perjumpaan Panji dengan Per-
tapa Goa Kelelawar yang pertama, silakan baca serial Pendekar Naga Putih dalam
kisah: "Rase Perak").
Dalam menghadapi lawan tangguh, sebenarnya ti-
dak semestinya pikiran Panji terpecah. Hal ini memang bisa berbahaya bagi
keselamatannya, karena pertahanan dirinya akan terbuka. Atau paling tidak,
membuat benteng pertahanannya mengendor.
Sementara Pertapa Goa Kelelawar memang seorang
tokoh kawakan yang mempunyai banyak pengalaman.
Dan begitu melihat adanya kelalaian dalam diri Panji, langsung saja kepalan
tangannya menyambar cepat.
Buggg! "Hukh...!"
Pukulan Pertapa Goa Kelelawar bersarang telak di
iga Pendekar Naga Putih. Akibatnya, tanpa ampun lagi, tubuh Panji terjungkal
deras ke belakang.
"Haiiit..!"
Tapi sebagai seorang pendekar yang setiap kali
menghadapi bahaya maut, Panji memang masih bisa
menguasai diri. Kendati pukulan orang tua itu sempat bersarang telak di
tubuhnya, dan membuatnya terjungkal, keseimbangan dirinya masih bisa terkuasai.
Maka dengan bentakan keras, tubuhnya melenting ke
udara. Setelah berjumpalitan beberapa kali, kemudian tubuhnya meluncur turun
dengan kedua kaki terlebih
dulu. Pertapa Goa Kelelawar sendiri sadar kalau lawannya
bukanlah pemuda sembarangan. Maka meskipun telah
menyarangkan pukulan telak, tubuhnya langsung me-
lesat mengejar Panji yang masih melayang turun ke
tanah. "Yeaaah...!"
Dibarengi sebuah bentakan mengguntur, Pertapa
Goa Kelelawar langsung menggebrak dengan dorongan
kedua telapak tangan yang terbuka.
Whusss...! Angin keras laksana topan prahara seketika mende-
ru begitu sepasang telapak tangan Pertapa Goa Kelelawar meluncur ke arah Panji.
Dan kalau sampai puku-
lan itu mengenai sasaran, keselamatan Panji benar-
benar terancam.
Pendekar Naga Putih bukan tidak tahu akan adanya
bahaya besar yang mengancam. Meski keadaan tu-
buhnya memang masih dalam keadaan tidak me-
mungkinkan, terpaksa datangnya gempuran lawan ha-
rus disambut Karena untuk mengelak, akan lebih be-
sar bahayanya. "Heaaat..!"
Dengan sebuah bentakan nyaring, Panji mengempos
semangat dan mengerahkan seluruh tenaga saktinya,
kalau tidak ingin mati penasaran di tangan Pertapa
Goa Kelelawar. Biarpun kakek itu merupakan seorang
tokoh tua yang dihormatinya, namun karena seran-
gannya terlalu berbahaya, mau tidak mau Pendekar


Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Naga Putih harus melupakan rasa hormatnya.
Panji memang merasakan dadanya agak nyeri aki-
bat pukulan telak yang mengenai tubuhnya tadi. Na-
mun, tenaga sakti jelmaan Pedang Naga Langit telah
bergerak sendiri dan langsung memusnahkan rasa sa-
kit akibat pukulan Pertapa Goa Kelelawar. Dan kini
Panji mampu mengerahkan seluruh Tenaga Sakti Ger-
hana Bulan'-nya. Seketika kedua tangannya dihentak-
kan ke depan. Dan....
Blarrr...! Dua gelombang tenaga sakti yang maha dahsyat se-
ketika saling bertemu di udara. Ledakan keras yang
bagai hendak meruntuhkan puncak Bukit Ular Emas
terdengar menggelegar. Bumi tempat berpijak pun ba-
gaikan diguncang tangan raksasa, membuat pepoho-
nan berderak ribut
Akibat yang dialami kedua orang tokoh yang berta-
rung dan saling mengadu tenaga itu pun cukup men-
genaskan. Keduanya terlempar ke belakang, dan ter-
hempas sejauh tiga tombak lebih. Sampai- sampai,
mereka tidak bisa menguasai keseimbangan tubuh
masing-masing sehingga terbanting jatuh keras ke tanah.
Brukkk! Panji mengeluh ketika tubuhnya terbanting di tanah
keras dan tidak rata. Bagian belakang tubuhnya terasa sakit dan nyeri,
membuatnya merintih perlahan. Dan
dari mulutnya termuntah darah segar. Jelas, benturan barusan" telah mendatangkan
luka parah dalam tubuhnya.
Namun agaknya kekuatan mukjizat jelmaan Pedang
Naga Langit terlihat menunjukkan kehebatannya. Setelah Panji memuntahkan darah
segar, tiba-tiba muncul sinar kuning keemasan yang membawa hawa panas
luar biasa. Sehingga, sekujur tubuh Pendekar Naga
Putih bagaikan terbakar api. Hanya Panji sendiri yang tahu kalau sinar kuning
keemasan berhawa panas
yang muncul membungkus tubuhnya, adalah pertanda
kalau 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' tengah bekerja menyembuhkan luka dalam yang
dialaminya. Pertapa Goa Kelelawar yang juga terbanting jatuh ke tanah, juga langsung
memuntahkan darah segar yang
kental. Wajah yang biasanya segar kemerahan, tampak pucat bagai tak dialiri
darah. Dan napas kakek itu pun terlihat tersengal. Dan tampaknya, kakek itu
tidak berusaha bangkit Maka dapat ditebak kalau keadaannya
saat itu memang parah, akibat benturan tadi. Bagian dalam tubuhnya memang
mengalami guncangan hebat, sehingga membuat luka dalam yang parah dan
membutuhkan waktu cukup lama untuk menyembuh-
kannya. Kendati dalam keadaan, luka parah, Pertapa Goa
Kelelawar sempat menyaksikan adanya pendaran sinar
kuning keemasan yang muncul menyelimuti sekujur
tubuh Pertapa Goa Kelelawar. Dan ia tidak tahu, dari
mana asal sinar kuning keemasan itu. Namun Pertapa
Goa Kelelawar menduga, Pendekar Naga Putih juga
mengalami luka dalam yang parah seperti dirinya.
Hanya saja dia tidak tahu kalau sinar kuning keema-
san itu merupakan kekuatan mukjizat yang sanggup
menyembuhkan luka dalam maupun segala jenis ra-
cun. Sementara Pertapa Goa Kelelawar masih duduk te-
rengah-engah, saat sinar kuning keemasan yang mem-
bungkus tubuh Pendekar Naga Putih perlahan-lahan
memudar, untuk kemudian lenyap tanpa meninggal-
kan bekas. Dan Panji sudah mulai bergerak bangkit
berdiri, begitu bagian dalam tubuhnya yang semula terasa nyeri bagai tertusuk
ratusan jarum telah lenyap sama sekali. Begitu hebat kekuatan mukjizat 'Tenaga
Sakti Inti Panas Bumi', hingga sanggup memunahkan
pengaruh benturan yang menimbulkan luka dalam di
tubuh Pendekar Naga Putih.
Tapi meskipun tubuhnya terluka dalam, yang un-
tungnya tidak membahayakan, tetap saja tenaga yang
dimiliki Panji belum sepenuhnya pulih. Dan justru dalam keadaan tidak siap
itulah muncul sosok-sosok tubuh yang membuat Panji terkejut dan menjadi tegang!
Karena mereka adalah....
'Tiga Harimau Besi, Pendekar Bangau Sakti, dan
para pengikutnya..."!" desis Panji ketika mengenali belasan orang yang baru
datang itu. Pendekar Naga Putih memang pernah bentrok den-
gan mereka beberapa waktu yang lalu. Pendekar Ban-
gau Sakti menuduh Pendekar Naga Putih telah mem-
bunuh murid-muridnya. Padahal, perbuatan itu tidak
pernah dilakukannya. Tapi, Pendekar Bangau Sakti tetap bersikeras. Dan
sebenarnya yang membawa tudu-
han tidak benar itu adalah Tiga Harimau Besi, yang
kini muncul bersama Pendekar Bangau Sakti. (Untuk
lebih jelasnya silakan baca serial Pendekar Naga Putih dalam episode: "Rase
Perak"). "Celaka...! Kelihatannya mereka masih tetap memu-
suhi ku...?" desis Panji, langsung bergerak mundur.
Pendekar Naga Putih melihat sorot mata penuh an-
caman dari orang-orang yang baru datang itu. Namun
sesungguhnya Panji sudah tidak berminat bertarung
melawan orang segolongan. Terlebih, setelah tadi bentrok melawan Pertapa Goa
Kelelawar, dan membuat
kakek sakti itu terluka dalam. Maka, sebelum mereka tiba lebih dekat, Panji
memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu. Dan sekali berkelebat saja,
tubuhnya sudah melesat seperti bayangan yang semakin men-jauh. Untuk kemudian,
lenyap ditelan kelebatan po-
hon-pohon besar.
"Kurang ajar...! Pendekar pengecut itu telah melarikan diri...!"
Pendekar Bangau Sakti menggeram marah dan
mengepal tinjunya erat-erat Ia tidak berminat mengejar, karena jarak di antara
mereka tadi terpisah cukup jauh. Dan ia pun tahu, kehebatan ilmu meringankan
tubuh Pendekar Naga Putih.
"Sebaiknya kita tolong saja Pertapa Goa Kelelawar.
Kelihatannya ia mengalami luka dalam yang parah...,"
usul salah seorang dari Tiga Harimau Besi.
