Pencarian

Misteri Di Bukit Ular Emas 2

Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas Bagian 2


kan. Tubuhnya terpental deras, bagaikan selembar
daun kering diterbangkan angin. Memang, Pertapa Goa Kelelawar telah mengerahkan
seluruh tenaga dalam
gempurannya kali ini. Tak heran kalau tubuh Panji
sampai terpental deras.
Tapi meskipun demikian, Pendekar Naga Putih tidak
kehilangan akal. Dan dengan sebuah lentingan manis, tubuhnya berputaran,
kemudian meluncur turun ke
tanah. Kendati dadanya terasa nyeri dan kuda-
kudanya tampak goyah saat mendarat di tanah, na-
mun semua itu tidak dipedulikannya. Karena, bentu-
ran itu memang telah membuat 'Tenaga Sakti Inti Pa-
nas Bumi' berpindah ke dalam tubuh tokoh tua itu.
Dan itulah yang diinginkan Panji Sehingga, ia merasa puas walau harus sedikit
menderita. Sementara itu Pertapa Goa Kelelawar tampak terke-
jut, karena tubuhnya yang terpental deras, terasa ringan sekali. Dan sekujur
tubuhnya kini telah diselimuti sinar kuning keemasan yang berhawa panas
membakar. Anehnya, tubuhnya sama sekali tidak terluka karena rasa panas itu.
Bahkan pakaiannya pun sama se-
kali tidak terbakar. Padahal, hawa yang dirasakannya sangat panas!
Brukkk! Tubuh Pertapa Goa Kelelawar terbanting ke tanah
keras. Tapi lagi-lagi tokoh tua itu merasa aneh, karena tubuhnya sama sekali
tidak terasa sakit saat jatuh di tanah. Sehingga, ia berusaha bangkit
secepatnya. Ta-pi....
"Aaakh...!"
Tiba-tiba Pertapa Goa Kelelawar memekik kesaki-
tan, kemudian berguling-guling di atas tanah. Karena pada saat hendak bangkit,
sekujur tubuhnya terasa
panas bagaikan terpanggang di atas tungku api.
Panji yang saat itu masih merasakan nyeri dalam
dadanya, menatap sosok Pertapa Goa Kelelawar den-
gan hati puas. Hatinya yakin, pengobatan yang dilakukannya akan berhasil dengan
baik. Apalagi 'Tenaga
Sakti Inti Panas Bumi' sudah seluruhnya dipindahkan ke tubuh lawan. Kalau
Pendekar Bangau Sakti yang
hanya menerima seperempat tenaga mukjizat itu saja
sudah dapat ditolong, apalagi Pertapa Goa Kelelawar yang menerima penuh tenaga
mukjizat itu. Sehingga,
Panji hanya tinggal melihat hasilnya saja.
Ketika melihat Pertapa Goa Kelelawar sudah jatuh
pingsan, Panji menarik napas lega. Apalagi ketika sinar kuning keemasan telah
lenyap seluruhnya dari tubuh
kakek itu. Dan ketika sinar kuning keemasan itu kembali ke dalam tubuhnya
sendiri, semakin legalah ha-
tinya. Kini, Pendekar Naga Putih tinggal menunggu kedua tokoh sakti itu siuman.
Panji berharap, setelah sadar nanti, kedua tokoh itu akan pulih dan bisa
berpikir secara jernih.
Tengah Pendekar Naga Putih menunggu sadarnya
kedua orang tokoh sakti itu, tiba-tiba saja telinganya
menangkap suara langkah orang berlari yang halus.
Cepat Panji bergerak bangkit dan memandang ke arah
asal suara. Dan..., sempat juga hati Panji terkejut ketika mengenali dua sosok
bayangan yang tengah berge-
rak cepat menghampiri tempat itu.
"Kalau aku tidak salah terka, mereka pasti dua
orang datuk dari Perkumpulan Serigala Hitam...," desis Panji.
Langsung saja otot-otot tubuh Pendekar Naga Putih
menegang. Karena disadari, kedua orang yang baru datang itu merupakan lawan-
lawan berat Dan ia pun
langsung bersiap menghadapinya.
"Hua ha ha...!"
Datuk Serigala Hitam yang bertubuh tinggi besar
dan berpakaian serba putih, tertawa bergelak ketika melihat pemuda tampan
berjubah putih itu tengah
berdiri menunggu. Terlebih, ketika melihat adanya dua sosok tubuh yang
tergeletak di atas tanah. Maka tawanya pun semakin keras, karena ia kenal baik
den- gan dua sosok tubuh yang tergeletak itu.
"Luar biasa...! Siapa kira kedua orang tokoh tolol itu dapat kau lumpuhkan,
Pendekar Naga Putih! Kau benar-benar membuatku kagum...!" kata Datuk Serigala
Putih, begitu datang bersama rekannya. Kata-katanya diiringi tawa yang serak dan
tidak enak didengar.
'Tahan...!"
Ketika melihat kedua orang datuk itu mengayunkan
langkah mendekati tubuh Pendekar Bangau Sakti dan
Pertapa Goa Kelelawar, Panji langsung membentak
nyaring. Tubuhnya seketika melayang bagaikan seekor burung elang, kemudian
meluncur turun tepat di hadapan kedua orang tokoh sesat itu.
"Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih! Di
antara kita tidak pernah ada persoalan. Jadi sebaiknya
jangan mencampuri urusanku. Sebaiknya, lanjutkan-
lah perjalanan kalian," ujar Panji dengan sorot mata tajam mengandung perbawa
kuat. "Heh heh heh...! Pendekar Naga Putih! Perlu kau ke-
tahui, Pendekar Bangau Sakti tadi kulihat sedang
memperebutkan sesuatu. Nah, sekarang serahkanlah
benda itu kepada kami. Baru setelah itu kami akan
pergi dan tidak mencampuri urusanmu...," tukas Da-
tuk Serigala Hitam menatap wajah Pendekar Naga Pu-
tih lekat-lekat Jelas, ia menuduh Panji yang telah
mengambil benda itu di tangan Pendekar Bangau Sak-
ti. "Hm.... Kau salah kalau memintanya kepadaku, Datuk Serigala Hitam.
Sejujurnya kukatakan, benda tadi telah direbut oleh sesosok bayangan hitam yang
kemudian pergi meninggalkan tempat ini. Aku tidak
sempat mengejar, karena tengah menghadapi mereka
berdua...!" jelas Panji.
Tapi kata-kata Panji malah disambut tawa penuh
ejekan oleh kedua orang datuk sesat itu. Jelas, mereka sama sekali tidak percaya
dengan cerita Pendekar Naga Putih. Bahkan menganggap kalau cerita itu hanyalah
karangan pemuda itu saja.
"Hm.... Tidak kusangka kalau pendekar muda yang
dipuja tokoh persilatan setinggi langit, ternyata hanya seorang pengecut dan
pendusta! Sungguh sayang...,"
sindir Datuk Serigala Putih yang kelihatannya mulai tak sabar.
'Terserah kalian. Yang jelas, aku sudah berkata ju-
jur...!" tegas Panji, mantap. Dan ini membuat kedua orang datuk itu saling
berpandangan untuk sesaat.
"Kalau begitu, kami harus memaksa dengan keke-
rasan, Pendekar Naga Putih...!" dengus Datuk Serigala Hitam menyiratkan
kemarahan yang ditahan sejak ta-
di. Panji tidak menyahut Hanya langkahnya digeser ketika melihat kedua orang
tokoh sesat itu mulai bergerak menyebar mengepung. Dan Pendekar Naga Putih
segera menyiapkan ilmu andalannya untuk mengha-
dapi kedua orang datuk lihai ini.
Tapi pertarungan yang sekiranya akan pecah men-
dadak tertunda, begitu terdengar suara langkah kaki orang berlari yang mendekati
tempat ini. Seketika ketiganya saling melempar pandang ke arah datangnya
suara langkah itu.
"Hm.... Untuk kali ini, aku terpaksa mengampuni-
mu, Pendekar Naga Putih! Tapi lain kali, pasti kami akan mencarimu untuk merebut
Rase Perak yang kau
sembunyikan...!"
Setelah mengucapkan kata-kata bernada ancaman,
Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih lang-
sung melesat meninggalkan tempat itu. Dan memang,
mereka tahu siapa orang yang datang hingga langkah
kakinya terdengar itu.
Panji hanya menghela napas perlahan, dan mulai
dapat menduga mengapa kedua orang datuk itu me-
ninggalkannya. Dugaannya memang tidak meleset, ka-
rena tidak berapa lama kemudian bermunculan Pen-
dekar Rase Perak dan Tiga Harimau Besi. Mereka in-
ilah yang membuat kedua orang datuk dari Perkumpu-
lan Serigala Hitam terpaksa menghindar.
Tentu saja bukan karena kedatangan mereka yang
membuat kedua orang datuk itu pergi. Yang jelas ka-
rena adanya Pendekar Naga Putih yang telah melum-
puhkan Pendekar Bangau Sakti serta Pertapa Goa Ke-
lelawar. Dan kalau saja Pendekar Naga Putih sampai
bergabung bersama Pendekar Rase Perak serta Tiga
Harimau Besi, tentu akibatnya akan celaka.
*** "Lihat! Pendekar Naga Putih telah mencelakakan
Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar!
Pasti Rase Perak itu telah direbutnya...!"
Yang berteriak demikian adalah Baswara, orang per-
tama dari Tiga Harimau Besi. Tokoh berkepala botak
dengan wajah dipenuhi berewok ini memandang Panji
dengan sorot mata penuh kebencian. Dan telunjuknya
ditudingkan ke wajah pemuda tampan berjubah putih
itu. "Kurang ajar! Ayo kita habisi pemuda keparat itu...!"
Jiranta yang merupakan orang kedua dari Tiga Ha-
rimau Besi juga memperlihatkan kemarahan dan ke-
benciannya. Bahkan tubuhnya sudah melesat lebih
dulu, langsung meluncur turun di hadapan Panji.
Melihat betapa ancaman kembali datang, Panji
menghela napas berat Karena, lagi-lagi harus berhadapan dengan tokoh-tokoh
segolongan. Ini yang mem-
buat Panji merasa sedih dan menyesal Tapi karena te-ka-teki ini yang menyelimuti
Bukit Ular Emas harus
bisa diungkapkan, terpaksa mereka harus dihadapi
demi tegaknya kebenaran.
Dengan sorot mata tajam, Panji menatapi wajah
keempat orang tokoh itu satu persatu. Dan ia merasa sedikit heran, melihat hanya
pada wajah Pendekar
Rase Perak saja ditemukan semacam ketidakwajaran.
