Pencarian

Orang Orang Terbuang 2

Pendekar Naga Putih 89 Orang Orang Terbuang Bagian 2


Bulan'. Pukulan itu ternyata dapat dipatahkan dengan mudah oleh Pertapa Muka Setan.
"Pantaslah nama kakek berwajah buruk itu sangat ditakuti tokoh-tokoh persilatan.
Kiranya kepandaian Pertapa Muka Setan memang benar-benar luar biasa...!"
Sementara itu, Kenanga yang sudah terbebas dari kekuatan aneh Pertapa Muka
Setan, berhasil mendarat di tanah dengan selamat. Pedangnya direntangkan di
depan dada. Rupanya, meskipun sudah merasakan kehebatan Pertapa Muka Setan,
Kenanga sedikit pun tidak merasa gentar, ia sudah menyiapkan jurus andalannya
untuk menggempur kakek itu.
"Kenanga, menyingkirlah...!" Pendekar Naga Putih yang merasa khawatir dengan
keselamatan kekasihnya, segera mengingatkan. Kenanga terpaksa membatalkan
niatnya. Gadis itu kembali menyingkir ke tempat Banowati berada.
*** "Hak hak hak... Kerrr...! Kau takut si montok itu cidera olehku, Pendekar Naga
Putih" Jangan khawatir. Mana tega aku mencelakai perempuan secantik kekasihmu.
Ia tidak pantas berkelahi di sini. Paling-paling berkelahi di atas kasur empuk.
Hak hak hak... Kerrr...!"
Pertapa Muka Setan mengejek Pendekar Naga Putih dengan kata-kata yang memanaskan
telinga. Ucapan itu sengaja dilontarkan untuk menyembunyikan rasa kagetnya akan
kekuatan Pendekar Naga Putih. Karena, sewaktu mematahkan serangan Panji tadi,
kelihatannya saja ia tidak menggunakan banyak tenaga. Padahal, untuk serangan
itu ia telah mengerahkan separo dari tenaganya. Tapi itulah kehebatan Pertapa
Muka Setan. Ia pandai menyembunyikan perasaannya. Sehingga, Pendekar Naga Putih
tidak mengetahui apa yang dirasakannya.
*** "Simpan saja semua ocehan kotormu itu, Pertapa Muka Setan!" geram Panji dengan
gusar. "Simpan" Simpan di mana...?" Pertapa Muka Setan pura-pura bodoh. Seraya
memasang wajah tolol, ia celingukan seperti orang kebingungan.
"Hm.... Mengapa harus bingung-bingung. Simpan saja dalam dengkulmu yang sudah
reyot itu...," ujar Panji.
"Eh! Jadi, dengkulmu sudah reyot" Hak hak hak.... Kerrr...!" Pertapa Muka Setan
mengembalikan ucapan Panji sambil memperdengarkan tawa ganjilnya. "Apakah sudah
banyak ocehan kotor yang kau simpan di dalam dengkulmu, Pendekar Naga Putih?"
"Dengkulmu, Kakek Peyot!" sentak Panji jengkel.
"Iya. Dengkulmu, kan?" Pertapa Muka Setan tidak mau kalah.
"Dengkulmu!"
"Dengkulmu!"
"Dengkulmu!"
"Hak hak hak.... Kerrr...!" Pertapa Muka Setan tertawa terpingkal-pingkal.
"Mengapa kita harus ribut soal dengkul-dengkulan" Sudahlah. Kita pilih saja
dengkul sapi, bagaimana" Kau setuju" Atau sebaliknya dengkulmu kucopot saja
dulu, supaya kita tidak meributkannya lagi...."
Baru saja ucapan itu selesai, tahu-tahu sosok Pertapa Muka Setan lenyap! Panji
tersentak kaget ketika merasakan sambaran angin kuat mengancam dengkulnya. Ada
rasa nyeri meskipun cengkeraman jari-jari Pertapa Muka Setan masih tiga jengkal
lagi dari kakinya. Cepat, Pendekar Naga Putih mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana
Bulan' untuk melindungi tubuhnya. Kakinya digeser dengan kuda-kuda rendah.
Kemudian, Panji mengibaskan tangannya untuk menyambut cengkeraman Pertapa Muka
Setan. Tapi, Pendekar Naga Putih kecewa! Pertapa Muka Setan tidak meladeni kibasan
tangannya. Lengan kakek berwajah buruk itu berputar setengah lingkaran dengan
kecepatan nyaris tak terlihat mata. Tahu-tahu, cengkeraman itu kembali meluncur
mengancam lutut Pendekar Naga Putih!
"Haliitt..!"
Meskipun gerakan Pertapa Muka Setan nyaris tidak terlihat, sambaran anginnya
dapat dirasakan Panji. Bergegas Pendekar Naga Putih menarik kaki kanannya ke
belakang. Bersamaan dengan itu, pukulan tangan kirinya meluncur menuju sumber sambaran
angin itu. Terdengar suara benturan keras. Kedua lengan yang sama-sama terisi
tenaga dalam kuat itu saling beradu.
Tingkat tenaga dalam Pertapa Muka Setan yang sedikit lebih tinggi membuat tubuh
Panji terjajar mundur. Sedangkan saat itu, Pertapa Muka Setan sudah melanjutkan
serangan dengan telapak tangan kirinya ke arah dada. Pendekar Naga Putih yang
dalam keadaan terjajar, tak sempat lagi menghindar.
Blakkk! "Hukhhh!"
Hantaman telak itu melemparkan Pendekar Naga Putih! Meskipun tidak
terpelanting jatuh dan dapat berdiri tegak setengah berjumpalitan di udara,
namun wajah Panji tampak agak pucat. Hantaman itu menyesakkan dadanya, hingga
jalan napasnya terganggu. Cairan merah merembes dari sudut bibir Panji. Pukulan
Pertapa Muka Setan rupanya telah mengguncangkan bagian dalam tubuh Pendekar Naga
Putih. "Hak hak hak... Kerrr...!" Melihat keadaan lawannya, Pertapa Muka Setan tergelak
kesenangan. "Cuih! Cuma begitu sajakah kepandaian pendekar muda yang digembar-
gemborkan memiliki ilmu-ilmu mukjizat" Mukjizat tai kucing!" lanjutnya sambil
meludah ke tanah.
Pendekar Naga Putih tidak meladeni ejekan lawannya. Saat itu, 'Tenaga Sakti Inti
Panas Bumi' tengah bekerja untuk membakar luka di dalam tubuhnya. Setelah
dadanya kembali terasa lapang, tenaga gabungannya segera di kerahkan untuk
menghadapi Pertapa Muka Setan.
"Ah! Itukah 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' yang mukjizat" Hebat... hebat...!"
Meskipun mulutnya memuji, namun nada ucapannya terdengar menghina sekali. "Nah!
Hayo buktikan kemukjizatan tenaga itu, Pendekar Naga Putih...," lanjutnya sambil
tertawa. "Haaattt...!"
Panji menerjang maju dengan sebuah pukulan lurus ke arah dada. Kali ini Pertapa
Muka Setan tidak langsung menyambutnya. Deruan gelombang angin dingin dan panas
yang mengiringi datangnya serangan Pendekar Naga Putih, dielakkan dengan
menggeser tubuhnya ke samping. Kakek jangkung itu tidak perlu melompat. Cukup
melangkahkan kakinya yang panjang. Serangan Panji pun lewat di samping tubuhnya.
Tapi, ketika ia hendak membalas, cengkeraman tangan kiri Pendekar Naga Putih
sudah datang menyusul! Pertapa Muka Setan cepat mengegoskan tubuhnya dengan satu
liukan manis. Bersamaan dengan itu, sebuah tendangan berputar yang mengancam
kepala lawan dilontarkan.
Bwettt...! Tendangan maut yang apabila mengenai sasaran akan dapat meremukkan kepala,
menyambar lewat di atas kepala Pendekar Naga Putih. Beruntung Panji segera
menundukkan kepalanya. Lalu, dengan gerak 'Naga Sakti Muncul di Permukaan Air',
tubuh Pendekar Naga Putih meliuk. Kemudian, menyembul dengan mendorongkan kedua
tangannya. Whusss...! "Yakhhh...!"
Pertapa Muka Setan membentak, melempar tubuhnya ke samping dengan gerak
melintir. Dengan cara seperti itu, tahu-tahu Pertapa Muka Setan telah berada di
belakang Panji. Babatan sisi telapak tangannya menderu menghantam punggung
Pendekar Naga Putih.
Bukkk! Pendekar Naga Putih terpekik. Tubuhnya terjerembab ke depan dan jatuh mencium
tanah. Tapi, secepat kilat Panji menggelinding. Pemuda itu melenting bangkit
seraya membuat gerakan berputar setengah lingkaran di udara. Dari sebelah atas
Pendekar Naga Putih mendorongkan kedua tangannya ke arah lawan. Sebentuk
gelombang angin dingin dan panas menderu dahsyat.
Bresssh...! Pertapa Muka Setan yang tidak menyangka Pendekar Naga Putih akan bertindak
demikian, tak sempat lagi menyelamatkan diri. Angin pukulan tenaga gabungan
Panji telak menghantam tubuhnya. Pertapa Muka Setan terhempas deras, melayang di
udara dengan diiringi pekik kesakitan.
Sementara itu, Pendekar Naga Putih yang berbuat nekat dengan menguras hampir
setengah tenaga gabungannya untuk melakukan serangan balasan itu, tampak
memuntahkan darah segar. Tubuhnya terhuyung limbung. Penggunaan tenaga yang
dipaksakan itu membuat luka dalamnya kembali parah. Serangan balasannya memang
berhasil mengenai sasaran. Meski untuk itu Panji harus menggigit bibirnya kuat-
kuat menahan rasa sakit pada bagian dalam dadanya.
"Kakang...!"
Kenanga yang menyaksikan perkelahian itu dengan rasa cemas langsung meninggalkan
Banowati. Dengan dua kali loncatan, dara jelita itu sudah berada di samping
Pendekar Naga Putih. Tubuh kekasihnya yang masih terhuyung-huyung itu segera
dipeluknya erat-erat. Panji mengeluh tertahan. Kemudian, diam tak bergerak-gerak
lagi. "Kakang...!"
Kesanga menjerit panik. Diguncang-guncangnya tubuh Panji. Ketika mengetahui
kekasihnya masih bernapas, meski perlahan, bergegas Kenanga merebahkannya di
atas tanah. "Auwww...!"
Suara jeritan Banowati membuat Kenanga tersentak kaget. Bergegas ia menoleh ke
tempat Banowati berada. Betapa cemas hati Kenanga. Banowati tengah berusaha
menyelamatkan diri dari Pertapa Muka Setan yang hendak menangkapnya. Untung
Banowati cukup cerdik. Pohon-pohon yang tumbuh di sekitar tempat itu digunakan
untuk berlindung dari kejaran Pertapa Muka Setan. Kakek itu rupanya berhasil
mengatasi rasa sakitnya setelah terlempar karena serangan Pendekar Naga Putih.
