Pencarian

Malaikat Peti Mati 2

Pendekar Slebor 32 Malaikat Peti Mati Bagian 2


berada" Bagus, bagus! Kau memang tahu adat, dan menyayangi nyawamu sendiri!
Baik! Tetapi, bila kau membohongiku, ke ujung dunia pun kau akan kucari! Mayat
gadis jelita yang bernama Menur itu berada di balik semak di belakangmu.
Sedangkan lelaki tua gurunya, entah di mana! Tubuhnya terpental beberapa tombak!
Ha ha ha.... Kau akan menemukan
mayat keduanya dalam kedaan mengerikan!"
Pendekar Slebor tak menampakkan kemarahannya, walaupun hatinya bergemuruh. Pada
dasarnya, dia tak tahan untuk menurunkan tangan pada Malaikat Peti Mati yang dia
yakini memiliki ilmu sangat tinggi.
Terbukti, dibunuhnya Ki Lingkih Manuk dan melukai si
Naga Gunung. Tetapi, Andika harus membuktikan dulu apakah lelaki tua yang tadi
dilihatnya serta muridnya telah tewas.... Kalau itu benar, hari ini juga dia
akan mengadu jiwa dengan Malaikat Peti Mati. Untuk itulah dia harus berpura-pura, seakan tidak melihat pertarungan.
"Aku akan memeriksa mayat mereka!" cetus Andika kemudian.
"Baik! Dan aku percaya, kau tak memiliki nyawa rangkap!"
Andika tidak mempedulikan kata kata sombong
-Malaikat Peti Mati. Tubuhnya melompat ke balik semak.
Dan seperti yang dikatakan pemuda berambut emas itu, dia menemukan tubuh Menur.
Segera diperiksanya keadaan gadis itu.
Ada denyutan lembut di dadanya. Belum! Gadis ini belum mati. Hanya pingsan.
Andika cepat memeriksa bagian bagian tubuh gadis itu lainnya. Tampak bekas
-pukulan di perut gadis itu. Untuk menyelamatkan gadis ini, membutuhkan waktu dua
kali penanakan nasi.
Lalu Andika bergerak ke satu tempat, mencari tubuh lelaki tua yang tak lain
Kaliki Lorot. Ketika ditemukan, hatinya begitu masygul. Disadari kalau luka yang
diderita lelaki tua itu lebih parah dari muridnya, tetapi masih bernyawa.
Otak Pendekar Slebor yang cerdik segera berputar.
Dia tak mempunyai waktu untuk menghadapi tantangan pemuda berambut emas itu
sekarang. Lebih baik menyelamatkan lelaki bertubuh gempal dan muridnya bila
tidak ingin melihat keduanya tewas akibat kekejaman Malaikat Peti Mati.
"Pemuda baju hijau! Apakah kau mencoba melarikan diri?" bentak Malaikat Peti
Mati keras. Andika sebenarnya marah bukan main. Namun
karena ketenangan dan kesleborannya, wajahnya tampak biasa biasa saja. Kini dia -muncul membawa tubuh Kaliki Lorot yang pingsan.
"Malaikat Peti Mati! Sebenarnya, kekejamanmu memang mengerikan!" kata Pendekar
Slebor, di tengah ketenangannya. "Kau memang pantas berhadapan dengan Pendekar
Slebor. Tapi hati hati Iho! Pendekar itu, suka menghisap darah lawannya."
-"Jangan bertele tele! Katakan saja di mana Pendekar Slebor berada" Karena,
-beberapa kejap lagi kau lambat mengatakannya, nyawamu pun akan tiba pada
gilirannya!"
Kembali otak cerdik Andika berputar. Rupanya, Malaikat Peti Mati hanya memiliki
ilmu tinggi, tetapi otaknya bebal. Kalaupun bermaksud mencari Pendekar Slebor
yang ditanyakan tentu ciri cirinya lebih dulu.
-Sehingga, dia bisa mengenali dan menemukannya dengan mudah.
Dan bagi Andika sendiri, lebih baik memang menyelamatkan nyawa Menur dan gurunya
daripada bertarung.
"Aku bukan orang yang tak pernah menepati janji.
Kemarin, aku bertemu Pendekar Slebor di Bukit Sigura-gura! Dia menunggu lewat
satu purnama dari sekarang.
Katanya, darahmu akan dihisap sampai tandas. Sampai tubuhmu tinggal tulang
-belulang dan kentut. Tapi jangan lupa, ampas perutmu dibuang dari sekarang.
Karena jangan jangan, ikut terhisap Pendekar Slebor
-pula..., " ujar Andika, memanas manasi.
-"Keparat! Pendekar Slebor akan merasakan akibat perkataannya itu!" geram
Malaikat Peti Mati. "Aku akan menunggunya di Bukit Sigura gura satu purnama dari
-sekarang! Kau akan saksikan nanti, bagaimana tubuh pemuda yang tak pantas
diagungkan itu akan terbujur kaku di peti mati ukiran naga yang memang
kusediakan untuknya!"
Lalu mata Malaikat Peti Mati menatap tajam dan dingin.
"Tetapi kalau kau bohong, aku akan mencarimu! Dan akan mematah matahkan seluruh
-tulang di tubuhmu!"
desis pemuda berwajah penuh bekas luka itu.
Lalu dengan ringan tubuh Malaikat Peti Mati melenting ke atas peti mati ukiran
naga, dan segera melayang di atasnya. Tawanya yang keras seketika menggema.
Pendekar Slebor mcnganggukkan kepala. Apa yang di katakan si Naga Gunung bukan
omong kosong. Andikapun bisa memperkirakan betapa tingginya ilmu meringankan tubuh dan tenaga
dalam Malaikat Peti Mati.
Pendekar Slebor tak bisa berpikir lebih lama lagi.
Segera direbahkannya tubuh Kaliki Lorot di tanah. Lalu tubuhnya berkelebat
mengambil tubuh Menur. Tak lama, dia mulai melakukan penyembuhan.
*** 5 "Tenanglah, Nona.... Kau masih terluka...," ujar Andika lembut ketika Menur
siuman dari pingsannya, setelah diobati Pendekar Slebor lewat penyaluran tenaga
dalam dan hawa murni.
Menur berusaha bangkit, ketika melihat seorang pemuda tampan di sisinya. Namun
Andika buru buru mencegah. Apalagi perutnya masih terasa sakit bukan main.-"Oh, siapakah kau ini?" tanya Menur, lirih.
"Namaku Andika," sahut Pendekar Slebor.
"Ke mana..., ke mana manusia busuk itu?"
"Bila maksudmu Malaikat Peti Mati" Dia sudah meninggalkan tempat ini...."
"Gusti..., oh! Di mana Guru" Di mana dia sekarang?"
Mata bening itu terbuka dan tubuhnya bergerak lagi.
"Tenanglah.... Jangan terlalu banyak bergerak dulu Nona. Gurumu berada di
sampingmu. Mungkin sedang bertemu gadis cantik dalam mimpinya. Dia telah
kuobati. Sebentar lagi juga akan siuman...," sahut Pendeki Slebor, sedikit
berkelakar. Menur mengeluarkan suara tertahan. Perutnya
masih terasa sakit sekali.
"Terima kasih, Kang Andika.... Kau telah menyelamatkan kami...," ucap Menur.
Andika tersenyum. Matanya terus menerus menatap
wajah Menur yang diakuinya memang cantik. Sayang kalau dilewatkan begitu saja.
Beberapa saat kemudian, Kaliki Lorot pun tersadar
dari pingsannya. Meskipun lukanya lebih parah dari Menur, tetapi tetap
memaksakan diri untuk bangkit sambil mengalirkan tenaga dalamnya sendiri.
Begitu melihat sosok pemuda di hadapannya, Kaliki Lorot tertawa pelan.
"Ah! Rupanya kau, Pendekar Slebor...."
Andika hanya menganggukkan kepala saja. Rupanya, lelaki bertubuh gempal yang
berjuluk si Dewa Api Angin mengenalnya. Sementara itu, Menur yang mendengar
gurunya memanggil si pemuda dengan sebutan
Pendekar Slebor, kembali membuka mata.
Oh! Inikah pemuda Lembah Kutukan yang diinginkan Guru menjadi suaminya" Meski
dalam keadaan letih, Menur menjadi berdebar debar juga. Bisa dilihatnya -ketampanan pemuda itu yang membuatnya menjadi deg degan. Berkali kali matanya
- -melirik, mencuri pandang pada Pendekar Slebor ketika sedang
menceritakan bagaimana Malaikat Peti Mati meninggalkan tempat itu.