Sedangkan pada wajah Tiga Harimau Besi, Panji tidak melihat keanehan itu. Tentu
saja hal ini membuat ke-ningnya berkerut dan otaknya berputar mencari jawa-
ban. Tapi, keempat orang tokoh itu tidak memberi ke-
sempatan kepada Panji untuk berpikir lebih lama. Mereka yang sudah mengepung,
langsung saja menyerbu
pemuda itu dengan serangan-serangan maut Terutama
sekali, Tiga Harimau Besi yang kelihatannya sangat
benci sekali terhadap Panji. Terbukti serangan-
serangan mereka terlihat lebih ganas dan keji.
Panji sendiri tidak tinggal diam begitu saja. Setelah melihat kalau hanya pada
Pendekar Rase Perak terdapat ketidakwarasan, maka segera dihindarinya seran-
gan Tiga Harimau Besi. Dan seketika tubuhnya digeser mendekati Pendekar Rase
Perak. Tokoh bertubuh gagah itulah yang menjadi sasaran utamanya.
"Haaat..!"
Disertai lengkingan panjang yang menggetarkan da-
da, tubuh Panji berkelebat cepat menghindari seran-
gan gencar dari Tiga Harimau Besi. Dan dia terus
mendekati seraya melancarkan serangan balasan ke-
pada Pendekar Rase Perak yang hanya sesekali melan-
carkan serangan.
Tapi pertarungan sengit itu tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba saja....
"Berhenti...!"
Terdengar bentakan menggelegar yang membuat
pertarungan terhenti untuk sesaat Dan kelima tokoh
yang sedang bertarung langsung sama-sama menoleh-
kan kepala ke arah bentakan itu.
Pendekar Naga Putih tersenyum lebar, ketika meli-
hat Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar telah berdiri tegak dengan
angkernya. Melihat sinar mata yang ditujukan ke arah Pendekar Rase Perak dan
Tiga Harimau Besi, tahulah Panji kalau kedua orang
tokoh sakti itu sudah tidak memusuhinya lagi. Dan
sekarang ia yakin kalau Pendekar Bangau Sakti dan
Pertapa Goa Kelelawar sudah tidak lagi dalam penga-
ruh aneh yang belum diketahui penyebabnya.
"Sungguh memalukan!"
Bentakan itu keluar dari mulut Pendekar Bangau
Sakti. Kelihatannya, ia merasa marah terhadap keem-
pat tokoh yang mengeroyok Pendekar Naga Putih. Dan
ini membuktikan kalau Pendekar Bangau Sakti jelas-
jelas memihak Panji.
"Benar! Sebagai orang gagah yang dihormati orang
banyak, tindakan kalian jelas sangat memalukan! Ba-
gaimana kalian bisa bertindak tidak terpuji seperti ini.
Seharusnya kalian merasa malu!" timpal Pertapa Goa
Kelelawar, ikut mencela perbuatan keempat orang to-
koh itu. Tentu saja ini membuat Tiga Harimau Besi kebin-
gungan. Jelas, sama sekali tidak disangka kalau Pendekar Bangau Sakti dan
Pertapa Goa Kelelawar akan
berkata seperti itu.
"Pendekar Bangau Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar!
Apakah kalian sadar dengan ucapan kalian ini...?" tegur Baswara dengan wajah
merah padam. Demikian
pula kedua orang saudaranya yang terlihat sangat marah mendengar ucapan kedua
orang tokoh sakti itu.
Hanya Pendekar Rase Perak yang berdiri sambil men-
gerutkan kening, dengan wajah sama sekali tidak me-
nunjukkan perasaan apa-apa.
Panji yang melihat dan mendengar apa yang di-
ucapkan kedua orang tokoh sakti itu, segera saja mendekat Kemudian,
dibisikkannya sesuatu ke telinga
Pendekar Bangau Sakti yang lebih dekat
"Maaf, Ki. Kalau boleh mengajukan usul, sebaiknya
kalian berdua menghadapi Tiga Harimau Besi. Se-
dangkan Pendekar Rase Perak biar menjadi bagian-
ku...," ujar Panji tanpa mengenyampingkan rasa hor-
matnya. "Aku melihat ketidakwajaran dalam diri Pen-
dekar Rase Perak. Sama seperti ketidakwajaran dalam diri kalian berdua
sebelumnya...."
Mendengar ucapan terakhir Pendekar Naga Putih,
kedua tokoh tua itu saling bertukar pandang sejenak.
Tampaknya, mereka belum begitu mengerti ucapan
pemuda itu, sehingga segera menatap Panji menuntut
penjelasan. "Agak panjang ceritanya. Sebaiknya, selesaikan du-
lu persoalan ini. Baru nanti, akan ku jelaskan semuanya...," ujar Panji ketika
melihat sorot mata penuh tuntutan dari kedua orang tokoh tua itu.
Melihat kesungguhan di wajah Pendekar Naga Putih
dan melihat adanya keanehan yang samar pada diri
Pendekar Rase Perak, maka Pertapa Goa Kelelawar dan Pendekar Bangau Sakti


Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akhirnya menyetujui usul Panji. Dan keduanya sudah bergerak menghampiri Tiga
Harimau Besi yang tampak semakin kebingungan.
Baswara saling bertukar pandangan dengan kedua
orang saudaranya sejenak Seolah, mereka tengah me-
rembuk tindakan apa yang bakal diambil untuk meng-
hadapi keadaan seperti ini. Dan meski hanya melalui pandang mata saja, tampaknya
mereka sudah saling
mengetahui. Ketiganya tampak sama-sama mengang-
gukkan kepala setelah beberapa saat saling berpan-
dangan satu sama lain.
"Hei..." Hendak ke mana kalian..."!"
Pendekar Bangau Sakti terkejut dan heran ketika
Tiga Harimau Besi malah hendak pergi meninggalkan
tempat itu. Sebagai orang yang telah cukup mengenal baik Tiga Harimau Besi,
tentu saja Pendekar Bangau
Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar menjadi heran bukan main. Sehingga bukannya
mengejar, mereka malah
saling bertukar pandang dan sama-sama menggeleng
bingung. "Cegah mereka...! Jangan biarkan pergi dari tempat
ini..." seru Panji yang saat ini sudah bertarung dengan Pendekar Rase Perak.
Mendengar teriakan Pendekar Naga Putih yang je-
las-jelas tidak menginginkan ketiga orang tokoh itu pergi, keduanya pun segera
melesat mengejar. Meski
tidak tahu jelas persoalannya, tapi mereka ingin tahu mengapa Tiga Harimau Besi
seperti ketakutan dan
memusuhi Pendekar Naga Putih. Untuk mengetahui
semua itu, mereka memang harus menahan Tiga Ha-
rimau Besi dan minta penjelasan.
*** 6 Panji tidak lagi mempedulikan Pendekar Bangau
Sakti dan Pertapa Goa Kelelawar yang mengejar Tiga
Harimau Besi, karena disibuki oleh serangan gencar
Pendekar Rase Perak. Dengan menggunakan jurus-
jurus andalan, Pendekar Rase Perak mampu membuat
Panji harus mengerahkan kelincahannya untuk meng-
hindari serangan.
"Heaaah...!"
Setelah lewat lima jurus, Panji mulai membangun
serangan balasannya. Tubuhnya berkelebat cepat dis-
ertai sambaran cakar naganya yang menimbulkan an-
gin berkesiutan. Sehingga dalam jurus-jurus selanjutnya, Pendekar Rase Perak
tidak bisa lagi mendesak
Panji. Bahkan seluruh tenaga dan kecepatannya harus dikerahkan untuk mengimbangi
gerakan Panji yang
memang cepat bukan main.
Jurus demi jurus terus berlalu. Pendekar Rase Pe-
rak yang berusaha untuk segera merobohkan Panji, terus saja mendesak dengan
serangan-serangan dahsyat
Tapi Panji memang sudah siap menghadapi, sehingga
dapat melayani dengan baik. Bahkan dengan pengaruh
Tenaga Sakti Gerhana Bulan' yang membawa hawa
dingin Pendekar Rase Perak dapat didesaknya. Sehing-ga, pendekar penghuni Bukit
Ular Emas ini merasa
bagai terkurung amukan badai salju. Pengaruh hawa
dingin menggigit, membuat gerakannya mulai kacau.
Malah serangan-serangannya pun tidak lagi terarah.
Melihat keadaan lawan, Panji semakin memperhe-
bat serangan-serangannya. Bahkan telah pula meng-
ganti tenaganya dengan 'Tenaga Dalam Inti Panas Bu-
mi', yang tentu saja membuat lawannya terkejut Kare-na pergantian hawa yang
mendadak, membuat jurus-
jurus Pendekar Rase Perak semakin bertambah kacau.
Dan kesempatan itu dipergunakan Panji sebaik-
baiknya. Plak, plak, desss...!
Dua kali sambaran tangan Panji memang berhasil
ditanggulangi. Namun untuk yang ketiga kali, Pende-
kar Rase Perak harus menelan kenyataan pahit, ketika sebuah hantaman telapak
tangan mendarat di dadanya. Tubuhnya kontan terjajar mundur. Meskipun
hantaman itu tidak terlalu telak, namun cukup mem-
buat pernapasannya tersumbat sesaat Hingga pende-
kar kosen itu sempat goyah kedudukannya, saat ber-
hasil meredam daya dorong yang dialaminya.
"Haiiit..!"
Selagi Pendekar Rase Perak belum dapat memper-
baiki kuda-kudanya, Panji segera menyusuli dengan
serangan kilat Tubuhnya, segera melesat ke depan,
disertai dorongan sepasang tangannya dengan penge-
rahan Tenaga Sakti Inti Panas Bumi sepenuhnya. Begi-tu cepat gerakannya,
sehingga.... Bresh...! "Aaakh...!."
Tanpa dapat ditahan lagi, tubuh Pendekar Rase Pe-
rak terlempar deras, lalu terbanting jatuh ke tanah.
Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' yang dipaksa masuk ke dalam tubuh lawan, membuat
tokoh kosen itu tidak
mampu lagi bangkit berdiri. Dia malah berteriak kesakitan sambil berguling-
guling bagai tengah menerima azab menyakitkan.
