Pencarian

Pengantin Ratu Pesolek 2

Pendekar Naga Putih 92 Pengantin Ratu Pesolek Bagian 2


seluruh tenaga dalamnya. Agaknya ia sudah banyak mendengar tentang ketinggian
ilmu Ratu Pesolek.
Ratu Pesolek tersenyum sinis. Sambaran pedang
Udayana dielakkan hanya dengan kelitan-kelitan
tubuhnya. Tampaknya, Ratu Pesolek sangat yakin dengan kepandaiannya. la tidak
terlihat buru-buru dalam
menghindari serangan gencar Udayana. Tapi, kelitan-
kelitan yang dilakukannya sangatlah tepat. Jangankan tubuh, ujung pakaiannya
saja tidak dapat disentuh
pedang Udayana. Hingga, lelaki setengah baya itu
penasaran bukan main!
"Udayana, aku datang membantu...!"
Ketika Udayana mempergencar serangannya, Narottama berseru keras. Ia ikut menggempur Ratu
Pesolek dengan serangan-serangan yang cepat dan kuat.
Tapi meskipun dikeroyok dua orang, Ratu Pesolek tetap enak saja menggerakkan
tubuhnya menghindari kilatan-kilatan mata pedang kedua lawannya.
Dua puluh jurus sudah Udayana dan Narottama
menyerang tanpa hasil, tiba-tiba Ratu Pesolek melompat jauh ke belakang. Lalu,
dengan sorot mata tajam berkilat Ratu Pesolek membentak nyaring.
"Berhenti...!"
Hebat sekali pengaruh yang terkandung dalam
bentakan Ratu Pesolek. Tubuh Udayana dan Narottama
bergetar. Kedua lelaki itu tampak terkejut. Ini
membuktikan kalau ilmu tenaga dalam yang dimiliki Ratu Pesolek telah mencapai
tingkat yang tinggi sekali!
"Dengar!" Ratu Pesolek kembali membentak dengan suara yang mengandung kekuatan
sihir. "Kalian satu sama lain adalah musuh bebuyutan!"
Udayana dan Narottama terkejut ketika merasakan
ada satu kekuatan aneh yang memaksa mereka saling
berhadapan. Dua pasang mata mereka saling tentang.
Ada kilatan dendam dan permusuhan dalam sorot mata
keduanya. Namun, mereka hanya berdiri tegak. Udayana dan Narottama yang baru
sadar mereka telah termakan pengaruh
sihir, tengah berusaha keras untuk melawannya. "Angkat senjata kalian...!" seru Ratu Pesolek kembali bergema. "Tidak ada jalan
keluar bagi kalian kecuali saling bunuh!"
"Haaat..!"
Narottama yang tidak sanggup lagi menahan
pengaruh kekuatan sihir Ratu Pesolek, segera berteriak menerjang Udayana.
Senjata di tangannya menderu ganas.
Bed! Bed! Bed! Udayana terpaksa berloncatan untuk menghindari
serangkaian serangan Narottama. Seperti halnya Narottama, Udayana pun akhirnya kehilangan akal
sehatnya. Serangan-serangan
Narottama membuat pertahanannya untuk melawan pengaruh sihir melemah.
Akhirnya, Udayana pun dapat dikuasai Ratu Pesolek.
Dengan tidak kalah ganasnya, dibalasnya serangan
Narottama. Udayana memutar tubuhnya dengan satu liukj an
manis ketika pedang Narottama hendak memapas batang lehernya Kemudian, langsung
dibalas dengan sebuah
tusukan cepat ke arah jantung!
Trang! Bunga api memercik ketika Narottama memutar
senjatanya memapaki serangan Udayana. Benturan itu
membuat kuda-kuda keduanya tergempur. Udayana dan
Narottama terjajar mundur. Tapi, Udayana masih lebih kuat dari Narottama. Ia
lebih dulu dapat menguasai
keseimbangan tubuhnya. Saat itu juga, ia melesat dengan sebuah tendangan kilat
ke ulu hati Narottama
Bukkk! Narottama terpekik ngeri. Tendangan telak itu
membuat tubuhnya terpental ke belakang. Udayana tidak menyia-nyiakan kesempatan
emas itu. Ia melompat
berputar sambil membabatkan pedangnya memapas
batang leher Narottama.
Crakkk! Darah segar menyembur tumpah ke tanah. Tak ada
jeritan yang keluar dari mulut Narottama. Kepalanya langsung putus terbabat
pedang Udayana. Narottama
pun ambruk dengan nyawa melayang!
"Hi hi hi.. !" Ratu Pesolek tertawa Iepas. Meskipun pertarungan cukup singkat,
hanya memerlukan lima puluh jurus, namun Ratu Pesolek sangat puas. Ia tidak
periu bersusah payah mengotorkan tangannya
"Bagus... bagus. .!"
Ratu Pesolek menyambut kemenangan Udayana. Ditariknya pengaruh sihir yang
menguasai pikiran Udayana. Lelaki itu mendapatkan
kembali kesadarannya.
"Aaaah...!"
Laksana melihat hantu di siang bolong, Udayana
terpekik dengan wajah pucat! Tubuhnya gemetar
menyaksikan mayat Narottama yang tanpa kepala.
Sepasang matanya terbelalak bagai hendak keluar ketika melihat pedang di
tangannya berlumuran darah.
"Tidak! Tidak mungkin aku yang membunuhnya! Aku belum gila untuk membunuh sahaba
sendiri! Tidaaak...!"
Bagai orang kemasukan setan, Udayana berteriak-
teriak panik. Langkahnya terhuyung limbung seraya
memandangi pedang berlumur darah di tangannya. Lalu, dilemparkannya pedang itu
jauh-jauh. Seolah pedang itu sebuah benda yang mengerikan.
"Siapa lagi yang membunuh sahabatmu itu kalau
bukan kau, lelaki tua yang kejam! Tega sekali kau
memenggal kepala seorang sahabat yang sangat baik dan seta kepadamu. Arwahnya di
alam baka pasti tidak akan pernah tenang. Arwah sahabatmu itu akan terus
membayangimu sampai kau menyusulnya...!" Ratu Pesolek berkata dengan suara
lantang. Udayana memalingkan wajahnya menatap Ratu
Pesolek. Kepalanya menggeleng
keras, membantah
tuduhan yang dijatuhkan kepadanya. Sesaat kemudian, Udayana menggeram bagai
harimau luka. "Kaulah yang menjadi penyebab kematian sahabatku itu, Ratu Pesolek! Ya..., pasti
kaulah pembunuhnya.
Bukan aku! Kaulah pembunuhnya, Ratu Pesolek! Aku
akan menuntut balas atas kematian sahabatku itu.
Hiyaaa. .!"
Bagaikan singa luka, Udayana menerjang Ratu
Pesolek dengan serangkaian pukulan maut Tapi, Ratu
Pesolek sedikit pun tidak bergeming dari tempatnya.
Dengan tenang, disambutnya semua serangan Udayana.
Plak! Plak! Plak!
"Uuh...!"
Tangkisan Ratu Pesolek membuat Udayana terhuyung mundur. Ia nyaris terpelanting jatuh. Udayana menggeram gusar. Tidak
peduli meski kepandaiannya
jelas-jelas kalah jauh dengan Ratu Pesolek, ia kembali menerjang maju!
"Haii tt..!"
Tiba-tiba saja, sebelum serangan Udayana tiba
dekat, Ratu Pesolek membentak nyaring
seraya merendahkan tubuhnya. Tangan kanannya terayun ke
depan. Sebentuk angin pukulan menderu ke arah
Udayana yang tengah melayang di udara.
Bresssh...! Kalau saja Udayana tidak menuruti kekalapan
hatinya, belum tentu pukulan itu dapat mengenai
tubuhnya. Tapi, karena ia sudah tidak peduli lagi dengan keselamatan dirinya,
dan pikirannya tengah terguncang, pukulan dahsyat Ratu Pesolek tak dapat
dihindari. Udayana menjerit ngeri, Tubuhnya lersentak dan
terpental deras ke belakang. Kemudian, terbanting keras di tanah.
Sesaat Udayana masih menggeliat menahan rasa
sakit pada dadanya yang menghitam dan mengepulkan
asap tipis. Dan sebentar kemudian, tubuh lelaki gagah itu pun diam tak bergerak-
gerak lagi. Udayana tewas terkena pukulan Racun Lebah yang
dilancarkan Ratu Pesolek.
"Lemparkan mayat-mayat mereka ke hutan...!"
perintah Ratu Pesolek. Kemudian, segera memutar
tubuhnya dan bergerak meninggalkan tempat itu.
*** Begitu tiba di lereng sebelah timur Gunung Abang,
Panji terus mencari tempat kediaman Ratu Pesolek. la memang tidak bermaksud
mengunjungi markas tokoh
sesat itu. Lebih dulu ia hendak menyelidiki keadaannya dan berapa banyak
pengikut Ratu Pesolek. Panji tidak ingin bertindak gegabah. ia sadar Ratu
Pesolek tidaklah dapat disamakan dengan tokoh-tokoh sesat lainnya. Ratu Pesolek
telah meyakini sebuah ilmu mukjizat yang mampu membuat dirinya tampak awet muda.
Begitu keterangan yang didapat Panji dari Kakek Tanpa Tanding. Beliau juga
berpesan agar Panji berhati-hatl. Salah-salah ia bisa menjadi korban keganasan
Ratu Pesolek yang setiap
purnama membutuhkan calon pengantin.
Untuk lebih mudah melihat sekitar daerah itu, Panji mencari dataran yang agak
tinggi. Dari atas ia
memandang sekitar lereng sebelah timur.
"Hm... Itu pasti markas Ratu Pesolek...," gumam Panji ketika melihat sebuah
bangunan yang menyerupai istana. "Rupanya, Ratu Pesolek mendirikan kerajaan
kecil di kawasan Gunung Abang ini."
Setelah mengetahui secara pasti letak markas Ratu
Pesolek. Panji segera mencari tempat yang baik untuk mengintai. la akan menunggu
datangnya malam. Saat hari mulai gelap, barulah ia akan menyelundup ke dalam
istana mungil Ratu Pesolek.
"Hih hih hih...! Sedang apa kau di situ, Bocah Bagus"
Sedang mencari jangkerik, ya?"
Teguran itu membuat Panji terperanjat Bergegas ia
melompat mundur seraya mendongakkan kepalanya,
memandang ke atas sebatang pohon.
"Gila...! Siapa sosok hitam yang bergelantung-an di cabang
pohon itu"! Mengapa aku sampai tidak
mengetahui kedatangannya?" Panji berkata heran dalam hati.
"Hih hih hih. .! Begitu saja kaget?" Sosok yang bergelantungan di atas pohon itu
bergegas melayang
turun. Siapa lagi sosok itu kalau bukan nenek muka
hitam. "Siapa kau, Nek" Apa yang sedang kau perbuat di tempat ini?" Panji bertanya
seraya menatap penuh selidik.
