Neraka Lembah Tengkorak 2
Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak Bagian 2
Tampak si gadis dengan lincah memainkan pedangnya menangkis setiap serangan
yang mengarah padanya. Gerakan jurusnya juga sangat cepat, hingga tak berapa
lama lima pria pengeroyoknya berhasil di robohkan. Secepat kilat lima pria itu
kabur melarikan diri. Si gadis dengan tenang memasukkan kembali pedannya ke
dalam warangkanya.
Plok, plok, plok!
Suara tepuk tangan pelan terdengar dari tangan Surya yang kagum melihat
kemampuan silat si gadis yang sangat lincah sekali.
"Ekh"!" si gadis terkejut lalu berbalik ke arah suara tepuk tangan tadi.
"Luar biasa sekali." puji Surya tulus. Surya berjalan mendekati si gadis dengan
tenang. "Maaf Nisanak jika aku mengagetkanmu."
Si gadis menatap tajam pemuda bertopeng yang ia tidak kenal di hadapannya.
"Siapa kau" Apa kau teman mereka tadi?" ucap gadis itu tandas.
Surya tersenyum lembut mendengar si gadis yang mencurigai dirinya.
"Bukan. Aku tidak kenal mereka. Namaku Surya, Nisanak?"
Si gadis mendengus saja mendengar pemuda bertopeng itu mengenalkan diri. Tanpa
bicara si gadis melangkah pergi meninggalkan Surya.
"Eh, Nisanak ... tunggu!" seru Surya cepat.
Surya mencoba untuk mencegah gadis cantik itu pergi. Surya menjura hormat pada
gadis cantik tersebut.
"Maafkan saya, Nisanak. Jikalau saya mengganggu, Nisanak. Apakah hanya
sekedar tahu nama Nisanak saja tidak boleh," ucap Surya lembut.
"Hai, apa maumu" Jangan halangi aku. Atau kalau tidak aku pecahkan kepalamu!"
bentak gadis cantik itu jengkel karena langkahnya dihadang oleh pemuda bertopeng
yang tak dikenalnya. Matanya mendelik mengisyaratkan kejengkelannya.
"Waduh! Masa' cuma mau tahu nama saja musti dipecahkan kepalaku." Surya
berlagak menutupi kepalanya.
Si gadis menatap tajam orang bertopeng di depannya.
"Apa maumu sebenarnya?" tanya si gadis jengkel.
Surya cengengesan saja sambil garuk-garuk kepala.
"Cuma pengen tahu namamu saja," jawab Surya polos.
"Lalu mau apa kalau sudah tahu namaku?"
Surya malah jadi bingung sendiri hendak menjawab apa. Surya garuk-garuk kepala
yang tidak gatal. Ketika Surya bingung itulah digunakan si gadis pergi dari
tempat itu tanpa disadari Surya. Ketika Surya menoleh maka Surya jadi kaget
melihat gadis yang tadi di dekatnya sudah tidak ada hilang bagai di telan bumi.
"Hah! Siapa ya gadis tadi" Ilmu meringankan tubuhnya luar biasa. Bahkan aku
sendiri tidak menyadari kepergiannya. Sungguh gadis yang penuh misteri.
Hemhmmm," ucap Surya lirih. Surya lalu beranjak menuju barat dengan berjalan tenang.
e-bukugratis.blogspot.com
Di atas pohon ternyata si gadis tidak pergi tapi bersembunyi dari orang
bertopeng yang tidak dikenalnya.
"Orang bertopeng itu ada hubungan apa dengan perampok-perampok tadi. Jangan-
jangan dia salah satu mereka," ucap si gadis pelan seolah untuk dirinya sendiri.
"Bukan! Aku tidak kenal mereka, Nisanak!" suara orang menyahuti tepat di
samping si gadis yang duduk di dahan pohon.
"Ekh"!" si gadis jelas kaget bukan kepalang. Karena orang bertopeng yang
dilihatnya pergi ke arah barat kini tiba-tiba sudah duduk disampingnya.
Surya tersenyum lembut sambil mengangkat tangan kanannya.
"Kau"! Bag ... bag ... bagaimana kau bisa ada disini"!" seru si gadis keheranan
sambil kepalanya menolah-noleh.
Surya tertawa kecil saja melihat raut muka si gadis yang kebingungan. Si gadis
melompat turun dari dahan pohon lalu tanpa menoleh segera berjalan pergi. Surya
dengan cepat melompat turun dari dahan pohon dan mengikuti si gadis. Kontan saja
si gadis makin jengkel dibuatnya. Si gadis berhenti dan menatap Surya dengan
kesal. "Baik. Aku katakan namaku, tapi jangan mengikuti aku lagi!" seru si gadis
gregetan kesal.
Surya cengengesan saja kemudian mengangguk cepat.
"Aku ... Lestari. Nah, aku sudah beritahu namaku, jadi jangan ikuti aku lagi!"
seru si gadis yang bernama Lestari itu. Lestari segera balik badan hendak pergi.
"Lestari, tunggu!" seru Surya cepat, mencegah Lestari yang hendak pergi.
Lestari balik badan lagi menghadap Surya.
"Apa lagi"!" bentak Lestari galak.
"Astaga, galaknya! Jangan marah-marah gitu, donk. Kalau marah-marah ntar cepat
tua, loh. He-he-he-he," ucap Surya cengengesan.
"Edan! Bukan urusanmu!!" bentak Lestari mulai emosi, tangannya sudah dia
kepalkan tanda amarahnya sudah tinggi.
Surya kembali tertawa kecil.
"Tenanglah. Aku cuma mau tanya, kamu hendak kemana?"
"Sudah aku katakan bukan urusanmu. Aku mau kemana kek itu bukan urusanku.
Sudah jangan ganggu aku lagi."
Lestari segera berlari meninggalkan Surya, tapi baru beberapa langkah tiba-tiba
ada orang muncul di depan Lestari.
"Lestari! Mau kemana kau?" seru orang baru datang cepat.
Orang ini adalah nenek-nenek dengan berpakaian serba merah. Sebuah tongkat
hitam tergenggam di tangan kanannya.
Lestari yang mengetahui siapa yang barusan muncul segera menjura hormat.
"Eyang Rakanini," ucap Lestari menyebut nenek di hadapannya.
"Lestari! Kenapa kau kelihatan terburu-buru. Ada apa?" tanya Eyang Rakanini
dengan suara agak parau. Muka Eyang Rakanini ini cukup angker juga karena rongga
mata yang cekung serta warna kulit agak merah. Di dunia persilatan Eyang
Rakanini berjuluk Hantu Tongkat Hitam.
e-bukugratis.blogspot.com
"Tidak, Eyang. Aku ... " Lestari menghentikan ucapannya, sejenak Lestari melirik
ke arah pemuda bertopeng yang masih ada di situ.
Eyang Rakanini mengikuti arah lirikan mata Lestari. Eyang Rakanini tertawa
mengekeh melihat seorang pemuda bertopeng perak.
"Anak muda! Ada urusan apa kau dengan cucu ku" Apa kau menyukai cucuku"
Khe-khe-khe," ucap Eyang Rakanini pelan namun di sertai tenaga dalam.
Surya merasakan tubuhnya seperti dihimpit tembok yang tidak terlihat, namun
dengan tertawa kecil Surya mengeluarkan ilmu 'Sindat Tenze' untuk membentengi
diri dari himpitan tenaga dalam yang dikirimkan oleh Eyang Rakanini. Tampak
Surya berdiri dengan tenang sekali tanpa pedulikan kalau sebuah kekuatan besar
tengah menghimpit dirinya namun di pihak lain tampak Eyang Rakanini bergetar
tubuhnya karena tenaga dalam yang ia keluarkan sudah hampir mencapai batas
kemampuannya. Eyang Rakanini tidak menyangka seorang anak muda memiliki tenaga
dalam yang luar biasa tinggi,
tenaga dalamnya kalah tinggi dari anak muda itu.
"Sudah hentikan, Nisanak. Tidak ada gunanya diteruskan," ucap Surya tenang
sekali. "Heh. Aku belum kalah anak muda. Jangan kau anggap remeh diriku!" seru
Rakanini tandas.
"Hmmm. Jikalau begitu aku yang mengaku kalah, Nisanak. Maaf," ucap Surya
sambil melompat tinggi di atas dahan pohon lalu melesat cepat tinggalkan tempat
itu. Bruaaakk ... ! Pohon sebesar dua dekapan tangan manusia hancur lalu roboh karena tenaga dalam
yang dikeluarkan Rakanini meleset dari sasaran hingga langsung menghantam pohon
besar di belakang Surya berdiri tadi.
Rakanini terengah-engah nafasnya, keringat membanjiri dahinya.
"Eyang!" seru Lestari yang keheranan melihat Eyang Rakanini terengah-engah
bagai habis berlari jauh.
Rakanini menoleh ke arah Lestari.
"Sebaiknya kita pergi dari sini, Lestari."
Lestari mengangguk cepat. Mereka melesat cepat ke arah barat dimana Surya
melesat pergi. --o0o-- SEPAK terjang Lima Iblis Lembah Tengkorak kian merajalela, tidak hanya
Perguruan Tongkat Emas yang mereka bantai, tapi juga Perguruan-Perguruan di
sekitar Gunung Puting mereka hancurkan. Sudah lima Perguruan yang mereka
hancurkan selama satu purnama ini, Lima Iblis Lembah Tengkorak kini menjadi
momok menakutkan bagi dunia persilatan. Bahkan para penduduk desa yang berada di
wilayah Gunung Puting juga ikut was-was jikalau sampai orang-orang Lembah
Tengkorak tidak hanya membantai
Perguruan silat tetapi juga para penduduk desa, itulah yang membuat para
penduduk desa menjadi dicekam rasa ketakutan.
e-bukugratis.blogspot.com
"Kakang!" seru wanita cantik bagai bidadari dengan pakaian serba hijau.
Gadis cantik tersebut berlarian kecil dari arah sungai ke sebuah batu sebesar
kerbau dimana seorang pemuda tampan berjubah putih duduk dengan tenang sambil
tersenyum lembut ke arah gadis cantik yang berlarian kecil ke arahnya.
"Kakang! Aku dapat dua ikan besar di sungai. Kita bakar ya buat pengganjal
perut!" seru si gadis sambil menunjukkan dua ikan besar yang ia bawa dari sungai.
"Kau dapat dari mana dua ikan itu, Kenanga?" ucap pemuda itu lembut.
"Di sungai dekat air terjun itu, Kakang," sahut si gadis yang dipanggil Kenanga
menunjuk ke arah dimana dia mendapatkan dua ikan tersebut.
Si pemuda memandang mengikuti arah yang ditunjuk si gadis.
"Hmmm. Baiklah, ayo kita panggang ikan itu lumayan bisa mengganjal perut,"
ucap pemuda itu.
Mereka segera membuat perapian dengan kayu-kayu yang berserakan di sekitar
tempat itu, begitu api menyala maka dua ikan besar itu mereka panggang.
"Kakang! Kemana tujuan kita sekarang?"
Pemuda itu menatap Kenanga dengan lembut.
"Ke Desa Kaliadem," ucapnya pendek sambil membolak-balikkan ikan yang
dipanggangnya di atas api.
"Desa Kaliadem"! Mau ngapain kita kesana?" ucap Kenanga mengerutkan
keningnya. "Mengunjungi teman lama."
"Siapa?"
"Nanti kau akan tahu sendiri Kenanga," ucap pemuda itu kalem lalu mulai
memakan ikan bakarnya yang sudah matang itu.
Kenanga hanya merengut menghela nafas pendek. Pemuda berjubah putih itu
tersenyum saja melihat kekasihnya yang merengut.
Hari semakin sore menjelang senja berarti malam akan segera tiba. Dua insan
berlainan jenis itu terus mengobrol hingga tak terasa malam telah datang
menyelimuti bumi. Sang Dewi malam bersinar redup di langit malam yang berhiaskan
bintang. --o0o-- Slapp! Tak ... !!!
Sebuah benda menancap di tiang pilar pendopo yang berbentuk joglo. Lima orang
yang berada di pendopo itu tersentak kaget langsung berdiri menghadap ke arah
datangnya asal benda yang menancap di pilar pendopo. Orang berpakaian warna
coklat dengan blangkon di kepala melesat cepat keluar dari pendopo menuju asal
benda tadi datang. Laki-laki separuh baya dengan janggut agak panjang berjubah
coklat hitam mengambil benda yang menancap di tiang pilar pendopo. Ternyata
benda itu adalah pisau kecil berwarna hitam dengan panjang setengah jengkal, ada
kain putih kecil di gagang pisau tersebut.
e-bukugratis.blogspot.com
"Guru, hati-hati. Kelihatannya pisau beracun!" seru seorang pemuda mengingatkan
orang separuh baya yang dipanggil guru tadi.
"Aku tahu, Sagara," ucap orang tua itu kalem.
Orang tua yang dipanggil guru oleh pemuda yang bernama Sagara itu adalah Ki
Handoyo, beliau adalah guru Padepokan Silat Ruyung Sakti di daerah Kaliadem. Ki
Handoyo memungut kain putih di gagang pisau lalu membukanya. Ternyata itu adalah
sebuah undangan yang di tulis dengan darah.
Bunyi tulisan yang tertera di kain putih itu ...
DATANGLAH PADA HARI KE 15 DI LEMBAH TENGKORAK ...
DEWI LEMBAH TENGKORAK
"Guru. Apa rencana Guru mengenai undangan itu?" tanya Sagara setelah membaca
tulisan di kain putih yang ternyata adalah sebuah undangan.
Ki Handoyo mengusap-usap janggutnya sambil mondar-mandir tenang. Sesekali
beliau menghela nafas pelan.
"Orangnya tidak ketemu, Guru. Mungkin sudah pergi setelah melempar pisau tadi,"
kata pria berbaju coklat cepat setelah sampai di pendopo. Pria ini yang tadi
melesat keluar pendopo untuk mengejar si pelempar pisau tadi.
"Apa kau melihat orang yang melempar pisau tadi, Kakang Sadewo?" seru Sagara
cepat pada orang yang dipanggil Sadewo.
Sadewo menoleh ke arah Sagara yang juga adik sePerguruannya.
"Sekilas saja, Adi. Seorang wanita berbaju putih berwajah tengkorak," sahut
Sadewo cepat. "Apa"! Berwajah tengkorak?" seru Sagara kaget.
Dua orang yang lain juga ikut kaget mendengar hal itu, hanya Ki Handoyo saja
yang masih berdiri tenang.
"Aku merasa undangan ini menyimpan misteri yang bisa mendatangkan maut. Dewi
Lembah Tengkorak" Siapa adanya dia, aku tidak pernah mendengar nama itu
sebelumnya," ucap Ki Handoyo pelan namun bisa didengar oleh empat orang murid
utamanya. "Guru! Sebaiknya tidak usah pedulikan undangan itu. Paling itu kerjaan orang
iseng saja!" seru Sagara.
"Dewi Lembah Tengkorak"!" gumam Sadewo sambil mengingat-ingat sesuatu
dalam pikirannya.
"Tidak. Aku merasa bakal terjadi peristiwa besar di dunia persilatan dengan
dikirimkannya undangan ini. Sagara, pergilah kau ke Perguruan Tongkat Emas. Apa
mereka juga mendapatkan undangan seperti ini juga!" seru Ki Handoyo.
"Baik, Guru." Sagara segera berlalu dari pendopo itu.
e-bukugratis.blogspot.com
"Sudiro dan Putu Ayu, kalian pergilah ke Desa Kaliadem dan juga Desa Kalideres.
Cari tahu berita yang berhubungan dengan undangan ini!" seru Ki Handoyo pada dua
muridnya yaitu Sudiro dan Putu Ayu.
"Baik, Guru," sahut mereka bersamaan lalu beranjak pergi.
"Guru," ucap Sadewo pelan.
"Sadewo! Suruh semua murid untuk waspada dan perketat penjagaan. Aku
memiliki firasat tidak enak."
"Tapi, Guru ... ?"
"Lakukan saja, Sadewo."
"Baik, Guru!" seru Sadewo lalu bergegas pergi.
Tak berapa lama datang seorang murid ke pendopo itu.
"Maaf, Guru. Ada dua orang yang ingin bertemu Guru," ucap orang itu
membungkuk hormat.
"Siapa?" tanya Ki Handoyo cepat.
"Seorang pemuda dengan seorang wanita. Namanya Panji, Guru. Katanya dia teman
Guru," ucap orang itu menjelaskan.
"Panji"!" gumam Ki Handoyo pelan. "Bagaimana ciri-ciri pemuda itu?" tanya Ki
Handoyo kemudian dengan cepat.
"Tampan, berjubah putih dan memiliki pedang kepala naga di punggungnya.
Usianya kurang lebih dua puluh tahun."
"Pendekar Naga Putih"!" seru Ki Handoyo sumringah mengenali ciri-ciri pemuda
yang disebutkan muridnya itu. "Cepat, suruh masuk."
"Baik, Guru."
Orang itu segera berlalu dari hadapan Ki Handoyo. Lalu tak berapa lama orang itu
kembali lagi bersama dua orang.
Ki Handoyo tersenyum lebar melihat dua orang yang sangat ia kenal.
"Nakmas Panji dan Nimas Kenanga. Apa kabar kalian" Sudah lama kita tidak
berjumpa. Ha-ha-ha-ha," ucap Ki Handoyo senang.
"Ha-ha-ha-ha. Baik, Paman. Paman sendiri gimana?" ucap Panji bersalaman dengan
Ki Handoyo. "Ha-ha-ha. Aku juga baik. Mari silakan masuk."
"Terima kasih, Paman."
