Pedang Kawa Hijau 2
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau Bagian 2
heran dengan pengetahuan Sekar yang
begitu luas. Wajar saja bila putri seorang
Empu Pembuat Pusaka, bisa mengetahui
tentang kerajaan segala. Dan yang pasti,
tidak sedikit para pembesar yang pernah
memesan senjata pusaka pada ayah gadis
ini. "Kau... berdiri," perintah Sekar
seraya menunjuk salah seorang yang
berada tepat di depannya.
Perlahan orang itu bangkit berdiri,
tapi kepalanya tetap tertunduk. Sementara, kedua tangannya me-nyatu di
bawah perut. Tubuhnya agak sedikit
terbung-kuk, seperti seorang pesuruh
yang sedang menghadap majikannya.
"Siapa namamu, dan kalian semua?" tanya Sekar lagi.
"Kampar. Dan mereka, Gandil,
Gadok dan Buling," sahut orang yang
bernama Kampar, sambil memperkenalkan ketiga temannya.
"Ceritakani
Siapa kalian sebenarnya, dan kenapa bisa jadi seperti
ini...," pinta Sekar
"Ceritanya panjang, Nini...."
"Ceritakan saja."
*** 5 "Mulanya kami berjumlah dua
puluh orang...," Kampar memulai.
"Teruskan," pinta Sekar.
"Kami memang para petugas pengawal pengantar barang kerajaan.
Sudah menjadi bagian dari tugas kami,
menghadapi rintangan dan bahaya yang
menghadang. Dan selama lebih sepuluh
tahun, semuanya bisa diatasi. Bahkan
pihak kerajaan sudah mempercayai kami
untuk mengawal barang-barang berharga,
Tapi, yaaah.... Semua itu hancur seketika
setelah kejadian itu...," lanjut Kampar.
"Kejadian apa?" tanya Bayu.
"Saat itu, kami sedang bertugas
mengawal dua orang panglima yang
membawa satu peti penuh barang berupa
emas. Saat melewati kaki Gunung Anjar,
kami diserang sekelompok orang yang
berjumlah empat kali lipat dari kami
semua. Banyak teman kami yang tewas.
Bahkan kedua panglima itu juga tewas.
Hanya aku dan ketiga temanku ini yang
berhasil lolos."
"Hm...," gumam Bayu periahan.
"Sejak peristiwa itu, kami tidak
berani lagi menampakkan diri. Kami tahu,
sekarang ini menjadi buronan pihak
kerajaan. Mereka pasti menyangka kami
yang merampok barang-barang itu,"
sambung Kampar.
"Seharusnya kau laporkan kejadian
itu," saran Bayu.
"Kami tidak sudi digantung. Walaupun itu musibah, tapi Gusti Prabu
pasti tidak mau tahu. Beliau pasti
meminta barang-barangnya
kembali. Sedangkan...."
"Kenapa?"
"Mustahil kami berempat bisa
mengembalikan barang-barang itu, karena yang merampok adalah orangorang Kala Putih."
"Siapa..."!"
Sekar terbeliak mendengar nama Kala Putih.
"Lagi-lagi Kala Putih...," desis Bayu
agak menggeram suaranya.
"Apakah Kisanak dan Nisanak
berurusan juga dengan Kala Putih?" tanya
Kampar. "Ayahku tewas di tangannya. Dan
sekarang, adikku menjadi tawanannya,"
sahut Sekar agak mendesis.
Beberapa saat mereka jadi terdiam.
"Boleh kami ikut bersama kalian...?"
pinta Kampar agak ragu-ragu.
Bayu dan Sekar tidak segera
menjawab. Saat itu, Kampar dan ketiga
temannya sudah kembali duduk bersila.
Mereka memunggut golok masing-masing,
dan golok yang berada di dalam
genggaman tangan kanan, ditempelkan ke
ujung jari telunjuk kirinya.
"Kami bersumpah untuk selalu
setia," janji Kampar, diikuti ketiga
temannya. "Heh..."!
Apa yang kalian lakukan...?" sentak Bayu.
Tapi belum juga hilang suara
Pendekar Pulau Neraka, mereka sudah
mengiris ujung jarinya dengan golok.
Darah seketika mengucur keluar dari
ujung jari yang teriris. Dan mereka
langsung menyatukan jari yang berdarah
itu. "Edan...!" desis Bayu
"Itu tanda kesetiaan yang mereka
tunjukkan, Kakang," jelas Sekar.
'Tapi, kenapa dengan cara seperti
itu?" "Mereka akan terhina jika kau
menolak tanda kesetiaannya. Mereka
lebih baik mati daripada ditolak."
Bayu jadi garuk-garuk kepalanya
yang tidak gatal. Sementara, keempat
orang itu sudah bangkit berdiri. Mereka
kemudian mengulurkan tangan yang
berlumuran darah kepada Pendekar Pulau
Neraka. Sejenak pemuda berbaju kulit
harimau itu memandangi, tapi Sekar
cepat mengambil tangan kanan Bayu, dan
diulurkan ke depan. Saat itu juga,
keempat orang laki-laki ini menempelkan
tangan yang berlumuran darah, menggenggam tangan kanan Pendekar
Pulau Neraka. Mereka melepaskan tangan Bayu,
kemudian berlutut di depannya. Lalu,
mereka bersujud menempelkan kening di
tanah. Bayu hanya diam memperhatikan
saja. Setelah itu, keempat orang ini
kembali bangkit berdiri.
"Demi Dewata yang bersemayam di
Kahyangan, kami rela menyabung nyawa
demi junjungan," ucap Kampar diikuti
ketiga temannya.
"Kalian terlalu berlebihan," desis
Bayu. "Mereka akan mengikuti semua
perintahmu, Kakang," jelas Sekar.
Bayu hanya menghembuskan napas
saja, dan tidak bisa lagi menolak Dan dia
harus menghormati sumpah setia yang
telah dilakukan empat orang ini.
*** Mendapatkan tambahan orang, memang tidak ada ruginya. Sejak adanya
empat orang itu, Bayu jadi jarang
mengeluarkan tenaga jika kebetulan
dicegat orang-orang Kala Putih. Dan
memang, semakin dekat dengan lembah
tempat tinggal Kala Putih, semakin sering
saja terjadi bentrokan. Bahkan pertumpahan darah pun tak dapat
dihindari lagi. Tapi hal ini sebenarnya
tidak diinginkan Pendekar Pulau Neraka.
Hingga akhirnya mereka sampai di
tepi lembah yang cukup luas. Pemandangan di lembah ini begitu indah.
Tapi di balik semua keindahan itu,
tersimpan sejuta bahaya mengancam.
Bayu berdiri tegak memandang ke arah
lembah itu. Sementara, di samping
kanannya berdiri Sekar. Sedangkan di
belakang mereka, berjajar empat orang
laki-laki bertampang kasar yang telah
mengangkat sumpah setia untuk Pendekar Pulau Neraka.
"Kau lihat, Sekar. Setiap jengkal
lembah ini dijaga ketat," kata Bayu sambil
menunjuk ke arah lembah di depan
mereka. "Apa pun bahayanya, kita harus
masuk ke sana, Kakang," tegas Sekar
bertekad. 'Tapi tidak dengan cara serampangan," kata Bayu lagi.
Sekar terdiam. Bisa dimengerti
maksud Pendekar Pulau Neraka. Kekuatan yang mereka miliki memang
tidak sebanding, bila dilihat dari kekuatan
yang dimiliki Kala Putih. Entah, berapa
banyak pengikut Kala Putih. Di dalam
hati kecilnya, sebenarnya Sekar juga tidak
yakin bisa menembus penjagaan yang
begitu ketat Gadis itu menatap lurus tak
berkedip ke arah bangunan besar yang
dikelilingi tembok batu bagai benteng. Di
dalam bangunan itulah Kala Putih
bertempat tinggal, seperti berada di dalam
sebuah istana kecil di tengah-tengah
lembah yang indah dan luas ini. Sementara
Gunung Anjar yang melatarbelakangi lembah ini, terlihat
begitu angkuh, menjulang tinggi bagai
hendak menembus langit.
Sementara itu, hari sudah menjelang senja. Matahari sudah begitu
condong ke arah Barat Sinarnya tidak lagi
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terik membakar seperti tadi. Rona merah
yang membias, menambah indahnya
pemandangan alam di sekitar lembah ini.
Tampak kabut mulai merayap turun dari
Puncak Gunung Anjar. Udara pun mulai
terasa dingin, menyusup sampai ke
tulang. "Sebaiknya, kita istirahat di sini
sambil memildrkan cara untuk masuk ke
sana," ujar Bayu, periahan suaranya.
"Apa tidak terlalu berbahaya berada
di sini, Kakang?" tanya Sekar.
Belum juga Bayu sempat menjawab
pertanyaan gadis itu, tiba-tiba saja
mereka dikejutkan suara tawa yang
datang dari belakang. Mereka langsung
berbalik, dan terkejut begitu tiba-tiba di
depan mereka kini telah berdiri seorang
laki-laki berbaju kuning gading. Tubuh-
nya kurus, dan kepalanya botak. Tanpa
selembar rambut pun menghiasi.
Tak ada satu senjata pun terlihat,
kecuali seuntai kalung dari batu hitam
yang tergenggam di tangan kanannya.
Jari-jari tangan yang kurus seperti tulang
berbalut kulit, lincah mempermainkan
untaian baru hitam itu. Dia berdiri sekitar
empat batang tombak jauhnya.
"Kalian menyingkirlah," ujar Bayu.
Pendekar Pulau Neraka pernah
melihat orang tua berjubah kuning ini di
kedai, saat mereka beristirahat mengisi
perut. Memang, saat itu mereka tidak
bertegur sapa. Tapi Bayu selalu memperhatikannya
dari sudut ekor matanya, kalau orang tua berjubah
kuning ini tidak lepas mengamati Sekar.
Dan sekarang, dia muncul lagi secara
mengejutkan. Dari kemunculannya saja,
Bayu sudah bisa mengira kalau orang tua
ini memiliki tingkat kepandaian tinggi.
Itulah sebabnya, Pendekar Pulau Neraka
menyuruh Sekar dan empat orang yang
mengikutinya menyingkir.
"He he he.... Kita bertemu lagi,
Pendekar Pulau Neraka," kata orang
berjubah kuning itu diiringi tawanya yang
terkekeh. "Ya! Meskipun tidak sempat bertegur sapa," sambut Bayu kalem.
"He he he...," kembali orang tua
berjubah kuning itu terkekeh.
Dia melangkah ringan mendekati
Pendekar Pulau Neraka. Sementara, Sekar
dan empat orang laki-laki yang ikut
bersamanya, sudah menyingkir ke tempat
yang cukup aman. Sedangkan laki-laki
tua berjubah kuning gading itu sudah
berhenti setelah jaraknya tinggal beberapa
langkah lagi di depan Bayu. Gerakan
kakinya saat melangkah tadi, begitu
ringan. Sehingga, tak terdengar suara
sedikit pun. Dan Bayu semakin yakin
kalau orang tua ini memiliki kepandaian
yang tidak bisa dianggap enteng.
"Boleh aku tahu, siapa sebenarnya
Kisanak ini...?" masih terdengar kalem
suara Bayu. "Orang-orang menyebutku Pendeta
Laba-laba. Padahal, aku bukan seorang
pendeta. Bahkan tidak memiliki puri satu
pun juga," orang tua itu memperkenalkan
diri. "Pendeta Laba-laba...," desis Bayu
agak menggumam.
Pendekar Pulau Neraka kembali
mengamati orang tua berjubah kuning di
depannya dari ujung kepala hingga ke
ujung kakinya. Keningnya sedikit berkerut saat memperhatikan. Orang tua
ini memang lebih tepat dikatakan pendeta
dengan penampilan demikian. Tapi, dia
tidak mengakui kalau dirinya seorang
pendeta. "Dari mana kau bisa tahu namaku,
Pendeta Laba-laba?" tanya Bayu lagi.
"Hanya orang tolol yang tidak
mengenalimu, Pendekar Pulau Neraka,"
sahut Pendeta Laba-laba.
"Lalu, kenapa kau mengikutiku?"
tanya Bayu lagi.
"Aku tidak mengikutimu. Tapi,
mengikuti gadis itu. Kebetulan saja kau
bersamanya,"
Pendeta Laba-laba menunjuk Sekar yang didampingi empat
orang laki-laki bersenjata golok.
"Hm...," gumam Bayu periahan
sambil melirik sedikit pada Sekar yang
berada di tempat cukup aman.
Kembali Bayu melemparkan pandangan pada orang tua berjubah
kuning di depannya. Dia belum tahu, apa
maksud orang tua ini membuntuti Sekar.
Apakah karena pedang yang dibawa
Sekar, seperti yang diinginkan Kala
Putih..." "Untuk apa kau membuntutinya?"
tanya Bayu ingin tahu.
"He he he.... Semua orang sudah
tahu, gadis itu membawa Pedang Kawa
Hijau. Rasanya terlalu bodoh kalau tidak
ikut dalam periombaan ini," sahut
Pendeta Laba-laba diiringi tawanya yang
terkekeh. "O..." Jadi kau juga berminat pada
pedang itu...?" agak sinis nada suara
Bayu, setelah tahu maksud Pendeta Labalaba ini.
"Aku rasa, kau juga berminat,
Pendekar Pulau Neraka."
"Sayang sekali. Aku sama sekah
tidak tertarik," dengus Bayu kurang
senang. "Oh, ya..." Juga dengan kemolekannya...?"
"Apa maksudmu, Kisanak...?"
"Gadis itu cantik sekali. Dan kau
masih cukup muda, Pendekar Pulau
Neraka. Aku rasa kau laki-laki waras
yang...." "Cukup...!" bentak Bayu cepat
memutuskan kalimat Pendeta Laba-laba.
"He he he.... Kau memang pandai
dengan cara pendekatan seperti itu.
Sayang sekali, kita bertemu dalam
suasana yang tidak menyenangkan ini.
Maaf, aku terpaksa harus menyingkirkanmu lebih dahulu," kata
Pendeta Laba-laba, mengandung ancaman, Setelah berkata demikian, laki-laki
tua berjubah kuning ini segera menggeser
kakinya ke kanan beberapa langkah.
Tatapan matanya begitu tajam, menyorot
langsung ke bola mata pemuda berbaju
kulit harimau di depannya. Seakan-akan,
dia sedang mengukur tingkat kepandaian
yang dimiliki pendekar muda ini.
"Hup!"
Cepat sekali Pendeta Laba-laba
menggerakkan kedua tangannya di depan
dada. Kemudian sambil berteriak keras
menggelegar, dia melompat menerjang
Pendekar Pulau Neraka. Satu pukulan
keras dilepaskan ke arah dada pemuda
berbaju kulit harimau itu, disertai
pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hiyaaa...!"
"Ufs! Yeaaah...!"
*** Tapi manis sekali Bayu memiringkan tubuh ke kiri. Sehingga,
serangan Pendeta Laba-laba tidak sampai
menghantam dadanya. Dan begitu pukulan laki-laki tua berjubah kuning itu
lewat, cepat sekali Pendekar Pulau Neraka
mengibaskan tangan kirinya, menyodok
ke arah perut "Hih!"
"Hup!"
Pendeta Laba-laba bergegas menarik kakinya ke belakang, dan
langsung melentingkan tubuh ke belakang sejauh beberapa langkah. Dan
begitu kakinya menjejak tanah, cepat
sekali kedua tangannya dihentakkan ke
depan dengan jari-jari tangan terbuka
lebar. Pada saat itu, dari telapak
tangannya yang terbuka keluar seratserat putih yang meluncur deras ke arah
Pendekar Pulau Neraka. Rupanya, si
Pendeta Laba-laba langsung mengeluarkan jurus andalannya yang
bernama jurus 'Jaring Maut'.
Rrrt...! "Hiyaaa...!"
Cepat sekali Bayu melentingkan
tubuhnya ke udara, menghindari terjangan serat-serat putih seperti jaring
laba-laba itu. Beberapa kali dia melakukan putaran di udara, lalu manis
sekali kakinya hinggap di atas dahan
pohon. Maka, serat-serat putih itu hanya
menghantam sebongkah batu yang cukup
besar. Glarrr...! "Gila...!" desis Bayu terkejut.
Batu itu seketika hancur berkeping
keping tersambar ujung serat putih yang
keluar dari telapak tangan si Pendeta
Laba-laba. Dahsyat sekali jurus ' Jaring
Maut itu! Bisa dibayangkan jika menghantam tubuh manusia. Pasti bakal
hancur seperti batu yang besar dan keras
itu! "Hiyaaa...!"
Pendeta
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Laba-laba kembali menghentakkan kedua tangannya ke arah
Bayu yang berada di atas pohon. Seketika
serat-serat putih itu meluruk deras. Dan
pada saat itu, Bayu sudah melentingkan
tubuhnya untuk menghindar. Kembali dia
melakukan putaran beberapa kali di
udara, sebuah kakinya menjejak tanah.
Satu ledakan keras kembali menggelegar.
Tampak pohon tempat Bayu berada tadi
hancur berkeping-keping terhantam serat
putih itu. "Ha ha ha...! Keluarkan semua
kepandaianmu, Pendekar Pulau Neraka!"
Beberapa kali Bayu terpaksa berjumpalitan menghindari serangan-
serangan serat putih itu. Suara-suara
ledakan keras menggelegar pun terdengar
saling susul. Sebentar saja, tempat di
sekitar pertarungan itu sudah porakporanda. Batu-batu dan pepohonan
hancur berkeping-keping terhantam seratserat putih yang keluar dari telapak
tangan si Pendeta Laba-laba.
"Akan kucoba menangkap serat itu,"
desis Bayu di dalam hati.
Dan ketika si Pendeta Laba-laba
kembali melancarkan serangannya, Pendekar Pulau Neraka tidak berusaha
menghindari sedikit pun. Bahkan menunggu ujung serat itu sampai. Dan
hal ini membuat si Pendeta Laba-laba jadi
agak terkejut juga.
Dan sebelum lawan sempat menyadari apa yang akan dilakukannya,
mendadak saja Pendekar Pulau Neraka
sudah mengibaskan tangan kiri.
"Hap!"
Pendekar Pulau Neraka langsung
mencekal ujung serat putih itu kuat-kuat.
Dan sambil mengerahkan kekuatan
tenaga dalam yang telah sempurna, Bayu
menghentakkan tangan kirinya ke atas
kepala. Begitu cepat tindakannya, sehingga membuat di Pendeta Laba-laba
jadi tersentak kaget. Dia tidak sempat lagi
menahan sentakannya yang begitu kuat
"Whuaaa...!"
Bagaikan selembar daun kering,
tubuh si Pendeta Laba-laba melayang ke
udara. Dan belum juga bisa menguasai
keseimbangan tubuhnya di udara, Pendekar Pulau Neraka sudah melesat ke atas
sambil melepaskan satu pukulan keras
disertai pengerahan tenaga dalam yang
sudah mencapai tingkat kesempurnaan.
"Hiyaaat..!"
Begkh! "Akh."!" Pendeta Laba-laba terpekik
keras agak tertahan.
Pukulan Pendekar Pulau Neraka
tepat menghantam lawannya. Akibatnya,
laki-laki tua berjubah kuning gading itu
terpental jauh ke belakang. Keras sekali
punggungnya menghantam pohon yang
cukup besar hingga tumbang. Pendeta
Laba-laba bergulingan beberapa kali di
tanah, lalu bergegas melompat bangkit
berdiri sambil memegangi dadanya yang
mendadak jadi terasa sesak. Darah kental
agak kehitaman tampak merembes keluar
dari sudut bibimya. Namun, tubuhnya
agak terhuyung-huyung, seakan-akan
kakinya tidak sanggup lagi menopang
berat tubuhnya.
Tangan kiri Pendeta Laba-laba
bergetar menjulur ke depan. Mulutnya
agak terbuka dengan bibir menggeletar.
Lalu, tiba-tiba saja dia jatuh terjungkal.
Sebentar si Pendeta Laba-laba masih bisa
bergerak, sesaat kemudian meregang
kaku dan diam tak berkutik lagi. Mati!
"Phuih...!" Bayu menghembuskan
napasnya yang berat.
Saat itu Sekar berlari-lari menghampiri Pendekar Pulau Neraka,
diikuti Kampar dan ketiga temannya.
Kampar mendekati tubuh Pendeta Labalaba. Diperiksanya tubuh kaku itu
sebentar, kemudian menghampiri Bayu
yang sudah didampingi Sekar.
"Dia sudah mati," kata Kampar
memberi tahu. Bayu hanya diam saja. Pandangannya segera beredar ke sekeliling. Tempat ini begitu hancur,
seperti baru saja terjadi gempa di sini.
Kemudian, ditatapnya tubuh Pendeta
Laba-laba yang terbujur tidak bernyawa
lagi. Pukulan yang dilepaskan Bayu tadi,
memang keras sekali. Terlebih, lagi
disertai pengerahan tenaga dalam penuh
dan sempurna. Akibatnya rongga dada
orang tua berjubah kuning itu hancur
seketika. Dan itulah yang membuatnya
tak bernyawa lagi.
