Pencarian

Perantauan Ke Tanah India 3

Pendekar Naga Putih 104 Perantauan Ke Tanah India Bagian 3


Saat itu, Pathar bersama tiga orang rekannya tengah menempuh perjalanan bersama
Pendekar Naga Putih, Nagina, dan Badundy. Dan mereka baru saja melewati sebuah
desa yang kehidupan penduduknya sangat menyedihkan.
Pendekar Naga Putih, Nagina, dan Badundy, sama-sama menganggukkan kepala.
Penderitaan penduduk desa yang disaksikan memang telah menimbulkan perasaan iba
dan penasaran. Dan keadaan itu bukan hanya di satu desa saja, tapi juga beberapa
desa lain yang dilalui selama perjalanan.
"Mengapa sampai bisa terjadi demikian, Pathar?" tanya Panji. Sejak pertama kali
melihat, Pendekar Naga Putih memang sudah menyimpan bermacam pertanyaan di
kepalanya. Tapi semua pertanyaannya masih disimpan, karena selama perjalanan
baru sekarang Pathar mengungkapkan perasaannya. Maka kesempatan itu segera
dipergunakan untuk mengetahui lebih jelas.
"Maaf, kalau selama perjalanan kami terpaksa menutup mulut, Pendekar Naga
Putih," ucap Pathar sambil menoleh ke arah Pendekar Naga Putih sekilas. "Itu
dikarenakan kami tidak ingin melibatkan dirimu dalam persoalan yang tengah
berkecamuk di negeri ini.
Kami tidak mau membuat dirimu, yang baru pertama kali ini datang ke Tanah India,
memperoleh kesan buruk terhadap negeri kami. Khususnya, kepada kami berempat
yang baru saja kau kenal. Karena bisa saja kau akan berpikiran bahwa kami hendak
menghasutmu."
"Aku memaklumi perasaanmu, Pathar," sahut Pendekar Naga Putih.
"Kau adalah orang asing di Tanah India ini, Pendekar Naga Putih. Dan kami ingin
memberi kesan baik tentang negeri ini. Selain agat kerasan, juga jika kembali ke
Tanah Jawa, maka cerita-cerita menyenangkanlah yang akan kau bawa dari negeri
ini," timpal Jackal.
"Kalau begitu, jangan sungkan-sungkan lagi. Jelaskanlah kepada kami tentang
semua apa yang kalian ketahui. Jangan buat kami penasaran. Tanah di desa-desa
yang telah kita lewati, kulihat sangat subur. Nah! Mengapa justru penduduknya
malah hidup serba kekurangan?" desak Nagina, tak tahan untuk tidak
mencampurinya. Memang, pembicaraan mengenai kesengsaraan rakyat sangat menarik
di hatinya. Pathar menoleh kepada Nagina, lalu berpaling memandangi tiga orang rekannya satu
persatu. Ketika melihat ketiga rekannya sama-sama mengangguk, Pathar terlebih
dahulu menarik napas dalam-dalam, sebelum menjawab pertanyaan Nagina.
"Semua ini adalah akibat dari kekejaman Batsa, yang sewenang-wenang memerintah
negeri ini," tutur Pathar memulai ceritanya. "Benar, tanah-tanah di negeri ini
banyak yang tandus dan kering. Tapi, beberapa desa yang kita lalui tadi,
kebetulan memiliki tanah subur. Dan setiap kali musim panen tiba, hasil yang
diperoleh penduduk cukup berlimpah. Kalau pun mereka hidup serba kekurangan, itu
dikarenakan banyak pajak yang harus dibayar kepada Raja Godwana dan antek-
anteknya. Rakyat tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali pasrah dengan nasib buruk
yang diperoleh. Apalagi, setiap pembangkang akan dijatuhi hukuman pancung!"
"Kejam sekali...!" gumam Pendekar Naga Putih dalam desisan bernada geram.
"Biadab tak berperikemanusiaan!" rutuk Nagina sambil mengepalkan tinjunya dengan
wajah merah terbakar api kemarahan.
"Yah..., hanya sebatas makian dan sumpah-serapah seperti itulah yang bisa
dilakukan rakyat kecil," kata Pathar dengan hempasan napas berat. Seolah dengan
begitu, ia hendak melepaskan, beban berat yang menghimpit dadanya.
"Apakah selama ini tidak ada tokoh-tokoh atau pun partai-partai perguruan yang
bertindak untuk menentang kesewenang-wenangan Batsa?" Nagina memandang Pathar.
Dan Pathar tampak menyeringai sambil menggaruk-garuk kepala yang sebenarnya
tidak gatal. Pendekar Naga Putih yang juga memiliki pertanyaan serupa, ikut memandang Pathar.
Panji merasa lega mendengar pertanyaan yang dilontarkan Nagina. Memang, ia
sendiri masih enggan untuk melontarkan pertanyaan seperti itu, karena menyadari
kalau dirinya orang asing. Sedangkan pertanyaan itu, lebih kurangnya sama
artinya menyinggung tokoh-tokoh persilatan negeri itu. Padahal, ia sendiri masih
buta tentang tokoh-tokoh atau pun partai-partai perguruan di Tanah India.
"Hhh.... Apalah artinya kesaktian satu dua orang tokoh, jika harus melawan
sekian banyak tentara kerajaan, Nona Nagina," jawab Pathar, disertai helaan
napas dari wajah sedih. "Perbuatan itu jelas sia-sia karena mereka dapat
ditumpas dengan mudah oleh pasukan-pasukan Raja Godwana."
"Apakah tidak ada tokoh yang mencoba membentuk satu wadah untuk menampung mereka
yang menentang kelaliman Raja Godwana?" tanya Pendekat Naga Putih sambil menatap
wajah Pathar yang kelihatan agak kaget.
Pathar buru-buru menurunkan pandangan matanya, yang untuk sesaat saling menatap
dengan Pendekar Naga Putih. Dan baru saja ia membuka mulut...
"Hei, lihat...!" Nagina meluruskan jari telunjuknya ke arah kanan. Tampak asap
hitam tebal yang bergulung-gulung naik ke angkasa di kejauhan. "Mungkin di
sebelah sana ada perkampungan penduduk. Dan tampaknya asap itu berasal dari api
yang berkobar-kobar. "
"Mungkin kebakaran," duga Pendekar Naga Putih seraya memperhatikan gumpalan asap
hitam tebal yang bergulung-gulung. "Sebaiknya segera saja kita lihat. Siapa tahu
ada orang yang tengah tertimpa musibah dan membutuhkan pertolongan."
Panji mengedarkan pandangan, menatap semua yang berada di tempat itu
bergantian. Dan ketika melihat mereka sama-sama mengangguk setuju, tanpa
menunggu lagi Pendekar Naga Putih langsung saja melesat mendahului yang lainnya.
Nagina bergegas menambah kecepatan larinya, hingga bisa menjajari langkah
Pendekar Naga Putih. Sekitar dua tombak di belakang mereka, tampak Alr gojo
Empat Serangkai. Sedangkan Badundy, yang memiliki kepandaian terendah tertinggal
jauh di belakang. Padahal, larinya sudah sekuat tenaga. Bahkan napasnya sudah
hampir putus! Ketika semakin dekat dengan asap hitam tebal yang bergulung-gulung, Pendekar
Naga Putih dan yang lain sama-sama terkejut, saat mendengar adanya jerit
kesakitan yang ditingkahi bentakan-bentakan ramai. Merasa kalau bukan hanya
kebakaran saja yang sedang terjadi, bergegas mereka saling berlomba untuk tiba
lebih dahulu di tempat kejadian.
