Pencarian

Goa Terkutuk 1

Pendekar Slebor Goa Terkutuk Bagian 1


Pendekar Slebor
Goa Terkutuk Djvu oleh Nova (catutsana-sini.blogspot.com)
Edit teks oleh Rayno ld (www.tagtag.com/tamanbacaan)
Ebook pdf oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusi.info
PENDEKAR SLEBOR
GOA TERKUTUK Serial Pendekar Slebor
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi. buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Serial Pendekar Slebor
dalam episode :
Goa Terkutuk 128 hal. 1 Pernahkah sekali waktu manusia merasakan alam
terlelap dalam tidurnya. Hanya, dalam tidur tenanglah
umat manusia merasakan hal sedemikian rupa. Alam tak
pernah berhenti bergerak dalam sekejap mata juga. Alam
datang penuh pesona, tetapi juga penuh kengerian bencana.
Seperti yang terjadi di tubuh Gunung Larangan. Gunung
menjulang tinggi dengan pepohonan lebat dihantam hujan
deras dan kabut tebal dari subuh hingga pagi hari ini.
Suaranya menderu-deru. Angin besar menegakkan bulu
roma, mengerikan. Petir menggelegar hendak menggoyangkan Gunung Larangan.
Dengan udara dingin membeku membuat beku jalan
darah. Tak seorang pun berani mendatangi Gunung
Larangan yang terkenal angker. Selain itu, jalan untuk
mencapai kaki gunung saja sudah sedemikian sulit karena
didahului hutan lebat yang tak terjamah. Apalagi untuk
mencapai puncak yang begitu terjal dengan batu-batu besar
yang sewaktu-waktu dapat terguling.
Lolongan anjing tak mampu menembus gemuruh hujan.
Entah yang ke berapa puluh kali kilat menyambar dan
menerangi seluruh tempat mengerikan itu sesaat selebihnya
gelap kembali. Di pagi yang mengerikan dengan kabut tebal dan alam
gulita, ketika kilat menerangi tempat itu beberapa saat,
terlihatlah sebuah pemandangan yang benar-benar membuat kening berkerut,
Di dinding Gunung Larangan sebelah barat, terlihat
sebuah goa yang terbuka karena belukar yang terkena basah
hujan tersibak. Lalu mengatup kembali didorong oleh angin
keras. Plaass!! Kilat kembali menyambar. Bila mata dipicingkan
seksama, goa itu seakan mengundang orang masuk ke
dalamnya, dengan sesekali semak di depannya yang setinggi
dada manusia dewasa terbuka.
Lebih aneh lagi karena di tempat yang tak pernah
didatangi orang itu, terlihat tiga sosok tubuh yang telah
basah kuyup. Ketika kilat menerangi kembali tempat itu,
terlihat tiga laki-laki berbaju hitam dan ikat pinggang
kuning, sedang merayap melewati tanjakan hutan terakhir.
Dan kini ketiga lelaki berambut gondrong dengan ikat
kepala hitam telah tiba di depan goa dalam jarak dua
tombak. Mereka tak hiraukan betapa air yang meluncur
bertubi-tubi dari langit itu bagai menusuk seluruh kulit.
Dalam hujan yang lebat dan angin dingin menusuk,
ketiga lelaki itu bagaikan terpana menatap semak belukar
yang sesekali tersibak oleh tiupan angin dan memperlihatkan goa yang berada di belakangnya. Rasa
penat dan muak karena hujan yang bertambah deras dan
tak berhenti juga, hilang begitu saja.
Bila melihat keberadaan mereka di sini dalam cuaca
yang, sangat buruk namun mereka seperti tak kekurangan
suatu apa, bisa dipercaya, ketiganya orang-orang rimba
persilatan yang memiliki cukup ilmu.
"Tak kusangka, kalau berita tentang Goa Terkutuk
memang benar," kata yang berkumis lebat. Suaranya keras,
mencoba mengalahkan gemuruh angin dan hujan.
"Kau benar, Singaranu. Menurut kabar yang kita dengar,
di Goa Terkutuk-lah Dewi Putih Hati Setan menghabiskan
sisa hidupnya. Aku yakin, wanita yang puluhan tahun lalu
pernah menggemparkan dunia persilatan itu sekarang telah
mampus. Inilah kesempatan kita untuk mendapatkan dua
benda pusaka miliknya. Kitab Pusaka Rembulan Mambang
dan Pecut Sakti Bulu Babi!" sahut yang berjenggot lebat
tanpa memalingkan wajahnya dari goa yang tersibak di
depannya. Ia bernama Kuntara.
"Dan aku yakin, tak seorang pun yang pernah berhasil
menginjak Gunung Larangan ini, apalagi menemukan Goa
Terkutuk!" kata yang bercambang lebat dengan berteriak
pula. Lalu orang yang bernama Sampurno itu terbahak-
bahak keras. "Kesempatan ini tak boleh disia-siakan!"
Singaranu mengangguk-anggukkan kepalanya dengan
wajah puas. Lalu ia berkata, "Sesuai dengan kesepakatan di
antara kita, Pecut Sakti Bulu Babi akan menjadi milik kita
bersama. Kedahsyatan pecut itu tak ada tandingannya.
Hmmm, rencana yang telah bertahun-tahun kita susun
untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, harta, takhta
dan wanita, nampaknya sebentar lagi akan terwujud. Yang
terpenting lagi, kita akan mendapatkan ilmu ampuh yang
tiada tanding dari Kitab Pusaka Rembulan Mambang. Kita
mulai!" Kala-kala Singaranu terakhir itu merupakan komando.
Secara serempak ketiganya loloskan ikat pinggang berwarna
hitam dari pinggang masing-masing. Lalu segera menyimpulkannya menjadi satu dan kedua ujungnya
dipegang oleh Sampurna dan Singaranu. Sementara
Kuntara memegang bagian tengah. Sambil mengerjakan
semua itu, pandangan mereka tak putus dari goa di balik
semak belukar yang sesekali tampak karena semak yang
menutupi goa itu tersibak tertiup angin keras.
Ketiga lelaki yang tak mempedulikan betapa lebat hujan
dan betapa dingin cuaca, perlahan-lahan mulai melangkah
mendekati goa yang mereka sebut Goa Terkutuk. Mereka
siap untuk masuk. Dalam pikiran mereka, sesudah
menempuh perjalanan jauh dan sangat sukar, semuanya
akan terbalas begitu mereka mendapatkan dua benda
pusaka milik Dewi Putih Hati Setan yang tersimpan
puluhan tahun di Goa Terkutuk. Namun mendadak mereka
tercekat ketika terdengar suara yang sangat keras bagaikan
halilintar menyalak.
"Siapa yang mengganggu tapaku, mereka akan mati!"
Serentak ketiganya celingukan dengan kening berkerut.
Tak sadar wajah mereka yang semula berseri tampakkan
wajah cukup tegang. Setelah terdiam beberapa saat dan
suara itu tak terdengar lagi, Singaranu yang panasan
membentak, "Gila! Apakah Dewi Putih Hati Setan itu
masih hidup" Mustahil! Wanita itu pasti sudah lama
menjadi santapan cacing tanah! Kita tetap untuk menerobos
masuk dan mendapatkan dua benda sakti tiada tanding!"
"Siapa yang mengganggu tapaku, ia akan mati!"
Suara menggemuruh menebar kembali. Mencekam.
Tanpa sadar ketiganya saling pandang dengan perasaan tak
karuan. Diam-diam di hati masing-masing cukup ciut
memikirkan kemungkinan Dewi Putih Hati Setan masih
hidup. Namun mereka adalah orang-orang yang nekat dan
dibuai ambisi. Ketiganya tajamkan pendengaran, namun
mereka tak menemukan sumber suara itu, karena suaranya
bagai menggema di empat penjuru.
"Setan gentayangan laknat! Tampang busukmu tak perlu
kau sembunyikan!!" bentak Singaranu yang jadi jengkel
karena ketegangan itu cukup melanda hatinya. "Akan
kucacah dan kulemparkan kau ke neraka!!"
Tak ada sahutan apa-apa. Sampurna yang sejak tadi
memperhatikan goa di hadapannya, berbisik pelan,
"Apakah tidak mungkin kalau suara itu berasal dari dalam
goa itu" Dan berarti.... Dewi Putih Hati Setan memang
masih hidup seperti katamu tadi, Singaranu?"