"Ayo kita tinggalkan tempat ini,"
ajak Bayu. "Kenapa pergi, Kakang?" tanya
Sekar. "Mereka pasti mendengar suarasuara ledakan tadi. Belum saatnya
menghadapi mereka sekarang," jelas
Bayu. Tak ada yang membantah. Mereka
bergegas meninggalkan tempat itu, dengan berlari cepat mempergunakan
ilmu meringankan tubuh. Hingga, sebentar saja mereka sudah jauh dan
menghilang di dalam hutan yang cukup
lebat. Dugaan Bayu memang tepat. Begitu
mereka hilang di dalam hutan, muncul
beberapa orang di tempat itu. Mereka
tampak terkejut melihat Pendeta Labalaba tergeletak tak bernyawa lagi. Tak ada
luka terlihat di tubuhnya. Tapi, di
mulutnya penuh darah yang menggumpal. Sementara dadanya seperti
melesak ke dalam. Di antara mereka,
tampak Balika yang membawa tombak
pendek bermata tiga.
"Keparat..! Siapa yang melakukan
ini..."!" geram Balika.
Laki-laki berperawakan tinggi dengan raut wajah memancarkan kebengisan itu mengedarkan pandangan
ke sekeliling. Dia mendengus melihat
tempat sekitamya tampak porak poranda
seperti baru saja terjadi pertempuran
dahsyat. Kemudian orang-orangnya diperintahkan untuk membawa Pendeta
Laba-laba. *** 6 Brakkk! Kala Purih mengkelap marah bukan
kepalang begitu mendapat laporan dari
Balika tentang kematian Pendeta Laba-
laba. Dalam beberapa hari ini, sudah
puluhan anak buahnya yang tewas. Dan
semuanya karena berurusan merebut
Pedang Kawa Hijau dari tangan Sekar.
Tapi yang membuat Kala Putih geram,
sementara ini Sekar didampingi seorang
pendekar muda yang namanya sudah
sering terdengar. Pendekar digdaya yang
bergelar Pendekar Pulau Neraka.
"Caraka, Balika, Kandara, dan kau,
Sentanu.... Kumpulkan semua orangorang kita yang ada. Hancurkan mereka
sekarang juga!" perintah Kala Purih gusar.
"Rasanya tidak perlu kita lakukan
itu, Ki," sanggah Caraka.
"Kenapa" Kau takut...?" dengus
Kala Putih sinis.
"Kita masih memiliki senjata yang
lebih ampuh, Ki," kata Caraka lagi.
"Apa maksudmu, Caraka?"
"Anak itu."
Kala Putih terdiam. Seakan-akan
baru disadari kalau memiliki satu senjata
yang tak ada bandingnya di dunia ini.
Sudah pasti, Sekar akan datang ke sini
untuk membebaskan adiknya. Memang,
tak ada satu senjata pun di dunia ini yang
bisa mengalahkan kasih sayang dan cinta.
Sekar pasti akan melakukan apa saja
untuk membebaskan adiknya dari tawanan Kala Putih.
"Ha ha ha...!" tiba-tiba saja Kala
Putih tertawa terbahak-bahak.
"Rasanya kita tidak perlu susahsusah mencarinya, Ki. Mereka pasti akan
datang sendiri ke sini," saran Caraka lagi.
"Kau benar, Caraka. Gadis setan itu
pasti datang ke sini untuk membebaskan
adiknya," sambut Kala Putih.
"Mereka hanya enam orang, Ki.
Tidak sulit menghancurkannya," sambung
Balika. "Hm...," Kala Putih menggumam
periahan. "Bagaimana anak itu?"
"Dia menangis terus. Makannya
hanya sedikit," sahut Kandara.
"Aku tidak peduli dia mau makan
atau tidak. Yang penting, dia belum mati
sampai kakaknya datang ke sini!" dengus
Kala Putih. "Aku menjaganya baik-baik, Ki,"
tegas Kandara. "Bagus! Tapi, sebaiknya kalian juga
tetap mencari mereka. Kalau bisa, rebut
pedang itu. Rasanya, aku akan lebih
tenang kalau Pedang Kawa Hijau sudah
berada di tanganku," ujar Kala Putih lagi.
"Baik, Ki," sahut empat orang itu
serempak. "Sebaiknya, kalian pergi sekarang,"
kata Kala Putih lagi. "Dan, ingat! Selepas senja
nanti, kalian kutunggu di tempat biasa.
"Baik, Ki," sahut mereka serempak.
Tanpa ada yang membantah sedikit
pun, mereka segera beranjak pergi.
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara, Kala Putih masih tetap duduk
di kursinya sampai empat orang kepercayaannya tenggelam di balik pintu.
Dan Kini perlahan-lahan dia bangkit
berdiri, dan melangkah meninggalkan
ruangan ini. *** Sementara itu di dalam hutan yang
cukup lebat, Bayu duduk bersila di depan
api unggun bersama empat orang bekas
petugas pengawal barang kerajaan. Saat
itu, malam sudah jatuh. Udara di sekitar
hutan lereng Gunung Anjar ini begitu
dingin. Bahkan api unggun yang menyala
cukup besar ini tidak sanggup mengusir
dinginnya udara malam ini.
"Kalian lihat Sekar?" tanya Bayu.
"Tadi ke sana," sahut Kala Putih
sambil menunjuk.
"Kalian di sini saja."
Setelah berpesan, Pendekar Pulau
Neraka bangkit berdiri dan melangkah ke
arah yang ditunjuk Kala Putih. Ayunan
kakinya begitu ringan, dan tak bersuara
sedikit pun. Hutan ini begitu lebat,
sehingga suasananya begitu gelap dan
menyeramkan. Bayu terus mengayunkan
kakinya semakin jauh meninggalkan
empat orang itu.
Sampai di tempat yang penuh batu,
Bayu baru melihat Sekar tengah duduk di
atas batu memandang ke arah lembah.
Dari tempat yang cukup tinggi ini, lembah
itu memang bisa terlihat jelas. Perlahan
Bayu menghampiri dan berdiri di
belakang gadis itu. Lembut sekali
tangannya disentuhkan ke bahu.
"Oh...!" Sekar tersentak kaget.
"Maaf, aku mengejutkanmu," ucap
Bayu. 'Tidak...," sahut Sekar begitu tahu
yang menyentuh bahunya adalah Pendekar Pulau Neraka.
Bayu duduk di samping gadis itu.
Sementara Sekar menggeser sedikit
duduknya, memberi tempat pada Pendekar Pulau Neraka. Mereka terdiam
sambil memandang ke arah lembah yang
bermandikan cahaya api obor. Suasana di
lembah itu terlihat cukup semarak,
seperti sedang pesta. Tapi, tak ada pesta
di sana. Hanya terlihat orang-orang
bersenjata saja yang hilir mudik di sekitar
bangunan besar dikelilingi tembok batu
bagai benteng. "Kau teringat adikmu, Sekar...?"
lembut sekali suara Bayu.
"Ya...," sahut Sekar agak mendesah.
"Kuharap tidak terjadi sesuatu pada
Wirya." "Percayalah, Sekar. Kita pasti akan
membebaskan adikmu," Bayu mencoba
menguatkan hati gadis ini.
"Aku percaya padamu, Kakang."
Kembali mereka terdiam. Pandangan mereka tak terlepas ke arah
lembah yang tampak terang benderang
oleh cahaya api obor. Terlebih lagi, di
dalam bangunan yang dikelilingi tembok
benteng. Semua dalam keadaan terang,
seakan-akan sengaja hendak menyambut
kedatangan mereka.
"Sekar...."
Lembut sekali Bayu mengambil
tangan gadis itu, dan menggenggamnya
penuh kehangatan.
"Oh...," Sekar mendesah.
Sebentar gadis itu berpaling menatap wajah pemuda tampan di
sampingnya, tapi cepat mengalihkan
pandangannya ke arah lain. Rasanya tak
sanggup membalas tatapan mata Bayu
yang mengandung sejuta arti, dan sukar
dilukiskan dengan kata-kata biasa.
'Tanganmu dingin. Kau sakit..?"
masih terdengar lembut suara Bayu.
"Tid... tidak," sahut Sekar jadi
tergagap. Buru-buru gadis itu menarik tangannya dari genggaman Pendekar
Pulau Nereka. Bayu membiarkan saja
ketika Sekar bangkit berdiri, dan berjalan
tiga langkah ke depan. Pemuda itu masih
tetap duduk di batu yang datar dan pipih
ini. Dipandanginya tubuh Sekar yang
ramping dan padat dari belakang.
Perlahan Bayu berdiri dan melangkah
menghampiri. Pendekar Pulau Neraka
berdiri dekat di sebelah kanan gadis ini.
Sementara Sekar tak berpaling sedikit
pun. Matanya tetap terarah ke lembah,
tapi pikirannya jadi tidak tertuju ke sana.
Entah, apa yang ada di dalam kepalanya
saat ini. Baru saja Bayu hendak membuka
mulutnya, tiba-tiba saja terdengar suara
mendesing dari arah kanan. Bayu
berpaling sedikit. Seketika, tangannya
cepat dikibaskan, begitu terlihat sebuah
benda hitam meluncur deras ke arahnya.
Tap! "Panah hitam...," desis bayu begitu
benda yang meluncur deras ke arahnya
berhasil ditangkap.
Bayu cepat-cepat menarik tangan
Sekar, dan membawanya menjauh dari
tempat ini. Tapi belum jauh mereka pergi,
tiba-tiba saja di depan mereka berlompatan tiga orang berbaju serba hitam.
Kemudian, disusul seorang laki-laki
bertubuh sedang dan berwajah cukup
tampan. Tapi, luka codet yang memanjang
membelah pipinya, mengurangi ketampanan wajahnya. Sebuah tombak
pendek berujung runcing terselip di
pinggangnya. Dialah Sentanu, salah
seorang kepercayaan Kala Putih.
"Hebat...!
Tidak percuma kau mendapat julukan Pendekar Pulau Neraka," terasa sinis nada suara Sentanu.
'Terima kasih," ucap Bayu diiringi
senyum tipis. "Rasanya, aku tidak periu banyak
bicara. Kalian tentu tahu maksudku,"
kata Sentanu lagi.
"Dan aku juga tidak akan sungkansungkan lagi," sambut Bayu yang sudah
bisa mengerti kemunculan empat orang
ini. "Serang dia...!" perintah Sentanu.
"Hiyaaat...!"
"Yeaaah...!"
Tiga orang berbaju serba hitam itu
cepat berlompatan menyerang Pendekar
Pulau Nereka. Mereka langsung mencabut
senjata berupa pedang berukuran panjang. Kilatan-kilatan
cahaya keperakan seketika berkelebatan di sekitar tubuh pemuda berbaju kulit harimau itu. Dan Bayu segera berjumpalitan
menghindari serangan-serangan
ini Pendekar Pulau Neraka belum memberi
serangan balasan, dan masih mempelajari
jurus-jurus lawan sambil mengukur
tingkat kepandaian mereka.
Sementara itu, Sentanu sudah
melompat menyerang Sekar. Maka, gadis
itu terpaksa menjauh dari Pendekar Pulau
Neraka. Sentanu tidak tanggung-tanggung
lagi. Langsung dikerahkannya jurus-jurus
andalan yang maut dan dahsyat luar
biasa. Akibatnya Sekar harus jungkir
balik menghadapinya. Sementara Bayu
menghadapi keroyokan tiga orang, namun
masih sempat memperhatikan Sentanu
yang terus berusaha mendesak Sekar.
"Hm..., Sekar tidak akan tahan
kalau digempur begitu terus," desah Bayu
dalam hati. Menyadari keadaan Sekar yang tampaknya semakin gawat, Pendekar
Pulau Nereka segera melompat cepat.
Langsung kedua tangannya dikibaskan
dengan kecepatan bagai kilat, diimbangi
gerakan kakinya yang cepat dan lincah.
"Yeaaah...!"
Begitu cepatnya gerakan yang
dilakukan Pendekar Pulau Neraka, sehingga bentuk tubuhnya jadi menghilang. Dan yang terlihat kini hanya
bayangan kuning tengah berkelebat
menyambar ketiga orang berbaju serba
hitam ini. Entah bagaimana kejadiannya,
tiba-tiba saja ketiga orang itu berpentalan
ke belakang sambil memekik keras
melengking. Mereka seketika berpelantingan di atas tanah berbatu.
Pendekar Pulau Neraka tak lagi
menghiraukan ketiga orang yang merintih
dan menggeliat kesakitan. Dia cepat
melompat menerjang ke arah Sentanu
yang hampir saja menghunjam senjatanya
yang berupa tombak pendek berujung
runcing ke dada Sekar yang sudah
terpojok, dengan punggung menempel
rapat pada pohon.
"Hiyaaa...!"
Plakkk! "Akh...!"
*** Sentanu memekik agak tertahan
begitu tangannya terkena tepakan Pendekar Pulau Neraka. Hampir saja
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tombak pendeknya terpental. Untung saja
Sentanu segera memindahkannya ke
tangan kiri. Cepat dia melompat mundur,
melakukan putaran sekali.
"Setan...!" geram Sentanu berang.
Sementara itu, Bayu sudah berdiri
tegak di depan Sekar. Sedangkan Sentanu
semakin geram begitu melihat ketiga
orangnya sudah terkapar tak berkutik
lagi. Cepat-cepat tombak pendeknya
dipindahkan kembali ke tangan kanan,
lalu melakukan beberapa gerakan cepat.
Beberapa langkah Bayu menggeser kakinya ke kanan, memberi kesempatan
pada Sekar untuk pindah tempat.
"Hiyaaat...!"
Sambil berteriak keras menggelegar,
Sentanu melompat cepat menyerang
Pendekar Pulau Neraka. Tombak pendeknya berkelebat cepat beberapa kali,
membuat Bayu terpaksa harus berjumpalitan menghindarinya. Beberapa
kali ujung tombak pendek Sentanu
hampir menghunjam kulit tubuh Pendekar Pulau Neraka. Tapi, sampai
sejauh ini belum ada satu serangan pun
yang berhasil menyentuh tubuh pemuda
berbaju kulit harimau itu.
Pada saat itu terdengar semak
bergemerisik. Sekar langsung berpaling ke
arah suara itu. Hampir saja pedangnya
tercabut, ketika empat orang laki-laki
muncul dari dalam semak belukar, Sekar
menarik napas panjang. Sedangkan
pedangnya yang sudah tercabut sedikit,
kembali dimasukkan ke dalam warangka.
Ternyata mereka adalah Kampar dan
ketiga temannya. Mereka bergegas menghampiri Sekar yang sudah kembali
mengarahkan perhatian pada pertarungan
itu. "Sentanu...,"
desis Kampar mengenali orang yang bertarung dengan
Bayu. "Kau kenal, Kampar?"
"Dia salah seorang yang merampok
barang kawalanku," sahut Kampar agak
mendesis suaranya.
Saat itu, pertarungan sudah berlangsung lebih dari sepuluh jurus. Dan
beberapa kali sudah Pendekar Pulau
Neraka melancarkan serangan balasan.
Dan entah sudah berapa kali pula
pukulannya masuk ke tubuh lawan. Tapi,
Sentanu rupanya masih mampu bertahan
dan melakukan serangan-serangan
dahsyat dan berbahaya.
"Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Bayu merundukkan
tubuhnya sedikit, dan cepat sekali
melepaskan satu pukulan keras disertai
pengerahan tenaga dalam tinggi ke arah
dada Sentanu. "Uts!"
Sentanu cepat memiringkan tubuhnya ke kanan, menghindari pukulan
itu. Tapi tanpa diduga sama sekali, tubuh
Bayu cepat berputar sambil melepaskan
satu tendangan menggeledek yang tidak
terduga sama sekali. Akibatnya Sentanu
jadi terperangah. Tak ada waktu lagi
bagjnya untuk menghindar. Sehingga....
Diegkh! "Aaakh...!"
Sentanu terpental jauh ke belakang.
Keras sekali tubuhnya jatuh terlentang,
tepat di depan kaki Sekar. Saat itu juga
Sekar mencabut pedangnya. Dan....
"Sekar, jangan...!" sentak Bayu.
Tapi, terlambat!
"Aaa...!"
Sekar sudah lebih dahulu menghunjamkan pedang yang bercahaya
kehijauan itu ke dada Sentanu.
Darah seketika menyembur keluar
begitu Sekar mencabut pedangnya. Sebentar Sentanu menggelepar meregang
nyawa, kemudian mengejang kaku dan diam tak bemyawa lagi. Sekar kembali
memasukkan pedang itu ke dalam
warangkanya. "Seharusnya
kau tidak perlu membunuhnya, Sekar," Bayu menyesali
tindakan gadis ini.
"Dia salah satu pembunuh ayahku,"
dengus Sekar. Bayu menepuk pundak gadis ini,
lalu mengajaknya berlalu dari tempat itu.
Sementara empat orang yang tadi berada
di belakang Sekar hanya diam saja
memandangi. Mereka juga tidak menduga
kalau Sekar akan melakukan hal itu.
Memanfaatkan waktu yang hanya sedikit,
untuk membalas kematian ayahnya pada
Sentanu. "Orang-orang seperti dia tidak
pantas hidup, Kakang," kata Sekar masih
dengan suara berat mendengus.
"Sudahlah.... Aku bisa mengerti
perasaanmu," desah Bayu.
Bayu mengajak duduk gadis ini
pada sebatang pohon yang tumbang
melintang. Sekar hanya menurut saja. Dia
juga diam saja saat Bayu mengambil
tangannya, lalu menggenggamnya eraterat dan hangat. Sekar hanya tertunduk
saja, tapi bukannya tengah menyesali
perbuatannya tadi.
"Rasanya tidak ada lagi tempat yang
aman, Kakang," kata Sekar agak lirih
suaranya. "Aku khawatir Kala Putih akan
menyakiti Wirya."
"Kita memang akan menyelamatkan
adikmu, Sekar. Tapi tunggulah saat yang
tepat," hibur Bayu mencoba menenangkan hati gadis ini.
Bayu bisa merasakan apa yang
tengah melanda hati gadis ini. Ayahnya
tewas di tangan orang-orangnya Kala
Putih. Dan sekarang adiknya ditawan
mereka di lembah itu. Memang cukup
sulit bagi Sekar menerima kenyataan ini.
Kenyataan pahit yang harus ditanggungnya sendiri dalam usia yang
masih muda. Dan Bayu jadi terdiam, tidak tahu
harus berkata apalagi menenangkan hati
gadis ini. Pendekar Pulau Neraka seperti
kehilangan kata-kata. Hanya tangannya
saja yang tetap menggenggam kedua
tangan Sekar, seakan-akan ingin memberi
satu kekuatan dari genggamannya itu.
"Aku tidak tahu, seandainya tidak
ada kau, Kakang," kata Sekar lagi, lebih
pelan suaranya.
"Ah, sudahlah.... Mungkin memang
Dewata tidak menginginkan Kala Putih
memiliki pedang ini," sahut Bayu
merendah. "Aku tidak tahu, dengan apa harus
membalas budimu, Kakang."
"Jangan dipikirkan itu, Sekar. Yang
paling penting sekarang, kita harus
pikirkan bagaimana caranya menyelamatkan adikmu. Lalu, kau pikirkan masa depanmu sendiri. Tanggung jawabmu akan lebih besar
nanti, Sekar," lembut sekali suara Bayu.
Sekar hanya menganggukkan kepala saja. Dia juga jadi tidak tahu lagi,
apa yang harus dikatakannya. Pengorbanan yang diberikan Pendekar
Pulau Neraka begitu besar. Dan tidak
mungkin bisa membalasnya. Tapi, Bayu
sendiri tidak pernah memikirkan hal itu.
Benaknya tengah sibuk memikirkan cara
untuk masuk ke tempat tinggal Kala Putih
dan menyelamatkan Wirya yang berada di
dalam tawanan. *** Sementara malam terus merayap
semakin larut Di tepi bibir lembah, Bayu
berdiri tegak mengamati sekitar lembah
yang masih bertaburkan cahaya api obor.
Di pundaknya, tampak monyet kecil yang
bernama Tiren bertengger di situ. Puluhan
orang bersen-jata golok masih terlihat
berjaga-jaga di sekitarnya. Dan kebanyakan, mereka berada di sekitar
bangunan yang seperti sebuah istana
kecil dikelilingi tembok batu menyerupai
benteng. "Hup!"
Tiba-tiba saja Bayu melompat cepat
bagai kilat menuruni tebing lembah ini
bersama Tiren di pundaknya. Gerakannya
begitu ringan dan cepat, sehingga sukar
diikuti pandangan mata biasa. Hanya
bayangan kuning saja yang terlihat
berkelebat cepat memasuki lembah itu.
Bayu terus bergerak cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh
yang sudah mencapai tingkat sempurna.
Diputarinya lembah itu, dan baru
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhenti setelah berada di bagian
belakang bangunan istana kecil yang
dikelilingi tembok benteng itu.
"Hm...," gumam Bayu perlahan.
Sebentar Pendekar Pulau Neraka
mengamati keadaan sekitarnya, kemudian
kembali melesat cepat dan ringan sekali.
Ternyata, di bagian belakang ini tidak
terlihat seorang penjaga pun. Pendekar
Pulau Neraka kembali berhenti, merapatkan tubuhnya ke dinding tembok
batu yang berlumut cukup tebal ini.