Pada saat itu, dua bayangan berkelebat cepat dan
berhenti tepat di sebelah Panji, yang tengah mengawasi Pendekar Rase Perak
"Apa yang kau lakukan terhadapnya, Pendekar Na-
ga Putih...?" terdengar teguran tak senang dari salah seorang yang baru datang
ini. Panji menoleh dan mendapati Pertapa Goa Kelela-
war serta Pendekar Bangau Sakti tengah menatapnya
dengan sorot mata mengancam. Rupanya, kedua orang
tokoh itu tidak tahu apa yang tengah terjadi terhadap Pendekar Rase Perak
Dikira, Pendekar Naga Putih telah menyakiti.
Sebelum menjawab pertanyaan kedua orang tokoh
itu, Panji kembali berpaling menatap sosok Pendekar Rase Perak Dan ketika
melihat penghuni Bukit Ular
Emas itu sudah tergeletak tak sadarkan diri, barulah tatapannya kembali ke arah
kedua tokoh itu.
"Hhh...! Syukurlah, sebagian kabut yang menyeli-
muti Bukit Ular Emas telah dapat kuusir...," ujar Panji disertai helaan napas
penuh kelegaan.
"Apa maksud ucapanmu, Pendekar Naga Putih...?"
tanya Pendekar Bangau Sakti.
"Sebelum menjelaskan semua yang terjadi, sebaik-
nya aku yang bertanya lebih dulu kepada kalian ber-
dua," tukas Panji, membuat kedua orang itu saling
bertukar pandang sejenak.
"Katakan, apa yang ingin kau ketahui...?" tanya
Pendekar Bangau Sakti cepat
'Tolong ceritakan pengalaman kalian, sebelum atau
sesudah berada di Bukit Ular Emas. Baru setelah itu, bisa kuberi penjelasan
kepada kalian...," pinta Panji.
Mendengar permintaan Pendekar Naga Putih, kedua
orang tokoh sakti itu tidak buru-buru menjawab. Me-
reka termenung beberapa saat untuk mengingat se-
mua apa yang telah dialami.
Panji sendiri tidak terburu-buru. Dibiarkannya ke-
dua orang tokoh itu untuk mengingat peristiwa- peristiwa yang belakangan ini
dialami. "Hm.... Setelah kita berjumpa pada saat kau berse-
lisih dengan Tiga Harimau Besi, aku mendahuluimu
pergi menuju Bukit Ular Emas untuk berjumpa Pende-
kar Rase Perak yang menjadi sahabat lamaku. Saat itu memang kulihat adanya
keanehan pada diri sahabatku
ini. Sayangnya, aku tidak begitu peduli. Bahkan sama sekali tidak curiga ketika
Pendekar Rase Perak menja-muku di tempat kediamannya. Setelah itu...."
Pertapa Goa Kelelawar menghentikan ceritanya. Ke-
ningnya berkerut dalam seperti tengah berusaha men-
guras ingatannya. Tapi kemudian hanya helaan napas
disertai keluhan penuh sesal yang keluar dari mulutnya.
"Maaf, Pendekar Naga Putih. Aku tidak tahu apa-
apa lagi setelah itu...," lanjut Pertapa Goa Kelelawar.
Melihat keadaan lelaki tua itu yang seperti berusaha keras mengingat, Panji pun
tersenyum maklum. Dapat
diduga, bahwa ada sesuatu yang terjadi setelah Perta-pa Goa Kelelawar dijamu
Pendekar Rase Perak.
"Apakah saat itu kau melihat ada orang lain di tem-
pat kediaman Pendekar Rase Perak?" tanya Panji, setelah terdiam sesaat
Dan begitu melihat Pertapa Goa Kelelawar mengge-
leng, Panji segera mengalihkan perhatian kepada Pen-
dekar Bangau Sakti.
"Pengalamanku tentu saja sangat berbeda jauh
dengan Pertapa Goa Kelelawar."
Pendekar Bangau Sakti mulai bercerita ketika meli-
hat Pendekar Naga Putih berpaling menatapnya.
"Saat itu, aku memang tengah dalam perjalanan un-
tuk menyusul murid-muridku, yang lebih dulu ku tu-
gaskan untuk menyelidiki keadaan di Bukit Ular Emas.
Tak lama kemudian, datang Tiga Harimau Besi men-
gunjungi tempatku. Mereka menceritakan kalau mu-
rid-murid yang kutugaskan untuk menyelidik, telah
tewas terbunuh olehmu, Pendekar Naga Putih. Bersa-
ma Tiga Harimau Besi sebagai penunjuk jalan, dan
disertai beberapa orang muridku yang lain, kami pun menuju tempat kejadian. Tapi
sebelum tiba di tempat tujuan, sesosok tubuh tinggi besar telah menghadang
perjalanan kami. Tentu saja aku marah, karena tanpa bicara lagi sosok tinggi
besar itu langsung menyerang dengan jurus-jurus maut Anehnya, di saat
pertarungan berlangsung, tiba-tiba saja ada seseorang yang
membokongku dari belakang. Kemudian..., aku tidak
ingat apa-apa lagi. Karena, aku telah roboh tak sadarkan diri...."
Pendekar Bangau Sakti mengakhiri ceritanya. Ken-
dati demikian, wajahnya tampak merah padam. Seper-
tinya hatinya penasaran dan marah apabila mengingat kejadian yang baginya sangat
memalukan. "Ah...! Aku ingat sekarang...!" seru Pertapa Goa Kelelawar tiba-tiba, sehingga
mengejutkan Panji dan Pendekar Bangau Sakti.
Seketika Panji dan Pendekar Bangau Sakti menatap
kakek pertapa tinggi besar itu.
"Pada saat aku tengah dijamu Pendekar Rase Perak,
tiba-tiba saja Tiga Harimau Besi muncul dan berga-
bung bersama kami. Dan kemungkinan besar, setelah
itu aku sudah tidak sadarkan diri. Hm.... Sekarang ba-ru ku rasakan aneh atas
kehadiran Tiga Harimau Besi yang begitu tiba-tiba. Saat itu, aku memang tidak
menaruh curiga, karena Tiga Harimau Besi selama ini
kuanggap sebagai orang gagah yang selalu menegak-
kan keadilan. Tapi.... Rasanya sekarang aku baru menaruh curiga terhadap
mereka...," jelas Pertapa Goa Kelelawar.
Rupanya orang tua itu baru teringat tentang adanya
Tiga Harimau Besi dalam perjamuan beberapa waktu
lalu. Ingatan itu tentu saja diperoleh setelah Pendekar Bangau Sakti menyebut-
nyebut tentang ketiga tokoh
itu. "Nah, persoalan sekarang terasa semakin jelas. Dan aku menduga orang yang
membokong Pendekar Bangau Sakti adalah salah satu dari Tiga Harimau Besi.
Serangan mereka tentu saja berhasil dengan baik, karena Pendekar Bangau Sakti
sudah pasti tidak akan
mengira. Dan mengenai sosok tinggi besar yang meng-
hadang perjalanan, sudah jelas adalah dalang dari semua kejadian ini. Menurutku,
Tiga Harimau Besi telah menjadi pembantu dari sosok tinggi besar yang terse-
lubung teka-teki itu. Dugaanku ini tentu saja bukan tanpa alasan kuat Karena,
Tiga Harimau Besi kelihatan demikian membenci ku. Bahkan berkeras menu-
duhku sebagai pembunuh dari murid-murid Pergu-
ruan Bangau Putih. Sepertinya, mereka sengaja hen-
dak mengadu domba di antara kita...," kata Panji,
mengutarakan dugaannya setelah mendengar cerita
dari kedua orang tokoh sakti ini.
"Jadi kau benar tidak melakukan pembunuhan ter-
hadap murid-muridku...?" tanya Pendekar Bangau
Sakti, meminta ketegasan Pendekar Naga Putih.
"Percayalah, Pendekar Bangau Sakti. Kalaupun me-
reka bersalah terhadapku, belum tentu aku akan
membantai demikian kejamnya," tegas Panji.
"Hm.... Aku percaya kepadamu, Pendekar Naga Pu-
tih. Tapi..., rasanya aku tidak yakin kalau Tiga Harimau Besi begitu tega
berlaku curang terhadap rekan
segolongan. Aku kenal betul, siapa mereka bertiga.
Dan selama kukenal, mereka adalah tiga laki-laki gagah yang selalu menentang
segala jenis kejahatan. Benar-benar sulit diterima kalau sekarang mereka telah
berubah dan berpaling dari jalan kebenaran...," desah Pendekar Bangau Sakti.
Kelihatannya, dia memang
masih tetap ragu kalau Tiga Harimau Besi telah ber-
paling dan memihak orang- orang jahat
"Untuk itu rasanya kita perlu bukti-bukti," timpal
Pertapa Goa Kelelawar, angkat bicara. "Sebaiknya kita datangi saja kediaman Tiga
Harimau Besi dan mena-nyakan semua ini...."
"Usul itu rasanya cukup baik Tapi, tentu saja harus mengikutsertakan Pendekar
Rase Perak Sebab, kelihatannya rekan kita itu pun telah mengalami suatu kejadian
yang mungkin akan menambah pengetahuan ki-
ta...," Pendekar Bangau Sakti mengingatkan kawan-
kawannya terhadap penghuni Bukit Ular Emas yang
saat itu masih belum juga sadarkan diri.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, ketiga tokoh
itu bergerak menghampiri Pendekar Rase Perak Mere-
ka duduk mengelilingi penghuni Bukit Ular Emas yang masih pingsan.
'Tidak lama lagi pasti ia akan tersadar...," ujar Pendekar Naga Putih setelah
memeriksa tubuh Pendekar
Rase Perak Dan Panji meminta agar kedua tokoh sakti itu sabar menunggu beberapa
saat lagi. "Panji...," panggil Pertapa Goa Kelelawar. Rupanya
dia belum mengerti, apa yang telah dilakukan pemuda itu terhadap Pendekar Rase
Perak dan juga terhadap mereka berdua. "Kalau kau tidak terlalu pelit untuk
membagi pengetahuan kepada kami berdua, tolong jelaskan, cara apa yang digunakan
untuk melenyapkan
pengaruh yang selama ini membuat kami tak sadar
dengan segala tindakan kami...."
Mendengar pertanyaan Pertapa Goa Kelelawar, Panji
tersenyum tipis. Kemudian tanpa rasa kebanggaan se-
dikit pun terhadap kemampuannya, diceritakanlah
mengenai adanya suatu tenaga mukjizat dalam dirinya secara lengkap. Terutama
sejak Panji menemukan satu tanaman langka yang kabarnya hanya muncul setiap
seratus tahun sekali.