*** Kedatangan Pendekar Naga Putih dan yang lain ternyata tertambat! Ketika mereka
memasuki mulut desa, yang didapati cuma berupa kepulan debu tebal di kejauhan
yang ditingkahi gemuruh derap kaki kuda.
"Jangan kejar!" cegah Pendekar Naga Putih, ketika melihat Nagina hendak mengejar
gerombolan berkuda itu.
Nagina terpaksa menahan langkahnya. Kepalanya langsung menoleh dan
memandang Pendekar Naga Putih dengan kening berkerut.
"Kekuatan mereka belum kita ketahui secara pasti Nagina," jelas Pendekar Naga
Putih memberi alasan "Sebaiknya kita menolong penduduk yang menjadi korban
keganasan gerombolan berkuda itu. Kita cari keterangan dari para penduduk. Siapa
tahu saja, ada di antara mereka yang mengenali gerombolan berkuda itu. Dengan
begitu, kita bisa menyelidiki dan mencari markas mereka."
"Menurut keterangan beberapa orang penduduk yang terluka, gerombolan itu adalah
pasukan tentara Raja Godwana," lapor Pathar kepada Pendekar Naga Putih dan
Nagina. Panji dan Nagina mengangguk, karena juga memperoleh keterangan serupa
dari penduduk yang ditanyai.
"Rupanya Raja Godwana tidak sabar menunggu musim panen tiba. Pasukan tentara
kerajaan itu datang dan merampas harta seluruh penduduk desa. Memang hanya
sebagian yang diambil. Beberapa orang penduduk yang mencoba untuk
mempertahankan, langsung dianiaya. Tiga orang terbunuh. Sedang belasan lainnya
mengalami luka-luka cukup parah," lapor Sheru, salah satu tokoh Algojo Empat
Serangkai. Sementara Pendekar Naga Putih dan Nagina bergegas memberi pertolongan dengan
memberikan pengobatan kepada yang terluka.
*** Selesai memberi pertolongan seperlunya, Pendekar Naga Putih dan kawan-
kawannya segera melanjutkan perjalanan. Dan Panji menolak usul Pathar untuk
mengejar pasukan tentara kerajaan itu.
"Terlalu berbahaya, Pathar," Pendekar Naga Putih menggeleng. "Bukannya aku
takut. Tapi seperti apa yang kau katakan, apalah artinya kekuatan dan kesaktian
jika harus menghadapi ribuan tentara kerajaan. Itu sama artinya mencari mati.
Sia-sia." "Kalau begitu, bagaimana jika kita bergabung saja dengan tokoh-tokoh yang
menamakan diri sebagai Pasukan Pembela Rakyat?" usul Jackal. Itu pun disampaikan
dengan agak ragu-ragu, seolah khawatir ditolak Pendekar Naga Putih.
"Itu aku lebih setuju," sahut Pendekar Naga Putih. "Tapi, apakah kalian tahu
pasti kalau kelompok itu memang bertujuan membela kepentingan rakyat kecil"
Jangan-jangan, hanya namanya saja Pasukan Pembela Rakyat. Tapi, pada dasarnya
mereka terdiri dari orang-orang yang hendak mencari keuntungan diri sendiri."
"Kami mempercayai kemuliaan perjuangan kelompok Pasukan Pembela Rakyat itu,
Pendekar Naga Putih," tandas Pathar memberi jaminan. Dan ini membuat kening
Pendekar Naga Putih berkerut memandang Pathar penuh selidik.
"Sebenarnya ada sesuatu yang selama ini terpaksa kami sembunyikan," tambah Sheru
ketika melihat Pa thar tampak gugup oleh tatapan mata Pendekar Naga Putih.
"Sesungguhnya, kami berempat adalah anggota dari Pasukan Pembela Rakyat," aku
Kaalja, tokoh ketiga dari Algojo Empat Serangkai. Selama perjalanan ia hampir
tidak pernah berbicara.
Pendekar Naga Putih dan Nagina saling berpandang dengan wajah agak berubah.
Lain halnya Badundy yang tampak tenang-tenang saja. Seolah, merasa kalau
pengakuan Pathar dan kawan-kawannya sama sekali tidak ada artinya.
Pathar, Sheru, dan Jackal sama mengangguk ketika Pendekar Naga Putih dan Nagina
memandang mereka. Wajah Algojo Empat Serangkai tampak agak menegang, menunggu
jawaban yang bakal diucapkan Pendekar Naga Putih maupun Nagina. Dan ketika
melihat Pendekar Naga Putih dan Nagina tersenyum, barulah Pathar dan kawan-
kawannya menghela napas lega.
"Baiklah, kami...."
Tiba-tiba jawaban yang akan disampaikan Pendekar Naga Putih terhenti. Dengan
kening berkerut, kepalanya ditelengkan.
"Aku mendengar ada suara orang bertempur. Kemungkinan sumbernya dari arah
selatan," lanjut Pendekar Naga Putih.
"Sangat samar sekali. Kadang terdengar, kadang tidak," timpal Nagina, terlihat
tengah mengerahkan indera pendengarannya. "Mungkin agak jauh sumbernya, dan
dipermainkan angin."
Pathar, Sheru, Kaalja, dan Jackal saling bertukar pandang. Mereka seperti agak
bingung, ketika Pendekar Naga Putih dan Nagina mengajak untuk memastikan suara-
suara orang bertempur itu.
"Sebaiknya kita lupakan saja dulu suara-suara yang belum pasti itu," usul
Pathar. "Dalam keadaan negeri seperti sekarang ini, sebaiknya kita harus lebih
meningkatkan kewaspadaan. Siapa tahu, suara itu berupa jebakan."
"Aku pun agak curiga," dukung Sheru. Begitu juga, Kaalja dan Jackal. Sayangnya,
Pendekar Naga Putih dan Nagina tidak sependapat.
"Aku tetap ingin memastikan suara-suara orang bertempur itu. Siapa tahu, ada
orang yang sedang membutuhkan pertolongan kita," tegas Pendekar Naga Putih
seraya berpaling kepada Nagina.
Dan gadis itu tampak menganggukkan kepala. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi,
Pendekar Naga Putih memberi isyarat dengan gerakan kepala, agar Nagina, Algojo
Empat Serangkai, dan Badundy mengikutinya.
Pendekar Naga Putih, Nagina, dan Badundy sudah berlari menuju ke selatan.
Sedangkan Pathar dan rekan-rekannya terdengar menghela napas, dan akhirnya
terpaksa mengikuti.
*** Pertarungan yang melibatkan lima lelaki berlangsung sengit. Pihak pertama
terdiri dari tiga orang lelaki yang masing-masing bersenjatakan golok besar yang
pada bagian ujungnya bercagak dua. Namun kendati yang dihadapi hanya dua orang
kakek berjubah merah dengan tangan kosong, tapi justru mereka bertigalah yang
tampak di bawah angin.
Memang dua orang kakek berjubah merah itu ternyata memiliki kepandaian
tangguh. Tak heran, walau pun tiga lelaki bersenjata golok besar itu menyerang
sekuat tenaga, tetap saja tidak mampu mendesak. Malah kedua orang kakek berjubah
merah itu kelihatan tidak bersungguh-sungguh dalam menghadapi ketiga lawannya.
Dan ini membuat tiga lelaki bersenjata gol besar itu semakin penasaran.
"Heh heh heh..., Tiga Golok Cagak! Rasanya sudah cukup kesempatan buat kalian
untuk membunuh kami, "ejek kakek yang tubuhnya lebih tinggi daripada kawannya.