"Tiren! Lihatlah ke dalam. Kalau
bisa, cari tempat Wirya ditawan," bisik
Bayu pada monyet kecil di pundaknya.
"Nguk!"
Monyet kecil berbulu hitam itu
rupanya mengerti semua yang dikatakan
Bayu. Cepat binatang itu melompat naik
ke atas tembok benteng ini. Sebentar dia
berhenti di bibir tembok, lalu berpaling
pada Bayu sebentar. Kemudian dia
melompat turun ke dalam.
Beberapa saat Bayu menunggu, lalu
cepat melentingkan tubuhnya ke atas.
Tanpa menimbulkan suara sedikit pun,
kakinya hinggap di atas tembok benteng
ini. Sebentar diamatinya keadaan sekeliling bagian belakang bangunan
besar bagai istana ini. Ringan sekali Bayu
berlari-lari di bibir tembok yang cukup tebal ini.
"Ufs!"
Tiba-tiba saja Pendekar Pulau
Neraka menjatuhkan diri, dan merapatkan tubuh begitu terlihat dua
orang berjalan menuju ke arahnya dengan
golok di pinggang. Bayu sempat menahan
napasnya ketika dua orang penjaga itu
lewat di bawahnya. Belum juga bisa
menghembuskan napas lega, mendadak
saja dua orang penjaga itu berhenti tidak
jauh darinya. Namun, salah seorang
mendongak ke atas.
"Heh...!"
"Hup!"
Tak ada pilihan lagi bagj Bayu.
Cepat Pendekar Pulau Neraka melompat
turun, dan langsung melepaskan dua
pukulan beruntun yang cepat disertai
pengerahan tenaga dalam tinggi. Kedua
orang penjaga itu tidak sempat lagi
bersuara, dan langsung menggeletak
jatuh begitu terkena pukulan Pendekar
Pulau Neraka. Tak ada suarapun yang terdengar.
Bayu bergegas menyeret tubuh kedua
penjaga ini, dan menyembunyikan ke
dalam semak yang cukup rimbun.
"Hup...!"
Bergegas Pendekar Pulau Neraka
melompat menuju ke arah rumah
berukuran besar dan cukup megah itu.
Tapi belum juga sampai, mendadak saja
terdengar bentakan keras menggelegar.
"Hei...!"
"Oh..."!"
*** 7 Sungguh Bayu tidak menyangka
kalau kehadirannya bisa diketahui begitu
saja. Dan belum lagi hilang keterkejutannya,
mendadak saja berkelebat sebuah bayangan di depannya.
Dan tahu-tahu, di situ sudah berdiri
seorang laki-laki bertubuh tinggi besar
dan tegap. Di tangannya tampak tergenggam sebuah rantai baja berbandul
bola besi berduri pada bagian ujung-nya.
"Rupanya tikus ini punya nyali
besar juga," desis Kandara sinis.
Pendekar Pulau Neraka hanya diam
memandangi saja. Pada saat itu, terlihat
sekitar sepuluh orang berlarian ke tempat
ini. Mereka semua bersenjata golok
terhunus. Bayu sempat mellrlk ke arah
sepuluh orang yang sudah berada di
hadapannya. Mereka berdiri berjajar di
belakang Kandara yang mengayunayunkan rantai yang berbandul bola besi
berduri. "Bunuh dia...!" perintah Kandara
lantang. "Hiyaaa!"
"Yeaaah...!"
Seketika itu juga sepuluh orang
yang berada di belakangnya, berlompatan
cepat seraya mengebutkan golok menyerang Pendekar Pulauv Neraka.
Tubuh Bayu segera melenting ke udara,
melewati kepala orang-orang yang berhamburan menyerangnya. Beberapa
kali Pendekar Pulau Neraka melakukan
putaran di udara, lalu manis sekali
mendarat di belakang Kandara.
'Yeaaah...!"
Cepat sekali Kandara memutar
tubuhnya sambil mengebutkan rantai
baja yang berbandul besi berduri sebesar
kepala itu. Bayu tersentak kaget tidak menyangka. Cepat-cepat tubuhnya melesat
ke udara, menghindari terjangan bola besi
berduri tajam itu. Dan begitu kakinya
menjejak tanah, dua orang bersenjata
golok sudah menyerang, membabatkan
golok ke arah dada.
"Hap!"
Tap! Tangkas sekali Bayu menangkap
tangan kedua orang itu yang memegang
golok. Lalu dengan mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, kedua tangan
itu dihentakkan ke lututnya. Kedua orang
itu menjerit keras. Terdengar suara
berderak dari tulang tangan yang patah.
Tidak hanya sampai disitu saja. Bayu
dengan segera melepaskan cekalannya,
dan memberikan satu gedoran keras
disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Kembali kedua orang itu menjerit
keras. Tubuh mereka terlontar jauh ke
belakang, dan ambruk ke tanah tak
bergerak-gerak lagi. Belum sempat Bayu
menarik napas, satu serangan kembali
datang menghampirinya dari arah kanan.
Sebuah golok keperakan berkelebat cepat
mengarah ke leher. Bergegas Pendekar
Pulau Neraka menarik kepalanya. Dan
begitu ujung golok lewat di samping
lehemya, cepat dilepaskannya satu pukulan keras bertenaga dalam sempurna. "Yeaaah...!"
Diegkh! "Aaakh...!"
Satu jeritan panjang melengking
tinggi terdengar lagi Kemudian, disusul
ambruknya satu orang dengan kepala
remuk terkena pukulan dahsyat Pendekar
Pulau Neraka. Meskipun sudah tiga orang
tergeletak tak bemyawa lagi, tapi tujuh
orang lainnya yang masih bernapas tidak
merasa gentar sedikit pun. Mereka
langsung merangsek menyerang Pendekar
Pulau Neraka dari berbagai penjuru.
"Hiya! Yeaaah...!"
Kali ini Pendekar Pulau Neraka
benar-benar tidak tanggung-tanggung
lagi. Tubuhnya bergerak cepat laksana
kilat, sambil melontarkan pukulanpukulan
keras bertenaga dalam sempurna. Jeritan-jeritan
panjang melengking tinggi terdengar saling susul
dan menyayat Satu persatu, mereka yang
menyerangnya berpentalan dan tergeletak
tak bernyawa lagi.
Dalam waktu tidak berapa lama
saja, tak ada seorang pun dari kesepuluh
orang itu yang bisa bangkit lagi.
Sementara, Kandara mendesis geram
melihat sepuluh orang bisa dirobohkan
begitu mudah. Maka, cepat-cepat senjatanya dikebutkan sebelum Bayu
sempat melonggarkan rongga dadanya.
Bet! Wusss! "Hup! Yeaaah...!" Bayu terpaksa
berjumpalitan menghindari bola besi
berduri yang melayang-Iayang seperti
memiliki mata mengincar dirinya. Ke
mana saja tubuhnya berkelit, bola besi
berduri itu selalu bergerak cepat mengikuti. Bahkan beberapa kali Pendekar Pulau Neraka terpaksa harus
menjatuhkan diri ke tanah, dan bergulingan menghindari seranganserangan yang dilancarkan Kandara.
"Setan...!" desis Bayu menggeram.
Tak ada kesempatan sendikit pun bagi
Pendekar Pulau Neraka untuk balas
menyerang. Kandara seakan-akan sengaja
menjaga jarak, dan
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hanya mempermainkan senjatanya dengan lincah sekali. Kedua tangannya bergerak
cepat mempermainkan rantai baja yang
dihubungkan dengan bola besi berduri
tajam itu. Dan jarak antara mereka
memang semakin jauh. Namun, inilah
yang diharapkan Kandara, sehingga Bayu
benar-benar tidak punya kesempatan
melakukan serangan balasan.
"Ha ha ha...!"
Kandara tertawa terbahak-bahak
melihat pemuda berbaju kulit harimau itu
pontang-panting menghindari seranganserangan bola berdurinya. Rantai bajanya
terus dimainkan dengan tangkas sekali,
diimbangi gerakan kaki yang begitu cepat
dan ringan, mengikuti gerakan menghindar yang dilakukan Pendekar
Pulau Neraka. "Mampus kau sekarang, Keparat!
Hiyaaa...!"
Kandara menghentakkan tangannya
cepat sekali. SeketJka rantai baja yang
berujung bola besi berduri itu meluruk
deras mengarah ke dada Pendekar Pulau
Neraka. Saat itu, Bayu baru saja bisa
menjejakkan kakinya di tanah, setelah
menghindari terjangan bola berduri itu.
Maka, matanya terbeliak melihat senjata
maut yang dahsyat itu meluruk deras ke
arahnya cepat bagai kilat Tapi begitu bola
besi berduri itu hampir menggedor dada
Bayu, mendadak saja berkelebat secercah
sinar hijau di depan dada Pendekar Pulau
Neraka. Padahal, saat. itu pemuda
berbaju kulit harimau ini hendak
menangkap bola besi berduri milik
Kandara. Wusss! "Heh..."!"
"Uts!"
Kandara terkejut setengah mati lalu
cepat menarik pulang senjata nya. Tapi
gerakannya terlambat Sinar kehijauan itu
sudah menghantam bola besi berduri itu
keras sekali. Glarrr...! Satu ledakan keras menggelegar
terdengar dahsyat memekakkan telinga.
Bayu yang juga terkejut tidak menyangka,
cepat-cepat melentingkan tubuh ke belakang dan berputaran beberapa kali.
Bunga api memijar, menyebar ke segala
arah, disertai kepulan asap hitam akibat
benturan bola besi berduri dengan sinar
kehgauan yang tiba-tiba saja datang
berkelebat "Akh...!" Kandara terpekik agak
tertahan. Dia terpental ke belakang sejauh
dua batang tombak. Tapi, Kandara cepat
menguasai keseimbangan tubuhnya begitu menjejakkan kaki di tanah. Kandara terbeliak melihat bola besi berduri
andalannya hancur berkeping-keping.
Dan lebih terbeliak lagi, begitu melihat
seorang gadis berdiri tegak di depan
Pendekar Pulau Neraka dengan sebilah
pedang bercahaya kehijauan melintang di
depan. "Kau..."!"
*** "Sekar..."! Kenapa kau berada di
sini...?" Bayu juga terkejut melihat
kemunculan gadis itu.
"Aku tidak akan membiarkanmu
menyelesaikannya sendiri, Kakang," tegas
gadis yang baru muncul itu. Dia memang
Sekar. "Bagus! Rupanya dua tikus bernyali
besar sudah muncul di sini...!" tiba-tiba
saja terdengar suara berat dan menggema. Bayu dan Sekar langsung berpaling
ke arah datangnya suara tadi. Entah
kapan datangnya, tahu-tahu di atas atap
bangunan besar bagai istana itu sudah
berdiri seorang laki-laki tua berbaju serba
putih bersih. Belum lagi hilang rasa
keterkejutan Bayu dan Sekar, dari balik
dinding bangunan itu bermunculan
orang-orang bersenjata terhunus. Bahkan
di atas atap juga bersembulan orangorang yang sudah siap dengan pa-nah
terbentang, siap dilepaskan.
Sebentar saja tempat itu sudah
dikepung rapat Tak ada lagi celah untuk
bisa keluar dari tempat ini. Saat itu,
Kandara melompat naik ke atas atap,
bergabung dengan yang lain. Dia berdiri
hinggap di samping kanan laki-laki
berbaju putih itu.
"Dialah Kala Purih," dengus Sekar
memberi tahu sambil menunjuk laki-laki
berbaju putih di atas atap.
Di samping kanan-kiri Kala Putih
berdiri Balika dan Caraka selain Kandara
yang baru saja naik ke atas atap ini. Ada
sekitar dua puluh orang yang siap melepaskan anak panah di sekitar mereka.
Sedangkan di depan Bayu dan Sekar,
tidak kurang dari lima puluh orang
bersenjatakan golok terhunus.
"Kalau ada kesempatan, kau harus
segera pergi dari sini," ujar Bayu berbisik
"Tidak! Aku harus menyelamatkan
Wirya...!" sentak Sekar menolak tegas.
"Jangan gila, Sekar! Jumlah mereka
terlatu banyak!" dengus Bayu sedikit
kesal. Sekar diam saja. Pandangannya
langsung beredar ke sekeliling. Jumlah
mereka memang banyak. Sedangkan dia
hanya berdua saja dengan Pendekar Pulau Neraka. Belum lagi Kala Putih yang
berkepandaian tinggi, dan tidak bisa
dipandang enteng. Bahkan ditambah tiga
orang pembantu kepercayaannya. Meskipun tidak setinggi Kala Putih, tapi mereka
juga tidak bisa dianggap enteng. Sebentar
kemudian, Sekar menatap wajah Pendekar Pulau Neraka yang sekarang
sudah berada di sampingnya.
"Kau sendiri...?" tanya Sekar.
"Aku juga tidak sudi mati konyol di
sini," sahut Bayu agak mendengus
suaranya. "Kau pegang ini, Kakang."
Bayu memandangi Sekar yang
menyerahkan Pedang Kawa Hijau.
"Kau lebih membutuhkannya,
Sekar," Bayu mencoba menolak
"Kau bisa melindungiku keluar dari
sini dengan pedang ini, Kakang," Sekar
memaksa. "Baiklah...,"
Bayu menyerah. Pendekar Pulau Neraka menerima pedang
itu dari tangan Sekar. Memang tidak ada
pilihan lain lagi Baginya saat ini, yang
penting Sekar mau menuruti katakatanya.
Kalau pedang ini tidak diterimanya, sudah pasti Sekar tidak mau
meninggalkan tempat ini.
"Kalau aku melompat, kau cepat
melompat keluar," ujar Bayu berbisik.
"Baik" sahut Sekar. Pendekar Pulau
Neraka memperhatikan orang-orang yang
sudah mulai bergerak mendekati. Ditariknya tangan Sekar hingga gadis itu
berada di belakangnya. Perlahan Pendekar Pulau Neraka juga bergerak
mundur. Sekar mengikuti menggeser kaki ke
belakang perlahan-lahan,
mengikuti irama kaki Pendekar Pulau Neraka.
Sampai dekat dengan tembok benteng
yang mengelilingi bangunan bagai istana
itu, Sekar berhenti melangkah mundur.
"Bersiaplah," ujar Bayu.
"Baik," sahut Sekar agak mendesah.
Sementara orang-orang yang mengepung terus bergerak semakin
mendekati. "Kau harus segera menemui Kampar. Paksa dia untuk meminta
bantuan prajurit kerajaan,"
Bayu berpesan. "Untuk apa...?" tanya Sekar tidak
mengerti. "Kau tidak akan sanggup menghadapi mereka sendirian, Sekar."
'Tapi, apa mungkin Kampar mau?"
"Katakan, kalau aku yang menyuruhnya."
Sekar hanya mengangguk saja. Saat
itu, Kala Putih sudah berteriak lantang
menggelegar memberi perintah.
"Seraaang...!"
Teriakan-teriakan
keras menggelegar seketika itu juga terdengar
memecah keheningan malam. Lebih dari
lima puluh orang bersenjata golok
berhamburan ke arah Pendekar Pulau
Neraka. Golok mereka terangkat ke atas
kepala. Lalu sambil berlarian mereka
berteriak-teriak membangkitkan semangat
bertempur. "Sekarang! Hiyaaa...!" seu Bayu
tiba-tiba. Saat itu juga, Bayu melentingkan
tubuh ke atas. "Hiyaaat..!"
Sekar cepat mengikuti Pendekar
Pulau Neraka. Dia cepat melesat ke atas,
berlindung di baBk pung-gung Pendekar
Pulau Neraka. Rupanya, tanpa disadari
pengaruh Pedang Kawa Hijau telah
menjalar di tubuh Sekar. Meskipun, dia
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah tidak memegangnya lagi. Jadi,
wajar saja bila Sekar mampu melompat ke
atas demikian tingginya.
"Panah...!" teriak Kala Putih begitu
melihat Bayu dan Sekar melesat ke udara.
Swinggg...! Belum juga teriakan Kala Putih
menghilang dari pendengaran, puluhan
anak panah sudah berhamburan ke arah
Bayu. Saat itu, Sekar sudah mencapai
bibir tembok benteng. Sedangkan Bayu
masih melayang di udara. Pendekar Pulau
Neraka cepat mengebutkan tangannya,
menyampok panah-panah yang berhamburan berdesingan di sekitamya.
"Lari cepat, Sekar...!" seru Bayu.
Tanpa menunggu perintah dua kali,
Sekar segera melompat turun keluar dari
lingkungan tembok benteng ini. Sementara, Bayu kembali meluncur turun
sambil cepat mengebutkan tangannya,
menangkis setiap panah yang mengarah
ke tubuhnya. Dan begitu kakinya menjejak tanah,
Pendekar Pulau Neraka langsung disambut puluhan golok yang berkelebatan cepat di sekitar tubuhnya.
Bayu berjumpalitan, menghindari setiap
tebasan golok yang cepat datang dari
segala penjuru. Maka, ruang geraknya
begitu cepat menyempit
"Setan...!" geram Bayu mendengus.
Tak ada kesempatan bagi Bayu
untuk menggu-nakan senjata Cakra
Mautnya. Namun, seketika Pendekar
Pulau Neraka jadi teringat pedang yang
diberikan Sekar. Tanpa peduli kalau tidak
pernah menggunakan pedang dalam
pertarungan, pedang itu cepat dicabut
dari warangkanya. Seketika, cahaya
kehijauan menyemburat terang dari
pedang ini. "Hiyaaat..!"
Bayu langsung mengebutkan pedangnya disertai pengerahan tenaga
dalam tinggi. Seketika itu juga terdengar
jeritan panjang melengking saling sambut
disusul bertumbangannya tubuh-tubuh
bersimbah darah. Bayu sendiri sampai
terkejut karena beberapa golok yang
terbabat pedang ini langsung terpenggal
buntung. Dan setiap kali pedangnya
bergerak cepat, satu atau dua orang
menjerit keras, lalu ambruk menggelepar
berlumuran darah.
Dalam beberapa gebrak saja, sudah
lebih dari lima belas orang tergeletak
berlumuran darah tak bemyawa lagi.
Bukan hanya mereka yang terkejut.
Bahkan Bayu juga tidak mengerti dengan
semua ini. Tangannya tidak merasa
menggerakkan pedang ini. Dan sepertinya, pedang bercahaya kehijauan
ini bisa bergerak sendiri, berkelebat
membabat orang-orang yang berada di
dekatnya. *** "Mundur...!" teriak Kala Putih tibatiba.
Mereka yang mengeroyok Bayu,
langsung berlompatan mundur begitu
mendengar teriakan keras Kala Putih.
Tidak kurang dari dua puluh orang kini
sudah bergelimpangan bersimbah darah
tak bemyawa Jagi. Bau anyir darah begitu
cepat menyebar, merasuk ke lubang
hidung. Bayu berdiri tegak, dan Pedang
Kawa Hijau tampak tergenggam di tanah
kanannya. Pendekar Pulau Neraka bagaikan
malaikat maut pencabut nyawa dengan
pedang bercahaya kehijauan berada
dalam genggaman tangan kanannya.
Sinar matanya begitu tajam merayapi
orang-orang yang berada agak jauh di
sekitamya. Kemudian ditatapnya Kala
Putih yang masih berada di atas,
cfidampingi tiga orang pembantu kepercayaannya.
Kala Putih yang memang menginginkan Pedang Kawa Hijau itu, jadi
berbinar matanya. Tapi hatinya juga
geram, karena pedang itu sudah meminta
nyawa anak buahnya begitu banyak.
Terlebih lagi, sekarang ini pedang
idamannya berada di tangan seorang pendekar muda berkepandaian tinggi yang
sudah tidak asing lagi di kalangan rimba
persilatan. "Kala Putih, gadis itu sudah kabur,"
jelas Balika. "Aku tidak peduli!" dengus Kala
Putih. Dan memang, sebenarnya yang
diincar bukanlah Sekar, tapi Pedang Kawa
Hijau yang kini berada di dalam
genggaman tangan Pendekar Pulau Neraka. "Kalian bertiga, bunuh bocah setan
itu!" perintah Kala Putih.
Tanpa menunggu perintah dua kali,
tiga orang pembantu kepercayaan Kala
Putih langsung berlompatan turun. Gerakan mereka begitu ringan, tak sedikit
pun menimbulkan suara begitu menjejak
tanah. Mereka kembali berlompatan
mendekati Bayu.
"Hiyaaat..!"
Balika langsung melakukan serangan. Senjatanya yang berupa trisula,
langsung ditusukkan ke arah dada
Pendekar Pulau Neraka. Tapi hanya
sedikit saja Bayu memiringkan tubuhnya,
maka tusukan senjata Balika tidak
mengenai sasaran.
Bahkan tanpa diduga sama sekali,
Bayu mengebutkan pedangnya ke arah
perut Balika dengan kecepatan luar biasa.
Akibatnya, Balika tersentak kaget tidak
menyangka. Buru-buru senjatanya ditarik, dan cepat dikibaskan menangkis
pedang bercahaya kehijauan itu
Tranggg! "Heh..."!"
