Pencarian

Dewi Ular Hitam 3

Pendekar Slebor 50 Dewi Ular Hitam Bagian 3


akan ada di tanganmu Dewi Ular Hitam, sementara, tentunya kau akan memberikan
kedudukan untukku di sampingmu."
Dewi Ular Hitam terbahak-bahak.
"Penjilat semacam kau memang cocok
bergabung denganku! Aku menyukaimu!"
Kembali sosok di hadapannya menjadi
jengkel mendengar kata-kata itu. Tetapi guna menutupi kejengkelannya, dia
terbahak-bahak.
Mendadak Dewi Ular Hitam mendekap
mulut Setan Asap Batu Karang yang hendak berkata. "Diam!" desisnya.
Pendengarannya yang tajam mendengar
derap langkah kuda yang sangat cepat.
"Ada tiga ekor kuda menuju kemari! Ingin kutahu siapa yang muncul, sebelum
kukepruk kepalanya sampai hancur!"
Secepat kilat, keduanya keluar dari
gubuk Apa yang diduga oleh Dewi Ular Hitam
memang benar, karena tiga ekor kuda
dengan penunggangnya yang berpakaian ala orang-orang keraton tiba di sana.
Mereka adalah Tiga Pangeran dari Selatan.
"Kakang Naga Wulung, apa yang akan kita lakukan sekarang" Sudah cukup lama kita
mencari jejak manusia keparat itu.
Tetapi sampai sekarang, belum ada jejak berarti yang kita dapatkan," kata
Harimau Wulung sambil memandang
berkeliling. Naga Wulung mengiyakan
kata-katanya. "Kau memang benar.
Rasanya, aku sudah tidak sabar untuk
bertemu dengan wanita keparat berhati
iblis itu! Juga manusia busuk penghisap cangklong busuk!"
Di tempat persembunyiannya, Setan
Asap Batu Karang gertakkan gigi. Matanya mendelik penuh amarah.
"Apa yang telah dikatakan Pendekar Jari Delapan memang benar. Kita harus
berhati-hati menghadapi manusia iblis
itu! Dan saat ini, sebenarnya ada yang kuinginkan sekali," kata Naga Wulung.
"Apakah itu, Kakang Naga Wulung?"
tanya Elang Wulung.
"Pendekar Slebor! Aku ingin sekali bertemu dengannya untuk meminta
bantuannya! Tak kusangka, kalau pendekar yang menggegerkan dunia persilatan ini
menurut Pendekar Jari Delapan masih
begitu muda. Aku yakin, dalam waktu yang singkat, bila ia menginginkannya,
Pendekar Slebor akan menjadi orang nomor satu di rimba persilatan ini."
Sehabis Naga Wulung berkata begitu,
tiba-tiba saja serangkum angin menderu dahsyat mengelebatkan sinar berhawa
panas. Serentak Naga Wulung melompat
dari kudanya dan akibatnya, kudanya mati seketika dengan tubuh bolong di bagian
tengah. "Setan keparat! Manusia hina dina, silakan keluar!!" bentak Naga Wulung dengan
wajah sedikit pias. Sementara
Harimau Wulung dan Elang Wulung sudah
melompat dari kuda masing-masing dan
ber-siaga penuh.
Satu sosok tubuh melesat keluar
dengan deras-nya. Bersamaan lesatan
tubuh itu, sebuah tenaga dahsyat menderu ke arah ketiganya yang langsung
berlompatan berpencar. Terdengar suara bagai ledakan tiga kali berturut-turut.
Akibatnya, tempat di mana mereka berdiri terbentuk tiga buah lubang yang
menganga cukup besar.
Lalu sosok yang berkelebat itu
hinggap di depan mereka dengan tawa yang keras sekali hingga merontokkan
dedaunan. "Dewi Ular Hitam!" Tiga Pangeran dari Selatan seketika berseru dan segera
mempersiapkandiri. Naga Wulung
membentak, "Sekian lama dicari tak pernah jumpa, akhirnya muncul sendiri mencari
petaka!" "Hhh! Siapa yang tidak mengenal Tiga Pangeran dari Selatan?" bentak Dewi Ular
Hitam dengan pandangan menusuk. Ular
yang melilit di lehernya mendesis-desis menjulurkan lidah. "Hanya sayangnya,
hari. ini nama Tiga Pangeran dari Selatan sudah harus dihapus dari dunia
persilatan!"
"Wanita peot berhati iblis! Kau
pikir kau akan mudah melakukannya, hah?"
bentak Harimau Wulung.
Sebelum Dewi Ular Hiram menyahut,
terdengar suara di belakangnya bersamaan munculnya satu sosok tubuh, "Kau memang
hebat, Dewi. Gerakan yang kau lakukan
tadi sampai-sampai aku tak melihatnya!
Tetapi untuk menjaluhkan nama Tiga
Pangeran dari Selatan, rasanya kau tak perlu bersusah payah melakukannya!"
"Manusia penjilat seperti monyet, rupanya kau masih punya nyali
untuk-berhadapan dengan kami!" bentak Elang Wulung.
Setan Asap Batu Karang menyipitkan
mata dan berkata dingin, "Kalau waktu itu kalian kulepaskan, karena aku masih
ingin kalian menikmati hidup lebih lama lagi! Tetapi sekarang, nampaknya ajal
sudah di depan mata!" Lalu dihembuskan asap pipanya yang mengeluarkan bau
busuk. "Setan alas!" Elang Wulung sudah menderu dahsyat dengan pedangnya yang
berkelebat cepat. Bersamaan tubuhnya
menerjang, lawannya bergulingan dan
melancarkan satu serangan pendek melalui gebrakan kaki kanan dan kiri yang
sangat cepat. Des! Tahu-tahu entah bagaimana caranya,
Elang Wulung merasa perutnya sesak
karena dihantam tendangan yang cukup
keras. Tubuhnya terhuyung ke belakang.
Melihat hal itu, Naga Wulung dan Harimau Wulung segera menyerang dahsyat.
Dewi Ular Hitam mendengus. "Setan Asap Batu Karang! Bunuh tiga manusia
sialan ini! Aku hendak mendahuluimu ke Bukit Lingkar! Bila sudah beres, kau
susul aku!!"
"Itu soal mudah! Bunuh Pendekar Jari Delapan dan kau akan menjadi orang nomor
satu di rimba persilatan ini!" sahut kambratnya sambil menghindar dan
menyerang. Naga Wulung yang melihat Dewi Ular
Hitam berkelebat, menggebrak tubuhnya
dengan kecepatan penuh. Tubuhnya meluruk dengan pedang ke depan.
Namun tanpa menoleh sedikit pun,
Dewi Ular Hitam mengangkat kakinya dan menyepak.
Des! Tangan Naga Wulung bagai terhantam
besi yang sangat kuat sehingga membuatnya mengaduh dan pedang di
tangannya terlepas. Lalu sosok wanita
tua berhati kejam itu menghilang dari
pandangan. Setan Asap Batu Karang saat ini
sedang menggempur Elang Wulung dan
Harimau Wulung dengan
serangan-serangannya yang aneh namun
mematikan. Setiap kali ia bergerak,
tempat itu bagaikan bergetar hebat.
Namun dua dari Tiga Pangeran dari Selatan itu tak pantang mundur. Keduanya bahu
membahu menyerang lawan yang menghindar dan membalas sambil mengisap pipa
besarnya. Serangan mereka bertambah kuat ketika Naga Wulung sudah memasuki
kancah pertempuran.
Namun memasuki jurus kelima belas,
Setan Asap Batu Karang memperlihatkan
kelasnya yang lebih unggui satu tingkat.
Didahului dengan menghembuskan asapnya yang mendadak membentuk kepalan tangan
raksasa dan membuat ketiga lawannya
berlompatan menghindar, mendadak dia
berguling laksana bola dengan cepatnya ke sana kemari. Menderu dahsyat dengan
mengeluarkan angin menggidikkan.
