Pencarian

Neraka Lembah Tengkorak 3

Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak Bagian 3


sudah keluar dari hutan kecil itu. Mereka sampai di sebuah anak sungai yang
airnya mengalir sangat jernih, di batu besar di bawah pohon cempedak yang tumbuh
menjorok ke arah sungai mereka berhenti, tampak nafas Surya sangat memburu tidak
seperti biasanya, agaknya Surya menyembunyikan sesuatu.
"Hah-hah-hah. Aku tidak kuat lagi," ucap Surya dengan nafas yang terengah-engah.
"Surya! Surya! Kamu tidak apa-apa?" seru Intan Ayu heran dengan keadaan Surya
yang tidak seperti biasanya.
Intan memegang tangan Surya.
"Ekh"!" seru Intan Ayu tersentak kaget. "Tubuhmu panas. Apa yang terjadi?"
Intan mulai merasa cemas melihat keadaan Surya yang suhu tubuhnya panas.
"Uhuk-uhuk!!" Surya batuk lalu muntah darah segar dari mulutnya. "Hehh ...
aahh." Surya mendesah lalu roboh pingsan di atas batu.
"Surya! Surya! Surya!" teriak Intan Ayu panik.
Intan Ayu panik sekali melihat Surya roboh pingsan. Dengan cepat Intan Ayu
mengangkat tubuh Surya, Intan merasakan suhu tubuh Surya semakin tambah panas.
Dalam bingungnya Intan Ayu sekilas melihat di tebing ada goa kecil maka dengan
cepat Intan Ayu membawa Surya dengan sekuat tenaga menuju goa kecil tersebut.
Matahari semakin merambat naik tepat di atas kepala. Gemericik air sungai
terdengar memecah kesunyian siang bolong. Kembali tempat itu menjadi sunyi
kembali. --o0o-- e-bukugratis.blogspot.com
KUDA putih tegap dan gagah berlari kencang menembus angin laksana anak panah
yang terlepas dari busurnya, tanah yang ditinggalkannya tampak debu tebal
menggulung-gulung karena habis di lewati kuda putih tersebut. Sang penunggang
kuda putih ternyata adalah gadis jelita dengan paras yang cantik bagai bidadari
dari khayangan, tampak semakin anggun di atas kuda putih betina tersebut.
Sesekali kepala gadis itu menengok ke belakang memastikan tidak ada lagi yang
mengikuti dirinya.
"Heaa ! Heaa ... !"
Si gadis semakin memacu kuda putihnya dengan cepat karena hari sudah beranjak
siang, ini terlihat dari matahari yang sudah mencapai atas kepala. Kuda putih
itu meringkik keras lalu dengan cepat menerobos kelebatan hutan, hingga tak
berapa lama telah keluar dari hutan tersebut. Di pengkolan jalan si gadis
mengambil arah ke kanan menuju ke sebuah pemukiman penduduk yaitu Desa Ngampon.
Memasuki mulut gerbang
desa maka si gadis membawa kuda putihnya pelan-pelan. Tampak para penduduk desa
yang berpapasan membungkuk hormat tanda penduduk Desa Ngampon sangat ramah dan
sopan serta menghormati orang lain. Sampai di tengah desa si gadis berhenti di
sebuah kedai yang cukup besar, tampak dari dalam kedai keluar orang tua setengah
baya langsung menghampiri si gadis jelita. Orang tua itu membungkuk hormat lalu
memegang tali kekang kuda putih tersebut. Si gadis turun dari kuda putihnya.
"Mangga, Den Ayu. Silakan!" ucap orang tua separuh baya tersebut penuh sopan
santun dan ramah.
Si gadis mengangguk sedikit kemudian melangkah memasuki kedai makan tersebut
yang kebetulan agak sedikit sepi. Biasanya kedai tersebut cukup ramai di datangi
pengunjung karena masakannya terkenal enak. Si gadis dengan tenang duduk di
pojok ruangan dekat dengan jendela. Si gadis mengedarkan pandangannya ke luar
kedai sejenak lalu menoleh ke samping karena ada orang yang mendekati tempat dia
duduk. "Den Ayu mau pesan apa?" ucap pelayan kedai tersebut kalem.
"Satu porsi makan dan minum," sahut si gadis lembut. Nada suaranya terdengar
enak sekali di telinga.
"Baik. Saya persiapkan dulu." si pelayan kembali menuju belakang kedai.
Si gadis menarik nafas dalam dalam lalu menghembuskannya dengan cepat.
"Hehh mmm ... Sudah hampir seminggu aku meninggalkan Salatiga. Semoga saja
mereka tidak berusaha lagi mencariku. Aku capek dan bosen harus terus tinggal di
istana kadipaten. Aku ingin merasakan dunia luas ini tanpa harus terikat segala
aturan yang membuatku bagai di penjara. Hehhmm ... " ucap gadis itu lirih
sekali. Si gadis menghempaskan tubuhnya ke belakang bersandar pada dinding kedai yang
terbuat dari kayu. Dia menghela nafas panjang seolah melepas kepenatan setelah
seharian berkuda. Tak berapa lama pelayan kedai menghampiri si gadis.
"Lembah Tengkorak masih sangat jauh dari Desa Ngampon ini. Haruskah aku
kesana atau langsung ke Gunung Gede?" batin si gadis dalam hati. "Ahhh ... aku
coba ke Lembah Tengkorak saja. Aku penasaran dengan desas-desus tentang undangan
misterius yang hingga sampai ke wilayah tengah. Ya aku akan kesana. Harus!" ucap
si gadis lirih yang hampir tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.
e-bukugratis.blogspot.com
"Ini Den Ayu pesanannya. Silakan!" ucap pelayan kedai yang datang membawa
pesanan si gadis jelita itu.
"Terima kasih." si gadis mengangguk sedikit.
Dia segera menyantap makanan yang telah disediakan oleh pelayan kedai tadi.
Tak berapa lama datang dua orang memasuki kedai tersebut.
"Pendekar Pedang Matahari memang sangat luar biasa hebat. Datuk Tongkat Ular
dapat dikalahkan dengan begitu mudahnya. Padahal Datuk Tongkat Ular adalah salah
dedengkot golongan hitam yang sudah sangat tersohor di dunia persilatan Tanah
Jawa ini," kata orang yang sebelah kanan. Orang ini memiliki perawakan tegap dan
cukup gagah. Sebilah pedang tersampir di pinggangnya.
"Kau benar, Barong. Di usianya yang masih muda sudah memiliki ilmu yang
begitu tinggi. Aku kagum dengan pemuda itu. Luar biasa!" sahut orang yang
sebelah kiri. Orang ini bernama Sukiran. Mereka adalah Sepasang Pendekar Pedang Dari Timur.
"Aku rasa untuk berhadapan dengan Pendekar Pedang Matahari pasti berpikir
seribu kali," ucap Barong.
"Pendekar Pedang Matahari"!" gumam si gadis lirih dengan kening mengerut.
Dengan cepat si gadis menghampiri dua orang yang baru datang tadi.
"Maaf Kisanak mengganggu sebentar ... " ucap si gadis kalem.
Dua orang tadi sama-sama menoleh ke arah si gadis.
"Siapa itu Pendekar Pedang Matahari" Dimana aku bisa menemuinya?" tanya si
gadis dengan nada suara kalem.
Dua orang itu saling Pandang sejenak lalu kembali menatap ke arah si gadis.
"Maaf. Siapa Nisanak?" tanya Sukiran dengan mimik ingin tahu maksud si gadis
jelita. "Namaku Dewi Sekarwati. Aku sedang mencari orang yang bergelar Pendekar
Pedang Matahari. Apakah Kisanak berdua tahu dimana aku bisa menemuinya?" ucap si
gadis cepat. "Oh! Kami tidak tahu dimana Nisanak bisa ketemu dengan Pendekar Pedang
Matahari. Tapi kami tadi melihat Pendekar Pedang Matahari pergi ke arah utara
Hutan Welirang. Ada urusan apa Nisanak ingin bertemu dengan Pendekar Pedang
Matahari?"
sahut Sukiran cepat.
"Oh! Terima kasih Kisanak!" ucap si gadis cepat lalu segera melesat keluar dari
kedai menghampiri kuda putihnya.