Balika tersentak kaget setengah
mati begitu senjatanya beradu dengan
pedang di tangan Pendekar Pulau Neraka.
Seluruh tubuhnya jadi menggeletar bagai
tersengat lebah. Bahkan senjata kebanggaannya jadi terpenggal dua.
Belum lagi Balika dapat meng-hilangkan
keterkejutannya,
Bayu sudah melancarkan satu serangan kilat yang
mendadak. "Hiyaaa...!"
Cepat sekali kaki kanan Pendekar
Pulau Neraka melayang ke arah dada, di
saat Balika tengah terpana melihat
senjatanya terpenggal buntung oleh
Pedang Kawa Hijau. Maka, serangan Bayu
yang begitu cepat, tak dapat lagi
dihindari. Des! "Akh...!" Balika memekik keras.
Tubuh Balika terpental jauh ke
belakang, dan keras sekali menghantam
tanah. Tendangan yang dile-paskan Bayu,
begitu keras karena disertai pengerahan
tenaga dalam sempurna. Sebentar Balika
menggeliat, kemudian diam tak berkutikkutik lagi. Hanya tiga kali gebrakan saja,
Balika sudah terkapar tak bernyawa lagi
Dadanya tampak melesak hancur terkena
tendangan Bayu tadi.
"Setan! Hiyaaat..!"
Caraka begitu geram melihat Balika
sudah tergeletak tak bernyawa lagi.
Bagaikan kilat, golok yang berukuran
besar dikibaskan ke arah kepala Pendekar
Pulau Neraka. Tapi, Bayu berhasil
mengelakkan serangan itu dengan merundukkan kepala. Dan begitu golok
Caraka yang berukuran besar itu lewat di
atas kepala, bergegas Bayu menegakkan
kepalanya lagi. Seketika kakinya ditarik
ke belakang dua langkah.
Bet! Cepat sekali Pendekar Pulau Neraka
mengebutkan pedangnya, ketika Caraka
kembali melakukan serangan golok ke
dada. Melihat Pendekar Pulau Neraka itu
hendak menangkis, Caraka cepat menarik
pu lang goloknya. Tapi tanpa diduga sama
sekali, pedang bercahaya kehijauan itu
meliuk indah. Dan tahu-tahu, sudah
berada di depan dada Caraka.
"Heh..."!"
Caraka jadi terkejut setengah marl.
Buru-buru tubuhnya indenting, berputar
ke belakang. Sehingga, tusukan Pedang
Kawa Hijau itu tidak sampai mengenai
sasaran. "Hiyaaat..!"
Sebelum Pendekar Pulau Neraka
bisa menarik pulang pedangnya, tiba-tiba
saja Kandara sudah melompat menyerang. Pedang hitam yang selalu
tersembunyi di balik bajunya, kini telah
berada di tangan kanannya bergerak
cepat mengibas ke arah leher Pendekar
Pulau Neraka. Tapi tanpa diduga sama
sekali, Bayu tidak berusaha menghindar.
Dan begitu mata pedang berwarna hitam
pekat itu hampir menebas lehernya, cepat
dan tiba-tiba sekali Bayu mengebutkan
pedangnya ke depan.
"Kandara, awas...!" seru Caraka
memperingatkan.
Tapi peringatan Caraka rupanya
terlambat Karena, tubuh Kandara sudah
condong ke depan, maka sukar untuk
bisa ditarik kembali. Dan tak pelak lagi,
pedang di tangan Bayu menembus dada
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hingga ke punggung. Kandara langsung
menjerit keras melengking tinggi.
"Hih!"
Begitu Bayu mencabut pedangnya
kembali, Kandara langsung limbung.
Tubuhnya ambruk menggele-par di tanah.
Darah bercucuran deras dari dadanya
yang berlubang hingga tembus ke
punggung. Beberapa saat Kandara masih
menggeliat meregang nyawa, kemudian
mengejang kaku tak bergerak-gerak lagi.
Tewas! "Keparat..!" geram Kala Putih yang
sejak tadi menyaksikan pertarungan itu.
*** 8 "Kalian semua, serang bocah setan
itu...!" teriak Kala Putih memberi perintah. Teriakan Kala Putih begitu keras
menggelegar, bagai guntur meledak di
angkasa. Dan seketika itu juga, semua
orang yang ada di halaman belakang bangunan besar bagai istana kecil itu
berhamburan sambil berteriak-teriak
meluruk mendekati Pendekar Pulau
Neraka. Tapi sebelum mereka dekat, tibatiba saja dari batik tembok benteng yang
mengelilingi bangunan bagai istana ini
bermunculan empat orang yang mengikub" Bayu. Empat orang yang telah
mengangkat sumpah setia pada Pendekar
Pulau Neraka. Bayu tidak sempat memperhatikannya,
karena sudah mendapat serangan-serangan
yang beruntun dari beberapa arah. Pendekar
Pulau Neraka kembali sibuk menerima
serangan-serangan yang begitu gencar
dan membahayakan. Bayu berlompatan,
berjumpalitan, menghindari setiap serangan yang datang, disertai tebasan
pedangnya yang memancarkan cahaya
kehijauan. Teriakan-teriakan pertempuran kini
diwarnai jerit dan pekik kematian yang
saling susul. Tubuh-tubuh berlumuran
darah pun kembali terlihat bergelimpangan satu persatu. Kali ini,
mereka tidak hanya menghadapi Pendekar Pulau Neraka, tapi juga harus
menghadapi Kampar dan ketiga temannya
yang baru datang.
Saat itu, Bayu baru bisa memperhatikan keempat orang bekas
petugas pengawal barang kerajaan yang
bertempur penuh semangat bagai banteng
liar terluka. Golok mereka berkelebatan
cepat, membabat siapa saja yang mencoba mendekat Entah sudah berapa
orang yang bergelimpangan tak bemyawa
lagi. Tapi pertarungan itu tampaknya
masih akan terus berlangsung cukup
lama. "Hup! Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Pendekar Pulau
Neraka melesat cepat bagaikan kilat, dan
mendarat di dekat Kampar. Langsung
pedangnya berkelebat cepat membabat
satu orang yang mencoba membokongnya
dari belakang. Orang itu menjerit keras
melengking tinggi, begitu pedang di
tangan Bayu membelah dadanya.
"Kenapa kau ke sini...?" tanya Bayu.
"Kami mengkhawatirkan
keselamatanmu," sahut Kampar tanpa
menghentikan pertarungannya.
"Kau tidak bertemu Sekar...?" tanya
Bayu lagi. "Tidak," sahut Kampar.
"Edan...!" desis Bayu jengkel.
Bayu sempat melirik ke atas atap.
Dan di sana sudah tidak terlihat Kala
Putih lagi. Sedangkan Caraka sibuk
bertarung bersama Gandil menghadapi
lawan. "Mundur kau, Gandil! Hiyaaat..!"
teriak Bayu keras menggelegar.
Seketika itu juga Pendekar Pulau
Neraka melesat cepat ke arah Gandil.
Langsung Pedang Kawa Hijau dibabatkannya. Sekali berkelebat saja,
tiga orang langsung menjerit dan menggelepar di tanah. Begitu Bayu
muncul, Gandil cepat-cepat melompat
mundur. Tanpa berkata apa-apa lagi,
Bayu langsung merangsek Caraka yang
menggunakan golok berukuran besar
sebagai senjatanya.
Mendapat serangan yang begitu
cepat dan tiba-tiba, Caraka jadi kelabakan
setengah mati. Tubuhnya berjumpalitan,
berusaha menghindari tebasan-tebasan
pedang bercahaya kehijauan yang dilancarkan Pendekar Pulau Neraka.
Hingga akhirnya....
"Hiyaaa...!"
Satu tebasan kilat yang dilancarkan Bayu,
tak dapat lagi dihindari Caraka. Pedang
itu tepat menyabet lehemya, dan tak ada
suara sedikit pun yang terdengar. Caraka
hanya mampu berdiri sebentar, kemudian
jatuh menggeletak dengan kepala menggelinding terpisah.
"Kalian hadapi mereka...!" seru
Bayu keras. Saat itu juga, Pendekar Pulau
Neraka melompat cepat melewati beberapa kepala. Pedangnya masih sempat dibabatkan, menjatuhkan beberapa orang, sebelum berada di luar
arena pertarungan. Ringan sekali gerakan
Pendekar Pulau Neraka saat melompat ke
atas atap. Seperti seekor kucing, kakinya
mendarat di atap bangunan besar dan
megah ini. Matanya langsung beredar
tajam berkeliling.
"Hup! Yeaaah...!"
*** Begitu Bayu melihat Kala Putih
sedang mendesak seorang gadis di bagian
halaman depan bangunan megah ini,
secepat kilat melesat ke arah pertarungan
itu. Tepat di saat itu, Kala Putih
menghentakkan tangannya ke depan.
Sehingga dari telapak tangan yang terbuka, meluncur deras secercah cahaya
merah ke arah gadis itu.
"Yeaaah...!"
Cras! "Heh..."!"
Kala Putih tersentak kaget begitu
tiba-tiba serang-annya terpantul ke arah
Iain. Satu kilatan cahaya kehijauan
membuat sinar merah itu terpental. Dan
Kala Putih semakin terkejut melihat Bayu
yang tiba-tiba saja sudah berdiri di
depannya, melindungi gadis cantik yang
ternyata adalah Sekar.
"Setan alas...!" geram Kala Putih
berang. "Kau lawanku, Kala Putih!" desis
Pendekar Pulau Neraka dingin.
"Phuih!" Kala Putih menyemburkan
ludahnya. Sementara itu, Sekar yang tadi
terjajar tergeletak di tanah sudah bisa
bangkit berdiri. Kakinya melangkah
mundur beberapa tindak. Hatinya gembira melihat Bayu muncul pada saat
yang tepat Sementara, Pendekar Pulau
Neraka tidak sempat memperhatikan Sekar, karena Kala Putih sudah cepat
melompat menyerangnya. Trekkk!
Pendekar Pulau Neraka memasukkan Pedang Kawa Hijau ke
dalam warangka. Tubuhnya langsung
melenting ke udara, menghindari pukulan
keras yang diIancarkan laki-laki tua
berjubah putih itu. Dua kali Bayu
berputaran di udara, sebelum kakinya
menjejak tanah di belakang tubuh Kala
Putih. Sambil memutar tubuhnya, Bayu
melayangkan satu tendangan berputar
disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. "Hiyaaat..!"
"Uts!"
Tendangan Bayu berhasil dielakkan
laki-laki tua inL Dan tubuhnya cepat
memutar berbalik tepat di saat Bayu juga
berbalik. Mereka kembali bertarung
menggunakan jurus-jurus andalan yang
dahsyat dan sangat berbahaya. Kini
pertarungan itu langsung ber-jalan pada
tingkat yang tinggi.
Beberapa jurus berlalu cepat Dan
tampaknya, pertarungan masih akan
terus berlangsung lama. Mereka sahng
melancarkan serangan-serangan dahsyat.
Sedikit kelengahan, bisa berakibat parah.
Sementara
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu, diam-diam Sekar meninggalkan halaman ini. Gadis itu
menghilang entah ke mana karena
memang tak ada yang memperhatikan
kepergiannya. Sret! Memasuki jurus yang kedua puluh,
Kala Putih mengeluarkan senjatanya
berupa tongkat pendek berwarna putih
bagai baja. Dengan senjata yang selalu
tersembunyi di balik bajunya, laki-laki tua
itu semakin ganas saja. Seranganserangan yang dilancarkannya semakin
dahsyat dan berbahaya. Tapi, sampai saat
ini Bayu masih menandinginya dengan
tangan kosong. Sama sekali Pedang Kawa
Hijau yang berada di dalam warangka di
tangan kirinya tidak dipergunakan.
"Awas kaki...!" seru Bayu tiba-tiba.
Seketika itu juga kaki Pendekar
Pulau Neraka melayang cepat menyampok
ke arah kaki Kala Putih. Tentu saja lakilaki tua itu jadi terkejut dan cepat
melompat menghindari sepakan kaki lawan
seraya mengibaskan tongkat putihnya.
Tapi tanpa diduga sama sekali, Bayu
memutar tubuhnya. Lalu cepat sekali tubuhnya melenting sambil menghentakkan
tangan kanannya ke depan.
Plak! "Akh...!"
Kala Putih melintir begitu tangan
yang memegang tongkat tersambar keras.
Untung tongkatnya masih bisa digenggam, sehingga tidak terlepas. Kala
Putih mendengus keras, menyemburkan
ludahnya dengan kesal. Tangan kanannya
memerah bagai terbakar dan terasa panas
menyengat. Dret! Kala Putih cepat menarik kedua
ujung tongkatnya. Maka seketika itu juga,
tongkat putih itu terpotong menjadi dua
bagian. Pada kedua ujung yang terpotong
itu terlihat mata pisau menyembul
berkilatan tertimpa cahaya bulan.
"Hiyaaat..!"
Kala Putih kembali cepat menyerang
Pendekar Pulau Neraka. Menghadapi
lawan yang menggunakan senjata tajam
pada kedua tangannya, Bayu tidak lagi
tanggung-tanggung. Pedang Kawa Hijau
yang sejak tadi tersimpan di dalam
warangka cepat dicabutnya.
Sret! Bet! Bayu langsung mengebutkan pedang itu ke depan. Maka, Kala Putih
cepat melompat ke belakang menghindari
tebasan pedang yang memancarkan
cahaya kahijauan itu. Laki-laki tua ini
tahu betul kehebatan pedang itu. Maka,
agak terkesiap juga hatinya. Dan pertarungan pun kembali berlangsung,
antara hidup dan mati.
*** Jurus demi jurus berlangsung cepat
Entah, sudah berapa jurus berlalu, tapi
belum juga ada tanda-tanda akan
berakhir. Mereka sama-sama tangguh,
dan memiliki kepandaian tinggi. Sehingga,
sukar diketahui kelemahan masingmasing. Pertarungan pun berlangsung
cepat sehingga tubuh mereka seakanakan lenyap. Dan hanya bayanganbayangan saja yang bergerak berkelebat
cepat saling sambar.
"Lepas...!" seru Bayu tiba-tiba.
Cepat sekali tangan kiri Pendekar
Pulau Neraka bergerak mengibas. Begitu
cepatnya, sehingga Kala Putih tidak
sempat menyadari. Dan tanpa diduga
sama sekali, kibasan tangan kiri Bayu
keras sekali menghan tarn tangan kanan
Kala Putih. Plak! "Akh...!" pekik Kala Putih kaget
Tongkat yang berada di tangan
kanannya seketika terpental tinggi ke
angkasa. Belum lagi Kala Putih bisa
menghilangkan keterkejutan, tiba-tiba
saja Bayu sudah membabatkan Pedang
Kawa Hijau ke arah perut
"Yeaaah...!"
Bet! "Ikh!"
Kala Putih tak dapat lagi menghindar. Cepat tongkat di tangan
kirinya dikebutkan, menangkis serangan
pedang Pendekar Pulau Neraka.
Tranggg! "Heh..."!"
Lagi-lagi Kala Putih terperanjat,
karena tongkatnya terbabat buntung jadi
dua bagian. Pada saat itu, Bayu sudah
melepaskan satu tendangan keras disertai
pe-ngerahan tenaga dalam tinggi.
Diegkh! Tendangan Bayu mendarat telak di
dada Kala Putih. Akibatnya, orang tua
berbaju putih itu jadi terpekik keras.
Tubuhnya terhuyung-huyung
ke belakang. Namun Bayu tidak memberi
kesempatan lagi pada orang tua itu untuk
menguasai keseimbangan tubuhnya. Langsung Pendekar Pulau Neraka melompat cepat bagaikan kilat sambil
membabatkan pedang ke arah leher.
"Hiyaaat...!"
Bet! Cras! "Aaa...!"
Satu jeritan panjang melengking
tinggi terdengar keras menyayat. Ujung
pedang bercahaya kehijauan itu tepat
membabat tenggorokan Kab Putih. Darah
seketika muncrat keluar deras sekali.
Tidak hanya sampai di situ saja. Bayu
kembali menusukkan pedangnya ke dada
Kala Putih yang sudah tidak terlindung
lagi. Maka, pedang bercahaya kehijauan
itu langsung amblas ke dada Kala Putih,
hingga ke punggung.
"Hup!"
Bayu cepat melompat mundur
melepaskan pedang yang memanggang
dada Kala Putih. Sebentar orang tua itu
masih bisa berdiri limbung, kemudian
ambruk di tanah berumput yang basah
oleh embun. Kala Putih mengerang dan
menggelepar di tanah. Sementara darah
semakin banyak keluar dari leher dan
dadanya. Cukup lama juga Kala Putih
meregahg, lalu seluruh tubuhnya mengejang dan terkulai tak bernyawa lagi.
Bayu menghembuskan napas panjang.
Keringat tampak membasahi seluruh
tubuhnya. "Kakang...!"
Bayu berpaling begitu mendengar
panggilan seorang gadis. Tampak Sekar
berlari-lari kecil sambil menggandeng
seorang anak laki-laki berusia sepuluh
tahun. Bayu memutar tubuhnya berbalik.
Bibirnya bngsung tersenyum melihat anak
kecil itu menggendong monyet kecil yang
begitu dikenalinya. Rupanya, Tiren berhasil menemukan anak itu.
Tiren langsung melompat ke pundak, dan meme luk leher Pendekar
Pulau Neraka. Pada saat itu, Kampar
datang menghampiri diikuti tiga orang
temannya yeng menggotong sebuah peti
berukuran cukup besar, terbuat dari besi.
"Aku senang kalian semua selamat,"
ungkap Bayu diiringi senyuman.
"Semua ini karena jasamu, Kakang," kata Sekar.
"Benar. Kami semua tidak tahu,
dengan apa harus membalas jasamu,"
sambut Kampar. Pendekar Pulau Neraka hanya
tersenyum saja.
"Apa itu?" tanya Bayu menunjuk
peti besi di belakang Kampar.
"Barang-barang
kerajaan yang mereka rampok dulu," sahut Kampar.
"Masih utuh?"
'Tidak berkurang sedikit pun."
"Syukurlah."
Mereka terdiam beberapa saat.
"Kalian tentu akan mengantarkannya ke istana," tebak Bayu
lagi. "Benar. Kami harus membersihkan
nama kami semua dengan membawa
barang ini pada Gusti Prabu," sahut
Kampar. "Bagaimana denganmu, Sekar?"
tanya Bayu. "Aku akan ke Bukit Langkas. Ada
bibiku di sana," jawab Sekar.
"Sebaiknya, kalian semua ikut dulu
ke istana. Aku memerlukan saksi untuk
menjelaskan semuanya pada Gusti Prabu," pinta Kampar berharap.
"Kau saja, Sekar," ujar Baya
"Kakang...?" tanya Sekar.
"Masih ada yang harus kukerjakan.
Maaf, aku tidak bisa mengantarkan kalian
semua." "Sayang sekali...," desah Kampar.
Bayu hanya tersenyum saja, sambil
menepuk-nepuk pundak Kampar.
"Baiklah. Aku akan mengantarkan
kalian sampai ke perbatasan kota saja,"
kata Bayu menyerah.
Pendekar Pulau Neraka kemudian
mencabut pedang yang menancap di dada
Kala Purih, dan memasukkan ke dalam
warangka kembali. Lalu, diserahkannya
pedang itu pada Sekar.
"Jaga dan rawat pedang ini baikbaik," pesan Bayu.
"Kau tidak ingin memilikinya?"
Bayu menggeleng dan tersenyum.
"Pusaka ini milikmu, Sekar. Tak ada
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang pun yang berhak memilikinya.
Hanya kau dan adikmu yang berhak,"
ujar Bayu lembut.
"Terima kasih," hanya itu yang bisa
diucapkan Sekar.
"Ayo, kita berangkat," ajak Bayu.
SELESAI Serial Pendekar Pulau Neraka
dalam episode-episodenya yang menarik:
1. GEGER RIMBA PERSILATAN
2. PEMBALASAN RATI) SIHIR
3. LAMBANG KEMATIAN
4. CINTA BERLUMUR DARAH
5. PENGANTIN DEW A RIMBA
6. PENDEKAR KEMBAR
7. JAGO DARI SEBERANG
8. PESANGGRAHAN GOA LARANGAN
9. MENEMBUS LORONG MAUT
10. MUSTIKA DEWI PELANGI
11. BUNGA DALAM LUMPUR
12. GADIS BURONAN
13. ISTANA IBLIS
14. DI BALIK GAPING BAMBU
15. UNGKARAN RANTAI SETAN
16. RAHASIA BUNGA CUBUNG BIRU
17. RAHASIA DARA AYU
18. DARAH MENGGENANG DI CANDI
LAKSA 19. TITISAN DEWI IBLIS
20. PERTENTANGAN DUA DATUK
21. CAKAR HARIMAU
22. PERGOLAKAN DI ISTANA LANGKAT
23. SELIR RAJA 24. PRAHARA DI PANTAI SELATAN
25. 26. 27. 28. PERAWAN PEMBAWA MAUT
RATU LEMBAH MAYAT
KERIS KALA MUYENG
PEDANG KAWA HUAU
Renjana Pendekar 2 Oeyse Karya Thio Tjin Boen Iblis Penebus Dosa 2
heran dengan pengetahuan Sekar yang
begitu luas. Wajar saja bila putri seorang
Empu Pembuat Pusaka, bisa mengetahui
tentang kerajaan segala. Dan yang pasti,
tidak sedikit para pembesar yang pernah
memesan senjata pusaka pada ayah gadis
ini. "Kau... berdiri," perintah Sekar
seraya menunjuk salah seorang yang
berada tepat di depannya.
