Pencarian

Runtuhnya Samurai Iblis 2

Pedang Siluman Darah 28 Runtuhnya Samurai Iblis Bagian 2


ke kerajaan, di tempat itu juga tampak tengah
terjadi pertarungan dua kekuatan. Antara para
pendekar yang sedang mengadakan rapat yang
sudah berjalan hampir tiga hari, dengan para
anak buah Taka Nata yang tergabung dalam samurai Iblis.
Guru besar Ninja yang pro dengan Kaisar
nampak kini bertarung menghadapi Taka Nata.
Sementara itu, Takasima yang tadinya memihak
gurunya, kini juga memusuhi. Bagaimana pun
juga, Takasima juga mempunyai tujuan yang sama dengan Taka Nata. Di samping itu
pula, kedua pendekar Ninja tersebut merupakan saudara sedarah. Jadi jelaslah kalau Takasima
memihak pada Taka Nata yang masih saudara sepupu.
"Takasima penghianat!" bentak Murid Uta-
ma Ninja, yang marah demi melihat Takasima
memihak Taka Nata. "Sudah aku duga, kalau akhirnya engkau memang memihak
saudaramu!"
Dua orang kakak beradik seperguruan itu
kini saling gempur untuk mempertahankan keyakinan masing-masing. Takasima tidak
mau begitu saja mengalah, apalagi hal ini menyangkut citacitanya untuk dapat pergi ke Tanah
Jawa. "Kau yang anjing Kaisar! Kau tidak menghormati leluhur! Juga guru kita!" balas
Takasima tak kalah marahnya. "Kalian semua Ninja penghianat! Ninja yang mau tunduk pada
Kaisar demi uang!" "Bangsat! Aku rencah kepalamu, Takasima!"
"Aku sudah siap Penghianat! Hiaaatt...!"
Takasima terus berkelebat, babatkan samurainya. Takasima merupakan murid
terkasih Maha Guru Fujita, sehingga dapat dipastikan kalau ilmu Takasima bukanlah ilmu
sembarangan. Maka kakak seperguruannya yang kini menjadi
musuh sangat berhati-hati menghadapi Takasima.
Pertempuran terus berjalan, apalagi dengan kehadiran Taka Nata. Kehadiran Taka
Nata mampu memberikan semangat tinggi bagi para
Ninja. "Seraaaaaaannnnggg...!"
Suara Taka Nata membahana, dan dengan
seketika dilaksanakan oleh anak buahnya yang
berjumlah ratusan. Para pendekar kini dikerubuti
oleh Ninja-ninja yang dididik oleh Taka Nata. Para
Ninja tersebut bagaikan tiada mengenal takut.
Taka Nata sendiri kini berhadapan dengan bekas
gurunya, yaitu Suhu Besar Fujita. Pertarungan
guru dan murid berjalan dengan seru, masingmasing memiliki ilmu yang dapat
diandalkan. "Murid durhaka! Berani engkau melawan
Guru!" "Kini kau bukan guruku! Kau telah menyalahi apa yang menjadi petuah Kakek Guru!"
balas Taka Nata membentak. "Kaulah Ninja gadungan
yang mau membela Kaisar!"
"Bajero! Hiiiiiiatttt....!"
"Wuuuuuuuttt...!"
Walau usianya telah begitu tua, namun serangan sang Maha Guru tidak lemah,
bahkan masih keras dan cepat. Taka Nata tersentak tak
kira kalau gurunya masih memiliki tenaga yang
begitu besar. Dan ketika samurai gurunya berkelebat membabat, dengan cepat Taka
Nata lompat ke belakang. "Bangsat! Kau berani melawanku!" hardik
Taka Nata yang sombong. Taka Nata yakin kalau
Samurai Iblisnya akan mampu mengalahkan gurunya.
"Sraaaang...!" Taka Nata cabut samurainya.
"Samurai Iblis!" sang Guru membeliak kaget, manakala melihat samurai di tangan
Taka Nata. Samurai di tangan Tak Nata mampu menyedot tenaganya, "Bahaya!"
"Wuuuuuttt....!" Taka Nata kibaskan samurainya, dan dari kibasan tersebut keluar
asap lebat hitam bergulung-gulung menyerang sang
Guru. Asap itu terus membesar, makin lama makin menyelimuti tempat tersebut.
Takasima yang sudah tahu kehebatan samurai di tangan saudara
sepupunya dengan cepat melompat, begitu juga
anak buah Taka Nata dan anak buah Takasima,
mereka melompat ke belakang Taka Nata. Kini
asap makin menyelubungi tempat tersebut, menjadikan para pendekar benar-benar
mengalami sesak nafas. "Duuuuuaaar...!"
Terdengar ledakan dahsyat, dan berbarengan dengan itu Taka Nata dan anak buahnya
tibatiba telah lenyap dari hadapan mereka. Para pendekar banyak yang jatuh
pingsan, tak kuat
menghadapi serangan asap yang keluar dari Samurai Iblis. Asap itu ternyata
mengandung racun
ganas, yang mampu melumpuhkan urat syaraf.
Tengah mereka semua tersentak dari gulungan Asap Iblis, tiba-tiba mereka
tersentak kaget.
"Swiiiiiiinnggg...!"
"Awas senjata...!" Maha Guru berseru
memperingatkan.
"Swiiiiinggg...!" kembali senjata rahasia
mendesing ke arah mereka, yang dengan cepat
segera mengelakkannya. Senjata-senjata rahasia
itu menderu-deru, lalu menghunjam di bebatuan.
"Duuuaaar...!"
Batu itu meledak manakala senjata rahasia
Bulu Landak Maut menghantamnya.
"Taka Nata pengecut! Keluarlah kau dari
persembunyianmu!"
Tak ada jawaban dari seruan Maha Guru.
"Swing! Swing, swing...!" itulah jawaban dari seruan Maha Guru, yang berupa
sepuluh batang Bulu Landak Maut.
"Awaaaaaasssss...!"
Dengan cepat para pendekar bergerak
menghindar sembari tebaskan samurai mereka ke
arah datangnya Bulu Landak Maut tersebut.
"Traaaaanng...!"
"Aaaahhh...!" salah seorang pendekar nekad memapaki serangan Bulu Landak Maut.
Namun hasilnya dirinya sendiri yang menjadi korban. Manakala Bulu Landak Maut
itu beradu dengan samurai di tangannya, secepat itu pula
racun Fuji Hitam beraksi. Dan lewat samurai itu
pula racun Fuji Hitam merambat menyerang dirinya. Tanpa ampun lagi, seketika itu
orang tersebut memekik. Dari pergelangan tangan hingga
pangkal lengan seketika membiru, busuk bagaikan benar-benar terserang racun
ganas. "Racun Fuji Hitam!" Maha Guru memekik
"Biadab! Sungguh biadab tingkahmu, Taka Nata!"
"Hua, ha, ha...! Itulah hukuman bagi
orang-orang yang menentangku!" terdengar jawaban dari Taka Nata, namun orangnya
sendiri tidak tampakkan ujudnya. "Kalian memang patut
dihukum, sebab kalian adalah orang-orang Ninja
Murtad!" "Swiiiiiitttt...!"
Berbarengan dengan habisnya ucapan Taka Nata, saat itu juga puluhan bahkan
ratusan Bulu Landak Maut berdesing-desing menyerang
ke arah mereka. Mereka tiada lagi berani mema-
pakinya, setelah tahu akan racun ganas yang terkandung oleh Bulu Landak Maut
tersebut. Kini mereka hanya menghindar, dan menghindar saja.
Namun sungguh pekerjaan yang menguras tenaga
bila hal itu mereka lakukan terus menerus. Sebagai pelampiasan marahnya, sang
Maha Guru hantamkan pukulan tenaga dalamnya memapaki serangan tersebut.
"Wuuuuusss...!"
"Suuuuuiiiiittt...!"
"Des, des, des...!"
Pukulan sang Maha Guru ternyata mampu
menyapu serangan Bulu Landak Maut. Namun
manakala sang Maha Guru tengah bertarung menyapu Bulu Landak Maut, tiba-tiba
sebuah bayangan putih perak berkelebat menyerang dengan Samurai Iblisnya. Taka Nata
kembali keluar setelah melihat gurunya tengah kerepotan.
"Hiiiiiaaaaaaaatttttt...!"
"Wuuuuutttt...!"
"Kurang ajar! Hiiiiiaaaattt...!"
Sang Guru dengan marah segera papaki
serangan. "Wuuuuuuttt...!"
"Trangg!"
"Prak...!"
Mata sang Guru melotot lebar, tak percaya
pada apa yang dilihatnya. Samurai di tangannya
tiada arti sama sekali untuk menghadapi samurai
di tangan Taka Nata. Samurai di tangannya kini
telah puntung menjadi dua, terbabat oleh Samurai Iblis.
"Huaaaa... ha, ha, ha,..,! Kalau engkau tidak segera meminta ampun, maka jangan
salahkan aku mengakhiri hidupmu! Kakek bau tanah!"
ucap Taka Nata sombong.
"Taka Nata! Aku harap engkau tidak bermimpi!" balas gurunya yang segera mencegah
manakala murid-muridnya hendak menghajar
Taka Nata. "Biarkan aku menghadapinya! Kalian
bersiaplah, sebab mereka akan kembali muncul!"
"Hem, aku tak pernah bermimpi, Kakek keriput bau tanah!" Kembali Taka Nata
mengejek. "Akan aku buktikan bahwa aku akan mengirim
nyawa busukmu ke akherat! Hiiiiaaat...!"
"Wuuuuuttt...!" Taka Nata babatkan samurainya.
Sang Guru segera melompat menghindar,
sebab ia tidak ingin nyawanya begitu saja diserahkan. Sang Guru terus
menghindar, dengan
sekali-sekali balas menyerang dengan hantaman
tangannya. "Wuuuuttt...!"
"Mampuslah engkau, Tua Bangka!"
Taka Nata terus mencerca dengan Samurai
Iblisnya. Asap yang keluar dari Samurai Iblis bergulung-gulung, menyelimuti
tempat tersebut.
Sang Guru kini benar-benar tersentak kaget. Jalan nafasnya kini bagaikan
tersumbat, dan terasa berat. Sang Guru berusaha menyumbat
pernafasannya. Mulanya memang mampu. Sang
Guru bertarung benar-benar bagaikan orang mati, tanpa bernafas. Namun lama
kelamaan tak kuat juga ia melakukan semua itu. Hal tersebut
sungguh sangat membahayakannya. Asap Iblis
yang keluar dari Samurai Iblis di tangan Taka Nata kini menyerang ke arahnya.
Nafas tua Maha Guru itu kini benar tersendat berat.
"Mati aku!" pekiknya tertahan dalam hati.