Hatinya agak tegang melihat cara nenek itu melayang turun. Gerakannya demikian
ringan. Tapi, bukan cuma alasan itu yang membuat Panji
mendadak tegang. Ia khawarir nenek muka hitam adalah salah seorang pengikut Ratu
Pesolek. Jika benar
demikian, jelas sangat berbahaya. berarti kedatangannya telah diketahui. Padahal
Panji belum lagi iahu kekuatan yang dimiliki Ratu Pesolek.
"Cerewet! Ditanya kok malah bertanya!" Nenek muka hitam mengumpat seraya
membanti kakinya ke tanah.
Tapi, kemudian ia terdiam dan menarik kepalanya ke
belakang. Dengan kepala miring-miring, ditelitinya wajah Panji."Hai... Wajahmu
ternyata tampan sekali!" Nenek muka hitam berseru dengan mata berbinar. "Kau
sangat cocok untuk menjadi pengantin Ratu Pesolek pada malam pumama tiga hari
lagi. Eh, apakah kau sengaja datang untuk menemui Ratu Pesolek" Tetapi, mengapa
harus mengintip-intip segala"-Lebih baik kau langsung saja masuk dan menemuinya. Aku
berani bertaruh Ratu Pesol akan langsung setuju untuk mengambil kau sebagal
pengantinnya. Kau pasti mau, bukan" Ratu Pesolek
sangat cantik. Tubuhnya montok dan masih kencang,
walaupun kabarnya ia telah berusia lebih seratus tahun.
Wah, kau pasti akan ketagihan kalau sudah menjadi
pengantinnya. Dan, aku yakin kau tidak akan menolak bila sudah berjumpa dengan
nya. Kau. .."
"Nek, Nek, harap berhenti sebentar...." Panji buru-buru memotong perkataan nenek
itu. Dihelanya napas
seraya menggelengkan kepala. Panji menatap wajah nenek muka hitam lekat-lekat.
Keningnya berkerut ketika ia membaui keharuman yang aneh. "Hm.... Genit sekali
nenek muka hitam ini. Walaupun sudah peot, ia masih suka memakai wewangian.
Benar-benar edan...!" desis Panji dalam hati. Sementara matanya tetap melekat
pada wajah hitam berkilat seperti pantat dandang itu.
"Wah... Sinting!" Nenek muka hitam yang kelihatan agak risih, mengumpat Panji
"Mengapa kau memandangj aku sambil tersenyum-senyum" Apa wajahku seperti
badut" Atau... kau naksir padaku, ya?"
Ucapan nenek muka hitam menyadarkan Panji dari
lamunan. Pemuda itu menghela napas dan menggelengkan kepalanya.
"Sudahlah, Nek. Langsung saja." Panji berkata seraya menatap tajam wajah nenek
muka hitam. Tapi, pandangan itu segera dialihkannya ke tempat lain ketika
melihat nenek itu agak risih oleh tatapannya. Kemudian, tanpa melihat, Panji
melanjutkan ucapannya. "Sebenamya apa maksudmu menggangguku, Nek" Apakah kau
salah seorang pengikut Ratu Pesolek?"
"Aku tidak mau menjawab!"
"Eh"!" Panji tersentak kaget. Suara nenek muka hitam terdengar seperti orang
sedang merajuk. "Mengapa begitu"!" tanya Panji heran. Ia benar-benar tidak


Pendekar Naga Putih 92 Pengantin Ratu Pesolek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengerti. Nenek itu sebentar baik dan kemudian tiba-tiba berubah marah.
"Aku tidak suka begitu! Aku suka begini!" Lagi-lagi nenek muka hitam menukas
ketus. "Terserah kaulah, Nek..." Nah, katakanlah, mengapa kau tidak mau menjawab
pertanyaanku?"
"Karena aku bukan pohon, bukan dinding, dan juga bukan makhluk aneh! Aku tidak
suka berbicara dengan orang yang tidak mau memandang muka-ku!" sentak nenek muka
hitam. Panji tersenyum. "Baiklah," ujar Panji mengalah.
Lalu, kepalanya diputar menghadapi nenek itu.
"Nah, begitu baru betul! Tapi, jangan terus-terusan kau pandangi wajahku seperti
itu. Perasaanku jadi tidak karuan, tahu!"
"Wah, susah kalau begini. :?"
gumam Panji menggeleng, tak tahu harus bagaimana berbicara dengan nenek itu. Dipandang
salah, tidak dipandang apalagi.
"Apa! Aku susah untuk mendapat suami! Kurang
ajar! Kau benar-benar merendahkan aku,
Bocah Gendeng!" Nenek muka hitam yang kadang-kadang
memang kurang dengar, mendadak marah. Ia salah
menangkap perkataan Panji yang terdengar tidak begitu jelas."Aku tidak berkata
demikian, Nek!" Panji membantah seraya melompat mundur. Karena, nenek
muka hitam sudah menyiapkan serangannya
"Tidak bisa! Kau sudah menghina! Kau harus diajar sopan santun, biar Iain kali
tidak bicara sembarangan!"
Nenek muka hitam tidak bisa diajak berdamai. Ia
langsung menerjang Panji dengan serangkaian pukulan yang cepat dan membawa
deretan angin keras.
Panji melompat jauh ke belakang menghindari
serangan berbahaya itu.
"Jangan lari kau, pemuda kurang ajar...!" Nenek muka hitam yang mengira Panji
hendak melarikan diri, bergegas mengejar. Ia kembali melancarkan serangkaian
serangan dahsyat!
*** 6 Nenek muka hitam tampak sangat bernafsu untuk
segera merobohkan Panji. Serangannya datang bertubi-tubi,
membuat Panji agak kewalahan untuk menghindarinya.
Plak! Plak! Ketika nenek muka hitam terus mendesak Panji
terpaksa memapaki dua buah pukulan berbahaya yang
mengancam pelipis dan dada kirinya. Tubuh nenek muka hitam terdorong mundur.
Begitu pula dengan Panji.
Keduanya sama-sama terkejut Kekuatan tenaga dalam
mereka ternyata berimbang.
"Hm.... Pantas kau berani menyatroni tempat ini seorang
diri, Bocah Bagus. Rupanya kau telah
mempersiapkan bekal yang cukup...." Nenek muka hitam berkata setengah memuji.
Tapi, sorot matanya tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya.
Panji tidak berkata apa-apa. Pemuda itu kelihatan
sedang berpikir.
"Heran. Mata nenek itu demikian bening. Tak
ubahnya mata seorang perempuan muda..."! Padahal,
sepanjang pengetahuanku mata orang yang sudah tua
akan terlihat agak pudar.. ?" Panji berkata dalam hati dengan menentang pandang
mata nenek itu.
Dipandangi secara demikian, nenek muka hitam jadi
salah tjngkah. Ia kembali menerjang maju. Kali ini jurus-jurus yang digunakannya
jauh lebih berbahaya. Mau tidak mau Panji terpaksa mengeluarkan kepandaiannya
untuk menandingi jurus-jurus lawan. Ia tentu saja tidak ingin celaka di tangan
nenek itu. "Hentikan pertarungan...!"
Di tengah pertarungan yang beriangsung sengit itu,
tiba-tiba terdengar bentakan nyaring. Panji dan nenek muka hitam terpaksa
menunda gerakannya. Mereka
berlompatan mundur. Lalu, menoleh ke arah tiga
perempuan cantik berwajah dingin yang muncul dari balik semak-semak. Mereka
adalah Kemani dan dua orang
kawannya, yang merupakan pembantu-pembantu utama
Ratu Pesolek. Sejak Udayana dan Narottama menyelundup masuk
ke dalam markas mereka, Kemani dan dua orang
kawannya diperintahkan oleh Ratu Pesolek agar lebih berhati-hati. Bahkan, Ratu
Pesolek memerintahkan ketiga pembantu utamanya itu untuk memeriksa sekitar
tempat itu. Saat sedang melakukan pemeriksaan itulah, Kemani dan dua orang
ka?wannya mendengar suara-suara orang bertempur. Sampai akhirnya mereka tiba di
tempat pertempuran Panji dan nenek muka hitam. Kedatangan
Kemani dan kawan-kawannya memang tidak diketahui
Panji maupun nenek muka hitam. Saat itu mereka tengah mencurahkan perhatian pada
pertarungan. "Siapa kalian" Sedang apa kalian berada di daerah kekuasaan kami?" Kemani
bertanya seraya menatap Panji dan nenek muka hitam dengan sorot mata dingin.
"Wah, kasihan.. ." Nenek muka hitam bergumam pelan. Kepalanya menggeleng-geleng.
Dipandangnya ketiga perempuan cantik itu dengan tatapan penuh iba. "Siapa sangka
wanita cantik seperti kalian ternyata bermata buta."Kemani dan kedua orang
kawannya terperanjat Tatapan mata mereka tampak membayangkan kemarahan.
"Apa maksudmu, Nenek Muka Pantat Kuali"
Sepantasnya kaulah yang buta, bukan kami!" Kemani menukas dengan ketus dan
galak. "Hm.... Jadi begitu, ya?" Nenek muka hitam manggut-manggut Lalu sambil
menyunggingkan senyum sinis, ia melangkah maju empat tindak. "Nah, sekarang coba
kalian jawab. Sewaktu kalian datang kami sedang apa, hayo"l"
"Berkelahi." Tanpa periu berpikir lagi, Kemani langsung menjawab tandas.
"Bagus! Jawabanmu sangat tepat!" Nenek muka hitam mengacungkan ibu jarinya
"Kalau kalian sudah tahu kami tadi sedang berkelahi, mengapa harus bertanya
lagi" Bukankah itu buta namanya?"
"Kemani." Salah satu dari dua gadis lainnya memanggil Kemani. "Nenek jelek ini
kelihatannya mempunyai otak yang kurang beres. Untuk apa
meladeninya. Lebih baik kita habisi saja dia. Sedang pemuda tampan itu,
sebaiknya kita tangkap dan kita
serahkan kepada ratu. Beliau pasti akan senang sekali mendapat calon pengantin
yang muda, tampan, dan
memiliki kepandaian mengagumkan...,"
lanjutnya mengusulkan. "Hm...." Kemani bergumam. Pandangannya beralih ke arah Panji. "Tapi kita harus
hati-hati, Ayu. Kelihatannya untuk menangkap pemuda itu tidaklah mudah." Kemani
meneliti sekujur tubuh Panji
"Hih hih hih.. !" Tiba-tiba nenek muka hitam tertawa seraya menutupi miilutnya.
"Dasar perempuan-perempuan rakus! Begitu melihat pemuda tampan, mata kalian jadi
hijau. Persis singa-singa betina kelaparan yang melihat kijang muda."
"Keparat...!" Kemani dan kedua kawannya memaki dengan wajah merah padam.