"Bukan main...!" seru Pertapa Goa Kelelawar berde-
cak penuh kekaguman, "Aku memang pernah menden-
gar tentang adanya bunga mukjizat itu. Dan aku sem-


Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pat pula mengetahui bahwa kaulah yang telah menda-
patkannya. Tapi sama sekali tidak kusangka kalau
bunga itu ada yang menjaganya. Jadi, meskipun bun-
ga abadi itu telah diberikan kepada orang lain, kau tetap memperoleh keuntungan
karena kejujuran dan
kemuliaan hatimu. Aku turut bangga, karena Pedang
Naga Langit yang menjadi penjaga bunga abadi jatuh
ke tanganmu. Tidak bisa kubayangkan, apa yang akan
terjadi seandainya pedang mukjizat itu sampai jatuh ke tangan orang yang tidak
bertanggung jawab. Pasti-lah malapetaka besar yang akan menimpa penghuni
alam dunia ini...."
"Yaaah.... Kami turut bersyukur kalau pedang muk-
jizat itu jatuh ke tanganmu. Dan aku juga merasa kagum, karena kau tidak lupa
diri, meski telah memili-kinya. Terlebih kau adalah penerus dari kami yang sudah
tua-tua ini. Selamat untukmu, Panji...," ucap Pen-
dekar Bangau Sakti berkata sejujurnya tanpa rasa iri sedikit pun dalam hati.
(Tentang asal mula Pedang Na-ga Langit, silakan ikuti serial Pendekar Naga Putih
dalam kisah: "Bunga Abadi di Gunung Kembar").
Pembicaraan ketiga pentolan kaum golongan putih
itu terhenti, begitu mendengar keluhan ringan dari
Pendekar Rase Perak Mereka serentak berpaling ke sosok lelaki gagah yang menjadi
penghuni Bukit Ular
Emas. Terlihat dia mulai bergerak sadar dari pingsannya.
Sepasang mata Pendekar Rase Perak terbuka perla-
han. Ada keheranan dalam kedua matanya, ketika me-
lihat tiga sosok tubuh yang mengelilinginya. Dan tokoh ini merasa kaget ketika
dapat mengenali dua di antara tiga orang yang duduk mengelilinginya.
"Pertapa Goa Kelelawar, Pendekar Bangau Sakti!"
seru Pendekar Rase Perak bergegas bangkit dan mena-
tap heran dua orang tokoh yang telah dikenalnya. "Apa yang terjadi" Mengapa aku
bisa berada di sini...?"
Pendekar Rase Perak kemudian menoleh ke arah
Panji. Ditatapnya wajah pemuda tampan itu dengan
kening berkerut, menyiratkan keheranan.
"Sahabat! Pemuda ini adalah pendekar muda yang
menjadi buah bibir seluruh kaum golongan putih, yang saat ini namanya semakin
dikenal dan ditakuti kaum
golongan hitam...," jelas Pertapa Goa Kelelawar memperkenalkan Panji dengan nada
bangga. "Maksudmu..., dia Pendekar Naga Putih..."!" terka
Pendekar Rase Perak sambil meneliti sosok Panji dari kaki sampai ke kepala.
"Benar, sahabat..," kali ini Pendekar Bangau Sakti
yang menyahuti.
Kemudian Ketua Perguruan Bangau Putih ini men-
ceritakan serba singkat mengenai peristiwa yang di-
alami Pendekar Rase Perak. Termasuk, cerita tentang dirinya dan Pertapa Goa
Kelelawar. Lalu, Pendekar
Bangau Sakti meminta agar penghuni Bukit Ular Emas
itu menceritakan pengalamannya.
Kendati masih agak heran, Pendekar Rase Perak ti-
dak menolak untuk menceritakan kejadian-kejadian
yang dialaminya. Dengan serba singkat, tokoh ini me-nuturkan apa yang diingatnya
sampai bertarung den-
gan Pendekar Naga Putih.
"Hm.... Sekarang aku semakin curiga pada Tiga Ha-
rimau Besi...," gumam Pendekar Bangau Sakti setelah mendengar penuturan penghuni
Bulat Ular Emas,
yang juga melibatkan Tiga Harimau Besi.
'Tiga Harimau Besi datang menemui Pendekar Rase
Perak, dan mengatakan akan membantu untuk meng-
hadapi tokoh-tokoh yang memperebutkan binatang
langka miliknya. Setelah itu, muncul tokoh aneh bertubuh tinggi besar yang
kemudian sempat bertarung
dengan Pendekar Rase Perak Namun ternyata Pende-
kar Rase Perak roboh tak sadarkan diri, karena dibokong secara licik!" kata
Panji mengulang cerita Pendekar Rase Perak, sekadar untuk mengingatkan dan
membuka tabir yang membuat tokoh-tokoh sakti dari
golongan putih ini bersikap aneh dan memusuhinya.
"Maksudmu Tiga Harimau Besi yang telah membo-
kong Pendekar Rase Perak secara licik Begitu, bukan?"
Pendekar Bangau Sakti melanjutkan dugaan Panji,
karena apa yang dialami Pendekar Rase Perak hampir
mirip dengan pengalamannya.
"Benar!" tegas Panji, kali ini bukan lagi hanya sekadar menduga. 'Tiga Harimau
Besi muncul menemui
Pendekar Bangau Sakti. Kemudian muncul tokoh ber-
tubuh tinggi besar yang menyerang tanpa alasan. Setelah itu, Pendekar Bangau
Sakti dibokong secara licik!
Begitu pula yang dialami Pendekar Rase Perak Nah!
Bukankah dari kedua peristiwa ini sudah jelas kalau Tiga Harimau Besi perlu
diselidiki! Menurutku, mere-kalah kunci dari semua kejadian yang menimpa kalian
bertiga. Juga, terbunuhnya murid-murid Perguruan
Bangau Sakti, dan jatuhnya Rase Perak ke tangan to-
koh aneh itu. Dia memang merebutnya dari tangan
Pendekar Bangau Sakti yang pada saat itu masih da-
lam pengaruh aneh, sehingga membuatnya tidak sadar
akan semua yang dilakukannya...."
"Kalau begitu, apa lagi yang ditunggu" Sebaliknya,
segera saja kita datangi kediaman Tiga Harimau Besi untuk meminta penjelasan
atas semua perbuatannya?"
Setelah berkata demikian, Pendekar Bangau Sakti
bangkit berdiri. Kelihatannya, ia telah siap mendatangi Tiga Harimau Besi yang
diduga menjadi sumber dari
semua keanehan yang dialami ini.
"Nanti dulu, Sahabat..!" cegah Pendekar Rase Perak, seraya berdiri. "Sebaiknya
aku ingin meminta penjelasan dulu dari Pendekar Naga Putih tentang kebenaran
jatuhnya Rase Perak ke tangan tokoh aneh yang belum diketahui asal-usulnya itu."
"Benar, Ki. Binatang peliharaan mu itu telah jatuh ke tangan orang aneh yang
menjadi dalang dari semua kejadian ini...!" jelas Panji tanpa ragu sedikit pun.
"Kalau benar begitu, sungguh celaka! Dan kalau
Rase Perak sampai disembelihnya, berarti kita akan
menghadapi sebuah tugas yang sangat berat dan ber-
bahaya. Karena apabila darah Rase Perak diminum, la-lu dagingnya dimakan, sulit
rasanya bagi kita untuk dapat menundukkannya. Ia akan menjadi kebal, serta
memiliki tenaga sakti yang berlipat ganda! Benar-benar berbahaya...!" keluh
Pendekar Rase Perak Wajahnya
nampak memperlihatkan kecemasan. Karena sebagai
pemilik binatang langka itu, ia tahu betul segala khasiat dan kemukjizatan
binatang peliharaannya.
Mendengar ucapan Pendekar Rase Perak, mau tidak
mau ketiga tokoh yang berada di tempat ini sama-
sama menjadi tegang dan cemas. Tentu saja mereka
sadar, betapa berbahayanya apabila tokoh aneh yang
belum diketahui nama dan asal-usulnya itu telah
mendapat binatang langka yang menjadi rebutan to-
koh-tokoh persilatan. Dan tentunya, akan sangat berbahaya apabila apa yang
diucapkan Pendekar Rase Pe-
rak benar-benar terjadi. Jangankan setelah menda-
patkan binatang langka itu. Bahkan sebelum mempe-
roleh binatang itu pun, tokoh aneh yang membuat ke-
kacauan telah sedemikian saktinya. Buktinya, sampai saat ini para tokoh golongan
putih itu sama sekali belum mengetahui, siapa tokoh yang menjadi biang kela-di
dari semua kejadian ini.
"Sebaiknya mengenai tokoh aneh itu, kita pikirkan
belakangan. Sekarang yang terpenting, Tiga Harimau
Besi harus ditemukan untuk minta pertanggungjawa-
bannya...!" ucap Pendekar Bangau Sakti, menyadarkan semuanya.
Panji serta dua tokoh lainnya sama mengangguk se-
tuju. Dan tanpa membuang-buang waktu lagi, keempat
orang tokoh sakti itu pun bergegas meninggalkan tempat ini. Tujuan mereka adalah
Bukit Harimau Kembar, yang menjadi tempat tinggal Tiga Harimau Besi. Untuk
mencapai tempat itu dari Bukit Ular Emas, bisa me-makan waktu kurang lebih dua
hari. Tapi soal itu tidak menjadi pemikiran, yang penting mereka ingin sele-
kasnya tiba di tempat kediaman Tiga Harimau Besi.
*** 7 Dengan pengerahan ilmu meringankan tubuh ting-
kat tinggi dan hanya berhenti jika perut lapar, setelah dua hari dua malam
tibalah keempat tokoh sakti itu di kaki Bukit Harimau Kembar. Mereka berhenti
sejenak, menatapi bukit yang memang terlihat indah dan me-nyenangkan untuk
ditinggali. Bukit Harimau Kembar ternyata bukan hanya nama
saja, karena memang berupa dua bukit yang berben-
tuk kepala dua ekor harimau saling berhadapan. Dan
di tempat inilah Tiga Harimau Besi membangun tem-
pat tinggalnya.
Puas menatapi bentuk bukit yang memang sangat
langka, Panji dan tiga tokoh tingkat tinggi lain bergegas mendaki puncaknya.
Tidak seperti Bukit Ular Emas,
lereng bukit yang menjadi tempat tinggal Tiga Harimau Besi tidaklah sulit
didaki. Terlebih, oleh keempat orang tokoh sakti seperti mereka. Maka dalam
waktu singkat saja, mereka telah tiba di puncak. Kini mereka berdiri menatap
sebuah bangunan besar yang hanya satu-satunya di puncak Bukit Harimau Kembar.