Pendekar Bangau Sakti tentu saja tahu akan kea-
daan Pertapa Goa Kelelawar. Maka langsung saja dis-
etujui usul itu. Segera diisyaratkannya agar para pengikutnya segera mengangkat
tubuh kakek sakti itu,
dan membawanya bergerak meninggalkan tempat itu,
bersama yang. lainnya.
*** 2 Sang Raja Siang telah menampakkan kekuasaannya
sejak pagi, hingga tengah hari sekarang ini Sinarnya yang garang memancar ke
seluruh permukaan bumi,
disebabkan oleh hembusan angin yang juga terasa pa-
nas. Di antara kelebatan pepohonan di atas puncak Bu-
kit Ular Emas, sesosok bayangan hitam bergerak cepat menerobos semak belukar.
Sosok itu berperawakan
kurus dengan tinggi yang tidak wajar. Kendati demi-
kian gerakannya terlihat gesit, seperti hendak mema-merkan kepandaian ilmu lari
cepat yang nyaris sem-
purna. "Hm.... Jangan harap kau dapat meloloskan diri da-
ri kejaranku, Manusia Keparat..!"
Terdengar bentakan keras yang disusul berkelebat-
nya sesosok bayangan tinggi besar. Gerakan sosok tubuh ini pun terlihat sangat
ringan dan gesit Bahkan kalau dibandingkan dengan sosok tinggi kurus tadi,
rasanya ilmu lari cepatnya tidak kalah.
Jarak antara kedua sosok tubuh yang tengah kejar-
mengejar itu terlihat semakin dekat Dari sini dapat diketahui kalau sosok tinggi
besar yang melalaikan pengejaran memiliki ilmu lari cepat yang lebih tinggi se-
tingkat, dibanding buruannya.
"Haaattt..!"
Ketika jarak di antara mereka kini kurang dari dua
tombak, tiba-tiba sosok tinggi besar yang melakukan pengejaran membentak
nyaring. Kemudian tubuhnya
melesat ke udara dan terus berjumpalitan melampaui
kepala buruannya.
Jlig! Bagaikan seekor burung elang yang menyambar
mangsanya, sosok tinggi besar itu melayang turun kurang lebih satu tombak di
depan buruannya.
"Sudah kukatakan, kau bakal tidak bisa lolos dari
tanganku, Manusia Keparat!" bentak sosok tinggi besar itu menggeram marah dengan
sorot mata mengancam.
"Hm..., tidak semudah itu, Pendekar Rase Perak...!
Terimalah ini...!"
Sosok laki-laki tua bertubuh kecil kurus dan berju-
bah hitam bermuka pucat itu kelihatannya sama sekali tidak mau menyerah. Bahkan
tubuhnya langsung saja
melesat ke depan dengan sebuah pukulan maut!
Whuttt..! Sadar akan kedahsyatan serangan itu, sosok tinggi
besar yang dipanggil Pendekar Rase Perak langsung
saja menyiapkan jurus pertahanannya. Dengan kedua
tangan tersilang di depan dada, semangatnya dikem-
pos. Kemudian dipapaknya pukulan lawan dengan len-
gan tersilang. Dukkk! Dua gelombang tenaga sakti yang menyertai gera-
kan masing-masing, saling berbenturan keras. Tubuh
masing-masing terjajar mundur, tanda kekuatan tena-
ga dalam mereka seimbang.
"Hmmmh...!"
Pendekar Rase Perak kembali menggeram murka.
Tubuhnya bergeser ke kanan dengan kuda-kuda kokoh
dan indah. Sepasang matanya menyorot tajam, mem-
perhatikan kaki lawannya yang juga sudah bergeser
membentuk kuda-kuda harimau. Kelihatannya kakek
kecil kurus ini pun tidak mau kalah. Ini terlihat dari kuda-kudanya yang tidak
kalah mantap. Bahkan serangan berikut sudah disiapkannya.
"Haaat..!"
Disertai teriakan nyaring, kakek kecil kurus berkulit pucat itu langsung melesat
dengan serangkaian serangan. Angin besar bertiup, menandai betapa hebat tena-ga
dalam yang dikerahkannya untuk serangan kali ini.
Pendekar Rase Perak pun tidak mau kalah gertak.
Sepasang tangannya yang kokoh dan berbulu halus,
bergerak ke kiri-kanan diiringi deru angin keras. Kemudian tubuhnya melesat ke
depan disertai teriakan
membahana. "Yeaaat..!"
Dalam waktu singkat saja, kedua tokoh yang sama-
sama memiliki kepandaian tinggi itu telah saling
menggempur hebat Keduanya sama-sama gesit dan
tangkas. Dalam jurus-jurus pertama, pertarungan terlihat masih seimbang. Dan
keduanya berusaha keras
saling mendesak menggunakan jurus-jurus tangguh
yang jarang duanya.
Ketika pertarungan menginjak jurus kedua puluh,
Pendekar Rase Perak yang kelihatannya sangat bernaf-su untuk segera melumpuhkan
lawan, kembali mem-
perdengarkan bentakan membahana. Tubuhnya yang
tinggi besar bergerak lebih cepat, menyambar-nyambar bagaikan seekor rajawali
perkasa. Dan ia berusaha
mendesak lawannya, melepaskan serangan-serangan
yang semakin gencar dan berbahaya.
"Aiiih..."!"
Kakek kecil kurus itu terpekik kaget, ketika iganya nyaris terkena sodokan
tangan Pendekar Rase Perak.
Untung tubuhnya masih sempat dimiringkan, sehingga
pukulan itu lewat setengah jengkal di sampingnya.
Kendati demikian, kekuatan angin pukulan Pendekar
Rase Perak sempat membuat kuda- kudanya agak
goyah, sehingga terhuyung beberapa langkah.
Kesempatan itu tidak dilewatkan Pendekar Rase Pe-
rak. Pukulannya yang semula gagal, cepat diputar setengah lingkaran. Sambil
melompat pendek, lengan
yang kekar berbulu itu langsung dikibaskan mendatar.
Bukkk! "Hukh...!"
Hebat dan sangat cepat perubahan gerak Pendekar
Rase Perak. Sehingga, kakek kecil kurus itu tak sempat lagi menyelamatkan
tubuhnya. Akibatnya pukulan
lengan yang besar dan kokoh itu singgah di tubuhnya.
Dan kakek ini kontan terlempar deras sejauh satu
tombak lebih. "Sekarang tamatlah riwayatmu, Manusia Tengik...!"
Usai berkata demikian, Pendekar Rase Perak mele-
sat ke depan dengan sebuah pukulan lurus memati-
kan. Dari sambaran angin pukulannya, dapat diperki-
rakan kalau serangan itu mampu menghancurkan ba-
tu sebesar gajah. Jelas, nyawa kakek kecil kurus itu tengah dalam bahaya maut
Whuttt..! Wajah yang pucat tampak semakin pias. Kelihatan-
nya, kakek kecil kurus itu benar-benar sudah tidak
berdaya dan pasrah menerima kematian di tangan la-
wan. Tapi.... Plakkk! Saat nyawa kakek kecil kurus itu nyaris pindah ke
alam baka, tiba-tiba melesat sesosok bayangan tinggi besar lain. Dan pukulan
maut Pendekar Rase Perak langsung disambut dengan satu papakan keras. Sehingga,
terdengar benturan keras, yang membuat ta-
nah di sekitar tempat itu bergetar bagai digoyang gempa. Akibatnya, baik tubuh
Pendekar Rase Perak mau-
pun sosok tinggi besar yang baru tiba, terpental balik
hingga hampir tiga tombak. Dan keduanya tak dapat
menguasai keseimbangan tubuh masing- masing, se-
hingga terpaksa harus terbanting keras di tanah.
Pendekar Rase Perak bergegas melenting bangkit.
Kendati bagian dalam dadanya terasa masih agak se-
sak, namun tokoh sakti ini terlihat masih sanggup
bangkit dengan cepat Sepasang matanya langsung
menyorot tajam, untuk mengenali siapa manusia usil
yang mencampuri urusannya.
"Datuk Serigala Hitam..."!"
Terdengar desis berbisik dari mulut Pendekar Rase


Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perak saat mengenali sosok tinggi besar yang baru datang dan memapaki pukulannya
barusan. Ada panca-
ran rasa terkejut dalam sinar mata tokoh tinggi besar yang selama ini tidak
pernah terdengar kabar beri-tanya.
Sosok tinggi besar berwajah hitam dengan berewok
tebal itu pun telah pula bangkit tegak. Perawakannya memang tidak berbeda jauh
dengan Pendekar Rase Perak. Mereka sama-sama tinggi besar dan gagah. Be-
danya, wajah Datuk Serigala Hitam yang hitam legam
ditumbuhi berewok yang tak teratur. Sedangkan Pen-
dekar Rase Perak berwajah bersih dengan kumis dan
jenggot tercukur rapi Kini keduanya saling menatap
untuk beberapa saat
Sementara itu, kakek kecil kurus yang telah disela-
matkan Datuk Serigala Hitam tampak menggeser tu-
buhnya. Didekatinya sosok tinggi besar yang telah menyelamatkan jiwanya tadi
Kakek kecil kurus ini me-
mang tak lain dari Datuk Serigala Putih, yang juga
saudara seperguruan Datuk Serigala Hitam.