"Rupanya, dia tidak mengenalku, Ki," kata Andika mengakhiri ceritanya. "Berarti
aku kurang terkenal, ya?"
"Ah! Tapi dia pasti akan tetap mencarimu, Andika.
Aku yakin, dia akan datang ke Bukit Sigura gura purnama mendatang."
-"Walau tak yakin dapat mengalahkannya, aku pun bersedia menerima tantangannya.
Aku takut, dia akan menurunkan tangan mautnya pada siapa saja, bila tantangannya
kutolak. Maklumlah, Ki. Orang terkenal memang selalu dicari cari orang...," kata
-Andika, tak begitu menjanjikan kemenangan. Tapi paling tidak, dia berusaha
menampilkan sikap ksatrianya.
Kaliki Lorot menceritakan bagaimana tingginya ilmu pemuda berambut emas itu.
Seperti yang diceritakan oleh si Naga Gunung pada Pendekar Slebor.
"Dan, ketahuilah.... Aku tidak ingin kau mampus sebelum bersanding dengan
muridku...," tambah Kaliki Lorot sambil terbahak bahak.
-Kali ini kening Andika berkerut. Apa apaan ini"
-Bersanding dengan muridnya"
"Apa maksudmu, Ki?" tanya Andika sambil mengaruk garuk kepalanya.-Kaliki Lorot melotot.
"Bodoh! Kau pemuda dungu juga, ya" Aku menghendaki kau berjodoh dengan muridku
yang jelita itu! Kau mau, kan" Iya, kan?"
Andika cengengesan. Sifat urakannya muncul
kembali. "Wah.... Kalau berjodoh dengan gadis cantik itu siapa yang tidak mau?"
"Berarti kau mau, kan?"
"Belum tentu."
"Lho"! Kenapa belum tentu?"
Andika tahu, rupanya Kaliki Lorot sangat menghendaki sekali dirinya berjodoh dengan Menur.
Tetapi baginya, soal perjodohan belum terpikirkan.
"Kita lihat saja nanti," ujar Andika, merasa tak enak.
"Bagus! Bagus!"
Menur yang memejamkan matanya, tiba tiba
-mendesah lega dalam hati. Oh, Gusti.... Betapa tampannya pemuda ini" Tutur
katanya begitu lembut meskipun dari jiwanya mencerminkan sifat slebornya.
"Hei, Menur! Bangun! Aku tahu, kau mendengarkan
percakapanku ini, bukan?" sentak Kaliki Lorot tiba tiba.
-Menur membuka matanya. Langsung melotot!
Kaliki Lorot terbahak bahak melihat wajah muridnya bersemu merah. Dia yakin,
-kalau muridnya tak akan menolak berjodoh dengan Pendekar Slebor.
"Hei, hei...! Jangan melotot begitu. Kau setuju kan, berjodoh dengan Pendekar
Slebor?" ledek orang tua itu sambil terbahak bahak hingga perutnya yang gempal
-terguncang guncang.
-"Guru! Kau membuatku malu!" bentak Menur.
Matanya melotot, tetapi hatinya tersipu sipu.-"Tidak apa apa, tidak apa apa. Aku hanya ingin mendengar jawabanmu. Kau setuju,
- -bukan?"
Bukannya menjawab, Menur malah menunduk.
Wajahnya memerah. Hatinya semakin tak karuan.
Andika tertawa.
"Menur.... Kau lihat sendiri bukan kalau aku baru saja mengenal gurumu itu" Kini
tiba tiba saja dia menjodohkanmu denganku" Nah ini, kan lucu."
-Kali ini Kaliki Lorot melotot pada Pendekar Slebor yang
hanya menggaruk garuk
-kepala sambil mengangkat kedua alisnya. Nyengir.
"Jadi dengan kata lain kau menolak!" tukas Kali Lorot, keras.
"Kan tadi sudah kujawab. Belum tentu aku menerima, dan belum tentu pula
menolak." "Mana bisa begitu"! Kau harus mau berjodoh dengan muridku yang manis ini! Kau
harus mau!"
"Enaknya!"
"Busyet! Kau memaki yang lebih tua, hah"! Tidak sopan!"
"Guru! Kalau dia tidak mau, kenapa Guru memaksa, sih?" tukas Menur karena tak
enak melihat gurunya membentak bentak
-Pendekar Slebor. Padahal sesungguhnya gadis ini ingin sekali Pendekar Slebor mengiyakan usul gurunya.
"Tidak! Pokoknya, dia harus mau!"
"Itu namanya memaksa!"
"Ah, aku tidak merasa memaksa?" kelit Kaliki Lorot, keras kepala. "Pokoknya, aku
hanya mengharuskan dia mau menerimamu menjadi istrinya!"
Andika lagi lagi tertawa. Busyet! Baru kali ini di melihat orang keras kepala
-yang tak menyadari kekeliruannya.
"Hei, kenapa tertawa?" bentak Kaliki Lorot lagi.
"Habisnya, kau marah marah terus. Seharusnya, kau memberi kesempatan padaku -untuk berpikir...," kilah Andika.
"Berpikir monyet buduk! Masa kau tidak mau dengan muridku yang cantik ini?"
Andika hanya tersenyum. Sementara, Menur
memejamkan matanya dengan hati semakin tak karuan.
Tiba tiba Kaliki Lorot mengibaskan tangannya.
-"Sudah. sudah...! Aku akan mencari Malaikat Peti Mati! Lebih baik aku yang mati
daripada kau yang mati!
Huh! Bisa bisa muridku menjadi janda nanti!"
-Andika tertawa mendengar kata kata Kaliki Lorot.
-Belum juga mereka menikah, sudah berkata seperti itu.
Tetapi dia tak bisa menahan, karena lelaki bertubuh gempal itu sudah berkelebat
pergi mencari Malaikat Peti Mati.
"Guru!" panggil Menur.
"Jangan manja!" bentak Kaliki Lorot dari kejauhan.
"Kau akan aman di sisi Pendekar Slebor! Hei, Pemuda Lembah Kutukan! Kalau kau
mempermainkan dan menyakiti hati muridku, kau akan kubunuh, tahu"!"
Andika hanya mengangkat bahu saja. Memang bukan
sekali dua kali dia melihat sikap tokoh rimba persilatan yang sukar sekali
ditebak. Seperti Kaliki Lorot yang langsung mengancamnya kalau menolak menikahi
Menur. "Kang Andika...,"
panggil Menur hati hati. -Perasaannya benar benar teraduk aduk. Dia merasa tidak enak melihat sikap
- -gurunya itu. "Maafkan sikap guruku."
Andika tertawa.
"Tidak apa apa. Lagi pula, kau ini cantik, kok."
-Wajah Menur memerah.
"Tetapi...."
"Menur, bagaimana kalau urusan perjodohan itu ditunda saja dulu" Karena, tugas
yang kuemban belum selesai. Malaikat Peti Mati menginginkan aku. Katanya, aku
mau dikasih peti mati. Kan lumayan, bila peti mati itu kujual. Kau setuju?"
tanya Andika, tak menghilang kan sifat kesleborannya.
Hanya mengangguk yang bisa dilakukan Menur.
Padahal dia ingin sekali mendengar Andika menyetujui usul gurunya.
Angin berhembus di antara pepohonan.
"Dingin?" tanya Pendekar Slebor berbisik lembut telinga Menur.
Menur mengangguk malu malu. Tiba tiba dia- -merasakan tubuh Pendekar Slebor sudah rebah di
sisinya. Sementara tangan kanan Andika pun merangkul tubuhnya. Seketika
dirasakannya kehangatan yang tercipta dari rangkulan Pendekar Slebor. Untuk
beberapa saat gadis itu berdebar debar dengan wajah memerah. Tetapi untuk
-melarang Pendekar Slebor yang masih merangkulnya, tak kuasa dilakukannya. Tak
dapat dipungkiri kalau dia sendiri merasakan kesenangan yang mendadak muncul.
"Hei" Apakah kau sendiri setuju atas usul gurumu"
Andika memecah kesunyian dengan bertanya sambil
tertawa. Menur gelagapan.
"Aku...."


Pendekar Slebor 32 Malaikat Peti Mati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nah! Kau sebenarnya memang setuju, kan?" sambar Andika, "Siapa sih yang tidak
mau denganku yang tampan ini?"