"Biar kuhabisi nenek sial dangkalan itu...!" Ayu menggeram tak sabar. Tanpa
menunggu persetujuan
Kemani, ia langsung melompat maju dan mengirimkan
sebuah pukulan maut!
Dukkk! Nenek muka hitam tidak berusaha menghindar.
Dipapakinya pukulan itu. Ayu menjerit kaget. Tubuhnya terpental balik Meski
tidak sampai terjatuh, namun
kenyataan itu membuat Ayu sadar tenaga dalam nenek
muka hitam berada beberapa tingkat di atasnya.
"Sukreni, bantu dia.:.!" Kemani memerintah perempuan yang berdiri di sampingnya.
Gadis berambut panjang tergerai hingga ke pinggang
itu segera melayang ke tengah arena. Di tangannya
tergenggam sebuah pecut yang terbuat dari kulit
binatang. Ctar! Ctarr! Pecut di tangan Sukreni meledak-ledak memekakkan
telinga. Tapi, nenek muka hitam malah terkekeh.
"Hei! Kau, Kemani!" Nenek muka hitam berseru.
"Kau majulah sekalian. Biar aku tidak perlu bekerja dua tiga kali.. !"
tantangnya. Kemudian, dilanjutkan dengan suara tawa mengikik berkepanjang-an.
Kemani menggeram gusar. la tampak bimbang
menerima tantangan nenek itu. Sesaat ia menoleh ke
arah Panji. Kemudian, berputar memandang nenek muka hitam.
"Hih hih hih. .! Kau takut menghadapiku, Kemani...?"
Nenek muka hitam memanas-manasi Kemani yang tengah
dilanda kebimbangan.
"Nenek Cerewet Keparat...!" Kemani mengumpat jengkel. Kebimbangan semakin nyata
tergambar di wajahnya. Tapi, akhirnya la mengambil keputusan untuk menerima tantangan itu.
Kemani pun melesat ke arena untuk mengeroyok nenek muka hitam.
"Nah, begitu baru bagus...!" Nenek muka hitam tampak semakin gembira.
Disambutnya kedatangan
Kemani dengan hangat
"Bersiaplah untuk mampus, Nenek Tak Tahu
Diuntung...!" begitu ucapannya selesai, Kemani menerjang dengan pukulan tangan
kosong. Ayu dan Sukreni tidak mau ketinggalan. Keduanya
yang berada di kiri-kanan nenek itu segera menyerbu dengan senjata masing-
masing. Sukreni menggunakan
pecut. Sedang Ayu bersenjatakan sepasang trisula
berwama perak. Meskipun diserang dari tiga jurusan, tapi nenek
muka hitam tampak tenang-tenang saja. la berdiri sambil berkacak pinggang. Panji
yang menyaksikan sikap nenek muka hitam, mengerutkan keningnya dengan wajah
cemas. Ia khawatir nenek itu akan celaka. Karena,
serangan ketiga perempuan cantik Itu tidak bisa
dipandang ringan! Untuk bergerak membantu, Panji masih ragu. la takut nenek muka
hitam akan berbalik marah padanya. Panji menjadi bimbang. Ia cuma berdiri dengan
wajah tegang! "Hyaaa...!"
Sewaktu serangan Kemani, Ayu, dan Sukreni sudah
tiba dekat, tiba-tiba nenek muka hitam membentak
nyaring. Berbarengan dengan itu kedua tangannya
mengibas berputar!
Pembantu-pembantu utama Ratu Pesolek tampak
kaget bukan main. Pandangan mereka terhalang oleh
bubuk-bubuk putih yang ditebarkan nenek muka hitam.
Ketiganya terbatuk- batuk. Bubuk-bubuk putih yang
berbau harum memabukkan itu terhirup hidung mereka, dan membuat kepala mereka
mendadak pening Sesaat
kemudian, ketiganya ambruk ke tanah tak ubahnya
sehelai karung basah.
"Hih hih hih. .!" Nenek muka hitam tertawa puas. Ia menoleh ke arah Panji
"Mudah, ya?" ujarnya dengan mimik wajah lucu.
Panji hanya menarik napas lega. Ia kagum dengan
sikap nenek itu. Perbuatan nenek muka hitam terlalu berbahaya
dan membutuhkan ketenangan serta keberanian yang luar biasa. Karena, salah perhitungan sedikit saja, Panji yakin
nenek itu pasti akan kehilangan nyawanya.
Ternyata nenek muka hitam telah memperhitungkan tindakannya dengan tepat. Ia bukan
saja berhasil mengecoh Kemani dan kawan-kawannya.
Bahkan, dapat merobohkan mereka tanpa pedu
mengeluarkan banyak tenaga.
Panji tidak lagi merasa khawatir. Nenek muka hitam
ternyata bukanlah di pihak musuh. Ia melangkah
mendekati nenek itu yang tengah memeriksa ketiga
korbannya yang menggeletak tak sadarkan diri.
"Kau suka kepada mereka?" Begitu Panji tiba dekat, nenek muka hitam bangkit
berdiri dan bertanya.
Panji tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis.
Untuk menjawab tidak, Panji merasa terlalu munafik.
Ketiga perempuan itu memang cantik-cantik.
Tapi, kalau pertanyaan itu dijawab suka, Panji
khawatir nenek muka hitam akan marah. Hal itu tidak mustahil. Watak nenek muka
hitam memang aneh dan
sukar ditebak. Panji memutuskan untuk tidak menjawab.
"Huh, dasar laki-laki! Tidak bisa dipercaya! Munafik!"
Nenek muka hitam mengumpat Telapak tangannya
kemudian dikibaskan di depan wajah Panji.
Panji terkejut Kibasan telapak tangan itu menyebarkan bubuk berwama putih! Bau harum
memabukkan yang tersedot masuk ke dalam jalan
napasnya membuat Panji sedikit pening. Bergegas ia
melompat mundur seraya mengibaskan tangannya
mengusir bubuk-bubuk pembius. Tapi, nenek muka hitam ternyata tidak ringgal
diam. Selesai mengibaskan bubuk pembius itu, ia langsung me-nyusupi dengan
tebasan lengannya ke belakang leher Panji.
Desss! Karena tidak menyangka nenek muka hitam akan
berbuat licik seperti itu, Panji tak sempat lagi


Pendekar Naga Putih 92 Pengantin Ratu Pesolek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghindar. Terlebih saat itu ia masih disibukkan oleh bubuk pembius. Hantaman
lengan nenek muka hitam
membuat Panji seketika roboh pingsan!
"Hih hih hih.. ! Ternyata kau pun tidak sulit untuk dibohongi!..," ujar nenek
muka hitam tertawa puas.
*** Panji tersadar dari pingsannya dan menemukan
dirinya berada di sebuah ruangan yang harum dan indah.
Tubuhnya terbaring di atas pembaringan yang beralaskan sutera halus berwama
merah muda. Bukan cuma alas
pembaringan itu saja yang berwama merah muda.
Permadani yang terhampar menutupi seluruh lantai
ruangan itu juga berwarna merah muda. Tempat itu
tampak marak dan indah dipandang mata.
"Di manakah aku..." Siapakah pemilik kamar yang indah dan harum ini...?" Panji
bergumam de-ngan penuh rasa heran. Perlahan ia bergerak bangkit. Alangkah kaget
hatinya merasakan kejanggalan dalam dirinya. Kepalanya terasa berat. Jantungnya
berdenyut dua kali lebih cepat dari biasa. Sekujur tubuh Panji terasa panas
bagai terbakar. "Hi Hi hi...! Rupanya kau sudah sadar, calon
pengantinku yang tampan."
Sebuah suara merdu merasuk telinganya. Panji
mengangkat kepala. Mulutnya sampai ternganga ketika melihat seorang perempuan
cantik menghampirinya
dengan langkah gemulai. Perempuan itu sangat cantik dan mempesona. Terlebih
dalam balutan pakaian tipis yang tembus pandang, mencetak lekuk tubuhnya yang
aduhai. Panji menggoyang-goyangkan kepalanya yang terasa
semakin berat Aliran darahnya menggelora bagaikan
amukan ombak. Panji merasakan sekujur tubuhnya
semakin panas, hingga kulitnya memerah bagai udang
rebus. Saat itu, Panji baru menyadari kalau tubuh bagian atasnya sama sekali
tidak tertutup pakaian.
"Sssi... apa kau.. ?" Setelah meneguk air liur beberapa kali, akhirnya Panji
dapat melontarkan pertanyaan. Itu pun terdengar gugup. Deru napasnya demikian
deras mengalir. Seolah ia baru saja berlari cepat menempuh perjalan yang jauh.
"Aku?" Perempuan cantik itu menegasi. Jari telunjuknya menunjuk belahan dada
yang terpentang
nyata di balik pakaian tipisnya. "Aku adalah calon pengantinmu...," jawabnya
dengan suara merdu.
Dengan perasaan tak karuan dan napas yang Masih
memburu, Panji tidak berusaha menolak ketika
perempuan cantik itu mengulurkan tangan membelai
wajah dan dadanya. Panji merasakan napasnya sesak.
Pemuda itu pun mengulurkan tangan memeluk pinggang
perempuan cantik itu. Keinginan itu tidak dapat
dibantahnya, meskipun ia tahu hal itu tidak benar.
"Hi hi hi. ! Kau harus bersabar, Sayangku."
Perempuan cantik itu menolak dengan halus ketika
lengan Panji menarik tubuhnya ke atas pembaring?an.
"Tunggulah sampai esok tengah malam. Saat itu, barulah kau boleh menikmatinya
sepuasmu...," usai berkata, perempuan cantik itu melepaskan tangan Panji dari
pinggangnya. Kemudian, ia bergerak bangkit dari atas pembaringan dan melangkah
meninggalkan ruangan itu.
"Hendak ke mana kau...?" Panji berseru dan hendak melompat dari atas pembaringan
untuk mencegah kepergian perempuan itu. Tapi, Panji hanya bisa
menggeser tubuhnya dan melorot turun dari atas
pembaringan. Sesaat Panji terpaku seperti kebingungan.
Ketika ia mencoba memusatkan pikiran, kepalanya
semakin terasa pening. Ia tidak bisa berpikir dengan baik.
Malah, ia merasa seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. Namanya sendiri
pun ia tidak ingat! Panji tidak tahu bagaimana ia bisa berada di tempat itu.
Tidak ingat lagi apa yang telah dialaminya. Ia bagaikan manusia yang baru lahir.
Panji merasakan keanehan pada dirinya itu.
Tapi, ia tidak mengerti mengapa.
"Siapakah aku..." Siapa perempuan cantik yang
mempesona itu" Bagaimana aku bisa berada di tempat ini"
Apakah ini rumahku" Milikkukah kamar yang harum dan indah ini?"
Pertanyaan-pertanyaan yang
tak terjawab itu
membuat kepala Panji semakin pusing dan berat.
Akhirnya, ia tidak mempedulikan semua pertanyaan itu.