Melihat Gurunya dalam keadaan bahaya,
dengan nekad salah seorang muridnya berkelebat
menyerang. Disapukannya samurai ke arah gulungan asap tersebut, namun sungguh
sangat bahaya, sebab bukannya asap maut itu hilang,
akan tetapi dirinya sendiri yang kini menjadi tujuan serangan Taka Nata.
"Wuuuuttt...!"
"Wuuuuuttt..!" Orang itu papaki serangan.
"Trang...!"
"Prak!" terdengar suara patahan, dan ternyata samurai di tangan orang itulah
yang patah. Saudara seperguruan Taka Nata yang mencoba
bela gurunya terbelalak matanya demi mendapatkan samurainya telah patah menjadi
dua. "Wuuuuuttt...!"
"Awwwwaaasss....!" Sang Guru berseru kaget memperingatkan pada muridnya yang
masih tersentak manakala Samurai Iblis berkelebat menyerang kembali.
"Ah...!"
Walau orang tersebut telah menghindar,
namun Samurai Iblis kini terus mencerca dengan
cepatnya. Tebasan-tebasannya sungguh membahayakan. Tebasan-tebasannya mencari
titik kematian lawan.
"Wuuuuttt...!"
"Hiiiiiaaaattt....!" Saudara seperguruannya
berkelebat papaki serangan Taka Nata.
"Wuuuuttt...!"
"Trang...!"
"Prak!" Orang yang menyerang menyurut
mundur, matanya melotot kaget. Samurai di tangannya seperti kakak seperguruannya
juga patah menjadi dua. Tengah semuanya tercekam dalam
kepanikan, tiba-tiba apa yang ditakutkan oleh
Sang Guru terbukti. Dari balik semak-semak
kembali para Ninja keluar, menyerang. Maka dapat dipastikan, para pendekar yang
panik itu pun makin panik dan nekad. Akan tetapi, kenekadan
mereka benar-benar tidak berguna, sebab jumlah
mereka tiadalah sebanding.
"Hiiiiaaattt...!"
"Wuuuuttt...!" Samurai para Ninja terus
mencari mangsa.
"Wuuuuuttt..!" Taka Nata dan Takasima
benar-benar bagaikan singa lapar, setiap kelebatan samurainya mampu membuat
salah seorang Pendekar menjerit dan ambruk dengan tubuh berantakan. Tangan puntung, kepala,
maupun tubuh tercabik-cabik.
Kini para Pendekar benar-benar keteter,
maka dengan penuh perhitungan sisa-sisa mereka yang hidup segera hendak
mengambil langkah
seribu. Tapi para Ninja anak buah Taka Nata dan
Takasima tidak membiarkan mereka begitu saja.
Sebelum mereka jauh, dengan sadis tanpa mengenal belas kasihan mereka pun
menyerangnya. "Wuuuuuttt....!"


Pedang Siluman Darah 28 Runtuhnya Samurai Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Samurai Ninja beterbangan, melesat menyerang orang-orang yang bermaksud
melarikan diri. Maka...! "Wuuuuaaaa...!"
Tiga orang yang bermaksud melarikan diri
itu, tanpa ampun lagi menjerit. Samurai Ninja
anak buah Takasima berhasil menyate tubuh mereka. Ketiganya ambruk, kejang
sesaat sebelum kemudian terdiam tanpa nyawa lagi.
*** 4 Kekalahan yang dialami oleh para pendekar, juga dialami oleh para prajurit
kerajaan. Para prajurit kerajaan nampak banyak yang mati, bergelimpangan tanpa nyawa. Sementara
para Ninja kini nampak bergembira ria merayakan kemenangannya.
"Bunuh Kaisar...!"
"Pancung kepalanya...!"
Serta merta semua prajurit Ninja berkelebat masuk dengan tujuan mencari Kaisar.
Tapi rupanya Kaisar dan orang-orang pembesar istana
kini telah meninggalkan istana.
"Tidak adaaaa...!"
"Ke mana..."!" tanya pimpinan Ninja.
"Mungkin melarikan diri!" jawab yang ditanya.
"Kita beritahu pada pimpinan Taka Nata,
bahwa kita telah menang!"
Sebagian dari para Ninja itu segera menuju
kembali ke tempat di mana pimpinan mereka berada. Kini mereka tidak memerlukan
jalan kaki lagi, akan tetapi mereka kini menempuh perjalanan dengan menunggang kuda.
*** Kita tinggalkan para Ninja anak buah Taka
Nata si Iblis Nippon yang hendak merayakan kemenangannya atas Kekaisaran. Kita
tengok bagaimana dengan pendekar kita Jaka Ndableg yang
tengah berusaha mencari Meimora yang diculik
ketiga Ninja Samurai Iblis.
Jaka Ndableg dengan segenap kemampuannya, dipasang panca indranya untuk mencari
jejak Meimora dan ketiga Ninja penculiknya.
Jaka kini nampak masih berlari dengan menggunakan ajian Kupuh Puyu atau Angin
Puyuh. Maka sudah dapat diduga, pendekar kita ini lari bagaikan kesetanan, dan
hampir dapat dikatakan
terbang karena kakinya tiada menginjak rumput
barang sekali pun.
"Ke mana aku harus mencari mereka?"
tanya Jaka dalam hati, sepertinya ada keraguan
akan kemampuan dirinya.. "Aku di sini orang baru, asing! Manalah mungkin aku
akan mampu menemukan mereka?"
Jaka terus berlari dan berlari, tanpa hiraukan kekalutan hatinya yang semakin
tak tentu. Kini ia telah jauh meninggalkan tempat semula.
"Haruskah aku tersesat di daerah orang?"
Jaka bertanya-tanya pada diri sendiri. "Oh, mengapa aku begitu tolol nekad
berkeliaran sendiri?"
Mungkin karena capai Jaka pun dengan
segera mencari tempat yang sekiranya dapat digunakan untuk mengaso. Dicarinya
sebuah kedai. "Di mana akan aku temui kedai?" Kembali
Jaka memperoleh kebingungan. Ia tidak tahu
arah mana yang sekiranya kini ia tuju, dan tidak
tahu desa apa yang kini tengah ia jejaki kakinya.
Dan orang-orang yang ditemuinya, rata-rata tidak
ia kenal. Jaka Ndableg terus melangkah, memasuki
kampung yang ramai oleh kedatangan para pengunjung tersebut. Jaka jadi bertanya-
tanya dalam hati melihat keramaian kampung tersebut. Orangorang yang datang dan pergi nampak
berwajah muram, seakan mereka tengah mengalami kesedihan.
"Hai, ada gerangan apakah?" tanya Jaka
dalam hati. "Coba aku akan menanya."
Dihampirinya seorang pemuda sebayanya.
Dengan menggunakan bahasa isyarat, Jaka bertanya dengan pemuda tersebut tentang
mengapa banyak orang yang datang dan pergi dengan wajah muram"
Pemuda itu yang tahu kalau Jaka bukan
orang asli Nippon, menjawab dengan bahasa isyarat pula. Hal tersebut mampu
dengan mudah ditangkap oleh Jaka yang seketika terperanjat kaget. "Ada gadis
mati, setelah diperkosa!" Jaka terus mengikuti gerakan-gerakan yang dilakukan
oleh pemuda tersebut. "Hem, gadis itu cantik."
Pemuda Jepang itu terus menceritakan segala apa yang ia ketahui dengan gerakan-
gerakan tangannya. Sementara Jaka terus mengikutinya
dengan menerjemahkan dalam tata bahasa. "Tidak salah, Meimora adanya" Dia
bercerita kalau
gadis itu mengenakan gaun warna hitam pertanda duka!" Jaka kini makin tegang.
Setelah menjura pada pemuda tersebut,
dengan segera Jaka berkelebat pergi menuju ke
arah yang ditunjuk oleh pemuda tersebut.
*** Orang-orang tampak berkumpul di tepi
pantai. Mereka sepertinya tengah melihat sesuatu. Ya! Orang-orang tersebut
memang tengah melihat sesosok tubuh tanpa nyawa. Tubuh itu milik
seorang gadis cantik. Wajah gadis itu benar-benar
mirip dengan Meimora hingga Jaka Ndableg menafsirkan ucapan gerakan pemuda itu
sebagai Meimora adanya.
Jaka Ndableg tampak berlari-lari menuju
ke tempat tersebut.
Dengan berusaha meminta jalan, segera
Jaka menyeruak tempat tersebut. Jaka mulanya
kaget, manakala melihat muka gadis itu. Gadis
itu memang persis sama dengan Meimora, akan
tetapi tatkala dilihat seksama, jelas ada banyak
perbedaannya. "Oh, Meimora! Di manakah kini dia?" keluh
Jaka, lalu beranjak pergi tinggalkan tempat tersebut. Dengan melamun memikirkan
Meimora, Jaka melangkah tanpa tujuan arah yang pasti. Pikirannya kini merawang pada Meimora.
"Ke mana aku mencarinya" Aku tidak tahu
markas mereka." keluh Jaka sendiri. Tanpa terasa
Jaka terus berlalu meninggalkan desa tersebut.
Kini dirinya telah memasuki hutan belantara yang
sepertinya belum terjamah oleh tengah manusia.
Jaka terus berjalan, tiada hiraukan alam
yang asing baginya yang kini dijejaki kakinya.
Manakala Jaka terus melangkah, terdengar suara
rintihan seseorang. Telinga Jaka yang tajam, seketika mampu mendengar suara
rintihan tersebut.
"Hu, hu, hu, hu...!"
"Hai, sepertinya suara seseorang menangis." Jaka mereka-reka dan terus mendekat
ke arah suara tersebut. "Ya! Benar! Suara seorang
wanita. Tapi, bukankah ini hutan perawan. Jangan-jangan siluman yang mau
menggangguku! Ah, mengapa mesti aku pikirkan" Bukankah Ayah
dan Ibuku Siluman?"
Dengan melangkah perlahan Jaka terus
mendekat. Kini matanya yang tajam melihat sebuah gubug berdiri tidak jauh dari
dirinya berada.
"Hem, benar manusia. Aku harus melihatnya.
Hoooop...!" Jaka melompat ke atas pohon, pusatkan pandangannya ke tempat di mana
rumah tersebut berdiri. "Hem, tak aku duga, kalau akhirnya aku akan menemukan
bajingan-bajingan
ini di sini!"
Jaka Ndableg terus mengawasi tempat tersebut.
"Plak!"
"Katakan siapa temanmu itu, hah!" terdengar suara bentakan.
"Tidaaaakkk...!"
"Bangsat!"
"Plak....!" tamparan kembali terdengar.
"Aaaaaaadddddduuuhhh,..!" terdengar jeritan seorang wanita.
Suara itu sangat Jaka kenal, suara itu tak
lain milik Meimora.
"Meimora!" ucap hati Jaka. "Aku harus
menolongnya!"