Sambil berkata, tubuh kakek meliuk-liuk, menghindari sabetan golok salah seorang
rekannya yang bertubuh seperti cecak kering.
"Biar aku yang menyelesaikannya, Darmandu," lanjut kakek itu kemudian.
Kakek yang dipanggil Darmandu hanya tertawa terkekeh-kekeh, kemudian
melompat mundur. Seolah ia hendak memberi kesempatan kepada kawannya untuk
menyelesaikan pertarungan itu sendirian.
Sementara tiga orang lelaki yang dijuluki Tiga Golok Cagak sama-sama menggeram
gusar, karena merasa diremehkan. Mereka membentak bersamaan. Dan seketika tubuh
mereka melesat dengan babatan golok masing-masing.
Namun, kakek tinggi kurus yang wajahnya bergerinjul itu hanya terkekeh
mengejek. Ia berdiri tegak, menunggu datangnya tiga serangan golok besar yang
mengancamnya. Malah kedua lengannya dilipat di depan dada. Sikap itu jelas
sangat sombong dan membahayakan diri sendiri.
Memang, kesombongan kakek berwajah buruk itu rupanya bukan tanpa alasan.
Tiga batang golok besar yang menyambar disertai kilatan sinar menggidikkan,
langsung disambut dengan tangan telanjang! Gerakan tangannya jauh lebih cepat
daripada sambaran tiga batang golok itu.
"Heaaat...!"
Tap! Tap! Tap! Dalam sekejap mata saja, tiga batang golok besar telah berpindah ke dalam
genggaman tangan kakek itu. Dan selagi ketiga lawannya terperangah kaget,
pergelangan tangannya diputar. Seketika itu juga, ketiga batang golok itu
berdesing ke arah majikan masing-masing!
"Heh"!"
Tiga Golok Cagak sama terpekik dengan wajah pucat! Perbuatan kakek ini sama
sekali tidak diduga. Sehingga, Tiga Golok Cagak tidak mempunyai kesempatan lagi
untuk menyelamatkan diri. Namun...
Trang! Trang! Trang!
*** Terdengar suara berdentingan nyaring. Tiga batang golok yang tengah meluncur
langsung terpental ketika membentur benda asing. Rupanya benda asing berupa
kerikil itu dilemparkan Pendekar Naga Putih dan Nagina yang tiba lebih dulu di
tempat terjadinya pertempuran. Begitu mereka datang, senjata Tiga Golok Cagak
yang dirampas kakek jubah merah telah meluncur. Lalu dengan kecepatan
mengagumkan Panji dan Nagina melempar kerikil untuk menyelamatkan Tiga Golok
Cagak. "Aku kenal tiga orang lelaki gagah itu, Panji!" seru Nagina.
Kakek jubah merah itu menoleh dengan wajah membayangkan kekagetan. Apalagi saat
melihat kemunculan Pendekar Naga Putih dan Nagina yang begitu tiba-tiba.
Sementara itu Tiga Golok Cagak masih berdiri terpaku. Mereka seakan belum sadar
bahwa telah diselamatkan orang, kendati tiga bilah golok yang mengancam telah
berpentalan runtuh ke tanah.
"Kau..., kau.... Bukankah kau Nagina, cucu dari Kakek Garmanu"!" sapa orang
tertua dari Tiga Golok Cagak baru tersadar ketika Nagina sudah berada di hadapan
mereka. "Rupanya Paman Govinda masih ingat juga kepadaku," sambut Nagina tertawa senang.
"Apa yang terjadi, Paman" Siapa dua orang kakek jubah merah itu" Mengapa kalian
sampai bertarung?"
"Mereka adalah manusia-manusia busuk yang kerjanya hanya menyengsarakan orang-
orang tak berdosa dengan dalih perjuangan suci. Padahal mereka tak lebih dari
perampok-perampok hina!" jawab Govinda, sambil menuding dua orang kakek berjubah
merah yang tampak kebingungan. "Mereka adalah kawan-kawan dari Algojo Empat
Serangkai!"
"Maksud Paman, mereka adalah anggota Pasukan Pembela Rakyat?" tanya Nagina,
langsung teringat cerita Pathar tentang sebuah kelompok yang hendak
menggulingkan pemerintahan Raja Godwana.
"Benar, Nagina," sahut Govinda mengangguk tegas. "Kesengsaraan rakyat di desa-
desa yang kalian lihat adalah akibat perbuatan dua kakek iblis itu. Mereka
memang telah mengatur siasat bersama Algojo Empat Serangkai, untuk menjerat
kalian berdua. Mereka bermaksud menarik kalian, untuk membantu perjuangan yang
hendak memberontak terhadap Kerajaan Mahadur. Untuk dapat mempengaruhi kalian
berdua, mereka sengaja memfitnah Raja Godwana. Setiap desa yang hendak kalian
lewati, sudah lebih dulu didatangi dua kakek iblis itu. Mereka mengacau dan
merampas harta penduduk, lalu mengancam agar apabila ada orang yang bertanya,
harus menjawab bahwa semua itu perbuatan tentara Raja Godwana. Jika tidak, dua
kakek iblis itu akan datang kembali untuk membantai seluruh penduduk serta
membakar hangus desa mereka."


Pendekar Naga Putih 104 Perantauan Ke Tanah India di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Panji dan Nagina cukup terkejut mendengarnya karena selama ini hampir
terhanyut oleh Algojo Empal Serangkai.
"Kami bertiga telah lama memata-matai perbuatan mereka sambil berusaha mencari
kesempatan untuk memberitahukan kepada kalian. Tapi untuk mendekati kalian
berdua, sangat sulit. Karena Algojo Empat Serangkai tidak pernah terpisah dari
kalian. Dan sebelum kesempatan itu didapat, dua kakek iblis ini telah memergoki kami.
Pertempuran pun tak bisa dielakkan lagi. Untunglah kalian datang tepat pada
waktunya Jika tidak, nama Tiga Golok Cagak akan terhapus dan rimba persilatan."
lanjut Govinda setelah menarik napas panjang-panjang.
"Pasukan Pembela Rakyat itu sendiri sebenarnya adalah kebohongan belaka. Di
bawah pimpinan Raja Godwana, kehidupan rakyat negeri ini sudah cukup baik.
Justru pemberontak-pemberontak itulah sebenarnya yang menjadi pengacau. Mereka
hendak merebut kerajaan, demi kepentingan pribadi," tambah salah seorang adik
seperguruan Govinda.
Pendekar Naga Putih dan Nagina tidak merasa ragu-ragu lagi. Apalagi orang-orang
yang memberikan keterangan telah dikenal baik oleh Nagina. Karena, Tiga Golok
Cagak memang sahabat-sahabat kakeknya.
8 Wajah Algojo Empat Serangkai yang baru tiba di tempat itu langsung berubah.
Bukan hanya karena melihat adanya dua orang kakek jubah merah yang merupakan
kawan-kawan mereka. Tapi, juga karena menyaksikan Pendekar Naga Putih dan Nagina
berkumpul bersama orang-orang yang dikenal sebagai Tiga Golok Cagak. Menyaksikan
tatapan Pendekar Naga Putih dan Nagina, dalam menyambut kedatangan mereka,
Pathar dan kawan-kawannya sadar kalau rahasia sudah terbongkar!
Merasa tidak mungkin lagi berbantah, maka Pathar dan rekan-rekannya segera
bergabung dengan dua kakek berjubah merah yang bernama Darmandu dan Arkham.