Tubuhnya direbahkan di atas pembaringan. Karena,
perempuan cantik yang tidak bisa dicegahnya itu telah lenyap di balik pintu.
*** "Hei, Tampan. Bangunlah...."
Panji membuka matanya ketika mendengar suara
halus dan tepukan pelan pada kedua pipinya. Didapatinya seorang perempuan muda
yang tengah tersenyum manis.
Panji merasa tubuhnya bergetar. Ditangkapnya kedua
pergelangan tangan perempuan muda itu, yang bukannya ketakutan malah tertawa
senang. "Hik hik hik...!"
Perempuan muda yang mengenakan pakaian seperti
seorang pelayan itu tertawa merdu ketika tubuhnya
berada dalam pelukan Panji. Periakuan Panji malah
dibalasnya dengan tidak kalah panas. Dari duduk,
perempuan muda itu sampai
terseret ke atas pembaringan. Panji mencium wajah perempuan itu dengan penuh nafsu. Tapi, ketika
Panji dan perempuan itu
hendak berbuat lebih jauh, tiba-tiba terdengar sebuah bentakan menggelegar.
"Pelayan keparati Rupanya kau sudah bosan hidup!"
Bentakan menggelegar itu berasal dari perempuan
cantik yang mengenakan pakaian tipis, yang pertama kali mendatangi Panji. Tapi,
kali ini wajah cantik itu tidak lagi terhias senyum memikat Sebaliknya, terlihat
bengis dan memancarkan hawa maut. Begitu bentakannya terdengar, tubuhnya melesat
ke arah pembaringan. Sekali sentak saja, tubuh perempuan muda yang tengah
bergumul dengan Panji itu langsung terenggut dan terlempar jatuh bergulingan di lantai.
Panji yang saat itu tengah dirasuk nafsu setan
bergegas hendak bangkit Tapi, sebuah totokan yang
dilancarkan perempuan cantik itu membuat tubuh Panji kembali rebah. Sedang
perempuan cantik itu memutar
tubuhnya dan melangkah menghampiri si pelayan.
Perempuan muda itu tengah berlutut dengan tubuh
gemetar ketakutan!
"Kau kuperintahkan untuk membawa makanan,
bukan menggodanya, pelayan tak tahu diuntung!"
Perempuan cantik berpakaian tjpis itu tampak marah
besar."Ampun hamba, Gusfi Yang Mulia Ratu Pesolek..."
Pelayan itu merintih. Kedua tangannya dirangkapkan dan diangkat di atas kepala.
Ia tidak berani menatap wajah junjungannya. "Hamba... hamba... melihat
ketampanannya. Hamba tidak bisa menahan djri, Ratu. Ampunkan
hamba...." ratapnya. -,
"Ampun?" dengus perempuan cantik yang tidak lain Ratu Pesolek itu. "Dosamu
terlalu besar, Pelayan Busuk!
Kau tahu siapa pemuda tampan itu" Ia adalah calon
pengantinku pada malam purnama esok. Tahukah kau,
apa akibatnya kalau sampai tadi kau telanjur berhubungan dengannya"
Itu sama saja dengan membunuhku, Pelayan Keparat!"
Kemarahan yang meledak-ledak dalam dada-nya
membuat Ratu Pesolek tidak bisa menahan diri lagi.
Dengan wajah bengis, telapak tangan kanannya diayunkan ke kepala pelayan itu.
Prokkk! Tamparan Ratu Pesolek langsung meremukkan batok
kepala pelayan yang malang itu. Tak ada jeritan yang keluar. Sesaat tubuh
berlumuran darah itu menggelepar bagai ayam dipotong. Kemudian, diam tak
bergerak-gerak lagi.
Ratu Pesolek bertepuk tangan tiga kali. Dua orang
penjaga yang juga perempuan muncul dan menghaturkan sembah. Ratu Pesolek segera
memerintahkan untuk
melempar mayat pelayan itu ke dalam hutan. la sendiri kemudian bergegas pergi
meninggalkan kamar setelah
membebaskan totokannya pada tubuh Panji.
*** 7 Malam sudah semakin larut. Di langit bulan pumama
menggantung dengan pendaran sinarnya yang menerangi jagad raya. Itulah malam
yang ditunggu-tunggu Ratu
Pesolek! Di salah satu ruangan bagian belakang istana mungil Ratu Pesolek terlihat
kesibukan. Seluruh pengikut Ratu Pesolek telah berkumpul di ruangan yang luas
itu. Pada malam pumama seperti ini istana tidak lagi dijaga. Ratu Pesolek tidak
merasa khawatir musuh akan menyelundup dan menyerbu istananya. Ratu Pesolek
tampaknya sangat yakin tempat upacara itu tidak akan dapat ditemukan lawan.
Ruangan itu berada di dalam tanah. Selain tidak ada orang luar yang tahu kalau
pada setiap malam bulan pumama istana tidak dijaga, yang mengetahui tempat
upacara itu pun hanya para pengikutnya saja. .
Ratu Pesolek memang tidak perlu merasa khawatir
para pengikutnya akan berkhianat. Meskipun para
pengikutnya, yang seluruhnya terdiri dari perempuan-perempuan muda dan cantik,
diculik dari keluarganya, namun Ratu Pesolek telah memberikan mereka ramuan
pelupa ingatan yang diberi mantera-mantera sihir agar mereka tunduk pada
perintahnya. Setiap bulan pumama, sebelum upacara perkawinan berlangsung, Ratu
Pesolek kembali memberikan ramuan pelupa ingatan kepada semua pengikumya.
Malam terus merambat Ratu Pesolek sudah
berdandan secantik-cantiknya. Bau harum tubuhnya
memenuhi seluruh ruangan. Malam itu Ratu Pesolek
mengenakan pakaian tipis berwarna merah. la duduk
bersila di atas sebuah altar batu berbentuk persegi panjang.
Seperti halnya Ratu Pesolek, Panji yang duduk
bersila di samping kanannya tampak telah didandani
sedemikian rupa. Panji duduk dengan tenang. Kedua
matanya tertuju lurus ke depan.
"Hai, para pengikut setiaku.. !" Ratu Pesolek berkata seraya mengedarkan
pandangannya merayapi wajah
pengikutnya satu persatu. "Sebelum acara dilanjutkan, seperti biasanya, aku
telah menyediakan ramuan yang akan membuat kalian tetap muda sepertiku, dan
tetap setia kepadaku...!"
Dengan isyarat tangannya, Ratu Pesolek memerintahkan para pengikutnya agar maju satu persatu.
Mereka berjalan berputar melewati depan altar. Di
hadapan Ratu Pesolek mereka meneguk ramuan yang
diruangkan seorang pelayan ke dalam cangkir perak.
.Sementara yang lainnya berbaris menunggu giliran
Kemani, Ayu, dan Sukreni yang berdiri di samping kiri Ratu Pesolek, menyaksikan
kawan-kawannya meneguk
ramuan. Namun, wajah mereka tampak diliputi kegelisahan. Ketegangan membayang jelas di wajah keriga wanita itu. Setiap kali
seorang anggota maju dan
meneguk ramuan di dalam cangkir perak, mereka menarik napas dan saling mencuri
pandang. Semakin pendek barisan yang menunggu giliran,
semakin nyatalah kegelisahan keriga pembantu utama
Ratu Pesolek itu. Malah, wajah mereka mulai dibasahi peluh."Hei, tunggu...!"
Ketika barisan semakin pendek dan tinggal tiga
orang lagi, tiba-tiba Ratu Pesolek berseru keras. Tangan kanannya diangkat
tinggi-tinggi. Saat itu, salah seorang pengikutnya berdiri di hadapannya dan
tengah mengulur tangan untuk mengambil cangkir perak. Ratu Pesolek
menahannya. Keningnya tampak berkerut. Matanya
menyapu wajah perempuan muda dan cantik yang berdiri di hadapannya.
"Rasanya selama ini aku belum pemah melihatmu..?"
Ratu Pesolek berkata bimbang.
"Siapa namamu?" tanyanya dengan sorot mata curiga.
"Ampunkan hamba, Ratu." Perempuan cantik
berwajah bulat telur itu menghaturkan sembah. "Orang seperti hamba mana pantas
mendapat perhatian Ratu.
Hamba hanyalah pengikut rendahan yang tidak berarti apa-apa. Adalah layak jika
Ratu tidak mengenal wajah hamba...," ujarnya dengan tutur kata halus.
Jawaban yang masuk akal itu membuat Ratu Pesolek
mengangguk-angguk. Tapi, sorot matanya tidak terlepas dari raut wajah di
depannya. Ada sesuatu yang dirasakan Ratu Pesolek pada diri pengikutnya itu.
Tidak seperti pengikutnya yang lain, perempuan lni tampak tidak
memperlihatkan rasa takut Ucapannya demikian tenang dan teratur. Terlalu tenang
dan mencurigakan bagi Ratu Pesolek.
"Hm.... Dapatkah kau menunjukkan kesetiaan dan kepatuhanmu?" Setelah terdiam
beberapa saat, Ratu Pesolek menemukan cara terbaik untuk menguji
pengikutnya itu.
"Apa yang Ratu perintahkan akan hamba patuhi.
Jika nyawa hamba yang Ratu minta, saat ini juga hamba serahkan." Tegas dan tidak
ragu-ragu jawaban yang diberikan perempuan itu. Wajahnya membayangkan
kesungguhan. Hingga, Ratu Pesolek menjadi bimbang.
"Kalau begitu, silakan kau penggal batang lehermu sebagai tanda kesetiaanmu
kepadaku!" perintah Ratu Pesolek.
"Titah Ratu akan hamba laksanakan...!" Lantang dan penuh kepatuhan jawaban
perempuan itu. Sepasang
matanya tampak berbinar. Permintaan Ratu Pesolek
seperti menimbulkan kebanggaan baginya. Tidak terlihat rasa takut sedikit pun
pada wa?jah perempuan muda itu.
Tapi, tidak demikian halnya dengan Kemani, Ayu,
dan Sukreni. Wajah ketiga pembantu utama Ratu Pesolek itu tampak memucat. Lagi-
lagi mereka saling mencuri pandang.
"Ampunkan hamba, Ratu...." Tiba-tiba Kemani membuka suara seraya menghaturkan


Pendekar Naga Putih 92 Pengantin Ratu Pesolek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sembah kepada junjungannya. "Hm...." Ratu Pesolek bergumam tak jelas. Kepalanya menoleh ke arah Kemani.
Kening Ratu Pesolek berkerut ketika menatap wajah Kemani. Nalurinya membaui
sesuatu yang mencurigakan. Tapi, ia ragu. Kemani adalah orang kepercayaannya.
"Apa yang hendak kau sampaikan, Kemani"!" Ratu Pesolek bertanya ketus. Tampak
jelas ia tidak senang dengan perbuatan Kemani.
"Hamba rasa kesetiaan dan kepatuhan yang
diucapkannya tidak perlu diwujudkan dengan perbuatan, Ratu." Dengan wajah
tertunduk, Kemani mengutarakan pendapatnya.