"Iblis Kotor! Lepaskan perempuan itu...!" akhimya, Kenanga memutuskan untuk
menolong Banowati. Keputusan itu diambil setelah mengetahui kalau meskipun Panji
mengalami luka dalam, namun itu tidak sampai membahayakan nyawa kekasihnya.
"Haiiitt...!"
Kenanga melancarkan bacokan ke arah punggung Pertapa Muka Setan. Meskipun sadar
kakek jangkung itu bukan tandingannya, tapi Kenanga tidak merasa gentar,
walaupun nyawa menjadi taruhannya.
Whuukk...! Suara mengaling yang disertai sambaran angin dingin itu disambut Pertapa Muka
Setan dengan desahan mengejek. Malas-malasan, kakek jangkung itu memutar
tubuhnya. Begitu mata pedang yang kini mengancam dada hampir menyentuh kulitnya, Pertapa
Muka Setan menggerakkan tangan kanan. Jari tengah dan telunjuknya dijepitkan
pada mata pedang.
Jepitan kedua jari tangan itu sangat kuat, tak ubahnya capitan baja. Pedang
Kenanga pun tertahan. Tapi Kenanga tidak putus asa. Sambil membentak keras, ia
menekan mata pedang itu sekuat tenaga. Pertapa Muka Setan tertawa girang melihat
wajah dara di depannya tampak memerah dan berkeringat.
"Hak hak hak... Kerrr...! Susah, ya?" ejekPer-tapa Muka Setan. Kakek itu
kelihatan tenang-tenang saja. Seolah ia tidak mengeluarkan tenaga untuk melawan
tekanan pedang.
Cukup lama Kenanga tersiksa oleh perbuatan Pertapa Muka Setan. Sebab, jangankan
untuk menekan atau menarik pulang pedangnya, melepaskan genggamannya pun ia
tidak bisa. Telapak tangannya seperti melekat dengan gagang pedang. Meskipun
sadar dirinya tengah dipermainkan, tapi Kenanga tidak bisa berbuat apa-apa.
Pertapa Muka Setan terkekeh. Kepalanya digoyang-goyangkan ke kiri-kanan.
Sampai akhirnya ia bosan sendiri, dan mengakhiri permainannya. Pertapa Muka
Setan membentak halus. Tapi, akibatnya sungguh hebat bagi Kenanga. Tubuh dara
jelita itu terlempar ke belakang dan jatuh berdebuk di tanah. Kenanga merasakan
alam di sekitar seperti berputar. Pandangannya semakin samar. Sampai akhirya
serpua terasa gelap.
Kenanga pingsan.
"Hak hak hak.... Kenr...! Pedang bagus... pedang bagus...!" sambil berkata
demikian, Pertapa Muka Setan mengayunkan langkah menghampiri Kenanga.
"Pertapa Muka Setan, jangan ganggu gadis itu...!" Seperti dapat menebak apa yang
dikehendaki kakek jangkung itu, Banowati langsung berteriak. Ia melompat keluar
dari tempat persembunyiannya. "Kau menginginkan aku, bukan" Hayo, tunggu apa
lagi" Cepat bawa aku pergi dari sini...!" lanjut Banowati. Ia tidak ingin dara
jelita penolongnya itu mendapat celaka. Banowati tahu Kenanga masih bersih,
tidak seperti dirinya yang sudah hancur.
Pertapa Muka Setan tertegun sejenak. Setelah menimbang-nimbang akhirnya ia
menganggukkan kepala. Dengan memperdengarkan tawa ganjilnya, Pertapa Muka Setan
melangkah ke arah Banowati.
"Hak hak hak... Kenr...! Kau tidak ingin dara montok itu celaka, ya" Kau ingin
menukar dengan dirimu karena ia telah bersusah payah hendak menolongmu, meskipun
gagal. Begitu kan" Nah, aku akan mengabulkan permintaanmu asal kau berjanji mau
menjadi istriku...."
Kalau saja saat itu ada halilintar menyambar di dekat telinganya, mungkin
Banowati tidak akan terkejut. Demikian kagetnya perempuan cantik itu, hingga
wajahnya langsung pucat seketika. Sungguh ia tidak pernah membayangkan akan
menjadi istri seorang kakek tua renta!
"Kalau kau tidak bersedia, aku akan membawamu dengan paksa, juga gadis molek
itu. Bagaimana" Aku memberimu pilihan karena aku tidak suka memaksa perempuan
untuk melayaniku. Aku ingin dilayani sebagai seorang suami. Bagiku itu lebih
menyenangkan Hak hak hak... Kenr...!"
"Baiklah. Aku bersedia!" karena tidak punya pilihan lain, dan ia tidak ingin
Kenanga ikut menjadi korban, Banowati pun terpaksa menyetujui permintaan Pertapa
Muka Setan. "Tapi, untuk itu aku meminta persyaratan darimu."
"Hak hak hak.... Kerrr...! Coba kau sebutkan, Istriku...," tanpa perlu berpikir
lagi, Pertapa Muka Setan langsung meminta Banowati menyebutkan persyaratannya.
"Pertama, kau harus mengajariku ilmu silat."
"Boleh... boleh...," Pertapa Muka Setan mengangguk-angguk.
"Kedua, kau harus membantu mencari musuh-musuhku dan membalas
dendamku."
"Bisa... bisa...," ujar Pertapa Muka Setan menyetujui. "Apakah masih ada yang
lainnya?" "Kembalikan pedang gadis itu. Setelah itu, kau boleh membawaku ke mana saja.
Kau boleh memperlakukan aku sesukamu," ujar Banowati pasrah. Air mata mengalir
di kedua pipinya. Hati Banowati menangis pedih. Menangisi kemalangan nasibnya.
Pertapa Muka Setan tertawa tergelak-gelak. Pedang Sinar Bulan segera dilemparkan
ke samping tubuh Kenanga. Lalu, dengan sekali bergerak, tubuh Banowati dibawanya
pergi meninggalkan tempat itu. Suara tawa ganjilnya mengiringi kepergian kakek
itu. 6 Sejak diusir Iblis Pengisap Bunga, watak La Bondang dan Kebo Danayan semakin
jauh berubah. Dendam dan sakit hati pada Iblis Pengisap Bunga yang kepandaiannya
jauh berada di atas mereka, membuat kedua orang itu merasa terbuang. Mereka pun
lalu melakukan tindakan gila-gilaan! Bagi perempuan-perempuan muda, terutama
yang pandai ilmu silat, La Bondang dan Kebo Danayan merupakan ancaman besar.
Mereka menculik, memperkosa, dan membunuh setiap perempuan-perempuan muda tanpa
belas kasihan sedikit pun.
La Bondang dan Kebo Danayan benar-benar sudah tak berbeda dengan iblis-iblis
neraka. Tangisan dan rintihan korban membuat mereka memperoleh kepuasan
tersendiri. Semua itu mereka lakukan sebagai pelampiasan kegagalan mereka membalaskan
kematian Loh Jarang. Terhadap Iblis Pengisap Bunga yang telah menggagalkan usaha
mereka juga tertanam dendam dan sakit hati. Meskipun kepandaian mereka kalah
jauh, namun La Bondang dan Kebo Danayan mempunyai keyakinan kelak mereka akan
dapat membalas perbuatan Iblis Pengisap Bunga.
Sepak terjang La Bondang dan Kebo Danayan tentu saja mengundang kemarahan tokoh-
tokoh golongan putih. Terlebih setelah mereka menyaksikan korban-korban
keganasan kedua orang itu. Mereka ditinggalkan begitu saja di dalam hutan, di
tengah persawahan, atau di bangunan-bangunan tua yang tidak terpakai lagi.
Hampir setiap hari orang menemukan mayat-mayat perempuan muda terbujur kaku
dalam keadaan telanjang bulat!
Kekejaman La Bondang dan Kebo Danayan yang telah melampaui batas membuat tokoh-
tokoh golongan putih dituntut untuk segera bertindak. Tapi, La Bondang dan Kebo
Danayan ternyata tidak mudah ditaklukkan. La Bondang dan Kebo Danayan memang
tidak cuma mengandalkan kepandaian saja. Mereka licik dan pandai menyamar.
Dalam melakukan setiap aksinya, kedua tokoh yang digerogoti penyakit dendam itu
selalu merubah wajah dan penampilannya. Semua itu didapat La Bondang dan Kebo
Danayan dari cara Banowati membunuh saudara mereka. Wajah dan penampilannya yang
selalu berubah-ubah itulah yang menyebabkan tokoh-tokoh persilatan sulit
menangkapnya. Sehingga, La Bondang dan Kebo Danayan tetap berkeliaran melakukan
aksi balas dendamnya.
Tokoh-tokoh persilatan yang mengincarnya gugur satu persatu. Bahkan, dengan tipu
muslihat dan siasat licik, La Bondang dan Kebo Danayan dapat merobohkan musuh-


Pendekar Naga Putih 89 Orang Orang Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

musuh yang tingkat kepandaiannya lebih tinggi dari mereka. Banyaknya tokoh-tokoh
yang berguguran serta semakin mengganasnya La Bondang dan Kebo Danayan, membuat
mereka mendapat julukan yang mendirikan bulu roma. Iblis Neraka Jahanam!
"Ha ha ha...! Ternyata bukan cuma orang-orang berkepandaian tinggi saja yang
bisa membuat nama besar. Orang-orang terbuang seperti kita juga dapat
menggegerkan dunia persilatan. Bahkan, dijuluki Iblis Neraka Jahanam! Benar-
benar suatu penghormatan yang patut kita syukuri...."
Ucapan itu keluar dari mulut La Bondang. Tawanya meningkahi ucapan rasa puas dan
bangganya. Saat itu, ia tengah duduk berhadapan dengan Kebo Danayan di dalam
sebuah kuil tua yang mereka gunakan untuk bermalam.
Kebo Danayan tidak menanggapi perkataan saudara tuanya. Dengan malas-malasan, ia
bergerak bangkit dari tidurnya. Tanpa berkata apa-apa, Kebo Danayan mematikan
api unggun yang tadi malam mereka gunakan untuk mengusir nyamuk.
"Kau kenapa, Kebo?" La Bondang menegur dengan kening berkerut. "Kelihatannya
hari ini kau tidak gembira...?"
Kebo Danayan masih juga diam. Dihempaskannya tubuhnya di samping La Bondang
dengan lesu. Kebo Danayan menatap wajah saudara tuanya itu lekat-lekat.
"Rasanya kita sudah bertindak sangat jauh, Kakang. Sebaiknya kita sudahi saja
perbuatan itu. Korban yang jatuh sudah cukup banyak. Bahkan, lebih dari cukup,"
ucap Kebo Danayan pelan. Seolah ia benar-benar merasa berdosa dengan apa yang
telah mereka lakukan selama ini.
