Pencarian

Sepasang Pedang Iblis 2

Pendekar Naga Putih 59 Sepasang Pedang Iblis Bagian 2


dengus saat melihat kuda-kuda Ki Baginta. Perlahan tangannya bergerak meraba
gagang pedang yang tersembul di pinggang. Dan....
Srattt...! Seberkas sinar berhawa aneh yang sanggup menga-
caukan pemusatan pikiran, berpendar ketika pedang
di pinggang gadis itu keluar dari warangkanya. Ki Baginta terkejut menyaksikan
sinar pedang di tangan gadis itu.
"Pedang Iblis Betina..."!" desis Ki Baginta menerka senjata yang dipergunakan
lawan. Lelaki gagah itu langsung dapat menebak dengan
tepat Sebab, selain sudah mendengar cerita gurunya tentang sejarah Pedang Iblis,
lelaki itu telah menyaksikan dan merasakannya sendiri sewaktu menghadapi
pencuri yang beberapa waktu lalu membawa lari Pe-
dang Iblis Jantan dari perguruannya. Kenyataan senjata di tangan lawan adalah
Pedang Iblis Betina, membuat Ki Baginta segera dapat meraba maksud kedatangan
dara cantik itu ke perguruannya.
"Ahhh, hebat sekali! Rupanya kau sudah tahu nama
pusaka keramat di tanganku ini. Kalau begitu, kau
pasti tahu tentang pedang keramat yang satunya la-
gi...," seru gadis cantik itu yang tampak agak kaget ketika mendengar desisan Ki
Baginta. Tapi, kekagetannya bercampur kegembiraan. Sebab, tujuannya mendatangi
Perguruan Harimau Sakti memang untuk mencari
Pedang Iblis Jantan.
"Sebagai keturunan orang-orang gagah pendiri dan
pembuat Sepasang Pedang Iblis, tentu saja aku mengetahui sejarah dan keampuhan
senjata itu," sahut Ki Baginta sengaja membanggakan diri untuk melihat sikap
gadis cantik pemegang Pedang Iblis Betina,
"Sayang, menurut guruku keampuhan Sepasang Pe-
dang Iblis akan berkurang bila tidak bersatu dan pemegangnya tidak cocok."
"Bagus, jika kau tahu banyak tentang pedang ini.
Aku memang hendak mempersatukannya. Selain itu,
aku tidak cocok memegang Pedang Iblis Betina. Karena keampuhan senjata ini akan
semakin berlipat bila pemegangnya seorang laki-laki. Demikian pula dengan
Pedang Iblis Jantan. Akan lebih baik jika pemegangnya seorang wanita...," ujar
gadis itu tanpa sadar mene-rangkan apa yang diketahuinya tentang Sepasang Pe-
dang Iblis. Ki Baginta cukup terkejut mendengar gadis cantik
itu tahu banyak mengenai Sepasang Pedang Iblis. Sebab, Ki Sawung tidak bercerita
tentang hal itu. Entah gurunya terlupa atau mungkin tidak tahu. Yang jelas Ki
Baginta telah mendapat pengetahuan baru tentang Sepasang Pedang Iblis yang ampuh
dan mengerikan itu. Maka, lelaki itu tidak berbicara lagi. Hanya mencoba meneliti dan mencari
kelemahan yang dimaksud
gadis cantik itu. Untuk memancing gadis itu menun-
jukkan kelemahan yang baru dikatakannya tentu tidak mungkin. Satu-satunya jalan
ia harus berusaha merebut Pedang Iblis Betina dari tangan lawan.
Agaknya, gadis cantik itu tahu jalan pikiran Ki Baginta. Terdengar tawanya yang
mengejek, membuat
wajah Ki Baginta berubah merah. Lelaki itu merasa di-telanjangi lawan.
"Kau bermimpi jika hendak merebut senjata ini dari tanganku, Orang Gagah...,"
ejek gadis cantik itu sambil memutar senjatanya.
Melihat hal itu, Ki Baginta langsung melangkah
mundur seraya menyiapkan pedangnya di depan dada.
Apalagi mengingat keampuhan dan kehebatan Pedang
Iblis yang memiliki pancaran hawa jahat itu.
*** 5 "Haiiit..!"
Diiringi sebuah lengkingan panjang yang menya-
kitkan telinga, tubuh gadis cantik itu meluncur dengan tusukan pedangnya,
mengarah tenggorokan Ki Baginta. Wuttt! Wuttt..!
Ki Baginta memutar tubuhnya membentuk benteng
pertahanan dengan jurus ilmu 'Pedang Harimau Ma-
buk'. Ilmu pedang itu sangat baik untuk menyerang
maupun bertahan. Dan, kehebatan ilmu pedang Pergu-
ruan Harimau Sakti telah terkenal sejak puluhan tahun silam.
Begitu serangan pedang lawan tiba, Ki Baginta
menggeser tubuhnya tanpa berusaha menangkis. Se-
bab, selain telah mengetahui sasaran Pedang Iblis, lelaki itu pun menyadari
ketajaman senjata maut itu
yang mampu memapas putus senjatanya. Itu sebab-
nya, ia tidak berani memapaki serangan lawan.
"Yiaaah...!"
Setelah serangan lawan luput, Ki Baginta tidak in-
gin memberi peluang pada lawan untuk membangun
serangan berikutnya. Lelaki gagah itu langsung me-
nyabetkan pedangnya ke tubuh lawan dengan kecepa-
tan dan kekuatan penuh.
Tapi, gadis cantik berpakaian serba merah itu bu-
kan orang sembarangan. Sebagai pemegang Pedang Ib-
lis, tentu saja kepandaian yang dimilikinya harus ting-
gi. Karena hanya orang-orang yang memiliki tenaga dalam kuat saja yang sanggup
memegang pedang kera-
mat itu. Kalau tidak, pemegangnya akan menjadi gila oleh pengaruh yang keluar
dari senjata maut yang
mengerikan itu.
Ki Baginta yang belum mengetahui hal itu berusaha
merebut senjata lawan. Terbukti, serangan pedangnya selalu ditujukan ke arah
pergelangan tangan lawan.
Maksudnya hendak membuat pedang lawan terlepas
dari genggaman bila ujung pedangnya berhasil mengenai sasaran.
Gadis cantik itu kelihatan cukup kagum akan ilmu
pedang lawan. Berkali-kali terdengar ia berseru, me-muji perubahan gerak ilmu
pedang Ki Baginta. Tapi, ketika pertempuran telah melewati jurus kesepuluh,
gadis cantik itu mulai merubah permainan pedangnya.
Bahkan, pancaran sinar dari badan Pedang Iblis mulai menunjukkan keampuhannya.
Permainan Ki Baginta
terlihat kacau dan serangan-serangannya tidak bisa dikendalikan lagi. Meski
demikian, Ki Baginta tidak ta-hu yang membuat jurus-jurusnya kacau adalah hawa
jahat yang keluar dari badan Pedang Iblis. Kalau saja hal itu diketahuinya,
mungkin Ki Baginta tidak berani bertempur dalam jarak dekat
"Yiaaat..!"
Lima jurus kemudian, Ki Baginta kelihatan mulai
tak berdaya menghadapi serbuan-serbuan lawan Lela-
ki gagah itu tidak mampu lagi melancarkan serangan balasan dengan baik. Bahkan,
beberapa kali nyaris
menjadi sasaran pedang lawan. Untung incaran ujung pedang lawan selalu pada
tenggorokannya. Hingga, ia selalu dapat menghindar sampai jurus kelima belas.
Tapi, gadis cantik itu memang bukan tokoh semba-
rangan. Melihat keuletan lawan, pada jurus keenam
belas tiba-tiba gadis itu memekik nyaring. Sambaran pedangnya meluncur dengan
kecepatan tinggi, mengancam tenggorokan lawan.
Bettt..! Ki Baginta melempar tubuhnya ke belakang, dan te-
rus bergulingan menjauhi lawan. Malang, begitu ia melenting bangkit, mendadak
tubuh lawan telah berada di dekatnya, dan langsung menyarangkan sebuah tendangan
yang telah menghajar dada.
Desss! "Huakhhh..!"
Tanpa ampun lagi, tubuh Ki Baginta terjengkang
akibat tendangan keras itu. Darah segar ter muntah keluar dari mulutnya. Lelaki
gagah itu masih terus ter-guling-guling sejauh dua tombak!
Kesempatan baik itu tidak disia-siakan lawannya
yang langsung melesat mengejar tubuh Ki Baginta. Pedang Iblis Betina yang berada
di tangan kanannya bergerak datar, siap merobek tenggorokan murid utama
Perguruan Harimau Sakti itu.
Wesss...! Pada saat yang menentukan bagi nasib Ki Baginta,
tiba-tiba berhembus serangkum angin keras, membuat tubuh gadis cantik berpakaian
serba merah itu terhuyung ke samping. Dorongan angin pukulan berhawa
dingin itu telah menyelamatkan Ki Baginta dari kematian yang mengerikan.
"Setan...!" gadis cantik berpakaian serba merah
mengumpat kesal. Kakinya dijejakkan ke tanah kuat-
kuat untuk meredam daya dorong yang amat kuat Tu-
buhnya terlihat agak menggigil. Karena pukulan jarak jauh itu mengandung hawa
dingin menusuk tulang.
Sementara itu, sesosok tubuh terbungkus jubah
panjang putih tampak tengah menarik bangkit Ki Ba-
ginta, dan mengangsurkan sebutir pil berwarna putih seperti salju.
"Telanlah, agar luka dalammu tidak semakin pa-
rah...," ujar sosok berjubah putih ketika melihat kera-guan di mata lelaki gagah
yang ditolongnya.
Ki Baginta tidak segera melaksanakan permintaan
penolongnya. Tapi, ketika melihat wajah tampan yang tersenyum penuh
persahabatan, dia tidak ragu-ragu
lagi dan langsung menelan pil itu.
Apa yang dirasakan murid utama Perguruan Hari-
mau Sakti membuatnya merasa gembira. Sebab, bebe-
rapa saat setelah obat itu masuk ke dalam perutnya, Ki Baginta merasa suatu hawa
mukjizat yang membuat tubuhnya nyaman. Lelaki itu merasa bersyukur sekali
mendapat obat luka dalam yang sangat mujarab.
"Terima kasih, Kisanak. Obatmu sungguh luar biasa
sekali. Rasanya hanya seorang tabib sakti saja yang memiliki obat seperti
ini...," ujar Ki Baginta menatap sosok pemuda tampan berjubah putih dengan penuh
terima kasih. Sosok berjubah putih yang tidak lain Panji yang
berjuluk Pendekar Naga Putih, hanya tersenyum me-
nanggapi ucapan Ki Baginta. Kemudian, mengalihkan
perhatiannya ke arah sosok gadis berpakaian serba
merah yang tengah menatapnya dengan sorot mata
penuh kejengkelan. Tapi begitu Panji berbalik, terlihat ada sorot kekaguman
dalam sinar mata gadis itu, yang rupanya tidak bisa disembunyikan.