"Jangan berpikir bodoh! Tak mungkin wanita itu masih
hidup!" sentak Singaranu kasar, sedikit jengkel mendengar
kata-kata Sampurna. Dan lebih jengkel lagi mengingat
dialah yang pertama kali melontarkan dugaan itu.
"Singaranu teras terang aku jadi cukup ngeri memikirkan
kata-kata Sampurno," kata Sampurno," kata Kuntara
sambil pandangi Singaranu yang mendengus melecehkan.
"Orang-orang sundal yang bodoh! Apakah kalian akan
sia-siakan kesempatan yang sudah di depan hanya karena
pikiran tolol itu" Peduli setan dengan ancaman tadi! Kitab
Pusaka Rembulan Mambang dan Pecut Sakti Bulu Babi
harus kita miliki!" sembur Singaranu dengan pipi
menggembor. Lalu dengan mata yang bagai mau melompat
karena kejengkelan yang sudah tiba di ubun-ubun, ia
membentak kembali, "Apakah kalian akan mundur padahal
apa yang kita inginkan sudah ada di depan mata, hah"
Bodoh! Kehidupan yang kita dambakan selama ini, bisa kita
dapatkan melalui dua benda pusaka yang ada di dalam Goa
Terkutuk itu! Karena, semua orang rimba persilatan akan
takut pada kita!! Kita mulai sekarang!!"
Lelaki yang penuh ambisi itu segera mengalirkan tenaga
dalamnya pada ikat pinggang yang telah dijadikan satu.
Hawa panas segera dirasakan oleh Kunlara dan Sampurno
yang segera melakukan hal yang sama. Ikat pinggang yang
tadi kelihatan lemas itu, sekarang tiba-tiba menjelma
bagaikan sebuah tombak yang terbuat dari baja.
"Kita bersiap untuk masuk!" kata Singaranu lagi.
"Alirkan seluruh tenaga dalam! Heaaaa!!"
Diiringi dengan teriakan sambung menyambung yang
keras, ketiganya berkelebat ke arah Goa Terkutuk, tepat
ketika semak di depannya tersibak.
Namun ketika ketiga laki-laki nekat itu tiba dalam jarak
satu tombak dari goa, tubuh mereka tiba-tiba mencelat ke
belakang, bagai ada tenaga raksasa menghantam tubuh
mereka. Bergulingan hingga lima belas tombak bagaikan
sebuah batu yang lemparkan. Dan muntah darah dengan
tubuh yang terasa sakit. Seluruh tulang penyangga raga
mereka seakan patah.
Singaranu yang pertama kali bertindak cepat. Segera
dialirkan tenaga dalamnya lagi dan menggeram dengan
wajah muak. Kedua matanya turun ke bawah dengan pipi
menggembor. "Keparat! Siapa yang melakukan serangan setan itu"!"
makinya penuh kebencian.
Kuntara yang tengah mengalirkan hawa murninya untuk
menghilangkan rasa sakit, menjawab setelah muntah darah
kembali, suaranya tak bisa sembunyikan nyerinya, "Aku
khawatir Dewi Putih Hati Setan masih hidup dan ia tak
menginginkan kita berada di sini." Semangat yang ada
dalam dadanya tiba-tiba saja luntur, namun ia sudah tentu
tak berani mengatakannya pada Singaranu yang seketika
melotot gusar padanya.
"Kita tidak usah jeri!" sentak Singaranu satelah bisa
berdiri. Sesaat tubuhnya limbung namun segera dikuasainya
kembali. Dari ketiganya, memang dialah yang paling
berambisi untuk mendapatkan dua benda pusaka di dalam
Goa Terkutuk. Dia pula yang sebelumnya membujuk
Kuntara dan Sampurno agar mengikutinya menuju Goa
Terkutuk. Sebagai sahabat, keduanya menyetujui ajakan
itu. Terlebih-lebih setelah diiming-imingi dengan harapan
untuk menguasai rimba pcrsilatan. Paling tidak mendapatkan kedudukan, harta dan wanita secara mudah.
Pada dasarnya, Kuntara dan Sampurno memang orang-
orang yang serakah, Namun, mereka sendiri tidak
menyangka kalau begitu sulit untuk mendapatkan dua
benda pusaka itu, Apalagi sekarang, mengingat kemungkinan Dewi Putih Hati Setan yang pernah mereka
dengar pula tentang sepak terjang telengasnya puluhan
tahun yang lalu, masih hidup.


Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Singaranu.... Dewi Putih Hati Setan telah memberi
peringatan pada kita. Lebih baik, kita batalkan rencana ini,"
desis Sampurno yang menderita sakit yang sama.
"Bodoh! Kalian masih meyakinkan diri kalau Dewi Pulih
Hati Setan masih hidup! Keparat! Aku ingin tahu hal itu!
Kerahkan tenaga 'Sekati Gajah Mati' untuk menahan bobol
tubuh kita agar tidak termakan oleh serangan gelap sialan
itu! Hayo, jangan loyo seperti itu! Kita kembali terobos ke
dalam!" Kuntara dan Sampurno saling pandang. Meskipun
mereka tegang dengan aliran darah yang kacau, namun
mereka pun membenarkan kala-kala Singaranu yang
mengatakan kalau mereka telah menyia-nyiakan kesempatan. Keberanian itu muncul kembali. Memang
percuma menempuh jarak berminggu-minggu untuk tiba di
Gunung Larangan kalau mereka mundur perlahan-lahan
hanya gara-gara ancaman dari dalam goa itu.
Lalu ketiganya secara bersamaan mengalirkan ajian
'Sekati Gajah Mati'. Sebuah ajian. dahsyat, mampu
membuat bobot tubuh bertambah ribuan kati. Namun bagi
pemiliknya, seakan tak ada tambahan bobot, karena mereka
bisa bergerak dengan mudah.
Sekarang, ketiganya tiba kembali dalam jarak tiga
tombak di hadapan Goa Terkutuk. Tak berkesip menatap ke
depan. Air makin banyak ditumpahkan dari langit. Dingin
makin menusuk tulang paling dalam. Singaranu menganggukkan kepalanya pada kedua temannya, tanda
bersiap. "Heaaaa!!" teriakan menggelegar terdengar bersamaan.
Lentingan tubuh mereka yang bertambah bobot ribuan kati,
getarkan tempat itu. Namun lagi-lagi sebuah tenaga raksasa
yang mengeluarkan gemuruh angin, menghantam tubuh
mereka dengan keras, hingga ketiganya terpental beberapa
tombak ke belakang.
Ajian 'Sekati Gajah Mati' yang, dipergunakan tak
membawa banyak arti. Karena kali ini mereka harus
muntah darah berkali-kali. Hanya sesaat ketiga lelaki
berbaju hitam itu menahan sakit, karena selebihnya nyawa
sudah lepas dan badan diiringi jeritan menyayat
mengalahkan gemuruh hujan.
Keanehan itu berlanjut, karena bagai ada tangan-tangan
gaib mayat ketiganya terangkat, melayang-layang dan jatuh
seperti nangka busuk di depan Goa Terkutuk.
Satu detik kemudian, meluncur dari dalam goa tiga buah
sinar hitam. bergulung-gulung, menyelingkupi mayat
ketiganya bagaikan puluhan tawon yang mengeluarkan
dengungan kematian. Dan tiba-tiba saja bagaikan seutas tali
sinar-sinar hitam itu mencengkeram erat mayat tiga laki-laki
malang, memutar-mutar, hingga ketiga mayat itu tak
ubahnya bagai sebuah bandul yang lengah dimainkan.
Bummm!! Sebuah ledakan terdengar keras. Halilintar seolah
berhenti menyalak. Kilat seolah terdiam. Mayat ketiga
lelaki itu telah pecah menjadi serpihan.
Sinar hitam tadi melesat kembali ke dalam goa. Seolah
tak pernah ada kejadian yang mengerikan, semuanya
kembali sunyi. Tinggal hujan lebat, angin dingin, halilintar menyalak,
dan kilat sambar menyambar. Juga bentakan ingin yang
menggema dari dalam goa, "Sudah kuperingatkan pada
kalian, tetapi kalian tetap membangkang! Hhh! Caping
Dewa Sakti, aku masih menunggu kedatanganmu!"