Perlahan orang itu bangkit berdiri,
tapi kepalanya tetap tertunduk. Sementara, kedua tangannya me-nyatu di
bawah perut. Tubuhnya agak sedikit
terbung-kuk, seperti seorang pesuruh
yang sedang menghadap majikannya.
"Siapa namamu, dan kalian semua?" tanya Sekar lagi.
"Kampar. Dan mereka, Gandil,
Gadok dan Buling," sahut orang yang
bernama Kampar, sambil memperkenalkan ketiga temannya.
"Ceritakani
Siapa kalian sebenarnya, dan kenapa bisa jadi seperti
ini...," pinta Sekar
"Ceritanya panjang, Nini...."
"Ceritakan saja."
*** 5 "Mulanya kami berjumlah dua
puluh orang...," Kampar memulai.
"Teruskan," pinta Sekar.
"Kami memang para petugas pengawal pengantar barang kerajaan.
Sudah menjadi bagian dari tugas kami,
menghadapi rintangan dan bahaya yang
menghadang. Dan selama lebih sepuluh
tahun, semuanya bisa diatasi. Bahkan
pihak kerajaan sudah mempercayai kami
untuk mengawal barang-barang berharga,
Tapi, yaaah.... Semua itu hancur seketika
setelah kejadian itu...," lanjut Kampar.
"Kejadian apa?" tanya Bayu.
"Saat itu, kami sedang bertugas
mengawal dua orang panglima yang
membawa satu peti penuh barang berupa
emas. Saat melewati kaki Gunung Anjar,
kami diserang sekelompok orang yang
berjumlah empat kali lipat dari kami
semua. Banyak teman kami yang tewas.
Bahkan kedua panglima itu juga tewas.
Hanya aku dan ketiga temanku ini yang
berhasil lolos."
"Hm...," gumam Bayu periahan.
"Sejak peristiwa itu, kami tidak
berani lagi menampakkan diri. Kami tahu,
sekarang ini menjadi buronan pihak
kerajaan. Mereka pasti menyangka kami
yang merampok barang-barang itu,"
sambung Kampar.
"Seharusnya kau laporkan kejadian
itu," saran Bayu.
"Kami tidak sudi digantung. Walaupun itu musibah, tapi Gusti Prabu
pasti tidak mau tahu. Beliau pasti
meminta barang-barangnya
kembali. Sedangkan...."
"Kenapa?"
"Mustahil kami berempat bisa
mengembalikan barang-barang itu, karena yang merampok adalah orangorang Kala Putih."
"Siapa..."!"
Sekar terbeliak mendengar nama Kala Putih.
"Lagi-lagi Kala Putih...," desis Bayu
agak menggeram suaranya.
"Apakah Kisanak dan Nisanak
berurusan juga dengan Kala Putih?" tanya
Kampar. "Ayahku tewas di tangannya. Dan
sekarang, adikku menjadi tawanannya,"
sahut Sekar agak mendesis.
Beberapa saat mereka jadi terdiam.
"Boleh kami ikut bersama kalian...?"
pinta Kampar agak ragu-ragu.
Bayu dan Sekar tidak segera
menjawab. Saat itu, Kampar dan ketiga
temannya sudah kembali duduk bersila.
Mereka memunggut golok masing-masing,
dan golok yang berada di dalam
genggaman tangan kanan, ditempelkan ke
ujung jari telunjuk kirinya.
"Kami bersumpah untuk selalu
setia," janji Kampar, diikuti ketiga
temannya. "Heh..."!
Apa yang kalian lakukan...?" sentak Bayu.
Tapi belum juga hilang suara
Pendekar Pulau Neraka, mereka sudah
mengiris ujung jarinya dengan golok.
Darah seketika mengucur keluar dari
ujung jari yang teriris. Dan mereka
langsung menyatukan jari yang berdarah
itu. "Edan...!" desis Bayu
"Itu tanda kesetiaan yang mereka
tunjukkan, Kakang," jelas Sekar.
'Tapi, kenapa dengan cara seperti
itu?" "Mereka akan terhina jika kau
menolak tanda kesetiaannya. Mereka
lebih baik mati daripada ditolak."
Bayu jadi garuk-garuk kepalanya
yang tidak gatal. Sementara, keempat
orang itu sudah bangkit berdiri. Mereka
kemudian mengulurkan tangan yang
berlumuran darah kepada Pendekar Pulau
Neraka. Sejenak pemuda berbaju kulit
harimau itu memandangi, tapi Sekar
cepat mengambil tangan kanan Bayu, dan
diulurkan ke depan. Saat itu juga,
keempat orang laki-laki ini menempelkan
tangan yang berlumuran darah, menggenggam tangan kanan Pendekar
Pulau Neraka. Mereka melepaskan tangan Bayu,
kemudian berlutut di depannya. Lalu,
mereka bersujud menempelkan kening di
tanah. Bayu hanya diam memperhatikan
saja. Setelah itu, keempat orang ini
kembali bangkit berdiri.
"Demi Dewata yang bersemayam di
Kahyangan, kami rela menyabung nyawa
demi junjungan," ucap Kampar diikuti
ketiga temannya.
"Kalian terlalu berlebihan," desis
Bayu. "Mereka akan mengikuti semua
perintahmu, Kakang," jelas Sekar.
Bayu hanya menghembuskan napas
saja, dan tidak bisa lagi menolak Dan dia
harus menghormati sumpah setia yang
telah dilakukan empat orang ini.
*** Mendapatkan tambahan orang, memang tidak ada ruginya. Sejak adanya
empat orang itu, Bayu jadi jarang
mengeluarkan tenaga jika kebetulan
dicegat orang-orang Kala Putih. Dan
memang, semakin dekat dengan lembah
tempat tinggal Kala Putih, semakin sering
saja terjadi bentrokan. Bahkan pertumpahan darah pun tak dapat
dihindari lagi. Tapi hal ini sebenarnya
tidak diinginkan Pendekar Pulau Neraka.
Hingga akhirnya mereka sampai di
tepi lembah yang cukup luas. Pemandangan di lembah ini begitu indah.
Tapi di balik semua keindahan itu,
tersimpan sejuta bahaya mengancam.
Bayu berdiri tegak memandang ke arah
lembah itu. Sementara, di samping
kanannya berdiri Sekar. Sedangkan di
belakang mereka, berjajar empat orang
laki-laki bertampang kasar yang telah
mengangkat sumpah setia untuk Pendekar Pulau Neraka.
"Kau lihat, Sekar. Setiap jengkal
lembah ini dijaga ketat," kata Bayu sambil
menunjuk ke arah lembah di depan
mereka. "Apa pun bahayanya, kita harus
masuk ke sana, Kakang," tegas Sekar
bertekad. 'Tapi tidak dengan cara serampangan," kata Bayu lagi.
Sekar terdiam. Bisa dimengerti
maksud Pendekar Pulau Neraka. Kekuatan yang mereka miliki memang
tidak sebanding, bila dilihat dari kekuatan
yang dimiliki Kala Putih. Entah, berapa
banyak pengikut Kala Putih. Di dalam
hati kecilnya, sebenarnya Sekar juga tidak
yakin bisa menembus penjagaan yang
begitu ketat Gadis itu menatap lurus tak
berkedip ke arah bangunan besar yang
dikelilingi tembok batu bagai benteng. Di
dalam bangunan itulah Kala Putih
bertempat tinggal, seperti berada di dalam
sebuah istana kecil di tengah-tengah
lembah yang indah dan luas ini. Sementara
Gunung Anjar yang melatarbelakangi lembah ini, terlihat
begitu angkuh, menjulang tinggi bagai
hendak menembus langit.
Sementara itu, hari sudah menjelang senja. Matahari sudah begitu
condong ke arah Barat Sinarnya tidak lagi
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terik membakar seperti tadi. Rona merah
yang membias, menambah indahnya
pemandangan alam di sekitar lembah ini.
Tampak kabut mulai merayap turun dari
Puncak Gunung Anjar. Udara pun mulai
terasa dingin, menyusup sampai ke
tulang. "Sebaiknya, kita istirahat di sini
sambil memildrkan cara untuk masuk ke
sana," ujar Bayu, periahan suaranya.
"Apa tidak terlalu berbahaya berada
di sini, Kakang?" tanya Sekar.
Belum juga Bayu sempat menjawab
pertanyaan gadis itu, tiba-tiba saja
mereka dikejutkan suara tawa yang
datang dari belakang. Mereka langsung
berbalik, dan terkejut begitu tiba-tiba di
depan mereka kini telah berdiri seorang
laki-laki berbaju kuning gading. Tubuh-
nya kurus, dan kepalanya botak. Tanpa
selembar rambut pun menghiasi.
Tak ada satu senjata pun terlihat,
kecuali seuntai kalung dari batu hitam
yang tergenggam di tangan kanannya.
Jari-jari tangan yang kurus seperti tulang
berbalut kulit, lincah mempermainkan
untaian baru hitam itu. Dia berdiri sekitar
empat batang tombak jauhnya.
"Kalian menyingkirlah," ujar Bayu.
Pendekar Pulau Neraka pernah
melihat orang tua berjubah kuning ini di
kedai, saat mereka beristirahat mengisi
perut. Memang, saat itu mereka tidak
bertegur sapa. Tapi Bayu selalu memperhatikannya
dari sudut ekor matanya, kalau orang tua berjubah
kuning ini tidak lepas mengamati Sekar.
Dan sekarang, dia muncul lagi secara
mengejutkan. Dari kemunculannya saja,
Bayu sudah bisa mengira kalau orang tua
ini memiliki tingkat kepandaian tinggi.
Itulah sebabnya, Pendekar Pulau Neraka
menyuruh Sekar dan empat orang yang
mengikutinya menyingkir.
"He he he.... Kita bertemu lagi,
Pendekar Pulau Neraka," kata orang
berjubah kuning itu diiringi tawanya yang
terkekeh. "Ya! Meskipun tidak sempat bertegur sapa," sambut Bayu kalem.
"He he he...," kembali orang tua
berjubah kuning itu terkekeh.
Dia melangkah ringan mendekati
Pendekar Pulau Neraka. Sementara, Sekar
dan empat orang laki-laki yang ikut
bersamanya, sudah menyingkir ke tempat
yang cukup aman. Sedangkan laki-laki
tua berjubah kuning gading itu sudah
berhenti setelah jaraknya tinggal beberapa
langkah lagi di depan Bayu. Gerakan
kakinya saat melangkah tadi, begitu
ringan. Sehingga, tak terdengar suara
sedikit pun. Dan Bayu semakin yakin
kalau orang tua ini memiliki kepandaian
yang tidak bisa dianggap enteng.
"Boleh aku tahu, siapa sebenarnya
Kisanak ini...?" masih terdengar kalem
suara Bayu. "Orang-orang menyebutku Pendeta
Laba-laba. Padahal, aku bukan seorang
pendeta. Bahkan tidak memiliki puri satu
pun juga," orang tua itu memperkenalkan
diri. "Pendeta Laba-laba...," desis Bayu
agak menggumam.
Pendekar Pulau Neraka kembali
mengamati orang tua berjubah kuning di
depannya dari ujung kepala hingga ke
ujung kakinya. Keningnya sedikit berkerut saat memperhatikan. Orang tua
ini memang lebih tepat dikatakan pendeta
dengan penampilan demikian. Tapi, dia
tidak mengakui kalau dirinya seorang
pendeta. "Dari mana kau bisa tahu namaku,
Pendeta Laba-laba?" tanya Bayu lagi.
"Hanya orang tolol yang tidak
mengenalimu, Pendekar Pulau Neraka,"
sahut Pendeta Laba-laba.
"Lalu, kenapa kau mengikutiku?"
tanya Bayu lagi.
"Aku tidak mengikutimu. Tapi,
mengikuti gadis itu. Kebetulan saja kau
bersamanya,"
Pendeta Laba-laba menunjuk Sekar yang didampingi empat
orang laki-laki bersenjata golok.
"Hm...," gumam Bayu periahan
sambil melirik sedikit pada Sekar yang
berada di tempat cukup aman.
Kembali Bayu melemparkan pandangan pada orang tua berjubah
kuning di depannya. Dia belum tahu, apa
maksud orang tua ini membuntuti Sekar.
Apakah karena pedang yang dibawa
Sekar, seperti yang diinginkan Kala
Putih..." "Untuk apa kau membuntutinya?"
tanya Bayu ingin tahu.
"He he he.... Semua orang sudah
tahu, gadis itu membawa Pedang Kawa
Hijau. Rasanya terlalu bodoh kalau tidak
ikut dalam periombaan ini," sahut
Pendeta Laba-laba diiringi tawanya yang
terkekeh. "O..." Jadi kau juga berminat pada
pedang itu...?" agak sinis nada suara
Bayu, setelah tahu maksud Pendeta Labalaba ini.
"Aku rasa, kau juga berminat,
Pendekar Pulau Neraka."
"Sayang sekali. Aku sama sekah
tidak tertarik," dengus Bayu kurang
senang. "Oh, ya..." Juga dengan kemolekannya...?"
"Apa maksudmu, Kisanak...?"
"Gadis itu cantik sekali. Dan kau
masih cukup muda, Pendekar Pulau
Neraka. Aku rasa kau laki-laki waras
yang...." "Cukup...!" bentak Bayu cepat
memutuskan kalimat Pendeta Laba-laba.
"He he he.... Kau memang pandai
dengan cara pendekatan seperti itu.
Sayang sekali, kita bertemu dalam
suasana yang tidak menyenangkan ini.
Maaf, aku terpaksa harus menyingkirkanmu lebih dahulu," kata
Pendeta Laba-laba, mengandung ancaman, Setelah berkata demikian, laki-laki
tua berjubah kuning ini segera menggeser
kakinya ke kanan beberapa langkah.
Tatapan matanya begitu tajam, menyorot
langsung ke bola mata pemuda berbaju
kulit harimau di depannya. Seakan-akan,
dia sedang mengukur tingkat kepandaian
yang dimiliki pendekar muda ini.
"Hup!"
Cepat sekali Pendeta Laba-laba
menggerakkan kedua tangannya di depan
dada. Kemudian sambil berteriak keras
menggelegar, dia melompat menerjang
Pendekar Pulau Neraka. Satu pukulan
keras dilepaskan ke arah dada pemuda
berbaju kulit harimau itu, disertai
pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hiyaaa...!"
"Ufs! Yeaaah...!"
*** Tapi manis sekali Bayu memiringkan tubuh ke kiri. Sehingga,
serangan Pendeta Laba-laba tidak sampai
menghantam dadanya. Dan begitu pukulan laki-laki tua berjubah kuning itu
lewat, cepat sekali Pendekar Pulau Neraka
mengibaskan tangan kirinya, menyodok
ke arah perut "Hih!"
"Hup!"
Pendeta Laba-laba bergegas menarik kakinya ke belakang, dan
langsung melentingkan tubuh ke belakang sejauh beberapa langkah. Dan
begitu kakinya menjejak tanah, cepat
sekali kedua tangannya dihentakkan ke
depan dengan jari-jari tangan terbuka
lebar. Pada saat itu, dari telapak
tangannya yang terbuka keluar seratserat putih yang meluncur deras ke arah
Pendekar Pulau Neraka. Rupanya, si
Pendeta Laba-laba langsung mengeluarkan jurus andalannya yang
bernama jurus 'Jaring Maut'.
Rrrt...! "Hiyaaa...!"
Cepat sekali Bayu melentingkan
tubuhnya ke udara, menghindari terjangan serat-serat putih seperti jaring
laba-laba itu. Beberapa kali dia melakukan putaran di udara, lalu manis
sekali kakinya hinggap di atas dahan
pohon. Maka, serat-serat putih itu hanya
menghantam sebongkah batu yang cukup
besar. Glarrr...! "Gila...!" desis Bayu terkejut.
Batu itu seketika hancur berkeping
keping tersambar ujung serat putih yang
keluar dari telapak tangan si Pendeta
Laba-laba. Dahsyat sekali jurus ' Jaring
Maut itu! Bisa dibayangkan jika menghantam tubuh manusia. Pasti bakal
hancur seperti batu yang besar dan keras
itu! "Hiyaaa...!"
Pendeta
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Laba-laba kembali menghentakkan kedua tangannya ke arah
Bayu yang berada di atas pohon. Seketika
serat-serat putih itu meluruk deras. Dan
pada saat itu, Bayu sudah melentingkan
tubuhnya untuk menghindar. Kembali dia
melakukan putaran beberapa kali di
udara, sebuah kakinya menjejak tanah.
Satu ledakan keras kembali menggelegar.
Tampak pohon tempat Bayu berada tadi
hancur berkeping-keping terhantam serat
putih itu. "Ha ha ha...! Keluarkan semua
kepandaianmu, Pendekar Pulau Neraka!"
Beberapa kali Bayu terpaksa berjumpalitan menghindari serangan-
serangan serat putih itu. Suara-suara
ledakan keras menggelegar pun terdengar
saling susul. Sebentar saja, tempat di
sekitar pertarungan itu sudah porakporanda. Batu-batu dan pepohonan
hancur berkeping-keping terhantam seratserat putih yang keluar dari telapak
tangan si Pendeta Laba-laba.
"Akan kucoba menangkap serat itu,"
desis Bayu di dalam hati.
Dan ketika si Pendeta Laba-laba
kembali melancarkan serangannya, Pendekar Pulau Neraka tidak berusaha
menghindari sedikit pun. Bahkan menunggu ujung serat itu sampai. Dan
hal ini membuat si Pendeta Laba-laba jadi
agak terkejut juga.
Dan sebelum lawan sempat menyadari apa yang akan dilakukannya,
mendadak saja Pendekar Pulau Neraka
sudah mengibaskan tangan kiri.
"Hap!"
Pendekar Pulau Neraka langsung
mencekal ujung serat putih itu kuat-kuat.
Dan sambil mengerahkan kekuatan
tenaga dalam yang telah sempurna, Bayu
menghentakkan tangan kirinya ke atas
kepala. Begitu cepat tindakannya, sehingga membuat di Pendeta Laba-laba
jadi tersentak kaget. Dia tidak sempat lagi
menahan sentakannya yang begitu kuat
"Whuaaa...!"
Bagaikan selembar daun kering,
tubuh si Pendeta Laba-laba melayang ke
udara. Dan belum juga bisa menguasai
keseimbangan tubuhnya di udara, Pendekar Pulau Neraka sudah melesat ke atas
sambil melepaskan satu pukulan keras
disertai pengerahan tenaga dalam yang
sudah mencapai tingkat kesempurnaan.
"Hiyaaat..!"
Begkh! "Akh."!" Pendeta Laba-laba terpekik
keras agak tertahan.
Pukulan Pendekar Pulau Neraka
tepat menghantam lawannya. Akibatnya,
laki-laki tua berjubah kuning gading itu
terpental jauh ke belakang. Keras sekali
punggungnya menghantam pohon yang
cukup besar hingga tumbang. Pendeta
Laba-laba bergulingan beberapa kali di
tanah, lalu bergegas melompat bangkit
berdiri sambil memegangi dadanya yang
mendadak jadi terasa sesak. Darah kental
agak kehitaman tampak merembes keluar
dari sudut bibimya. Namun, tubuhnya
agak terhuyung-huyung, seakan-akan
kakinya tidak sanggup lagi menopang
berat tubuhnya.
Tangan kiri Pendeta Laba-laba
bergetar menjulur ke depan. Mulutnya
agak terbuka dengan bibir menggeletar.
Lalu, tiba-tiba saja dia jatuh terjungkal.
Sebentar si Pendeta Laba-laba masih bisa
bergerak, sesaat kemudian meregang
kaku dan diam tak berkutik lagi. Mati!
"Phuih...!" Bayu menghembuskan
napasnya yang berat.
Saat itu Sekar berlari-lari menghampiri Pendekar Pulau Neraka,
diikuti Kampar dan ketiga temannya.
Kampar mendekati tubuh Pendeta Labalaba. Diperiksanya tubuh kaku itu
sebentar, kemudian menghampiri Bayu
yang sudah didampingi Sekar.
"Dia sudah mati," kata Kampar
memberi tahu. Bayu hanya diam saja. Pandangannya segera beredar ke sekeliling. Tempat ini begitu hancur,
seperti baru saja terjadi gempa di sini.
Kemudian, ditatapnya tubuh Pendeta
Laba-laba yang terbujur tidak bernyawa
lagi. Pukulan yang dilepaskan Bayu tadi,
memang keras sekali. Terlebih, lagi
disertai pengerahan tenaga dalam penuh
dan sempurna. Akibatnya rongga dada
orang tua berjubah kuning itu hancur
seketika. Dan itulah yang membuatnya
tak bernyawa lagi.