Mereka lalu masuk ke dalam pendopo dan duduk di kursi ruang tamu pendopo
tersebut. "Sudah lama kita ketemu, sejak peristiwa melawan Partai Kelabang Ireng," ucap Ki
Handoyo membuka obrolan.
"Benar, Paman. Sejak saat kita tidak saling ketemu. O ya maaf Paman, tadi aku
lihat penjagaan di perketat. Apa yang terjadi Paman?" tanya Panji lembut.
Ki Handoyo menghela nafas panjang kemudian berdiri dan berjalan ke pilar
pendopo. Tampak Ki Handoyo sedikit gelisah.
Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ada apa Paman" Maaf jika pertanyaanku menyinggung Paman," ucap Panji
merasa tidak enak hati melihat perubahan Ki Handoyo.
e-bukugratis.blogspot.com
"Tidak. Bukan Nakmas. Tadi sebelum Nakmas datang aku mendapatkan undangan
yang dikirim oleh orang tak dikenal."
"Undangan"!"
"Benar. Ini undangannya."
Ki Handoyo menunjukkan kain yang bertuliskan darah.
Panji menerima kain putih tersebut dan melihat apa yang tertulis.
"Hmmm ... ini undangan yang aneh. Di tulis dengan darah. Hari ke 15 di Lembah
Tengkorak." gumam Panji pelan mencermati isi undangan tersebut. "Dewi Lembah
Tengkorak. Siapa dia, Paman?"
"Aku juga tidak tahu, Nakmas. Lembah Tengkorak cukup jauh dari sini. Apa
maksud Dewi Lembah Tengkorak mengirimkan undangan seperti ini," ucap Ki Handoyo
kalem. "Hmmm. Apapun itu, ini tidak bisa dianggap angin lalu saja. Undangan ini
mengandung maksud yang tersembunyi."
"Aku juga berpikir begitu, Nakmas. Tapi apa itu aku juga belum mengetahuinya."
"Lalu apa tanggapan, Paman" Memenuhi undangan itu atau mengabaikannya."
"Entahlah." Ki Handoyo kembali duduk di tempatnya.
"Sebaiknya abaikan saja, Paman," ucap Kenanga menimpali setelah dari tadi diam
saja. Panji dan Ki Handoyo menoleh ke arah Kenanga. Mereka sama-sama tersenyum
lebar. "Kenapa?" seru Kenanga yang heran melihat Panji dan Ki Handoyo malah
tersenyum lebar.
Tak berapa lama Sadewo datang ke ruang tamu pendopo.
"Guru! Semua aku tempatkan sesuai perintah Guru."
"He-em." Ki Handoyo mengangguk. "Sadewo. Kenalkan ini orang yang Guru
sering ceritakan yaitu Panji, Pendekar Naga Putih."
Sadewo menoleh ke arah Panji.
"Oh, sungguh tak ku duga hari ini saya bisa bertemu dengan pendekar kesohor di
dunia persilatan. Salam hormat saya pada Pendekar Naga Putih," ucap Sadewo
menunduk hormat.
"Kisanak terlalu berlebihan, saya tidaklah seperti apa yang orang bicarakan.
Saya hanya manusia biasa saja. Di atas langit masih ada langit, jadi apa yang
bisa saya banggakan. Jangan sungkan Kisanak," ucap Panji dengan tutur kata yang
halus. "Ah, selain kesohor rupanya Pendekar Naga Putih bersifat rendah hati. Sungguh
mulia sekali," ucap Sadewo kagum dengan sifat Panji yang sopan santun.
"Panggil saya Panji saja, Kisanak," ucap Panji kalem tersenyum.
"Baik. Saya ... Sadewo."
"Ini Kenanga, temanku." Panji mengenalkan Kenanga pada Sadewo.
"Nini Kenanga. Salam."
Kenanga mengangguk pelan saja.
e-bukugratis.blogspot.com
"Paman. Apakah Paman sudah berjumpa dengan pendekar yang dulu membantu
kita waktu menghancurkan Partai Kelabang Ireng?" tanya Panji mengalihkan
pembicaraan. "Maksud Nakmas ... Pendekar Pedang Matahari?" ucap Ki Handoyo.
Panji mengangguk cepat.
"Belum, Nakmas."
"Sewaktu kami singgah di Kadipaten Jatiluhur. Kami mendengar Pendekar Pedang
Matahari juga membantu menggulingkan kekuasaan Adipati yang memberontak dan kini
pewaris sah Kadipaten Jatiluhur kembali menduduki singgasana kadipaten."
"Benarkah itu, Nakmas?" seru Ki Handoyo cepat.
Panji mengangguk.
"Kini Kadipaten Jatiluhur sudah berdiri sendiri menjadi sebuah kerajaan dengan
rajanya Arya Soma. Orang-orang di sana sering membicarakan sepak terjang
Pendekar Pedang Matahari dan nama pendekar itu adalah Surya."
"Hmmm! Pendekar Pedang Matahari. Orang baru di rimba persilatan yang langsung
menggegerkan dunia persilatan. Kesaktiannya sukar dijajaki dan berhasil
membinasakan tokoh sesat yang selama puluhan tahun menjadi momok di dunia
persilatan," ucap Ki Handoyo lirih namun masih bisa didengar jelas.
"Benar, Paman. Dia dengan mudah dapat mengalahkan Datuk Sesat yang hampir
saja mengalahkan aku." Panji manggut-manggut.
Sejenak pendopo itu menjadi sunyi karena semua larut dalam pikirannya masing-
masing. --o0o-- DI sebuah kedai makan yang terletak di Desa Kalianget tampak seorang pemuda
bertopeng perak tengah asyik menyantap hidangan yang ada di depannya. Dia dengan
asyik makan tanpa peduli sepasang mata tengah memperhatikan dirinya. Sepasang
mata seorang wanita muda berpakaian biru kuning dengan ikat kepala warna biru.
Sebilah pedang terlihat dari punggung gadis itu, paras cantik gadis itu membuat
mata para lelaki sejenak melihat dirinya namun gadis itu cuek saja malah
memperhatikan pemuda
bertopeng yang lagi asyik makan.
Pemuda bertopeng perak dengan pedang bergagang matahari yang tak lain adalah
Surya segera beranjak pergi dari kedai makan tersebut setelah membayar makanan
itu. Di lain pihak si gadis yang dari tadi memperhatikan Surya juga bergegas
beranjak dari tempat duduknya namun tiba-tiba ada seorang pria datang mencegah
gadis itu. "Hai, Cah Ayu. Mau kemana kamu. Temani aku disini janganlah buru-buru pergi.
He-he-he," ucap pria yang memiliki perawakan tegap dengan bulu dada yang tebal.
Mata kiri di tutupi penutup mata dan ada codet melintang di pipi kanannya.
Tampangnya keras dan sangar sekali. Si gadis menatap pria bercodet itu dengan
pandangan tidak suka karena merasa terganggu.
e-bukugratis.blogspot.com
"Ha-ha-ha-ha. Janganlah memasang wajah masam gitu, nanti wajah ayu-mu jadi
tidak ayu lagi. He-he-he," ucap pria bercodet tersenyum.
Walaupun pria bercodet itu tersenyum tapi tetap saja tidak merubah tampangnya
yang sangar. Malah jadi terlihat semakin angker!
"Mau apa kau?" seru si gadis cepat dengan tatapan mata tajam ke arah pria
bercodet. Pria bercodet itu senyum-senyum sambil pandangannya menyusuri setiap jengkal
tubuh si gadis. Merasa risih dipandangi orang begitu rupa membuat gadis itu
segera beranjak pergi tapi lagi-lagi pria bercodet itu kembali menghalanginya
bahkan pria bercodet itu sudah berani memegang tangan si gadis.
"He-he-he. Mau kemana, Cah Ayu. Disini saja bersamaku, aku traktir deh. He-he-
he," ucap pria bercodet sambil tertawa kecil.
"Lepaskan!!" bentak si gadis keras.
Bentakan gadis itu membuat pengunjung di kedai tersebut jadi melihat kearah
mereka berdua. "Lepaskan!!" bentak si gadis kembali sambil menarik tangannya yang dipegang pria
bercodet. "Ha-ha-ha-ha, Kakang Bergola Ireng! Agaknya gadis itu tidak menyukaimu. Sudah,
bawa saja langsung. Ha-ha-ha-ha!" seru seorang pria yang berpakaian hampir sama
dengan pria bercodet namun pria ini memiliki cambang lebat di dagunya.
"Benar, Kakang. Agaknya hari ini rejekimu besar sekali, Kakang. Kami pun juga
mau dapat sisanya. Ha-ha-ha-ha!" seru pria yang lain dengan ikat hitam melingkar
di kepalanya. "Ha-ha-ha-ha. Rupanya kau juga kepengen juga dengan gadis ini, Jampari! Sampai-
sampai kau mau sisanya juga. Ha-ha-ha-ha." tawa orang bercodet yang di panggil
dengan nama Bergola Ireng.
"Ha-ha-ha-ha. Tentu saja Kakang. Atau Kakang bermurah hati padaku agar aku
yang mencobanya dulu!" seru orang dipanggil Jampari.
"Ha-ha-ha-ha. Kau sendiri gimana, Bedul?" seru Bergola Ireng pada orang bernama
Bedul. "Atur ajalah. Yang penting beres," sahut Bedul tanpa menoleh sedikitpun.
"Ha-ha-ha-ha." mereka bertiga ketawa bersama dengan lantang.
Mendengar perkataan ketiga orang itu membuat si gadis jadi geram. Hatinya panas
sekali karena merasa dilecehkan di depan banyak orang, dengan gerakan cepat
gadis itu mengibaskan tangannya dengan kekuatan tenaga dalam yang ia miliki
sehingga membuat pria bercodet jadi tersungkur menabarak meja.
"Huh! Dasar manusia-manusia sampah. Sebaiknya bercermin dulu sebelum unjukan
muka buruk kalian padaku!" seru si gadis keras karena jengkel sekali mendengar
ucapan yang sangat melecehkan dirinya.
Bergola Ireng bangkit berdiri dengan sikap yang marah karena telah di buat jatuh
tersungkur, dia sangat malu di hadapan banyak orang telah di jatuhkan oleh gadis
yang kelihatannya lemah itu.
e-bukugratis.blogspot.com
"Kurang ajar. Rupanya kau harus diberi pelajaran, Gadis Sundel!" teriak Bergola
Ireng geram. "Hehh! Apa katamu"! Kurang ajar!!" seru si gadis marah mendengar dirinya di
panggil Gadis Sundel.
"Hiaaatt."
Gadis cantik itu menerjang menyerang Bergola Ireng dengan mengarahkan
pukulannya ke arah muka Bergola Ireng. Pukulan si gadis hampir mengenai sasaran
namun dengan gerakan cepat Bergola Ireng memiringkan tubuhnya menghindari
pukulan yang mengarah ke mukanya. Di tengah jalan tiba-tiba pukulan si gadis
berubah menjadi tamparan ke arah pipi Bergola Ireng.
Plakk!! Suara tamparan mengenai pipi Bergola Ireng yang tidak sempat menghindari
tamparan si gadis.
Bergola Ireng meringis mengusap pipinya yang terkena tamparan si gadis.
"Bedebah!!" maki Bergola Ireng keras. "Akan kubuat kau menyesal seumur hidup
Gadis Sundel. Hiaaatt!!"
Dengan teriakan lantang Bergola Ireng menerjang si gadis dengan jurus-jurus
berbahaya yang mengancam wajah si gadis. Tangan yang membentuk cakar bergerak
cepat menyerang si gadis. Jelas Bergola Ireng ingin membuat cacat wajah si
gadis, namun si gadis dengan tenang menghindar dari cakar Bergola Ireng yang
mengarah ke wajahnya.
Tapi di tengah jalan arah serangan cakar Bergola Ireng berubah ke lambung si
gadis, ini membuat si gadis kaget namun dengan sigap dia melompat ke samping
sehingga cakar Bergola Ireng hanya lewat di samping si gadis.
Begitu serangannya dapat dihindari si gadis maka dengan gerakan memutar cepat
Bergola Ireng mengarahkan tendangan putarnya ke perut si gadis. Gerakan memutar
yang cepat dari Bergola Ireng cukup membuat si gadis terlonjak kaget, maka
dengan susah payah si gadis melompat menghindari tendangan memutar Bergola
Ireng. Begitu lolos dari tendangan Bergola Ireng maka dengan cepat si gadis
melesat keluar dari kedai makan. Bergola Ireng juga melesat cepat menyusul si
gadis keluar dari kedai makan.
Kini mereka saling berhadapan dengan kuda-kuda siap menyerang.
"Bersiaplah menemui dewa kematian, Gadis Sundel!" seru Bergola Ireng tandas.
Si gadis menyeringai sinis dengan sorot matanya tajam bagai seekor elang
mengincar mangsa.
Tiba-tiba Jampari dan Bedul sudah berdiri di samping Bergola Ireng.
"Kakang! Kita ringkus saja gadis itu lalu kita bawa ke hutan Bukit Tunggul,"
ucap Jampari cepat.
"Benar, Kakang! Sungguh sangat sayang jika gadis secantik dia dibunuh!" seru
Bedul menambahkan.
"Hmmm. Baiklah. Kita serang gadis itu dengan jurus 'Serigala Menangkap
Mangsa'!" ucap Bergola Ireng sambil mengangguk cepat.
"Baik," sahut Bedul dan Jampari cepat.
e-bukugratis.blogspot.com
Ketiga orang itu dengan cepat mengurung gadis cantik itu, mereka sudah tidak mau
main-main lagi dan ingin secepatannya meringkus gadis cantik tersebut.
Bergola Ireng menerjang mengarahkan cakarnya ke arah leher si gadis sedang
Jampari dan Bedul mengarahkan cakarnya ke lambung dan kaki si gadis. Di serang
tiga orang dengan tiga sasaran yang mengancam keselamatan jiwanya, maka dengan
cepat si gadis melompat tinggi bersalto di udara lalu mendarat mulus di tanah.
Serangan tiga orang itu terus mengarah ke arah-arah berbahaya di bagian tubuh si
gadis. Dikeroyok begitu rupa tidak membuat si gadis gentar, dengan tenang dia
menghindari setiap serangan yang mengarah ke daerah vital tubuhnya. Kian lama
pertarungan mereka sudah cepat sekali dan kali ini si gadis jadi semakin
terpojok hingga suatu ketika seseorang dari tiga pria tersebut berhasil
menyarangkan totokan tepat di leher si gadis, seketika gadis itu jadi kaku tidak
bisa bergerak. "Ha-ha-ha-ha. Akhirnya tertangkap juga kau Gadis Sundel." Bergola Ireng tertawa
penuh kemenangan.
"Bangsat. Lepaskan aku!" teriak si gadis marah.
"Ha-ha-ha-ha. Tenanglah, Cah Ayu. Sebentar lagi kita akan bersenang senang. Ha-
ha-ha-ha."
"Ayo kita bawa gadis itu, Kakang!" seru Jampari.
"Bangsat! Lepaskan aku! Lepaskan! Akan kubunuh kalian. Lepaskan!!!" maki si
gadis marah-marah.
Dengan memondong gadis itu mereka melesat pergi meninggalkan tempat itu. Para
penduduk Desa Kalianget yang kebetulan menyaksikan kejadian itu hanya bisa
menghela nafas panjang karena kasihan melihat nasib buruk yang akan menimpa si
gadis. Tiga orang, Bergola Ireng dengan dua temannya berlarian cepat menyusuri
pinggiran hutan Bukit Tunggul, saat tiba di ujung jalan mereka masuk menerobos
kelebatan hutan Bukit Tunggul. Tanpa mereka sadari ada seorang pemuda tengah
mengikuti mereka dari tempat yang cukup jauh sehingga mereka tidak sadar kalau
sedang di ikuti. Pemuda itu berhenti di balik pohon besar ketika tiga orang yang
di ikutinya berhenti di sebuah pondok kayu. Pemuda itu langsung melompat ke
dahan pohon yang cukup rimbun untuk tempat bersembunyi.
Dia memperhatikan tiga orang yang tengah bicara di depan pondok.
"Jampari, Bedul! Kalian jaga di luar, begitu aku selesai menikmati gadis ini,
maka giliran kalian nanti yang juga menikmatinya," ucap Bergola Ireng, cepat.
"Baik, Kakang!" sahut Jampari dan Bedul bareng.
Bergola Ireng melangkah masuk ke dalam pondok kayu sambil memodong si gadis
yang yang sudah tak berdaya di punggungnya. Di dalam pondok kayu terdapat
pembaringan yang terbuat dari balai-balai bambu. Bergola Ireng membaringkan
tubuh gadis itu di atas balai-balai bambu.
Tampak si gadis melotot marah ke arah Bergola Ireng.
"He-he-he. Sebentar lagi akan kuajak kau menikmati sorga dunia, Cah Ayu. Kamu
pasti senang dan akan minta lagi setelah merasakan nikmatnya sorga dunia. He-he-
he," e-bukugratis.blogspot.com
ucap Bergola Ireng menatap wajah gadis cantik di pembaringan dengan tatapan
penuh birahi. Dia mengusap rambut, pipi dan bibir si gadis dengan lembut lalu mulai turun ke
leher. Tangan Bergola Ireng meremas payudara indah si gadis yang menonjol di
dada si gadis yang masih terbungkus pakaian. Remasan itu lembut lalu agak keras
karena gemas sekali.
Si gadis memaki menyumpah habis-habisan dalam hati. Dia tidak bisa berontak
karena tertotok. Air matanya mengalir dari sela matanya karena nasib buruk yang
sebentar lagi akan menimpa dirinya. Nasib akan di gagahi oleh orang yang tidak
ia kenal. Dalam hati si gadis bersumpah akan bunuh diri jika kehormatannya direnggut oleh
Bergola Ireng. Bergola Ireng yang sudah terbakar nafsu dengan kasar merobek kain penutup dada
si gadis, sehingga payudara si gadis tampak membusung indah di dada si gadis.