Dengan cepat si gadis naik ke punggung kuda lalu menggebrak kuda putihnya
menuju Hutan Welirang. Begitu matahari sudah condong ke barat si gadis baru
sampai di pinggiran Hutan Welirang. Si gadis agak bimbang juga melihat Hutan
Welirang yang begitu lebat apa lagi hari sudah sore menjelang senja. Akhirnya si
gadis memutuskan untuk kembali ke desa dan mencari penginapan, dia tidak mau
ambil resiko jika tetap nekat masuk ke Hutan Welirang yang juga terkenal sangat
angker. --o0o-- e-bukugratis.blogspot.com
API unggun kecil tampak menyala di ruangan goa, apinya cukup menerangi
ruangan goa tersebut. Bau harum daging panggang tampak menyengat di hidung dan
membuat selera makan jadi tergugah. Tampak Intan Ayu sedang membolak balik
kelinci hutan yang tengah di panggangnya. Sesekali Intan Ayu menoleh ke arah
sudut goa dimana Surya tergeletak belum sadarkan diri. Intan menghela nafas panjang karena
masih bingung dan cemas dengan keadaan Surya belum sadarkan diri dari tadi
siang. Intan Ayu lalu beranjak mendekati Surya dan duduk di samping pemuda yang
selalu menutupi
wajahnya dengan topeng perak.
"Heehhh! Suhu tubuhnya masih tinggi. Aku kuatir Surya dengan keadaannya yang
mencemaskan itu. Apa yang terjadi sebenarnya dengan Surya" Apa dia terkena racun
jahat setelah bertarung dengan Datuk Tongkat Ular tadi?" ucap Intan Ayu lirih.
Intan Ayu meletakkan kelinci panggangnya di atas daun pisang yang ada di atas
batu. Nafsu makannya jadi hilang setelah melihat keadaan Surya yang begitu
mencemaskan. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk menolong Surya karena dia
tidak tahu tentang ilmu pengobatan.
"Ehm-ehm ... Tidak usah cemas Nisanak! Dia baik-baik saja!" tiba-tiba ada suara
orang bicara dari arah mulut goa.
Kontan saja Intan Ayu jadi terkejut dan langsung berdiri menghadap ke arah mulut
goa. Tangannya segera memegang gagang pedang untuk berjaga-jaga. Tampak di mulut
goa berdiri seorang kakek dengan berjubah putih memegang tongkat berliku liku di
tangan kanannya.
"Heh. Siapa kau?" seru Intan Ayu dengan sorot mata tajam menatap orang tua
berjubah putih di mulut goa.
Kakek berjubah putih tersenyum lembut sambil melangkah pelan ke arah Intan Ayu.
"Berhenti! Jangan berani mendekat atau aku harus bersikap kasar padamu, Orang
Tua!" seru Intan Ayu cepat.
Kembali kakek tua tersebut tersenyum lembut.
"Kita satu golongan. Tidak perlu menaruh wasangka yang bukan bukan. Nisanak!"
ucap kakek tua itu dengan suara halus menunjukkan sikap bersahabat.
Intan Ayu tidak mau berlaku lengah karena bisa saja sikap ramah si kakek
hanyalah pura-pura belaka dan di kala dirinya lengah bisa saja si kakek
menyerang dirinya dan juga Surya yang tengah pingsan tidak berdaya. Setiap orang
yang hendak berniat jahat pasti menghalalkan segala cara meskipun itu dengan
cara licik. Intan tidak mau
kecolongan dengan hal ini dan memilih bersikap waspada.
"Tenanglah, Nisanak! Aku bukan orang jahat. Aku hendak menolong temanmu itu.
Kalau tidak segera di tolong aku kuatir sakitnya tambah parah!" ucang kakek
berjubah putih tersebut dengan nada suara tenang dan lembut.
Intan Ayu sejenak menoleh ke arah Surya lalu kembali menatap orang tua di
depannya penuh selidik.
"Katakan dulu siapa kau orang tua!" seru Intan Ayu cepat.
Kakek tua itu tersenyum lembut sambil mengusap janggut putihnya yang panjang.
e-bukugratis.blogspot.com
"Hehhm ... aku Ki Wanengpati. Orang-orang menjulukiku : Tabib Putih Delapan
Penjuru Angin," ucap orang tua itu lembut mengenalkan siapa dirinya.
"Hah"!" Intan Ayu terperanjat mendengar julukan orang tua di depannya itu.
Siapa yang tidak tahu dengan julukan Tabib Putih Delapan Penjuru Angin, seluruh
dunia persilatan Tanah Jawa pasti mengenal dengan julukan itu. Orang tua sakti
dari daratan Jawa bagian tengah yang terkenal akan kemahirannya dalam mengobati
segala macam penyakit. Tapi untuk menemui orang sakti itu sangatlah sulit karena
orang tua sakti itu selalu mengembara di setiap pelosok daratan Tanah Jawa ini.
Kemunculannya di goa tempat Intan Ayu dan Surya berada pasti suatu takdir yang
membawanya ke goa itu.
"Apakah aku boleh memeriksa temanmu itu, Nisanak?" ucap Ki Wanengpati
memecah lamunan Intan Ayu.
Intan Ayu diam saja dan hanya bergerak agak menyingkir memberi jalan pada
orang tua tersebut.
Ki Wanengpati melangkah perlahan ke arah Surya yang tergeletak. Sejenak Ki
Wanengpati mengamati Surya dari atas sampai bawah.
"Hehhhm! Sungguh luar biasa ilmu pemuda ini. Kekuatan yang ada di tubuhnya
adalah murni kekuatan dari mata batinnya. Bukan kekuatan yang di dapat dari
hasil berlatih ataupun pemberian orang lain namun murni kekuatan yang benar-
benar lahir dari mata batinnya. Bisa dikatakan pemuda ini memiliki kekuatan di
atas dewa sekalipun.
Tidak aku sangka ada manusia yang seperti ini hidup di dunia ini. Mungkin hanya
ada satu manusia saja yang bisa memiliki kekuatan seperti ini dalam sejarah
hidup manusia selama ini. Sungguh tidak dapat di percaya ada manusia seperti ini
jika aku tidak melihatnya secara langsung. Hehhhm ... " ucap Ki Wanengpati dalam
hati. Orang tua itu menengok ke arah gadis cantik di sebelahnya itu sejenak. Kemudian
dia mengusap dada Surya tiga kali. Usapan itu bukan hanya usapan biasa namun di
iringi pengerahan hawa murni.
"Bangunlah! Anakku, bangunlah! Bangunlah!" ucap Ki Wanengpati lembut.
Tampak Surya mulai siuman, kepalanya bergerak pelan di iringi erangan dari
mulutnya. Matanya perlahan terbuka. Ki Wanengpati tersenyum senang melihat Surya
sudah mulai siuman.
"Bangunlah, anakku!" ucapnya lembut.
Surya mengerjapkan matanya lalu mulai merayapi seluruh ruangan goa sampai
matanya melihat dua orang disampingnya.
"Ehhhmm ... "
Surya beranjak dari berbaringnya untuk duduk. Setelah duduk bersila Surya
melakukan semedi ini bertujuan mengembalikan tenaganya dan mengatur jalan
darahnya yang tidak teratur. Tak berapa lama Surya membuka matanya.
"Ki Wanengpati?" ucap Surya kalem. "Terima kasih sudah menolongku."
"Hemm." Ki Wanengpati bergumam mengangguk. "Apa yang terjadi, anakku?"
tanyanya kemudian.
Surya menghela nafas panjang. Hidungnya kembang kempis membaui bau harum
yang menggugah rasa laparnya.
e-bukugratis.blogspot.com
"Ada bau harum. Apa ini?" ucapnya cepat.
Intan Ayu cepat cepat mengambil kelinci bakar yang ada di atas daun pisang.
"Kau lapar" Ini makanlah!" ucap Intan Ayu menyerahkan kelinci bakarnya pada
Surya. Tanpa ragu-ragu Surya langsung menyambar kelinci panggang di tangan Intan dan
langsung melahapnya dengan cepat. Maklum perutnya sangat kelaparan. Intan Ayu
dan Ki Wanengpati hanya tertawa kecil melihat Surya yang sangat lahap makannya
itu. "Ini minumnya."
Intan Ayu menyodorkan bambu yang berisi air putih.
Gluk gluk gluk ... !
Suara air yang di minum Surya.
"Ahh, kenyang," ucapnya tanpa malu-malu.
Kembali Intan Ayu dan Ki Wanengpati tertawa kecil melihat hal itu.