"Jangan bodoh, Adi Kebo!" La Bondang marah bukan main. Ia melompat bangkit dari
duduknya. "Kita sudah terlambat! Berhenti atau terus, sama saja. Kita sudah
terlanjur dikutuk dan dimusuhi tokoh-tokoh persilatan. Kita sudah benar-benar terbuang,
Adi Kebo! Ingat itu!"
"Tapi, Kakang...."
"Diam!" suara La Bondang menggelegar. "Apa kau tidak ingat bagaimana
menyakitkannya kematian yang diterima Loh Jarang, saudara kita itu" Apa kau
telah lupa bagaimana guru mencampakkan kita" Menyalahkan kita karena orang-orang
celaka yang pernah kita bunuh itu adalah murid Ketua Perguruan Rantai Emas, yang
merupakan sahabat baiknya. Bahkan, ketika Ketua Perguruan Rantai Emas itu
memfitnah dengan mengatakan bahwa kita yang bersalah dan telah berlaku semena-
mena, guru justru menurutinya. Begitu kita kembali dan mengadukan persoalan yang
sebenarnya, apa yang kita dapatkan" Kita dihajar habis-habisan. Bahkan kemudian
diusir dan tidak diakui lagi sebagai murid! Sakit hati ini, Adi Kebo. Sakit...!"
'Tapi kaulah sebenarnya yang menjadi biang keladi semua penderitaan ini, Kakang"
Kau yang terburu nafsu mencampuri persoalan orang lain, tanpa menyelidiki lebih
dulu duduk persoalannya. Kau telah dibutakan oleh kecantikan perempuan yang
belakangan kita tahu adalah istri salah satu murid Perguruan Rantai Emas. Kau
tidak mau bertanya lebih dulu. Main hajar saja. Akibatnya, murid Perguruan
Rantai Emas tewas. Tidak heran kalau ketuanya datang dan menuntut kepada guru."
Kebo Danayan buru-buru memotong ketika La Bondang tengah mengatur napasnya yang
tersengal-sengal karena terbawa emosi.
"Jadi, kau juga menyalahkan aku...?" La Bondang menatap Kebo Danayan dengan
sorot mata gusar. "Saudara macam apa kau! Padahal kau sendiri ikut membantu
ketika murid-murid Perguruan Rantai Emas mengeroyokku."
"Itu aku akui, Kakang," suara Kebo Danayan, melemah. "Tapi, mengapa kau tidak
menceritakannya dengan jujur kepada guru?"
"Biarpun begitu, guru akan tetap memberi hukuman kepadaku. Adi Kebo! Kau tahu
sendiri, bukan" Betapa keras watak guru kita. Meski cuma karena melakukan
kesalahan kecil saja, kita akan dihukum!"
Kebo Danayan tidak menimpali lagi ia cuma bisa menghela napas panjang. Apa yang
dikatakan La Bondang tentang watak guru mereka memang tidak berlebihan. Mereka
bertiga dididik secara keras. Guru mereka lebih mementingkan nama dan kehormatan
ketimbang perasaan mereka. Kesalahan sedikit saja, bisa membuat guru mereka
marah besar. Dan, itu seringkali terjadi.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang, Kakang...?" Akhirnya Kebo Danayan
mengalah, ia menyadari keadaan kakak seperguruannya yang waktu itu memang serba
salah. "Melanjutkan apa yang sudah kita perbuat. Kita sudah terlanjur basah, Adi Kebo.
Tak seorang pun tokoh yang akan mengampuni kita. Sekarang pilihan kita cuma dua,
membunuh atau dibunuh!" jawab La Bondang tegas, ia kembali menghempaskan
tubuhnya ke samping Kebo Danayan.
"Memang begitu seharusnya...!"
Suara yang lantang, meski tidak terlalu keras itu, membuat La Bondang dan Kebo
Danayan berjingkrak kaget. Mereka berdiri tegak menatap ke arah pintu dengan
senjata di tangan.
*** "Ha ha ha...!"
Seiring dengan suara tawa mengejek itu, muncullah sesosok tubuh tegap. La
Bondang dan Kebo Danayan terbelalak. Sosok tubuh itu bukan lain Iblis Pengisap
Bunga! "Hm.... Mau apa lagi kau mengganggu ketenangan kami" Bukankah kami sudah
mengalah dan memberikan perempuan itu kepadamu?" La Bondang menegur dengan sikap
curiga. Ia kenal betul dengan Iblis Pengisap Bunga yang berwatak licik dan tidak
segan-segan berbuat curang.
"Mulanya aku memang mencari kalian berdua untuk... kubunuh! Karena perbuatan
kalian telah membuat aku menjadi incaran tokoh-tokoh golongan putih. Mereka
menyangka salah satu dari Iblis Neraka Jahanam adalah aku," jelas Iblis Pengisap
Bunga. Dengan tenang, ia melangkah masuk ke dalam ruangan kuil tua.
La Bondang dan Kebo Danayan saling tukar pandang sesaat. Mereka benar-benar
tidak menyangka Iblis Pengisap Bunga sampai ikut terkena getah perbuatan mereka.
Di samping merasa heran, La Bondang dan Kebo Danayan juga gembira. Secara tidak
langsung mereka telah membalas sakit hatinya pada Iblis Pengisap Bunga. Tapi,
rasa heran mereka lenyap ketika teringat siapa Iblis Pengisap Bunga sebenarnya.
Sebagai pemburu wanita, tentu saja Iblis Pengisap Bunga diduga tokoh-tokoh
persilatan sebagai salah satu dari Iblis Neraka Jahanam.
"Tapi bukan alasan itu yang membuat aku datang menemui kalian..," Iblis Pengisap
Bunga menyambung ucapannya.
"Kalau memang itu alasanmu pun, kami tidak takut!" Kebo Danayan menyahuti sambil
melintangkan senjatanya di depan dada.
"Sabar... sabar...," Iblis Pengisap Bunga mengangkat kedua tangannya. "Ada
persoalan penting yang hendak kubicarakan dengan kalian berdua. Ini menyangkut
nyawa kalian!"
"Jelaskan maksudmu, Iblis Pengisap Bunga!" La Bondang membentak garang.
"Ingat dengan perempuan yang kuambil dari kalian...?" Iblis Pengisap Bunga
bertanya. La Bondang dan Kebo Danayan mengangguk. Padahal, mereka belum mengerti ke mana
arah perkataan Iblis Pengisap Bunga.
"Perempuan itu bernama Banowati...."
"Aaah..."!"
La Bondang dan Kebo Danayan terpekik kaget. Mereka-sampai terjajar mundur saking
terkejutnya. Wajah mereka pucat seketika. Tentu saja mereka ingat siapa
perempuan bernama Banowati itu. Ia adalah adik seperguruan mereka, yang baru
mereka ketahui setelah kembali dari perantauan. Guru mereka, Ki Danang Laya,
memperkenalkan Banowati yang baru beberapa bulan diangkat sebagai murid.
Banowati berwajah cantik dan masih muda. Sifatnya meskipun pendiam namun ramah.
Keberadaan Banowati membuat ketiga orang kakak seperguruannya tidak lagi terlalu
sering meninggalkan perguruan. Karena baik La Bondang, Loh Jarang, maupun Kebo
Danayan sama-sama menaruh hati terhadap adik seperguruannya itu. Tapi, Banowati
sendiri tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap mereka. Karena La Bondang, Loh
Jarang, maupun Kebo Danayan memiliki watak yang keras, yang terbentuk dari
didikkan Ki Danang Laya. Lebih-lebih terhadap Loh Jarang. Dari cara
memandangnya, Banowati seolah merasa ditelanjangi. Hingga, gadis itu merasa
risih. Ki Danang Laya tentu saja mengetahui perasaan ketiga orang muridnya itu. Ia
tidak keberatan jika Banowati memilih salah seorang di antara mereka. Tapi,
sebelum Ki Danang Laya sempat bertanya kepada Banowati, terjadilah peristiwa
yang mengejutkan hatinya. La Bondang, Loh Jarang, dan Kebo Danayan yang pagi itu
ditugaskan berbelanja ke desa, telah membuat masalah dengan membunuh salah
seorang murid Perguruan Rantai Emas.
Peristiwa itu membuat Ki Danang Laya sangat berduka. Ketua Perguruan Rantai Emas
adalah salah seorang sahabat baiknya.
La Bondang, Loh Jarang, dan Kebo Danayan yang datang mengadukan duduk
persoalannya, dimarahi habis-habisan. Ki Danang Laya tetap menyalahkan murid-
muridnya yang telah bertindak ceroboh. La Bondang, Loh Jarang, dan Kebo Danayan
tidak berani membantah ketika Ki Danang Laya mengusir mereka dari perguruan.
Rasa duka akibat perbuatan ketiga muridnya membuat Ki Danang Laya sakit-sakitan.
Adanya Banowati yang merawatnya dengan penuh kesabaran merupakan satu-satunya
hiburan bagi Ki Danang Laya. Tapi, sungguh tidak disangkanya kalau La Bondang,
Loh Jarang, dan Kebo Danayan mencari-cari alasan agar bisa memiliki Banowati
yang membuat mereka tergila-gila.
Pikiran gila itu membuat La Bondang dan saudara-saudaranya menaruh benci dan
dendam. Dengan berpura-pura hendak bertobat, mereka datang menemui Ki Danang
Laya. Tapi, orang tua itu ternyata tidak berada di tempat. Beliau sedang pergi
mengunjungi Perguruan Rantai Emas. Mengetahui Banowati berada sendirian, La
Bondang dan kedua saudaranya langsung menyergapnya. Bujukan-bujukan setan
jahanam telah membuat hati dan mata mereka buta. Terjadilah peristiwa terkutuk
yang seharusnya tidak boleh mereka lakukan!
Dapat dibayangkan betapa murkanya Ki Danang Laya ketika sepulang dari
kunjungannya ke tempat sahabatnya, menemukan Banowati menggeletak pingsan dengan
pakaian tak karuan. Terlebih setelah Banowati sadar dan mengatakan bahwa pelaku
perbuatan biadab itu adalah tiga kakak seperguruannya. Kenyataan itu sangat
mengguncangkan jiwa Ki Danang Laya. Tapi, ia tidak mempunyai waktu untuk mencari
murid-murid murtad itu. Ia harus merawat Banowati yang selalu murung dan
kehilangan gairah hidup.
Peristiwa yang sama-sama mendatangkan duka di hati mereka telah membuat hubungan
kedua orang itu semakin dekat. Ki Danang Laya yang merasa kasihan kepada
Banowati meminta agar muridnya suka menjadi istrinya. Banowati tidak menolak. Ia
pun merasa kasihan kepada gunanya, yang semenjak peristiwa itu selalu sakit-
sakitan. "Jadi..., diakah yang telah membunuh Adi Loh Jarang...?" gumam La Bondang dengan
wajah pucat. "Benar!" sahut Iblis Pengisap Bunga tegas. "Sekarang, kulihat ia melakukan
perjalanan bersama seorang tokoh luar biasa. Namanya tentu pernah kalian
dengar..."