Selebihnya, diam.
(Oodwkz-ray-novooO)
2 "Kerbau bau! Orang gundul! Kucing mabuk! Kapan
hujan ini akan berhenti?" makian itu terdengar dari sebuah
gubuk yang terdapat di hutan belantara tak jauh dari
Gunung Larangan.
Pemuda yang memaki itu menekuk kedua lututnya di
balai-balai usang yang terdapat di gubuk itu. Tubuhnya
sedikit menggigil karena menahan dingin padahal ia sudah
alirkan tenaga dalamnya. Wajah tampan dengan rambut
panjang acak-acakan berkerut-kerut karena jengkel. Sungguh jelek jadinya!
"Apa harus seumur hidupku berada di sini terus" Astaga!
Mau jadi apa aku kalau sudah besar?" Kalau barusan ia
memaki, sekarang terdengar tawanya yang merasa lucu
dengan ucapannya sendiri, "Apa sekarang aku belum besar
juga" Padahal pipisku sudah lempeng! Edan!"
Pemuda berbaju hijau pupus itu masih menggerutu
panjang pendek. Bibirnya membentuk kerucut. Sepasang
alis hitamnya bergerak-gerak turun naik.
Namun tiba-tiba saja kepalanya menegak. Wajahnya
tegang, dan bagai dibetot setan ia memandang keluar dari
gubuk itu, menerobos hujan yang turun dengan deras.
Duaaarrr! ! Gubuk itu hancur berantakan tersambar halilintar. Si
pemuda yang tadi bergulingan kini perlahan-lahan tegak
kembali sambil mengelus dadanya. Tak pedulikan hujan
yang sudah membasahi seluruh tubuhnya.
"Konyol! Mengejutkanku saja!!" gerutu si pemuda
panjang pendek. "Memang aku tidak mampus kalau
tersambar petir atau halilintar. Tetapi, kan sakitnya tetap
sama!! Di mana lagi aku bisa berteduh sekarang" Kasihan
juga para penebang kayu karena gara-gara aku mereka
sudah tentu tak punya tempat beristirahat. Brengsek!
Brengsek!"
Pemuda berbaju hijau pupus dengan sehelai kain
bercorak catur yang tersampir di lehernya, menoleh ke sana
kemari seperti orang linglung.
"Busyet! Apa aku harus terus membiarkan sekujur
tubuhku terus menerus basah kuyup seperti ini?" makinya
tak karuan. Saat itulah didengarnya suara berdentuman,
keras, hampir-hampir mengalahkan gemuruh hujan dan
salakan halilintar. Kepala si pemuda menoleh ke satu
tempat "Sinting! Aku yakin yang menggelegar itu bukanlah
halilintar! Tetapi apa?" desisnya tak mengerti, "Hmmm,
sekarang sudah basah kuyup! Tempat berteduh pun tak ada,
sebaiknya aku mencari saja dari mana asal suara
menggelegar barusan tadi! Pepohonan yang berada di
dekatku seakan bergetar, dedaunan luruh begitu saja! Gila!
Kekuatan apa itu" Apakah alam yang sedang marah?"
Setelah mempertimbangkannya, pemuda berbaju hijau
pupus yang tak lain adalah Andika alias Pendekar Slebor,
segera berkelebat cepat meninggalkan tempat itu.
Diterobosnya curahan air laksana ribuan jarum menusuk
sekujur tubuhnya. Pepohonan lebat dan jalan terhalang
kabut, tak mengganggu kelincahan dan mata tajamnya.
Namun licinnya jalannya cukup membuatnya berhati-hati.
Selang beberapa lama, Pendekar Slebor tiba di lereng
Gunung Larangan. Pandangannya tak mampu menembus
betapa pekatnya kabut. Dicoba untuk mengagumi
keindahan yang samar terpancar, namun kepalanya jadi
menggeleng-geleng sendiri.
"Busyet! Kenapa sih aku tahu-tahu berada di sini?"
makinya pada diri sendiri. "Jangan-jangan, suara yang
kudengar tadi suara setan yang sedang berpesta!"
Mendadak didengarnya suara yang sangat keras sekali.
Membuat pemuda urakan dari Lembah Kutukan itu
mendengus karena jengkel sendiri.
"Monyet buduk! Siapa yang mengeluarkan kata-kata
yang mengalahkan gegap gempita, hujan dan halilintar!
Hhhh! Asal suara itu dari sisi kiriku! Aku jadi penasaran,
apa yang sebenarnya terjadi?"
Lincah Andika berkelebat, melompati batu-batu besar
dan menghindari halilintar yang berkali-kali menyambar.
Beberapa saat kemudian ia tiba di sebuah tempat yang agak
lapang. Suasana di situ sangat gelap sekali. Pendekar Slebor
mencoba memicingkan matanya, namun gagal menembus
kegelapan. "Heran! Kenapa kilat tidak menerangi tempat ini" Hei,
Kilat! Ayo dong berkelebat lagi!! dalam keadaan mencekam
dan membuatnya penasaran, Andika masih tak lupa dengan
sifat slebornya.
Pendekar Slebor menggerutu tak karuan.
"Brengsek! Kalau memang dari sini asal suara itu
rasanya tak masuk akal! Aku tak merasa ada yang
mencurigakan!! Hhh Jangan-jangan memang setan yang
kudengar tadi!! Lebih baik aku mencari tempat berteduh
saja daripada pusing memikirkan keanehan ini. Baiknya
kutunggu dulu barangkali saja suara keras itu terdengar lagi.
Memikir sampai di situ, Pendekar Slebor membiarkan
tubuhnya diterpa hujan. Sekian lama ia berdiri di sana,
membuka pandangan dan pendengarannya lebih tajam, tak
terlihat atau terdengar sesuatu yang seperti diharapkannya.
Lalu ia putuskan meninggalkan tempat itu.
(Oodwkz-ray-novooO)
Hujan deras perlahan-lahan mereda. Angin dahsyat
bergemuruh kini berhembus lembut. Tak ada lagi halilintar
menyambar, tak ada kilat sambung menyambung. Alam
berubah terang. Seluruh dedaunan basah. Satwa yang hidup
di sana segera keluar dari sarang, bergembira.
Andika yang bernaung di sebuah pohon besar berdiri
sambil merentangkan kedua tangannya.
"Busyet! Entah berapa lama aku menekuk lutut di situ!"
desisnya celingukan. Ketika mendongak, dilihatnya pohon
di mana ia bernaung tadi dipenuhi buah. "Wah, kalau tahu
dari tadi, perutku pasti kenyang."
Sekali sentak, pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah
Kutukan sudah mendapatkan buah-buahan itu. Dimakannya untuk mengganjal perut
yang sudah keroncongan. Setelah itu barulah dirasakan tubuhnya lengket karena
keringat yang menyatu dengan air hujan telah mengering
pada tubuhnya. Diangkat tangan kanan, diciumnya,
seketika hidungnya bergerak-gerak mirip hidung tikus.
"Kecut! Hmm... sambil mengeringkan pakaianku ini, aku
ingin mandi. Di mana ya ada sungai di sini?"
Andika celingukan lalu kelebatkan tubuh untuk mencari
sungai, tak lama kemudian ditemukannya sebuah sungai
yang terletak dalam jarak seratus tombak dari Gunung
Larangan. Sungai itu mengalirkan air yang cukup jernih. Namun
suaranya bergemuruh tinggi. Mungkin disebabkan hujan
terus menerus turun semalaman hingga air sungai itu lebih
deras. Sebelum membuka seluruh pakaiannya, Andika celingukan lagi. Setelah diyakini tak ada yang mengintip,
segera dibuka pakaiannya dan meletakkan di sebuah batu
besar. Lalu....
Byur! Gembira bersenandung lagu yang tak karuan, Andika
berenang-renang sambil menggosok seluruh tubuhnya. Rasa
penatnya, hilang perlahan-lahan. Tubuhnya segar kembali.
Setelah puas mandi, Andika berenang ke tepian. Setelah
memperhatikan sekelilingnya, terburu-buru Andika berlari
ke atas. Bagai melihat setan sedang bercumbu, langkahnya
mendadak terhenti. Mulutnya terbuka, tatapan matanya
melotot. Sejurus kemudian dengusan dan makiannya
terdengar, "Kutu kudis! Orang iseng mana yang berani
mengambil pakaianku"!"