"Apa yang terjadi, anakku?" tanya Ki Wanengpati lagi.
Surya menatap orang tua di depannya lembut.
"Hehhh. Aku terlalu ceroboh Ki," ucapnya pelan bagai untuk dirinya sendiri.
Ki Wanengpati mengerutkan keningnya tidak mengerti.
"Aku ceroboh telah melanggar pantangan," ucap Surya lagi.
"Apa maksudmu, anakku" Pantangan apa?" ucap Ki Wanengpati tidak mengerti.
Surya menghela nafas panjang.
"Pantangan untuk tidak menggunakan tiga Ilmu 'Dewa'. Aku telah memagari tiga
Ilmu 'Dewa' tersebut agar tidak aku gunakan tapi aku telah melanggarnya," ucap
Surya. Ki Wanengpati manggut-manggut mendengar hal itu.
"Apa yang terjadi bila kau sudah melanggar pantangan itu, anakku?" tanya Ki
Wanengpati ingin tahu.
"Semua ilmu yang bersumber dari tiga Ilmu 'Dewa' itu akan musnah."
"Apa"!" Ki Wanengpati dan Intan Ayu sampai terlonjak kaget mendengar itu.
"Semua ilmumu akan musnah"!" seru Ki Wanengpati ingin kejelasan.
Surya diam dan menunduk menekuri tanah.
Ki Wanengpati dan Intan Ayu menatap Surya dengan seribu pertanyaan di dada.
Tanpa mereka ketahui ternyata ada sesorang yang mendengarkan pembicaraan mereka.
Orang itu tersenyum penuh arti lalu berkelebat pergi dari tempat itu.
Surya kembali menatap Ki Wanengpati.
"Tidak semua ilmuku musnah, Ki. Hanya Ilmu 'Matahari'-ku saja yang sementara
ini tidak bisa aku keluarkan, sebab aku telah menggunakan Pukulan 'Matahari'.
Dalam tujuh hari ke depan aku tidak dapat menggunakan Ilmu 'Matahari'-ku," ucap
Surya. "Maksudmu?"
"Setiap kali aku gunakan salah satu dari Ilmu 'Dewa' maka saat itu juga ilmuku
akan musnah untuk beberapa lama. Tergantung dari besar kecilnya tenaga dalam


Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang aku gunakan."
Ki Wanengpati manggut-manggut paham.
"Begitu. Lalu apa yang sekarang kamu gunakan?"
e-bukugratis.blogspot.com
"Hanya Ilmu 'Sembilan Bulan' dan berapa ilmu lain yang tidak beraliran dengan
Ilmu 'Matahari'."
"Ilmu 'Sembilan Bulan' termasuk ilmu yang luar biasa dahsyat. Aku rasa dengan
ilmu itu kamu tidak perlu kuatir dalam pengembaraanmu. Apa lagi Pedang Matahari
masih di tanganmu. Jadi tidak ada masalah lagi."
"Tidak!! Pedang Matahari sudah tidak ada gunanya jika Ilmu 'Matahari'-ku belum
kembali. Lihatlah!" Surya mengambil Pedang Mataharinya dari punggung.
Sring!! Pedang Matahari tercabut dari sarungnya. Tampak Pedang Matahari tidak seperti
biasanya yang memancarkan pamor kuning keemasan. Pedang itu kini tak lebih hanya
pedang biasa yang tidak memiliki kesaktian apa-apa.
"Ki Wanengpati lihat sendiri. Pamor Pedang Matahari juga ikut lenyap. Pedang ini
tak lebih hanya sebuah pedang biasa saja."
Ki Wanengpati dan Intan Ayu menatap Pedang Matahari di tangan Surya yang
memang berubah jadi pedang biasa saja.
Surya meletakkan Pedang Mataharinya di tanah bersama sarungnya.
Sungguh ajaib! Tiba-tiba pedang dan sarung Pedang Matahari amblas masuk ke dalam tanah.
"Untuk sementara ini Pedang Matahari telah kembali ke tempatnya dan akan
muncul lagi jika kekuatan Ilmu 'Matahari'-ku sudah kembali," ucap Surya kalem.
"Aku akan bersemedi malam ini dan aku harap kalian menjauh dari sini," ucapnya
lagi. Ki Wanengpati mengangguk paham kemudian beranjak berdiri.
"Sebaiknya kita keluar dari goa ini, Cah Ayu!" ucapnya pada Intan Ayu.
Ki Wanengpati melangkah keluar sedang Intan Ayu masih bingung dan menatap
Surya yang sudah mulai bersemedi. Mau tidak mau akhirnya Intan Ayu beranjak juga
keluar dari goa tersebut. Di mulut goa Intan menatap Surya sejenak lalu kembali
melangkah keluar hingga tubuhnya hilang dari mulut goa.
--o0o-- SEBUAH panggung megah tampak berdiri di tanah yang lapang, umbul-umbul
warna warni tampak menghiasi sudut-sudut panggung serta jalanan yang menuju area
lapang dimana panggung megah itu berada. Panji-panji kebesaran bergambar
kalajengking hitam tampak berkibar gagah di belakang panggung. Di depan panggung
terdapat kursi-kursi yang di tata rapi. Di kanan kiri panggung juga terdapat
kursi-kursi berjajar dengan rapi. Agaknya tempat itu akan ada hajat secara
besar-besaran yang diselenggarakan tuan rumah yaitu Dewi Lembah Tengkorak.
Siang itu tampak tempat duduk depan panggung sudah di isi oleh para tamu
undangan dari kalangan persilatan dan juga dari beberapa wakil kerajaan. Mereka
umumnya orang-orang dari golongan putih. Sedang di kanan panggung juga sudah di
isi oleh orang-orang berbaju hitam, mereka dari golongan hitam. Di kiri panggung juga
e-bukugratis.blogspot.com
sudah di isi orang-orang yang berbaju biru merah. Mereka adalah orang-orang dari
Lembah Tengkorak. Sementara itu di suatu tempat tak jauh dari tempat panggung
berada. "Bagaimana, apa persiapan sudah selesai?" tanya seorang wanita yang sangat
cantik berbaju biru anggun dengan mahkota kecil di kepalanya. Gayanya sangat
anggun dan wajahnya sangat cantik sekali bagai seorang dewi dari khayangan. Dia
duduk di kursi empuk dengan setengah berbaring. Di kanan kiri tempat ia duduk
ada dua orang gadis kecil yang sibuk mengipasi wanita itu.
Wanita inilah yang bernama Dewi Lembah Tengkorak!
"Sudah semua, Ratu!" sahut seorang wanita berpakaian merah. Wajah wanita ini
sangat mengerikan karena mirip tengkorak. Sebenarnya gadis ini hanya memakai
topeng tipis saja yang menyerupai wajah tengkorak.
Dialah Kala Merah!
"Bagus ! Ha-ha-ha-ha!" Dewi Lembah Tengkorak tertawa renyah lalu menatap
empat orang di depannya yang merupakan muridnya. Dewi Lembah Tengkorak
mengerutkan keningnya. "Hmmm. Aku tidak melihat Kala Putih. Dimana dia?"
"Ampun, Ratu. Adik Kala Putih belum kembali dari tugasnya. Mungkin dia
mengalami rintangan di jalan. Sehingga terlambat kembali kesini," ucap Kala
Merah takut-takut.
"Goblok!" bentak Dewi Lembah Tengkorak keras. "Tugas ringan begitu saja tidak
bisa diselesaikan dengan cepat. Akan aku jatuhi hukuman jika nanti dia kembali!"
seru Dewi Lembah Tengkorak, marah.
Tampak semua menunduk takut dan tidak berani buka suara lagi.
"Sudah! Kalian segera laksanakan tugas yang telah aku berikan pada kalian.
Cepat!" seru Dewi Lembah Tengkorak keras.
Tanpa banyak bicara empat gadis itu segera berlalu dari hadapan Ratu mereka
yaitu Dewi Lembah Tengkorak. Tak berapa lama datang seorang gadis berpakaian
serba putih namun wajahnya berupa tengkorak mengerikan.
"Kala Putih menghadap Ratu!" ucap gadis itu menjura dalam dalam.
"Kala Putih! Dari mana saja kau baru datang"!" seru Dewi Lembah Tengkorak
keras karena marah melihat muridnya si Kala Putih terlambat datang.
Kala Putih menjura hormat dengan takut-takut.
"Ampuni saya, Ratu. Ada berita yang hendak saya laporkan pada Ratu."