Mereka datang ke puncak Bukit Ular Emas memang
untuk mencari binatang ajaib berupa rase yang ber-
warna perak. Tapi, tampaknya Datuk Serigala Putih
yang berwajah telengas, hendak mencari sendiri binatang ajaib yang menjadi
rebutan kaum rimba persila-
tan. Namun sebelum niat itu terlaksana, dia tertangkap basah, sehingga untung
saja Datuk Serigala Hitam cepat datang, dan menyelamatkannya.
"Hm.... Sudah kuduga kalian akan datang ke tem-
pat ini! Karena sebagai manusia-manusia tamak dan
jahat, tentu tidak akan pernah merasa puas dan selalu ingin memiliki apa yang
dianggap dapat menambah
kesaktian. Sayangnya sebelum menemukan apa yang
dicari, sudah harus berjumpa dengan aku. Tapi, kalian tidak usah heran. Aku
memang sudah lama menunggu-nunggu kedatangan manusia macam kalian ber-
dua...," ujar Pendekar Rase Perak, seraya menatapi
dua orang gembong golongan sesat yang kini berdiri di hadapannya dalam jarak
kurang lebih dua tombak.
Kening Datuk Serigala Hitam tampak berkerut begi-
tu mendengar ucapan Pendekar Rase Perak. Kemudian
kepalanya menoleh ke arah saudaranya dengan sorot
mata mengandung pertanyaan. Ketika melihat kepala
Datuk Serigala Putih menggeleng, Datuk Serigala Hitam kembali memalingkan
pandangan ke arah Pende-
kar Rase Perak.
"Ucapanmu sepertinya mengandung maksud terten-
tu, Pendekar Rase Perak" Coba kau jelaskan kepada-
ku...?" pinta Datuk Serigala Hitam.
Kelihatannya, dia merasa curiga atas perkataan
Pendekar Rase Perak Diduga ada sesuatu yang disem-
bunyikan pendekar tinggi besar itu. Sayangnya, ia belum bisa menduga apa yang
ada dalam kepala Pende-
kar Rase Perak "Hmh...!"
Pendekar Rase Perak hanya mendengus penuh eje-
kan, tanpa sama sekali memberi jawaban atas perta-
nyaan datuk sesat itu. Bahkan kelihatannya seperti
sengaja hendak membuat dua orang tokoh sesat itu
merasa penasaran.
"Grrr.... Apakah harus kuremukkan kepalamu agar
menjawab pertanyaanku itu...!" dengus Datuk Serigala Hitam.
Tampaknya, datuk sesat ini merasa terhina melihat
sikap Pendekar Rase Perak yang menggeram gusar.
Wajahnya yang hitam semakin mengelam. Dan sepa-
sang matanya yang lebar bertambah melotot mena-
kutkan. Melihat kemarahan Datuk Serigala Hitam, Pendekar
Rase Perak bukannya gentar. Malah diperdengarkan-
nya suara tawa yang membuat dada Datuk Serigala Hi-
tam serasa hendak meledak. Jelas sekali suara tawa
itu mengandung ejekan yang menyakitkan.
"Huh! Keparat ini sepertinya sengaja hendak menge-
labui kaum persilatan! Mungkin berita tentang bina-
tang langka itu hanya bualannya saja! Aku curiga, jangan-jangan binatang itu
tidak pernah ada...!"
Datuk Serigala Putih yang sejak tadi hanya diam
mendengarkan, berbisik pelan ke telinga saudaranya.
Sementara, sepasang matanya tetap terarah kepada
Pendekar Rase Perak.
"Hm.... Kalau benar berita bohong itu sengaja di se-barkannya akan kucincang
tubuhnya sampai halus!
Dan akan kuberikan kepada serigala-serigala peliha-
raan kita! Agar dia tahu rasa!" geram Datuk Serigala Hitam dengan suara lantang.
, Maksud gertakan itu tentu agar didengar Pendekar
Rase Perak. Tapi nyatanya, pendekar tinggi besar itu sama sekali tidak memberi
tanggapan. Bahkan malah
membuat Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala
Putih semakin bertambah penasaran. Karena perta-
nyaan-pertanyaan mereka tetap tanpa jawaban pasti.
"Kurang ajar! Kau benar-benar mencari mati, Pen-
dekar Rase Perak...!"
Srattt! Seiring suara menggeram marah itu, Datuk Serigala
Hitam meloloskan sebuah senjata mengerikan berben-
tuk gada yang sekelilingnya dipenuhi duri tajam berkilat, berwarna kehijauan.
Sekali lihat saja, Pendekar Rase Perak sadar kalau gada di tangan lawannya
mengandung racun jahat yang mematikan.
Pendekar Rase Perak segera menggeser langkahnya
ketika melihat kedua orang datuk sesat itu sudah menyebar ke kiri kanan
mengepung dirinya. Kelihatan-
nya, ia sama sekali tidak merasa gentar meskipun harus menghadapi dua orang
dedengkot kaum sesat yang
terkenal kejam dan sakti. Apalagi tadi telah menjajal kepandaian Datuk Serigala
Putih, yang masih di ba-wahnya. Maka ia pun bersiap-siap menghadapi ke-
royokan dua orang datuk sesat itu.
*** Tiga orang tokoh sakti itu sudah siap saling gempur
dengan ilmu-ilmu andalannya. Tapi belum ada seorang pun yang menyerang lebih
dulu. Dan masing-masing
masih saling meneliti gerak langkah satu sama lain.
Kendati demikian, tampaknya pertempuran sudah ti-
dak mungkin dielakkan lagi
Tapi.... "Suittt..!"
Tiba-tiba terdengar siulan nyaring memasuki telinga ketiga orang tokoh yang siap
saling gebrak itu. Karuan saja gerakan mereka sama-sama terhenti, langsung
memiringkan kepala. Seolah, mereka hendak menden-
gar lebih jelas, dari mana asal siulan barusan.
Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih
tampaknya lebih tahu dan mengenal siulan panjang
itu. Terlihat mereka berpandangan sesaat, kemudian
saling mengangguk. Seolah, mereka telah menda-
patkan kata sepakat Dan sebelum Pendekar Rase Pe-
rak mengerti akan tingkah laku kedua orang calon lawannya, tahu-tahu tubuh dua
orang datuk sesat itu
sudah melesat pergi ke arah selatan puncak.
Pendekar Rase Perak tentu saja menjadi heran dan
menaruh curiga dengan siulan yang menurutnya mirip
sebuah isyarat untuk kedua orang' datuk itu. Maka
tanpa banyak cakap lagi, tubuhnya langsung melesat
mengejar kedua orang lawannya.
Tapi baik Datuk Serigala Hitam maupun Datuk Se-
rigala Putih sepertinya tidak ingin diikuti Begitu merasa ada orang yang
mengejar, secara berbarengan ke-
duanya mengibaskan tangan ke belakang.
Siuttt, siuttt..!
Seketika terdengar suara berkesuitan menyertai
sambaran delapan sinar putih kehijauan yang mene-
barkan bau busuk Tahulah Pendekar Rase Perak kalau
kedua orang lawannya telah melepaskan senjata-
senjata rahasia beracun untuk mencegahnya.
"Keparat licik...!"
Pendekar Rase Perak tentu saja tidak mau men-
ganggap remeh serangan senjata rahasia kedua orang lawannya. Cepat-cepat
gerakannya dihentikan. Kemudian tubuhnya digeser ke kanan untuk menghindari
ancaman senjata rahasia beracun kedua orang lawan-
nya. Tapi meskipun sudah menghindar, tetap saja ada
tiga batang pisau kecil yang mengancam tenggorokan, dada, dan perutnya. Sadar
kalau senjata rahasia itu sangat beracun, Pendekar Rase Perak cepat mengi-
baskan tangan kanan disertai pengerahan tenaga da-
lam. Sehingga, tiga senjata beracun itu langsung runtuh ke tanah.
Pendekar tinggi besar berwajah bersih yang masih
terlihat gagah itu menggeram jengkel, begitu menyada-ri kalau bayangan kedua
orang lawannya telah lenyap ditelan kelebatan pepohonan besar yang banyak tumbuh
di atas puncak Bukit Ular Emas. Tapi meskipun
demikian, ia sama sekali tidak patah semangat Walaupun tidak jelas ke mana arah
pergi kedua orang datuk sesat itu, Pendekar Rase Perak bertekad untuk mela-
caknya. *** 3 Beberapa saat setelah Datuk Serigala Hitam, Datuk
Serigala Putih, dan Pendekar Rase Perak meninggalkan tempat itu, sesosok tubuh
sedang terbungkus jubah
putih tampak bergerak keluar dari balik rimbunan pohon. Sosok itu tak lain dari
Panji yang berjuluk Pendekar Naga Putih.
Sebenarnya, Pendekar Naga Putih memang sudah
cukup lama bersembunyi di tempat itu, yakni sejak
terjadinya pertarungan antara Pendekar Rase Perak
dan Datuk Serigala Putih. Dan ia juga menyaksikan
munculnya Datuk Serigala Hitam, yang menyela-
matkan nyawa saudaranya.
"Rasanya pertarungan tadi tidak wajar. Menurut
penilaianku, kepandaian Datuk Serigala Putih tidak
berada di bawah Pendekar Rase Perak Anehnya, men-
gapa datuk berwajah pucat itu nyaris tewas hanya dalam beberapa gebrak"
Sedangkan menurut perhitun-
ganku, paling tidak kepandaian mereka seimbang. Ka-
laupun Pendekar Rase Perak dapat mengatasi lawan-
nya, jelas akan memerlukan waktu yang tidak sedikit Paling tidak pertarungan
akan berlangsung ramai, dan mencapai ratusan jurus" Benar-benar aneh...?" gumam
Panji sambil memandangi arah kepergian tokoh-
tokoh persilatan tadi.
