Pencarian

Terdampar Di Pulau Asing 2

Pendekar Naga Putih 31 Terdampar Di Pulau Asing Bagian 2


kekejaman dan kelicikan.
Kalau pemuda itu tidak mengalaminya sendiri,
mungkin Panji tidak akan mudah percaya begitu
saja. Sebab, bagaimana mungkin seorang gadis lembut seperti yang kini berada di
hadapannya ini dapat memainkan sandiwara yang sangat sempurna. Ja-ngankan orang
lain, ia sendiri yang selalu bertindak waspada dan penuh perhitungan dalam
menghadapi seseorang, ternyata masih dapat dikelabui oleh wanita cantik itu. Benar-benar
sukar untuk dimengerti.
"Ningrum.... Siapakah kau sebenarnya..." Mengapa..., mengapa kau demikian tega
menipuku" Apa
yang sebenarnya yang kau inginkan dariku...?" ucap Panji terbata-bata.
Sepasang mata Pendekar Naga Putih yang biasa-
nya tajam mencorong itu, kini tampak meredup dan beberapa kali mengerjap lelah.
Sementara Rara Ningrum masih tetap memperde-
ngarkan tawanya yang merdu dan kegenitan. Dengan langkah gemutai, gadis itu
menghampiri Panji. Sepertinya ia benar-benar yakin terhadap keampuhan racun yang
dicampurkannya ke dalam minuman
Panji. Karena itu, ia tidak merasa khawatir sama sekali kalau pemuda itu akan
mengamuk dan mencela-kakannya.
"Hi hi hi.... Kau tebaklah sendiri, Pendekar Naga Putih. Apakah kau tidak bisa
menduga siapa diriku sebenarnya..." Hm..., temyata kau tidak secerdik dan
sepandai dugaanku..." dengus Rara Ningrum sambil mendorong tubuh Panji dengan
telapak tangannya.
Dorongan yang kelihatannya hanya perlahan dan
asal saja itu, ternyata akibatnya tidak sederhana.
Sebab, tubuh Panji yang terdorong telapak tangan halus itu, terpental menabrak
dinding kayu di
belakangnya hingga jebol! Dapat dibayangkan,
betapa hebatnya tenaga dalam yang tersembunyi
dalam telapak tangan wanita cantik itu.
"Hugkh...!"
Panji mengerang kesakitan sambil tetap meme-
gangi perutnya. Wajah pemuda itu tampak semakin merah menahankan rasa sakit yang
dideritanya. Bahkan, sepasang matanya yang jernih itu telah
berwarna merah bagaikan bola api.
Sambil memperdengarkan erangan lirih, Panji me-
rangkak bangkit dengan susah payah. Namun,
gerakan pemuda itu terhenti ketika ia merasakan beban berat yang menindih
punggungnya. Perlahan, Pendekar Naga Putih mencoba menengadahkan kepalanya untuk
melihat benda apa yang telah menekan punggungnya sedemikian berat.
Sepasang mata pendekar muda itu semakin mem-
beliak ketika melihat sebuah kaki kokoh didepan wajahnya. Dengan setengah
memaksa, Panji terus
mengangkat kepalanya untuk melihat wajah si pemilik kaki itu, selain ingin
mengetahui apa yang dilakukan orang itu sehingga membuatnya tak mampu
bangkit. "Ha ha ha...! Tak kusangka sedemikian mudahnya menundukkan pendekar yang konon
ditakuti di daratan besar. Hm.... Sayang aku tidak sempat
meng-undang tokoh-tokoh persilatan untuk menyaksikan kematianmu yang menyedihkan
ini, Pendekar Naga Putih. Tapi biar bagaimanapun, aku tetap
merasa puas dengan hasil kerja istriku yang cantik dan pandai itu. Ha ha ha...!"
ucap lelaki tinggi besar yang menekan lubuh Panji, sambil tertawa terbahak-
bahak. Lelaki tinggi besar berusia sekitar empat puluh tahun yang meletakkan kaki
kanannya di atas punggung Panji itu memandang wajah tak berdaya di ba-wahnya
dengan bengis. "Kau..., kau siapakah..." Mengapa kau melakukan semua ini kepadaku..." Bukankah
di antara kita tidak ada permusuhan?" ujar Panji yang kembali mengerang sambil menekan perutnya
kuat-kuat. Sepertinya pemuda itu merasakan sakit yang hebat dalam perutnya.
"Baiklah, Pendekar Naga Putih. Agar kau tidak mati penasaran, aku akan
memberitahukan kepadamu. Lihatlah baik-baik, orang yang saat ini berada di
hadapanmu adalah Sepasang Manusia Sesat. Dan,
nama itu telah kau ketahui dari seorang nelayan tua.
Dan, orang yang kau kenal sebagai Rara Ningrum itu, sesungguhnya adalah istriku.
la dijuluki sebagai Iblis Cantik Berwajah Malaikat. Sedangkan aku sendiri
dikenal berjuluk Raja iblis Pantai Timur. Kami berdua adalah Sepasang Manusia
Sesat, yang suatu
saat akan menguasai dunia persilatan! Ha ha ha...!"
tutur Raja Iblis Pantai Timur sambil memperdengarkan suara tawanya yang parau.
'Tapi, mengapa kalian memusuhiku...?" desak Panji seraya menyeringai menahan
rasa sakit yang dideritanya.
"Hm.... Ketahuilah, Pendekar Naga Putih. Saat ini kami berdua tengah menghadapi
suatu masalah penting yang tidak boleh diganggu oleh siapa pun.
Itulah sebabnya mengapa aku memerintahkan untuk membunuh orang asing yang
mendarat di pulau ini.
Maka, ketika aku mendengar ada seorang pemuda
asing terdampar di dekat Desa Pari, langsung ku-perintahkan orang-orangku untuk
mencari dan mem-bunuhmu," sahut Iblis Cantik Berwajah Malaikat mengakhiri
keterangannya dengan suara tawanya
yang berkepanjangan dan melengking tinggi.
"Ketika Karpala dan beberapa orang anak buahku dapat kau pecundangi, kami segera
mencari tahu siapa sebenarnya pemuda asing yang terdampar itu.
Setelah kami mengetahui ciri-cirimu, tentu saja aku dapat menebak dengan mudah
bahwa pemuda yang
terdampar itu adalah Pendekar Naga Putih. Lalu, kami atur rencana untuk
menjebakmu. Temyata
tugas yang diakukan istriku dapat dijalankannya dengan mudah. Ha ha ha...!"
Lelaki tinggi besar yang mengaku berjuluk Raja Iblis Pantai Timur itu tertawa
bergelak-gelak melihat wajah Panji yang menggam-barkan rasa penasaran setelah
mendengar ketera-
ngannya. "Kalian..., benar-benar manusia sesat yang keji!"
maki Panji yang kembali menyeringai menahan rasa sakit pada tubuhnya.
"Jangan khawatir, Panji. Racun yang kucampur dalam minumanmu tidaklah mematikan.
Hanya sedikit rasa sakit yang akan kau derita selama beberapa hari. Setelah itu,
tubuhmu akan mengalami ke-lumpuhan. Sehingga sulit bagimu untuk bertarung.
Sebab sedikit saja mengerahkan tenaga, kematianlah yang akan kau terima. Ingat
itu baik-baik!" ujar Iblis Cantik Berwajah Malaikat seraya tersenyum manis.
"Mengapa kau tidak langsung membunuhku" Apa lagi yang kau kehendaki dariku...?"
teriak Panji menekan kemarahan dalam dadanya.
Dada Pendekar Naga Putih bagai hendak pecah
ketika kemarahannya memuncak. Geram sekali hatinya ketika teringat begitu
mudahnya terperangkap oleh Sepasang Manusia Sesat berhati keji itu.
"Hm.... Kami mempunyai rencana untuk itu. Kau boleh lihat sendiri nanti.... Ha
ha ha...," sahut Raja Iblis Pantai Timur tanpa meninggalkan suara tawanya yang
khas. "Aaakh...!"
Panji mengerang dan berguUngan ketika rasa ka-
ku dalam tubuhnya hampir tidak sanggup ditahan-
nya. Setelah meregang dengan urat-urat wajah ber-sembulan, kepala pemuda itu
terkulai dan tubuhnya tidak bergerak-gerak lagi.
"Hm.... Dia pingsan, Kakang...," ucap Iblis Cantik Berwajah Malaikat sambil
mengerling ke arah lelaki tinggi besar di sampingnya.
"Biar aku yang akan membawanya," sahut Raja Iblis Pantai Timur sambil menyambar
tubuh Panji, dan meletakkan di bahu kanannya. Kemudian, istri-nya diajak untuk
meninggalkan tempat itu.
* * * "Uhhh...!"
Terdengar keluhan lirih dari seorang pemuda, berjubah putih yang tengah
terbaring di atas tumpukan jerami kering. Tampak tubuhnya menggeliat sebelum
kedua kelopak matanya terbuka dan mengerjap-ngerjap.
"Ahhh..., dimanakah aku?" gumam pemuda berjubah putih yang tak lain dari Panji
itu, seraya bergerak bangkit dan mengedarkan pandangannya
berkeliling. Kening Pendekar Naga Putih berkerut dalam ke-
tika melihat sosok seorang gadis muda tengah duduk di sudut tempat itu. Meskipun
wajah itu terlihat demikian lusuh dan lelah, tapi semua itu tidak mampu
menyembunyikan kecantikan wajahnya. Apalagi ketika sepasang mata gadis itu
mengerling ke arah Panji, hampir saja jantung pemuda itu copot dibuatnya.
"Kenanga...," desis Panji tanpa sadar.
Pendekar Naga Putih terkejut ketika melihat sepasang mata bulat yang bening itu
menatap ke arahnya. la kenal betul dengan sepasang mata itu. Sebab, sepasang
bola mata indah itu adalah milik kekasihnya, yang saat badai mengamuk, hilang
dan belum diketahui bagaimana nasibnya.
"Kau siapakah, Kisanak..." Dan, mengapa sampai bisa ditawan manusia-manusia
busuk itu" Atau kau sengaja diutus mereka untuk membujukku dengan
kerampanan wajahmu itu" Huh! Percuma! Meskipun
wajahmu setampan malaikat aku tetap tidak akan
sudi membujuk ayahku untuk memberitahukan tem-
pat penyimpanan harta pusaka leluhur kami. Jangan kau kira, aku tidak tahu
rencana busuk yang telah kalian atur. Jangan coba-coba mendekatiku! Sandiwara
konyolmu tidak akan mampu melunakkan hati-
ku!" umpat wanita cantik itu dengan tekanan suara yang kasar dan menyakitkan.
Dan, sepasang mata
indah itu tampak menatap Panji dengan penuh ke-
bencian. "Ahhh...."
Panji terionjak mundur bagaikan disengat kala
jengking. Wajah pemuda itu nampak pucat. Bahkan, napasnya pun terasa berat
seperti tersumbat.