Dewi Lembah Tengkorak menatap tajam pada Kala Putih.
"Katakan! Berita apa yang hendak kamu sampaikan. Apa berita penting?"
"Ini menyangkut Pendekar Pedang Matahari, Ratu."
"Pendekar Pedang Matahari"! Kau bertemu dengan Pendekar Pedang Matahari"
Dimana?" "Di Hutan Welirang."
"Hutan Welirang. Berita apa itu?"
"Ketika saya dalam perjalanan kembali kesini, secara tidak sengaja saya melihat
dua orang yang sedang mengadu kesaktian. Dua orang itu adalah Ki Jalak Ireng
yang e-bukugratis.blogspot.com
berjuluk Datuk Tongkat Ular melawan seorang pemuda bertopeng perak yang baru
saya ketahui kalau pemuda itu adalah Pendekar Pedang Matahari."
Kala Putih lalu menceritakan kejadian yang dia temui ketika kembali ke Lembah
Tengkorak. "Begitulah Ratu yang saya dengar dari telinga saya sendiri," Kala Putih
mengakhiri ceritanya.
"Ha-ha-ha-ha!! Langit berpihak pada kita. Sekarang tidak ada penghalang lagi
untukku menguasai dunia persilatan! Ha-ha-ha-ha!" Dewi Lembah Tengkorak tertawa
keras karena senang mendengar berita dari Kala Putih itu. "Ha-ha-ha-ha! Akulah
penguasa dunia persilatan! Ha-ha-ha-ha!"
Kala Putih tetap diam saja melihat ratunya tertawa keras setelah mendengar
berita darinya.
"Kala Putih! Lekas kau bergabung dengan yang lain. Ingat dengan rencana yang
sudah lama kita persiapkan!" seru Dewi Lembah Tengkorak cepat memerintahkan Kala
Putih untuk bergabung dengan empat rekannya yang sudah berada di tempat
pertemuan. "Baik, Ratu!"
Kala Putih membungkuk hormat lalu segera berlalu dari tempat itu. Tinggal Dewi
Lembah Tengkorak bersama dua pelayannya yang mengipasi dirinya.
Plok, plok, plok!
Suara tepuk tangan pelan dari arah samping pintu ruangan yang bernuansa serba
biru tersebut. Dewi Lembah Tengkorak menoleh ke kanan arah suara tepuk tangan
tersebut, wajahnya langsung berseri ceria, senyumnya mengembang lebar setelah
melihat orang yang bertepuk tangan tadi. Tampak di pintu samping berdiri seorang
pria gagah dengan perawakan tegap dan berwajah tampan. Dadanya bidang terlihat
dari belahan bajunya yang tidak berkancing. Otot-ototnya tampak kekar menambah
kegagahan tubuhnya. "Kakang Bagus Sampurno!" seru Dewi Lembah Tengkorak sumringah menyebut
nama pemuda tersebut.
Pemuda yang bernama Bagus Sampurno itu berjalan tenang menghampiri Dewi
Lembah Tengkorak.
"Kemana saja kau Kakang tiga hari ini tidak muncul menemuiku?"
Bagus Sampurno hanya tersenyum lembut saja, dia meraih tangan Dewi Lembah
Tengkorak lalu mencium punggung tangannya dengan kecupan mesra membuat gadis
cantik itu bersemu merah karena bahagia. Si gadis memejamkan matanya ketika
wajah Bagus Sampurno mendekat ke wajahnya dan tak lama dia merasakan sesuatu
yang lembut telah melumat bibirnya. Nafas jadi agak memburu dan dadanya jadi
bergemuruh. "Aku merindukanmu, Dewi," ucap Bagus Sampurno lembut di telinga Dewi
Lembah Tengkorak.
"Aku juga merindukanmu Kakang," sahut Dewi Lembah Tengkorak lirih. "Aku
senang sebentar lagi impian kita akan tercapai. Impian untuk menguasa? dunia
persilatan."
e-bukugratis.blogspot.com
"Iya Kakang. Apa lagi penghalang kita Pendekar Pedang Matahari telah musnah
ilmunya akibat melanggar pantangan."
"Ya! Aku sudah mendengarnya tadi," ucap Bagus Sampurno lalu mengecup bibir
Dewi Lembah Tengkorak. "Sekarang kau cepatlah ke tempat pertemuan. Aku lihat
semua pendekar sudah berkumpul di sana."
Dewi Lembah Tengkorak mengangguk pelan. "Kau sendiri mau ngapain Kakang?"
"Ada yang harus aku kerjakan. Aku sudah membuat jebakan-jebakan di sekitar
lembah. Akan aku buat Lembah Tengkorak menjadi neraka dan kuburan bagi para
pendekar yang menentang kita," ucap Bagus Sampurno tersenyum licik penuh arti.
Dewi Lembah Tengkorak juga tersenyum penuh kelicikan.
"Baiklah ! Aku kesana dulu Kakang."
Dewi Lembah Tengkorak beranjak berdiri lalu melangkah menuju pintu belakang
singgasananya. Begitu sosok Dewi Lembah Tengkorak hilang di balik pintu maka Bagus Sampurno
menghempaskan tubuhnya di singgasana kebesaran istana Lembah Tengkorak. Dia
memandang ke sekeliling ruangan yang bernuansa serba biru itu dengan senyum
kelicikan. Matanya melirik ke arah gadis belia yang tadi mengipasi Dewi Lembah
Tengkorak. Gadis belia yang mungkin berusia tiga belas tahun namun memiliki
tubuh sintal menggemaskan. Dengan cepat Bagus Sampurno menarik gadis itu
kepangkuannya. "Siapa namamu, Manis?" tanya Bagus Sampurno sambil mengelus rambut pipi dan
dagu gadis itu.
"Bunga, Raden," sahut gadis itu takut-takut.
"Oh, Bunga! Nama yang cantik secantik dirimu. He-he-he!"
Bagus Sampurno mencium bibir gadis itu dan tangannya meremasi bagian yang
membusung indah di dada si gadis belia yang bernama Bunga. Bunga sangat
ketakutan sekali namun apa daya bagi dirinya yang tidak bisa apa-apa. Dia hanya
bisa menggigit bibirnya ketika laki-laki itu menelanjangi dirinya. Bunga
berteriak tinggi saat merasakan benda yang keras lunak menerobos paksa pada
kemaluaannya. Bunga hanya menggigit
bibir untuk mereda rasa perih di kemaluannya saat benda asing mengobok-obok
lubang kencingnya. Deru nafas Bagus Sampurno begitu cepat saat menggauli gadis
belia yang bernama Bunga tersebut. Hingga pada suatu ketika dia bagai tersengat
listrik dan tubuhnya tegang mendesah panjang. Lalu tak berapa lama tubunya
lunglai menindih
Bunga. Setelah itu Bagus Sampurno merapikan pakaiannya lalu pergi tanpa peduli
dengan gadis belia yang ia perkosa tadi.
Sungguh biadab sekali kelakuan Bagus Sampurno itu!
--o0o-- TEMPAT pertemuan di Lembah Tengkorak terlihat begitu ramai sekali. Di antara
para undangan yang datang tampak beberapa tokoh persilatan yang sudah terkenal
gelarnya, ada Pengemis Tongkat Putih, Dewa Tangan Api, si Jari Malaikat dan
beberapa tokoh yang sudah kawakan di dunia persilatan.
e-bukugratis.blogspot.com
Tampak juga Surya hadir di antara para pendekar golongan putih. Di samping Surya
terlihat Intan Ayu dan Ki Wanengpati alias Tabib Putih Delapan Penjuru Angin.
Tak jauh dari Surya terlihat Pendekar Naga Putih bersama Kenanga serta beberapa
murid Padepokan Ruyung Sakti. Di barisan agak ke depan ada Ki Rejo Warang bersama
muridnya Gayatri. Mereka berdua tengah mengamati setiap orang yang hadir di
tempat itu. Di barisan belakang ada gadis cantik yaitu Dewi Sekarwati, ada juga
Rakanini dan Lestari.
"Intan! Itu orang yang kamu cari. Eyang Rakanini dan kakakmu Lestari," ucap
Surya pelan menunjuk ke arah Rakanini dan Lestari.
Intan Ayu menoleh ke arah yang ditunjuk Surya.
"Ekh ... ! Iya itu Eyang Rakanini dan kak Lestari!" seru Intan Ayu cepat.