Harimau Wulung terhuyung ketika
kakinya dihantam telak. Elang Wulung
mengerang ketika punggungnya terkena
tendangan yang sangat keras. Naga Wulung harus bersusah payah mempertahankan
diri dari serangan lawan, namun tak urung
akhirnya tersungkur.
"Hhh! Sesuai dengan janjiku pada
Dewi Ular Hitam, kalian memang harus
dibunuh karena hanya akan menjadi duri belaka!!" Manusia tinggi besar itu
merandek dengan suara dingin. Lalu
nampak dia terdiam, dan tahu-tahu
tangannya memancarkan sinar kehitaman.
Itu adalah ajian pamungkas Setan
Asap Batu Karang. Tenaga keras yang
terangkum di tangannya, dan dipadukan
dengan hembusan asap pipinya. Batu
karang sebesar gajah akan hancur
tercacah terhantam pukulannya, apalagi manusia seperti Tiga Pangeran dari
Selatan yang sudah tak berdaya.
"Menyenangkan sekali membunuh
pahjawan-pahlawan kesiangan" serunya sambil terbahak-bahak.
Dihembuskannya asap busuk dari
pipinya ke kedua tangannya. Warna hitam tadi kini berkilat-kilat. Dengan pukulan
maut siap dihantamkan, Setan Asap Batu Karang menghampiri Naga Wulung. "Kau
beruntung karena mendapat giliran
pertama!!" Lalu tangannya terangkat dan siap untuk memecahkan kepala Naga Wulung
yang membuka mata lebar dengan tatapan penuh amarah.
Tetapi.... "Terlalu enak bila manusia-manusia itu langsung mampus!" terdengar suara nyaring
yang berbalur dengan kegeraman.
"Sebaiknya, kita siksa manusia-manusia itu terlebih dulu! Biar mereka tahu rasa
dari menghentikan kelancangan mereka
yang mencoba menghalangi sepak
terjangku!"
Setan Asap Batu Karang urung
menurunkan tangan telengasnya,
Ditolehkan kepala ke atas dan dilihatnya Dewi Ular Hitam sedang diiduk
beruncang-uncang kaki di sebuah dahan
pohon. "Hei, mengapa kau masih berada di sini, Dewi?" serunya heran.
"Jangan bersikap kurang ajar
padaku! Kalau aku belum juga berangkat, apa urusannya denganmu, hah"! Aku ingin
melihat kehebatanmu mengalahkan Tiga
Pangeran dari Selatan! Aku paling tidak suka orang yang banyak omong namun tak
memiliki kemampuan yang berarti! Tetapi yang kau katakan me-mang benar! Dan kini
aku percaya sepenuhnya akan
kemampuanmu!"
Hidung besar Setan Asap Batu Karang
kembang-kempis. Dadanya membuncah
mendengar pujian itu. Pada dasarnya dia memang memiliki sifat menjilat makanya
ucapannya yang keluar pun bernada
menjilat pula. "Menghadapi
tiga keroco macam
begini, bukanlah hal yang sulit!"
katanya memasang seringaian di bibir.
"Apalagi, aku sudah memutuskan untuk sepenuhnya bergabung denganmu, Dewi!
Nah, apa yang ingin kau lakukan pada
mereka?" "Cari tali dan ikat mereka!!"
Setan Asap Batu Karang
terbahak-bahak, lalu berkelebat dan
kembali lagi dengan membawa oyot akar
pohon yang banyak terdapat di sana. Lalu diikatnya Tiga Pangeran dari Selatan
dengan ikatan yang sangat kuat menjadi satu.
"Apa lagi?" tanyanya setelah
selesai. "Totok mereka! Jangan sampai ada
yang ribut dan mampu bergerak!" suara yang nyaring itu terdengar lagi.
Diiringi kekehan keras.
"Manusia setan peot! Lepaskan kami!
Bila kau berani, hadapi kami!" bentak Naga Wulung pada Dewi Ular Hitam yang
masih asyik duduk menjuntai. Namun hanya itu yang bisa dilakukannya karena detik
berikutnya totokan Setan Asap Batu
Karang telah menutup jalan suaranya.
Bahkan ia tak mampu bergerak. Begitu pula yang dialami oleh dua saudaranya.
"Apakah aku harus menempeleng
mereka satu persatu karena kelancangan bacot mereka yang kurang ajar?" seru
Setan Asap Batu Karang sambil menatap
Naga Wulung sengit.
"Kupikir, yang kau lakukan sudah
cukup! Dan apa yang telah kau lakukan
membuatku semakin yakin kalau kau memang patut menjadi pembantuku!"
Setan Asap tersenyum bangga.
Senangnya bukan main mendengar pujian
itu meskipun dikatakan cuma sebagai
pembantu belaka.
"Apa yang kau inginkan, pasti akan kulakukan! Apa pun yang kau perintahkan, akan
kulaksanakan," katanya patuh padahal dalam hatinya ia berkata, "Bila kau sudah
membunuh Pendekar Jari
Delapan, aku akan meninggalkanmu
daripada diburu oleh orang-orang
golongan putih! Toh, dendamku sudah
terbalas bila melihat Pendekar Jari
Delapan terkapar."
Dewi Ular Hitam melompat dengan
ringannya dari dahan pohon yang
didudukinya. Berdiri dua tombak di sisi Setan Asap Batu Karang. "Sebelum kita
membunuh Pendekar Jari Delapan, kita
harus mencari Pendekar Slebor! Karena, ia akan menjadi duri yang sangat tajam
untuk kita!"
"Akan kubuktikan lagi padamu
kata-kataku untuk menamatkan riwayat
Pendekar Slebor!"
"Bagus!" Dewi Ular Hitam melangkah menghampiri Tiga Pangeran dari Selatan yang
mendelik gusar. "Menyenangkan sekali bertemu kalian,
Pahlawan-pahlawan busuk! Sayangnya,
kalian akan menjadi santapan serigala
lapar di sini!"
Sebagai jawaban atas ejekannya,
tiga pasang mata semakin tajam mendelik yang disambut dengan tawa mengejek yang
menyakitkan dari Dewi Ular Hitam.


Pendekar Slebor 50 Dewi Ular Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Setan Asap! Kita segera mencari Pendekar Jari Delapan! Ingin
kucabik-cabik tubuh laki-laki tua ke-
parat itu!" kata Dewi Ular Hitam sambil berbalik lagi pada Setan Asap Batu
Karang. Yang dipandangnya sedang
tertegun, seperti memikirkan sesuatu.
"Manusia sialan! Apa yang kau lihat, hah?" bentak wanita tua berbaju
keperakan itu dengan mata melotot.
"Jangan berpikir jorok kepadaku, kalau tidak ingin kuterbalikkan tubuhmu yang
kerdil jelek itu!"
"Maaf...." desis Setan Asap Batu Karang seperti ragu-ragu. "Ke manakah ular
hitam peliharaanmu itu, Dewi"
Seingatku, ular itu tak pernah lepas dari lehermu."
Bagai baru menyadari apa yang
terjadi, Dewi Ular Hitam tersentak
Memegang lehernya.
"Oh! Ularku! Ularku!" serunya kalang kabut. "Dimana ularku" Manis...
ke mana kau" Ke mana?"
Kalang kabutnya Dewi Ular Hitam
membuat Setan Asap Batu Karang agak
panik. Dia mendekati Dewi Ular Hitam.
"Ke mana kau pergi tadi, Dewi?"
tanyanya. Dalam pikirannya, dia akan
mencoba menemukan ular hitam kesayangan wanita tua itu. Bila dia berhasil
menemukannya, berarti ada nilai lebih
yang diinginkannya dari Dewi Ular Hitam.
"Aku... aku.. oh, ularku! Ularku!"
"Dewi... biar kucari ular
peliharaanmu itu!"