"Hik hik hik... baru saja sampai di sini, sudah disuguhi
tontonan memalukan! Aku jadi tidak enak melihatnya!!"
terdengar satu suara dari salah sebuah pohon dengan
kekehan panjang keras membahana.
Bagai digigit kalajengking Andika melompat kembali ke
dalam air. Byyurrr! Tubuhnya keluar lagi hingga sedada dari dalam sungai
sambil menggerakkan kepalanya membuang air yang
menempel di rambut dan wajahnya. Sepasang matanya
mendelik besar tak berkedip pada seorang nenek yang
duduk di sebuah pohon besar di dekatnya.
"Keparat! Kuntilanak kesiangan! Kembalikan pakaianku!!" bentaknya pada si nenek yang duduk
menguncang kaki di sebuah ranting pohon. Di tangan
kanannya tergenggam seluruh pakaian termasuk kain
bercorak catur milik Pendekar Slebor. Andika bertambah
sewot melihatnya, "Hei, Nenek usilan! Kembalikan
pakaianku!!"
Perempuan tua ini mengenakan baju merah menyala.


Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rambutnya digelung ke atas, dengan sebuah tulang yang
dijadikan tusuk konde. Pakaian bawahnya sebuah kain
batik usang. Parasnya pucat, penuh kerut merut. Dalam
cuaca yang terang seperti ini saja sudah ngeri orang
memandangnya, apalagi bila Andika bertemu dengannya di
saat hujan lebat dan kabut yang menutupi seluruh hutan ini.
Bisa tunggang-langgang dibuatnya karena menyangka ada
kuntilanak nyasar.
"Hik hik hik... konyol sekali kau, Pendekar Slebor!
Sikapmu sungguh memalukan! Apakah kau akan terus
menerus berada di sungai itu, hah" Jangan-jangan 'burung'-
mu tak jadi bertelur nanti!!" suara mirip kuntilanak itu
terdengar lagi diiringi kekehan yang membuat Andika ingin
mengemplang kepala si wanita tua.
Siapa sebenarnya nenek itu'! Ia mengenalku, sementara
aku sendiri tidak tahu siapa dia, pikir Andika.
"Nenek peot jelek! Kembalikan pakaianku!!"
Sambil uncang-uncang kaki, si nenek menyahut dengan
seringaian jelek, "Mengapa kau tidak mengambilnya, hah?"
"Kurang ajar! Apa kau pikir aku tidak punya malu?"
gerutu Andika sewot. "Cepat kembalikan pakaianku,
sebelum kugedor perutmu!!"
"Hik hik hik... nama jelekmu itu sudah lama kudengar!
Apa yang selama ini kudengar ternyata memang benar! Kau
bukan hanya urakan, tapi juga slebor! Eh, sama saja ya?"
Nenek itu terkikik-kikik.
Kerut di wajahnya bagai tertarik masuk keluar. Deretan
gigi ompongnya memperlihatkan keseramannya.
Pipi Andika mengembung melihat tingkah menjengkelkan si nenek. Tiba-tiba saja dikibaskan
tangannya. Wusss! . Serangkum angin keras menderu bak air bah tumpah ke
arah si nenek, yang masih terkikik-kikik. Tetapi mendadak
terdengar suara dentuman yang menggugurkan dedaunan.
Andika tercekat melihatnya. Tak dilihatnya bagaimana si
nenek menghalangi serangannya. Bagaimana ini bisa
terjadi" Padahal si nenek masih terkikik seolah tak
mempedulikan pukulan jarak jauhnya.
"Hmmm, rupanya bukan manusia sembarangan, si peot
ini. Bisa berabe. Kalau begitu aku harus membujuknya. Uh!
Kalau saja tidak telanjang seperti ini, sudah kujitak jidatnya
yang nonong itu!" batin Andika salut bercampur jengkel.
"Hei, Nek! Jarak langit dan bumi masih jauh, mengapa kau
mengambil pakaianku" Apakah kau sebenarnya ini seorang
pencuri pakaian yang kesiangan?"
"Kurang ajar! Tutup mulutmu! Mengapa kau meninggalkan pakaianmu ini, hah" Kusobek mulutmu
nanti!!" sentak si nenek membentak. Sepasang mata
kelabunya yang celong ke dalam, bagai melompat keluar.
"Iya, iya! Kau bisa melakukannya nanti, kalau kau sudah
mengembalikan pakaianku!"
"Apakah kau pikir aku tak bisa melakukannya, hah?"
bentak si nenek keras. Tiba-tiba tangan kirinya mengibas.
Wuss! Andika tercekat merasakan angin panas menderu ke
arahnya. Cepat Andika keluar dari sungai dan bergulingan
ke balik semak. Sementara sambaran angin raksasa itu
menghantam air sungai yang menggelegar muncrat begitu
hebat dan menimbulkan suara menggeledek.
"Hik hik hik... ayo keluar kau dari persembunyianmu
itu, Pendekar jelek!"
"Iya! Iya! Kembalikan dulu dong pakaianku! Keenakan
kau Nek, kalau melihat tubuhku yang tegap dan gagah ini!
Kambing pun tak akan mau memperlihatkan auratnya
kepadamu!!"
"Pemuda gendeng!!"
Wusss!! Si nenek sudah mengibaskan tangannya kembali. Semak
di mana Pendekar Slebor berada bagai tersibak dan terpapas
habis dengan suara dentuman yang keras.
"Sudah, sudah! Kembalikan dulu pakaianku!!" terdengar
suara Pendekar Slebor dari salah sebuah pohon. Rupanya ia
sudah mengempos tubuhnya ke balik pohon.
"Hik hik hik... aku akan mengembalikan pakaianmu, bila
kau mau menjawab pertanyaanku!!"
"Keparat betul," maki Andika dalam hati. "Cuma mau
bertanya saja harus mengambil pakaianku. Bahkan sudah
menyerangku dengan dahsyat seperti itu."
Lalu ia berteriak, "Hei, Nek! Aku akan menjawab
pertanyaanmu, tetapi kembalikan dulu pakaianku!!"
"Jawab dulu pertanyaanku!!"
bentak si nenek menggelegar keras. Andika merasa pohon yang dijadikannya sebagai tempat berlindung, bergoyang.
"Busyet! Tenaga dalamnya sangat tinggi sekali. Siapa sih
nenek jelek ini sebenarnya" Nek, cepat kau tanyakan apa
yang ingin kau ketahui!!" serunya kemudian.
Si nenek terkikik kemenangan.
"Apakah kau melihat muridku yang jelita, hah?"
"Selama aku berada di hutan ini, aku belum bertemu
dengan siapa pun juga kecuali kuntilanak yang mengenakan
baju merah menyala! Mana aku tahu di mana muridmu
berada?" "Brengsek!" maki si nenek mendumal dikatai Andika
barusan. Tetapi kelihatannya si nenek memang sangat ingin
sekali mencari muridnya. "Hei, muridku sangat cantik
sekali! Namanya Sri Kasih! Bila kau bertemu dengannya,
pasti kau jatuh cinta! Tetapi... hhh! Mana kuizinkan ia
menjadi kekasihmu, Urakan!!" ,
"Masa bodohlah dengan ucapanmu! Kau harus menepati
janjimu bila aku sudah menjawab pertanyaanmu! Ayo,
kembalikan pakaianku itu!!"
"Aku bukan orang yang tak pernah menepati janji!
Nih!!" Wrrrr! ! Bagai anak panah yang diluncurkan dari busurnya, baju
hijau pupus dan kain bercorak catur menderu deras ke arah
pemiliknya. Andika tercekat. "Kadal buntung!!" makinya.
Ditepuk kedua tangannya. Pakaiannya yang meluncur
itu bagai tersentak, seolah-olah ada tenaga yang
menahannya, lalu seperti melompat ke arahnya.
Tap! Andika menangkapnya. Segera dipakainya setelah
membersihkan tubuhnya dengan dedaunan. Setelah itu
barulah dia keluar dari balik pohon besar tadi.
"Terima kasih, Nek! Kalau aku bertemu dengan
muridmu itu, tentu aku akan mengatakannya kalau kau
mencarinya."