"Sebaiknya kamu hampiri mereka Intan," ucap Surya.
Intan Ayu menatap Surya sejenak seolah minta persetujuan. Surya mengangguk
sedikit. "Aku tidak apa-apa. Hampiri mereka mumpung kalian bisa ketemu."
"Kamu tidak apa-apa?" ucap Intan Ayu meyakinkan.
"He-em!" Surya mengangguk cepat.
Intan Ayu nampak agak ragu-ragu untuk beranjak dari tempatnya namun akhirnya
Intan Ayu tidak jadi berniat menemui Eyang Rakanini dan kakaknya Lestari. Dia
malah duduk bersandar dengan sikap acuh.
Surya mengerutkan keningnya karena heran dengan sikap Intan Ayu yang malah
acuh saja. "Kenapa?" tanya Surya penasaran.
Intan Ayu melirik Surya lalu geleng-geleng kepala tanda tidak apa-apa.
Surya angkat bahu saja lalu menghela nafas panjang.
Tak berapa lama datang rombongan menuju ke arah kursi di sisi kiri panggung.
Tampak seorang wanita cantik jelita berpakaian serba biru dan berhiaskan mahkota
kecil di atas kepalanya berjalan di iringi beberapa gadis cantik dan juga
pengawal enam orang yang rata-rata berpenampilan sangar dengan sebilah golok
tergantung di pinggangnya.
Sesaat semua mata pandangannya beralih ke arah wanita yang datang bersama
rombongan tersebut. Mereka berbisik-bisik bertanya-tanya dalam hati siapa adanya
wanita cantik tersebut.
"Surya. Kamu tahu siapakah wanita yang datang bersama rombongan itu" Aku rasa
dialah Dewi Lembah Tengkorak!" ucap Ki Wanengpati pelan ke arah Surya.
"Kamu benar, Ki! Aku juga rasa juga begitu," sahut Surya setengah berbisik.
"Hmmm. Aku tidak menyangka gadis semuda dia biang keladi semua kejadian
berdarah yang selama ini terjadi, sungguh tidak di sangka."
"Coba perhatikan baik-baik sekitar mata dan juga bawah telinganya, Ki."
"Ekh! Apa maksudmu?" Ki Wanengpati mengerutkan keningnya tidak mengerti
tapi dia tetap melihat dengan teliti ke tempat yang ditunjuk Surya. "Hehm"!
Gadis itu memakai topeng tipis yang benar-benar sempurna. Jika diperhatikan
wanita itu mirip seorang gadis muda. Apa yang kamu lihat, Surya?"
e-bukugratis.blogspot.com
"Wanita itu memakai penyamaran yang mampu mengelabuhi mata semua orang. Di
balik topeng tipisnya tersembunyi wajah aslinya. Tapi ... " Surya menggantung
ucapannya. Dia memandang ke setiap sudut tempat pertemuan tersebut dengan seksama.
"Tapi apa?" sahut Ki Wanengpati cepat.
"Coba lihat tempat ini baik-baik, Ki! Ada banyak sekali alat jebakan yang
terpasang dan terhubung dengan pemicu yang entah berada dimana. Aku merasa
tempat ini sebentar lagi akan menjadi neraka bagi semua orang yang hadir di
tempat ini," ucap Surya kalem.
"Aku juga sudah melihatnya. Kita harus waspada menjaga segala sesuatu yang tidak
di inginkan!" sahut Ki Wanengpati pelan.
Surya mengangguk cepat. "Ya, Ki!"
Dari arah samping kiri panggung ada seorang pria naik ke atas panggung. Laki-
laki separuh baya berjubah coklat dan memegang sebuah tongkat di tangan
kanannya. Pria ini berdiri di tengah tengah panggung memandang ke semua para
tamu yang hadir dalam
pertemuaan tersebut. Setelah berdehem beberapa kali pria separuh baya tersebut
mulai membuka suara.
"Selamat siang dan selamat datang di Lembah Tengkorak kepada para pendekar
yang telah hadir di tempat ini. Perkenalkan nama saya Ki Arjo Seno dan julukanku
: si Tongkat Iblis," kata orang itu lantang membuka acara serta mengenalkan
dirinya. Setelah diam sejenak Ki Arjo Seno mulai buka suara kembali.
"Kalian pasti penasaran dan bertanya-tanya kenapa kalian di undang di Lembah
Tengkorak ini. Baik akan saya beritahukan pada para pendekar sekalian. Kami atas
nama Partai Lembah Tengkorak mengajak kalian untuk bergabung dengan kami dan


Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mulai hari ini kami mengumumkan bahwa Partai Lembah Tengkorak adalah penguasa
dunia persilatan!!" seru Ki Arjo Seno lantang dan mantap.
War wer wor ... !
Kontan saja semua orang yang hadir di tempat itu jadi geger mendengar
pengumuman yang membuat mereka kaget. Sejenak tempat itu jadi ramai dengan
omongan-omongan yang bernada bermacam macam tanggapan. Ada yang setuju dan ada
juga yang mencela serta ada juga yang menentang keputusan gila tersebut.
"Tenang! Tenang! Tenang!" seru Ki Arjo Seno keras di barengi pengerahan tenaga
dalam. Seketika tempat itu kembali tenang. Ki Arjo Seno menatap tajam ke semua orang
yang hadir di tempat itu.
"Dengar baik-baik! Bagi siapa saja yang ingin bergabung kami persilakan
mengambil ikat kepala berwarna biru yang ada di bawah tempat duduk kalian!"
Beberapa orang mengambil ikat kepala warna biru yang ada di bawah tempat duduk
mereka lalu memakainya. Mereka rata-rata hanya dari golongan hitam saja, sedang
orang dari golongan putih memilih tetap diam. Ki Arjo Seno mendengus pelan
melihat orang-orang dari golongan putih yang sama sekali tidak menyentuh ikat
kepala warna biru lambang Partai Lembah Tengkorak tersebut.
Maka seketika pertempuran tidak bisa di hindarkan lagi!
e-bukugratis.blogspot.com
Orang-orang Lembah Tengkorak menyerbu para orang golongan putih yang
menentang Partai Lembah Tengkorak menjadi penguasa dunia persilatan. Orang-orang
golongan hitam yang bergabung dengan Lembah Tengkorak juga ikut menyerbu orang-
orang golongan putih. Lembah Tengkorak seketika menjadi ajang pertumpahan darah
antar dua golongan yang selama ini bersiteru. Dentuman benda keras mewarnai
pertempuran yang di iringi teriakan teriakan keras dari mereka.
"Hiaaatt!!"
"Hiaaaatt !!"
Teriakan teriakan keras menggelegar mewarnai pertempuran yang memekakkan
telinga namun menambah semangat pertempuran mereka. Lembah Tengkorak benar-
benar bagai sebuah neraka karena jerit kematian silih berganti menghiasi aroma
pertumpahan darah itu.
"Munduuuur ... !!" teriak keras dari pihak Partai Lembah Tengkorak.
Seketika orang-orang Lembah Tengkorak berlompatan mudur menjauh dari arena
pertempuran. Namun tiba-tiba ratusan anak panah beterbangan menghujani para pendekar
golongan putih di susul senjata-senjata tajam berupa paku-paku hitam yang datang
laksana gelombang. Orang-orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi
dan kemampuan yang memadai mampu menghindari serbuan anak panah dan paku-paku
yang datang laksana gelombang badai tersebut. Dengan susah payah mereka terus
menghindari dan mematahkan anak panah dan paku-paku terbang itu. Belum selesai
anak panah dan paku-paku menghujani mereka tiba-tiba terdengar ledakan-ledakan
dahsyat yang menewaskan hampir sebagian besar orang-orang golongan putih.
Lembah Tengkorak berubah jadi neraka bagi orang-orang golongan putih!
"Biadab!" seru Surya melihat kekejaman Partai Lembah Tengkorak yang telah
berlaku licik. Surya melompat tinggi lalu mengerahkan pukulan bertenaga dalam tinggi ke arah
tempat tempat alat-alat rahasia yang di siapkan orang-orang Lembah Tengkorak.
"Pukulan 'Es Pembeku Raga'!" seru Surya lantang.
Dari tangan Surya melesat sinar putih yang menyebar ke arah tempat tempat yang
di anggapnya tempat alat rahasia berada. Sungguh luar biasa tiba-tiba tempat
yang terkena Pukulan 'Es Pembeku Raga' jadi beku bagai di lumuri es salju
sehingga alat-alat rahasia itu tidak berfungsi lagi. Maka hujan anak panah dan
paku-paku terbang serta ledakan jadi berhenti.