"Cepat! Cepat! Kau harus
menemukannya! Aku pergi ke arah timur
tadi, barangkali saja ular kesayanganku masih ada!"
Setan Asap Batu Karang
menganggukkan kepalanya. Tetapi sebelum dia bergerak....
Tuk!Tuk!Tuk! Tiga totokan serentak dilakukan
sekaligus. Setan Asap Batu Karang rubuh dengan kedua lutut tertekuk dan mulut
yang terkunci. "Sialan!" memaki Dewi Ular Hitam dengan suara yang terdengar lain. Tak
lagi nampak kecemasan karena ularnya
hilang. Tidak nyaring dan selalu meng-
geram. "Hampir saja penyamaranku
terbuka! Habisnya... susah sekali kucari ular hitam biar bisa menyempurnakan
penyamaranku. Kalau pun ada, aku bisa
dicatek! Mati dicatek ular" Nanti dulu!
Aku belum kawin!"
Bukan hanya Tiga Pangeran dari
Selatan yang terheran-heran melihat
perubahan sikap dan suara itu, tetapi
Setan Asap Batu Karang yang dalam keadaan tertotok pun tak mengerti apa yang
telah terjadi. *** Tiba-tiba saja kedua tangan Dewi
Ular Hitam membukai pakaian yang
dikenakannya satu persatu, hingga
tampaklah pakaian berwarna hijau pupus di dalamnya. Di pinggangnya terdapat
kain bercorak catur yang segera
disampirkan dibahu. Lalu ditariknya
rambut palsu dari kepalanya dan
diusapnya pupur yang tebal dan membentuk goresan alami di wajahnya.
"Sialan! Kalau begini caranya, aku gagal melakukan penyamaran!" maki sosok itu
yang tak lain adalah Andika alias
Pendekar Slebor. Dari memaki sendiri
tiba-tiba ia tertawa bagai digoda setan kesiangan. "Tetapi keahlianku menyamar
tak bisa dikalahkan kecuali oleh Raja
Penyamar. Biar bagaimanapun juga, Raja Penyamar secara tidak langsung adalah
guruku yang mengajarkan bagaimana cara menyamar yang baik."
Penyamaran yang dilakukan oleh
Andika memang harus dibuka, karena sulit baginya menemukan ular hitam agar
penyamarannya sebagai Dewi Ular Hitam
pas. Dalam hal menyamar, keahlian Andika memang hanya bisa ditandingi oleh Raja
Penyamar, yang pernah mengajarinya dalam soal penyamaran. Apa saja bisa
disamarkannya, kecuali tuyul!
Ia menyamar, semata untuk
mengelabui Setan Asap Batu Karang.
Karena menurut dugaannya, lelaki besar itu pasti berada di bawah perintah Dewi
Ular Hitam. Tak disangkanya saat dia
dalam penyamaran sebagai Dewi Ular
Hitam, dilihatnya Setan Asap Batu Karang sedang bersiap menurunkan tangan pada
tiga lelaki berpakaian keraton.
Sekarang sambil tertawa Andika
mendekati Setan Asap Batu Karang yang
mendelik gusar. "Hhh! Yang kayak begini yang berani menantangku! Tetapi kuakui
penglihatanmu cukup jeli juga!
Sesumbarmu untuk mengalahkah aku boleh juga! Tetapi sayangnya, aku geli untuk
bertarung denganmu!"
Lalu Andika berbalik ke arah Tiga
Pangeran dari Selatan yang kali ini
berwajah agak cerah. Dibukanya ikatan
tali oyot akar pohon pada mereka. Lalu dibukanya totokan pada tubuh
masing-masing yang dilakukan oleh Setan Asap tadi. Ketiganya mengejut sejenak
dengan keluhan pendek ketika Andika
melepaskan totokan yang ada pada mereka.
Naga Wulung berkata, "Tak
kusangka... orang yang baru saja kami
bicarakan sudah muncul di sini. Terima kasih atas bantuanmu, Pendekar Slebor."
Andika cuma tertawa. Ia rasa risih
bersikap sopan santun seperti itu.
"Ke manakah Dewi Ular Hitam pergi?"
tanyanya kemudian.
"Ia sedang menuju ke Bukit Lingkar, Pendekar Slebor."
"Panggil aku dengan nama Andika.
Sudah berapa lama dia berlalu dari sini?"
"Sekitar sepeminuman teh!"
Andika menimbang-nimbang. "Hmm...
kalau begitu, aku harus secepatnya
menyusul wanita iblis itu sebelum
terjadi sesuatu pada Pendekar Jari Delapan."
"Kami ingin turut serta!"
"Tidak usah. Kulihat kalian masih terluka dalam. Lebih baik, kalian
tinggalkan tempat ini. Selain untuk
mengobati luka dalam kalian, juga bawa manusia jelek itu untuk diadili oleh para
tokoh golongan putih akibat perbuatannya membantu keangkara
murkaan. Tiga Pangeran dari Selatan, sampai ketemu
lagi!" Wusss!! Tubuh Andika tiba-tiba saja lenyap
dari pandangan.
Naga Wulung mendesah pendek.
"Semakin sadar aku apa yang dikatakan oleh orang-orang rimba persilatan
tentang Pendekar Slebor. Kesaktiannya
memang tinggi sekali dan usianya masih sangat muda."
"Apa yang kita lakukan sekarang,
Kakang Naga Wulung?" tanya Harimau Wulung.
"Seperti petunjuk Pendekar Slebor tadi, kita harus membawa manusia durjana ini
untuk diadili." Lalu Naga Wulung menghampiri Setan Asap Batu Karang yang sangat
gusar sekali karena tertipu oleh penyamaran Pendekar Slebor.
Naga Wulung mengangkat tubuh Setan
Asap dan diletakkannya di atas kuda
Harimau Wulung dengan posisi
menelungkup. Sementara ia sendiri naik di kuda Elang Wulung. Lalu kedua kuda itu
berbalik arah dan digebrak cepat.
* * * 9 Bukit Lingkar. Sebuah bukit yang
berbentuk seperti bola. Bukan merupakan deretan perbukitan biasa yang menjulang.
Melainkan sebuah bukit bundar, dipenuhi pepohonan tinggi.
Malam sudah mulai datang. Suasana
yang sepi dan pohon-pohon besar yang
tumbuh di sana, rnenambah keangkeran
Bukit Lingkar. Rembulan di atas sana
redup. Tersaput awan hitam tebal.
Namun sosok berbaju hitam yang
menambah sosoknya tak terlihat karena
gelapnya malam, tak menghiraukan betapa sepi dan angkernya hutan itu. Terus
berkelebat dengan sejuta dendam di dada.
"Kau tak akan pernah lepas dari tanganku, Pendekar Jari Delapan!"
Tubuhnya terus meluncur bagai tak
menginjak tanah. Kecepatan ilmu lari
yang dimilikinya membuatnya bagai hantu belaka saat berlari. Tak lama kemudian
ia tiba di sebuah tempat yang sedikit
terbuka. Pandangannya menyipit melihat gubuk di depannya. Tak ada lentera yang
menyala di sana. Dan kegeramannya
semakin menjadi-jadi.
"Hhhh! Mau main kucing-kucingan
denganku!" mendengus sosok keperakan yang tak lain adalah Dewi Ular Hitam.
"Jangan kau kira aku tidak tahu kalau kau bersembunyi di gubukmu yang jelek itu,
Pendekar Jari Delapan."
Tiba-tiba saja tangannya diputar,
semakin lama semakin mengencang dan
angin yang ditimbulkan tak ubahnya topan mengamuk. Kumpulan angin dahsyat itu
menderu ke arah gubuk reyot milik
Pendekar Jari Delapan ketika tangan
kanan yang diputar itu, diarahkan ke
gubuk. Seketika bagai sehelai daun,
gubuk itu terbongkar. Bahkan batu-batu yang berada di sekitarnya beterbangan.