Tempat kediaman Tiga Harimau Besi memang cu-
kup megah. Sayangnya, tidak kelihatan terawat den-
gan baik. Bahkan menimbulkan kesan jorok bagi yang
melihat Malah lebih tepat, bangunan kokoh yang dikelilingi tembok kokoh itu
sepertinya tidak pernah dihuni orang. Tentu saja keadaan bangunan itu membuat
keempatnya saling berpandangan.
"Heran" Bagaimana Tiga Harimau Besi bisa kerasan
tinggal di dalam bangunan yang kelihatan tidak terurus ini" Atau mungkin tempat
ini telah lama ditinggalkan...?" gumam Pendekar Bangau Sakti.
Tampaknya Pendekar Bangau Sakti termasuk pal-
ing mengenal baik pemilik tempat itu. Karena, tempat tinggalnya sendiri memang
tidak terlalu berjauhan.
Hanya terpisah setengah hari perjalanan.
Kini mereka bergerak hati-hati mendekati bangunan
itu. Tidak adanya halangan dan tanda-tanda kehidu-
pan, membuat mereka semakin waspada bercampur
heran. Apalagi melihat pintu gerbang bagian dalam
tampak terbuka lebar. Sementara beberapa bagian,
bangunan itu telah dipenuhi sarang laba-laba.
"Kurang ajar! Tempat ini jelas-jelas sudah lama ti-
dak ditinggali...!" geram Pendekar Rase Perak begitu memasuki bagian dalam
tempat tinggal Tiga Harimau
Besi. Dia menyaksikan peralatan di dalamnya sudah
dipenuhi kotoran.
Sedangkan Panji, Pertapa Goa Kelelawar, dan Pen-
dekar Rase Perak sudah bergerak memeriksa seluruh
ruangan bangunan. Dan mereka mendapati kalau
tempat itu memang sudah tidak layak untuk dihuni.
Tapi Pendekar Naga Putih masih juga belum merasa
puas. Tidak dipedulikan ketiga kawannya yang sudah
merasa tidak perlu memeriksa lebih jauh.
Panji terus memeriksa sekeliling bangunan sampai
ke bagian belakang. Baru setelah tidak menemukan
adanya manusia di seluruh tempat ini, ia pun kembali menemui kawan-kawannya.
'Tiga Harimau Besi jelas sudah tidak tinggal di tempat ini lagi...!" jelas
Pendekar Naga Putih setelah berkumpul bersama.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan...?" tanya
Pendekar Bangau Sakti meminta pendapat
'Tokoh aneh bertubuh tinggi besar itulah yang ha-
rus kita lacak sekarang. Dan aku yakin, Tiga Harimau Besi pun pasti berada
bersama tokoh itu...," tukas
Panji. Kata-kata Pendekar Naga Putih langsung disetujui
ketiga tokoh sakti itu. Dan keempatnya langsung me-
ninggalkan puncak Bukit Harimau Kembar, untuk
mencari tokoh aneh yang telah membuat kekacauan.
*** "Ki Sugandi! Apakah semua warga desamu telah
berkumpul di tempat ini...?" tanya seorang lelaki botak berwajah berewok, seraya
menatap tajam lelaki berusia lima puluh lima tahun yang berdiri terbungkuk-
bungkuk di sebelahnya.
"Sudah, Tuan," sahut laki-laki yang dipanggil Ki Sugandi. "Mereka semua ada di
depan." Lelaki botak tidak lain Baswara dan merupakan
orang pertama dari Tiga Harimau Besi, mendengus se-
telah mendapat jawaban memuaskan dari Ki Sugandi.
Kemudian Baswara bangkit berdiri, lalu berjalan ke
depan dengan dada membusung. Begitu sampai, sepa-
sang matanya yang tajam menyapu wajah-wajah di
hadapannya. "Kalian semua dengar baik-baik...!" ujar Baswara
disertai pengerahan tenaga dalam. Sehingga gema suaranya terdengar jelas di
telinga warga Desa Warutan.
"Aku tahu, selama ini kalian hidup kurang berkecukupan. Hasil panen kalian tidak
begitu memuaskan. Terlebih, oleh adanya pajak yang cukup besar dari pemerintah.
Nah! Kedatanganku ke desa ini untuk membuat kehidupan kalian menjadi lebih baik
daripada sekarang. Tapi untuk mendapatkan kehidupan layak, ka-
lian semua harus patuh terhadap segala perintahku.
Mengerti..."!"
"Mengerti...!" sahut penduduk Desa Warutan.
Tentu saja mereka menjadi gembira mendengar janji
Baswara. Kalaupun ada yang tidak menyahut, itu
hanya beberapa orang saja. Dan mereka ini cukup cerdik untuk tidak menyatakan
persetujuannya begitu sa-ja, karena apa yang diinginkan lelaki botak itu belum
jelas. "Maaf, Tuan. Boleh bertanya sedikit...?" kata salah seorang penduduk.
Kelihatannya, penduduk ini agak terpelajar. Dan dia segera tampil ke depan untuk
mengutarakan apa yang
ada dalam pikirannya.
Melihat lelaki bertubuh sedang yang usianya tidak
lebih dari tiga puluh tahun itu maju, Baswara men-
dengus jengkel. Kemudian diberikan isyarat dengan
kepala kepada salah seorang saudaranya yang juga berada di tempat itu.
Lelaki tinggi kurus berwajah pucat dan bermata
sayu yang tak lain dari Jiranta atau orang kedua dari Tiga Harimau Besi, tentu
saja mengerti isyarat kakak-nya. Dan tanpa banyak cakap lagi, kakinya melangkah
menghampiri lelaki yang hendak bertanya. Kemudian....
Jtarrr...! "Akh...!"
Tanpa bicara sepatah pun, Jiranta langsung saja
melecutkan cambuk di tangannya ke tubuh lelaki sial itu. Tentu saja cambukan
seorang tokoh seperti Jiranta berakibat mengiriskan. Lelaki bertubuh sedang itu
langsung terpental dan ambruk di tanah. Tubuhnya
langsung menggelepar dengan batok kepala retak. Ke-
mudian, dia tewas tanpa sempat mengucapkan sepa-
tah kata pun!

Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karuan saja tindakan Jiranta membuat keadaan
menjadi gempar! Seketika terdengar teriakan pendu-
duk bernada mencela. Bahkan Ki Sugandi yang merasa
bertanggung jawab atas keselamatan warganya, berge-
gas tampil ke depan. Dia langsung menyatakan kebe-
ratannya atas perbuatan orang kedua dari Tiga Hari-
mau Besi itu. "Hm.... Sudah kukatakan dari semula, aku paling
tidak suka dibantah! Siapa saja yang merasa tidak senang dan tidak mau menurut,
maka kematianlah yang
bakal diterima...!" tandas Baswara. Sama sekali tidak dipedulikan sikap Ki
Sugandi yang terlihat ingin me-nentangnya.
Apa yang dikatakan Baswara kembali dibuktikan Ji-
ranta dan Kunda Lawing. Dua orang adik seperguruan
Baswara itu langsung saja bertindak menyiksa siapa
saja yang menunjukkan sikap menentang. Sebentar
saja, telah ada delapan orang warga Desa Warutan
yang tergeletak tanpa nyawa. Dan akhirnya, perbuatan itu membuat puluhan warga
desa menjadi ketakutan.
Dengan wajah pucat, mereka berkumpul duduk di atas
tanah. Karena, memang sudah disaksikan sendiri aki-
batnya bagi mereka yang berani menentang Tiga Hari-
mau Besi. "Bagaimana, Ki Sugandi" Apakah kau masih tidak
mau mendengarkan kata-kata kami...?" tanya Baswara
dengan senyum mengejek.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan dari kami, Ki-
sanak?" Merasa tidak mungkin dapat melakukan perlawa-
nan terhadap Tiga Harimau Besi, Ki Sugandi akhirnya hanya bisa pasrah.
"Penguasa negeri sekarang telah bertindak tidak
adil! Untuk itu, aku membutuhkan tenaga warga de-
samu. Kau tidak perlu berbuat apa-apa. Tapi suatu
saat nanti, kalian kuperintahkan untuk ikut berperang menumbangkan penguasa
lalim yang sekarang ini.
Dan kalian tidak boleh membantah! Ingat! Siapa saja yang membantah, kematianlah
yang akan didapat'" tegas Baswara.
Tentu saja kata-kata Baswara membuat Ki Sugandi
terkejut Tapi lelaki tua itu tidak membantah lagi, karena tahu kalau Baswara
tidak akan segan-segan me-
nurunkan tangan jahatnya kepada siapa saja yang
membantah. "Baik! Kami akan siap menanti perintah...," sahut Ki Sugandi tanpa keraguan
sedikit pun, meski dalam hati merasa tidak setuju melihat tindakan Tiga Harimau
Besi yang hendak mengajak untuk mengadakan pem-
berontakan itu.
Ki Sugandi menyetujui karena sadar kalau berani
membantah, sudah pasti ketiga orang tokoh yang diketahuinya berkepandaian tinggi
itu akan membantai
semua penduduk Desa Warutan. Dan ia tidak ingin hal itu sampai terjadi.
"Bagus!" sahut Baswara disertai tawa bergelak
mendengar jawaban memuaskan dari Ki Sugandi. "Dan
kau harus mempersiapkan warga desamu, serta mela-
tihnya agar bisa berperang. Ajarkan apa yang kau bisa kepada mereka semua.
Kelak, aku akan datang lagi ke tempat ini...."
Setelah berkata demikian, Baswara bergerak me-
ninggalkan Ki Sugandi yang masih berdiri termangu,
diikuti dua orang saudaranya. Hampir bersamaan, me-
reka meloncat ke atas punggung kuda masing-masing,
siap meninggalkan Desa Warutan.
'Tunggu...!"
Baswara dan kedua orang saudaranya yang siap
hendak pergi, segera mengurungkan niatnya. Benta-
kan yang mengandung kekuatan tenaga dalam itu,
membuat kepalanya menoleh ke arah asal suara.
"Hm..., orang-orang Perguruan Pedang Buntung...,"
gumam Baswara, segera meloncat turun dari atas ku-
danya. Baswara melangkah menghampiri seorang lelaki be-
rusia empat puluh tahun, yang datang bersama bela-
san orang pengikutnya.
"Selama ini, kudengar Tiga Harimau Besi adalah
orang-orang gagah yang selalu menentang kejahatan!
Tapi, siapa sangka kalau sekarang ini tak lebih dari perampok rendah!" ujar
lelaki itu dengan suara tegas dan tarikan bibir penuh ejekan.