Surya melesat ke arah orang-orang Lembah Tengkorak mundur tadi. Di belakang
nampak beberapa orang juga mengejar orang-orang Lembah Tengkorak. Begitu sampai
di sebuah bangunan megah mereka di serang orang-orang Lembah Tengkorak.
"Hiaaatt!!"
"Hiaatt!!"
Pertempuran kembali berlangsung sengit. Surya langsung melancarkan Pukulan 'Es
Pembeku Raga' dengan cepat maka orang-orang yang terkena pukulan itu langsung
membeku laksana dibungkus es. Surya melompat tinggi di ikuti sebuah bayangan
putih e-bukugratis.blogspot.com
yang tak lain adalah Panji alias Pendekar Naga Putih. Mereka bergerak bagai
malaikat maut yang hendak mencabut nyawa siapa saja yang mereka temui. Tiba di
ruangan yang serba biru mereka di hadang oleh lima gadis bermuka tengkorak.
"Biar aku yang melawan mereka. Kalian kejar pimpinan mereka!" seru orang tua
keras. Orang tua berjubah putih ternyata adalah Ki Wanengpati. Di belakangnya ada
Rakanini dan Pengemis Tongkat Putih. Surya menoleh ke belakang lalu mengangguk
setelah tahu siapa yang teriak tadi. Surya menoleh ke arah Panji.
"Ayo, Kisanak!" seru Surya.
Panji mengangguk cepat lalu mengikuti Surya yang sudah melesat menuju pintu di
belakang singgasana Dewi Lembah Tengkorak.
Mereka sampai di sebuah tempat yang berbatu-batu dan beberapa pohon besar
tumbuh. Mereka berdiri sejajar dengan sikap penuh kewaspadaan karena mereka
melihat tidak ada orang di tempat itu namun mereka yakin Dewi Lembah Tengkorak
bersembunyi di salah satu sudut tempat itu.
"Hati-hati ! Aku merasa Dewi Lembah Tengkorak sedang mengawasi kita di tempat
tersembunyi!" seru Panji dengan sikap penuh kewaspadaan.
Surya mengangguk. Tidak di kasih tahu pun sebenarnya Surya sudah paham dengan
bahaya yang sedang mengintai mereka. Pandangan mereka begitu tajam merayapi
setiap sudut tempat itu. Tiba-tiba ada desiran angin halus ke arah mereka.
Mereka segera menoleh ke arah suara itu, dengan gerakan cepat mereka berkelit
menghindari benda kecil-kecil yang beterbangan mengancam tubuh mereka. Benda itu
adalah jarum-jarum hitam yang meluncur dengan cepat sekali laksana hujan.
"Pukulan 'Tameng Sakti Menerpa Hujan'!" teriak Surya sambil melompat
mengarahkan pukulan jarak jauhnya ke arah jarum-jarum beracun itu berdatangan.
Serangkum angin menderu ganas memporak-porandakan jarum-jarum beracun
tersebut. Tidak sampai di situ saja gerakan Surya, tangan kirinya segera
melepaskan pukulan sakti yang lain ke arah sumber datangnya jarum-jarum beracun
tadi berasal. "Pukulan 'Naga Langit Melebur Batu Karang'!"
Selarik sinar putih melesat menuju batu besar.
Blaarrr ... !!!
Batu itu hancur berkeping-keping berantakan. Debu tebal membumbung tinggi
akibat hancurnya batu besar yang terkena pukulan jarak jauh Surya yang bernama
Pukulan 'Naga Langit Melebur Batu Karang'.
Dari debu yang membumbung melesat bayangan biru yang tiba-tiba berdiri di
depan Surya dan Panji dalam beberapa langkah.
Dialah Dewi Lembah Tengkorak!
Sebenarnya waktu Surya melepaskan pukulan naga langit melebur batu karang
membuat Panji tersentak kaget karena Pukulan 'Naga Langit Melebur Batu Karang'
adalah salah satu pukulan saktinya dalam rangkaian Ilmu 'Naga Sakti'. Dalam hati
Panji bertanya-tanya bagaimana mungkin Pendekar Pedang Matahari memiliki pukulan
sakti tersebut, jelas ini sangat membingungkan hati Panji. Tapi Panji
menghiraukan rasa
e-bukugratis.blogspot.com
bingungnya itu dulu karena ini bukan saatnya untuk mencari tahu semua itu. Di
hadapannya kini berdiri pimpinan Partai Lembah Tengkorak.
"Ha-ha-ha-ha! Nyali kalian besar juga berani mengejarku sampai disini!" ucap
Dewi Lembah Tengkorak dengan tatapan mata yang sangat tajam menggetarkan hati
siapa saja yang melihatnya.
"Huh! Hari ini akan kuhentikan kekejamanmu, Dewi Lembah Tengkorak!" ucap
Surya tandas. Tatapan matanya tak kalah tajam dengan tatapan Dewi Lembah
Tengkorak. "Ha-ha-ha-ha! Pendekar Pedang Matahari. Aku tahu kau tak akan sanggup
melawanku. Sebaiknya lekas minggat dari hadapanku."
"Oh ya?"
"Aku tahu semua Ilmu 'Matahari'-mu sudah musnah karena kau telah melanggar
pantangan! Benarkan kataku?" seru Dewi Lembah Tengkorak.
"Ekh"!" Surya tersentak kaget mendengar itu. "Dari mana dia tahu kalau Ilmu
'Matahari'-ku sudah musnah?" batin Surya dalam hati.
"Ha-ha-ha-ha! Kenapa" Apa kau kaget aku tahu ilmumu sudah musnah" Ha-ha-ha-
ha!" Surya terdiam tidak bisa berkata apa-apa. Memang benar apa yang dikatakan Dewi
Lembah Tengkorak. Ilmu 'Matahari'-nya memang sudah musnah karena melanggar
pantangan. Tapi Dewi Lembah Tengkorak tidak mengetahui kalau ilmu Surya tidak
semuanya ikut musnah, masih ada Ilmu 'Sembilan Bulan' yang kekuatannya setingkat
dengan Ilmu 'Matahari' karena Ilmu 'Sembilan Bulan' adalah pasangan dari Ilmu
'Sembilan Matahari'.
Surya menatap tajam Dewi Lembah Tengkorak.
"Biar aku yang menghadapinya, Kisanak!" ucap Panji tiba-tiba sambil memegang
pundak Surya. Surya menoleh ke arah Pendekar Naga Putih.
"Baiklah! Hati-hati," ucap Surya mengangguk sedikit.
Panji mengangguk lalu maju dua tindak ke depan.
"Aku yang akan melawanmu!" seru Panji tenang.
"Hmmm. Pendekar Naga Putih ! Ilmu 'Naga Sakti'-mu sudah kuketahui
kelemahannya. Majulah! Akan kukirim kau ke neraka menyusul Gurumu!" tandas
sekali ucapan Dewi Lembah Tengkorak. Jelas tujuannya untuk memancing amarah
Pendekar Naga Putih. Panji tersenyum tipis menanggapi pancingan Dewi Lembah Tengkorak.
"Hehh! Aku takut malah kau yang nanti bertemu setan neraka duluan!" ucap Panji
tenang. "Huh! Sombong kau, Bocah! Rasakan jurusku!" teriak Dewi Lembah Tengkorak
murka. Dengan gerakan bagai kilat Dewi Lembah Tengkorak melesat menerjang dengan
mengarahkan pukulannya ke arah kepala Panji. Serangkum angin yang menderu
kencang juga mengikuti gerakan pukulan Dewi Lembah Tengkorak, ini menunjukkan
pukulan Dewi Lembah Tengkorak di sertai pengerahan tenaga dalam yang tinggi.
e-bukugratis.blogspot.com
Panji dengan gesit berkelit memiringkan kepalanya ke samping namun angin yang
menderu dahsyat harus membuatnya melompat ke atas untuk menghindari terjangan
tenaga dalam Dewi Lembah Tengkorak. Tiba-tiba serangan Dewi Lembah Tengkorak
berubah arah ke samping dimana Panji menghindar, tentu saja ini mengejutkan
Panji. Namun dengan gerakan cepat Panji mau tidak mau harus menangkis pukulan Dewi
Lembah Tengkorak.