Tak satu sosok tubuh pun yang
keluar, padahal Dewi Ular Hitam sudah
bersiap untuk mengirimkan satu serangan yang tak kalah dahsyatnya. Sejenakdia
menunggu dengan pandangan menyipit.
Sepasang mata kelabunya tak berkesip
memandang ke depan. Namun sosok Pendekar Jari Delapan yang diharapkan muncul,
tak nampak di depannya.
"Orang tua yang sudah bau tanah!
Apakah kau sudah menjadi pengecut
sekarang"!" bentaknya dan menggema di seluruh Bukit Lingkar. "Keluar kau monyet
hina! Kau harus menyusul dua
kawanmu yang sudah mampus di tanganku!"
Namun sosok Pendekar Jari Delapan
tak nampak di depan matanya. Dewi Ular Hitam menjadi geram luar biasa. Ia
memutar lagi tangannya, kali ini tangan kanan dan kiri, hingga angin dahsyat
kembali terjadi dan menghantam
pohon-pohon yang langsung tumbang.
Dan amukannya karena orang yang
dicarinya tak ada di tempat terhenti
dengan satu sentakan kuat yang dilakukan olehnya. Angin dahsyat yang ditimbulkan
dari putaran tangannya menghantam lima buah benda yang meluncur ke arahnya.
"Setan alas! Manusia mana yang mau cari mampus!" bentaknya begitu melihat benda
apa yang kini berjatuhan di tanah.
Lima buah pisau emas.
Tiba-tiba saja di hadapannya muncul
tiga sosok tubuh yang memandang ke
arahnya tak berkesip. Melihat hal itu, Dewi Ular Hitam umbar tawanya yang keras.
"Kecoa-kecoa busuk yang sudah bosan hidup!" bentaknya. "Hhh! Kulihat kau
Radanara, apakah kau sudah bersiap untuk menyusul kepergian guru dan adik
seperguruanmu"!"
Yang hadir itu tak lain adalah
Radanara, Brajaseta, dan Bidadari Pisau Emas. Gadis jelita itulah yang
melemparkan lima buah pisau emasnya ke arah Dewi Ular Hitam.
Radanara merandek gusar. "Nenek
peot bau tanah, hari ini akan tamat
riwayatmu!"
Meskipun wajahnya memerah mendengar
kata-kata Radanara yang hern ada
merendahkan, Dewi Ular Hitam kembali
mengumbar tawa.
"Besar juga nyalimu sekarang,
Radanara! Apakah kau pikir bersama dua temanmu yang kulihat juga sudah bosan
hidup, kau merasa lebih besar" Hanya
membuang waktu! Kini giliran Pendekar
Jari Delapan untuk mampus setelah Dewa Muka Singa dan Manusia Muka Putih!"
Brajaseta berkata dingin, "Wanita tua keparat! Kau salah dalam satu hal!
Guruku, Manusia Muka Putih belum mati
seperti yang kau duga!! Dia mengirim
salam mengiringi kematianmu!"
Dewi Ular Hitam merandek, "Omong
kosong! Manusia itu sudah sakarat ketika kutinggalkan! Aku ingin ia menikmati
kematiannya secara menyedihkan!"
"Kau salah! Karena, aku telah
berhasil menyelamatkan guruku dari
tangan sialanmu itu! Kau tak akan bisa menurunkan tangan telengasmu lagi, karena
kini ajal telah membentang!"
Memerah wajah Dewi Ular Hitam.
Radanara yang sangat mendendam
sekali pada Dewi Ular Hitam, langsung
mencabut cluritnya dan menggebah kencang ke arah wanita tua berbaju perak yang
tengah terdiam dan tak bergerak sama
sekali dari tempatnya.
Wuuut! Dess! Clurit yang menggebah dahsyat itu
hanya dihindari dengan cara memiringkan tubuh dan tangannya dengan gerakan yang
sukar diikuti oleh mata biasa,
menghantam rusuk Radanara hingga
laki-laki itu mengaduh dan terhuyung ke belakang. Dua tulang rusuknya patah saat
itu juga. "Persetan dengan Manusia Muka
Putih! Setelah semuanya kubereskan, dia pun akan mampus!"
Brajaseta berseru, "Berarti,
kesaktianmu masih tak ada apa-apanya!"
Dewi Ular Hitam menggeram. Sasaran
serangannya masih Radanara yang berusaha sedang bangkit. Melihat nasib Radanara
sudah di ujung tanduk, Brajaseta melesat dengan pedang di tangannya.
"Guruku akan tertawa melihat
kedunguanmu, Wanita Iblis!!"
Wuuut! Dewi Ular Hitam menghentikan
serangannya pada Radanara. Sambaran
pedang Brajaseta dielak-kan oleh Dewi
Ular Hitam dengan hanya memiringkan


Pendekar Slebor 50 Dewi Ular Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuh, bahkan saat menghindar kakinya meluncur ke arah Brajaseta yang
terperangah. "Gila!" memekik Brajaseta sambil berusaha menghindar dengan jalan
bergulingan, akan tetapi kaki Dewi Ular Hitam terus mencecarnya. Bila saja
Bidadari Pisau Emas tak segera mengambil tindakah, bisa dipastikan
tulang-belulang Brajaseta akan remuk
seketika. "Gadis keparat!" maki Dewi Ular Hitam ketika hinggap lagi di tanah
setelah menghindari sambaran dua buah
pisau yang dilepaskan oleh Bidadari
Pisau Emas. "Gerakanmu sungguh hebat sekali! Tetapi berani bermain api dengan
Dewi Ular Hitam, maka bisa terbakar
sekujur tubuh!"
"Justru aku akan membakar tubuhmu!"
bentak Bidadari Pisau Emas dan mencelat ke depan. Sementara Brajaseta yang baru
sajaselamat dari maut menghampiri
Radanara yang sedang merintih kesakitan.
Serangan yang dilakukan oleh
Bidadari Pisau Emas dianggap ringan oleh Dewi Ular Hitam. Namun dia terkejut
ketika tangan kanannya beradu dengan
tangan kanan Bidadari Pisau Emas dan
surut dua langkah. Mukanya yang congkak nampak berubah dengan sepasang mata yang
bergerak cepat. Walau tangannya tidak
cedera, namun akibat bentrokan tadi ia bisa menduga, kalau lawannya yang masih
muda itu memiliki tenaga dalam yang
tinggi. Ketika Bidadari Pisau Emas
menyerang lagi, Dewi Ular Hitam berpikir dua kali untuk memapakinya.
Dihindarinya dan melancarkan
serangan balasan. Satu gelombang angin menderu ke arah Bidadari Pisau Emas yang
membuatnya berteriak keras dan me-lompat ke atas. Dari atas dilemparnya tiga
buah pisau emasnya yang entah diletakkan di mana, meluncur deras dan yang diarah
kepala Dewi Ular Hitam. Mendengus, Dewi Ular Hitam langsung menghantamkan
tangannya ke atas.
Angin laksana topan badai menderu
menghantam tiga buah pisau emas yang
dilemparkan oleh dara jelita itu.
Pisau-pisau itu bukan hanya terpental
tetapi juga patah dua, sementara angin pukulan yang dilepaskan oleh Dewi Ular
Hitam terus menderu ke arah Bidadari
Pisau Emas yang terpekik kaget. Dia cepat berputar, walaupun sempat menghindari
namun tak urung kakinya terhantam pula dan membuatnya sedikit terhuyung.
Belum lagi Bidadari Pisau Emas bisa
berdiri dengan tegak dalam keseimbangan yang normal, menyusul serangan tangan
kosong yang mengandung tenaga dalam
tinggi. Wuuuuttt!! Bidadari Pisau Emas melompat ke
kiri, sayangnya keseimbangannya belum
normal seutuhnya hingga gerakannya
menjadi goyah. Maka tak ampun lagi,
diiringi teriakan kesakitan dari
Bidadari Pisau Emas, tubuhnya terlontar ke belakang ketika kaki Dewi Ular Hitam
memburu dan menghantam telak
pinggangnya. Sebagian tubuhnya
dirasakan remuk saat itu juga.