"Hmh!" Kebo Danayan mendengus. "Banowati dan tokoh itu mengejarmu, bukan"
Lalu, kau mencari kami dan menceritakan semua ini agar kami mau bergabung
bersamamu untuk menghadapi mereka. Itu yang kau inginkan, bukan?" lanjutnya
tanpa tedeng aling-aling.
"Kalau kau tahu siapa tokoh luar biasa yang sekarang bersama Banowati, tentu kau
tidak akan sesinis itu. Kebo Danayan...." Iblis Pengisap Bunga menukas dengan
nada tak senang.
"Tidak perlu menakut-nakuti kami, Iblis Pengisap Bunga!" La Bondang menggeram
jengkel. "Selama ini kamu sudah cukup banyak menghadapi lawan-lawan sakti dan
tangguh. Dan, seperti yang kau lihat, sampai saat ini kami masih segar-
bugar...."
"Hm.... Lawan-lawan yang pernah kalian hadapi tidak ada artinya bagi kakek yang
bersama Banowati, La Bondang!" Iblis Pengisap Bunga masih juga berteka-teki.
"Seorang kakek..."!" La Bondang berpaling menatap Kebo Danayan, yang saat itu
juga tengah berpaling ke arahnya. Sejenak keduanya saling berpandangan.
"Siapa tokoh itu sebenarnya, Iblis Pengisap Bunga...?" tanya Kebo Danayan
kemudian. Kebo Danayan maupun La Bondang semula mengira kakek itu adalah Ki Danang Laya.
Guru yang telah mengusir mereka. Tapi, ketika teringat Ki Danang Laya sudah
meninggal, dugaan itu segera mereka buang jauh-jauh. Mana mungkin orang yang
sudah mati bisa hidup lagi. Selain itu, Ki Danang Laya meskipun sudah cukup tua
namun belum pantas disebut kakek-kakek. Mereka jadi penasaran. Siapa kakek yang
dilihat Iblis Pengisap Bunga yang melakukan perjalanan bersama Banowati"
"Kakek itu berwajah buruk dan mengerikan. Dia dijuluki sebagai..., Pertapa Muka
Setan!" jawab Iblis Pengisap Bunga. Ia sengaja menekankan kata-katanya sewaktu
menyebut julukan Pertapa Muka Setan.
"Pertapa Muka Setan..."!"
La Bondang dan Kebo Danayan saling berpandangan dengan wajah pucat! Mereka tentu
saja pernah mendengar nama Pertapa Muka Setan. Seorang tokoh tingkat tinggi yang
hampir tidak pernah menampakkan diri di tempat-tempat ramai. Kendati demikian,
nama besar tokoh itu sangat ditakuti golongan putih maupun golongan hitam.
Bahkan, guru mereka sendiri merasa gentar terhadap Pertapa Muka Setan. Ki Danang
Laya berpesan kepada mereka agar jangan coba-coba mencari perkara dengan tokoh
luar biasa itu.
"Bagaimana tokoh itu bisa berada bersama Banowati..."!" desis Kebo Danayan.
Bulu kuduknya berdiri ketika membayangkan wajah kakek itu yang kabarnya seperti
setan. "Yah. Bagaimana Pertapa Muka Setan mau mengikuti Banowati" Ada hubungan apa di
antara mereka...?" La Bondang pun menyatakan keheranan hatinya.
"Kalau kalian ingin tahu, mereka adalah suami-istri! Keterangan itu kuperoleh
dari salah satu kedai yang pernah mereka singgahi," jelas Iblis Pengisap Bunga.
La Bondang dan Kebo Danayan hampir tidak percaya mendengarnya. "Memang sangat
sulit dipercaya,"
lanjut Iblis Pengisap Bunga, yang rupanya juga belum bisa mempercayai berita
itu. "Tapi, kelihatannya hal itu bisa saja terjadi"
"Kalau begitu celaka kita," desis Kebo Danayan. "Banowati pasti masih penasaran
kepada kita. Apa yang harus kita lakukan sekarang, Kakang?" tanyanya seraya
berpaling menatap La Bondang.
Perasaan La Bondang pun tidak berbeda dengan Kebo Danayan. Tokoh silat mana yang
tidak akan ngeri kalau mendengar Pertapa Muka Setan mencarinya. Meskipun belum
pernah bertemu, tapi La Bondang percaya kakek itu memiliki wajah seseram setan.
Baru membayangkan wajahnya saja ia sudah gemetar. La Bondang tidak bisa
membayangkan bagaimana jika kakek yang menggiriskan itu berada di hadapannya.
"Sebaiknya kita lari saja sejauh-jauhnya. Kalau perlu menyeberangi pulau atau
mengarungi lautan. Yang penting kita tidak berjumpa dengan kakek muka setan
itu...," La Bondang mengajukan usul.
"Percuma!" Iblis Pengisap Bunga menukas. "Ke mana pun kalian pergi, mereka tetap
akan mencari. Jangankan menyeberangi pulau atau mengarungi lautan, sampai ke
ujung dunia pun mereka akan mengejar!"
"Jangan bisanya cuma menakut-nakuti saja, Iblis Pengisap Bunga! Kalau kau memang
mempunyai usul yang lebih baik, cepat katakan!" tukas La Bondang gusar.
"Tentu saja aku punya usul yang lebih baik. Ayo, kalian ikut aku!" sahut Iblis
Pengisap Bunga. Tubuhnya segera diputar dan segera melangkah pergi.
La Bondang dan Kebo Danayan saling bertukar pandang sesaat. Lalu, keduanya
mengangguk dan bergegas mengayun langkah mengikuti Iblis Pengisap Bunga.
7 Lembah Gunung Siguntang masih diselimuti kabut tipis. Pancaran sinar matahari
bersinar lemah. Tak mampu menguak cuaca yang temaram. Udara lembab di sekitar
lembah menebarkan bau tanah basah.
Namun, keadaan itu tidak menjadi halangan bagi dua sosok tubuh yang tengah
bergerak menyusuri lembah. Dengan gerakan ringan mereka menapaki tanah basah,
mendekati sebuah bangunan tua yang masih terlihat kokoh. Tiba di depan bangunan
keduanya bergerak masuk melewati pintu gerbang, tanpa merasa perlu untuk
memperhatikan sekelilingnya.
"Hih hih hih...! Rupanya murid gendeng itu tidak berdusta. Masuklah, Muka Setan.
Masuklah! Aku memang sedang menunggu-nunggu kedatanganmu...!"
Tawa mengikik yang disusul dengan kata-kata menggema itu menyambut
kedatangan mereka. Keduanya menghentikan langkah tepat di depan pintu utama
bangunan. Mereka yang datang berkunjung ke tempat itu memang tidak lain Pertapa
Muka Setan dan Banowati.
Lembah Gunung Siguntang adalah tempat kediaman seorang tokoh tingkat tinggi yang
telah lama mengasingkan diri dari dunia ramai. Semasa masih melanglang buana di
rimba persilatan tokoh itu dikenal sebagai Harimau Lembah Siguntang. Sekitar dua
puluh tahun silam, ia kembali dan menetap di tempat asalnya sambil mendidik
seorang murid. Yang kemudian membuat geger rimba persilatan dengan julukan Iblis Pengisap
Bunga. Setelah mengetahui kepada siapa saja Banowati menaruh dendam, Pertapa Muka Setan
langsung mengajaknya ke Lembah Gunung Siguntang. Pertapa Muka Setan tidak mau
pusing-pusing mencari Iblis Pengisap Bunga yang menurutnya sangat sulit diikuti


Pendekar Naga Putih 89 Orang Orang Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jejaknya. Maka, ia pun mengambil jalan pintas dengan mendatangi tempat itu,
dengan harapan akan dapat menemukan Iblis Pengisap Bunga. Atau paling tidak,
bisa meminta petunjuk Harimau Lembah Siguntang tentang di mana Iblis Pengisap
Bunga berada. "Hoeiii..., Harimau Ompong!" Pertapa Muka Setan berseru dengan mengerahkan
tenaga dalam. Gema suaranya bergaung memenuhi penjuru lembah. "Aku datang kemari
hendak meminta nyawa muridmu! Si Goblok Tolol itu sudah berani berlaku kurang
ajar terhadap istriku! Hayo, serahkan dia! Atau tempatmu kuratakan dengan
tanah...!"
Baru saja ucapan Pertapa Muka Setan berakhir, angin keras bertiup mengibarkan
pakaian mereka.
Setelah tiupan angin lenyap, sesosok tubuh kekar telah berdiri di hadapan
Pertapa Muka Setan dan Banowati.
"Hak hak hak... Kerrr...!" Pertapa Muka Setan memperdengarkan tawanya yang
ganjil. "Rupanya kau hendak pamer kepandaian di depanku, Harimau Ompong"
Tapi..., tak apalah. Kulihat ilmu meringankan tubuhmu cukup banyak memperoleh
kemajuan! Eh, mana itu muridmu yang sialan" Apa kau hendak menyembunyikannya?"
"Hih hih hih...!"
Harimau Lembah Siguntang tertawa mengikik. Tokoh ini pun tak kalah anehnya
dengan Pertapa Muka Setan. Meskipun sudah tua, namun tubuhnya masih kekar. Wajah
dan potongan rambutnya benar-benar mirip kepala harimau. Tapi, suara tawanya
sangat berbeda jauh dengan penampilannya. Tawanya lebih mirip suara perempuan.
Suaranya pun kecil dan melengking.
"Sebaiknya kita lupakan saja murid gendengku itu, Muka Setan. Ia memang kurang
ajar sekali. Kuizinkan ia meninggalkan tempat ini dengan membawa satu tugas yang
harus segera diselesaikan, tapi tidak diperhatikannya. Begitu berada di luar,
murid gendeng itu malah membuat geger rimba persilatan dengan perbuatannya yang
gila-gilaan. Sampai-sampai ia dijuluki Iblis Pengisap Bunga! Sementara tugas
yang kuberikan diabaikan begitu saja. Benar-benar keterlaluan murid gendeng itu.
Tapi.., meski begitu, aku suka dan bangga sekali kepadanya...."
Tanpa diminta, Harimau Lembah Siguntang kemudian menceritakan tentang muridnya,
Iblis Pengisap Bunga.
"Muka Setan..!" Banowati yang sejak tadi diam mendengarkan, kelihatan mulai
kesal. Ini tersirat dari nada suaranya yang sumbang. "Mengapa harus membuang-
buang waktu menghadapi kecebong ini" Sebaiknya kita periksa seluruh isi
bangunan. Kalau dia menghalangi, hajar saja. Habis perkara...."
Pertapa Muka Setan kelihatan takut sekali mendengar nada bicara Banowati.
Sambil memandang Banowati, kepalanya mengangguk-angguk. Begitu ucapan Banowati
selesai, ia kembali menatap Harimau Lembah Siguntang. Wajahnya terlihat garang
ketika memandang majikan Lembah Gunung Siguntang itu.
"Cepat serahkan Goblok Tololmu itu! Atau...."