Pendekar Naga Putih mengeluh dalam hati. Hati-
nya benar-benar ngeri sekali ketika melihat sinar kebencian yang terpancar dalam
sepasang mata indah itu. Pemuda itu merasa seolah-olah Kenangalah yang menatapnya dengan penuh
kebencian. Sehingga hati-nya terkejut dan berdebar-debar.
Panji benar-benar tidak habis mengerti, mengapa sepasang mata gadis itu sama
persis dengan mata kekasihnya. Sebab, pandangan gadis itu membuatnya merasa
seperti tengah berhadapan dengan Kenanga. Panji kenal betul dengan sepasang mata
itu. Andaikan wajah gadis itu tersembunyi di balik cadar, dan hanya sepasang matanya
yang tampak, tentu
pemuda itu akan menduga kalau gadis itu adalah
kekasihnya. Karena itu Pendekar Naga Putih hampir tidak percaya dengan
pengtihatannya sendiri.
Namun, keterkejutan Panji di mata gadis cantik
itu hanya dianggap sebagai kepura-puraan. Sehing-ga, gadis itu semakin bertambah
sinis saja menatap wajah Panji.
"Huh! Jangan harap aku akan terpengaruh dengan keterkejutanmu itu, Kisanak.
Sudah kukatakan, per-cuma segala macam sandiwara yang kau pertunjuk-
kan itu! Oleh karena itu, sebaiknya kau minta
kepada majikanmu untuk keluar dari kamarku ini!
Katakan kepadanya, bahwa sandiwara murahanmu
telah dapat kuketahui!" ujar gadis itu dengan suara ketus dan galak.
Panji menarik napas panjang dan berulang-ulang
sambil menyenderkan tubuhnya ke dinding kamar.
Hal itu dilakukannya untuk menahan gejolak rasa rindu terhadap Kenanga. Sepasang
matanya dipejamkan untuk beberapa saat lamanya, Pemuda berwajah tampan itu
benar-benar tidak sanggup melihat sinar mata wanita yang duduk di hadapannya
ini. la merasa terus-menerus diteror dengan tuduhan dan sorot kebencian. Ngeri hati
Panji seandainya Kenanga-lah yang melontarkan tuduhan dengan sorot
mata kebencian itu kepadanya.
Melihat tubuh pemuda berjubah putih itu melorot jatuh dengan mata terpejam dan
tubuh bersandar di dinding, gadis cantik itu bungkam seketika. Namun, sepasang
matanya tetap mengawasi wajah Panji yang masih memejamkan matanya rapat-rapat.
Diam-diam ada perasaan heran dalam wajah gadis itu ketika melihat wajah di
depannya tampak menderita sekali akibat ucapan yang dilontarkannya secara kasar
dan tanpa perasaan itu.
"Apakah pemuda ini benar-benar menderita karena kata-kataku" Dapatkah seseorang
memainkan sandiwara dengan sedemikian sempurnanya" Dan,
mengapa pandangan mata pemuda itu seperti me-
nyimpan kerinduan yang dalam ketika melihatku"
Kalau memang pemuda itu ditugaskan untuk mem-
bunuhku seperti yang sudah-sudah mereka lakukan, mengapa tampaknya seperti
sungguh-sungguh" Ah,
siapa tahu pemuda berjubah putih ini memang
seorang pemalu sandiwara yang pandai. Sehingga ia sengaja dikirim untuk
mengelabuiku?" desah hati gadis cantik itu resah.
Suasana dalam kamar itu kini menjadi hening
Gadis cantik itu kembali termenung seperti yang dilakukannya ketika Panji masih
belum sadar dari pingsannya. Dan, gadis itu tidak lagi menghiraukan Pendekar
Naga Putih yang masih menyandarkan
tubuhnya ke dinding kamar dengan mata terpejam
rapat. * * * 6 Setelah cukup lama menyandarkan tubuhnya de-
ngan mata terpejam. Hati Panji baru merasa tenang dan tenteram. Meskipun
perasaan rindu dan bersalah sudah tidak mengganggunya lagi, namun matanya tetap
dipejamkan rapat-rapat. Hanya saja posisi tubuhnya telah berubah. Kini tubuh
yang tegap itu tidak lagi bersandar pada dinding, tapi ditegakkan dalam sikap
semadi. Dalam posisi seperti itu, Panji merasa lebih tenang dalam melepaskan pikirannya.
Lalu, dikajinya semua peristiwa dari sejak berada di rumah Ki Rungga, hingga
berada di sebuah gubuk dalam Hutan Dandara.
"Hm... Dikiranya sedemikian mudah untuk mengelabui aku," desah Panji dalam hari,
ketika teringat saat akan meneguk tuak yang disuguhkan oleh Rara Ningrum waktu
itu. "Percuma aku dibekali ilmu pengobatan apabila tidak dapat membedakan antara
minuman yang beracun dan tidak. Hm.... Sepasang Manusia Sesat itu mengira kalau
aku telah terkecoh oleh mereka. Padahal, justru merekalah yang telah terkecoh
oleh sandiwaraku."
Senyum Pendekar Naga Putih terkembang, ketika
teringat akan kejadian pada waktu ia berpura-pura terkena racun yang dicampurkan
Rara Ningrum dalam tuak yang disuguhkan untuknya.
"Bukan aku yang bodoh. Justru merekalah yang terlalu tolol dan angkuh. Ningrum
sama sekali sadar kalau ucapanku yang memuji kenikmatannya, hanya merupakan
siasatku saja. Ketika ia ke dalam kamar dan kembali mengambil guci, semua racun
yang masuk ke dalam tubuhku sudah musnah. Wanita itu tidak tahu kalau dalam tubuhku
terdapat sebuah
kekuatan yang berasal dari Pedang Naga Langit,
yakni 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi'. Kekuatan ini mampu menolak dan memusnahkan
setiap racun yang masuk ke dalam tubuhku. Dan, ketika wanita sesat itu kembali sambil
menenteng guci tuak, semua racun dalam tubuhku sudah musnah oleh tenaga
saktiti itu," desis Panji dalam hati.
Pendekar Naga Putih kembali tersenyum sambil
tetap memejamkan matanya. Pemuda itu sama sekali tidak sadar kalau tingkahnya
tengah diamati oleh gadis cantik yang galak itu. Dan, kembali pemuda berjubah
putih itu melanjutkan lamunan tentang


Pendekar Naga Putih 31 Terdampar Di Pulau Asing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pengalamannya selama berada di pulau asing itu.
Beberapa perisriwa kembali terlintas di benaknya.
Pemuda tampan itu tersenyum penuh kemenangan.
Sebab, jenis racun di dalam tuak itu sudah dikenalnya. Juga telah diketahui
akibat yang ditimbulkan racun itu terhadap orang yang terkena sasarannya.
Sehingga, dengan pengaturan tenaga yang dibuatnya sedemikian rupa, Panji dapat
mengelabui wanita
yang berjuluk Iblis Cantik Berwajah Malaikat itu.
Bahkan, Raja Iblis Pantai Timur pun telah tertipu mentah-mentah.
Panji yang pikirannya tengah terpusat kepada
pengalaman-pengalamannya itu, tetap saja memiliki pendengaran yang peka. Maka,
ketika mendengar
ada suara langkah lembut menghampirinya, pemuda itu membuka kedua kelopak
matanya, dan menoleh
ke arah si pemilik langkah lembut itu.
"Kulihat sejak tadi kau tersenyum-senyum seorang diri seperti orang kehilangan
ingatan. Apa sebenarnya yang tengah kau rencanakan" Hm..., aku tahu!
Kau mungkin tengah mencari akal untuk memainkan sandiwara lagi, bukan" Kembali
kuingatkan, Kisanak! Simpan sandiwara murahanmu itu! Karena aku tidak akan bisa
kau pengaruhi, mengerti"!" Tegas gadis cantik itu dengan nada yang tetap ketus
dan galak. Mendengar suara makian dari gadis cantik itu,
Panji hanya tersenyum tanpa menatap wajah gadis itu. Sebab, ia takut melihat
sepasang bola mata gadis itu yang dapat membangkitkan kerinduannya terhadap
Kenanga. Itulah yang membuat Panji dapat
bersikap tenang, dan sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan-ucapan gadis
cantik itu. "Nyai, kau pastilah putri Ki Raga Baya yang bernama Rara Ningrum, bukan" Tidak
perlu kau men- jawab. Karena aku sudah dapat menduganya. Satu
hal yang yang perlu kau ketahui, Nyai. Meskipun aku masuk ke tempat ini memang
atas kemauanku sendiri dengan cara mengelabui Sepasang Manusia Sesat itu, namun kedatanganku
bukanlah dengan
maksud seperti tuduhanmu itu. Sebaliknya, kedatanganku ingin menyelidiki di mana
tempat Ki Raga Baya ditawan orang-orang berhati keji itu," jelas Panji tanpa
memberikan kesempatan kepada gadis itu
untuk memotong ucapannya.
Setelah menarik napas dalam-dalam untuk me-
nenangkan hatinya, Pendekar Naga Putih mengang-
kat wajahnya dan menatap seraut wajah cantik itu sambil tersenyum lembut.
Lantaran ia ingin melihat pengaruh ucapannya terhadap gadis galak itu.
"Tunggu.... Masih ada lagi yang ingin kusampaikan," cegah Panji seraya
mengangkat tangan kanan nya, ketika gadis itu hendak berbicara. Kemudian, dengan
gerakan perlahan pemuda itu mengisyarat-kan agar gadis itu sudi mendekat dan
duduk di atas tumpukan jerami kering di sebelahnya.
"Huh! Kau kira dengan semua keteranganmu Itu kau sudah bisa dipercaya" Lalu,
kau...." "Sabar, Nyai. Bukankah sudah kukatakan bahwa aku masih ingin menyampaikan
beberapa cerita Iagi,"
potong Panji cepat "Kau boleh percaya dan boleh juga tidak dengan apa yang akan
kusampaikan. Tapi
sebelumnya, aku mempunyai satu permintaan dan
kuharap kau sudi meluluskannya, Nyai."
Gadis cantik yang memang Rara Ningrum, putri Ki Raga Baya, tercenung sejenak
mendengar ucapan
pemuda berjubah putih itu. Hatinya sempat merasa heran karena mau mendengarkan
kata-kata pemuda
itu. Bahkan, tubuhnya sudah dijatuhkan dan duduk di tumpukan jerami kering di
sebelah kanan pemuda berjubah putih itu.
"Katakan, apa yang kau ingjnkan...?" ucap Rara Ningrum setelah terdiam beberapa
saat lamanya. Meskipun suara gadis itu sudah tidak segalak
semula, namun tetap saja mengandung ketegasan.
Sehingga Panji menjadi kagum dengan sikap hati-
hati gadis cantik itu.
"Permintaanku tidak sulit Tapi, mungkin cukup berat untuk kau lakukan," sahut
Panji sambil menatap wajah gadis itu yang juga tengah menatapnya dengan kening
berkerut. Dan, pemuda itu terpaksa harus menekan kembali gejolak rindunya ketika
menatap sepasang mata bulat yang sangat mirip
dengan mata Kenanga.
"Tidak perlu bertele-tele! Cepat katakan!" dengus Rara Ningrum tajam.