"Hhh! Kau hanya pandai bermain
akrobat saat melempar pisau-pisau emasmu itu, gadis sialan!" Dewi Ular Hitam
berkelebat cepat dan meluncur ke arah
Bidadari Pisau Emas yang sedang menahan sakit. Kedua tangannya siap mencengkeram
leher gadis itu.
Meskipun nyawanya sudah di ujung
tanduk, Bidadari Pisau Emas masih
berusaha mempertahankannya. Tangannya
tiba-tiba mengibas. Kali ini tidak
tanggung lagi, sepuluh buah pisau emas meluncur ke arah lawan yang langsung
menghentikan serangan dan menghindar
sambil memaki-maki.
Saat ia menghindar itu, Brajaseta
yang memang sedang menunggu kesempatan menderu dengan pedang di tangannya.
Namun itu adalah kesalahan yang fatal.
Karena di saat tubuhnya masih melayang di udara, Dewi Ular Hitam masih peka
terhadap serangan yang datang. Dia
berputar dua kali dan mengibaskan
kakinya. Plakl Des! Tanpa ampun lagi tubuh Brajaseta
terlontar deras terhantam tendangannya dan pingsan seketika.
Di saat itu, Bidadari Pisau Emas
sedang menelan obat penahan rasa sakit.
Tubuhnya kini dirasakan mulai segar
kembali meskipun kaki kirinya masih agak sukar untuk digerakkan. Ia berdiri
meskipun tidak tegak ketika Dewi Ular
Hitam berbalik padanya dan menggeram
dahsyat. "Kini, tiba saatnya kau untuk
mampus!!" "Kematian ada di tangan Tuhan!
Dicari sampai pelosok negeri tak ketemu, justru datang ke rumahku untuk bertamu.
Rasanya aku jadi malu, karena tamu tak diberi suguh!"
*** Serentak wanita kejam yang siap
mencabut nyawa Dewi Ular Hitam menoleh, dan seketika dia mendesis geram dengan
mata menyipit tajam begitu melihat siapa yang muncul.
"Akhirnya kau muncul sekarang! Dan ajal pun sudah menjelang!"
Yang hadir di sana adalah Pendekar
Jari Delapan yang sedang memandang Dewi Ular Hitam sambil menggeleng-geleng
kepala. "Kekejamanmu tiga puluh tahun yang lalu dapat dihentikan, dan kini
kekejaman itu rupanya berlanjut! Aku
yakin, kesaktianmu sudah semakin tinggi!
Tanganku jadi gatal untuk
membuktikannya!"
"Setan tua keparat! Kau harus
mampus!!" sambil mengeluarkan suara menggembor keras, Dewi Ular Hitam
melesat cepat ke arah Pendekar Jari
Delapan yang masih menggeleng-gelengkan kepala.
Dalam jarak tiga tombak sebelum
tubuh lawan mendekatinya, Pendekar Jari Delapan sudah bergulingan ke samping.
Dua buah pohon besar yang berada di
belakangnya hancur lebur terhantam pu-
kulan tak terlihat yang dilontarkan oleh Dewi Ular Hitam yang telah melepaskan
ajian pamungkasnya, ajian 'Titik Hitam'
yang berhasil diciptakannya.
"Hik hik hik... kulihat wajahmu
menjadi pias, Orang Tua Keparat! Apakah kini kau jeri menghadapiku!"
"Kuakui apa yang barusan kau lakukan begitu hebat sekali! Sudikah kau
mengatakan ajian apa yang kau lontarkan itu?" seru Pendekar Jari Delapan dengan
ketenangan yang luar biasa.
"Itulah ajian 'Titik Hitam' yang
berhasil kuciptakan! Lebih baik kau
berlutut di hadapanku sebelum tubuhmu
hancur lebur berantakan dan meninggalkan titik-titik hitam yang mengerikan!"
terkikik Dewi Ular Hitam dengan mata yang masih menyorot tajam. "Hhh! Keluarkan
ajian 'Jari Delapan'-mu yang sangat kau banggakan, Lelaki Keparat!"
Pendekar Jari Delapan cuma
tersenyum saja. "Aku ingin lihat
kelanjutannya!!"
Mendengar kata-kata yang bernada
meremehkan, Dewi Ular Hitam semakin
panas. Serangannya bertambah gencar.
Luar biasa gencarnya sehingga banyak
pohon di sana yang bertumbangan.
Bidadari Pisau Emas sudah menyambar
tubuh Brajaseta yang pingsan untuk
menjauh dari sana. Begitu pula yang
dilakukan oleh Radanara.
Kesulitan dialami oleh Pendekar
Jari Delapan, karena serangan yang
dilakukan oleh Dewi Ular Hitam tak nampak sama sekali. Bahkan setiap kali dia
melepaskan ajian 'Titik Hitam'-nya tak ada angin yang menderu, bahkan berhembus
lembut sekalipun. Hingga membuatnya
harus menebak-nebak untuk menghindar.
"Apakah kau cuma bisa menjadi monyet liar belaka, hah"!"
"Aku ingin membuatmu senang lebih dulu!" sahut Pendekar Jari Delapan, padahal
hatinya kebat-kebit. Aliran
darahnya jadi kacau mendadak. Namun
sebagai tokoh yang sudah banyak mengenal pahit manisnya kehidupan ini, dia masih
bisa berusaha untuk menghindar.
Dan yang membuat Bidadari Pisau Emas
terpekik, ketika dilihatnya Pendekar
Jari Delapan justru menyongsong serangan Dewi Ular Hitam. Bidadari Pisau Emas
hendak melemparkan pisau-pisau emasnya, namun urung karena jarak keduanya begitu
dekat. Dan benturan terjadi dengan
kuatnya, membuat tempat itu bagai
bergoncang. Sinar merah yang menaungi
tubuh Pendekar Jari Delapan beradu keras dengan sinar hitam yang dilepaskan oleh
Dewi Ular Hitam. Membuyar dan menerangi tempat itu.
Tubuh Pendekar Jari Delapan
terlempar ke belakang dengan derasnya
dan terhenti ketika mena-brak sebuah
pohon besar. Sementara Dewi Ular Hitam hanya surut lima tombak dengan mulut
mengalirkan darah.
"Kau lihat sendiri sekarang, Monyet Tua! Bukankah jurus kebanggaanmu 'Jari
Delapan' tak berguna menghadapi ajian
'Titik Hitam'-ku"!!"
Pendekar Jari Delapan tersenyum
tipis. Dirasakan dadanya remuk ketika
benturan itu terjadi. Dia memang sudah melepaskan ajian 'Jari Delapan'-nya yang
kesohor tiga puluh tahun lalu. Sebuah
ajian kebanggaannya yang mampu menyerap tenaga lawan dan membalikkannya.
Namun yang terjadi barusan
membuatnya sadar kalau jurus itu tak
banyak gunanya menghadapi Dewi Ular
Hitam. Bahkan kni dirasakan napasnya
sesak sekali. Dia yakin, bila Dewi Ular Hitam akan menghabisinya sekarang juga,
dia tak akan mampu menahan lagi. Kalaupun dia menggebrak atau menyongsong, sudah
bisa dipastikan tubuhnya akan hancur
berantakan. Bila dia berusaha
menghindar, tak mungkin lagi dia bisa
melakukannya seperti biasa. Karena,
kecepatannya sekarang ini bagai
terhalang oleh dadanya yang terasa
remuk. Melihat hal itu, Dewi Ular Hitam
terkikik kencang hingga daun-daun
berguguran. "Sangat menyenangkan sekali! Tiga puluh tahun aku menunggu masa-masa yang
menggembirakan seperti ini, melihat satu persatu monyet-monyet tua mampus di
tanganku! Monyet tua keparat, terimalah kematianmu sekarang ini!!" bersamaan
dengan itu, tubuh Dewi Ular Hitam
menderu. Bersamaan dengan tubuhnya yang
menggebah, berkelebat satu bayangan
hijau menyambar tubuh Pendekar Jari
Delapan yang sedang berusaha untuk
bangkit. Gerakan yang dilakukan oleh
bayangan hijau itu laksana kilat
cepatnya, karena bila ia terlambat
sedetik saja menyambar tubuh Pendekar
Jari Delapan, bukan hanya tubuh lelaki tua gagah itu saja yang aksn hancur
lebur. Tubuhnya pun akan punah saat itu juga!