Melihat payudara putih membusung di dada si gadis membuat nafsu Bergola Ireng
jadi meledak, maka dengan cepat Bergola Ireng menindih tubuh si gadis.
Bruaakkk ... !!!
Pintu pondok tiba-tiba hancur berantakan, dua sosok tubuh melayang jatuh di
dekat pembaringan dimana Bergola Ireng tengah menindih si gadis. Suara keras
hancurnya pintu pondok membuat Bergola Ireng terlonjak kaget sampai turun dari
atas balai-balai bambu. Lalu tak lama dari luar muncul seorang pemuda bertopeng
perak berdiri dengan tenang di ambang pintu yang hancur berantakan.
"Bangsat! Setan alas! Siapa kau" Berani sekali mengganggu kesenanganku!" teriak
Bergola Ireng berang.
"Aku Malaikat Kematian-mu, manusia iblis!" ucap pemuda bertopeng itu penuh
tekanan. "Bedebah!"
"Sebentar lagi kau akan menyusul dua temanmu itu, manusia iblis," ucap pemuda
Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertopeng itu tandas.
Bergola Ireng menatap dua temannya. Dia tersentak karena melihat dua temannya
sudah menjadi mayat dengan dada hitam remuk. Mendidihlah darah Bergola Ireng
melihat kematian dua temannya yang sudah tewas.
"Kubunuh kau, bangsat. Hiaaat!"
Bergola Ireng melompat mengarahkan pukulannya ke muka pemuda bertopeng,
namun dengan ringan pemuda bertopeng itu memiringkan kepalanya lalu dengan
gerakan kilat pemuda bertopeng itu mengirimkan pukulan ke dada Bergola Ireng.
Diegkh !! "Aakh ... !" jerit Bergola Ireng terkena pukulan di dadanya.
Bruaakk!!! Dinding pondok jebol di tabrak tubuh Bergola Ireng yang terpental.
Dinding kayu itu jebol dan tubuh Bergola Ireng terlempar keluar dari pondok
akibat pukulan yang dilepaskan pemuda bertopeng dengan tenaga dalam itu. Pemuda
bertopeng itu segera menghampiri si gadis dan membebaskan totokan si gadis.
e-bukugratis.blogspot.com
Begitu si gadis terbebas dari totokan, maka dengan cepat gadis itu melesat
keluar menerjang Bergola Ireng yang berdiri limbung akibat luka dalam yang
dideritanya. Tak ampun lagi Bergola Ireng di hajar habis-habisan oleh si gadis
yang kalap, karena marah akibat perbuatan Bergola Ireng yang hampir saja di
rusak kehormatannya oleh Bergola Ireng. Dengan penuh emosi si gadis mencabut
pedang di punggungnya lalu menyabetkan pedang itu ke arah leher Bergola Ireng.
Crass ... !! "Aakh ... !" jerit Bergola Ireng tercekat lalu suaranya lenyap seiring kepalanya
menggelinding putus dari raganya.
Tak puas dengan memutus leher Bergola Ireng, si gadis menendang keras tubuh
Bergola Ireng hingga mencelat menabrak pohon. Si gadis berdiri menatap tajam
tubuh Bergola Ireng dengan nafas terengah-engah. Hatinya masih belum puas maka
dia melompat menuju ke tubuh Bergola Ireng.
"Hentikan!" teriak seseorang menghentikan si gadis yang hendak melompat
menerjang tubuh Bergola Ireng. "Sudah hentikan, Nisanak. Tidak ada gunanya kau
teruskan. Dia sudah menjadi mayat," ucap pemuda itu lalu melemparkan sesuatu ke
arah si gadis. Si gadis menangkap sesuatu yang di lemparkan pemuda bertopeng itu.
"Aku belum puas sebelum mencincang orang itu sampai hancur!" seru si gadis
dengan nada yang masih menunjukkan kemarahan.
Pemuda bertopeng itu tersenyum lembut.
"Aku tahu perasaanmu, Nisanak. Tapi pakailah baju itu agar auratmu tidak kau
biarkan terlihat begitu saja," ucapnya mengingatkan keadaan si gadis yang masih
tidak sadar akan aurat atasnya masih terlihat akibat bajunya dirobek oleh
Bergola Ireng tadi.
"Ekh"!" si gadis tersentak kaget menyadari keadaan dirinya, buru-buru dia
menutup dadanya dengan dua tangannya lalu berlari di balik di sebuah pohon
besar. Pemuda bertopeng itu tertawa kecil melihat tingkah si gadis yang panik. Surya
lalu berjalan pergi dari tempat itu.
"Tunggu!!" teriak si gadis mencegah pemuda bertopeng itu pergi.
"Tunggu!" seru si gadis kembali sambil berlari mengejar pemuda bertopeng tadi.
Pemuda bertopeng itu membalikkan tubuhnya menghadap si gadis.
"Nisanak ada perlu denganku?" tanyanya kalem tersenyum lembut.
Si gadis menatap pemuda bertopeng sejenak.
"Terima kasih atas pertolonganmu. Aku berhutang budi padamu, entah dengan apa
aku bisa membalasnya."
Si gadis menunduk sedikit menghormati orang yang telah menolong dirinya.
"Aku ... Intan Ayu. Nama Kisanak siapa?"
Pemuda bertopeng menatap lembut gadis cantik di depannya yang mengaku
bernama Intan Ayu.
"Aku Surya," sahut Surya kalem.
"Surya. Sekali lagi terima kasih banyak atas pertolonganmu tadi."
e-bukugratis.blogspot.com
"Tidak usah dipikirkan, Nisanak Intan Ayu. Hanya kebetulan saja aku lewat tempat
ini dan melihat Nisanak di bawa oleh tiga orang tadi," ucap Surya lembut.
"Apapun itu aku sangat berterima kasih padamu," sahut si gadis yang bernama
Intan Ayu. "Kalau tidak ada kamu entah apa jadinya diriku. Mungkin aku sudah ...
" Intan menghentikan ucapannya. Tampak tangannya terkepal erat menahan kejengkelan
hatinya akibat kejadian buruk yang hampir menimpa dirinya kalau tidak di tolong
oleh Surya. "O ya, Nisanak mau kemana?" ucap Surya mengalihkan pembicaraan.
Intan menatap pemuda bertopeng itu sejenak. Lalu dia menghela nafas pendek.
"Aku sebenarnya sedang mencari kakakku. Mungkin Kisanak pernah bertemu
dengan dia, namanya Lestari, dia bersama Eyang Rakanini atau orang menjulukinya
Hantu Tongkat Hitam."
Surya memegang dagunya berpikir sejenak. Sepertinya dia pernah bertemu dengan
seorang gadis bernama Lestari dan juga wanita tua bernama Rakanini. Apakah
mereka orang yang tengah di cari oleh Intan Ayu, batin Surya.
"Kamu pernah bertemu mereka?" tanya si gadis kalem.
Surya melirik Intan Ayu, dia menggeleng pelan saja.
"Sebaiknya kita keluar dari hutan ini dulu. Mari."
Surya melangkah ringan di ikuti Intan Ayu. Dalam perjalanan mereka banyak
ngobrol dan becanda.
"Jadi kamu juga mendapat undangan dari orang-orang Lembah Tengkorak" Hmmm.
Agaknya aku memiliki firasat buruk tentang undangan itu. Bisa saja itu adalah
undangan maut," ucap Intan Ayu pelan. Dia diam merenung mencermati arti dari
undangan maut tersebut.
"Hari ke 15 tinggal 3 hari lagi. Mari kita sama-sama ke Lembah Tengkorak, aku
penasaran dengan undangan itu. Bagaimana?" tanya Surya menatap Intan yang
terdiam karena merenung.
Intan menoleh menatap pemuda bertopeng itu beberapa lama lalu mengangguk
sedikit. Intan sebenarnya merasa ragu namun rasa penasarannya akan undangan itu
membuatnya ingin mengetahui apa maksud dan tujuan si Pengirim Undangan yang
mengatas namakan dirinya Dewi Lembah Tengkorak.
Tak terasa matahari bergulir sangat cepat sehingga sorepun telah tiba. Mereka
terus berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke sebuah desa yang berada di
kawasan Gunung Puting timur.
--o0o-- MALAM ini Desa Ngasinan tampak lain dari biasanya, desa yang biasanya tidak
terlalu ramai jika malam hari, sekarang jadi tampak ramai karena malam ini
banyak sekali para pengunjung yang singgah di desa tersebut. Umumnya para
pengunjung itu adalah para pengembara dan ada juga dari beberapa orang-orang
kerajaan. Mereka rata-
e-bukugratis.blogspot.com
rata memiliki tujuan yang sama yaitu hadir dalam undangan yang di kirim oleh
orang yang menamakan dirinya Dewi Lembah Tengkorak.
Di sudut ruang kedai yang terletak di ujung jalan desa tampak dua orang tengah
duduk menikmati hidangan yang tersedia di depan mereka. Si gadis sesekali
memandang ke sekitar dalam kedai yang di penuhi orang-orang dari rimbar
persilatan yang berbeda aliran. Si pemuda bertopeng perak malah asyik menyantap
ayam goreng yang ada di
piring. Dia tidak pedulikan orang-orang yang juga ada di dalam kedai. Si gadis
menepuk bahu pemuda bertopeng perak.
"Surya! Lihat yang datang ke kedai ini rata-rata orang persilatan yang cukup
memiliki nama. Yang duduk di dekat jendela itu adalah Malaikat Biru Kali Gede
sedang dua orang yang bersamanya adalah Sepasang Pendekar Pedang Timur. Tak jauh
dari tempat mereka itu adalah si Tongkat Ular Sanca lalu disampingnya Dewa Tangan
Api." Si gadis yang tak lain adalah Intan Ayu menyebut nama nama tokoh yang ada di
dalam kedai. Si pemuda yang tak lain adalah Surya, Pendekar Pedang Matahari
hanya berguman acuh tak acuh saja.
"Mereka pasti juga penasaran dengan undangan dari Dewi Lembah Tengkorak,"
ucap si gadis kalem.
Surya melirik gadis cantik yang beberapa hari ini bersamanya.
"Tujuan mereka sama dengan kita, Intan. Mereka juga ikut hadir dalam undangan
yang misterius itu," ucapnya pelan lalu kembali menyantap ayam gorengnya.
Intan Ayu mengangguk cepat lalu mulai menyantap makanannya.
Tak berapa lama datang dua orang ke kedai makan itu, satu orang tua berjubah
putih dengan jenggot putih agak panjang. Yang satu gadis cantik dengan
berpakaian hijau biru terdapat sebilah pedang di punggungnya. Dua orang itu
menuju ke meja dimana Surya dan Intan Ayu berada.
"Maaf Kisanak dan Nisanak. Boleh kami ikut duduk disini karena kami tidak dapat
tempat duduk," ucap orang tua itu lembut penuh keramahan.
"Silakan," sahut Intan ramah.
"Terima kasih."
Orang tua dan gadis cantik itu lalu duduk berhadapan dengan Surya dan Intan Ayu.
Tampak sejenak si gadis melirik ke arah Surya dengan lirikan penuh arti. Entah
apa arti lirikan itu dan hanya si gadis mengetahuinya. Lalu si gadis mengalihkan
pandangannya ke orang tua di sebelahnya.
"Mudah-mudahan saja kita bisa bertemu dengan Pangeran Matahari di Lembah
Tengkorak nanti, Gayatri. Di Kitab Babad Tanah Leluhur tertulis dengan kalau
Pangeran Matahari akan muncul kembali 200 tahun setelah Istana Tapak Suci
mengalami kehancuran," ucap kakek tua berjubah putih tersebut.
"Ekh"!" Surya tersentak kaget mendengar kakek tua di depannya menyebut
Pangeran Matahari. Surya bertanya-tanya dalam hati kenapa kakek tua itu menyebut
soal Pangeran Matahari dan juga Istana Tapak Suci. Ini adalah hal yang aneh
menurutnya. "Ya, tapi di kitab itu tidak menyebutkan ciri-ciri Pangeran Matahari tersebut,
Guru. Di situ hanya disebutkan Pangeran Matahari akan muncul kembali di masa 200 tahun
e-bukugratis.blogspot.com
setelah Istana Tapak Suci hancur. Sangat sulit Guru menemukan orang di maksud.
Sedangkan ibu harus terbaring menahan sakit menunggu Pangeran Matahari muncul
mengobati beliau," ucap si gadis yang bernama Gayatri dengan nada putus asa.
"Selagi kita berusaha maka Sang Hyang Widi pasti menunjukkan jalan untuk kita.
Janganlah kamu berputus asa. Kuatkan hatimu Gayatri," ucap si kakek sambil
menepuk bahu Gayatri lembut untuk menenangkan hati Gayatri.
Gayatri menghela nafas pendek, dia kembali melirik ke arah pemuda bertopeng
perak dan secara kebetulan pemuda bertopeng perak itu juga melirik Gayatri
sehingga pandangan mereka sejenak bertemu lalu mereka sama-sama menghindar, ada
suatu perasaan aneh yang tiba-tiba menjalar di hati Gayatri, seolah seperti perasaan
kangen, rindu dan juga seperti merasa sudah dekat dengan pemuda bertopeng
tersebut. "Kita kembali ke penginapan yuk," ucap Intan Ayu sambil beranjak berdiri.
Surya menoleh ke Intan Ayu, lalu mengangguk pelan. Surya dan Intan Ayu segera
beranjak pergi dari kedai tersebut. Kembali ketika melirik pandangan Surya
bertemu dengan pandangan Gayatri yang juga melirik padanya. Sejenak mereka
saling pandang kemudian Surya melangkah mengikuti Intan Ayu yang sudah duluan
keluar. Gayatri menatap pemuda bertopeng yang melangkah keluar dari dalam kedai.
Gayatri benar-benar merasa aneh dengan perasaan yang tiba-tiba menjalar merasuki
hatinya, tapi perasaan apa itu Gayatri tidak bisa mengartikannya.
"Gayatri. Ada apa?" tanya kakek tua cepat melihat Gayatri yang bersikap sedikit
aneh. Gayatri menoleh ke kakek tua di sebelahnya lalu menggeleng sedikit.
"Tidak. Tidak apa-apa Guru," ucapnya cepat.
"Dari tadi Guru lihat kamu memperhatikan pemuda bertopeng terus. Apa kamu
kenal dia?" tanya kakek tua itu menyelidik.
Gayatri menggeleng cepat.
"Tidak. Aku tidak kenal orang bertopeng itu," sahut Gayatri.
"Hmmmm. Ya, sudah. Kita makan saja dulu setelah itu kembali ke penginapan."
"Baik. Guru."
Mereka lalu mulai melahap makanan yang telah disediakan pemilik kedai.
--o0o-- Duaaarr ... !!!
Suara ledakan keras menghantam pohon hingga hancur berkeping-keping.
"Ha-ha-ha-ha. Mampus kau, Rejo Warang. Ha-ha-ha-ha!" tawa seorang kakek tua
berpakaian serba hitam.
Tongkat berbentuk ular tergenggam di tangan kanannya. Rupanya tongkat inilah
yang mengeluarkan sinar kehijauan dan mengenai pohon hingga hancur berkeping-
keping. Di depan kakek tua itu ada orang tua terduduk memegangi dadanya yang sakit
akibat adu tenaga dalam dengan kakek tua tersebut. Di samping orang tua itu ada
seorang gadis memegangi bahu orang tua itu.
e-bukugratis.blogspot.com
"Uhuk ... uhuk. Jalak Ireng! Apa maumu sebenarnya?" seru si orang tua yang
bernama Rejo Warang dengan suara parau.
"Mauku"! Ha-ha-ha-ha. Tentu saja membunuhmu tapi sebelum itu katakan dimana
kau sembunyikan Pusaka Pedang Samudra itu. Atau kau ingin aku siksa dulu Rejo
Warang. Katakan!!" bentak Jalak Ireng garang.
"Manusia terkutuk! Kami tidak takut mati. Hiaaatt!" teriak si gadis yang
ternyata adalah Gayatri. Tanpa tanggung-tanggung Gayatri mencabut pedang di
punggungnya. "Gayatri, jangan. Dia bukan tandinganmu!" teriak Rejo Warang parau.
"Ha-ha-ha-ha. Nyalimu besar juga, Cah Ayu. Ayo majulah. Ha-ha-ha-ha!" ejek
Jalak Ireng meremehkan serangan Gayatri.
Dengan ilmu yang di dapat dari Gurunya yaitu Rejo Warang, Gayatri memainkan
jurus-jurus pedang dengan kecepatan tinggi. Tampak sekali kilatan-kilatan cahaya
yang berkilau dari pedang membuat Gayatri bagai bidadari menari. Secepat kilat
Gayatri menyerang daerah-daerah vital Jalak Ireng. Serangannya sungguh berbahaya
sekali namun yang tengah ia hadapi bukanlah tokoh sembarangan. Gurunya saja di buat
tersungkur apa lagi Gayatri yang hanya seorang murid pasti bukanlah tandingan si
Jalak Ireng. Agaknya Jalak Ireng sengaja mempermainkan si gadis karena dia hanya melawan
dengan tangan kiri saja, setiap serangan yang datang dengan mudah sekali
dipatahkan. Sebenarnya Gayatri juga tidak bisa di anggap remeh, sebab semua ilmu Gurunya
telah ia kuasai dengan sempurna. Namun menghadapi tokoh kosen yang di dunia
persilatan di juluki Datuk Tongkat Ular ini membuat Gayatri hanya jadi mainan
saja oleh Jalak Ireng.