"Nyai, tataplah aku, telitilah seluruh wajahku.
Lalu katakan, apakah wajah sepertiku ini mirip
dengan orang yang tengah bersandiwara" Nah,
nilailah sendiri. Dan, aku akan menerimanya dengan hati lapang. Kalau memang kau
temukan ada pancaran kelicikan atau gambaran keculasan, kau boleh tidak
mempercayaiku," pinta Panji sambil menggeser tubuhnya hingga tepat berhadapan
dengan gadis cantik itu. Lalu, ditatapnya wajah gadis itu lekat-lekat.
Mendengar permintaan yang aneh dan lucu itu,
hampir Rara Ningrum hdak bisa menahan tawanya.
Namun, perasaan itu ditekannya ketika teringat bahwa orang yang tengah
dihadapinya adalah pemuda
asing, yang sama sekali tidak dikenalnya. Sadar kalau sikap manisnya bisa
mengakibatkan bencana, maka gadis itu pun mengeraskan hatinya dan balas menatap
tajam pemuda di hadapannya.
"Hm.... Meskipun wajahmu tidak menunjukkan tanda-tanda seorang penjahat, namun
semua itu bukan jaminan. Sebab, wanita iblis yang merebut pulau ini dari tangan
ayahku pun memiliki wajah yang
lembut dan sama sekali tidak nampak jahat. Tapi, nyatanya ia seorang wanita
berhati keji dan licik.
Walaupun begitu, aku bersedia mendengarkan ceritamu, silakan!" Ucap Rara Ningrum
setelah berpikir bahwa tidak ada ruginya mendengarkan apa yang
akan disampaikan pemuda itu kepadanya.
"Terima kasih, Nyai. Rasanya hal itu cukup membuat perasaanku lega," ujar Panji
yang semakin bertambah kagum dengan sikap hati-hati Rara Ningrum.
Walaupun usia gadis itu tidak berbeda jauh dengan Kenanga, namun jelas bahwa
Rara Ningrum memiliki sikap yang lebih matang ketimbang kekasihnya.
Dengan singkat dan jelas, Pendekar Naga Putih
menceritakan pengalamannya bertemu dengan Iblis Cantik Berwajah Malaikat yang
mengaku sebagai
Rara Ningrum. Selain itu, diceritakan pula tentang siapa dirinya dan bagaimana
sampai terdampar di pulau ini. Bahkan, untuk meyakinkan hati gadis itu, Panji
terpaksa memamerkan kedua tenaga sakti yang dimilikinya. Karena kedua tenaga
sakti itu merupakan ilmu yang sangat langka, dan tidak mungkin
dimiliki orang lain, sehingga Rara Ningrum sempat terbelalak menyaksikannya.
"Nah, Ningrum. Dengan kepandaian yang kumiliki saat ini, katakanlah dengan
jujur, pantaskah aku berada dalam pengaruh Sepasang Manusia Sesat ...?"
Tanya Panji setelah mengakhiri ceritanya.
Sementara Rara Ningrum yang masih terpesona
dengan dua tenaga sakti yang dipertunjukkan Panji, belum dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan
pemuda tampan itu. Rasa terkejutnya belum hilang ketika menyaksikan ilmu-ilmu
dahsyat yang ditun-jukkan Panji kepadanya.
"Ningrum...," panggil Panji ketika melihat gadis itu masih tetap terbengong-
bengong. "Eh, apa..., apa...?" sahut Rara Ningrum tersadar dari keterpakuannya. Tampak
wajah cantik itu dija-lari rona merah. Karena menyadari sikapnya yang memalukan
tadi. "Hm..., kau tidak mendengar pertanyaanku...,"
tegur Panji tersenyum ketika melihat wajah gadis itu menjadi tersipu.
"Kakang..., masih ada lagikah ilmu milikmu yang belum kau tunjukkan padaku...?"
Tanya Rara Ningrum yang menyebut Panji dengan panggilan kakang.
Jelas, panggilan itu mengungkapkan perasaan yang terkandung di dalam hati gadis
cantik itu. Sebab, tidak mungkin Rara Ningrum akan memanggil demikian kalau
hatinya masih tidak mempercayai Pendekar Naga Putih.
"Pertanyaanmu aneh, Ningrum. Mengapa kau bertanya demikian?" ujar Panji seraya
mengerutkan keningnya ketika mendengar pertanyaan yang aneh dari Ningrum.
Namun, setelah Pendekar Naga Putih mengamati
raut wajah gadis cantik itu, tidak ditemukannya ejekan ataupun cemoohan terhadap
apa yang telah dilakukannya tadi. Bahkan sinar matanya tampak
penuh permohonan. Sehingga pemuda itu merasa
tidak tega untuk menolaknya.
"Maaf kalau pertanyaanku ini terdengar aneh, Kakang. Terus terang, selama ini
aku belum pernah menyaksikan ilmu-ilmu yang Kakang tunjukkan
padaku tadi Bahkan, terlintas dalam benakku pun tidak, Kuharap Kakang sudi
memaklumi pertanyaanku. Dan, kalau Kakang tidak keberatan, aku ingin melihat
ilmu yang mungkin belum Kakang tunjukkan padaku. Karena aku sekarang telah
mempercayaimu sepenuhnya, dan tentu saja aku mengharapkan bantuan Kakang, Itu
pun kalau Kakang tidak keberatan,"
jelas Rara Ningrum dengan wajah sungguh-sungguh.
"Hm.... Sebenarnya tidak ada lagi yang dapat ku-perlihatkan kepadamu, Ningrum.
Kalaupun masih ada, mungkin tidak akan aneh bagimu. Sebab, ilmu ini mempunyai kaitan erat
dengan 'Tenaga Sakti Ilmu Panas Bumi' yang tadi kutunjukkan kepadamu," ujar
Panji yang merasa senang dengan pengakuan gadis itu karena telah menaruh
kepercayaan penuh
kepadanya. "Tunjukkanlah, Kakang. Aku ingin menyaksikannya...," desak Rara Ningrum dengan
sepasang mata berbinar.
"Baiklah. Mudah-mudahan saja kau tidak
kecewa," jawab Panji yang tidak sanggup melihat pancaran sinar mata Rara
Ningrum. Karena tidak ingin mengecewakan perasaan gadis
Itu, maka Pendekar Naga Putih segera mengerahkan tenaga batinnya dan disatukan
dengan Pedang Naga Langit yang tersimpan dalam tubuhnya.
Rara Ningrum membelalakkan matanya setengah
tidak percaya ketika melihat sebilah pedang bersinar keemasan yang serta merta
telah berada dalam
genggaman tangan pemuda itu. Hampir saja gadis itu memekik, ketika pedang yang
berukuran lebih besar dan lebih panjang dari pedang biasa itu, bergerak naik dan
berputaran di sekeliling tubuh Panji.
Bahkan gadis itu sempat merasa ngeri ketika Pedang Naga Langit bergerak
mengitari tubuhnya. Sehingga tubuh gadis itu gemetar karena kengerian yang
mencekam hatinya. Pedang keramat itu memang
memiliki perbawa yang mengerikan.
"Cukup, Kakang. Cukup...," desah Rara Ningrum dengan suara yang hampir tak
terdengar. Pendekar Naga Putih yang tidak lagi memejamkan
kelopak matanya seperti pada waktu mendapatkan
ilmu itu, segera menarik pulang Pedang Naga Langit, dan disatukan kembali ke
dalam tubuhnya. Secara mendadak, pedang itu lenyap dari pandangan Rara Ningrum.
"Luar biasa sekali, Kakang! Dan, aku yakin kalau itu bukanlah ilmu sihir seperti
yang pernah kulihat.
Hm.... sekarang aku tidak ragu-ragu lagi, Kakanglah orang yang dapat
menyelamatkan pulau ini dari
tangan manusia-manusia rakus itu," ujar Rara Ningrum sambil menatap Panji dengan
penuh kagum. Menyaksikan tatapan Rara Ningrum, hati Panji
sempat bergetar aneh. Wajah pemuda itu menegang ketika melihat sinar cinta yang
tersembunyi dalam pandangan mata gadis itu. Karuan saja hal itu membuat hati
Panji khawatlr.
"Mudah-mudahan apa yang kulihat ini hanya
perasaanku saja. Kalau tidak, bagaimana aku harus mengatakannya" Ah, Kenanga!
Kalau saja saat ini kau berada di sampingku, tidak perlu aku merasa khawatir
seperti saat ini. Sebab, keberadaanmu, tentu akan membuat Ningrum sadar. Dan
tidak akan kecewa. Yahhh, mudah-mudahan saja dugaanku
tidak benar...," desah Panji dalam hati.
*** "Ningrum...," panggil Panji setelah mereka sama-sama hanyut dalam alam pikiran
masing-masing. Hal itu dapat dilihat Pendekar Naga Putih dari
sinar mata gadis itu yang tampak menerawang dan kosong. Entah apa yang sedang
dilamunkannya sampai sedemikian terlena, dan tidak menyadari keadaan
sekelilingnya. "Hm...," sambut Rara Ningrum setengah mende-sah.
"Apakah Sepasang Manusia Sesat itu menguasai pulau ini hanya untuk merebut
pusaka peninggalan leluhurmu" Mungkinkah ada hal-hal lain yang
mereka Inginkan...?" Tanya Panji yang sedikit merasa heran. Meskipun disadarinya
banyak manusia saling bunuh hanya karena harta dan kedudukan, namun
Pendekar Naga Putih ingin mengetahui penyebab
lain, yang mendorong Sepasang Manusia Sesat merebut Pulau Mimpi.
"Itu hanya salah satu dari tujuan mereka, Kakang.
Selain Sepasang Manusia Sesat ingin menguasai
pulau dan merebut pusaka leluhur kami, di pulau ini juga tersimpan harta karun.
Karena itu pulau ini di-sebut sebagai Pulau Mimpi. Apakah kira-kira Kakang tidak
dapat menduganya?" Rara Ningrum balik bertanya sambil menatap Panji dengan
sepasang mata indahnya.
Pendekar Naga Putih kembali menekan perasaan-
nya ketika melihat kilatan aneh di mata gadis cantik itu. Hati pemuda itu kian
cemas ketika melihat sikap aneh yang tersirat dari sepasang mata Rara Ningrum.
Dan, cahaya itu selalu membuat hatinya gemas.
Sehingga, Panji terpaksa menekan gejolak yang
bergolak di dadanya, sebelum menjawab pertanyaan Ningrum.
"Mmm..., mungkin pulau ini menyimpan sesuatu yang sangat berharga. Tapi,
entahlah..." Aku tidak bisa menebaknya. Satu hal yang mungkin membuat
tempat ini dinamakan Pulau Mimpi karena keindahannya. Dan, aku sudah menyaksikan
semua itu ke- tika melintasi Hutan Dandara. Selama aku bepergian dari satu tempat ke tempat
lainnya, baru Hutan
Dandara itulah yang demikian indah dan mempe-
sona. Sangat menyenangkan sekali kalau dapat
tinggal dan membangun sebuah pondok di sana,"
sahut Panji yang mengalihkan pandang matanya ke arah langit-langit kamar. Jelas,
ia tidak sanggup menatap sepasang mata Rara Ningrum.