Bahkan mereka sudah siap bertarung, karena sadar kalau Pendekar Naga Putih,
Nagina, dan Tiga Golok Cagak tidak akan sudi membiarkan mereka pergi dari tempat
itu. "Aku benar-benar kagum dengan sandiwara yang kalian mainkan, Algojo Empat
Serangkai. Sayang, di saat kalian nyaris berhasil memperdayai kami, Tuhan telah
mengirimkan Tiga Golok Cagak. Perbuatan kalian terhadap kami memang masih bisa
dimaafkan. Tapi, karena untuk mencapai maksud itu kalian telah tega
menyengsarakan penduduk-penduduk desa yang tidak berdosa, maka kami tidak bisa
memaafkan. Apalagi, kalian adalah pemberontak-pemberontak yang hendak
menggulingkan pemerintahan sah.
Sulit sekali bagi kami untuk memberi maaf kepada kalian. Lain soal, jika kalian
mau menyerah untuk kami serahkan kepada Raja Godwana. Terserah Batsa, hukuman
apa yang pantas diberikan untuk orang-orang seperti kalian," desis Pendekar Naga
Putih yang berdiri tegak di hadapan Pathar dan kawan-kawannya, sejarak satu
setengah tombak.
Darmandu dan Arkham tertawa berkakakan mendengar ucapan Pendekar Naga
Putih. Dengan sombong mereka melangkah ke depan menghadapi Pendekar Naga Putih.
"Mulutmu besar sekali, Pardesi," ejek Darmandu. "Coba kulihat, apakah
kemampuanmu sudah sebanding mulutmu."
Dan begitu ucapannya selesai, Darmandu langsung mengulurkan cengkeraman jari-
jari tangan kanan ke tenggorokan Pendekar Naga Putih. Gerakannya cepat bukan
main. Bahkan masih disertai suara mendesis, tanda betapa sangat berbahaya
serangannya. Tapi, kelitan Pendekar Naga Putih ternyata masih lebih cepat. Bahkan begitu
mengelak, dengan menggunakan kuda-kuda rendah, Panji langsung mengirimkan
serangan balasan berupa tusukan jari-jari tangan yang meluncur deras ke arah
lambung Darmandu.
"Jangan main keroyok!" seru Nagina ketika Arkham hendak membantu Darmandu.
Putri Ular ini langsung mengirimkan kepalan-kepalan mungilnya, membuat
Arkham bergegas melompat ke samping. Dan dengan tidak kalah cepat dan ganasnya,
ia langsung membalas serangan Nagina. Dan sebentar saja, keduanya segera
terlibat dalam sebuah perkelahian sengit.
Sementara itu, begitu Pendekar Naga Putih dan Nagina sudah bertarung
menghadapi Darmandu dan Arkham, Tiga Golok Cagak langsung saja berlompatan
menerjang Algojo Empat Serangkai. Pertarungan pun semakin bertambah ramai.
Masing-masing sibuk mengerahkan segenap kemampuan.
"Wah! Sudah ramai rupanya," desah Badundy yang tiba di tempat itu paling akhir,
ia jadi ikut-ikutan sibuk. Tapi kalau yang lain sibuk bertarung, Badundy ini
justru sibuk menonton.
Setelah bertarung selama puluhan jurus Darmandu baru mengakui ketangguhan
Pendekar Naga Putih meski cuma dalam hati. Bermacam jurus-jurus andalan telah
digunakan untuk merobohkan, namun justru malah membuatnya penasaran. Ternyata,
Pendekar Tanah Jawa itu bukan saja sanggup mematahkan setiap serangan, tapi juga
mampu balas menyerang.
Dan kini justru Darmandu yang mulai kelabakan. Karena tebaran hawa dingin yang
keluar dari tubuh pemuda berpakaian putih itu telah mempengaruhi gerakannya.
Akibatnya, Darmandu pun terdesak hebat. Pertahanannya kian lemah. Sementara,
serangan Pendekar Naga Putih malah justru semakin gencar. Akibatnya belasan
jurus kemudian, Darmandu tak dapat lagi mempertahankan dirinya.
Buk! Des! "Aakh...!"
Kepalan dan gedoran telapak tangan Pendekar Naga Putih pada iga dan lambung,
membuat Darmandu terhumbalang muntah darah disertai pekik kesakitan. Tapi,
Darmandu tidak sudi ditangkap dan diserahkan kepada Raja Godwana. Maka tanpa
mempedulikan luka dalam yang diderita, ia kembali melompat dan menerjang ganas.
Tapi, Pendekar Naga Putih bergerak lebih cepat. Dengan sebuah teriakan panjang,
tubuhnya melambung ke udara. Lalu dari atas, dua telapak tangannya cepat
menghantam dua telinga Darmandu.
Prak! "Aaa...!"
Kontan Darmandu meraung dan menggelosor di tanah. Setelah meregang nyawa, kakek
itu tewas dengan mulut, hidung, dan telinga mengalirkan darah.
Sesaat setelah Darmandu tewas, terdengar raung kesakitan yang disusul
terlemparnya tubuh Arkham. Kakek bertubuh kurus itu keadaannya lebih parah lagi.
Gedoran dua telapak tangan Nagina yang dilandasi 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi',
langsung membuatnya tewas dalam keadaan tubuh hangus! Hal itu menunjukkan betapa
dahsyatnya tenaga mukjizat milik Nagina.
Sementara itu, pertarungan antara Algojo Empat Serangkai melawan Tiga Golok
Cagak tampak masih berlangsung sengit. Nagina dan Pendekar Naga Putih yang
menyaksikan pertarungan, merasa tidak perlu turun-tangan. Sebagai ahli-ahli
silat berpengalaman, mereka dapat menilai bahwa pada akhirnya Tiga Golok Cagak
akan dapat mengakhiri perlawanan Algojo Empat Serangkai.
Apa yang diduga Pendekar Naga Putih dan Nagina mulai terbukti. Belasan jurus
kemudian.... "Aaa...!"
Jackal, orang terakhir dari Algojo Empat Serangkai menjerit ngeri. Tubuhnya
kontan terlempar dari kancah pertarungan dengan bersimbah darah, ia tewas dengan
kepala nyaris terbelah. Pada keningnya terdapat bekas bacokan golok yang cukup
dalam. Beberapa jurus kemudian, Sheru menyusul. Orang kedua dari Algojo Empat
Serangkai itu menggelepar tewas dengan isi perut terburai.
Tinggallah Pathar dan Kaalja yang masih bertahan. Itu pun tidak memakan waktu
lama. Sepuluh jurus setelah kematian Sheru, Kaalja menyusul. Sementara Pathar
pun tidak sanggup bertahan lebih lama. Orang pertama dari Algojo Empat Serangkai
itu tewas paling akhir. Sepasang matanya mendelik, seolah masih belum rela
meninggalkan dunia.
*** Dalam perjalanan, Pendekar Naga Putih mengutarakan maksud kedatangan ke Tanah
India, ketika Govinda dan dua rekannya bertanya.
"Raj Badur dan Raj Sagar juga termasuk di antara pimpinan Pasukan Pembela
Rakyat," jelas Govinda, yang merupakan tokoh kawakan dan berpengalaman. "Jika
kau mempunyai kepentingan dengan mereka, mari kita datangi saja markas Pasukan
Pembela Rakyat, yang dipimpin Ardhana itu"
"Apa hal itu tidak membahayakan diri kalian?" tanya Pendekar Naga Putih.