Kini keduanya saling berhadapan dalam jarak seki-
tar dua tombak lebih. Mata gadis cantik itu menjelajahi sekujur tubuh Panji.
Seolah hendak menilai dan mengenali siapa pemuda berjubah putih yang memiliki
tenaga dalam kuat itu.
Sedang Panji tetap tegak dengan sikap tenang, tan-
pa rasa permusuhan. Kecuali meneliti pedang di tangan gadis cantik yang membuat
keningnya berkerut
dalam. Pedang itu mengingatkan Panji pada lelaki berpakaian serba hitam yang
tengah dicarinya. Sebab, pedang di tangan gadis cantik berpakaian serba merah
sangat mirip dengan pedang yang dimiliki sosok misterius yang pernah bertarung
dengannya di Desa Kara-
pan. *** Saat itu keadaan murid-murid Perguruan Harimau
Sakti benar-benar kacau. Lawan-lawannya yang hanya berjumlah delapan orang
ternyata memiliki kepandaian tinggi. Sehingga, banyak murid-murid Ki Sawung
tewas di tangan mereka. Meskipun demikian, murid-
murid Perguruan Harimau Sakti tidak putus asa dan
merasa gentar. Mereka tetap bertarung dengan semangat tinggi untuk mengusir para
pengacau itu. Dua orang murid Ki Sawung kembali terpelanting
roboh terkena sambaran pedang lawan. Namun, ketika keadaan mereka semakin
memburuk, tiba-tiba muncul
sesosok bayangan hijau yang langsung terjun ke dalam kancah pertempuran!
Munculnya sosok berpakaian serba hijau yang ber-
pihak pada mereka ternyata membawa perubahan be-
sar. Karena begitu tiba, sosok itu langsung membuat salah seorang lawan
terpelanting bermandikan darah, dan tewas seketika itu juga dengan usus
terburai! Tentu saja kejadian itu membuat murid-murid Perguruan Harimau Sakti
jadi bersemangat! Mereka kembali me-nyerbu lawan-lawannya dengan semangat
berlipat ganda. "Haiiit...!"
Gerakan sosok berpakaian hijau yang bertubuh
ramping memang sungguh hebat. Kembali tubuhnya
melesat ke depan dengan lengkingan nyaring yang
panjang. Pedang bersinar putih keperakan di tangan kanannya berkelebat cepat,
membuat salah seorang
lawan tak sempat lagi menyelamatkan diri dari sambaran yang cepat dan kuat itu.
Sehingga.... Brettt! Brettt!
"Aaaa..!"
Pengikut gadis cantik berpakaian serba merah yang
malang itu langsung terjungkal, setelah tubuhnya di-babat pedang lawan sebanyak
dua kali. Luka yang
memanjang dan cukup dalam serta mengeluarkan ba-
nyak darah, mengakibatkan nafasnya melayang seketika itu juga. Kejadian itu
kembali membuat hati murid-murid Perguruan Harimau Sakti bersorak gembira!
Sebaliknya, pihak lawan yang menyaksikan kejadian
itu menjadi gentar hatinya. Sepak-terjang sosok berpakaian serba hijau yang
tidak lain Kenanga, membuat mereka terkejut bukan main! Sebab, dalam beberapa
gebrakan saja dua orang dari mereka tewas terbunuh.
Peristiwa itu memaksa mereka bergerak mundur den-
gan wajah tegang. Rupanya, mereka sadar dara jelita berpakaian serba hijau itu
bukan lawan yang seband-ing dengan mereka.
"Hm...," Kenanga bergumam perlahan ketika meli-
hat lawan-lawannya bergerak mundur. Pedang bersi-
nar putih keperakan di tangannya menyilang di depan dada. Dengan langkah tenang,
dara jelita itu bergerak mendekati lawan-lawannya yang tampak saling ber-
pandangan satu sama lain.
Terlihat keenam orang bertampang garang itu men-
ganggukkan kepala. Agaknya, mereka telah sepakat
untuk menghadapi dara jelita itu sampai titik darah terakhir. Karena untuk
meninggalkan arena pertempu-
ran tanpa seizin gadis berpakaian merah, mereka tidak berani. Satu-satunya
pilihan bagi mereka adalah bertarung mati-matian.
Kenanga tampaknya tahu apa yang disepakati la-
wan-lawannya. Terbukti dara jelita itu kembali mempersiapkan jurusnya untuk
menghadapi keroyokan la-
wan yang kini berjumlah enam orang. Pedang sinar putih keperakan di tangannya
berputar membentuk gu-
lungan sinar yang bergerak turun-naik, bagai seekor ular raksasa yang siap
menerkam mangsanya.
"Haaat...!"
"Yeaaa...!"
Keenam orang bertampang garang itu meluruk ke
arah Kenanga dengan serangan yang bertambah buas
dan ganas! Sinar enam bilah pedang itu berkelebatan bagai tangan-tangan maut,
yang siap menjemput nyawa dara jelita itu ke akhirat. Tapi, Kenanga telah
mempersiapkan diri dengan baik. Maka, ketika keenam bilah pedang itu tiba, gadis
itu segera menggerakkan senjatanya menghadapi keroyokan lawan. Tubuhnya
yang ramping bergerak cepat
Keenam orang pengikut gadis berpakaian merah
benar-benar dibuat penasaran. Sebab, setiap kali pedang mereka berkelebat
menyambar, tubuh gadis jelita itu selalu saja sudah berpindah tempat Bahkan,
tidak jarang tubuh ramping itu bergerak menyelinap di antara enam pedang lawan.
Tampaknya, tubuh gadis jelita itu tidak dapat tersentuh ujung pedang mereka. Ini


Pendekar Naga Putih 59 Sepasang Pedang Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang membuat keenam lawannya semakin penasaran!
"Haiiit..!"
Ketika pertempuran telah berlangsung cukup lama,
tiba-tiba dara jelita itu mengeluarkan pekikan yang mengejutkan! Bersamaan
dengan itu, pedang di tangannya berkelebat laksana sambaran kilat di angkasa,
yang langsung mengancam tubuh dua pengeroyoknya.
Dan.... "Aaa...!"
Dua orang lelaki kasar meraung kesakitan! Tubuh
keduanya terpelanting jatuh terkena sabetan pedang Kenanga. Darah segar mengucur
keluar mengiringi
nyawa mereka yang melayang ke akhirat!
Sebelum empat orang lainnya tersadar dari rasa
terkejut, Kenanga sudah menerjang maju dengan kelebatan pedang yang menggetarkan
jantung. Pertempu-
ran pun berlangsung sengit Karena keempat lawannya berusaha mati-matian untuk
mempertahankan selembar nyawa mereka!
Di bagian lain, Panji tengah bertarung ketat dengan gadis cantik berpakaian
serba merah. Serbuan-serbuan yang dilancarkan lawan sempat membuat
Panji kewalahan. Apalagi, lawannya seorang gadis dan belum sempat disaksikan
kekejamannya. Sehingga
Panji merasa jengah untuk melontarkan pukulan-
pukulan mautnya. Ditambah lagi, setiap lontaran serangan Panji selalu dihadapi
gadis cantik itu dengan memberikan bagian-bagian tubuhnya yang tabu bagi
Panji untuk disentuh tangannya. Sehingga, pemuda itu selalu menarik pulang
serangannya setiap kali terlon-tar. Ini yang membuat Panji agak kewalahan
mengha- dapi lawan kali ini.
Sekali dua kali gerakan itu dilakukan Panji, mem-
buat lawannya sadar dan memanfaatkan peluang itu
untuk mencari kemenangan. Kelemahan pemuda tam-
pan berjubah putih memberi keleluasaan pada gadis
itu untuk melancarkan serangan. Sehingga, Panji terpaksa harus menggunakan
kelincahan tubuhnya un-
tuk menghindari setiap serangan maut lawannya.
"Perempuan kotor dan licik...!" Ki Baginta yang se-
sekali sempat melihat kenyataan itu, memaki geram.
Lelaki itu tidak menyalahkan Panji yang selalu me-
narik pulang serangan balasannya. Karena hal itu pun akan dilakukannya bila
bertarung dengan seorang wanita muda. Sebagai orang gagah, pantang bagi mereka
untuk menyentuh bagian terlarang tubuh seorang gadis, meskipun itu terjadi dalam
pertarungan. Jika tidak terpaksa sekali, Ki Baginta pun tidak mau melakukannya.
"Haiiit..!"
Untuk kesekian kalinya, gadis cantik berpakaian
serba merah kembali melancarkan sebuah serangan
maut Pedang berhawa aneh di tangannya berkelebat
cepat mengancam tenggorokan Panji.
Wuttt..! Panji menarik mundur langkahnya menghindari sa-
betan maut itu. Kemudian, terus melakukan lompatan pendek ke samping ketika
pedang lawan berputar dengan babatan miring. Begitu serangan lawan luput, pemuda
itu langsung melontarkan sebuah hantaman te-
lapak tangan ke bahu kanan lawan yang terbuka.
"Aaah...!"
Sadar bahwa dirinya terancam, gadis cantik itu
memutar tubuhnya, dan memberikan dadanya untuk
menyambut hantaman telapak tangan Panji. Tentu sa-
ja pemuda itu terkejut, dan bergegas menarik pulang serangannya, lalu melompat
jauh ke belakang. Karena begitu serangannya ditarik pulang, pedang di tangan
gadis cantik itu menyambar ke arah perutnya dengan kecepatan kilat!
"Hm..."
Setelah mendaratkan kakinya di tanah dalam jarak
satu setengah tombak dari lawan. Panji menyilangkan kedua tangannya, siap
menggunakan ilmu 'Silat Naga
Sakti' warisan Malaikat Petir. Meskipun kepandaian gadis cantik pemegang Pedang
Iblis masih berada di bawah tingkat kepandaian lelaki berpakaian serba hitam
yang juga bersenjatakan Pedang Iblis, tapi kelicikan gadis itu yang memanfaatkan
kelemahannya, me-
maksa Panji harus menggunakan ilmu silat andalan-
nya yang jarang dipergunakan kecuali menghadapi lawan berat
Melihat Pendekar Naga Putih tengah menyiapkan
jurus barunya, gadis cantik itu mengerutkan kening.
Rupanya, dia dapat menduga kalau jurus yang kali ini dikeluarkan lawan pasti
sangat hebat Satu hal yang membuat gadis itu penasaran, dirinya tidak mengenal
siapa pemuda tampan berjubah putih yang memiliki
kepandaian hebat itu. Jika bukan karena kelicikannya, mungkin sudah sejak tadi
dia dirobohkan pemuda
tampan yang menarik hatinya itu.
Tapi ketika melihat Panji mempersiapkan jurus ba-
runya, gadis itu tampak terkejut bukan main. Saat itu tubuh lawan mengeluarkan
sinar putih keperakan.