"Anjing keparat sialan!!" membentak Dewi Ular Hitam sambil merabuang
tubuhnya ke samping. Dia berdiri dengan kedua kaki terbuka dan pandangan
nyalang, tak berkesip pada satu sosok
tubuh berpakaian hijau pupus yang sedang meletakkan tubuh Pendekar Jari Delapan
di tanah. "Sialan betul, aku tidak diajak
untuk menkmati hari yang menggembirakan ini!" bentak sosok itu sambil berdiri
tegak. Matanya yang tajam menyorot
mengerikan, namun karena sikapnya yang menggaruk-garuk kepalanya padahal tidak
gatal, kegarangannya itu jadi sedikit
luntur. Dia adalah pemuda urakan dari
Lembah Kutukan yang dalam suasana apa pun tak lepas dari sikapnya yang urakan!
* * * 10 Melihat siapa yang muncul,
kemarahan Dewi Ular Hitam makin
membuncah. Tanpa membuang tempo lagi,
wanita berwajah tirus dan baju hitam
pekat itu menderu ke arah Pendekar Slebor dengan kecepatan tak ubahnya hantu
belaka. Ajian 'Titik Hitam'-nya yang
dahsyat sudah terangkum di kedua ta-
ngannya, berada pada titik terakhir
karena kedua tangannya itu berubah
menjadi hitam legam.
"Eit, eit! Bukankah waktu itu kau bilang, kalau kau memberiku kesempatan untuk
melihat Pendekar Jari Delapan!
Tetapi kayaknya, justru Pendekar Jari
Delapan yang kuberikan kesempatan untuk melihatmu berkalang tanah!" seloroh
Andika sambil melentingkan tubuhnya.
Andika yang sudah pernah melihat
kehebatan ajian 'Titik Hitam' yang
dilepaskan oleh lawan, tak berani untuk memapaki. Hanya mengandalkan
kecepatannya untuk menghindari setiap
serangan maut yang datang. Namun sama
seperti halnya yang dialami oleh
Pendekar Jari Delapan, Andika pun
mengalami kesulitan untuk menebak apakah saat itu lawan melepaskan ajian 'Titik
Hitam'-nya atau belum.
Dalam menghadapi gempuran Dewi Ular
Hitam, Andika semata-mata mengandalkan naluri kependekarannya. Tempat di sana
bukan alang kepalang lagi, hancur
berantakan. Pohon-pohon bertumbangan
dan hangus meninggalkan noda titik-titik hitam. Sementara Dewi Ular Hitam
semakin bernafsu untuk menghabisi Andika.
Pada saat itu, meskipun telah
terluka, Bidadari Pisau Emas melesat
masuk kekalangan dengan melepaskan


Pendekar Slebor 50 Dewi Ular Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sepuluh buah sekaligus pisau emasnya.
Dia gembira melihat kedatangan Pendekar Slebor. Namun kesepuluh pisau itu hangus
luruh, ketika tangan Dewi Ular Hitam
mengibas. "Miriggir!" bentak Andika ketika melihat Bidadari Pisau Emas semakin
menambah kecepatannya untuk mengurung
gerak Dewi Ular Hitam.
"Peduli setan dengan ucapanmu!
Wanita ini haras mampus!" sera Bidadari Pisau Emas yang akhirnya menjadi kalang
kabut sendiri menerima
serang-an-serangan dahsyat dari Dewi
Ular Hitam. Menyusul ular hitam yang
terlilit di lehernya menerjang
mengerikan ke arah Bidadari Pisau Emas.
Andika yang masih berusaha menebak
ke arah mana serangan yang dilakukan oleh Dewi Ular Hitam, tak berani mengambil
risiko akan nyawa Bidadari Pisau Emas.
Tiba-tiba saja dia melompat dan
mendorong tubuh Bidadari Pisau Emas yang sedang berjumpalitan. Lalu dengan
gerakan cepat, tangan kanannya sudah
memegang kain pusaka bercorak catur.
Dikibaskarinya pada ular hitam yang siap menghabisi nyawa Bidadari Pisau Emas.
Beeettt! "Kembali"
Maps!" Ular hitam itu melompat menghindari
kibasan kain pusaka Andika dan rnelilit lagi di leher Dewi Ular Hitam.
"Kutu monyet!" maki Andika geram, sementara Bidadari Pisau Emas sedang
melempar lima buah pisau emasnya
sekaligus dan begitu pisaunya terlontar, ia duduk bersila dengan kedua tangan
mengatup di dada.
Dewi Ular Hitam langsung
mengibaskan tangannya ke arah lima buah pisau itu. Namun anehnya, kalau tadi
dengan mudah dia bisa meruntuhkan
serangan Bidadari Pisau Emas, kali ini kelima buah pisau emas yang dilepaskan
oleh gadis jelita itu bagai memiliki mata dan mempunyai naluri menghindar.
Kelima pisau itu melayang menghindari papasan Dewi Ular Hitam dan menggebubu
kembali ke arahnya.
Andika yang sadar kalau Bidadari
Pisau Emas sedang mengendalikan
pisau-pisaunya, berusaha untuk tidak
menjauh darinya. Karena, selagi Bidadari Pisau Emas mengendalikan pisau-pisaunya
dengan tenaga dalamnya, kemungkinan
bahaya yang siap dilepaskan Dewi Ular Hitam menyergapnya.
Tetapi sekianmenit ditunggu, justru
yang dilihatnya Dewi Ular Hitam menjadi kalang kabut dengan serangan-serangan
aneh pisau-pisau itu yang menderu ke
arahnya dari arah berlainan dengan
kecepatan Iuar biasa.
Dewi Ular Hitam memang mempunyai
niat untuk menghancurkan Bidadari Pisau Emas yang sedang duduk mengerahkan
tenaga dalamnya untuk mengendalikan
pisau-pisaunya, namun setiap kali ia
mencoba mendekati Bidadari Pisau Emas, pisau-pisau itu menderu menghalangi
setiap gerakannya. Ia geram ketika
memikirkan tentang Setan Asap Batu
Karang yang sampai saat ini belum juga muncul.
Menyadari kalau gerakan Dewi Ular
Hitam selalu terhalang oleh lima pisau emas dari gadis jelita itu, Pendekar
Slebor merasa tak perlu untuk menjaga Bidadari Pisau Emas. "Mungkin ini lah yang
dimaksudkannya kalau aku dan
dirinya mampu mengalahkan wanita
keparat. ini," pikir Andika dan langsung menyerbu Dewi Ular Hitam yang sedang
memaki-maki sambil berusaha mengatasi
pisau-pisau itu.
"Kurang ajar! Ke mana perginya Setan Asap Batu Karang!" makinya kalap.
"Kalau kau ingin tahu tentang
kambratmu itu, mungkin saat ini ia tengah diadili oleh para tokoh rimba
persilatan!" seru Pendekar Slebor. "Dan sebentar lagi, engkaulah yang akan
diadili oleh mereka!"
Ajian 'Guntur Selaksa' sudah
dipergunakan oleh Andika. Dengan
kecepatan luar biasa, ia meluruk masuk bagai gerakan meluncur. Tetapi,
gerakannya terhalang karena ular hitam di leher wanita tua itu meluncur.