Seharusnya Menur marah mendengar kata kata itu.
-Karena, bisa bisa harga diri kewanitaannya tersinggung.
-Tetapi karena diucapkan dengan nada bercanda, dia menjadi tertawa.
"Kenapa tertawa?" tanya Andika.
"Yang seperti ini dikatakan tampan?" tukas gadis ini tidak malu malu lagi.
-Sikapnya biasa.
"Memang tampan."
"Ih! Memuji sendiri!"
"Habisnya, tak ada yang memuji. Paling paling, yang memujiku hanya nenek nenek
- -yang rabun matanya. He he he...!"
"Eh, kenapa Kang Andika tidak segera mencari Malaikat Peti Mati yang kemungkinan
akan banyak menimbulkan keonaran?" tanya Menur, mengalihkan
pembicaraan. Andika nyengir.
"Justru itu.... Kalau aku meninggalkanmu, siapa yang akan memeriksa luka lukamu -itu" Karena, kau mati belum sembuh benar."
"Kenapa Kang Andika jadi prihatin?" kejar Menur penasaran.
"Siapa sih, yang mau meninggalkan gadis secantik ini." tukas Andika, sambil
tertawa. Dalam keremangan malam, wajah Menur kembali memerah. Dia benar benar tidak
-mengerti dengan dirinya sendiri. Sebelumnya, dia melecehkan Pendekar Slebor
ketika gurunya memintanya bersedia menjadi istri pendekar itu. Tetapi sekarang,
setelah berjumpa, Menur malah tidak tahu harus berbuat apa. Hatinya malu dan
senang. Apalagi pemuda itu sekarang tengah merangkulnya, memberikan kehangatan.
Sementara bagi Pendekar Slebor sendiri, tidak ada maksud lain kecuali memberinya
kehangatan sekaligus perlindungan. Dia juga tidak bermaksud berbuat lebih jauh.
Padahal bila otaknya ngeres, kesempatan itu bisa dipergunakannya. Apalagi, Menur
hanya pasrah saja.
Di samping itu, Andika memang tidak ingin
meninggalkan Menur yang masih terluka. Mungkin, bila sudah pulih dari lukanya,
gadis itu akan ditinggalkannya.
Sekaligus, melupakan permintaan Kaliki Lorot yang menurutnya permintaan aneh!
Hati Menur sendiri semakin lama semakin deg-degan, ketika menyadari malam
semakin membentang.
Dia khawatir terjadi hal hal yang tak diinginkan, meskipun dia yakin juga tak
-akan kuasa memberontak.
Namun, nampaknya Pendekar Slebor bukanlah hidung belang yang selalu memanfaatkan
keadaan. Gadis itu pun menjadi tenang sekarang.
Hanya saja, tiba tiba Menur tersentak. Mendadak saja, Andika mengecup bibirnya.
-"Cup...!"
"Oh!"
Andika nyengir.
"Habisnya, siapa yang tahan melihat bibir yang bagus seperti ini?" kata Andika
dengan wajah kebodoh-bodohan.
Wajah Menuh memerah. Dan perlahan lahan
-kepalanya disusupkan di dada Andika.
Kenyamanan yang tak pernah dirasakan semakin terasa. Bahkan dia lupa kalau
sedang terluka!
* * * Di satu tempat, si Naga Gunung sudah dua hari menunggu kemunculan Pendekar
Slebor. Tubuhnya terasa sudah pulih seperti sediakala, meskipun pergelangan
tangan dan kakinya masih terasa sakit.
Tetapi, tidak separah ketika belum diobati Pendekar Slebor.
Kedua tangan dan kaki perempuan tua ini masih bisa digerakkan. Rupanya Pendekar
Slebor telah berusaha menyatukan kembali urat uratnya yang diputuskan Malaikat -Peti Mati. Nyai Selastri alias si Naga Gunung yakin, saat ini Pendekar Slebor
sedang mencari pemuda rambut emas itu. Huh...! Kekejaman Malaikat Peti Mati
memang sangat mengerikan!
"Heh"!"
Tiba tiba saja Nyai Selastri tersentak ketika melihat tiga sosok tubuh
-bermunculan dari satu tempat. Mereka mengenakan pakaian berwarna hitam hitam. Di
-bagian dada tampak sulaman bergambar garuda mengepak sayap dari benang emas.
"Bibi Naga Gunung!"
Tiba tiba salah seorang yang berambut sebahu dengan wajah tampan namun berkulit
-agak hitam berseru.
Si Naga Gunung tersenyum. Dia langsung mengenali ketiga orang baru datang ini.
Bukan mengenali karena wajah, tapi karena pakaian yang dikenakan. Ketiganya
pastilah murid murid Perguruan Garuda Mas.
-Ketiga pemuda itu menjura.
"Bibi Naga Gunung.... Terimalah hormat kami...."
Si Naga Gunung terkekeh kekeh. Dia beberapa kali memang pernah bertandang ke
-Perguruan Garuda Mas.
Karena, Ki Sulis Lawang yang berjuluk si Garuda Mas adalah sahabatnya.
"Hmm..., murid murid Garuda Mas. Ada apa kalian sampai meninggalkan perguruan?"
-tanya si Naga Gunung.
"Bibi.... Kami bertiga bukannya meninggalkan perguruan, tetapi tengah
menyelamatkan diri dari maut," hatur pemuda tampan berambut sebahu.
Kening si Naga Gunung berkerut.
Apa maksudmu?"
"Namaku Sumadi. Sedangkan kedua temanku ini, Waluyo dan Santoso. Kami berhasil
meloloskan diri dari maut yang ditebar seorang pemuda berjuluk Malaikat
Peti Mati."
Si Naga Gunung mendesah pendek. Lagi lagi manusia keparat itu!
- "Bagaimana nasib ketua kalian?"
"Bibi Naga Gunung.... Ketua mati di tangan Malaikat Peti Mati yang menanyakan
tentang keberadaan Pendekar Slebor. Memang, saat itu kami sedang membicarakan
tentang Pendekar Slebor, karena Ketua bermaksud mengundangnya. Tetapi tiba tiba,-Malaikat Peti Mati muncul, langsung menebar maut. Padahal, Ketua menjawab
pertanyaannya, kalau saat ini tidak tahu tentang keberadaan Pendekar Slebor."
Si Naga Gunung terdiam. Lalu diceritakan kalau dirinya pun menderita luka parah
akibat perbuatan Malaikat Peti Mati. Untung saja, telah diobati Pendekar Slebor.
"Bibi Naga Gunung.... Di manakah Pendekar Slebor berada?" tanya Sumadi. "Saat
ini, kami bertiga sedang mencarinya. Kami hendak meminta bantuannya untuk
menghentikan sepak terjang Malaikat Peti Mati, sekaligus membalaskan kematian
Ketua." Si Naga Gunung menggeleng geleng.
-"Aku tidak tahu di mana dia berada. Aku berjumpa dengannya pun, secara tidak
sengaja. Ketika selesai diobati, aku tertidur karena kelelahan. Ketika aku bangun, Pendekar Slebor sudah tidak ada di tempat."
Ketiga murid Perguruan Garuda Mas saling pandang.
"Bibi Naga Gunung.... Kita harus mencari Pendekar slebor. Hanya dialah yang
mampu menghentikan sepak terjang Malaikat Peti Mati."
Si Naga Gunung mengangguk anggukkan kepala. Dia-pun sangat mendendam pada Malaikat Peti Mati.
Memang, satu satunya yang mampu menandingi dan menghentikan sepak terjangnya,
-hanyalah Pendekar Slebor.
"Baiklah kalau begitu, kita segera mencarinya. Tapi, kalian jangan melangkah
terlalu cepat. Karena urat urat di kedua kakiku dalam taraf penyembuhan akibat
-hantaman maut Malaikat Peti Mati."
Ketiga murid Perguruan Garuda Mas berpandangan.
Mereka melihat betapa susah payah si Naga Gunung bangkit dari duduknya. Mereka
pun akhirnya menuntun si Naga Gunung, dan melangkah perlahan lahan. Hati mereka
-semakin marah pada Malaikat Peti Mati yang juga telah melukai Bibi Naga Gunung
yang mereka hormati.
Sementara si Naga Gunung mendengus dalam hati menyadari kelemahannya, sekarang
ini. Tetapi, dia merasa beruntung karena nyawanya belum putus.