"Pendekar Naga Putih..."!" desis gadis cantik berpakaian serba merah terkejut Ia
baru dapat menerka siapa pemuda berjubah putih itu, setelah melihat lapisan
kabut bersinar putih keperakan yang menyelimuti tubuhnya. Ciri-ciri seperti itu
hanya dimiliki satu orang, yang saat itu telah mengguncangkan rimba persilatan
dengan sepak-terjangnya yang hebat dan ilmu-ilmu
andalan yang tiada bandingannya.
"Pendekar Naga Putih..."!"
Ki Baginta pun tidak kalah terkejut mendengar dis-
ebutkannya nama Pendekar Naga Putih oleh gadis berpakaian serba merah. Nama
besar pendekar muda itu
telah didengar dari gurunya. Kenyataan itu membuat Ki Baginta semakin lega.
Sebab, kemunculan pendekar
muda yang tersohor itu pasti akan dapat menyela-
matkan perguruannya dari kemusnahan Pikiran itu
membuat dada Ki Baginta lapang.
Sedangkan wanita berpakaian serba merah tampak
mulai diliputi kecemasan. Gadis itu merasa gentar untuk menghadapi pemuda
berjubah putih setelah men-
getahui jati dirinya. Sepasang matanya mengerling ke kiri dan kanan seperti
hendak mencari jalan untuk
meloloskan diri. Apalagi, ketika melihat para pengikutnya tinggal dua orang dan
tengah didesak seorang gadis berpakaian serba hijau. Semakin sadarlah gadis itu
bahwa usahanya untuk mendapatkan Pedang Iblis
Jantan tidak mungkin terwujud. Sebab, penghalang
yang harus dihadapinya terlalu kuat
"Aaa...!"
Hati gadis cantik yang genit dan licik itu semakin tegang, ketika mendengar
jeritan pengikutnya yang roboh di tangan gadis cantik berpakaian serba hitam.
Melihat kecepatan gerak gadis itu, sadarlah dirinya bahwa jika ia tidak segera
meninggalkan tempat itu jelas akan dapat dikalahkan lawan Menghadapi Pende-
kar Naga Putih saja ia sudah merasa tidak mungkin
menang. Apa jadinya jika gadis berpakaian serba hijau ikut turun tangan
menghadapinya. Jelas, ia tidak
mungkin lagi bisa menggunakan kelicikannya. Dan,
sudah pasti dirinya akan kalah.
Menyadari kedudukannya berada di pihak yang le-
mah, mendadak gadis cantik itu melenting ke udara
disertai lengkingan panjang menggetarkan jantung.
"Haiiit..!"
Tubuh ramping padat terbungkus pakaian sutera
merah darah itu berputaran di udara, dan terus melesat ke arah pintu gerbang
begitu kedua kakinya menginjak tanah.
Kenanga yang sudah menyelesaikan lawan terak-
hirnya berseru mencegah. Tubuh dara jelita itu bergegas mengejar gadis
berpakaian serba merah yang me-
larikan diri. Demikian pula dengan Panji. Pemuda tampan itu
bergerak cepat melakukan pengejaran dengan menge-
rahkan ilmu lari cepat Sayang, ia tidak melihat gelagat lawan yang hendak
melarikan diri. Sehingga, setelah gadis itu tiba di dekat pintu gerbang, Panji
baru mengejarnya.
Gadis cantik itu rupanya sadar dirinya akan dapat
terkejar jika terus melarikan diri. Maka, ketika melihat dara berpakaian serba
hijau mengejarnya, cepat ia
menghentikan langkah. Kemudian berbalik cepat setelah merogoh sesuatu dari balik
pakaian. Dan...
Sing! Sing! Sing...!
Empat cahaya putih berkilauan menyambut tubuh
Kenanga. Dara jelita itu pun sadar gadis yang dikejarnya telah melepaskan
senjata-senjata rahasia untuk mencegah dirinya. Cepat ia melenting ke udara dan
berputaran, sambil menyabetkan senjatanya ke arah
dua cahaya putih yang mengancam tubuhnya. Se-
dangkan dua cahaya lainnya meluncur di bawahnya.
Agaknya lawan sudah dapat menebak Kenanga akan
melenting ke udara untuk menghindari senjata-senjata rahasia itu. Kenanga
terpaksa harus melupakan lawannya sesaat untuk menghalau senjata rahasia itu.
Tring! Tring...!
Dua buah paku berkilat yang cukup besar langsung
runtuh terkena tebasan pedangnya. Melihat kilatan di badan paku, Kenanga tahu
senjata rahasia itu telah dilumuri racun. Tubuhnya baru meluncur turun, setelah
berhasil menggagalkan serangan gelap lawan. "
Sedangkan gadis cantik berpakaian serba merah
sudah membedal kudanya bagai kesetanan. Sehingga,
Kenanga hanya bisa membanting kakinya dengan hati
geram. "Kau tidak apa-apa, Kenanga...?" tanya Panji yang
saat itu telah tiba di dekat kekasihnya. Pemuda itu menunda pengejarannya karena
melihat kekasihnya
terancam senjata gelap yang dilepaskan gadis cantik berpakaian sutera merah
tadi. "Untunglah aku sempat melihat gerakannya ketika
mengambil sesuatu dari balik pakaiannya, Kakang. Kalau tidak, rasanya sulit
bagiku untuk menghindari serangan gelap gadis licik itu...," sahut Kenanga
menarik napas lega.
"Syukurlah...," desah Panji ikut menghela napas le-ga. Serangan gelap yang
dilakukan gadis berpakaian merah begitu tiba-tiba datangnya. Selain itu, Kenanga
dalam keadaan berlari cepat Tentu saja itu sangat berbahaya. Sehingga, Panji
sempat cemas akan keselamatan kekasihnya. Untunglah dara jelita itu telah
waspada sebelumnya. Kalau tidak, kemungkinan besar se-
rangan gelap itu telah melukainya.
"Hm.... Lain kali aku tidak akan membiarkannya lo-
los. Sebab, ia memiliki pedang yang serupa dengan lelaki berpakaian serba hitam
yang kita cari. Dengan demikian, berarti Sepasang Pedang Iblis muncul kembali
setelah lenyap sekian puluh tahun Dan, itu berarti bencana bagi orang
banyak...," gumam Panji dengan wajah membayangkan kecemasan.
Kenanga hanya menghela napas perlahan. Beberapa
saat kemudian, pasangan pendekar muda itu memba-
likkan tubuh, dan menghampiri Ki Baginta yang ten-
gah menatap keduanya dengan pandangan penuh ka-
gum dan hormat 6 "Kalau boleh ku tahu, apa tujuan wanita berpa-
kaian serba merah itu mengacau perguruan ini, Pa-
man...?" tanya Panji saat mereka bertiga berkumpul di sebuah ruangan di dalam
bangunan induk Perguruan
Harimau Sakti. Ki Baginta tidak langsung menjawab pertanyaan
pemuda tampan yang diketahuinya Pendekar Naga Pu-
tih. Baru setelah menarik napas panjang, lelaki gagah itu menjawabnya.
"Sebenarnya, apa yang akan kusampaikan ini me-
rupakan rahasia perguruan kami. Tapi, karena kini
masalahnya sudah berkembang semakin jauh, dan
mungkin telah banyak orang yang tahu maka aku
akan menceritakannya padamu, Pendekar Naga Putih.
Selain itu, aku pun akan meminta bantuanmu untuk
menyelesaikan persoalan ini...," ujar Ki Baginta membuat Panji dan Kenanga
saling bertukar pandang. Sebab, menilik dari ucapannya, apa yang akan
disampaikan lelaki gagah itu kelihatan sangat rahasia.
"Tentu saja setelah tahu persoalan kami siap mem-
bantumu, Paman. Bukankah itu sudah menjadi kewa-
jiban kita sebagai orang-orang yang menjunjung tinggi kebenaran," ujar Panji
menimpali ucapan Ki Baginta yang membuat lelaki gagah itu tersenyum lega.
"Gadis cantik berpakaian serba merah itu bermak-
sud hendak mengambil Pedang Iblis yang dimiliki secara turun-temurun oleh guru
besar kami. Entah dari
mana gadis jahat itu mengetahui perguruan kami me-
nyimpan pusaka keramat yang bernama Pedang Iblis.
Mungkin gadis itu merupakan keturunan pencuri Pe-
dang Iblis Betina beberapa puluh tahun silam. Sebab,
ia memiliki Pedang Iblis Betina. Dan, kemunculannya itu disebabkan telah
lenyapnya Pedang Iblis Jantan dari ruangan rahasia yang hanya diketahui guru
besar kami dan seorang kepercayaannya. Karena Pedang Iblis Jantan telah kembali
meminta korban, maka pemilik Pedang Iblis Betina pun muncul. Seolah antara kedua
pedang keramat itu mempunyai pertalian gaib
yang sulit diterima akal sehat," Ki Baginta menghentikan ceritanya seraya
menghela napas panjang. Kelihatan sekali lelaki gagah itu merasa berduka dengan
kejadian yang bertubi-tubi datang melanda perguruan-
nya. "Paman, apakah pencuri Pedang Iblis Jantan seo-
rang lelaki berpakaian serba hitam...?" Kenanga yang teringat akan pengacau di
Desa Karapan langsung menebak.
"Apa kau pernah bertemu dengan pencuri keparat
itu, Nisanak" Di mana kalian berjumpa dengannya...?"
Ki Baginta kelihatan kaget mendengar pertanyaan Kenanga. Karena dapat menebak
dengan tepat, lelaki itu pun menduga Pendekar Naga Putih dan dara jelita
berpakaian serba hijau telah bertemu dengan pencuri Pedang Iblis Jantan.
"Benar Paman. Bahkan aku sempat bentrok den-
gannya. Sayang, ia berhasil meloloskan diri dengan ca-ra yang licik," timpal
Panji menjawab pertanyaan Ki Baginta yang sebenarnya diajukan pada Kenanga.
"Ahhh.... Sayang sekali. Sebab, dengan munculnya
pemegang Pedang Iblis Betina keadaan akan semakin
bertambah kacau. Terlebih lagi jika Sepasang Pedang Iblis telah bersatu. Sulit
sekali untuk mengatasinya.
Kita harus mencegah hal itu terjadi, Pendekar Naga Putih. Sebenarnya pemegang
Pedang Iblis itu sama-sama tidak cocok. Seharusnya Pedang Iblis Jantan di-
pegang oleh seorang wanita, dan Pedang Iblis Betina dipegang laki-laki. Dengan
begitu, keampuhannya bisa berlipat ganda. Kalau sampai kedau pemegang pedang itu
bertemu, rasanya dunia persilatan akan geger. Malapetaka bagi orang banyak akan
datang...," ujar Ki Baginta dengan wajah semakin berduka. Jelas, lelaki gagah
itu sangat mengkhawatirkan keselamatan orang banyak.