"Kadal buntung!" maki Andika sambil melenting satu kali. Masih di udara cepat
disambar kain pusa-kanya. Dan
dikibaskan. Beeet! Peak! Ular yang sedang meluncur itu, pecah
kepalanya terhantam kibasan kain
bercorak catur.
Meloiong setinggi langit Dewi Ular
Hitam melihat binatang peliharaarmya
jatuh ke tanah dengan kepala tak
berbentuk. "Kau harus membayar dengan nyawamu, Pendekar keparat!!"
Penuh kemarahan, Dewi Ular Hitam
menerjang. Kali ini lebih gila lagi. Tak dihiraukan serangan lima pisau emas.
Justru disongsongnya.
Prak! Prak! Prak! Prak! Prak!
Lima pisau emas itu langsung jatuh
terpecah dua begitu terhantam-tendangan dan pukulannya. Me-nyusul gempuran
dahsyat ke arah Andika.
Dalam keadaan kalap seperti itu,
sangat menguntungkan Andika.
Mengandalkan kecepatan dan nalurinya dia menghindari hantaman serangan Dewi Ular
Hitam. Dan mendadak dilemparnya kain
pusakanya Pluk! Tepat menutupi wajah Dewi Ular Hitam
yang merasa bagai dihantam angin keras.
Menyusul, satu hantaman telak mampir di dadanya. Ajian 'Guntur Selaksa' yang
dilepaskan Andika, menimbulkan salakan keras.
Tubuh wanita itu terhuyung ke
belakang. Justru Andika yang terkejut
melihatnya. "Gila! Kedot sekali daging-daging keriput di tubuh wanita tua jelek itu!
Ajian 'Guntur Selaksa' hanya membuatnya terhuyung sejenak!"
Sementara Dewi Ular Hitam sedang
menggeram setinggi langit. Apalagi
ketika tubuhnya terhuyung kesigapannya menjadi sedikit hilang. Sebuah pisau
emas yang telah dilepaskan lagi dan
dikendalikan dari jarak jauh oleh
Bidadari Pisau Emas, menancap ke
punggungnya. Dan menebarkan hawa panas yang menyakitkan.
Wanita itu menggeram keras.
"Keparat! Kalian harus mampus
semuanya!!"
Tiba-tiba saja tubuhnya menderu ke
arah Pendekar Slebor yang masih terpaku tak percaya melihat ajian 'Guntur
Selaksa' tak berarti apa-apa bagi Dewi Ular Hitam.
"Kau bisa mati bila kau tak segera bergerak, Pendekar Slebor!!" terdengar seruan
Pendekar Jari Delapan sambil
melemparkan tongkatnya.
Wusss! Bagai luncuran anak panah yang
dilepaskan dengan kekuatan penuh,
tongkat itu memotong gerak Dewi Ular
Hitam yang dengan Iincahnya masih bisa melepaskan satu tendangan. Tongkat putih
yang terbuat dari kayu jati sangat keras itu, patah menjadi tiga bagian.
Bersamaan dengan itu, sebuah pisau
emas yang dikendalikan oleh Bidadari
Pisau Emas menyerempet kakinya.
Cras! Darah mengalir dari kakinya dan
serangannya pada Andika jadi terhenti.
Justru pada saat itu Andika sedang
meluncur kembali dengan memadukan ajian
'Guntur Selaksa' dengan tenaga 'inti
petir' tingkat pamungkas!
Dewi Ular Hitam terpekik
melihatnya. Ia hanya bisa mencoba
menghalau dengan gerakan tangannya.
Namun gerakannya sendiri menjadi kacau, karena pisau-pisau yang dikendalikan
oleh Bidadari Pisau Emas semakin
bertambah gencar mengarah padanya.
Akibatnya, ia jadi terbengong melihat
serangan Andika yang datang.
Des! Tanpa ampun lagi, hantaman kekuatan
tinggi yang dilakukan oleh Pendekar
Slebor menghajar telak tubuhnya. Kali
ini dia terlempar lima tombak ke
belakang. Dan bersamaan dengan itu,
pisau-pisau yang dikendalikan oleh
Bidadari Pisau Emas mengarah padanya.
Namun yang terjadi kemudian sungguh
di luar dugaan siapa pun yang berada di sana. Karena, meskipun tubuhnya sudah
ambruk ke tanah, dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, kaki kanan dan kiri
Dewi Ular Hitam bergerak.
Plak! Plak! Dua pisau emas yang meluncur ke
arahnya terpental dan menancap dalam
hingga tak terlihat lagi di sebuah batang pohon. Sementara dua pisau emas lagi
yang menderu ke arahnya, seketika luruh
ketika kedua tangannya mengibas.
Andika sampai mendesis melihatnya,
"Edan! Wanita ini memiliki kesaktian yang luar biasa! Ajian 'Guntur Selaksa'
yang kupadukan dengan tenaga 'inti
petir' tingkat pamungkas pun tak
bergeming menghadapinya. Benar-benar
edan manusia jelek ini! Padahal
punggungnya sudah tertanam sebuah pisau emas milik Bidadari Pisau Emas, namun
masih kedot juga!"
Dan keheranan Pendekar Slebor
semakin ber lanjut, ketika tiba-tiba saja Dewi
Ular Hitam meluruk ke arahnya dengan
kedua tangan yang telah berubah menjadi hitam legam menandakan betapa tingginya
ajian 'Titik Hitam' yang dikerahkannya, berbentuk cengkeraman!
*** Bila saja Andika tidak segera
bergulingan, bisa dipastikan lehernya
akan remuk terkena hantaman dahsyat itu.
Dan nasibnya berada di ujung tanduk, karena ketika dia bergulingan, tubuh lawan
sudah menderu dengan menimbulkan angin yang besar.
Dalam keadaan kritis, lagi-lagi
Andika melemparkan kain pusaka warisan Ki Saptacakra.
Plup! Kain yang dilempar dengan tenaga
dalam penuh, membuat kain itu meluncur bagai anak panah. Menyambar kepala Dewi
Ular Hitam dan menutupi wajahnya. Hingga ia menjadi gelagapan dan serangannya
pun kacau. Secepat itu pula Andika melompat dan
menyambar kain pusakanya, lalu
menariknya hingga kepala Dewi Ular Hitam yang masih tertutup kain pusaka itu
tertarik ke belakang. Pada saat itu,
Bidadari Pisau Emas tengah melemparkan tiga buah pisau emasnya.
Singg! Singg! Siingg!
Dewi Ular Hitam masih sempat
menangkap deru cepat ke arahnya.
Sebisanya digerakkan seluruh anggota
tubuhnya. Namun karena saat itu
keseimbangannya sudah benar-benar
hilang akibat tarikan Andika, membuatnya tak mampu untuk menghindari tiga buah
pisau emas yang meluncur ke arahnya.
Maka tanpa ampun lagi, pisau-pisau
itu menancap pada kaki kanan dan kirinya, dan sebuah lagi menancap di
pinggangnya. Hawa panas seketika menjalari tubuhnya, kali ini membuatnya berteriak setinggi
langit. Dia mengamuk tak karuan. Ajian
'Titik Hi-tam'-nya dilepaskan dengan
amarah yang tinggi.
Serentak yang berada di sana,
berlompatan menyelamatkan diri
menghindari amukan Dewi Ular Hitam.
Pohon-pohon yang berada di sana menjadi sasaran yang hangus seketika. Ilalang
berantakan. Debu dan kerikil
beterbangan. Andika bergulingan mengambil tiga
buah batu kerikil. Dilemparnya dengan
mempergunakan tenaga 'inti petir'.
Dua buah kerikil lolos dari sasaran
yang diinginkannya, dan sebuah lagi
tepat mengenai pangkal lengan kanan
wanita kejam yang sedang mengamuk itu.