"Lalu apa yang kau inginkan, Kisanak...?" tukas
Baswara dingin dan memandang rendah lawan bica-
ranya. Sedang di kiri dan kanannya telah berdiri Jiranta dan Kunda Lawing.
Keduanya siap memberi pelaja-
ran kepada orang yang kurang ajar itu.
"Hm.... Meskipun nama besar Tiga Harimau Besi
sudah sangat terkenal dan ditakuti, tapi kami orang-orang dari Perguruan Pedang
Buntung tidak akan
tinggal diam melihat ketidakadilan berlangsung di depan mata! Sebagai orang yang
berada di jalan lurus, kami siap mempertaruhkan nyawa demi menegakkan
keadilan!" tegas lelaki bertubuh sedang, seraya menca-but pedang buntungnya dari
pinggang. "Kalau begitu, kau sengaja mencari mati...!" ejek
Baswara. Segera saja kakinya melangkah maju, diikuti kedua orang saudaranya.
"Kami bukanlah orang-orang yang takut dengan
kematian...! Haaat..!" Disertai teriakan keras, lelaki bertubuh sedang berpakaian berwarna coklat tua
itu langsung melompat
sambil mengibaskan pedang buntungnya.
Bwettt..! Baswara yang menjadi sasaran pedang buntung itu,
bergegas menggeser tubuhnya ke kanan. Kemudian
langsung dikirimkannya serangan balasan berupa ten-
dangan kilat. Plakkk! Tendangan Baswara memang berhasil dipatahkan
laki-laki bertubuh sedang itu dengan tangisan tangan kiri. Tapi, tangkisan itu
malah membuat murid Perguruan Pedang Buntung ini terjajar mundur. Jelas, tena-ga
dalam Baswara jauh di atas murid ini.
Baswara tertawa mengejek, kemudian mengirimkan
serangan gencar dan ganas. Sepasang tangannya yang
membentuk cakar harimau dan mengandung tenaga
dalam kuat, menyambar-nyambar mencari sasaran.
Hingga akhirnya....
Brettt, brettt..!
"Waaa...!"
Tokoh Perguruan Pedang Buntung itu meraung ke-
sakitan begitu dua sambaran cakar Baswara telah
mengoyak tubuhnya sehingga mengalirkan darah se-
gar. Dan ketika Baswara menyusulinya dengan sebuah
tendangan keras, lelaki itu jatuh terjengkang mencium tanah. Sesaat kemudian,
tubuh itu diam tak bergerak setelah nyawanya berpindah ke alam baka.
Hanya berselisih sedikit waktu, Jiranta dan Kunda
Lawing pun sudah pula mengakhiri perlawanan murid-
murid Perguruan Pedang Buntung yang lain. Sehingga
dalam waktu yang singkat, Tiga Harimau Besi kembali menunjukkan kehebatan dan
keganasannya di mata
penduduk Desa Warutan.
Begitu telah menyelesaikan seluruh pertarungan,
Baswara memberi isyarat pada kedua adiknya. Mereka
segera naik ke punggung kuda masing-ma- sing, lalu bergerak meninggalkan Desa
Warutan. *** 8 Dalam perjalanan mencari tokoh yang dianggap se-
bagai biang keladi dari semua kejadian di puncak Bukit Ular Emas, Panji dan tiga
orang tokoh lain merasa terkejut dan geram bukan main. Karena dari beberapa desa
yang dilalui, mereka mendengar kalau Tiga Harimau Besi telah mengganas membunuhi
puluhan pen- duduk. Bahkan dari keterangan yang diperoleh secara rahasia, Tiga Harimau Besi
tengah menyusun kekuatan untuk menumbangkan penguasa negeri. Tentu sa-
ja berita itu membuat ketiganya terkejut
"Hm.... Jika demikian, jelaslah sudah kalau Tiga
Harimau Besi telah meninggalkan jalan kebenaran!
Dan menurutku, mereka pasti tidak akan berani mela-
kukan rencana pemberontakan ini, tanpa dukungan
orang kuat Jelasnya, mereka pasti mempunyai hubun-
gan dengan salah seorang pembesar istana!" dengus
Pertapa Goa Kelelawar.
"Aku pun berpikiran demikian. Dan jangan-jangan,
tokoh itulah yang menjadi dalang rencana pemberon-
takan ini," sambut Pendekar Rase Perak menimpali.
"Apakah yang kau maksudkan tokoh itu adalah seo-
rang pembesar istana...?" tanya Pendekar Bangau Sak-ti, ketika mendengar
perkataan Pendekar Rase Perak.
"Aku yakin bukan!" Panji yang menyahuti. "Mung-
kin bisa saja ada pembesar istana yang hendak mem-
berontak. Kemudian tokoh itu mengajukan diri untuk
membantu. Lalu diperintahkannya Tiga Harimau Besi
untuk menyusun kekuatan dari arah luar. Sementara,
si tokoh dan pembesar itu menyiapkan pasukan dari
dalam. Dengan demikian, Tiga Harimau Besi yang ter-
kenal di kalangan persilatan sebagai pembela keadilan, akan menimbulkan
keresahan dan pertentangan di antara tokoh-tokoh golongan putih. Hal ini jelas
sangat berbahaya, dan tidak bisa dibiarkan begitu saja!"
"Gila...! Ini berarti tugas kita semakin berat! Kalau si tokoh itu berada di
dalam kotaraja, jelas sangat sulit untuk meringkusnya. Bisa-bisa, kitalah yang
dituduh sebagai pemberontak!" ujar Pendekar Bangau Sakti,
sama sekali tidak menyangka kalau persoalan akan
berkembang sedemikian besarnya.
"Memang tugas kita akan bertambah sulit Dan un-
tuk itu, kita terpaksa harus ke kotaraja. Maka satu-satunya jalan, kita harus
mencari serta menghubungi pembesar yang benar-benar jujur. Lalu, semua perbuatan
Tiga Harimau Besi kita laporkan. Nah! Dengan
mengandalkan pembesar jujur ini, kita bisa tahu siapa pengkhianat dalam istana.
Serta, si tokoh yang kurasa selalu mendampingi pembesar pemberontak itu...," pa-
par Panji. Tentu saja dugaan pemuda itu berdasarkan penga-
laman-pengalamannya selama ini. Karena sudah bebe-
rapa kali persoalan seperti ini ditemuinya. Dan
umumnya, tokoh-tokoh sesat berkepandaian tinggi se-
lalu memburu kedudukan atau pun kesenangan. Jalan
pintas untuk menuju ke situ, tentu saja dengan ber-hubungan baik pada pejabat-
pejabat kerajaan yang culas dan tidak pernah merasa puas.
"Hm.... Apa yang kau utarakan itu memang cukup
masuk akal. Tapi bagaimana caranya agar kita dapat
masuk ke kotaraja tanpa dicurigai...?" tanya Pendekar Rase Perak sedikit
bimbang. 'Terpaksa kita harus mencari jalan sendiri-sendiri
untuk masuk ke kotaraja. Dan kita akan bertemu di
sebuah kedai makan yang terletak paling dekat dengan istana. Bagaimana" Apakah
kalian setuju?" Panji mengajukan usul.
Pertapa Goa Kelelawar, Pendekar Bangau Sakti, dan
Pendekar Rase Perak langsung menyatakan persetu-
juannya. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang," ujar Panji.
Mereka pun berpisah, meninggalkan tempat ini.
*** Kotaraja Bengkalan ternyata aman-aman saja. Ru-
panya rencana pemberontakan belum terdengar sam-
pai ke dalam kota. Bisa jadi, ini karena kecerdikan tokoh yang memberi perintah
kepada Tiga Harimau Besi.
Desa-desa taklukan ketiga tokoh itu terletak jauh dari kotaraja. Sehingga, kabar
tentang bakal adanya pemberontakan belum memasuki kotaraja.
Meskipun agak mencemaskan, namun ketenangan
suasana Kotaraja Bengkalan telah memudahkan Panji
dan tiga orang rekannya untuk melewati gerbang pen-
jagaan. Mereka masuk melalui gerbang yang berlainan, sehingga dapat berkumpul
kembali di sebuah kedai
makan yang agak besar. Tentu saja pertemuan itu berlangsung, setelah masing-
masing dari mereka telah
terlebih dulu mencari keterangan tentang pejabat yang benar-benar jujur.
Sehingga, dalam pertemuan itu mereka bisa saling bertukar pendapat.
Pada saat kotaraja dalam keadaan tenang dan aman
seperti itu, tentu saja tidak menimbulkan kecurigaan orang apabila ada yang
mencari keterangan tentang
pejabat yang benar-benar jujur. Itu sebabnya, baik
Panji maupun ketiga orang tokoh lain dapat mencari
keterangan tanpa kesulitan. Dan pada saat bertemu di kedai makan, mereka saling
mengutarakan keterangan
yang didapat Yang paling menggembirakan dalam per-
temuan itu adalah, adanya persamaan nama pejabat
jujur yang disebutkan.
"Ketenangan suasana kotaraja inilah yang telah
membuat kita mudah memperoleh keterangan. Dapat
kubayangkan, betapa sukarnya memperoleh keteran-
gan seperti ini, apabila rencana pemberontakan telah sampai terdengar di sini.
Rupanya, kita benar-benar beruntung...!" ujar Panji menyatakan kegembiraan
hatinya. Untuk menyatakan kegembiraan itu, mereka lalu
memesan penganan cukup banyak, dan mengadakan
makan-makan kecil yang menggembirakan.
"Sekarang tinggal mencari kesempatan untuk dapat
berjumpa Senapati Kuntawang...," ujar Pendekar Rase Perak dengan suara rendah.
Karena biar bagaimanapun, mereka tidak ingin hal itu sampai diketahui orang
lain. "Bagi orang lain mungkin agak sulit Tapi bagi kita
berempat, rasanya akan mudah melakukan. Sebab,
Senapati Kuntawang kabarnya adalah seorang pangli-
ma yang suka ilmu silat, dan banyak mempunyai sa-
habat di kalangan persilatan. Jadi, bukan mustahil kalau dia telah mendengar
nama besar kita berempat!"
Meskipun terdengar agak menyombongkan diri,
namun ucapan Pendekar Bangau Sakti memang harus
diakui kebenarannya. Bahkan secara tidak langsung, telah melegakan hati tiga
orang tokoh lain.
"Biarpun demikian, kita tetap harus hati-hati. Dan
kita akan mendatangi Senapati Kuntawang secara
sembunyi. Malam nanti, kita bergerak...," kata Pertapa Goa Kelelawar penuh
semangat Tentu saja tetap dengan suara rendah, dan hanya didengar mereka
sendiri. Panji dan dua orang tokoh lain menyatakan setuju.