Penjelasan Ki Baginta membuat Panji dan Kenanga
ikut prihatin. Sebab, kenyataan itu merupakan tanggung jawab mereka sebagai
orang-orang gagah yang
menegakkan kebenaran dan memberantas segala ke-
bathilan di atas muka bumi.
"Semenjak tadi aku tidak melihat ketua perguruan
ini, Paman" Apakah beliau tengah bersemadi di ruang khusus yang tidak boleh
diganggu...?" tanya Panji ketika teringat sejak pengacau datang, dirinya tidak
melihat Ketua Perguruan Harimau Sakti. "Guru besar


Pendekar Naga Putih 59 Sepasang Pedang Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kami tengah melakukan pengejaran terhadap pencuri
Pedang Iblis Jantan. Beliau pergi beberapa hari yang lalu bersama Kandala, adik
seperguruanku. Mungkin
beliau belum mendengar munculnya pemegang Pedang
Iblis Betina. Ah, beliau tentu akan semakin cemas bila mengetahui Sepasang
Pedang Iblis akan kembali menebar bencana di atas muka bumi ini...," jawab Ki
Baginta membuat Panji dan Kenanga menganggukkan
kepala. "Kalau demikian, kita harus segera bertindak cepat sebelum kedua Pedang Iblis
itu bersatu," ujar Kenanga sambil menatap wajah mendung Ki Baginta.
"Benar, Nisanak. Sayang, aku tidak bisa meninggal-
kan perguruan untuk menemani kalian..," jawab Ki
Baginta agak menyesal sebab tidak bisa menemani
Pendekar Naga Putih dan Kenanga untuk menghenti-
kan keganasan Pedang Iblis.
"Tak apalah, Paman. Tugas yang diberikan padamu
rasanya tidak kalah penting dengan yang akan kami
lakukan. Sebaiknya kami pergi sekarang untuk men-
cari dan mencegah bencana yang akan ditimbulkan
Sepasang Pedang Iblis...," ujar Panji
"Baiklah, kalau begitu. Aku hanya bisa berdoa un-
tuk keberhasilan kalian berdua...," sahut Ki Baginta seraya bergerak bangkit
dari kursinya untuk mengan-tarkan kepergian pasangan pendekar muda itu.
Panji dan Kenanga segera berpamitan pada lelaki
gagah itu. Keduanya menolak dengan halus ketika Ki Baginta hendak menyiapkan
kuda untuk mereka.
"Kami biasa melakukan perjalanan dengan berjalan
kaki, Paman. Rasanya itu akan lebih menguntungkan
tugas kami. Terima kasih atas kebaikan Paman...," to-lak Panji mengajukan alasan
yang dapat dimengerti Ki Baginta.
Lelaki gagah murid utama Ki Sawung itu mengan-
tarkan kepergian Panji dan Kenanga dengan pandang
matanya. Setelah bayangan mereka lenyap di kejau-
han, Ki Baginta memerintahkan murid-muridnya un-
tuk menutup pintu gerbang yang sudah diperbaiki setelah dirusak gadis berpakaian
serba darah. *** Seorang gadis cantik berpakaian sutera merah da-
rah membedal kudanya dengan kecepatan tinggi. Be-
berapa kali kepalanya menoleh ke belakang seolah-
olah takut lawan melakukan pengejaran. Setelah me-
rasa yakin tidak ada orang yang mengejarnya, gadis itu memperlambat lari kudanya
dan berhenti di dekat sebuah sungai.
"Kita istirahat di sini, Putih," ujarnya sambil melompat turun dari punggung
kuda. Ditepuknya leher binatang itu dengan lembut Kemudian, melangkah
menuruni sungai yang berair jernih.
Setelah membasuh wajahnya yang kotor dilapisi de-
bu, gadis cantik itu kembali bergerak naik ke tepi sungai, dan menjatuhkan
tubuhnya di bawah sebatang
pohon berdaun lebat yang melindungi tubuhnya dari
pancaran sinar matahari.
"Pendekar keparat! Aku terpaksa harus melakukan
perjalanan sehari penuh untuk menghindarinya. Un-
tung aku berhasil menghalangi pengejaran mereka
dengan senjata rahasiaku. Kalau tidak, mungkin pe-
dang keramat ini telah jatuh ke tangannya," gumam
gadis cantik itu kesal.
Keinginannya untuk memperoleh Pedang Iblis Jan-
tan gagal oleh kemunculan Pendekar Naga Putih di
Perguruan Harimau Sakti. Padahal, usahanya nyaris
berhasil jika tidak ada pendekar muda itu. Gadis itu mengeluarkan sumpah-serapah
yang ditujukan pada
Panji yang telah menggagalkan rencananya.
Mendadak, gadis cantik itu bergerak bangkit dan
langsung melesat ke atas pohon. Gadis itu mendengar ada suara langkah kaki yang
menuju ke arah tempatnya berada. Tentu saja hatinya berdebar tegang. Sebab, ia
khawatir langkah kaki itu milik Pendekar Naga Putih yang mungkin mengejarnya.
Tapi, ketika melihat sosok tinggi kurus muncul dari balik semak-semak dan
melangkah di bawahnya, terdengar helaan napas lega gadis itu. Bahkan, sepasang
matanya bersinar gembira. Agaknya, gadis itu mengenali sosok yang muncul dan
berdiri tegak di bawah pohon tempatnya duduk tadi.
"Guru...!"
Gadis berpakaian serba merah itu meluncur turun
sambil berseru riang. Sedangkan sosok bertubuh jangkung yang ternyata seorang
nenek berusia sekitar tu-juh puluh tahun lebih, tersenyum ketika melihat gadis
berpakaian serba merah yang kini berdiri di hadapan-nya dengan senyum manis.
"Dasar murid kurang ajar! Mengapa bersembunyi di
atas kepalaku, heh" Apa tidak ada tempat lain untuk bersembunyi?" tegur nenek
itu dengan wajah lucu.
Meskipun kata-katanya terdengar seperti orang marah, tapi wajahnya kelihatan
menyembunyikan senyum
yang ditahan. Jelas, nenek itu tidak sungguh-sungguh marah.
"Bagaimana Guru bisa tahu aku bersembunyi di
atas pohon...?" tanya gadis cantik yang kelihatan kaget mendengar ucapan
gurunya. Sebab, meskipun dirinya
tahu nenek itu memiliki kepandaian tinggi, tapi ia sudah menahan napas ketika
bersembunyi tadi.
"Kau benar-benar bodoh, Nila! Tentu saja aku bisa mengetahuinya dengan mudah.
Lihatlah di belakang-mu...," sahut nenek itu seraya menggerakkan kepa-
lanya ke depan.
"Hik hik hik...!" gadis cantik itu tertawa renyah ketika melihat ke belakang. Ia
baru mengerti akan kebo-dohannya. Tentu saja nenek itu mengetahui kebera-
daannya. Sebab ia lupa menyembunyikan kuda putih
tunggangannya yang telah dikenal baik gurunya.
"Sudah! Nanti saja kau lanjutkan tawamu. Seka-
rang, coba tunjukkan hasil tugas yang kuberikan padamu...," ujar nenek itu
membuat wajah gadis cantik bernama Nila yang semula kelihatan riang kini berubah
mendung. "Aku gagal, Guru...," sahut Nila seraya memonyong-
kan bibirnya dengan sikap manja.
"Heh"! Mengapa bisa gagal" Bukankah kau sudah
kubekali Pedang Iblis yang tiada duanya itu" Apa kau tidak mampu mengalahkan Ki
Sawung yang kepandaiannya tidak ada seujung kuku jari kelingking
ku...?" sergah nenek itu heran mendengar laporan muridnya. Rupanya, nenek itu
tidak bisa percaya muridnya gagal melaksanakan tugas yang menurutnya san-
gat sepele. "Bangsat tua itu tidak keluar ketika aku datangi
perguruannya," ujar Nila sambil menundukkan wajah-
nya yang kelihatan sedih.
"Eh"! Lalu..., mengapa kau sampai gagal..." Siapa
yang telah menghalangi mu?" desak nenek itu seraya mengulurkan tangannya
mengangkat dagu gadis cantik itu agar menatap ke arahnya.
"Kalau kukatakan, pasti Guru tidak akan per-
caya...," rajuk Nila tanpa berusaha melepaskan jari-jari tangan nenek itu dari
dagunya. "Hm.... Coba katakan padaku, siapa orang yang te-
lah menggagalkan tugasmu itu?" suara nenek itu terdengar melunak. Agaknya, ia
merasa iba melihat war-na kesedihan di wajah murid tunggal yang disayan-
ginya. "Dia seorang pemuda tampan yang mengenakan ju-
bah putih. Dan, sekujur tubuhnya dilapisi kabut bersinar putih keperakan yang
mengeluarkan hawa din-
gin. Guru pasti dapat menerka siapa orang itu...," sahut Nila tanpa menyebutkan
nama penghalang itu ke-
cuali ciri-cirinya. Tampaknya gadis cantik itu ingin mendengar jawaban gurunya
yang menurutnya pasti
mengetahui perihal pemuda tampan itu.
"Maksudmu..., Pendekar Naga Putih...?" desis nenek itu setelah terdiam beberapa
saat dengan kening berkerut Kelihatan sekali ia terkejut saat mendengar ciri-
ciri pemuda tampan yang menghalangi tugas murid-
nya. "Siapa lagi yang dapat menghalangiku selain pemu-
da itu. Ia benar-benar tampan sekali, Guru. Ah, andai aku bisa mendapatkan
pasangan seperti Pendekar Na-ga Putih, alangkah bahagianya...," desah Nila mem-
bayangkan pemuda tampan berjubah putih.
"Hm...," nenek itu bergumam tanpa kata. Jika me-
mang pendekar muda itu yang menghalangi muridnya,
tentu saja ia tidak bisa menyalahkan murid tunggalnya. Karena ia sadar
kepandaian muridnya bukan
tandingan pendekar besar itu.
Dari termenung dengan kepala terangguk-angguk,
tiba-tiba nenek itu mengangkat kepalanya dengan wajah bersungguh-sungguh.
Rupanya nenek itu tengah
mengerahkan indera pendengarannya untuk menang-
kap lebih jelas suara yang didengarnya secara samar.
"Ada orang datang...."
Sebelum Nila sempat bertanya atas sikap aneh gu-
runya, nenek itu sudah mengajaknya bersembunyi se-
telah lebih dulu menggebah kuda putih milik murid-
nya, yang langsung mencongklang pergi meninggalkan tempat itu.
Nila tidak membantah perintah gurunya. Meskipun
gadis itu belum menangkap suara langkah orang yang mendatangi tempat itu, tapi
ia percaya dengan pendengaran gurunya. Sebab, meskipun nenek itu telah
mendidiknya selama belasan tahun, tapi belum semua ilmu nenek itu diturunkan
padanya. Sehingga, kepandaiannya masih beberapa tingkat di bawah nenek itu.