"Ha-ha-ha-ha! Ayo anak manis keluarkan semua kemampuanmu. Ha-ha-ha-ha."
ledek Ki Jalak Ireng meremehkan Gayatri.
"Huh! Jangan sombong kau orang tua. Tahan pukulanku!!" seru Gayatri geram.
Dengan gerakan cepat Gayatri mengumpulkan tenaga dalamnya di tangan kanan,
kaki kanan di tarik ke belakang, Gayatri bersiap melepaskan pukulan sakti jarak
jauh dengan tenaga dalam penuh. Maka dari tangan kanan Gayatri melesatlah sinar
merah menerjang ke arah Datuk Tongkat Ular. Itulah pukulan sakti yang diturunkan
Gurunya Ki Rejo Warang yang bergelar Malaikat Tangan Besi. Pukulan sakti itu
bernama Pukulan
'Telapak Kematian'. Pukulan 'Telapak Kematian' dulu sempat menggegerkan dunia
persilatan karena keganasannya. Dalam sekali pukulan saja mampu membunuh lima
ekor kerbau dewasa dengan tubuh hangus.
"Pukulan 'Telapak Kematian'"!" seru Ki Jalak Ireng tersentak kaget.
Maka kali ini Ki Jalak Ireng tidak mau berlaku ayal, dengan cepat dia gerakkan
Tongkat Ularnya berputar tiga kali lalu disentakkan Tongkat Ular itu ke depan,
dari ujung tongkat yang berkepala ular itu melesatlah sinar hijau yang memapaki
sinar merah Pukulan 'Telapak Kematian'. Sinar hijau yang bernama Ajian 'Ular
Hijau Mematuk Mangsa' itu bertemu di udara dalam satu titik.
Duaaaarr!!! Ledakan dahsyat terjadi begitu dua pukulan sakti beradu, tempat itu bergetar
bagai terkena lindu.
e-bukugratis.blogspot.com
"Aaakh!" jerit Gayatri terpental dua tombak ke belakang.
Tiba-tiba sekelebat bayangan putih menyambar tubuh Gayatri yang hampir saja
menabrak pohon.
Ki Jalak Ireng hanya sedikit limbung saja namun dadanya agak terasa sakit akibat
Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
benturan tenaga dalam tadi, dengan cepat Ki Jalak Ireng mengerahkan hawa murni
guna mengusir rasa sakit di dadanya.
Sementara itu Gayatri yang muntah darah terluka dalam tengah diberi hawa murni
oleh seorang pemuda bertopeng perak yang tak lain adalah Surya. Di tempat lain
tampak Intan Ayu tengah menolong kakek tua Ki Rejo Warang untuk berdiri.
"Terima kasih, Nisanak," ucap Ki Rejo Warang parau.
"Kakek tidak apa-apa?" ucap Intan Ayu pelan.
"Tidak. Aku tidak apa-apa." Ki Rejo Warang menoleh ke arah Gayatri yang tengah
diberi hawa murni. "Gayatri!" serunya pelan.
Ki Rejo Warang menghampiri Gayatri muridnya itu.
"Kisanak! Terima kasih banyak Kisanak telah menolong muridku, Gayatri."
Surya menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan. Surya menoleh
ke arah orang tua yang tadi bertanya. Dia mengangguk sedikit lalu berdir?.
"Untung muridmu cepat di tolong kalau terlambat sedikit saja nyawanya pasti
melayang. Benar-benar pukulan yang sangat mengerikan," ucap Surya dengan tenang.
"Ouh, terima kasih Kisanak terima kasih."
"Uhuk ... uhuk. Guru," ucap Gayatri terbatuk-batuk.
"Gayatri. Kamu tidak apa-apa?" ucap Ki Rejo Warang mencemaskan keadaan
muridnya itu. Gayatri menggeleng cepat.
"Aku tidak apa-apa, Guru," ucapnya pelan.
"Sebaiknya kalian bersemedilah untuk memulihkan tenaga kalian," ucap Surya
kalem. Surya berbalik badan menghadap kakek tua pemegang Tongkat Ular.
"Hati-hati, Kisanak. Dia sangat berbahaya. Tongkat Ularnya mampu
menghancurkan batu besar, jadi berhati-hatilah," ucap Ki Rejo Warang
mengingatkan Surya.
Surya menoleh ke arah Ki Rejo Warang lalu mengangguk cepat.
"Intan. Kamu jaga mereka disini!" seru Surya pada Intan Ayu.
"Baik," sahut Intan Ayu mengangguk cepat.
Surya melangkah lima tindak ke arah Ki Jalak Ireng yang sudah berdiri dari
duduknya sehabis mengobati luka dalamnya akibat beradu tenaga dalam dengan
Gayatri. "Orang tua! Sebaiknya hentikan saja semua ini. Tidak ada untungnya meneruskan
permasalahan yang ada," ucap Surya tenang mengajak jalan berdamai.
Ki Jalak Ireng menatap pemuda bertopeng dengan tajam. Ki Jalak Ireng mendengus
saja mendengar ucapan si pemuda yang mengajak berdamai.
"Heh! Siapa kau bocah" Jangan jadi pahlawan kesiangan. Lekas pergi dari
hadapanku kalau masih ingin melihat matahari esok hari," ucap Ki Jalak Ireng
ketus. e-bukugratis.blogspot.com
Surya tersenyum lembut mendengar ucapan orang tua yang jelas-jelas meremehkan
dirinya namun Surya tak mau terpancing maka dengan sabar dia masih menginginkan
jalan damai daripada harus terjadi pertumpahan darah yang sia-sia saja.
"Hmmm. Kita manusia hanya memiliki selembar nyawa jadi untuk apa tidak
gunakan hidup ini di jalan kebenaran dan berbuat kebajikan," ucap Surya kalem.
"Heh! Jangan mengguruiku, Bocah. Tahu apa kau soal hidup" Jadi jangan sok
berlagak di hadapanku. Lekas minggat dari hadapanku kalau masih sayang nyawa!"
bentak Ki Jalak Ireng garang.
Surya kembali tersenyum.
"Kenapa musti harus ada pertumpahan darah jika jalan damai masih terbentang ...
" "Jangan banyak bacot kau, Bocah. Diberi madu malah minta racun. Rasakan
tongkat ini!" sergah Ki Jalak Ireng.
Dengan gerakan kilat Ki Jalak Ireng mengayunkan Tongkat Ularnya ke kepala
Surya. Deru angin berhembus cepat ketika Tongkat Ular itu bergerak cepat.
Tinggal sejengkal lagi tongkat itu memecahkan kepala Surya, tiba-tiba tangan
Surya bergerak kilat menahan tongkat tersebut hanya dengan satu jari saja. Surya
berbuat begitu agar Ki Jalak Ireng sadar dan bisa di ajak berdamai.
"Ekh"!"
Justru perbuatan Surya itu membuat semua orang yang ada tempat itu jadi
tersentak kaget. Itu adalah kejadian yang membuat takjub bagi siapa saja yang
melihatnya. Padahal tanpa Surya sadari telah ada beberapa orang yang berdatangan
di tempat itu. Mereka terpana melihat kejadian yang ada di depan mereka.
Tongkat Ular milik Datuk Tongkat Ular yang terkenal sakti hanya di tahan dengan
satu jari saja, ini sungguh luar biasa hebat. Semua pada bertanya-tanya siapakah
pemuda bertopeng yang mampu menahan Tongkat Ular milik Ki Jalak Ireng. Pastilah
orang itu memiliki tingkat tenaga dalam yang maha sempurna karena sangat
mustahil menahan
Tongkat Ular Sakti hanya dengan satu jari saja. Benar-benar menakjubkan dan itu
benar-benar terjadi di hadapan mereka semua.
Datuk Tongkat Ular mengerahkan seluruh tenaga dalamnya namun tak sedikitpun
tongkatnya bisa bergerak. Kini Ki Jalak Ireng mulai sadar kalau tenaga dalam
lawan jauh lebih tinggi dibanding tenaga dalamnya maka Ki Jalak Ireng mulai
bergetar hatinya gentar. Tapi bila dia mundur atau melarikan diri maka mukanya
mau di taruh mana, pasti orang-orang persilatan akan menertawakan dirinya.
Akhirnya Ki Jalak Ireng nekat juga akan bertarung hidup mati melawan pemuda
bertopeng itu. "Huh! Hari ini aku mengadu kesaktian denganmu, bocah!" seru Ki Jalak Ireng
menarik Tongkat Ularnya lalu melompat lima langkah ke belakang.
Surya menghela nafas pendek. Surya sadar dengan ucapan Ki Jalak Ireng yang
berarti pertarungan ini di tentukan siapa yang mati dialah yang kalah. Tak ada
jalan damai sama sekali. Dalam hati Surya sangat menyesalkan kecerobohannya yang
berbuat seperti itu tadi.
"Terimalah pukulan 'Ular Hijau Memburu Kematian'-ku, Bocah!!" seru Ki Jalak
Ireng lantang. e-bukugratis.blogspot.com
Ki Jalak Ireng memutar Tongkat Ularnya di depan, tubuhnya bergetar hebat
mengeluarkan seluruh tenaga dalamnya. Ki Jalak Ireng benar-benar ingin mengadu
kesaktian dengan Surya sampai mati.
Surya menghela nafas pendek, tak ada jalan baginya untuk menghindari
pertarungan adu kesaktian dengan Ki Jalak Ireng, mau tidak mau Surya harus
menghadapinya dengan jalan ksatria. Maka dengan cepat tangan kanan Surya di
angkat ke atas dengan telapak tangan terbuka mengerahkan tenaga dalam di telapak
tangan, lalu telapak tangan itu tergenggam erat hingga berwarna keperakan.
Itulah Pukulan 'Matahari'
tingkat terakhir dari rangkaian Ilmu 'Sembilan Matahari'. Sengaja Surya
menggunakan Pukulan 'Matahari' tingkat terakhir untuk menghormati lawannya.
Melihat dua orang yang tengah melakukan pengerahan pukulan dengan tenaga
dalam tinggi membuat semua orang yang ada di tempat itu langsung beranjak
menjauhi tempat itu, mereka sadar bila berada di dekat dua orang yang tengah adu
kesaktian itu bisa membahayakan diri mereka sendiri, salah salah mereka bisa
terkena pukulan nyasar.
Jadi mereka berlaku mencari aman dengan jalan menjauh dari tempat pertarungan
adu kesaktian tersebut.
"Ekh"! Pendekar Pedang Matahari"!" seru salah seorang di antara mereka begitu
melihat siapa yang sedang adu kesaktian dengan Datuk Tongkat Ular.
"Ekh"! Pendekar Pedang Matahari"!!" seru semua tercekat kaget mendengar ada
yang menyebut gelar Pendekar Pedang Matahari.
Siapa yang tak kenal dengan gelar tersebut, gelar Pendekar Pedang Matahari yang
telah menggegerkan dunia persilatan. Mereka menoleh ke arah pemuda berjubah
putih dengan pedang bergagang kepala naga di punggungnya.
"Pendekar Naga Putih"!" seru orang separuh baya cepat. "Apa benar pemuda
bertopeng perak itu Pendekar Pedang Matahari?" ucap orang tua itu.
Pendekar Naga Putih menoleh ke orang separuh baya.
"Paman Santiko Aji!" seru Panji mengenal orang separuh baya tersebut. "Benar,
Paman. Dialah yang Pendekar Pedang Matahari," ucap Panji kemudian.
Mereka kembali memusatkan perhatiannya ke arah pertarungan Surya dengan Ki
Jalak Ireng. "Ajian 'Ular Hijau Memburu Kematian'!" teriak Ki Jalak Ireng keras.
Dari ujung tongkat yang berbentuk kepala ular melesak sinar hijau yang menderu
menerjang ke arah Surya.
"Pukulan 'Matahari'!" teriak Surya lantang.
Dari tangan kanan Surya tergenggam keperakan melesat sinar putih keperakan
mengandung hawa panas luar biasa menerjang ke arah Ki Jalak Ireng. Dua sinar
pukulan sakti berada di satu garis lurus lalu bertemu di satu titik.
Duaarrr ... !!!
Ledakan maha dahsyat terdengar keras membuat tanah di tempat itu bergetar bagai
terkena gempa. Efek pukulan sakti yang beradu itu sampai ke tempat orang-orang
yang menyaksikan pertarungan itu. Mereka sampai mengerahkan tenaga dalam untuk
meredam efek yang ditimbulkan beradunya dua pukulan sakti tersebut. Orang yang
memiliki e-bukugratis.blogspot.com
tenaga dalam menengah langsung roboh tidak kuat menahan efek dahsyat dua pukulan
sakti tersebut. Sedang orang-orang yang memiliki tenaga dalam yang dapat di
andalkan tidak mengalami goncangan yang berarti.
Tampak sinar putih keperakan Pukulan 'Matahari' menekan dan menembus sinar
hijau ajian 'Ular Hijau Memburu Kematian' dan langsung melabrak tubuh Ki Jalak
Ireng. "Uaaagkh ... " jerit Ki Jalak Ireng.
Tubuh Ki Jalak Ireng terpental sepuluh tombak menabraki pohon-pohon hingga
bertumbangan, tubuh Ki Jalak Ireng baru berhenti setelah menabrak batu besar.
Tampak tubuh Ki Jalak Ireng jadi hitam gosong kemudian meleleh jadi abu hitam.
Benar-benar mengerikan akibat terkena Pukulan 'Matahari'.
Surya hanya terseret ke belakang tiga langkah saja, dia merasakan dadanya agak
nyeri di dalam, dengan cepat Surya bersila mengobati luka dalamnya dengan
pengerahan hawa murni ke setiap aliran darahnya agar kembali normal.
"Uhuk-uhuk." Surya terbatuk pelan. "Agaknya aku terlalu memforsir tenaga
dalamku. Dalam 7 hari kedepan aku tak mungkin lagi bisa menggunakan pelindung
sakti ku. Yaitu 'Sindat Tenze'. Mulai sekarang aku harus berhati-hati. Dalam 7
hari kedepan aku hanya bisa melindungi diriku dengan Ilmu 'Sembilan Bulan' saja.
Ilmu 'Sembilan Matahari' tidak akan bisa keluarkan selama 7 hari kedepan," batin
Surya dalam hati.
Itulah kelemahan ilmu yang Surya miliki, bila dia menggunakan salah satu dari
tiga Ilmu 'Dewa' maka ilmu yang beraliran dengan yang di gunakan Ilmu 'Dewa'
tersebut akan musnah selama beberapa hari. Ini tergantung besar kecilnya tenga
dalam yang dikeluarkan. Beruntung tadi Surya hanya menggunakan sepertiga tenaga
dalamnya karena tadi sewaktu mengerahkan Pukulan 'Matahari' Surya melindungi dirinya
dengan Ilmu 'Pelindung Raga'. Sehingga efek pukulan lawan dapat di buyarkan oleh
ilmu tersebut, namun akibatnya Surya harus kehilangan dua ilmunya untuk sementara
waktu. Yaitu Ilmu 'Sembilan Matahari'nya dan Ilmu 'Pelindung Raga' atau 'Sindat Tenze'.
"Anak muda kamu baik-baik saja?" ucap Ki Rejo Warang kalem sambil menyentuh
pundak Surya. Ki Rejo Warang agak mencemaskan keadaan penolongnya tersebut.
Surya membuka matanya dan menatap orang tua itu lembut.
"Tidak. Aku tidak apa-apa," ucapnya kalem menenangkan kecemasan orang tua di
depannya itu. "Syukurlah tuan pendekar baik-baik saja. Saya mengira tuan pendekar terluka
dalam akibat bentrokan tenaga dalam dengan Ki Jalak Ireng tadi," ucap Ki Rejo
Warang. Surya beranjak berdiri dari bersila.
"Tidak. Saya baik-baik saja."
"Surya. Kamu tidak apa-apa?" seru Intan Ayu cepat setelah sampai di samping
Surya. Surya menoleh ke arah Intan Ayu lalu menggeleng cepat.
"Syukurlah kamu baik-baik saja. Aku sudah cemas tadi melihat pertarungan adu
kesaktianmu dengan orang tua itu," ucap Intan Ayu menarik nafas lega.
Surya tersenyum lebar mendengar itu.
"Pendekar Pedang Matahari memang luar biasa sekali. Hebat!"
e-bukugratis.blogspot.com
"Pendekar Pedang Matahari"!" seru Ki Rejo Warang dan beberapa orang yang ada
tempat terkejut.
Mereka tidak menyangka kalau pemuda bertopeng perak di depan mereka adalah
tokoh pendekar yang saat ini telah membuat geger dunia persilatan wilayah timur
dengan sepang terjangnya yang membuat semua jadi kagum.
"Benarkah Kisanak ini adalah pendekar besar yang saat sedang ramai dibicarakan
orang" Sungguh anugrah bagi kami bisa bertemu dengan Pendekar Pedang Matahari,"
ucap Ki Rejo Warang menjura hormat sedikit membungkuk.
Surya tersenyum tipis lalu mengangguk pelan.
"Maaf. Kami mohon permisi dulu. Intan, ayo!" ucap Surya lalu tanpa menunggu
jawaban semua orang segera menggandeng tangan Intan lalu melesat cepat dari
tempat tersebut.
Semua orang hanya diam terpana dengan gerakan kilat Pendekar Pedang Matahari
yang sungguh luar biasa cepat bagai hilang di telan bumi.
"Hmmm! Sungguh luar biasa hebat ilmu meringankan tubuhnya." guman beberapa
orang sambil geleng-geleng kepala kagum.
Semua orang yang ada tempat itu segera beranjak pergi ke arah timur menuju ke
Lembah Tengkorak.