"Tidak, bukan keindahan tempat ini yang membuat orang menyebutnya Pulau Mimpi.
Tapi, karena harta karun yang ada di dasar laut yang membuat pulau ini menjadi
incaran orang-orang berhati
serakah," bantah Rara Ningrum masih berteka-teki.
Sepertinya gadis cantik itu sengaja ingin membuat hati Panji penasaran dengan
keterangannya yang
serba sedikit itu.
"Apa itu, Ningrum...?" desak Panji yang merasa penasaran.
"Butiran mutiara, Kakang. Biji-biji putih yang mengeluarkan sinar mempesona
itulah yang membuat
orang-orang serakah sering mendatangi pulau ini, dan merebutnya dari tangan
ayah. Sedangkan ayah sendiri tidak begitu tertarik dengan kekayaan alam pulau
ini. Karena beliau bukanlah orang serakah,"
jelas Rara Ningrum sambil menatap wajah Panji
lekat-lekat. Sepertinya gadis cantik itu ingin mengetahui apakah sahabat barunya
ini tertarik dengan harta karun itu atau tidak.
"Ohhh..., jadi itu yang menyebabkan tempat ini dinamakan Pulau Mimpi. Tidak
aneh! Di dunia ini banyak orang yang hidupnya hanya mengejar harta dan
kedudukan. Dan, itu merupakan suatu hal yang biasa saja," ujar Panji seraya
menghembuskan napasnya.
Setelah mendengar keterangan gadis itu, Pendekar Naga Putih semakin mengerti
mengapa Sepasang
Manusia Sesat tidak memperbolehkan orang-orang
asing mendatangi pulau ini. Dan, ia pun maklum dengan perbuatan tokoh sesat yang


Pendekar Naga Putih 31 Terdampar Di Pulau Asing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengejar dan ingin membunuhnya itu. Rupanya benda-benda itu yang
membuat Sepasang Manusia Sesat menjaga pulau Ini secara ketat.
Tiba-tiba saja, Panji memberi isyarat kepada Rara ningrum.
*** 7 Rara Ningrum yang semula tidak mengerti dengan
kelakuan Panji, menjadi heran. Namun, isyarat
pemuda itu tetap diikutinya. Dan setelah telinganya menangkap suara langkah kaki
beberapa orang mendatangi tempat itu, baru ia mengerti. Hatinya semakin kagum
setelah mengetahui kepekaan pendenga-
ran pemuda berjubah putih itu.
Sambil duduk termenung dalam sikap semula,
Rara Ningrum membiarkan pikirannya melayang ke
arah pemuda tampan yang baru saja dikenalnya itu.
Dan, ia tahu betul penyebab perasaan aneh yang
membuat hatinya menjadi gundah. Rara Ningrum
sadar kalau Panji telah membuat hatinya tertarik.
Selain memiliki ilmu kepandaian tinggi, sikap
pemuda itu sangat sopan dan menimbulkan rasa
hormat. "Ah, Kakang Panji memang seorang pemuda yang hebat, dan tidak ada bandingannya.
Tentu banyak gadis yang tertarik dengan sikap maupun ketena-ngannya. Hhh...,
apakah aku sudah tertarik kepadanya...?" desah hati Rara Ningrum yang merasakan
getaran aneh bila bertatapan dengan pemuda itu.
Namun ia belum yakin sepenuhnya. Sebab, baginya sulit menerka apa yang
terkandung dalam hati
pemuda Itu. Suara derit daun pintu yang terkuak dari luar
membuat gadis cantik itu menengadahkan kepalanya sejenak. Kemudian kembali
menunduk ketika melihat benda yang disodorkan penjaga, melalui celah-celah pintu
yang hanya terbuka sedikit. Setelah itu, pintu kembali tertutup. Dan, terdengar
suara langkah kaki penjaga itu yang menjauh.
"Mereka hanya mengjrim makanan untuk kita, Kakang," ujar Rara Ningrum
memberitahukan Panji sambil menggeser tubuhnya mendekati pemuda itu.
"Apakah selama ini mereka sering mengirimkan makanan seperti itu untukmu...?"
Tanya Panji yang segera bangkit dan mengambil makanan itu. Kemudian
disodorkannya kepada Rara Ningrum yang
segera menyambut tanpa ragu.
"Begitulah, Kakang. Mungkin sekarang hari sudah siang. Hhh..., benar-benar
membosankan, setiap hari selalu terkurung dalam ruangan yang pengap ini,"
desah Rara Ningrum sambil tangannya mengambil
minuman yang diletakkan Panji di samping kanan
gadis cantik itu.
Panji tidak menanggapi ucapan Rara Ningrum.
Saat itu makanan dan minuman yang disuguhkan
untuk mereka tengah ditelitinya. Kening pemuda itu berkerut ketika mencium
adanya sesuatu yang aneh dalam makanan dan minuman itu. Meskipun ia tidak dapat
langsung menduga jenis racun yang dicampurkan ke dalam hidangan itu, namun Panji
mengetahui kalau semua hidangan itu telah mengandung racun.
Untuk dapat mengetahui jenis racun yang dicam-
purkan ke dalam makanan dan minuman itu, Panji
mencicipinya setelah terlebih dahulu mengcrahkan
'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi', yang memang mam-pu melenyapkan segala jenis
racun. Setelah minuman itu mengalir ke dalam kerongko-
ngannya, barulah Panji mengetahui jenis racun yang dicampur ke dalam makanan dan
minuman itu. Meskipun demikian, ia sama sekali tidak mencegah Rara Ningrum yang menyantap
makanan itu tanpa
curiga sedikit pun. Sebab, ia ingin mengetahui maksud Sepasang Manusia Sesat itu
mencampurkan racun ke dalam makanan dan minuman. Karena itu
dibiarkannya saja Rara Ningrum terkena pengaruh racun, yang diketahuinya tidak
akan membawa kematian. Diam-diam Panji merasa bersyukur, kedua tokoh
sesat yang menawan mereka tidak mengetahui kalau dirinya memiliki ilmu
pengobatan. Pemuda berjubah putih itu tersenyum membayangkan keterkejutan
mereka jika mengetahui racun itu tidak mempengaruhi dirinya. Dan Pendekar Naga
Putih ingin membuat kejutan itu!
"Mengapa kau tidak makan, Kakang" Apakah kau takut makanan dan minuman ini
dicampuri racun"
Hm.... Percuma kau memiliki kekuatan sakti apabila masih merasa takut dengan
racun...," goda Rara Ningrum ketika melihat Panji tidak menyentuh makanan atau
minuman sedikit pun.
"Nantilah, Ningrum. Aku belum merasa Tapi, kalau kurang, boleh kau ambit
bagianku ini... ujar Panji menawarkan, sambil mengangsurkan maka-nannya kepada
gadis itu. "Kurang ajar! Apa kau pikir perutku ini mengem-bang seperti balon" Aku tidak
serakus seperti yang kau sangka, Kakang," maki Rara Ningrum.
Meskipun marah, namun dari sinar matanya, Pan-
ji tahu kalau Rara Ningrum sama sekali tidak merasa tersinggung. Panji tertawa
kecil ketika melihat mulut gadis cantik itu cemberut. Malah perbuatan gadis itu
semakin membuat wajahnya menarik dan memikat.
"Gila...!" desis hati Panji sambil mengalihkan pandangannya, dan berpura-pura
memperhatikan rua-
ngan yang mengurung mereka.
Sambil bangkit dan melangkah pelan, Panji mene-
kan getaran aneh saat beradu pandang dengan Rara Ningrum. Bersamaan dengan itu,
melintas bayangan kekasihnya. Kerinduan yang menyesakkan dadanya
selalu muncul bila memandang bola mata putri Ki Raga Baya itu. Sehingga, hati
Panji menjadi resah dan tidak bisa bersikap tenang.
Sebenamya, apa yang dirasakan Panji tidak akan
pernah terjadi apabila nasib kekasihnya diketahui.
Dan, ada perasaan bersalah yang selalu menghantui batinnya. Karena itu seBap
kali matanya menatap lekat lekat bola mata Rara Ningrum, pemuda berjubah putih
Ini menjadi gelisah. Sepertinya ia melihat tatapan Kenanga dalam sinar mata Rara
Ningrum. "Ohhh...."
Tiba-tiba saja Rara Ningrum merasakan pandang-
annya berkunang-kunang setelah menghabiskan ma-
kanannya. Gadis cantik itu mengeluh sambil memijat-mijat keningnya yang terasa
pusing. Sedangkan wajahnya tampak mulai kemerahan. Titik-titik keri-ngat pun
mengalir dari keningnya. Jelas, racun yang dicampur ke dalam makanan itu sudah
mulai bekerja. Panji sendiri yang sudah menduga akibat yang
bakal dihadapi Rara Ningrum berpura-pura kaget
dan panik Kemudian pemuda itu melangkah terburu-buru mendekati gadis itu. Pemuda
berjubah putih itu tidak merasa khawatir sedikit pun. Sebab, racun itu tidak
berbahaya dan hanya pembius yang dapat
menimbulkan rangsangan birahi.
"Ohhh..., mengapa udara tiba-tiba menjadi panas sekali, Kakang" Apakah...,
apakah kau tidak merasa-kannya?" desah Rara Ningrum yang mulai menggeliat-geliat
bagaikan orang kepanasan. Sedangkan wajahnya semakin memerah, dan bibirnya mulai
membentuk senyuman yang penuh rangsangan.
Meskipun demikian, Panji tetap saja tidak beru-
saha untuk menolong Rara Ningrum dari penderitaannya. Sebab menurut
perkiraannya, tidak lama lagi pasti ada orang yang datang ke tempat itu.
Dugaan Panji ternyata tidak meleset! Tak berapa lama kemudian, terdengar suara
langkah kaki mendatangi tempat itu. Cepat-cepat Panji mengerahkan Tenaga Sakti
Inti Panas Bumi'nya. Sehingga, keada-annya pun tidak berbeda dengan apa yang
dialami Rara ningrum.
Terdengar suara derit pintu yang terbuka, disusul masuknya enam orang lelaki
kasar. Sedangkan di
belakangnya, tampak empat orang lelaki kasar berwajah bengis yang berjuluk Lima
Setan Hitam. Empat dari lima lelaki berpakaian serba hitam itu pernah berhadapan dengan Panji
di dalam Hutan Dandara. "Hm.... Cepat angkat kedua orang itu! Bawa keduanya menghadap ketua!" terdengar
perintah yang keluar dari salah seorang lelaki bengis itu.
Wajahnya yang tampak kehitaman menjadi semakin
hitam ketika melihat wajah Panji. Sepertinya ia masih menyimpan dendam terhadap
pemuda yang telah menewaskan salah seorang rekannya itu.
Tanpa diperintah dua kali, enam orang lelaki bergegas mendekati Panji dan Rara
Ningrum yang te-
ngah menggelepar dengan peluh meleleh dan mem-
basahi pakaian mereka. Namun, sebelum mereka
sempat menyentuh tubuh kedua orang itu, terdengar sebuah bentakan yang
menghentikan gerakan keenam lelaki kasar itu.