Dugaan nenek bertubuh jangkung itu ternyata tidak
melesat Beberapa saat kemudian, Nila mulai menang-
kap suara langkah kaki lembut menghampiri tempat
mereka berada. Gadis cantik itu segera dapat menilai
orang yang datang bukan tokoh sembarangan. Karena
langkah kakinya demikian lembut, pertanda orang itu memiliki ilmu meringankan
tubuh yang tinggi.
Tidak berapa lama kemudian, dari tempat nenek
jangkung itu muncul sesosok tubuh terbungkus pa-
kaian serba hitam hendak melintas di dekat persem-
bunyian mereka. Tapi, dalam jarak satu setengah tombak dari tempat persembunyian
Nila dan gurunya, sosok berpakaian serba hitam menahan langkahnya. Ke-
palanya tegak dengan telinga bergerak-gerak. Ru-
panya, ia merasa curiga akan keadaan di sekitarnya, dan mengerahkan indera
pendengaran untuk menangkap suara-suara yang mencurigakan.
Setelah cukup lama terdiam, sosok berpakaian ser-
ba hitam kembali melanjutkan langkahnya dengan ha-
ti-hati. Meskipun ia tidak mendengar suara-suara yang mencurigakan di sekitar
tempat itu, tapi sikapnya terlihat sangat waspada hingga membuat Nila dan gu-
runya kagum. Tiba-tiba wajah nenek itu berubah tegang, setelah
sosok berpakaian serba hitam lewat beberapa langkah dari tempat
persembunyiannya. Nila merasakan kete-gangan gurunya. Aliran napas nenek itu
terdengar lebih cepat dari biasa.
"Hei, tunggu...!" seru nenek itu langsung melesat
keluar dari tempat persembunyiannya. Tentu saja Nila yang tidak mengetahui
penyebabnya menjadi heran.
Tapi, tak urung gadis itu ikut melompat keluar dari semak-semak.
Sedangkan sesosok berpakaian serba hitam sudah
melesat jauh ke depan. Kemudian, membalikkan tu-
buhnya dengan sikap siap tempur. Sehingga, baik Nila maupun gurunya terpaksa
menahan langkah agar tidak terlalu dekat dengan sosok berpakaian serba hi-
tam itu. "Hm.... Sudah kuduga ada yang tidak beres di tem-
pat ini Kiranya kalian berdua sedang bermain kucing-kucingan. Apa tidak ada
pekerjaan lain yang dapat kalian lakukan selain mengintip orang lewat..?" tegur
sosok berpakaian serba hitam yang tidak lain si Pedang Iblis.
Nila sudah siap melontarkan sumpah serapah pada
sosok itu. Tapi, gadis cantik itu menahan kedongko-lannya ketika gurunya
mencegah dengan gerakan tan-
gan. Meskipun hatinya geram, Nila tidak berani membantah isyarat gurunya.
Nenek bertubuh jangkung tidak mempedulikan ka-
ta-kata yang seharusnya dapat membuat hatinya ma-
rah. Tampaknya wanita tua itu lebih tertarik pada gagang pedang yang tergantung
di punggung sosok ber-
pakaian serba hitam itu. Sehingga, si Pedang Iblis terkejut dan merasa curiga
akan sikap nenek itu yang
mengamati punggungnya dengan sorot mata tajam dan
bersinar aneh. *** 7 "Anak muda, coba berikan pedangmu sebentar...,"
ujar nenek itu penuh minat Bersamaan dengan itu tubuhnya meluncur ke depan bagai
tidak menginjak bu-
mi. Tangan kanannya yang panjang terulur hendak
merebut pedang yang tergantung di punggung lelaki
berpakaian serba hitam itu.
Si Pedang Iblis yang memang merasa curiga dengan
sikap aneh nenek itu segera bergerak mengelak. Tentu saja pedang kebanggaannya
tidak akan dibiarkan tersentuh tangan orang lain, meski hanya untuk dilihat
Apalagi oleh orang yang tidak dikenalnya seperti nenek itu. Wuttt..!
Sambaran jari-jari tangan perempuan tua itu luput
dari sasaran. Tapi, itu bukan berarti usahanya berhenti sampai di situ. Tangan
nenek itu terus bergerak mengejar tubuh lawan. Tujuannya tetap gagang pedang
yang tersembul dari balik punggung lelaki berpakaian serba hitam.
Ketika beberapa kali mengelak, ternyata lengan itu masih terus mengejar. Si
Pedang Iblis kelihatan sangat jengkel. Maka, ketika dirinya menghindar dan
tangan itu tetap mengejar, lelaki itu tidak berusaha lagi untuk menghindar.
Malah sengaja menunggu tangan nenek
itu tiba. Dan....
Wuttt..! Dengan kecepatan yang sangat mengagumkan, Si
Pedang Iblis mencabut keluar senjatanya yang lang-
sung berputar menyambar tangan nenek itu pada ba-
gian sambungan sikunya.
"Aiiih...!"
Nenek itu terpekik kaget Cepat tangannya ditarik
pulang, dan terus melompat jauh ke belakang. Karena sinar aneh yang keluar dari
badan pedang lawan
membuat hatinya guncang. Untunglah nenek itu ber-
tindak cepat Jika tidak, bukan mustahil lengannya telah terbabat putus oleh
pedang lelaki itu.
"Pedang Iblis Jantan..."!"
Seruan kaget bercampur heran keluar dari mulut
Nila dan gurunya. Pantas nenek itu bersikeras hendak merebut pedang di punggung
lelaki berpakaian serba hitam. Rupanya, meski hanya melihat gagangnya, nenek itu
tahu senjata yang dibawa orang itu adalah Pedang Iblis Jantan. Hal itu tentu
tidak aneh. Sebab, ne-
nek itu memiliki pedang yang serupa dengan milik lelaki berpakaian serba hitam.
Pedang Iblis tersurut mundur ketika mendengar ke-
dua orang itu mengenali senjata kebanggaannya. Se-
pasang matanya bergerak liar penuh nafsu membu-
nuh. Lelaki itu tidak ingin mereka merebut senjatanya.
Nenek bertubuh jangkung rupanya mengetahui ge-
lagat itu. Cepat ia memerintahkan muridnya untuk segera mengeluarkan Pedang


Pendekar Naga Putih 59 Sepasang Pedang Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Iblis Betina yang tergan-
tung di pinggang gadis itu.
Nila pun tahu maksud isyarat gurunya, maka tanpa
banyak cakap lagi, senjata itu langsung dicabut keluar dari sarungnya.
Srattt....! Secercah sinar aneh yang menimbulkan hawa maut
mengerikan berpendar seiring tercabutnya Pedang Iblis Betina dari pinggang gadis
cantik itu. Sehingga....
"Pedang Iblis Betina..."!" seru sosok berpakaian serba hitam tidak kalah
terkejut dengan mereka berdua ketika melihat pedang di tangannya tadi. Kini ia
baru mengerti, mengapa nenek itu mengenali senjatanya
meski hanya melihat gagangnya saja.
Anehnya, Nila dan lelaki berpakaian serba hitam
sama melangkah maju, ketika kedua pedang keramat
itu tergenggam di tangan masing-masing. Keduanya
seperti tidak sadar akan perbuatan mereka. Sedang-
kan nenek itu tertawa berkakakan seperti orang kema-sukan setan. Tidak ada
kekhawatiran sedikit pun muridnya akan bertarung dengan pemegang Pedang Iblis
Jantan. Tampaknya, nenek itu telah menduga kelanjutan peristiwa itu.
Sementara Nila maupun lelaki itu terus bergerak
maju dengan pandangan lurus ke depan. Setelah jarak antara mereka tinggal
beberapa langkah lagi keduanya
berhenti. Kemudian, sama-sama mengangkat pedang-
nya ke atas. Dan...!
Trang...! Sepasang Pedang Iblis saling berbenturan, untuk
kemudian melekat satu sama lain seolah menyatu. Sedangkan pemegang senjata itu
masih terus berpan-
dangan. Kemudian, tangan kiri masing-masing terulur dan bersentuhan sedikit demi
sedikit Lalu, bagai ditarik kekuatan yang tak tampak mereka saling berpelukan
erat Entah siapa yang memulai lebih dulu. Yang jelas kedua orang itu sudah
berangkulan dengan ke-tatnya.
Cukup lama dua orang muda itu saling rangkul.
Beberapa saat kemudian, senjata keduanya turun se-
cara perlahan-lahan. Lalu, tanpa malu-malu lagi mereka bercumbu di depan mata
nenek bertubuh jangkung
yang masih memperdengarkan tawa yang melengking
tinggi. Agaknya, nenek itu memang tidak ingin mencegah apa yang dilakukan
muridnya dengan lelaki ber-
pakaian serba hitam. Malah ia menyaksikan dengan
mata tak berkedip.
"Bagus..., bagus! Kini, baik Sepasang Pedang Iblis maupun pemiliknya sudah
bersatu...," ujar nenek itu ketika melihat tubuh muridnya dan lelaki berpakaian
serba hitam sudah melepaskan rangkulan masing-masing. Keduanya tergeletak lemas
dengan peluh yang membasahi pakaian mereka.
Tidak berapa lama kemudian, Nila dan si Pedang Ib-
lis bangkit dengan wajah cerah. Setelah saling tatap dengan sinar mata penuh
kemesraan, mereka meraih
senjata masing-masing yang tergeletak di tanah be-
rumput Lalu saling mengangsurkan pedang. Seperti telah mendapat kata sepakat,
mereka menukar senjata
miliknya. "Hih hih hih...! Sekarang kalian telah resmi menjadi suami istri. Pedang Iblis
telah menyatukan pemiliknya.
Dan, mulai sekarang kalian kuberi julukan Sepasang Pedang Iblis...!" ujar nenek
yang rupanya telah mengetahui sejarah Pedang Iblis.
Pada awalnya Pedang Iblis adalah milik sepasang
suami istri kalangan sesat Itu sebabnya, mengapa Nila dan lelaki berpakaian
serba hitam langsung melakukan perbuatan yang hanya patut dilakukan sepasang
suami istri. Rupanya, kekuatan gaib dalam pedang
yang telah menyatukan mereka berdua.
"Celaka...!"
Tiba-tiba terdengar seruan yang membuat ketiga
orang itu terkejut, dan memalingkan wajah ke arah datangnya suara.
"Bagus kau datang, Ki Sawung...," desis nenek ber-
tubuh jangkung parau ketika mengenali orang yang
mengeluarkan suara.
Rupanya, peristiwa aneh yang baru terjadi membuat
ketiga orang itu lengah. Hingga tidak mengetahui kedatangan lelaki kurus berusia
sekitar enam puluh tahun yang tidak lain Ki Sawung, Ketua Perguruan Harimau
Sakti dan keturunan langsung pembuat Sepasang Pedang Iblis.
"Nini Karundeng! Rupanya, kau yang menjadi biang
keladi semua ini! Ternyata dirimu semakin tua semakin bertambah jahat dan
licik," geram Ki Sawung marah ketika mengenali wanita tua bertubuh jangkung.