'Tunggu dulu, Muka Setan!" Harimau Lembah Siguntang mengangkat sebelah
tangannya. "Lupakan tentang murid gendengku itu. Ada satu persoalan yang jauh
lebih penting daripada mengurusi muridku itu."
"Muka Setan..!" Banowati mendesis memperingatkan suaminya.
Pertapa Muka Setan pun menggeram dengan sepasang mata berkilat. Ucapan Banowati
merupakan isyarat baginya untuk segera bertindak.
"Serahkan muridmu kataku...!"
Bentakan Pertapa Muka Setan kali ini disertai dengan lontaran pukulan lurus ke
kepala Harimau Lembah Siguntang. Namun, dengan gerakan yang cepat luar biasa
tokoh itu sudah lebih dulu menghindar.
"Dengar dulu apa yang akan kubicarakan. Muka Setan!" Harimau Lembah Siguntang
masih berusaha menghindari perkelahian. Tapi, Pertapa Muka Setan tidak lagi
peduli. Ia melepaskan dua buah pukulan beruntun yang disertai angin bercuitan.
Plak! Plakk! Serangan yang cepat dan sangat berbahaya itu langsung disambut Harimau Lembah
Siguntang. Benturan sepasang lengan itu membuat tubuh Harimau Lembah Siguntang
terpelanting. Sedangkan Pertapa Muka Setan masih berdiri tegak di tempatnya.
Tubuhnya hanya bergetar akibat benturan itu. Tentu saja kenyataan ini sangat
mengejutkan Harimau Lembah Siguntang. Sungguh tak disangkanya kepandaian Pertapa
Muka Setan telah meningkat demikian pesat. Sadarlah Harimau Lembah Siguntang
kalau Pertapa Muka Setan yang sekarang tidak dapat disamakan dengan yang ia
kenal dulu. "Dengar, Mu...."
Harimau Lembah Siguntang tidak dapat menyelesaikan ucapannya. Pertapa Muka Setan
sudah kembali menerjang. Rupanya ia sudah tidak ingin mendengar penjelasan
Harimau Lembah Siguntang. Kali ini serangannya lebih ganas! Harimau Lembah
Siguntang terpaksa melayaninya dengan sungguh-sungguh. Kecuali kalau ia memang
sudah merasa bosan hidup.
Menyadari Pertapa Muka Setan memang sudah tidak bisa diajak bicara lagi, Harimau
Lembah Siguntang segera mengeluarkan jurus-jurus andalannya. 'Jurus Bayangan
Harimau Setan' yang telah mengangkat namanya dalam rimba persilatan, mulai
dipergunakannya. Pertarungan antara kedua tokoh tingkat tinggi itu pun semakin
mendebarkan. Banowati segera menyingkir jauh-jauh dari arena pertarungan. Batu-batu kecil
yang beterbangan serta angin pukulan yang tajam bercuitan, bisa mencelakakan
dirinya kalau ia tidak berlindung di tempat yang aman. Dan, menyaksikan
pertarungan itu dari kejauhan.
"Yakhhh...!"
Lewat dari lima puluh jurus, Pertapa Muka Setan menjadi penasaran. Serangan
semakin diperhebat. Sepasang tangannya bergerak cepat hingga terlihat banyak.
Sulit dibedakan mana tangan yang sesungguhnya. Tahu-tahu, sebuah pukulan lurus
meluncur ke arah dada kiri Harimau Lembah Siguntang!
Bweettt...! Pukulan dahsyat itu luput. Harimau Lembah Siguntang masih sempat menggeser
tubuhnya. Kemudian, langsung membalas dengan cengkeraman cakar harimau. Tapi,
betapa terkejutnya Harimau Lembah Siguntang, lawan telah menyusuli serangannya
yang luput. Desss! Hantaman telapak tangan Pertapa Muka Setan demikian cepat. Tak ayal lagi, tubuh
Harimau Lembah Siguntang terlempar deras. Dan, jatuh bergulingan di tanah dengan
disertai muntahan darah segar. Meskipun begitu, dengan sigapnya lelaki berparas
mirip harimau itu segera melenting bangkit. Walaupun wajahnya terlihat pucat dan
cairan merah masih merembes dari celah-celah bibirnya, Harimau Lembah Siguntang
belum mau menyerah.
Untuk sesaat pertarungan terhenti. Pertapa Muka Setan tidak melanjutkan
serangannya, ia berdecak kagum melihat kehebatan daya tahan tubuh lawan.
"Kau ternyata semakin bertambah hebat, Harimau Ompong...!" desis Pertapa Muka
Setan memuji. "Dan kau semakin Tolol, Muka Setan!" geram Hirimau Lembah Siguntang. Sebelum
Pertapa Muka Setan menukas, Harimau Lembah Siguntang buru-buru melanjutkan
ucapannya. "Ketahuilah, perempuan yang kau bela itu adalah bekas istri Ki Danang
Laya. Tentu kau pernah mendengar namanya, bukan" Panglima Perang Kerajaan Galung yang
sangat pandai dan berani. Kau pasti juga tahu apa yang kemudian terjadi dengan
Kerajaan Galung setelah Senapati Danang Laya dicopot dari jabatannya, karena
dituduh bersekongkol dengan pihak musuh. Mengingat jasa-jasanya pada negara, ia
tidak mendapat hukuman mati. Hanya diberhentikan dengan tidak hormat.
Sepeninggal Senapati Danang Laya, Kerajaan Galung runtuh. Habis diporak-
porandakan musuh!"
"Kehebatan ilmu siasat perangnya membuat banyak pihak mengejar-ngejarnya."
Harimau Lembah Siguntang melanjutkan ceritanya. Sementara Pertapa Muka Setan
kelihatan terkejut sekali. "Tapi, Senapati Danang Laya dapat menghindari kejaran
mereka. Ia menghilang tanpa jejak, bagai ditelan bumi. Bertahun kemudian, setelah
Senapati Danang Laya tidak juga dapat diketemukan, orang-orang pun melupakannya.
Tapi, aku tidak! Begitu Pinggala selesai kudidik, ia segera kutugaskan untuk
mencari Senapati Danang Laya. Rupanya, kitab ilmu perang yang dibuat Senapati
Danang Laya memang berjodoh denganku. Buktinya, Pinggala, muridku yang kini
bergelar Iblis Pengisap Bunga, secara kebetulan berjumpa dengan dua orang bekas
murid panglima perkasa itu! Kau tahu apa artinya ini, Muka Setan" Sebentar lagi,
bila aku dan kau bergabung, kita akan merasakan hidup senang di dalam istana.
Kitab ilmu perang itu sangat berharga. Bila kita tawarkan kepada kerajaan dengan
imbalan jabatan, sudah pasti langsung disetujui!"
Pertapa Muka Setan tercenung dengan bibir terkatup rapat. Penjelasan Harimau
Lembah Siguntang sangat mengejutkannya. Beberapa saat kemudian, kepala kakek itu
berpaling mencari-cari Bano wati. Perempuan yang telah menjadi istrinya itu
tengah bersembunyi di balik sebatang pohon besar. Tatapannya lalu kembali
diarahkan pada Harimau Lembah Siguntang.
"Benarkah... apa yang kau katakan itu..?" tanyanya meminta ketegasan.
"Apa yang dikatakan guruku memang benar, Pertapa Muka Setan...!" tiba-tiba
terdengar suara lain menyahuti. Disusul dengan munculnya tiga sosok tubuh dari
dalum bangunan Mereka adalah I-blis Pengisap Bunga La Bondang, dan Kebo Danayan.
"Aku dan adik seperguruanku ini adalah murid-murid Ki Danang Laya yang
terbuang,..," La Bondang menambahkan sambil menunjuk Kebo Danayan yang berdiri
di sebelahnya. "Kami berdua tidak tahu kalau guru kami ternyata juga orang yang
terbuang...."
"Jadi...?"
"Yah. Perempuan itu pasti tahu di mana Ki Danang Laya menyembunyikan
kitabnya...," tukas Harimau Lembah Siguntang, seperti tahu yang ada dalam
pikiran Pertapa Muka Setan.
Pembahan yang tidak disangka-sangka itu membuat Banowati heran. Terlebih ketika
mendengar Pertapa Muka Setan dan Harimau Lembah Siguntang menyebut-nyebut nama
almarhum suaminya. Kedua kakek itu sepertinya telah mengenal baik almarhum
suaminya itu. Padahal, ia sendiri tidak pernah tahu kalau almarhum suaminya
pernah menjabat sebagai panglima perang di Kerajaan Galung.
"Tangkap perempuan itu...!"
Selagi Banowati tidak tahu harus berbuat apa, terdengar perintah Harimau Lembah
Siguntang. Pertapa Muka Setan tidak berusaha mencegah ketika Iblis Pengisap
Bunga, La Bondang, dan Kebo Danayan menghambur ke arah Banowati.
"Tahan..!"
Tiba-tiba terdengar suara bentakan menggelegar. Sesosok bayangan hitam
berkelebatan. Iblis Pengisap Bunga, La Bondang, dan Kebo Danayan kaget bukan
main. Sebelum mereka sempat menahan langkah, sambaran angin yang sangat kuat telah
menerpa dan melemparkan tubuh mereka.
"Nenek Trindil..."!" seru Harimau Lembah Siguntang. Terkejut bercampur heran.
"Trenggiling Besi..."!" Pertapa Muka Setan pun berseru kaget.
Nenek tinggi kurus yang ditangan kanannya tergenggam tongkat hitam sepanjang
satu tombak hanya memperdengarkan tawa. Tampak mulutnya yang bersih alias
ompong. Di belakang Nenek Trindil berdiri Pendekar Naga Putih dan Kenanga yang mengapit
Banowati. *** "Hik hik hik...!"
Suara tawa mengekeh itu membuat Pendekar Naga Putih yang tengah terlentang di
atas tanah, mengangkat kepalanya. Sebelumnya ia sudah menangkap suara langkah
kaki ringan, tapi Panji tidak bergerak dari tempatnya. Meskipun luka dalamnya
sudah berangsur sumbuh, namun tenaganya masih belum pulih. Baru ketika mendengar
tawa mengekeh, Panji mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang datang.
"Hei, Bocah! Bukankah kau Pendekar Naga Putih yang terkenal itu" Mengapa kau
tidur di tempat ini, di tanah lagi" Apakah kau sedang melatih ilmu ciptaanmu
yang baru"
Dan, apakah dara yang rebah di sebelah sana itu juga melakukan hal yang sama
denganmu?" Nenek tinggi kurus bersenjatakan tongkat hitam itu segera mengajukan
pertanyaan yang bertubi-tubi pada Panji.
Karena masih merasa lelah. Panji tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Apalagi, nada pertanyaan itu seperti mencemooh dirinya. Panji tidak mempedulikan
nenek itu. Ia kembali menurunkan kepalanya seperti semula.