Sekali lagi Nyai Selastri harus berterima kasih pada Pendekar Slebor, karena dua
kali menyelamatkannya dari maut. Pertama, dari gempuran Raja Akherat (Baca
serial Pendekar Slebor dalam episode : "Neraka di Kraton Barat). Dan kedua, dari
maut yang sedang menyiksanya.
*** 6 Menur terbangun ketika sinar matahari yang
menerobos sela dedaunan menerpa wajahnya. Ketika terbangun, yang diingatnya
hanya Pendekar Slebor.
Dengan serentak, gadis ini bangkit. Namun alangkah terkejutnya dia ketika tidak
melihat pemuda berbaju hijau pupus di sisinya.
"Oh! Kang Andika...." panggilnya sambil berdiri.
Mata Menur celingukan memperhatikan sekelilingnya. Telinganya dipasang tajam tajam. Tapi yang dilihatnya hanya -beberapa ekor kelinci yang berlompatan. Semakin sadarlah Menur kalau Andika
sudah meninggalkannya.
"Kang Andika! Di mana kau?" teriak Menur.
Tak ada sahutan apa apa. Hanya angin berhembus perlahan mempermainkan dedaunan.
-Ketika Menur hendak melangkah mencari, pandangannya tertumbuk pada guratan
-guratan di tanah. Seketika dibacanya.
Menur nan cantik, yang belum pernah diutak atik....
-Maaf, terpaksa kita harus berpisah sekarang. O, ya.
Kalau kau bertemu gurumu, katakan saja, kalau kita sama sana masih memikirkan
-soal perjodohan itu.
Karena, aku tidak mau kau kena marah olehnya. Terima kasih atas pelukan dan
ciumannya semalam. He he he....
Andika. Seketika gadis itu merasakan sekujur tubuhnya lemas.
"Oh, Kang Andika.... Mengapa kau meninggalkan aku?" desisnya pilu.
Sebenarnya, gadis ini merasa senang bersama-sama pemuda yang baru dikenalnya.
Bahkan sudah lama gurunya menghendaki dia berjodoh dengannya.
Samar samar Menur masih merasakan dekapan
-Andika semalam. Juga dirasakannya bibirnya sedikit menebal, ketika dikecup
Andika. Ada keanehan yang tak pernah dirasakannya selama ini.
Tiba tiba gadis itu menengadah, menatap mentari yang sudah sepenggalah. Dia
-tahu, dengan kata lain Pendekar Slebor menolak perjodohan yang ditentukan
gurunya. Tetapi bila mengatakan kalau Pendekar Slebor menolak, bisa bisa gurunya
-marah. Meskipun hatinya tiba tiba terasa nelangsa, Menur meyakinkan diri kalau memang
-harus mengatakan seperti yang diminta Andika. Padahal dalam hati kecilnya dia
mulai mencintai pemuda itu.
Mendadak saja, gadis ini mengempos tubuhnya meninggalkan tempat itu. Dia tahu,
di mana Andika sekarang berada. Di Bukit Sigura gura. Tetapi, itu pun harus
-menunggu sampai purnama mendatang.
* * * Kaliki Lorot terus mengempos tubuh gempalnya yang sama sekali tak mengganggu
gerakannya saat
berkelebat secepat angin. Dia harus mencari Malaikat Peti Mati, sekaligus harus
membunuhnya. Karena
menurut keyakinannya, bila memang masih ingin melihat Pendekar Slebor berjodoh
dengan muridnya, Malaikat Peti Mati harus dibunuh, sebelum dia membunuh Andika.
Meskipun yakin akan kehebatan Pendekar Slebor, namun Kaliki Lorot ingin
perjodohan antara muridnya dengan pendekar itu dilangsungkan segera mungkin.
Namun orang tua itu pun yakin, pemuda seperti Pendekar Slebor yang selalu
menegakkan kebenaran, pasti tak akan mau menerima perjodohan bila tugasnya belum
selesai. Tantangan Malaikat Peti Mati sudah bisa dipastikan akan diterima Andika.
Terbukti, Pendekar Slebor mengatakan akan menunggunya di Bukit Sigura gura.-Dari kejauhan, nampak Bukit Sigura gura yang tandus di matanya yang berwarna
-kelabu. Bukit itu dulu dikenal sebagai tempat tinggal Ki Langlang Jagat atau
yang dijuluki Majikan Sigura gura. Kesaktian tokoh itu sangat luar biasa. Konon,
-tak seorang pun yang mampu menandinginya. Hanya saja, sejak lima puluh tahun
yang lalu, namanya sudah tidak terdengar lagi.
Selentingan kabar terdengar, kalau Ki Langlang Jagat sudah meninggal karena
sakit dimakan umur.
Selentingan kabar lain terdengar, kalau Ki Langlang Jagat nemang sengaja
meninggalkan tempat tinggalnya.
Namun sampai saat ini, tak seorang pun yang tahu pasti kebenaran itu.
Kaliki Lorot memicingkan matanya. Tak tampak di matanya seorang pun di Bukit
Sigura gura. Apakah Malaikat Peti Mati bersembunyi di satu tempat.
-Ataukah memang dia akan menunggu sampai purnama
mendatang"
Namun belum lagi Kaliki Lorot berhasil memutuskan di mana Malaikat Peti Mati,
tiba tiba terlihat satu sosok tubuh berkelebat menuju Bukit Sigura gura. Dan
- -meskipun dalam kelebatan, dia yakin kalau sosok itu berambut emas!
Dengan sigap Kaliki Lorot mengejarnya. Dalam tiga kelebat saja, dia berhasil
meyakinkan diri, kalau yang dilihatnya adalah Malaikat Peti Mati.
Wuuuttt...! Mendadak saja Kaliki Lorot mengibaskan tangan nya ke depan. Maka, serangkum
angin besar langsung menderu ke arah Malaikat Peti Mati.
"Hup...!"
Sebagai tokoh persilatan berkepandaian tinggi, Malaikat Peti Mati cepat
menyadari adanya serangan berbahaya. Secepat kilat, dia melenting seraya
mendengus. Ketika hinggap di bumi, tampak Kaliki Lorot telah berdiri dengan
siaga. Pemuda ini cukup heran juga melihat Kaliki Lorot masih hidup. Karena
menurut dugaannya tokoh tua itu telah menjadi mayat terhantam serangan nya.
"Pemuda busuk! Kau tak perlu bersusah payah menunggu Pendekar Slebor satu
purnama mendatang!
Karena aku, Kaliki Lorot, akan menghentikan sepak terjangmu!" bentak Kaliki
Lorot. Malaikat Peti Mati tertawa menggelegar untuk menghilangkan keterkejutannya.
Suaranya terdengar sampai
ke Bukit Sigura gura.-Siapakah
yang menyelamatkan orang tua itu"
"Kaliki Lorot! Orang tua macam kau, sangat mudah
dibunuh! Tetapi sekarang, Pendekar Slebor sudah ada di depan mataku! Justru
dialah yang akan tewas di tanganku!"
"Sesumbarmu setinggi langit! Kau tak akan mampu mengalahkannya, Pemuda Busuk!"
Sepasang mata Malaikat Peti Mati menyipit,
mengeluarkan sinar berbahaya.
"Sekali lagi kau bicara seperti itu, kurobek robek mulutmu!" desis Malaikat Peti
-Mati, mengancam dengan suara angker.
Kaliki Lorot hanya tertawa tawa saja. "Kalau beberapa hari lalu kau mampu
-mengalahkan aku, karena aku belum menggunakan ilmu yang lain!"
dengus orang tua itu.
Lalu tiba tiba Kaliki Lorot terbahak bahak.
- -"Mana peti mati ukiran naga milikmu yang sedianya untuk mayat Pendekar Slebor,
hah"!" ejek orang tua ini ketika baru sadar kalau peti mati ukiran naga yang
selalu bersama Malaikat Peti Mati tidak ada di sisi pemuda itu. "Apakah kau
takut membawanya, karena khawatir akan termakan oleh ucapanmu sendiri"
Jangan jangan, pada akhirnya justru kau yang akan bersemayam selama lamanya di
- -dalam peti mati itu?"
Malaikat Peti Mati memerah wajahnya. Sementara Kaliki Lorot semakin terbahak-bahak.
"Kau tak akan mampu mengalahkan Pendekar Slebor, Manusia Busuk! Pemuda pewaris
ilmu Lembah Kutukan itu adalah calon suami muridku!"
"Persetan dengan ucapanmu! Dan jangan kau pikir pemuda itu akan menerima
perjodohanmu" Mana sudi dia punya mertua manusia gempal seperti itu?"