"Tunggu...!" seru salah seorang dari Lima Setan Hitam.
"Ada apa lagi, Adi...?" tegur lelaki kekar berwajah kehitaman yang merasa tidak
senang dengan kelakuan adik seperguruannya.
"Hm.... Kita harus menotok lumpuh dulu tubuh mereka sebelum membawanya. Sebab,
aku khawatir kalau pemuda itu hanya berpura-pura saja, Kakang,"
sahut lelaki berkumis lebat itu sambil menahan
langkahnya. "Ah, kau bodoh sekali, Adi. Bukankah kita semua telah tahu, pemuda yang berjuluk
Pendekar Naga Putih ini sudah dilumpuhkan oleh ketua kita.
Sedangkan obat yang kini berada dalam tubuhnya
telah membuatnya tak berdaya. Meskipun kelum-
puhannya telah terbebas, namun pikirannya tidak dapat berfungsi dengan baik.
Sebab, pengaruh obat perangsang itu, menurut ketua, sangat kuat sekali.
Sehingga korbannya tidak dapat berpikir jernih,"
jelas lelaki kekar berwajah kehitaman itu.
Mendengar penjelasan itu, lelaki berkumis tebal yang semula hendak menotok Panji
dan Rara Ningrum, kembali melangkah mundur setelah memerin-
tahkan untuk mengangkat kedua tubuh yang tengah tergeletak kepayahan itu.
Tanpa mengalami kesulitan sedikit pun, keenam
orang lelaki kasar itu bergegas mem bawa tubuh
Panji dan Rara Ningrum ke luar. Tak berapa lama kemudian, tempat itu kembali
sunyi. *** "Ketua, kami Lima Setan Hitam datang meng-
hadap...," ujar lelaki kekar bermuka kehitaman, tnewa tali tiga orang rekannya.
"Hm.... Bagus... Cepat bawa kereta. Kita segera berangkat ke tempat tua bangka
yang keras kepala itu. Ingin kulihat, apakah ia masih dapat bertahan melihat
putrinya berzinah di depan matanya dengan seorang pemuda asing," dengus lelaki
tinggi besar berwajah bengis itu sambil bergerak bangkit dari kursinya.
"Hi hi hi...! Aku yakin kali ini ia akan menyerah, Kakang. Dan, pusaka pulau ini
akan segera menjadi milik kita," timpal wanita cantik berwajah lembut, seraya
memperdengarkan suara tawanya yang melengking berkepanjangan.
Sepeninggal Lima Setan Hitam, sepasang suami
istri itu pun segera melangkah lebar dari dalam ruangan megah yang lebar itu.
Mereka terus berjalan menuju sebuah kereta kuda, yang telah siap didepan halaman
gedung itu. Setelah berada di dalam kereta, lelaki tinggi besar yang berjuluk Raja Iblis
Pantai Timur itu mengulap-kan tangannya. Sebentar kemudian, kereta kuda itu
bergerak meninggalkan halaman gedung. Di belakangnya menyusul sebuah kereta kuda
lain, tempat Panji dan Rara Ningrum berada.
Saat itu matahari sudah semakin bergeser. Sinarnya memancar garang menjilati
permukaan bukit.
Namun, dua kereta kuda itu terus bergerak maju
tanpa mempedulikan pariasnya sengatan matahari
yang terik slang itu.
Laju kereta yang semula cepat, mulai agak lambat ketika melalui jalan berbatu
dan berbelok-belok. Kemudian kedua kereta kuda itu berhenti didepan
mulut gua yang kiri kanannya dijaga dua orang
kakek kembar berpakaian merah dan hitam.
Kedua penjaga berwajah sama itu membungkuk
hormat ketika Sepasang Manusia Sesat keluar dari dalam kereta pertama.
"Salam, Ketua...," ucap keduanya dengan gerakan-gerakan tangan yang terlihat
aneh. "Hm.... Bagaimana keadaan tua bangka keras kepala itu, Siluman Kembar Teluk
Merah?" Tanya Baja Iblis Pantai Timur, dingin.
"Ampun, Ketua Ki Raga Baya tetap tidak mau menunjukkan harta pusaka leluhurnya.
Sepertinya ia lebih baik mati daripada menunjukkan tempat
penyimpanan harta itu," jawab kakek berpakaian merah, tanpa mengangkat
kepalanya. "Bawa tua bangka itu keluar! Aku ingin tahu, apakah kali ini ia masih tetap
tidak mau membuka mulutnya?" Dengus Raja Iblis Pantai Timur, seraya membalikkan
tubuhnya dan melangkah ke arah
sebuah bangunan sederhana yang hanya beberapa
tombak letaknya didepan mulut gua.
Sedangkan Iblis Cantik Berwajah Malaikat, me-
langkah lebar menuju kereta kuda tempat Panji dan Rara Ningrum berada.
"Seret pemuda dan gadis itu keluar! Bawa mereka ke pondok, cepat!" perintah
wanita berhati iblis itu kepada Lima Setan Hitam.
Tanpa diperintah dua kali, Lima Setan Hitam se-
gera mematuhi perintah Iblis Cantik Berwajah Malaikat.
Dengan pandangan bengis, iblis Cantik Berwajah
Malaikat mengjringi anak buahnya yang membawa
tubuh Panji dan Rara Ningrum. Jelas sekali adanya sorot kebencian dari sepasang
mata wanita cantik berhati Iblis itu. Entah apa yang menyebabkan
wanita cantik itu membenci Panji.
Tubuh Panji dan Rara Ningrum dilemparkan begi-
tu saja di halaman depan pondok. Sehingga, keduanya merintih akibat bantingan
yang cukup keras itu.
Meskipun demiklan, mereka tetap memejamkan ma-
ta. Karena keduanya masih dalam keadaan setengah sadar.
"Hm.... Sebentar lagi kita akan menyaksikan sebuah pertunjukan yang langka dan
menarik. Ha ha ha...! Betapa akan geger dunia persilatan bila berita tentang
berzinahnya Pendekar Naga Putih dengan
putri Majikan Pulau Mimpi, tersiar hingga ke daratan besar. Tentu keadaan akan
ramai sekali...," ujar Raja Iblis Pantai Timur dengan suara parau dan berat.
"Benar, Kakang. Dan, yang lebih menggembirakan, nama kita tentu akan semakin
disegani dan ditakuti kaum rimba persilatan. Sebab, kita berdualah yang sanggup
membuat pendekar muda itu tidak berdaya," sambut Iblis Cantik Berwajah Malaikat
dengan suaranya yang tjnggi dan merdu. Jelas, Sepasang Manusia Sesat itu benar-
benar memiliki hati yang keji dan tak berperasaan. Hal itu tercermin dari
rencana mereka yang jahat dan kotor.
"Hm.... Ikat tua bangka tak tahu diuntung itu ke batang pohon! Biar dia dapat
menyaksikan bagaimana nikmatnya melihat pertunjukan yang akan
berlangsung di depan matanya," perintah Raja Iblis Pantai Timur, begitu melihat
seorang lelaki setengah baya keluar dari dalam gua. Wajah dan pakaiannya kusut
dan tak karuan. Sedangkan di kanan-kirinya terdapat dua orang kakek kembar
bertubuh tinggi kekar. Mereka selalu dipanggil dengan julukan Siluman Kembar
Teluk Merah. Tanpa banyak tanya lagi, kakek kembar itu pun
segera melaksanakan perintah ketuanya. Dengan
sigap, keduanya mengikatkan rantai-rantai baja pada kedua tangan dan kaki orang
tua itu ke batang
pohon. Kemudian, keduanya segera berdiri di kiri-kanan lelaki setengah baya itu
yang tak lain adalah Ki Raga Baya.
"Hm.... Kekejaman apa lagi yang akan kau
tunjukkan kepadaku, Manusia Sesat" Apakah masih belum cukup kau bunuh putra dan


Pendekar Naga Putih 31 Terdampar Di Pulau Asing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

istriku?" dengus lelaki setengah baya itu seraya menatap Raja Iblis Pantai Timur
dan Iblis Cantik Berwajah Malaikat dengan pandangan mata tajam dan penuh ejekan
"Dengar, meskipun kali ini kau akan menyiksaku, tetap tidak akan kuberitahukan
di mana tempat harta leluhurku! Hmh...! Usahamu akan sia-sia,
Manusia Keji!"
"Ha ha ha...! Kita lihat saja sebentar lagi, Raga Baya! Dan, buktikanlah
ucapanmu itu!" sahut Raja Iblis Pantai Timur tertawa terbahak-bahak Sedikit pun
hatinya tidak marah meskipun Ki Raga Baya
melon-tarkan makian yang menyakitkan telinganya.
Ki Raga Baya mengalihkan pandangannya ke arah
dua sosok tubuh yang tergeletak tak berdaya di halaman pondok itu. Sepasang
matanya menyipit, ber-
usaha mengenali kedua sosok tubuh itu.
"Ningrum..." Rupanya kau telah jatuh pula ke tangan manusia culas itu. Hhh....
Sepertinya tidak ada harapan lagi bagiku untuk dapat merebut pulau ini dari
tangan Sepasang Manusia Sesat. Hm....
Siapakah pemuda yang bersama Ningrum itu" Dan,
mengapa manusia-manusia keji itu menawannya"
Demikian pentingkah arti pemuda itu bagi mereka?"
gumam Ki Raga Baya seraya mengerutkan keningnya ketika melihat sosok berjubah
putih, yang tergeletak di dekat tubuh putrinya. Karena tidak mengenal
pemuda itu, maka Ki Raga Baya tidak lagi memperhatikannya. Hanya sosok Ningrum
yang dipandanginya dengan penuh iba.
"Hm.... Kau tentu heran melihat pemuda itu, bukan?" ujar Raja Iblis Pantai Timur
kepada Ki Raga Baya. "Ketahuilah, Tua Bangka! Pemuda itu adalah Pendekar Naga
Putih yang namanya telah mengguncangkan daratan besar. Dan, kau segera akan me-
lihat sebuah pertunjukan yang tidak pernah terlintas dalam pikiran tuamu itu.
Atau mungkin kau dapat menduganya...?"
Mendengar pemuda yang bersama putrinya itu
adalah Pendekar Naga Putih, Ki Raga Baya sempat berubah wajahnya. Memang,
julukan itu sudah sampai ke Pulau Mimpi ini. Hal itu tidak aneh, karena pada
masa ia masih menguasai pulau, banyak pedagang-pedagang dari daratan besar
datang mengun- jungi Pulau Mimpi dengan kapal-kapal dagang.
Kedatangan mereka karena tertarik dengan mutira Pulau Mimpi, yang terkenal indah
dan bermutu tinggi. Sehingga, hampir tiap bulan kapal-kapal besar singgah di pulaunya untuk
menukar mutiara dengan barang-barang kebutuhan penduduk Pulau Mimpi.