"Mengapa begitu..."!" Kening Ratu Pesolek semakin berkerut dalam. "Jelaskan
alasanmu, Kemani!" suara Ratu Pesolek meninggi.
"Karena... karena... dari wajah dan kata-katanya, terbayang jelas kesungguhan
hatinya, Ratu. Orang seperti itu kalau diberi kesempatan untuk mengabdi akan
sangat berguna sekali." Meskipun agak gugup dan terpatah-patah, Kemani dapat
juga mengajukan alasannya.
"Hm...." Lagi-lagi Ratu Pesolek hanya bergumam tak jelas. la menyadari betul
kebenaran ucapan pembantu utamanya itu. Tapi, karena nalurinya masih membaui
sesuatu yang tidak beres, Ratu Pesolek tidak merubah pendiriannya. Ia tetap
menghendaki agar perempuan itu menunjukkan kesetiaan dan kepatuhannya
Tanpa setahu Ratu Pesolek, perempuan yang tengah
diributkan itu mengerjapkan sebelah matanya kepada
Kemani, saat ekor mata Kemani melirik ke arahnya.
"Hamba siap menjalankan perintah...." Perempuan itu mengalihkan perhatian Ratu
Pesolek dari Kemani. Dan, tanpa menunggu lagi, ia meminta sebatang pedang dari
salah seorang kawannya.
Ratu Pesolek memandang tanpa berkedip ketika
perempuan itu memalangkan mata pedang di tenggorokannya. Sedang perempuan itu memandang Ratu Pesolek dengan bibir
tersenyum. Sesaat kemudian,
pedang yang melekat di tenggorokannya itu pun
digerakkan! Cwiittt! Disertai suara bercuitan, pedang di tangan
perempuan itu membabat cepat Bukan ke arah lehernya, tapi ke arah leher Ratu
Pesolek yang berada tepat
setengah tombak di depannya!
"Keparat..!" Ratu Pesolek gusar bukan main. Ia terkejut menyaksikan kecepatan
dan kekuatan serangan itu. Begitu ujung pedang tiba dekat Ratu Pesolek
bergegas memiringkan kepalanya. Bersamaan dengan itu, kaki kanannya mencuat ke
arah lambung perempuan itu
"Haiittt...!"
Plakkk! Serangan balasan Ratu Pesolek tidak membuat
perempuan itu gugup. Dengan gerakan yang indah
disertai bentakan nyaring, ditepiskannya tendangan Ratu Pesolek dengan
menggunakan telapak tangan kiri. Dan, benturan itu digunakan untuk melambungkan
tubuhnya ke udara, tepat di atas kepala Ratu Pesolek. Dari atas, ujung pedangnya
ditusukkan ke arah ubun-ubun Ratu
Pesolek! Crakkk! Ujung pedang menancap di batu altar sampai dua
jengkal lebih. Sedangkan tubuh Ratu Pesolek sudah
menggelinding meninggalkan altar.
"Hyahhh. .!"
Sebelum perempuan itu sempat mencabut senjatanya yang tertanam di batu altar, Ratu Pesolek sudah melenting dan
melompat dengan sebuah tendangan kilat!Desss...!
Meskipun sudah berusaha menghindar, tak urung
tendangan kilat itu singgah di pangkal lengan kanannya.
Perempuan itu terlempar dan jatuh terguling-guling di lantai. Pada sudut
bibirnya tampak lelehan darah.
Namun, dengan sigap perempuan itu melenting bangkit.
Pedangnya dilintangkan d depan dada, siap melanjutkan perkelahian.
"Keparat! Apa hubunganmu dengan Bidadari
Kintamani?" Rupanya, meski baru bergebrak beberapa jurus, Ratu Pesolek segera
dapat mengenali dasar ilmu perempuan itu.
"Akulah Bidadari Kintamani..." Perempuan itu menjawab tegas. Tidak ada kesan
main-main pada nada suaranya.
"Jangan coba mempermainkan aku, Bangsat Kecil!
Bidadari Kintamani sudah kulenyapkan lima tahun silam, sewaktu ia bersama tokoh-
tokoh silat lainnya datang menyerbu istana ini. Jadi sebaiknya kau mengaku saja,
sebelum menghadap malaikat maut!" ujar Ratu Pesolek dengan sepasang mata
mencorong tajam.
"Untuk apa aku berbohong kepadamu, Ratu Pesolek.
Bidadari Kintamani adalah guruku. Beliau memang tewas di tempat ini bersama
suami dan beberapa orang tokoh persilatan. Itulah sebabnya mengapa aku
memusuhimu! Kematian guru harus kubalaskan!" Murid Bidadari Kintamani yang menamakan dirinya
sama seperti nama
gurunya menjelaskan secara singkat. Lalu, ia menoleh kepada Kemani, Ayu, dan
Sukreni yang saat itu berada tidak jauh di belakangnya.
"Kemani, bawa Pendekar Naga Putih pergi dari
tempat ini! Minumkan ramuan ini kepadanya...!" Bidadari Kintamani
berseru seraya melemparkan sebuah bungkusan kain yang langsung ditangkap Kemani
"Ayu, Sukreni, lindungi aku...!" Kemani berkata kepada kedua kawannya. Ia
melompat ke arah Panji yang masih duduk bersila seperti patung dengan ratapan
mata lurus ke depan.
Ayu dan Sukreni tidak membuang-buang waktu lagi.
Kedua perempuan cantik itu bergegas melindungi Kemani dari serangan para
pengikut Ratu Pesolek, yang telah bergerak maju untuk mencegah perbuatan Kemani
dan kedua kawannya.
"Pengkhianat-pengkhianat
busuk.' Kupecahkan batok kepala kalian...!" Ratu Pesolek murka bukan main.
Ia tentu saja tidak akan membiarkan calon pengantinnya dibawa pergi. Dengan
sebuah lengkingan panjang, Ratu Pesolek melayang disertai ayunan telapak tangan
kirinya. Ia mengirimkan pukulan udara kosong yang sangat
dahsyat! "Akulah lawanmu, Ratu Laknat...!"
Bidadari Kintamani segera melesat memotong jalan Ratu Pesolek.
la mengirimkan serangkaian serangan yang langsung
mengancam tiga jalan darah kematian di tubuh Ratu
Pesolek! Derrr...! Pukulan udara kosong Ratu Pesolek tidak mengenai
sasaran. Kemani sudah keburu menghindar dengan
menggulingkan tubuhnya di lantai. Sedangkan pukulan maut itu terus menderu
menghajar dinding hingga
bergetar. Langit-langit ruangan rontok berjatuhan ke lantai.
Ratu Pesolek segera disibukkan oleh serangan
Bidadari KintamanL Tokoh wanita sesat nomor satu yang sangat ditakuti di seluruh
Pulau Bali itu menggeram murka. Ia tidak menduga perempuan cantik yang
menyamar sebagai pengikutnya itu ternyata memiliki
kepandaian tinggi. Biar tak satu pun dari serangan itu yang mengenai tubuhnya,
namun untuk beberapa jurus, Ratu Pesolek terdesak dan tidak diberi kesempatan
untuk membalas.
"Bangsaaat! Kelak akan kubeset kulitmu, Perempuan Sialan...!" Ratu Pesolek
menyumpah-nyumpah. Serangan-serangan Bidadari Kintamani benar-benar membuatnya
kelabakan! Ia tidak dapat menyelamatkan
calon pengantinnya. Jangankan mencegah perbuatan Kemani,
untuk melirik saja ia tidak sempat!
"Heaaat...!"
Karena kesempatan yang ditunggu-tunggu tak juga
didapat, Ratu Pesolek menjadi nekat. Sambaran pedang Bidadari Kintamani yang
mengaung menuju lambungnya
langsung dipapaki dengan tamparan telapak tangan
kanan! Ratu Pesolek tertipu. Bidadari Kintamani ternyata
tidak meneruskan serangannya. Tamparan Ratu Pesolek menerpa angin kosong.
Karena, Bidadari Kintamani sudah memutar pedang nya dengan gerakan yang tak
terduga, dan terus dibabatkan ke arah leher!
Crasss! "Akh...!"
Ratu Pesolek menjerit ngeri. Meskipun ia telah
berusaha menghindar dengan menarik kepalanya ke
belakang, tapi bahu kanannya tergores mata pedang.
Luka yang cukup dalam itu membuat Ratu Pesolek
menggigjt bibirnya kuat-kuat. Sepasang matanya berkilat menyeramkan ketika
melihat lelehan darah yang mengalir membasahi lengannya.
"Hih hih hih. .! Malam ini ajalmu akan riba, Ratu Jalang...!" Bidadari Kintamani
tertawa mengejek. Ia segcra kembali mempersiapkan serangan berikutnya.
Ratu Pesolek tidak mempedulikan ejekan lawannya.
Kesempatan yang hanya beberapa saat itu digunakan
untuk melirik ke arah calon pengantinnya. Tapi, Panji telah lenyap dari tempat
itu Juga Kemani dan Sukreni.
"Kemaniii...!" Ratu Pesolek berteriak melengking menumpahkan kemarahan yang
menyesakkan dadanya.
"Tunggu pembalasanku! Akan kuhirup darahmu! Akan kukeluarkan jantungmu!" usai
berkata, Ratu Pesolek memutar tubuhnya melesat pergi meninggalkan Bidadari
KintamanL "Mau lari ke mana kau, Ratu Mesum...?" Bidadari Kintamani bergerak ingin
mengejar. Tapi, niat itu
terpaksa ditundanya. Sewaktu ia melirik ke belakang, dilihatnya Ayu tengah
terdesak oleh keroyokan lawan-lawannya. Perempuan itu tengah berusaha mati-
matian mempertahankan selembar nyawanya.
Untuk sesaat, Bidadari Kintamani tertegun bang, la
menoleh ke arah lenyapnya sosok Ra Pesolek. Lalu,
menatap Ayu yang tampak semakin kewalahan. Bidadari Kintamani mendengus. Ia
segera melayang ke arah
pertempuran. Bidadari Kintamani memutuskan untuk
menyelamatkan Ayu lebih dulu.
Dalam pertempuran itu, Bidadari Kintamani tidak
menggunakan pedang. Senjata itu tidak lagi diperlukannya. la memang tidak bermaksud membunuh
para pengikut Ratu Pesolek yang adalah gadis-gadis desa yang diculik Ratu
Pesolek. "Ayu, jangan bunuh mereka. Lumpuhkah saja. .!"
Sambil melancarkan tamparan dan totokan, Bidadari
Kintamani mengingatkan Ayu. Bersamaan dengan itu,
Bidadari Kintamani merobohkan tiga orang pengeroyoknya yang langsung terpelanting roboh tak
sadarkan diri. "Sebaiknya kita tinggalkan saja tempat ini, Bidadari!"
seraya melontarkan serangan dengan jurus-jurus tangan kosong, Ayu berteriak
mengingatkan. "Usulmu sangat baik, Ayu...!" jawab Bidadari Kintamani
setelah mempertimbangkan
sesaat Ia menerobos kepungan dan memerintahkan Ayu agar lebih dulu menyelamatkan diri.