"Selama ini kami memang menyelidiki gerakan mereka. Tapi, baru tadi kami bentrok
dengan orang-orang Pasukan Pembela Rakyat. Jelasnya, perbuatan kami belum
diketahui. Jadi, kau tidak perlu khawatir, Pendekar Naga Putih. Kita semua bisa
berpura-pura datang untuk bergabung," jelas Govinda. Dan ini membuat Pendekar
Naga Putih merasa lega. Tidak ada alasan lagi baginya untuk menolak usul
Govinda. Tanpa terasa mereka telah tiba di Hutan Kakaala, markas Pasukan Pembela Rakyat.
Hutan Kakaala atau juga disebut Hutan Hitam, membuat Pendekar Naga Putih dan
kawan-kawannya terkejut. Karena hampir di mulut hutan, tampak selusin tentara
kerajaan yang seperti tengah berjaga-jaga.
"Apakah mereka anggota Pasukan Pembela Rakyat yang menyamar sebagai tentara
kerajaan, Paman Govinda?" Pendekar Naga Putih memandang Govinda.
Sedangkan tokoh tertua dari Tiga Golok Cagak itu sendiri tampak tengah berpikir.
"Kurasa tidak," jawab Govinda seraya menggeleng pelan, agak meragu. "Mungkin ada
sesuatu terjadi. Sebaiknya, kita tanyakan saja kepada pimpinan mereka."
Pendekar Naga Putih dan yang lain sama-sama mengangguk setuju. Lalu, mereka pun
bergerak menghampiri tentara-tentara kerajaan yang berjaga-jaga di mulut Hutan
Hitam. "Berhenti!" seru salah seorang kepala pasukan dengan suara lantang. "Siapa
kalian"! Dan, dari mana hendak ke mana?"
Sorot mata laki-laki itu menyelidik sambil memberi isyarat kepada pasukannya
untuk mengepung.
"Kami adalah sahabat-sahabat Tuan Mahendharata dan Rajmid Khan. Kebetulan kami
lewat di dekat hutan ini. Kalau boleh kami bertanya, apakah yang sudah terjadi
di tempat ini, Tuan Perwira" Karena sepanjang pengetahuan kami, di dalam Hutan
Kakaala ini terdapat markas gerombolan penentang kerajaan yang dipimpin tokoh
berjuluk Maharaj dan Maharani" " Govinda langsung saja memperkenalkan diri,
sekaligus mengajukan pertanyaan.
Perwira pasukan itu merasa kaget mendengar ucapan Govinda. Dan itu
membuatnya malah bertambah curiga. Dengan sikap waspada, diperhatikannya wajah
keenam orang itu satu persatu. Seolah, tengah menilai apakah wajah keenam orang
itu mencerminkan watak jahat atau tidak.
"Percayalah, Tuan Perwira. Kami adalah sahabat-sahabat Mahendharata dan Rajmid
Khan yang merupakan pengawal-pengawal pribadi Batsa. Dan kami berjuluk Tiga
Golok Cagak."
Karena tidak ingin mendapatkan kesulitan, Govinda mencoba memperkenalkan
julukannya. Dengan harapan, perwira itu pernah mendengarnya. Dan apa yang
diharapkan ternyata menjadi kenyataan.
"Aaah! Kalau begitu, kalian benar-benar bukan anggota gerombolan pemberontak
itu!" seru kepala pasukan itu dengan wajah menunjukkan kelegaan hatinya. "Tuan
Mahendharata dan Rajmid Khan memang pernah menyebut-nyebut nama kalian. Tapi
kalau boleh tahu, apa keperluan kalian datang ke tempat ini?"
"Govinda! Kaukah itu, Sahabat?"
Belum lagi Govinda menjawab, tiba-tiba terdengar sebuah seruan yang kemudian
disusul berkelebatnya dua sosok bayangan. Begitu mengenali siapa dua orang yang
baru datang, wajah Govinda langsung berseri.
"Mahendharata, Rajmid Khan," seru Govinda seraya menjabat tangan kedua jago
istana kepercayaan Raja Godwana itu. "Senang sekali bisa bertemu kalian berdua
kembali." Govinda lalu memperkenalkan Pendekar Naga Putih, Nagina, serta Badundy kepada
Mahendharata dan Rajmid Khan. Dan tanpa sungkan-sungkan lagi, langsung saja
diutarakannya maksud kedatangan ke tempat ini.
"Kami memang telah menggulung gerombolan pemberontak yang menyebut diri sebagai
Pasukan Pembela Rakyat itu. Dua pemimpinnya, Maharaj dan Maharani sudah
tertangkap. Tapi, masih banyak pimpinan mereka yang masih berkeliaran."
Kemudian Mahendharata menyebutkan sejumlah nama.
"Sedangkan Raj Badur dan Raj Sagar, menurut keterangan yang berhasil kami
peroleh dari Maharaj, mereka berdua dibawa Khar Najad ke salah satu Lembah
Sungai Indus, yang terdapat air terjun. Tempat itu terletak di sebelah
tenggara," jelas Mahendharata.
"Terima kasih atas keteranganmu, Mahendharata," ucap Govinda, tersenyum lebar.
"Mengenai pimpinan-pimpinan Pasukan Pembela Rakyat yang kau anggap masih
berkeliaran seperti Darmandu, Arkham, dan Algojo Empat Serangkai, rasanya tidak
perlu dicari lagi. Sebab, mereka semua telah kami tanam di dalam tanah."
"Ah! Kau benar-benar mengagumkan, Govinda!" puji Mahendharata setengah berseru
gembira. "Jasamu terhadap kerajaan perlu mendapat perhatian Batsa."
Govinda tertawa sambil menggoyang-goyangkan telapak tangan, tanda tidak
mengharapkan imbalan apa pun. Lalu wajahnya berpaling memandang Pendekar Naga
Putih dan Nagina.
"Kami bertiga harus segera mencari Raj Badur dan Raj Sagar ke Lembah Sungai
Indus," ujar Pendekar Naga Putih, maklum makna tatapan Govinda.
"Karena tidak ingin menyusahkanmu, maka biarkanlah kami tidak ikut serta," kata
Govinda, tersenyum kepada Pendekar Naga Putih. Kemudian dimintanya Mahendharata
memberi petunjuk agar bisa lebih mudah menemukan tempat air terjun itu.
Setelah merasa cukup mendapatkan keterangan dan petunjuk, Pendekar Naga Putih
dan Nagina segera berpamit. Bersama Badundy, yang tidak pernah ketinggalan nona
majikannya, mereka pun bergerak meninggalkan Hutan Kakaala.
*** Suara pertarungan yang tengah berlangsung, tidak jauh dari letak air terjun. Dan
ini memudahkan Pendekar Naga Putih dan Nagina mencarinya. Mereka tiba tepat pada
saat Khar Najad, yang dikeroyok Raj Badur dan Raj Sagar tengah jatuh bangun
dihajar kedua orang itu.
Raj Badur kini bukan hanya wajahnya saja yang mirip seekor singa. Malah pada
jari-jari tangannya juga telah tumbuh kuku-kuku panjang dan runcing, ia meraung
keras, mengejar Khar Najad yang jatuh terguling-guling. Dua tangannya bergerak
susul-menyusul dengan cabikan liar. Dan....
Brettt! Bret! "Aaa...!"
Khar Najad yang sudah tidak berdaya meraung setinggi langit ketika tubuhnya
tercabik-cabik tangan runcing Raj Badur. Darah muncrat dari beberapa bagian
tubuhnya yang terkoyak. Penderitaannya pun segera berakhir. Cakaran kuku runcing
pada tenggorokannya, membuat nyawanya seketika melayang.
Pendekar Naga Putih dan Nagina tidak keburu mencegah perbuatan Raj Badur.