"Heh heh heh...! Kini Sepasang Pedang Iblis telah
bersatu kembali. Dan, tugas pertamanya adalah mem-
bunuhmu, Ki Sawung! Sebab, kau satu-satunya ketu-
runan pembuat Sepasang Pedang Iblis yang masih hi-
dup!" desis Nini Karundeng dengan suara yang mendirikan bulu roma. Kemudian,
beralih pada sepasang
orang muda yang telah resmi menjadi penerus Sepa-
sang Pedang Iblis, "Lakukanlah tugas pertama kalian sebaik-baiknya...."
Ki Sawung yang didampingi Kandala, pemuda ber-
wajah simpatik murid utamanya, langsung bergerak
surut ke belakang beberapa langkah. Mereka sadar
ucapan Nini Karundeng akan segera terbukti.
Srattt..! Hampir bersamaan Ki Sawung dan Kandala melo-
loskan pedang dari warangkanya masing-masing. Ke-
mudian menyilangkan di depan dada, siap menghadapi Sepasang Pedang Iblis.
Ketika gadis cantik dan lelaki berpakaian serba hitam melangkah semakin dekat,
wajah Ki Sawung
[pb] tampak berubah. Keningnya berkerut dalam mena-
tap sosok lelaki berpakaian serba hitam yang meme-
gang Pedang Iblis Betina di tangan. Lelaki tua itu berusaha mengingat-ingat
wajah pemuda yang berusia se-
kitar dua puluh sembilan tahun itu. Tapi, ia lupa-lupa ingat di mana pernah
melihatnya. "Coba perhatikan lelaki berpakaian serba hitam itu, Kandala. Rasanya aku pernah
melihatnya. Apa kau
pernah berjumpa dengan pemuda itu sebelumnya...?"
bisik Ki Sawung ternyata tidak bisa mengingat di mana pernah melihat pemuda itu.
Kandala yang juga seperti pernah berjumpa dengan
pemuda berpakaian serba hitam berusaha mengingat-
nya. Tapi, meskipun seluruh ingatannya dikerahkan, tetap saja ia tidak bisa
mengingat dengan baik di mana pernah melihat pemuda itu. Akhirnya Kandala hanya
bisa menjawab dengan lemah disertai gelengan kepala perlahan.
"Aku pun tidak dapat mengenalinya, Guru. Meski-
pun aku yakin pernah melihatnya...," jawab Kandala sambil menatap wajah pemuda
berpakaian serba hitam.
Ki Sawung menghela napas panjang. Meskipun ia
tidak ingat di mana dan kapan pernah melihat pemuda itu, tapi ia yakin sosok
pemuda berpakaian serba hitam tidak asing baginya.
Sementara itu, Sepasang Pedang Iblis telah meng-
hentikan langkah dalam jarak kurang lebih satu tombak dari guru dan murid itu.
Kemudian, kedua Pedang Iblis disatukan hingga memperdengarkan suara berdenting
cukup nyaring. "Aaah..."!"
Akibatnya sungguh hebat sekali. Ki Sawung dan
Kandala tergetar mundur dengan wajah pucat Sebab,
dari badan pedang yang disatukan itu muncul sinar
berkilau yang membuat dada mereka terasa sesak.
Agaknya, kekhawatiran yang selama ini dirasakan Ki Sawung akan terwujud.
Sepasang Pedang Iblis benar-benar menunjukkan keampuhannya yang berlipat
ganda bila telah bersatu. Baru hawanya saja sudah
membuat tubuh mereka bergetar. Entah apa jadinya
bila senjata itu digunakan untuk menyerang mereka.
"Hati-hati, Kandala. Usahakan untuk tidak selalu
memandang sinar yang keluar dari badan pedang me-
reka. Selain dapat membuyarkan pemusatan pikiran
kita, sinar itu juga mengandung kekuatan sihir. Sinarnya mampu membuat tubuh
lawan tidak bergerak saat
senjata berkelebat hendak merenggut nyawa korban-
nya...," bisik Ki Sawung mengingatkan muridnya sebelum mereka menghadapi
pertempuran. Kandala yang menyadari hal itu menganggukkan
kepala perlahan. Kemudian, memusatkan pikirannya
dengan kekuatan batin agar tidak mudah terpengaruh
sihir yang keluar dari tubuh Sepasang Pedang Iblis.
"Haiiit..!"
Sepasang Pedang Iblis rupanya sudah tidak sabar
ingin segera menghirup darah mereka berdua. Diba-
rengi sebuah lengkingan panjang, tubuh keduanya melesat ke depan. Satu menerjang
Ki Sawung, sedang
yang satunya lagi menggempur Kandala.
Ki Sawung segera memejamkan mata dan. mengan-
dalkan indera pendengaran untuk menghadapi seran-
gan lelaki berpakaian serba hitam. Pedang di tangannya diputar sedemikian rupa
memainkan jurus ilmu
'Pedang Harimau Mabuk' yang merupakan ilmu pe-
dang turun-temurun dan tidak diragukan lagi kehebatannya.
Wuttt! Wuttt..!
Pedang yang tergenggam di tangan Ki Sawung pun
bukan senjata sembarangan. Pedang itu merupakan
sebuah pusaka ampuh. Meski tidak sehebat Sepasang
Pedang Iblis, tapi jarang orang yang memilikinya. Karena senjata itu merupakan
lambang kebesaran Perguruan Harimau Sakti. Pedang itu selalu berpindah tangan
bila ketua lama wafat atau mengundurkan diri karena sudah terlalu tua. Itu
sebabnya, mengapa Ki Sawung tidak ragu untuk memapak! serangan lawan
dengan pedangnya. Sebab orang tua itu yakin akan
kekuatan pedangnya. Sebentar kemudian, kedua tokoh itu telah bertarung sengit!
Dalam jurus-jurus awal kelihatan Ki Sawung dapat
mengimbangi permainan lawan. Karena orang tua itu memiliki ilmu khusus yang
telah diyakininya selama bertahun-tahun. Ilmu itu memang dipersiapkan kakek
buyutnya bila sewaktu-waktu Sepasang Pedang Iblis
jatuh ke tangan orang jahat Jurus itu adalah gabungan kekuatan lahir dan
kekuatan batin. Dan merupa-
kan bagian ilmu 'Pedang Harimau Mabuk'. Sayang il-
mu itu belum diwariskan Ki Sawung pada Kandala.
Sebab menurutnya, murid utamanya itu belum cukup
kuat untuk menerima.
"Heaaat..!"
Ketika pertempuran, menginjak jurus kedua puluh,
terlihat lawan mulai melakukan tekanan-tekanan berat dengan serangan bertubi-
tubi. Seolah Ki Sawung tidak diberi kesempatan untuk melancarkan serangan
balasan. Sehingga, orang tua itu mulai terdesak hebat!
Ki Sawung mengerahkan seluruh kepandaiannya
untuk mempertahankan diri dari serangan gencar ba-
gai tak berkesudahan itu. Pedang di tangannya diputar membentuk gulungan sinar
yang bergerak turun naik
dengan suara mengaung tajam. Meski demikian, tetap saja orang tua itu kecolongan
sebuah tendangan lawan saat menangkis tusukan pedang yang mengancam
tenggorokan. Bukkk! "Aaakh...!"
Ki Sawung terpental ke belakang sejauh satu seten-
gah tombak. Tendangan itu keras bukan main, sehing-ga tubuh lelaki tua itu masih
terus bergulingan satu tombak lagi.
"Huakh...!"
Darah segar menyembur keluar ketika Ki Sawung
berusaha bangkit dengan bertelekan pedang. Wajah
orang tua itu nampak pucat Tendangan itu serasa
membuat isi perutnya rontok!
"Hattt..!"
Pedang Iblis Jantan kembali memekik hendak
menghabisi lawan yang sudah di ambang kematian.
Senjata di tangannya berkilau mengancam tenggoro-
kan lawan yang kelihatan sudah tidak mempunyai ke-
kuatan untuk menghindar.
"Yiaaat..!"
Tepat pada saat mata Pedang Iblis Jantan tinggal
satu jengkal lebih dari sasaran, tiba-tiba terdengar lengkingan panjang yang
menggetarkan isi dada. Kemudian, disusul berkelebatnya sesosok bayangan pu-
tih yang langsung melontarkan pukulan jarak jauh
berhawa dingin menusuk tulang. Dan...
Breshhh...!"
Terdengar letupan keras menggetarkan udara di se-
kitar tempat itu. Tubuh lelaki berpakaian serba hitam terjajar mundur. Pukulan
jarak jauh itu membentur
pergelangan tangannya yang memegang pedang. Se-
hingga, Ki Sawung luput dari kematian.
"Keparat..!" umpatan itu keluar dari mulut lelaki
berpakaian serba hitam yang marah karena serangan-
nya gagal. Kemudian, kepalanya menoleh ke arah so-
sok berjubah putih yang berdiri tegak membelakangi tubuh Ki Sawung.
"Kau..."!" desis lelaki berpakaian serba hitam yang kini menyandang julukan
Pedang Iblis Jantan. Lelaki muda itu kelihatan agak terkejut dan gentar. Sebab,
dirinya pernah bertarung dan nyaris tewas di tangan pemuda tampan berjubah putih
yang tidak lain Pendekar Naga Putih.
"Ya, aku...," sahut Panji tenang. Pemuda itu diam-
diam merasa bersyukur kedatangannya pada saat yang tepat Sedikit saja terlambat,
mungkin ia tidak berhasil menyelamatkan nyawa Ketua Perguruan Harimau Sakti.
"Hm.... Kali ini jangan harap kau dapat menundu-kanku!" geram Pedang Iblis
Jantan sambil menyilangkan senjatanya di depan dada. Kemudian diputarnya
hingga menimbulkan suara mengaung tajam.
"Haaat..!"
Seiring dengan suara bentakan nyaring, Pedang Ib-
lis Jantan meluruk ke arah Panji dengan serangan
yang jauh lebih dahsyat dan mengerikan!
Wuttt..! Cepat Pendekar Naga Putih menarik mundur tu-
buhnya. Kemudian balas menyerang dengan jurus 'Il-
mu Silat Naga Sakti'. Sebentar kemudian, kedua tokoh muda itu telah saling
terjang dengan hebatnya. Sehingga, suasana di arena pertempuran jadi agak gelap.
Karena angin pukulan mereka menggugurkan dedau-
nan dan memecahkan bebatuan. Dapat dibayangkan
betapa mengerikan pertarungan maut itu. Hingga Ki
Sawung harus menyeret langkah menjauhi arena per-
tarungan yang membuat dadanya terasa sesak.
*** 8 Sementara itu, pertarungan yang berlangsung anta-
ra Pedang Iblis Betina dan Kandala, murid andalan
Perguruan Harimau Sakti, berlangsung tidak seim-
bang. Nila yang kekuatan dan kehebatannya semakin
meningkat berkat Pedang Iblis Jantan yang diguna-
kannya, mendesak Kandala sejak dari jurus pertama.