Diegkh ... !! Dua tangan bertenaga dalam tinggi beradu di udara. Mereka sama-sama terpental ke
belakang akibat beradu tenaga dalam. Panji manis sekali menjejakkan kakinya di
tanah tanpa terpengaruh benturan tenaga dalam tadi. Sedang Dewi Lembah Tengkorak
agak limbung begitu menjejakan kaki di tanah. Ini menunjukkan bahwa tenaga dalam
Panji sedikit lebih unggul di atas Dewi Lembah Tengkorak.
"Hyaaaatt!!"
"Hiaaaatt!!"
Dengan teriakan nyaring dua pendekar kelas atas melesat melancarkan jurus-jurus
tingkat tinggi yang mereka kuasai. Jika dilihat pertarungan mereka seimbang
karena belum ada yang terdesak sejauh ini, tapi tiba-tiba dari arah pohon tak
jauh dari mereka bertarung melesat sinar merah darah menerjang Panji dan ini
tidak di sadari Panji sama sekali. Sesaat sinar merah darah hampir mengenai
tubuh Panji tiba-tiba dari arah samping melesat sinar putih cepat sekali
membelokkan arah sinar merah darah tadi yang hampir mengenai Panji.
Duaaarr ... !!!
Ledakan dahsyat mengguncang tempat itu sehingga tempat itu laksana di terjang
gempa, sebuah batu besar hancur berantakan terkena sinar merah darah yang di
belokkan arahnya oleh sinar putih.
Panji melompat mundur beberapa langkah tepat di samping Surya.
"Terima kasih kau sudah menolongku!" ucap Panji cepat karena dia tahu siapa yang
telah melancarkan sinar putih dan membelokkan sinar merah yang hampir saja
mencelakai dirinya.
"Pengecut!" maki Surya geram karena ada seseorang yang membokong Panji dari
suatu tempat yang tidak terlihat. Itu adalah tindakan licik dan pengecut.
Serangan secara membokong begitu adalah cara-cara yang dilakukan oleh orang-
orang yang berjiwa picik serta pengecut. Mereka rata-rata menghalalkan segala
cara agar lawan bisa kalah bahkan tewas jika perlu. Sungguh tindakan yang tidak
bisa di toleransi, Surya sangat membenci orang-orang yang berlaku curang seperti
tadi. "Ha-ha-ha-ha! Kau beruntung bisa selamat dari Pukulan 'Ular Merah'-ku, Pendekar
Naga Putih!" terdengar suara membahana dari empat penjuru di sertai tenaga dalam
tinggi. Lalu tak berapa lama muncul seseorang dari balik pohon dan berdiri di
samping Dewi Lembah Tengkorak. Seorang pemuda yang berumur 30 tahunan dengan
memakai baju bagus warna coklat hitam dan berbelangkon di kepala. Sebilah pedang
tersampir di pinggangnya.
e-bukugratis.blogspot.com
"Hari ini kalian akan aku lenyapkan dari muka bumi ini. Akan aku balaskan
dendam Guru serta saudara-saudaraku yang telah kalian bunuh ! Aku bersumpah pada
Guru dan saudara-saudaraku!" ucap pria itu dengan dingin sekali, matanya tajam
sekali seolah ingin melumat sampai hancur pada dua orang di depannya itu. Jelas
sekali matanya menyiratkan kemarahan dan api dendam yang begitu membara.
"Kakang!" seru Dewi Lembah Tengkorak tersenyum senang melihat pria yang
berdiri di sampingnya.
"Siapa kau Kisanak?" seru Surya cepat pada orang yang baru datang tersebut.
"Huh! Pendekar Pedang Matahari. Kau harus mati di tanganku! Akan kukorek
jantungmu untuk menebus kematian Guru dan saudara-saudaraku yang telah kau
bunuh!" dingin sekali ucapan orang itu dengan tatapan mata yang begitu tajam menusuk
hati. "Aku Bagus Sampurno! Aku adalah murid Datuk Pulau Ular dan adik ke Lima Kelabang
Ireng!" lanjutnya.
Surya dan Panji terdiam mendengar hal itu. Tidak di sangka kalau ada murid Datuk
Pulau Ular dan adik dari Lima Kelabang Ireng yang telah mereka binasakan kini
datang untuk menuntut balas atas kematian Guru dan saudara-saudaranya.
"Pendekar Pedang Matahari! Rasakan seranganku! Hiaaaaatt!" teriak Bagus
Sampurno keras langsung melesat cepat menerjang Surya.
Dewi Lembah Tengkorak pun juga ikut melesat menerjang Pendekar Naga Putih.
Pertarungan empat orang yang memiliki ilmu dan jurus-jurus tingkat tinggi
berlangsung sangat sengit. Panji menghadapi serangan Dewi Lembah Tengkorak
dengan menggunakan jurus 'Naga Sakti'-nya, 'Tenaga Dalam Gerhana Bulan'-nya
tampak melindungi tubuh Panji, seketika tempat itu menjadi dingin akibat 'Tenaga Dalam
Gerhana Bulan' yang dikeluarkan oleh Panji. Tubuh Panji mengeluarkan sinar
keperakan berhawa dingin.
Surya menyambut serangan ganas Bagus Sampurno menggunak rangkaian jurus
'Sembilan Langkah Ajaib' dengan 'Tenaga Dalam Ilmu Sembilan Bulan'. Seketika
tubuh Surya mengeluarkan hawa dingin juga sama seperti yang dikeluarkan Panji
tapi bedanya tubuh Panji diselimuti sinar keperakan karena mengeluarkan 'Tenaga
Dalam Gerhana Bulan' sedang tubuh Surya tidak mengeluarkan cahaya keperakan
seperti Panji. Namun yang nampak berubah pada diri Surya adalah rambut Surya
berubah jadi berwarna kuning keemasan. Inilah wujud Surya jika berubah menjadi
Pangeran Es bila menggunakan Ilmu
'Sembilan Bulan'. Tiap kali Surya menggunakan tenaga dalam dari 'Sembilan Bulan'
maka Surya akan berubah menjadi Pangeran Es dimana rambut Surya menjadi berwarna
kuning keemasan. Bila menggunakan tenaga dalam Ilmu 'Sembilan Matahari' maka
Surya berubah menjadi Pangeran Matahari yang tidak mengeluarkan ciri seperti
Pangeran Es. Dua hawa dingin yang bersatu menyebabkan tempat pertarungan itu menjadi dingin
sedingin salju di kutub. Bagus Sampurno yang menyangka kalau lawannya yaitu
Pendekar Pedang Matahari telah musnah ilmunya jadi terperanjat kaget karena
tidak menyangka lawanya masih mampu mengimbangi setiap serangannya. Bahkan
sampai jurus ke delapan puluh dia belum mampu mendesak Surya malah dia yang berkali-


Pendekar Pedang Matahari 4 Neraka Lembah Tengkorak di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kali e-bukugratis.blogspot.com
kena pukulan balasan Surya. Bagus Sampurno dengan gerakan cepat melompat ke
belakang menjauh dari Surya. Dia berdiri dengan tatapan mata tajam ke arah
Surya. "Hebat juga kau. Ilmu apa yang kau gunakan itu" Bukakan ilmumu sudah
musnah?" seru Bagus Sampurno penasaran.
Surya tersenyum sinis dan dingin.
"Kau kira semua ilmuku musnah. Heh, tidak semua ilmuku musnah. Apa kau ingin
tahu ilmu apa yang kugunakan sekarang?"
"Katakan saja, bangsat!"
Surya kembali tersenyum sinis.
"Apa kau pernah mendengar Ilmu 'Sembilan Bulan'" Itulah ilmu yang aku gunakan
sekarang!"
"Ekh"! Apa"!" Bagus Sampurno terperanjat kaget bukan main mendengar nama
Ilmu 'Sembilan Bulan'. Bagus Sampurno tidak menyangka Pendekar Pedang Matahari
memiliki ilmu langka yang hampir punah tersebut. Bagus Sampurno jadi teringat
ucapan Gurunya dulu.
"Ilmu 'Sembilan Bulan' adalah sumber kekuatan dari ilmu-ilmu Ular yang Guru
miliki. Semua ilmuku akan sangat tidak berdaya bila berhadapan dengan orang yang
memiliki Ilmu 'Sembilan Bulan' secara sempurna. Di dunia ini hanya tiga orang
yang memiliki Ilmu 'Sembilan Bulan' secara sempurna yaitu Pangeran Es, Putri
Bulan dan raja dari segala bangsa siluman yaitu Ksatria Naga Emas. Tapi ... "
Datuk Pulau Ular menghentikan ucapannya sejenak lalu mulai buka suara lagi.