Kali ini wajah Kaliki Lorot yang memerah. Dan mendadak saja, tubuhnya dikempos.
Dan kini di tangannya terangkum tenaga dalam kuat. Tubuhnya meluruk tajam
melepas serangan.
"Keparat! Kau yang akan kurobek robek mulut mu!"
-Saking cepatnya luncuran yang dilakukan Kali Lorot, tiba tiba saja tubuhnya
-bagaikan sebutir bola yang mengarah pada Malaikat Peti Mati.
"Kalaupun waktu itu kau ternyata belum mampus, kali ini akan mampus, Kaliki
Lorot!" dengus Malaikat Peti Mati.
Tubuh pemuda itu pun meluruk pula. Bahkan lebih dahsyat dari serbuan Kaliki
Lorot. Tapi mendadak saja orang tua ini membuang diri karena tak mau berbenturan
dengan pemuda rambut emas itu. Sudah disaksikan kehebatan Malaikat Peti Mati.
Makanya lebih baik mencoba mencari kesempatan dan sela untuk menghantamkan
pukulan mautnya.
Malaikat Peti Mati tertawa mengejek.
"Kau tak pantas menghuni dunia persilatan ini, si Tubuh Gempal! Kau pantasnya


Pendekar Slebor 32 Malaikat Peti Mati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendiami kandang sapi."
Kaliki Lorot semakin panas saja mendengarnya.
Seketika kecepatan dan tenaga dalamnya ditambah.
Baginya, sepak terjang Malaikat Peti Mati memang harus bisa dimusnahkan dan
dihentikan. Paling tidak, membuatnya lumpuh untuk selama lamanya. Namun hal itu
-tak semudah yang diperkirakannya. Karena kepandaian pemuda rambut emas itu
benar benar sangat tinggi!
-Tiba tiba saja tubuh Kaliki Lorot yang bergulingan
-bagaikan bola melenting ke atas. Dan ketika hinggap di bumi, terlihatlah kedua
tangannya memancarkan sinar warna hitam.
"Selama ini, aku tak pernah mempergunakan ajian
'Kala Hitam' yang sangat dahsyat ini! Tetapi menghadapi manusia busuk sepertimu,
sudah sangat pantas kugunakan!"
"Keluarkan seluruh ajian milikmu itu, Gempal! Kau akan merasakan akibatnya dari
kelancanganmu ini!"
seru Malaikat Peti Mati.
Kaliki Lorot tak mau membuang tempo lagi.
Tubuhnya seketika melesat dengan tangan telah terangkum
ajian 'Kala Hitam' yang sangat dibanggakannya.
"Kau lihat serangan! Yeaaa!"
Malaikat Peti Mati rupanya tahu kalau ajian 'Kala Hitam' yang dipergunakan
Kaliki Lorot sangat dahsyat.
Terbukti, dia tidak mau memapaki serangannya. Bahkan langsung membuang dirinya.
Kaliki Lorot terbahak bahak.-"Mau ke mana kau, Manusia Busuk?" ejek orang tua itu.
Serangan angin ajian 'Kala Hitam' Kaliki Lorot menghantam sebuah pohon yang
langsung hangus seketika. Bisa dibayangkan, bagaimana kalau ajian itu langsung
mengenai tubuhnya"
Malaikat Peti Mati lagi lagi melompat untuk menghindari
-serangan. Wajahnya yang selalu memancarkan kegarangan dan keangkeran, mendadak menjadi pias. Kaliki Lorot
menyadarinya. Sehingga dia terbahak bahak dan terus memburu Malaikat Peti Mati.
-"Mau ke mana kau, hah"! Mau ngacir" Silakan saja tidak usah bilang bilang!
-Tetapi kau harus mampus!"
ejek Kaliki Lorot terus mencecar.
Malaikat Peti Mati bagaikan kehilangan kegarangannya. Lagi lagi serangan itu tak berani dipapakinya. Meskipun dia masih
- sempat melontarkan serangan jarak jauh, tetapi bagi Kaliki Lorot yang merasa
sudah berada di atas angin, bukanlah suatu penghalang.
Bahkan terus memburu!
"Menghadapiku saja, kau tak mampu. Apalagi menghadapi Pendekar Slebor"!"
Tak ada sahutan apa apa dari Malaikat Peti Mati. Dia terus berusaha menghindari -serangan Kaliki Lorot.
Hingga suatu ketika....
"Hup! Heaaa...!"
Mendadak saja Malaikat Peti Mati melenting ke belakang. Begitu mendarat, dia
langsung berkelebat dan meninggalkan tempat itu setelah melepaskan pukulan jarak
jauhnya. Terpaksa Kaliki Lorot menghindari serangan dengan melenting ke samping. Dan
begitu siap memburu kembali, Malaikat Peti Mati sudah tak ada di tempatnya.
"Keparat! Manusia busuk! Jangan lari kau!"
"Kaliki Lorot! Bila aku ingin membunuhmu, sangat mudah! Tetapi yang kuinginkan
hanyalah Pendekar SIebor! Kau akan melihat nanti, kalau mayat pemuda sialan itu
akan terbujur di peti mati ukiran naga milikku!"
Terdengar suara Malaikat Peti Mati di kejauhan.
"Pengecut! Besar mulut! Di mana pun kau berada,
aku akan mencarimu!"
Seketika lelaki bertubuh gempal itu meloncat, menyusul Malaikat Peti Mati. Kini
dia yakin, ajian 'Kala Hitam'nya sangat ditakuti pemuda rambut emas itu.
*** 7 Sepak terjang Malaikat Peti Mati makin menggila saja.
Bahkan kini daftar korban telah bertambah dengan tewasnya beberapa tokoh
persilatan seperti Bayangan Setan dari golongan hitam dan Ruyung Sakti yang
dikenal sebagai tokoh dari aliran lurus. Maka tak heran kalau kemudian para
rokoh rimba persilatan dari dua golongan berbeda mencari Malaikat Peti Mati.
Tetapi, tujuan kedua golongan itu berlainan. Kalau dari golongan lurus mencari
untuk menghentikan sepak terjang Malaikat Peti Mati, sedangkan dari golong sesat
ingin mengabdi. Bahkan juga ada yang mencoba mengajaknya bergabung. Di antaranya
adalah Partai Tumbal Iblis yang dipimpin Dewi Kemuning atau yang dijuluki si
Tumbal Iblis. Dewi Kemuning berparas cantik luar biasa. Kulitnya kencang. Bentuk tubuhnya
padat merangsang, selalu mengenakan pakaian kuning muda yang nyaris tembus
pandang, sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang benar benar menggairahkan.-Konon, Dewi Kemuning telah berusia sekitar seratus dua puluh tahun. Tetapi,
karena memiliki ajian awet muda bernama 'Walet Merah', sampai selama
hidupnya, wajahnya tetap saja seperti ketika masih berusia dua puluh satu tahun.
Partai Tumbal Iblis berdiam di Bukit Iblis, yang terletak setengah hari dari
jalan kaki dari selatan Bukit Sigura gura.
-Dewi Kemuning selama ini telah memerintahkan beberapa anak buahnya yang semuanya
gadis berparas jelita, untuk mengajak Malaikat Peti Mati bergabung.
Dan bila Malaikat Peti Mati menolak, maka harus dibunuh! Sesungguhnya, Dewi
Kemuning telah lama ingin melebarkan Partai Tumbal Iblis ke seluruh pelosok
Mataram. Dia memang membutuhkan para tokoh yang
sakti untuk membantunya melebarkan sayap partai yang dipimpinnya.
Di samping itu, perempuan ini pun teringat akan desas desus tentang Malaikat
-Peti Mati yang hendak membunuh Pendekar Slebor. Kalau pemuda rambut emas itu
berani sesumbar akan membunuh Pendekar Slebor, bisa dipastikan kepandaiannya
memang sangat tinggi. Hanya saja, dia tidak tahu, siapakah Malaikat Peti Mati"
Dari mana datangnya, dan murid siapakah sehingga memiliki ilmu yang sangat
tinggi. Tetapi yang terpenting, Dewi Kemuning harus bisa mengajak Malaikat Peti Mati
untuk bersatu dengan Partai Tumbal Iblis. Sekaligus, membunuh Pendekar Slebor!