Sementara ?tu Surya yang berlari cepat dengan menggandeng tangan Intan Ayu
Pelarian Istana Hantu 1 Dewi Ular 48 Perempuan Penghisap Darah Warisan Terkutuk 2
Tampak si gadis dengan lincah memainkan pedangnya menangkis setiap serangan
yang mengarah padanya. Gerakan jurusnya juga sangat cepat, hingga tak berapa
lama lima pria pengeroyoknya berhasil di robohkan. Secepat kilat lima pria itu
kabur melarikan diri. Si gadis dengan tenang memasukkan kembali pedannya ke
dalam warangkanya.
Plok, plok, plok!
Suara tepuk tangan pelan terdengar dari tangan Surya yang kagum melihat
kemampuan silat si gadis yang sangat lincah sekali.
"Ekh"!" si gadis terkejut lalu berbalik ke arah suara tepuk tangan tadi.
"Luar biasa sekali." puji Surya tulus. Surya berjalan mendekati si gadis dengan
tenang. "Maaf Nisanak jika aku mengagetkanmu."
Si gadis menatap tajam pemuda bertopeng yang ia tidak kenal di hadapannya.
"Siapa kau" Apa kau teman mereka tadi?" ucap gadis itu tandas.
Surya tersenyum lembut mendengar si gadis yang mencurigai dirinya.
"Bukan. Aku tidak kenal mereka. Namaku Surya, Nisanak?"
Si gadis mendengus saja mendengar pemuda bertopeng itu mengenalkan diri. Tanpa
bicara si gadis melangkah pergi meninggalkan Surya.
"Eh, Nisanak ... tunggu!" seru Surya cepat.
Surya mencoba untuk mencegah gadis cantik itu pergi. Surya menjura hormat pada
gadis cantik tersebut.
"Maafkan saya, Nisanak. Jikalau saya mengganggu, Nisanak. Apakah hanya
sekedar tahu nama Nisanak saja tidak boleh," ucap Surya lembut.
"Hai, apa maumu" Jangan halangi aku. Atau kalau tidak aku pecahkan kepalamu!"
bentak gadis cantik itu jengkel karena langkahnya dihadang oleh pemuda bertopeng
yang tak dikenalnya. Matanya mendelik mengisyaratkan kejengkelannya.
"Waduh! Masa' cuma mau tahu nama saja musti dipecahkan kepalaku." Surya
berlagak menutupi kepalanya.
Si gadis menatap tajam orang bertopeng di depannya.
"Apa maumu sebenarnya?" tanya si gadis jengkel.
Surya cengengesan saja sambil garuk-garuk kepala.
"Cuma pengen tahu namamu saja," jawab Surya polos.
"Lalu mau apa kalau sudah tahu namaku?"
Surya malah jadi bingung sendiri hendak menjawab apa. Surya garuk-garuk kepala
yang tidak gatal. Ketika Surya bingung itulah digunakan si gadis pergi dari
tempat itu tanpa disadari Surya. Ketika Surya menoleh maka Surya jadi kaget
melihat gadis yang tadi di dekatnya sudah tidak ada hilang bagai di telan bumi.
"Hah! Siapa ya gadis tadi" Ilmu meringankan tubuhnya luar biasa. Bahkan aku
sendiri tidak menyadari kepergiannya. Sungguh gadis yang penuh misteri.
Hemhmmm," ucap Surya lirih. Surya lalu beranjak menuju barat dengan berjalan tenang.
e-bukugratis.blogspot.com
Di atas pohon ternyata si gadis tidak pergi tapi bersembunyi dari orang
bertopeng yang tidak dikenalnya.
"Orang bertopeng itu ada hubungan apa dengan perampok-perampok tadi. Jangan-
jangan dia salah satu mereka," ucap si gadis pelan seolah untuk dirinya sendiri.
"Bukan! Aku tidak kenal mereka, Nisanak!" suara orang menyahuti tepat di
samping si gadis yang duduk di dahan pohon.
"Ekh"!" si gadis jelas kaget bukan kepalang. Karena orang bertopeng yang
dilihatnya pergi ke arah barat kini tiba-tiba sudah duduk disampingnya.
Surya tersenyum lembut sambil mengangkat tangan kanannya.
"Kau"! Bag ... bag ... bagaimana kau bisa ada disini"!" seru si gadis keheranan
sambil kepalanya menolah-noleh.
Surya tertawa kecil saja melihat raut muka si gadis yang kebingungan. Si gadis
melompat turun dari dahan pohon lalu tanpa menoleh segera berjalan pergi. Surya
dengan cepat melompat turun dari dahan pohon dan mengikuti si gadis. Kontan saja
si gadis makin jengkel dibuatnya. Si gadis berhenti dan menatap Surya dengan
kesal. "Baik. Aku katakan namaku, tapi jangan mengikuti aku lagi!" seru si gadis
gregetan kesal.
Surya cengengesan saja kemudian mengangguk cepat.
"Aku ... Lestari. Nah, aku sudah beritahu namaku, jadi jangan ikuti aku lagi!"
seru si gadis yang bernama Lestari itu. Lestari segera balik badan hendak pergi.
"Lestari, tunggu!" seru Surya cepat, mencegah Lestari yang hendak pergi.
Lestari balik badan lagi menghadap Surya.
"Apa lagi"!" bentak Lestari galak.
"Astaga, galaknya! Jangan marah-marah gitu, donk. Kalau marah-marah ntar cepat
tua, loh. He-he-he-he," ucap Surya cengengesan.
"Edan! Bukan urusanmu!!" bentak Lestari mulai emosi, tangannya sudah dia
kepalkan tanda amarahnya sudah tinggi.
Surya kembali tertawa kecil.
"Tenanglah. Aku cuma mau tanya, kamu hendak kemana?"
"Sudah aku katakan bukan urusanmu. Aku mau kemana kek itu bukan urusanku.
Sudah jangan ganggu aku lagi."
Lestari segera berlari meninggalkan Surya, tapi baru beberapa langkah tiba-tiba
ada orang muncul di depan Lestari.
"Lestari! Mau kemana kau?" seru orang baru datang cepat.
Orang ini adalah nenek-nenek dengan berpakaian serba merah. Sebuah tongkat
hitam tergenggam di tangan kanannya.
Lestari yang mengetahui siapa yang barusan muncul segera menjura hormat.
"Eyang Rakanini," ucap Lestari menyebut nenek di hadapannya.
"Lestari! Kenapa kau kelihatan terburu-buru. Ada apa?" tanya Eyang Rakanini
dengan suara agak parau. Muka Eyang Rakanini ini cukup angker juga karena rongga
mata yang cekung serta warna kulit agak merah. Di dunia persilatan Eyang
Rakanini berjuluk Hantu Tongkat Hitam.
e-bukugratis.blogspot.com
"Tidak, Eyang. Aku ... " Lestari menghentikan ucapannya, sejenak Lestari melirik
ke arah pemuda bertopeng yang masih ada di situ.
Eyang Rakanini mengikuti arah lirikan mata Lestari. Eyang Rakanini tertawa
mengekeh melihat seorang pemuda bertopeng perak.
"Anak muda! Ada urusan apa kau dengan cucu ku" Apa kau menyukai cucuku"
Khe-khe-khe," ucap Eyang Rakanini pelan namun di sertai tenaga dalam.
Surya merasakan tubuhnya seperti dihimpit tembok yang tidak terlihat, namun
dengan tertawa kecil Surya mengeluarkan ilmu 'Sindat Tenze' untuk membentengi
diri dari himpitan tenaga dalam yang dikirimkan oleh Eyang Rakanini. Tampak
Surya berdiri dengan tenang sekali tanpa pedulikan kalau sebuah kekuatan besar
tengah menghimpit dirinya namun di pihak lain tampak Eyang Rakanini bergetar
tubuhnya karena tenaga dalam yang ia keluarkan sudah hampir mencapai batas
kemampuannya. Eyang Rakanini tidak menyangka seorang anak muda memiliki tenaga
dalam yang luar biasa tinggi,
tenaga dalamnya kalah tinggi dari anak muda itu.
"Sudah hentikan, Nisanak. Tidak ada gunanya diteruskan," ucap Surya tenang
sekali. "Heh. Aku belum kalah anak muda. Jangan kau anggap remeh diriku!" seru
Rakanini tandas.
"Hmmm. Jikalau begitu aku yang mengaku kalah, Nisanak. Maaf," ucap Surya
sambil melompat tinggi di atas dahan pohon lalu melesat cepat tinggalkan tempat
itu. Bruaaakk ... ! Pohon sebesar dua dekapan tangan manusia hancur lalu roboh karena tenaga dalam
yang dikeluarkan Rakanini meleset dari sasaran hingga langsung menghantam pohon
besar di belakang Surya berdiri tadi.
Rakanini terengah-engah nafasnya, keringat membanjiri dahinya.
"Eyang!" seru Lestari yang keheranan melihat Eyang Rakanini terengah-engah
bagai habis berlari jauh.
Rakanini menoleh ke arah Lestari.
"Sebaiknya kita pergi dari sini, Lestari."
Lestari mengangguk cepat. Mereka melesat cepat ke arah barat dimana Surya
melesat pergi. --o0o-- SEPAK terjang Lima Iblis Lembah Tengkorak kian merajalela, tidak hanya
Perguruan Tongkat Emas yang mereka bantai, tapi juga Perguruan-Perguruan di
sekitar Gunung Puting mereka hancurkan. Sudah lima Perguruan yang mereka
hancurkan selama satu purnama ini, Lima Iblis Lembah Tengkorak kini menjadi
momok menakutkan bagi dunia persilatan. Bahkan para penduduk desa yang berada di
wilayah Gunung Puting juga ikut was-was jikalau sampai orang-orang Lembah
Tengkorak tidak hanya membantai
Perguruan silat tetapi juga para penduduk desa, itulah yang membuat para
penduduk desa menjadi dicekam rasa ketakutan.
e-bukugratis.blogspot.com
"Kakang!" seru wanita cantik bagai bidadari dengan pakaian serba hijau.
Gadis cantik tersebut berlarian kecil dari arah sungai ke sebuah batu sebesar
kerbau dimana seorang pemuda tampan berjubah putih duduk dengan tenang sambil
tersenyum lembut ke arah gadis cantik yang berlarian kecil ke arahnya.
"Kakang! Aku dapat dua ikan besar di sungai. Kita bakar ya buat pengganjal
perut!" seru si gadis sambil menunjukkan dua ikan besar yang ia bawa dari sungai.
"Kau dapat dari mana dua ikan itu, Kenanga?" ucap pemuda itu lembut.
"Di sungai dekat air terjun itu, Kakang," sahut si gadis yang dipanggil Kenanga
menunjuk ke arah dimana dia mendapatkan dua ikan tersebut.
Si pemuda memandang mengikuti arah yang ditunjuk si gadis.
"Hmmm. Baiklah, ayo kita panggang ikan itu lumayan bisa mengganjal perut,"
ucap pemuda itu.
Mereka segera membuat perapian dengan kayu-kayu yang berserakan di sekitar
tempat itu, begitu api menyala maka dua ikan besar itu mereka panggang.
"Kakang! Kemana tujuan kita sekarang?"
Pemuda itu menatap Kenanga dengan lembut.
"Ke Desa Kaliadem," ucapnya pendek sambil membolak-balikkan ikan yang
dipanggangnya di atas api.
"Desa Kaliadem"! Mau ngapain kita kesana?" ucap Kenanga mengerutkan
keningnya. "Mengunjungi teman lama."
"Siapa?"
"Nanti kau akan tahu sendiri Kenanga," ucap pemuda itu kalem lalu mulai
memakan ikan bakarnya yang sudah matang itu.
Kenanga hanya merengut menghela nafas pendek. Pemuda berjubah putih itu
tersenyum saja melihat kekasihnya yang merengut.
Hari semakin sore menjelang senja berarti malam akan segera tiba. Dua insan
berlainan jenis itu terus mengobrol hingga tak terasa malam telah datang
menyelimuti bumi. Sang Dewi malam bersinar redup di langit malam yang berhiaskan
bintang. --o0o-- Slapp! Tak ... !!!
Sebuah benda menancap di tiang pilar pendopo yang berbentuk joglo. Lima orang
yang berada di pendopo itu tersentak kaget langsung berdiri menghadap ke arah
datangnya asal benda yang menancap di pilar pendopo. Orang berpakaian warna
coklat dengan blangkon di kepala melesat cepat keluar dari pendopo menuju asal
benda tadi datang. Laki-laki separuh baya dengan janggut agak panjang berjubah
coklat hitam mengambil benda yang menancap di tiang pilar pendopo. Ternyata
benda itu adalah pisau kecil berwarna hitam dengan panjang setengah jengkal, ada
kain putih kecil di gagang pisau tersebut.
e-bukugratis.blogspot.com
"Guru, hati-hati. Kelihatannya pisau beracun!" seru seorang pemuda mengingatkan
orang separuh baya yang dipanggil guru tadi.
"Aku tahu, Sagara," ucap orang tua itu kalem.
Orang tua yang dipanggil guru oleh pemuda yang bernama Sagara itu adalah Ki
Handoyo, beliau adalah guru Padepokan Silat Ruyung Sakti di daerah Kaliadem. Ki
Handoyo memungut kain putih di gagang pisau lalu membukanya. Ternyata itu adalah
sebuah undangan yang di tulis dengan darah.
Bunyi tulisan yang tertera di kain putih itu ...
DATANGLAH PADA HARI KE 15 DI LEMBAH TENGKORAK ...
DEWI LEMBAH TENGKORAK
"Guru. Apa rencana Guru mengenai undangan itu?" tanya Sagara setelah membaca
tulisan di kain putih yang ternyata adalah sebuah undangan.
Ki Handoyo mengusap-usap janggutnya sambil mondar-mandir tenang. Sesekali
beliau menghela nafas pelan.
"Orangnya tidak ketemu, Guru. Mungkin sudah pergi setelah melempar pisau tadi,"
kata pria berbaju coklat cepat setelah sampai di pendopo. Pria ini yang tadi
melesat keluar pendopo untuk mengejar si pelempar pisau tadi.
"Apa kau melihat orang yang melempar pisau tadi, Kakang Sadewo?" seru Sagara
cepat pada orang yang dipanggil Sadewo.
Sadewo menoleh ke arah Sagara yang juga adik sePerguruannya.
"Sekilas saja, Adi. Seorang wanita berbaju putih berwajah tengkorak," sahut
Sadewo cepat. "Apa"! Berwajah tengkorak?" seru Sagara kaget.
Dua orang yang lain juga ikut kaget mendengar hal itu, hanya Ki Handoyo saja
yang masih berdiri tenang.
"Aku merasa undangan ini menyimpan misteri yang bisa mendatangkan maut. Dewi
Lembah Tengkorak" Siapa adanya dia, aku tidak pernah mendengar nama itu
sebelumnya," ucap Ki Handoyo pelan namun bisa didengar oleh empat orang murid
utamanya. "Guru! Sebaiknya tidak usah pedulikan undangan itu. Paling itu kerjaan orang
iseng saja!" seru Sagara.
"Dewi Lembah Tengkorak"!" gumam Sadewo sambil mengingat-ingat sesuatu
dalam pikirannya.
"Tidak. Aku merasa bakal terjadi peristiwa besar di dunia persilatan dengan
dikirimkannya undangan ini. Sagara, pergilah kau ke Perguruan Tongkat Emas. Apa
mereka juga mendapatkan undangan seperti ini juga!" seru Ki Handoyo.
"Baik, Guru." Sagara segera berlalu dari pendopo itu.
e-bukugratis.blogspot.com
"Sudiro dan Putu Ayu, kalian pergilah ke Desa Kaliadem dan juga Desa Kalideres.
Cari tahu berita yang berhubungan dengan undangan ini!" seru Ki Handoyo pada dua
muridnya yaitu Sudiro dan Putu Ayu.
"Baik, Guru," sahut mereka bersamaan lalu beranjak pergi.
"Guru," ucap Sadewo pelan.
"Sadewo! Suruh semua murid untuk waspada dan perketat penjagaan. Aku
memiliki firasat tidak enak."
"Tapi, Guru ... ?"
"Lakukan saja, Sadewo."
"Baik, Guru!" seru Sadewo lalu bergegas pergi.
Tak berapa lama datang seorang murid ke pendopo itu.
"Maaf, Guru. Ada dua orang yang ingin bertemu Guru," ucap orang itu
membungkuk hormat.
"Siapa?" tanya Ki Handoyo cepat.
"Seorang pemuda dengan seorang wanita. Namanya Panji, Guru. Katanya dia teman
Guru," ucap orang itu menjelaskan.
"Panji"!" gumam Ki Handoyo pelan. "Bagaimana ciri-ciri pemuda itu?" tanya Ki
Handoyo kemudian dengan cepat.
"Tampan, berjubah putih dan memiliki pedang kepala naga di punggungnya.
Usianya kurang lebih dua puluh tahun."
"Pendekar Naga Putih"!" seru Ki Handoyo sumringah mengenali ciri-ciri pemuda
yang disebutkan muridnya itu. "Cepat, suruh masuk."
"Baik, Guru."
Orang itu segera berlalu dari hadapan Ki Handoyo. Lalu tak berapa lama orang itu
kembali lagi bersama dua orang.
Ki Handoyo tersenyum lebar melihat dua orang yang sangat ia kenal.
"Nakmas Panji dan Nimas Kenanga. Apa kabar kalian" Sudah lama kita tidak
berjumpa. Ha-ha-ha-ha," ucap Ki Handoyo senang.
"Ha-ha-ha-ha. Baik, Paman. Paman sendiri gimana?" ucap Panji bersalaman dengan
Ki Handoyo. "Ha-ha-ha. Aku juga baik. Mari silakan masuk."
"Terima kasih, Paman."
Mereka lalu masuk ke dalam pendopo dan duduk di kursi ruang tamu pendopo
tersebut. "Sudah lama kita ketemu, sejak peristiwa melawan Partai Kelabang Ireng," ucap Ki
Handoyo membuka obrolan.