Dan ia masih termenung sampai beberapa saat la-
manya. Diam seperti patung.
Keanehan-keanehan yang membingungkan ini me-
mang bukan baru pertama kali bagi Panji. Sejak men-
ginjakkan kakinya di puncak Bukit Ular Emas, me-
mang sudah terlihat keanehan pada diri Pendekar
Bangau Sakti. Kakek sakti itu menurut penglihatan-
nya, sedang berada dalam keadaan tidak wajar.
Sayangnya belum bisa diduga, keanehan apa yang ada
dalam diri Pendekar Bangau Sakti. Bahkan sekarang
tokoh sakti itu kelihatan sangat memusuhinya dan jelas-jelas menginginkan
kematiannya. Semua keanehan-keanehan itu jelas membuat Panji
berpikir keras. Terlebih, sampai saat ini kematian murid-murid Perguruan Bangau
Putih masih belum bisa
diungkapkannya. Tak heran, kalau Pendekar Naga Pu-
tih masih dimusuhi Pendekar Bangau Sakti dan Tiga
Harimau Besi. Padahal, mereka semua sama-sama go-
longan putih. Dan tentu saja Panji tidak bisa menghadapi mereka dalam sebuah
pertempuran. Dan terpaksa
sikapnya harus selalu mengalah, sebelum menemukan
bukti-bukti kalau pembunuh murid-murid Perguruan
Bangau Putih bukanlah dirinya, seperti apa yang ditu-duhkan tokoh-tokoh
persilatan. (Untuk lebih jelasnya baca serial Pendekar Naga Putih dalam episode:
"Rase Perak").
"Hm.... Aku yakin, semua ini mempunyai hubungan
erat Siapa tahu dengan mengikuti ketiga tokoh sakti
yang barusan berselisih itu, bisa membawa sedikit sinar terang bagi semua
keanehan yang dialami tokoh-
tokoh persilatan. Termasuk keanehan yang terlihat pa-da diri Pendekar Rase
Perak..." Berpikir demikian, Panji langsung saja berkelebat
ke arah lenyapnya bayangan tokoh-tokoh persilatan
yang barusan berselisih hingga nyaris terjadi pertumpahan darah tadi. Dan
Pendekar Naga Putih pun juga
tahu kalau penyebab gagalnya pertarungan adalah suitan nyaring yang mirip
isyarat rahasia tadi. Maka ingin diketahuinya siapa yang mengeluarkan suitan
nyaring, mengandung kekuatan tenaga dalam tinggi tadi. Serta, apa maksud dari
suitan itu. Dengan ilmu lari cepatnya yang telah mencapai titik kesempurnaan, Panji
berkelebat laksana sambaran kilat Semak belukar maupun pepohonan lebat tidak
menjadi halangan baginya. Tubuhnya terus meluncur
sambil tetap memasang indera pendengaran tajam-
tajam. Karena memang harus selalu bersikap waspada.
Disadari betul kalau saat ini puncak Bukit Ular Emas telah menjadi pusat
perhatian kaum rimba persilatan, sehingga bahaya akan selalu datang tanpa
terduga. Untuk itu, ia tidak boleh lengah sedikit pun.
Puncak Bukit Ular Emas memang merupakan tem-
pat yang cukup luas. Tidak seperti bukit-bukit lainnya, dataran di atas puncak
bukit ini berbentuk meman-jang. Selain itu, pohon besar banyak tumbuh di
atasnya. Jadi, tidak aneh kalau tokoh-tokoh persilatan
yang berdatangan ke tempat itu jarang saling berjumpa satu sama lain. Terlebih
Bukit Ular Emas memang bisa didaki dari sisi mana pun, oleh mereka yang
berkepandaian tinggi. Sedangkan bagi orang biasa, jangan harap akan sampai di
lerengnya saja. Karena, lereng bukit ini nyaris berdiri tegak lurus!
Panji yang bergerak mengandalkan ilmu meringan-
kan tubuh, tiba-tiba menahan langkahnya. Telinganya yang memang telah dipasang
tajam-tajam untuk mendengar suara-suara mencurigakan, menangkap adanya
bentakan-bentakan dan dentang senjata berada Dan
bisa langsung ditebak kalau tidak jauh dari tempatnya berdiri, tengah terjadi
sebuah perkelahian yang keden-garannya cukup sengit
Tanpa membuang waktu lagi, langsung saja Pende-
kar Naga Putih bergerak mendekati asal suara pertempuran. Kali ini tentu saja
sikapnya lebih berhati-hati.
Langkah kakinya diusahakan selunak mungkin, agar
kehadirannya tidak sampai diketahui pihak-pihak yang sedang bertarung. Dengan
demikian, ia dapat lebih le-luasa memperhatikan jalannya pertarungan, sekaligus
mengenali orang-orang yang tengah bertarung.


Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kira-kira belasan tombak kemudian, dari rimbunan
semak belukar, Panji melihat adanya pertempuran
yang tengah berlangsung sengit Dan setelah agak de-
kat, baru dikenali siapa pihak-pihak yang tengah bertempur. Tentu saja kaget
bukan main hati Panji ketika mengenali, karena yang tengah bertarung itu adalah
Pendekar Bangau Sakti, Tiga Harimau Besi, dan Perta-pa Goa Kelelawar. Mereka
memang tengah menghadapi
belasan orang berpakaian serba hitam yang bersenja-
takan golok besar.
Berdebar juga hati Panji ketika melihat pertarungan yang hebat itu. Terlebih
ketika menoleh ke arah pertarungan lain. Tampak dua orang datuk yang dikenal
sebagai Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Pu-
tih, tengah menggempur Pendekar Rase Perak Bahkan,
pertarungan ketiga orang sakti itu jauh lebih hebat, ketimbang pertarungan
lainnya. Menyaksikan semua itu, Panji tidak bisa mengambil
tindakan apa-apa. Dan ia memang tidak tahu harus
memihak yang mana. Kalaupun nekat muncul, bukan
tidak mungkin Pendekar Bangau Sakti serta tokoh-
tokoh pendekar lain akan mengeroyoknya. Tentu saja
Panji tidak menginginkannya, dan hanya bisa menyak-
sikan tanpa bisa mengambil keputusan apa-apa.
Tapi pertarungan-pertarungan itu tidak berlang-
sung lama. Terlebih, ketika pihak belasan orang berpakaian serba hitam yang
menjadi lawan Pendekar
Bangau Sakti dan kawan-kawannya mulai roboh satu
persatu bermandikan darah. Tentu saja tidak terlalu aneh, karena yang dihadapi
belasan orang berpakaian serba hitam itu adalah pentolan golongan putih, yang
nama besarnya telah menggetarkan rimba persilatan.
Sedangkan di arena lain, Pendekar Rase Perak tam-
pak mulai kepayahan dalam menghadapi keroyokan
gembong-gembong golongan sesat itu. Sehingga pen-
dekar gagah itu hanya bisa bertahan dan mengelak,
tanpa bisa membalas serangan. Dan kalau dibiarkan
berlarut-larut, bukan mustahil Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih
akan dapat menghentikan
perlawanan Pendekar Rase Perak
Untung saja Tiga Harimau Besi yang telah dapat
menghabisi lawan-lawannya, bergegas memberi ban-
tuan, sehingga melegakan hati Pendekar Rase Perak.
Dengan terjunnya Tiga Harimau Besi dalam kancah
pertempuran, maka gempuran-gempuran Datuk Seri-
gala Hitam dan Datuk Serigala Putih tak lagi membuat Pendekar Rase Perak kalang-
kabut Apalagi kepandaian Tiga Harimau Besi memang ti-
dak bisa dianggap remeh jika maju bersama. Mereka
akan lebih kuat dan dapat memainkan jurus-jurus ga-
bungan yang saling isi dan saling melindungi. Sehing-ga, dua orang datuk sesat
itu terpaksa melupakan
Pendekar Rase Perak, dan harus mengimbangi seran-
gan-serangan Tiga Harimau Besi.
Sementara itu, Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa
Goa Kelelawar yang telah menyelesaikan pertarungan, sejenak melirik ke arah
pertarungan yang masih berlangsung. Sebentar kemudian, mereka telah bergerak
meninggalkan tempat itu tanpa mempedulikan Pende-
kar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi yang masih bertarung sengit melawan kedua
orang datuk sesat itu.
"Kurang ajar...!"
Datuk Serigala Hitam meskipun dalam keadaan ber-
tarung, ternyata sempat melirik kepergian Pendekar
Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar. Dia langsung menggeram gusar, seperti
tidak akan membiarkan kedua orang tokoh itu pergi begitu saja.
"Yeaaat..!"
Dengan sebuah teriakan mengguntur, tiba-tiba saja
Datuk Serigala Hitam melesat maju menggempur la-
wannya. Sepasang tangannya yang hitam dan berbulu
lebat bergerak dengan kecepatan tinggi. Kemudian dikirimkannya serangkaian
serangan maut disertai pen-
gerahan seluruh tenaga dalam.
Whuttt, whuttt..!
Tentu saja hebat bukan main gempuran yang dilan-
dasi kemarahan itu. Angin berkesiutan menyambar-
nyambar, menyertai datangnya dua pasang lengan
yang mengandung kekuatan dahsyat
Orang kedua dan ketiga dari Tiga Harimau Besi
yang kebetulan menghadapi Datuk Serigala Hitam,
tampak terkejut bukan main! Biar bagaimanapun, ke-
pandaian datuk sesat itu masih berada di atas mereka.