"Tapi tiga orang itu sudah tidak akan muncul lagi di dunia ini. Pangeran Es dan
Putri Bulan sudah menghilang 200 tahun yang lalu sedangkan Ksatria Naga Emas
adalah raja dari segala siluman di dunia tidak akan mengganggu manusia karena
itu adalah larangan baginya. Jadi tidak akan ada yang bisa menghalangi ilmu
'Ular'-ku," ucap Datuk Pulau Ular.
Bagus Sampurno terngiang ucapan Gurunya itu. Dia menatap tajam Surya dengan
seribu pertanyaan di hatinya.
"Dari mana Pendekar Pedang Matahari bisa mendapatkan Ilmu 'Sembilan Bulan'
itu" Bukankah Ilmu 'Sembilan Bulan' adalah ilmu yang berlawanan dengan Ilmu
'Matahari' yang dimilikinya. Ini sungguh tidak masuk akal. Lebih baik aku
menghindar saja dari pada aku celaka," batin Bagus Sampurno dalam hati.
Bagus Sampurno mengedarkan pandangannya ke sekeliling, rupanya tanpa dia
sadari semua orang golongan putih sudah berdatangan mengurung tempat itu. Tidak
ada jalan baginya untuk kabur.
"Bangsat! Tidak celah untuk kabur dari sini. Lebih baik adu nyawa dengan
Pendekar Pedang Matahari!" batin Bagus Sampurno geram.
"Pendekar Pedang Matahari. Aku beradu kesaktian denganmu! Bersiaplah!" seru
Bagus Sampurno lantang.
Surya tersenyun sinis.
"Akan kulayani! Keluarkan semua kesaktianmu!" balas Surya dengan tenang.
e-bukugratis.blogspot.com
Bagus Sampurno menyatukan telapak tangannya di depan dada sambil mulutnya
komat-kamit merapal ajian yang hendak di keluarkannya. Badannya agak merunduk
lalu kedua tangannya di tarik kesamping tubuhnya dengan terkepal, kaki kanan
sedikit di tarik ke belakang. Tatapan matanya tajam lurus menatap Surya.
Surya merentangkan tangan kanannya lurus kesamping, tangan kirinya terbuka di
depan dada, tangan kanannya di tarik kebelakan lalu di putar ke depan di barengi
kaki kanan mundur ke belakang.
Mereka bersamaan memukulkan tangan kanan mereka ke depan di ikuti teriakan
lantang. "Pukulan 'Ular Merah'!"
"Pukulan 'Gerhana Bulan'!"
Dari kepalan tangan Bagus Sampurno yang berwarna merah membara tanda Bagus
Sampurno mengerahkan seluruh tenaga dalam penuh melesat sinar merah darah ke
arah Surya. Sedangkan kepalan Surya yang berwarna keemasan juga melesat sinar
kuning keemasan ke arah Bagus Sampurno. Dua sinar tersebut bertemu di udara dalam satu
titik. Dieesss!! Blaaarr!! Duaaarr!! Ledakan dahsyat mengguncang tempat itu saat dua sinar pukulan sakti beradu di
udara dalam satu titik. Dua sinar beradu di udara itu menimbulkan percikan bunga
api ke segala arah. Benar-benar dua kekuatan dahsyat yang saling tindih menindih
saling mengalahkan. Hingga akhirnya sinar kuning keemasan mampu mendorong sinar
merah darah lalu melabrak dada Bagus Sampurno.
"Aaakhh ... !!" jerit Bagus Sampurno menyayat hati terkena sinar kuning keemasan
Pukulan 'Gerhana Bulan'.
Tubuh Bagus Sampurno terpental jauh ke belakang tiga tombak, tenaga dorongan
masih terasa menyeret tubuh Bagus Sampurno, baru berhenti setelah menabrak pohon
hingga tumbang. Bagus Sampurno tewas seketika dengan sekujur tubuh pucat
membeku. Itulah akibat yang ditimbulkan dari Pukulan 'Gerhana Bulan', membuat lawan yang
terkena pukulan itu akan langsung membeku kaku.
Surya sendiri bukannya tidak apa-apa tapi Surya juga terserek dua langkah ke
belakang lalu jatuh berlutut dan muntah darah, tanda Surya juga mengalami luka
dalam akibat efek beradunya dua pukulan sakti tadi. Surya segera menotok
beberapa tempat di dadanya kemudian bersila mengalirkan hawa murni guna
menyembuhkan luka dalam
yang dia alami.
Di tempat lain, pertarungan Panji dengan Dewi Lembah Tengkorak juga sudah
sampai penggunaan pukulan-pukulan sakti mereka. Jeritan Bagus Sampurno membuat
Dewi Lembah Tengkorak kaget dan ini mengakibatkan fatal bagi dirinya, karena
kelengahannya itu sebuah sinar putih Pukulan 'Naga Langit Meluruk Bumi' langsung
menghantam tubuh Dewi lembah tengkoraj.
"Aaakhh ... !!" jerit Dewi Lembah Tengkorak menggidikkan bulu kuduk yang
mendengarkan. e-bukugratis.blogspot.com
Tak ayal lagi Dewi Lembah Tengkorak langsung terpental ke belakang terkena
sapuan pukulan sakti tingkat tinggi milik Panji. Tubuh Dewi Lembah Tengkorak
menabrak batu besar hingga hancur dan langsung tewas seketika.
Panji segera bersila mengalirkan hawa murni di dadanya guna meredam getaran
akibat dari efek beradunya dua pukulan hebat tersebut.
"Kakang!!" seru Kenanga panik langsung menghampiri Panji.
"Surya!!" seru Intan Ayu cepat menghampiri Surya yang tengah mengalirkan hawa
murni di tubuhnya.
"Intan!" seru Eyang Rakanini dan Lestari.
Mereka menghampiri Intan Ayu yang berada di samping Surya.
"Eyang! Kak Lestari!" ucap Intan Ayu menoleh ke arah Rakanini dan Lestari.
"Kenapa kau bisa ada disini intan" Kau pergi dari Perguruan lagi?" ucap Lestari
memarahi Intan Ayu.
"Surya, kau baik-baik saja?" ucap Ki Wanengpati setelah melihat Surya membuka
matanya. Surya menatap Ki Wanengpati lalu menggeleng pelan.
"Aku tidak apa-apa."
"Surya. Kamu tidak apa-apakan?" seru Intan Ayu cemas.
Surya tersenyum lembut lalu menggeleng pelan.
"Kau sendiri tidak terluka, kan?" tanya Surya kalem.
"Tidak! Aku tidak apa-apa," sahut Intan Ayu menggeleng cepat.
"Intan!" seru Lestari.
Surya menoleh ke arah arah gadis cantik yang bernama Lestari itu, Surya
tersenyum lembut ketika Lestari melihat dirinya. Tampak Lestari jadi kikuk
melihat Surya yang juga menatap dirinya, buru-buru Lestari membuang muka
menghindari tatapan langsung
dengan Surya. "Intan. Ayo pulang!" seru Eyang Rakanini.
Intan menatap Surya sejenak seolah enggan berpisah dengan pemuda yang sudah
sangat dekat dengan dirinya itu.
Surya diam saja tidak pedulikan Intan Ayu yang menatap dirinya karena merasa
berat untuk berpisah. Surya malah menghampiri Ki Wanengpati.
"Kita pergi, Ki!" ucap Surya.
Ki Wanengpati mengangguk cepat. Surya dan Ki Wanengpati segera melesat cepat
meninggalkan tempat tesebut.
"Surya!" teriak Intan Ayu cepat coba mencegah Surya namun Surya sudah hilang
dari tempatnya bersama Ki Wanengpati.
Satu persatu semua orang yang berada di Lembah Tengkorak melangkah pergi dari
tempat tersebut meninggalkan reruntuhan bangunan di Lembah Tengkorak tersebut.
--TAMAT-- SEGERA HADIR KISAH PENDEKAR PEDANG MATAHARI DALAM EPISODE :
"PRAHARA DARAH BIRU"
e-bukugratis.blogspot.com
Manusia Penyebar Kutuk 3 Dewa Linglung 22 Dedemit Rimba Dandaka Suling Emas 11
^