"Benar, Paman. Sejak saat kita tidak saling ketemu. O ya maaf Paman, tadi aku
lihat penjagaan di perketat. Apa yang terjadi Paman?" tanya Panji lembut.
Ki Handoyo menghela nafas panjang kemudian berdiri dan berjalan ke pilar
pendopo. Tampak Ki Handoyo sedikit gelisah.
Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ada apa Paman" Maaf jika pertanyaanku menyinggung Paman," ucap Panji
merasa tidak enak hati melihat perubahan Ki Handoyo.
e-bukugratis.blogspot.com
"Tidak. Bukan Nakmas. Tadi sebelum Nakmas datang aku mendapatkan undangan
yang dikirim oleh orang tak dikenal."
"Undangan"!"
"Benar. Ini undangannya."
Ki Handoyo menunjukkan kain yang bertuliskan darah.
Panji menerima kain putih tersebut dan melihat apa yang tertulis.
"Hmmm ... ini undangan yang aneh. Di tulis dengan darah. Hari ke 15 di Lembah
Tengkorak." gumam Panji pelan mencermati isi undangan tersebut. "Dewi Lembah
Tengkorak. Siapa dia, Paman?"
"Aku juga tidak tahu, Nakmas. Lembah Tengkorak cukup jauh dari sini. Apa
maksud Dewi Lembah Tengkorak mengirimkan undangan seperti ini," ucap Ki Handoyo
kalem. "Hmmm. Apapun itu, ini tidak bisa dianggap angin lalu saja. Undangan ini
mengandung maksud yang tersembunyi."
"Aku juga berpikir begitu, Nakmas. Tapi apa itu aku juga belum mengetahuinya."
"Lalu apa tanggapan, Paman" Memenuhi undangan itu atau mengabaikannya."
"Entahlah." Ki Handoyo kembali duduk di tempatnya.
"Sebaiknya abaikan saja, Paman," ucap Kenanga menimpali setelah dari tadi diam
saja. Panji dan Ki Handoyo menoleh ke arah Kenanga. Mereka sama-sama tersenyum
lebar. "Kenapa?" seru Kenanga yang heran melihat Panji dan Ki Handoyo malah
tersenyum lebar.
Tak berapa lama Sadewo datang ke ruang tamu pendopo.
"Guru! Semua aku tempatkan sesuai perintah Guru."
"He-em." Ki Handoyo mengangguk. "Sadewo. Kenalkan ini orang yang Guru
sering ceritakan yaitu Panji, Pendekar Naga Putih."
Sadewo menoleh ke arah Panji.
"Oh, sungguh tak ku duga hari ini saya bisa bertemu dengan pendekar kesohor di
dunia persilatan. Salam hormat saya pada Pendekar Naga Putih," ucap Sadewo
menunduk hormat.
"Kisanak terlalu berlebihan, saya tidaklah seperti apa yang orang bicarakan.
Saya hanya manusia biasa saja. Di atas langit masih ada langit, jadi apa yang
bisa saya banggakan. Jangan sungkan Kisanak," ucap Panji dengan tutur kata yang
halus. "Ah, selain kesohor rupanya Pendekar Naga Putih bersifat rendah hati. Sungguh
mulia sekali," ucap Sadewo kagum dengan sifat Panji yang sopan santun.
"Panggil saya Panji saja, Kisanak," ucap Panji kalem tersenyum.
"Baik. Saya ... Sadewo."
"Ini Kenanga, temanku." Panji mengenalkan Kenanga pada Sadewo.
"Nini Kenanga. Salam."
Kenanga mengangguk pelan saja.
e-bukugratis.blogspot.com
"Paman. Apakah Paman sudah berjumpa dengan pendekar yang dulu membantu
kita waktu menghancurkan Partai Kelabang Ireng?" tanya Panji mengalihkan
pembicaraan. "Maksud Nakmas ... Pendekar Pedang Matahari?" ucap Ki Handoyo.
Panji mengangguk cepat.
"Belum, Nakmas."
"Sewaktu kami singgah di Kadipaten Jatiluhur. Kami mendengar Pendekar Pedang
Matahari juga membantu menggulingkan kekuasaan Adipati yang memberontak dan kini
pewaris sah Kadipaten Jatiluhur kembali menduduki singgasana kadipaten."
"Benarkah itu, Nakmas?" seru Ki Handoyo cepat.
Panji mengangguk.
"Kini Kadipaten Jatiluhur sudah berdiri sendiri menjadi sebuah kerajaan dengan
rajanya Arya Soma. Orang-orang di sana sering membicarakan sepak terjang
Pendekar Pedang Matahari dan nama pendekar itu adalah Surya."
"Hmmm! Pendekar Pedang Matahari. Orang baru di rimba persilatan yang langsung
menggegerkan dunia persilatan. Kesaktiannya sukar dijajaki dan berhasil
membinasakan tokoh sesat yang selama puluhan tahun menjadi momok di dunia
persilatan," ucap Ki Handoyo lirih namun masih bisa didengar jelas.
"Benar, Paman. Dia dengan mudah dapat mengalahkan Datuk Sesat yang hampir
saja mengalahkan aku." Panji manggut-manggut.
Sejenak pendopo itu menjadi sunyi karena semua larut dalam pikirannya masing-
masing. --o0o-- DI sebuah kedai makan yang terletak di Desa Kalianget tampak seorang pemuda
bertopeng perak tengah asyik menyantap hidangan yang ada di depannya. Dia dengan
asyik makan tanpa peduli sepasang mata tengah memperhatikan dirinya. Sepasang
mata seorang wanita muda berpakaian biru kuning dengan ikat kepala warna biru.
Sebilah pedang terlihat dari punggung gadis itu, paras cantik gadis itu membuat
mata para lelaki sejenak melihat dirinya namun gadis itu cuek saja malah
memperhatikan pemuda
bertopeng yang lagi asyik makan.
Pemuda bertopeng perak dengan pedang bergagang matahari yang tak lain adalah
Surya segera beranjak pergi dari kedai makan tersebut setelah membayar makanan
itu. Di lain pihak si gadis yang dari tadi memperhatikan Surya juga bergegas
beranjak dari tempat duduknya namun tiba-tiba ada seorang pria datang mencegah
gadis itu. "Hai, Cah Ayu. Mau kemana kamu. Temani aku disini janganlah buru-buru pergi.
He-he-he," ucap pria yang memiliki perawakan tegap dengan bulu dada yang tebal.
Mata kiri di tutupi penutup mata dan ada codet melintang di pipi kanannya.
Tampangnya keras dan sangar sekali. Si gadis menatap pria bercodet itu dengan
pandangan tidak suka karena merasa terganggu.
e-bukugratis.blogspot.com
"Ha-ha-ha-ha. Janganlah memasang wajah masam gitu, nanti wajah ayu-mu jadi
tidak ayu lagi. He-he-he," ucap pria bercodet tersenyum.
Walaupun pria bercodet itu tersenyum tapi tetap saja tidak merubah tampangnya
yang sangar. Malah jadi terlihat semakin angker!
"Mau apa kau?" seru si gadis cepat dengan tatapan mata tajam ke arah pria
bercodet. Pria bercodet itu senyum-senyum sambil pandangannya menyusuri setiap jengkal
tubuh si gadis. Merasa risih dipandangi orang begitu rupa membuat gadis itu
segera beranjak pergi tapi lagi-lagi pria bercodet itu kembali menghalanginya
bahkan pria bercodet itu sudah berani memegang tangan si gadis.
"He-he-he. Mau kemana, Cah Ayu. Disini saja bersamaku, aku traktir deh. He-he-
he," ucap pria bercodet sambil tertawa kecil.
"Lepaskan!!" bentak si gadis keras.
Bentakan gadis itu membuat pengunjung di kedai tersebut jadi melihat kearah
mereka berdua. "Lepaskan!!" bentak si gadis kembali sambil menarik tangannya yang dipegang pria
bercodet. "Ha-ha-ha-ha, Kakang Bergola Ireng! Agaknya gadis itu tidak menyukaimu. Sudah,
bawa saja langsung. Ha-ha-ha-ha!" seru seorang pria yang berpakaian hampir sama
dengan pria bercodet namun pria ini memiliki cambang lebat di dagunya.
"Benar, Kakang. Agaknya hari ini rejekimu besar sekali, Kakang. Kami pun juga
mau dapat sisanya. Ha-ha-ha-ha!" seru pria yang lain dengan ikat hitam melingkar
di kepalanya. "Ha-ha-ha-ha. Rupanya kau juga kepengen juga dengan gadis ini, Jampari! Sampai-
sampai kau mau sisanya juga. Ha-ha-ha-ha." tawa orang bercodet yang di panggil
dengan nama Bergola Ireng.
"Ha-ha-ha-ha. Tentu saja Kakang. Atau Kakang bermurah hati padaku agar aku
yang mencobanya dulu!" seru orang dipanggil Jampari.
"Ha-ha-ha-ha. Kau sendiri gimana, Bedul?" seru Bergola Ireng pada orang bernama
Bedul. "Atur ajalah. Yang penting beres," sahut Bedul tanpa menoleh sedikitpun.
"Ha-ha-ha-ha." mereka bertiga ketawa bersama dengan lantang.
Mendengar perkataan ketiga orang itu membuat si gadis jadi geram. Hatinya panas
sekali karena merasa dilecehkan di depan banyak orang, dengan gerakan cepat
gadis itu mengibaskan tangannya dengan kekuatan tenaga dalam yang ia miliki
sehingga membuat pria bercodet jadi tersungkur menabarak meja.
"Huh! Dasar manusia-manusia sampah. Sebaiknya bercermin dulu sebelum unjukan
muka buruk kalian padaku!" seru si gadis keras karena jengkel sekali mendengar
ucapan yang sangat melecehkan dirinya.
Bergola Ireng bangkit berdiri dengan sikap yang marah karena telah di buat jatuh
tersungkur, dia sangat malu di hadapan banyak orang telah di jatuhkan oleh gadis
yang kelihatannya lemah itu.
e-bukugratis.blogspot.com
"Kurang ajar. Rupanya kau harus diberi pelajaran, Gadis Sundel!" teriak Bergola
Ireng geram. "Hehh! Apa katamu"! Kurang ajar!!" seru si gadis marah mendengar dirinya di
panggil Gadis Sundel.
"Hiaaatt."
Gadis cantik itu menerjang menyerang Bergola Ireng dengan mengarahkan
pukulannya ke arah muka Bergola Ireng. Pukulan si gadis hampir mengenai sasaran
namun dengan gerakan cepat Bergola Ireng memiringkan tubuhnya menghindari
pukulan yang mengarah ke mukanya. Di tengah jalan tiba-tiba pukulan si gadis
berubah menjadi tamparan ke arah pipi Bergola Ireng.
Plakk!! Suara tamparan mengenai pipi Bergola Ireng yang tidak sempat menghindari
tamparan si gadis.
Bergola Ireng meringis mengusap pipinya yang terkena tamparan si gadis.
"Bedebah!!" maki Bergola Ireng keras. "Akan kubuat kau menyesal seumur hidup
Gadis Sundel. Hiaaatt!!"
Dengan teriakan lantang Bergola Ireng menerjang si gadis dengan jurus-jurus
berbahaya yang mengancam wajah si gadis. Tangan yang membentuk cakar bergerak
cepat menyerang si gadis. Jelas Bergola Ireng ingin membuat cacat wajah si
gadis, namun si gadis dengan tenang menghindar dari cakar Bergola Ireng yang
mengarah ke wajahnya.
Tapi di tengah jalan arah serangan cakar Bergola Ireng berubah ke lambung si
gadis, ini membuat si gadis kaget namun dengan sigap dia melompat ke samping
sehingga cakar Bergola Ireng hanya lewat di samping si gadis.
Begitu serangannya dapat dihindari si gadis maka dengan gerakan memutar cepat
Bergola Ireng mengarahkan tendangan putarnya ke perut si gadis. Gerakan memutar
yang cepat dari Bergola Ireng cukup membuat si gadis terlonjak kaget, maka
dengan susah payah si gadis melompat menghindari tendangan memutar Bergola
Ireng. Begitu lolos dari tendangan Bergola Ireng maka dengan cepat si gadis
melesat keluar dari kedai makan. Bergola Ireng juga melesat cepat menyusul si
gadis keluar dari kedai makan.
Kini mereka saling berhadapan dengan kuda-kuda siap menyerang.
"Bersiaplah menemui dewa kematian, Gadis Sundel!" seru Bergola Ireng tandas.
Si gadis menyeringai sinis dengan sorot matanya tajam bagai seekor elang
mengincar mangsa.
Tiba-tiba Jampari dan Bedul sudah berdiri di samping Bergola Ireng.
"Kakang! Kita ringkus saja gadis itu lalu kita bawa ke hutan Bukit Tunggul,"
ucap Jampari cepat.
"Benar, Kakang! Sungguh sangat sayang jika gadis secantik dia dibunuh!" seru
Bedul menambahkan.
"Hmmm. Baiklah. Kita serang gadis itu dengan jurus 'Serigala Menangkap
Mangsa'!" ucap Bergola Ireng sambil mengangguk cepat.
"Baik," sahut Bedul dan Jampari cepat.
e-bukugratis.blogspot.com
Ketiga orang itu dengan cepat mengurung gadis cantik itu, mereka sudah tidak mau
main-main lagi dan ingin secepatannya meringkus gadis cantik tersebut.
Bergola Ireng menerjang mengarahkan cakarnya ke arah leher si gadis sedang
Jampari dan Bedul mengarahkan cakarnya ke lambung dan kaki si gadis. Di serang
tiga orang dengan tiga sasaran yang mengancam keselamatan jiwanya, maka dengan
cepat si gadis melompat tinggi bersalto di udara lalu mendarat mulus di tanah.
Serangan tiga orang itu terus mengarah ke arah-arah berbahaya di bagian tubuh si
gadis. Dikeroyok begitu rupa tidak membuat si gadis gentar, dengan tenang dia
menghindari setiap serangan yang mengarah ke daerah vital tubuhnya. Kian lama
pertarungan mereka sudah cepat sekali dan kali ini si gadis jadi semakin
terpojok hingga suatu ketika seseorang dari tiga pria tersebut berhasil
menyarangkan totokan tepat di leher si gadis, seketika gadis itu jadi kaku tidak
bisa bergerak. "Ha-ha-ha-ha. Akhirnya tertangkap juga kau Gadis Sundel." Bergola Ireng tertawa
penuh kemenangan.
"Bangsat. Lepaskan aku!" teriak si gadis marah.
"Ha-ha-ha-ha. Tenanglah, Cah Ayu. Sebentar lagi kita akan bersenang senang. Ha-
ha-ha-ha."
"Ayo kita bawa gadis itu, Kakang!" seru Jampari.
"Bangsat! Lepaskan aku! Lepaskan! Akan kubunuh kalian. Lepaskan!!!" maki si
gadis marah-marah.
Dengan memondong gadis itu mereka melesat pergi meninggalkan tempat itu. Para
penduduk Desa Kalianget yang kebetulan menyaksikan kejadian itu hanya bisa
menghela nafas panjang karena kasihan melihat nasib buruk yang akan menimpa si
gadis. Tiga orang, Bergola Ireng dengan dua temannya berlarian cepat menyusuri
pinggiran hutan Bukit Tunggul, saat tiba di ujung jalan mereka masuk menerobos
kelebatan hutan Bukit Tunggul. Tanpa mereka sadari ada seorang pemuda tengah
mengikuti mereka dari tempat yang cukup jauh sehingga mereka tidak sadar kalau
sedang di ikuti. Pemuda itu berhenti di balik pohon besar ketika tiga orang yang
di ikutinya berhenti di sebuah pondok kayu. Pemuda itu langsung melompat ke
dahan pohon yang cukup rimbun untuk tempat bersembunyi.
Dia memperhatikan tiga orang yang tengah bicara di depan pondok.
"Jampari, Bedul! Kalian jaga di luar, begitu aku selesai menikmati gadis ini,
maka giliran kalian nanti yang juga menikmatinya," ucap Bergola Ireng, cepat.
"Baik, Kakang!" sahut Jampari dan Bedul bareng.
Bergola Ireng melangkah masuk ke dalam pondok kayu sambil memodong si gadis
yang yang sudah tak berdaya di punggungnya. Di dalam pondok kayu terdapat
pembaringan yang terbuat dari balai-balai bambu. Bergola Ireng membaringkan
tubuh gadis itu di atas balai-balai bambu.
Tampak si gadis melotot marah ke arah Bergola Ireng.
"He-he-he. Sebentar lagi akan kuajak kau menikmati sorga dunia, Cah Ayu. Kamu
pasti senang dan akan minta lagi setelah merasakan nikmatnya sorga dunia. He-he-
he," e-bukugratis.blogspot.com
ucap Bergola Ireng menatap wajah gadis cantik di pembaringan dengan tatapan
penuh birahi. Dia mengusap rambut, pipi dan bibir si gadis dengan lembut lalu mulai turun ke
leher. Tangan Bergola Ireng meremas payudara indah si gadis yang menonjol di
dada si gadis yang masih terbungkus pakaian. Remasan itu lembut lalu agak keras
karena gemas sekali.
Si gadis memaki menyumpah habis-habisan dalam hati. Dia tidak bisa berontak
karena tertotok. Air matanya mengalir dari sela matanya karena nasib buruk yang
sebentar lagi akan menimpa dirinya. Nasib akan di gagahi oleh orang yang tidak
ia kenal. Dalam hati si gadis bersumpah akan bunuh diri jika kehormatannya direnggut oleh
Bergola Ireng. Bergola Ireng yang sudah terbakar nafsu dengan kasar merobek kain penutup dada
si gadis, sehingga payudara si gadis tampak membusung indah di dada si gadis.