Sehingga, serangan yang dilakukan dengan seluruh
tenaga itu sempat membuat keduanya menjadi terke-
siap. Mereka terpaksa berloncatan mundur, tidak be-
rani menyambut langsung gempuran dahsyat itu.
Tapi, Datuk Serigala Hitam tidak menghentikan se-
rangannya begitu saja. Melihat serangannya gagal dan lawan berlompatan mundur ke
belakang, tubuh tinggi
besar berkulit hitam legam itu melesat mengejar. Langsung dilepaskannya serangan
mautnya secara bertubi-
tubi. Sehingga, dua orang dari Tiga Harimau Besi menjadi sibuk menyelamatkan
diri, mengandalkan kegesi-
tan tubuhnya. Sayangnya, Datuk Serigala Hitam me-
miliki kecepatan gerak dua tingkat di atas lawan-
lawannya. Sehingga....
Bukkk, desss...!
"Akh...!"
Dua dari ketiga orang Tiga Harimau Besi langsung
menjerit kesakitan hampir berbarengan. Tubuh mere-
ka terjengkang ke belakang, akibat hantaman kepalan sebesar kepala bayi yang
tepat mengenai tubuh mereka. Darah segar langsung termuntah keluar dari mulut
keduanya, karena pukulan itu membuat bagian dalam
tubuh berguncang hebat Maka untuk beberapa saat,
kedua orang tokoh itu tidak mampu bangkit berdiri.
Ternyata bukan hanya Datuk Serigala Hitam saja
yang merasa marah melihat kepergian Pendekar Ban-
gau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar. Datuk Serigala Putih pun tidak kalah
marahnya. Maka segera diter-jangnya Pendekar Rase Perak dan orang tertua dari
Ti-ga Harimau Besi yang menjadi lawannya dengan se-
rangkaian serangan maut mematikan.
"Heaaat...!"
Kakek kecil kurus berwajah pucat itu berkelebat
bagaikan sambaran kilat Meskipun lengannya lebih
pendek dan kecil ketimbang kedua orang lawannya,
namun serangkaian serangan yang dilancarkan Datuk
Serigala Putih tidak bisa dianggap remeh. Tak hanya
sambaran angin pukulannya yang berkesiutan, namun
juga kecepatan geraknya yang sangat menggetarkan.
Dan kini membuat Pendekar Rase Perak dan orang ter-
tua dari Tiga Harimau Besi tidak berani memandang
rendah. Mereka berusaha menghindari serangan maut
itu, dan mengirimkan serangan balasan yang tidak kalah hebatnya.
Kalau serangan Datuk Serigala Hitam yang disertai
amarah itu cukup berhasil, namun tidak demikian
halnya Datuk Serigala Putih. Ternyata kedua orang lawan yang dihadapinya jauh
lebih kuat Sehingga bukan hanya kegagalan saja didapatnya, tapi juga berupa
serangan balasan yang nyaris membuatnya celaka. Ter-
paksa kakek kecil kurus itu harus menyelamatkan diri dari gempuran-gempuran maut
kedua orang lawannya.
"Yeaaa...!"
Dibarengi lengkingan panjang menggetarkan dada,
Datuk Serigala Hitam yang melihat saudaranya kela-
bakan menyelamatkan diri, segera meluruk bagaikan
seekor burung raksasa yang menyambar. Kedua len-
gannya yang panjang dan besar, membuat gerakan
yang mendatangkan hembusan angin keras menggu-
gurkan dedaunan pohon. Bahkan sempat membuat
pohon-pohon di sekitarnya berderak ribut, bagaikan
hendak tumbang. Jelas, serangan kakek tinggi besar
ini memang hebat bukan main!
Tapi, baik Pendekar Rase Perak maupun orang ter-
tua dari Tiga Harimau Besi tidak gentar. Cepat dis-
iapkan jurus untuk menyambut datangnya serangan
kakek tinggi besar itu. Dan mereka langsung men-
gayunkan tangan, memapak gempuran Datuk Serigala
Hitam yang mengancam.
"Heaaah...!"
"Haiiit..!"
Disertai teriakan susul-menyusul, Pendekar Rase
Perak dan orang tertua dari Tiga Harimau Besi lang-
sung merubah sasaran. Keduanya melesat memapak
serangan Datuk Serigala Hitam.
Plakkk, plakkk!
Terdengar suara benturan dahsyat bagaikan dua
batang besi beradu, ketika serangan Datuk Serigala Hitam disambut lengan kedua
orang lawannya. Akibat-
nya, tubuh satu sama lain terdorong mundur sampai
enam langkah jauhnya. Bahkan Datuk Serigala Hitam
sampai agak terhuyung, karena harus menghadapi
dua gempuran tenaga sakti sekaligus. Tentu saja keru-gian jelas berada di
pihaknya. "Keparat busuk..!"
Datuk Serigala Hitam mengumpat kalang-kabut,
kemudian menggeser langkahnya mendekati Datuk Se-
rigala Putih. Sesaat mereka saling berpandangan, kemudian sama-sama
menganggukkan kepala seperti
memahami isyarat masing-masing. Sebentar kemu-
dian, kedua datuk sesat itu sudah melesat pergi me-
ninggalkan lawan-lawannya, hendak mengejar Pende-
kar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar.
Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi ru-
panya tidak menduga kalau kedua orang datuk itu
akan meninggalkan pertarungan. Mereka sempat terte-
gun, dan seperti tidak mempunyai keinginan untuk
mengejar. Sampai kedua orang datuk itu lenyap dan
tidak terlihat lagi bayangan, mereka masih terpaku di situ.
*** Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar
tampak berlari cepat menuju bagian selatan Bukit Ular Emas. Keduanya seperti
saling berlomba, mengejar se-
sosok bayangan perak yang melarikan diri dengan ke-
cepatan kilat Kalau saja kedua orang ini bukan tokoh sakti berkepandaian tinggi,
tidak mungkin dapat mengejar binatang yang tak lain Rase Perak. Rupanya, kedua
tokoh itu sudah menemukan tempat persembu-
nyian Rase Perak, yang tengah menjadi rebutan karena memiliki khasiat luar
biasa. Cukup lama kedua tokoh itu mengejar binatang
langka berbulu perak yang menggegerkan itu. Sampai
akhirnya, binatang itu melesat naik ke atas pohon besar berdaun lebat
"Ha ha ha...! Akhirnya kau menyerah juga...!" ujar
Pertapa Goa Kelelawar.
Tokoh tua ini memang tiba lebih dulu, baru kemu-
dian Pendekar Bangau Sakti. Kini keduanya berdiri di bawah pohon memandang
binatang langka ini.
Binatang mirip musang dan memiliki bulu lebat
berwarna perak itu tampak menggereng, memperli-
hatkan taringnya yang runcing. Binatang ini berdiri dengan tubuh melengkung di
atas batang pohon yang
agak tinggi. Sepasang matanya berkilat memancarkan
kemarahan terhadap kedua orang yang berada di ba-
wahnya. "Hm..."
Pertapa Goa Kelelawar menggumam perlahan. Sete-
lah memandang ke arah tempat Rase Perak berada,
kakek berselempang kain putih lebar ini menyedot
udara banyak-banyak Kedua tangannya berputaran
lambat, memperdengarkan bunyi berkerotokan. Ru-
panya, Pertapa Goa Kelelawar tengah mengerahkan te-
naga saktinya. Kemudian....
"Hah!"
Dengan bentakan keras, Pertapa Goa Kelelawar
menghantam batang pohon sebesar dua pelukan orang
dewasa itu dengan kedua telapak tangan terbuka.
Krakh...! Seketika terdengar suara berderak keras yang di-
iringi bergeraknya pohon besar itu. Kemudian tubuh
Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti
berkelebat ke arah pohon besar yang bergerak hendak roboh.
Rase Perak yang bertengger di atas cabang pohon
kelihatan gelisah. Akhirnya, sebelum batang pohon jatuh berdebum ke tanah,
binatang langka ini melompat ke tanah dengan kecepatan luar biasa.
Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti
tentu saja tidak mau membiarkan binatang itu lolos.
Disertai pengerahan seluruh kemampuan ilmu merin-
gankan tubuh yang dimiliki, keduanya melesat setelah menotok bagian pohon. Kedua
tangan mereka terulur
hendak menangkap Rase Perak yang tengah melayang
di udara. Tapi, binatang itu rupanya tidak tinggal di-am. Meski dalam keadaan
melayang di udara, cakar-
cakarnya langsung menyambar saat kedua pasang
tangan tokoh-tokoh sakti itu hendak menangkapnya.
Brettt, brettt!
"Akh..."!"
Baik Pertapa Goa Kelelawar maupun Pendekar Ban-
gau Sakti tentu saja tidak menduga. Mereka kontan
terpekik dan kembali meluncur turun. Beberapa jari
tangan mereka tampak mengeluarkan darah. Kedua
tokoh sakti itu menyeringai, merasakan perih dan panas pada tangan mereka.
"Binatang celaka...!"
Pertapa Goa Kelelawar mengumpat geram. Kemu-
dian, dia melompat ke arah jatuhnya Rase Perak. Lalu langsung dilepaskannya
sebuah pukulan jarak jauh.
Brash! Semak belukar tempat jatuhnya tubuh Rase Perak
langsung berhamburan, akibat pukulan jarak jauh
Pertapa Goa Kelelawar yang amat kuat Sedangkan tu-
buh binatang langka itu melambung ke udara, kemu-
dian kembali meluncur deras ke tanah. Tampaknya,
binatang itu pun tak luput dari pukulan jarak jauh
yang sangat kuat
"Kena kau sekarang...!" seru Pertapa Goa Kelelawar
dengan wajah berseri.