"Hiaaah. .!"
Setelah Ayu terbebas dari kepungan dan melesat
keluar dari tempat itu, Bidadari Kintamani membentak Kedua telapak tangannya
didorongkan ke depan untuk
membendung lawan-lawan yang
hendak mengejar. Bresss...! Pukulan itu tentu saja tidak dilakukan dengan
sepenuh tenaga. Bidadari Kintamani sudah mengukurnya, agar tidak sampai
mencederai lawan-lawan-nya, apalagi menewaskan. Setelah itu, ia melesat pergi
menyusul Ayu. Keduanya bergegas pergi meninggalkan tempat itu untuk menemui Kemani dan
Sukreni. Panji memandangi empat orang perempuan cantik
yang mengelilinginya. Sementara yang di-pandang cuma tersenyum-senyum. Saat itu
Panji memang terlihat lucu.
Wajahnya menggambarkan kebingungan yang sangat.
Pandangannya tampak seperti orang tolol.
"Kalian... mengapa kalian tidak menyerangku" Dan..., mengapa aku bisa berada di
tempat ini...?" tanya Panji keheranan. Ia membuang pandangannya menatap riak air
sungai. Panji berusaha mengingat-ingat apa yang telah
dialaminya. Seketika terbayang wajah seorang nenek-
nenek yang hitam seperti pantat kuali. Tiga orang
perempuan cantik yang dirobohkan nenek muka hitam itu kini tengah duduk
memandangi dirinya.
"Seingatku, nenek muka hitam menyerangku dengan licik. Ia menggunakan bubuk
pembius Mungkinkah aku
tak sadarkan diri...," gumam Panji pada dirinya sendiri. la berpaling dan
dipandanginya keempat perempuan cantik itu satu persatu.
"Kami sudah bukan pengikut Ratu Pesolek lagi,
Pendekar Naga Putih.. ." Kemani rupanya tidak tega membiarkan Panji dalam
kebingungan "Ya, kami sudah sadar sekarang. Selama ini Ratu Pesolek membelenggu ingatan kami
dengan ramuan

Pendekar Naga Putih 92 Pengantin Ratu Pesolek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pelupa ingatan yang telah diberi mantera sihir. Untunglah nenek muka hitam
menolong kami." Sukreni menyambung dengan bibir tersenyum.
"Laju, ke mana nenek muka hitam itu seka?rang"
Hm.... Ia telah menyerangku secara licik Kelak aku akan membalasnya...," ujar
Panji. "Nenek muka hitam sudah tidak ada lagi di dunia ini.. ." Bidadari Kintamani
memberi tahu. "Lalu, siapa yang membawa aku ke tempat ini?"
Pertanyaan Panji membuat keempat perempuan cantik
itu tersenyum-senyum.
"Hai..."!" Panji terpekik ketika melirik pakaian yang melekat di tubuhnya.
"Siapa... siapa yang mengenakan pakaian ini ke tubuhku...?"
Kemani, Ayu, Sukreni, dan Bidadari Kintamani
malah tertawa terpingkal-pingkal sampai mengeluarkan air mata.
"Kurang ajar! Ini pasti ulah nenek licik itu. .!"
Panji menggeram dengan wajah merah. Ia merasa
jengah membayangkan bagaimana pakaian itu bisa melekat ke tubuhnya. Ini bukan
pakaiannya. Apa-lagi ada bau wewangian yang menyengat hidung.
"Sudahlah." Bidadari Kintamani berkata menengahi.
"Sebaiknya lupakan saja dulu persoalanmu dengan nenek muka
hitam. Yang terpenting sekarang adalah melenyapkan Ratu Pesolek. Saat ini kekuatan yang
dimilikinya berkurang banyak. Kita harus segera kembali ke istana untuk
membunuh-nya. Apabila ia mendapatkan pengganti pengantin yang lenyap dan telah
menyelesaikan upacara perkawinan, kita harus menunggu purnama
depan untuk dapat membunuhnya." Bidadari Kintamani bergegas bangkit.
Kemani, Ayu, dan Sukreni ikut bangkit berdiri.
Cuma Panji yang masih terduduk bingung. la tak mengerti dengan pembicaraan
perempuan cantik yang mengenakan pakaian merah muda itu. Baru beberapa saat
kemudian, setelah teringat sebagian perkataan Bidadari Kintamani yang
menyinggung tentang penyerangan ke tempat Ratu Pesolek, Panji segera bangkit
berdiri. Meskipun tidak mengerti mengapa tubuhnya terasa agak lemas, Panji
segera berlari mengikuti keempat perempuan cantik yang baginya masih misterius
itu *** 8 Istana Ratu Pesolek tampak sunyi Halaman bagian
depan gelap tanpa ada penerangan cahaya obor. Selain itu tak terlihat seorang
pun pengikut Ratu Pesolek yang berjaga-jaga. Suasana di sekitar istana sepi
mencekam bagai telah ditinggalkan penghuninya.
"Kesunyian
yang mencurigakan...."
Bidadari Kintamani bergumam lirih. Sepasang matanya merayapi sekitar halaman depan
istana. Saat itu Bidadari
Kintamani, Pendekar Naga Putih, dan tiga orang
pembantu utama Ratu Pesolek yang telah disadarkan dari kesesatannya tengah
mengintai dari balik semak-semak.
"Sebaiknya kita berpencar...." Panji yang berada di samping Bidadari Kintamani
mengajukan usul.
Bidadari Kintamani memandang Kemani, Ayu, dan
Sukreni. Ketiga gadis cantik itu mengangguk setuju.
Bidadari Kintamani tersenyum manis dan menoleh ke arah Panji."Aku bersama Ayu
dan Sukreni akan masuk dari pintu depan. Kau bersama Kemani masuk lewat pintu
belakang. Kau setuju" Atau masih mempunyai usul yang lebih baik?" Bidadari
Kintamani berkata kepada Panji
"Usulmu sudah
cukup baik...," jawab Panji.
Kemudian, pemuda itu mengajak Kemani. Keduanya
segera berari mengitari halaman luar istana menuju
bagian belakang.
Bidadari Kintamani bergerak bersama Ayu dan
Sukreni. Dengan hati-hati, ketiga wanita cantik itu menyelinap masuk melalui
pintu depan. Terus memasuki bagian dalam istana. Tapi, meskipun seluruh kamar-
kamar telah mereka periksa, namun tak seorang manusia pun mereka temukan.
"Kurang ajar! Apakah Ratu Pesolek dan pengikut-pengikutnya telah minggat
meninggalkan istana ini.."!"
Bidadari Kintamani menggeram gusar. la mengajak Ayu dan Sukreni memeriksa
ruangan bawah tanah yang biasa dijadikan tempat untuk mengadakan upacara. Ketiga
wanita itu kembali tertegun heran. Ruangan itu pun
kosong. Bahkan, beberapa peralatan yang berada di dalam ruangan lenyap!
"Celaka...!" Ayu dan Sukreni berdesis pucat. Mereka menatap Bidadari Kintamani
dengan wajah ketakutan.
"Mengapa... apa... yang kalian pikirkan. .?" Bidadari Kintamani jadi gugup,
terpengaruh sikap Ayu dan
Sukreni. "Jangan...
jangan... "
Ayu tidak melanjutkan kalimatnya. Ia memandang Sukreni dengan napas sedikit memburu.
"Upacara pemikahan dilanjutkan di tempat lain...,"
Sukreni berdesis ragu.
"Apakah Ratu Pesolek masih mempunyai calon
pengantin lain" Dan, selain di ruangan ini, di mana lagi biasanya upacara
diadakan?" Bidadari Kintamani bertanya cemas. Kalau sampai Ratu Pesolek"
menyelesaikan upacara pemikahan pada pumama malam itu, akan sulit sekali untuk
menandingi kesaktiannya.
"Pada setiap purnama, sedikitnya Ratu Pesolek telah menyiapkan tiga orang
pemuda untuk dijadikan
pengantinnya. la memilih yang terbaik Sedang dua lainnya hanya untuk memuaskan
keinginan gilanya saja. Mengenai tempat untuk upacara pernikahan, selain ruangan
bawah tanah ini, kami tidak tahu lagi. Setahu kami, hanya ruangan inilah yang
digunakan pada setiap malam
purnama...," jelas Sukreni
Ketiga perempuan itu serentak berpaling ketika
mendengar suara langkah kaki mendatangi tempat itu.
Sesaat kemudian, muncul ah Panji dan Kemani. Keduanya mengangkat bahu, tanda
mereka pun tidak menemukan
Ratu Pesolek dan pengikut-pengikutnya.
"Mungkin masih ada ruangan bawah tanah yang lain di sekitar istana ini. .."
Panji menduga-duga.
Suasana hening sesaat. Bidadari Kintamani yang
lainnya memikirkan dugaan Panji. Tapi, sebelum mereka sempat bergerak mencari
ruangan lainnya, tiba-tiba
terdengar suara tawa mengikik yang mendirikan buiu
roma."Hi hi hi..!"
"Ratu Pesolek...!" Ayu, Sukreni, dan Kemani berseru dengan wajah pucat Seketika
tubuh mereka gemetar
ketakutan. Mereka langsung bisa menebak si pemilik
suara."Celaka...! Ayo, kita keluar dari tempat ini..!" Panji langsung tanggap
dengan keadaan itu. la segera
berkelebat menuju pintu.
Blammm! Terlambat! Sebelum Panji mencapai pintu, lempengan baja itu bergerak menutup dengan suara
berdentam keras. Dari celah-celah pintu baja tampak asap tipis berwama
kekuningan menerobos ma-suk
"Asap Kematian...!"
Kemani, Ayu, dan Sukreni yang telah mengenal baik
asap beracun itu berteriak seraya melompat jauh ke
belakang. Wajah mereka yang dibanjiri keringat dingin terlihat pucat bagai
mayat. Bidadari Kintamani pun seperti kehilangan akal. Ia
sudah pemah mendengar tentang 'Asap Kematjan'. Suatu asap beracun yang dapat
membuat kulit menjadi rusak seperti terkena penyakit cacar. Kemudian, daging-
daging di tubuh akan membusuk periahan-lahan, mengembung
dan berisikan cairan berbau busuk. Sampai akhimya, si korban menemui kematian
dengan sekujur badan rusak.
Bidadari Kintamani tak dapat membayangkan dirinya akan menemui ajal sedemikian
menakutkan. "Aku... aku tidak mempunyai cara untuk menangkal racun itu. Pendekar Naga
Putih... " Bidadari Kintamani mengeluh dengan wajah pucat
Rupanya, sehebat-hebatnya kepandaian Bidadari
Kintamani, ia masih saja seorang perempuan yang sangat takut kulit wajah dan
tubuhnya menjadi rusak. Terlebih cara kerja racun 'Asap Kematian' sangat hebat
sekali. Korban keganasannya baru akan menemui ajal setelah
menjalani azab kira-kira setengah tahun. Selama itu ia akan hidup dengan keadaan
tubuh yang menjijikkan.