Bagaikan seekor monyet, Jaka Ndableg
bergayut dari satu pohon ke pohon lainnya dengan bantuan akar-akar yang
bergantungan dan
tumbuh. "Aku temannya, hiaaaaaaatttt...!"
Tersentak kedua orang yang menjaga di
muka gubug itu. Dengan segera keduanya cabut
samurai. "Siapa kau, hah!" bentak salah seorang dari mereka.
"Aku Malaikat yang akan mencabut nyawa
kalian! Hiiiaaaattt!"
Belum juga keduanya mampu berbuat, Jaka telah mendahuluinya dengan menendangkan
kaki ke arah mereka. Keduanya bermaksud
menghindar, akan tetapi tendangan Jaka lebih
cepat. "Weeesssttt...!"
"Dug! Dug...!"
Kedua orang tersebut terpelanting ke bela-
kang, tertendang oleh kaki Jaka Ndableg. Jaka
tersenyum, biarkan keduanya bangkit dari duduknya. Nampaknya kedua orang Ninja
tersebut beringas, manakala tahu siapa yang datang.
"Suuuuuiiiiiitttt...!" Salah seorang dari mereka bersuit, menjadikan Jaka kini
harus benarbenar waspada.
Dari pepohonan dan semak belukar,
nampak bermunculan beberapa orang yang memakai pakaian Ninja. Orang-orang
tersebut yang jumlahnya mencapai tiga puluhan itu dengan cepat mengurung Jaka. Namun begitu
Jaka nampak masih tenang, bahkan kini tersenyumsenyum sendiri.
"Hem rupanya di hutan ini banyak kecoa
busuknya!" ucap Jaka.
"Seraaaanngg...!" terdengar suara perintah.
Tanpa menunggu dua kali perintah, dengan cepat ketiga puluh orang tersebut
berkelebat menyerang Jaka. Namun bagaikan tidak merasakan hal apa-apa, Jaka yang tujuan
pokoknya membebaskan Meimora segera berkelebat dengan
ilmu meringankan tubuhnya. Tubuh Jaka kini
melenting ke udara, lalu dengan cepat manakala
mereka terperangah Jaka segera turun dengan
kaki dan tangan siap menyerang.
"Hiiiiaaattt...!"
"Wuuutttt...!" Samurai-samurai di tangan
mereka menderu, papaki tubuh Jaka yang melayang. Namun kiranya dugaan mereka
salah, sebab Jaka rupanya tidak bermaksud menyerang.
Tubuh Jaka meluncur deras, menembus masuk
ke dalam rumah.
"Brooosss...!" bilik penutup rumah tersebut
jebol, manakala tubuh Jaka menjebolnya. Terkesiap orang yang saat itu tengah
menanyai Meimora. Sedangkan Meimora yang tengah terikat kaki
dan tangannya di wajahnya nampak ceria. Harapan untuk hidup kembali tumbuh, saat
dilihatnya Jaka datang. "Jaka...!"
Orang tersebut hendak menyerang, namun
dengan cepat Jaka mendahuluinya dengan tendangan kaki serta hantaman tangannya.
"Wuuuuttt...!"
"Bug! Bug...!"
"Wuuuuuaaa...!" orang itu menjerit, muntahkan darah yang muncrat dari mulutnya.
Mata orang tersebut membeliak sesaat, sebelum akhirnya tubuhnya terjerembab mati.
"Ayo..." Jaka segera menggendong tubuh
Meimora yang lemas, dibawanya ke luar dari rumah tersebut. Namun belum juga
keluar dari pintu, tiba-tiba ketiga puluh Ninja yang tadi memburunya menghadang
langkahnya dengan samberan
samurai mereka.
"Wuuuuuttt...!"
"Aih!" Jaka melompat mundur, mengambil
ancang-ancang sekaligus elakkan serangan.
"Srang...!" Pedang Siluman Darah dicabutnya, karena merasa bahwa hanya dengan
Pedang Siluman Darah sajalah yang mampu menghadapi
serangan ketiga puluh Ninja tersebut.
"Kalian rupanya mencari mati!" maki Jaka
marah, di pundaknya masih tergendong tubuh
Meimora. "Baiklah! Mari kita buktikan siapa di
antara kita yang harus menyingkir ke akherat!"
Para Ninja itu bagaikan tak mau tahu,
kembali mereka babatkan samurainya ke arah
Jaka, "Wuuuuttt...!"
"Wuuuuttt...!"
"Trang...!"
Membeliak mata Ninja yang di depan dan
mendahului menyerang Jaka. Manakala dua pedang mereka bertemu, seketika samurai
di tangannya bagaikan terbakar. Hawa panas keluar
dari Pedang Siluman Darah.
"Aaahhh...!" Orang itu lepaskan pedangnya,
namun tak urung tangannya kini melepuh. Dari
pergelangan tangannya sampai ke pangkal lengan
kini hangus terbakar. Mata orang tersebut mendelik, tak percaya pada apa yang
dialaminya. "Wuuuuuttt...!" Jaka kembali sabetkan Pedang Siluman Darah ke orang tersebut.
Orang tersebut berusaha mengelak, namun gerakkan
Pedang Siluman Darah di tangan Jaka begitu cepat. Beruntung temannya segera
memapakinya. "Wuuuuttt...!"
"Trang!"
"Wuuuuuaaa..." Kembali orang yang memapaki serangan Pedang Siluman Darah
memekik. Orang itu seperti yang pertama segera lepaskan samurainya yang panas
bagaikan mengandung bara manakala beradu dengan Pedang
Siluman Darah.

Pedang Siluman Darah 28 Runtuhnya Samurai Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jaka, jangan biarkan dia hidup!"
"Jangan khawatir, Nona Mei." jawab Jaka,
lalu kembali babatkan Pedang Siluman Darah ke
arah dua orang tersebut. Kini keduanya tak dapat
berbuat apa-apa. Tangan mereka melepuh, terbakar oleh hawa panas yang
dipancarkan Pedang
Siluman Darah. "Wuuuuuttt...! Wuuuuuutttt...!"
"Dest...!"
"Cras! Crasss...!"
"Wuuuuuuaaa...!" Kedua orang tersebut
memekik, tak mampu lagi hindari sabetan Pedang
Siluman Darah di tangan Jaka yang bergerak
dengan cepatnya. Seketika itu tubuh keduanya di
perut terbeset. Usus dari dalam menjurai ke luar,
menjadikan pemandangan yang mengerikan.
Melihat kedua rekannya telah mati, serta
merta semua Ninja itu nampak ketakutan. Nyali
mereka kini benar-benar ciut. Namun untuk menyerah, mereka jelas tidak mau,
sebab mereka telah mendapat sumpah tidak akan mau menyerah
pada lawan. Dengan nekad kedua puluh delapan
Ninja itu berbarengan menyerang Jaka.
"Hiiiiiaaaattt...!"
"Wuuuuuutt..!"
Samurai-samurai di tangan mereka berkelebat-kelebat membabat ke arah Jaka. Jaka
yang sudah marah, nampak tidak canggung-canggung
meladeni mereka. Manakala Samurai mereka
mengarah hendak membabat tubuhnya, dengan
cepat Jaka sambut serangan mereka dengan babatan Pedang Siluman Darah.
"Wuuuuutttt...!"
"Traaaang...!"
"Wuuuuaaa...!" Empat orang Ninja menjerit, tubuhnya kini benar-benar terbakar
keseluruhannya. Ternyata tanpa setahu mereka Jaka
telah menyalurkan Inti Geni ke segenap Pedang
Siluman Darah. Tubuh keempatnya mengejang,
lalu ambruk tanpa nyawa.
"Aku harus menyelamatkan Meimora!
Sungguh bahaya bila aku harus selalu menggendong Meimora," Jaka membatin,
kemudian dengan cepat kembali babatkan Pedang Siluman Darah ke arah para Ninja
yang kini benar-benar ciut
nyalinya. Para Ninja yang telah ciut nyalinya kini
tanpa menunggu Jaka minggat telah mendahului
kabur. Rasa takut itulah yang menjadikan mereka
melarikan diri. Jaka hanya dapat geleng kepala,
bibirnya terurai senyum.
Niat Jaka untuk pergi dari tempat itu diurungkannya, sebab menurutnya di tempat
tersebut dirinya akan aman. Setelah membersihkan
rumah gubug tersebut dari mayat-mayat Ninja,
Jaka pun dengan segera kembali ke gubug tersebut di mana Meimora berada
ditinggalkannya.
*** 5 Dengan kemenangannya atas Kaisar, maka
Taka Nata kini mengangkat dirinya sebagai Kaisar
di Kerajaan. Tercapailah segala cita-citanya untuk
menjadikan dirinya Kaisar pertama yang dari Ninja. Dan setelah berhasil
mengangkat dirinya menjadi Kaisar, maka program pertama adalah memburu orang-
orang yang dulu menjadi tangan kanan Kaisar. Nama Kerajaan pun kini dirubah,
dari Dai Nippon menjadi Kerajaan Samurai Iblis, sesuai dengan samurainya. Juga para
anak buahnya, mereka diangkat menjadi prajurit-prajurit
kerajaan. Program utama Kaisar Taka Nata, yaitu
memberantas bekas-bekas tangan kanan Kaisar
yang entah ke mana kini. Dan hal yang lebih pokok, yaitu mencari Pendekar Tanah
Jawa yang ditugaskan untuk datang ke Jepang.
"Pasang pengumuman! Barang siapa yang
mampu menangkap Pendekar Tanah Jawa, maka
dirinya akan mendapatkan kedudukan yang
enak!" begitulah kata-kata yang diperintahkan
oleh Taka Nata pada maha Patihnya Takasima,
yang merupakan adik sepupunya.
"Jadi Pendekar Tanah Jawa itu telah ke sini?"
"Benar, Sima."
"Hem, untuk maksud apakah?"
"Jelas untuk menentang para Ninja yang
telah mengirimkan pasukannya ke Tanah Jawa."
jawab Taka Nata. "Maka itu, sebelum Pendekar
Muda tersebut dapat disingkirkan, kedudukan kita akan benar-benar mendapatkan
hambatan!"
"Baiklah! Aku akan mencarinya!"
Taka Nata tersentak demi mendengar ucapan Takasima. Ia tahu Takasima bukanlah
orang sembarangan dari para Pendekar Ninja, namun ia
juga tahu bahwa Pendekar muda itu juga bukanlah Pendekar kelas entengan. Percuma
Raja Kerajaan Tanah Jawa Dwipa mengirimnya ke tanah
Nippon kalau ia bukanlah pendekar pilih tanding.
"Sima, jangan gegabah!"
"Kenapa" Bukankah hanya Pendekar Muda
itu saja yang engkau takuti?" tanya Takasima
menyombong. "Aku Taksima, akan membuat semua mata orang Tanah Jawa Dwipa
terbuka." "Kau tidak bercanda, Sima?"