Dan sebelum tubuh binatang langka itu jatuh ke


Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanah, kakek sakti itu langsung melesat dengan kedua tangan terulur, siap
menangkap tubuh Rase Perak
Tapi sebelum kedua tangan Pertapa Goa Kelelawar
sempat menyentuh, tubuh Rase Perak yang berada di
udara tiba-tiba menggeliat dengan gerakan menga-
gumkan. Diiringi desisan marah, sepasang kaki bina-
tang itu langsung menyambar tangan Pertapa Goa Ke-
lelawar! "Keparat..!" maki Pertapa Goa Kelelawar kaget Cepat kedua tangannya diputar
hingga luput dari sambaran
cakar binatang itu. Kemudian tangan kanannya me-
nampar kuat Whuttt... bukkk!
Tanpa ampun lagi, tubuh binatang yang bentuknya
terdiri dari gabungan antara kucing dan musang ini
terlempar deras. Tapi, Pertapa Goa Kelelawar pun terkejut ketika tamparannya
terasa seperti menghantam
benda kenyal dan kuat Sehingga membuat setengah
kekuatan tamparannya membalik. Rupanya, binatang
langka yang diperebutkan itu memiliki kekuatan tubuh yang mengagumkan, selain
gerakannya cepat luar biasa!
Pada saat tubuh Pertapa Goa Kelelawar berputar
untuk melenyapkan tenaga tamparannya yang berba-
lik, Pendekar Bangau Sakti sudah melesat ke udara.
Kedua tangannya sudah terulur, untuk menangkap
tubuh Rase Perak yang terpental akibat tamparan ka-
kek sakti dari Goa Kelelawar itu. Pendekar Bangau
Sakti merasa yakin kalau akan berhasil mendapatkan
binatang langka yang kini tengah melayang dalam
keadaan lemas. Dugaannya, binatang itu kemungkinan
mengalami luka akibat tamparan rekannya.
Tapi, rupanya Pendekar Bangau Sakti belum berjo-
doh untuk mendapatkan Rase Perak. Karena pada saat
yang bersamaan, tiba-tiba melesat sesosok bayangan
putih dengan kecepatan tinggi. Bahkan sosok bayan-
gan putih itu langsung melancarkan tamparan dengan
tangan kanan untuk menggagalkan usaha Pendekar
Bangau Sakti. Sedang tangan kirinya diulurkan, untuk menangkap tubuh Rase Perak.
Tentu saja kemunculan
sosok bayangan putih yang sangat tiba-tiba ini mem-
buat Pendekar Bangau Sakti menjadi kaget!
Plakkk! Rasa kaget Pendekar Bangau Sakti semakin menja-
di-jadi ketika merasakan betapa kuatnya tenaga yang terkandung dalam tamparan
sosok bayangan putih ta-di. Sehingga walau tenaganya sudah ditambah, tetap
saja tubuhnya terlempar ke samping. Dan dia memang
tidak sampai terluka dan masih dapat menguasai ke-
seimbangan. Tapi, tetap saja jadi marah bukan main!
Sedangkan sosok bayangan putih yang berhasil
menggagalkan perbuatan Pendekar Bangau Sakti, tiba-
tiba menjadi kaget! Tadi sewaktu tangan kirinya hampir menyentuh tubuh Rase
Perak, mendadak saja ber-
tiup angin keras, yang disusul berkelebatnya bayangan hitam. Bahkan bayangan itu
langsung melancarkan
sebuah pukulan jarak jauh ke arahnya.
"Gila...!"
Sosok bayangan putih ini mengumpat ketika mera-
sakan betapa hebat dan kuatnya sambaran angin yang
mendahului datangnya pukulan jarak jauh itu. Dari
bunyi bersuitan yang timbul, disadari kalau serangan itu sangat berbahaya dan
tidak bisa dianggap main-main! Maka tangan kiri yang semula siap menangkap
tubuh Rase Perak, terpaksa ditarik pulang. Kemudian tubuhnya dilempar ke
belakang untuk menyelamatkan
diri dari ancaman pukulan maut itu.
Whuttt... blarrr...!
Sambaran angin pukulan berhawa maut itu lewat di
atas tubuh bayangan putih yang tengah meluncur tu-
run. Dan kesempatan itu digunakan sosok bayangan
hitam yang baru tiba, untuk mengejar Rase Perak yang menjadi idaman setiap tokoh
persilatan. Maka tanpa
mengalami kesulitan, tangan kanannya yang bebas te-
lah menangkap tubuh binatang langka itu.
"Hua ha ha...! Akhirnya binatang keramat ini berha-
sil kudapatkan...!" kata sosok tinggi besar berpakaian serba hitam itu disertai
tawa bergema. Kemudian tubuhnya berbalik dan melesat meninggalkan tempat itu.
"Hei, tunggu...!"
Sosok bayangan putih yang tak lain Panji ini segera saja membentak, lalu
tubuhnya melesat cepat melakukan pengejaran. Memang Pendekar Naga Putih tidak
ingin kalau binatang keramat yang berupa rase ber-
warna perak itu sampai jatuh ke tangan orang-orang
tak bertanggung jawab dan mempunyai tujuan keji.
"Hm.... Jangan dikira dapat mencegah kepergianku,
Pendekar Naga Putih! Nah, sambutlah pukulanku...!"
Sambil berseru demikian, tiba-tiba saja sosok
bayangan hitam ini berbalik. Dan dengan kecepatan
sulit ditangkap mata, tangan kanannya bergerak dua
kali melepaskan pukulan jarak jauh yang menerbitkan
decit angin tajam.
"Hyaaat..!"
Kali ini Panji tidak tinggal diam. Disambutnya pu-
kulan jarak jauh lawan dengan mendorongkan kedua
telapak tangannya yang terbuka. Seketika serangkum
gelombang angin dingin menderu keluar dari sepasang tangan Panji. Dan....
Bresh...!. Dua gelombang kekuatan hebat saling berbenturan
di udara, membuat sekitar tempat itu bergetar. Dan
tubuh Pendekar Naga Putih kontan terpental balik.
Tentu saja kenyataan ini membuat Panji kaget, karena tidak mengerahkan seluruh
tenaga saktinya. Akibatnya, Panji harus menerima kenyataan pahit. Kendati
tidak mengalami luka dalam, namun bagian dalam da-
danya sempat terguncang. Dan itu membuatnya tidak
bisa melanjutkan pengejaran, karena harus mene-
nangkan guncangan itu lebih dulu. Kini Panji terpaksa hanya bisa memandang
gusar, melihat sosok bayangan
hitam itu berkelebatan cepat di antara batang-batang pohon, kemudian lenyap dari
pandangan. "Hm.... Aku tidak akan membiarkan kau pergi begi-
tu saja, Maling Hina...!" desis Panji. Seketika Pendekar Naga Putih langsung
melesat ketika merasakan guncangan dalam dadanya sudah reda.
Tapi keinginan untuk mengejar sosok bayangan hi-
tam itu terpaksa tertunda, begitu dua sosok bayangan berkelebat menghadang
jalannya. Kening Panji jadi
berkerut dengan wajah gusar. Terlebih ketika menge-
nali kedua orang yang tak lain Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar!
"Menyingkirlah kalian...!" ujar Panji setengah mem-
bentak, karena khawatir akan kehilangan jejak bu-
ruannya. "Hm.... Kaulah yang seharusnya menyingkir dan
pergi dari sini, Pendekar Naga Putih! Kalau memban-
tah, terpaksa kami berdua akan mengirimmu ke nera-
ka...!" sahut Pertapa Goa Kelelawar dengan suara dingin dan wajah membeku.
Kelihatannya tokoh sakti ini tidak main-main dengan ancamannya.
Mendengar ancaman itu, Panji menghela napas be-
rat dengan wajah sedih. Ditatapnya wajah kedua tokoh yang berdiri tegak dan siap
menempurnya, apabila masih berkeras melanjutkan pengejaran. Dan Panji tahu,
kedua tokoh sakti itu tidak main- main.
"Hhh.... Kalau saja kalian berdua merupakan tokoh-
tokoh dari golongan sesat, aku tidak akan merasa heran! Tapi sebagai pendekar
yang selalu menjunjung
tinggi kebenaran serta keadilan, tidak layak rasanya kalau kalian berdua
mencegah ku yang justru hendak
mencegah perbuatan jahat di tempat ini. Terlebih kalian sendiri telah melihat,
bagaimana binatang langka itu dilarikan orang yang belum jelas siapa dan di mana
tempat tinggalnya. Cobalah kalian berpikir dan pertim-bangkan hal ini baik-
baik," ujar Panji sambil menatap wajah kedua tokoh sakti itu bergantian.
"Kau tidak perlu menggurui kami, Pendekar Naga
Putih! Dan jangan coba menghalangi tindakan kami,
kalau tidak ingin menyesal kelak...!" tukas Pendekar Bangau Sakti.
Kelihatannya, dia sama sekali tidak peduli pada
sindiran Panji. Bahkan dalam nada suaranya tersirat ancaman bagi keselamatan
pemuda itu. "Ingat, Pendekar Naga Putih. Persoalan di antara ki-ta belum selesai!" lanjut
Pendekar Bangau Sakti dengan sorot mata penuh dendam.
"Hhh...."