"Hei! Kau tak tanya siapa namaku!!"
Andika menyeringai. "Untuk apa sih" Masa' aku harus
mengingat-ingat wajah jelekmu itu!!"
"Bocah keparat!" si nenek sudah mengangkat tangannya.
Andika buru'-buru berkata-kata, "Iya, iya! Sebutkan
namamu, Nek!!"
"Keterlaluan! Katakan pada Sri Kasih, kalau aku, Si Tua
Naga Merah menunggunya di sini!!"
"Baik, Nek! Kalau begitu, aku permisi!"
"Mau ke mana kau?"
"Ke mana saja! Aku justru pusing bila berhadapan
denganmu terus!!"
Sebagai jawaban dari selorohan Andika, tangan wanita
tua yang mengaku berjuluk si Tua Naga Merah sudah
mengibas ke arahnya. Dalam keadaan sudah berpakaian,
pemuda sakti itu melompat ringan sambil terkekeh-kekeh.
"Sayang, aku tidak bernafsu denganmu, Nek!"
Lalu tubuhnya berkelebat cepat.
Tinggal si Tua Naga Merah yang menggerutu panjang-
pendek. "Hhhh! Aku harus secepatnya menemukan Sri
Kasih! Aku kuatir bila murid jelitaku itu tak mampu
menemukan di mana Pecut Sakti Bulu Babi milik Dewi
Putih Hati Setan itu! Tetapi sekarang ini, mengapa firasatku
mengatakan kalau Dewi Putih Hati Setan masih hidup'!
Sialan benar! Ah, sebelum terlambat, sebaiknya aku
mencarinya kembali."
Lalu bagai ditelan bumi, tubuh si Tua Naga Merah
hilang begitu saja.
(Oodwkz-ray-novooO)
Pendekar Slebor yang sudah menjauh dari si Tua Naga
Merah menghentikan larinya ketika dilihatnya dua sosok
tubuh berpakaian putih-putih, berzig-zag menerobos
pepohonan yang hampir-hampir rapat.
Cepat pendekar urakan itu lompat ke sebuah pohon dan
kerutkan kening sambil memperhatikan keduanya. "siapa
kedua orang itu" Aku saja ingin keluar dari sini, justru
keduanya seperti hendak menerobos masuk" Ada rahasia
apa sebenarnya di Gunung Larangan" Apakah ada
hubungannya dengan suara menggelegar mengalahkan
gemuruh hujan yang kudengar" Tetapi siapakah yang
berbicara itu" Hmm Jangan-Jangan SI Tua Naga Merah itu
yang melakukannya" Sialan, kenapa aku tidak bertanya
tadi!!" Dua laki-laki berpakaian putih-putih itu sudah jauh dari
tempat di mana Andika mengintip. Penasaran Andika
memutuskan untuk mengikuti keduanya. Ada apa
sebenarnya di tempat sesunyi ini ternyata didatangi orang,
batinnya penasaran.
Meskipun dua lelaki yang dibuntuti Andika bergerak
laksana hantu, tetapi pemuda urakan yang kesohor
memiliki ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi, berhasil
mendekati. Menjaga jarak.
Di tempat di mana Andika berada tadi bersama si Tua
Naga Merah, kedua laki-laki itu berhenti.
"Kakang Suryopati. kurasa di sebelah barat Gunung
Larangan Goa Terkutuk itu berada," kata yang seorang.
Wajahnya kelimis, sinar matanya dingin. Pakaian putih
dengan celana hitam menambah kegagahannya. Terlilit di
pinggangnya kain batik. Di belakang ikat pinggang itu
terselip sebatang keris berlekuk tujuh. Di kepalanya sehuah
blangkon indah bertengger.
"Kau benar Adi Gumilang," sahut Suryopati. Kalau
wajah Gumilang kelimis. wajah Suryopati dipenuhi bulu.
Berpakaian sama dengan Gumilang. Kita harus membuktikan kabar angin yang mengatakan Dewi Putih
Hati Setan masih hidup. Puluhan tahun yang lalu, ketika
kita masih kecil, dengan telengasnya wanita keparat itu
telah membunuh kedua orangtua kita. Bila saja Guru tidak
menceritakan semua ini, kita tidak pernah tahu bagaimana
kedua orangtua kita mati. Tetapi terus terang, aku
mengharapkan kalau wanita keparat itu memang sudah
mati. Dan dikutuk selamanya oleh sumpah manusia yang
pernah dibuatnya sakit hati."
Keduanya terdiam. Terpampang di mata mereka
kejadian empat puluh tahun yang lalu, ketika mereka masih
berusia dua belas tahun dan delapan tahun.
Kedua orangtua yang mereka sayangi, mereka temukan
sudah mati terbunuh di dalam rumah. Keadaan mereka
sangat menyedihkan. Dengan leher hampir putus dan darah
membanjiri lantai. Saat itu keduanya sedang asyik mandi di
sungai di sebelah kiri kaki Bukit Melati di mana mereka
tinggal. Tangis dan kesedihan melanda tiada henti. Sampai
muncul seorang laki-laki setengah baya yang mengaku
bernama Ki Pati Suci atau yang berjuluk Dewa Tangan
Baja. Keduanya dibawa ke tempat tinggal Dewa Tangan
Baja, di Lembah Jenjang, terletak ratusan tombak dari
Gunung Kerinci. Mereka diasuh dan dijadikan murid.
Perlahan-lahan mereka melupakan tragedi empat puluh
tahun lalu. Sampai sebulan lalu ketika Ki Pati Suci atau
Dewa Tangan Baja yang telah mengundurkan diri dari
dunia persilatan. merasa perlu menceritakan kejadian yang
dialami oleh orangtua kedua muridnya. Karena, cerita itu
memang terlalu lama dipendam dan dirasakan kalau kedua
muridnya sudah cukup pantas untuk mengetahui latar
belakang kehidupan mereka.
Meskipun waktu itu, keduanya bisa mengingat kejadian
mengerikan yang dialami oleh kedua orangtua mereka,
namun agak samar untuk diingat lebih jelas.
Seorang wanita yang berjuluk Dewi Putih Hati Setan
telah membunuh sepasang suami-istri karena merasa kalah
cantik dengan ibu Gumilang dan Suryopati. Hati keduanya
geram bukan buatan. Hanya gara-gara masalah kecantikan
saja, wanita itu membunuh kedua orangtua mereka dengan
kejam. Ki Pati Suci juga mengatakan, selama itu dia
berusaha mencari tahu di mana Dewi Putih Hati Setan
berada. Terakhir disirap kabar kalau wanita itu berada di
Goa Terkutuk. Yang belum diketahui oleh lelaki dedengkot


Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dunia persilatan, wanita itu masih hidup atau sudah mati.
Tak ada pesan dari Ki Pati Suci melarang atau
memperbolehkan kedua muridnya yang sudah mulai
berumur pula membalas sakit hati mereka atau tidak.
Baginya, segala keputusan berpulang pada diri kedua
muridnya. Namun sekarang, kedua kakak beradik itu justru jadi
penasaran untuk mengetahui siapa gerangan wanita yang
berjuluk Dewi Putih Hati Setan. Mereka memutuskan
mendatangi Gunung Larangan di mana Goa Terkutuk
berada. Setelah berhenti beberapa saat, keduanya berkelebat
kembali. Tinggal Andika yang sejak tadi mencuri dengar
mengerutkan keningnya. Lagi-lagi tentang Dewi Putih Hati
Setan yang didengarnya. Siapakah sebenarnya wanita itu"
Sambil mendengarkan percakapan kedua lelaki gagah itu
matanya mencari-cari di mana si Tua Naga Merah itu
berada. Tetapi tak dilihatnya nenek peot baju merah itu.
Pasti dia sudah meninggalkan tempat itu, entah ke mana..
"Hmm, baiknya, kuikuti saja keduanya. Aku jadi ingin
tahu sekali tentang Dewi Putih Hati Setan. Tetapi... entah
mengapa sepertinya aku menangkap isyarat kematian yang
sangat mengerikan....."
Segera diempos tubuhnya untuk mengikuti ke mana arah
kedua lelaki berpakaian putih itu berkelebat.