"Tidak!" jawab Takasima, menjadikan Taka
Nata hanya tersenyum kecut. Taka Nata gelengkan kepala, menjadikan Takasima
memandangnya dengan pertanyaan. "Mengapa...?"
Taka Nata hela napasnya panjang, seakan
ada ganjelan berat yang mengisi hatinya. Ia masih
teringat akan segala berita yang ia terima dari Tanah Jawa Dwipa. Ninja Hitam,
yang terkenal gagah pemberani tak ada artinya sama sekali di hadapan Pendekar
Muda tersebut. Kebanyakan para
Ninja di Tanah Jawa mati di tangan pendekar
Muda tersebut. Juga menurut kabar anak buahnya, Pendekar muda tersebut merupakan
titisan Dewa Api. Walaupun Taka Nata belum yakin, namun setidaknya ia mempunyai gambaran
siapa adanya Pendekar Pedang Siluman Darah.
"Jangan engkau dulu, Sima. Sebar saja dulu pengumuman!"
Takasima yang belum tahu siapa adanya
Jaka Ndableg, sepertinya tidak setuju. Ia benarbenar ingin membuktikan kebenaran
segala cerita yang pernah ia dengar. Dendamnya pada Pendekar Muda tersebut telah menjalar.
Sebagai seorang pimpinan Ninja Merah, jelas ia mendendam
pada Jaka Ndableg dan para Pendekar Tanah Jawa yang telah menumpas anak buahnya.
Bahkan menurut kabar, adiknya Taka Moro pun telah binasa. "Tidak! Aku harus mampu
memenggal kepala Pendekar itu!" gerutu hati Takasima marah.
Bayangan tentang kegagalan misi Ninjanya, makin membebani dendam di hatinya.
"Beri aku kesempatan, Nata," Takasima
memohon. "Aku tidak ingin saudaraku hilang," Taka
Nata bergumam sendiri, setelah terlebih dahulu
tarik napas panjang. Dalam napas berat Taka Nata, sepertinya ada rasa berat
untuk mengijinkan
diri Takasima menghadapi Jaka Ndableg.
"Bagaimana..." Kau menyetujuinya?"
Desakan Takasima menjadikan Taka Nata
benar-benar serba salah. Ia sebenarnya bukan
takut, namun ia sangat menyayangkan jika saudaranya yang tinggal satu-satunya
harus pisah dari dirinya hanya mengikuti dendam.
"Bawalah seratus prajurit untuk membantumu."
Akhirnya Taka Nata mengijinkan.
"Terimakasih. Aku akan menunjukkan padamu, bahwa aku mampu membuka mata para
Pendekar Tanah Jawa. Aku akan membawa kepala Pendekar Muda itu ke mari."
Takasima menjura, lalu dengan senyum
bagaikan merasa pasti Takasima keluar tinggal-
kan tempat tersebut. Di alun-alun dikumpulkannya anak buahnya yang terdiri dari
Ninja Merah. Kini Takasima benar-benar ingin menunjukkan
pada para Pendekar Tanah Jawa bahwa orang
yang selama ini disegani telah mampu ia binasakan.
"Para prajurit... Kummpuuuuuull...!"
Berserabutan para prajurit Ninja Merah
yang jumlahnya mencapai ribuan itu berkumpul.
Dalam kekaisaran Taka Nata, Ninja Merah menjadikannya sebagai prajurit utama,
atau prajurit elit, sebab keberanian dan kehebatan Ninja Merah
telah diuji dengan baik. Dan memang Ninja Merah
menjadikan Takasima bukanlah para prajurit
Ninja biasa. Mereka pada umumnya memiliki kelebihan yang banyak dibandingkan
dengan Ninja lainnya. "Sebagai prajurit elite, kalian akan dicoba
untuk menghadapi musuh yang berat. Kalian tentunya ingat akan berita-berita yang
kalian terima dari Tanah Jawa, bukan?"
Semua Ninja Merah mengangguk.
Takasima melanjutkan, "Pendekar tersebut
kini berada di Tanah Nippon ini, tapi entah di
mana. Untuk itu, maka aku akan mengajak seratus orang dari kalian untuk
menemaniku mencarinya. Nah, aku minta, kalian mau membantu Kerajaan."
Takasima segera memilih anak buahnya.
Tanpa mengalami kesulitan, Takasima pun dapat
menyaring keseratus anak buahnya untuk mengikutinya. Setelah memeriksa segala
peralatan yang bakal digunakan dengan teliti, maka keseratus Ninja itu pun yang langsung
dipimpin oleh Takasima berangkat untuk memburu Pendekar
Pedang Siluman Darah Jaka Ndableg yang masih
berada di Tanah Nippon.
*** Jaka yang masih bersama Meimora bersembunyi di hutan, saat itu tengah mencari
buruan untuk makan siangnya. Jaka nampak mengendap-endap, tatkala dilihatnya
seekor kijang besar tengah makan dengan santainya.
"Harus kena!" Diambilnya sebatang ranting, lalu dengan menggunakan tenaga dalam
Jaka pun lemparkan ranting tersebut ke arah kijang
yang tengah makan.
"Swiiiiiingg...!"
"Jlep...!"
"Eeee...!" kijang itu melenguh panjang, lalu
ambruk ke tanah tertembus batang ranting yang
dilemparkan Jaka. Dengan suka cita Jaka pun
melompat hendak mengambil kijang tersebut,
manakala seseorang juga melompat ke tempat
tersebut. "Hai! Itu milikku...!" bentak orang tersebut.
"Enak saja!" balas Jaka memaki. "Aku yang
telah melempar ranting ini.... Kau...?" Jaka terbelalak, manakala dilihatnya
orang tersebut.
Orang tersebut itu pun tak kalah kagetnya, manakala tahu siapa adanya pemuda
yang hendak merebut kijang buruannya. Mulut orang itu yang
tiada lain Perdana Menteri kerajaan ternganga.
"Tuan Pendekar, rupanya Tuan berada di
sini." "Ya! Kau...?"
"Aku bersama Kaisar dan rombongan juga
berada di hutan ini" Dan Perdana Menteri segera
ajak Jaka untuk menemui Kaisar dan rombongan.
"Ayo ikut aku!"
Dengan tanpa membantah, Jaka pun segera menurut mengikuti Perdana Mentri pergi
meninggalkan kijang yang telah menjadi rebutan.
Keduanya dengan bergegas menuju ke arah Timur
hutan. Tak begitu lama kemudian, keduanya
sampai juga di tempat yang mereka tuju. Di tempat tersebut berdiri beberapa
tenda yang didirikan
secara darurat. "Kaisar! Kaisar...! Keluarlah!" Dari
dalam tenda seorang lelaki setengah baya keluar.
Wajah lelaki itu kini nampak lebih tua, hal tersebut menunjukkan bahwa
penderitaan telah
menggores hidupnya. Jaka hampir tak percaya,
bahwa orang yang kini tersenyum padanya tidak
lain Kaisar. "Tuan Pendekar...!" seru Kaisar.
"Tuan Kaisar...!"
Keduanya saling berpelukan, lalu dengan
penuh haru keduanya segera masuk ke dalam
tenda Kaisar. "Mengapa Tuan ada di sini?" tanya
Jaka, setelah keduanya duduk-duduk sambil menikmati makan siang.
Wajah Kaisar nampak berubah sedih ditanya begitu oleh Jaka. Hal itu menjadikan
Jaka Ndableg kerutkan keningnya, tak mengerti apa
sebenarnya yang telah terjadi. Sang Kaisar hela
napas panjang, sebelum akhirnya bercerita.
"Aku telah tergulingkan."
"Tergulingkan...?" tanya Jaka heran. "Bagaimana mungkin?"
Dengan berurai air mata, Kaisar pun perlahan menceritakan segalanya yang telah
menimpa dirinya. Ia juga mengakui bahwa semuanya adalah kesalahannya. Ya! Kesalahannya
yang tidak mau mementingkan pertahanan, sehingga para
prajuritnya tidak dapat melakukan segala cara
dalam perang. Diakuinya, bahwa sebenarnya ia
sendiri kurang suka untuk perang. Ia lebih mencintai damai, aman dan tentram.
Tapi sejarah menyatakan lain, bahwa dengan perang seseorang
akan mampu menunjukkan dirinyalah yang
mampu menjadi tokoh pemimpin.
"Begitulah Tuan Pendekar."
"Janganlah Tuan Kaisar terlalu memikirkannya."
"Maksudmu?" tanya Kaisar tak mengerti.
Jaka tarik napas panjang, lalu katanya
kemudian. "Baiklah, aku akan mengundang Nona
Meimora terlebih dahulu, agar kita dapat bertemu
dan berkumpul."
"Baiklah, memang sepantasnyalah Nona


Pedang Siluman Darah 28 Runtuhnya Samurai Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meimora harus dilindungi."
Jaka segera menjura, lalu bergegas pergi
tinggalkan tenda Kaisar untuk kembali ke tempat
di mana Meimora berada. Dengan hati agak tak
tenang, perasaannya seperti bergejolak demi
mendengar penuturan Kaisar. Namun ada sesua-
tu yang mendesaknya untuk segera pulang ke
tempatnya. Sepertinya ada sebuah pesan misteri
yang disampaikan oleh desahan-desahan angin.
Terbelalak mata Jaka, manakala melihat
apa yang tengah terjadi. Seorang Ninja Merah kini
tengah menguasai tubuh Meimora dengan samurai siap menggorok leher gadis itu.
Ninja Merah lainnya nampak berjaga-jaga dan siap dengan
samurainya. "Ninja-Ninja anjing! Beraninya dengan seorang wanita!" bentak Jaka marah. "Kalau
kalian memang laki-laki, lepaskan Nona itu dan hadapi
aku!" "Jakaaaa...!" Meimora memekik ketakutan.
"Tolonglah aku!"
"Kalian tidak di mana-mana, selalu membuat keonaran! Rupanya kalian tidak jenuh
dengan kejadian di Tanah Jawa!" Jaka terus membentak, memancing mereka agar
marah. Juga tujuan Jaka berteriak-teriak, semata-mata agar
rombongan Kaisar mendengarnya. Dan ternyata
usaha Jaka memang berhasil. Di tempat lain,
Kaisar dan para Panglima Perangnya mendengar
suara Jaka memaki-maki.
"Sepertinya Pendekar itu tengah berperang
mulut," gumam Kaisar pada Perdana Mentrinya
yang juga mendengar.
"Benar, Kaisar."
"Siapkan pasukan! Aku dengar Pendekar
dari Tanah Jawa itu menyebut-nyebut Ninja. Ayo
siapkan pasukan segera!"