"Aiii.... Sayang, pendekar muda yang terkenal sakti dan gagah ternyata budek
alias tuli," Nenek tinggi kurus itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tampaknya ia
benar-benar kecewa. "Ah, ada baiknya dara itu saja yang kudekati. Mudah-mudahan
ia tidak ketularan penyakit tuli Pendekar Naga Putih...," sambil berkata
demikian, langkahnya diayunkan ke arah Kenanga yang masih tergeletak pingsan.
"Jangan ganggu gadis itu...!" seraya melompat bangkit, Pendekar Naga Putih
berseru memperingatkan. Rasa cemas ketika mendengar nenek itu hendak mendekati
Kenanga, membuat Panji melupakan rasa lelahnya, ia berdiri tegak memandang
punggung nenek itu.
"Aiii.... Rupanya kau tidak tuli, ya" Nah, apakah sekarang kau mau menjawab
pertanyaanku tadi?" Nenek tinggi kurus memutar tubuhnya kembali.
Lagi-lagi Panji membiarkan pertanyaan nenek itu. Kali ini bukan karena malas
ataupun jengkel, ia tengah berusaha mengingat-ingat siapa nenek tinggi kurus
itu. Panji merasa pernah mengenal seorang tokoh wanita yang mirip dengan nenek
di hadapannya ini.
"Maaf...," Pendekar Naga Putih merangkapkan kedua tangannya. Tubuhnya agak
membungkuk. "Sikapku tadi memang tidak sopan," akunya. "Kalau aku yang muda dan bodoh ini
boleh tahu, siapa Nenek sebenarnya...?"
"Aiii... ternyata kau bisa juga bersikap sopan. Mau juga mengakui kesalahan!"
Nenek itu mengangguk-angguk sambil membelalakkan mata. "Kalau begitu, mengapa
tanggung-tanggung" Jelaskan saja apa sebenarnya yang sedang kau lakukan" Dan,
apakah kau melihat seorang perempuan cantik, berusia kira-kira dua puluh enam
tahun" ia mengenakan pakaian dari sutera putih."
Pengalaman-pengalaman Panji yang telah banyak menjumpai tok?h-tokoh berwatak
aneh, membuat Panji tidak menjadi tersinggung mendengar ucapan nenek itu. Dengan
sejelasnya diceritakannya semua yang telah terjadi di tempat itu. Juga tentang
perempuan yang ciri-cirinya mirip dengan wanita yang dibawa pergi Pertapa Muka
Setan. "Oya...! Celaka kalau begitu!" seni nenek itu Keningnya dipukul perlahan
"Aiii... aku harus segera mengikuti jejak Pertapa Muka Setan!"
"Nek tunggu...!" Panji berusaha mencegah ketika nenek itu hendak berkelebat
pergi. "Aiii... apa lagi, Pendekar Naga Putih" Aku harus bergegas supaya tidak
kehilangan jejak. Susah payah aku mengikuti jejak perempuan itu sampai ke tempat
ini. Ternyata aku terlambat...!" Nenek itu mengomel sendiri. Tapi, tak urung
langkahnya ditahan juga.
"Aku belum tahu siapa kau sebenarnya. Juga, mengapa kau mengejar-ngejar
perempuan itu" Aku pun mempunyai kewajiban untuk menyelamatkan perempuan itu
dari tangan Pertapa Muka Setan," ujar Panji.
"Aiii... baiklah... baiklah." Nenek itu mengibaskan lengannya di udara. "Aku
dijuluki Trenggiling Besi. Tapi, cukup kau panggil aku dengan Nenek Trindil
saja. Itulah namaku Mengenai perempuan itu aku akan menceritakannya di
perjalanan."
Nenek Trindil alias Trenggiling Besi kembali membalikkan tubuhnya untuk
meninggalkan tempat itu. Tapi, Panji lagi-lagi mencegah. Nenek Trindil menatap
Pendekar Naga Putih dengan kening berkerut ia tampak kesal dengan sikap Panji.
"Kau seperti perempuan saja, Pendekar Naga Putih. Cerewet! Kalau mau ikut, ayo
berangkat. Tunggu apa lagi...?"
"Temanku masih belum sadarkan diri. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja
di tempat ini...," jelas Panji. Langkahnya terayun mendekati Kenanga.
"Aiii... begitu saja ribut! Cepat sadarkan. Aku tidak bisa menunggu lama-lama!"
gerutu Nenek Trindil Kemudian mendengus pendek.
Panji tidak menyahuti, ia berjongkok di samping tubuh kekasihnya. Lalu, mengurut
beberapa pembuluh darah di tubuh Kenanga. Tidak berapa lama kemudian, Kenanga
mulai bergerak-gerak. Terdengar keluhan lirih dan mulutnya.
"Kakang..."!" panggil Kenanga ketika membuka matanya dan mendapati wajah
kekasihnya. Kemudian, mata itu kembali terpejam. Keningnya berkerut seperti
tengah berusaha mengingat-ingat sesuatu.
"Bagaimana dengan perempuan itu, Kakang" Apakah ia selamat..?" tanya Kenanga
sambil membuka mata. Ia bergerak bangkit dengan sigapnya.
"Nanti kujelaskan," jawab Panji singkat "Sekarang sebaiknya kita ikuti saja
Nenek Trindil," lanjutnya sambil menunjuk sosok Nenek Trindil yang mencibirkan
bibir melihat Panji dan Kenanga saling berpegangan tangan.
"Hayo, cepat..!" Nenek Trindil mengidapkan tangannya. Ia memutar tubuh dan
berlari meninggalkan tempat itu.
Panji dan Kenanga bergegas bangkit. Mereka berlari menyusul Nenek Trindil.
8 "Hm....Mau apa kau mencampuri urusan kami, Trindil...?" Harimau Lembah Siguntang
menegur Nenek Trindil dengan wajah gusar. Tapi, lelaki berwajah mirip harimau


Pendekar Naga Putih 89 Orang Orang Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu tidak bisa menyembunyikan rasa segannya terhadap Nenek Trindil.
"Hak hak hak... Kerrr...!" Pertapa Muka Setan yang sudah dapat menguasai
perasaannya, tertawa lepas. "Sepertinya, kita harus membagi tiga hadiah yang
akan kita dapat, Harimau Ompong!"
"Jangan salah sangka dulu," Nenek Trindil menyanggah. Telapak tangannya
digoyang-goyangkan. "Aku bukanlah orang-orang serakah seperti kalian!
Kedatanganku ke tempat ini justru untuk menyelamatkan kitab ilmu perang almarhum
sahabatku. Sebelum kematiannya, Danang Laya telah mengirim sepucuk surat
kepadaku. Aku diminta datang untuk menerima kitab itu dan menyimpannya. Sayang,
kedatanganku terlambat. Danang Laya sudah keburu meninggal. Dan seperti pesannya
dalam surat, jika ia tidak sempat menemuiku, maka istrinyalah yang akan
menunjukkan di mana kitab itu disimpan. Nah, apakah kalian sudah jelas" Aku
datang bukan mau mencampuri urusan kalian. Tapi, aku mempunyai kewajiban untuk
menjaga dan menyelamatkan istri mendiang sahabatku!"
tegas Nenek Trindil di akhir ceritanya.
"Hih hih hih...! Tidak kusangka kau ternyata sangat pandai mengarang cerita,
Trindil. Bukan main..! Rupanya kau sudah memiliki kepandaian baru sekarang!"
Harimau Lembah Siguntang tertawa mengejek. Tokoh ini mana mau percaya begitu
saja dengan cerita Nenek Trindil. Ia suka menyamakan orang dengan dirinya, yang
menghalalkan segala cara untuk memperoleh apa yang diinginkan.
"Mau percaya atau tidak, terserah!" tukas Nenek Trindil seraya mengangkat bahu.
"Yang penting, aku sudah menceritakan maksud kedatanganku Aku akan membawa istri
mendiang sahabatku. Siapa saja yang keberatan, silahkan. Barangkali dia sudah
tidak ingin melihat matahari esok pagi!"
"Bagus...!" ujar Pertapa Muka Setan dengan wajah garang. "Akulah orang pertama
yang merasa keberatan! Sejak beberapa hari yang lalu, perempuan itu sudah
menjadi istriku! Jadi, akulah yang berhak atas dirinya. Kalau kau masih sayang
dengan nyawamu, sebaiknya tinggalkan segera tempat ini. Trenggiling Besi...!"
"Hm... perkawinanmu tidak syah, Muka Setan! Perempuan itu pasti telah kau paksa
dan kau cekoki guna-guna. Jangankan perempuan cantik seperti istri mendiang
sahabatku, setan perempuan yang paling jelek pun pasti tidak akan sudi menjadi
istrimu!" ujar Nenek Trindil dengan meludah berkali-kali. Seolah ia juga merasa jijik
melihat wajah Pertapa Muka Setan.
"Bedebah...!" Penghinaan itu membuat Pertapa Muka Setan murka. "Terimalah
kematianmu. Trenggiling Besi.... Haaat...!" sambil berteriak, Pertapa Muka Setan
melompat disertai ayunan tangan kanan.
Debbb! Gelombang angin pukulan yang menderu laksana amukan topan itu ternyata tidak
mengenai sasaran. Baik Nenek Trindil yang menjadi sasaran utama, maupun Panji,
Kenanga, dan Banowati yang berada di belakang Nenek Trindil, sudah berlompatan
menyelamatkan diri.
"Heaaa...!"
Melihat Pertapa Muka Setan sudah menerjang Trenggiling Besi, Harimau Lembah
Siguntang tidak mau ketinggalan. Dengan sebuah teriakan mengguntur, tubuhnya
melayang disertai sambaran cakar harimaunya.
Jari-jari berkuku runcing yang disertai suara bercicitan datang mengancam tubuh
Trenggiling Besi. Nenek itu tentu saja kaget. Saat itu ia tengah disibukkan oleh
serangan-serangan Pertapa Muka Setan. Menghadapi kakek ini saja ia ragu akan
dapat memenangkan perkelahian, kini Harimau Lembah Siguntang malah ikut maju
mengeroyok. Trenggiling Besi semakin kalang kabut. Sebentar saja ia sudah terdesak hebat
Nenek Trindil hanya mengandalkan putaran tongkat hitamnya untuk melindungi
tubuh. "Nek, biar Harimau Lembah Siguntang menjadi bagianku...!"
Seruan Panji membuat Trenggiling Besi tersenyum lega. Terlebih ketika melihat
Pendekar Naga Putih sudah menggempur Harimau Lembah Siguntang. Panji segera
membuat arena pertempuran tersendiri.
Harimau Lembah Siguntang tampak marah sekali setelah mengetahui siapa pemuda
tampan yang menjadi lawannya. Serangan-serangan pun kian diperhebat. Jari-jari
runcingnya yang sekeras besi menyambar-nyambar disertai suara bercuitan. Tapi,
semua serangan itu bukan saja dapat dipatahkan Pendekar Naga Putih. Malah,
serangan-serangan balasan yang datang mengancam membuat Harimau Lembah Siguntang
kelabakan! Meskipun perkelahian belum mencapai seratus jurus, Harimau Lembah Siguntang
sudah terdesak hebat! Lelaki berparas mirip harimau itu tampaknya terlalu
bernafsu, ia ingin cepat-cepat merobohkan lawannya. Akibatnya, justru ia sendiri
yang kewalahan.