Melihat payudara putih membusung di dada si gadis membuat nafsu Bergola Ireng
jadi meledak, maka dengan cepat Bergola Ireng menindih tubuh si gadis.
Bruaakkk ... !!!
Pintu pondok tiba-tiba hancur berantakan, dua sosok tubuh melayang jatuh di
dekat pembaringan dimana Bergola Ireng tengah menindih si gadis. Suara keras
hancurnya pintu pondok membuat Bergola Ireng terlonjak kaget sampai turun dari
atas balai-balai bambu. Lalu tak lama dari luar muncul seorang pemuda bertopeng
perak berdiri dengan tenang di ambang pintu yang hancur berantakan.
"Bangsat! Setan alas! Siapa kau" Berani sekali mengganggu kesenanganku!" teriak
Bergola Ireng berang.
"Aku Malaikat Kematian-mu, manusia iblis!" ucap pemuda bertopeng itu penuh
tekanan. "Bedebah!"
"Sebentar lagi kau akan menyusul dua temanmu itu, manusia iblis," ucap pemuda
Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertopeng itu tandas.
Bergola Ireng menatap dua temannya. Dia tersentak karena melihat dua temannya
sudah menjadi mayat dengan dada hitam remuk. Mendidihlah darah Bergola Ireng
melihat kematian dua temannya yang sudah tewas.
"Kubunuh kau, bangsat. Hiaaat!"
Bergola Ireng melompat mengarahkan pukulannya ke muka pemuda bertopeng,
namun dengan ringan pemuda bertopeng itu memiringkan kepalanya lalu dengan
gerakan kilat pemuda bertopeng itu mengirimkan pukulan ke dada Bergola Ireng.
Diegkh !! "Aakh ... !" jerit Bergola Ireng terkena pukulan di dadanya.
Bruaakk!!! Dinding pondok jebol di tabrak tubuh Bergola Ireng yang terpental.
Dinding kayu itu jebol dan tubuh Bergola Ireng terlempar keluar dari pondok
akibat pukulan yang dilepaskan pemuda bertopeng dengan tenaga dalam itu. Pemuda
bertopeng itu segera menghampiri si gadis dan membebaskan totokan si gadis.
e-bukugratis.blogspot.com
Begitu si gadis terbebas dari totokan, maka dengan cepat gadis itu melesat
keluar menerjang Bergola Ireng yang berdiri limbung akibat luka dalam yang
dideritanya. Tak ampun lagi Bergola Ireng di hajar habis-habisan oleh si gadis
yang kalap, karena marah akibat perbuatan Bergola Ireng yang hampir saja di
rusak kehormatannya oleh Bergola Ireng. Dengan penuh emosi si gadis mencabut
pedang di punggungnya lalu menyabetkan pedang itu ke arah leher Bergola Ireng.
Crass ... !! "Aakh ... !" jerit Bergola Ireng tercekat lalu suaranya lenyap seiring kepalanya
menggelinding putus dari raganya.
Tak puas dengan memutus leher Bergola Ireng, si gadis menendang keras tubuh
Bergola Ireng hingga mencelat menabrak pohon. Si gadis berdiri menatap tajam
tubuh Bergola Ireng dengan nafas terengah-engah. Hatinya masih belum puas maka
dia melompat menuju ke tubuh Bergola Ireng.
"Hentikan!" teriak seseorang menghentikan si gadis yang hendak melompat
menerjang tubuh Bergola Ireng. "Sudah hentikan, Nisanak. Tidak ada gunanya kau
teruskan. Dia sudah menjadi mayat," ucap pemuda itu lalu melemparkan sesuatu ke
arah si gadis. Si gadis menangkap sesuatu yang di lemparkan pemuda bertopeng itu.
"Aku belum puas sebelum mencincang orang itu sampai hancur!" seru si gadis
dengan nada yang masih menunjukkan kemarahan.
Pemuda bertopeng itu tersenyum lembut.
"Aku tahu perasaanmu, Nisanak. Tapi pakailah baju itu agar auratmu tidak kau
biarkan terlihat begitu saja," ucapnya mengingatkan keadaan si gadis yang masih
tidak sadar akan aurat atasnya masih terlihat akibat bajunya dirobek oleh
Bergola Ireng tadi.
"Ekh"!" si gadis tersentak kaget menyadari keadaan dirinya, buru-buru dia
menutup dadanya dengan dua tangannya lalu berlari di balik di sebuah pohon
besar. Pemuda bertopeng itu tertawa kecil melihat tingkah si gadis yang panik. Surya
lalu berjalan pergi dari tempat itu.
"Tunggu!!" teriak si gadis mencegah pemuda bertopeng itu pergi.
"Tunggu!" seru si gadis kembali sambil berlari mengejar pemuda bertopeng tadi.
Pemuda bertopeng itu membalikkan tubuhnya menghadap si gadis.
"Nisanak ada perlu denganku?" tanyanya kalem tersenyum lembut.
Si gadis menatap pemuda bertopeng sejenak.
"Terima kasih atas pertolonganmu. Aku berhutang budi padamu, entah dengan apa
aku bisa membalasnya."
Si gadis menunduk sedikit menghormati orang yang telah menolong dirinya.
"Aku ... Intan Ayu. Nama Kisanak siapa?"
Pemuda bertopeng menatap lembut gadis cantik di depannya yang mengaku
bernama Intan Ayu.
"Aku Surya," sahut Surya kalem.
"Surya. Sekali lagi terima kasih banyak atas pertolonganmu tadi."
e-bukugratis.blogspot.com
"Tidak usah dipikirkan, Nisanak Intan Ayu. Hanya kebetulan saja aku lewat tempat
ini dan melihat Nisanak di bawa oleh tiga orang tadi," ucap Surya lembut.
"Apapun itu aku sangat berterima kasih padamu," sahut si gadis yang bernama
Intan Ayu. "Kalau tidak ada kamu entah apa jadinya diriku. Mungkin aku sudah ...
" Intan menghentikan ucapannya. Tampak tangannya terkepal erat menahan kejengkelan
hatinya akibat kejadian buruk yang hampir menimpa dirinya kalau tidak di tolong
oleh Surya. "O ya, Nisanak mau kemana?" ucap Surya mengalihkan pembicaraan.
Intan menatap pemuda bertopeng itu sejenak. Lalu dia menghela nafas pendek.
"Aku sebenarnya sedang mencari kakakku. Mungkin Kisanak pernah bertemu
dengan dia, namanya Lestari, dia bersama Eyang Rakanini atau orang menjulukinya
Hantu Tongkat Hitam."
Surya memegang dagunya berpikir sejenak. Sepertinya dia pernah bertemu dengan
seorang gadis bernama Lestari dan juga wanita tua bernama Rakanini. Apakah
mereka orang yang tengah di cari oleh Intan Ayu, batin Surya.
"Kamu pernah bertemu mereka?" tanya si gadis kalem.
Surya melirik Intan Ayu, dia menggeleng pelan saja.
"Sebaiknya kita keluar dari hutan ini dulu. Mari."
Surya melangkah ringan di ikuti Intan Ayu. Dalam perjalanan mereka banyak
ngobrol dan becanda.
"Jadi kamu juga mendapat undangan dari orang-orang Lembah Tengkorak" Hmmm.
Agaknya aku memiliki firasat buruk tentang undangan itu. Bisa saja itu adalah
undangan maut," ucap Intan Ayu pelan. Dia diam merenung mencermati arti dari
undangan maut tersebut.
"Hari ke 15 tinggal 3 hari lagi. Mari kita sama-sama ke Lembah Tengkorak, aku
penasaran dengan undangan itu. Bagaimana?" tanya Surya menatap Intan yang
terdiam karena merenung.
Intan menoleh menatap pemuda bertopeng itu beberapa lama lalu mengangguk
sedikit. Intan sebenarnya merasa ragu namun rasa penasarannya akan undangan itu
membuatnya ingin mengetahui apa maksud dan tujuan si Pengirim Undangan yang
mengatas namakan dirinya Dewi Lembah Tengkorak.
Tak terasa matahari bergulir sangat cepat sehingga sorepun telah tiba. Mereka
terus berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke sebuah desa yang berada di
kawasan Gunung Puting timur.
--o0o-- MALAM ini Desa Ngasinan tampak lain dari biasanya, desa yang biasanya tidak
terlalu ramai jika malam hari, sekarang jadi tampak ramai karena malam ini
banyak sekali para pengunjung yang singgah di desa tersebut. Umumnya para
pengunjung itu adalah para pengembara dan ada juga dari beberapa orang-orang
kerajaan. Mereka rata-
e-bukugratis.blogspot.com
rata memiliki tujuan yang sama yaitu hadir dalam undangan yang di kirim oleh
orang yang menamakan dirinya Dewi Lembah Tengkorak.
Di sudut ruang kedai yang terletak di ujung jalan desa tampak dua orang tengah
duduk menikmati hidangan yang tersedia di depan mereka. Si gadis sesekali
memandang ke sekitar dalam kedai yang di penuhi orang-orang dari rimbar
persilatan yang berbeda aliran. Si pemuda bertopeng perak malah asyik menyantap
ayam goreng yang ada di
piring. Dia tidak pedulikan orang-orang yang juga ada di dalam kedai. Si gadis
menepuk bahu pemuda bertopeng perak.
"Surya! Lihat yang datang ke kedai ini rata-rata orang persilatan yang cukup
memiliki nama. Yang duduk di dekat jendela itu adalah Malaikat Biru Kali Gede
sedang dua orang yang bersamanya adalah Sepasang Pendekar Pedang Timur. Tak jauh
dari tempat mereka itu adalah si Tongkat Ular Sanca lalu disampingnya Dewa Tangan
Api." Si gadis yang tak lain adalah Intan Ayu menyebut nama nama tokoh yang ada di
dalam kedai. Si pemuda yang tak lain adalah Surya, Pendekar Pedang Matahari
hanya berguman acuh tak acuh saja.
"Mereka pasti juga penasaran dengan undangan dari Dewi Lembah Tengkorak,"
ucap si gadis kalem.
Surya melirik gadis cantik yang beberapa hari ini bersamanya.
"Tujuan mereka sama dengan kita, Intan. Mereka juga ikut hadir dalam undangan
yang misterius itu," ucapnya pelan lalu kembali menyantap ayam gorengnya.
Intan Ayu mengangguk cepat lalu mulai menyantap makanannya.
Tak berapa lama datang dua orang ke kedai makan itu, satu orang tua berjubah
putih dengan jenggot putih agak panjang. Yang satu gadis cantik dengan
berpakaian hijau biru terdapat sebilah pedang di punggungnya. Dua orang itu
menuju ke meja dimana Surya dan Intan Ayu berada.
"Maaf Kisanak dan Nisanak. Boleh kami ikut duduk disini karena kami tidak dapat
tempat duduk," ucap orang tua itu lembut penuh keramahan.
"Silakan," sahut Intan ramah.
"Terima kasih."
Orang tua dan gadis cantik itu lalu duduk berhadapan dengan Surya dan Intan Ayu.
Tampak sejenak si gadis melirik ke arah Surya dengan lirikan penuh arti. Entah
apa arti lirikan itu dan hanya si gadis mengetahuinya. Lalu si gadis mengalihkan
pandangannya ke orang tua di sebelahnya.
"Mudah-mudahan saja kita bisa bertemu dengan Pangeran Matahari di Lembah
Tengkorak nanti, Gayatri. Di Kitab Babad Tanah Leluhur tertulis dengan kalau
Pangeran Matahari akan muncul kembali 200 tahun setelah Istana Tapak Suci
mengalami kehancuran," ucap kakek tua berjubah putih tersebut.
"Ekh"!" Surya tersentak kaget mendengar kakek tua di depannya menyebut
Pangeran Matahari. Surya bertanya-tanya dalam hati kenapa kakek tua itu menyebut
soal Pangeran Matahari dan juga Istana Tapak Suci. Ini adalah hal yang aneh
menurutnya. "Ya, tapi di kitab itu tidak menyebutkan ciri-ciri Pangeran Matahari tersebut,
Guru. Di situ hanya disebutkan Pangeran Matahari akan muncul kembali di masa 200 tahun
e-bukugratis.blogspot.com
setelah Istana Tapak Suci hancur. Sangat sulit Guru menemukan orang di maksud.
Sedangkan ibu harus terbaring menahan sakit menunggu Pangeran Matahari muncul
mengobati beliau," ucap si gadis yang bernama Gayatri dengan nada putus asa.
"Selagi kita berusaha maka Sang Hyang Widi pasti menunjukkan jalan untuk kita.
Janganlah kamu berputus asa. Kuatkan hatimu Gayatri," ucap si kakek sambil
menepuk bahu Gayatri lembut untuk menenangkan hati Gayatri.
Gayatri menghela nafas pendek, dia kembali melirik ke arah pemuda bertopeng
perak dan secara kebetulan pemuda bertopeng perak itu juga melirik Gayatri
sehingga pandangan mereka sejenak bertemu lalu mereka sama-sama menghindar, ada
suatu perasaan aneh yang tiba-tiba menjalar di hati Gayatri, seolah seperti perasaan
kangen, rindu dan juga seperti merasa sudah dekat dengan pemuda bertopeng
tersebut. "Kita kembali ke penginapan yuk," ucap Intan Ayu sambil beranjak berdiri.
Surya menoleh ke Intan Ayu, lalu mengangguk pelan. Surya dan Intan Ayu segera
beranjak pergi dari kedai tersebut. Kembali ketika melirik pandangan Surya
bertemu dengan pandangan Gayatri yang juga melirik padanya. Sejenak mereka
saling pandang kemudian Surya melangkah mengikuti Intan Ayu yang sudah duluan
keluar. Gayatri menatap pemuda bertopeng yang melangkah keluar dari dalam kedai.
Gayatri benar-benar merasa aneh dengan perasaan yang tiba-tiba menjalar merasuki
hatinya, tapi perasaan apa itu Gayatri tidak bisa mengartikannya.
"Gayatri. Ada apa?" tanya kakek tua cepat melihat Gayatri yang bersikap sedikit
aneh. Gayatri menoleh ke kakek tua di sebelahnya lalu menggeleng sedikit.
"Tidak. Tidak apa-apa Guru," ucapnya cepat.
"Dari tadi Guru lihat kamu memperhatikan pemuda bertopeng terus. Apa kamu
kenal dia?" tanya kakek tua itu menyelidik.
Gayatri menggeleng cepat.
"Tidak. Aku tidak kenal orang bertopeng itu," sahut Gayatri.
"Hmmmm. Ya, sudah. Kita makan saja dulu setelah itu kembali ke penginapan."
"Baik. Guru."
Mereka lalu mulai melahap makanan yang telah disediakan pemilik kedai.
--o0o-- Duaaarr ... !!!
Suara ledakan keras menghantam pohon hingga hancur berkeping-keping.
"Ha-ha-ha-ha. Mampus kau, Rejo Warang. Ha-ha-ha-ha!" tawa seorang kakek tua
berpakaian serba hitam.
Tongkat berbentuk ular tergenggam di tangan kanannya. Rupanya tongkat inilah
yang mengeluarkan sinar kehijauan dan mengenai pohon hingga hancur berkeping-
keping. Di depan kakek tua itu ada orang tua terduduk memegangi dadanya yang sakit
akibat adu tenaga dalam dengan kakek tua tersebut. Di samping orang tua itu ada
seorang gadis memegangi bahu orang tua itu.
e-bukugratis.blogspot.com
"Uhuk ... uhuk. Jalak Ireng! Apa maumu sebenarnya?" seru si orang tua yang
bernama Rejo Warang dengan suara parau.
"Mauku"! Ha-ha-ha-ha. Tentu saja membunuhmu tapi sebelum itu katakan dimana
kau sembunyikan Pusaka Pedang Samudra itu. Atau kau ingin aku siksa dulu Rejo
Warang. Katakan!!" bentak Jalak Ireng garang.
"Manusia terkutuk! Kami tidak takut mati. Hiaaatt!" teriak si gadis yang
ternyata adalah Gayatri. Tanpa tanggung-tanggung Gayatri mencabut pedang di
punggungnya. "Gayatri, jangan. Dia bukan tandinganmu!" teriak Rejo Warang parau.
"Ha-ha-ha-ha. Nyalimu besar juga, Cah Ayu. Ayo majulah. Ha-ha-ha-ha!" ejek
Jalak Ireng meremehkan serangan Gayatri.
Dengan ilmu yang di dapat dari Gurunya yaitu Rejo Warang, Gayatri memainkan
jurus-jurus pedang dengan kecepatan tinggi. Tampak sekali kilatan-kilatan cahaya
yang berkilau dari pedang membuat Gayatri bagai bidadari menari. Secepat kilat
Gayatri menyerang daerah-daerah vital Jalak Ireng. Serangannya sungguh berbahaya
sekali namun yang tengah ia hadapi bukanlah tokoh sembarangan. Gurunya saja di buat
tersungkur apa lagi Gayatri yang hanya seorang murid pasti bukanlah tandingan si
Jalak Ireng. Agaknya Jalak Ireng sengaja mempermainkan si gadis karena dia hanya melawan
dengan tangan kiri saja, setiap serangan yang datang dengan mudah sekali
dipatahkan. Sebenarnya Gayatri juga tidak bisa di anggap remeh, sebab semua ilmu Gurunya
telah ia kuasai dengan sempurna. Namun menghadapi tokoh kosen yang di dunia
persilatan di juluki Datuk Tongkat Ular ini membuat Gayatri hanya jadi mainan
saja oleh Jalak Ireng.
"Ha-ha-ha-ha! Ayo anak manis keluarkan semua kemampuanmu. Ha-ha-ha-ha."
ledek Ki Jalak Ireng meremehkan Gayatri.