"Ayo kita tinggalkan tempat ini,"
ajak Bayu. "Kenapa pergi, Kakang?" tanya
Sekar. "Mereka pasti mendengar suarasuara ledakan tadi. Belum saatnya
menghadapi mereka sekarang," jelas
Bayu. Tak ada yang membantah. Mereka
bergegas meninggalkan tempat itu, dengan berlari cepat mempergunakan
ilmu meringankan tubuh. Hingga, sebentar saja mereka sudah jauh dan
menghilang di dalam hutan yang cukup
lebat. Dugaan Bayu memang tepat. Begitu
mereka hilang di dalam hutan, muncul
beberapa orang di tempat itu. Mereka
tampak terkejut melihat Pendeta Labalaba tergeletak tak bernyawa lagi. Tak ada
luka terlihat di tubuhnya. Tapi, di
mulutnya penuh darah yang menggumpal. Sementara dadanya seperti
melesak ke dalam. Di antara mereka,
tampak Balika yang membawa tombak
pendek bermata tiga.
"Keparat..! Siapa yang melakukan
ini..."!" geram Balika.
Laki-laki berperawakan tinggi dengan raut wajah memancarkan kebengisan itu mengedarkan pandangan
ke sekeliling. Dia mendengus melihat
tempat sekitamya tampak porak poranda
seperti baru saja terjadi pertempuran
dahsyat. Kemudian orang-orangnya diperintahkan untuk membawa Pendeta
Laba-laba. *** 6 Brakkk! Kala Purih mengkelap marah bukan
kepalang begitu mendapat laporan dari
Balika tentang kematian Pendeta Laba-
laba. Dalam beberapa hari ini, sudah
puluhan anak buahnya yang tewas. Dan
semuanya karena berurusan merebut
Pedang Kawa Hijau dari tangan Sekar.
Tapi yang membuat Kala Putih geram,
sementara ini Sekar didampingi seorang
pendekar muda yang namanya sudah
sering terdengar. Pendekar digdaya yang
bergelar Pendekar Pulau Neraka.
"Caraka, Balika, Kandara, dan kau,
Sentanu.... Kumpulkan semua orangorang kita yang ada. Hancurkan mereka
sekarang juga!" perintah Kala Purih gusar.
"Rasanya tidak perlu kita lakukan
itu, Ki," sanggah Caraka.
"Kenapa" Kau takut...?" dengus
Kala Putih sinis.
"Kita masih memiliki senjata yang
lebih ampuh, Ki," kata Caraka lagi.
"Apa maksudmu, Caraka?"
"Anak itu."
Kala Putih terdiam. Seakan-akan
baru disadari kalau memiliki satu senjata
yang tak ada bandingnya di dunia ini.
Sudah pasti, Sekar akan datang ke sini
untuk membebaskan adiknya. Memang,
tak ada satu senjata pun di dunia ini yang
bisa mengalahkan kasih sayang dan cinta.
Sekar pasti akan melakukan apa saja
untuk membebaskan adiknya dari tawanan Kala Putih.
"Ha ha ha...!" tiba-tiba saja Kala
Putih tertawa terbahak-bahak.
"Rasanya kita tidak perlu susahsusah mencarinya, Ki. Mereka pasti akan
datang sendiri ke sini," saran Caraka lagi.
"Kau benar, Caraka. Gadis setan itu
pasti datang ke sini untuk membebaskan
adiknya," sambut Kala Putih.
"Mereka hanya enam orang, Ki.
Tidak sulit menghancurkannya," sambung
Balika. "Hm...," Kala Putih menggumam
periahan. "Bagaimana anak itu?"
"Dia menangis terus. Makannya
hanya sedikit," sahut Kandara.
"Aku tidak peduli dia mau makan
atau tidak. Yang penting, dia belum mati
sampai kakaknya datang ke sini!" dengus
Kala Putih. "Aku menjaganya baik-baik, Ki,"
tegas Kandara. "Bagus! Tapi, sebaiknya kalian juga
tetap mencari mereka. Kalau bisa, rebut
pedang itu. Rasanya, aku akan lebih
tenang kalau Pedang Kawa Hijau sudah
berada di tanganku," ujar Kala Putih lagi.
"Baik, Ki," sahut empat orang itu
serempak. "Sebaiknya, kalian pergi sekarang,"
kata Kala Putih lagi. "Dan, ingat! Selepas senja
nanti, kalian kutunggu di tempat biasa.
"Baik, Ki," sahut mereka serempak.
Tanpa ada yang membantah sedikit
pun, mereka segera beranjak pergi.
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara, Kala Putih masih tetap duduk
di kursinya sampai empat orang kepercayaannya tenggelam di balik pintu.
Dan Kini perlahan-lahan dia bangkit
berdiri, dan melangkah meninggalkan
ruangan ini. *** Sementara itu di dalam hutan yang
cukup lebat, Bayu duduk bersila di depan
api unggun bersama empat orang bekas
petugas pengawal barang kerajaan. Saat
itu, malam sudah jatuh. Udara di sekitar
hutan lereng Gunung Anjar ini begitu
dingin. Bahkan api unggun yang menyala
cukup besar ini tidak sanggup mengusir
dinginnya udara malam ini.
"Kalian lihat Sekar?" tanya Bayu.
"Tadi ke sana," sahut Kala Putih
sambil menunjuk.
"Kalian di sini saja."
Setelah berpesan, Pendekar Pulau
Neraka bangkit berdiri dan melangkah ke
arah yang ditunjuk Kala Putih. Ayunan
kakinya begitu ringan, dan tak bersuara
sedikit pun. Hutan ini begitu lebat,
sehingga suasananya begitu gelap dan
menyeramkan. Bayu terus mengayunkan
kakinya semakin jauh meninggalkan
empat orang itu.
Sampai di tempat yang penuh batu,
Bayu baru melihat Sekar tengah duduk di
atas batu memandang ke arah lembah.
Dari tempat yang cukup tinggi ini, lembah
itu memang bisa terlihat jelas. Perlahan
Bayu menghampiri dan berdiri di
belakang gadis itu. Lembut sekali
tangannya disentuhkan ke bahu.
"Oh...!" Sekar tersentak kaget.
"Maaf, aku mengejutkanmu," ucap
Bayu. 'Tidak...," sahut Sekar begitu tahu
yang menyentuh bahunya adalah Pendekar Pulau Neraka.
Bayu duduk di samping gadis itu.
Sementara Sekar menggeser sedikit
duduknya, memberi tempat pada Pendekar Pulau Neraka. Mereka terdiam
sambil memandang ke arah lembah yang
bermandikan cahaya api obor. Suasana di
lembah itu terlihat cukup semarak,
seperti sedang pesta. Tapi, tak ada pesta
di sana. Hanya terlihat orang-orang
bersenjata saja yang hilir mudik di sekitar
bangunan besar dikelilingi tembok batu
bagai benteng. "Kau teringat adikmu, Sekar...?"
lembut sekali suara Bayu.
"Ya...," sahut Sekar agak mendesah.
"Kuharap tidak terjadi sesuatu pada
Wirya." "Percayalah, Sekar. Kita pasti akan
membebaskan adikmu," Bayu mencoba
menguatkan hati gadis ini.
"Aku percaya padamu, Kakang."
Kembali mereka terdiam. Pandangan mereka tak terlepas ke arah
lembah yang tampak terang benderang
oleh cahaya api obor. Terlebih lagi, di
dalam bangunan yang dikelilingi tembok
benteng. Semua dalam keadaan terang,
seakan-akan sengaja hendak menyambut
kedatangan mereka.
"Sekar...."
Lembut sekali Bayu mengambil
tangan gadis itu, dan menggenggamnya
penuh kehangatan.
"Oh...," Sekar mendesah.
Sebentar gadis itu berpaling menatap wajah pemuda tampan di
sampingnya, tapi cepat mengalihkan
pandangannya ke arah lain. Rasanya tak
sanggup membalas tatapan mata Bayu
yang mengandung sejuta arti, dan sukar
dilukiskan dengan kata-kata biasa.
'Tanganmu dingin. Kau sakit..?"
masih terdengar lembut suara Bayu.
"Tid... tidak," sahut Sekar jadi
tergagap. Buru-buru gadis itu menarik tangannya dari genggaman Pendekar
Pulau Nereka. Bayu membiarkan saja
ketika Sekar bangkit berdiri, dan berjalan
tiga langkah ke depan. Pemuda itu masih
tetap duduk di batu yang datar dan pipih
ini. Dipandanginya tubuh Sekar yang
ramping dan padat dari belakang.
Perlahan Bayu berdiri dan melangkah
menghampiri. Pendekar Pulau Neraka
berdiri dekat di sebelah kanan gadis ini.
Sementara Sekar tak berpaling sedikit
pun. Matanya tetap terarah ke lembah,
tapi pikirannya jadi tidak tertuju ke sana.
Entah, apa yang ada di dalam kepalanya
saat ini. Baru saja Bayu hendak membuka
mulutnya, tiba-tiba saja terdengar suara
mendesing dari arah kanan. Bayu
berpaling sedikit. Seketika, tangannya
cepat dikibaskan, begitu terlihat sebuah
benda hitam meluncur deras ke arahnya.
Tap! "Panah hitam...," desis bayu begitu
benda yang meluncur deras ke arahnya
berhasil ditangkap.
Bayu cepat-cepat menarik tangan
Sekar, dan membawanya menjauh dari
tempat ini. Tapi belum jauh mereka pergi,
tiba-tiba saja di depan mereka berlompatan tiga orang berbaju serba hitam.
Kemudian, disusul seorang laki-laki
bertubuh sedang dan berwajah cukup
tampan. Tapi, luka codet yang memanjang
membelah pipinya, mengurangi ketampanan wajahnya. Sebuah tombak
pendek berujung runcing terselip di
pinggangnya. Dialah Sentanu, salah
seorang kepercayaan Kala Putih.
"Hebat...!
Tidak percuma kau mendapat julukan Pendekar Pulau Neraka," terasa sinis nada suara Sentanu.
'Terima kasih," ucap Bayu diiringi
senyum tipis. "Rasanya, aku tidak periu banyak
bicara. Kalian tentu tahu maksudku,"
kata Sentanu lagi.
"Dan aku juga tidak akan sungkansungkan lagi," sambut Bayu yang sudah
bisa mengerti kemunculan empat orang
ini. "Serang dia...!" perintah Sentanu.
"Hiyaaat...!"
"Yeaaah...!"
Tiga orang berbaju serba hitam itu
cepat berlompatan menyerang Pendekar
Pulau Nereka. Mereka langsung mencabut
senjata berupa pedang berukuran panjang. Kilatan-kilatan
cahaya keperakan seketika berkelebatan di sekitar tubuh pemuda berbaju kulit harimau itu. Dan Bayu segera berjumpalitan
menghindari serangan-serangan
ini Pendekar Pulau Neraka belum memberi
serangan balasan, dan masih mempelajari
jurus-jurus lawan sambil mengukur
tingkat kepandaian mereka.
Sementara itu, Sentanu sudah
melompat menyerang Sekar. Maka, gadis
itu terpaksa menjauh dari Pendekar Pulau
Neraka. Sentanu tidak tanggung-tanggung
lagi. Langsung dikerahkannya jurus-jurus
andalan yang maut dan dahsyat luar
biasa. Akibatnya Sekar harus jungkir
balik menghadapinya. Sementara Bayu
menghadapi keroyokan tiga orang, namun
masih sempat memperhatikan Sentanu
yang terus berusaha mendesak Sekar.
"Hm..., Sekar tidak akan tahan
kalau digempur begitu terus," desah Bayu
dalam hati. Menyadari keadaan Sekar yang tampaknya semakin gawat, Pendekar
Pulau Nereka segera melompat cepat.
Langsung kedua tangannya dikibaskan
dengan kecepatan bagai kilat, diimbangi
gerakan kakinya yang cepat dan lincah.
"Yeaaah...!"
Begitu cepatnya gerakan yang
dilakukan Pendekar Pulau Neraka, sehingga bentuk tubuhnya jadi menghilang. Dan yang terlihat kini hanya
bayangan kuning tengah berkelebat
menyambar ketiga orang berbaju serba
hitam ini. Entah bagaimana kejadiannya,
tiba-tiba saja ketiga orang itu berpentalan
ke belakang sambil memekik keras
melengking. Mereka seketika berpelantingan di atas tanah berbatu.
Pendekar Pulau Neraka tak lagi
menghiraukan ketiga orang yang merintih
dan menggeliat kesakitan. Dia cepat
melompat menerjang ke arah Sentanu
yang hampir saja menghunjam senjatanya
yang berupa tombak pendek berujung
runcing ke dada Sekar yang sudah
terpojok, dengan punggung menempel
rapat pada pohon.
"Hiyaaa...!"
Plakkk! "Akh...!"
*** Sentanu memekik agak tertahan
begitu tangannya terkena tepakan Pendekar Pulau Neraka. Hampir saja
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tombak pendeknya terpental. Untung saja
Sentanu segera memindahkannya ke
tangan kiri. Cepat dia melompat mundur,
melakukan putaran sekali.
"Setan...!" geram Sentanu berang.
Sementara itu, Bayu sudah berdiri
tegak di depan Sekar. Sedangkan Sentanu
semakin geram begitu melihat ketiga
orangnya sudah terkapar tak berkutik
lagi. Cepat-cepat tombak pendeknya
dipindahkan kembali ke tangan kanan,
lalu melakukan beberapa gerakan cepat.
Beberapa langkah Bayu menggeser kakinya ke kanan, memberi kesempatan
pada Sekar untuk pindah tempat.
"Hiyaaat...!"
Sambil berteriak keras menggelegar,
Sentanu melompat cepat menyerang
Pendekar Pulau Neraka. Tombak pendeknya berkelebat cepat beberapa kali,
membuat Bayu terpaksa harus berjumpalitan menghindarinya. Beberapa
kali ujung tombak pendek Sentanu
hampir menghunjam kulit tubuh Pendekar Pulau Neraka. Tapi, sampai
sejauh ini belum ada satu serangan pun
yang berhasil menyentuh tubuh pemuda
berbaju kulit harimau itu.
Pada saat itu terdengar semak
bergemerisik. Sekar langsung berpaling ke
arah suara itu. Hampir saja pedangnya
tercabut, ketika empat orang laki-laki
muncul dari dalam semak belukar, Sekar
menarik napas panjang. Sedangkan
pedangnya yang sudah tercabut sedikit,
kembali dimasukkan ke dalam warangka.
Ternyata mereka adalah Kampar dan
ketiga temannya. Mereka bergegas menghampiri Sekar yang sudah kembali
mengarahkan perhatian pada pertarungan
itu. "Sentanu...,"
desis Kampar mengenali orang yang bertarung dengan
Bayu. "Kau kenal, Kampar?"
"Dia salah seorang yang merampok
barang kawalanku," sahut Kampar agak
mendesis suaranya.
Saat itu, pertarungan sudah berlangsung lebih dari sepuluh jurus. Dan
beberapa kali sudah Pendekar Pulau
Neraka melancarkan serangan balasan.
Dan entah sudah berapa kali pula
pukulannya masuk ke tubuh lawan. Tapi,
Sentanu rupanya masih mampu bertahan
dan melakukan serangan-serangan
dahsyat dan berbahaya.
"Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Bayu merundukkan
tubuhnya sedikit, dan cepat sekali
melepaskan satu pukulan keras disertai
pengerahan tenaga dalam tinggi ke arah
dada Sentanu. "Uts!"
Sentanu cepat memiringkan tubuhnya ke kanan, menghindari pukulan
itu. Tapi tanpa diduga sama sekali, tubuh
Bayu cepat berputar sambil melepaskan
satu tendangan menggeledek yang tidak
terduga sama sekali. Akibatnya Sentanu
jadi terperangah. Tak ada waktu lagi
bagjnya untuk menghindar. Sehingga....
Diegkh! "Aaakh...!"
Sentanu terpental jauh ke belakang.
Keras sekali tubuhnya jatuh terlentang,
tepat di depan kaki Sekar. Saat itu juga
Sekar mencabut pedangnya. Dan....
"Sekar, jangan...!" sentak Bayu.
Tapi, terlambat!
"Aaa...!"
Sekar sudah lebih dahulu menghunjamkan pedang yang bercahaya
kehijauan itu ke dada Sentanu.
Darah seketika menyembur keluar
begitu Sekar mencabut pedangnya. Sebentar Sentanu menggelepar meregang
nyawa, kemudian mengejang kaku dan diam tak bemyawa lagi. Sekar kembali
memasukkan pedang itu ke dalam
warangkanya. "Seharusnya
kau tidak perlu membunuhnya, Sekar," Bayu menyesali
tindakan gadis ini.
"Dia salah satu pembunuh ayahku,"
dengus Sekar. Bayu menepuk pundak gadis ini,
lalu mengajaknya berlalu dari tempat itu.
Sementara empat orang yang tadi berada
di belakang Sekar hanya diam saja
memandangi. Mereka juga tidak menduga
kalau Sekar akan melakukan hal itu.
Memanfaatkan waktu yang hanya sedikit,
untuk membalas kematian ayahnya pada
Sentanu. "Orang-orang seperti dia tidak
pantas hidup, Kakang," kata Sekar masih
dengan suara berat mendengus.
"Sudahlah.... Aku bisa mengerti
perasaanmu," desah Bayu.
Bayu mengajak duduk gadis ini
pada sebatang pohon yang tumbang
melintang. Sekar hanya menurut saja. Dia
juga diam saja saat Bayu mengambil
tangannya, lalu menggenggamnya eraterat dan hangat. Sekar hanya tertunduk
saja, tapi bukannya tengah menyesali
perbuatannya tadi.
"Rasanya tidak ada lagi tempat yang
aman, Kakang," kata Sekar agak lirih
suaranya. "Aku khawatir Kala Putih akan
menyakiti Wirya."
"Kita memang akan menyelamatkan
adikmu, Sekar. Tapi tunggulah saat yang
tepat," hibur Bayu mencoba menenangkan hati gadis ini.
Bayu bisa merasakan apa yang
tengah melanda hati gadis ini. Ayahnya
tewas di tangan orang-orangnya Kala
Putih. Dan sekarang adiknya ditawan
mereka di lembah itu. Memang cukup
sulit bagi Sekar menerima kenyataan ini.
Kenyataan pahit yang harus ditanggungnya sendiri dalam usia yang
masih muda. Dan Bayu jadi terdiam, tidak tahu
harus berkata apalagi menenangkan hati
gadis ini. Pendekar Pulau Neraka seperti
kehilangan kata-kata. Hanya tangannya
saja yang tetap menggenggam kedua
tangan Sekar, seakan-akan ingin memberi
satu kekuatan dari genggamannya itu.
"Aku tidak tahu, seandainya tidak
ada kau, Kakang," kata Sekar lagi, lebih
pelan suaranya.
"Ah, sudahlah.... Mungkin memang
Dewata tidak menginginkan Kala Putih
memiliki pedang ini," sahut Bayu
merendah. "Aku tidak tahu, dengan apa harus
membalas budimu, Kakang."
"Jangan dipikirkan itu, Sekar. Yang
paling penting sekarang, kita harus
pikirkan bagaimana caranya menyelamatkan adikmu. Lalu, kau pikirkan masa depanmu sendiri. Tanggung jawabmu akan lebih besar
nanti, Sekar," lembut sekali suara Bayu.
Sekar hanya menganggukkan kepala saja. Dia juga jadi tidak tahu lagi,
apa yang harus dikatakannya. Pengorbanan yang diberikan Pendekar
Pulau Neraka begitu besar. Dan tidak
mungkin bisa membalasnya. Tapi, Bayu
sendiri tidak pernah memikirkan hal itu.
Benaknya tengah sibuk memikirkan cara
untuk masuk ke tempat tinggal Kala Putih
dan menyelamatkan Wirya yang berada di
dalam tawanan. *** Sementara malam terus merayap
semakin larut Di tepi bibir lembah, Bayu
berdiri tegak mengamati sekitar lembah
yang masih bertaburkan cahaya api obor.
Di pundaknya, tampak monyet kecil yang
bernama Tiren bertengger di situ. Puluhan
orang bersen-jata golok masih terlihat
berjaga-jaga di sekitarnya. Dan kebanyakan, mereka berada di sekitar
bangunan yang seperti sebuah istana
kecil dikelilingi tembok batu menyerupai
benteng. "Hup!"
Tiba-tiba saja Bayu melompat cepat
bagai kilat menuruni tebing lembah ini
bersama Tiren di pundaknya. Gerakannya
begitu ringan dan cepat, sehingga sukar
diikuti pandangan mata biasa. Hanya
bayangan kuning saja yang terlihat
berkelebat cepat memasuki lembah itu.
Bayu terus bergerak cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh
yang sudah mencapai tingkat sempurna.
Diputarinya lembah itu, dan baru
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhenti setelah berada di bagian
belakang bangunan istana kecil yang
dikelilingi tembok benteng itu.
"Hm...," gumam Bayu perlahan.
Sebentar Pendekar Pulau Neraka
mengamati keadaan sekitarnya, kemudian
kembali melesat cepat dan ringan sekali.
Ternyata, di bagian belakang ini tidak
terlihat seorang penjaga pun. Pendekar
Pulau Neraka kembali berhenti, merapatkan tubuhnya ke dinding tembok
batu yang berlumut cukup tebal ini.