"Hyaaattt...!"
Pendekar Naga Putih terus mendesak dengan gempuran-gempuran dahsyat.
Sengaja Panji langsung menggunakan tenaga gabungan, karena lawan yang dihadapi
seorang tokoh tingkat tinggi yang telah terkenal sejak puluhan tahun silam.
Pendekar Naga Putih tidak mau pengalaman pahitnya sewaktu menghadapi Pertapa
Muka Setan terulang lagi. Kini ia lebih berhati-hati dan langsung menggunakan
tenaga gabungan. Hawa pukulan dingin dan panas yang berganti-ganti berhasil
mendesak Harimau Lembah Siguntang.
Sebagai tokoh kawakan yang telah menghadapi ratusan perkelahian, Harimau Lembah
Siguntang memang tidak mungkin dapat dirobohkan dengan mudah, meski yang menjadi
lawannya Pendekar Naga Putih. Kepandaiannya jarang ada yang menandingi.
Selama malang melintang di rimba persilatan, belum pernah ada seorang tokoh pun
yang mengalahkannya.
Pada awalnya gempuran-gempuran Pendekar Naga Putih memang sempat
merepotkan Harimau Lembah Siguntang. Tapi, setelah ia dapat mempelajari
kelemahan jurus-jurus serangan lawan, mulailah Harimau Lembah Siguntang
melepaskan diri dari serangan Panji. Bahkan, kini ia balas mendesak dengan
serangkaian serangan beruntun.
Keadaan pun berbalik. Panji terdesak mundur.
"Heahhh...!"
Dua puluh jurus kembali berlalu. Serangan Harimau Lembah Siguntang belum juga
mengenai sasaran. Ketika untuk yang kesekian kalinya Pendekar Naga Putih
mengelakkan serangannya, tiba-tiba Harimau Lembah Siguntang membentak nyaring.
Disusul dengan sambaran sepasang cakarnya tiga kali berturut-turut.
Plak! Plak! Plak!
Panji mengeluh pendek merasakan ngilu pada kedua lengannya yang digunakan untuk
memapaki serangan. Tubuhnya terhuyung sampai setengah tombak. Sedangkan tubuh
Harimau Lembah Siguntang hanya bergetar sesaat. Ia kemudian melompat dengan
sepasang cakar tertuju lurus ke dada Pendekar Naga Putih.
"Haiiittt...!"
Whusss...! Sambil berseru nyaring, Panji menjatuhkan tubuhnya ke tanah. Pemuda tampan itu
kemudian melepaskan tendangan dengan kedua kakinya ketika tubuh Harimau Lembah
Siguntang lewat di atasnya.
Desss...! Tendangan itu telak sekali. Harimau Lembah Siguntang melambung tinggi di udara.
Tapi, dengan sebuah gerakan berputar yang indah, Harimau Lembah Siguntang dapat
menyelamatkan dirinya. Ia meluncur turun dengan ringannya di atas tanah.
Tubuhnya sempat terguncang. Dengan punggung tangannya, Harimau Lembah Siguntang
menyusut lelehan darah di sudut bibir.
"Hmm.... Kau harus membayar dengan nyawamu, Pendekar Naga Putih...!" geram
Harimau Lembah Siguntang. Dijilatinya darah yang menempel di punggung tangan.
Pendekar Naga Putih yang sudah melenting bangkit hanya menatap tajam. Ketika
Harimau Lembah Siguntang kembali menerjang, Panji segera melesat menyambut
serangan lawan. Pertarungan pun kembali berlanjut dengan sengitnya.
Harimau Lembah Siguntang mencelat tinggi, hendak menerkam tubuh Pendekar Naga
Putih yang sedang berada di tanah. Saat itu juga Panji langsung melepaskan
tendangan.... Desss.... Tendangan itu telak sekali. Tubuh Harimau Lembah Siguntang melambung tinggi di
udara. Sementara itu, pertempuran antara Pertapa Muka Setan dengan Trenggiling Besi
masih berlangsung seru. Meski telah menyelesaikan dua ratus jurus lebih, namun
belum terlihat tanda-tanda pertempuran akan berakhir. Pertapa Muka Setan maupun
Trenggiling Besi menguras seluruh kemampuan mereka untuk memenangkan pertarungan
itu. "Hyaaattt...!"
Bentakan-bentakan Pertapa Muka Setan terdengar di antara pukulan-pukulan mautnya
yang datang menderu-deru. Tapi, dengan tongkat hitamnya, Trenggiling Besi selalu
dapat mematahkan serangan-serangan itu. Ia membalas dengan hantaman tongkatnya
yang disertai sambaran angin berdesingan.
Bed! Bed! Bed! Sambaran-sambaran tongkat hitam Trenggiling Besi dielakkan Pertapa Muka Setan
dengan geseran-geseran langkah. Tubuhnya meliuk-liuk bagai seekor ular. Dengan
kecepatan dan kekuatan penuh, ia langsung membalas. Terdengar suara berdecitan
ketika kepalanya meluncur bergantian mengancam kepala dan dada kiri lawan.
"Haiiittt...!"
Trenggiling Besi membentak nyaring. Nenek Trindil melenting tinggi di udara
menghindari serangan ganas itu. Pertapa Muka Setan bergegas memutar tubuhnya.
Lawannya telah berada tepat di belakangnya. Tapi, baru saja tubuhnya berbalik,
Trenggiling Besi sudah menggelinding di tanah. Tongkat hitamnya membabat kedua
kaki lawan. Menghadapi serangan yang mengancam kedua kakinya, Pertapa Muka Setan bergegas
melompat mundur. Tapi, alangkah terkejut kakek itu. Tubuh lawan tiba-tiba
melenting ke udara disertai sambaran tongkatnya dari atas ke bawah.
Desss...! Hantaman tongkat hitam itu telak menghajar bahu kanan Pertapa Muka Setan yang
pada saat terakhir sempat memiringkan kepalanya. Pertapa Muka Setan menjerit
kesakitan. Tubuhnya terhuyung limbung menahankan rasa sakit pada bahu. Tulangnya
telah remuk. "Habislah kau, Muka Setan...!"
Selagi lawannya terjajar, Trenggiling Besi melompat menyusuli serangannya.
Tongkat hitamnya menderu ke arah kepala Pertapa Muka Setan!
Prakkk! Desss...!
Kali ini Pertapa Muka Setan tak bisa lagi menyelamatkan diri. Kepalanya pecah
dihantam tongkat hitam. Tapi, berbarengan dengan itu, ia masih sempat
melontarkan telapak tangannya. Digedornya dada kiri Trenggiling Besi dengan
telak. Bersamaan dengan robohnya Pertapa Muka Setan, tubuh Trenggiling Besi pun
terlempar disertai muntahan darah yang berhamburan ke tanah.
"Huakhh...!"
Begitu mendarat di tanah, Trenggiling Besi kembali memuntahkan darah kental.
Rupanya, pada saat terakhir Pertapa Muka Setan telah mengerahkan seluruh tenaga
dalamnya. Sehingga, meskipun ia sendiri tewas, namun Trenggiling Besi mengalami
luka dalam yang sangat parah.
Nenek Trindil alas Trenggiling Besi jatuh terduduk di tanah. Napasnya tersengal-
sengal. Wajah keriput itu tampak pucat kebiruan. Darah terus mengalir dari sela-
sela bibirnya. Iblis Pengisap Bunga yang mengikuti jalannya pertarungan tampak tersenyum iblis.
Ia segera mengetahui Trenggiling Besi menderita luka dalam yang parah. Maka,
dengan liciknya, Iblis Pengisap Bunga melompat dari arah belakang Trenggiling
Besi. Pemuda itu melontarkan pukulan dengan sekuat tenaga.
"Nenek, awaaasss...!"
Kenanga dan Banowati yang melihat perbuatan Iblis Pengisap Bunga berteriak
memperingatkan. Kenanga segera melesat untuk menolong Nenek Trindil. Tapi,
Kenanga kalah cepat dengan Iblis Pengisap Bunga yang jaraknya memang lebih dekat
dengan nenek itu.
Nenek Trindil sendiri sudah merasakan sambaran angin pukulan Iblis Pengisap
Bunga. Tapi, keadaannya sangat lemah. Ia tidak mungkin dapat mengelakkan
serangan licik itu. Tidak ada jalan lain baginya kecuali menunggu datangnya
serangan. Nenek Trindil menyadari hal itu. Ia sudah pasrah untuk menerima
kematiannya. Desss...! "Hukhh"!"
Bersamaan dengan datangnya pukulan yang menghantam punggungnya, tongkat hitam
yang sejak tadi dipegangnya erat-erat langsung disodokkan ke belakang!
Akibatnya, Iblis Pengisap Bunga yang sedikit pun tidak menyangka, melotot kaget
waktu tongkat hitam itu memanggang tubuhnya, tembus sampai ke punggung. Pemuda
itu menggeloso tewas dengan mata melotot. Sementara tubuh Trenggiling Besi yang
terlempar telentang di tanah dengan wajah yang kian pucat. Pukulan Iblis
Pengisap Bunga membuat Nenek Trindil sekarat.
Kenanga segera mengangkat kepala Nenek Trindil, dan diletakkannya di atas
pangkuan. Ketika Kenanga hendak mengobati, Nenek Trindil menggeleng pelan. Ia
memberikan isyarat agar Kenanga mendekatkan telinganya. Tahu kalau Nenek Trindil
sudah tidak bisa diselamatkan lagi, Kenanga buru-buru mendekatkan wajahnya.
*** "Hyaaatt...!"
Sambil membentak nyaring, cakar Harimau Lembah Siguntang menyambar dengan
kecepatan tinggi. Tapi, Pendekar Naga Putih sudah lebih dulu merendahkan kuda-
kudanya seraya memiringkan tubuh. Sambaran cakar maut itu lewat di samping
tubuhnya. Harimau Lembah Siguntang kembali membentak. Lengannya segera diputar. Cakar
lelaki berparas mirip harimau itu kembali meluncur mengancam leher lawan.
Brettt...! Desss...! Meskipun sudah berusaha mengelak, namun Pendekar Naga Putih masih kalah cepat.
Bahu kanannya terkoyak oleh cakaran lawan. Tapi, pada saat yang bersamaan, Panji
sempat mengirimkan sebuah tendangan lurus yang mengenai perut Harimau Lembah
Siguntang. Sehingga, baik Pendekar Naga Putih maupun Harimau Lembah Siguntang
sama-sama terlempar ke belakang.
Harimau Lembah Siguntang berdiri dengan wajah menyeringai. Ditariknya napas dalam-dalam untuk melegakan
bagian dalam dada dan perutnya yang terguncang.