Dari para pedagang itulah Ki Raga Baya pernah mendengar tentang munculnya
Pendekar Naga Putih yang telah mengguncangkan tokohtokoh sesat di
daratan besar. "Heran, mengapa pendekar muda itu sampai berada di pulau ini" Sepengetahuanku,
Sepasang Manusia Sesat itu tidak pemah memperbolehkan orang
luar memasuki pulau ini sejak mereka berkuasa.
Sedangkan pedagang-pedagang yang biasanya me-
ngunjungi pulau ini telah mereka bantai secara
kejam. Lalu, dengan apa pemuda yang terkenal sakti itu sampai di pulau ini" Dan,
bagaimana ia bisa ter-tawan...?" desah hati Ki Raga Baya yang merasa heran
dengan keberadaan Pendekar Naga Putih di
pulau itu. Sama sekali tidak terlintas dalam pikiran laki-laki setengah baya itu kalau
keberadaan Pendekar Naga Putih di pulau ini karena terdampar.
"Lalu, apa hubungannya pendekar muda itu
denganku, Raja Iblis Pantai Timur" Dan, hendak kau apakan dia...?" Tanya Ki Raga
Baya yang merasa tidak sabar untuk mengetahui apa yang akan dilakukan manusia
sesat itu terhadap putrinya dan Pendekar Naga Putih.
"Ha ha ha...! Bersabarlah, Raga Baya. Pengaruh obat yang mereka minum baru
sampai pada tahap
pertama. Dan, pada tahap selanjutnya, baru bisa kau saksikan dengan mata
kepalamu. Mereka akan
berzinah didepan matamu yang lamur itu. Cepatlah ambil keputusan, sebelum kau
menyaksikan pertunjukan yang pasti sangat menarik itu," ujar Raja Iblis Pantai
Timur tanpa meninggalkan suara tawanya yang lantang menggelegar.
"Biadab! Keji sekali rencanamu, Manusia Sesat!
Kau..., kau benar-benar binatang kotor yang men-jijikkan...!" teriak Ki Raga
Baya menjadi pucat wajahnya demi mendengar ancaman Raja Iblis Pantai Timur itu.
Sungguh tidak diduganya sama sekali kalau pikiran tokoh sesat itu sampai
sedemikian keji dan kotor.
Dengan wajah pucat dan dada bergelombang me-
nahan marah, Ki Raga Baya menundukkan kepala-
nya dalam-dalam. Hati orang tua itu menjerit dan hampir tidak sanggup untuk
menghadapi ujian yang semakin berat mendera jiwanya itu. Sepasang matanya nampak
basah oleh genangan air mata, yang
berusaha ditahannya agar tidak jatuh.
"Ah, Ningrum..... Betapa malang nasibmu, Anak-ku. Kalau saja kau dalam keadaan
sadar, tentu kita akan dapat berbicara untuk merundingkan hal ini.
Tapi, iblis itu ternyata sangat licik! Ia sengaja membuatmu pingsan dan
membiusmu dengan racun
pembangkit birahi. Sehingga, keputusan itu sepenuhnya menjadi tanggung jawabku.
Ah..., apa yang harus kulakukan...?" desis hati Ki Raga Baya merintih.
Sejenak orang tua itu melepaskan pandangannya
ke arah sosok Pendekar Naga Putih. Rasa iba perlahan menyelinap di hatinya,
tatkala melihat kalau pendekar muda itu harus tersiksa karena dirinya.
Disadarinya betapa akan tersiksanya hati pemuda itu bila sadar, dan mengetahui
apa yang telah dilakukannya. Sebuah perbuatan keji yang dikutuk orang banyak.
Dan, bukan tidak mungkin pemuda itu akan menjadi gila. Karena sebagai seorang
pendekar besar dan namanya dikagumi seluruh tokoh-tokoh persilatan dan
masyarakat awam, tentu peristiwa ini akan sangat menyiksa batinnya.
Ki Raga Baya sedih membayangkan peristiwa yang
akan menimpa Pendekar Naga Putih. Hati kecilnya yakin setelah peristiwa ini,
Sepasang Manusia Sesat akan melepaskan mereka. Kemudian, menyebarluas-kan
peristiwa aib itu kepada kaum persilatan. Dan, hal itu tentu akan membuat Rara
Ningrum serta Pendekar Naga Putih menderita batinnya. Itulah yang membuat orang tua itu sedih.
Sehingga, Ki Raga
Baya memutuskan untuk menunjukkan tempat pe-
nyimpanan harta pusaka leluhurnya. Baginya keputusan itu lebih baik ketimbang
penderitaan yang akan dihadapi Rara Ningrum dan Pendekar Naga
Putih. *** 8 "Bagaimana, Ki Raga Baya..." Cepatlah! Waktumu hampir habis!" desak Raja Iblis
Pantai Timur tak sabar.
Senyuman licik di wajah tokoh sesat itu mengem-
bang setelah melihat perubahan sikap Ki Raga Baya.
Dan, Raja Iblis Pantai Timur sudah dapat menebak keputusan yang akan diambil Ki
Raga Baya. "Raja Iblis Pantai Timur! Benarkah kau akan melepaskan mereka bila tempat
penyimpanan harta itu kutunjukkan?" Tanya Ki Raga Baya dengan nada ragu. Hati
kecilnya memang tidak mempercayai
manusia sesat itu.
"Jangan takut. Begitu kau antarkan aku ke tempat penyimpanan harta leluhurmu,
mereka berdua langsung kubebaskan. Maka, janganlah kau mem-
buang-buang waktu lagi. Sebab, sebentar lagi mereka akan segera tersadar dari
keadaan itu. Lalu, kejadian selanjutnya bisa kau bayangkan sendiri. Mereka
akan saling tenang bagaikan binatang-binatang ke-laparan. Apakah kau memang
ingin menyaksikan-
nya...?" pancing Raja Iblis Pantai Timur.
"Hm..., kalau begitu, cepat kau berikan obat pe-nawarnya kepada mereka, dan aku
akan mengantar-
kanmu begitu putriku dan Pendekar Naga Putih
dibebaskan," sahut Ki Raga Baya yang wajahnya semakin pucat karena bayangan-
bayangan buruk menari-nari di benaknya. Sehingga, peluh dingin menetes membasahi wajah dan
tubuhnya. "Tidak bisa, Raga Baya! Kau berada di pihak yang kalah! Oleh karena itu, akulah
yang berhak me-nentukan...!" bentak Raja Iblis Pantai Timur. Hatinya geram
melihat orang tua itu masih ragu-ragu untuk menga-takannya.
Ki Raga Baya terdiam ketika mendengar bentakan
Raja Iblis Pantai Timur. Dan, ia menyadari akan ke adaannya yang memang tidak
bisa untuk menekan
lawan. Setetah termenung sambil menarik napas berkali-kali, orang tua itu
kembali mengangkat wajahnya dan menatap Raja Iblis Pantai Timur.
"Baiklah, aku mengalah...," sahut Ki Raga Baya tertunduk sedih. Suaranya
terdengar demikian lemah dan hampir tidak tertangkap telinga.
"Kalau begitu, tunjukkan tempat itu sekarang...,"
kembali Raja Iblis Pantai Timur mendesak.
"Bagaimana aku dapat menunjukkannya kalau
tangan dan kakiku masih terbelenggu seperti ini..,"
kilah Ki Raga Baya gusar.
"Hm.... Bebaskan orang tua itu...!" perintah lelaki tinggi besar itu kepada
Siluman Kembar Teluk Merah yang segera melaksanakannya. .
"Manusia keji! Kau memang lebih pantas menjadi binatang daripada seorang
manusia...!"
Tiba-tiba terdengar suara bentakan menggelegar
yang mengejutkan semua orang. Dan, rasa kaget
mereka semakin menjadi-jadi ketika melihat orang yang mengeluarkan suara
bentakan dahsyat itu.
Sosok tubuh itu terlapis kabut berwarna putih
keperakan dan lapisan sinar kuning keemasan. Hati mereka tergetar dengan mata
terbelalak lebar. Dan untuk beberapa saat lamanya, semua orang yang
berada di tempat itu tertegun dengan mulut
ternganga tak percaya.
"Heaaat..!"
Suara teriakan dari mulut sosok tubuh aneh itu
dibarengi dengan ayunan tangannya.
Wusss...! Terdengar suara bercuitan keras ketika dari
tangan sosok tubuh itu meluncur pukulan yang
mengandung hawa panas luar biasa!
Blarrr..."
Raja Iblis Pantai Timur dan Iblis Cantik Berwajah Malaikat cepat tersadar.
Sepasang Manusia Sesat itu langsung melompat berjumpalitan menghindari
pukulan dahsyat itu. Sehingga, pondok yang mereka tempati berderak roboh.
Dan sebelum semuanya tersadar akan apa yang
terjadi, sosok tubuh aneh yang tak lain dari Pendekar Naga Putih itu telah
melesat setelah terlebih dahulu menyambar tubuh Rara Ningrum.
Siluman Kembar Teluk Merah yang melihat sosok
tubuh aneh tengah meluncur ke arahnya, cepat melompat mundur dengan wajah ngeri.
Sehingga, mereka melupakan Ki Raga Baya karena ingin
menyelamatkan diri.
Blarrr! Blarrr!
Kembali terdengar dua kali ledakan dahsyat yang seolah-olah akan mengguncangkan
tempat itu. Untung Siluman Kembar Teluk Merah telah bertindak cepat dengan
melemparkan tubuhnya ke belakang
beberapa kali. Sehingga, keduanya selamat dari
pukulan maut Pendekar Naga Putih.
"Cepat Ki...!" seru Panji sambil menyambor lengan Ki Raga Baya dan segera
membawanya lari bagaikan terbang.
"Bedebah! Kejar mereka...!" Raja Iblis Pantai Timur berteriak gusar sambil
melompat melakukan pengejaran.
Namun, para pengejar itu terbelalak dan pucat
wajahnya ketika melihat buruannya berbalik dan melontarkan pukulan-pukulan jarak
jauh. Dam! Darrr...! "Aaa...!"
Terdengar jerit kematian yang menyayat. Dan
disusul terlontarnya empat sosok tubuh akibat
terlanggar angin pukulan berhawa panas menyengat.
Keempat tubuh itu langsung ambruk dan tewas
dengan kulit seperti terbakar.
"Gila...!" umpat salah seorang dari Siluman Kembar Teluk Merah, yang menyaksikan
korban akibat pukulan maut itu. Sehingga, mereka melangkah
mundur dengan wajah pucat.
Sedangkan Panji kembali menyambar tubuh Ki
Raga Baya dan Rara Ningrum. Kemudian cepat melesat dengan kecepatan kilat.
Beberapa saat kemudian, tubuh pemuda itu lenyap ditelan kelebatan semak dan
pepohonan. "Setan! Cari dan bunuh mereka...!" umpat Raja Iblis Pantai Timur. Hati tokoh
sesat itu gusar melihat kejadian yang sama sekali tidak disangkanya itu.
Sebenarnya, kalau saja Sepasang Manusia Sesat
dan para pengikutnya dapat bersikap lebih tenang, belum tentu Panji dapat
meloloskan diri dari tempat itu. Apalagi dengan membawa tubuh Rara Ningrum
dan Ki Raga Baya.