Mereka baru tiba di hadapan Raj Badur, setelah Khar Najad tewas.
Raj Badur yang meskipun wajahnya telah jauh berubah itu, tampak melengak kaget
ketika mengenali bahwa yang datang Pendekar Naga Putih. Hampir tidak dipercaya
kalau Pendekar Naga Putih bisa sampai ke Tanah India.
Sementara Raj Sagar pun tidak kalah kagetnya. Apalagi ketika melihat Nagina,
yang dikenalnya sebagai cucu dari Garmanu, seorang tokoh ahli pengobatan yang
nama besarnya dikenal hampir seluruh tokoh persilatan baik di India Utara maupun
Selatan. "Kami hendak mengambil Sepasang Intan Biru yang kau curi itu, Raj Badur, Raj
Sagar," tanpa basa-basi lagi, Pendekar Naga Putih langsung menuntut Raj Badur
dan Raj Sagar. "Kedua benda itu sudah tidak ada pada kami, Pendekar Naga Putih!" kata Raj Badur
setengah menghardik. "Kami sudah menyerahkannya kepada Raja Godwana."
"Aku tidak mau dibohongi untuk kedua kalinya, Raj Badur," tegas Pendekar Naga
Putih, menatap Raj Badur dengan sorot mata mengancam.
"Raj Badur benar, Pendekar Naga Putih," timpal Raj Sagar. "Dan Raja Godwana
telah memberi hadiah seperti ini"
Raj Sagar segera memperlihatkan mata kanannya yang bengkak dan bernanah.
"Dan aku memperoleh ini!" Raj Badur mengangkat tangan kirinya yang buntung.
Luka bekas bacokan itu tampak bengkak bernanah dan menjijikkan.
Menyaksikan luka itu, mau tidak mau Pendekar Naga Putih dan Nagina membuang muka
ke arah lain. Mereka tak bisa membuang rasa jijik. Apalagi luka bernanah itu
mengeluarkan bau busuk yang memualkan perut!
"Pada Sepasang Intan Biru melekat satu kutuk yang mengerikan. Dan sepertinya,
kalian telah terkena kutuk itu," kata Nagina, seolah merasa bersyukur melihat
Raj Badur dan Raj Sagar telah mendapatkan ganjaran atas kejahatannya.
"Tapi keterangan mereka belum tentu benar, Nagina. Ingat! Mereka adalah manusia-
manusia licik yang menghalalkan segala cara demi kepentingan sendiri," tegas
Pendekar Naga Putih, mengingatkan Nagina.
"Aku tidak peduli kalian percaya atau tidak!" hardik Raj Badur gusar. "Dan aku pun tidak takut
menghadapimu, Pendekar Naga Putih!"
"Takut atau tidak, itu urusan kalian," tukas Pendekar Naga Putih tidak mau kalah
gertak. "Dan perlu diketahui, aku tetap akan merebut Sepasang Intan Biru dari
tangan kalian!" Seketika Raj Badur dan Raj Sagar sama-sama melompat mundur,
bersiap menghadapi Pendekar Naga Putih dan Nagina.
Sementara itu, Ratu Iblis Tangan Darah yang tengah bertarung melawan Putri Cande


Pendekar Naga Putih 104 Perantauan Ke Tanah India di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Galia, menyempatkan diri untuk melirik ke tempat murid-muridnya berada.
Perselisihan yang didengarnya tadi meskipun kata-katanya tidak jelas tertangkap,
namun membuat serangan-serangannya terhenti. Lalu sekali menjejakkan kaki saja,
tubuhnya langsung melesat ke tempat Raj Badur dan Raj Sagar berada.
Perbuatan Ratu Iblis Tangan Darah membuat terkejut Putri Cande Galia. Khawatir
kalau Ratu Iblis Tangan Darah merebut Cermin Ajaib di tangan Raj Badur, maka
tanpa membuang waktu lagi segera tubuhnya melesat ke arah Raj Badur, dengan
maksud hendak merebut Cermin Ajaib.
"Kembalikan Cermin Ajaibku, Pencuri Laknat!" seru Putri Cande Galia semasih
tubuhnya melayang di udara. Sementara tangan kanannya diulurkan untuk merebut
Cermin Ajaib. "Siluman betina tak tahu adat!" bentak Ratu Iblis Tangan Darah jengkel.
Tangannya cepat dikibaskan ke samping, langsung memapak uluran tangan Putri
Cande Galia. Plakkk! Putri Cande Galia terpental balik dengan sekujur lengan terasa sakit dan ngilu.
Demikian cepat Ratu Iblis Tangan Darah menggerakkan tangan, memapak uluran
tangannya. Sehingga benturan keras itu tidak sempat dihindarinya.
Tapi, Putri Cande Galia merasa sangat bersyukur, karena sebelum dirinya
dirobohkan, Ratu Iblis Tangan Darah sudah meninggalkan arena pertarungan. Dan
mau tidak mau, Putri Cande Galia merasa sangat berterima kasih kepada dua
pendatang yang tengah berdebat dengan Raj Badur dan Raj Sagar.
*** "Siapa kalian" Ada urusan apa dengan muridku?" tegur Ratu Iblis Tangan Darah
pada Pendekar Naga Putih dan Nagina dengan sorot mata penuh selidik.
Saat memandang wajah Pendekar Naga Putih, Ratu Iblis Tangan Darah berhenti agak
lama. Wajah pemuda yang jauh berbeda dengan penduduk negeri ini, membuatnya
maklum. Jelas, pemuda tampan itu dari negeri asing.
"Kami hendak mengambil Sepasang Intan Biru dari mereka," jelas Pendekar Naga
Putih langsung tanpa basa-basi.
Ratu Iblis Tangan Darah kelihatan terkejut. Begitu juga Putri Cande Galia.
Malah, putri bangsa siluman itu sampai menarik kepala ke belakang saking
kagetnya. Karena benda yang dicari pemuda tampan itu, ada padanya. Dan ia tidak
bisa menahan rasa penasarannya.
"Untuk apa kau mencari Sepasang Intan Biru?" tanya Putri Cande Galia, memandang
Pendekar Naga Putih.
"Kami harus segera membawa kembali benda keramat itu!" Nagina yang menjawab.
"Sebab, selama Sepasang Intan Biru belum dikembalikan ke tempat semula, yaitu
pada kening patung Rama dan Shinta, rakyat negeriku yang berada di bagian India
Utara, akan terus menderita. Baik itu berupa wabah penyakit menular, maupun
bencana-bencana alam. Itulah sebabnya, mengapa kami berkeras untuk memperoleh
kembali Sepasang Intan Biru, walau harus mempertaruhkan nyawa!"
Mendengar keterangan Nagina, Putri Cande Galia tampak termenung. Ia sendiri
sangat memerlukan Sepasang Intan Biru untuk merubah dirinya menjadi manusia
utuh. Semua itu akan diperoleh apabila mandi dalam air rendaman Sepasang Intan Biru
selama tujuh hari tujuh malam berturut-turut. Kemudian, berkaca pada Cerman
Ajaib untuk mengabadikan kecantikan dan kemudaannya. Tapi setelah mendengar
ucapan Nagina, Putri Cande Galia menjadi bimbang. Benar, ia separuh siluman.
Tapi, ia bukanlah golongan siluman jahat. Dan penderitaan rakyat negeri Nagina,
membuatnya tersentuh.
"Sepasang Intan Biru ada padaku," kata Putri Cande Galia akhirnya,
mengesampingkan kepentingan diri. "Raja Godwana memberikannya kepadaku, sebagai
dari lamaran yang diajukannya kepadaku. Tapi karena kalian lebih memerlukannya,
Biarlah Sepasang Intan Biru ini kukembalikan kepada kalian."