"Tiren! Lihatlah ke dalam. Kalau
bisa, cari tempat Wirya ditawan," bisik
Bayu pada monyet kecil di pundaknya.
"Nguk!"
Monyet kecil berbulu hitam itu
rupanya mengerti semua yang dikatakan
Bayu. Cepat binatang itu melompat naik
ke atas tembok benteng ini. Sebentar dia
berhenti di bibir tembok, lalu berpaling
pada Bayu sebentar. Kemudian dia
melompat turun ke dalam.
Beberapa saat Bayu menunggu, lalu
cepat melentingkan tubuhnya ke atas.
Tanpa menimbulkan suara sedikit pun,
kakinya hinggap di atas tembok benteng
ini. Sebentar diamatinya keadaan sekeliling bagian belakang bangunan
besar bagai istana ini. Ringan sekali Bayu
berlari-lari di bibir tembok yang cukup tebal ini.
"Ufs!"
Tiba-tiba saja Pendekar Pulau
Neraka menjatuhkan diri, dan merapatkan tubuh begitu terlihat dua
orang berjalan menuju ke arahnya dengan
golok di pinggang. Bayu sempat menahan
napasnya ketika dua orang penjaga itu
lewat di bawahnya. Belum juga bisa
menghembuskan napas lega, mendadak
saja dua orang penjaga itu berhenti tidak
jauh darinya. Namun, salah seorang
mendongak ke atas.
"Heh...!"
"Hup!"
Tak ada pilihan lagi bagj Bayu.
Cepat Pendekar Pulau Neraka melompat
turun, dan langsung melepaskan dua
pukulan beruntun yang cepat disertai
pengerahan tenaga dalam tinggi. Kedua
orang penjaga itu tidak sempat lagi
bersuara, dan langsung menggeletak
jatuh begitu terkena pukulan Pendekar
Pulau Neraka. Tak ada suarapun yang terdengar.
Bayu bergegas menyeret tubuh kedua
penjaga ini, dan menyembunyikan ke
dalam semak yang cukup rimbun.
"Hup...!"
Bergegas Pendekar Pulau Neraka
melompat menuju ke arah rumah
berukuran besar dan cukup megah itu.
Tapi belum juga sampai, mendadak saja
terdengar bentakan keras menggelegar.
"Hei...!"
"Oh..."!"
*** 7 Sungguh Bayu tidak menyangka
kalau kehadirannya bisa diketahui begitu
saja. Dan belum lagi hilang keterkejutannya,
mendadak saja berkelebat sebuah bayangan di depannya.
Dan tahu-tahu, di situ sudah berdiri
seorang laki-laki bertubuh tinggi besar
dan tegap. Di tangannya tampak tergenggam sebuah rantai baja berbandul
bola besi berduri pada bagian ujung-nya.
"Rupanya tikus ini punya nyali
besar juga," desis Kandara sinis.
Pendekar Pulau Neraka hanya diam
memandangi saja. Pada saat itu, terlihat
sekitar sepuluh orang berlarian ke tempat
ini. Mereka semua bersenjata golok
terhunus. Bayu sempat mellrlk ke arah
sepuluh orang yang sudah berada di
hadapannya. Mereka berdiri berjajar di
belakang Kandara yang mengayunayunkan rantai yang berbandul bola besi
berduri. "Bunuh dia...!" perintah Kandara
lantang. "Hiyaaa!"
"Yeaaah...!"
Seketika itu juga sepuluh orang
yang berada di belakangnya, berlompatan
cepat seraya mengebutkan golok menyerang Pendekar Pulauv Neraka.
Tubuh Bayu segera melenting ke udara,
melewati kepala orang-orang yang berhamburan menyerangnya. Beberapa
kali Pendekar Pulau Neraka melakukan
putaran di udara, lalu manis sekali
mendarat di belakang Kandara.
'Yeaaah...!"
Cepat sekali Kandara memutar
tubuhnya sambil mengebutkan rantai
baja yang berbandul besi berduri sebesar
kepala itu. Bayu tersentak kaget tidak menyangka. Cepat-cepat tubuhnya melesat
ke udara, menghindari terjangan bola besi
berduri tajam itu. Dan begitu kakinya
menjejak tanah, dua orang bersenjata
golok sudah menyerang, membabatkan
golok ke arah dada.
"Hap!"
Tap! Tangkas sekali Bayu menangkap
tangan kedua orang itu yang memegang
golok. Lalu dengan mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya, kedua tangan
itu dihentakkan ke lututnya. Kedua orang
itu menjerit keras. Terdengar suara
berderak dari tulang tangan yang patah.
Tidak hanya sampai disitu saja. Bayu
dengan segera melepaskan cekalannya,
dan memberikan satu gedoran keras
disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Kembali kedua orang itu menjerit
keras. Tubuh mereka terlontar jauh ke
belakang, dan ambruk ke tanah tak
bergerak-gerak lagi. Belum sempat Bayu
menarik napas, satu serangan kembali
datang menghampirinya dari arah kanan.
Sebuah golok keperakan berkelebat cepat
mengarah ke leher. Bergegas Pendekar
Pulau Neraka menarik kepalanya. Dan
begitu ujung golok lewat di samping
lehemya, cepat dilepaskannya satu pukulan keras bertenaga dalam sempurna. "Yeaaah...!"
Diegkh! "Aaakh...!"
Satu jeritan panjang melengking
tinggi terdengar lagi Kemudian, disusul
ambruknya satu orang dengan kepala
remuk terkena pukulan dahsyat Pendekar
Pulau Neraka. Meskipun sudah tiga orang
tergeletak tak bemyawa lagi, tapi tujuh
orang lainnya yang masih bernapas tidak
merasa gentar sedikit pun. Mereka
langsung merangsek menyerang Pendekar
Pulau Neraka dari berbagai penjuru.
"Hiya! Yeaaah...!"
Kali ini Pendekar Pulau Neraka
benar-benar tidak tanggung-tanggung
lagi. Tubuhnya bergerak cepat laksana
kilat, sambil melontarkan pukulanpukulan
keras bertenaga dalam sempurna. Jeritan-jeritan
panjang melengking tinggi terdengar saling susul
dan menyayat Satu persatu, mereka yang
menyerangnya berpentalan dan tergeletak
tak bernyawa lagi.
Dalam waktu tidak berapa lama
saja, tak ada seorang pun dari kesepuluh
orang itu yang bisa bangkit lagi.
Sementara, Kandara mendesis geram
melihat sepuluh orang bisa dirobohkan
begitu mudah. Maka, cepat-cepat senjatanya dikebutkan sebelum Bayu
sempat melonggarkan rongga dadanya.
Bet! Wusss! "Hup! Yeaaah...!" Bayu terpaksa
berjumpalitan menghindari bola besi
berduri yang melayang-Iayang seperti
memiliki mata mengincar dirinya. Ke
mana saja tubuhnya berkelit, bola besi
berduri itu selalu bergerak cepat mengikuti. Bahkan beberapa kali Pendekar Pulau Neraka terpaksa harus
menjatuhkan diri ke tanah, dan bergulingan menghindari seranganserangan yang dilancarkan Kandara.
"Setan...!" desis Bayu menggeram.
Tak ada kesempatan sendikit pun bagi
Pendekar Pulau Neraka untuk balas
menyerang. Kandara seakan-akan sengaja
menjaga jarak, dan
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hanya mempermainkan senjatanya dengan lincah sekali. Kedua tangannya bergerak
cepat mempermainkan rantai baja yang
dihubungkan dengan bola besi berduri
tajam itu. Dan jarak antara mereka
memang semakin jauh. Namun, inilah
yang diharapkan Kandara, sehingga Bayu
benar-benar tidak punya kesempatan
melakukan serangan balasan.
"Ha ha ha...!"
Kandara tertawa terbahak-bahak
melihat pemuda berbaju kulit harimau itu
pontang-panting menghindari seranganserangan bola berdurinya. Rantai bajanya
terus dimainkan dengan tangkas sekali,
diimbangi gerakan kaki yang begitu cepat
dan ringan, mengikuti gerakan menghindar yang dilakukan Pendekar
Pulau Neraka. "Mampus kau sekarang, Keparat!
Hiyaaa...!"
Kandara menghentakkan tangannya
cepat sekali. SeketJka rantai baja yang
berujung bola besi berduri itu meluruk
deras mengarah ke dada Pendekar Pulau
Neraka. Saat itu, Bayu baru saja bisa
menjejakkan kakinya di tanah, setelah
menghindari terjangan bola berduri itu.
Maka, matanya terbeliak melihat senjata
maut yang dahsyat itu meluruk deras ke
arahnya cepat bagai kilat Tapi begitu bola
besi berduri itu hampir menggedor dada
Bayu, mendadak saja berkelebat secercah
sinar hijau di depan dada Pendekar Pulau
Neraka. Padahal, saat. itu pemuda
berbaju kulit harimau ini hendak
menangkap bola besi berduri milik
Kandara. Wusss! "Heh..."!"
"Uts!"
Kandara terkejut setengah mati lalu
cepat menarik pulang senjata nya. Tapi
gerakannya terlambat Sinar kehijauan itu
sudah menghantam bola besi berduri itu
keras sekali. Glarrr...! Satu ledakan keras menggelegar
terdengar dahsyat memekakkan telinga.
Bayu yang juga terkejut tidak menyangka,
cepat-cepat melentingkan tubuh ke belakang dan berputaran beberapa kali.
Bunga api memijar, menyebar ke segala
arah, disertai kepulan asap hitam akibat
benturan bola besi berduri dengan sinar
kehgauan yang tiba-tiba saja datang
berkelebat "Akh...!" Kandara terpekik agak
tertahan. Dia terpental ke belakang sejauh
dua batang tombak. Tapi, Kandara cepat
menguasai keseimbangan tubuhnya begitu menjejakkan kaki di tanah. Kandara terbeliak melihat bola besi berduri
andalannya hancur berkeping-keping.
Dan lebih terbeliak lagi, begitu melihat
seorang gadis berdiri tegak di depan
Pendekar Pulau Neraka dengan sebilah
pedang bercahaya kehijauan melintang di
depan. "Kau..."!"
*** "Sekar..."! Kenapa kau berada di
sini...?" Bayu juga terkejut melihat
kemunculan gadis itu.
"Aku tidak akan membiarkanmu
menyelesaikannya sendiri, Kakang," tegas
gadis yang baru muncul itu. Dia memang
Sekar. "Bagus! Rupanya dua tikus bernyali
besar sudah muncul di sini...!" tiba-tiba
saja terdengar suara berat dan menggema. Bayu dan Sekar langsung berpaling
ke arah datangnya suara tadi. Entah
kapan datangnya, tahu-tahu di atas atap
bangunan besar bagai istana itu sudah
berdiri seorang laki-laki tua berbaju serba
putih bersih. Belum lagi hilang rasa
keterkejutan Bayu dan Sekar, dari balik
dinding bangunan itu bermunculan
orang-orang bersenjata terhunus. Bahkan
di atas atap juga bersembulan orangorang yang sudah siap dengan pa-nah
terbentang, siap dilepaskan.
Sebentar saja tempat itu sudah
dikepung rapat Tak ada lagi celah untuk
bisa keluar dari tempat ini. Saat itu,
Kandara melompat naik ke atas atap,
bergabung dengan yang lain. Dia berdiri
hinggap di samping kanan laki-laki
berbaju putih itu.
"Dialah Kala Purih," dengus Sekar
memberi tahu sambil menunjuk laki-laki
berbaju putih di atas atap.
Di samping kanan-kiri Kala Putih
berdiri Balika dan Caraka selain Kandara
yang baru saja naik ke atas atap ini. Ada
sekitar dua puluh orang yang siap melepaskan anak panah di sekitar mereka.
Sedangkan di depan Bayu dan Sekar,
tidak kurang dari lima puluh orang
bersenjatakan golok terhunus.
"Kalau ada kesempatan, kau harus
segera pergi dari sini," ujar Bayu berbisik
"Tidak! Aku harus menyelamatkan
Wirya...!" sentak Sekar menolak tegas.
"Jangan gila, Sekar! Jumlah mereka
terlatu banyak!" dengus Bayu sedikit
kesal. Sekar diam saja. Pandangannya
langsung beredar ke sekeliling. Jumlah
mereka memang banyak. Sedangkan dia
hanya berdua saja dengan Pendekar Pulau Neraka. Belum lagi Kala Putih yang
berkepandaian tinggi, dan tidak bisa
dipandang enteng. Bahkan ditambah tiga
orang pembantu kepercayaannya. Meskipun tidak setinggi Kala Putih, tapi mereka
juga tidak bisa dianggap enteng. Sebentar
kemudian, Sekar menatap wajah Pendekar Pulau Neraka yang sekarang
sudah berada di sampingnya.
"Kau sendiri...?" tanya Sekar.
"Aku juga tidak sudi mati konyol di
sini," sahut Bayu agak mendengus
suaranya. "Kau pegang ini, Kakang."
Bayu memandangi Sekar yang
menyerahkan Pedang Kawa Hijau.
"Kau lebih membutuhkannya,
Sekar," Bayu mencoba menolak
"Kau bisa melindungiku keluar dari
sini dengan pedang ini, Kakang," Sekar
memaksa. "Baiklah...,"
Bayu menyerah. Pendekar Pulau Neraka menerima pedang
itu dari tangan Sekar. Memang tidak ada
pilihan lain lagi Baginya saat ini, yang
penting Sekar mau menuruti katakatanya.
Kalau pedang ini tidak diterimanya, sudah pasti Sekar tidak mau
meninggalkan tempat ini.
"Kalau aku melompat, kau cepat
melompat keluar," ujar Bayu berbisik.
"Baik" sahut Sekar. Pendekar Pulau
Neraka memperhatikan orang-orang yang
sudah mulai bergerak mendekati. Ditariknya tangan Sekar hingga gadis itu
berada di belakangnya. Perlahan Pendekar Pulau Neraka juga bergerak
mundur. Sekar mengikuti menggeser kaki ke
belakang perlahan-lahan,
mengikuti irama kaki Pendekar Pulau Neraka.
Sampai dekat dengan tembok benteng
yang mengelilingi bangunan bagai istana
itu, Sekar berhenti melangkah mundur.
"Bersiaplah," ujar Bayu.
"Baik," sahut Sekar agak mendesah.
Sementara orang-orang yang mengepung terus bergerak semakin
mendekati. "Kau harus segera menemui Kampar. Paksa dia untuk meminta
bantuan prajurit kerajaan,"
Bayu berpesan. "Untuk apa...?" tanya Sekar tidak
mengerti. "Kau tidak akan sanggup menghadapi mereka sendirian, Sekar."
'Tapi, apa mungkin Kampar mau?"
"Katakan, kalau aku yang menyuruhnya."
Sekar hanya mengangguk saja. Saat
itu, Kala Putih sudah berteriak lantang
menggelegar memberi perintah.
"Seraaang...!"
Teriakan-teriakan
keras menggelegar seketika itu juga terdengar
memecah keheningan malam. Lebih dari
lima puluh orang bersenjata golok
berhamburan ke arah Pendekar Pulau
Neraka. Golok mereka terangkat ke atas
kepala. Lalu sambil berlarian mereka
berteriak-teriak membangkitkan semangat
bertempur. "Sekarang! Hiyaaa...!" seu Bayu
tiba-tiba. Saat itu juga, Bayu melentingkan
tubuh ke atas. "Hiyaaat..!"
Sekar cepat mengikuti Pendekar
Pulau Neraka. Dia cepat melesat ke atas,
berlindung di baBk pung-gung Pendekar
Pulau Neraka. Rupanya, tanpa disadari
pengaruh Pedang Kawa Hijau telah
menjalar di tubuh Sekar. Meskipun, dia
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudah tidak memegangnya lagi. Jadi,
wajar saja bila Sekar mampu melompat ke
atas demikian tingginya.
"Panah...!" teriak Kala Putih begitu
melihat Bayu dan Sekar melesat ke udara.
Swinggg...! Belum juga teriakan Kala Putih
menghilang dari pendengaran, puluhan
anak panah sudah berhamburan ke arah
Bayu. Saat itu, Sekar sudah mencapai
bibir tembok benteng. Sedangkan Bayu
masih melayang di udara. Pendekar Pulau
Neraka cepat mengebutkan tangannya,
menyampok panah-panah yang berhamburan berdesingan di sekitamya.
"Lari cepat, Sekar...!" seru Bayu.
Tanpa menunggu perintah dua kali,
Sekar segera melompat turun keluar dari
lingkungan tembok benteng ini. Sementara, Bayu kembali meluncur turun
sambil cepat mengebutkan tangannya,
menangkis setiap panah yang mengarah
ke tubuhnya. Dan begitu kakinya menjejak tanah,
Pendekar Pulau Neraka langsung disambut puluhan golok yang berkelebatan cepat di sekitar tubuhnya.
Bayu berjumpalitan, menghindari setiap
tebasan golok yang cepat datang dari
segala penjuru. Maka, ruang geraknya
begitu cepat menyempit
"Setan...!" geram Bayu mendengus.
Tak ada kesempatan bagi Bayu
untuk menggu-nakan senjata Cakra
Mautnya. Namun, seketika Pendekar
Pulau Neraka jadi teringat pedang yang
diberikan Sekar. Tanpa peduli kalau tidak
pernah menggunakan pedang dalam
pertarungan, pedang itu cepat dicabut
dari warangkanya. Seketika, cahaya
kehijauan menyemburat terang dari
pedang ini. "Hiyaaat..!"
Bayu langsung mengebutkan pedangnya disertai pengerahan tenaga
dalam tinggi. Seketika itu juga terdengar
jeritan panjang melengking saling sambut
disusul bertumbangannya tubuh-tubuh
bersimbah darah. Bayu sendiri sampai
terkejut karena beberapa golok yang
terbabat pedang ini langsung terpenggal
buntung. Dan setiap kali pedangnya
bergerak cepat, satu atau dua orang
menjerit keras, lalu ambruk menggelepar
berlumuran darah.
Dalam beberapa gebrak saja, sudah
lebih dari lima belas orang tergeletak
berlumuran darah tak bemyawa lagi.
Bukan hanya mereka yang terkejut.
Bahkan Bayu juga tidak mengerti dengan
semua ini. Tangannya tidak merasa
menggerakkan pedang ini. Dan sepertinya, pedang bercahaya kehijauan
ini bisa bergerak sendiri, berkelebat
membabat orang-orang yang berada di
dekatnya. *** "Mundur...!" teriak Kala Putih tibatiba.
Mereka yang mengeroyok Bayu,
langsung berlompatan mundur begitu
mendengar teriakan keras Kala Putih.
Tidak kurang dari dua puluh orang kini
sudah bergelimpangan bersimbah darah
tak bemyawa Jagi. Bau anyir darah begitu
cepat menyebar, merasuk ke lubang
hidung. Bayu berdiri tegak, dan Pedang
Kawa Hijau tampak tergenggam di tanah
kanannya. Pendekar Pulau Neraka bagaikan
malaikat maut pencabut nyawa dengan
pedang bercahaya kehijauan berada
dalam genggaman tangan kanannya.
Sinar matanya begitu tajam merayapi
orang-orang yang berada agak jauh di
sekitamya. Kemudian ditatapnya Kala
Putih yang masih berada di atas,
cfidampingi tiga orang pembantu kepercayaannya.
Kala Putih yang memang menginginkan Pedang Kawa Hijau itu, jadi
berbinar matanya. Tapi hatinya juga
geram, karena pedang itu sudah meminta
nyawa anak buahnya begitu banyak.
Terlebih lagi, sekarang ini pedang
idamannya berada di tangan seorang pendekar muda berkepandaian tinggi yang
sudah tidak asing lagi di kalangan rimba
persilatan. "Kala Putih, gadis itu sudah kabur,"
jelas Balika. "Aku tidak peduli!" dengus Kala
Putih. Dan memang, sebenarnya yang
diincar bukanlah Sekar, tapi Pedang Kawa
Hijau yang kini berada di dalam
genggaman tangan Pendekar Pulau Neraka. "Kalian bertiga, bunuh bocah setan
itu!" perintah Kala Putih.
Tanpa menunggu perintah dua kali,
tiga orang pembantu kepercayaan Kala
Putih langsung berlompatan turun. Gerakan mereka begitu ringan, tak sedikit
pun menimbulkan suara begitu menjejak
tanah. Mereka kembali berlompatan
mendekati Bayu.
"Hiyaaat..!"
Balika langsung melakukan serangan. Senjatanya yang berupa trisula,
langsung ditusukkan ke arah dada
Pendekar Pulau Neraka. Tapi hanya
sedikit saja Bayu memiringkan tubuhnya,
maka tusukan senjata Balika tidak
mengenai sasaran.
Bahkan tanpa diduga sama sekali,
Bayu mengebutkan pedangnya ke arah
perut Balika dengan kecepatan luar biasa.
Akibatnya, Balika tersentak kaget tidak
menyangka. Buru-buru senjatanya ditarik, dan cepat dikibaskan menangkis
pedang bercahaya kehijauan itu
Tranggg! "Heh..."!"
Balika tersentak kaget setengah
mati begitu senjatanya beradu dengan
pedang di tangan Pendekar Pulau Neraka.