Tetapi, orang-orang sesat itu telah terkesima dan gentar dengan pancaran Tenaga
Sakti Gerhana Bulan' dan 'Tenaga Sakti lnti Panas Bumi' yang ditun-jukkan Panji
secara begitu mendadak, sehingga
membuat lawannya panik dan ngeri. Lagi pula,
gebrakan-gebrakan yang dilontarkan Panji telah
membuat mereka semakin kalut, dan tidak sempat
mengeluarkan kepandaiannya. Akibatnya Pendekar
Naga Putih de-ngan mudah dapat meloloskan diri
dari. *** Setelah merasa yakin cukup jauh dari jangkauan
para pengejarnya, Panji memperlambat larinya. Kemudian berhenti di dekat sebuah
semak belukar. Dengan kekuatan tenaga sakti yang dimilikinya,
Panji melepaskan rantai baja yang masih melingkar di tangan dan kaki Ki Raga
Baya. Sehingga, orang tua itu dapat menarik napas lega.
"Bagaimana keadaanmu, Ki" Apakah kau siap
bertarung" Sebab, saat ini adalah waktu yang sangat tepat untuk merebut kembali
Pulau Mimpi dari tangan mereka. Dengan menggempur mereka di tempat ini, tentu
saja akan lebih ringan. Bukankah tempat ini cukup jauh dari gedung kediamanmu"
Tentu mereka tidak bisa menghubungi para pengikutnya
yang berada di gedung itu," ujar Panji setelah membebaskan orang tua itu dari
belenggu. "Meskipun tenagaku belum pulih seluruhnya, rasanya aku mampu untuk menghadapi
mereka. Hanya saja, racun yang mereka jejalkan kepadaku, membuat dadaku terasa nyeri
bila mengerahkan
tenaga terlalu banyak. Jadi, aku tidak bisa memastikan, apakah aku mampu
bertahan dalam pertem-
puran atau tidak," sahut Ki Raga Baya dengan wajah cemas.
Mendengar keterangan itu, Pendekar Naga Putih
tidak mau membuang-buang waktu. Karena bunta-
lan pakaian serta obat-obatannya telah hilang ketika ia hanyut di laut, maka
segera diambilnya tindakan cepat. Dimintanya Ki Raga Baya memusatkan pikiran dan
mengosongkan tenaga dengan sikap seperti
orang bersemadi. Dan, melalui punggung orang tua itu, Panji memindahkan tenaga
sakti yang berasal dari Pedang Naga Langit ke dalam tubuh Ki Raga
Baya. Hanya itulah satu-satunya jalan yang terpikir olehnya.
Setelah Panji melepaskan kedua telapak tangan-
nya dari punggung orang tua itu, tampak tubuh Ki Raga Baya bergetar hebat. Tak
berapa lama kemudian, terbentuklah lapisan sinar keemasan yang
menyelimuti sekujur tubuh orang tua itu!


Pendekar Naga Putih 31 Terdampar Di Pulau Asing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kejadian itu tidak berlangsung lama. Tenaga sakti yang berasal dari Pedang Naga
Langit segera mengusir dan menghilangkan semua racun yang meng-
endap di dalam tubuh Ki Raga Baya. Sehingga,
wajahnya yang semula pucat, nampak mulai keme-
rahan. Pertanda kesehatan orang tua itu sudah
mulai pulih. "Ahhh..., benar-benar tak dapat kupercaya! Bagaimana mungkin aku dapat sembuh
sedemikian cepat"
Ilmu apakah yang kau miliki, Pendekar Naga
Putih...?" Tanya Ki Raga Baya yang menatap Panji dengan wajah berseri gembira.
"Lain waktu aku akan menceritakannya, Ki. Sekarang yang penting, kita harus
melenyapkan pengaruh racun pembius yang mengendap dalam tubuh
Ningrum," ujar Panji yang segera membungkuk dan membalikkan tubuh Rara Ningrum.
Kemudian kembali ditempelkan kedua telapak tangannya ke punggung gadis cantik
yang mulai sadar itu.
Namun, begitu 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' merasuk ke dalam tubuh Rara
Ningrum, kontan tubuh langsung itu bergetar, meskipun tidak sehebat Ki Raga
Baya. Sebab, racun yang berada dalam tubuh gadis itu jauh lebih ringan ketimbang
yang mengendap dalam tubuh ayahnya. Sehingga, pengobatannya pun tidak memakan
waktu yang lama.
Pendekar Naga Putih segera menarik telapak
tangannya, ketika merasakan aliran tenaga sakti yang dikerahkannya telah
mengalir balik. Pemuda itu menarik napas lega ketika melihat wajah Rara Ningrum
perlahan membaik kembali. Sedangkan wama
merah yang menyelimuti wajah gadis itu sudah mulai memudar. Pertanda racun dalam
tubuh gadis itu
telah lenyap oleh tenaga sakti yang berasal dari Pedang Naga Langit.
"Untuk sementara Aki tunggulah di sini menjaga Rara Ningrum. Biar aku yang
mencari Sepasang
Manusia Sesat untuk membuat perhitungan," pinta Panji.
Tanpa menunggu jawaban dari Ki Raga Baya,
tubuh Pendekar Naga Putih segera melesat meninggal-kan tempat itu. Majikan Pulau
Mimpi itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan hati penuh
kagum. Kini ia benar-benar menyaksikan dengan
mata kepalanya sendiri kesaktian dan sikap pendekar muda itu. Dan semua cerita
yang didengarnya, ternyata memang tidak terlalu berlebihan.
"Hm.... Pantas saja tokoh-tokoh sesat di daratan besar menjadi kalang-kabut!
Kepandaian pemuda itu memang luar biasa sekali. Entah sudah sampai di mana
tingkat ilmu yang dicapainya" Rasanya sulit untuk mengukur kepandaian pemuda
perkasa itu. Gumam Ki Raga Baya yang masih memandang ke
arah lenyapnya tubuh Panji.
Tidak sulit bagi Panji untuk menemukan Sepasang Manusia Sesat. Sebab, sepasang
suami istri itu pun tengah mencarinya. Senyum di bibir Panji mengem-bang ketika
melihat kedua orang itu tengah berlari menuju ke arahnya.
"Hm... Hendak ke manakah kalian berdua..." Ada-kah yang bisa kubantu,
Ningrum...?" sapa Panji Sengaja. Iblis Cantik Berwajah Malaikat dipanggilnya
dengan sebutan 'Ningrum'. Karena saat pertama kali bertemu, wanita licik itu
mengaku bernama Rara
Ningrum untuk mengelabui Panji.
"Keparat! Bagaimana kau sampai bisa terbebas dari pengaruh racun-racunku,
Pendekar Naga Putih"
Bukankah sewaktu kusuguhi tuak beracun, kau me-
minumnya?" Tanya Iblis Cantik Berwajah Malaikat yang merasa penasaran sekali
melihat Panji ternyata masih segar bugar, tanpa ada tanda-tanda keracunan.
"Hm.... Tidak perlu kuterangkan. Jelasnya, aku memang memiliki semacam kekebalan
terhadap segala jenis racun. Selain itu, aku pun dapat menunjukkan tanda-tanda seperti
orang yang keracunan.
Jadi, kalau selama ini aku telah menipumu, Ningrum" Panji tanpa senium sedikit
pun. Karena hati benar-benar marah dengan Iblis Cantik Berwajah
Malaikat yang telah menipunya.
"Keparat! Ilmu setan apa pun yang kau mainkan jangan harap Sepasang Manusia
Sesat akan tunduk kepadamu! Sekarang tubuhmu akan kuremas karena
telah membuat impianku berantakan!"
"Heaaat..!"
Dibarengi sebuah teriakan nyaring, tubuh Cantik Berwajah Malaikat segera melesat
ke Panji. Sepasang tangannya yang berkulit halus, bertubi-tubi melontarkan
pukulan-pukulan maut yang berbahaya.
Panji tidak mau lagi main-main. Setelah melompat sejauh satu tombak ke belakang,
pemuda itu langsung menyiapkan ilmu andalannya.
"Hmh...!"
Sambil menggereng lirih, Panji memutar-mutar
tangannya didepan dada. Sadar kalau yang dihadapinya adalah tokoh-tokoh sakti
yang tidak bisa dipandang ringan, maka Panji langsung mengerahkan
kedua tenaga saktinya. Karuan saja hal itu membuat Sepasang Manusia Sesat
terkejut. "Haaat..!"
Dibarengi sebuah bentakan yang sanggup mem-
buat lawan tersentak, Panji meluruk dan menerjang kedua orang lawannya.
Bettt! Wuttt! Sepasang tangan Pendekar Naga Putih yang mem-
bentuk cakar naga, menyambar-nyambar dengan ke-
cepatan yang menggiriskan. Sambaran angin panas dan dingin berganti-ganti
memenuhi sekitar arena pertarungan. Sehingga, kedua lawannya semakin terkejut
ketika merasakan hawa yang tidak menentu
itu. Namun, biar bagaimanapun Sepasang Manusia
Sesat itu memang tidak bisa dipandang ringan. Kepandaian keduanya telah
dibuktikan dengan jatuhnya Pulau Mimpi ke tangan mereka. Maka, pertarungan
ketiga tokoh sakti itu tentu saja seru dan mendebarkan.
Pertarungan yang dalam waktu singkat telah
memakan empat puluh jurus itu, terlihat semakin bertambah sengjt. Sepasang
Manusia Sesat sudah
pula mengeluarkan ilmu gabungan mereka, yang dirasakan Panji sangat kuat
pertahanannya. Sehingga, dalam jurus-jurus selanjutnya, sempat pula Pendekar
Naga Putih dibuat kewalahan.
"Haiiit..!"
Seruan nyaring dari mulut Pendekar Naga Putih
kembali terdengar saat melompat menghindar sam-
baran tangan Iblis Cantik Berwajah Malaikat yang susul-menyusul membayangi
tubuhnya. Sehingga,
Panji semakin berhati-hati dalam menghadapi
serangan wanita cantik itu. Sebab, kepandaian yang diperlihatkan kali ini, jauh
berbeda dengan yang pernah disaksikannya ketika pertama kali bertemu di dalam
Hutan Dandara. Meskipun hal itu sudah dapat diduganya, tetap saja ia terdesak.
Ketika pertarungan menginjak jurus yang kesem-
bilan puluh, Panji mengangkat tangan kanannya
untuk memapaki hantaman telapak tangan Raja Iblis Pantai Timur yang mengancam
lambungnya. Dan....
Plakkk! "Aaah...!"
Raja Iblis Pantai Timur menjerit ketika telapak tangan Panji, yang mengeluarkan
hawa panas seperti sengatan api, bertumbukan dengan tangannya.
Tubuh tinggi besar ttu terjajar mundur hingga satu tombak lebih.
"Setan keparat..!" maki Raja Iblis Pantai Timur sambil menyeringai Wajahnya
semakin beringas meli hat kulit lengannya yang terbentur tangan lawan me-lepuh.