(Oodwkz-ray-novooO)
3 Puluhan tahun lalu, ada seorang pemuda tangguh yang
selalu muncul dengan caping bambunya. Pemuda itu
memiliki tubuh yang gagah dan wajah tampan dengan
sepasang mata jernih yang membiaskan ketenteraman.
Pakaian putih bersih yang dikenakannya menandakan
pemuda itu memang selalu menjaga kebersihannya. Ikat
pinggangnya berwarna hitam. Rambut bagian atas selalu
tertutup caping bambu yang jarang sekali dibukanya, beriap
hingga ke punggung, dibiarkan tergerai.
Kemunculan pemuda ini sebenarnya tak pernah
diketahui dari mana dia datang. Hanya saja, ketika suatu
hari ada keributan di kotapraja, yang bermula dari sebuah
kedai makan, pemuda bercaping bambu itu turun tangan
dan menuntaskan masalah yang cukup merepotkan
beberapa prajurit kadipaten.
Juga kemunculannya yang mendadak saat terjadi
perampokan besar-besaran di desa Randu, Para penduduk
mengelu-elukannya. Namun sampai sejauh itu, si pemuda
hanya tersenyum saja tanpa pernah mengatakan siapa
namanya. Kemunculan si pemuda yang kemudian dijuluki Caping
Dewa Sakti memang cukup mengejutkan para tokoh dari
golongan hitam kala itu. Mereka berbondong-bondong
untuk menghentikan sepak terjangnya yang mereka pikir
sebagai penghalang utama. Namun sampai sejauh itu, tak
seorang pun yang bisa mengalahkan si pemuda yang
diketahui memiliki kesaktian cukup tinggi.
Banyak sekali yang mendendam padanya, dan banyak
pula yang berlindung padanya. Hingga dalam waktu kurang
dari dua tahun, julukan Caping Dewa Sakti benar-benar
telah menggemparkan rimba persilatan,
Pada masa itu pula, hidup seorang wanita berparas dewi
namun memiliki hati kejam laksana setan. Dia merasa
dirinya paling cantik, dan bila menurutnya ada seorang
wanita yang mengalahkan kecantikannya, tak segan-segan
wanita itu menurunkan tangan kejam.
Banyak tokoh golongan lurus yang mencoba menghentikan sepak terjangnya. Namun, akhirnya mereka
justru menemui ajal di tangan Dewi Putih Hati Setan.
Hanya seorang yang berhasil menghentikan kekejaman
Dewi Putih Hati Setan. Caping Dewa Sakti yang muncul
ketika wanita itu mencoba membunuh seorang gadis dari
Desa Batu Ampar yang sedang mencuci baju di sungai.
Nama telengas Dewi Putih Hati Setan pun lenyap dari
pendengaran. Begitu pula dengan julukan Caping Dewa
Sakti. Hanya saja, Caping Dewa Sakti masih muncul ke dunia
ramai bila didengarnya terjadi kerusuhan yang membahayakan. Meskipun nama Caping Dewa Sakti dan
Dewi Putih Hati Setan hanya selentingan saja terdengar,
orang-orang banyak tahu, kalau sebenarnya Dewi Putih
Hati Setan masih mendendam pada Caping Dewa Sakti.
Karena, tokoh itulah satu-satunya yang mampu menghentikan sepak telengasnya.
Kini, setelah puluhan tahun berlalu, pemuda gagah yang
berjuluk Caping Dewa Sakti sudah berubah baik fisi,k
maupun wajahnya. Ketuaan mulai menggerogoti tubuhnya.
Namun kebijaksanaan dan capingnya masih tetap
bertengger di benak dan kepalanya.
Orang tua yang berjuluk Caping Dewa Sakti itulah yang
kini tengah merenung di kediamannya, di puncak kaki
Gunung Batu. Sepasang mata si kakek yang cekung menatap ke
kejauhan. Kabut tebal menyelimuti Gunung Batu.
Pepohonan yang sepertinya bagai sedang lari menanjak dan
menurun, ditutupi oleh kabut. Udara dinginnya bukan
main. Akan tetapi si kakek tenang saja seolah tak merasa
apa-apa walaupun pakaian yang dikenakannya rombeng, ia
tetap duduk di atas batu besar. Matanya menatap satu
tempat dalam kegelapan, seolah tak tahu apa yang sedang
di tatapnya. "Puluhan tahun berlalu sudah. Seperti yang kuduga,
kalau Dewi Putih Hati Setan masih hidup. Kini, telinga
tuaku masih menangkap denyut hawa kematian yang siap
ditebarnya," pikir si kakek sambil mengusap Jenggot
putihnya yang panjang. Tubuhnya begitu bongkok sekali.
Di dekat batu yang diduduki ada sebuah tongkat berwarna
hitam. Kepalanya yang tertutup caping bambu menggeleng-
geleng seolah membuang keresahan dalam pikirannya.
Kembali si kakek mendesah, "Aku tak bisa membiarkan hal
ini terjadi terus menerus, Dewi Putih Hati Setan pasti akan
segera turun kembali dari tapanya. Hmm, nampaknya
keangkaramurkaan akan berlaga lagi di rimba persilatan
ini...." Angin semakin dingin menghembus. Kabut semakin
tebal menyelingkupi Gunung Batu. Keresahan si kakek
semakin membesar saja.
Tiba-tiba angin berhembus sangat kencang. Membuat si
kakek tersentak dan seketika berdiri. Wajahnya bagai
ditampar oleh tangan raksasa yang sangat dahsyat Gubuk di
mana dia tinggal terlempar jauh.
Tubuh si kakek bergetar, "Dewi Putih Hati Setan... bila
kau sedang mampir di kediamanku, aku menerima dengan
senang hati...."
Angin semakin dahsyat berhembus, berputar-putar dalam
gelombang yang sangat hebat. Pepohonan seketika tumbang
dan berpentalan. Dalam angin yang bergemuruh itu,
terdengar sebuah suara, "Enam puluh tahun sudah berlalu.
Cukup sudah tapa yang kulakukan dengan menuntaskan
segala ilmu yang kupelajari. Dendam naik ke permukaan,
ajal sudah datang!"
"Dewi!!" si kakek mengangkat wajahnya, mencoba
mencari dari mana asal suara itu. Wajahnya tampak agak
tegang. "Jangan panggil namaku, Caping Dewa Sakti! Kematian
sudah dekat, kau tak bisa lolos dari mati!!"
Dari angin yang bergemuruh dahsyat itu, tiba-tiba
meluncur sinar menggidikkan. Menderu mengeluarkan
suara mengerikan ke arah laki-laki tua yang masih
memicingkan mata dan menajamkan pendengaran. Si
kakek cepat melompat dan sinar hitam itu menghantam
batu besar di mana ia berdiri sekarang.
Blaaarrr!! Batu itu hancur seketika.
Caping Dewi Sakti sudah berdiri di tanah dengan tatapan
dingin. "Dewi... enam puluh tahun sudah berlalu, namun
dendammu kepadaku masih terpatri dalam! Kupikir,
Dewata sudah cabut nyawamu!"
"Sebelum melihatmu terkapar, tak pernah aku meninggalkan dunia. Sebelum dendam tuntas, aku tak akan
mati dengan tenang! Masih ada keinginanku setelah kau
mati di tanganku!"
"Katakan!"
"Kau harus menemui ajalmu lebih dulu Manusia Hina!"
Wrrrr! Singg!! Bersamaan dengan gemuruh angin yang menderu
dahsyat, sinar hitam menggidikkan kembali mengarah pada
Caping Dewa Sakti yang seketika mengempos tubuhnya.
Gunung Batu bagai bergetar dahsyat, batu-batu bergulingan, pepohonan tumbang berpentalan.
"Tahan, Dewi!!" desis Caping Dewa Sakti. "Kita sudah
sama-sama lanjut usia! Tak ada guna kita teruskan silang
sengketa ini! Kau hanya menambah dosamu saja!"
Terdengar suara kikikan yang sangat dahsyat.
"Dulu aku tak mampu mengalahkan kau, Caping Dewa
Sakti! Sekarang, kau Lak akan pernah bisa mengalahkanku
lagi!" "Takabur!"