Kalau menghadapi maut, Bidadari Kintamani tidak akan gentar. Tapi, ancaman 'Asap
Kematian' benar-benar telah meruntuhkan keberanian wanita perkasa itu.
"Mari ikut aku. .." Setelah berpikir beberapa saat, Panji
menarik lengan Bidadari
Kintamani untuk berkumpul bersama Kemani, Ayu, dan Sukreni. "Aku akan mencoba sesuatu. Tapi, aku
belum yakin akan berhasil.
Aku belum pernah melakukan-nya...," jelas Panji yang segera duduk bersila. la
memberi isyarat agar yang lainnya mengikuti.
"Sekarang kosongkan pikiran kalian. Jangan coba melawan apabila ada hawa panas
yang menerobos masuk..." Panji memberi penjelasan seraya memejamkan matanya. Lalu,
dikerahkannya 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi'.Sebentar kemudian, saat asap
berwama kuning itu semakin mendekati mereka, sinar kuning keemasan
berpendar menyelimuti tubuh Panji. Lalu, menjalar ke tubuh Bidadari Kintamani
dan Kemani melatui tangan
Panji yang saling bergenggaman dengan kedua gadis yang duduk bersila di kiri-
kanannya. Terus menjalar ke tubuh Ayu dan Sukreni. Sukreni berpegangan tangan
dengan Bidadari Kintamani. Sedang Ayu berpegangan pada
lengan Kemani. Terlihatlah sebuah pemandangan yang
aneh. Sinar kuning keemasan yang berasal dari tenaga mukjizat Panji menyebar dan
membungkus tubuh kelima orang itu.
Usaha percobaan Panji ternyata tidak sia-sia.
Meskipun ia harus menguras banyak tenaga, namun
mukjizat 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' yang memang merupakan
penolak segala jenis racun mampu memusnahkan asap-asap berwarna kuning yang memenuhi ruangan. Lapisan sinar
kuning keemasan itu seperti
sebuah besi sembrani. Ia membuat asap-asap itu bagai besi-besi yang tertarik
mendekatinya. Asap-asap yang mendekat sinar kuning keemasan lenyap entah ke
mana. Seolah ter-sedot masuk ke dalam terowongan. Sehingga, lama-kelamaan, asap-asap
mengerikan itu pun lenyap
tanpa sisa. " Setelah ruangan itu kembali bersih, secara
perlahan sinar kuning keemasan yang menyelimuti tubuh kelima orang itu lenyap
dan masuk ke dalam tubuh Panji.
Sesaat kemudian, Panji membuka matanya. Ia menekan
genggamannya pada telapak tangan Bidadari Kintamani dan Kemani.
"Aah...." Bidadari Kintamani menghela napas lega begitu membuka kedua matanya.
"Bagaimana cara kau melenyapkan asap-asap maut itu, Pendekar Naga Putih?"
tanyanya hampir tak percaya dirinya dapat selamat dari ancaman 'Asap Kematian'.
Panji hanya tersenyum tipis. Tapi, ketika melihat
keempat gadis cantik itu memandangnya penuh tuntutan, Panji pun memberikan
keterangan seperlunya.
"Sebenarnya aku tidak tahu bagaimana asap-asap beracun itu bisa lenyap. Tapi
yang jelas aku mendapat anugerah suatu kekuatan ajaib ya mampu menolak dan
memusnahkan segala jenis racun. Nah, kekuatan itulah yang tadi kugunakan untuk
melindungi kita semua.
Kekuatan ajaib itu membentuk sinar kuning keemasan
yang menyelimuti tubuh kita. Puas?" tanya Panji tersenyum akhir penjelasannya.
"Hmm.... Kalau begitu, sekarang kita tinggal
menunggu kemunculan Ratu Pesolek" Semangat Bidadari Kintamani timbul kembali.
"Sepanjang yang kudengar, belum ada seorang tokoh pun yang dapat selamat dari
'Asap Kematian'. Ratu Pesolek pasti mengira kita semua tidak akan dapat selamat
dari asap maut itu. Aku yakin sebentar lagi dia akan datang.. ."
Baru saja Bidadari Kintamani menyelesaikan ucapannya, Panji mendengar suara langkah kaki banyak orang menuju ke tempat itu.
Bidadari Kintamani pun
mendengarnya. Keduanya saling bertukar pandang.
Mereka segera mengajak Kemani, Ayu, dan Sukreni
untuk menyambut kedatangan Ratu Pesolek dan
pengikut-pengikutnya.
*** "Selamat berjumpa lagi, Ratu Pesolek...." Begitu pintu baja dibuka dari luar,
Bidadari Kintamani langsung menyambut kedatangan Ratu Pesolek dan sisa-sisa
pengikutnya. "Mustahil..."!"
Ratu Pesolek tersurut mundur dengan wajah kaget
luar biasa. Sungguh tidak masuk di akal musuh-musuhnya masih tetap segar-bugar
setelah ia .memasukkan 'Asap Kematian' ke dalam ruangan.
"Tuhan masih memberikan kami waktu untuk hidup, Ratu Pesolek. Kau tidak perlu
kaget atau pun heran.
Tidak selamanya kejahatan dapat ber kuasa di muka bumi ini.. ." Bidadari
Kintamani tersenyum penuh kemenangan.
Tokoh wanita dari Kintamani ini tampaknya sangat puas dapat membuat Ratu Pesolek
kaget daan penasaran
"Seraaang...!"
Ratu Pesolek tidak lagi mempedulikan ucapan
Bidadari Kintamani. Ia segera memerintahkan para
pengikutnya untuk menyerbu masuk.
"Kemani, Ayu, dan Sukreni. Kalian hadapi mereka.
Biar aku dan Pendekar Naga Putih yang akan membekuk Ratu Pesolek...!" Bidadari
Kintamani bertindak cepat memberi perintah kepada ketiga kawannya. Lalu, ia
menoleh kepada Panji. "Ayo kita gempur iblis betina itu bersama-sama, Pendekar
Naga Putih.. ."
Bidadari Kintamani langsung
menerjang Ratu Pesolek dengan pukulan mautnya. Panji segera menyusul.
Agak risih juga Panji karena harus mengeroyok Ratu
Pesolek. Meskipun kabarnya tokoh wanita sesat itu


Pendekar Naga Putih 92 Pengantin Ratu Pesolek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memiliki kepandaian tinggi, namun ia sendiri belum pernah merasakannya.
Sehingga, dalam melakukan pengeroyokan Panji tidak menggunakan tenaga
sepenuhnya. la lebih banyak bertindak sebagai pelindung Bidadari Kintamani.
Tapi, setelah bertempur kurang lebih dua puluh
jurus, barulah Panji merasakan kedahsyatan ilmu tokoh sesat wanita nomor satu di
Pulau Bali itu. Melihat
kenyataan itu, Panji mulai bersungguh-sungguh. Seluruh
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' dikerahkan untuk
membantu Bidadari
Kintamani menggempur Ratu
Pesolek. "Hiaaa.. !"
Memasuki jurus yang keenam puluh, tiba-tiba Ratu
Pesolek mengeluarkan teriakan melengking
tinggi. Tubuhnya berkelebatan dengan kecepatan yang menakjubkan. Gerakan tokoh wanita itu benar-benar
mirip seekor lebah yang mengitari mang-sanya. Kedua tangan dan kakinya
melontarkan serangan laksana sengat-sengat beracun yang berbahaya.
Panji dan Bidadari Kintamani tampak kaget bukan
main Kecepatan gerak Ratu Pesolek membuat kepala
mereka pening. Keduanya terdesak hebat Mereka
berusaha membentuk jurus-jurus pertahanan untuk
melindungi tubuh.
Desss...! Pertahanan Bidadari Kintamani ternyata tidak
sanggup menahan gempuran Ratu Pesolek. Sebuah
hantaman telapak tangan Ratu Pesolek tak dapat
dihindarinya lagi. Bidadari Kintamani menjerit ngeri.
Tubuhnya tedempar jatuh bergulingan, dan baru terhenti setelah membentur dinding
ruangan. Bidadari Kintamani mengeluh merasakan sesak pada dadanya. Kepalanya
pening Sehingga, ia tidak dapat segera bangkit berdiri.
Sementara itu, Panji yang kini harus menghadapi
gempuran-gempuran Ratu Pesolek seorang diri merasa
kewalahan bukan main. Sungguh tak pernah terbayang ia akan berhadapan dengan
seorang tokoh yang memiliki
kepandaian demikian hebat. Meskipun ia telah berusaha membentengi dirinya dengan
jurus-jurus pertahanan yang ampuh, tetap saja gempuran Ratu Pesolek dapat
menyelinap menghantam lambungnya.
Bukkk! Panji menjerit kesakitan. Tubuhnya terpelanting
jatuh. Lambungnya yang terkena tendangan Ratu Pesolek terasa sakit bukan main.
Tapi, Panji berusaha untuk segera bangkit. Saat itu Ratu Pesolek sudah meluruk
datang dengan sebuah pukulan maut yang disertai deruan angin mengerikan.
Sadar untuk mengelak sudah
terlambat, Panji mengempos semangatnya. Dengan
mengerahkan tenaga gabungan, disambutnya serangan
maut Ratu Pesolek
Blarrr...! Seluruh dinding ruangan bergetar ketika dua tenaga
dahsyat itu saling berbenturan di udara. Atap ruangan berderak. Pecahan-pecahan
atap bergu-guran mengotori lantai. Tubuh Panji terlempar de-ras hingga membentur
dinding. Beruntung tubuhnya masih terlapisi tenaga
gabungan. Kalau tidak, bukan mustahil tubuh Panji akan remuk sewaktu membentur
dinding yang jebol disertai suara hiruk-pikuk.
Ratu Pesolek sendiri tidak tertepas dari akibat
benturan itu. Tubuhnya tersentak balik. Namun, dengan sebuah bentakan nyaring,
Ratu Pesolek berputar di udara beberapa kali. Dan, meluncur turun dengan kedua
kaki lebih dulu. Kendati wajahnya agak pucat dan tubuhnya terhuyung, Ratu
Pesolek terlihat tidak mengalami
kerugian yang berarti. Namun, wajah Ratu Pesolek
memperlihatkan rasa kaget.