Perdana Mentri tanpa banyak bantah lagi
segera mempersiapkan pasukannya. Pasukan
yang terdiri dari orang-orang pendekar samurai
itu dalam waktu singkat telah berkumpul. Kesemuanya berjumlah lebih dari dua
ratus lima puluh orang.
Setelah mendengar seruan tersebut, dengan cepat para prajurit Samurai bergegas
memburu ke tempat suara Jaka. Para Prajurit samurai
yang telah terlatih tanpa mengalami kesulitan
menemukan tempat di mana Jaka dan Ninja Merah tengah bersitegang mulut.
"Jaka Ndableg! Kau telah banyak membunuh anak buahku!" Takasima membentak. "Kau
harus mati oleh tanganku!"
Jaka Ndableg sunggingkan senyum, lalu
katanya kalem. "Kaukah pimpinan Ninja Merah?"
"Ya!" jawab Takasima
"Sebegitu pengecutkah seorang Ninja, sehingga beraninya menyandera seorang
wanita!" Jaka terus berusaha membikin amarah Ninja Merah. Dan memang berhasil, Takasima
nampak mendengus marah merasa dirinya dihina sebagai
seorang pengecut.
"Bajero! Aku tidak sebodoh itu, Anak Muda!"
"Kalau begitu, lepaskan Nona itu. Dan mari
kita tentukan sebagai seorang persilatan!" Mata
Jaka melirik, dan tahu kalau para Prajurit Kaisar
telah berdatangan secara diam-diam. Hanya Jaka
saja yang tahu isyarat mereka. "Lepaskanlah, dan
mari kita buktikan siapa di antara kita yang hendak menyusul rekan-rekan kalian
yang ada di Ta-
nah Jawa sana!"
"Bajero! Lepaskan Nona itu...!" perintah
Takasima yang merasa ditantang oleh Jaka. Hal
tersebut dengan segera dijalankan oleh anak
buahnya. Manakala Meimora telah lepas, Jaka
pun segera menyambutinya. Sebelum para Ninja
tersebut menyerang, Jaka dengan cepat lentingkan tubuh seraya membopong tubuh
Meimora. "Swiiiiit...!" Jaka bersuit, yang menjadikan
para pasukan Kaisar yang telah mengepung tempat tersebut seketika bermunculan ke
luar. Tersentak Takasima demi melihat hal yang
tiada terduga sebelumnya. Maksud mereka mengejar Jaka kini terhadang oleh
pasukan Kaisar yang merupakan pasukan pilihan. Walau Takasima tiada takut menghadapi mereka,
namun jumlah mereka dua kali lebih banyak dibanding dengan jumlah anak buahnya.
Takasima benar-benar
merasa terjebak, kini ia tampak memikir mencari
jalan keluarnya.
Tengah Takasima memikirkan jalan baiknya, para Pendekar Samurai tiba-tiba
berkelebat menyerang. Tanpa dapat dicegah, pertarungan
dua lawan satu pun akhirnya ambruk. Tiada jalan
lain, kedua pasukan andalan itu harus bertempur
untuk saling menentukan nasib mereka selanjutnya.
"Jaka, pergilah untuk selamatkan Nona
Meimora!" perintah Perdana Mentri. "Cepatlah!
Nanti bantulah kami memberesi mereka!"
Jaka pun tiada membantah, segera Jaka
berkelebat meninggalkan tempat tersebut ke arah
Timur di mana tenda-tenda Kaisar serta anak
buahnya berada. Kedatangan Jaka yang membawa tubuh Meimora disambut dengan rasa
persaudaraan yang tinggi.
"Kau di sinilah dulu, Nona Mei."
"Baiklah, Jaka."
"Kaisar, aku titip Nona Meimora," Jaka
berkata pada Kaisar yang menganggukinya. "Aku
akan segera membantu pasukan untuk menumpas Ninja Merah."
"Ninja Merah berada di sini?" tanya Kaisar
terbengong. "Ya! Aku pergi dulu." Jaka dengan cepat
kembali berkelebat kembali menuju di mana pertempuran terus terjadi. Pertarungan
dua kekuatan yang bermusuhan itu terus berlangsung. Pertarungan tersebut
sepertinya tidak seimbang,
namun kenyataannya pasukan Ninja Merah yang
dipimpin oleh pimpinannya Takasima mampu
membuat para Pendekar Samurai kewalahan.
"Takasima, kaulah lawanku!" Jaka Ndableg
yang datang berseru memecahkan pertempuran.
"Bukankah engkau yang harus bertanggung jawab atas segala perbuatan Ninja-ninja
Merah di Tanah Jawa?"
"Benar! Akulah musuhmu! Aku akan mencincangmu!" Takasima segera lompat ke arah
Jaka, tinggalkan Perdana Mentri yang membiarkannya begitu saja. "Aku akan
mencincangmu, seperti engkau membunuhi Ninja Merah dan anak buahku!
Hiiiiiaaaaatttt...!"
"Wuuuuutttt...!"
Takasima babatkan samurainya dengan
cepat ke arah Jaka, sehingga mau tidak mau Jaka Ndableg harus mengelakkannya
dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya. Takasima yang merasa bahwa
dirinya akan mampu
mengalahkan Jaka Ndableg, terus mencercanya
dengan sabetan-sabetan samurainya.
"Wuuuuttt...!"
Jaka tolakkan tubuhnya ke belakang, manakala samurai di tangan Takasima menusuk
ke perutnya. Namun belum juga tubuh Jaka hinggap
ke atas tanah, dengan cepat Takasima telah kembali menyerangnya dengan sabetan
samurainya. "Wuuuuuttt...!"
Jaka yang hendak menepakkan kakinya,
segera urungkan, lalu dengan lentingan lebih keras tubuhnya melenting ke udara
tinggi. Manakala tubuhnya kembali turun, dengan cepat Jaka
Ndableg serang Takasima dengan pukulan tangannya Dewa Menghantam Karang, sebuah
pukulan yang dahsyat.
"Wuuuuuttt...!"
"Hiiiiaaattt...!"
"Wuuuusss...!"
Angin pukulan Dewa Menghantam Karang
menderu, menyentakkan Takasima yang segera
melompat elakkan. Pukulan yang dilontarkan Jaka pun melesat beberapa senti di
samping tubuh Takasima. Takasima kembali merangsek tanpa
memberi kesempatan pada Jaka Ndableg.
"Wuuuuttt...!"
Sementara di tempat lain, nampaknya den-
gan ditinggal Takasima para pasukan Ninja Merah
makin menurun saja keberaniannya. Kini mereka
benar-benar dicerca serangan-serangan gencar
yang dilakukan oleh prajurit samurai yang memang sudah mahir dalam penggunaan
samurai. Kini para prajurit samurai di bawah pimpinan
langsung Perdana Mentrinya, makin tumbuh semangat untuk menumpas para Ninja
Merah. "Wuuuuttt...!"
"Trang!"
"Wuuuuuttt...!"
"Aaaaaa....!"
Korban di pihak Ninja Merah kini makin
banyak berjatuhan. Ternyata Takasima mempunyai pengaruh besar bagi mereka.
Sedangkan Takasima sendiri kini tengah menghadapi serangan
yang dilancarkan oleh Jaka Ndableg. Walaupun
Jaka masih tangan kosong, namun tendangan
dan pukulannya mampu mengejutkan Takasima
bahkan mampu membuat Takasima harus menguras tenaganya untuk mampu menghindari
serangan tangan kosong Jaka. Jaka Ndableg kini
kembali hantamkan tangannya, berupaya mendaratkan pukulan ke muka Takasima.
Namun segera Takasima balik babatkan samurainya, menghadang serangan tangan
kosong yang dilakukan
Jaka. "Wuuuuttt...!"
Jaka tarik kembali tangannya, lalu dengan
cepat sodorkan kakinya menendang. Untuk kedua
kalinya Takasima kembali babatkan samurainya,
dan kali ini ke arah di mana kaki Jaka hendak
menyodok ke perut.
?"Wuuuuttt...!"
Jaka kembali urungkan tendangannya.
Jaka Ndableg benar-benar hendak menguras tenaga Takasima habis-habisan. Takasima
kini membuka mata, siapa yang kini tengah dihadapinya. Ternyata ucapan Taka Nata
benar adanya. Namun sebagai seorang Ninja sejati,
sungguh malu besar bila harus mengalami kegagalan. Takasima tak hiraukan bahwa
napasnya benar-benar sudah terkuras, ia terus berusaha
menyerang Jaka. Namun setiap serangannya, selalu dengan mudah digagalkan oleh
Jaka dengan kibasan pukulan tangannya yang mengandung
angin besar. "Wuuuuuttt...!" Samurai di tangan Takasima membeset, Jaka tidak berusaha
menghindar, malah kini ia tampak berdiri mematung diam, sepertinya Jaka siap untuk menjadi
tumpuan samurai di tangan Takasima. Takasima yang melihat hal ini tidak menyia-
nyiakan kesempatan, segera Takasima babatkan samurainya cepat.
"Wuuuuttt...!"
"Bug!"
Takasima melotot matanya, manakala samurai di tangannya tak berarti sama sekali
di tubuh Jaka. Tubuh itu masih utuh, tiada terlecet
sedikit pun oleh babatan samurainya.
Jaka Ndableg tersenyum, "Bagaimana"
Apakah kau puas?" tanya Jaka mengejek. "Kalau
kau memang puas, maka kini giliran aku yang
akan menyerangmu. Terimalah pukulanku.
Hiaiiiiaaattt...!"
"Wuuuuutttt...!"
Takasima tersentak manakala tangan Jaka
menghantam ke arahnya. Sebisanya ia berusaha
menghindar, namun tangan Jaka bergerak dengan cepat, dan...!
"Bug! Bug! Bug...!"
"Wuuuuuuaaaa...!" Takasima memekik, tubuhnya gontai terhantam pukulan tangan
Jaka. Pukulan Rajawali Menyapu Mega, menjadikan
muka Takasima yang terhantam bagaikan dihantam ribuan kati. Mukanya bagaikan
hancur tulang belulangnya, darah muncrat dari hidung
dan mulutnya. Takasima masih terhuyung, manakala Jaka kini kembali melompat
menyerang dengan tendangan geledeknya. "Hiiiiiiiiiaaaaaaaaattttt...!" Mata Takasima membeliak kaget, manakala kaki Jaka
bagaikan sebuah
larikan sinar yang menderu ke arahnya. Kaki Jaka kini sukar untuk diterka. Namun
begitu, Takasima tak mau tinggal diam begitu saja. Takasima
kembali berusaha menangkis dengan babatan
samurainya, namun gerakan Jaka ternyata lebih
cepat. "Bug!"
"Wuuuuuuaaaaa...!" Takasima menjerit,
dadanya yang terkena tendangan terasa sesak.