Panji menghela napas sesaat. Dirayapinya wajah
kedua orang tokoh sakti yang selama ini selalu dihormatinya. Sayangnya,
perbuatan mereka kali ini benar-benar membuatnya kecewa. Nyatanya kedua orang
yang disegani dan dihormati kaum persilatan, masih
juga menginginkan binatang yang menjadi rebutan pa-
da saat ini. "Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar!
Apakah dalam usia tua seperti sekarang ini, kalian
masih juga ingin menjadi jagoan tak terkalahkan se-
hingga dapat menguasai dunia persilatan" Rasanya,
aku tidak percaya kalau kalian melakukan semua ini
dalam kesadaran penuh! Pasti ada sesuatu yang tidak beres telah menimpa kalian
berdua, termasuk Pendekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi. Makanya, aku
terpaksa akan mencegah perbuatan kalian...," tandas Panji.
Kata-kata Pendekar Naga Putih membuat kedua
orang tokoh sakti itu bergerak merenggang. Bahkan
mereka siap untuk melayani kemauan Pendekar Naga
Putih. "Hm.... Kau jangan hanya melihat kejelekan orang
lain, Pendekar Naga Putih! Coba katakan, apa tujuan-mu datang ke Bukit Ular
Emas?" sinis dan sangat
menghina nada kata-kata Pendekar Bangau Sakti. Ta-
pi, Panji tetap berusaha tenang dan tidak terpengaruh oleh ucapan yang tajam
itu. "Salah satu tujuanku ke Bukit Ular Emas ini adalah
untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah. Tapi,
kalau kalian berpendapat lain, terserah saja. Yang jelas, aku hanya ingin
meletakkan sesuatu pada tem-
patnya. Dan itu adalah keadilan yang selalu dijunjung tinggi kaum golongan putih
!" tegas Panji.
Kembali kata-kata Pendekar Naga Putih membuat
kedua orang sakti itu menggeram marah. Jelas mereka
merasa tersindir oleh ucapan pemuda perkasa itu.
"Hm.... Kalau begitu kau memang harus segera di-
lenyapkan, Bocah Sombong!"
Sambil menggereng, Pendekar Bangau Sakti meng-
geser langkahnya. Kakinya segera memasang kuda-
kuda yang kokoh dan indah, siap melancarkan gempu-
ran terhadap Pendekar Naga Putih.
Pertapa Goa Kelelawar tidak ketinggalan. Kakek ber-
tubuh tinggi kurus itu menggeser tubuh ke kanan. Sepasang matanya menyorot tajam
penuh kebencian.
Dan ini tentu saja terlihat aneh. Karena sebagai seorang pertapa, tidak
semestinya masih terkuasai nafsu amarah dan serakah. Inilah yang membuat Panji
curiga. Kali ini Panji tidak lagi hendak mengelak dari ben-trokan. Maka Pendekar
Naga Putih sudah bersiap den-
gan kuda-kuda 'Naga Sakti Menunggang Bumi', yang
terlihat kokoh laksana batu karang. Sepasang tangannya yang telah membentuk
cakar naga, saling bertemu di depan dada siap mengerahkan 'Tenaga Sakti Inti
Panas Bumi'. Memang, hanya tenaga mukjizat itulah
yang menurutnya akan sanggup menyingkap keane-
han yang ada dalam diri kedua orang lawannya.
Panji memutar kedua tangannya sambil menggeser
kakinya saat kedua orang lawan telah bergerak sema-
kin melebar, seperti hendak menggencetnya dari dua
arah. Tubuhnya yang saat itu sudah terbungkus sinar kuning keemasan, memancarkan
hawa panas menyen-gat. Sehingga, membuat kedua orang lawannya terlihat kaget.
Dan Panji sama sekali tidak peduli.
Meskipun ketiga tokoh ini sudah sama-sama siap
tempur, tapi tak seorang pun yang kelihatan hendak
memulainya lebih dulu. Karena, bila menyerang lebih dulu berarti membuka
pertahanan diri. Sehingga,
sampai beberapa saat, mereka masih hanya saling me-
natap satu sama lain.
*** 4 "Hyaaat...!"
Karena Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Ban-
gau Sakti masih juga belum mau memulai serangan,
maka Panji mengambil keputusan untuk memulainya.
Dibarengi teriakan mengguntur, tubuhnya bergerak
cepat ke depan dengan arah menyilang. Dan saking
cepat gerakannya, seolah tubuhnya menjelma belasan
banyaknya. Tentu saja hal ini membuat kedua orang
lawannya menyalurkan tenaga dalam ke mata, agar
dapat melihat lebih jelas gerakan Panji.
Tapi meskipun kedua orang pendekar kosen itu su-
dah menajamkan pandangan mata, tetap saja kesuli-
tan untuk menebak siapa kira-kira yang menjadi sasaran serangan pemuda itu. Dan
mereka terpaksa harus
mengikuti gerakan tubuh Pendekar Naga Putih.
Bwettt, bwettt!
Dan tahu-tahu saja, sepasang tangan Panji yang
membentuk cakar naga meluncur deras mengancam
Pertapa Goa Kelelawar. Sekali menyerang saja, cakarnya mengancam dua tempat di
tubuh kakek itu.
Tapi, Pertapa Goa Kelelawar yang berkepandaian
tinggi itu tentu saja tidak mudah dirobohkan. Saat dua cakar Pendekar Naga Putih
mengancam tubuhnya, kakek itu langsung menggeser kakinya ke samping sam-
bil memiringkan tubuhnya. Kemudian dibalasnya den-
gan tebasan sisi telapak tangan kanan yang mengan-
cam leher Panji. Sementara tebasan itu meluncur
mencari sasaran, Pertapa Goa Kelelawar sudah mem-
persiapkan telapak tangan kirinya yang siap menyusu-li. Serangan balasan Pertapa
Goa Kelelawar yang datang laksana sambaran kilat, dielakkan Panji dengan menarik
mundur kaki kanan dan memiringkan kepalanya. Sehingga tebasan yang tajamnya tak
kalah dengan mata pedang itu lewat satu jengkal di dekat leher.
Dan ketika serangan susulan Pertapa Goa Kelelawar
datang mengincar dada, langsung disambutnya dengan
tamparan dibarengi geseran tubuhnya yang dalam
keadaan kuda-kuda rendah.
Plakkk! Hebat sekali pertemuan dua tenaga sakti tingkat
tinggi itu. Suara keras laksana ledakan petir terdengar menggetarkan udara
sekitarnya. Dan tubuh keduanya
terjajar mundur beberapa langkah. Kendati kekuatan


Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka sepertinya seimbang, namun Pertapa Goa Kele-
lawar merasakan kelainan pada dirinya. Memang tan-
pa diketahuinya, tangkisan Panji yang berupa tamparan itu sekaligus mengirimkan
kekuatan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' ke tubuhnya yang menjalar melalui
lengan. Tentu saja Pertapa Goa Kelelawar kaget bukan main!
"Hmh...!"
Maka tanpa membuang waktu lagi, Pertapa Goa Ke-
lelawar langsung mengerahkan tenaga dalamnya un-
tuk mengusir keluar hawa panas yang menjalar mela-
lui lengannya. Sehingga, pengaruh itu lenyap sebelum menyebar ke tubuh dan
kepalanya. Pendekar Naga Putih sendiri sudah tidak memper-
hatikan perbuatan kakek tinggi kurus itu, karena telah sibuk menghadapi
gempuran-gempuran dahsyat yang
dilancarkan Pendekar Bangau Sakti. Serangan-
serangan gencar tokoh kosen itu membuat Panji harus bermain mundur untuk
beberapa jurus. Dan baru kemudian dilancarkannya serangan balasan, setelah
membuat tubuh Pendekar Bangau Sakti terjajar mun-
dur dengan sebuah tangkisan tangan kanan yang ber-
gerak menyilang.
"Haiiit...!"
Dengan mengerahkan seluruh kecepatan geraknya,
Pendekar Naga Putih segera menggempur Pendekar
Bangau Sakti. Sehingga untuk beberapa jurus, Pende-
kar Bangau Sakti dibuat sibuk oleh sambaran-
sambaran cakar naga Panji yang memang cepat bukan
main. Semula Pendekar Bangau Sakti mengatur siasat
dengan membiarkan Panji menghambur-hamburkan
serangannya. Dan dia berharap, tenaga pemuda itu
akan sangat berkurang jauh karena diumbar untuk
mendesaknya. Dan ketika lewat dari sepuluh jurus
namun kecepatan kekuatan serangan pemuda itu be-
lum juga terlihat mengendor, Pendekar Bangau Sakti
mau tidak mau harus mengubah siasatnya. Kalau tadi
hanya menghindar dan menangkis, maka kini mulai
membangun serangan-serangan balasan dengan jurus
'Silat Bangau Setan'-nya. Keampuhan dan ketanggu-
han jurus inilah yang telah membuat namanya terken-
al di kalangan persilatan, sehingga dijuluki Pendekar Bangau Sakti.
"Heaaah...!"
'Ilmu Silat Bangau Setan' yang menjadi jurus anda-
lan Pendekar Bangau Sakti memang hebat dan indah
sekali. Tubuh lelaki gagah itu meliuk-liuk bagaikan seekor bangau besar yang
tengah mengamuk. Sambaran-sambaran kedua tangannya yang membentuk pa-
ruh bangau, berkelebatan mengimbangi kecepatan ge-
rak Pendekar Naga Putih. Maka kini kedua tokoh itu
bertarung dalam tempo cepat, sehingga sukar dikenali.