Kenyataan itu tentu saja membuat kemarahannya semakin menjadi-jadi.
Namun, sebelum lelaki tinggi besar itu kembali
memasuki pertempuran, terdengar jerit kesakitan yang disusul terlemparnya tubuh
Iblis Cantik Berwajah Malaikat ke arahnya.
Terpaksa Raja Iblis Pantai Timur mengurungkan
niatnya. Dan, segera menyambut tubuh Istrinya dengan kedua telapak tangannya.
Sehingga, tubuh
molek itu tidak sampai terjatuh ke tanah.
"Kau..., kau tidak apa-apa, Nyai...?" Tanya Raja Iblis Pantai Timur cemas ketika
dilihatnya cairan merah menetes dari sudut bibir wanita cantik itu.
"Tidak, Kakang...," sahut Iblis Cantik Berwajah Malaikat sambil menyeringai
menekan perutnya yang terkena pukulan tangan kiri Panji. Dan, pengaruh pukulan
itu terlihat dengan menggigilnya tubuh
molek dalam pelukan suaminya.
"Hm... Orang-orang seperti kalian memang tidak patut dibiarkan menikmati hidup
lebih lama lagi.
Sebab, hanya bencana dan keonaranlah yang kalian ciptakan di permukaan bumi ini.
Jadi, semestinya kalian dilenyapkan saja!" ujar Panji yang segera melangkah
mundur beberapa tindak.
Sepasang Manusia Sesat mengerutkan keningnya
ketika melihat lawannya memasang kuda-kuda me-
nunggang kuda. Tangan kanan pemuda itu teracung perlahan dengan diserrai getaran
halus. Sedangkan tangan kirinya tampak bergerak turun perlahan dengan telapak
tangan terbuka seperti hendak menekan tanah. Jelas, Panji tengah menyiapkan
jurus-jurus terampuh dari 'Ilmu Naga Sakti'nya.
"Haiiit..!"
Diiringi 'Pekikan Naga Marah', tubuh Panji melesat ke arah lawannya yang tengah
terpaku bagai patung.
Dengan gerakan berputar seperti baling-baling, Panji meluruk dan menerkam
Sepasang Manusia Sesat itu.
Sadar akan kedahsyatan serangan pemuda itu.
Raja Iblis Pantai Timur dan Iblis Cantik Berwajah Malaikat serentak merenggang
untuk memecah perhatian lawan. Kemudian, dengan langkah-langkah lambat tapi kokoh, keduanya
bersiap menyambut
serangan Pendekar Naga Putih. Raja Iblis Pantai Timur yang tidak mengetahui
keistimewaan jurus
yang dipergunakan lawan, bergegas menggeser tu-
buhnya ke samping. Sambil bersiap untuk melontarkan pukulan balasan dengan
kekuatan penuh.
Tapi, bukan main terperanjatnya hati lelaki tinggi besar itu ketika melihat
tubuh Panji tetap meluncur dengan cakar-cakarnya dan menebarkan hawa maut.
Bahkan, saking cepatnya gerakan putaran tangan
pemuda itu, tidak sempat lagi Raja Iblis Pantai Timur menghindar. Sehingga, ia
terpaksa berbuat nekat dan kembali siap memapaki serangan Panji.
Namun, begitu cakar Pendekar Naga Putih ber-
tumbukan secara aneh, lengan pemuda itu berputar dan langsung cengkeramannya
bersarang di dada
lelaki tinggi besar itu.
Brettt! Desss! "Aaakh...!"
Terdengar teriakan ngeri dari Raja Iblis Pantai Timur ketika cengkeraman dan
hantaman telapak
tangan Panji telak bersarang di lambung dan dadanya. Sehingga, tanpa dapat
ditahan lagi, tubuh lelaki kekar berotot itu terjungkal mencium tanah.
Karena tidak ingin membuang-buang waktu lagi,
maka Panji langsung mengirimkan tendangan maut
pada saat lawannya tengah berdiri limbung. Maka....
Desss...! "Aargh...!"
Raja Iblis Pantai Timur tersentak keras hingga dua tombak lebih. Tendangan yang
menghantam telak
dadanya itu, membuat gumpalan darah segar ter-
lompat keluar dari mulutnya. Tubuh lelaki tinggi besar itu kembali terjatuh
ketika hendak bangkit.
Kemudian meregang dan berkelojotan sejenak, sebelum menghembuskan napasnya yang
terakhir. Tewasnya tokoh sesat itu akibat tulang-tulang dadanya remuk dihantam tendangan
yang keras dari
Pendekar Naga Putih.
Iblis Cantik Berwajah Malaikat yang menyaksikan kematian suaminya, berteriak
bagai orang gila! Saat itu juga, tubuhnya langsung melesat dengan serangan yang
hebat dan mematikan.
Bettt! Bettt! Panji menggeser tubuhnya dua tindak ke samping
untuk menghindari serangan berantai lawannya. Dan langsung dikirimkannya
cengkeraman maut dengan
kecepatan yang menggetarkan.
Karuan saja wanita iblis itu kelabakan. Serangan balasan yang dilontarkan Panji
benar-benar sulit sekali untuk dihindari. Sehingga sebisa-bisanya wanita itu
menangkis dengan tangannya. Namun....
Plakkk! Bukkk! Brettt!
"Aaakh...!"
Meskipun berhasil menangkis satu pukulan Panji, namun pukulan dan sambaran cakar
naga yang me-nyusulinya, tak mampu lagi dielakkan Iblis Cantik Berwajah
Malaikat! Tubuh tangsing dan padat itu kontan terlempar disertai ceceran darah
yang mengalir dari hikanya.
Tubuh Iblis Cantik Berwajah Malaikat menggele-
par, dan dari mulutnya memuntahkan darah segar.
Hantaman yang telak mengenai perutnya, membuat
wanita cantik itu tidak mampu bangkit lagi. Dari luka akibat sambaran cakar naga
Panji, darah segar terus mengalir. Sehingga, wanita cantik itu tidak sanggup
lagi untuk hidup lebih lama. Beberapa saat kemudian ia pun menghembuskan napas
terakhir-nya, menyusul suaminya.
"Hhh...," Panji menghela napas lega setelah menundukkan Sepasang Manusia Sesat.
"Kakang...!"
Panji mengerutkan keningnya mendengar suara
merdu yang memanggilnya. Matanya ditegasi untuk melihat wanita yang tengah
berlari-lari kecil ke arahnya. Sosok ramping itu baru dapat dikenali setelah
dilihatnya sosok lelaki setengah baya yang melangkah di belakang sosok ramping
itu. Begitu tiba, gadis yang tak lain dari Rara Ningrum itu langsung memegang tangan
Panji bagaikan sahabat yang telah lama tak berjumpa.
"Ningrum, syukurlah kau selamat..." hanya itu ucapan yang keluar dari mulut
Panji. "Berkat pertotonganmu, Panji. Siluman Kembar Teluk Merah sudah kami tundukkan,
begitu pula dengan Lima Iblis Hitam. Sekarang tinggal bagaimana kita merebut tempat
kediamanku," ujar Ki Raga Baya tersenyum begitu tiba di dekat Panji.
Rupanya Rara Ningrum telah menceritakan segala-
nya kepada orang tua itu. Sehingga tanpa ragu-ragu lagi, Ki Raga Baya memanggil
nama pemuda itu.
Ajakan tidak langsung itu segera disambut baik
oleh Panji. Kemudian ketiga orang itu pun segera berangkat menuju gedung megah
yang merupakan tempat kediaman Majikan Pulau Mimpi.
*** Tidak sulit bagi Ki Raga Baya untuk kembali
merebut gedungnya. Sebab, yang berada di dalam
gedung hanyalah murid-murid rendahan dari Sepa-
sang Manusia Sesat. Sehingga dalam waktu singkat, gedung itu sudah dapat
dikuasai. Panji yang merasa tugasnya di tempat itu telah
selesai, segera meninggalkan Ki Raga Baya dan Rara Ningrum tanpa pamit. Pendekar
Naga Putih tidak
ingin mengganggu kegembiraan pesta yang dilang-
sungkan Majikan Pulau Mimpi itu. Maka, pemuda itu lenyap begitu saja tanpa
diketahui Ki Raga Baya maupun Rara Ningrum.
Setelah meninggalkan kediaman Ki Raga Baya,
Panji langsung menemui Ki Rungga dan Sumirah
yang ditinggalkannya di tempat tersembunyi, di sebelah Selatan Pulau Mimpi.
"Panji...!"
Wanita berwajah manis yang usianya sekitar tiga puluh tahun itu, berlari ketika


Pendekar Naga Putih 31 Terdampar Di Pulau Asing di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat seorang pemuda berjubah putih tengah melangkah menuju
pondoknya. Begitu tiba, langsung dipeluknya
pemuda itu dengan penuh keharuan.
"Nyai..., apakah kau baik-baik saja..." Bagaimana dengan Ki Rungga?" sapa Panji
sambil membalas pelukan wanita yang hanya mengenakan kain
sebatas dada sebagai penutup tubuhnya. Siapa lagi wanita itu kalau bukan
Sumirah. "Kami berdua sehat sepertj sediakala, Panji. Bagaimana dengan usahamu" Tentu kau
berhasil, bu- kan?" Tanya Sumirah tanpa melepaskan pelukannya.
"Berkat doamu, Nyai...," sahut Panji singkat.
"Kedatanganku hanya untuk pamit Karena segalanya telah kembali seperti biasa,
aku berniat hendak mencari Kenanga. Mudah-mudahan saja ia mengalami nasib baik
sepertiku," desah Panji separuh berharap.
Sumirah menundukkan wajahnya yang mendadak
mendung ketika mendengar ucapan Panji. Namun, la sadar kalau pemuda yang
disukainya itu memang
harus pergi, dan memastikan nasib ke-kasihnya.
"Berjanjilah untuk menengokku apabila kau telah mengetahui nasib Kenanga,
Panji...," desah Sumirah yang tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
"Ingat-ingatlah kami, Panji...," pesan Ki Rungga yang juga telah berada di
tempat itu, mengantai kepergian Panji.
"Terima kasih, Ki, Sumirah...," ujar Panji seraya menyalami kedua orang yang
telah menolongnya
selama berada di Pulau Mimpi.
Setelah mengucapkan kata-kata perpisahan,
tubuh Panji langsung melesat meninggalkan tempat itu. Kemudian bayangan tubuhnya
pun hilang dari panda-ngan kedua orang itu, Sengaja Panji tidak menoleh lagi.
Karena hatinya merasa berat untuk meninggalkan kedua orang yang sangat baik dan
teliti dalam merawatnya.
"Selamat tinggal Pulau Mimpi...," desah Panji seraya melambaikan tangannya
ketika telah berada di atas sebuah perahu. Pendekar Naga Putih meninggalkan
pulau itu dengan menyewa seorang nelayan untuk mengantarkannya ke daratan
terdekat. SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Adnan S
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/
http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Kemelut Di Majapahit 4 Rahasia Mo-kau Kaucu Karya Khu Lung Memanah Burung Rajawali 21
^