Karena menurutnya, bila hendak melebarkan sayap kekuasaannya, maka si penghalang
utama tak lain adalah Pendekar Slebor. Berarti bila Dewi Kemuning berhasil
meminta Malaikat Peti Mati bergabung dengannya,
bisa dipastikan kekuatannya akan bertambah. Sudah tiga hari empat orang muridnya melakukan perjalanan untuk mencari Malaikat
Peti Mati. Dan mereka menjumpai pemuda berambut emas itu di tepi sebuah sungai
kecil yang terdapat tak jauh dari sebuah hutan.
Serentak mereka mendekati pemuda itu yang tengah merenung. Sesekali dia membuang
kerikil ke sungai sambil mendengus.
"Salam untuk Malaikat Peti Mati," sapa gadis yang berbaju hijau.
Malaikat Peti Mati mengangkat wajahnya dan
menoleh. Sejenak keningnya berkerut melihat keempat gadis jelita berpakaian
warna warni mendekatinya.-Tetapi sejurus kemudian, tawanya yang dingin dan angker terdengar.
"Gadis gadis jelita, siapakah kalian?" tanya Malaikat Peti Mati.
-"Aku Kenanga Hijau...," kata gadis yang pertama menyapa Malaikat Peti Mati.
"Yang berbaju merah, Kenanga Merah, lalu Kenanga Kuning."
Memang semua nama asli yang dimiliki gadis gadis itu diganti Dewi Kemuning,
-pemimpin mereka.
Semuanya memakai nama 'Kenanga'. Sementara nama belakang disesuaikan pakaian
yang dikenakan.
Kenanga Hijau menerangkan kedatangan mereka
menemui Malaikat Peti Mati.
"Hmm.... Nama besar Dewi Kemuning telah lama kudengar. Tetapi, aku menolak untuk
bergabung," tegas Malaikat Peti Mati, dingin.
Kenanga Hijau memperlihatkan wajah berkerut.
Menurut Ketua, kemungkinan besar Malaikat Peti Mati tak akan menolak
keinginannya. Tetapi kata kata barusan, sudah membuktikan. Berarti, pemuda ini
-harus dibunuh! Kenanga Merah, Kenanga Biru dan Kenanga Putih pun sudah bersiaga.
Sementara, lain yang ada di hati Kenanga Hijau.
Meskipun nampaknya sudah marah, tetapi dia ingin membuat keputusan lain. Akan
dicobanya membujuk Malaikat Peti Mati.
Tetapi, lagi lagi pemuda rambut emas itu tetap menoIak sambil acuh tak acuh
-melemparkan kerikil lagi ke sungai. Permukaan air seketika berpendar pendar,
-membentuk beberapa gelombang bulat yang semakin membesar dan akhirnya
menghilang. "Pemuda rambut emas! Sejak tadi kedatangan kami dan memintamu untuk bergabung
dengan baik baik, tetapi sikapmu benar benar menjengkelkan!" seru Kenanga Hijau
- -dingin. "Katakan pada Dewi Kemuning, jangan menjual lagak di hadapanku!" ujar Malaikat
Peti Mati, tetap dingin.
Kenanga Hijau menggeram. "Pemuda tak tahu adat!"
Mendadak saja wanita berbaju hijau ini mengibaskan tangannya dengan cepat. Angin
berkekuatan dahsyat, seketika menderu ke arah Malaikat Peti Mati yang masih
melemparkan kerikil dengan santai.
Blarrr...! Dan mendadak saja terdengar ledakan keras saat angin keras itu menghantam. Bukan
menghantam Malaikat Peti Mati, tapi menghantam air sungai itu.
Sehingga permukaan air sungai bergerak bagaikan diamuk ikan paus luka. Kemana
Malaikat Peti Mati"
Sebab, sosok berambut emas itu kini tak ada di tempat"
Keempat gadis ini pun celingukan penuh keheran.
Mereka tak melihat, bagaimana Malaikat Peti Mati meloloskan diri dari serangan
yang dilepaskan Kenanga Hijau dengan cepat dan dahsyat.
"Kenapa kalian bengong seperti orang tolol, hah" "
Mendadak terdengar suara di belakang mereka di sertai tawa mengejek.
Serentak keempatnya berbalik ke belakang. Tampak Malaikat Peti Mati sedang
terbahak bahak.-"Keparat!" desis Kenanga Hijau. "Mana peti ukiran nagamu itu, hah"!"
"Kenapa" Kau ingin menempatinya?" tukas Malaikat Peti Mati.
"Bangsat! Pemuda hina! Kaulah yang akan menempati peti mati ukiran nagamu itu
sendiri! Lihat serangan!"
Tubuh Kenanga Hijau sudah meluruk cepat. Satu serangan maut dilakukannya. Tetapi
lagi lagi Malaikat Peti Mati menghindari serangan dengan gerakan tak terlihat.
-Kini, sadarlah mereka kalau lawan yang dihadapi memang berkepandaian sangat
tinggi. Maka seketika keempatnva mengurung Malaikat Peti Mati. Sedangkan pemuda
itu hanya terbahak bahak melihat empat paras jelita berwajah geram.
-"Lebih baik kalian tinggalkan tempat ini. Katakan pada Dewi Kemunin,. segera
urungkan niatnya. Dan jangan berpihak pada golongan sesat!"
"Kau penuh sesumbar, Rambut Emas!" bentak Kenanga Putih dengan kegeraman luar
biasa. "Katakan pula padanya, aku tak akan mau bergabung dengan manusia manusia busuk
-seperti dia! Yang kuinginkan hanyalah Pendekar Slebor! Tak ada lainnya!
Lebih baik, kalian mengabdi kepadaku! Lumayan....
Wajah cantik dan tubuh kalian yang indah, tentu akan membuat tidurku nyenyak!"
"Menjijikkan!"
Kali ini Kenanga Putih yang sudah meluruk dengan kemarahan berlipat lipat. Ajian
-'Bunga Kematian' pun ditebarkan. Beberapa kuntum bunga berwarna hitam melesat ke
arah Malaikat Peti Mati.
Kali ini pemuda berambut emas itu bergulingan dengan cepat. Namun sebelum dia
berdiri, Kenanga Merah, Kenanga Kuning, dan Kenanga Hijau telah pula menebarkan
'Bunga Kematian'.
Set! Set! Berpuluh bunga beracun yang mematikan langsung berdesingan ke arah Malaikat Peti
Mati. "Tarik kembali kata katamu itu! Dan, ikuti kemauan Ketua kami kalau ingin -selamat!" seru Kenanga Hijau, sengit.
Bukannya ketakutan dengan serangan beruntun itu, Malaikat Peti Mati malah hanya
tertawa tawa saja. Tapi mendadak tubuhnya bergerak laksana kilat. Sehingga
-keempat murid dari Partai Tumbal Iblis menjadi terhenyak. Mereka sukar sekali
menentukan arah serangan.
"Ha ha ha...!"
Tahu tahu terdengar suara tawa bernada dingin dari sebatang pohon. Malaikat Peti
-Mati ternyata telah duduk di salah satu ranting pohon dengan kaki menjuntai.
Keempatnya memandang penuh amarah.
Dan diam diam mereka menyadari kalau ilmu
-meringankan tubuh Malaikat Peti Mati sangat tinggi.
Terbukti dengan santai dia duduk menjuntai di sebuah ranting sangat kecil!
Hanya yang mengherankan, menurut Ketua mereka,
Malaikat Peti Mati selalu membawa sebuah peti mati yang diberi nama Peti Mati
Ukiran Naga. Tetapi sejak tadi, peti itu tak pernah terlihat.
Kenanga Hijau langsung mengibaskan tangannya ke arah Malaikat Peti Mati.
Bummm! Suara ledakan terdengar. Bukan hanya ranting yang diduduki Malaikat Peti Mati
saja patah. Bahkan batang pohon itu langsung tumbang. Tetapi, sosok pemuda
rambut emas itu tak nampak lagi.
"Kalian memang benar benar bodoh!"
-Kembali terdengar suara dari salah sebuah pohon.
Keempat gadis itu pun serentak berbalik dengan hati panas karena merasa
dipermainkan. Dan sejenak mereka terkesiap melihat Malaikat Peti Mati kali ini
sudah menjuntai dengan kepala ke bawah dan kaki terkait pada salah satu ranting
pohon. "Aku sudah bosan dengan kalian! Kalian tinggal pilih.
Tinggalkan tempat itu dan mengatakan pada Dewi Kemuning agar menghentikan niat
busuknya, atau mampus berkalang tanah!"
Tetapi bagi murid murid Partai Tumbal Iblis yang telah dipersiapkan untuk
-mengabdi setulus tulusnya, tak gentar mendengar ancaman maut itu.