Apalagi keduanya memang sama-sama mengenakan
jubah panjang berwarna putih. Maka kini sulitlah untuk ditentukan, mana Pendekar
Naga Putih dan mana
Pendekar Bangau Sakti. Yang jelas, keduanya saling
serang dan berusaha segera menundukkan lawan mas-
ing-masing. "Hyaaat..!"
Di tengah ramainya pertempuran kedua tokoh itu,
tiba-tiba Pertapa Goa Kelelawar mengeluarkan pekikan nyaring merobek langit.
Tubuhnya yang tinggi kurus
melayang ke tengah kancah pertarungan dan langsung
melancarkan serangan ke arah Pendekar Naga Putih.
Sehingga, Panji harus mengerahkan seluruh kemam-
puan untuk dapat mengimbangi kedua orang tokoh
kawakan itu. *** Pertarungan ketiga orang tokoh sakti itu semakin
ramai dan cepat Panji berusaha keras untuk menya-
rangkan pukulan-pukulannya. Namun, dia selalu saja
menemui kegagalan, karena kedua orang lawannya
bekerja sama demikian baik dan saling melindungi.
Akibatnya, lama-kelamaan justru Panjilah yang men-
jadi terdesak oleh gempuran-gempuran lawan-
lawannya. Bahkan....
Bukkk! "Hukh...!"
Sebuah hantaman telapak tangan Pertapa Goa Kele-
lawar bersarang telak di tubuh Panji. Akibatnya, pemuda itu terlempar ke
belakang sejauh satu setengah tombak lebih. Kendati demikian, Pendekar Naga
Putih masih sempat menguasai keseimbangan tubuhnya dan
berjumpalitan dua kali. Baru kemudian, kakinya men-
darat ke tanah dengan selamat, kendati kuda-kudanya terlihat agak goyah. Pukulan
telak itu jelas sempat menggoncangkan bagian dalam tubuhnya. Tampak le-lehan
darah sudah mengalir pada sudut bibirnya.
Kesempatan emas selagi tubuh Pendekar Naga Pu-
tih baru saja menjejak tanah, tidak dilewatkan begitu saja oleh Pendekar Bangau
Sakti. Langsung dilancarkannya serangan maut selagi kedudukan Pendekar
Naga Putih belum lagi sempurna.
"Haaat..!"
Whuttt, whuttt!
Sepasang paruh bangau yang membawa angin ber-
kesiutan datang menyambar dengan kecepatan tinggi.
Melihat kecepatan serangan, apalagi keadaannya be-
lum sempurna, jelas sulit bagi Panji untuk dapat men-gatasinya.
Tapi meski dalam keadaan yang sangat sulit seperti
itu, Panji tetap berusaha menyelamatkan diri. Begitu sambaran angin pukulan
lawan menerpa tubuhnya,
maka tubuhnya dibuat seringan kapas. Sehingga, pe-
muda itu jadi melayang ke belakang bagaikan selembar daun kering yang tertiup
angin. Padahal, serangan lawan belum lagi tiba. Tentu saja kecerdikan itu mem-
buatnya selamat dari sambaran paruh bangau pende-
kar kosen itu. Sementara itu Pendekar Bangau Sakti yang menjadi
penasaran, kembali melanjutkan serangan bertubi-
tubi. Sedangkan Panji yang kini kedua kakinya me-
renggang agak tertekuk, langsung saja merubah kedu-
dukannya hingga menyerong. Dan saat serangan lawan
datang, langsung disambutnya dengan tangkisan ke-
dua tangannya yang telah dialiri tenaga dalam kuat.
Dukkk, dukkk, plakkk!
Tiga kali berturut-turut sepasang lengan yang ba-
gaikan batang besi itu saling berbenturan keras. Kekuatan tenaga dalam yang
memang berimbang, membuat
tubuh mereka sama-sama terjajar ke belakang. Dan
keduanya menyeringai menahan nyeri pada lengan
masing-masing. Tapi Panji yang terjajar mundur empat tindak, lang-
sung mencelat ke depan setelah menjejakkan kakinya
kuat-kuat ke tanah. Seketika itu juga, tubuhnya me-
layang ke depan dengan kedua telapak tangan terbuka terjulur ke arah Pendekar
Bangau Sakti. "Heh..."!"
Tampaknya, Pendekar Bangau Sakti sama sekali ti-
dak menduga kalau Pendekar Naga Putih dapat ber-
buat seperti itu. Sehingga wajahnya terlihat berubah.
Bahkan tanpa sadar mengeluarkan seruan tertahan.
Dan.... Bresss...! Hantaman sepasang telapak tangan Panji yang telak
menggedor dada Pendekar Bangau Sakti kali ini terlihat agak aneh. Kalau biasanya
tubuh lawan terlempar deras dan memuntahkan darah segar, kali ini terlempar
dalam keadaan tetap membentuk kuda-kuda.
Bahkan ketika mendarat ke tanah, ringan sekali kedua kakinya jatuh lebih dulu di
tanah. Seolah, hantaman sepasang telapak tangan Panji sama sekali tidak
mengandung tenaga dalam.
Tapi, itulah salah satu keistimewaan 'Tenaga Sakti
Inti Panas Bumi' yang mempunyai mukjizat. Dan Panji ternyata memang telah
mengaturnya sedemikian rupa,
sehingga hantaman sepasang telapak tangannya tidak
membuat Pendekar Bangau Sakti menderita luka pa-
rah. Apalagi, Panji juga hanya berniat hanya untuk
memasukkan kekuatan tenaga mukjizatnya, ke dalam
tubuh tokoh kosen ini. Dengan demikian, andai ada
sesuatu yang tidak wajar dalam diri Pendekar Bangau Sakti, 'Tenaga Dalam Inti
Panas Bumi' akan segera
mengusir pergi.
Memang, tenaga mukjizat jelmaan Pedang Naga
Langit mempunyai khasiat sanggup mengusir pergi se-
gala jenis racun di dalam tubuh. Bahkan sanggup pula untuk menyembuhkan luka
dalam, selama masih baru
dan orang yang mengalami luka tidak dalam keadaan
sekarat. Demikian pula apa yang dirasakan Pendekar Ban-
gau Sakti. Hantaman sepasang telapak tangan Panji
membuat tubuhnya tampak terselimut sinar kuning
keemasan dan menebarkan hawa panas yang kini di-
rasakan oleh Pendekar Bangau Sakti. Terutama, pada
bagian kepala. Di situlah sinar kuning keemasan lebih kentara terlihat.
Panji menyaksikan betapa tubuh Pendekar Bangau
Sakti tampak bergetar, kemudian bergulingan di ta-
nah. Maka segera disadari kalau dalam diri pendekar gagah itu memang terdapat
ketidakberesan. Dan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' tengah membakar musnah
penyebab aneh itu.
Keadaan yang dialami Pendekar Bangau Sakti, ter-
nyata membuat Pertapa Goa Kelelawar menjadi terte-
gun. Kakek sakti ini berdiri bagai patung, menyaksikan keadaan kawannya.
Sehingga, ia seperti telah lupa kalau di situ masih berdiri Pendekar Naga Putih
yang semula menjadi lawannya.
*** 5 "Aaa...!"
Tiba-tiba saja Pendekar Bangau Sakti berteriak
sambil memegangi kepala sekuatnya dengan kedua
tangan. Seolah, bagian kepalanya terasa sakit luar biasa. Sesaat kemudian, tubuh
lelaki gagah itu terdiam di tanah tak sadarkan diri.
Panji masih tetap berdiri tegak, memandang roboh-
nya tubuh pendekar sakti itu. Melihat betapa sinar
kuning keemasan kini hanya tinggal di bagian kepala saja, Panji pun mengerti
kalau 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' tengah menyelesaikan bagian akhir dari
pengo-batannya. Maka hatinya jadi lega melihat kenyataan
itu. Lain halnya Pertapa Goa Kelelawar. Ketika melihat rekannya roboh tak
berdaya, ia menggereng bagai harimau luka. Sepasang matanya tampak memerah saga.
Kelihatan sekali betapa Pertapa Goa Kelelawar sangat murka terhadap Pendekar
Naga Putih. "Heaaa...!"
Dibarengi teriakan melengking tinggi, tubuh tinggi
kurus itu melesat ke depan dengan sepasang tangan
membentuk cengkeraman, siap merobek-robek tubuh
Panji. Melihat betapa Pertapa Goa Kelelawar sangat marah
dalam menerjangnya, Panji melompat mundur sejauh
setengah tombak. Kemudian langsung disiapkannya
Tenaga Sakti Inti Panas Bumi'. Kedua tangannya telah disilangkan, siap menyambut
serangan Pertapa Goa
Kelelawar, sekaligus menyadarkannya dari kesesatan.
"Haiiit..!"
Panji memekik nyaring, kemudian melompat ke de-
pan disertai dorongan kedua tangan. Angin panas pun menyebar seiring dorongan
tangannya, yang memang
mengandung kekuatan tenaga mukjizat sepenuhnya.
Pertapa Goa Kelelawar tampaknya telah nekat, se-
hingga sama sekali tidak menarik serangannya. Dan
tubuhnya terus melesat ke arah Panji, yang juga sudah siap untuk saling gempur.
Bresh...! Hebat sekali benturan dua tenaga sakti maha dah-
syat itu. Tanah di sekitarnya kontan bergetar, mem-
buat pepohonan berderak dan dedaunan berguguran
ke tanah. Panji sendiri mengalami hal yang tidak menyenang-
Kehidupan Para Pendekar 6 Anak Harimau Karya Siau Siau Jodoh Rajawali 6
^