Kemudian, wanita cantik ini mengambil Sepasang Intan Biru dari balik pakaiannya
dan diserahkan kepada Nagina.
Tapi sebelum Sepasang Intan Biru sempat diambil Nagina, Ratu Iblis Tangan Darah
yang sudah merasa tertarik untuk memilikinya, bergerak cepat untuk merebut benda
itu. "Awas...!"
Pendekar Naga Putih yang sejak tadi memperhatikan raut wajah dan sikap Ratu
Iblis Tangan Darah berteriak memperingatkan. Sambil berseru demikian, langsung
didorongnya tubuh Nagina dan Putri Cande Galia. Sehingga, dua orang wanita muda
dan cantik itu sama terhuyung mundur beberapa langkah. Namun tindakan Pendekar
Naga Putih telah menggagalkan perbuatan Ratu Iblis Tangan Darah!
Ratu Iblis Tangan Darah menggeram gusar. Demikian besar hasratnya untuk dapat
memiliki Sepasang Intan Biru. Sehingga begitu gagal, langsung dikejarnya Putri
Cande Galia. "Cegah Nenek Buruk itu, Pendekar Naga Putih...!" seru Nagina terkejut.
Tapi tanpa diperingatkan Nagina pun, Pendekar Naga Putih memang sudah
bermaksud mencegah, sebab memang tidak ingin kehilangan Sepasang Intan Biru itu
lagi. Tentu saja perbuatan Pendekar Naga Putih membuat Ratu Iblis Tangan Darah menjadi
marah bukan main. Begitu melihat pemuda itu menghadangnya, langsung serangan-
serangan maut yang mematikan dilontarkannya.
Meskipun sudah menduga kalau nenek itu bukanlah orang sembarangan, namun tetap
saja Pendekar Naga Putih dibuat terkejut. Dan kenyataan yang dilihat dan
dirasakannya memang jauh lebih dahsyat daripada apa yang diperkirakan. Akibatnya
serangan Ratu Iblis Tangan Darah yang sangat menggiriskan, membuat Pendekar Naga
Putih kewalahan menghadapinya.
Dan kalau saja Putri Cande Galia tidak datang membantu, Pendekar Naga Putih
maklum kalau dirinya mungkin akan mendapat cidera. Bantuan wanita cantik ini
melegakan hatinya. Dan mereka berdua ternyata dapat bekerja sama dengan baik
dalam menghadapi Ratu Iblis Tangan Darah. Maka pertarungan berjalan seru dan
tampak berimbang.
Semula, Nagina hendak ikut terjun ke kancah pertarungan. Namun suara langkah
kaki Raj Badur dan Raj Sagar yang secara licik hendak melarikan diri, membuatnya
sadar kalau telah mendapatkan bagian. Dan dengan sekali lompatan saja, gadis itu
telah berdiri menghadang di hadapan Raj Badur dan Raj Sagar.
Raj Badur dan Raj Sagar maklum kalau Nagina tidak mungkin akan melepaskan begitu
saja. Maka tanpa banyak cakap lagi, mereka langsung menerjang Nagina dengan
hebat. "Bagus! Memang begitulah seharusnya, karena aku tidak akan melepaskan kalian
begitu saja. Arwah dua orang pendeta sahabat kakekku, tidak akan bisa tenang
selama kalian masih berkeliaran menebar kejahatan di atas muka bumi ini!" ujar
Nagina, langsung mempersiapkan jurus-jurus untuk menghadapi keroyokan Raj Badur
dan Raj Sagar yang tampak telah nekat.
Raj Badur dan Raj Sagar maklum akan kesaktian Nagina. Maka mereka berusaha keras
untuk memenangkan pertarungan, dengan mengerahkan seluruh kemampuan.
Tapi, meskipun serangan-serangan mereka sangat ganas dan gencar, Nagina tetap
dapat mengatasinya. Malah serangan-serangan balasannya, yang menggunakan 'Tenaga
Sakti Inti Panas Bumi', membuat Raj Badur dan Raj Sagar seolah bertarung di
tengah-tengah kobaran api.
Hawa panas yang keluar dari setiap sambaran tangan Nagina, membuat Raj Badur dan
Raj Sagar tidak dapat memusatkan pikirannya dengan baik. Apalagi, tubuh mereka
yang terasa seperti berada di atas tungku api, sudah basah kuyup oleh keringat.
Dan itu sangat mengganggu, membuat mereka tidak bisa memainkan jurus-jurusnya
dengan baik. Akibatnya, lewat dua puluh jurus kemudian, mereka pun terdesak hebat.
"Hyaaat...!"
Disertai bentakan-bentakan keras, Nagina terus mendesak Raj Badur dan Raj Sagar.
Serangan-serangannya yang susul-menyusul laksana ombak di lautan, membuat Raj
Badur dan Raj Sagar semakin kewalahan dan tidak memiliki kesempatan balas
menyerang. Sampai akhirnya....
Desss...! "Aaa...!"
Raj Sagar yang mendapat bagian pertanda kontan terpental disertai raungan keras.
Hantaman telapak tangan Nagina yang disertai tenaga berhawa panas, membuat
bagian dadanya hangus seketika. Dan nyawanya sudah putus sebelum tubuhnya
terbanting di tanah.
Kematian Raj Sagar membuat Raj Badur kalap! Dengan nekat, diterjangnya Nagina
secara membabi-buta. Tapi hal itu justru merupakan kesalahan besar.
Serangan-serangan yang dilakukan tanpa perhitungan, dengan mudah dapat
dielakkan Nagina. Dan terbuka lebarnya pertahanan Raj Badur, membuat Nagina
mudah sekali mengakhiri pertarungan itu. Sebuah tebasan sisi telapak tangan
miring yang dilancarkan Nagina, telak bersarang di leher Raj Badur.
Diegh! "Aakh...!"
Terdengar suara bunyi berderak tulang leher yang patah. Dan, Raj Badur pun
kontan terbanting, tewas menyusul Raj Sagar.
*** Di arena lain, Ratu Iblis Tangan Darah yang menghadapi gempuran Pendekar Naga
Putih dan Putri Cande Galia, tampak mulai kewalahan. Putri Cande Galia menyerang
menggunakan ilmu-ilmu negeri siluman yang bagi akal manusia sangat sulit
dijabarkan. Karena tidak jarang, serangannya menggunakan lidah yang dapat memanjang keras
seperti besi, dan panas seperti bara api. Dan itu sangat merepotkan Ratu Iblis
Tangan Darah. Sedangkan Pendekar Naga Putih sudah menggunakan Pedang Naga Langit, yang
sambaran anginnya mengandung hawa panas menyengat disertai suara bergemuruh,
laksana deru angin topan. Jurus-jurus 'Ilmu Silat Naga Sakti' yang bagi Ratu
Iblis Tangan Darah sangat asing, membuatnya tak mampu balas menyerang. Sehingga
setelah pertarungan memasuki jurus yang kedelapan puluh tujuh, Ratu Iblis Tangan
Darah hanya bisa bertarung mundur. Memang, Pendekar Naga Putih dan Putri Cande
Galia telah menutup setiap langkahnya.
Ratu Iblis Tangan Darah menyadari ancaman bahaya yang terus mengincarnya.