"Demi membuktikan ucapanku ini, kutantang kau ke
Goa Terkutuk! Di sana, kau akan menyesali dirimu sendiri
karena tak mempercayai kata-kataku!! Perlu kau ingat, bila
kau tidak segera tiba di Goa Terkutuk, maka puluhan
nyawa akan tewas di tanganku!" terdengar suara keras yang
datangnya entah dari arah mana, menyusul gemuruh angin
panas yang mengeluarkan suara mengerikan ke arah laki-
laki tua itu. Wusss! Caping Dewa Sakti segera lompat hindarkan serangan
itu. Begitu dia berdiri kembali, tak lagi dirasakan serangan
baru yang datang. Malah angin yang berhembus dahsyat
tadi perlahan-lahan mereda, dan bertiup seperti biasa.
Sadarlah laki-laki tua itu, kalau Dewi Putih Hati Setan
sudah tak lagi di tempatnya.
"Luar biasa! Ilmunya sudah maju sekali! Bukan buatan
jauhnya Gunung Batu ini dengan Goa Terkutuk! Usiaku
sudah tua dan tubuh yang renta, namun tak akan kubiarkan
wanita itu muncul kembali ke rimba persilatan ini!"
Memikir demikian, laki-laki tua itu duduk di sebuah
batu. Lalu bersila dengan kedua tangan menyatu di dada.
Terlihat getaran tubuhnya yang perlahan-lahan menghebat.
Angin berputaran kacau. Daun-daun berguguran dan
bebatuan berpentalan.
Sedang beberapa saat, terdengar tarikan napas laki-laki
bongkok itu. "Hmm... rupanya kematian sudah menebar di sekitar
Goa Terkutuk. Kulihat ada beberapa orang di sana.
Sebaiknya aku segera menuju ke Goa Terkutuk sekarang
juga...." Selesai berpikir begitu, laki-laki tua itu berpindah tempat
tanpa menggerakkan badannya sedikit pun. Berpindah dari
satu tempat ke tempat lain dengan jarak yang cukup jauh.
Hingga lama kelamaan tubuhnya pun lenyap dari
pandangan. Sungguh satu unjuk kebolehan ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi sekali dan mungkin
hanya dimiliki oleh beberapa orang tokoh rimba persilatan.
(Oodwkz-ray-novooO)
"Dewi Pulih Hati Setan... siapakah dia" Mengapa banyak
sekali yang, menginginkan dirinya" Apakah ini berkaitan
dengan dendam yang pernah dibuat wanita itu". Ataukah..
ada hal lain yang diinginkan orang-orang ini?"
Masih dengan berbagai pertanyaan yang belum terjawab,
Andika terus berkelebat mengikuti kedua lelaki berbaju
putih itu. Namun tiba-tiba saja dihentikan larinya,
celingukan dengan kedua alisnya yang seperti kepakan
sayap elang tertekuk.
"Gila! Ke mana kedua orang itu" Apakah mereka tahu-
tahu berbalik arah dan mengurungkan niat menuju Goa
Terkutuk" Atau... Jangan-jangan keduanya hantu Gunung
Larangan yang menghilang begitu saja! Monyet buduk! Aku
harus.,. heeiii!!"
Andika melompat ke samping ketika dirasakan desingan
halus menderu ke arahnya. Dilihatnya sebatang pohon di


Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampingnya menjadi layu.
Bersamaan dengan itu, muncullah dua lelaki berpakaian
putih di hadapannya dalam jarak tiga tombak dengan wajah
bengis. "Kau benar, Adi Gumilang! Rupanya ada monyet yang
mengikuti kita!!"
Andika celingukan, lalu kembali menatap keduanya
sambil berkata, "Tidak ada monyet di sini" Siapa yang
kalian maksud?"
Suryopati yang berseru tadi menggeram dengan gigi
berbunyi, ia merasa diejek dengan sikap pemuda berbaju
hijau pupus di hadapannya.
"Keparat! Mau apa kau mengikuti kami, hah?"
"Nah, kalau kau bertanya begitu, jelas pertanyaan itu
ditujukan kepadaku," sahut Andika santai.
"Jangan banyak cincong! Nyawa hinamu sudah menjadi
milik kami!!" seru Gumilang sengit.
Andika cuma menyeringai.
"Tak ada maksud apa-apa untuk mengikuti kalian, Aku
cuma penasaran saja dengan yang kalian bicarakan. Siapa
sih yang kalian maksudkan dengan Dewi Putih Hati Setan?"
Kedua lelaki yang tengah jengkel itu berpandangan. Lalu
tiba-tiba Gumilang sudah menderu dengan serangan
dahsyat. "Keparat hina! Rupanya kau mencuri dengar
percakapan kami, hah"!!"
Andika tahu kalau serangan yang dilancarkan itu
bukanlah serangan sembarangan, terbukti dengan pohon
yang mendadak layu di belakangnya tadi. Begitu tubuh
Gumilang menderu, ia pun mengempos tubuhnya.
Des! Dua tangan yang terangkum tenaga dalam kuat itu
berbenturan. Tubuh Gumilang terpental lima tombak ke
belakang dengan dada yang sakitnya bukan alang kepalang.
Sementara Andika terhuyung tiga langkah. Dari mulutnya
mengeluarkan darah.
"Hebat juga tenaga dalamnya," desisnya.
Gumilang yang juga tak menyangka akan hal itu, segera
mengalirkan hawa murninya untuk menghilangkan rasa
sakit. Tiba-tiba ia tersedak dan muntah darah. Kepalanya
mendadak pening sejenak. Melihat hal itu, Suryopati
menggeram murka.
"Lihat serangan!!"
Andika yang bisa mengukur kekuatan keduanya
sekarang, langsung membuang tubuhnya ke kiri begitu
serangan bak angin topan bergemuruh ke arahnya. Sambil
membuang tubuhnya, jotosan dilancarkan ke pinggang kiri
SuryopaLi yang menekuk tangan kirinya.
Duk! Andika merasa tangannya kesemutan. Suryopati berteriak marah. Tangan kanannya cepat cabut kerisnya
yang memancarkan sinar merah dan mengelebatkannya ke
arah Andika yang baru saja mundur dua tombak.
Wuuuttt! Ujung keris yang tajam itu menyambar hanya sejengkal
di depan mata pemuda pewaris Ilmu Pendekar Lembah
Kutukan. Andika tercekat dengan tengkuk yang mendadak
dingin. Cepat dia menjatuhkan tubuhnya begitu Suryopati
memburu lagi dengan kilatan sinar merah yang cukup
menyilaukan matanya.
Wuuuttt! Bila saja Andika terlambat menjatuhkan dirinya, sudah
bisa dipastikan keris yang tajam dan memancarkan sinar
merah itu melobangi batok kepalanya.
"Astaga! Ini benar-benar gawat!!" maki Andika dan
mengibaskan kaki kanannya untuk menendang kaki
Suryopati. Namun dengan sigapnya lelaki berbulu tebal di
wajahnya melompat setengah tombak dan melurup kembali
dengan tusukan kerisnya. Andika mendengus dan
bergulingan. Namun kaki Suryopati sudah menjejak, siap
menginjak jantungnya. Andika bergerak lebih cepat dari
semula. Tangannya dengan serempak dikibaskan.
Duk! Bergetar setelah beradu dengan jejakkan kaki Suryopati
yang menjadi kehilangan keseimbangannya. Bersamaan
dengan itu, Andlka bangkit dan menghantamkan telapak
tangannya yang sudah terangkum tenaga 'inti petir' tingkat
kedua puluh tiga.
Buk! Suryopati merasa tulang rahangnya bagai berpindah dari
posisinya ketika telapak tangan Andika menghantam
dagunya dengan keras. Lelaki itu menjerit keras sambil
jatuh bergulingan.
Gumilang tercekat melihatnya. Ia benar-benar tak
menyangka kalau lawan yang kelihatan masih muda itu
mampu menjatuhkan kakangnya yang dikenalnya memiliki
ilmu yang tinggi. Begitu sadar apa yang terjadi, Gumilang
langsung melurup sambil mencabut kerisnya.
"Pemuda keparat! Kau harus membayar semua ini!!"
Wuuuutt! Andika yang sudah memperhitungkan
hal itu, memiringkan tubuh. Begitu tubuh Gumilang lewat di
sampingnya, tangan kanannya bergerak.
Prak! Menghantam punggung Gumilang yang tersungkur ke
tanah. Namun pemuda berwajah kelimis itu langsung
bangkit dengan membuat lompatan pendek.