Hingga, pemuda gagah itu harus berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri
dari setiap incaran


Pendekar Naga Putih 59 Sepasang Pedang Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ujung pedang lawan yang memang sangat hebat Ber-
kali-kali pemuda itu melempar tubuhnya bergulingan untuk menyelamatkan selembar
nyawanya dari incaran maut Sampai sejauh itu Kandala masih dapat me-
nyelamatkan diri meski dengan sudah payah.
"Haiiit..!"
Untuk yang kesekian kalinya, Nila kembali melan-
carkan serangan dengan teriakan yang mengguncang-
kan jantung. Sinar pedangnya yang mengandung ke-
kuatan sihir berkelebat mengancam tenggorokan la-
wan. Sungguh kasihan pemuda gagah itu. Tenaganya
benar-benar dikuras untuk menyelamatkan diri dari
kejaran maut! Tusukan pedang yang meluncur datang laksana
sambaran kilat, membuat Kandala harus melempar
tubuhnya jauh ke belakang. Kemudian terus bergulingan, dan baru melenting
bangkit setelah yakin dirinya berada cukup jauh dari incaran ujung pedang lawan.
Tapi kendati demikian, Nila yang tak ubahnya iblis betina haus darah tidak mau
membiarkan lawan sempat menarik napas. Tubuhnya yang ramping padat
kembali melesat mengejar lawan. Pedang di tangannya berputaran menimbulkan suara
berdengung menyakitkan telinga.
"Heaaah...!"
Pemuda itu memekik sekuat-kuatnya untuk mele-
nyapkan pengaruh yang serasa memecah gendang te-
linga. Dan, pengerahan tenaga dalam itu membuatnya lengah. Sehingga, Kandala
hanya bisa membelalakkan mata saat ujung pedang lawan meluncur semakin deras!
Trang! Bunga api berpijar disertai suara berdentang nyar-
ing yang menulikan telinga. Rupanya, pada saat yang gawat itu seberkas cahaya
putih keperakan datang
menyambut luncuran pedang Nila. Akibatnya, baik tubuh gadis cantik berpakaian
serba merah maupun
pemilik pedang bersinar putih keperakan terpental ke belakang. Kenyataan itu
menunjukkan kekuatan me-
reka berimbang!
"Keparat! Manusia bosan hidup dari mana berani
mencampuri urusan Pedang Iblis Betina..."!" geram Ni-la yang sudah memperbaiki
kedudukannya dari daya
dorong yang amat kuat itu. Sepasang mata gadis cantik itu tampak liar dengan
nafsu membunuh yang
mengerikan. "Menyingkirlah, Kisanak. Biar aku yang menghada-
pi iblis betina ini...," ujar sosok berpakaian serba hijau pada Kandala yang
hanya bisa menganggukkan kepala
dan menggeser tubuhnya ke tepi arena. Rupanya pe-
muda itu masih belum bisa mengeluarkan suara. Ha-
tinya masih bergetar mengingat dirinya hampir tewas oleh ujung Pedang Iblis
Jantan di tangan gadis cantik berpakaian serba merah itu.
Sosok ramping berpakaian serba hijau itu adalah
Kenanga. Seperti halnya Panji, kedatangan gadis itu memang sangat tepat
waktunya. Sehingga, Kandala lolos dari ancaman maut.
Kedua wanita yang sama-sama cantik dan mempe-
sona itu saling berhadapan dalam jarak dua tombak
dengan sorot mata tajam. Meskipun akhirnya Kenanga harus mengalah dan membuang
pandangannya ke
arah lain. Dara jelita itu tak sanggup menentang pandang mata Nila yang demikian
tajam menusuk jan-
tung. Bahkan, Kenanga merasakan ada semacam ken-
gerian ketika menentang pandang mata yang tak
ubahnya mata iblis itu.
"Gila! Perempuan itu seperti bukan manusia! Ma-
tanya demikian tajam hingga membuat jantungku ber-
debar...," desis Kenanga tanpa mengurangi kewaspa-
daannya. Gadis itu sadar lawan yang kali ini dihadapinya tidak bisa dipandang
remeh. Terlebih dengan
adanya Pedang Iblis dalam genggaman wanita itu. Ma-
ka, dara jelita itu akan bersikap lebih hati-hati untuk menghadapi lawan yang
satu ini. "Hmh...!" Nila mendengus kasar bagai banteng luka.
Pedang Iblis Jantan yang tergenggam di tangannya diputar menyelimuti sekujur
tubuhnya. Seolah gadis
cantik itu hendak membentengi dirinya dengan kekuatan yang bersemayam di dalam
badan pedang itu.
Melihat lawan sudah membuka jurus, Kenanga
menggeser langkahnya ke kanan beberapa tindak. Pe-
dang Sinar Rembulan yang tergenggam erat di tangannya membuat hati dara jelita
itu bertambah mantap.
Gadis itu yakin pedang di tangannya tidak kalah ampuh dengan Pedang Iblis
Jantan. Hanya Pedang Sinar Rembulan tidak memiliki kekuatan jahat di dalamnya.
Meski demikian, kekuatannya tidak diragukan lagi.
"Aaat..!"
Nila langsung membuka serangan dengan teriakan
melengking tinggi yang menggetarkan tempat itu. Disusul lesatan tubuhnya yang
cepat laksana sambaran
kilat Pedang Iblis Jantan di tangan kanannya bergerak bagai seekor ular yang
meliuk-liuk, dengan pendaran sinar yang membuat dada Kenanga berdebar tegang
dan gelisah.. "Hm...."
Untuk melenyapkan keresahan di dalam hatinya,
Kenanga memutar pedangnya dengan sekuat tenaga.
Sehingga, pancaran sinar putih keperakan bergulung-gulung menyelimuti tubuh dara
jelita itu. Kemudian, langsung bergerak dengan kecepatan yang mengagumkan
menyambut serangan pedang lawan!
Trang! Trang! Terdengar benturan keras berturut-turut ketika
senjata mereka bertemu di udara. Percikan bunga api menandai kerasnya benturan
yang terjadi. Bahkan,
tubuh kedua gadis itu terdorong ke belakang sejauh satu tombak.
"Haaat..!"
"Hiaaat..!"
Kembali keduanya saling gempur dengan menggu-
nakan jurus-jurus andalan yang sama cepat dan he-
batnya. Sehingga, pertarungan berlangsung semakin
seru dan mendebarkan.
*** Pada saat yang bersamaan, Panji tengah berusaha
keras untuk mengimbangi permainan lawan. Lelaki
berpakaian serba hitam yang berjuluk Pedang Iblis Betina tampaknya tidak ingin
memberi kesempatan pada lawan untuk menarik napas. Senjata maut di tangannya
selalu mengarah ke bagian-bagian terlemah di tubuh Panji. Terlebih tenggorokan
pemuda itu yang selalu menjadi incaran utama. Memang sudah menjadi ciri pemegang
Sepasang Pedang Iblis. Seolah senjata keramat berhawa jahat itu hendak menghirup
darah korbannya melalui urat besar di tenggorokan.
Meskipun telah menggunakan ilmu 'Silat Naga Sak-
ti' ternyata Pendekar Naga Putih masih kerepotan
mengatasi serangan lawan. Sehingga, pemuda itu lebih banyak menghindar daripada
membalas serangan lawan. Akibatnya, gerakan itu membuatnya terdesak.
"Haaat..!"
Untuk kesekian kalinya dalam jurus yang kesembi-
lan puluh, si Pedang Iblis Betina kembali mengeluarkan pekikan yang merontokkan
jantung. Pedang di
tangannya bergulung-gulung seolah hendak menekan
gerak langkah Panji. Sehingga, pendekar muda itu harus mengerahkan seluruh
kelincahan dan kekuatan-
nya untuk menyelamatkan diri.
Crakkk! Sebatang pohon sepelukan orang dewasa yang be-
rada di sebelah kanan Panji langsung putus terpapas Pedang Iblis Betina.
Sedangkan Panji sudah melesat ke udara sambil melepaskan sebuah tendangan yang
mengancam punggung lawan.
Bukkk! Meskipun tendangan itu tidak terlalu kuat, namun
sempat membuat tubuh lawan terjerembab hampir
mencium tanah. Untunglah kuda-kuda Pedang Iblis
Betina cukup kokoh, sehingga tokoh sesat itu dapat berbalik dan menyabetkan
pedangnya dengan gerakan
berputar ke belakang.
Plakkk! Karena tubuhnya masih berada di udara, Pendekar
Naga Putih tidak mungkin mengelakkan serangan
maut itu. Maka tangannya segera digerakkan untuk
menepis telapak tangan lawan. Kemudian tubuhnya
berputaran dan meluncur turun dengan manis.
"Grrrrg...!"
Pedang Iblis Betina kelihatan semakin murka ketika merasakan tepisan tangan
lawan yang sempat membuat serangannya melenceng dari sasaran. Sepasang
mata lelaki berpakaian serba hitam itu menyorot tajam dengan nafsu membunuh yang
menggelegak. Jelas, ia
sangat penasaran melihat keuletan dan kehebatan
Pendekar Naga Putih.
Nini Karundeng yang menyaksikan pertarungan itu
dari tempat yang agak tersembunyi jadi tidak sabar.
Bahkan, kekhawatirannya timbul ketika melihat kehebatan Panji dan Kenanga. Maka,
segera diperintah-
kannya Sepasang Pedang Iblis untuk bersatu melalui ilmu 'Mengirim Suara dari
Jauh'. Nila yang mendapat bisikan dari gurunya baru sa-
dar akan hal itu. Maka, serangannya makin diperhebat hingga memaksa Kenanga
harus bermain mundur.
"Yiaaah...!"
Ketika Kenanga melompat jauh ke belakang untuk
menghindari tusukan pedang lawan, Nila melejit ber-jungkir balik di udara, dan
mendarat di arena pertarungan Pendekar Naga Putih yang tengah berhadapan
dengan Pedang Iblis Betina. Begitu memasuki arena, gadis itu langsung
melancarkan serangan ke arah
Pendekar Naga Putih. Sehingga, pemuda itu terkejut dan melompat ke belakang
menghindari serangan gelap itu.
Lelaki berpakaian serba hitam rupanya sudah men-
dapat bisikan Nini Karundeng. Terbukti, kakinya langsung melangkah mundur
mengikuti gerak langkah pa-
sangannya. Kemudian, kedua pedang mereka diben-
turkan. "Aaah..."!"
Panji terpekik kaget ketika benturan Sepasang Pe-
dang Iblis terasa bagai ledakan petir. Bahkan pancaran sinar pedang itu
membuatnya tidak bisa melihat mereka, kecuali pancaran sinar berhawa aneh yang
mem- buat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasa. Ada rasa kengerian menyergap
perasaan pendekar muda
itu hingga Panji terkejut!