Dan wajah buruknya kini mulai memperlihatkan kegelisahan hatinya. Malah, rasa
gentar, mulai menjalari hatinya, ketika beberapa kali tusukan dan babatan Pedang
Naga Langit sempat menggores bagian-bagian tubuhnya. Kenyataan ini membuat Ratu
Iblis Tangan Darah maklum, kalau pada akhirnya akan dapat dikalahkan dua orang
lawannya. Bayangan kematian tiba-tiba melintasi benaknya.
"Hiaaattt...!"
Dalam keadaan dihinggapi rasa putus asa, Ratu Iblis Tangan Darah tiba-tiba
mengeluarkan lengkingan panjang yang merobek kekelaman malam.
Pendekar Naga Putih dan Putri Cande Galia menjadi kaget, lalu melompat mundur.
Mereka langsung menyiapkan seluruh kekuatan, karena menduga Ratu Iblis Tangan
Darah akan mengamuk habis-habisan. Tapi mereka menjadi kaget, karena ketika
melompat mundur Ratu Iblis Tangan Darah ternyata tidak menyerang. Sebaliknya, ia
malah memutar tubuh dan melesat secepat-cepatnya pergi dari arena pertempuran.
Dan kegelapan malam membantu Ratu Iblis Tangan Darah lolos.
"Tidak perlu dikejar...!"
Pendekar Naga Putih dan Putri Cande Galia menunda gerakannya, ketika menoleh dan
melihat Nagina tengah melangkah menghampiri. Di tangan kanan gadis itu tampak
tergenggam Cermin Ajaib yang semula diincar Ratu Iblis Tangan Darah untuk
memperoleh kemudaan dan kecantikan. Nagina menyerahkan Cermin Ajaib kepada
pemiliknya, Putri Cande Galia.
"Sepasang Intan Biru ini kukembalikan kepadamu. Semoga rakyat negerimu kembali
mendapatkan ketenangan dan kedamaian," ujar Putri Cande Galia sambil menyerahkan
Sepasang Intan Biru kepada Nagina, setelah mendapatkan kembali Cermin Ajaibnya.
"Hanya aku yang tidak mendapat apa-apa...."
Putri Cande Galia dan Nagina memutar kepala, memandang Pendekar Naga Putih.
Kemudian mereka saling bertukar pandang sesaat, lalu sama-sama tersenyum.
"Apa kau sanggup memondong aku dan Nagina" "
"Haaah..."!"
Pendekar Naga Putih melongo seperti kerbau bego. Putri Cande Galia dan Nagina
tertawa geli melihatnya. Tapi, tawa mereka segera terhenti ketika melihat
Pendekar Naga Putih datang menghampiri dengan kedua lengan terkembang!
"Sangguuup...!" teriak Pendekar Naga Putih, siap menerkam dua wanita cantik
bertubuh molek itu.
Nagina dan Putri Cande Galia langsung lari terbirit-birit dikejar-kejar Pendekar
Naga Putih! SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Fujidenkikagawa
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Serial Pendekar Naga Putih selanjutnya:
DENDAM BIANG-BIANG SETAN
Serial Pendekar Naga Putih
dalam episode-episodenya yang menarik:
1. TIGA IBUS GUNUNG TANDUR
56. PEMBUNUH BAYARAN
2. DEDEMIT BUKIT IBLIS
57. PEMBURU NYAWA
3. ALGOJO GUNUNG SUTRA
58. MAJIKAN PULAU SETAN
4. PARTAI RIMBA HITAM
59. SEPASANG PEDANG IBLIS
5. JARI MAUT P. NYAWA
60. GOA LARANGAN
6. PENGHUNI R. GERANTANG
61. PEWARIS DENDAM SESAT
7. RAJA IBUS DARI UTARA
62. PENCULIK-PENCULIK MISTERIUS
8. PENJAGAL ALAM AKHERAT
63. DUEL JAGO-JAGO PERSILATAN
9. MENCARI JEJAK PEMBUNUH
64. GEROMBOLAN SETAN MERAH
10 BUNGA ABADI DI GUNUNG K
65. BERUANG GUNUNG ES
11. MEMBURU HARTA KARUN
66. SILUMAN GURUN SETAN
12. KELABANG HITAM
67. JERAT PERI KEMBANGAN
13. PENGGEMBALA MAYAT
68. WARISAN TERKUTUK
14. PUSAKA BERNODA DARAH
69. TOKOH BURONAN
15. PENDEKAR MURTAD
70. GENDRUWO RIMBA DANDANA
16. KECAPI PERAK D. SELATAN
71. PETUALANG SAKTI
17. SERIGALA SILUMAN
72. PERTARUNGAN DUA NAGA
18. DEWI BAJU MERAH
73. RASE PERAK 19. ASMARA DI UJUNG PEDANG
74. MISTERI DI B. ULAR EMAS
20. BENCANA DARI ALAM KUBUR
75. PEREMPUAN LEMBAH HITAM
21. HILANGNYA P. KERAJAAN
76. NERAKA BUMI
22. TRAGEDI G. LANGKENG
77. ALTAR SETAN
23. DEWA TANGAN API
78. TINJU TOPAN DAN BADAI
24. MACAN TUTUL L. DARU
79. TONGKAT DELAPAN NAGA
25. MALAIKAT GERBANG NERAKA
80. IBLIS ANGKARA MURKA
26. RAHASIA PEDANG N. LANGIT
81. BUDAK NAFSU TERKUTUK
27. SENGKETA JAGO J. PEDANG
82. TUJUH SATRIA PERKASA
28. LABA-LABA HITAM


Pendekar Naga Putih 104 Perantauan Ke Tanah India di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

83. PEREMPUAN BERBISA
29. TERSESAT DI L. KEMATIAN
84. NAGINA (PUTRI ULAR)
30. DENDAM PENDEKAR CACAT
85. SETAN PANTAI TIMUR
31. TERDAMPAR DIPULAU ASING
86. PUKULAN PENGISAP DARAH
32. KUMBANG MERAH
87. JEJAK BENDA BERDARAH
33. BIDADARI IBLIS 88. BAYANG-BAYANG MAUT 34. MUSTIKA NAGA HIJAU
89. ORANG-ORANG TERBUANG
35. PENDEKAR GILA
90. SILUMAN SERULING GADING
36. MISTERI DESA SILUMAN
91. ISTANA DASAR BUMI
37. KETURUNAN D. PERSILATAN
92. PENGANTIN RATU PESOLEK
38. TEWASNYA R. RACUN MERAH
93. BOCAH TITISAN DEWA
39. PUTRA HARIMAU
94. PENGHELA PETI MATI
40. SEPASANG M. L MAUT
95. UTUSAN DARI NERAKA
41. HANTU LAUT PAJANG
96. JUBAH ANTA KUSUMA
42. TERJEBAK DI PERUT BUMI
97. PEMBALASAN TOPENG TENGKORAK
43. DARAH PERAWAN SUCI
98. PULAU RATU API
44. PENGEMBAN DOSA TURUNAN
99. TIGA GEMBEL GILA
45. BADAI RIMBA PERSILATAN
100. MANUSIA BAYANGAN
46. PETUALANGAN DI ALAM ROH
101. JAMUR DEWA
47. BANGKITNYA MALAIKAT PETIR
102. TELAPAK HALILINTAR
48. MISTERI SELENDANG BIRU
49. TUMBAL PERKAWINAN 50. SANG PENGHANCUR 51. PETAKA KUIL TUA
52. PENYEMBAH DEWI MATAHARI
53. PASUKAN PEMBUNUH
54. RACUN ULAR KARANG
55. PANGGUNG KEMATIAN
Lencana Pembunuh Naga 15 Jaka Sembung 2 Si Gila Dari Muara Bondet Pedang Dan Kitab Suci 8
^