Darah muncrat dari mulutnya, menjadikan Takasima benar-benar sekarat. Tubuh
Takasima menggelepar bagaikan ayam dipotong. Dadanya
terasa sangat sesak, sementara matanya melotot
memandang ke arah Jaka Ndableg.
"Pulanglah! Katakan pada Rajamu, Taka
Nata. Aku akan datang dan menuntut dia turun
dari tahta yang bukan haknya!"
Takasima tak banyak bicara, dengan tertatih-tatih sambil pegangi dadanya yang
sakit Takasima menurut pergi tinggalkan hutan tersebut.
Namun belum juga kakinya jauh melangkah, tibatiba sebuah pedang berkelebat
membabat lehernya.
"Craaaaassss...!"
"Aaaaaaaaaaaaaaa..,.!" Takasima memekik,
sedangkan Jaka tersentak kaget. Kedatangan
bayang tersebut sungguh begitu cepat, dan sukar
untuk diikuti. Kepala Takasima menggelinding,
tubuhnya sejenak kaku dan akhirnya ambruk


Pedang Siluman Darah 28 Runtuhnya Samurai Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanpa nyawa. Sementara orang yang membabatkan samurainya kini telah berdiri di
hadapan Jaka. Orang tersebut menjura hormat. Seorang lelaki setengah baya,
berpakaian merah dengan dekoratif naga. Itulah Naga Merah, orang yang telah
menghilang sejak kekalahannya melawan Taka
Nata. Naga Merah kembali berkelebat, cepat tanpa
mampu dicegah. Kini Naga Merah berkelebat ke
arah para Ninja Merah bertempur. Pedangnya
bergerak cepat, menyerang Ninja Merah yang makin terdesak saja. "Wuuuuuuaaa...!"
Setiap samurai Naga Merah berkelebat,
saat itu pula nyawa Ninja Merah lepas dari raganya. Tak begitu lama, satu
persatu Ninja Merah
berguguran. Dalam waktu singkat semua Ninja
Merah habis terbantai. Jaka bermaksud menanya
siapa adanya Ninja Merah, namun orang tersebut
telah mendahului pergi. Jaka hanya mampu ter-
jengah, diam, memandang ke arah tujuan Naga
Merah. Tujuan Naga Merah adalah kerajaan. Naga
Merah rupanya telah tahu kalau Taka Nata kini
menjadi Kaisar setelah menggulingkan Kaisar pertama.
*** 6 Jaka Ndableg merasa bahwa orang yang
baru saja membantu menumpas Ninja Merah,
tentunya mempunyai hubungan dengan para Ninja tersebut. Entah hubungan
permusuhan, atau
hubungan sebagai seorang yang bertugas membunuh setiap Ninja yang kalah. Jaka
merasa perlu untuk menguntit orang tersebut, maka dengan
segera setelah orang berpakaian merah dengan
gambar naga itu pergi, Jaka pun berkelebat mengikutinya.
"Aku harus menjaga jarak." ucap Jaka dalam hati. Jaka berlari dengan agak
lamban, ia sengaja ingin menjaga jarak antara dirinya dengan orang tersebut.
Sementara itu, para prajurit yang melihat
kepergian Jaka menuju ke Kerajaan segera melaporkannya kepada Kaisar tentang
dugaannya. "Kami rasa, Pendekar itu hendak mengadakan pemberontakan pada Taka Nata."
"Mengapa kau berkata begitu, Perdana
Mentri?" tanya Kaisar.
"Barusan tadi, ia menyuruh pada Takasima
untuk memberitahukan pada Taka Nata bahwa
dirinya akan mengambil kembali tahta yang bukan hak Taka Nata. Namun Takasima
keburu dibunuh."
"Dibunuh...?"
"Benar, Kaisar. Takasima mati dibunuh
oleh Naga Merah." tutur Perdana Mentri. "Dan rupanya Naga Merah pun hendak
bertujuan sama.
Naga Merah pun hendak mengadakan pembalasan pada Taka Nata, Kaisar."
"Kalau begitu, kita segera ke sana!" Perdana Mentri segera siapkan pasukannya,
lalu dengan penuh kesiap siagaan mereka pun berangkat
menuju ke kerajaan. Dalam hati mereka hanya
ada satu pilihan, kembali merebut tahta, atau
mati bersama-sama Pendekar Pedang Siluman
Darah. Dan mereka merasa besar hati manakala
mengingat bahwa Pendekar Pedang Siluman Darah berada di pihaknya. Mereka sangat
mengharapkan Pendekar tersebut mau mengambil kembali tahta kerajaan.
*** Naga Merah yang tengah berlari, segera
hentikan langkahnya manakala dirinya merasa
ada yang mengikuti. Naga Merah segera sapu
pandangannya, mencari orang yang tengah menguntitnya. Namun orang tersebut tiada
nampak olehnya, padahal kini dirinya tengah berada di
padang yang tiada berpohon. Hanya hamparan
salju saja yang tampak memutih.
"Hem, siapa yang mengikutiku?" tanya Naga Merah dalam hati, lalu dengan acuh
kembali Naga Merah pun meneruskan perjalanannya. Jaka yang bersembunyi nampak tertegun,
ia tahu kalau orang yang diikutinya sangat tajam pendengarannya. Jaka tidak ingin
dirinya diketahui,
maka Jaka pun membiarkan Naga Merah mendahului menuju ke kerajaan.
"Hem, biarlah orang tersebut pergi, toh
nanti aku akan dapat menemuinya di kerajaan."
Setelah dirasa orang tersebut telah jauh,
segera Jaka pun melanjutkan perjalanan menuju
ke kerajaan. Langkahnya begitu cepat, dengan
harapan akan segera dapat menyusul orang itu.
Bila orang itu benar-benar utusan Taka Nata,
maka ia akan bertindak mendahului. Jaka tahu,
kalau orang tersebut adalah mata-mata Taka Nata, pastilah keberadaan Kaisar akan
segera dapat diketahui. Sementara itu Naga Merah yang merasakan
bahwa orang yang menguntitnya telah tiada lagi
terus berlari menuju ke kerajaan. Hatinya dipenuhi oleh tanda tanya akan siapa
sebenarnya orang yang mengikutinya tersebut. Kalaulah
orang itu bermaksud jahat, tentunya orang itu
akan dengan mudah membinasakannya, mengingat ilmu yang dimiliki orang tersebut
jauh lebih tinggi. Kalau saja orang itu ilmunya macam miliknya, tentu Naga Merah akan mampu
melihat keberadaan orang yang menguntitnya.
"Hem. siapakah orang tersebut?" tanya Na-
ga Merah dalam hati masih terus berlari. Sedangkan jaraknya dengan jaka kini
makin jauh saja,
Tiada berapa lama kemudian, Naga Merah
pun sampailah di alun-alun kerajaan. Dirinya
yang sudah lama meninggalkan dunia persilatan,
kini tiada dapat dikenali lagi oleh para pasukan
Ninja yang berlalu lalang hingga dengan mudahnya Naga Merah pun sampai pada
tempat yang dituju yaitu Kerajaan Samurai Iblis.
Mata Naga Merah memancang pada larikan
tulisan Kanji yang mengukir di depan alun-alun
kerajaan. Tulisan besar, dengan pahatan indah
bertuliskan "KERAJAAN SAMURAI IBLIS"
"Taka Nata, ternyata engkau benar-benar
berhasil. Tapi, tak akan lama kau memegang
tampuk pimpinan kerajaan ini! Aku akan mengakhirinya." gumam Naga Merah dalam
hati. Kakinya kini makin melangkah masuk, menapaki jalanan indah menuju ke
istana, menjadikan perhatian para Prajurit Ninja Merah yang melihatnya.
Dan para prajurit penjaga istana pun mendatanginya seraya bertanya. "Adakah Tuan
mempunyai tujuan hingga Tuan datang ke mari?"
Naga Merah tiada menjawab, hanya matanya saja yang terus tajam mengawasi ketujuh
Ninja yang menanya. Dan tanpa diterka oleh para
Ninja itu, dengan cepat Naga Merah cabut samurainya.
"Wuuuuutttt...!"
"Aaaah....!" ketujuh Ninja Merah memekik
tertahan melompat mundur hindari serangan Naga Merah.
"Bajero! Serang...!" salah seorang mengomando.
"Hiiiiiaaaaatttt...!"
Ketujuh Ninja Merah itu pun dengan cepat
menyerang dan mencoba merangsek Naga Merah
dengan sabetan-sabetan samurainya. Namun Naga Merah bukanlah orang sembarangan.
Sejak kekalahannya dengan Taka Nata, ia berusaha
mendalami ilmu yang dimiliki oleh Tiga Naga Dari
Gunung Fuji. Kitab yang berada di tangan Naga
Biru kini telah lengkap ia kuasai. Naga Kuning
adiknya, tak tertolong dan mati keracunan. Tekadnya hanya satu, membalas
kematian adikadik seperguruannya. Dan Naga Merah telah tahu, hanya bekal ilmu
yang tinggi saja ia akan
mampu mengalahkan Taka Nata si Iblis Nippon.
"Wuuuuuutttt....!"
Naga Merah lompat ke samping, elakkan
serangan samurai ketujuh Ninja Merah. Setelah
berhasil mengalahkan serangan, dengan cepat
Naga Merah pun babatkan samurainya ke arah
lawan. "Wuuuuuutttt...!"
"Trang....!"
"Aaah...! Ninja Merah lompat mundur, lepaskan samurainya manakala samurai di
tangannya bagaikan tersedok oleh Samurai Naga Merah.
Namun belum juga para Ninja Merah itu hilang
kejutnya, Naga Merah telah berhasil kembali babatkan samurainya.
"Wuuuuuuttt...!"
"Aaaaaa...!" Dua orang dari ketujuh Ninja
Merah tak mampu elakkan serangan. Samurai di
tangan Naga Merah deras membabat tubuh keduanya. Dan tanpa ampun lagi, keduanya
menggeliat lalu mati dengan perut terbeset samurai.
"Bajero! Pemberontak.,.!" salah seorang
Ninja berteriak, hal itu menjadikan semua prajurit Ninja yang ada di sekitar
tempat itu berdatangan. Mereka segera membantu Ninja-ninja Merah
lainnya yang nampak terdesak. Jadilah Naga Merah kini dikeroyok oleh para
prajurit Ninja.
"Wuuuuutttt...!" Naga Merah sabetkan samurainya, dan berusaha menghindari
serangan musuh yang datangnya bersamaan. "Kalian minggirlah! Aku tiada urusan dengan
kalian, tapi aku
berurusan dengan pimpinan kalian! Taka Nata,
keluar kau bangsat...!"