Sementara, Pendekar Naga Putih meringis mendekap bahunya yang terkoyak dan
mengalirkan darah. Tampaknya, luka itu bukan yang pertama kali. Di beberapa
tempat juga terlihat pakaiannya terkoyak, memperlihatkan tubuh yang tergurat
cakar lawan. Meskipun tidak sedalam dan separah pada bahunya, namun luka cakaran itu
mendatangkan rasa pedih dan panas.
Melihat Pendekar Naga Putih sanggup melukainya, Harimau Lembah Siguntang
menggeram murka. Tanpa mempedulikan rasa nyeri di perutnya, Harimau Lembah
Siguntang kembali menerjang lawan.
Bweett! Bweettt!
Sambaran cakar Harimau Lembah Siguntang kehilangan sasaran. Pada saat serangan
itu hampir tiba, Pendekar Naga Putih sudah lebih dulu mengelak dengan kuda-kuda
setengah berjongkok. Begitu serangan menyambar lewat di atas kepalanya, Panji
langsung membentak mengejutkan. Bersamaan dengan itu, tubuhnya melenting
berputar dan mengirimkan sebuah tendangan keras ke wajah Harimau Lembah
Siguntang. Desss...! "Akhh...!"
Harimau Lembah Siguntang memekik kesakitan. Tubuhnya terpelanting dan terhuyung
mundur. Sedangkan saat itu Pendekar Naga Putih masih berada di udara. Panji
meluruk ke depan disertai dorongan sepasang tangannya. Gelombang angin keras
berhawa dingin dan panas mengiringi serangan dahsyat itu.
Bresssh...! "Aaa...!"
Jeritan melengking Harimau Lembah Siguntang pun menggema. Tubuhnya
terhempas melayang-layang di udara. Hantaman sepasang cakar naga Panji telak
menggedor dadanya. Tulang-tulang dada Harimau Lembah Siguntang remuk seketika.
Kali ini Harimau Lembah Siguntang tak bisa lagi menyelamatkan dirinya. Tubuhnya
terbanting ke tanah dengan keras.
Pendekar Naga Putih bergerak menyusul. Pemuda itu mendarat di sisi tubuh Harimau
Lembah Siguntang yang tengah merintih-rintih tanpa mampu bangkit lagi.
"Khau.. heb... bhat... Pendekar... Naga... Put.. tiiihhh...!" seiring dengan
berakhirnya ucapan itu, Harimau Lembah Siguntang menghembuskan napasnya yang
penghabisan. Pendekar Naga Putih menghela napas lega. Meski sekujur tubuhnya terasa nyeri dan
sakit-sakit, ia merasa bersyukur telah dapat merobohkan Harimau Lembah
Siguntang. Seorang lawan yang harus diakui ketangguhannya.
Sesaat kemudian, Panji bergerak bangkit dan memutar kepalanya meneliti ke
sekitar tempat itu. Ketika melihat Kenanga tengah memeluk kepala Nenek Trindil,
Panji bergegas menghampiri. Pendekar Naga Putih tercekat juga ketika mengetahui


Pendekar Naga Putih 89 Orang Orang Terbuang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nenek Trindil telah tewas. Beberapa kali Panji menghela napas berat, seakan
menyesali kematian Trenggiling Besi.
"Kenanga, ke mana perginya perempuan itu"!" Panji bertanya heran. Ia tidak
melihat Banowati di sekitar tempat itu.
Pertanyaan itu membuat Kenanga tersentak kaget. Ia baru sadar kalau perempuan
itu hampir dilupakannya.
"Dua orang bekas murid Ki Danang Laya juga tidak kelihatan, Kakang...," desis
Kenanga lemas setelah memperhatikan sekitarnya.
Panji mengerti apa yang terlintas dalam pikiran Kenanga. Maka, tanpa banyak
cakap lagi ia berkelebat meninggalkan tempat itu. Sambil mengerahkan indera
pendengarannya, Panji berlari menuruni lereng Gunung Siguntang. Ia mencari
Banowati, La Bondang, dan Kebo Danayan.
Pendekar Naga Putih menambah kecepatan larinya ketika telinganya menangkap
suara-suara orang bertempur dari arah kaki gunung. Tak berapa lama kemudian, ia
pun menemukan ketiga orang yang dicarinya. Tanpa mau banyak membuang waktu,
Panji segera melayang ke tengah arena pertarungan.
Plakkk! Desss...!
Dengan tubuh masih melayang di udara, Pendekar Naga Putih mengirimkan tamparan
dan pukulan keras pada salah satu lelaki yang mengeroyok Banowati. Maka, tanpa
ampun lagi, lelaki yang tidak lain La Bondang, langsung terpelanting dan jatuh
terbanting ke tanah.
Banowati yang saat itu sudah jatuh bangun dan nyaris celaka di tangan La Bondang
dan Kebo Danayan, merasa bersyukur sekali dengan datangnya pertolongan Panji.
Bergegas ia melompat bangkit dan menusukkan pedangnya ke tubuh Kebo Danayan,
yang saat itu tengah tertegun menyaksikan saudara tuanya berkelojotan di tanah.
Blesss...! Kebo Danayan menjerit dengan sepasang mata terbelalak lebar. Pedang Banowati
amblas di dada kirinya, dan tepat melukai jantung. Kebo Danayan berdiri gemetar
sambil mendekap dada yang mengucurkan darah segar. Banowati telah mencabut
kembali senjatanya. Tak lama kemudian, Kebo Danayan pun ambruk ke tanah dengan
napas putus. La Bondang yang saat itu tengah merintih kesakitan segera menggeram murka.
Kematian Kebo Danayan membuatnya menjadi nekat. Dengan sisa-sisa tenaganya, La
Bondang menubruk Banowati. Ia ingin membawa perempuan itu mati bersamanya.
Plak! Gerakan La Bondang terhenti. Tubuhnya terpelanting dan ambruk dengan nyawa
putus. Tamparan Panji telah meretakkan batok kepalanya.
*** "Aku sama sekali tidak tahu tentang kitab ilmu perang yang dibuat Ki Danang
Laya, suamiku itu...," Banowati menjelaskan dengan sejujurnya kepada Panji dan
Kenanga Ketika itu mereka dalam perjalanan meninggalkan Gunung Siguntang.
"Aku tahu, Banowati," ujar Kenanga dengan tersenyum. "Di saat terakhirnya, Nenek
Trindil sempat memberitahukan di mana kitab itu disimpan. Ia juga memintaku
untuk memusnahkannya."
"Tapi, bukan aku yang menyimpannya. Melihatnya pun belum pernah!"
"Kau tahu di mana makam Ki Danang Laya, bukan?" tukas Kenanga. Banowati
mengangguk. "Nah, kitab itu disimpan di dalam tempat pertapaannya, sekaligus tempat ia
beristirahat untuk selama-lamanya...."
Banowati mengangguk-angguk meski terlihat masih belum mengerti Pendekar Naga
Putih dan Kenanga pun tersenyum melihat wajah Banowati yang tampak kebingungan.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Serial Pendekar Naga Putih
dalam episode-episodenya yang menarik:
1. TIGA IBUS GUNUNG TANDUR
56. PEMBUNUH BAYARAN
2. DEDEMIT BUKIT IBLIS
57. PEMBURU NYAWA
3. ALGOJO GUNUNG SUTRA
58. MAJIKAN PULAU SETAN
4. PARTAI RIMBA HITAM
59. SEPASANG PEDANG IBLIS
5. JARI MAUT P. NYAWA
60. GOA LARANGAN
6. PENGHUNI R. GERANTANG
61. PEWARIS DENDAM SESAT
7. RAJA IBUS DARI UTARA
62. PENCULIK-PENCULIK MISTERIUS
8. PENJAGAL ALAM AKHERAT
63. DUEL JAGO-JAGO PERSILATAN
9. MENCARI JEJAK PEMBUNUH
64. GEROMBOLAN SETAN MERAH
10 BUNGA ABADI DI GUNUNG K
65. BERUANG GUNUNG ES
11. MEMBURU HARTA KARUN
66. SILUMAN GURUN SETAN
12. KELABANG HITAM
67. JERAT PERI KEMBANGAN
13. PENGGEMBALA MAYAT
68. WARISAN TERKUTUK
14. PUSAKA BERNODA DARAH
69. TOKOH BURONAN
15. PENDEKAR MURTAD
70. GENDRUWO RIMBA DANDANA
16. KECAPI PERAK D. SELATAN
71. PETUALANG SAKTI
17. SERIGALA SILUMAN
72. PERTARUNGAN DUA NAGA
18. DEWI BAJU MERAH
73. RASE PERAK 19. ASMARA DI UJUNG PEDANG
74. MISTERI DI B. ULAR EMAS
20. BENCANA DARI ALAM KUBUR
75. PEREMPUAN LEMBAH HITAM
21. HILANGNYA P. KERAJAAN
76. NERAKA BUMI
22. TRAGEDI G. LANGKENG
77. ALTAR SETAN
23. DEWA TANGAN API
78. TINJU TOPAN DAN BADAI
24. MACAN TUTUL L. DARU
79. TONGKAT DELAPAN NAGA
25. MALAIKAT GERBANG NERAKA
80. IBLIS ANGKARA MURKA
26. RAHASIA PEDANG N. LANGIT
81. BUDAK NAFSU TERKUTUK
27. SENGKETA JAGO J. PEDANG
82. TUJUH SATRIA PERKASA
28. LABA-LABA HITAM
83. PEREMPUAN BERBISA
29. TERSESAT DI L. KEMATIAN
84. NAGINA (PUTRI ULAR)
30. DENDAM PENDEKAR CACAT
85. SETAN PANTAI TIMUR
31. TERDAMPAR DIPULAU ASING
86. PUKULAN PENGISAP DARAH
32. KUMBANG MERAH
87. JEJAK BENDA BERDARAH
33. BIDADARI IBLIS 88. BAYANG-BAYANG MAUT 34. MUSTIKA NAGA HIJAU
89. ORANG-ORANG TERBUANG
35. PENDEKAR GILA
90. SILUMAN SERULING GADING
36. MISTERI DESA SILUMAN
37. KETURUNAN D. PERSILATAN
38. TEWASNYA R. RACUN MERAH
39. PUTRA HARIMAU
40. SEPASANG M. L MAUT
41. HANTU LAUT PAJANG
42. TERJEBAK DI PERUT BUMI
43. DARAH PERAWAN SUCI
44. PENGEMBAN DOSA TURUNAN
45. BADAI RIMBA PERSILATAN
46. PETUALANGAN DI ALAM ROH
47. BANGKITNYA MALAIKAT PETIR 48. MISTERI SELENDANG BIRU
49. TUMBAL PERKAWINAN 50. SANG PENGHANCUR 51. PETAKA KUIL TUA
52. PENYEMBAH DEWI MATAHARI
53. PASUKAN PEMBUNUH
54. RACUN ULAR KARANG
55. PANGGUNG KEMATIAN
Banjir Darah Bojong Gading 1 Dewi Ular Misteri Gadis Tengah Malam Senopati Pamungkas 3
^