"Hm.... Rupanya, kau jauh lebih hebat dari
sangkaanku...." Ratu Pesolek mendesis seraya menatap Panji dengan sorot mata
tajam menusuk. Panji sudah bergerak bangkit meski bagian dalam
dadanya terasa seperti ditusuk ribuan jarum. Tapi, Panji tidak merasa khawatir
dengan luka dalam itu. 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' akan lang?sung bekerja
untuk membakar dan menyembuhkan luka dalam di tubuh
majikannya. Ratu Pesolek menunda serangan yang sudah
dipersiapkannya. Mulutnya ternganga melihat tubuh
lawannya dilapisi pendaran sinar kuning keemasan yang memancarkan hawa panas
menyengat. Ratu Pesolek
berdiri takjub. Pemandangan itu merupakan hal baru
baginya. Ilmu mukjizat seperri 'Tenaga Sakti lnti Panas Bumi memang bukan ilmu
sembarangan, dan tak ada
duanya di dunia. Panji sendiri mendapatkannya bukan karena belajar. Tapi, karena
jodoh dan keberuntungan Saking takjubnya dan tidak mengerti mengapa tubuh
Panji terbungkus sinar seperri itu, Ratu Pesolek terus memandangi. Sampai
akhimya, sinar yang membungkus
tubuh Panji perlahan lenyap. Ratu Pesolek tidak sadar bahwa perbuatannya itu
sangat menguntungkan Panji.
Ratu Pesolek baru menyadari kesalahannya ketika sinar kuning itu lenyap dan
Panji tampak segar kembali. Kini di tangannya telah tergenggam sebatang pedang
yang memiliki perbawa luar biasa.
"Aaah...!"
Ratu Pesolek yang tatapan matanya mengandung
kekuatan sihir, menjerit kesakitan. Pedang yang tahu-tahu muncul dan tergenggam
di tangan lawan membuat
matanya terasa sakit dan panas. Ratu Pesolek segera sadar kalau pedang di tangan
lawannya mempunyai daya tolak terhadap ilmu sihir. Kenyataan itu membuat Ratu
Pesolek terlihat agak tegang. Tanpa kekuatan sihir, ketangguhannya akan
berkurang. Sedangkan lawannya
telah menghunus pedang yang sangat dahsyat
"Keparat! Tampaknya malam ini aku benar-benar
sedang sial...!" Ratu Pesolek menggeram gusar.
"Pendekar Naga Putih, mari kita gempur lagi iblis betina itu...!"
Suara di belakangnya membuat Ratu Pesolek
memutar tubuh. Dilihatnya Bidadari Kintamani sudah
siap melanjutkan pertempuran. Ratu Pesolek tersenyum sinis. Ia tahu Bidadari
Kintamani sudah menderita luka dalam.
"Tampaknya malam ini kita harus bertarung matimatian, Bidadari Kintamani...!"
Panji berseru seraya bergerak maju. Pedang Naga Langjt di tangannya
mengaung sewaktu diputar di sekeliling tubuhnya.
"Hiaaat..!"
Bidadari Kintamani sudah membuka serangan lebih
dulu. Melihat itu, Panji bergegas melesat disertai
sambaran pedangnya. Panji tidak ingin Bidadari Kintamani yang sedang terluka
akan mendapat celaka di tangan
Ratu Pesolek. Maka, ia berusaha mendahului Bidadari Kintamani.
Whuttt! Ratu Pesolek terpekik seraya melompat jauh ke
samping menghindari serangan Panji. Tokoh wanita sesat itu terlihat pucat
Tubuhnya agak gemetar. Ia terus
berlompatan mundur menyelamatkan diri ketika Panji
melanjutkan serangan.
Semula Pendekar Naga Putih merasa agak heran
melihat sikap Ratu Pesolek. la baru mengerti setelah teringat keampuhan Pedang
Naga Langit. Panji langsung tahu kalau ilmu yang dimiliki Ratu Pesolek sebagian
besar berintikan kekuatan gaib. Itu sebabnya Ratu Pesolek ketakutan ketika Panji
menyerangnya dengan Pedang
Naga Langit. "Heaaatt...!"
Ketika menyadari Ratu Pesolek semakin tidak
berdaya, Panji terus mencecamya.
Ratu Pesolek berloncatan menghindar. Tapi, gerakannya makin lama semakin lambat. Hawa yang
keluar dari Pedang Naga
Langit telah menyedot kekuatannya sedikit demi sedikit.
Sehingga, lama-kelamaan ia menjadi lemah. Ratu Pesolek tidak dapat lagi
menyelamatkan diri ketika Panji
menusukkan Pedang Na?ga Langit ke perutnya.
"Aaa...!"
Ratu Pesolek meraung setinggi langit ketika pedang
di tangan Pendekar Naga Putih menembus perutnya.
Terjadilah suatu pemandangan yang luar biasa! Tubuh Ratu Pesolek mengerut
disertai lolongan panjang yang mendirikan bulu roma. Pada bagian perutnya,
tempat Pedang Naga Langit masih terbenam, tampak mengeluarkan asap kehitaman yang berbau busuk.
Panji dan Bidadari Kintamani melangkah mundur
seraya memandangi sosok Ratu Pesolek yang kulit
tubuhnya terus mengeriput. Rambutnya yang semula
hitam berkilat perlahan memutlh. Dalam beberapa saat saja, sosok Ratu Pesolek
yang cantik telah berubah
menjadi perempuan tua. Dalam kematiannya, Ratu
Pesolek kembali pada kodratnya, seorang nenek-nenek yang sudah sangat tua.
*** Panji, Bidadari Kintamani, Kemani, Ayu, dan Sukreni
melepas kepergian para pengikut Ratu Pesolek yang telah dibebaskan dari pengaruh
ramuan sihir. Mereka kembali ke desa masing-masing. Karena, pada awalnya mereka
adalah gadis-gadis desa yang menjadi korban penculikan Ratu Pesolek.
"Kemani...." Setelah rombongan gadis-gadis itu lenyap, Panji berpaling kepada
Kemani. "Aku masih merasa penasaran dengan nenek muka hitam. Di pihak
mana sebenamya nenek itu berada" Mengapa ia tidak
muncul-muncul lagi" Apakah ia sudah tewas oleh Ratu Pesolek?"
Kemani tidak segera menjawab. Gadis itu berpaling
menatap Ayu dan Sukreni. Lalu, ketiga gadis cantik itu menatap Panji bersamaan.
"Kami harus pergi," ujar Kemani mengejutkan Panji.
"Mengenai nenek muka hitam, kau boleh tanyakan kepada Bidadari Kintamani...."
Usai berkata, Kemani, Ayu, dan Sukreni tertawa
Ketiganya kemudian melesat pergi meninggalkan Panji yarig kebingungan. Bidadari
Kintamani hanya tersenyum-senyum seraya melambaikan tangan kepada ketiga gadis
itu. Sepeninggal ketiga gadis itu, Panji menatap Bidadari Kintamani lurus-lurus.
Pandangan mereka saling melekat.
Kening Panji berkerut ketika ia merasa seolah pemah melihat mata bening Bidadari
Kintamani. "Akulah nenek muka hitam yang kau cari-cari,
Pendekar Naga Putih.. ." Seperti dapat menebak apa yang ada dalam pikiran Panji,
Bidadari Kintamani menjelaskan.
"Kau..."!" Panji tersurut mundur dengan wajah berubah. Dengan rata pan tidak
percaya, dipandanginya sekujur tubuh Bidadari Kintamani. Lalu, Panji tersenyum
masam seraya menggelengkan kepala.
. "Maafkan aku, Pendekar Naga Putih," ucap Bidadari
Kintamani. Kepalanya tertunduk saat mengucapkan itu. Sesaat kemudian, ia kembali mengangkat kepalanya. "Ketika melihatmu, aku merasa telah menemukan orang yang
tepat untuk menjalankan
rencanaku. Agar rencanaku dapat berjalan lancar, aku terpaksa membokongmu. Aku
sudah lama mengjntai
istana Ratu Pesolek. Aku menemukan satu kejanggalan dalam diri pengjkut-
pengikutnya. Lama aku menyelidiki sampai akhirnya aku mengetahui kalau para
pengikut Ratu Pesolek ternyata berada dalam pengaruh ramuan
pelupa ingatan. Itu sebabnya, mengapa aku bdak
membunuh Kemani dan kedua temannya. Mereka kubuat
pingsan. Lalu, kusadarkan dari pengaruh ramuan.
Penyamaranku sebagai nenek muka hitam kubuka
dihadapan mereka bertiga. Mereka kupesan agar tetap bersikap seperti biasanya.
Dengan bantuan mereka, kau yang dalam keadaan pingsan kami persembankan ke
hadapan Ratu Pesolek. Aku sendiri menyamar sebagai
salah seorang pengikutnya. Hal itu tidak sulit. Ratu Pesolek tidak begitu
memperhatikan wajah pengikut-pengikutnya, kecuali mereka yang menjadi pembantu-
pembantu uta-manya," ujar Bidadari Kintamani
Ketika Bidadari Kintamani menunda ceritanya, Panji
tidak berkata apa-apa. la menunggu kelanjutan cerita wanita cantik itu.
"Aku tahu Ratu Pesolek akan lengah begitu melihat pemuda yang kami persembahkan
kepadanya. Ratu
Pesolek terlalu gembira. Pemuda yang kami persembahkan menurutnya sangat
istimewa. Tanpa memperhatikan diriku, Ratu Pesolek segera
membawamu ke kamamya. Ia langsung menjatuh-kan
pilihan kepadamu untuk dijadikan pengantinnya." Sampai di situ, Bidadari
Kintamani menghentikan ceritanya.
"Hm.... Sungguh berbahaya sekali.. ," Panji bergumam seraya menghela napas.
"Bagaimana kalau rencanamu ternyata gagal...?"
Bidadari Kintamani tersenyum manis. Lalu, sambil
berlari kecil meninggalkan Panji, ia berkata, "Terpaksa kau jadi penganton Ratu
Pesolek sungguhan...!"
"Brengsek...!" umpat Panji tanpa berusaha mengejar Bidadari Kintamani.
Sepeninggal Bidadari Kintamani, Panji mengayun
langkahnya ke arah barat
"Aku harus segera menemui Kenanga. Mudah-
mudahan tugasnya di Pulau Jawa tidak mendapat
halangan besar...," gumam Panji kepada dirinya sendiri.
Kedatangan Panji ke Pulau Bali memang bukanlah
tanpa alasan. Seorang sahabat yang dikenalnya dalam pengembaraan mengundangnya
untuk datang ke pulau
itu. Sayang, setibanya di tempat tujuan, ia hanya
mendapatkan kabar tentang kematian sahabatnya yang
tewas di tangan Ratu Pesolek. Kini tugasnya di pulau itu sudah
selesai. Ia akan menemui
Kenanga yang ditinggalkannya di Pulau Jawa bagian timur.
Untuk mempercepat perjalanannya, Panji

Pendekar Naga Putih 92 Pengantin Ratu Pesolek di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengerahkan kepandaian ilmu lari cepat. Panji melesat meninggalkan kawasan
Gunung Abang. SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Dhee_Mart
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Bende Mataram 4 Kilas Balik Merah Salju Karya Gu Long Puteri Es 4
^