"Bajero! Kau berani memaki raja kami!" balik Ninja Merah membentak, dan tanpa
perdulikan Naga Merah, Ninja Merah pun kembali mengeroyok. Sabetan-sabetan
samurai di tangan mereka makin ganas dan cepat. Namun begitu Naga
Merah bukanlah pendekar kelas kroco yang gentar menghadapi mereka, setiap
babatan samurainya mampu mengundang jeritan kematian bagi
yang terkena. Korban pun berjatuhan di pihak
para ninja Merah. Tapi para Ninja Merah bagaikan tiada mengenal rasa takut,
walau temantemannya banyak yang mati jadi korban kemarahan Naga Merah. Mereka
pada umumnya telah
disumpah, sehingga dalam benak mereka tiada
kata takut barang secuil pun.
Naga Merah terus mencerca, berusaha
membuat kematian musuhnya sebanyak mungkin. Tujuannya agar supaya Taka Nata mau
menampakkan diri menghadapinya. Kini Naga Merah
tiada memberi ampun bagi para Ninja tersebut,
dia terus mengamuk membabi buta. Namun jumlah Ninja Merah bukannya berkurang,
malah kini makin bertambah banyak saja.
Jaka Ndableg yang juga sudah sampai di
situ, segera berkelebat membantu manakala dilihatnya Naga Merah tengah dikeroyok
oleh NinjaNinja Merah. Pedang Siluman Darah yang sudah
siap di tangannya menjadikan kematian bagi yang
terbabat. "Wuuuuuttt...!"
"Wuuuuaaaaaa...!"
"Aku bantu, Sobat! Kau telah membantuku, maka aku pun ingin membantumu sebagai
balasannya!" seru Jaka pada Naga Merah dan terus berusaha menghalau para Ninja.
Kini Ninjaninja Merah benar-benar terdesak dengan kehadiran Jaka Ndableg. Pedang
Siluman Darah di tangan Jaka sangat membahayakan, bila dibandingkan dengan
samurai di tangan Naga Merah.
"Wuuuuutttt....!"
Tiga Ninja Merah menyerang, namun dengan cepat Jaka mengelak, sikutnya menyodok
Ninja yang di belakang, menjadikan Ninja yang
terkena menjerit kesakitan. Bukan hanya sikut
tangan, tapi tumit kakinya juga bagaikan seekor
kuda menyepak orang yang di belakangnya.
"Dug!"
"Wadaaaaaauuuuu....!" Ninja Merah yang
berada di belakangnya menjerit, tangan Ninja tersebut pegangi telur burung
untanya yang bagaikan hendak meledak. Perutnya melilit-lilit mulas,
dan orang itu pun berguling-guling menahan sakit.
Jaka terus berusaha mengelak, ditebaskannya Pedang Siluman Darah ke arah samurai
lawan yang mengancam dirinya. "Wuuuuuttt...!"
"Traaaannngg...!"
"Prak! Prak! Prak...!" tiga kali terdengar
benturan senjata dan tiga kali itu pula terdengar
senjata patah. Mata ketiga Ninja yang menyerangnya membeliak kaget, manakala
melihat samurai di tangannya telah puntung menjadi dua.
Belum juga ketiganya dapat sadarkan diri karena
kaget, Jaka telah kembali babatkan Pedang Siluman Darahnya ke arah mereka.
"Wuuuuutttt...!"
"Cras, cras, cras....!"
"Wuuuuuuuaaaa....!" ketiganya memekik,
pegangi leher mereka yang hampir puntung. Ketiganya mengejang berdiri, lalu
ambruk tanpa nyawa lagi. Darah tiada keluar dari luka-luka mereka, kering
terhisap oleh Pedang Siluman Darah.
Melihat rekannya mati, sepuluh Ninja menyerang ke arah Jaka.
"Wuuuuuuttttt....!" sepuluh samurai bareng menyerang, menjadikan Jaka mau tidak
mau harus melompat mundur. Tapi belum juga tubuhnya ke belakang, lima orang Ninja
yang berada di belakangnya sodokkan samurainya. Jaka
lentingkan tubuh ke udara, hal tersebut menjadi
fatal bagi penyerangnya. Kesepuluh Ninja dan lima rekannya saling serang.
"Wuuuuusss...!"
"Cras! Cras....!"
"Bles! Bles...!"
"Wuuuuuuaaaaaa....!" Lima orang Ninja
saling tusuk, mata mereka mendelik saling pandang. Hal itu berjalan sesaat,
sebelum kemudian
kesepuluh Ninja yang saling tusuk itu ambruk
tanpa memiliki nyawa lagi.
Pertarungan dua dikeroyok oleh ratusan
Ninja Merah terus berjalan. Bersamaan makin
ramainya pertempuran tersebut, nampak datang
pasukan samurai pembela Kaisar dipimpin langsung oleh Perdana Mentrinya. Pasukan
samurai itu langsung amprok bertempur dalam arena peperangan. Makin serulah pertarungan
tersebut, kini jumlah mereka seimbang.
*** Taka Nata yang mendengar keributan di
luar nampak menggeram marah. Dengan menyiapkan segala yang dimiliki, Taka Nata
segera berkelebat ke luar menemui para pasukannya


Pedang Siluman Darah 28 Runtuhnya Samurai Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang kini tengah bertempur dengan pasukan musuh.
"Bajero! Pendekar Tanah Jawa, aku menemuimu!" Taka Nata berseru menantang,
manakala dilihatnya Jaka Ndableg ada di antara prajurit
Ninjanya. Jaka Ndableg nampak tengah menga-
muk, sehingga hampir setiap sabetan Pedang Siluman Darahnya membuat Ninja-ninja
Merah meregang nyawa dan mati dengan darah mengering.
Hal tersebut mampu membeliakkan mata Taka
Nata. Ia selama menjadi Pendekar baru kali ini
menemukan senjata aneh, sebuah senjata yang
memancarkan sinar kuning kemerahan. Dan yang
lebih aneh, dari ujung pedang itu mengeluarkan
darah membasahi batangnya.
"Pedang aneh! Sungguh benar apa yang dikabarkan rekan-rekanku di Tanah Jawa,
bahwa Pendekar ini mempunyai pedang aneh yang
mampu mengeluarkan darah. Tapi aku tidak takut, sebab aku memiliki samurai Iblis
yang mampu membunuh dengan asap. Hiiiiiiiiaaaattt...!"
Jaka Ndableg tersentak, manakala dirasakannya sebuah sabetan pedang di atas
kepalanya. Segera Jaka rundukan tubuhnya mengelak.
"Wuuuuuutttt...!"
Jaka Ndableg sabetkan Pedang Siluman
Darah ke atas, tangkis serangan yang menyerangnya. Taka Nata rupanya tidak ingin
mengadakan bentrokan pedang dengan Jaka, sehingga
dengan cepat Taka Nata tarik kembali serangannya.
"Kau rupanya muncul juga, Taka Nata?"
"Hu, ha, ha...! Tak akan ada orang yang
mampu mengalahkan aku! Akulah pendekar nomor wahid di dunia ini.,.!"
"Sombong!" Jaka menggertak.
"Kau Pendekar Jawa, apa hakmu ikut
campur dalam urusan ini!"
"Aku berhak!" jawab Jaka. "Kau dan rekanmu telah membuat Tanah Jawa membara!
Kau tiada lebihnya Iblis!"
"Bajero! Aku bunuh kau, hiiiiiiiaaaatt...!"
"Wuuuuuutttt....!" Taka Nata sebatkan Samurai Iblisnya, dan dari sabetan
tersebut keluar
asap bergulung-gulung menyerang ke arah Jaka.
Jaka Ndableg telah siap menghadapinya, segera
Jaka pun kebaskan Pedang Siluman Darah.
"Wuuuuutttt...!"
"Duuaaar....!"
Dua kekuatan yang terpancar dari dua pedang bertemu, menjadikan ledakan hebat
yang mampu mengguncang tanah di situ. Tanah bagaikan diguncang gempa hebat. Taka Nata
kembali dengan cepat kebatkan Samurai Iblisnya.
"Wuuuuutttt...!"
"Wuuuuuutttt.....!"
Jaka Ndableg pun tak mau kalah, Pedang
Siluman Darah berkelebat memapakinya. Dan seperti pertama, kembali terdengar
suara ledakan manakala dua kekuatan itu kembali bertemu. Kedua pendekar beda haluan itu terus
saling serang, sukma Ratu Siluman Darah dan Sukma Iblis Pranutu masuk ke dalam
pedang mereka. Dan
manakala pedang tersebut saling bertemu, tibatiba kedua pedang itu terbang dan
lepas dari tangan keduanya. Keduanya tiada hiraukan, keduanya kini terlibat
perkelahian tangan kosong tanpa
senjata di tangan masing-masing.
Taka Nata ajukan jotosan ke muka, dengan
jurus Musang Mencuri Ayam. Gerakan pukulan
Taka Nata begitu cepat, licik dan ganas. Jaka tersentak, coba tepiskan serangan
tersebut dengan
jurus Kucing Menangkap Tikus.
"Hooop!"
"Hiiiiiaaa...!"
"Plek! Tap...!" Jaka berhasil menangkap
tangan Taka Nata, namun Taka Nata dengan cepat kibaskan tangannya yang
tertangkap dengan
jurus Musang Menjerat. Tangan Taka Nata bergerak cepat, sepertinya membuat jerat
yang sukar dimengerti. Tangannya bergerak lurus, lalu tibatiba menyeruak ke muka Jaka. Hal
itu tidak terduga sama sekali oleh Jaka, sehingga Jaka pun
tersentak lompat mundur lepaskan tangan yang
tergenggam. Merasa serangannya berhasil, Taka Nata
melipat gandakan serangan selanjutnya. Kini bukan jurus ringan lagi, akan tetapi
jurus yang mematikan dikeluarkannya dalam usahanya segera
menghentikan pertarungan dengan Jaka Ndableg.
Jaka tersentak berusaha mengelak, namun....!
"Hiiiiiaaaattt...!"
"Wuuuuuttt...!"
Tangan Taka Nata yang membentuk cakaran harimau merangsek ke muka Jaka. Dan
hal tersebut sukar sekali untuk dihindari Jaka,
sehingga tanpa ayal lagi mukanya jadi sasaran.
Beruntung Jaka masih bisa mengegoskan muka, sehingga hanya dadanya yang terkena
cakaran tersebut. Mata Jaka membeliak marah, dan
benar-benar Jaka kini marah demi melihat darah
merembes dari luka di dadanya.
"Bangsat! Hiiiiiaaaattt....!" Jaka menggerang, dan dengan marahnya berkelebat
menyerang. Jurus Elang Mengepak Sayap, Menyambar
Mangsa, juga Mencakar Ayam terus dilancarkan
berganti-ganti. Hal itu menjadikan Taka Nata kini
yang kedodoran.
"Wuuuuttt...!"
"Plak...!"