"Celaka! Rupanya, bila sepasang senjata itu bersa-
tu, kehebatan dan pengaruh yang ditimbulkannya se-
makin mengerikan! Entah bagaimana aku harus me-
lumpuhkannya...?" desis Panji dengan dada berdebar tegang.
Melihat kekasihnya seperti terpengaruh oleh kekua-
tan jahat Sepasang Pedang Iblis, Kenanga menjadi cemas. Cepat gadis itu melesat
menghampari, dan me-
luncur turun di samping Panji.
"Kakang...," panggil Kenanga seraya menyentuh tu-
buh kekasihnya. Tampaknya, dara jelita itu khawatir Panji akan kehilangan
kesadarannya karena pengaruh sihir Sepasang Pedang Iblis.
"Kenanga...," desis Panji dengan suara kering,
membuat dara jelita itu terkejut Kenanga menangkap ada nada kegentaran dalam
suara kekasihnya.
"Kau..., merasa gentar menghadapi mereka, Ka-
kang...?" tanya dara jelita itu.
"Tidak, Kenanga. Biarpun harus mati di tangan me-
reka, aku tidak akan pernah gentar. Tapi, perasaan itu muncul begitu saja tanpa
dapat ku cegah. Perasaan ini timbul karena pengaruh Sepasang Pedang Iblis yang
memiliki kekuatan aneh...," sahut Panji yang membuat Kenanga mengangguk maklum.
Gadis itu pun merasakan hal yang sama saat berhadapan dan menatap si-
nar pedang gadis berpakaian serba merah.
"Aku pun sempat merasakannya, Kakang. Pedang di
tangan mereka benar-benar luar biasa, sanggup mem-
bangkitkan rasa gentar tanpa kita mampu mencegah-
nya...," gumam Kenanga membuat Panji semakin yakin perasaan itu muncul karena
Sepasang Pedang Iblis
yang membangkitkannya. Tentu saja perasaan itu da-
pat memecah permusuhan pikiran lawan. Sehingga,
serangan-serangan lawan jadi kacau dan tak terarah.
"Kakang, Pedang Pusaka Naga Langit..," tiba-tiba
Kenanga mengingatkan kekasihnya akan pedang muk-
jizat yang kini menyatu dalam tubuh Pendekar Naga
Putih. Bahkan, berubah menjadi suatu kekuatan hebat berhawa panas membakar.
"Ah. Kau benar. Kenanga. Mungkin hanya pusaka
mukjizat itu yang sanggup meredam kekuatan iblis dalam tubuh Sepasang Pedang
Iblis...," ujar Panji baru
teringat akan pusaka yang dimilikinya. Tanpa mem-
buang-buang waktu lagi, pemuda itu segera menyatu-
kan kekuatan batinnya dengan Pedang Naga Langit
Sesaat kemudian, Panji mengangkat tangan kanan-
nya tinggi-tinggi diiringi bentakan yang mengguntur!
"Pedang Naga Langit..!"
Hebat sekali akibat bentakan yang keluar dari mu-
lut pemuda itu. Pepohonan berderak ribut Angin keras bertiup merontokkan
dedaunan. Dan, ledakan petir
sambung-menyambung di angkasa, bersamaan dengan
terciptanya sebilah pedang yang berukuran lebih besar dan lebih panjang dari
pedang-pedang biasa. Cahaya kuning keemasan berpendar menyilaukan mata, dan
hawa panas yang menyengat membuat dedaunan
mendadak layu! Kenanga sendiri jatuh terduduk lemas akibat ben-
takan dahsyat itu. Untunglah dara jelita itu memiliki tenaga dalam kuat, dan
telah memperoleh dasar-dasar ilmu 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' yang diajarkan
kekasihnya. Sehingga, bentakan itu hanya membuat ke-
dua lututnya lemas tanpa mempengaruhi isi dadanya.
Nini Karundeng kelihatan pucat Tubuhnya ter-
huyung mundur sejauh setengah tombak. Nenek itu
tampak terkejut sekali ketika mendengar bentakan
mengguntur Pendekar Naga Putih. Sepasang matanya
membelalak hampir melompat keluar melihat sebilah
pedang bersinar kuning keemasan di tangan kanan
pendekar muda itu.
"Gila! Apakah pemuda setan itu memiliki kekuatan
sihir tinggi" Kalau tidak, bagaimana ia bisa menciptakan sebilah pedang yang
demikian hebatnya...?" desis Nini Karundeng semakin gentar pada Pendekar Naga
Putih. Ternyata pemuda itu memiliki kepandaian yang sukar diukur. Bahkan, banyak
memiliki ilmu-ilmu
langka yang tidak ada duanya.
Demikian pula dengan Sepasang Pedang Iblis. Ke-
duanya terjajar mundur meski hanya dua langkah.


Pendekar Naga Putih 59 Sepasang Pedang Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dada mereka sempat terguncang oleh bentakan meng-
guntur itu. Kendati demikian, kegarangan di wajah
mereka tidak juga pudar. Sosok Sepasang Pedang Iblis tetap sanggup membuat nyali
lawan ciut! Setelah Pedang Naga Langit tergenggam di tangan-
nya, perlahan-lahan Panji mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Rasa gentar
yang semula menguasai hatinya perlahan lenyap. Pemuda itu semakin yakin akan
dapat mengalahkan Sepasang Pedang Iblis yang memang sangat tangguh dan
berbahaya. "Hm...."
Disertai sebuah geraman lirih, Pendekar Naga Putih memutar pedang di tangannya
dengan sepenuh tenaga. Deruan angin keras berputaran membentuk gelom-
bang sinar kuning keemasan yang bergulung-gulung
dengan hebatnya.
"Heaaa...!"
Sepasang Pedang Iblis rupanya tidak terpengaruh
oleh kemunculan Pedang Naga Langit Mereka menyer-
bu dengan teriakan yang memekakkan telinga.
Bettt! Bettt! Sepasang Pedang Iblis yang memancarkan hawa,
gaib itu tidak lagi dirasakan Panji. Agaknya, pancaran cahaya gaib Pedang Naga
Langit mampu meredam kekuatan sihir Pedang Iblis. Sehingga, ketika sepasang
pedang lawan tiba, pemuda itu hanya menggeser tubuhnya ke samping. Kemudian
balas menyerang den-
gan sambaran pedangnya!
Bettt..! Bukan main terkejutnya Sepasang Pedang Iblis ke-
tika merasakan serangkum angin panas mengiringi
sambaran pedang Pendekar Naga Putih. Cepat kedua-
nya melompat mundur.
"Heaaa...!"
Panji tidak menghentikan serangannya sampai di si-
tu. Pemuda itu menerjang maju disertai sambaran pedang yang mengaung tajam.
Sehingga, kedua lawannya terpaksa mengangkat senjata untuk memapak sambaran
pedangnya. Dan....
Trakkk! "Aaakh...!"
Sepasang Pedang Iblis memekik kaget melihat sen-
jata mereka melekat ketat tidak bisa ditarik pulang.
Bahkan, keduanya merasakan kekuatan menghisap
yang sangat kuat dari pedang lawan.
Pendekar Naga Putih sendiri sempat kaget melihat
pedangnya melekat erat dengan Sepasang Pedang Iblis.
Ketika merasakan ada daya hisap yang luar biasa dari tubuh pedangnya, Panji pun
mengerti kekuatan jahat yang ada dalam Sepasang Pedang Iblis tengah dimusnahkan
Pedang Naga Langit Sampai akhirnya....
Krakkkh...! "Aaa...! Bersamaan dengan hancurnya Sepasang Pedang Ib-
lis menjadi abu, kedua majikannya meraung setinggi langit Kemudian terjerembab
ke belakang seraya me-muntahkan darah segar. Setelah berkelojotan sesaat,
keduanya pun menghembuskan napas terakhir.
Ki Sawung, Kandala, dan Kenanga baru melangkah
mendekat setelah melihat Panji berdiri tegak di dekat mayat lawan-lawannya.
Mereka menarik napas lega ketika mengetahui Sepasang Pedang Iblis telah musnah
bersama majikannya yang tewas.
"Ahhh..."! Aku ingat sekarang, Guru!" seru Kandala membuat Ki Sawung, Kenanga,
dan Panji menoleh ke
arahnya, "Pemuda ini adalah Sarpala yang bertugas
membersihkan bagian dalam bangunan induk!"
Ki Sawung yang memang jarang bertemu muka
dengan murid-murid dan pembantunya, teringat sa-
mar-samar pada pemuda bertubuh tegap yang menjadi
pembantu di perguruannya. Rupanya, pemuda itu ma-
suk ke dalam perguruannya dengan suatu maksud ja-
hat Terbayang dalam ingatan Ki Sawung, saat ia me-
nemukan Sarpala yang dalam keadaan terluka. Lelaki tua itu menolongnya dengan
mempekerjakan pemuda
itu di perguruannya. Ternyata semua itu hanya akal licik Sarpala, yang
kemungkinan besar murid Sepasang Pedang Iblis terdahulu, semasa kakek dari kakek
buyutnya. Tapi kini semua itu sudah berakhir, dan ia merasa lega.
Guru dan murid itu tampak tercenung menatap wa-
jah kedua sosok mayat yang menggeletak di depannya.
Sehingga, mereka tidak sadar Pendekar Naga Putih
dan kekasihnya telah pergi meninggalkan tempat itu.
Setelah pasangan pendekar muda itu lenyap entah ke mana, baru mereka mencari-
cari. "Hm.... Pendekar Naga Putih memang seorang tokoh
berhati mulia yang patut dijadikan contoh. Pemuda itu tidak mengharapkan balasan
di balik pertolongannya, meskipun hanya ucapan terima kasih...," gumam Ki
Sawung semakin bertambah kagum dengan pendekar
muda yang perkasa itu.
"Ke mana perginya nenek tua yang bernama Nini
Karundeng, Guru?" tanya Kandala teringat akan nenek bertubuh jangkung yang tidak
kelihatan batang hi-dungnya.
"Hm.... Kurasa perempuan tua licik itu telah mela-
rikan diri setelah melihat Sepasang Pedang Iblis tewas di tangan Pendekar Naga
Putih. Aku yakin nenek itu
tidak akan berani muncul lagi Sebab, Sepasang Pedang Iblis telah musnah menjadi
debu. Sudahlah, sebaiknya kita tinggalkan tempat ini...," ajak Ki Sawung segera
melangkah meninggalkan tempat itu diikuti Kandala di sampingnya.
SELESAI Scan by Clickers
Edited By Culan Ode
Pdf By Abu Keisel
https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Document Outline
1 *** *** 2 *** *** 3 *** *** 4 *** *** 5 *** 6 *** *** 7 *** 8 *** SELESAI Memanah Burung Rajawali 6 Pendekar Patung Emas Pendekar Bersinar Kuning Karya Qing Hong Kelelawar Hijau 8
^