"Huh! Jangan sombong kau orang tua. Tahan pukulanku!!" seru Gayatri geram.
Dengan gerakan cepat Gayatri mengumpulkan tenaga dalamnya di tangan kanan,
kaki kanan di tarik ke belakang, Gayatri bersiap melepaskan pukulan sakti jarak
jauh dengan tenaga dalam penuh. Maka dari tangan kanan Gayatri melesatlah sinar
merah menerjang ke arah Datuk Tongkat Ular. Itulah pukulan sakti yang diturunkan
Gurunya Ki Rejo Warang yang bergelar Malaikat Tangan Besi. Pukulan sakti itu
bernama Pukulan
'Telapak Kematian'. Pukulan 'Telapak Kematian' dulu sempat menggegerkan dunia
persilatan karena keganasannya. Dalam sekali pukulan saja mampu membunuh lima
ekor kerbau dewasa dengan tubuh hangus.
"Pukulan 'Telapak Kematian'"!" seru Ki Jalak Ireng tersentak kaget.
Maka kali ini Ki Jalak Ireng tidak mau berlaku ayal, dengan cepat dia gerakkan
Tongkat Ularnya berputar tiga kali lalu disentakkan Tongkat Ular itu ke depan,
dari ujung tongkat yang berkepala ular itu melesatlah sinar hijau yang memapaki
sinar merah Pukulan 'Telapak Kematian'. Sinar hijau yang bernama Ajian 'Ular
Hijau Mematuk Mangsa' itu bertemu di udara dalam satu titik.
Duaaaarr!!! Ledakan dahsyat terjadi begitu dua pukulan sakti beradu, tempat itu bergetar
bagai terkena lindu.
e-bukugratis.blogspot.com
"Aaakh!" jerit Gayatri terpental dua tombak ke belakang.
Tiba-tiba sekelebat bayangan putih menyambar tubuh Gayatri yang hampir saja
menabrak pohon.
Ki Jalak Ireng hanya sedikit limbung saja namun dadanya agak terasa sakit akibat
Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
benturan tenaga dalam tadi, dengan cepat Ki Jalak Ireng mengerahkan hawa murni
guna mengusir rasa sakit di dadanya.
Sementara itu Gayatri yang muntah darah terluka dalam tengah diberi hawa murni
oleh seorang pemuda bertopeng perak yang tak lain adalah Surya. Di tempat lain
tampak Intan Ayu tengah menolong kakek tua Ki Rejo Warang untuk berdiri.
"Terima kasih, Nisanak," ucap Ki Rejo Warang parau.
"Kakek tidak apa-apa?" ucap Intan Ayu pelan.
"Tidak. Aku tidak apa-apa." Ki Rejo Warang menoleh ke arah Gayatri yang tengah
diberi hawa murni. "Gayatri!" serunya pelan.
Ki Rejo Warang menghampiri Gayatri muridnya itu.
"Kisanak! Terima kasih banyak Kisanak telah menolong muridku, Gayatri."
Surya menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan. Surya menoleh
ke arah orang tua yang tadi bertanya. Dia mengangguk sedikit lalu berdir?.
"Untung muridmu cepat di tolong kalau terlambat sedikit saja nyawanya pasti
melayang. Benar-benar pukulan yang sangat mengerikan," ucap Surya dengan tenang.
"Ouh, terima kasih Kisanak terima kasih."
"Uhuk ... uhuk. Guru," ucap Gayatri terbatuk-batuk.
"Gayatri. Kamu tidak apa-apa?" ucap Ki Rejo Warang mencemaskan keadaan
muridnya itu. Gayatri menggeleng cepat.
"Aku tidak apa-apa, Guru," ucapnya pelan.
"Sebaiknya kalian bersemedilah untuk memulihkan tenaga kalian," ucap Surya
kalem. Surya berbalik badan menghadap kakek tua pemegang Tongkat Ular.
"Hati-hati, Kisanak. Dia sangat berbahaya. Tongkat Ularnya mampu
menghancurkan batu besar, jadi berhati-hatilah," ucap Ki Rejo Warang
mengingatkan Surya.
Surya menoleh ke arah Ki Rejo Warang lalu mengangguk cepat.
"Intan. Kamu jaga mereka disini!" seru Surya pada Intan Ayu.
"Baik," sahut Intan Ayu mengangguk cepat.
Surya melangkah lima tindak ke arah Ki Jalak Ireng yang sudah berdiri dari
duduknya sehabis mengobati luka dalamnya akibat beradu tenaga dalam dengan
Gayatri. "Orang tua! Sebaiknya hentikan saja semua ini. Tidak ada untungnya meneruskan
permasalahan yang ada," ucap Surya tenang mengajak jalan berdamai.
Ki Jalak Ireng menatap pemuda bertopeng dengan tajam. Ki Jalak Ireng mendengus
saja mendengar ucapan si pemuda yang mengajak berdamai.
"Heh! Siapa kau bocah" Jangan jadi pahlawan kesiangan. Lekas pergi dari
hadapanku kalau masih ingin melihat matahari esok hari," ucap Ki Jalak Ireng
ketus. e-bukugratis.blogspot.com
Surya tersenyum lembut mendengar ucapan orang tua yang jelas-jelas meremehkan
dirinya namun Surya tak mau terpancing maka dengan sabar dia masih menginginkan
jalan damai daripada harus terjadi pertumpahan darah yang sia-sia saja.
"Hmmm. Kita manusia hanya memiliki selembar nyawa jadi untuk apa tidak
gunakan hidup ini di jalan kebenaran dan berbuat kebajikan," ucap Surya kalem.
"Heh! Jangan mengguruiku, Bocah. Tahu apa kau soal hidup" Jadi jangan sok
berlagak di hadapanku. Lekas minggat dari hadapanku kalau masih sayang nyawa!"
bentak Ki Jalak Ireng garang.
Surya kembali tersenyum.
"Kenapa musti harus ada pertumpahan darah jika jalan damai masih terbentang ...
" "Jangan banyak bacot kau, Bocah. Diberi madu malah minta racun. Rasakan
tongkat ini!" sergah Ki Jalak Ireng.
Dengan gerakan kilat Ki Jalak Ireng mengayunkan Tongkat Ularnya ke kepala
Surya. Deru angin berhembus cepat ketika Tongkat Ular itu bergerak cepat.
Tinggal sejengkal lagi tongkat itu memecahkan kepala Surya, tiba-tiba tangan
Surya bergerak kilat menahan tongkat tersebut hanya dengan satu jari saja. Surya
berbuat begitu agar Ki Jalak Ireng sadar dan bisa di ajak berdamai.
"Ekh"!"
Justru perbuatan Surya itu membuat semua orang yang ada tempat itu jadi
tersentak kaget. Itu adalah kejadian yang membuat takjub bagi siapa saja yang
melihatnya. Padahal tanpa Surya sadari telah ada beberapa orang yang berdatangan
di tempat itu. Mereka terpana melihat kejadian yang ada di depan mereka.
Tongkat Ular milik Datuk Tongkat Ular yang terkenal sakti hanya di tahan dengan
satu jari saja, ini sungguh luar biasa hebat. Semua pada bertanya-tanya siapakah
pemuda bertopeng yang mampu menahan Tongkat Ular milik Ki Jalak Ireng. Pastilah
orang itu memiliki tingkat tenaga dalam yang maha sempurna karena sangat
mustahil menahan
Tongkat Ular Sakti hanya dengan satu jari saja. Benar-benar menakjubkan dan itu
benar-benar terjadi di hadapan mereka semua.
Datuk Tongkat Ular mengerahkan seluruh tenaga dalamnya namun tak sedikitpun
tongkatnya bisa bergerak. Kini Ki Jalak Ireng mulai sadar kalau tenaga dalam
lawan jauh lebih tinggi dibanding tenaga dalamnya maka Ki Jalak Ireng mulai
bergetar hatinya gentar. Tapi bila dia mundur atau melarikan diri maka mukanya
mau di taruh mana, pasti orang-orang persilatan akan menertawakan dirinya.
Akhirnya Ki Jalak Ireng nekat juga akan bertarung hidup mati melawan pemuda
bertopeng itu. "Huh! Hari ini aku mengadu kesaktian denganmu, bocah!" seru Ki Jalak Ireng
menarik Tongkat Ularnya lalu melompat lima langkah ke belakang.
Surya menghela nafas pendek. Surya sadar dengan ucapan Ki Jalak Ireng yang
berarti pertarungan ini di tentukan siapa yang mati dialah yang kalah. Tak ada
jalan damai sama sekali. Dalam hati Surya sangat menyesalkan kecerobohannya yang
berbuat seperti itu tadi.
"Terimalah pukulan 'Ular Hijau Memburu Kematian'-ku, Bocah!!" seru Ki Jalak
Ireng lantang. e-bukugratis.blogspot.com
Ki Jalak Ireng memutar Tongkat Ularnya di depan, tubuhnya bergetar hebat
mengeluarkan seluruh tenaga dalamnya. Ki Jalak Ireng benar-benar ingin mengadu
kesaktian dengan Surya sampai mati.
Surya menghela nafas pendek, tak ada jalan baginya untuk menghindari
pertarungan adu kesaktian dengan Ki Jalak Ireng, mau tidak mau Surya harus
menghadapinya dengan jalan ksatria. Maka dengan cepat tangan kanan Surya di
angkat ke atas dengan telapak tangan terbuka mengerahkan tenaga dalam di telapak
tangan, lalu telapak tangan itu tergenggam erat hingga berwarna keperakan.
Itulah Pukulan 'Matahari'
tingkat terakhir dari rangkaian Ilmu 'Sembilan Matahari'. Sengaja Surya
menggunakan Pukulan 'Matahari' tingkat terakhir untuk menghormati lawannya.
Melihat dua orang yang tengah melakukan pengerahan pukulan dengan tenaga
dalam tinggi membuat semua orang yang ada di tempat itu langsung beranjak
menjauhi tempat itu, mereka sadar bila berada di dekat dua orang yang tengah adu
kesaktian itu bisa membahayakan diri mereka sendiri, salah salah mereka bisa
terkena pukulan nyasar.
Jadi mereka berlaku mencari aman dengan jalan menjauh dari tempat pertarungan
adu kesaktian tersebut.
"Ekh"! Pendekar Pedang Matahari"!" seru salah seorang di antara mereka begitu
melihat siapa yang sedang adu kesaktian dengan Datuk Tongkat Ular.
"Ekh"! Pendekar Pedang Matahari"!!" seru semua tercekat kaget mendengar ada
yang menyebut gelar Pendekar Pedang Matahari.
Siapa yang tak kenal dengan gelar tersebut, gelar Pendekar Pedang Matahari yang
telah menggegerkan dunia persilatan. Mereka menoleh ke arah pemuda berjubah
putih dengan pedang bergagang kepala naga di punggungnya.
"Pendekar Naga Putih"!" seru orang separuh baya cepat. "Apa benar pemuda
bertopeng perak itu Pendekar Pedang Matahari?" ucap orang tua itu.
Pendekar Naga Putih menoleh ke orang separuh baya.
"Paman Santiko Aji!" seru Panji mengenal orang separuh baya tersebut. "Benar,
Paman. Dialah yang Pendekar Pedang Matahari," ucap Panji kemudian.
Mereka kembali memusatkan perhatiannya ke arah pertarungan Surya dengan Ki
Jalak Ireng. "Ajian 'Ular Hijau Memburu Kematian'!" teriak Ki Jalak Ireng keras.
Dari ujung tongkat yang berbentuk kepala ular melesak sinar hijau yang menderu
menerjang ke arah Surya.
"Pukulan 'Matahari'!" teriak Surya lantang.
Dari tangan kanan Surya tergenggam keperakan melesat sinar putih keperakan
mengandung hawa panas luar biasa menerjang ke arah Ki Jalak Ireng. Dua sinar
pukulan sakti berada di satu garis lurus lalu bertemu di satu titik.
Duaarrr ... !!!
Ledakan maha dahsyat terdengar keras membuat tanah di tempat itu bergetar bagai
terkena gempa. Efek pukulan sakti yang beradu itu sampai ke tempat orang-orang
yang menyaksikan pertarungan itu. Mereka sampai mengerahkan tenaga dalam untuk
meredam efek yang ditimbulkan beradunya dua pukulan sakti tersebut. Orang yang
memiliki e-bukugratis.blogspot.com
tenaga dalam menengah langsung roboh tidak kuat menahan efek dahsyat dua pukulan
sakti tersebut. Sedang orang-orang yang memiliki tenaga dalam yang dapat di
andalkan tidak mengalami goncangan yang berarti.
Tampak sinar putih keperakan Pukulan 'Matahari' menekan dan menembus sinar
hijau ajian 'Ular Hijau Memburu Kematian' dan langsung melabrak tubuh Ki Jalak
Ireng. "Uaaagkh ... " jerit Ki Jalak Ireng.
Tubuh Ki Jalak Ireng terpental sepuluh tombak menabraki pohon-pohon hingga
bertumbangan, tubuh Ki Jalak Ireng baru berhenti setelah menabrak batu besar.
Tampak tubuh Ki Jalak Ireng jadi hitam gosong kemudian meleleh jadi abu hitam.
Benar-benar mengerikan akibat terkena Pukulan 'Matahari'.
Surya hanya terseret ke belakang tiga langkah saja, dia merasakan dadanya agak
nyeri di dalam, dengan cepat Surya bersila mengobati luka dalamnya dengan
pengerahan hawa murni ke setiap aliran darahnya agar kembali normal.
"Uhuk-uhuk." Surya terbatuk pelan. "Agaknya aku terlalu memforsir tenaga
dalamku. Dalam 7 hari kedepan aku tak mungkin lagi bisa menggunakan pelindung
sakti ku. Yaitu 'Sindat Tenze'. Mulai sekarang aku harus berhati-hati. Dalam 7
hari kedepan aku hanya bisa melindungi diriku dengan Ilmu 'Sembilan Bulan' saja.
Ilmu 'Sembilan Matahari' tidak akan bisa keluarkan selama 7 hari kedepan," batin
Surya dalam hati.
Itulah kelemahan ilmu yang Surya miliki, bila dia menggunakan salah satu dari
tiga Ilmu 'Dewa' maka ilmu yang beraliran dengan yang di gunakan Ilmu 'Dewa'
tersebut akan musnah selama beberapa hari. Ini tergantung besar kecilnya tenga
dalam yang dikeluarkan. Beruntung tadi Surya hanya menggunakan sepertiga tenaga
dalamnya karena tadi sewaktu mengerahkan Pukulan 'Matahari' Surya melindungi dirinya
dengan Ilmu 'Pelindung Raga'. Sehingga efek pukulan lawan dapat di buyarkan oleh
ilmu tersebut, namun akibatnya Surya harus kehilangan dua ilmunya untuk sementara
waktu. Yaitu Ilmu 'Sembilan Matahari'nya dan Ilmu 'Pelindung Raga' atau 'Sindat Tenze'.
"Anak muda kamu baik-baik saja?" ucap Ki Rejo Warang kalem sambil menyentuh
pundak Surya. Ki Rejo Warang agak mencemaskan keadaan penolongnya tersebut.
Surya membuka matanya dan menatap orang tua itu lembut.
"Tidak. Aku tidak apa-apa," ucapnya kalem menenangkan kecemasan orang tua di
depannya itu. "Syukurlah tuan pendekar baik-baik saja. Saya mengira tuan pendekar terluka
dalam akibat bentrokan tenaga dalam dengan Ki Jalak Ireng tadi," ucap Ki Rejo
Warang. Surya beranjak berdiri dari bersila.
"Tidak. Saya baik-baik saja."
"Surya. Kamu tidak apa-apa?" seru Intan Ayu cepat setelah sampai di samping
Surya. Surya menoleh ke arah Intan Ayu lalu menggeleng cepat.
"Syukurlah kamu baik-baik saja. Aku sudah cemas tadi melihat pertarungan adu
kesaktianmu dengan orang tua itu," ucap Intan Ayu menarik nafas lega.
Surya tersenyum lebar mendengar itu.
"Pendekar Pedang Matahari memang luar biasa sekali. Hebat!"
e-bukugratis.blogspot.com
"Pendekar Pedang Matahari"!" seru Ki Rejo Warang dan beberapa orang yang ada
tempat terkejut.
Mereka tidak menyangka kalau pemuda bertopeng perak di depan mereka adalah
tokoh pendekar yang saat ini telah membuat geger dunia persilatan wilayah timur
dengan sepang terjangnya yang membuat semua jadi kagum.
"Benarkah Kisanak ini adalah pendekar besar yang saat sedang ramai dibicarakan
orang" Sungguh anugrah bagi kami bisa bertemu dengan Pendekar Pedang Matahari,"
ucap Ki Rejo Warang menjura hormat sedikit membungkuk.
Surya tersenyum tipis lalu mengangguk pelan.
"Maaf. Kami mohon permisi dulu. Intan, ayo!" ucap Surya lalu tanpa menunggu
jawaban semua orang segera menggandeng tangan Intan lalu melesat cepat dari
tempat tersebut.
Semua orang hanya diam terpana dengan gerakan kilat Pendekar Pedang Matahari
yang sungguh luar biasa cepat bagai hilang di telan bumi.
"Hmmm! Sungguh luar biasa hebat ilmu meringankan tubuhnya." guman beberapa
orang sambil geleng-geleng kepala kagum.
Semua orang yang ada tempat itu segera beranjak pergi ke arah timur menuju ke
Lembah Tengkorak.
Sementara ?tu Surya yang berlari cepat dengan menggandeng tangan Intan Ayu
Pelarian Istana Hantu 1 Dewi Ular 48 Perempuan Penghisap Darah Warisan Terkutuk 2