Karena biar bagaimanapun, mereka memang harus da-
tang secara sembunyi. Siapa tahu, di dalam kotaraja banyak mata-mata


Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemberontak, yang mungkin bisa
mendatangkan kesulitan.
*** Malam mulai memperlihatkan kekuasaannya. Rem-
bulan muncul setengah dengan sinarnya yang tema-
ram. Sehingga, langit di atas kotaraja tampak terselimut kegelapan. Dan saat
malam semakin merangkak
jauh, terlihat empat sosok yang bergerak cepat seperti setan, tengah melintas di
atas rumah- rumah penduduk yang mulai terbuai mimpi. Sesekali terdengar ken-
tongan para prajurit kerajaan yang melakukan peron-
daan. Keempat sosok itu terus bergerak menuju selatan
kota. Siapa lagi keempat sosok itu kalau bukan Pendekar Naga Putih dan tiga
orang tokoh sakti yang malam ini hendak mengunjungi Senapati Kuntawang. Bagi
mereka yang memiliki kepandaian tinggi, tidak sulit bergerak dalam suasana
remang-remang seperti ini.
Bahkan dengan kecepatan tinggi, sehingga membuat
sosok mereka sulit ditangkap mata.
Panji dan kawan-kawannya memang telah lebih du-
lu mencari keterangan tentang letak kediaman Senapa-ti Kuntawang. Tentu saja
untuk memperoleh keteran-
gan itu tidak sulit, karena Senapati Kuntawang sudah pasti dikenal seluruh
penduduk kotaraja.
Tapi sebelum sampai di tempat tujuan, di dekat se-
buah bangunan besar yang kokoh dan pantas jadi
tempat tinggal pembesar kerajaan, mereka melihat
adanya dua sosok bayangan yang berkelebat cepat Me-
lihat adanya dua sosok bayangan itu, Panji dan ka-
wan-kawannya bergegas menghentikan lari. Dan mere-
ka langsung bersembunyi di kegelapan bayang-bayang
pepohonan. "Entah siapa kedua sosok bayangan itu. Yang jelas,
mereka pasti berkepandaian tinggi. Dan rasanya ilmu lari cepat mereka tidak
berada di bawah kepandaian-ku...," gumam Panji, lirih seperti bertanya.
"Sebaiknya, tunda saja niat kita semula. Aku curiga terhadap dua bayangan itu.
Menurutku, ada baiknya
kalau kita mengikuti mereka...."
Pendekar Bangau Sakti yang berusaha mengenali
kedua sosok bayangan itu merasa penasaran sekali.
Karena, dua sosok bayangan itu seperti hendak me-
ninggalkan kotaraja pada malam hari. Tidak aneh ka-
lau Ketua Perguruan Bangau Putih ini merasa curiga.
Tapi bukan hanya Pendekar Bangau Sakti saja yang
curiga. Baik Panji, Pertapa Goa Kelelawar, maupun
Pendekar Rase Perak juga berpikiran serupa. Maka
hanya saling pandang saja, mereka telah mendapat ka-ta sepakat Dan seketika
mereka melesat mengejar da-
lam jarak yang agak jauh, agar tidak sampai diketahui kedua sosok bayangan itu.
Dugaan keempat orang tokoh sakti itu memang ti-
dak meleset Dua sosok bayangan tadi terus berlari dan melompati tembok yang
mengelilingi kotaraja. Jelas
mereka hendak meninggalkan kotaraja dengan cara
yang tidak wajar, seperti tidak ingin diketahui orang lain.
Panji dan kawan-kawan baru memperpendek jarak,
ketika telah cukup jauh meninggalkan kotaraja. Dan
mereka bergegas menyusul, ketika melihat hutan di
depan kedua sosok bayangan yang dikejar. Kemu-
dian.... "Hei, berhenti...!"
Pendekar Bangau Sakti yang seperti takut kehilan-
gan jejak buruannya, segera membentak keras. Kemu-
dian tubuhnya melesat, dan terus berjumpalitan sebanyak lima kali di udara. Dan
tiba-tiba saja tubuhnya meluncur turun, kurang lebih satu tombak di belakang
kedua sosok bayangan Itu.
Panji, Pertapa Goa Kelelawar, dan Pendekar Rase
Perak, juga melakukan hal sama. Dan ketiganya nyaris berbarengan, saat meluncur
turun di dekat Pendekar
Bangau Sakti. Bentakan yang disusul berkelebatnya empat sosok
bayangan itu, tentu saja membuat dua sosok tubuh
yang tengah berlari menjadi terkejut Terlebih, ketika menyaksikan betapa gerakan
keempat sosok bayangan
yang seperti sengaja mengejar, terlihat demikian cepat dan ringan. Kedua orang
itu pun sadar kalau tengah
dikejar oleh orang-orang berkepandaian tinggi. Tapi meskipun demikian, mereka
sama sekali tidak menghindar dan malah menghentikan larinya.
Meskipun malam itu sinar bulan tidak begitu te-
rang, namun cukup jelas bagi Panji dan kawan- ka-
wannya untuk mengenali kedua orang yang dikejar se-
jak dari dalam kotaraja. Dan mereka terkejut bukan
main, setelah tahu kalau kedua orang yang dikejar
ternyata Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih. Dan kenyataan ini
membuat Panji dan kawan-
kawan cukup heran, tak menduga.
Demikian pula Datuk Serigala Hitam dan Datuk Se-
rigala Putih. Malah kedua orang tokoh sesat ini kelihatannya jauh lebih kaget,
begitu mengenali keempat
orang yang mengejar. Tapi rasa keterkejutan itu ditu-tupi dengan tawa keras.
"Ha ha ha...! Tidak kusangka, ternyata pendekar-
pendekar ternama seperti kalian tidak malu untuk
mengintai orang lain! Nah! Katakan, apa maksud ka-
lian mengejar kami?"
Datuk Serigala Hitam langsung saja melontarkan
ucapan yang memerahkan telinga.
"Hm.... Kau tidak perlu menutup-nutupi kesalahan,
Datuk Serigala Hitam!" tukas Pendekar Bangau Sakti
cepat dengan senyum mengejek. "Aku tahu, kalian ba-
ru saja meninggalkan istana seorang pembesar kera-
jaan, dan meninggalkan kotaraja di malam hari secara diam-diam. Semua ini
membuat kami curiga. Sekarang
coba jelaskan alasanmu...?"
Ucapan Pendekar Bangau Sakti tentu saja membuat
kedua orang datuk sesat itu menjadi terkejut bukan
main. Untunglah suasana malam itu agak gelap, se-
hingga pucatnya wajah kedua orang datuk itu tidak
terlihat Karena apa yang dikatakan Pendekar Bangau Sakti membuat jantung mereka
berdebar lebih cepat
dari biasa. Pertanyaan Pendekar Bangau Sakti tidak segera
mendapat jawaban, karena kedua orang datuk itu ter-
lalu kaget dan sama sekali tidak menduga dengan pertanyaan itu. Sehingga, mereka
mengalami kesulitan
untuk memberi jawaban secepatnya.
"Hm.... Jelas sudah bagi kami sekarang. Ternyata
kalian berdua mempunyai hubungan dengan rencana
pemberontakan yang saat ini tengah disusun Tiga Ha-
rimau Besi serta tokoh di belakang layar yang belum kami ketahui namanya. Nah!
Apakah kalian masih
hendak menyangka...?" lanjut Pendekar Bangau Sakti
kembali. Ia sengaja langsung mendesak dan melontarkan tu-
duhan, karena ingin mendengar bagaimana sanggahan
kedua orang datuk sesat itu.
Tapi baik Datuk Serigala Hitam maupun Datuk Se-
rigala Putih sama sekali tidak bisa memberi jawaban.
Bahkan mereka tampak hendak berusaha melarikan
diri. Tentu saja karena disadari kalau keempat orang tokoh itu tidak mungkin
dapat diatasi. *** "Hei"! Hendak lari ke mana kalian...!"
Melihat kedua orang datuk sesat itu melarikan diri, Pendekar Bangau Sakti
langsung saja melesat mengejar. Demikian juga Panji dan kedua orang tokoh lain.
Maka terjadilah kejar-mengejar yang seru di malam
yang gelap ini. Dan karena kepandaian mereka me-
mang tidak berselisih banyak, juga jarak di antara mereka tidak terlalu jauh,
sebentar saja kedua orang datuk itu telah dapat terkejar.
"Haiiit...!"
Dengan sebuah teriakan nyaring, Pendekar Bangau
Sakti dan ketiga tokoh lain melambung cepat dan berjumpalitan beberapa kali.
Kemudian mereka meluncur
turun di depan kedua orang datuk sesat itu, dalam jarak kurang lebih satu
setengah tombak. Kini keempat tokoh digdaya ini berdiri menghadang kedua orang
datuk yang telah siap melancarkan serangan. Dan me-
mang pertempuran tidak mungkin dapat dihindari lagi.
"Haaat..!"
Sadar kalau yang dihadapi adalah tokoh-tokoh ter-
kenal berkepandaian tinggi, Datuk Serigala Hitam dan Datuk Serigala Putih
langsung saja melancarkan serangan kilat menggunakan jurus-jurus andalan yang
bernama 'Jurus Cakar Serigala Setan'.
Bwettt, bwettt..!
Hebat bukan main serangan kedua orang datuk se-
sat itu. Dan yang menjadi sasaran adalah Pendekar
Naga Putih dan Pendekar Bangau Sakti. Karena, kedua orang tokoh itulah yang
berada paling depan.
Melihat datangnya serangan berbahaya, Panji lang-
sung saja menggeser tubuhnya untuk menghindar.
Kemudian dibalasnya dengan cakar naganya. Sehing-
ga, sebentar saja pertarungan sengit pun berlangsung.
Menyadari tingkat kesaktian Datuk Serigala Hitam,
Panji pun tidak mau main-main lagi. Dengan menge-
rahkan seluruh kepandaian, ia berusaha keras mende-
sak datuk sesat itu. Sehingga dalam jurus keenam puluh lima, Datuk Serigala
Hitam mulai kelabakan
menghadapi serangan-serangan gencar Pendekar Naga
Putih yang demikian gencar. Seolah-olah Datuk Seriga-la Hitam ini dikelilingi
tembok salju, yang memancarkan hawa dingin luar biasa!
"Yeaaah...!"
Pada satu kesempatan, Panji melihat pertahanan
lawannya agak mengendur. Dan kesempatan emas itu
tidak disia-siakan begitu saja. Maka pukulan telapak tangannya langsung
diluncurkan, menggedor dada Datuk Serigala Hitam.