-Kali ini secara serentak, keempatnya mengibaskan tangan melepas 'Bunga
Kematian'. Berpuluh puluh bunga warna hitam kontan menderu ke arah Malaikat Peti
-Mati. "Kalian memang benar benar bodoh!" maki Malaikat Peti Mati.
- Tap! Tap! Tap! Tubuh pemuda itu langsung meluruk ke arah
keempat gadis ini. Sementara pohon yang tadi ditempatinya perlahan lahan -mengering, lalu hangus dan terencah menjadi debu akibat 'Bunga Kematian'
yang menancap ke batangnya!
Malaikat Peti Mati bergerak laksana topan. Dan ini membuat keempat murid Partai
Tumbal Iblis menjadi pucat. Serangan pemuda itu memang tak terlihat, namun
mengandung kekuatan sangat dahsyat. Maka sebisanya mereka melontarkan pukulan
'Bunga Kematian'. Set! Set! Dan ketika Malaikat Peti Mati hanya mengibaskan tangannya....
Crep! Crep! "Aaa...!"
Tiba tiba saja terdengar pekikan Kenanga Merah yang terjajar ke belakang. Begitu
-ambruk di tanah dia langsung tewas. Tubuhnya menghangus, menimbulkan bau sangit
seperti daging terbakar.
Belum sempat gadis gadis -itu hilang keterkejutannya, mendadak satu sosok tubuh melenting ke belakang.
"Sekali lagi kuperingatkan! Jangan menggangguku!
Malaikat Peti Mati tak akan pernah tunduk pada peraturan dan pada siapa pun!


Pendekar Slebor 32 Malaikat Peti Mati di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lebih baik kalian kembali. Dan sekali lagi, katakan pada Dewi Kemuning,
keinginannya untuk mengembangkan partainya tak akan pernah berhasil!"
Rupanya kata kata Malaikat Peti Mati yang
-sebenarnya bernada mengampuni dan kelihatan segan
untuk berurusan, tak dihiraukan dara dara jelita itu.
-Mereka justru semakin marah dan muak melihat Kenanga Merah telah menjadi mayat.
Kembali tubuh mereka menderu deru menginginkan
- kematian Malaikat Peti Mati.
"Manusia manusia bodoh!" maki pemuda itu.-Tepat ketika ketiga gadis itu meluruk, Malaikat Peti Mati pun bergerak sangat
cepat. Saat itu juga tubuh-tubuh yang bertarung bagai bayang bayang yang saling
-menggebrak. Masing masing -menginginkan menjatuhkan lawan. Dan sebentar saja, sudah lima jurus terlewati.
Kali ini ketiga gadis itu memang benar benar sudah nekat dan tak mengenal takut.
-Mereka menginginkan nyawa Malaikat Peti Mati. Bukan lagi karena perintah dari
Dewi Kemuning, melainkan untuk membalas kematian Kenanga Merah!
Tetapi yang dihadapi adalah tokoh baru berkepandaian sangat tinggi. Maka tiga jurus berikutnya, sudah terlihat tiga
sosok warna warni itu mundur karena terdesak hebat.
-"Jangan takut! Nyawa kita korbankan pada Dewi Kemuning! Kita harus membunuh
manusia keparat yang dungu ini!" teriak Kenanga Hijau memberi scemangat.
Tubuh Kenanga Hijau pun berkelebat kembali
dengan hebat. Tetapi rupanya, maut memang sedang menantinya. Dengan gerakan tak
terlihat, tubuh Malaikat Peti Mati menderu. Dan....
Desss...! "Aaa...!"
Terdengarlah pekik kematian dari Kenanga Hijau.
Tubuhnya terpelanting berkali kali ke belakang. Dan nyawanya pun seketika lepas
-dari jasadnya.
Kenanga Kuning dan Kenanga Putih serentak
menghentikan serangan. Pandangan mereka geram dan penuh dendam pada Malaikat
Peti Mati. "Jangan pikir kau sudah menang, Pemuda Busuk!"
sentak Kenanga Kuning.
"Lebih baik kalian tinggalkan tempat ini! Jangan mengganggu seleraku untuk
membunuh Pendekar
Slebor!" Kenanga Kuning mengangkat mayat Kenanga Hijau dengan hati luka. Begitu pula yang
dilakukan Kenanga Putih pada mayat Kenanga Merah.
"Tunggu pembalasan kami!" seru Kenanga Kuning bergetar.
Malaikat Peti Mati mengeluarkan suara tawa yang dingin dan sangat keras.
Menggema di sekitar sungai itu dan menembus ke hutan yang lebat dan pekat.
"Katakan pada Dewi Kemuning! Dia hanyalah orang bodoh yang tak tahu betapa
tingginya langit!"
Kenanga Kuning dan Kenanga Putih tak menghiraukan kata kata ejekan itu. Keduanya pun berkelebat membawa dendam yang -berkarat di hati.
Malaikat Peti Mati tergelak gelak.
-"Sombongnya! Suatu ketika, akan kuratakan Partai Tumbal Iblis dengan tanah!"
desis pemuda itu.
Lalu Malaikat Peti Mati duduk kembali di tepi sungai.
Kembali dilemparkannya kerikil, seolah kejadian barusan itu bukanlah suatu hal
yang menyusahkan.
Namun baru saja melemparkan beberapa kerikil, tiba tiba....
-Wesss...! Tahu tahu menderu serangkum angin kencang arah Malaikat Peti Mati. Namun dengan
-sigap, pemuda rambut emas itu melompat.
"Manusia busuk mana yang mau mencari
mampus"!"
*** 8 Ketika Malaikat Peti Mati mendarat ringan di tanah kembali, di hadapannya telah
berdiri dua sosok tubuh.
Yang seorang berpakaian putih bersih, dengan sorban dan jenggot putih pula.
Wajahnya begitu arif. Usianya kira kira lima puluh tahun. Yang seorang lagi, -berpakaian jingga menyala dengan kumis baplang dan ikat kepala berwarna jingga
pula. Di pinggangnya terdapat sebilah golok besar.
Malaikat Peti Mati sejenak terdiam, seolah ada yang dipikirkannya. Tiba tiba dia
-terbahak bahak.
-"Rupanya yang datang Imam Arif Penguasa Gunung Bontang dan si Golok Maut yang
telah lama malang melintang di dunia persilatan! Hhh! Mengapa kalian berdua
muncul kembali, hah"! Bukankah kudengar kalian sudah mengundurkan diri dari
rimba persilatan"
Ki Pangsawada! Aku pernah mendengar kemunculanmu ketika membantu Pendekar Slebor
saat menghadapi Raja Akherat! Kebetulan sekali, sebenarnya aku hendak mendatangi
Gunung Bontang untuk membunuhmu.
Karena, kau salah seorang sahabat Pendekar Slebor!
Hhh! Kemunculan kalian berdua hanya ingin mencari mati!"
Ki Pangsawada yang dikenal berjuluk Imam Arif Penguasa Gunung Bontang mendesah
dalam hati. Dia menjadi malu sendiri, karena kata kata yang dilontarkan Malaikat
-Peti Mati terasa mengejeknya. Karena, bukan dia yang membantu Pendekar Slebor
saat menghadapi
Raja Akherat, melainkan justru Pendekar Slebor yang menyelamatkannya dari maut
(Baca serial Pendekar Slebor dalam episode : "Neraka Di Keraton Barat").
Sedangkan si Golok Maut memerah wajahnya
mendengar kata kata terakhir dari Malaikat Peti Mati.
-Kakinya lantas melangkah setindak.
"Manusia busuk! Kau harus membayar nyawa saudaraku, si Ruyung Sakti yang telah
kau bunuh!"
bentak si Golok Maut, garang.
Malaikat Peti Mati terbahak bahak.
-"Apakah telingaku tidak salah mendengar" Bukankah justru kau yang hendak
membuang nyawa percuma?"
Wajah si Golok Maut langsung berubah kelam. Dia teringat, bagaimana ketika saat
menyambangi si Ruyung Sakti. Tenyata sahabatnya itu telah dalam keadaan sekarat.
Dan sepatah patah dikatakannya kalau Malaikat Peti Mati lah yang menurunkan maut
-kepadanya. Dan yang membuat si Golok Maut murka, karena kedatangannya hanya
terlambat beberapa saat saja, sejak Malaikat Peti Mati meninggalkan tempat
kediaman si Ruyung Sakti di Gua Merah.