Andika mendengus dan memapakinya dengan gerakan
yang sangat aneh. Kedua tangannya bagai berputar cepat
menekuk tangan kiri Gumilang dan menghantam tangan
kanan Gumilang. Keris yang dipegang pemuda kelimis itu
jatuh. Dan dengan gerakan yang sangat cepat Andika menotok
tubuh laki-laki itu hingga kaku terdiam. Namun mulutnya
bisa berbicara dan mengeluarkan makian-makian sengit.
"Dalam suasana dan tempat seperti ini, memang wajar
bila kita saling curiga! Namun, menyerang tanpa
memberikan penjelasan adalah konyol!" gerutu Andika tak
mempedulikan sumpah serapah yang menerpa telinganya.
Sewot juga dia dimaki-maki seperti itu, tetapi ditahan
kesewotannya. Karena dipikirnya, ini hanyalah salah
paham belaka. "Banyak omong! Lepaskan totokanmu ini, kita bertarung
sampai mampus!!" sentak Gumilang dengan sorot mata
laksana melontarkan api.
"Busyet! Tuh mulut tidak pernah diajar sopan santun
barangkali," batin Andika sewot. Lalu katanya sambil
mendengus, "Dengan begitu, kalian hanya membuang
waktu saja. Dengar baik-baik, meskipun aku belum tahu
siapa yang kalian maksudkan dengan Dewi Putih Hati
Setan, namun aku bisa menangkap isyarat kematian yang
siap ditebarkannya. Sebaiknya kalian berhati-hati, karena
kemungkinan kalian tak akan bisa membalaskan sakit hati
kedua orangtua kalian!"
Gumilang memicingkan matanya. Hatinya geram bukan
buatan mendengar kata-kata Andika.
"Benar -benar pemuda hina yang kerjanya mencuri
dengar percakapan orang lain!!"
"Terus terang, aku sendiri penasaran ingin mengetahui
siapa gerangan Dewi Putih Hati Setan itu!"
Kali ini Gumilang terdiam. Suryopati yang sudah
bangkit dan siap menyerang Andika pun terdiam. Tetapi
sejurus kemudian terdengar bentakannya, "Lebih baik kau
tinggalkan tempat ini!!"
Andika menoleh pada Suryopati.
"Tanpa kalian suruh pun aku akan meninggalkan kalian
manusia-manusia bebal! Manusia-manusia yang mau
menang sendiri tanpa mempedulikan kata-kata orang lain"
Apakah kalian pikir, otak kalian sudah cukup normal hah"
Kalian tak lebih dari monyet buduk yang sok tahu!"
Suryopati menggeram mendengar ejekan pemuda di
hadapannya. Ia membentak dengan rahang mengeras.
"Sebutkan nama!"
Andika garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Namaku Andika... orang-orang rimba persilatan
menjuluki Pendekar Slebor!!"
"Hhh!" dengus Suryopati dan untuk sesaat dia terdiam
ketika mendengar julukan itu disebutkan. Lalu bentaknya
dengan nada melecehkan, "Setahuku Pendekar Slebor
berdiri di jalur lurus dan membela orang-orang tertindas!
Tetapi sekarang, tahu-tahu sudah menjadi pencuri
pembicaraan orang!!"
Andika menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Busyet! Benar-benar tidak pernah belajar sopan santun nih!
Apa mesti kutabok mulut keduanya biar mereka tahu
betapa usil mulut mereka!" batinnya makin jengkel. Diiringi
dengusannya dia berseru "Aku tak peduli apa yang kalian
katakan tentang diriku! Tetapi, perlu kalian camkan!
Dendam tak akan membawa hasil yang baik!"
Tiba-tiba Andika mengibaskan tangannya ke arah
Gumilang. Tuk! Totokan yang dilakukannya terlepas. Lalu tubuhnya pun
berkelebat secepat angin. Tinggal kedua lelaki berpakaian
putih itu yang terdiam sesaat.
Kata-kata Gumilang memecah kesunyian, "Kakang
Suryo... kurasa... yang dikatakan oleh Pendekar Slebor itu
benar adanya. Sebaiknya kita memang hati-hati. Kudengar
pula, kalau ia adalah orang dari golongan lurus. Dia pula
yang menyelamatkan kerajaan Pakuan dari serangan
seorang tokoh sesal yang menjulukinya Raja Akhirat."
(Untuk mengetahui tentang; hal itu, silakan baca: "Raja
Akhirat").
Suryopati menganggukkan kepalanya.
"Kau benar Adi Gumilang. Tetapi, rasa penasaranku
ingin mengetahui seperti apa wajah wanita keparat yang
telah membunuh kedua orangtua kita itu tetap masih ada!" .
"Kakang... sayang sekali kita sudah memperlihatkan
sikap tak bersahabat tadi dengannya."
"Kau benar, Adi...," kata Suryopati seperti merenung.
"Sudahlah, kita harus secepatnya menemukan Goa
Terkutuk."
Lalu tubuh keduanya pun berkelebat meninggalkan
tempat itu. (Oodwkz-ray-novooO)
4 Hari sudah memasuki rembang petang ketika Andika
menghentikan larinya di satu tempat. Matahari sudah
melampaui tiga perempat perjalanannya di sebelah barat.
Ratu malam siap menyongsong, menggantikan tugasnya.
"Selagi pemuda urakan itu memperhatikan sekelilingnya,
tiba-tiba pandangannya tertumbuk pada seekor kelinci
gemuk sedang berlari. Perutnya mendadak menjadi lapar.
Terbayang sudah kelinci panggang yang akan mengenyangkan perutnya.
Andika bermaksud menangkapnya. Namun sebelum dia
bergerak, sebuah desingan terdengar ke arahnya. Andika
menoleh sambil menyipitkan mata dan langsung membuang tubuh ke kanan. Kelinci yang hendak
ditangkapnya melompat ke balik semak dan menghilang.
Ctar! "Buruan itu punyaku, kau lak berhak menangkapnya!"
seman itu terdengar bersamaan munculnya satu sosok
tubuh ramping berbaju biru. Dan berseru lagi melihat
Andika melongo memperhatikannya,
"Kau harus mengganti buruanku yang lenyap itu!!"
Dari terpananya melihat kecantikan gadis berambut
panjang dengan ikat kepala di kening berwarna biru,
Andika mendengus ketika menyadari kalau gadis itu tidak
bersikap ramah.
"Kelinci yang menghilang itu bukan urusanku! Kenapa
justru kau menyerangku, hah?" serunya sewot.
"Karena kau lancang hendak menangkapnya!" seru si
gadis sengit. Wajah cantiknya seperti ditarik setan
gentayangan. Matanya yang jernih dengan bola mata hitam
legam melotot gusar, tak berkedip pada Andika.
"Kelinci liar itu belum menjadi milikmu! Siapa pun
masih berhak untuk mendapatkannya!! Enaknya main
serang begitu! Konyol! Telur busuk!"
"Eh!!" ejekan Andika barusan membuat wajah gadis itu
seperti kepiting rebus. "Kau mengatai aku telur busuk, hah"
Kau yang ayam busuk!"
Gadis berbaju biru itu menggerakkan tangannya yang
memegang sebuah cambuk.
Cletarrr! ! Sambaran cambuknya dihindari

Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Andika dengan melompat ke samping. Namun tak urung dirasakan bulu
kuduknya meremang akibat angin yang ditimbulkan
cambuk itu. "Masih mending ayam busuk cuma seekor! Kalau telur
busuk jumlahnya beratus-ratus butir bagaimana"!"
"Ayam busuk itu jumlahnya beribu-ribu ekor!" sentak si
gadis dan kembali menggerakkan tangannya. Cambuknya
kembali mencecar Andika yang makin sewot.
"Main labrak orang sembarangan!" makinya dan melihat
di mana tanah yang dipijak tadi bagai berukir garis sedalam
satu jengkal. Menyadari gadis itu tidak main-main, Andika
mendumal. "Kau senang kalau tiba-tiba kuserang, ya?"
"Justru aku ingin melihat kebisaanmu!! Jangan-jangan
kau hanya jual tampang dan lagak saja dengan pakaian
Golok Kilat 2 Pendekar Sakti Karya Kho Ping Hoo Harimau Kemala Putih 17
^