Desss...! "Huak...!"
Hantaman telak itu langsung membuat tubuh Da-
tuk Serigala Hitam terjungkal deras. Darah segar kontan termuntah dari mulutnya.
Dan sebelum sempat
bangkit untuk memperbaiki kuda-kudanya, hantaman
kaki Panji yang mengandung tenaga dalam hebat telah singgah di tubuhnya. Maka
tanpa ampun lagi, Datuk
Serigala Hitam terbanting keras, dan jatuh tak sadarkan diri terkena tendangan
mengandung Tenaga Sakti
Gerhana Bulan' sepenuhnya.
Pada saat itu, dalam waktu yang berbeda sedikit,
Pendekar Bangau Sakti pun telah pula dapat melum-
puhkan lawannya. Bedanya, Datuk Serigala Putih yang menjadi lawannya, roboh
tidak bernyawa lagi. Datuk
sesat bertubuh kurus dan berwajah pucat itu tewas di tangan Pendekar Bangau
Sakti. "Hm.... Dengan adanya kedua orang datuk sesat ini,
kita mempunyai alasan kuat untuk menemui Senapati
Kuntawang. Mau tidak mau, iblis ini harus mengakui
dan menceritakan tentang persekutuannya dalam me-
nyusun rencana pemberontakan...," ujar Pertapa Goa Kelelawar, sehingga membuat
kawan-kawannya menjadi lega dan puas.
Tanpa banyak membuang waktu lagi, keempat to-
koh sakti itu langsung mendatangi tempat kediaman
Senapati Kuntawang. Tak lupa, mereka membawa ser-
ta Datuk Serigala Hitam dan mayat Datuk Serigala Putih.
*** Senapati Kuntawang tentu saja merasa terkejut ke-
tika didatangi empat orang tak dikenal. Bahkan keempat orang yang tak lain
Pendekar Naga Putih, Pendekar Bangau Sakti, Pertapa Goa Kelelawar, dan Pendekar
Rase Perak sudah menyandera seorang prajurit untuk
menunjukkan tempat panglima gagah itu berada.
"Siapa kalian"! Apa maksud kalian menemuiku ma-
lam-malam begini?" tegur Senapati Kuntawang menun-
jukkan perbawanya sebagai seorang panglima tinggi.
Kendati sadar kalau yang datang tentunya adalah
orang-orang pandai, tapi panglima gagah itu sama sekali tidak sudi menunjukkan
kegentarannya. "Maaf, Tuan Senapati...."
Yang tampil ke depan adalah Pertapa Goa Kelela-
war. Sebagai orang yang paling tua di antara kawan-
kawannya, dia merasa lebih pantas untuk menjadi pe-
nyambung lidah.
Dengan suara pelan dan tanpa melenyapkan rasa
hormatnya. Pertapa Goa Kelelawar memperkenalkan
diri dan ketiga kawannya. Kecuali, kedua orang datuk sesat itu. Tentu saja
Senapati Kuntawang kaget bukan main, karena telah lama mendengar kebesaran nama
tokoh-tokoh yang berkunjung ini. Terlebih, nama besar Pendekar Naga Putih yang
masa itu masih hangat dibi-carakan orang. Maka panglima gagah itu pun segera
menyambut dengan ramah.
Dengan perlahan-lahan namun cukup jelas, Pertapa
Goa Kelelawar menceritakan maksud kedatangannya.
Dan tentu saja, keterangan itu membuat Senapati
Kuntawang berkali-kali terkejut Kalau saja yang men-ceritakannya bukan tokoh-
tokoh sakti yang kegagahan dan kebersihan hatinya telah terkenal, tentu ia tidak
akan mau percaya begitu saja.
Pendekar Bangau Sakti segera menyeret Datuk Se-
rigala Hitam yang saat itu sudah tersadar dari ping-sannya, ke hadapan Senapati
Kuntawang. Dan ternyata, panglima gagah itu sangat cerdik.
Dengan menjanjikan hukuman seringan-ringannya,
dimintanya agar datuk sesat itu menceritakan menge-
nai rencana pemberontakan, sekaligus pembesar yang
berkhianat. "Yang menjadi dalang semua rencana pemberonta-
kan ini adalah pejabat yang bernama Lungga Awang.
Beliau sangat sakti dan telah mendapatkan Rase Pe-
rak. Baik daging maupun darah binatang itu pasti sudah dilahap habis. Dengan
demikian, kesaktiannya
akan berlipat ganda. Dan bisa jadi tubuhnya tidak lagi dapat dilukai senjata
tajam. Hamba sendiri ikut bergabung, karena dijanjikan hadiah besar serta
kedudukan layak, jika rencana ini berhasil baik...," jelas Datuk Serigala Hitam
tanpa peduli kalau telah berkhianat terhadap majikannya. Dia tentu saja lebih
mementingkan keselamatannya sendiri.
Senapati Kuntawang mengangguk-angguk, dan ke-
lihatannya tidak begitu kaget Memang, Lungga Awang
telah lama menaruh rasa tidak suka kepadanya. Dan


Pendekar Naga Putih 74 Misteri Di Bukit Ular Emas di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

panglima gagah ini pun tahu, pejabat yang hendak
memberontak memang dipenuhi nafsu keserakahan,
sehingga tidak segan-segan menjegal kawan seiring.
"Hm.... Datuk Serigala Hitam! Tahukah kau, siapa
yang telah membunuh murid-muridku di tepi hutan
yang menuju Bukit Ular Emas" Dan, mengapa Tiga
Harimau Besi berpaling dari jalan kebenaran?"
Pendekar Bangau Sakti yang tidak bisa menahan
rasa penasaran, langsung saja bertanya. Tentu saja setelah terlebih dulu meminta
perkenan dari Senapati
Kuntawang. "Murid-muridmu dibunuh oleh Lungga Awang. Aku
tahu belum lama ini dari Tiga Harimau Besi palsu,
yang sebenarnya adalah pembantu-pembantu pejabat
yang hendak memberontak itu. Sedangkan Tiga Hari-
mau Besi asli telah dibunuh oleh Lungga Awang, dan
ditanam di taman belakang tempat tinggal tiga tokoh itu...," jelas Datuk
Serigala Hitam.
Rupanya, dia tidak lagi mencoba menyembunyikan
segala apa yang diketahuinya. Karena, ia mengharap
keringanan hukuman setelah berkata jujur. Semua ini tentu saja dilakukan bukan
karena takut, melainkan
karena kelicikannya. Dia tentu saja berharap, akan
bebas dan dapat menuntut balas pada suatu saat nan-
ti. "Hm.... Kalau begitu, sekarang juga aku akan mempersiapkan pasukan untuk
menangkap Lungga Awang.
Dan kalian boleh menyertaiku...," ujar Senapati Kuntawang.
Lalu, Senapati Kuntawang itu memerintahkan para
prajuritnya membawa Datuk Serigala Hitam ke kamar
tahanan. Datuk itu sendiri tidak bisa melakukan perlawanan, karena tubuhnya
telah tertotok lumpuh.
*** Malam itu juga, Senapati Kuntawang mengerahkan
pasukan dalam jumlah yang cukup besar, langsung
mengepung tempat kediaman pembesar Lungga
Awang. Para prajurit yang menjadi pengikut Lungga Awang,
tentu saja menjadi terkejut Mereka sama sekali tidak berani melakukan
perlawanan, karena pasukan Senapati Kuntawang berjumlah sangat banyak. Daripada
mati konyol, mereka memutuskan untuk menyerah
tanpa melawan. Senapati Kuntawang sendiri segera melangkah ma-
suk ke dalam istana pembesar pengkhianat itu, ber-
sama empat orang tokoh yang berjalan di kiri dan kanannya. Rupanya, di dalam
istana mereka mendapat
perlawanan dari jagoan-jagoan yang jadi pengikut
Lungga Awang. Tapi adanya Pendekar Naga Putih, Per-
tapa Goa Kelelawar, Pendekar Rase Perak, dan Pende-
kar Bangau Sakti, perlawanan jagoan-jagoan pembesar pengkhianat itu sama sekali
tidak berarti banyak. Sehingga, Senapati Kuntawang dapat terus bergerak ma-
ju tanpa halangan.
Seluruh keluarga serta pelayan yang ada dalam
bangunan istana Lungga Awang ditangkap dan dijeb-
loskan ke dalam penjara untuk sementara, sebelum
diperiksa secara teliti. Tapi sayangnya, Lungga Awang sendiri tidak dapat
ditemukan. Rupanya, pejabat yang berkepandaian tinggi itu telah lebih dahulu
pergi meloloskan diri dari bagian belakang istana. Bahkan dia telah merobohkan
kurang lebih lima puluh orang praju-
rit yang mengepung dari bagian belakang, sehingga
berhasil meloloskan diri dari hukuman.
"Hm.... Sayang, biang keladi dari semua ini dapat
meloloskan dari sergapan kita. Bahkan sempat pula
membantai lima puluh orang prajurit Jelas, ia memang memiliki kepandaian tinggi
sekali...," desah Senapati Kuntawang agak menyesal dengan lolosnya Lungga
Awang, biang keladi dari rencana pemberontakan.
Panji serta ketiga tokoh lain hanya bisa menghela
napas berat Kendati demikian, mereka merasa agak le-ga karena pembunuh murid-
murid Perguruan Bangau
Putih sudah terungkap, dan keanehan Tiga Harimau
Besi telah terjawab. Sayangnya, Tiga Harimau Besi
palsu itu telah pula lenyap, ketika Senapati Kuntawang mengirim pasukan untuk
mencari dan menangkap ketiga tokoh palsu itu. Panglima gagah itu menduga,
Lungga Awang telah lebih dulu menemui Tiga Harimau
Besi palsu untuk dibawa pergi menyelamatkan diri.
Sebagai tanda rasa terima kasihnya, Senapati Kun-
tawang meminta agar para penduduk itu tidak buru-
buru meninggalkan kotaraja. Tentu saja mereka tidak enak menolak, dan menerima
keramahan panglima gagah ini untuk tinggal beberapa hari di istana.
SELESAI Scan by Clickers
Edited by Culan Ode
PDF by Abu Keisel
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Document Outline
1 *** 2 *** *** 3 *** *** 4 *** *** 5 *** *** 6 *** 7 *** *** 8 *** *** *** *** *** SELESAI Pedang Kayu Harum 22 Badai Awan Angin Pendekar Sejati (beng Ciang Hong In Lok) Karya Liang Ie Shen Kemelut Di Karang Galuh 3
^