Lelaki berkumis baplang ini memutuskan untuk segera mencari manusia keparat itu.
Dan di perjalanan, bertemu Imam Arif Penguasa Gunung Bontang yang juga tengah
mencari Malaikat Peti Mati. Memang Pangsawada mendengar selentingan kabar kalau
sahabatnya yang berjuluk si Naga Gunung telah dibuat sekarat oleh manusia sesat
itu. Kendati demikian, dia pun belum bertemu si Naga Gunung.
"Pemuda rambut emas! Sebenarnya apa yang kau hendaki dengan membuat onar seperti
ini?" tanya Ki
Pangsawada, sambil menekan amarahnya.
Malaikat Peti Mati kembali terbahak bahak.-"Yang kuhendaki hanya satu. Melihat Pendekar Slebor mampus!"
"Apa pula yang kau hendaki bila berhasil mengalahkan pemuda pewaris ilmu
Pendekar Lembah Kutukan itu?"
"Setelah membunuhnya, yakinlah aku..., bahwa akulah yang patut menduduki puncak
papan atas di rimba persilatan ini! Dengan demikian semua orang akan
menyanjungku...!"
"Kau tak tahu, betapa dalamnya lautan dan betapa panasnya lahar gunung?" tukas
Ki Pangsawada alias Imam Arif Penguasa Gunung Bontang.
"Apa maksudmu, Orang Tua?" dengus Malaikat Peti Mati.
"Maksudkan, kaulah yang akan terkapar di sini!"
"Keparat busuk!"
"Hhh! Mana Peti Mati Ukiran Naga mu yang disediakan untuk mayat Pendekar Slebor"
Apakah kau menyembunyikan, karena takut justru mayatmu sendiri yang akan
menempati peti mati itu, hah?"
Memerah wajah Malaikat Peti Mati.
"Aku ingin lihat sampai di mana kehebatanmu, Orang Tua!"
Sesudah berkata begitu, tubuh Malaikat Peti Mati berkelebat sangat cepat.
Sehingga hanya terlihat rambut emasnya saja yang berkilat kilat terjilat sinar
-matahari yang sudah membubung semakin tinggi.
"Kau akan menyesali kesombonganmu itu!" seru Imam Arif Penguasa Gunung Bontang
sambil melesat pula, disusul si Golok Maut yang telah meloloskan golok besar dari pinggangnya.
Seketika tiga sosok tubuh terlihat bagaikan bayang bayang yang saling gebrak.
Serangan serangan dari si Golok Maut memang benar benar sangat berbahaya.
- -Goloknya berkelebat bagaikan memiliki mata. Meski pun tubuh Malaikat Peti Mati
berkelebat laksana kilat tetap saja goloknya mampu mengibaskan dengan satu
serangan terarah.
Begitu pula Ki Pangsawada, lelaki ini berkelebat pula dengan serangan maut penuh
tenaga dalam tinggi.
Malaikat Peti Mati mendengus, menyadari kalau kedua lawan yang dihadapi benar-benar tangguh.
"Kalian akan mampus saat ini juga, Orang Tua Busuk!" bentak Malaikat Peti Mati.
Tiba tiba saja tubuh pemuda itu bergulingan dengan kecepatan dahsyat. Lalu
-ketika kedua tangannya mengibas, angin laksana topan prahara menderu deru ke
-arah kedua lawannya.
Seketika Ki Pangsawada dan si Golok Maut
mengalirkan tenaga dalam ke kedua kaki, lalu melesat masuk ke pusaran angin yang
kuat. Adu tenaga dalam pun terlihat sekarang. Namum meskipun tenaga dalam Imam Arif
Penguasa Gunun Bontang dipadukan tenaga dalam si Golok Maut, tetap saja tidak
bisa masuk menembus pusaran angin yang dilontarkan Malaikat Peti Mati.
"Kini kalianlah yang harus membuka mata, siapakah lawan yang dihadapi! Lebih
baik kalian menyingkir dari sini. Karena saat ini, aku tidak membutuhkan nyawa
kalian! Yang kubutuhkan hanyalah nyawa Pendekar
Slebor yang akan kubunuh di Bukit Sigura gura purnama itu!"
-Tetapi kedua tokoh dari golongan lurus itu tak mau menerima begitu saja.
Terutama si Golok Maut yang memang sudah sangat muak melihat sepak terjang
Malaikat Peti Mati. Apalagi bila terbayang bagaimana sahabatnya si Ruyung Sakti
menemui ajalnya di tangan manusia sesat itu.
"Heaaa...!"
Tiba tiba terdengar bentakan si Golok Maut yang sangat kuat. Tangannya yang
-memegang golok seketika diayun ayunkan dengan gerakan memutar.
-Wuusss...! Mendadak saja tercipta sebuah angin keras luar biasa, bergulung gulung dan
-memasuki pusaran angin yang dilepaskan Malaikat Peti Mati.
Kali ini ganti Malaikat Peti Mati yang terkejut menerima serangan balik itu.
Belum lagi, Imam Arif Penguasa Gunung Bontang segera mempergunakan kesempatan
dengan meluruk masuk ke arah pertahanan Malaikat Peti Mati.
"Heiiittt!"
Malaikat Peti Mati cepat bersalto sambil membentak membcri semangat pada diri
sendiri. Sementara si Golok Maut pun masuk dengan gerakan golok yang tetap
menimbulkan angin gelombang berkekuatan dahsyat.
Sambil bersalto, kedua kaki Malaikat Peti Mati masuk ke
dalam pusaran angin si Golok Maut. Keseimbangannya
mendadak saja menghilang. Tubuhnya hampir saja terpelanting bila tak segera
menguasai keseimbangannya kembali. Tapi akibatnya, serangan si Golok Maut pun
sudah cepat meluruk ke arahnya.
Desss...!"
"Aaakh...!"
Satu gedoran keras berhasil menghantam perut Malaikat Peti Mati hingga
tersungkur. Saat itu juga si Golok Maut pun meluruk siap menyudahi hidup
Malaikat Peti Mati. Namun, itu adalah kesalahan.
Karena mendadak saja pemuda itu menyerang dengan gerakan yang sama sekali tidak
terlihat. Hingga....
Bukkk...! Tubuh si Golok Maut kontan terpental ke belakang.
Dan kesempatan itu dipergunakan Malaikat Peti Mati untuk berkelebat, melarikan
diri dengan gerak sukar diukur.
"Aku tak ingin membuang tenaga menghadapi kalian! Karena, Pendekar Slebor lah
yang harus mampus! seru pemuda itu di kejauhan.
Imam Arif Penguasa Gunung Bontang urung
mengejarnya, karena merasa lebih baik melihat sekaligus menyembuhkan si Golok
Maut yang terkena hantaman dahsyat dari Malaikat Peti Mati. Diam diam disadari -betapa tingginya ilmu yang dimiliki pemuda berambut emas itu.
Bahkan orang tua ini yakin, kalau saja Malaikat Peti Mati mau mempergunakan
ilmunya lagi, niscaya putaran golok yang dilakukan si Golok Maut tak ada
hasilnya. Entah kenapa, manusia itu melepaskan mereka. Mungkin seperti yang
dikatakannya, karena telah menemukan jejak Pendekar Slebor!
"Ki Pangsawada!"
Tiba tiba saja terdengar suara memanggil, yang disusul munculnya satu sosok
-tubuh berpakaian hijau pupus dengan kain bercorak catur di bahu.
Ki Pangsawada tersenyum melihat siapa yang
datang. "Kita berjumpa lagi, Pendekar Slebor...."
Andika cengengesan.
"Kenapa temanmu itu, Ki?" tanya Pendekar Slebor.
"Kami baru saja bertarung dengan Malaikat Peti Mati, Andika...," tutur orang tua
arif ini, langsung menceritakan apa yang baru saja terjadi. Andika mendengus
geram, ketika Ki Pangsawada selesai dengan ceritanya.
"Monyet sinting, manusia itu! Kupikir sepak terjangnya akan dihentikan karena
sudah kujanjikan akan bertarung sampai mampus di Bukit Sigura gura! Ki, bolehkah-aku mengobati sahabatmu itu?" dengus Pendekar Slebor.
"Silakan...."
Ki Pangsawada menyingkir. Diperhatikannya Andika yang berusaha menyembuhkan luka
si Golok Maut. Rahasia Peti Wasiat 7 Jodoh Rajawali 14 Rembulan Berdarah Pendekar Pedang Pelangi 10
^