Taka Nata dengan Harimau Menerkam
Mangsanya berhasil menepiskan tangan Jaka
yang mencercanya. Jaka kini benar-benar marah
karena merasa serangannya tiada berhasil, dan
kemarahannya dilampiaskan dengan ajian Banyu
Geninya. "Wooooooaaaarrrrr...!" suara Jaka menggelegar, menjadikan orang yang berada
dekat dengannya mau tidak mau harus menutup telinganya. "Dewa Geni... Dewa
Geni...!" Dalam sekejap saja tubuh Jaka telah berubah ujud. Tubuh
Jaka yang tadinya mulus dan tampan, kini tertutup oleh kobaran api yang menyala-
nyala. Taka Nata tersentak, melompat mundur ke
belakang. Sementara di udara nampak dua sinar
tengah mengadakan pertarungan. Dua sinar yang
satu putih perak dan yang lainnya kuning kemerah-merahan. Dua senjata tersebut
kini dalam keadaan siap serang.
Seperti pemiliknya, Ratu Siluman Darah telah terhempas oleh serangan yang
dilancarkan oleh Iblis Pranutu yang menghuni Samurai Iblis.
Ratu Siluman Darah begitu marahnya, sehingga
kini Pedang Siluman Darah benar-benar makin
memerah saja nyalanya.
Dua senjata sakti itu saling serang, seperti
apa yang kini dilakukan oleh pemiliknya. Dua
senjata sakti kini melayang, keluarkan sinar dari
ujungnya. Ratu Siluman Darah kini benar-benar
murka hingga ajian intinya menggelegar menyerang ke arah Samurai Iblis. Tanpa
ampun lagi. Samurai Iblis yang dihuni Iblis Pranutu pun seketika meledak.
"Duuuuuuuuaaaaaarrrr...!"
Seketika semua yang tengah bertarung
hentikan pertarungan dan tengadahkan mata ke
atas. Suara ledakan itu begitu kerasnya, sehingga
mampu mengejutkan semuanya. Tampak larikan
sinar putih melesat tinggalkan Samurai Iblis. Itulah yang sebagai tanda bahwa
Iblis Pranutu telah
menghilang. Namun Pedang Siluman Darah seakan tiada menghendaki musuhnya kabur
begitu saja. Pedang Siluman Darah terus melesat memburu Samurai Iblis.
"Sroooooottt...!" Dari ujung Pedang Siluman
Darah keluar sinar menyerang ke arah Samurai
Iblis. "Duuuuuuuaaaarrr...!" kembali ledakan
terdengar menggelegar.
"Wuuuuuaaaaa....!"
Bareng dengan hancurnya Samurai Iblis,
saat itu juga Jaka Ndableg yang telah menjadi
Dewa Api berhasil hantamkan Inti Apinya ke arah
tubuh Iblis Taka Nata yang telah berubah ujud
menjadi Makhluk Setengah Manusia. Api membakar muka Taka Nata yang berbentuk
mengerikan itu, menjadikan Taka Nata tak mampu mengelakkannya. Namun walaupun begitu, Taka
Nata nampak masih bertahan.
"Swiiiiiitttt....!"
Pedang Siluman Darah yang telah berhasil
membinasakan Iblis Pranutu melayang ke bawah
menuju ke arah Jaka. Dengan segera Jaka, pun
menerimanya. "Tap!"
"Terimalah akhir dari gentayanganmu, Iblis!"
Jaka Ndableg tanpa hiraukan Taka Nata
yang masih mengerang-erang kesakitan segera
kembali berkelebat. Tangannya telah siap dengan
Pedang Siluman Darah.
"Wuuuuuutttt....!"
Taka Nata yang masih mengerang kesakitan dengan api Inti melalap mukanya tak
mampu mengelakkannya, hingga....!
"Craaas...!"
"Wuuuuuuaaaaa...!" Taka Nata memekik,
kepalanya puntung dan menggelinding ke salju
yang membawanya mengalir terus dan jatuh ke
dalam jurang tak jauh dari mereka bertempur.
Jaka Ndableg angkat tubuh Taka Nata dan
membawanya menuju ke kerajaan di mana para
prajurit Ninja masih melakukan perlawanan. Perang masih berlangsung seru, korban
terus berjatuhan dari kedua belah pihak. Dengan cepatnya
kematian menggema, manakala Samurai-samurai
itu saling bertemu.
Jaka Ndableg dengan menggunakan ilmu
larinya terus melaju menuju ke kerajaan, Dan
manakala sampai di kerajaan, dengan segera Jaka naik ke atas mimbar.
"Lihaaaaattt...! Lihaat..... oleh kalian! Ketua
kalian telah mati! Apakah kalian semua masih terus ngotot..."!" Diangkatnya
tubuh Taka Nata
tinggi-tinggi, dan seketika itu juga semua mata
tertuju ke podium. Perang berhenti, para Ninja
Merah kini benar-benar tercekam rasa takut.
"Apakah kalian ingin seperti ketua kalian ini?"
Jaka lemparkan tubuh tanpa kepala Taka Nata ke
tengah-tengah arena pertempuran. Kini mereka
semua benar-benar menyadari bahwa mereka bukan tandingan Pendekar Muda itu.
Tanpa diperintah, keseluruh Ninja Merah
akhirnya menekuk lutut menyerah. Dan hari itu
juga Kaisar kembali diangkat untuk menduduki
tahta yang telah ternoda oleh Taka Nata.
"Hidup Pendekar Tanah Jawa....!"
"Hidup Jaka Ndableg...!"
Rakyat bukannya mengelu-elukan Kaisarnya, malah sebaliknya mereka mengelu-elukan
Pendekar yang kini menjadi pahlawan. Rakyat tahu kalau tidak ada Pendekar Muda
Jaka Ndableg, tentunya Kekaisaran masih berada di tangan Taka Nata si Iblis Nippon yang kejam.
*** Esok paginya, Jaka Ndableg si Pendekar
Pedang Siluman Darah minta pamit untuk kembali mengelana. Dengan diantar oleh
sang Kaisar sendiri serta para pejabat pemerintah, Jaka diarak menuju ke pantai untuk
meneruskan kembali perjalanannya dalam mengembara menegakkan keadilan dan
kebenaran. "Kalau kau memang ingin datang, berkunjunglah ke kerajaan, Tuan Pendekar." pinta
sang Kaisar. "Kami sungguh akan terus mengenang jasamu. Kami akan selalu menganggapmu sebagai
saudara yang baik. Jangan lupa, sampaikan kepada Raja Tanah Jawa, aku sampaikan
terimakasih yang tiada terhingga atas bantuannya."
"Ah, sudah menjadi tugasku, Kaisar."
Meimora nampak masih dalam pelukan
Jaka, sementara mata Meimora masih menitikkan air mata. Meimora menangis, sedih
karena ia harus berpisah dengan orang yang dicintai
"Jakaaaa....?" Pandangan mata Meimora,
menjadikan Jaka dan semua orang menjadi haru.
Mereka benar-benar trenyuh melihat Meimora.
Perlahan Jaka sapukan jemari ke mata lentik gadis malang itu, lalu dengan suara
serak menahan tangis Jaka berkata:
"Meimora, bukankah kita masih akan dapat bertemu?"
Meimora mengangguk.
"Kalau kau ingin berkunjung ke Tanah Jawa, mintalah pada Tuan Kaisar untuk
mengantarkanmu," Jaka menambahkan, seraya memandang pada Kaisar yang tersenyum
mengangguk. "Benar, Nona. Dan mulai saat ini, engkau
aku angkat menjadi anakku, karena kau banyak
jasanya padaku."
Suka ria hati Meimora, namun ia lebih suka bila Jaka harus menetap di Tanah
Nippon untuk selalu menemaninya. Kenangan di hutan selalu menempel lekat di
kelopak matanya. Masih teringat manakala Jaka membelai rambutnya mesra.
"Jaaaaakkkkkaaaaa...!" Meimora tak dapat
membendung tangisnya, dipeluknya Jaka dengan
erat, menjadikan Jaka terdiam trenyuh tak mampu berkata. "Kau milik orang
banyak! Kau bukan
milikku seorang, Jaka. Tapi kau dengarlah, aku
mencintaimu."
"Terimakasih, Mei."
"Pulanglah ke Tanah Jawa, sebab di sana
masih banyak tugas yang harus engkau selesaikan. Terimalah ini, ini sekedar
kenang-kenangan
dariku. Bila kau ingat aku, maka bukalah dan
bacalah syair tersebut." Disodorkannya selipatan
kertas bertuliskan bahasa Jawa. Entah dari siapa
Meimora memahami tulisan Jawa, yang pasti di
kertas itu tertulis tulisan Jawa, bukan tulisan huruf Kanji.
Dengan perlahan-lahan Jaka membukanya, dan dibacanya larikan puisi yang tertera:
mu,

Pedang Siluman Darah 28 Runtuhnya Samurai Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cinta itu datang, begitu indah.
Aku sadar, kalau aku memang mencintai-
Namun aku juga sadar, bahwa kau milik
orang banyak. Bunga-bunga cinta akan aku sirami, meski
sang kumbang jauh. ''
Jaka, Temaram hijau hutan belantara, adalah saksi kebisuan yang akan
mengenangkanmu padaku, juga diriku padamu.
Aku hanya berucap, Selamat Berjuang!"
Meimora. Jaka kembali melipatnya, ada segores rasa
syahdu menghanyut di pelupuk matanya. Tanpa
sadar didekapnya erat tubuh Meimora, yang menerimanya dengan pasrah.
Dipandanginya wajah
Meimora, dan tanpa malu-malu dikecupnya bibir
sang gadis yang seketika itu merona merah pipinya. Dibisikannya untai kata mesra
di telinga sang gadis. "Aku akan selalu mengingatmu, Mei?"
Mesra suara Jaka terdengar di telinga
Meimora. "Jaga dirimu baik-baik," hanya itu yang
mampu dikeluarkan oleh Meimora. Jaka hanya
menganggukinya.
"Tuan Kaisar, aku titip dia."
"Aku aku perhatikan, Tuan Pendekar," jawab Kaisar.
Setelah menyalami semua yang ada di situ,
Jaka Ndableg pun segera naik ke atas perahu
yang telah disiapkan oleh penduduk untuk dirinya. Dilambaikannya tangan, yang
dibalas dengan lambaian kagum bercampur sendu oleh rakyat Nippon. Perahu pun
melaju, manakala tangan Jaka yang kokoh mendayung.
"Jaaaaaaaakkkkaaaaaaa.....!" Meimora berseru.
Jaka palingkan muka ke arah suara Meimora, lalu dengan perlahan dilambaikannya
tangan setelah tangannya sendiri dikecupnya untuk
menyatakan rasa cinta.... Perahu terus melaju,
jauh dan makin jauh meninggalkan kerajaan
TAMAT https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Scan/PDF: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Kasih Diantara Remaja 4 Gento Guyon 21 Sang Petaka Algojo Gunung Sutra 1
^