Seluruh tubuhnya jadi menggeletar bagai
tersengat lebah. Bahkan senjata kebanggaannya jadi terpenggal dua.
Belum lagi Balika dapat meng-hilangkan
keterkejutannya,
Bayu sudah melancarkan satu serangan kilat yang
mendadak. "Hiyaaa...!"
Cepat sekali kaki kanan Pendekar
Pulau Neraka melayang ke arah dada, di
saat Balika tengah terpana melihat
senjatanya terpenggal buntung oleh
Pedang Kawa Hijau. Maka, serangan Bayu
yang begitu cepat, tak dapat lagi
dihindari. Des! "Akh...!" Balika memekik keras.
Tubuh Balika terpental jauh ke
belakang, dan keras sekali menghantam
tanah. Tendangan yang dile-paskan Bayu,
begitu keras karena disertai pengerahan
tenaga dalam sempurna. Sebentar Balika
menggeliat, kemudian diam tak berkutikkutik lagi. Hanya tiga kali gebrakan saja,
Balika sudah terkapar tak bernyawa lagi
Dadanya tampak melesak hancur terkena
tendangan Bayu tadi.
"Setan! Hiyaaat..!"
Caraka begitu geram melihat Balika
sudah tergeletak tak bernyawa lagi.
Bagaikan kilat, golok yang berukuran
besar dikibaskan ke arah kepala Pendekar
Pulau Neraka. Tapi, Bayu berhasil
mengelakkan serangan itu dengan merundukkan kepala. Dan begitu golok
Caraka yang berukuran besar itu lewat di
atas kepala, bergegas Bayu menegakkan
kepalanya lagi. Seketika kakinya ditarik
ke belakang dua langkah.
Bet! Cepat sekali Pendekar Pulau Neraka
mengebutkan pedangnya, ketika Caraka
kembali melakukan serangan golok ke
dada. Melihat Pendekar Pulau Neraka itu
hendak menangkis, Caraka cepat menarik
pu lang goloknya. Tapi tanpa diduga sama
sekali, pedang bercahaya kehijauan itu
meliuk indah. Dan tahu-tahu, sudah
berada di depan dada Caraka.
"Heh..."!"
Caraka jadi terkejut setengah marl.
Buru-buru tubuhnya indenting, berputar
ke belakang. Sehingga, tusukan Pedang
Kawa Hijau itu tidak sampai mengenai
sasaran. "Hiyaaat..!"
Sebelum Pendekar Pulau Neraka
bisa menarik pulang pedangnya, tiba-tiba
saja Kandara sudah melompat menyerang. Pedang hitam yang selalu
tersembunyi di balik bajunya, kini telah
berada di tangan kanannya bergerak
cepat mengibas ke arah leher Pendekar
Pulau Neraka. Tapi tanpa diduga sama
sekali, Bayu tidak berusaha menghindar.
Dan begitu mata pedang berwarna hitam
pekat itu hampir menebas lehernya, cepat
dan tiba-tiba sekali Bayu mengebutkan
pedangnya ke depan.
"Kandara, awas...!" seru Caraka
memperingatkan.
Tapi peringatan Caraka rupanya
terlambat Karena, tubuh Kandara sudah
condong ke depan, maka sukar untuk
bisa ditarik kembali. Dan tak pelak lagi,
pedang di tangan Bayu menembus dada
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hingga ke punggung. Kandara langsung
menjerit keras melengking tinggi.
"Hih!"
Begitu Bayu mencabut pedangnya
kembali, Kandara langsung limbung.
Tubuhnya ambruk menggele-par di tanah.
Darah bercucuran deras dari dadanya
yang berlubang hingga tembus ke
punggung. Beberapa saat Kandara masih
menggeliat meregang nyawa, kemudian
mengejang kaku tak bergerak-gerak lagi.
Tewas! "Keparat..!" geram Kala Putih yang
sejak tadi menyaksikan pertarungan itu.
*** 8 "Kalian semua, serang bocah setan
itu...!" teriak Kala Putih memberi perintah. Teriakan Kala Putih begitu keras
menggelegar, bagai guntur meledak di
angkasa. Dan seketika itu juga, semua
orang yang ada di halaman belakang bangunan besar bagai istana kecil itu
berhamburan sambil berteriak-teriak
meluruk mendekati Pendekar Pulau
Neraka. Tapi sebelum mereka dekat, tibatiba saja dari batik tembok benteng yang
mengelilingi bangunan bagai istana ini
bermunculan empat orang yang mengikub" Bayu. Empat orang yang telah
mengangkat sumpah setia pada Pendekar
Pulau Neraka. Bayu tidak sempat memperhatikannya,
karena sudah mendapat serangan-serangan
yang beruntun dari beberapa arah. Pendekar
Pulau Neraka kembali sibuk menerima
serangan-serangan yang begitu gencar
dan membahayakan. Bayu berlompatan,
berjumpalitan, menghindari setiap serangan yang datang, disertai tebasan
pedangnya yang memancarkan cahaya
kehijauan. Teriakan-teriakan pertempuran kini
diwarnai jerit dan pekik kematian yang
saling susul. Tubuh-tubuh berlumuran
darah pun kembali terlihat bergelimpangan satu persatu. Kali ini,
mereka tidak hanya menghadapi Pendekar Pulau Neraka, tapi juga harus
menghadapi Kampar dan ketiga temannya
yang baru datang.
Saat itu, Bayu baru bisa memperhatikan keempat orang bekas
petugas pengawal barang kerajaan yang
bertempur penuh semangat bagai banteng
liar terluka. Golok mereka berkelebatan
cepat, membabat siapa saja yang mencoba mendekat Entah sudah berapa
orang yang bergelimpangan tak bemyawa
lagi. Tapi pertarungan itu tampaknya
masih akan terus berlangsung cukup
lama. "Hup! Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Pendekar Pulau
Neraka melesat cepat bagaikan kilat, dan
mendarat di dekat Kampar. Langsung
pedangnya berkelebat cepat membabat
satu orang yang mencoba membokongnya
dari belakang. Orang itu menjerit keras
melengking tinggi, begitu pedang di
tangan Bayu membelah dadanya.
"Kenapa kau ke sini...?" tanya Bayu.
"Kami mengkhawatirkan
keselamatanmu," sahut Kampar tanpa
menghentikan pertarungannya.
"Kau tidak bertemu Sekar...?" tanya
Bayu lagi. "Tidak," sahut Kampar.
"Edan...!" desis Bayu jengkel.
Bayu sempat melirik ke atas atap.
Dan di sana sudah tidak terlihat Kala
Putih lagi. Sedangkan Caraka sibuk
bertarung bersama Gandil menghadapi
lawan. "Mundur kau, Gandil! Hiyaaat..!"
teriak Bayu keras menggelegar.
Seketika itu juga Pendekar Pulau
Neraka melesat cepat ke arah Gandil.
Langsung Pedang Kawa Hijau dibabatkannya. Sekali berkelebat saja,
tiga orang langsung menjerit dan menggelepar di tanah. Begitu Bayu
muncul, Gandil cepat-cepat melompat
mundur. Tanpa berkata apa-apa lagi,
Bayu langsung merangsek Caraka yang
menggunakan golok berukuran besar
sebagai senjatanya.
Mendapat serangan yang begitu
cepat dan tiba-tiba, Caraka jadi kelabakan
setengah mati. Tubuhnya berjumpalitan,
berusaha menghindari tebasan-tebasan
pedang bercahaya kehijauan yang dilancarkan Pendekar Pulau Neraka.
Hingga akhirnya....
"Hiyaaa...!"
Satu tebasan kilat yang dilancarkan Bayu,
tak dapat lagi dihindari Caraka. Pedang
itu tepat menyabet lehemya, dan tak ada
suara sedikit pun yang terdengar. Caraka
hanya mampu berdiri sebentar, kemudian
jatuh menggeletak dengan kepala menggelinding terpisah.
"Kalian hadapi mereka...!" seru
Bayu keras. Saat itu juga, Pendekar Pulau
Neraka melompat cepat melewati beberapa kepala. Pedangnya masih sempat dibabatkan, menjatuhkan beberapa orang, sebelum berada di luar
arena pertarungan. Ringan sekali gerakan
Pendekar Pulau Neraka saat melompat ke
atas atap. Seperti seekor kucing, kakinya
mendarat di atap bangunan besar dan
megah ini. Matanya langsung beredar
tajam berkeliling.
"Hup! Yeaaah...!"
*** Begitu Bayu melihat Kala Putih
sedang mendesak seorang gadis di bagian
halaman depan bangunan megah ini,
secepat kilat melesat ke arah pertarungan
itu. Tepat di saat itu, Kala Putih
menghentakkan tangannya ke depan.
Sehingga dari telapak tangan yang terbuka, meluncur deras secercah cahaya
merah ke arah gadis itu.
"Yeaaah...!"
Cras! "Heh..."!"
Kala Putih tersentak kaget begitu
tiba-tiba serang-annya terpantul ke arah
Iain. Satu kilatan cahaya kehijauan
membuat sinar merah itu terpental. Dan
Kala Putih semakin terkejut melihat Bayu
yang tiba-tiba saja sudah berdiri di
depannya, melindungi gadis cantik yang
ternyata adalah Sekar.
"Setan alas...!" geram Kala Putih
berang. "Kau lawanku, Kala Putih!" desis
Pendekar Pulau Neraka dingin.
"Phuih!" Kala Putih menyemburkan
ludahnya. Sementara itu, Sekar yang tadi
terjajar tergeletak di tanah sudah bisa
bangkit berdiri. Kakinya melangkah
mundur beberapa tindak. Hatinya gembira melihat Bayu muncul pada saat
yang tepat Sementara, Pendekar Pulau
Neraka tidak sempat memperhatikan Sekar, karena Kala Putih sudah cepat
melompat menyerangnya. Trekkk!
Pendekar Pulau Neraka memasukkan Pedang Kawa Hijau ke
dalam warangka. Tubuhnya langsung
melenting ke udara, menghindari pukulan
keras yang diIancarkan laki-laki tua
berjubah putih itu. Dua kali Bayu
berputaran di udara, sebelum kakinya
menjejak tanah di belakang tubuh Kala
Putih. Sambil memutar tubuhnya, Bayu
melayangkan satu tendangan berputar
disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. "Hiyaaat..!"
"Uts!"
Tendangan Bayu berhasil dielakkan
laki-laki tua inL Dan tubuhnya cepat
memutar berbalik tepat di saat Bayu juga
berbalik. Mereka kembali bertarung
menggunakan jurus-jurus andalan yang
dahsyat dan sangat berbahaya. Kini
pertarungan itu langsung ber-jalan pada
tingkat yang tinggi.
Beberapa jurus berlalu cepat Dan
tampaknya, pertarungan masih akan
terus berlangsung lama. Mereka sahng
melancarkan serangan-serangan dahsyat.
Sedikit kelengahan, bisa berakibat parah.
Sementara
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu, diam-diam Sekar meninggalkan halaman ini. Gadis itu
menghilang entah ke mana karena
memang tak ada yang memperhatikan
kepergiannya. Sret! Memasuki jurus yang kedua puluh,
Kala Putih mengeluarkan senjatanya
berupa tongkat pendek berwarna putih
bagai baja. Dengan senjata yang selalu
tersembunyi di balik bajunya, laki-laki tua
itu semakin ganas saja. Seranganserangan yang dilancarkannya semakin
dahsyat dan berbahaya. Tapi, sampai saat
ini Bayu masih menandinginya dengan
tangan kosong. Sama sekali Pedang Kawa
Hijau yang berada di dalam warangka di
tangan kirinya tidak dipergunakan.
"Awas kaki...!" seru Bayu tiba-tiba.
Seketika itu juga kaki Pendekar
Pulau Neraka melayang cepat menyampok
ke arah kaki Kala Putih. Tentu saja lakilaki tua itu jadi terkejut dan cepat
melompat menghindari sepakan kaki lawan
seraya mengibaskan tongkat putihnya.
Tapi tanpa diduga sama sekali, Bayu
memutar tubuhnya. Lalu cepat sekali tubuhnya melenting sambil menghentakkan
tangan kanannya ke depan.
Plak! "Akh...!"
Kala Putih melintir begitu tangan
yang memegang tongkat tersambar keras.
Untung tongkatnya masih bisa digenggam, sehingga tidak terlepas. Kala
Putih mendengus keras, menyemburkan
ludahnya dengan kesal. Tangan kanannya
memerah bagai terbakar dan terasa panas
menyengat. Dret! Kala Putih cepat menarik kedua
ujung tongkatnya. Maka seketika itu juga,
tongkat putih itu terpotong menjadi dua
bagian. Pada kedua ujung yang terpotong
itu terlihat mata pisau menyembul
berkilatan tertimpa cahaya bulan.
"Hiyaaat..!"
Kala Putih kembali cepat menyerang
Pendekar Pulau Neraka. Menghadapi
lawan yang menggunakan senjata tajam
pada kedua tangannya, Bayu tidak lagi
tanggung-tanggung. Pedang Kawa Hijau
yang sejak tadi tersimpan di dalam
warangka cepat dicabutnya.
Sret! Bet! Bayu langsung mengebutkan pedang itu ke depan. Maka, Kala Putih
cepat melompat ke belakang menghindari
tebasan pedang yang memancarkan
cahaya kahijauan itu. Laki-laki tua ini
tahu betul kehebatan pedang itu. Maka,
agak terkesiap juga hatinya. Dan pertarungan pun kembali berlangsung,
antara hidup dan mati.
*** Jurus demi jurus berlangsung cepat
Entah, sudah berapa jurus berlalu, tapi
belum juga ada tanda-tanda akan
berakhir. Mereka sama-sama tangguh,
dan memiliki kepandaian tinggi. Sehingga,
sukar diketahui kelemahan masingmasing. Pertarungan pun berlangsung
cepat sehingga tubuh mereka seakanakan lenyap. Dan hanya bayanganbayangan saja yang bergerak berkelebat
cepat saling sambar.
"Lepas...!" seru Bayu tiba-tiba.
Cepat sekali tangan kiri Pendekar
Pulau Neraka bergerak mengibas. Begitu
cepatnya, sehingga Kala Putih tidak
sempat menyadari. Dan tanpa diduga
sama sekali, kibasan tangan kiri Bayu
keras sekali menghan tarn tangan kanan
Kala Putih. Plak! "Akh...!" pekik Kala Putih kaget
Tongkat yang berada di tangan
kanannya seketika terpental tinggi ke
angkasa. Belum lagi Kala Putih bisa
menghilangkan keterkejutan, tiba-tiba
saja Bayu sudah membabatkan Pedang
Kawa Hijau ke arah perut
"Yeaaah...!"
Bet! "Ikh!"
Kala Putih tak dapat lagi menghindar. Cepat tongkat di tangan
kirinya dikebutkan, menangkis serangan
pedang Pendekar Pulau Neraka.
Tranggg! "Heh..."!"
Lagi-lagi Kala Putih terperanjat,
karena tongkatnya terbabat buntung jadi
dua bagian. Pada saat itu, Bayu sudah
melepaskan satu tendangan keras disertai
pe-ngerahan tenaga dalam tinggi.
Diegkh! Tendangan Bayu mendarat telak di
dada Kala Putih. Akibatnya, orang tua
berbaju putih itu jadi terpekik keras.
Tubuhnya terhuyung-huyung
ke belakang. Namun Bayu tidak memberi
kesempatan lagi pada orang tua itu untuk
menguasai keseimbangan tubuhnya. Langsung Pendekar Pulau Neraka melompat cepat bagaikan kilat sambil
membabatkan pedang ke arah leher.
"Hiyaaat...!"
Bet! Cras! "Aaa...!"
Satu jeritan panjang melengking
tinggi terdengar keras menyayat. Ujung
pedang bercahaya kehijauan itu tepat
membabat tenggorokan Kab Putih. Darah
seketika muncrat keluar deras sekali.
Tidak hanya sampai di situ saja. Bayu
kembali menusukkan pedangnya ke dada
Kala Putih yang sudah tidak terlindung
lagi. Maka, pedang bercahaya kehijauan
itu langsung amblas ke dada Kala Putih,
hingga ke punggung.
"Hup!"
Bayu cepat melompat mundur
melepaskan pedang yang memanggang
dada Kala Putih. Sebentar orang tua itu
masih bisa berdiri limbung, kemudian
ambruk di tanah berumput yang basah
oleh embun. Kala Putih mengerang dan
menggelepar di tanah. Sementara darah
semakin banyak keluar dari leher dan
dadanya. Cukup lama juga Kala Putih
meregahg, lalu seluruh tubuhnya mengejang dan terkulai tak bernyawa lagi.
Bayu menghembuskan napas panjang.
Keringat tampak membasahi seluruh
tubuhnya. "Kakang...!"
Bayu berpaling begitu mendengar
panggilan seorang gadis. Tampak Sekar
berlari-lari kecil sambil menggandeng
seorang anak laki-laki berusia sepuluh
tahun. Bayu memutar tubuhnya berbalik.
Bibirnya bngsung tersenyum melihat anak
kecil itu menggendong monyet kecil yang
begitu dikenalinya. Rupanya, Tiren berhasil menemukan anak itu.
Tiren langsung melompat ke pundak, dan meme luk leher Pendekar
Pulau Neraka. Pada saat itu, Kampar
datang menghampiri diikuti tiga orang
temannya yeng menggotong sebuah peti
berukuran cukup besar, terbuat dari besi.
"Aku senang kalian semua selamat,"
ungkap Bayu diiringi senyuman.
"Semua ini karena jasamu, Kakang," kata Sekar.
"Benar. Kami semua tidak tahu,
dengan apa harus membalas jasamu,"
sambut Kampar. Pendekar Pulau Neraka hanya
tersenyum saja.
"Apa itu?" tanya Bayu menunjuk
peti besi di belakang Kampar.
"Barang-barang
kerajaan yang mereka rampok dulu," sahut Kampar.
"Masih utuh?"
'Tidak berkurang sedikit pun."
"Syukurlah."
Mereka terdiam beberapa saat.
"Kalian tentu akan mengantarkannya ke istana," tebak Bayu
lagi. "Benar. Kami harus membersihkan
nama kami semua dengan membawa
barang ini pada Gusti Prabu," sahut
Kampar. "Bagaimana denganmu, Sekar?"
tanya Bayu. "Aku akan ke Bukit Langkas. Ada
bibiku di sana," jawab Sekar.
"Sebaiknya, kalian semua ikut dulu
ke istana. Aku memerlukan saksi untuk
menjelaskan semuanya pada Gusti Prabu," pinta Kampar berharap.
"Kau saja, Sekar," ujar Baya
"Kakang...?" tanya Sekar.
"Masih ada yang harus kukerjakan.
Maaf, aku tidak bisa mengantarkan kalian
semua." "Sayang sekali...," desah Kampar.
Bayu hanya tersenyum saja, sambil
menepuk-nepuk pundak Kampar.
"Baiklah. Aku akan mengantarkan
kalian sampai ke perbatasan kota saja,"
kata Bayu menyerah.
Pendekar Pulau Neraka kemudian
mencabut pedang yang menancap di dada
Kala Purih, dan memasukkan ke dalam
warangka kembali. Lalu, diserahkannya
pedang itu pada Sekar.
"Jaga dan rawat pedang ini baikbaik," pesan Bayu.
"Kau tidak ingin memilikinya?"
Bayu menggeleng dan tersenyum.
"Pusaka ini milikmu, Sekar. Tak ada
Pendekar Pulau Neraka 28 Pedang Kawa Hijau di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang pun yang berhak memilikinya.
Hanya kau dan adikmu yang berhak,"
ujar Bayu lembut.
"Terima kasih," hanya itu yang bisa
diucapkan Sekar.
"Ayo, kita berangkat," ajak Bayu.
SELESAI Serial Pendekar Pulau Neraka
dalam episode-episodenya yang menarik:
1. GEGER RIMBA PERSILATAN
2. PEMBALASAN RATI) SIHIR
3. LAMBANG KEMATIAN
4. CINTA BERLUMUR DARAH
5. PENGANTIN DEW A RIMBA
6. PENDEKAR KEMBAR
7. JAGO DARI SEBERANG
8. PESANGGRAHAN GOA LARANGAN
9. MENEMBUS LORONG MAUT
10. MUSTIKA DEWI PELANGI
11. BUNGA DALAM LUMPUR
12. GADIS BURONAN
13. ISTANA IBLIS
14. DI BALIK GAPING BAMBU
15. UNGKARAN RANTAI SETAN
16. RAHASIA BUNGA CUBUNG BIRU
17. RAHASIA DARA AYU
18. DARAH MENGGENANG DI CANDI
LAKSA 19. TITISAN DEWI IBLIS
20. PERTENTANGAN DUA DATUK
21. CAKAR HARIMAU
22. PERGOLAKAN DI ISTANA LANGKAT
23. SELIR RAJA 24. PRAHARA DI PANTAI SELATAN
25. 26. 27. 28. PERAWAN PEMBAWA MAUT
RATU LEMBAH MAYAT
KERIS KALA MUYENG
PEDANG KAWA HUAU
Renjana Pendekar 2 Oeyse Karya Thio Tjin Boen Iblis Penebus Dosa 2