Tuk! Tubuh wanita berbaju perak yang
diamuk amarah itu terhuyung dan matanya terasa gelap sejenak. Lalu menggelosoh
ambruk tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya.
Andika mendesah lega. Padahal
totokan jarak jauh yang dilakukannya,
hanya untung-untungan saja.
Terburu-buru Andika menghampiri Dewi
Ular Hitam yang terkapar dalam keadaan luka parah. Tubuhnya nampak memerah
akibat hawa panas dari pisau emas yang tertancap di anggota tubuhnya. Meskipun
keadaannya sangat parah, namun sinar
matanya memancarkan amarah yang luar
biasa. "Pemuda hina dina! Aku tak akan
pernah melupakan kejadian ini!"
bentaknya pada Pendekar Slebor yang cuma tersenyum-senyum saja.
"Jelas dong kau tidak bisa
melupakannya" Karena apa, aku yakin kau pasti setuju dengan yang lainnya yang
mengatakan aku ini sangat tampan."
"Keparat!"
"Busyet, dalam keadaan sakarat kau masih bisa membentak juga! Hatimu itu
terbuat dari apa sih kok maunya
marah-marah terus?"


Pendekar Slebor 50 Dewi Ular Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pendekar Jari Delapan yang juga
terluka dalam, melangkah menghampiri
Dewi Ular Hitam yang membentak, "Keparat tua! Kau masih beruntung karena nyawamu
masih melekat dalam dada, tetapi
percayalah... aku pasti akan muncul
kembali!!"
"Apa yang hendak kau lakukan,
lakukanlah. Sulit untuk mengubah watakmu yang busuk itu," sahut Pendekar Jari
Delapan. "Apa pedulimu, hah" Dan kau Bidadari Pisau Emas!" bentaknya yang melihat
Bidadari Pisau Emas melangkah setelah
menelan obatnya tiga butir sekaligus.
"Melihat senjata yang kau miliki dan kemampuanmu melemparkannya, aku yakin, kau
adalah murid dari Ratu Emas Pulau
Bunga!" "Tak perlu kau pikirkan, yang perlu kau pikirkan, apakah kau masih bisa hidup
atau tidak!" sahut Bidadari Pisau Emas sementara Andika sedikit tercekat
mendengarnya. Julukan Ratu Emas Pulau
Bunga itu pernah pula didengarnya. Tak heran kalau kemampuan Bidadari Pisau
Emas dalam hal mempergunakan
senjata-senjatanya sangat tinggi.
"Setan semuanya! Setan!!" maki Dewi Ular Hitam keras, menyesali
kekalahannya. Pandangan tajamnya
berulang kali diarahkan pada Pendekar
Slebor, dan Pendekar Jari Delapan.
"Apa yang harus kita lakukan, Kek?"
tanya Pendekar Slebor pada Pendekar Jari Delapan.
"Aku tak pernah menghabisi orang
yang sudah . Kalaupun wanita ini kita bawa untuk diadili oleh para tokoh rimba
persilatan, nampaknya juga percuma. Dia sudah tak berdaya. Lagi pula, dia
terbakar dendam tinggi. Kuharap, apa
yang dialaminya hari ini, membuatnya
jera dan melupakan seluruh dendamnya."
"Aku setuju dengan pendapatmu. Kau bagaimana, Bidadari Pisau Emas?"
"Meskipun darah yang tertumpah dan nyawa yang putus begitu banyaknya akibat ulah
wanita busuk ini, namun aku pun tak pernah melakukannya."
"Kau bagaimana, Brajaseta" Dan kau Radanara?" tanya Pendekar Slebor ketika
melihat keduanya sudah berada di
dekatnya. Radanara kelihatan masih
pusing, sementara Brajaseta menahan
nyeri di dadanya.
"Apa pun keputusan yang diambil, aku setuju meskipun manusia laknat itu telah
membuat onar," kata Brajaseta.
"Begitu pula denganku," sambung Radanara, "Meskipun guruku tewas di tangannya."
"Kalau begitu, kita tinggalkan ia di sini. Biar setan-setan tempat ini yang akan
membinasakannya!"
Brajaseta dan Radanara segera
pamit. Keduanya akan kembali ke
Pelabuhan Ratu dan Madura. Sementara
Pendekar Jari Delapan berkata, "Teiima kasih atas bantuanmu, Pendekar Slebor."
"Tanpa kau turun tangan, aku pun tak banyak memiliki arti, Kek."
Pendekar Jari Delapan tersenyum. Ia
berkata pada Bidadari Pisau Emas,
"Sampaikan salamku pada Ratu Emas Pulau Bunga."
Bidadari Pisau Emas menganggukkan
kepalanya. "Akan kusampaikan, Kek."
Pendekar Jari Delapan tak berkata
apa-apa lagi. Tahu-tahu tubuhnya sudah lenyap dari pandangan. Hanya suaranya
yang terdengar, "Aku tak pernah lagi turut campur dalam kehidupan dunia
kasar! Bukit Lingkar akan kutinggalkan!"
Pendekar Slebor mendesah pendek.
Bidadari Pisau Emas berkata,
"Terima kasih atas bantuanmu yang mau bahu membahu denganku untuk mengalahkan
Dewi ular Hitam."
"Tanpa bantuanmu pun, sangat sulit untuk mengalahkan Dewi Ular Hitam. O ya,
boleh aku bertanya sesuatu padamu?"
"Katakan."
"Di mana kau menyimpan pisau-pisau emasmu itu?"
Bidadari Pisau Emas tersenyum "Kau tebaklah sendiri."
"Justru aku semakin penasaran."
"Suatu saat, aku akan
mengatakannya, atau kaulah yang bisa
menebaknya."
Andika menggaruk-garuk kepalanya.
"Suatu saat. Apakah kita... hei!" Andika celingukan karena tahu-tahu sosok
Bidadari Pisau Emas sudah tak ada di
hadapannya. "Sialan! Kau mau kemana, Gadis can-tik"!" teriaknya asal saja.
"Ada urusan yang harus aku
selesaikan! Tugas yang diberikan guruku ada dua buah! Yang sebuah sudah
kutunaikan untuk menghentikan sepak
terjang Dewi Ular Hitam!" terdengar sahutan Bidadari Pisau Emas yang entah dari
mana asalnya. "Katakan padaku!"
"Wah! Apakah aku harus mengatakan, pada orang yang memakai celana saja tidak
benar"!"
Segera Andika melihat ke celananya.
Ia terpekik sendiri. Celananya sudah
turun hingga ke mata kakinya. Ia mendumal sambil menaikkannya. "Sialan, rupanya
gadis itu ingin main-main denganku!
Tetapi kuakui,. gerakannya sangat cepat sekali! Hoooii! Tunggu aku!!"
"Kejarlah kalau kau mampu, Pendekar Slebor!!"
Andika pun berkelebat.
Sementara Dewi Ular Hitam masih
terbaring dalam keadaan tertotok dan
tubuh luka parah. Dendam di hatinya makin bertambah. Kali ini terhadap Pendekar
Slebor. Dia bertekad untuk mencarinya!
Dikerahkan sisa-sisa tenaga yang
dimilikinya. Dan tubuhnya mengejut
sebentar serta menghela napas lega
ketika dia berhasil melepaskan diri dari totokan Pendekar Slebor. Dicabutnya
dengan rasa sakit yang tak tertahankan pisau-pisau emas yang menancap di
tubuhnya. Lalu dengan langkah terseret,
ditinggalkannya tempat itu.
SELESAI Segera hadir!!!
Serial Pendekar Slebor dalam
episode: RAHASIA PERMATA SAKTI
Scan/Convert/E-Book : Abu Keisel
Tukang Edit : mybeno
http://duniaabukeisel.blogspot.com/
Tongkat Rantai Kumala 8 Rajawali Sakti Dari Langit Selatan Lanjutan Sin Tiauw Hiap Lu Karya Sin Long Riwayat Lie Bouw Pek 14
^